II. TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "II. TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ikan Nila Oreochromis niloticus Pada awalnya dalam klasifikasi ikan nila memiliki genus Tilapia yang akhirnya mengalami perubahan oleh Dr. Trewavas. Perubahan klasifikasi ini menyebabkan genus Tilapia terbagi menjadi tiga genus yaitu, genus Oreochromia, genus Sarotherodon dan genus Tilapia. Penggolongan ini berdasarkan perilaku kepedulian induk ikan terhadap telur dan anak-anaknya. Adapun klasifikasi lengkap yang telah dirumuskan oleh Trewavas (1982) adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Sub-filum : Vertebrata Kelas : Osteichtyes Sub-kelas : Acanthoptherigii Ordo : Percomorphi Sub-ordo : Percoidea Famili : Cichlidae Genus : Oreochromis Spesies : Oreochromis niloticus Ikan nila termasuk kelompok Tilapia yang memiliki bentuk tubuh memanjang, ramping dan relatif pipih. Ikan nila dapat hidup di perairan yang dalam dan luas maupun di kolam yang sempit dan dangkal. Ikan nila juga dapat hidup di sungai yang tidak terlalu deras alirannya, di waduk, danau, rawa, sawah, tambak air payau atau di dalam jaring terapung. Salah satu sifat biologi ikan nila yang penting sehingga ikan ini cocok untuk dibudidayakan adalah respon yang luas terhadap pakan yakni dapat tumbuh dengan memanfaatkan pakan alami serta pakan buatan (Khoironi, 1996). Walaupun ikan nila termasuk ikan air tawar, ikan ini bersifat euryhaline dan dapat bertahan, tumbuh, dan beberapa spesies dapat memijah pada perairan yang bersalinitas 40 mg/l. Aktivitas makan ikan akan berkurang pada suhu di bawah 20 o C dan berhenti makan pada suhu 16 o C (Lovell, 1989). Nila adalah spesies akuakultur yang cukup menarik karena pertumbuhannya cepat, trofik level feeding-nya rendah sehingga dapat digunakan sebagai filter feeder, reproduksinya cepat dan mampu menstabilkan kelimpahan fitoplankton (Turker et al., 2003).

2 4 2.2 Kebutuhan Nutrisi Ikan Nila Kebutuhan nutrisi ikan akan terpenuhi dengan adanya pakan. Komponen pakan yang berkontribusi terhadap penyediaan materi dan energi tumbuh adalah protein, karbohidrat dan lemak. Kebutuhan ikan akan protein dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya ukuran ikan, temperatur air, kadar pemberian pakan, kandungan energi dalam pakan yang dapat dicerna dan kualitas protein (Furuichi, 1988). Protein merupakan molekul kompleks yang terdiri dari asam amino esensial dan non esensial. Protein adalah nutrien yang sangat dibutuhkan untuk perbaikan jaringan tubuh yang rusak, pemeliharaan protein tubuh untuk pertumbuhan, materi untuk pembentukan enzim dan beberapa jenis hormon, dan juga sebagai sumber energi (NRC, 1993). Sekitar % dari tubuh ikan dalam berat kering merupakan protein (Halver, 1989). Ikan menggunakan protein secara efisien sebagai sumber energi (Lovell, 1989). Pertumbuhan maksimum pada ikan nila didapat dengan level protein 35-50%, tetapi level optimum dalam pakan komersil untuk ikan nila juvenil sampai dengan dewasa biasanya 25-35% (Popma and Lovshin, 1996). Sedangkan pada kolam atau tambak yang memiliki pakan alami yang dapat menyumbangkan protein bagi ikan, maka kadar protein dalam pakan yang memadai untuk ikan dapat berkisar antara 20-25% (Newman, et.al., 1979: Lovell, 1980 dalam Webster dan Lim, 2002). Jika ikan kekurangan sumber protein, maka pertumbuhan akan terhambat dikarenakan protein yang dimakan oleh ikan akan digunakan untuk mempertahankan fungsi jaringan tubuh yang lebih penting. Hal ini bahkan dapat menyebabkan terjadinya penurunan bobot ikan karena protein yang terkandung dalam jaringan tubuh ikan dipecah kembali untuk mempertahankan fungsi jaringan tubuh yang lebih penting tersebut (NRC, 1993; Halver, 1989). Lemak sebagai salah satu makronutrien bagi ikan karena selain berfungsi sebagai sumber energi non protein dan asam lemak essensial, juga berfungsi memelihara bentuk dan fungsi fosfolipid, membantu dalam absorbsi vitamin yang larut dalam lemak dan mempertahankan daya apung tubuh (NRC, 1993). Lemak pakan merupakan sumber asam lemak esensial (essential fatty acid =EFA) yang dibutuhkan ikan untuk pertumbuhan, pemeliharaan dan metabolisme tubuh (NRC, 1993). Dalam satu gram lemak memiliki energi dalam pakan (gross

3 5 energy) sebesar 9,4 kkal, sedangkan dalam protein dan karbohidrat sebesar 5,6 dan 4,1 kkal (Watanabe, 1988). Jenis asam lemak yang dibutuhkan ikan diantaranya asam lemak 3 dan 6, berupa asam linolenat (18:3 3), asam linoleat (18:2 6), asam eicosapentaenoic (EPA, 20:5 3), dan decosahexaenoic (DHA, 22:6 3) (Millamena dalam SEADFEC, 2002). Akan tetapi menurut Takeuchi et al (1983) dalam Watanabe (1988), jenis asam lemak esensial yang dibutuhkan oleh ikan nila adalah 18:2 6 0,5% asam lemak linoleat. Kadar lemak dalam pakan sebesar 5% sudah mencukupi untuk kebutuhan ikan nila, tetapi jika kadar lemak dalam pakan ditingkatkan menjadi 12% akan memberi pengaruh berupa perkembangan maksimal pada ikan nila (Chou dan Shiau, 1996 dalam Webster, 2002). Menurut Takeuchi, Satoh, dan Watanabe (1983) dalam Lovell (1989) Sumber lemak yang baik untuk ikan nila adalah berasal dari minyak nabati seperti minyak jagung atau minyak kedelai yang memiliki kandungan 18:2 6 (linoleat) yang ditunjukkan dengan pertumbuhan yang baik pada ikan dibandingkan dengan minyak ikan yang memiliki kandungan asam lemak 20:5 3 (EPA). Kekurangan kadar asam lemak omega 3 dan omega 6 pada pakan dapat menyebabkan nafsu makan ikan menurun, pertumbuhan yang lambat, dan pembengkakan pada ikan, pucat, dan lemak pada hati (Lovell, 1989). Karbohidrat merupakan sumber energi yang murah dan dapat menggantikan atau menghemat penggunaan protein (protein sparing effect) yang lebih mahal sebagai sumber energi (Millamena dalam SEADFEC, 2002). Karbohidrat dalam pakan dapat berupa serat kasar serta bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) (NRC, 1993). BETN mengandung banyak gula dan pati yang bersifat mudah dicerna sedangkan serat kasar kaya akan lignin dan selulosa yang sukar untuk dicerna. Sedangkan Lovell (1989) mengemukakan bahwa pemberian tingkat energi optimum dalam pakan sangat penting karena kelebihan dan kekurangan energi dapat menurunkan pertumbuhan ikan. Pemanfaatan karbohidrat oleh ikan berbeda-beda bergantung kepada kompleksitas karbohidrat. Kadar optimum karbohidrat dalam pakan ikan sulit untuk ditentukan karena protein dan lemak mendahului fungsi karbohidrat sebagai sumber energi (Furuichi, 1988). Ikan-ikan karnivora tidak mampu memanfaatkan karbohidrat kompleks seperti glukosa, sukrosa dan laktosa sebagai energi utama dalam pakannya pada level yang tinggi. Ikan-ikan omnivora dan herbivora dapat mencerna karbohidrat yang berasal dari tumbuh-

4 6 tumbuhan (Yamada, 1983). Ikan-ikan karnivora dapat memanfaatkan karbohidrat optimum pada tingkat 10-20% dalam pakannya sedangkan ikan-ikan omnivora mampu memanfaatkan karbohidrat optimum sebesar 30-40% dalam pakan (Furuichi, 1988). Komponen lain yang dibutuhkan dalam pakan ikan yaitu vitamin dan mineral. Jumlah yang dibutuhkan dari vitamin dan mineral dalam pembuatan pakan sangatlah kecil namun kehadirannya dalam pakan sangat penting karena dibutuhkan tubuh ikan untuk tumbuh dan menjalani beberapa fungsi tubuh. NRC (1993) menjelaskan bahwa mineral merupakan senyawa yang digunakan untuk proses respirasi, osmoregulasi, dan pembentukan kerangka tulang. Vitamin merupakan senyawa organik kompleks yang diperlukan untuk tumbuh secara normal, reproduksi, kesehatan, dan metabolisme secara umum. 2.3 Distillers Dried Grains With Solubles (DDGS) Distillers Dried Grains with Solubles (DDGS) merupakan hasil samping pada industri penyulingan etanol. Sebagian besar DDGS berbahan dasar jagung. Pada proses pembuatan etanol terdapat residu yang diperoleh setelah jagung yang telah digiling dan difermentasikan oleh ragi Saccharomyces cerevisiae mengalami proses destilasi. Residu tersebut kemudian dipadatkan dan dikeringkan hingga menjadi 75 % dari bobot awal (Hertrampf dan Pascual, 2000). Komposisi kimia DDGS dipengaruhi oleh bahan dasarnya, proses, dan alat yang digunakan pada saat destilasi. DDGS yang berasal dari jagung mengandung protein 27,8 %, lemak 10 %, abu 4,7 %, serat kasar 10,9 %, dan kadar air sebesar 9,2 % (Hertrampf dan Pascual, 2000). Menurut Hertrampf dan Pascual (2000), DDGS dapat berfungsi sebagai sumber protein maupun energi. Penambahan lysine dibutuhkan pada DDGS yang berbahan dasar jagung. Variasi kandungan mineral dari DDGS sangat tinggi. DDGS merupakan sumber fosfor yang baik, namun rendah akan kalsium. DDGS mengandung 0.15 % kalsium dan 0.7 % fosfor. Secara umum DDGS dapat digunakan untuk ikan dengan jumlah % (Hertrampf dan Pascual, 2000). 2.4 Palm Kernel Meal (PKM) Perkembangan produksi kelapa sawit di Indonesia terus meningkat. Pada tahun 2005 pangsa ekspor minyak sawit Indonesia mencapai 39,35% dari ekspor

5 7 minyak sawit dunia, dan pada periode yang sama, pangsa ekspor minyak sawit Malaysia sekitar 50,68%. Pada tahun 2006 pangsa ekspor minyak sawit Indonesia mencapai 39,18% dari ekspor minyak sawit dunia dan Malaysia sekitar 50,31%. Dengan demikian, pangsa pasar Malaysia cenderung menurun, sebaliknya pangsa pasar Indonesia makin meningkat seiring dengan peningkatan produksi minyak sawit Indonesia (Anonim, 2007) Pada tahun 2010 jumlah ekspor minyak sawit Indonesia diproyeksikan akan menyamai Malaysia dan sedikit di atas jumlah ekspor Malaysia pada tahuntahun berikutnya. Dalam periode , harga minyak sawit di pasar Eropa diperkirakan relatif stabil pada kisaran USD 388,48-USD 521,85/ ton. Stabilitas harga ini tidak terlepas dari berkembangnya pasar minyak sawit, terutama di negara-negara berkembang (Anonim, 2007). Melihat kenyataan ini bungkil kelapa sawit cukup potensial untuk dimanfaatkan sebagai bahan pakan ikan. Protein tepung kelapa sawit berkisar antara 13-22% (Sundu et al., 2003). Berdasarkan hasil analisis ini terlihat bahwa kandungan protein kasar dari bungkil kelapa sawit cukup baik dijadikan sebagai bahan pakan ikan. Profil asam amino pada tepung kelapa sawit rendah akan lisin dan metionin (Hertrampf dan Pascual, 2000). Kadar serat yang tinggi yaitu 23% bobot kering (Tang, 2004) membuat kecernaannya rendah, selain itu dalam PKM terdapat karbohidrat yang sebagian besarnya berupa 78% mannan yang bersifat tidak tercerna dan tidak larut dalam air (Sundu dan Dingle, 2003). Bahan baku pakan yang berasal dari biji-bijian tumbuhan seperti biji gandum dan minyak tumbuhan mengandung jumlah protein yang signifikan dan berpotensi untuk menggantikan tepung ikan. Namun jika dibandingkan dengan tepung ikan dan tepung daging, kandungan karbohidrat yang dikandung biji-bijian jauh lebih besar, walaupun masih sangat sedikit dimanfaatkan oleh berbagai spesies ikan (Stone, 2003). Penggunaan PKM 20% (bobot kering) dalam pakan ikan nila tilapia (Oreochromis sp) tidak menunjukkan pengaruh negatif terhadap pertumbuhan dan efisiensi pakan bila dibandingkan dengan pakan kontrol yang menggunakan tepung ikan 21,19% dan tepung bungkil kedelai 30,73% sebagai sumber protein. Namun jika PKM diberikan dengan menggunakan enzim maka penggunaan PKM 40% akan memberikan pertumbuhan yang lebih baik dari penggunaan PKM tanpa ada perlakuan enzim. Semakin tinggi penggunaan PKM dalam pakan ikan

6 8 nila tilapia (Oreochromis sp) akan semakin menurunkan tingkat kecernaan protein, lemak dan energi (Ng, 2002). Penelitian yang dilakukan oleh Lim (2001) pada ikan tilapia (Oreochromis mossambicus) menunjukkan bahwa penggunaan PKM 30% dalam pakan memberikan pertumbuhan yang tidak berbeda nyata dengan ikan yang diberi pakan kontrol yang menggunakan tepung ikan 43% dan tepung bungkil kedelai 20,75% sebagai sumber protein walaupun tingkat kecernaan proteinnya lebih rendah dari pakan kontrol. 2.5 Cairan Rumen dan Pemanfaatannya Perut hewan ruminansia terdiri atas rumen, retikulum, omasum, dan abomasum. Volume rumen pada ternak sapi dapat mencapai 100 liter atau lebih dan untuk domba berkisar 10 liter. Rumen diakui sebagai sumber enzim pendegradasi polisakarida. Polisakarida dihidrolisis di rumen disebabkan pengaruh sinergis dan interaksi dari kompleks mikroorganisme, terutama sellulase dan xillanase (Trinci et el., 1994). Ada dua grup jenis mikroorganisme yang diyakini pada cairan rumen (liquid phase) dan yang menempel pada digesta rumen. Enzim yang aktif mendegradasi struktural polisakarida hijauan kebanyakan aktif pada mikroorganisme yang menempel pada partikel pakan. Di dalam retikulo rumen terdapat mikroba rumen yang terdiri atas protozoa dan bakteri yang berfungsi melaksanakan fermentasi untuk mensintesis asam amino, vitamin B-komplek dan vitamin K sebagai sumber zat makanan bagi hewan induk (Hungate, 1966). Mikroba-mikroba rumen mensekeresikan enzimenzim pencernaan ke dalam cairan rumen untuk membantu mendegradasi partikel makanan. Enzim-enzim tersebut antara lain enzim yang mendegradasi substrat selulosa, yaitu selulase, hemiselulosa/xylosa adalah hemiselulase/xylanase, pati adalah amilase, pektin adalah pektinase, lipid/lemak adalah lipase, protein adalah protease dan lain-lain (Kamra, 2005). Aktivitas enzim dalam cairan rumen juga tergantung dari komposisi atau perlakuan makanan (Moharery dan Das, 2001). Lee et al. (2002) memetakan enzim-enzim dalam cairan rumen domba. Enzim-enzim yang terdapat dalam cairan rumen domba antara lain adalah enzim-enzim selulotik terdiri atas beta-d-endoglukanase, beta-d-exoglukanase, beta-d-glukosidase dan beta-d-fucosida fucohydrolase, enzim-enzim xylanolitik terdiri atas beta-d-xylanase, beta-d-xylosidase, acethyl esterase dan alfa-l-

7 9 arabinofuranosidase, enzim-enzim pektinolitik terdiri atas polygalakturonase, pectate lyase dan pectin lyase, dan enzim-enzim lain yang terdiri atas betaamilase, endo-arabilase, beta-d-gluanase (laminarinase), beta-d-glucanase (Lichenase), beta-d-glucanase (Pechimanase) dan protease. Beberapa enzim dalam cairan rumen dan aktivitas enzimnya disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi enzim cairan rumen domba Enzim Lee et al. (2002) 1 Agarwal et al. (2003) 2 Enzim hanya dalam cairan Enzim dalam semua isi rumen domba rumen domba Total Enzim (IU) Selulase - CMCase 362,7 12,80 (IU/ml enzim/menit) Hemiselulase - Xylanase 528,6 29,03 (IU/ml enzim/menit) - Amilase 439,0 16,53 (IU/ml enzim/menit - Protease 84,80 2,52 (IU/ml enzim/menit) Aktivitas Spesifik (IU/mg protein) Selulase - CMCase 206,7 9,03 (IU/mg protein/menit) Hemiselulase - Xylanase 300,2 11,34 (IU/mg protein/menit) - Amilase 250,90 14,82 (IU/mg protein/menit) - Protease 48,30 1,85 (IU/mg protein/menit) 1183,7 20,39 (IU/ml enzim/menit) 3,60 0,63 umol glukosa/jam/ml ,53 (IU/ml enzim/menit) 0,29 0,05 umol xylosa/menit/ml 637,9 14,80 (IU/ml enzim/menit) 0,33 0,09 (umol glukosa/menit/ml) 125,6 3,83 (IU/ml enzim/menit) 452,7 154,3 Ug hidrolisis protein/jam/ml) 720,2 19,43 (IU/mg protein/menit) 1068,6 53,48 (IU/mg protein/menit) 390,2 25,68 (IU/mg protein/menit) 76,7 4,70 (IU/mg protein/menit) Keterangan : 1) Domba dewasa yang diberi makan ransum dasar alfalfa 2) Enzim dari caira rumen anak domba yang diberi makan air susu dan konsentrat sampai umur 9 minggu Sumber : (Moharrery and Das, 2001). 2.6 Enzim Pencernaan dan Peranannya dalam Proses Pencernaan Pemanfaatan materi dan energi pakan untuk pertumbuhan terlebih dahulu melalui suatu proses pencernaan dan metabolisme. Dalam proses pencernaan, makanan yang tadinya merupakan senyawa kompleks akan dipecah menjadi senyawa yang lebih sederhana sehingga mudah diserap malalui dinding usus dan disebarkan ke seluruh tubuh melalui sistem peredaran darah. Protein terhidrolisis manjadi asam amino bebas dan peptida-peptida pendek, karbohidrat dipecah menjadi gula-gula sederhana dan lemak menjadi asam-asam lemak dan

8 10 gliserol. Proses-proses di atas dilakukan oleh enzim-enzim pencernaan (Tillman et al. 1991). Enzim adalah katalisator biologis dalam reaksi kimia yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan. Enzim adalah protein, yang disintesis di dalam sel dan dikeluarkan dari sel yang membentuknya melalui proses eksositosis. Enzim yang disekresikan ke luar sel digunakan untuk pencernaan di luar sel (di dalam rongga pencernaan) atau disebut extra celluler digestion, sedangkan enzim yang dipertahankan di dalam sel digunakan untuk pencernaan di dalam sel itu sendiri atau disebut intra celluler digestion (Affandi et al, 1992). Enzim pencernaan yang disekresikan dalam rongga pencernaan berasal dari sel-sel mukosa lambung, pilorik kaeka, pankreas, dan mukosa usus. Oleh karena itu, perkembangan sistem pencernaan erat kaitannya dengan perkembangan aktivitas enzim di dalam rongga saluran penceranan (Watford dan Lam, 1993). Enzim-enzim tersebut berperan sebagai katalisator dalam hidrolisis protein, lemak dan karbohidrat menjadi bahan-bahan yang sederhana. Sel-sel mukosa lambung menghasilkan enzim protease dengan suatu aktivitas proteolitik optimal pada ph rendah. Pilorik kaeka yang merupakan perpanjangan usus terutama mensekresikan enzim yang sama seperti yang dihasilkan pada bagian usus yaitu enzim pencernaan protein, lemak, dan karbohidrat yang aktif pada ph netral dan sedikit basa. Cairan pankreatik kaya akan tripsin, yaitu suatu protease yang aktivitasnya optimal sedikit di bawah ph basa. Selain itu, cairan ini juga mengandung amilase, maltase, dan lipase. Ikan yang tidak memiliki lambung dan pilorik kaeka, aktivitas proteolitik terutama berasal dari cairan pankreatik. Kemampuan ikan dalam mencerna makanan sangat bergantung pada kelengkapan organ pencernaan dan ketersediaan enzim pencernaan. Perkembangan saluran pencernaan tersebut berlangsung secara bertahap dan setelah mencapai ukuran/umur tertentu saluran pencernaan mencapai kesempurnaannya. Perkembangan struktur alat pencernaan ini diikuti oleh perkembangan enzim pencernaan dan perubahan kebiasaan makan (food habit). Kandungan nutrien pakan nampaknya berpengaruh pada aktivitas enzim pencernaan. Kuzmina (1996) mengungkapkan bahwa tersediannya substrat merupakan faktor yang nyata dalam pengaturan aktivitas enzim pada ikan dan mamalia. Kandungan protein pakan yang tinggi dikaitkan dengan kandungan selulosa yang rendah umumnya meningkatkan aktivitas protease pada ikan

9 11 rainbow trout (Hepher, 1990). Peningkatan proporsi pati kentang dalam pakan dari 10 menjadi 90% yang diiukuti penurunan proporsi tepung ikan akan meningkatkan aktivitas enzim maltase dan amilase pada ikan mas, dan adaptasi enzim karbohidrase ini terhadap komposisi pakan sudah terlihat kurang dari satu minggu (Kawai dan Ikeda, 1972). Stickney dan Shumway (1974) menyatakan bahwa enzim selulosa diproduksi oleh mikroflora usus, yang dihubungkan dengan aktivitas selulase dalam usus dengan jumlah selulase/bakteri selulotik. Das dan Tripathi (1991) mendapatkan kemunduran drastis dalam aktivitas selulase ketika ikan grass carp diberi pakan dari makanan yang mengandung tetrasiklin. Beberapa penelitian telah melaporkan bahwa ikan tidak memiliki enzim selulosa dan kemungkinan adanya populasi mikroba selulotik di saluran pencernaan ikan juga masih menjadi kontrofersi di kalangan peneliti (Stickney dan Shumway, 1974). Enzim protease menguraikan rantai-rantai peptida dari protein. Bergantung pada letak ikatan peptida pada tengah atau akhir molekul, peptidase diklasifikasikan menjadi endopeptidase dan eksopeptidase. Endopeptidase menghidrolisis protein dan peptida-peptida rantai panjang menjadi peptidapeptida pendek. Endopeptidase antara lain pepsin yang dihasilkan dari zimogen pepsinogen, tripsin dan tripsinogen, dan kimotripsin dari kimotripsinogen. Eksopeptidase menghidrolisis peptida menjadi asama amino. Karboksipeptidase, aminopeptidase, dan dipeptidase termasuk dalam kelompok eksopeptidase. Alfa amilase adalah enzim yang bertanggung jawab menghidrolisis pati menjadi glukosa. Enzim ini memutuskan ikatan 1,4 -glukosidik dan mengubah pati menjadi glukosa dan maltosa. Sedangkan lipase adalah enzim penting dalam pencernaan lemak. Lipase memecah lemak menjadi gliserol dan asam lemak (Steffens, 1989; Hepher, 1990). Enzim berperan dalam mengubah laju reaksi sehingga kecepatan reaksi yang diperlihatkan dapat dijadikan ukuran kreativitas enzim. Satu unit aktivitas enzim didefinisikan sebagai jumlah enzim adalah jumlah yang menyebabkan pengubahan 1 mikromol substrat permenit pada suhu 25 o C pada keadaan pengukuran optimal (Lehninger, 1982). Aktivitas enzim bergantung pada konsentrasi enzim dan substrat, suhu, ph, dan inhibitor (Poedjiadi, 1994).

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Gambar 2 menunjukkan adanya penambahan biomass dari masing-masing ikan uji. Biomass rata-rata awal ikan uji perlakuan A (0 ml/kg) adalah sebesar 46,9 g sedangkan pada

Lebih terperinci

EFEK SUPLEMENTASI CRUDE ENZIM CAIRAN RUMEN PADA PAKAN IKAN NILA Oreochromis niloticus BERBASIS SUMBER PROTEIN NABATI WASTU AYU DIAMAHESA SKRIPSI

EFEK SUPLEMENTASI CRUDE ENZIM CAIRAN RUMEN PADA PAKAN IKAN NILA Oreochromis niloticus BERBASIS SUMBER PROTEIN NABATI WASTU AYU DIAMAHESA SKRIPSI EFEK SUPLEMENTASI CRUDE ENZIM CAIRAN RUMEN PADA PAKAN IKAN NILA Oreochromis niloticus BERBASIS SUMBER PROTEIN NABATI WASTU AYU DIAMAHESA SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN BUDIDAYA

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Data rata-rata parameter uji hasil penelitian, yaitu laju pertumbuhan spesifik (LPS), efisiensi pemberian pakan (EP), jumlah konsumsi pakan (JKP), retensi protein

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil analisis proksimat bahan uji sebelum dan sesudah diinkubasi disajikan pada Tabel 2. Hasil analisis proksimat pakan uji ditunjukkan pada Tabel 3. Sementara kecernaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. nabati seperti bungkil kedelai, tepung jagung, tepung biji kapuk, tepung eceng

TINJAUAN PUSTAKA. nabati seperti bungkil kedelai, tepung jagung, tepung biji kapuk, tepung eceng II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ikan Nila BEST Ikan nila adalah ikan omnivora yang cenderung herbivora sehingga lebih mudah beradaptasi dengan jenis pakan yang dicampur dengan sumber bahan nabati seperti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan dalam kegiatan budidaya ikan. Kebutuhan pakan ikan

I. PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan dalam kegiatan budidaya ikan. Kebutuhan pakan ikan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketersediaan pakan yang cukup, berkualitas, dan berkesinambungan sangat menentukan keberhasilan dalam kegiatan budidaya ikan. Kebutuhan pakan ikan akan meningkat seiring

Lebih terperinci

Hasil. rumen domba. efektivitas. cairan Aktifitas enzim (UI/ml/menit) , Protease. Enzim

Hasil. rumen domba. efektivitas. cairan Aktifitas enzim (UI/ml/menit) , Protease. Enzim 22 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Uji Efektivitas Cairan Rumen Domba Penelitian Tahap 1 dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui volume enzim cairan rumen domba dan lama waktu inkubasi yang tepat untuk penurunan

Lebih terperinci

KINERJA PERTUMBUHAN IKAN NILA

KINERJA PERTUMBUHAN IKAN NILA KINERJA PERTUMBUHAN IKAN NILA Oreochromis niloticus YANG DIBERI BERBAGAI DOSIS ENZIM CAIRAN RUMEN PADA PAKAN BERBASIS DAUN LAMTOROGUNG Leucaena leucocephala WIDY WIDYANTI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

PEMAKAIAN TEPUNG DAUN LAMTOROGUNG Leucaena leucocephala SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN IKAN NILA Oreochromis niloticus

PEMAKAIAN TEPUNG DAUN LAMTOROGUNG Leucaena leucocephala SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN IKAN NILA Oreochromis niloticus i PEMAKAIAN TEPUNG DAUN LAMTOROGUNG Leucaena leucocephala SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN IKAN NILA Oreochromis niloticus ANITA BIDARYATI SKRIPSI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN BUDIDAYA FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh

PENDAHULUAN. sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ayam kampung merupakan salah satu jenis unggas lokal yang berpotensi sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh masyarakat terutama yang bertempat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebutuhan Nutrisi Ikan Nila ( Oreochromis niloticus

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebutuhan Nutrisi Ikan Nila ( Oreochromis niloticus 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebutuhan Nutrisi Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Ikan membutuhkan energi untuk dapat tumbuh dan berkembang, dimana energi tersebut berasal dari nutrien yang dikonsumsi oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan taksonomi kapang Rhizopus oligosporus menurut Lendecker

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan taksonomi kapang Rhizopus oligosporus menurut Lendecker 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Kapang Rhizopus oligosporus Kedudukan taksonomi kapang Rhizopus oligosporus menurut Lendecker & Moore (1996) adalah sebagai berikut : Kingdom Divisio Kelas Ordo

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Berdasarkan hasil analisa proksimat, kandungan zat makanan ransum perlakuan disajikan pada Tabel 10. Terdapat adanya keragaman kandungan nutrien protein, abu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (Geneticaly Improvement of Farmed Tilapia). Klasifikasi ikan nila GIFT menurut. Khoiruman dan Amri (2005) adalah sebagai berikut :

TINJAUAN PUSTAKA. (Geneticaly Improvement of Farmed Tilapia). Klasifikasi ikan nila GIFT menurut. Khoiruman dan Amri (2005) adalah sebagai berikut : II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ikan Nila GIFT 2.1.1 Klasifikasi Ikan Nila Gift Ikan nila yang digunakan dalam penelitian ini adalah strain nila GIFT (Geneticaly Improvement of Farmed Tilapia). Klasifikasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kebutuhan Protein Pakan

TINJAUAN PUSTAKA. Kebutuhan Protein Pakan TINJAUAN PUSTAKA Kebutuhan Protein Pakan Protein adalah salah satu nutrien yang sangat diperlukan oleh ikan. Protein dibutuhkan untuk pemeliharaan tubuh, pembentukan jaringan, penggantian jaringan tubuh

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebutuhan Nutrisi Ikan Nila Oreochromis niloticus Nutrisi pada pakan merupakan sumber energi untuk metabolisme ikan. Sebagai hewan yang hidup di lingkungan perairan dimana sumber

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 Pakan Uji Pakan yang digunakan adalah pelet kering berbasis sumber protein nabati yang berjenis tenggelam dengan campuran crude enzim dari rumen domba. Pakan uji yang diberikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan nila merah merupakan hasil hibridisasi antara ikan nila betina

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan nila merah merupakan hasil hibridisasi antara ikan nila betina II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Nila Merah Ikan nila merah merupakan hasil hibridisasi antara ikan nila betina reddish-orange Mozambique (Oreochormis mossambicus) dengan ikan nila jantan normal (Oreochormis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat meningkat pula. Namun, perlu dipikirkan efek samping yang

I. PENDAHULUAN. masyarakat meningkat pula. Namun, perlu dipikirkan efek samping yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah limbah tidak dapat lepas dari adanya aktifitas industri, termasuk industri ternak ayam pedaging. Semakin meningkat sektor industri maka taraf hidup masyarakat meningkat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Madura Sapi Madura termasuk dalam sapi lokal Indonesia, yang berasal dari hasil persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura memiliki

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perubahan Kualitas Gizi Kulit Kopi Keterbatasan pemanfaatan bahan baku yang berasal dari limbah agroindustri yaitu keberadaan serat kasar yang tinggi dan zat anti nutrisi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gurame (Oshpronemus gouramy) merupakan jenis ikan konsumsi air tawar, yang sangat disukai oleh masyarakat karena dagingnya yang enak dan tebal. Namun sangat disayangkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pakan Ternak Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan beragam dan tidak bisa tumbuh dengan baik bila terus diberi pakan yang sama dalam jangka waktu yang

Lebih terperinci

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan % BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Berdasarkan hasil pengamatan terhadap benih Lele Sangkuriang selama 42 hari masa pemeliharaan diketahui bahwa tingkat penggunaan limbah ikan tongkol

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak 34 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak diekskresikan dalam feses (Tillman, dkk., 1998). Zat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Biologi, Habitat dan Kebiasaan Makan Ikan Nila (Oreochromis niloticus)

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Biologi, Habitat dan Kebiasaan Makan Ikan Nila (Oreochromis niloticus) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi, Habitat dan Kebiasaan Makan Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Klasifikasi ikan nila menurut Trewavas (1982) adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Subfilum: Vertebrata

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan ternak ruminansia yang banyak dipelihara masyarakat dan dimanfaatkan produksinya sebagai ternak penghasil daging dan sebagai tabungan. Domba memiliki

Lebih terperinci

Gambar 1. Ikan lele dumbo (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Gambar 1. Ikan lele dumbo (Sumber: Dokumentasi Pribadi) BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Biologi Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Lele dumbo adalah jenis ikan hibrida hasil silangan antara Clarias gariepinus dengan C. fuscus dan merupakan ikan introduksi yang pertama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi makanan. Sehingga faktor pakan yang diberikan pada ternak perlu

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi makanan. Sehingga faktor pakan yang diberikan pada ternak perlu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produktivitas ternak dipengaruhi oleh berbagai faktor salah satunya adalah pakan. Davendra, (1993) mengungkapkan bahwa pertumbuhan dan perkembangan berat badan maupun

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Nutrien Konsumsi pakan merupakan faktor penting untuk menentukan kebutuhan hidup pokok dan produksi karena dengan mengetahui tingkat konsumsi pakan maka dapat ditentukan kadar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Nutrien Berbagai Jenis Rumput Kadar nutrien masing-masing jenis rumput yang digunakan berbeda-beda. Kadar serat dan protein kasar paling tinggi pada Setaria splendida, kadar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produk Fermentasi Fermentasi merupakan teknik yang dapat mengubah senyawa kompleks seperti protein, serat kasar, karbohidrat, lemak dan bahan organik lainnya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan menjadi salah satu faktor penentu dalam usaha peternakan, baik terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan tercapai bila mendapat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah TINJAUAN PUSTAKA Ampas Sagu Pemanfaatan limbah sebagai bahan pakan ternak merupakan alternatif dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah mempunyai proporsi pemanfaatan yang besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan gurame (Osphronemus goramy Lac.) merupakan ikan air tawar yang memiliki gizi tinggi dan nilai ekonomis penting. Ikan gurame juga banyak digemari oleh masyarakat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi

PENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi 1 I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak dikembangbiakan oleh masyarakat. Pemeliharaan domba yang lebih cepat dibandingkan ternak sapi, baik sapi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan Konsumsi Bahan Kering (BK) HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Konsumsi pakan merupakan jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan proses produksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing

I. PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Salah satu jenis ternak pengahasil daging dan susu yang dapat dikembangkan dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing adalah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi keseluruhan kecernaan ransum. Nilai kecernaan yang paling

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien Biskuit Rumput Lapang dan Daun Jagung Komposisi nutrien diperlukan untuk mengetahui kandungan zat makanan yang terkandung di dalam biskuit daun jagung dan rumput

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Tanaman Singkong Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang cukup potensial di Indonesia selain padi dan jagung. Tanaman singkong termasuk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi

PENDAHULUAN. bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya kebutuhan susu merupakan salah satu faktor pendorong bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi peningkatan konsumsi susu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani, terutama daging kambing, menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan budidaya air tawar di Indonesia memiliki prospek yang cerah, terutama setelah terjadinya penurunan produksi perikanan tangkap. Permintaan produk akuakultur

Lebih terperinci

DIKTAT PEMBELAJARAN BIOLOGI KELAS XII IPA 2009/2010

DIKTAT PEMBELAJARAN BIOLOGI KELAS XII IPA 2009/2010 DIKTAT PEMBELAJARAN BIOLOGI KELAS XII IPA 2009/2010 DIKTAT 2 METABOLISME Standar Kompetensi : Memahami pentingnya metabolisme pada makhluk hidup Kompetensi Dasar : Mendeskripsikan fungsi enzim dalam proses

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong.

I. PENDAHULUAN. Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong. Pemanfaatan limbah industri gula tebu sebagai pakan alternatif merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu peternakan. Pakan

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu peternakan. Pakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu peternakan. Pakan merupakan salah satu komponen dalam budidaya ternak yang berperan penting untuk mencapai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama fermentasi berlangsung terjadi perubahan terhadap komposisi kimia substrat yaitu asam amino, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral, selain itu juga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan. Pakan dengan kualitas yang baik, memberikan efek terhadap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan. Pakan dengan kualitas yang baik, memberikan efek terhadap 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pakan Ruminansia Pakan merupakan semua bahan pakan yang dapat dikonsumsi ternak, tidak menimbulkan suatu penyakit, dapat dicerna, dan mengandung zat nutrien yang dibutuhkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam menjalankan usaha peternakan pakan selalu menjadi permasalahan

I. PENDAHULUAN. Dalam menjalankan usaha peternakan pakan selalu menjadi permasalahan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menjalankan usaha peternakan pakan selalu menjadi permasalahan utama yang dialami oleh peternak. Hal tersebut dikarenakan harga pakan yang cukup mahal yang disebabkan

Lebih terperinci

Teknologi Produksi Bahan Baku Pakan. Program Alih Jenjang D4 Bidang Akuakultur SITH, ITB VEDCA - SEAMOLEC

Teknologi Produksi Bahan Baku Pakan. Program Alih Jenjang D4 Bidang Akuakultur SITH, ITB VEDCA - SEAMOLEC Teknologi Produksi Bahan Baku Pakan Program Alih Jenjang D4 Bidang Akuakultur SITH, ITB VEDCA - SEAMOLEC Teknologi Produksi Bahan Baku Pakan: 1. Pakan Buatan dalam Industri Akuakultur: Pengenalan 2. Nutrisi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi Kandungan nutrien biomineral tanpa proteksi dan yang diproteksi serta mineral mix dapat dilihat pada Tabel 7. Kandungan nutrien biomineral

Lebih terperinci

Gambar 5. Grafik Pertambahan Bobot Rata-rata Benih Lele Dumbo pada Setiap Periode Pengamatan

Gambar 5. Grafik Pertambahan Bobot Rata-rata Benih Lele Dumbo pada Setiap Periode Pengamatan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Laju Pertumbuhan adalah perubahan bentuk akibat pertambahan panjang, berat, dan volume dalam periode tertentu (Effendi, 1997). Berdasarkan hasil

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Perubahan kandungan nutrisi daun mata lele Azolla sp. sebelum dan sesudah fermentasi dapat disajikan pada Gambar 1. Gambar1 Kandungan nutrisi daun mata lele Azolla

Lebih terperinci

tepat untuk mengganti pakan alami dengan pakan buatan setelah larva berumur 15 hari. Penggunaan pakan alami yang terlalu lama dalam usaha pembenihan

tepat untuk mengganti pakan alami dengan pakan buatan setelah larva berumur 15 hari. Penggunaan pakan alami yang terlalu lama dalam usaha pembenihan 145 PEMBAHASAN UMUM Peranan mikroflora dalam fungsi fisiologis saluran pencernaan ikan bandeng telah dibuktikan menyumbangkan enzim pencernaan α-amilase, protease, dan lipase eksogen. Enzim pencernaan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ransum merupakan campuran bahan pakan yang disusun untuk memenuhi kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting dalam pemeliharaan ternak,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebutuhan Energi dan Makronutrien Kerapu Bebek 2.1.1. Sumber dan Pemanfaatan Energi oleh Ikan Pada ikan, sumber energi diperoleh dari pakan, dimana pada pakan ikan ini mengandung

Lebih terperinci

SISTEM PENCERNAAN PADA MANUSIA. Drs. Refli., MSc

SISTEM PENCERNAAN PADA MANUSIA. Drs. Refli., MSc SISTEM PENCERNAAN PADA MANUSIA Drs. Refli., MSc ?? ENERGI PENDAHULUAN MAKANAN Protein Lemak Polisakarida Vitamin Mineral Asam-asam amino Asam lemak + gliserol Monosakarida (gula) Vitamin Mineral AKTIVITAS

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan patin siam merupakan salah satu komoditas ikan yang dikenal sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan patin siam merupakan salah satu komoditas ikan yang dikenal sebagai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Patin Siam Ikan patin siam merupakan salah satu komoditas ikan yang dikenal sebagai komoditi yang berprospek cerah, karena memiliki harga jual yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Optimalisasi pemanfaatan gulma tanaman pangan sebagai pakan ternak. peternakan. Gulma tanaman pangan mempunyai potensi untuk dapat

BAB I PENDAHULUAN. Optimalisasi pemanfaatan gulma tanaman pangan sebagai pakan ternak. peternakan. Gulma tanaman pangan mempunyai potensi untuk dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Optimalisasi pemanfaatan gulma tanaman pangan sebagai pakan ternak merupakan suatu cara untuk menekan biaya produksi dalam pengembangan usaha peternakan. Gulma tanaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan tubuh dan kesehatan manusia. Kebutuhan protein hewani semakin

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan tubuh dan kesehatan manusia. Kebutuhan protein hewani semakin I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Protein hewani merupakan zat makanan yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan tubuh dan kesehatan manusia. Kebutuhan protein hewani semakin meningkat seiring dengan meningkatnya

Lebih terperinci

Nama-nama dan jenis-jenis Enzim dalam Sistem Pencernaan

Nama-nama dan jenis-jenis Enzim dalam Sistem Pencernaan Nama-nama dan jenis-jenis Enzim dalam Sistem Pencernaan Saluran Pencernaan Mulut (Kelenjar Ludah / Saliva) Lambung (Kelenjar Lambung) Pankreas (Saluran Pankreas) Usus (Kelenjar Usus) Nama enzim dan fungsinya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Penambahan daun Som Jawa pada ransum menurunkan kandungan serat kasar dan bahan kering ransum, namun meningkatkan protein kasar ransum. Peningkatan protein disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebutuhan daging di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebutuhan daging di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kontribusi sub sektor peternakan dalam memenuhi kebutuhan pangan dan gizi masyarakat merupakan fungsi integral dalam pembangunan sektor pertanian secara keseluruhan.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelas : Crustacea. Ordo : Decapoda. Webster et al., (2004), menyatakan bahwa lobster merupakan udang air tawar

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelas : Crustacea. Ordo : Decapoda. Webster et al., (2004), menyatakan bahwa lobster merupakan udang air tawar II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi Lobster Air Tawar Menurut Holthuis (1949) dan Riek (1968), klasifikasi lobster air tawar adalah sebagai berikut : Filum : Arthropoda Kelas : Crustacea Ordo : Decapoda Famili

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan ikan air tawar yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan ikan air tawar yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ikan Nila Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan ikan air tawar yang termasuk dalam famili Cichlidae dan merupakan ikan asal Afrika (Boyd, 2004). Ikan ini merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kebutuhan Nutrisi Ikan Mas

TINJAUAN PUSTAKA Kebutuhan Nutrisi Ikan Mas 5 TINJAUAN PUSTAKA Kebutuhan Nutrisi Ikan Mas Fungsi utama makanan adalah sebagai penyedia energi bagi aktivitas selsel tubuh. Karbohidrat, lemak dan protein merupakan zat gizi dalam makanan yang berfungsi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh

II. TINJAUAN PUSTAKA. Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mineral Mikro Organik Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh makluk hidup. Sebagian besar mineral akan tertinggal dalam bentuk abu sebagai senyawa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2003). Pemberian total mixed ration lebih menjamin meratanya distribusi asupan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2003). Pemberian total mixed ration lebih menjamin meratanya distribusi asupan 17 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Total Mixed Ration (TMR) Pakan komplit atau TMR adalah suatu jenis pakan ternak yang terdiri dari bahan hijauan dan konsentrat dalam imbangan yang memadai (Budiono et al.,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ikan merupakan salah satu hewan yang banyak dibudidayakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ikan merupakan salah satu hewan yang banyak dibudidayakan oleh 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan merupakan salah satu hewan yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat Indonesia karena memiliki potensi keuntungan yang menjanjikan. Seiring dengan meningkatnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nutrien pakan dan juga produk mikroba rumen. Untuk memaksimalkan

I. PENDAHULUAN. nutrien pakan dan juga produk mikroba rumen. Untuk memaksimalkan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Produktivitas ternak ruminansia sangat tergantung oleh ketersediaan nutrien pakan dan juga produk mikroba rumen. Untuk memaksimalkan produktivitas ternak tersebut selama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lele (Clarias sp.) merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sudah dibudidayakan secara komersil oleh masyarakat Indonesia terutama di Pulau Jawa. Rasa dagingnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada kegiatan pemeliharaan ikan, salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah pemberian pakan. Pakan merupakan faktor penting dalam usaha budidaya ikan intensif dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi Tepung Onggok Karakterisasi tepung onggok dapat dilakukan dengan menganalisa kandungan atau komponen tepung onggok melalui uji proximat. Analisis proximat adalah

Lebih terperinci

Gambar 2. Grafik Pertumbuhan benih ikan Tagih

Gambar 2. Grafik Pertumbuhan benih ikan Tagih BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju Pertumbuhan Laju pertumbuhan merupakan penambahan jumlah bobot ataupun panjang ikan dalam periode waktu tertentu. Pertumbuhan terkait dengan faktor luar dan dalam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Minyak daun cengkeh merupakan hasil penyulingan daun cengkeh dengan menggunakan metode penyulingan (uap /steam). Minyak daun cengkeh berbentuk cair (oil) dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Bahan Kering Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan produksi. Rataan konsumsi rumput, konsentrat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peningkatan ketersediaan bahan pakan. Bahan-bahan pakan konvensional yang

I. PENDAHULUAN. peningkatan ketersediaan bahan pakan. Bahan-bahan pakan konvensional yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan jumlah populasi dan produksi unggas perlu diimbangi dengan peningkatan ketersediaan bahan pakan. Bahan-bahan pakan konvensional yang selalu ada di dalam ransum

Lebih terperinci

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang Bobot ikan (g) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju Pertumbuhan Pertumbuhan merupakan penambahan jumlah bobot ataupun panjang ikan dalam satu periode waktu tertentu. Pertumbuhan dapat diartikan sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. zat kimia lain seperti etanol, aseton, dan asam-asam organik sehingga. memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi (Gunam et al., 2004).

I. PENDAHULUAN. zat kimia lain seperti etanol, aseton, dan asam-asam organik sehingga. memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi (Gunam et al., 2004). 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Enzim merupakan senyawa protein yang disintesis di dalam sel secara biokimiawi. Salah satu jenis enzim yang memiliki peranan penting adalah enzim selulase. Enzim selulase

Lebih terperinci

menjaga kestabilan kondisi rumen dari pengaruh aktivitas fermentasi. Menurut Ensminger et al. (1990) bahwa waktu pengambilan cairan rumen berpengaruh

menjaga kestabilan kondisi rumen dari pengaruh aktivitas fermentasi. Menurut Ensminger et al. (1990) bahwa waktu pengambilan cairan rumen berpengaruh HASIL DAN PEMBAHASAN Derajat Keasaman (ph) Rumen Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi (P>0,05) antara jenis ransum dengan taraf suplementasi asam fulvat. Faktor jenis ransum

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering 33 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering Hasil penelitian mengenai pengaruh biokonversi biomassa jagung oleh mikroba Lactobacillus plantarum, Saccharomyces cereviseae,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian Masalah yang sering dihadapi oleh peternak ruminansia adalah keterbatasan penyediaan pakan baik secara kuantitatif, kualitatif, maupun kesinambungannya sepanjang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil

TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil TINJAUAN PUSTAKA Ayam Broiler Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil budidaya teknologi peternakan yang memiliki karakteristik ekonomi dengan ciri khas pertumbuhan yang cepat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kendala pada peternak disebabkan mahalnya harga bahan baku, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kendala pada peternak disebabkan mahalnya harga bahan baku, sehingga 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan usaha ternak ayam sangat ditentukan oleh penyediaan pakan yang memadai baik kuantitas maupun kualitas, karena pakan merupakan unsur utama dalam pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kulit kacang hijau dan pecahan-pecahan tauge kacang hijau (Christiana, 2012). Tauge

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kulit kacang hijau dan pecahan-pecahan tauge kacang hijau (Christiana, 2012). Tauge 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Limbah Tauge Kacang Hijau Limbah tauge kacang hijau merupakan sisa produksi tauge yang terdiri dari kulit kacang hijau dan pecahan-pecahan tauge kacang hijau (Christiana,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. luas. Salah satu faktor yang mempengaruhi produksi ayam broiler adalah pakan

I. PENDAHULUAN. luas. Salah satu faktor yang mempengaruhi produksi ayam broiler adalah pakan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ayam broiler mempunyai potensi yang besar dalam memberikan sumbangan terhadap pemenuhan kebutuhan konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia, karena sifat proses produksi

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Pakan Penelitian Pakan penelitian terbagi menjadi dua yaitu pakan untuk pengujian kecernaan dan pakan untuk pengujian pertumbuhan. Pakan untuk pengujian kecernaan dibuat berdasarkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 482,91 55, ,01 67,22

HASIL DAN PEMBAHASAN 482,91 55, ,01 67,22 HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi dan Kecernaan Bahan Kering Konsumsi dan kecernaan bahan kering dapat dilihat di Tabel 8. Penambahan minyak jagung, minyak ikan lemuru dan minyak ikan lemuru terproteksi tidak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien dan Asam Fitat Pakan Pakan yang diberikan kepada ternak tidak hanya mengandung komponen nutrien yang dibutuhkan ternak, tetapi juga mengandung senyawa antinutrisi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merang merupakan salah satu jenis jamur pangan yang memiliki nilai gizi yang tinggi dan permintaan pasar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merang merupakan salah satu jenis jamur pangan yang memiliki nilai gizi yang tinggi dan permintaan pasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merang merupakan salah satu jenis jamur pangan yang memiliki nilai gizi yang tinggi dan permintaan pasar yang terus meningkat. Menurut Trubus (2012), permintaan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ternak Domba Garut merupakan ternak ruminansia kecil yang banyak dipelihara oleh masyarakat, karena pemeliharaannya yang tidak begitu sulit, dan sudah turun temurun dipelihara

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan hewan ternak perah lainnya. Keunggulan yang dimiliki sapi perah tersebut membuat banyak pengusaha-pengusaha

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. peternak dengan sistem pemeliharaan yang masih tradisional (Hoddi et al.,

PENDAHULUAN. Latar Belakang. peternak dengan sistem pemeliharaan yang masih tradisional (Hoddi et al., PENDAHULUAN Latar Belakang Sebagian besar populasi ternak sapi di Indonesia dipelihara oleh petani peternak dengan sistem pemeliharaan yang masih tradisional (Hoddi et al., 2011). Usaha peningkatan produktivitas

Lebih terperinci

Pengaruh penggunaan tepung azolla microphylla dalam ransum terhadap. jantan. Disusun Oleh : Sigit Anggara W.P H I.

Pengaruh penggunaan tepung azolla microphylla dalam ransum terhadap. jantan. Disusun Oleh : Sigit Anggara W.P H I. 1 Pengaruh penggunaan tepung azolla microphylla dalam ransum terhadap kecernaan bahan kering dan bahan organik kelinci keturunan flemish giant jantan Disusun Oleh : Sigit Anggara W.P H0504075 I. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pemecahan masalah biaya tinggi pada industri peternakan. Kelayakan limbah pertanian

I. PENDAHULUAN. pemecahan masalah biaya tinggi pada industri peternakan. Kelayakan limbah pertanian 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan ternak merupakan salah satu cara pemecahan masalah biaya tinggi pada industri peternakan. Kelayakan limbah pertanian dijadikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelinci New Zealand White Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk. (2015) kelinci dapat mengubah dan memanfaatkan bahan pakan kualitas rendah

Lebih terperinci

TEKNIK PENGOLAHAN UMB (Urea Molases Blok) UNTUK TERNAK RUMINANSIA Catur Prasetiyono LOKA PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN KEPRI

TEKNIK PENGOLAHAN UMB (Urea Molases Blok) UNTUK TERNAK RUMINANSIA Catur Prasetiyono LOKA PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN KEPRI TEKNIK PENGOLAHAN UMB (Urea Molases Blok) UNTUK TERNAK RUMINANSIA Catur Prasetiyono LOKA PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN KEPRI I. Pendahuluan Ternak ruminansia diklasifikasikan sebagai hewan herbivora karena

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Tahap 1: Uji Fisik dan Uji Kimia Bungkil Inti Sawit Bentuk Umum dan Rasio Produk Hasil Ayakan Penggilingan bungkil inti sawit menggunakan Hammer mill yang dilengkapi dengan saringan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sifat Umum Ikan Lele Kebutuhan Nutrien Ikan Lele

TINJAUAN PUSTAKA Sifat Umum Ikan Lele Kebutuhan Nutrien Ikan Lele TINJAUAN PUSTAKA Sifat Umum Ikan Lele Ikan lele (Clarias sp) merupakan ikan lele asli Indonesia. Budidaya ikan ini biasanya dilakukan di kolam-kolam tergenang hampir diseluruh propinsi di Indonesia. Karena

Lebih terperinci