BAB I PENDAHULUAN. Keidentikan PSK dengan citra buruk tidak lain karena nilai-nilai baik di

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keidentikan PSK dengan citra buruk tidak lain karena nilai-nilai baik di dalam kehidupan bermasayarakat yang mereka langgar. PSK dinilai telah melanggar norma agama, adat dan batas ketimuran yang menjadi identitas negara Indonesia. Hal-hal dan peraturan-peraturan mendasar itulah yang menjadi alasan buruknya citra PSK di masyarakat. Indonesia merupakan sebuah negara yang sebagian besar masyarakatnya masih menjunjung nilai-nilai ketimuran. Hal tabu di negara ini masih cukup banyak. Adat istiadat serta peraturan kebudayaan dan agama yang tidak tertulis juga masih sering ditemui. Masyarakat Indonesia seperti berusaha untuk melestarikan nilai-nilai kebudayaan serta adat-adat baik tersebut. Harus diakui dalam kehidupan sehari-hari, pelacuran adalah salah satu yang dianggap sebagai sampah atau penyakit masyarakat. Terlebih jika membicarakan pelaku dari bisnis birahi tersebut. Pekerja seks komersil atau PSK tidak bisa lepas dari pencitraan buruk masyarakat. PSK juga dianggap sebagai pembawa penyakit seksual di masyarakat. Beban sosial para PSK bertambah ketika mereka dianggap sebagai wanita perebut dan perusak rumah tangga. PSK selalu identik dengan satu jenis kelamin yaitu wanita. Keadaan yang sangat tidak adil, tetapi memang kenyataan yang terjadi adalah demikian. 1

2 2 Pelacuran adalah bisnis yang tidak pernah sepi peminat. Bisnis ini adalah fenomena sosial yang akan terus ada dan bergulir mengikuti arus zaman. Permasalahan ekonomi merupakan alasan mendasar dari bisnis apapun. Perut lapar dan semua yang tidak gratis menjadi alasan prioritas mengapa bisnis ini masih banyak digeluti. Pelacuran di Indonesia bukan hal yang baru. Pelacuran sudah ada sejak zaman penjajahan dulu. Sejak Jakarta masih bernama Batavia. Saat pelabuhan Batavia merupakan pelabuhan dagang internasional. Marakanya transaksi jual beli, kegiatan ekspor impor yang dilakukan oleh pendatang secara otomatis ikut serta meramaikan pelabuhan tersebut. Banyaknya pihak-pihak yang datang dari berbagai negara tersebut memicu hadirnya bisnis prostitusi di Indonesia. Kebutuhan birahi para pelaku bisnis jual beli mau tidak mau harus dipenuhi, dan kesempatan itulah yang digunakan oleh para pelaku bisinis prostitusi untuk mulai membuka usahanya. Bisnis prostitusi di Jakarta berlanjut hingga zaman penjajahan Belanda. Hal ini disebabkan karena jumlah wanita Eropa dan Cina lebih sedikit dibanding dengan prianya. Sebuah alasan dasar yang manusiawi. Saat itu prostitusi di Indonesia khususnya yang terjadi di Jakarta terus berkembang dan menyebar di daerah-derah lain. Tempat-tempat pelacuran bersaing dan saling menggantikan, terus berkembang tidak pernah sepi. Selain karena jumlah wanita yang lebih sedikit daripada pria, masalah kemiskinan juga menjadi pemikat banyaknya wanita untuk terjun ke dunia prostitusi. Kemiskinan merupakan keadaan yang tidak bisa dipisahkan dari keadaan masyarakat Indonesia pada masa penjajahan,

3 3 bahkan hingga kini. Alasan kemiskinan juga menjadi alasan abadi mengapa bisnis prostitusi masih marak hingga kini. Para pelacur seolah merasa aman jika berada di balik alasan tersebut. Seolah melupakan bahwa uang bisa dicari dengan cara lain yang lebih halal dan berderajat lebih tinggi. Kemudahan melakukan bisnis ini juga menjadi alasan mengapa bisnis prostitusi banyak diminati. Kasarnya, para wanita itu hanya cukup bermodalkan tubuh seksi, dandanan menarik dan rasa malu yang harus sudah lebih dulu dikikis habis. Prostitusi di Indonesia dianggap sebagai kejahatan "terhadap kesusilaan / moral" dan melawan hukum. Dalam praktiknya, prostitusi tersebar luas, ditoleransi, dan diatur. Pelacuran adalah praktik prostitusi yang paling tampak, seringkali diwujudkan dalam kompleks pelacuran Indonesia yang juga dikenal dengan nama "lokalisasi", serta dapat ditemukan di seluruh negeri. Permasalahan prostitusi di Indonesia merupakan hal yang klasik. Permasalahan ini sudah ada sejak adanya peradaban manusia. Berdasarkan data yang dimiliki Kementerian Sosial, dalam 3 (tiga) tahun terakhir pemerintah telah merehabilitasi eks Wanita Tuna Susila (WTS) dari berbagai lokalisasi seluruh Indonesia. Pada tahun 2015, Dirjen Rehabilitasi Sosial Tuna Sosial menargetkan akan menangani WTS. Fakta-fakta itu menunjukkan bahwa prostitusi di Indonesia sudah sampai pada tingkat darurat. Kasus prostitusi muncul lagi di publik dengan serentetan kasus mulai dari prostitusi online, prostitusi di apartemen, hingga prostitusi yang melibatkan

4 4 kalangan artis. Muamar Emka, pengamat prostitusi, berpendapat keberadaan prostitusi sangat berkaitan erat dengan 5 (lima) permasalahan, diantaranya : 1. Pendidikan Mereka yang menjadi PSK, mayoritas berpendidikan rendah. Dengan pendidikan rendah, tidak dapat diterima bekerja di sektor formal seperti di pemerintah ataupun di swasta. Sementara untuk membuka usaha sendiri, tidak ada modal, keterampilan, tempat berusaha, izin usaha, dan sebagainya. 2. Ekonomi Pada umumnya mereka yang menjadi PSK, dari masyarakat miskin. Mereka menjadi PSK karena tertipu orang yang berjanji akan memberikan pekerjaan (bukan sebagai PSK) seperti penjaga restoran, penjaga toko, dan sebagainya. Setelah tiba di Jakarta, mereka dijadikan sebagai pekerja seks. Untuk keluar dari lembah hitam tidak mudah, karena biasanya orang tua mereka di kampung sudah diberi uang, begitu juga perempuan yang direkrut menjadi pekerja seks sudah menerima uang dengan perjanjian akan dipotong dari gaji mereka. 3. Sosial Prostitusi semakin marak dilakukan karena masyarakat tidak berpartisipasi dalam membangun moralitas masyarakat. Ada budaya yang ditumbuhkan tidak mau terlibat dalam pencegahan prostitusi dan berbagai persoalan di masyarakat karena tidak ada peraturan hukum yang melindungi mereka. Dalam banyak kasus, mereka yang melakukan inisiatif untuk mencegah hal-hal yang melanggar hukum, acap kali mendapat masalah dan bahkan dijadikan sebagai tersangka dengan tuduhan mencemarkan nama baik.

5 5 4. Hukum Proses penegakan hukum lemah, sehingga mereka yang melakukan pelacuran terutama laki-laki lolos dari jeratan hukum. Dalam proses penegakan hukum, pelaku prostitusi lebih banyak menyeret perempuan daripada laki-laki konsumennya. 5. Politik Untuk mengakhiri merajalelanya darurat prostitusi, diperlukan keputusan politik. Pemerintah dan DPR RI sebaiknya membuat undang-undang untuk mencegah dan menghentikan prostitusi di masyarakat. Ini hanya bisa diwujudkan jika ada kemauan politik dan keputusan politik. Sesuai hukum pasar, barang tersedia dipasar karena adanya permintaan, semakin banyak permintaan maka semakin banyak barang tersedia. Banyaknya kita temukan akun-akun media sosial yang berkaitan dengan dunia prostitusi tentu karena mereka menganggap media sosial banyak digunakan pengguna jasa pekerja seks komersial untuk mencari penyalur hasratnya. Seiring dengan perkembangan teknologi, kini para PSK-pun mempunyai cara baru untuk menjaring pelanggannya. Internet menjadi salah satu faktor yang sangat mendukung untuk mereka menjual diri. Mereka memanfaatkan aplikasi media sosial yang banyak terdapat di telepon selular mereka. Media sosial memang sarana yang ampuh untuk mempromosikan barang atau jasa, karena saat ini internet sudah menjadi bagian kehidupan sehari-hari. Banyak yang berhasil menjual barang atau jasa melalui media sosial, bahkan untuk kampanye pun para calon anggota legeslatif menggunakan media sosial. Karena

6 6 belum ada larangan atau batasan penggunaannya sehingga tidak dapat dihindari bila media sosial ini juga pada akhirnya dijadikan media promosi untuk kegiatan prostitusi online. Menurut Kaplan dan Haenlein, media sosial adalah sekelompok aplikasi berbasis internet yang dibangun berdasarkan kerangka pikiran ideologi dan teknologi dari Web 2.0, dan memungkinkan terbentuknya kreasi dan pertukaran isi informasi dari pengguna internet. Media sosial adalah medium untuk bersosialisasi. Media sosial menggunakan teknologi berbasis web untuk menyebarluaskan secara cepat pengetahuan dan informasi kepada pengguna internet dalam jumlah yang besar. 1 Perkembangan media sosial di Indonesia sangat berkembang pesat. Menurut riset Nielsen menunjukan tingkat pertumbuhan penggunaan internet di Indonesia mencapai 26%. Orang Indonesia menghabiskan waktu 1,5 jam sehari untuk berinternet. Menurut ICT Watch, saat ini pengguna ponsel di Indonesia mencapai 180 juta orang dari sekitar 220 juta penduduk Indonesia. Pengguna twitter di Indonesia mencapai 7 juta, paling tinggi mengalahkan Brasil dan Amerika. Faktor menarik adalah ketersambungan jejaring sosial itu dari tahun ke tahun terus meningkat. Kenyataan ini menjadikan media sosial unggul dibandingkan media pendahulunya seperti koran, majalah, radio, televisi dan lain sebagainya, khususnya dalam hal penyebaran berita dan informasi. Media sosial adalah media online dimana para pengguna dapat dengan mudah berpartisipasi, berbagi dan menciptakan isi dan jejaring secara online. Dengan 1 Kaplan, Andreas M;Michael Haenlein (2010) Users of the world,opportunities of social media bussines hurizons 53 (1) :hal

7 7 kata lain media sosial menjadi wadah bagi siapa saja yang mengaksesnya melalui jaringan internet, melakukan sosialisasi, saling bertukar pesan, berdiskusi sampai ajang prostitusi. Twitter adalah salah satu jenis media atau jejaring sosial yang cukup banyak dipilih oleh para PSK ini untuk menjual diri. Twitter memiliki manfaat yang banyak apabila digunakan sebagaimana mestinya. Media sosial seperti twitter merupakan media yang dapat dikoneksikan tidak hanya di Indonesia saja melainkan di seluruh dunia, sehingga tidak ada batasan wilayah dalam proses komunikasi. Hal ini tentu membuat komunikasi semakin mudah, tetapi disisi lain menimbulkan masalah baru, yaitu kurangnya kontrol atau pengawasan dalam proses komunikasi. Kurangnya pengawasan dalam proses komunikasi yang terjadi di media twitter membuat banyak pihak yang menyalahgunakan twitter untuk kepentingan pribadi. Contoh kasus yang baru saja terjadi, adalah prostitusi online via twitter. Dengan semua fasilitas yang menawarkan kemudahan dan efisiensi yang ada di media sosial membuat mereka semakin di atas angin. Mereka tidak perlu lagi berkeliaran di malam hari, di mal, café ataupun tempat keramaian lainnya. Cukup berada di rumah, kosan, ataupun apartemen lalu log in di twitter mereka bisa menjajakan diri dengan rasa aman tanpa takut dikejar-kejar Satpol PP ataupun Polisi. Jadi bukan lagi barang seperti baju, atau sepatu yang dijajakan di media sosial, namun layanan seks pun ikut menjadi barang dagangan di media sosial.

8 8 Di twitter, tanpa malu-malu beberapa wanita memamerkan lekuk tubuh, organ-organ tubuh mereka sampai dengan alat vital mereka sendiri. Tujuannya tentu saja untuk menarik minat para lelaki hidung belang untuk memakai jasa mereka. Tidak lupa mereka pun menulis aturan-aturan bagaimana cara untuk bisa mendapatkan service mereka. Ada yang dengan sistem down payment (DP) dibayar sebelumnya ataupun dengan cara cash on delivery (COD) yang artinya transaksi berlangsung saat keduanya bertemu. Pada akhirnya mereka menyampingkan dan menerabas nilai dan norma yang ada di masyarakat serta melanggar Undang-Undang (UU). Fasilitas pelayanan yang ditawarkan pun bermacam-macam, ada yang menawarkan layanan pijat, phone sex, sampai dengan sistem keanggotaan atau member. Dimana anggota yang telah melakukan pendaftaran diharuskan untuk melakukan pembayaran terlebih dahulu, setelah itu nantinya anggota akan disuguhi gambar foto dan video seronok yang dikirim dari handphone sang Pekerja Seks Komersil (PSK). Peneliti sering menemukan sendiri akun-akun twitter yang memang jelas mengidentifikasikan dirinya bahwa sang pemilik akun adalah seorang wanita bayaran atau PSK @kirana_bisyar dan masih banyak lainnya. Informasi yang ditampilkan pun jelasjelas menjual jasa pemuas nafsu bagi laki-laki, seperti ukuran bra, berat badan, tinggi badan, model rambut, bentuk badan sampai dengan tarif untuk melakukan hubungan intim dengan sang pemilik akun.

9 9 Tarif pun bermacam-macam, mulai dari 1 juta rupiah untuk layanan short time, sampai dengan 8 juta rupiah untuk layanan long time. Untuk meyakinkan pelanggannya, tidak lupa mereka pun mem-posting foto-foto yang sangat mengundang nafsu kaum adam seperti foto telanjang dengan memegang nametag serta foto bagian tubuh seperti payudara dan paha dari pemilik akun tersebut. Bila dilihat dari aspek hukum mengenai banyaknya ajang prostitusi di media sosial tentu saja mereka telah melanggar hukum. Mereka telah melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) karena telah menyalahgunakan fungsi dari media sosial. Maka dari itulah peneliti tergerak untuk meneliti bagaimana citra diri PSK dalam menjajakan dirinya, karena selama ini hal-hal semacam ini sangat jarang menjadi perhatian masyarakat. Media sosial khususnya twitter menjadi lahan basah bagi PSK untuk bisa mempromosikan dirinya dan membentuk citra dirinya bagi para pelanggan mereka yang mencari kepuasan sesaat. 1.2 Fokus Penelitian Prostitusi kini mempunyai tempat baru untuk menjalankan operasinya. Media sosial twitter menjadi sarana yang cukup ampuh bagi pekerja seks untuk menjaring pelanggannya. Tidak perlu mengeluarkan banyak tenaga dan uang, cukup hanya dengan memasang foto-foto ataupun kata-kata yang menggugah libido kaum laki-laki, para pekerja seks ini bisa mengeruk keuntungan yang sangat besar. Adapun batasan masalah yang peneliti buat untuk mengkaji citra dan promosi diri wanita pekerja seks komersil melalui media sosial twitter adalah :

10 10 1. Bagaimana latar belakang menjadi seorang Pekerja Seks Komersial? 2. Bagaimana citra diri Pekerja Seks Komersial di media sosial twitter? 3. Bagaimana promosi diri Pekerja Seks Komersial di media sosial twitter? 1.3 Tujuan Penelitian 1. Untuk Mengetahui latar belakang menjadi Seorang PSK. 2. Untuk Mengetahui Citra Diri PSK di Media Sosial Twitter. 3. Untuk Mengetahui Promosi Diri PSK di Media Sosial Twitter. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat Akademis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan pengembangan ilmu komunikasi khususnya kaitannya dengan kajian- kajian yang berkaitan erat dengan citra diri dan promosi diri Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperluas pengetahuan masyarakat tentang bahaya prostitusi di media sosial dan dapat menambah pengetahuan bagi semua orang mengenai bahaya prostitusi di media sosial, sehingga dapat memberikan pendidikan agama, nilai dan norma kepada keluarga mapun anak sejak dini agar tidak terjerumus dalam dunia prostitusi.