PEMBERIAN EKSTRAK DAUN MURBEI YANG DIFERMENTASI DENGAN CAIRAN RUMEN DALAM PAKAN MENCIT (Mus musculus) SEBAGAI HEWAN MODEL SISTEM PASCA RUMEN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMBERIAN EKSTRAK DAUN MURBEI YANG DIFERMENTASI DENGAN CAIRAN RUMEN DALAM PAKAN MENCIT (Mus musculus) SEBAGAI HEWAN MODEL SISTEM PASCA RUMEN"

Transkripsi

1 PEMBERIAN EKSTRAK DAUN MURBEI YANG DIFERMENTASI DENGAN CAIRAN RUMEN DALAM PAKAN MENCIT (Mus musculus) SEBAGAI HEWAN MODEL SISTEM PASCA RUMEN SKRIPSI CHRISTINA LINI DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

2 RINGKASAN CHRISTINA LINI D Tahun Pemberian Ekstrak Daun Murbei yang Difermentasi dengan Cairan Rumen Dalam Pakan Mencit (Mus musculus) Sebagai Hewan Model Sistem Pasca Rumen. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Dr.Ir. Komang G. Wiryawan Pembimbing Anggota : Ir. Syahriani Syahrir, M. Si. Daun murbei merupakan salah satu sumber bahan pakan yang berpotensi cukup tinggi untuk meningkatkan produktivitas ternak karena memiliki kandungan nutrien yang baik, namun daun murbei juga mengandung senyawa 1-Deoxynojirimycin (DNJ). Senyawa DNJ merupakan senyawa yang dapat menghambat hidrolisis karbohidrat non struktural. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh pemberian ekstrak daun murbei yang difermentasi dengan cairan rumen dalam pakan mencit (Mus musculus) sebagai hewan model sistem pasca rumen. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juni Sebagai hewan percobaan digunakan 24 ekor mencit jantan dengan umur 60 hari dan bobot badan 30,81±4,98 gram. Pemeliharaan mencit dilakukan selama 24 hari (3 hari masa adaptasi dan 21 hari masa koleksi data). Ransum dan air minum diberikan secara ad libitum. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap yang terdiri dari enam perlakuan (P0 = Ransum kontrol (semi purified diet), P1 = P0 + residu fermentasi cairan rumen, P2 = P1 + ekstrak daun murbei (0,06% DNJ), P3 = P1 + ekstrak daun murbei yang difermentasi dengan cairan rumen (0,06% DNJ), P4 = P1 + ekstrak daun murbei (0,12% DNJ), P5 = P1 + ekstrak daun murbei yang difermentasi dengan cairan rumen (0,12% DNJ)) dan empat kali ulangan. Tiap unit percobaan terdiri dari 1 ekor mencit. Peubah yang diamati antara lain konsumsi ransum, kecernaan bahan kering ransum, petambahan bobot badan, dan kadar glukosa darah. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan sidik ragam (Analysis of Variance) dan uji lanjut menggunakan uji jarak Duncan (Steel dan Torrie, 1991). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pemberian ransum dengan ekstrak daun murbei yang difermentasi dengan cairan rumen (0,06% - 0,12%) mampu mengurangi pengaruh negatif senyawa DNJ terhadap penghambatan hidrolisis karbohidrat dalam tubuh ternak, sehingga kecernaan meningkat (P<0,05) dan menunjang peningkatan konsumsi, PBB, serta kadar glukosa darah mencit (P<0,01) lebih baik daripada pemberian ransum yang ditambahkan dengan ekstrak daun murbei yang tidak difermentasi dengan cairan rumen. Hal tersebut menunjukkan bahwa pengaruh negatif senyawa DNJ pada sistem pasca rumen sudah menurun meskipun nilai peubah dari perlakuan yang diujikan tidak sebaik ransum kontrol. Kata-kata kunci: ekstrak daun murbei, fermentasi, mencit, pasca rumen

3 ABSTRACT Utilization of Fermented Mulberry Leaves Extract in Mice (Mus musculus) Feed as Animal Model for Post Ruminal System C. Lini., K. G. Wiryawan and S. Syahrir The objective of this experiment was to study the effect of fermented mulberry leaves extract utilization in mice feed as animal model for post ruminal system. This experiment used a completely randomized design, with 6 treatments and 4 replications. The treatments were P0 (semi purified diet), P1 (P0 + fermented rumen liquid residue), P2 (P1 + mulberry leaves extract 0.06% DNJ), P3 (P1 + fermented mulberry leaves extract 0.06% DNJ), P4 (P1 + mulberry leaves extract 0.12% DNJ), and P5 (P1 + fermented mulberry leaves extract 0.12% DNJ). The experiment was conducted for 24 days with 3 days adaptation periods. Variables observed were feed consumption, feed digestibility, daily body weight gain and blood glucose. The data were analyzed by Analysis of Variance, and differences among treatments were examined with Duncan s Multiple Range Test. The results showed that the addition of mulberry leaves extract significantly (P<0.01) reduced daily body weight gain, consumption, and blood glucose, reduce feed digestibility (P<0.05) compared to control, but fermented mulberry leaves extract could reduce the negative effect of DNJ. Daily body weight gain of mice given 0.06% and 0.12% fermented mulberry leaves extract was significantly (P<0.01) higher than those mice given the same concentration of non fermented mulberry leaves extract (0.10 vs 0.16 gram/day) and (0.01 vs 0.14 gram/day). It is concluded that DNJ in mulberry leaves extract is not fully degraded in the rumen, and it still has negative effect to the variables measured. Keywords : mulberry leaves extract, fermented, mice, post ruminal

4 PEMBERIAN EKSTRAK DAUN MURBEI YANG DIFERMENTASI DENGAN CAIRAN RUMEN DALAM PAKAN MENCIT (Mus musculus) SEBAGAI HEWAN MODEL SISTEM PASCA RUMEN CHRISTINA LINI D Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

5 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 14 Januari 1987 di Bojonegoro, Jawa Timur. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Marsudi dan Ibu Djaminah. Pendidikan dasar Penulis diselesaikan di SDN PACUL III Bojonegoro pada tahun Pendidikan lanjutan tingkat menengah pertama diselesaikan pada tahun 2003 di SMPN 1 Bojonegoro, dan pendidikan lanjutan tingkat atas diselesaikan pada tahun 2005 di SMUN 2 Bojonegoro, Jawa Timur. Pada tahun 2005 Penulis diterima untuk menimba ilmu di Institut Pertanian Bogor dan diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI). Selama menjadi mahasiswa, Penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Nutrisi dan Makanan Ternak (HIMASITER) periode , Paguyuban Angling Dharma (Organisasi Mahasiswa Daerah Bojonegoro) periode , English Club (Fakultas Peternakan periode ), Paduan Suara Fakultas Peternakan Gradziono Symphonia periode dan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Peternakan (BEM-D) periode Penulis juga menjadi salah satu Mahasiswa Berprestasi Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan periode 2006/2007, 2007/2008, dan 2008/2009.

6 PEMBERIAN EKSTRAK DAUN MURBEI YANG DIFERMENTASI DENGAN CAIRAN RUMEN DALAM PAKAN MENCIT (Mus musculus) SEBAGAI HEWAN MODEL SISTEM PASCA RUMEN Oleh CHRISTINA LINI D Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan dihadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 17 April 2009 Pembimbing Utama Pembimbing Anggota Dr.Ir. Komang G. Wiryawan NIP Ir. Syahriani Syahrir, M.Si. NIP Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Luki Abdullah, M.Sc.Agr. NIP

7 KATA PENGANTAR Bismillahirrohmanirrohim Alhamdulillahirabbilalamin, segala puji dan syukur hanyalah milik Allah SWT karena atas segala rahmat, hidayah serta karunia-nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Pemberian Ekstrak Daun Murbei yang Difermentasi dengan Cairan Rumen Dalam Pakan Mencit (Mus musculus) Sebagai Hewan Model Sistem Pasca Rumen yang ditulis berdasarkan hasil penelitian pada bulan Mei sampai dengan Juni 2008 di Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh pemberian ekstrak daun murbei yang difermentasi dengan cairan rumen dalam pakan mencit (Mus musculus) sebagai hewan model sistem pasca rumen. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Penulis juga berharap semoga skripsi ini dapat memberikan informasi baru dalam dunia peternakan dan dapat bermanfaat bagi Penulis khususnya, dan bagi pembaca pada umumnya. Bogor, April 2009 Penulis

8 DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN... ii ABSTRACT... iii RIWAYAT HIDUP... v KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xii PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Murbei (Morus sp.)... 3 Ekstrak Daun Murbei... 6 Senyawa 1-Deoxynojirimycin... 6 Mencit (Mus musculus)... 8 Konsumsi Ransum... 9 Pertambahan Bobot Badan Kecernaan Bahan Kering Ransum Glukosa Darah METODE Lokasi dan Waktu Materi Kandang dan Hewan Percobaan Ransum Metode Pembuatan Tepung Daun Murbei Pembuatan Ekstrak Daun Murbei Fermentasi In-Vitro Ekstrak Daun Murbei Pembuatan Cairan Rumen Fermentasi Perlakuan Penelitian dan Pemeliharaan Ternak Rancangan Percobaan Peubah yang Diamati Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Pertambahan Bobot Badan... 20

9 Konsumsi Bahan Kering Ransum... Kecernaan Bahan Kering Ransum... Kadar Glukosa Darah... KESIMPULAN DAN SARAN... Kesimpulan... Saran... UCAPAN TERIMAKASIH... DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN ix

10 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Komposisi Nutrien Lima Jenis Daun Murbei (%) Perbandingan Komposisi Nutrien Daun Murbei Muda dan Tua Nilai Fisiologi Mencit (Mus musculus) Susunan Ransum Semi Purified Diet Komposisi Pembuatan Larutan Buffer Rataan Hasil Pengamatan PBB, Konsumsi, Kecernaan BK dan Kadar Glukosa Darah Mencit Selama Pemeliharaan... 20

11 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Daun Murbei Pembuatan Ekstrak Daun Murbei Struktur Bangun 1 Deoxynojirimicin Pertambahan Bobot Badan Mencit Konsumsi Ransum Mencit Kecernaan Bahan Kering Ransum Kadar Glukosa Darah Mencit... 27

12 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Komposisi Nutrien Tepung dan Ekstrak Daun Murbei Klasifikasi Karbohidrat Sidik RagamPertambahan Bobot Badan (PBB) Uji Lanjut Duncan Pertambahan Bobot Badan (PBB) Sidik Ragam Konsumsi Ransum Mencit Uji Lanjut Duncan Konsumsi Ransum Mencit Sidik Ragam Kecernaan Bahan Kering Ransum Mencit Uji Lanjut Duncan Kecernaan Bahan Kering Ransum Mencit Sidik Ragam Kadar Glukosa Darah Mencit Uji Lanjut Duncan Kadar Glukosa Darah Mencit. 39

13 PENDAHULUAN Latar Belakang Ternak merupakan salah satu bagian yang penting dalam pemenuhan kebutuhan hidup manusia, yaitu memenuhi kebutuhan pangan terutama sebagai sumber protein hewani. Untuk menghasilkan ternak yang efisien diperlukan pemeliharaan ternak yang baik dengan memenuhi kebutuhan pakan, terutama nutrien yang terkandung dalam pakan yang diberikan. Pakan yang baik adalah pakan yang mampu memenuhi kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan dan reproduksi ternak. Jumlah pakan yang diberikan kepada ternak harus sesuai dengan kebutuhan, memiliki kualitas yang baik dan ketersediaannya kontinyu sehingga mampu menunjang produktivitas ternak. Potensi pakan sebagai penunjang kebutuhan hidup ternak sangat tinggi. Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian mengenai sumber daya pakan yang berpotensi untuk menjadi sumber bahan pakan, antara lain sumber bahan pakan yang berasal dari tanaman. Tanaman yang memiliki potensi sebagai sumber bahan pakan adalah tanaman yang memiliki potensi produksi yang baik, kualitas tinggi dan kemampuan adaptasi tumbuh yang baik pada suatu wilayah tertentu. Daun murbei merupakan salah satu sumber bahan pakan yang berpotensi cukup tinggi untuk meningkatkan produktivitas ternak karena memiliki kandungan nutrien yang baik. Tanaman murbei juga memiliki potensi produksi yang tinggi yaitu mencapai 22 ton BK/ha/tahun (Samsijah, 1992). Potensi produksi tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan leguminosa lain seperti gamal (Gliricidia sepium) dengan potensi produksi sebesar 7-9 ton BK/ha/tahun (Horne et al., 1994). Tanaman murbei juga dapat tumbuh dengan adaptasi lokasi pada suhu, ph tanah, dan ketinggian dari permukaan laut yang bervariasi. Oleh karena itu, tanaman ini mudah untuk dikembangbiakkan (Sunanto 1997). Beberapa hasil penelitian memberikan informasi bahwa terdapat senyawa aktif daun murbei yaitu senyawa 1-Deoxynojirimycin (DNJ). Senyawa ini ditemukan pada tanaman murbei sebanyak 0,24% (Oku et al., 2006). Senyawa DNJ berpotensi menjadi agen lepas lambat karbohidrat non struktural (glukosa, maltosa, sukrosa) dalam sistem rumen karena menghambat hidrolisis karbohidrat tersebut.

14 Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa penggunaan DNJ sebesar 0,12% dalam ransum diketahui menurunkan bobot badan mencit. Hal ini kemungkinan terjadi karena senyawa DNJ mengganggu hidrolisis karbohidrat non struktural. Oleh karena itu, agar dapat memanfaatkan daun murbei sebagai sumber pakan ruminansia secara optimal diperlukan kajian awal yaitu dengan mengamati kemungkinan adanya dampak dari lolosnya senyawa DNJ ke dalam sistem pasca rumen. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh pemberian ekstrak daun murbei yang difermentasi dengan cairan rumen dalam pakan mencit (Mus musculus) sebagai hewan model sistem pasca rumen. 2

15 TINJAUAN PUSTAKA Murbei (Morus sp.) Murbei termasuk genus Morus dari family Moraceae. Murbei pada dasarnya mempunyai bunga kelamin tunggal, meskipun kadang-kadang juga berkelamin rangkap (Atmosoedarjo et al., 2000). Menurut Sunanto (1997) murbei berasal dari Cina dan mempunyai klasifikasi sebagai berikut : Divisio : Spermatophyta Sub-divisio : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Urticalis Famili : Moreceae Genus : Morus Species : Morus sp. Gambar 1. Daun murbei Tanaman murbei berbentuk semak (perdu) yang tingginya sekitar 5-6 m, dapat juga berbentuk pohon yang tingginya dapat mencapai m. Curah hujan yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman murbei antara mm per tahun dengan suhu optimal antara 23,9 0 C dan 26,6 0 C, tetapi umumnya tanaman murbei dapat tumbuh baik dengan suhu minimum 13 0 C dan suhu maksimum 38 0 C. Adaptasi tumbuh tanaman murbei relatif baik. Tanaman ini dapat tumbuh pada lokasi dengan variasi suhu, ph tanah, dan ketinggian dari permukaan laut yang sangat besar. Menurut FAO (2002) daun murbei dapat dipanen sepanjang tahun, hanya mengalami penurunan produksi sekitar 7 ton BK/ha dari produksi normal saat irigasi baik yaitu 25 ton BK/ha. Produksi optimal daun murbei dicapai pada suhu C dan kelembaban udara 65-80%, tanaman murbei dapat ditanam di daerah dengan

16 ketinggian dari permukaan laut mulai 1000 m. Oleh karena itu, tanaman ini mudah dikembangkan untuk kebutuhan lain, seperti sebagai sumber pakan ternak. Tanaman murbei juga sangat baik digunakan untuk mencegah erosi. Komposisi kimia dari lima jenis daun murbei menurut Samsijah (1992) dapat dilihat pada Tabel 1. Diantara semua jenis tersebut Morus alba merupakan jenis murbei yang banyak digunakan karena kandungan nutrisinya yang baik. Daun murbei memiliki palatabilitas yang cukup tinggi, dapat digunakan sebagai pakan hewan herbivora dan monogastrik serta bahan obat-obatan, selain itu daun murbei tidak teridentifikasi adanya kandungan senyawa antinutrisi. Tabel 1. Komposisi Nutrien Lima Jenis Daun Murbei (%) Nutrien Morus alba Morus Nigra Jenis Murbei Morus multicaulis Morus cathayana Morus australis Bahan Kering 15,72 16,83 22,89 20,45 16,11 Protein Kasar 20,15 20,06 15,51 18,53 19,44 Serat Kasar 13,27 16,19 12,55 12,89 12,82 Lemak Kasar 3,62 3,63 3,64 3,69 4,10 Abu 10,58 10,77 14,46 14,84 10,63 Karbohidrat 39,20 35,94 42,84 38,43 41,80 Kalsium 2,79 3,02 10,97 11,62 2,43 Fosfor 0,44 0,31 0,30 0,36 0,45 Sumber : Samsijah (1992) Potensi produksi daun murbei mencapai 22 ton BK/ha/tahun (Samsijah, 1992). Potensi produksi tersebut lebih tinggi dibanding dengan leguminosa lain seperti gamal (Gliricidia sepium) dengan potensi produksi sebesar 7-9 ton BK/ha/tahun (Horne et al., 1994). Ekastuti (1996) menyatakan bahwa kandungan mineral dan kalsium antara Morus alba, Morus cathayana, dan Morus multicaulis tidak jauh berbeda seperti yang terlihat pada Tabel 2. Umumnya kandungan kalsium daun muda lebih rendah daripada daun tua, sedangkan kandungan pospor daun muda relatif lebih besar daripada daun tua. 4

17 Tabel 2. Perbandingan Komposisi Nutrien Daun Murbei Muda dan Tua Jenis Daun Kadar Air PK LK (%) SK BETN Abu Energi (Kal/g) Morus alba Daun muda Daun tua Morus cathayana Daun muda Daun tua Morus multicaulis Daun muda Daun tua 69,89 69,50 73,69 70,78 74,64 75,13 22,59 22,10 19,09 16,39 21,99 19,66 4,10 6,09 3,71 5,46 3,70 5,09 10,21 10,57 8,45 16,80 12,56 16,86 53,26 46,81 59,53 47,61 51,85 44,32 9,83 14,43 9,22 14,08 9,9 14, Sumber : Ekastuti (1996) Ket : PK = Protein Kasar, LK = Lemak Kasar, SK =Serat Kasar, BETN = Bahan Ekstrak Tanpa N. Kecuali kadar air semua variabel dinyatakan dalam bahan kering Daun murbei mengandung ecdisterone, inkosterone, lupeol, β-sitosterol, ritin, moracatein, isoquersetin, scopoletin, scopolin, α-heksenal, β-heksenal, cis-βheksenol, cis-β-heksenol, cis-t-heksenol, benzaldehid, eugenol, linalool, benzil alkohol, butilamin, trigonelin, cholin, adenin, asam amino, vitamin A, vitamin B, vitamin C, karoten, asam fumarat, asam folat, asam formiltetrahidrofoli, mioinositol, logam seng dan tembaga. Daun murbei memiliki efek farmakologi dapat menurunkan tekanan darah anjing percobaan bila diberikan secara intravena dengan tekanan 1 ml/kg berat badan. Dalam bentuk ramuan, daun murbei banyak digunakan untuk memperlancar gas dari saluran pencernaan (karmunatif), memperlancar pengeluaran keringat (diaforetik), memperlancar pengeluaran air kencing (diuretik), menurunkan panas badan (antipiretik), meningkatkan kemampuan melihat dan menurunkan tekanan darah (Mursito, 2001). Penelitian yang dilakukan oleh Ezpinosa (1996) menyatakan bahwa komposisi nutrien dalam bahan kering daun murbei cukup tinggi (PK 23%) dibandingkan dengan tanaman makanan ternak lain seperti rumput gajah (PK 8,2%) maupun konsentrat (PK 17,7%) serta daun murbei mempunyai tingkat energi tercerna yang tinggi. Tepung daun murbei banyak digunakan sebagai campuran 5

18 pakan ternak monogastrik sampai 20% menggantikan penggunaan konsentrat. Pemberian tepung daun murbei sebanyak 15% pada babi mampu meningkatkan pertambahan bobot badan menjadi 740 g/hari dari 680 g/hari dengan pemberian konsentrat saja (Sanchez, 1994). Ekstrak Daun Murbei Ekstrak daun murbei merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengetahui kadar DNJ yang terkandung dalam daun murbei. Dalam pembuatan ekstrak daun murbei perlu dilakukan beberapa langkah pembuatan agar dihasilkan ekstrak daun murbei yang baik. Adapun metode pembuatan ekstrak daun murbei menurut Oku et al. (2006) sebagai berikut : Daun Murbei dikeringkan Digiling Sebanyak 5 kg dimasukkan ke dalam 25 liter etanol (50%). Dilakukan maserasi I dengan merendam selama 6 jam (tiap 1 jam dikocok selama 5 menit) Dibiarkan sampai 24 jam disaring (menggunakan kain dalam pembuatan tahu) Hasil filtrasi disimpan Pada Ampas dilakukan maserasi lagi Hasil filtrasi kedua disimpan dievaporasi (mesin ekstraktor selama 48 jam) Ekstrak daun murbei (5 liter) Gambar 2. Pembuatan Ekstrak Daun Murbei Senyawa 1-Deoxynojirimycin Senyawa deoxynojirimycins (DNJ) merupakan kumpulan stereokimia dari monosakarida yang memiliki potensi menghambat ceramid glukosyltransferase dan (α, β) glukosidase secara spesifik (Mellor, 2002). Menurut Oku et al. (2006) derivat DNJ berupa D-glukosa mampu menghambat α-glukosidase usus dan α-glukosidase pankreas, sehingga DNJ dapat menghambat hidrolisis oligosakarida. Komponen penghambat tersebut tersebar dalam daun dan akar murbei. Pertama kali deoxynojirimycin diisolasi dari akar tanaman murbei pada tahun 1976 dan diberi nama moroline. Senyawa ini ditemukan terdapat pada tanaman murbei sebanyak 6

19 0.24% (Oku et al., 2006) dan diketahui dapat menekan kadar glukosa darah, sehingga dapat mencegah diabetes (Kimura et al., 2004). Senyawa DNJ bekerja secara spesifik dalam menghambat proses glikogenesis, dalam memecah oligosakarida (Gross et al., 1983). DNJ berperan sebagai penghambat glukosidase yang kompetitif, yaitu berkompetisi dengan substrat melekat pada sisi aktif enzim glukosidase selama proses katalisis berlangsung oleh enzim (Hettkamp et al., 1984). Struktur bangun senyawa 1-DNJ (C 6 H 13 NO 4 ) dapat dilihat pada Gambar 3. OH CH 2 OH CH 3 OH OH Gambar 3. Struktur Bangun 1-Deoxynojirimycin Daun murbei (Morus alba, L) telah digunakan sebagai obat tradisional, sebagai anti penyakit diabetes dan anti hyperglycemic. Komponen daun murbei seperti DNJ, α-arylbenzofuran alkaloid menghambat aktivitas α-glukosidase dalam usus kecil dan juga mencegah hidrolisis disakarida (Yatsunami et al., 2003). Hock dan Elstner (2005) menyatakan bahwa senyawa DNJ bersifat menghambat aktivitas α-glukosidase dalam usus halus secara kompetitif sehingga pemecahan ikatan glikosida substrat (karbohidrat) menjadi monosakarida lebih lambat. Hal ini menyebabkan sel tidak memperoleh energi yang cukup dalam bentuk monosakarida, sehingga terjadi perombakan cadangan glikogen dalam tubuh yang menyebabkan penurunan PBB. Arai et al. (1998) juga menyatakan bahwa senyawa DNJ dapat menghambat hidrolisis karbohidrat menjadi monosakarida di dalam usus kecil. Rendahnya karbohidrat yang dapat dipecah menjadi monosakarida oleh enzim glukosidase menyebabkan konsentrasi glukosa yang terserap oleh sel juga menurun. Kemudian Breitmeier (1997) menambahkan bahwa senyawa DNJ mampu menghambat hidrolisis oligosakarida menjadi monomer-monomernya. 7

20 Mencit (Mus musculus) Mencit adalah hewan percobaan yang memiliki ukuran paling kecil dibandingkan dengan hewan percobaan yang lain. Mencit juga merupakan hewan yang banyak digunakan dalam penelitian dan diagnosa karena mampu hidup pada berbagai iklim dari iklim dingin maupun panas dan dapat hidup terus menerus dalam kandang (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Sistem taksonomi mencit menurut Ballanger (1999) adalah sebagai berikut : Kelas : Mamalia Ordo : Rodensia Sub Ordo : Sciurognathi Famili : Muridae Sub famili : Murinae Genus : Mus Spesies : Mus Musculus Menurut Malole dan Pramono (1989), mencit adalah hewan pengerat yang cepat berkembangbiak, mudah dipelihara, varietas genetiknya cukup besar serta sifat anatomis dan fisiologisnya terkarakteristik dengan baik. Nilai fisiologis mencit menurut Harkness dan Wagner (1989) dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Nilai Fisiologi Mencit (Mus musculus) Keterangan Nilai Berat Lahir 0,5-1 g Berat Badan Dewasa Jantan g Betina g Harapan Hidup 1-2 tahun, dapat mencapai 3 tahun Denyut Jantung kali/menit Temperatur Tubuh 36, C Mulai Dikawinkan Jantan 50 hari Betina hari Jumlah Respirasi /menit Konsumsi Oksigen 2,38-4,48 ml/g/jam Volume Darah mg/kg Glukosa Dalam Darah mg/dl (Sumber : Harkness dan Wagner, 1989) Mencit yang digunakan di laboratorium umumnya ditempatkan pada kotak yang terbuat dari plastik dan diberikan alas kandang secukupnya (Harkness dan Wagner, 1989). Alas kandang yang baik dapat berupa sekam padi ataupun serbuk 8

21 gergaji, apabila digunakan serbuk gergaji maka harus bebas dari debu dan apabila yang digunakan sekam padi maka harus diperhatikan kebersihannya agar tidak terkontaminasi urin dan feses (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Dalam penelitian ilmu faal atau fisiologi yang menggunakan mencit atau tikus, darah banyak digunakan sebagai parameter. Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988) cara pengambilan darah pada mencit dapat dilakukan dengan 5 cara, yaitu : 1. Jika volume darah yang diperlukan sedikit, darah dapat diperoleh dengan memotong ujung ekor atau dari vena ekor tetapi cara ini agak sukar karena vena cukup kecil, dapat juga dengan cara memotong jari kaki mencit tetapi cara ini harus dilakukan dengan keadaan kandang yang bersih dan steril. 2. Jika dibutuhkan volume darah yang banyak, darah dapat diambil dari sinus orbialis dengan membius mencit terlebih dahulu. 3. Mencit dapat dibunuh dengan dekapitasi dan darah dapat ditampung, dekapitasi dengan gunting yang sangat tajam. Darah yang diperoleh cenderung terkontaminasi oleh kuman dan bulu serta benda asing lainnya. 4. Darah mencit langsung diambil dari jantung. Cara ini sukar karena memerlukan banyak waktu dan kemungkinan darah menggumpal di dalam jarum. 5. Darah dapat diambil dari vena jugularis didaerah leher. Konsumsi Ransum Konsumsi pakan merupakan jumlah pakan yang dikonsumsi oleh hewan apabila makanan tersebut diberikan ad libitum dalam jangka waktu tertentu (Parakkasi, 1999). Makanan merupakan sebagian dari lingkungan yang dapat mempengaruhi kondisi mencit. Konsumsi pakan dapat mempengaruhi potensial genetik untuk pertumbuhan dan daya tahan hidup. Makanan yang diberikan pada mencit sebaiknya tetap kualitasnya, sebab perubahan kualitas pakan yang diberikan akan menyebabakan mencit kehilangan bobot badan dan ketegaran tubuh. Kebutuhan zat makanan mencit dalam kisaran kecil, seperti kebutuhan akan protein kasar 20-25%, kadar lemak 10-12%, kadar pati 44-55%, kadar serat kasar maximal 4%, dan kadar abu 5-6% (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Beberapa faktor yang mempengaruhi konsumsi ransum menurut Malole dan Pramono (1989) antara lain 9

22 adalah bobot individu ternak, tipe dan tingkat produksi, jenis makanan atau sifat fisik ransum dan lingkungan. Pakan merupakan faktor yang sangat penting dalam pembiakan dan pemeliharaan mencit, terutama kandungan dalam pakan tesebut. Pakan mencit labolatorium tersedia dalam bentuk pelet, dengan berbagai macam bentuk dan ukuran, atau dalam bentuk tepung yang diberikan dalam jumlah tanpa batas (ad libitum) untuk dikonsumsi. Kelompok mencit yang berjumlah 7 ekor dapat menghabiskan makanan sebanyak 50 gram selama 2 hari. Jadi dalam satu hari 1 ekor mencit makan sebanyak ± 3 gram. Pakan dapat diletakkan diatas jaring kawat yang ditempatkan yang pada tutup kandang atau dengan cara pemberian pakan dengan wadah kecil, misalnya kaleng, tetapi perlu diperhatikan dengan cara ini akan cepat kotor oleh feses dan urine yang tercampur, sehingga pakan banyak yang rusak dan harus dibuang (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Palatabilitas menunjukkan sampai tingkat mana suatu pakan menarik untuk dikonsumsi ternak dan palatabilitas ini dipengaruhi oleh kondisi pakan (rasa, bau, dan warna) serta hewan itu sendiri karena setiap jenis hewan memiliki tipe jenis pakan yang disukai dan berbeda antara hewan yang satu dengan lainnya. Sifat fisik ransum juga akan ditentukan oleh pengolahan yang dilakukan sebelum diberikan pada ternak, sehingga sangat mempengaruhi palatabilitas pakan. Suatu jenis pakan belum tentu mempunyai kandungan nutrien yang sesuai dengan kebutuhan hidup ternak, tetapi beberapa ahli palatabilitas menganggap bahwa tingkat palatabilitas pakan lebih penting daripada nilai nutrien pakan tersebut karena pakan dengan nilai nutrien tinggi tidak akan berarti bila tidak disukai oleh ternak (Mcllroy, 1977). Mencit labolatorium tidak boleh hidup dalam keadaan tanpa air minum tetapi harus tersedia. Minum dapat diberikan dengan botol air atau dengan sistem pengairan otomatis, sistem apapun yang digunakan yang terpenting adalah terhindar dari kebocoran (Harkness dan Wagner, 1989). Tingkat konsumsi pakan dan air minum bervariasi menurut suhu kandang, kelembaban, kualitas pakan, kesehatan dan kadar air pakan. Mencit dewasa memerlukan pakan sebanyak 15gram/100gram bobot badan/hari dengan kadar protein diatas 14% dan air minum 15 ml/100gram bobot badan/hari (Malole dan Pramono, 1989). 10

23 Pertambahan Bobot Badan Salah satu kriteria untuk mengukur pertumbuhan adalah dengan pertambahan bobot badan. Pertambahan bobot badan diartikan sebagai kemampuan ternak untuk merubah zat-zat nutrisi yang ada dalam pakan menjadi daging (Tillman et al., 1989) Pertumbuhan biasanya diukur dengan bertambahnya bobot hidup yang diiringi dengan perubahan ukuran tubuh. Pertumbuhan terjadi melalui pertambahan sel yang dimulai setelah konsepsi hingga tercapainya dewasa tubuh. Kurva petumbuhan berbentuk sigmoid jika didukung oleh pakan dan kondisi optimum (Anggorodi, 1979). Laju pertumbuhan adalah rataan pertambahan bobot persatuan waktu. Laju pertumbuhan dipengaruhi oleh faktor eksternal berupa nutrisi dan faktor internal berupa pewarisan sifat dan sekresi hormonal (Bogart, 1997). Laju pertumbuhan secara nyata dikaitkan dengan bertambahnya bobot hidup dan ukuran tubuh sebagai refleksi dari kecukupan konsumsi pakan untuk metabolisme tubuh. Pakan yang tidak cukup akan memperlambat pertambahan bobot hidup dan memperkecil efisiensi penggunaan ransum (Lebas et al., 1986). Selanjutnya Sudono (1981) dalam penelitiannya melaporkan laju pertumbuhan mencit tertinggi dicapai pada saat umur 29 hari, pada jantan dan betina masingmasing 0,55 dan 0,5 gram/hari. Nafiu (1996) dalam penelitiannya laju pertumbuhan tertinggi dicapai pada umur 5 minggu yaitu sebesar 0,77 gram/hari tanpa membedakan jenis kelamin. Kemudian Smith dan Mangkoewidjojo (1988) menyatakan bahwa kecepatan tumbuh rata-rata untuk seekor mencit adalah 1 gram/ekor/hari. Kecernaan Bahan Kering Ransum Kecernaan merupakan perubahan fisik dan kimia yang dialami bahan makanan dalam alat pencernaan. Perubahan tersebut dapat berupa penghalusan bahan makanan menjadi partikel kecil, atau penguraian molekul besar menjadi molekul kecil. Pada ruminansia, pakan juga mengalami perombakan sehingga sifat-sifat kimianya berubah secara fermentatif menjadi senyawa lain yang berbeda dengan zat makanan asalnya. McDonald et al. (2002) menyatakan bahwa kecernaan suatu pakan sangat tepat didefinisikan sebagai bagian dari pakan yang tidak dieksresikan di dalam feses dan oleh karena itu diasumsikan bagian tersebut diserap oleh hewan. Nilai kecernaan dapat menggambarkan kemampuan hewan mencerna suatu pakan, selain 11

24 itu nilai kecernaan dapat menentukan kualitas pakan yang dikonsumsi oleh hewan. Kecernaan biasanya dinyatakan dalam persen dari bahan kering, apabila bagian ini dinyatakan sebagai persen terhadap konsumsi maka disebut koofisien cerna (Anggorodi, 1995). Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap nilai kecernaan yaitu pakan, ternak, dan lingkungan. Perlakuan terhadap pakan (pengolahan, penyimpanan, cara pemberian), jenis, jumlah dan komposisi pakan yang diberikan pada ternak juga merupakan faktor yang mempengaruhi nilai kecernaan. Umur ternak, kemampuan mikroba rumen mencerna pakan, jenis hewan sampai dengan variasi hewan turut menentukan nilai kecernaan. Kondisi lingkungan yang berpengaruh terhadap nilai kecernaan adalah derajat keasaman (ph), suhu dan udara baik itu secara aerob atau anaerob (Anggorodi, 1995). Van Soest (1982) menambahkan beberapa faktor lain yang mempengaruhi kecernaan pakan diantaranya bagian total pakan yang dapat larut, lignifikasi dari serat, dan komposisi bahan kimia pakan. Bahan pakan yang mengandung serat kasar tinggi akan menurunkan nilai kecernaan zat-zat makanan lainnya karena untuk mencerna serat kasar diperlukan banyak energi (Lubis, 1963). Kecernaan bahan kering juga dapat dipengaruhi oleh kandungan protein pakan, karena setiap sumber protein memiliki kelarutan dan ketahanan degradasi yang berbeda-beda (Sutardi,1980). Glukosa Darah Kadar glukosa darah normal dalam darah mencit berkisar antara mg/dl (Harkness dan Wagner, 1989). Bila simpanan karbohidrat tubuh berkurang di bawah normal, cukup banyak glukosa dapat terbentuk dan asam amino dari gugus gliserol lemak, proses ini disebut glukogenesis. Hampir 60% asam amino dalam protein tubuh dapat diubah menjadi karbohidrat sedangkan sisanya (40%) mempunyai konfigurasi kimia yang menyulitkan perubahan tersebut (Guyton dan Hall, 1996). Kadar glukosa darah adalah suatu indikator klinis dari kurang atau tidaknya asupan makanan sebagai sumber energi. Faktor yang menentukan kadar glukosa darah adalah keseimbangan antara jumlah glukosa yang masuk dan glukosa yang keluar melalui aliran darah. Hal ini dipengaruhi oleh masuknya makanan, kecepatan masuk kedalam sel otot, jaringan lemak dan organ lain serta aktivitas sintesis 12

25 glikogen dari glukosa oleh hati. Lima persen dari glukosa yang dikonsumsi langsung dikonversi menjadi glikogen didalam hati dan 30-40% dikonversi menjadi lemak, sisanya dimetabolisme didalam otot dan jaringan lainnya (Ganong, 1999). Bila tidak tersedia karbohidrat yang cukup untuk sel, adenohipofisis mulai meningkatkan jumlah sekresi kortikotropin. Kortikotropin akan merangsang korteks adrenal untuk menghasilkan sejumlah besar hormon glukokortikoid terutama kortisol. Sebaliknya, kortisol akan segera mengalami deaminasi dalam hati dan menghasilkan zat yang ideal untuk diubah menjadi glukosa (Guyton dan Hall, 1996). Berikut mekanisme pengaturan glukosa darah : a. Fungsi hati sebagai buffer glukosa, yaitu : apabila glukosa darah meningkat setelah makan ke konsentrasi yang sangat tinggi maka kecepatan sekresi insulin meningkat. Sebanyak dua pertiga glukosa diabsorbsi oleh usus dan segera disimpan didalam hati dalam bentuk glikogen, bila konsentrasi glukosa darah rendah dan kecepatan sekresi turun, maka hati melepaskan glukosa kembali ke dalam darah. b. Fungsi insulin dan glukagon sebagai umpan balik terpisah dan sangat penting untuk mempertahankan konsentrasi glukosa darah yang normal. c. Pada keadaan hipoglikemia efek glukosa darah yang rendah pada hipothalamus akan merangsang susunan syarat simpatis. Sebaliknya, epinefrin yang disekresikan oleh kelenjar adrenal menyebabkan pelepasan glukosa lebih lanjut ke hati, hal ini untuk mengatasi hipoglikemia berat. d. Hormon pertumbuhan dan kortisol disekresikan dalam respon terhadap hipoglikimia yang berkepanjangan, yang akan menurunkan kecepatan penggunaan glukosa oleh bagian terbesar sel-sel tubuh (Guyton dan Hall, 1996). Menurut Ganong (1999) kadar glukosa darah plasma ditentukan oleh keseimbangan antara jumlah glukosa yang masuk ke dalam aliran darah dan jumlah yang meninggalkannya. Penentu utama masuknya glukosa ke dalam aliran darah : a. Jumlah zat makanan yang masuk. b. Kecepatan pemasukan ke dalam sel otot, jaringan adipose dan organ-organ lain. c. Aktivitas glukostatik. 13

26 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan mulai bulan Mei sampai dengan Juni 2008 di Laboratorium Biologi Hewan dan Kandang Pemeliharaan Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor. Materi Kandang dan Hewan Percobaan Sebagai hewan percobaan digunakan 24 ekor mencit (Mus musculus) jantan dengan umur 60 hari dan bobot badan 30,81±4,98 gram sebagai hewan model sistem pasca rumen. Mencit dipelihara di dalam kandang individu berukuran 40 x 30 x 10 cm 3 yang menggunakan sekam padi sebagai litter. Kandang tersebut dilengkapi tempat pakan (wadah) dan tempat air minum dari botol kaca bervolume 100 ml. Ransum Ransum yang diberikan pada mencit berupa semi purified diet yang dibuat berdasarkan Jordan et al. (2003) (Tabel 4). Perbandingan pemberian ekstrak daun murbei pada perlakuan adalah 0,06% DNJ (setara dengan 25% kandungan daun murbei dalam ransum) dan 0,12% DNJ (setara dengan 50% kandungan daun murbei dalam ransum). Konversi yang diperoleh adalah 100 ml ekstrak daun murbei sama dengan 12,42 g (setelah dipanaskan sampai berbentuk pasta selama 6 jam dengan suhu 80 0 C). Tabel 4. Susunan Ransum Semi Purified Diet Bahan Pakan Jumlah (%) Glukosa 38 Pati 20 Casein 23 Minyak Jagung 1 Selulosa 6 Lemak Sapi 3 Rape Seed Oil 1 Mineral 7 Vitamin 1 Julmah 100 Sumber : Jordan et al. (2003)

27 Metode Pembuatan Tepung Daun Murbei Daun murbei segar dilayukan sampai kering udara, kemudian dioven pada suhu 60 0 C selama 24 jam. Setelah diperoleh bahan keringnya, daun murbei digiling hingga menjadi tepung halus. Pembuatan Ekstrak Daun Murbei Disiapkan daun murbei yang sudah dikeringkan dan digiling halus sebanyak 5 kg, kemudian dimasukkan ke dalam ember dan ditambahkan etanol 50% sebanyak 25 L. Dilakukan maserasi I dengan merendam selama 6 jam (setiap 1 jam dikocok selama 5 menit). Ember ditutup dan disimpan pada suhu kamar selama 24 jam kemudian disaring untuk filtratnya disimpan dan ampasnya dimaserasi kembali (maserasi II) dengan etanol 50% sebanyak 25 L. Hasil filtrasi I dan II dievaporasi dalam rotary evaporator selama 48 jam sehingga ekstrak daun murbei dihasilkan sebanyak ± 5 L. Fermentasi In-Vitro Ekstrak Daun Murbei 1. Preparasi medium Disiapkan 5 g trypticase, 1000 ml aquadest dan 0,25 ml larutan mineral mikro. Bahan-bahan tersebut dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer dan diaduk sampai seluruh bahan larut. Selanjutnya ditambahkan 500 ml larutan penyangga rumen, 500 ml larutan mineral makro, 2,5 ml larutan resazurine dan 100 ml larutan pereduksi. Medium dimasukkan ke dalam water bath pada suhu 39 0 C sambil dialiri sedikit gas CO 2 dan diaduk dengan magnetik stirrer. Kondisi reduksi medium diamati dengan indikator perubahan warna dari biru ke pink lalu menjadi tidak berwarna (medium tereduksi dengan sempurna). Setelah itu disiapkan 5 tabung erlenmeyer yang telah berisi masing-masing 1 g maltosa ditambah dengan ekstrak daun murbei sesuai dengan perlakuan yang akan diujikan. 15

28 Tabel 5. Komposisi Pembuatan Larutan Buffer No. Larutan Jumlah 1. Larutan Mineral Makro CaCl 2.2H 2 O MnCl 2.4H 2 O CoCl 2.6H 2 O FeCl 2.6H 2 O 13,2 gram 10,0 gram 1,0 gram 8,0 gram Aquades sampai volume mencapai 100 ml 2. Larutan penyangga rumen NH 4 HCO 3 NaHCO 3 Aquades 4,0 gram 35,0 gram sampai volume mencapai 1000 ml 3. Larutan Mineral Makro Na 2 HPO 4 KH 2 PO 4 MgSO 4.7H 2 O Aquades 5,7 gram 6,2 gram 0,6 gram sampai volume mencapai 1000 ml 4. Larutan Pereduksi NaOH Na 2 S.9H 2 O Aquades 4,0 ml 0,625 gram 95 ml 5. Larutan Rezasurin 0,1% (w/v) Trypticase HCl 6 N Pepsin, NF Toluen Sumber : Tilley dan Terry, 1963 dalam Close dan Menke, Inkubasi Dilakukan koleksi cairan rumen dari 2 ekor ternak yang berbeda, kemudian cairan rumen disaring menggunakan 3 lapisan kain kasa ke dalam termos yang suhunya 39 0 C. Selanjutnya 1 bagian cairan rumen ± 500 ml dicampur dengan 4 16

29 bagian medium yang telah dibuat ± 2000 ml, ditempatkan dalam water bath pada suhu 39 0 C sambil terus dialirkan gas CO 2 dan diaduk dengan menggunakan magnetik stirrer. Kemudian diambil masing-masing 500 ml medium yang telah bercampur dengan cairan rumen dan dimasukkan ke dalam 5 tabung erlenmeyer yang telah berisi 1 g maltosa yaitu tabung perlakuan P1, P2, P3, P4 dan P5. Untuk ekstrak daun murbei perlakuan P3 dan P5 dimasukkan sesaat setelah tabung erlenmeyer berisi 1 g maltosa, sedangkan penambahan ekstrak daun murbei perlakuan P2 dan P4 dimasukkan setelah proses fermentasi. Selanjutnya tabung erlenmeyer ditutup dengan sumbat karet berventilasi dan ditempatkan pada water bath, kemudian diinkubasi pada suhu 39 0 C selama 6 jam. Pembuatan Cairan Rumen Fermentasi Setelah 6 jam diinkubasi, labu erlenmeyer dikeluarkan dan masing-masing cairan dituang ke dalam cetakan atau wadah yang telah diberikan label sesuai perlakuan yang akan diuji untuk dievaporasi ke dalam oven 80 0 C selama 6 jam yang bertujuan untuk mengurangi kadar airnya. Kemudian hasilnya dicampurkan ke dalam ransum semi purified diet sesuai dengan perlakuan. Perlakuan Penelitian dan Pemeliharaan Ternak Susunan ransum perlakuan yang diberikan pada hewan percobaan (mencit) adalah sebagai berikut : P0 = Ransum kontrol (semi purified diet) P1 = P0 + residu fermentasi cairan rumen P2 = P1 + ekstrak daun murbei (0,06% DNJ) P3 = P1 + ekstrak daun murbei yang difermentasi dengan cairan rumen (0,06% DNJ) P4 = P1 + ekstrak daun murbei (0,12% DNJ) P5 = P1 + ekstrak daun murbei yang difermentasi dengan cairan rumen (0,12% DNJ) Pemeliharaan mencit dilakukan selama 24 hari (3 hari masa adaptasi dan 21 hari masa koleksi data). Ransum yang diberikan ditimbang seminggu sekali sebanyak 50 g untuk setiap ekor mencit dan dimasukkan ke dalam kantong untuk persediaan satu minggu. Pemberian ransum ke dalam tempat pakan dilakukan 2 kali sehari (pagi dan sore). Ransum dalam kantong dan wadah serta yang tercecer dihitung sebagai sisa ransum. Sampel ransum yang diberikan dan sisa ransum 17

30 dikeringkan dalam oven dengan suhu 105 o C selama 24 jam untuk digunakan dalam perhitungan bahan kering ransum. Air minum yang diberikan berupa air mineral yang dimasukkan ke dalam botol kaca berukuran 100 ml dan diganti setiap 3 hari sekali. Sekam padi sebagai litter (alas kandang mencit) ditimbang (± 250 g) dan dioven 60 0 C selama 24 jam agar sekam benar-benar steril, dan sekam diganti setelah masa adaptasi berlangsung. Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap yang terdiri dari enam perlakuan dan empat kali ulangan. Setiap unit percobaan terdiri dari 1 ekor mencit. Model matematik yang digunakan adalah sebagai berikut (Steel dan Torrie, 1991) : Yij = µ + τi + εij Keterangan : Yij = nilai pengamatan untuk perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = rataan umum τi = efek perlakuan ke-i εij = pengaruh galat pada satuan percobaan ke-i yang memperoleh perlakuan ke-j Peubah yang Diamati Peubah yang diamati pada penelitian ini antara lain konsumsi bahan kering ransum, kecernaan bahan kering ransum, petambahan bobot badan, dan kadar glukosa darah. 1. Konsumsi Bahan Kering Ransum Konsumsi bahan kering ransum dihitung dengan mengurangi jumlah ransum yang diberikan dengan jumlah ransum yang tersisa dalam sekam. Sisa pakan dihitung dengan cara, sekam yang telah digunakan selama pemeliharaan dikeringkan dalam oven 60 0 C selama 24 jam dan dilakukan pengambilan feses. Sisa pakan yang tertinggal dalam sekam diperoleh dengan mengurangi berat sekam setelah dipakai selama pemeliharaan dengan berat sekam awal (± 250 g). 18

31 2. Kecernaan Bahan Kering Ransum Kecernaan ransum dihitung dengan kecernaan bahan kering semu berdasarkan Mcdonald et al. (2002) yaitu : Konsumsi Bahan Kering Ransum Bahan Kering Feses x 100% Konsumsi Bahan Kering Ransum Nilai bahan kering feses diperoleh dengan cara, sekam yang telah digunakan selama pemeliharaan dikeringkan dalam oven 60 0 C selama 24 jam kemudian dilakukan pengambilan feses. Berat feses yang diperoleh merupakan berat bahan kering feses yang akan dihitung untuk nilai kecernaan bahan kering ransum. 3. Pertambahan Bobot Badan Penimbangan bobot badan dilakukan pada awal dan akhir perlakuan. Pertambahan bobot badan dihitung dengan mengurangi bobot badan akhir dengan bobot badan awal dibagi lama pemeliharaan (hari). 4. Kadar Glukosa Darah Kadar glukosa darah dihitung pada akhir penelitian dengan cara mengambil sampel darah hewan percobaan dari bagian jantung menggunakan spoit (1ml) dan diteteskan pada strip glukosa. Selanjutnya strip glukosa dimasukkan ke dalam glucose test (Smith dan Mangkoewijoyo, 1988). Pengukuran kadar glukosa darah dilakukan dengan menggunakan alat Accu-check Active produksi Roche (Jerman). Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan sidik ragam (Analysis of Variance) dan dilanjutkan dengan uji jarak Duncan berdasarkan Steel dan Torrie (1991). 19

32 HASIL DAN PEMBAHASAN Pertambahan Bobot Badan Laju pertumbuhan secara nyata dikaitkan dengan bertambahnya bobot hidup dan ukuran tubuh sebagai refleksi dari kecukupan konsumsi pakan untuk metabolisme tubuh. Pakan yang tidak mencukupi akan memperlambat pertambahan bobot hidup dan memperkecil efisiensi penggunaan ransum (Lebas et al., 1986). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ransum yang diuji sangat nyata (P<0,01) mempengaruhi PBB mencit (Tabel 6). Pertambahan bobot badan diartikan sebagai kemampuan ternak untuk merubah zat-zat nutrisi yang ada dalam pakan menjadi daging (Tillman et al., 1989). Pada pemberian ransum kontrol (semi purified diet) PBB mencit sangat nyata (P<0,01) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan pemberian ransum yang lain yaitu 0,5 g/ekor/hari (Gambar 4). Nilai ini sesuai dengan penelitian Sudono (1981) yang melaporkan bahwa laju pertumbuhan mencit tertinggi dicapai pada saat umur 29 hari, pada jantan dan betina masing-masing 0,55 dan 0,5 gram/ekor/hari. Tabel 6. Rataan Hasil Pengamatan PBB, Konsumsi, Kecernaan BK dan Kadar Glukosa Darah Mencit Selama Pemeliharaan Perlakuan PBB (g/e/hari) Konsumsi (g/e/hari) Kecernaan BK (%) Kadar Glukosa Darah (mg/dl) P0 0,50±0,07 A 3,28±0,29 A 85,22±1,71 a 198,00±40,81 A P1 0,27±0,05 B 2,18±0,23 B 79,74±2,17 ab 167,50±7,85 AB P2-0,16±0,03 D 1,58±0,07 C 76,71±3,03 b 142,75±5,38 BC P3 0,10±0,23 C 2,13±0,32 B 77,30±5,23 b 145,50±7,77 BC P4-0,14±0,11 D 2,94±0,23 A 77,33±5,51 b 125,00±21,53 C P5 0,01±0,04 CD 2,12±0,27 B 78,79±3,93 b 147,25±30,84 BC Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) dengan huruf besar dan perbedaan nyata (P<0,05) dengan huruf kecil Pada ransum P1 (Gambar 4) diperoleh hasil bahwa penambahan residu fermentasi cairan rumen menyebabkan penurunan PBB ±50% dari PBB mencit yang diberikan perlakuan ransum kontrol. Hal ini terjadi karena diduga terdapat pengaruh dari pengolahan pakan yang menurunkan palatabilitas pakan pada mencit dan menyebabkan PBB menurun. Hal ini didukung dengan pernyataan Mcllroy (1977) bahwa sifat fisik ransum juga akan ditentukan oleh pengolahan yang dilakukan sebelum diberikan pada ternak, sehingga sangat mempengaruhi palatabilitas pakan, selain itu palatabilitas menunjukkan sampai tingkat mana suatu pakan menarik untuk

33 dikonsumsi ternak dan palatabilitas ini dipengaruhi oleh kondisi pakan (rasa, bau, dan warna) serta hewan itu sendiri karena setiap jenis hewan memiliki tipe jenis pakan yang disukai dan berbeda antara hewan yang satu dengan lainnya. PBB (g/e/hari) ,5 0,27 0,1 0,01 P0 P1 P2 P3 P4 P ,16 Ransum Perlakuan 0,14 Gambar 4. Pertambahan Bobot Badan Mencit Perlakuan P2 dan P4 (Gambar 4) menunjukkan adanya penurunan bobot badan. Hal ini terjadi karena masih terdapat pengaruh senyawa DNJ dari ekstrak daun murbei yang menghambat hidrolisis dan metabolisme nutrien dalam tubuh ternak. Hasil ini mendukung pernyataan Hock dan Elstner (2005) bahwa senyawa DNJ bersifat menghambat aktivitas α-glukosidase dalam usus halus secara kompetitif sehingga pemecahan ikatan glikosida substrat (karbohidrat) menjadi monosakarida lebih lambat. Hal ini menyebabkan sel tidak memperoleh energi yang cukup dalam bentuk monosakarida, sehingga terjadi perombakan cadangan glikogen dalam tubuh yang menyebabkan penurunan PBB. Pemberian ransum yang ditambahkan ekstrak daun murbei yang difermentasi dengan cairan rumen yaitu P3 dan P5 (Gambar 4) menunjukkan adanya peningkatkan bobot badan mencit meskipun tidak signifikan apabila dibandingkan dengan ransum kontrol. Hal ini terjadi karena senyawa DNJ yang terkandung dalam ekstrak daun murbei telah dipecah saat proses fermentasi, namun tidak semua senyawa DNJ didegradasi oleh proses fermentasi tersebut. Senyawa DNJ bekerja secara spesifik dalam menghambat proses glikogenesis, dalam memecah oligosakarida (Gross et al., 1983). DNJ berperan sebagai penghambat glukosidase yang kompetitif, yaitu 21

34 berkompetisi dengan substrat melekat pada sisi aktif enzim glukosidase selama proses katalisis berlangsung oleh enzim (Hettkamp et al., 1984). Meskipun ekstrak daun murbei yang diberikan telah difermentasi dengan cairan rumen namun masih memberikan sedikit efek negatif pada PBB, hal ini ditunjukkan dengan peningkatan nilai PBB pada pemberian ransum P3 dan P5 yang masih rendah. Akan tetapi hasil tersebut juga mengindikasikan bahwa senyawa DNJ mampu diminimalkan pengaruhnya dalam sistem pasca rumen yaitu telah terfermentasi dalam sistem rumen, sehingga tetap menghasilkan peningkatan PBB meskipun tidak signifikan. Hal tersebut didukung dengan adanya penelitian Yulistiani (2008) bahwa suplementasi daun murbei sebesar 40% pada ransum domba yang diberikan jerami padi-urea menunjukkan bahwa PBB domba mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut terjadi karena pada suplementasi daun murbei sebesar 40% dengan jerami padi-urea menghasilkan energi dan protein untuk proses fermentasi dalam rumen. Pencernaan secara hidrolitik melalui bantuan enzim merupakan bagian pencernaan yang utama untuk hewan monogastrik setelah pencernaan secara mekanis di dalam mulut, sehingga adanya senyawa DNJ dalam ransum mencit akan sangat berpengaruh terhadap produktivitas yang ditunjukkan dengan terjadinya penurunan bobot badan mencit. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pemberian ekstrak daun murbei tanpa proses fermentasi dengan cairan rumen dalam ransum menyebabkan penurunan bobot badan, sedangkan pemberian ekstrak daun murbei yang difermentasi dengan cairan rumen menunjukkan adanya peningkatan bobot badan meskipun tidak signifikan seperti pada ransum kontrol. Sehingga dapat diindikasikan bahwa pengaruh negatif senyawa DNJ dari ektrak daun murbei yang diberikan pada mencit dapat dikurangi dengan proses fermentasi. Hal ini menunjukkan bahwa apabila daun murbei dengan kandungan DNJ 0,06% dan 0,12% diberikan pada ternak ruminansia akan memberikan hasil PBB yang baik pula dengan asumsi bahwa senyawa DNJ didegradasi oleh mikroorganisme dalam sistem rumen melalui proses fermentasi sehingga pengaruh negatif DNJ dapat diminimalkan dan tidak mengganggu produktivitas ternak ruminansia. Sebaliknya, pemberian daun murbei pada ternak ruminansia akan menurunkan PBB apabila diasumsikan bahwa DNJ dalam daun murbei tidak didegradasi oleh mikroorganisme dalam sistem rumen sehingga pengaruh negatif DNJ masih mengganggu produktivitas ternak ruminansia. 22

35 Konsumsi Bahan Kering Ransum Konsumsi ransum merupakan jumlah ransum yang dikonsumsi oleh hewan apabila makanan tersebut diberikan secara ad libitum dalam jangka waktu tertentu (Parakkasi, 1999). Tingkat konsumsi pakan dan air minum mencit bervariasi menurut suhu kandang, kelembaban, kualitas pakan, kesehatan dan kadar air pakan. Mencit dewasa memerlukan pakan sebanyak 15gram/100gram bobot badan/hari dengan kadar protein diatas 14% dan air minum 15 ml/100gram bobot badan/hari (Malole dan Pramono, 1989). Hasil analisa statistik menunjukkan beberapa perlakuan pemberian ransum memiliki pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap konsumsi ransum, yaitu ransum kontrol (semi purified diet) memiliki nilai konsumsi yang baik 3.28 g/e/hari (Gambar 5), sehingga juga mendukung PBB mencit secara baik. Smith dan Mangkoewidjojo (1988) menyatakan bahwa kelompok mencit yang berjumlah 7 ekor dapat menghabiskan makanan sebanyak 50 gram selama 2 hari. Jadi dalam satu hari 1 ekor mencit makan sebanyak ± 3 gram. Konsumsi Ransum (g/e/hari) ,28 2,94 2,18 2,13 2,12 1,58 P0 P1 P2 P3 P4 P5 Ransum Perlakuan Gambar 5. Konsumsi Ransum Mencit Perlakuan P2 (Gambar 5) menunjukkan nilai konsumsi yang rendah dan hal tersebut sejalan dengan nilai PBB yang menurun. Hasil ini sesuai dengan penelitian Ramdania (2008) yang menyatakan bahwa perlakuan penambahan ekstrak daun murbei sangat nyata (P<0,01) menurunkan tingkat palatabilitas ransum mencit sehingga PBB menurun. Jumlah konsumsi ransum mencit dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain adalah bobot individu ternak, tipe dan tingkat produksi, jenis makanan atau sifat fisik 23

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM PEMBERIAN EKSTRAK DAUN MURBEI YANG DIFERMENTASI DENGAN CAIRAN RUMEN DALAM PAKAN MENCIT

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM PEMBERIAN EKSTRAK DAUN MURBEI YANG DIFERMENTASI DENGAN CAIRAN RUMEN DALAM PAKAN MENCIT PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM PEMBERIAN EKSTRAK DAUN MURBEI YANG DIFERMENTASI DENGAN CAIRAN RUMEN DALAM PAKAN MENCIT (Mus musculus) SEBAGAI HEWAN MODEL SISTEM PASCA RUMEN BIDANG KEGIATAN

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS SUBSTITUSI KONSENTRAT DENGAN DAUN MURBEI PADA PAKAN BERBASIS JERAMI PADI SECARA IN VITRO SKRIPSI OCTAVIANI NILA PERMATA SARI

EFEKTIVITAS SUBSTITUSI KONSENTRAT DENGAN DAUN MURBEI PADA PAKAN BERBASIS JERAMI PADI SECARA IN VITRO SKRIPSI OCTAVIANI NILA PERMATA SARI EFEKTIVITAS SUBSTITUSI KONSENTRAT DENGAN DAUN MURBEI PADA PAKAN BERBASIS JERAMI PADI SECARA IN VITRO SKRIPSI OCTAVIANI NILA PERMATA SARI PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Unit Pendidikan dan Penelitian Peternakan (UP3) Jonggol, Laboratorium Biologi Hewan Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Nilai rataan konsumsi protein kasar (PK), kecernaan PK dan retensi nitrogen yang dihasilkan dari penelitian tercantum pada Tabel 5. Tabel 5. Rataan Konsumsi, Kecernaan PK, Retensi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien Biskuit Rumput Lapang dan Daun Jagung Komposisi nutrien diperlukan untuk mengetahui kandungan zat makanan yang terkandung di dalam biskuit daun jagung dan rumput

Lebih terperinci

SEMINAR HASIL PENELITIAN KKP3T 2009

SEMINAR HASIL PENELITIAN KKP3T 2009 SEMINAR HASIL PENELITIAN KKP3T 2009 Institut Pertanian Bogor 2009 Performa Sapi Peranakan Ongole Yang Diberi Daun Murbei Sebagai Pengganti Konsentrat Dalam Ransum Berbasis Jerami Padi Peneliti Utama Prof.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Zat Makanan Berdasarkan analisis statistik, konsumsi bahan kering nyata dipengaruhi oleh jenis ransum, tetapi tidak dipengaruhi oleh jenis domba dan interaksi antara kedua

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di Kandang B, Laboratorium Biologi Hewan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Berdasarkan hasil analisa proksimat, kandungan zat makanan ransum perlakuan disajikan pada Tabel 10. Terdapat adanya keragaman kandungan nutrien protein, abu

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Bahan Bahan yang digunakan untuk produksi biomineral yaitu cairan rumen dari sapi potong, HCl 1M, dan aquadest.

MATERI DAN METODE. Bahan Bahan yang digunakan untuk produksi biomineral yaitu cairan rumen dari sapi potong, HCl 1M, dan aquadest. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-Mei 2008. Pembuatan biomineral dilakukan di Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi, sedangkan pemeliharaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 8. Rataan Hasil Pengamatan Konsumsi, PBB, Efisiensi Pakan Sapi PO selama 48 Hari Pemeliharaan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 8. Rataan Hasil Pengamatan Konsumsi, PBB, Efisiensi Pakan Sapi PO selama 48 Hari Pemeliharaan HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak atau sekelompok ternak selama periode tertentu dan ternak tersebut mempunyai akses bebas pada pakan dan tempat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Daun murbei

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Daun murbei TINJAUAN PUSTAKA Murbei (Morus sp.) Murbei termasuk genus Morus dari famili Moraceae. Berdasarkan morfologi bunga genus Morus dipilah-pilah menjadi 24 jenis yang kemudian ditambah dengan lima jenis lagi.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian Suhu dan Kelembaban HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Suhu dalam kandang saat penelitian berlangsung berkisar antara 26,9-30,2 o C. Pagi 26,9 o C, siang 30,2 o C, dan sore 29,5 o C. Kelembaban

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2011 sampai dengan bulan Januari 2012 di Desa Situ Udik, Kecamatan Cibungbulang untuk proses pembuatan silase daun singkong,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Penambahan daun Som Jawa pada ransum menurunkan kandungan serat kasar dan bahan kering ransum, namun meningkatkan protein kasar ransum. Peningkatan protein disebabkan

Lebih terperinci

METODE. Materi 10,76 12,09 3,19 20,90 53,16

METODE. Materi 10,76 12,09 3,19 20,90 53,16 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Pemeliharaan ternak percobaan dilakukan dari bulan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi Kandungan nutrien biomineral tanpa proteksi dan yang diproteksi serta mineral mix dapat dilihat pada Tabel 7. Kandungan nutrien biomineral

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Minyak daun cengkeh merupakan hasil penyulingan daun cengkeh dengan menggunakan metode penyulingan (uap /steam). Minyak daun cengkeh berbentuk cair (oil) dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi keseluruhan kecernaan ransum. Nilai kecernaan yang paling

Lebih terperinci

SUPLEMENTASI GINSENG LIAR (Wild ginseng) PADA RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN MENCIT (Mus musculus)

SUPLEMENTASI GINSENG LIAR (Wild ginseng) PADA RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN MENCIT (Mus musculus) SUPLEMENTASI GINSENG LIAR (Wild ginseng) PADA RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN MENCIT (Mus musculus) SKRIPSI SRINOLA YANDIANA PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Secara umum penelitian ini sudah berjalan dengan cukup baik. Terdapat sedikit hambatan saat akan memulai penelitian untuk mencari ternak percobaan dengan umur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Lokal Domba pada umumnya dipelihara sebagai penghasil daging (Edey, 1983). Domba Lokal yang terdapat di Indonesia adalah Domba Ekor Tipis, Priangan dan Domba Ekor Gemuk.

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

POPULASI PROTOZOA, BAKTERI DAN KARAKTERISTIK FERMENTASI RUMEN SAPI PERANAKAN ONGOLE SECARA IN VITRO

POPULASI PROTOZOA, BAKTERI DAN KARAKTERISTIK FERMENTASI RUMEN SAPI PERANAKAN ONGOLE SECARA IN VITRO EVALUASI SUPLEMENTASI EKSTRAK LERAK (Sapindus rarak) TERHADAP POPULASI PROTOZOA, BAKTERI DAN KARAKTERISTIK FERMENTASI RUMEN SAPI PERANAKAN ONGOLE SECARA IN VITRO SKRIPSI ARISMA KURNIAWATI DEPARTEMEN ILMU

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan ternak ruminansia yang banyak dipelihara masyarakat dan dimanfaatkan produksinya sebagai ternak penghasil daging dan sebagai tabungan. Domba memiliki

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Performa Produksi Bobot Badan Akhir dan Pertambahan Bobot Badan Harian Bobot badan merupakan salah satu indikator untuk mengetahui performa produksi suatu ternak. Performa produksi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Unit Pendidikan, Penelitian dan Peternakan Jonggol (UP3J) merupakan areal peternakan domba milik Institut Pertanian Bogor (IPB) yang terletak di desa Singasari

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. pisang nangka diperoleh dari Pasar Induk Caringin, Pasar Induk Gedebage, dan

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. pisang nangka diperoleh dari Pasar Induk Caringin, Pasar Induk Gedebage, dan 20 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 1) Kulit Pisang Nangka Kulit pisang nangka berfungsi sebagai bahan pakan tambahan dalam ransum domba. Kulit pisang yang digunakan berasal dari pisang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab ini bersifat

BAB III METODE PENELITIAN. ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab ini bersifat BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Percobaan Penelitian tentang peran pemberian metionin dan linoleat pada tepung kaki ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab

Lebih terperinci

MATERI DA METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DA METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DA METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Madura Sapi Madura termasuk dalam sapi lokal Indonesia, yang berasal dari hasil persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura memiliki

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan Konsumsi Bahan Kering (BK) HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Konsumsi pakan merupakan jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan proses produksi

Lebih terperinci

Tyas Widhiastuti. Pembimbing: Dr. Ir. Anis Muktiani, M.Si Dr. Ir. Mukh. Arifin, M.Sc

Tyas Widhiastuti. Pembimbing: Dr. Ir. Anis Muktiani, M.Si Dr. Ir. Mukh. Arifin, M.Sc Kinerja Pencernaan dan Efisiensi Penggunaan Energi Pada Sapi Peranakan Ongole (PO) yang Diberi Pakan Limbah Kobis dengan Suplemen Mineral Zn dan Alginat Tyas Widhiastuti Pembimbing: Dr. Ir. Anis Muktiani,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Nutrien Berbagai Jenis Rumput Kadar nutrien masing-masing jenis rumput yang digunakan berbeda-beda. Kadar serat dan protein kasar paling tinggi pada Setaria splendida, kadar

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Data rata-rata parameter uji hasil penelitian, yaitu laju pertumbuhan spesifik (LPS), efisiensi pemberian pakan (EP), jumlah konsumsi pakan (JKP), retensi protein

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ternak disamping manajemen pemeliharaan dan pemberian pakan adalah faktor manajemen lingkungan. Suhu dan kelembaban yang

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pelaksanaan penelitian mulai bulan Februari 2012 sampai dengan bulan April 2012. Pembuatan pakan dilaksanakan di CV. Indofeed. Analisis Laboratorium dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum

HASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum HASIL DA PEMBAHASA Konsumsi Bahan Kering Ransum 200 mg/kg bobot badan tidak mempengaruhi konsumsi bahan kering. Hasil yang tidak berbeda antar perlakuan (Tabel 2) mengindikasikan bahwa penambahan ekstrak

Lebih terperinci

MATERI. Lokasi dan Waktu

MATERI. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembuatan pelet ransum komplit

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Biskuit Pakan Biskuit pakan merupakan inovasi bentuk baru produk pengolahan pakan khusus untuk ternak ruminansia. Pembuatan biskuit pakan menggunakan prinsip dasar pembuatan

Lebih terperinci

RESPON PRODUKSI SUSU SAPI FRIESIAN HOLSTEIN TERHADAP PEMBERIAN SUPLEMEN BIOMINERAL DIENKAPSULASI SKRIPSI PIPIT

RESPON PRODUKSI SUSU SAPI FRIESIAN HOLSTEIN TERHADAP PEMBERIAN SUPLEMEN BIOMINERAL DIENKAPSULASI SKRIPSI PIPIT RESPON PRODUKSI SUSU SAPI FRIESIAN HOLSTEIN TERHADAP PEMBERIAN SUPLEMEN BIOMINERAL DIENKAPSULASI SKRIPSI PIPIT DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium dan Kandang Ilmu Nutrisi Ternak Unggas Laboratorium Lapang C, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor yang dilaksanakan

Lebih terperinci

STUDI KOMPARATIF METABOLISME NITROGEN ANTARA DOMBA DAN KAMBING LOKAL

STUDI KOMPARATIF METABOLISME NITROGEN ANTARA DOMBA DAN KAMBING LOKAL STUDI KOMPARATIF METABOLISME NITROGEN ANTARA DOMBA DAN KAMBING LOKAL SKRIPSI KHOERUNNISSA PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN KHOERUNNISSA.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelinci New Zealand White Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk. (2015) kelinci dapat mengubah dan memanfaatkan bahan pakan kualitas rendah

Lebih terperinci

KELARUTAN MINERAL KALSIUM (Ca) DAN FOSFOR (P) BEBERAPA JENIS LEGUM POHON SECARA IN VITRO SKRIPSI SUHARLINA

KELARUTAN MINERAL KALSIUM (Ca) DAN FOSFOR (P) BEBERAPA JENIS LEGUM POHON SECARA IN VITRO SKRIPSI SUHARLINA KELARUTAN MINERAL KALSIUM (Ca) DAN FOSFOR (P) BEBERAPA JENIS LEGUM POHON SECARA IN VITRO SKRIPSI SUHARLINA PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Sapi perah yang dipelihara di Indonesia pada umumnya adalah Friesian Holstein (FH) dan Peranakan Friesian Holstein (PFH) (Siregar, 1993). Sapi FH memiliki ciri-ciri

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK) HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Hasil analisis kandungan nutrien silase dan hay daun rami yang dilakukan di Laboratorium PAU IPB dapat dilihat pada Tabel 4 dan kandungan nutrien ransum disajikan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba Jonggol R1 (a) dan Domba Jonggol R2 (b) Gambar 4. Domba Garut R1 (a) dan Domba Garut R2 (b)

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba Jonggol R1 (a) dan Domba Jonggol R2 (b) Gambar 4. Domba Garut R1 (a) dan Domba Garut R2 (b) MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan dari bulan Juli sampai Oktober 2011 di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 10. Hasil Pengamatan Karakteristik Fisik Silase Ransum komplit

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 10. Hasil Pengamatan Karakteristik Fisik Silase Ransum komplit HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Silase Ransum Komplit Karakteristik fisik silase diamati setelah silase dibuka. Parameter yang dilihat pada pengamatan ini, antara lain: warna, aroma silase, tekstur

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Nutrien Konsumsi pakan merupakan faktor penting untuk menentukan kebutuhan hidup pokok dan produksi karena dengan mengetahui tingkat konsumsi pakan maka dapat ditentukan kadar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum di dalam Kandang Rataan temperatur dan kelembaban di dalam kandang selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Suhu dan Kelembaban Relatif Kandang Selama

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan menjadi salah satu faktor penentu dalam usaha peternakan, baik terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan tercapai bila mendapat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak 34 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak diekskresikan dalam feses (Tillman, dkk., 1998). Zat

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan selama 5 bulan. Pemeliharaan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16

BAB III MATERI DAN METODE. Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16 16 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Pengaruh Penambahan Aditif Cair Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16-50 Hari dilaksanakan pada bulan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum 32 HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak atau sekelompok ternak selama periode tertentu dan ternak tersebut punya akses bebas pada pakan dan tempat

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Kandang dan Peralatan Ransum

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Kandang dan Peralatan Ransum MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pemeliharaan ini dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B dan analisis plasma di Laboratorium Nutrisi Ternak Kerja dan Olahraga Unit

Lebih terperinci

RINGKASAN. : Ir. Anita S. Tjakradidjaja, MRur.Sc. : Prof. Dr. Ir. Pollung H. Siagian, MS.

RINGKASAN. : Ir. Anita S. Tjakradidjaja, MRur.Sc. : Prof. Dr. Ir. Pollung H. Siagian, MS. RESPON KONSUMSI DAN EFISIENSI PENGGUNAAN RANSUM PADA MENCIT (Mus musculus) TERHADAP PEMBERIAN BUNGKIL BIJI JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) YANG DIDETOKSIFIKASI SKRIPSI HADRIYANAH PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI

Lebih terperinci

Tabel 1. Komposisi Bahan Pakan Ransum Komplit Bahan Pakan Jenis Ransum Komplit 1 (%) Ransum A (Energi Tinggi) 2 Ransum B (Energi Rendah) 3 Rumput Gaja

Tabel 1. Komposisi Bahan Pakan Ransum Komplit Bahan Pakan Jenis Ransum Komplit 1 (%) Ransum A (Energi Tinggi) 2 Ransum B (Energi Rendah) 3 Rumput Gaja MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi Ternak Perah serta Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAHAN DAN METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan di Kec. Binjai Kota Sumatera Utara. Penelitian ini telah dilaksanakan selama 3 bulan dimulai dari bulan Oktober sampai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan. Pakan dengan kualitas yang baik, memberikan efek terhadap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan. Pakan dengan kualitas yang baik, memberikan efek terhadap 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pakan Ruminansia Pakan merupakan semua bahan pakan yang dapat dikonsumsi ternak, tidak menimbulkan suatu penyakit, dapat dicerna, dan mengandung zat nutrien yang dibutuhkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Tanaman Singkong Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang cukup potensial di Indonesia selain padi dan jagung. Tanaman singkong termasuk

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Sumber Protein secara In Vitro dilaksanakan pada bulan September November

BAB III MATERI DAN METODE. Sumber Protein secara In Vitro dilaksanakan pada bulan September November 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian mengenai Fermentabilitas Pakan Komplit dengan Berbagai Sumber Protein secara In Vitro dilaksanakan pada bulan September November 2015 di Laboratorium Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Kecernaan dan Deposisi Protein Pakan pada Sapi

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Kecernaan dan Deposisi Protein Pakan pada Sapi 22 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Kecernaan dan Deposisi Protein Pakan pada Sapi Madura Jantan yang Mendapat Kuantitas Pakan Berbeda dilaksanakan pada bulan Juni September 2015. Lokasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien dan Asam Fitat Pakan Pakan yang diberikan kepada ternak tidak hanya mengandung komponen nutrien yang dibutuhkan ternak, tetapi juga mengandung senyawa antinutrisi.

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Lokasi yang digunakan dalam penelitian adalah Laboratorium Ilmu Ternak

BAB III MATERI DAN METODE. Lokasi yang digunakan dalam penelitian adalah Laboratorium Ilmu Ternak 10 BAB III MATERI DAN METODE Lokasi yang digunakan dalam penelitian adalah Laboratorium Ilmu Ternak Potong dan Kerja, Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang. Penelitian dilaksanakan mulai

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Diponegoro, Semarang. Kegiatan penelitian berlangsung dari bulan Mei hingga

BAB III MATERI DAN METODE. Diponegoro, Semarang. Kegiatan penelitian berlangsung dari bulan Mei hingga 15 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang komposisi kimiawi tubuh sapi Madura jantan yang diberi level pemberian pakan berbeda dilaksanakan di Laboratorium Produksi Ternak Potong dan Perah, Fakultas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 482,91 55, ,01 67,22

HASIL DAN PEMBAHASAN 482,91 55, ,01 67,22 HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi dan Kecernaan Bahan Kering Konsumsi dan kecernaan bahan kering dapat dilihat di Tabel 8. Penambahan minyak jagung, minyak ikan lemuru dan minyak ikan lemuru terproteksi tidak

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN DAUN MURBEI (Morus alba) SEGAR SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN RANSUM TERHADAP PERFORMANS BROILER

PENGARUH PENGGUNAAN DAUN MURBEI (Morus alba) SEGAR SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN RANSUM TERHADAP PERFORMANS BROILER PENGARUH PENGGUNAAN DAUN MURBEI (Morus alba) SEGAR SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN RANSUM TERHADAP PERFORMANS BROILER Christian A. Tumewu*, F.N. Sompie, F.R. Wolayan dan Y.H.S. Kowel Fakultas Peternakan Universitas

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian kecernaan protein dan retensi nitrogen pakan komplit dengan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian kecernaan protein dan retensi nitrogen pakan komplit dengan 16 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian kecernaan protein dan retensi nitrogen pakan komplit dengan kadar protein dan energi berbeda pada kambing Peranakan Etawa bunting dilaksanakan pada bulan Mei sampai

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Ternak dan Kandang Percobaan

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Ternak dan Kandang Percobaan 14 METODE PENELITIAN Penelitian ini dibagi menjadi dua percobaan yaitu 1) Percobaan mengenai evaluasi kualitas nutrisi ransum komplit yang mengandung limbah taoge kacang hijau pada ternak domba dan 2)

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Metode

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Metode MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Nutrisi Ternak Kambing Perah, Laboratorium Industri Pakan dan Laboratorium Nutrisi Ternak Perah Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap sebagai subsitusi

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap sebagai subsitusi BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap sebagai subsitusi bungkil kedelai dalam ransum terhadap persentase karkas, kadar lemak daging,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penyusunan ransum bertempat di Laboratorium Industri Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan. Pembuatan pakan bertempat di Indofeed. Pemeliharaan kelinci dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nutrien pakan dan juga produk mikroba rumen. Untuk memaksimalkan

I. PENDAHULUAN. nutrien pakan dan juga produk mikroba rumen. Untuk memaksimalkan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Produktivitas ternak ruminansia sangat tergantung oleh ketersediaan nutrien pakan dan juga produk mikroba rumen. Untuk memaksimalkan produktivitas ternak tersebut selama

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. bungkil kedelai, tepung gamal (Gliricidia sepium), dan pucuk tebu (Saccharum

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. bungkil kedelai, tepung gamal (Gliricidia sepium), dan pucuk tebu (Saccharum III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Peralatan Penelitian 3.1.1 Bahan Penelitian 1) Ransum Ransum yang dibuat terdiri atas dedak halus, onggok, bungkil inti sawit, bungkil kedelai, tepung gamal

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pakan Ternak Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan beragam dan tidak bisa tumbuh dengan baik bila terus diberi pakan yang sama dalam jangka waktu yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ransum merupakan campuran bahan pakan yang disusun untuk memenuhi kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting dalam pemeliharaan ternak,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Kelinci Peranakan New Zealand White Jantan Sumber : Dokumentasi penelitian (2011)

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Kelinci Peranakan New Zealand White Jantan Sumber : Dokumentasi penelitian (2011) MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Ternak Ruminansia Kecil (Kandang B), Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan bulan April 2010 di Laboratorium Lapang Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor dan Balai Penelitian

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Prosedur

MATERI DAN METODE. Prosedur MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2009 di Laboratorium Pemulian Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, sedangkan analisis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Pemeliharaan sapi perah bertujuan utama untuk memperoleh produksi susu yang tinggi dan efisien pakan yang baik serta mendapatkan hasil samping berupa anak. Peningkatan produksi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Materi Bahan Alat Peubah yang Diamati

MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Materi Bahan Alat Peubah yang Diamati MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Agustus 2010 sampai Februari 2011 di Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi untuk tahap pembuatan biomineral,

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. hijau terhadap bobot relatif dan panjang organ pencernaan itik Magelang jantan

BAB III MATERI DAN METODE. hijau terhadap bobot relatif dan panjang organ pencernaan itik Magelang jantan 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang pengaruh penggunaan tepung limbah kecambah kacang hijau terhadap bobot relatif dan panjang organ pencernaan itik Magelang jantan dilaksanakan pada tanggal

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. pada Ransum Sapi FH dilakukan pada tanggal 4 Juli - 21 Agustus Penelitian

BAB III MATERI DAN METODE. pada Ransum Sapi FH dilakukan pada tanggal 4 Juli - 21 Agustus Penelitian 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitan dengan judul Tampilan Protein Darah Laktosa dan Urea Susu akibat Pemberian Asam Lemak Tidak Jenuh Terproteksi dan Suplementasi Urea pada Ransum Sapi FH dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat meningkat pula. Namun, perlu dipikirkan efek samping yang

I. PENDAHULUAN. masyarakat meningkat pula. Namun, perlu dipikirkan efek samping yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah limbah tidak dapat lepas dari adanya aktifitas industri, termasuk industri ternak ayam pedaging. Semakin meningkat sektor industri maka taraf hidup masyarakat meningkat

Lebih terperinci

SKRIPSI BUHARI MUSLIM

SKRIPSI BUHARI MUSLIM KECERNAAN ENERGI DAN ENERGI TERMETABOLIS RANSUM BIOMASSA UBI JALAR DENGAN SUPLEMENTASI UREA ATAU DL-METHIONIN PADA KELINCI JANTAN PERSILANGAN LEPAS SAPIH SKRIPSI BUHARI MUSLIM PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produk Fermentasi Fermentasi merupakan teknik yang dapat mengubah senyawa kompleks seperti protein, serat kasar, karbohidrat, lemak dan bahan organik lainnya

Lebih terperinci

menjaga kestabilan kondisi rumen dari pengaruh aktivitas fermentasi. Menurut Ensminger et al. (1990) bahwa waktu pengambilan cairan rumen berpengaruh

menjaga kestabilan kondisi rumen dari pengaruh aktivitas fermentasi. Menurut Ensminger et al. (1990) bahwa waktu pengambilan cairan rumen berpengaruh HASIL DAN PEMBAHASAN Derajat Keasaman (ph) Rumen Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi (P>0,05) antara jenis ransum dengan taraf suplementasi asam fulvat. Faktor jenis ransum

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Jawa Barat selama 6 bulan. Analisa kualitas susu

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi Ternak Percobaan. Kandang dan Perlengkapan

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi Ternak Percobaan. Kandang dan Perlengkapan MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai bulan Agustus 2008 di Desa Pamijahan, Leuwiliang, Kabupaten Bogor, menggunakan kandang panggung peternak komersil. Analisis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Jerami Padi

TINJAUAN PUSTAKA. Jerami Padi TINJAUAN PUSTAKA Jerami Padi Jerami padi merupakan bagian dari batang tumbuhan tanpa akar yang tertinggal setelah dipanen butir buahnya (Shiddieqy, 2005). Tahun 2009 produksi padi sebanyak 64.398.890 ton,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering 30 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering Kecernaan adalah banyaknya zat makanan yang tidak dieksresikan di dalam feses. Bahan pakan dikatakan berkualitas apabila

Lebih terperinci

PERUBAHAN MASSA PROTEN, LEMAK, SERAT DAN BETN SILASE PAKAN LENGKAP BERBAHAN DASAR JERAMI PADI DAN BIOMASSA MURBEI

PERUBAHAN MASSA PROTEN, LEMAK, SERAT DAN BETN SILASE PAKAN LENGKAP BERBAHAN DASAR JERAMI PADI DAN BIOMASSA MURBEI PERUBAHAN MASSA PROTEN, LEMAK, SERAT DAN BETN SILASE PAKAN LENGKAP BERBAHAN DASAR JERAMI PADI DAN BIOMASSA MURBEI Syahriani Syahrir, Sjamsuddin Rasjid, Muhammad Zain Mide dan Harfiah Jurusan Nutrisi dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Kandang Penelitian Rataan suhu kandang pada pagi, siang, dan sore hari selama penelitian secara berturut-turut adalah 25,53; 30,41; dan 27,67 C. Suhu kandang

Lebih terperinci

Gambar 1. Mencit Putih (M. musculus)

Gambar 1. Mencit Putih (M. musculus) TINJAUAN PUSTAKA Mencit (Mus musculus) Mencit (Mus musculus) merupakan hewan mamalia hasil domestikasi dari mencit liar yang paling umum digunakan sebagai hewan percobaan pada laboratorium, yaitu sekitar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Bahan Kering Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan produksi. Rataan konsumsi rumput, konsentrat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peternakan broiler merupakan salah satu sektor usaha peternakan yang

I. PENDAHULUAN. Peternakan broiler merupakan salah satu sektor usaha peternakan yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peternakan broiler merupakan salah satu sektor usaha peternakan yang berkembang pesat. Pada 2013 populasi broiler di Indonesia mencapai 1.255.288.000 ekor (BPS,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Waktu dan Tempat

MATERI DAN METODE. Waktu dan Tempat MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dari bulan November 2008 sampai dengan Maret 2010 di Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi, Laboratorium Terpadu dan Laboratorium

Lebih terperinci