KAJIAN EVALUASI PEMANFAATAN LAHAN DAN INTENSITAS PEMANFAATAN LAHAN DI KAWASAN PURUS KOTA PADANG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN EVALUASI PEMANFAATAN LAHAN DAN INTENSITAS PEMANFAATAN LAHAN DI KAWASAN PURUS KOTA PADANG"

Transkripsi

1 KAJIAN EVALUASI PEMANFAATAN LAHAN DAN INTENSITAS PEMANFAATAN LAHAN DI KAWASAN PURUS KOTA PADANG Vici Armi Marjohan, Tomi Eriawan, Haryani Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Bung Hatta, Padang viciarmimarjohan@gmail.com, tomi.visi@gmail.com, irharyanimtp@yahoo.co.id ABSTRAK Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) merupakan salah satu program pembangunan dalam rangka perancangan suatu kawasan dan lingkungan. Guna mencegah terjadinya peralihan fungsi lahan secara tidak terkendali dan ketidakberaturan. Masa pelaksanaan program RTBL Kawasan Purus telah diberlakukan dari tahun Namun sejauh ini masih terdapat pemanfaatan lahan di Kawasan Purus yang belum sesuai dengan rencana peruntukan lahannya. Atas dasar inilah perlu dilakukan penelitian ini yang bertujuan untuk mengevaluasi kesesuaian dan kondisi yang berbeda antara pemanfaatan lahan dan intensitas pemanfaatan lahan saat sekarang dengan rencana peruntukannya di dalam dokumen dan peta RTBL Kawasan Purus. Serta mencari faktor-faktor yang menyebabkan ketidaksesuaian. Metode penelitian ini merupakan deskriptif kuantitatif. Data primer dari pengamatan lapangan dan hasil wawancara, sedangkan data sekunder RTBL Kawasan Purus tahun 2010, serta foto citra Purus pada tahun Metode analisis yang digunakan menggunakan teknik overlay dan scoring. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kesesuaian tinggi yang sesuai dengan arahan RTBL terdapat pada pemanfaatan lahan, Koefisien Lantai Bangunan, dan Ketinggian Lantai Maksimal. Faktor-faktor yang menyebabkan ketidaksesuaian dapat disimpulkan: faktor kebijakan, pihak pemerintah, dan swasta/pemilik bangunan. Kata Kunci : Evaluasi,, Pemanfaatan Lahan, Intensitas Pemanfaatan Lahan. Pembimbing I Pembimbing II (Tomi Eriawan, S.T., M.T.) (Ir. Haryani, M.T.) 1

2 EVALUATION STUDY OF LAND APPEARANCE AND INTENSITY OF LAND USE OF PURUS DISTRICT PADANG CITY Vici Armi Marjohan, Tomi Eriawan, Haryani Department of Regional and City Planning Faculty of Civil Engineering and Planning University of Bung Hatta, Padang ABSTRACT The Building and Environment Plan (RTBL) is one of the development programs in order to design an area and environment. In order to prevent the occurrence of the transfer of uncontrolled land functions and irregularities. The implementation of the Purwakarta RTBL program has been implemented from But so far there is still land utilization in Purus area that is not in accordance with the plan of land allotment. On this basis it is necessary to conduct this study which aims to evaluate the suitability and different conditions between land use and current land use intensity with its designation plan in the Purus Area RTBL document and maps. As well as looking for factors that cause nonconformity. This research method is descriptive quantitative. Primary data from field observation and interview result, while secondary data of RTBL Purus Area year 2010, and also image of Purus image in Analyze method used using overlay and scoring technique. The results showed that the high suitability level in accordance with RTBL directives was found in land use, Coefficient of Building Floor, and Maximum Floor Height. Factors causing nonconformities can be inferred: policy factors, government, and private / building owners. Keywords: Evaluation, Conformity, Land Utilization, Intensity of Land Utilization. 2

3 PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam pembangunan kota terdapat hubungan yang sangat erat antara masyarakat terhadap ruang sebagai wadah kegiatan. Disadari bahwa berbagai macam usaha pembangunan telah dilaksanakan di Kota Padang selama ini. Perkembangan pembangunan kota ini dapat bersifat positif bila aturan yang terbentuk mengacu pada kepentingan lingkungan secara bersama, dan akan bersifat sebaliknya bila perkembangan yang berjalan merupakan perwujudan kepentingan masing-masing individu. Kawasan Purus yang berada di Kecamatan Padang Barat merupakan salah satu kawasan strategis disepanjang pantai Kota Padang. Sebagai salah satu objek wisata pantai, koridor Jalan Samudera tepatnya pesisir Kawasan Purus merupakan tempat yang paling sering dikunjungi oleh wisatawan, baik wisatawan lokal maupun wisatawan asing. Kegiatan wisata seperti wisata pantai, wisata kuliner, berolahraga, taman bermain, tempat berkumpul masyarakat menikmati suasana pantai dan lain sebagainya. Berhubungan dengan studi kasus, secara fisik Kawasan Purus telah mengalami perkembangan yang relatif pesat, yang tidak terlepas dari perkembangan kegiatan lainnya. Perkembangan fisik yang sedemikian pesat juga terkait dengan perkembangan Kota Padang, yang mana Kawasan Purus tidak lagi berkedudukan sebagai kawasan kumuh nelayan sebagaimana dirasakan sekitar dua sampai satu dekade yang lalu. Akan tetapi Kawasan Purus sudah merupakan kawasan yang bersifat kota, dengan segala dampak dan bercampur aduknya kegiatan dan lingkungan secara fisik. Keterbatasan sumber daya kota serta aturan hukum yang belum tepat, mengakibatkan ketidakmampuan dalam meningkatkan kualitas lingkungan, seperti terjadinya pencemaran, kemacetan, hilangnya ruang publik dan ruang terbuka hijau, serta pemicu bencana alam seperti banjir dan sebagainya. Konsep umum yang tertuang dalam dokumen RTBL di sepanjang koridor Jalan Samudera yang melintasi Kawasan Purus adalah pembentukan ruang terbuka serta pelestarian lingkungan alam dan pariwisata. Dalam perkembangannya, kegiatan wisata pada Kawasan Purus telah menunjukkan kegiatan lain yang mencolok. Sepanjang 3 pesisir Kawasan Purus yang seharusnya berfungsi lindung sebagai ruang terbuka, telah berkembang kegiatan usaha kecil seperti pedagang kaki lima (PKL). Adanya atraksi wisata seperti olahraga pantai, tamasya keluarga, serta pemakaian badan jalan oleh PKL di dekat pantai muaro lasak yang diikuti oleh banyaknya pengunjung. Hal ini mengakibatkan kemacetan dibeberapa lokasi dan persimpangan jalan menuju Kawasan Purus pada waktu-waktu tertentu. Konsep umum yang tertuang dalam dokumen RTBL di sebelah timur Kawasan Purus, yaitu Jalan Veteran dan Jalan Ir. Juanda adalah pelayanan perdagangan dan jasa. Koridor ini menyediakan ruang untuk menampung tenaga kerja, dalam wadah berupa kantor pemerintahan, perkantoran, pertokoan, jasa, hotel, rekreasi dan pelayanan masyarakat, dengan skala pelayanan regional maupun skala kota. Penataan kawasan perkotaan Kota Padang melalui Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (selanjutnya akan disingkat menjadi RTBL), merupakan salah satu program pembangunan dalam rangka perancangan suatu kawasan dan lingkungan. Guna mencegah terjadinya peralihan fungsi lahan secara tidak terkendali dan ketidakberaturan. Masa pelaksanaan program Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan Kawasan Purus telah diberlakukan dari tahun Tahun 2017 merupakan tahun kedua setelah berakhirnya masa pelaksanaan program RTBL. Namun sejauh ini masih terdapat pemanfaatan lahan di Kawasan Purus yang belum sesuai dengan rencana peruntukan lahannya. Atas dasar inilah perlu dilakukan evaluasi Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan untuk melihat seberapa jauh kesesuaian antara panduan perancangan yang ditetapkan dalam dokumen RTBL Kawasan Purus dengan kondisi aktual kawasan studi saat sekarang. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini ialah : 1. Menilai tingkat kesesuaian pemanfaatan lahan dan intensitas pemanfaatan lahan yang ada saat ini dengan rencana peruntukan lahan dan rencana intensitas pemanfaatan lahan yang telah dibuat dalam RTBL Kawasan Purus tahun Mengetahui hal-hal yang menyebabkan

4 ketidaksesuaian pemanfaatan lahan dan intensitas pemanfaatan lahan di Kawasan Purus. TINJAUAN LITERATUR Evaluasi Dunn (2003) mengemukakan bahwa evaluasi membuahkan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan tentang ketidaksesuaian antara kinerja kebijakan yang diharapkan dengan yang benar-benar dihasilkan. Evaluasi bertujuan untuk mengukur, membandingkan dan menilai sesuatu yang telah dijadikan keputusan. Dalam artian lain evaluasi merupakan suatu proses untuk mengetahui kekurangan atau kelebihan suatu program atau kegiatan serta mengukur keefektifannya. Jika dikaitkan dengan tujuan evaluasi, Badjuri dan Yuwono (2002) yang mengutip dari Finance (1994) mengemukakan empat tipe evaluasi, yaitu : evaluasi kecocokan (appropriateness evaluation), evaluasi efektifitas (effectiveness evaluation), evaluasi efisiensi (efficiency evaluation), evaluasi meta (meta evaluation). Lokasi Penelitian Di dalam dokumen Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan Kawasan Purus yang disusun tahun 2010, konsentrasi perencanaan RTBL kawasan studi berada di tiga kelurahan yang terdapat di Kecamatan Padang Barat. yaitu Kelurahan Purus, Kelurahan Rimbo Kaluang, dan Kelurahan Flamboyan baru. Deliniasi Kawasan Purus memiliki luasan lahan ± 60 Ha. Penetapan deliniasi kawasan tersebut dibagi atas sembilan blok peruntukan lahan atau dua puluh empat subblok. Yang mana memiliki aktifitas dan fungsi beragam dimasing-masing peruntukannya. Secara fisik berbatasan dengan : o Sebelah Utara : Anak Sungai dan Jalan Lingkungan. o Sebelah Selatan : Jalan Purus III. o Sebelah Timur : Jalan Veteran dan Jalan Ir.H.Juanda o Sebelah Barat : Samudera Indonesia. Gambaran tentang batasan kawasan studi dapat dijelaskan pada peta berikut : Kota Padang Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan Berdasarkan Permen PU Nomor 06/PRT/M/2007, Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) adalah panduan rancang bangun suatu lingkungan/kawasan yang dimaksudkan untuk mengendalikan pemanfaatan ruang, penataan bangunan dan lingkungan, serta memuat materi pokok ketentuan program bangunan dan lingkungan, rencana umum dan panduan rancangan, rencana investasi, ketentuan pengendalian rencana, dan pedoman pengendalian pelaksanaan pengembangan lingkungan/kawasan. Kawasan perencanaan RTBL mencakup suatu lingkungan/kawasan dengan luas 5 sampai dengan 60 hektar, dengan ketentuan sebagai berikut : 1. Kota metropolitan dengan luasan minimal 5 ha. 2. Kota besar/sedang dengan luasan ha. 3. Kota kecil dengan luasan ha. METODE PENELITIAN 4 Kawasan Studi Gambar 1. Peta Kawasan Studi Metode Pendekatan Kecamatan Padang Barat Metode pendekatan yang dilakukan pada penelitian ini adalah dengan pendekatan deskriptif kuantitatif, visual, dan triangulasi. Pendekatan secara deskriptif kuantitatif, yakni data dan informasi yang diperoleh, diolah dan disajikan dengan menggunakan bentuk tabeltabel frekuensi dan persentase. Lalu

5 membandingkan kondisi eksisting dengan ketetapan rencana RTBL Kawasan Purus yang ditinjau berdasarkan rencana peruntukan lahan dan intensitas pemanfaatan lahan. Pendekatan visual, yakni penggambaran obyek secara langsung dan alat analisis yang digunakan berupa peta-peta dan gambar foto obyek. Pendekatan triangulasi, yakni pemeriksaan keabsahan data dengan membandingkan hasil wawancara terhadap objek penelitian. Triangulasi dapat dilakukan dengan teknik yang berbeda dan beragam sumber data, yaitu wawancara, observasi, dan dokumen. Triangulasi pada dasarnya akan mengurangi kesalahan ataupun penyimpangan informasi bila hanya menggunakan satu sumber data, atau metoda. Metode Pengumpulan Data dan Informasi Kegiatan pengumpulan data dan informasi merupakan pengamatan dan pencatatan terhadap kondisi obyek pemantauan di lapangan. Data dan informasi yang diamati di lapangan berupa kondisi aktual sehingga menghasilkan berbagai informasi yang akurat. Pengumpulan data primer dengan cara pengamatan dan pengukuran di lapangan, serta wawancara. Sedangkan pengumpulan data sekunder yaitu untuk mengumpulkan data/dokumen tertulis yang berkaitan dengan penelitian pada dinas/instansi terkait. Data sekunder tersebut diperoleh dari instansi Bappeda Kota Padang, Departemen Pekerjaan Umum Propinsi Sumatera Barat, Dinas PU dan Penataan Ruang Kota Padang, Badan Pusat Statistik, serta data dari Kantor Kecamatan Padang Barat dan Kantor Kelurahan. kemudian dari kumpulan data tersebut dilakukan koleksi dan analisis sesuai dengan keperluan. Adapun sampel pada penelitian ini adalah pemanfaatan lahan, bangunan, dan narasumber. Metode Analisis Data Dalam penulisan studi ini, teknik analisis data menggunakan teknik analisis overlay. Pemanfaatan lahan dan intensitas pemanfaatan lahan yang dibagi berdasarkan sub-blok tersebut dinilai dengan tumpang tindih antara peta rencana peruntukan lahan dan intensitas pemanfaatan lahan dengan peta kondisi eksisting di masa sekarang. Selanjutnya ditemukenalinya tingkat 5 kesesuaian pemanfaatan lahan dan intensitas pemanfaatan lahan di Kawasan Purus. Didalam studi ini dilakukan penilaian kesesuaian berdasarkan pembagian sub-blok kawasan dengan kelas informasinya yang berkaitan dengan pemanfaatan lahan dan intensitas pemanfaatan lahan. Pemberian nilai kesesuaian sub-blok ditekankan berdasarkan draft Peraturan Menteri atau rapermen Pekerjaan Umum tentang Pedoman Pemantauan dan Evaluasi Pemanfaatan Ruang Wilayah Kota Berbasis Sistem Informasi Geografis. Lebih rincinya dapat dijelaskan pada tabel berikut : No Tabel 1. Tabel Penilaian Evaluasi Persen Tingkat ase Kesesu Keterangan Keses aian uaian > 50 % % > 25 % - 50 % 0 % - 25 % Tinggi Sedang Rendah Pelaksanaan pemanfaatan ruang telah sesuai dengan rujukan rencana tata ruang (termasuk indikasi program). Pemanfaatan ruang masih belum sepenuhnya sesuai dengan rencana tata ruang. Pemanfaatan ruang belum sesuai dengan rencana tata ruang. Sumber: Kriteria berdasarkan Hasil Studi JICA Kementerian PU tentang Pedoman dan Evaluasi Pemanfaatan Ruang Wilayah Kota Berbasis GIS. HASIL DAN PEMBAHASAN Evaluasi Pemanfaatan Lahan Hasil pengamatan di lapangan terlihat beberapa pemanfaatan lahan di Kawasan Purus sudah sesuai dengan perencanaan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL). Namun beberapa kegiatan lainnya tidak sesuai dengan panduan perancangan sebagaimana yang ditetapkan dalam Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL). Penetapan deliniasi kawasan tersebut dibagi atas sembilan blok peruntukan lahan atau dua puluh empat sub-blok. Hasil kajian menemukan bahwa terdapat 12 sub-blok yang tingkat kesesuaian tinggi atau sebesar 50% dari jumlah total

6 keseluruhan blok/sub-blok. Dua sub-blok dengan tingkat kesesuaian sedang atau sebesar 8%, serta sepuluh sub-blok dengan tingkat kesesuaian rendah atau sebesar 42%. Lebih rincinya dapat dijelaskan pada tabel 2 (lampiran). Evaluasi Koefisien Dasar Bangunan Evaluasi intensitas pemanfaatan lahan terhadap Koefisien Dasar Bangunan (KDB). Dari hasil pengamatan dan pengukuran di lapangan, hasil analisa menyatakan bahwa terdapat delapan sub-blok yang sudah sesuai dengan ketetapan rencana KDB atau sebesar 33% dari jumlah total peruntukan blok/subblok, dan 16 sub-blok lagi tidak sesuai dengan ketetapan rencana KDB atau sebesar 67% dari jumlah total peruntukan blok/sub-blok. Untuk lebih rincinya tingkatan kesesuaian KDB dapat dijelaskan pada tabel 3 (lampiran). Evaluasi Koefisien Lantai Bangunan Evaluasi intensitas pemanfaatan lahan terhadap Koefisien Lantai Bangunan (KLB). Dari hasil pengamatan dan pengukuran di lapangan, hasil analisa menyatakan bahwa terdapat 17 (tujuh belas) sub-blok yang sudah sesuai dengan ketetapan rencana KLB atau sebesar 71% dari jumlah total peruntukan blok/sub-blok, dan 7 (tujuh) sub-blok lagi tidak sesuai dengan ketetapan rencana KLB atau sebesar 29% dari jumlah peruntukan blok/sub-blok. Untuk lebih rincinya tingkatan kesesuaian KLB dapat dijelaskan pada tabel 4 (lampiran). Evaluasi Ketinggian (Lantai) Maksimal Evaluasi intensitas pemanfaatan lahan terhadap ketinggian (lantai) maksimal. Dari hasil pengamatan dan pengukuran di lapangan, hasil analisa menyatakan bahwa terdapat 17 (tujuhbelas) sub-blok yang sudah sesuai dengan ketetapan rencana ketinggian lantai maksimal atau sebesar 71% dari jumlah total peruntukan blok/sub-blok, dan 7 (tujuh) sub-blok lagi tidak sesuai dengan ketetapan rencana ketinggian lantai maksimal atau sebesar 29% dari jumlah peruntukan blok/subblok. Untuk lebih rincinya tingkatan kesesuaian ketinggian (lantai) maksimal dapat dijelaskan pada tabel 5 (lampiran). Faktor faktor Penyebab Ketidaksesuaian Pemanfaatan Lahan dan Intensitas Pemanfaatan Lahan di Kawasan Purus Berdasarkan pengamatan dan informasi terdapat tiga aspek yang digolongkan dalam faktor yang menyebabkan ketidaksesuaian terhadap pemanfaatan lahan dan intensitas pemanfaatan lahan di Kawasan Purus. Antara lain adalah : 1. Kebijakan Faktor utama yang menyebabkan ketidaksesuaian pemanfaatan lahan dan intensitas pemanfaatan lahan dengan kondisi di lapangan adalah lemahnya dasar hukum RTBL. Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan bahwa Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kawasan Purus telah disusun oleh Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Sumatera Barat yang bermitra dengan swasta, namun tindak lanjut dengan Peraturan Daerah (Perda) Kota Padang ataupun Peraturan Walikota (Perwako) masih dalam proses legalitas. 2. Pihak Pemerintah a. Penyebab ketidaksesuaian pemanfaatan lahan dan intensitas pemanfaatan lahan adalah belum optimalnya koordinasi ataupun informasi antar pihak kelembagaan pemerintah Kota Padang sampai ketingkatan terendah, yaitu tingkat kelurahan beserta RW dan RT. Pada dasarnya pemanfaatan ruang tersebut akan terasa lebih terstruktur jika adanya koordinasi yang jelas antara pemerintah dengan masyarakat itu sendiri. b. Kurangnya pengendalian dan pengawasan terhadap bangunan dan lingkungan. Setelah Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dimiliki oleh pemilik bangunan jarang sekali dilakukan pengecekan ulang pada saat bangunan sudah selesai dibangun. Sehingga banyak pemilik bangunan memanfaatkan semaksimal mungkin lahan yang ada. Selain itu lemahnya ketegasan hukum akan penataan ruang, khususnya dalam penataan Pedagang Kaki Lima (PKL) di sekitaran Pantai Muaro Lasak. c. Kesulitan pemerintah dalam meningkatkan status lahan. Karena 6

7 pemanfaatan lahan sebagai permukiman berupa rumah/hunian sudah lama dikuasai oleh masyarakat. Sebelum pelaksanaan pembangunan, pemerintah selalu berpatokan kepada dana atau anggaran. Sehingga hal tersebut membatasi anggaran pemerintah dalam pembebasan lahan ataupun bangunan. 3. Pihak Swasta/Pemilik Bangunan Ketidaktahuan masyarakat bahwa lahan yang ditempati tidak sesuai dengan peruntukan kawasan sebagaimana telah ditetapkan dalam dokumen dan peta rencana penataan bangunan dan lingkungan. Bangunan yang ditempati oleh masyarakat sudah lama didirikan, sehingga pada umumnya masyarakat tidak mengetahui bahwa bangunan yang ditempati tersebut ada yang sudah melanggar aturan intensitas pemanfaatan lahan seperti KDB, KLB, Ketinggian lantai maksimal. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian evaluasi pemanfaatan lahan dan intensitas pemanfaatan lahan di Kawasan Purus, maka dapat diberikan kesimpulan sebagai berikut : 1. Pada bagian hasil dan pembahasan penelitian ditemukan bahwa kesesuaian rencana dengan pemanfaatan lahan dan intensitas pemanfaatan lahan eksisting dapat dikategorikan menjadi tiga tingkatan. Yaitu kesesuaian tinggi, sedang, dan rendah. Lebih jelasnya sebagai berikut : a) Tingkat kesesuaian tinggi terdapat pada pemanfaatan lahan, Koefisien Lantai Bangunan (KLB), dan ketinggian (lantai) maksimal. Artinya pemanfaatan ruang atau kondisi eksisting yang ada, sudah sesuai dengan arahan fungsi kawasan dan peruntukannya dalam dokumen dan peta rencana tata bangunan dan lingkungan. Dalam artian kondisi eksisting Kawasan Purus benar-benar sesuai dengan arahan rencana pemanfaatan ruang sebagaimana yang telah ditetapkan. 7 b) Tingkat kesesuaian sedang terdapat pada pemanfaatan lahan dan Koefisien Dasar Bangunan (KDB). Artinya pemanfaatan ruang atau kondisi eksisting yang ada sudah memiliki perencananaan dan peruntukannya dalam dokumen dan peta rencana tata bangunan dan lingkungan, namun perwujudan rencananya masih belum terkelola. Dalam artian pemanfaatan ruang masih belum sepenuhnya sesuai dengan rencana tata ruang sebagaimana yang telah ditetapkan. c) Tingkat kesesuaian rendah terdapat pada pemanfaatan lahan. Artinya pemanfaatan lahan (eksisting) belum sesuai dengan peruntukan dan arahan fungsi kawasan dalam dokumen dan peta rencana tata bangunan dan lingkungan yang telah ditetapkan. 2. Tingkat kesesuaian tinggi pada intensitas pemanfaatan lahan terdapat pada Koefisien Lantai Bangunan (KLB) dan ketinggian (lantai) maksimal sebesar 71%, yang merupakan gabungan dari keseluruhan blok/sub-blok. Sedangkan pada pemanfaatan lahan hanya sebesar 50%. Angka tersebut menunjukkan bahwa tingkat kesesuaian yang paling tinggi terdapat pada intensitas pemanfaatan lahan di Kawasan Purus. 3. Dalam proses penelitian ditemukan faktor-faktor yang menyebabkan ketidaksesuaian pemanfaatan lahan dan intensitas pemanfaatan lahan di Kawasan Purus. Faktor tersebut antara lain adalah : faktor kebijakan, pihak pemerintah, pihak swasta/pemilik bangunan. Rekomendasi Dengan mempertimbangkan seluruh hasil kajian diatas, rekomendasi yang dapat diberikan dari penelitian evaluasi pemanfaatan lahan dan intensitas pemanfaatan lahan di Kawasan Purus adalah sebagai berikut : 1. Agar pelaksanaan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) dapat mencapai hasil maksimal, maka perlu ditetapkannya Peraturan Daerah (Perda) Kota Padang atau Peraturan Walikota (Perwako) Kota Padang.

8 2. Perlunya peninjauan kembali maupun kebijakan dan strategi baru untuk memperkuat terwujudnya kesesuaian rencana tata bangunan dan lingkungan yang telah ditetapkan. Dalam penelitian ini kawasan yang memiliki perhatian utama adalah kawasan perlindungan setempat yang terdiri dari kawasan sekitar sempadan pantai, dan kawasan sekitar sempadan sungai yang berpusat pada kawasan permukiman 3. Perlunya peningkatan koordinasi dan sosialisasi rencana tata ruang yang lebih luas. Dengan melibatkan peran serta masyarakat dan dukungan penuh dari seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) yang terlibat seperti pakar, peneliti, swasta, lembaga kemasyarakatan, dan lain sebagainya. Kesinambungan informasi yang jelas antara masyarakat/pemilik bangunan dengan pemerintah, menjadikan kawasan purus lebih mendekati ke konsep penataan ruang seperti yang tertuang dalam dokumen Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kawasan Purus. 4. Perlunya menanamkan kesadaran dan pemahaman kepada masyarakat/ pemilik bangunan akan pentingnya tata ruang dalam kehidupan masyarakat, melalui pendidikan tata ruang dengan sosialisasi atau konsultasi publik ke masyarakatnya secara berkala. 5. Perlunya pengawasan dan pengendalian yang ketat terhadap perkembangan bangunan dan lingkungan. Salah satunya adalah dengan meminimalkan kesalahan atau penyimpangan berupa peraturan zonasi, perizinan dan pemberian sanksi yang tegas terhadap pelanggaran penataan ruang. DAFTAR PUSTAKA 1) Buku Teks Anggara, Sahya dan Endang Soetari Pengantar Kebijakan Publik. Pustaka Setia, Bandung. Badjuri, Abdul Kahar dan Teguh Yuwono, Kebijakan Publik Konsep dan Strategi. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro, Semarang. 8 Bryan, Carolie dan Louis G. White., Manajemen Pembangunan Untuk Negara Berkembang. LP3ES. Jakarta. Budiharjo, Eko Lingkungan Binaan dan Tata Ruang Kota. Yogjakarta: Andi. Dunn, William N., Analisis Kebijakan Publik, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Dunn, William N., Pengantar Analisis Kebijakan Publik Edisi Kedua. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Firman dan Martin, Perencanaan dan Evaluasi Untuk Negara Berkembang, LP3ES, Jakarta. Zahnd, Markus., Perancangan Kota Secara Terpadu : Teori Perancangan Kota dan Penerapannya Edisi Kedua. Kanisius, Yogyakarta. 2) Dokumen Penataan Ruang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Padang Tahun Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan Kawasan Purus Tahun ) Peraturan Perundang-Undangan dan Pedoman Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Rencana Pembangunan. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 06 Tahun 2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum (Draft) tentang Pemantauan dan Evaluasi Pemanfaatan Ruang Wilayah Kota Berbasis Sistem Informasi Geografis. 4) Terbitan Terbatas Badan Pusat Statistik, Kecamatan Padang Barat Dalam Angka Tahun ) Bahan Perkuliahan Eriawan, Tomi Perancangan

9 Kota. Bahan Ajar. Padang : Program S1 Perencanaan Wilayah dan Kota. Universitas Bung Hatta. Haryani dan Tomi Perencanaan dan Perancangan Kawasan. Bahan Ajar. Padang : Program S1 Perencanaan Wilayah dan Kota. Universitas Bung Hatta. Krismawardana, Deko Teknik Evaluasi Perencanaan. Bahan Ajar. Padang : Program S1 Perencanaan Wilayah dan Kota. Universitas Bung Hatta. 9

10 LAMPIRAN No. Tabel 2. Tingkat Evaluasi Pemanfaatan Lahan Tingkat 1 > 50 % % Tinggi Blok/Sub-Blok Peruntukan Lahan A, B, C2, E, F1, F2, G1, G2, G3, G4, H, J Blok/Sub-blok Total (%) > 25 % - 50 % Sedang C6, F % - 25 % Rendah C1, C3, C4, C5, D1, D2, D3, F3, F4, F Total Sumber : Hasil Analisis dengan proses analisis superimpose GIS, Tahun No. 1 Sesuai Tabel 3. Tingkat Evaluasi Intensitas Pemanfaatan Lahan Terhadap KDB Tingkat Blok/Sub-Blok Peruntukan Lahan Blok/Sub -blok Total (%) > 50 % % Tinggi E, F5, F6, G3, H, J 6 25 > 25 % - 50 % Sedang % - 25 % Rendah A,B Tidak Sesuai - - C1, C2, C3, C4, C5, C6, D1, D2, D3, F1, F2, F3, F4, G1, G2, G Total Sumber : Hasil Analisis dengan proses analisis superimpose GIS, Tahun No. 1 Sesuai Tabel 4. Tingkat Evaluasi Intensitas Pemanfaatan Lahan Terhadap KLB Tingkat Blok/Sub-Blok Peruntukan Lahan Blok/Sub -blok Total (%) > 50 % % Tinggi C5, D1, F1, F2, F4, G1, 6 25 > 25 % - 50 % Sedang F5, G2, G4, H, J % - 25 % Rendah A, B, C6, E, F6, G3, Tidak Sesuai - - C1, C2, C3, C4, D2, D3, F Total Sumber : Hasil Analisis dengan proses analisis superimpose GIS, Tahun No. 1 Sesuai Tabel 5. Tingkat Evaluasi Intensitas Pemanfaatan Lahan Terhadap Ketinggian (Lantai) Maksimal Tingkat > 50 % % Tinggi Blok/Sub-Blok Peruntukan Lahan A, B, C4, C5, C6, F2, F3, F4, G1, G3, G4, H, J Blok/Sub -blok Total (%) > 25 % - 50 % Sedang C3, F5, F6, G2, % - 25 % Rendah Tidak Sesuai - - C1, C2, D1, D2, D3, E, F Total Sumber : Hasil Analisis dengan proses analisis superimpose GIS, Tahun

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013 1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENGATURAN INTENSITAS PEMANFAATAN RUANG KORIDOR JALAN LETJEND S. PARMAN - JALAN BRAWIJAYA DAN KAWASAN SEKITAR TAMAN BLAMBANGAN

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN AUDIT

Lebih terperinci

ANALISA PERTUMBUHAN KOTA DAN PERUBAHAN FUNGSI LAHAN DI KELURAHAN SIDOMULYO BARAT, PEKANBARU. Afdi Gustiawan, Rian Trikomara, dan Manyuk Fauzi

ANALISA PERTUMBUHAN KOTA DAN PERUBAHAN FUNGSI LAHAN DI KELURAHAN SIDOMULYO BARAT, PEKANBARU. Afdi Gustiawan, Rian Trikomara, dan Manyuk Fauzi ANALISA PERTUMBUHAN KOTA DAN PERUBAHAN FUNGSI LAHAN DI KELURAHAN SIDOMULYO BARAT, PEKANBARU Afdi Gustiawan, Rian Trikomara, dan Manyuk Fauzi Abstract Physical development of urban areas need to be carefully

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nom

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nom No.1513, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ATR/BPN. Audit Tata Ruang. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota menurut Alan S. Burger The City yang diterjemahkan oleh (Dyayadi, 2008) dalam bukunya Tata Kota menurut Islam adalah suatu permukiman yang menetap (permanen) dengan

Lebih terperinci

ANALISIS KESELARASAN PEMANFAATAN RUANG KECAMATAN SEWON BANTUL TAHUN 2006, 2010, 2014 TERHADAP RENCANA DETAIL TATA RUANG KAWASAN (RDTRK )

ANALISIS KESELARASAN PEMANFAATAN RUANG KECAMATAN SEWON BANTUL TAHUN 2006, 2010, 2014 TERHADAP RENCANA DETAIL TATA RUANG KAWASAN (RDTRK ) ANALISIS KESELARASAN PEMANFAATAN RUANG KECAMATAN SEWON BANTUL TAHUN 2006, 2010, 2014 TERHADAP RENCANA DETAIL TATA RUANG KAWASAN (RDTRK 2008-2018) Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program

Lebih terperinci

Jurnal Teknik WAKTU Volume 14 Nomor 01 Januari 2016 ISSN :

Jurnal Teknik WAKTU Volume 14 Nomor 01 Januari 2016 ISSN : POLA PENGGUNAAN TANAH KAWASAN PENDEKATAN DAN LEPAS LANDAS BANDARA INTERNASIONAL JUANDA SURABAYA Rizky Putra Mayhendra 1) dan Linda Dwi Rohmadiani 2) 1) dan 2) Program Studi Teknik Perencanaan Wilayah dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan. Oleh karena itu

Lebih terperinci

BAB V ARAHAN PENGEMBANGAN WISATA KAMPUNG NELAYAN KELURAHAN PASAR BENGKULU

BAB V ARAHAN PENGEMBANGAN WISATA KAMPUNG NELAYAN KELURAHAN PASAR BENGKULU BAB V ARAHAN PENGEMBANGAN WISATA KAMPUNG NELAYAN KELURAHAN PASAR BENGKULU Berdasarkan analisis serta pembahasan sebelumnya, pada dasarnya kawasan studi ini sangat potensial untuk di kembangkan dan masih

Lebih terperinci

EVALUASI KESESUAIAN PENGGUNAAN LAHAN KOTA SALATIGA TAHUN TERHADAP RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SALATIGA TAHUN

EVALUASI KESESUAIAN PENGGUNAAN LAHAN KOTA SALATIGA TAHUN TERHADAP RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SALATIGA TAHUN EVALUASI KESESUAIAN PENGGUNAAN LAHAN KOTA SALATIGA TAHUN 2010-2014 TERHADAP RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SALATIGA TAHUN 2010-2030 PUBLIKASI KARYA ILMIAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh

Lebih terperinci

Perhitungan Ruang Terbuka Hijau Perkotaan Jenis Publik (Studi Kasus : Kota Surakarta)

Perhitungan Ruang Terbuka Hijau Perkotaan Jenis Publik (Studi Kasus : Kota Surakarta) Perhitungan Ruang Terbuka Hijau Perkotaan Jenis Publik (Studi Kasus : Kota Surakarta) Hapsari Wahyuningsih, S.T, M.Sc Universitas Aisyiyah Yogyakarta Email: hapsariw@unisayogya.ac.id Abstract: This research

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 54 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 54 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 54 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN KORIDOR JALAN RAYA SERPONG KOTA TANGERANG SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG

Lebih terperinci

TINJAUAN BENCANA SITU GINTUNG DARI SUDUT PANDANG PENATAAN RUANG

TINJAUAN BENCANA SITU GINTUNG DARI SUDUT PANDANG PENATAAN RUANG TINJAUAN BENCANA SITU GINTUNG DARI SUDUT PANDANG PENATAAN RUANG Oleh : Ir. Firman M. Hutapea, MUM Kasubdit Pembinaan Perencanaan Tata Ruang Perkotaan dan Metropolitan Wilayah II (Jawa Bali) Pendahuluan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Kebijakan Pengendalian Pertumbuhan Ruang dan Perizinan

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Kebijakan Pengendalian Pertumbuhan Ruang dan Perizinan BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan 6.1.1. Kebijakan Pengendalian Pertumbuhan Ruang dan Perizinan Berdasarkan pembahasan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Kota Yogyakarta dan Badan

Lebih terperinci

KONSEP PENYEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BUKITTINGGI DENGAN KETERBATASAN LAHAN PENGEMBANGAN

KONSEP PENYEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BUKITTINGGI DENGAN KETERBATASAN LAHAN PENGEMBANGAN KONSEP PENYEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BUKITTINGGI DENGAN KETERBATASAN LAHAN PENGEMBANGAN Najmi Nur Arif 1), Tomi Eriawan 2), Haryani 3) Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Sipil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pedestrian berasal dari bahasa Yunani, dimana berasal dari kata pedos yang berarti kaki, sehingga pedestrian dapat diartikan sebagai pejalan kaki atau orang yang berjalan

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN REVITALISASI DAN KONSERVASI BANGUNAN BERSEJARAH KAWASAN KOTA LAMA DI KOTA SEMARANG

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN REVITALISASI DAN KONSERVASI BANGUNAN BERSEJARAH KAWASAN KOTA LAMA DI KOTA SEMARANG IMPLEMENTASI KEBIJAKAN REVITALISASI DAN KONSERVASI BANGUNAN BERSEJARAH KAWASAN KOTA LAMA DI KOTA SEMARANG Bhakti Sulistyo, D2B606009,Dra,Wiwik W.MSi, Dra,Puji A.MSi Jurusan Ilmu Pemerintahan Universitas

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Disadari bahwa ketersediaan ruang adalah tidak tak terbatas, oleh karenanya jika pemanfaatan ruang tidak diatur akan mengakibatkan pemborosan ruang dan penurunan kualitas

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR

PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR Oleh : TEMMY FATIMASARI L2D 306 024 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penataan Gambaran Umum

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penataan Gambaran Umum BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penataan 1.1.1. Gambaran Umum Kota Semarang selaku ibukota dari Provinsi Jawa Tengah memiliki keterletakan astronomis di antara garis 6º 50-7º 10 LS dan garis 109º

Lebih terperinci

ARAHAN PENATAAN KAWASAN TEPIAN SUNGAI KANDILO KOTA TANAH GROGOT KABUPATEN PASIR PROPINSI KALIMANTAN TIMUR TUGAS AKHIR

ARAHAN PENATAAN KAWASAN TEPIAN SUNGAI KANDILO KOTA TANAH GROGOT KABUPATEN PASIR PROPINSI KALIMANTAN TIMUR TUGAS AKHIR ARAHAN PENATAAN KAWASAN TEPIAN SUNGAI KANDILO KOTA TANAH GROGOT KABUPATEN PASIR PROPINSI KALIMANTAN TIMUR TUGAS AKHIR Oleh : IKHSAN FITRIAN NOOR L2D 098 440 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Diresmikannya Kota Tasikmalaya sebagai daerah otonom pada tanggal 17 Oktober 2001 mengandung konsekuensi adanya tuntutan peningkatan pelayanan

Lebih terperinci

HIRARKI ANTARA PERENCANAAN WILAYAH KAB/KOTA DENGAN PERANCANGAN KOTA

HIRARKI ANTARA PERENCANAAN WILAYAH KAB/KOTA DENGAN PERANCANGAN KOTA HIRARKI ANTARA PERENCANAAN WILAYAH KAB/KOTA DENGAN PERANCANGAN KOTA KEDUDUKAN PERENCANAAN TATA RUANG DALAM SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL RENCANA PEMBANGUNAN RENCANA UMUM TATA RUANG RENCANA RINCI

Lebih terperinci

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi Ketentuan Umum 2.1. Istilah dan Definisi Penyusunan RDTR menggunakan istilah dan definisi yang spesifik digunakan di dalam rencana tata ruang. Berikut adalah daftar istilah dan definisinya: 1) Ruang adalah

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI KECAMATAN MIJEN KOTA SEMARANG TAHUN Publikasi Ilmiah. Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Persyaratan

ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI KECAMATAN MIJEN KOTA SEMARANG TAHUN Publikasi Ilmiah. Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Persyaratan ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI KECAMATAN MIJEN KOTA SEMARANG TAHUN 2010-2014 Publikasi Ilmiah Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Geografi Oleh

Lebih terperinci

SCAFFOLDING 1 (2) (2012) SCAFFOLDING. IDENTIFIKASI RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK KOTA REMBANG

SCAFFOLDING 1 (2) (2012) SCAFFOLDING.  IDENTIFIKASI RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK KOTA REMBANG SCAFFOLDING 1 (2) (2012) SCAFFOLDING http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/scaffolding IDENTIFIKASI RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK KOTA REMBANG Mashuri Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM REHABILITASI PENYANDANG CACAT

EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM REHABILITASI PENYANDANG CACAT 324 EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM REHABILITASI PENYANDANG CACAT Lilis Wahyuni Program Magister Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Riau Kampus Bina Widya Jl. H.R. Soebrantas,

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KOTA BITUNG

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KOTA BITUNG ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KOTA BITUNG ANALYSIS OF PUBLIC GREEN OPEN SPACE IN BITUNG CITY Alvira Neivi Sumarauw Jurusan Perencanaan Wilayah, Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan

Lebih terperinci

BUPATI TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PEMUTIHAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN

BUPATI TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PEMUTIHAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN BUPATI TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PEMUTIHAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANAH DATAR Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KOTA YOGYAKARTA

BAB III TINJAUAN KOTA YOGYAKARTA BAB III TINJAUAN KOTA YOGYAKARTA 3.1. TINJAUAN UMUM 3.1.1. Kondisi Administrasi Luas dan Batas Wilayah Administrasi Kota Yogyakarta telah terintegrasi dengan sejumlah kawasan di sekitarnya sehingga batas

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN BUMI PERKEMAHAN PENGGARON KABUPATEN SEMARANG

PENGEMBANGAN BUMI PERKEMAHAN PENGGARON KABUPATEN SEMARANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata adalah kegiatan seseorang dari tempat tinggalnya untuk berkunjung ke tempat lain dengan perbedaan waktu kunjungan dan motivasi kunjungan. Menurut Pendit

Lebih terperinci

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR ( LP3A ) SHOPPING MALL DI BUKIT SEMARANG BARU. Diajukan Oleh : Rr. Sarah Ladytama L2B

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR ( LP3A ) SHOPPING MALL DI BUKIT SEMARANG BARU. Diajukan Oleh : Rr. Sarah Ladytama L2B LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR ( LP3A ) SHOPPING MALL DI BUKIT SEMARANG BARU (Berkonsep Nuansa Taman Dengan Penekanan Desain Arsitektur Post Modern) Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

Pembangunan Geodatabase Ruang Terbuka Hijau Kota Bandung

Pembangunan Geodatabase Ruang Terbuka Hijau Kota Bandung Reka Geomatika No.1 Vol. 2016 14-20 ISSN 2338-350X Maret 2016 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Jurusan Teknik Geodesi Pembangunan Geodatabase Ruang Terbuka Hijau FERI NALDI, INDRIANAWATI Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN Bab I merupakan pendahuluan yang merupakan framework dari penyusunan laporan ini. Pada bab ini berisikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan sasaran. Dibahas pula ruang lingkupnya

Lebih terperinci

Evaluasi Tingkat Kenyamanan Penghuni Pasca Perubahan Fungsi Taman Parang Kusumo Semarang

Evaluasi Tingkat Kenyamanan Penghuni Pasca Perubahan Fungsi Taman Parang Kusumo Semarang TEMU ILMIAH IPLBI 2017 Evaluasi Tingkat Kenyamanan Penghuni Pasca Perubahan Fungsi Taman Parang Kusumo Semarang Desti Rahmiati destirahmiati@gmail.com Arsitektur, Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah 17.506 pulau besar dan kecil, dengan total garis pantai yang diperkirakan mencapai 81.000 Km, Indonesia

Lebih terperinci

HOTEL BINTANG EMPAT DENGAN FASILITAS PERBELANJAAN DAN HIBURAN DIKAWASAN PANTAI MARINA SEMARANG

HOTEL BINTANG EMPAT DENGAN FASILITAS PERBELANJAAN DAN HIBURAN DIKAWASAN PANTAI MARINA SEMARANG LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR TUGAS AKHIR - 36 Periode Januari Juni 2011 HOTEL BINTANG EMPAT DENGAN FASILITAS PERBELANJAAN DAN HIBURAN DIKAWASAN PANTAI MARINA SEMARANG Diajukan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG MELALUI INSTRUMEN INSENTIF DAN DISINSENTIF PADA KAWASAN PARIWISATA PESISIR DI PANTAI AMAHAMI DAN NI U

IDENTIFIKASI PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG MELALUI INSTRUMEN INSENTIF DAN DISINSENTIF PADA KAWASAN PARIWISATA PESISIR DI PANTAI AMAHAMI DAN NI U Jurnal Planoearth PWK FT UMMat ISSN 2615-4226 Vol. 3 No. 1, Februari 2018, hal. 30-35 IDENTIFIKASI PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG MELALUI INSTRUMEN INSENTIF DAN DISINSENTIF PADA KAWASAN PARIWISATA PESISIR

Lebih terperinci

Evaluasi Kondisi Tata Ruang Eksisiting Kota Bandung SWK Cibeunying

Evaluasi Kondisi Tata Ruang Eksisiting Kota Bandung SWK Cibeunying Prosiding Perencanaan Wilayah dan Kota ISSN: 2460-6480 Evaluasi Kondisi Tata Ruang Eksisiting Kota Bandung SWK Cibeunying 1 Indri Pebrianto, 2 Saraswati 1,2 Prodi Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas

Lebih terperinci

28 Jurnal Sangkareang Mataram ISSN No

28 Jurnal Sangkareang Mataram ISSN No 28 Jurnal Sangkareang Mataram ISSN No. 2355-9292 IDENTIFIKASI PEMANFAATAN RUANG PADA KORIDOR JL. LANGKO PEJANGGIK SELAPARANG DITINJAU TERHADAP RTRW KOTA MATARAM Oleh : Eliza Ruwaidah Dosen tetap Fakultas

Lebih terperinci

4. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik

4. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik GubernurJawaBarat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 58 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA

Lebih terperinci

PERANCANGAN MODEL ZONASI KAWASAN DANAU LINTING DESA SIBUNGA-BUNGA HILIR KECAMATAN STM HULU KABUPATEN DELI SERDANG SKRIPSI. Oleh :

PERANCANGAN MODEL ZONASI KAWASAN DANAU LINTING DESA SIBUNGA-BUNGA HILIR KECAMATAN STM HULU KABUPATEN DELI SERDANG SKRIPSI. Oleh : PERANCANGAN MODEL ZONASI KAWASAN DANAU LINTING DESA SIBUNGA-BUNGA HILIR KECAMATAN STM HULU KABUPATEN DELI SERDANG SKRIPSI Oleh : HANNA MANURUNG 081201025/MANAJEMEN HUTAN DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR AGROWISATA BELIMBING DAN JAMBU DELIMA KABUPATEN DEMAK

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR AGROWISATA BELIMBING DAN JAMBU DELIMA KABUPATEN DEMAK LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR AGROWISATA BELIMBING DAN JAMBU DELIMA KABUPATEN DEMAK Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik diajukan

Lebih terperinci

KINERJA PENGENDALIAN PEMANFAATAN LAHAN RAWA DI KOTA PALEMBANG TUGAS AKHIR. Oleh: ENDANG FEBRIANA L2D

KINERJA PENGENDALIAN PEMANFAATAN LAHAN RAWA DI KOTA PALEMBANG TUGAS AKHIR. Oleh: ENDANG FEBRIANA L2D KINERJA PENGENDALIAN PEMANFAATAN LAHAN RAWA DI KOTA PALEMBANG TUGAS AKHIR Oleh: ENDANG FEBRIANA L2D 306 007 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2008 ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Taman Satwa Taru Jurug (TSTJ) atau yang sering disebut Taman Jurug adalah obyek wisata yang terletak di tepian sungai Bengawan Solo dengan luas lahan 13.9 Ha, memiliki

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN CADANGAN KARBON DI KAWASAN GUNUNG PADANG KOTA PADANG

ANALISIS PERUBAHAN CADANGAN KARBON DI KAWASAN GUNUNG PADANG KOTA PADANG ANALISIS PERUBAHAN CADANGAN KARBON DI KAWASAN GUNUNG PADANG KOTA PADANG Rina Sukesi 1, Dedi Hermon 2, Endah Purwaningsih 2 Program Studi Pendidikan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Padang

Lebih terperinci

Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan

Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KOTA BANJARMASIN 2013-2032 APA ITU RTRW...? Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan Pola Ruang Wilayah Kota DEFINISI : Ruang : wadah yg meliputi

Lebih terperinci

Pranata Pembangunan Pertemuan 1 Pembangunan di Kawasan Hijau. Sahid Mochtar, S.T., MT. Ratna Safitri, S.T., M.Ars.

Pranata Pembangunan Pertemuan 1 Pembangunan di Kawasan Hijau. Sahid Mochtar, S.T., MT. Ratna Safitri, S.T., M.Ars. Pranata Pembangunan Pertemuan 1 Pembangunan di Kawasan Hijau Sahid Mochtar, S.T., MT. Ratna Safitri, S.T., M.Ars. Tujuan Instruksional Khusus Mahasiswa dapat mengkritisi issue issue aktual tentang penataan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan perekonomian di kota-kota besar dan metropolitan seperti DKI Jakarta diikuti pula dengan berkembangnya kegiatan atau aktivitas masyarakat perkotaan

Lebih terperinci

PERANCANGAN RUMAH SUSUN SEWA DENGAN TEMA ARSITEKTUR TROPIS

PERANCANGAN RUMAH SUSUN SEWA DENGAN TEMA ARSITEKTUR TROPIS PERANCANGAN RUMAH SUSUN SEWA DENGAN TEMA ARSITEKTUR TROPIS Sulastri, Yaddi Sumitra, Ida Syuryanti Prodi Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Bung Hatta Jl. Sumatra, Ulak Karang,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 05 TAHUN 2005 TENTANG RENCANA TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (RTBL) KAWASAN PASAR DAN SEKITARNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PREVIEW II ARAHAN PENGENDALIAN ALIH FUNGSI DAERAH RESAPAN AIR MENJADI LAHAN TERBANGUN DI KECAMATAN LEMBANG, BANDUNG

PREVIEW II ARAHAN PENGENDALIAN ALIH FUNGSI DAERAH RESAPAN AIR MENJADI LAHAN TERBANGUN DI KECAMATAN LEMBANG, BANDUNG PREVIEW II ARAHAN PENGENDALIAN ALIH FUNGSI DAERAH RESAPAN AIR MENJADI LAHAN TERBANGUN DI KECAMATAN LEMBANG, BANDUNG NASTITI PREMONO PUTRI (3609100069) DOSEN PEMBIMBING : IR. HERU PURWADIO,MSP LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. C I T Y H O T E L B I N T A N G 3 D I S E M A R A N G I m a n t a k a M u n c a r

BAB I PENDAHULUAN. C I T Y H O T E L B I N T A N G 3 D I S E M A R A N G I m a n t a k a M u n c a r BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hotel merupakan salah satu bentuk akomodasi yang dikelola secara komersial, yang disediakan bagi setiap orang untuk memperoleh pelayanan, penginapan berikut makanan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL, PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN KAWASAN BERORIENTASI TRANSIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. mengembangkan otonomi daerah kepada pemerintah daerah.

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. mengembangkan otonomi daerah kepada pemerintah daerah. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, maka landasan administrasi dan keuangan diarahkan untuk mengembangkan otonomi

Lebih terperinci

WALI KOTA BONTANG PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG

WALI KOTA BONTANG PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG WALI KOTA BONTANG PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI TAHUN 2016-2036 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebuah permasalahan penataan ruang yang hampir dihadapi oleh semua

BAB I PENDAHULUAN. sebuah permasalahan penataan ruang yang hampir dihadapi oleh semua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya alih fungsi ruang hijau menjadi ruang terbangun, merupakan sebuah permasalahan penataan ruang yang hampir dihadapi oleh semua Kabupaten Kota di Indonesia.

Lebih terperinci

Penjelasan Substansi. Dokumen Lengkap, ada pada BAB IV

Penjelasan Substansi. Dokumen Lengkap, ada pada BAB IV Kelurahan/Desa : Caile Kota/kabupaten : Bulukumba NO Substansi 1 Apa Visi Spatial yang ada di dalam RPLP? Bagaimana terapan visi tersebut ke dalam Rencana Teknis Penataan Lingkungan Permukiman kita? Status

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pendahuluan Pariwisata dikenal sebagai suatu bentuk rangkaian kegiatan kompleks yang berhubungan dengan wisatawan dan orang banyak, serta terbentuk pula suatu sistem di dalamnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.7 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.7 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.7 Latar Belakang Banda Aceh merupakan salah satu kota yang dilanda bencana alam Tsunami pada Desember Tahun 2004. Pasca bencana Tsunami, kota Banda Aceh kembali di bangun oleh Pemerintah

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN TAMAN REKREASI DI LOKAWISATA BATURADEN

PENGEMBANGAN TAMAN REKREASI DI LOKAWISATA BATURADEN LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENGEMBANGAN TAMAN REKREASI DI LOKAWISATA BATURADEN Dengan penekanan desain Arsuitektur High-Tech Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. terdahulu, dapat diambil kesimpulan-kesimpulan selama penelitian dilakukan.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. terdahulu, dapat diambil kesimpulan-kesimpulan selama penelitian dilakukan. BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Berdasarkan uraian-uraian yang telah disampaikan pada bab-bab terdahulu, dapat diambil kesimpulan-kesimpulan selama penelitian dilakukan. Efektivitas strategi

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SINGKAWANG TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SINGKAWANG TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SINGKAWANG TAHUN 2013-2032 I. UMUM Ruang yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan sumberdaya alam baik hayati maupun non hayati. Negara ini dikenal sebagai negara megabiodiversitas

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN WILAYAH BANTUL

BAB III TINJAUAN WILAYAH BANTUL BAB III TINJAUAN WILAYAH BANTUL 3.1. Tinjauan Kabupaten Bantul 3.1.1. Tinjauan Geografis Kabupaten Bantul Kabupaten Bantul merupakan salah satu Kabupaten dari 5 Kabupaten/Kota di Daerah Istimewa Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sadar, terencana dan berkelanjutan dengan sasaran utamanya adalah untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. sadar, terencana dan berkelanjutan dengan sasaran utamanya adalah untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan tidak lain merupakan suatu proses perubahan yang berlangsung secara sadar, terencana dan berkelanjutan dengan sasaran utamanya adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA PASURUAN NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA PASURUAN NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA PASURUAN NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN KAWASAN STRATEGIS SOSIAL BUDAYA MASJID AGUNG AL-ANWAR KOTA PASURUAN

Lebih terperinci

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 43 TAHUN 20142013 TENTANG PELIMPAHAN KEWENANGAN PENERBITAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN KEPADA CAMAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

Lebih terperinci

PENGARUH PERUBAHAN PELAYANAN KESEHATAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. MOEWARDI TERHADAP PEMANFAATAN LAHAN KOMERSIAL

PENGARUH PERUBAHAN PELAYANAN KESEHATAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. MOEWARDI TERHADAP PEMANFAATAN LAHAN KOMERSIAL PENGARUH PERUBAHAN PELAYANAN KESEHATAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. MOEWARDI TERHADAP PEMANFAATAN LAHAN KOMERSIAL DI SEKITARNYA DI SURAKARTA Nofa Yuniary, Murtanti Jani Rahayu, dan Rufia Andisetyana Putri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kawasan Kota Tua merupakan salah satu kawasan potensial di Kota Padang. Kawasan ini memiliki posisi yang strategis, nilai sejarah yang vital, budaya yang beragam, corak

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan tentang Penataan Ruang di Indonesia telah diatur dalam Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Diamanatkan dalam Undang-Undang tersebut bahwa

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tam

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tam BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1408, 2017 KEMEN-ATR/BPN. Pengembangan Kawasan Berorientasi Transit. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

C. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG PEKERJAAN UMUM

C. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG PEKERJAAN UMUM LAMPIRAN III PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR : Tahun 2010 TANGGAL : Juli 2010 C. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG PEKERJAAN UMUM SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URUSAN 1. Sumber Daya Air 1. Pengaturan

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 30 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 30 TAHUN 2008 TENTANG Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 30 TAHUN 2008 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG KAWASAN BANDUNG UTARA DI WILAYAH KABUPATEN BANDUNG DAN KABUPATEN BANDUNG

Lebih terperinci

TENTANG PEDOMAN DAN STÁNDAR TEKNIS UNTUK PELAYANAN PEMANFAATAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

TENTANG PEDOMAN DAN STÁNDAR TEKNIS UNTUK PELAYANAN PEMANFAATAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, SALINAN PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 39 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN DAN STÁNDAR TEKNIS UNTUK PELAYANAN PEMANFAATAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SABRINA SABILA L2D

KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SABRINA SABILA L2D KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR Oleh : SABRINA SABILA L2D 005 400 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) IBUKOTA KECAMATAN TALANG KELAPA DAN SEKITARNYA

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) IBUKOTA KECAMATAN TALANG KELAPA DAN SEKITARNYA 1.1 LATAR BELAKANG Proses perkembangan suatu kota ataupun wilayah merupakan implikasi dari dinamika kegiatan sosial ekonomi penduduk setempat, serta adanya pengaruh dari luar (eksternal) dari daerah sekitar.

Lebih terperinci

KINERJA PENDAMPING DESA DALAM PEMBANGUNAN DESA DI KECAMATAN JIPUT KABUPATEN PANDEGLANG

KINERJA PENDAMPING DESA DALAM PEMBANGUNAN DESA DI KECAMATAN JIPUT KABUPATEN PANDEGLANG KINERJA PENDAMPING DESA DALAM PEMBANGUNAN DESA DI KECAMATAN JIPUT KABUPATEN PANDEGLANG SKRIPSI Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial pada Konsentrasi Manajemen Publik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bab I. Pendahuluan

BAB 1 PENDAHULUAN. Bab I. Pendahuluan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kehidupan manusia yang beragam tidak terlepas dari berbagai aktifitas yang membutuhkan tempat untuk mewadahinya. Dalam arsitektur sering dikenal istilah space, atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan hamparan landscape yang luas dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan hamparan landscape yang luas dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan hamparan landscape yang luas dan menggambarkan keindahan alam yang beragam serta unik. Kondisi yang demikian mampu menjadikan Indonesia

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 08 TAHUN 2005 TENTANG RECANA TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (RTBL) SEKITAR KAWASAN PELABUHAN PANGKALBALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERENCANAAN BLOK PLAN

PERENCANAAN BLOK PLAN UNIVERSITAS SAM RATULANGI MASTER PLAN SARANA DAN PERASARANA BAGIAN A PERENCANAAN BLOK PLAN 2015-2020 A-1 BAB I TINJAUAN UMUM KONTEKSTUALITAS PERENCANAAN 1.1. Tinjauan Konteks Tipologi Kawasan Unsrat di

Lebih terperinci

DAYA DUKUNG LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN PERKOTAAN DI KABUPATEN PESAWARAN PROVINSI LAMPUNG

DAYA DUKUNG LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN PERKOTAAN DI KABUPATEN PESAWARAN PROVINSI LAMPUNG DAYA DUKUNG LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN PERKOTAAN DI KABUPATEN PESAWARAN PROVINSI LAMPUNG Yulianti Samsidar 1), Indarti Komala Dewi 2), Bayu Wirawan 3) 1) Mahasiswa Program Studi PWK Fakultas

Lebih terperinci

STUDI PENGARUH PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN TERHADAP INFRASTRUKTUR JARINGAN DRAINASE KOTA RANTEPAO

STUDI PENGARUH PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN TERHADAP INFRASTRUKTUR JARINGAN DRAINASE KOTA RANTEPAO STUDI PENGARUH PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN TERHADAP INFRASTRUKTUR JARINGAN DRAINASE KOTA RANTEPAO Meny Sriwati Jurusan Teknik Sipil Sekolah Tinggi Teknik Dharma Yadi Makassar ABSTRACT This study aimed (1)

Lebih terperinci

PENETAPAN LOKASI PENDATAAN ANALISIS KAWASAN DAN WILAYAH PERENCANAAN PENYUSUNAN KONSEP PENYUSUNAN RENCANA UMUM DAN PANDUAN RANCANGAN

PENETAPAN LOKASI PENDATAAN ANALISIS KAWASAN DAN WILAYAH PERENCANAAN PENYUSUNAN KONSEP PENYUSUNAN RENCANA UMUM DAN PANDUAN RANCANGAN PENETAPAN LOKASI PENDATAAN ANALISIS KAWASAN DAN WILAYAH PERENCANAAN PENYUSUNAN KONSEP PENYUSUNAN RENCANA UMUM DAN PANDUAN RANCANGAN PENYUSUNAN RENCANA INVESTASI Setelah ditetapkan lokasi yang akan dibuatkan

Lebih terperinci

BAB 3 TINJAUAN WILAYAH

BAB 3 TINJAUAN WILAYAH BAB 3 TINJAUAN WILAYAH 3.1. TINJAUAN UMUM KABUPATEN GROBOGAN Tinjauan ini bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai lokasi terbangun dan kawasan sekitar lokasi. TINJAUAN GEOGRAFI DAN ADMINISTRATIF KABUPATEN

Lebih terperinci

PEMETAAN DAERAH YANG TERGENANG BANJIR PASANG AKIBAT KENAIKAN MUKA AIR LAUT DI PESISIR KOTA TEGAL

PEMETAAN DAERAH YANG TERGENANG BANJIR PASANG AKIBAT KENAIKAN MUKA AIR LAUT DI PESISIR KOTA TEGAL JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 4, Nomor 1, Tahun 2015, Halaman 179-184 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose PEMETAAN DAERAH YANG TERGENANG BANJIR PASANG AKIBAT KENAIKAN MUKA AIR LAUT DI

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA CIREBON BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH

PEMERINTAH KOTA CIREBON BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH PEMERINTAH KOTA CIREBON BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH Alamat : Bappeda Kota Cirebon Jalan Brigjend Dharsono Bypass Cirebon 45131 Telp. (0231) 203588 GEMAH RIPAH LOH JINAWI PENGUMUMAN PENGAJUAN

Lebih terperinci

Penentuan Prioritas Pengembangan Kawasan Transit Stasiun Gubeng dengan Konsep Transit Oriented Development

Penentuan Prioritas Pengembangan Kawasan Transit Stasiun Gubeng dengan Konsep Transit Oriented Development C481 Penentuan Prioritas Pengembangan Kawasan Transit Stasiun Gubeng dengan Konsep Transit Oriented Development Virta Safitri Ramadhani dan Sardjito Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA CIREBON BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH

PEMERINTAH KOTA CIREBON BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH PEMERINTAH KOTA CIREBON BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH Alamat : Bappeda Kota Cirebon Jalan Brigjend Dharsono Bypass Cirebon 45131 Telp. (0231) 203588 GEMAH RIPAH LOH JINAWI PENGUMUMAN PENGAJUAN

Lebih terperinci

II PENATAAN TAMAN KOTA DALAM KONTEKS RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA KUPANG

II PENATAAN TAMAN KOTA DALAM KONTEKS RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA KUPANG II PENATAAN TAMAN KOTA DALAM KONTEKS RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA KUPANG A. Penataan Taman Kota Dalam Konteks Ruang Terbuka Hijau Pembangunan perkotaan, merupakan bagian dari pembangunan nasional, harus

Lebih terperinci

W A L I K O T A P A D A N G PROVINSI SUMATERA BARAT

W A L I K O T A P A D A N G PROVINSI SUMATERA BARAT W A L I K O T A P A D A N G PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 22 TAHUN 2015 TENTANG INTENSITAS BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: masyarakat, keamanan yang baik, pertumbuhan ekonomi yang stabil,

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: masyarakat, keamanan yang baik, pertumbuhan ekonomi yang stabil, BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Faktor ekternal yang berupa peluang dan ancaman yang dapat digunakan berdasarkan penelitian ini yaitu:

Lebih terperinci

PENATAAN DAN PENGEMBANGAN TAMAN WISATA SENGKALING MALANG

PENATAAN DAN PENGEMBANGAN TAMAN WISATA SENGKALING MALANG LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENATAAN DAN PENGEMBANGAN TAMAN WISATA SENGKALING MALANG Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik diajukan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN PETUNJUK PELAKSANAAN DEKONSENTRASI TAHUN 2017 PEMANTAUAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN A. Dasar

Lebih terperinci

PERBANDINGAN TINGKAT EFISIENSI DAN EFEKTIVITAS PENERIMAAN PAJAK HIBURAN DINAS PENDAPATAN KOTA DENPASAR DAN KABUPATEN BADUNG

PERBANDINGAN TINGKAT EFISIENSI DAN EFEKTIVITAS PENERIMAAN PAJAK HIBURAN DINAS PENDAPATAN KOTA DENPASAR DAN KABUPATEN BADUNG ISSN: 2302-8556 E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana 7.2 (2014): 266-279 PERBANDINGAN TINGKAT EFISIENSI DAN EFEKTIVITAS PENERIMAAN PAJAK HIBURAN DINAS PENDAPATAN KOTA DENPASAR DAN KABUPATEN BADUNG I

Lebih terperinci

EVALUASI PERKEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MADIUN

EVALUASI PERKEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MADIUN EVALUASI PERKEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MADIUN Ulul Albab Mahasiswa S1 Pendidikan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum, Universitas Negeri Surabaya, feverboss@gmail.com Dr. Sukma Perdana

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA. Keserasian Kawasan. Perumahan. Pemukiman. Pedoman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA. Keserasian Kawasan. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. No.42, 2008 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA. Keserasian Kawasan. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR: 11/PERMEN/M/2008 TENTANG PEDOMAN KESERASIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang kemudian disingkat dengan UUD 1945 bahwa Bumi air dan kekayaan alam yang terkandung di

Lebih terperinci