MODEL KOLABORASI PENANGKARAN JALAK BALI BERBASIS MASYARAKAT DI DESA SUMBERKLAMPOK, BALI MARIA EDNA HERAWATI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MODEL KOLABORASI PENANGKARAN JALAK BALI BERBASIS MASYARAKAT DI DESA SUMBERKLAMPOK, BALI MARIA EDNA HERAWATI"

Transkripsi

1 MODEL KOLABORASI PENANGKARAN JALAK BALI BERBASIS MASYARAKAT DI DESA SUMBERKLAMPOK, BALI MARIA EDNA HERAWATI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Model Kolaborasi Penangkaran Jalak Bali Berbasis Masyarakat di Desa Sumberklampok, Bali adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Januari 2014 Maria Edna Herawati NIM E

4 ABSTRAK MARIA EDNA HERAWATI. Model Kolaborasi Penangkaran Jalak Bali Basis Masyarakat di Desa Sumberklampok, Bali. Dibimbing oleh SAMBAS BASUNI dan BURHANUDDIN MASYUD. Penangkaran jalak bali berbasis masyarakat merupakan salah satu upaya memposisikan masyarakat sebagai pelaku konservasi agar dapat mengelola sumberdaya secara lestari. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan praktik kolaborasi penangkaran yang dilakukan oleh masyarakat di Desa Sumberklampok. Penelitian dilaksanakan selama bulan Mei-Juni 2013 di Desa Sumberklampok, Bali. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, observasi langsung, dan studi kepustakaan, kemudian dianalisis dan dijabarkan secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kolaborasi terjadi antara masyarakat, Taman Nasional Bali Barat, Yayasan SEKA, dan Asosiasi Pelestari Curik Bali. Organiasi penangkar dilakukan oleh masyarakat yaitu Manuk Jegeg yang berperan sebagai pengelola serta penghubung antar penangkar dan aktor lain. Organisasi ini didampingi oleh Taman Nasional Bali Barat,dan Yayasan SEKA serta didukung oleh Asosiasi Pelestari Curik Bali. Penangkaran kolaboratif yang menitikberatkan pada peran masyarakat dalam menjalankan teknik penangkaran berhasil mengembangbiakan anakan jalak bali. Kata kunci: jalak bali, kolaborasi, penangkaran, Sumberklampok ABSTRACT MARIA EDNA HERAWATI. Collaboration model of Bali Starling Captive Breeding Based on Community in Sumberklampok Village, Bali. Supervised by SAMBAS BASUNI and BURHANUDDIN MASYUD. Community-based captive breeding of bali starling had been initiated in Sumberklampok Village to encourage local people as the main actor of jalak bali conservation in order to manage sustainability of natural resources around them. The study aimed to describe collaborative practices and jalak bali captive breeding techniques that implemented by local community of Sumberklampok village was conducted on May-June Various data collected through interviews, direct observation and literature study were analyzed and explained descriptively. Result of study shows that collaboration has been firmly practiced among community, West Bali National Park, Yayasan SEKA, and Asosiasi Pelestari Curik Bali. The Manuk Jegeg is a specific local organization that acted as manager and liaison between the breeders and the other stakeholders. This organization advised by West Bali National Park, Yayasan SEKA and supported by Asosisasi Pelestari Curik Bali. Collaborative captive breeding of bali starling who focused on the role of the people running the technique captivity successfully created next generation of bali starling. Keywords: bali starling, captive breeding, collaboration, Sumberklampok

5 MODEL KOLABORASI PENANGKARAN JALAK BALI BERBASIS MASYARAKAT DI DESA SUMBERKLAMPOK, BALI MARIA EDNA HERAWATI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

6

7

8 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan Mei-Juni 2013 ini ialah kolaborasi, dengan judul Model Kolaborasi Penangkaran Jalak Bali Berbasis Masyarakat di Desa Sumberklampok, Bali. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Sambas Basuni MS dan Bapak Dr Ir Burhanuddin Masyud selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan, Dr Efi Yuliati Yovi S.Hut M.Life,Env.Sc dan Dr Ir Arzyana Sunkar M.Sc atas saran yang diberikan. Terima kasih kepada Balai Taman Nasional Bali Barat, Kelompok Penangkar Manuk Jegeg, Bapak Sugiyanto, Bapak Nana, Bapak Misnawi, Bapak Ismu, dan Kenny yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada keluarga tercinta, keluarga besar Himakova, keluarga besar Anggrek Hitam, dan sahabat atas segala doa dan dukungannya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Januari 2014 Maria Edna Herawati

9 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vii DAFTAR GAMBAR vii DAFTAR LAMPIRAN vii PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 1 Manfaat Penelitian 2 METODE 2 Lokasi dan Waktu 2 Alat dan Bahan 2 Prosedur Pengumpulan Data 2 Prosedur Analisis Data 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 Kondisi Lokasi Penelitian 4 Kelembagaan Penangkaran 5 Aktor (stakeholder) Penangkaran Jalak Bali Berbasis Masyarakat 6 Proses Kolaborasi Penangkaran Jalak Bali 7 Organisasi Penangkaran 8 Mekanisme Hubungan Antar Aktor 10 Kinerja Penangkaran Jalak Bali Berbasis Masyarakat 12 SIMPULAN DAN SARAN 19 Simpulan 19 Saran 19 DAFTAR PUSTAKA 20 LAMPIRAN 22

10 DAFTAR TABEL 1 Jenis data dan metode pengumpulan data 3 2 Identifikasi aktor dan peran dalam penangkaran jalak bali 6 3 Hak dan kewajiban aktor 11 4 Ukuran dan lokasi kandang biak jalak bali 13 5 Jenis, intensitas dan jumlah pakan jalak bali 14 6 Populasi di penangkaran jalak bali berbasis masyarakat tahun Presentase daya tetas telur, tingkat perkembangbiakan, dan angka kematian 16 8 Rataan presentase persepsi masyarakat 17 DAFTAR GAMBAR 1 Peta hubungan antar stakeholder penangkaran jalak bali 12 2 Kandang penangkaran masyarakat: (a) kandang biak; (b) kandang pemeliharaan 12 3 Pakan jalak bali (a) jangkrik; (b) konsentrat 14 4 Anakan jalak bali (Doc: penangkar) 15 DAFTAR LAMPIRAN 1 Surat perjanjian kerjasama/mou antara penangkar, Taman Nasional Bali Barat dan Asosiasi Pelestari Curik Bali 22 2 Surat perjanjian kerjasama antara kelompok penangkar dan Taman Nasional Bali Barat 23

11 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jalak bali (Leucopsar rothschildi) merupakan satwa khas Indonesia yang penyebarannya secara alami hanya berada di Pulau Bali. Burung ini masuk dalam kategori jenis yang dilindungi oleh pemerintah dan perdagangannya diatur dalam CITES Appendix I, kelompok yang terancam kepunahan dan dilarang untuk diperdagangkan. Populasinya dari tahun ke tahun mengalami penurunan sehingga menuju kepunahan. Menurut Kurniasih (1997), penyebab utama menurunnya populasi jalak bali di Taman Nasional Bali Barat (TNBB) adalah terganggu keseimbangan lingkungan yang disebabkan antara lain oleh perburuan liar, penurunan kualitas lingkungan hidup dan kebakaran hutan. Selain itu pencurian jalak bali yang terjadi pada tahun 2000 telah mengakibatkan hilangnya 39 ekor jalak bali di TNBB. Hasil inventarisasi TNBB pada tahun 2011 jumlah jalak bali di alam tersisa 12 ekor. Upaya konservasi dapat dilakukan secara insitu maupun eksitu. Upaya secara eksitu telah dilakukan di Taman Nasional Bali Barat berupa pembinaan populasi yang dilakukan untuk tujuan pre-release dalam Proyek Penyelamatan Jalak Bali. Upaya pelestarian secara eksitu dilakukan melalui kegiatan penangkaran jalak bali. Tujuan usaha pelestarian (konservasi) jalak bali yang dikembangkan melalui program penangkaran adalah untuk meningkatkan populasi jalak bali dengan tetap menjaga kemurnian genetiknya (Masy ud 1992). Penangkaran eksitu juga dilakukan oleh masyarakat Bali yaitu di Desa Sumberklampok. Desa Sumberklampok adalah salah satu desa yang menjadi perhatian pengelola karena keberadaannya berbatasan langsung dengan habitat alami jalak bali, dan merupakan desa yang berada dalam daerah penyangga di kawasan TNBB (Gustave et al. 2008). Desa Sumberklampok juga merupakan salah satu habitat alami burung jalak bali. Alikodra (1987) menyebutkan daerah penyebaran jalak bali salah satunya adalah Tegal Bunder, di Desa Sumberklampok. Penangkaran jalak bali di Desa Sumberklampok merupakan perwujudan kolaborasi antara TNBB dengan masyarakat. TNBB memprakarsai proses inisiasi ke masyarakat untuk mengatasi masalah konservasi jalak bali dan membangun hubungan baik dengan masyarakat. Proses inisiasi ini dimulai sejak tahun 2010 melalui kegiatan penangkaran jalak bali berbasis masyarakat. Masyarakat lokal diposisikan sebagai pelaku utama dalam kegiatan konservasi jalak bali. Hal ini berarti memberikan kesempatan bagi masyarakat agar dapat mengelola dan menjaga sumberdaya alam di TNBB secara lestari. Perkembangan kolaborasi dan teknik penangkaran jalak bali di Desa Sumberklampok ini belum diketahui sehingga perlu adanya penelitian mengenai model kolaborasi yang terjadi dengan mengidentifikasi proses kolaborasi penangkaran. Tujuan Penelitian Penelitian bertujuan untuk mendeskripsikan proses dan praktek kolaborasi penangkaran jalak bali yang dilakukan di Desa Sumberklampok yang terdiri dari 2

12 2 komponen yaitu: kelembagaan penangkaran dan proses kolaborasi, serta kinerja penangkaran jalak bali berbasis masyarakat. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah sebagai informasi untuk dijadikan sebagai dasar dalam melakukan upaya peningkatan kapasitas masyarakat dalam memperbaiki penangkaran jalak bali berbasis masyarakat baik dalam manajemen kolaborasi maupun aspek teknik penangkarannya. METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Desa Sumberklampok, Kabupaten Buleleng, Bali. Penelitian dilakukan pada bulan Mei-Juni Alat dan Bahan Alat yang digunakan adalah kuesioner, panduan wawancara, alat tulis, alat perekam, dan kamera. Objek penelitian adalah kegiatan penangkaran jalak bali, masyarakat Desa Sumberklampok, LSM dan pengelola TNBB. Prosedur Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan adalah proses kolaborasi dan praktek penangkaran yang terdiri dari 2 komponen: kelembagaan penangkaran dan proses kolaborasi, serta kinerja penangkaran. Jenis data dan metode pengumpulan data secara detail untuk setiap komponen dijelaskan pada Tabel 1. Pengumpulan data dilakukan dengan beberapa teknik yaitu: 1. Wawancara mendalam, wawancara dilakukan kepada informan penangkaran jalak bali. Pemilihan informan dilakukan dengan memilih informan awal yaitu para penangkar jalak bali. Jumlah penangkar yang diwawancarai ada 12 orang yang merupakan orang-orang pertama yang memiliki izin menangkarkan jalak bali. Kemudian dilakukan wawancara lanjutan kepada orang-orang yang memiliki peran dalam penangkaran jalak bali ini yaitu pengelola TNBB dan Yayasan SEKA, dan BKSDA Bali. Pemilihan informan lanjutan ini berdasarkan informasi dari masyarakat penangkar untuk memperluas deskripsi informasi. 2. Observasi langsung dilakukan mengacu pada Mitchel et al. (2000), untuk mengecek atau mendapatkan gambaran langsung kondisi penangkaran jalak bali di masing-masing penangkar. Objek observasi adalah kegiatan penangkaran yang dilakukan oleh penangkar meliputi aspek kandang, pakan, kesehatan, keberhasilan perkembangbiakan. 3. Penelusuran pustaka berupa data profil desa dan laporan/ penelitian lain yang pernah dilakukan di lokasi penelitian. Selain itu dilakukan penelusuran

13 dokumen antara lain perjanjian antara kelompok penangkar dan pihak lain, untuk mengetahui isi perjanjian dan pelaksanaannya. 4. Penyebaran kuesioner dilakukan kepada masyarakat penangkar dan nonpenangkar untuk mengetahui persepsi masyarakat mengenai penangkaran jalak bali yang ada di Desa Sumberklampok. Responden berjumlah 30 orang, hal ini mengacu pada Sugiyono (2007) menyatakan bahwa jumlah sampel dalam penelitian sosial minimal 30 orang. Tabel 1 Jenis data dan metode pengumpulan data No Komponen Peubah Sumber data Metode pengumpulan 1 Kelembagaan penangkaran dan proses kolaborasi 2 Kinerja penangkaran jalak bali berbasis masyarakat - Peraturan perundangundangan - Stakeholder yang terkait dan perannya - Keorganisasian - Kesepakatan stakeholder dalam penangkaran - Koordinasi antar pihak yang terkait - Proses dialog stakeholder - Jumlah unit penangkar - Pakan - Kandang - Perawatan kesehatan - Keberhasilan perkembangbiakan - Pengetahuan masyarakat jalak bali - Pengetahuan masyarakat terhadap terhadap penangkaran jalak bali - Sikap masyarakat terhadap penangkaran jalak bali - Motivasi masyarakat menangkarkan jalak bali (masyarakat penangkar) Masyarakat penangkar, petugas TNBB, Yayasan SEKA Masyarakat penangkar Masyarakat penangkar dan nonpenangkar data Wawancara mendalam, penelusuran pustaka Wawancara mendalam, observasi langsung Wawancara, kuesioner 3

14 4 Prosedur Analisis Data Data yang diperoleh dari berbagai informan dan hasil observasi dilakukan melalui tiga tahapan pengolahan yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan (Miles dan Huberman, 1992). Data dianalisis secara deskriptif mengenai aktor dan perannya, organisasi, mekanisme hubungan para aktor. Keberhasilan penangkaran dianalisis dengan mengolah data secara kuantitatif dengan menggunakan rumus (North & Bell 1990): a. Presentase daya tetas telur Keterangan a = Σ telur yang berhasil menetas b = Σ keseluruhan telur yang dihasilkan betina produktif b. Presentase angka kematian tiap kelas umur Keterangan M = Σ anak yang mati tiap kelas umur Mt = Σ total anak keseluruhan tiap kelas umur c. Tingkat perkembangbiakan Keterangan I = Σ induk yang bertelur It = Σ total induk Ketiga data tersebut menggunakan kriteria nilai sebagai berikut: 0% - 30% : Rendah 31% - 60% : Sedang 61% - 100% : Tinggi Hasil analisis mengenai keberhasilan dan perspektif masyarakat kemudian dikaitkan sebagai unsur-unsur yang ada dalam kolaborasi berbasis masyarakat dan menjadi bahan pertimbangan dalam pengembangan penangkaran jalak bali berbasis masyarakat. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Lokasi Penelitian Desa Sumberklampok merupakan desa yang berada di Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali. Desa ini memiliki batas sebelah utara Laut Bali, sebelah selatan hutan negara, sebelah timur Kecamatan Seririt, dan sebelah barat Kabupaten Jembrana. Desa terdiri dari tiga banjar dinas yaitu Banjar Dinas Sumberklampok, Banjar Dinas Tegal Bunder, dan Banjar Dinas Sumber Batok. Desa Sumberklampok memiliki luas wilayah 593,4 hektar ini terdiri pemukiman dan ladang yang masih menjadi perdebatan karena desa ini masih termasuk dalam tanah milik pemerintah. Desa berada di ketinggian 4,5-7,5

15 meter di atas permukaan laut termasuk dalam iklim tropis dengan curah hujan 78,5 mm yang memiliki 4 bulan hujan dengan suhu rata-rata harian 32 o C. Desa Sumberklampok memiliki lokasi berada sepanjang jalan raya utama Pulau Bali. Hal ini membuat aksesibilitas menuju desa ini relatif mudah. Perjalanan menuju desa dapat dilakukan dengan menggunakan kendaraan pribadi maupun angkutan umum yang ditempuh selama 15 menit. Rumah penduduk berada di bagian utara dan selatan jalan raya. Selain rumah warga, bagian selatan jalan raya juga merupakan lahan garapan warga yang status kepemilikan lahan adalah milik Departemen Kehutanan. Jumlah penduduk desa orang yang terdiri dari laki-laki dan perempuan, yang tersebar dalam 896 kepala keluarga. Hampir seluruh penduduk bermata pencaharian sebagai petani yaitu 92%. Kelembagaan Penangkaran Salah satu faktor kunci keberhasilan dari suatu kegiatan adalah kelembagaan. Peranan utama kelembagaan adalah untuk mengurangi ketidakteraturan dengan menentukan suatu struktur yang stabil bagi interaksi manusia. Secara spesifik suatu kelembagaan harus dapat menjadi wahana akses secara adil terhadap input faktor, mampu memberikan aturan main dan acuan secara adil bagi setiap stakeholder dalam kelembagaan guna mencapai efisiensi dan efektivitas dalam alokasi sumber daya kepada semua unsur yang terlibat, dan mampu mendistribusikan hasil proses pemanfaatan sumber daya untuk mencapai tujuan yang dikehendaki. Secara umum kelembagaan adalah aturan main (rule of the game) baik formal maupun informal, yang mengikat aktor sosial dalam jejaring pada kerangka kerja normatif bersama yang dikodifikasi melalui hukum, kode etik informal, norma maupun kesepakatan (Putro et al. 2012). Mengacu pada berbagai sumber, Lesorogol (2008) menjelaskan bahwa kelembagaan sangat penting karena memudahkan dan memungkinkan terjadinya relasi antar anggota kelompok sosial dengan memberikan informasi yang terpercaya mengenai bagaimana seseorang akan bertindak dalam situasi tertentu. Kelembagaan sebagai aturan main di antaranya berupa kebijakan-kebijakan yang mengatur tentang penangkaran satwa liar. Kebijakan tersebut diwujudkan dalam peraturan pemerintah yaitu: 1. PP No.7 Tahun 1998 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa 2. PP No. 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwaliar 3. Keputusan Menteri Kehutanan No. 447/Kpts-II/2003 tentang Tata Usaha Pengambilan atau Penangkapan dan Peredaran Tumbuhan dan Satwaliar 4. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.19/Menhut-II/2005 tentang Penangkaran Tumbuhan dan Satwaliar 5. Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 421/Kpts/Um/8/70 tanggal 26 Agustus 1970 tentang perlindungan jalak bali di Indonesia. Sebagian besar peraturan yang ada di atas mengatur mengenai satwa liar, penangkaran menjadi salah satu bentuk pamanfaatan yang dapat dilakukan terhadap satwa liar tersebut. Penangkaran dibahas lebih lanjut mengenai perolehan indukan, mekanisme perolehan izin sampai perdagangannya. Peraturan yang dibuat pemerintah menjadi dasar hubungan yang dilakukan masyarakat penangkar 5

16 6 dengan pihak-pihak lain, terutama dengan Balai Konservasi Sumberdaya Alam, karena lembaga ini memiliki tupoksi dalam pelestarian dumberdaya alam. Aktor (stakeholder) Penangkaran Jalak Bali Berbasis Masyarakat Eden and Ackermann dalam Bryson (2004) menyebutkan bahwa stakeholders merupakan orang atau kelompok yang mempunyai power (kekuatan) untuk mempengaruhi secara langsung masa depan suatu organisasi. Stakeholder yang diidentifikasi pada penangkaran jalak bali berbasis masyarakat tergolong dalam kelompok key-player, yaitu kelompok yang memiliki keterlibatan langsung terhadap kegiatan penangkaran (Tabel 2). Tabel 2 Identifikasi aktor dan peran dalam penangkaran jalak bali Tahapan Aktor Peran kegiatan Pra penangkaran BKSDA Bali - Sosialisasi penangkaran jalak bali - Perizinan penangkaran jalak bali TNBB - Sosialisasi penangkaran jalak bali - Action plan pelestarian jalak bali - Perizinan penangkran jalak bali - Pendampingan kepada masyarakat - Memfasilitasi masyarakat belajar penangkaran Pemerintah provinsi - Mendukung pelestarian burung jalak bali APCB - Peminjaman indukan jalak bali - Memfasilitasi masyarakat belajar penangkaran Yayasan SEKA - Pemberdayaan masyarakat desa - Pendampingan kelompok - Memfasilitasi masyarakat dalam kegiatan pengorganisasian Kepala desa - Perizinan penangkaran di wilayah desa Kelompok penangkar - Mengakomodir masyarakat yang ingin menangkarkan burung jalak bali Pelaksanaan BKSDA - Monitoring dan evaluasi penangkaran penangkaran TNBB - Monitoring dan evaluasi penangkaran - Pendamping teknik penangkaran - Sumber pendanaan penangkaran APCB - Monitoring penangkaran Yayasan SEKA - Pendamping pengorganisasian penangkaran - Pendamping inovasi dan pengembangan kegiatan Kelompok penangkar - Mengakomodir kegiatan penangkaran jalak bali - Inovasi dan pengembangan kegiatan Keterangan: BKSDA (Balai Konservasi Sumberdaya Alam), TNBB (Taman Nasional Bali Barat), APCB (Asosiasi Pelestari Curik Bali)

17 7 Hasil identifikasi aktor diperoleh 7 pihak yang terlibat pada tahap prapenangkaran dan 5 pihak yang terlibat pada tahap pelaksanaan penangkaran. Aktor yang berperan dalam jalak bali berbasis masyarakat adalah Taman Nasional Bali Barat (TNBB), Yayasan SEKA, Asosiasi Pelestari Curik Bali (APCB), Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Bali, kepala desa Sumberklampok, pemerintah provinsi Bali (gubernur), dan kelompok penangkar. Kelompok pemerintah berada di wilayah Bali memiliki kepentingan dalam melestarikan salah satu icon Bali tersebut. Pada BKSDA Bali pelestarian satwa ini terkait dengan salah satu tanggung jawab BKSDA dalam mengawasi dan memantau peredaran satwa langka tersebut. Sedangkan kepentingan TNBB yang tinggi terhadap pelestarian jalak bali terkait dengan habitatnya yang hanya berada di wilayah TNBB. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang turut berperan dalam pengelolaan penangkaran adalah Yayasan SEKA dan APCB. Kedua LSM ini bergerak di bidang yang berbeda. Yayasan SEKA melaksanakan kegiatannya di bidang masyarakat melalui program kerja yang telah dilaksanakan salah satunya di Desa Sumberklampok dalam pemberdayaan masyarakat melalui kegiatan pendidikan, pelatihan, dan pengorganisasian masyarakat. Sedangkan APCB memiliki program pada pelestarian jalak bali yang juga bekerja sama dengan taman nasional. Proses Kolaborasi Penangkaran Jalak Bali Proses penangkaran jalak bali berbasis masyarakat terdiri atas dua, yaitu pra-penangkaran dan pelaksanaan penangkaran. Pra-penangkaran merupakan proses dimana masyarakat didorong dan dipersiapkan untuk menjadi stakeholder utama dalam pengelolaan penangkaran jalak bali berbasis masyarakat. Pra penangkaran dimulai dari adanya komunikasi antara TNBB dan masyarakat mengenai jalak bali. Komunikasi yang diwujudkan dalam kunjungan personal ke masyarakat yang dibangun oleh TNBB untuk mengajak dan memotivasi masyarakat untuk melestarikan jalak bali. Masyarakat yang mendukung konservasi jalak bali kemudian membentuk kelompok penangkar. Pada tahap komunikasi, masyarakat bersama dengan TNBB mengidentifikasi pihak-pihak yang perlu diajak berpartisipasi dalam penangkaran. Selanjutnya dilakukan follow up atas kunjungan tersebut dengan diadakannya pelatihan penangkaran yang diadakan bekerja sama dengan APCB pada tanggal November 2010 di Desa Sumberklampok dan kunjungan ke penangkar milik Mario Blanco dan Agus Kasmono di Gianyar, bertujun untuk memberikan pengetahuan mengenai cara dan teknik menangkarkan jalak bali. Kemudian masyarakat diberi kesempatan langsung untuk mempraktekan pengetahuan tersebut melalui kegiatan magang yang dilaksanakan di Pembinaan Populasi Jalak Bali di taman nasional. Selama kurang lebih 3 hari (9-14 Februari 2011) setiap penangkar melakukan aktivitas penangkaran di taman nasional. Penambahan pengetahuan mengenai penangkaran dilakukan dengan melakukan studi banding penangkaran di Klaten dan Nganjuk. Selama 3 hari (21-24 April 2011) masyarakat diajak untuk melihat langsung pengelolaan penangkaran mulai dari awal sampai pengelolaan hasilnya.

18 8 Setelah adanya kegiatan sosialisasi dan pelatihan, masyarakat mulai mengambil inisiatif sendiri dalam mewujudkan penangkaran. Masyarakat mulai mengurus surat izin penangkaran dan surat izin usaha kelompok penangkar. Hal ini seperti diatur dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.19/Menhut- II/2005 tentang Penangkaran Tumbuhan dan Satwaliar bahwa setiap penagkar harus memiliki izin dari petugas setempat karena burung yang akan ditangkarkan merupakan jenis burung dilindungi. Administrasi yang dibutuhkan oleh kelompok penangkar antara lain adalah (1) Izin Penangkaran, (2) Izin Usaha, (3) Izin Edar, (4) Sertifiksi Burung. Terkait dengan partisipasi dalam kolaborasi tahap masyarakat ini termasuk dalam partisipasi tingkat 6 ketika masyarakat mobilisasi dengan kemauan sendiri (self-mobilization) (Nanang dan Devung, 2004). Proses pelaksanaan penangkaran merupakan proses dimana masyarakat didorong untuk mensukseskan penangkaran tersebut. Pada pelaksanaan penangkaran masyarakat penangkar menjadi pelaku utama yang menjalankan penangkaran. Kegiatan pelaksanaan penangkaran yang dilakukan masyarakat meliputi kegiatan pemeliharaan dan pengembangbiakan. Pada proses ini masyarakat Kesuksesan pelaksanaan penangkar tergantung dari penguasaan masyarakat terhadap teknik penangkaran. Dukungan yang berasal dari aktor lain dalam penangkaran berbasis masyarakat ditunjukkan dalam kegiatan monitoring dan evaluasi. Selain dilakukan oleh kelompok penangkar sendiri, monitoring dan evaluasi juga dilakukan oleh TNBB dan BKSDA. Monitoring dilakukan berdasarkan hasil laporan yang dibuat oleh masyarakat penangkar, stoodbook, dan observasi langsung yang dilakukan TNBB dan BKSDA. Pada pelaksanaan monitoring dan evaluasi, TNBB memiliki orang-orang yang ditunjuk secara khusus untuk mengawasi sekaligus mendampingi penangkaran yang cukup sering mengunjungi penangkar. Sedangkan pada BKSDA, monitoring dalam bentuk kunjungan ke penangkar dilakukan sekali dalam setahun. Pengawasan yang dilakukan BKSDA hanya sebatas pada pengawasan administrasi sehingga kurang melekat pada penangkar. Organisasi Penangkaran Organisasi adalah sistem peran, aliran aktivitas dan proses (pola hubungan kerja) dan melibatkan beberapa orang sebagai pelaksana tugas yang didisain untuk menjalankan tujuan bersama (Torang, 2012). Organisasi menjadi bagian dari kelembagaan dijalankan oleh kelompok penangkar yang beranggotakan penangkar dari Desa Sumberklampok. Adanya kelompok membantu masyarakat dalam mengelola administrasi dan sebagai tempat berbagi pengalaman memelihara burung jalak bali. Organisasi adalah suatu sistem struktur hubungan interpersonal. Agar organisasi dapat berjalan, maka diperlukan struktur organisasi. Struktur akan mengatur pola interaksi dan koordinasi pola interaksi individu atau sekelompok individu dalam organisasi. Kelompok ini dijalankan oleh kepengurusan yang terdiri atas pengurus harian (ketua, sekretaris, bendahara) dan anggota. Struktur kepengurusan kelompok disesuaikan dengan kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat. Sampai saat ini kegiatan yang dijalankan oleh masyarakat masih seputar perkembangbiakan, dimana memerlukan koordinator dalam perekapan data hasil perkembangbiakan yang dapat dibantu oleh adanya sekretaris. Menurut

19 Mundayat et. al (2005) struktur kepengurusan lembaga masyarakat desa tergolong sederhana berdasarkan kebutuhan yang ada. Kebutuhan akan pengurus dipilih dan dilakukan secara musyawarah dilihat dari latar belakang (suku), kemampuan, tanggung jawab dan kemauan kerja. Pengurus yang dipilih mewakili keberadaan suku yang ada di Desa Sumberklampok yaitu Bali dan Madura. Pada awal pembentukannya, pengurus yang terpilih merupakan orang-orang yang telah memiliki pengalaman dalam keorganisasian, dengan latar belakang perangkat desa dan perangkat adat. Adanya pengalaman ini diharapkan menjadi faktor pendukung keberhasilan tujuan penangkaran jalak bali berbasis masyarakat ini. Keberhasilan dalam mencapai tujuan tidak lepas dari peran serta anggota kelompok penangkar. Keikutsertaan anggota dilakukan dalam diskusi yang dilakukan setiap satu bulan. Bahan diskusi setiap bulannya meliputi hasil keberhasilan perkembangbiakan, kendala dan masalah dalam penangkaran, serta kegiatan jangka panjang penangkaran. Meskipun latar belakang yang sama yaitu pecinta burung, namun anggota sebagai orang utama yang menjalankan penangkaran memiliki ketrampilan yang berbeda dalam menangkarkan sehingga ketrampilan tersebut perlu dibagikan kepada anggota yang belum berhasil. Keanggotaan kelompok tidak otomatis berlaku pada semua masyarakat desa melainkan harus melalui mekanisme pendaftaran terlebih dahulu. Bagi masyarakat yang ingin menjadi anggota diharuskan mendaftarkan diri dan bersedia menaati aturan yang telah disepakati kelompok. Masyarakat yang menjadi anggota sebagian besar memiliki kesamaan hobi terhadap burung. Pada selanjutnya keanggotaan meluas karena adanya hubungan kekerabatan anggotanya. Selain pengaturan organisasi struktural, diketahui juga adanya pendampingan kepada kelompok penangkar. Pendampingan ini dilakukan oleh TNBB dan Yayasan SEKA. Pendampingan yang dilakukan oleh TNBB dilakukan sejak pra penangkaran sampai sekarang seputar teknik penangkaran dan berbagi pengalaman mengenai hambatan dalam menangkarkan jalak bali. TNBB menjadi pendamping masyarakat dalam teknik penangkaran karena keberhasilannya dalam mengembangbiakan burung jalak bali di pembinaan populasi Tegal Bunder. Sedangkan pendampingan mengenai administrasi dilakukan oleh Yayasan SEKA yang dilakukan pada awal pembentukan organisasi dengan memberikan pengarahan mengenai pengetahuan organisasi dan terus berlanjut sampai sekarang. Pendamping juga diikutsertakan diskusi bulanan untuk memberikan saran dan kritik yang membangun penangkaran pada masa yang akan datang. Kelompok penangkar diberi nama Manuk Jegeg (MJ) yang kemudian menjadi lembaga resmi berjalannya kegiatan penangkaran jalak bali. Kelompok penangkar ini juga menjadi membantu masyarakat dalam mendukung kegiatan penangkaran terutama dalam mengkoordinasi para penangkar dan usaha kelompok. Kelompok ini dilengkapi dengan surat izin usaha kecil yang dibuat oleh petugas setempat dan dikukuhkan oleh kepala desa setempat. Kegiatan yang dilakukan kelompok penangkar dilakukan dalam rangka usaha peningkatan ekonomi masyarakat dan pelestarian burung jalak bali. Kegiatan tersebut dirumuskan dalam 3 tujuan utama kelompok yaitu: (1) meningkatkan taraf hidup anggota (ekonomi); (2) mengembangkan desa wisata berbasis penangkaran jalak bali (3) melestarikan jalak bali di Bali Barat (ekologi). 9

20 10 Tujuan ini diwujudkan dalam kegiatan penangkaran, wisata, dan pembinaan habitat jalak bali di Desa Sumberklampok. Kegiatan-kegiatan ini kemudian mengalami pengembangan, penangkarannya yang tidak lagi sebatas mengembangbiakkan jalak bali saja, namun juga jenis burung lain seperti kacer, kenari, dan murai. Kemudian kegiatan wisata saat ini mulai menunjukkan perkembangan dengan adanya kunjungan dari wisatawan. Pembinaan habitat dilakukan melalui dibuatnya peta lokasi dimana burung jalak bali akan dilepasliarkan. Pembinaan habitat juga mulai dilakukan masyarakat dengan membuat persemaian bersama. Pelaksanaan kegiatan selama ini dilakukan berdasarkan program kerja tahunan yang telah dirumuskan pada awal kepengurusan. Namun dalam pelaksanaannya masih belum ada pembagian penanggungjawabannya. Hampir seluruh kegiatan diakomodir oleh pengurus harian. Mekanisme Hubungan Antar Aktor Gardner dan Stern (1996) dalam Sardjono (2004) menyatakan bahwa keberhasilan suatu pengembangan sistem pengelolaan sumberdaya oleh masyarakat dapat berlangsung lama dan lestari tergantung pada karakteristik sumberdaya, kelompok masyarakat dalam menggunakan sumberdaya, aturan main yang dikembangkan serta aksi pemerintah. Proses dialog ditunjukkan dari hubungan kerjasama dalam pengelolaan penangkaran. Hubungan kerjasama ada yang tertulis dan kerjasama yang tidak tertulis. Hubungan kerjasama yang memiliki peraturan tertulis ada dalam MoU yang disepakati dan dilaksanakan oleh pihak-pihak terkait. Berdasarkan penelusuran dokumen yang dilakukan terdapat beberapa perjanjian/mou yang mengikat stakeholder antara lain: 1. Izin penangkaran yang dibuat oleh BKSDA untuk penangkar. 2. Perjanjian kerjasama antara Penangkar-APCB-TNBB 3. Perjanjian antara Penangkar-APCB tentang peminjaman indukan burung jalak bali 4. Perjanjian antara Kelompok penangkar-tnbb tentang pinjaman gedung sekretariat Manuk Jegeg 5. Perjanjian kerjasama antara Kelompok Penangkar-TNBB tentang dana bantuan modal kerja pengembangan desa konservasi dari Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. Kolaborasi merupakan kerjasama yang memiliki pembagian hak dan kewajiban pada setiap pihaknya. Berdasarkan kesepakatan yang dibuat dapat diperoleh hasil pembagian hak dan kewajiban tiap aktornya. Berbasis masyarakat ditekankan bahwa sebagian besar kegiatan dilakukan oleh masyarakat penangkar. Hal ini menuntut konsekuensi beban hak dan tanggung jawab yang harus ditanggung lebih banyak dari aktor yang lainnya (Tabel 3). Hubungan kerjasama tidak tertulis banyak dilaksanakan oleh pendamping dan masyarakat. Pendamping merupakan orang-orang dari unsur pemerintah dan unsur LSM yang menyediakan diri untuk membantu masyarakat dalam menangkarkan jalak bali. Hubungan ini sudah terjalin semenjak proses prapenangkaran melalui komunikasi personal. Hal ini menumbuhkan kepercayaan dan rasa optimisme pada masyarakat dalam mewujudkan penangkaran. Pada proses selanjutnya, kegiatan penangkaran akan dikembangkan sesuai dengan

21 tujuannya. Vangen dan Hunxman (2003) mengemukakan bahwa dengan menjadi bagian dalam pembangunan kepercayaan akan meningkatkan kemungkinan bahwa mitra akan memiliki harapan positif tentang tindakan bersama di masa depan. Tabel 3 Hak dan kewajiban aktor Aktor Hak Kewajiban BKSDA - Pengawasan peredaran satwa langka - Memberikan izin penangkaran - Mencabut izin penangkaran - Memberikan sanksi TNBB APCB Kelompok penangkar - Melakukan pengawasan atas pinjaman dana kepada kelompok penangkar - Melakukan teguran kepada kelompok penangkar - Membantu kelompok penangkar dalam monev - Memberikan teguran kepada penangkar - Mengambil indukan - Menentukan ukuran kandang - Memperpanjang izin penangkaran jalak bali - Menentukan pola pemeliharaan jalak bali - Mendapatkan pinjaman burung sesuai kesepakatan - Memilih kepada siapa untuk bekerja sama 11 - Melakukan evaluasi penangkaran - Melakukan monitoring rutin penangkar - Memberikan sosialisasi kepada masyarakat - Memberikan pendampingan kepada kelompok penangkar - Melakukan monev setiap 6 bulan sekali, bersama kelompok penangkar - Memberikan pinjaman indukan - Memastikan kesehatan burung - Memberikan laporan kepada BKSDA - Memberikan laporan kepada TNBB - Menyelesaikan masalah berdasarkan mufakat - Memberikan sepasang anakan jalak bali hasil penangkaran kepada APCB - Mengembalikan indukan jalak bali - Membuat stoodbook jalak bali hasil penangkaran - Memberikan jaminan atas peminjaman indukan Proses dialog selama pelaksanaan penangkaran dapat diamati dari adanya kesepahaman anturan yang dibuat yang mengikat baik penangkar maupun aktor lain. Kesepahaman ini dijalankan berdasarkan kerjasama yang telah dibuat. Salah satu kesepakatan yang dibuat adalah adanya controlling yang dilakukan oleh aktor lain seperti APCB, BKSDA, dan TNBB dimana kelompok penangkar menjalankan kewajibannya dengan membuat laporan perkembangan kegiatan penangkaran. Beberapa kewajiban diwujudkan dalam bentuk tertulis seperti laporan bulanan anakan dan stoodbook, sedangkan kewajiban lain diwujudkan dalam pendampingan terhadap kelompok penangkar. Hubungan dan koordinasi para aktor terkait penangkaran dapat digambarkan pada Gambar 1.

22 12 TNBB BKSDA Yayasan SEKA Kelompok penangkar APCB Kepala desa Hubungan dengan MoU Hubungan tanpa MoU Pemerintah Bali Gambar 1 Peta hubungan antar stakeholder penangkaran jalak bali Kinerja Penangkaran Jalak Bali Berbasis Masyarakat Teknik Penangkaran Kandang Pada penangkaran berbasi masyarakat ini terdapat 2 jenis kandang yang dimiliki masyarakat, yaitu kandang biak dan kandang pemeliharaan (Gambar 2). Kandang biak memiliki tujuan untuk tempat berkembang biak. Kandang biak memiliki fungsi sebagai tempat bertelur, mengeram, menetaskan dan mengasuh piyik (Setio dan Takandjaji, 2006). Kandang biak diisi oleh sepasang indukan jalak bali. Kandang pemeliharaan merupakan kandang yang digunakan untuk meletakkan anakan jalak bali. Kandang bagi anakan dipisahkan menurut umur. Bagi anakan berusia 0-2 bulan diletakkna dalam kandang pemeliharaan yang dilengkapi dengan lampu yang memiliki fungsi sebagai inkubator.bagi anakan yang berusia lebih dari 2 bulan ditempatkan bersama 1-3 ekor dalam 1 kandang pemeliharaan. Kegiatan sanitasi dan pembersihan penting dilakukan karena memiliki pengaruh penting terhadap kondisi kesehatan satwa (Setio dan Takandjandi, 2006). Pembersihan kandang dilakukan 2 kali seminggu sampai satu bulan sekali, dilihat dari kebersihan lantai kandang. Apabila ada fasilitas yang kotor atau rusak akan segera dibersihkan dan diganti sehingga tidak mengganggu kenyamanan burung. Fasilitas yang rutin dicek adalah gowok. Gowok merupakan tempat dimana burung meletakkan telurnya. Penggantian gowok biasa dilakukan oleh penangkar tiap 3 bulan sekali. a b Gambar 2 Kandang penangkaran masyarakat: (a) kandang biak; (b) kandang pemeliharaan

23 Tabel 4 Ukuran dan lokasi kandang biak jalak bali No Nama penangkar Ukuran (m) Jumlah (ruang) Lokasi kandang Keterangan Kandang biak 1 Penangkar 1 2 x 1,2 x 2,3 4 Luar rumah Kandang 2 Penangkar 2 1,8 x 1 x 2,3 3 Luar rumah dilengkapi 3 Penangkar 3 1,5 x 1 x 1,8 5 Luar rumah dengan tempat 4 Penangkar 4 1,5 x 1,8 x 2 2 Luar rumah makan, minum, 5 Penangkar 5 2 x 1,6 x 2 2 Luar rumah bertengger, 6 Penangkar 6 1,5 x 1,8 x 2 2 Luar rumah sarang, dan 7 Penangkar 7 1,5 x 1 x 2 2 Luar rumah tempat mandi. 8 Penangkar 8 1,5 x 1 x 2 2 Luar rumah 9 Penangkar 9 1,5 x 1 x 2 3 Dalam rumah 10 Penangkar 10 1,5 x 1 x 2 4 Luar rumah 11 Penangkar 11 1,5 x 1 x 2 2 Luar rumah 12 Penangkar 12 1,5 x 1 x 2 2 Dalam rumah Kandang pemeliharaan 1 Penangkar 1, 2, 3, 5, 12 40x40x60 cm 2-3 Luar rumah Kandang dilengkapi dengan tempat makas, minum, bertengger, dan tempat mandi. Pakan Jalak bali merupakan satwa arboreal yang menghabiskan hampir seluruh waktunya di pohon dan semak belukar. Pola makan burung ini berbeda setiap musimnya namun secara keseluruhan pakan jalak bali di alam terdiri dari invertebrata dan sayuran (Collar et al. 2001). Pada penangkaran pakan jalak bali diatur dalam pola makan yang teratur. Pemberian pakan dilakukan berdasarkan usia burung meliputi jenis, intensitas dan jumlah pakan (Tabel 5). Pada burung yang berusia lebih dari 1 tahun diberikan berbagai jenis pakan. Jenis pakan yang diberikan penangkar ada dua yaitu pakan utama dan pakan tambahan. Pakan utama merupakan pakan yang biasa diberikan kepada burung, sedangkan pakan tambahan merupakan tambahan pakan yang diberikan pada burung pada masamasa tertentu. Pakan utama yang diberikan terdiri dari konsentrat, buah-buahan, dan serangga (Gambar 3). Konsentrat yang biasa digunakan penangkar adalah pur 521 dan kroto kristal. Pemilihan jenis buah yang diberikan berdasarkan kemudahan buah tersebut didapatkan dan kandungan mineralnya seperti kalium, magnesium, fosfor, besi, dan kalsium (Stover, 1987). Pakan utama serangga yang diberikan adalah jangkrik. Jangkrik dipilih karena memiliki kandungan protein yang cukup tinggi sebesar 58-62,5% (Nakagaki et al. 1987). Pakan tambahan berupa serangga yang diberikan pada saat burung sedang mengeram dan saat berumur 1-4 bulan. Variasi pakan tambahan yang diberikan penangkar antara lain telur semut (kroto) dan ulat hongkong. Kroto banyak digemari oleh burung-burung pemakan serangga. Jenis kroto yang diberikan kepada burung adalah kroto basah yang memiliki kandungan air teringgi (78,72%) namun kandungan gizi yang 13

24 14 terkandung gizi yang baik, terutama protein, yaitu 47,80%. Pakan ulat hongkong mengandung zat kitin yang membuat burung lebih cepat dewasa (Davies 1978 dalam Ridwan 2000). Namun, dalam pemberian pakan ulat hongkong, penangkar perlu berhati-hati karena pemberian yang berlebihan dapat menyebabkan mencret, bulu rontok, dan kematian (Soemarjoto, 2003). Tabel 5 Jenis, intensitas dan jumlah pakan jalak bali Jenis pakan Intensitas Jumlah per Kegunaan per hari hari per pasang Pakan utama - Konsentrat 1 kali 10 gr Sumber energi - Buah 1 kali 1 buah Menambah tenaga bagi pisang/pepaya burung - Jangkrik 1-3 kali ekor Sumber energi, Meningkatkan birahi Pakan tambahan - Telur semut 1 kali - Meningkatkan intensitas bunyi pada burung - Ulat 1 kali - Menambah volume burung hongkong Pakan anakan - Campuran konsentrat, air, dan telur semut Setiap 3-4 jam a b Gambar 3 Pakan jalak bali (a) jangkrik; (b) konsentrat Kesehatan Upaya pemeliharaan kesehatan dilakukan dengan tindakan pencegahan yaitu pemberian pakan yang teratur dan bergizi serta pemberian vitamin setiap 2 minggu sekali pada air minum dan air mandi. Selain itu penggantian air minum dan mandi yang teratur juga dilakukan dalam menjaga kesehatan burung jalak bali. Para penangkar mengungkapkan bahwa burung ini suka mandi, setiap air mandi burung diganti maka burung jalak bali akan segera mandi. Hal ini dilakukan untuk mencegah timbulnya penyakit pada burung. Salah satu syarat penangkaran adalah adanya tenaga medis yang mengawasi kesehatan burung. Penyakit yang muncul pada burung jalak bali antara lain rontok bulu dan lumpuh. Salah satu penyebab rontok bulu tersebut adalah kutu. Menurut

25 Wibowo (2010) menyatakan bahwa infestasi kutu pada burung biasanya sering terjadi pada folikel rambut sehingga akan menyebabkan kerusakan serta kerontokan bulu. Penanggulangan rontok bulu pada burung dilakukan dengan pembersihan kandang dan pemberian vitamin pada air mandi. Kelumpuhan pada burung dialami oleh penangkar, kelumpuhan ini adalah peristiwa burung tidak dapat berjalan, seringkali burung yang mengalami kelumpuhan mengalami kematian. Kelumpuhan beberapa kali dialami penangkar namun tidak diketahui cara penanggulangannya. Identifikasi penyebab kelumpuhan tidak dapat dilakukan. Keberhasilan Reproduksi Jumlah total burung jalak bali yang ada di penangkaran jalak bali di masyarakat per Mei 2013 adalah sebanyak 64 ekor yang terdiri dari 30 ekor indukan dan 34 ekor anakan (Tabel 6). Jumlah anakan pada tiap penangkar tidak sama dikarenakan tidak semua induk sudah bereproduksi dan menghasilkan anakan. 15 Gambar 4 Anakan jalak bali (Doc: penangkar) Tabel 6 Populasi di penangkaran jalak bali berbasis masyarakat tahun 2013 Kelas umur Jumlah (ekor) Keterangan 0-1 tahun 10 Anakan 1-2 tahun 24 Anakan 3-4 tahun 8 Indukan 4-5 tahun 6 Indukan 5-6 tahun 1 Indukan 6-7 tahun 1 Indukan 7-8 tahun 4 Indukan Tidak diketahui 10 Indukan Teknik reproduksi dilakukan semi-alami sebagian besar dilakukan oleh penangkar pada proses penentuan jenis kelamin, pemilihan indukan, penjodohan, dan perawatan anakan. Perawatan anakan pada indukan hanya dilakukan 1 minggu pertama, pada usia lebih dari itu maka perawatan dilakukan oleh penangkar. Permasalahan pembuangan anak oleh indukan umum ditemukan di penangkaran sehingga semakin cepat anakan dipisahkan dari indukan maka semakin baik. Keberhasilan reproduksi penangkaran jalak bali masyarakat disajikan pada Tabel 7.

26 16 Tabel 7 Presentase daya tetas telur, tingkat perkembangbiakan, dan angka kematian Tahun Persentase (%) Daya tetas telur Angka kematian Tingkat perkembangbiakan , ,802 74, ,71 17,64 33,33 Rata-rata 54,55 55,57 44,44 Kategori Sedang Sedang Sedang Berdasarkan tabel dapat diketahui bahwa setiap tahun daya tetas telur mengalami peningkatan. Jumlah telur yang dapat dihasilkan oleh burung setiap berbiak adalah 2-3 telur. Angka kematian yang terjadi pada anakan burung jalak bali mengalami penurunan. Hal ini berarti bahwa jumlah anakan yang hidup semakin banyak. Kematian tertinggi dialami pada tahun 2012 dimana kematian anakan terjadi pada usia 0-1 tahun pada saat asuhan induk. Tingkat perkembangbiakan indukan mengalami penurunan. Tahun 2013, 5 pasang dari 15 pasang indukan dapat berkembang biak. Hal ini terkait dengan usia burung yang dimiliki oleh masyarakat penangkar bervariasi antara 2-8 tahun. Masa hidup burung jalak bali di penangkaran memiliki usia yang lebih panjang, yakni mencapai 11 tahun. Namun, pada usia tersebut burung tidak dapat menghasilkan telur. Usia burung lebih dari 5 tahun dapat dikatakan tidak cocok untuk penangkaran karena dianggap tua. Masyud (2010) memprioritaskan usia burung yang dijadikan bibit adalah yang berusia muda untuk meminimalisir stres. Collar et al. (2001) menyebutkan bahwa usia burung yang berkisar antara 3-5 tahun memiliki kemampuan tertinggi dalam bereproduksi. Faktor penentu keberhasilan jalak bali di penangkaran masyarakat ditentukan oleh kandang, pakan, dan usia indukan. Kedua faktor ini dipengaruhi penangkar baik dari letak kandang, kebersihan, pemberian pakan, dan pemberian obat dan vitamin. Beberapa kondisi yang mengurangi keberhasilan perkembangbiakan burung di Desa Sumberklampok antara lain: Letak kandang yang berada dekat dengan kebisingan dan aktivitas manusia. Burung yang sedang breeding memiliki tingkat sensitivitas yang lebih tinggi. Sehingga diperlukan kondisi yang mendukung agar dapat bereproduksi dengan baik untuk mengurangi stres pada burung. Beberapa penangkar memiliki kandang dekat dengan salah satu jalan raya utama di Bali. Selain itu beberapa penangkar meletakkan kandang di dalam rumah yang dimana aktivitas manusia sering dilakukan, misalnya di dekat dapur. Usia indukan burung. Usia burung yang melebihi 5 tahun ada 6 ekor. Usia lebih dari 5 tahun merupakan usia dimana kemampuan reproduksi menurun. Pada setiap proses keterlibatan pihak lain selain masyarakat sangat penting untuk menghasilkan penangkar yang berkualitas. Keterlibatan pihak lain berada masih berada pada aspek administrasi, monitoring dan evaluasi. Keterlibatan pihak lain pada teknik penangkaran secara langsung ditekankan pada pendampingan dan pemberian saran yang dilakukan oleh kelompok pemerintah dan LSM. Teknik penangkaran jalak berada dalam pengelolaan penangkaran jalak bali berbasis masyarakat baik dalam pra-penangkaran maupun pelaksanaan

27 penangkaran. Teknik penangkaran yang dilakukan meliputi kandang, pakan, kesehatan, dan perkembangbiakan. Teknik penangkaran banyak pada kegiatan pemeliharaan. Pemeliharaan ini dilakukan secara swadaya oleh masyarakat. Teknik penangkaran yang dilakukan oleh masyarakat dapa dikatakan berhasil karena telah menghasilkan 34 anakan jalak bali. Hasil analisis mengenai keberhasilan penangkaran dari aspek teknis penangkaran membutuhkan pergantian indukan jalak bali. Kebutuhan indukan dikoordinasikan dengan aktor lain yaitu APCB dan dikonsultasikan dengan TNBB. Persepsi Masyarakat terhadap Penangkaran Jalak Bali di Desa Sumberklampok Karakteristik masyarakat penangkar dilihat dari etnis, usia, pekerjaan, dan tingkat pendidikan. Masyarakat penangkar 67% berasal dari etnis Madura dan 33% dari etnis Bali. Penangkar memiliki usia berkisar tahun, 72% berusia tahun dan 28% berusia >50 tahun. Kegiatan penangkaran dapat dikatakan bukan sebagai kegiatan utama penangkar karena pekerjaan utama para penangkar adalah petani sebanyak 61%, wiraswasta sebanyak 28%, dan karyawan sebanyak 11%. Berkaitan dengan mata pencaharian, tingkat pendidikan penangkar rendah hanya sampai SD sebanyak 44%, SMP sebanyak 28%, SMA sebanyak 22%, dan hanya 6% yang mencapai perguruan tinggi. Karakteristik masyarakat non-penangkar dari etnis usia, pekerjaan, dan tingkat pendidikan. Masyarakat non-penangkar 33% berasal dari etnis Madura dan 67% berasal dari etnis Bali. Masyarakat non-penangkar memiliki usia. Pekerjan penangkar terdiri atas 80% petani, pegawai 3%, dan lainnya (buruh, pedagang, pelajar) 17%. Berkaitan dengan mata pencaharian, tingkat pendidikan penangkar rendah hanya sampai SD sebanyak 93%, SMP sebanyak 3%, SMA sebanyak 3%. Tabel 8 Rataan presentase persepsi masyarakat No Persepsi masyarakat Penangkar (n=18) Nonpenangkat (n=30) Aspek pengetahuan 1 Masyarakat pernah melihat jalak bali Status jalak bali Habitat jalak bali ,67 4 Jalak bali dilindungi Aspek pengetahuan terhadap penangkaran jalak bali di desa 1 Masyarakat tahu penangkaran jalak bali ,67 2 Orang-orang yang menangkarkan jalak ,67 bali 3 Lama penangkaran 2 tahun ,67 4 Tujuan penangkaran ,89 5 Manfaat penangkaran 100 6,67 Aspek sikap terhadap penangkaran jalak bali di desa 1 Perolehan manfaat penangkaran 44, Terganggu akibat penangkaran Dukungan terhadap penangkaran

28 18 Peran masyarakat dalam penangkaran jalak bali di Desa Sumberklampok sangat besar. Jika dilihat dari identifikasi stakeholder, masyarakat berada pada semua proses berjalannya penangkaran dari awal sampai akhir. Persepsi masyarakat mengenai penangkaran jalak bali dapat dilihat dari 3 aspek yaitu pengetahuan mengenai jalak bali, pengetahuan mengenai penangkaran, dan sikap yang ditunjukkan masyarakat (Tabel 8). Berdasarkan data pada tabel tidak ada perbedaan yang besar antara penangkar dan non-penangkar. Hampir seluruhnya memiliki pengetahuan mengenai burung jalak bali terutama dalam identifikasi jalak bali dan perlindungannya. Pengetahuan mengenai jalak bali ini diketahui melalui pengalaman masyarakat sendiri berjumpa dengan burung tersebut. Responden mengakui bahwa jalak bali dulunya pernah tinggal di desa. Sedangkan pengetahuan mengenai perlindungan jalak bali diperoleh melalui sosialisasi taman nasional. Informasi yang sampai kepada seseorang menyebabkan individu yang bersangkutan membentuk persepsi, dimulai dengan pemilihan atau penyaringannya, kemudian informasi yang masuk tersebut disusun menjadi satu kesatuan yang bermakna, dan akhirnya terjadilah interpretasi mengenai fakta keseluruhan informasi ini. Asngari (1984) dalam Zulfarina (2003) menyatakan bahwa pada fase interpretasi, pengalaman masa silam memegang peranan penting. Berdasarkan hasil wawancara, pengetahuan masyarakat penangkar dan non-penangkar memiliki perbedaan. Pengetahuan masyarakat non-penangkar mengenai kegiatan penangkaran jalak bali di desa cukup tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan presentase jumlah orang yang tahu mengenai penangkaran jalak bali ada 76,67%. Hal ini juga sebanding dengan kepahaman masyarakat akan lamanya penangkaran tersebut berjalan yakni 76,67% mengatakan bahwa penangkaran telah berjalan 1-2 tahun yang lalu. Pengetahuan masyarakat nonpenangkar terhadap penangkaran dipengaruhi oleh sosialisasi yang dilakukan sebelumnya dan interaksi antar masyarakat. Sosialisasi penangkaran dilakukan kepada orang-orang yang memiliki ketertarikan/hobi pada burung. Beberapa orang yang menghadiri sosialisasi ini merupakan orang-orang yang dulunya mendapat bantuan bibit perkutut dari taman nasional. Sikap masyarakat diidentifikasi dari adanya perolehan manfaat, gangguan akibat penangkaran dan dukungan terhadap penangkaran tersebut. Berdasarkan wawancara, diidentifikasi dari manfaat yang didapat sampai pada saat ini masyarakat non-penangkar tidak mendapatkan manfaat apapun, sedangkan masyarakat penangkar sebanyak 44,44% sudah mulai mendapat manfaat yaitu adanya anakan jalak bali yang siap dijual. Masyarakat penangkar dan nonpenangkar tidak merasa adanya gangguan dari adanya kegiatan penangkaran. Sikap masyarakat mengenai penangkaran jalak bali yang ada di masyarakat mendukung adanya penangkaran jalak bali. Seluruh responden menyatakan bahwa setuju atas adanya penangkaran dan sebanyak 76,67% mengatakan bahwa penangkaran perlu diteruskan, mengingat akan pentingnya dan besarnya manfaat yang akan dihasilkan dari kegiatan penangkaran ini terutama dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang terlibat di dalamnya. Dukungan masyarakat ini disertai harapan yang dikemukakan oleh masyarakat non-penangkar yang juga ingin bergabung dalam penangkar. Meskipun manfaat pengelolaan hasil penangkaran belum dapat direalisasikan, namun manfaat lain dari adanya penangkaran sudah bisa dirasakan

29 baik penangkar maupun masyarakat. Manfaat ini diperoleh dari berjalannya wisata desa yang mengandalkan keberadaan jalak bali di Desa Sumberklampok. Menindaklanjuti manfaat tersebut telah dibuat rencana-rencana mengenai desa wisata yang digarap secara serius agar tujuan kedua penangkaran dapat berhasil. Persepsi masyarakat ini dipengaruhi oleh komunikasi antara petugas lapangan dengan masyarakat. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa kegiatan penangkaran ini dapat berjalan dengan adanya pendampingan dan dukungan baik dari taman nasional maupun LSM setempat. Peran pendamping sangat penting dalam menghubungkan masyarakat dengan stakeholder lain. Persepsi masyarakat dalam kolaborasi menjadi faktor pendukung untuk mengajak lebih banyak masyarakat dalam kegiatan pelestarian jalak bali baik melalui kegiatan penangkaran. Keikutsertaan masyarakat sampai saat ini masih berupa kegiatan penangkaran yang masih menitikberatkan pada peningkatan ekonomi. Pada masyarakat non-penangkar keterbatasan pengetahuan mengenai tujuan dan manfaat dari penangkaran mengurangi keterlibatan aktif masyarakat dalam pelestarian jalak bali. 19 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Model kolaborasi penangkaran jalak bali berbasis masyarakat di Desa Sumberklampok melibatkan sebuah organisasi masyarakat yaitu Manuk Jegeg yang berperan sebagai pengelola dan mengorganisasikan para penangkar jalak bali serta penghubung antar penangkar dan stakeholder lainnya. Organisasi ini dalam menjalankan tugasnya didampingi oleh Taman Nasional Bali Barat dan Yayasan SEKA serta didukung oleh APCB. Kerjasama antar keempat organisasi ini didasarkan pada sebuah MoU. Kelompok masyarakat penangkar telah berhasil mengembangbiakan jalak bali dengan adanya 34 anakan jalak bali. Sebagian besar masyarakat Desa Sumberklampok mendukung adanya penangkaran jalak bali. Penangkaran dianggap bentuk kegiatan positif yang mendukung kegiatan pelestarian jalak bali. sekaligus pemberdayaan sosial ekonomi masyarakat Desa Sumberklampok. Saran 1. Masyarakat perlu meningkatkan hasil penangkaran dengan meningkatkan kapasitas dalam pemeliharaan, secara khusus menghadapi burung yang sakit dan mengurangi tingkat kematian anakan pada saat asuhan induk dengan cara penetasan telur oleh penangkar. 2. Masyarakat perlu meningkatkan administrasi hasil penangkaran sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

30 20 DAFTAR PUSTAKA Alikodra HS Masalah Pelestarian Jalak Bali. Media Konservasi I No 4. Bungin, B Analisis Data Penelitian Kualitatif: Pemahaman Filosofis dan Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi. Jakarta (ID): PT Rajagrafindo Persada. Bryson JM What to do when stakeholders matter: stakeholder identification and analysis techniques. Public Management Review 6 (1): Collar NJ, Andreev AV, Chan S, Crosby MJ, Subramanya S, Tobias JA Threatened Birds of Asia: The Bird International Red Data Book. Cambridge: Birdlife International. Fisher RJ Collaborative Management of Forest Conservatiom and Development. IUCN- The World Conservation, WWF For Nature. Gustave R, Hidayat AW Sumberklampok Community Conserved Area-a declaration of community rights. Results of grassroots discussion. Bali (ID). Kurniasih L Jalak Bali (Leucopsar rotschildi stresmann) spesies yang makin langka di habitat aslinya. Makalah Ilmiah Biosfer 9: 3-7. Lesorogol Contesting the Commons: Privatizing Pastoral Lands in Kenya. The University of Michigan (US): Ann Arbor. Masyud B Penampilan reproduksi dan karakteristik genetik jalak bali [tesis]. Bogor (ID): Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Masyud B Teknik Menangkarkan Burung Jalak di Rumah. Bogor (ID): IPB Press Miles MB, Huberman AM. Qualitative Data Analysis: a sourcebook of new methods. Beverly Hills (US): SAGE. Mitchell B, B Setiawan, Dwita HR Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Mundayat AA, Gunawan, Indria S, Putri E Dinamika Kelembagaan Sistem Informasi Desa; Cerita dari Andongrejo, Jember. Bogor (ID): Pustaka Latin. Nakagaki BJ, Sunde and Defoliart GR Protein quality of the house cricket, Acheta domesticus, when fed to broiler chicks. J Puoltry Sci 66: Nanang N, Devung GS Panduan Pengembangan Peran dan Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Hutan. Center for Social Forestry (CSF), Universitas Mulawarman Institute for Global Environmental Strategies (IGES), dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). North MO, Bell DD Commercial Chicken Production Manual 4th Ed. New York (NY): Avi Book, Nostrand Reinhold. Putro HR, Supriatin, Sunkar A, Rossanda D, Prihatini ER Pengelolaan Kolaboratif Taman Nasional di Indonesia. JICA-CFET. Bogor (ID): IPB Press Ridwan R. Pemberian Berbagai Jenis Pakan untuk Mengevaluasi Palatabilitas, Konsumsi dan Energi Pada Kadal (Mabuya multifasciata) Dewasa [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Peternakan Jurusan Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak. Sardjono, Mosaik Sosiologi Kehutanan : Masyarakat Lokal, Politik dan Industri Sumberdaya Hutan. Jakarta (ID): DEBUT Press. Setio P, Takandjandi M Konservasi Exsitu Burung Endemik Langka Melalui Penangkaran. Prosiding Ekspose Hasil-Hasil Penelitian.

31 Soemarjoto R Mengatasi Permasalahan Burung Berkicau. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Sugiyono Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, R & D. Bandung (ID): Alfabeta. Suporahardjo Manajemen Kolaborasi: Memahami Pluralisme Membangun Konsensus. Bogor (ID): Pustaka Latin. Stover, R.H. dan Simmonds, N.W. (1987). Bananas, Tropical Agricultura Series. Essex UK: Longman Scientific and Technical. Hal TNBB Laporan Inventarisasi Spesies Prioritas Terancam Punah (Leucopsar rothschildi) tahun Bali (ID) Torang S Metode Riset Struktur & Perilaku Organisasi. Bandung (ID): Alfabeta. Vangen S, Huxham C Nurturing Collaborative Relations: Building Trust in Interorganizational Collaboration. Journal of Applied Behavioral Science 2003:39. Zulfarina Persepsi dan Partisipasi Petani terhadap Usaha Pertanian Konservasi (Studi Kasus Kelompok Pengelola Hutan Kemasyarakatan di Kawasan Hutan Lindung Register 45B, Kabupaten Lampung Barat, Provinsi Lampung) [tesis]. Bogor (ID): Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. 21

32 22 LAMPIRAN Lampiran 1 Surat perjanjian kerjasama/mou antara penangkar, Taman Nasional Bali Barat dan Asosiasi Pelestari Curik Bali

33 Lampiran 2 Surat perjanjian kerjasama antara kelompok penangkar dan Taman Nasional Bali Barat 23

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENANGKARAN BURUNG JALAK BALI (Leucopsar rotschildi)

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENANGKARAN BURUNG JALAK BALI (Leucopsar rotschildi) IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENANGKARAN BURUNG JALAK BALI (Leucopsar rotschildi) Oleh: Sri Harteti 1 dan Kusumoantono 2 1 Widyaiswara Pusat Diklat SDM LHK 2 Widyaiswara Balai Diklat LHK Bogor Abstract Indonesia

Lebih terperinci

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka Burung Jalak Bali Burung Jalak Bali Curik Bali atau yang lebih dikenal dengan nama Jalak Bali, merupakan salah satu spesies burung cantik endemis Indonesia. Burung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Burung jalak bali oleh masyarakat Bali disebut dinamakan dengan curik putih atau curik bali, sedangkan dalam istilah asing disebut dengan white starling, white mynah,

Lebih terperinci

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PENGARUH PAKAN TERHADAP PERKEMBANGBIAKAN JALAK BALI (Leucopsar rotschildi Stressmann 1912) DI PENANGKARAN TEGAL BUNDER TAMAN NASIONAL BALI BARAT BIDANG KEGIATAN : PKM-AI Disusun

Lebih terperinci

Jalak Bali (Leucopsar rothschildi Stresemann, 1912) adalah burung. endemik Pulau Bali, dan distribusinya sampai tahun 2005 hanya ada di Taman

Jalak Bali (Leucopsar rothschildi Stresemann, 1912) adalah burung. endemik Pulau Bali, dan distribusinya sampai tahun 2005 hanya ada di Taman PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jalak Bali (Leucopsar rothschildi Stresemann, 1912) adalah burung endemik Pulau Bali, dan distribusinya sampai tahun 2005 hanya ada di Taman Nasional Bali Barat (TNBB). Jalak

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM MENTERI KEHUTANAN, Menimbang

Lebih terperinci

LAPORAN PERKEMBANGAN BROP KEBUN ENERGI

LAPORAN PERKEMBANGAN BROP KEBUN ENERGI LAPORAN PERKEMBANGAN BROP KEBUN ENERGI Istiyarto Ismu Manager Kampanye Bali Barat Pengantar Strategi penyingkir halangan yang diterapkan oleh Yayasan Seka dalam rangka penyelamatan habitat Jalak Bali (Leucopsar

Lebih terperinci

RENCANA OPERASI PENYINGKIR HALANGAN (BROP) PEMBUATAN DEMPLOT KEBUN TERPADU

RENCANA OPERASI PENYINGKIR HALANGAN (BROP) PEMBUATAN DEMPLOT KEBUN TERPADU RENCANA OPERASI PENYINGKIR HALANGAN (BROP) PEMBUATAN DEMPLOT KEBUN TERPADU YAYASAN SEKA APRIL 2009 RANGKUMAN EKSEKUTIF Apa: Untuk mengurangi ancaman utama terhadap hutan hujan dataran rendah yang menjadi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Tapir asia dapat ditemukan dalam habitat alaminya di bagian selatan Burma, Peninsula Melayu, Asia Tenggara dan Sumatra. Berdasarkan Tapir International Studbook, saat ini keberadaan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Teknik Penangkaran Secara umum terdapat beberapa aspek teknik manajemen penangkaran satwa yang diketahui dapat menentukan keberhasilan penangkaran suatu jenis satwa. Aspek

Lebih terperinci

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN Lampiran Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.16/Menhut-II/2011 Tanggal : 14 Maret 2011 PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pedoman

Lebih terperinci

2 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, maka perlu menetapkan Peraturan Menteri Kehutanan tentang

2 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, maka perlu menetapkan Peraturan Menteri Kehutanan tentang BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1444, 2014 KEMENHUT. Satwa Liar. Luar Negeri. Pengembangbiakan. Peminjaman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.83/Menhut-II/2014 TENTANG

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.150, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. PNPM Mandiri. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.16/MENHUT-II/2011 TENTANG PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.83/Menhut-II/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.83/Menhut-II/2014 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.83/Menhut-II/2014 TENTANG PEMINJAMAN JENIS SATWA LIAR DILINDUNGI KE LUAR NEGERI UNTUK KEPENTINGAN PENGEMBANGBIAKAN (BREEDING LOAN) DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS TERNAK JALAK SUREN

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS TERNAK JALAK SUREN KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS TERNAK JALAK SUREN Oleh : Taufik Rizky Afrizal 11.12.6036 S1.SI.10 STMIK AMIKOM Yogyakarta ABSTRAK Di era sekarang, dimana ekonomi negara dalam kondisi tidak terlalu baik dan

Lebih terperinci

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.26/Menhut-II/2005

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.26/Menhut-II/2005 MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.26/Menhut-II/2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal 71

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 26 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 26 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN, PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 26 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal 71 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Penangkaran UD Anugrah Kediri, Jawa Timur. Penelitian dilaksanakan selama 2 bulan yaitu pada bulan Juni-Juli 2012.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM MENTERI KEHUTANAN, Menimbang

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rusa timor (Rusa timorensis Blainville 1822) merupakan salah satu jenis satwa liar yang hidup tersebar pada beberapa wilayah di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa sampai

Lebih terperinci

MODEL KEBERHASILAN PENANGKARAN JALAK BALI (Leucopsar rothschildi Stresemann, 1912) BERDASARKAN PEUBAH SOSIAL MASYARAKAT INTAN PURNAMASARI

MODEL KEBERHASILAN PENANGKARAN JALAK BALI (Leucopsar rothschildi Stresemann, 1912) BERDASARKAN PEUBAH SOSIAL MASYARAKAT INTAN PURNAMASARI MODEL KEBERHASILAN PENANGKARAN JALAK BALI (Leucopsar rothschildi Stresemann, 1912) BERDASARKAN PEUBAH SOSIAL MASYARAKAT INTAN PURNAMASARI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 100/Kpts-II/2003 TENTANG. PEDOMAN PEMANFAATAN SARANG BURUNG WALET (Collocalia spp) MENTERI KEHUTANAN,

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 100/Kpts-II/2003 TENTANG. PEDOMAN PEMANFAATAN SARANG BURUNG WALET (Collocalia spp) MENTERI KEHUTANAN, MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 100/Kpts-II/2003 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN SARANG BURUNG WALET (Collocalia spp) MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : a. bahwa Burung

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1994 TENTANG PERBURUAN SATWA BURU PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1994 TENTANG PERBURUAN SATWA BURU PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1994 TENTANG PERBURUAN SATWA BURU PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa satwa merupakan sebagian sumber daya alam yang tidak ternilai harganya,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kawasan Konservasi Kawasan konservasi dalam arti yang luas, yaitu kawasan konservasi sumber daya alam hayati dilakukan. Di dalam peraturan perundang-undangan Indonesia yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberadaan burung pemangsa (raptor) memiliki peranan yang sangat penting dalam suatu ekosistem. Posisinya sebagai pemangsa tingkat puncak (top predator) dalam ekosistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kawasan suaka alam sesuai Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 adalah sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Kawasan suaka alam sesuai Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 adalah sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Suaka margasatwa merupakan salah satu bentuk kawasan suaka alam. Kawasan suaka alam sesuai Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 adalah sebuah kawasan yang mempunyai fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permintaan sangat tinggi. Banyaknya para pencari kroto di alam yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. permintaan sangat tinggi. Banyaknya para pencari kroto di alam yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia perunggasan saat ini sangat berkembang pesat. Tidak hanya jenis unggas konsumsi, tetapi juga unggas hias. Salah satu unggas hias yang paling diminati para pecinta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Menteri Kehutanan No. 134/Menhut-II/2004 tentang Perubahan fungsi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Menteri Kehutanan No. 134/Menhut-II/2004 tentang Perubahan fungsi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Taman Nasional (TN) Gunung Merapi ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. 134/Menhut-II/2004 tentang Perubahan fungsi Kawasan Hutan Lindung, Cagar

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.330, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Pengelolaan. Pelestarian. Suaka. Kawasan. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5798) PERATURAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kegiatan yang mengancam eksistensi kawasan konservasi (khususnya

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kegiatan yang mengancam eksistensi kawasan konservasi (khususnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia dan kawasan konservasi memiliki korelasi yang kuat. Suatu kawasan konservasi memiliki fungsi ekologi, ekonomi, dan sosial sedangkan manusia memiliki peran

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001 Tentang : Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan

Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001 Tentang : Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001 Tentang : Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan Menimbang : a. bahwa dengan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 677/Kpts-II/1998 jo Keputusan Menteri

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENANGKARAN BURUNG PARKIT (Melopsittacus undulatus)

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENANGKARAN BURUNG PARKIT (Melopsittacus undulatus) ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENANGKARAN BURUNG PARKIT (Melopsittacus undulatus) Oleh: Rizki Kurnia Tohir Rizki Amalia Adinda Putri Priyatna Windya Giri E34120028 E34120047 E34120074 DEPARTEMEN KONSERVASI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cagar Biosfer Cagar biosfer adalah suatu kawasan meliputi berbagai tipe ekosistem yang ditetapkan oleh program MAB-UNESCO untuk mempromosikan konservasi keanekaragaman hayati

Lebih terperinci

SUAKA ELANG: PUSAT PENDIDIKAN BERBASIS KONSERVASI BURUNG PEMANGSA

SUAKA ELANG: PUSAT PENDIDIKAN BERBASIS KONSERVASI BURUNG PEMANGSA SUAKA ELANG: PUSAT PENDIDIKAN BERBASIS KONSERVASI BURUNG PEMANGSA Latar Belakang Di Indonesia terdapat sekitar 75 spesies burung pemangsa (raptor) diurnal (Ed Colijn, 2000). Semua jenis burung pemangsa

Lebih terperinci

PEDOMAN KRITERIA DAN INDIKATOR PEMBERDAYAAN MAYARAKAT DI SEKITAR KAWASAN KONSERVASI

PEDOMAN KRITERIA DAN INDIKATOR PEMBERDAYAAN MAYARAKAT DI SEKITAR KAWASAN KONSERVASI DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM DIREKTORAT PEMANFAATAN JASA LINGKUNGAN DAN WISATA ALAM Gedung Pusat Kehutanan Manggala Wanabakti Blok VII Lantai 7 Jalan.

Lebih terperinci

Conventional vs Sustainable Tourisms WISATA KONVENSIONAL 1. Satu tujuan: Keuntungan 2. Tak terencana 3. Berorientasi pada wisatawan 4. Kontrol oleh pi

Conventional vs Sustainable Tourisms WISATA KONVENSIONAL 1. Satu tujuan: Keuntungan 2. Tak terencana 3. Berorientasi pada wisatawan 4. Kontrol oleh pi STRATEGI DAN PERENCANAAN PENGEMBANGAN WISATA PANTAI DAN LAUT (Ekowisata Berbasis Masyarakat) Ani Rahmawati, S.Pi, M.Si Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA Conventional vs Sustainable Tourisms

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang dianugerahkan kepada bangsa Indonesia merupakan kekayaan yang wajib disyukuri, diurus, dan dimanfaatkan secara

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 33 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN EKOWISATA DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 33 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN EKOWISATA DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 33 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN EKOWISATA DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa ekowisata merupakan potensi

Lebih terperinci

PERENCANAAN PROGRAM INTERPRETASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT ADAM FEBRYANSYAH GUCI

PERENCANAAN PROGRAM INTERPRETASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT ADAM FEBRYANSYAH GUCI PERENCANAAN PROGRAM INTERPRETASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT ADAM FEBRYANSYAH GUCI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Alam Hayati dan Ekosistemnya dijelaskan bahwa suaka margasatwa, adalah

I. PENDAHULUAN. Alam Hayati dan Ekosistemnya dijelaskan bahwa suaka margasatwa, adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dijelaskan bahwa suaka margasatwa, adalah kawasan suaka alam yang mempunyai

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN DESA JATILOR KECAMATAN GODONG PERATURAN DESA JATILOR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN BURUNG HANTU (TYTO ALBA)

PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN DESA JATILOR KECAMATAN GODONG PERATURAN DESA JATILOR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN BURUNG HANTU (TYTO ALBA) SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN DESA JATILOR KECAMATAN GODONG PERATURAN DESA JATILOR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN BURUNG HANTU (TYTO ALBA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PEMANFAATAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA LIAR

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PEMANFAATAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA LIAR PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PEMANFAATAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA LIAR U M U M Bangsa Indonesia dikaruniai oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan berupa

Lebih terperinci

MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor : 479 /Kpts-11/1998 TENTANG

MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor : 479 /Kpts-11/1998 TENTANG Menimbang : MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor : 479 /Kpts-11/1998 TENTANG LEMBAGA KONSERVASI TUMBUHAN DAN SATWA LIAR MENTERI KEHUTANAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan lingkungan telah mendorong kesadaran publik terhadap isu-isu mengenai pentingnya transformasi paradigma

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.53/Menhut-II/2006 TENTANG LEMBAGA KONSERVASI MENTERI KEHUTANAN,

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.53/Menhut-II/2006 TENTANG LEMBAGA KONSERVASI MENTERI KEHUTANAN, MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.53/Menhut-II/2006 TENTANG LEMBAGA KONSERVASI MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 22 Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN BABI TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK

PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN BABI TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN BABI TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012 KATA PENGANTAR Pengembangan pembibitan

Lebih terperinci

PENYUSUNAN PAKET WISATA ALAM BERBASIS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UNTUK SISWA SMP DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI MIFTACHU FIRRIDJAL

PENYUSUNAN PAKET WISATA ALAM BERBASIS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UNTUK SISWA SMP DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI MIFTACHU FIRRIDJAL PENYUSUNAN PAKET WISATA ALAM BERBASIS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UNTUK SISWA SMP DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI MIFTACHU FIRRIDJAL DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS KEHUTANAN PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS KEHUTANAN PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS KEHUTANAN PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Jalak Bali Jalak bali tergolong dalam jenis burung berkicau. Dalam bahasa Bali diberi nama Curik putih atau Curik bali sedangkan dalam bahasa asing

Lebih terperinci

PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL KATARINA RAMBU BABANG

PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL KATARINA RAMBU BABANG PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL (Studi Kasus Di Desa Hambapraing, Kecamatan Haharu, Kabupaten Sumba Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur) KATARINA RAMBU BABANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelangi Depok, Pantai Samas, Pantai Goa Cemara, dan Pantai Baru Pandansimo

BAB I PENDAHULUAN. Pelangi Depok, Pantai Samas, Pantai Goa Cemara, dan Pantai Baru Pandansimo 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pesisir Bantul telah menjadi habitat pendaratan penyu, diantaranya Pantai Pelangi Depok, Pantai Samas, Pantai Goa Cemara, dan Pantai Baru Pandansimo yang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET ` PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG TIMUR, Menimbang : a. bahwa burung

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove bagi kelestarian sumberdaya perikanan dan lingkungan hidup memiliki fungsi yang sangat besar, yang meliputi fungsi fisik dan biologi. Secara fisik ekosistem

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 1994 Tentang : Perburuan Satwa Buru

Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 1994 Tentang : Perburuan Satwa Buru Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 1994 Tentang : Perburuan Satwa Buru Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 13 TAHUN 1994 (13/1994) Tanggal : 16 APRIL 1994 (JAKARTA) Sumber : LN 1994/19; TLN NO. 3544

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 2

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 2 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN SATWA DAN TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dari penunjukan kawasan konservasi CA dan SM Pulau Bawean adalah untuk

I. PENDAHULUAN. dari penunjukan kawasan konservasi CA dan SM Pulau Bawean adalah untuk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suaka Alam Pulau Bawean ditunjuk dengan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 76/Kpts/Um/12/1979 tanggal 5 Desember 1979 meliputi Cagar Alam (CA) seluas 725 ha dan Suaka

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang di dukung dengan

BAB III METODOLOGI. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang di dukung dengan 33 BAB III METODOLOGI 3.1 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang di dukung dengan metode dengan informan, dan observasi. Data tentang karakteristik masyarakat lokal, tingkat,

Lebih terperinci

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN BUPATI MADIUN,

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN BUPATI MADIUN, BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN BUPATI MADIUN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

TENTANG HUTAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN,

TENTANG HUTAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN, PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 49/Menhut-II/2008 TENTANG HUTAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN, Menimbang: a. bahwa dalam rangka pemberdayaan masyarakat di dalam dan sekitar

Lebih terperinci

Oleh: Ir. Agus Dermawan, M.Si. Direktur Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan

Oleh: Ir. Agus Dermawan, M.Si. Direktur Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan Oleh: Ir. Agus Dermawan, M.Si. Direktur Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan DIREKTORAT KONSERVASI KAWASAN DAN JENIS IKAN DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL KEMENTERIAN KELAUTAN DAN

Lebih terperinci

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU EDY HENDRAS WAHYONO Penerbitan ini didukung oleh : 2 BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU Ceritera oleh Edy Hendras Wahyono Illustrasi Indra Foto-foto Dokumen

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN III

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN III xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN III Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TUMBUHAN OLEH MASYARAKAT DI SEKITAR HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI MUHAMMAD IRKHAM NAZMURAKHMAN

PEMANFAATAN TUMBUHAN OLEH MASYARAKAT DI SEKITAR HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI MUHAMMAD IRKHAM NAZMURAKHMAN 1 PEMANFAATAN TUMBUHAN OLEH MASYARAKAT DI SEKITAR HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI MUHAMMAD IRKHAM NAZMURAKHMAN DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2003 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2003 TENTANG PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2003 TENTANG PENGENDALIAN PEMANFAATAN FLORA DAN FAUNA YANG TIDAK DILINDUNGI LINTAS KABUPATEN / KOTA DI PROPINSI JAWA TIMUR

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI ANALISIS INSTITUSI KONSERVASI DI KAWASAN TAMAN NASIONAL UJUNG KULON, DESA TAMANJAYA, KAMPUNG CIBANUA, KECAMATAN SUMUR, KABUPATEN PANDEGLANG, PROVINSI BANTEN MONIKA BR PINEM PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor : 677/Kpts-II/1998 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN,

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor : 677/Kpts-II/1998 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN, KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor : 677/Kpts-II/1998 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN, Menimbang : a. bahwa hutan merupakan ekosistem alam karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS. NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS. NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAROS Menimbang : a. bahwa guna meningkatkan

Lebih terperinci

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA MENUJU PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL MANDIRI: PENGELOLAAN BERBASIS RESORT, DI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO, KABUPATEN BANYUWANGI, JAWA TIMUR Bidang Kegiatan : PKM Artikel Ilmiah

Lebih terperinci

ANCAMAN KELESTARIAN DAN STRATEGI KONSERVASI OWA-JAWA (Hylobates moloch)

ANCAMAN KELESTARIAN DAN STRATEGI KONSERVASI OWA-JAWA (Hylobates moloch) ANCAMAN KELESTARIAN DAN STRATEGI KONSERVASI OWA-JAWA (Hylobates moloch) IMRAN SL TOBING Fakultas Biologi Universitas Nasional, Jakarta Foto (Wedana et al, 2008) I. PENDAHULUAN Latar belakang dan permasalahan

Lebih terperinci

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1938, 2017 KEMEN-LHK. Penugasan bidang LHK kepada 33 Gubernur. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.66/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Perdagangan satwa liar mungkin terdengar asing bagi kita. Kita mungkin

PENDAHULUAN. Perdagangan satwa liar mungkin terdengar asing bagi kita. Kita mungkin PENDAHULUAN Latar Belakang Perdagangan satwa liar mungkin terdengar asing bagi kita. Kita mungkin telah turut menyumbang pada perdagangan ilegal satwa liar dengan tanpa sadar turut membeli barang-barang

Lebih terperinci

UPAYA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PENYULUHAN KEHUTANAN

UPAYA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PENYULUHAN KEHUTANAN UPAYA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PENYULUHAN KEHUTANAN Oleh : Pudji Muljono Adanya Undang-undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan disambut gembira oleh

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 84 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 84 TAHUN 2016 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 84 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KEHUTANAN PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN

KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB III Tahapan Pendampingan KTH

BAB III Tahapan Pendampingan KTH BAB III Tahapan Pendampingan KTH Teknik Pendampingan KTH 15 Pelaksanaan kegiatan pendampingan KTH sangat tergantung pada kondisi KTH, kebutuhan dan permasalahan riil yang dihadapi oleh KTH dalam melaksanakan

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI KEHUTANAN PADA ACARA FINALISASI DAN REALISASI MASTERPLAN PUSAT KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI (PPKH) Pongkor, Selasa, 23 April 2013

SAMBUTAN MENTERI KEHUTANAN PADA ACARA FINALISASI DAN REALISASI MASTERPLAN PUSAT KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI (PPKH) Pongkor, Selasa, 23 April 2013 SAMBUTAN MENTERI KEHUTANAN PADA ACARA FINALISASI DAN REALISASI MASTERPLAN PUSAT KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI (PPKH) Pongkor, Selasa, 23 April 2013 Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. fungsi pokok sebagai hutan konservasi yaitu kawasan pelestarian alam untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. fungsi pokok sebagai hutan konservasi yaitu kawasan pelestarian alam untuk 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman Taman Hutan Raya (Tahura) adalah hutan yang ditetapkan pemerintah dengan fungsi pokok sebagai hutan konservasi yaitu kawasan pelestarian alam

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, 9PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.99/MENLHK/SETJEN/SET.1/12/2016 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN TAHUN 2017

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN DAN PEMBINAAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI PUSKESMAS ABCD BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN PELAKSANAAN DAN PEMBINAAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI PUSKESMAS ABCD BAB I PENDAHULUAN PEDOMAN PELAKSANAAN DAN PEMBINAAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI PUSKESMAS ABCD BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wisata alam dapat diartikan sebagai bentuk kegiatan wisata yang

BAB I PENDAHULUAN. Wisata alam dapat diartikan sebagai bentuk kegiatan wisata yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wisata alam dapat diartikan sebagai bentuk kegiatan wisata yang memanfaatkan potensi sumber daya alam dan lingkungan. Kegiatan wisata alam itu sendiri dapat

Lebih terperinci

Gubernur Jawa Barat GUBERNUR JAWA BARAT,

Gubernur Jawa Barat GUBERNUR JAWA BARAT, Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 106 Tahun 2009 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN BANTUAN KEUANGAN KHUSUS UNTUK GERAKAN REHABILITASI LAHAN KRITIS TAHUN 2009 GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan

Lebih terperinci

VI. KARAKTERISTIK PENGUNJUNG TAMAN WISATA ALAM GUNUNG PANCAR. dari 67 orang laki-laki dan 33 orang perempuan. Pengunjung TWA Gunung

VI. KARAKTERISTIK PENGUNJUNG TAMAN WISATA ALAM GUNUNG PANCAR. dari 67 orang laki-laki dan 33 orang perempuan. Pengunjung TWA Gunung VI. KARAKTERISTIK PENGUNJUNG TAMAN WISATA ALAM GUNUNG PANCAR 6.1 Karakteristik Responden Penentuan karakteristik pengunjung TWA Gunung Pancar diperoleh berdasarkan hasil wawancara dan kuesioner dari 100

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA. Universitas Sumatera Utara TINJAUAN PUSTAKA Partisipasi Masyarakat Desa Hutan Masyarakat (community) adalah sekumpulan orang yang mendiami suatu tempat tertentu, yang terikat dalam suatu norma, nilai dan kebiasaan yang disepakati

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PADANG

PEMERINTAH KOTA PADANG PADANG KOTA TERCINTA PEMERINTAH KOTA PADANG PERATURAN DAERAH KOTA PADANG NOMOR 07 TAHUN 2009 T E N T A N G PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA PADANG NOMOR 05 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN DAN RETRIBUSI

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 7 TAHUN 2012

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 7 TAHUN 2012 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 7 TAHUN 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG

PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET DI KOTA SINGKAWANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SINGKAWANG,

Lebih terperinci

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 62 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 62 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 62 TAHUN 2014 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Penjelasan PP No. 34 Tahun 2002 PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2002 TENTANG

Penjelasan PP No. 34 Tahun 2002 PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2002 TENTANG Page 1 of 19 PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2002 UMUM TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, PEMANFAATAN HUTAN DAN PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pariwisata secara luas adalah kegiatan rekreasi di luar domisili untuk

I. PENDAHULUAN. Pariwisata secara luas adalah kegiatan rekreasi di luar domisili untuk I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata secara luas adalah kegiatan rekreasi di luar domisili untuk melepaskan diri dari pekerjaan rutin atau mencari suasana lain. Pariwisata telah menjadi bagian

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 TENTANG PERHUTANAN SOSIAL

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 TENTANG PERHUTANAN SOSIAL PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 TENTANG PERHUTANAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. alam. Dalam International Union for Conservation of Nature (IUCN)

I. PENDAHULUAN. alam. Dalam International Union for Conservation of Nature (IUCN) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) adalah satwa endemik Pulau Bali yang sekarang penyebarannya terbatas hanya di sekitar Taman Nasional Bali Barat (TNBB). Burung ini dikategorikan

Lebih terperinci