KERAGAMAN DAN KORELASI ANTARA PEUBAH PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADA DELAPAN VARIETAS KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KERAGAMAN DAN KORELASI ANTARA PEUBAH PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADA DELAPAN VARIETAS KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.)"

Transkripsi

1 i KERAGAMAN DAN KORELASI ANTARA PEUBAH PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADA DELAPAN VARIETAS KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) SERIULINA N. BR. S. KELOKO A DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

2 ii RINGKASAN SERIULINA N. BR. S. KELOKO. Keragaman dan Korelasi Antara Peubah Pertumbuhan dan Produksi pada Delapan Varietas Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.). Dibimbing oleh HENI PURNAMAWATI. Penelitian ini bertujuan untuk mengamati karakteristik pertumbuhan yang mempengaruhi pengisian polong dan produksi pada delapan varietas kacang tanah. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Lewikopo, Darmaga, Bogor dari Februari hingga Juli Lokasi penelitian memiliki jenis tanah Latosol. Metode penelitian menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan tiga kali ulangan. Perlakuan terdiri dari satu faktor yaitu delapan varietas kacang tanah sehingga terdapat 24 satuan percobaan. Varietas kacang tanah yang digunakan adalah varietas Badak, Garuda3, Jerapah, Kancil, Mahesa, Singa, Tapir, dan Trenggiling. Analisis data menggunakan uji F dan apabila terdapat pengaruh nyata maka dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT). Analisis korelasi dilakukan antara peubah pertumbuhan dan komponen produksi. Hasil percobaan menunjukkan varietas Mahesa memiliki pertumbuhan tajuk yang baik selama pertumbuhan tetapi jumlah polong total dan bobot kering polong per tanaman yang dihasilkan nyata lebih rendah yang berdampak pada rendahnya produktivitas polong dan biji. Varietas Garuda3 memiliki pertumbuhan tajuk yang baik hanya sampai fase pembentukan polong. Jumlah polong total per tanaman yang dihasilkan nyata terendah tetapi baik dalam pengisian polong sehingga menghasilkan persentase polong penuh yang tinggi. Varietas Singa memiliki pertumbuhan tajuk yang rimbun selama pertumbuhan tetapi menghasilkan bobot kering polong yang rendah karena pertambahan jumlah ginofor banyak sehingga kurang dalam waktu pengisian polong dan banyak menghasilkan persentase polong cipo. Varietas Kancil memiliki pertambahan daun, batang, dan polong yang tidak mencolok selama pertumbuhan. Produktivitas polong dan biji yang dihasilkan tinggi yang didukung oleh rata-rata jumlah polong penuh yang dihasilkan tinggi sehingga persentase polong penuh juga tinggi akibat dari waktu pengisian polong yang panjang.

3 iii Varietas Badak memiliki pertumbuhan tajuk yang rimbun selama pertumbuhan dan jumlah polong total dan polong setengah penuh yang dihasilkan nyata lebih banyak serta rata-rata jumlah polong penuh dan polong cipo yang banyak. Akibatnya produktivitas polong yang dihasilkan tinggi tetapi produktivitas bijinya rendah. Varietas Jerapah memiliki pertambahan daun, cabang, ginofor, dan polong yang tidak mencolok selama pertumbuhan dan laju pertumbuhan maksimum dari periode awal bunga sampai pembentukan polong. Varietas Jerapah kurang dalam membentuk polong dilihat dari jumlah polong total dan polong setengah penuh yang dihasilkan nyata lebih rendah dan rata-rata jumlah polong cipo terendah. Varietas Tapir memiliki pertumbuhan tajuk yang terus meningkat selama pertumbuhan dan baik dalam pengisian polongnya sehingga menghasilkan persentase polong penuh yang tinggi. Varietas Trenggiling memiliki laju pertumbuhan yang tidak terlalu mencolok. Jumlah polong total dan polong setengah penuh yang dihasilkan nyata lebih rendah tetapi dapat menghasilkan produktivitas polong dan biji yang tinggi. Korelasi antara parameter pertumbuhan dengan komponen hasil menunjukkan bahwa persentase polong penuh dipengaruhi oleh bobot kering ginofor saat pembentukan polong dan bobot kering polong saat menjelang panen. Persentase polong cipo dipengaruhi oleh bobot kering ginofor dan bobot kering polong saat menjelang panen. Indeks panen tanaman dipengaruhi oleh ILD selama pertumbuhan dan CGR saat menjelang panen. Produktivitas polong dipengaruhi oleh hasil indeks panen sementara itu produktivitas biji dipengaruhi oleh persentase polong penuh.

4 ABSTRACT SERIULINA N. BR. S. KELOKO. Diversity and Correlation Between Growth and Production Variables of Eight Varieties of Groundnut (Arachis hypogaea L.). The objective of this research was to identify growth characteristic that affect the pods filling and production of eight varieties of groundnut. This research was conducted at the Lewikopo Experimental Farm, Darmaga, Bogor from February to July 2010 on Latosol soil. The varieties of groundnut in this experiment were Badak, Garuda3, Jerapah, Kancil, Mahesa, Singa, Tapir, and Trenggiling. Data analysis used the F test and if there was significant difference then followed by Duncan Multiple Range Test (DMRT). Correlation analysis between growth and production variables. The results showed that Mahesa variety had a good canopy during the growth but the number of pods and pods per plant dry weight were significantly lower that influenced low productivity. Garuda3 variety had a good canopy until pods formation phase. The number of pods per plant was significantly lower but good in pods filling and had a high percentage of full pods. Singa variety had a lush canopy during the growth but the pods dry weight was low because had a lot of the number of gynophorum and percentage cipo pods was high. Kancil variety had not noticeable growth of leaves, branches, and pods during growth. Productivity of pods and seeds were high, supported by the average number of full pods high so the percentage of full pods also high due to the long time of pods filling. Badak variety had a lush canopy during the growth and the number of pods and half full pods were significantly and the average number of full pods and cipo pods were high. Jerapah variety had not noticeable growth of leaves, branches, gynophorums, and pods during the growth and maximum growth rate at early flowering time until the pods formation phase. Jerapah variety less in shaping of pods and the number of pods and half full pods were significantly lower and the average number of pods cipo was lower. The canopy of Tapir variety increased during the growth and well in pods filling and had a high percentage of full pods. Trenggiling variety had the number of pods and half full pods were significantly lower but could produced high productivity of pods and seeds. Correlations between growth and production variables showed that the percentage of full pods affected by the gynophorum dry weight at pods formation phase and pods dry weight at toward harvest. Percentage of cipo pods affected by gynophorum dry weight and pods dry weight at toward harvest. Harvest index affected by the ILD during growth and CGR at towad harvest. Pods productivity affected by harvest index and seeds productivity affected by the percentage of full pods.

5 iv KERAGAMAN DAN KORELASI ANTARA PEUBAH PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADA DELAPAN VARIETAS KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor SERIULINA N. BR. S. KELOKO A DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

6 v Judul : KERAGAMAN DAN KORELASI ANTARA PEUBAH PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADA DELAPAN VARIETAS KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) Nama : SERIULINA N. BR. S. KELOKO NIM : A Menyetujui, Dosen Pembimbing Ir. Heni Purnamawati, MSc.Agr NIP Mengetahui, Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB Dr. Ir. Agus Purwito, MSc.Agr NIP Tanggal Lulus :

7 vi RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Seriulina N. Br. S. Keloko, dilahirkan pada tanggal 21 Desember 1987 di Kabanjahe, Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Penulis merupakan anak pertama dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Tenang Sembiring K. dan Ibu Modesta Br. Pinem. Penulis mulai menjalani pendidikan Sekolah Dasar pada tahun 1994 di SDN 10 (040452) Kabanjahe. Tahun 2000 penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SLTPN 1 Kabanjahe dan lulus pada tahun Pendidikan Sekolah Menengah Atas dilalui di SMAN 1 Kabanjahe dan lulus pada tahun Tahun 2006 penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis diterima di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada tahun Penulis aktif dalam organisasi Youth of Nation Ministry (YoNM) dari tahun 2006 sampai 2010, Persekutuan Fakultas Pertanian tahun 2009 sampai Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Ilmu Tanaman Pangan tahun 2009 dan Ilmu Tanaman Perkebunan tahun Selain itu, penulis juga pernah menjadi peserta Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) yang proposalnya didanai oleh DIKTI pada tahun Penulis mengakhiri masa studi di IPB dengan menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul Keragaman dan Korelasi Antara Peubah Pertumbuhan pada Delapan Varietas Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.). Penulisan ini terlaksana dengan bimbingan Ir. Heni Purnamawati, MSc.Agr.

8 vii KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berkat dan kasih karunianya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul Keragaman dan Korelasi Antara Peubah Pertumbuhan pada Delapan Varietas Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.). Skripsi merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pertanian pada Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Dukungan dan bantuan, baik secara moril maupun materiil dari berbagai pihak sangat berarti bagi penulis. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Tenang Sembiring K. dan Ibu Modesta Br. Pinem selaku orang tua yang selalu berdoa, memberi kasih sayang, pengertian, dukungan dan kepercayaan. Adik-adik penulis, yaitu Sry Juliyanta Br. S. Keloko, Sry Mheyrina Br. S. Keloko, Sry Warnita Br. S. Keloko, dan Sry Edy Suranta S. Keloko, dan juga kepada Oloan Samosir, yang selalu memberi perhatian dan dukungan. 2. Ir. Heni Purnamawati, MSc.Agr. selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan serta arahan selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi. 3. Dr. Ir. Iskandar Lubis, MS. dan Juang Gema Kartika, SP., MSi. selaku dosen penguji skripsi yang memberi masukan kepada penulis. 4. Prof. Dr. Ir. Slamet Susanto, MSc. dan Awang Maharijaya, SP., MSi. selaku pembimbing akademik yang telah membimbing penulis selama menjalani studi. 5. V. Susirani Kusumaputri selaku teman sekaligus sahabat selama masa perkuliahan dan penelitian yang dijalani bersama-sama. 6. Seluruh staf dan dosen yang mengajar di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor atas bimbingan dan pengajaran yang diberikan kepada penulis selama menjalani program studi.

9 viii 7. Seluruh staf dan pekerja kebun di Kebun Percobaan Lewikopo dan Kebun Percobaan Cikabayan IPB, Darmaga, Bogor yang telah membantu selama penelitian berlangsung. 8. Teman-teman Youth of Nation Ministry (YoNM), komunitas sel (Komsel) Nusantara, Persekutuan Fakultas Pertanian beserta pengurus, tim Martabak Buah Kombinasi (Marbusi), rekan-rekan Agronomi dan Hortikultura (AGH) angkatan 43, serta anak-anak kost Morpher Radar atas pertemanan dan keakraban yang telah terjalin. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak dan dapat digunakan sebagaimana mestinya. Bogor, November 2010 Penulis

10 ix DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xii PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 2 Hipotesis... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Botani dan Morfologi Kacang Tanah... 3 Syarat Tumbuh Kacang Tanah... 4 Fisiologi dan Pertumbuhan Kacang Tanah... 6 Varietas Kacang Tanah... 8 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Pelaksanaan Pengamatan HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pembahasan KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 53

11 x DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Produksi, Luas Lahan, dan Produktivitas Kacang Tanah Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Peubah-peubah Pengamatan Pertambahan Jumlah Bunga Selama Pertumbuhan Jumlah Bunga Total dan Persentase Perubahan Bunga Jumlah Polong per Tanaman Persentase Polong Bobot Kering Polong, Bobot Kering 100 Biji, dan Produktivitas Rendemen dan Indeks Panen Koefisien Korelasi Peubah Pertumbuhan dan Komponen Produksi... 38

12 xi DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Tanaman Kacang Tanah Saat 4 MST Jumlah Daun Tanaman Selama Pengamatan Destruksi Bobot Kering Daun Tanaman Selama Pengamatan Destruksi Bobot Kering Cabang Tanaman Selama Pengamatan Destruksi Jumlah Ginofor Tanaman Selama Pengamatan Destruksi Jumlah Polong Tanaman Selama Pengamatan Destruksi Bobot Kering Polong Tanaman Selama Pengamatan Destruksi Crop Growth Rate (CGR) Selama Pengamatan Destruksi Indeks Luas Daun (ILD) Selama Pengamatan Destruksi Net Assimilation Rate (NAR) Selama Pengamatan Destruksi Tinggi Tanaman Kacang Tanah Saat Panen Bentuk Bunga dan Ginofor Kacang Tanah Bentuk dan Jumlah Stomata Daun Kacang Tanah Jumlah Stomata Daun Polong Kacang Tanah... 32

13 xii DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Keadaan Beberapa Unsur Iklim di Wilayah Darmaga, Bogor Analisis Tanah Sebelum Perlakuan Brangkasan Kacang Tanah Saat Panen Bentuk Polong Kacang Tanah Saat Panen Penyakit yang Menyerang Tanaman Kacang Tanah di Lapang Hama yang Menyerang Tanaman Kacang Tanah di Lapang Deskripsi Varietas Kacang Tanah... 59

14 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman kacang tanah merupakan tanaman yang memiliki peranan besar dalam mencukupi kebutuhan bahan pangan di Indonesia. Jenis tanaman ini memiliki potensi besar untuk memenuhi kebutuhan pangan, pakan, dan bahan baku industri. Daerah sentra produksi utama kacang tanah di Indonesia ialah Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat dengan produksi polong kering. Tabel 1. Produksi, Luas Lahan, dan Produktivitas Kacang Tanah di Indonesia Tahun Produksi (Ton) Luas Lahan (Ha) Produktivitas (Ton/Ha) Sumber : Badan Pusat Statistik Republik Indonesia (2009) Penurunan luas lahan pertanaman kacang tanah akan mempengaruhi produksi dan produktivitasnya. Berdasarkan Tabel 1, terjadi penurunan luas lahan kacang tanah yang diikuti dengan penurunan produksi tiap tahunnya. Walaupun produktivitas kacang tanah meningkat hingga 4.3% dari tahun 2005 ke 2009 tetapi luas lahan kacang tanah menurun sebesar 12.7% diikuti dengan penurunan produksi sebesar 8.7%. Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2009) peningkatan permintaan domestik melebihi produksi sebesar ton pada tahun 2006 dan diproyeksikan permintaan ini akan meningkat menjadi ton sehingga Indonesia menjadi salah satu importir kacang tanah di dunia. Ekspor rata-rata selama 2002 sampai 2007 sebesar ton/tahun sedangkan impor mencapai kisaran ton/tahun. Kacang tanah biasanya ditanam bukan sebagai tanaman utama sehingga industri dengan bahan baku kacang tanah sulit mendapat pemasokan kacang tanah dan memilih untuk impor. Peningkatan produksi kacang tanah tidak dapat dilepaskan dari masalah penggunaan varietas unggul. Setiap varietas kacang tanah memiliki karakteristik

15 2 pertumbuhan dan produksi yang berbeda. Menurut Sumarno (1993) secara teoritis hasil polong kacang tanah dari petak penelitian mencapai 2.5 sampai 3 ton/ha polong kering di Indonesia. Tingkat produktivitas tersebut masih sukar dicapai di tingkat petani. Hal ini menyebabkan perlu diketahui seberapa jauh potensi dari setiap varietas menghasilkan polong isi apabila ditanam ditingkat petani. Menurut Adisarwanto (2001) produktivitas yang masih rendah salah satu disebabkan oleh pengisian polong kacang tanah yang tidak maksimal sehingga banyak terdapat polong cipo atau polong hampa. Hasil penelitian Lukitas (2006) menunjukkan bahwa untuk meningkatkan produktivitas dan menekan jumlah polong cipo yang dihasilkan maka perlu dipahami perbedaan karakter vegetatif, fisiologi, daya hasil dan keunggulan dari setiap varietas dalam proses pertumbuhan, pembentukan polong, dan pengisian polong. Rendahnya partisi fotosintat ke bagian yang bernilai ekonomi atau dipanen sering menjadi permasalahan dalam peningkatan produktivitas kacang tanah. Pengisian polong yang tidak optimal menyebabkan hasil polong pada saat panen menjadi tidak maksimum. Varietas yang memiliki persentase polong cipo lebih rendah dan persentase polong terisi penuh lebih tinggi menunjukkan partisi fotosintatnya lebih baik ke bagian yang dipanen. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah mengamati karakteristik pertumbuhan yang mempengaruhi pengisian polong dan produksi delapan varietas kacang tanah. Hipotesis Hipotesis yang dapat diajukan dalam penelitian ini adalah : 1. Terdapat perbedaan tingkat pertumbuhan dan produksi diantara varietasvarietas kacang tanah yang diamati. 2. Terdapat peubah pertumbuhan yang mempengaruhi pengisian polong dan produksi diantara varietas-varietas yang diamati.

16 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Kacang Tanah Marzuki (2009) menyatakan bahwa dalam dunia tumbuh-tumbuhan, kacang tanah diklasifikasikan dalam divisi Spermatophyta (tanaman bertepung sari), subdivisi Angiospermae (tanaman berbunga), kelas Dicotyledoneae (tanaman berkeping dua), ordo Rosales (tanaman berjenis kelamin dua), famili Papilionaceae (berbunga kupu-kupu), genus Arachis (berbunga geotropik), spesies (Arachis hypogaea), dan subspesies fastigiata dan hypogaea. Jenis tanaman kacang tanah yang ada di Indonesia ada dua tipe, yaitu tipe tegak dan tipe menjalar. Tipe tegak adalah jenis kacang yang tumbuh lurus atau sedikit miring ke atas, buahnya terdapat pada ruas-ruas dekat rumpun, umumnya pendek (genjah), dan kemasakan buahnya serempak. Kacang tanah tipe menjalar adalah jenis yang tumbuh ke samping, batang utama berukuran panjang, buah terdapat pada ruas-ruas yang berdekatan dengan tanah, dan umumnya berumur panjang (Purwono dan Purnamawati, 2009). Daun kacang tanah berbentuk bulat, elips, sampai agak lancip dengan ukuran bervariasi disebut tetrafoliat karena memiliki empat helai daun. Menurut Purseglove (1974) daun-daun kacang tanah tersusun melingkar dengan pilotaksi 2/5, memiliki daun penumpu (stipula) yang panjangnya 2.5 sampai 3.5 cm, dan tangkai daun (petiola) yang panjangnya 3 sampai 7 cm. Trustinah (1993) menambahkan bahwa daun-daun pada bagian atas biasanya lebih besar dibandingkan dengan yang dibawah. Begitu pula yang terletak pada batang utama lebih besar dibandingkan dengan yang muncul pada cabang. Batang tanaman kacang tanah tidak berkayu dan berbulu halus. Tinggi batang rata-rata sekitar 50 cm tetapi ada juga yang mencapai 80 cm. Kacang tanah berakar tunggang yang tumbuh lurus hingga kedalaman 40 cm. Bagian akar tunggang tersebut akan ditumbuhi oleh akar cabang dan diikuti oleh akar serabut (Pitojo, 2005). Berdasarkan adanya pigmentasi antosianin pada batang, warna batang kacang tanah dibagi menjadi dua, yaitu warna merah atau ungu dan tidak berwarna dalam hal ini hijau.

17 4 Suprapto (2005) menyatakan bahwa kacang tanah mulai berbunga kirakira pada umur 4 sampai 5 minggu. Bunga keluar dari ketiak daun dan mahkota bunganya (corolla) kuning. Umur bunga hanya satu hari, mekar dipagi hari dan layu pada sore hari. Bunga kacang tanah melakukan penyerbukan sendiri dan terjadi sebelum bunga mekar. Penyerbukan yang dilakukan oleh alam dapat terjadi tetapi dalam jumlah yang sangat kecil kira-kira 0.5%. Setelah terjadi persarian dan pembuahan, bakal buah akan tumbuh memanjang disebut ginofor dan bersifat geotropik. Ginofor tersebut akan terus masuk menembus tanah sedalam 2 sampai 7 cm, kemudian akan terbentuk rambut-rambut halus pada permukaan lentisel dan ginofor akan mengambil posisi horizontal (Trustinah, 1993). Selanjutnya Purwono dan Purnamawati (2009) menambahkan setelah menembus tanah ginofor tumbuh mendatar, membengkak, dan membentuk polong. Panjang ginofor tergantung letak/jarak bunga dengan permukaan tanah. Jika panjangnya lebih dari 15 cm maka ginofor akan berhenti tumbuh. Kacang tanah berbuah polong dimana polong terbentuk setelah terjadi pembuahan. Polong kacang tanah bervariasi dalam ukuran, bentuk, paruh, dan kontiksinya. Warna biji kacang tanah bermacam-macam, yaitu putih, merah, ungu, dan merah muda. Kacang tanah yang paling baik berwarna merah muda. Syarat Tumbuh Kacang Tanah Kacang tanah tersebar diseluruh dunia meliputi wilayah tropik, subtropik, atau suhu hangat. Kacang tanah dapat tumbuh pada lahan yang memiliki ketinggian 0 sampai 500 mdpl. Pertumbuhan dan perkembangan tanaman dipengaruhi oleh faktor lingkungan, seperti tanah, temperatur, sinat matahari, hujan, kecepatan angin, dan faktor-faktor iklim lainnya. Faktor-faktor tersebut saling berinteraksi dalam menentukan produktivitas tanaman. Berdasarkan faktor tersebut, iklim merupakan faktor yang sulit dikendalikan. Kacang tanah sangat cocok ditanam pada jenis tanah lempung berpasir, liat berpasir, atau lempung liat. Menurut Adisarwanto (2005) bahwa kemasaman (ph) tanah yang cocok adalah 6.5 sampai 7.0 dengan sistem drainase yang baik.

18 5 Drainase yang baik menciptakan aerasi yang baik pula sehingga akar tanaman akan lebih mudah menyerap air, hara nitrogen, dan oksigen. Tingkat kesuburan tanah dipengaruhi oleh kandungan atau kecukupan unsur hara dalam tanah. Semakin tinggi tingkat kesuburan tanah maka semakin banyak unsur hara yang tersedia bagi tanaman. Menurut Suyamto (1993) semua tanaman termasuk kacang tanah memerlukan unsur hara esensial makro (C, H, O, N, P, K, Ca, Mg, dan S) dan mikro (Fe, Mn, Cu, Zn, Mo, B, dan Cl). Kebutuhan hara tersebut diperoleh dari udara, air, tanah, sisa-sisa tanaman, dan pupuk. Semua unsur hara esensial tersebut harus tersedia dalam jumlah yang optimum sesuai dengan kebutuhan kacang tanah dan mudah diserap agar dicapai hasil maksimal. Pitojo (2005) menyatakan bahwa kacang tanah tumbuh paling baik dalam kisaran suhu udara 25 sampai 35 0 C. Suhu tanah yang menjadi faktor penentu dalam perkecambahan biji dan pertumbuhan awal tanam. Suhu ideal untuk pertumbuhan ginofor sekitar 30 sampai 34 0 C dan suhu optimal perkecambahan benih berkisar 20 sampai 30 0C. Tanaman kacang tanah memerlukan sinar matahari yang penuh. Naungan lebih dari 30 % akan menurunkan hasil kacang tanah karena mempengaruhi fotosintesis dan respirasi. Intensitas cahaya yang rendah saat pembentukan ginofor akan mengurangi jumlah ginofor sedangkan intensitas cahaya yang rendah saat pengisian polong akan menurunkan jumlah dan berat polong serta menambah polong hampa. Tanaman kacang tanah tergolong jenis tanaman yang memerlukan iklim yang lembab pada fase perkecambahan, fase perkembangan vegetatif, fase pembungaan dan fase pengisian polong. Setelah pengisian polongnya sempurna, dikehendaki iklim yang kering untuk membantu pemasakan polong karena iklim yang lembab dan basah dapat menyebabkan pembusukan polong. Curah hujan yang tinggi tidak menjamin produksi kacang tanah yang dihasilkan akan tinggi pula. Adisarwanto (2005) menyatakan distribusi curah hujan yang merata dari pertumbuhan sampai panen yang baik yaitu 300 sampai 500 mm. Curah hujan yang terlalu banyak pada awal tumbuh akan menekan pertumbuhan dan menurunkan hasil. Bila curah hujan agak banyak pada periode pemasakan polong maka polong akan pecah dan biji berkecambah karena penundaan saat panen.

19 6 Fisiologi dan Pertumbuhan Kacang Tanah Tanaman pada dasarnya meningkatkan kapasitas penyimpanan hasil pada organ yang akan dipanen. Kapasitas penyimpanan ini dapat meningkat sampai akhir dari hasil yang diinginkan. Brown (1984) menyatakan bahwa pertumbuhan tanaman diekspresikan melalui berbagai cara. Pertumbuhan yang paling jelas adalah pertambahan tinggi tanaman tetapi hal tersebut bukanlah paling penting. Pertambahan berat kering tanaman merupakan aspek yang paling penting dalam pertumbuhan tanaman. Menurut Sumarno dan Slamet (1993) tanaman kacang tanah memiliki sifat-sifat fisiologis yang unik yang tidak terdapat pada tanaman kacang-kacangan yang lain. Sifat fisiologis yang menonjol antara lain, yaitu bunganya terbentuk pada tajuk di atas tanah tetapi polong masuk dan berkembang didalam tanah dan mampu menyerap hara langsung dari tanah, periode berbunga cukup lama dimana bunga yang terbentuk cukup banyak tetapi yang menjadi polong dan mengisi biji relatif sedikit, hasil biomasa yang tinggi bukan merupakan jaminan hasil biji yang tinggi pula, serta varietas yang biasa ditanam di Indonesia bijinya tidak memiliki masa dormansi. Sifat fisiologis tersebut merupakan ciri intrinsik kacang tanah yang sering membatasi usaha peningkatan produktivitasnya, baik melalui usaha pemuliaan mau pun usaha agronomis. Trustinah (1993) menyatakan bahwa pertumbuhan tanaman terdiri dari fase vegetatif dan fase reproduktif. Fase vegetatif dimulai sejak perkecambahan hingga awal pembungaan berkisar 26 sampai 30 hari setelah tanam (HST), dan selebihnya adalah fase reproduktif. Fase vegetatif dibagi menjadi tiga stadia, yaitu perkecambahan, pembukaan kotiledon, dan perkembangan daun bertangkai empat. Penanda fase reproduktif didasarkan atas adanya bunga, buah, dan biji. Fase reproduktif kacang tanah dibagi menjadi sembilan stadia, yaitu stadia pembungaan (R1), stadia pembentukan ginofor (R2), stadia pembentukan polong (R3), stadia polong penuh/maksimum (R4), stadia pembentukan biji (R5), stadia biji penuh (R6), stadia biji mulai masak (R7), stadia masak panen (R8), dan stadia polong lewat masak (R9). Sumarno dan Slamet (1993) membagi pertumbuhan vegetatif mengikuti empat tahap pertumbuhan, yaitu stadia juvenil (stadia awal pertumbuhan)

20 7 dicirikan oleh perkembangan yang lambat, terjadi sejak berkecambah hingga umur 20 sampai 25 hari, stadia pemacuan pertumbuhan yang dicirikan oleh penambahan bobot biomasa yang cepat, terjadi pada tanaman berumur 26 sampai 75 HST, stadia biomasa konstan dicirikan oleh tidak terjadinya penambahan bobot tajuk tanaman, terjadi saat tanaman berumur 75 sampai 110 HST, stadia peluruhan dicirikan oleh bobot biomasa yang semakin berkurang sebagai akibat daun gugur dan tidak terdapat daun baru yang terbentuk, terjadi mulai umur 110 hari hingga tanaman mati. Jumlah bunga yang dihasilkan setiap harinya akan meningkat sampai maksimum dan menurun mendekati nol selama pengisian polong. Jumlah bunga yang dihasilkan dipengaruhi oleh varietas, suhu, dan kelembaban. Dari seluruh bunga yang dihasilkan tidak semuanya akan menjadi polong hanya sekitar 20 sampai 30 % dari bunga total. Bunga yang muncul pada periode awal dan letaknya tidak terlalu jauh dari permukaan tanah memiliki periode pengisian polong yang lebih panjang dan mempunyai daya saing yang lebih besar dibanding polong-polong berikutnya. Dari seluruh bunga yang dihasilkan hanya 55 % menjadi ginofor dan ginofor yang dihasilkan setelah pembungaan maksimum sampai akhir pembungaan tidak mempengaruhi hasil. Ujung ginofor akan membesar sampai mencapai ukuran maksimum untuk pengisian polong (polong penuh). Pengisian polong dimulai dari pangkal ke ujung dan berlangsung sampai bagian dalam polong telah terisi biji (biji penuh) (Trustinah, 1993). Perkembangan pertumbuhan vegetatif juga diikuti oleh pertambahan indeks luas daun (ILD). Brown (1984) menyatakan bahwa ILD merupakan rasio luas daun terhadap luas lahan yang terpakai dalam hal ini adalah jarak tanam. Ukuran pertambahan luas daun menjadi penting karena menentukan ukuran pertambahan dalam kapasitas fotosintesis tanaman. Lakitan (1993) menambahkan produktivitas meningkat dengan meningkatnya ILD karena lebih banyak cahaya yang ditangkap tetapi nilai ILD yang terlalu tinggi tidak lagi meningkatkan produktivitas karena sebagian daun yang ternaung tidak melakukan fotosintesis secara optimal, bahkan lebih rendah dari laju respirasinya. Selain kriteria ILD, terdapat analisis pertumbuhan lainnya yang dapat dihitung, yaitu crop growth rate (CGR) dan net assimilation rate (NAR). Nilai

21 8 laju akumulasi bahan kering per unit luas lahan tanaman yang digunakan disebut sebagai crop growth rate (CGR) yang dikenal dengan istilah laju tumbuh tanaman (LTT). Nilai CGR menunjukkan penambahan bahan kering pada tajuk tanaman. Net assimilation rate (NAR) merupakan ukuran efisiansi daun dalam berfotosintesis. Nilai NAR akan mencapai puncak tertinggi saat semua daun terkena sinar matahri penuh, yaitu saat tanaman masih kecil daun daunnya tidak saling menutupi. Varietas Kacang Tanah Peningkatan produksi kacang tanah tidak dapat dilepaskan dari masalah penggunaan varietas unggul. Varietas unggul adalah varietas yang mempunyai sifat kualitatif (tahan terhadap hama penyakit dan toleran terhadap cekaman kekeringan) serta sifat kuantitatif (hasil polong atau biji tinggi). Varietas dapat diseleksi dengan dasar kematangan benih yang digunakan. Beberapa varietas tumbuh baik pada lingkungan tumbuh yang mendukung dan tumbuh kurang baik pada lingkungan yang merugikan. Menurut Kasno (1993) banyak faktor yang mempengaruhi peningkatan produksi dan produktivitas tanaman kacang tanah, antara lain penanaman varietas unggul dan benih bermutu, perbaikan cara budidaya, cara pengendalian penyakit, serta penanganan pasca panen yang lebih baik. Adisarwanto (2005) menambahkan varietas unggul diharapkan dapat memenuhi beberapa kriteria antara lain meningkatkan produksi, memperbaiki stabilitas produksi, memenuhi standar mutu, sesuai pola tanam yang diterapkan petani, serta sesuai permintaan konsumen yang berbeda-beda disetiap daerah. Pusat Penelitian Tanaman Pangan (2007) mendata bahwa terdapat 27 varietas unggul kacang tanah, yaitu Anoa, Badak, Banteng, Biawak, Bima, Bison, Gajah, Jepara, Jerapah, Kancil, Kidang, Komodo, Landak, Macan, Mahesa, Panter, Pelanduk, Rusa, Sima, Simpai, Singa, Tapir, Trenggiling, Tupai, Turangga, dan Zebra. Deskripsi karekteristik varietas Badak, Garuda3, Jerapah, Kancil, Mahesa, Tapir, dan Trenggiling dapat dilihat pada Lampiran 7. Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) , kacang tanah digolongkan dalam tiga jenis mutu, yaitu mutu I, mutu II, dan mutu III.

22 9 Syarat umum dari mutu tersebut adalah bebas hama penyakit, bebas bau busuk, asam, apek, dan bau asing lainnya, bebas dari bahan kimia, dan memiliki suhu normal. Syarat khusus dari mutu tersebut digolongkan menjadi dua, yaitu spesifikasi persyaratan mutu kacang tanah polong (gelondong) dan spesifikasi persyaratan mutu kacang tanah biji (wose). Syarat khusus mutu kacang tanah polong (gelondong), yaitu kadar air maksimum (%) : mutu I = 8, mutu II = 9, mutu III = 9, kotoran maksimum (%) : mutu I = 1, mutu II = 2, mutu III = 3, polong keriput maksimum (%) : mutu I = 2, mutu II = 3, mutu III = 4, polong rusak maksimum (%) : mutu I = 0.5, mutu II = 1, mutu III = 2, polong biji satu maksimum (%) : mutu I = 3, mutu II = 4, mutu III = 5, dan rendemen minimum (%) : mutu I = 65, mutu II = 62.5, mutu III = 60. Syarat khusus mutu kacang tanah biji (wose), yaitu kadar air maksimum (%) : mutu I = 6, mutu II = 7, mutu III = 8, butir rusak maksimum (%) : mutu I = 0, mutu II = 1, mutu III = 2, butir belah maksimum (%) : mutu I = 1, mutu II = 5, mutu III = 10, butir warna lain maksimum (%) : mutu I = 0, mutu II = 2, mutu III = 3, butir keriput maksimum (%) : mutu I = 0, mutu II = 2, mutu III = 4, kotoran maksimum (%) : mutu I = 0, mutu II = 0.5, mutu III = 3, dan diameter minimum (mm) : mutu I = 8, mutu II = 7, dan mutu III = 6.

23 10 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Leuwikopo IPB, Darmaga, Bogor pada ketinggian 250 m dpl dengan jenis tanah Latosol. Penelitian dilaksanakan pada Februari hingga Juli Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi benih kacang tanah varietas Badak, Garuda3, Jerapah, Kancil, Mahesa, Singa, Tapir, dan Trenggiling. Pupuk yang digunakan adalah pupuk majemuk dengan dosis 20 gram NPK/m 2 serta kapur pertanian dengan dosis 50 gram/m 2 dengan kandungan Ca 28.38%. Pestisida yang digunakan adalah Furadan dosis 1.5 gram/m 2 pada saat awal tanam dengan bahan aktif Karbofuran, Curacron konsentrasi 2 ml/l dengan bahan aktif Profenofos serta Benlox konsentrasi 4.5 g/l dengan bahan aktif Benomyl. Peralatan yang digunakan selama penelitian meliputi peralatan budidaya, timbangan, meteran, oven, kaca preparat, mikroskop, kamera digital, dan alat tulis. Metode Penelitian Penelitian menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) dengan tiga ulangan. Perlakuan terdiri dari satu faktor yaitu delapan varietas kacang tanah sehingga diperoleh 24 satuan percobaan. Model linier rancangannya adalah sebagai berikut : Yij = µ + i + j + ij Keterangan : Yij = Nilai pengamatan dari perlakuan varietas kacang tanah ke-i dalam ulangan ke-j µ = Rataan umum i = Pengaruh perlakuan ke-i = 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8 j = Pengaruh ulangan ke-j = 1, 2, 3

24 11 ij = Pengaruh galat percobaan dari perlakuan varietas ke-i dan ulangan ke-j Data akan dianalisis menggunakan uji F, kemudian dilakukan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) dengan taraf 5% apabila terdapat pengaruh nyata. Analisis korelasi dilakukan antara peubah pertumbuhan dan komponen produksi. Menurut Gomez dan Gomez (1995), uji beda nyata koefisien korelasi linier merupakan ukuran derajat hubungan linier antara dua peubah X dan Y. Analisis korelasi menggunakan rumus sebagai berikut : xy r = ( x 2 )( y 2 ) Keterangan : r = koefisien korelasi x = peubah pertama y = peubah kedua Analisis uji F, uji Duncan Multiple Range Test (DMRT), dan uji beda nyata koefisien korelasi dilakukan menggunakan software SAS Pelaksanaan Persiapan Tanam Persiapan lahan dilakukan dua minggu sebelum waktu penanaman yang meliputi pembersihan lahan dari gulma dan pengolahan tanah. Selain itu, pada saat persiapan lahan dilakukan juga pencampuran tanah dengan kapur pertanian. Lahan yang telah diolah kemudian dijadikan petakan-petakan dengan ukuran petakan masing-masing 5 m x 3 m. Penanaman Benih kacang tanah ditanam pada petakan yang telah disiapkan dengan jarak tanam 40 cm x 10 cm sebanyak satu butir per lubang tanam dengan kedalaman ± 3 cm. Tiap lubang tanam diberi Furadan. Pemupukan dilakukan secara larikan (side dressing) pada waktu yang bersamaan dengan penanaman. Pupuk yang digunakan yaitu pupuk majemuk.

25 12 Pemeliharaan Kegiatan pemeliharaan yang dilakukan selama penelitian meliputi penyiraman, penyiangan gulma, pembumbunan, dan penyemprotan hama dan penyakit. Penyiangan gulma dilakukan dua kali, yaitu saat 4 dan 9 minggu setelah tanam (MST). Penyiangan gulma dilakukan dengan menggunakan kored ataupun mencabut dengan tangan. Pembumbunan dilakukan sebanyak satu kali, yaitu bersamaan dengan penyiangan gulma yang pertama. Penyemprotan hama dan penyakit dilakukan tiga kali yaitu saat 5, 6, dan 10 MST. Penyemprotan pestisida menggunakan Curacron dengan bahan aktif Profenopos serta Benlox dengan bahan aktif Benomyl. Panen Pemanenan dilakukan saat tanaman berumur 15 MST pada tiap petak penelitian. Setiap petak dilakukan panen ubinan dengan luasan 1 m 2. Pengamatan Peubah Pengamatan Pertumbuhan 1. Jumlah Bunga Pengamatan jumlah bunga dilakukan setiap dua hari sekali pada pagi hari. Pengamatan jumlah bunga dimulai saat populasi tanaman berbunga 75 % tiap petak penelitian dan berakhir saat 10 MST. 2. Tinggi Tanaman Pengamatan tinggi tanaman dilakukan saat panen dengan menghitung ratarata tinggi tiga tanaman dari tiap petak penelitian. Peubah Pengamatan Destuktif Pengamatan destruktif pada kacang tanah dilakukan saat umur tanaman awal bunga (75% tanaman berbunga pada tiap petak percobaan), 6 MST (pembentukan ginofor), 8 MST (pembentukan polong), 10 MST (pengisian polong), dan 12 MST (menjelang panen) dengan dekstruksi tiga tanaman dari tiap petak percobaan. Destruksi tiga tanaman yang dilakukan meliputi satu tanaman

26 13 untuk Indeks Luas Daun (ILD) dan dua tanaman untuk bobot kering. Peubah pengamatan destruktif meliputi : 1. Jumlah Daun, Cabang, Ginofor dan Polong Jumlah daun yang dihitung yaitu seluruh daun pada tanaman dan jumlah cabang yaitu seluruh cabang termasuk batang utama. Pengamatan jumlah ginofor dan polong dilakukan setelah tanaman sudah menghasilkan ginofor dan polong. Pengamatan dilakukan saat awal bunga, 6, 8, 10, dan 12 MST. 2. Bobot Kering Daun, Batang, Ginofor, dan Polong Bobot kering dihitung setelah daun, batang, ginofor, dan polong melalui proses pengovenan dengan suhu 80 0 C selama 3 hari. Pengamatan dilakukan pada saat awal bunga, 6, 8, 10, dan 12 MST. 3. Indeks Luas Daun (ILD) Luas daun ILD = Luas lahan ternaungi Indeks luas daun (ILD) merupakan perbandingan antara luas daun tanaman dengan luas permukaan tanah tempat tumbuhnya. Luas daun adalah nilai luas daun satu permukaan dari tanaman sampel dan luas lahan ternaungi adalah jarak tanam yang digunakan yaitu 40 cm x 10 cm. Pengamatan nilai ILD dilakukan saat awal bunga, 6, 8, 10, dan 12 MST. 4. Jumlah Stomata per milimeter persegi Stomata merupakan organ fotosintesis yang berfungsi secara fisiologis terutama untuk transpirasi dan respirasi selama proses fotosintesis. Pengamatan jumlah stomata dilakukan saat pengisian polong (10 MST) pada bagian daun permukaan atas dan daun permukaan bawah. 5. Crop Growth Rate (CGR) Crop Growth Rate (CGR) adalah tingkat akumulasi bahan kering per unit luas lahan tanaman yang dinyatakan dalam g/m 2 luas lahan/hari atau sering disebut laju tumbuh tanaman. Pengamatan nilai CGR dilakukan saat 6, 8, 10, dan 12 MST. CGR = W2 W1 SA (t2 t1)

27 14 Keterangan : CGR = Crop Growth Rate (g/m 2 luas lahan/hari) W2 - W1 = perubahan bobot kering brangkasan (gram) SA = luas lahan ternaungi atau jarak tanam (m 2 ) t2 - t1 = perubahan waktu (hari) 6. Net Assimilation Rate (NAR) Net Assimilation Rate (NAR) dikenal juga dengan istilah laju asimilasi bersih, yaitu ukuran rata-rata efisiensi daun dalam hal fotosintesis pada tanaman yang dinyatakan dalam g/m 2 luas daun/hari. Pengamatan dilakukan pada 6, 8, 10, dan 12 MST. NAR = W2 W1 L2 L1 Ln L2 Ln L1 x T2 T1 Keterangan : NAR = Net Assimilation Rate (g/m 2 luas daun/hari) W2 W1 = perubahan bobot kering daun (gram) L2 L1 = perubahan luas daun tanaman (m 2 ) T2 T1 = perubahan waktu (hari) Peubah Pengamatan Produksi dan Komponen Produksi 1. Bobot Kering Polong Total Per Meter Persegi dan Per Tanaman Bobot kering polong total diamati setelah polong dari tanaman hasil panen ubinan mengalami proses pengovenan dengan suhu 80 0 C selama 3 hari. 2. Jumlah Polong Total, Polong Isi Penuh, Polong Setengah Penuh, dan Polong Cipo Jumlah polong total = jumlah seluruh polong Jumlah polong penuh = jumlah polong yang semua bijinya terisi penuh. Jumlah polong setengah penuh = jumlah polong dimana ada bagian polong yang bijinya tidak berisi secara penuh. Jumlah polong cipo 3. Persentase Polong Penuh = jumlah polong yang hampa, keriput, dan rusak. Jumlah polong terisi penuh Persentase polong penuh = x 100% Jumlah polong total

28 4. Persentase Polong Setengah Penuh Jumlah polong setengah penuh Persentase setengah penuh = x 100% Jumlah polong total 5. Persentase Polong Cipo Jumlah polong cipo Persentase polong cipo = x 100% Jumlah polong total 6. Rendemen Rendemen merupakan nilai perbandingan antara bobot kering biji dengan keseluruhan bobot kering polong 1 m 2 yang dinyatakan dalam persen. Berat Kering (BK) biji total Rendemen = x 100% Berat Kering (BK) polong total 7. Bobot Kering 100 Butir Biji Pengamatan dilakukan saat panen dengan menimbang 100 butir biji. Pengamatan dilakukan setelah polong dioven dengan suhu 80 0 C selama tiga hari kemudian polong dibuka kulitnya dan diambil 100 butir biji. 8. Indeks Panen (IP) Pengamatan indeks panen dilakukan setelah polong dan brangkasan dioven dengan suhu 80 0 C selama 3 hari. Berat Kering (BK) polong IP = x 100% (BK Brangkasan + BK polong) 9. Produktivitas Kacang Tanah Produktivitas kacang tanah yang dihitung dalam bentuk polong dan biji diperoleh dari tanaman yang dipanen secara ubinan. Selanjutnya nilai ini dikonversi dalam satuan hektar. 15

29 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Juli 2010 dimana penanaman kacang tanah dilakukan saat 25 Februari 2010 dan pemanenan saat 10 Juni 2010 di Kebun Percobaan Leuwikopo IPB, Darmaga, Bogor. Curah hujan rata-rata pada bulan-bulan penelitian tinggi sekitar mm per bulan dengan rata-rata hari hujan 21 hari. Menurut Adisarwanto et. al. (1993) kelembaban tanah yang cukup pada awal pertumbuhan, saat berbunga, dan saat pembentukan polong sangat penting untuk mendapatkan produksi yang tinggi. Pitojo (2005) menambahkan curah hujan dan kelembaban yang cukup pada saat tanam sangat dibutuhkan agar tanaman dapat berkecambah dengan baik. Curah hujan yang terlalu banyak pada awal tumbuh akan menekan pertumbuhan dan dapat menurunkan hasil. Curah hujan yang agak banyak pada periode pemasakan polong dapat mengakibatkan banyak polong pecah dan biji berkecambah. Berdasarkan data iklim dari BMKG Unit Stasiun Klimatologi Darmaga, Bogor, suhu maksimum rata-rata per bulan pada lokasi penelitian adalah C serta suhu minimum rata-rata sebesar C (Lampiran 1). Suhu berpengaruh terhadap pertumbuhan kacang tanah terutama terhadap fotosintesis. Suhu terlalu tinggi maupun terlalu rendah menyebabkan tanaman kacang tanah berhenti berbunga dan menghasilkan polong. Menurut Sumarno dan Slamet (1993) pada suhu 15 0 C tanaman kacang tanah tidak dapat berkembang dan tumbuh kerdil. Pembentukan bunga dipengaruhi oleh suhu. Suhu optimal untuk pembentukan bunga antara 25 0 C sampai 30 0 C sedangkan pada suhu kurang dari 15 0 C tanaman kacang tanah tidak mampu membentuk bunga. Hasil analisis tanah dilakukan sebelum penelitian, di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan IPB, menunjukkan bahwa lahan penelitian memiliki kemasaman tanah (ph) agak masam sebesar 6.40 dan bertekstur liat. Kandungan C-organik (3.10 %) termasuk tinggi, kandungan N- total (0.28 %) termasuk sedang, dan kandungan P (18.8 ppm) sangat tinggi, serta

30 17 K (0.38 me/100g) dan Ca (5.25 me/100g) termasuk rendah. Hasil analisis tanah dapat dilihat pada Lampiran 2. Daya tumbuh kacang tanah di Kebun Percobaan Leuwikopo pada tiap ulangan berkisar 80 % sampai 85 %. Penyulaman dilakukan pada 10 hari setelah tanam (HST). Kondisi pertanaman kacang tanah dilapang secara umum baik pada fase vegetatif. Fase generatif (masa pembentukan bunga) kondisi tanaman mulai terjadi serangan ditandai dengan tanaman yang terserang hama dan penyakit sampai menjelang panen. Tanaman mulai berwarna kuning dan daunnya rusak. Khusus pada varietas Garuda3 mulai terserang penyakit saat berumur 4 MST. Pengamatan yang dilakukan saat menjelang panen menunjukkan keadaan tanaman untuk varietas Singa dan Badak masih berbunga mencapai 30 % dari populasi tiap-tiap ulangan dan tanamannya masih berwarna hijau, varietas Mahesa masih berbunga sekitar 10 % dan sebagian daun tanaman berwarna kuning pucat, varietas Jerapah, Trenggiling, dan Tapir berbunga sekitar 5 % dan sebagian daun tanaman berwarna kuning sedangkan varietas Garuda3 dan Kancil tidak berbunga lagi dan sebagian daunnya berwarna kuning sekali. Gambar 1. Tanaman Kacang Tanah Saat 4 MST Gangguan penyakit, hama, dan gulma merupakan salah satu kendala dalam upaya peningkatan produksi kacang tanah. Menurut Parker (2004) keberadaan hama, penyakit, dan gulma efektif menurunkan luas permukaan daun atau daerah serapan hara pada akar sehingga menyebabkan pertumbuhan dan pendewasaan tanaman menjadi lambat. Penyakit yang menyerang pertanaman kacang tanah di lahan penelitian adalah penyakit sapu setan (witchess broom) yang disebabkan oleh Mycloplasma Like Organism (MLO), busuk batang sklerotium (Sclerotium rolfsii), karat daun (Puccinia arachidis), penyakit belang

31 18 (peanut mottle disease) disebabkan oleh Peanut Mottle Virus (PMoV), penyakit bilur disebabkan oleh virus strip (Peanut Strip Virus), mozaik kuning yang disebabkan oleh Bean Yellow Mozaik Virus (BYMV), penyakit layu (wilt disease) disebabkan oleh bakteri Pseudomonas solanacearum, bercak daun (leafspot disease) disebabkan oleh cendawan Cercospora Arachidicola dan Cercospora personata. Varietas Garuda3 dan Tapir memiliki serangan penyakit sapu setan yang tinggi berkisar 20 % dari populasi tiap petak selama pertumbuhannya. Varietas Badak dan Singa tahan terhadap serangan penyakit sapu setan. Gambar serangan penyakit dapat dilihat pada Lampiran 5. Hama yang menyerang lahan pertanaman kacang tanah adalah belalang (Valanga sp.), ulat jengkal (Plusia chulcites), ulat jengkal hijau (Chrysodeixis chalcites), ulat grayak (Spodoptera litura), Sycanus sp., Epilacna sp., Aulachopora sp., dan kutu daun (Aphis craccivora). Hama dan penyakit yang menyerang pertanaman kacang tanah harus diatasi agar kehilangan hasil tidak terlalu tinggi dengan penyemprotan pestisida. Penyemprotan pestisida dilakukan tiga kali saat 5 MST, 6 MST, dan 10 MST. Tanaman kacang tanah sangat peka terhadap persaingan dengan tanaman pengganggu (gulma). Keberadaan gulma akan menurunkan hasil yang akan diperoleh karena persaingan dalam memperoleh unsur hara. Gulma yang banyak tumbuh di lahan penelitian adalah jenis gulma berdaun lebar seperti Mimosa pudica, Mimosa invisa, Amaranthus sp., Euphorbia sp., Sida rumbifolia, Phylanthus niruri, dan Cleome rutidosperma. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Rekapitulasi hasil uji F menunjukkan perbedaan varietas kacang tanah memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah daun saat awal berbunga, jumlah cabang saat awal bunga, jumlah ginofor saat 12 MST, bobot daun saat awal bunga, bobot daun saat 8 MST, bobot cabang saat 12 MST, bobot cabang saat 12 MST, tinggi tanaman, jumlah seluruh bunga selama pertumbuhan, persentase bunga jadi ginofor, persentase ginofor jadi polong, jumlah polong total per tanaman, jumlah polong setengah penuh per tanaman, persentase polong setengah penuh, dan bobot kering polong per tanaman (Tabel 2).

32 19 Tabel 2. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Peubah-peubah Pengamatan Peubah Pengamatan Varietas KK (%) Jumlah Daun Awal Bunga * MST tn MST tn MST tn MST tn 27.6 Jumlah Cabang Awal Bunga ** MST tn MST tn MST tn MST tn 14.9 Jumlah Ginofor 6 MST tn MST tn MST tn MST * 32.1 Jumlah Polong 8 MST tn MST tn MST tn 29.1 Bobot Daun Awal Bunga ** MST tn MST * MST tn MST ** 20.8 Bobot Cabang Awal Bunga tn MST tn MST tn MST tn MST * 22.5 Bobot Ginofor 6 MST tn MST tn MST tn MST tn 46.4 Bobot Polong 8 MST tn MST tn MST tn 37.9 Indeks Luas Daun (ILD) Awal Bunga tn MST tn MST tn MST tn MST tn 37.8 Tinggi Tanaman ** 12.0 Jumlah Stomata Atas Per mm 2 tn 17.3

33 20 Tabel 2. (Lanjutan) Peubah Pengamatan Varietas KK (%) Jumlah Stomata Bawah Per mm 2 tn 18.4 Jumlah Seluruh Bunga Selama Pertumbuhan * 16.6 Persentase Bunga Jadi Ginofor * 38.1 Persentase Ginofor Jadi Polong * 26.9 Persentase Bunga Jadi Polong tn 20.0 Jumlah Polong Total Per Tanaman * 15.6 Jumlah Polong Penuh Per Tanaman tn 18.6 Jumlah Polong Setengah Penuh Per Tanaman ** 37.3 Jumlah Polong Cipo Per Tanaman tn 33.2 Persentase Polong Penuh tn 11.0 Persentase Polong Setengah Penuh * 37.4 Persentase Polong Cipo tn 27.6 Bobot Kering Polong Per m 2 tn 23.0 Bobot Kering Polong Per Tanaman ** 18.4 Rendemen tn 19.4 Berat Kering Seratus Biji tn 18.5 Indeks Panen (IP) tn 17.1 Produktivitas Polong (ton/ha) tn 23.0 Produktivitas Biji (ton/ha) tn 22.0 Keterangan : tn= tidak nyata; * = nyata pada taraf 5%; ** = sangat nyata pada taraf 1%. Akumulasi Bahan Kering 1. Jumlah Daun Jumlah daun umumnya mengalami peningkatan selama pertumbuhan. Perbedaan varietas memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah daun saat awal bunga saja. Varietas Trenggiling nyata memiliki daun lebih banyak dibandingkan dengan varietas Garuda3 dan Badak saat awal bunga. Varietas Badak memiliki rata-rata jumlah daun yang sedikit saat awal bunga sampai pembentukan ginofor apabila dibandingkan dengan varietas lain tetapi jumlah daun sepanjang pertumbuhan terus meningkat. Berdasarkan nilai rata-rata (Gambar 2), varietas yang memiliki rata-rata jumlah daun yang banyak saat pembentukan polong (8 MST) yaitu varietas Mahesa dan saat pengisian polong (10 MST) varietas Kancil. Saat menjelang masa panen (12 MST) masih ada tanaman yang mengalami pertambahan jumlah daun, seperti varietas Singa, Tapir, Mahesa, dan Badak. Varietas Garuda3 sudah mengalami penurunan jumlah daun sejak 10 MST karena daun yang rontok akibat penuaan dan juga terserang penyakit.

34 21 Gambar 2. Jumlah Daun Tanaman Selama Pengamatan Destruksi 2. Bobot Kering Daun Bobot kering daun pada tiap varietas umumnya mencapai maksimal saat tanaman berumur 10 MST. Perbedaan varietas memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap bobot kering daun saat awal bunga dan 12 MST. Varietas Mahesa nyata memiliki bobot kering daun tertinggi saat awal bunga. Berdasarkan Gambar 3, terlihat bahwa varietas Mahesa memiliki rata-rata bobot kering daun tertinggi saat awal bunga sampai fase pembentukan polong (10 MST). Bobot kering daun yang tinggi didukung oleh jumlah daun yang banyak pada tanaman. Varietas Singa nyata memiliki bobot kering daun tertinggi apabila dibandingkan dengan varietas Badak, Jerapah, Trenggiling, dan Garuda3 saat menjelang panen (12 MST). Bobot kering daun varietas Singa dan Tapir masih mengalami peningkatan saat 12 MST karena jumlah daun meningkat tajam dari 10 ke 12 MST dan selama pertumbuhan bobot kering daun kedua varietas ini terus meningkat.

35 22 Gambar 3. Bobot Kering Daun Tanaman Selama Pengamatan Destruksi 3. Jumlah Cabang Tiap varietas sudah membentuk cabang saat awal bunga. Perbedaan varietas berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah cabang hanya saat awal bunga. Jumlah cabang varietas Tapir sangat nyata lebih banyak dibandingkan dengan varietas Badak, Garuda3, Jerapah, Mahesa, dan Singa. Jumlah cabang saat awal bunga berkisar antara 4 sampai 6 cabang dan saat menjelang panen (12 MST) menjadi 5 sampai 8 cabang. Berdasarkan nilai rata-rata, cabang yang banyak (8 cabang) dimiliki oleh varietas Tapir sedangkan jumlah cabang paling sedikit (5 cabang) dimiliki oleh varietas Badak dan Singa saat 12 MST. 4. Bobot Kering Cabang Bobot kering cabang pada tiap varietas mengalami peningkatan mencapai maksimal saat tanaman berumur 10 MST kemudian turun saat 12 MST kecuali varietas Singa, Mahesa, Tapir, dan Trenggiling (Gambar 4). Varietas memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot cabang saat 12 MST. Varietas Singa nyata memiliki bobot kering cabang tertinggi apabila dibandingkan dengan varietas lainnya kecuali dengan varietas Trenggiling. Varietas Garuda3 nyata memiliki bobot kering cabang terendah dibandingkan dengan varietas Singa, Mahesa, dan Trenggiling. Varietas Singa memiliki jumlah cabang yang sedikit tetapi bobot kering cabangnya tinggi saat menjelang panen. Hal ini memperlihatkan bahwa varietas Singa memiliki ukuran cabang yang besar.

36 23 Gambar 4. Bobot Kering Cabang Tanaman Selama Pengamatan Destruksi 5. Jumlah Ginofor Ginofor kacang tanah mulai tampak saat tanaman berumur 6 MST. Perbedaan varietas menunjukkan perbedaan jumlah ginofor nyata saat tanaman berumur 12 MST. Varietas Singa dan Badak memiliki jumlah ginofor nyata lebih banyak dibandingkan dengan varietas Garuda3 dan Tapir saat 12 MST. Pertambahan jumlah ginofor diterangkan pada Gambar 5. Berdasarkan nilai rata-rata, saat periode pembentukan (8 MST) ke pengisian polong (10 MST) varietas Garuda3, Jerapah, Tapir, dan Trenggiling mengalami pertambahan jumlah ginofor lebih sedikit dibanding varietas Badak, Singa, Mahesa, dan Kancil. Gambar 5. Jumlah Ginofor Tanaman Selama Pengamatan Destruksi

37 24 6. Jumlah Polong Jumlah polong tanaman kacang tanah mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya umur tanaman. Polong sudah terbentuk saat 8 MST. Perlakuan perbedaan varietas tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap jumlah polong. Umumnya jumlah polong yang banyak didukung oleh jumlah ginofor yang banyak pula. Tiap varietas menunjukkan pertambahan jumlah polong saat pengisian polong kecuali varietas Mahesa dan Jerapah dimana jumlah polongnya menurun tetapi saat menjelang panen polong yang dihasilkan meningkat. Pertambahan jumlah polong diterangkan pada Gambar 6. Polong-polong yang terbentuk lambat mempunyai waktu pengisian polong yang lebih sedikit. Gambar 6. Jumlah Polong Tanaman Selama Pengamatan Destruksi 7. Bobot Kering Polong Bobot kering polong umumnya terus mengalami peningkatan selama pertumbuhan. Perlakuan perbedaan varietas tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot kering polong. Berdasarkan nilai rata-rata, varietas Singa memiliki bobot kering polong tertinggi dan varietas Trenggiling terendah saat 12 MST (Gambar 7). Varietas Mahesa memiliki bobot kering polong yang tinggi saat 10 MST tetapi saat 12 MST bobot kering yang dihasilkan menurun. Hal ini dapat terjadi karena polong yang dihasilkan saat 10 MST tidak mengalami pengisian polong yang maksimum sehingga polongnya gagal terbentuk.

38 25 Gambar 7. Bobot Kering Polong Tanaman Selama Pengamatan Destruksi Perubahan Parameter Pertumbuhan 1. Crop Growth Rate (CGR) Laju akumulasi bahan kering per unit luas lahan tanaman per satuan waktu yang digunakan disebut sebagai crop growth rate (CGR). Istilah ini juga dikenal dengan laju tumbuh tanaman (LTT). Perbedaan varietas tidak mempengaruhi nilai CGR selama pertumbuhan. Varietas yang memiliki nilai CGR tinggi saat pengisian polong berturut-turut adalah varietas Mahesa dan Kancil. Periode umur tanaman 10 sampai 12 MST hampir seluruh varietas mengalami penurunan nilai CGR bahkan nilainya mencapai negatif seperti Varietas Badak, Garuda3, Jerapah, Kancil, dan Mahesa (Gambar 8). Varietas Garuda3 dan Jerapah sudah mengalami penurunan nilai CGR sejak 10 MST. Penurunan nilai CGR menunjukkan terjadi penurunan bahan kering tanaman akibat daun yang rontok karena senescene ataupun karena penyakit. Varietas Mahesa, Tapir, Garuda3, dan Jerapah memiliki pertambahan bobot kering tajuk yang lebih besar dibandingkan pertambahan bobot kering polong sampai pembentukan polong sedangkan dari fase pengisian polong sampai menjelang panen memiliki pertambahan bobot kering tajuk lebih kecil dibandingkan pertambahan bobot kering polong. Berbeda dengan varietas Badak dan Kancil yang memiliki pertambahan bobot kering tajuk yang lebih besar dibandingkan pertambahan bobot kering polong sampai fase pengisian polong. Varietas Singa dan Trenggiling memiliki bobot kering tajuk yang lebih besar dibandingkan dengan bobot kering polong saat menjelang panen.

39 26 Gambar 8. Crop Growth Rate (CGR) Selama Pengamatan Destruksi 2. Indeks Luas Daun (ILD) Nilai ILD yang diukur hanya pada daun yang hijau. Perbedaan varietas tidak berpengaruh nyata pada nilai ILD selama pertumbuhan. Nilai ILD dapat dipengaruhi oleh jumlah daun dan luas daun. Nilai ILD yang tinggi dapat diartikan daun yang dihasilkan tanaman banyak. Luas daun yang semakin meningkat menyebabkan nilai ILD yang meningkat pula. Berdasarkan Gambar 9, ILD kacang tanah terus mengalami peningkatan mulai dari awal pertumbuhan hingga mencapai maksimal saat 10 MST sejalan dengan pertambahan jumlah daun dan ukuran daun maksimum. Nilai ILD menurun menjelang masa panen saat 12 MST kecuali varietas Singa yang masih meningkat. Varietas Garuda3 mengalami penurunan nilai ILD mulai saat 10 MST akibat dari daun bawah yang banyak rontok karena penyakit dan hilang kemampuannya berfotosintesis. Hasil penelitian menunjukkan, nilai ILD optimum berkisar delapan saat fase pengisian polong karena dengan nilai ILD tersebut dapat meningkatkan nilai CGR dan NAR. Hal ini dapat dilihat pada varietas Mahesa sedangkan varietas Jerapah dan Singa yang memiliki nilai ILD sembilan mengalami penurunan nilai CGR dan NAR saat fase pengisian polong. Menurut Gardner et. al. (1991) laju tumbuh maksimum dicapai pada ILD optimum dan diatas ILD optimum laju tumbuh tanaman menurun.

40 27 Gambar 9. Indeks Luas Daun (ILD) Selama Pengamatan Destruksi 3. Net Assimilation Rate (NAR) Net Assimilation Rate (NAR) atau yang lebih dikenal dengan istilah Laju Assimilasi Bersih (LAB) adalah ukuran rata-rata efisiensi daun dalam berfotosintesis atau menghasilkan bahan kering. Varietas tidak berpengaruh nyata terhadap nilai NAR selama pertumbuhan. Gambar 10 menunjukkan nilai NAR mencapai maksimal pada tiap varietas berbeda-beda. Varietas Garuda3, Jerapah, dan Trenggiling mencapai nilai NAR maksimal saat 6 MST, varietas Mahesa, Singa, dan Tapir mencapai maksimal saat 8 MST, varietas Badak dan Kancil mencapai maksimal saat 8 MST. Penurunan nilai NAR sejalan dengan semakin tuanya umur tanaman. Saat menjelang panen tiap varietas mengalami penurunan nilai NAR bahkan nilainya mencapai negatif. Nilai NAR yang turun akibat dari daun yang gugur sehingga bobot kering daun dan luas daunnya semakin berkurang.

41 28 Gambar 10. Net Assimilation Rate (NAR) Selama Pengamatan Destruksi 4. Tinggi Tanaman Varietas menunjukkan pengaruh yang sangat nyata terhadap tinggi tanaman kacang tanah. Tinggi tanaman akan mempengaruhi penampilan tajuk tanaman. Tinggi tanaman yang tinggi menunjukkan tanaman banyak menghasilkan daun-daun muda selama pertumbuhannya dimana daun-daun muda lebih aktif berfotosintesis. Tinggi tanaman varietas Singa sangat nyata lebih tinggi apabila dibandingkan dengan varietas lain kecuali dengan varietas Badak. Varietas Garuda3 memiliki rata-rata tinggi tanaman terendah. Berdasarkan Gambar 11, terlihat bahwa tinggi tanaman yang diamati saat panen berkisar antara 55 cm sampai 85 cm. Gambar 11. Tinggi Tanaman Kacang Tanah Saat Panen

42 29 5. Jumlah Bunga Perbedaan varietas berpengaruh nyata terhadap jumlah bunga total. Pengamatan jumlah bunga dilakukan mulai awal bunga (75 % populasi tiap petak berbunga) dan berakhir saat 10 MST. Varietas Garuda3, Jerapah, dan Kancil lebih cepat berbunga dibandingkan varietas lainnya. Varietas tersebut awal bunga saat 26 Maret 2010 (29 HST) sedangkan varietas Badak, Mahesa, Singa, Tapir, dan Trenggiling awal bunga saat 28 Maret 2010 (31 HST). Berdasarkan Tabel 3, varietas Kancil memiliki rata-rata jumlah bunga yang banyak selama pertumbuhan sedangkan varietas Mahesa memiliki ratarata penambahan jumlah bunga yang sedikit selama pertumbuhan. Periode pembungaan memiliki masa yang panjang dilihat dari tanaman kacang tanah terus berbunga sampai menjelang panen. Varietas Badak dan Singa masih menghasilkan bunga saat panen dalam jumlah yang sedikit. Varietas Singa mengalami rata-rata penambahan jumlah bunga terbanyak mencapai 139 % dari fase pembentukan ginofor ke pembentukan polong sedangkan varietas Garuda3 hanya mencapai 38 %. Tabel 3. Pertambahan Jumlah Bunga Selama Pertumbuhan Varietas Awal Bunga 6 MST 8 MST 10 MST Badak Garuda Jerapah Kancil Mahesa Singa Tapir Trenggiling Berdasarkan jumlah bunga, jumlah ginofor, dan jumlah polong yang dihasilkan selama pertumbuhan maka dapat diperoleh persentase bunga jadi ginofor, persentase ginofor jadi polong, dan persentase bunga jadi polong. Persentase bunga jadi ginofor diperoleh dengan membandingkan jumlah seluruh ginofor selama pertumbuhan terhadap jumlah seluruh bunga selama pertumbuhan dan dinyatakan dalam persen. Persentase ginofor jadi polong

43 diperoleh dengan membandingkan jumlah seluruh polong saat panen terhadap jumlah seluruh ginofor selama pertumbuhan dan dinyatakan dalam persen. 30 Gambar 12. Bentuk Bunga dan Ginofor Kacang Tanah Varietas berpengaruh nyata terhadap persentase bunga jadi ginofor dan persentase ginofor jadi polong. Varietas Garuda3 dan Tapir memiliki persen bunga jadi ginofor nyata lebih rendah tetapi persen ginofor jadi polong nyata lebih tinggi. Hal ini menunjukkan varietas tersebut maksimum dalam pengisian polong. Berbeda halnya dengan varietas Mahesa, Singa, dan Trenggiling yang memiliki persen bunga jadi ginofor nyata lebih tinggi tetapi persen ginofor jadi polong nyata lebih rendah. Perbedaan varietas tidak berpengaruh nyata terhadap persentase bunga jadi polong. Berdasarkan nilai rata-rata, varietas Mahesa memiliki persentase bunga jadi polong yang tinggi sedangkan varietas Jerapah terendah. Persentase bunga menjadi polong berkisar antara 22 % sampai 34 %. Tabel 4. Jumlah Bunga Total dan Persentase Perubahan Bunga Varietas Jumlah Bunga Total Persentase Bunga Jadi Ginofor Persentase Ginofor Jadi Polong Persentase Bunga Jadi Polong (%) Badak 63.9a 86.1ab 38.3cd 30.7 Garuda3 49.4ab 38.2b 69.1a 25.6 Jerapah 55.4ab 48.5ab 45.2bcd 22.1 Kancil 67.0a 50.5ab 55.5abc 25.5 Mahesa 42.6b 96.3a 35.9cd 34.5 Singa 63.2a 94.6a 29.6d 26.7 Tapir 55.5ab 43.2b 66.0ab 27.0 Trenggiling 44.8b 94.6a 34.6cd 31.0 Keterangan : Nilai rataan pada kolom yang sama yang diikuti dengan huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%.

44 31 6. Jumlah Stomata Daun per Tanaman Stomata merupakan organ fotosintesis yang berfungsi secara fisiologis terutama untuk transpirasi dan respirasi selama proses fotosintesis. Stomata terdiri atas dua buah sel penutup yang mengelilingi lubang kecil. Stomata umumnya terdapat pada permukaan bawah daun. Kebanyakan daun tanaman budidaya yang produktif mempunyai banyak stomata pada kedua sisi daunnya. Jumlah stomata yang banyak memungkinkan suplai CO2 per unit fotosintetik akan lebih tinggi sehingga fotosintat yang dihasilkan lebih tinggi. Bentuk dan jumlah stomata yang diamati saat penelitian dengan perbesaran mikroskop 40 x 10 (Gambar 13). Gambar 13. Bentuk dan Jumlah Stomata Daun Kacang Tanah Jumlah stomata dalam penelitian diamati saat tanaman mengalami periode pengisian polong berumur 10 MST. Perbedaan varietas tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah stomata per milimeter persegi luas daun. Berdasarkan perbandingan jumlah stomata antara permukaan daun atas dengan permukaan daun bawah (Gambar 14), varietas Badak dan Kancil memiliki jumlah stomata yang hampir sama pada kedua permukaan daunnya. Varietas Garuda3, Mahesa, Singa, dan Tapir memiliki jumlah stomata daun permukaan atas yang lebih banyak. Jumlah stomata yang banyak menunjukkan kerapatan stomata yang tinggi dan aktif membuka yang akan berperan dalam peningkatan produksi tanaman.

45 32 Gambar 14. Jumlah Stomata Daun Hasil dan Komponen Hasil 1. Jumlah Polong per Tanaman Pengamatan pengisian polong dilakukan dengan membagi hasil panen menjadi tiga jenis polong, yaitu polong penuh, polong setengah penuh, dan polong cipo. Berdasarkan Tabel 5, ditunjukkan bahwa perlakuan perbedaan varietas berpengaruh nyata terhadap jumlah polong total dan jumlah polong setengah penuh. Jumlah polong total dan polong setengah penuh varietas Badak nyata lebih banyak kecuali dibandingkan dengan varietas Singa. Varietas Jerapah, Kancil, Tapir, dan Trenggiling memiliki jumlah polong total yang dapat bersaing dan jumlah polong setengah penuh nyata lebih rendah. Gambar 15. Polong Kacang Tanah

46 33 Berdasarkan nilai rata-rata, varietas Singa memiliki jumlah polong cipo yang banyak sedangkan varietas Garuda3 dan Jerapah memiliki jumlah polong cipo yang sedikit. Pembentukan ginofor yang banyak tetapi tidak didukung oleh waktu pembentukan polong yang cukup mengakibatkan polong tidak terisi maksimum sehingga polong-polong yang dihasilkan adalah polong setengah penuh dan polong cipo. Tabel 5. Jumlah Polong per Tanaman Varietas Jumlah Jumlah Jumlah Polong Jumlah Polong Polong Polong Penuh Setengah Penuh Cipo Total (polong/tanaman) Badak 19.5a a 3.2 Garuda3 11.9b bc 1.6 Jerapah 12.5b c 1.6 Kancil 16.2ab c 2.4 Mahesa 14.4b bc 2.3 Singa 15.9ab ab 3.5 Tapir 14.2b c 2.4 Trenggiling 13.2b c 2.8 Keterangan : Nilai rataan pada kolom yang sama yang diikuti dengan huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%. 2. Persentase Polong Isi dan Polong Cipo Polong isi dibagi menjadi dua bagian, yaitu polong penuh dan polong setengah penuh. Perbedaan varietas memberikan pengaruh yang nyata terhadap persentase polong setengah penuh. Varietas Badak nyata memiliki persentase polong setengah penuh lebih banyak kecuali dibandingkan dengan varietas Garuda3 dan Singa. Varietas Jerapah memiliki rata-rata persentase polong penuh tinggi, persentase polong setengah penuh lebih rendah, dan rata-rata persentase polong cipo yang rendah pula. Hal ini dapat diartikan varietas Jerapah maksimum dalam pengisian polong dan memiliki jumlah polong setengah penuh dan polong cipo yang sedikit. Persentase polong setengah penuh yang tinggi menunjukkan pengisian yang kurang maksimum akibat dari jumlah ginofor yang terus bertambah dan bunga yang terus muncul. Berdasarkan nilai rata-rata, persentase polong cipo varietas Singa tinggi dan varietas Garuda3 rendah yang menunjukkan varietas

47 Singa lebih banyak menghasilkan polong yang hampa dan keriput dibandingkan dengan varietas Garuda3.. Tabel 6. Persentase Polong Varietas Polong Penuh Polong Setengah Penuh Polong Cipo (%) Badak a Garuda abc Jerapah d Kancil cd Mahesa bcd Singa ab Tapir bcd Trenggiling cd Keterangan : Nilai rataan pada kolom yang sama yang diikuti dengan huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%. 3. Bobot Kering Polong, Bobot Kering 100 Biji, dan Produktivitas Perbedaan varietas tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot kering 100 biji. Bobot kering 100 biji dapat dipengaruhi oleh ukuran biji. Berdasarkan nilai rata-rata, varietas Kancil memiliki bobot kering 100 biji tinggi yang berarti ukuran biji varietas Kancil lebih besar. Berbeda halnya dengan varietas Badak dan Singa yang memiliki ukuran biji kecil sehingga bobot kering 100 bijinya rendah. Nilai bobot kering 100 biji dapat dilihat pada Tabel 7. Varietas memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot kering polong per tanaman saat dipanen (Tabel 7). Tidak demikian halnya dengan hasil polong per meter persegi. Hal ini dapat diakibatkan oleh jumlah tanaman yang berbeda-beda per meter persegi saat dipanen. Bobot kering polong menggambarkan produktivitas yang akan dihasilkan. Varietas Badak dan Kancil memiliki bobot kering polong per meter persegi yang tinggi berturut- turut sehingga produktivitas polong yang dihasilkan juga tinggi. Varietas Mahesa memiliki bobot polong per meter persegi yang rendah dan menghasilkan produktivitas polong yang rendah pula. Produktivitas yang diamati merupakan nilai produktivitas dalam bentuk polong dan biji yang dihitung dengan satuan gram per meter persegi kemudian hasilnya dikonversi ke ton per hektar. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa varietas tidak memberikan pengaruh yang nyata 34

48 35 terhadap produktivitas polong dan biji. Nilai rata-rata menunjukkan produktivitas polong varietas Badak mencapai 3.82 ton/ha tetapi produktivitas biji hanya 1.56 ton/ha berbeda dengan varietas Kancil memiliki produktivitas polong 3.14 ton/ha dan produktivitas biji 2.05 ton/ha. Perbedaan ini akibat persentase polong setengah penuh varietas Kancil nyata lebih rendah dan rata-rata polong cipo varietas Kancil juga lebih rendah. Varietas Tabel 7. Bobot Kering Polong, Bobot Kering 100 Biji, dan Produktivitas Bobot Kering Polong Bobot Kering Polong Per Bobot 100 Biji Produktivitas Polong Produktivitas Biji Per Meter Tanaman Persegi --(g/m 2 )-- --(g/tan)-- --(g)-- --(ton/ha)-- --(ton/ha)-- Badak a Garuda bc Jerapah c Kancil bc Mahesa c Singa ab Tapir bc Trenggiling bc Keterangan : Nilai rataan pada kolom yang sama yang diikuti dengan huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%. 4. Rendemen dan Indeks Panen Berdasarkan hasil analisis data, diperoleh bahwa perbedaan varietas tidak berpengaruh nyata pada rendemen dan indeks panen (Tabel 8). Nilai rendemen yang tinggi menunjukkan bobot kering biji yang semakin tinggi dan kulit polong tidak terlalu tebal. Nilai rendemen yang rendah disebabkan oleh rendahnya bobot biji bernas dan tingginya biji keriput serta banyak polong yang hampa. Berdasarkan nilai rata-rata, varietas Singa memiliki nilai rendemen tinggi berarti varietas Singa memiliki bobot kering biji yang tinggi dan kulit polong yang tidak terlalu tebal. Varietas Badak memiliki kulit polong yang tebal dan keras sehingga bobot polongnya menjadi lebih berat. Indeks panen menggambarkan pembagian bahan kering oleh tanaman pada hasil panen biologis dan hasil panen ekonomis atau menggambarkan

49 36 penimbunan berat kering total tanaman. Nilai indeks panen yang tinggi menunjukkan semakin tinggi hasil yang dipanen. Nilai rata-rata indeks panen menunjukkan, varietas Badak dan Kancil memiliki indeks panen yang tinggi berarti memiliki hasil ekonomis yang tinggi didukung oleh bobot kering polong per tanaman yang nyata lebih tinggi. Tabel 8. Rendemen dan Indeks Panen Varietas Rendemen Indeks Panen ----(%) (%)---- Badak Garuda Jerapah Kancil Mahesa Singa Tapir Trenggiling Keterangan : Nilai rataan pada kolom yang sama yang diikuti dengan huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%. Analisis Korelasi Peubah Pertumbuhan dengan Produksi Korelasi adalah salah satu teknik statistik yang digunakan untuk mencari hubungan antara dua variabel atau lebih yang sifatnya kuantitatif. Analisis korelasi yang dilakukan meliputi peubah pertumbuhan dan komponen produksi. Berdasarkan Tabel 9, menunjukkan bahwa persentase polong penuh nyata berkorelasi negatif dengan bobot kering ginofor saat 8 MST (r = -0.48) dan nyata berkorelasi positif dengan bobot kering polong saat 12 MST (r = 0.41). Apabila saat 8 MST banyak ginofor yang tidak membentuk polong maka hasil persentase polong penuh akan rendah karena waktu pengisian polong semakin berkurang. Bobot kering polong yang semakin tinggi saat menjelang panen dapat menghasilkan persentase polong penuh yang tinggi pula. Persentase polong penuh nyata berkorelasi negatif dengan nilai ILD (r = -0.47) dan NAR (r = -0.44) saat 10 MST. Keberadaan daun dalam jumlah yang banyak akan menjadi pesaing fotosintat saat pengisian polong karena hasil fotosintat masih dipergunakan untuk perkembangan daun.

50 37 Persentase polong cipo nyata berkorelasi positif dengan bobot kering ginofor saat menjelang panen (r = 0.40). Bobot kering ginofor yang tinggi menunjukkan jumlah ginofor yang banyak pada tanaman. Ginofor yang tidak memiliki masa pengisian yang cukup maka tidak terisi secara maksimum dan akan menghasilkan polong yang cipo sehingga meningkatkan persentase polong cipo tanaman. Rendemen nyata berkorelasi positif dengan bobot kering ginofor (r = 0.43) dan sangat nyata berkorelasi positif dengan bobot kering polong (r = 0.94) saat 12 MST. Bobot kering polong yang tinggi saat 12 MST dapat menghasilkan bobot kering biji yang tinggi pula sehingga mempengaruhi hasil rendemen. Indeks panen sangat nyata berkorelasi positif dengan ILD selama pertumbuhan saat awal bunga, 6 MST, dan 12 MST sangat nyata berkorelasi positif tetapi nilai ILD saat 10 MST sangat berkorelasi negatif dengan indeks panen. Hubungan ini berarti nilai ILD maksimum saat awal tumbuh sampai awal pengisian polong diperlukan untuk produksi maksimum sehingga akan meningkatkan indeks panen. Sejalan dengan penambahan umur saat 10 MST sebagian besar daun rontok dan kering sehingga bahan kering yang dihasilkan tanaman juga menurun. Indeks panen juga sangat nyata berkorelasi positif dengan CGR (r = 0.62) saat 12 MST karena penimbunan fotosintat yang tinggi sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan polong untuk mendapatkan hasil panen tinggi. Produktivitas polong sangat nyata berkorelasi negatif dengan bobot kering cabang, bobot kering ginofor, bobot kering polong dan nilai ILD saat 10 MST. Keberadaan ginofor dan daun yang banyak saat pengisian akan merugikan karena hasil fotosintat masih digunakan untuk perkembangannya dan polong yang dihasilkan tidak mengalami pengisian sepenuhnya. Selain itu, produktivitas polong berkorelasi positif dengan CGR (r = 0.65) saat 12 MST. Hal ini berarti nilai CGR yang tinggi saat menjelang panen menunjukkan peningkatan fotosintat yang tertimbun dalam bentuk polong tinggi.

51 Tabel 9. Koefisien Korelasi Peubah Pertumbuhan dan Komponen Produksi TT PPP PPSP PPC PP PB Rendm IP SerBiji BD2-0.07tn -0.42tn 0.14tn -0.75** -0.38tn 0.23tn -0.78** -0.77** 0.22tn BD3-0.06tn -0.29tn -0.16tn -0.53tn 0.26tn -0.04tn -0.50tn 0.001tn 0.36tn BD4 0.08tn -0.16tn 0.33tn 0.06tn 0.02tn -0.18tn 0.13tn 0.002tn -0.22tn BC2 0.22tn 0.03tn 0.07tn -0.17tn 0.08tn 0.01tn -0.16tn 0.03tn 0.20tn BC3-0.10tn -0.51* -0.38tn -0.27tn -0.25tn -0.21tn -0.29tn -0.44* -0.29tn BC4-0.03tn -0.23tn -0.14tn -0.16tn -0.56** 0.07tn -0.12tn -0.63** -0.15tn BG2 0.28tn 0.23tn 0.12tn 0.11tn 0.09tn 0.13tn 0.01tn 0.12tn 0.28tn BG3 0.20tn -0.48* -0.35tn -0.32tn -0.16tn -0.11tn -0.40* -0.36tn -0.17tn BG4-0.12tn -0.21tn -0.21tn -0.19tn -0.60** 0.10tn -0.17tn -0.68** -0.13tn BG5 0.24tn 0.15tn 0.13tn 0.40* 0.72** -0.28tn 0.43* 0.85** -0.12tn BP2 0.39tn 0.27tn 0.28tn 0.33tn 0.06tn tn 0.30tn 0.18tn 0.18tn BP3-0.32tn -0.30tn -0.39tn -0.14tn -0.38tn -0.09tn -0.20tn -0.50* -0.12tn BP4-0.28tn 0.01tn -0.33tn -0.17tn -0.52** 0.14tn -0.17tn -0.56** tn BP5 0.20tn 0.41* -0.10tn 0.95** -0.03tn -0.11tn 0.94** 0.28tn -0.20tn ILD1 0.03tn 0.40* -0.02tn 0.70** 0.28tn -0.04tn 0.62** 0.51** 0.07tn ILD2 0.41* 0.26tn 0.14tn 0.51** 0.47* -0.13tn 0.45* 0.63** 0.03tn ILD3-0.05tn -0.19tn -0.05tn -0.17tn tn -0.08tn -0.36tn -0.12tn -0.06tn ILD4 0.15tn -0.47* -0.25tn -0.13tn -0.58** -0.07tn -0.08tn -0.69** -0.34tn ILD5 0.15tn 0.24tn -0.01tn 0.42* 0.58** -0.17tn 0.38tn 0.70** -0.03tn CGR2 0.29tn -0.17tn -0.16tn 0.02tn 0.07tn -0.20tn 0.04tn 0.07tn -0.14tn CGR3 0.90* -0.32tn 0.02tn -0.36tn 0.006tn -0.20tn -0.31tn -0.17tn -0.18tn CGR4-0.65tn -0.27tn -0.22tn -0.07tn -0.23tn -0.30tn 0.05tn -0.32tn -0.31tn CGR5-0.01tn -0.26tn -0.02tn 0.13tn 0.65** -0.71** 0.34tn 0.62** -0.57** NAR2 0.53** -0.14tn -0.18tn -0.04tn tn 0.03tn -0.03tn -0.21tn -0.22tn NAR tn -0.14tn -0.18tn -0.04tn tn 0.03tn -0.03tn -0.21tn -0.22tn NAR4-0.65** -0.44* -0.14tn 0.01tn 0.03tn 0.04tn 0.007tn -0.01tn -0.06tn NAR5 0.21tn -0.43* 0.27tn 0.08tn -0.13tn 0.02tn 0.03tn 0.03tn 0.01tn PPP 0.13tn tn -0.04tn 0.06tn 0.47* -0,29tn 0.10tn 0.55** PPSP 0.49* -0.30tn tn -0.02tn -0.15tn 0.004tn -0.06tn -0.17tn PPC -0.86* -0.04tn -0.32tn tn 0.06tn 0.65** -0.08tn -0.06tn PP 0.87** 0.006tn 0.02tn -0.26tn tn -0.23tn 0.93** -0.01tn PB -0.63** 0.47* -0.15tn 0.06tn -0.34tn ** -0.25tn 0.88** Rendm -0.78** -0.29tn 0.004tn 0.65** -0.23tn -0.57** tn -0.47* IP 0.42* -0.10tn -0.06tn -0.08tn 0.93** -0.25tn -0.18tn tn SerBiji 0.85** 0.55** -0.17tn -0.06tn -0.01tn 0.88** -0.47* 0.07tn 1.00 Keterangan : (*) : berbeda nyata taraf 5% PB : Produktivitas Biji Kering (ton/ha) (**) : berbeda sangat nyata taraf 1% Rendm : Rendemen PPP : Persentase Polong Penuh (%) IP : Indeks Panen PPSP : Persentase Polong Setengah Penuh (%) Serbiji : bobot seratus biji (gram) PP : Produktivitas Polong Kering (ton/ha) PPC : Persentase Polong Cipo (%) BD2 : bobot daun 6 MST BC2 : bobot cabang 6 MST BD3 : bobot daun 8 MST BC3 : bobot cabang 8 MST BD4 : bobot daun 10 MST BC4 : bobot cabang 10 MST BG2 : bobot ginofor 6 MST BP2 : bobot polong 6 MST BG3 : bobot ginofor 8 MST BP3 : bobot polong 8 MST BG4 : bobot ginofor 10 MST BP4 : bobot polong 10 MST BG5 : bobot ginofor 12 MST BP5 : bobot polong 12 MST ILD1 : ILD awal bunga CGR2 : awal bunga sampai 6 MST ILD2 : ILD 6 MST CGR3 : CGR periode 6 sampai 8 MST ILD3 : ILD 8 MST CGR4 : CGR periode 8 sampai 10 MST ILD4 : ILD 10 MST CGR5 : CGR periode 10 sampai 12 MST ILD5 : ILD 12 MST NAR2 : awal bunga sampai 6 MST NAR3 : NAR periode 6 sampai 8 MST NAR4 : NAR periode 8 sampai 10 MST NAR5 : NAR periode 10 sampai 12 MST TT : Tinggi Tanaman 38

52 39 Pembahasan Pertumbuhan tanaman merupakan suatu hasil dari metabolisme sel-sel hidup yang dapat diukur sebagai pertambahan berat basah atau berat kering, isi, atau tinggi. Pertumbuhan tanaman terdiri dari fase vegetatif dan fase generatif. Penanda fase tumbuh kacang tanah didasarkan pada pertumbuhan jumlah buku pada batang dan perkembangan bunga hingga menjadi polong masak, serta bukubuku pada batang utama yang mempunyai daun yang telah berkembang penuh. Fase vegetatif dimulai sejak perkecambahan sampai tanaman berbunga sedangkan fase generatif dimulai sejak timbulnya bunga pertama sampai dengan polong masak, yang meliputi pembungaan, pembentukan polong, pembentukan biji, dan pemasakan biji (Trustinah, 1993). Hasil fotosintesis bergerak dari source (umumnya daun) ke bagian yang akan dimanfaatkan (sink) yaitu buah. Fotosintat akan didistribusikan ke berbagai sink. Pembagian fotosintat diantara sink yang berbeda disebut sebagai partitioning. Prinsipnya bahwa bagian-bagian tumbuhan yang merupakan sink bagi fotosintat saat fase pertumbuhan vegetatif adalah bagian meristem dan organ yang aktif tumbuh pada daun, akar, dan jaringan batang muda yang tidak berfotosintesis. Tanaman yang memasuki fase pertumbuhan generatif (ketika tanaman mulai berbunga) maka terjadi penambahan sink yaitu bunga yang sedang berkembang, buah, dan biji. Potensi hasil tanaman dapat menghasilkan produktivitas tinggi akibat kemampuan tanaman berfotosintesis dan mengalokasikannya kebagian yang akan dipanen (yield). Hubungan antara source dan sink merupakan hal yang penting untuk mengetahui efisiensi pemanfaatan hasil fotosintesis oleh tanaman. Akumulasi bahan kering mencerminkan kemampuan tanaman berfotosintesis serta interaksinya dengan faktor-faktor lingkungan lainnya. Distribusi akumulasi bahan kering pada bagian-bagian tanaman seperti akar, batang, daun, dan bagian generatif dapat mencerminkan produktivitas tanaman. Dari hasil penelitian, berdasarkan bobot brangkasan (akumulasi dari bobot kering daun, batang, ginofor, dan polong) selama fase pertumbuhan vegetatif terjadi peningkatan bobot kering brangkasan tanaman.

53 40 Jumlah cabang saat awal bunga 4 sampai 6 cabang dan saat menjelang panen berkisar antara 6 sampai 8 cabang. Varietas Tapir memiliki pertambahan cabang banyak sedangkan varietas Badak dan Singa memiliki pertambahan cabang sedikit selama pertumbuhan. Perbedaan varietas berpengaruh nyata terhadap bobot kering cabang saat 12 MST dimana varietas Singa memiliki bobot kering cabang tertinggi. Varietas Singa memiliki jumlah cabang yang sedikit saat 12 MST tetapi bobot kering cabangnya tinggi berarti cabang varietas Singa berukuran besar dan berat. Hal ini juga didukung oleh tinggi tanaman varietas Singa yang sangat nyata lebih tinggi dibanding varietas lain kecuali dengan varietas Badak. Tinggi tanaman akan mempengaruhi penampilan tajuk tanaman. Tinggi tanaman yang tinggi pada varietas Singa menunjukkan tanaman banyak menghasilkan daun-daun muda selama pertumbuhannya dimana daun-daun muda lebih aktif berfotosintesis. Menurut Lakitan (1996) faktor lingkungan yang besar pengaruhnya terhadap pemanjangan batang adalah suhu dan intensitas cahaya. Pembentukan cabang dapat menguntungkan dan dapat pula merugikan dalam upaya meningkatkan hasil tanaman. Pembentukan cabang akan menguntungkan jika pada cabang-cabang tersebut akan terbentuk organ hasil sebaliknya akan merugikan jika cabang-cabang yang terbentuk tidak produktif sehingga hanya menjadi pesaing fotosintat yang dihasilkan daun. Laju pertumbuhan tanaman budidaya yang maksimum harus memiliki cukup banyak daun dalam tajuk untuk menyerap sebagian besar radiasi matahari yang jatuh ke atas tajuk tanaman. Menurut Salisbury dan Ross (1995) sejalan dengan pertumbuhan daun, kemampuannya untuk berfotosintesis juga meningkat sampai daun berkembang penuh dan mulai menurun secara perlahan. Selanjutnya Parker (2004) menyatakan bahwa daun yang mengalami pertumbuhan dan perkembangan akan mengalami peningkatan kapasitas fotosintesis dan laju pertumbuhan vegetatif semakin meningkat pula. Daun merupakan organ fotosintetik utama tanaman dimana terjadi proses perubahan energi cahaya menjadi energi kimia dan mengakumulasi dalam bentuk bahan kering. Jumlah daun terus mengalami peningkatan selama pertumbuhan tanaman. Perbedaan varietas memberi pengaruh yang nyata terhadap jumlah daun

54 41 saat awal bunga saja. Varietas Trenggiling nyata memiliki daun lebih banyak apabila dibandingkan dengan varietas Garuda3 dan Badak saat awal bunga. Jumlah daun yang banyak saat awal pertumbuhan menunjukkan varietas aktif berfotosintesis sejak awal pertumbuhan. Saat pengisian polong (10 MST), varietas Kancil dan Mahesa memiliki rata-rata jumlah daun yang banyak. Keberadaan daun yang banyak saat pengisian polong tidak diharapkan karena fotosintat masih disalurkan ke pertumbuhan daun selain untuk pengisian polong tetapi yang diharapkan adalah daun-daun yang ada memiliki kemampuan fotosintesis yang efektif. Varietas Garuda3 sudah mengalami penurunan jumlah daun saat 8 MST akibat banyak daun yang rontok dan berwarna kuning. Salah satu parameter pertumbuhan pengukuran daun adalah nilai indeks luas daun (ILD). Nilai ILD penting karena memperlihatkan kapasitas fotosintesis dari tanaman. Pertumbuhan tanaman bergantung pada munculnya daun baru. Tanaman yang mengalokasikan fotosintatnya untuk pertumbuhan daun pada awal pertumbuhan biasanya akan tumbuh dengan lebih cepat. Perkembangan pertumbuhan vegetatif diikuti oleh pertambahan nilai ILD (Brown, 1984). Perbedaan varietas tidak mempengaruhi nilai ILD dan berdasarkan nilai rata-rata ILD meningkat dan mencapai maksimum saat pengisian polong (10 MST) sejalan dengan pertambahan jumlah daun dan luas daun maksimum, kemudian turun saat daun mengalami senescene berwarna kuning dan hilang kemampuannya berfotosintesis. Menurut Marzuki (2009) daun mulai gugur pada akhir masa pertumbuhan yang dimulai dari daun bagian bawah. Berdasarkan nilai rata-rata, saat awal bunga varietas Mahesa dan Kancil memiliki nilai ILD tinggi sehingga penampilan tajuk tanamannya rimbun karena semakin rapatnya daun. Varietas Garuda3 memilki nilai rata-rata ILD yang rendah saat 12 MST, yaitu 3.48 karena sebagian besar daunnya gugur menjelang masa panen. Nilai ILD varietas Singa sampai menjelang panen masih terus mengalami peningkatan mencapai Hal ini disebabkan penambahan jumlah daun varietas Singa terus berlangsung sampai masa panen dengan daun yang masih berwarna hijau dan tidak terlalu banyak mengalami gugur daun. Menurut Lakitan (1993) produktivitas meningkat dengan semakin meningkatnya nilai ILD karena lebih banyak cahaya yang dapat ditangkap tetapi nilai ILD yang terlalu tinggi

55 42 tidak lagi meningkatkan produktivitas karena sebagian daun yang ternaungi tidak melakukan fotosintesisi secara optimal. Menurut Fisher (1984) nilai NAR menunjukkan laju satuan daun yang dapat dipandang sebagai suatu ukuran efisiensi dari tiap-tiap satuan luas daun melakukan fotosintesis untuk menambah bahan kering. Nilai NAR mencapai maksimal ketika umur tanaman masih muda dimana daun tidak saling menaungi dengan yang lainnya dan mendapat sinar matahari penuh. Berdasarkan hasil penelitian, perbedaan varietas tidak berpengaruh terhadap nilai NAR yang dihasilkan. Nilai NAR mencapai maksimal pada tiap varietas berbeda-beda. Varietas Garuda3, Jerapah, dan Trenggiling mencapai nilai NAR maksimum saat 6 MST, varietas Mahesa, Singa, dan Tapir mencapai maksimum saat 8 MST, varietas Badak dan Kancil mencapai maksimum saat 10 MST. Nilai NAR maksimum terjadi umumnya saat nilai ILD varietas tersebut rendah. Peningkatan nilai ILD menyebabkan penurunan NAR selama pertumbuhan. Nilai NAR tinggi mencerminkan fotosintat yang tertimbun sebagai bobot kering daun tanaman tinggi dan daun tanaman memiliki kemampuan fotosintesis yang lebih efektif. Penurunan nilai NAR sejalan dengan semakin tuanya umur tanaman. Saat menjelang panen tiap varietas mengalami penurunan nilai NAR bahkan nilainya mencapai negatif yang menunjukkan terjadinya penurunan bobot kering daun. Nilai crop growth rate (CGR) merupakan laju akumulasi bahan kering per unit luas lahan tanaman per satuan waktu. Hal ini berarti besarnya penambahan bahan kering tanaman pada luasan lahan tertentu per harinya. Berdasarkan nilai rata-rata, umumnya tiap varietas mengalami peningkatan CGR dari awal bunga sampai masa pengisian polong (10 MST) kemudian nilai CGR turun drastis saat menjelang panen (12 MST). Penurunan nilai CGR menunjukkan terjadinya penurunan bobot kering brangkasan tanaman. Varietas yang memiliki nilai CGR yang tinggi saat pengisian polong berturut-turut adalah varietas Mahesa dan Kancil. Nilai CGR yang tinggi menunjukkan tanaman memiliki pertumbuhan yang lebih baik terlihat dari bobot brangkasan yang tinggi karena tanaman mampu memanfaatkan faktor pertumbuhan dan lingkungan. Berbeda dengan varietas Garuda3 dimana nilai CGR tinggi saat pembentukan polong (8 MST) kemudian

56 43 mulai menurun saat pengisian polong dan saat menjelang panen nilai rata-rata CGR yang dihasilkan terendah yaitu g/m 2 /hari. Tingkat efisiensi fotosintesis tanaman budidaya (CGR) ditentukan oleh nilai efisiensi fotosintesis daun-daunnya (NAR). Efisiensi NAR dipengaruhi oleh jumlah radiasi matahari, kemampuan daun berfotosintesis, dan ILD (Gardner et. al. 1991). Nilai CGR tanaman akan tergantung dari nilai NAR dan ILD yang dihasilkan. Umumnya semakin tinggi nilai NAR dan ILD yang optimum maka CGR yang dihasilkan akan semakin tinggi pula saat pertumbuhan. Hasil penelitian menunjukkan, nilai ILD optimum berkisar antara lima sampai delapan saat 10 MST karena dengan nilai ILD tersebut meningkatkan nilai CGR dan NAR yang dihasilkan. Hal ini dapat dilihat pada varietas Mahesa yang memiliki nilai ILD delapan dan varietas Badak, Kancil, dan Tapir yang memiliki nilai ILD sekitar lima menghasilkan nilai CGR dan NAR yang tinggi sedangkan varietas Jerapah dan Singa yang memiliki nilai ILD sembilan mengalami penurunan nilai CGR dan NAR saat 10 MST. Menurut Gardner et. al. (1991) laju tumbuh maksimum dicapai pada ILD optimum dan diatas maupun dibawah ILD optimum laju tumbuh tanaman menurun. Nilai CGR, ILD, dan NAR yang tinggi menunjukkan tanaman efektif dalam memanfaat fotosintesis. Perbedaan varietas berpengaruh nyata terhadap jumlah bunga total kacang tanah. Varietas Kancil dan Singa memiliki jumlah bunga total yang nyata lebih banyak dibanding varietas Mahesa dan Trenggiling. Varietas Kancil memiliki rata-rata penambahan jumlah bunga yang banyak selama pertumbuhan sedangkan varietas Mahesa memiliki rata-rata penambahan jumlah bunga yang sedikit selama pertumbuhan. Periode pembungaan memiliki masa yang panjang dilihat dari tanaman ini terus berbunga sampai menjelang panen. Bunga diharapkan muncul saat pembentukan ginofor sehingga polong yang akan dihasilkan memiliki waktu pengisian polong yang cukup. Bunga yang dihasilkan tiap-tiap varietas tidak seluruhnya akan menjadi ginofor. Bunga-bunga yang muncul setelah fase pengisian polong akan menghasilkan polong yang tidak terisi sempurna. Perbedaan varietas berpengaruh nyata terhadap persentase bunga jadi ginofor dan persentase ginofor jadi polong. Varietas Garuda3 dan Tapir memiliki persentase bunga jadi ginofor nyata lebih rendah tetapi persentase ginofor jadi

57 44 polong nyata lebih tinggi. Hal ini menunjukkan varietas tersebut maksimum dan baik dalam pengisian polong. Berbeda halnya dengan varietas Mahesa, Singa, dan Trenggiling yang memiliki persen bunga jadi ginofor nyata lebih tinggi tetapi persen ginofor jadi polong nyata lebih rendah. Varietas Singa memiliki persentase bunga jadi ginofor yang tinggi didukung oleh jumlah ginofor varietas Singa nyata lebih banyak dibanding varietas Garuda3 dan Tapir saat menjelang panen. Varietas Kancil dan Jerapah memiliki persentase bunga jadi ginofor dan persentase ginofor jadi polong yang dihasilkan dapat bersaing bila dibandingkan dengan varietas lainnya. Pembentukan ginofor yang banyak tetapi tidak didukung oleh waktu pembentukan polong yang cukup mengakibatkan polong tidak terisi secara maksimal sehingga polong-polong yang dihasilkan adalah polong setengah penuh dan polong cipo. Menurut Trustinah (1993) ginofor-ginofor yang dihasilkan setelah pembungaan maksimum sampai akhir pembungaan tidak mempengaruhi hasil. Jumlah polong yang dihasilkan tiap-tiap varietas dipengaruhi oleh banyaknya ginofor yang dapat menembus tanah dan membentuk polong secara sempurna. Polong-polong yang terbentuk lambat mempunyai biji lebih sedikit atau lebih kecil daripada yang terbentuk lebih awal. Perbedaan varietas tidak berpengaruh nyata terhadap persentase bunga jadi polong. Berdasarkan nilai ratarata, varietas Mahesa memiliki persentase bunga jadi polong yang tinggi sedangkan varietas Jerapah terendah. Persentase bunga menjadi polong berkisar antara 22 % sampai 34 %. Menurut Trustinah (1993) dari seluruh bunga yang dihasilkan hanya sekitar 10 % sampai 20 % akan menjadi polong tua terutama yang berkembang dari bunga yang muncul pada periode awal dan letaknya tidak terlalu tinggi sehingga memiliki periode pengisian yang panjang. Pitojo (2005) menambahkan bunga yang berhasil menjadi polong biasanya hanya bunga yang terbentuk pada sepuluh hari pertama. Faktor pembungaan dan lingkungan yang mendukung saat pengisian akan menentukan jumlah polong yang akan dihasilkan. Periode pembungaan yang panjang selama pertumbuhan dapat menghasilkan jumlah polong sedikit karena menjadi pesaing dalam penggunaan fotosintat. Letak ginofor yang terlalu jauh dari permukaan tanah juga menyebabkan polong tidak terbentuk. Polong yang

58 45 tidak terbentuk juga dapat diakibatkan oleh ginofor tidak berkembang dalam tanah dan membusuk. Stomata merupakan organ fotosintesis yang berfungsi secara fisiologis terutama untuk transpirasi dan respirasi selama proses fotosintesis. Kebanyakan daun tanaman budidaya yang produktif mempunyai banyak stomata pada kedua sisi daunnya. Jumlah stomata dalam penelitian diamati saat tanaman mengalami periode pengisian polong berumur 10 MST. Perbedaan varietas tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah stomata per milimeter persegi luas daun. Bentuk dan jumlah stomata yang diamati dengan perbesaran mikroskop 40 x 10. Berdasarkan perbandingan jumlah stomata antara permukaan daun atas dengan permukaan daun bawah, varietas Badak dan Kancil memiliki jumlah stomata yang hampir sama pada kedua permukaan daunnya. Varietas Garuda3, Mahesa, Singa, dan Tapir memiliki jumlah stomata daun permukaan atas yang lebih banyak. Jumlah stomata yang banyak atau kerapatan stomata yang tinggi dapat menunjukkan stomata tersebut aktif membuka yang akan berperan dalam peningkatan produksi tanaman. Menurut Gardner et. al. (1991) kebanyakan daun tanaman budidaya mempunyai banyak stomata pada kedua sisi daunnya dimana jumlah dan ukuran stomata dipengaruhi oleh genotip dan lingkungan. Polong kacang tanah yang telah tua ditandai dengan kulit yang keras, biji terisi penuh, dan kulit biji tipis. Menurut Ashley (1984) komponen-komponen utama hasil pertanaman adalah jumlah polong per tanaman, jumlah biji per polong, dan bobot kering biji. Ketiga komponen tersebut semuanya peka terhadap lingkungan selama pembungaan sampai pengisian biji. Dari hasil penelitian yang dilakukan, varietas berpengaruh nyata terhadap jumlah polong total per tanaman. Jumlah polong total dalam tanaman dibagi menjadi jumlah polong penuh, jumlah polong setengah penuh, dan jumlah polong cipo. Perbedaan varietas berpengaruh nyata terhadap jumlah polong setengah penuh. Varietas Badak memiliki jumlah polong total per tanaman dan jumlah polong setengah penuh per tanaman nyata lebih tinggi kecuali dibandingkan dengan varietas Singa. Rata-rata jumlah polong cipo per tanaman varietas Badak dan Singa tergolong tinggi mencapai tiga polong per tanaman. Hal ini diakibatkan oleh jumlah bunga yang dihasilkan varietas Badak dan Singa nyata lebih tinggi

59 46 dibanding varietas Mahesa dan Trenggiling sehingga menghasilkan persentase bunga jadi ginofor yang tinggi. Varietas Badak dan Singa masih berbunga saat panen sehingga masih mengalami pertambahan jumlah ginofor. Keberadaan ginofor sampai masa menjelang panen akan merugikan karena hasil fotosintat masih digunakan untuk perkembangannya dan polong yang dihasilkan tidak mengalami pengisian sepenuhnya. Varietas Mahesa, Jerapah, Garuda3, Tapir, dan Trenggiling menghasilkan jumlah polong total dan jumlah polong setengah penuh per tanaman nyata lebih rendah. Berdasarkan jumlah polong (polong total, polong setengah penuh, dan polong cipo) per tanaman maka dapat dihitung persentase polong penuh, persentase polong setengah penuh, dan persentase polong cipo. Utomo, et al. (2005) menjelaskan persentase polong cipo dan persentase polong terisi penuh merupakan cerminan partisi fotosintat. Genotipe yang memiliki persentase polong cipo lebih rendah dan persentase polong terisi penuh lebih tinggi menunjukkan bahwa genotipe tersebut lebih baik partisi fotosintatnya ke bagian yang dipanen. Perbedaan varietas nyata berpengaruh terhadap persentase polong setengah penuh. Polong setengah penuh merupakan polong yang tidak terisi secara sempurna (berisi sebagian). Varietas yang memiliki polong setengah penuh yang tinggi berturut-turut adalah varietas Badak dan Singa. Hal ini menunjukkan varietas ini tidak terisi secara sempurna sehingga polong hanya berisi sebagian. Varietas Garuda3, Mahesa, Singa, dan Tapir memiliki persentase polong setengah penuh yang dapat bersaing dengan varietas lainnya. Varietas Jerapah memiliki jumlah polong total yang nyata lebih rendah tetapi rata-rata persentase polong penuhnya paling tinggi dan persentase polong setengah penuhnya nyata lebih rendah yang berarti varietas Jerapah kurang dalam membentuk polong yang banyak tetapi pengisian polongnya baik. Varietas Singa memiliki rata-rata persentase polong cipo yang tinggi akibat dari jumlah polong ciponya yang banyak dan persentase ginofor jadi polong nyata lebih rendah. Rendemen merupakan nilai perbandingan antara bobot kering biji dengan keseluruhan bobot polong yang dinyatakan dalam persen. Nilai rendemen akan tinggi apabila bobot kering biji semakin tinggi dan kulit polong yang tidak terlalu tebal. Varietas Badak memiliki nilai rendemen terendah, yaitu % yang

60 47 berarti bahwa varietas Badak memiliki kulit polong yang lebih tebal dan keras sehingga bobot polongnya menjadi lebih berat. Rendahnya rendemen bobot biji disebabkan oleh rendahnya bobot biji bernas dan tingginya biji keriput serta banyak polong yang hampa. Varietas dengan nilai rata-rata rendemen tinggi berturut-turut adalah varietas Singa (78.44 %) dan varietas Garuda3 (70.25 %). Indeks panen (IP) menggambarkan pembagian bahan kering oleh tanaman pada hasil panen biologis dan hasil panen ekonomis. Berdasarkan nilai rata-rata, varietas Badak memiliki indeks panen yang tinggi yaitu % dan varietas Tapir rendah yaitu %. Nilai indeks panen dalam penelitian ini masih tergolong rendah. Indeks panen yang rendah mengakibatkan hasil biji yang diperoleh rendah. Menurut Hughes dan Metcalfe (1972) bobot panen kacang tanah menghasilkan 20 % sampai 30 % bobot polong. Lakitan (1993) mengemukakan bahwa indeks panen (harvest indeks) merupakan porsi bobot organ hasil dibanding total biomassa dan beberapa tanaman penting termasuk gandum, padi, dan kacang tanah memiliki nilai indeks panen mendekati 50 %. Hasil penelitian menunjukkan perbedaan varietas berpengaruh nyata terhadap bobot kering polong per tanaman. Tetapi tidak demikian halnya dengan hasil bobot kering polong per meter persegi. Hal ini mungkin disebabkan oleh jumlah tanaman yang berbeda-beda yang dihasilkan saat panen meter persegi. Bobot kering polong menggambarkan produktivitas yang akan dihasilkan. Varietas Badak dan Kancil memiliki rata-rata bobot kering polong per meter persegi yang tinggi berturut-turut sehingga produktivitas polong yang dihasilkan juga tinggi. Varietas yang memiliki bobot kering polong yang tinggi akibat dari jumlah polong total yang banyak. Varietas Mahesa memiliki bobot polong per meter persegi yang rendah dan menghasilkan produktivitas polong yang rendah pula. Perbedaan varietas tidak berpengaruh terhadap bobot kering 100 biji kacang tanah. Bobot kering 100 biji kacang tanah lebih ditentukan oleh sifat genetik dari tanaman yaitu ukuran biji. Umumnya varietas yang memiliki jumlah biji dua per polong memiliki bobot kering 100 biji yang tinggi seperti varietas Kancil, Tapir, Trenggiling, Jerapah, dan Mahesa. Varietas Garuda3 yang berbiji 3 atau lebih ternyata memiliki bobot kering 100 biji yang tinggi karena jumlah

61 48 polong yang dihasilkan sedikit dan pembagian fotosintat merata terhadap bijibijinya. Berdasarkan nilai rata-rata, varietas Kancil memiliki bobot 100 biji dan produktivitas biji kering yang paling tinggi diantara varietas lainnya. Hasil tersebut menunjukkan bahwa biji varietas Kancil terisi maksimum akibat fotosintat yang tertimbun banyak. Berdasarkan penelitian Utomo, et al. (2005) ukuran polong dan biji kacang tanah yang lebih besar dapat berkontribusi pada hasil yang lebih tinggi. Karakter agronomis yang mendukung daya hasil tinggi antara lain memiliki polong dan biji berukuran besar, jumlah polong banyak yang berhubungan dengan tipe pertumbuhan menjalar atau setengah menjalar. Jika dibandingkan dengan yang tumbuh tegak, kacang tanah yang tumbuh menjalar berpotensi menghasilkan polong lebih banyak karena jumlah ginofor yang dapat mencapai tanah dan membentuk polong lebih banyak. Walaupun jumlah polong pertanaman tidak meningkat, daya hasil suatu varietas akan meningkat jika ukuran polong dan biji lebih besar. Secara statistik perbedaan varietas tidak berpengaruh terhadap produktivitas polong dan produktivitas biji kacang tanah. Produktivitas polong varietas Badak mencapai 3.82 ton/ha tetapi produktivitas bijinya hanya mencapai 1.56 ton/ha yang berarti polong yang dihasilkan sebagian besar adalah polong setengah penuh (berisi sebagian) dan polong cipo. Berbeda halnya dengan varietas Kancil yang memiliki produktivitas polong 3.14 ton/ha dan produktivitas biji mencapai 2.05 ton/ha. Perbedaan ini disebabkan oleh persentase polong setengah penuh varietas Kancil nyata lebih rendah dari varietas Badak dan nilai rata-rata polong cipo varietas Kancil lebih rendah. Berdasarkan Tabel 9, produktivitas polong sangat nyata dipengaruhi oleh indeks panen (r = 0.93) dimana indeks panen dipengaruhi oleh bobot kering polong. Bobot kering polong yang tinggi akan meningkatkan hasil indeks panen tanaman dan akan berkontribusi pada peningkatan produktivitas polong. Produktivitas biji nyata dipengaruhi oleh persentase polong penuh (r = 0.47) dan bobot kering 100 biji (r = 0.88) yang berarti polong penuh menghasilkan bobot kering biji yang tinggi dan akan berkontribusi terhadap produktivitas biji yang tinggi.

62 49 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Varietas Mahesa memiliki pertumbuhan tajuk yang baik selama pertumbuhan tetapi jumlah polong total dan bobot kering polong per tanaman yang dihasilkan nyata lebih rendah yang berdampak pada rendahnya produktivitas polong dan biji. Varietas Garuda3 memiliki pertumbuhan tajuk yang baik hanya sampai fase pembentukan polong. Jumlah polong total per tanaman yang dihasilkan nyata terendah tetapi baik dalam pengisian polong sehingga menghasilkan persentase polong penuh yang tinggi. Varietas Singa memiliki pertumbuhan tajuk yang rimbun selama pertumbuhan tetapi menghasilkan bobot kering polong yang rendah karena pertambahan jumlah ginofor banyak sehingga kurang dalam waktu pengisian polong dan banyak menghasilkan persentase polong cipo. Varietas Kancil memiliki pertambahan daun, batang, dan polong yang tidak mencolok selama pertumbuhan. Produktivitas polong dan biji yang dihasilkan tinggi yang didukung oleh rata-rata jumlah polong penuh yang dihasilkan tinggi sehingga persentase polong penuh juga tinggi akibat dari waktu pengisian polong yang panjang. Varietas Badak memiliki pertumbuhan tajuk yang rimbun selama pertumbuhan dan jumlah polong total dan polong setengah penuh yang dihasilkan nyata lebih banyak serta rata-rata jumlah polong penuh dan polong cipo yang banyak. Akibatnya produktivitas polong yang dihasilkan tinggi tetapi produktivitas bijinya rendah. Varietas Jerapah memiliki pertambahan daun, cabang, ginofor, dan polong yang tidak mencolok selama pertumbuhan dan laju pertumbuhan maksimum dari periode awal bunga sampai pembentukan polong. Varietas Jerapah kurang dalam membentuk polong dilihat dari jumlah polong total dan polong setengah penuh yang dihasilkan nyata lebih rendah dan rata-rata jumlah polong cipo terendah. Varietas Tapir memiliki pertumbuhan tajuk yang terus meningkat selama pertumbuhan dan baik dalam pengisian polongnya sehingga menghasilkan persentase polong penuh yang tinggi. Varietas Trenggiling memiliki laju pertumbuhan yang tidak terlalu mencolok. Jumlah

63 50 polong total dan polong setengah penuh yang dihasilkan nyata lebih rendah tetapi dapat menghasilkan produktivitas polong dan biji yang tinggi. Korelasi antara parameter pertumbuhan dengan komponen hasil menunjukkan bahwa persentase polong penuh dipengaruhi oleh bobot kering ginofor saat pembentukan polong dan bobot kering polong saat menjelang panen. Persentase polong cipo dipengaruhi oleh bobot kering ginofor dan bobot kering polong saat menjelang panen. Indeks panen tanaman dipengaruhi oleh ILD selama pertumbuhan dan CGR saat menjelang panen. Produktivitas polong dipengaruhi oleh hasil indeks panen sementara itu produktivitas biji dipengaruhi oleh persentase polong penuh. Saran Pemahaman karakteristik pertumbuhan dapat membantu perbaikan varietas yang memiliki sifat pengisian polong yang baik dan menghasilkan produksi tinggi. Peningkatan penggunaan varietas unggul ditingkat petani dapat meningkatkan pendapatan petani dan produktivitas kacang tanah di Indonesia. Penelitian selanjutnya sebaiknya menggunakan jarak tanam lebih lebar untuk mengurangi intensitas serangan penyakit.

64 51 DAFTAR PUSTAKA Adisarwanto, T Meningkatkan Produksi Kacang Tanah Dilahan Sawah dan Kering. Penebar Swadaya. Jakarta. 88 hal., A.A. Rahmianna, dan Suhartina Budidaya Kacang Tanah. Dalam A. Kasno, A. Winarto, dan Sunardi (Eds.). Kacang Tanah : Monograf Balittan Malang No.12: Malang. Ashley, J.M Kacang Tanah. Dalam P.R. Goldsworthy dan N.M. Fisher (Eds). Fisiologi Budidaya Tanaman Tropik. Universitas Gajah Mada Press. Yogyakarta. 874 hal. BPS Survei Pertanian : Luas Panen- Produktivitas- Produksi Tanaman Kacang Tanah Seluruh Provinsi. Badan Pusat Statistik Republik Indonesia. Jakarta. Brown, R.H Growth of The Green Plant. In Tesar, M.B (Ed.). Physiological Basic of Crop Growth and Development. American Society of Agronomy Inc. and Crop Science Society of America Inc. USA. 341p. Fisher, N.M Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman ; Fase Vegetatif. Dalam P.R. Goldsworthy dan N.M. Fisher (Eds). Fisiologi Budidaya Tanaman Tropik. Universitas Gajah Mada Press. Yogyakarta. 874 hal. Gardner, F.P., R.B. Pearce, dan R.L. Mitchell Fisiologi Tanaman Budidaya. Universitas Indonesia Press. Jakarta. 428 hal. Gomez, K.A. dan A.A. Gomez Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian. Universitas Indonesia Press. Jakarta. 698hal. Hughes, H.D. dan D.S. Metcalfe Crop Production. Macmillan Publishing. New York. 627p. Kasno, A Pengembangan Varietas Kacang Tanah. Dalam A. Kasno, A. Winarto, dan Sunardi (Eds.). Kacang Tanah : Monograf Balittan Malang No.12: Malang. Lakitan, B Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 205 hal Fisiologi Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 218hal. Lukitas, W Uji Daya Hasil Beberapa Kultivar Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.). Skripsi. Program Studi Agronomi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

65 52 Marzuki, R Bertanam Kacang Tanah. Penebar Swadaya. Jakarta. 43 hal. Parker, R Introduction To Plant Scince. United States of America. Delmar Learning. 715p. Pitojo, S Benih Kacang Tanah. Kanisius. Yogyakarta. 75 hal. Purseglove, J. W Tropical Crops Dicotyledons. Longman Group Ltd.. London. 719p. Purwono, dan H. Purnamawati Budidaya 8 Jenis Tanaman Pangan Unggul. Penebar Swadaya. Jakarta. 139 hal. Puslittan Daftar Varietas Unggul Kacang Tanah. [5 Oktober 2009]. Salisbury, F. B. dan C. W. Ross Fisiologi Tumbuhan. ITB Bandung. Bandung. 173 hal. Sumarno Status Kacang Tanah di Indonesia. Dalam A. Kasno, A. Winarto, dan Sunardi (Eds.). Kacang Tanah : Monograf Balittan Malang No.12:1-8. Malang. dan P. Slamet Fisiologi dan Pertumbuhan Kacang Tanah. Dalam A. Kasno, A. Winarto, dan Sunardi (Eds.). Kacang Tanah : Monograf Balittan Malang No.12: Malang. Suprapto, H.S Bertanam Kacang Tanah. Penebar Swadaya. Jakarta. 32 hal. Suyamto, H Hara dan Mineral dan Pengelolaan Air pada Tanaman Kacang Tanah. Dalam A. Kasno, A. Winarto, dan Sunardi (Eds.). Kacang Tanah : Monograf Balittan Malang No.12: Malang. Trustinah Biologi Kacang Tanah. Dalam A. Kasno, A. Winarto, dan Sunardi (Eds.). Kacang Tanah : Monograf Balittan Malang No.12:9-23. Malang. Utomo, S. D., M.I. Surya, Ansori, H.M. Akin, dan T.R. Basoeki Pemanfaatan Subspesies Hypogaea dalam Perakitan Varietas Unggul Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.) Berbiji Besar dan Berpolong Banyak di Indonesia. Ilmu Pertanian Vol.12, No. 2, 2005:84-93.

66 LAMPIRAN 53

67 54 Lampiran 1. Keadaan Beberapa Unsur Iklim di Wilayah Darmaga, Bogor Bulan Curah Hujan (mm/bulan) Hari Hujan (hari) Suhu Rata-rata ( 0 C) Februari Maret April Mei Juni Rata-rata Sumber : Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Darmaga, Bogor Lampiran 2. Analisis Tanah Sebelum Perlakuan Data Analisis Kandungan Kriteria ph (H2O 1:1) 6.40 Agak Masam C-Organik (%) 3.19 Tinggi N-Total (%) 0.28 Sedang P (ppm) 18.8 Sangat Tinggi Ca (me/100g) 5.25 Rendah K (me/100g) 0.38 Rendah Keterangan : Analisis tanah dilakukan bulan Februari 2010 di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB

68 Lampiran 3. Brangkasan Kacang Tanah Saat Panen 55

69 Lampiran 4. Bentuk Polong Kacang Tanah Saat Panen 56

70 57 Lampiran 5. Penyakit yang Menyerang Tanaman Kacang Tanah di Lapang Peanut mottle disease Penyakit bilur Sclerotium rolfsii Mozaik kuning Wilt disease Leafspot disease Witchess broom Puccinia arachidis

71 58 Lampiran 6. Hama yang Menyerang Tanaman Kacang Tanah di Lapang Epilacna sp. Valanga sp. Sycanus sp. Aulacophora sp. Chrysodeixis chalcites

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu 14 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Kebun Percobaan Leuwikopo IPB, Dramaga, Bogor pada ketinggian 250 m dpl dengan tipe tanah Latosol. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pemadatan Tanah

TINJAUAN PUSTAKA. Pemadatan Tanah 3 TINJAUAN PUSTAKA Pemadatan Tanah Hillel (1998) menyatakan bahwa tanah yang padat memiliki ruang pori yang rendah sehingga menghambat aerasi, penetrasi akar, dan drainase. Menurut Maryamah (2010) pemadatan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani dan Morfologi Kacang Tanah

TINJAUAN PUSTAKA. Botani dan Morfologi Kacang Tanah TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Kacang Tanah Kacang tanah tergolong dalam famili Leguminoceae sub-famili Papilinoideae dan genus Arachis. Tanaman semusim (Arachis hypogaea) ini membentuk polong dalam

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil Analisis Tanah di Kebun Percobaan Leuwikopo IPB

Lampiran 1. Hasil Analisis Tanah di Kebun Percobaan Leuwikopo IPB LAMPIRAN 34 35 Lampiran 1. Hasil Analisis Tanah di Kebun Percobaan Leuwikopo IPB Data analisa Kandungan Kriteria (*) ph (H 2 O 1:1) 5.20 Masam C-organik (%) 1.19 Rendah N-Total 0.12 Rendah P (Bray 1) 10.00

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI LIMA VARIETAS KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) Oleh INNE RATNAPURI A

KARAKTERISTIK PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI LIMA VARIETAS KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) Oleh INNE RATNAPURI A KARAKTERISTIK PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI LIMA VARIETAS KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) Oleh INNE RATNAPURI A34103038 PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 KARAKTERISTIK

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 35 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Indeks Panen dan Produksi Tanaman Indeks panen menunjukkan distribusi bahan kering dalam tanaman yang menunjukkan perimbangan bobot bahan kering yang bernilai ekonomis dengan

Lebih terperinci

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili Papilionaceae; genus Arachis; dan spesies Arachis hypogaea L. Kacang tanah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang tanah ( Arachis hypogaea L.) berasal dari Amerika

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang tanah ( Arachis hypogaea L.) berasal dari Amerika II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kacang Tanah Tanaman kacang tanah ( Arachis hypogaea L.) berasal dari Amerika Selatan, diperkirakan dikawasan sekitar Bolivia, Brasil dan Peru. Tanaman kacang tanah telah dibudidayakan

Lebih terperinci

Percobaan 3. Pertumbuhan dan Produksi Dua Varietas Kacang Tanah pada Populasi Tanaman yang Berbeda

Percobaan 3. Pertumbuhan dan Produksi Dua Varietas Kacang Tanah pada Populasi Tanaman yang Berbeda Percobaan 3. Pertumbuhan dan Produksi Dua Varietas Kacang Tanah pada Populasi Tanaman yang Berbeda Latar Belakang Untuk memperoleh hasil tanaman yang tinggi dapat dilakukan manipulasi genetik maupun lingkungan.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB, Cikarawang, Bogor. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan Oktober 2010 sampai dengan Februari 2011.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 16 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor mulai bulan Desember 2009 sampai Agustus 2010. Areal penelitian memiliki topografi datar dengan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk 12 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai Februari-Agustus 2009 dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, Dramaga, Bogor. Areal penelitian bertopografi datar dengan jenis tanah

Lebih terperinci

Peningkatan Produktivitas Kacang. Keseimbangan Source dan Sink

Peningkatan Produktivitas Kacang. Keseimbangan Source dan Sink Peningkatan Produktivitas Kacang Tanah Melalui Perbaikan Keseimbangan Source dan Sink Iskandar Lubis A.Ghozi Manshuri Sri Astuti Rais Heni Purnamawati Aries Kusumawati KKP3T 2009 Latar Belakang Produktivitas

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm IPB Darmaga Bogor pada ketinggian 240 m dpl. Uji kandungan amilosa dilakukan di

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Syarat Tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA. Syarat Tumbuh 3 TINJAUAN PUSTAKA Syarat Tumbuh Tanah Jenis tanah yang sesuai untuk pertumbuhan kacang tanah adalah lempung berpasir, liat berpasir, atau lempung liat berpasir. Keasaman (ph) tanah yang optimal untuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Deptan (2006) sistematika tumbuh-tumbuhan, kacang tanah

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Deptan (2006) sistematika tumbuh-tumbuhan, kacang tanah TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Deptan (2006) sistematika tumbuh-tumbuhan, kacang tanah dalam taksonomi adalah: Kingdom Divisi Subdivisio Kelas Ordo Famili Genus : Plantae : Spermatophyta : Angiospermae

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor. Sejarah lahan sebelumnya digunakan untuk budidaya padi konvensional, dilanjutkan dua musim

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Manjung, Kecamatan Sawit, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Kecamatan Sawit memiliki ketinggian tempat 150 m dpl. Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di Unit Lapangan Pasir Sarongge, University Farm IPB yang memiliki ketinggian 1 200 m dpl. Berdasarkan data yang didapatkan dari Badan Meteorologi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) berasal dari benua Amerika Selatan,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) berasal dari benua Amerika Selatan, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Kacang Tanah Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) berasal dari benua Amerika Selatan, diperkirakan dari lereng pegunungan Andes, di negara-negara Bolivia, Peru, dan

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman palawija jenis

I. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman palawija jenis I. TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Botani Kacang Tanah Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman palawija jenis Leguminosa yang memiliki kandungan gizi sangat tinggi. Kacang tanah merupakan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung di Desa Muara Putih Kecamatan Natar Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 8 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian yang dilakukan terdiri dari (1) pengambilan contoh tanah Podsolik yang dilakukan di daerah Jasinga, (2) analisis tanah awal dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang terdiri dari akar tunggang, akar sekunder yang tumbuh dari akar tunggang, serta akar cabang yang

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu 7 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penanaman di lapangan dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikabayan Darmaga Bogor. Kebun percobaan memiliki topografi datar dengan curah hujan rata-rata sama dengan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Rumah Kaca Kebun Percobaan Cikabayan, Institut Pertanian Bogor, pada bulan April 2009 sampai dengan Agustus 2009. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di lahan kering dengan kondisi lahan sebelum pertanaman adalah tidak ditanami tanaman selama beberapa bulan dengan gulma yang dominan sebelum

Lebih terperinci

UJI DAYA HASlL BEBERAPA KULTIVAR KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.)

UJI DAYA HASlL BEBERAPA KULTIVAR KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) UJI DAYA HASlL BEBERAPA KULTIVAR KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) Oleh Widirahayu Lukitas A34102037 PROGRAM STUD1 AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN WIDIRAHAW LUKITAS.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. pada perakaran lateral terdapat bintil-bintil akar yang merupakan kumpulan bakteri

TINJAUAN PUSTAKA. pada perakaran lateral terdapat bintil-bintil akar yang merupakan kumpulan bakteri TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Siahaan dan Sitompul (1978), Klasifikasi dari tanaman kedelai adalah sebagai berikut : Kingdom Divisio Subdivisio Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Plantae : Spermatophyta

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tanah dapat diklasifikasikan sebagai berikut Kingdom: Plantae,

TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tanah dapat diklasifikasikan sebagai berikut Kingdom: Plantae, TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kacang tanah dapat diklasifikasikan sebagai berikut Kingdom: Plantae, Divisi: Spermatophyta, Subdivisio: Angiospermae, Kelas: Dicotyledoneae, Ordo: Rosales, Famili: Leguminosea,

Lebih terperinci

STUDI MORFO-ANATOMI DAN PERTUMBUHAN KEDELAI (Glycine max (L) Merr.) PADA KONDISI CEKAMAN INTENSITAS CAHAYA RENDAH. Oleh

STUDI MORFO-ANATOMI DAN PERTUMBUHAN KEDELAI (Glycine max (L) Merr.) PADA KONDISI CEKAMAN INTENSITAS CAHAYA RENDAH. Oleh STUDI MORFO-ANATOMI DAN PERTUMBUHAN KEDELAI (Glycine max (L) Merr.) PADA KONDISI CEKAMAN INTENSITAS CAHAYA RENDAH Oleh Baiq Wida Anggraeni A34103024 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 Maret 2012. Persemaian dilakukan di rumah kaca Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Botani Tanaman Bayam Bayam (Amaranthus sp.) merupakan tanaman semusim dan tergolong sebagai tumbuhan C4 yang mampu mengikat gas CO 2 secara efisien sehingga memiliki daya adaptasi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Darmaga, Bogor. Penelitian dilakukan mulai dari bulan Oktober 2010 sampai Februari 2011. Analisis tanah dan hara

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, IPB yang berada pada ketinggian 220 m di atas permukaan laut dengan tipe tanah latosol. Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Kacang Tanah

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Kacang Tanah 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Kacang Tanah Kacang tanah adalah tanaman palawija, yang tergolong dalam famili Leguminoceae sub famili Papilionoideae, genus Arachis dan spesies Arachis hypogaea.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan Cikabayan-University Farm IPB, Darmaga Bogor. Areal penelitian bertopografi datar dengan elevasi 250 m dpl dan curah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Kacang Hijau Kacang hijau (Vigna radiata L.) merupakan salah satu komoditas tanaman kacang-kacangan yang banyak dikonsumsi rakyat Indonesia. Kacang hijau termasuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 2.1 Botani Tanaman Kedelai BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kedelai merupakan tanaman asli Daratan Cina dan telah dibudidayakan oleh manusia sejak 2500 SM. Sejalan dengan makin berkembangnya perdagangan antarnegara

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Alat dan Bahan Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Alat dan Bahan Metode Percobaan 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di Kebun Jagung University Farm IPB Jonggol, Bogor. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Tanah, Departemen Tanah, IPB. Penelitian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Kacang Tanah

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Kacang Tanah TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Kacang Tanah Tanaman kacang tanah (Arachis hypogaea, L.) merupakan tanaman yang berasal dari benua Amerika, khususnya dari daerah Brazilia (Amerika Selatan). Awalnya kacang tanah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) termasuk dalam keluarga Leguminoceae dan genus Arachis. Batangnya berbentuk

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian 10 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penanaman caisim dilaksanakan di lahan kebun percobaan IPB Pasir Sarongge, Cipanas dengan ketinggian tempat 1 124 m dpl, jenis tanah Andosol. Penelitian telah dilaksanakan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI LIMA VARIETAS KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) Oleh INNE RATNAPURI A

KARAKTERISTIK PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI LIMA VARIETAS KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) Oleh INNE RATNAPURI A KARAKTERISTIK PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI LIMA VARIETAS KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) Oleh INNE RATNAPURI A34103038 PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 KARAKTERISTIK

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Tanaman Caisin Tinggi dan Jumlah Daun Hasil uji F menunjukkan bahwa perlakuan pupuk hayati tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun caisin (Lampiran

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat Bahan dan alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat Bahan dan alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juni sampai Oktober 2007 di kebun percobaan Cikabayan. Analisis klorofil dilakukan di laboratorium Research Group on Crop Improvement

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Rancangan Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Rancangan Percobaan 14 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di kebun percobaan Leuwikopo dan Laboratorium Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

Lebih terperinci

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung.

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung. I. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung. Waktu penelitian dilaksanakan sejak bulan Mei 2010 sampai dengan panen sekitar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Kedelai Berdasarkan klasifikasi tanaman kedelai kedudukan tanaman kedelai dalam sistematika tumbuhan (taksonomi) diklasifikasikan sebagai berikut (Cahyono, 2007):

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.)

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) Menurut Fachruddin (2000) tanaman kacang panjang termasuk famili leguminoceae. Klasifikasi tanaman kacang panjang

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juli 2012 di Dusun Bandungsari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan, Lampung. Analisis tanah dilakukan

Lebih terperinci

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh 45 4.2 Pembahasan Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan memperhatikan syarat tumbuh tanaman dan melakukan pemupukan dengan baik. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara

Lebih terperinci

RESPON PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA VARIETAS KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) TERHADAP PEMBERIAN PUPUK ORGANIK SKRIPSI.

RESPON PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA VARIETAS KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) TERHADAP PEMBERIAN PUPUK ORGANIK SKRIPSI. RESPON PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA VARIETAS KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) TERHADAP PEMBERIAN PUPUK ORGANIK SKRIPSI Oleh : SETIADI LAKSANA 050307032/BDP Pemuliaan Tanaman Skripsi Sebagai Salah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Desa Banyu Urip, Kecamatan Tanjung Lago, Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan, dari bulan Juni sampai bulan Oktober 2011. Alat dan Bahan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Pelaksanaan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Pelaksanaan 9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Pelaksanaan Percobaan dilakukan di Desa Banyu Urip, Kecamatan Tanjung Lago, Kabupaten Banyuasin, Propinsi Sumatera Selatan, dari bulan April sampai Agustus 2010. Bahan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat 10 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilakukan di lahan sawah Desa Situgede, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor dengan jenis tanah latosol. Lokasi sawah berada pada ketinggian tempat 230 meter

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Alat dan Bahan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Alat dan Bahan 9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di Desa Situ Gede Kecamatan Bogor Barat, Kabupaten Bogor. Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2009 Februari 2010. Analisis tanah dilakukan

Lebih terperinci

BAHAN METODE PENELITIAN

BAHAN METODE PENELITIAN BAHAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan penelitian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan, dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl, dilaksanakan pada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ordo: Polypetales, Famili: Leguminosea (Papilionaceae), Genus:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ordo: Polypetales, Famili: Leguminosea (Papilionaceae), Genus: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Kedelai Suprapto (1999) mennyatakan tanaman kedelai dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisi: Spermatophyta, Kelas: Dicotyledone, Ordo:

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di lahan sawah Desa Parakan, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor dan di Laboratorium Ekofisiologi Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas

Lebih terperinci

TANGGAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) TERHADAP DOSIS PUPUK KALIUM DAN FREKUENSI PEMBUMBUNAN SKRIPSI OLEH :

TANGGAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) TERHADAP DOSIS PUPUK KALIUM DAN FREKUENSI PEMBUMBUNAN SKRIPSI OLEH : TANGGAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) TERHADAP DOSIS PUPUK KALIUM DAN FREKUENSI PEMBUMBUNAN SKRIPSI OLEH : NELSON SIMANJUNTAK 080301079 / BDP-AGRONOMI PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

Lebih terperinci

PENGARUH PACLOBUTRAZOL TERHADAP KARAKTERISTIK FISIOLOGIS DAN HASIL KACANG TANAH (Arachis Hypogaea L.) VARIETAS SIMA DAN KELINCI.

PENGARUH PACLOBUTRAZOL TERHADAP KARAKTERISTIK FISIOLOGIS DAN HASIL KACANG TANAH (Arachis Hypogaea L.) VARIETAS SIMA DAN KELINCI. PENGARUH PACLOBUTRAZOL TERHADAP KARAKTERISTIK FISIOLOGIS DAN HASIL KACANG TANAH (Arachis Hypogaea L.) VARIETAS SIMA DAN KELINCI Oleh: NAJMI RIDHA SYA BANI A24051758 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

Lebih terperinci

PENGARUH POPULASI KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) DAN JAGUNG (Zea mays L.) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADA SISTEM POLA TUMPANG SARI SKRIPSI

PENGARUH POPULASI KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) DAN JAGUNG (Zea mays L.) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADA SISTEM POLA TUMPANG SARI SKRIPSI PENGARUH POPULASI KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) DAN JAGUNG (Zea mays L.) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADA SISTEM POLA TUMPANG SARI SKRIPSI OLEH : ADRIA SARTIKA BR SEMBIRING/090301077 AGROEKOTEKNOLOGI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. akar-akar cabang banyak terdapat bintil akar berisi bakteri Rhizobium japonicum

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. akar-akar cabang banyak terdapat bintil akar berisi bakteri Rhizobium japonicum TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Susunan akar kedelai pada umumnya sangat baik, pertumbuhan akar tunggang lurus masuk kedalam tanah dan mempunyai banyak akar cabang. Pada akar-akar cabang banyak terdapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Kedelai Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani, yaitu Glycine soja, atau Soja max. Namun demikian, pada tahun 1984 telah disepakati bahwa

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 8 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di lahan petani di Dusun Pabuaran, Kelurahan Cilendek Timur, Kecamatan Cimanggu, Kotamadya Bogor. Adapun penimbangan bobot tongkol dan biji dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Percobaan studi populasi tanaman terhadap produktivitas dilakukan pada dua kali musim tanam, karena keterbatasan lahan. Pada musim pertama dilakukan penanaman bayam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Sistem perakaran tanaman bawang merah adalah akar serabut dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Sistem perakaran tanaman bawang merah adalah akar serabut dengan TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Rukmana (2005), klasifikasi tanaman bawang merah adalah sebagai berikut: Divisio Subdivisio Kelas Ordo Famili Genus : Spermatophyta : Angiospermae : Monocotyledonae

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas 17 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Lampung Desa Muara Putih Kecamatan Natar Lampung Selatan dengan titik

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI DELAPAN VARIETAS KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) V. SUSIRANI KUSUMAPUTRI A

KARAKTERISTIK PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI DELAPAN VARIETAS KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) V. SUSIRANI KUSUMAPUTRI A i KARAKTERISTIK PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI DELAPAN VARIETAS KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) V. SUSIRANI KUSUMAPUTRI A24063306 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Suhu min. Suhu rata-rata

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Suhu min. Suhu rata-rata BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengamatan Selintas 4.1.1. Keadaan Cuaca Lingkungan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman sebagai faktor eksternal dan faktor internalnya yaitu genetika

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. atas. Umumnya para petani lebih menyukai tipe tegak karena berumur pendek

TINJAUAN PUSTAKA. atas. Umumnya para petani lebih menyukai tipe tegak karena berumur pendek II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kacang Tanah Secara garis besar kacang tanah dibedakan menjadi dua tipe yaitu tipe tegak dan menjalar. Kacang tanah tipe tegak percabangannya lurus atau sedikit miring ke atas.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di UPTD Pengembangan Teknologi Lahan Kering Desa Singabraja, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Waktu pelaksanaan penelitian mulai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis 16 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Ada 2 tipe akar ubi jalar yaitu akar penyerap hara di dalam tanah dan akar lumbung atau umbi. Menurut Sonhaji (2007) akar penyerap hara berfungsi untuk menyerap unsur-unsur

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Keadaan Umum Penelitian Tanah yang digunakan pada penelitian ini bertekstur liat. Untuk mengurangi kelembaban tanah yang liat dan menjadikan tanah lebih remah, media tanam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Purwono dan Hartono (2012), kacang hijau termasuk dalam keluarga. tumbuhan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Purwono dan Hartono (2012), kacang hijau termasuk dalam keluarga. tumbuhan dapat diklasifikasikan sebagai berikut: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Komoditi Menurut Purwono dan Hartono (2012), kacang hijau termasuk dalam keluarga Leguminosa. Kedudukan tanaman kacang hijau dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Margahayu Lembang Balai Penelitian Tanaman Sayuran 1250 m dpl mulai Juni 2011 sampai dengan Agustus 2012. Lembang terletak

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian 18 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung di Desa Muara Putih Kecamatan Natar Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Timur Kabupaten Semarang dan di Laboratorium Penelitian Fakultas Pertanian

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Timur Kabupaten Semarang dan di Laboratorium Penelitian Fakultas Pertanian III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan di lahan kering daerah Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang dan di Laboratorium Penelitian Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

METODOLOGI Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Bahan tanaman Bahan kimia Peralatan Metode Penelitian

METODOLOGI Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Bahan tanaman Bahan kimia Peralatan Metode Penelitian METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Rumah Plastik di Kebun Percobaan Ilmu dan Teknologi Benih IPB, Leuwikopo, Dramaga, Bogor. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan Maret sampai

Lebih terperinci

KAPASITAS FOTOSINTESIS LIMA VARIETAS KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) DALAM HUBUNGANNYA DENGAN PRODUKTIVITAS NI WAYAN SINDRA JULIARINA A

KAPASITAS FOTOSINTESIS LIMA VARIETAS KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) DALAM HUBUNGANNYA DENGAN PRODUKTIVITAS NI WAYAN SINDRA JULIARINA A KAPASITAS FOTOSINTESIS LIMA VARIETAS KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) DALAM HUBUNGANNYA DENGAN PRODUKTIVITAS NI WAYAN SINDRA JULIARINA A24080010 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara Lampiran 1. Tabel Rataan Tinggi Tanaman (cm) 2 MST W0J0 87,90 86,60 86,20 260,70 86,90 W0J1 83,10 82,20 81,00 246,30 82,10 W0J2 81,20 81,50 81,90 244,60 81,53 W1J0 78,20 78,20 78,60 235,00 78,33 W1J1 77,20

Lebih terperinci

EVALUASI KERAGAMAN TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. Merrill) MUTAN ARGOMULYO PADA GENERASI M 4 MELALUI SELEKSI CEKAMAN KEMASAMAN SKRIPSI OLEH :

EVALUASI KERAGAMAN TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. Merrill) MUTAN ARGOMULYO PADA GENERASI M 4 MELALUI SELEKSI CEKAMAN KEMASAMAN SKRIPSI OLEH : EVALUASI KERAGAMAN TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. Merrill) MUTAN ARGOMULYO PADA GENERASI M 4 MELALUI SELEKSI CEKAMAN KEMASAMAN SKRIPSI OLEH : HENDRI SIAHAAN / 060307013 BDP PEMULIAAN TANAMAN PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada

II. TINJAUAN PUSTAKA. Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemupukan pada Tanaman Tomat 2.1.1 Pengaruh Aplikasi Pupuk Kimia Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada tanaman tomat tertinggi terlihat pada

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei hingga Agustus 2009 di Kebun Karet Rakyat di Desa Sebapo, Kabupaten Muaro Jambi. Lokasi penelitian yang digunakan merupakan milik

Lebih terperinci

PRINSIP AGRONOMIK BUDIDAYA UNTUK PRODUKSI BENIH. 15/04/2013

PRINSIP AGRONOMIK BUDIDAYA UNTUK PRODUKSI BENIH. 15/04/2013 PRINSIP AGRONOMIK BUDIDAYA UNTUK PRODUKSI BENIH 1 BUDIDAYA UNTUK PRODUKSI BENIH Budidaya untuk produksi benih sedikit berbeda dengan budidaya untuk produksi non benih, yakni pada prinsip genetisnya, dimana

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Panjang akarnya dapat mencapai 2 m. Daun kacang tanah merupakan daun

II. TINJAUAN PUSTAKA. Panjang akarnya dapat mencapai 2 m. Daun kacang tanah merupakan daun 11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Kacang Tanah Tanaman kacang tanah memiliki perakaran yang banyak, dalam, dan berbintil. Panjang akarnya dapat mencapai 2 m. Daun kacang tanah merupakan daun majemuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan 10 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan Percobaan dilakukan di Kebun Percobaan Babakan Sawah Baru, Darmaga Bogor pada bulan Januari 2009 hingga Mei 2009. Curah hujan rata-rata dari bulan Januari

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI DAN PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB III METODOLOGI DAN PELAKSANAAN PENELITIAN BAB III METODOLOGI DAN PELAKSANAAN PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana, Jl. Kartini,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lahan penelitian yang digunakan merupakan lahan yang selalu digunakan untuk pertanaman tanaman padi. Lahan penelitian dibagi menjadi tiga ulangan berdasarkan ketersediaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Keadaan tanaman cabai selama di persemaian secara umum tergolong cukup baik. Serangan hama dan penyakit pada tanaman di semaian tidak terlalu banyak. Hanya ada beberapa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Rosales, Famili: Leguminosae, Genus: Glycine, Species: Glycine max (L.) Merrill

II. TINJAUAN PUSTAKA. Rosales, Famili: Leguminosae, Genus: Glycine, Species: Glycine max (L.) Merrill II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Botani Tanaman Kedelai Berdasarkan taksonominya, tanaman kedelai dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisi: Spermatophyta, Klas: Dicotyledonae,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3. 1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Oktober 2009 sampai dengan Juli 2010. Penelitian terdiri dari percobaan lapangan dan analisis tanah dan tanaman

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Metode Percobaan 12 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan pada bulan Juni 2011 sampai dengan bulan September 2011 di rumah kaca kebun percobaan Cikabayan, IPB Darmaga Bogor. Analisis tanah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Vegetatif Dosis pupuk kandang berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman (Lampiran 5). Pada umur 2-9 MST, pemberian pupuk kandang menghasilkan nilai lebih

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2009 hingga bulan Mei 2010 di rumah kaca Kebun Percobaan IPB Cikabayan, Kampus Dramaga, Bogor dan Balai Penelitian Tanaman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Mentimun Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : Divisi :

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Padi Tanaman padi merupakan tanaman tropis, secara morfologi bentuk vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun berbentuk pita dan berbunga

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teoritis 2.1.1. Tanaman Gandum Tanaman gandum (Triticum aestivum L) merupakan jenis dari tanaman serealia yang mempunyai tektur biji yang keras dan bijinya terdiri dari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tanah termasuk ke dalam devisi Spematophyta, famili Papilionaceae, genus Arachis, species Arachis hypogaea L.

TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tanah termasuk ke dalam devisi Spematophyta, famili Papilionaceae, genus Arachis, species Arachis hypogaea L. TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kacang tanah termasuk ke dalam devisi Spematophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Dicotyledoneae, ordo Rosales, famili Papilionaceae, genus Arachis, species Arachis hypogaea

Lebih terperinci