DI KABUPATEN DAN KOTA MAGELANG DAN PATOGENITAS TERHADAP JENTIK NYAMUK Aedes aegypti

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DI KABUPATEN DAN KOTA MAGELANG DAN PATOGENITAS TERHADAP JENTIK NYAMUK Aedes aegypti"

Transkripsi

1 Vektora Volume 6 Nomor 1, Juni 2014: ISOLASI Bacillus thuringiensis DARI BERBAGAI HABITAT DI KABUPATEN DAN KOTA MAGELANG DAN PATOGENITAS TERHADAP JENTIK NYAMUK Aedes aegypti Esti Rahardianingtyas, Rendro Wianto Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit, Salatiga rahardian.esti@gmail.com ISOLATION OF Bacilllus thuringiensis FROM DIFFERENT HABITS IN THE DISTRICT MAGELANG AND MAGELANG MULTICIPALITY AND PATHOGENICITY AGAINST Aedes aegypti LARVAE Abstrak Demam berdarah dengue (DBD) masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia. Salah satu upaya pengendalian vektor penyakit tersebut adalah pengendalian terhadap jentik Aedes aegypti menggunakan Bacillus thuringiensis yang efektif dan aman bagi lingkungan. Tujuan penelitian adalah untuk mengisolasi dan mengidentifikasi B. thuringiensis yang toksik terhadap jentik nyamuk Ae. aegypti di berbagai lokasi di Kabupaten dan Kota Magelang. Dua puluh enam sampel tanah diambil dari 10 lokasi diisolasi dan diidentifikasi.di laboratorium mikrobiologi, B2P2VRP Salatiga diperoleh 40 isolat B thuringiensis, dimana 29 isolat yang didapat memiliki toksisitas 50% terhadap jentik nyamuk Ae. aegypti sedangkan sebelas isolat yang didapat memiliki toksisitas 50% terhadap jentik nyamuk Ae. aegypti. Isolat dengan toksisitas 90% diisolasi dari sampel tanah yang diambil dari habitat makam. Perlu dilakukan penelitian uji serologi dari isolat yang patogenisitasnya 50%. Kata kunci: Habitat, Isolasi, B. thuringiensis, Ae. aegypti Abstract Dengue hemorrhagic fever (DHF) is still a health problem in Indonesia, transmited by Aedes aegypti. One of vector control method against Aedes aegypti larvae has conducted using Bacillus thuringiensis due to safe for the environment. The objectives of this study was to isolate and identify B. thuringiensis which toxic to Ae. aegypti larvae at various habitat and ecosystem in the District Magelangand magelang multicipality. Twentysix soil samples collected from 10 locations were isolated and identified in the microbiology laboratory, Institute for Vector and Reservoir Control Research and Development, Central Salatiga. Twenty-six soil samples and 40 isolates were identified positive of B thuringiensis, 29 isolates had 50% toxicity and 11 isolates had 50% toxicity. Isolate with 90% toxicity were isolated from resting place ecosystem.serological research needs to be conducted to identify the pathogenicity of isolates with 50% toxicity against Ae. aegypti larvae. Keywords: Habitat, Isolation, B. thuringiensis, Ae.aegypti Submitted: 17 Maret 2014, Review 1: 13 April 2014, Review 2: 1 Mei 2014, Eligible article: 25 Mei 2014 PENDAHULUAN Kasus demam berdarah dengue (DBD) dilaporkan pada tahun 1968, dan sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan bagi masyarakat Indonesia. Pre va lensi penyakit tersebutdilaporkan selalu meningkat setiap tahun bahkan menimbulkan kematian dan sering terjadi kejadian luar biasa. Pada tahun 2004, kasus DBD dilaporkan di 334 Kabupaten/Kota di Indonesia, tahun 2007 terjangkit di 465 dan tahun 2009 meluas lagi menjadi 497 Kabupaten Kota. (Pusat Data Survelence Epidemiologi, 2010) 13

2 Isolasi Bacillus Thuringiensis dari Berbagai... (Esti Rahardianingtyas, et. al) Demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, ditularkan oleh nyamuk vektor, Aedes aegypti dan Aedes albopictus. (Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan, 2008) Upaya penangulangan DBD selama ini dilakukan dengan pengendalian nyamuk vektor, baik stadium dewasa maupun jentiknya. (Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan, 2008) Upaya pengendalian jentik cukup efektif dan aman bagi masyarakat dan lingkungan menggunakan Bacillus thuringiensis. B. thuringiensis merupakan bakteri gram positif dan bersifat fakultatif anaerob (Bahagiawati. 2002). Sejumlah strain B. thuringiensis menunjukkan aktif mengendalikan inverterbrata khususnya larva dari insekta ordo Lepidoptera, Diptera, Coleoptera dan Nematoda (WHO, 1999). Sifat patogen B. thuringiensis berasal dari kristal protein mengandung toksin (di Alam masih bersifat protoksin), karena adanya aktivitas proteolisis dalam sistem pencernaan serangga. Protoksin ini berubah menjadi polipeptida yang lebih pendek dan bersifat toksin. Toksin aktif berinteraksi dengan sel-sel epithelium di midgut serangga. Interaksi ini menyebabkan terbentuknya pori-pori pada sel membran saluran pencernaan dan mengganggu keseimbangan osmotik sel tersebut. Keseimbangan osmotic sel terganggu, sehingga terjadi pembengkakan dan pecah, menyebabkan kematian serangga (Hofte, H and H.R. whitely, 1989). Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit (B2P2VRP) telah berhasil mengisolasi B. thuringiensis H-14 isolat Salatiga dari tanah di wilayah Kota Salatiga, dan diketahui tok si sitasnya tinggi terhadap jentik Ae. aegypti, An. aconitus dan Cx.quenquefasciatus (Blondine, 2003). Keanekaragaman flora dan fauna Indonesia, memungkinkan adanya isolat dari B. thuringiensis yang memiliki toksisitas tinggi. Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi dan mengidentifikasi B. thuringiensis memiliki toksisitas yang tinggi terhadap jentik nyamuk vektor DBD. BAHAN DAN METODE Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi B2P2VRP Salatiga dengan jenis penelitian eksperimental murni. Populasi digunakan dalam penelitian ini adalah jentik Ae. aegypti instar III akhir, hasil pemeliharaan di laboratorium B2P2VRP. Pengambilan sampel pada kelompok perlakuan dan kontrol dilakukan secara com pletely randomized sampling. Hal ini disebabkan percobaan bersifat homogen. Randomisasi dilakukan dengan menempatkan perlakuan secara random terhadap unit percobaan. (Finney,D.J., 1971) Ulangan atau replikasi Banyaknya ulangan untuk uji patogenisitas dihitung menurut rumus (Kemas,A.H.1993) sebagai beri kut: (t 1) (r 1) > 15 (9 1) (r 1) > 15 r > 2.8 ~ 3 Keterangan: t = jumlah perlakuan r = jumlah ulangan Cara Kerja 1. Pengambilan sampel tanah Pengambilan sampel dilakukan sebagai berikut : permukaan tanah yang akan diambil sebagai sampel dibersihkan dari rumput, kerikil dan akar tanaman, kemudian dibuat lubang diameter 5 10 cm dan kedalaman sampai 10 cm dari permukaan dan dilakukan pengukuran ph tanah. Sampel tanah diambil gram, disimpan di kantong plastik dan diberi label berisi keterangan: kode/ No. Urut pengambilan tanah, tanggal pengambilan, kode habitat, lokasi dan ph. Sampel tanah disimpan dalam box pada temperatur kamar. 2. Proses Isolasi B. thuringiensis Proses isolasi dilakukan dengan cara menimbang satu gram sampel tanah, kemudian ditambah 10 ml air suling dan didiamkan selama 5-6 menit. Dari sampel tesebut dibuat seri pengeceran , kemudian ma sing-masing dipanaskan pada suhu 70 0 C selama 15 menit. Tujuan dipanaskan untuk menghambat pertum buhan bakteri non spora seperti Pseudomonas, Proteus dan Coliform. Masing-masing seri pengeceran diinokulasikan pada media agar nutrien ( NA) berisi bahan bacto beef exctract 3 gram, bacto peptone 5 gram dan bacto agar 15 gram per 1 liter aquadest), kemudian diinkubasikan selama 48 jam pada suhu 30 0 C. Koloni tersangka B. thuringiensis dilakukan pengecatan dengan menggunakan metode Chilcott & Wigley (1988) untuk mendeteksi kristal protein. Cara pengecatan ada lah dengan membuat preparat olesan dari koloni patogen, ditetesi dengan Naphtalen black selama 2 menit dan Gurr s improved R66 Giemsa selama 1 menit. Dilakukan pengamatan dibawah mikroskop pada perbesaran 1000 kali, untuk melihat adanya kristal protein. Koloni terdeteksi adanya positif, dibuat biakan murni pada media agar nutrien dan diinkubasi pada suhu 30 0 C selama 48 jam. 3. Uji Hayati (Bioassay Test) Diambil 2 ose penuh kultur murni dari media NA dan dimasukkan ke dalam gelas gojog ukuran 250 ml 14

3 Vektora Volume 6 Nomor 1, Juni 2014: yang diisi dengan 50 ml TPB, sampel tersebut digojog dengan menggunakan penggojog pada suhu kamar selama 48 jam. Sebanyak 15 ml sampel (sudah digojog) dimasukan ke dalam mangkok plastik diisi dengan 150 ml air suling dan 20 ekor jentik Ae. aegypti instar III akhir. Kontrol disiapkan mangkok plastik diisi dengan 150 ml air suling dan 20 ekor jentik Ae. aegypti instar III. Ulangan dilakukan sebanyak 3 kali. Pengamatan kematian jentik dilakukan setelah ke-24 pemaparan Perhitungan persen kematian jentik Ae. aegypti uji dilakukan dengan rumus: Jumlah jentik mati Jumlah jentik uji x 100 % Apabila kematian jentik pada kontrol 5-20%, angka kematian jentik uji dikoreksi dengan rumus Abbott: AK (%) Uji AK (%) Kontrol AKk (%) = x % - AK (%) Kontrol Keterangan: AKk : Angka Kematian koreksi AK : Angka Kematian jentik Analisis dilakukan secara diskriptif berdasar hasil uji patogenitas HASIL Hasil penelitian diperoleh 40 isolat positif B. thuringiensis dari 26 sampel tanah diisolasi, yaitu 7 isolat dari Desa Blondo, Kabupaten Mungkid (tanah makam/bawah pohon beringin (Ficus benjamina), kebun rambutan/lubang pohon (Nephelium lappaceum)/ lubang pohon jengkol (Pothecellobium jiringa), lubang pohon kelengkeng (Dimocarpus longan), 1 isolat dari Desa Bumirejo, (kebun rambutan/lubang pohon rambutan), 5 isolat dari Desa Mendut, (tempat wisata Mendut/lubang pohon beringin, 5 isolat dari Desa Tingal kulon, Wanurejo Borobudur ( kebun ketela pohon (Manihot utilissima)/lubang pohon beringin,lubang pohon sonokeling (Dalbergia latifolia),lubang pohon kelapa (Cocos nucifera) 2 isolat dari Desa Mungkidan, Danurejo (perkantoran.lubang pohon beringin), 2 isolat dari Desa Ngadiarum, Soropadan (perkantoran dan lapangan tembak/bawah pohon trembesi), 5 isolat dari Desa Ngadirejo 3, Salaman (tanah makam/bawah pohon jangkang (Sterculia foetida), celah bawah pohon beringin), 3 isolat dari Desa Kajoran (tanah makam/ bawah pohon trembesi (Albizia saman), kebun salak (Salacca zalacca)/tanah pohon suren (Toona sinensis) mati, 9 isolat dari Desa Tegalsari, Bandongan (Tanah makam/celah bawah pohon beringin dan bulunya, lubang pohon pakis (Diplazium esculentum), di atas pohon mindi (Melia azedarach), 1 isolat dari lokasi alun-alun Kota Magelang (lapangan atau alun-alun/ lubang pohon beringin. Isolasi 11 sampel tanah dari ekosistem makam diper oleh 20 isolat, 9 sampel tanah dari ekosistem per kebunan diperoleh 10 isolat, 3 sampel tanah dari ekosistem candi mendut diperoleh 5 isolat, 2 sampel tanah dari ekosistem perkantoran diperoleh 4 isolat, 1 sampel tanah dari ekosistem lapangan diperoleh 1 isolat. Hasil pengujian patogenisitas menunjukkan 29 isolat dengan patogenisitas 50 % (51,11% -90%) dan 11 isolat 50 % (0% 48,89 %) terhadap jentik Ae. aegypti. Sembilan belas isolat yang memiliki patogenisitas 50% diisolasi dari ekosistem makam, 6 isolat dari ekosistem kebun, 3 isolat dari ekosistem perkantoran dan 2 isolat dari ekosistem taman wisata candi mendut. Empat isolat memiliki patogenisitas 50% diisolasi dari ekosistem perkebunan, 3 isolat dari ekosistem Candi Mendut, 2 isolat dari ekosistem makam dan masing-masing 1 isolat dari ekosistem perkantoran dan lapangan/alun-alun. Isolat hasil isolasi dari ekosis tem makam memiliki toksisitas 90% sedangkan isolat yang diisolasi dari ekosistem lapangan memiliki toksisitas 0%. Patogenisitas dua isolat diperoleh dari pemeriksaan satu sampel tanah di lokasi perkantoran Mungkid memiliki toksisitas 63,33% dan 10 %. Hasil serupa juga ditunjukkan oleh pemeriksaan isolat sampel tanah diambil dari kebun salak, kajoran (66,67 % dan 46,67 %). PEMBAHASAN Sampel tanah dalam penelitian ini diambil dari habitat pohon karena tanah merupakan habitat alami B. thuringiensis. Spora B. thuringiensis mampu bertahan lama di tanah dan akan berkecambah jika terdapat nutrisi (Martin & Travers, 1989). Tanah di bawah pohon, cabang dan lubang pohon sudah tua, tanah becek, tempat perkembangbiakan jentik nyamuk maupun jentik sakit merupakan sampel tanah digunakan untuk isolasi B. thuringiensis (Blondine, 2013). Hasil pemeriksaan terhadap sampel tanah di lokasi berbeda dengan habitat sama menunjukkan perbedaan jumlah isolat diperoleh. Perbedaan tersebut dikarenakan kondisi lingkungan berbeda, seperti: ph tanah, suhu dan kelembaban udara serta cahaya matahari mempengaruhi perkembangan dan keberadaan B. thuringiensis pada habitat tertentu (Khetan, S.K., 2001). Tersedianya 15

4 Isolasi Bacillus Thuringiensis dari Berbagai... (Esti Rahardianingtyas, et. al) Tabel 1. Hasil uji patogenisitas B. thuringiensis dari berbagai habitat tanah di Kabupaten dan Kota Magelang terhadap jentik Ae. aegypti No Ekosistem Habitat 1 Makam Pohon Beringin Jumlah Uji Patogenisitas Sampel Isolat Positif I II - Bawah pohon beringin (53,33-76,67) - Lubang pohon beringin (66,67) Pohon Pakis - Lubang pohon pakis (63,33-90,0) 1 (23,33) Pohon Mindi - Atas pohon mindi (73,33-86,67) Pohon Jangkang - Bawah pohon jangkang (80,0) 1 (46,67) Pohon Mahoni - Bawah pohon mahoni (60,0) 2 Perkebunan Pohon Jengkol - Lubang pohon jengkol (6,67) Pohon Kelengkeng - Lubang pohon kelengkeng (20,0) Pohon Rambutan - Lubang pohon rambutan (75,56) Pohon Suren - Tanah pohon suren mati (66,67) 1 (46,67) Pohon Beringin - Lubang pohon beringin (71,11), 1 (33,33) Pohon Sonokeling - Lubang pohon sonokeling (51,11-82,22) Pohon Kelapa - Lubang pohon kelapa (60,0) 3 Candi Mendut Pohon Beringin - Lubang pohon beringin (57,76-60,0) 3 (35,56-48,89) 4 Perkantoran Pohon Beringin - Lubang pohon beringin (63,33) 1 (10,0) Pohon Trembesi - Bawah pohon trembesi (63,33-76,61) 5 Lapangan / alun-alun Pohon Beringin - Lubang pohon beringin 1 1 1(0,0) (51,11-86,67) 11 (6,67-48,89) I = Jumlah isolat dengan kematian jentik nyamuk selama 24 jam 50% II = Jumlah isolat dengan kematian jentik nyamuk selama 24 jam 50% 16

5 Vektora Volume 6 Nomor 1, Juni 2014: nutrisi juga merupakan salah satu faktor populasi B. thuringiensis ada di alam. (F. Al Momami and M. Obeidat, 2011) Perbedaan patogenisitas isolat dari habitat berbeda atau sama disebabkan perbedaan serotipe B. thu ringiensis. Perbedan kondisi lingkungan masingmasing habitat mempengaruhi variasi genetik B thuringiensis (F. Almomami and M. Obeidat, 2011). WHO (1999) telah dilaporkan bahwa B thuringiensis memiliki 67 serotipe yang diklasifikasikan secara fenotipe berdasarkan sequence dari gen penyandi produksi kristal protein toksin. Kristal protein berbeda berpengaruh terhadap suseptibilitas inang dan toksisitas serotipe B. thuringiensis. Berdasar komposisinya B. thuringiensis mempunyai bentuk kristal protein toksin bervariasi (WHO,1999). Kristal protein toksik terhadap ordo Diptera berbentuk lonjong, kubus, jajaran genjang dan bulat (Gholamreza et all, 2007). Perbedaan jumlah kristal protein toksin dimakan jentik juga merupakan faktor penyebabkan perbedaan patogenisitas. Jentik Ae.aegypti mempunyai kebiasaan makan di dasar habitat perkembangbiakan sehingga perbedaan tingkat pengendapan membuat kristal protein toksin yang ada di zona makan jentik berbeda (Blondine Ch P dan Umi Widiastuti, 1994). KESIMPULAN Dua Puluh Enam sampel tanah diisolasi dan diidentifikasi diperoleh 40 isolat B thuringiensis, dimana 29 isolat yang didapat memiliki toksisitas 50% terhadap jentik nyamuk Aedes aegypti sedangkan sebelas isolat yang didapat memiliki toksisitas 50% terhadap jentik nyamuk Aedes aegypti. SARAN Perlu dilakukan penelitian uji serologi dari isolat yang patogenisitasnya 50%. UCAPAN TERIMA KASIH Dengan selesainya penelitian ini kami mengucapkan terima kasih kepada Dra. Blondine Ch P, M.Kes, Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit di Salatiga, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Magelang atas bantuan dan fasilitas dalam pelaksanaan penelitian. Ucapan terima kasih, disampaikan juga kepada semua pihak yang telah aktif membantu dalam pelaksanaan penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Bahagiawati Penggunaan Bacillus thuringiensis Sebagai Bioinsektisida. Bulletin AgroBio. 5(1):21-28 Blondine Ch. P, Efikasi Bacillus Thuringiensis 2 Isolat Serotipe H-10 Galur Lokal Terhadap Jentik Nyamuk Aedes Aegypti Dan Anopheles Aconitus. Jurnal Vektora. Vol 5, No.1: Blondine Ch. P dan Umi Widiastuti Pencarian dan Isolasi Serta Peengujian Potensinya Sebagai Pengendali Jentik Nyamuk. Buletin Penelitian Kesehatan.22(1): Blondine Ch. P, Widyastuti U, Widiarti, Sukarno, Subiantoro.1998/1999. Uji Serologi Isolat Bacillus thuringiensis dan Patogenisitasnya Terhadap Jentik Nyamuk Vektor Buletin Penelitian Kesehatan. 26 (2 &3): Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan, 2008, Modul Pelatihan Bagi Pelatih Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (Psn-DBD) Dengan Pendekatan Komunikasi Perubahan Perilaku (Communication For Behavioral Impact), Kementerian Kesehatan RI, Jakarta F. Al. Momami and M. Obeidat, Abundance and Serotyping of pathogenic isolates of Bacillus thuringiensis isolated from Ajloun Forests. Journal Of Biodiversity and Ecologycal Science. Vol 1, issue 4:16-21 Finney,D.J., Probit Analysis, 3 rd,ed.,cambridge Univ.Press.London. Gollamreza Salehi Jouzani, Ali Pourjan Abad, Ali Seifinejad, Rasoul Marzban, Khalil Kariman and Bahram Maleki, Distribution And Diversity Of Dipteran-Specific Cry And Cyt Genes In Native Bacillus thuringiensis Strain Obtained From Different Ecosystem Of Iran. J Ind Microbiol Biotechnol (2008) 35: Hofte, H and H.R. whitely, Insecticidal Crystal Protein Of Bacillus thuringiensis. Microbial. 53: Kemas,A.H Rancangan Percobaan Teori dan Aplikasi. Rajawali Press, Jakarta Khetan, S.K., Microbial Pest Control. Marcel Dekker, Inc. USA Phyllis A. W. Martin and Russell S. Travers, Applied And Environmental Microbiology. Vol. 55, No. 10 P

6 Isolasi Bacillus Thuringiensis dari Berbagai... (Esti Rahardianingtyas, et. al) Pusat Data Survelence Epidemiologi, 2010, Buletin Jendela Epidemiologi. Kementrian kesehatan RI, Jakarta. WHO, Microbial Pest Control Agent Bacillus Thuringiensis.WHO, Jeneva. 18

ARTIKEL. LOKAL TERHADAP JENTIK NYAMUK Aedes aegypti dan

ARTIKEL. LOKAL TERHADAP JENTIK NYAMUK Aedes aegypti dan ARTIKEL EFIKASI Bacillus thuringiensis 2 isolat serotipe H-10 GALUR LOKAL TERHADAP JENTIK NYAMUK Aedes aegypti dan Anopheles aconitus Blondine Ch.P Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir

Lebih terperinci

ISOLASI BACILLUS THURINGIENSIS DARI LARVA DAN PENGUJIAN PATOGENISITASNYA TERHADAP LARVA NYAMUK VEKTOR

ISOLASI BACILLUS THURINGIENSIS DARI LARVA DAN PENGUJIAN PATOGENISITASNYA TERHADAP LARVA NYAMUK VEKTOR ISOLASI BACILLUS THURINGIENSIS DARI LARVA DAN PENGUJIAN PATOGENISITASNYA TERHADAP LARVA NYAMUK VEKTOR Blondine Ch. P *, Umi Widyastuti *, dan Widiarti * ABSTRACT A study to evaluate pathogenic organisms

Lebih terperinci

PENGARUH ph AIR KELAPA TERHADAP PATOGENISITAS LARVASIDA Bacillus thuringiensis H-14 GALUR LOKAL PADA LARVA Aedes aegypti dan Aopheles aconitus

PENGARUH ph AIR KELAPA TERHADAP PATOGENISITAS LARVASIDA Bacillus thuringiensis H-14 GALUR LOKAL PADA LARVA Aedes aegypti dan Aopheles aconitus PENGARUH ph AIR KELAPA TERHADAP PATOGENISITAS LARVASIDA Bacillus thuringiensis H-14 GALUR LOKAL PADA LARVA Aedes aegypti dan Aopheles aconitus Blondine Ch.P dan Lulus Susanti Balai Besar Penelitian dan

Lebih terperinci

Lulus Susanti dan Blondine Ch.P Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit Jl. Hasanudin No.

Lulus Susanti dan Blondine Ch.P Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit Jl. Hasanudin No. EFIKASI Bacillus thuringiensis H-14 YANG DIBIAKAN DALAM MEDIA KELAPA PADA PENYIMPANAN SUHU KAMAR DAN REFRIGERATOR (SUHU 4 C) TERHADAP VEKTOR DBD DAN MALARIA Lulus Susanti dan Blondine Ch.P Balai Besar

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN ANALISIS EFEKTIVITAS PEMBIAYAAN SEDIAAN BIOLARAS DALAM RANGKA KEMANDIRIAN BAHAN BAKU BIOLARVASIDA

LAPORAN PENELITIAN ANALISIS EFEKTIVITAS PEMBIAYAAN SEDIAAN BIOLARAS DALAM RANGKA KEMANDIRIAN BAHAN BAKU BIOLARVASIDA LAPORAN PENELITIAN ANALISIS EFEKTIVITAS PEMBIAYAAN SEDIAAN BIOLARAS DALAM RANGKA KEMANDIRIAN BAHAN BAKU BIOLARVASIDA Yusnita Mirna Anggraeni, Selma Siahaan, Esti Rahardianingtyas, Wening Wijayanti, Revi

Lebih terperinci

EFIKASI Bacillus thuringiensis H-14 ISOLAT SALATIGA SEDIAAN BUBUK DAN CAIR TERHADAP JENTIK Culex quinquefasciatus

EFIKASI Bacillus thuringiensis H-14 ISOLAT SALATIGA SEDIAAN BUBUK DAN CAIR TERHADAP JENTIK Culex quinquefasciatus Efikasi Bacillus Thuringiensis H-14... (Yusnita M. Anggraeni, et. al) EFIKASI Bacillus thuringiensis H-14 ISOLAT SALATIGA SEDIAAN BUBUK DAN CAIR TERHADAP JENTIK Culex quinquefasciatus Yusnita M. Anggraeni,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bacillus thuringiensis merupakan salah satu bakteri patogen serangga yang

I. PENDAHULUAN. Bacillus thuringiensis merupakan salah satu bakteri patogen serangga yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bacillus thuringiensis merupakan salah satu bakteri patogen serangga yang telah dikembangkan menjadi salah satu bioinseksitisida yang patogenik terhadap larva nyamuk

Lebih terperinci

ARTIKEL. Blondine Ch.P*

ARTIKEL. Blondine Ch.P* ARTIKEL LAMA PENYIMPANAN GALUR LOKAL Bacillus thuringiensis H?14 DALAM BUAH KELAPA DAN UJIEFIKASINYA TERHADAP BERBAGAIJENTIK NYAMUK VEKTOR DI LABORATORIUM Blondine Ch.P* Abstract An investigation using

Lebih terperinci

ARTIKEL. Blondine Ch.P,* Lulus Susanti*

ARTIKEL. Blondine Ch.P,* Lulus Susanti* ARTIKEL PENGEMBANGBIAKAN Bacillus thuringiensis H-14 GALUR LOKAL PADA BERBAGAI MACAM PH MEDIA AIR KELAPA DAN TOKSISITASNYA TERHADAP JENTIK NYAMUK VEKTOR Aedes.aegypti DAN Anopheles aconitus Blondine Ch.P,*

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dari Bulan April sampai dengan Juni 2013, di

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dari Bulan April sampai dengan Juni 2013, di 17 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dari Bulan April sampai dengan Juni 2013, di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

Lebih terperinci

merupakan salah satu vektor limphatik quinquefasciatus telah diupayakan dengan

merupakan salah satu vektor limphatik quinquefasciatus telah diupayakan dengan EFIKASI LARVASIDA BERBAHAN AKTIF BENZOYL PHENIL UREA SEBAGAI INSECT GROWTH REGULATOR TERHADAP LARVA Culex quinquefasciatus DI LABORATORIUM Siti Alfiah, Riyani Setiyaningsih Balai Besar Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

Pengaruh Pengasapan (Thermal Fogging) Insektisida Piretroid (Malation 95%) Terhadap Nyamuk Aedes aegypti dan Culex quinquefasciatus di Pemukiman

Pengaruh Pengasapan (Thermal Fogging) Insektisida Piretroid (Malation 95%) Terhadap Nyamuk Aedes aegypti dan Culex quinquefasciatus di Pemukiman Pengaruh Pengasapan (Thermal Fogging) Insektisida Piretroid (Malation 95%) Terhadap Nyamuk Aedes aegypti dan Culex quinquefasciatus di Pemukiman Hasan Boesri 1, Damar Tri Boewono 1 Abstracts. The evaluation

Lebih terperinci

Hasan Boesri dan Damar Tri Boewono Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit Salatiga

Hasan Boesri dan Damar Tri Boewono Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit Salatiga PENGENDALIAN NYAMUK Aedes aegypti dan Culex quinquefasciatus DENGAN PENYEMPROTAN SISTEM PENGASAPAN (THERMAL FOGGING) MENGGUNAKAN INSEKTISIDA LADEN 500EC Hasan Boesri dan Damar Tri Boewono Balai Besar Penelitian

Lebih terperinci

1 Blondine Ch. P. dan Umi Widyastuti *

1 Blondine Ch. P. dan Umi Widyastuti * P E N C W DAN ISOLASI PATOGEN SERTA PENGUJIAN POTENSINYA SEBAGAI PENGENDALI JENTIK NYAMUK 1 Blondine Ch. P. dan Umi Widyastuti * ABSTRACT IDENTIFIU TIONAND ISOLATION OF PATHOGENS AND THEIR POTENCY IN THE

Lebih terperinci

PENGENDALIAN JENTIK NYAMUK VEKTOR DEMAM BERDARAH, MALARIA DAN FILARIASIS MENGGUNAKAN STRAIN LOKAL BACILLUS THURINGZENSZS H-14

PENGENDALIAN JENTIK NYAMUK VEKTOR DEMAM BERDARAH, MALARIA DAN FILARIASIS MENGGUNAKAN STRAIN LOKAL BACILLUS THURINGZENSZS H-14 PENGENDALIAN JENTIK NYAMUK VEKTOR DEMAM BERDARAH, MALARIA DAN FILARIASIS MENGGUNAKAN STRAIN LOKAL BACILLUS THURINGZENSZS H-14 ABSTRACT Blondine c~.p*, Rendro ~ianto' dan Sukarno* THE MOSQUITO LARVAE CONTROL

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhage Fever (DHF) banyak

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhage Fever (DHF) banyak BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhage Fever (DHF) banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. dengan teknik rekayasa genetik (Khetan, 2001). Bacillus thuringiensis

I. TINJAUAN PUSTAKA. dengan teknik rekayasa genetik (Khetan, 2001). Bacillus thuringiensis I. TINJAUAN PUSTAKA A. Bacillus thuringiensis (Bt) Bacillus thuringiensis (Bt) adalah bakteri Gram positif yang berbentuk batang, aerobik dan membentuk spora. Banyak strain dari bakteri ini yang menghasilkan

Lebih terperinci

JS V 31 (1), Juli 2013 SAIN VETERINER ISSN :

JS V 31 (1), Juli 2013 SAIN VETERINER ISSN : JS V 31 (1), Juli 2013 JURNAL SAIN VETERINER ISSN : 0126-0421 Uji Daya Bunuh Ekstrak Kristal Endotoksin Bacillus thuringiensis israelensis (H-14) terhadap Jentik Aedesaegypti, Anopheles aconitus dan Culexquinquefasciatus

Lebih terperinci

Abstract. Keywords : toxicity, Bacillus thuringiensis israelensis, cassava juice, Aedes aegypti. Pendahuluan

Abstract. Keywords : toxicity, Bacillus thuringiensis israelensis, cassava juice, Aedes aegypti. Pendahuluan STUDI LABORATORIUM UJI TOKSISITAS ISOLAT Bacillus thuringiensisisraelensis DALAM MEDIA AIR PERASAN SINGKONG TERHADAP LARVA NYAMUK Aedes aegypti Wulan Kusuma Jati Email : wulankusumajati@gmail.com Abstract

Lebih terperinci

ARTIKEL. R.A. Yuniarti,* Blondine Ch.P.

ARTIKEL. R.A. Yuniarti,* Blondine Ch.P. ARTIKEL PENGEMBANGBIAKAN Bacillus thuringiensis H-14 GALUR LOKAL MENGGUNAKAN MEDIA AIR CUCIAN BERAS DAN PATOGENISITASNYA TERHADAP JENTIK Culex quinquefasciatus R.A. Yuniarti,* Blondine Ch.P. Abstrak Bacillus

Lebih terperinci

Effectiveness of Storage Time Formulation of Bacillus Thuringiensis Against Aedes aegypti Larvae (Linnaeus, 1757)

Effectiveness of Storage Time Formulation of Bacillus Thuringiensis Against Aedes aegypti Larvae (Linnaeus, 1757) Effectiveness of Storage Time Formulation of Bacillus Thuringiensis Against Aedes aegypti Larvae (Linnaeus, 1757) Melanie 1*, Mia Miranti Rustama 2, Inriyani Sintia Sihotang 2 dan Hikmat Kasmara 2 1 Mahasiswa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian the post test only control group design. Yogyakarta pada tanggal 21 Desember Januari 2016.

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian the post test only control group design. Yogyakarta pada tanggal 21 Desember Januari 2016. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik dengan rancangan penelitian the post test only control group design. B. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian

Lebih terperinci

UJI EFIKASI LARVISIDA BERBAHAN AKTIF PYRIPROXYFEN SEBAGAI INSECT GROWTH REGULATOR (IGR) TERHADAP LARVA Anopheles aconitus DI LABORATORIUM

UJI EFIKASI LARVISIDA BERBAHAN AKTIF PYRIPROXYFEN SEBAGAI INSECT GROWTH REGULATOR (IGR) TERHADAP LARVA Anopheles aconitus DI LABORATORIUM UJI EFIKASI LARVISIDA BERBAHAN AKTIF PYRIPROXYFEN SEBAGAI INSECT GROWTH REGULATOR (IGR) TERHADAP LARVA Anopheles aconitus DI LABORATORIUM Siti Alfiah, Astri Maharani I.P & Damar Tri Boewono Balai Besar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis / Rancangan Penelitian dan Metode Pendekatan 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimen kuasi yang hasilnya akan dianalisis secara

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I LATAR BELAKANG BAB I LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang Penyakit demam berdarah dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) merupakan penyakit akibat infeksi virus dengue yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Identifikasi dan Karakterisasi Bacillus thuringensis. Penelitian Agus (2011) Bacillus thuringiensis adalah bakteri

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Identifikasi dan Karakterisasi Bacillus thuringensis. Penelitian Agus (2011) Bacillus thuringiensis adalah bakteri 22 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identifikasi dan Karakterisasi Bacillus thuringensis 1. Sifat Koloni dan Sel Bacillus thuringensis Berdasarkan Penelitian Agus (2011) Bacillus thuringiensis adalah bakteri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Nyamuk merupakan salah satu golongan serangga yang. dapat menimbulkan masalah pada manusia karena berperan

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Nyamuk merupakan salah satu golongan serangga yang. dapat menimbulkan masalah pada manusia karena berperan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Nyamuk merupakan salah satu golongan serangga yang dapat menimbulkan masalah pada manusia karena berperan sebagai vektor penyakit seperti demam berdarah dengue (DBD),

Lebih terperinci

Karakterisasi Bakteri Bacillus thuringiensis asal Hutan Lindung Kampus Uncen Jayapura, serta Deteksi Toksisitasnya terhadap Larva Nyamuk Anopheles

Karakterisasi Bakteri Bacillus thuringiensis asal Hutan Lindung Kampus Uncen Jayapura, serta Deteksi Toksisitasnya terhadap Larva Nyamuk Anopheles JURNAL BIOLOGI PAPUA ISSN: 2086-3314 Volume 4, Nomor 1 April 2012 Halaman: 19 24 Karakterisasi Bakteri Bacillus thuringiensis asal Hutan Lindung Kampus Uncen Jayapura, serta Deteksi Toksisitasnya terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi demam akut yang disebabkan oleh empat serotipe virus dengue dari genus Flavivirus ditularkan melalui gigitan nyamuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitan the post test only control group design. 1) Larva Aedes aegypti L. sehat yang telah mencapai instar III

BAB III METODE PENELITIAN. penelitan the post test only control group design. 1) Larva Aedes aegypti L. sehat yang telah mencapai instar III 20 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik dengan rancangan penelitan the post test only control group design. B. Lokasi Penelitian Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia melalui perantara vektor penyakit. Vektor penyakit merupakan artropoda

BAB I PENDAHULUAN. manusia melalui perantara vektor penyakit. Vektor penyakit merupakan artropoda BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Vector borne disease merupakan penyakit-penyakit yang ditularkan pada manusia melalui perantara vektor penyakit. Vektor penyakit merupakan artropoda yang dapat menularkan

Lebih terperinci

UJI EFIKASI REPELEN X TERHADAP NYAMUK Aedes aegypti, Culex quinquefasciatus DAN Anopheles aconitus DI LABORATORIUM

UJI EFIKASI REPELEN X TERHADAP NYAMUK Aedes aegypti, Culex quinquefasciatus DAN Anopheles aconitus DI LABORATORIUM UJI EFIKASI REPELEN X TERHADAP NYAMUK Aedes aegypti, Culex quinquefasciatus DAN Anopheles aconitus DI LABORATORIUM Hadi Suwasono dan Blondine Ch. Pattipelohy Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor

Lebih terperinci

FAKTOR - FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI KELURAHAN ABIANBASE KECAMATAN MENGWI KABUPATEN BADUNG TAHUN 2012

FAKTOR - FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI KELURAHAN ABIANBASE KECAMATAN MENGWI KABUPATEN BADUNG TAHUN 2012 FAKTOR - FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI KELURAHAN ABIANBASE KECAMATAN MENGWI KABUPATEN BADUNG TAHUN 2012 I Gusti Putu Anom Surya 1, I Ketut Aryana 2, I Wayan Jana 3 Abstract:

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN DOSIS EKSTRAK KULIT BUAH PARE (Momordica charantia) TEHADAP KEMATIAN LARVA NYAMUK Aedes aegypti

PENGARUH PEMBERIAN DOSIS EKSTRAK KULIT BUAH PARE (Momordica charantia) TEHADAP KEMATIAN LARVA NYAMUK Aedes aegypti PENGARUH PEMBERIAN DOSIS EKSTRAK KULIT BUAH PARE (Momordica charantia) TEHADAP KEMATIAN LARVA NYAMUK Aedes aegypti Safria R. Habibie 1), Herlina Jusuf 2), Lia Amalia 3) 1 Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan dan

Lebih terperinci

Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 2 Bagian Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 2 Bagian Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Perbandingan Efektivitas Bacillus thuringiensis israelensis (Bti) terhadap Larva Aedes aegypti Laboratorium dan Daerah Endemik Demam Berdarah di Yogyakarta The Comparison of Bacillus thuringiensis israelensis

Lebih terperinci

Deny Silvina Pandy, Sang Gede Purnama, I Gede Sudiana PS. Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Udayana, Denpasar

Deny Silvina Pandy, Sang Gede Purnama, I Gede Sudiana PS. Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Udayana, Denpasar PKMT-2-14-1 PEMANFAATAN LIMBAH CAIR INDUSTRI PENGOLAHAN TAHU UNTUK MEMPRODUKSI SPORA BACILLUS THURINGIENSIS SEROVAR ISRAELENSIS DAN APLIKASINYA SEBAGAI BIOKONTROL LARVA NYAMUK ABSTRAK Deny Silvina Pandy,

Lebih terperinci

Naskah masuk :04 April 2016 Revisi I : 01 September 2016 Revisi II : 12 Oktober 2016 Naskah Diterima :16 Maret 2017

Naskah masuk :04 April 2016 Revisi I : 01 September 2016 Revisi II : 12 Oktober 2016 Naskah Diterima :16 Maret 2017 Efikasi Bacillus thuringiensis israelensis yang... (Reni Yunus, et. al) Efikasi Bacillus thuringiensis israelensis Yang Ditumbuhkan Pada Media Air Cucian Beras Mekongga Terhadap Larva Aedes aegypti Strain

Lebih terperinci

Pengaruh Ketinggian. (Lulus Susanti, Blondine Ch. P)

Pengaruh Ketinggian. (Lulus Susanti, Blondine Ch. P) Pengaruh Ketinggian. (Lulus Susanti, Blondine Ch. P) PENGARUH KETINGGIAN HABITAT KELAPA (Cocos nucifera) TERHADAP PENGEMBANGBIAKAN Bacillus thuringiensis H-14 DAN TOKSISITASNYA TERHADAP JENTIK (Anopheles

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan faktor..., Amah Majidah Vidyah Dini, FKM UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan faktor..., Amah Majidah Vidyah Dini, FKM UI, 2009 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan iklim merupakan perubahan variabel iklim, khususnya suhu udara dan curah hujan yang terjadi secara berangsur-angsur dalam jangka waktu yang panjang antara

Lebih terperinci

UJI RESISTENSI LARVA NYAMUK AEDES AEGYPTI TERHADAP ABATE (TEMEPHOS) 1% DI KELURAHAN MAYANG MANGURAI KOTA JAMBI PADA TAHUN 2016

UJI RESISTENSI LARVA NYAMUK AEDES AEGYPTI TERHADAP ABATE (TEMEPHOS) 1% DI KELURAHAN MAYANG MANGURAI KOTA JAMBI PADA TAHUN 2016 UJI RESISTENSI LARVA NYAMUK AEDES AEGYPTI TERHADAP ABATE (TEMEPHOS) % DI KELURAHAN MAYANG MANGURAI KOTA JAMBI PADA TAHUN 06 Angeline Fenisenda, Ave Olivia Rahman, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Lebih terperinci

UJI SEROLOGI ISOLAT BACILLUS THURINGIENSIS DAN PATOGENISITASNYA TERHADAP JENTIK NYAMUK VEKTOR'

UJI SEROLOGI ISOLAT BACILLUS THURINGIENSIS DAN PATOGENISITASNYA TERHADAP JENTIK NYAMUK VEKTOR' ABSTRACT UJI SEROLOGI ISOLAT BACILLUS THURINGIENSIS DAN PATOGENISITASNYA TERHADAP JENTIK NYAMUK VEKTOR' BIondine Ch.P.*, Widyastuti u.*, ~idiarti*, Sukarno* dan Subiantoro* SEROLOGY TEST OF BACILLUS THURINGIENSIS

Lebih terperinci

HUBUNGAN BREEDING PLACE DAN PERILAKU MASYARAKAT DENGAN KEBERADAAN JENTIK VEKTOR DBD DI DESA GAGAK SIPAT KECAMATAN NGEMPLAK KABUPATEN BOYOLALI

HUBUNGAN BREEDING PLACE DAN PERILAKU MASYARAKAT DENGAN KEBERADAAN JENTIK VEKTOR DBD DI DESA GAGAK SIPAT KECAMATAN NGEMPLAK KABUPATEN BOYOLALI HUBUNGAN BREEDING PLACE DAN PERILAKU MASYARAKAT DENGAN KEBERADAAN JENTIK VEKTOR DBD DI DESA GAGAK SIPAT KECAMATAN NGEMPLAK KABUPATEN BOYOLALI Dhina Sari dan Sri Darnoto Program Studi Kesehatan Masyarakat

Lebih terperinci

JURNAL BIOLOGI PAPUA ISSN: Volume 2, Nomor 1 April 2010 Halaman: 18-22

JURNAL BIOLOGI PAPUA ISSN: Volume 2, Nomor 1 April 2010 Halaman: 18-22 JURNAL BIOLOGI PAPUA ISSN: 2086-3314 Volume 2, Nomor 1 April 2010 Halaman: 18-22 Toksisitas Isolat Lokal Bacillus thuringiensis (H-14) dan Isolat Sandi 18 Serta Lama Efektivitasnya di dalam Air terhadap

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis / Rancangan Penelitian dan Metode Pendekatan Jenis penelitian ini adalah explanatori research, dan pelaksanaanya menggunakan metode eksperimen murni, hal ini berfungsi

Lebih terperinci

Hasan Boesri dan Damar Tri Boewono Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit Jl. Hasanudin 123 Salatiga

Hasan Boesri dan Damar Tri Boewono Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit Jl. Hasanudin 123 Salatiga PENGARUH PENGGUNAAN GLIKOL PADA INSEKTISIDA AQUA-K-OTHRINE 20 EW (b.a. Deltamethrin 21.9 g/l) TERHADAP NYAMUK Aedes aegypti dan Culex quinquefasciatus DENGAN METODA PENGASAPAN(Thermal Fogging) Hasan Boesri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Di awal atau penghujung musim hujan suhu atau kelembaban udara umumnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Di awal atau penghujung musim hujan suhu atau kelembaban udara umumnya BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Nyamuk Aedes Sp Di awal atau penghujung musim hujan suhu atau kelembaban udara umumnya relatif optimum, yakni senantiasa lembab sehingga sangat memungkinkan pertumbuhan

Lebih terperinci

STANDAR PENGASAPAN (THERMAL FOGGING) DAN PENGABUTAN (ULTRA LOW VOLUME) TERHADAP PERSENTASE KEMATIAN NYAMUK AEDES AEGYPTI DAN CULEX QUINQUEFASCIATUS

STANDAR PENGASAPAN (THERMAL FOGGING) DAN PENGABUTAN (ULTRA LOW VOLUME) TERHADAP PERSENTASE KEMATIAN NYAMUK AEDES AEGYPTI DAN CULEX QUINQUEFASCIATUS STANDAR PENGASAPAN (THERMAL FOGGING) DAN PENGABUTAN (ULTRA LOW VOLUME) TERHADAP PERSENTASE KEMATIAN NYAMUK AEDES AEGYPTI DAN CULEX QUINQUEFASCIATUS Hasan Boesri dan Damar Tri Boewono Balai Besar Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis / Rancangan Penelitian dan Metode Pendekatan Jenis penelitian yang digunakan adalah eksprimen murni, dengan rancangan post test only with control group design, dengan

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI TAWAS PADA AIR SUMUR TERHADAP DAYA TETAS TELUR NYAMUK Aedes aegypti DI LABORATORIUM

PENGARUH KONSENTRASI TAWAS PADA AIR SUMUR TERHADAP DAYA TETAS TELUR NYAMUK Aedes aegypti DI LABORATORIUM PENGARUH KONSENTRASI TAWAS PADA AIR SUMUR TERHADAP DAYA TETAS TELUR NYAMUK Aedes aegypti DI LABORATORIUM Yuliana Rohan Bria*, Widiarti** dan Eko Hartini* *Universitas Dian Nuswantoro Semarang, **Balai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. kesehatan masyarakat selama 41 tahun terakhir. Sejak tahun 1968 telah terjadi

BAB I PENDAHULUAN UKDW. kesehatan masyarakat selama 41 tahun terakhir. Sejak tahun 1968 telah terjadi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia Demam Berdarah Dengue (DBD) telah menjadi masalah kesehatan masyarakat selama 41 tahun terakhir. Sejak tahun 1968 telah terjadi peningkatan persebaran

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif.

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan (mendeskripsikan)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Demam Berdarah Dengue (DBD) pertama kali ditemukan. tahun 1953 di Fillipina. Selama tiga dekade berikutnya,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Demam Berdarah Dengue (DBD) pertama kali ditemukan. tahun 1953 di Fillipina. Selama tiga dekade berikutnya, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) pertama kali ditemukan tahun 1953 di Fillipina. Selama tiga dekade berikutnya, kasus demam berdarah dengue/sindrom renjatan dengue ditemukan

Lebih terperinci

ARTIKEL. PENGENDALIAN VEKTOR DBD Aedes aegypti MENGGUNAKAN Bacillus thuringiensis H-14 GALUR LOKAL FORMULASI BUBUK (POWDER) DIKOTA SALATIGA

ARTIKEL. PENGENDALIAN VEKTOR DBD Aedes aegypti MENGGUNAKAN Bacillus thuringiensis H-14 GALUR LOKAL FORMULASI BUBUK (POWDER) DIKOTA SALATIGA ARTIKEL PENGENDALIAN VEKTOR DBD Aedes aegypti MENGGUNAKAN Bacillus thuringiensis H-14 GALUR LOKAL FORMULASI BUBUK (POWDER) DIKOTA SALATIGA Blondine Ch,P,* Damar T.B* Abstrak Efektivitas Bacillus bubuk

Lebih terperinci

BAB l PENDAHULUAN. manusia. Nyamuk yang memiliki kemampuan menularkan penyakit ini

BAB l PENDAHULUAN. manusia. Nyamuk yang memiliki kemampuan menularkan penyakit ini BAB l PENDAHULUAN A. Pendahuluan Nyamuk sering dikaitkan dengan masalah kesehatan karena gigitan nyamuk tidak hanya menimbulkan gatal saja tetapi beberapa spesies nyamuk juga dapat menularkan berbagai

Lebih terperinci

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh. virus Dengue yang ditularkan dari host melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti.

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh. virus Dengue yang ditularkan dari host melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue yang ditularkan dari host melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti. Penyakit DBD banyak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tepat pada garis lintang khatulistiwa. Hal tersebut. manusia, melainkan merugikan bagi manusia karena

I. PENDAHULUAN. tepat pada garis lintang khatulistiwa. Hal tersebut. manusia, melainkan merugikan bagi manusia karena I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia secara geografis grafis terletak et pada a 60 LU - 110 LS dan 950 BT - 1410 BT dan berada tepat pada garis lintang khatulistiwa. Hal tersebut menyebabkan Indonesia

Lebih terperinci

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata pada Agustus 2013 hingga Januari 2014.

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata pada Agustus 2013 hingga Januari 2014. 2. MATERI DAN METODE 2.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata pada Agustus 2013 hingga Januari 2014. 2.2. Materi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. faktorial yang terdiri dari dua faktor dengan 4 kali ulangan. Faktor pertama adalah

BAB III METODE PENELITIAN. faktorial yang terdiri dari dua faktor dengan 4 kali ulangan. Faktor pertama adalah BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian ini menggunakan RAL (Rancangan Acak Lengkap) faktorial yang terdiri dari dua faktor dengan 4 kali ulangan. Faktor pertama adalah

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Salah satu penyakitnya yaitu Demam Berdarah Dengue (DBD) yang masih menjadi

Lebih terperinci

ABSTRAK. DURASI DAYA REPELEN BERBAGAI KADAR MINYAK SEREH (Cymbopogon nardus L.) DAN DEET TERHADAP Aedes sp. PADA MANUSIA

ABSTRAK. DURASI DAYA REPELEN BERBAGAI KADAR MINYAK SEREH (Cymbopogon nardus L.) DAN DEET TERHADAP Aedes sp. PADA MANUSIA ABSTRAK DURASI DAYA REPELEN BERBAGAI KADAR MINYAK SEREH (Cymbopogon nardus L.) DAN DEET TERHADAP Aedes sp. PADA MANUSIA Thirza Christine, 2011 Pembimbing I : Dr. dr. Susy Tjahjani, M.Kes Pembimbing II

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai bulan April 2014.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai bulan April 2014. 14 III. METODE PENELITIAN A. Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Epidemiologi perubahan vektor penyakit merupakan ancaman bagi kesehatan manusia, salah satunya adalah demam berdarah dengue (DBD). Dengue hemorraghic fever (DHF) atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Serangga merupakan hewan yang paling banyak jumlah dan ragamnya di

BAB I PENDAHULUAN. Serangga merupakan hewan yang paling banyak jumlah dan ragamnya di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Serangga merupakan hewan yang paling banyak jumlah dan ragamnya di muka bumi. Hampir 80% spesies hewan yang ada di bumi berasal dari kelas Insekta. Serangga telah ada

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas 13 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama dan Penyakit Bidang Proteksi Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

Penyakit DBD merupakan masalah serius di Provinsi Jawa Tengah, daerah yang sudah pernah terjangkit penyakit DBD yaitu 35 Kabupaten/Kota.

Penyakit DBD merupakan masalah serius di Provinsi Jawa Tengah, daerah yang sudah pernah terjangkit penyakit DBD yaitu 35 Kabupaten/Kota. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) banyak ditemukan di daerah sub tropis dan tropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan bahwa Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita

Lebih terperinci

ABSTRAK. EFEK LARVASIDA INFUSA DAUN GANDARUSA (Justicia gendarussa Burm. f.) TERHADAP Aedes sp. SEBAGAI VEKTOR DEMAM BERDARAH DENGUE

ABSTRAK. EFEK LARVASIDA INFUSA DAUN GANDARUSA (Justicia gendarussa Burm. f.) TERHADAP Aedes sp. SEBAGAI VEKTOR DEMAM BERDARAH DENGUE ABSTRAK EFEK LARVASIDA INFUSA DAUN GANDARUSA (Justicia gendarussa Burm. f.) TERHADAP Aedes sp. SEBAGAI VEKTOR DEMAM BERDARAH DENGUE Selly Laurencia Rudolfo, 2014 ; Pembimbing : Rita Tjokropranoto, dr.,m.sc.

Lebih terperinci

ABSTRACT EFFECTS OF LIME LEAF ETHANOL EXTRACT (CITRUS AURANTIFOLIA) AS OF LARVASIDE

ABSTRACT EFFECTS OF LIME LEAF ETHANOL EXTRACT (CITRUS AURANTIFOLIA) AS OF LARVASIDE ABSTRACT EFFECTS OF LIME LEAF ETHANOL EXTRACT (CITRUS AURANTIFOLIA) AS OF LARVASIDE Marlyn, 2013 Supervisor I : dr. Budi Widyarto, M.H Supervisor II :dr. Stella Tinia, M.Kes Dengue Fever or Dengue Haemorrhhagic

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Ukuran Stadium Larva Telur nyamuk Ae. aegyti menetas akan menjadi larva. Stadium larva nyamuk mengalami empat kali moulting menjadi instar 1, 2, 3 dan 4, selanjutnya menjadi

Lebih terperinci

Potensi Bacillus thuringiensis dari Tanah Perkebunan Batu Malang sebagai Bioinsektisida terhadap Larva Spodoptera litura F.

Potensi Bacillus thuringiensis dari Tanah Perkebunan Batu Malang sebagai Bioinsektisida terhadap Larva Spodoptera litura F. JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 6, No.2, (2017) 2337-3520 (2301-928X Print) E 99 Potensi Bacillus thuringiensis dari Tanah Perkebunan Batu Malang sebagai Bioinsektisida terhadap Larva Spodoptera litura

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sejenis nyamuk yang biasanya ditemui di

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sejenis nyamuk yang biasanya ditemui di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aedes aegypti merupakan sejenis nyamuk yang biasanya ditemui di kawasan tropis. Aedes aegypti adalah salah satu spesies vektor nyamuk yang paling penting di dunia karena

Lebih terperinci

ABSTRAK. EFEK LARVISIDA INFUSA KULIT JENGKOL (Pithecellobium lobatum Benth) TERHADAP Aedes sp. Pembimbing II : Dra. Rosnaeni, Apt.

ABSTRAK. EFEK LARVISIDA INFUSA KULIT JENGKOL (Pithecellobium lobatum Benth) TERHADAP Aedes sp. Pembimbing II : Dra. Rosnaeni, Apt. ABSTRAK EFEK LARVISIDA INFUSA KULIT JENGKOL (Pithecellobium lobatum Benth) TERHADAP Aedes sp Irvan Amadeo Tarigan, 2010 Pembimbing I : Dr. Susy Tjahjani. dr,m.kes Pembimbing II : Dra. Rosnaeni, Apt. Pengendalian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. Dapat diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. Dapat diklasifikasikan TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. Dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom Phylum Class Ordo Family Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS Bacillus thuringiensis H-14 STRAIN LOKAL DALAM BUAH KELAPA TERHADAP LARVA Anopheles sp dan Culex sp di KAMPUNG LAUT KABUPATEN CILACAP

EFEKTIVITAS Bacillus thuringiensis H-14 STRAIN LOKAL DALAM BUAH KELAPA TERHADAP LARVA Anopheles sp dan Culex sp di KAMPUNG LAUT KABUPATEN CILACAP EFEKTIVITAS Bacillus thuringiensis H-14 STRAIN LOKAL DALAM BUAH KELAPA TERHADAP LARVA Anopheles sp dan Culex sp di KAMPUNG LAUT KABUPATEN CILACAP THE EFFECTIVITY OF BACILLUS THURINGIENSIS H-14 LOCAL STRAIN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang sampai saat ini memiliki dampak besar bagi kesehatan masyarakat dan diperkirakan hampir 50 juta

Lebih terperinci

ABSTRAK. EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BUAH PARE (Momordica charantia) SEBAGAI LARVASIDA AEDES AEGYPTI

ABSTRAK. EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BUAH PARE (Momordica charantia) SEBAGAI LARVASIDA AEDES AEGYPTI ABSTRAK EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BUAH PARE (Momordica charantia) SEBAGAI LARVASIDA AEDES AEGYPTI Wilma Angela, 2009, Pembimbing I : Meilinah Hidayat,dr.,M.Kes. Pembimbing II : Sri Utami Sugeng, Dra.,

Lebih terperinci

UJI EFEK LARVASIDA EKSTRAK DAN INFUSA BUNGA KENIKIR (Tagetes minuta L.) TERHADAP LARVA VEKTOR DEMAM BERDARAH DENGUE Aedes aegypti L.

UJI EFEK LARVASIDA EKSTRAK DAN INFUSA BUNGA KENIKIR (Tagetes minuta L.) TERHADAP LARVA VEKTOR DEMAM BERDARAH DENGUE Aedes aegypti L. UJI EFEK LARVASIDA EKSTRAK DAN INFUSA BUNGA KENIKIR (Tagetes minuta L.) TERHADAP LARVA VEKTOR DEMAM BERDARAH DENGUE Aedes aegypti L. NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN PANDAN WANGI (Pandanus amaryllifolius Roxb.) DALAM MEMBUNUH LARVA Aedes aegypti

EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN PANDAN WANGI (Pandanus amaryllifolius Roxb.) DALAM MEMBUNUH LARVA Aedes aegypti EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN PANDAN WANGI (Pandanus amaryllifolius Roxb.) DALAM MEMBUNUH LARVA Aedes aegypti Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memproleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat Disusun

Lebih terperinci

SURVEY KEPADATAN LARVA AEDES AEGYPTI DI KECAMATAN MAMUJU KABUPATEN MAMUJU

SURVEY KEPADATAN LARVA AEDES AEGYPTI DI KECAMATAN MAMUJU KABUPATEN MAMUJU SURVEY KEPADATAN LARVA AEDES AEGYPTI DI KECAMATAN MAMUJU KABUPATEN MAMUJU Zrimurti Mappau, Siti Rahmah, Ridhayani Adiningsih Jurusan Kesehatan Lingkungan Poltekkes Kemenkes Mamuju ABSTRACT Aedes aegypti

Lebih terperinci

PENGARUH KEPADATAN DAN SPESIES JENTIK NYAMUK TERHADAP KEMAMPUAN MAKAN MESOCYCLOPS (COPEP0I)A : CYCLOPOIDA)*

PENGARUH KEPADATAN DAN SPESIES JENTIK NYAMUK TERHADAP KEMAMPUAN MAKAN MESOCYCLOPS (COPEP0I)A : CYCLOPOIDA)* PENGARUH KEPADATAN DAN SPESIES JENTIK NYAMUK TERHADAP KEMAMPUAN MAKAN MESOCYCLOPS (COPEP0I)A : CYCLOPOIDA)* RA. Yuniarti**, Umi Widyastuti** dan Sustriayu Nalim** THE INFLUENCE OF DENSITY AND SPECIES MOSQUITOES

Lebih terperinci

PENGETAHUAN DAN PENERIMAAN MASYARAKAT TERHADAP METODE TEKNIK SERANGGA MANDUL (TSM) DALAM PENGENDALIAN VEKTOR DEMAM BERDARAH DENGUE

PENGETAHUAN DAN PENERIMAAN MASYARAKAT TERHADAP METODE TEKNIK SERANGGA MANDUL (TSM) DALAM PENGENDALIAN VEKTOR DEMAM BERDARAH DENGUE ARTIKEL PENGETAHUAN DAN PENERIMAAN MASYARAKAT TERHADAP METODE TEKNIK SERANGGA MANDUL (TSM) DALAM PENGENDALIAN VEKTOR DEMAM BERDARAH DENGUE Aedes aegypti KOTA SALATIGA Maria Agustini *, Riyani Setiyaningsih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor utama.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis / Rancangan Penelitian dan Metode Pendekatan Penelitian ini merupakan jenis penelitian explanatory research yaitu menjelaskan hubungan antara variabel melalui pengujian

Lebih terperinci

PREVALENSI DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TUMINTING TAHUN Ronald Imanuel Ottay

PREVALENSI DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TUMINTING TAHUN Ronald Imanuel Ottay PREVALENSI DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TUMINTING TAHUN 2012-2014 Ronald Imanuel Ottay *Bagian Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Abstrak Manado

Lebih terperinci

ABSTRAK. EFEKTIVITAS LARVISIDA EKSTRAK ETANOL KULIT MANGGIS (Garcinia mangostana L.) TERHADAP Aedes sp.

ABSTRAK. EFEKTIVITAS LARVISIDA EKSTRAK ETANOL KULIT MANGGIS (Garcinia mangostana L.) TERHADAP Aedes sp. ABSTRAK EFEKTIVITAS LARVISIDA EKSTRAK ETANOL KULIT MANGGIS (Garcinia mangostana L.) TERHADAP Aedes sp. Jericho Immanuela O., 2016; Pembimbing I : Dr. Rita Tjokropranoto, dr., M.Sc. Pembimbing II : Kartika

Lebih terperinci

Perbandingan kematian nyamuk Aedes Aegypti pada penyemprotan Aerosystem menggunakan Bifenthrin dengan sistem Thermal Fogging menggunakan Malathion

Perbandingan kematian nyamuk Aedes Aegypti pada penyemprotan Aerosystem menggunakan Bifenthrin dengan sistem Thermal Fogging menggunakan Malathion Perbandingan kematian nyamuk Aedes Aegypti pada penyemprotan Aerosystem menggunakan Bifenthrin dengan sistem Thermal Fogging menggunakan Malathion Comparison of mortality in Aedes Aegypti mosquito on Bifenthrin

Lebih terperinci

ABSTRAK. Silvy Anggraini., 2007, Pembimbing I : Meilinah Hidayat, dr., M.Kes Pembimbing II : Sugiarto Puradisastra, dr., M.Kes

ABSTRAK. Silvy Anggraini., 2007, Pembimbing I : Meilinah Hidayat, dr., M.Kes Pembimbing II : Sugiarto Puradisastra, dr., M.Kes ABSTRAK EFEK AIR PERASAN HERBA ROSEMARY (Rosmarinus officinalis) SEBAGAI PENGHALAU NYAMUK Aedes aegypti BETINA DEWASA Silvy Anggraini., 2007, Pembimbing I : Meilinah Hidayat, dr., M.Kes Pembimbing II :

Lebih terperinci

Toksisitas Isolat Lokal Bacillus thuringiensis (H-14) serta Lama Efektivitasnya di dalam Air terhadap Larva Nyamuk Anopheles farauti Laveran

Toksisitas Isolat Lokal Bacillus thuringiensis (H-14) serta Lama Efektivitasnya di dalam Air terhadap Larva Nyamuk Anopheles farauti Laveran JURNAL BIOLOGI PAPUA ISSN: 2086-3314 Volume 2, Nomor 2 Oktober 2010 Halaman: 53 56 Toksisitas Isolat Lokal Bacillus thuringiensis (H-14) serta Lama Efektivitasnya di dalam Air terhadap Larva Nyamuk Anopheles

Lebih terperinci

UJI KERENTANAN NYAMUK AEDES SP. TERHADAP FOGGING INSEKTISIDA MALATHION 5% DI WILAYAH KOTA DENPASAR SEBAGAI DAERAH ENDEMIS DBD TAHUN 2016

UJI KERENTANAN NYAMUK AEDES SP. TERHADAP FOGGING INSEKTISIDA MALATHION 5% DI WILAYAH KOTA DENPASAR SEBAGAI DAERAH ENDEMIS DBD TAHUN 2016 UNIVERSITAS UDAYANA UJI KERENTANAN NYAMUK AEDES SP. TERHADAP FOGGING INSEKTISIDA MALATHION 5% DI WILAYAH KOTA DENPASAR SEBAGAI DAERAH ENDEMIS DBD TAHUN 2016 I WAYAN DARMA KUSUMA PROGRAM STUDI KESEHATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue merupakan famili flaviviridae

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue merupakan famili flaviviridae 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue merupakan famili flaviviridae yang mempunyai empat serotipe,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak ditemukan didaerah tropis dan sub-tropis. Data dari seluruh dunia

BAB I PENDAHULUAN. banyak ditemukan didaerah tropis dan sub-tropis. Data dari seluruh dunia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) merupakan masalah kesehatan yang banyak ditemukan didaerah tropis dan sub-tropis. Data dari seluruh dunia menunjukan Asia menempati urutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan dari

BAB I PENDAHULUAN. penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah salah satu penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan dari seorang kepada orang lain melalui gigitan

Lebih terperinci

Kepadatan dan Penyebaran Aedes aegypti Setelah Penyuluhan DBD di Kelurahan Paseban, Jakarta Pusat

Kepadatan dan Penyebaran Aedes aegypti Setelah Penyuluhan DBD di Kelurahan Paseban, Jakarta Pusat Kepadatan dan Penyebaran Aedes aegypti Setelah Penyuluhan DBD di Kelurahan Paseban, Jakarta Pusat Masitha Mentari Ramadhani, 1 Hendri Astuty 2 1 Program Studi Sarjana Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

Model Potensi Penyebaran Penyakit Demam Berdarah Dengue di Kabupaten Jember Menggunakan Metode Fuzzy

Model Potensi Penyebaran Penyakit Demam Berdarah Dengue di Kabupaten Jember Menggunakan Metode Fuzzy Model Potensi Penyebaran Penyakit Demam Berdarah Dengue di Kabupaten Jember Menggunakan Metode Fuzzy Dia Bitari Mei Yuana Jurusan Teknologi Informasi Politeknik Negeri Jember, Jl. Mastrip PO Box 164, Jember,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis terbesar di dunia. Iklim tropis menyebabkan timbulnya berbagai penyakit tropis yang disebabkan oleh nyamuk dan sering

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. kentang varietas Granola Kembang yang diambil dari Desa Sumberbrantas,

BAB III METODE PENELITIAN. kentang varietas Granola Kembang yang diambil dari Desa Sumberbrantas, 33 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Percobaan Penelitian ini merupakan penelitian eksplorasi dan eksperimen yaitu dengan cara mengisolasi dan mengidentifikasi bakteri endofit dari akar tanaman kentang

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.), larvisida, Aedes aegypti

ABSTRAK. Kata kunci : Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.), larvisida, Aedes aegypti ABSTRAK EFEK INFUSA DAUN PANDAN WANGI (Pandanus amaryllifolius Roxb.) SEBAGAI LARVISIDA NYAMUK AEDES AEGYPTI Karlina Jayalaksana, 2008, Pembimbing I : Meilinah Hidayat,dr.,M.Kes Pembimbing II : Susy Tjahjani,dr.,M.Kes

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian, Rancangan Penelitian atau Metode Pendekatan Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental quasi dengan rancangan penelitian Postes dengan kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan. salah satu masalah kesehatan lingkungan yang cenderung

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan. salah satu masalah kesehatan lingkungan yang cenderung BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan lingkungan yang cenderung meningkat jumlah penderita dan semakin luas daerah penyebarannya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demam berdarah dengue / DBD adalah salah satu penyakit yang dapat menyebabkan kematian dan telah dikenal selama > 200 tahun (CDC, 2012). Diperkirakan

Lebih terperinci