V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "V. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Habitat Pesut Mahakam (Orcaella brevirostris) Kondisi Morfoedafik Perairan Danau Semayang dan Danau Melintang secara morfeodafik merupakan bagian dari daerah cekungan alluvial yang luas dan berawa-rawa (Priyono 1994). Kedua danau dipisahkan oleh batangan Sungai Melintang yang memiliki kedalaman 2 m-2,5 m. Bagian hilir Danau Semayang bersambung dengan Sungai Pela yang memiliki kedalaman 9 m 10 m. Bendera putih (Gambar 5) berfungsi sebagai pembatas antara Danau Semayang dan Danau Melintang yang ditanamkan pada bentangan Sungai Melintang, sedangkan mercusuar akan menyala pada malam hari yang sering dimanfaatkan untuk penunjuk jalan. Gambar 5 Sungai Melintang yang menjadi pembatas antara Danau Semayang dan Danau Melintang. Sungai Mahakam dan sekitarnya termasuk Danau Semayang dan Danau Melintang telah mengalami pendangkalan (Gambar 6a & 6b). Pendangkalan terjadi akibat adanya sedimentasi sehingga menyebabkan menurunnya kuantitas perairan. Pembukaan lahan hutan secara besar-besaran untuk perkebunan sawit adalah salah satu penyebab terjadinya pendangkalan. Menurut Harnadi (2005) pada tahun 1999, 60 cm/tahun lumpur mengendap sepanjang Sungai Mahakam. Seiring dengan semakin rusaknya areal hutan di bagian hulu Sungai Mahakam lumpur yang mengendap juga semakin tebal. Tahun 2000 lumpur yang mengendap lebih dari 100 cm/tahun.

2 a b Gambar 6(a) Orang bisa berjalan di Danau Semayang yang telah mengalami pendangkalan; (b) Permukaan Danau yang telah mengering. Pengendapan lumpur menyebabkan terjadinya pendangkalan di sepanjang Sungai Mahakam termasuk Danau Semayang dan Danau Melintang. Sebelum tahun 2000 Sungai Mahakam memiliki kedalaman sekitar 10 m 38 m, namun saat ini semakin dangkal (Harnadi 2005). Pendangkalan mempersempit ruang gerak pesut mahakam, terutama saat kemarau. Salah satu penyebab terjadinya pendangkalan adalah adanya penebangan hutan. Pada tahun 2007 luas hutan di Kabupaten Kutai Kartanegara adalah sebesar ,01 ha sedangkan pada tahun 2008 luas hutan di Kabupaten Kutai Kartanegara adalah sebesar ha. Pendangkalan di danau menyebabkan berkurangnya produktivitas ikan, hal ini dikarenakan semakin dangkal permukaan air maka akan semakin tinggi suhu air tersebut, apalagi saat ini hutan di sepanjang Sungai Mahakam dan sekitar danau telah mengalami kegundulan/menjadi terbuka. Suhu air tinggi menyebabkan banyak ikan yang mati. Sumberdaya ikan berkurang menyebabkan pakan pesut mahakam berkurang, hal ini dikhawatirkan akan berdampak negatif terhadap pesut mahakam Kualitas Perairan Pesut mahakam merupakan mamalia yang hidup di lingkungan perairan. Salah satu habitat pesut mahakam adalah di sepanjang Sungai Mahakam dari Muara Kaman hingga perairan Batubunbun (Muara Muntai) termasuk Sungai Pela, Danau Semayang dan Danau Melintang.

3 Menurut Priyono (1994) konsentrasi pesut mahakam didukung oleh kualitas habitat yang baik dan memenuhi kebutuhan hidup pesut mahakam, terutama dari aspek kedalaman (5.0 m-18.5 m), kualitas air dan potensi sumber makanan yang tinggi. Saat penelitian kondisi habitat sangat buruk terutama pada aspek kedalaman (Tabel 5). Penelitian dilakukan pada saat level air sedang-rendah sehingga pesut mahakam tidak terlihat pada lokasi penelitian (Danau Semayang dan Danau Melintang). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Yayasan Konservasi RASI (2008) yaitu pada saat level air sedang-rendah pesut mahakam menyebar pada sungai utama (Sungai Mahakam) sehingga tidak dapat dijumpai pada daerah-daerah danau. Tabel 5 Kualitas air pada Sungai Pela, Danau Semayang, Danau Melintang, dan Sungai Rebaq Rinding Dalam Sungai/ Danau TDS mg/l TSS mg/l COD mg/l Kedalaman Rata-rata (meter) Pela 16,50 Tidak berwarna Sema- 1,15 2,00 Agak Yang kecoklatan Melin- 0,75-1,50 Agak Tang Kecoklatan Rebaq 0,67 Agak Rindi- kehitamhitaman ng Dalam Warna ph Kecera han (cm) Kekeruhan NTU , , , <4,09 6, , ,61 5, Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa kedalaman Sungai Rebaq Rinding, Danau Semayang dan Danau Melintang tidak memenuhi kriteria habitat pesut mahakam. Pesut mahakam tidak ditemukan di perairan Sungai Mahakam dan sekitarnya pada perairan yang mempunyai kedalaman di bawah 2,5 meter dan tertutup vegetasi air. Menurunnya kedalaman perairan disebabkan oleh adanya proses sedimentasi. Sedimen adalah padatan yang dapat langsung mengendap jika air didiamkan tidak terganggu selama waktu tertentu. Sedimen yang mengendap di dasar sungai dan danau dapat mengurangi populasi ikan dan hewan-hewan air lainnya karena telur-telur ikan dan sumber-sumber makanan mungkin terendam di dalam sedimen.

4 Berdasarkan hasil penelitian Sumardi di perairan Sungai Kedawang Kalimantan Barat (1998) pesut mahakam hidup pada ph 6,9. Pada saat penelitian Sungai Pela yang terhubung langsung dengan Sungai Mahakam memiliki ph 7, dan pada daerah ini masih terlihat pesut mahakam yang hilir mudik. Air di Danau Semayang dan Danau Melintang berwarna agak kecoklatan dengan ph 6 untuk Danau Semayang dan 6,5 untuk Danau Melintang, pada kedua danau ini tidak ditemukan pesut mahakam. Semakin tinggi TSS/padatan tersuspensi maka akan semakin tinggi pula tingkat kekeruhan air, tingginya kekeruhan akan menyebabkan menurunnya tingkat kecerahan air. Padatan tersuspensi akan mengurangi penetrasi sinar/cahaya ke dalam air sehingga mempengaruhi regenerasi oksigen secara fotosintesis, hal ini akan berdampak pada ikan, karena salah satu makanan ikan adalah tumbuhan yang hidup di dalam air (Fardiaz 1992). Perairan dengan nilai COD tinggi tidak diinginkan bagi kepentingan perikanan dan pertanian. Nilai COD pada perairan yang tidak tercemar biasanya kurang dari 20 mg/l (Warlina 2004). Danau Melintang memiliki nilai COD yang cukup tinggi yaitu sebesar 31,61 mg/l. Kondisi kualitas perairan Sungai Mahakam dari tahun ke tahun mengalami penurunan (Tabel 6), hal ini diduga karena makin banyaknya usaha penambangan dan HPH yang berada di sepanjang Sungai Mahakam. Berdasarkan laporan pemantauan kualitas air Sungai Mahakam hasil kerjasama Kementerian Lingkungan Hidup dan Bapedalda Provinsi Kalimantan Timur tahun 2004 bahwa status mutu air menunjukkan Sungai Mahakam dalam keadaan tercemar berat (Harnadi 2005). Tabel 6 Kualitas air Sungai Mahakam dalam pemantauan tahun 1999, 2000, dan 2005 No Parameter Satuan Hasil pemantauan ph - 5,31 7,20 5,80 7,70 5,87 7,00 2 TDS mg/l 19,0 59,70 24,00 39,00 16,00 29,80 3 TSS mg/l 8,00 197,00 23,00 532,00 40,00 241,80 4 COD mg/l 7,90 109,90 16,00 36,00 1,80 60,00 5 DO mg/l 1,70 5,50 2,40 6,40 5,18 5,60 6 BOD mg/l 0,60-13,10 1,00 4,00 1,50 3,80 Sumber: Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Kalimantan Timur 2005

5 Tambang batubara, perubahan lahan menjadi perkebunan kelapa sawit dan banyak lagi penyebab lainnya yang menyebabkan terjadinya penurunan kualitas perairan Sungai Mahakam. Merkuri dan sianida telah mencemari sungai akibat bocornya tanggul penahan limbah dari kegiatan penambangan emas berskala besar dan kecil di hulu sungai. Batubara yang seringkali jatuh tanpa sengaja ke sungai dan air limbah pencuciannya yang masuk ke anak-anak sungai besar dan danaudanau saat air pasang, menyebabkan perubahan warna kulit pesut mahakam (Kreb dan Susanti 2008). Kondisi perairan Sungai Mahakam termasuk Danau Semayang dan Danau Melintang mengalami penurunan baik dalam hal kualitas maupun kuantitas. Hal ini berdampak negatif terhadap kelestarian pesut mahakam Potensi Ikan sebagai Pakan Pesut Mahakam (Orcaella brevirostris) Danau Semayang dan Danau Melintang merupakan daerah yang memiliki potensi produktifitas ikan yang cukup tinggi. Danau ini merupakan sumberdaya alam yang penting yaitu sebagai sumber pangan dan pendapatan bagi masyarakat setempat. Danau Semayang dan Danau Melintang dipengaruhi oleh pasang surut Sungai Mahakam. Kedua danau ini memiliki nilai ekonomi dari segi perikanan Perkiraan produktifitas relatif ikan (hasil tangkapan per jarring insang per hari) dilakukan dengan cara memasang jaring insang sepanjang 50 meter pada tempat yang diduga banyak ikan (berdasarkan informasi nelayan). Jaring ikan dipasang pada sore hari (15.30 WITA) di Danau Semayang dan Danau Melintang pada jam yang sama dan diperiksa pada pagi hari pada jam yang sama pula (07.30 WITA). Hasil tangkapan yang diperoleh bermacam-macam jenis ikan (Tabel 7), hasil tangkapan tersebut ada yang menjadi makanan yang disukai pesut mahakam dan ada pula yang tidak dimakan oleh pesut mahakam.

6 Tabel 7 Perkiraan produktifitas relatif ikan di Danau Semayang dan Danau Melintang Perkiraan produktifitas No Nama lokal Nama latin relatif (hasil tangkapan per kg per hari) Danau Semayang 1 Baong* Macrones planiceps 0,15 2 Kelebere Macrones nigriceps 0,20 3 Lepok Synanceia spp 0,05 4 Biawan* Helostoma temmincki 0,05 5 Kendia Thynnichthys thynoides 0,20 6 Lalang - 0,25 7 Bentilap - 0,10 8 Lempam Puntius schwanefeldi 0,40 9 Puyau - 0,20 10 Rukong - 0,20 Total 1,80 Danau Melintang 1 Baong* Macrones planiceps 0,20 2 Biawan* Helostoma temmincki 0,20 3 Kendia Thynnichthys thynoides 0,10 4 Tempe - 0,05 5 Bentilap - 0,10 6 Lempam Puntius schwanefeldi 0,60 7 Puyau - 0,50 8 Rukong - 0,50 Total 2,25 Keterangan: * pakan pesut mahakam Pesut mahakam tergolong pemakan segala, mengambil makanan dari dalam sungai maupun dasar sungai. Sekalipun pesut mahakam pemakan segala, namun ikan bertulang adalah favoritnya. Pesut mahakam juga memakan crustacean, chiphalopoda dan telur ikan. Kebutuhan makanan bagi seekor pesut dewasa mencapai kg/hari atau sekitar 10% dari berat tubuhnya (Fauzi 2008). Berdasarkan jenis ikan yang diperoleh, hanya dua jenis ikan yang teridentifikasi sebagai pakan pesut mahakam yaitu ikan baong (Macrones planiceps) dan biawan (Helostoma temmincki). Tabel 7 di atas menunjukkan bahwa perkiraan produktifitas relatif ikan di Danau Melintang lebih besar dibandingkan dengan Danau Semayang, namun jenis ikan yang diperoleh di Danau Semayang lebih banyak dibanding jenis ikan pada Danau Melintang. Perkiraan produktifitas relatif ikan pada Danau Melintang sebesar 2,25 kg per hari sedangkan Danau Semayang 1,80 kg per hari.

7 Berdasarkan data Kabupaten Kutai Kartanegara dalam angka, pada tahun 2006 total produksi ikan perairan umum sebanyak ,9 ton per tahun dan naik pada tahun 2007 yaitu jumlah total produksinya sebesar ,7 ton per tahun. Salah satu kawasan penghasil ikan terbanyak adalah Danau Semayang dan Danau Melintang, jika setiap tahunnya ikan yang diambil terus meningkat maka dapat menyebabkan sumberdaya ikan akan habis. Habisnya sumberdaya ikan akan menyebabkan menurunnya kelestarian pesut mahakam Penangkapan Ikan Pengamatan dilakukan pada tiga lokasi yaitu sepanjang Sungai Pela, Danau Semayang dan Danau Melintang pada jalur arus air (batangan) karena perahu motor hanya bisa melewati arus air tersebut (karena daerah yang lainnya dangkal). Pada saat pengamatan dicatat jumlah nelayan yang sedang mencari ikan dan jenis alat tangkap yang digunakan (Tabel 8). Alat tangkap yang digunakan tergantung jenis ikan yang hendak ditangkap. Tabel 8 Jumlah nelayan yang mencari ikan di Sungai Pela, Danau Semayang dan Danau Melintang No Sungai/danau Jumlah Jenis alat tangkap Luas kawasan nelayan 1 Sungai Pela 21 - Jala Panjang = 10 km - Rengge/jaring Lebar = 8-15 m insang - Raba baong - Hempang kasa 2 Danau Semayang 82 - Hancau ha - Jaring insang/rengge - Raba baong - Trowl - Rimpa - Hampang pagongan 3 Danau Melintang 69 - Hancau ha - Jaring insang/rengge - Raba baong - Trowl - Rimpa - Hampang pagongan

8 Berdasarkan tabel 8 terlihat bahwa banyak nelayan yang mencari ikan di Danau Semayang dibanding Danau Melintang dan Sungai Pela. Jumlah nelayan yang mencari ikan di Danau Semayang sebanyak 82 orang, 69 orang yang mencari ikan di Danau Melintang dan 21 orang yang mencari ikan di Sungai Pela. Banyaknya jumlah nelayan pada suatu kawasan tergantung luasan kawasan tersebut. Danau Semayang lebih luas dibanding Danau Melintang dan Sungai Pela. Alat tangkap yang digunakan berbeda antar sungai dan danau, di danau alat tangkap ikan yang digunakan lebih bervariasi dibandingkan dengan sungai. Terdapat 6 jenis alat tangkap ikan yang digunakan di danau yaitu hancau, jarring insang, raba baong, trawl, rimpa dan hampang pagongan (Gambar 7a). Trawl, rimpa, hampang pagongan dan hampang kasa termasuk alat tangkap yang dilarang berdasarkan Perdes (Peraturan Desa No 3 tahun 2009) dan Peraturan Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara. Alat-alat ini dilarang karena menangkap ikan yang masih kecil sehingga akan mengganggu generasi ikan. a b Gambar 7(a) Hampang pagongan alat tangkap yang dilarang dalam Perdes, (b) Nelayan penarik trawl ikan sedang beristirahat. Banyaknya jumlah nelayan pada suatu lokasi diduga ada hubungannya dengan ketersediaan sumberdaya ikan pada lokasi tersebut dan adanya larangan mencari ikan pada lokasi tersebut ataupun adanya larangan menggunakan alat tangkap ikan.

9 a b Gambar 8(a) Raba baong yang terdapat di Danau Semayang dan (b) Hancau yang terdapat di Danau Melintang. Penangkapan ikan yang dilakukan secara berlebihan menggunakan jarring insang, setrum, trawl (khususnya di danau-danau) dan racun (dupon/lamet, deses, akar buah gadong) dapat menyebabkan pesut mahakam mengeluarkan energi lebih banyak untuk mencari makan karena jumlah ikan semakin berkurang. Penebangan hutan di tepi sungai juga mengurangi sumberdaya ikan akibat peningkatan suhu air, sedimentasi dan berkurangnya sisa-sisa tanaman (seperti daun dan buah) sebagai sumber makanan bagi ikan. Ketertarikan pesut mahakam terhadap jarring insang diduga karena berkurangnya jumlah ikan Lalu Lintas Perairan Muara Sungai Pela Lalu lintas perairan diketahui dengan cara menghitung langsung frekuensi lalu lintas transportasi perairan di Muara Sungai Pela yang dilaksanakan pada hari libur dan hari kerja (Tabel 9) yang dimulai pada jam efektif yaitu pada pukul WITA hingga pukul WITA. Perhitungan lalu lintas dilakukan pada siang hari selain disesuaikan dengan kebanyakan aktivitas manusia yang dilakukan pada siang hari dan disesuaikan pula dengan aktivitas pesut mahakam. Pesut mahakam lebih banyak beraktivitas pada siang hari dibandingkan pada malam hari.

10 Tabel 9 Frekuensi lalu lintas perairan muara Sungai Pela No Jenis alat transportasi Jumlah frekuensi per jam Hari Biasa 1. Ces/perahu motor 49, Kapal 1, Ponton batubara 0, Speedboat 0,125 1 Total 54 Hari Libur 1. Ces/perahu motor 51, Kapal 1, Ponton batubara 0,375 1 Total 55 Perairan muara Sungai Pela terlihat lebih ramai pada hari libur yaitu sebanyak 55 lintasan kendaraan per jam, sedangkan pada hari biasa sebanyak 54 lintasan kendaraan per jam. Peningkatan ini terjadi diduga karena para wisatawan lebih senang berpergian/berwisata pada hari libur, sehingga tidak mengganggu waktu kerja mereka. Perairan muara Sungai Pela pada pukul WITA sangat ramai dilewati berbagai jenis transportasi, namun yang dominan adalah perahu motor (ces), ramainya lalu lintas perairan pada pagi hari diduga pada pukul tersebut para nelayan pergi mencari ikan ke Danau Semayang dan Danau Melintang, alasan lainnya yaitu berpergian menggunakan perahu motor dipagi hari bisa menikmati sunrise dan matahari pun tidak terlalu terik. Selain nelayan, yang melintasi Sungai Pela adalah para wisatawan yang hendak berwisata ke Danau Semayang dan jalur ini juga biasanya digunakan sebagai jalan pintas jika hendak ke Muara Muntai. Pada pukul WITA transportasi dari arah danau menuju ke Sungai Mahakam mengalami peningkatan hal ini dikarenakan para nelayan pulang dari mencari ikan.

11 a b Gambar 9(a) Ces/perahu motor yang sedang melintasi Sungai Pela, (b) kapal dan ponton batubara sedang melintasi Sungai Mahakam. S. Pela S.Mahakam Gambar 10 Muara Sungai Pela. Lalu lintas di perairan Sungai Mahakam tergolong ramai, hal ini sangat mengganggu kehidupan pesut mahakam, tidak sedik pesut mahakam yang mati karena tertabrak kapal ataupun ces. Hasil monitoring Yayasan Konservasi RASI antara tahun 1995 hingga 2000, rata-rata kematian pesut mahakam per tahun yang diketahui adalah 5 (5,6) ekor, sedangkan antara tahun 2001 hingga 2007 rata-rata kematian yang diketahui per tahun adalah 2 (2,4) ekor. Sebanyak 6% pesut mahakam mati tertabrak kapal (Kreb dan Susanti 2008). Pada tanggal 1 November 2009 satu ekor pesut mahakam betina dengan panjang 224 cm mati karena tertabrak ces di Muara Danau Semayang.

12 Foto by : YK: RASI 2009 Foto by : YK: RASI 2009 Gambar 11 Pesut mati karena tertabrak ces (ketinting/perahu motor). Kapal berkecepatan tinggi ( pk) (rata-rata= 4,6 kapal/jam melewati habitat pesut mahakam), yang menyebabkan pesut mahakam menyelam lebih lama mulai saat kapal berjarak 300 m 0 m dari posisi pesut mahakam. Selain itu, banyaknya ces yang melaju dengan kecepatan tinggi di Sungai Pela juga menyebabkan pesut mahakam menyelam lebih lama. Setiap hari kapal penarik ponton batubara melewati Sungai Kedang Pahu yang merupakan habitat utama pesut mahakam (rata-rata = 8,4 kapal/hari). Selama musim kemarau, ukuran kapal ini menyita lebih dari dua pertiga lebar sungai dan lebih dari setengah kedalaman anak sungai. Pesut mahakam selalu mengubah arah berenang mereka (jika sedang menuju ke hulu) saat bertemu kapal penarik ponton batubara (Kreb dan Rahadi 2004 dalam Kreb dan Susanti 2008). Penyebab kematian lainnya dikarenakan polusi suara yang berasal dari baling-baling kapal dan ponton batubara. Ukuran ponton batubara yang besar menyebabkan kerusakan habitat, menimbulkan polusi suara, polusi bahan-bahan kimia. Berkurangnya jumlah makanan pesut mahakam (sumber daya ikan) karena teknik penangkapan ikan secara ilegal (menggunakan setrum, racun dan trawl). Praktek budidaya ikan yang tidak berkelanjutan (beternak ikan yang memakan ikan lain) juga merupakan penyebab lain kematian pesut mahakam. Hal ini akan menyebabkan kelestarian pesut mahakam berkurang. 5.2 Perkembangan Populasi dan Penyebaran Pesut Mahakam (Orcaella brevirostris) Berdasarkan monitoring yang dilakukan Yayasan Konservasi RASI pada tahun 2001 jumlah pesut mahakam sebanyak 55 ekor, tahun 2005 terdapat 70 ekor dan pada tahun 2007 diperkirakan sebanyak 89 ekor. Perbedaan yang terjadi

13 bukan disebabkan oleh peningkatan ukuran populasi tetapi oleh proses pengambilan foto dan pengidentifikasian yang semakin baik, karena kamera digital mulai digunakan pada survei tahun 2005 sehingga terjadi peningkatan pada jumlah dan kualitas gambar yang diperoleh di lapangan. Jumlah pesut mahakam yang dapat diidentifikasi jelas berpengaruh pada total ukuran populasi yang diperkirakan. Selain itu, tingkat signifikan pada tahun 2005 dan 2007 lebih tepat dan atau lebih kecil dibanding tingkat signifikan pada tahun 2001 (Kreb dan Susanti 2008). Berdasarkan hasil monitoring BKSDA Kalimantan Timur, populasi pesut telah menurun drastis dari tahun 1975 hingga tahun 2000 (Tabel 10). Tabel 10 Populasi pesut (Orcaella brevirostris) dari tahun di Sungai Mahakam Tahun Populasi Penurunan Persentase , , , , , ,26 Sumber: BKSDA Kaltim 2000 Dari data di atas dapat kita peroleh informasi bahwa setiap rentang tahun terjadi penurunan yang sangat signifikan. Dari rentang waktu antara tahun penurunan pesut terjadi sangat besar yaitu 950 ekor. Dimana dari tahun tiap terjadi pengurangan 200 ekor atau 21,05%. Pada tahun terjadi penurunan 200 ekor atau 21,05%. Sama seperti rentang tahun sebelumnya, pada rentang tahun penurunan pesut mahakam sebanyak 200 ekor atau 21,05%. Sedangkan pada rentang tahun penurunan pesut mahakam yang sangat besar yaitu 300 ekor atau 31,58%. Tetapi pada rentang tahun penurunan pesut mahakam sedikit berkurang yaitu 50 ekor atau 5,26%. Penurunan populasi pesut mahakam dikarenakan penurunan kuantitas dan kualitas perairan, yang menyebabkan terjadinya penyempitan habitat pesut mahakam. Perubahan kualitas air yang mengarah pada ekosistem rawa dengan warna air coklat kehitaman akibat surutnya air selama musim kemarau sehingga tidak ada input air baru yang dapat menetralisir perubahan tersebut. Perubahan atau penyempitan habitat menyebabkan berkurangnya daerah penyebaran pesut mahakam Pada tahun 1975 pesut mahakam tersebar di perairan Sungai Mahakam sejauh 590 km 2 (Tabel 11).

14 Tabel 11 Penyebaran pesut mahakam (Orcaella brevirostris) tahun di Sungai Mahakam Tahun Sebaran Penurunan (Km2) (Km2) Persentase , , , , , ,21 Sumber: BKSDA 2000 Saat ini populasi pesut mahakam tersebar di sepanjang alur utama Sungai Mahakam yang dimulai dari hilir Muara Kaman, hingga ke hulu Riam Udang di dekat Long Bagun. Gambar 12 Peta penyebaran pesut mahakam (Orcaella brevirostris). Selain di alur utama Sungai Mahakam tersebut, sebaran pesut mahakam juga meliputi anak-anak sungai dan danau-danau Mahakam. Anak-anak sungai yang tercatat menjadi daerah sebaran pesut adalah Sungai Kedang Rantau, Sungai Kedang Kepala, Sungai Belayan, Sungai Kedang Pahu, dan Sungai Ratah. Danaudanau yang saat ini menjadi daerah persebaran pesut mahakam ialah Danau Semayang dan Danau Melintang (Fawzi et.al 2008) Untuk Danau Jempang, Yayasan Konservasi RASI (2005) memperkirakan bahwa sekarang tidak ada lagi pesut mahakam yang hidup di perairan ini.

15 5.3 Persepsi Masyarakat terhadap Pesut Mahakam (Orcaella brevirostris) Persepsi adalah pandangan, pengamatan dan interpretasi seseorang terhadap suatu kesan objek yang diinformasikan kepada dirinya dari lingkungan tempat ia berada sehingga dapat menentukan tindakannya. Persepsi terhadap perspektif kelestarian pesut mahakam dapat diketahui melalui teknik rentang kriteria yang memiliki interval yang sama antar kategorinya namun kategori yang satu dengan yang lainnya berkaitan, hal ini sering disebut dengan skala likert. Persepsi terhadap perspektif kelestarian pesut diketahui melalui 10 variabel yang dianalisis menggunakan rentang kriteria (Tabel 12) Tabel 12 Analisis rentang kriteria persepsi responden terhadap perspektif kelestarian pesut mahakam (Orcaella brevirostris) No Persepsi Rentang kriteria Ratarata Skor STS TS CS S SS Kriteria 1 Jumlah populasi pesut ,43 TS mahakam saat ini cukup baik. 2 Kondisi perairan (pasang-surut ,17 CS dan kejernihan air) sangat mempengaruhi keberadaan pesut mahakam. 3 Menurunnya populasi pesut ,18 S mahakam karena aktivitas manusia. 4 Menurunnya atau punahnya ,16 CS pesut dapat memberikan dampak negatif terhadap kehidupan. 5 Lestarinya pesut mahakam ,56 S dapat memberikan dampak positif bagi lingkungan (kehidupan nelayan). 6 Pesut mahakam tidak dapat dipisahkan dari masyarakat dan lingkungan ,07 S 7 Pesut mahakam termasuk ,24 SS satwa yang perlu dilindungi (tidak diganggu). 8 Peraturan pemerintah sangat ,36 SS berperan dalam usaha pelestarian pesut mahakam. 9 Pesut mahakam perlu dijaga ,29 SS kelestariannya. 10 Legenda pesut mahakam di masyarakat dapat menunjang kelestarian pesut mahakam ,12 S Keterangan: STS: Sangat Tidak Setuju TS : Tidak Setuju CS: Cukup Setuju S : Setuju SS: Sangat Setuju

16 Berdasarkan tabel 12 dapat dilihat bahwa pernyataan atau persepsi pada setiap variabel berbeda-beda, namun didominasi kriteria Setuju (S). Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat memberikan hal positif terhadap kelestarian pesut mahakam. Berdasarkan variabel nomor 1 masyarakat Tidak Setuju (TS) bahwa populasi pesut mahakam saat ini cukup baik jika dibandingkan dengan populasi pesut mahakam pada tahun-tahun sebelumnya. Hal ini menandakan bahwa masyarakat mengetahui dengan baik bahwa telah terjadi penurunan jumlah pesut mahakam. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Yayasan konservasi RASI bahwa jumlah pesut mahakam setiap tahunnya mengalami penurunan populasi rata-rata 5 ekor dan hasil analisis dari sebuah Population Viability Analyisis (PVA) menyatakan bahwa populasi pesut mahakam dapat bertahan jika dua hingga tiga individu dapat diselamatkan setiap tahunnya. Masyarakat Setuju (S) bahwa penyebab menurunnya populasi pesut mahakam karena aktivitas manusia. Berdasarkan hasil wawancara, mereka menyebutkan bahwa salah satu aktivitas manusia tersebut adalah nelayan yang menangkap ikan dengan cara menyetrum. Masyarakat juga Cukup Setuju (CS) bahwa penyebab menurunnya populasi pesut mahakam dapat memberikan dampak negatif terhadap kehidupan mereka, karena sebagian masyarakat memanfaatkan pesut mahakam sebagai salah satu tanda bahwa pada lokasi tersebut terdapat banyak ikan. Pernyataan ini juga didukung dengan pernyataan Setuju (S) pada variabel 5 bahwa keberadaan pesut mahakam dapat memberikan dampak positif bagi kehidupan nelayan walaupun secara tidak langsung. Pernyataan Sangat Setuju (SS) masyarakat bahwa Pesut mahakam perlu dijaga kelestariannya yang artinya masyarakat sangat menginginkan pesut mahakam tetap ada. Berdasarkan hasil analisis rentang kriteria pada tabel 12 di atas diketahui bahwa variabel persepsi Peraturan pemerintah sangat berperan dalam usaha pelestarian pesut mahakam mempunyai nilai tertinggi dibandingkan variabel yang lainnya. Skor yang diperoleh adalah 523 dengan rata-rata 4,36, artinya responden menyadari bahwa campur tangan pemerintah sangat dibutuhkan agar pesut mahakam tetap lestari. Persepsi terhadap kelestarian pesut mahakam ini merupakan bagian dari persepsi terhadap lingkungan, sesuai respon terhadap kondisi pesut mahakam

17 setelah seseorang mengetahui kondisi pesut mahakam yang dimaksud. Penelitian mengenai persepsi masyarakat terhadap pesut mahakam diperlukan dalam rangka membangun kesadaran, sikap dan perilaku positif terhadap keberadaan pesut mahakam. Persepsi merupakan landasan seseorang untuk bersikap dan berperilaku. 5.4 Sikap Masyarakat terhadap Pesut Mahakam (Orcaella brevirostris) Sikap meliputi rasa suka dan tidak suka, penilaian serta reaksi menyenangkan terhadap objek, orang, situasi dan mungkin aspek-aspek lain, termasuk ide abstrak dan kebijaksanaan sosial (Hutabarat 2008). Sikap responden terhadap kelestarian pesut mahakam diketahui dengan cara wawancara. Berdasarkan hasil wawancara terhadap masyarakat, pesut mahakam sangat bermanfaat bagi masyarakat khususnya nelayan. Kebanyakan masyarakat memanfaatkan keberadaan pesut mahakam sebagai pertanda banyaknya ikan pada daerah tersebut. Nelayan dan pesut mahakam mencari ikan pada tempat/lokasi yang sama, sehingga tidak sedikit pesut mahakam yang mati akibat tersangkut jaring insang milik nelayan. Menurut Yayasan Konservasi RASI (2008) 66% pesut mahakam mati akibat terperangkap rengge/jaring dengan ukuran mata jaring sekitar cm. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap masyarakat, masyarakat yang mengetahui pesut mahakam terjaring ataupun terdampar maka dengan segera menolong atau melepaskannya, karena masyarakat merasa memiliki/bertanggung jawab terhadap kelestarian pesut mahakam. Masyarakat setuju jika diikutsertakan dalam pengelolaan pesut mahakam, hal ini menujukkan rasa kepedulian masyarakat terhadap kelestarian pesut mahakam. Sikap sangat besar pengaruhnya dalam kehidupan manusia, karena sikap mampu mempengaruhi tanggapan seseorang terhadap masalah kemasyarakatan termasuk lingkungan. Sikap sangat menentukan perilaku seseorang (Harihanto 2001). Masyarakat memperlakukan sungai masih buruk, hal ini terlihat dari aktivitas masyarakat yang membuang sampah, mandi dan mencuci baju di sungai serta kakus yang berada di sepanjang sungai.

18 Sampah atau buangan padat baik yang kasar maupun yang halus bila dibuang ke air menjadi pencemaran dan akan menimbulkan pelarutan, pengendapan ataupun pembentukan koloidal. Apabila sampah tersebut menimbulkan pelarutan, maka kepekatan atau berat jenis air akan naik. Kadangkadang pelarutan ini disertai pula dengan perubahan warna air. Air yang mengandung larutan pekat dan berwarna gelap akan mengurangi penetrasi sinar matahari ke dalam air. Sehingga proses fotosintesa tanaman dalam air akan terganggu. Jumlah oksigen terlarut dalam air menjadi berkurang, kehidupan organisme dalam air juga terganggu. Terjadinya endapan di dasar perairan akan sangat mengganggu kehidupan organisme dalam air, karena endapan akan menutup permukaan dasar air yang mungkin mengandung telur ikan sehingga tidak dapat menetas. Selain itu, endapan juga dapat menghalangi sumber makanan ikan dalam air serta menghalangi datangnya sinar matahari. Pembentukan koloidal terjadi bila sampah tersebut berbentuk halus, sehingga sebagian ada yang larut dan sebagian lagi ada yang melayang-layang sehingga air menjadi keruh. Kekeruhan ini juga menghalangi penetrasi sinar matahari, sehingga menghambat fotosintesa dan berkurangnya kadar oksigen dalam air. Mandi dan mencuci baju di sungai menghasilkan bahan buangan berupa sabun dan deterjen. Sabun dan deterjen di dalam air akan mengganggu lingkungan karena larutan sabun akan menaikkan ph air sehingga dapat mengganggu kehidupan organisme di dalam air. Deterjen yang menggunakan bahan non-fosfat akan menaikkan ph air sampai sekitar 10,5-11. Bahan antiseptik yang ditambahkan ke dalam sabun/deterjen juga mengganggu kehidupan mikro organisme di dalam air, bahkan dapat mematikan. Ada sebagian bahan sabun atau deterjen yang tidak dapat dipecah (didegradasi) oleh mikro organisme yang ada di dalam air. Keadaan ini sudah tentu akan merugikan lingkungan (Warlina 2004). Amonia yang berasal dari limbah manusia yaitu urin yang dibuang ke sungai akan bereaksi dengan oksigen membentuk senyawa nitrit dan nitrat yang lebih stabil. Akibat pemanfaatan oksigen terlarut dalam air, maka terjadi penurunan kadar oksigen terlarut tersebut. Pada proses penguraian bahan organik ini memerlukan oksigen terlarut dan mikroorganisme. Oksigen terlarut tersebut

19 karena dimanfaatkan untuk menguraikan bahan organik, maka kadar oksigen terlarut akan berkurang. Limbah perusahaan kelapa sawit banyak ditemukan di sepanjang Sungai Mahakam. Limbah tersebut berwarna kehitaman dan berbau tidak sedap. Limbah ini berasal dari pestisida-pestisida perkebunan kelapa sawit. Gambar 13 Limbah perusahaan kelapa sawit yang dibuang ke Sungai. 5.5 Karakteristik Responden yang Mempengaruhi Persepsi Masyarakat terhadap Pesut Mahakam (Orcaella brevirostris) Berdasarkan hasil analisis rentang kriteria/skala likert terhadap 4 karakteristik responden, ternyata hanya satu yang dominan mempengaruhi persepsi seseorang terhadap kelestarian pesut mahakam yaitu tingkat umur. Untuk karakteristik responden pendidikan, jarak rumah terhadap Danau Semayang dan Danau Melintang serta frekuensi seseorang melintasi Danau Semayang dan Danau Melintang tidak mempengaruhi persepsi seseorang terhadap kelestarian pesut mahakam. Umur dibagi kedalam 5 katagori, yaitu responden berumur 20 tahun, umur tahun, tahun, tahun dan > 50 tahun (Gambar 14). Menurut Nurohmah (2003) umur produktif untuk bekerja adalah pada kelompok umur tahun.

20 Tingkat Umur 36% 28% 16% 13% 7% > 50 Gambar 14 Karakteristik responden berdasarkan tingkat umur. Gambar di atas menunjukkan bahwa pada tingkat umur tahun merupakan tingkat umur yang memiliki persentasi paling banyak dibandingkan dengan tingkat umur yang lainnya yaitu sebanyak 36 %. Hal ini dapat disimpulkan bahwa mayoritas nelayan berada pada umur produktif dan matang. Analisis rentang kriteria persepsi responden terhadap kelestarian pesut mahakam berdasarkan 5 tingkat umur (Tabel 13) diperoleh dengan merata-ratakan skor dan rata-rata dengan cara membagi 10 (jumlah variabel persepsi pada kuesioner). Tabel 13 Analisis rentang kriteria persepsi responden berdasarkan tingkat umur No Umur Jumlah Total dari 10 katagori persepsi responden Skor Rata-rata Kriteria ,1 2,88 CS ,3 3,57 S ,3 3,86 S ,0 3,95 S 5 > ,5 3,97 S Tabel 13 menunjukkan semakin tinggi umur semakin tinggi pula nilai ratarata yang diberikan. Artinya semakin produktif dan matangnya umur maka akan semakin menentukan positifnya persepsi dan sikap terhadap kelestarian pesut. Pendidikan saat ini merupakan salah satu kebutuhan hidup yang cukup mendasar karena pendidikan telah dianggap sebagai suatu cara yang efektif untuk dapat meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan mereka. Berdasarkan hasil

21 wawancara dan penyebaran kuesioner, responden terbagi kedalam 3 tingkat pendidikan yaitu SD (Sekolah Dasar), SMP (Sekolah Menengah Pertama), dan SMA (Sekolah Menengah Atas) serta katagori lainnya yang artinya responden tidak pernah bersekolah (Gambar 15) % 36 % SD SMP SMA lain-lain Gambar 15 Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan formal. Gambar di atas menunjukkan bahwa karakteristik responden pada tingkat pendidikan SD yang telah mendominasi dengan jumlah 48 %. Berdasarkan data di atas terlihat bahwa pendidikan di desa masih sangat rendah, hal ini dikarenakan kurang kesadaran mengenai pentingnya pendidikan untuk anak bangsa. Analisis rentang kriteria persepsi responden terhadap kelestarian pesut mahakam berdasarkan 4 katagori tingkat pendidikan (Tabel 14). Tabel 14 Analisis rentang kriteria persepsi responden berdasarkan tingkat pendidikan. No Tingkat pendidikan Total dari 10 katagori persepsi Skor Rata-rata Kriteria 1 Lain-lain 14,1 3,25 S 2 SD 205,7 3,61 S 3 SMP 168,2 3,91 S 4 SMA 62,9 3,93 S 13 % 3 % Tingkat pendidikan formal seseorang berpengaruh pada pemilihan kegiatan atau pekerjaan, ketertarikan pada suatu benda. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin tinggi juga tingkat pengetahuan dan pengalamannya (Hutabarat 2008). Semakin tinggi tingkat pendidikan, seseorang akan lebih mempunyai pengetahuan yang lebih banyak secara ilmiah dan mempunyai kesempatan yang lebih besar juga untuk memperaktekkan ilmu-ilmu yang telah dimilikinya ke dalam kehidupan seseorang tersebut.

22 Menurut Surata (1993) persepsi seseorang dibatasi oleh perbedaan tingkat pendidikan. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin besar pula pengaruhnya pada persepsi seseorang terhadap kelestarian pesut mahakam. Namun, berdasarkan hasil analisis rentang kriteria pada tabel 14 menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan ternyata tidak mempengaruhi persepsi seseorang terhadap terhadap kelestarian pesut mahakam. Jarak rumah responden terhadap Danau Semayang dan Danau Melintang dibagi ke dalam 5 kelompok yaitu 1 km-3 km, >3 km-5 km, >5 km-7 km, >7 km- 9 km, dan > 9 km. Tabel 15 Jarak rumah responden ke Danau Semayang dan Danau Melintang Jarak rumah responden (km) Jumlah responden Keterangan Ke Danau Semayang Masyarakat Semayang > Masyarakat Pela > > Masyarakat Melintang >9 30 Masyarakat Rebaq Rinding Ke Danau Melintang Masyarakat Melintang > > Masyarakat Rebaq Rinding > Mayarakat Semayang >9 30 Masyarakat Pela Jarak rumah responden terhadap Danau Semayang dan Danau Melintang berbeda-beda. Jarak rumah/tempat tinggal masyarakat Semayang lebih dekat terhadap Danau Semyang daripada ke Danau Melintang begitu pula masyarakat Melintang tempat tinggal mereka lebih dekat terhadap Danau Melintang daripada Danau Semayang. Jarak terjauh terhadap Danau Melintang adalah masyarakat Desa Pela dan jarak terjauh terhadap Danau Semayang adalah masyarakat Desa Rebaq Rinding Dalam. Tabel 16 Analisis rentang kriteria persepsi responden berdasarkan jarak rumah responden terhadap Danau Semayang dan Danau Melintang No Jarak rumah Total dari 10 katagori persepsi Jumlah responden Responden Skor Rata-rata Kriteria terhadap D. Semayang ,7 3,76 S 2 > ,3 3,87 S 3 > > ,6 3,65 S 5 > ,3 3,74 S

23 No Jarak rumah responden terhadap Jumlah Responden Total dari 10 katagori persepsi Skor Rata-rata Kriteria D. Melintang ,6 3,65 S 2 > > ,3 3,74 S 4 > ,7 3,76 S 5 > ,3 3,87 S Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa, jarak rumah dengan Danau Semayang dan Danau Melintang tidak mempengaruhi persepsi dan sikap seseorang terhadap kelestarian pesut mahakam. Berdasarkan analisis rentang kriteria di atas diperoleh nilai rata-rata jarak rumah > 9 km memiliki nilai rata-rata lebih besar daripada jarak rumah 1-3 km, dengan nilai masing-masing 3,87 dan 3,65. Desa Melintang berdekatan dengan Danau Melintang (Gambar 16), Desa Semayang berdekatan dengan Danau Semayang. Gambar 16 Rumah atau perkampungan yang berdekatan dengan Danau Melintang. Karakteristik responden melalui frekuensi melintasi Danau Semayang dan Danau Melintang dibagi kedalam 4 kelompok yaitu setiap hari, setiap minggu, sebulan 2 kali, dan setiap bulan. Frekuensi melintasi Danau Semayang dan Danau Melintang setiap orangnya berbeda-beda, tergantung jarak rumah terhadap lokasi pemasangan alat tangkap ikan.

24 % setiap hari 23 % setiap minggu 9 % 9 % sebulan 2 kali setiap bulan % Setiap hari 22 % Setiap minggu 16 % Sebulan 2 kali 9 % Setiap bulan Gambar 17 Karakteristik responden berdasarkan frekuensi melintasi DanauSemayang dan Danau Melintang. Gambar di atas menunjukkan bahwa sebanyak 59 % responden atau masyarakat melintasi Danau Semayang, dan 53 % responden melewati Danau Melintang. Tabel 17 Analisis rentang kriteria persepsi responden berdasarkan frekuensi melintasi Danau Semayang dan Melintang No Frekuensi Jumlah Total dari 10 katagori persepsi melintasi Responden Skor Rata-rata Kriteria D. Semayang 1 Setiap hari ,1 3,82 S 2 Setiap minggu 27 88,5 3,28 CS 3 Sebulan 2 kali 11 45,0 4,04 S 4 Setiap bulan 11 39,6 3,60 S D. Melintang 1 Setiap hari ,2 3,71 S 2 Setiap minggu 26 99,7 3,83 S 3 Sebulan 2 kali 19 77,3 4,07 S 4 Setiap bulan 11 37,3 3,40 CS Tabel di atas menunjukkan bahwa tingginya frekuensi seseorang mendatangi atau melintasi Danau Melintang tidak mempengaruhi persepsi terhadap pesut mahakam, yang dibuktikan dengan nilai rata-rata untik sebulan 2 kali lebih besar daripada setiap hari. Berdasarkan hasil wawancara, responden melintasi Danau Semayang dan Danau Melintang dengan tujuan untuk mencari ikan. Para nelayan memasang alat tangkap ikan di dalam kawasan ini. Danau Semayang dan Danau Melintang memilki potensi produktivitas ikan yang cukup bagus yang mampu meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar. Berdasarkan tabel 17 di atas, diduga frekuensi responden melintasi Danau Semayang dan Danau Melintang dapat berpengaruh terhadap keberadaan pesut mahakam secara tidak langsung. Pesut mahakam menyukai daerah atau kawasan

25 perairan yang tenang, baik kawasan yang memiliki sedikit ombak dan kawasan yang tidak ramai dari suara mesin kendaraan (perahu motor, kapal dan lainnya), karena pesut mahakam memiliki pendengaran yang tajam. Jika pesut mahakam mendengar sesuatu yang bisa memekakkan telinga maka pesut mahakam tersebut akan segara menghindar karena pesut mahakam menganggap hal itu adalah ancaman terhadapnya. Sehingga semakin banyak orang yang melintasi Danau Semayang dan Danau Melintang maka akan semakin banyak suara dan ombak yang ditimbulkan. Berdasarkan data-data di atas dapat disimpulkan bahwa dari keempat karakteristik responden (umur, tingkat pendidikan, jarak rumah responden terhadap Danau Semayang dan Danau Melintang, dan frekuensi melintasi Danau Semayang dan Danau Melintang) yang dapat mempengaruhi persepsi dan sikap seseorang terhadap pesut mahakam adalah umur. 5.6 Hubungan antara Persepsi dan Sikap Masyarakat terhadap Kondisi Habitat Pesut Mahakam (Orcaella brevirostris). Persepsi dan sikap masyarakat sekitar Danau Semayang dan Danau Melintang terhadap pesut mahakam baik/positif yang artinya masyarakat sangat peduli terhadap keberadaan pesut mahakam karena keberadaan pesut mahakam memberikan dampak positif terhadap kehidupan mereka terutama masyarakat yang bermatapencaharian sebagai nelayan. Masyarakat tidak menangkap pesut mahakam untuk dikomersilkan ataupun dimakan, karena masyarakat mempercayai bahwa pesut mahakam berasal dari manusia. Legenda/cerita rakyat ternyata dapat membantu dalam mengkonservasi pesut mahakam. Namun, ada beberapa sikap masyarakat yang berdampak buruk terhadap habitat pesut mahakam yang secara otomatis juga akan berpengaruh pada populasi/kelestarian pesut mahakam. Beberapa sikap masyarakat tersebut yaitu masyarakat melakukan aktivitas sehari-hari di sungai seperti mandi, mencuci pakaian dan membuang sampah ke sungai, serta adanya kakus di sepanjang sungai. Sikap ini akan menyebabkan semakin memburuknya kualitas perairan. Sampah yang dibuang ke sungai akan menyebabkan terjadinya pencemaran dan akan menimbulkan pelarutan, pengendapan ataupun pembentukan koloidal,

26 sedangkan deterjen yang dibuang ke sungai akan menaikkan ph air tersebut. Hal ini akan mengganggu kehidupan organisme yang hidup di dalam air salah satunya ikan, jika populasi ikan menurun menyebabkan berkurangnya pakan pesut mahakam. Habitat merupakan kawasan yang mendukung dan menjamin segala kebutuhan hidupnya seperti makan, air, garam mineral, udara bersih, tempat berlindung, berkembangbiak maupun tempat untuk mengasuh anaknya (Alikodra 2002). Habitat pesut mahakam adalah di perairan Sungai Mahakam dan sekitarnya termasuk Danau Semayang dan Danau Melintang Masyarakat yang mencari ikan dengan cara yang ilegal seperti racun, setrum, trawl dan penangkapan ikan untuk pakan ikan keramba masih terlihat di sepanjang Sungai Mahakam, Danau Semayang dan Danau Melintang. Sikap ini berdampak pada menurunnya sumberdaya ikan sebagai pakan pesut mahakam. Sungai dan danau dimanfaatkan masyarakat sebagai sarana transportasi ternyata berdampak buruk pula terhadap kenyamanan dalam kehidupan pesut mahakam. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan semakin meningkatnya perekonomian masyarakat, sarana transportasi yang digunakan oleh masyarakat pun semakin canggih. Awalnya masyarakat hanya menggunkan perahu yang didayung, namun saat ini hampir semua masyarakat sekitar danau memiliki ces. Kecepatan ces yang cukup tinggi membuat pesut mahakam sulit untuk menghindar, tidak sedikit pesut mahakam mati karena tertabrak baling-baling ces. Suara mesin dan ombak yang ditimbulkan ces juga mengganggu gerak pesut mahakam karena pesut mahakam lebih menyukai perairan yang tenang. 5.7 Perkiraan Keberadaan Pesut Mahakam (Orcaella brevirostris) di Danau Semayang dan Danau Melintang pada Masa yang Akan Datang berdasarkan Persepsi dan Sikap Masyarakat Berdasarkan analisis rentang kriteria yang dilakukan terhadap persepsi masyarakat mengenai kelestarian pesut mahakam maka dapat disimpulkan bahwa keberadaan pesut mahakam akan tetap lestari. Namun ada beberapa sikap masyarakat yang tidak sejalan dengan persepsi, sikap ini merupakan suatu kebiasaan yang telah dilakukan secara turun-temurun, seperti mandi, mencuci pakaian dan membuang sampah di sungai. Kebiasaan ini akan berpengarh

27 langsung pada perairan sebagai habitat pesut mahakam. Mandi, mencuci pakaian dan membuang sampah akan menyebabkan pencemaran, yang menyebabkan buruknya kualitas perairan, jika hal ini terjadi terus menerus akan mengancam kelestarian pesut mahakam. 5.8 Perkiraan Keberadaan Pesut Mahakam (Orcaella brevirostris) di Danau Semayang dan Danau Melintang pada Masa yang Akan Datang berdasarkan Kondisi Habitat Menurut masyarakat sekitar beberapa tahun terakhir mereka telah jarang melihat pesut mahakam masuk ke dalam Danau Semayang dan Danau Melintang. Pada tahun 1990-an mereka masih melihat pesut mahakam bermain-main di sungai sekitar pemukiman mereka. Menurut masyarakat setempat, mereka terakhir kali melihat pesut mahakam masuk ke dalam kawasan Danau Semayang dan Danau Melintang yaitu pada saat level air tinggi sekitar bulan Mei 2009, itu pun hanya beberapa ekor saja. Pada saat penelitian pesut mahakam masih dapat dijumpai pada perairan/muara Sungai Pela, namun tidak ditemukan pada Danau Semayang dan Danau Melintang, hal ini diduga kondisi kedua danau tersebut yang relatif dangkal, kedalamannya hanya 0,75 m 2 m. Ukuran tubuh pesut mahakam yang besar dengan kondisi kedalaman air seperti ini tidak memungkinkan pesut mahakam untuk tetap hidup di Danau Semayang dan Danau Melintang. Pesut mahakam menyukai perairan yang memilki kedalaman lebih dari 2,5 m. Sungai Mahakam dan sekitarnya setiap tahunnya mengalami pengendapan lumpur sebanyak 100 cm, hal ini sedikit banyak berdampak pula pada kawasan Danau Semayang dan Danau Melintang. Jika dilihat dari besarnya pengendapan lumpur diduga dalam waktu beberapa tahun lagi kedua danau ini akan kering. Apabila kedua danau ini kering maka pesut mahakam sudah pasti tidak bisa ditemukan pada kedua danau tersebut. Ancaman masa mendatang disamping kematian dan degradasi habitat yang terus berlangsung (penebangan hutan serta polusi suara dan bahan kimia), adalah penurunan sumber makanan akibat teknik penangkapan ikan ilegal (terutama setrum, penangkapan ikan untuk pakan ikan keramba, dan kegiatan trawling). Jika hal ini terus terjadi keberadaan pesut mahakam akan hilang/pindah ke tempat lain

28 bahkan bisa saja pesut mahakam tersebut punah jika sudah tidak ada lagi habitat yang cocok. 5.9 Upaya-Upaya yang Diperlukan untuk Kelestarian Pesut Mahakam (Orcaella brevirostris) Pesut mahakam merupakan mamalia air tawar langka yang dilindungi oleh pemerintah, namun saat ini statusnya telah hampir punah. Dalam setahun tidak kurang dari 5 ekor pesut mahakam telah ditemukan mati oleh masyarakat. Salah satu penyebabnya adalah habitat pesut mahakam yang telah terdegradasi. Saat ini upaya pemerintah dalam pelestarian pesut mahakam yaitu menetapkan kawasan Muara Kaman-Sedulang sebagai kawasan Cagar Alam (CA) yang bertujuan melindungi perairan tawar yang merupakan habitat alami khususnya pesut mahakam dan reservat bagi jenis-jenis ikan air tawar serta jenisjenis flora dan fauna lain yang ada di dalamnya. Namun sampai saat ini tidak ada Rencana Kerja Lima Tahun (RKL) dan Rencana Kerja Tahunan (RKT). Selain CA Muara Kaman-Sedulang, perairan Muara Pahu di Kabupaten Kutai Barat telah ditetapkan sebagai kawasan pelestarian alam habitat pesut mahakam, sampai saat ini sosialisasi penetapan kawasan sebagai kawasan pelestarian alam habitat pesut mahakam telah disosialisasikan keberbagai pihak termasuk masyarakat. Kawasan pelestarian di atas merupakan hanya sebagian dari habitat pesut mahakam, Danau Semayang dan Danau Melintang juga merupakan habitat utama pesut mahakam sebagai tempat mencari makan. Agar pesut mahakam yang merupakan simbol/lambang Provinsi Kalimantan Timur tidak menjadi legenda/cerita rakyat belaka di kedua danua ini maka diperlukan upaya-upaya agar pesut mahakam tetap ada/lestari. Upaya-upaya tersebut yaitu dengan cara mengelola habitatnya yang sekarang ini telah rusak, melakukan penangkaran dan merubah sikap atau kebiasaan buruk masyarakat. Mengelola habitat dengan cara menambah kawasan pelestarian pesut mahakam yang sudah ada, dengan menetapkan Danau Semayang dan Danau Melintang sebagai kawasan pelestarian alam, yaitu menjadikan kawasan tersebut sebagai kawasan Taman Wisata Alam (TWA) dengan menimbang bahwa kawasan Danau Semayang dan Danau Melintang saat ini telah menjadi tempat wisata. Pada kedua danau ini wisatawan dapat menikmati pemandangan hamparan air sungai

29 yang tenang dan juga kicauan burung. Keindahan alam ini mencapai puncaknya pada saat matahari terbit dan matahari terbenam. Seolah- olah matahari terbit dan tenggelam di tengah rimba Pulau Kalimantan. Selain dapat melestarikan pesut mahakam kedua danau ini juga bisa menjadi sumber pendapatan daerah. Agar pesut mahakam masih dapat terlihat di Danau Semayang dan Danau Melintang pada level air sedang-rendah maka sebaiknya dilakukan pengerukan agar tingkat kedalaman memenuhi kriteria habitat pesut mahakam. Mengingat kedua danau ini merupakan salah satu jalur lalu lintas Kotabangun-Muara Muntai yang saat ini ramai, maka diperlukan alternatif jalur lalu lintas. Peningkatan jaringan infrastruktur di darat untuk mengurangi penggunaan sungai dalam kehidupan sehari-hari. Ramainya lalu lintas perairan mengganggu pergerakan pesut mahakam. Pembuatan alternatif jalur lalu lintas ini bisa dilakukan dengan bekerjasama dengan berbagai pihak salah satunya dinas jalan dan perhubungan. Kebutuhan makanan seekor pesut mahakam dewasa cukup besar yaitu 10% dari berat tubuhnya, agar kebutuhan pesut mahakam terus terpenuhi maka perlu penegakan hukum yang tegas terhadap pelanggaran mengenai pemakaian alat tangkap ikan pada Perdes disetiap desa. Nelayan dilarang menangkap ikan dengan cara yang illegal (racun, setrum, trowl dan lainnya seperti tercantum pada Perdes No.3 tahun 2009), karena selain menguras habis ikan sebagai pakan pesut mahakam, hal ini juga bisa menyebabkan kematian pada pesut mahakam yang berada disana. Kematian pesut mahakam yang disebabkan tersangkut jaring insang cukup besar yaitu sebanyak 66%, maka sebaiknya dibuat peraturan mengenai lokasi pemasangan jarring insang. Jaring insang tidak dipasang pada kawasan-kawasan yang menjadi habitat pesut mahakam. Mengganti sistem budidaya ikan keramba dengan budidaya ikan tambak dengan jenis ikan yang bukan predator Selain upaya pengelolaan yang dilakukan terhadap habitat pesut mahakam juga diperlukan upaya dalam merubah sikap masyarakat terhadap habitat pesut mahakam (mandi, mencuci, membuang sampah dan membuat kakus di sungai). Menurut Sarwono (1999), sikap terbentuk dari pengalaman, melalui proses

30 belajar, karena itu sikap masyarakat dapat diubah melalui berbagai upaya seperti pendidikan, pelatihan dan sebagainya. Selama ini belum pernah ada kegiatan penyuluhan kepada masyarakat sekitar Danau Semayang dan Danau Melintang berkaitan dengan kegiatan kesehatan lingkungan. Untuk merubah sikap masyarakat harus diberi sebanyak mungkin pengetahuan mengenai manfaat dari menjaga kesehatan lingkungan. Pengetahuan kesehatan lingkungan dianggap penting karena dapat direkayasa untuk merubah sikap terhadap habitat pesut mahakam. Berdasarkan hasil analisis rentang kriteria, bahwa semakin rendah umur maka semakin negatif persepsi seseorang terhadap kelestarian pesut mahakam, maka pendidikan dan pelatihan ini sebaiknya ditujukan pada generasi muda agar wawasan mengenai pesut mahakam dan habitatnya bertambah. Menurut Slamet (1999), untuk merubah sikap diperlukan suatu motivasi, salah satu cara untuk menimbulkan motivasi pada seseorang ialah dengan melibatkannya ke dalam suatu aktivitas. Adapun aktivitas yang bisa dilakukan yaitu, mengadakan lomba RT sehat, membuat suatu kegiatan pemberdayaan masyarakat misalnya dengan membuat kelompok yang membuat suatu usaha mendaur ulang sampah-sampah plastik. Upaya dalam hal menjaga kesehatan lingkungan untuk kelestarian habitat pesut mahakam diperlukan penyediaan MCK umum, penyediaan tempat sampah dan petugas pengambil sampah.

1. PENDAHULUAN. masih merupakan tulang pungung pembangunan nasional. Salah satu fungsi lingkungan

1. PENDAHULUAN. masih merupakan tulang pungung pembangunan nasional. Salah satu fungsi lingkungan 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air sungai merupakan salah satu komponen lingkungan yang memiliki fungsi penting bagi kehidupan manusia, termasuk untuk menunjang pembangunan ekonomi yang hingga saat ini

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA Pesut mahakam juga dikenal dengan istilah irrawady dolphin. Pesut mahakam tidak sama dengan mamalia air lain yakni lumba-lumba dan ikan paus yang hidup di laut, pesut mahakam hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah, salah satunya adalah tercemarnya air pada sumber-sumber air

BAB I PENDAHULUAN. masalah, salah satunya adalah tercemarnya air pada sumber-sumber air BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya kegiatan manusia akan menimbulkan berbagai masalah, salah satunya adalah tercemarnya air pada sumber-sumber air karena menerima beban pencemaran yang melampaui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dimilikinya selain faktor-faktor penentu lain yang berasal dari luar. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dimilikinya selain faktor-faktor penentu lain yang berasal dari luar. Hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aliran permukaan adalah air yang mengalir di atas permukaan. Aliran permukaan sendiri memiliki peranan penting dalam menentukan kualitas air yang dimilikinya selain

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sungai Tabir terletak di Kecamatan Tabir Kabupaten Merangin. Sungai Tabir

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sungai Tabir terletak di Kecamatan Tabir Kabupaten Merangin. Sungai Tabir BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian Sungai Tabir terletak di Kecamatan Tabir Kabupaten Merangin. Sungai Tabir memiliki lebar maksimal 20 meter dan kedalaman maksimal 10 meter.

Lebih terperinci

Pengaruh Aktivitas Masyarakat di pinggir Sungai (Rumah Terapung) terhadap Pencemaran Lingkungan Sungai Kahayan Kota Palangka Raya Kalimantan Tengah

Pengaruh Aktivitas Masyarakat di pinggir Sungai (Rumah Terapung) terhadap Pencemaran Lingkungan Sungai Kahayan Kota Palangka Raya Kalimantan Tengah MITL Media Ilmiah Teknik Lingkungan Volume 1, Nomor 2, Agustus 2016 Artikel Hasil Penelitian, Hal. 35-39 Pengaruh Aktivitas Masyarakat di pinggir Sungai (Rumah Terapung) terhadap Pencemaran Lingkungan

Lebih terperinci

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir BAB V ANALISIS Bab ini berisi analisis terhadap bahasan-bahasan pada bab-bab sebelumnya, yaitu analisis mengenai komponen-komponen utama dalam pembangunan wilayah pesisir, analisis mengenai pemetaan entitas-entitas

Lebih terperinci

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961):

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961): 44 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekologi Sungai Aspek ekologi adalah aspek yang merupakan kondisi seimbang yang unik dan memegang peranan penting dalam konservasi dan tata guna lahan serta pengembangan untuk

Lebih terperinci

BERTUMPU PADA HUTAN DI DAS MAHAKAM

BERTUMPU PADA HUTAN DI DAS MAHAKAM 6 PEMANTAUAN BERTUMPU PADA HUTAN DI DAS MAHAKAM Oleh: Anggi P. Prayoga (FWI) Sungai Mahakam memiliki sistem persungaian yang melintas di antara Kabupaten Kutai Barat, Kutai Kartanegara, dan Kota Samarinda.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sungai Tabir merupakan sungai yang berada di Kecamatan Tabir Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. Sungai Tabir merupakan sungai yang berada di Kecamatan Tabir Kabupaten BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sungai Tabir merupakan sungai yang berada di Kecamatan Tabir Kabupaten Merangin Provinsi Jambi. Sungai yang berhulu di Danau Kerinci dan bermuara di Sungai Batanghari

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR LUDY K. KRISTIANTO, MASTUR dan RINA SINTAWATI Balai Pengkajian Teknologi Pertanian ABSTRAK Kerbau bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dibandingkan daratan, oleh karena itu Indonesia dikenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pencemaran Organik di Muara S. Acai, S. Thomas, S. Anyaan dan Daerah Laut yang Merupakan Perairan Pesisir Pantai dan Laut, Teluk Youtefa. Bahan organik yang masuk ke perairan

Lebih terperinci

PROGRAM KONSERVASI PESUT MAHAKAM

PROGRAM KONSERVASI PESUT MAHAKAM PROGRAM KONSERVASI PESUT MAHAKAM LAPORAN TEKNIS: Survei monitoring jumlah populasi dan ancaman pada level air sedang hingga rendah, Agustus/September & November 2007 oleh Danielle Kreb & Imelda Susanti

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mangrove Mangrove adalah tanaman pepohonan atau komunitas tanaman yang hidup di antara laut dan daratan yang dipengaruhi oleh pasang surut. Habitat mangrove seringkali ditemukan

Lebih terperinci

Analisis Konsentrasi dan Laju Angkutan Sedimen Melayang pada Sungai Sebalo di Kecamatan Bengkayang Yenni Pratiwi a, Muliadi a*, Muh.

Analisis Konsentrasi dan Laju Angkutan Sedimen Melayang pada Sungai Sebalo di Kecamatan Bengkayang Yenni Pratiwi a, Muliadi a*, Muh. PRISMA FISIKA, Vol. V, No. 3 (214), Hal. 99-15 ISSN : 2337-824 Analisis Konsentrasi dan Laju Angkutan Sedimen Melayang pada Sungai Sebalo di Kecamatan Bengkayang Yenni Pratiwi a, Muliadi a*, Muh. Ishak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air laut merupakan suatu medium yang unik. Sebagai suatu sistem, terdapat hubungan erat antara faktor biotik dan faktor abiotik, karena satu komponen dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bumi ini yang tidak membutuhkan air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. bumi ini yang tidak membutuhkan air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Air merupakan zat kehidupan, dimana tidak satupun makhluk hidup di planet bumi ini yang tidak membutuhkan air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 65 75% dari berat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Depok merupakan salah satu daerah penyangga DKI Jakarta dan menerima cukup banyak pengaruh dari aktivitas ibukota. Aktivitas pembangunan ibukota tidak lain memberikan

Lebih terperinci

RENCANA PENGELOLAAN SDA DAN LH DAS BARITO

RENCANA PENGELOLAAN SDA DAN LH DAS BARITO RENCANA PENGELOLAAN SDA DAN LH DAS BARITO Oleh: Firman Dermawan Yuda Kepala Sub Bidang Hutan dan Hasil Hutan Bidang Perencanaan Pengelolaan SDA dan LH I. Gambaran Umum DAS Barito Daerah Aliran Sungai (DAS)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki hutan mangrove terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia dan hidup serta tumbuh berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada 8 februari 2010 pukul Data dari diakses

BAB I PENDAHULUAN. pada 8 februari 2010 pukul Data dari  diakses BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fakta jumlah pulau di Indonesia beserta wilayah laut yang mengelilinginya ternyata menempatkan Indonesia sebagai negara yang memiliki wilayah pesisir yang terpanjang

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi Persepsi adalah kemampuan otak dalam menerjemahkan stimulus atau proses untuk menerjemahkan stimulus yang masuk ke dalam alat indera manusia. Proses ini yang memungkinkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Indonesia memiliki hutan mangrove terluas di dunia yakni 3,2 juta ha (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau besar mulai dari Sumatera,

Lebih terperinci

ANALISA KEKERUHAN DAN KANDUNGAN SEDIMEN DAN KAITANNYA DENGAN KONDISI DAS SUNGAI KRUENG ACEH

ANALISA KEKERUHAN DAN KANDUNGAN SEDIMEN DAN KAITANNYA DENGAN KONDISI DAS SUNGAI KRUENG ACEH ANALISA KEKERUHAN DAN KANDUNGAN SEDIMEN DAN KAITANNYA DENGAN KONDISI DAS SUNGAI KRUENG ACEH Nurmalita, Maulidia, dan Muhammad Syukri Jurusan Fisika, FMIPA Universitas Syiah Kuala, Darussalam-Banda Aceh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Semua lahan basah diperkirakan menutupi lebih dari 20% luas daratan Indonesia

I. PENDAHULUAN. Semua lahan basah diperkirakan menutupi lebih dari 20% luas daratan Indonesia 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai lahan basah paling luas dan paling beragam di Asia Tenggara, meliputi lahan basah alami seperti hutan rawa, danau,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KUTAI NOMOR 3 TAHUN 1999 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KUTAI NOMOR 3 TAHUN 1999 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KUTAI NOMOR 3 TAHUN 1999 TENTANG PERATURAN PENANGKAPAN IKAN DALAM WILAYAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KUTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPALA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut. Menurut Suprihayono (2007) wilayah pesisir merupakan wilayah pertemuan antara daratan dan laut,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Penilaian Masyarakat di sekitar Sungai Terhadap Keberadaan Ekosistem Sungai Siak

HASIL DAN PEMBAHASAN Penilaian Masyarakat di sekitar Sungai Terhadap Keberadaan Ekosistem Sungai Siak VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Penilaian Masyarakat di sekitar Sungai Terhadap Keberadaan Ekosistem Sungai Siak Sungai Siak sebagai sumber matapencaharian bagi masyarakat sekitar yang tinggal di sekitar

Lebih terperinci

Bencana Baru di Kali Porong

Bencana Baru di Kali Porong Bencana Baru di Kali Porong Pembuangan air dan Lumpur ke Kali Porong menebarkan bencana baru, air dengan salinitas 38/mil - 40/mil akan mengancam kualitas perikanan di Pesisir Porong. Lapindo Brantas Inc

Lebih terperinci

KAJIAN MATA PENCAHARIAN ALTERNATIF MASYARAKAT NELAYAN KECAMATAN KAMPUNG LAUT KABUPATEN CILACAP TUGAS AKHIR

KAJIAN MATA PENCAHARIAN ALTERNATIF MASYARAKAT NELAYAN KECAMATAN KAMPUNG LAUT KABUPATEN CILACAP TUGAS AKHIR KAJIAN MATA PENCAHARIAN ALTERNATIF MASYARAKAT NELAYAN KECAMATAN KAMPUNG LAUT KABUPATEN CILACAP TUGAS AKHIR Oleh: PROJO ARIEF BUDIMAN L2D 003 368 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

KERUSAKAN LAHAN AKIBAT PERTAMBANGAN

KERUSAKAN LAHAN AKIBAT PERTAMBANGAN KERUSAKAN LAHAN AKIBAT PERTAMBANGAN Oleh: Dini Ayudia, M.Si. Subbidang Transportasi Manufaktur Industri dan Jasa pada Bidang Perencanaan Pengelolaan SDA & LH Lahan merupakan suatu sistem yang kompleks

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI WILAYAH CIREBON

PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI WILAYAH CIREBON PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI WILAYAH CIREBON Oleh : Darsiharjo Pendahuluan Akhir-akhir ini masyarakat mulai menyadari bahwa dalam kehidupan tidak hanya cukup dengan pemenuhan pangan, papan dan sandang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengelolaan Lingkungan Hidup Dengan diberlakukannya Undang-Undang No. 4 Tahun 1982 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang disempurnakan dan diganti dengan Undang Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sumber pencemar bagi lingkungan (air, udara dan tanah). Bahan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sumber pencemar bagi lingkungan (air, udara dan tanah). Bahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas manusia berupa kegiatan industri, rumah tangga, pertanian dan pertambangan menghasilkan buangan limbah yang tidak digunakan kembali yang menjadi sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan yang merupakan kebutuhan utama bagi proses kehidupan di bumi. Manusia menggunakan air untuk memenuhi

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL PEDOMAN INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS MANGROVE

DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL PEDOMAN INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS MANGROVE DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL PEDOMAN INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS MANGROVE JAKARTA, MEI 2005 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara 54 LAMPIRAN 55 Lampiran 1. Kuisioner penelitian untuk wisatawan daerah tujuan wisata Ajibata Kabupaten Toba Samosir Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian No. : Waktu : Hari/Tanggal

Lebih terperinci

KONDISI PERIKANAN DI KECAMATAN TELUK MERANTI

KONDISI PERIKANAN DI KECAMATAN TELUK MERANTI Ba b 5 KONDISI PERIKANAN DI KECAMATAN TELUK MERANTI 5.1. Potensi Sumberdaya Perairan dan Perikanan Sumberdaya perairan yang terdapat di Kecamatan Teluk Meranti diantaranya terdapatnya empat buah tasik

Lebih terperinci

Pemberdayaan Lingkungan untuk kita semua. By. M. Abror, SP, MM

Pemberdayaan Lingkungan untuk kita semua. By. M. Abror, SP, MM Pemberdayaan Lingkungan untuk kita semua By. M. Abror, SP, MM Tema utama Pengolahan sampah Program kali bersih Biopori Lahan sempit dan lahan tidur Pengembangan desa wisata Lingkungan adalah???????????

Lebih terperinci

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. laju pembangunan telah membawa perubahan dalam beberapa aspek kehidupan

BAB I PENGANTAR. laju pembangunan telah membawa perubahan dalam beberapa aspek kehidupan BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Manusia memiliki hubungan timbal balik dengan lingkungannya. Secara alamiah, hubungan timbal balik tersebut terdapat antara manusia sebagai individu dan manusia sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fungsi sangat penting bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Salah. untuk waktu sekarang dan masa yang akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. fungsi sangat penting bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Salah. untuk waktu sekarang dan masa yang akan datang. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan kebutuhan dasar dari makhluk hidup. Air mempunyai fungsi sangat penting bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Salah satunya yaitu berhubungan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produktivitas Primer Fitoplankton Berdasarkan hasil penelitian di Situ Cileunca didapatkan nilai rata-rata produktivitas primer (PP) fitoplankton pada Tabel 6. Nilai PP

Lebih terperinci

ABSTRAKSI DOKUMEN AMDAL

ABSTRAKSI DOKUMEN AMDAL ABSTRAKSI DOKUMEN AMDAL PEMRAKARSA NAMA DOKUMEN PT. ASIATIC PERSADA Kegiatan Perkebunan Kelapa Sawit dan Pabrik Pengolahannya NO. PERSETUJUAN & TANGGAL Komisi Penilai AMDAL Propinsi Jambi Nomor:274/2003,

Lebih terperinci

Bab 4 Hasil Dan Pembahasan

Bab 4 Hasil Dan Pembahasan Bab 4 Hasil Dan Pembahasan 4.1. Potensi Sumberdaya Lahan Pesisir Potensi sumberdaya lahan pesisir di Kepulauan Padaido dibedakan atas 3 tipe. Pertama adalah lahan daratan (pulau). Pada pulau-pulau berpenduduk,

Lebih terperinci

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan Latar Belakang Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang utama memegang posisi penting dalam kelestarian lingkungan. Kemerosotan kemampuan tanah yang ditunjukkan dengan meningkatnya laju erosi dari

Lebih terperinci

Mata Pencaharian Penduduk Indonesia

Mata Pencaharian Penduduk Indonesia Mata Pencaharian Penduduk Indonesia Pertanian Perikanan Kehutanan dan Pertambangan Perindustrian, Pariwisata dan Perindustrian Jasa Pertanian merupakan proses untuk menghasilkan bahan pangan, ternak serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan satu-satunya tanaman pangan yang dapat tumbuh pada tanah yang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan satu-satunya tanaman pangan yang dapat tumbuh pada tanah yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan air permukaan dalam hal ini air sungai untuk irigasi merupakan salah satu diantara berbagai alternatif pemanfaatan air. Dengan penggunaan dan kualitas air

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. buang tanpa adanya pengolahan limbah yang efesien dan terbuang mengikuti arus

BAB 1 PENDAHULUAN. buang tanpa adanya pengolahan limbah yang efesien dan terbuang mengikuti arus BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indramayu merupakan salah satu daerah yang penduduknya terpadat di Indonesia, selain itu juga Indramayu memiliki kawasan industri yang lumayan luas seluruh aktivitas

Lebih terperinci

Standart Kompetensi Kompetensi Dasar

Standart Kompetensi Kompetensi Dasar POLUSI Standart Kompetensi : Memahami polusi dan dampaknya pada manusia dan lingkungan Kompetensi Dasar : Mengidentifikasi jenis polusi pada lingkungan kerja 2. Polusi Air Polusi Air Terjadinya polusi

Lebih terperinci

KONDISI PERIKANAN DI KECAMATAN KUALA KAMPAR

KONDISI PERIKANAN DI KECAMATAN KUALA KAMPAR Ba b 4 KONDISI PERIKANAN DI KECAMATAN KUALA KAMPAR 4.1. Potensi Sumberdaya Perikanan dan Kelautan Kecamatan Kuala Kampar memiliki potensi perikanan tangkap dengan komoditas ikan biang, ikan lomek dan udang

Lebih terperinci

1.2 Perumusan Masalah Sejalan dengan meningkatnya pertambahan jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi, maka pemakaian sumberdaya air juga meningkat.

1.2 Perumusan Masalah Sejalan dengan meningkatnya pertambahan jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi, maka pemakaian sumberdaya air juga meningkat. 37 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang menjabarkan pembangunan sesuai dengan kondisi, potensi dan kemampuan suatu daerah tersebut.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan salah satu wilayah yang berada di Pantai Barat Sumatera. Wilayahnya berada 0

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan salah satu wilayah yang berada di Pantai Barat Sumatera. Wilayahnya berada 0 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan salah satu wilayah yang berada di Pantai Barat Sumatera. Wilayahnya berada 0 1.266 m di atas permukaan laut serta terletak pada

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KUALITAS PERAIRAN DI SUNGAI KAHAYAN DARI KEBERADAAN SISTEM KERAMBA STUDI KASUS SUNGAI KAHAYAN KECAMATAN PAHANDUT KALIMANTAN TENGAH

IDENTIFIKASI KUALITAS PERAIRAN DI SUNGAI KAHAYAN DARI KEBERADAAN SISTEM KERAMBA STUDI KASUS SUNGAI KAHAYAN KECAMATAN PAHANDUT KALIMANTAN TENGAH IDENTIFIKASI KUALITAS PERAIRAN DI SUNGAI KAHAYAN DARI KEBERADAAN SISTEM KERAMBA STUDI KASUS SUNGAI KAHAYAN KECAMATAN PAHANDUT KALIMANTAN TENGAH Rezha Setyawan 1, Dr. Ir. Achmad Rusdiansyah, MT 2, dan Hafiizh

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara 61 LAMPIRAN 62 Lampiran 1. Kuisioner untuk Pengunjung Pantai Paris Tigaras PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA No. Waktu Hari/Tangga A. Data Pribadi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal memiliki potensi sumberdaya alam yang tinggi dan hal itu telah diakui oleh negara-negara lain di dunia, terutama tentang potensi keanekaragaman hayati

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Pulau Pramuka secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu, Kotamadya Jakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak, bahkan oleh semua mahkluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air

BAB I PENDAHULUAN. banyak, bahkan oleh semua mahkluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan untuk hajat hidup orang banyak, bahkan oleh semua mahkluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air harus dilindungi agar

Lebih terperinci

ANALISIS TUTUPAN LAHAN TERHADAP KUALITAS AIR SITU BURUNG, DESA CIKARAWANG, KABUPATEN BOGOR

ANALISIS TUTUPAN LAHAN TERHADAP KUALITAS AIR SITU BURUNG, DESA CIKARAWANG, KABUPATEN BOGOR ANALISIS TUTUPAN LAHAN TERHADAP KUALITAS AIR SITU BURUNG, DESA CIKARAWANG, KABUPATEN BOGOR R Rodlyan Ghufrona, Deviyanti, dan Syampadzi Nurroh Fakultas Kehutanan - Institut Pertanian Bogor ABSTRAK Situ

Lebih terperinci

SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. PELESTARIAN LINGKUNGANLaihan soal 10.3

SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. PELESTARIAN LINGKUNGANLaihan soal 10.3 SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. PELESTARIAN LINGKUNGANLaihan soal 10.3 1. Meningkatnya permukiman kumuh dapat menyebabkan masalah berikut, kecuali... Menurunnya kualitas kesehatan manusia Meningkatnya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Sungai Bone mempunyai panjang 119,13 Km 2 yang melintasi wilayah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Sungai Bone mempunyai panjang 119,13 Km 2 yang melintasi wilayah BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Lokasi penelitian Sungai Bone mempunyai panjang 119,13 Km 2 yang melintasi wilayah Kabupaten Bone Bolango dan Kota Gorontalo. Sungai ini bermuara ke

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013). 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai dingin dan

Lebih terperinci

No : Hari/tanggal /jam : Nama instansi : Alamat Instansi : Nama responden yang diwawancarai Jabatan

No : Hari/tanggal /jam : Nama instansi : Alamat Instansi : Nama responden yang diwawancarai Jabatan LAMPIRAN 55 Lampiran 1. Kuisioner pengelola dan instansi terkait Kuisioner untuk pengelola dan Instansi terkait Pantai Pangumbahan No : Hari/tanggal /jam : Nama instansi : Alamat Instansi : Nama responden

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kualitas perairan sungai sangat tergantung dari aktivitas yang ada pada daerah alirannya. Berbagai aktivitas baik domestik maupun kegiatan Industri akan berpengaruh

Lebih terperinci

Oleh: ANA KUSUMAWATI

Oleh: ANA KUSUMAWATI Oleh: ANA KUSUMAWATI PETA KONSEP Pencemaran lingkungan Pencemaran air Pencemaran tanah Pencemaran udara Pencemaran suara Polutannya Dampaknya Peran manusia Manusia mempunyai peranan dalam pembentukan dan

Lebih terperinci

PARAMETER KUALITAS AIR

PARAMETER KUALITAS AIR KUALITAS AIR TAMBAK PARAMETER KUALITAS AIR Parameter Fisika: a. Suhu b. Kecerahan c. Warna air Parameter Kimia Salinitas Oksigen terlarut ph Ammonia Nitrit Nitrat Fosfat Bahan organik TSS Alkalinitas Parameter

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta

I. PENDAHULUAN. mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Lingkungan hidup didefinisikan sebagai kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam yang memenuhi hajat hidup orang banyak sehingga perlu dilindungi agar dapat bermanfaat bagi hidup dan kehidupan manusia serta mahkluk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang lebih rendah dan setelah mengalami bermacam-macam perlawanan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang lebih rendah dan setelah mengalami bermacam-macam perlawanan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air Sungai Sebagian besar air hujan turun ke permukaan tanah, mengalir ke tempattempat yang lebih rendah dan setelah mengalami bermacam-macam perlawanan akibat gaya berat, akhirnya

Lebih terperinci

saat suhu udara luar menjadi dingin pada malam dan pagi hari. (Mengakibatkan kematian pada Udang)

saat suhu udara luar menjadi dingin pada malam dan pagi hari. (Mengakibatkan kematian pada Udang) POKOK-POKOK PENTING DALAM PENGELOLAAN TAMBAK TRADISIONAL BUDIDAYA PERIKANAN AIR PAYAU DAN AIR ASIN / TAMBAK TEPI PANTAI TAMBA K ORGANIK INTENSIF "By Sari Tambak Suraba ya" Syarat-Syarat Utama Tambak Produktif

Lebih terperinci

JUDUL OBSERVASI ALIRAN DAS BRANTAS CABANG SEKUNDER BOENOET. Disusun oleh : Achmad kirmizius shobah ( )

JUDUL OBSERVASI ALIRAN DAS BRANTAS CABANG SEKUNDER BOENOET. Disusun oleh : Achmad kirmizius shobah ( ) JUDUL OBSERVASI ALIRAN DAS BRANTAS CABANG SEKUNDER BOENOET Disusun oleh : Achmad kirmizius shobah (115100901111013) Layyin Yeprila Ningrum (115100900111039) Puji sri lestari (115100907111004) Rizki dwika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak di Cagar Alam Leuweung Sancang. Cagar Alam Leuweung Sancang, menjadi satu-satunya cagar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan mangrove di DKI Jakarta tersebar di kawasan hutan mangrove Tegal Alur-Angke Kapuk di Pantai Utara DKI Jakarta dan di sekitar Kepulauan Seribu. Berdasarkan SK Menteri

Lebih terperinci

Contoh Makalah Penelitian Geografi MAKALAH PENELITIAN GEOGRAFI TENTANG LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA

Contoh Makalah Penelitian Geografi MAKALAH PENELITIAN GEOGRAFI TENTANG LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA Contoh Makalah Penelitian Geografi MAKALAH PENELITIAN GEOGRAFI TENTANG LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA Disusun oleh: Mirza Zalfandy X IPA G SMAN 78 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA A. Deskripsi Data 1. Kondisi saluran sekunder sungai Sawojajar Saluran sekunder sungai Sawojajar merupakan aliran sungai yang mengalir ke induk sungai Sawojajar. Letak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu sektor yang mengalami perkembangan sangat

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu sektor yang mengalami perkembangan sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan salah satu sektor yang mengalami perkembangan sangat pesat. Perkembangan pariwisata di suatu lingkungan tertentu dapat berpotensi menurunkan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara ekologis ekosistem padang lamun di perairan pesisir dapat berperan sebagai daerah perlindungan ikan-ikan ekonomis penting seperti ikan baronang dan penyu, menyediakan

Lebih terperinci

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

EKOSISTEM. Yuni wibowo

EKOSISTEM. Yuni wibowo EKOSISTEM Yuni wibowo EKOSISTEM Hubungan Trofik dalam Ekosistem Hubungan trofik menentukan lintasan aliran energi dan siklus kimia suatu ekosistem Produsen primer meliputi tumbuhan, alga, dan banyak spesies

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. meskipun ada beberapa badan air yang airnya asin. Dalam ilmu perairan

TINJAUAN PUSTAKA. meskipun ada beberapa badan air yang airnya asin. Dalam ilmu perairan TINJAUAN PUSTAKA Danau Perairan pedalaman (inland water) diistilahkan untuk semua badan air (water body) yang ada di daratan. Air pada perairan pedalaman umumnya tawar meskipun ada beberapa badan air yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serius. Penyebabnya tidak hanya berasal dari buangan industri pabrikpabrik

BAB I PENDAHULUAN. serius. Penyebabnya tidak hanya berasal dari buangan industri pabrikpabrik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah pencemaran lingkungan khususnya masalah pencemaran air di kota besar di Indonesia, sudah menunjukkan gejala yang cukup serius. Penyebabnya tidak hanya berasal

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 45 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Lokasi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta merupakan dataran rendah dan landai dengan ketinggian rata-rata 7 meter di atas permukaan laut, terletak pada posisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Sibolga yang terletak di pantai barat Pulau Sumatera, membujur sepanjang pantai dari utara ke selatan dan berada pada kawasan teluk yang bernama Teluk Tapian Nauli,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Oleh

TINJAUAN PUSTAKA. Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Oleh TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Sungai Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Oleh karena itu, sumber air sangat dibutuhkan untuk dapat menyediakan air yang baik dari segi kuantitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki lebih dari 500 danau dengan luas keseluruhan lebih dari 5.000 km 2 atau sekitar 0,25% dari luas daratan Indonesia (Davies et al.,1995), namun status

Lebih terperinci

6 PERTIMBANGAN KAWASAN KARST DALAM PENYUSUNAN ZONASI TNMT

6 PERTIMBANGAN KAWASAN KARST DALAM PENYUSUNAN ZONASI TNMT 6 PERTIMBANGAN KAWASAN KARST DALAM PENYUSUNAN ZONASI TNMT 6.1 Pengelolaan Kawasan Taman Nasional Manapeu Tanahdaru Wilayah karst dapat menyediakan air sepanjang tahun. Hal ini disebabkan daerah karst memiliki

Lebih terperinci

Spesies yang diperoleh pada saat penelitian

Spesies yang diperoleh pada saat penelitian PEMBAHASAN Spesies yang diperoleh pada saat penelitian Dari hasil identifikasi sampel yang diperoleh pada saat penelitian, ditemukan tiga spesies dari genus Macrobrachium yaitu M. lanchesteri, M. pilimanus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tempat dengan tempat lainnya. Sebagian warga setempat. kesejahteraan masyarakat sekitar saja tetapi juga meningkatkan perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. tempat dengan tempat lainnya. Sebagian warga setempat. kesejahteraan masyarakat sekitar saja tetapi juga meningkatkan perekonomian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang sangat kaya raya akan keberagaman alam hayatinya. Keberagaman fauna dan flora dari dataran tinggi hingga tepi pantai pun tidak jarang

Lebih terperinci

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM 69 4. DESKRIPSI SISTEM SOSIAL EKOLOGI KAWASAN PENELITIAN 4.1 Kondisi Ekologi Lokasi studi dilakukan pada pesisir Ratatotok terletak di pantai selatan Sulawesi Utara yang termasuk dalam wilayah administrasi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove merupakan ekosistem pesisir yang terdapat di sepanjang pantai tropis dan sub tropis atau muara sungai. Ekosistem ini didominasi oleh berbagai jenis

Lebih terperinci

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.180, 2013 SDA. Rawa. Pengelolaan. Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5460) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

TINJAUAN ASPEK GEOGRAFIS TERHADAP KEBERADAAN PULAU JEMUR KABUPATEN ROKAN HILIR PROPINSI RIAU PADA WILAYAH PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA - MALAYSIA

TINJAUAN ASPEK GEOGRAFIS TERHADAP KEBERADAAN PULAU JEMUR KABUPATEN ROKAN HILIR PROPINSI RIAU PADA WILAYAH PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA - MALAYSIA TINJAUAN ASPEK GEOGRAFIS TERHADAP KEBERADAAN PULAU JEMUR KABUPATEN ROKAN HILIR PROPINSI RIAU PADA WILAYAH PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA - MALAYSIA Tito Latif Indra, SSi, MSi Departemen Geografi FMIPA UI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya lahan merupakan tumpuan kehidupan manusia dalam pemenuhan kebutuhan pokok pangan dan kenyamanan lingkungan. Jumlah penduduk yang terus berkembang sementara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Air Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat di daratan, perairan lepas pantai (off shore water) dan perairan laut. Ekosistem air yang terdapat

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove bagi kelestarian sumberdaya perikanan dan lingkungan hidup memiliki fungsi yang sangat besar, yang meliputi fungsi fisik dan biologi. Secara fisik ekosistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga laut dan pesisir pantai (coastal zone) merupakan lingkungan fisik yang

BAB I PENDAHULUAN. sehingga laut dan pesisir pantai (coastal zone) merupakan lingkungan fisik yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan wilayah perairan yang memiliki luas sekitar 78%, sehingga laut dan pesisir pantai (coastal zone) merupakan lingkungan fisik yang mendominasi. Menurut

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan

PENDAHULUAN. banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan PENDAHULUAN Latar Belakang Aktivitas kehidupan manusia yang sangat tinggi telah menimbulkan banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan pembangunan, terutama di sektor industri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bidang preventif (pencegahan), kuratif (pengobatan), rehabilitatif maupun

I. PENDAHULUAN. bidang preventif (pencegahan), kuratif (pengobatan), rehabilitatif maupun I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rumah sakit merupakan institusi pelayanan bidang kesehatan dengan bidang preventif (pencegahan), kuratif (pengobatan), rehabilitatif maupun promotif (Kusumanto,

Lebih terperinci