ISOLASI DAN KARAKTERISASI NANO KALSIUM DARI CANGKANG KIJING LOKAL (Pilsbryoconcha exilis) DENGAN METODE PRESIPITASI KHOERUNNISA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ISOLASI DAN KARAKTERISASI NANO KALSIUM DARI CANGKANG KIJING LOKAL (Pilsbryoconcha exilis) DENGAN METODE PRESIPITASI KHOERUNNISA"

Transkripsi

1 ISOLASI DAN KARAKTERISASI NANO KALSIUM DARI CANGKANG KIJING LOKAL (Pilsbryoconcha exilis) DENGAN METODE PRESIPITASI KHOERUNNISA DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2 RINGKASAN KHOERUNNISA. C Isolasi dan Karakterisasi Nano Kalsium dari Cangkang Kijing Lokal (Pilsbryoconcha exilis) dengan Metode Presipitasi. Dibimbing oleh SRI PURWANINGSIH dan PIPIH SUPTIJAH. Kalsium merupakan salah satu mineral esensial yang memiliki peranan penting di dalam tubuh. Kalsium umum dikonsumsi terdapat dalam bentuk mikro kalsium. Ukuran tersebut terkait dengan besarnya penyerapan kalsium oleh tubuh, biasanya hanya 50% sehingga sering menyebabkan defisiensi. Teknologi pembentukan ukuran kalsium yang lebih kecil perlu dikembangkan untuk memperbesar penyerapan kalsium dalam tubuh. Teknologi untuk kalsium yang perlu dikembangkan adalah teknologi nano. Pada penelitian ini, sumber kalsium yang digunakan dari hewan perairan adalah cangkang kijing lokal. Cangkang kijing lokal banyak yang terbuang dan menghasilkan limbah padat yang cukup tinggi. Salah satu upaya untuk mengurangi limbah padat tersebut adalah mengolah limbah cangkang kijing dengan mengekstrak kandungan kalsiumnya. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan rendemen kalsium yang dihasilkan serta menentukan karakteristik nano kalsium yang meliputi morfologi, derajat putih, komponen mineral, dan particle size. Penelitian ini meliputi preparasi sampel cangkang kijing, uji proksimat cangkang kijing, serta pembuatan serbuk nano kalsium dengan perlakuan lama ekstraksi terhadap rendemen dan kadar mineral. Tahap selanjutnya yaitu karakterisasi serbuk nano kalsium yang dihasilkan meliputi analisis derajat putih, analisis ukuran partikel, dan analisis kadar mineral termasuk logam berat Pb. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rendemen optimal diperoleh pada perlakuan ekstraksi 1,5 jam yaitu sebesar 8,53%. Berdasarkan analisis mineral, kadar mineral yang tertinggi pada waktu ekstraksi 1,5 jam adalah kalsium yaitu sebesar 89,89%. Serbuk nano kalsium juga mengandung mineral lainnya yaitu natrium, kalium, magnesium, fosfor, mangan, seng, dan besi. Hasil analisis Pb pada serbuk nano kalsium adalah 0,95 ppm. Nilai derajat putih serbuk nano kalsium yang dihasilkan adalah 69,79% (skala 100%). Hasil pengukuran partikel dengan menggunakan SEM pada perbesaran x dan x menunjukkan bahwa ukuran partikel serbuk nano kalsium yang dihasilkan berkisar nm.

3 ISOLASI DAN KARAKTERISASI NANO KALSIUM DARI CANGKANG KIJING LOKAL (Pilsbryoconcha exilis) DENGAN METODE PRESIPITASI KHOERUNNISA C SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

4 Judul Nama NIM Program Sarjana : Isolasi dan Karakterisasi Nano Kalsium dari Cangkang Kijing Lokal (Pilisbryoconcha exilis) dengan Metode Presipitasi : Khoerunnisa : C : Teknologi Hasil Perairan Menyetujui: Pembimbing 1 Pembimbing 2 Dr. Ir. Sri Purwaningsih, M. Si Dra. Pipih Suptijah, MBA NIP NIP Mengetahui: Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS., Mphil. NIP Tanggal Lulus:

5 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Isolasi dan Karakterisasi Nano Kalsium dari Cangkang Kijing Lokal (Pilsbryoconcha exilis) dengan Metode Presipitasi adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang telah diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, November 2011 Khoerunnisa C

6 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Isolasi dan Karakterisasi Nano Kalsium dari Cangkang Kijing Lokal (Pilsbryoconcha exilis) dengan Metode Presipitasi. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu berjalannya proses penelitian hingga tahap penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada: 1) Dr. Ir. Sri Purwaningsih, M. Si dan Dr. Pipih Suptijah, MBA. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan dan saran kepada penulis selama penelitian maupun penyusunan skripsi. 2) Dra. Ella Salamah, M.Si selaku dosen penguji. 3) Bapak Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS., MPhil selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan. 4) Dr. Ir. Agoes M. Jacoeb, Dipl-Biol. sebagai Komisi Pendidikan di Departemen Teknologi Hasil Perairan. 5) Seluruh dosen dan staf administrasi Teknologi Hasil Perairan. 6) Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) dan Karya Salemba Empat (KSE) yang telah memberikan dana penelitian bagi penulis. 7) Kepada orang tua: Mama H. Wardiyah dan Mimi Hj. Mimin Mu minah; kakak-kakakku: Agus Permana, Aan Nurjannah, Dhevi Fitriyani, Dede Sulaiman atas limpahan doa yang tak pernah putus dan kasih sayang yang tak pernah pupus serta materil yang tidak terhitung jumlahnya. 8) Keluarga Memen Surahman yang telah memberikan bantuan, doa dan motivasi selama kuliah di IPB. 9) Teman-teman THP 44 terutama Nani, Medal, Ria, Suhana, dan Desi; Tiara ers (Fasta, Aul, Tata, Lida, Icha, Wida, Mba Tati, Mba Tatay, Ayu, Desti, dan Alfa); dan Tim PKMP Nano Kalsium (Yunko, Al, Adi, dan

7 Henry) yang telah memberikan bantuan dan semangat dalam penelitian serta penyusunan skripsi ini. 10) Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu disini yang telah banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan. Penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi peningkatan kualitas di masa mendatang. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang memerlukannya. Bogor, 2011 Penulis

8 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Majalengka pada tanggal 8 Juni Penulis merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara pasangan H. Muhammad Wardiah dan Hj. Mimin Mu minah. Penulis memulai jenjang pendidikan di TK Budi Asih I Kartini ( ). Penulis melanjutkan jenjang pendidikan formal di SD Negeri Jatitengah II ( ); MTs Baitul Arqom- Bandung ( ); dan MAN Cipasung-Tasikmalaya ( ). Pada tahun 2007, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Program Studi Teknologi Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama kuliah penulis aktif dalam berbagai organisasi kemahasiswaan seperti Majalah Emulsi (majalah pangan dan gizi) divisi reporter ( ), Fisheries Processing Club (FPC) divisi produksi tahun , Agrifarma (unit kebun tanaman obat mahasiswa) divisi produksi (2008) dan Forum Keluarga Muslim FPIK (FKM-C) sebagai anggota tahun Organisasi luar kampus yang pernah penulis ikuti adalah Komunitas Menulis Bogor (KMB) tahun Penulis juga aktif sebagai asisten pada mata kuliah Penanganan Hasil Perairan tahun ajaran dan , asisten Biotoksikologi Hasil Perairan tahun ajaran , asisten Mikrobiologi Hasil Perairan tahun ajaran , asisten Teknologi Pengembangan Kitin dan Kitosan tahun ajaran dan mengajar Bahasa Arab di LDK Al-Hurriyah (2011). Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana, penulis melakukan penelitian yang berjudul Isolasi dan Karakterisasi Nano Kalsium dari Cangkang Kijing Lokal (Pilsbryoconcha exilis) dengan Metode Presipitasi di bawah bimbingan Dr. Ir. Sri Purwaningsih, M. Si dan Dr. Pipih Suptijah, MBA.

9 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi dan Klasifikasi Kijing Lokal (Pilsbryoconcha exilis) Teknologi Nano Pembuatan Nano Partikel Kalsium Kegunaan Kalsium dalam Tubuh Transportasi dan Penyerapan Kalsium Kebutuhan Kalsium METODOLOGI Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian Preparasi cangkang Pembuatan serbuk nano kalsium Analisis kimia, fisika dan mikroskopis Analisis kimia a) Kadar air b) Kadar abu c) Kadar lemak d) Kadar protein Analisis fisika a) Rendemen b) Analisis kadar mineral c) Analisi fosfor d) Derajat putih Scanning Elektron Microscopy (SEM) Rancangan percobaan dan analisis data ix x xi vii

10 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Kimia Cangkang Kijing Lokal Presipitasi Rendemen Komposisi Mineral Kandungan Pb Derajat Putih Ukuran Partikel Serbuk Nano Kalsium KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA viii

11 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Daftar angka kecukupan gizi kalsium Komposisi mineral serbuk nano kalsium ix

12 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis) Teknis sintesis nanopartikel top-down dan bottom-up Pergerakan kalsium di dalam tubuh Preparasi cangkang kijing Diagram alir pembuatan serbuk nano kalsium dari cangkang kijing Grafik rendemen serbuk nano kalsium Karakteristik derajat putih serbuk nano kalsium Partikel serbuk nano kalsium perbesaran x Partikel serbuk nano kalsium perbesaran x Grafik uji normalitas galat rendemen Grafik uji kenormalan galat kalsium Grafik uji kenormalan galat magnesium Grafik uji kenormalan galat fosfor Grafik uji kenormalan galat natrium Grafik uji kenormalan galat kalium Grafik uji kenormalan galat mangan Grafik uji kenormalan galat seng Grafik uji kenormalan galat besi x

13 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Perhitungan analisis proksimat Perhitungan rendemen Grafik uji normalitas galat rendemen Analisis ragam rendemen Uji lanjut Duncan rendemen Data hasil analisis kalsium perlakuan ekstraksi 1 jam Data hasil analisis kalsium perlakuan ekstraksi 1,5 jam Data hasil analisis kalsium perlakuan ekstraksi 2 jam Data kandungan mineral sebelum dikonversi Data kandungan mineral setelah dikonversi Grafik uji kenormalan galat kadar mineral Analisis keragaman data mineral dan rendemen Analisis ragam mineral Hasil uji Pb Derajat putih nano kalsium xi

14 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kalsium merupakan salah satu mineral esensial yang memiliki peranan penting di dalam tubuh yaitu sebagai komponen utama pembentuk tulang dan gigi (Muchtadi et al. 1993). Konsumsi kalsium yang kurang akan menyebabkan tulang menjadi rapuh dan mudah patah atau disebut dengan penyakit osteoporosis. Pada usia lanjut, kalsium yang hilang dari tubuh lebih besar daripada kalsium yang diabsorpsi. Berdasarkan hasil analisis data risiko osteoporosis oleh Puslitbang Gizi Depkes bekerja sama dengan PT Fonterra Brands Indonesia tahun 2006 menyatakan 2 dari 5 orang Indonesia memiliki risiko osteoporosis. Hal ini juga didukung oleh Indonesian White Paper yang dikeluarkan Perhimpunan Osteoporosis Indonesia (Perosi) tahun 2007, osteoporosis pada wanita di atas 50 tahun mencapai 32,3%, sementara pada pria di atas 50 tahun mencapai 28,8% (Kemenkes 2009). Kalsium yang umum dikonsumsi terdapat dalam bentuk mikro kalsium. Ukuran partikel kalsium ini terkait dengan besarnya penyerapan kalsium oleh tubuh. Ukuran mikro dapat terabsorbsi hanya 50% sehingga sering menyebabkan defisiensi. Teknologi pembentukan ukuran kalsium yang lebih kecil perlu dikembangkan untuk memperbesar penyerapan kalsium dalam tubuh. Teknologi pembentukan ukuran kalsium yang perlu dikembangkan adalah teknologi nano. Nano kalsium mempunyai ukuran yang sangat kecil yaitu 10-9 m yang menyebabkan reseptor cepat masuk ke dalam tubuh dengan sempurna, oleh karena itu nano kalsium dapat terabsorbsi oleh tubuh hampir 100% (Suptijah 2009). Sumber kalsium yang umum dikonsumsi masyarakat adalah susu, padahal ada sumber kalsium lain yang belum dieksplorasi yaitu sumber kalsium dari hewan perairan. Salah satu hewan perairan sebagai sumber kalsium yang digunakan pada penelitian ini adalah cangkang dari jenis kerang-kerangan, yaitu cangkang kijing lokal (Pilsbryocncha exilis). Kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis) merupakan salah satu komoditas perairan kerang air tawar yang digemari masyarakat. Umumnya masyarakat mengonsumsi kijing lokal berupa dagingnya.

15 2 Cangkang kijing lokal banyak yang terbuang sehingga menghasilkan limbah padat yang cukup tinggi. Salah satu upaya untuk mengurangi limbah padat tersebut adalah mengolah limbah cangkang kijing dengan mengekstrak kandungan kalsiumnya yang dapat dimanfaatkan sebagai asupan kalsium tambahan ke dalam tubuh. Cangkang kijing memiliki kandungan mineral berupa komponen kalsium yang tinggi sebagai penyusun dasar dari pelindung tubuhnya yang keras. Penelitian yang telah dilakukan Rohanah et al (2009) menunjukkan bahwa kandungan kalsium yang terdapat pada cangkang kerang (bivalvia) adalah sebesar 39,38%. Penelitian Wardhani (2009) menunjukkan bahwa kandungan kalsium karbonat pada cangkang kijing lokal ukuran < 90 mm sebesar 39,55%. Cangkang kijing mempunyai potensi sebagai penyedia nano kalsium yang dapat dimanfaatkan sebagai suplemen untuk meningkatkan kesehatan tubuh terutama tulang dan gigi. 1.2 Tujuan Tujuan penelitian ini adalah memanfaatkan limbah cangkang kijing lokal sebagai sumber nano kalsium, adapun tujuan khususnya adalah: 1) Menentukan rendemen kalsium yang dihasilkan. 2) Menentukan karakteristik nano kalsium yang dihasilkan, meliputi morfologi, derajat putih, komponen mineral, dan particle size.

16 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Kijing Lokal (Pilsbryoconcha exilis) Kijing lokal merupakan jenis kerang yang hidup di kolam, danau atau perairan tawar lainnya. Kijing lokal mempunyai pola distribusi memencar dengan populasi berkelompok pada habitatnya. Faktor lingkungan yang mempengaruhi kehidupan kijing yaitu suhu, ph, oksigen, endapan lumpur dan fluktuasi permukaan air (Prihartini 1999). Klasifikasi kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis) menurut Pennak (1989) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Filum : Mollusca Kelas : Pelecypoda Subkelas : Lamellibranchia Ordo : Schizodonta Famili : Unionidae Genus : Pilsbryoconcha Spesies : Pilsbryoconcha exilis Tubuh kijing terletak di dalam cangkang yang terdiri atas: (1) massa viseral, terletak melekat di bagian dorsal dan terdapat alat tubuh; (2) kaki berotot merupakan bagian anteroventral massa viseral; (3) insang ganda, melekat dan terletak di kanan dan kiri kaki; (4) mantel terdiri atas dua bagian berupa selaput tipis yang melekat pada permukaan dalam cangkang. Bagian posterior memiliki sifon inkuren (ventral) dan ekskuren (dorsal). Otot aduktor anterior dan aduktor posterior yang berfungsi untuk menutup cangkang terletak pada bagian dorsal. Otot retraktor terletak di dekat masing-masing otot aduktor yang berfungsi untuk menarik kaki ke dalam. Otot protaktor anterior yang berfungsi membantu menjulurkan kaki terletak di sebelah medial otot aduktor anterior (Sugiri 1989). Morfologi kijing lokal dapat dilihat pada Gambar 1.

17 4 Gambar 1 Kijing lokal (Pilsbryocncha exilis) (Lea 1839) Tubuh pelecypoda pada dasarnya pipih secara lateral dan seluruh tubuh tertutup dua keping cangkang yang berhubungan di bagian dorsal dengan adanya hinge ligament, yaitu semacam pita elastik yang terdiri dari bahan organik seperti zat tanduk (conchiolin) sama dengan periostrakum, bersambungan dengan periostrakum cangkang. Periostrakum merupakan lapisan cangkang pelecypoda paling luar dan menutupi dua lapisan kapur atau lebih di bawahnya. Lapisan kapur tersebut terdiri dari aragonit atau campuran aragonit dan calcite yang tersusun sebagai bentuk prisma, bilah-bilah, atau lembaran-lembaran, bentuk lensa atau bentuk lain yang lebih kompleks (Suwignyo et al. 1998). Cangkang kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis) terdiri atas dua bagian yang sama besar dan terletak di sebelah lateral. Cangkang menyatu di bagian dorsal akibat adanya ligament sendi yang terdapat diantara dua cangkang tersebut. Cangkang bagian dorsal memiliki gigi sendi yang bekerja sebagai sendi dan umbo, yaitu bagian yang menonjol dan merupakan bagian yang tertua. Umbo memiliki garis-garis kosentris yang merupakan garis pertumbuhan (Sugiri 1989). Cangkang bivalva tersusun atas kalsium karbonat yang terbentuk dari lapisan calcite dan aragonite (John et al. 1972). Cangkang kijing terdiri atas tiga lapisan yaitu (a) periostrakum, lapisan terluar yang tipis yang terdiri dari zat tanduk, berfungsi melindungi lapisan di bawahnya dari pelarutan oleh asam karbonat dalam air; (b) lapisan perismatik terdiri atas kristal kalsium karbonat; dan (c) lapisan mutiara, berupa lapis-lapis kalsium karbonat yang bersifat mengkilat. Kedua lapisan pertama dibentuk oleh tepi mantel sedangkan lapisan mutiara dibentuk oleh seluruh permukaan mutiara (Sugiri 1989).

18 5 2.2 Teknologi Nano Definisi nanoteknologi didasarkan pada kata awal "nano" dari bahasa Yunani yang berarti "kerdil". Dalam istilah yang lebih teknis, kata "nano" berarti 10-9 atau sepermilyar. Nanoteknologi tidak selalu teknologi baru untuk desain, proses dan penggunaan material pada skala nanometer. Kata nanoteknologi umumnya digunakan ketika mengacu pada bahan-bahan dengan ukuran 1 sampai 100 nanometer (Greiner 2009). Teknologi nano adalah suatu desain, karakterisasi, produksi dan penerapan struktur, perangkat dan sistem dengan mengontrol bentuk dan ukuran pada skala nanometer (Park 2007). Pertama kali konsep nanoteknologi diperkenalkan oleh Richard Feynman pada sebuah pidato ilmiah yang diselenggarakan oleh American Physical Society di California Institute of Technology tahun 1959 dengan judul There s Plenty of Room at the Bottom. Richard Feynman adalah seorang ahli fisika dan pada tahun 1965 memenangkan hadiah Nobel dalam bidang fisika. Istilah nanoteknologi pertama kali diresmikan oleh Prof. Norio Taniguchi dari Tokyo Science University tahun 1974 dalam makalahnya yang berjudul On the Basic Concept of Nano-Technology. Pada tahun 1980 definisi nanoteknologi dieksplorasi lebih jauh lagi oleh Dr. Eric Drexler melalui bukunya yang berjudul Engines of Creation: The coming Era of Nanotechnology (Toumey 2008). Nanoteknologi didasarkan pada partikel yang ukurannya kurang dari 100 nanometer untuk membangun sifat dan perilaku baru dari struktur nano tersebut (Poole dan Owens 2003). Nanoteknologi meliputi penerapan ilmu pengetahuan dan rekayasa pada skala atom. Hal ini melibatkan konstruksi struktur kecil dan perangkat dengan memanipulasi masing-masing molekul dan atom yang memiliki sifat unik dan kuat. Struktur ini dapat digunakan dalam bidang kedokteran dan bioteknologi; energi dan lingkungan; dan telekomunikasi (Einsiedel 2005). Aplikasi nanoteknologi di sektor pangan meliputi peningkatan rasa, warna, flavor, tekstur dan konsistensi produk makanan, meningkatkan penyerapan serta bioavailabilitas nutrisi dan senyawa bioaktif (Greiner 2009). Pada bidang elektronik, teknologi nano diaplikasikan untuk membuat komputer yang lebih cepat dan powerfull, kamera digital, cell phone, liquid crystal display (LCD),

19 6 light emiting dioda (LED). Pada industri otomotif, teknologi nano telah digunakan untuk mengisi lubang-lubang yang sangat kecil secara lebih efektif sehingga mobil menjadi lebih mengkilat catnya (Chasanah 2007). 2.3 Pembuatan Nanopartikel Nanopartikel dapat diproduksi dengan berbagai metode, diantaranya sintesis plasma, wet-phase processing, presipitasi kimia, sol-gel processing, pengolahan mekanik, sintesis mechanicochemical, high-energy ball milling, chemical vapour deposition dan ablasi laser (Park 2007). Beberapa metode untuk sintesis nanopartikel adalah co-precipitation, ultrasound irradiation, elektrokimia, dan sintesis hidrotermal (Kosa et al. 2009). Penelitian Sun et al. (2010) berhasil membuat nanopartikel kalsium menggunakan teknik spray drying dengan penggunaan two-liquid nozzle. Ada dua metode yang dapat digunakan dalam sintesis nanomaterial, yaitu secara top down dan bottom up. Top down merupakan pembuatan struktur nano dengan memperkecil material yang besar, sedangkan bottom-up merupakan cara merangkai atom atau molekul dan menggabungkannya melalui reaksi kimia untuk membentuk nano struktur (Greiner 2009). Contoh metode top down adalah penggerusan dengan alat milling, sedangkan teknologi bottom up yaitu menggunakan teknik sol-gel, presipitasi kimia, dan aglomerasi fasa gas (Dutta dan Hofmann 2005). Sintesis nanopartikel dengan metode top down dan bottom up dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2 Teknis sintesis nanopartikel top-down dan bottom-up (Dutta dan Hofmann 2005)

20 7 Teknologi bottom up dimulai dengan molekul dan bahan aktif yang dilarutkan dengan pelarut organik kemudian pelarut dihilangkan. Teknologi top down menggunakan berbagai jenis penggilingan dan teknik homogenisasi. Teknologi top down lebih populer dibandingkan teknologi bottom up. Top down dikenal sebagai "nanosizing", dalam kata lain top down adalah proses yang memecah kristal partikel besar menjadi potongan-potongan kecil (Gulsun et al. 2009). Metode presipitasi merupakan teknik pendekatan bottom up. Metode presipitasi dilakukan dengan cara zat aktif dilarutkan ke dalam pelarut, lalu ditambahkan larutan lain yang bukan pelarut (anti-solvent), hal ini menyebabkan larutan menjadi jenuh dan terjadi nukleasi yang cepat sehingga membentuk nanopartikel (Kenth 2009). Kelebihan metode ini adalah sederhana dan biaya rendah (Gulsun et al. 2009). Kelemahan metode ini adalah nanopartikel yang terbentuk harus distabilisasi untuk mencegah timbulnya kristal berukuran mikro (Kenth 2009). Salah satu metode presipitasi yang pertama adalah teknologi pembuatan hydrosol. Teknologi ini dikembangkan oleh Sucker pada tahun 1988 dan merupakan hak cipta milik Sandoz (sekarang bernama Novartis). Teknologi ini sesungguhnya merupakan metode presipitasi klasik yang dikenal sebagai via humida paratum. Pada metode ini, zat aktif dilarutkan ke dalam pelarut, lalu larutan tersebut dimasukkan ke dalam larutan lain yang bukan pelarut zat aktif tersebut sehingga menghasilkan presipitasi zat aktif yang halus (Junghans dan Muller 2008). Menurut Haskell (2005), metode presipitasi dilakukan dengan mengendalikan kelarutan bahan di dalam larutan melalui perubahan ph, suhu, atau pelarut. Endapan yang dihasilkan dari kondisi sangat jenuh memiliki banyak partikel berukuran kecil. Kelebihan metode ini adalah dapat menghasilkan partikel lebih kecil dari 100 nm dan pemakaian energi sangat rendah. 2.4 Kalsium Kalsium merupakan salah satu mineral makro. Mineral makro adalah mineral yang dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah lebih dari 100 mg per hari. Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat di dalam tubuh, yaitu

21 8 1,5-2% dari seluruh berat tubuh orang dewasa atau kurang lebih sebanyak 1 kg. Pada jumlah tersebut, 99% berada di dalam jaringan keras, yaitu tulang dan gigi terutama dalam bentuk hidroksiapatit {(3Ca 3 (PO 4 ) 2 ) Ca(OH) 2 }. Sisanya terdapat dalam cairan dan jaringan tubuh. Hidroksiapatit adalah kristal yang terdiri dari kalsium fosfat atau kombinasi kalsium fosfat dan kalsium hidroksida (Almatsier 2009). Kalsium dalam sel hidup membentuk ikatan kompleks dengan protein, karbohidrat, dan lemak. Ikatan kalsium bersifat selektif dan mampu berikatan dengan oksigen netral, termasuk grup alkohol dan karbonil (Fennema 1996). Secara geologi kalsium dapat diperoleh dari beberapa jenis mineral, seperti Ca-feldspar (pelapukan silikat), kalsit/aragonit (CaCO 3 ), dolomit (CaMg(CO 3 ) 2 ), gipsum (CaSO 4.2H 2 O) dan anhidrid (CaSO 4 ). Mineral-mineral karbonat dapat diperoleh dari batuan yang tersusun oleh mineral ini, seperti batu gamping, chalk, batu dolomit, dan batu napal. Batu gamping adalah suatu batuan sedimen yang mengandung lebih dari 50% mineral-mineral kalsit dan dolomit. Chalk adalah batuan karbonat berwarna putih yang berukuran halus, yang mengandung 97,5-98,5% kalsium karbonat. Batu dolomit atau sering disebut sebagai dolostone batuan karbonat yang secara dominan tersusun oleh dolomit (Warmada dan Titisari 2004). Menurut Scelfo dan Flegal (2000) kalsium yang digunakan dalam suplemen ada yang dari sumber alam dan ada yang disintesis. Kalsium dari sumber alam berupa hidroksiapatit atau kalsium fosfat (CaPO 4 ), dolomit [CaMg (CO 3 ) 2 ], dan kalsium karbonat (CaCO 3 ). Kalsium yang disintesis terdapat dua jenis utama sumber kalsium yaitu garam kalsium dan kalsium terikat dengan organik yang membentuk kelat (calcium bound with various organic chelates). Produk lainnya yang disintesis adalah kalsium fosfat, kalsium sulfat, dan kalsium klorida. Nano kalsium merupakan mineral predigestif yang sangat efisien dalam memasuki sel tubuh karena ukurannya yang super kecil (nanometer) sehingga dapat diabsorbsi dengan cepat dan sempurna (Suptijah 2009). Gao et al. (2007) menyatakan bahwa tikus yang diberi nanokalsium memiliki buangan kalsium

22 9 yang rendah pada feses dan urin dibandingkan tikus yang diberi pakan mikrokalsium. 2.5 Kegunaan Kalsium dalam Tubuh Kalsium merupakan mineral essensial yang ditemukan dalam jumlah yang besar di dalam tubuh. Sembilan puluh sembilan persen dari semua kalsium dalam tubuh ditemukan dalam tulang dan gigi. Satu persen sisanya dalam darah. Kalsium memegang peranan penting dalam konduksi saraf, kontraksi otot, dan pembekuan darah. Jika tingkat kalsium dalam tetesan darah di bawah normal, kalsium akan diambil dari tulang dan dimasukkan ke dalam darah untuk mempertahankan tingkat kalsium darah, oleh karena itu, penting untuk mengkonsumsi kalsium yang cukup untuk menjaga darah yang memadai dan tingkat kalsium tulang (Houtkooper dan Farrell 2011). Kalsium juga berfungsi sebagai katalisator berbagai reaksi biologis, seperti absorpsi vitamin B 12, tindakan enzim pemecah lemak, lipase pankreas, ekskresi insulin oleh pancreas, pembentukan dan pemecahan asetilkolin, yaitu bahan yang diperlukan dalam transmisi suatu rangsangan dari serabut syaraf yang satu ke yang lainnya. Kalsium yang diperlukan untuk mengkatalisis reaksi-reaksi ini diambil dari persediaan kalsium dalam tubuh (Almatsier 2009). 2.6 Transportasi dan Penyerapan Kalsium Tulang merupakan suatu jaringan dinamis yang melakukan pembentukan dan pembongkaran setiap saat melalui suatu proses yang disebut dengan remodelling tulang (Ganong 1995). Absorpsi kalsium dari saluran pencernaan akan efisien bila kalsium dalam bentuk yang terlarut, umumnya dalam bentuk ion kalsium (Linder 1992). Salah satu faktor pendorong dari daya larut mineral yang dapat memecah dan mereduksi molekul-molekul mineral menjadi bentuk yang mudah diserap oleh tubuh adalah kondisi ph asam (Sediaoetama 1993). Kondisi asam menyebabkan kalsium yang asalnya berikatan dengan komponen lain berubah menjadi bentuk sederhana (ion) sehingga akan meningkatkan kelarutannya, dalam hal ini asam lambung bertindak sebagai enhancher yaitu molekul atau senyawa yang mempengaruhi kalsium sehingga bersifat larut dan selanjutnya dapat diabsorpsi oleh mukosa sel usus (Suzuki et al. 1992).

23 10 Menurut Bronner (2008) absorpsi kalsium pada usus halus melibatkan dua proses, yaitu transeluler dan paraseluller. Jalur transeluler terjadi pada proksimal intestinal terutama pada duodenum, sedangkan jalur paraseluller terjadi di sepanjang usus kecil terutama pada ileum dan jejunum. Bronner (1992) menyatakan bahwa jalur transeluler terdiri dari tiga jalur, yaitu (1) masuk ke brush border membrane yang terdapat pada enterosit (sel epitel usus halus), (2) difusi intraseluler, dan (3) ekstrusi pada membran basolateral/penekanan kalsium keluar membran basolateral menuju cairan ekstraseluler yang dilakukan dengan pompa ATPase. Transport kalsium dengan jalur paraseluler yaitu melalui tight junction yang ada di antara sel epitel. Mineral tulang berfungsi sebagai reservoir utama untuk sirkulasi kalsium pada cairan ekstraseluler. Kalsium memasuki cairan ekstraseluler dari saluran pencernaan dengan absorpsi dan dari tulang dengan resorpsi. Kalsium meninggalkan cairan ekstraseluler melalui saluran pencernaan, ginjal dan kulit, serta masuk ke dalam tulang melalui formasi tulang (pembentukan tulang) (WHO 1998). Gambar 3 Pergerakan kalsium di dalam tubuh (WHO 1998) Fisiologi dari metabolisme kalsium terutama diarahkan terhadap pemeliharaan konsentrasi ion kalsium dalam cairan ekstraseluler. Konsentrasi ini diatur dan dipelihara oleh hormon paratiroid. Hormon ini meningkatkan reabsorpsi kalsium di renal tubular, dan meningkatkan absorpsi kalsium oleh usus dengan merangsang produksi 1,25-dihydroxy vitamin D atau kalsitriol [1,25 - (OH) 2 D] (WHO 1998). Kalsitriol mempunyai efek meningkatkan absorpsi kalsium dengan cara merangsang sintesis protein pengikat kalsium pada mukosa usus halus kemudian diransfer ke plasma darah. Kalsitriol

24 11 di dalam tulang bersama hormon paratiroid merangsang pelepasan kalsium dari permukaan tulang ke dalam darah (Almatsier 2009). 2.7 Kebutuhan Kalsium Kebutuhan kalsium dalam tubuh manusia berbeda menurut usia dan jenis kelamin. Recommended Daily Allowance (RDA) merekomendasikan konsumsi kalsium sebesar 800 mg untuk umur 1-10 tahun dan 25 tahun ke atas. Umur tahun dan untuk wanita hamil atau menyusui direkomendasikan konsumsi kalsium sebanyak mg (Percival 1999). Tabel 1 menunjukkan kebutuhan kalsium per hari yang terekomendasi dalam Widyakarya Nasional pangan dan Gizi (2004). Bayi (bulan) Anak (tahun) Pria (tahun) >65 Wanita (tahun) >65 Hamil Trimester 1 Trimester 2 Trimester 3 Menyusui 6 bulan pertama 6 bulan kedua Tabel 1 Daftar angka kecukupan gizi kalsium Kelompok umur Kebutuhan Ca (mg/hari) Sumber: Widyakarya Nasional pangan dan Gizi (2004)

25 12 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai bulan Mei Preparasi bahan baku dilakukan di Laboratorium Preservasi dan Pengolahan Hasil Perairan, Departeman Teknologi Hasil Perairan. Uji proksimat dilakukan di Laboratorium Konservasi Satwa Langka dan Harapan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor. Uji derajat putih dilakukan di Laboratorium Pengolahan Pangan, Departeman Ilmu Teknologi Pangan. Uji atomic absorption spectrophotometry (AAS) dilakukan di Laboratorium Bersama Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Uji Scanning Electron Microscopy (SEM) dilakukan di Laboratorium Geologi Kuarter, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan, Bandung. 3.2 Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu cangkang kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis), larutan asam klorida (HCl) 1 N, NaOH 3 N, dan akuades. Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain alat gelas, tanur, toples, termometer, oven, hotplate, kertas saring, kertas ph dan timbangan serta alat analisis proksimat, AAS Shimadzu AA-7000 dan SEM JSM-35C. 3.3 Metode Penelitian Tahapan penelitian meliputi preparasi sampel cangkang kijing, uji proksimat cangkang kijing, serta pembuatan serbuk nano kalsium dengan perlakuan lama ekstraksi terhadap rendemen dan kadar mineral yang meliputi kalsium, fosfor, kalium, natrium, mangan, besi, dan zinc. Tahap selanjutnya yaitu analisis fisik dan mikroskopis serbuk nano kalsium meliputi analisis derajat putih, analisis ukuran partikel, analisis kadar mineral termasuk logam berat Pb Preparasi cangkang kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis) Preparasi cangkang kijing dilakukan dengan pencucian cangkang. Cangkang kemudian dikeringkan dengan panas matahari. Cangkang yang telah

26 13 kering selanjutnya dilakukan penghancuran dengan alat hammer mill ukuran 60 mesh sehingga menjadi tepung cangkang. Tepung cangkang selanjutnya diuji proksimat untuk mengetahui komposisi kimianya. Diagram alir pembuatan tepung cangkang dapat dilihat pada Gambar 4. Cangkang kijing Pencucian Pengeringan dengan matahari Penghancuran dengan hammer mill Tepung cangkang Gambar 4 Preparasi cangkang kijing Keterangan: = Input/output, = Proses Pembuatan serbuk nano kalsium Tepung cangkang selanjutnya dilakukan ekstraksi dengan pelarut HCl pada suhu 90 0 C dengan perlakuan waktu ekstraksi selama 1; 1,5; dan 2 jam. Hasil ekstraksi selanjutnya dilakukan penyaringan dengan kertas saring sehingga diperoleh cairan/filtrat. Filtrat yang diperoleh dilakukan presipitasi dengan penambahan NaOH 3 N dan dilakukan pengadukan serta didiamkan sampai presipitasi tidak terbentuk lagi. Endapan yang diperoleh kemudian dipisahkan dengan cara dekantasi. Endapan tersebut selanjutnya dilakukan proses netralisasi menggunakan akuades sampai ph 7. Tahap selanjutnya adalah tahap pengeringan endapan dengan oven dan diteruskan dengan pembakaran dalam tanur pada suhu C sehingga terbentuk serbuk kalsium. Serbuk tersebut selanjutnya dilakukan analisis fisika dan mikroskopis. Diagram alir pembuatan serbuk nano kalsium dapat dilihat pada Gambar 5.

27 14 Tepung cangkang Ekstraksi dengan pelarut HCl pada suhu 90 C (perlakuan waktu ekstraksi 1; 1,5; 2 jam) Penyaringan filtrat Presipitasi dengan NaOH 3 N filtrat Endapan kalsium Netralisasi Dekantasi filtrat Endapan kalsium Pengeringan dengan oven Pembakaran di atas hot plate Pengabuan dalam tanur Serbuk nano kalsium Pengujian fisika dan mikroskopis Gambar 5 Diagram alir pembuatan serbuk nano kalsium dari cangkang kijing (modifikasi metode Fernandez et al.1999) Keterangan: = Input/output, = Proses

28 Analisis kimia, fisika dan mikroskopis Cangkang kijing yang telah dihancurkan dengan hammer mill menjadi tepung cangkang dilakukan analisis kimia yaitu analisis proksimat, sedangkan serbuk nano kalsium yang telah dihasilkan dilakukan analisis fisika yaitu analisis mineral menggunakan AAS, perhitungan rendemen, dan uji derajat putih, serta analisis mikroskopis berupa pengukuran partikel dengan menggunakan SEM Analisis kimia a) kadar air (AOAC 1980) Cawan porselen dikeringkan dalam oven pada suhu 105 o C selama 1 jam dan didinginkan dalam desikator ± 15 menit kemudian ditimbang. Sebanyak 1 gram sampel dimasukkan ke dalam cawan kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu 105 o C selama 8 jam, kemudian dimasukkan ke dalam desikator sampai dingin dan ditimbang, selanjutnya sampel kadar air dihitung dengan rumus: Kadar air = Bobot sampel (segar-kering) x 100 % Bobot sampel segar b) kadar abu (AOAC 1980) Sebanyak 1 gram sampel ditempatkan dalam cawan porselen kemudian dibakar sampai tidak berasap, kemudian diabukan dalam tanur pada suhu 600 o C selama 2 jam, selanjutnya ditimbang. Kadar abu dihitung dengan rumus: Kadar abu = Bobot Abu x 100 % Bobot sampel c) kadar lemak (AOAC 1980) Sebanyak 2 gram sampel disebar diatas kapas yang beralas kertas saring dan di gulung membentuk thimble, kemudian dimasukkan ke dalam labu soxhlet. Sampel diekstraksi selama 6 jam dengan pelarut lemak berupa heksan sebanyak 150 ml. Lemak yang terekstrak dikeringkan dalam oven pada suhu 100 o C selama 1 jam. Kadar lemak dihitung dengan rumus: Kadar lemak = Bobot lemak terekstrak x 100 % Bobot sampel

29 16 d) kadar protein (AOAC 1980) Sebanyak 0,25 gram sampel dimasukkan ke dalam labu kjeldahl 100 ml dan ditambahkan selenium 0,25 gram dan 3 ml H 2 SO 4 pekat. Sampel selanjutnya dilakukan destruksi (pemanasan dalam keadaan mendidih) selama 1 jam, sampai larutan jernih. Sampel kemudian ditambahkan 50 ml aquades dan 20 ml NaOH 40%, selanjutnya didestilasi. Hasil destilasi ditampung dalam labu erlenmeyer yang berisi campuran 10 ml H 3 BO 3 2% dan 2 tetes indikator Brom Cresol Green-Methyl Red berwarna merah muda. Setelah volume hasil tampungan (destilat) menjadi 10 ml dan berwarna hijau kebiruan, destilasi dihentikan dan destilat dititrasi dengan HCl 0,1 N sampai berwarna merah muda. Perlakuan yang sama dilakukan juga terhadap blanko. Kadar Nitrogen total dihitung dengan rumus : %N= (S-B)x NHCL x 14 x 100 % w x 1000 Keterangan: S = Volume titran sampel (ml) B = Volume titran blanko (ml) W = Bobot sampel kering (mg) % Kadar Protein: % Nitrogen x faktor konversi Keterangan : Protein mengandung rata-rata 16 % nitrogen. Faktor konversi = Analisis fisika a) Rendemen serbuk nanokalsium Rendemen merupakan persentase dari perbandingan bobot serbuk kalsium yang dihasilkan terhadap bobot cangkang kijing sebelum mengalami perlakuan. Perhitungan persentase rendemen dengan rumus sebagai berikut: Rendemen (%) = x 100 % Keterangan: a = berat tepung akhir b = berat tepung awal

30 17 b) Analisis kadar mineral (Ca, Mg, Na, K, Fe, Zn, Mn) dan logam berat Pb (Reitz et al. 1987) Analisis kadar mineral dilakukan untuk mengetahui kadar mineral pada serbuk nano kalsium. Pada penelitian ini dilakukan analisis kadar mineral yang meliputi kalsium, magnesium, kalium, mangan, natrium, besi, dan seng. Analisis kadar mineral dan logam berat Pb dilakukan menggunakan metode AAS. Tahap pertama adalah sampel dilakukan proses pengabuan basah. Sebanyak 1 gr sampel dimasukkan ke dalam erlenmeyer ukuran 125 ml/100 ml, selanjutnya ditambahkan 5 ml HNO 3 dan didiamkan selama 1 jam pada suhu ruang di ruang asam. Sampel dipanaskan diatas hot plate dengan temperatur rendah selama 4-6 jam (dalam ruang asam) dan dibiarkan semalam (sampel ditutup). Sampel yang telah dibiarkan semalam, selanjutnya ditambahkan 0.4 ml H 2 SO 4 lalu dipanaskan diatas hot plate sampai larutan berkurang (lebih pekat), biasanya ± 1 jam. Sampel kemudian ditambahkan 2-3 tetes larutan campuran HClO 4 : HNO 3 (2:1). Sampel masih tetap diatas hot plate, karena pemanasan terus dilanjutkan sampai ada perubahan warna dari coklat sampai kuning tua lalu kuning muda. Setelah ada perubahan warna, pemanasan masih dilanjutkan selama menit kemudian sampel dipindahkan, dinginkan dan ditambahkan 2 ml aquades dan 0.6 ml HCl. Sampel dipanaskan kembali agar sampel larut (±15 menit) kemudian sampel diencerkan sampai 100 ml. Apabila ada endapan disaring dengan glass wool, selanjutnya dianalisa dengan AAS. Tahap selanjutnya adalah analisis menggunakan alat AAS. Alat diatur sesuai dengan instruksi dalam petunjuk manual alat tersebut, selanjutnya larutan standar logam dan blanko diukur. Kadar mineral di analisis berdasarkan emisi yang dihasilkan dari pembakarana mineral pada tungku pembakaran dan diukur pada panjang gelombang tertentu. Kadar mineral pada sampel dihitung dengan memasukkan nilai absorban sampel ke dalam persamaan garis standar y = ax ± b, maka akan diperoleh nilai x yang merupakan konsentrasi sampel. Kadar mineral dalam sampel dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

31 18 c) Analisis fosfor (Taussky dan Shorr 1953) Preparasi larutan dilakukan terlebih dahulu yaitu dengan membuat larutan A dan larutan B. Pada larutan A, sebanyak 10 g ammonium molibdat 10% ditambah dengan 60 ml akuades, selanjutnya ditambahkan 28 ml H 2 SO 4 dan dilarutkan dengan akuades hingga 100 ml. Tahap selanjutnya adalah membuat larutan B, sebanyak 10 ml larutan A ditambah dengan 60 ml akuades dan 5 g FeSO 4.7H 2 O, kemudian dilarutkan dengan akuades hingga 100 ml. Sampel hasil pengabuan basah dimasukkan ke dalam tabung kuvet kemudian ditambah dengan 2 ml larutan B. Intensitas warna diukur dengan menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 660 nm. d) Derajat putih serbuk nanokalsium (Faridah et al. 2006) Pengukuran derajat putih serbuk nanokalsium dilakukan dengan menggunakan alat Kett Digital Whiteness-meter model C-100s. Warna hitam menunjukan nilai 0, sedangkan nilai 100 menunjukan derajat putih yang setara dengan pembakaran pita magnesium. Pengukuran derajat putih dilakukan dengan cara meletakkan serbuk dalam wadah tertentu, kemudian hasil pengukuran derajat putih terlihat pada monitor alat tersebut Analisis mikroskopis a. Analisis partikel size dengan Scanning Electron Microscopy (SEM) (Toya et al. 1986) Sampel ditaburkan pada specimen holder yang dilapisi double sticky tape, kemudian dibersihkan dengan hand blower untuk menghilangkan debu-debu pengotor. Sampel yang telah menempel pada double sticky tape kemudian dilapisi emas-pladium setebal 400 Ǻ dengan menggunakan mesin ion Sputter JFC Coating tersebut dimaksudkan agar benda uji yang akan dilakukan pemotretan menjadi penghantar listrik. Sampel yang telah dilapisi emas-pladium selanjutnya dimasukkan ke dalam specimen chamber pada mesin SEM untuk dilakukan pemotretan pada perbesaran x, dan x. Sumber elektron dipancarkan menuju sampel untuk memindai permukaan sampel, kemudian emas sebagai konduktor akan memantulkan elektron ke detektor pada mikroskop SEM. Hasil pemindaian akan diteruskan ke detektor

32 19 menuju monitor. Hasil yang diperoleh berupa gambar tiga dimensi permukaan serbuk nanokalsium Rancangan percobaan dan Analisis Data (Steel dan Torrie 1993) Rancangan percobaan yang digunakan untuk menguji pengaruh waktu ekstraksi terhadap rendemen dan kadar mineral serbuk nano kalsium adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan satu faktor dan 3 taraf (1 jam; 1,5 jam; dan 2 jam). Data terlebih dahulu dilakukan uji kenormalan galat menggunakan uji Kolmogrov Simirnov untuk mengetahui data terdistribusi normal atau tidak normal, jika signifikansi di atas 0,05 (P-value >0,05) maka data tersebut menunjukkan bahwa data tersebar normal. Data yang terdistribusi normal selanjutnya dilakukan analisis ANOVA (Analysis Of Variant). Pengolahan data dilakukan menggunakan perangkat lunak Statistical Package for Social Science (SPSS). Model rancangannya adalah: Y ij = μ + α i + ε ij Keterangan : Y ij = hasil pengamatan rendemen ekstrak waktu (i) pada ulangan ke-j µ = rataan umum α i = pengaruh perbedaan waktu ekstraksi = sisaan akibat perbedaan waktu ekstraksi taraf ke-i pada ulangan ke-j ε ij Hipotesis terhadap data hasil rendemen serbuk nano kalsium pada perlakuan lama ekstraksi adalah sebagai berikut: H 0 H 1 : Waktu ekstraksi tidak berpengaruh terhadap nilai rendemen serbuk nano kalsium (αi = 0). : Waktu ekstraksi berpengaruh terhadap nilai rendemen serbuk nano kalsium (α 0). Hipotesis terhadap data hasil kadar mineral serbuk nano kalsium pada perlakuan lama ekstraksi adalah sebagai berikut: H 0 : Waktu ekstraksi tidak berpengaruh terhadap kadar mineral serbuk nano kalsium (αi = 0). H 1 : Waktu ekstraksi berpengaruh terhadap kadar mineral serbuk nano kalsium (α 0). Jika uji ANOVA menunjukkan hasil berbeda nyata terhadap rendemen serbuk nano kalsium maka dilanjutkan dengan uji Duncan, dengan rumus sebagai berikut:

33 20 Keterangan : KTS = Kuadrat tengah sisa dbs = Derajat bebas sisa r = Banyaknya ulangan Duncan = tα/2; dbs

34 21 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi Kimia Cangkang Kijing Lokal Cangkang kijing yang telah dihancurkan dengan hammer mill menjadi tepung cangkang dianalisis komposisi kimianya. Uji proksimat cangkang kijing yang dilakukan pada penelitian ini meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, dan kadar protein. Kadar air yang dihasilkan dari cangkang kijing sebesar 0,54%. Hasil ini tidak berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Permana (2006) yang menunjukkan kadar air tepung cangkang kerang hijau (Perna viridis L.) sebesar 0,85%. Penelitian yang dilakukan Wardhani (2009) menunjukkan kadar air cangkang kijing lokal ukuran >90 mm sebesar 1,19%. Kadar air yang rendah tersebut disebabkan oleh sampel cangkang kijing sudah mengalami penjemuran dengan sinar matahari, selain itu karena karakteristik cangkang kijing memiliki tekstur padat dan tersusun atas zat kapur. Morton (1992) menyebutkan bahwa cangkang bivalvia memiliki tekstur padat dan tersusun atas zat kapur atau disebut lapisan periostrakum. Hasil penelitian menunjukkan komposisi kimia tertinggi pada cangkang kijing adalah kadar abu sebesar 55,31%. Besarnya kadar abu menunjukkan bahwa kadar mineral yang tinggi terkandung dalam cangkang kijing. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Wardhani (2009) yang menunjukkan kadar abu cangkang kijing lokal sangat tinggi yaitu sebesar 93,34%. Hasil tersebut cukup berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Permana (2006) yang menunjukkan bahwa kadar abu cangkang kerang hijau (Perna viridis L.) sebesar 77,13%. Perbedaan nilai kadar abu tersebut disebabkan oleh sampel cangkang yang digunakan berasal dari spesies yang bebeda. Tingginya kadar abu pada hasil penelitian ini disebabkan oleh cangkang kijing mengandung bahan anorganik berupa kalsium karbonat. Menurut Acevedo et al. (2010), cangkang moluska terdiri dari 95% kalsium karbonat dan 5% matriks organik. John et al. (1972) menyebutkan bahwa kandungan kalsium pada cangkang kijing tersusun atas kalsium karbonat yang terbentuk dari lapisan calcite dan aragonite.

35 22 Analisis protein kasar terhadap cangkang kijing menunjukkan nilai protein yang rendah yaitu 3,01%. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan John et al. (1972) yang menunjukkan bahwa kandungan protein pada lapisan nacre Pinctada maxima sebesar 2-3%. Penelitian yang dilakukan Wardhani (2009) menunjukkan kadar protein cangkang kijing lokal sebesar 1,85%. Protein pada cangkang kijing diduga berasal dari periostrakum dan hinge ligamen. Lapisan periostrakum mengandung lima belas hingga tujuh belas asam amino. Lapisan luar dari ligamen terdiri dari lamella yang tersususun atas protein berbentuk serabut (Gregoire 1972). Penelitian Suzuki et al. (2004) menunjukkan bahwa lapisan prismatik pada Pinctada fucata mengandung asam amino glisin dan tirosin. Kadar lemak yang dihasilkan dari cangkang kijing sebesar 0,4%. Hasil tersebut tidak jauh berbeda dengan hasil analisis kadar lemak yang telah dilakukan oleh Wardhani (2009) yang meneliti karakteristik fisik dan kimia tepung cangkang kijing lokal, yaitu sebesar 0,66%. Kandungan lemak pada cangkang bivalva diduga berasal dari lapisan periostrakum. Lapisan periostrakum mengandung lemak, asam amino, dan protein (Gregoire 1972). Menurut Delong dan Thorp (2009), lapisan luar dari periostrakum mengandung matriks organik. Lee et al. (2007) menyatakan bahwa periostrakum mengandung mukopolisakarida, lemak, dan protein, dan berfungsi untuk mencegah korosi pada lapisan terluar dari cangkang. 4.2 Presipitasi Metode presipitasi merupakan pencampuran asam basa yang menghasilkan padatan kristalin dan air (Purwasasmita dan Gultom 2008). Pada penelitian ini, metode presipitasi dilakukan dengan cara melarutkan komponen kalsium cangkang kijing ke dalam pelarut asam (HCl) karena kalsium larut dalam suasana asam, kemudian ditambahkan larutan NaOH ke dalam larutan HCl yang telah mengandung kalsium. Adanya pencampuran asam-basa tersebut mengakibatkan larutan menjadi jenuh dan menghasilkan endapan kalsium yang halus dan berukuran nano. Menurut Kenth (2009), metode presipitasi dilakukan dengan cara zat aktif dilarutkan ke dalam pelarut, lalu ditambahkan larutan lain yang

36 23 bukan pelarut (anti-solvent), hal ini menyebabkan larutan menjadi jenuh dan terjadi nukleasi yang cepat sehingga membentuk nanopartikel. Isolasi kalsium dari cangkang kijing lokal dilakukan dengan demineralisasi menggunakan HCl. Proses ini merupakan proses melarutkan mineral yang terkandung dalam cangkang kijing terutama mineral CaCO 3. Reaksi pelepasan kalsium dari cangkang kijing oleh larutan HCl adalah: CaCO 3 + 2HCl CaCl 2 (larut) + H 2 CO 3 CO 2 H 2 CO 3 H 2 O Pada awal proses pencampuran cangkang kijing dengan HCl 1N, terbentuk banyak buih dan gelembung-gelembung udara yang berlangsung sekitar ± 5 menit. Hal ini disebabkan oleh terbentuknya gas-gas CO 2 dan H 2 O di permukaan larutan. Kandungan kalsium pada cangkang kijing yang berupa kalsium karbonat (CaCO 3 ) direaksikan dengan HCl akan membentuk CaCl 2. Kalsium klorida (CaCl 2 ) yang terbentuk kemudian dilakukan presipitasi dengan NaOH menghasilkan endapan berupa kalsium hidroksida dan garam. Berikut adalah proses presipitasi kalsium dengan NaOH: CaCl 2 (larut) + 2NaOH Ca (OH) 2 + 2NaCl Garam (NaCl) yang terbentuk dihilangkan pada saat proses netralisasi, sehingga yang tersisa adalah Ca (OH) 2. Kalsium hidroksida (Ca (OH) 2 ) akan berubah menjadi kalsium oksida (CaO) saat proses pengabuan pada suhu 600ºC, karena H 2 O menguap sehingga produk akhirnya adalah serbuk nano kalsium oksida. Ca(OH) 2 CaO + H 2 O 4.3 Rendemen Rendemen merupakan suatu parameter yang paling penting untuk mengetahui nilai ekonomis dan efektivitas suatu produk atau bahan. Perhitungan nilai rendemen berdasarkan persentase perbandingan antara berat akhir dengan berat awal proses. Semakin besar rendemennya maka semakin tinggi pula nilai ekonomis produk tersebut, begitu pula semakin kecil nilai rendemen produk tersebut maka semakin rendah nilai ekonomis atau nilai keefektivitasan suatu

37 24 produk atau bahan tersebut (Mathlubi 2006). Berdasarkan analisis koefisien keragaman (coeffisien of variant) (Lampiran 12) menunjukkan bahwa keragaman data rendah (homogen) (CV < 20). Hasil uji kolmogrov simirnov (Lampiran 3) dapat dilihat bahwa data rendemen menyebar normal (P-value > 0,05). Hasil rendemen serbuk nano kalsium dapat dilihat pada Gambar 6. Gambar 6 Grafik rendemen serbuk nano kalsium; 1 jam; 1,5 jam; 2 jam Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak beda nyata Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan lama ekstraksi memberikan pengaruh nyata (α=0,05) terhadap rendemen serbuk nano kalsium yang dihasilkan (Lampiran 4). Uji Duncan menunjukkan bahwa perlakuan ekstraksi 1,5 jam berbeda nyata (α=0,05) dengan waktu ekstraksi 1 jam, namun tidak berbeda nyata dengan waktu ekstrasi 2 jam (Lampiran 5). Hal tersebut karena semakin lama waktu ekstraksi, maka rendemen yang dihasilkan semakin bertambah hingga terjadi kesetimbangan konsentrasi dalam larutan yang dinamakan titik jenuh. Waktu ekstraksi 1 jam menghasilkan rendemen sebesar 5,02%. Rendemen bertambah menjadi 8,53% ketika waktu ekstraksi dinaikkan (1,5 jam), karena dengan bertambahnya waktu ekstraksi maka semakin banyak komponen mineral yang terekstrak dari cangkang, namun pada waktu ekstraksi dinaikkan kembali menjadi 2 jam, rendemen tidak berbeda nyata dengan rendemen 1,5 jam. Hal ini dikarenakan larutan sudah mengalami titik jenuh sehingga rendemen tidak bertambah. Suryandari (1981) menyebutkan bahwa semakin lama waktu ekstraksi maka rendemen yang dihasilkan semakin tinggi, karena kesempatan kontak antara bahan dan pelarut semakin besar, namun apabila waktu ekstraksi terlalu lama, rendemen akan menurun kemungkinan karena larutan sudah mencapai titik jenuh. Menurut Brojer et al. (2002), meningkatnya

38 25 waktu ekstraksi akan menyebabkan meningkatnya massa zat yang terlarut sampai waktu optimal, bila lebih dari waktu optimal rendemen tidak bertambah. Pemilihan perlakuan yang diterapkan untuk mengkarakterisasi serbuk nano kalsium berdasarkan pada parameter rendemen dan waktu ekstraksi. Perlakuan waktu ekstraksi 1,5 jam menghasilkan nilai rendemen tertinggi dan berbeda nyata dengan 1 jam, maka waktu ekstraksi 1,5 jam terpilih untuk pembuatan serbuk nano kalsium yang akan dikarakterisasi. 4.4 Komposisi Mineral Mineral merupakan bagian dari tubuh dan memegang peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ, maupun fungsi tubuh secara keseluruhan. Mineral digolongkan ke dalam mineral makro dan mineral mikro. Mineral makro adalah mineral yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah lebih dari 100 mg sehari, sedangkan mineral mikro dibutuhkan kurang dari 100 mg sehari (Almatsier 2009). Komposisi makromineral pada serbuk nano kalsium ini adalah Ca, Mg, Na, P, dan K, sedangkan mikromineral yang terkandung adalah Fe, Zn, dan Mn. Berdasarkan analisis koefisien keragaman (coefisien of variant) (Lampiran 12) menunjukkan bahwa keragaman data rendah (homogen) (CV < 20). Hasil uji kolmogrov simirnov (Lampiran 11) dapat dilihat bahwa data kadar mineral serbuk nano kalsium menyebar normal (P-value >0,05). Hasil analisis kandungan mineral pada serbuk nano kalsium pada perlakuan 1 jam, 1,5 jam, dan 2 jam dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Komposisi mineral serbuk nano kalsium Komposisi mineral Nilai (%) 1 jam 1,5 jam 2 jam Kalsium 85,57 89,89 86,77 Magnesium 6,23 1,78 2,03 Natrium 3,58 4,19 3,40 Fosfor 0,15 0,02 0,07 Kalium 0,29 0,23 0,14 Mangan 4,02 3,72 7,36 Besi 0,10 0,08 0,10 Seng 0,05 0,08 0,14 Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan lama ekstraksi tidak memberikan pengaruh terhadap kadar mineral yang dihasilkan (P >0,05)

39 26 (Lampiran 13). Hal tersebut diduga karena pengaruh lingkungan perairan yang sama. Hasil ini didukung oleh hasil penelitian Mahmoud et al. (2007) yang menyatakan bahwa kandungan mineral terutama kalsium pada limbah demineralisasi cangkang udang tidak berbeda nyata antara perlakuan ekstrasi 1 jam dan 6 jam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mineral kalsium memiliki kadar yang paling tinggi dibandingkan komposisi mineral lainnya yaitu sebesar 85,57% dengan perlakuan 1 jam, 89,89% dan 86,77% untuk perlakuan 1,5 jam dan 2 jam. Besarnya kandungan kalsium karena cangkang kijing sebagian besar tersusun atas kalsium karbonat. Menurut Gregoire (1972), cangkang bivalvia tersusun dari 89-99% kalsium karbonat, 1-2% fosfat, bahan organik berupa conchiolin, dan air. Penelitian Wardhani (2009) menunjukkan kandungan kalsium tepung yang dihasilkan dari cangkang kijing berukuran >90 mm adalah 28,97%, dan pada penelitian Aung et al. (2008) menunjukkan kadar kalsium dari limbah demineralisasi kulit udang pada waktu ekstraksi 2 jam sebesar 84,42%. Kalsium merupakan kation divalen paling melimpah dari tubuh manusia, mewakili sekitar 1,5% sampai 2% dari total berat badan manusia. Tulang dan gigi mengandung sekitar 99% dari kalsium tubuh, serta 1% lainnya di distribusikan dalam cairan intra dan ekstraseluler (Gropper et al. 2009). Kelebihan nano kalsium menurut Food and Environmental Hygiene Department (2010) adalah memiliki kemampuan yang lebih besar untuk memasuki dinding usus dibandingkan dengan yang berukuran mikro. Partikel nano pada kalsium dapat mudah diserap oleh saluran pencernaan. Penelitian Park et al. (2007) menunjukkan bahwa susu yang ditambahkan nano kalsium dengan ukuran nm dapat meningkatkan Bone Mineral Density (BMD) pada tulang tikus. Berdasarkan analisis ragam (Lampiran 13), perbedaan waktu ekstrasi tidak memberikan pengaruh terhadap kadar mineral magnesium yang dihasilkan. Kadar magnesium pada perlakuan waktu ekstraksi 1 jam adalah 6,23%, perlakuan waktu ekstrasi 1,5 jam adalah 1,78%, dan 2,03% pada perlakuan ekstrasi 2 jam. Konsentrasi tersebut lebih tinggi dibandingkan kadar magnesium hasil penelitian Wardhani (2009) pada tepung cangkang kijing yaitu 0, %. Hal tersebut

40 27 karena metode ekstraksi yang digunakan berbeda, dimana Wardhani menggunakan metode ekstraksi dengan pelarut NaOH. Kelebihan metode yang digunakan pada penelitian Wardhani adalah menghasilkan rendemen tepung kalsium yang tinggi, sedangkan pada penelitian ini diperoleh rendemen yang rendah dibandingkan penelitian Wardhani. Magnesium merupakan salah satu mineral yang terdapat dalam cangkang kijing. Magnesium sering ditemukan dalam cangkang molluska dengan kandungan magnesium lebih dari 1%. Magnesium bersamaan kalsium terdapat pada lapisan prismatik (prismatic layers) dalam bentuk kristal calcite dan aragonit. Konsentrasi magesium pada calcite lebih tinggi dibandingkan pada aragonit (Wilbur 1972). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perbedaan waktu ekstraksi tidak memberikan pengaruh terhadap kadar mineral natrium dan kalium yang dihasilkan (Lampiran 13). Hal tersebut diduga karena pengaruh lingkungan perairan yang sama. Kadar natrium dan kalium pada perlakuan 1 jam adalah 3,58% dan 0,29%; waktu ekstraksi 1,5 jam sebesar 4,19% dan 0,23%; dan pada perlakuan waktu ekstraksi 2 jam adalah 3,40% dan 0,14%. Hasil kadar kalium tersebut berbeda dengan hasil penelitian Rini (2010) yang menunjukkan kadar kalium pada tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang adalah 0,03%. Perbedaan tersebut disebabkan oleh sampel yang digunakan berasal dari spesies yang berbeda. Lingkungan perairan mengandung natrium dan kalium dalam bentuk ion (Darmono 1995). Logam natrium dan kalium pada cangkang kijing diduga berasal dari lingkungan perairannya. Ion-ion mineral tersebut masuk ke dalam cangkang kijing secara difusi. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan waktu ekstrasi tidak berpengaruh terhadap kadar mineral fosfor yang dihasilkan (Lampiran 13). Pada perlakuan 1 jam kadar fosfor sebesar 0,15%, waktu ekstrasi 1,5 jam adalah 0,02%, dan kadar fosfor pada perlakuan ekstrasi 2 jam adalah 0,07%. Hasil tersebut tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Wardhani (2009) yang menunjukkan kadar fosfor pada tepung cangkang kijing sebesar 0,081% dan pada penelitian Khalil (2006) yang menunjukkan kadar fosfor pada tepung

41 28 cangkang pensi (Corbicula sp.) sebesar 0,1-0,2%. Hal ini karena sampel yang digunakan berasal dari jenis yang sama. Pada penelitian Wardhani sampel yang digunakan yaitu cangkang kijing lokal, dan pada penelitian Khalil menggunakan cangkang sejenis bivalva. Fosfor pada cangkang bivalva merupakan fosfor dalam bentuk fosfat dengan kandungan berkisar 1-2% (Gregoire 1972). Kandungan fosfor pada cangkang bivalva dapat dipengaruhi oleh kadar fosfor terlarut dalam perairan (Darmono 1995). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan ekstraksi tidak memberikan pengaruh terhadap kadar besi dan kadar mangan yang dihasilkan (Lampiran 13). Kadar besi pada perlakuan 1 jam adalah 0,10%, perlakuan 1,5 jam sebesar 0,08% dan pada perlakuan waktu ekstraksi 2 jam adalah 0,10%. Kadar mangan pada perlakuan 1 jam adalah 4,02%, perlakuan 1,5 jam adalah 3,72%, dan perlakuan 2 jam sebesar 7,36%. Hasil tersebut jauh berbeda dengan hasil penelitian Aung et al. (2008) yang menunjukkan bahwa kadar besi pada limbah demineralisasi kulit udang adalah 2,84%, dan kadar mangan mengandung 0,04%. Perbedaan tersebut karena spesies yang digunakan berbeda dan perlakuan suhu ekstraksi yang berbeda, pada penelitian ini suhu ekstraksi yang digunakan adalah 90º C, sedangkan penelitian Aung et al. melakukan ekstraksi pada suhu ruang menggunakan magnetic stirrer. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perbedaan waktu ekstraksi tidak memberikan pengaruh terhadap kadar seng yang dihasilkan (Lampiran 13). Kadar seng pada penelitian ini adalah 0,05% (perlakuan 1 jam), 0,08% (perlakuan 1,5 jam), dan 0,14% (perlakuan 2 jam). Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Aung et al. (2008) yang menunjukkan bahwa kadar seng pada limbah demineralisasi kulit udang adalah 0,03%. Seng ditemukan hampir dalam setiap jaringan hewan. Logam ini cenderung terakumulasi dalam tulang daripada dalam hati yang merupakan organ utama sebagai penyimpan kebanyakan mineral mikro (Darmono 1995). Menurut Kitano et al. (1976), seng pada cangkang ditemukan pada lapisan aragonit.

42 Kandungan Pb Beberapa produk suplemen kalsium terbukti mengandung timbal yang dapat menyebabkan gangguan neurologis (Scelfo dan Flegal 2000). Hasil analisis Pb pada serbuk nano kalsium adalah 0,95 ppm. Hasil tersebut masih dibawah ambang batas yang ditetapkan oleh National Academy of Sciences, Food Chemicals Codex dan United States Pharmacopoeia (USP) yaitu 3 ppm. Penelitian yang dilakukan oleh University of Florida, Gainesville, melaporkan bahwa delapan dari 22 produk kalsium yang diuji terbukti mengandung logam berat Pb (University of Florida News 2000). Timbal merupakan mineral yang dapat ditemukan di air, udara, dan makanan. Timbal dapat menyebabkan anemia, hipertensi, kerusakan otak dan ginjal, serta pada anak-anak dapat menyebabkan gangguan kognitif permanen dan meningkatkan perilaku agresif (Robert dan Heaney 2000). Plumbun (Pb) merupakan kation divalent dan terikat kuat ke gugus sulfhidril protein. Sifat toksik Pb yaitu dapat menyerupai atau berkompetisi dengan kalsium. Plumbun (Pb) mempunyai afinitas terhadap tulang dan menggantikan kerja kalsium pada matriks mineral tulang (Needleman 2004). Plumbun mempunyai ikatan yang kuat dengan protein transport yang digunakan oleh kalsium, tetapi afinitas pengikatan Pb paling sedikit dua kali lipat daripada kalsium. Mekanisme transport dari saluran cerna akan menyebabkan terjadinya interaksi kompetitif antara kalsium dan plumbun (Gulson et al. 2001). Logam dan mineral lainnya hampir selalu ditemukan dalam air tawar dan air laut walaupun jumlahnya sangat terbatas. Logam berat seperti Pb yang terdapat dalam air kebanyakan berbentuk ion. Timah hitam atau Pb adalah sejenis logam yang lunak dan berwarna coklat kehitaman yang banyak ditemukan dalam pertambangan-pertambangan di seluruh dunia (Darmono 1995). 4.6 Derajat Putih Nilai derajat putih serbuk nano kalsium yang dihasilkan adalah 69,79% (skala 100%) (Lampiran 15). Penurunan nilai derajat putih serbuk nano kalsium disebabkan oleh adanya kandungan mineral lain selain kalsium. Komposisi mineral yang beragam pada hasil penelitian ini berpengaruh terhadap penurunan derajat putih.

43 30 Mineral secara alami memiliki warna yang berbeda-beda. Mineral natrium (Na) dan kalium (K) memiliki warna keperakan, magnesium (Mg) berwarna putih keabu-abuan, fosfor (P) berwarna hitam dan merah, seng (Zn) memiliki warna putih mengkilap (Cotton dan Wilkinson 2007). Karakteristik derajat putih serbuk nano kalsium dapat dilihat pada Gambar 7. Gambar 7 Karakteristik derajat putih serbuk nano kalsium 4.7 Ukuran Partikel Serbuk Nano Kalsium Hasil pengukuran partikel dengan menggunakan scanning elektron microscopy (SEM) pada perbesaran x dan x menunjukkan bahwa ukuran partikel serbuk nano kalsium yang dihasilkan berkisar nm. Menurut Greiner (2009) ukuran nanopartikel adalah berkisar nanometer. Menurut Muller dan Keck (2004) ukuran nanopartikel berkisar antara nm, sedangkan menurut Mohanraj dan Chen (2006), nanopartikel didefinisikan sebagai partikel yang berukuran kisaran nm. Partikel serbuk nano kalsium pada perbesaran x dan x dapat dilihat pada Gambar 8 dan 9. Gambar 8 Partikel serbuk nano kalsium perbesaran x

44 31 Gambar 9 Partikel serbuk nano kalsium perbesaran x Gambar 8 dan 9 menunjukkan morfologi serbuk nano kalsium adalah seperti jarum. Gambar tersebut secara umum menunjukkan kristal yang terbentuk adalah jenis aragonit. Menurut Saksono et al. (2007), kristal CaCO 3 mempunyai 3 bentuk kristal yang berbeda, yaitu: kalsit, aragonit, dan vaterit. Kalsit berupa kubus padat, vaterit berbentuk seperti bunga (flower-like), sedangkan aragonit berbentuk seperti kumpulan jarum. Pembuatan kalsium dengan ukuran nano berhasil dibuat dengan metode presipitasi. Proses presipitasi pada larutan CaCl 2 menggunakan NaOH mengakibatkan terbentuknya partikel-partikel putih halus yang merupakan Ca(OH) 2 yang tak larut membentuk suatu suspensi. Keadaan tersebut merupakan suatu keadaan koloid. Partikel-partikel koloid mengandung beberapa ribu atom, ion atau molekul kecil yang memiliki diameter sekitar 10 Ǻ (10-9 m) sampai 2000 Ǻ (Keenan et al. 1980). Penelitian Purwasasmita dan Gultom (2008) berhasil membuat serbuk hidroksiapatit dengan metode presipitasi dan menunjukkan hasil SEM dengan ukuran partikel serbuk hidroksiapatit berkisar antara nm.

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 12 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai bulan Mei 2011. Preparasi bahan baku dilakukan di Laboratorium Preservasi dan Pengolahan Hasil Perairan, Departeman

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Kijing Lokal ( Pilsbryoconcha exilis

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Kijing Lokal ( Pilsbryoconcha exilis 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Kijing Lokal (Pilsbryoconcha exilis) Kijing lokal merupakan jenis kerang yang hidup di kolam, danau atau perairan tawar lainnya. Kijing lokal mempunyai

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 21 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi Kimia Cangkang Kijing Lokal Cangkang kijing yang telah dihancurkan dengan hammer mill menjadi tepung cangkang dianalisis komposisi kimianya. Uji proksimat cangkang

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan mulai akhir bulan Desember 2011-Mei 2012. Penanaman hijauan bertempat di kebun MT. Farm, Desa Tegal Waru. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

3. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Metode Penelitian

3. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Metode Penelitian 3. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai bulan Oktober 2009. Pengujian proksimat bahan baku dilakukan di Laboratorium Biokimia, Pusat Antar Universitas

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI )

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI ) 41 Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI 06-6989.22-2004) 1. Pipet 100 ml contoh uji masukkan ke dalam Erlenmeyer 300 ml dan tambahkan 3 butir batu didih. 2. Tambahkan KMnO

Lebih terperinci

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Tahap Penelitian

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Tahap Penelitian 3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Juni 2010 bertempat di Laboratorium Karakteristik dan Penanganan Hasil Perairan untuk preparasi sampel; Laboratorium

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Morfologi dan Rendemen Tubuh Cangkang Kijing Lokal (Pilsbryoconcha sp.)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Morfologi dan Rendemen Tubuh Cangkang Kijing Lokal (Pilsbryoconcha sp.) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Morfologi dan Rendemen Tubuh Cangkang Kijing Lokal (Pilsbryoconcha sp.) Cangkang kijing lokal yang diperoleh dari danau Teratai yang terdapat di Kec. Mananggu Kab. Boalemo

Lebih terperinci

Bab III Bahan dan Metode

Bab III Bahan dan Metode Bab III Bahan dan Metode A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2012 di daerah budidaya rumput laut pada dua lokasi perairan Teluk Kupang yaitu di perairan Tablolong

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 39 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Produksi Kerupuk Terfortifikasi Tepung Belut Bagan alir produksi kerupuk terfortifikasi tepung belut adalah sebagai berikut : Belut 3 Kg dibersihkan dari pengotornya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Desember 2012. Cangkang kijing lokal dibawa ke Laboratorium, kemudian analisis kadar air, protein,

Lebih terperinci

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Bagian Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Tahap Penelitian

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Tahap Penelitian 15 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Karakterisasi Bahan Baku Hasil Perairan (preparasi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan mulai bulan Juli sampai Oktober 2011, dan dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penelitian Pendahuluan Pada penelitian pendahuluan dilakukan uji proksimat kulit udang dan penentuan waktu proses perendaman kulit udang dengan larutan HCl yang terbaik. Uji

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3 METODE PENELITIAN 3.1 aktu dan Tempat Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Metode Pengolahan terhadap Kandungan Mineral Keong Matah merah (Cerithidea obtusa) dilaksanakan dari bulan Februari-Mei 2011

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan yang digunakan Kerupuk Udang. Pengujian ini adalah bertujuan untuk mengetahui kadar air dan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Daging Domba Daging domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging domba bagian otot Longissimus thoracis et lumborum.

MATERI DAN METODE. Daging Domba Daging domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging domba bagian otot Longissimus thoracis et lumborum. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-November 2011. Pemeliharaan ternak prapemotongan dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok

Lebih terperinci

METODE. Materi. Rancangan

METODE. Materi. Rancangan METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2008, bertempat di laboratorium Pengolahan Pangan Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 17 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret hingga Juli 2012. Karakterisasi limbah padat agar, pembuatan serta karakterisasi karbon aktif dilakukan di Laboratorium Karakterisasi

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratoriun Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat

METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 12 3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Mei 2012. Penelitian dilakukan di Laboratorium Karakterisasi Bahan Baku Hasil Perairan (preparasi

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari - Mei 2011 bertempat di Laboratorium Biologi Mikro 1 untuk identifikasi keong ipong-ipong, Departemen

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Penelitian Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g Kacang hijau (tanpa kulit) ± 1

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 12 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga April 2012. Penelitian ini diawali dengan pengambilan sampel dari Balai Riset Pengembangan Budidaya Laut Lampung.

Lebih terperinci

PENGARUH METODE PENGOLAHAN TERHADAP KANDUNGAN MINERAL REMIS (Corbicula javanica) RIKA KURNIA

PENGARUH METODE PENGOLAHAN TERHADAP KANDUNGAN MINERAL REMIS (Corbicula javanica) RIKA KURNIA PENGARUH METODE PENGOLAHAN TERHADAP KANDUNGAN MINERAL REMIS (Corbicula javanica) RIKA KURNIA DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PEMANFAATAN LIMBAH CANGKANG TELUR SEBAGAI SUBSTRAT PRODUKSI NANOKALSIUM

LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PEMANFAATAN LIMBAH CANGKANG TELUR SEBAGAI SUBSTRAT PRODUKSI NANOKALSIUM LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PEMANFAATAN LIMBAH CANGKANG TELUR SEBAGAI SUBSTRAT PRODUKSI NANOKALSIUM BIDANG KEGIATAN : PKM PENELITIAN Disusun Oleh : Dwi Ayu Setianingrum G84100013 2010 Erika

Lebih terperinci

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g)

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g) Lampiran 1. Metode analisis proksimat a. Analisis kadar air (SNI 01-2891-1992) Kadar air sampel tapioka dianalisis dengan menggunakan metode gravimetri. Cawan aluminium dikeringkan dengan oven pada suhu

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan 20 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Politeknik

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen serbuk nanokalsium (%)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen serbuk nanokalsium (%) 16 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Rendemen Nanokalsium Rendemen adalah persentase bahan baku utama (cangkang rajungan) yang diproses menjadi produk akhir (nanokalsium). Besarnya rendemen yang dihasilkan maka

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilakukan di Farm dan Laboratorium Fakultas Peternakan Universitas Jambi, pada tanggal 28 September sampai tanggal 28 November 2016.

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 20 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April hingga Juni 2011 di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku, Laboratorium biokimia, Departemen Teknologi Hasil Perairan,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Gambar tanaman dan wortel. Tanaman wortel. Wortel

Lampiran 1. Gambar tanaman dan wortel. Tanaman wortel. Wortel Lampiran 1. Gambar tanaman dan wortel Tanaman wortel Wortel Lampiran 2. Gambar potongan wortel Potongan wortel basah Potongan wortel kering Lampiran 3. Gambar mesin giling tepung 1 2 4 3 5 Mesin Giling

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu membuat nata dari bonggol nanas dengan menggunakan sumber nitrogen alami dari ekstrak kacang hijau. Nata yang dihasilkan

Lebih terperinci

MATERI METODE. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan November 2014-Januari Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

MATERI METODE. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan November 2014-Januari Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. III. MATERI METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian telah dilaksanakan pada bulan November 2014-Januari 2015. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Pasca Panen dan Laboratorium Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur analisis karakteristik kompos

Lampiran 1. Prosedur analisis karakteristik kompos LAMPIRA 30 Lampiran 1. Prosedur analisis karakteristik kompos A. Kadar Air Bahan (AOAC 1984) Cawan alumunium kosong dimasukkan ke dalam oven selama 15 menit pada temperatur 100 o C. Cawan porselen kemudian

Lebih terperinci

A = berat cawan dan sampel awal (g) B = berat cawan dan sampel yang telah dikeringkan (g) C = berat sampel (g)

A = berat cawan dan sampel awal (g) B = berat cawan dan sampel yang telah dikeringkan (g) C = berat sampel (g) LAMPIRAN 42 Lampiran 1. Prosedur Analisis mutu kompos A. Kadar Air Bahan (AOAC, 1984) Cawan porselen kosong dan tutupnya dimasukkan ke dalam oven selama 15 menit pada suhu 100 o C.Cawan porselen kemudian

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan tahapan isolasi selulosa dan sintesis CMC di Laboratorium Kimia Organik

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph meter,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pengujian kualitas fisik telur dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Pengujian kualitas kimia telur dilakukan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan yaitu pengering kabinet, corong saring, beaker glass,

III. METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan yaitu pengering kabinet, corong saring, beaker glass, III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Malang. Kegiatan penelitian dimulai pada bulan Februari

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di lima pasar tradisonal yang terdapat di Bandar

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di lima pasar tradisonal yang terdapat di Bandar III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lima pasar tradisonal yang terdapat di Bandar Lampung yaitu Pasar Pasir Gintung, Pasar Tamin, Pasar Kangkung, Pasar

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu 1. Bentuk Granula Suspensi pati, untuk pengamatan dibawah mikroskop polarisasi cahaya, disiapkan dengan mencampur butir pati dengan air destilasi, kemudian

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE PENELITIAN III. MATERI DAN METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juni 2014 di Laboratorium Teknologi Pasca Panen, Laboratorium Nutrisi dan Kimia serta Laboratorium Patologi,

Lebih terperinci

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu 40 Lampiran 1. Prosedur analisis proksimat 1. Kadar air (AOAC 1995, 950.46) Cawan kosong yang bersih dikeringkan dalam oven selama 2 jam dengan suhu 105 o C dan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan metode eksperimental menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial. Sampel yang digunakan berjumlah 24, dengan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis

Lampiran 1. Prosedur Analisis L A M P I R A N 69 Lampiran 1. Prosedur Analisis A. Pengukuran Nilai COD (APHA,2005). 1. Bahan yang digunakan : a. Pembuatan pereaksi Kalium dikromat (K 2 Cr 2 O 7 ) adalah dengan melarutkan 4.193 g K

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini: BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini: Gambar 3.1 Diagram alir penelitian 22 23 3.2 Metode Penelitian Penelitian ini

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri Lampung dan Laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

Kadar protein (%) = (ml H 2 SO 4 ml blanko) x N x x 6.25 x 100 % bobot awal sampel (g) Keterangan : N = Normalitas H 2 SO 4

Kadar protein (%) = (ml H 2 SO 4 ml blanko) x N x x 6.25 x 100 % bobot awal sampel (g) Keterangan : N = Normalitas H 2 SO 4 LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis. 1. Kadar Air (AOAC, 1999) Sebanyak 3 gram sampel ditimbang dalam cawan alumunium yang telah diketahui bobot keringnya. tersebut selanjutnya dikeringkan dalam oven

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rajungan (Portunus pelagicus) merupakan salah satu jenis organisme laut yang banyak terdapat di perairan Indonesia. Berdasarkan data DKP (2005), ekspor rajungan beku sebesar

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Maret Mei Sampel Salvinia

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Maret Mei Sampel Salvinia 17 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Maret Mei 2012. Sampel Salvinia molesta diambil dari Waduk Batu Tegi Tanggamus. Analisis sampel

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Unit Pendidikan dan Penelitian Peternakan (UP3) Jonggol, Laboratorium Biologi Hewan Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati

Lebih terperinci

BROWNIES TEPUNG UBI JALAR PUTIH

BROWNIES TEPUNG UBI JALAR PUTIH Lampiran 1 BROWNIES TEPUNG UBI JALAR PUTIH Bahan Tepung ubi jalar Putih Coklat collata Margarin Gula pasir Telur Coklat bubuk Kacang kenari Jumlah 250 gr 350 gr 380 gr 250 gr 8 butir 55 gr 50 gr Cara Membuat:

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana.

BAB III METODE PENELITIAN. mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Percobaan Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yaitu dengan cara mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana. Rancangan

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : 19630504 198903 2 001 DIBIAYAI OLEH DANA DIPA Universitas Riau Nomor: 0680/023-04.2.16/04/2004, tanggal

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur pengukuran nitrogen dan fosfat dalam air.

Lampiran 1. Prosedur pengukuran nitrogen dan fosfat dalam air. Lampiran 1. Prosedur pengukuran nitrogen dan fosfat dalam air. Nitrogen - Distilasi dari 50 ml ke 25 ml - Tambahkan MnSO4 1 tetes - Tambahkan Clorox 0,5 ml - Tambahkan Phenat 0,6 ml - Diamkan ± 15 menit

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan

BAB III MATERI DAN METODE. Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2016 di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk -

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - digilib.uns.ac.id BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - Kompor gas - Sendok - Cetakan plastik A.2Bahan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah 30 LAMPIRAN 31 Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah No. Sifat Tanah Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi 1. C (%) < 1.00 1.00-2.00 2.01-3.00 3.01-5.00 > 5.0 2. N (%)

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 14 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai September 2010. Penelitian dilakukan di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku, Laboratorium Pengolahan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Penelitian 3.1.1 Bagan Alir Pembuatan Keju Cottage Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1 900 g Susu skim - Ditambahkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai macam alat gelas, labu Kjeldahl, set alat Soxhlet, timble ekstraksi, autoclave, waterbath,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2015 dari survei sampai

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2015 dari survei sampai III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2015 dari survei sampai pengambilan sampel di Kelurahan Tuah Karya Kecamatan Tampan Kota Pekanbaru dan dianalisis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab ini bersifat

BAB III METODE PENELITIAN. ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab ini bersifat BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Percobaan Penelitian tentang peran pemberian metionin dan linoleat pada tepung kaki ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab

Lebih terperinci

3. Metodologi Penelitian

3. Metodologi Penelitian 3. Metodologi Penelitian 3.1 Alat dan bahan 3.1.1 Alat Peralatan gelas yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas kimia, gelas ukur, labu Erlenmeyer, cawan petri, corong dan labu Buchner, corong

Lebih terperinci

Lampiran1. Prosedur analisis proksimat 1. Prosedur analisis kadar air. 2. Prosedur analisis kadar serat kasar

Lampiran1. Prosedur analisis proksimat 1. Prosedur analisis kadar air. 2. Prosedur analisis kadar serat kasar LAMPIRAN 17 Lampiran1. Prosedur analisis proksimat 1. Prosedur analisis kadar air Cawan porselen dipanaskan pada suhu 105-110 o C selama 1 jam, dan kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. pembuatan vermikompos yang dilakukan di Kebun Biologi, Fakultas

METODE PENELITIAN. pembuatan vermikompos yang dilakukan di Kebun Biologi, Fakultas III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap: Tahap pertama adalah pembuatan vermikompos yang dilakukan di Kebun Biologi, Fakultas Teknobiologi, Universitas

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Materi Bahan Alat Peubah yang Diamati

MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Materi Bahan Alat Peubah yang Diamati MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Agustus 2010 sampai Februari 2011 di Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi untuk tahap pembuatan biomineral,

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1. PROSEDUR ANALISIS CONTOH TANAH. Pertanian Bogor (1997) yang meliputi analisis ph, C-organik dan P-tersedia.

LAMPIRAN 1. PROSEDUR ANALISIS CONTOH TANAH. Pertanian Bogor (1997) yang meliputi analisis ph, C-organik dan P-tersedia. LAMPIRAN 1. PROSEDUR ANALISIS CONTOH TANAH Berikut diuraikan prosedur analisis contoh tanah menurut Institut Pertanian Bogor (1997) yang meliputi analisis ph, C-organik dan P-tersedia. Pengujian Kandungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan nanoteknologi terus dilakukan oleh para peneliti dari dunia akademik maupun dari dunia industri. Para peneliti seolah berlomba untuk mewujudkan karya

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Rendemen Cookies Ubi Jalar Ungu. 1. Penentuan Nilai Rendemen (Muchtadi dan Sugiyono, 1992) :

Lampiran 1. Prosedur Analisis Rendemen Cookies Ubi Jalar Ungu. 1. Penentuan Nilai Rendemen (Muchtadi dan Sugiyono, 1992) : Lampiran 1. Prosedur Analisis Rendemen Cookies Ubi Jalar Ungu 1. Penentuan Nilai Rendemen (Muchtadi dan Sugiyono, 1992) : Rendemen merupakan persentase perbandingan antara berat produk yang diperoleh dengan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Fermentasi Onggok Singkong (Termodifikasi)

Lampiran 1. Prosedur Fermentasi Onggok Singkong (Termodifikasi) Lampiran 1. Prosedur Fermentasi Onggok Singkong (Termodifikasi) Diambil 1 kg tepung onggok singkong yang telah lebih dulu dimasukkan dalam plastik transparan lalu dikukus selama 30 menit Disiapkan 1 liter

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE. dilakukan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Universitas Riau.

III. MATERI DAN METODE. dilakukan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Universitas Riau. III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai bulan Agustus 2014 bertempat di Labolaturium Teknologi Pascapanen (TPP) dan analisis Kimia dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanah dan di Laboratorium Limbah

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanah dan di Laboratorium Limbah 16 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanah dan di Laboratorium Limbah Agroindustri Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung

Lebih terperinci

LAMPIRAN I DATA PENGAMATAN. 1.1 Hasil Pengamatan Analisa Analisa Protein dengan Metode Kjeldahl Tabel 6. Hasil Pengamatan Analisa Protein

LAMPIRAN I DATA PENGAMATAN. 1.1 Hasil Pengamatan Analisa Analisa Protein dengan Metode Kjeldahl Tabel 6. Hasil Pengamatan Analisa Protein LAMPIRAN I DATA PENGAMATAN 1.1 Hasil Pengamatan Analisa 1.1.1 Analisa Protein dengan Metode Kjeldahl Tabel 6. Hasil Pengamatan Analisa Protein No. 1. Perlakuan Pengamatan Sampel sebanyak 1 gr K2SO4 Larutan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan bulan November 2011 sampai Januari 2012. Pengambilan sampel dilakukan di Cisolok, Palabuhanratu, Jawa Barat. Analisis sampel dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Bumbu Pasta Ayam Goreng 1. Kadar Air (AOAC, 1995) Air yang dikeluarkan dari sampel dengan cara distilasi

Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Bumbu Pasta Ayam Goreng 1. Kadar Air (AOAC, 1995) Air yang dikeluarkan dari sampel dengan cara distilasi Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Bumbu Pasta Ayam Goreng 1. Kadar Air (AOAC, 1995) Air yang dikeluarkan dari sampel dengan cara distilasi azeotropik kontinyu dengan menggunakan pelarut non polar.

Lebih terperinci

Lampiran 1 Penentuan Kadar Air (Apriyantono et al. 1989)

Lampiran 1 Penentuan Kadar Air (Apriyantono et al. 1989) 153 LAMPIRA 154 Lampiran 1 Penentuan Kadar Air (Apriyantono et al. 1989) Cawan aluminium dikeringkan dalam oven pada suhu 100 o C selama 15 menit, lalu didinginkan dalam desikator selama 10 menit. Ditimbang

Lebih terperinci

METODE. Bahan dan Alat

METODE. Bahan dan Alat 22 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan mulai bulan September sampai November 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Analisis Makanan serta Laboratorium

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada Maret Juni 2012 bertempat di Bendungan Batu

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada Maret Juni 2012 bertempat di Bendungan Batu III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Maret Juni 2012 bertempat di Bendungan Batu Tegi Kabupaten Tanggamus dan Laboratorium Nutrisi Ternak Perah Departemen

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan perlakuan satu faktor (Single Faktor Eksperimen) dan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 7 perlakuan yaitu penambahan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu 1. Analisis Kadar Air (Apriyantono et al., 1989) Cawan Alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya diisi sebanyak 2 g contoh lalu ditimbang

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Materi Prosedur Pembuatan MOL Tapai dan Tempe Pencampuran, Homogenisasi, dan Pemberian Aktivator

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Materi Prosedur Pembuatan MOL Tapai dan Tempe Pencampuran, Homogenisasi, dan Pemberian Aktivator MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai pembuatan pupuk cair dan karakteristik pupuk cair ini dilaksanakan dari bulan November sampai Desember 200 yang dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan 21 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

Lampiran 1 Formulir organoleptik

Lampiran 1 Formulir organoleptik LAMPIRA 55 56 Lampiran Formulir organoleptik Formulir Organoleptik (Mutu Hedonik) Ubi Cilembu Panggang ama : o. HP : JK : P / L Petunjuk pengisian:. Isi identitas saudara/i secara lengkap 2. Di hadapan

Lebih terperinci

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA NANOSILIKA PASIR Anggriz Bani Rizka (1110 100 014) Dosen Pembimbing : Dr.rer.nat Triwikantoro M.Si JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mulai. Persiapan alat dan bahan. Meshing AAS. Kalsinasi + AAS. Pembuatan spesimen

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mulai. Persiapan alat dan bahan. Meshing AAS. Kalsinasi + AAS. Pembuatan spesimen BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian berikut: Pada penelitian ini langkah-langkah pengujian mengacu pada diagram alir Mulai Persiapan alat dan bahan Meshing 100 + AAS Kalsinasi + AAS

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah bubuk susu kedelai bubuk komersial, isolat protein kedelai, glucono delta lactone (GDL), sodium trpolifosfat

Lebih terperinci

Metode Penelitian Kerangka penelitian penelitian secara bagan disajikan dalam Gambar 4. Penelitian ini dipilah menjadi tiga tahapan kerja, yaitu:

Metode Penelitian Kerangka penelitian penelitian secara bagan disajikan dalam Gambar 4. Penelitian ini dipilah menjadi tiga tahapan kerja, yaitu: 15 METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di lapang pada bulan Februari hingga Desember 2006 di Desa Senyawan, Kecamatan Tebas, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat (Gambar 3). Analisis

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama bulan Mei hingga Agustus 2015 dan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama bulan Mei hingga Agustus 2015 dan III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan selama bulan Mei hingga Agustus 2015 dan dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian dan Laboratorium Kimia,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. dengan tahapan kegiatan, yaitu: pengambilan sampel cangkang udang di PT.

III. METODOLOGI PENELITIAN. dengan tahapan kegiatan, yaitu: pengambilan sampel cangkang udang di PT. III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan juni 2011 sampai Desember 2011, dengan tahapan kegiatan, yaitu: pengambilan sampel cangkang udang di PT. Indokom

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari Maret 2017 di

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari Maret 2017 di 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari Maret 2017 di Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang untuk pengujian

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Waktu penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Oktober 2011. Penelitian dilaksanakan di laboratorium LBP (Lingkungan dan Bangunan Pertanian) dan

Lebih terperinci

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi NURUL ROSYIDAH Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Pendahuluan Kesimpulan Tinjauan Pustaka

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 15 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 sampai Januari 2012. Preparasi bahan baku, perhitungan rendemen, dan analisis morfometrik dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah jagung pipil kering dengan varietas Pioneer 13 dan varietas Srikandi (QPM) serta bahanbahan kimia yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 14 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan melalui dua tahap selama bulan April-Oktober 2010. Tahap pertama adalah proses pencekokan serbuk buah kepel dan akuades dilakukan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. diketahui kandungan airnya. Penetapan kadar air dapat dilakukan beberapa cara.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. diketahui kandungan airnya. Penetapan kadar air dapat dilakukan beberapa cara. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Kandungan air dalam suatu bahan perlu diketahui untuk menentukan zatzat gizi yang terkandung dalam bahan pangan tersebut. Kadar air dalam pangan dapat diketahui melakukan

Lebih terperinci