ISSN Fauna. donesia. Volume 11, No. 2 Desember Hylarana rufipes MZI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ISSN Fauna. donesia. Volume 11, No. 2 Desember Hylarana rufipes MZI"

Transkripsi

1 ISSN Fauna Indonesia Volume 11, No. 2 Desember 2012 t Zoologi In M donesia asyaraka Hylarana rufipes MZI

2 Fauna Indonesia Fauna Indonesia merupakan Majalah llmiah Populer yang diterbitkan oleh Masyarakat Zoologi Indonesia (MZI). Majalah ini memuat hasil pengamatan ataupun kajian yang berkaitan dengan fauna asli Indonesia, diterbitkan secara berkala dua kali setahun ISSN Redaksi Mohammad Irham Pungki Lupiyaningdyah Nur Rohmatin Isnaningsih Sekretariatan Yulianto Yuni Apriyanti Tata Letak Yulianto Alamat Redaksi Bidang Zoologi Puslit Biologi - LIPI Gd. Widyasatwaloka, Cibinong Science Center JI. Raya Jakarta-Bogor Km. 46 Cibinong TeIp. (021) Fax. (021) fauna_indonesia@yahoo.com Foto sampul depan : Hylarana rufipes - Foto : Hellen Kurniati

3 PEDOMAN PENULISAN 1. Redaksi FAUNA INDONESIA menerima sumbangan naskah yang belum pernah diterbitkan, dapat berupa hasil pengamatan di lapangan/ laboratorium atau studi pustaka yang terkait dengan fauna asli Indonesia yang bersifat ilmiah popular. 2. Naskah ditulis dalam Bahasa Indonesia dengan summary Bahasa Inggris maksimum 200 kata dengan jarak baris tunggal. 3. Huruf menggunakan tipe Times New Roman 12, jarak baris 1.5 dalam format kertas A4 dengan ukuran margin atas dan bawah 2.5 cm, kanan dan kiri 3 cm. 4. Sistematika penulisan: a. Judul: ditulis huruf besar, kecuali nama ilmiah spesies, dengan ukuran huruf 14. b. Nama pengarang dan instansi/ organisasi. c. Summary d. Pendahuluan e. Isi: i. Jika tulisan berdasarkan pengamatan lapangan/ laboratorium maka dapat dicantumkan cara kerja/ metoda, lokasi dan waktu, hasil, pembahasan. ii. Studi pustaka dapat mencantumkan taksonomi, deskripsi morfologi, habitat perilaku, konservasi, potensi pemanfaatan dan lain-lain tergantung topik tulisan. f. Kesimpulan dan saran (jika ada). g. Ucapan terima kasih (jika ada). h. Daftar pustaka. 5. Acuan daftar pustaka: Daftar pustaka ditulis berdasarkan urutan abjad nama belakang penulis pertama atau tunggal. a. Jurnal Chamberlain. C.P., J.D. BIum, R.T. Holmes, X. Feng, T.W. Sherry & G.R. Graves The use of isotope tracers for identifying populations of migratory birds. Oecologia 9: b. Buku Flannery, T Mammals of New Guinea. Robert Brown & Associates. New York. 439 pp. Koford, R.R., B.S. Bowen, J.T. Lokemoen & A.D. Kruse Cowbird parasitism in grasslands and croplands in the Northern Great Plains. Pages in Ecology and Management of Cowbirds (J. N.M. Smith, T. L. Cook, S. I. Rothstein, S. K. Robinson, and S. G. Sealy, Eds.). University of Texas Press, Austin. c. Koran Bachtiar, I Berawal dari hobi, kini jadi jutawan. Radar Bogor 28 November Hal.20 d. internet NY Times Online Fossil find challenges man s timeline. Accessed on 10 July 2007 (

4 6. Tata nama fauna: a. Nama ilmiah mengacu pada ICZN (zoologi) dan ICBN (botani), contoh Glossolepis incisus, nama jenis dengan author Glossolepis incisus Weber, b. Nama Inggris yang menunjuk nama jenis diawali dengan huruf besar dan italic, contoh Red Rainbowfish. Nama Indonesia yang menunjuk pada nama jenis diawali dengan huruf besar, contoh Ikan Pelangi Merah. c. Nama Indonesia dan Inggris yang menunjuk nama kelompok fauna ditulis dengan huruf kecil, kecuali diawal kalimat, contoh ikan pelangi/ rainbowfish. 7. Naskah dikirim secara elektronik ke alamat:

5 PENGANTAR REDAKSI Artikel-artikel yang disuguhkan kepada pembaca pada penghujung tahun 2012 ini didominasi oleh kelompok herpetofauna. Potensi kajian ilmiah dan ekonomi kelompok ini mengundang pemerhati binatang melata untuk membagi ilmu dan pengetahuan yang dimilikinya. Informasi-informasi mendasar dari cara identifikasi sampai potensi senyawa bioaktif dan perdagangan reptil disajikan secara lugas. Tulisan lainnya tidak kalah menarik yang datang dari dunia serangga dan ikan. Topik pemaparannya juga tidak hanya berkutat kepada masalah biologi tetapi menginjak pada potensi ekonominya. Penggalian potensi ekonomi sangat penting dengan kaitannya dengan usaha konservasi satwa. Hal ini mungkin menjadi kunci kesuksesan konservasi karena kita akan semakin peduli jika nilai ekonominya diketahui. Edisi ini adalah adalah persembahan kami yang terakhir di tahun Kami berharap semua tulisan yang telah disajikan dapat meningkatkan khazanah pengetahuan dan minat pembaca terhadap konservasi dan potensi pemanfaatan satwa Indonesia. Kami sadari masih banyak kekurangan dari majalah Fauna Indonesia. Oleh karena itu kami selalu berusaha meningkatkan kualitas dan kuantitas artikel di Fauna Indonesia. Akhir kata, kami ucapkan Selamat Tahun Baru 2013 dan sukses selalu untuk anda pembaca kami yang setia. Redaksi i

6 DAFTAR ISI PENGANTAR REDAKSI... i DAFTAR ISI... ii CARA MUDAH MEMBEDAKAN MORFOLOGI KODOK KELOMPOK Hylarana chalconota ASAL SUMATRA... 1 Hellen Kurniati JENIS-JENIS REPTILIA YANG DIPERDAGANGKAN DI BANTEN... 4 Dadang Rahadian Subasli BIOLOGI JANGKRIK (ORTHOPTERA: GRYLLIDAE) BUDIDAYA DAN PERANANNYA...10 Erniwati POTENSI KEANEKARAGAMAN KATAK DI PAPUA SEBAGAI SUMBER SENYAWA BIOAKTIF OBAT...15 Aditya Krishar Karim CICAK DAN TOKEK DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA...23 Rury Eprilurahman Ikan Padi (Oryzias sp.) DARI SULAWESI...28 Hadi Dahruddin Stegobium paniceum Linnaaeus, 1758, Si Kumbang Perusak Buku...33 Teti Purwasih ii

7 Fauna Indonesia Vol 11 (2) Desember 2012: 4-9 Fauna Indonesia JENIS-JENIS REPTILIA YANG DIPERDAGANGKAN DI BANTEN Dadang Rahadian Subasli Summary Study on traded reptiles of CITES species i.e Python reticulatus, Boiga dendrophila, Coelognathus radiatus, Coelognathus flavolineatus, Homalopsis buccata, Ptyas korros and Varanus salvator were conducted on March 2011 in the province of Banten (Rangkasbitung, Serang and Pandeglang). The purpose of this survey are: (1) inventories of the species of reptiles traded in Banten province, (2) Collect data/information on the types of population status of reptiles are thought to be rare or endangered species, (3) Get a picture of the biological aspects the kinds of reptiles that exist and the distribution of habitat in the area of arrest. The survey showed that the number of supplies of Python reticulatus, and Varanus salvator in Banten province declined for the last 5 years. The number of supplies of Boiga dendrophila, Coelognathus radiatus, Coelognathus flavolineatus, Homalopsis buccata and Ptyas korros in Banten region is quite stable since the last 5 years until today. The decrease in supply indicates declining populations of these reptiles in the area of Banten province. PENDAHULUAN Perdagangan berbagai jenis reptilia cukup menarik untuk diteliti. Reptilia merupakan salah satu komoditas hewan yang banyak diperjualbelikan untuk kebutuhan ekspor ke berbagai negara maupun untuk memasok ke pasar-pasar di dalam negeri (domestik). Sejauh ini, jumlah dan ragam jenis permintaan fauna reptilia sebagai komoditas perdagangan cenderung meningkat, namun pemantauan terhadap perdagangan jenis-jenis reptilia tersebut di dalam negeri khususnya, masih kurang mendapat perhatian. Padahal jenis-jenis reptilia ini masih diperoleh dari alam. Pengambilan tanpa memperhatikan kelestariannya akan berakibat menurunnya populasi jenis reptilia di alam. Oleh karenanya pada tanggal Maret 2011, penulis melakukan penelitian perdagangan jenis-jenis reptilia di kawasan wilayah Banten (Rangkasbitung, Serang dan Pandeglang). Penelitian ini dilakukan untuk (1) Menginventarisasi jenis-jenis reptilia yang umum diperdagangkan di daerah Banten; (2) Menghimpun data/informasi jenis-jenis reptilia yang status populasinya diduga sudah langka atau terancam punah; (3) Mendapatkan gambaran aspek biologi dari jenis-jenis reptilia yang ada dan sebaran habitatnya di daerah penangkapan di wilayah provinsi Banten. Diharapkan hasil-hasil yang diperoleh dapat memberi masukan yang bermanfaat bagi berbagai pihak yang berkepentingan. Metode Survei Penelitian ini dilakukan melalui survei dengan menggunakan metode wawancara (kuisioner). Target responden adalah pemburu dan pengumpul di wilayah Banten meliputi beberapa kabupaten, antara lain: Rangkasbitung, Serang dan Pandeglang. Ditingkat pengumpul, data utama yang terkumpul adalah jumlah pemanenan, kondisi biologi serta kondisi tren yang terjadi dalam 5 tahun terakhir. Penelusuran sumber pemburu dilakukan melalui informasi yang diperoleh dari para pengumpul. Sejumlah 50 pertanyaan diajukan kepada para pemburu dan pengumpul, meliputi habitat, daerah, jumlah tangkapan. serta keberadaan hasil tangkapan. Sedangkan identifikasi jenis melalui penampilan gambar dari buku referensi. 4

8 FAUNA INDONESIA Vol 11 (2) Desember 2012: 4-9 HASIL SURVEI REPTIL YANG DIPERDAGANGKAN Hasil survei menunjukkan tujuh jenis reptilia yang terdiri dari 6 jenis ular dan 1 jenis biawak, yang umum diperdagangkan wilayah Banten (Rangkasbitung, Serang dan Pandeglang). Dua jenis termasuk kategori Apendiks II CITES, yaitu ular Sanca Batik (Python reticulatus) dan Biawak Air (Varanus salvator); 4 jenis lainnya termasuk kategori Non-Apendiks CITES, antara lain: Ular Koros (Ptyas korros), Ular Cincin Mas (Boiga dendrophila), Ular Tikus (Coelognathus radiatus), Ular Lanang Sapi (Coelognathus flavolineatus), Ular Kadut (Homalopsis buccata). Hasil survei 6 jenis reptilia yang diperdagangkan berdasarkan hasil rekapitulasi lembar wawancara di wilayah Banten adalah sebagai berikut: 1. Ular Sanca Batik - Python reticulatus Klasifikasi dari ular Sanca Batik adalah sebagai berikut: Kerajaan : Animalia Filum : Chordata Anak Filum : Vertebrata Kelas : Reptilia Bangsa : Squamata Anak Bangsa : Serpentes Suku : Pythonidae Marga : Python Jenis : Python reticulatus Ular Sanca Batik (Gambar 1) termasuk katagori Apendiks II CITES. Di daerah Banten dan sekitarnya jenis ini dikenal juga dengan sebutan Ular Sanca Kembang atau ular Sanca Bodo. Kuota ekspor nasional untuk jenis ular ini sejak tahun adalah individu ( untuk ekspor kulit dan 4500 untuk ekspor hidup) (CITES, 2010). Ular Sanca Batik merupakan salah satu jenis ular yang paling dicari dan diminati, baik di dalam maupun luar negeri. Bayi ular Sanca Batik yang panjangnya belum 80 cm dicari untuk binatang kesayangan, harganya-pun cukup mahal (berkisar Rp ) per ekornya. Dari seluruh bagian tubuh ular Sanca dewasa nyaris tidak ada yang terbuang, apalagi setelah mencapai ukuran panjang lebih dari 1 meter. Kulitnya untuk bahan baku kerajinan; daging untuk konsumsi dan bagian tubuh lainnya (empedu, sumsum, darah) dipercaya sebagai penawar berbagai penyakit, Habitat Ular Sanca Batik meliputi sawah, ladang, sungai dan hutan (baik hutan primer dan sekunder). Keberadaan ular Sanca Batik di daerah dataran tinggi adalah jarang sekali, batas ketinggian tempat sekitar 1000 meter dari permukaan laut (Kurniati, 2003). Perburuan ular Sanca Batik tidak dipengaruhi oleh musim dan dapat berlangsung sepanjang tahun. Di daerah Banten dan sekitarnya pasokan ular Sanca Batik cenderung menurun sejak 5 tahun terakhir. Pada 5 tahun lalu seorang pengumpul bisa mendapatkan 5 ekor perbulan, namun saat ini hanya 1 ekor perbulan. Hal tersebut dapat mengindikasikan ketersediaan pasokan dan populasi ular Sanca Batik di alam 5 tahun dan 10 tahun ke depan oleh pengumpul dari wilayah Banten menurun untuk 5 tahun mendatang. Penyebaran ular Sanca Batik: Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Jawa, Bali, Lombok, Sumbawa, Sumba, Flores, Timor, Kep. Natuna, Kep. Tanimbar (Welch, 1988; Hodges, 1993; Iskandar & Colijn, 2001) Gambar 1. Ular Sanca Batik milik pemburu di daerah Pandeglang (Foto: Dadang R. Subasli) 2. Ular Kadut Homalopsis buccata (Linnaeus, 1754) Klasifikasi ular Kadut Homalopsis buccata adalah sebagai berikut: Kerajaan : Animalia Filum : Chordata Anak Filum : Vertebrata Kelas : Reptilia Bangsa : Squamata Anak Bangsa : Serpentes Suku : Homalopsidae Marga : Homalopsis Jenis : Homalopsis buccata 5

9 FAUNA INDONESIA Vol 11 (2) Desember 2012: 4-9 Marga ini terdiri dari hanya satu jenis saja, yaitu ular Kadut - Homalopsis buccata (Gambar 2). Ular Kadut termasuk dalam daftar Non-Apendiks CITES. Di daerah Banten dan sekitarnya jenis ini hanya dikenal dengan sebutan ular Kadut. Kuota ekspor nasional untuk jenis ular ini adalah individu, terdiri dari kulit dan 900 hidup (CITES, 2010). Ular ini termasuk ular berukuran cukup besar, panjang tubuhnya dapat mencapai 105 cm. Ukuran panjang tubuh ular Kadut yang dimanfaatkan adalah ukuran dewasa, berukuran 100 cm. Ular Kadut diperdagangkan sebagai binatang peliharaan; sedangkan yang berukuran diatas 1 meteran diperdagangkan untuk diambil kulit dan dagingnya. Habitat ular Kadut meliputi sawah, kolam, sungai. Ular ini Dapat hidup diperairan tawar dan payau. Ular Kadut memangsa katak dan ikan, sehingga terkadang dianggap hama bagi ikan-ikan yang dipelihara di kolam. Di Banten dan sekitarnya pasokan ular Kadut cenderung masih stabil sejak 5 tahun terakhir. Perburuannya berlangsung sepanjang tahun dan bisa dikatakan tidak dipengaruhi oleh musim. Seorang pengumpul bisa mendapatkan ratusan ekor perbulan. Prediksi kesediaan pasokan dan populasi ular kadut di alam 5 tahun ke depan oleh pengumpul dari Banten adalah aman untuk 5 tahun ke depan. Penyebaran ular Kadut: Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan Jawa (Welch, 1988; Iskandar & Colijn, 2001). Bangsa Anak Bangsa Suku Anak Suku Marga Jenis : Squamata : Serpentes : Colubridae : Colubrinae : Boiga : Boiga dendrophila Ular Cincin Mas - Boiga dendrophila termasuk dalam daftar Non-Apendiks CITES. Di daerah Banten dan sekitarnya jenis ini dikenal dengan nama ular Cau Asak, ada juga yang menyebutnya ular Cincin Mas. Kuota ekspor nasional untuk jenis ular ini pada tahun 2010 adalah 5400 individu (2700 untuk eksor kulit dan 2700 untuk ekspor hidup) (CITES, 2010). Ular Cincin Mas merupakan ular yang cukup diminati, baik di dalam maupun luar negeri. Ular Cincin Mas dicari sebagai binatang kesayangan, Setelah mencapai ukuran diatas 1 meter atau lebih panjang lagi diambil kulitnya untuk bahan baku kerajinan; daging untuk konsumsi dan bagian tubuh lainnya dipercaya sebagai penawar berbagai penyakit. Di Banten daging ular Cincin Mas dibentuk seperti obat nyamuk bakar, kemudian dikeringkan dengan cara di-oven yang akhirnya untuk dikonsumsi juga. Ular Cincin Mas dapat mencapai panjang sampai 130 cm. Habitat berburu ular Cincin Mas di pohon meliputi hutan bakau dan tepian sungai berdekatan hutan. Aktifitas hariannya pada malam hari dan termasuk ular yang arboreal. Makanannya binatang mamalia kecil, terutama burung dan kadal. Di Banten dan sekitarnya pasokan ular Cincin Mas cenderung stabil sejak 5 tahun terakhir. Perburuan ular Cincin Mas berlangsung sepanjang tahun, tidak dipengaruhi oleh musim. Pada 5 tahun lalu seorang pengumpul bisa mendapatkan puluhan hingga ratusan ekor perbulan. Prediksi kesediaan pasokan dan populasi ular Cincin Mas di alam 5 Gambar 2. Ular Kadut Homalopsis buccata (Foto: Dadang R Subasli) 3. Ular Cincin Mas Boiga dendrophila (Boie,1827) Klasifikasi ular Cincin Mas adalah sebagai berikut: Kerajaan : Animalia Filum : Chordata Anak Filum : Vertebrata Kelas : Reptilia Gambar 3. Ular Cincin Mas Boiga dendrophila 6

10 SUBASLI - JENIS-JENIS REPTILIA YANG DIPERDAGANGKAN SERTA PENELUSURAN KELANGKAANNYA tahun ke depan oleh pengumpul di wilayah Banten adalah aman untuk 5 tahun mendatang. Penyebaran ular Cincin Mas: Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Jawa, Bali (Welch, 1988; Hodges, 1993; Iskandar & Colijn, 2001). 4. Ular marga Coelognathus (Coelognathus radiatus (Boie,1827) dan Coelognathus flavolineatus (Schlegel, 1837)) Klasifikasi Ular Tikus dan Ular Lanang Sapi adalah sebagai berikut: Kerajaan : Animalia Filum : Chordata Anak Filum : Vertebrata Kelas : Reptilia Bangsa : Squamata Anak Bangsa : Serpentes Suku : Colubridae Anak Suku : Colubrinae Marga : Coelognathus Jenis : Coelognathus radiatus Boie,1827) Coelognathus flavolineatus (Schlegel, 1837) Ular Tikus-Coelognathus radiatus dan ular Lanang Sapi-Coelognathus flavolineatus (Gambar 3) termasuk dalam daftar Non-Apendiks CITES. Di wilayah Banten dan sekitarnya jenis ini dikenal dengan nama ular Tikus dan ular Lanang Sapi. Kuota ekspor nasional untuk kedua jenis ular ini masing-masing tahun 2010, adalah individu ( untuk ekspor kulit dan untuk ekspor hidup), dan ular Lanang Sapi 900 individu hanya ekspor hidup (CITES, 2010). Kedua jenis ular ini cukup diminati, baik di dalam maupun luar negeri. Kedua jenis ular ini dicari sebagai binatang kesayangan, khususnya ular Lanang Sapi. Setelah mencapai ukuran diatas 100 cm atau lebih panjang lagi diambil kulitnya untuk bahan baku kerajinan; daging untuk konsumsi dan bagian tubuh lainnya dipercaya sebagai penawar penyakit. Di Banten daging ular Tikus dan ular Lanang Sapi dibentuk seperti obat nyamuk bakar, kemudian dikeringkan dengan cara di-oven untuk keperluan konsumsi. Ular Tikus dapat mencapai panjang 160 cm dan ular Lanang Sapi dapat mencapai panjang 180 cm. Habitat berburu ular Tikus dan ular Lanang Sapi hampir sama, meliputi sekitar persawahan, ladang dan hutan dataran rendah, kadang sampai diperbukitan. Keduanya dapat ditemukan di atas tanah atau juga diatas pohon, pada siang maupun malam hari. Makanannya berupa, katak, tikus dan burung. Di daerah Banten dan sekitarnya pasokan kedua jenis ular ini stabil sejak 5 tahun terakhir. Perburuan kedua jenis ular ini berlangsung sepanjang tahun, tidak dipengaruhi oleh musim. Pada 5 tahun lalu seorang pengumpul bisa mendapatkan puluhan hingga ratusan ekor perbulan. Prediksi kesediaan pasokan dan populasi ular Tikus dan ular Lanang Sapi di alam 5 tahun ke depan oleh pengumpul dari wilayah Banten adalah aman untuk 5 tahun mendatang. Penyebaran ular ini: Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Jawa, Simalur, Nias, kepulauan Mentawai, Riau, Bangka, Billiton, (Welch, 1988; Iskandar & Colijn, 2001) Gambar 4. Ular Tikus - Coelognathus flavolineatus (Foto: Dadang R Subasli) 5. Ptyas koros (Schlegel, 1837) Klasifikasi Ular Koros Ptyas koros adalah sebagai berikut: Kerajaan : Animalia Filum : Chordata Anak Filum : Vertebrata Kelas : Reptilia Bangsa : Squamata Anak Bangsa : Serpentes Suku : Colubridae Anak Suku : Colubrinae Marga : Ptyas Jenis : Ptyas koros (Schlegel,1837) Ular Koros - Ptyas koros (Gambar 4) termasuk dalam daftar non-apendiks CITES. Di daerah Banten dan sekitarnya jenis ini dikenal dengan nama 7

11 FAUNA INDONESIA Vol 11 (2) Desember 2012: 4-9 ular/oray Koros. Kuota ekspor nasional untuk jenis ular ini sejak tahun 2010 adalah 4500 individu (1800 untuk eksor kulit dan 2700 untuk ekspor hidup) (CITES, 2010). Ular Koros merupakan ular yang cukup diminati, baik di dalam maupun luar negeri. Ular Koros dicari untuk binatang kesayangan (pet). Setelah mencapai ukuran 1 meter atau lebih panjang lagi diambil kulitnya untuk bahan baku kerajinan. Bagian tubuh ular koros dibentuk seperti obat nyamuk bakar, kemudian dikeringkan dengan cara di-oven untuk keperluan konsumsi. Ular koros dapat mencapai panjang 200 cm. Habitat berburu ular Koros meliputi sekitar persawahan, ladang dan hutan dataran rendah, kadang sampai diperbukitan. Dapat juga ditemukan di atas tanah atau juga diatas pohon pada pagi, senja, dini hari. Makanannya berupa, katak, kadal, tikus dan burung-burung kecil. Di wilayah Banten dan sekitarnya pasokan ular Koros cukup stabil pada 5 tahun terakhir. Perburuan ular Koros berlangsung sepanjang tahun, tidak dipengaruhi oleh musim. Pada 5 tahun lalu seorang pengumpul bisa mendapatkan puluhan hingga ratusan ekor perbulan. Prediksi kesediaan pasokan dan populasi ular Koros di alam 5 tahun ke depan oleh pengumpul dari Banten dan sekitarnya adalah cukup aman untuk 5 tahun mendatang. Penyebaran ular Koros: Sumatra, Kalimantan, Jawa, Bali (Welch, 1988 ; Iskandar & Colijn, 2001). Gambar 5. Ular Koros Ptyas koros (Foto: Dadang R Subasli) Kelas Bangsa Anak Bangsa Suku Marga Jenis : Reptilia : Squamata : Serpentes : Varanidae : Varanus : Varanus salvator Biawak Air Asia - Varanus salvator (Gambar 5) termasuk dalam katagori Apendiks II CITES. Di wilayah Banten dan sekitarnya jenis ini dikenal dengan nama Biawak/bayawak. Kuota ekspor nasional untuk biawak ini sejak tahun 2010 adalah individu ( untuk eksor kulit dan untuk ekspor hidup) (CITES, 2010). Biawak air merupakan jenis reptilia yang banyak diminati, baik di dalam maupun luar negeri. Panjang tubuh pada umur dewasa berkisar antara cm (Conservation Earth/Wildlife Associates 1999). Bayi biawak Air dicari untuk binatang kesayangan. Kulitnya diambil untuk bahan baku kerajinan; daging untuk konsumsi dan bagian tubuh lainnya dipercaya sebagai penawar penyakit, seperti minyaknya yang popular dengan sebutan minyak biawak. Habitat berburu biawak Air meliputi sekitar persawahan, ladang, sungai sampai tepi pantai. Satwa karnivora dan aktif pada siang hari (diurnal) ini dapat ditemukan di tempat-tempat yang berdekatan dengan sumber air, seperti tepi danau, tepi sungai, rawa-rawa dan hutan mangrove (Byer, 1999). Pola perilaku biawak air tidak terlalu pemilih dengan suatu kondisi lingkungan yang khusus (Whitten et al. 1999). Di wilayah Banten dan sekitarnya pasokan biawak air cenderung ada penurunan sejak 5 tahun terakhir. Perburuan biawak air berlangsung sepanjang tahun, tidak dipengaruhi oleh musim. Pada 5 tahun lalu seorang pengumpul bisa mendapatkan 15 ekor perbulan, tetapi lima tahun belakangan hanya 10 ekor perbulan. Prediksi kesediaan pasokan dan 6. Biawak Air Asia - Varanus salvator (Laurenti, 1768) Klasifikasi Biawak Air Asia - Varanus salvator adalah sebagai berikut: Kerajaan : Animalia Filum : Chordata Anak Filum : Vertebrata 8 Gambar 6. Biawak Air Asia Varanus salvator (Foto: Dadang R Subasli)

12 SUBASLI - JENIS-JENIS REPTILIA YANG DIPERDAGANGKAN SERTA PENELUSURAN KELANGKAANNYA populasi biawak Air di alam 5 tahun ke depan oleh pengumpul dari wilayah Banten adalah turun untuk 5 tahun mendatang. Penyebaran Biawak Air Asia: Sumatra, Kalimantan, Jawa, Bali (De Rooij, 1917; Welch, 1988; Iskandar & Colijn, 2001). KESIMPULAN Dari hasil wawancara dengan menggunakan metode wawancara dan kuestioner, dapat disimpulkan bahwa jumlah pasokan ular ular Sanca Batik dan Biawak Air Asia di wilayah Banten cenderung menurun sejak 5 tahun terakhir hingga saat ini dan 5 jenis reptilia lainnya relativ aman untuk 5 tahun kedepan.penurunan jumlah pasokan mengindikasikan menurunnya populasi ular Sanca Batik dan Biawak Air di wilayah Banten. Kesimpulan ini diperkuat hasil wawancara kepada pemburu dan pengumpul di daerah Provinsi Banten. Untuk mendapatkan data yang lebih akurat yang dapat digunakan dalam pengambilan kebijakan, diperlukan perluasan daerah survei dan penambahan jumlah responden. Penelitian lapangan untuk mengetahui biologi populasi jenis reptilia yang diperdagangkan, terutama jenis-jenis yang sudah mengindikasikan penurunan populasi perlu dilakukan. Penelitian ini untuk melengkapi data hasil wawancara dari pelaku perdagangan. UCAPAN TERIMAKASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Pimpinan Pusat Penelitian Biologi LIPI dan Pimpinan Proyek Penentuan Status Kelangkaan Satwa Rawan Punah, sehingga penulis memperoleh kesempatan melakukan penelitian ini hingga selesai. Penelitian ini dapat berlangsung berkat dana dari DIPA Pusat Penelitian Biologi LIPI tahun anggaran Terima kasih juga disampaikan kepada sdr M.W. Auliarasli atas kerjasama yang baik selama aktifitas di lapangan. DAFTAR PUSTAKA Byers, D Varanus salvator : Water Monitor. Biology of Amphibians and Reptiles J. Harding (ed). University of Michigan. Michigan. Diakses dari World Wide Web: h t t p : / / animaldiversity.ummz.unmich.edu/accounts/ varanus/v. salvator$narrative.html. 4 Juni CITES, Export quota 2010 Indonesia.www. cites.org (diakses 26 Desember 2011). De Rooij, N The Reptiles of The Indo Australian Archipelago II. Ophidia. E.J. Brill. Ltd. Leiden. 334 pp. Hodges, R Snakes of Java with special reference to East Java Province. The British Herpetological Society No. 43, Spring Iskandar, D.T.& Colijn, E A Checklist of South Asian and New Guinean Reptiles. Part I: Serpentes. BCP JICA, ITB dan The Gibbon Foundation. CV. Binamitra. Jakarta. Kurniati, H Amphibian and Reptiles of Gunung Halimun National Park, West Java, Ind one si a. Research Center for Bilology lipi, Cibinong. Welch, K.R.G Snakes of The Orient, A Checklist. R.E. Krieger Publ.Co. Inc. Malabar, Florida. 183 pp. Whitten, T., R.E. Soeriaatmadja & S.A. Afiff Ekologi Jawa dan Bali. Prenhallindo. Jakarta. Dadang Rahadian Subasli Museum Zoologicum Bogoriense, Bidang Zoologi, Puslit Biologi LIPI Gd. Widyasatwaloka, Jl. Raya Jakarta Bogor KM. 46 Cibinong d_rsubasli@yahoo.com 9

ISSN Redaksi Mohammad Irham Pungki Lupiyaningdyah Nur Rohmatin Isnaningsih Conni Margaretha Sidabalok

ISSN Redaksi Mohammad Irham Pungki Lupiyaningdyah Nur Rohmatin Isnaningsih Conni Margaretha Sidabalok Fauna Indonesia merupakan Majalah llmiah Populer yang diterbitkan oleh Masyarakat Zoologi Indonesia (MZI). Majalah ini memuat hasil pengamatan ataupun kajian yang berkaitan dengan fauna asli Indonesia,

Lebih terperinci

ISSN Fauna. donesia. Volume 11, No. 2 Desember Hylarana rufipes MZI

ISSN Fauna. donesia. Volume 11, No. 2 Desember Hylarana rufipes MZI ISSN 0216-9169 Fauna Indonesia Volume 11, No. 2 Desember 2012 t Zoologi In M donesia asyaraka Hylarana rufipes MZI Fauna Indonesia Fauna Indonesia merupakan Majalah llmiah Populer yang diterbitkan oleh

Lebih terperinci

ISSN Fauna. donesia. Volume 11, No. 2 Desember Hylarana rufipes MZI

ISSN Fauna. donesia. Volume 11, No. 2 Desember Hylarana rufipes MZI ISSN 0216-9169 Fauna Indonesia Volume 11, No. 2 Desember 2012 t Zoologi In M donesia asyaraka Hylarana rufipes MZI Fauna Indonesia Fauna Indonesia merupakan Majalah llmiah Populer yang diterbitkan oleh

Lebih terperinci

ISSN Fauna. donesia. Volume 11, No. 2 Desember Hylarana rufipes MZI

ISSN Fauna. donesia. Volume 11, No. 2 Desember Hylarana rufipes MZI ISSN 0216-9169 Fauna Indonesia Volume 11, No. 2 Desember 2012 t Zoologi In M donesia asyaraka Hylarana rufipes MZI Fauna Indonesia Fauna Indonesia merupakan Majalah llmiah Populer yang diterbitkan oleh

Lebih terperinci

METODE CEPAT PENENTUAN KERAGAMAN, KEPADATAN DAN KELIMPAHAN JENIS KODOK

METODE CEPAT PENENTUAN KERAGAMAN, KEPADATAN DAN KELIMPAHAN JENIS KODOK METODE CEPAT PENENTUAN KERAGAMAN, KEPADATAN DAN KELIMPAHAN JENIS KODOK Oleh: Hellen Kurniati Editor: Gono Semiadi LIPI PUSAT PENELITIAN BIOLOGI LIPI BIDANG ZOOLOGI-LABORATORIUM HERPETOLOGI Cibinong, 2016

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Burung dalam ilmu biologi adalah anggota kelompok hewan bertulang belakang (vertebrata) yang memiliki bulu dan sayap. Jenis-jenis burung begitu bervariasi, mulai dari

Lebih terperinci

ISSN Redaksi Mohammad Irham Pungki Lupiyaningdyah Nur Rohmatin Isnaningsih Conni Margaretha Sidabalok

ISSN Redaksi Mohammad Irham Pungki Lupiyaningdyah Nur Rohmatin Isnaningsih Conni Margaretha Sidabalok Aedeagusdr os ophi l i d Fauna Indonesia merupakan Majalah llmiah Populer yang diterbitkan oleh Masyarakat Zoologi Indonesia (MZI). Majalah ini memuat hasil pengamatan ataupun kajian yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

JENIS-JENIS KADAL (LACERTILIA) DI KAWASAN KAMPUS UNIVERSITAS ANDALAS LIMAU MANIH PADANG SKRIPSI SARJANA BIOLOGI OLEH HERLINA B.P.

JENIS-JENIS KADAL (LACERTILIA) DI KAWASAN KAMPUS UNIVERSITAS ANDALAS LIMAU MANIH PADANG SKRIPSI SARJANA BIOLOGI OLEH HERLINA B.P. JENIS-JENIS KADAL (LACERTILIA) DI KAWASAN KAMPUS UNIVERSITAS ANDALAS LIMAU MANIH PADANG SKRIPSI SARJANA BIOLOGI OLEH HERLINA B.P.04 133 007 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. buaya, Caiman, buaya, kura-kura, penyu dan tuatara. Ada sekitar 7900 spesies

I. PENDAHULUAN. buaya, Caiman, buaya, kura-kura, penyu dan tuatara. Ada sekitar 7900 spesies I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Reptil adalah hewan vertebrata yang terdiri dari ular, kadal cacing, kadal, buaya, Caiman, buaya, kura-kura, penyu dan tuatara. Ada sekitar 7900 spesies reptil hidup sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang beriklim tropis terluas di dunia dan merupakan negara yang memiliki banyak keanekaragaman hayati baik flora maupun fauna.

Lebih terperinci

Fauna Indonesia. Pusat Penelitian Biologi - LIPI Bogor MZI ISSN Volume 8, No. 1 Juni Museum Zoologicum Bogoriense. o o.

Fauna Indonesia. Pusat Penelitian Biologi - LIPI Bogor MZI ISSN Volume 8, No. 1 Juni Museum Zoologicum Bogoriense. o o. ISSN 0216-9169 Fauna Indonesia Volume 8, No. 1 Juni 2008 Museum Zoologicum Bogoriense M a s y a r a k a t Z o o l o g MZI i I n d o n e s i a Pusat Penelitian Biologi - LIPI Bogor Fauna Indonesia Fauna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Burung merupakan salah satu jenis hewan yang banyak disukai oleh manusia, hal ini di karenakan burung memiliki beberapa nilai penting, seperti nilai estetika, ekologi

Lebih terperinci

USULAN PERLINDUNGAN KURA BANING HUTAN (Manouria emys emys) UNTUK MASUK DALAM DAFTAR SATWA LIAR YANG DILINDUNGI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

USULAN PERLINDUNGAN KURA BANING HUTAN (Manouria emys emys) UNTUK MASUK DALAM DAFTAR SATWA LIAR YANG DILINDUNGI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA USULAN PERLINDUNGAN KURA BANING HUTAN (Manouria emys emys) UNTUK MASUK DALAM DAFTAR SATWA LIAR YANG DILINDUNGI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA PENGUSUL Nama : Hellen Kurniati Pekerjaan : Staf peneliti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman

I. PENDAHULUAN. paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman hayati yang terkandung

Lebih terperinci

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU EDY HENDRAS WAHYONO Penerbitan ini didukung oleh : 2 BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU Ceritera oleh Edy Hendras Wahyono Illustrasi Indra Foto-foto Dokumen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumber daya alam hayati merupakan unsur unsur alam yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumber daya alam hayati merupakan unsur unsur alam yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya alam hayati merupakan unsur unsur alam yang terdiri dari sumber daya alam nabati (tumbuhan) dan hewani (satwa) yang bersama - sama dengan unsur

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Informasi Geografis 2.1.1. Pengertian dan Konsep Dasar Prahasta (2001) menyebutkan bahwa pengembangan sistem-sistem khusus yang dibuat untuk menangani masalah informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keanekaragaman hayati dianggap sangat penting untuk kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Keanekaragaman hayati dianggap sangat penting untuk kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keanekaragaman hayati dianggap sangat penting untuk kehidupan masyarakat Indonesia, 40 juta orang Indonesia menggantungkan hidupnya secara langsung pada keanekaragaman

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Perdagangan satwa liar mungkin terdengar asing bagi kita. Kita mungkin

PENDAHULUAN. Perdagangan satwa liar mungkin terdengar asing bagi kita. Kita mungkin PENDAHULUAN Latar Belakang Perdagangan satwa liar mungkin terdengar asing bagi kita. Kita mungkin telah turut menyumbang pada perdagangan ilegal satwa liar dengan tanpa sadar turut membeli barang-barang

Lebih terperinci

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3 SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3 1. Tempat perlindungan Orang utan yang dilindungi oleh pemerintah banyak terdapat didaerah Tanjung

Lebih terperinci

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T No.714, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN KP. Larangan. Pengeluaran. Ikan. Ke Luar. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/PERMEN-KP/2014 TENTANG LARANGAN

Lebih terperinci

Burung Kakaktua. Kakatua

Burung Kakaktua. Kakatua Burung Kakaktua Kakatua Kakak tua putih Klasifikasi ilmiah Kerajaan: Animalia Filum: Chordata Kelas: Aves Ordo: Psittaciformes Famili: Cacatuidae G.R. Gray, 1840 Subfamily Microglossinae Calyptorhynchinae

Lebih terperinci

ISSN Redaksi Mohammad Irham Pungki Lupiyaningdyah Nur Rohmatin Isnaningsih Conni Margaretha Sidabalok

ISSN Redaksi Mohammad Irham Pungki Lupiyaningdyah Nur Rohmatin Isnaningsih Conni Margaretha Sidabalok Fauna Indonesia merupakan Majalah llmiah Populer yang diterbitkan oleh Masyarakat Zoologi Indonesia (MZI). Majalah ini memuat hasil pengamatan ataupun kajian yang berkaitan dengan fauna asli Indonesia,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Semua lahan basah diperkirakan menutupi lebih dari 20% luas daratan Indonesia

I. PENDAHULUAN. Semua lahan basah diperkirakan menutupi lebih dari 20% luas daratan Indonesia 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai lahan basah paling luas dan paling beragam di Asia Tenggara, meliputi lahan basah alami seperti hutan rawa, danau,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Perumusan Masalah

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Perumusan Masalah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Konservasi satwaliar meliputi kegiatan perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan (Sekditjen PHKA 2007a). Pemanfaatan satwaliar menjadi kegiatan yang dilakukan manusia

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tumbuhan dan satwa adalah bagian dari sumber daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu dari 3 negara yang mempunyai tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi. Fauna merupakan bagian dari keanekaragaman hayati di Indonesia,

Lebih terperinci

Fauna Indonesia Pusat Penelitian Biologi - LIPI Bogor M Z I

Fauna Indonesia Pusat Penelitian Biologi - LIPI Bogor M Z I ISSN 0216-9169 Fauna Indonesia Volume 10, No. 2 Desember 2011 Gullela bicolor M a s y a r a k a t Z o o l o g MZI i I n d o n e s i a Pusat Penelitian Biologi - LIPI Bogor Fauna Indonesia Fauna Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Data Jumlah Spesies dan Endemik Per Pulau

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Data Jumlah Spesies dan Endemik Per Pulau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Indonesia Membutuhkan Lebih Banyak Kawasan Penunjang Konservasi Indonesia merupakan negara yang menyimpan kekayaan keanekaragaman ekosistem yang terbentang dari

Lebih terperinci

USULAN SANCA BULAN Simalia boeleni (Brongersma, 1953) UNTUK MASUK DALAM DAFTAR SATWA LIAR YANG DILINDUNGI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

USULAN SANCA BULAN Simalia boeleni (Brongersma, 1953) UNTUK MASUK DALAM DAFTAR SATWA LIAR YANG DILINDUNGI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA USULAN SANCA BULAN Simalia boeleni (Brongersma, 1953) UNTUK MASUK DALAM DAFTAR SATWA LIAR YANG DILINDUNGI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA PENGUSUL Nama : Mumpuni dan Amir Hamidy Pekerjaan : Staf peneliti

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Page 1 of 9 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tumbuhan dan satwa adalah bagian dari

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. termasuk ekosistem terkaya di dunia sehubungan dengan keanekaan hidupan

PENDAHULUAN. termasuk ekosistem terkaya di dunia sehubungan dengan keanekaan hidupan PENDAHULUAN Latar Belakang Sebagian besar hutan yang ada di Indonesia adalah hutan hujan tropis, yang tidak saja mengandung kekayaan hayati flora yang beranekaragam, tetapi juga termasuk ekosistem terkaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara tropis memiliki keanekaragaman jenis satwa,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara tropis memiliki keanekaragaman jenis satwa, BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara tropis memiliki keanekaragaman jenis satwa, sebagian diantaranya dikategorikan langka, tetapi masih mempunyai potensi untuk ditangkarkan, baik

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2. Bio Ekologi Herpetofauna 2.1. Taksonomi Taksonomi Reptil Taksonomi Amfibi

II. TINJAUAN PUSTAKA 2. Bio Ekologi Herpetofauna 2.1. Taksonomi Taksonomi Reptil Taksonomi Amfibi II. TINJAUAN PUSTAKA 2. Bio Ekologi Herpetofauna 2.1. Taksonomi 2.1.1. Taksonomi Reptil Reptilia adalah salah satu hewan bertulang belakang. Dari ordo reptilia yang dulu jumlahnya begitu banyak, kini yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tumbuhan dan satwa adalah bagian dari sumber daya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian dilaksanakan di kawasan Tambling Wildlife Nature Conservation, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan untuk kegiatan pengamatan dan pengambilan

Lebih terperinci

Fauna Indonesia. Pusat Penelitian Biologi - LIPI Bogor MZI ISSN Volume 11, No. 1 Juni Accipiter trinotatus. o o.

Fauna Indonesia. Pusat Penelitian Biologi - LIPI Bogor MZI ISSN Volume 11, No. 1 Juni Accipiter trinotatus. o o. ISSN 0216-9169 Fauna Indonesia Volume 11, No. 1 Juni 2012 Accipiter trinotatus M a s y a r a k a t Z o o l o g MZI i I n d o n e s i a Pusat Penelitian Biologi - LIPI Bogor Fauna Indonesia Fauna Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi di dunia. Keanekaragaman hayati terbesar yang dimiliki Indonesia di antaranya adalah

Lebih terperinci

Identifikasi Jenis Amphibi Di Kawasan Sungai, Persawahan, dan Kubangan Galian Di Kota Mataram. Mei Indra Jayanti, Budiono Basuki, Susilawati

Identifikasi Jenis Amphibi Di Kawasan Sungai, Persawahan, dan Kubangan Galian Di Kota Mataram. Mei Indra Jayanti, Budiono Basuki, Susilawati Identifikasi Jenis Amphibi Di Kawasan Sungai, Persawahan, dan Kubangan Galian Di Kota Mataram Mei Indra Jayanti, Budiono Basuki, Susilawati Abstrak; Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan

Lebih terperinci

SMP NEGERI 3 MENGGALA

SMP NEGERI 3 MENGGALA SMP NEGERI 3 MENGGALA KOMPETENSI DASAR Setelah mengikuti pembelajaran, siswa diharapkan dapat mengidentifikasi pentingnya keanekaragaman makhluk hidup dalam pelestarian ekosistem. Untuk Kalangan Sendiri

Lebih terperinci

TEKNIK PENGUKURAN MORFOLOGI LABI LABI (Amyda cartilaginea) DI SUMATERA SELATAN

TEKNIK PENGUKURAN MORFOLOGI LABI LABI (Amyda cartilaginea) DI SUMATERA SELATAN TEKNIK PENGUKURAN MORFOLOGI LABI LABI (Amyda cartilaginea) DI SUMATERA SELATAN Tri Muryanto dan Sukamto Teknisi Litkayasa pada Balai Penelitian Pemulihan dan Konservasi Sumberdaya Ikan-Jatiluhur Teregistrasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Gambar 1 Bange (Macaca tonkeana) (Sumber: Rowe 1996)

PENDAHULUAN. Gambar 1 Bange (Macaca tonkeana) (Sumber: Rowe 1996) PENDAHULUAN Latar Belakang Secara biologis, pulau Sulawesi adalah yang paling unik di antara pulaupulau di Indonesia, karena terletak di antara kawasan Wallacea, yaitu kawasan Asia dan Australia, dan memiliki

Lebih terperinci

Untuk: Istriku Budiawati S. Iskandar & Putra-Putraku: Oktarian, Septabian dan Oktabrian Tercinta

Untuk: Istriku Budiawati S. Iskandar & Putra-Putraku: Oktarian, Septabian dan Oktabrian Tercinta Keanekaan Hayati Jenis Binatang; Manfaat Ekologi Bagi Manusia, oleh Johan Iskandar Hak Cipta 2015 pada penulis GRAHA ILMU Ruko Jambusari 7A Yogyakarta 55283 Telp: 0274-889398; Fax: 0274-889057; E-mail:

Lebih terperinci

Jenis Satwa Liar dan Pemanfaatnya Di Pasar Beriman, Kota Tomohon, Sulawesi Utara

Jenis Satwa Liar dan Pemanfaatnya Di Pasar Beriman, Kota Tomohon, Sulawesi Utara Jenis Satwa Liar dan Pemanfaatnya Di Pasar Beriman, Kota Tomohon, Sulawesi Utara R. Sahiu 1), E. Pangemanan ), W. Nurmawan ), dan M. T. Lasut ) 1) Mahasiswa Program Studi Ilmu Kehutanan UNSRAT ) Dosen

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati serta tingkat endemisme yang sangat tinggi (Abdulhadi 2001; Direktorat KKH 2005). Dari segi keanekaragaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Habitat merupakan lingkungan tempat tumbuhan atau satwa dapat hidup dan berkembang biak secara alami. Kondisi kualitas dan kuantitas habitat akan menentukan komposisi,

Lebih terperinci

PANDUAN SMART WIDYA ARTHA 2013

PANDUAN SMART WIDYA ARTHA 2013 PANDUAN SMART WIDYA ARTHA 2013 KETENTUAN UMUM a) SMART Widya Artha SMART Widya Artha merupakan program dana bantuan penelitian tugas akhir/skripsi untuk mahasiswa S1, yang diberikan oleh PT SMART Tbk (merupakan

Lebih terperinci

Konservasi Biodiversitas Indonesia

Konservasi Biodiversitas Indonesia Konservasi Biodiversitas Indonesia Dr. Luchman Hakim Bahan Kuliah PS S2 Pengelolaan Sumberdaya Lingkungan dan Pembangunan Program Pasca Sarjana Univesitas Brawijaya Posisi Indonesia dalam dunia 1 2 3 4

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hayati memiliki potensi menjadi sumber pangan, papan, sandang, obat-obatan

BAB I PENDAHULUAN. hayati memiliki potensi menjadi sumber pangan, papan, sandang, obat-obatan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Keanekaragaman hayati di suatu negara memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat. Keanekaragaman hayati merupakan sumber penghidupan dan kelangsungan

Lebih terperinci

ISSN Redaksi Mohammad Irham Pungki Lupiyaningdyah Nur Rohmatin Isnaningsih Conni Margaretha Sidabalok

ISSN Redaksi Mohammad Irham Pungki Lupiyaningdyah Nur Rohmatin Isnaningsih Conni Margaretha Sidabalok Aedeagusdr os ophi l i d Fauna Indonesia merupakan Majalah llmiah Populer yang diterbitkan oleh Masyarakat Zoologi Indonesia (MZI). Majalah ini memuat hasil pengamatan ataupun kajian yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

PELESTARIAN BAB. Tujuan Pembelajaran:

PELESTARIAN BAB. Tujuan Pembelajaran: BAB 4 PELESTARIAN MAKHLUK HIDUP Tujuan Pembelajaran: Setelah mempelajari bab ini, kalian diharapkan dapat: 1. Mengetahui berbagai jenis hewan dan tumbuhan yang mendekati kepunahan. 2. Menjelaskan pentingnya

Lebih terperinci

STUDI KARAKTERISTIK KUBANGAN BADAK JAWA (Rhinoceros sondaicus Desmarest 1822) DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON

STUDI KARAKTERISTIK KUBANGAN BADAK JAWA (Rhinoceros sondaicus Desmarest 1822) DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON STUDI KARAKTERISTIK KUBANGAN BADAK JAWA (Rhinoceros sondaicus Desmarest 1822) DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON (Study of Wallow Characteristics of Javan Rhinoceros - Rhinoceros sondaicus Desmarest 1822 in

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. beragam dari gunung hingga pantai, hutan sampai sabana, dan lainnya,

BAB I. PENDAHULUAN. beragam dari gunung hingga pantai, hutan sampai sabana, dan lainnya, BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara dengan keanekaragaman hayati yang beragam. Wilayahnya yang berada di khatuistiwa membuat Indonesia memiliki iklim tropis, sehingga

Lebih terperinci

KEPADATAN INDIVIDU KLAMPIAU (Hylobates muelleri) DI JALUR INTERPRETASI BUKIT BAKA DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA KABUPATEN MELAWI

KEPADATAN INDIVIDU KLAMPIAU (Hylobates muelleri) DI JALUR INTERPRETASI BUKIT BAKA DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA KABUPATEN MELAWI KEPADATAN INDIVIDU KLAMPIAU (Hylobates muelleri) DI JALUR INTERPRETASI BUKIT BAKA DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA KABUPATEN MELAWI Individual Density of Boenean Gibbon (Hylobates muelleri)

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 Tentang : Pengawetan Jenis Tumbuhan Dan Satwa

Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 Tentang : Pengawetan Jenis Tumbuhan Dan Satwa Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 Tentang : Pengawetan Jenis Tumbuhan Dan Satwa Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 7 TAHUN 1999 (7/1999) Tanggal : 27 Januari 1999 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Populasi adalah kelompok kolektif spesies yang sama yang menduduki ruang tertentu dan pada saat tertentu. Populasi mempunyai

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN SPESIES ULAR DI DESA PERING, KECAMATAN BLAHBATUH, KABUPATEN GIANYAR, BALI

KEANEKARAGAMAN SPESIES ULAR DI DESA PERING, KECAMATAN BLAHBATUH, KABUPATEN GIANYAR, BALI JURNAL BIOLOGI UDAYANA Keanekaragaman 21 (1) : 7 - Spesies 11 Ular di Desa Pering, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, Bali [I Gede Made Arius Hady ISSN Budiada, : 1410-5292 dkk.] KEANEKARAGAMAN SPESIES

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (www.okezone.com 17/8/ % Spesies Primata Terancam Punah)

BAB I PENDAHULUAN. (www.okezone.com 17/8/ % Spesies Primata Terancam Punah) BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Keberadaan primata di seluruh dunia akhir-akhir ini sangat memprihatinkan akibat berkurangnya habitat mereka dan penangkapan liar untuk diperdagangkan. Degradasi dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang

I. PENDAHULUAN. udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Satwa liar adalah semua binatang yang hidup di darat dan atau di air dan atau di udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang dipelihara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang ada di Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat. Distribusi yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang ada di Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat. Distribusi yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Joja (Presbytis potenziani) adalah salah satu primata endemik Indonesia yang ada di Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat. Distribusi yang unik dan isolasinya di Kepulauan

Lebih terperinci

KEPADATAN KODOK FEJERVARYA CANCRIVORA DI PERSAWAHAN DAERAH KABUPATEN KERAWANG, JAWA BARAT PADA TAHUN 2016

KEPADATAN KODOK FEJERVARYA CANCRIVORA DI PERSAWAHAN DAERAH KABUPATEN KERAWANG, JAWA BARAT PADA TAHUN 2016 KEPADATAN KODOK FEJERVARYA CANCRIVORA DI PERSAWAHAN DAERAH KABUPATEN KERAWANG, JAWA BARAT PADA TAHUN 2016 Oleh: Hellen Kurniati*& Eko Sulistyadi Laboratorium Ekologi-Bidang Zoologi, Puslit Biologi-LIPI

Lebih terperinci

Selama menjelajah Nusantara, ia telah menempuh jarak lebih dari km dan berhasil mengumpulkan spesimen fauna meliputi 8.

Selama menjelajah Nusantara, ia telah menempuh jarak lebih dari km dan berhasil mengumpulkan spesimen fauna meliputi 8. PENGANTAR PENULIS Indonesia menempati urutan ke dua di dunia, dalam hal memiliki keragaman flora dan fauna dari 17 negara paling kaya keragaman hayatinya. Brasil adalah negara terkaya dengan hutan Amazonnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kukang di Indonesia terdiri dari tiga spesies yaitu Nycticebus coucang

BAB I PENDAHULUAN. Kukang di Indonesia terdiri dari tiga spesies yaitu Nycticebus coucang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kukang di Indonesia terdiri dari tiga spesies yaitu Nycticebus coucang (tersebar di Pulau Sumatera), Nycticebus javanicus (tersebar di Pulau Jawa), dan Nycticebus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang mencapai sekitar pulau. Perbedaan karakteristik antar pulau

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang mencapai sekitar pulau. Perbedaan karakteristik antar pulau BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang mencapai sekitar 17.000 pulau. Perbedaan karakteristik antar pulau menjadikan Indonesia berpotensi memiliki keanekaragaman habitat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kuat yang sebarannya hanya terdapat di pulau-pulau kecil dalam kawasan

BAB I PENDAHULUAN. dan kuat yang sebarannya hanya terdapat di pulau-pulau kecil dalam kawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Komodo (Varanus komodoensis Ouwens, 1912) merupakan kadal besar dan kuat yang sebarannya hanya terdapat di pulau-pulau kecil dalam kawasan Taman Nasional Komodo (TNK)

Lebih terperinci

Rekapitulasi Luas Penutupan Lahan Di Dalam Dan Di Luar Kawasan Hutan Per Provinsi Tahun 2014 (ribu ha)

Rekapitulasi Luas Penutupan Lahan Di Dalam Dan Di Luar Kawasan Hutan Per Provinsi Tahun 2014 (ribu ha) Rekapitulasi Luas Penutupan Lahan Di Dalam Dan Di Luar Kawasan Hutan Per Provinsi Tahun 2014 (ribu ha) Kawasan Hutan Total No Penutupan Lahan Hutan Tetap APL HPK Jumlah KSA-KPA HL HPT HP Jumlah Jumlah

Lebih terperinci

PENTINGNYA MENJAGA KEANEKARAGAMAN HAYATI ALAM DI SEKITAR KITA

PENTINGNYA MENJAGA KEANEKARAGAMAN HAYATI ALAM DI SEKITAR KITA Peringatan Hari Lingkungan Hidup Se-Dunia 5 Juni 2010 PENTINGNYA MENJAGA KEANEKARAGAMAN HAYATI ALAM DI SEKITAR KITA Indonesia kaya akan keanekaragaman hayati, baik tumbuhan maupun hewan. Sampai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara kepulauan yang terdiri dari tujuh belas ribu pulau. Pulau yang satu dengan

BAB I PENDAHULUAN. negara kepulauan yang terdiri dari tujuh belas ribu pulau. Pulau yang satu dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terletak di antara dua benua, Asia dan Australia, merupakan negara kepulauan yang terdiri dari tujuh belas ribu pulau. Pulau yang satu dengan lainnya dipisahkan

Lebih terperinci

PERAN PENELITI PUSLIT BIOLOGI-LIPI DALAM JEJARING RAPTOR INDONESIA (RAIN)

PERAN PENELITI PUSLIT BIOLOGI-LIPI DALAM JEJARING RAPTOR INDONESIA (RAIN) PERAN PENELITI PUSLIT BIOLOGI-LIPI DALAM JEJARING RAPTOR INDONESIA (RAIN) Dewi M. Prawiradilaga Bidang Zoologi, Puslit Biologi-LIPI, Cibinong Science Centre Email: dewi005 @lipi.go.id STRUKTUR ORGANISASI

Lebih terperinci

Kepadatan Populasi dan Distribusi Kadal (Mabuya multifasciata. Kuhl) Di Pulau-pulau Kecil Kota Padang

Kepadatan Populasi dan Distribusi Kadal (Mabuya multifasciata. Kuhl) Di Pulau-pulau Kecil Kota Padang Kepadatan Populasi dan Distribusi Kadal (Mabuya multifasciata. Kuhl) Di Pulau-pulau Kecil Kota Padang Population Density and Lizard Distribution (Mabuya multifasciata. Kuhl) of small islands in Padang

Lebih terperinci

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka Burung Jalak Bali Burung Jalak Bali Curik Bali atau yang lebih dikenal dengan nama Jalak Bali, merupakan salah satu spesies burung cantik endemis Indonesia. Burung

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki keanekaragaman

BAB I. Pendahuluan. Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki keanekaragaman 1 BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia, termasuk tingkat endemisme yang tinggi. Tingkat endemisme

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENJUALAN HEWAN YANG DILINDUNGI MELALUI MEDIA INTERNET DIHUBUNGKAN DENGAN

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENJUALAN HEWAN YANG DILINDUNGI MELALUI MEDIA INTERNET DIHUBUNGKAN DENGAN BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENJUALAN HEWAN YANG DILINDUNGI MELALUI MEDIA INTERNET DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA JUNCTO

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS AMFIBI (ORDO ANURA) DI KAWASAN TAMAN WISATA ALAM SURANADI - LOMBOK BARAT*

KEANEKARAGAMAN JENIS AMFIBI (ORDO ANURA) DI KAWASAN TAMAN WISATA ALAM SURANADI - LOMBOK BARAT* KEANEKARAGAMAN JENIS AMFIBI (ORDO ANURA) DI KAWASAN TAMAN WISATA ALAM SURANADI - LOMBOK BARAT* Oleh: Noar Muda Satyawan HMPS Biologi FKIP Unram, Jl. Majapahit 62 Mataram, Email : noarmudasatyawan@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Besar Penelitian Tanaman Padi, tikus sawah merupakan hama utama penyebab

BAB I PENDAHULUAN. Besar Penelitian Tanaman Padi, tikus sawah merupakan hama utama penyebab BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tikus sawah (Rattus argentiventer) merupakan salah satu spesies hewan pengerat yang mengganggu aktivitas manusia terutama petani. Menurut Balai Besar Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan perubahan secara terus-menerus. Maka dari itu, setiap manusia harus

BAB I PENDAHULUAN. dan perubahan secara terus-menerus. Maka dari itu, setiap manusia harus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Alam yang diciptakan Allah SWT ini sungguh penuh rahasia, rahasia tersebut hanya dapat diketahui dengan ilmu, karena ilmu tiada tepinya. Kehidupan di ibaratkan sebuah

Lebih terperinci

ISSN Fauna Indonesia. Hystrix brachyura. o o. l o g. i I n d o n e s. Pusat Penelitian Biologi - LIPI Bogor. M a s y a r a k a t.

ISSN Fauna Indonesia. Hystrix brachyura. o o. l o g. i I n d o n e s. Pusat Penelitian Biologi - LIPI Bogor. M a s y a r a k a t. ISSN 0216-9169 Fauna Indonesia Hystrix brachyura M a s y a r a k a t Z o o l o g MZI i I n d o n e s i a Pusat Penelitian Biologi - LIPI Bogor Fauna Indonesia Fauna Indonesia merupakan Majalah llmiah Populer

Lebih terperinci

Keanekaragaman dan Ekologi Biawak (Varanus Salvator) di Kawasan Konservasi Pulau Biawak, Idramayu

Keanekaragaman dan Ekologi Biawak (Varanus Salvator) di Kawasan Konservasi Pulau Biawak, Idramayu Keanekaragaman dan Ekologi Biawak (Varanus Salvator) di Kawasan Konservasi Pulau Biawak, Idramayu Oleh Lisa Abstract Pulau Biawak yang terletak di Kabupaten Indramyu, Jawa Barat memilki keunikan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam artikel Konflik Manusia Satwa Liar, Mengapa Terjadi? yang ditulis

BAB I PENDAHULUAN. Dalam artikel Konflik Manusia Satwa Liar, Mengapa Terjadi? yang ditulis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam artikel Konflik Manusia Satwa Liar, Mengapa Terjadi? yang ditulis Siti Chadidjah Kaniawati pada situs Balai Taman Nasional Kayan Mentarang menjelaskan dalam beberapa

Lebih terperinci

Kisah Profesor ITB yang Namanya Diabadikan Jadi Nama 6 Spesies Hewan

Kisah Profesor ITB yang Namanya Diabadikan Jadi Nama 6 Spesies Hewan Kisah Profesor ITB yang Namanya Diabadikan Jadi Nama 6 Spesies Hewan Ketika suatu spesies baru ditemukan, maka para peneliti yang menemukannya memiliki hak untuk memberikan nama spesies tersebut. Nama

Lebih terperinci

ANGGARAN RUMAH TANGGA FORUM ORANGUTAN INDONESIA

ANGGARAN RUMAH TANGGA FORUM ORANGUTAN INDONESIA ANGGARAN RUMAH TANGGA FORUM ORANGUTAN INDONESIA BAB I UMUM Pasal 1 Umum 1. Anggaran Rumah Tangga ini disusun berdasarkan Anggaran Dasar FORINA. 2. Anggaran Rumah Tangga ini merupakan penjabaran dan menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang menyandang predikat mega biodiversity didukung oleh kondisi fisik wilayah yang beragam mulai dari pegunungan hingga dataran rendah serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sudah dinyatakan punah pada tahun 1996 dalam rapat Convention on

BAB I PENDAHULUAN. sudah dinyatakan punah pada tahun 1996 dalam rapat Convention on BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa sekarang ini, jumlah populasi manusia semakin meningkat. Di Indonesia kepadatan penduduknya mencapai 200 juta jiwa lebih. Kebutuhan akan tempat dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan di Indonesia dan 24 spesies diantaranya endemik di Indonesia (Unggar,

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan di Indonesia dan 24 spesies diantaranya endemik di Indonesia (Unggar, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki keragaman primata yang tinggi, primata tersebut merupakan sumber daya alam yang sangat bermanfaat bagi kehidupan

Lebih terperinci

MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor : 479 /Kpts-11/1998 TENTANG

MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor : 479 /Kpts-11/1998 TENTANG Menimbang : MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor : 479 /Kpts-11/1998 TENTANG LEMBAGA KONSERVASI TUMBUHAN DAN SATWA LIAR MENTERI KEHUTANAN

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN EKTOPARASIT PADA BIAWAK (Varanus salvator, Ziegleri 1999) DIKOTA PEKANBARU, RIAU. Elva Maharany¹, Radith Mahatma², Titrawani²

KEANEKARAGAMAN EKTOPARASIT PADA BIAWAK (Varanus salvator, Ziegleri 1999) DIKOTA PEKANBARU, RIAU. Elva Maharany¹, Radith Mahatma², Titrawani² KEANEKARAGAMAN EKTOPARASIT PADA BIAWAK (Varanus salvator, Ziegleri 1999) DIKOTA PEKANBARU, RIAU Elva Maharany¹, Radith Mahatma², Titrawani² ¹Mahasiswa Program S1 Biologi ²Dosen Bidang Zoologi Jurusan Biologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1 Hewan primata penghuni hutan tropis

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1 Hewan primata penghuni hutan tropis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Primata adalah salah satu bagian dari golongan mamalia (hewan menyusui) dalam kingdom animalia (dunia hewan). Primata muncul dari nenek moyang yang hidup di pohon-pohon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daratan Asia, tepatnya di sepanjang pegunungan Himalaya. Sudah hidup

BAB I PENDAHULUAN. daratan Asia, tepatnya di sepanjang pegunungan Himalaya. Sudah hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Beberapa juta tahun yang lalu, jauh sebelum keberadaan manusia di daratan Asia, tepatnya di sepanjang pegunungan Himalaya. Sudah hidup nenek moyang kera besar

Lebih terperinci

Lutung. (Trachypithecus auratus cristatus)

Lutung. (Trachypithecus auratus cristatus) Lutung (Trachypithecus auratus cristatus) Oleh: Muhammad Faisyal MY, SP PEH Pelaksana Lanjutan Resort Kembang Kuning, SPTN Wilayah II, Balai Taman Nasional Gunung Rinjani Trachypithecus auratus cristatus)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki 40 spesies primata dari 195 spesies jumlah primata yang ada di dunia. Owa Jawa merupakan salah satu dari 21 jenis primata endemik yang dimiliki

Lebih terperinci

2015 LUWAK. Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian

2015 LUWAK. Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian 2015 LUWAK Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian LUWAK A. Biologi Luwak Luwak merupakan nama lokal dari jenis musang

Lebih terperinci

DANAU YAMUR. Gambar 1. Peta lokasi Danau Yamur. Foto atas kanan: Citra satelit. Gambar bawah: Peta Danau Yamur dari Boeseman (1963)

DANAU YAMUR. Gambar 1. Peta lokasi Danau Yamur. Foto atas kanan: Citra satelit. Gambar bawah: Peta Danau Yamur dari Boeseman (1963) DANAU YAMUR Danau Yamur terdapat di bagian penyempitan leher Jazirah Kepala Burung (vogelkop) di Pulau Papua, yang berada di antara Teluk Cenderawasih di utara, dan Laut Afafura di Selatan. Danau ini berada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Amfibi merupakan salah satu komponen penyusun ekosistem yang memiliki

I. PENDAHULUAN. Amfibi merupakan salah satu komponen penyusun ekosistem yang memiliki 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Amfibi merupakan salah satu komponen penyusun ekosistem yang memiliki peranan sangat penting, baik secara ekologis maupun ekonomis. Secara ekologis, amfibi berperan sebagai

Lebih terperinci

KETENTUAN NASKAH ARTIKEL JURNAL PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN

KETENTUAN NASKAH ARTIKEL JURNAL PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN KETENTUAN NASKAH ARTIKEL JURNAL PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN Penulis Pertama 1, Penulis Kedua 2 1 Institusi penulis pertama (contoh: Jurusan Pendidikan Teknik Mesin FT UNY); 2 Institusi penulis kedua

Lebih terperinci

C. Model-model Konseptual

C. Model-model Konseptual C. Model-model Konseptual Semua kampanye Pride Rare dimulai dengan membangun suatu model konseptual, yang merupakan alat untuk menggambarkan secara visual situasi di lokasi proyek. Pada bagian intinya,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan erat dengan upaya pemerintah dalam meningkatkan devisa negara, yang pada masa lalu didominasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara kepulauan, Indonesia menyimpan kekayaan alam tropis yang tak ternilai harganya dan dipandang di dunia internasional. Tidak sedikit dari wilayahnya ditetapkan

Lebih terperinci

BAB V PROFIL SATWALIAR GUNUNG PARAKASAK

BAB V PROFIL SATWALIAR GUNUNG PARAKASAK BAB V PROFIL SATWALIAR GUNUNG PARAKASAK A. Kehadiran Satwaliar Kelompok Mamalia Kawasan Gunung Parakasak memiliki luas mencapai 1.252 ha, namun areal yang berhutan hanya tersisa < 1%. Areal hutan di Gunung

Lebih terperinci

Pemetaan Pandan (Pandanus Parkins.) di Kabupaten dan Kota Malang

Pemetaan Pandan (Pandanus Parkins.) di Kabupaten dan Kota Malang Pemetaan Pandan (Pandanus Parkins.) di Kabupaten dan Kota Malang Apriyono Rahadiantoro, Rodliyati Azrianingsih, Brian Rahardi Jurusan Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Brawijaya, Malang the_reddishsky@yahoo.co.id

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total

TINJAUAN PUSTAKA. Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total 15 TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Lokasi Penelitian Pulau Sembilan merupakan salah satu pulau yang terdapat di Kabupaten Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total luas

Lebih terperinci