LAPORAN PRAKTIKUM PENGENDALIAN GULMA (AGH 321)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN PRAKTIKUM PENGENDALIAN GULMA (AGH 321)"

Transkripsi

1 LPORN PRKTIKUM PENGENDLIN GULM (GH 321) Disusun Oleh : Kelompok 9 1. Trisnani Yuda Fitri Galvan Yudistira Vicky Oktarina Chairunnissa sisten Praktikum rie eka prasetia rizki Maulana marman ngga waluya Heny agustin DEPRTEMEN GRONOMI DN HORTIKULTUR FKULTS PERTNIN INSTITUT PERTNIN BOGOR

2 PENGELOLN SRN TUMBUH Disusun Oleh : Trisnani Yuda Fitri DEPRTEMEN GRONOMI DN HORTIKULTUR FKULTS PERTNIN INSTITUT PERTNIN BOGOR

3 BB I PENDHULUN Latar Belakang Kompetisi adalah hubungan interaksi antara dua individu tumbuhan baik yang sesama jenis maupun berlainan jenis yang dapat menimbulkan pengaruh negatif bagi keduanya sebagai akibat dari pemanfaatan sumber daya yang ada dalam keadaan terbatas secara bersama. Kompetisi yag terjadi di alam meliputi komoetisi intrapesifik yaitu interaksi negatif antar sesama jenis, dan kompetisi interspesifik yatu interaksi negatif yang terjadi pada rumbuhan berbeda jenis. Tanaman budidaya mempunyai kemampuan untuk bersaing dengan gulma sampai batas populasi gulma tertentu. Setelah batas populasi tersebut, tanaman budidayaakan kalah dalam berseing sehingga pertumbuhan dan produksi tanaman budidaya akan menurun. Kompetisi gulma dapat menyebabkan penurunan kuantitas dan kualitas hasil panen. Penurunan kuantitas hasil panen terjadi melalui dua cara yaitu pengurangan jumlah hasil yang dapt dipanen dan penurunan jumlah indididu tanaman yang dipanen. Penurunan kualitas hasi akibat kompetisi gulma disebabkan diantaranya oleh tercampurnya hasil penen dengan biji gulma. kibatnya, hasil panen menurun. Kompetisi antara gulma dan tanaman terjadi karena faktor umbuh yang terbatas. Faktor yang dikompetisikan antara lain hara, cahaya, CO2, cahaya dan ruang tumbuh. Besarnya daya kompetisi gulma tergantung pada beberapa faktor antara lain jumlah individu gulma dan berat gulma, siklus hidup gulma, periode ada gulma pada tanaman, dan jenis gulma. Dalam kenyataannya sangat sulit bagi kita untuk menjelaskan faktor mana yang terlibat atau berperan dalam peristiwa kompetisi tersebut. De Wit (1960) menyebutkan istilah sarana pertumbuhan yang mencakup semua faktor yang telibat dalam kompetisi. da beberapa perubahan kompetisi yang dapat digunakan untuk mengukur daya kompetisi, diantaranya total hasil relatif (THR), penguasaan sarana tumbuh (PST), dan agresivitas. 3

4 Pada praktikum ini mahasiswa akan diperkenalkan salah satu peubah untuk mengukur kompetisi, yaitu penguasaan sarana tumbuh. Prinsipnya adalah bahwa tanaman yang menguasai persaingan atu kompetisi akan menguasai sarana tumbuh lebih besar dibandingkan terhadap pesaingnya. Tujuan Praktikum ini memiliki tujuan untuk mempelajari penguasaan sarana tumbuh dalam suatu percobaan kompetisi antara tanaman dan gulma danc cara perhitungannya. 4

5 BB II TINJUN PUSTK Jagung Tanaman jagung merupakan tanaman semusim yang termasuk dala ordo Tripsaceae, famili Poaceae, subfamili Panicoidae dan genus Zea. Tanaman jagung memiiki akar serabut dengan tiga tipe akar, yaitu akar seminal yang rumbuh dari radikula dan embrio, akar adventif yang tumbuh dari buku terbawah, dan akar udara (brace root) (Sudjana et. al., 1991). Batang jagung berbentuk silindris dan terdir dari sejumlah ruas dan buk, dengan panjang yang berbeda-beda tergantung varietas dan lingkungan tempat tumbuh (Goldsworthy dan Fischer, 1992). Suhu optimum untuk pertumbuhan jagung berkisar antara C dengan curah hujan mm per tahun. Jagung dapat tumbuh di semua jenis tanah, tanah berpasir maupun tanah liat berat. Namun tanaman ini akan tumbuh lebih baik pada tanah yang gembur dan kaya akan humus dengan ph tanah 5,5 7,0 (Suprapto dan Marzuki, 2002). Gulma Soerjani (1998) dalam Sukman dan Yakup (1991) mendefinisikan gulma sebagai tumbuhan yang peranan, pitensi, dan hakikat kehadirannya belum sepenuhnya diketahui. Gulma merupakan pesaing alami yang kuat bagi tanaman budidaya dikarenakan mampu memproduksi biji dalam jumlah yang banyak sehingga kerapatannya tinggi, perkecambahannya cepat, pertumbuhan awal cepat dan daur hidup lama (shton dan Monaco, 1991). Sifat gulma umumnya mudah beradaptasi dengan lingkungan yang berubah dibandingkan dengan tanaman budidaya. Daya adaptasi dan daya saing yang kuat merupakan sifat umum gulma ( Tjirtosoedirdjo et. al., 1984). Gulma Tanaman Jagung Gulma yang gumbuh pada tanaman jagung umumnya telah berasosiasi dan menyesuaikan diri dengan tanaman tersebut. Gulma yang tumbuh dominan adalah 5

6 dari golongan rumput, menusul gulma berdaun lebar, dan paling sedikit dari golongan teki. Species gulma yang umum dijumpai pada pertanaman jagung adalah Digitaria ciliaris, Cynodon dactilon, Echinochloa colona, Paspalum distichum, Eleusine indica, Cyperus rotundus, Borreria latifolia, Phyllanthus niruri, lternanthera philoxeroides, Synedrella nodiflora, Spighlea anthelmia, dan geratum conizoides (Bangun, 1985). 6

7 BB III BHN DN METODE Bahan dan lat Peralatan yang digunakan antara lain cngkul kored, neraca analitik, dan oven.bahan yang sigunakan dalam praktikum ini adalah benih tanaman jagung, pupuk urea, SP-18, KCl, dan insektisida furadan 3G. Waktu dan Tempat Percobaan dilaksanakan pada tanggal 19 Oktober 2009 di Lapangan Praktikum Cikabayan, Kampus IPB Dramaga Bogor. Metodologi Percobaan disusun dalam rancangan acak kelompok. Perlakuan yang dicobakan sebagai berikut: 1. (P1) jarak tanam 100 x 40 cm dengan 1 benih per lubang 2. (P2) jarak tanam 100 x 40 cm dengan 2 benih per lubang 3. (P3) jarak tanam 100 x 40 cm dengan 3 benih per lubang 4. (P4) jarak tanam 100 x 20 cm dengan 2 benih per lubang 5. (P5) jarak tanam 100 x 40 cm dengan 5 benih per lubang 6. (P6) jarak tanam 100 x 20 cm sengan 3 benih per lubang Satuan perobaan berpa petakan dengan ukuran 10m x 4 m. Percobaan dilakukan denan empat ulangan, sehingga terdapat 20 satuan percobaan. Pengolahan tanah dilakukan dua kali yaitu pembajakan dan penghalusan pada saat satu bulan sebelum tanam. Tanaman jagung ditanam dengan jarak tanam sesuai perlakuan. Pemupukan dilakukan dengan ara split, yaitu pada saat tanam dan pada saan 4 MST. Pemupukan dilakukan dengan menggunakan dosis 300 kg Urea/ha, 300 kg SP-18/ha, dan 100 kg KCl/ha. Pupuk Urea dan KCl diberikan dua kali yaitu ½ 7

8 dosis pada saat tanam dan ½ dosis pada saat 4 MST. Pemupukan SP-18 dilakukan seluruhnya pada saat tanam. Furadan diberikan dalam lubang tanam pada saat tanam dengan dosis 12 kg/ha. Pengamatan dilakukan pada peubah tinggi dan jumlah daun 10 tanaman sampel, yang diamati pada 2, 4, 6, 8 MST; Biomassa tajuk jagung, diamati dengan cara memotong 3 tanaman sampel, dioven dan ditimbang bobot keringnya pada 2, 4, 6, 8 MST; bobot tongkol berkelobot dan tanpa kelobot saat panen; dan bobot total dan biomassa tiap jenis gulma dari pengambilan sampel kuadran. 8

9 BB IV HSIL DN PEMBHSN Pengamatan dilakukan dengan membandingkan peubah-peubah yang telah diamati terhadap bobot biomassa tanaman jagung dan biomassa gulma. Peubah yang diamati antara lain tinggi jarak tanam dan perlakuan benih, tinggi tanaman, jumlah daun, bobot biomassa jagung berkelobot dan tanpa kelobot, dan biomassa gulma. Peubah tersebut kemudian diamati untuk mengetahui pengaruh peubah bobot terhadap tingkat persaingan antara gulma dan tanaman jagung. Pada perlakuan pengaruh jarak tanaman dan perlakuan benih terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun jagung saat 2, 4, 6, 8, dan 10 MST menghasilkan data bahwa tidak terdapat pengaruh keterkaitan antara jarak tanam dan jumlah benih terhadap tinggi tanaman maupun jumlah daun (Tabel.3). Dari hasil F hitung dengan taraf nyata 95%, korelasi antara jarak tanam dan perlakuan benih menghasilkan angka nol dan kurang dari satu yang membuktikan bahwa tidak ada atau hanya kecil sekali terdapat keterkaitan (Tabel. 1 dan Tabel.2). Terhadap faktor persaingan dengan gulma, terdapat pengeruh yang nyata pada 10 MST dimana dari uji F dengan taraf nyata 95% F, sehingga dapat dibuktikan adanya persaingan dengan gulma dalam memperoleh nutrisi dari lahan yang sama pada jarak tanam berbeda (Tabel. 4). Pengamatan hubungan antara jarak tanam dan perlakuan benih tidak mempengaruhi tinggi dan jumlah daun tanaman. dengan kata lain, peubah tersebut tidak mempengaruhi fase vegetatif tanaman. Jagung merupakan tanaman C-4 yang dapat beradaptasi baik pada faktor-faktor pembatas dan hasil. Ditinjau dari segi kondisi lingkungan, tanaman C-4 beradaptasi pada terbatasnya banyak faktor seperti intensitas radiasi surya yang tinggi dan suhu siang malam yang tinggi serta kesuburan tanah yang relatif rendah. Sifat yang menguntungkan dari tanaman jagung sebagai tanaman C-4 antara lain aktifitas fotosintesis pada tanaman normal tinggi, fotorespirasi sangan rendah, transpirasi rendahh serta efisien dalam penggunaan air. Sifat-sifat tersebut merupakan sifat fisiologis dan anatomi yang sangat menguntungkan dalam kaitannya dengan hasil (Muhadjir, 1988). 9

10 Peubah lain yang digunakan dalam percobaan yaitu komponen hasil yang meliputi bobot tongkol berkelobot dan tanpa kelobot. Pengamatan tongkol dilakukan pada 2, 4, 6, 8, 10, dan 12 MST. Dari data perhitungan dengan uji F, taraf nyata 95%, pada 2-8 MST tidak terdapat pengaruh jarak tanam dan perlakuan benih pada bobot kering jagung berkelobot. Hal ini dapat dipastikan karena pada masa awal tanam tidak memungkinkan dalam pertumbuhan vegetatif sehingga tongkol tidak terbentuk. Dari data (Tabel.5 dan Tabel.6) juga menunjukkan tidak adanya korelasi antara bobot basah jagung berkelobot dan tanpa kelobot dengan jarak tanam ataupun perlakuan benih. Namun, terhadap persaingan dengan gulma, pada 10 MST menunjukkan perbedaan yang nyata, sehingga terdapat pengaruh jarak tanam dan perlakuan benih terhadap bobot basah jagung berkelobot. Bobot yang dihasilkan pada jarak tanam rapat lebih kecil dibandingkan dengan bobot pada jarak tanam lebar (Tabel.7). Pengamatan terhadap tongkol menunjukkan hasil yang nyata pada 10 MST. Hal ini disebabkan pada 10 MST sudah masuk pada fase generatif yang diawali dengan proses pembungaan jagung hingga pembentukkan tongkol. Pengaruh yang terlihat juga dipengaruhi oleh persaingan tanaman dengan gulma dimana jarak makin besarnya populasi gulma, maka makin besar pula kehilangan hasil yang akan dialami tanaman. Populasi yang besar akan meningkatkan persaingan tanaman dalam mempeoleh nutrisi yang sangat diperlukan pada fase pertumbuhan. Bila telah mengalami banyak kehilangan, maka pada saat pembentukkan hasil (biji) akan mengurangi bobot basahnya. Smith (1981) menyatakan bahwa kerugian yang ditimbulkan gulma pada tanaman budidaya adalah mengurangi hasil dan kualitas produksi tanaman, menjadi inang, hama dan penyakit tanaman, mengurangi efisiensi, peningkatan konsumsi energi dalam pengendaliannya, menghalangi sistem irigasi, menyebabkan keracunan dan luka pada manusia dan hewan serta mengurangi nilai dan produktivitas dan estetika lahan. Pengamatanbeberapa peubah di atas menjelaskan bahwa persaingan tanaman terhadap gulmalah yang menjadi penentu keberhasilan produksi tanaman jagung. Grafik.1 menyatakan hubungan antara hasil nyata dengan densitas gulma per satuan luas. 10

11 hasil nyata (O) y = x x R 2 = Densitas (Z) Grafik.1. Hubungan antara hasil nyata dan densitas per satuan luas Pada saat kerapatan gula 200, maka hasil nyata yang diperoleh sebesar 171,54. Pada titik kerapatan 300 hasil nyata meningkat menjadi 214,43. Seangkan ketika kerapatan meningkat menjadi 400, maka hasil nyata yang dihasilkan sebesar 65, 584. Secara hiperbolik, grafik menunjukkan peningkatan hasil pada awal pertumbuhan seiring dengan meningkatnya pertumbuhan gulma. Namun, setelah mencapai titik maksimum, maka hasil tidak lagi mengalami peningkatan, melainkan penurunan secara drastis terhadap peningkatan kerapatan gulma. Hal ini dikarenakan pada awal pertumbuhan, gulma beulum mampu menyaingi pertumbuhan tanaman jagung. Namun, pada vase generatif, tanaman sudah mulai mengurangi prosuksi biomassa pertumbuhan dan mengalihkannya unuk fase generatif, sedangkan gulma masih terus melakukan pertumbuhan vegetatif, sehingga pada akhirnya gulma mampu menekan pertumbuhan tanaman jagung (lihat Tabel.8). Penurunan hasil akibat kompetisi jagung dengan gulma dapat berkisar antara 16-62% (Bangun, 1988). Penurunan tersebut dikarenakan adanya persaingan nutrisi dengan tumbuhan gulma yang sangat beragam sesuai dengan jenis tanaman, jenis lahan, populasi tanaman, jenis gulma, dan berbagai faktor bdidaya lainnya. 11

12 PST densitas 1 densitas 2 densitas 3 densitas 4 densitas 5 densitas MST 4 MST 6 MST 8 MST 10 MST 12 MST Grafik.2. Hubungan antara densitas gulma dengan penguasaan sarana tumbuh Grafik.2 menyatakan hubungan kompetisi antara gulma dan tanaman yang ditunjukkan dari tingkat densitas atau kerapatan gulma dan umur tanaman. Densitas 1 adalah tingkat kerapatan gulma yang ada pada populasi 100 tanaman. Pada populasi ini memiliki jarak tanam yang lebar, sehingga persaingan terhadap gulmanya pun tinggi. Berbeda dengan densitas 6 dengan jumlah populasi 1000 yang memiliki jarak tanam rapat, sehingga persaingan terhadap gulma sedikit. Hal ini disebabkan karena pada jarak tanam yang sempit, terdapat sedikit ruang tumbuh bagi gulma, sehingga menjadi salah satu solusi yang digunakan dalam pengendalian gulma secara kultur teknis. Secara umum dapat dijelaskan bahwa semakin meningkat umur tanaman, maka semakin tinggi pula persaingan antara tanaman dengan gulma, karena tanaman dan gulma sama-sama melakukan pertumbuhan baik generatif maupun vegetatif sehingga membutuhkan nutrisi yang berasal dari sumber yang sama. Persaingan akan sangat tampak terjadi berkaitan dengan jenis tanaman dan jenis gulma. Tingkat persaingan tanaman jagung dengan gulma berdaun lebar umumnya akan menyebabkan kekalahan pada tanaman jagung. Hal ini dikarenakan gulma daun lebar adalah tumbuhan C3 yang lebih boros dalam memanfaatkan nutrisi dibandingkan dengan gulma rumput yang sebagian besar juga merupakan tanaman C4. 12

13 BB V KESIMPULN Dari pengamatan yang dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat beberapa peubah yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman jagung. Perlakuan jarak tanam dan perlakuan benih tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertambahan komponen tumbuh tanaman jagung (tinggi, jumlah daun), namun memberikan hasil nyata pada komponen biomassanya (bobot tanaman). Namun ketiga komponen tersebut berkorelasi dimana semakin lebar jarak tanam atau semakin kecil populasi maka persaingan tumbuh antara tanaman dan gulma meningkat. 13

14 DFTR PUSTK shton, F. M. adnd T. J. Monaco Weed Science: Principles and Pratice. 3 rd Ed. John Wiley and Sons, Inc.: New York. 466 p. Bangun, P Pengendalian gulma pada tanaman jagung. Hal Dalam Subandi, M. Syam, S. O. Manurung, Yuswandi (ed.). Hasil Penelitian Jagung, Sorgum, dan Terigu Risalah Rapat Teknis Pusat Penelitian Tanaman Pangan. Bogor. Goldsworthy, P. R. dan N.M. Fischer Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta. 874 hal. Muhadjir, F Karakteristik tanaman jagung. Hal Dalam Subandi, M. Syam dan. Widjono (Eds.). Jagung. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Bogor. Smith, J. R Weed of Majpr Economic Importance in Rice and Yields Loisses Due to Weed Competition. P In Procidings of The Conference on Weed Control of Rice. IRRI. Manila. Philippines. Sudjana,.,. rifin, dan M. Sudjadi Jagung. Buletin Teknik (3): Suprapto dan J.. R. Marzuki Bertanam Jagung. Penebar Swadaya: Jakarta. 48 hal. Tjirtosoedirdjo, S., I. H. Utomo dan J Wiroatmojo (Eds.) Pengelolaan Gulma di Perkebunan. PT Gramedia: Jakarta. 218 hal Sukman, Y. Dan Yakup Gulma dan Teknik Pengendaliannya. PT Raja Grafindo Persada: Jakarta. 123 hal. 14

15 LMPIRN Tabel.1. Tabel sidik ragam tinggi tanaman Sumber keragaman db JK KT ulangan F Hit Pr > F KK ,845,089 perlakuan JT perlakuan benih 2 MST JT*benih galat 11 1, total 19 2,733 ulangan 3 2, perlakuan JT perlakuan benih 4MST JT*benih galat 11 2, total 19 5,389 ulangan 3 5,937 1, perlakuan JT perlakuan benih 6MST 3 3,135 1, JT*benih 1 1,609 1, galat 9 4, total 17 12,489 ulangan 3 10,642 3, ,866,478 perlakuan JT perlakuan benih 8MST JT*benih 1 1,712 1, galat 11 9, total 19 21,360 ulangan 3 3,873 1, perlakuan JT perlakuan benih 10MST JT*benih galat 5 8,191 1,638 total 13 14,829 15

16 Tabel. 2. Tabel sidik ragam jumlah daun sumber keragaman db JK KT F Hit Pr > F KK ulangan perlakuan JT perlakuan benih JT*benih MST galat total ulangan perlakuan JT perlakuan benih JT*benih MST galat total ulangan perlakuan JT perlakuan benih JT*benih MST galat total ulangan perlakuan JT perlakuan benih JT*benih MST galat total ulangan perlakuan JT perlakuan benih JT*benih MST galat total ulangan perlakuan JT perlakuan benih JT*benih MST galat total

17 Tabel 3. Pengamatan tinggi tanaman dan jumlah daun Perlakukan JT 100cmX40c m 1benih/lub ang JT 100cmX40c m 2benih/lub ang JT 100cmX40c m 3benih/lub ang JT 100cmX20c m 2benih/lub ang JT 100cmX20c m 5benih/lub ang JT 100cmX20c m 3benih/lub ang Kel 2MS T 4MS T Tinggi tanaman (cm) 6MS T 8MS T 10MS T 12MS T 2MS T 4MS T Jumlah daun (helai) 6MS T 8MS T 10MS T B C D B C D MS T B mati mati C mati mati mati mati D B C D B ,01 8 1, C D B C D

18 Tabel. 4. Tabel bobot kering gulma MS T Sumber DB JK K T F Hitung Pr>F 2 Ulangan Perlakuan JT Perlakuan Benih JT*Benih Galat Umum Ulangan Perlakuan JT Perlakuan Benih JT*Benih Galat Umum Ulangan Perlakuan JT Perlakuan Benih KK JT*Benih Galat Umum Ulangan Perlakuan JT Perlakuan Benih JT*Benih Galat Umum Ulangan Perlakuan JT Perlakuan Benih JT*Benih Galat Umum Ulangan Perlakuan JT Perlakuan

19 Benih JT*Benih Galat Umum Tabel. 5. Sidik ragam jagung berkelobot sumber keragaman db JK KT F Hit Pr > F KK ulangan perlakuan JT perlakuan benih JT*benih 2 MST galat total 8 1,866 ulangan perlakuan JT perlakuan benih JT*benih MST galat total 8 1,866 ulangan perlakuan JT perlakuan benih ,866 12, JT*benih MST 1 1,203 1, galat 1 18,464 18,464 total 8 64,975 ulangan perlakuan JT perlakuan benih 8 2 1, JT*benih MST galat 1 1,126 1,126 total 8 4,368 ulangan perlakuan JT perlakuan benih JT*benih MST 0 0 galat 1 2 total 7 1,553 ulangan perlakuan JT perlakuan benih ,465 1, JT*benih MST galat 1 2,761 2,761 total 8 9, ,682 9, , ,059 1,

20 Tabel. 6. Sidik ragam jagung tanpa kelobot sumber keragaman db JK KT F Hit Pr > F KK ulangan perlakuan JT 1 17,600,732,827 17,600,732, perlakuan benih JT*benih 2 MST ,597,071,579 59,537,520,027 46,298,535,789 59,537,520, galat 1 38,486,592,400 38,486,592,400 total 8 186,560,521,400 ulangan perlakuan JT 1 223,469,611, ,469,611, perlakuan benih 4 3 3,471,866,375,367 1,157,288,791, JT*benih MST 1 49,940,016,003 49,940,016, galat 2 2,088,034,062,507 1,044,017,031,253 total 10 8,788,088,153,218 ulangan perlakuan JT 1 77,625,418,282 77,625,418, perlakuan benih 6 2 2,486,559,993,375 1,243,279,996, JT*benih MST 1 120,290,724, ,290,724, galat 1 1,846,351,028,025 1,846,351,028,025 total 8 6,497,529,279,800 ulangan perlakuan JT 1 208,954, ,954, perlakuan benih ,561,391,050 86,280,695, JT*benih MST 1 16,334,010,015 16,334,010, galat 1 112,550,185, ,550,185,225 total 8 436,834,353,622 ulangan perlakuan JT 1 89,274,251,250 89,274,251, perlakuan benih ,867,500,975 37,433,750, JT*benih MST galat 1 184,280, ,280,625 total 7 155,326,124, ,878,540,517 36,939,270, ,326, ,564,341,534, ,447,178, ,014, ,968,184,534, ,092,267, ,140, ,709,896,292 75,354,948, ,255, ,381,868,292 20,690,934, ,276,977 ulangan perlakuan JT 1 18,585,920,000 18,585,920, perlakuan benih ,511,300, ,503,766, JT*benih MST galat 1 276,144,995, ,144,995,025 total 8 916,058,223, ,930,028, ,976,676, ,846,411 20

21 Tabel.7. Pengamatan bobot basah (gram) tongkol 10 tanaman contoh Tanpa Perlakukan Kelompok Berkelobot kelobot JT B 100cmX40cm tidak diamati C 1benih/lubang D - - JT 100cmX40cm 2benih/lubang JT 100cmX40cm 3benih/lubang JT 100cmX20cm 2benih/lubang JT 100cmX20cm 5benih/lubang JT 100cmX20cm 3benih/lubang B C tidak diamati D tidak ada tongkol B mati C mati mati D tidak diamati B C D tidak diamati B C D tidak diamati B tidak diamati C D tidak diamati Tabel.8. Pengamatan bobot kering tanaman jagung Perlakukan JT 100cmX40c m 1benih/lub ang JT 100cmX40c m 2benih/lub ang Kel BK BK BK BK BK BK B C D B C D

22 JT 100cmX40c m 3benih/lub ang JT 100cmX20c m 2benih/lub ang JT 100cmX20c m 5benih/lub ang JT 100cmX20c m 3benih/lub ang B ,96 C D B C D B C D B C D Tabel.9. Hubungan antara densitas gulma dengan penguasaan sarana tumbuh Populasi 2 MST 4 MST 6 MST 8 MST 10 MST 12 MST 100 densitas densitas densitas densitas densitas densitas

23 Perhitungan tinggi tanaman dengan SS The SS System 22:47 Sunday, January 26, M12 NOTE: Variables in each group are consistent with respect to the presence or absence of missing values JT BNIH JT*BNIH Class Level Information Levels Values j1 j2 4 b1 b2 b3 b5 Class UL JT BNIH The SS System January 26, :47 Sunday, Dependent Variable: M2 Source Sum of Squares F Value Pr > F DF Mean Square Model Source Type III SS F Value Pr > F DF Mean Square UL JT BNIH JT*BNIH observations in data set = 24 Obs Dependent Variables 20 M2 20 M4 18 M6 20 M8 14 M10 Number of Group Error Corrected Total C.V. M2 Mean R-Square Root MSE Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F UL The SS System January 26, :47 Sunday, Duncan's Multiple Range Test for variable: M2 NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate 0.05 df= 11 MSE= lpha= 23

24 WRNING: Cell sizes are not equal. of Means Number January 26, Harmonic Mean of cell sizes= 9.9 Critical Range Number of Means 2 Critical Range Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N JT j j1 The SS System January 26, :47 Sunday, Duncan's Multiple Range Test for variable: M2 NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate 0.05 df= 11 MSE= WRNING: Cell sizes are not equal. lpha= Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N BNIH b b b b3 Level of Level of M JT BNIH N Mean SD j1 b j1 b j1 b j2 b j2 b j2 b Dependent Variable: M4 Source Sum of Squares F Value Pr > F DF Mean Square Model Error Corrected Total C.V. M4 Mean R-Square Root MSE Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F UL JT BNIH JT*BNIH Harmonic Mean of cell sizes= 4.48 The SS System 22:47 Sunday, Source Type III SS DF Mean Square 24

25 F Value Pr > F UL JT BNIH JT*BNIH The SS System January 26, :47 Sunday, Duncan's Multiple Range Test for variable: M4 NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate 0.05 df= 11 MSE= Number of Means 2 Critical Range lpha= Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N JT j j2 The SS System January 26, :47 Sunday, Duncan's Multiple Range Test for variable: M4 NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate 0.05 df= 11 MSE= WRNING: Cell sizes are not equal. Harmonic Mean of cell sizes= 3.84 of Means Critical Range lpha= Number Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N BNIH b b b b5 Level of Level of M JT BNIH N Mean SD j1 b j1 b j1 b j2 b j2 b j2 b The SS System January 26, :47 Sunday, Dependent Variable: M6 Source Sum of Squares F Value Pr > F DF Mean Square Model Error

26 Corrected Total C.V. M6 Mean R-Square Root MSE Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F UL JT BNIH JT*BNIH Source Type III SS F Value Pr > F DF Mean Square UL JT BNIH JT*BNIH The SS System January 26, :47 Sunday, Duncan's Multiple Range Test for variable: M6 NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate 0.05 df= 9 MSE= lpha= WRNING: Cell sizes are not equal. Harmonic Mean of cell sizes= Number of Means 2 Critical Range Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N JT j j2 The SS System January 26, :47 Sunday, Duncan's Multiple Range Test for variable: M6 NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate 0.05 df= 9 MSE= lpha= WRNING: Cell sizes are not equal. Harmonic Mean of cell sizes= of Means Critical Range Number Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N BNIH b b b b5 Level of Level 26

27 of M JT BNIH N Mean SD Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F rate, not the error rate experimentwise j1 b j1 b j1 b j2 b j2 b j2 b The SS System January 26, :47 Sunday, Dependent Variable: M8 Source Sum of Squares F Value Pr > F DF Mean Square Model Error Corrected Total C.V. M8 Mean R-Square Root MSE UL JT BNIH JT*BNIH Source Type III SS F Value Pr > F DF Mean Square UL JT BNIH JT*BNIH The SS System January 26, :47 Sunday, Duncan's Multiple Range Test for variable: M8 NOTE: This test controls the type I comparisonwise error 0.05 df= 11 MSE= Number of Means 2 Critical Range lpha= Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N JT j j1 The SS System January 26, :47 Sunday, Duncan's Multiple Range Test for variable: M8 NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate 0.05 df= 11 MSE= WRNING: Cell sizes are not equal. lpha= 27

28 Harmonic Mean of cell sizes= 4.48 of Means Critical Range Number Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N BNIH b b b b3 Level of Level of M JT BNIH N Mean SD The SS System January 26, :47 Sunday, Dependent Variable: M10 Source Sum of Squares F Value Pr > F DF Mean Square Model Error Corrected Total C.V. M10 Mean R-Square Root MSE Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F Source Type III SS F Value Pr > F DF Mean Square UL JT BNIH JT*BNIH The SS System January 26, :47 Sunday, Duncan's Multiple Range Test for variable: M10 NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate j j j j j j b1 b2 b3 b2 b3 b5 UL JT BNIH JT*BNIH df= 5 MSE= lpha= WRNING: Cell sizes are not equal. Harmonic Mean of cell sizes= Number of Means 2 Critical Range Means with the same 28

29 letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N JT j j2 The SS System January 26, :47 Sunday, Duncan's Multiple Range Test for variable: M10 NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate 0.05 df= 5 MSE= lpha= WRNING: Cell sizes are not equal. Harmonic Mean of cell sizes= of Means Critical Range Number Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N BNIH b b b b5 Level of Level of M JT BNIH N Mean SD j1 b j1 b j1 b j2 b j2 b j2 b The SS System 22:47 Sunday, January 26, Dependent Variable: M12 Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Model Error Corrected Total C.V. M12 Mean R-Square Root MSE Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F UL JT BNIH JT*BNIH Source Type III SS F Value Pr > F DF Mean Square UL JT BNIH

30 JT*BNIH The SS System January 26, :47 Sunday, Level of Level of M JT BNIH N Mean SD The SS System January 26, :47 Sunday, Duncan's Multiple Range Test for variable: M12 NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate 0.05 df= 2 MSE= WRNING: Cell sizes are not equal. Harmonic Mean of cell sizes= 4.8 Number of Means 2 Critical Range lpha= Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N JT j j1 Duncan's Multiple Range Test for variable: M12 NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate 0.05 df= 2 MSE= WRNING: Cell sizes are not equal. Harmonic Mean of cell sizes= 3 Number of Means 2 3 Critical Range lpha= Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N BNIH b b b3 j1 b j1 b j1 b j2 b j2 b Perhitungan perbedaan bobot kering gulma dengan SS The SS System 23:27 Sunday, January 26, Class Level Information Class Levels Values UL JT BNIH 2 j1 j2 4 b1 b2 b3 b5 Number of observations in data set = 22 Group Obs Dependent Variables 1 9 M2 M6 M M4 3 8 M10 30

31 4 9 M12 NOTE: Variables in each group are consistent with respect to the presence or absence of missing values. The SS System 23:27 Sunday, January 26, Dependent Variable: M2 Source DF Sum of Squares Mean Model Error Corrected Total M2 Mean R-Square C.V. Root MSE Source DF Type I SS Mean UL JT BNIH JT*BNIH Source DF Type III SS Mean UL JT BNIH JT*BNIH The SS System 23:27 Sunday, January 26, Dependent Variable: M6 Source DF Sum of Squares Mean Model Error Corrected Total M6 Mean R-Square C.V. Root MSE Source DF Type I SS Mean UL JT BNIH JT*BNIH Source DF Type III SS Mean UL JT BNIH JT*BNIH The SS System 23:27 Sunday, January 26, Dependent Variable: M8 Source DF Sum of Squares Mean Model Error Corrected Total M8 Mean R-Square C.V. Root MSE

32 Harmonic Mean of cell sizes= j2 Source DF Type I SS Mean Number of Means 2 Critical Range UL JT BNIH JT*BNIH Source DF Type III SS Mean different. Means with the same letter are not significantly Duncan Grouping Mean N JT j j1 The SS System 23:27 Sunday, January 26, M8 Duncan's Multiple Range Test for variable: NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate UL JT BNIH JT*BNIH The SS System 23:27 Sunday, January 26, M6 Duncan's Multiple Range Test for variable: NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate different. lpha= 0.05 df= 1 MSE= WRNING: Cell sizes are not equal. Harmonic Mean of cell sizes= 4 Number of Means 2 Critical Range Means with the same letter are not significantly Duncan Grouping Mean N JT The SS System 23:27 Sunday, January 26, M2 Duncan's Multiple Range Test for variable: NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate different. lpha= 0.05 df= 1 MSE= WRNING: Cell sizes are not equal. Harmonic Mean of cell sizes= 4 Number of Means 2 Critical Range 1221 Means with the same letter are not significantly Duncan Grouping Mean N JT j j2 The SS System 23:27 Sunday, January 26, lpha= 0.05 df= 1 MSE= WRNING: Cell sizes are not equal j1 M2 Duncan's Multiple Range Test for variable: 32

33 NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate different. BNIH lpha= 0.05 df= 1 MSE= WRNING: Cell sizes are not equal. Harmonic Mean of cell sizes= Number of Means Critical Range Means with the same letter are not significantly Duncan Grouping Mean N b b b b2 The SS System 23:27 Sunday, January 26, M6 Duncan's Multiple Range Test for variable: NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate lpha= 0.05 df= 1 MSE= WRNING: Cell sizes are not equal. different. BNIH Harmonic Mean of cell sizes= Number of Means Critical Range Means with the same letter are not significantly Duncan Grouping Mean N b b b b3 The SS System 23:27 Sunday, January 26, M8 Duncan's Multiple Range Test for variable: NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate different. lpha= 0.05 df= 1 MSE= WRNING: Cell sizes are not equal. Harmonic Mean of cell sizes= Number of Means Critical Range Means with the same letter are not significantly BNIH Duncan Grouping Mean N b b b b2 Level of Level of M M JT BNIH N Mean SD Mean SD j1 b j1 b j1 b j2 b j2 b j2 b Level of Level of M JT BNIH N Mean SD j1 b j1 b j1 b j2 b j2 b

34 j2 b The SS System 23:27 Sunday, January 26, Dependent Variable: M4 Source DF Sum of Squares Mean Model Error Corrected Total M4 Mean R-Square C.V. Root MSE Source DF Type I SS Mean UL JT BNIH JT*BNIH JT BNIH JT*BNIH The SS System 23:27 Sunday, January 26, M4 Duncan's Multiple Range Test for variable: NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate different. lpha= 0.05 df= 2 MSE= WRNING: Cell sizes are not equal. Harmonic Mean of cell sizes= Number of Means 2 Critical Range Means with the same letter are not significantly Duncan Grouping Mean N JT j j2 Sunday, January 26, M4 Duncan's Multiple Range Test for variable: NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate different. BNIH -- lpha= 0.05 df= 2 MSE= WRNING: Cell sizes are not equal. Harmonic Mean of cell sizes= Number of Means Critical Range Means with the same letter are not significantly Duncan Grouping Mean N Level of Level of b b b b M JT BNIH N Mean SD Source DF Type III SS Mean UL The SS System 23: j1 b j1 b j1 b

35 j2 b j2 b j2 b The SS System 23:27 Sunday, January 26, Dependent Variable: M10 Source DF Sum of Squares Mean Model Error Corrected Total R-Square C.V. Root MSE M10 Mean Source DF Type I SS Mean UL JT BNIH JT*BNIH Source DF Type III SS Mean UL JT BNIH JT*BNIH The SS System 23:27 Sunday, January 26, M10 Duncan's Multiple Range Test for variable: NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate different. lpha= 0.05 df= 1 MSE= WRNING: Cell sizes are not equal. Harmonic Mean of cell sizes= 3 Number of Means 2 Critical Range Means with the same letter are not significantly Duncan Grouping Mean N JT j j2 The SS System 23:27 Sunday, January 26, M10 Duncan's Multiple Range Test for variable: NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate different. BNIH -- lpha= 0.05 df= 1 MSE= WRNING: Cell sizes are not equal. Harmonic Mean of cell sizes= Number of Means Critical Range Means with the same letter are not significantly Duncan Grouping Mean N Level of Level of b b b b M JT BNIH N Mean SD j1 b j1 b

36 j1 b j2 b j2 b The SS System 23:27 Sunday, January 26, Dependent Variable: M12 Source DF Sum of Squares Mean Model Error Corrected Total R-Square C.V. Root MSE M12 Mean Source DF Type I SS Mean UL JT BNIH JT*BNIH Source DF Type III SS Mean UL JT BNIH JT*BNIH The SS System 23:27 Sunday, January 26, M12 Duncan's Multiple Range Test for variable: NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate different. lpha= 0.05 df= 1 MSE= WRNING: Cell sizes are not equal. Harmonic Mean of cell sizes= 4 Number of Means 2 Critical Range Means with the same letter are not significantly Duncan Grouping Mean N JT j j2 The SS System 23:27 Sunday, January 26, M12 Duncan's Multiple Range Test for variable: NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate different. BNIH -- lpha= 0.05 df= 1 MSE= WRNING: Cell sizes are not equal. Harmonic Mean of cell sizes= Number of Means Critical Range Means with the same letter are not significantly Duncan Grouping Mean N Level of Level of b b b b M JT BNIH N Mean SD j1 b

37 j1 b j1 b j2 b j2 b The SS System 23:27 Sunday, January 26, Class Level Information Class Levels Values UL JT BNIH 2 j1 j2 4 b1 b2 b3 b5 Number of observations in data set = 22 Group Obs Dependent Variables 1 9 M2 M6 M M4 3 8 M M12 NOTE: Variables in each group are consistent with respect to the presence or absence of missing values. The SS System 23:27 Sunday, January 26, Dependent Variable: M2 Source DF Sum of Squares Mean Model Error Corrected Total M2 Mean R-Square C.V. Root MSE Source DF Type I SS Mean UL JT BNIH JT*BNIH Source DF Type III SS Mean UL JT BNIH JT*BNIH The SS System 23:27 Sunday, January 26, Dependent Variable: M6 Source DF Sum of Squares Mean Model Error Corrected Total M6 Mean R-Square C.V. Root MSE Source DF Type I SS Mean UL JT BNIH JT*BNIH Source DF Type III SS Mean 37

38 UL JT BNIH JT*BNIH The SS System 23:27 Sunday, January 26, Dependent Variable: M8 Source DF Sum of Squares Mean Model Error Corrected Total M8 Mean R-Square C.V. Root MSE Source DF Type I SS Mean JT*BNIH Source DF Type III SS Mean UL JT BNIH JT*BNIH The SS System 23:27 Sunday, January 26, M2 Duncan's Multiple Range Test for variable: NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate lpha= 0.05 df= 1 MSE= WRNING: Cell sizes are not equal. Harmonic Mean of cell sizes= 4 Number of Means 2 Critical Range j1 The SS System 23:27 Sunday, January 26, M6 Duncan's Multiple Range Test for variable: NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate different. lpha= 0.05 df= 1 MSE= WRNING: Cell sizes are not equal. Harmonic Mean of cell sizes= 4 Number of Means 2 Critical Range 1221 Means with the same letter are not significantly Duncan Grouping Mean N JT j j2 UL JT BNIH different. Means with the same letter are not significantly Duncan Grouping Mean N JT j2 The SS System 23:27 Sunday, January 26, Duncan's Multiple Range Test for variable: 38

39 M8 NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate different. lpha= 0.05 df= 1 MSE= WRNING: Cell sizes are not equal. Harmonic Mean of cell sizes= 4 Number of Means 2 Critical Range Means with the same letter are not significantly different. BNIH Means with the same letter are not significantly Duncan Grouping Mean N b b b b b b b b3 The SS System 23:27 Sunday, January 26, Duncan Grouping Mean N JT j j2 The SS System 23:27 Sunday, January 26, The SS System 23:27 Sunday, January 26, M6 Duncan's Multiple Range Test for variable: NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate M8 Duncan's Multiple Range Test for variable: NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate lpha= 0.05 df= 1 MSE= WRNING: Cell sizes are not equal. Harmonic Mean of cell sizes= Number of Means Critical Range M2 Duncan's Multiple Range Test for variable: NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate lpha= 0.05 df= 1 MSE= WRNING: Cell sizes are not equal. Harmonic Mean of cell sizes= Number of Means Critical Range different. BNIH lpha= 0.05 df= 1 MSE= WRNING: Cell sizes are not equal. Harmonic Mean of cell sizes= Number of Means Critical Range Means with the same letter are not significantly Duncan Grouping Mean N different. BNIH Means with the same letter are not significantly Duncan Grouping Mean N b b b b2 39

40 Level of Level of M M JT BNIH N Mean SD Mean SD j1 b j1 b j1 b j2 b j2 b j2 b Level of Level of M JT BNIH N Mean SD j1 b j1 b j1 b j2 b j2 b j2 b The SS System 23:27 Sunday, January 26, Dependent Variable: M4 Source DF Sum of Squares Mean Model Error Corrected Total M4 Mean R-Square C.V. Root MSE Source DF Type I SS Mean UL JT BNIH JT*BNIH Source DF Type III SS Mean UL JT BNIH JT*BNIH The SS System 23:27 Sunday, January 26, M4 Duncan's Multiple Range Test for variable: NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate different. lpha= 0.05 df= 2 MSE= WRNING: Cell sizes are not equal. Harmonic Mean of cell sizes= Number of Means 2 Critical Range Means with the same letter are not significantly Duncan Grouping Mean N JT j j2 The SS System 23:27 Sunday, January 26, M4 Duncan's Multiple Range Test for variable: NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate 40

41 different. BNIH lpha= 0.05 df= 2 MSE= WRNING: Cell sizes are not equal. Harmonic Mean of cell sizes= Number of Means Critical Range Means with the same letter are not significantly Duncan Grouping Mean N b b b b5 Source DF Sum of Squares Mean Model Error Corrected Total R-Square C.V. Root MSE M10 Mean Source DF Type I SS Mean The SS System 23:27 Sunday, January 26, M10 Duncan's Multiple Range Test for variable: NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate lpha= 0.05 df= 1 MSE= WRNING: Cell sizes are not equal. Harmonic Mean of cell sizes= 3 Number of Means 2 Critical Range Level of Level of M JT BNIH N Mean SD j1 b j1 b j1 b j2 b j2 b j2 b The SS System 23:27 Sunday, January 26, Dependent Variable: M10 UL JT BNIH JT*BNIH Source DF Type III SS Mean UL JT BNIH JT*BNIH different. Means with the same letter are not significantly Duncan Grouping Mean N JT j j2 The SS System 23:27 Sunday, January 26, M10 Duncan's Multiple Range Test for variable: NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate, not the 41

42 different. BNIH experimentwise error rate lpha= 0.05 df= 1 MSE= WRNING: Cell sizes are not equal. Harmonic Mean of cell sizes= Number of Means Critical Range Means with the same letter are not significantly Duncan Grouping Mean N Source DF Sum of Squares Mean Model Error Corrected Total R-Square C.V. Root MSE M12 Mean The SS System 23:27 Sunday, January 26, M12 Duncan's Multiple Range Test for variable: NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate Level of Level of b b b b M JT BNIH N Mean SD j1 b j1 b j1 b j2 b j2 b The SS System 23:27 Sunday, January 26, Dependent Variable: M Source DF Type I SS Mean UL JT BNIH JT*BNIH Source DF Type III SS Mean UL JT BNIH JT*BNIH different. lpha= 0.05 df= 1 MSE= WRNING: Cell sizes are not equal. Harmonic Mean of cell sizes= 4 Number of Means 2 Critical Range Means with the same letter are not significantly Duncan Grouping Mean N JT j j2 The SS System 23:27 Sunday, January 26, M12 Duncan's Multiple Range Test for variable: NOTE: This test controls the type I 42

43 comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate lpha= 0.05 df= 1 MSE= WRNING: Cell sizes are not equal. Harmonic Mean of cell sizes= Class Levels Values UL JT 2 j1 j Corrected Total R-Square C.V. Root MSE M2 Mean Number of Means Critical Range BNIH 4 b1 b2 b3 b different. BNIH Means with the same letter are not significantly Duncan Grouping Mean N Level of Level of b b b b M JT BNIH N Mean SD j1 b j1 b j1 b j2 b j2 b The SS System 23:27 Sunday, January 26, Class Level Information Number of observations in data set = 22 Group Obs Dependent Variables 1 9 M2 M6 M M4 3 8 M M12 NOTE: Variables in each group are consistent with respect to the presence or absence of missing values. The SS System 23:27 Sunday, January 26, Dependent Variable: M2 Source DF Sum of Squares Mean Model Error Source DF Type I SS Mean UL JT BNIH JT*BNIH Source DF Type III SS Mean UL JT BNIH JT*BNIH The SS System 23:27 Sunday, January 26, Dependent Variable: M6 Source DF Sum of Squares Mean 43

44 Model Error Corrected Total M6 Mean R-Square C.V. Root MSE Source DF Type I SS Mean UL JT BNIH JT*BNIH Source DF Type III SS Mean UL JT BNIH JT*BNIH The SS System 23:27 Sunday, January 26, Dependent Variable: M8 Source DF Sum of Squares Mean Model Error Corrected Total M8 Mean R-Square C.V. Root MSE Source DF Type I SS Mean UL JT BNIH JT*BNIH Source DF Type III SS Mean UL JT BNIH JT*BNIH The SS System 23:27 Sunday, January 26, M2 Duncan's Multiple Range Test for variable: NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate different. lpha= 0.05 df= 1 MSE= WRNING: Cell sizes are not equal. Harmonic Mean of cell sizes= 4 Number of Means 2 Critical Range Means with the same letter are not significantly Duncan Grouping Mean N JT j j1 The SS System 23:27 Sunday, January 26,

45 M6 Duncan's Multiple Range Test for variable: NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate different. Critical Range Means with the same letter are not significantly Duncan Grouping Mean N JT b b2 different. lpha= 0.05 df= 1 MSE= WRNING: Cell sizes are not equal. Harmonic Mean of cell sizes= 4 Number of Means 2 Critical Range 1221 Means with the same letter are not significantly Duncan Grouping Mean N JT j j2 The SS System 23:27 Sunday, January 26, The SS System 23:27 Sunday, January 26, M6 Duncan's Multiple Range Test for variable: NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate j j2 M2 Duncan's Multiple Range Test for variable: NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate lpha= 0.05 df= 1 MSE= WRNING: Cell sizes are not equal. Harmonic Mean of cell sizes= Number of Means Critical Range The SS System 23:27 Sunday, January 26, M8 Duncan's Multiple Range Test for variable: NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate lpha= 0.05 df= 1 MSE= WRNING: Cell sizes are not equal. Harmonic Mean of cell sizes= 4 Number of Means 2 different. BNIH lpha= 0.05 df= 1 MSE= WRNING: Cell sizes are not equal. Harmonic Mean of cell sizes= Number of Means Critical Range Means with the same letter are not significantly Duncan Grouping Mean N b b3 different. BNIH Means with the same letter are not significantly Duncan Grouping Mean N b b b b3 45

46 The SS System 23:27 Sunday, January 26, M8 Duncan's Multiple Range Test for variable: NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate different. BNIH lpha= 0.05 df= 1 MSE= WRNING: Cell sizes are not equal. Harmonic Mean of cell sizes= Number of Means Critical Range Means with the same letter are not significantly Duncan Grouping Mean N b b b b2 Level of Level of M M JT BNIH N Mean SD Mean SD j1 b j1 b j1 b j2 b j2 b j2 b Level of Level of M JT BNIH N Mean SD j1 b j1 b j1 b j2 b j2 b j2 b The SS System 23:27 Sunday, January 26, Dependent Variable: M4 Source DF Sum of Squares Mean Model Error Corrected Total M4 Mean R-Square C.V. Root MSE Source DF Type I SS Mean UL JT BNIH JT*BNIH Source DF Type III SS Mean UL JT BNIH JT*BNIH The SS System 23:27 Sunday, January 26, M4 Duncan's Multiple Range Test for variable: NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate 46

47 different. lpha= 0.05 df= 2 MSE= WRNING: Cell sizes are not equal. Harmonic Mean of cell sizes= Number of Means 2 Critical Range Means with the same letter are not significantly Duncan Grouping Mean N JT j j2 The SS System 23:27 Sunday, January 26, M4 Duncan's Multiple Range Test for variable: NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate BNIH Level of Level of b b b b M JT BNIH N Mean SD j1 b j1 b j1 b j2 b j2 b j2 b The SS System 23:27 Sunday, January 26, Dependent Variable: M10 R-Square C.V. Root MSE M10 Mean Source DF Type I SS Mean UL JT BNIH JT*BNIH Source DF Type III SS Mean UL JT BNIH JT*BNIH different. lpha= 0.05 df= 2 MSE= WRNING: Cell sizes are not equal. Harmonic Mean of cell sizes= Number of Means Critical Range Means with the same letter are not significantly Duncan Grouping Mean N Source DF Sum of Squares Mean Model Error Corrected Total The SS System 23:27 Sunday, January 26, M10 Duncan's Multiple Range Test for variable: NOTE: This test controls the type I 47

48 comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate different. lpha= 0.05 df= 1 MSE= WRNING: Cell sizes are not equal. Harmonic Mean of cell sizes= 3 Number of Means 2 Critical Range Means with the same letter are not significantly Duncan Grouping Mean N JT j j2 The SS System 23:27 Sunday, January 26, M10 Duncan's Multiple Range Test for variable: NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate different. lpha= 0.05 df= 1 MSE= WRNING: Cell sizes are not equal. Harmonic Mean of cell sizes= Number of Means Critical Range Means with the same letter are not significantly BNIH Duncan Grouping Mean N Level of Level of b b b b M JT BNIH N Mean SD j1 b j1 b j1 b j2 b j2 b The SS System 23:27 Sunday, January 26, Dependent Variable: M12 Source DF Sum of Squares Mean Model Error Corrected Total R-Square C.V. Root MSE M12 Mean Source DF Type I SS Mean UL JT BNIH JT*BNIH Source DF Type III SS Mean UL JT BNIH JT*BNIH The SS System 23:27 Sunday, January 26, M12 Duncan's Multiple Range Test for variable: 48

49 NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate different. lpha= 0.05 df= 1 MSE= WRNING: Cell sizes are not equal. Harmonic Mean of cell sizes= 4 Number of Means 2 Critical Range Means with the same letter are not significantly Duncan Grouping Mean N JT j j2 The SS System 23:27 Sunday, January 26, M12 Duncan's Multiple Range Test for variable: NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate lpha= 0.05 df= 1 MSE= WRNING: Cell sizes are not equal. Harmonic Mean of cell sizes= different. BNIH Duncan Grouping Mean N Level of Level of b b b b M JT BNIH N Mean SD j1 b j1 b j1 b j2 b j2 b The SS System 23:27 Sunday, January 26, Class Level Information Class Levels Values UL JT 2 j1 j2 Group Obs Dependent Variables 1 9 M2 M6 M M4 3 8 M M12 NOTE: Variables in each group are consistent with respect to the presence or absence of missing values. The SS System 23:27 Sunday, January 26, Dependent Variable: M2 Source DF Sum of Squares Mean Model Error Corrected Total M2 Mean R-Square C.V. Root MSE Number of Means Critical Range BNIH 4 b1 b2 b3 b Means with the same letter are not significantly Number of observations in data set = 22 49

50 Source DF Type I SS Mean UL JT BNIH JT*BNIH Source DF Type III SS Mean UL JT BNIH JT*BNIH The SS System 23:27 Sunday, January 26, Dependent Variable: M6 Source DF Sum of Squares Mean Model Error Corrected Total R-Square C.V. Root MSE M6 Mean Source DF Type I SS Mean UL JT BNIH JT*BNIH Source DF Type III SS Mean UL JT BNIH JT*BNIH The SS System 23:27 Sunday, January 26, Dependent Variable: M8 Source DF Sum of Squares Mean Model Error Corrected Total M8 Mean R-Square C.V. Root MSE Source DF Type I SS Mean UL JT BNIH JT*BNIH Source DF Type III SS Mean UL JT BNIH JT*BNIH The SS System 23:27 Sunday, January 26,

51 M2 Duncan's Multiple Range Test for variable: NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate different. Number of Means 2 Critical Range 1221 Means with the same letter are not significantly Duncan Grouping Mean N JT The SS System 23:27 Sunday, January 26, lpha= 0.05 df= 1 MSE= WRNING: Cell sizes are not equal. Harmonic Mean of cell sizes= 4 Number of Means 2 Critical Range j j2 M2 Duncan's Multiple Range Test for variable: NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate different. Means with the same letter are not significantly Duncan Grouping Mean N JT j j1 The SS System 23:27 Sunday, January 26, M6 Duncan's Multiple Range Test for variable: NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate The SS System 23:27 Sunday, January 26, M8 Duncan's Multiple Range Test for variable: NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate different. lpha= 0.05 df= 1 MSE= WRNING: Cell sizes are not equal. Harmonic Mean of cell sizes= 4 Number of Means 2 Critical Range Means with the same letter are not significantly Duncan Grouping Mean N JT different. BNIH lpha= 0.05 df= 1 MSE= WRNING: Cell sizes are not equal. Harmonic Mean of cell sizes= Number of Means Critical Range Means with the same letter are not significantly Duncan Grouping Mean N b b b b2 lpha= 0.05 df= 1 MSE= WRNING: Cell sizes are not equal. Harmonic Mean of cell sizes= j j2 The SS System 23:27 Sunday, January 26,

52 M6 Duncan's Multiple Range Test for variable: NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate different. BNIH lpha= 0.05 df= 1 MSE= WRNING: Cell sizes are not equal. Harmonic Mean of cell sizes= Number of Means Critical Range Means with the same letter are not significantly Duncan Grouping Mean N b b b b3 The SS System 23:27 Sunday, January 26, M8 Duncan's Multiple Range Test for variable: NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate different. BNIH lpha= 0.05 df= 1 MSE= WRNING: Cell sizes are not equal. Harmonic Mean of cell sizes= Number of Means Critical Range Means with the same letter are not significantly Duncan Grouping Mean N b b b b2 Level of Level of M M JT BNIH N Mean SD Mean SD j1 b j1 b j1 b j2 b j2 b j2 b Level of Level of M JT BNIH N Mean SD j1 b j1 b j1 b j2 b j2 b j2 b The SS System 23:27 Sunday, January 26, Dependent Variable: M4 Source DF Sum of Squares Mean Model Error Corrected Total M4 Mean R-Square C.V. Root MSE Source DF Type I SS Mean UL JT

53 BNIH JT*BNIH Duncan Grouping Mean N JT j j2 -- Level of Level of M JT BNIH N Mean SD Source DF Type III SS Mean UL JT BNIH JT*BNIH The SS System 23:27 Sunday, January 26, M4 Duncan's Multiple Range Test for variable: NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate j1 b j1 b j1 b j2 b j2 b j2 b The SS System 23:27 Sunday, January 26, Dependent Variable: M10 The SS System 23:27 Sunday, January 26, M4 Duncan's Multiple Range Test for variable: NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate different. lpha= 0.05 df= 2 MSE= WRNING: Cell sizes are not equal. Harmonic Mean of cell sizes= Number of Means 2 Critical Range Means with the same letter are not significantly different. BNIH lpha= 0.05 df= 2 MSE= WRNING: Cell sizes are not equal. Harmonic Mean of cell sizes= Number of Means Critical Range Means with the same letter are not significantly Duncan Grouping Mean N b b b b5 Source DF Sum of Squares Mean Model Error Corrected Total R-Square C.V. Root MSE M10 Mean Source DF Type I SS Mean UL

54 JT BNIH JT*BNIH different. Duncan Grouping Mean N JT j j2 -- Level of Level of M JT BNIH N Mean SD Source DF Type III SS Mean UL JT BNIH JT*BNIH The SS System 23:27 Sunday, January 26, M10 Duncan's Multiple Range Test for variable: NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate lpha= 0.05 df= 1 MSE= WRNING: Cell sizes are not equal. Harmonic Mean of cell sizes= 3 Number of Means 2 Critical Range Means with the same letter are not significantly The SS System 23:27 Sunday, January 26, M10 Duncan's Multiple Range Test for variable: NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate different. BNIH lpha= 0.05 df= 1 MSE= WRNING: Cell sizes are not equal. Harmonic Mean of cell sizes= Number of Means Critical Range Means with the same letter are not significantly Duncan Grouping Mean N b b b b j1 b j1 b j1 b j2 b j2 b The SS System 23:27 Sunday, January 26, Dependent Variable: M12 Source DF Sum of Squares Mean Model Error Corrected Total R-Square C.V. Root MSE M12 Mean Source DF Type I SS Mean 54

55 UL JT BNIH JT*BNIH experimentwise error rate lpha= 0.05 df= 1 MSE= WRNING: Cell sizes are not equal. Harmonic Mean of cell sizes= 4 Number of Means 2 Critical Range different. WRNING: Cell sizes are not equal. Harmonic Mean of cell sizes= Number of Means Critical Range Means with the same letter are not significantly Source DF Type III SS Mean different. Means with the same letter are not significantly BNIH Duncan Grouping Mean N UL JT BNIH JT*BNIH Duncan Grouping Mean N JT j j b b b b3 The SS System 23:27 Sunday, January 26, M12 Duncan's Multiple Range Test for variable: NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate, not the The SS System 23:27 Sunday, January 26, M12 Duncan's Multiple Range Test for variable: NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate lpha= 0.05 df= 1 MSE= Level of Level of M JT BNIH N Mean SD j1 b j1 b j1 b j2 b j2 b

56 PERIODE KRITIS Disusun Oleh : Galvan Yudistira DEPRTEMEN GRONOMI DN HORTIKULTUR FKULTS PERTNIN INSTITUT PERTNIN BOGOR

57 BB I PENDHULUN I.1. Latar Belakang Kehadiran gulma pada lahan pertanaman jagung tidak jarang menurunkan hasil dan mutu biji. Penurunan hasil bergantung pada jenis gulma, kepadatan, lama persaingan, dan senyawa allelopati yang dikeluarkan oleh gulma. Secara keseluruhan, kehilangan hasil yang disebabkan oleh gulma melebihi kehilangan hasil yang disebabkan oleh hama dan penyakit. Meskipun demikian, kehilangan hasil akibat gulma sulit diperkirakan karena pengaruhnya tidak dapat diamati. Beberapa hasil penelitian menunjukkan korelasi negatif antara bobot kering gulma dan hasil jagung, dengan penurunan hasil hingga 95% (Violic, 2000 dalam Fadhly, 2004). Jagung yang ditanam secara monokultur dan dengan masukan rendah tidak memberikan hasil akibat persaingan intensif dengan gulma (Clay and quilar, 1998 dalam Fadhly, 2004). Secara konvensional, gulma pada pertanaman jagung dapat dikendalikan melalui pengolahan tanah dan penyingan, tetapi penglahan tanah secara konvensional memerlukan waktu, tenaga, dan biaya yang besar. Pada tanah dengan tekstur lempug berpasir, lempung berdebu, dan liat, jagung yang dibudidayakan tanpa olah tanah memberikan hasil yang sama tingginya dengan yang dibudidayakan dengan pengolahan tanah konvensional (Widiyati et al dalam Fadhly, 2004). Gulma pada pertanaman jagung tanpa olah tanah dikendalikan dengan herbisida. Sebelum jagung ditanam, herbisida disemprotkan untuk mematikan gulma yang tumbuh diareal pertanaman. Setelah jagung tumbuh, gulma masih perlu dikendallikan untuk melindungi tanaman. Pengendalian dapat dilakukan dengan cara penyiangan dengan tangan, penggunaan alat mekanis, dan penyemprotan herbisida. Formulasi atau nama dagang herbisida yang tersedia di pasaran cukup beragam. Pemilihan dan penggunaan herbisida bergantung pada jenis gulma di pertanaman. Penggunaan herbisida secara berlebihan akan merusak lingkungan. Untuk menekan atau meniadakan dampak negatif penggunaan 57

58 herbisida terhadap lingkungan, penggunaannya perlu dibatasi degan memadukan degan cara pengendalian lainnya (Fadhly et al, 2004) Kehadiran gulma sepanjang siklus hidup tanaman tidak selalu berpengaruh negatif terhadap tanaman budidaya. da suatu periode dimana tanaman budidaya peka terhadap kehadiran gulma di lingkungan tumbuh tanaman. Periode tersebut dikatakan sebagai periode kritis. Pada periode tersebut tanaman berada pada kondisi yang peka terhadap lingkungan, terutama ruang tumbuh, unsur hara, air dan cahaya matahari. pabila pada periode kritis tersebut gulma tumbuh mengganggu tanaman, maka tanaman akan kalah bersaing dalam memanfaatkan faktor-faktor lingkungan tersebut. Oleh karena itu, pada saat tersebut gulma harus dikendalikan agar tidak mengganggu tanaman budidaya. Penentuan periode kritis tanaman terhadap persaingan gulma merupakan salah satu langkah yang penting dalam menyusun rencana pengendalian yang tepat. Sehingga pengendalian gulma pada lahan pertanaman dapat memberikan tambahan pendapatan atau keuntungan dari hasil yang diperoleh. I.2. Tujuan Praktikum Praktikum ini bertujuan untuk menentukan periode kritis suatu tanaman budidaya terhadap kompetisi gulma sehingga dapat diketahui waktu pengendalian yang tepat. 58

59 BB II TINJUN PUSTK Pendahuluan Jagung merupakan tanaman pangan kedua setelah beras yang digunakan sebagai bahan pangan, pakan ternak, dan bahan baku industri. Oleh sebab itu, ketersediaannya sangat dibutuhkan sepangjang tahun (Syaefullah, 2004). Kebutuhan jagung sebagai bahan baku industri dalam negeri tidak mencukupi. Hal ini terbukti dengan meningkatnya impor jagung dari tahun ke tahun. Tahun 1990 impor jagung hanya 515 ton, tetapi pada tahun 1995 menigkat tajam menjadi 626,231 ton (Thahir dkk, 1998 dalam Syaefullah, 2004). Botani Jagung Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu jenis tanamn pangan yang mendapat prioritas untuk dikembangkan karena kedudukannya di samping sumber utama karbohidrat dan protein juga merupakan bahan baku utama industri pakan ternak dan bahan baku industri lainnya, sehingga merupakan komoditas penting dalam upaya diversifikasi pangan. Jagung tumbuh baik di daerah beriklim sedang yang panas, daerah beriklim subtripis yang basah, dan dapt pula tumbuh di daerah tropis. Tanamn jagung terdiri dari berbagai macam varietas. Beberapa varietas unggul diantaranya adalah Harapan Baru, rjuna, Bromo, Nakula, Sadewa, Hibrida, dan lain-lain. Tanaman jagung dapt dipanen apabila sudah mencapai tingkat ketuaan tertentu, dan waktunya dapat berbeda tergantung varietas. Misalnya varietas rjuna dipanen setelah umur 90 hari. Jagung yang sudah dapat dipanen ditandai oleh kelonotnya yagn berwarna colelat muda dan kering,serta bijinya mengkilat. Bila biji ditekan dengan kuku tidak berbekas (kadar air mencapai 35-40%). Pengeringan dapt dilakukan pada jagung berupa tongkol berkelobot atau tongkol kupasan. Jagung kemudian dipipil dan dikeringkan lagi sampai kadar air 12-14%. Cara pengeringan dapat dengan sinar matahari atau dengan pemanas lain (Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Hortikultura, 1998 dalam Syaefullah, 2004 ). Tabel 1. Kandungan Gizi Jagung 59

60 No Zat Gizi Kandungan (per 100 g jagung) 1 Kalori 355,00 Kalori 2 Protein 9,20 G 3 Lemak 3,90 G 4 Karbohodrat 73,70 g 5 Kalsium 10,00 mg 6 Fosfor 256,00 mg 7 Besi 2,40 mg 8 Vitamin 510,00 SI 9 Vitamin B1 0,38 MG 10 Vitamin C 0,00 MG 11 ir 12,00 G Sumber : Direktorat Jendral Tanaman Pangan dan Hortikultura, 1998 dalam Syaefullah, 2004 Berdasarkan zat gizi yang dikandungnya, jagung terutama adalah sebagai sumber energi. Selain mengandung energi, jagung mempunyau nilai gizi yang tinggi karena mengandung berbagai zat gizi lainnya (Tabel 1) (Direktorat Jendral Tanaman Pangan dan Hortikultura, 1998). Dengan kondisi nutrisi tersebut, jagung juga disukai dan sangat dibutuhkan oleh serangga dalam memenuhi kehidupan hidupnya (Syaefullah, 2004) Penyimpanan jagung sangat penting artinyabagi cadangan makanan kita. Oleh karena itu harus diperhatikan cara penyimpanannya untuk mencegah serangan hama dan penyakit. Faktor-faktor yang berpengaruh selama penyimpanan adalah faktor fisik (suhu dan kelembaban), faktor kimia (kadar air, komposisi kimia bahan dan enzim), faktor fisiologis (respirasi) dan faktor biologis (kapang, serangga, dan tikus) (Syaefullah, 2004) Gulma dan llelopati Semua tumbuhan pada pertanaman jagung yang tidak dikehendaki keberadaannya dan menimbulkan kerugian disebut gulma. Gulma yang tumbuh 60

61 pada pertanaman jagung berasal dari biji gulma itu sendiri yang ada diatas tanah. Jenis-jenis gulma yang mengganggu pertanaman jagung perlu diketahui untuk menentukan cara pengendalian yang sesuai. Selain jenis gulma, persaingan antara tanaman dan gulma perlu pula dipahami, terutama dalam kaitannya dengan waktu pengendalian yang tepat. Jenis gulma tertentu juga perlu diperhatikan karena dapat mengeluarkan senyawa allelopati yang meracuni tanaman (Fadhly, et al, 2004). Tanah Sebagai Bank Biiji Gulma Kehadiran gulma pada pertanaman jagung berkaitan dengan deposit biji gulma dalam tanah. Biji gulma dapat tersimpan dan bertahan hidup selama puluhan tahun dalam kondisi dorman, dan akan berkecambah ketika kondisi lingkungan mematahkan dormansi itu. Terangkatnya biji gulma ke lapisan atas permukaan tanah dan tersediannya kelembaban yang sesuai untuk perkecambahan mendorng gulma untuk tumbuh dan berkembang (Fadhly, et al, 2004). Biji spesies gulma setahun (annual spesies) dapat bertahan dalam tanah selama bertahun-tahun sebagai cadangan beinih hidup tau viable seeds (Melinda et al Dalam Fadhly, et al, 2004). Biji gulma yang ditemukan di makam mesir yang telah berumur ribuan tahun masih dapat menghasilkan kecambah yang sehat. Jumlah biji gulma yang terdapat dalam tanah mencapai ratusan juta biji (Direktorat Jenderal Perkebunan 1976 dalam Fadhly, et al, 2004). Karena benih gulma dapat terakumulasi dalam tanah, maka kepadatannya terus meningkat (Kropac, 1966 dalam Fadhly, et al, 2004). Dengan pengolahan tanah konvensional, perkecambahan benih gulma yang terendam tertunda, sampai terangkat ke permukaan karena pengolahan tanah. Penelitian selama tujuh tahun mengindikasikan lebih sedikit benih gulma pada petak tanpa olah tanah dibanding petak yang diolah dengan bajak singkal (moldboard-plow), biji gulma terkonsentrasi pada kedalaman 5 cm dari lapisan atas tanah (Clements et al, 1996 dalam Fadhly, et al, 2004). Pengelompokan Gulma Jenis gulma tertentu merupakan pesaing tanaman jagung dalam mendapatkan air, hara dan cahaya. Di Indonesia terdapat 140 jenis gulma berdaun 61

62 lebar, 36 jenis gulma rerumputan, dan 51 jenis gulma teki (Laumonier et al, 1986 dalam Fadhly, et al, 2004). Pengelompokan gulma diperlukan untuk memudahkan pengendalian, pengelompokan dapat dilakukan berdasarkan daur hidup, habitat, ekologi, klasifikasi amsonomi, dan tanggapan terhadap herbisida. Bedasar daur hidup dikenal gulma setahun (annual) yang hidupnya kurang dari setahun dan gulma tahunan (parennial) yang siklus hidupnya lebih dari satu tahun. Berdasarkan habitatnya dikenal juga gulma daratan (terrestrial) dan gulma air (aquatic) yan terbagi lagi atas gulma mengapung (floating), gulma tenggelam (submergent), dan gulma sebagian mengapung dan sebagian tenggelam (emergent). Berdasarkan ekologi dikenal gulma swah, gulma lahan kering, gulma perkebunan, dan gulma rawa atau waduk. Berdasarkan klasifikasi taksonomi dikenal gulma monokotil, gulma dikotil, dan gulma paku-pakuan. Berdasarkan tanggapan terhadap herbisida, gulma dikelompokkan atas gulma berdaun lebar (abroad leaves), gulma rerumputan (grasses), dan gulma teki (sedges). Pengelompokan yang terakhir ini banyak digunakan dalam pengendalian secara kimiawi dengan menggunakan herbisida (Fadhly, et al, 2004). Persaingan Tanaman dengan Gulma Tingkat persaingan antara tanaman dan gulma bergantung pada empat faktor yaitu stadia pertumbuhan tanaman, kepadatan gulma, tingkat cekaman air dan hara,s erta spesies gulma. Jika dibiarkan, gulma berdaun lebar dan rumputan dapat secara nyata menekan pertumbuhan dan perkembangan jagung (Fadhly, et al, 2004). Gulma menyaingi tanaman terutama dalam memperoleh air, hara, dan cahaya. Tanman jagung sangat peka terhadap tiga faktor ini selama periode kritis antara stadia V3 dan V8, yaitu stadia pertumbuhan jagung dimana daun ke-3 dan ke-8 telah terbentuk. Sebelum stadia V3, gulma hanya mengganggu tanaman jagung jika gulma tersebut lebih besar dari tanaman jagung, atau pada saat tanaman mengalami cekaman kekeringan. ntara stadia V3 san V8, tanaman jagung membutuhkan periode yang tidak tertekan oleh gulma. Setelah V8 matang, tanaman telah cukup besar sehingga menaungi dan menekan pertumbuhan glma. Pada stadia lanjut pertumbuhan jagung, gulma dapat mengakibatkan kerugian jika 62

63 terjadi cekaman air dan hara, atau gulma tumbuh pesat dan menaungi tanaman (Lafitte, 1994 dalam Fadhly, et al, 2004). Beberapa jenis gulma tumbuh lebih cepat dan lebih tinggi selama stadia pertumbuhan awal jagung, sehingga tanaman jagung kekurangan cahaya untuk fotosintesis. Gulma yang melilit dan memanjat tanaman jagung dapat menaungi dan menghalangi cahaya pada permukaan daun sehingga proses fotosintesis terhambat yang pada akhirnya menurunkan hasil (Fadhly, et al. 2004). Dibanyak daerah penanaman jagung, air merupakan faktor pembatas. Kekeringan yang terjadi pada stadia awal pertumbuhan vegetatif dapat mengakibatkan kematian tanaman. Kehadiran gulma pada stadia ini memperburuk kondisi cekaman air selama periode kritis, dua minggu sebelum dan sesudah pembungaan. Pada saat itu tanaman rentan terhadap persaingan dengnan gulma (Violic, 2000 dalam Fadhly, et al. 2004). Gulma merupakan pesaing bagi tanaman dalam memperoleh hara. Gulma dapat menyerap nitrogen dan fosfor hingga dua kali, dan kalium hingga tiga kali daya serap tanaman jagung. Pemupukan merangksang vigor gulma sehingga meningkatkan daya saingnya. Nitrogen merupakan hara utaman yang menjadi kurang tersedia bagi tanaman jagung karena persaingan dengan gulma. Tanaman yang kekurangan hara nitrogen mudah diketahui melalui warna daun yang pucat. Interaksi positif penyiangan dan pemberian nitrogen umumnya teramati pada pertanaman jagung, dimana waktu pengendalian gulma yang tepat dapat mengoptimalkan penggunaan nitrogen dan hara serta menghemat penggunaan pupuk (Violic, 2000 dalam Fadhlt, 2004). llelopati Beberapa spesis gulma menyebakan kerusakan lebih besar pada tanaman karena adanya bahan toksik yang dilepaskan dn menekan pertumbuhan jagung. Spesies gulma dileporkan menghasilkan bahan allelopati dapat dilihat pada Tabel 1 Tabel 1. Gulma yang umum dijumpai pada pertanaman jagung yang mengeluarkan senyawa allelopati Nama Ilmiah Nama Umum 63

64 butilon theophrasti gropyron repens maranthus sp. mbosia sp vene fatua Brassica sp. Chenopodium album Cynodon dactilon Cyperus esculentus Cyperus rotundus Digitaria sanguinalis Echninochload crusgalli Helianthus annus Imperata cylindrical Poa sp Porulaca oeracea Rattboelia exaltata Setaria faberi Sorghum helepense Velvetleaf Quackgrass Pigweed/Bayam Rigweed Wild oat Mustard Common lambsquaters Bermuda grass/ Glintingan Yellow nutsedge Purple nutsedge/ Teki Crabgrass/ Genjoran Barnyardgrass/Padi burung Sunflower/ Bunga Matahari Speargrass/lang-alang Bluegrass Common purslane/ Gelang Itchy grass/ Branjangan Giant fostail Johnsongrass Sumber: Lafitte et al (1994) dalam Fadhly (2004) llelopati merupakan senyawa biokimia yang dihasilkan dan dilepaskan gulma ke dalam tanah dan mengambat pertumbuhan jagung. Senyawa tersebut masuk ke dalam linhkunga tumbuh tanaman sebagai sekresi dan hasil pencucian dari akar dan daun gulma yang hidup dan mati dan pembusukan vegetasi. Senyawa allelopati menghambat perkecambahan benih tanaman, dan menghambat perpanjangan akar sehingga menyebabkan kekacauan selluler dalam akar (Violic, 2000 dalam Fadhly, 2004). Pengendalian Keberhasilan pengendalian gulma merupakan salah satu faktor penentu tercapainya tingkat hasil jagung yang tinggi. Gulma dapat dikendalikan melalui berbagai aturan dan karantina; secara biologi degan menggunakan organisme hidup; secara fisik dengan membakar dan menggenagi, melaui budidaya dengan 64

65 pergiliran tanaman, penigkatan daya saing dan penggunaan mulsa; secara mekanis dengan mencabut; membabat, menginjak, menyiang dengan tangan, dan mengolah tanah dengan alat mekanis bermesin dan nonmesin, secara kimiawi menggunakan herbisida. Gulma pada pertanaman jagung umumnya dikendalikan dengan cara emkanis dan kimiawi. Penegndalian gulma secara kimiawi berpotensi merusak lingkungan sehingga perlu dibatasi memalui pemaduan dengan cara pengendalian lainya. Pengendalian secara mekanis Secara tradisional petani mengendalikan gulma dengan pengolahan tanah konvensional dan penyiangan dengan tangan. Pengolahan tanah konvensional dilakukan dengan membajak, menyisir dan meratakan tanah, menggunakan tenaga ternak dan mesin. Untuk menghemat biaya, pada pertanaman kedua petani tidak megolah tanah sama sekali. Lahan disiapkan dengan mematikan gulma menggunakan herbisida. Pada uasahatani jagung yang menerapkan sistem olah tanah konservasi, pengolahan tanah banyak dikurangi, atau bahkan dihilangkan sama sekali. Pada tanah Podzolik Merah kuning (PMK) Lampung, hasil jagung tanpa olah tanah masih tetap tinggi hingga musin tanah ke-10 (Utomo, 1997 dalam Fadhly, 2004 ). Pembajakan dan penggaruan dapat secara berangsur dikurangi dan diganti dengan penggunaan herbisida atau pengelolaan tanah konservasi. Ketersediaan herbisida juga memungkinkan pemanfaatan lahan marjinal dan lahan miring yang bersifat rapuh terhadap pengolahan tanah konensiona. Penggunaan herbisida memungkinkan penanaman jagung langsung pada barisan tanaman tanpa olah tanah. Pada tanah Inceptisol Wolangi yang bertekstur liat (Tabel 2), gulma pada pertanaman tanpa olah tanah lebih sedikit daripada yang diolah secara konvensional, ayng tercermin dari bobot gulma yang lebih ringan. Pada tanah Ultisol Bulukumba yang bertekstur lempug berdebu, 21 hari setelah tanam yaitu menjelang penyiangan pertama, gulma pada petak tanpa olah tanah lebih sedikit dibanding pada petak yang diolah secara konvensional. Sebelum penanaman jagung, gulma dip petak tanpa olah tanah dikendalikan dengan penyemprotan herbisida,s edang di petak olah tanah konvensional, dikendalikan dengan 65

66 pengolahan tanah. Pada 42 hari setelah tanam, yaitu menjelang penyingangan kedua, dan menjelang panen, jumlah gulma hampir sama di kedua petak (Fadhly et al 2004). Menurut Robert dan Nielson et al (1981) dalam Fadhly (2004), jumlah benih gulma berkurang jika pengendaliannya menggunakan herbisida. Gulma pada 42 hari setelah tanam, yaitu menjelang penyiangan kedua, dan menjelang panen, jumlahnya hampir sama pada petak tanpa olah tanah dengan petak yang diolah secara konvensioanal. Pengendalian gulma dengan penyiangan menggunakan sabit, cangkul, dan alat ekanis nonmesin membutuhkan waktu, tenaga, biaya yang tinggi. Untuk penyiangan dengan tangan seluas 1 ha lahan san biaya yang tinggi. Untuk penyiangan dengan tangan seluas 1 ha lahan pertanaman jagung setidaknya dibutuhkan 15 hari orang kerja (Violic, 2000 dalam Fadhly, 2004). Penyiangan gulma dengan tangan menyerap 25-70% tenaga yang dibutuhkan dalam proses produksi (Ranson, 1990 dalam Fadhly, 2004). Penggunaan herbisida merupakan salah satu cara mengatasi masalah gulma. Herbisida membuka peluanga bagi modifikasi cara penyiapan lahan konvensional yang menerapkan olah tanah intensif. abel 2 Bobot gulma tanaman jagung tanpa olah tanah pada tanah Inceptisol bertekstur liat Wolangi, Kabupaten Bone. ara penyiapan lahan Bobot kering gulma (g/m2) 42 hari setelah tanam mejelang panen anpa olah tanah 6,0 4,7 lah tanpa minimum 2,6 7,8 lah tanah konvensional 11,6 23,8 umber : Efendi et al. (2004) Kompetisi Jagung dengan Gulma Penyebab rendahnya produksi tanaman pertanian salah satunya adalah karena gangguan gulma. Gangguan gulma terhadap tanaman dapat terjadi karena adanya persaingan atau kompetisi dengan tanaman atau dengan tanaman budidaya dalam mendapatkan sarana tumbuh dimana keduanya mempunyai kebutuhan yang sama yaitu kebutuhan air, unsur hara, cahaya, CO 2 dan ruang tumbuh. Sumber daya lingkungan yang sama seta sarana tumbuh yang terbatas 66

67 jumlahnya menyebabkan terjadinya kompetisi antara tanaman dengan gulma (Sastroutomo, 1990 dalam Eprim, 2006). Menurut Sukman dan Yakub (1991) dalam Eprim (2006) gulma juga dapat bersaing dengan tanaman dengan cara mengeluarkan senyawa allelopati yang bersifat toksik ke sekitarnya dan dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan tanaman di sekitarnya. Senyawa toksik ini dapat menyebabkan gangguan pertumbuahan tanaman di sekitarnya. Senyawa toksik ini dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan dan biji, abnormalitas kecambah, terhambatnya pertumbuhan memanjang akar, dan perubahan sel-sel akar tanaman. Senyawa senyawa allelopati ini dapat ditemukan di setiap organ tumbuhan antara lain pada daun, batang, akar, rhizom, serta bagian-bagian tumbuhan ya ng membusuk. Menurut Guntoro et al. (2003) dalam Eprim (2006) ekstrak bahan kering gulma Borreria alata, geratum conyzoides, dan Cyperus rotundus cenderung menghambat pertumbuhan dan produksi kedelai dimana peningkatan konsentrasi ekstrak gulma tersebut cenderung meningkatkan pengaruh penghambatan terhadap seluruh pertumbuhan dan produksi kedelai. Gulma yang berkecambah bersamaan dengan tanaman kedelai menyebabkan kehilangan panen yang lebih besar daripada gulma yang berkecambah setelah tanaman budidaya berkembang. Kemampuan tanaman jagung bersaing dengan gulma ditentukan oleh spesies gulma, kepadatan gulma, dan saat dan lama persaingan, cara budidaya dan varietas tanaman, serta tingkat kesuburan tanah. Perbedaan spesies akan menentukan kemampuan bersaing karena perbedaan sistem fotosintesis, kondisi perakaran dan kedaan morfologinya. Spesies gulma yang tumbuh cepat, berhabitat besar dan memiliki metabolisme efisien akan menjadi gulma berbahaya. Spesies yang memiliki metabolisme efisien akan menjadi gulma berbahaya. Spesies yang memiliki metabolisme efisien adalah tumbuhan berjalur fotosintesis C4 dimana salah satunya adalah gulma Imperata cylindrica dari famili graminae (Sukman dan Yakub, 1995 dalam Eprim, 2006). Kehilangan hasil panen akibat kompetisi dengan gulma dapat dikurangi sampai kurang dari 5% dengan cara melakukan pengendalian gulma yang tepat selama periode kritis. Gulma yang tumbuh selanjutnya tidak akan memiliki 67

68 dampak serius lagi terhadap hasil panen dan memiliki kemampuan produksi bebih gulma yang rendah (Omafra, 2002 dalam Eprim, 2006). Periode Kritis Tanaman Nietto et al. (1968) dalam Eprim (2006) menyatakan bahwa kehadiran gulma di sepanjang siklus hidup tanaman tidak selalu berpengaruh negatif terhadap produksi tanaman. Pada periode awal, kompetisi gulma hanya sedikit pengaruhnya terhadap tanaman, begitu pula pada akhir pertumbuhannya. Diantara kedua periode tersebut terdapat suatu periode dimana tanaman peka terhadap kehadiran gulma. Menurut Moenandir (1993) dalam Eprim (2006) periode dimana tanaman sangat sensitif terhadap kompetisi gulma disebut periode kritis tanaman. Pada periode kritis tersebut tanaman berada pada kondisi sangat peka terhadap lingkungan, terutama terhadap kompetisi dalam penggunaan unsur hara, cahaya matahari, dan ruang tumbuh. Menurut lddrich (1984) dalam Eprim (2006) pengendalian gulma pada saat periode kritis merupakan suatu keharusan untuk menghindari terjadinya gangguan gulma yang berkelanjutan sehingga menurunkan hasil panen. Menurut Soejono (2002) dalam Eprim (2006) kompetisi tanaman dengan gulma berlangsung sejak awal pertumbuhan tanaman dimana semakin dewasa tanaman maka kompetisi dengan gulma akan semakin meningkat. Suatu saat kompetisi akan mencapai maksimum dan kemudian akan menurun secara bertahap. Menurut Omafra (2002) dalam Eprim (2006) penentuan periode kritis tanaman sangat dibutuhkan dalam penerapan sistem manajemen gulma terpadu. Periode kritis tanaman terjadi pada saat kompetisi dengan gulma mulai menunjukkan produksi tanaman sebesar 5%. pabila gulma dapat dikontrol pada saat periode kritis maka gulma yang akan tumbuh selanjutnya tidak akan berpengaruh terhadap hasil panen. Nieto et al. (1968) dalam Eprim (2006) penentuan periode kritis tanaman berdasarkan percobaan dengan perlakuan setangkup antara periode penyiangan dan kompetisi gulma. Zimdahl (1980) dalam Eprim (2006) menggunakan cara tersebut untuk menentukan saat gulma dan tanaman budidaya berada dalam keadaan saling berkontribusi secara aktif. Pada periode penyiangan gulma dan 68

69 tanaman budidaya ditumbuhkan secara bersama-sama untuk jangka waktu tertentu sampai gulmanya disiangi, selanjutnya tanaman budidaya ditumbuhkan bebas gulma sampai panen. Pada periode kompetisi gulma tanaman dibiarkan bebas gulma untuk berbagai periode tertentu sejak pertanaman, setelah ini tanaman budidaya dibiarkan tumbuh bersama-sama gulma hingga panen. Menurut Soejono (2002) dalam Eprim (2006), faktor yang mempengaruhi periode kritis pada tanaman budidaya yaitu jenis tanaman atau jenis gulma, cara budidaya tanaman yang meliputi ukuran benih, saat tanam dan jarak tananam yang digunakan seta kesuburan dan lengas tanah. Menurut Omafra (2002) dalam Eprim (2006) beberapa penelitian pada jagung dan kedelai menunjukkan baha periode kritis bervariasi tergantung pada jenis tanah dan sistem pengolahan tanah dimana akhir masa kritis berlangsung sedikit lebih lama pada jenis tanah liat daripada penggunaan sistem tanpa olah tanah. Pada tanah pasir yang bertekstur ringan, dampak dari adanya kompetisi dengan gulma terjadi pada fase pertumbuhan tanaman yang lebih awal daripada tanah yang memiliki tekstur berat. Menurut Moenandir (1993) dalam Eprim (2006) periode kritis yang diakibatkan oleh persaingan antara tanaman budidaya dengan gulma bergantung dari waktu tanam, jenis tanah, perbedaan musim tanam, termasuk perbedaan kadar air tanah, perbedaan kesuburan tanah, pola tanaman tunggal atau ganda. Periode kritis tanaman juga ditentukan oleh derajat kompetisi yang dipengaruhi oleh spesies, kepadatan gulma dan tanaman, serta keadaan iklim dan lingkungan (Tjitrosoedirdjo et al., 1984 dalam Eprim 2006). Perubahan faktorfaktor lingkungan kompetisi karena perubahan-perubahan ini dapat mempengaruhi perkecambahan biji dan kecepatan pertumbuhan dari gulma maupun tanaman budidayanya secara berbeda-beda (ldrich, 1984 dalam Eprim, 2006). Pengetahuan periode kritis untuk persaingan gulma sangat penting artinya dalam usaha mencapai efisiensi tindakan pengendalian gulma baik dari segi waktu, biaya dan tenaga. Periode kritis tanaman terhadap kompetisi gulma berkisar antar 33-50% dari umur tanaman (Sukman dan Yakub, 1995 dalam Eprim, 2006). Sukman dan Yakub (1999) dalam Eprim (2006) mrnyatakan bahwa periode kritis tanaman berada pada awal pertumbuhannya, yaitu antara 25-33% pertama dari siklus hidup 69

70 tanaman tersebut. Walaupun demikian menurut Zimdahl (1980) dalam Eprim (2006) konsep periode kritis pengendalian ini pada beberapa jenis jenis tanaman budidaya tertentu terhadap kompetisi gulma yang terjadi pada semua peride pertumbuhannya. Penentuan periode kritis sangat penting artinya untuk menghindari kehilangan hasil akibat persaingan dengan gulma. Menurut Syawal (1990) dalam Eprim (2006) untuk mendapatkan hasil maksimum jagung manis, penyaingan gulma cukup dilakukan dua kali yaitu pada periode kritis tanaman yaitu 20 HST dan 50 HST dengan pemberian pupuk 300 kg/ha. Periode kritis yang berbeda akibat derajat kompetisi tanaman dengan gulma yang berbeda salah satunya disebabkan oleh jarak tanam. Menurut O Hanlon (2001) dalam Eprim (2006) jarak tanam berperan penting dalam menentukan periode kritis tanaman akibat kompetisi dengan gulma dimana pada jarak baris 30 inchi atau lebih, periode kritis tanaman dimulai pada saat fase pembentukan daun trifoliate yang ketiga. Hal ini menunjukkan bahwa pada jarak baris yang sempit maka periode kritis tanaman akan lebih cepat. Menurut Mimbar (1986) dalam Eprim (2006) pengaturan jarak tanam erat hubungannya dengan enyerapan cahaya matahari yang sangat dibutuhkan tanaman sebagai sumber energi untuk proses fotosintesis. Pengaturan jarak tanam yang berbeda akan menyebabkan perbedaan dalam tingkat kompetisi untuk mendapatkan cahaya matahari antara tanaman dengan gulma, sehingga akan berpengaruh terhadap hasil tanaman 70

71 BB III BHN DN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Praktikum bab periode kritis ini dilaksanakan mulai dari tanggal 12 Oktober 2009 sampai 16 Oktober 2009 bertempat di Kebun Percobaan Cikabayan. 3.2 Bahan lat Bahan yang digunakan dalam percobaan ini antara lain benih tanaman jagung manis, pupuk (Sp-18, Urea, KCl), insektisida, dan fungisida. Peralatan yang digunakan antara lain kored, cangkul, sprayer, kuadran 0,5 m x 0,5 m, oven, meteran, timbangan, dan pisau. 3.3 Metode Percobaan Percobaan disusun dalam rancangan acak kelompok. Penentuan periode kritis tanaman terhadap kompetisi gulma menggunakan Nieto et al.,(1986), yaitu dengan membuat percobaan yang perlakuannya setangkup antara periode penyiangan dan periode kompetisi. Sehingga, dapt diketahui pada saat kapan gulma secara nyata menurunkan hasil dan pada saaat kapan kompetisi gulma tidak menyebabkan hasil menurun secara nyata. Perlakuan yang dicobakan yaitu : Bersih gulma 0-2 MST Bersih gulma 0-4 MST Bersih gulma 0-6 MST Bersih gulma 0-8 MST Bersih gulma 0-10 MST Bersih gulma 0-12MST (panen) Bergulma 0-2 MST Bergulma 0-4 MST Bergulma 0-6 MST Bergulma 0-8 MST Bergulma 0-10MST Bergulma 0-12 MST (panen) 71

72 Percobaan dilakukan dengan empat ulangan. Satuan percobaan berupa petak dengan ukuran 5 m x 4 m. Total percobaan terdapat 48 satuan percobaan. Tanamn jagunga manis ditanam dengan menggunakan jarak tanamn 80 cm x 25 cm dengan satu benih per lubang tanam. Dosis pupuk yang digunakan yaitu 300 kg Urea/ha, 300 kg SP-18/ha, dan 100 kg KCl/ha. Pemberian furadan 3G dilakukan pada saat tanam dengan dosis 12 kg/ha. Pengamatan Peubah yang diamati antara lain : 1. Bobot kering gulma total dan gulma dominan Pengamatan dilakukan dengan mengambil 2 petak contoh secara acak dengan kuadrat 0,5 x 0,5 m pada saat 2,4,6,8,10, dan 12 MST. Gulma yang ada dal;am petak cotoh tersebut dipotong tepat setinggi permukaan tanah. Gulma dan tanaman hasil panen kemudian dikeringkan dalam oven sampai mencapai berat konstan, kemudian ditimbang. 2. Bobot kering biomass tanaman jagung Pengamatan dilakuakn dengan memotong tanaman jagung sebanyak tiga contoh tanaman yang ditentukan secara acak pada saat 2,4,6,8,10, dan 12 MST dengan cara memotong tepat setinggi permukaan tanamn, selanjutnya dioven dan ditimbang. 3. Tinggi tanaman dan jumlah daun diamati dari 10 tanaman contoh yang ditentukan secara acak. Pengamatan dilakkukan pada saat 2,4,6,8,10, dan 12 MST. 4. Bobot basah tongkol berklobot dan tanpa kelobot per tongkol pada saat panen yang diamati dari 10 tanaman contoh. 5. Bobot basah tongkol berklobot dan tanpa kelobot ubinan (2 m x 2 m). Penentuan periode kritis dilakukan dengan cara membuat grafik dari peubah respon tanaman terhadap kondisi bebas gulma dan kondisi bergulma dari saat awal penanaman sampai akhir pengamatan (sampai panen). Grafik tersebut seperti tertera dalam Gambar 2 di bawah ini. 72

73 Grafik Periode Kritis BB IV HSIL DN PEMBHSN Perlakukan Kelompok 2 MST 4 MST 6 MST 8 MST 10 MST 12 Bersih gulma 0-2 MST B C D Bersih gulma 0-4 MST B C D Bersih gulma 0-6 MST

Lampiran 1. Skema pengolahan limbah sayuran. Sayuran dikumpulkan, dipilah dan dicuci dengan air. Ditiriskan menggunakan jaring

Lampiran 1. Skema pengolahan limbah sayuran. Sayuran dikumpulkan, dipilah dan dicuci dengan air. Ditiriskan menggunakan jaring 33 Lampiran 1. Skema pengolahan limbah sayuran Sayuran dikumpulkan, dipilah dan dicuci dengan air Ditiriskan menggunakan jaring Dicacah dan diangin-anginkan dilapangan terbuka Dikeringkan sampai kadar

Lebih terperinci

Lampiran 1 Hasil determinasi tanaman alpukat. lxiv

Lampiran 1 Hasil determinasi tanaman alpukat. lxiv LAMPIRAN lxiii Lampiran 1 Hasil determinasi tanaman alpukat lxiv lxv Lampiran 2 Analisa statistik urea serum Urea Serum (mg/dl) Class Level Information Class Levels Values kelompok 4 Dosis10% Dosis5% Induksi

Lebih terperinci

UJI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.) HIBRIDA PADA TINGKAT POPULASI TANAMAN YANG BERBEDA. Oleh. Fetrie Bestiarini Effendi A

UJI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.) HIBRIDA PADA TINGKAT POPULASI TANAMAN YANG BERBEDA. Oleh. Fetrie Bestiarini Effendi A UJI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.) HIBRIDA PADA TINGKAT POPULASI TANAMAN YANG BERBEDA Oleh Fetrie Bestiarini Effendi A01499044 PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB 6 APLIKASI RANCANGAN ACAK KELOMPOK TIGA FAKTOR

BAB 6 APLIKASI RANCANGAN ACAK KELOMPOK TIGA FAKTOR BAB 6 APLIKASI RANCANGAN ACAK KELOMPOK TIGA FAKTOR Pada bab sebelumnya telah dibahas aplikasi rancangan acak kelompok satu faktor dan dua faktor. Bab ini akan membahas aplikasi SPSS dan SAS untuk analisis

Lebih terperinci

BAB 3 APLIKASI RANCANGAN ACAK KELOMPOK 1 FAKTOR

BAB 3 APLIKASI RANCANGAN ACAK KELOMPOK 1 FAKTOR BAB 3 APLIKASI RANCANGAN ACAK KELOMPOK 1 FAKTOR Rancangan Acak Kelompok atau biasa disingkat RAK digunakan jika kondisi unit percobaan yang digunakan tidak homogen. Dalam rancangan ini, petakan percobaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani dan Ekologi Tanaman Jagung (Zea mays L.)

TINJAUAN PUSTAKA. Botani dan Ekologi Tanaman Jagung (Zea mays L.) TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Ekologi Tanaman Jagung (Zea mays L.) Tanaman jagung merupakan tanaman asli benua Amerika yang termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays L. Taksonomi tanaman

Lebih terperinci

BAB 7 APLIKASI RANCANGAN PETAK TERPISAH

BAB 7 APLIKASI RANCANGAN PETAK TERPISAH BAB 7 APLIKASI RANCANGAN PETAK TERPISAH Rancangan split plot design atau dalam bahasa Indonesia disebut Rancangan Petak Terpisah atau Rancangan Petak Terbagi (RPT) merupakan jenis percobaan faktorial (lebih

Lebih terperinci

BAB 4. APLIKASI RANCANGAN ACAK LENGKAP DUA FAKTOR

BAB 4. APLIKASI RANCANGAN ACAK LENGKAP DUA FAKTOR BAB 4. APLIKASI RANCANGAN ACAK LENGKAP DUA FAKTOR Sebagaimana telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa Metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) umumnya dipakai pada kondisi lingkungan yang homogen diantaranya

Lebih terperinci

BAB 5. APLIKASI RANCANGAN ACAK KELOMPOK DUA FAKTOR

BAB 5. APLIKASI RANCANGAN ACAK KELOMPOK DUA FAKTOR A 5. APLIKASI RANCANGAN ACAK KELOMPOK DUA FAKTOR Dalam percobaan faktorial, pengaruh dua faktor atau lebih diselidiki secara bersama-sama. Apabila pengaruh suatu faktor diperkirakan akan berubah menurut

Lebih terperinci

BAB 8. APLIKASI RANCANGAN PETAK PETAK TERPISAH

BAB 8. APLIKASI RANCANGAN PETAK PETAK TERPISAH BAB 8. APLIKASI RANCANGAN PETAK PETAK TERPISAH Rancangan split split plot design atau Rancangan Petak Petak merupakan jenis percobaan yang melibatkan tiga faktor atau lebih sekaligus dengan tingkat ketelitian

Lebih terperinci

BAB 2. APLIKASI RANCANGAN ACAK LENGKAP 1 FAKTOR

BAB 2. APLIKASI RANCANGAN ACAK LENGKAP 1 FAKTOR BAB 2. APLIKASI RANCANGAN ACAK LENGKAP 1 FAKTOR Rancangan Acak Lengkap (RAL) merupakan rancangan yang paling sederhana dibanding rancangan lainnya. Penggunaan RAL di berbagai bidang penelitian telah banyak

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2009 hingga bulan Mei 2010 di rumah kaca Kebun Percobaan IPB Cikabayan, Kampus Dramaga, Bogor dan Balai Penelitian Tanaman

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat 10 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilakukan di lahan sawah Desa Situgede, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor dengan jenis tanah latosol. Lokasi sawah berada pada ketinggian tempat 230 meter

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk 12 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai Februari-Agustus 2009 dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, Dramaga, Bogor. Areal penelitian bertopografi datar dengan jenis tanah

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN HASIL KONVERSI DARI ANALISIS LABORATORIUM No bahan berat segar(gr/plot) produksi bs(ton/ha/tahun) %air total %BK LK SK PK 1 A1B0U1 1097,48 131,6976 76,84 23,16 2,83 43,39 17,55 2 A1B0U2 1094,48

Lebih terperinci

1. Water Holding Capacity (WHC) (Modifikasi Agvise Laboratories). 2. Ammonia Holding Capacity (AHC) (Modifikasi Nurcahyani 2010).

1. Water Holding Capacity (WHC) (Modifikasi Agvise Laboratories). 2. Ammonia Holding Capacity (AHC) (Modifikasi Nurcahyani 2010). LAMPIRAN 47 Lampiran 1. Metode Analisis Proksimat 1. Water Holding Capacity (WHC) (Modifikasi Agvise Laboratories). Pengujian WHC dilakukan dengan mengurangi berat bahan setelah ditambahkan air dengan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Desa Banyu Urip, Kecamatan Tanjung Lago, Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan, dari bulan Juni sampai bulan Oktober 2011. Alat dan Bahan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang semula berkembang dari buku di ujung mesokotil, kemudian set akar

TINJAUAN PUSTAKA. yang semula berkembang dari buku di ujung mesokotil, kemudian set akar TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Tanaman Jagung - Akar Jagung mempunyai akar serabut dengan tiga macam akar, yaitu akar seminal, akar adventif, dan akar kait atau penyangga. Akar seminal adalah akar yang

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm IPB Darmaga Bogor pada ketinggian 240 m dpl. Uji kandungan amilosa dilakukan di

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deskripsi Kubis Bunga Kultivar White Shot

Lampiran 1. Deskripsi Kubis Bunga Kultivar White Shot 57 Lampiran 1. Deskripsi Kubis Bunga Kultivar White Shot Asal : Sakata Seed Co., Jepang Golongan varietas : Hibrida silang tunggal Bentuk tanaman : Tegak Umur panen : 40 45 hari setelah tanam Bentuk batang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistematika dan Botani Tanaman Jagung Manis Tanaman jagung manis termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays saccharata Sturt. Dalam Rukmana (2010), secara

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur analisa proksimat serbuk daun dan ranting jarak pagar kering. diulangi hingga diperoleh bobot tetap.

Lampiran 1. Prosedur analisa proksimat serbuk daun dan ranting jarak pagar kering. diulangi hingga diperoleh bobot tetap. LAMPIRAN 53 Lampiran 1. Prosedur analisa proksimat serbuk daun dan ranting jarak pagar kering a. Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 2-5 g sampel serbuk kering dimasukkan ke dalam cawan aluminium yang

Lebih terperinci

PENGARUH AKSESI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI

PENGARUH AKSESI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI PENGARUH AKSESI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI ABSTRAK Aksesi gulma E. crus-galli dari beberapa habitat padi sawah di Jawa Barat diduga memiliki potensi yang berbeda

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober Januari 2014 di

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober Januari 2014 di BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2013- Januari 2014 di Laboratorium Lapangan Terpadu Universitas Lampung dan Laboratorium Rekayasa Sumber

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor. Sejarah lahan sebelumnya digunakan untuk budidaya padi konvensional, dilanjutkan dua musim

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai Agustus 2010. Penelitian dilakukan di lahan percobaan NOSC (Nagrak Organic S.R.I. Center) Desa Cijujung,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 9 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini merupakan percobaan lapang yang dilakukan di ebun Percobaan University Farm Cikabayan Darmaga IPB, sedangkan analisis tanah dan tanaman

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit Percobaan Natar, Desa Negara Ratu, Kecamatan Natar,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Rumah Kaca Kebun Percobaan Cikabayan, Institut Pertanian Bogor, pada bulan April 2009 sampai dengan Agustus 2009. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di lahan sawah Desa Parakan, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor dan di Laboratorium Ekofisiologi Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 Maret 2012. Persemaian dilakukan di rumah kaca Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian,

Lebih terperinci

Pertumbuhan dan Hasil Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.) berdasarkan Waktu Penyiangan dan Jarak Tanam yang Berbeda ABSTRAK

Pertumbuhan dan Hasil Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.) berdasarkan Waktu Penyiangan dan Jarak Tanam yang Berbeda ABSTRAK Pertumbuhan dan Hasil Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.) berdasarkan Waktu Penyiangan dan yang Berbeda Wanra Abdul Gafur D 1, Wawan Pembengo 2, Fauzan Zakaria 2 1 Mahasiswa Program Studi Agroteknologi

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian III. TATA CARA PENELITIN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di areal perkebunan kelapa sawit rakyat di Kecamatan Kualuh Hilir Kabupaten Labuhanbatu Utara, Provinsi Sumatera Utara.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor mulai bulan Februari 2009 sampai Juni 2009. Bahan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3. 1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Oktober 2009 sampai dengan Juli 2010. Penelitian terdiri dari percobaan lapangan dan analisis tanah dan tanaman

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB, Cikarawang, Bogor. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan Oktober 2010 sampai dengan Februari 2011.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. menunjukkan bahwa penggunaan jenis mulsa dan jarak

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. menunjukkan bahwa penggunaan jenis mulsa dan jarak IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Tinggi Tanaman (cm ) Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penggunaan jenis mulsa dan jarak tanam yang berbeda serta interaksi antara kedua perlakuan

Lebih terperinci

PENGARUH DOSIS DAN WAKTU APLIKASI PUPUK UREA DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN DAN HASIL JAGUNG (Zea mays, L.) PIONEER 27

PENGARUH DOSIS DAN WAKTU APLIKASI PUPUK UREA DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN DAN HASIL JAGUNG (Zea mays, L.) PIONEER 27 J. Agrotek Tropika. ISSN 2337-4993 50 Jurnal Agrotek Tropika 1(1):50-54, 2013 Vol. 1, No. 1: 50 54, Januari 2013 PENGARUH DOSIS DAN WAKTU APLIKASI PUPUK UREA DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN DAN HASIL JAGUNG

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 16 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor mulai bulan Desember 2009 sampai Agustus 2010. Areal penelitian memiliki topografi datar dengan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di UPTD Pengembangan Teknologi Lahan Kering Desa Singabraja, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Waktu pelaksanaan penelitian mulai

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan kering, Desa Gading PlayenGunungkidul Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lebih tahan terhadap hama dan penyakit (Sumarno dan Karsono 1996 dalam

I. PENDAHULUAN. lebih tahan terhadap hama dan penyakit (Sumarno dan Karsono 1996 dalam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Sorgum merupakan salah satu jenis tanaman serealia yang mempunyai potensi besar untuk dikembangkan di Indonesia karena mempunyai daerah adaptasi yang luas.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Alat dan Bahan Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Alat dan Bahan Metode Percobaan 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di Kebun Jagung University Farm IPB Jonggol, Bogor. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Tanah, Departemen Tanah, IPB. Penelitian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu 7 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penanaman di lapangan dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikabayan Darmaga Bogor. Kebun percobaan memiliki topografi datar dengan curah hujan rata-rata sama dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. adalah akar yang berkembang dari radikula dan embrio. Pertumbuhan akar

TINJAUAN PUSTAKA. adalah akar yang berkembang dari radikula dan embrio. Pertumbuhan akar 15 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung (Poales) mempunyai akar serabut dengan tiga macam akar, yaitu (a) akar seminal, (b) akar adventif, dan (c) akar kait atau penyangga. Akar seminal adalah akar yang

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian 22 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung mulai bulan Oktober 212 sampai dengan Januari

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KACANG BOGOR PADA BERBAGAI TINGKAT KERAPATAN TANAM DAN FREKUENSI PENYIANGAN*

PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KACANG BOGOR PADA BERBAGAI TINGKAT KERAPATAN TANAM DAN FREKUENSI PENYIANGAN* PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KACANG BOGOR PADA BERBAGAI TINGKAT KERAPATAN TANAM DAN FREKUENSI PENYIANGAN* Edhi Turmudi*, Eko Suprijono.* *Dosen Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu Abstrak Upaya pemehunan

Lebih terperinci

Percobaan 4. Tumpangsari antara Jagung dengan Kacang Tanah

Percobaan 4. Tumpangsari antara Jagung dengan Kacang Tanah Percobaan 4. Tumpangsari antara Jagung dengan Kacang Tanah Latar Belakang Di antara pola tanam ganda (multiple cropping) yang sering digunakan adalah tumpang sari (intercropping) dan tanam sisip (relay

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 8 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian yang dilakukan terdiri dari (1) pengambilan contoh tanah Podsolik yang dilakukan di daerah Jasinga, (2) analisis tanah awal dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mencapai kurang lebih 1 tahun. Di Indonesia tebu banyak dibudidayakan di Pulau

I. PENDAHULUAN. mencapai kurang lebih 1 tahun. Di Indonesia tebu banyak dibudidayakan di Pulau I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tebu adalah tanaman yang ditanam untuk bahan baku gula. Tanaman ini hanya dapat tumbuh di daerah iklim tropis. Umur tanaman sejak ditanam sampai bisa dipanen mencapai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Seorang ahli botani bernama Linnaeus adalah orang yang memberi nama latin Zea mays

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Seorang ahli botani bernama Linnaeus adalah orang yang memberi nama latin Zea mays BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Tanaman Jagung Seorang ahli botani bernama Linnaeus adalah orang yang memberi nama latin Zea mays untuk spesies jagung (Anonim, 2007). Jagung merupakan tanaman semusim

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pada musim tanam pertama penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai

BAHAN DAN METODE. Pada musim tanam pertama penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Pada musim tanam pertama penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai September 2012 oleh Septima (2012). Sedangkan pada musim tanam kedua penelitian dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dunia. Jagung menjadi salah satu bahan pangan dunia yang terpenting karena

I. PENDAHULUAN. dunia. Jagung menjadi salah satu bahan pangan dunia yang terpenting karena 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan salah satu tanaman serealia yang tumbuh hampir di seluruh dunia. Jagung menjadi salah satu bahan pangan dunia yang terpenting karena mempunyai kandungan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4.1. Tinggi Tanaman BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Data hasil analisis ragam dan uji BNT 5% tinggi tanaman disajikan pada Tabel 1 dan Lampiran (5a 5e) pengamatan tinggi tanaman dilakukan dari 2 MST hingga

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Rumah kaca University Farm, Cikabayan, Dramaga, Bogor. Ketinggian tempat di lahan percobaan adalah 208 m dpl. Pengamatan pascapanen dilakukan

Lebih terperinci

Kebutuhan pupuk kandang perpolibag = Kebutuhan Pupuk Kandang/polibag = 2000 kg /ha. 10 kg kg /ha. 2 kg =

Kebutuhan pupuk kandang perpolibag = Kebutuhan Pupuk Kandang/polibag = 2000 kg /ha. 10 kg kg /ha. 2 kg = LAMPIRAN 1 Perhitungan Kebutuhan Pupuk Kebutuhan pupuk kandang/ha = 2 ton Kebutuhan pupuk kandang/polibag Bobot tanah /polybag = Dosis Anjuran Massa Tanah Kebutuhan Pupuk Kandang/polibag = 2000 kg /ha

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian 15 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung Desa Muara Putih Kecamatan Natar Lampung Selatan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 16 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian di Rumah Kaca 4.1.1 Tinggi Tanaman Hasil Analisis ragam (Analysis of Variance) terhadap tinggi tanaman jagung (Tabel Lampiran 2-7) menunjukkan bahwa tiga

Lebih terperinci

Percobaan 3. Pertumbuhan dan Produksi Dua Varietas Kacang Tanah pada Populasi Tanaman yang Berbeda

Percobaan 3. Pertumbuhan dan Produksi Dua Varietas Kacang Tanah pada Populasi Tanaman yang Berbeda Percobaan 3. Pertumbuhan dan Produksi Dua Varietas Kacang Tanah pada Populasi Tanaman yang Berbeda Latar Belakang Untuk memperoleh hasil tanaman yang tinggi dapat dilakukan manipulasi genetik maupun lingkungan.

Lebih terperinci

Lampiran 1. Data persentase hidup (%) bibit A. marina dengan intensitas naungan pada pengamatan 1 sampai 13 Minggu Setelah Tanam (MST)

Lampiran 1. Data persentase hidup (%) bibit A. marina dengan intensitas naungan pada pengamatan 1 sampai 13 Minggu Setelah Tanam (MST) Lampiran 1. Data persentase hidup (%) bibit A. marina dengan intensitas naungan pada pengamatan 1 sampai 13 Minggu Setelah Tanam (MST) Perlakuan Persentase Hidup (%) 0% 100 25% 100 50% 100 75% 100 Total

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang dipakai untuk membudidayakan tanaman. Gangguan ini umumnya berkaitan

I. PENDAHULUAN. yang dipakai untuk membudidayakan tanaman. Gangguan ini umumnya berkaitan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gulma adalah tumbuhan yang mudah tumbuh pada setiap tempat yang berbeda- beda, mulai dari tempat yang miskin nutrisi sampai tempat yang kaya nutrisi. Sifat inilah yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keluarga remput-rumputan dengan spesies Zea mays L. Secara umum, klasifikasi jagung dijelaskan sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keluarga remput-rumputan dengan spesies Zea mays L. Secara umum, klasifikasi jagung dijelaskan sebagai berikut : 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Jagung Menurut Purwono dan Hartono (2005), jagung termasuk dalam keluarga remput-rumputan dengan spesies Zea mays L. Secara umum, klasifikasi jagung dijelaskan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jagung termasuk Class Monocotyledone, ordo Graminae,

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jagung termasuk Class Monocotyledone, ordo Graminae, TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman jagung termasuk Class Monocotyledone, ordo Graminae, familia Graminaceae, genus Zea, species Zea mays.l dan merupakan tanaman berumah satu (monoecious), bunga jantan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Darmaga, Bogor. Penelitian dilakukan mulai dari bulan Oktober 2010 sampai Februari 2011. Analisis tanah dan hara

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dapat di simpulkan yaitu :

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dapat di simpulkan yaitu : V KESIMPULN DN SRN 5.1. Kesimpulan erdasarkan hasil penelitian dapat di simpulkan yaitu : 1. Perlakuan pupuk Petrobio berpengaruh nyata pada parameter tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah bunga, persentase

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi 24 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian BPTP Unit Percobaan Natar, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Metode Penelitian Pembuatan Pupuk Hayati

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Metode Penelitian Pembuatan Pupuk Hayati BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan dan Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi Institut Pertanian Bogor, serta di kebun percobaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman pangan penting di dunia setelah

I. PENDAHULUAN. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman pangan penting di dunia setelah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman pangan penting di dunia setelah gandum dan padi. Di Indonesia sendiri, jagung dijadikan sebagai sumber karbohidrat kedua

Lebih terperinci

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PENGUASAAN SARANA TUMBUH GULMA PADA LAHAN JAGUNG DENGAN PERLAKUAN JARAK TANAM

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PENGUASAAN SARANA TUMBUH GULMA PADA LAHAN JAGUNG DENGAN PERLAKUAN JARAK TANAM PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PENGUASAAN SARANA TUMBUH GULMA PADA LAHAN JAGUNG DENGAN PERLAKUAN JARAK TANAM (Studi Kasus di Kebun Percobaan Cikabayan, IPB Dramaga Bogor) BIDANG KEGIATAN: PKM ARTIKEL ILMIAH

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat

I. PENDAHULUAN. Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat kedua setelah beras. Bahkan di beberapa daerah di Indonesia, jagung dijadikan sebagai

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Timur Kabupaten Semarang dan di Laboratorium Penelitian Fakultas Pertanian

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Timur Kabupaten Semarang dan di Laboratorium Penelitian Fakultas Pertanian III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan di lahan kering daerah Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang dan di Laboratorium Penelitian Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit Kebun Percobaan Natar, Desa Negara Ratu, Kecamatan Natar, Kabupaten

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juli 2012 di Dusun Bandungsari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan, Lampung. Analisis tanah dilakukan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit 17 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit Kebun Percobaan Natar, Desa Negara Ratu, Kecamatan Natar, Kabupaten

Lebih terperinci

ME Yusnandar * PENDAHULUAN

ME Yusnandar * PENDAHULUAN ME Yusnandar * PENDAHULUAN Rancangan acak lengkap (randomize complete design), rancangan acak lengkap kelompok (randomize complete block design) dan rancangan acak lengkap faktorial (randomize complete

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman berumah satu (Monoecious) yaitu letak

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman berumah satu (Monoecious) yaitu letak II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Budidaya Tanaman Jagung Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman berumah satu (Monoecious) yaitu letak bunga jantan terpisah dengan bunga betina pada satu tanaman. Jagung termasuk

Lebih terperinci

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Agrobioteknologi,

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Agrobioteknologi, III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Agrobioteknologi, Laboratorium Penelitian, lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi 12 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Desa Negara Ratu Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan dan sumber protein

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan dan sumber protein I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan dan sumber protein nabati yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Biji kedelai digunakan sebagai

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BB V KESIMPULN DN SRN 5.1 Kesimpulan 1. Pemberian pasir pantai sebesar 0% (P 0 ) berbeda nyata dan memberikan pengaruh terbaik terhadap parameter kadar N-Tanah, sedangkan perlakuan lainnya tidak berbeda

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian telah dilaksanakan di Green House Fakultas Pertanian UMY dan

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian telah dilaksanakan di Green House Fakultas Pertanian UMY dan III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan di Green House Fakultas Pertanian UMY dan Laboratorium Penelitian pada bulan Januari sampai April 2016. B. Bahan dan

Lebih terperinci

METODE PELAKSANAAN. Percobaan ini dilaksanakan di lahan kering BPTP Sumatera Barat kebun

METODE PELAKSANAAN. Percobaan ini dilaksanakan di lahan kering BPTP Sumatera Barat kebun III. METODE PELAKSAAA 3.1 Tempat dan Waktu Percobaan ini dilaksanakan di lahan kering BPTP Sumatera Barat kebun percobaan Rambatan, Tanah Datar pada ketinggian 525 m dari permukaan laut. Percobaan dilaksanakan

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN

TATA CARA PENELITIAN III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Tamantirto, Kasihan, Kabupaten Bantul, D.I.Y.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Jagung (Zea mays.l) keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays L.

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Jagung (Zea mays.l) keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays L. 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Jagung (Zea mays.l) Tanaman jagung merupakan tanaman asli benua Amerika yang termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Percobaan ini dilakukan mulai bulan Oktober 2007 hingga Februari 2008. Selama berlangsungnya percobaan, curah hujan berkisar antara 236 mm sampai dengan 377 mm.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di lahan kering dengan kondisi lahan sebelum pertanaman adalah tidak ditanami tanaman selama beberapa bulan dengan gulma yang dominan sebelum

Lebih terperinci

Lampiran 1. Sketsa lokasi tambak penelitian

Lampiran 1. Sketsa lokasi tambak penelitian Lampiran 1. Sketsa lokasi tambak penelitian 58 59 Lampiran 2. Data bobot basah (gr) pada masing-masing perlakuan Bobot Jarak Tanam Ulangan Minggu Ke- 0 7 14 21 28 35 42 50 gr 20 cm 1 50 85 105 145 150

Lebih terperinci

I. TATA CARA PENELITIAN. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

I. TATA CARA PENELITIAN. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten I. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Green House Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul,

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian. Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Dusun Tegalrejo, Taman Tirto,

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian. Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Dusun Tegalrejo, Taman Tirto, III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Dusun Tegalrejo, Taman Tirto, Kasihan, Bantul dan di Laboratorium Penelitian Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

Umur 50% keluar rambut : ± 60 hari setelah tanam (HST) : Menutup tongkol dengan cukup baik. Kedudukan tongkol : Kurang lebih di tengah-tengah batang

Umur 50% keluar rambut : ± 60 hari setelah tanam (HST) : Menutup tongkol dengan cukup baik. Kedudukan tongkol : Kurang lebih di tengah-tengah batang Lampiran 1. Deskripsi Jagung Varietas Bisma Golongan : Bersari bebas Umur 50% keluar rambut : ± 60 hari setelah tanam (HST) Umur panen : ± 96 HST Batang : Tinggi sedang, tegap dengan tinggi ± 190 cm Daun

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Penelitian Natar, Lampung Selatan dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Penelitian Natar, Lampung Selatan dan 22 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Penelitian Natar, Lampung Selatan dan Laboratorium Ilmu Gulma, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung dari

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Rancangan Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Rancangan Percobaan 14 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di kebun percobaan Leuwikopo dan Laboratorium Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

Lebih terperinci

UJI ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG HIBRIDA PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI KABUPATEN TAKALAR

UJI ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG HIBRIDA PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI KABUPATEN TAKALAR Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian, 2013 UJI ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG HIBRIDA PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI KABUPATEN TAKALAR Amir dan M. Basir Nappu Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian 14 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung Gedung Meneng, Kecamatan raja basa, Bandar Lampung

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Penelitian dilakukan pada bulan April sampai dengan Juli 2013. Pada awal penanaman sudah memasuki musim penghujan sehingga mendukung pertumbuhan tanaman. Penyiraman

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada

II. TINJAUAN PUSTAKA. Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemupukan pada Tanaman Tomat 2.1.1 Pengaruh Aplikasi Pupuk Kimia Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada tanaman tomat tertinggi terlihat pada

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Echinochloa crus-galli (L.) P. Beauv. Morfologi Echinochloa crus-galli

TINJAUAN PUSTAKA Echinochloa crus-galli (L.) P. Beauv. Morfologi Echinochloa crus-galli TINJAUAN PUSTAKA Echinochloa crus-galli (L.) P. Beauv. E. crus-galli memiliki nama lain Panicum crus-galli yang merupakan tanaman annual kelas Monocotyledon, famili Poaceae/Graminae (IRRI, 1983). Galinato

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Percobaan 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Percobaan Percobaan dilakukan di dusun Dukuh Asem, Kelurahan Sindang Kasih, Kecamatan Majalengka, Kabupaten Majalengka. Pada percobaan ini, digunakan dua varietas bersari

Lebih terperinci

METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

METODE. Lokasi dan Waktu. Materi METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2005 sampai dengan Januari 2006. Penanaman dan pemeliharaan bertempat di rumah kaca Laboratorium Lapang Agrostologi, Departemen Ilmu

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 8 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di lahan petani di Dusun Pabuaran, Kelurahan Cilendek Timur, Kecamatan Cimanggu, Kotamadya Bogor. Adapun penimbangan bobot tongkol dan biji dilakukan

Lebih terperinci