KARAKTERISTIK PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI DELAPAN VARIETAS KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) V. SUSIRANI KUSUMAPUTRI A

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KARAKTERISTIK PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI DELAPAN VARIETAS KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) V. SUSIRANI KUSUMAPUTRI A"

Transkripsi

1 i KARAKTERISTIK PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI DELAPAN VARIETAS KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) V. SUSIRANI KUSUMAPUTRI A DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

2 ii RINGKASAN V. SUSIRANI KUSUMAPUTRI. Karakteristik Pertumbuhan dan Produksi Delapan Varietas Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.). Dibimbing oleh HENI PURNAMAWATI. Penelitian ini bertujuan untuk mengamati karakteristik pertumbuhan yang mempengaruhi pengisian polong dan produksi pada delapan varietas kacang tanah. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Leuwikopo, Dramaga, Bogor dari Februari hingga Juni Lokasi penelitian memiliki jenis tanah Latosol. Metode penelitian yang digunakan adalah Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan tiga kali ulangan. Perlakuan terdiri dari satu faktor yaitu delapan varietas kacang tanah sehingga terdapat 24 satuan percobaan. Varietas kacang tanah yang digunakan adalah varietas Anoa, Gajah, Kelinci, Kidang, Pelanduk, Panther, Sima, Turangga. Analisis data menggunakan uji F, apabila terdapat pengaruh nyata maka dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT). Hasil penelitian ini menunjukkan varietas Pelanduk memiliki karakteristik pertumbuhan yang paling tinggi yaitu pada peubah jumlah daun, bobot daun, jumlah cabang, bobot cabang, jumlah ginofor, bobot ginofor, jumlah polong, bobot polong, bobot brangkasan, jumlah bunga, dan ILD. Varietas Gajah memiliki kemampuan paling cepat membentuk polong dan mengisi polong. Varietas Panther memiliki CGR yang baik dan memiliki karakter produksi yang paling baik, yaitu pada peubah indeks panen, indeks biji, rendemen, dan produktivitas. Varietas Anoa memiliki karakteristik pertumbuhan yang rendah dan pengisian polong yang kurang baik sehingga produktivitasnya rendah. Varietas Kidang memiliki bahan kering yang cukup tinggi, varietas Kidang hanya mampu menghasilkan polong dalam jumlah sedikit namun persentase polong isi penuhnya cukup baik. Varietas Sima, Kelinci, dan Turangga memiliki karakteristik pertumbuhan awal yang lambat kemudian terus mengalami pertumbuhan vegetatif bahkan sampai masa panen. Jumlah polong yang dihasilkan cukup banyak namun kurang baik dalam pengisiannya sehingga komponen hasilnya kurang baik.

3 ABSTRACT V. SUSIRANI KUSUMAPUTRI. Growth and Production Charateristics of Eight Groundnut Varieties (Arachis hypogaea L.). The research was aimed to indentify the growth characteristics that influence filling of the pod and productivity of the groundnut. This research was conducted at Leuwikopo Experimental Field, Departement of Agronomy and Horticulture, IPB, Dramaga, on February to June The method of this research was based on a completely block randomized design, consisted of one factor and three repetitions. The factor was eight varieties, namely Pelanduk, Sima, Gajah, Turangga, Panther, Anoa, Kelinci, and Kidang. The data was analyzed by using F test. If there was significantly difference then it would be followed by Duncan Multiple Range Test (DMRT). The result showed that varieties affect signifficantly to the total of leaves, branch, and peg, weight of leaves, branch, and peg, and lenghth of the plants in several weeks of observations. Each varieties has difference characteristics of gowth and production. Pelanduk had highest growth characteristics. Gajah was the fastest on pod filling. Panther had highest growth parameter and production variables. Anoa was not really good at growth characteristic and pod filling so the productivity was low. Kidang had high dry matters and good at pod fillling. Sima, Kelinci, and Turangga had high total pod, but not so good at pod filling. Keywords: Groundnut, Varieties, Growth, Production

4 iii KARAKTERISTIK PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI DELAPAN VARIETAS KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor V. Susirani Kusumaputri A DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

5 iv Judul :KARAKTERISTIK PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI DELAPAN VARIETAS KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) Nama : V. SUSIRANI KUSUMAPUTRI NIM : A Menyetujui, Dosen Pembimbing Ir. Heni Purnamawati, MSc. Agr NIP Mengetahui, Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB Dr. Ir. Agus Purwito, MSc. Agr NIP Tanggal Lulus :

6 v RIWAYAT HIDUP Penulis bernama V. Susirani Kusumaputri, dilahirkan pada tanggal 2 Desember 1987 di Metro, Lampung. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak V. Susilo Sugiarto dan Ibu Denok Ariyani. Penulis menjalani pendidikan Sekolah Dasar pada tahun 1993 di SD Fransiskus Tanjung Karang. Tahun 1999 penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SLTP Fransiskus dan lulus pada tahun Pendidikan Sekolah Menengah Atas dilalui di SMA Pangudi Luhur Van Lith dan lulus pada tahun Tahun 2005 penulis diterima sebagai mahasiswa di Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan menjalani perkuliahan selama setahun. Tahun 2006 penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis diterima di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada tahun Penulis pernah aktif di Himpunan Mahasiswa Agronomi dan paduan suara Keluarga Mahasiswa Katolik IPB. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Dasar-dasar Hortikultura tahun Penulis mengakhiri masa studi di IPB dengan menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul Karakteristik Pertumbuhan dan Produksi Delapan Varietas Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.). Penulisan ini terlaksana dengan bimbingan Ir. Heni Purnamawati, MSc.Agr.

7 vi KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kasih dan berkatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Karakteristik Pertumbuhan dan Produksi Delapan Varietas Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.). Skripsi ini disusun sebagai tugas akhir pada Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Dukungan secara moril maupun materiil dari berbagai pihak sangat berarti bagi penulis. Pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Ir. V. Susilo Sugiarto dan Gabriela Denok Ariyani, SE selaku orang tua yang selalu berdoa, memberikan kasih, dan bimbingan kepada penulis. Adik-adik penulis Sabrina Editha Putri dan Gregorius Kevin Adinugroho, dan juga kepada Stanislaus Apriyanto, yang selalu memberikan kasih dan dukungan. 2. Ir. Heni Purnamawati, M.Sc.Agr. selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan serta arahan selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi. 3. Ir. Supijatno, MSi. selaku pembimbing akademik yang telah membimbing penulis selama menjalani studi. 4. Seriulina N. Br. S. Keloko selaku rekan selama masa perkuliahan dan penelitian yang dijalani bersama-sama. 5. Teman-teman dari Keluarga Mahasiswa Katolik (KEMAKI) serta Agronomi dan Hortikultura (AGH) angkatan 43 atas keakraban yang telah terjalin. 6. Semua pihak yang telah membantu dan memberi dukungan kepada penulis selama masa kuliah dan penelitian. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak dan dapat digunakan sebagaimana mestinya. Bogor, November 2010 Penulis

8 vii DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR LAMPIRAN... x PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 2 Hipotesis... 3 TINJAUAN PUSTAKA... 4 Botani dan Morfologi Kacang Tanah... 4 Syarat Tumbuh... 6 Varietas Kacang Tanah dan Standar Mutu... 7 Produksi Kacang Tanah BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian Pelaksanaan HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pembahasan KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 61

9 Nomor DAFTAR TABEL viii Halaman 1. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Peubah-peubah Pengamatan pada Delapan Varietas Kacang Tanah Rata-rata Jumlah Cabang per Tanaman pada Kacang Tanah Rata-rata Jumlah Bunga Total, Persentase Bunga Menjadi Ginofor, Ginofor Menjadi Polong, dan Bunga Menjadi Polong pada Tanaman Kacang Tanah Rata-rata Tinggi Tanaman Kacang Tanah Saat Panen Rata-rata Jumlah Polong Total, Polong Penuh, Polong Setengah Penuh, dan Polong Cipo per tanaman dan Persentasenya terhadap Jumlah Polong Total pada Kacang Tanah Rata-rata Bobot Kering Polong per Tanaman pada Kacang Tanah Rata-rata Bobot Kering Seratus Biji pada Kacang Tanah Rata-rata Indeks Panen pada Kacang Tanah Rata-rata Rendemen (%) pada Kacang Tanah Produktivitas Biji dan Polong Kering per m 2 (gram) dan per Hektar (ton) delapan Varietas Kacang Tanah Korelasi Antar Peubah Pertumbuhan dan Produksi Kacang Tanah... 38

10 ix DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Rata-rata Jumlah Daun per Tanaman pada Kacang Tanah Rata-rata Bobot Daun per Tanaman pada Kacang Tanah Rata-rata Bobot Cabang per Tanaman pada Kacang Tanah Rata-rata Jumlah Ginofor per Tanaman pada Kacang Tanah Rata-rata Bobot Ginofor per Tanaman pada Kacang Tanah Rata-rata Jumlah Polong per Tanaman pada Kacang Tanah Rata-rata Bobot Polong per Tanaman pada Kacang Tanah Rata-rata Jumlah Bunga per Tanaman pada Kacang Tanah Rata-rata Crop Growth Rate Delapan Varietas Kacang Tanah Rata-rata Indeks Luas Daun Delapan Varietas Kacang Tanah Rata-rata Net Assimilation Rate Delapan Varietas Kacang Tanah Rata-rata Jumlah Stomata pada Daun Bagian Atas dan Bawah pada Kacang Tanah... 33

11 x DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Layout Penelitian Analisis Kimia Tanah Sebelum Penelitian Keadaan Beberapa Unsur Iklim Selama Penelitian Polong dan Tanaman Delapan Varietas Kacang Tanah Keadaan Pertanaman... 66

12 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan tanaman polongpolongan kedua terpenting setelah kedelai di Indonesia. Kandungan protein pada biji sekitar %, karbohidrat 12 %, dan minyak %, serta vitamin (A, B, C, D, E dan K), juga mengandung mineral antara lain Calcium, Chlorida, Ferro, Magnesium, Phospor, Kalium dan Sulphur (AAK, 1990). Kacang tanah memiliki peranan besar dalam memenuhi gizi dalam makanan karena mengandung zat-zat berguna dan berisikan senyawa-senyawa tertentu yang sangat dibutuhkan organ organ manusia, terutama protein, karbohidrat, dan lemak (Suparman dan Abdurrahman, 2003). Kacang tanah merupakan tanaman yang penting sebagai sumber protein untuk manusia dan hewan ternak (Swindale, 1989). Harga kacang tanah di pasaran cukup tinggi. Harga biji kacang tanah saat ini berfluktuasi antara Rp sampai Rp per kg. Fluktuasi yang ada dipengaruhi daerah, permintaan yang berflukuasi, dan suplai yang berfluktuasi (Suryani, 2009). Berdasarkan luas pertanaman kacang tanah menempati urutan keempat setelah padi, jagung, kedelai. Di kawasan Asia, Indonesia menempati urutan ketiga terbesar menurut luas arealnya ( ha) setelah India (9.0 juta ha) dan Cina (2.2 juta ha). Namun produktivitas kacang tanah yang tumbuh di Indonesia masih rendah. Hasil penelitian menunjukkan potensi biologis tertinggi tingkat produktivitas kacang tanah yang pernah dicapai di Indonesia antara ton polong kering/ha (Adisarwanto, 2001). Produktivitas kacang tanah 5 tahun terakhir di Indonesia hanya berkisar ton/ha (BPS, 2009). Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2009 menyatakan luas panen kacang tanah menurun dari tahun 2007 sampai pada tahun 2009 turun sekitar 5 %. Produksi kacang tanah dari tahun 2007 ke tahun 2009 turun sekitar 4 %. Terjadi kenaikan produktivitas dari tahun 2007 ke 2009, tetapi hanya sebesar 1 % sehingga tidak mampu menutupi kekurangan. Volume impor kacang tanah setiap tahun pun meningkat sebesar 0,95 % per tahun dengan nilai yang meningkat 1,40 % per tahun. Impor kacang tanah yang dilakukan Indonesia mulai terjadi sejak

13 2 tahun Sejumlah negara yang menjadi pemasok kacang tanah antara lain Vietnam (58 %), China (28 %), Thailand (1 %), dan sisanya dari berbagai negara. Produktivitas kacang tanah dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu sifat agroklimat, teknik produksi, dan karakteristik varietas. Petani kacang tanah di Indonesia sebagian besar masih banyak menggunakan varietas lokal. Dari banyak varietas unggul kacang tanah yang telah dilepas, ternyata hanya beberapa varietas saja yang banyak ditanam petani, yakni varietas Gajah dan Macan (Kasno, 1993). Musim tanam 2004/2005 tercatat varietas lokal masih dominan ditanam petani dengan luas tanam %, serta varietas Gajah, Macan, dan Kelinci masingmasing %, 6.54 %, dan 4.64 % (Kasno, 2006). Produktivitas kacang tanah yang masih rendah salah satunya disebabkan oleh pengisian polong kacang tanah yang tidak maksimal sehingga banyak terdapat polong cipo atau hampa. Selain polong cipo, yang banyak ditemukan di petani adalah polong setengah penuh dan keriput. Adanya polong keriput dapat menurunkan harga jual serta menurunkan produksi sehingga menurunkan keuntungan petani (Adisarwanto, 2001). Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) polong hampa atau keriput untuk mutu I maksimal 2 %, mutu II maksimal 3 %, dan mutu 3 maksimal 4 %, sedangkan untuk polong setengah penuh mutu I maksimal 3 %, mutu II maksimal 4 %, dan mutu III maksimal 5 %. Varietas yang memiliki polong cipo atau biji yang keriput dalam jumlah besar dapat disebabkan oleh kurang baiknya transport asimilat untuk pengisian polong. Yudiwanti et al. (2008) menyatakan persentase polong cipo dan dan persentase polong terisi penuh merupakan cerminan partisi fotosintat. Genotipe yang memiliki persentase polong cipo lebih rendah dan persentase polong terisi penuh lebih tinggi menunjukkan bahwa genotipe tersebut lebih baik partisi fotosintatnya ke bagian yang dipanen. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengamati karakteristik pertumbuhan yang mempengaruhi pengisian polong dan produksi pada delapan varietas kacang tanah.

14 3 Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini: 1. Terdapat perbedaan karakteristik pertumbuhan dan produksi di antara varietas kacang tanah yang diamati. 2. Terdapat karakteristik pertumbuhan yang berkorelasi dengan hasil (yield).

15 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Kacang Tanah Kacang tanah adalah tanaman palawija, yang tergolong dalam famili Leguminoceae sub famili Papilionoideae, genus Arachis dan spesies Arachis hypogaea. Tanaman kacang tanah membentuk polong dalam tanah. Tanaman kacang tanah merupakan tanaman yang berasal dari benua Amerika, tepatnya di daerah Brazilia (Amerika Selatan). Tanaman kacang tanah diperkirakan masuk ke Indonesia pada abad ke 16 oleh orang-orang Spanyol yang mengadakan pelayaran dan perdagangan antara Meksiko dan Kepulauan Maluku. (AAK, 1990). Genus Arachis sebelum tahun 1839 hanya dikelompokkan menjadi 1 spesies, kemudian pada tahun 1841 berkembang menjadi 5 spesies, 6 spesies, 9 spesies, dan terakhir dikelompokkan menjadi 22 spesies yang didasarkan pada struktur morfologi, kesesuaian silang, dan fertilitas dari turunannya. Salah satunya adalah Arachis hypogaea Linn. Spesies ini dibagi menjadi menjadi 2 subspesies, yaitu subspesies hypogaea yang terdiri dari varietas hypogaea dan varietas hirsuta dan subspesies fastigata yang terdiri dari subspesies fastigata (tipe Valensia) dan varietas vulgaris (tipe Spanish) (Trustinah, 1993). Pertumbuhan kacang tanah secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua macam tipe, yaitu tipe tegak dan menjalar. Umumnya percabangan tanaman kacang tanah tipe tegak sedikit banyak melurus atau hanya agak miring ke atas. Batang utama tanaman kacang tanah tipe menjalar lebih panjang daripada batang utama tipe tegak, biasanya panjang batang utama antara cm. Kacang tanah tipe menjalar cabang-cabangnya tumbuh ke samping, tetapi ujung-ujungnya mengarah ke atas. Panjang batang utamanya antara cm. Kacang tanah tipe tegak lebih disukai di Indonesia daripada tipe menjalar, karena umurnya lebih genjah, yakni antara hari, sedangkan tanaman kacang tanah tipe menjalar kira-kira hari. Kacang tanah tipe menjalar tiap ruas yang berdekatan dengan tanah akan menghasilkan polong, sehingga masaknya tidak bersamaan. Di samping itu, kacang tanah tipe tegak lebih mudah dipungut hasilnya daripada kacang tanah tipe menjalar (Tim Bina Karya Tani, 2009).

16 5 Tanaman kacang tanah memiliki daun majemuk bersirip genap. Setiap helai daun terdiri dari empat helai anak daun. Permukaan daunnya sedikit berbulu, berfungsi sebagai penahan atau penyimpan debu dan obat semprotan. Sedangkan gerakan Nyctitropic merupakan aktivitas daun sebagai persiapan diri untuk dapat menyerap cahaya matahari sebanyak-banyaknya (AAK, 1990). Pitojo (2005) menyatakan bahwa batang tanaman kacang tanah tidak berkayu dan berbulu halus, ada yang tumbuh menjalar dan ada yang tegak. Tinggi batang rata-rata sekitar 50 cm, namun ada yang mencapai 80 cm. Tanaman kacang tanah mulai berbunga kira-kira pada umur 4-6 minggu. Tanaman kacang tanah termasuk tanaman polong-polongan yang berbunga sempurna dan menyerbuk sendiri (Suparman dan Abdurahman, 2003). Mahkota termodifikasi menjadi tiga bagian: bendera, sayap (alae), dan lunas (carina). Bagian lunas melindungi organ seksual benang sari dan putik. Karena terlindungi inilah tumbuhan kacang-kacangan biasanya merupakan tumbuhan yang menyerbuk sendiri (Bartelsi, 2008). Rangkaian yang berwarna kuning oranye muncul pada setiap ketiak daun. Setiap bunga mempunyai tangkai panjang yang berwarna putih. Akan tetapi tangkai yang berwarna putih itu bukan tangkai bunga yang sebenarnya, melainkan tabung kelopak. Bagian mahkota bunganya berwarna kuning, dan standar mahkota bunga tepatnya pada pangkal tabung kelopak bunga di ketiak daun. Umur bunga kacang tanah hanya berkisar 24 jam, kemudian layu. Penyerbukan bunga kacang tanah teradi pada malam hari, yakni sebelum bunga mekar (Tim Bina Karya Tani, 2009). Bakal buah tumbuh memanjang setelah terjadi pembuahan. Setelah terjadinya fertilisasi meristem nterkalar pada dasar ovari aktif dan ginofor diproduksi (Smartt, 1976). Mula-mula ujung ginofora mengarah ke atas, tetapi setelah tumbuh memanjang, ginofora tadi mengarah ke bawah (positive geotropic) dan terus masuk ke dalam tanah, dan membentuk polong (AAK, 1990). Akar kacang tanah merupakan akar tunggang dengan akar cabang yang tumbuh tegak lurus pada akar tunggang tersebut. Akar tumbuh dengan sangat cepat setelah penanaman. Akar dapat tumbuh sepanjang 15 inch dalam waktu 12 hari. Akar kacang tanah tidak memiliki epidermis. Akar rambut tumbuh dari sel epidermal (Klingman, 1967). Perakaran kacang tanah dapat mencapai kedalaman

17 cm dengan % jumlah akar tersebar pada kedalaman cm (Purnomo et al., 2006). Syarat Tumbuh Kacang tanah lebih menghendaki jenis tanah lempung berpasir, liat berpasir, atau lempung liat berpasir. Kemasaman (ph) tanah optimal adalah sekitar 6,5-7,0. Apabila ph tanah lebih besar dari 7,0 maka daun akan berwarna kuning akibat kekurangan unsur hara (N, S, Fe, Mn) dan seringkali timbul bercak pada polong (Adisarwanto, 2001). Indonesia sendiri sekitar 66% pertanaman kacang tanah dilakukan di lahan kering, sisanya di lahan basah (Pasaribu, 1988). Hal yang terpenting tanah dapat menyerap air dengan baik dan mengalirkannya kembali dengan lancar. Struktur tanah yang remahpada bagian atas dapat mempersubur pertumbuhan dan mempermudah pertumbuhan polong. Kacang tanah dapat tumbuh dengan baik jika ditanam di lahan ringan yang cukup mengandung unsur hara, seperti tanah regosol, andosol, latosol, dan aluvial. Tanaman ini menghendaki lahan yang gembur, agar perkembangan akarnya berlangsung dengan baik, ginoforanya mudah masuk ke dalam tanah untuk membentuk polong, dan pemanenannya mudah (Tim Bina Karya Tani, 2009). Tanah yang mengandung bahan organik dalam persentase yang terlalu banyak justru tidak dikehendaki, karena dapat menurunkan kualitas produksi. Kebutuhan tanaman kacang tanah akan unsur N (Nitrogen) dapat disuplai sendiri melalui bintil-bintil akar tanaman itu sendiri yang mampu mengikat unsur N (AAK, 1990). Kacang tanah menyukai tanah gembur dengan drainase yang baik. Tanah gembur memudahkan dan mempercepat pembentukan polong yang terjadi di dalam tanah. Meskipun kacang tanah toleran terhadap tanah kering dan tanah masam (ph tanah 4,5), kondisi tersebut akan berpengaruh pada banyaknya polong yang terisi. Untuk pembentukan polong diperlukan kalsium yang cukup (Purwono dan Purnamawati, 2009). Kacang tanah mengkhendaki iklim yang panas dengan kelembaban %. Elevasi yang baik untuk menanam kacang tanah adalah dataran dengan ketinggian m di atas permukaan laut. Curah hujan yang dikhendaki untuk pertumbuhan kacang tanah adalah mm per tahun (AAK, 1990). Cuaca

18 7 yang paling diinginkan untuk pertumbuhan kacang tanah adalah sebaran curah hujan moderat sepanjang masa pertumbuhan (Uichanco, 1962). Suhu tanah merupakan faktor penentu dalam perkecambahan biji dan pertumbuhan awal tanaman. Pada suhu tanah kurang dari 18 oc kecepatan berkecambah akan lambat. Suhu tanah di atas 40 o C justru akan mematikan benih yang baru ditanam. Selain suhu tanah, suhu udara pun berpengaruh terutama pada periode pembungaan. Suhu udara optimum pada fase generatif adalah o C (Pitojo, 2005). Faktor lain yang juga berpengaruh adalah cahaya. Terbukanya bunga dan jumlah bunga yang terbentuk sangat tergantung pada cahaya. Intensitas cahaya yang rendah pada saat pembentukan ginofor akan mengurangi jumlah ginofor. Rendahnya intensitas penyinaran pada saat pengisian polong akan menurunkan jumlah atau bobot polong serta akan menambah jumlah polong hampa (Adisarwanto, 2001). Varietas Kacang Tanah dan Standar Mutu Upaya apapun yang dilaksanakan untuk meningkatkan produksi kacang tanah tidak dapat dilepaskan dari masalah penggunaan varietas unggul. Yang dimaksud dengan varietas unggul adalah varietas yang memiliki sifat kualitatif (tahan terhadap hama penyakit dan toleran terhadap cekaman kekeringan) serta sifat kuantitatif (hasil polong atau biji tinggi). Varietas unggul diharapkan dapat memenuhi beberapa kriteria antara lain meningkatkan produksi, memperbaiki stabilitas produksi, memenuhi standar mutu, sesuai pola tanam yang dikehendaki petani, serta sesuai permintaan konsumen yang berbeda-beda di setiap wilayah. Varietas kacang tanah, baik varietas lokal maupun varietas unggul, yang umum ditanam di Indonesia adalah tipe Spanish yang bercirikan polong berbiji 1-2 dan tipe Valencia yang dicirikan dari polong berbiji 3-4. Daerah subtropis kebanyakan dikembangkan tipe Virginia. Polong dari tipe Virginia panjangnya sekitar 2 inchi. Biji dari tipe Virginia biasanya berukuran besar, terdapat biji per pon. Tipe Spanish memiliki polong dengan panjang sekitar 1,25 inch. Biji dari tipe Spanish biasanya berukuran agak kecil, terdapat sekitar biji per pon (Klingman, 1967).

19 8 Teknik untuk mendapatkan varietas unggul tanaman kacang tanah di Indonesia ditempuh dengan cara introduksi dan seleksi sebagai usaha pemuliaan jangka pendek (3 tahun), persilangan dan seleksi sebagai usaha pemuliaan jangka panjang (5 tahun), dan mutasi buatan. Teknik yang lainnya belum banyak digunakan di Indonesia (Kasno, 1993). Varietas kacang tanah yang dapat dibudidayakan di Indonesia dapat dibagi menjadi varietas introduksi, varietas unggul nasional, dan varietas lokal. Sampai saat ini sebagian besar petani masih senang menggunakan varietas lokal, hanya sedikit yang menggunakan varietas unggul. Padahal sudah banyak varietas unggul yang dilepas pemerintah untuk ditanam dan dikembangkan oleh petani. Varietas Panther dilepas tahun Varietas ini berasal dari seleksi massa dari populasi kacang tanah ICG 1703 varietas lokal asal Peru. Tanaman mulai berbunga hari dan dapat dipanen hari. Bentuk tanamannya tegak. Warna batang hijau, warna daun hijau, warna bunga kuning, warna ginofora hijau, warna biji rose (merah muda). Konstruksi polong tidak berpinggang dengan lukisan jaring (kulit polong) jelas. Jumlah polong polong/tanaman. Jumlah biji 3-4/polong. Bentuk biji persegi. Bobot 100 polong gram. Kandungan lemak 43 % dan kandungan protein 21.5 %. Daya hasil ton/ha. Rata-rata hasil 2.6 ton/ha. Varietas ini toleran terhadap penyakit layu, penyakit karat, penyakit bercak daun, dan kekeringan. Hasilnya stabil dan beradaptasi luas (Sunihardi et al., 1999). Varietas Sima dilepas tahun Varietas ini berasal dari silang tunggal varietas lokal Majalengka dengan ICGV Tanaman mulai berbunga hari dan dapat dipanen pada umur hari. Bentuk tanamannya tegak. Warna batang hijau, warna daun hijau, warna bunga kuning, warna ginofora hijau, dan warna biji rose (merah muda). Konstruksi polong tidak berpinggang, berparuh kecil, dan kulit polong kasar. Jumlah polong polong/tanaman. Bobot 100 biji gram. Rata-rata hasil 2 ton/ha. Kadar lemak 50 % dan kadar protein 29.9 %. Varietas ini tahan penyakit layu, toleran terhadap penyakit karat dan penyakit bercak daun, agak tahan terhadap A. flavus (Adil et al., 2002). Varietas Turangga dilepas tahun Varietas ini berasal dari introduksi dari ICRISAT, India. Tanaman mulai berbunga hari dan dapat dipanen pada

20 9 umur hari. Tipe pertumbuhannya tegak. Tinggi tanaman 77.9 cm. Warna batang hijau, warna daun hijau tua, warna bunga kuning, warna ginofor hijau, dan warna biji rose (merah muda). Konstruksi polong berpinggang, paruh kecil menonjol, bentuk paruh lurus melengkung, kulit kasar. Jumlah polong polong/tanaman. Jumlah biji 3-4/polong. Bentuk biji persegi. Bobot 100 biji gram. Rata-rata hasil 2.0 ton/ha. Kadar lemak 47.4 % dan kadar protein 25.8 %. Bentuk biji lonjong, ujungnya datar lancip. Varietas ini tahan terhadap penyakit layu, agak tahan terhadap penyakit karat, bercak daun dan A. flavus. Varietas ini toleran terhadap kekeringan dan naungan (Adil et al., 2002). Varietas Gajah dilepas pada tahun Varietas ini berasal dari seleksi keturunan persilangan Schwarz-21 dan Spanish Hasil rata-ratanya 1.8 ton/ha. Tanaman ini mulai berbunga pada umur 30 hari dan dapat dipanen pada umur 100 hari. Bentuk tanamannya tegak. Warna batangnya hijau, warna daun hijau, warna bunga kuning, warna ginofora ungu, dan warna kulit biji merah muda. Bobot 100 biji 53 gram. Kadar lemak 48 %. Kadar protein 29 %. Rendemen biji dari polong %. Varietas ini tahan terhadap penyakit layu namun peka terhadap penyakit karat daun (Kasim dan Djunainah, 1993). Varietas Anoa dilepas tahun Varietas ini berasal dari persilangan antara Gajah/AH 223 (Pl ). Hasil rata-rata 1.8 ton/ha. Tanaman ini mulai berbunga pada umur hari dan dapat dipanen pada umur hari. Bentuk tanamannya tegak. Warna batang hijau, warna daun hijau, warna bunga kuning pada tepi bendera dan kuning muda pada pusat bendera. Warna ginofora ungu, warna kulit biji merah jambu. Konstruksi polong dangkal dengan kulit polong nyata. Jumlah polong 17 polong/tanaman. Bobot 100 butir polong gram. Kadar lemak %. Kadar protein %. Rendemen biji dari polong 55 %. Varietas ini tahan terhadap penyakit bercak daun (Cercospora sp.), karat (Puccinia sp.) dan layu (Pseudomonas sp.) (Kasim dan Djunainah, 1993). Varietas Pelanduk dilepas tahun Varietas ini berasal dari persilangan Kidang/Virginia Bunch Improved (VBII). Hasil rata-rata 2 ton/ha. Tanaman ini mulai berbunga pada umur hari dan dapat dipanen pada umur hari. Bentuk tanamannya tegak. Warna batang hijau, warna daun hijau, warna bunga pada tepi bendera kuning, dan pada pusat bendera kuning muda. Warna ginofora

21 10 ungu dan warna kulit biji merah. Konstruksi polong dangkal dengan kulit polong agak nyata. Jumlah polong buah per tanaman. Bobot 100 biji 57.3 gram dan Bobot 100 polong 16 gram. Kadar lemak 45 %. Kadar protein 17 %. Rendemen biji dari polong %. Varietas ini tahan terhadap layu bakteri (Pseudomonas sp.), peka terhadap karat daun (Puccinia arachidis sp.), bercak daun (Cercospora sp.), dan virus belang (Kasim dan Djunainah, 1993). Varietas Kelinci dilepas tahun Varietas ini berasal dari IRRI- Filipina. Hasil rata-rata 2.3 ton/ha. Tanaman ini mulai berbunga pada hari dan dapat dipanen 95 hari. Bentuk tanamannya tegak. Bentuk daun tua elip, kecil, dan bertangkai empat. Warna pangkal batang hijau, warna batang hijau, warna daun hijau tua, warna bunga kuning, warna ginofora hijau, warna kulit biji merah muda. Konstruksi polong agak nyata dengan kulit polong nyata. Jumlah polong 15 buah per tanaman. Jumlah biji 4 buah per polong. Bobot 100 biji 45 gram. Kadar lemak 28 %. Kadar protein 31 %. Rendemen biji dari polong 67 %. Varietas ini tahan terhadap karat daun (Puccinia arachidis sp.), toleran terhadap bercak daun (Cercospora sp.), dan agak tahan terhadap penyakit layu (Pseudomonas solanacearum) (Kasim dan Djunainah, 1993). Varietas Kidang dilepas tahun Varietas ini berasal dari hasil seleksi keturunan persilangan Schwarz-21 Small Japan. Hasil rata-rata 1.8 ton/ha. Tanaman mulai berbunga pada umur 30 hari dan dapat dipanen pada umur 100 hari. Bentuk tanamannya tegak. Warna batang hijau, warna daun hijau, warna bunga kuning. Warna ginofora ungu dan warna kulit biji merah tua. Bobot 100 biji ± 49 gram gram. Kadar lemak ± 49 % dan kadar protein ± 29 %. Rendemen biji dari polong %. Varietas ini tahan terhadap penyakit layu, peka terhadap penyakit karat daun dan bercak daun (Kasim dan Djunainah, 1993). Beberapa hal yang akan dicapai dalam pembentukan varietas unggul lebih ditingkatkan pada kegiatan untuk meningkatkan potensi hasil polong/biji di atas 2,0 ton/ha, memperbaiki umur tanaman ( hari) sesuai dengan masingmasing pola tanam, meningkatkan toleransi tanaman terhadap serangan hama penyakit penting, meningkatkan toleransi tanaman terhadap cekaman fisik lingkungan, dan memperbaiki mutu biji sesuai dengan permintaan pasar (Adisarwanto, 2001).

22 11 Penerimaan varietas kacang tanah oleh petani tampak sangat terkait dengan preferensi konsumen dan industri. Kacang tanah varietas Kelinci yang berbiji tiga atau empat, saat ini sudah meluas ditanam petani di Jawa Timur, Bali, NTB, karena ada permintaan cukup tinggi dari industri kacang di Bali. Luasnya pertanaman kacang tanah berbiji dua (varietas unggul Gajah dan Tuban) dipengaruhi oleh adanya permintaan industri kacang garing (Balitkabi, 2004). Mutu kacang tanah dapat dibedakan menjadi mutu I, mutu II, dan mutu III. Mutu kacang tanah secara umum adalah bebas hama penyakit, bebas dari bau busuk, asam, apek, dan bau asing lainnya, bebas dari bahan kimia, dan memiliki suhu yang normal. Mutu biji kacang tanah berdasarkan SNI adalah kadar air untuk mutu I maksimal 6 %, mutu II maksimal 7 %, dan mutu III maksimal 8 %. Butir rusak untuk mutu I maksimal 0 %, mutu II maksimal 1 %, dan mutu III maksimal 2 %. Butir belah untuk mutu I maksimal 1 %, mutu II maksimal 5 %, dan mutu III maksimal 10 %. Butir warna lain untuk mutu I maksimal 0 %, mutu II maksimal 2 %, dan mutu III maksimal 3 %. Butir keriput untuk mutu I maksimal 0 %, mutu II maksimal 2 %, dan mutu III maksimal 4 %. Kotoran untuk mutu I maksimal 0 %, mutu II maksimal 0.5 %, dan mutu III maksimal 3 %. Diameter untuk mutu I minimal 8 mm, mutu II minimal 7 mm, dan mutu III minimal 6 mm %. Mutu polong kacang tanah berdasarkan SNI adalah kadar air untuk mutu I maksimal 8 %, mutu II maksimal 9 %, dan mutu III maksimal 9 %. Kotoran untuk mutu I maksimal 1 %, mutu II maksimal 2 %, dan mutu III maksimal 3 %. Polong keriput untuk mutu I maksimal 2 %, mutu II maksimal 3 %, dan mutu III maksimal 4 %. Polong rusak untuk mutu I maksimal 0.5 %, mutu II maksimal 1 %, dan mutu III maksimal 2 %. Polong biji satu atau setengah penuh untuk mutu I maksimal 3 %, mutu II maksimal 4 %, dan mutu III maksimal 5 %. Rendemen untuk mutu I maksimal 65 %, mutu II maksimal 62.5 %, dan mutu III maksimal 60 %. Produksi Kacang Tanah Kacang tanah di dunia diusahakan pada 25.5 juta ha lahan dengan total produksi polong kering sebesar 35.1 juta ton. Produksi kacang tanah

23 12 terkonsentrasi pada daerah Asia dan Afrika, yaitu sekitar 95 % luas lahan dan 93 % total produksi (Cruikshank et al., 2003). Di Indonesia sendiri BPS menyatakan tahun belakangan ini luas panen kacang tanah menurun sekitar 5 % dan produksinya menurun sebesar 4 %. Produktivitas kacang tanah di Indonesia dinilai masih rendah dengan ratarata ton/ha. Tingkat produktivitas hasil yang dicapai ini baru separo dari potensi hasil riil dibandingkan dengan USA, Cina, dan Argentina yang sudah mencapai lebih dari 2 ton/ha polong kering. Dari petak penelitian, hasil 2.5 hingga 3 ton/ha polong kering di Indonesia secara teoritis dapat dicapai, namun, dalam skala cukup luas nampaknya produktivitas tersebut masih sukar dicapai (Sumarno, 1993). Perbedaan tingkat produktivitas ini sebenarnya bukan semata-mata disebabkan oleh perbedaan teknologi produksi yang sudah diterapkan petani, tetapi juga karena faktor-faktor lain di antaranya ialah sifat/karakter agroklimat, intensitas, jenis hama penyakit, varietas yang ditanam, umur panen, serta cara usaha taninya. Potensi biologis tertinggi tingkat produktivitas berdasarkan hasil penelitian di Indonesia adalah sebesar ton/ha. Saat panen yang tidak tepat dengan cara yang tradisional yaitu dengan mencabut menggunakan tangan merupakan salah satu penyebab utama banyaknya hasil polong kacang tanah yang hilang dan diperkirakan mencapai % (Adisarwanto, 2001). Akses petani terhadap teknologi seperti ketersediaan varietas unggul perlu ditingkatkan. Peningkatan produksi kacang tanah perlu diawali dengan peningkatan produktivitas per satuan luas lahan. Rendahnya hasil kacang tanah disebabkan banyaknya petani yang masih menanam varietas lokal dengan populasi belum optimal, sedikit pupuk, dan pengendalian organisme pengganggu yang belum optimal. Di antara faktor produksi yang paling kritis dalam usaha tani kacang tanah adalah benih. Hal tersebut memberikan isyarat produktivitas kacang tanah di tingkat petani masih dapat ditingkatkan dengan renovasi teknologi. Yudiwanti et al. (2008) menyatakan polong yang tidak berisi atau terisi tidak maksimum mengakibatkan produktivitasnya rendah dibawah 2,5 ton/ha. Hal ini mengindikasikan rendahnya partisi asimilat ke bagian yang dimanfaatkan atau dipanen. Kondisi ini merugikan dipandang dari adanya pemborosan

24 13 fotosintat/asimilat ke bagian yang tidak produktif. Studi awal terhadap kultivarkultivar unggul yang telah dilepas menunjukkan bahwa terdapat variabilitas rasio luas daun terhadap jumlah polong total. Karakter tersebut menggambarkan potensi genetik genotipe dalam menghasilkan polong, mengingat karakter jumlah polong total memiliki nilai duga heritabilitas arti luas yang tinggi. Persentase polong cipo dan persentase polong terisi penuh merupakan cerminan partisi fotosintat. Genotipe yang memiliki persentase polong cipo lebih rendah dan persentase polong terisi penuh lebih tinggi menunjukkan bahwa genotipe tersebut lebih baik partisi fotosintatnya ke bagian yang dipanen.

25 14 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Kebun Percobaan Leuwikopo IPB, Dramaga, Bogor pada ketinggian 250 m dpl dengan tipe tanah Latosol. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Juni Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi benih kacang tanah varietas Anoa, Gajah, Kelinci, Kidang, Panther, Pelanduk, Sima, dan Turangga. Benih didapatkan dari Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Bogor. Pupuk yang digunakan adalah pupuk kandang dengan dosis 200 gram/m 2 dan pupuk majemuk dengan dosis 20 gram NPK/m 2. Kapur pertanian yang diberikan sebanyak 50 gram/m 2. Pestisida yang diberikan yaitu Furadan berbahan aktif Karbofuran pada awal penanaman 1,5 gr/m 2, Curacron berbahan aktif Profenofos dengan konsentrasi 2 ml/l, dan Benlox berbahan aktif Benomyl dengan konsentrasi 4.5 g/l. Peralatan yang diperlukan meliputi cangkul, kored, tugal, ember, meteran, timbangan, oven, kamera, dan alat tulis. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT). Perlakuan terdiri dari satu faktor berupa 8 varietas kacang tanah (Anoa, Gajah, Kelinci, Kidang, Panther, Pelanduk, Sima, dan Turangga) dengan ulangan sebanyak 3 kali sehingga terdapat 24 satuan percobaan. Layout percobaan dapat dilihat pada Lampiran 1. Setiap petak percobaan berukuran 3 m x 5 m. Model linier rancangannya adalah sebagai berikut : Yij = µ + τi + βj + εij Keterangan : Yij = Nilai pengamatan dari perlakuan varietas kacang tanah ke-i dalam ulangan ke-j µ = Rataan umum

26 15 τi = Pengaruh perlakuan ke-i = 1,2,3,4,5,6,7,8 βj = Perlakuan ulangan ke-j = 1, 2, 3 εij = Pengaruh galat percobaan dari perlakuan varietas ke-i dan ulangan ke-j Data yang diperoleh dianalisis dengan uji F. Apabila hasil uji F menunjukkan pengaruh nyata maka dilakukan uji DMRT dengan taraf 5 %. Pelaksanaan Persiapan Lahan Persiapan lahan dilakukan dua minggu sebelum waktu penanaman. Kegiatan ini terdiri dari pembersihan lahan dari gulma, pembajakan, penggaruan, dan pemberian kapur. Lahan kemudian dibentuk menjadi 24 petakan percobaan dengan ukuran masing-masing petakan 3 m x 5 m. Pengapuran dilakukan dengan kapur pertanian dengan dosis 50 g/m 2. Penanaman Benih kacang tanah ditanam pada petakan yang telah disiapkan. Benih ditanam satu butir benih per lubang dengan kedalaman tanam 3 cm dan jarak tanam 40 cm x 10 cm. Sebelum lubang tanam ditutup disertakan Furadan 1,5 gr/m 2 dalam tiap lubang. Pupuk dasar majemuk diberikan sekaligus pada awal tanam dalam larikan dengan dosis 20 gram NPK/m 2. Tanam dilakukan tanggal 25 Februari Pemeliharaan Tanaman Pemeliharaan tanaman meliputi kegiatan penyiraman, penyiangan gulma, pembumbunan, dan pengendalian hama dan penyakit. Kegiatan penyiraman dilakukan apabila hujan tidak turun. Penyiangan gulma dilakukan pada saat tanaman berumur 4 Minggu Setelah Tanam (MST) dan 9 MST. Pembumbunan dilakukan pada 4 MST. Pengendalian hama penyakit dilakukan pada 5 MST, 6 MST, dan 10 MST.

27 16 Pengamatan Peubah Selama Destruksi Pengamatan pada tanaman kacang tanah dilakukan pada awal masa berbunga, 6 MST, 8 MST, 10 MST, dan 12 MST dengan destruksi 3 tanaman dari tiap petak perlakuan, yaitu 1 tanaman untuk pengamatan indeks luas daun dan 2 tanaman untuk bobot kering. Pengamatan pada awal berbunga artinya saat tanaman 75 % berbunga. Varietas Kidang dan Gajah mencapai 75 % berbunga pada 29 Hari Setelah Tanam (HST). Varietas Panther, Sima, Anoa, Pelanduk, Turangga mencapai 75 % berbunga pada 31 HST. Varietas Kelinci mencapai 75 % berbunga pada 39 HST. Destruksi dilakukan pada tanaman selain tanaman pinggir. Pengamatan indeks luas daun diukur dengan metode gravimetri. Pengamatan bobot kering dilakukan dengan cara memisahkan daun, cabang, ginofor, dan polong kemudian dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu 80 o C selama 3 hari. Pengukuran yang dilakukan pada saat destruksi antara lain adalah: 1. Jumlah daun Jumlah daun adalah banyaknya daun yang sudah terbentuk dan membuka sempurna per tanaman dari masing-masing varietas, merupakan rata-rata dua tanaman destruksi per ulangan setiap varietas. Jumlah daun dihitung pada saat destruksi awal berbunga, 6, 8, 10, dan 12 MST. 2. Jumlah cabang Jumlah cabang adalah banyaknya cabang yang terbentuk dari masingmasing varietas, merupakan rata-rata dua tanaman destruksi per ulangan setiap varietas. Jumlah cabang dihitung pada saat destruksi awal berbunga, 6, 8, 10, dan 12 MST. 3. Jumlah ginofor Ginofor merupakan pemanjangan struktur fungsional yang muncul dari bunga. Warna ginofor umumnya hijau, dan bila ada pigmen antosianin warnanya menjadi merah atau ungu, dan setelah masuk ke tanah warnanya menjadi putih. Ginofor yang berwarna hijau saat di atas tanah menandakan ginofor memiliki klorofil. Jumlah ginofor adalah banyaknya ginofor yang terbentuk per tanaman dari masing-masing

28 17 varietas. Pengamatan jumlah ginofor dilakukan apabila tanaman sudah menghasilkan ginofor. Pengamatan dilakukan pada saat destruksi 6, 8, 10, dan 12 MST. 4. Jumlah polong Ginofor yang berhasil menembus tanah akan membentuk polong. Jumlah polong adalah banyaknya polong yang terbentuk per tanaman dari masing-masing varietas. Pengamatan jumlah polong dilakukan apabila tanaman sudah menghasilkan polong. Pengamatan dilakukan pada saat destruksi 6, 8, 10, dan 12 MST. 5. Bobot kering brangkasan Bobot kering brangkasan diukur setelah daun, cabang, ginofor, dan polong melalui proses pengovenan dengan suhu 80 o C selama 3 hari. Pengamatan dilakukan pada saat destruksi awal berbunga, 6, 8, 10, dan 12 MST. 6. Jumlah bunga Jumlah bunga merupakan total banyaknya bunga yang terbentuk selama pertumbuhan kacang tanah. Pengamatan jumlah bunga dilakukan setiap pagi hari mulai dari 4 MST sampai 10 MST. 7. Indeks Luas Daun (ILD) ILD = Luas Daun / Luas Lahan yang Ternaungi Indeks luas daun adalah rasio luas daun tanaman sampel dengan luas lahan ternaungi yang merupakan jarak tanam dari kacang tanah yaitu 40 cm x 10 cm. Pengamatan dilakukan dengan metode perbandingan berat (gravimetri). Pengamatan ILD dilakukan pada awal berbunga, 6, 8, 10, dan 12 MST. 8. Jumlah stomata Pengamatan jumlah stomata dilakukan dengan cara menghitung jumlah stomata bagian atas daun dan bagian bawah daun pada 10 MST pada setiap mm 2 daun pada masing-masing varietas. 9. Laju Pertumbuhan Tanaman / Crop Growth Rate (CGR) Crop Growth Rate adalah tingkat akumulasi bahan kering per satuan luas lahan per waktu, dinyatakan dalam g m -2 hari-1, diperoleh dengan

29 cara mengkalkulasi pertambahan berat kering dengan luas lahan, pada 6, 8, 10, dan 12 MST. 18 Keterangan: W1 = Bobot kering brangkasan pada awal interval W2 = Bobot kering brangkasan pada akhir interval SA = Luas lahan ternaungi per tanaman yang merupakan jarak tanam kacang tanah t2-t1 = jumlah interval hari 10. Laju Asimilasi bersih / Net Assimilation Rate (NAR) Net Assimilation Rate adalah tingkat akumulasi bahan kering per satuan luas daun per waktu, dinyatakan dengan g (m luas daun) -2 hari -1 Keterangan : W1 = Bobot kering brangkasan pada awal interval W2 = Bobot kering brangkasan pada akhir interval LD1= Luas daun awal interval LD2=Luas daun akhir interval t2-t1 = jumlah interval hari Panen Pemanenan dilakukan pada saat tanaman berumur 105 hari, yaitu 9 Juni Setiap petak percobaan dilakukan panen ubinan dengan luas ubinan 1 m 2. Pengamatan Peubah Produksi dan Produktivitas meliputi : 1. Jumlah polong total, polong isi (penuh dan setengah penuh), dan polong cipo Penghitungan jumlah polong diambil dari rata-rata tanaman dalam setiap petak. Jumlah polong total = jumlah seluruh polong Jumlah polong isi = terdiri dari polong penuh dan polong setengah penuh

30 19 Jumlah polong cipo = jumlah polong yang hampa dan rusak 2. Bobot kering polong total per m 2 Pengukuran bobot kering polong total diukur per m 2. Bobot kering polong diamati setelah polong dioven dengan suhu 80 o C selama 3 hari. 3. Persentase polong penuh, setengah penuh, dan cipo Persentase polong merupakan persentase jumlah polong penuh, setengah penuh, dan cipo terhadap jumlah polong total. Pengamatan persentase polong dilakukan setelah polong dioven dengan suhu 80 o C selama 3 hari. 4. Tinggi tanaman Tinggi tanaman dihitung saat panen, merupakan rata-rata dari tinggi 5 tanaman setiap ulangan. 5. Bobot 100 butir biji Bobot 100 butir biji diamati setelah biji dioven dengan suhu 80 o C selama 3 hari. 6. Rendemen (%) Rendemen adalah persentase bobot biji terhadap bobot polong. Penghitungan rendemen dilakukan pada tanaman dalam luasan 1 m Indeks Panen (IP) Indeks panen menggambarkan nilai persentase bobot kering polong terhadap total bobot kering biomassa tanaman. Pengamatan indeks panen dilakukan pada saat panen setelah polong dioven dengan suhu 80 o C selama 3 hari. 8. Produktivitas kacang tanah dalam bentuk polong kering dan biji kering Produktivitas kacang tanah diperoleh dari sampel yang dipanen secara ubinan. Selanjutnya nilai ini dikonversi dalam satuan hektar.

31 20 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Leuwikopo IPB Dramaga Bogor pada bulan Februari sampai dengan Juni Curah hujan rata-rata pada bulan-bulan tersebut adalah mm/bulan dengan rata-rata 21 hari hujan. Hujan yang cukup pada saat tanam sangat dibutuhkan agar tanaman dapat berkecambah dengan baik dan distribusi curah hujan yang merata selama periode tumbuh akan menjamin pertumbuhan (Adisarwanto et al., 1993). Suhu rata-rata per bulan adalah sebesar 25.9 oc sesuai dengan syarat tumbuh kacang tanah yaitu sekitar o C (Saxena et al., 1983). Pengaruh suhu terhadap perkembangan tanaman terutama berkaitan dengan pengaruhnya terhadap laju fotosintesis. Suhu yang lebih dari 30 oc juga menurunkan laju fotosistesis, dan pada suhu kurang dari 20 o C laju fotosintesis sangat rendah sehingga pertumbuhan lambat. Suhu udara di atas 33 oc akan mempengaruhi benang sari. Inisiasi ginofor akan naik apabila suhu udara naik dari 19 o C menjadi 23 o C (Adisarwanto et al., 1993). Analisis tanah yang dilakukan sebelum penanaman menunjukkan tanah yang digunakan cocok untuk digunakan untuk penanaman kacang tanah yaitu ph 6.40 dan bertekstur liat. Kandungan C organik pada tanah sedang, yaitu sebesar 3.19 %. Kandungan N tanah juga sedang sebesar 0.28 %. Kandungan P tanah sedang, yaitu sebesar 18.8 ppm. Kandungan K tanah sedang, yaitu sebesar 0.38 me/100g. Kandungan Ca tanah cukup rendah yaitu sebesar 5.25 me/100g sehingga dilakukan penambahan Ca melalui kapur pertanian dengan kandungan Ca sebesar me/100g. Daya tumbuh tanaman kacang tanah cukup baik, yaitu mencapai rata-rata 80 %. Penyulaman dilakukan pada 1 Minggu Setelah Tanam (MST). Pada umur 4 MST, kondisi tanaman mulai mengalami penurunan ditandai dengan tanaman yang terkena hama maupun penyakit. Sebagian tanaman terutama terserang penyakit busuk batang yang disebabkan oleh cendawan Sclerotium rolfsii, karat (Puccinia arachidis), bercak daun (Cercospora Sp.), layu bakteri (Pseudomonas

32 21 solanacearum), sapu setan (witches broom) yang disebabkan oleh Mycoplasma Like Organism, penyakit belang yang disebabkan Peanut Mottle Virus, dan penyakit bilur yang disebabkan oleh Peanut Stripe Virus. Hama yang menyerang tanaman antara lain ulat grayak (Spodoptera litura), ulat jengkal (Plusia chulcites), kutu daun (Aphis craccivora), belalang. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan pemberian pestisida Curacron dan Benlox. Gulma yang banyak tumbuh di lahan adalah gulma berdaun lebar, diantaraya adalah Mimosa pudica, Physalis angulata, Amaranthus sp, Sida rhombifolia, dan Cleome rutidosperma. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Rekapitulasi uji F menunjukkan bahwa pengaruh perlakuan varietas kacang tanah memberikan hasil yang sangat nyata pada peubah jumlah cabang pada 10 dan 12 MST, jumlah ginofor pada 10 MST, bobot daun pada awal berbunga dan 12 MST, bobot cabang pada 12 MST, dan bobot ginofor pada 6 MST. Pengaruh perlakuan varietas memberikan pengaruh yang nyata pada peubah jumlah daun pada awal berbunga, 10 MST, dan 12 MST, jumlah cabang pada awal berbunga, 6 MST, dan 8 MST, jumlah ginofor pada 6 MST, jumlah polong pada 10 dan 12 MST, bobot cabang pada awal berbunga dan 6 MST, bobot ginofor pada 10 MST, bobot brangkasan pada 6 MST, dan tinggi tanaman. Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Peubah-peubah Pengamatan pada Delapan Varietas Kacang Tanah Peubah Pengamatan Varietas KK (%) Jumlah Daun Awal Berbunga * MST tn MST tn MST * MST * 22.8 Jumlah Cabang Awal Berbunga * MST * MST * MST ** MST ** 10.8

33 Tabel 1. Lanjutan Peubah Pengamatan KK (%) Jumlah Ginofor Awal Berbunga MST * MST tn MST 12MST ** tn Jumlah Polong Awal Berbunga MST MST tn MST * MST * 25.9 Bobot Daun Awal Berbunga ** MST tn MST tn MST 12 MST tn ** Bobot Cabang Awal Berbunga * MST * MST tn MST tn MST ** 16.7 Bobot Ginofor Awal Berbunga MST ** MST tn MST * MST tn 52.7 Bobot Polong Awal Berbunga MST MST tn MST tn MST tn 27.6 Indeks Luas Daun (ILD) Awal Berbunga tn MST tn MST tn MST tn MST tn 45.9 Bobot Kering Polong per m 2 Bobot Kering Polong per Tanaman tn tn Jumlah Polong Total per m 2 tn 34.9 Jumlah Polong Total per Tanaman tn 33.4 Jumlah Polong Penuh per Tanaman tn 36.9 Jumlah Polong Setengah Penuh per Tanaman tn 47.8 Jumlah Polong Cipo per Tanaman tn 30.6 Bobot Kering Seratus Biji tn

34 23 Tabel 1. Lanjutan Peubah Pengamatan KK (%) Persentase Polong Isi penuh Persentase Polong Setengah Penuh Persentase Polong Cipo tn tn tn Rendemen tn 6.90 Bobot 100 Biji tn 16.2 Indeks Panen (IP) tn 24.1 Produktivitas (gram/m 2 ) tn 44.6 Produktivitas (ton/ha) tn 44.6 Tinggi Tanaman * 13.1 Jumlah Bunga tn 19.9 Jumlah Stomata Atas ** 12.7 Jumlah Stomata Bawah ** 26.6 Keterangan : tn= tidak nyata; * = nyata pada taraf 5 %; ** = nyata pada taraf 1 % Akumulasi Bahan Kering a. Jumlah Daun Jumlah daun dihitung pada saat awal berbunga, 6, 8, 10, dan 12 MST. Varietas Anoa, Pelanduk, Kidang, dan Gajah pada awal berbunga memiliki jumlah daun yang nyata lebih banyak dibandingkan varietas lainnya, sedangkan varietas Sima nyata paling kecil. Hal ini menggambarkan bahwa varietas Anoa, Pelanduk, Kidang, dan Gajah lebih cepat menghasilkan daun dalam jumlah lebih besar. Jumlah daun pada saat pembentukan ginofor yaitu pada 6 dan 8 MST tidak berbeda nyata antar varietas. Jumlah daun saat fase pengisian polong yaitu saat 10 dan 12 MST menunjukkan bahwa varietas Pelanduk nyata lebih besar dibandingkan varietas lainnya. Jumlah daun setiap varietas mencapai maksimal pada saat 10 MST kemudian menurun kembali pada 12 MST. JumlahDaun Awal Berbunga Umur Tanaman (MST) Anoa Pelanduk Kidang Gajah Kelinci Panther Turangga Sima Gambar 1. Rata-rata Jumlah Daun per Tanaman pada Kacang Tanah

35 24 b. Bobot Daun Bobot daun diukur pada saat awal berbunga, 6, 8, 10, dan 12 MST. Bobot daun varietas Anoa dan Pelanduk nyata lebih besar daripada varietas yang lain pada saat awal berbunga. Bobot daun pada 6, 8, dan 10 MST tidak berbeda nyata antar varietas, namun pada fase pengisian polong 10 sampai 12 MST terlihat bahwa varietas Pelanduk dan Sima memiliki rata-rata bobot daun lebih besar dibandingkan varietas lain. Hal ini menandakan pada fase pengisian polong fotosintat banyak dialokasikan untuk pembentukan daun pada varietas-varietas tersebut. Bobot daun varietas Pelanduk pada 12 MST nyata lebih besar dibandingkan varietas lainnya. Bobot daun tertinggi untuk varietas Pelanduk, Kidang, Kelinci, Panther, Turangga, dan Sima dicapai saat 10 MST kemudian menurun kembali pada 12 MST. Bobot daun tertinggi untuk varietas Gajah dan Anoa dicapai saat 6 MST. BobotDaun(gram) Anoa Pelanduk Kidang Gajah Kelinci Awal Panther Berbunga Turangga Umur Tanaman (MST) Sima Gambar 2. Rata-rata Bobot Daun per Tanaman pada Kacang Tanah c. Jumlah Cabang Tanaman kacang tanah sudah membentuk cabang pada fase awal berbunga dan cenderung tidak bertambah jumlahnya sepanjang pertumbuhannya dapat dilihat pada Tabel 3. Varietas Pelanduk dan Kidang membentuk cabang dengan jumlah yang nyata lebih tinggi dibandingkan varietas yang lain. Jumlah cabang yang lebih banyak memungkinkan pembentukan bunga yang lebih banyak karena bunga muncul pada buku cabang. Bunga yang muncul lebih banyak akan memberikan peluang untuk pembentukan ginofor dan polong yang lebih banyak.

36 25 Tabel 2. Rata-rata Jumlah Cabang per Tanaman pada Kacang Tanah Perlakuan Varietas Awal Berbunga 6 MST 8 MST 10 MST 12 MST Jumlah Cabang Anoa 6.5a 7.3a 7.1a 8.3a 6.6ab Pelanduk 5.0b 6.5a 6.3ab 8.1a 7.5a Kidang 4.8b 6.0abc 6.5ab 5.8b 6.8a Gajah 5.1b 6.8ab 7.3a 6.5b 6.6ab Kelinci 5.1b 5.0bc 5.6ab 4.8b 5.5bc Panther 4.8b 4.3c 4.8b 5.0b 4.8c Turangga 4.3b 5.0bc 5.0b 5.1b 5.0c Sima 4.8b 5.1bc 6.3ab 5.5b 5.1c Keterangan: Nilai rataan pada kolom yang sama yang diikuti dengan huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata menurut uji DMRT 5%. d. Bobot Cabang Batang atau cabang kacang tanah dibutuhkan tanaman untuk penyimpanan dan transportasi asimilat saat fase pengisian dan pemasakan polong. Varietas Anoa memiliki bobot cabang yang sangat nyata lebih tinggi daripada varietas lainnya saat awal berbunga. Varietas Gajah memiliki bobot cabang yang sangat nyata lebih tinggi daripada varietas lainnya saat 6 MST. Bobot cabang saat fase pengisian polong 8 MST dan 10 MST tidak berbeda nyata antar varietas, namun dapat dilihat bahwa varietas Pelanduk memiliki rata-rata bobot cabang tertinggi dibandingkan varietas lain. Bobot cabang varietas Pelanduk saat fase pemasakan polong 12 MST nyata lebih tinggi daripada varietas lainnya. Bobot cabang mencapai hasil yang tertinggi pada 10 MST dan kemudian memiliki bobot yang cenderung tetap sampai 12 MST. 25 BobotCabang(gram) Awal Berbunga Umur Tanaman (MST) Anoa Pelanduk Kidang Gajah Kelinci Panther Turangga Sima Gambar 3. Rata-rata Bobot Cabang per Tanaman pada Kacang Tanah

37 26 e. Jumlah Ginofor Jumlah ginofor dipengaruhi oleh banyaknya bunga yang terbentuk menjadi ginofor. Pengamatan jumlah ginofor memperlihatkan bahwa pada 6 MST ginofor sudah muncul dan varietas memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah ginofor. Jumlah ginofor varietas Gajah nyata lebih tinggi dibandingkan varietas lainnya saat 6 MST. Jumlah ginofor saat 10 MST berbeda sangat nyata antar varietas, varietas Pelanduk memiliki jumlah ginofor yang nyata lebih tinggi dibandingkan varietas lainnya artinya varietas ini masih terus berbunga dan memunculkan ginofor. Jumlah ginofor saat 12 MST tidak berbeda nyata antar varietas, namun rata-rata jumlah ginofor tertinggi dimiliki oleh varietas Pelanduk. Ginofor dalam jumlah banyak saat fase pengisian dan pemasakan polong tidak diinginkan karena akan mengurangi partisi fotosintat yang dapat digunakan untuk pengisian polong. Jumlah ginofor yang diinginkan adalah yang mencapai maksimal saat fase pembentukan ginofor yaitu 6 MST. Varietas Panther dan Sima memiliki jumlah ginofor yang terus meningkat tajam sampai pada 12 MST. JumlahGinofor Awal Berbunga Umur Tanaman (MST) Anoa Pelanduk Kidang Gajah Kelinci Panther Turangga Sima Gambar 4. Rata-rata Jumlah Ginofor per Tanaman pada Kacang Tanah f. Bobot Ginofor Ginofor merupakan pemanjangan struktur fungsional yang muncul dari bunga. Warna ginofor umumnya hijau, dan bila ada pigmen antosianin warnanya menjadi merah atau ungu, setelah masuk ke tanah warnanya menjadi putih. Pengamatan bobot ginofor memperlihatkan varietas memberikan pengaruh sangat nyata terhadap bobot ginofor pada 6 MST dan memperlihatkan pengaruh yang

38 27 nyata pada 10 MST. Bobot ginofor varietas Gajah nyata lebih tinggi dari varietas lainnya saat fase pemunculan ginofor 6 MST. Bobot ginofor varietas Pelanduk nyata lebih tinggi dari varietas lainnya saat fase pengisian polong 10 MST, artinya terjadi kompetisi perolehan fotosintat antara pembentukan ginofor dan pengisian polong. Bobot ginofor mencapai puncaknya pada 10 MST, kecuali pada varietas Turangga yang bobot ginofornya terus meningkat. 3,5 BobotGinofor(gram) 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0 Awal Berbunga Anoa Pelanduk Kidang Gajah Kelinci Panther Turangga Sima Umur Tanaman (MST) Gambar 5. Rata-rata Bobot Ginofor per Tanaman pada Kacang Tanah g. Jumlah Polong Polong mulai terbentuk antara 6 sampai 8 MST. Jumlah polong dipengaruhi banyaknya ginofor yang berhasil mencapai tanah dan membentuk polong. Jumlah polong semakin meningkat setiap minggunya. Pengamatan jumlah polong memperlihatkan bahwa varietas memberikan pengaruh yang nyata pada 10 MST dan 12 MST. Jumlah polong saat fase pembentukan polong 8 MST tidak berbeda nyata antar varietas, namun dapat dilihat pada 8 MST varietas Gajah memiliki rata-rata terbesar dan pertambahannya tidak signifikan setiap minggunya. Jumlah polong saat fase pengisian polong 10 MST dan saat pemasakan polong 12 MST terlihat bahwa varietas Pelanduk nyata lebih besar daripada varietas lainnya.

39 28 30 JumlahPolong Awal Berbunga Anoa Pelanduk Kidang Gajah Kelinci Panther Turangga Sima Umur Tanaman (MST) Gambar 6. Rata-rata Jumlah Polong per Tanaman pada Kacang Tanah h. Bobot Polong Ginofor yang masuk ke dalam tanah ujungnya akan membengkak dan membentuk polong. Bobot polong dipengaruhi oleh jumlah polong yang terbentuk. Pengamatan bobot polong memperlihatkan bahwa varietas tidak berpengaruh nyata terhadap bobot polong. Bobot polong semakin bertambah setiap minggunya seiring terjadinya pengisian polong. Varietas Pelanduk saat fase pengisian polong 10 MST memiliki rata-rata bobot polong tertinggi, begitu pula saat fase pemasakan polong 12 MST. Varietas Sima, Anoa, dan Kelinci yang berbiji tiga atau lebih ternyata memiliki bobot polong yang rendah, dikarenakan biji yang terbentuk tidak besar Anoa BobotPolong(gram) Pelanduk Kidang Gajah Kelinci Panther 0 Turangga Awal Berbunga Sima Umur Tanaman (MST) Gambar 7. Rata-rata Bobot Polong per Tanaman pada Kacang Tanah

40 29 Peubah Parameter Pertumbuhan a. Jumlah Bunga Jumlah bunga dihitung mulai 4 MST sampai 10 MST. Jumlah bunga ini mempengaruhi banyaknya ginofor yang dapat terbentuk. Varietas Kidang dan Gajah mencapai 75 % berbunga pada 29 Hari Setelah Tanam (HST). Varietas Panther, Sima, Anoa, Pelanduk, Turangga mencapai 75 % berbunga pada 31 HST. Varietas Kelinci mencapai 75 % berbunga pada 39 HST. Pengamatan jumlah bunga memperlihatkan perlakuan varietas tidak berpengaruh nyata terhadap banyaknya bunga yang dimunculkan tanaman. Varietas Pelanduk memiliki rata-rata total jumlah bunga yang lebih tinggi dibandingkan varietas lainnya. 90,0 80,0 JumlahBungaperTanaman 70,0 60,0 50,0 40,0 30,0 20,0 10,0 0, Umur Tanaman (MST) Anoa Kelinci Panther Pelanduk Sima Turangga Gajah Kidang Gambar 8. Rata-rata Jumlah Bunga per Tanaman pada Kacang Tanah b. Persentase Bunga Menjadi Ginofor, Ginofor Menjadi polong, dan Bunga menjadi Polong Bunga yang muncul pada tanaman kacang tanah tidak semuanya berhasil terbentuk menjadi ginofor. Hal ini disebabkan adanya embrio yang gugur, ovule yang terletak di ujung polong sering mengalami kegagalan dalam perkembangannya. Kemampuan setiap varietas berbeda-beda, persentase bunga menjadi ginofor yang tertinggi dicapai oleh varietas Turangga sedangkan yang

41 terendah adalah varietas Anoa. Ginofor nantinya akan masuk ke dalam tanah dan membengkak membentuk polong. Ginofor yang terbentuk pada kacang tanah tidak semuanya membentuk polong. Persentase ginofor menjadi polong tidak berbeda nyata antar varietas, namun rata-rata persentase tertinggi diperoleh varietas Gajah, artinya dari ginofor yang dihasilkan lebih banyak yang berhasil membentuk polong dibandingkan varietas lain. Perlakuan Varietas Tabel 3. Rata-rata Jumlah Bunga Total, Persentase Bunga Menjadi Ginofor, Ginofor Menjadi Polong, dan Bunga Menjadi Polong pada Tanaman Kacang Tanah Bunga Total % Bunga Menjadi Ginofor % Ginofor Menjadi Polong % Bunga Menjadi Polong Anoa Pelanduk Kidang Gajah Kelinci Panther Turangga Sima c. Crop Growth Rate Laju pertumbuhan tanaman atau Crop Growth Rate (CGR) adalah tingkat akumulasi bahan kering per satuan luas lahan. Pengamatan nilai CGR memperlihatkan perbedaan varietas tidak berpengaruh nyata terhadap nilai CGR. Mulai fase pembentukan ginofor 6 MST sampai dengan fase pemasakan polong 12 MST varietas Panther memiliki nilai CGR rata-rata yang lebih tinggi nilainya dibandingkan varietas lainnya. Hal ini diduga karena varietas Panther memiliki laju pertambahan bobot polong yang terbesar setiap minggunya. Varietas Gajah memiliki nilai CGR tertinggi pada fase pembentukan ginofor 6 MST kemudian terus menurun setiap minggunya. Hal ini diduga karena varietas Gajah mengalami laju pertambahan bobot daun, cabang yang sedikit. Varietas Sima dan Kidang mengalami nilai CGR tertinggi saat fase pembentukan polong. Varietas Panther, Pelanduk, Kelinci, Turangga, dan Anoa mengalami nilai CGR tertinggi saat fase pengisian polong.

42 31 80 NilaiCGRg(mluaslahan)-2 hari Umur Tanaman (MST) Anoa Pelanduk Kidang Gajah Kelinci Panther Turangga Sima Gambar 9. Rata-rata Crop Growth Rate Delapan Varietas Kacang Tanah d. Indeks Luas Daun Indeks Luas Daun (ILD) adalah perbandingan luas daun total dengan luas tanah yang ditutupi. Pengamatan indeks luas daun memperlihatkan varietas berpengaruh tidak nyata terhadap indeks luas daun. Varietas Anoa memiliki indeks luas daun yang tertinggi pada awal berbunga. Fase pembentukan ginofor 6 sampai 8 MST memperlihatkan bahwa varietas Gajah memiliki indeks luas daun tertinggi, diharapkan dapat memaksimalkan fotosintesis. Fase pengisian polong 10 MST semua varietas mencapai indeks luas daun yang tinggi. Varietas Sima mengalami peningkatan indeks luas daun setiap minggunya. 12 IndeksLuasDaun Awal Berbunga Anoa Pelanduk Kidang Gajah Kelinci Panther Turangga Sima Umur Tanaman (MST) Gambar 10. Rata-rata Indeks Luas Daun Delapan Varietas Kacang Tanah

43 32 e. Net Assimilation Rate Laju asimilasi bersih atau Net Assimilation Rate (NAR) adalah tingkat akumulasi bahan kering per satuan luas daun. Fase pembentukan ginofor 6 sampai 8 MST NAR tidak berbeda nyata antar varietas, namun dapat dilihat bahwa varietas Sima memiliki NAR yang terbesar, hal ini berarti varietas ini mampu memaksimalkan berat kering berdasarkan luas daunnya. Fase pengisian polong 10 MST dapat dilihat bahwa varietas Pelanduk dan Kelinci nyata lebih besar daripada varietas Gajah dan Panther. Rendahnya NAR varietas Gajah dan Panther pada 10 MST disebabkan bobot brangkasan yang dihasilkan rendah dan luas daun yang juga rendah. Varietas tidak memiliki pengaruh nyata terhadap NAR pada 12 MST NilaiNARg(mluasdaun)-2hari MST 8 MST 10 MST 12 MST Anoa Pelanduk Kidang Gajah Kelinci Panther Turangga Sima -4 Umur Tanaman (MST) Gambar 11. Rata-rata Net Assimilation Rate Delapan Varietas Kacang Tanah f. Tinggi Tanaman Tinggi tanaman diukur saat panen (15 MST). Tanaman yang tinggi memberikan keuntungan untuk berkompetisi dengan tanaman lain dalam populasinya. Tinggi tanaman tertinggi terdapat pada varietas Sima yang berbeda nyata dengan varietas Anoa, Kidang, dan Gajah. Tanaman yang memiliki tinggi tanaman yang tinggi memungkinkan lebih banyak pembentukan bunga, namun nantinya ginofor yang muncul pada cabang bagian atas tidak semuanya bisa mencapai tanah.

44 33 Tabel 4. Rata-rata Tinggi Tanaman Kacang Tanah Saat Panen Perlakuan Varietas Tinggi Tanaman (cm) Anoa 54.99c Pelanduk 75.89ab Kidang 68.11bc Gajah 65.55bc Kelinci 72.44abc Panther 73.11ab Turangga 75.22ab Sima 87.89a Keterangan: Nilai rataan pada kolom yang sama yang diikuti dengan huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata menurut uji DMRT 5 %. g. Jumlah Stomata Jumlah stomata merupakan banyak stomata yang terdapat pada bagian atas dan bagian bawah daun per mm 2 pada 10 MST. Stomata yang terbuka berperan dalam hal difusi CO2 ke dalam daun sehingga tanaman dapat memfiksasi karbon. Stomata yang sedikit atau menutup dapat berperan sebagai penghalang struktural terhadap penetrasi patogen. Jumlah stomata daun bagian atas tertinggi dimiliki oleh varietas Gajah. Jumlah stomata bagian bawah tertinggi dimiliki oleh varietas Pelanduk. Perlakuan varietas tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah stomata bagian atas daun dan bagian bawah daun JumlahStomata/mm Jumlah Stomata Daun Bagian Atas Jumlah Stomata Daun Bagian Bawah Varietas Gambar 12. Rata-rata Jumlah Stomata pada Daun Bagian Atas dan Bawah pada Kacang Tanah

45 34 Hasil dan Komponen Hasil Kacang Tanah a. Jumlah Polong Total, Penuh, Polong Setengah Penuh, dan Polong Cipo dan Persentasenya terhadap Jumlah Polong Total Polong yang diamati pada komponen hasil terdiri dari jumlah polong total, jumlah polong penuh, jumlah polong setengah penuh, dan jumlah polong cipo per tanaman. Varietas Sima dan Panther memiliki rata-rata jumlah polong total dan polong isi penuh yang lebih tinggi dibandingkan varietas lainnya, namun persentase polong setengah penuhnya juga tinggi sehingga persentase polong isi penuhnya menjadi rendah. Varietas Kidang memiliki rata-rata jumlah polong total terendah, namun persentase polong isi penuhnya tertinggi di antara varietas lainnya dan memiliki persentase jumlah polong setengah penuh dan cipo yang rendah. Varietas Anoa memiliki rata-rata jumlah polong total yang termasuk rendah namun jumlah polong ciponya tertinggi di antara varietas lainnya sehingga persentase polong isi penuhnya menjadi rendah. Pengamatan terhadap jumlah polong memperlihatkan bahwa secara statistik varietas tidak berpengaruh terhadap jumlah polong total, jumlah polong penuh, jumlah polong setengah penuh, dan jumlah polong cipo per tanaman, dan persentasenya terhadap jumlah polong total. Perlakuan Varietas Tabel 5. Rata-rata Jumlah Polong Total, Polong Penuh, Polong Setengah Penuh, dan Polong Cipo per tanaman dan Persentasenya terhadap Jumlah Polong Total pada Kacang Tanah Polong Total per Polong Penuh per Tanaman Polong Setengah Penuh Tanaman Polong Cipo per Tanaman Tanaman Jumlah Jumlah ( %) Jumlah ( %) Jumlah ( %) Anoa Pelanduk Kidang Gajah Kelinci Panther Turangga Sima

46 35 b. Bobot Kering Polong per Tanaman Pengamatan bobot kering polong diperoleh dari sampel ubinan saat panen. Bobot kering didapatkan setelah polong mengalami pengovenan. Perbedaan varietas tidak berpengaruh nyata terhadap bobot kering polong per tanaman. Bobot kering polong tertinggi adalah varietas Sima. Bobot kering polong pada varietas Sima yang tinggi dikarenakan varietas ini memiliki jumlah polong total dan jumlah polong isi penuh yang tinggi. Varietas Kidang memiliki rata-rata bobot kering polong yang rendah dikarenakan varietas ini memiliki jumlah polong total yang terendah. Tabel 6. Rata-rata Bobot Kering Polong per Tanaman pada Kacang Tanah Varietas Bobot Kering Polong Tanaman (gram) Anoa Pelanduk Kidang Gajah Kelinci Panther Turangga Sima c. Bobot Kering Seratus Biji Pengamatan bobot kering seratus biji memperlihatkan varietas kacang tanah memberikan pengaruh tidak nyata pada bobot kering seratus biji. Rata-rata bobot kering seratus biji tertinggi adalah varietas Kidang dan yang terendah adalah varietas Turangga dan Sima. Varietas berbiji dua yaitu Kidang, Pelanduk, dan Gajah cenderung memiliki rata-rata berat kering seratus biji yang lebih tinggi daripada varietas lainnya yang berbiji tiga atau lebih. Hal ini disebabkan tanaman berbiji tiga harus membagi asimilat ke lebih banyak biji sehingga bobot kering masing-masing bijinya lebih rendah. Namun untuk varietas Anoa yang berbiji tiga memiliki bobot kering seratus biji yang cenderung tinggi karena memiliki jumlah polong yang sedikit.

47 36 Tabel 7. Rata-rata Bobot Kering Seratus Biji pada Kacang Tanah Varietas Bobot Kering Seratus Biji (gram) Anoa Pelanduk Kidang Gajah Kelinci Panther Turangga Sima d. Indeks Panen Pengamatan indeks panen merupakan analisis pembagian hasil panen ekonomis kacang tanah yaitu polong terhadap massa total tanaman. Berdasarkan pengamatan dapat dilihat bahwa varietas tidak memberikan pengaruh nyata terhadap indeks panen. Indeks panen tertinggi adalah varietas Panther dan yang terendah adalah varietas Pelanduk. Indeks panen yang tinggi menandakan bahwa tanaman pada varietas ini memberikan persentase asimilat atau biomassa yang besar untuk pertumbuhan polong dibandingkan bagian tanaman yang lainnya. Tabel 8. Rata-rata Indeks Panen pada Kacang Tanah Varietas Indeks Panen Anoa Pelanduk Kidang Gajah Kelinci Panther Turangga Sima e. Rendemen Rendemen yang tinggi menggambarkan persentase bobot biji yang tinggi dari bobot total polong. Rendemen tertinggi diperoleh varietas Panther dan yang terendah adalah varietas Sima dan Pelanduk. Varietas dengan rendemen yang rendah biasanya memiliki kulit polong yang lebih keras dan berat. Perlakuan varietas tidak berpengaruh nyata terhadap rendemen.

48 37 Tabel 9. Rata-rata Rendemen ( %) pada Kacang Tanah Varietas Rendemen ( %) Anoa Pelanduk Kidang Gajah Kelinci Panther Turangga Sima f. Produktivitas Nilai produktivitas yang diamati adalah dalam bentuk biji kering dan polong. Produktivitas diamati dalam ubinan dan dikalkulasikan dalam hektar. Produktivitas dalam bentuk biji tertinggi dimiliki oleh varietas Panther 2.07 ton/ha dan yang terendah adalah varietas Anoa 1.15 ton/ha. Secara statistik varietas tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas. Produktivitas dalam bentuk polong tertinggi dimiliki oleh varietas Panther 3.06 ton/ha dan yang terendah adalah varietas Kidang 1.86 ton/ha dan Anoa 1.87 ton/ha. Secara statistik varietas tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas dalam bentuk biji maupun polong. Tabel 10. Produktivitas Biji dan Polong Kering per m 2 (gram) dan per Hektar (ton) delapan Varietas Kacang Tanah Varietas Bobot Biji per m 2 (gram) Bobot Polong per m 2 (gram) Produktivitas Biji per Hektar (ton) Produktivitas Polong per Hektar (ton) Anoa Pelanduk Kidang Gajah Kelinci Panther Turangga Sima g. Korelasi antar Peubah Peubah akumulasi bahan kering dan parameter pertumbuhan memiliki korelasi satu sama lain dengan produksi. Produksi merupakan hasil dari peubah bahan kering dan parameter pertumbuhan, namun tidak semua peubah bahan

49 kering dan parameter pertumbuhan akan mempengaruhi hasil. Korelasi antar peubah ini ada yang bersifat positif dan negatif. Tabel 11. Korelasi Antar Peubah Pertumbuhan dan Produksi Kacang Tanah 38 Korelasi PPP PPSP PPC PRODP PRODB REND IP SER T1BD T2BD T3BD T4BD ** T5BD T1BC T2BC * T3BC T4BC T5BC ** T2BGIN T3BGIN ** T4BGIN ** ** T5BGIN T3BPOL T4BPOL ** T5BPOL T1ILD ** ** 0.531** T2ILD ** ** T3ILD T4ILD ** ** T5ILD T2CGR ** ** T3CGR T4CGR T5CGR 0.755** ** ** T2NAR ** T3NAR ** ** T4NAR ** ** T5NAR ** ** Keterangan: T1=awal berbunga, T2=6 MST, T3=8 MST, T4=10 MST, T5=12 MST, BD=Bobot Daun, BC=Bobot Cabang, BGIN=Bobot Ginofor, BPOL=Bobot Polong, ILD=Indeks Luas Daun, CGR=Crop Growth Rate, NAR=Net Assimilation Rate, PPP=Persentase Polong Penuh, PPSP=Persentase Polong setengah Penuh, PPC=Persentase Polong Cipo, PRODP=Produktivitas dalam Bentuk Polong, PRODBJ=Produktivitas dalam Bentuk Biji, REND=Rendemen, IP=Indeks Panen, SER=Bobot Seratus Butir Biji Persentase polong penuh berkorelasi positif dengan CGR pada 12 MST. Persentase polong setengah penuh berkorelasi positif dengan NAR 6 MST. Persentase polong cipo berkorelasi positif dengan bobot daun 10 MST, bobot cabang 12 MST, dan NAR 10 MST, dan berkorelasi negatif dengan bobot ginofor

50 39 8 MST. Produktivitas dalam bentuk polong memiliki korelasi negatif dengan ILD pada 10 MST, NAR 8 MST, dan bobot ginofor 10 MST, serta memiliki korelasi positif dengan CGR pada 12 MST, NAR 12 MST, dan ILD 12 MST. Indeks panen berkorelasi positif dengan ILD pada awal berbunga dan 6 MST, namun berkorelasi negatif dengan ILD pada 10 MST. Indeks panen juga berkorelasi positif dengan CGR pada 12 MST. Rendemen berkorelasi negatif dengan bobot ginofor pada 10 MST dan berkorelasi negatif dengan ILD 12 MST.

51 40 Pembahasan Pengetahuan proses pertumbuhan yang memadai melalui analisis pertumbuhan tanaman akan dapat menjelaskan keragaan hasil suatu tanaman dari segi pertumbuhan tanaman. Hal ini dapat diperoleh dari hasil analisis produksi primer, yaitu data tanaman menjadi dasar analisis pertumbuhan, yang menghubungkan karakteristik pertumbuhan dengan produksi dari segi fisiologi. Analisis pertumbuhan tanaman akan dapat membantu mengidentifikasi faktor pertumbuhan utama yang mengendalikan atau membatasi hasil. Data primer yang diamati seperti biomassa seluruh atau bagian-bagian tanaman dan dimensi alat fotosintesis (jumlah dan luas daun) dianalisis untuk menghasilkan berbagai indeks dan parameter pertumbuhan yang biasanya dikenal dengan istilah karakteristik pertumbuhan (Sitompul dan Guritno, 1995). Pertumbuhan vegetatif tanaman kacang tanah berlangsung sejak biji berkecambah hingga kanopi (tajuk) mencapai maksimum. Tanaman kacang tanah bersifat indeterminate, yakni bagian vegetatif tanaman kacang tanah tetap tumbuh pada saat tanaman sudah mulai pertumbuhan generatif (Sumarno dan Slamet, 1993). Tanaman dengan sifat indeterminate, pengukuran bagian vegetatif pada masa generatif akan tetap turut menggambarkan pertumbuhan tanaman. Tanaman pangan seperti legum, pertumbuhan vegetatif dan hasil reproduktif akan berkompetisi sebagai sink untuk mendapatkan asimilat dari source (penghasil asimilat) (Evans, 1993). Laju fotosintesis akan berkurang sampai laju yang sesuai dengan kemampuan menerima hasil asimilasi oleh sink. Agar fotosintesis mencapai laju maksimum, sink harus dapat memanfaatkan seluruh hasil asimilasi yang diproduksi. Dalam kondisi seperti ini, pembagian akan dikendalikan oleh kekuatan sink yang tersedia (Gardner et al., 1991). Pertumbuhan kacang tanah dapat dibagi menjadi fase vegetatif dan reproduktif. Fase vegetatif pada tanaman kacang tanah dimulai sejak perkecambahan sampai dengan awal pembungaan, kemudian dilanjutkan fase reproduktif. Daun pertama yang tumbuh dari biji adalah kotiledon. Daun pertama tersebut terangkat ke atas permukaan tanah selagi biji sedang berkecambah. Daun berikutnya berupa daun tunggal dan berbentuk bundar. Pada pertumbuhan

52 41 selanjutnya daun kacang tanah membentuk daun majemuk bersirip genap, terdiri dari empat anak daun dengan tangkai daun agak panjang (Pitojo, 2005). Fase vegetatif tanaman dimulai sejak perkecambahan hingga awal pembungaan yang berkisar antara 26 hingga 31 hari setelah tanam, dan selebihnya adalah fase reproduktif. Fase vegetatif tersebut dibagi menjadi tiga stadia, yaitu perkecambahan, pembukaan kotiledon, dan perkembangan daun bertangkai empat (tetrafoliate). Proses perkecambahan hingga munculnya kotiledon ke permukaan tanah berlangsung selama 4-6 hari, keesokan harinya kotiledon tersebut telah terbuka, selanjutnya daun dan batang akan muncul. Penandaan fase reproduktif ditandai dengan munculnya bunga, buah, dan biji. Pembungaan pada kacang tanah dimulai sekitar hari ke-27 sampai ke-32 yang ditandai dengan munculnya bunga pertama. Ginofor (tangkai kepala putik) muncul pada hari ke empat atau lima setelah bunga mekar, kemudian akan memanjang serta menuju dan menembus tanah untuk memulai pembentukan polong. Pembentukan polong dimulai ketika ujung ginofor mulai membengkak, yaitu pada hari ke 40 sampai 45 setelah tanam. Polong penuh dicapai pada hari ke 44 sampai 52 setelah tanam. Pembentukan biji dicapai ketika polong sudah mencapai ukuran maksimum, yaitu antara hari ke 52 sampai 57 setelah tanam. Kotiledon akan terlihat apabila polong disayat dan warna kulit ari sudah dapat dibedakan. Pengisian polong dimulai dari pangkal ke ujung. Tahap selanjutnya adalah proses pemasakan biji diiringi perubahan morfologi di dalam maupun di luar kulit polong serta perubahan berat biji dan bintik hitam di dalam kulit semakin jelas. Biji masak dicapai pada 85 hari setelah tanam diikuti berat biji yang semakin meningkat dan bintik hitam di dalam kulit polong yang semakin jelas (Trustinah, 1993). Indeks Luas Daun (ILD) menjadi salah satu parameter pertumbuhan yang cukup penting. Brown (1984) menyatakan ILD penting karena memperlihatkan kapasitas fotosintesis dari tanaman. Pertumbuhan tanaman bergantung pada munculnya daun baru. Tanaman yang mengalokasikan fotosintatnya untuk pertumbuhan daun pada awal pertumbuhan biasanya akan tumbuh dengan lebih cepat. Sebanyak 95 % sinar matahari akan diterima oleh tanaman apabila tanaman memiliki ILD melebihi nilai kritisnya yaitu berkisar 3-4. Evans (1993) menambahkan ILD bisa menunjukkan besarnya fotosintesis yang dilakukan oleh

53 42 tajuk, dan dapat menjadi pembatas dari source. Hal ini dsebabkan source terbesar diperoleh dari tajuk sehingga ILD dapat menggambarkan maksimal source yang dapat diperoleh. Nilai ILD setiap minggunya semakin meningkat sampai pada 10 MST kemudian menurun kembali. Tetapi untuk varietas Sima, Panther dan Kelinci nilainya sedikit mengalami peningkatan karena termasuk dapat berumur panjang atau belum mencapai maksimal. Pola yang dapat dilihat adalah pada awal pertumbuhan perkembangan ILD semakin meningkat mengikuti pertumbuhan yang sigmoid, kemudian statis karena perkembangan daun muda diimbangi dengan rontoknya daun tua, lalu penurunan ILD karena daun muda semakin sedikit dan daun-daun tua yang rontok lebih banyak. Laju asimilasi bersih atau Net Assimilation Rate (NAR) juga merupakan parameter pertumbuhan yang dapat digunakan, merupakan tingkat akumulasi bahan kering per satuan luas daun. Nilai tertinggi dapat dicapai bila semua daun dapat tersinari penuh oleh matahari. Pada tanaman yang sedang mengalami pertumbuhan, lama kelamaan daun akan saling menutupi sehingga energi matahari tidak dapat terserap penuh sehingga NAR dan efisiensi fotosintesis akan mengalami penurunan (Brown, 1984). Pada penelitian ini daun kacang tanah muncul sekitar hari ke 5 setelah tanam. Setiap varietas memiliki kecepatan yang berbeda-beda dalam memunculkan daun. Varietas Anoa, Pelanduk, dan Gajah pada fase awal berbunga memiliki jumlah daun yang nyata lebih banyak dibandingkan varietas lainnya. Jumlah daun yang banyak pada varietas Anoa, Pelanduk, dan Gajah membuat varietas ini memiliki indeks luas daun yang besar. Indeks luas daun yang besar pada awal berbunga menandakan tanaman pada varietas ini lebih cepat rimbun. Indeks luas daun yang tinggi menandakan semakin rapat daun yang menaungi dan semakin sedikit radiasi yang sampai ke daun terbawah. Varietas Anoa memiliki indeks luas daun yang tertinggi pada awal berbunga disebabkan varietas ini paling cepat menghasilkan daun dengan jumlah banyak. Begitu juga dengan bobot daunnya, varietas Anoa dan Pelanduk memiliki bobot daun tertinggi pada fase awal berbunga. Jumlah daun pada saat fase pembentukan ginofor yaitu pada 6 dan 8 MST tidak berbeda nyata antar varietas. Varietas Gajah masih memiliki jumlah

54 43 daun terbanyak pada 6 MST begitu juga dengan indeks luas daunnya yang juga terbesar. Jumlah daun terbesar dan indeks luas daun terbesar pada 8 MST dimiliki oleh varietas Pelanduk, Sima, dan Kidang, sedangkan untuk varietas Anoa dan Gajah jumlahnya tidak banyak bertambah. Varietas Panther memiliki jumlah daun yang tidak lebih banyak dibandingkan varietas lainnya pada 6 MST dan 8 MST, namun, berdasarkan hasil pengamatan dapat dilihat bahwa varietas Panther memiliki nilai NAR yang lebih kecil pada 6 sampai dengan 8 MST. Varietas Pelanduk memiliki jumlah daun yang nyata lebih besar dibandingkan varietas lainnya pada saat fase pengisian polong dan memiliki indeks luas daun terbesar, artinya pertumbuhan vegetatif tidak tertekan dan penutupan daun tetap tinggi. Jumlah daun setiap varietas mencapai maksimal pada saat 10 MST kemudian menurun kembali pada 12 MST. Saat fase pemasakan polong 12 MST varietas Sima masih memiliki jumlah daun yang besar sehingga bersama Pelanduk memiliki jumlah daun dan indeks luas daun terbesar dan bobot daun yang terbesar. Pola yang dapat dilihat adalah pada awal pertumbuhan perkembangan indeks luas daun semakin meningkat mengikuti pertumbuhan yang sigmoid, kemudian statis karena perkembangan daun muda diimbangi dengan rontoknya daun tua, lalu penurunan indeks luas daun karena daun muda semakin sedikit dan daun-daun tua yang rontok lebih banyak. Indeks luas daun mencapai maksimal pada 10 MST kecuali untuk varietas Kelinci dan Sima yang saat 12 MST masih mengalami kenaikan. Fase pengisian polong 10 MST dapat dilihat bahwa varietas Pelanduk dan Kelinci memiliki nilai NAR yang nyata lebih besar daripada varietas Gajah dan Panther. Rendahnya NAR varietas Gajah dan Panther pada 10 MST disebabkan pertambahan bobot brangkasan yang dihasilkan rendah dan luas daun yang juga rendah pada fase 8 sampai 10 MST. Jumlah daun yang masih sangat rimbun pada fase pengisian polong dapat menimbulkan kompetisi antara pembentukan daun dan pengisian polong untuk mendapatkan asimilat. Daun berfungsi sebagai penghasil asimilat, namun jumlah daun yang terlalu rimbun dapat menyebabkan daun saling menaungi dan tidak efektif dalam berfotosintesis sehingga menjadi sink yang aktif dan bersaing dengan pembentukan dan pengisian polong. Jumlah daun yang banyak pada fase pengisian polong tidak diinginkan karena partisi fotosintat banyak yang masih

55 44 harus disalurkan ke pembentukan daun selain dipakai untuk pengisian polong. Hal ini dapat menyebabkan pengisian polong yang kurang baik. Bagian bawah batang merupakan tempat menempelnya perakaran tanaman. Batang di atas permukaan tanah berfungsi sebagai tempat pijakan cabang primer, yang masing-masing dapat membentuk cabang sekunder. Tanaman kacang tanah sudah membentuk cabang pada fase awal berbunga dan cenderung memiliki jumlah cabang yang tetap sepanjang pertumbuhannya. Pertumbuhan reproduktif seringkali merupakan bagian utama tanaman yang dipanen hasilnya. Pada tanaman semacam itu permukaaan yang luas untuk fotosintesis dan struktur penguat sangat dibutuhkan sebelum berbuah. Setelah pembungaan sink reproduksi berubah menjadi sangat kuat yang membatasi pembagian hasil asimilasiuntuk pertumbuhan daun, batang, dan akar tambahan (Gardner et al., 1991). Varietas Pelanduk dan Kidang membentuk cabang dengan jumlah yang nyata lebih tinggi dibandingkan varietas yang lain, yaitu rata-rata 7 jumlah cabang, sedangkan varietas lain sekitar 5-6 cabang per tanaman. Jumlah cabang yang lebih banyak memungkinkan pembentukan bunga yang lebih banyak karena bunga muncul pada buku cabang. Jumlah bunga diukur mulai 4 MST sampai 12 MST. Pengamatan jumlah bunga memperlihatkan perlakuan varietas tidak berpengaruh nyata terhadap banyaknya bunga yang dimunculkan tanaman. Varietas Pelanduk yang memiliki jumlah cabang terbanyak ternyata juga memiliki rata-rata total jumlah bunga yang lebih tinggi dibandingkan varietas lainnya. Varietas Sima, Panther, dan Turangga memiliki jumlah bunga yang relatif rendah saat 4 MST kemudian semakin meningkat dan mencapai maksimal pada 6 sampai 7 MST, kemudian kembali menurun. Varietas Anoa, Pelanduk, Kidang dan Gajah memiliki jumlah bunga yang lebih banyak pada 4 MST kemudian mencapai puncak pada 5 sampai 6 MST, kemudian jumlahnya semakin menurun. Artinya varietas Anoa, Pelanduk, Kidang, dan Gajah pada awalnya langsung memunculkan bunga dalam jumlah besar, tidak seperti varietas lainnya yang meningkat secara lambat. Munculnya bunga ini sejalan dengan pertumbuhan jumlah daun dan indeks luas daun. Varietas Anoa, Pelanduk, Kidang dan Gajah

56 45 yang lebih cepat rimbun ternyata memunculkan bunga lebih besar dalam waktu yang lebih awal. Hal ini dikarenakan daun yang jumlahnya lebih banyak akan mampu menghasilkan lebih banyak fotosintat yang digunakan untuk pertumbuhan vegetatif tanaman dan pembentukan bunga. Bunga diharapkan muncul pada saat fase pembentukan ginofor yaitu 6 sampai 8 MST, sehingga polong yang terbentuk akan memiliki waktu yang cukup untuk pengisian. Bunga yang muncul saat fase pengisian polong sampai akhir pertumbuhan tidak diinginkan. Hal ini disebabkan pembentukan bunga membutuhkan asimilat sehingga akan berkompetisi dengan pengisian polong. Bunga yang menjadi ginofor setelah fase pengisian polong akan membentuk polong yang tidak sempurna pertumbuhannya. Bunga yang muncul dan menghasilkan polong pada akhir pertumbuhan tanaman akan menghasilkan banyak polong cipo. Varietas Pelanduk memiliki rata-rata total jumlah bunga yang lebih tinggi dibandingkan varietas lainnya. Jumlah bunga ini mempengaruhi banyaknya ginofor yang dapat terbentuk. Pembungaan mengakibatkan pembentukan sink-sink baru dan persaingan internal untuk asimilat lebih besar. Dengan demikian asimilat kurang tersedia untuk pertumbuhan vegetatif yang baru, dan ini mengakibatkan fisiologi semusim, dimana prioritas diberikan untuk perkembangan buah dan biji dengan mengorbankan luas daun menurun dan sedikit, dengan akibat bahwa hasilnya sedikit (Goldworthy dan Fisher, 1996). Bunga yang muncul pada tanaman kacang tanah tidak semuanya berhasil terbentuk menjadi ginofor. Pitojo (2005) menyatakan bunga yang berhasil menjadi polong biasanya hanya bunga yang terbentuk pada sepuluh hari pertama. Hal ini disebabkan bunga kacang tanah yang cepat layu dan adanya embrio yang gugur, ovule yang terletak di ujung polong sering mengalami kegagalan dalam perkembangannya. Kemampuan setiap varietas berbeda-beda, persentase bunga menjadi ginofor yang tertinggi dicapai oleh varietas Turangga sedangkan yang terendah adalah varietas Anoa. Persentase pencapaian yang tinggi diharapkan akan mendukung produksi yang tinggi. Jumlah ginofor dipengaruhi oleh banyaknya bunga yang berhasil membentuk ginofor. Ginofor nantinya akan masuk ke dalam tanah dan membengkak membentuk polong.

57 46 Polong mulai terbentuk antara 6 sampai 8 MST, mengalami pengisian pada 10 MST dan terus mengalami pemasakan. Pengisian polong dimulai dari pangkal ke ujung dan berlangsung sampai bagian dalam polong terisi penuh. Jumlah polong dipengaruhi banyaknya ginofor yang berhasil mencapai tanah dan membentuk polong. Pengamatan jumlah ginofor memperlihatkan bahwa pada 6 MST ginofor sudah muncul pada setiap varietas dan varietas memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah ginofor. Jumlah ginofor varietas Gajah nyata lebih tinggi dibandingkan varietas lainnya saat 6 MST. Tingginya jumlah ginofor pada waktu yang lebih awal memberikan peluang bagi varietas ini untuk menghasilkan polong penuh yang lebih banyak karena ginofor membutuhkan waktu hari sampai menjadi polong penuh. Jumlah ginofor yang tinggi pada varietas Gajah ini berpengaruh pada bobot ginofor yang nyata lebih tinggi daripada varietas lainnya. Jumlah ginofor varietas Gajah yang tinggi pada 6 MST membuat jumlah polong varietas ini pada 8 MST memiliki rata-rata terbesar tetapi pertambahannya tidak signifikan setiap minggunya, diduga karena jumlah bunga yang sedikit dan memaksimalkan pengisian polong pada ginofor yang telah terbentuk. Persentase bunga menjadi ginofor pada varietas Gajah termasuk rendah yaitu % namun persentase ginofor menjadi polong paling tinggi yaitu sebesar %. Persentase jumlah bunga yang menjadi polong pada varietas Gajah juga cukup tinggi %. Varietas Gajah yang memiliki jumlah daun dan ginofor yang rendah setelah 6 MST ternyata menghasilkan bobot polong yang tidak berbeda nyata dengan lainnnya, walaupun persentase bunga menjadi polongnya cukup tinggi. Jumlah ginofor saat 10 MST berbeda sangat nyata antar varietas, Varietas Pelanduk memiliki jumlah ginofor yang sangat nyata lebih tinggi dibandingkan varietas lainnya. Hal ini dikarenakan varietas Pelanduk masih memunculkan bunga dalam jumlah besar. Tingginya jumlah ginofor pada varietas Pelanduk membuat bobot ginofornya nyata lebih tinggi pada 10 MST. Jumlah ginofor saat 12 MST tidak berbeda nyata antar varietas, namun rata-rata jumlah ginofor tertinggi tetap dimiliki oleh varietas Pelanduk. Varietas Pelanduk nyata lebih besar daripada varietas lainnya dalam hal jumlah polong saat fase pengisian polong 10 MST dan saat pemasakan polong 12 MST. Varietas Pelanduk yang

58 47 memiliki jumlah bunga tertinggi ini memiliki persentase bunga menjadi ginofor, ginofor menjadi polong, dan bunga menjadi polong yang cukup tinggi, yaitu masing-masing sebesar %, %, dan %. Ginofor dalam jumlah banyak saat fase pengisian dan pemasakan polong tidak diinginkan karena sebagai sesama sink yang kuat akan mengurangi partisi fotosintat yang dapat digunakan untuk pengisian polong. Jumlah ginofor yang diinginkan adalah yang mencapai maksimal saat fase pembentukan ginofor yaitu 6 MST sehingga pengisian polong dapat dilakukan dengan baik dalam waktu yang cukup. Hal tersebut dapat dilihat pada varietas Gajah dan Anoa yang jumlahnya tidak terus mengalami peningkatan. Varietas Gajah dan Anoa ini diduga memaksimalkan pertumbuhan polong setelah 6 MST. Varietas Panther dan Sima memiliki jumlah ginofor yang terus meningkat tajam sampai pada 12 MST. Panther dan Sima memiliki jumlah bunga yang cukup tinggi, namun Panther lebih mampu memaksimalkan pembentukan ginofor dan polongnya, sehingga persentase bunga menjadi polong pada varietas Panther cukup tinggi, yaitu sebesar %. Jumlah polong pada varietas Panther mengalami kenaikan yang signifikan setiap minggunya. Bobot ginofor mencapai puncaknya pada 10 MST, kecuali pada varietas Turangga yang bobot ginofornya terus meningkat. Bobot ginofor yang tinggi pada varietas Turangga disebabkan persentase bunga menjadi ginofor yang tinggi yaitu sebesar %, namun ternyata persentase ginofor menjadi polong sangat rendah yaitu sebesar % yang mengakibatkan persentase bunga menjadi polong yang rendah, yaitu sebesar %. Hal ini terjadi karena varietas Turangga terlambat dalam memunculkan ginofor dan kurang baik dalam menyalurkan asimilat untuk pembentukan polong. Akibat terlambatnya pembentukan ginofor maka pada fase pembentukan polong asimilat banyak disalurkan juga untuk pembentukan ginofor yang merupakan sesama sink yang kuat. Varietas Sima, Anoa, dan Kelinci yang berbiji tiga atau lebih ternyata memiliki bobot polong yang rendah, dikarenakan biji yang terbentuk tidak besar. Varietas yang memiliki jumlah polong yang terus meningkat setiap minggunya tidak diharapkan karena akan mengganggu pengisian polong. Karakter yang diharapkan adalah pembentukan polong yang maksimal pada fase

59 48 pembentukan polong yaitu 6 sampai 8 MST sehingga polong memiliki cukup waktu untuk masak. Bobot polong dipengaruhi oleh jumlah polong yang terbentuk dan sifat pengisian polongnya. Saxena et al. ( 1983) menyatakan tingkat perkembangan polong dan pengisian biji tergantung pada suplai karbon dan fotosintat, serta suhu udara. Jumlah polong yang terus meningkat setiap minggunya tidak diharapkan karena akan mengganggu pengisian polong yang telah terbentuk sebelumnya. Pengamatan bobot polong memperlihatkan memperlihatkan bahwa varietas tidak berpengaruh nyata terhadap bobot polong. Bobot polong semakin bertambah setiap minggunya seiring terjadinya pengisian polong. Brown (1984) menyatakan pada awal pertumbuhan bobot kering bertambah sedikit demi sedikit, tetapi setelah tanaman bertambah besar maka pertambahan bobot kering juga semakin meningkat. Pertambahan ini tidak terjadi terus menerus, melainkan sampai tanaman dapat menyelesaikan siklus hidupnya. Semakin tanaman bertambah tua maka semakin banyak struktur tanaman yang tidak aktif, misalnya daun yang gugur atau tertutup daun lain di atasnya sehingga tidak dapat berfotosintesis. Hal ini dapat menyebabkan penurunan jumlah bobot kering. Laju pertumbuhan tanaman atau Crop Growth Rate (CGR) adalah tingkat akumulasi bahan kering per m 2 per hari. Pengamatan nilai CGR memperlihatkan perbedaan varietas tidak berpengaruh nyata terhadap nilai CGR. Varietas Panther memiliki nilai CGR rata-rata yang lebih tinggi nilainya dibandingkan varietas lainnya setiap minggunya. Hal ini diduga karena varietas Panther memiliki laju pertambahan bobot polong yang terbesar setiap minggunya. Varietas Gajah memiliki nilai CGR tertinggi pada fase pembentukan ginofor 6 MST kemudian terus menurun setiap minggunya. Hal ini disebabkan karena varietas Gajah mengalami laju pertambahan bobot daun, cabang yang sedikit, namun memaksimalkan pengisian polong yang ada. Varietas Sima dan Kidang mengalami nilai CGR tertinggi saat 6 MST sampai 8 MST dikarenakan pada fase tersebut memiliki bobot daun dan cabang yang besar. Varietas Panther, Pelanduk, Kelinci, Turangga, dan Anoa mengalami nilai CGR tertinggi saat 8 MST sampai 10 MST.

60 49 Nilai CGR pada 12 MST semakin berkurang karena bobot kering brangkasan (daun dan cabang) yang semakin menurun. Nilainya bahkan bisa di bawah nol yang artinya terjadi penurunan laju bobot kering. Brown (1984) menyatakan CGR maksimum dapat dicapai ketika tanaman cukup besar dan mampu menyerap dan mengeksploitasi faktor-faktor pendukung pada lingkungan dengan baik. Biasanya CGR maksimal terjadi bersamaan dengan pembentukan buah (polong) dan kemudian menurun dalam proses pematangan buah. Tinggi tanaman diukur saat panen (15 MST). Tinggi tanaman memberikan keuntungan bagi tanaman dalam berkompetisi dengan tanaman lain dalam populasinya. Tinggi tanaman tertinggi terdapat pada varietas Sima yang berbeda nyata dengan varietas Anoa, Kidang, dan Gajah. Tanaman yang memiliki tinggi tanaman yang tinggi memungkinkan lebih banyak pembentukan bunga, namun nantinya ginofor yang muncul pada cabang bagian atas tidak semuanya bisa mencapai tanah. Hal ini terlihat pada varietas Sima, Pelanduk, Panther, dan Turangga yang memiliki tinggi tanaman yang tinggi mampu menghasilkan jumlah bunga yang banyak. Tinggi tanaman juga memberikan kesempatan bagi daun muda untuk berfotosintesis dengan efisien. Tanaman yang semakin tinggi akan memberikan kemungkinan yang lebih besar untuk terindar dari serangan penyakit karena kelembabannya yang lebih rendah. Tinggi tanaman tertinggi terdapat pada varietas Sima cm, sedangkan yang terendah terdapat pada varietas Anoa cm. Jumlah stomata pada penelitian ini merupakan pengamatan dari jumlah stomata per mm 2 daun yang terdapat pada bagian atas dan bagian bawah daun per tanaman pada 10 MST. Stomata adalah celah yang terdapat pada epidermis organ tumbuhan yang berwarna hijau yang dibatasi oleh sel khusus yang disebut sel penutup. Pada tumbuhan dikotil dengan pertulangan daun tersusun seperti jala, stomata tersusun tidak beraturan. Stomata dapat berada di dua permukaan atau salah satu permukaan saja. Stomata berfungsi sebagai jalan bagi pertukaran gas pada tubuh tumbuhan dan sebagai pengatur besarnya transpirasi (Nugroho et al., 2010). Stomata membuka karena sel penjaga mengambil air dan menggembung dimana sel penjaga yang menggembung akan mendorong dinding bagian dalam

61 50 stomata hingga merapat. Stomata bekerja dengan caranya sendiri karena sifat khusus yang terletak pada anatomi submikroskopik dinding selnya. Sel penjaga dapat bertambah panjang, terutama dinding luarnya, hingga mengembang ke arah luar. Kemudian, dinding sebelah dalam akan tertarik oleh mikrofibril tersebut yang mengakibatkan stomata membuka. Stomata tumbuhan pada umumnya membuka pada saat matahari terbit dan menutup saat hari gelap sehingga memungkinkan masuknya CO2 yang diperlukan untuk fotosintesis pada siang hari. Umumnya, proses pembukaan memerlukan waktu 1 jam dan penutupan berlangsung secara bertahap sepanjang sore. Stomata menutup lebih cepat jika tumbuhan ditempatkan dalam gelap secara tiba-tiba. Suhu tinggi biasanya menyebabkan stomata menutup. Mungkin hal ini sebagai respon tak langsung tumbuhan terhadap keadaan rawan air, atau mungkin karena laju respirasi naik sehingga CO2 dalam daun juga naik (Salisbury dan Ross, 1995). Stomata pada umumnya terdapat pada bagian-bagian tumbuhan yang berwarna hijau, terutama sekali pada daun-daun tanaman. Pada submerged aquatic plant atau tumbuhan yang hidup dibawah permukaan air terdapat alat-alat yang strukturnya mirip dengan stomata, padahal alat-alat tersebut bukanlah stomata (Kartasaputra, 1998). Pandey dan Sinha (1983) menyebutkan ada lima tipe penyebaran stomata pada tanaman, yaitu: tipe apel atau murbei dimana stomata didapatkan hanya tersebar pada sisi bawah daun saja, seperti pada apel, peach, murbei, kenari dan lain-lain; tipe kentang dimana stomata didapatkan tersebar lebih banyak pada sisi bawah daun dan sedikit pada sisi atas daun seperti pada kentang, kubis, buncis, tomat, pea dan lain-lain, tipe oat, yaitu stomata tersebar sama banyak baik pada sisi atas maupun pada sisi bawah daun, misalnya pada jagung, oat, rumput dan lain-lain, tipe lili hutan, yaitu stomata hanya terdapat pada epidermis atas saja, misalnya lili air dan banyak tumbuhan air, tipe potamogeton yaitu stomata sama sekali tidak ada atau kalau ada vestigial, misalnya pada tumbuhan-tumbuhan bawah air. Berdasarkan pengamatan dapat dilihat bahwa jumlah stomata pada bagian atas dan bawah daun kacang tanah hampir sama. Namun, stomata pada bagian bawah daun akan dapat berfungsi dengan baik karena tidak langsung terpapar sinar matahari sehingga suhunya tidak cepat tinggi.

62 51 Jumlah stomata daun bagian atas yang dimiliki oleh varietas Gajah. Jumlah stomata bagian bawah tertinggi dimiliki oleh varietas Pelanduk. Varietas Gajah memiliki stomata daun bagian atas tertinggi namun jumlah stomata bagian bawahnya terendah, artinya varietas ini lebih memiliki karakteristik pembentukan stomata yang lebih banyak pada daun bagian atas. Varietas Gajah, Anoa, Kelinci, Kidang, Turangga, dan Panther memiliki jumlah stomata daun bagian atas yang lebih tinggi daripada bagian bawahnya, namun jumlahnya tidak jauh berbeda. Perlakuan varietas memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap jumlah stomata bagian atas daun dan bagian bawah daun. Stomata yang terbuka berperan dalam hal difusi CO2 ke dalam daun sehingga tanaman dapat memfiksasi karbon. Stomata yang menutup akan dapat menghalangi difusi CO2 namun juga dapat berperan sebagai penghalang struktural terhadap penetrasi patogen. Stomata dalam jumlah rendah atau kerapatannya rendah diduga memiliki efek yang sama dengan stomata yang menutup, yaitu berperan dalam penurunan hasil. Polong yang diamati pada komponen hasil panen terdiri dari jumlah polong total, jumlah polong penuh, jumlah polong setengah penuh, dan jumlah polong cipo per tanaman. Varietas Sima dan Panther memiliki rata-rata jumlah polong total dan polong isi penuh yang lebih tinggi dibandingkan varietas lainnya, namun persentase polong setengah penuhnya juga tinggi sehingga persentase polong isi penuhnya menjadi rendah. Artinya kedua varietas ini kurang bisa memaksimalkan pengisian polongnya secara merata. Hal ini dapat disebabkan karena saat fase pengisian dan pemasakan polong jumlah ginofor dan polong terus bertambah yang dapat mengganggu pengisian polong yang telah ada. Varietas Kidang memiliki rata-rata jumlah polong total terendah, namun persentase polong isi penuhnya tertinggi di antara varietas lainnya dan memiliki persentase jumlah polong setengah penuh dan cipo yang rendah, artinya varietas ini kurang bisa membentuk polong dalam jumlah banyak namun baik dalam hal pengisian polong. Varietas Kidang memiliki persentase ginofor menjadi polong yang rendah sehingga polong yang diperoleh saat panen tidak banyak. Varietas Anoa memiliki rata-rata jumlah polong total yang termasuk rendah dan jumlah polong ciponya tertinggi di antara varietas lainnya sehingga persentase polong isi penuhnya menjadi rendah. Varietas Anoa memiliki pertumbuhan vegetatif yang

63 52 baik pada fase awal berbunga, namun kemudian menurun seiring fase pembentukan dan pengisian polong, ternyata kurang baik dalam fase pembentukan, maupun pengisian polong. Pada tanaman berbunga tak terbatas, termasuk legume penghasil pangan dan kapas, sebagian bahan kering yang dihasilkan setelah pembungaan lebih digunakan untuk membentuk daun-daun baru daripada untuk pengisian sink-sink reproduktif. Persaingan internal antara vegetatif dan reproduktif menentukan bagian pertambahan berat kering yang digunakan untuk masing-masing sink (Goldworthy dan Fisher, 1996). Persentase polong penuh berkorelasi erat dengan CGR pada 10 sampai 12 MST, artinya laju pertumbuhan bahan kering tanaman yang semakin tinggi pada saat menjelang panen menggambarkan semakin besarnya kemungkinan diperoleh polong penuh. Persentase polong cipo berkaitan erat dengan bobot daun pada 10 MST dan bobot cabang pada 12 MST. Hal ini menandakan bahwa bobot daun dan bobot cabang yang besar pada fase pengisian polong dan pemasakan polong dapat memperbesar diperolehnya polong cipo. Hal ini dapat disebabkan semakin tingginya laju asimilasi bersih pada fase pembentukan polong dapat memperbesar didapatnya polong cipo, karena asimilat masih banyak dialirkan untuk pembentukan bagian vegetatif. Pengamatan terhadap jumlah polong memperlihatkan bahwa secara statistik varietas tidak berpengaruh terhadap jumlah polong total, jumlah polong penuh, jumlah polong setengah penuh, dan jumlah polong cipo per tanaman, dan persentasenya terhadap jumlah polong total. Jumlah polong isi per tanaman adalah salah satu karakter tanaman kacang tanah yang dapat dijadikan kriteria seleksi. Jumlah polong isi per tanaman berkorelasi erat dengan produktivitas (Purnomo et al., 2006). Pengamatan bobot kering polong diperoleh dari sampel ubinan saat panen. Perbedaan varietas tidak berpengaruh nyata terhadap bobot kering polong per m 2. Bobot kering polong tertinggi adalah varietas Pelanduk, Panther, dan Sima. Bobot kering polong yang tinggi pada varietas varietas tinggi dikarenakan varietas ini memiliki jumlah polong total dan jumlah polong isi penuh yang tinggi. Varietas Kidang memiliki rata-rata bobot kering polong yang rendah dikarenakan varietas

64 53 ini memiliki jumlah polong total yang terendah. Varietas Kelinci memiliki bobot basah polong yang tinggi namun bobot keringnya cenderung rendah, hal ini dapat diartikan bahwa varietas ini memiliki kadar air polong yang tinggi. Perbedaan varietas kacang tanah memberikan pengaruh tidak nyata pada bobot kering seratus biji. Rata-rata bobot kering seratus biji tertinggi adalah varietas Kidang dan yang terendah adalah varietas Turangga dan Sima. Bobot kering seratus biji ditentukan sifat genetiknya. Varietas berbiji dua yaitu Kidang, Pelanduk, dan Gajah cenderung memiliki rata-rata berat kering seratus biji yang lebih tinggi daripada varietas lainnya yang berbiji tiga atau lebih. Hal ini disebabkan tanaman berbiji tiga harus membagi asimilat ke lebih banyak biji sehingga bobot kering masing-masing bijinya lebih rendah. Varietas Anoa yang berbiji tiga ternyata memiliki bobot kering seratus biji yang cukup tinggi karena hanya memiliki jumlah polong yang sedikit. Evans (1993) menyatakan indeks panen adalah proporsi organ hasil panen terhadap total berat kering brangkasan. Sumarno dan Slamet (1993) menyebutkan rendahnya intensitas radiasi matahari karena sering mendung saat pertanaman, atau terlalu rapatnya tanaman sehingga kurangnya penyerapan radiasi dapat menyebabkan indeks panen yang rendah, kurang dari 40 %. Indeks panen yang rendah mengakibatkan hasil biji yang diperoleh juga rendah. Berdasarkan pengamatan dapat dilihat bahwa varietas tidak memberikan pengaruh nyata terhadap indeks panen. Indeks panen tertinggi adalah varietas Panther % dan yang terendah adalah varietas Pelanduk %. Indeks panen yang tinggi menandakan bahwa tanaman pada varietas ini memberikan persentase asimilat atau biomassa yang besar untuk pertumbuhan polong dibandingkan bagian tanaman yang lainnya. Indeks panen berkorelasi positif dengan ILD pada awal berbunga dan 6 MST, namun berkorelasi negatif dengan ILD pada 10 MST. Artinya ILD yang tinggi pada awal berbunga dan 6 MST dapat menyuplai fotosintat untuk pembentukan ginofor sehingga dapat diperoleh hasil polong yang lebih baik. Namun, ILD yang tinggi saat 10 MST dapat menurunkan hasil panen karena pada fase tersebut pengisian polong harus berkompetisi dengan pembentukan daun. Indeks panen juga berkorelasi positif dengan CGR pada 12 MST, artinya laju

65 54 pertumbuhan dan laju asimilasi bersih yang tinggi saat fase pemasakan polong dapat menandakan bertambahnya bobot polong yang dihasilkan. Rendemen merupakan perbandingan antara bobot kering biji dengan bobot kering polong. Rendemen yang tinggi menggambarkan persentase bobot biji yang tinggi dari bobot total polong. Rendemen tertinggi diperoleh varietas Panther dan yang terendah adalah varietas Sima dan Pelanduk. Ketiga varietas ini memiliki jumlah polong total dan polong penuh yang tidak jauh berbeda, namun varietas panther lebih baik dalam pengisiannya, dipengaruhi varietas Panther yang memiliki akumulasi bahan kering bobot daun dan ginofor yang lebih rendah namun CGR, dan bobot polong yang lebih tinggi. Hal ini juga menandakan bahwa varietas dengan polong total yang banyak belum tentu memiliki rendemen yang baik. Varietas dengan rendemen yang rendah biasanya memiliki kulit polong yang lebih keras dan berat. Perlakuan varietas tidak berpengaruh nyata terhadap rendemen. Rendemen berkorelasi negatif dengan bobot ginofor pada 10 MST. Hal ini berarti bobot ginofor yang tinggi saat fase pengisian polong dapat membuat rendemen menjadi rendah akibat kompetisi dalam memperoleh asimilat. Produktivitas dalam bentuk biji tertinggi dimiliki oleh varietas Panther 2.07 ton/ha dan yang terendah adalah varietas Anoa 1.15 ton/ha. Perlu diperhatikan bahwa jumlah tanaman dalam setiap ubinan tidak sama karena adanya gangguan lingkungan. Secara statistik varietas tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas. Produktivitas dalam bentuk polong tertinggi dimiliki oleh varietas Sima 3.19 ton/ ha dan Panther 3.06 ton/ha dan yang terendah adalah varietas Kidang 1.86 ton/ha dan Anoa 1.87 ton/ha. Varietas Sima memiliki produktivitas polong yang tinggi namun rendemennya masih dibawah varietas Panther, artinya varietas ini memiliki proporsi bobot kulit polong yang cukup tinggi. Secara statistik varietas tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas dalam bentuk biji maupun polong. Varietas Panther memiliki produktivitas yang tinggi, varietas ini selama pertumbuhannya memiliki jumlah dan bobot daun, cabang, dan ginofor yang tidak menonjol dibandingkan varietas yang lain namun jumlah polongnya terus meningkat setiap minggunya. Hal-hal tersebut mengakibatkan indeks panen yang dimiliki varietas ini juga tinggi artinya hasil polong memegang peran besar dalam partisi asimilatnya, artinya kapasitas source

66 55 rendah sink tinggi. Varietas Anoa memiliki peubah pertumbuhan yang rendah yaitu pertumbuhan bunga, daun, cabang, ginofor yang rendah. Hal ini ternyata tidak dimanfaatkan untuk pengisian polong yang baik sehingga indeks panen dan produktivitas menjadi rendah, artinya kapasitas source rendah sink rendah. Varietas Pelanduk yang menonjol dalam pertumbuhan vegetatifnya ternyata memiliki produktivitas yang tidak menonjol dibandingkan varietas yang lain. Varietas Gajah yang memiliki pertumbuhan vegetatif yang tidak menonjol bahkan cenderung rendah ternyata dapat menghasilkan produktivitas yang cukup baik, artinya kapasitas source rendah sink tinggi. Produktivitas dalam bentuk polong memiliki korelasi negatif dengan ILD pada 10 MST dan memiliki korelasi positif dengan CGR pada 12 MST. Hal ini berarti indeks luas daun yang besar saat fase pengisian polong dapat mengurangi produktivitas karena pengisian polong akan berkompetisi memperebutkan asimilat dengan pemunculan daun baru. Laju pertumbuhan tanaman (CGR) yang tinggi saat fase pemasakan polong 12 MST diharapkan juga mendorong produktivitas karena polong merupakan bahan kering yang dihasilkan.

67 56 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Varietas Pelanduk memiliki karakteristik pertumbuhan yang paling tinggi yaitu pada peubah jumlah daun, bobot daun, jumlah cabang, bobot cabang, jumlah ginofor, bobot ginofor, jumlah polong, bobot polong, bobot brangkasan, jumlah bunga, dan ILD. Varietas Gajah memiliki kemampuan paling cepat membentuk polong dan mengisi polong. Varietas Panther memiliki CGR yang tertinggi. Varietas Panther juga memiliki karakter produksi yang paling baik, yaitu pada peubah indeks panen, indeks biji, rendemen, dan produktivitas. Varietas Anoa memiliki karakteristik pertumbuhan yang rendah dan pengisian polong yang kurang baik sehingga produktivitasnya rendah. Varietas Kidang memiliki bahan kering yang cukup tinggi, varietas Kidang hanya mampu menghasilkan polong dalam jumlah sedikit namun persentase polong isi penuhnya cukup baik. Varietas Sima, Kelinci, dan Turangga memiliki karakteristik pertumbuhan awal yang lambat kemudian terus mengalami pertumbuhan vegetatif bahkan sampai masa panen. Jumlah polong yang dihasilkan cukup banyak namun kurang baik dalam pengisiannya sehingga komponen hasilnya kurang baik. Persentase polong penuh berkorelasi positif dengan CGR pada 12 MST. Persentase polong setengah penuh berkorelasi positif dengan NAR 6 MST. Persentase polong cipo berkorelasi positif dengan bobot daun 10 MST, bobot cabang 12 MST, dan NAR 10 MST, dan berkorelasi negatif dengan bobot ginofor 8 MST. Produktivitas dalam bentuk polong memiliki korelasi negatif dengan ILD pada 10 MST, NAR 8 MST, dan bobot ginofor 10 MST, serta memiliki korelasi positif dengan CGR pada 12 MST, NAR 12 MST, dan ILD 12 MST. Indeks panen berkorelasi positif dengan ILD pada awal berbunga dan 6 MST, CGR 12 MST, namun berkorelasi negatif dengan ILD pada 10 MST. Rendemen berkorelasi negatif dengan bobot ginofor pada 10 MST dan berkorelasi negatif dengan ILD 12 MST. Saran Pemahaman mengenai karakteristik varietas diharapkan dapat membantu pembentukan varietas unggul baru yang memiliki sifat pengisian polong yang

68 57 baik, serta meningkatkan penggunaan varietas unggul pada tingkat petani sehingga dapat meningkatkan produktivitas kacang tanah di Indonesia. Penelitian selanjutnya sebaiknya menggunakan jarak tanam yang lebih lebar agar dapat mengurangi intensitas penyakit.

69 58 DAFTAR PUSTAKA AAK Kacang Tanah. Kanisius. Yogyakarta. 84 hal. Adil, W.H., Hermanto, D. Sadikin, dan E. Hikmat Deskripsi Varietas Unggul Padi dan Palawija Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. 64 hal. Adisarwanto, T Meningkatkan Produksi Kacang Tanah di Lahan Sawah & Lahan Kering. Penebar Swaharia. Depok. 88 hal. Adisarwanto, T. A.A. Rahmianna, dan Suhartina Budidaya kacang tanah, hal Dalam A. Kasno, A. Winarto, dan Senardi (Eds.). Kacang Tanah. Balai Penelitian Tanaman Pangan. Malang. Balitkabi Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Balitkabi. Malang. 36 hal. Bartelsi, M Manfaat Kacang-kacangan dan Pengolahannya. CV Sahabat. Klaten. 81 hal. BPS Survei Pertanian : Luas Panen- Produktivitas- Produksi Tanaman Kacang Tanah Seluruh Provinsi. Badan Pusat Statistik Republik Indonesia. Jakarta. Brown, R. H Physiologcal Basic of Crop Growth and Development. American Society of Agronomy Inc. and the Crop Science Society of America, Inc. Madison, Winconsin. Cruikshank, A.W., N.C. Rachaputi, G.C. Wright, dan S.N. Nigam Evaluation of Trait-based and Empirical Selection for Drought Resistance at ICRISAT Center India. Proceedings of a Collaborative Review Meeting held at Andhra Pradesh, India. Australian Centre for International Agricultural Research. Canberra. Vol 112. Evans, L.T., Crop Evolution, Adaptation, and Yield. Cambridge University Press. Melbourne. 500 p. Gardner, F.P., R.B. Pearce, dan R.L.Mitchell Fisiologi Tanaman Budidaya. UI Press. Jakarta. 424 hal. Goldworthy P.R. dan N.M. Fisher Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik. UGM Press. Yogyakarta. Kartasaputra, A.G Pengantar Anatomi Tumbuh-tumbuhan. Bina Aksara. Jakarta. 149 hal.

70 Kasim, H. dan Djunainah Deskripsi Varietas Unggul Palawija Jagung, Sorgum, Kacang-kacangan, dan Ubi-ubian Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. 155 hal. Kasno, A Pengembangan varietas kacang tanah, hal Dalam A. Kasno, A. Winarto, dan Sunardi (Eds.). Kacang Tanah. Balai Penelitian Tanaman Pangan. Malang. Kasno, A Strategi Pengembangan Kacang Tanah di Indonesia. Balitkabi. Bogor. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian Klingman, G.C Crop Production in the South. John Wiley & Sons. New York. Nugroho, H., Purnomo, dan I. Sumardi, Struktur dan Perkembangan Tumbuhan. Penebar Swadaya. Jakarta. 177 hal. Pandey, S. N. dan B. K. Sinha Fisiologi Tumbuhan 3 th edition. Yogyakarta. 98 hal Pasaribu, M., Groundnut in Indonesia. ICRISAT Center. India. Summary Proceedings of the Regional Legumes Network Coordinator s Meeting Pitojo, S Benih Kacang Tanah. Kanisius. Yogyakarta. 75 hal. Purnomo, J., Trustinah, dan Nugrahaeni Tingkat kehilangan Hasil Kacang Tanah Tipe Spanish dan Valencia Akibat Kekeringan. Balitkabi. Bogor. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbiumbian Purwono dan H. Purnamawati Budidaya 8 Jenis Tanaman Pangan Unggul. Penebar Swadaya. Jakarta. 139 hal. Saxena, Natarajan, dan Reddy Chickpea, Pigeonpea, and Groundnut. IRRI. Manila. Symposium on Potential Productivity of Field Crops Under Different Environments Salisbury, F.B. dan C.W. Ross Fisiologi Tumbuhan. ITB. Bandung. 157 hal. Sitompul, S.M. dan B. Guritno, Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 407 hal. Smartt, J Tropical Pulses. Longman Group Limited. London. 348 p. 59

71 60 Somaatmadja Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.). Yasaguna. Jakarta. 441 hal. Sumarno Status kacang tanah di Indonesia, hal 1-8. Dalam A. Kasno, A. Winarto, dan Sunardi (Eds.). Kacang Tanah. Balai Penelitian Tanaman Pangan. Malang. Sumarno dan P. Slamet Fisiologi dan pertumbuhan kacang tanah, hal Dalam A. Kasno, A. Winarto, dan Sunardi (Eds.). Kacang Tanah. Balai Penelitian Tanaman Pangan. Malang. Suparman dan Abdurahman Teknik Pengujian Galur Kacang Tanah Toleran Naungan di Bawah Tegakan Pohon Kelapa. Bul. Teknik Pertanian. 22: Sunihardi, Yunastri, dan S. Kurniasih Deskripsi Varietas Unggul Padi dan Palawija Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. 66 hal. Suryani, R., Ekanantari, E. Respati Kacang Tanah. Buletin Analisis Perkembangan Harga. Komoditas Pertanian Agustus Swindale, S.D Aflatoxin Contamination of Groundnut. Proceedings of the International Workshop. ICRISAT. India. Tim Bina Karya Tani Pedoman Bertanam Kacang Tanah. Yrama Widya. Bandung. 128 hal. Trustinah Biologi kacang tanah, hal Dalam A. Kasno, A. Winarto, dan Sunardi (Eds.). Kacang Tanah. Balai Penelitian Tanaman Pangan. Malang. Uichanco, L.B Field Crops. University of Phillipines. Phillipine. 921 p. Yudiwanti, Sudarsono, H. Purnamawati, Yusnita, D. Hapsoro, A.F. Hemon, S. Soenarsih Perkembangan Pemuliaan Kacang Tanah di Institut Pertanian Bogor. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. Prosiding Inovasi Teknologi Kacang-kacangan dan Umbi-umbian Mendukung Kemandirian Pangan dan Kecukupan Energi

72 61 LAMPIRAN Lampiran 1. Layout Penelitian U3V3 U3V7 U3V8 U Ulangan 3 U3V1 U3V5 U3V6 U3V4 U3V2 U1V3 U1V7 U1V8 U1V2 Ulangan 1 U1V1 U1V5 U1V6 U1V4 U2V6 Ulangan 2 U2V3 U2V8 U2V5 U2V7 U2V4 U2V2 U2V1 Jalan Keterangan : V1 : Sima V2 : Kelinci V3 : Turangga V4 : Anoa V5 : Kidang Lab. Basah dan Kering V6 : Panther V7 : Gajah V8 : Pelanduk Daerah di luar petakan digunakan untuk penelitian varietas lain

73 62 Lampiran 2. Analisis Kimia Tanah Sebelum Penelitian ph 1:1 Walkley and Kjeldhal Bray I NNH4OAc ph 7.0 Black N-Total P Ca K H20 C-org % % ppm me/100g Lampiran 3. Keadaan Beberapa Unsur Iklim Selama Penelitian Bulan Curah Jumlah Hari Temperatur Lama Hujan (mm) Hujan (Hari) ( o C) Penyinaran (%) Februari Maret April Mei Juni Rata-rata

74 Lampiran 4. Polong dan Tanaman Delapan Varietas Kacang Tanah 63

75 Lampiran 4. Polong dan Tanaman Delapan Varietas Kacang Tanah 64

76 Lampiran 4. Polong dan Tanaman Delapan Varietas Kacang Tanah 65

77 66 Lampiran 5. Keadaan Pertanaman Tanaman 5 MST Tanaman 9 MST Tanaman yang Terserang Sapu Setan (Mycoplasma Like Organism) Hama yang Banyak Menyerang, Belalang (Valanga Sp.) Pengamatan Jumlah Stomata pada 10 MST Polong Cipo

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu 14 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Kebun Percobaan Leuwikopo IPB, Dramaga, Bogor pada ketinggian 250 m dpl dengan tipe tanah Latosol. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Kacang Tanah

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Kacang Tanah 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Kacang Tanah Kacang tanah adalah tanaman palawija, yang tergolong dalam famili Leguminoceae sub famili Papilionoideae, genus Arachis dan spesies Arachis hypogaea.

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil Analisis Tanah di Kebun Percobaan Leuwikopo IPB

Lampiran 1. Hasil Analisis Tanah di Kebun Percobaan Leuwikopo IPB LAMPIRAN 34 35 Lampiran 1. Hasil Analisis Tanah di Kebun Percobaan Leuwikopo IPB Data analisa Kandungan Kriteria (*) ph (H 2 O 1:1) 5.20 Masam C-organik (%) 1.19 Rendah N-Total 0.12 Rendah P (Bray 1) 10.00

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani dan Morfologi Kacang Tanah

TINJAUAN PUSTAKA. Botani dan Morfologi Kacang Tanah TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Kacang Tanah Kacang tanah tergolong dalam famili Leguminoceae sub-famili Papilinoideae dan genus Arachis. Tanaman semusim (Arachis hypogaea) ini membentuk polong dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pemadatan Tanah

TINJAUAN PUSTAKA. Pemadatan Tanah 3 TINJAUAN PUSTAKA Pemadatan Tanah Hillel (1998) menyatakan bahwa tanah yang padat memiliki ruang pori yang rendah sehingga menghambat aerasi, penetrasi akar, dan drainase. Menurut Maryamah (2010) pemadatan

Lebih terperinci

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili Papilionaceae; genus Arachis; dan spesies Arachis hypogaea L. Kacang tanah

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI LIMA VARIETAS KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) Oleh INNE RATNAPURI A

KARAKTERISTIK PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI LIMA VARIETAS KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) Oleh INNE RATNAPURI A KARAKTERISTIK PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI LIMA VARIETAS KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) Oleh INNE RATNAPURI A34103038 PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 KARAKTERISTIK

Lebih terperinci

P0V3 P2V4 P1V5. Blok II A B P1V2 P2V1 P0V5 P1V1 P0V1 P2V3

P0V3 P2V4 P1V5. Blok II A B P1V2 P2V1 P0V5 P1V1 P0V1 P2V3 Lampiran 1. Bagan Lahan Penelitian C Blok I P0V5 P2V2 P0V3 P0V4 P1V4 P1V3 P1V1 P2V4 P2V5 P0V2 P0V1 P2V3 P1V5 P1V2 P2V1 Blok II A B P0V3 P2V4 P1V2 P1V1 P2V5 P2V3 P0V1 P2V1 P1V3 P1V5 P2V2 P0V4 P0V5 P0V2

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman palawija jenis

I. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman palawija jenis I. TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Botani Kacang Tanah Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman palawija jenis Leguminosa yang memiliki kandungan gizi sangat tinggi. Kacang tanah merupakan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kacang tanah merupakan komoditas kacang-kacangan kedua yang ditanam secara luas di Indonesia setelah kedelai. Produktivitas kacang tanah di Indonesia tahun 1986 tercatat

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 35 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Indeks Panen dan Produksi Tanaman Indeks panen menunjukkan distribusi bahan kering dalam tanaman yang menunjukkan perimbangan bobot bahan kering yang bernilai ekonomis dengan

Lebih terperinci

Percobaan 3. Pertumbuhan dan Produksi Dua Varietas Kacang Tanah pada Populasi Tanaman yang Berbeda

Percobaan 3. Pertumbuhan dan Produksi Dua Varietas Kacang Tanah pada Populasi Tanaman yang Berbeda Percobaan 3. Pertumbuhan dan Produksi Dua Varietas Kacang Tanah pada Populasi Tanaman yang Berbeda Latar Belakang Untuk memperoleh hasil tanaman yang tinggi dapat dilakukan manipulasi genetik maupun lingkungan.

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara Lampiran 1. Tabel Rataan Tinggi Tanaman (cm) 2 MST W0J0 87,90 86,60 86,20 260,70 86,90 W0J1 83,10 82,20 81,00 246,30 82,10 W0J2 81,20 81,50 81,90 244,60 81,53 W1J0 78,20 78,20 78,60 235,00 78,33 W1J1 77,20

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 16 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor mulai bulan Desember 2009 sampai Agustus 2010. Areal penelitian memiliki topografi datar dengan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk 12 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai Februari-Agustus 2009 dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, Dramaga, Bogor. Areal penelitian bertopografi datar dengan jenis tanah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) berasal dari benua Amerika Selatan,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) berasal dari benua Amerika Selatan, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Kacang Tanah Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) berasal dari benua Amerika Selatan, diperkirakan dari lereng pegunungan Andes, di negara-negara Bolivia, Peru, dan

Lebih terperinci

V2K1 V3K0 V2K3 V2K2 V3K2 V1K3 V2K1 V2K0 V1K1

V2K1 V3K0 V2K3 V2K2 V3K2 V1K3 V2K1 V2K0 V1K1 Lampiran1. Bagan Penelitian Percobaan c BLOK I a BLOK II BLOK III V2K1 V3K0 V2K3 V2K2 V3K2 V2K2 V1K2 V3K1 b V1K3 V1K2 V3K1 V3K0 V2K0 V1K1 V2K1 V3K3 V2K0 V2K3 V1K3 V1K0 V2K0 V3K2 V2K1 V1K2 V2K2 V3K2 V1K1

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 Maret 2012. Persemaian dilakukan di rumah kaca Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. pada perakaran lateral terdapat bintil-bintil akar yang merupakan kumpulan bakteri

TINJAUAN PUSTAKA. pada perakaran lateral terdapat bintil-bintil akar yang merupakan kumpulan bakteri TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Siahaan dan Sitompul (1978), Klasifikasi dari tanaman kedelai adalah sebagai berikut : Kingdom Divisio Subdivisio Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Plantae : Spermatophyta

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deskripsi Kacang Tanah Varietas Jerapah

Lampiran 1. Deskripsi Kacang Tanah Varietas Jerapah Lampiran 1. Deskripsi Kacang Tanah Varietas Jerapah Dilepas tahun : 1950 Nomor induk : 61 Asal : Seleksi keturunan persilangan Schwarz-21 Spanish 18-38 Hasil rata-rata : 1,8 t/ha Warna batang : Hijau Warna

Lebih terperinci

I. BAHAN DAN METODE. Bahan-bahan penelitian yaitu benih varietas Kancil dan Singa yang merupakan

I. BAHAN DAN METODE. Bahan-bahan penelitian yaitu benih varietas Kancil dan Singa yang merupakan 1 I. BAHAN DAN METODE 1.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian lapang dilakukan di Desa Masgar Kecamatan Tegineneng Kabupaten Pesawaran dari bulan November 2010 Februari 2011. 1.2 Bahan dan Alat 1.2.1

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Alat dan Bahan Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Alat dan Bahan Metode Percobaan 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di Kebun Jagung University Farm IPB Jonggol, Bogor. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Tanah, Departemen Tanah, IPB. Penelitian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB, Cikarawang, Bogor. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan Oktober 2010 sampai dengan Februari 2011.

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai

2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai 3 2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) bukanlah tanaman asli Indonesia. Kedelai diduga berasal dari daratan China Utara atau kawasan subtropis. Kedelai

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Lampung mulai bulan September 2012 sampai Juni 2013.

III. BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Lampung mulai bulan September 2012 sampai Juni 2013. 19 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Rumah Kaca dan Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung mulai bulan September 2012 sampai Juni

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor. Sejarah lahan sebelumnya digunakan untuk budidaya padi konvensional, dilanjutkan dua musim

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. akar-akar cabang banyak terdapat bintil akar berisi bakteri Rhizobium japonicum

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. akar-akar cabang banyak terdapat bintil akar berisi bakteri Rhizobium japonicum TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Susunan akar kedelai pada umumnya sangat baik, pertumbuhan akar tunggang lurus masuk kedalam tanah dan mempunyai banyak akar cabang. Pada akar-akar cabang banyak terdapat

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Manjung, Kecamatan Sawit, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Kecamatan Sawit memiliki ketinggian tempat 150 m dpl. Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

(Shanti, 2009). Tanaman pangan penghasil karbohidrat yang tinggi dibandingkan. Kacang tanah (Arachis hypogaea) merupakan salah satu tanaman pangan

(Shanti, 2009). Tanaman pangan penghasil karbohidrat yang tinggi dibandingkan. Kacang tanah (Arachis hypogaea) merupakan salah satu tanaman pangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor sub pertanian tanaman pangan merupakan salah satu faktor pertanian yang sangat penting di Indonesia terutama untuk memenuhi kebutuhan pangan, peningkatan gizi masyarakat

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENELITIAN

PELAKSANAAN PENELITIAN PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Lahan Disiapkan lahan dengan panjang 21 m dan lebar 12 m yang kemudian dibersihkan dari gulma. Dalam persiapan lahan dilakukan pembuatan plot dengan 4 baris petakan dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Vegetatif Dosis pupuk kandang berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman (Lampiran 5). Pada umur 2-9 MST, pemberian pupuk kandang menghasilkan nilai lebih

Lebih terperinci

LAMPIRAN Lampiran 1. Layout Tata Letak Penelitian. Blok II TS 3 TS 1 TS 3 TS 2 TS 1

LAMPIRAN Lampiran 1. Layout Tata Letak Penelitian. Blok II TS 3 TS 1 TS 3 TS 2 TS 1 LAMPIRAN Lampiran 1. Layout Tata Letak Penelitian Blok I Blok II Blok III TS 1 K TS 2 J TS 3 K TS 2 TS 1 J K J TS 3 TS 3 TS 2 TS 1 Keterangan : J : Jagung monokultur K : Kacang tanah monokultur TS 1 :

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Syarat Tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA. Syarat Tumbuh 3 TINJAUAN PUSTAKA Syarat Tumbuh Tanah Jenis tanah yang sesuai untuk pertumbuhan kacang tanah adalah lempung berpasir, liat berpasir, atau lempung liat berpasir. Keasaman (ph) tanah yang optimal untuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. atas. Umumnya para petani lebih menyukai tipe tegak karena berumur pendek

TINJAUAN PUSTAKA. atas. Umumnya para petani lebih menyukai tipe tegak karena berumur pendek II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kacang Tanah Secara garis besar kacang tanah dibedakan menjadi dua tipe yaitu tipe tegak dan menjalar. Kacang tanah tipe tegak percabangannya lurus atau sedikit miring ke atas.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juli 2012 di Dusun Bandungsari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan, Lampung. Analisis tanah dilakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Kedelai Berdasarkan klasifikasi tanaman kedelai kedudukan tanaman kedelai dalam sistematika tumbuhan (taksonomi) diklasifikasikan sebagai berikut (Cahyono, 2007):

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 0 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 1. Pemberian pupuk kotoran sapi pada kacang tanah dengan dosis 4 ton/ha memberikan respon terhadap pertumbuhan kacang tanah tinggi tanaman umur 4 minggu setelah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai jenis liar Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang

Lebih terperinci

Lampiran 1. Bagan penanaman pada plot. 100 cm. 15 cm. x x x x. 40 cm. 200 cm. Universitas Sumatera Utara

Lampiran 1. Bagan penanaman pada plot. 100 cm. 15 cm. x x x x. 40 cm. 200 cm. Universitas Sumatera Utara 34 Lampiran 1. Bagan penanaman pada plot 40 cm x x 15 cm 100 cm x x x x x 200 cm x x 35 Lampiran 2. Bagan Lahan Penelitian III 100 cm I I 50 cm 200 cm T0R3 T1R2 T1R3 T0R0 T0R2 T1R1 100 cm U T0R1 T1R0 T1R2

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kacang Hijau

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kacang Hijau 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kacang Hijau Kacang hijau termasuk dalam keluarga Leguminosae. Klasifikasi botani tanman kacang hijau sebagai berikut: Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Classis

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm IPB Darmaga Bogor pada ketinggian 240 m dpl. Uji kandungan amilosa dilakukan di

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung di Desa Muara Putih Kecamatan Natar Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian 10 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penanaman caisim dilaksanakan di lahan kebun percobaan IPB Pasir Sarongge, Cipanas dengan ketinggian tempat 1 124 m dpl, jenis tanah Andosol. Penelitian telah dilaksanakan

Lebih terperinci

Sifat-sifat lain : rendeman biji dari polong 60-70%

Sifat-sifat lain : rendeman biji dari polong 60-70% Lampiran 1. Deskripsi Kacang Tanah Varietas Gajah Nama Variates : gajah Tahun : 1950 Tetua : Seleksi keturunan persilangan Schwarz-21 Spanish 18-38 Potensi hasil : 1,8 t.ha -1 Nomor iduk : 61 Mulai berbunga

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ordo: Polypetales, Famili: Leguminosea (Papilionaceae), Genus:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ordo: Polypetales, Famili: Leguminosea (Papilionaceae), Genus: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Kedelai Suprapto (1999) mennyatakan tanaman kedelai dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisi: Spermatophyta, Kelas: Dicotyledone, Ordo:

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang cukup lengkap untuk mempertahankan kesehatan tubuh. Komposisi zat-zat makanan yang terkandung dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. daun-daun kecil. Kacang tanah kaya dengan lemak, protein, zat besi, vitamin E

II. TINJAUAN PUSTAKA. daun-daun kecil. Kacang tanah kaya dengan lemak, protein, zat besi, vitamin E 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kacang Tanah Kacang tanah tumbuh secara perdu setinggi 30 hingga 50 cm dan mengeluarkan daun-daun kecil. Kacang tanah kaya dengan lemak, protein, zat besi, vitamin E

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Deptan (2006) sistematika tumbuh-tumbuhan, kacang tanah

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Deptan (2006) sistematika tumbuh-tumbuhan, kacang tanah TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Deptan (2006) sistematika tumbuh-tumbuhan, kacang tanah dalam taksonomi adalah: Kingdom Divisi Subdivisio Kelas Ordo Famili Genus : Plantae : Spermatophyta : Angiospermae

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Kacang Hijau Kacang hijau (Vigna radiata L.) merupakan salah satu komoditas tanaman kacang-kacangan yang banyak dikonsumsi rakyat Indonesia. Kacang hijau termasuk

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Leuwikopo, Institut Pertanian Bogor, Dramaga, Bogor. Lokasi ini memiliki ketinggian tempat 240 m di atas permukaan laut.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.)

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) Menurut Fachruddin (2000) tanaman kacang panjang termasuk famili leguminoceae. Klasifikasi tanaman kacang panjang

Lebih terperinci

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh 45 4.2 Pembahasan Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan memperhatikan syarat tumbuh tanaman dan melakukan pemupukan dengan baik. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara

Lebih terperinci

Lampiran 1 Deskripsi duabelas varietas kacang tanah

Lampiran 1 Deskripsi duabelas varietas kacang tanah LAMPIRAN 109 110 Lampiran 1 Deskripsi duabelas varietas kacang tanah Nama Varietas : Gajah Tahun : 1950 Tetua : Seleksi keturunan persilangan Schwarz-21 Spanish 18-38 Potensi Hasil : 1,8 ton/ha Mulai berbunga

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 8 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian yang dilakukan terdiri dari (1) pengambilan contoh tanah Podsolik yang dilakukan di daerah Jasinga, (2) analisis tanah awal dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di Indonesia. Daerah utama penanaman kedelai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Trustinah (1993) sistematika (taksonomi) kacang tanah diklasifikasikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Trustinah (1993) sistematika (taksonomi) kacang tanah diklasifikasikan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi dan Morfologi Menurut Trustinah (1993) sistematika (taksonomi) kacang tanah diklasifikasikan sebagai berikut. Kingdom Divisi Sub-divisi Class Ordo Famili Genus Spesies

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan data Badan Meteorologi dan Geofisika Darmaga, Bogor (Tabel Lampiran 1) curah hujan selama bulan Februari hingga Juni 2009 berfluktuasi. Curah hujan terendah

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. lambat dalam menyediakan unsur hara bagi tanaman kacang tanah, penghanyutan

BAB VI PEMBAHASAN. lambat dalam menyediakan unsur hara bagi tanaman kacang tanah, penghanyutan 49 BAB VI PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi antara dosis pupuk kandang sapi dengan varietas kacang tanah tidak berpengaruh nyata terhadap semua variabel pertumbuhan, kompenen hasil

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Kacang Tanah

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Kacang Tanah TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Kacang Tanah Tanaman kacang tanah (Arachis hypogaea, L.) merupakan tanaman yang berasal dari benua Amerika, khususnya dari daerah Brazilia (Amerika Selatan). Awalnya kacang tanah

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Timur Kabupaten Semarang dan di Laboratorium Penelitian Fakultas Pertanian

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Timur Kabupaten Semarang dan di Laboratorium Penelitian Fakultas Pertanian III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan di lahan kering daerah Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang dan di Laboratorium Penelitian Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Pelaksanaan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Pelaksanaan 9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Pelaksanaan Percobaan dilakukan di Desa Banyu Urip, Kecamatan Tanjung Lago, Kabupaten Banyuasin, Propinsi Sumatera Selatan, dari bulan April sampai Agustus 2010. Bahan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan Cikabayan-University Farm IPB, Darmaga Bogor. Areal penelitian bertopografi datar dengan elevasi 250 m dpl dan curah

Lebih terperinci

UJI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.) HIBRIDA PADA TINGKAT POPULASI TANAMAN YANG BERBEDA. Oleh. Fetrie Bestiarini Effendi A

UJI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.) HIBRIDA PADA TINGKAT POPULASI TANAMAN YANG BERBEDA. Oleh. Fetrie Bestiarini Effendi A UJI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.) HIBRIDA PADA TINGKAT POPULASI TANAMAN YANG BERBEDA Oleh Fetrie Bestiarini Effendi A01499044 PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Klasifikasi Tanaman Kacang Tanah Kacang tanah (Arachis Hipogaea L.) adalah tanaman palawija, tergolong dalam family leguminoceae yang membentuk polong (buah) dalam tanah.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Morfologi dan Syarat Tumbuh Tanaman Kedelai. Kedelai merupakan tanaman asli subtropis dengan sistem perakaran terdiri dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Morfologi dan Syarat Tumbuh Tanaman Kedelai. Kedelai merupakan tanaman asli subtropis dengan sistem perakaran terdiri dari 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Syarat Tumbuh Tanaman Kedelai Kedelai merupakan tanaman asli subtropis dengan sistem perakaran terdiri dari sebuah akar tunggang yang terbentuk dari calon akar,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu 7 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penanaman di lapangan dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikabayan Darmaga Bogor. Kebun percobaan memiliki topografi datar dengan curah hujan rata-rata sama dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan tanaman yang berasal

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan tanaman yang berasal 11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Kacang Tanah Tanaman kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan tanaman yang berasal dari benua Amerika, khususnya dari daerah Brizilia (Amerika Selatan). Awalnya kacang

Lebih terperinci

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung.

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung. I. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung. Waktu penelitian dilaksanakan sejak bulan Mei 2010 sampai dengan panen sekitar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kedalaman tanah sekitar cm (Irwan, 2006). dan kesuburan tanah (Adie dan Krisnawati, 2007).

TINJAUAN PUSTAKA. kedalaman tanah sekitar cm (Irwan, 2006). dan kesuburan tanah (Adie dan Krisnawati, 2007). 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Akar kedelai terdiri atas akar tunggang, lateral, dan serabut. Pertumbuhan akar tunggang dapat mencapai panjang sekitar 2 m pada kondisi yang optimal, namun umumnya hanya

Lebih terperinci

METODOLOGI Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Bahan tanaman Bahan kimia Peralatan Metode Penelitian

METODOLOGI Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Bahan tanaman Bahan kimia Peralatan Metode Penelitian METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Rumah Plastik di Kebun Percobaan Ilmu dan Teknologi Benih IPB, Leuwikopo, Dramaga, Bogor. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan Maret sampai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Padi Tanaman padi merupakan tanaman tropis, secara morfologi bentuk vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun berbentuk pita dan berbunga

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas 17 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Lampung Desa Muara Putih Kecamatan Natar Lampung Selatan dengan titik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Mentimun Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : Divisi :

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor mulai bulan Februari 2009 sampai Juni 2009. Bahan

Lebih terperinci

METODE PERCOBAAN. Tempat dan Waktu. Alat dan Bahan

METODE PERCOBAAN. Tempat dan Waktu. Alat dan Bahan 12 METODE PERCOBAAN Tempat dan Waktu Percobaan dilakukan di lahan petani di Dusun Jepang, Krawangsari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung. Lokasi berada pada ketinggian 90 m di

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Rumah Kaca Kebun Percobaan Cikabayan, Institut Pertanian Bogor, pada bulan April 2009 sampai dengan Agustus 2009. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan

Lebih terperinci

Peningkatan Produktivitas Kacang. Keseimbangan Source dan Sink

Peningkatan Produktivitas Kacang. Keseimbangan Source dan Sink Peningkatan Produktivitas Kacang Tanah Melalui Perbaikan Keseimbangan Source dan Sink Iskandar Lubis A.Ghozi Manshuri Sri Astuti Rais Heni Purnamawati Aries Kusumawati KKP3T 2009 Latar Belakang Produktivitas

Lebih terperinci

BAHAN METODE PENELITIAN

BAHAN METODE PENELITIAN BAHAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan penelitian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan, dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl, dilaksanakan pada

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang terdiri dari akar tunggang, akar sekunder yang tumbuh dari akar tunggang, serta akar cabang yang

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN

TATA CARA PENELITIAN III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Tamantirto, Kasihan, Kabupaten Bantul, D.I.Y.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat 10 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilakukan di lahan sawah Desa Situgede, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor dengan jenis tanah latosol. Lokasi sawah berada pada ketinggian tempat 230 meter

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Purwono dan Hartono (2012), kacang hijau termasuk dalam keluarga. tumbuhan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Purwono dan Hartono (2012), kacang hijau termasuk dalam keluarga. tumbuhan dapat diklasifikasikan sebagai berikut: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Komoditi Menurut Purwono dan Hartono (2012), kacang hijau termasuk dalam keluarga Leguminosa. Kedudukan tanaman kacang hijau dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Cabai merah (Capsicum annuum L.) termasuk kedalam famili Solanaceae. Terdapat sekitar 20-30 spesies yang termasuk kedalam genus Capsicum, termasuk diantaranya

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Kedelai Varietas Argomulyo VARIETAS ARGOMULYO

Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Kedelai Varietas Argomulyo VARIETAS ARGOMULYO Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Kedelai Varietas Argomulyo VARIETAS ARGOMULYO Asal : Introduksi dari Thailand oleh PT. Nestle Indonesia tahun 1988 dengan nama asal Nakhon Sawan I Nomor Galur : - Warna hipokotil

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Cabai ditemukan pertama kali oleh Columbus pada saat menjelajahi Dunia Baru. Tanaman cabai hidup pada daerah tropis dan wilayah yang bersuhu hangat. Selang beberapa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tanah termasuk ke dalam devisi Spematophyta, famili Papilionaceae, genus Arachis, species Arachis hypogaea L.

TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tanah termasuk ke dalam devisi Spematophyta, famili Papilionaceae, genus Arachis, species Arachis hypogaea L. TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kacang tanah termasuk ke dalam devisi Spematophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Dicotyledoneae, ordo Rosales, famili Papilionaceae, genus Arachis, species Arachis hypogaea

Lebih terperinci

TANGGAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) TERHADAP DOSIS PUPUK KALIUM DAN FREKUENSI PEMBUMBUNAN SKRIPSI OLEH :

TANGGAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) TERHADAP DOSIS PUPUK KALIUM DAN FREKUENSI PEMBUMBUNAN SKRIPSI OLEH : TANGGAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) TERHADAP DOSIS PUPUK KALIUM DAN FREKUENSI PEMBUMBUNAN SKRIPSI OLEH : NELSON SIMANJUNTAK 080301079 / BDP-AGRONOMI PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Van Steenis (2005), bengkuang (Pachyrhizus erosus (L.))

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Van Steenis (2005), bengkuang (Pachyrhizus erosus (L.)) TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Van Steenis (2005), bengkuang (Pachyrhizus erosus (L.)) termasuk ke dalam Kelas : Magnoliopsida, Ordo : Fabales, Famili : Fabaceae, Genus : Pachyrhizus, Spesies

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di UPTD Pengembangan Teknologi Lahan Kering Desa Singabraja, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Waktu pelaksanaan penelitian mulai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Suhu min. Suhu rata-rata

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Suhu min. Suhu rata-rata BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengamatan Selintas 4.1.1. Keadaan Cuaca Lingkungan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman sebagai faktor eksternal dan faktor internalnya yaitu genetika

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Botani Tanaman Bayam Bayam (Amaranthus sp.) merupakan tanaman semusim dan tergolong sebagai tumbuhan C4 yang mampu mengikat gas CO 2 secara efisien sehingga memiliki daya adaptasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Lingkungan Tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Lingkungan Tumbuh TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Capsicum annuum L. merupakan tanaman annual berbentuk semak dengan tinggi mencapai 0.5-1.5 cm, memiliki akar tunggang yang sangat kuat dan bercabang-cabang.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Sifat Botani

TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Sifat Botani 3 TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Pepaya (Carica papaya) merupakan tanaman buah-buahan tropika. Pepaya merupakan tanaman asli Amerika Tengah, tetapi kini telah menyebar ke seluruh dunia

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan 10 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan Percobaan dilakukan di Kebun Percobaan Babakan Sawah Baru, Darmaga Bogor pada bulan Januari 2009 hingga Mei 2009. Curah hujan rata-rata dari bulan Januari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Caisin Caisin (Brassica chinensis L.) merupakan tanaman asli Asia. Caisin dibudidayakan di Cina Selatan dan Tengah, di negara-negara Asia Tenggara seperti Indonesia,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) 15 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kebun Percobaan Natar, Desa Negara Ratu, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Percobaan 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Percobaan Percobaan dilakukan di dusun Dukuh Asem, Kelurahan Sindang Kasih, Kecamatan Majalengka, Kabupaten Majalengka. Pada percobaan ini, digunakan dua varietas bersari

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2009 hingga bulan Mei 2010 di rumah kaca Kebun Percobaan IPB Cikabayan, Kampus Dramaga, Bogor dan Balai Penelitian Tanaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga setelah padi dan jagung. Kebutuhan kedelai terus meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Percobaan studi populasi tanaman terhadap produktivitas dilakukan pada dua kali musim tanam, karena keterbatasan lahan. Pada musim pertama dilakukan penanaman bayam

Lebih terperinci