BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara terkaya di dunia dalam kekayaan hayati, dengan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara terkaya di dunia dalam kekayaan hayati, dengan"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara terkaya di dunia dalam kekayaan hayati, dengan luas yang hanya 1,3% dari luas total daratan dunia, Indonesia dianugerahi kekayaan alam yang beraneka ragam, seperti tumbuhan, ikan, amfibi dan hewan-hewan lainnya. Potensi kekayaan tumbuhan dapat dimanfaatkan untuk menunjang berbagai macam kebutuhan hidup manusia, terutama dalam bidang obat-obatan dari tumbuhan. Hingga kini, ramuan dari tumbuhan tersebut masih sering dimanfaatkan dan memberikan andil pada pemeliharaan kesehatan masyarakat (Muhtadi dkk., 2011). Menurut WHO, 80% populasi dunia bergantung pada herbal medicine, yang pertumbuhan produknya mencapai 10-15% setiap tahunnya. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010, sebanyak 59,12% penduduk Indonesia pada semua kelompok umur laki-laki maupun perempuan, baik di perkotaan maupun pedesaan pernah mengkonsumsi jamu, dimana 95% menyatakan bermanfaat untuk kesehatan (Hadi dkk., 2011). Dari bermacam-macam tanaman obat yang dibudidayakan di Indonesia, Sambiloto memiliki khasiat sebagai antiinfeksi, antiaterosklerosis, antiinflamasi, antihepatotoksik, imunomodulator, dan antiaterosklerotik (Chao dan Lin, 2010). Adanya senyawa andrografolid pada ektsrak sambiloto terpurifikasi yang dikombinasikan dengan metformin juga terbukti memiliki kemampuan yang 1

2 2 hampir sama dalam menurunkan kadar glukosa darah baik preprandial maupun postprandial (Syamsul dkk., 2011). Kunir putih sendiri dapat berkhasiat sebagai antimikroba, antiradang, antikanker, hepatoprotektif, dan insektisida (Saefudin dkk, 2014). Penelitian dengan mengkombinasikan antara dua atau lebih ekstrak bahan alam untuk meningkatkatkan aktivitas farmakologisnya telah banyak dilakukan. Efek sinergis yang lebih efektif dibandingkan ektstrak tunggalnya terjadi pada beberapa kombinasi ekstrak (Scholey dan Kennedy, 2002). Efek sinergis dapat terjadi karena adanya interkasi dari senyawa aktif yang terkandung dalam ekstrak tunggal maupun kombinasi (Wagner, 2006). Hasil penelitian mengenai kombinasi dari sambiloto dan kunir putih memiliki efek meningkatkan imunitas dan daya tahan tubuh, menjaga sistem hormon, serta berkhasiat sebagai antimikroba (Nastiti, 2012; Megawati, 2013). Kombinasi ekstrak herba sambiloto dan rimpang kunir putih yang diuji pada penelitian ini akan dibuat menjadi produk obat herbal terstandar. Salah satu syarat untuk mendaftarkan produk obat herbal terstandar menurut peraturan BPOM No HK tahun 2005 (Anonim, 2005) tentang Kriteria dan Tata Laksana Pendaftaran Obat Tradisional, Obat Herbal Terstandar, dan Fitofarmaka adalah harus melampirkan hasil uji pra-klinik. Uji toksisitas akut merupakan salah satu uji praklinik untuk mengukur derajat efek toksik suatu senyawa yang terjadi dalam waktu singkat, yaitu 24 jam setelah pemberiannya dalam dosis tunggal. Suatu obat herbal memerlukan uji toksisitas akut untuk mengetahui potensi ketoksikannya.

3 3 Uji toksisitas akut ekstrak tunggal sambiloto terhadap mencit menghasilkan harga LD50 sebesar 19,473 g/kgbb dan dikategorikan sebagai praktis tidak toksik (Anonim, 2010 b ). Pengujian ketoksikan akut ekstrak tunggal rimpang kunir putih pada tikus jantan galur Sprague-Dawley menunjukkan rimpang kunir putih tidak menyebabkan kematian hingga dosis 21262,5 g/kgbb (Murwanti dkk., 2004). Meskipun potensi ketoksikan akut ekstrak tunggal sambiloto maupun kunir putih dikategorikan praktis tidak toksik, namun masih perlu dilakukan uji toksisitas untuk kombinasi keduanya. Hal ini dikarenakan ada kemungkinan terjadi interaksi antara senyawa yang terkandung dalam masing-masing ekstrak tunggal, sehingga efek toksiknya meningkat (Ganiswara, 1995). Oleh karena itu, perlu dilakukan uji toksisitas akut pada kombinasi ekstrak sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.F) Nees) dan kunir putih (Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe) untuk mendapatkan nilai LD50 atau potensi ketoksikannya. B. Rumusan Masalah 1. Berapa besarkah potensi ketoksikan akut kombinasi ekstrak herba sambiloto dan rimpang kunir putih yang diberikan secara per oral terhadap tikus betina Wistar dilihat dari harga LD50-nya? 2. Apa sajakah gejala toksik yang timbul setelah pemberian akut per oral kombinasi ekstrak herba sambiloto dan rimpang kunir putih terhadap tikus betina Wistar?

4 4 3. Bagaimanakah gambaran histoptologis organ hati, limpa dan ginjal tikus betina Wistar setelah pemberian akut per oral kombinasi ekstrak herba sambiloto dan rimpang kunir putih? C. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui besar potensi ketoksikan akut (LD50) kombinasi ekstrak herba sambiloto dan rimpang kunir putih pada tikus betina Wistar. 2. Mengetahui gejala toksisitas yang timbul setelah pemberian per oral kombinasi ekstrak herba sambiloto dan rimpang kunir putih pada tikus betina Wistar. 3. Mengetahui gambaran histopatologis organ hati, limpa dan ginjal tikus betina Wistar setelah pemberian akut per oral kombinasi ekstrak herba sambiloto dan rimpang kunir putih. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan mampu memberikan data ilmiah yang digunakan untuk mengetahui spektrum efek toksik/ potensi ketoksikan dan gejala toksik yang ditimbulkan dari pemberian kombinasi ekstrak herba sambiloto dan rimpang kunir putih secara akut sehingga didapatkan data perkiraan potensi ketoksikan pada senyawa ini jika digunakan bagi manusia.

5 5 E. Tinjauan Pustaka 1. Toksisitas a. Definisi Toksikologi merupakan kajian tentang hakikat dan mekanisme efek toksik berbagai bahan terhadap makhluk hidup dan sistem biologik lainnya. Selain mengkaji mengenai hakikat dan mekanisme efek toksik, toksikologi juga membahas penilaian kuantitatif mengenai berat dan kekerapan efek toksik dari suatu racun (Lu, 1995). Toksikologi merupakan ilmu antarbidang, meliputi ilmu biologi, kimia, biokimia, fisiologi, imunologi, patologi, farmakologi, dan kesehatan masyarakat. Ilmu-ilmu tersebut dibutuhkan untuk mempelajari aksi zat kimia atas sistem biologi dan untuk menjelaskan secara lengkap mengenai fenomena ketoksikannya (Donatus, 2005). Toksikologi juga bisa didefinisikan sebagai cabang ilmu yang berkaitan dengan racun (Hodgson, 2004). Racun merupakan substansi yang dapat menyebabkan gangguan fungsi yang serius pada sistem biologi tubuh atau dapat menyebabkan kematian. Paracelsus ( ) mengutarakan bahwa pada dasarnya semua zat adalah racun, yang dapat membedakan racun dengan obat adalah pemberian dosis yang tepat (Mansyur, 2002). Terjadinya keracunan diawali dengan masuknya racun ke dalam tubuh kemudian terdistribusi sampai ke sel sasaran tertentu. Adanya antaraksi keduanya menyebabkan timbulnya efek toksik dari senyawa tersebut. Efek toksik yang terjadi dapat berupa aksi toksik langsung, teratogenik, mutagenik,

6 6 karsinogenik, imunotoksisitas, penyimpangan metabolik, ketidaknormalan perilaku, dan lain-lain (Timbrell, 1982). Ketoksikan bisa menyebabkan kerusakan sistemik jika terserap oleh tubuh. Kadar zat kimia dipengaruhi oleh banyak sedikitnya dosis pemejanan, faktor absorbsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi pada organ sasaran, yang nantinya akan menentukan sifat dan efeknya di sel target (Lu, 1995). b. Asas umum toksikologi Asas umum toksikologi bertujuan untuk mengevaluasi keberbahayaan suatu zat, memperkirakan dan menentukan batas keamanan suatu zat apabila diaplikasikan kepada manusia beserta cara penggunaannya agar tidak memberikan efek toksik (Priyanto, 2009). Keberadaan (kadar dan lama tinggal) senyawa atau metabolitnya di tempat aksi maupun keefektifan antaraksinya (mekanisme aksi) menentukan ketoksikan suatu senyawa tersebut. Terdapat empat asas utama dalam toksikologi berdasarkan alur peristiwa timbulnya efek toksik yaitu kondisi pemejanan dan kondisi makhluk hidup, mekanisme aksi, wujud dan sifat efek toksik atau pengaruh berbahaya racun (Donatus, 2005). 1) Kondisi efek toksis Salah satu penentu ketoksikan suatu senyawa adalah keberadaannya (baik zat kimia utuh atau metabolit toksiknya) dalam sel sasaran yang dipengaruhi oleh efektivitas absorbsi, distribusi, metabolisme, dan eliminasi senyawa itu sendiri. Sedangkan efektivitas absorbsi, distribusi, metabolisme, dan eliminasi suatu senyawa sendiri

7 7 ditentukan oleh kondisi pemejanan dan kondisi makhluk hidup (Donatus, 2005). a) Kondisi pemejanan Kondisi efek toksik yang terdiri dari kondisi pemejanan dan kondisi makhluk hidup menentukan keberadaan zat racun di dalam tubuh. Kondisi pemejanan tersebut meliputi jenis, jalur, lama, kekerapan, saat dan takaran pemejanan. Terdapat dua jenis pemejanan yaitu akut dan kronis. Pemejanan akut berkaitan dengan peristiwa tunggal masuknya sejumlah racun ke dalam tubuh makhluk hidup, sedangkan pemejanan kronis merupakan kondisi pemejanan dengan racun yang berulang kali sehingga menyebabkan efek toksik yang kumulatif (Donatus, 2005). b) Jalur pemejanan Selain jenis pemejanan, jalur pemejanan juga mempengaruhi ketoksikan suatu racun, karena akan menentukan keberadaan senyawa racun atau metabolitnya di suatu tempat aksi. Kondisi makhluk hidup sendiri mencakup keadaan fisiologi dan patologi yang mempengaruhi ketersediaan xenobiotik di sel sasaran. Beberapa kondisi makhluk hidup yang dapat mempengaruhi keefektifan antaraksi antara racun dengan sel target antara lain berat badan, umur, suhu tubuh, kecepatan pengosongan lambung, kecepatan alir darah, status gizi, kehamilan, genetika, jenis kelamin, ritme sirkardian, serta diurnal (Donatus, 2005).

8 8 2) Mekanisme efek toksik Keberadaan zat kimia dalam tubuh dapat menimbulkan efek toksik melalui dua cara, berinteraksi secara langsung (toksik intrasel) dan secara tidak langsung (toksik ekstrasel). Toksik intrasel merupakan toksisitas yang diawali dengan interaksi langsung antara zat kimia atau metabolitnya dengan reseptornya. Toksisitas ekstrasel terjadi secara tidak langsung dengan mempengaruhi lingkungan sel sasaran tetapi dapat berpengruh pada sel sasaran (Priyanto, 2009). 3) Wujud Efek Toksik Wujud efek toksik pada dasarnya merupakan perubahan biokimia, fungsional, dan struktural (Donatus, 2005). Respon perubahan biokimia merupakan perubahan biokimia terhadap luka sel akibat antaraksi antara racun dan tempat aksi yang terbalikkan. Contoh dari perubahan biokimia ini antara lain penghambatan respirasi seluler, perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit, serta gangguan pasokan energi (Priyanto, 2009). Respon perubahan fungsional berkaitan dengan antaraksi racun dengan reseptor atau tempat aktif enzim yang terbalikkan sehingga mempengaruhi fungsi homeostasis tertentu (Donatus, 2005). Respon perubahan struktural ditandai dengan adanya tahap awal yang berupa perubahan fungsional atau biokimiawi (Priyanto, 2009). Perubahan struktural berkaitan dengan perubahan morfologi sel yang terwujud sebagai kekacauan struktural (Donatus, 2005). Perubahan struktural dapat berupa degenerasi, proliferasi, dan

9 9 inflamasi. Perubahan degenerasi meliputi atropi, akumulasi intrasel (sering dijumpai penumpukan air dan lemak), serta nekrosis. Perubahan proliferasi berupa hyperplasia, metaplasia, dan displasia. Perubahan inflamasi berupa inflamasi (peradangan) dan perbaikan (Donatus, 2005). 4) Sifat Efek Toksik Sifat efek toksik dibagi menjadi efek toksik terbalikkan (reversible) dan tak terbalikkan (irreversible) (Donatus, 2005). Sifat efek toksik disebut terbalikkan apabila efek toksik yang ditimbulkan oleh racun hilang dengan sendirinya setelah pemejanan dihentikan. Sedangkan efek toksik tak terbalikkan terjadi apabila efek toksik menetap atau justru bertambah parah setelah pemejanan dihentikan (Lu, 1995). c. Uji toksikologi Penelitian toksikologi suatu senyawa yang menggunakan hewan uji merupakan sumber data utama bagi evaluasi toksikologi. Hal ini dikarenakan penelitian toksikologi menjelaskan berbagai efek akibat pemejanan zat toksik dengan peringkat dosis pada waktu pemberian bervariasi, serta menunjukkan organ sasaran, sistem yang berpengaruh atau kemunculan toksisitas (Lu, 1995). Uji toksisitas dibagi menjadi uji toksisitas tak khas dan khas. Uji toksisitas khas adalah uji toksikologi yang digunakan untuk mengevaluasi secara rinci efek khas suatu senyawa atas fungsi organ atau kelenjar tertentu

10 10 pada hewan uji. Uji toksisitas khas meliputi uji potensiasi, kekarsinogenikan, kemutagenikan, keteratogenikan, reproduksi, uji efek imunitas, efek ke lingkungan, serta uji kulit dan mata (Loomis dan Hayes, 1996). Uji toksisitas tak khas bertujuan untuk mengevaluasi keseluruhan efek toksik suatu zat beracun pada aneka ragam hewan uji. Termasuk dalam uji tosksitas tak khas yaitu uji toksisitas akut, sub kronis, dan kronis (Priyanto 2009). Uji toksisitas akut merupakan uji toksisitas yang dirancang untuk mengetahui nilai LD50 dan dosis maksimal yang masih dapat ditoleransi oleh hewan uji yang hasilnya diekstrapolasi pada manusia. d. Uji toksisitas akut-oral OECD Guideline 423 Uji toksisitas akut termasuk ke dalam uji ketoksikan tak khas. Uji ini dirancang untuk menentukan efek toksik suatu senyawa yang akan terjadi sesaat (dalam periode singkat) setelah pemejanan atau pemberian senyawa uji dengan dosis tertentu (Timbrell, 2002). Uji ini dilakukan dengan melakukan pemejanan terhadap hewan uji melalui rute atau jalur sama seperti yang akan digunakan oleh manusia atau jalur yang memungkinkan manusia terpejani dengan senyawa itu. Uji ini dikerjakan dengan cara memberikan dosis tunggal senyawa uji pada satu atau lebih hewan uji tertentu dan pengamatannya dilakukan selama 24 jam. Kasus tertentu pengamatannya dapat dilakukan selama 7-14 hari (Donatus, 2005). Selama uji toksisitas akut dilakukan pengamatan terhadap hewan uji meliputi pengamatan fisik, perubahan berat badan, dan kondisi patologi. Pengamatan fisik mencakup perubahan pada kulit, bulu, mata, selaput lendir,

11 11 pernapasan, sirkulatori, otonomik, sistem saraf pusat, aktivitas somatomotor, dan perilaku. Pengamatan terutama terhadap munculnya tremor, konvulsi, salivasi, diare, kelesuan, tidur, dan koma. Apabila terdapat hewan uji yang mati, maka langsung dilakukan pembedahan. Namun jika tidak terdapat hewan yang mati dalam satu kelompok, pengamatan dilanjutkan sampai 14 hari untuk melihat kemungkinan munculnya efek toksik yang tertunda, kemudian dilakukan pengorbanan secara lazim untuk pemeriksaan makroskopik dan bila perlu pemeriksaan mikroskopik organ (histopatologis) terhadap organ-organ vital (Anonim, 2001 a ). Diperoleh dua jenis data dari uji ketoksikan akut ini yaitu data kuantitatif berupa nilai LD50 dan data kualitatifnya berupa penampakan klinis dan morfologis efek toksik senyawa uji (Donatus, 2005). LD50 didefinisikan sebagai dosis tunggal suatu zat yang secara statistik diharapkan akan membunuh 50% hewan coba (Lu, 1995). Dalam menentukan nilai LD50 dapat digunakan metode uji toksisitas akut pada hewan uji rodent. Penentuan dosis yang semakin tinggi atau rendah berdasarkan interval logaritmik 0,6 dari dosis awal pada langkah pertama. Setiap langkah digunakan empat ekor hewan uji, dan penentuan dosis untuk langkah selanjutnya berdasarkan jumlah kematian hewan uji, kemudian dibuat rentang dosis antara dosis tertinggi yang tidak menyebabkan kematian hewan dan dosis terendah yang menyebabkan kematian seluruh hewan uji. Dari rentang tersebut dilakukan sejumlah perhitungan hingga didapat nilai

12 12 dosis yang diperkirakan menyebabkan kematian 50% hewan uji (LD50) (Balazs, 1970). Penentuan LD50 secara konvensional, seperti yang direkomendasikan oleh Balazs (1970) telah mendapat banyak kritikan dalam hal kesejahteraan hewan (Animal ethic). Hal ini dikarenakan secara konvensional hewan uji yang digunakan dalam jumlah yang cukup besar. Sehingga dewasa ini banyak metode dikembangkan sebagai pendekatan untuk memperoleh dosis toksik sebenarnya namun dengan sesedikit mungkin penggunaan hewan uji (Timbrell, 2002). Sebagai alternative untuk menyikapi penggunaan hewan uji yang banyak dan tetap menjaga efisisensi maka digunakan metode uji OECD guidelines. Pada OECD, untuk mengantisipasi zat-zat dengan ketoksikan yang rendah, digunakan limit test (Hodgson, 2004). Metode OECD 423 merupakan metode uji toksisitas akut non konvensional yang digunakan sebagai pengganti untuk uji toksisitas akut konvensional. Metode tradisional untuk menilai ketoksikan akut menggunakan kematian hewan uji sebagai end point. Metode OECD 423 memasukkan bukti dan gejala klinis ketoksikan pada suatu tingkatan dosis. Protokol uji ini bertujuan untuk meminimalkan jumlah dan penderitaan hewan uji (Barile, 2008). Metode OECD 423 memiliki prinsip hewan uji yang digunakan lebih sedikit yaitu 3 hewan uji dengan jenis kelamin yang sama dan menggunakan kematian hewan uji sebagai endpoint. Dosis yang diberikan bertingkat mulai dari 5, 50, 300, 2000 hingga 5000 mg/kg BB (jika diperlukan). Jenis kelamin

13 13 hewan uji yang biasanya digunakan adalah betina. Hewan jenis betina umumnya lebih sensitif karena dipengaruhi oleh hormon. Dapat digunakan hewan uji dengan jenis kelamin jantan apabila diketahui pengetahuan tentang toksikologi maupun sifat toksikokinetik bahan kimia yang akan diuji secara struktural lebih sensitif. Berdasarkan ada tidaknya kematian yang ditimbulkan, ditentukan 3 hewan uji untuk kelompok dosis berikutnya, bisa dalam dosis yang sama, lebih tinggi, atau dosis yang lebih rendah. Dosis pemejanan dimulai dari 300 mg/kgbb karena belum adala informasi ketoksikan yang memadai mengenai senyawa uji (Anonim, 2001 a ). 2. Sambiloto a. Klasifikasi Divisi Anak divisi Kelas Anak kelas Bangsa Suku Marga Jenis : Spermatophyta : Angiospermae : Dicotyledoneae : Sympetalae : Solanales : Acanthaceae : Andrographis : Andrographis paniculata (Burm.f) Nees (Backer & Brink, 1965) b. Sinonim Justicia paniculata Burm., Justicia latebrosa Russ., Justicia stricta Lamk (Dalimartha, 1999)

14 14 c. Nama daerah Sumatera Jawa : Pepaitan (Melayu); : Ki oray, ki peurat, takilo (Sunda), bidara, sadilata, sambilata, takila (Jawa) (Anonim, 1979). d. Morfologi Tanaman Tanaman ini mempunyai tinggi sekitar 30 cm sampai 100 cm, batang berkayu, dengan pangkal bulat. Bentuk batangnya berbeda ketika muda dan tua, bentuk batang segi empat ketika muda dan bulat setelah menua, berwarna hijau. Kemudian, memiliki daun tunggal berbentuk bulat telur, berseling berhadapan, pangkal dan ujungnya meruncing dengan tepi rata, tulang daun menyirip, serta berwarna hijau keputihan. Tanaman ini memiliki bunga majemuk, berbentuk tandan, terdapat di ketiak daun dan ujung batang. Selain itu, tanaman ini juga mempunyai kelopak bunga berbentuk lanset terbagi lima dengan pangkal berlekatan, berwarna hijau. Buahnya berbentuk kotak bulat panjang, ujungnya runcing dan bagian tengahnya beralur. Bijinya apabila masih muda berwarna putih kotor sedangkan apabila sudah menua berwarna coklat. Sambiloto memiliki akar tunggang berwarna putih kecoklatan (Anonim, 2008 a ). Gambar tanaman sambiloto dapat dilihat pada gambar 1. Gambar 1. Tanaman sambiloto

15 15 e. Kandungan dan Kegunaan A. paniculata mengandung diterpene, lakton, dan flavonoid. Flavonoid banyak terdapat pada akar dan sebagian pada daun (Akbar, 2011). Kandungan A. paniculata yang paling melimpah dari golongan diterpen adalah andrografolid. Adapun analog andrografolid seperti yang pertama 14 deoksi-11,12-didehidroandrografolid berkhasiat sebagai imunostimulan, antiinfeksi dan antiaterosklerosis. Kedua, neoandrografolid sebagai antiinflamasi, antiinfeksi dan antihepatotoksik. Ketiga, 14- deoxyandrografolid sebagai imunomodulator dan antiaterosklerotik. Selain androgafolid, androgapanin yang terkandung dalam A.paniculata berkhasiat sebagai antiinflamasi dan antiinfeksi; 14-deoksi-14,15-dehidroandrografolid sebagai antiinflamasi; isoandrografolid, 3,19-isopropilidin andrografolid dan 14-asetil andrografolid yang dapat menekan tumor; dan protein arabinogalaktan sebagai antihepatotoksik. Selain golongan diterpen, A.paniculata juga mengandung empat flavonoid yaitu 7-HAI-metilwogonin, apigenin, onisilin dan 3,4-asam dikafeoilquinik sebagai antiaterosklerosis (Chao dan Lin, 2010). Struktur andrografolid dapat dilihat pada gambar 2. Gambar 2. Struktur andrografolid

16 16 f. Standarisasi ekstrak herba sambiloto Standarisasi suatu produk sediaan obat (ektstrak) adalah suatu persyaratan dapat diwujudkannya reprodusibilitas (keajegan) terhadap kualitas farmasetik maupun terapetik. Ekstrak terstandar berarti konsistensi kandungan senyawa aktif dari setiap batch yang diproduksi dapat dipertahankan (Mulyani, 2014). Standarisasi dalam kefarmasian merupakan serangkaian parameter, prosedur, dan cara pengukuran yang hasilnya berupa hal-hal yang terkait mutu kefarmasian dalam memenuhi syarat standar (kimia, biologi, farmasi), termasuk jaminan produk kefarmasian umumnya. Standarisasi bahan baku obat tradisional, baik berupa simplisia maupun ekstrak merupakan titik awal yang menentukan kualitas suatu produk (Anonim, 2000). Nilai Standar Parameter Pengukuran Hasil (Anonim, 2008 b ) Kadar air % v/b <10% v/b Non Susut pengeringan % b/b <10% b/b spesifik Kadar abu total % b/b <1.0 b/b Hijau tua kecoklatan, bau khas Sambiloto, Organoleptik rasa sangat pahit, Spesifik bentuk kental Kandungan kimia Kadar senyawa larut air % b/b >15.7 % b/b Kadar senyawa larut etanol % b/b > 9.2 % b/b Kadar andrografolid % b/b >15% b/b Tabel 1. Hasil standarisasi ekstrak sambiloto Herba sambiloto yang dibuat menjadi ekstrak senyawa uji diperoleh dari daerah Prambanan, Sleman, Yogyakarta. Ekstraksi herba sambiloto menggunakan cairan penyari etanol 70%. Adapun hasil standarisasi terhadap

17 17 parameter spesifik, parameter non spesifik, dan kandungan kimia dari ekstrak herba sambiloto dapat dilihat pada tabel 1 (Mulyani, 2014). 3. Kunir Putih a. Klasifikasi Divisi Anak Divisi Kelas Bangsa Suku Marga Jenis : Spermatophyta : Angiospermae : Monocotyledoneae : Zingiberales : Zingiberaceae : Curcuma : Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe (Backer & Brink, 1968) b. Sinonim : Curcuma pallida Lour. Curcuma zerumbet Roxb. (de Padua dkk., 1999) c. Nama daerah dan nama asing Jawa : temu putih (Jakarta), kunir putih (Jawa), koneng tegal (Sunda) Inggris : long zedoary, round zedoary, zedoary (de Padua dkk., 1999; Heyne, 1950). d. Morfologi Tanaman Temu putih merupakan tumbuhan berhabitus terna setahun, tingginya dapat lebih dari 2 m. Batang sesungguhnya berupa rimpang yang bercabang di bawah tanah, berwarna cokelat muda atau cokelat tua, jika diiris bagian dalam rimpang berwarna putih atau putih kebiruan, memiliki umbi bulat, rimpang berbau aromatik. Daun tunggal, helai daun memanjang sampai lanset,

18 18 berwarna hijau atau hijau dengan bercak cokelat sampai ungu di ibu tulang daun, pelepah daun membentuk batang semu, berwarna hijau cokelat tua. Bunga majemuk bulir, di ketiak empu rimpang, tangkai berambut. Kelopak 3 helai, berwarna putih atau kekuningan, bagian tengah merah atau cokelat kemerahan, 3-4 cm. Mahkota 3 helai, berwarna putih 6 kemerahan, tinggi rata-rata 4-5 cm. Mahkota terdiri atas 2 bibir, bentuk bulat telur terbalik, kuning atau putih, tengah kuning atau kuning jeruk. Benang sari 1 helai, tidak sempurna, bulat telur terbalik, warna kuning terang. (Backer & Brink, 1968; Anonim, 2010 a ). Gambar tanaman dan rimpang kunir putih terdapat pada gambar 3. Gambar 3. Tanaman dan rimpang kunir putih e. Kandungan dan Khasiat C. zedoaria., mempunyai kandungan utama senyawa-senyawa arilheptanoid (kurkuminoid), minyak atsiri dengan bermacam-macam monoterpen dan seskuiterpen, dan polisakarida. Aktivitas farmakologik menunjukkan adanya efek antimikroba, antiradang, antikanker, hepatoprotektif, dan insektisida (Saefudin dkk, 2014). Senyawa identitas sekaligus kandungan minyak esensial yang paling melimpah dari C. zedoaria adalah kurzerenon (zedoaron). Rimpang C.

19 19 zedoaria mengandung kurkumenol, dihidrokurdion (analgesik, anti nosiseptif), kurkumin, dihidrokurkumin, tetra hidro demotoksi kurkumin, (anti alergi); A-kurkumen, B-tumeron, zerumbon, zerumbon epoksida, diferuloilmetan, di-p-kumaroilmetan (sitostatika); kurkumin, demotoksikurkumin dan bisdemotoksikurkumin (anti kanker); furanodienon, germakron, kurdion, neokurdion, kurkumenol, isokurkumenol, aerugidiol, zedoarondiol, kurkumenon (hepatoprotektif); dan kurzenon, dehidrokurdion (anti inflamasi) (Makabe dkk., 2006; Lobo dkk., 2009). Struktur eugenol dapat dilihat pada gambar 4. Gambar 4. Struktur Eugenol f. Standarisasi ekstrak rimpang Kunir Putih Parameter Pengukuran Hasil Nilai Standar (Anonim, 2000) Kadar air 2,00 + 0% v/b <14% v/b Non spesifik Susut pengeringan 9, % b/b <10% b/b Kadar abu total ,17% b/b <0.7% b/b Kental, warna kuning kecoklatan, Organoleptik rasa pahit, bau pahit Spesifik agak menyengat Kandungan kimia Kadar senyawa larut air % b/b >5 % b/b Kadar senyawa larut etanol % b/b >12.5% b/b Kadar eugenol 0,18 + 0% b/b >0,15% b/b Tabel 2. Hasil standarisasi ekstrak kunir putih Rimpang kunir putih yang dibuat menjadi ekstrak senyawa uji diperoleh dari daerah dataran rendah di Tuksono, Kulon Progo, Yogyakarta. Ekstraksi rimpang kunir putih menggunakan cairan penyari etanol 96%.

20 20 Adapun hasil standarisasi terhadap parameter spesifik, parameter non spesifik, dan kandungan kimia dari ekstrak rimpang kunir putih dapat dilihat pada tabel 2 (Mayasari, 2014). 4. Kombinasi Sambiloto dan Kunir Putih Daya tahan tubuh dan sistem kekebalan hormon yang tinggi berguna untuk menghindari infeksi virus, termasuk virus toksoplasma gondii. Racikan beberapa tanaman alami akan membantu penyembuhan infeksi toksoplasma. Herbal yang tepat antara lain daun sambiloto yang memiliki khasiat meningkatkan daya tahan tubuh dan temu putih dengan khasiat menjaga sistem hormon (Nastiti, 2012). Ekstrak temu putih dan sambiloto memiliki efek sebagai anti mikroba. Berdasarkan pengujian aktivitas anti bakteri dengan metode difusi silinder, zona hambat yang terbentuk dari kombinasi 1:1 ekstrak sambiloto dan kunir putih dengan jumlah ekstrak kombinasi µg menunjukkan rentang aktivitas sebesar 10,25-10,50 mm terhadap bakteri Bacillus subtilis dan menunjukkan 10,25-11,50 mm terhadap bakteri Staphylococus aureus. Sedangkan konsentrasi hambat minimum (KHM) pada kombinasi sambiloto dan kunir putih dengan konsentrasi 1000 µg/ml terhadap bakteri Bacillus subtilis sebesar 95,11% serta sebesar 96,34% terhadap bakteri Staphylococus aureus (Megawati, 2013). Pada pengobatan tradisional Cina, herba sambiloto dapat digunakan untuk meredakan demam, inflamasi, dan detoksifikasi (Chao & Lin, 2010). Rimpang kunir putih secara empiris berkhasiat untuk pengobatan penyakit

21 21 pencernaan, demam, dan infeksi (Prajapati dkk., 2003). Masyarakat India menggunakan kunir putih untuk pengobatan perut kembung, batuk, dan, demam (Wilson dkk., 2005). Berdasarkan penelitian dan khasiat empiris diatas diharapkan kombinasi sambiloto dan kunir putih dapat mengatasi gejala demam dan flu. F. Keterangan Empiris Penelitian ini bersifat eksploratif untuk mengetahui efek toksik, gejala toksik yang memperantarai kematian hewan uji, dan potensi ketoksikannya yang dilihat berdasarkan dosis yang dapat menyebabkan kematian 50% populasi (LD50) tikus betina wistar, serta histopatologis organ hati, ginjal, dan limpa karena pemberian kombinasi 1:1 ekstrak herba sambiloto dan rimpang kunir putih secara akut.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. serta meningkatkan daya tahan tubuh. Tingginya permintaan obat herbal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. serta meningkatkan daya tahan tubuh. Tingginya permintaan obat herbal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Obat herbal telah banyak berperan bagi kesehatan masyarakat terutama kontribusinya untuk mengobati berbagai penyakit antara lain hipertensi, diabetes, serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Obat tradisional telah dikenal dan banyak digunakan secara turun. temurun oleh masyarakat. Penggunaan obat tradisional dalam upaya

BAB I PENDAHULUAN. Obat tradisional telah dikenal dan banyak digunakan secara turun. temurun oleh masyarakat. Penggunaan obat tradisional dalam upaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat tradisional telah dikenal dan banyak digunakan secara turun temurun oleh masyarakat. Penggunaan obat tradisional dalam upaya mempertahankan kesehatan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu tumbuhan yang berpotensi untuk pengobatan adalah tumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu tumbuhan yang berpotensi untuk pengobatan adalah tumbuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tumbuhan yang berpotensi untuk pengobatan adalah tumbuhan sarang semut atau Myrmecodia tuberosa (M. tuberosa) yang salah satu penyebarannya terdapat di Papua.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Obat tradisional adalah obat jadi atau ramuan bahan alam yang berasal dari tumbuhan, hewan, mineral, atau campuran bahan bahan tersebut yang secara tradisional telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari kolesterol total, trigliserida (TG), Low Density Lipoprotein (LDL) dan

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari kolesterol total, trigliserida (TG), Low Density Lipoprotein (LDL) dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dislipidemia merupakan perubahan-perubahan dalam profil lipid yang terdiri dari kolesterol total, trigliserida (TG), Low Density Lipoprotein (LDL) dan High Density

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Uji toksisitas adalah uji untuk mendeteksi efek toksik suatu zat pada sistem biologi, dan untuk memperoleh data dosis-respon yang khas dari sediaan uji. Data yang diperoleh

Lebih terperinci

pudica L.) pada bagian herba yaitu insomnia (susah tidur), radang mata akut, radang lambung, radang usus, batu saluran kencing, panas tinggi pada

pudica L.) pada bagian herba yaitu insomnia (susah tidur), radang mata akut, radang lambung, radang usus, batu saluran kencing, panas tinggi pada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia sangat bergantung dengan alam untuk memenuhi kebutuhannya dari dulu sampai sekarang ini. Kebutuhan paling utama yang berasal dari alam merupakan kebutuhan makanan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian (galenika) atau campuran dari bahanbahan

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian (galenika) atau campuran dari bahanbahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat tradisional merupakan bahan atau ramuan bahan berupa bahan tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian (galenika) atau campuran dari bahanbahan tersebut yang secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Manfaat berbagai macam tanaman sebagai obat sudah dikenal luas di negara berkembang maupun negara maju. 70-80% masyarakat Asia dan Afrika masih menggunakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian dan pengembangan tumbuhan obat saat ini berkembang pesat. Oleh karena bahannya yang mudah diperoleh dan diolah sehingga obat tradisional lebih banyak digunakan.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Ekstrak memberikan rendemen sebesar 27,13% (Tabel 3).

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Ekstrak memberikan rendemen sebesar 27,13% (Tabel 3). BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Nilai Rendemen Ekstrak Ekstrak memberikan rendemen sebesar 27,13% (Tabel 3). 2. Deskripsi Organoleptik Ekstrak Ekstrak berbentuk kental, berasa pahit, berwarna hitam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Obat-obat modern walaupun telah mendominasi dalam pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. Obat-obat modern walaupun telah mendominasi dalam pelayanan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat-obat modern walaupun telah mendominasi dalam pelayanan kesehatan, namun penggunaan obat tradisional tetap mendapat tempat yang penting bahkan terus berkembang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Obat herbal telah diterima secara luas di hampir seluruh negara di dunia. Menurut World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa negara-negara di Afrika, Asia dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Alam merupakan sumber bahan baku obat selama ribuan tahun yang mengandung banyak senyawa berkhasiat. Berbagai tanaman obat sudah dimanfaatkan oleh kalangan masyarakat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dewasa ini perkembangan penelitian dengan menggunakan bahan alam yang digunakan sebagai salah satu cara untuk menanggulangi berbagai macam penyakit semakin

Lebih terperinci

Banyak penyakit yang dihadapi para klinisi disebabkan karena respons inflamasi yang tidak terkendali. Kerusakan sendi pada arthritis rheumatoid,

Banyak penyakit yang dihadapi para klinisi disebabkan karena respons inflamasi yang tidak terkendali. Kerusakan sendi pada arthritis rheumatoid, BAB 1 PENDAHULUAN Inflamasi merupakan suatu respons protektif normal terhadap kerusakan jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak, atau zat-zat mikrobiologik. Inflamasi adalah

Lebih terperinci

Ringkasan Uji Toksisitas Akut. e-assignment

Ringkasan Uji Toksisitas Akut. e-assignment Ringkasan Uji Toksisitas Akut Toksisitas: umum-khusus, tunggalberulang, akut (beda) Minimum LD, No ED LD 50 potensi toksisitas (kelas) Konversi, kapasitas maksimum Aplikasi & makna uji toksisitas akut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. maka keamanan, manfaat dan mutu obat tradisional harus dipertimbangkan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. maka keamanan, manfaat dan mutu obat tradisional harus dipertimbangkan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia adalah negara dengan potensi bahan alam yang besar terutama tumbuhan obat. Indonesia yang beriklim tropis menyebabkan tumbuhnya banyak jenis tumbuhan

Lebih terperinci

Tanaman Putri malu (Mimosa pudica L.) merupakan gulma yang sering dapat ditemukan di sekitar rumah, keberadaannya sebagai gulma 1

Tanaman Putri malu (Mimosa pudica L.) merupakan gulma yang sering dapat ditemukan di sekitar rumah, keberadaannya sebagai gulma 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan tanaman obat sebagai alternatif pengobatan telah dilakukan oleh masyarakat Indonesia secara turun temurun. Hal tersebut didukung dengan kekayaan alam yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang mempunyai hasil alam yang berlimpah dan banyak dimanfaatkan oleh masyarakat untuk berbagai kepentingan. Salah satu dari hasil alam

Lebih terperinci

dapat dimanfaatkan untuk mengatasi gangguan kurangnya nafsu makan adalah Curcuma xanthorrhiza atau lebih dikenal dengan nama temulawak (Afifah et

dapat dimanfaatkan untuk mengatasi gangguan kurangnya nafsu makan adalah Curcuma xanthorrhiza atau lebih dikenal dengan nama temulawak (Afifah et BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nafsu makan merupakan keadaan yang mendorong seseorang untuk memuaskan keinginannya untuk makan selain rasa lapar (Guyton, 1990; Hall, 2011). Gangguan nafsu makan sendiri

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penggunaan obat tradisional sudah dikenal sejak zaman dahulu, akan tetapi pengetahuan masyarakat akan khasiat

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penggunaan obat tradisional sudah dikenal sejak zaman dahulu, akan tetapi pengetahuan masyarakat akan khasiat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penggunaan obat tradisional sudah dikenal sejak zaman dahulu, akan tetapi pengetahuan masyarakat akan khasiat dan kegunaan tanaman obat hanya berdasarkan pengalaman

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya semua manusia memiliki sistem imun. Sistem imun diperlukan oleh tubuh sebagai pertahanan terhadap berbagai macam organisme asing patogen yang masuk ke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era ini, masyarakat Indonesia mulai memanfaatkan berbagai tanaman sebagai ramuan obat seperti zaman dahulu yang dilakukan oleh nenek moyang kita. Munculnya kembali

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat adalah zat kimia yang dapat mempengaruhi proses hidup suatu organisme. Setiap obat pada dasarnya merupakan racun, tergantung dosis dan cara pemberian, karena dosis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber daya hayati Indonesia sangat berlimpah dan beraneka ragam. Sumbangsih potensi sumber daya alam yang ada di Indonesia terhadap kekayaan keanekaragaman sumber

Lebih terperinci

xanthorrhiza Roxb atau lebih dikenal dengan nama temulawak (Afifah, 2005). Kandungan temulawak yang diduga bertanggung jawab dalam efek peningkatan

xanthorrhiza Roxb atau lebih dikenal dengan nama temulawak (Afifah, 2005). Kandungan temulawak yang diduga bertanggung jawab dalam efek peningkatan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Nafsu makan adalah keinginan psikologis untuk makan dan hal ini berkaitan dengan perasaan senang terhadap makanan (Insel et al, 2010). Mekanisme rasa lapar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang kaya akan tumbuhan. Sekitar 30.000 jenis tumbuhan diperkirakan terdapat di dalam hutan tropis Indonesia. Dari jumlah tersebut, 9.600 jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara lain jamu, obat herbal terstandar dan fitofarmaka. Jamu sebagai obat bahan alam,

BAB I PENDAHULUAN. antara lain jamu, obat herbal terstandar dan fitofarmaka. Jamu sebagai obat bahan alam, 18 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di Indonesia telah dikenal berbagai macam sediaan yang berasal dari bahan alam antara lain jamu, obat herbal terstandar dan fitofarmaka. Jamu sebagai obat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi yang biasa disebut juga dengan peradangan, merupakan salah satu bagian dari sistem imunitas tubuh manusia. Peradangan merupakan respon tubuh terhadap adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman kedondong hutan (Spondias pinnata), suku Anacardiaceae,

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman kedondong hutan (Spondias pinnata), suku Anacardiaceae, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman kedondong hutan (Spondias pinnata), suku Anacardiaceae, merupakan salah satu tanaman yang dimanfaatkan secara tradisional sebagai obat batuk (Syamsuhidayat

Lebih terperinci

EFEK TOKSISITAS SUBKRONIK EKSTRAK ETANOL KULIT BATANG SINTOK PADA TIKUS PUTIH GALUR WISTAR* Intisari

EFEK TOKSISITAS SUBKRONIK EKSTRAK ETANOL KULIT BATANG SINTOK PADA TIKUS PUTIH GALUR WISTAR* Intisari EFEK TOKSISITS SUBKRONIK EKSTRK ETNOL KULIT BTNG SINTOK PD TIKUS PUTIH GLUR WISTR* Sri di Sumiwi, nas Subarnas, Rizki Indriyani, Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran, e-mail: sri.adi@unpad.ac.id Intisari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibuktikan manfaatnya (Sudewo, 2004; Tjokronegoro, 1992). zingiberaceae, yaitu Curcuma mangga (Temu Mangga). Senyawa fenolik pada

BAB I PENDAHULUAN. dibuktikan manfaatnya (Sudewo, 2004; Tjokronegoro, 1992). zingiberaceae, yaitu Curcuma mangga (Temu Mangga). Senyawa fenolik pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman hayati berupa ratusan jenis tanaman obat dan telah banyak dimanfaatkan dalam proses penyembuhan berbagai penyakit. Namun sampai sekarang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lingkungan di sekitar manusia banyak mengandung berbagai jenis patogen, misalnya bakteri, virus, protozoa dan parasit yang dapat menyebabkan infeksi pada manusia. Infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia mempunyai kebiasaan bercerita apa yang dilihat, didengar, dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia mempunyai kebiasaan bercerita apa yang dilihat, didengar, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia mempunyai kebiasaan bercerita apa yang dilihat, didengar, dan dirasakan. Demikian juga halnya, dengan nenek moyang kita, ketika berhasil menyembuhkan penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan kekayaan hayati terbesar di

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan kekayaan hayati terbesar di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan kekayaan hayati terbesar di dunia yang memiliki lebih dari 30.000 spesies tanaman tingkat tinggi dan tercatat 7.000 spesies

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Keadaan demam sejak zaman Hippocrates sudah diketahui sebagai penanda penyakit (Nelwan, 2006). Demam mengacu pada peningkatan suhu tubuh yang berhubungan langsung dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator dibanding respons imun yang didapat. Inflamasi dapat diartikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kolesterol dan lemak dibutuhkan tubuh sebagai penyusun struktur membran sel dan bahan dasar pembuatan hormon steroid seperti progesteron, estrogen dan tetosteron. Kolesterol

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Prevalensi penyakit terkait inflamasi di Indonesia, seperti rematik (radang sendi) tergolong cukup tinggi, yakni sekitar 32,2% (Nainggolan, 2009). Inflamasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Inflamasi adalah reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator dibanding respons imun yang didapat. Inflamasi dapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Bangsa Indonesia telah lama mengenal dan menggunakan tanaman berkhasiat obat sebagai salah satu upaya dalam menanggulangi masalah kesehatan. Pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Penelitian. Luka merupakan keadaan yang sering dialami oleh setiap orang, baik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Penelitian. Luka merupakan keadaan yang sering dialami oleh setiap orang, baik BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penelitian Luka merupakan keadaan yang sering dialami oleh setiap orang, baik dengan tingkat keparahan ringan, sedang atau berat. Luka adalah hilangnya atau rusaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. digunakan sebagai obat. Masyarakat sudah sejak lama menggunakan obat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. digunakan sebagai obat. Masyarakat sudah sejak lama menggunakan obat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Potensi kekayaan hayati Indonesia sangat besar termasuk yang dapat digunakan sebagai obat. Masyarakat sudah sejak lama menggunakan obat tradisional secara turun

Lebih terperinci

Tradisional Bagian Daun dan Buah

Tradisional Bagian Daun dan Buah Tanaman Obat Diabetes Tradisional Bagian Daun dan Buah Tanaman obat diabetes tradisional bisa anda temukan di sekitar lingkungan anda. Sadarkah kalau tanaman tersebut berkhasiat? Mungkin ada diantara kalian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara beriklim tropis dengan keanekaragaman hayati terbesar kedua di dunia setelah Brazil. Indonesia memiliki sekitar 25.000-30.000

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemakaian herbal sebagai obat tradisional telah diterima luas di negara-negara maju maupun berkembang sejak dahulu kala, bahkan dalam 20 tahun terakhir perhatian dunia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada tahun 200 SM sindrom metabolik yang berkaitan dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid, dan protein, diberi nama diabetes oleh Aretaeus, yang kemudian dikenal

Lebih terperinci

EFEK TOKSISITAS SUBKRONIK EKSTRAK ETANOL KULIT BATANG SINTOK PADA TIKUS PUTIH GALUR WISTAR. Intisari

EFEK TOKSISITAS SUBKRONIK EKSTRAK ETANOL KULIT BATANG SINTOK PADA TIKUS PUTIH GALUR WISTAR. Intisari EFEK TOKSISITS SUKRONIK EKSTRK ETNOL KULIT TNG SINTOK PD TIKUS PUTIH GLUR WISTR Sri di Sumiwi, nas Subarnas, Rizki Indriyani, Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran, e-mail: sumiwi@yahoo.co.id Intisari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara subtropis yang kaya akan keanekaragaman hayati, termasuk di dalamnya adalah tanaman yang banyak digunakan untuk pengobatan. Masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya teknologi di segala bidang merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan kesejahteraan manusia. Diantara sekian banyaknya kemajuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengidap penyakit ini, baik kaya, miskin, muda, ataupun tua (Hembing, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. mengidap penyakit ini, baik kaya, miskin, muda, ataupun tua (Hembing, 2004). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyak orang yang masih menganggap penyakit diabetes merupakan penyakit orang tua atau penyakit yang timbul karena faktor keturunan. Padahal diabetes merupakan penyakit

Lebih terperinci

Tanaman yang lazim digunakan sebagai obat tradisional dalam pengobatan asam urat adalah sambiloto, kumis kucing, sembung, dan brotowali.

Tanaman yang lazim digunakan sebagai obat tradisional dalam pengobatan asam urat adalah sambiloto, kumis kucing, sembung, dan brotowali. BAB 1 PENDAHULUAN Dalam upaya mengatasi hiperurisemia, digunakan obat-obatan, baik obat medis, obat tradisional maupun pengaturan pola makan. Keanekaragaman hayati merupakan kekayaan yang dapat dimanfaatkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Makan merupakan salah satu kegiatan biologis yang kompleks yang melibatkan berbagai faktor fisik, psikologis, dan lingkungan keluarga. Penyebab menurunnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. di Indonesia. Di hutan tropis Indonesia terdapat sekitar tumbuhan, diduga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. di Indonesia. Di hutan tropis Indonesia terdapat sekitar tumbuhan, diduga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini penelitian mengenai obat herbal telah banyak dikembangkan di dunia kefarmasian. Hal ini didukung dengan keanekaragaman hayati yang tinggi di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi

BAB I PENDAHULUAN. kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka bakar merupakan kerusakan atau kehilangan jaringan disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi yang mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Inflamasi adalah suatu respon jaringan terhadap rangsangan fisik atau kimiawi yang merusak. Rangsangan ini menyebabkan lepasnya mediator inflamasi seperti histamin,

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) Abstrak Kulit buah langsat diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut yang berbeda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tubuh lain sehingga menimbulkan efek yang traumatis (Ismail 2009 cit Kozier

BAB I PENDAHULUAN. tubuh lain sehingga menimbulkan efek yang traumatis (Ismail 2009 cit Kozier BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Salah satu keadaan yang paling sering dialami oleh manusia adalah luka yang terjadi pada kulit dan menimbulkan trauma bagi penderitanya. Luka adalah kerusakan kontinuitas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Temulawak

TINJAUAN PUSTAKA Temulawak 4 TINJAUAN PUSTAKA Temulawak Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) merupakan jenis tumbuhtumbuhan herba yang batang pohonnya berbentuk batang semu dan tingginya dapat mencapai dua meter. Daunnya berbentuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang kaya akan sumber bahan obat dari alam yang secara turun temurun telah digunakan sebagai ramuan obat tradisional. Pengobatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tunggal. Tujuan utama dilakukan uji toksisitas akut adalah untuk mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tunggal. Tujuan utama dilakukan uji toksisitas akut adalah untuk mendapatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengetahuan tentang khasiat dan keamanan tanaman obat di Indonesia selama ini berdasarkan pengalaman empiris yang diwariskan secara turun temurun dan belum teruji

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tumbuhan yang telah banyak dikenal dan dimanfaatkan dalam kesehatan adalah

I. PENDAHULUAN. tumbuhan yang telah banyak dikenal dan dimanfaatkan dalam kesehatan adalah I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Penelitian Indonesia memiliki keanekaragaman sumber daya hayati yang telah dikenal sejak lama dan dimanfaatkan menjadi obat tradisional sebagai salah satu upaya dalam menanggulangi

Lebih terperinci

SW PENGARUH EKSTRAK RIMPANG TEMU PUTIH

SW PENGARUH EKSTRAK RIMPANG TEMU PUTIH BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman hayati nomor dua di dunia setelah Brazilia dengan ribuan spesies tumbuhan yang tersebar di hutan tropika (Agoes, 2009). Berbagai jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat, terlebih dengan adanya isu back to nature serta krisis berkepanjangan

BAB I PENDAHULUAN. meningkat, terlebih dengan adanya isu back to nature serta krisis berkepanjangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan bahan alam, baik sebagai obat maupun tujuan lain cenderung meningkat, terlebih dengan adanya isu back to nature serta krisis berkepanjangan yang mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk menelitinya lebih jauh adalah Coriolus versicolor.

BAB I PENDAHULUAN. untuk menelitinya lebih jauh adalah Coriolus versicolor. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Jamur telah menjadi bahan pengobatan tradisional di daerah oriental, seperti Jepang, Cina, Korea, dan daerah Asia lainnya sejak berabad-abad lalu, (Ooi,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Salah satu ciri budaya masyarakat di negara berkembang adalah masih dominannya unsur-unsur tradisional dalam kehidupan sehari-hari. Keadaan ini didukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengurung (sekuester) agen pencedera maupun jaringan yang cedera. Keadaan akut

BAB I PENDAHULUAN. mengurung (sekuester) agen pencedera maupun jaringan yang cedera. Keadaan akut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan respon protektif setempat yang ditimbulkan oleh cedera atau kerusakan jaringan, yang berfungsi menghancurkan, mengurangi, atau mengurung (sekuester)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara

BAB 1 PENDAHULUAN. menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan obat tradisional telah lama digunakan diseluruh dunia dan menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara maju dan 80% dari penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 033 tahun 2012 tentang Bahan

BAB I PENDAHULUAN. Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 033 tahun 2012 tentang Bahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jenis makanan yang terdapat di masyarakat tidak jarang mengandung bahan kimia berbahaya serta tidak layak makan, penggunaan bahan kimia berbahaya yang marak digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang optimal dan untuk mengatasi berbagai penyakit secara alami.

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang optimal dan untuk mengatasi berbagai penyakit secara alami. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengobatan tradisional dengan memanfaatkan tumbuhan berkhasiat obat merupakan pengobatan yang dimanfaatkan dan diakui masyarakat dunia, hal ini menandai kesadaran untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah tanaman kembang bulan [Tithonia diversifolia (Hemsley) A. Gray].

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah tanaman kembang bulan [Tithonia diversifolia (Hemsley) A. Gray]. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu bahan alam berkhasiat obat yang banyak diteliti manfaatnya adalah tanaman kembang bulan [Tithonia diversifolia (Hemsley) A. Gray]. Tanaman kembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Wasser, 2002). Polisakarida mempunyai kemampuan untuk meningkatkan sistem

BAB I PENDAHULUAN. (Wasser, 2002). Polisakarida mempunyai kemampuan untuk meningkatkan sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jamur merupakan sumber terbesar dari produk baru dalam bidang farmasi. Lebih dari itu, jamur memiliki peranan penting dalam pengobatan modern, itu menunjukkan sumber

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia telah lama mengenal dan menggunakan tanaman berkhasiat obat sebagai salah satu upaya dalam menanggulangi masalah kesehatan. Pengetahuan tentang tanaman berkhasiat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perhatian adalah buah luwingan (Ficus hispida L.f.). Kesamaan genus buah

I. PENDAHULUAN. perhatian adalah buah luwingan (Ficus hispida L.f.). Kesamaan genus buah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengobatan terhadap penyakit ringan atau berat dapat dilakukan menggunakan obat sintetis ataupun obat yang berasal dari bahan alam. Namun demikian, beberapa pihak terutama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dunia telah memanfaatkan tumbuhan obat untuk memelihara kesehatan (Dorly,

I. PENDAHULUAN. dunia telah memanfaatkan tumbuhan obat untuk memelihara kesehatan (Dorly, I. PENDAHULUAN Tumbuhan telah digunakan manusia sebagai obat sepanjang sejarah peradaban manusia. Penggunaan tumbuh-tumbuhan dalam penyembuhan suatu penyakit merupakan bentuk pengobatan tertua di dunia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demam adalah kenaikan suhu diatas normal. bila diukur pada rectal lebih dari 37,8 C (100,4 F), diukur pada oral lebih dari 37,8 C, dan bila diukur melalui

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Alam telah menyediakan beraneka ragam hasil bumi yang diperlukan untuk semua makhluk hidup, termasuk bahan obat. Kebutuhan manusia dalam meningkatkan kualias

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Asam urat merupakan senyawa kimia hasil akhir dari metabolisme nucleic

BAB I PENDAHULUAN. Asam urat merupakan senyawa kimia hasil akhir dari metabolisme nucleic BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asam urat merupakan senyawa kimia hasil akhir dari metabolisme nucleic acid atau metabolisme purin dalam tubuh. Berdasarkan penelitian bahwa 90% dari asam urat merupakan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Hasil determinasi tanaman yang dilakukan di Herbarium Bandungense, Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati, Institut Teknologi Bandung menyatakan bahwa tanaman yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pengobatan herbal oleh masyarakat saat ini berkembang seiring dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pengobatan herbal oleh masyarakat saat ini berkembang seiring dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengobatan herbal oleh masyarakat saat ini berkembang seiring dengan kecenderungan terjadinya pergeseran pola penyakit di Indonesia, dari pola infeksi menjadi pola penyakit

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mikroorganisme dapat menyebabkan infeksi terhadap manusia. Infeksi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mikroorganisme dapat menyebabkan infeksi terhadap manusia. Infeksi A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Mikroorganisme dapat menyebabkan infeksi terhadap manusia. Infeksi adalah proses invasif oleh mikroorganisme dan berproliferasi di dalam tubuh yang menyebabkan sakit, mikroorganisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Senyawa-senyawa yang dapat memodulasi sistem imun dapat diperoleh dari tanaman (Wagner et al., 1999). Pengobatan alami seharusnya menjadi sumber penting untuk mendapatkan

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan. Mencapai Derajat Sarjana S-1. Diajukan Oleh : DHYNA MUTIARASARI PAWESTRI J

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan. Mencapai Derajat Sarjana S-1. Diajukan Oleh : DHYNA MUTIARASARI PAWESTRI J UJI EFEK ANTIINFLAMASI INFUSA BUAH SEMU JAMBU METE (Anacardium occidentale L.) TERHADAP EDEMA PADA TELAPAK KAKI TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR WISTAR YANG DIINDUKSI KARAGENIN SKRIPSI Diajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai usaha dilakukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Misalnya

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai usaha dilakukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Misalnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring meningkatnya taraf hidup manusia dewasa ini, maka kebutuhan akan berbagai hal juga mengalami peningkatan seperti kebutuhan akan sandang, papan, pangan, kesehatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digunakan sebagai obat tradisional yang dapat dikembangkan secara luas. 1

BAB I PENDAHULUAN. digunakan sebagai obat tradisional yang dapat dikembangkan secara luas. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Indonesia memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang luar biasa, yaitu sekitar 40.000 jenis tumbuhan, dari jumlah tersebut sekitar 1300 diantaranya digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia sebagai negara berkembang memiliki berbagai masalah kesehatan antara lain masih banyak dijumpai penyakit-penyakit infeksi. Salah satu penyakit infeksi yang

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Penelitian

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Penelitian Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Penelitian Menurut American Diabetes Association (ADA), diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik yang disebabkan karena terjadinya gangguan

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA A. Lempuyang Gajah

BAB II STUDI PUSTAKA A. Lempuyang Gajah BAB II STUDI PUSTAKA A. Lempuyang Gajah Lempuyang Gajah (Zingiber zerumbet L.) juga dikenal sebagai Lempuyang kebo atau lempuyang kapur (Jawa) dan lampojang paek (Madura) mempunyai klasifikasi sebagai

Lebih terperinci

Tanaman sambiloto telah lama terkenal digunakan sebagai obat, menurut Widyawati (2007) sambil oto dapat memberikan efek hepatoprotektif, efek

Tanaman sambiloto telah lama terkenal digunakan sebagai obat, menurut Widyawati (2007) sambil oto dapat memberikan efek hepatoprotektif, efek BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infertilitas atau gangguan kesuburan dapat dimengerti sebagai ketidakmampuan sepasang suami istri untuk mendapatkan keturunan setelah satu tahun menikah tanpa menggunakan

Lebih terperinci

UJI TOKSISITAS AKUT (LD50)

UJI TOKSISITAS AKUT (LD50) UJI TOKSISITAS AKUT (LD50) 1. Tujuan percobaan Adapun tujuan yang diharapkan dalam praktikum ini adalah : a. Untuk mengetahui dosis suatu obat yang menimbulkan kematian 50% dari hewan percobaan. b. Untuk

Lebih terperinci

menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara maju dan 80% dari penduduk negara berkembang telah menggunakan obat herbal

menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara maju dan 80% dari penduduk negara berkembang telah menggunakan obat herbal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Penggunaan obat tradisional telah lama digunakan diseluruh dunia dan menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara maju dan 80% dari penduduk

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Hasil penelitian paparan ekstrak etanol daun sirih merah (Piper crocatum) pada mencit galur DDY selama 90 hari adalah sebagai berikut. 4.1.1 Deskripsi

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengumpulan Tanaman Pada penelitian ini digunakan Persea americana Mill yang diperoleh dari perkebunan Manoko, Lembang, sebanyak 800 gram daun alpukat dan 800 gram biji alpukat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernapasan atas atau bawah yang bersifat akut, biasanya menular, yang dapat menimbulkan berbagai spektrum

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang kaya akan sumber daya alamnya, sehingga menjadi negara yang sangat potensial dalam bahan baku obat, karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia menderita kanker dan 7,6 juta di antaranya meninggal dunia karena

BAB I PENDAHULUAN. dunia menderita kanker dan 7,6 juta di antaranya meninggal dunia karena 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan salah satu penyakit yang telah menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia maupun di Indonesia. Setiap tahun, 12 juta orang di seluruh dunia menderita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi minuman ini. Secara nasional, prevalensi penduduk laki-laki yang

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi minuman ini. Secara nasional, prevalensi penduduk laki-laki yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Minuman beralkohol telah banyak dikenal oleh masyarakat di dunia, salah satunya Indonesia. Indonesia merupakan salah satu negara yang cukup tinggi angka konsumsi minuman

Lebih terperinci

statistik menunjukkan bahwa 58% penyakit diabetes dan 21% penyakit jantung yang kronik terjadi pada individu dengan BMI di atas 21 (World Heart

statistik menunjukkan bahwa 58% penyakit diabetes dan 21% penyakit jantung yang kronik terjadi pada individu dengan BMI di atas 21 (World Heart BAB 1 PENDAHULUAN Obesitas berasal dari bahasa Latin yaitu obesus yang berarti gemuk. Obesitas atau yang lebih dikenal dengan kegemukan adalah kondisi dimana terjadi peningkatan berat badan melebihi batas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keseimbangan dalam fisiologi sangat penting bagi semua mekanisme

BAB I PENDAHULUAN. Keseimbangan dalam fisiologi sangat penting bagi semua mekanisme 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keseimbangan dalam fisiologi sangat penting bagi semua mekanisme tubuh, termasuk dalam mekanisme keseimbangan kadar glukosa darah yang berperan penting dalam aktifitas

Lebih terperinci