BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia saat ini dihadapkan pada isu penting yang tidak dapat diabaikan, yaitu global warming (pemanasan global). Pada dasarnya pemanasan global merupakan fenomena meningkatnya temperatur global yang disebabkan karena peningkatan polusi efek rumah kaca oleh emisi gas seperti karbondioksida, karbonmonoksida, metana, dinitrooksida, zat freon, dan zat lain yang timbul akibat aktivitas manusia. Tidak hanya meningkatnya suhu bumi, pemanasan global juga mengakibatkan perubahan keseimbangan lingkungan seperti iklim yang tidak stabil, meningkatnya permukaan air laut, gangguan ekologis, dan dampak sosial ekonomi. Berangkat dari permasalahan tersebut, memunculkan berbagai upaya dari banyak pihak untuk mencegah atau setidaknya mengurangi efek polusi yang timbul dari aktivitas sehari-hari manusia. Dari sisi masyakarat, mereka semakin hati-hati menggunakan produk yang dikhawatirkan dapat menambah dampak pemanasan global pada level yang membahayakan manusia. Masyarakat mulai sadar dan peduli terhadap masalah lingkungan dengan beralih pada gaya hidup yang lebih hijau. Hasil penelitian oleh Hueber pada tahun 1991 dalam Kianpour et al (2014) menyimpulkan bahwa 70% penduduk Amerika Serika mengatakan untuk mendukung peningkatan perlindungan terhadap lingkungan dan 49% mengatakan mereka menghindari produk yang dapat membahayakan lingkungan. Adanya perubahan tersebut membuat banyak perusahaan merasa bertanggung jawab dan menangkap situasi ini sebagai sebuah peluang. Salah satu yang sedang giat dilakukan oleh beberapa perusahaan yaitu dengan mengadopsi strategi pemasaran hijau. Konsep pemasaran hijau pertama kali diperkenalkan dan menjadi topik diskusi di kalangan industri pada akhir dekade 1980an (Peattie 1

2 dan Crane, 2005). Menurut Charter dan Polonsky (1999), pemasaran hijau adalah pemasaran atau promosi produk yang berbasis pada kinerjanya terhadap lingkungan atau perkembangan dari hal tersebut. Produk tersebut lebih ramah lingkungan dan memiliki efek bahaya terhadap lingkungan lebih rendah dibandingkan produk biasa. Strategi ini mulai banyak diimplementasikan dalam aktivitas operasional, pengembangan produk, maupun aktivitas pemasaran. Asumsi bahwa konsumen memandang produk hijau sebagai sebuah benefit menjadikan pemasaran hijau sebagai fokus baru di dunia bisnis. Antusiasme dari konsumen ini menjadikan pemasaran hijau sebagai sebuah tren yang menjanjikan bagi perusahaan. Sayangnya, tidak semua perusahaan mampu untuk berkomitmen dengan baik mengenai kepedulian terhadap lingkungan. Tidak bisa dipungkiri terdapat beberapa perusahaan yang melakukan praktik greenwashing, yaitu usaha untuk membentuk citra sebagai merek yang peduli lingkungan namun hanya untuk tujuan profit semata. Lebih parahnya lagi, terkadang mereka berbohong dengan seolah melakukan pemasaran yang ramah lingkungan namun kenyataannya penipuan. Membuat konsumen menjadi skeptis terhadap produk-produk yang mengusung konsep produk hijau. Kembali pada isu pemanasan global, selain aktivitas industri di negara maju, transportasi kerap dijadikan sebagai kambing hitam adanya fenomena pemanasan global. Polusi udara yang terjadi kerap dihubungkan dengan menjamurnya alat transportasi yang mengakibatkan kemacetan terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Kemacetan di kota-kota besar di Indonesia dinilai sebagai faktor utama selain kebakaran hutan yang mengakibatkan terjadinya efek gas rumah kaca. Hal ini memunculkan anggapan industri otomotif dapat menjadi pemeran kunci dalam menanggulangi permasalahan tersebut. Di Indonesia, pengguna kendaraan terutama mobil dari tahun ke tahun semakin bertambah dan variasi mobil yang diproduksi oleh perusahaan otomotif pun semakin beragam. Dilansir oleh Bisnis.com (2014), menurut Gaikindo, selama kurun waktu 2005 hingga 2014, penjualan mobil di Indonesia cenderung 2

3 memiliki tren peningkatan walaupun sempat mengalami penurunan yang cukup signifikan pada tahun 2006 sebesar 40,5% dan tahun 2009 sebesar 19,5%. Fakta tersebut membuktikan bahwa konsumsi masyarakat Indonesia akan sebuah alat transportasi terutama mobil dapat dikatakan tinggi. Sumber: Laporan tahunan Gaikindo Gambar 1.1: Penjualan Mobil di Indonesia Tahun Dengan melihat peningkatan penjualan tiap tahun tersebut, industri transportasi otomotif diharapkan dapat turut berkontribusi menurunkan tingkat emisi gas rumah kaca. Ketatnya persaingan menuntut perusahaan otomotif untuk melahirkan inovasi-inovasi baru agar dapat memenangkan pasar. Dalam hal ini, yang lebih ditekankan adalah mengenai sistem dan teknik perancangan industri hijau yang tepat untuk industri transportasi otomotif, serta teknik untuk menghasilkan produk berupa transportasi otomotif yang ramah lingkungan. Menanggapi hal tersebut, dua tahun belakangan ini, industri otomotif Indonesia kehadiran mobil dengan label harga murah dan ramah lingkungan, yaitu kendaraan Low Cost Green Car (LCGC). Berdasarkan keputusan Kementerian Perindustrian, LCGC merupakan konsep pemberian insentif kepada produsen mobil baik lokal maupun pemegang merek asing untuk memproduksi mobil murah dan ramah lingkungan. Proses menuju LCGC telah dimulai dengan pembebasan bea masuk mesin, perakitan, serta komponen mobil. Jenis-jenis 3

4 kendaraan LCGC yang saat ini telah hadir di Indonesia dapat dibilang cukup banyak macamnya. Setidaknya, terdapat lima pabrikan otomotif besar yang kini telah berhasil menciptakan dan menghadirkan mobil-mobil dengan harga terjangkau dan mengklaim kendaraan tersebut merupakan produk hijau. Kelima pabrikan otomotif tersebut adalah Daihatsu Ayla, Honda Brio Satya, Toyota Agya, Suzuki Wagon R, dan Nissan Datsun Go Panca. Perebutan pasar otomotif segmen Low Cost Green Car (LCGC) semakin ketat karena ceruk bisnisnya menggiurkan. LCGC yang menyasar konsumen pembeli pertama memiliki pasar yang sangat luas di Indonesia. Penjualan kendaraan yang menggunakan tambahan merek dan logo yang mencerminkan Indonesia ini pun menunjukkan tren peningkatan. Tahun 2013, total produksi LGCC mencapai unit dan pada tahun 2014 menembus unit dan diperkirakan akan meningkat pada tahun 2015 serta telah diekspor ke Pakistan dan Philipina dengan total volume unit per bulan. Gaikindo mencatat, selama periode Januari-Juli 2014, LCGC telah terjual unit, jumlah tersebut setara dengan 13,5% pangsa pasar otomotif nasional. Tabel 1.1 Penjualan LCGC Tahun 2014 Agya Ayla Brio Satya Karimun Wagon R Datsun Go Panca Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Sumber: Gaikindo 4

5 Kehadiran mobil yang dapat dibeli mulai dari harga 75 juta ini tidak sepenuhnya mendapat respon positif bahkan terkesan kontroversial. Banyak pihak yang menilai adanya kebijakan LCGC akan meningkatkan kepemilikan mobil pribadi yang dibarengi dengan meningkatnya penggunaan mobil di jalan raya yang justru akan memperparah kemacetan lalu lintas di kota-kota besar seperti Jakarta. Konsekuensinya, konsumsi bahan bakar dalam negeri pun meningkat. Hal ini berkebalikan dengan tujuan awal adanya kehadiran kendaraan LCGC yang mengedepankan konsep ramah lingkungan. LCGC yang selama ini berseliweran memenuhi jalan raya digadanggadang menjadi mobil ramah lingkungan. Dengan melekatnya label hijau pada kendaraan LCGC, pabrikan produsen kendaraan tersebut mengklaim bahwa kendaraan LCGC yang mereka produksi merupakan produk hijau. Namun banyak pihak mempertanyakan apakah benar LCGC merupakan kendaraan hijau. Label hijau yang dilekatkan pada LCGC dianggap tidak sesuai karena selama ini fitur lingkungan yang ditawarkan kendaraan tersebut tidak jelas dan tidak terbukti. Dikutip dari website Tempo (2013), Gusti Muhammad Hatta yang saat itu masih menjabat sebagai Menteri Riset dan Teknologi menyatakan LCGC yang ada saat ini belum sepenuhnya ramah lingkungan, hanya hemat bahan bakar saja. Aspek hemat BBM belum cukup untuk membuktikan kendaraan tersebut sebagai mobil hijau. Perlu diakui bahwa kebijakan kendaraan LCGC di Indonesia terasa bias dengan konsep yang sebenarnya dari istilah Low Cost Green Car sendiri. Kendaraan ini seperti kebanyakan mobil yang sudah ditujukan untuk para pengguna dari kalangan ekonomi menengah ke atas. Di negara maju yang dimaksud dengan LCGC merupakan kendaraan hemat energi yang telah menggunakan energi terbarukan (hybird). Untuk produksinya sendiri, menggunakan material yang ramah lingkungan serta tidak meninggalkan emisi karbon yang tinggi pada saat produksi dan penggunaanya. Hal ini tentu tidak sesuai dengan apa yang terjadi di Indonesia. LCGC di Indonesia hanya 5

6 mengandalkan mesin dibawah 1300 cc dan bahan bakar 20 km/liter sehingga dapat dikatakan tidak ada perbedaan dengan kendaraan jenis city car lainnya. Semestinya, LCGC memakai bahan bakar gas ataupun menggunakan energi listrik yang jelas-jelas lebih ramah lingkungan dibandingkan BBM. Tidak banyak penelitian yang membahas tentang kendaraan LCGC dikarenakan LCGC merupakan konsep yang masih baru di Indonesia. Beberapa penelitian terdahulu hanya membahas mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian kendaraan LCGC namun belum ada yang mengeksplorasi mengenai aspek hijau atau fitur lingkungan yang ditawarkan oleh kendaraan tersebut. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengisi research gap. Studi ini mengemukakan empat konsep; greenwashing, kebingungan konsumen hijau, ekuitas merek hijau, dan kepercayaan hijau, serta mendiskusikan konsep tersebut dalam implikasinya terhadap pemasaran hijau. 1.2 Rumusan Masalah Di bawah skeptismepublik karena adanya anggapan bahwa kendaraan LCGC tidak sepenuhnya berkomitmen untuk peduli terhadap lingkungan, penelitian ini akan berfokus pada penemuan standpoint yang tepat dalam rangka mengurangi skeptisme konsumen terkait adanya klaim hijau dan upaya meningkatkan ekuitas merek hijau dan kepercayaan hijau padakendaraan LCGCmenuju konteks kelingkungan melalui dua faktor, greenwashing dan kebingungan konsumen hijau. 1.3 Pertanyaan Penelitian 1. Apakah greenwashing berpengaruh padakebingungan konsumen hijau? 2. Apakah greenwashing berpengaruh padaekuitas merek hijau? 3. Apakah greenwashing berpengaruh padakepercayaan hijau? 4. Apakah kebingungan konsumen hijau berpengaruh padaekuitas merek hijau? 5. Apakah kebingungan konsumen hijau berpengaruh padakepercayaan hijau? 1.4 Tujuan Penelitian 6

7 Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui hubungan antara greenwashing, ekuitas merek hijau, dan kepercayaan hijau, serta untuk mendiskusikan peranan kebingungan konsumen hijau sebagai mediasi dalam rangka mengurangi skeptisme terkait klaim hijau dan upaya untuk meningkatkan ekuitas merek hijau dan kepercayaan hijau pada kendaraan LCGC. 1.5 Lingkup Penelitian Model penelitian ini merupakan modifikasi dari kombinasi penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Yu-Shan Chen (2010) yang berjudul The Drivers of Green Brand Equity: Green Brand Image, Green Satisfaction, and Green Trust dan penelitian lain yang juga dilakukan oleh Yu-Shan Chen bersama Ching-Hsun Chang (2012) dengan judul Greenwash and Green Trust: The Mediation Effects of Green Consumer Confusion and Green Perceived Value. Objek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kendaraan Low Cost Green Car (LCGC). LCGC merupakan kendaraan yang mengusung konsep murah dan ramah lingkungan. Adapun kendaraan LCGC yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari Toyota Agya, Daihatsu Alya, Honda Brio Satya, Suzuki Karimun Wagon R, dan Nissan Datsun Go Panca. Lokasi penelitian dilakukan di Indonesia. Hal tersebut berdasarkan pada pertimbangan kemudahan, biaya, dan waktu. Selain itu, Indonesia merupakan negara dimana tingkat pembelian kendaraan jenis city car meningkat setiap tahun. Partisipan yang terlibat dalam penelitian ini merupakan responden baik pria maupun wanita yang memiliki dan menggunakan sendiri kendaraan LCGC yang bertempat tinggal di Indonesia. 1.6 Kontribusi Penelitian Secara akademis, hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan wawasan mengenai pengaruh greenwashing terhadap ekuitas merek hijau dan kepercayaan hijau, serta pengaruh peran mediasi kebingungan konsumen hijau. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan saran 7

8 serta menjadi pendoman khususnya bagi pemasar perusahaanotomotif yang memproduksi kendararaan LCGC mengenai kontribusi greenwashing, kebingungan konsumen hijau, ekuitas merek hijau, dan kepercayaan hijau. Sehingga dapat membantu pemasar dalam menentukan strategi pemasaran hijau yang lebih tepat dan efektif. 8