ARTIKEL. EKSEKUSI PENGEMBALIAN KERUGIAN NEGARA PADA PUTUSAN PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI (Studi Perkara Pada Kejaksaan Negeri Kota Padang)
|
|
- Suparman Sasmita
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 ARTIKEL EKSEKUSI PENGEMBALIAN KERUGIAN NEGARA PADA PUTUSAN PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI (Studi Perkara Pada Kejaksaan Negeri Kota Padang) Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Syarat Mencapai Gelar Sarjana Hukum Oleh: Zerival Bagian Hukum Pidana FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS BUNG HATTA PADANG 2017 Reg No. : 51/PID-02/XI
2 1
3 EKSEKUSI PENGEMBALIAN KERUGIAN NEGARA PADA PUTUSAN PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI (Studi Perkara: Kejaksaan Negeri Kota Padang) Zerival 1, Uning Pratimaratri 1, Yetisma Saini 1 Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta zerival@ymail.com ABSTRACT The execution of the state loss is regulated in Article 18 paragraph (2) of Law Number 31 Year 1999 concerning the Eradication of Corruption. Based on Article 1 paragraph (1) of Law No. 16 Year 2004 regarding the Attorney General of the Republic of Indonesia, the prosecutor is an official authorized to execute. The execution of the state's repatriation is often unsaved because the defendant prefers the subsidiary punishment. Formulation of the problem: 1. how is the execution of the execution of the state loss in corruption cases? 2. What are the obstacles in executing the execution of the state loss in corruption cases? This research used socio legal approach. The data used include primary data and secondary data. Data collection techniques were conducted with interviews and document studies. Data were analyzed qualitatively. Based on the results of the research show: 1) execution of state loss return on corruption criminal court decision in 2015 until 2016 prosecutor on average only able to succeed execute 27% money replacement from entire corruption criminal case existing. 2) Constraints in the recovery of state losses are difficult to find treasures that are judged to be the result of corruption and some convicts prefer criminal subsidence confinement to pay replacement money. Keywords: Execution, State Loss, Crime, Corruption A. Pendahuluan Kerugian negara termasuk salah satu unsur dalam tindak pidana korupsi, Undang-undang Pemberantasan tindak pidana korupsi selanjutnya disebut UUPTPK telah terdapat kebijakan yang mengatur bahwa kerugian keuangan negara harus dikembaliakan atau diganti oleh pelaku korupsi. Pada Pasal 18 ayat (2) Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menjelaskan jika terpidana tidak membayar uang pengganti sebagaimana dimaksud 2
4 dalam ayat (1) huruf b paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Dalam hal ini dasar hukum jaksa sebagai eksekutor terdapat pada Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia menjelaskan pada pokoknya Jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh Undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksana putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan Undangundang. Keuangan Negara yang dimaksud adalah seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun, yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan, termasuk didalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul karena: 1. Berada dalam penguasaan, pengurusan dan pertanggung jawaban pejabat lembaga negara, baik di tingkat pusat maupun di daerah. 2. Berada dalam penguasaan, pengurusan dan pertanggung jawab Badan Usaha Milik Negara/ Badan Usaha Milik Daerah, yayasan, badan hukum,dan perusahaan yang menyertakan modal negara, atau perusahaan yang menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan negara. 1 Pengembalian kerugian keuangan negara ini tidak menghilangkan dipidananya pelaku tindak pidana korupsi, pelaku tindak pidana korupsi yang mendapatkan vonis yang berupa pengembalian kerugian Negara cenderung menggantikannya dengan pidana tambahan berupa kurungan, sehingga tidak sesuai dengan salah satu tujuan diundangkannya Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 yaitu untuk mengembalikan kerugian keuangan negara. Kemudian disebutkan pula pada Pasal 32 ayat (2) UUPTPK yakni tentang tidak menghapuskannya hak untuk menuntut kerugian terhadap 1 Lilik Mulyadi, OpCit, hlm. 88 3
5 keuangan negara walaupun tersangka telah diputus bebas dalam perkara korupsi.. Tindak pidana korupsi sebagian besar menyangkut kerugian negara, upaya negara untuk mengembalikan kerugian tersebut dengan mencantumkan sanksi pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti sebagaimana tercantum dalam Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undangundang 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, eksekusi uang pengganti ini sulit terlaksanakan. Penulis sangat tertarik untuk mengkaji mengenai eksekusi pengembalian kerugian negara dalam tindak pidana korupsi pada putusan pengadilan negeri padang No. 6/Pid.sus-TPK/2016/PN PDG dan No. 38/Pid.sus-TPK/2015/PN PDG. Dimana kedua kasus tersebut telah menimbulkan kerugian keuangan negara yang wajib untuk dikembalikan kepada KAS negara. Dalam konteks diatas, perbuatan merugikan tersebut secara sederhana dapat disebutkan sebagai perbuatan yang mengakibatkan menjadi rugi atau menjadi berkurang sehingga unsur merugikan keuangan negara diartikan sebagai menjadi ruginya keuangan negara atau berkurangnya keuangan negara. 2 Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dalam bentuk karya ilmiah dengan judul Eksekusi Pengembalian Kerugian Negara Pada Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Studi Kasus: Kejaksaan Negeri Padang). Perumusan Masalah 1. Bagaimanakah pelaksanaan eksekusi terhadap pengembalian kerugian negara dalam perkara tindak pidana korupsi? 2. Apakah kendala-kendala dalam pelaksanaan eksekusi pengembalian kerugian negara dalam perkara tindak pidana korupsi? Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan didalam penelitian ini, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui pelaksanaan eksekusi terhadap pengembalian kerugian negara dalam perkara tindak pidana korupsi. 2 Ibid, hlm. 88 4
6 2. Untuk mengetahui kendalakendala dalam pelaksanaan eksekusi pengembalian kerugian negara dalam perkara tindak pidana korupsi. B. Metode Penelitian Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum sosiologis yaitu sumber data yang dikumpulkan berdasarkan hasil dari penelitian langsung di lapangan. Sumber data dilakukan dua seumber data yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung di lapangan dengan melakukan wawancara dengan informan yaitu 2 (dua) orang jaksa sebagai eksekutor yaitu ibu Silvia Andriaty, SH dan ibu Beatrix Barlina PS, SH.,M.H dalam perkara Nomor 6/Pid.sus-TPK/2016/PN PDG dan Nomor 38/Pid.sus- TPK/2015/PN PDG. Data sekunder terdiri dari Bahan Hukum Primer, yaitu : Putusan Nomor 6/Pid.sus- TPK/2016/PN PDG dan Putusan Nomor 38/Pid.sus-TPK/2015/PN PDG. Berita acara eksekusi pengembalian kerugian keuangan negara pada tindak pidana korupsi. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai hukum primer, seperti hasil hasil penelitian, buku buku dan karya ilmiah yang ada kaitannya dengan permasalahan. Teknik Pengumpulan Data penulis menggunakan wawancara dan studi dokumen. Wawancara adalah metode pengumpulan data untuk memperoleh keterangan dengan melakukan tanya jawab secara lisan dengan informan. Wawancara ini dilakukan dengan wawancara semi terstruktur yaitu penulis mengajukan pertanyaan yang telah disusun terlebih dahulu kemudian dikembangkan sesuai dengan masalah yang diteliti. 3 Studi dokumen adalah teknik pengumpulan data dengan cara mempelajari 3 Burhan Ashshofa, 2004, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, hlm 95 5
7 bahan kepustakaan atau literatur-literatur yang ada, terdiri dari peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen, bukubuku yang berkaitan dengan permasalahan yang akan diteliti dan hasil penelitian yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti. 4 Setelah data terkumpul dilakukan analisis kualitatif yaitu suatu tata cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif analisi, yaitu apa yang ditanyakan oleh responden secara tertulis atau lisan, dan juga perilakunya yang nyata yang diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh. 5 C. Hasil Penelitian dan Pembahasan 1. Pelaksanaan Eksekusi terhadap Pengembalian Kerugian Negara dalam 4 Bambang Sunggono, 2012, Metodologi Penelitian Hukum, cet. 12, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm 42 5 Soerjono Soekanto, 2011, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta, hlm 250 Perkara Tindak Pidana Korupsi. Proses pelaksanaan eksekusi terhadap pengembalian kerugian negara dalam perkara tindak pidana korupsi ini dilakukan oleh jaksa sesuai dengan keputusan hakim dimana jumlah keseluruhan kerugian keuangan negara yang timbul akibat tindak pidana korupsi ini telah dilakukan penghitungan oleh badan pengawas keuangan (BPK) dan diserahkan kepada hakim sebagai pemimpin sidang untuk menetapkan nominal uang yang harus dibayarkan oleh terdakwa sebagai bentuk uang pengganti kerugian negara terhitung dari putusan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap dan paling lambat untuk dibayarkan atau diganti selama 1 (satu) bulan dari putusan itu dibacakan oleh Hakim dan apabila tidak dibayarkan oleh terdakwa maka akan diganti dengan pidana tambahan kurungan sesuai dengan aturan yang berlaku dan lamanya penambahan penahanan terdakwa tergantung dari besar 6
8 kecilnya jumlah kerugian yang didapatkan oleh negara. Pada perkara Nomor 6/Pid.sus-TPK/2016/PN PDG ini telah menimbulkan kerugian terhadap keuangan negara dan hakim telah memutuskan kepada terdakwa untuk mengganti uang kerugian negara sebesar Rp (lima ratus juta rupiah) untuk perkara ini penulis telah melakukan wawancara langsung dengan jaksa yang menjadi eksekutor dalam melaksanakan eksekusi pengembalian kerugian keuangan negara atas harta hasil dari tindak pidana korupsi untuk dikembalikan kepada KAS negara, dimana nama jaksa yang bersangkutan ialah Silvia Andriaty, SH, dalam sesi wawancara penulis, jaksa tersebut menjelaskan pelaksanaan eksekusi pengembalian kerugian negara dari tindak pidana korupsi ini baru dapat dilakukan setelah putusan sudah berkekuatan hukum tetap atau dengan kata lain tidak ada upaya hukum lagi yang ditempuh oleh terdakwa dan terdakwa telah menerima hasil putusan hakim. Pada perkara Nomor 38/Pid.sus-TPK/2015/PN PDG proses pengeksekusian pengembalian kerugian negara yang bertindak sebagai eksekutor adalah jaksa Beatrix Barliana PS, M.H., berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Beatrix Barliana PS, M.H., selaku jaksa yang mengeksekusi perkara ini telah terjadi kerugian keuangan negara yang mana hakim telah menjatuhkan sanksi pembayaran uang pengganti sebanyak Rp ,00 (tiga ratus juta rupiah) terdakwa Syahrial dalam hal ini keluarga terdakwa membayarkan uang pengganti yang dilakukan oleh keluarga terdakwa sebanyak jumlah yang telah ditentukan yang diserahkan kepada jaksa. Pada mekanisme eksekusi pengembalian kerugian negara ini apabila keluarga terdakwa mau membayarkan uang pengganti kerugian negara maka dapat langsung dibayarkan kepada jaksa dengan bukti kwitansi pembayaran dan jaksa 7
9 akan melakukan penyetoran langsung melalui bank kepada KAS negara. 6 Analisa penulis dalam bentuk grafik persentase sebagai berikut: 0% Tahun 2015 yang Tidak Berhasil dieksek usi oleh Jaksa 65% Eksekusi Pengembalian Kerugian Negara Pada Tahun 2015 Berdasarkan analisa penulis dari data yang didapatkan mengenai tindak pidana korupsi dari tahun 2015 yang berhasil dan tidak berhasil dieksekusi oleh jaksa. Pada tahun 2015 berhasil mengeksekusi 8 perkara dari 21 perkara yang masuk dan negara menanggung kerugian sebesar Rp (satu milyar sembilan ratus lima puluh juta rupiah). 6 Hasil wawancara dengan narasumber Ibu Silvia Andriarty selaku Jaksa Penuntut Umum di Kejaksaan Negeri Padang. Tahun 2015 yang Berhasil 0% dieksek usi oleh Jaksa 35% 0% Tahun 2016 yang Tidak Berhasil dieksek usi oleh Jaksa 71% Begitu juga dengan tahun 2016 jaksa berhasil mengeksekusi 6 perkara dari 21 perkara serta sisanya tidak berhasil dieksekusi pengembalian kerugian negara dan negara menanggung kerugian sebesar Rp (dua milyar tiga ratus empat puluh juta rupiah. Pada tahun 2015 dan 2016 secara keseluruhan jumlah perkara yang ada jaksa hanya mampu mengeksekusi 27% perkara, hal ini terjadi karna kesulitan jaksa sebagai eksekutor untuk menemukan harta yang dinilai hasil dari tindak pidana korupsi serta tidak keterbukaan terpidana dalam memberikan keterangan mengenai kemana saja uang tersebut digunakan dan juga disebabkan banyaknya berpindah tangan harta hasil korupsi tersebut. Eksekusi Pengembalian Kerugian Negara Pada Tahun 2016 Tahun 2016 yang Berhasil 0% dieksek usi oleh Jaksa 29% 8
10 Sementara instrumen perdata melalui Pasal 32, 33, 34 Undangundang Nomor 31 Tahun 1999 dan Pasal 38 C Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 yang dilakukan oleh Jaksa Pengacara Negara (JPN) atau instansi yang dirugikan Kendala-Kendala dalam Pelaksanaan Eksekusi Pengembalian Kerugian Negara dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan yaitu Jaksa, menjelaskan bahwa kendalakendala yang sering ditemui dalam pelaksanaan eksekusi pengembalian kerugian negara dalam tindak pidana korupsi ini ialah terdapat kesulitan dalam melacak keberadaan harta yang dinilai hasil dari tindak pidana korupsi serta banyaknya ditemukan berpindah tangannya harta tersebut. Pada dua perkara yang penulis cantumkan terdapat kesamaan dalam membuktikan harta mana yang didapatkan dari tindak pidana korupsi akan tetapi pada perkara Nomor 38/Pid.sus- TPK/2015/PN PDG terdakwa bersedia untuk membayar uang pengganti sebanyak yang dibebankan kepada terdakwa, lain halnya dengan perkara Nomor 6/Pid.sus-TPK/2016/PN PDG terdakwa tidak mampu untuk membayarkan uang pengganti kerugian negara dan pada perkara yang penulis dapatkan dari narasumber yang dicantumkan dalam bentuk tabel terdapat kerugian negara yang sangat besar akibat tidak tercapainya penggantian kerugian keuangan negara yang timbul akibat tindak pidana korupsi. Kendala-kendala yang ditemukan jaksa sebagai eksekutor dalam melakukan eksekusi pengembalian kerugian negara ini antara lain: 1. Keberadaan harta benda hasil dari tindak pidana korupsi. Keberadaan harta benda hasil dari tindak pidana korupsi ini sulit untuk ditemukan oleh jaksa dimana terpidana sudah menyembunyikan harta bendanya dengan berbagai cara bahkan harta tersebut sudah dinikmati oleh terpidana untuk kebutuhannya yang 9
11 mengakibatkan sulit untuk dikembalikan kerugian uang negara oleh jaksa. 2. Terpidana telah mengalihkan harta kekayaannya kepada orang lain atau ahli warisnya. Terpidana melakukan pengalihan harta kekayaannya dengan tujuan supaya tidak terdeteksi keberadaan harta kekayaanya sehingga terpidana terlihat sudah tidak mempunyai harta kekayaan untuk mengganti kerugian negara dan memilih untuk menjalankan pidana kurungan akibat tidak membayarkan uang pengganti tersebut. Mereka hanya menjalani pidana pokok saja yakni pidana badan berupa penjara. Memang ketentuan membayar uang pengganti hanya suatu pidana tambahan, akan tetapi membayar ketentuan uang pengganti hanya suatu pidana tambahan. Membayar ketentuan uang pengganti juga menaiki tingkat kepentingan yang sama dengan memidanakan para koruptor, karena dengan membayar uang pengganti aset negara dapat diselamatkan. Dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001, mekanisme penagihannya apabila terpidana tidak mampu membayar dalam jangka satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, maka diganti dengan pidana subsider kurungan badan (penjara). Uang pengganti yang belum terbayarkan oleh terpidana dianggap telah dibayar apabila terpidana sudah menjalani hukuman subsider kurungan badan tersebut. 7. Keberadaan pidana tambahan berupa kewajiban membayar uang pengganti bagi terpidana korupsi dinilai berjalan kurang efektif. Ini karena terpidana banyak yang memilih hukuman pengganti berupa kurungan badan dibandingkan harus membayar uang pengganti. Uang pengganti hanyalah suatu pidana tambahan, namun adalah sangat tidak bijaksana apabila membiarkan 7 Hasil wawancara dengan narasumber Ibu Silvia Andriaty selaku Jaksa Penuntut Umum di Kejaksaan Negeri Padang. 10
12 terpidana tidak membayar uang pengganti sebagai cara untuk memulihkan kerugian negara. D. Penutup Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah di lakukan dapat di simpulkan bahwa: 1. Eksekusi pengembalian kerugian negara pada putusan pengadilan tindak pidana korupsi pada tahun 2015 sampai 2016 rata-rata jaksa hanya mampu mengeksekusi 27% uang pengganti. Dalam hal ini pembayaran uang pengganti sebagai bentuk pemulihan kerugian keuangan negara yang diserahkan kepada jaksa sebagai eksekutor untuk disetorkan ke KAS negara. 2. Kendala-kendala dalam eksekusi pengembalian kerugian negara pada putusan tindak pidana korupsi ini berupa sulitnya melacak harta hasil korupsi dan sebagian terpidana lebih memilih pidana subsider kurungan dari pada membayarkan uang pengganti. Daftar Pustaka 1. Buku-Buku: Andi Hamzah, 2003, Hukum Acara Pidana Indonesia, Sapta Artha Jaya, Jakarta., 2006, Pemberantasan Korupsi: Melalui Hukum Pidana Nasional dan Internasional, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta. Bambang Waluyo, 2002, Penelitian Hukum dalam Praktek, Cetakan Ketiga, Sinar Grafika, Jakarta. Bambang Sunggono, 2012, Metodologi Penelitian Hukum, cet. 12, Raja Grafindo Persada, Jakarta. Burhan Ashshofa, 2004, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta. Barda Nawawi Arief, 2001, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatab, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. Ermansjah Djaja, 2010, Meredesain Pengadilan Tindak 11
13 Pidana Korupsi, Sinar Grafika, Jakarta. Evi Hartanti, 2008, Tindak Pidana Korupsi, Edisi Kedua, Sinar Grafika, Jakarta. Lilik Mulyadi, 2007, Tindak Pidana Korupsi di Indonesia, Edisi Pertama, PT.Alumni, Bandung., 2007, Putusan Hakim dalam Hukum Acara Pidana, PT Alumni, Bandung. Soerjono Soekanto, 2011, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta. Yusran Lapananda, 2015, Penyelesaian Ganti Kerugian Negara melalui Tuntutan Perbendaharaan dan Tuntutan Ganti Rugi, PT Wahana Semesta Intermedia, Jakarta. 2. Peraturan Perundang- Undangan : Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelengaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 Tentang Tindak Pidana Korupsi. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 Tentang Badan Pemeriksaan Keuangan. 3. Sumber Lain-lain: Jonaediefandi, 2012, Perspektif Yuridis Pengembalian, d/2012/10/perspektif-yuridispengembalian, tanggal 14 Oktober
JURNAL IMPLEMENTASI SANKSI PIDANA PEMBAYARAN UANG PENGGANTI DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI
JURNAL IMPLEMENTASI SANKSI PIDANA PEMBAYARAN UANG PENGGANTI DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI Diajukan oleh : CAROLINE KASEMETAN NPM : 10 05 10442 Program Studi : Ilmu Hukum Program Kekhususan : Peradilan
Lebih terperinciBAB III PENUTUP. Berdasarkan analisa kasus diatas dapat disimpulkan bahwa ada. keterkaitan antara jumlah kerugian negara dengan berat ringannya pidana
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan analisa kasus diatas dapat disimpulkan bahwa ada keterkaitan antara jumlah kerugian negara dengan berat ringannya pidana dalam tindak pidana korupsi. Terbukti
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Petikan Putusan Nomor 1361 K/Pid.Sus/2012 Berdasarkan pemeriksaan perkara pidana khusus dalam tingkat kasasi Mahkamah Agung telah memutuskan
Lebih terperinciPELAKSANAAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI KEJAKSAAN NEGERI SIMPANG EMPAT PASAMAN BARAT
PELAKSANAAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI KEJAKSAAN NEGERI SIMPANG EMPAT PASAMAN BARAT Erlina Eka Wati 1, Syafridatati 1, Yetisma Saini 2 1 Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Bung
Lebih terperinciBAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dapat. disimpulkan sebagai berikut:
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Eksekusi putusan pengadilan tentang pembayaran uang pengganti dalam tindak
Lebih terperinciKENDALA JAKSA DALAM PENERAPAN PIDANA TAMBAHAN UANG PENGGANTI PADA PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI
KENDALA JAKSA DALAM PENERAPAN PIDANA TAMBAHAN UANG PENGGANTI PADA PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI Oleh: Ni Nyoman Santiari I Gusti Agung Ayu DikeWidhiyaastuti Program Kekhususan Hukum Pidana Fakultas Hukum
Lebih terperinciBAB III PENUTUP. (Berita Acara Pelaksanaan Putusan Hakim) yang isinya. dalam amar putusan Hakim.
70 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan 1. Proses eksekusi putusan Hakim oleh Jaksa dalam perkara pidana korupsi: Sebelum melakukan eksekusi, Jaksa akan mengeluarkan Surat P- 48 (Surat Perintah Pelaksanaan Putusan
Lebih terperinciBAB III PENUTUP KESIMPULAN. Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana
43 BAB III PENUTUP KESIMPULAN Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, memberikan ancaman kepada
Lebih terperinciPELAKSANAAN PUTUSAN PIDANA PEMBAYARAN UANG PENGGANTI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DI SURAKARTA
PELAKSANAAN PUTUSAN PIDANA PEMBAYARAN UANG PENGGANTI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DI SURAKARTA Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Pada Fakultas Hukum Universitas
Lebih terperinciperundang-undangan tentang pemberantasan tindak pidana korupsi serta tugas dan wewenang Kejaksaan, maka dapat disimpulkan bahwa:
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh penulis terhadap peraturan perundang-undangan tentang pemberantasan tindak pidana korupsi serta tugas dan wewenang Kejaksaan, maka
Lebih terperinciBAB II PIDANA TAMBAHAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI YANG BERUPA UANG PENGGANTI. A. Pidana Tambahan Dalam Tindak Pidana Korupsi Yang Berupa Uang
BAB II PIDANA TAMBAHAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI YANG BERUPA UANG PENGGANTI A. Pidana Tambahan Dalam Tindak Pidana Korupsi Yang Berupa Uang Pengganti Masalah penetapan sanksi pidana dan tindakan pada
Lebih terperinciBAB III PENUTUP. menyimpulkan hal-hal sebagai berikut : Jaksa Agung Muda, peraturan perihal Jaksa Agung Muda Pengawasan
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian-uraian pada bab-bab sebelumnya, penulis dapat menyimpulkan hal-hal sebagai berikut : 1. Pengawasan di lingkungan Kejaksaan Republik Indonesia dilakukan
Lebih terperinciHAK MENUNTUT KERUGIAN KEUANGAN NEGARA SETELAH PUTUSAN BEBAS DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI 1 Oleh: Jekson Kasehung 2
HAK MENUNTUT KERUGIAN KEUANGAN NEGARA SETELAH PUTUSAN BEBAS DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI 1 Oleh: Jekson Kasehung 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana hak negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dipandang sebagai extra ordinary crime karena merupakan tindak pidana yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 menegaskan bahwa perekonomian nasional disusun berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kehidupan manusia merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang harus dijalani oleh setiap manusia berdasarkan aturan kehidupan yang lazim disebut norma. Norma
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil, makmur, sejahtera, dan tertib berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Untuk mewujudkan
Lebih terperinciFAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS BUNG HATTA PADANG 2015
Pelaksanaan Diversi oleh Jaksa Penuntut Umum di Kejaksaan Negeri Padang Terhadap Anak yang Melakukan Tindak Pidana Penganiayaan ARTIKEL Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI
20 BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI A. Undang-Undang Dasar 1945 Adapun terkait hal keuangan, diatur di dalam Pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945, sebagaimana
Lebih terperinciBAB III PENUTUP. bencana terhadap kehidupan perekonomian nasional. Pemberantasan korupsi
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan 1. Umum Tindak pidana korupsi di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Meningkatnya tindak pidana korupsi yang tidak terkendali akan membawa bencana terhadap kehidupan
Lebih terperinciBAB III PENUTUP. pada bab-bab sebelumnya maka dapat dijabarkan kesimpulan sebagai berikut:
50 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian dan analisi yang dilaksanakan, sebagaimana diuraikan pada bab-bab sebelumnya maka dapat dijabarkan kesimpulan sebagai berikut: 1. Kewenangan yang
Lebih terperinciDAFTAR PUSTAKA. Adami Chazawi, 2008, Hukum Pembuktian Tindak Pidana Korupsi, Bandung, Alumni,
DAFTAR PUSTAKA A. BUKU Adami Chazawi, 2008, Hukum Pembuktian Tindak Pidana Korupsi, Bandung, Alumni, Amiruddin & Zainal Asikim, 2003, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keuangan negara. Di Indonesia, tindak pidana ko. masyarakat dan dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana korupsi merupakan masalah serius yang dapat membahayakan stabilitas keamanan negara, masyarakat, serta merugikan keuangan negara. Di Indonesia,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kepada Bishop Mabadell Creighton menulis sebuah ungkapan yang. menghubungkan antara korupsi dengan kekuasaan, yakni: power tends
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lord Acton (John Emerich Edward Dalberg-Acton) dalam suratnya kepada Bishop Mabadell Creighton menulis sebuah ungkapan yang menghubungkan antara korupsi dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pidana korupsi yang dikategorikan sebagai kejahatan extra ordinary crime.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan yang sangat marak terjadi dalam birokrasi pemerintahan mempunyai dampak negatif dalam kehidupan sosial masyarakat, salah satunya tindak pidana korupsi
Lebih terperinciPELAKSANAAN PENYITAAN BARANG BUKTI KEKAYAAN TERSANGKA DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI (Studi kejaksaan Negri Padang) ARTIKEL
PELAKSANAAN PENYITAAN BARANG BUKTI KEKAYAAN TERSANGKA DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI (Studi kejaksaan Negri Padang) ARTIKEL Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan kejahatan yang merugikan keuangan negara
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana korupsi merupakan kejahatan yang merugikan keuangan negara dan menghambat pembangunan nasional, sehingga harus diberantas dalam rangka mewujudkan masyarakat
Lebih terperinciJURNAL KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI INFORMASI ATAU DOKUMEN ELEKTRONIK DALAM PERADILAN PERKARA PIDANA KORUPSI
JURNAL KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI INFORMASI ATAU DOKUMEN ELEKTRONIK DALAM PERADILAN PERKARA PIDANA KORUPSI Disusun Oleh : MICHAEL JACKSON NAKAMNANU NPM : 120510851 Program Studi : Ilmu Hukum Program
Lebih terperinciBAB III HASIL PENELITIAN KESEIMBANGAN SANKSI PIDANA KURUNGAN SEBAGAI SANKSI PENGGANTI SANKSI PIDANA DENDA
BAB III HASIL PENELITIAN KESEIMBANGAN SANKSI PIDANA KURUNGAN SEBAGAI SANKSI PENGGANTI SANKSI PIDANA DENDA A. URAIAN PUTUSAN 1. Kasus Tindak Pidana Korupsi RMJ Bayu Ghautama Catatan Amar M E N G A D I L
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang sedang mengalami proses pembangunan. Proses pembangunan tersebut dapat menimbulkan dampak sosial positif yaitu
Lebih terperinciNegara yang telah di korupsi. Pengembalian kerugian Negara ini memiliki tujuan
1 KENDALA JAKSA DALAM EKSEKUSI PIDANA TAMBAHAN UANG PENGGANTI PADA PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI (Studi Kasus Korupsi Di Kejaksaan Tinggi Jawa-Timur) AGA WIRANATA wiranataga@gmail.com ABSTRACT The issue
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagai extraordinary crime atau kejahatan luar biasa. penerapannya dilakukan secara kumulatif.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Korupsi merupakan perbuatan yang melanggar hukum. Korupsi sudah berkembang di lingkungan eksekutif, legislatif dan yudikatif. Hal ini jelas sangat merugikan
Lebih terperinciTINJAUAN YURIDIS EMPIRIS MENGENAI UANG PENGGANTI DAN KEHARUSAN MEMBAYAR DALAM KASUS TINDAK PIDANA KORUPSI NASKAH PUBLIKASI
TINJAUAN YURIDIS EMPIRIS MENGENAI UANG PENGGANTI DAN KEHARUSAN MEMBAYAR DALAM KASUS TINDAK PIDANA KORUPSI NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana Hukum pada Fakultas
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dan sejahtera tersebut, perlu secara terus-menerus ditingkatkan usaha-usaha pencegahan dan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya yang adil, makumur, sejahtera dan tertib berdasarkan Pancasila
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kejahatan exra ordinary crime 1, sehingga memerlukan. dengan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belang Masalah Tindak Pidana Korupsi saat ini dipandang sebagai kejahatan exra ordinary crime 1, sehingga memerlukan penanganan yang sangat luar biasa, karena itu penanganannya
Lebih terperinciJURNAL EVEKTIVITAS PIDANA DENDA SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN TINDAK PIDANA KORUPSI
JURNAL EVEKTIVITAS PIDANA DENDA SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN TINDAK PIDANA KORUPSI Diajukan oleh : WANDI GINTING N P M : 080509921 Program Studi : Ilmu Hukum Program Kekhususan :Peradilan Dan Penyelesaian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia berdasarkan hukum (Rechstaat), tidak berdasarkan atas
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahkluk sosial yang artinya manusia tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup sendiri. Setiap orang memiliki kebutuhan yang berbeda, dalam memenuhi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keuangan negara atau perekonomian negara yang akibatnya menghambat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana korupsi merupakan tindak pidana yang sangat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara yang akibatnya menghambat pertumbuhan dan kelangsungan
Lebih terperinciPENERAPAN SISTEM PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM UPAYA PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI
PENERAPAN SISTEM PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM UPAYA PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI Oleh Ayu Komang Sari Merta Dewi I Gusti Ayu Puspawati Bagian Peradilan Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Corruption
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembukaan Undang - Undang Dasar 1945 alinea ke- IV terkandung sejumlah tujuan negara yang dirumuskan oleh para pendiri negara Indonesia, diantaranya membentuk
Lebih terperinciKEKHUSUSAN BEBAN PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG ( MONEY LAUNDERING )
KEKHUSUSAN BEBAN PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG ( MONEY LAUNDERING ) ABSTRACT : Oleh : Cok Istri Widya Wipramita Putu Tuni Cakabawa L. Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas
Lebih terperinciBAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat
BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 1. Sanksi
Lebih terperinciBAB III PENUTUP. korupsi dan kekuasaan kehakiman maka penulis menarik kesimpulan. mengenai upaya pengembalian kerugian negara yang diakibatkan korupsi
72 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan dan ditinjau dari peraturan perundang undangan mengenai pemberantasan tindak pidana korupsi dan kekuasaan kehakiman maka penulis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. negara dari segala ketidaknyamanan warga negaranya. Pembangunan Nasional
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum di suatu negara adalah diperuntukkan untuk melindungi warga negara dari segala ketidaknyamanan warga negaranya. Pembangunan Nasional yang dilaksanakan
Lebih terperinciPERANAN KEJAKSAAN DALAM PENGEMBALIAN UANG NEGARA AKIBAT TINDAK PIDANA KORUPSI SKRIPSI
PERANAN KEJAKSAAN DALAM PENGEMBALIAN UANG NEGARA AKIBAT TINDAK PIDANA KORUPSI SKRIPSI Disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kali di dalam peraturan penguasa militer nomor Prt/PM-06/1957, sehingga korupsi
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah kehidupan hukum pidana Indonesia menyebutkan istilah korupsi pertama kali di dalam peraturan penguasa militer nomor Prt/PM-06/1957, sehingga korupsi menjadi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jaksa pada setiap kejaksaan mempunyai tugas pelaksanaan eksekusi putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan
Lebih terperinciLex Crimen Vol. IV/No. 5/Juli/2015
SUATU KAJIAN TENTANG KERUGIAN KEUANGAN NEGARA SEBAGAI UNSUR TINDAK PIDANA KORUPSI (PASAL 2 DAN 3 UU NO. 31 TAHUN 1999) 1 Oleh : Rixy Fredo Soselisa 2 ABSTRAK Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk
Lebih terperinciBAB III PENUTUP. dapatlah ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Eksekusi putusan pengadilan tindak pidana korupsi yang telah
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan apa yang telah diuraikan dalam bab sebelumnya, maka dapatlah ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Eksekusi putusan pengadilan tindak pidana korupsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat terlihat dengan adanya pembangunan pada sektor ekonomi seperti
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang. 1 Pertumbuhan
Lebih terperinciBAB IV PENUTUP. A. Simpulan
BAB IV PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan hasil peneletian dan pembahasan yang telah diuraikan oleh penulis terhadap Putusan Mahakamah Agung Nomor: 1818 K/Pid.Sus/2014, maka diperoleh simpulan sebagai berikut:
Lebih terperinciPERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DAN/ ATAU SAKSI KORBAN TRANSNATIONAL CRIME DALAM PROSES PENEGAKAN HUKUM PIDANA
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DAN/ ATAU SAKSI KORBAN TRANSNATIONAL CRIME DALAM PROSES PENEGAKAN HUKUM PIDANA Oleh: Ni Made Dwita Setyana Warapsari I Wayan Parsa Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas
Lebih terperinciIMPLEMENTATION OF PROVISION OF LEGAL ASSISTANCE FREE OF CHARGE TO DEFENDANT IN COURT KLAS IA PADANG.
IMPLEMENTATION OF PROVISION OF LEGAL ASSISTANCE FREE OF CHARGE TO DEFENDANT IN COURT KLAS IA PADANG Mila Artika 1, Syafridatati 1, Yetisma Saini 1 1 Jurusan Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Bung
Lebih terperinciKERUGIAN KEUANGAN NEGARA DALAM UNDANG-UNDANG TINDAK PIDANA KORUPSI
KERUGIAN KEUANGAN NEGARA DALAM UNDANG-UNDANG TINDAK PIDANA KORUPSI M. Afif Hasbullah Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Darul Ulum Lamongan Jl. Airlangga 3 Sukodadi Lamongan ABSTRAK Metode pendekatan
Lebih terperinci2014, No c. bahwa dalam praktiknya, apabila pengadilan menjatuhkan pidana tambahan pembayaran uang pengganti, sekaligus ditetapkan juga maksimu
BERITA NEGARA No.2041, 2014 MA. Uang Pengganti. Tipikor. Pidana Tambahan. PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PIDANA TAMBAHAN UANG PENGGANTI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana Korupsi 1. Pengertian Tindak Pidana Korupsi Tindak pidana korupsi meskipun telah diatur
Lebih terperinciUANG PENGGANTI. (Sumber Gambar : tokolarismanis.files.wordpress.com)
UANG PENGGANTI (Sumber Gambar : tokolarismanis.files.wordpress.com) I. Latar Belakang Korupsi merupakan kata yang sudah tidak asing lagi ditelinga kita. Di negara kita Korupsi telah menjadi suatu hal yang
Lebih terperinciABSTRACT FUNCTIONS OF CRIMINAL PROSECUTION AS A CONDITIONAL EXECUTOR ( STATE ATTORNEY SIJUNJUNG )
ABSTRACT FUNCTIONS OF CRIMINAL PROSECUTION AS A CONDITIONAL EXECUTOR ( STATE ATTORNEY SIJUNJUNG ) Ryan Okta Rafios 1, Uning Pratimaratri 1, Deaf Wahyuni 2, Department of Law, Falkutas Law, University of
Lebih terperinciPERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA OLEH KORPORASI
KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA OLEH KORPORASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciInstrumen Perdata untuk Mengembalikan Kerugian Negara dalam Korupsi
Instrumen Perdata untuk Mengembalikan Kerugian Negara dalam Korupsi Oleh Suhadibroto Pendahuluan 1. Salah satu unsur dalam tindak pidana korupsi ialah adanya kerugian keuangan Negara. Terhadap kerugian
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana penggelapan di Indonesia saat ini menjadi salah satu penyebab terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai kehidupan dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. benar-benar telah menjadi budaya pada berbagai level masyarakat sehingga
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena korupsi yang terjadi di Indonesia selalu menjadi persoalan yang hangat untuk dibicarakan. Salah satu hal yang selalu menjadi topik utama sehubungan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. Kemampuan ini tentunya sangat
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu aspek penting dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah Bandar Lampung adalah menyelenggarakan pengelolaan keuangan dengan sebaik-baiknya sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ditetapkannya Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang. Undang Nomor 20 Tahun 2001 selanjutnya disebut dengan UUPTPK.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Korupsi di Indonesia telah menjadi wabah yang berkembang dengan sangat subur dan tentunya berdampak pada kerugian keuangan Negara. Maraknya korupsi telah mendorong
Lebih terperinciBAB VII PENUTUP A. Kesimpulan
BAB VII PENUTUP A. Kesimpulan 1. Kendala yang mempengaruhi sulitnya upaya pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi, termasuk juga pembayaran Uang Pengganti dan Uang Denda dipengaruhi oleh faktor substansi
Lebih terperinciKAJIAN YURIDIS TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK (STUDI PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI NGANJUK NOMOR: 375/PID.SUS-ANAK/2013/P NJK)
KAJIAN YURIDIS TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK (STUDI PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI NGANJUK NOMOR: 375/PID.SUS-ANAK/2013/P NJK) SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pada kerugian keuangan dan perekonomian negara. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UUPTPK) disebutkan:
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana korupsi merupakan salah satu tindak pidana dan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh seseorang atau korporasi dengan tujuan untuk menguntungkan diri
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan peradaban dunia semakin berkembang dengan pesat menuju ke arah modernisasi. Perkembangan yang selalu membawa perubahan dalam setiap sendi kehidupan tampak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan dalam kehidupan manusia merupakan gejala sosial yang akan selalu dihadapi oleh setiap manusia, masyarakat, dan bahkan negara. Kenyataan telah membuktikan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum, Atas dasar pasal tersebut berarti bahwa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Pasal 1 ayat (3) Undang - Undang Dasar Tahun 1945 ditegaskan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum, Atas dasar pasal tersebut berarti bahwa Republik Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan di segala bidang, baik pembangunan fisik maupun pembangunan mental spiritual
Lebih terperinciDIPONEGORO LAW REVIEW Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016 Website :
KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM PERAMPASAN ASET HASIL TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA Deypend Tommy Sibuea*, R.B. Sularto, Budhi Wisaksono Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro
Lebih terperinciPERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI. (Studi Kasus 04/Pid.Sus/2011/PT.Bjm)
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI (Studi Kasus 04/Pid.Sus/2011/PT.Bjm) Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana Oleh : Aldo Filosofi 1310012111142
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun Ciri dari
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Negara Indonesia adalah negara hukum, yang ketentuannya diatur dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Ciri dari negara hukum adalah
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. persoalan nasional yang amat sukar ditanggulangi. 1 Berdasarkan survey yang diliris
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia, masalah korupsi telah lama mewarnai berbagai aspek dalam kehidupan masyarakat. Selama beberapa dasawarsa, fenomena itu telah menjadi suatu persoalan nasional
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyidikan tindak pidana merupakan serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti
Lebih terperinciUntuk kewenangan kejaksaan di bidang pidana yang menyangkut tentang eksekutor adalah merupakan tindakan dari pihak kejaksaan sebagai eksekutor (pelaks
EKSEKUSI Eksekutor sendiri berasal dari kata eksekusi yang berarti pelaksanaan putusan pengadilan yaitu pelaksanaan putusan hakim atau pelaksanaan hukuman pengadilan (khususnya hukuman mati); penyitaan
Lebih terperinciOleh : Nik Mirah Mahardani Pembimbing: I Gede Artha Program Kekhususan Hukum Pidana, Fakultas Hukum Universitas Udayana
ANALISIS YURIDIS MENGENAI PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PADA GRATIFIKASI SEKS DITINJAU DARI UU No. 31 TAHUN 1999 Jo UU No 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI Oleh : Nik Mirah Mahardani
Lebih terperinciPEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI. UU No. 31 TAHUN 1999 jo UU No. 20 TAHUN 2001
PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI UU No. 31 TAHUN 1999 jo UU No. 20 TAHUN 2001 PERUMUSAN TINDAK PIDANA KORUPSI PENGELOMPOKKAN : (1) Perumusan delik dari Pembuat Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.201, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN. Pajak. PNBP. Jenis. Tarif. Kejaksaan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5937) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I Pasal 1 Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1. Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan
Lebih terperinciPERAN KEJAKSAAN NEGERI KUDUS DALAM UPAYA PENGEMBALIAN ASET NEGARA HASIL TINDAK PIDANA KORUPSI
PERAN KEJAKSAAN NEGERI KUDUS DALAM UPAYA PENGEMBALIAN ASET NEGARA HASIL TINDAK PIDANA KORUPSI SKRIPSI Disusun untuk Melengkapi Persyaratan Menyelesaikan pendidikan Program Sarjana Strata Satu (S1) Ilmu
Lebih terperinciPERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN PEMALSUAN SURAT TANDA NOMOR KENDARAAN DAN BUKU PEMILIK KENDARAAN BERMOTOR DI POLRES BATANGHARI JAMBI
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN PEMALSUAN SURAT TANDA NOMOR KENDARAAN DAN BUKU PEMILIK KENDARAAN BERMOTOR DI POLRES BATANGHARI JAMBI Jipri 1, Fitriati 1, Deaf Wahyuni Ramadhani 1 1 Ilmu Hukum, Fakultas
Lebih terperinciPERANAN KEJAKSAAN DALAM PENYELESAIAN PEMBAYARAN UANG PENGGANTI PADA PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI
PERANAN KEJAKSAAN DALAM PENYELESAIAN PEMBAYARAN UANG PENGGANTI PADA PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI KABUPATEN FAK-FAK) JURNAL Diajukan untuk melengkapi tugas dalam memenuhi
Lebih terperinciPENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA KORPORASI PERBANKAN DENGAN PERMA NO. 13 TAHUN 2016
PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA KORPORASI PERBANKAN DENGAN PERMA NO. 13 TAHUN 2016 Syapri Chan, S.H., M.Hum. Fakultas Hukum Universitas Al-Azhar Medan E-mail : syapri.lawyer@gmail.com Abstrak Korporasi
Lebih terperinciPERANAN KEJAKSAAN DALAM UPAYA PENGEMBALIAN KERUGIAN KEUANGAN NEGARA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI (Studi kasus di Kejaksaan Negeri Singaraja)
SKRIPSI PERANAN KEJAKSAAN DALAM UPAYA PENGEMBALIAN KERUGIAN KEUANGAN NEGARA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI (Studi kasus di Kejaksaan Negeri Singaraja) I GEDE KRISNATA NIM.1116051069 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS
Lebih terperinciP U T U S A N NOMOR 74/PDT/2015/PT.BDG. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
P U T U S A N NOMOR 74/PDT/2015/PT.BDG. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Bandung, yang memeriksa dan mengadili perkaraperkara perdata dalam tingkat banding, telah menjatuhkan
Lebih terperinciGUGATAN PELAKU USAHA DI PENGADILAN NEGERI KLAS IA PADANG YANG KEBERATAN TERHADAP PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) ARTIKEL
GUGATAN PELAKU USAHA DI PENGADILAN NEGERI KLAS IA PADANG YANG KEBERATAN TERHADAP PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) ARTIKEL Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Persyaratan Untuk Mencapai
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi Tindak pidana korupsi diartikan sebagai penyelenggaraan atau penyalahgunaan uang negara untuk kepentingan pribadi atau orang lain atau suatu korporasi.
Lebih terperinciBERITA NEGARA. No.711, 2013 MAHKAMAH AGUNG. Penyelesaian. Harta. Kekayaan. Tindak Pidana. Pencucian Uang. Lainnya PERATURAN MAHKAMAH AGUNG
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.711, 2013 MAHKAMAH AGUNG. Penyelesaian. Harta. Kekayaan. Tindak Pidana. Pencucian Uang. Lainnya PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemberantasan atau penindakan terjadinya pelanggaran hukum. pada hakekatnya telah diletakkan dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara hukum dimana penyelenggaraan kekuasaan pemerintahannya didasarkan atas hukum. Negara hukum dalam kekuasaan pemerintahan berdasarkan kedaulatan
Lebih terperinciDIPONEGORO LAW REVIEW Volume 1, Nomor 2, Tahun 2013Online di
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI PENGADAAN TANAH JALUR ALTERNATIF JALAN LINGKAR KOTA SLAWI KABUPATEN TEGAL ( Studi Putusan Nomor: 157/ Pid. B/ 2009/ PN. Slw ) Andhika Dhanaindrata,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana adalah suatu pelanggaran norma-norma yang oleh pembentuk undang-undang ditanggapi dengan suatu hukuman pidana. Maka, sifat-sifat yang ada di dalam
Lebih terperinciGUGATAN GANTI RUGI DALAM UPAYA PENGEMBALIAN KERUGIAN KEUANGAN NEGARA YANG TERKAIT DENGAN TINDAK PIDANA KORUPSI
GUGATAN GANTI RUGI DALAM UPAYA PENGEMBALIAN KERUGIAN KEUANGAN NEGARA YANG TERKAIT DENGAN TINDAK PIDANA KORUPSI (Studi Kasus Putusan Nomor 02/PDT.G/2010/PN.DPK) Oleh : Fahrizal Fadillah ABSTRAK Dalam rangka
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Korupsi merupakan tindakan yang dapat menimbulkan kerugian bagi keuangan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Korupsi merupakan tindakan yang dapat menimbulkan kerugian bagi keuangan Negara, Tindak pidana ini tidak hanya dilakukan oleh pemerintahan pusat melainkan telah
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. sistematika, dan pemikiran tertentu dengan jalan menganalisisnya. Metode
32 III. METODE PENELITIAN Penelitian hukum merupakan hal yang ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu dengan jalan menganalisisnya. Metode penelitian hukum merupakan suatu
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum
I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pidana denda merupakan salah satu jenis pidana yang telah lama diterima dan diterapkan dalam sistem hukum di berbagai negara dan bangsa di dunia. Akan tetapi, pengaturan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berkembangnya teknologi dan masuknya modernisasi membawa dampak yang cukup serius bagi moral masyarakat. Sadar atau tidak, kemajuan zaman telah mendorong terjadinya
Lebih terperinci2017, No kementerian/lembaga tanpa pernyataan dirampas, serta relevansi harga wajar benda sitaan Rp300,00 (tiga ratus rupiah) yang dapat dijual
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.751, 2017 KEJAKSAAN. Benda Sitaan atau Barang Rampasan Negara atau Sita Eksekusi. Pelelangan atau Penjualan Langsung. PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan globalisasi dan kemajuan teknologi yang terjadi dewasa ini telah menimbulkan dampak yang luas terhadap berbagai bidang kehidupan, khususnya di bidang
Lebih terperinci