AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK KARANG LUNAK Sarcophyton sp. YANG DIFRAGMENTASI DAN TIDAK DIFRAGMENTASI DI PERAIRAN PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK KARANG LUNAK Sarcophyton sp. YANG DIFRAGMENTASI DAN TIDAK DIFRAGMENTASI DI PERAIRAN PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU"

Transkripsi

1 AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK KARANG LUNAK Sarcophyton sp. YANG DIFRAGMENTASI DAN TIDAK DIFRAGMENTASI DI PERAIRAN PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU SAFRINA DYAH HARDININGTYAS C DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

2 RINGKASAN SAFRINA DYAH HARDININGTYAS. C Aktivitas Antibakteri Ekstrak Karang Lunak Sarcophyton sp. yang Difragmentasi dan Tidak Difragmentasi di Perairan Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu. Dibawah bimbingan TATI NURHAYATI dan MUJIZAT KAWAROE. Sarcophyton sp. merupakan salah satu jenis karang lunak yang belakangan ini banyak dikaji kandungan bioakif sebagai bahan baku pembuatan obatobatan. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak Sarcophyton sp. banyak mengandung senyawa terpen yang berfungsi sebagai antimikroba, antikanker, antitumor, dan antiinflammantori. Dewasa ini telah dilakukan usaha fragmentasi karang lunak Sarcohyton sp. ini yang bertujuan untuk menyediakan sumber bioaktif tanpa harus mengambil dari alam dan menjaga keseimbangan ekologi terumbu karang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh ekstrak komponen bioaktif sebagai antibakteri dari Sarcophyton sp. yang difragmentasi dan tidak difragmentasi di Perairan Pulau Pramuka, mengetahui konsentrasi penghambatan bakteri yang terendah (MIC), tingkat toksisitas, serta kandungan kimia dari ekstrak Sarcophyton sp. yang difragmentasi dan tidak difragmentasi terpilih. Penelitian ini dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu koleksi dan karakerisasi, ekstraksi komponen bioaktif, uji aktivitas antibakteri, uji Minimum Inhibitory Concentration (MIC), uji Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) serta uji fitokimia. Ekstraksi karang lunak Sarcophyton sp. yang difragmentasi dan tidak difragmentasi menghasilkan ekstrak kasar berupa ekstrak metanol, ekstrak etil asetat, dan ekstrak heksana. Rendemen ekstrak yang terbesar adalah ekstrak metanol. Ekstrak kasar tersebut diujikan terhadap empat bakteri uji, yaitu E. coli, S. aureus, P. aeruginosa, dan B. cereus. Ekstrak etil asetat diketahui memiliki diameter penghambatan yang terbesar dibandingkan dengan ekstrak lain. Ekstrak Sarcophyton sp. yang tidak difragmentasi memiliki aktivitas antibakteri yang terbaik karena dapat menghambat semua bakteri uji. Ekstrak etil asetat Sarcophyton sp. yang tidak difragmentasi mempunyai nilai MIC terbaik pada bakteri P.aeruginosa sebesar 240 µg/disk, sedangkan nilai MIC terbaik dari ekstrak etil asetat Sarcophyton sp. yang difragmentasi terhadap bakteri S. aureus dan B. cereus adalah sebesar 420 µg/disk. Ekstrak etil asetat Sarcophyton sp. yang difragmentasi dan tidak difragmentasi terhadap Artemia salina tergolong kategori toksik, dengan nilai LC 50 sebesar 149,50 ppm dan 45,15 ppm. Perbedaan aktivitas antibakteri dan tingkat toksisitas dari ekstrak etil asetat Sarcophyton sp. yang difragmentasi dan tidak difragmentasi ini berkaitan dengan kandungan bioaktifnya. Ekstrak etil asetat Sarcophyton sp. yang tidak difragmentasi mengandung senyawa alkaloid, steroid/triterpenoid, dan flavonoid, sedangkan ekstrak etil asetat Sarcophyton sp. yang difragmentasi hanya mengandung senyawa steroid/triterpenoid dan flavonoid.

3 AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK KARANG LUNAK Sarcophyton sp. YANG DIFRAGMENTASI DAN TIDAK DIFRAGMENTASI DI PERAIRAN PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU Skripsi Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor SAFRINA DYAH HARDININGTYAS C DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

4 Judul Skripsi Nama NRP : AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK KARANG LUNAK Sarcophyton sp. YANG DIFRAGMENTASI DAN TIDAK DIFRAGMENTASI DI PERAIRAN PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU : Safrina Dyah Hardiningtyas : C Menyetujui, Pembimbing I Pembimbing II Dr. Tati Nurhayati, S.Pi, M.Si NIP Dr. Ir. Mujizat Kawaroe, M.Si NIP Mengetahui, Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS., M.Phill NIP Tanggal lulus : 7 Desember 2009

5 PERNYATAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Aktivitas Antibakteri Ekstrak Karang Lunak Sarcophyton sp. yang Difragmentasi dan Tidak Difragmentasi di Perairan Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu adalah karya saya sendiri yang dibiayai sepenuhnya oleh Program Intensif Kementrian Riset dan Teknologi dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Desember 2009 Safrina Dyah Hardiningtyas NRP C

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bandung, pada tanggal 16 April Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis memulai pendidikan formal di TK Tunas Harapan lulus tahun 1992, TK Aisyiah 10 Bandung dan lulus tahun 1993, Sekolah Dasar di SDN Gunung Rahayu 2 Bandung lulus pada tahun 1999, Sekolah Menengah Pertama di SLTPN 9 Bandung lulus tahun 2002, dan Sekolah Menengah Atas di SMUN 15 Bandung lulus pada tahun Penulis masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI pada tahun Penulis tercatat sebagai mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan pada Departemen Teknologi Hasil Perairan dan Minor Teknologi dan Manajemen Lingkungan. Selama menempuh pendidikan penulis aktif di organisasi Perhimpunan Mahasiswa Bandung ( ), Himpunan Mahasiswa Teknologi Hasil Perikanan ( ), dan Fisheries Processing Club ( ). Beberapa kegiatan yang pernah diikuti diantaranya Pelatihan ISO dan Gemar Makan Ikan. Dalam bidang akademik penulis juga merupakan asisten dosen mata kuliah Teknologi Produk Tradisional Hasil Perairan ( ). Penulis melakukan penelitian dengan judul Aktivitas Antibakteri Ekstrak Karang Lunak Sarcophyton sp. yang Difragmentasi dan Tidak Difragmentasi di Perairan Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian tersebut didanai sepenuhnya oleh Program Intensif Kementrian Riset dan Teknologi.

7 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segenap limpahan karunia dan hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Aktivitas Antibakteri Ekstrak Karang Lunak Sarcophyton sp. yang Difragmentasi dan Tidak Difragmentasi di Perairan Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu baik moral maupun material dalam penyelesaian skripsi ini, diantaranya kepada: (1) Dr. Tati Nurhayati S.Pi, M.Si dan Dr. Ir. Mujizat Kawaroe M.Si selaku dosen pembimbing atas segala bimbingan, pengarahan, serta segala penjelasan sehingga penulis dapat menyesaikan skripsi ini. (2) Dr. Ir. Sri Purwaningsih, MS dan Ir. Winarti Zahruddin, MS selaku penguji sidang. Terimakasih atas masukan, nasehat, dan pengarahan yang diberikan. (3) Prof. Dedi Soedharma DEA, Dr. Ir. Mujizat Kawaroe M.Si, dan Dr. Ir. Hefni Effendi, M.Phill atas kesempatan yang diberikan untuk bergabung dalam Program Intensif Kementrian Riset dan Teknologi yang mendanai seluruh kegiatan penelitian ini. (4) Ayah, Ibu, dan adikadikku tercinta. Terima kasih untuk semuanya yang diberikan. Semuanya takkan terbalaskan sepanjang masa. (5) Ibu Ir. Anna C. Erungan, M.Si selaku pembimbing akademik atas segala bimbingan dan motivasi yang telah diberikan. (6) Seluruh staf dan dosen pengajar Departemen Teknologi Hasil Perairan atas segala arahan dan bimbingan. (7) Beginer Subhan S.Pi, M.Si, Dondi Arafat S.Pi, M.Si, Citra Satrya S.Pi, Windhyka Priyatmoko S.Pi, Iis S.Pi,M.Si, Lukman, Rizky Karo, Bayu, Vidi, dan semua tim Ristek dan Hibah Bersaing untuk semua bantuannya baik dilapang maupun di laboratorium. (8) Ibu Ning, Ibu Ema, Rita, Pak Dede, Mba Tatty, Mas Shefri, Mas Zacky, Mas Ipul, Endi, dan Mba Rahma atas bantuan dan bimbingannya selama ini.

8 (9) Keluarga Lab.Mikrobilogi Aan, Sena, Tia, Ado, Sugara, Ari, Zaen, Febri, Fahrul, Evi, dan Ita,. Terima kasih atas dukungan dan bantuan yang telah diberikan. (10) Muhammad Fauzi Ridwan atas kasih sayang, perhatian, nasehat dan kesabarannya. (11) Keluarga Besar Kawah Kelud, Mba Ila, Mba Ika, Mas Ali, Mba Farikha, Mas Alfa, Mas Aris, Mas Tyo, Mba Ulfa, Mba Rini, Dedi, Fa i, To o, Jo, Yoga, Sapek, Ikka, dan Heri atas kasih sayang, persaudaraan, nasehat dan dukungannya. (12) Keluarga Besar THP 42, Uut, Puspita, Ika, Fuad, Rustamaji, Jamal, Seno, Irfan, Bayu, Indri, Junide, Iyal, Nazar, Martca, Phite, Kokom, Niken, Ifa, Tika, Melda, Dewi, Erdita, Junide, Prilisa, Purwati, Ulfa, Erna, Liana, Anne, Sari, Fathu, Mirza, Sofia, Vivit, Hernita, Rodie, Anggi, Jamil, Adrian, Widi, Singgih, Pak Kur, Rizka, dan Nina. (13) Kakakkakak ku Opik, Anang, An im, Laler, Glory, Andika, Ika, Tommy, dan lainlain yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas bantuan, dukunagan dan petuah yang diberikan. (14) Sahabat setiaku, Delia, Siska, Fuad, Gigih, Wilda, Deni, Dika, Nicky. Terima kasih atas dukungan dan persahabatan yang indah sampai saat ini. (15) Temanteman THP 40, 41, 42, 43, 44 dan semua penghuni perikanan terima kasih atas persahabatannya. (16) Semua pihak yang telah membantu dalam penelitian dan penulisan skripsi yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Kesempurnaan skripsi ini tidak terlepas dari segala kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihakpihak yang membutuhkannya. Bogor, Desember 2009 Safrina Dyah Hardiningtyas

9 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... xi 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan TINJAUAN PUSTAKA Biologi Karang Lunak Sarcophyton sp Senyawa Bioaktif Karang Lunak Fragmentasi Karang Lunak Ekstraksi Senyawa Bioaktif Bakteri Escherichia coli Staphylococcus aureus Bacillus cereus Pseudomonas aeruginosa Senyawa Antibakteri Minimum Inhibitory Concentration (MIC) Uji Toksisitas Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Metode Penelitian Koleksi dan karakerisasi Ekstraksi komponen bioaktif sampel karang lunak Sarcophyton sp. (Quinn 1988 diacu dalam Gunawan 2007) Uji aktivitas antibakteri a) Persiapan media padat b) Persiapan media cair c) Persiapan suspensi bakteri d) Prosedur uji aktivitas antibakteri ( Lay diacu dalam Noer dan Nurhayati 2006) x

10 3.3.4 Uji Minimum Inhibitory Concentration (modifikasi Lopez et al. 1993) a) Prekultur bakteri uji b) Perhitungan MIC Uji Toksisitas dengan metode Brine Shrimp Lethal Test (BSLT) (Meyer et al. 1982,Carballo et al. 2002) Uji Fitokimia (Harbone 1987) a) Alkaloid b) Steroid/triterpenoid c) Flavonoid d) Saponin (uji busa) e) Fenol hidrokuinon f) Uji molisch g) Uji benedict h) Uji biuret i) Uji ninhidrin Analisi Data HASIL DAN PEMBAHASAN Koleksi dan Karakterisasi Senyawa Bioaktif Sarcophyton sp Aktivitas Antibakteri Minimum Inhibitory Consentration (MIC) Tingkat Toksisitas Senyawa Fitokimia KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 56

11 DAFTAR TABEL Teks No Halaman 1. Jenisjenis senyawa terpenoid dari genus Sarcophyton Beberapa pelarut organik dan sifat fisiknya Kategori toksisitas bahan Alat dan bahan penelitian yang digunakan pada setiap tahapan penelitian Konsentrasi ekstrak kasar Sarcophyton sp. dan kloramfenikol (kontrol) pada uji MIC (dalam satuan yang berbeda) Hasil pengukuran parameter fisikakimia perairan Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu Berat ekstrak kasar Sarcophyon sp. yang difragmentasi dan tidak difragmentasi Aktivitas antibakteri ekstrak karang lunak Sarcophyton sp. yang difragmentasi dan tidak difragmentasi pada konsentrasi 20 μg/ml Aktivitas ekstrak etil asetat Sarcophyton sp. dan kontrol pada uji MIC Data hasil uji BSLT ekstrak etil asetat Sarcophyton sp. yang difragmentasi dan tidak difragmentasi Hasil identifikasi kandungan fitokimia Sarcophyton sp. yang difragmentasi dan tidak difragmentasi... 43

12 DAFTAR GAMBAR Teks No Halaman 1. Karang lunak Sarcophyton sp Skema biosintesis senyawa bioaktif (Ikan 2008) Escherichia coli Staphylococcus aureus Bacillus cereus Pseudomonas aeruginosa Struktur kloramfenikol Diagram alir ekstraksi komponen bioaktif karang lunak Sarcophyton sp. (Quinn 1988 diacu dalam Gunawan 2007) Tahapan uji penapisan awal antibakteri (Noer dan Nurhayati 2006) Diagam alir uji toksisitas dengan A. salina (Mclaughlin 1998) Foto karang lunak Sarcophyton sp. yang difragmentasi dan tidak difragmentasi Rendemen ekstrak karang lunak Sarcophyon sp. yang difragmentasi dan tidak difragmentasi Hubungan antara log konsentrasi dan mortalitas ekstrak etil asetat Sarcophyton sp. yang difragmentasi dan tidak difragmentasi... 42

13 DAFTAR LAMPIRAN No Halaman 1. Peta lokasi pengambilan sampel karang lunak Contoh perhitungan konsenrasi ekstrak per disk Tabel probit Contoh perhitungan penentuan LC Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak Sarcophyton sp. yang difragmentasi dan tidak difragmentasi Hasil uji MIC ekstrak Sarcophyton sp. yang difragmentasi dan tidak difragmentasi... 62

14 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sarcophyton sp. merupakan salah satu jenis karang lunak yang memproduksi senyawa kimia alami dan dikenal dengan istilah natural product. Senyawa kimia alami tersebut berpotensi sebagai sumber obat alami. Hasil penelitian yang dilakukan Badria et al. (1998) dan Swant et al. (2006) menunjukkan bahwa senyawa kimia aktif yang terdapat pada karang lunak Sarcophyton sp. menunjukkan aktivitas sebagai antibakteri, antifungi, antitumor, neurotoksik, dan antiinflamantori yang bermanfaat bagi industri farmasi. Karang lunak yang dimanfaatkan sebagai senyawa bioaktif kini dilakukan masih berasal dari alam sehingga perlu suatu upaya budidaya untuk mencegah eksploitasi organisme tersebut (over fishing). Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku obat tanpa mengambil dari alam adalah melakukan budidaya dengan metode fragmentasi karang. Fragmentasi karang dilakukan dengan cara memotong koloni induk menjadi kepingankepingan kecil (fragmen), kemudian diletakan pada substrat. Fragmen tersebut akan menempel pada substrat dan berkembang menjadi koloni yang baru (Smith dan Hughes 1999). Sejak tahun 2007, para peneliti Program Hibah Bersaing XV dari Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Institut Peranian Bogor telah melakukan fragmentasi karang lunak pada dua kedalaman yang berbeda (3 m dan 12 m) di Perairan Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu. Jenis karang lunak yang berhasil tumbuh setelah difragmentasi adalah Sarcophyton sp, Sinularia sp., dan Lobophytum sp. Penelitian mengenai aktivitas antibakteri ekstrak dari karang lunak jenis Sinularia sp. dan Lobophytum sp. hasil fragmentasi pada dua kedalaman yang berbeda di Perairan Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu sudah dilakukan oleh Priyatmoko (2008) dan Triyulianti (2009). Berdasarkan hasil penelitian tersebut diketahui bahwa karang lunak hasil fragmentasi di kedalaman 10 m memiliki aktivitas antibakteri yang lebih baik dibandingkan dengan karang lunak hasil fragmentsi di kedalaman 3 m. Ekstrak karang lunak hasil fragmentasi di

15 kedalaman 10 m dapat menghambat bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus. Karang lunak jenis Sarcophyton sp. telah berhasil difragmentasi dan banyak tersebar di perairan Kepulauan Seribu. Efektivitas aktivitas antibakteri karang lunak Sarcophyton sp. hasil fragmentasi dan Sarcophyton sp. yang tumbuh secara alami masih belum diketahui sehingga perlu dilakukan penelitian dan pengkajian tentang aktivitas antibakteri ekstrak karang lunak Sarcophyton sp. yang difragmentasi dan tidak difragmentasi di Perairan Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu. 1.2 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk : (1). mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak karang lunak Sarcophyton sp. yang difragmentasi dan tidak difragmentasi di Perairan Pulau Pramuka; (2). mengetahui tingkat toksisitas ekstrak Sarcophyton sp. yang difragmentasi dan tidak difragmentasi; dan (3). mengetahui kandungan kimia yang terdapat pada ekstrak Sarcophyton sp. yang difragmentasi dan tidak difragmentasi.

16 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Karang Lunak Sarcophyton sp. Karang lunak Sarcophyton sp. adalah salah satu genus Alcyonaria bertangkai besar dengan ukuran koloni yang besar pula. Ukuran koloni karang lunak ini dapat mencapai 1,5 m, namun pada umumnya berukuran 1020 cm (Fabricus dan Philip 2001). Urutan klasifikasi karang lunak ini menurut Lesson (1839) diacu dalam Fabricus dan Philip (2001) adalah sebagai berikut: Filum : Coelenterata Kelas : Anthozoa Subkelas : Octocorallia (Alcyonaria) Ordo : Alcyonacea Famili : Alcyoniidae Genus : Sarcophyton Sarcophyton sp. dapat ditemukan dari rataan terumbu karang sampai ke kedalaman 15 m dengan konsentrasi pada kedalaman 310 m. Karang lunak ini memiliki koloni yang berukuran besar, mempunyai tangkai berwarna putih atau senanda dengan kapitalium. Kapitalium genus Sarcophyton berbentuk melebar seperti jamur atau bundar dengan tepi berlekuk atau melipat, permukaan halus seperti beludru. Bentuk koloni karang lunak ini bertangkai panjang atau pendek yang melekat di dasar (Fabricus dan Philip 2001). Morfologi karang lunak Sarcophyton sp. dapat dilihat pada Gambar 1. Genus Sarcophyton memiliki dimorfik, yaitu memiliki autosoid dan sifonosoid. Warna koloni genus ini adalah krem, coklat, kuning, atau hijau. Warna tersebut dihasilkan oleh sejumlah alga simbiotik (zooxanthellae) yang hidup di dalam jaringan tubuh karang. Sarcophyton sp. bereproduksi secara seksual dan aseksual. Reproduksi aseksual yang dilakukan oleh genus ini ada dua cara, yaitu dengan fragmentasi atau memisah dan membentuk tunas (budding) (Fabricus dan Philip 2001).

17 2.2 Senyawa Bioaktif Karang Lunak Gambar 1. Karang Lunak Sarcophyton sp. Sumber : Dok. Riset dan Teknologi (2008) Menurut Khatab et al. (2008), senyawa bioaktif adalah senyawa kimia aktif yang dihasilkan oleh organisme melalui jalur biosintetik metabolit sekunder. Muniarsih (2005) melaporkan bahwa metabolit sekunder atau sering disebut natural product diproduksi oleh organisme pada saat kebutuhan metabolisme primer sudah terpenuhi dan digunakan dalam mekanisme evolusi atau strategi adaptasi lingkungan (fungsi penting dalam ekologi). Menurut Khatab et al. (2008), metabolit sekunder yang dihasilkan oleh karang lunak memiliki keragaman yang tinggi dan struktur kimia yang unik. Muniarsih (2005) berpendapat bahwa hal tersebut dipengaruhi oleh tingginya keanekaragaman organisme laut dan pengaruh lingkungan laut, seperti kadar garam, rendahnya intensitas cahaya, adanya arus maupun kompetisi yang kuat sehingga mendorong organisme laut menghasilkan metabolit sekunder yang mempunyai struktur kimia relatif berbeda dengan organisme darat. Karang lunak menghasilkan senyawa metabolit sekunder berfungsi untuk menghadapi serangan predator, media kompetisi, mencegah infeksi bakteri, membantu proses reproduksi, dan mencegah sengatan sinar ultra violet (Harper et al. 2001). Elyakov dan Stonik (2003) melaporkan bahwa karang lunak menghasilkan beberapa dari golongan senyawa hasil metabolit sekunder, seperti alkaloid, terpenoid, steroid, flavonoid, fenol, saponin, dan peptida. Skema biosintesis senyawa bioaktif secara umum (Ikan 2008) disajikan pada Gambar 2.

18 CO 2 sinar matahari H 2 O Fotosintesis Mono, oligo, poliosida Eritros4 fosfat Glukosa Glikosida shikimat Fosfoenol piruvat Fenol, quinon, poliasetilen, makrolida, asam lemak, lipid FLAVONOID Piruvat Poliasetat Beberapa shikimat AsetilCo A mevalonat Siklus Kreb s Sinnamat, lignan Asam amino TERPENOID DAN STEROID Protein ALKALOID Saponin, kartenoid Gambar 2. Skema biosintesis senyawa bioaktif (Ikan 2008) Alkaloid pada umumnya mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan, sebagai bagian dari sistem siklik. Alkaloid banyak yang mempunyai kegiatan fisiologis sehingga digunakan secara luas dalam bidang pengobatan (Harbone 1987). Alkaloid memiliki efek farmakologi sebagai analgesik (pereda nyeri) dan anestetik (pembius). Alkaloid yang biasa digunakan sebagai analgesik dan anaestetik adalah morfin dan rodein (Robinson 1995).

19 Menurut Coll dan Sammarco (1983), terpenoid merupakan senyawa kimia yang memiliki aroma atau bau yang harum. Senyawa terpen dapat digunakan dalam bidang farmasi sebagai antibiotika, anti jamur, dan senyawa anti tumor. Kegunaannya senyawa terpen bagi karang lunak itu sendiri ialah sebagai penangkal terhadap serangan predator, media untuk memperebutkan ruang lingkup, dan membantu proses reproduksi Steroid merupakan golongan senyawa triterpenoid. Steroid alami berasal dari berbagai transformasi kimia dua triterpena, yaitu lanosterol dan sikloartenol. Senyawa steroid dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan obat (Harborne 1987). Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa fenol yang larut dalam air. Flavonoid merupakan golongan yang penting karena memiliki spektrum aktivitas antimikroba yang luas dan dapat mengurangi kekebalan pada organisme sasaran (Naidu 2002). Saponin merupakan golongan triterpenoid yang mempunyai kerangka karbon berdasarkan isoprena. Senyawa ini tidak berwarna, berbentuk kristal, dan sering mempunyai titik lebur tinggi (Harborne 1987). Saponin merupakan golongan senyawa yang dapat menghambat atau membunuh mikroba dengan cara berinteraksi dengan membran sterol. Efek utama saponin terhadap bakteri adalah adanya pelepasan protein dan enzim dari dalam sel (Zablotowics et al. 2002). Dipeptida dihasilkan oleh gugus karboksil suatu asam amino yang berkaitan dengan gugus amino dari molekul asam amino lain dan diikuti dengan melepaskan molekul air. Dipeptida masih mempunyai gugus amino dan karboksil bebas sehingga dapat bereaksi dengan dipeptidadipeptida lainnya membentuk peptida dan akhirnya membentuk molekul protein (Winarno 1997). Karang lunak genus Sarcophyton banyak mengandung senyawa bioakif terpenoid, seperti cembranoid diterpenoid (Yulin Li et al. 2006). Hasil penelitian Sawant et al. (2006) menunjukkan bahwa ekstrak karang lunak Sarcophyton glaucum asal Laut Merah (Red sea) mengandung senyawa sarcophine. Sarcophine merupakan senyawa cembranoid diterpen yang diketahui dapat menghambat proses tumorgenesis. Koh et al. (2000) menambahkan bahwa jenis senyawa cembranoid diterpen lain yang terdapat pada karang lunak

20 Sarcophyton glaucum adalah sarcophytola dan sarcophytonina. Jumlah senyawa tersebut dalam ekstrak lipid sebesar 22% dan 8%. Badria et al. (1998) melaporkan bahwa Sarcophyton glaucum mengandung senyawa sarcophytolide memiliki sifat neurotoksik dan berperan sebagai antibakteri dan antifungi. Ekstrak petrol eter Sarcophyton glaucum tersebut dapat menghambat bakteri S. aureus, E. coli, dan Saccaromyces cerevisiae, sedangkan ekstrak etil asetat dapat menghambat bakteri S. aureus, Clostridium albicans, dan S. cerevisiae. Beberapa jenis senyawa bioaktif terpenoid dari genus Sarcophyton dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Jenisjenis senyawa bioaktif terpenoid dari genus Sarcophyton Nama senyawa Jenis Karang Lunak Literatur Flexusines A dan B Epimukulol 17hydroxysarcophytonin Sarcophytol V Sarcophine Sarcophytoxide Sarcophyton flexuosum S. flexuosum S. mililatensis S. mililatensis S. mililatensis S. mililatensis Bensemhounn et al. (2008) Bensemhounn et al. (2008) Cuong et al. (2008) Cuong et al. (2008) Cuong et al. (2008) Cuong et al. (2008) 2.3 Fragmentasi Karang Lunak Karang lunak bereproduksi secara seksual dan aseksual. Reproduksi aseksual atau propagasi merupakan cara reproduksi yang umum terjadi pada karang lunak, karena tekstur tubuhnya yang lentur dan lunak sangat memungkinkan terjadinya cara reproduksi seperti ini. Reproduksi aseksual terjadi dalam beberapa cara, yaitu dengan fragmentasi atau memisah (fussion), membentuk stolon (runner formation), dan membentuk tunas (budding) (Fabricus dan Philip 2001). Menurut Highsmith (1982), fragmentasi adalah proses pemisahan satu koloni menjadi dua koloni atau beberapa koloni. Fragmentasi ini dapat terjadi secara alami pada karang lunak, akibat adanya pengaruh lingkungan, seperti gelombang dan arus. Fragmentasi atau teknik pemisahan ini dapat dijadikan dasar untuk melakukan budidaya karang lunak. Smith dan Hughes (1999) menyatakan bahwa fragmentasi dilakukan dengan cara memotong suatu koloni induk menjadi kepingankepingan kecil (fragmen),

21 kemudian diletakan pada suatu substrat. Fragmen tersebut akan menempel pada substrat dan berkembang menjadi koloni yang baru. Menurut Oren dan Benayahu (1997), substrat yang biasa digunakan pada budidaya fragmentasi adalah substrat semen dan karang mati (rubbel). Penempelan fragmen akan berhasil dengan baik bila didukung oleh faktor lingkungan yang optimal dan substrat dasar yang baik. 2.4 Ekstraksi Senyawa Bioaktif Ekstraksi adalah suatu proses penarikan komponen yang diinginkan dari suatu bahan dengan cara pemisahan satu atau lebih komponen dari suatu bahan yang merupakan sumber komponennya. Faktorfaktor yang berpengaruh terhadap proses ekstraksi adalah lama ekstraksi, suhu, dan jenis pelarut yang digunakan. Hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan jenis pelarut yang digunakan daya melarutkan, titik didih, sifat toksik, mudah tidaknya terbakar, dan sifat korosif terhadap peralatan ekstraksi (Khopkar 2003). Ekstraksi dibedakan menjadi tiga cara menurut pengoprasiannya, yaitu (1) ekstraksi dengan penekanan yang sering disebut penekanan mekanik, (2) ekstraksi dengan menggunakan pelarut (solvent extraction), dan (3) ekstraksi dengan pemanasan (rendering). Berdasarkan jenis pelarutnya, solvent extractin dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu aqueos phase dan organic phase. Cara aqueos phase dilakukan dengan menggunkan air, sedangkan cara organic phase dilakukan dengan menggunkan pelarut organik (Winarno et al. 1973). Prinsip metode ekstraksi menggunakan pelarut organik adalah bahan yang akan diekstrak kontak langsung dengan pelarut pada waktu tertentu (maserasi), kemudian diikuti dengan melakukan pemisahan bahan yang telah diekstrak (filtrasi) (Khopkar 2003). Pada proses maserasi, pelarut akan menembus dinding sel dan akan masuk ke dalam rongga sehingga komponen bioaktif akan larut. Adanya perbedaan konsentrasi antara larutan komponen bioaktif di dalam sel dengan di luar sel maka larutan yang terpekat didesak keluar. Peristiwa tersebut terjadi berulang kali hingga terjadi keseimbangan antara larutan di luar dengan di dalam sel (Nur dan Adijuwana 1989).

22 Metode ekstraksi tergantung pada polaritas senyawa yang akan diekstrak. Suatu senyawa menunjukkan kelarutan yang berbedabeda dalam pelarut yang berbeda. Bahan dan senyawa kimia akan mudah larut pada pelarut yang relatif sama kepolarannya. Semakin besar konstanta dielektrik, maka akan semakin besar polar pelarut tersebut. Prinsip pelarutan yang dipakai pada metode ini adalah like dissolve like artinya pelarut polar akan melarutkan senyawa polar dan pelarut non polar akan melarutkan senyawa non polar (Khopkar 2003). Tingkat polaritas suatu pelarut dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Beberapa pelarut organik dan sifat fisiknya Pelarut Titik didih ( o C) Titik beku ( o C) Konstanta dielektrik Dietil eter Aseton Kloroform Heksana Etil asetat Etanol Metanol Air ,3 20,7 4,8 1,8 6,0 24,3 32,6 80,2 Sumber : Nur dan Adijuwana (1989) Hasil ekstrak yang diperoleh akan tergantung pada beberapa faktor, yaitu kondisi alamiah senyawa tersebut, metode ekstraksi yang digunakan, ukuran parikel sampel, lama waktu ekstrak, kondisi dan waktu penyimpanan, serta perbandingan jumlah pelarut terhadap jumlah sampel (Harbone 1987). Ekstraksi beberapa kali dengan pelarut yang lebih sedikit akan lebih efektif dibanding ekstraksi satu kali dengan semua pelarut sekaligus (Nur dan Adijuwana 1989). Menurut Riguera (1997), komponen aktif yang dapat diekstrak dari suatu bahan tergantung pada kepolaran pelarut yang digunakan. Senyawa yang terikat pada pelarut polar antara lain alkaloid, asam amino, polihidrosisteroid, dan saponin, sedangkan senyawa yang terikat pada pelarut semi polar antara lain peptida dan depsipeptida serta senyawa yang terikat pada pelarut non polar (misalnya heksana) antara lain hidrokarbon, asam lemak, dan terpen.

23 2.5 Bakteri Bakteri adalah sel prokariot yang khas dan bersifat uniseluler. Sel bakteri berbentuk bulat, batang, atau spiral. Umumnya bakteri berdiameter antara 0,51,0 μm dan panjang 1,52,5 μm. Bakteri dapat dibedakan menjadi bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif berdasarkan perbedaan pada komposisi dan struktur dinding selnya (Pelczar dan Chan 2005). Bakteri Gram positif mempunyai struktur dinding sel yang tebal antara 1580 nm dan berlapis tunggal. Komposisi dinding sel terdiri dari 90% peptidoglikan dan lapisan tipis asam teikoat. Bakteri gram positif lebih rentan terhadap penisilin, dan persyaratan nutriennya relatif rumit pada banyak spesies (Fardiaz 1992). Bakteri Gram negatif mempunyai struktur dinding sel berlapis tiga dengan ketebalan yang tipis berkisar antara 1015 nm. Komposisi dinding sel bakteri Gram negatif pada lapisan luar terdiri dari 510% peptidoglikan, sedangkan pada lapisan lainnya terdiri dari protein, lipopolisakarida, dan lipoprotein. Lapisan ini merupakan lapisan lipid kedua yang disebut lapisan lipopolisakarida (LPS) (Fardiaz 1992). Bakteri gram negatif umumnya kurang rentan terhadap penisilin, kurang resisten terhadap gangguan fisik, dan persyaratan nutriennya relatif sederhana (Pelczar dan Chan 2005) Escherichia coli Escherichia coli termasuk dalam famili Enterobacteriaceae. Bakteri ini tergolong patogen gram negatif, bersifat anaerob fakultatif, dan bersifat kemoorganik dengan tipe metabolisme fermentatif dan respiratif. Bakteri ini ada yang bersifat motil bergerak dengan flagella peritrik dan ada juga yang nonmotil (Fardiaz 1992). Escherichia coli berbentuk batang, tidak berspora dan biasanya tidak berkapsul. Bakteri ini tumbuh pada suhu antara 1545 o C dengan suhu optimum 37 o C (Pelczar dan Chan 2005). Morfologi E. coli disajikan pada Gambar 3. Escherichia coli merupakan bakteri yang sensitif terhadap antibiotik jenis sulfinamid, kloramfenikol, kanamicin, dan penisilin, namun kurang rentan terhadap penisilin dan kurang resisten terhadap gangguan fisik (Gross 1995). Escherichia coli yang sering disebut dengan koli tinja ini dapat menimbulkan

24 penyakit apabila masuk ke organ atau jaringan lain, seperti timbulnya pneumonia, endokarditis, infeksi pada luka, dan abses pada berbagai organ. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa beberapa galur atau strain dari E. coli juga dapat menyebabkan wabah diare, terutama pada anakanak (Greenwood 1995). Escherichia coli yang menyebabkan diare akut dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu E. coli enteropatogenik (EPEC), E. coli enteroinvasif (EIEC), dan E. coli enterotoksikgenik (ETEC) (Pelczar dan Chan 2005). Gambar 3. Escherichia coli (Lewis et al. 2004) Staphylococcus aureus Staphylococcus aureus tergolong bakteri gram positif bersifat anaerob fakultatif. Bakteri ini berbentuk bulat (kokus) tunggal, berpasangan atau bergerombol, tidak berkapsul dan berspora, dan non motil. Bakteri ini bersifat kemoorganotropik dengan tipe metabolisme fermentatif dan respiratif. Bakteri ini dapat tumbuh pada konsentrasi NaCl 10 % dengan suhu optimum antara 3537 o C dan ph 67. Bakteri ini masih dapat tumbuh dan berkembang biak pada suhu 6,745,5 o C serta ph 4,09,8. Staphylococcus aureus umumnya sensitif terhadap antibiotik βlaktam, tetrasiklin, dan kloramfenikol, tetapi resistan terhadap polimiksin (Pelczar dan Chan 2005). Morfologi S. aureus disajikan pada Gambar 4. Staphylococcus aureus adalah organisme yang biasanya terdapat di berbagai tubuh manusia, termasuk hidung, tenggorokan dan kulit (Pelczar dan Chan 2005). Bakteri ini dapat menyebabkan penyakit pneumonia, keracunan makanan, yaitu dengan cara mengeluarkan enterotoksin yang bersifat tahan panas (Arbuthnott 1995). Enterotoksik tersebut bersifat koagulase positif,

25 yaitu mempunyai kemampuan mengkoagulasi plasma darah yang diberi sitrat atau oksalat (Pelczar dan Chan 2005). Penyakit pneumonia biasanya diinfeksikan melalui udara, dan keracunan makanan melalui kontaminasi manusia dan lingkungan yang tercemar (Arbuthnott 1995). Gambar 4. Staphylococcus aureus (Arbuthnott 1995) Bacillus cereus Bacillus cereus (B. cereus) adalah bakteri gram positif yang dapat membentuk spora. Bakeri ini termasuk batang besar (basil) yang bersifat aerob hingga aerob fakultatif, katalase positif, dan membentuk rantai. Ciri khas bakteri ini adalah sel berukuran 1x3,4 μm, mempunyai ujung yang berbentuk persegi empat, dan tersusun dalam rantai panjang serta spora terletak ditengah basil yang tidak bergerak (Jawetz et al. 1996). Morfologi B. cereus disajikan pada Gambar 5. Bacillus cereus memproduksi spora berbentuk silinder yang tidak membengkak (Fardiaz 1992). Bakteri ini dapat tumbuh pada suhu minimum 45 o C, suhu maksimum 4850 o C, dan suhu optimal pertumbuhannya 3040 o C serta pada ph antara 4,99,3 (Pelczar dan Chan 2005). Bakteri ini dapat memproduksi spora tahan panas dan tahan radiasi, serta tetap aktif setelah pemanasan selama 4 jam pada suhu 135 o C (Fardiaz 1992). Bacillus cereus dapat tumbuh pada makanan dan menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan keracunan makanan. Spora sel B. cereus bertunas dan sel vegetatif menghasilkan toksin selama fase eksponensial pertumbuhan atau selama masa sporulasi. Munculnya diare terjadi setelah masa inkubasi 124 jam dan terlihat sebagai diare terus menerus disertai demam dan kejang perut; jarang

26 terjadi demam dan muntah. Enterotoksin B. cereus dapat ditemukan pada bahan pangan atau dibentuk dalam usus. Bakteri ini juga merupakan penyebab penting dari infeksi mata, keratitis berat, endoftalmitis, dan panoftalmitis (Jawetz et al. 1996). Gambar 5. Bacillus cereus (Michel 2009) Pseudomonas aeruginosa Pseudomonas aeruginosa termasuk famili Pseudomonadaceae, bersifat aerob, merupakan gram negatif, motil, bentuk sel beragam mulai dari batang, koma, dan kadangkadang kokus (Greenwood 1995). Morfologi P.aeruginosa disajikan pada Gambar 6. Pseudomonas aeruginosa terkenal karena ketahanannya terhadap antibiotik, sehingga bakteri ini benarbenar berbahaya dan sangat patogen. Bakteri ini hanya efektif terhadap beberapa antibiotik yaitu fluoroquinolon, gentamisin, dan imipenem dan bahkan antibiotik ini tidak terlalu efektif melawan semua strain dari bakteri ini (Greenwood 1995). Bakteri ini dapat menyebabkan penyakit pada sistem pernapasan (cystic fibrosis), saluran urin, penyakit kulit dan infeksi pada saluran darah (Ryan 2004). Pseudomonas aeruginosa menjadi perhatian bukan hanya dapat menyebabkan penyakit yang berbahaya, tetapi karena dapat beradaptasi dengan ruang ekologinya, yakni air, tanah, tanaman, dan jaringan hewan. Bakteri tersebut dapat memanfaatkan komponen organik dari sumber makanan untuk memproduksi protein toksin yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang luas dan juga mengganggu sistem ketahanan tubuh (Ryan 2004).

27 Gambar 6. Pseudomonas aeruginosa (Takahashi et al. 2008) 2.6 Senyawa Antibakteri Senyawa antibakteri didefinisikan sebagai senyawa biologis atau kimia yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan dan aktivitas bakteri (Pelczar dan Chan 2005). Senyawa antibakteri dalam bidang farmakologi digunakan untuk membasmi bakteri penyebab infeksi pada manusia. Senyawa antibakteri ini harus memiliki sifat toksisitas selekif setinggi mungkin, artinya senyawa tersebut dapat merugikan bakteri tanpa merugikan inang (manusia). Berdasarkan sifat toksisitas selektifnya, antimikroba dapat bersifat bakterisidal (membunuh bakteri), bakteriostatik (menghambat pertumbuhan bakteri), dan bakterilitik (merusak germinasi spora bakeri) (Jawet 1998). Aktivitas antimikroba dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain ph lingkungan, stabilitas senyawa antibakeri, suhu lingkungan, takaran inokulum mikroorganisme, waktu inkubasi, dan aktivitas metabolisme mikroorganisme (Irianto 2007). Mekanisme kerja senyawa yang bersifat antimikroba ada beberapa cara, yaitu penghambatan sintesis dinding sel yang menyebabkan kerusakan dinding sel sehingga terjadi lisis, perubahan permeabilitas membran sel atau transpor aktif melalui membran sel yang dapat menyebabkan kebocoran dan kematian sel, penghambatan sintesis protein, dan penghambatan sintesis asam nukleat (Jawetz et al. 1996). Menurut Davis dan Stout (1971), ketentuan kekuatan antibiotikantibakteri sebagai berikut: daerah hambatan 20 mm atau lebih berarti sangat kuat, daerah hambatan 1020 mm (kuat), daerah hambatan 510 mm (sedang), dan daerah hambatan 5 mm atau kurang (lemah). Faktor yang mempengaruhi ukuran daerah penghambatan, yaitu sensitivitas organisme, medium kultur, kondisi inkubasi, dan

28 kecepatan difusi agar. Faktorfaktor yang mempengaruhi kecepatan difusi agar, yaitu konsentrasi mikroorganisme, komposisi media, suhu inkubasi, media, dan waktu inkubasi (Schegel dan Schmidt 1994). Ciriciri antibakteri yang baik menurut Pelczar dan Chan (2005) adalah: 1) mampu membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri; 2) substansi itu harus dapat larut dalam air atau pelarutpelarut lain sampai pada taraf yang diperlukan; 3) perubahan yang terjadi pada substansi itu bila dibiarkan beberapa lama harus seminimal mungkin dan tidak boleh mengakibatkan kehilangan sifat antimikrobialnya dengan nyata; 4) tidak bersifat racun bagi manusia maupun hewan lain; 5) komposisinya harus seragam sehingga bahan aktifnya selalu terdapat pada setiap aplikasi; 6) tidak bergabung dengan bahan organik. 7) aktivitas antimikrobial pada suhu kamar atau pada suhu tubuh; 8) kemampuan untuk menembus dinding sel; 9) tidak menimbulkan karat dan warna; dan 10) kemampuan menghilangkan bau yang kurang sedap. Kloramfenikol merupakan senyawa antibiotik yang awalnya diisolasi dari Streptomyces venezuelae, tetapi sekarang dapat disintesa dari turunan asam dikoroasetik. Antibiotik ini memiliki spektrum luas yang aktif terhadap bakteri gram positif dan gram negatif aerob serta anaerob (Songer dan Post 2005). Kloramfenikol merupakan antibiotik aminoglikosida, yaitu antibiotik bakteriostatik yang tidak membunuh bakteri melainkan hanya menghambat sintesa protein yang sangat diperlukan dalam perbanyakan dan pembelahan sel bakteri (Fardiaz 1992). Struktur kloramfenikol dapat dilihat pada Gambar 7. OH CH 2 OH OH NO 2 CH CH NH C CHCI 2 Gambar 7. Struktur kloramfenikol

29 Kloramfenikol merupakan antibiotik yang paling stabil dan netral. Zat ini juga cepat dan hampir sempurna diabsorpsi oleh saluran pencernaan. Antibiotik ini masih banyak digunakan di negaranegara berkembang karena harganya yang relatif lebih murah dibandingkan dengan antibiotikantibiotik lainnya (Fardiaz 1992). Antibiotik ini menimbulkan efek samping, yaitu dapat menimbulkan gangguan gastrointestinal, gangguan sumsum tulang (anemia aplastik), dan menyebabkan gray baby syndrome (Jawet 1998). 2.7 Minimum Inhibitory Concentration (MIC) Metode pengujian MIC merupakan salah satu metode yang biasa digunakan dalam pengujian aktivitas zat antimikroba secara in vitro. Metode ini dilakukan dengan cara menentukan konsentrasi terendah dari zat tersebut yang dibutuhkan untuk menghambat pertumbuhan dari mikroorganisme yang diuji (Schegel dan Schmidt 1994). Ada 2 metode yang digunakan dalam pengujian MIC, yaitu teknik tabung pengenceran (tube dillution technique) dan metode difusi agar (agar diffusion method). Minimum Inhibitory Concentration (MIC) dipengaruhi oleh jenis organisme, ukuran inokulum, komponen media kultur, waktu inkubasi, serta kondisi inkubasi berupa suhu, ph atau aerasi. Metode tabung pengenceran ini tidak dapat digunakan untuk menentukan zat tersebut bersifat sidal, statik, atau litik (Schegel dan Schmidt 1994). Aktivitas antimikroba ditentukan dengan mengukur diameter hambatannya, yaitu daerah bening yang terbentuk di sekitar kertas cakram. Antimikroba dikatakan mempunyai aktivitas yang tinggi terhadap mikroba apabila nilai konsentrasi penghambatan bakteri yang terendah (MIC) kecil, tetapi mempunyai diameter penghambatannya besar (Irianto 2007). Suatu bahan dikatakan mempunyai aktivitas antibakteri apabila diameter hambatan yang terbentuk lebih besar atau sama dengan 6 mm (Bell 1984). 2.8 Uji Toksisitas Metode Brine Shrimp Lethallity Test (BSLT) Meyer et al. (1982) menyatakan bahwa metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) merupakan salah satu metode untuk menguji bahanbahan yang bersifat sitotoksik, yaitu dengan uji toksisitas terhadap larva udang dari Artemia salina Leach. Metode ini sering digunakan untuk penapisan awal

30 terhadap senyawa aktif yang terkandung di dalam ekstrak tanaman karena murah, cepat, mudah (tidak perlu kondisi aseptik) dan dapat dipercaya Menurut Meyer et al. (1982), prinsip metode BSLT adalah menggunakan tingkat kematian naupli pada berbagai tahap perkembangan hidupnya untuk mengetahui toksisitas suatu bahan. Stadia larva yang paling umum digunakan adalah larva 2448 jam setelah menetas. Pada stadia lebih tua dari naupli atau stadia artemia dewasa juga biasa digunakan sebagai organisme penyeleksi. Konsentrasi letal untuk kematian 50% populasi naupli setelah 6 jam perlakuan (akut LC 50 ) atau konsentrasi letal untuk kematian 50% populasi naupli setelah 24 jam perlakuan (kronik LC 50 ) dapat diartikan sebagai ukuran toksisitas kandungan racun dalam suatu bahan. Waktu pilihan ditentukan oleh daya serap dari suatu ekstrak. Tingkat toksisitas suatu bahan dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Kategori toksisitas bahan Kategori Sangat toksik Toksik Tidak toksik LC 50 (μg/ml) < >1000 Sumber : Meyer et al. (1982) Artemia atau brine shrimp termasuk golongan udang yang hidup planktonik yang memiliki toleransi pada kisaran kadar garam yang sangat luas berkisar antara per mil dan suhu berkisar antara 2631 C, serta nilai ph antara 7,38,4 (Djarijah 2006). Artemia salina menghasilkan siste bila lingkungannya memburuk dengan kadar garam lebih dari 150 per mil dan kandungan oksigen rendah. Ukuran A. salina dewasa antara 1020 mm dengan berat sekitar 10 mg (Priyambodo dan Wahyuningsih 2003). Artemia salina berkembang biak secara biseksual dan partonogenesis. A. salina dikatakan dewasa bila telah berusia 141 hari. A. salina hidup sampai enam bulan, yang betina dapat bertelur setiap 45 hari sekali dengan jumlah telur setiap kali bertelur. Telurtelur tersebut akan menetas dalam kurun waktu 2436 jam, lalu menjadi larva atau nauptilus (Djarijah 2006). Meyer et al. (1982) berpendapat bahwa ketersediaan telur, kemudahan dalam menetaskan telur menjadi larva, pertumbuhan yang cepat dari naupli dan

31 relatif mudah dalam mempertahankan populasi dalam kondisi laboratorium membuat kondisi A. salina merupakan hewan percobaan yang efektif dan sederhana dalam ilmu biologi dan toksikologi. Artemia salina sering digunakan dalam penelitian, sederhana dan yang terpenting tidak mahal, dan mudah diproduksi.

32 3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan AprilJuli 2009 yang bertempat di Laboratorium Mikrobiologi dan Laboratorium Bioteknologi Hasil Perairan 2, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakulas Perikanan dan Ilmu Kelautan serta Laboratorium Kimia Analitik, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. 3.2 Alat dan Bahan pada Tabel 4. Alat dan bahan yang digunakan pada setiap tahapan penelitian disajikan Tabel 4. Alat dan bahan penelitian yang digunakan pada setiap tahapan penelitian Tahapan Alat Bahan 1. Koleksi dan karakterisasi Scuba Diving Kamera underwater Es Metanol Plastik tahan panas Timbangan analitik Cool box 2. Ekstraksi bahan aktif Alatalat gelas Evaporator Shaker bath Kertas saring (Whatman) 3. Uji aktivitas antibakteri : a. Persiapan media cair (NB) b. Persiapan suspensi bakteri c. Persiapan media padat d.prosedur uji aktivitas antibakteri Hotplate Tabung reaksi Kapas Aluminium foil Otoklaf, gelas ukur Sudip Jarum ose Spektrofotom Inkubator Aluminium foil Bunsen Hotplate Tabung reaksi Kapas Aluminium foil Otoklaf, Sudip Cawan petri Refrigerator Vortex, pipet Clean bench Paper disc Sampel Sarcophyton sp. Metanol Heksana Etil asetat Nutrient broth (Oxoid) Akuades NaCl Biakan E.coli Biakan S. aureus Biakan P. aeruginosas Biakan B.cereus Nutrient Broth Muller Hinton Agar Akuades Muller Hinton Agar (MHA) 4 jenis bakteri uji Ekstrak sampel

33 Tabel 4. Lanjutan Tahapan Alat Bahan 4. Uji MIC (Minimum Inhibibitory concentration) : a. Prekultur bakteri uji b. Perhitungan MIC Jarum ose Inkubator Spektrofotom Cawan petri Refrigerator Vortex, pipet Clean bench Paper disc Pinset, bunsen Media NB 4 jenis biakan bakeri uji Media agar 4 jenis biakan bakteri uji Ekstrak sample terpilih 5. Uji BSLT 6. Uji Fitokimia a. Alkaloid b. Steroid / triterpenoid c. Flavonoid d. Saponin (uji busa) e. Fenol hidrokuinon f. Uji molisch g. Uji benedict h. Uji biuret i. Uji ninhidrin Tabung reaksi Aerator Lampu Pipet Tabung reaksi Pipet Tabung reaksi Pipet Tabung reaksi Pipet Tabung reaksi Pipet Tabung reaksi Pipet Tabung reaksi Pipet Tabung reaksi Pipet Tabung reaksi Pipet Tabung reaksi Penangas air Gelas piala Ekstrak sampel terpilih Telur Artemia salina Akuades Garam dapur Ekstrak sampel terpilih Asam sulfat 2 N Pereaksi Dragendorff Pereaksi Meyer Pereaksi Wagner Ekstrak sampel terpilih Kloroform Anhidrida asetat Asam sulfat pekat Ekstrak sampel terpilih Magnesium Amil alkohol Alkohol Ekstrak sampel terpilih HCl 2 N Ekstrak sampel terpilih Etanol 70% FeCl 3 5% Ekstrak sampel terpilih Asam sulfat pekat Pereaksi molisch Pereaksi benedict Ekstrak sampel terpilih Pereaksi biuret Ekstrak sampel terpilih Pereaksi biuret Ekstrak sampel terpilih Larutan ninhidrin 0,1%

34 3.3 Metode Penelitian Penelitian ini beberapa tahap, yaitu koleksi dan karakerisasi, ekstraksi komponen bioaktif, uji aktivitas antibakteri, uji Minimum Inhibitory Concentration (MIC), uji Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) serta uji fitokimia Koleksi dan karakterisasi Sarcophyton sp. yang difragmentasi pada kedalaman 12 m diambil pada umur panen 10 bulan, sedangkan Sarcophyton sp. yang tidak difragmentasi diambil secara acak pada kedalaman 67 m di Perairan Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu. Sampel ini diambil dengan Scuba Diving. Peta lokasi pengambilan sampel disajikan pada Lampiran 1. Karang lunak Sarcophyton sp. yang difragmentasi dan tidak difragmentasi masingmasing diambil sebanyak g, kemudian dimasukkan ke dalam plastik tahan panas yang telah diberi metanol. Sampel tersebut ditransportasikan dalam keadaan dingin dengan menggunakan cool box yang diberi es. Sampel karang lunak yang telah sampai di laboratorium ditimbang masingmasing 100 g. Penimbangan ini bertujuan untuk menentukan rendemen dari ekstrak yang didapat. Sampel karang lunak diberi label, difoto dan dikarakterisasi Ekstraksi komponen bioktif sampel karang lunak Sarcophyton sp. (Quinn 1988 diacu dalam Gunawan 2007) Ekstraksi komponen bioaktif pada Sarcophyton sp. menggunakan metode modifikasi Quinn (1988) diacu dalam Gunawan (2007). Pelarut yang digunakan dalam ekstraksi yaitu metanol, etil asetat, dan heksana. Perbandingan antara sampel dan masingmasing pelarut adalah 1:2 (b/v). Sampel karang lunak Sarcophyton sp. sebanyak 100 g dipotong kecilkecil lalu dilakukan maserasi. Maserasi pertama kali dilakukan dalam pelarut metanol sebanyak 200 ml dengan waktu maserasi 24 jam, tujuannya agar komponen bioaktif pada Sarcophyton sp. terlarut dalam pelarut. Penggunaan metanol (polar) di awal ekstraksi karena sifat kepolaran pelarut sesuai dengan sifat tubuh karang lunak yang sebagian besar terdiri dari air. Hasil maserasi disaring menggunakan kertas saring hingga diperoleh residu dan filtrat yang diinginkan. Residu sisa ekstraksi metanol dimaserasi kembali menggunakan etil asetat sebanyak 200 ml selama 24 jam, sedangkan

35 filtratnya dievaporasi hingga didapatkan pelarut dan ekstrak yang terpisah (ekstrak metanol). Hasil maserasi etil asetat kemudian disaring, residu yang dihasilkan dilarutkan dengan heksana sebanyak 200 ml dan dimaserasi selama 24 jam, sedangkan filtratnya dievaporasi hingga didapatkan pelarut dan ekstrak yang terpisah (ekstrak etil asetat). Hasil maserasi heksana kemudian disaring dan filtratnya dievaporasi (ekstrak heksana). Hasil ekstrak yang diperoleh dalam bentuk pasta (cair). Alur ekstraksi karang lunak Sarcophyton sp. dapat dilihat pada Gambar 8. Karang lunak Sarcophyton sp. 100 g Maserasi 24 jam dengan metanol (200 ml) filtrasi Filtrat 1 Evaporasi Residu Maserasi 24 jam dengan etil asetat (200 ml) filtrasi metanol Filtrat 1 Residu Evaporasi Maserasi 24 jam dengan heksana (200 ml) etil asetat Filtrat 2 filtrasi Residu Evaporasi Maserasi 24 jam dengan heksana (200 ml) heksana Gambar 8. Diagram alir ekstraksi komponen bioaktif karang lunak Sarcophyton sp. (modifikasi Quinn 1988 diacu dalam Gunawan 2007 Keterangan : Bahan baku Proses Proses pendahuluan Ekstrak

36 3.3.3 Uji aktivitas antibakteri Uji ini dilakukan terhadap ekstrak karang lunak Sarcophyton sp. yang difragmentasi dan tidak difragmentasi telah diekstrak. Tahapan dari uji ini meliputi persiapan media cair, persiapan media padat, persiapan suspensi bakteri dan prosedur uji aktivitas antibakteri. Bakteri uji yang digunakan antara lain E. coli, S. aureus, P. aeruginosa, dan B. cereus. Bakteri E. coli dan P. aeruginosa mewakili bakteri gram negatif, sedangkan bakteri S. aureus dan B. cereus mewakili bakteri gram positif. Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan dengan metode difusi agar (KirbyBauer) menggunakan kertas cakram (paper disc). a) Persiapan media padat Media padat yang digunakan adalah nurient agar (NA) dan Muller Hinton agar (MHA). Media NA berfungsi untuk penyegaran bakteri, sedangkan media MHA untuk pengujian aktivitas antibakteri. Media NA dibuat dengan melarutkan serbuk media NA (Difco) sebanyak 23% ke dalam akuades (b/v), kemudian dihomogenkan menggunakan hotplate hingga mendidih. Larutan NA dipipet sebanyak 9 ml, lalu dimasukan ke dalam tabung reaksi dan masingmasing tabung ditutup menggunakan kapas dan alumunium foil. Selanjutnya, media disterilisasi menggunakan otoklaf pada suhu 121 o C selama 15 menit. Media dimiringkan sekitar 45 derajat di dalam laminar (clean bench) asepik sampai agar membeku. Setelah membeku, media disimpan dalam refrigerator. Media MHA dibuat dengan cara melarutkan 38% Muller Hinton (Oxoid) ke dalam akuades. Larutan tersebut dihomogenkan menggunakan hotplate pada suhu ± 100 o C. Larutan dipipet 20 ml, kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan masingmasing tabung ditutup menggunakan kapas dan alumunium foil. Media yang akan digunakan sebelumnya disterilisasi terlebih dahulu dengan otoklaf pada suhu 121 o C selama 15 menit. Media didiamkan di laminar (clean bench) aseptik sampai agar membeku. Apabila media sudah membeku, media disimpan dalam refrigerator. b) Persiapan media cair Media cair yang digunakan untuk kultivasi bakteri adalah Nutrient Broth (NB). Nutrient Broth (Oxoid) sebanyak 13% dilarutkan dalam akuades (b/v), media tersebut dihomogenkan menggunakan hotplate pada suhu ±100 o C. Media

37 yang telah homogen dimasukan sebanyak 9 ml ke dalam tabung reaksi dan masingmasing tabung ditutup menggunakan kapas dan alumunium foil. Media tersebut disterilisasi dengan otoklaf pada suhu 121 o C selama 15 menit. Media didinginkan di tempat yang steril pada suhu ruang. c) Persiapan suspensi bakteri Sebanyak satu ose bakteri uji dimasukkan ke dalam media cair NB yang telah dingin secara aseptik, kemudian diinkubasi pada suhu 37 o C selama 1824 jam. Biakan bakteri yang telah diinkubasi tersebut diukur rapat optis atau optical density (OD)nya dengan nilai antara 0,50,8 (Lalitha 2004) pada panjang gelombang 600 nm. d) Prosedur uji aktivitas antibakteri (Lay 1994 diacu dalam Noer dan Nurhayati 2006) Tahap pertama pada uji aktivitas antibakteri ini adalah meneteskan ekstrak dengan konsentrasi ppm pada setiap paper disc sebanyak 20 μl sehingga didapat konsentrasi eksrak per paper disc sebesar 300 μg, ekstrak dipipet 10 μl sebanyak dua kali untuk setiap paper disc dengan menggunakan pipet mikro. Paper disc yang telah berisi ekstrak dibiarkan sampai mengering atau pelarutnya menguap dalam clean bench steril. Contoh perhitungan penentuan konsentrasi ekstrak per disc disajikan pada Lampiran 2. Tahap selanjutnya, sebanyak 20 ml media agar Muller Hinton dalam keadaan cair ditambahkan 20 μl bakteri uji yang telah diukur optical density (OD) dengan menggunakan pipet mikro. Media agar yang telah ditambahkan bakteri uji dihomogenkan dengan vortex, kemudian segera dituangkan ke dalam cawan petri steril dan digoyangkan membentuk angka delapan agar bakteri lebih menyebar secara merata atau dengan memutar cawan petri tersebut sampai semua bakteri dan media Muller Hinton tercampur merata. Media agar tersebut didiamkan dalam clean bench aseptik selama 15 menit atau sampai agar membeku. Apabila media MHA tersebut telah membeku, masingmasing paper disc diletakkan dalam cawan petri berisi agar dan bakteri dengan menggunakan pinset yang telah disterilkan terlebih dahulu. Cawan tersebut kemudian diinkubasi dalam keadaan terbalik selama 1820 jam dengan suhu 37 o C. Aktivitas antibakteri dapat dilihat dengan mengamati zona hambatan yang terbentuk di sekeliling paper disc. Antibakteri dikatakan positif jika terbentuk zona hambatan

38 berupa zona bening di sekeliling paper disc dan antibakteri negatif ditandai dengan tidak terbentuknya zona bening. Setelah diketahui diameter zona hambat yang terbentuk pada cawan petri, kemudian diukur lebarnya zona hambat yang terbentuk dengan menggunakan penggaris atau alat ukur yang lain. Besarnya diameter zona hambat diukur dengan cara mengurangi diameter zona hambat yang terbentuk pada cawan petri uji dengan diameter paper disc. Setelah diameter zona hambat diukur kemudian dilakukan proses dokumentasi terhadap hasil uji. Metode uji penapisan awal seyawa antibakteri dapat dilihat pada Gambar 9. Inokulasi bakteri (20 µl) kedalam 20 ml media cair Penghomogenan dengan vortex Paper disc diberi ekstrak 20 μl konsentrasi ppm Penuangan agar ke dalam cawan petri steril Pendinginan selama 15 menit (sampai agar beku) Paper disc yang telah berisi ekstrak dibiarkan sampai mengering atau pelarutnya menguap dalam clean bench steril Paper disc diletakkan di cawan petri yang berisi bakteri uji Inkubasi suhu 37 C selama 1820 jam dalam posisi terbalik Pengamatan dan pengukuran zona bening Zona bening Gambar 9. Tahapan uji penapisan awal antibakteri (Lay 1994 diacu dalam Noer dan Nurhayati 2006) Keterangan : Proses pendahuluan Proses Data Uji Minimum Inhibitory Concentration (modifikasi Lopez et al. 1993) Uji Minimum Inhibitory concentration (MIC) dilakukan untuk mengetahui konsentrasi minimum dari ekstrak yang terpilih dalam menghambat aktivitas

39 pertumbuhan dari bakteri uji. Beberapa tahapan dalam proses MIC, yaitu prekultur bakteri uji dan perhitungan MIC. a) Prekultur bakteri uji Prekutur dilakukan dengan cara mengambil biakan bakteri uji sebanyak 1 ose dan dimasukkan dalam media NB, kemudian diinkubasi dalam shaker bath pada suhu ruang dan diukur OD menggunakan spektrofotometer dengan λ=600 nm. Prekultur dilakukan bertujuan untuk mendapatkan suspensi bakteri uji dengan OD antara 0,50,8 (Lalitha 2004). b) Perhitungan MIC Ekstrak karang lunak hasil penapisan yang mempunyai aktivitas penghambatan yang cukup tinggi dilanjutkan dengan penentuan MIC. Metode yang digunakan adalah metode difusi agar. Caranya, yaitu menyiapkan cawan petri yang berisi medium agar yang telah diinokulasi dengan mikroorganisme yang masingmasing terdiri dari E. coli, S. aureus, P. aeruginosa, dan B. cereus menggunakan metode tuang. Sejumlah paper disc atau kertas cakram steril yang telah berisi zat antibakteri dengan konsentrasi berbedabeda diletakkan diatas permukaan agar tersebut dan diinkubasi pada suhu 37 o C selama waktu 18 jam. Variasi konsentrasi ini bertujuan untuk melihat konsentrasi ekstrak terendah yang menghambat aktivitas pertumbuhan bakteri uji. Ketika diinkubasi zat antimikroba akan terdifusi atau tersebar dari paper disc atau kertas cakram steril yang telah berisi zat antibakteri dengan konsentrasi yang berbedabeda. Tiap paper disc diberi konsentrasi ekstrak kasar Sarcophyton sp. yang berbedabeda dimulai dari konesntrasi yang rendah sampai tinggi dengan tujuan untuk mengetahui pada konsentrasi berapa bakteri uji dapat terhambat pertumbuhannya. Konsentrasi ekstrak kasar Sarcophyton sp. dan kloramfenikol (kontrol) pada uji MIC dapat dilihat pada Tabel 5.

40 Tabel 5. Konsentrasi ekstrak kasar Sarcophyton sp. dan kloramfenikol (kontrol) pada uji MIC (dalam satuan yang berbeda) Konsentrasi ekstrak Sarcophyton sp. (ppm) Konsentrasi ekstrak Sarcophyton sp. per paper disc (μg) Konsentrasi kloramfenikol (ppm) Konsentrasi kloramfenikol per paper disc (μg) Uji toksisitas dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) (Meyer et al. 1982, McLaughlin Rogers 1998 dan Carballo et al. 2002) Menurut Carballo et al. (2002), metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) biasanya dilakukan dalam uji pendahuluan untuk penapisan aktivitas farmakologis pada produk alam. Diagram alir dari uji toksistas BSLT dapat dilihat pada Gambar 10. Pada uji ini digunakan larva A. salina sebagai hewan uji. Mulamula telur A. salina diteteskan di dalam air laut di bawah lampu TL 40 watt selama 48 jam Sebanyak 10 ekor larva A. salina dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian dimasukan larutan ekstrak sampel dengan konsentrasi masingmasing 10 ppm, 100 ppm dan 1000 ppm dan ditambahkan air laut buatan sampai volume 5 ml. Air laut buatan tanpa pemberian ekstrak (0 ppm) digunakan sebagai kontrol. Semua tabung reaksi diinkubasi pada suhu kamar selama 24 jam di bawah penerangan lampu TL 40 watt. Pengamatan dilakukan setelah 24 jam dengan menghitung jumlah A. salina yang mati pada tiap konsentrasi. Penentuan harga LC 50 (ppm) dilakukan menggunakan analisis probit dan persamaan regresi. Tabel probit disajikan pada Lampiran 3. Bila masingmasing ekstrak yang diuji kurang dari 1000 μg/ml maka dianggap menunjukkan aktivitas biologik (Anderson 1991).

41 Sebanyak 20 mg telur A. salina Pemasukan dalam 500 ml air laut Pencahayaan 48 jam (sampai menetas) Pemasukan 10 ekor A. salina ke dalam tabung reaksi yang berisi 5 ml air laut yang tercampur ekstrak 1000, 100, 10 ppm dan kontrol Pencahayaan 24 jam Pengamatan dan penghitungan A.salina yang mati Penentuan LC 50 LC 50 Gambar 10. Diagram alir uji toksisitas dengan A. salina (McLaughlin 1998) Keterangan : Bahan baku Proses Data Uji fitokimia (Harbone 1987) Identifikasi senyawa kimia yang berperan sebagai antibakteri dalam ekstrak etil asetat Sarcophyton sp. yang difragmentasi dan tidak difragmentasi dilakukan terhadap senyawasenyawa, yaitu alkaloid, steroid/triterpenoid, flavonoid, saponin, fenol hidrokuinon, molish, benedict, biuret, dan ninhidrin. (a) Alkaloid Sejumlah sampel dilarutkan dalam beberapa tetes asam sulfat 2 N kemudian diuji dengan tiga pereaksi alkaloid, yaitu pereaksi Dragendorff, Meyer, dan Wagner. Hasil uji dinyatakan positif bila pereaksi Meyer terbentuk endapan putih kekuningan, endapan coklat dengan pereaksi Wagner, dan endapan merah sampai jingga dengan pereaksi Dragendorff.

42 (b) Steroid/triterpenoid Sejumlah sampel dilarutkan dalam 2 ml kloroform dalam tabung reaksi yang kering, lalu kedalamnya ditambahkan 10 tetes anhidrida asetat dan 3 tetes asam sulfat pekat. Terbentuknya larutan berwarna merah untuk pertama kali, kemudian berubah menjadi biru dan hijau menunjukkan reaksi positif. (c) Flavonoid Sejumlah sampel ditambah serbuk magnesium 0,1 mg dan 0,4 ml amil alkohol (campuran HCl 37% dan etanol 95% dengan volume sama) dan ditambahkan 4 ml alkohol kemudian campuran dikocok. Terbentuknya warna merah, kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol menunjukkan adanya flavonoid. (d) Saponin (uji busa) Saponin dapat dideteksi dengan uji busa dalam air panas. Busa yang stabil selama 30 menit dan tidak hilang pada penambahan 1 tetes HCl 2 N menunjukkan adanya senyawa saponin. (e) Fenol hidrokuinon (pereaksi FeCl 3 ) Sebanyak 1 g sampel diekstrak dengan 20 ml etanol 70%. Larutan yang dihasilkan diambil sebanyak 1 ml kemudian ditambahkan 2 tetes larutan FeCl 3 5%. Terbentuknya warna hijau atau hijau biru menunjukkan adanya senyawa fenol dalam bahan. (f) Uji molisch Sebanyak 1 ml larutan sampel diberi 2 tetes pereaksi molisch dan 1 ml asam sulfat pekat melalui dinding tabung. Uji positif yang menunjukkan adanya karbohidrat ditandai oleh terbentuknya kompleks berwarna ungu diantara 2 lapisan cairan. (g) Uji benedict Larutan sampel sebanyak 8 tetes dimasukkan ke dalam 5 ml pereaksi benedict. Campuran dikocok dan dididihkan selama 5 menit. Terbentuknya warna hijau, kuning atau endapan merah bata menunjukkan adanya gula pereduksi.

43 (h) Uji biuret Sebanyak 1 ml larutan sampel ditambah 4 ml pereaksi biuret. Campuran dikocok dengan seksama. Terbentuknya larutan berwarna ungu menunjukkan hasil uji positif adanya senyawa peptida. (i) Uji ninhidrin Sebanyak 2 ml larutan sampel ditambah beberapa tetes larutan ninhidrin 0,1%. Campuran dipanaskan dalam penangas air selama 10 menit. Terjadinya larutan berwarna biru manunjukkan reaksi yang positif terhadap adanya asam amino. 3.4 Analisis Data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis deskriptif. Pada uji aktivitas antibakteri yakni memilih ekstrak Sarcophyton sp. yang difragmentasi dan tidak difragmentasi yang memiliki zona hambat terbaik terhadap empat bakteri uji, kemudian ekstrak yang terpilih di uji lanjut pada uji MIC, uji toksisitas, dan uji fitokimia. Nilai MIC ditentukan dengan menentukan konsentrasi terendah yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Penentuan harga LC 50 pada uji toksisitas dilakukan dengan menggunakan analisis probit menggunakan tabel probit (Finney 1952 diacu dalam Akhila et al. 2007) dan persamaan regresi.

44 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Koleksi dan Karakterisasi Sampel karang lunak Sarcophyton sp. yang difragmentasi dan tidak difragmentasi dikoleksi dari Perairan Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu tepatnya pada daerah Area Perlindungan Laut (APL) pada titik koordinat 06 º 45,6 LS dan 106 º 32, 45 BT. Foto karang lunak Sarcophyton sp. yang difragmentasi dan tidak difragmentasi dapat dilihat pada Gambar 11. (a) Sarcophyton sp. yang difragmentasi (b) Sarcophyton sp. yang difragmentasi di bawah air di atas air (c) Sarcophyton sp. yang tidak difragmentasi di bawah air (d) Sarcophyton sp. yang tidak difragmentasi di atas air 2 cm Gambar 11. Foto karang lunak Sarcophyton sp. yang difragmentasi dan tidak difragmentasi Sarcophyton sp. termasuk kedalam famili Alcyoniidae. Karang lunak ini dapat ditemukan dari rataan terumbu karang sampai ke kedalaman 15 m dengan konsentrasi pada kedalaman 310 m. Karang lunak ini memiliki polip dimorfik, koloni yang berukuran besar, mempunyai tangkai berwarna putih atau senanda dengan kapitalium. Kapitalium genus Sarcophyton berbentuk melebar seperti jamur atau bundar dengan tepi berlekuk atau melipat, permukaan halus seperti

45 beludru. Warna koloni genus ini adalah krem, coklat, kuning, atau hijau (Fabricus dan Philip 2001). Kondisi lingkungan fisik habitat atau lokasi pengkoleksian karang lunak Sarcophyton sp. yang difragmentasi dan tidak difragmentasi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi produksi senyawa metabolit sekunder. Data pendukung berupa hasil analisis parameter fisikakimia Perairan Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Hasil pengukuran parameter fisikakimia Perairan Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu No. Parameter lingkungan Hasil pengukuran Baku mutu* Fisika Suhu ( 0 C) 27,5 27,3 27, Kec. arus (m/det) 0,03 0,05 0,02 3. Kecerahan (%) >5 4. Kekeruhan (NTU) 0,47 <5 5. TSS (mg/l) 2, TDS (mg/l) Kimia 7. Salinitas (psu) 30,2 31, ph 8,11 8,05 8,07 78,5 9. DO (mg/l) 5,64 5,24 6,72 >5 10. TOM 24,732 (mg KMnO 4 /l) 11. Silikat (mg/l) 0, Amonia (mg/l) 0,322 0,3 13. Fosfat (mg/l) 0,0014 0,0040 0,0061 0, Nitrit (mg/l) 0,0005 0,0007 0,0087 0, Nitrat (mg/l) 0,009 0,011 0,0091 0,008 Sumber : Soedharma et al. (2007) Keterangan: 1:Juli 2007, 2: Desember 2007, 3: April 2008 * Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 51 tahun 2004 untuk Biota Perairan Laut Tabel 6 menunjukkan hasil pengamatan parameter fisikakimia perairan pada masingmasing musim. Pengukuran bulan Juli dilakukan untuk mewakili data kondisi lingkungan pada musim timur yang terjadi pada bulan JuniAgustus, bulan Desember untuk mewakili data kondisi lingkungan pada musim barat yang terjadi pada bulan DesemberFebruari dan bulan April untuk musim peralihan yang terjadi pada bulan MaretMei dan bulan SeptemberNovember. Hasil pengukuran beberapa pengukuran parameter fisika dan kimia perairan tersebut

46 masih berada pada kisaran ambang batas baku mutu air laut untuk mendukung kehidupan biota yang telah ditetapkan oleh Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.51 Tahun Aturan ini menerangkan bahwa baku mutu air laut adalah ukuran batas atau kadar mahluk hidup, zat, energi atau komponen yang ada atau harus ada dan atau pencemaran yang ditenggang keberadaannya di dalam air laut. Menurut Triyulianti (2009), hasil pengukuran parameter fisika dan kimia Perairan Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu pada bulan Juli 2007, Desember 2007, dan April 2008 untuk mewakili tiga musim ternyata tidak berbeda nyata dengan nilai p > 0,05. Hasil pengukuran (Tabel 6) diketahui bahwa suhu di tempat pengambilan sampel karang lunak Sarcophyton sp. memiliki nilai dengan kisaran 27,228,9 o C. Kisaran suhu yang diperoleh dari penelitian ini masih dalam kisaran suhu yang baik untuk pertumbuhan karang. Kisaran suhu dapat mendukung pertumbuhan optimum, karena menurut Birkeland (1997) karang akan tumbuh optimum pada kisaran suhu 2628 ºC. Arus sebagai salah satu parameter fisik yang diukur memiliki peranan dalam pemindahan nutrien, larva, dan sedimen. Arus dan turbulensi juga memiliki pengaruh kuat terhadap morfologi dan komposisi taksonomi dari karang (Tomascik et al. 1997). Arus pada lokasi penelitian berkisar antara 0,020,05 m/s. Arus pada lokasi penelitian ini dipengaruhi oleh pasang surut di daerah penelitian. Persentase kecerahan pada lokasi pengambilan sampel berkisar antara %. Kondisi ini menunjukkan ketersedian cahaya matahari yang cukup besar. Hal ini secara langsung mendukung perumbuhan karang karena fotosintesis yang dilakukan oleh zooxanthellae dapat berlangsung secara optimal. Zoonxanthellae merupakan alga uniseluler yang terdapat dalam jaringan polip karang. Hasil fotosintesis zooxanthellae tersebut digunakan karang sebagai sumber makanan utama (Birkeland (1997). Nitrit, nitrat dan fosfat adalah senyawa anorganik yang berperan sebagai nutrien. Kandungan nitrit pada lokasi pengambilan sampel berkisar antara 0,00370,0087 mg/l, nilai nitrat berkisar antara 0,0010,09 mg/l, dan nilai fosfat berkisar antara 0,0010,0061 mg/l. Kandungan nutrien tersebut berfungsi untuk mendukung pertumbuhan karang lunak. Kandungan nitrat (NO 3) terukur telah

47 melebihi ambang batas baku mutu yang ditetapkan oleh KepMen LH. No.51 untuk biota (0,008 mg/l). Hasil pengukuran kandungan nutrien anorganik tersebut sesuai dengan fenomena yang ditemukan oleh Tomascik et al. (1997), yaitu diperairan sekitar Teluk Jakarta kaya akan kedua nutrien anorganik tersebut (fosfat dan nitrat) sepanjang tahun. 4.2 Senyawa Bioaktif Sarcophyton sp. Tahap ekstraksi dilakukan dengan cara maserasi, yaitu merendam sampel dalam larutan dengan perbandingan 1:2 (b/v). Menurut Zuhud et al. (2007), ekstrak yang diperoleh dari perbandingan sampel dan pelarut 1:2 menghasilkan aktivitas antibakteri terbaik dengan zona penghambatan tertinggi pada keempat bakteri uji (E. coli, S. aureus, B. cereus, dan V. chorelae). Proses maserasi ini dilakukan selama 24 jam dengan pengadukan menggunakan water shakerbath, tujuannya agar terjadi peningkatan tumbukan antara partikel yang dapat memperbesar kemungkinan pengikatan antar partikel dan meningkatkan pemecahan sel sehingga komponen bioaktif dapat keluar dari jaringan kemudian larut di dalam pelarut. Tahap selanjutnya, yaitu tahap pemisahan yang terdiri dari penyaringan dan evaporasi. Penyaringan dilakukan untuk memisahkan sampel karang lunak dari pelarut yang telah mengandung bahan aktif, sedangkan evaporasi dilakukan untuk memisahkan pelarut dari senyawa bioaktif yang terikat pada suhu 37 C. Penggunaan suhu vacum rotary evaporator dengan suhu yang tidak terlalu tinggi (3040 C) bertujuan untuk mencegah terjadinya kerusakan senyawa bioaktif (Harborne 1987). Ekstraksi terhadap karang lunak Sarcophyton sp. yang difragmentasi dan tidak difragmentasi menghasilkan ekstrak kasar metanol, ekstrak kasar etil asetat, dan ekstrak kasar heksana dengan bobot yang berbeda. Berat ekstrak kasar yang diperoleh dari karang lunak Sarcophyton sp. yang difragmenasi dan tidak difragmentasi disajikan pada Tabel 7.

48 rendemen ekstrak (%) rendemen ekstrak (%) Tabel 7. Berat ekstrak kasar Sarcophyon sp. yang difragmentasi dan tidak difragmentasi Karang lunak Sarcophyton sp. difragmentasi Sarcophyton sp. tidak difragmentasi Berat sampel (g) Ekstrak metanol Berat ekstrak (g) Ekstrak etil asetat Ekstrak heksana 100 2,55±0,02 1,11±0,28 0,42±0, ,55±0,19 0,93±0,16 0,37±0,01 Berat ketiga ekstrak tersebut digunakan untuk mengetahui nilai rendemen. Rendemen merupakan perbandingan antara bobot ekstrak yang dihasilkan dengan bobot awal yang digunakan dan dinyatakan dalam persen (%). Rendemen ekstrak menunjukkan jumlah senyawa bioaktif yang terkandung pada karang lunak. Rendemen dari masingmasing ekstrak karang lunak Sarcophyton sp. yang difragmentasi dan tidak difragmentasi ditunjukkan pada Gambar ,55±0,02 1,11±0,28 0,42±0,33 Sarcophyton sp. difargmentasi 1,55±0,19 0,93±0,16 Sarcophyton sp. tidak difragmentasi 0,37±0,01 Sarcophyton ekstrak sp. metanol difargmentasi ekstrak etilasetat Sarcophyton ekstrak heksana sp. tidak Gambar 12. Rendemen ekstrak karang lunak Sarcophyon sp. yang difrangmentasi dan tidak difragmentasi difragmentasi Keterangan : ekstrak metanol ekstrak etilasetat ekstrak heksana Berdasarkan Gambar 11 diketahui bahwa rendemen ekstrak karang lunak Sarcophyton sp. yang difragmentasi dan tidak difragmentasi mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan kepolaran yang digunakan. Hal ini menunjukkan bahwa komponenkomponen pembentuk karang lunak tersebut cenderung larut pada pelarut metanol. Perbedaan nilai rendemen tersebut diduga disebabkan oleh sifat pelarut dalam melarutkan zat akif berbeda.

49 Kelarutan zat pada suatu pelarut sangat ditentukan oleh kemampuan zat tersebut membentuk ikatan hidrogen (Khopkar 2003). Metanol merupakan pelarut berbobot molekul rendah yang dapat membentuk ikatan hidrogen sehingga dapat larut dan bercampur dengan air hingga kelarutan yang tak terhingga (Hart 1987). Heksana merupakan senyawa hidrokarbon dengan rantai lurus yang tidak dapat larut dalam air (Fesseden dan Fesseden 1997). Ikatan hidrogen lebih mudah terbentuk pada pelarut metanol sehingga zat bioaktif yang terdapat pada karang lunak Sarcophyton sp. yang difragmentasi dan tidak difragmentasi lebih mudah larut dalam metanol dibandingkan di dalam heksana. Rendemen ekstrak Sarcophyton sp. yang difragmentasi lebih tinggi daripada ekstrak Sarcophyton sp. yang tidak difragmentasi. Hal ini diduga berkaitan dengan perlakuan yang dialami oleh Sarcophyton sp. yang difragmentasi dan pengaruh lingkungan. Ketika karang lunak akan difragmentasi, tubuhnya akan dipotong atau dilukai agar memiliki ukuran yang sama. Fragmen karang lunak tersebut ditempelkan pada substrat, kemudian diletakkan pada kedalaman 12 m. Adanya perlakuan ini dapat memicu karang lunak memproduksi metabolit sekunder yang berguna untuk mempertahankan diri dari serangan predator, mencegah infeksi bakteri patogen dan beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Produksi metabolit sekunder merupakan kompensasi akibat interaksi dengan lingkungan biotik, abiotik dan sebagai senjata kimia terhadap predator. Peningkatan aktivitas pertahanan sebagai akibat kondisi lingkungan setempat merangsang proses metabolisme sekunder. Peningkatan laju metabolisme sekunder tersebut merupakan bentuk pertahanan diri secara kimiawi (chemical defense) (Harper et al. 2001). Kelman (1998) diacu dalam Kelman et al. (2000) menambahkan bahwa senyawa metabolit sekunder berfungsi untuk mencegah infeksi bakteri patogen. 4.3 Aktivitas Antibakteri Ekstrak metanol, ekstrak etil asetat, dan ekstrak heksana dari karang lunak Sarcophyton sp. yang difragmentasi dan tidak difragmentasi diuji aktivitas antibakterinya terhadap empat jenis bakteri patogen, yaitu E. coli, S. aureus, P. aeruginosa, dan B. cereus. Hasil pengujian aktivitas antibakteri ekstrak karang

50 lunak Sarcophyton sp. yang difragmentasi dan tidak difragmentasi terhadap empat jenis bakteri pada konsentrasi 20 μg/ml disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Hasil pengujian aktivitas antibakteri ekstrak karang lunak Sarcophyton sp. yang difragmentasi dan tidak difragmenasi pada konsentrasi 20 μg/ml Karang lunak Sarcophyton yang tidak difragmentasi Sarcophyton yang difragmentasi Bakteri E.coli S.aureus B.cereus P.aeruginosa E.coli S.aureus B.cereus P.aeruginosa Ekstrak metanol 1 1 1,5 3,5 0,5 1 1 Diameter zona hambat (mm) Ekstrak Ekstrak etil heksana asetat ,75 1 1,5 1,5 0,75 0,5 1 0,5 Kontrol (kloramfenikol) Berdasarkan Tabel 8 diketahui bahwa ekstrak etil asetat karang lunak Sarcophyton sp. yang difragmentasi dan tidak difragmentasi memiliki diameter penghambatan terbesar dibandingkan dengan ekstrak lainnya. Ekstrak etil asetat Sarcophyton sp. yang tidak difragmentasi memiliki aktivitas antibakteri yang lebih baik dibandingkan dengan eksrak etil asetat Sarcophyton sp. yang difragmentasi, karena dapat menghambat empat bakteri uji, yaitu E. coli, S. aureus, P.aeruginosa, dan B. cereus. Aktivitas antibakteri ekstrak etil asetat karang lunak Sarcophyton sp. yang difragmentasi dan tidak difragmentasi tergolong kategori lemah (diameter zona hambat < 5 mm) terhadap bakteri E. coli, S. aureus, dan B. cereus dan aktivitas antibakteri tergolong kategori sedang pada ekstrak Sarcophyton yang tidak difragmentasi terhadap bakteri P.aeruginosa (diameter zona hambat 510 mm). Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak kasar karang lunak Sarcophyton sp. yang difragmentasi dan tidak difragmentasi dapat dilihat pada Lampiran 5. Etil asetat merupakan pelarut semi polar yang memiliki dua sifat kelarutan, yaitu hidrofilik dan lipofilik (Parhusip 2006). Menurut Kanazawa et al. (1995), suatu senyawa yang mempunyai polaritas optimum akan mempunyai aktivitas antimikroba maksimum, karena interaksi suatu senyawa antibakteri dengan

51 bakteri diperlukan keseimbangan hidrofilik dan lipofilik (HLB: hydrophilic lipophilic balance). Ketahanan bakteri gram negatif dan gram positif terhadap senyawa antibakteri berbedabeda. Bakteri gram negatif umumnya sensitif terhadap senyawa antimikroba yang bersifat polar, sedangkan bakeri gram positif lebih sensitif terhadap senyawa antibakteri yang bersifat non polar (Branen dan Davidson 1993). Perbedaan kesensitifan bakteri gram positif dan gram negatif berkaitan dengan struktur dalam dinding selnya, seperti jumlah peptidoglikan (adanya reseptor, poripori, dan lipid), sifat ikatan silang, dan aktivitas enzim autolitik. Komponen tersebut merupakan faktor yang menentukan penetrasi, pengikatan, dan aktivitas senyawa antimikroba (Jawet 1998). Bakteri gram negatif memiliki lapisan tambahan pada dinding selnya, yang disebut membran luar. Membran ini tersusun dari lipopolisakarida (LPS), porin matriks, dan lipoprotein. Adanya selaput khusus berupa molekul protein (porin) pada bakteri gram negatif dapat memudahkan difusi pasif senyawa hidrofilik dengan berat molekul rendah. Molekulmolekul yang bersifat hidrofilik, seperti alkaloid dan flavonoid lebih mudah melewati LPS dibandingkan dengan yang hirofobik (Jawet 1998). Bakteri gram negatif mempunyai sisi hidrofilik, yaitu karboksil, asam amino, dan hidroksil sehingga bakteri Gram negatif sensitif terhadap senyawa antibakteri yang bersifat polar (Madigan et al. 2003). Kesensitifan bakeri gram positif terhadap senyawa antibakeri yang bersifat non polar disebabkan komponen dasar penyusun dinding sel bakteri gram positif adalah peptidoglikan yang salah satu penyusunnya adalah asam amino Dalanin yang bersifat hidrofobik. Senyawa antibakteri yang bersifat non polar dapat bereaksi dengan fosfolipid dari membran sel bakteri sehingga mengakibatkan lisis sel (Branen dan Davidson 1993). Berdasarkan hasil pengamatan ekstrak metanol menunjukkan aktivitas antibakteri dengan diameter penghambatan yang lebih rendah daripada ekstrak etil asetat. Hal ini diduga disebabkan oleh senyawa bioaktif yang terdapat ekstrak metanol hanya bersifat polar sehingga keefektifan menghambat keempat bakteri uji lebih rendah dibandingkan dengan ekstrak etil asetat. Metanol merupakan pelarut yang bersifat polar. Senyawa yang larut dalam pelarut metanol hanya

52 bersifat polar, seperti alkaloid kuartener, komponen fenolik, karotenoid, dan tanin (Harbone 1987). Heksana merupakan pelarut yang paling tidak polar diantara pelarut lain. Bedasarkan uji aktivitas antibakteri (Tabel 8) dapat diketahui bahwa ekstrak heksana memiliki diameter penghambatan pertumbuhan bakteri yang kecil. Menurut Riguera (1997), senyawa yang terikat pada pelarut non polar (misalnya heksana) antara lain hidrokarbon, asam lemak, dan terpen. Pembentukan diameter penghambatan pertumbuhan bakteri yang kecil diduga disebabkan oleh senyawa pada ekstrak heksan yang bersifat non polar sulit berdifusi pada media agar yang digunakan. Media agar yang digunakan adalah media agar Muller Hilton yang diketahui larut dalam air (polar). Dugaan ini berdasarkan laporan Kelman et al. (1998) yang menjelaskan bahwa tingkat atau luasan aktivitas ekstrak pada kertas cakram tergantung pada laju difusi ekstrak pada media agar dan potensi ekstrak. Ekstrak mempunyai potensi bioaktivitas yang tinggi bisa saja memiliki sifat fisik yang sukar berdifusi pada media sehingga diameter penhambatan bakteri yang terbentuk kecil. Kloramfenikol sebagai antibakteri kontrol dapat menghambat seluruh bakteri uji dengan diameter zona hambat kloramfenikol lebih besar daripada ekstrak karang lunak Sarcophyton sp. yang difragmentasi dan tidak difragmentasi. Hal ini karena kloramfenikol merupakan senyawa antibakteri yang sangat stabil dan berdifusi dengan baik dalam pembenihan agar. Faktorfaktor yang mempengaruhi aktivitas antimikroba adalah ph lingkungan, komposisi media, stabilitas senyawa antimikroba, besarnya inokulum, lamanya inkubasi, dan aktivitas metabolik mikroorganisme (Jawetz et al. 1996). Kloramfenikol bekerja melalui penghambatan sintesis protein sehingga menghambat translasi dan traskripsi material genetik. Mekanisme penghambatan kloramfenikol dengan cara mengganggu pelekatan asam amino pada rantai peptida yang baru pada subunit 50S ribosom, dengan mengganggu daya kerja peptidil transferase. Akibatnya proses perbanyakan dan pembelahan sel terganggu (Jawet 1998).

53 4.4 Minimum Inhibitory Concentration (MIC) Nilai MIC dari ekstrak etil asetat Sarcophyton sp. yang difragmentasi dan tidak difragmentasi diketahui dengan melakukan uji MIC. Metode yang digunakan dalam pengujian MIC adalah metode difusi agar (agar diffusion method). Uji MIC dilakukan terhadap empat bakteri uji, yaitu E. coli, S. aureus, B. cereus, dan P. aeruginosa. Aktivitas ekstrak etil asetat karang lunak Sarcophyton sp. yang difragmentasi dan tidak difragmentasi pada uji MIC disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Aktivitas ekstrak etil asetat Sarcophyton sp. dan kontrol pada uji MIC konsentrasi ekstrak etil asetat Sarcophyton yang tidak difragmentasi (μg/disk) konsentrasi ekstrak etil asetat Sarcophyton yang difragmentasi (μg/disk) Konsentrasi kontrol (kloramfenikol) (μg/disk) diameter zona hambat (mm) E.coli S.aureus B.cereus P.aeruginosa 3 2 1, , ,5 2 1 diameter zona hambat (mm) 6 5,75 4,5 4 3,5 E.coli S.aureus B.cereus P.aeruginosa 1 3 1,5 3,5 1,5 Diameter zona hambat (mm) E.coli S.aureus B.cereus P.aeruginosa

54 Berdasarkan Tabel 9 diketahui bahwa ekstrak etil asetat karang lunak Sarcophyton sp. yang difragmentasi dan tidak difragmentasi serta kontrol (kloramfenikol) memiliki nilai MIC yang berbedabeda. Nilai MIC ekstrak etil asetat karang lunak Sarcophyton sp. yang tidak difragmentasi terhadap bakteri E.coli, S.aureus, dan B.cereus adalah 300 µg/disk, sedangkan nilai MIC terhadap bakteri P.aeruginosa sebesar 240 µg/disk. Ekstrak etil asetat karang lunak Sarcophyton sp. yang difragmentasi memiliki nilai MIC terhadap bakteri E. coli, S. aureus, dan B. cereus masingmasing sebesar 480 µg/disk, 420 µg/disk, dan 420 µg/disk. Bakteri P. aeruginosa tidak terhambat oleh ekstrak etil asetat karang lunak Sarcophyton sp. yang difragmentasi. Perbedaan nilai MIC diduga karena jumlah kandungan senyawa bioaktif dari masingmasing ekstrak berbeda dan setiap bakteri uji mempunyai kerentanan yang berbedabeda terhadap suatu senyawa antibakteri. Faktorfaktor yang mempengaruhi nilai minimum Inhibitory Concentration (MIC) adalah jenis organisme, ukuran inokulum, komponen media kultur, waktu inkubasi, serta kondisi inkubasi berupa suhu dan ph (Schegel dan Schmidt 1994). Hasil uji MIC dapat dilihat pada Lampiran 6. Kontrol positif kloramfenikol (Tabel 9) diketahui dapat menghambat empat bakteri uji, yaitu S. aureus, B. cereus, E. coli, dan P. aeruginosa. Kloramfenikol mempunyai aktivitas antibakeri yang lemah terhadap S. aureus dan E. coli, dengan nilai MIC sebesar 4 μg/disk, sedangkan aktivitas antibakteri terhadap B. cereus dan P. aeruginosa tergolong sedang dengan nilai MIC sebesar 4 μg/disk. Hal ini karena kloramfenikol mempunyai spektrum yang luas dalam menghambat pertumbuhan bakteri gram positif dan bakteri gram negatif. Mekanisme penghambatan kloramfenikol yakni dengan cara bergabung dengan subunitsubunit ribosom sehingga mengganggu sintesis protein (Pelczar dan Chan 2005). 4.5 Tingkat Toksisitas Toksisitas ekstrak Sarcophyton sp. yang difragmentasi dan tidak difragmentasi dapat diketahui dengan melakukan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). Data hasil uji BSLT ekstrak etil asetat

55 mortalitas probit mortalitas probit Sarcophyton sp. yang difragmentasi dan tidak difragmentasi disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Data hasil uji BSLT ekstrak etil asetat Sarcophyton sp. difragmentasi dan tidak difragmentasi Ekstrak etil asetat Sarcophyton sp. tidak difragmentasi Konsentrasi (ppm) Log konsentrasi Persen mortalitas Probit (y) 4,16 4,48 5,25 LC 50 (ppm) 45,15 Sarcophyton sp. yang difragmentasi , ,33 5,08 4,48 3,87 149,50 Tabel 10 di atas menunjukkan semakin tinggi konsentrasi yang diujikan semakin banyak A. salina yang mati. Hubungan antara log konsentrasi dan mortalitas ekstrak etil asetat karang lunak Sarcophyton sp. yang difragmentasi dan tidak difragmentasi disajikan pada Gambar y = 0,84x + 3,1733 5,84 R 2 = 0,9162 4,56 4, y = 1,11x + 3,1633 R 2 = 0,9996 6,48 5,41 4, log konsentrasi log konsentrasi (a) Gambar 13. Hubungan antara log konsentrasi dan mortalitas ekstrak etil asetat Sarcophyton sp. yang (a) difragmentasi dan (b) tidak difragmentasi Hasil uji toksisitas menggunakan ekstrak etil asetat Sarcophyton sp. difragmentasi dan tidak difragmentasi pada Gambar 13 menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi ekstrak akan menyebabkan semakin besarnya persentase kematian. Berdasarkan Gambar 13 diperoleh persamaan regresi hubungan antara log konsentrasi dengan mortalitas A. salina dari ekstrak etil asetat Sarcophyton sp. difragmentasi dan tidak difragmentasi, yaitu Y=0,84X+3,1733 (Gambar 13a) dan Y=1,11X+3,16 (Gambar 13b), Y menunjukkan konsentrasi mortalitas, X (b)

56 menunjukkan log konsentrasi dan R menunjukkan koefisien korelasi antara X dan Y. Persamaan regresi Y=1,11X+3,1633 menunjukkan bahwa setiap penambahan konsentrasi sebanyak 1 log (10 ppm) menyebabkan kenaikan mortalitas probit sebesar 1,11. Berdasarkan persamaan tersebut diperoleh nilai koefisien korelasi (R 2 ) masingmasing sebesar 0,9162 dan 0,9996 artinya antara konsentrasi ekstrak dengan nilai mortalitas A. salina mempunyai hubungan yang sangat erat, yaitu semakin tinggi konsentrasi ekstrak yang diberikan semakin besar pula jumlah A. salina yang mengalami kematian. Nilai LC 50 adalah konsentrasi yang dapat menyebabkan kematian 50% populasi A. salina yang digunakan dalam penelitian. Nilai LC 50 dapat dihitung dengan menggunakan regresi linear. Contoh perhitungan penentuan LC 50 dapat dilihat pada Lampiran 4. Nilai LC 50 ekstrak etil asetat Sarcophyton sp. difragmentasi dan tidak difragmentasi yang dihasilkan dari perhitugan, masingmasing sebesar 149,50 ppm dan 45,15 ppm. Nilai tersebut menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat Sarcophyton sp. difragmentasi dan tidak difragmentasi termasuk dalam kategori toksik. Beberapa hasil penelitian terhadap senyawa bioaktif yang diuji dengan A. salina (BSLT) menunjukkan adanya korelasi spesifik terhadap uji antikanker bila mempunyai LC 50 <1000 ppm. Hal ini didukung beberapa hasil penelitian lainnya. Sawant et al. (2006) melakukan isolasi ekstrak karang lunak Sarcophyton glaucum menghasilkan senyawa sarcophine. Sarcophine merupakan senyawa cembranoid diterpen yang diketahui dapat menghambat proses tumorgenesis. Hasil penelitian Wikanta et al. (2007) menunjukkan bahwa ekstrak kasar, fraksi metanol, dan fraksi etil asetat karang lunak Sarcophyton glaucum dapat menghambat sel lestari tumor HeLa dengan nilai IC 50 masingmasing sebesar 25, 12 μg/ml, 50,12 μg/ml, dan 31, 62 μg/ml. Komponen toksik yang terdapat pada ekstrak jika diberikan pada A. salina dapat menyebabkan kematian hewan tersebut. Artemia salina merupakan pemakan bahanbahan organik sehingga komponenkomponen dari ekstrak yang akan terakumulasi terus menerus di dalam tubuh A. salina (Mudjiman 1988). Zat tersebut akan masuk kemudian distribusikan dan ditranslokasi ke seluruh badan, kadarnya akan meningkat seiring dengan waktu dan akan menyebabkan kematian pada A. salina (Loomis 1978).

57 4.6 Senyawa Fitokimia Senyawa bioaktif dapat diketahui dengan melakukan uji fitokimia. Uji fitokimia dilakukan terhadap ekstrak yang menunjukkan hasil terbaik pada uji aktivitas antibakeri. Berdasarkan pengujian tersebut, ekstrak etil asetat karang lunak Sarcophyton sp. yang difragmentasi dan tidak difragmentasi merupakan ekstrak yang memiliki aktivitas antibakteri terbaik dibandingkan dengan ekstrak yang lainnya. Kandungan senyawa kimia yang terdapat pada ekstrak etil asetat Sarcophyton sp. yang difragmentasi dan tidak difragmentasi terpilih dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Hasil identifikasi kandungan fitokimia karang lunak Sarcophyton sp. yang difragmentasi dan tidak difragmentasi Uji Fitokimia a. Alkaloid Wagner Meyer Dragendorf Hasil uji (warna) Sarcophyton yang tidak difragmentasi () (+) () Sarcophyton yang difragmentasi () () () Standar (warna) Endapan coklat Endapan putih kekuningan Endapan merah sampai jingga b. Steroid/Triterpenoid c. Flavonoid d. Saponin (uji busa) e. Fenol hidrokuinon f. Molisch g. Benedict h. Biuret i. Ninhidrin Keterangan : : Sangat kuat : Kuat + + : Sedang + : Lemah : Tidak ada (+++ ) (++++) () () () () () () (++) (++) () () () () () () Merah biru atau hijau Merah, kuning/jingga pada amil lapisan amil alkohol Terbentuk busa stabil selama 30 menit Hijau / hijau biru Ungu Hijau, kuning / merah bata Ungu Biru Hasil uji fitokimia (Tabel 11) menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat Sarcophyton sp. yang difragmentasi memiliki kandungan senyawa steroid/triterpenoid dan flavonoid, sedangkan ektrak etil asetat Sarcophyton sp. yang tidak difragmentasi memiliki kandungan alkaloid, steroid/triterpenoid, dan flavonoid. Senyawasenyawa tersebut dapat digunakan sebagai bahan dasar

58 pembuatan obat. Alkaloid memiliki kemampuan sebagai antibakteri serta efek farmakologi sebagai analgesik dan anaestetik. Mekanisme penghambatan bakteri oleh senyawa ini diduga dengan cara mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel tersebut (Robinson 1995). Steroid/triterpenoid merupakan golongan senyawa triterpenoid. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Badria et al. (1998) dan Swant et al. (2006) menunjukkan bahwa karang lunak Sarcophyton sp. banyak mengandung senyawa bioakif steroid dan terpenoid. Senyawa kimia aktif tersebut menunjukkan aktivitas antibakteri, antifungi, antitumor, neurotoksik, dan antiinflamantori yang bermanfaat bagi industri farmasi. Menurut Cowan (1999), mekanisme penghambatan bakteri oleh senyawa steroid/trierpenoid diduga dengan cara merusak membran sel bakteri. Steroid dapat meningkatkan permeabilitas membran sel sehingga akan terjadi kebocoran sel yang diikuti dengan keluarnya materi intraseluler (Vickery dan Vickery 1981). Senyawa aktif lain yang mendukung ekstrak etil asetat memiliki potensi sebagai antibakteri adalah senyawa flavonoid. Flavonoid berfungsi sebagai antimikroba dan antioksidan (Robinson 1995). Flavonoid merupakan golongan yang penting karena memiliki spektrum aktivitas antimikroba yang luas dan dapat mengurangi kekebalan pada organisme sasaran (Naidu 2002). Sifat antibakteri senyawa flavonoid adalah dapat menyebabkan terjadinya denaturasi protein di dalam sel. Adanya flavonoid dalam lingkungan sel bakteri menyebabkan gugus OH pada flavonoid berikatan dengan protein internal membran sel. Hal ini menyebabkan terbendungnya transfor aktif Na + K +. Transfor aktif yang berhenti menyebabkan pemasukan ion Na + yang tidak terkendali pada sel. Hal ini menyebabkan pecahnya membran sel, sehingga bakteri mati atau lisis (Scheuer 1994). Berdasarkan uji fitokimia secara kualitatif (Tabel 11) diketahui bahwa kandungan senyawa bioaktif yang terdapat pada ekstrak etil asetat Sarcophyton sp. yang difragmentasi lebih rendah dibandingkan dengan ekstrak etil asetat Sarcophyton sp. yang tidak difragmentasi. Perbedaan kandungan senyawa bioaktif tersebut diduga disebabkan oleh pengaruh fragmentasi dan

59 perbedaan kondisi lingkungan sehingga mempengaruhi produksi senyawa bioaktif karang lunak tersebut. Dugaan tersebur berdasarkan hasil laporan Coll dan Sammarco (1983); Sammarco dan Coll (1988) diacu dalam Fleury et al. (2004) menyatakan bahwa senyawa metabolit sekunder memiliki peranan penting dalam adaptasi tingkah laku yang beraneka ragam serta interaksi ekologinya dengan sejumlah organisme laut lainnya. Karang lunak Sarcophyton sp. yang tidak difragmentasi hidup secara alami dan tersebar luas di kedalaman 67 m. Karang lunak tersebut hidup berdampingan dengan karang lunak atau organisme lain yang ada pada ekosistem terumbu karang. Keberadaan jumlah individu maupun spesies yang lebih tinggi di kedalaman 67 m mengindikasikan terjadinya kompetisi ruang dan makanan dengan tingkat yang lebih tinggi jika dibandingkan pada kedalaman 12 m. Hal ini memicu karang lunak Sarcophyton sp. yang tidak difragmentasi untuk memproduksi metabolit sekunder yang berperan sebagai allelopatic agent. Dugaan ini berdasarkan laporan Sammarco et al. (1983) yang menyatakan bahwa allelopatik adalah sifat penghambat secara langsung terhadap suatu jenis oleh jenis lainnya dengan menggunakan zatzat kimia beracun atau berbisa. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian Fleury et al. (2000) yang diketahui bahwa produksi senyawa bioaktif sarcophytoxide dari karang lunak Sarcophyton ehrenbergi semakin meningkat ketika didekatkan dengan karang Pacillopora darmicornis. Fleury et al. (2004) melaporkan bahwa karang lunak Sarcophyton ehrenbergi yang ditransplantasi dan dipindahkan pada lokasi tanpa ada kompetitor mengalami penurunan produksi senyawa sarcophytoxide secara signifikan. Karang lunak Sarcophyton sp. yang difragmentasi berasal dari kedalaman yang lebih dalam (12 m) dibandingkan Sarcophyton sp. yang tidak difragmentasi. Kedalaman perairan menyebabkan penurunan intensitas cahaya, perubahan kandungan nutrien sehingga menyebabkan penurunan kandungan simbion zoonxanthellae pada karang lunak tersebut. Penurunan jumlah zoonxanthellae diduga berdampak pada kandungan bioaktif yang terdapat pada karang lunak Sarcophyton sp. yang difragmentasi.

60 Menurut Triyulianti (2009), seiring bertambahnya kedalaman secara eksponensial menyebabkan berkurangnya intensitas cahaya. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Tursch et al. (1978) diketahui bahwa hanya karang lunak yang bersimbiosis dengan zooxanthellae yang dapat menghasilkan senyawa terpen. Jenis jenis hewan yang kurang atau tidak mengandung alga ini tidak dapat menghasilkan senyawa terpen. Contohnya adalah senyawa eunicellin ditemukan pada jenis gorgonia Eunicella stricta, tetapi tidak ditemukan pada jenis gorgonia E. stricta yang hidup di laut dalam. Hal ini disebabkan intensitas sinar matahari yang diperlukan zooxanthellae untuk fotosintesis sangat rendah.

61 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Rendemen ekstrak yang terbesar adalah ekstrak metanol, namun ekstrak yang menunjukkan aktivitas antibakteri terbaik adalah ekstrak etil asetat. Hasil uji aktivitas antibakteri menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat Sarcophyton sp. yang tidak difragmentasi mempunyai aktivitas antibakteri terbaik karena mampu menghambat empat bakteri uji, yaitu E. coli, S. aureus, P.aeruginosa, dan B. cereus. Aktivitas antibakteri dari ekstrak tersebut tergolong sedang (510 mm) terhadap P. aeruginosa dan aktivitas antibakteri tergolong lemah (< 5 mm) terhadap S. aureus, B.cereus, dan E. coli. Ekstrak etil asetat Sarcophyton sp. yang tidak difragmentasi mempunyai nilai MIC terbaik pada bakteri P.aeruginosa sebesar 240 µg/disk, sedangkan nilai MIC terbaik ekstrak etil asetat Sarcophyton sp. yang difragmentasi terhadap bakteri S. aureus dan B. cereus sebesar 420 µg/disk. Tingkat toksisitas ekstrak etil asetat Sarcophyton sp. yang difragmentasi dan tidak difragmentasi termasuk kategori toksik dan berpotensi sebagai antikanker karena memiliki LC 50 < 1000 ppm. Perbedaan aktivitas antibakteri dan tingkat toksisitas ekstrak disebabkan oleh kandungan senyawa bioaktifnya yang berbeda. Kandungan bioaktif pada ekstrak etil asetat Sarcophyton sp. yang difragmentasi adalah senyawa steroid/triterpenoid dan flavonoid, sedangkan ekstrak etil asetat Sarcophyton sp.yang tidak difragmentasi mengandung senyawa alkaloid, steroid/triterpenoid, dan flavonoid. 5.2 Saran Aktivitas antibakteri dari ekstrak kasar yang diperoleh pada penelitian ini masih tergolong lemah sehingga perlu dilakukan pemisahan dan pemurnian ekstrak tersebut agar didapatkan ekstrak murni. Bedasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, aktivitas antibakteri dari ekstrak karang lunak Sarcophyton sp. yang difragmentasi masih belum menyerupai aktivitas antibakteri karang lunak Sarcophyton sp. yang tidak difragmentasi (alami) sehingga perlu dilakukan

62 penelitian mengenai pengaruh umur panen terhadap aktivitas antibakteri dari karang lunak Sarcophyton sp. hasil fragmentasi. Senyawa metabolit sekunder dari karang lunak Sarcophyton sp. memiliki berbagai aktivitas biologi, namun aktivitasnya masih banyak yang belum diketahui. Ekstrak etil asetat karang lunak Sarcophyton sp. yang difragmentasi dan tidak difragmentasi diketahui memiliki komponen yang bersifat toksik sehingga perlu dilakukan uji spesifik antikanker dan antijamur.

63 DAFTAR PUSTAKA Akhila JS, Shyamjith, Deepa, Alwar MC Acute toxicity studies and determination of median lethal dose. Science 93(7): Anderson JE, Mc.Laughlin JL A blind comparison of simple bench top bioassay and human tumour cell cytotoxicities as antitumour prescreens. Phytocheml Anal 2: Arbuthnott JP Staphylococcus. Di dalam: Greenwood D, Slack RCB, Peutherer JF, editor. Medical Microbiology. Ed ke4. Hongkong : ELBS. Badria FA, Guirguis AN, Perovic S, Steffen R, Muller WEG, Schroder HC Sarcophytolide: a new neuroprotective compound from soft coral Sarcophyton glaucum. Toxicology 131(3): Bell SM Antibiotic sensitivity testing by CDS methods. Di dalam: Clinical Microbiology UP Date Programme. Hertwig N, editor. New South Wales: The Price Wales Hospital. Belter PA, Cussler EL, Shou Hu W Biosaparations: Dwonsteam Processing for Bioechnology. Singapura: John Willey dan Sons Inc. Bensemhoun J, Rudi A, Bombarda I, Gaydou EM, Aknin M, Flexusine A and B and Epimukulol from soft coral Sarcophyton flexuosum. J Nat Prod 71(1): Bikerland C Life and Death of Coral Reefs. New York: International Thomson Publishing. Branen AL, Davidson PJ Antimicrobial in Foods. New York: Marcel Dekker. Carballo JL, HernadezInda ZL, Perez P, GarciaGravalos MD A comparison between two brine shrimp assay to detect in vitro cytotoxicity in marine natural product (methodology article). Bioorganic Mar Chem Biotech 2(1):15. Coll JC, Sammarco PW Terpenoid toxins of soft corals (Cnidaria, Octocorallia) their nature, toxicity and ecological significance. Toxicol Suppl 41(3) : Cowan MM Plant products as antimicrobial agents. Clin Microbio Reviews 12(4):

64 Cuong NX, Tuan TA, Kiem PV, Minh CV, Chol EM, Kim YH New cembranoid diterpenes from the Vietnamese soft coral Sarcophyton mililatensis stimulate osteoblastic differentiation in MC3T3E1 cells. Chem Pharm Bull 56(7): David WW, Strout TR Disc plate method of microbiological antibiotic assay. J. Microbiology 22(4): Djarijah AS Pakan Ikan Alami. Yogyakarta: Kanisius. Elyakov GB, Stonik VA Marine bioorganic chemistry as the base of marine biotechnology. Chem Bull 52(1):119. Fabricus K, Philip A Soft Coral and Sea Fans. Australian: Australian Institute of Marine Science. Fardiaz S, Suliantari, Dewanti R Senyawa Antimikroba. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Fardiaz S Mikrobiologi Pangan I. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Fessenden RJ, Fessenden JS DasarDasar Kimia Organik. Maun S, Anas K, Sally TS, penerjemah. Jakarta: Binarupa Aksara. Terjemahan dari: Fundamental of Organic Chemistry. Fleury BGJ, Coll E, Duquesne S, Figueiredo L Effect of nutrient enrichment on the complementary (secondary) metabolite composition of the soft coral Sarcophyton ehrenbergi (Cnidaria:Octocoralia: Alcyonaceae) of the Great Barrier Reef. Mar. Biol 136:6368 Fleury GB, Coll JC, Sammarco PW, Tentury E, Duquesne S Complementary (secondary) metabolites in an octocoral competing with a scleractinian coral: effects of varying nutrient regimes. J. Exper. Mar. Biology and Ecology 303(1): Greenwood D Bacillus. Di dalam: Greenwood D, Slack RCB, Peutherer JF, editor. Medical Microbiology. Ed ke4. Hongkong : ELBS. Gross RJ Escherichia. Di dalam : Greenwood D, Slack RCB, Peutherer JF, editor. Medical Microbiology. Ed ke4. Hongkong: ELBS. Gunawan I Penapisan awal ekstraksi senyawa bioaktif sebagai antibakteri serta uji toksisitas dan uji minimum inhibitory concentration (MIC) dari karang lunak asal perairan Pulau Panggang, Kepulauan Seribu [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

65 Harborne JB Metode Fitokimia. Padmawinata K, Soediro I, penerjemah. Bandung: ITB. Terjemahan dari: Phytochemical Methods. Harper MK, Bugni TS, Copp BR, James JD, Lindsay BS, Richardson AD, Schnabel PC, Tasdemir D, Van Wagoner FM, Verbitski SM, Ireland CM Introduction to the chemical ecology of marine natural products. Di dalam : McClintock JB, Baker BJ, editor. Marine Chemical Ecology. USA: CRC Press. Hart H Kimia Organik. Suatu Kuliah Singkat. S. Achmadi, penerjemah Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Organic Chemistry. Highsmith RC Reproduction by fragmentation in coral. Mar.Ecol.Prog. Ser 7(1): Ikan R The origin and the nature of natural products. Di dalam: Ikan R. Selected Topics in The Chemistry of Natural Products. Israel: World Scientific. Irianto K Mikrobiologi: Menguak Dunia Mikroorganisme. Bandung: CV Yrama Widya. Jawet E Obatobat kemoteuratika. Di dalam: Katzung BG, editor. Staf Dosen Farmakologi Fakultas Kedokteran UNSRI, penerjemah. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: ECG. Terjemahan dari: Basic and Clinical Pharmacology. Jawetz E, Melnick J, Adelberg E Mikrobiologi Kedokteran. Ed ke20. Nugroho E, Maulany RF, penerjemah. Jakarta: EGC. Terjemahan dari: Medical Microbiology. Kanazawa A, Ikeda T, Endo T A novel approach to made of action of cationic biocides morphological effect on antibacterial activity. J Appl Bacteriology 78(1):5660. Kelman D The chemical ecology of the soft coral Parerythropodium fulvum fulvum [disertasi]. Israel: Tel. Aviy University. Kelman D, Kushmaro A, Loya Y, Kashman Y, Benhayu Y Antimicrobial activity of a Red Sea soft coral, Parerythropodium fulvum fulvum: reproductive and developmental considerations. Mar Ecol Prog Ser 169 (5): Kelman D, Benayahu Y, Kahman Y Variation in secondary metabolite concentrations in yellow and grey morphs of the Red Sea soft coral Parerythropodium fulvum fulvum: possible ecological implications. J Chem Ecol 26(1):

66 Khatab RMA, Ali AE, ElNomary B, Temraz TA Screening for antibacterial and antifungal activities some selected marine organisms of the Suez Canal and Red Sea. Egypt J Exp Biol (Zool) 4(8): Khopkar SM Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UIPress. Koh M, Iwanaga T, Hatanaka M, Nakano A, Mohihara K, Takemura K Distribution of sarcophytola in soft coral of the Sarcophyton genus. Biosci Biotechnol Biochem 64(4): Lalitha Manual an Antimicrobial Suspectibility Testing. India: Indian Association of Medical Microbiologist. Lewis R, Gaffin, Hoefnagels, Paker Life. Edisi ke5. New York: The McGraw Hill Companies, Inc. Loomis TA Toksikologi Dasar. Ed ke3. Semarang: IKIP Semarang. Lopez, McLaughlin JL, Anderson JE Antimicrobial activity of medicinal plant extract against foodborne spoilage and pathogenic microorganism. National science 37(1): Madigan MT, Martinko JM, Parker J Brock Biology of Microorganism. Edisi ke10. Southern Illinois University Carbondale. McLaughlin JL, Rogers LL, Anderson JE The use of biological assay to evaluate botanocals. J Drugs Inform 32(1): Meyer BN, Ferrigni NR, Putnam JE, Jacobsen LB, Nicholas DE, McLaughlin JL Brine shrimp: a convenient general bioassay for active plant constituents. Planta Medica 45(3):3134. Michel Bacillus cereus. /bacillus.jpg. [ 1 Maret 2009]. Mudjiman A Udang Renik Air Asin (Artemia salina). Jakarta: P2OLIPI. Murnasih T Potensi mikroorganisme sebagai sumber bahan obatobatan dari laut yang dapat dibudidayakan. Oseana 29(1):17. Muralidhar P, Muthyala MK, Nallamothu K, Chaganty BR, Desaraju VR New sphingolipids and a sterol from a Sarcophyton species of the Indian Ocean. Chem Pharm Bull 53(2): Naidu AS Natural Food Antimicrobial System. USA: CRC Press. Noer IS, Nurhayati L Bioaktivitas Ulva reticulata Forsskal asal Gili Kondo Lombok Timur terhadap bakteri. Biotika 5(1): 4560.

67 Nur MA, Adijuwana HA Teknik Spektroskopi dalam Analisis Biologi. Bogor: Pusat Antar Universitas Ilmu Hayati, Institut Pertanian Bogor. Nuraini AD Ekstraksi komponen antibakteri dan antioksidan dari biji teratai (Nymphea pubescens Willd) [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Oren U, Benayahu Y Transplantation of juvenile corals : a new approach for enhancing colonization of artificial reefs. Marine biology 127(3): Parhusip AJN Kajian mekanisme antibakteri ekstrak andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC) terhadap bakteri pathogen pangan [disertasi]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Pelczar MJ, Chan ECS DasarDasar Mikrobiologi 2. Hadioetomo RS, Imas T, Tjitrosomo SS, Angka SL. Penerjemah. Jakarta: UI Press. Terjemahan dari: Elements of Microbiology. Priyambono K, Wahyuningsih T Budidaya Pakan Alami untuk Ikan. Jakarta: Penebar Swadaya. Priyatmoko W Aktivitas antibakteri karang lunak hasil transplantasi (Sinularia sp.) pada dua kedalaman berbeda di Perairan Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institu Pertanian Bogor. Riguera R Isolating bioactive compound from marine organism. Journal of Marine Biotecnology 5(2): Robinson T Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Bandung: ITB Press. Ryan KJ Sherris Medical Microbiology.Ed ke4. USA: McGraw Hill. Sammarco WP, Coll CJ Competitive strategies of soft corals (Coelenterata: Octocorallia): allelopathic effects on selected sceleractinian corals. Coral Reefs 3(1) : Sawant S, Youssef D, Mayer A, Sylvester P, Wall V, Arant M, ElSayed K Anticancer and antiinflamantory sulphurcontaining semisynthetic derivatives of sarcophine. Chem. Pharm. Bull. 54(8): Schlegel HG, Schmidt K Mikrobiologi umum. Baskara T, Penerjemah. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Scheuer JS Produk Alami Lautan. Semarang: IKIP Semarang Press.

68 Smith LD, Hughes TP An experimental assessment of survival, reattachment and fecundity of coral fragments. J Exp Mar Bio and Ecol 235(1): Soedharma D, Effendi H, Kawaroe M Kajian Bioaktif Karang Lunak (Octocorallia:Alcyonacea) Gorgonian sp, Lobophytum sp, Sarcophyton sp Hasil Fragmentasi Buatan Sebagai Penyedia Bahan Obatobatan dari Luat. [laporan penelitian]. Bogor: Institu Pertanian Bogor. Songer JG, Post KW Veretinari Microbiology: Bacterial and Fungal Agents of Animal Disease. St. Louis: Elsevier Inc. Takahashi C, Nozawa T, Tanikawa T, Nakagawa Y, Wakia J Swarming of Pseudomonas aeruginosa PAO1 without dijerentiaion into elongated hyperflagellates on hard agar minimal medium. FEM Microbiol Let 280(12): Tomascik T, Mah AJ, Nontji A, Moosa MK The Ecology of The Indonesian Seas. Singapura: Periplus Edition. Triyulianti I Bioaktivitas ekstrak karang lunak Sinularia sp. dan Lobophytum sp. hasil fragmentasi di Perairan Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta [tesis]. Bogor: Sekoah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Tursch B, Braekman CJ, Dalose D, Kasin M Terpenoid from Coelenterata. Di dalam: Scheuuer PJ, editor. Marine Natural Products. New York: Chemical and Biological Perspecteus II Academic Press Vickery ML, Vickery B Secondary Plant Methabolism. London: The Macmillan Press. Wikanta T, Zakaria YA, Ratih D, Nusrid M Uji aktivitas sitotoksik ekstrak karang lunak Sarcophyton glaucum (Quoy dan Gaimard) terhadap sel lestari tumor HeLa. Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelauan dan Perikanan 2(1):6980. Winarno FG, Fardiaz, Fardiaz S Ekstraksi, Kromatografi, dan Elektroforesis. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Winarno FG Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka. Wright AE Isolation Marine Natural Products. Di dalam: Cannel RJP, editor. Methods in Biotechnology: Natural Product Isolation. Totowa: Humana Press.

69 Yulin Li, Lizeng P, Tao Z Progress of studies on the natural cembranoid from the soft coral spesies Sarcophyton genus. Di dalam: Xiao TL, Wei SF, editor. Medical Chemistry of Bioactive Natural Product. Kanada: John Wiley dan Sons Inc. Zoblowics RM, Hoogland RE, Wagner SC Effect of saponin on the growth and activity of Rhizophere bacteria. Di dalam: Naidu AS, editor. Natural Food Antimocrobial Systems. USA: CRC Press. Zuhud EAM, Rahayu WP, Wijaya CH, Sari PP Aktivitas antimikroba ekstrak kedawung (Parkia roxburghii G. Don) terhadap bakteri patogen. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan 12(1):612.

70 L A M P I R A N

71 7 29'50" '40" Lampiran 1. Peta lokasi pengambilan sampel karang lunak Sarcophyton sp PETA LOKASI PENELITIAN P. Semak Daun Keterangan: Batas Gosong Karang Lokasi Penelitian Gosong Hutan Hutan rawa Kebun Pasir Permukiman Semak Tanah kosong Laut Eks DPL P. Karya P. Panggang DPL P. Pramuka '10" '20" '30" 5 59'40" '50" P. Air P. Gosong Air P. Sekati Non DPL '10" '20" '30" Meters Sumber : 1. Citra SPOT Kepulauan Seribu 2. Peta Administrasi Kepulauan Seribu BAKOSURTANAL 3. Survey Lapangan

72 Lampiran 2. Contoh perhitungan konsentrasi ekstrak per disc. Berat ekstrak = 0,015 g Volume ekstrak per paper disc = 20 µl Volume pelarut = 1 ml = 1000 µl Konsentrasi ekstrak = 20 µl x 15 mg Paper disc 1000 µl = 20 µl x µg 1000 µl = 300 µg/disc Contoh perhitungan larutan pada uji MIC Pembuatan larutan induk Berat ekstrak Volume pelarut Jadi konsentrasi ekstrak sebesar = 0,24 g = 10 ml = 0,24 g = 0,024 gr/ml = ppm 10 ml Pembuatan konsentrasi ppm M 1 x V 1 = M 2 x V x V 1 = ppm x 1 ml V 1 = 0,67 ml Jadi untuk membuat larutan dengan konsentrasi ppm membutuhkan 0,67 ml larutan dengan konsentrasi ppm diencerkan sampai 1 ml.

73 Lampiran 3. Tabel Probit Tabel Probit Persentase Probit ,67 2,95 3,12 3,25 3,36 3,45 3,52 3,59 3, ,72 3,77 3,82 3,87 3,92 3,96 4,01 4,05 4,08 4, ,16 4,19 4, ,29 4,33 4,36 4,39 4,442 4, ,48 4,5 4,53 4,56 4,59 4,61 4,64 4,67 4,69 4, ,75 4,77 4,8 4,82 4,85 4,87 4,9 4,92 4,95 4, ,03 5,05 5,08 5,1 5,13 5,15 5,18 5,2 5, ,25 5,28 5,31 5,33 5,36 5,39 5,41 5,44 5,47 5,5 70 5,52 5,55 5,58 5,61 5,64 5,67 5,71 5,74 5,77 5, ,84 5,88 5,92 5,95 5,99 6,04 6,08 6,13 6,18 6, ,28 6,34 6,41 6,48 6,55 6,64 6,75 6,88 7,05 7, ,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 7,33 7,37 7,41 7,46 7,51 7,58 7,65 7,75 7,88 8,09 Sumber : Finney 1952 diacu dalam Akhila et al. (2007)

74 Lampiran 4. Contoh perhitungan penentuan LC 50 Ekstrak Etil asetat Sarcophyton alami Konsentrasi Log Persen (ppm) konsentrasi mortalitas Probit ,33 4, ,67 5, ,33 6,48 LC 50 (ppm) 45,15 Pada ekstrak dengan konsentrasi 100 ppm Persen mortalitas = Jumlah Artemia yang mati Jumlah populasi = 20/30 x 100 % = 66,67 % Dari grafik hubungan antara log konsentrasi (sumbu x) dengan nilai probit sumbu y didapatkan persamaan Y=1,11X+3,1633 Penentuan LC 50 (Konsentrasi yang dapat menyebabkan kematian sebesar 50 %) 50% nilai probit (y) = 5 (dilihat dari table probit (lampiran 3) x = log konsentrasi y = 1,11x + 3, =,11x + 3,1633 x = (53,1633) / 1,11 x = 1,6547 anti log dari x = 1,6547 LC 50 = 45,1528 ppm

75 Lampiran 5. Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak Sarcophyton sp. yang difragmentasi dan tidak difragmentasi Ekstrak Sarcophyton sp. yang tidak difragmentasi Ekstrak Sarcophyton sp. yang difragmentasi E. coli E. coli P. aeruginosa P. aeruginosa B. cereus B. cereus

AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK KARANG LUNAK Sarcophyton sp. YANG DIFRAGMENTASI DAN TIDAK DIFRAGMENTASI DI PERAIRAN PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU

AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK KARANG LUNAK Sarcophyton sp. YANG DIFRAGMENTASI DAN TIDAK DIFRAGMENTASI DI PERAIRAN PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK KARANG LUNAK Sarcophyton sp. YANG DIFRAGMENTASI DAN TIDAK DIFRAGMENTASI DI PERAIRAN PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU SAFRINA DYAH HARDININGTYAS C34052878 DEPARTEMEN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

AKTIVITAS ANTIBAKTERI KARANG LUNAK HASIL TRANSPLANTASI

AKTIVITAS ANTIBAKTERI KARANG LUNAK HASIL TRANSPLANTASI AKTIVITAS ANTIBAKTERI KARANG LUNAK HASIL TRANSPLANTASI (Sinularia sp.) PADA DUA KEDALAMAN BERBEDA DI PERAIRAN PULAU PRAMUKA KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA Oleh : Windhyka Priyatmoko C 34104051 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2012 hingga Juli 2012. Penelitian ini diawali dengan pengambilan sampel yang dilakukan di persawahan daerah Cilegon,

Lebih terperinci

3. METODOLOGI. Gambar 5 Lokasi koleksi contoh lamun di Pulau Pramuka, DKI Jakarta

3. METODOLOGI. Gambar 5 Lokasi koleksi contoh lamun di Pulau Pramuka, DKI Jakarta 3. METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini diawali dengan melakukan koleksi contoh lamun segar di Pulau Pramuka Kepulauan Seribu, DKI Jakarta (Gambar 5). Gambar 5 Lokasi koleksi contoh

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan sampel ascidian telah dilakukan di Perairan Kepulauan Seribu. Setelah itu proses isolasi dan pengujian sampel telah dilakukan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Prosedur Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Prosedur Penelitian 14 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan mulai bulan Maret sampai Juli 2012 di Laboratorium Biokimia, Laboratorium Mikrobiologi, dan Laboratorium Karakteristik Bahan Baku Hasil Perairan,

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian. Pengambilan sampel karang lunak dilakukan pada bulan Juli dan Agustus

3. BAHAN DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian. Pengambilan sampel karang lunak dilakukan pada bulan Juli dan Agustus 3. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan sampel karang lunak dilakukan pada bulan Juli dan Agustus 2010 di Area Perlindungan Laut Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi 24 Rancangan ini digunakan pada penentuan nilai KHTM. Data yang diperoleh dianalisis dengan Analysis of Variance (ANOVA) pada tingkat kepercayaan 95% dan taraf α 0.05, dan menggunakan uji Tukey sebagai

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) Abstrak Kulit buah langsat diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut yang berbeda

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan tempat Penelitian Penelitian telah dilaksanakan dari bulan Agustus 2006 sampai Juli 2007, bertempat di Laboratorium Bioteknologi Hasil Perairan Departemen Teknologi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat 19 Metode ekstraksi tergantung pada polaritas senyawa yang diekstrak. Suatu senyawa menunjukkan kelarutan yang berbeda-beda dalam pelarut yang berbeda. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan pelarut

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. tanaman binahong (A. cordifolia) yang diperoleh dari Desa Toima Kecamatan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. tanaman binahong (A. cordifolia) yang diperoleh dari Desa Toima Kecamatan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Latar dan Waktu Penelitian Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah bagian daun dari tanaman binahong (A. cordifolia) yang diperoleh dari Desa Toima Kecamatan

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air Pemilihan Eluen Terbaik Pelat Kromatografi Lapis Tipis (KLT) yang digunakan adalah pelat aluminium jenis silika gel G 60 F 4. Ekstrak pekat ditotolkan pada pelat KLT. Setelah kering, langsung dielusi dalam

Lebih terperinci

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT C. METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT C. METODE PENELITIAN III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT Bahan baku utama yang digunakan pada penelitian ini adalah rimpang jahe segar yang diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Aromatik dan Obat (Balitro) Bogor berumur 8

Lebih terperinci

Analisis Fitokimia (Harborne 1987) Uji alkaloid. Penentuan Bakteriostatik Uji flavonoid dan senyawa fenolik. Penentuan Bakterisidal

Analisis Fitokimia (Harborne 1987) Uji alkaloid. Penentuan Bakteriostatik Uji flavonoid dan senyawa fenolik. Penentuan Bakterisidal 6 dari 1 maka volume bakteri yang diinokulasikan sebanyak 50 µl. Analisis Fitokimia (Harborne 1987) Uji alkaloid. Sebanyak 0.1 gram serbuk hasil ekstraksi flaonoid dilarutkan dengan 3 ml kloroform dan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai Maret 2012 sampai Juli 2012. Proses preparasi sampel dan ekstraksi (maserasi) dilakukan di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku Hasil Perairan.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan November sampai Desember 2011

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan November sampai Desember 2011 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan November sampai Desember 2011 bertempat di Laboratorium Stasiun Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. negatif Escherichia coli ATCC 25922, bakteri gram positif Staphylococcus aureus

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. negatif Escherichia coli ATCC 25922, bakteri gram positif Staphylococcus aureus BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antimikroba ekstrak etil asetat Dumortiera hirsuta pada berbagai konsentrasi terhadap bakteri gram negatif

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai September 2012 bertempat di Laboratorium Stasiun Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil

Lebih terperinci

III. Metode Penelitian A. Waktu dan Tempat Penelitian kelimpahan populasi dan pola sebaran kerang Donax variabilis di laksanakan mulai bulan Juni

III. Metode Penelitian A. Waktu dan Tempat Penelitian kelimpahan populasi dan pola sebaran kerang Donax variabilis di laksanakan mulai bulan Juni III. Metode Penelitian A. Waktu dan Tempat Penelitian kelimpahan populasi dan pola sebaran kerang Donax variabilis di laksanakan mulai bulan Juni sampai bulan Agustus 2013 di pulau Jefman Kabupaten Raja

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan yang memiliki bunga banyak, serta daun dari bunga bakung ini memilki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan yang memiliki bunga banyak, serta daun dari bunga bakung ini memilki BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi Tumbuhan Bunga Bakung Tumbuhan bunga bakung mempunyai ketinggian antara 0,5-1,25 m, merupakan tumbuhan yang memiliki daun dan bunga. Bunga bakung termasuk tumbuhan

Lebih terperinci

LAMPIRAN LAMPIRAN 1. Alur Kerja Ekstraksi Biji Alpukat (Persea Americana Mill.) Menggunakan Pelarut Metanol, n-heksana dan Etil Asetat

LAMPIRAN LAMPIRAN 1. Alur Kerja Ekstraksi Biji Alpukat (Persea Americana Mill.) Menggunakan Pelarut Metanol, n-heksana dan Etil Asetat 47 LAMPIRAN LAMPIRAN 1. Alur Kerja Ekstraksi Biji Alpukat (Persea Americana Mill.) Menggunakan Pelarut Metanol, n-heksana dan Etil Asetat Biji Alpukat - Dicuci dibersihkan dari kotoran - Di potong menjadi

Lebih terperinci

HASIL. (%) Kulit Petai 6.36 n-heksana 0,33 ± 0,06 Etil Asetat 0,32 ± 0,03 Etanol 70% 12,13 ± 0,06

HASIL. (%) Kulit Petai 6.36 n-heksana 0,33 ± 0,06 Etil Asetat 0,32 ± 0,03 Etanol 70% 12,13 ± 0,06 6 HASIL Kadar Air dan Rendemen Hasil pengukuran kadar air dari simplisia kulit petai dan nilai rendemen ekstrak dengan metode maserasi dan ultrasonikasi dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2. Hasil perhitungan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung Lawu. Sedangkan pengujian sampel dilakukan di Laboratorium Biologi dan Kimia

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai Juli 2012 bertempat di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai Juli 2012 bertempat di III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai Juli 2012 bertempat di Laboratorium Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium

Lebih terperinci

METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

METODE. Waktu dan Tempat Penelitian 2 dalam menurunkan kadar glukosa dalam darah, selain itu daun anggrek merpati juga memiliki kandungan flavonoid yang tinggi, kandungan flavonoid yang tinggi ini selain bermanfaat sebagai antidiabetes juga

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 17 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dari Januari sampai April 2010. Keong pepaya dibeli dari nelayan di sekitar Perairan Cirebon. Analisis proksimat keong ini dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat, BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Dan Waktu Penelitian Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat, Jurusan Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan selama lima bulan dari bulan Mei hingga September 2011, bertempat di Laboratorium Kimia Hasil Hutan, Bengkel Teknologi Peningkatan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2012 sampai Juli 2012. Pengambilan sampel dilakukan di Perairan Lampung Selatan, analisis aktivitas antioksidan dilakukan di

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium. BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium. B. Tempat dan Waktu Penelitian Proses ekstraksi biji C. moschata dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi ekstrak kulit buah dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi ekstrak kulit buah dan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian dan Analisis Data Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi ekstrak kulit buah dan biji manggis (Garcinia mangostana) terhadap penghambatan pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain kulit jengkol, larva

BAB III METODE PENELITIAN. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain kulit jengkol, larva 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan April 2015 di Laboratorium Kimia Universitas Medan Area. 3.2 Bahan dan Alat Penelitian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Ekstraksi terhadap 3 jenis sampel daun pidada menghasilkan ekstrak

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Ekstraksi terhadap 3 jenis sampel daun pidada menghasilkan ekstrak IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Ekstraksi Senyawa Aktif Ekstraksi terhadap 3 jenis sampel daun pidada menghasilkan ekstrak metanol, etil asetat, dan heksana dengan bobot yang berbeda. Hasil

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dengan rancang bangun penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dengan rancang bangun penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan rancang bangun penelitian eksperimental laboratorik. Proses ekstraksi dilakukan dengan menggunakan pelarut methanol

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah dalam bidang kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah dalam bidang kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah dalam bidang kesehatan yang dari waktu ke waktu terus berkembang. Infeksi merupakan penyakit yang dapat ditularkan dari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengkarakterisasi simplisia herba sambiloto. Tahap-tahap yang dilakukan yaitu karakterisasi simplisia dengan menggunakan

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU FRAGMENTASI KOLONI SPONS Petrosia sp. TERHADAP KANDUNGAN SENYAWA BIOAKTIF

PENGARUH WAKTU FRAGMENTASI KOLONI SPONS Petrosia sp. TERHADAP KANDUNGAN SENYAWA BIOAKTIF PENGARUH WAKTU FRAGMENTASI KOLONI SPONS Petrosia sp. TERHADAP KANDUNGAN SENYAWA BIOAKTIF Oleh : Siti Aisyah Cinthia Indah Anggraini C64103025 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

EKSTRAKSI SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI LINTAH LAUT (Discodoris sp.) ASAL PERAIRAN KEPULAUAN BELITUNG

EKSTRAKSI SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI LINTAH LAUT (Discodoris sp.) ASAL PERAIRAN KEPULAUAN BELITUNG EKSTRAKSI SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI LINTAH LAUT (Discodoris sp.) ASAL PERAIRAN KEPULAUAN BELITUNG Oleh : Rizki Andriyanti C34050241 DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. endemik di Indonesia (Indriani dan Suminarsih, 1997). Tumbuhan-tumbuhan

I. PENDAHULUAN. endemik di Indonesia (Indriani dan Suminarsih, 1997). Tumbuhan-tumbuhan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya dengan keanekaragaman hayatinya dan menduduki peringkat lima besar di dunia dalam hal keanekaragaman tumbuhan, dengan 38.000 spesies

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Uji Identifikasi Fitokimia Uji identifikasi fitokimia hasil ekstraksi lidah buaya dengan berbagai metode yang berbeda dilakukan untuk mengetahui secara kualitatif kandungan senyawa

Lebih terperinci

2 METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Tahapan Penelitian Determinasi Tanaman Preparasi Sampel dan Ekstraksi

2 METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Tahapan Penelitian Determinasi Tanaman Preparasi Sampel dan Ekstraksi 3 2 METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Bahan Alam, Pusat Penelitian Bioteknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Cibinong dan Badan Tenaga Atom

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Agustus hingga bulan Desember 2013 di Laboratorium Bioteknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

Uji Saponin Uji Triterpenoid dan Steroid Uji Tanin Analisis Statistik Uji Minyak Atsiri Penentuan Konsentrasi Hambat Tumbuh Minimum (KHTM)

Uji Saponin Uji Triterpenoid dan Steroid Uji Tanin Analisis Statistik Uji Minyak Atsiri  Penentuan Konsentrasi Hambat Tumbuh Minimum (KHTM) terbentuknya warna merah karena penambahan H 2 SO 4. Uji Saponin. Sebanyak.1 gram ekstrak jawer kotok ditambahkan 5 ml akuades lalu dipanaskan selama 5 menit. Kemudian dikocok selama 5 menit. Uji saponin

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengukuran zona hambat yang berikut ini disajikan dalam Tabel 2 : Ulangan (mm) Jumlah Rata-rata

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengukuran zona hambat yang berikut ini disajikan dalam Tabel 2 : Ulangan (mm) Jumlah Rata-rata BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Dari penelitian yang dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan, diperoleh hasil pengukuran zona hambat yang berikut ini disajikan dalam Tabel 2 : Tabel 2 : Hasil pengukuran

Lebih terperinci

EKSTRAKSI INHIBITOR PROTEASE DARI SPONGE DAN POTENSI DAYA HAMBATNYA TERHADAP PROTEASE BAKTERI PATOGEN

EKSTRAKSI INHIBITOR PROTEASE DARI SPONGE DAN POTENSI DAYA HAMBATNYA TERHADAP PROTEASE BAKTERI PATOGEN EKSTRAKSI INHIBITOR PROTEASE DARI SPONGE DAN POTENSI DAYA HAMBATNYA TERHADAP PROTEASE BAKTERI PATOGEN Oleh : IRMAN FEBRIAN C03499025 SKRIPSI DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN PAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juni 2012

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juni 2012 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juni 2012 bertempat di Laboratorium Stasiun Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh daya antibakteri

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh daya antibakteri BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh daya antibakteri ekstrak etanol daun ciplukan (Physalis angulata L.) dalam bentuk sediaan obat kumur terhadap bakteri

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Biologi Dasar Departemen Biologi Fakultas Sains dan Teknologi (FST), Universitas

BAB III METODE PENELITIAN. Biologi Dasar Departemen Biologi Fakultas Sains dan Teknologi (FST), Universitas BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Mikrobiologi dan laboratorium Biologi Dasar Departemen Biologi Fakultas Sains dan Teknologi (FST),

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengambilan Sampel Ascidian Didemnum molle Pengambilan sampel dilakukan pada Bulan Maret 2013 di perairan Kepulauan Seribu meliputi wilayah Pulau Pramuka, Pulau Panggang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Metabolit sekunder Alkaloid Terpenoid Steroid Fenolik Flavonoid Saponin

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Metabolit sekunder Alkaloid Terpenoid Steroid Fenolik Flavonoid Saponin BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Uji fitokimia Golongan senyawa kimia dari berbagai bimga tanaman dahlia pada umumnya sama yaitu mengandung golongan senyawa terpenoid, fenolik dan flavonoid.

Lebih terperinci

HASIL. Kadar Air Daun Anggrek Merpati

HASIL. Kadar Air Daun Anggrek Merpati 6 konsentrasi yang digunakan. Nilai x yang diperoleh merupakan konsentrasi larutan yang menyebabkan kematian terhadap 50% larva udang. Ekstrak dinyatakan aktif apabila nilai LC50 lebih kecil dai 1000 μg/ml.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Rancangan Penelitian. Pada metode difusi, digunakan 5 perlakuan dengan masing-masing 3

BAB III METODE PENELITIAN. A. Rancangan Penelitian. Pada metode difusi, digunakan 5 perlakuan dengan masing-masing 3 digilib.uns.ac.id BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Pada metode difusi, digunakan 5 perlakuan dengan masing-masing 3 ulangan meliputi pemberian minyak atsiri jahe gajah dengan konsentrasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang dilakukan menggunakan daun sirsak (Annona muricata) yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang dilakukan menggunakan daun sirsak (Annona muricata) yang BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1. Hasil Penelitian yang dilakukan menggunakan daun sirsak (Annona muricata) yang berasal dari daerah Sumalata, Kabupaten Gorontalo utara. 4.1.1 Hasil Ektraksi Daun Sirsak

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Oktober Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Oktober Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan 30 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Waktu pelaksanaan penelitian ini adalah pada bulan Juli sampai Oktober 2013. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Sawit

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April Juni 2014 di Laboraturium

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April Juni 2014 di Laboraturium BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April Juni 2014 di Laboraturium organik Jurusan Kimia dan Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Sains

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian bulan Desember 2011 hingga Februari 2012.

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian bulan Desember 2011 hingga Februari 2012. BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5)

I. PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. maksud dan tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka pemikiran, hipotesis

I PENDAHULUAN. maksud dan tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka pemikiran, hipotesis I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai: latar belakang, identifikasi masalah, maksud dan tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka pemikiran, hipotesis penelitian, tempat dan waktu penelitian.

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 15 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dari bulan Januari sampai bulan Mei 2010. Tempat penelitian di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku, Laboratorium Bioteknologi dan Laboratorium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keanekaragaman hayati (mega-biodiversity) yang dimiliki perairan

BAB I PENDAHULUAN. Keanekaragaman hayati (mega-biodiversity) yang dimiliki perairan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Keanekaragaman hayati (mega-biodiversity) yang dimiliki perairan Indonesia sangat berpotensi untuk dimanfaatkan dalam banyak hal, di antaranya adalah sebagai sumber

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan 30 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan Agustus 2013. 2. Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian terapan dengan menggunakan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian terapan dengan menggunakan BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian terapan dengan menggunakan metode eksperimen karena terdapat perlakuan untuk memanipulasi objek penelitian dan diperlukan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi Proksimat Komposisi rumput laut Padina australis yang diuji meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar abu tidak larut asam dilakukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (a) (b) (c) (d) Gambar 1. Lactobacillus plantarum 1A5 (a), 1B1 (b), 2B2 (c), dan 2C12 (d) Sumber : Firmansyah (2009)

TINJAUAN PUSTAKA. (a) (b) (c) (d) Gambar 1. Lactobacillus plantarum 1A5 (a), 1B1 (b), 2B2 (c), dan 2C12 (d) Sumber : Firmansyah (2009) TINJAUAN PUSTAKA Lactobacillus plantarum Bakteri L. plantarum termasuk bakteri dalam filum Firmicutes, Ordo Lactobacillales, famili Lactobacillaceae, dan genus Lactobacillus. Lactobacillus dicirikan dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Penentuan kadar air berguna untuk mengidentifikasi kandungan air pada sampel sebagai persen bahan keringnya. Selain itu penentuan kadar air berfungsi untuk mengetahui

Lebih terperinci

Lampiran 1. Persiapan Media Bakteri dan Jamur. diaduk hingga larut dan homogen dengan menggunakan batang pengaduk,

Lampiran 1. Persiapan Media Bakteri dan Jamur. diaduk hingga larut dan homogen dengan menggunakan batang pengaduk, Lampiran. Persiapan Media Bakteri dan Jamur Media Trypticase Soy Agar (TSA) Sebanyak g bubuk TSA dilarutkan dalam ml akuades yang ditempatkan dalam Erlenmeyer liter dan dipanaskan pada penangas air sambil

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan 21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan Maret sampai Juni 2012 di Laboratorium Riset Kimia dan Material Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kandungan Metabolit Sekunder Daun Rhizophora mucronata Lamk. Kandungan metabolit sekunder pada daun Rhizophora mucronata Lamk. diidentifikasi melalui uji fitokimia. Uji

Lebih terperinci

BIOAKTIVITAS EKSTRAK METANOL DAN FRAKSI N-HEKSANA DAUN SUNGKAI (PERONEMA CANESCENS JACK) TERHADAP LARVA UDANG (ARTEMIA SALINA LEACH)

BIOAKTIVITAS EKSTRAK METANOL DAN FRAKSI N-HEKSANA DAUN SUNGKAI (PERONEMA CANESCENS JACK) TERHADAP LARVA UDANG (ARTEMIA SALINA LEACH) BIOAKTIVITAS EKSTRAK METANOL DAN FRAKSI N-HEKSANA DAUN SUNGKAI (PERONEMA CANESCENS JACK) TERHADAP LARVA UDANG (ARTEMIA SALINA LEACH) Islamudin Ahmad dan Arsyik Ibrahim Laboratorium Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah daun salam, daun jati belanda, daun jambu biji yang diperoleh dari Pusat Studi Biofarmaka (PSB) LPPM-IPB Bogor. Bahan yang digunakan untuk uji

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Tahapan Penelitian

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Tahapan Penelitian METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Bogor dan Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka Lembaga

Lebih terperinci

PRODUKSI DAN KARAKTERISASI HIDROLISAT PROTEIN DARI KERANG MAS NGUR (Atactodea striata) Oleh : DIAN PURBASARI C

PRODUKSI DAN KARAKTERISASI HIDROLISAT PROTEIN DARI KERANG MAS NGUR (Atactodea striata) Oleh : DIAN PURBASARI C PRODUKSI DAN KARAKTERISASI HIDROLISAT PROTEIN DARI KERANG MAS NGUR (Atactodea striata) Oleh : DIAN PURBASARI C34103001 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengujian Aktivitas Antibakteri Fraksi Etil Asetat Ekstrak Ampas Teh Hijau Metode Difusi Agar Hasil pengujian aktivitas antibakteri ampas teh hijau (kadar air 78,65 %

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1

Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1 Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1 Samarinda, 5 6 Juni 2015 Potensi Produk Farmasi dari Bahan Alam Hayati untuk Pelayanan Kesehatan di Indonesia serta Strategi Penemuannya AKTIVITAS ANTIBAKTERI

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. Untuk mengetahui efek pemberian ekstrak mengkudu terhadap daya

BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. Untuk mengetahui efek pemberian ekstrak mengkudu terhadap daya 1 BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 6.1. Subjek Penelitian Untuk mengetahui efek pemberian ekstrak mengkudu terhadap daya hambat Streptococcus mutans secara in vitro maka dilakukan penelitian pada plate

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan menggunakan Rancangan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan menggunakan Rancangan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua faktor yaitu perlakuan konsentrasi dan perlakuan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi dan Fraksinasi Sampel buah mahkota dewa yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari kebun percobaan Pusat Studi Biofarmaka, Institut Pertanian Bogor dalam bentuk

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi 17 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung pada Januari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh berbagai spesies mikroorganisme, yang dalam konsentrasi rendah. mampu menghambat pertumbuhan mikroorganisme lainnya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh berbagai spesies mikroorganisme, yang dalam konsentrasi rendah. mampu menghambat pertumbuhan mikroorganisme lainnya. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Antibiotik Antibiotik adalah suatu substansi kimia yang diperoleh atau dibentuk oleh berbagai spesies mikroorganisme, yang dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan

Lebih terperinci

TUJUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Kegunaan Bawang Batak (A. cinense) Jadi mirip bawang daun berbentuk mungil dengan daun kecil panjang, dan juga

TUJUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Kegunaan Bawang Batak (A. cinense) Jadi mirip bawang daun berbentuk mungil dengan daun kecil panjang, dan juga TUJUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Kegunaan Bawang Batak (A. cinense) Bawang batak (A. cinense) memiliki morfologi seperti bawang kucai namun dengan ujung tangkai yang lebih panjang dan warnanya cenderung

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Morfologi Sel dan Pewarnaan Gram

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Morfologi Sel dan Pewarnaan Gram HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Morfologi Sel dan Pewarnaan Karakteristik morfologi L. plantarum yang telah didapat adalah positif, berbentuk batang tunggal dan koloni berantai pendek. Karakteristik

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1.

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1. BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada awal penelitian dilakukan determinasi tanaman yang bertujuan untuk mengetahui kebenaran identitas botani dari tanaman yang digunakan. Hasil determinasi menyatakan

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Hasil Uji Identifikasi Fitokimia Hasil uji identifikasi fitokimia yang tersaji pada tabel 5.1 membuktikan bahwa dalam ekstrak maserasi n-heksan dan etil asetat lidah buaya campur

Lebih terperinci

KANDUNGAN SENYAWA FITOKIMIA, TOTAL FENOL DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN LAMUN Syringodium isoetifolium NABILA UKHTY

KANDUNGAN SENYAWA FITOKIMIA, TOTAL FENOL DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN LAMUN Syringodium isoetifolium NABILA UKHTY KANDUNGAN SENYAWA FITOKIMIA, TOTAL FENOL DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN LAMUN Syringodium isoetifolium NABILA UKHTY DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

KANDUNGAN FENOL, SENYAWA FITOKIMIA, DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN RUMPUT LAUT Padina australis FITRIANY PODUNGGE C

KANDUNGAN FENOL, SENYAWA FITOKIMIA, DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN RUMPUT LAUT Padina australis FITRIANY PODUNGGE C KANDUNGAN FENOL, SENYAWA FITOKIMIA, DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN RUMPUT LAUT Padina australis FITRIANY PODUNGGE C34070033 DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN.. HALAMAN PENGESAHAN.. RIWAYAT HIDUP.. i ABSTRAK... ii ABSTRACT.. iii UCAPAN TERIMAKASIH. iv DAFTAR ISI....... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN Lampiran 1. Sterilisasi Alat dan Bahan Sterilisasi alat dilakukan sebelum semua peralatan digunakan, yaitu dengan cara membungkus semua peralatan dengan menggunakan kertas stensil kemudian di

Lebih terperinci

II. TinjuanPustaka A. Kerang Donax variabilis 1. Deskripsi dan Klasifikasi Kerang Donax variabilis 1. Habitat

II. TinjuanPustaka A. Kerang Donax variabilis 1. Deskripsi dan Klasifikasi Kerang Donax variabilis 1. Habitat II. TinjuanPustaka A. Kerang Donax variabilis 1. Deskripsi dan Klasifikasi Kerang Donax variabilis Adapun ciri-ciri fisik kerang Donax variabilis yaitu mempunyai katup segitiga, sifon twin memanjang dari

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan April 2013 sampai Agustus 2013 di Laboratoium Kimia Riset Makanan dan Material serta di Laboratorium Instrumen

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian dan

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian dan Laboratorium Mikrobiologi Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian,

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ini telah dilaksanakan pada percobaan uji mikrobiologi dengan menggunakan ekstrak etanol daun sirih merah. Sebanyak 2,75 Kg daun sirih merah dipetik di

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab Bandung Barat. Sampel yang diambil berupa tanaman KPD. Penelitian berlangsung sekitar

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia/Biokimia Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia/Biokimia Hasil Pertanian dan 18 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia/Biokimia Hasil Pertanian dan Laboratorium Mikrobiologi Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 18 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2012. Pengambilan sampel dilakukan di Pantai Ekowisata Mangrove, Pantai Kapuk, Muara Karang, Jakarta Utara.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Tanaman Uji Serangga Uji Uji Proksimat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Tanaman Uji Serangga Uji Uji Proksimat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik, Departemen Kimia, Institut Pertanian Bogor (IPB), Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Departemen

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki tumbuhan sebagai salah satu sumber kekayaan yang luar biasa. Banyak tanaman yang tumbuh subur dan penuh

Lebih terperinci

II. METODOLOGI C. BAHAN DAN ALAT

II. METODOLOGI C. BAHAN DAN ALAT II. METODOLOGI C. BAHAN DAN ALAT Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati sagu (Metroxylon sp.) yang diperoleh dari industri pati sagu rakyat di daerah Cimahpar, Bogor. Khamir yang digunakan

Lebih terperinci

AKTIVITAS ANTIBAKTERI KARANG LUNAK HASIL TRANSPLANTASI

AKTIVITAS ANTIBAKTERI KARANG LUNAK HASIL TRANSPLANTASI AKTIVITAS ANTIBAKTERI KARANG LUNAK HASIL TRANSPLANTASI (Sinularia sp.) PADA DUA KEDALAMAN BERBEDA DI PERAIRAN PULAU PRAMUKA KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA Oleh : Windhyka Priyatmoko C 34104051 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

Uji antibakteri komponen bioaktif daun lobak (Raphanus sativus L.) terhadap Escherichia coli dan profil kandungan kimianya

Uji antibakteri komponen bioaktif daun lobak (Raphanus sativus L.) terhadap Escherichia coli dan profil kandungan kimianya Uji antibakteri komponen bioaktif daun lobak (Raphanus sativus L.) terhadap Escherichia coli dan profil kandungan kimianya UNIVERSITAS SEBELAS MARET Oleh: Jenny Virganita NIM. M 0405033 BAB III METODE

Lebih terperinci