Peluang Siklus Energi pada Proses Produksi UBR dan Limbah Usaha sebagai Alternatif Sumber Energi (kasus Kampung Sanan Tempe Malang)

Transkripsi

1 Peluang Siklus Energi pada Proses Produksi UBR dan Limbah Usaha sebagai Alternatif Sumber Energi (kasus Kampung Sanan Tempe Malang) Pindo Tutuko 1) and Imam Santoso 1) 1) Jurusan Arsitektur Universitas Merdeka Malang, Jl. Puncak Jaya 28 Malang, tlp Abstrak Di kampung Sanan Tempe, Malang, beberapa rumah tinggal sekaligus berfungsi sebagai UBR (Usaha Berbasis Rumah Tangga) penghasil tempe. Selain itu terdapat usaha sampingan ternak sapi untuk memanfaatkan limbah produksi makanan tersebut. Hal ini diperkirakan mempunyai pengaruh terhadap pola hunian dan pola permukiman mereka. Tujuan yang akan dicapai adalah memberikan alternatif pemecahan mendapatkan energi pengganti berupa Gasbio yang berasal dari limbah paling akhir dari rangkaian produksi, yaitu kotoran sapi. Hasil pembahasan menunjukkan bahwa terdapat peluang siklus energi pada proses produksi yang terjadi pada kegiatan UBR dan limbah yang terjadi. Selanjutnya diusulkan adanya unit pengolahan limbah ternak sapi, dimana keberadaan kandang sapi ini merupakan rangkaian proses produksi tempe di kampung Sanan Tempe. belum terdapat pemanfaatan kotoran sapi menjadi hal yang lebih bermanfaat, semua dibuang ke sungai. Salah satu manfaat yang dapat dijadikan sebagai alternatif pemecahan permasalahan energi saat ini adalah mengolahnya menjadi sumber energi berupa gasbio. Jika kotoran sapi diubah menjadi gasbio sebagai bahan bakar dalam proses pembuatan dan pengolahan tempe maka dengan kata lain terjadi siklus energi. II. HASIL DAN PEMBAHASAN Wilayah Pengamatan Konsentrasi UBR dan kandang sapi di Kampung Sanan Tempe berupa zona-zona kegiatan usaha dan pengelolaan limbah yang terdapat di kampung Sanan tempe seperti yang terdapat di gambar di bawah ini (Fig. 1.). Kata Kunci Limbah Usaha, Siklus Energi, UBR I. PENDAHULUAN Di kota Malang terdapat satu kampung yang menjadi sentra penghasil makanan dengan bahan baku kedelai. Karena kegiatan produksi tersebut, pola hunian mereka juga cukup unik. Rumah tinggal yang ada sekaligus digunakan sebagai tempat melakukan kegiatan produksi. Selain itu juga ada usaha sampingan ternak sapi yang dipelihara untuk memanfaatkan limbah produksinya. Limbah tempe dimanfaatkan untuk pakan sapi karena kadar protein dari kedelai yang sangat tinggi membantu proses penggemukan. Dengan demikian terdapat kandang-kandang sapi yang berada pada lokasi permukiman mereka. Adanya kegiatan penggemukan sapi ini selanjutnya memunculkan limbah berupa kotoran sapi dengan bau yang kurang sedap pada lingkungan tersebut. Limbah merupakan salah satu rangkaian akhir dari proses produksi, sedangkan energi adalah pembangkit suatu proses kegiatan usaha. Penelitian Tutuko (2004) menyebutkan bahwa hampir setiap keluarga di kawasan tersebut memiliki sapi, jadi dengan kata lain sapi merupakan salah satu elemen dalam proses produksi tempe. Sampai sekarang = Penjual keripik tempe = Pembuat keripik tempe = Pembuat tempe = Kandang sapi = Jalur pengelolaan limbah tempe = Polusi udara berupa bau dari kandang sapi Fig. 1. Zona-zona kegiatan usaha dan distribusi pengelolaan limbah tempe. Sumber: Analisis dari wawancara dan pengamatan lapangan 2004 Dari analisis zona-zona di atas menunjukkan bahwa: Bagian dalam kampung masih didominasi oleh pembuat tempe. Limbah dari pembuatan tempe

2 disalurkan ke kandang-kandang sapi, baik yang terkoordinir maupun kandang individu. Posisi kandang sapi dekat dengan sungai dengan tujuan pembuangan kotoran sapi dapat langsung dibuang ke sungai. Kandang sapi ini mengakibatkan bau di sekitar permukiman, terutama pada rumah-rumah yang berada di dekat sungai Pengelolaan Limbah Industri Rumah Tangga Dalam kegiatan industri rumah tangga memiliki dua jenis aktifitas yang terjadi yaitu kegiatan rumah tangga (domestik) dan kegiatan ekonomi (produktif). Dengan demikian limbah yang dihasilkan oleh kegiatan tersebut ada dua jenis pula, yang pada akhirnya akan mempengaruhi lingkungan dimana rumah tersebut berada. Untuk itu perlu dilakukan pengelolaan limbah untuk meminimalkan dampak negatif yang terjadi pada lingkungan permukiman. Subadyo (2000) menjelaskan berbagai jenis limbah dapat terjadi tergantung dari jenis usaha yang dilakukan dalam rumah tangga tersebut. Jenis-jenis limbah yang terdapat di kampung Sanan Tempe ini antara lain: 1. Limbah padat Di kampung ini limbah padat dari hasil produksi tempe berupa kulit kedelai dan kotoran sapi sebagai akhir proses pemanfaatan kulit kedelai. 2. Limbah cair Limbah cair yang dihasilkan pembuat tempe berupa cairan hasil perebusan kedelai. 3. Limbah udara Bau merupakan ciri kampung ini, yang terdiri dari bau kedelai dan bau kotoran sapi. Berdasarkan data lapangan, bau sapi ini terasa sampai lebih dari 100 m dari kandang sapi. Pengelolaan limbah di kampung Sanan Tempe di sebagian besar wilayah kampung telah terkelola dengan baik. Tindakan yang mereka lakukan dalam pengelolaan limbah ini antara lain : Pendistribusian limbah usaha dan limbah rumah tangga rumah yang terpisah, yaitu limbah padat berupa kulit kedelai serta limbah cair berupa air hasil rebusan dan penirisan kedelai yang dimanfaatkan sebagai pakan sapi. Terdapat saluran yang tertutup di hampir setiap wilayah. Letak kandang sapi yang berada di bagian kontur tanah yang lebih rendah di wilayah kampung sehingga kotoran sapi bisa langsung dihanyutkan ke sungai. Kotoran sapi ini tidak berbentuk padat lebih cair disebabkan pakan yang dipergunakan utamanya berasal dari kulit kedelai dan air hasil rebusan sebagai minuman sapi. Lebih banyaknya kandang sapi yang terkoordinir dibandingkan dengan yang dikelola sendiri mengakibatkan pengaturan pembuangan kotoran sapi dapat terkontrol dengan baik. Secara diagramatis sketsa pengelolaan limbah yang terjadi di kampung Sanan Tempe dijelaskan pada diagram di bawah ini (Fig 2.). Rumah Produktif Limbah Padat Rumah Produktif Kulit kedelai dan air rebusan Limbah Cair Rumah Produktif Saluran Drainase Lingkungan Fig. 2. Sketsa Pengelolaan Limbah Rumah Produktif Sumber: Pengamatan Lapangan, Limbah Ternak Sapi Kandang Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan tercatat bahwa satu ekor sapi ratarata menghasilkan kotoran rata-rata kg/hari. Apabila dalam satu kandang kolektif dipelihara sebanyak 100 ekor sapi maka kotoran yang dapat dikumpulkan adalah kg. Namun sampai saat ini kotoran sapi yang dihasilkan umumnya dibuang ke saluran air. Maksudnya dilakukan demikian oleh peternak, adalah untuk memudahkan penanganan dan bisa dimanfaatkan untuk lahan-lahan yang terairi oleh saluran tersebut. Pada saat yang demikian (kotoran ternak segar) belum dapat dimanfaatkan secara langsung oleh tanaman karena belum terdekomposisi dengan rasio C/N lebih dari Dampak Limbah Ternak Sapi Limbah ternak adalah sisa buangan dari suatu kegiatan usaha peternakan seperti usaha pemeliharaan ternak, rumah potong hewan, pengolahan produk ternak, dll. Limbah tersebut meliputi limbah padat dan limbah cair seperti feses, urine, sisa makanan, embrio, kulit telur, lemak, darah, bulu, kuku, tulang, tanduk, isi rumen, dan lain-lain (Sihombing, 2000). Semakin berkembangnya usaha peternakan, limbah yang dihasilkan semakin meningkat. Total limbah yang dihasilkan peternakan tergantung dari species ternak, besar usaha, tipe usaha dan lantai kandang. Manure yang terdiri dari feces dan urine merupakan limbah ternak yang terbanyak dihasilkan dan sebagian besar manure dihasilkan oleh ternak ruminansia seperti sapi, TPS Limbah Udara berupa bau kotoran sapi Limbah udara berupa bau air cucian kedelai TPA

3 kerbau kambing, dan domba. Umumnya setiap kilogram susu yang dihasilkan ternak perah menghasilkan 2 kg limbah padat (feses), dan setiap kilogram daging sapi menghasilkan 25 kg feses (Sihombing, 2000). Limbah ternak masih mengandung nutrisi atau zat padat yang potensial untuk mendorong kehidupan jasad renik yang dapat menimbulkan pencemaran. Suatu studi mengenai pencemaran air oleh limbah peternakan melaporkan bahwa total sapi dengan berat badannya 5000 kg selama satu hari, produksi manurenya dapat mencemari x 10 7 m 3 air. Selain melalui air, limbah peternakan sering mencemari lingkungan secara biologis yaitu sebagai media untuk berkembang biaknya lalat. Kandungan air manure antara % merupakan media yang paling baik untuk pertumbuhan dan perkembangan larva lalat, sementara kandungan air manure % merupakan media yang optimal untuk bertelur lalat (Dyer, 1986). Penggunaan langsung Pupuk Tanaman Limbah Padat Dikeringkan utk dijual Peternakan Sapi Limbah (feces, Urine, dll) Penimbunan Manure Ditimbun di Area pemukiman Limbah Cair Fig. 3. Dampak Umum dan Manajemen Limbah Ternak Sumber: Chantalakhana dan Skunmun (2002) Tinja dan urine dari hewan yang tertular dapat sebagai sarana penularan penyakit, misalnya saja penyakit anthrax melalui kulit manusia yang terluka atau tergores. Spora anthrax dapat tersebar melalui darah atau daging yang belum dimasak yang mengandung spora. Dampak limbah ternak memerlukan penanganan yang serius. Skema di atas (Fig. 3) memberi gambaran akibat yang ditimbulkan oleh limbah secara umum dan manajemennya 1.4. Pemanfaatan Limbah Ternak Sapi Tangki Penampungan Saluran Air Polusi Berbagai manfaat dapat dipetik dari limbah ternak, apalagi limbah tersebut dapat diperbaharui (renewable) selama ada ternak. Limbah ternak masih mengandung nutrisi atau zat padat yang potensial untuk dimanfaatkan. Limbah ternak kaya akan nutrient (zat makanan) seperti protein, lemak, bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN), vitamin, mineral, mikroba atau biota, dan zat-zat yang lain (unidentified subtances). Limbah ternak dapat dimanfaatkan untuk bahan makanan ternak, pupuk organik, energi, dan media berbagai tujuan (Sihombing, 2002). Untuk lebih jelas pemanfaatan limbah ternak adalah sebagai berikut: a. Limbah Ternak Sebagai Bahan Pakan dan Media Tumbuh Sebagai pakan ternak, limbah ternak kaya akan nutrien seperti protein, lemak BETN, vitamin, mineral, mikroba dan zat lainnya. Ternak membutuhkan sekitar 46 zat makanan esensial agar dapat hidup sehat. Limbah feses mengandung 77 zat atau senyawa, namun didalamnya terdapat senyawa toksik untuk ternak. Untuk itu pemanfaatan limbah ternak sebagai makanan ternak memerlukan pengolahan lebih lanjut. Tinja ruminansia juga telah banyak diteliti sebagai bahan pakan termasuk penelitian limbah ternak yang difermentasi secara anaerob (Prior et al., 1986). b. Limbah Ternak Sebagai Penghasil Gasbio Permasalahan limbah ternak, khususnya manure dapat diatasi dengan memanfaatkan menjadi bahan yang memiliki nilai yang lebih tinggi. Salah satu bentuk pengolahan yang dapat dilakukan adalah menggunakan limbah tersebut sebagai bahan masukan untuk menghasilkan bahan bakar gasbio. Kotoran ternak ruminansia sangat baik untuk digunakan sebagai bahan dasar pembuatan gasbio. Ternak ruminansia mempunyai sistem pencernaan khusus yang menggunakan mikroorganisme dalam sistem pencernaannya yang berfungsi untuk mencerna selulosa dan lignin dari rumput atau hijauan berserat tinggi. Oleh karena itu pada tinja ternak ruminansia, khususnya sapi mempunyai kandungan selulosa yang cukup tinggi. Berdasarkan hasil analisis diperoleh bahwa tinja sapi mengandung 22.59% sellulosa, 18.32% hemisellulosa, 10.20% lignin, 34.72% total karbon organik, 1.26% total nitrogen, 27.56:1 ratio C:N, 0.73% P, dan 0.68% K (Lingaiah dan Rajasekaran, 1986). Gasbio adalah campuran beberapa gas, tergolong bahan bakar gas yang merupakan hasil fermentasi dari bahan organik dalam kondisi anaerob, dan gas yang dominan adalah gas metan (CH 4 ) dan gas karbondioksida (CO 2 ) (Simamora, 1989). Gasbio memiliki nilai kalor yang cukup tinggi, yaitu kisaran kkal/m 3, untuk gas metan murni (100 %) mempunyai nilai kalor 8900 kkal/m 3. Menurut Maramba (1978) produksi gasbio sebanyak I dapat digunakan untuk memasak, penerangan, menyeterika dan mejalankan lemari es untuk keluarga yang berjumlah lima orang per hari.

4 Bahan gasbio dapat diperoleh dari limbah pertanian yang basah, kotoran hewan (manure), kotoran manusia dan campurannya. Kotoran hewan seperti kerbau, sapi, babi dan ayam telah diteliti untuk diproses dalam alat penghasil gasbio dan hasil yang diperoleh memuaskan (Harahap et al., 1980). Perbandingan kisaran komposisi gas dalam gasbio antara kotoran sapi dan campuran kotoran ternak dengan sisa pertanian dapat dilihat pada Tabel.1. Jenis gas Metan (CH 4) Karbondioksida (CO 2) Nitrogen (N 2) Karbonmonoksida (CO) Oksigen (O 2) Propen (C 3H 8) Hidrogen sulfida (H 2S) Nilai kalor (kkal/m 3 ) Kotoran sapi tidak terukur 6513 Campuran kotoran ternak dan sisa pertanian sedikit sekali Tabel. 1. Komposisi gas dalam gasbio (%) antara kotoran sapi dan campuran kotoran ternak dengan sisa pertanian. Sumber: Harahap et al., (1980) c. Limbah Ternak Sebagai Pupuk Organik Sebanyak 8-10 kg tinja yang dihasilkan oleh seekor sapi per hari dapat menghasilkan pupuk organik atau kompos 4-5 kg per hari. Farida (2000) mengungkapkan bahwa produksi tertinggi diperoleh dari pemanfaatan 50 % limbah feces sapi yang dicampur dengan 50% limbah organik rumah tangga, yang bermanfaat untuk dijadikan pupuk organik. Sehingga dengan kata lain pemanfatan limbah produktif dan limbah domestik jika dimanfaatkan dengan baik dapat membantu dalam penyuburan tanaman yang berada di areal permukiman. usaha tempe dan kandang sapi yang ada di kampung ini adalah sebagai berikut: 1. Memiliki sapi dan membuat tempe, sapi dirawat sendiri (sekitar 20%). 2. Memiliki sapi dan membuat tempe, sapi dirawat orang lain(sekitar 20%). 3. Hanya merawat sapi dan buruh leler. Jumlah kandang sapi terkoordinir yang ada di kampung ini tersebar di tiap RW kecuali di RW 14, yaitu: RW 15 sebanyak 8 kandang terkoordinir dan RW 16 sebanyak 4 kandang terkoordinir. Jumlah sapi yang terkoordinir terbanyak adalah milik Primkopti Bangkit Usaha sebanyak 40 ekor. Sedangkan berdasarkan kapasitas kandang minimal yang terkecil 5 ekor per-kandang dan kapasitas sedang sebanyak 12 ekor per-kandang. Kondisi kandang sapi, baik yang terkoordinir maupun yang individu di kampung Sanan Tempe tidak terdapat pengolahan kotoran sapi. Kotoran sapi langsung dibuang ke sungai sehingga menimbulkan bau di sekitar permukiman, walaupun letak kandang sapi ini sudah diusahakan jauh dari permukiman. Karena lokasi tiap kandang tidak berada dalam satu lokasi melainkan di sepanjang pinggir sungai, maka diperlukan suatu unit pengolahan limbah ternak sapi yang menyatu dengan kandang sapi. Untuk melakukan pengolahan limbah sapi yang menyatu dengan kandang sebaiknya dibuatkan kandang khusus untuk mengolah limbah ternak sapi ini menjadi kompos, dan Gas bio terutama bagi kandang kolektif. Lokasinya diusahakan agar tidak jauh dari kandang, untuk memudahkan pengumpulan kotorannya. Adapun contoh bangunan tersebut terdapat pada gambar berikut. 4. Limbah Ternak sebagai Gasbio dan Kompos Limbah ternak dapat lebih bermanfaat setelah melalui proses pengolahan, menjadi kompos. Keengganan peternak untuk memproses kotoran ternak menjadi Gasbio dan kompos disebabkan oleh lamanya waktu yang dibutuhkan selama proses. Namun dengan adanya berbagai alternatif teknologi, kotoran ternak dapat didekomposisi menjadi Gasbio dan kompos dalam waktu yang lebih singkat Penyatuan Kandang Sapi dan Pengolahan Limbah Ternak Sapi Kandang sapi yang berada di kampung Sanan ini sebagian besar berada di lokasi yang dekat dengan sungai. Jenis-jenis kegiatan mengelola Kotak Pengolahan Kandang Sapi Limbah tempe berupa kulit kedelai Fig. 4. Sketsa kandang sapi terpadu. Sumber: Sasongko WR (2003) Limbah ternak dapat lebih bermanfaat setelah melalui proses pengolahan, menjadi kompos dan Gasbio. Deskripsi kandang terpadu adalah sebagai berikut: Bangunan ini merupakan tempat pembuatan kompos dan Gasbio sekaligus sebagai Gudang untuk penyimpanan.

5 Ukurannya dapat disesuaikan dengan jumlah ternak yang dipelihara dan ketersediaan lahan tempat untuk membangun. III. KESIMPULAN Kondisi kandang sapi di kampung Sanan Tempe tidak terdapat pengolahan kotoran sapi. Diperlukan suatu unit pengolahan limbah ternak sapi yang menyatu dengan kandang sapi. Untuk melakukan pengolahan limbah sapi yang menyatu dengan kandang sebaiknya dibuatkan kandang khusus untuk mengolah limbah ternak sapi ini menjadi kompos dan Gasbio, terutama bagi kandang kolektif. Pengelolaan limbah di kampung Sanan Tempe telah dilakukan dengan memanfaatkan limbah produksi untuk pakan sapi. Ketika pemanfaatan kandang sapi terpadu dibangun, maka kampung Sanan akan semakin bebas dari polusi yang berupa bau dan timbulnya penyakit yang diakibatkan oleh kotoran sapi. Jadi dapat disimpulkan bahwa Gasbio sebagai sumber energi alternatif berpeluang menjadi siklus energi. Hasilnya berupa peluang siklus UBR- Kandang-Gasbio-UBR (Fig. 5) UBR Kandang Gasbio Kompos Cairan Limbah Rumah Tangga Fig. 5. Siklus Energi UBR dan Limbah Usaha REFERENSI Siklus Energi Tanaman Referensi Buku [1] Dyer L A., Beef Cattle. In Cole and Brander Ed.: Ecosystem of the world 21- Bioindustrial Ecosystem. Elsevier, New York [2] Lingga, P., Pupuk dan Cara Memupuk. Kanisius. Jakarta. [3] Molelong, L., 2000, Metodologi Penelitian Kualitatif; Penerbit PT. Remaja Rosdakarya, Bandung. [4] Newmark and Thompson Self, Space and Shelter: An Introduction to Housing. New York: Harper and Row Publizer Inc. [5] Rapoport, A.,1969, House Form and Culture; Foundation aof Cultural Georaphy Series; Prentice-Hall, Inc, USA. [6] Santoso, H. B., 1955, Pembuatan Tempe & Tahu Kedelai, Bahan Makanan Bergizi Tinggi; Penerbit Kanisius, Jakarta. [7] Silas, J. dkk., 2000, Rumah Produktif, Dalam Dimensi Tradisional dan Pemberdayaan; Laboratorium Perumahan dan Permukiman Jurusan FTSP ITS; UPT Penerbitan ITS, Edisi Pertama, Surabaya. [8] Sihombing D T H Teknik Pengelolaan Limbah Kegiatan/Usaha Peternakan. Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Lembaga Penelitian, Institut Pertanian Bogor. [9] Soemarwoto, O., 1991, Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan; Penerbit Djambatan, Cetakan-5, Jakarta. [10] Subadyo, A. T., 2000, Tata Ruang dan Lingkungan; Perspektif Hubungan Aktivitas Manusia dan Lingkungannya dalam Penataan Ruang, Malang. Pusat Studi Tata Lingkungan & Bentang Alam Jurusan Arsitektur Universitas Merdeka Malang. [11] Surakhmad, W., 1980, Pengantar Penelitian Ilmiah, Dasar Metode Teknik; Penerbit Tarsito, Edisi ke-7, Bandung. [12] Suryabrata, S., 2002 Metodologi Penelitian; PT. Raja Grafindo Persada, Cetakan ke-13, Jakarta. Referensi berupa Kertas Kerja, Proceeding, Majalah, Jurnal dan Terbitan Berkala [13] Tutuko, P. & Faslih, A., 2003, Alternatif Pengelolaan Limbah Rumah Produksi Tempe: Usulan Konsep Pengelolaan Limbah Rumah Produktif, Proceeding Seminar Nasional Pascasarjana III-2003, Program Pascasarjana Insitut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. [14] Tutuko, P., 2003, Alternatif Pengelolaan Limbah Rumah Produktif Kampung Sanan Tempe Malang, Jurnal Ilmu-Ilmu Teknik Diagonal, Volume 4 Nomor 2/Mei 2003, Fakultas Teknik Universitas Merdeka Malang. [15] ---International Research on Home Based Enterprises 2002, Indonesia-India-South Africa-Bolivia; Laboratory of housing and Human Settlement Architecture-ITS, Surabaya. [16] ---Sustainable Livehoods in The Integration of Informal Settlement in Asia, Latin America, and Africa, 2002, Architecture ITS Surabaya and International Council for Research and Innovation in Building and Constraction; UPT-ITS Press, First Edition, Surabaya. [17] ---The CARDO International Conference on Housing, Work, and Development: The Role of Home-Based Enterprises, Proceedings, 2000, Henderson Hall, The University of Newcastle upon Tyne, UK April 2000

6 Referensi Berupa Tesis, Desertasi, dan Laporan Ilmiah [18] Farida E Pengaruh Penggunaan Feses Sapi dan Campuran Limbah Organik Lain Sebagai Pakan atau Media Produksi Kokon dan Biomassa Cacing Tanah Eisenia foetida savigry. Skripsi Jurusan Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak. IPB, Bogor. [19] Silas, J., 1993, Perumahan: Hunian dan Fungsi lebihnya, Dari Aspek Sumberdaya dan Eksistensi; Pidato Pengukuhan Untuk Jabatan Guru Besar Teknik Arsitektur FTSP ITS Surabaya15 Mei 1993, Surabaya. [20] Tutuko, P., 2004, Perkembangan Pola Hunian Rumah Produktif Kampung Sanan Tempe Malang, Tesis Program Pasca Sarjana ITS, Surabaya. Alamat Internet [21] tanggal 20 Juni 2004, Teknologi Pembuatan Kompos Super. [22] 1_023.htm, tanggal 20 Juni 2004, Pemanfaatan Limbah Ternak Ruminansia untuk Mengurangi Pencemaran Lingkungan. [23] natasoya.htm, tanggal 20 Juni 2004, Potensi dan Pemanfaatan Limbah Kedelai.