BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. maka keamanan, manfaat dan mutu obat tradisional harus dipertimbangkan.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. maka keamanan, manfaat dan mutu obat tradisional harus dipertimbangkan."

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia adalah negara dengan potensi bahan alam yang besar terutama tumbuhan obat. Indonesia yang beriklim tropis menyebabkan tumbuhnya banyak jenis tumbuhan obat. Meskipun tumbuhan obat aman digunakan, beberapa jenisnya memiliki efek samping dalam pemakaian (Hariana, 2005). Seiring dengan meningkatnya kecenderungan masyarakat dalam penggunaan produk yang berasal dari bahan alam terutama tumbuhan obat untuk pemeliharaan kesehatan, maka keamanan, manfaat dan mutu obat tradisional harus dipertimbangkan. Standardisasi bahan baku obat tradisional, baik berupa simplisia maupun ekstrak merupakan titik awal yang menentukan kualitas suatu produk. Standardisasi dalam kefarmasian merupakan serangkaian parameter, prosedur dan cara pengukuran yang hasilnya berupa hal-hal yang terkait mutu kefarmasian dalam memenuhi syarat standar (kimia, biologi, farmasi), termasuk jaminan produk kefarmasian umumnya. Pemerintah dalam hal ini melakukan fungsi pembinaan dan pengawasan serta melindungi konsumen demi tegaknya trilogi mutu-keamanan-manfaat (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2000). Teknologi telah membawa perubahan secara cepat dan signifikan pada industri farmasi dan obat herbal. Hal tersebut merupakan tantangan bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang penanganan pascapanen tanaman obat, misalnya teknologi ekstraksi untuk menghasilkan 1

2 2 ekstrak yang terstandar. Oleh karena itu, penetapan standar mutu ekstrak tumbuhan obat sangat diperlukan untuk menjamin mutu obat tradisional yang dikonsumsi oleh masyarakat. Mutu ekstrak dipengaruhi oleh bahan awal, yaitu tumbuhan obat itu sendiri yang tidak dapat dipisahkan dari faktor biologi. Faktor biologi terdiri atas lokasi, pemanenan, penyimpanan, dan umur serta bagian tumbuhan yang digunakan. Lokasi tumbuhan sendiri berarti lingkungan (tanah dan atmosfer) tempat tumbuhan berinteraksi dengan lingkungan yang berupa energi (cuaca, suhu, cahaya) dan materi (air, senyawa organik dan senyawa anorganik). Variasi lingkungan inilah yang dianggap berpengaruh terhadap kualitas ekstrak tumbuhan obat (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2000). Rimpang Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe sebagai salah satu tumbuhan berkhasiat secara empiris telah digunakan oleh masyarakat dalam pengobatan. Penggunaannya antara lain sebagai obat kudis, radang kulit, pencuci darah, perut kembung, dan gangguan lain pada saluran pencernaan serta sebagai obat pembersih dan penguat (tonik) sesudah nifas (Sudarsono dkk., 1996). Ketinggian tempat tumbuh dan tingkat intensitas cahaya berpengaruh terhadap kadar kurkumin rimpang Curcuma xanthorrhiza Roxb. Semakin tinggi tempat tumbuh dan tingkat intensitas cahaya maka kadar kurkumin rimpang temulawak akan semakin rendah (Hakim, 2012). Temulawak dan temu putih merupakan tumbuhan yang memiliki marga yang sama yaitu Curcuma (Heyne, 1950). Adanya variasi tempat tumbuh mempengaruhi kondisi lingkungan sekitar yang kemungkinan besar dapat mempengaruhi kualitas kandungan senyawa dalam

3 3 tumbuhan (World Health Organization, 2003). Daerah Kalibawang dan Tuksono terletak di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta dengan perbedaan ketinggian tempat yaitu Kecamatan Kalibawang merupakan dataran tinggi, sedangkan desa Tuksono merupakan dataran rendah (Pemerintah Kabupaten Kulon Progo, 2013). Sementara itu, Kecamatan Tawangmangu di Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah merupakan daerah pegunungan yang dikelilingi hutan dan perbukitan (Wikipedia, 2013). Oleh karena itu, penelitian perlu dilakukan untuk mengetahui pengaruh variasi tempat tumbuh terhadap kadar senyawa eugenol pada ekstrak terstandar rimpang temu putih yang berasal dari daerah Kalibawang, Tuksono dan Tawangmangu. B. Perumusan Masalah 1. Berapa rentang nilai parameter nonspesifik, spesifik dan kandungan senyawa eugenol pada ekstrak rimpang temu putih dari daerah Kalibawang, Tuksono dan Tawangmangu? 2. Bagaimana pengaruh variasi tempat tumbuh terhadap kadar eugenol pada ekstrak terstandar rimpang temu putih dari daerah Kalibawang, Tuksono dan Tawangmangu? 3. Daerah manakah yang menghasilkan rimpang temu putih dengan kadar eugenol yang paling tinggi?

4 4 C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai-nilai parameter nonspesifik, spesifik dan kandungan senyawa eugenol dalam ekstrak rimpang temu putih, mengetahui pengaruh variasi tempat tumbuh terhadap kadar eugenol pada ekstrak terstandar rimpang temu putih dari daerah Kalibawang, Tuksono dan Tawangmangu serta mengetahui daerah yang menghasilkan rimpang temu putih dengan kadar eugenol yang paling tinggi. 1. Temu putih D. Tinjauan Pustaka a. Sistematika temu putih dalam taksonomi tumbuhan : divisi anak divisi kelas bangsa suku marga jenis : Spermatophyta : Angiospermae : Monocotyledoneae : Zingiberales : Zingiberaceae : Curcuma : Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe (Backer & Brink, 1968) sinonim : Curcuma pallida Lour. Curcuma zerumbet Roxb. (de Padua dkk., 1999)

5 5 b. Nama daerah dan nama asing Jawa Inggris : temu putih (Jakarta), kunir putih (Jawa), koneng (Tegal) : long zedoary, round zedoary, zedoary (de Padua dkk., 1999; Heyne, 1950) c. Morfologi tanaman Gambar 1. Tanaman dan rimpang temu putih Temu putih merupakan tumbuhan berhabitus terna setahun, tingginya dapat lebih dari 2 m. Batang sesungguhnya berupa rimpang yang bercabang di bawah tanah, berwarna cokelat muda atau cokelat tua, jika diiris bagian dalam rimpang berwarna putih atau putih kebiruan, memiliki umbi bulat, rimpang berbau aromatik. Daun tunggal, berjumlah 2-9 helai, bentuk helai daun memanjang sampai lanset, panjang 2,5 kali lebar yang terlebar, ujung runcing atau meruncing, berambut jarang, berwarna hijau atau hijau dengan bercak cokelat sampai ungu di ibu tulang daun, panjang daun (termasuk tangkai) cm atau lebih, pelepah daun membentuk batang semu, berwarna hijau cokelat tua. Bunga majemuk bulir, di ketiak empu rimpang, tangkai berambut. Daun pelindung banyak berupa seludang bunga dan daun-daun pelindung, ukuran daun-daun pelindung rata-rata 3-8 x 1,5-3,5 cm. Kelopak 3 helai, berwarna putih atau kekuningan, bagian tengah merah atau cokelat kemerahan, 3-4 cm. Mahkota 3 helai, berwarna putih

6 6 kemerahan, tinggi rata-rata 4-5 cm. Mahkota terdiri atas 2 bibir, bentuk bulat telur terbalik, kuning atau putih, tengah kuning atau kuning jeruk, x mm. Benang sari 1 helai, tidak sempurna, bulat telur terbalik, kuning terang, x mm, tangkai sari 3-5 x 2-4 mm, kepala sari putih, 6 mm. Buah berambut, rata-rata 2 cm (Backer & Brink, 1968; Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2010). d. Kandungan Rimpang Curcuma zedoaria mengandung golongan seskuiterpen : furanodien, furanodienon, zedoaron, kurzerenon, kurzeon, germakran, 1,3- hidroksigermakron, dihidrokurdion, kurkumenon, zedoarondiol, kurkumanolida A, B, fenil propanoid : etilparametoksisinamat, α dan β-turmeron; kurkuminoid : kurkumin, bisdemetoksi kurkumin, tetrahidrodemetoksi kurkumin, tetrahidrobisdemetoksi kurkumin; fitosterol : sitosterol dan stigmasterol; minyak atsiri : epikurzerenon, kurzeren, 1,8-sineol, simen, α-felandren, β-eudesmol, eugenol. Senyawa identitas dari C.zedoaria adalah zedoaron (Makabe dkk., 2006; Lobo dkk., 2009). Rimpang dan daun C.zedoaria mengandung saponin, flavonoid dan polifenol (Hutapea, 1993). Gambar 2. Struktur kimia zedoaron (Lobo dkk., 2009)

7 7 e. Kegunaan Rimpang C. zedoaria sebagai salah satu tanaman berkhasiat secara empiris telah digunakan oleh masyarakat dalam pengobatan. Penggunaannya antara lain sebagai obat kudis, radang kulit, pencuci darah, perut kembung, dan gangguan lain pada saluran pencernaan serta sebagai obat pembersih dan penguat (tonik) sesudah nifas (Sudarsono dkk., 1996). Curcuma zedoaria dilaporkan memiliki berbagai efek farmakologis, baik secara invitro maupun invivo. Seduhan serbuk rimpang dengan kisaran dosis 15, mg/kg BB dapat meningkatkan regenerasi sel hati tikus yang terangsang galaktosamina (Fibriani, 2000). Potensi hepatoregeneratif perasan rimpang temu putih pada tikus terangsang CCl 4 terbesar pada dosis 1,97 mg/kg BB (Dewanti, 2000). Ekstrak etanol rimpang temu putih mampu menghambat pertumbuhan tumor paru pada mencit betina dengan perlakuan dosis terbesar 750 mg/kg BB (Murwanti dkk., 2004). Ekstrak petroleum eter rimpang C. zedoaria menunjukkan sensitifitas pada bakteri Gram positif dan negatif serta fungi dengan zona hambat mm, sedangkan ekstrak metanol memiliki zona hambat mm (Das & Rahman, 2012). Minyak atsiri C.zedoaria pada kadar 20 mg/ml memiliki aktivitas antioksidan yang baik (Mau dkk., 2003). Ekstrak etil asetat, n- heksana, air, petroleum eter, kloroform dan etanol rimpang C.zedoaria memiliki aktivitas sebagai antioksidan (Himaja dkk., 2010). Ekstrak petroleum eter dengan dosis 200 mg/kg BB dan ekstrak kloroform dengan dosis 400 mg/kg BB pada rimpang C.zedoaria menunjukkan aktivitas antiinflamasi maksimum pada jam ke- 2 dan ke-6 perlakuan (Kaushik & Jalalpure, 2011). Namun, C.zedoaria juga

8 8 dilaporkan memiliki efek samping. Potensi ketoksikan akut salah satu sediaan serbuk rimpang yang beredar di pasaran (LD 50 semu) lebih besar dari 2375 mg/kg BB (Wigati, 2000). f. Budidaya C.zedoaria banyak tumbuh di daerah tropis. Budidaya temu putih sebagai tanaman obat dilakukan di bawah naungan. Rimpang tumbuh dengan baik pada ketinggian m dpl. Ketinggian tempat tumbuh temu putih umumnya berkisar 750 m dpl di pulau Jawa. Rimpang C.zedoaria tumbuh liar di Sumatera (Gunung Dempo), Jawa Barat dan di hutan jati Jawa Timur. Tanaman ini berbunga di bulan Agustus hingga Mei (Backer & Brink, 1968; Heyne, 1950). 2. Eugenol Senyawa eugenol merupakan komponen utama yang terkandung dalam minyak cengkeh (Syzygium aromaticum) dengan kandungan mencapai 70-96% (Towaha, 2012). Senyawa eugenol merupakan komponen minyak atsiri berupa senyawa fenilpropanoid dengan tiga karbon rantai samping terikat pada gugus fenol (Cseke dkk., 2006). Senyawa eugenol memiliki aktivitas farmakologi sebagai antibakteri, antifungi, antioksidan, antikanker, dan pengusir serangga (Kong dkk., 2014). Gambar 3. Struktur kimia eugenol (Rahimi dkk., 2012)

9 9 3. Obat tradisional Obat tradisional merupakan bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut, yang secara turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Obat tradisional dibagi menjadi tiga yaitu jamu, obat herbal terstandar dan fitofarmaka. Jamu merupakan obat tradisional Indonesia. Obat herbal terstandar merupakan sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik serta bahan bakunya telah distandardisasi. Fitofarmaka merupakan sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan uji klinik, bahan baku serta produk jadinya telah distandardisasi (Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2005). 4. Cara ekstraksi Ekstraksi merupakan kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan pelarut cair. Simplisia yang diekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang tidak dapat larut seperti serat, karbohidrat, protein dan lainlain. Proses ekstraksi akan menghasilkan produk yang disebut ekstrak. Ekstraksi dapat dilakukan melalui beberapa cara, antara lain : a. Maserasi Maserasi merupakan proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada suhu ruangan

10 10 (kamar). Maserasi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2000). Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana serta mudah dilakukan. Kerugian cara maserasi adalah pengerjaannya lama dan penyariannya kurang sempurna (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1986). b. Infusa Infusa atau yang sering disebut infus adalah sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi simplisia nabati dengan air pada suhu 90 C selama 15 menit. Cara ini umum digunakan untuk menyari zat aktif yang campur dengan air dari bahan-bahan nabati. Hasil penyarian ini kurang stabil dan mudah tercemar oleh kuman dan kapang. Cara penyariannya relatif murah dibandingkan dengan metode penyarian yang lain yaitu simplisia dengan derajat halus yang sesuai dicampur dengan air secukupnya dalam panci di atas penangas air selama 15 menit terhitung mulai suhu mencapai 90 C sambil sesekali diaduk lalu diserkai selagi panas melalui kain flanel. Setelah itu ditambahkan air panas secukupnya melalui ampas hingga diperoleh volume infusa yang dikehendaki (jika tidak dinyatakan lain, dibuat infusa 10%) (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1986; Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2000).

11 11 5. Parameter standar ekstrak tumbuhan obat a. Parameter nonspesifik 1). Susut pengeringan Parameter susut pengeringan bertujuan memberikan batasan maksimal (rentang) tentang besarnya senyawa yang hilang pada proses pengeringan, yaitu sisa zat setelah pengeringan pada suhu 105 C selama 30 menit atau sampai bobot konstan, yang dinyatakan sebagai nilai persen. Dalam hal khusus (jika bahan tidak mengandung minyak menguap atau atsiri dan sisa pelarut organik menguap) identik dengan kadar air, yaitu kandungan air karena berada di atmosfer atau lingkungan udara terbuka. 2). Kadar air Parameter kadar air memberikan batasan maksimal atau rentang besarnya kandungan air dalam bahan. Pengukuran kandungan air yang berada di dalam bahan dilakukan dengan cara yang tepat diantara cara titrasi, destilasi atau gravimetri. 3). Kadar abu Parameter kadar abu memberikan gambaran kandungan mineral yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak. Bahan dipanaskan pada suhu dimana senyawa organik dan turunannya terdestruksi dan menguap, sehingga tinggal unsur mineral atau anorganik. 4). Sisa pelarut Parameter sisa pelarut memberikan jaminan bahwa selama proses tidak meninggalkan sisa pelarut yang memang seharusnya tidak boleh ada. Apabila

12 12 digunakan ekstrak cair maka hasil menunjukkan jumlah pelarut (alkohol) sesuai yang ditetapkan. 5). Residu pestisida Parameter sisa pestisida memberikan jaminan bahwa ekstrak tidak mengandung pestisida melebihi nilai yang ditetapkan karena berbahaya (toksik) bagi kesehatan. 6). Cemaran logam berat Parameter cemaran logam berat memberikan jaminan bahwa ekstrak tidak mengandung logam berat tertentu (Hg,Pb,Cd, dan lain-lain) melebihi nilai yang ditetapkan karena berbahaya (toksik) bagi kesehatan. 7). Cemaran mikroba Parameter cemaran mikroba memberikan jaminan bahwa ekstrak tidak boleh mengandung mikroba patogen dan tidak mengandung mikroba nonpatogen melebihi batas yang ditetapkan karena berpengaruh pada stabilitas ekstrak dan berbahaya (toksik) bagi kesehatan. b. Parameter spesifik 1). Identitas Parameter identitas ekstrak memberikan identitas objektif dengan penyebutan nama dan identitas spesifik dari senyawa identitas. 2). Organoleptik Parameter organoleptik ekstrak merupakan pengenalan awal yang sederhana, yaitu penggunaan panca indera untuk mendeskripsikan bentuk, warna, bau, dan rasa.

13 13 3). Senyawa terlarut dalam pelarut tertentu Parameter senyawa terlarut dalam pelarut tertentu memberikan gambaran awal jumlah senyawa kandungan. c. Uji kandungan kimia ekstrak 1). Pola kromatogram Parameter pola kromatogram memberikan gambaran awal komposisi kandungan kimia berdasarkan pola kromatogram. 2). Kadar total golongan kandungan kimia Parameter kadar total golongan kandungan kimia memberikan informasi kadar golongan kandungan kimia sebagai parameter mutu ekstrak dalam kaitannya dengan efek farmakologis. 3). Kadar kandungan kimia tertentu Parameter kadar kandungan kimia tertentu memberikan data kadar kandungan kimia senyawa aktif/utama/identitas yang diduga mempunyai efek farmakologi. Contoh adalah penetapan kadar andrografolid dalam ekstrak sambiloto secara HPLC atau penetapan kadar pinostrobin dalam ekstrak temu kunci secara densitometri (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2000). 6. Kromatografi lapis tipis-densitometri (KLT-densitometri) Kromatografi lapis tipis adalah teknik pemisahan fisikokimia. Metode KLT melibatkan dua hal penting yaitu fase diam dan fase gerak. Lapisan yang memisahkan terdiri atas fase diam yang ditempatkan pada penyangga berupa lempeng gelas, logam atau lapisan yang cocok. Fase diam yang digunakan

14 14 umumnya bahan penjerap seperti silika gel, alumina dan selulosa. Campuran yang akan dipisahkan berupa larutan yang ditotolkan dalam bentuk bercak atau pita pada fase diam. Fase gerak untuk KLT terdiri atas satu atau lebih pelarut yang bergerak karena adanya gaya kapiler seperti air, metanol, kloroform, dan toluena. Pemilihan pelarut berdasarkan sifat kelarutannya terhadap senyawa-senyawa pada fase diam. Pemisahan senyawa terjadi melalui perambatan kapiler (pengembangan) setelah lempeng diletakkan dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang (fase gerak) yang sesuai. Selanjutnya, senyawa yang tidak berwarna harus dideteksi dengan penampak bercak yang spesifik terhadap golongan senyawa tertentu (Stahl, 1973). Retardation factor (Rf) merupakan perbandingan antara jarak yang ditempuh larutan sampel dengan jarak yang ditempuh fase gerak. Nilai maksimum Rf adalah 1 berarti larutan sampel bermigrasi dengan kecepatan yang sama dengan fase gerak. Nilai minimum Rf adalah 0 berarti larutan sampel tertahan di titik awal pada fase diam (Gandjar & Rohman, 2007). Densitometri merupakan salah satu cara untuk mendeteksi bercak pada kromatogram. Pengukuran bercak pada lapis tipis menggunakan peralatan yang menentukan serapan bercak. Densitometri dilengkapi dengan spektrofotometer yang panjang gelombangnya dapat diatur dari 200 sampai 700 nm. Alat ini juga disebut TLC-Scanner (Sumarno,2001).

15 15 7. Faktor lingkungan yang mempengaruhi senyawa aktif a. Ketinggian tempat tumbuh Tempat tumbuh merupakan tempat yang dipandang dari segi faktor-faktor ekologinya, gabungan antara kondisi biotik, iklim dan tanah dari sebuah tempat. Ketinggian tempat berpengaruh terhadap iklim terutama curah hujan dan suhu udara yang mempengaruhi pertumbuhan tumbuhan. Curah hujan berkorelasi positif dengan ketinggian, sedangkan suhu udara berkorelasi negatif. Pegunungan memiliki curah hujan lebih tinggi dengan suhu lebih rendah sehingga kecepatan penguraian bahan organik dan pelapukan mineral berjalan lambat. Hal ini berbeda dengan yang terjadi di dataran rendah, di daerah ini penguraian yang berlangsung lebih cepat. Oleh karena itu, daerah pegunungan kondisi tanahnya lebih subur dan kaya bahan organik dibandingkan tanah di dataran rendah (Djajadiningrat, 1990). b. Intensitas cahaya Cahaya erat kaitannya dengan proses fotosintesis yang dipengaruhi pula oleh ketinggian tempat tumbuh. Intensitas cahaya akan semakin kecil dengan semakin tingginya tempat tumbuh. Hal ini disebabkan berkurangnya penyerapan dari udara sehingga menghambat pertumbuhan karena proses fotosintesis terganggu (Djajadiningrat, 1990). Perlakuan pemberian intensitas cahaya matahari yang berbeda ternyata menyebabkan perbedaan ukuran umbi tanaman lobak (Parman, 2010). c. ph dan kelembaban tanah Tanah merupakan bagian dari permukaan bumi yang terbentuk dari proses pelapukan oleh pengaruh iklim dan aktivitas organisme hidup pada suatu tempat

16 16 dalam jangka waktu tertentu. Reaksi tanah menunjukkan sifat keasaman atau kebasaan tanah, dinyatakan dengan nilai ph yang berkisar antara Tanah dikategorikan netral apabila ph 7, jika ph kurang dari 7 disebut tanah bersifat asam dan apabila ph lebih dari 7 maka dikategorikan tanah basa. Nilai ph tanah penting untuk diketahui sebab ph tanah menentukan mudah tidaknya unsur-unsur hara diserap tumbuhan (tumbuhan yang hidup di tanah dengan ph netral lebih mudah menyerap unsur hara), menunjukkan kemungkinan adanya unsur-unsur beracun dan mempengaruhi perkembangan mikroorganisme tanah (Mustafa dkk., 2012). Kelembaban tanah terkait dengan kebutuhan air di dalam tanah. Tanahtanah yang banyak mengandung bahan organik memerlukan air lebih banyak untuk disimpan sebagai persediaan sehingga kelembaban tanah terjaga lebih baik. Kelembaban tanah yang tinggi meningkatkan jasad mikro tanah sehingga struktur tanah menjadi gembur dan mudah diolah (Mustafa dkk., 2012). 8. Deskripsi daerah (tempat tumbuh) a. Kalibawang Kalibawang adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia. Kalibawang merupakan kawasan agropolitan Kabupaten Kulon Progo dengan luas 52,96 km 2. Kecamatan Kalibawang terdiri atas dataran dan sebagian perbukitan dengan elevasi hingga 500 m dpl. Wilayah pekerjaan penduduk sebagian besar terletak pada ketinggian m dpl. Curah hujan di Kecamatan Kalibawang pada tahun 2001 adalah

17 mm/tahun dengan jumlah hari hujan mencapai 144 hari/tahun (Wikipedia, 2012). Kawasan hutan di daerah Kulon Progo sangat luas dengan ketinggian sampai dengan 1000 m dpl. Wilayah utara pada ketinggian m dpl merupakan dataran tinggi, meliputi Kecamatan Girimulyo, Kokap, Kalibawang, dan Samigaluh. Wilayah ini penggunaan lahannya banyak diperuntukkan sebagai kawasan budidaya tanaman obat, konservasi dan kawasan rawan bencana tanah longsor. Suhu rata-rata di kawasan Kulon Progo adalah 25 C (Pemerintah Kabupaten Kulon Progo, 2013). b. Tuksono Tuksono adalah salah satu desa di Kecamatan Sentolo, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia (Wikipedia, 2011). Wilayah Tuksono merupakan kawasan persawahan, kampung dan kebun campuran (Pemerintah Kecamatan Sentolo, 2013). Kawasan hutan di daerah Kulon Progo sangat luas dengan ketinggian sampai dengan 1000 m dpl. Wilayah tengah pada ketinggian m dpl, meliputi Kecamatan Nanggulan, Sentolo, Pengasih, dan sebagian Lendah. Wilayah ini tergolong berombak dan bergelombang merupakan peralihan dataran rendah dan perbukitan. Selama tahun 2011 di Kabupaten Kulon Progo, rata-rata curah hujan per bulan adalah 161 mm dan hari hujan yaitu 10 hari hujan per bulan. Keberadaan sungai dengan air yang mengalir sepanjang tahun di wilayah Kabupaten Kulon Progo membantu menjaga kondisi permukaan air tanah (Pemerintah Kabupaten Kulon Progo, 2013).

18 18 c. Tawangmangu Tawangmangu adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, Indonesia. Tawangmangu berada pada daerah pegunungan yang subur dikelilingi oleh hutan dan perbukitan di lereng barat Gunung Lawu (Wikipedia, 2013). Wilayah tertinggi di Kabupaten Karanganyar berada di Kecamatan Tawangmangu yang mencapai 2000 m dpl. Selama tahun 2011 di Kabupaten Karanganyar, rata-rata curah hujan 5.965,9 mm dengan 116,6 hari hujan. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari dan Maret (Pemerintah Kabupaten Karanganyar, 2011). E. Keterangan Empiris Ekstrak rimpang temu putih yang memenuhi persyaratan parameter standar mutu ekstrak dapat dibandingkan kandungan senyawa aktif eugenolnya dengan KLT-densitometri. Adanya variasi tempat tumbuh dapat mempengaruhi kandungan senyawa eugenol dalam ekstrak terstandar rimpang temu putih dari daerah Kalibawang, Tuksono dan Tawangmangu sehingga perlu diketahui daerah manakah yang menghasilkan rimpang temu putih dengan kadar eugenol yang paling tinggi.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan kekayaan alamnya. Tanahnya yang subur dan iklimnya yang tropis memungkinkan berbagai jenis tumbuhan dapat dibudidayakan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) Abstrak Kulit buah langsat diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut yang berbeda

Lebih terperinci

Standardisasi Obat Bahan Alam. Indah Solihah

Standardisasi Obat Bahan Alam. Indah Solihah Standardisasi Obat Bahan Alam Indah Solihah Standardisasi Rangkaian proses yang melibatkan berbagai metode analisis kimiawi berdasarkan data famakologis, melibatkan analisis fisik dan mikrobiologi berdasarkan

Lebih terperinci

FITOFARMAKA Re R t e n t o n W a W hy h un u i n n i g n ru r m u

FITOFARMAKA Re R t e n t o n W a W hy h un u i n n i g n ru r m u FITOFARMAKA Retno Wahyuningrum VII. STANDARDISASI EKSTRAK KETENTUAN UMUM KONSEP STANDARDISASI Difinisi Standardisasi (SSN 1998): Proses merumuskan, menetapkan, menerapkan dan merevisi standard yang dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. November Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. November Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk. BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Oktober sampai dengan November 2015. Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk. dilakukan di daerah

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1.

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1. BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada awal penelitian dilakukan determinasi tanaman yang bertujuan untuk mengetahui kebenaran identitas botani dari tanaman yang digunakan. Hasil determinasi menyatakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Salah satu ciri budaya masyarakat di negara berkembang adalah masih dominannya unsur-unsur tradisional dalam kehidupan sehari-hari. Keadaan ini didukung

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang kaya akan sumber daya alamnya, sehingga menjadi negara yang sangat potensial dalam bahan baku obat, karena

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 25 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Ekstraksi simplisia segar buah duku dilakukan dengan cara dingin yaitu maserasi karena belum ada data tentang kestabilan komponen ekstrak buah duku terhadap panas.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi 2 dikeringkan pada suhu 105 C. Setelah 6 jam, sampel diambil dan didinginkan dalam eksikator, lalu ditimbang. Hal ini dilakukan beberapa kali sampai diperoleh bobot yang konstan (b). Kadar air sampel ditentukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Piroksikam 2.1.1 Sifat Fisikokimia Gambar 2.1.1 : Struktur Kimia Piroksikam Piroksikam merupakan salah satu obat analgesik yang mempunyai waktu paruh yang panjang. Piroksikam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Ekstrak memberikan rendemen sebesar 27,13% (Tabel 3).

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Ekstrak memberikan rendemen sebesar 27,13% (Tabel 3). BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Nilai Rendemen Ekstrak Ekstrak memberikan rendemen sebesar 27,13% (Tabel 3). 2. Deskripsi Organoleptik Ekstrak Ekstrak berbentuk kental, berasa pahit, berwarna hitam

Lebih terperinci

BAB IV PROSEDUR PENELITIAN

BAB IV PROSEDUR PENELITIAN BAB IV PROSEDUR PENELITIAN 4.1. Pengumpulan Bahan Tumbuhan yang digunakan sebagai bahan penelitian ini adalah daun steril Stenochlaena palustris. Bahan penelitian dalam bentuk simplisia, diperoleh dari

Lebih terperinci

pengolahan, kecuali pengeringan. Standarisasi simplisia dibutuhkan karena kandungan kimia tanaman obat sangat bervariasi tergantung banyak faktor

pengolahan, kecuali pengeringan. Standarisasi simplisia dibutuhkan karena kandungan kimia tanaman obat sangat bervariasi tergantung banyak faktor BAB 1 PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman akan alamnya. Keanekaragaman alam tersebut meliputi tumbuh-tumbuhan, hewan dan mineral. Negara berkembang termasuk indonesia banyak

Lebih terperinci

PHARMACY, Vol.06 No. 02 Agustus 2009 ISSN ANALISIS KUALITATIF PARASETAMOL PADA SEDIAAN JAMU SERBUK PEGAL LINU YANG BEREDAR DI PURWOKERTO

PHARMACY, Vol.06 No. 02 Agustus 2009 ISSN ANALISIS KUALITATIF PARASETAMOL PADA SEDIAAN JAMU SERBUK PEGAL LINU YANG BEREDAR DI PURWOKERTO ANALISIS KUALITATIF PARASETAMOL PADA SEDIAAN JAMU SERBUK PEGAL LINU YANG BEREDAR DI PURWOKERTO Muhammad Irfan Firdaus*, Pri Iswati Utami * Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Jl. Raya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. serta meningkatkan daya tahan tubuh. Tingginya permintaan obat herbal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. serta meningkatkan daya tahan tubuh. Tingginya permintaan obat herbal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Obat herbal telah banyak berperan bagi kesehatan masyarakat terutama kontribusinya untuk mengobati berbagai penyakit antara lain hipertensi, diabetes, serta

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel Zat warna sebagai bahan tambahan dalam kosmetika dekoratif berada dalam jumlah yang tidak terlalu besar. Paye dkk (2006) menyebutkan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Bangsa Indonesia telah lama mengenal dan menggunakan tanaman berkhasiat obat sebagai salah satu upaya dalam menanggulangi masalah kesehatan. Pengetahuan

Lebih terperinci

Penetapan Kadar Sari

Penetapan Kadar Sari I. Tujuan Percobaan 1. Mengetahui cara penetapan kadar sari larut air dari simplisia. 2. Mengetahui cara penetapan kadar sari larut etanol dari simplisia. II. Prinsip Percobaan Penentuan kadar sari berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

BAB I TINJAUAN PUSTAKA BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Tumbuhan Kenikir 1.1.1 Klasifikasi Divisi Sub divisi Kelas Bangsa Suku Marga Jenis Sinonim : Plantae : Magnoliophyta : Magnoliopsida : Asterales : Asteraceae : Cosmos : Cosmos

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Penentuan kadar air berguna untuk mengidentifikasi kandungan air pada sampel sebagai persen bahan keringnya. Selain itu penentuan kadar air berfungsi untuk mengetahui

Lebih terperinci

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA KUNYIT. Mono Rahardjo dan Otih Rostiana

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA KUNYIT. Mono Rahardjo dan Otih Rostiana STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA KUNYIT Mono Rahardjo dan Otih Rostiana PENDAHULUAN Kunyit (Curcuma domestica Val.) merupakan salah satu tanaman obat potensial, selain sebagai bahan baku obat juga

Lebih terperinci

Lampiran 1. Gambar tumbuhan gambas (Luffa cutangula L. Roxb.)

Lampiran 1. Gambar tumbuhan gambas (Luffa cutangula L. Roxb.) Lampiran 1. Gambar tumbuhan gambas (Luffa cutangula L. Roxb.) Gambar 1. Tumbuhan gambas (Luffa acutangula L. Roxb.) Gambar 2. Biji Tumbuhan Gambas (Luffa acutangula L. Roxb.) Lampiran 2. Gambar Mikroskopik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Diabetes melitus merupakan suatu sindrom terganggunya metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan oleh berkurangnya sekresi insulin atau penurunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan keragaman hayati.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan keragaman hayati. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan keragaman hayati. Letak Indonesia yang dilewati oleh garis katulistiwa berpengaruh langsung terhadap kekayaan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan III. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan preparasi sampel, bahan, alat dan prosedur kerja yang dilakukan, yaitu : A. Sampel Uji Penelitian Tanaman Ara

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan Januari 2010. Daun gamal diperoleh dari Kebun Percobaan Natar, Lampung Selatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan tanaman yang berkhasiat sebagai obat untuk penanggulangan berbagai masalah kesehatan telah dikenal bangsa Indonesia sejak lama. Pemanfaatan tanaman

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. repository.unisba.ac.id

DAFTAR ISI. repository.unisba.ac.id DAFTAR ISI ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iv DAFTAR LAMPIRAN... vii DFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix PENDAHULUAN... 1 BAB I TINJAUAN PUSTAKA... 5 1.1. Klasifikasi Tanaman...

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air Pemilihan Eluen Terbaik Pelat Kromatografi Lapis Tipis (KLT) yang digunakan adalah pelat aluminium jenis silika gel G 60 F 4. Ekstrak pekat ditotolkan pada pelat KLT. Setelah kering, langsung dielusi dalam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kering, dengan hasil sebagai berikut: Table 2. Hasil Uji Pendahuluan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kering, dengan hasil sebagai berikut: Table 2. Hasil Uji Pendahuluan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Uji Flavonoid Dari 100 g serbuk lamtoro diperoleh ekstrak metanol sebanyak 8,76 g. Untuk uji pendahuluan masih menggunakan serbuk lamtoro kering,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang Pengeringan adalah proses pengolahan pascapanen hasil pertanian yang paling kritis. Pengeringan sudah dikenal sejak dulu sebagai salah satu metode pengawetan bahan. Tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi

BAB I PENDAHULUAN. kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka bakar merupakan kerusakan atau kehilangan jaringan disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi yang mengakibatkan

Lebih terperinci

MATERIA MEDIKA INDONESIA

MATERIA MEDIKA INDONESIA MATERIA MEDIKA INDONESIA MEMUAT: PERSYARATAN RESMI DAN FOTO BERWARNA SIMPLISIA YANG BANYAK DIPAKAI DALAM PERUSAHAAN OBAT TRADISIONAL. MONOGRAFI 1. SIMPLISIA YANG DIGUNAKAN SEBAGAI OBAT TRADISIONAL, MENCAKUP:

Lebih terperinci

Ros Sumarny, Ratna Djamil, Afrilia Indira S. FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS PANCASILA email : rosaries15@yahoo.com ABSTRAK

Ros Sumarny, Ratna Djamil, Afrilia Indira S. FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS PANCASILA email : rosaries15@yahoo.com ABSTRAK Kadar kurkumin dan potensi antioksidan ekstrak etanol rimpang temu putih (Curcuma zedoaria (Berg) Roscoe.), temu magga (Curcuma mangga Val et Zyp.) dan temu lawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb). Ros Sumarny,

Lebih terperinci

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA TEMULAWAK. Mono Rahardjo dan Otih Rostiana

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA TEMULAWAK. Mono Rahardjo dan Otih Rostiana STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA TEMULAWAK Mono Rahardjo dan Otih Rostiana PENDAHULUAN Kegunaan utama rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) adalah sebagai bahan baku obat, karena dapat merangsang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 24 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental laboratorium. Metode yang digunakan untuk mengekstraksi kandungan kimia dalam daun ciplukan (Physalis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel Temulawak Terpilih Pada penelitian ini sampel yang digunakan terdiri atas empat jenis sampel, yang dibedakan berdasarkan lokasi tanam dan nomor harapan. Lokasi tanam terdiri

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. identitas tanaman tersebut, apakah tanaman tersebut benar-benar tanaman yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. identitas tanaman tersebut, apakah tanaman tersebut benar-benar tanaman yang 30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Determinasi Tanaman Determinasi dari suatu tanaman bertujuan untuk mengetahui kebenaran identitas tanaman tersebut, apakah tanaman tersebut benar-benar tanaman yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. (a) (b) Gambar 4 Twin trough chamber (a) dan flat bottom chamber (b)

HASIL DAN PEMBAHASAN. (a) (b) Gambar 4 Twin trough chamber (a) dan flat bottom chamber (b) 6 pengembang yang masih segar. Pelat dideteksi dengan UV 366 nm. Stabilitas Analat pada Pelat dan dalam Larutan. Ekstrak ditotolkan pada pelat 10 x 10 cm. Ekstrak dibuat sebanyak tiga buah. Ekstrak satu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi dan Fraksinasi Sampel buah mahkota dewa yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari kebun percobaan Pusat Studi Biofarmaka, Institut Pertanian Bogor dalam bentuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Bawang Merah. rumpun, tingginya dapat mencapai cm, Bawang Merah memiliki jenis akar

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Bawang Merah. rumpun, tingginya dapat mencapai cm, Bawang Merah memiliki jenis akar II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bawang Merah Bawang Merah merupakan tanaman yang berumur pendek, berbentuk rumpun, tingginya dapat mencapai 15-40 cm, Bawang Merah memiliki jenis akar serabut, batang Bawang Merah

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi Proksimat Komposisi rumput laut Padina australis yang diuji meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar abu tidak larut asam dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PEMBUATAN SEDIAAN HERBAL

BAB I PEMBUATAN SEDIAAN HERBAL BAB I PEMBUATAN SEDIAAN HERBAL A. Informasi Umum Sediaan Herbal Dalam buku ini yang dimaksud dengan Sediaan Herbal adalah sediaan obat tradisional yang dibuat dengan cara sederhana seperti infus, dekok

Lebih terperinci

semua masalah kesehatan dapat diatasi oleh pelayanan pengobatan modern (BPOM, 2005). Tumbuhan obat Indonesia atau yang saat ini lebih dikenal dengan

semua masalah kesehatan dapat diatasi oleh pelayanan pengobatan modern (BPOM, 2005). Tumbuhan obat Indonesia atau yang saat ini lebih dikenal dengan BAB 1 PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman akan alamnya. Keanekaragaman alam tersebut meliputi tumbuh-tumbuhan, hewan dan mineral. Negara berkembang termasuk Indonesia banyak

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. (1965). Hasil determinasi tanaman. Determinasi dari suatu tanaman bertujuan untuk mengetahui kebenaran

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. (1965). Hasil determinasi tanaman. Determinasi dari suatu tanaman bertujuan untuk mengetahui kebenaran BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Determinasi Tanaman Determinasi dari suatu tanaman bertujuan untuk mengetahui kebenaran identitas tanaman tersebut, apakah tanaman tersebut benar-benar tanaman yang

Lebih terperinci

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

BAB I TINJAUAN PUSTAKA BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Obat Tradisional Menurut peraturan menteri kesehatan nomor 007 tahun 2012 obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral,

Lebih terperinci

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala Geografi Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala TANAH Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang

Lebih terperinci

Lampiran 1. Surat Identifikasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi-Bogor.

Lampiran 1. Surat Identifikasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi-Bogor. Lampiran 1. Surat Identifikasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi-Bogor. 60 Lampiran 2. Gambar tumbuhan buni dan daun buni Gambar A. Pohon buni Gambar B.

Lebih terperinci

Metoda-Metoda Ekstraksi

Metoda-Metoda Ekstraksi METODE EKSTRAKSI Pendahuluan Ekstraksi proses pemisahan suatu zat atau beberapa dari suatu padatan atau cairan dengan bantuan pelarut Pemisahan terjadi atas dasar kemampuan larutan yang berbeda dari komponen-komponen

Lebih terperinci

III. PENANGANAN PANEN DAN PASCAPANEN TANAMAN OBAT SECARA UMUM

III. PENANGANAN PANEN DAN PASCAPANEN TANAMAN OBAT SECARA UMUM III. PENANGANAN PANEN DAN PASCAPANEN TANAMAN OBAT SECARA UMUM Penanganan dan Pengelolaan Saat Panen Mengingat produk tanaman obat dapat berasal dari hasil budidaya dan dari hasil eksplorasi alam maka penanganan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. maupun tujuan lain atau yang dikenal dengan istilah back to nature. Bahan

I. PENDAHULUAN. maupun tujuan lain atau yang dikenal dengan istilah back to nature. Bahan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang terkenal akan kekayaan alamnya dengan berbagai macam flora yang dapat ditemui dan tentunya memiliki beberapa manfaat, salah

Lebih terperinci

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PENANGANAN PASCA PANEN KUNYIT. Feri Manoi

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PENANGANAN PASCA PANEN KUNYIT. Feri Manoi STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PENANGANAN PASCA PANEN KUNYIT Feri Manoi PENDAHULUAN Untuk memperoleh produk yang bermutu tinggi, maka disusun SPO penanganan pasca panen tanaman kunyit meliputi, waktu panen,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jeruk nipis (Citrus aurantifolia (Christm.) Swingle) merupakan buah yang

BAB I PENDAHULUAN. Jeruk nipis (Citrus aurantifolia (Christm.) Swingle) merupakan buah yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jeruk nipis (Citrus aurantifolia (Christm.) Swingle) merupakan buah yang telah banyak dimanfaatkan sejak lama oleh masyarakat baik sebagai bahan masakan maupun sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digunakan sebagai obat tradisional yang dapat dikembangkan secara luas. 1

BAB I PENDAHULUAN. digunakan sebagai obat tradisional yang dapat dikembangkan secara luas. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Indonesia memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang luar biasa, yaitu sekitar 40.000 jenis tumbuhan, dari jumlah tersebut sekitar 1300 diantaranya digunakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kandungan rhodamin

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kandungan rhodamin digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kandungan rhodamin B pada pemerah pipi (blush on) yang beredar di Surakarta dan untuk mengetahui berapa

Lebih terperinci

KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN EKSTRAK ETANOL DAUN BERTONI (Stevia rebaudiana) DARI TIGA TEMPAT TUMBUH

KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN EKSTRAK ETANOL DAUN BERTONI (Stevia rebaudiana) DARI TIGA TEMPAT TUMBUH KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN EKSTRAK ETANOL DAUN BERTONI (Stevia rebaudiana) DARI TIGA TEMPAT TUMBUH Dian Kartikasari 1, Nurkhasanah 2, Suwijiyo Pramono 3 1 Pasca sarjana prodi Farmasi Universitas Ahmad

Lebih terperinci

Lampiran 1. Surat identifikasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi-Bogor.

Lampiran 1. Surat identifikasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi-Bogor. Lampiran 1. Surat identifikasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi-Bogor. 44 Lampiran 2. Gambar tumbuhan buni (Antidesma bunius (L.) Spreng.) Tumbuhan pohon

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. antara cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim.

TINJAUAN PUSTAKA. antara cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim. 19 TINJAUAN PUSTAKA Botani tanaman Bawang merah merupakan tanaman yang tumbuh tegak dengan tinggi antara 15-50 cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim. Perakarannya berupa akar serabut yang tidak

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel dari penelitian ini adalah daun murbei (Morus australis Poir) yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel dari penelitian ini adalah daun murbei (Morus australis Poir) yang BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Sampel dan Lokasi Penelitian Sampel dari penelitian ini adalah daun murbei (Morus australis Poir) yang diperoleh dari perkebunan murbei di Kampung Cibeureum, Cisurupan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) merupakan tumbuhan jenis temu-temuan asli Indonesia yang banyak digunakan sebagai obat tradisional. Temulawak mengandung senyawa

Lebih terperinci

Uji antibakteri komponen bioaktif daun lobak (Raphanus sativus L.) terhadap Escherichia coli dan profil kandungan kimianya

Uji antibakteri komponen bioaktif daun lobak (Raphanus sativus L.) terhadap Escherichia coli dan profil kandungan kimianya Uji antibakteri komponen bioaktif daun lobak (Raphanus sativus L.) terhadap Escherichia coli dan profil kandungan kimianya UNIVERSITAS SEBELAS MARET Oleh: Jenny Virganita NIM. M 0405033 BAB III METODE

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Muhammadiyah Semarang di Jalan Wonodri Sendang Raya 2A Semarang.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Muhammadiyah Semarang di Jalan Wonodri Sendang Raya 2A Semarang. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian deskriptif. B. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium kimia program studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan (rehabilitatif) serta peningkatan kesehatan (promotif). Berbagai cara

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan (rehabilitatif) serta peningkatan kesehatan (promotif). Berbagai cara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan dasar manusia. Dalam rangka memenuhi kebutuhan sehat tersebut, masyarakat berusaha melakukan upaya kesehatan yang meliputi pencegahan penyakit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan suatu negara tropis di dunia yang kaya akan berbagai jenis tumbuh-tumbuhan. Tumbuh-tumbuhan ini memiliki berbagai macam manfaat, salah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sampel dan Lokasi Penelitian Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus communis (sukun) yang diperoleh dari Garut, Jawa Barat serta

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Tanaman Kacang Hijau Kacang-kacangan (leguminosa), sudah dikenal dan dimanfaatkan secara luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengkarakterisasi simplisia herba sambiloto. Tahap-tahap yang dilakukan yaitu karakterisasi simplisia dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Departemen Farmasi FMIPA UI dari Januari 2008 hingga Mei 2008.

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Departemen Farmasi FMIPA UI dari Januari 2008 hingga Mei 2008. BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Fitokimia dan Farmakologi Departemen Farmasi FMIPA UI dari Januari 2008 hingga Mei 2008. B. BAHAN DAN ALAT

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penyiapan Sampel Sampel daging buah sirsak (Anonna Muricata Linn) yang diambil didesa Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo, terlebih

Lebih terperinci

J. Gaji dan upah Peneliti ,- 4. Pembuatan laporan ,- Jumlah ,-

J. Gaji dan upah Peneliti ,- 4. Pembuatan laporan ,- Jumlah ,- Anggaran Tabel 2. Rencana Anggaran No. Komponen Biaya Rp 1. Bahan habis pakai ( pemesanan 2.500.000,- daun gambir, dan bahan-bahan kimia) 2. Sewa alat instrument (analisa) 1.000.000,- J. Gaji dan upah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sampel dan Lokasi Penelitian Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil determinasi tumbuhan dilampirkan pada Lampiran 1) yang diperoleh dari perkebunan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis 16 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Ada 2 tipe akar ubi jalar yaitu akar penyerap hara di dalam tanah dan akar lumbung atau umbi. Menurut Sonhaji (2007) akar penyerap hara berfungsi untuk menyerap unsur-unsur

Lebih terperinci

UJI KADAR SISA ETANOL DAN ABU TOTAL EKSTRAK ETANOL 80 % DAUN BUNGA MATAHARI (Helianthus annuus) DAN TANAMAN ANTING-ANTING (Acalypha indica Linn)

UJI KADAR SISA ETANOL DAN ABU TOTAL EKSTRAK ETANOL 80 % DAUN BUNGA MATAHARI (Helianthus annuus) DAN TANAMAN ANTING-ANTING (Acalypha indica Linn) UJI KADAR SISA ETANOL DAN ABU TOTAL EKSTRAK ETANOL 80 % DAUN BUNGA MATAHARI (Helianthus annuus) DAN TANAMAN ANTING-ANTING (Acalypha indica Linn) Khoirul Ngibad 1 ; Roihatul Muti ah, M.Kes, Apt 2 ; Elok

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan obat tradisional di Indonesia sudah berlangsung sejak ribuan tahun yang lalu, mengingat bahwa Indonesia merupakan negara yang memiliki iklim tropis dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian (galenika) atau campuran dari bahanbahan

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian (galenika) atau campuran dari bahanbahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat tradisional merupakan bahan atau ramuan bahan berupa bahan tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian (galenika) atau campuran dari bahanbahan tersebut yang secara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Botani Tanaman Bayam Bayam (Amaranthus sp.) merupakan tanaman semusim dan tergolong sebagai tumbuhan C4 yang mampu mengikat gas CO 2 secara efisien sehingga memiliki daya adaptasi

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1.

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1. PEMBAHASAN Pengaruh Pencucian, Delignifikasi, dan Aktivasi Ampas tebu mengandung tiga senyawa kimia utama, yaitu selulosa, lignin, dan hemiselulosa. Menurut Samsuri et al. (2007), ampas tebu mengandung

Lebih terperinci

PEMISAHAN ZAT WARNA SECARA KROMATORAFI. A. Tujuan Memisahkan zat-zat warna yang terdapat pada suatu tumbuhan.

PEMISAHAN ZAT WARNA SECARA KROMATORAFI. A. Tujuan Memisahkan zat-zat warna yang terdapat pada suatu tumbuhan. PEMISAHAN ZAT WARNA SECARA KROMATORAFI A. Tujuan Memisahkan zat-zat warna yang terdapat pada suatu tumbuhan. B. Pelaksanaan Kegiatan Praktikum Hari : Senin, 13 April 2009 Waktu : 10.20 12.00 Tempat : Laboratorium

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemeriksaan kandungan kimia kulit batang asam kandis ( Garcinia cowa. steroid, saponin, dan fenolik.(lampiran 1, Hal.

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemeriksaan kandungan kimia kulit batang asam kandis ( Garcinia cowa. steroid, saponin, dan fenolik.(lampiran 1, Hal. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 1. Pemeriksaan kandungan kimia kulit batang asam kandis ( Garcinia cowa Roxb.) menunjukkan adanya golongan senyawa flavonoid, terpenoid, steroid, saponin, dan fenolik.(lampiran

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April Januari 2013, bertempat di

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April Januari 2013, bertempat di 30 III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 - Januari 2013, bertempat di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas

Lebih terperinci

EKSTRAKSI KURKUMIN DARI TEMULAWAK DENGAN MENGGUNAKAN ETANOL

EKSTRAKSI KURKUMIN DARI TEMULAWAK DENGAN MENGGUNAKAN ETANOL EKSTRAKSI KURKUMIN DARI TEMULAWAK DENGAN MENGGUNAKAN ETANOL A. F. Ramdja, R.M. Army Aulia, Pradita Mulya Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya ABSTRAK Temulawak ( Curcuma xanthoriza

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman hayati berupa ratusan jenis tanaman obat dan telah banyak dimanfaatkan dalam proses penyembuhan berbagai penyakit. Namun baru sejumlah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan broiler dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu broiler modern

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan broiler dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu broiler modern 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Broiler Perkembangan broiler dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu broiler modern dan broiler klasik. Broiler modern mempunyai pertumbuhan yang cepat dan bobot tubuh pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Obat tradisional telah dikenal dan banyak digunakan secara turun. temurun oleh masyarakat. Penggunaan obat tradisional dalam upaya

BAB I PENDAHULUAN. Obat tradisional telah dikenal dan banyak digunakan secara turun. temurun oleh masyarakat. Penggunaan obat tradisional dalam upaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat tradisional telah dikenal dan banyak digunakan secara turun temurun oleh masyarakat. Penggunaan obat tradisional dalam upaya mempertahankan kesehatan masyarakat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Bawang Merah Tanaman bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal dan bercabang terpencar, pada kedalaman antara 15-20 cm di dalam tanah. Jumlah perakaran

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung Lawu. Sedangkan pengujian sampel dilakukan di Laboratorium Biologi dan Kimia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.) 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.) Menurut Rahayu dan Berlian ( 2003 ) tanaman bawang merah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Tabel 1. Botani Bawang Merah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia (Anonim, 2004). Bahan alam yang digunakan untuk obat banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia (Anonim, 2004). Bahan alam yang digunakan untuk obat banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan industri obat berbasis bahan alam meningkat pesat di Indonesia (Anonim, 2004). Bahan alam yang digunakan untuk obat banyak berasal dari bahan nabati

Lebih terperinci

Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan

Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan tepat untuk mengurangi terbawanya bahan atau tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah suatu negara yang kaya akan sumber daya alam yang melimpah dan merupakan sumber penghasil berbagai jenis plasma nutfah berkualitas dunia dikarenakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. alam. Sebagai salah satu negara yang memiliki wilayah pantai terpanjang dan

I. PENDAHULUAN. alam. Sebagai salah satu negara yang memiliki wilayah pantai terpanjang dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara yang subur dan kaya akan sumberdaya alam. Sebagai salah satu negara yang memiliki wilayah pantai terpanjang dan terluas di dunia, Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakann penyakit yang. berkaitan erat dengan kenaikan populasi vektor Aedes aegypty.

I. PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakann penyakit yang. berkaitan erat dengan kenaikan populasi vektor Aedes aegypty. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakann penyakit yang berkaitan erat dengan kenaikan populasi vektor Aedes aegypty. Menurut Wijana, (1982) Ae. aegypty adalah satu-satunya

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di Laboratorium Kimia Organik, Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan 3.2 Alat 3.3 Penyiapan Serbuk Simplisia Pengumpulan Bahan Determinasi Tanaman

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan 3.2 Alat 3.3 Penyiapan Serbuk Simplisia Pengumpulan Bahan Determinasi Tanaman BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan Rambut jagung (Zea mays L.), n-heksana, etil asetat, etanol, metanol, gliserin, larutan kloral hidrat 70%, air, aqua destilata, asam hidroklorida, toluena, kloroform, amonia,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sirup 2.1.1 Defenisi Sirup Sirup adalah larutan pekat dari gula yang ditambah obat dan merupakan larutan jernih berasa manis. Dapat ditambah gliserol, sorbitol atau polialkohol

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Agustus hingga bulan Desember 2013 di Laboratorium Bioteknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

1.5. Hipotesis 3. Pemberian pupuk hayati berperan terhadap peningkatan pertumbuhan tanaman nilam. 4. Pemberian zeolit dengan dosis tertentu dapat

1.5. Hipotesis 3. Pemberian pupuk hayati berperan terhadap peningkatan pertumbuhan tanaman nilam. 4. Pemberian zeolit dengan dosis tertentu dapat I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nilam (Pogostemon sp.) merupakan salah satu tanaman yang dapat menghasilkan minyak atsiri (essential oil). Di dalam dunia perdagangan Intemasional minyak nilam sering

Lebih terperinci

MATERIA MEDIKA HERBAL

MATERIA MEDIKA HERBAL MATERIA MEDIKA HERBAL MATERIA MEDIKA HERBAL Tujuan Mampu mengenali berbagai simplisia tanaman obat, yang banyak terdapat di Indonesia, penyebaran dan manfaat, serta persyaratan-persyaratan baku serta kualitas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Manggis dan Syarat Tumbuh Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah berupa pohon yang banyak tumbuh secara alami pada hutan tropis di kawasan

Lebih terperinci