BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penyakit dengan gejala nyeri culup tinggi terutama sakit kepala. Sakit kepala

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penyakit dengan gejala nyeri culup tinggi terutama sakit kepala. Sakit kepala"

Transkripsi

1 BAB I PEDAULUA A. Latar Belakang yeri merupakan salah satu keluhan yang kerap dialami pasien yang datang untuk mendapatkan penanganan medis (Katz et al, 2007). Prevalensi penyakit dengan gejala nyeri culup tinggi terutama sakit kepala. Sakit kepala merupakan gejala yang umum dirasakan pasien dengan gangguan neurologi (Ziegler, 1990; Stewart et al., 1989; sterhaus et al., 1994; Rasmussen, 1995). Berdasarkan studi epidemiologi, sakit kepala adalah penyakit yang umum terjadi pada populasi orang dewasa dengan angka prevalensi 2-5% (agen et al., 2000; Lanteri-Minet et al., 2003; Lu et al., 2000; Scher et al., 1998; Wang et al., 2000; Zwart et a.,l 2004). Parasetamol merupakan analgesik dan antipiretik yang termasuk obat bebas yang sering digunakan oleh masyarakat. Parasetamol merupakan first-line terapi pengobatan nyeri (Schnitzer, 2008). Sebanyak 78% pengobatan nyeri menggunakan parasetamol (Deleu, 2002). Selain aman digunakan orang dewasa, parasetamol juga aman dikonsumsi anak-anak (Committee on Infectious Disease AAoP. Aspirin and Reye s syndrome. Pediatrics, 1982). Efek parasetamol kurang poten untuk penanganan nyeri tertentu seperti nyeri pasca operasi dan nyeri dengan intensitas tinggi. Pada beberapa kasus, parasetamol digunakan sebagai kombinasi dengan SAID 1

2 karena efek parasetamol yang tidak cukup untuk meredakan nyeri. Penggunaan SAID dapat megninduksi ulcerasi pada saluran gastrointestinal. Parasetamol yang digunakan dalam dosis besar dapat menginduksi terjadinya hepatotoksisitas. leh karena itu, perlu disintesis suatu analgesik yang lebih poten daripada parasetamol sehingga dapat mengurangi rasa nyeri lebih baik dari parasetamol dan tidak menimbulkan efek samping seperti hepatotoksik dan ulcerasi 9bila digunakan sebagai kombinasi dengan SAID). Molecular docking merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk mendesain suatu senyawa baru dan memprediksi aktivitasnya secara in silico. Aktivitas suatu senyawa dikatakan lebih besar daripada suatu senyawa pembanding apabila mempunyai ikatan lebih kuat dengan molekul target daripada ikatan senyawa pembanding dengan molekul target. Kekuatan ikatan dinilai dengan skor docking. Semakin kecil skor docking maka semakin kuat ikaan antara suatu senyawa dengan molekul target. molekul target dalam proses docking pada penelitian ini adalah 6CX.PDB yang merupakan salah satu enzim CX-2 (Purnomo, 2012) Dalam penelitian ini, senyawa baru yang diduga mempunyai aktivitas analgesik lebih besar daripada parasetamol adalah α-naftoil karbonil aminofenol. Senyawa tersebut mempunyai skor docking lebih kecil daripada parasetamol yaitu α-naftoil karbonil aminofenol -89,9128 dan parasetamol -67,4556. al tersebut bermakna ikatan antara α-naftoil karbonil aminofenol dengan 6CX.PDB lebih kuat daripada ikatan antara parasetamol dengan 6CX.PDB secara in silico. 2

3 Senyawa yang mempunyai aktivitas tertentu secara in silico belum tentu mempunyai aktivitas secara in vivo karena terdapat berbagai aspek fisiologis (absorpsi, distribusi, metabolisme, ekskresi) yang mempengaruhi aktivitas suatu senyawa. leh karena itu, perlu dilakukan uji aktivitas secara in vivo untuk mengetahui apakah senyawa tersebut mempunyai aktivitas sesuai yang diharapkan atau tidak. B. Rumusan Masalah 1. Apakah α-naftoil karbonil aminofenol dapat disintesis dari urea, p-aminofenol, dan α-naftol? 2. Apakah produk hasil sintesis mempunyai aktivitas analgesik lebih besar daripada parasetamol? C. Tujuan Penelitian 1. Mensintesis α-naftoil karbonil aminofenol yang merupakan senyawa baru turunan p-aminofenol. 2. Meneliti apakah produk hasil sintesis mempunyai aktivitas analgesik lebih besar daripada parasetamol. D. Manfaat Penelitian 1. Untuk Masyarakat Memberikan senyawa obat baru yang lebih poten daripada parasetamol. 2. Untuk Universitas Gadjah Mada 3

4 Sebagai salah satu penelitian yang dapat menjunjung tinggi nama baik Universitas Gadjah Mada. 3. Untuk Mahasiswa Sebagai salah satu syarat kelulusan jenjang pendidikan sarjana. E. Tinjauan Pustaka 1. yeri dan Mekanisme yeri yeri merupakan pengalaman pribadi yang tidak menyenangkan yang merupakan suatu efek dari interaksi kompleks dari sistem syaraf ascending dan descending, melibatkan proses biokimia, fisiologi, psikologi, dan neokortikal (Chilsholm-Burns et al, 2008) yeri merupakan fungsi protektif apabila terjadi kerusakan jaringan. osiseptor merupakan ujung syaraf bebas yang dapat ditemukan di seluruh jaringan tubuh kecuali otak. osiseptor dapat distimulasi dengan oleh rangsangan panas, mekanik dan kimia. Jaringan yang mengalami kerusakan akan melepaskan mediator-mediator nyeri seperti prostaglandin, prostasiklin, kinin dan K + yang dapat menstimulasi osiseptor (Tortora, 2009) yeri dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu fast pain dan slow pain. Fast pain atau nyeri akut terjadi sangat cepat, biasanya 0,1 detik setelah terjadi stimulasi. penghantaran rasa nyeri jenis ini melewati serabut Aδ yang bermyelin. Slow pain atau nyeri kronis terjadi beberapa saat setelah terjadi stimulasi. Intensitas nyeri meningkat secara gradual selama periode beberapa detik atau menit. Penghantaran nyeri jenis ini melewati serabut C yang tidak 4

5 bermyelin (Tortora, 2009). Serabut Aδ merespon stimulus berupa tekanan mekanik atau panas, sedangkan serabut C merespon stimulus kimiawi seperti +, K +, histamin dan bradikinin (Lullmann et al., 2005). yeri yang distimulasi dari bagian kulit atau permukaan tubuh disebut superfacial somatic pain. yeri yang distimualsi dari otot rangka, sendi, tendon, dan fascia disebut deep somatic pain. yeri yang berasal dari organ visceral disebut visceral pain (Tortora, 2009). Selain itu, nyeri juga dapat diklasifikasikan berdasarkan mekanisme neurobiologi yaitu nyeri nosiseptiv, nyeri inflamasi dan nyeri neuropati (Beale & Block, 2011). Mediator nyeri seperti prostanoid, leukotrien dan lipoksin merupakan golongan senyawa eicosanoid yang diderivat dari asam lemak eicosapolienoat. Mediator nyeri yang termasuk dalam golongan prostanoid adalah prostaglandin, prostasiklin dan thromboxane (Murray et al., 2003) Prostanoid disintesis melalui jalur siklooksigenase yang membutuhkan dua molekul oksigen dan dikatalisis oleh prostaglandin sintetase yang terdiri dari siklooksigenase dan peroksidase. Produk yang berupa endoperoksida akan dikonversi menajdi prostaglandin D, E, & F, thromboksane dan prostasiklin (Murray et al., 2003). 5

6 Gambar 1. Biosintesis mediator nyeri dengan jalur siklooksigenase (Murray et al., 2003) yeri dapat dikurangi atau dimodifikasi dengan cara menghilangkan penyebab timbulnya rasa nyeri, menurunkan sensitivitas osiseptor dengan analgesik antipiretik atau anestesi lokal, menghambat transmisi impuls osiseptor ke medula spinalis dengan analgesik opioid, menghambat persepsi nyeri dengan anestesi umum atau opioid, dan mengatur respon emosional terhadap nyeri dengan co-analgesik seperti antidepresan (Lullmann et al., 2005). 2. Analgesik Analgesik merupakan obat yang ditujukan untuk menghilangkan rasa nyeri dengan berbagai sebab. Intensitas nyeri menjadi dasar dalam pemilihan analgesik. Pengobatan nyeri dengan intensitas rendah menggunakan parasetamol dan SAID. Untuk nyeri dengan intensitas sedang, kombinasi SAID atau parasetamol dengan opioid lemah seperti codein dapat 6

7 digunakan. Morfin, fentanyl, dan opioid kuat lainnya hanya digunakan untuk meredakan rasa nyeri dengan intensitas berat (Beale & Block, 2011). Penggolongan analgesik bermacam-macam. Salah satu penggolongan analgesik menurut Beale dan Block (2011) meliputi : a. pioid Golongan obat ini sering juga disebut analgesik narkotik. Analgesik yang termasuk golongan obat ini adalah morfin, kodein, heroin, hidromorfone, hidrokodon, oksikodon, oksimorfon, levorfanol, dekstrometorfan, pentazosin, meperidin, difenoksilat, loperamid, fentanil, sufentanil, remifentanil, metadon dan tramadol. b. pioid Antagonis Contoh analgesik golongan ini adalah naltrekson, nalokson, nalmefen, dan metilnaltrekson. c. SAID 1) Derivat aspirin dan asam salisilat Terdiri dari asam salisilat, aspirin, disalisilat, diflunisal, a-salisilat dan salisilamid. 2) Derivat Asam eteroarilasetat Indometasin, sulindak, tolmetin, ketorolak, nabumeton, etodolak, amfenak, bromfenak dan napafenak. 3) Derivat Asam eteroarilpropanoat Ibuprofen, naproksen, fenoprofen, ketoprofen, suprofen, flurbiprofen dan oksaprozin. 7

8 4) Derivat Asam -arilantranilat Terdiri dari asam mefenamat, meklofenamat, diklofenak dan lumirakoksib. 5) Derivat Anilin dan p-aminofenol Terdiri dari parasetamol. 6) Derivat pirazolon dan pirazolidin 3. Parasetamol dan Pengembangan Parasetamol Dari keseluruhan analgesik, parasetamol merupakan analgesik dan antipiretik yang termasuk obat bebas yang sering digunakan oleh masyarakat. Parasetamol merupakan first-line terapi pengobatan nyeri (Schnitzer, 2008). Gambar 2. Struktur parasetamol Pada tahun 1886 sampai 1887, asetanilida dan fenasetin merupakan analgesik antipiretik yang banyak digunakan masyarakat. Penggunaan kedua obat tersebut sangat populer karena tidak menyebabkan ulcerasi atau mengubah waktu pembekuan darah (Beale & Block, 2011). Situasi ini bertahan hingga sekitar tahun 1940 Brodie & Axelord (1949) menemukan bahwa fenasetin dimetabolisme menjadi parasetamol dan p-fenetidin. Selanjutnya, Brodie & Axelord (1949) menyimpulkan bahwa efek methemoglobinemia akibat konsumsi fenasetin disebabkan oleh p- phenetidine. Flinn & Brodie (1948) dan Brodie & Axelord menyimpulkan 8

9 bahwa parasetamol merupakan metabolit aktif dari asetanilida dan fenasetin sebagai analgesik antipiretik yang efektif dan tidak menyebabkan efek negatif terhadap darah seperti asetanilida dan fenasetin. Parasetamol (C ) mempunyai nama lain acetaminophen, -(4- hidroksifenil)asetamida dan -asetil-p-aminofeol. Parasetamol berwujud kristal dan berwarna putih. Titik lebur parasetamol adalah 170 o C (Anonim, 2015). parasetamol mempunyai pka 9,5 pada temperatur 25 o C. Parasetamol larut dalam 70 bagian air, 7 bagian etanol, 13 bagian aseton, 40 bagian gliserol dan 9 bagian propilenglikol (Anonim, 1979). Parasetamol dapat disintesis dengan mudah menggunakan p- aminofenol dan anhidrida asetat (Ellis, 2002). Reaksi sintesis parasetamol dari p-aminofenol dan anhidrida asetat adalah sebagai berikut: Gambar 3. Reaksi sintesis parasetamol Parasetamol mempunyai aktivitas antinosiseptiv pada reseptor 5- hidroksi-triptamin tipe 3 pada sumsum tulang belakang (descending pathway) (Tjolasen et al., 1991; Alloui et al., 2002). Selain itu, parasetamol beraksi sebagai co-substrat pereduksi Fe 4+ = PP* + (radikal kation feril protoporfirin IX) menjadi Fe 4+ = pada jalur peroksidase yang merupakan salah satu langkah konversi asam arachidonat menjadi prostaglandin 2. al ini 9

10 berakibat pada kurangnya Fe 4+ = PP* + yang dapat digunakan pada jalur siklooksigense. Sebagai konsekuensinya, jumlah Tyr385* yang tersedia untuk menstimulasi perubahan asam arachidonat menajdi prostaglandin G 2 berkurang (Aronof et al., 2006; Smith et al., 2000). Parasetamol merupakan inhibitor CX-2 yang selektif (Patrignani et al, 1994). Gambar 4. Mekanisme aksi parasetamol (Aronof et al., 2006) Parasetamol digunakan pada pengobatan nyeri ringan atau sedang dan mengurangi demam. Parasetamol tersedia dalam bentuk tablet, kaplet, suspensi yang terkadang dikombinasikan dengan aspirin atau caffein (Beale & Block, 2011). Parasetamol digunakan per oral dengan dosis mg tiap 4 6 jam dengan dosis maksimal 4 g/hari. Parasetamol cepat diabsorpsi di saluran gastrointestinal. Konsentrasi tertinggi dalam plasma diperoleh 0,5 2 jam setelah administrasi. V d parasetamol adalah 0,95±0,12 L/kg, Cl sebesar 0,3±0,084 L/jam/kg, t 1/2 2±0,5 jam (Dahlof, 1997). 10

11 Parasetamol mempunyai rasio ekstraksi hepatik yang rendah sehingga klirens instrinsik parasetamol rendah. Parasetamol dioksidasi oleh CYP450 yaitu CYP2E1 dan CYP3A4. Parasetamol dimetabolisme menjadi metabolit reaktif yang hepatotoksik dan nefrotoksik melalu berbagai mekanisme. Pada individu yang sehat, sebagian besar parasetamol dieliminasi dalam bentuk terkonjugasi dengan sulfat (sebagai -sulfat) dan glukoronid (-glukoronid), sedangkan bentuk terhidroksilasi sangat sedikit. Metabolit dalam bentuk - sulfat yang terakumulasi dalam ginjal dan hati perlahan diubah menjadi metabolit reaktif -asetil-p-benzokinon imina atau APQI. Metabolit tersebut mengalami deaktivasi oleh enzim glutathion secara cepat (Sinclair et al., 1998). Gambar 5. Metabolisme parasetamol (Sinclair et al., 1998) 11

12 Parasetamol relatif lebih aman dibandingkan SAID karena tidak mengiritasi saluran gastrointestinal ( Garcia et al., 2001), tidak mengganggu fungsi platelet ( Mielke, 1981; Catella -Lawson et al., 2001) dan tidak menginduksi brokokonstriksi pada individu yang sensitif terhadap SAID seperti aspirin (Jenkins et al., 2004). 4. Molecular Docking Prediksi kemampuan suatu senyawa untuk berikatan dengan protein target dapat dilakukan dengan docking. Docking dapat digunakan untuk menemukan konformasi dengan energi terendah pada sisi aktif protein. AUTDCK, UCSF DCK, ICM DCK, GLD, PLATS, ME DCK, Flex X dan GLIDE merupakan beberapa contoh aplikasi docking. PLATS merupakan aplikasi yang paling banyak digunakan (Purnomo, 2011). Luaran molecular docking adalah skor yang menggambarkan energi total ikatan ligan-protein. Semakin kecil skor suatu hasil docking, semakin stabil ikatan ligan-protein tersebut. Potensi suatu senyawa baru untuk menghasilkan efek tertentu dapat ditentukan dengan membandingkan skor docking senyawa tersebut dengan senyawa yang beredar di pasaran (Purnomo, 2011). Protein target suatu senyawa dapat dilihat pada Protein Data Bank. 6CX.PDB merupakan salah satu enzim CX-2 yang mempunyai suatu inhibitor S58. Konformasi 6CX.PDB akan berubah apabila mengikat S58 sehingga tidak mampu mengubah asam arachidonat menjadi prostaglandin. Senyawa yang mempunyai ikatan dengan 6CX.PDB lebih kuat daripada 12

13 ikatan 6CX.PDB dan S58 berpotensi sebagai inhobitor yang lebih baik (Purnomo, 2012). Beberapa analgesik turunan anilin dan p-aminofenol yang beredar di pasaran adalah sebagai berikut (Siswandono & Soekardjo, 2000) : Tabel 1. Struktur turunan anlin dan p-aminofenol R 1 R 2 R1 R2 ama Senyawa Anilin CC 3 Asetanilida C Benzanilid C Salisilanilid p-aminofenol C 3 Anisidin C 2 5 Fenetidin CC 3 Parasetamol C 2 5 CC 3 Fenasetin C CC 3 Fenetsal Jerman (2009) melakukan beberapa modifikasi struktur parasetamol untuk mengurangi efek samping hepatotoksik yang akibat metabolit reaktif APQI. 13

14 F F F F F F F 2 5. Molekul Target Gambar 6. Struktur molekul hasil modifikasi parasetamol (Jerman, 2009) Struktur molekul senyawa didesain dan sifat fisikanya diprediksi dengan aplikasi ChemDraw Ultra version 7.0 pada Windows 7. Senyawa α- naftoil karbonil aminofenol mempunyai bobot molekul 279,29 gram/mol, titik lebur 585,62 K (312,62 o C) dan logp 3,80. Gambar 7. Struktur α-naftoil karbonil aminofenol α-naftoil karbonil aminofenol terdiri atas gugus karbonil yang mengikat gugus α-naftol dan p-aminofenol. α-naftol terdri atas 10 atom karbon yang membentuk cincin aromatik bisiklik. p-aminofenol terdiri atas 14

15 cincin benzen yang tersubstitusi dengan gugus hidroksi dan amina pada posisi para. Berdasarkan prediksi dengan ChemDraw Ultra versi 7.0, elusidasi dengan spektroskopi massa menghasilkan m/z 279,29 dan dengan 1 -MR menghasilkan 11 lingkungan kimia proton yaitu pada geseran kimia 6,64 ppm, 7,17 ppm, 7,31 ppm, 7,68 ppm, 7,35 ppm, 7,38 ppm, 8,08 ppm, 8 ppm, 7,47 ppm, 6,71 ppm dan 5 ppm. Gugus fungsi yang mungkin muncul pada spektra IR adalah gugus karbonil ester, amina sekunder yang termasuk amida, hidroksi, cincin aromatik dan ikatan C=C aromatik. 6. Sintesis Urea, amina primer dan alkohol primer atau sekunder dapat bereaksi membentuk suatu struktur umum R--C-R pada temperatur lebih dari 100 o C (disarankan lebih dari 120 o C), R berasal dari amina dan R berasal dari alkohol. R dari amina dapat berupa alkil, aril, arilalkil, alisiklik atau heterosiklik. R yang disarakan terdiri dari 6 sampai 12 atom karbon. R dari alkohol dapat berupa alkil, aril, arilalkil, alisiklik atau heterosiklik juga. R yang disarankan terdiri dari 1 sampai 12 atom karbon. Reaksi akan berjalan lebih cepat jika dilakukan pada temperatur 125 o C-160 o C dengan refluks beberapa jam, senyawa yang terbentuk dipisahkan dari pelarut dengan cara destilasi atau kristalisasi. Rasio reaktan dapat bervariasi. Urea dan alkohol berlebih untuk memperoleh rendemen yang diinginkan. Rendemen reaksi tergantung pada jumlah amina yang digunakan. Rasio yang dapat digunakan adalah 1 mol amina, 1 sampai 2 mol urea dan 1 sampai 5 mol alkohol. Rasio 15

16 molar yang disarankan adalah 1 mol amina; 1,2 mol urea dan 2 mol alkohol. (Brockway, 1955). Senyawa dengan rumus molekul R--C-R dapat disintesis dengan mereaksikan suatu isosianat dengan alkohol, gas fosgene dengan amina dan alkohol atau karbondioksida dengan amina dan alkohol. Kedua cara tersebut relatif tidak nyaman dilakukan mengingat sukarnya penanganan fosgen dan karbondioksida karena berwujud gas. Selain itu, gas fosgen bersifat toksik. Alternatif reaksi yang relatif nyaman dilakukan adalah mereaksikan dialkil karbonat (R -C-R) atau organik karbonat dengan suatu amina. R pada senyawa tersebut dapat berupa alkil atau aril yang terdiri dari 6 sampai 12 atom karbon seperti fenil, naftil atau fenil yang tersusbtitusi alkil. Amina yang dapat digunakan adalah amina primer (R - 2 ) atau sekunder (R --R ). R dan R pada amina dapat berupa alkil, aril atau arilalkil dengan atom C berjumlah 12 sampai 32 berinti benzen atau naftalen. R dan R tersubstitusi dengan hetero atom seperti dan S tetap dapat digunakan. Reaksi dapat berlangsung pada temperatur 20 o C 150 o C tekanan atmosfer. temperatur yang digunakan haruslah dibawah temperatur dekomposisi reaktan (Brill et al., 1970). R' + C R' R C R Gambar 8. Reaksi antara alkohol dengan isosianat (Brill et al., 1970) Cl R' C C R Cl R' R Gambar 9. Reaksi antara fosgen dengan alkohol dan amina (Brill et al., 1970) 16

17 C + R' + 2 R Gambar 10 Reaksi antara karbondioksida dengan alkohol dan amina (Brill et al., 1970) R' C R R' C + 2 R R' C R' R Gambar 11. Reaksi antara dialkil karbonat dengan amina (Brill et al., 1970) Reaksi yang dilakukan oleh Brill et al. (1970) ini akan melepaskan alkohol yang dapat menghambat reaksi sehingga harus dihilangkan dari sistem. Pemisahan alkohol tersebut dapat dilakukan dengan refluks menggunakan kolom destilasi fraksional. Suatu sintesis yang terkenal adalah sintesis fenil urea dan difenil urea. Fenil urea disintesis dari anilin Cl dan urea dengan perbandingan 1:1, sedangkan difenil urea disintesis dari anilin Cl dan urea dengan perbandingan 2:1. Urea yang dilarutkan dalam air mendidih dengan suasana asam akan membentuk amonium sianat. Amonium sianat bereaksi dengan anilin Cl membentuk fenil urea. Fenil urea dapat mengalami reaksi kedua membentuk fenil isosianat yang kemudian akan bereaksi dengan anilin Cl memebentuk difenil urea atau karbanilida ( Davis & Blanchard, 1923 ). 17

18 . 2Cl Cl 2. Cl 2 Gambar 12. Reaksi sintesis karbanilida 7. Starting Material Starting material merupakan senyawa yang digunakan sebagai bahan sintesis suatu senyawa. Pemilihan starting material didasarkan pada analisis dosikoneksi molekul target. Starting material harus berupa senyawa dengan struktur sederhana dan tersedia di pasaran. Berikut ini adalah karakter fisikokimia senyawa yang digunakan dalam sintesis α-naftoil karbonil aminofenol : a. p-aminofenol 2 Gambar 13. Struktur p-aminofenol ama lain p-aminofenol adalah p-hidroksi ananilin, 4-amino-1- hidroksibenzen, activol, azol dan paranol merupakan kristal berwarna merah muda. Mempunyai bobot molekul 109,13 g/mol, titik lebur 189,6 190,2 o C. Senyawa ini mempunyai p sebesar 10. dapat mebentuk garan dnegan adanya asam maupun basa. Sukar larut dalam air; larut dalam ethanol, metanol, dan etil metil keton; praktis tidak larut dalam benzen dan kloroform (Anonim, 2015). 18

19 b. α-naftol Gambar 14. Struktur α-naftol ama lain α-naftol adalah 1-naftalenol, 1-naftol dan α- hidroksinaftalen. Mempunyai bobot molekul 144,17 gram/mol, titik lebur 96 o C. sensitif terhadap cahaya, dapat mereduksi perak amoniakal. Sedikit larut dalam air, larut dalam alkohol, benzen, kloroform, eter, dan alkali hidroksida (Anonim, 2015). c. Urea 2 2 Gambar 15. Struktur urea Mempunyai nama lain karbamida dan karbonildiamida, titik lebur 132,7 o C. larut dalam air, ethanol, metanol dan gliserol. Sukar larut dalam kloroform dan eter (Anonim, 2015). 8. Analisis Kemurnian Senyawa a. Rekristalisasi Padatan atau kristal yang diperoleh dari hasil reaksi umumnya tidak murni dan masih mengandung pengotor-pengotor, yang dapat berasal dari reagen digunakan atau berasal dari produk samping hasil reaksi. Proses rekristalisasi secara umum terdiri dari empat tahap; pelarutan kristal hasil sintesis dalam pelarut yang dipanaskan, penyaringan larutan 19

20 panas untuk menghilangkan partikel-partikel pengotor yang tidak larut, pendinginan filtrat untuk mengkristalkan senyawa kembali, dan pemisahan kristal yang terbentuk dari pelarut. Proses rekristalisasi diulang beberapa kali hingga diperoleh kristal yang benar-benar murni (Furniss et al., 1989). Pelarut yang digunakan dalam rekristalisasi adalah pelarut yang dapat melarutkan kristal hasil sintesis, tidak bereaksi ( inert) dengan senyawa yang akan dimurnikan, memiliki titik didih yang rendah, mudah dimodifikasi atau dikombinasikan, tidak toksik, tidak mudah terbakar, dan murah. Pelarut perlu memiliki titik didih yang rendah, sehingga mudah diuapkan untuk mendapatkan kristal murni yang kering. Beberapa pelarut yang sering digunakan dalam rekristalisasi adalah air ( b.p. 100 C), metanol (b.p. 64,5 C), dan etanol (b.p. 78 C) (Furniss et al., 1989). Arang aktif (carboadsorben) bisa digunakan untuk mengadsorbsi senyawa-senyawa pengotor dalam larutan, tetapi penggunaannya diusahakan sesedikit mungkin (1-2% dari bobot kasar kristal hasil sintesis). Penggunaan berlebihan dari arang aktif dapat menyebabkan senyawa yang dimurnikan ikut teradsorbsi, sehingga mengurangi rendemen hasil. Penyaringan larutan panas dilakukan menggunakan kertas saring. Penyaringan bisa dilakukan menggunakan corong Buchner untuk mempercepat proses penyaringan, dan perlu digunakan dua atau tiga lapis kertas saring. Kristal yang diperoleh dikeringkan di dalam oven untuk menguapkan secara sempurna pelarut yang masih tersisa pada kristal hasil penyaringan (Furniss et al., 1989). 20

21 b. Titik lebur Titik lebur adalah perbedaan temperatur yang menyebabkan suatu padatan (kristal) mulai meleleh hingga padatan tersebut meleleh seluruhnya menjadi cair (Furniss et al., 1989). Temperatur titik lebur dari kristal murni adalah sama dengan titik bekunya. Panas yang diabsorbsi oleh 1 gram kristal ketika meleleh atau panas yang dilepaskan ketika cairan membeku disebut sebagai panas peleburan. Panas peleburan adalah panas yang oleh senyawa diubah menjadi energi molekul yang potensial untuk mengubah seluruh padatan menjadi cairan (Martin et al., 1983). Kristal murni dari senyawa organik memiliki titik lebur yang pasti dan jarak leburnya sempit (tajam), yaitu tidak melebihi 0,5-1 C. Adanya pengotor dapat memperlebar jarak lebur kristal dan menyebabkan kristal meleleh pada temperatur yang lebih rendah daripada temperatur kristal murni yang seharusnya. leh karena itu, titik lebur merupakan kriteria penting dalam menetapkan kemurnian suatu senyawa; titik lebur yang tajam mengindikasikan kemurnian yang tinggi dari senyawa (Furniss et al., 1989). c. Kromatografi lapis tipis Kromatografi merupakan suatu teknik yang digunakan untuk pemisahan senyawa organik maupun anorganik, menggunakan fase diam dan fase gerak dalam sistemnya. Kromatografi merupakan teknik pemisahan yang paling banyak dimanfaatkan dalam analisis, baik analisis kualitatif, kuantitatif, maupun preparatif dalam bidang farmasi, industri, 21

22 lingkungan, dan sebagainya (Gandjar dan Rohman, 2012). Di bidang farmasi, kromatografi digunakan untuk studi stabilitas dan kemurnian senyawa obat, juga untuk memonitor kadar obat dalam cairan biologis (Jaenchen, 1996). Kromatografi Lapis Tipis termasuk dalam kromatografi planar, sistemnya menggunakan fase diam berupa lapisan seragam pada permukaan bidang datar yang dapat berupa lempeng kaca, alumunium, atau plastik. Fase gerak yang digunakan bergerak sepanjang fase diam secara menaik atau menurun karena adanya pengaruh gaya kapiler pada fase diam (Gandjar dan Rohman, 2012). Pemisahan menggunakan KLT banyak dilakukan dengan sistem fase normal (fase diam polar dan fase diam lebih non-polar) menggunakan fase diam silika gel, atau bisa juga menggunakan fase diam yang lain seperti alumunium oksida dan selulosa (Jaenchen, 1996). Ukuran partikel fase diam pada KLT rata-rata berdiameter µm, semakin kecil ukuran partikel fase diam, semakin baik efisiensi kinerja dan resolusi pemisahannya (Gandjar dan Rohman, 2012). Aplikasi sampel dilakukan dengan menotolkan sampel dalam bentuk bercak pada fase diam menggunakan mikropipet. Untuk mencegah kerusakan fase diam dan agar bercak terposisikan dengan presisi pada fase diam, penotolan sampel dilakukan dengan posisi mikropipet tegak dan tip dari mikropipet diusahakan tidak terlalu menekan permukaan fase diam. Penotolan sampel bisa juga dilakukan menggunakan gelas kapiler, tetapi 22

23 volume sampel yang ditotolkan tidak terkuantifikasi (Jaenchen, 1997). Sampel yang ditotolkan terlalu banyak akan menurunkan resolusi pemisahan. Untuk memperoleh reprodusibilitas hasil pemisahan, volume sampel yang ditotolkan minimal adalah 0,5 µl. Jika volume sampel 2-10 µl atau lebih besar, penotolan sampel perlu dilakukan secara bertahap (Gandjar dan Rohman, 2012). Pengembangan sampel dilakukan dalam bejana kromatografi yang sebelumnya telah dijenuhi oleh uap fase gerak. Bejana kromatografi harus selalu dalam keadaan tertutup rapat untuk mencegah keluarnya uap fase gerak (dapat mengurangi kejenuhan bejana). Kejenuhan bejana dapat dilihat dengan mencelupkan kertas saring setinggi bejana ke dalam fase gerak, bejana dikatakan telah jenuh ketika seluruh kertas saring telah terbasahi oleh fase gerak. Tepi bagian bawah lempeng fase diam kemudian dicelupkan dalam fase gerak, tinggi fase gerak harus berada di bawah titik penotolan bercak dan dilakukan hati-hati agar bercak sampel tidak tercelup dalam fase gerak. Fase gerak akan bergerak sepanjang lempeng fase diam secara menaik atau menurun, mengelusi analit-analit dalam sampel (Gandjar dan Rohman, 2012). Analit-analit dalam sampel akan terelusi dengan jarak elusi yang berbeda (terpisah) pada fase diam, dikarenakan adanya interaksi antara analit dengan fase diam dan fase gerak secara partisi dan/atau adsorbsi (Gandjar dan Rohman, 2012) karena adanya kemiripan polaritas. Analit yang memiliki polaritas dekat dengan fase diam akan berinteraksi lebih 23

24 lama dengan fase diam dan analit dengan polaritas dekat dengan fase gerak berinteraksi lebih lama dengan fase gerak ( like dissolve like). Pada KLT fase normal, analit yang polaritasnya tinggi akan lebih tertahan pada fase diam dan analit yang polaritasnya lebih rendah akan terelusi lebih jauh oleh fase gerak, sehingga terjadi pemisahan antar analit di dalam sampel. 9. Elusidasi Struktur a. Spektroskopi IR ampir semua molekul yang memiliki ikatan kovalen, organik maupun anorganik, mengabsorbsi radiasi gelombang elektromagnetik di daerah panjang gelombang inframerah (IR), yaitu di daerah 2,5 µm hingga 25 µm. Radiasi IR berenergi lebih rendah daripada radiasi UV-Vis, menyebabkan terjadinya vibrasi (getaran) pada ikatan molekul tetapi tidak sampai menyebabkan transisi elektronik seperti pada radiasi UV-Vis. Unit radiasi IR yang lebih sering digunakan adalah bilangan gelombang ( ), daripada panjang gelombang (µ atau µm). al ini dikarenakan bilangan gelombang proporsional dengan energi (semakin tinggi bilangan gelombang semakin tinggi energi vibrasional), sehingga memudahkan intepretasi spektra IR (Pavia et al., 2001). Ikatan-ikatan kovalen antaratom dalam suatu molekul mengalami vibrasi atau osilasi. Apabila molekul tersebut dikenai radiasi IR, maka ia akan mengabsorbsi energi radiasi IR pada frekuensi tertentu, dan energi yang diabsorbsi akan meningkatkan amplitudo vibrasi dari ikatan-ikatan 24

25 dalam molekul. Molekul yang mengalami peningkatan vibrasi ikatan disebut sebagai molekul dalam keadaan vibrasi tereksitasi (Fessenden dan Fessenden, 1982). Tidak semua ikatan dalam molekul dapat mengabsorbsi energi radiasi IR, meskipun frekuensi sesuai dengan frekuensi vibrasional dari molekul. anya molekul-molekul yang dapat mengalami perubahan momen dipol yang dapat mengabsorbsi energi radiasi IR (IR aktif). Molekul-molekul simetris atau pseudosimetris umumnya tidak mengalami perubahan momen dipol, sehingga tidak dapat mengabsorbsi energi radiasi IR (IR inaktif) (Pavia et al., 2001). Ikatan non-polar tidak mengabsorbsi radiasi IR, ikatan semipolar menunjukkan absorbsi yang lemah, dan ikatan polar menunjukkan absorbsi yang kuat (Fessenden dan Fessenden, 1982). Setiap jenis ikatan dalam molekul memiliki frekuensi vibrasional karakteristiknya masing-masing, jenis ikatan yang sama dalam molekul yang berbeda memiliki frekuensi vibrasional yang berbeda, dan tidak ada 2 molekul yang memiliki frekuensi vibrasional yang sama. Berdasarkan hal-hal tersebut, spektra IR dapat digunakan sebagai sidik jari molekul (Pavia et al., 2001). Spektra IR dapat memberikan informasi mengenai struktur dari suatu molekul. Gugus-gugus fungsional dan jenis-jenis ikatan bervibrasi pada kisaran frekuensi tertentu (Gambar 10), sehingga puncak -puncak yang muncul pada frekuensi tertentu pada spektra IR dapat memberikan 25

26 informasi mengenai gugus fungsional atau jenis ikatan apa saja yang ada dalam molekul (Pavia et al., 2001). Gambar 16. Kisaran frekuensi vibrasional dari berbagai gugus fungsional dan jenis ikatan (Pavia et al., 2009) Molekul-molekul IR aktif memiliki 2 tipe vibrasi fundamental, yaitu ulur dan tekuk. Vibrasi ulur dibagi lagi menjadi 2 jenis vibrasi, yaitu ulur simetris dan ulur asimetris. Secara umum, vibrasi ulur asimetris terjadi pada frekuensi vibrasi yang lebih besar daripada vibrasi ulur simetris. Vibrasi tekuk dibagi lagi menjadi 4 jenis vibrasi, yaitu scissoring, rocking, wagging, dan twisting (Pavia et al., 2001). Instrumen yang digunakan untuk mengukur besar absorbsi energi radiasi IR suatu molekul adalah spektrofotometer IR. Ada 2 jenis spektrofotometer IR, yaitu spektrofotometer dispersif dan Fourier Transform IR (FTIR). FTIR memiliki sensitivitas dan kecep atan deteksi yang lebih baik dibandingkan spektrofotometer dispersif (Pavia et al., 2001). FTIR mampu menjangkau daerah-daerah pada molekul yang sulit atau bahkan tidak mungkin untuk dianalisis dengan spektrofotometer dispersif (su, 1997). b. Spektroskopi 1 -MR 26

27 uclear Magnetic Resonance (MR) adalah metode spektroskopi yang dapat melengkapi data spektroskopi IR. Spekstroskopi IR memberikan informasi mengenai gugus fungsional yang ada dalam suatu molekul, tetapi hanya memberi sedikit petunjuk mengenai kerangka hidrokarbon dari molekul tersebut. MR melengkapi kekurangan ini; MR memberikan informasi mengenai jumlah atom hidrogen (spektroskopi 1 -MR) atau karbon (spektroskopi 13 C-MR) dalam suatu molekul (Fessenden dan Fessenden, 1982). Bahasan spektroskopi MR disini dikhususkan hanya mengenai spektroskopi 1 -MR. Inti-inti atom memiliki spin; inti-inti atom bergerak seolah ia berputar (Pavia et al., 2001). Spin dari inti atom akan menimbulkan suatu medan magnet kecil pada atom tersebut, dikatakan inti atom tersebut memiliki momen magnetik nuklir (Fessenden dan Fessenden, 1982). anya inti atom yang memiliki nomor massa ganjil, nomor atom ganjil, atau keduanya yang memiliki momen spin angular dan momen magnetik, beberapa diantaranya adalah,,,,, dan. Isotop dengan kelimpahan terbanyak di alam seperti dan tidak memiliki spin, dikarenakan nomor massa dan nomor atomnya tersebut adalah genap (Pavia et al., 2001). Inti atom yang berspin memiliki orientasi (arah) spin yang jumlahnya ditentukan dari nomor kuantum spin (I). Jumlah orientasi spin menganut aturan 2I+1. Proton memiliki harga I= ½, sehingga proton memiliki dua orientasi spin; +½ dan -½ (Pavia et al., 2001). Dalam 27

28 spektroskopi MR, atom-atom dikenai suatu medan magnet eksternal, yang besarnya dinyatakan sebagai 0. Bila molekul yang mengandung proton berada di dalam medan magnet eksternal, maka momen magnetik dari proton akan mengambil salah satu dari dua orientasi yang dimilikinya terhadap medan magnet eksternal. Kedua orientasi spin yang mungkin diambil oleh proton adalah paralel dan antiparalel terhadap medan magnet eksternal. Pada keadaan paralel, orientasi momen magnetik proton adalah sama (serarah) dengan medan magnet eksternal; sedangkan pada keadaan antiparalel, orientasi momen magnetik proton berlawanan arah dengan medan magnet eksternal. Proton pada keadaan paralel lebih stabil (energi lebih rendah) dibandingkan pada keadaan antiparalel (Fessenden dan Fessenden, 1982). Apabila suatu gelombang radio dengan frekuensi yang cocok dilewatkan pada molekul yang mengandung proton, maka momen magnetik proton pada keadaan paralel akan mengabsorbsi energi dari gelombang radio tersebut. Energi yang diabsorbsi digunakan oleh proton untuk merubah orientasi spin-nya dari yang semula pada keadaan paralel menjadi antiparalel yang berenergi lebih tinggi. Proton yang berpindah dari keadaan paralel ke keadaaan antiparalel dikatakan mengalami resonansi, atau lebih tepatnya resonansi magnetik nuklir. Besar energi yang diperlukan untuk mengubah orientasi spin dari proton tergantung pada besarnya medan magnet eksternal yang diaplikasikan pada proton. Semakin besar 0, semakin sulit proton mengubah orientasi spin-nya, 28

29 sehingga dibutuhkan radiasi berfrekuensi lebih tinggi (berenergi lebih tinggi) (Fessenden dan Fessenden, 1982). Proton-proton dalam satu molekul beresonansi pada frekuensi radio yang bervariasi, dan variabilitas inilah yang menjadikan spektra MR bermanfaat dalam memberikan informasi mengenai jumlah atom hidrogen dalam suatu molekul dan menenetapkan struktur molekul tersebut. Variabilitas frekuensi resonansi ini dikarenakan proton-proton dalam molekul dikelilingi oleh elektron, yang menyebabkan lingkungan kimia (magnetik) antarproton dalam molekul yang sedikit berbeda satu sama lain. Proton dilingkupi oleh elektron, yang dalam medan magnet eksternal elektron-elektron tersebut akan berputar mengelilingi proton (mengorbit proton). Perputaran elektron mengelilingi proton akan menghasilkan medan magnet lokal, disebut arus diamagnetik lokal, yang arah dan besarnya melawan medan magnet eksternal. Arus diamagnetik lokal yang dihasilkan oleh elektron ini memberikan perlindungan pada proton terhadap medan magnet eksternal yang diaplikasikan, disebut dengan perlindungan diamagnetik. Semakin besar densitas elektron yang mengelilingi proton, maka semakin besar medan magnet lokal yang dihasilkan untuk melawan medan magnet eksternal, sehingga semakin kecil efek medan magnet eksternal yang dirasakan oleh inti atom. al ini menyebabkan inti atom berspin pada frekuensi yang lebih rendah, dan mengabsorbsi energi radiasi radio pada frekuensi yang lebih rendah tersebut (Pavia et al.,2001). 29

30 Perbedaan frekuensi resonansi dari tiap proton dalam molekul sangatlah kecil, sehingga sangat sulit untuk menentukan dan memisahkan frekuensi resonansi antarproton secara presisi. leh karena itu, digunakan suatu senyawa standar dan frekuensi resonansi tiap proton dalam molekul diukur relatif terhadap frekuensi resonansi dari senyawa standar, pengukuran ini disebut sebagai geseran kimia, yang besarnya dinyatakan dalam δ (ppm). Senyawa standar yang digunakan adalah tetrametilsilan [(C 3 ) 3 Si], atau disingkat sebagai TMS. Proton-proton dalam TMS (berjumlah 12) adalah proton-proton yang sangat terlindungi (perlindungan diamagnetik), puncaknya pada spektra MR akan muncul pada frekuensi resonansi dan 0 yang tinggi (upfield). Puncak TMS akan muncul pada daerah yang paling kanan pada spektra MR, dan letak di mana puncak TMS muncul memiliki harga δ=0 (Pavia et al., 2001). Semakin besar medan magnet eksternal yang diaplikasikan atau dirasakan oleh proton (efek perlindungan diamagnetik kecil), maka semakin besar energi yang perlu diabsorbsi oleh proton tersebut untuk beresonansi, maka proton akan mengabsorbsi radiasi radio pada frekuensi yang lebih tinggi; puncaknya pada spektra MR akan berada lebih dekat (lebih ke kanan) dengan TMS ( upfield). Semakin kecil medan magnet eksternal yang diaplikasikan atau dirasakan oleh proton (efek perlindungan diamagnetik besar), maka semakin kecil energi yang perlu diabsorbsi oleh proton tersebut untuk beresonansi, maka proton akan mengabsorbsi radiasi radio pada frekuensi yang lebih rendah; puncaknya pada spektra MR 30

31 akan berada lebih jauh (lebih ke kiri) dari TMS ( downfield) (Pavia et al., 2001). c. Spektroskopi massa Suatu spektrometer massa memiliki 5 komponen utama dalam instrumennya, yaitu inlet sampel, sumber ion, penganalisis massa, detektor, dan sistem data. Sampel inlet berfungsi untuk memasukkan sampel ke dalam spektrometer massa yang bertekanan hampir vakum menuju ke sumber ion; di sana molekul-molekul sampel diubah menjadi ion fase gas dan terfragmentasi. Penganalisis massa akan memisahkan ionion (fragmen) sampel berdasarkan besar rasio mass-to-charge (m/z). Ionion yang telah dipisahkan akan dihitung jumlahnya oleh detektor dan hasilnya akan diproses oleh sistem data, menghasilkan luaran berupa spektrum massa (grafik fungsi antara jumla h ion terdeteksi dengan rasio m/z-nya) (Pavia et al., 2001). Metode ionisasi molekul oleh sumber ion sendiri secara umum dibagi menjadi dua, yaitu ionisasi elektron (EI) dan ionisasi kimia (CI). Pada EI- MS ( Electron Ionization Mass Spectrometer), elektron berenergi tinggi yang dihasilkan dari suatu filamen ditembakkan ke molekul-molekul sampel, menyebabkan lepasnya elektron dari molekul, membentuk kation. Energi yang diperlukan untuk melepas elektron dari suatu molekul (energi ionisasi) berkisar antara 8-15 ev. Tetapi, pemnbentukan kation tidak efisien dan reprodusibel apabila energi ionisasi kurang dari ev. Energi ionisasi pada EI adalah 70 ev. Sumber ion yang digunakan pada 31

32 CI-MS ( Chemical Ionization Mass Spectrometer) berupa reagen-reagen pengionisasi yang akan mengionisasi molekul-molekul dalam sampel, dengan mekanisme transfer proton atau transfer elektron. Reagen pengionisasi yang sering digunakan pada CI-MS adalah metana, amonia, isobutana, dan metanol (Pavia et al., 2001). Fragmen-fragmen ion yang terbaca oleh detektor akan muncul sebagai puncak dengan intensitas tertentu pada spektra massa. Struktur molekul dapat ditetapkan berdasarkan perkiraan ion-ion apa saja yang memberi puncak tersebut, dengan membandingkan harga m/z tiap puncak dengan tabel standar. Perkiraan ion-ion yang diperoleh kemudian dirangkai, membentuk struktur molekul senyawa yang paling mungkin berdasarkan spektra massa yang dianalisis. Kombinasi antara kromatografi kolom dengan MS dapat menghasilkan data spektra massa dari molekul-molekul senyawa dalam sampel yang sudah dipisahkan dulu sebelumnya. Syarat pengombinasian ini adalah kromatografi kolom yang digunakan harus memiliki efisiensi dan resolusi tinggi, seperti kromatografi cair kinerja tinggi (PLC) atau kromatografi gas (GC). Pada GC-MS, sampel yang sudah diuapkan dalam alat GC akan diionisasi dan terfragmentasi dalam alat MS, menghasilkan luaran berupa spektra massa dari semua komponen dalam campuran sampel yang diinjeksikan ke dalam GC (Pavia et al., 2001). 32

33 10. Uji Aktivitas Analgesik Pengujian akitivitas analgesik suatu senyawa atau campuran senyawa dapat dilakukan dengan beberapa metode. Turner (1965) membagi uji analgesik menjadi 2 metode berdasarkan tipe analgesiknya, yaitu uji untuk analgesik narkotik dan uji untuk analgesik non-narkotik. Parasetamol dan α- naftoil karbonil aminofenol merupakan analgesik non-narkotik sehingga uji aktivitasnya menggunakan metode uji untuk analgesik non-narkotik, yaitu : a. Metode geliat terinduksi zat kimia (writhing test) Pada metode ini, hewan uji (mencit) diberi suatu zat kimia yang dapat menginduksi rasa nyeri, menyebabkan hewan uji menggeliat karena kesakitan. Zat kimia yang dapat menginduksi nyeri adalah fenilquinon, benzoquinon, dan asam asetat. ewan uji diinjeksi dengan 0,1 ml senyawa uji secara subkutan, dan 20 menit kemudian hewan uji diinjeksi dengan salah satu zat kimia penginduksi nyeri secara intraperitoneal. Respon geliat dari hewan uji diamati dan dihitung selama 20 menit. Senyawa uji positif memiliki efek analgesik apabila dapat menurunkan frekuensi geliat dari hewan uji, dibandingkan dengan kelompok kontrol (diberi pelarut saline). Metode ini mudah dilakukan, sensitif, dan reprodusibel. Tetapi, metode ini kurang spesifik sehingga diperlukan ketelitian dan kehatihatian dalam mengintepretasikan hasil pengamatan. b. Metode pododolorimeter Metode ini menggunakan arus listrik sebagai rangsang nyeri pada hewan uji. ewan uji (mencit) diletakkan dalam kandang beralas 33

34 lempengan logam yang dapat menghantarkan arus listrik. Tegangan listrik yang menyebabkan hewan uji mencicit kesakitan (nilai kontrol) diukur setiap 10 menit selama 1 jam. Senyawa uji kemudian diberikan dan pengukuran dilakukan sama seperti sebelumnya. Senyawa uji positif memiliki efek analgesik apabila tegangan yang menyebabkan hewan uji mencicit lebih besar daripada nilai kontrol. c. Metode rektodolorimeter ewan uji ditempatkan dalam kandang beralas lempeng tembaga yang terhubung dengan suatu kumparan induksi. Kumparan tersebut dihubungkan dengan sebuah elektroda tembaga berbentuk silinder yang dimasukkan ke dalam rektum. Prosedur kerja dan pengamatan sama seperti pada metode pododolorimeter. Voltmeter dengan sensitivitas 0,1 volt terhubung dengan kumparan induksi, berfungsi untuk mengukur tegangan listrik yang menyebabkan hewan uji mencicit. Tegangan listrik yang menyebabkan hewan uji mencit (nilai kontrol) umumnya adalah 1-2 volts. F. Landasan Teori 1. Aktvitas analgesik α-naftoil karbonil aminofenol Aktivitas alagesik α-naftoil karbonil aminofenol diprediksi secara in silico dengan aplikasi PLATS. Suatu senyawa mempunyai aktivitas analgesik lebih baik daripada parasetamol jika berikatan lebih kuat dengan enzim 6CX.PDB. Suatu ikatan dikatakan semakin kuat apabila skor 34

35 dockingnya semakin kecil (Purnomo, 2012). Berikut ini sko r docking ikatan parasetamol dengan 6CX.PDB dan α-naftoil karbonil aminofenol dengan 6CX.PDB. Tabel 2. Skor docking ikatan parasetamol-6cx.pdb dan α-naftoil karbonil aminofenol- 6CX.PDB o ama Senyawa Skor Docking 1 Parasetamol -67, α-naftoil karbonil aminofenol -89,9128 Skor docking α-naftoil karbonil aminofenol kurang dari skor docking parasetamol. Berdasarkan skor docking tersebut, dapat diprediksi bahwa ikatan α-naftoil karbonil aminofenol dengan 6CX.PDB lebih kuat daripada ikatan parasetamol dengan 6CX.PDB. Aktivitas analgesik α-naftoil karbonil aminofenol diuji dengan uji analgesik non-narkotik Writhing Test. Writhing Test merupakan metode yang paling populer karena relatif lebih mudah dilakukan karena tidak memerlukan peralatan yang canggih. Respon yang diamati pada uji ini adalah geliat mencit. Geliat mencit kemudian digunakan dalam perhitungan % daya analgesik yang merupakan parameter aktivitas analgesik. Senyawa yang lebih poten daripada parasetamol dapat menurunkan jumlah geliat lebih banyak dari parasetamol. α-naftoil karbonil aminofenol lebih poten daripada parasetamol secara in silico. leh karena itu, kemampuan α-naftoil karbonil aminofenol dalam menghambat pembentukan mediator nyeri berupa PG 2 dari asam arachidonat pada jalur siklooksigenase diduga lebih baik daripada parasetamol sehingga geliat mencit yang diberi asam asetat dan α-naftoil karbonil aminofenol 35

36 diprediksi kurang dari jumlah geliat mencit yang diberi asam asetat dan parasetamol. Senyawa dengan jumlah geliat sediikit mempunyai % daya analgesik yang tinggi sehingga lebih poten sebagai analgesik. 2. Sintesis α-naftoil karbonil aminofenol Struktur molekul α-naftoil karbonil aminofenol sesuai dengan struktur umum R--C-R. R pada α-naftoil karbonil aminofenol adalah benzen yang tersubstitusi para dengan gugus hidroksi ( -) dengan jumlah atom karbon 6 dan R adalah gugus naftalena dengan jumlah atom karbon 10 membentuk cincin bisiklik. Ketiga senyawa harus berada dalam bentuk larutan untuk dapat bereaksi sehingga ketiga senyawa tersebut dilarutkan dalam air dan ditetesi Cl pekat hingga larut. Reaksi dilakukan pada temperatur 110 o C selama 2 jam dengan refluks. Starting material sintesis α-naftoil karbonil aminofenol dipilih atas dasar reaksi diskoneksi atau retro sintesis. Analisis diskoneksi α-naftoil karbonil aminofenol dijabarkan dalam gambar 17. Pembentukan α-naftoil karbonil aminofenol dapat melalui dua mekanisme yaitu pembentukan suatu isosianat yang dilanjutkan dengan substitusi gugus - 2 oleh α-naftol atau pembentukan dialkil karbonat dilanjutkan dengan substitusi salah satu gugus pergi dengan p-aminofenol. Berikut ini merupakan mekanisme reaksi pembentukan α-naftoil karbonil aminofenol. Reaksi pembentukan α-naftoil karbonil aminofenol dijabarkan dalam gambar

37 Gambar 17. Analisis diskoneksi α-naftoil karbonil aminofenol C 37

38 2 C C C C C C Gambar 18. Mekanisme reaksi pembentukn α-naftoil karbonil aminofenol 38

39 G. ipotesis 1. Senyawa α-naftoil karbonil aminofenol dapat disintesis dari urea, p- aminofenol dan α-naftol. 2. Aktivitas analgesik produk hasil sintesis lebih besar daripada aktivitas analgesik parasetamol. 39

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PEDAULUA 1.1 Latar Belakang Masalah yeri merupakan perasaan yang tidak menyenangkan, subjektif dan manifestasi dari kerusakan jaringan atau gejala akan terjadinya kerusakan jaringan (Dipiro et

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan perasaan bahwa dia pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007). Nyeri adalah mekanisme protektif untuk

Lebih terperinci

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA BAB 1 TIJAUA PUSTAKA 1.1 Glibenklamid Glibenklamid adalah 1-[4-[2-(5-kloro-2-metoksobenzamido)etil]benzensulfonil]-3- sikloheksilurea. Glibenklamid juga dikenal sebagai 5-kloro--[2-[4{{{(sikloheksilamino)

Lebih terperinci

banyak digunakan tanpa resep dokter. Obat obat ini merupakan suatu kelompok obat yang heterogen secara kimiawi. Walaupun demikian obatobat ini

banyak digunakan tanpa resep dokter. Obat obat ini merupakan suatu kelompok obat yang heterogen secara kimiawi. Walaupun demikian obatobat ini BAB 1 PENDAHULUAN Dewasa ini, perkembangan modifikasi molekul obat di dunia kefarmasian telah mengalami peningkatan yang cukup pesat. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh obat atau senyawa baru yang lebih

Lebih terperinci

Menurut Hansch, penambahan gugus 4-tersier-butilbenzoil dapat mempengaruhi sifat lipofilisitas, elektronik dan sterik suatu senyawa.

Menurut Hansch, penambahan gugus 4-tersier-butilbenzoil dapat mempengaruhi sifat lipofilisitas, elektronik dan sterik suatu senyawa. BAB 1 PEDAHULUA Ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang sangat pesat. Perkembangan ini terjadi di segala bidang, termasuk bidang farmasi. Hal ini tampak dengan munculnya berbagai produk obat yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nyeri adalah mekanisme protektif untuk menimbulkan kesadaran bahwa telah terjadi kerusakan jaringan (Guyton dan Hall, 2000). Nyeri merupakan salah satu keluhan

Lebih terperinci

Beberapa keuntungan dari kromatografi planar ini :

Beberapa keuntungan dari kromatografi planar ini : Kompetensi Dasar: Mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan metode pemisahan dengan KLT dan dapat mengaplikasikannya untuk analisis suatu sampel Gambaran Umum KLT Kromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan

Lebih terperinci

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA PENDAHULUAN Glibenklamid merupakan sulfonylurea generasi kedua yang digunakan sebagai obat antidiabetik oral yang berperan menurunkan konsentrasi glukosa darah. Glibenklamid merupakan salah satu senyawa

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Tahap Sintesis Biodiesel Pada tahap sintesis biodiesel, telah dibuat biodiesel dari minyak sawit, melalui reaksi transesterifikasi. Jenis alkohol yang digunakan adalah metanol,

Lebih terperinci

mengakibatkan reaksi radang yang ditandai dengan adanya kalor (panas), rubor (kemerahan), tumor (bengkak), dolor (nyeri) dan functio laesa (gangguan

mengakibatkan reaksi radang yang ditandai dengan adanya kalor (panas), rubor (kemerahan), tumor (bengkak), dolor (nyeri) dan functio laesa (gangguan BAB 1 PEDAHULUA Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat memberikan dampak terhadap peradaban manusia. Kemajuan di setiap aspek kehidupan menuntut manusia untuk dapat beradaptasi dengan

Lebih terperinci

turunan oksikam adalah piroksikam (Siswandono dan Soekardjo, 2000). Piroksikam mempunyai aktivitas analgesik, antirematik dan antiradang kuat.

turunan oksikam adalah piroksikam (Siswandono dan Soekardjo, 2000). Piroksikam mempunyai aktivitas analgesik, antirematik dan antiradang kuat. BAB 1 PENDAHULUAN Nyeri adalah suatu mekanisme proteksi bagi tubuh yang timbul apabila jaringan mengalami kerusakan. Rasa nyeri sering disertai oleh respon emosional dan ambang toleransi nyeri berbeda-beda

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium Kimia Organik, Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Lampung.

Lebih terperinci

N N. Gambar 1.1. Struktur molekul piroksikam dan O-(3,4- diklorobenzoil)piroksikam.

N N. Gambar 1.1. Struktur molekul piroksikam dan O-(3,4- diklorobenzoil)piroksikam. BAB 1 PEDAHULUA Rasa nyeri merupakan perasaan tidak nyaman yang menyertai kerusakan jaringan dan timbul apabila rangsangan mekanik, termal, kimia atau listrik melampaui nilai ambang nyeri. Rasa nyeri dapat

Lebih terperinci

Piroksikam merupakan salah satu derivat oksikam, dan merupakan obat anti inflamasi non steroid (AINS) yang berkhasiat sebagai antiinflamasi,

Piroksikam merupakan salah satu derivat oksikam, dan merupakan obat anti inflamasi non steroid (AINS) yang berkhasiat sebagai antiinflamasi, BAB 1 PENDAHULUAN Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta pola penyakit di dunia menyebabkan semakin perlunya pengembangan obat baru, di mana obat baru tersebut bertujuan untuk mengurangi rasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007). Rasa nyeri merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (senyawa derivat p-aminofenol) sebagai analgesik dan antipiretik dideskripsikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (senyawa derivat p-aminofenol) sebagai analgesik dan antipiretik dideskripsikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Analgesik merupakan salah satu golongan obat yang paling sering digunakan oleh masyarakat Indonesia, dan analgesik yang pemakaiannya terbanyak di Indonesia (bahkan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring berkembangnya kemajuan di Indonesia saat ini, menyebabkan berbagai macam dampak yang mempengaruhi kehidupan dan tingkah laku yang kemudian akan mengarah pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Apotek Apabila kita lihat pengertian aslinya, sebenarnya apotek berasal dari bahasa Yunani apotheca, yang secara harfiah berarti penyimpanan. Dalam bahasa Belanda, apotek disebut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel Temulawak Terpilih Pada penelitian ini sampel yang digunakan terdiri atas empat jenis sampel, yang dibedakan berdasarkan lokasi tanam dan nomor harapan. Lokasi tanam terdiri

Lebih terperinci

pada penderita tukak lambung dan penderita yang sedang minum antikoagulan (Martindale, 1982). Pada penelitian ini digunakan piroksikam sebagai

pada penderita tukak lambung dan penderita yang sedang minum antikoagulan (Martindale, 1982). Pada penelitian ini digunakan piroksikam sebagai BAB 1 PENDAHULUAN Kemajuan penelitian beberapa tahun terakhir dalam bidang farmasi maupun kedokteran telah banyak menghasilkan obat baru dengan efek terapi yang lebih baik dan efek samping yang minimal.

Lebih terperinci

Daerah radiasi e.m: MHz (75-0,5 m)

Daerah radiasi e.m: MHz (75-0,5 m) NMR = NUCLEAR MAGNETIC RESONANCE = RESONANSI MAGNET INTI PENEMU: PURCELL, DKK (1945-1950), Harvard Univ. BLOCH, DKK, STANFORD. UNIV. Guna: - Gambaran perbedaan sifat magnet berbagai inti. - Dugaan letak

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor)

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor) 23 Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Penyiapan Sampel Kualitas minyak kastor yang digunakan sangat mempengaruhi pelaksanaan reaksi transesterifikasi. Parameter kualitas minyak kastor yang dapat menjadi

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK I

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK I LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK I PEMBUATAN ASAM ASETIL SALISILAT (ASPIRIN) Tanggal: 8 Oktober 2015 Dosen Pembimbing: Lina Elfita, M.Si, Apt Disusun oleh: Kelompok 3D Safizah Ummu Harisah (1112102000010)

Lebih terperinci

inflamasi non steroid turunan asam enolat derivat oksikam yaitu piroksikam (Mutschler, 1991; Gringauz, 1997). Piroksikam digunakan untuk pengobatan

inflamasi non steroid turunan asam enolat derivat oksikam yaitu piroksikam (Mutschler, 1991; Gringauz, 1997). Piroksikam digunakan untuk pengobatan BAB 1 PEDAHULUA Seiring dengan perkembangan zaman, banyak dilakukan pengembangan obat yang bertujuan untuk mendapatkan obat baru yang lebih baik sesuai dengan kebutuhan pasien. Modifikasi molekul pada

Lebih terperinci

SPEKTROSKOPI INFRA RED & SERAPAN ATOM

SPEKTROSKOPI INFRA RED & SERAPAN ATOM SPEKTROSKOPI INFRA RED & SERAPAN ATOM SPEKTROSKOPI INFRA RED Daerah radiasi IR: 1. IR dekat: 0,78 2,5 µm 2. IR tengah: 2,5 50 µm 3. IR jauh: 50 1000 µm Daerah radiasi spektroskopi IR: 0,78 1000 µm Penggunaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada umumnya, sebagian besar penyakit seringkali menimbulkan rasa nyeri. Walaupun nyeri ini sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi serta memudahkan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat-alat 1. Alat Destilasi 2. Batang Pengaduk 3. Beaker Glass Pyrex 4. Botol Vial 5. Chamber 6. Corong Kaca 7. Corong Pisah 500 ml Pyrex 8. Ekstraktor 5000 ml Schoot/ Duran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Nyeri adalah gejala penyakit atau kerusakan jaringan yang paling sering ditemukan. Rasa nyeri hanya merupakan suatu gejala yang berfungsi sebagai isyarat

Lebih terperinci

parakor (P), tetapan sterik Es Taft, tetapan sterik U Charton dan tetapan sterimol Verloop (Siswandono & Susilowati, 2000). Dalam proses perubahan

parakor (P), tetapan sterik Es Taft, tetapan sterik U Charton dan tetapan sterimol Verloop (Siswandono & Susilowati, 2000). Dalam proses perubahan BAB 1 PENDAHULUAN Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya dalam bidang farmasi dan obat-obatan, menyebabkan perlunya pengembangan obat baru untuk memenuhi kebutuhan pasar. Salah satu upaya

Lebih terperinci

banyak senyawa-senyawa obat yang diproduksi melalui jalur sintesis dan dapat digunakan dalam berbagai macam penyakit. Sintesis yang dilakukan mulai

banyak senyawa-senyawa obat yang diproduksi melalui jalur sintesis dan dapat digunakan dalam berbagai macam penyakit. Sintesis yang dilakukan mulai BAB 1 PENDAULUAN Nyeri merupakan salah satu masalah penting dalam kesehatan dan umumnya adalah gejala yang banyak diderita oleh masyarakat. Nyeri dapat didefinisikan sebagai perasaan sensoris dan emosional

Lebih terperinci

Penentuan struktur senyawa organik

Penentuan struktur senyawa organik Penentuan struktur senyawa organik Tujuan Umum: memahami metoda penentuan struktur senyawa organik moderen, yaitu dengan metoda spektroskopi Tujuan Umum: mampu membaca dan menginterpretasikan data spektrum

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1.

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1. PEMBAHASAN Pengaruh Pencucian, Delignifikasi, dan Aktivasi Ampas tebu mengandung tiga senyawa kimia utama, yaitu selulosa, lignin, dan hemiselulosa. Menurut Samsuri et al. (2007), ampas tebu mengandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya

BAB I PENDAHULUAN. rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Analgetika adalah zat-zat yang memiliki efek mengurangi atau melenyapkan rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri merupakan perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman. Pada umumnya nyeri berkaitan dengan kerusakan jaringan yang disebabkan oleh rangsangan mekanis, kimiawi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung.

III. METODE PENELITIAN di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung. 16 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2012 sampai dengan bulan Maret 2013 di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung. 3.2 Alat

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Agustus April 2013, bertempat di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Agustus April 2013, bertempat di III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Agustus 2012 -April 2013, bertempat di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas

Lebih terperinci

Gambar 1.2. Struktur senyawa N -(4-metilbenziliden)-2- metoksibenzohidrazida

Gambar 1.2. Struktur senyawa N -(4-metilbenziliden)-2- metoksibenzohidrazida BAB 1 PEDAULUA Pada umumnya penyakit yang terjadi pada manusia disertai dengan rasa nyeri. yeri merupakan gejala yang berfungsi mengingatkan bahwa di dalam tubuh kita terdapat gangguan pada jaringan. Selain

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCBAAN DAN PEMBAHASAN Penelitian ini bertujuan untuk membuat, mengisolasi dan mengkarakterisasi derivat akrilamida. Penelitian diawali dengan mereaksikan akrilamida dengan anilin sulfat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi seperti sekarang ini perkembangan dibidang industri farmasi berkembang sangat pesat. Hal disertai oleh perkembangan ilmu dan teknologi yang berkembang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi 2 dikeringkan pada suhu 105 C. Setelah 6 jam, sampel diambil dan didinginkan dalam eksikator, lalu ditimbang. Hal ini dilakukan beberapa kali sampai diperoleh bobot yang konstan (b). Kadar air sampel ditentukan

Lebih terperinci

Gambar 1.1. Struktur turunan N-arilhidrazon (senyawa A) CH 3

Gambar 1.1. Struktur turunan N-arilhidrazon (senyawa A) CH 3 BAB 1 PENDAHULUAN Seiring berkembangnya penelitian yang mengarah pada penemuan senyawa obat baru melalui jalur sintesis dan kemudian di gunakan untuk mengobati berbagai penyakit yang timbul di masyarakat,

Lebih terperinci

penghambat prostaglandin, turunan antranilat dan turunan pirazolinon. Mekanisme kerja NSAID adalah dengan jalan menghambat enzim siklooksigenase

penghambat prostaglandin, turunan antranilat dan turunan pirazolinon. Mekanisme kerja NSAID adalah dengan jalan menghambat enzim siklooksigenase BAB 1 PEDAULUA yeri seringkali merupakan suatu gejala yang berfungsi melindungi tubuh sekaligus sebagai isyarat mengenai adanya gangguan di jaringan seperti peradangan, infeksi jasad renik, atau kejang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Penentuan kadar air berguna untuk mengidentifikasi kandungan air pada sampel sebagai persen bahan keringnya. Selain itu penentuan kadar air berfungsi untuk mengetahui

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi dan Fraksinasi Sampel buah mahkota dewa yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari kebun percobaan Pusat Studi Biofarmaka, Institut Pertanian Bogor dalam bentuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penyiapan Sampel Sampel daging buah sirsak (Anonna Muricata Linn) yang diambil didesa Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo, terlebih

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Perkembangan obat mengalami kemajuan yang cukup pesat seiring dengan perkembangan jaman. Banyak penelitian yang dibutuhkan untuk mengatasi penyakit tersebut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan zaman saat ini, dimana kehidupan masyarakat semakin dimudahkan dengan perkembangan teknologi, secara tidak langsung mempengaruhi gaya hidup yang serba

Lebih terperinci

(b) Gambar 1.1. Struktur asam mefenamat (a) dan struktur turunan hidrazida dari asam mefenamat (b) Keterangan: Ar = 4-tolil, 4-fluorofenil, 3-piridil

(b) Gambar 1.1. Struktur asam mefenamat (a) dan struktur turunan hidrazida dari asam mefenamat (b) Keterangan: Ar = 4-tolil, 4-fluorofenil, 3-piridil BAB I PEDAULUA Asam salisilat merupakan kelompok senyawa obat yang telah dipergunakan secara luas karena memiliki efek sebagai analgesik, antipiretik, dan antiinflamasi. Turunan asam salisilat yang paling

Lebih terperinci

menghilangkan kesadaran. Berdasarkan kerja farmakologinya, analgesik dibagi dalam dua kelompok besar yaitu analgesik narkotik dan analgesik non

menghilangkan kesadaran. Berdasarkan kerja farmakologinya, analgesik dibagi dalam dua kelompok besar yaitu analgesik narkotik dan analgesik non BAB 1 PENDAHULUAN Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat memberikan dampak terhadap peradaban manusia. Hal ini, menuntut manusia untuk bisa beradaptasi dengan perkembangan tersebut

Lebih terperinci

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

BAB I TINJAUAN PUSTAKA BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Obat Tradisional Menurut peraturan menteri kesehatan nomor 007 tahun 2012 obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral,

Lebih terperinci

Hal ini disebabkan karena penambahan gugus-gugus pada struktur parasetamol tersebut menyebabkan perubahan sifat kimia fisika senyawa, yaitu sifat

Hal ini disebabkan karena penambahan gugus-gugus pada struktur parasetamol tersebut menyebabkan perubahan sifat kimia fisika senyawa, yaitu sifat BAB 1 PENDAHULUAN Dewasa ini, kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan mulai meningkat. Tak jarang masyarakat membeli obat-obat bebas dan bebas terbatas yang banyak dijumpai di apotek, sesuai gejala

Lebih terperinci

DiGregorio, 1990). Hal ini dapat terjadi ketika enzim hati yang mengkatalisis reaksi konjugasi normal mengalami kejenuhan dan menyebabkan senyawa

DiGregorio, 1990). Hal ini dapat terjadi ketika enzim hati yang mengkatalisis reaksi konjugasi normal mengalami kejenuhan dan menyebabkan senyawa BAB 1 PENDAHULUAN Dewasa ini, pengembangan obat obat baru terus dilakukan dengan upaya untuk meningkatkan potensi obat obatan yang ada. Adanya kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan yang demikian pesatnya,

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei-Desember 2013, bertempat di

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei-Desember 2013, bertempat di 22 III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei-Desember 2013, bertempat di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Sebanyak 5 kg buah segar tanaman andaliman asal Medan diperoleh dari Pasar Senen, Jakarta. Hasil identifikasi yang dilakukan oleh Pusat Penelitian

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Pembuatan Asap Cair Asap cair dari kecubung dibuat dengan teknik pirolisis, yaitu dekomposisi secara kimia bahan organik melalui proses pemanasan tanpa atau sedikit oksigen

Lebih terperinci

SPEKTROSKOPI RESONANSI MAGNET INTI (NMR = NUCLEAR MAGNETIC RESONANCE)

SPEKTROSKOPI RESONANSI MAGNET INTI (NMR = NUCLEAR MAGNETIC RESONANCE) SPEKTROSKOPI RESONANSI MAGNET INTI (NMR = NUCLEAR MAGNETIC RESONANCE) Spektrum inframerah suatu senyawa memberikan gambaran mengenai gugus fungsional dalam sebuah molekul organik. Spektroskopi resonansi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial. Nyeri adalah alasan utama seseorang

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV asil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Isolasi Kitin dari Limbah Udang Sampel limbah udang kering diproses dalam beberapa tahap yaitu penghilangan protein, penghilangan mineral, dan deasetilasi untuk

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Juli 2014,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Juli 2014, III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Juli 2014, bertempat di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas Matematika

Lebih terperinci

PATEN NASIONAL Nomor Permohonan Paten :P Warsi dkk Tanggal Permohonan Paten:19 November 2013

PATEN NASIONAL Nomor Permohonan Paten :P Warsi dkk Tanggal Permohonan Paten:19 November 2013 1 PATEN NASIONAL Nomor Permohonan Paten :P00147 Warsi dkk Tanggal Permohonan Paten:19 November 13 2, bis(4 HIDROKSI KLORO 3 METOKSI BENZILIDIN)SIKLOPENTANON DAN 2, bis(4 HIDROKSI 3 KLOROBENZILIDIN)SIKLOPENTANON

Lebih terperinci

kamar, dan didapat persentase hasil sebesar 52,2%. Metode pemanasan bisa dilakukan dengan metode konvensional, yaitu cara refluks dan metode

kamar, dan didapat persentase hasil sebesar 52,2%. Metode pemanasan bisa dilakukan dengan metode konvensional, yaitu cara refluks dan metode BAB 1 PEDAULUA Pengembangan suatu senyawa aktif dapat dilakukan dengan memodifikasi struktur suatu senyawa aktif atau memodifikasi senyawa induk dengan dasar pemilihan gugus atau substituen secara rasional.

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan 19 Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Biodiesel Minyak jelantah semula bewarna coklat pekat, berbau amis dan bercampur dengan partikel sisa penggorengan. Sebanyak empat liter minyak jelantah mula-mula

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Generik (Unbranded Drug) adalah obat dengan nama generik, nama

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Generik (Unbranded Drug) adalah obat dengan nama generik, nama BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Obat Nama Generik 2.1.1. Pengertian Obat Generik Obat Generik (Unbranded Drug) adalah obat dengan nama generik, nama resmi yang telah ditetapkan dalam Farmakope Indonesia dan

Lebih terperinci

SPEKTROMETRI MASSA. Kuliah Kimia Analisis Instrumen Pertemuan Ke 7.

SPEKTROMETRI MASSA. Kuliah Kimia Analisis Instrumen Pertemuan Ke 7. SPEKTROMETRI MASSA Kuliah Kimia Analisis Instrumen Pertemuan Ke 7 siti_marwati@uny.ac.id Spektrometri massa, tidak seperti metoda spektroskopi yang lain, tidak melibatkan interaksi antara radiasi ektromagnetik

Lebih terperinci

KIMIA. Sesi KIMIA UNSUR (BAGIAN IV) A. UNSUR-UNSUR PERIODE KETIGA. a. Sifat Umum

KIMIA. Sesi KIMIA UNSUR (BAGIAN IV) A. UNSUR-UNSUR PERIODE KETIGA. a. Sifat Umum KIMIA KELAS XII IPA - KURIKULUM GABUNGAN 12 Sesi NGAN KIMIA UNSUR (BAGIAN IV) A. UNSUR-UNSUR PERIODE KETIGA Keteraturan sifat keperiodikan unsur dalam satu periode dapat diamati pada unsur-unsur periode

Lebih terperinci

Spektrometer massa A. Garis besar tentang apa yang terjadi dalam alat spektrometer massa Ionisasi Percepatan Pembelokan Pendeteksian

Spektrometer massa A. Garis besar tentang apa yang terjadi dalam alat spektrometer massa Ionisasi Percepatan Pembelokan Pendeteksian Spektrometer massa A. Garis besar tentang apa yang terjadi dalam alat spektrometer massa Atom dapat dibelokkan dalam sebuah medan magnet (dengan anggapan atom tersebut diubah menjadi ion terlebih dahulu).

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan karakteristik dilakukan untuk mengetahui kebenaran identitas zat yang digunakan. Dari hasil pengujian, diperoleh karakteristik zat seperti yang tercantum

Lebih terperinci

BAB VII NUCLEAR MAGNETIC RESONANCE (RESONANSI

BAB VII NUCLEAR MAGNETIC RESONANCE (RESONANSI BAB VII NUCLEAR MAGNETIC RESONANCE (RESONANSI INTl MAGNIT) 1. Pendahuluan Pada tahun 1945, dua group saijana fisika Purcell, Tony dan Pound (Harvard University) dan Bloch, Hansen dan Packard (Stanford

Lebih terperinci

Kondensasi Benzoin Benzaldehid: Rute Menujuu Sintesis Obat Antiepileptik Dilantin

Kondensasi Benzoin Benzaldehid: Rute Menujuu Sintesis Obat Antiepileptik Dilantin Laporan Praktikum Senyawa Organik Polifungsi KI2251 1 Kondensasi Benzoin Benzaldehid: Rute Menujuu Sintesis Obat Antiepileptik Dilantin Antika Anggraeni Kelas 01; Subkelas I; Kelompok C; Nurrahmi Handayani

Lebih terperinci

),parakor (P), tetapan sterik Es Taft, tetapan sterik U Charton dan tetapan sterimol Verloop (Siswandono & Susilowati, 2000). Dalam proses perubahan

),parakor (P), tetapan sterik Es Taft, tetapan sterik U Charton dan tetapan sterimol Verloop (Siswandono & Susilowati, 2000). Dalam proses perubahan BAB 1 PENDAHULUAN Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya dalam bidang farmasi dan obat-obatan, menyebabkan perlunya pengembangan obat baru untuk memenuhi kebutuhan pasar. Salah satu upaya

Lebih terperinci

memodifikasi struktur senyawa obat dengan penambahan gugus yang bertujuan untuk mengetahui seberapa besar sumbangan gugus tersebut dalam meningkatkan

memodifikasi struktur senyawa obat dengan penambahan gugus yang bertujuan untuk mengetahui seberapa besar sumbangan gugus tersebut dalam meningkatkan BAB 1 PEDAULUA aat ini perkembangan obat sangat dibutuhkan oleh masyarakat. bat yang tersedia saat ini, terutama obat-obat analgesik sangat umum dan banyak digunakan. ebagian besar penyakit yang timbul

Lebih terperinci

4002 Sintesis benzil dari benzoin

4002 Sintesis benzil dari benzoin 4002 Sintesis benzil dari benzoin H VCl 3 + 1 / 2 2 + 1 / 2 H 2 C 14 H 12 2 C 14 H 10 2 (212.3) 173.3 (210.2) Klasifikasi Tipe reaksi dan penggolongan bahan ksidasi alkohol, keton, katalis logam transisi

Lebih terperinci

Spektroskopi IR Dalam Penentuan Struktur Molekul Organik Posted by ferry

Spektroskopi IR Dalam Penentuan Struktur Molekul Organik Posted by ferry Spektroskopi IR Dalam Penentuan Struktur Molekul Organik 08.30 Posted by ferry Spektrofotometri inframerah lebih banyak digunakan untuk identifikasi suatu senyawa melalui gugus fungsinya. Untuk keperluan

Lebih terperinci

Prinsip dasar alat spektroskopi massa: ANALISIS MASSA. Fasa Gas (< 10-6 mmhg)

Prinsip dasar alat spektroskopi massa: ANALISIS MASSA. Fasa Gas (< 10-6 mmhg) Spektroskopi Massa Spektroskopi Masssa adalah alat untuk mendapatkan BERAT MOLEKUL. Alat ini mengukur m/z, yaitu perbandingan MASSA terhadap muatan (umumnya muatan +1). Contoh: Spektroskopi Massa Prinsip

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman berkaitan dengan kerusakan jaringan (Tan dan Rahardja, 2007). Rasa nyeri merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri merupakan salah satu gangguan yang sering dialami oleh banyak orang didunia. Sekitar 50 juta orang Amerika terganggu aktivitasnya karena nyeri (Dipiro et al.,2005).

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 ASIL PECBAAN DAN PEMBAASAN Transesterifikasi, suatu reaksi kesetimbangan, sehingga hasil reaksi dapat ditingkatkan dengan menghilangkan salah satu produk yang terbentuk. Penggunaan metil laurat dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Raman merupakan teknik pembiasan sinar yang memiliki berbagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Raman merupakan teknik pembiasan sinar yang memiliki berbagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Dasar Spektroskopi Raman Raman merupakan teknik pembiasan sinar yang memiliki berbagai keunggulan dalam penggunaannya. Dalam spektrum Raman tidak ada dua molekul yang

Lebih terperinci

SPEKTROMETRI MASSA (MASS SPECTROMETRI, MS)

SPEKTROMETRI MASSA (MASS SPECTROMETRI, MS) SPEKTROMETRI MASSA (MASS SPECTROMETRI, MS) Anna Permanasari 003 1 Spektrometri massa Teknik analisis instrumental untuk membantu identifikasi dan elusidasi struktur molekul senyawa murni berdasarkan massa

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM SINTESIS SENYAWA ORGANIK

LAPORAN PRAKTIKUM SINTESIS SENYAWA ORGANIK Paraf Asisten LAPRAN PRAKTIKUM SINTESIS SENYAWA RGANIK Judul : Sintesis Para Nitroasetanilida Tujuan Percobaan : Memperlajari reaksi nitrasi senyawa aromatis Pendahuluan Asetanilida adalah senyawa turunan

Lebih terperinci

Gambar IV 1 Serbuk Gergaji kayu sebelum ekstraksi

Gambar IV 1 Serbuk Gergaji kayu sebelum ekstraksi Bab IV Pembahasan IV.1 Ekstraksi selulosa Kayu berdasarkan struktur kimianya tersusun atas selulosa, lignin dan hemiselulosa. Selulosa sebagai kerangka, hemiselulosa sebagai matrik, dan lignin sebagai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberculosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis (Mutschler, 1991). Tuberculosis (TB) menyebar antar individu terutama

Lebih terperinci

5013 Sintesis dietil 2,6-dimetil-4-fenil-1,4-dihidropiridin-3,5- dikarboksilat

5013 Sintesis dietil 2,6-dimetil-4-fenil-1,4-dihidropiridin-3,5- dikarboksilat NP 5013 Sintesis dietil 2,6-dimetil-4-fenil-1,4-dihidropiridin-3,5- dikarboksilat NH 4 HC 3 + + 2 C 2 C 2 C 2 H CH 3 H 3 C N CH 3 H + 4 H 2 + C N 3 C 7 H 6 C 6 H 10 3 C 19 H 23 4 N C 2 (79.1) (106.1) (130.1)

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM ASPIRIN

LAPORAN PRAKTIKUM ASPIRIN LAPORAN PRAKTIKUM ASPIRIN I. Tujuan Praktikum 1. Melakukan sintesis aspirin dari asam salisilat dan asam asetat anhibrida 2. Menjelaskan prinsip asetilasi II. Landasan Teoritis Reaksi asam salisilat (asam

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian 3.1 Alat dan Bahan Peralatan yang diperlukan pada penelitian ini meliputi seperangkat alat gelas laboratorium kimia (botol semprot, gelas kimia, labu takar, erlenmeyer, corong

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Determinasi Tumbuhan Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA UPI Bandung untuk mengetahui dan memastikan famili dan spesies tumbuhan

Lebih terperinci

4 Pembahasan. 4.1 Sintesis Resasetofenon

4 Pembahasan. 4.1 Sintesis Resasetofenon 4 Pembahasan 4.1 Sintesis Resasetofenon O HO H 3 C HO ZnCl 2 CH 3 O Gambar 4. 1 Sintesis resasetofenon Pada sintesis resasetofenon dilakukan pengeringan katalis ZnCl 2 terlebih dahulu. Katalis ZnCl 2 merupakan

Lebih terperinci

Kromatografi Gas-Cair (Gas-Liquid Chromatography)

Kromatografi Gas-Cair (Gas-Liquid Chromatography) Kromatografi Gas-Cair (Gas-Liquid Chromatography) Kromatografi DEFINISI Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran didasarkan atas perbedaan distribusi dari komponen-komponen campuran tersebut diantara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diklofenak 2.1.1 Kalium diklofenak Menurut Anonim (2009), uraian tentang kalium diklofenak adalah sebagai berikut: Rumus bangun : Rumus molekul : C 14 H 10 Cl 2 KNO 2 Berat

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April Januari 2013, bertempat di

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April Januari 2013, bertempat di 30 III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 - Januari 2013, bertempat di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Banyaknya permasalahan yang ada pada masyarakat modern menjadi salah satu penyebab timbulnya keluhan sakit kepala atau nyeri. Rasa sakit atau nyeri adalah perasaan

Lebih terperinci

ANALGETIKA. Non-Steroidal Antiinflamatory Drugs (OAINS/Obat Antiinflamasi Non-Steroid) Analgetika opioid. Analgetika opioid

ANALGETIKA. Non-Steroidal Antiinflamatory Drugs (OAINS/Obat Antiinflamasi Non-Steroid) Analgetika opioid. Analgetika opioid ANALGETIKA Analgetika dikelompokkan menjadi 2 : Analgetika opioid NSAID/Non Non-Steroidal Antiinflamatory Drugs (OAINS/Obat Antiinflamasi Non-Steroid) Analgetika opioid Mengurangi nyeri dan menimbulkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. 1 (5 September 2006)

PENDAHULUAN. 1  (5 September 2006) PENDAULUAN Makanan, kebutuhan pokok bagi manusia, dapat mengandung kontaminan kimia yang dapat mengganggu kesehatan. leh karena itu keamanan pangan (food safety) merupakan hal yang sangat penting. Akrilamida

Lebih terperinci

Para-aminofenol Asetanilida Parasetamol Gambar 1.1 Para-aminofenol, Asetanilida dan Parasetamol (ChemDraw Ultra, 2006).

Para-aminofenol Asetanilida Parasetamol Gambar 1.1 Para-aminofenol, Asetanilida dan Parasetamol (ChemDraw Ultra, 2006). BAB 1 PENDAHULUAN Demam dapat disebabkan gangguan pusat pengaturan suhu tubuh pada hipotalamus dari kerusakan atau ketidakmampuan untuk menghilangkan peningkatan produksi panas. Keadaan suhu tubuh di atas

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1.

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1. BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada awal penelitian dilakukan determinasi tanaman yang bertujuan untuk mengetahui kebenaran identitas botani dari tanaman yang digunakan. Hasil determinasi menyatakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan Desain dan Sintesis Amina Sekunder

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan Desain dan Sintesis Amina Sekunder BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Sintesis amina sekunder rantai karbon genap dan intermediat-intermediat sebelumnya dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Institut Pertanian Bogor. Sedangkan

Lebih terperinci

SINTESIS KLOROFORM. I. TUJUAN 1. Membuat kloroform dengan bahan dasar aseton dan kaporit. 2. Menghitung rendemen kloroform yang terbentuk.

SINTESIS KLOROFORM. I. TUJUAN 1. Membuat kloroform dengan bahan dasar aseton dan kaporit. 2. Menghitung rendemen kloroform yang terbentuk. SINTESIS KLOROFORM I. TUJUAN 1. Membuat kloroform dengan bahan dasar aseton dan kaporit. 2. Menghitung rendemen kloroform yang terbentuk. II. TEORI Kloroform merupakan senyawa turunan dari alkana yaitu

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Padatan TiO 2 Amorf Proses sintesis padatan TiO 2 amorf ini dimulai dengan melarutkan titanium isopropoksida (TTIP) ke dalam pelarut etanol. Pelarut etanol yang digunakan

Lebih terperinci

Sintesis Organik Multitahap: Sintesis Pain-Killer Benzokain

Sintesis Organik Multitahap: Sintesis Pain-Killer Benzokain Sintesis Organik Multitahap: Sintesis Pain-Killer Benzokain Safira Medina 10512057; K-01; Kelompok IV shasamedina@gmail.com Abstrak Sintesis ester etil p-aminobenzoat atau benzokain telah dilakukan melalui

Lebih terperinci

KIMIA ANALISIS ORGANIK (2 SKS)

KIMIA ANALISIS ORGANIK (2 SKS) KIMIA ANALISIS ORGANIK (2 SKS) 1.PENDAHULUAN 2.KONSEP DASAR SPEKTROSKOPI 3.SPEKTROSKOPI UV-VIS 4.SPEKTROSKOPI IR 5.SPEKTROSKOPI 1 H-NMR 6.SPEKTROSKOPI 13 C-NMR 7.SPEKTROSKOPI MS 8.ELUSIDASI STRUKTUR Teknik

Lebih terperinci