BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peran Definisi Peran Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan oleh masyarakat yang sesuai dengan fungsi yang ada dalam masyarakat atau suatu sikap, perilaku, nilai dan tujuan yang diharapkan diri seseorang berdasarkan posisinya dimasyarakat (Hidayat, 2006). Sedangkan menurut Kozier (2005) mendefinisikan peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap sesorang sesuai kedudukannya dalam suatu sistem. Peran dipengaruhi oleh keadaan sosial dari dalam maupun dari luar dan bersifat stabil. Peran adalah bentuk dari perilaku yang diharapkan dari seseorang pada situasi sosial tertentu (Mubarak, 2006) Peran Perawat Peran perawat adalah cara untuk menyatakan aktivitas perawat dalam praktik, dimana telah menyelesaikan pendidikan formulanya yang diakui dan diberi kewenangan oleh pemerintah untuk menjalankan tugas dan tanggung jawab keperawatan secara professional sesuai dengan kode etik professional. Dimana setiap setiap peran yang dinyatakan sebagai ciri terpisah demi untuk kejelasan (Mubarak, 2006). Potter dan Perry (2005) menyatakan peran perawat adalah sebagai pemberi

2 asuhan keperawatan, pembuat keputusan klinik, sebagai pelindung atau advokat kepada klien, manajer kasus, rehabilitator, pemberi kenyamanan, komunikator dan sebagai pendidik. Sedangkan Peran perawat menurut konsorsium ilmu kesehatan tahun 1989 dalam Hidayat (2007) terdiri dari: a) Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan. Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan ini dapat dilakukan perawat dengan memperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan sehingga dapat ditentukan diagnosis keperawatan agar dapat direncanakan dan dilaksanakan tindakan yang tepat sesuai dengan tingkat kebutuhan dasar manusia, kemudian dapat dievaluasi tingkat perkembangannya. Pemberian asuhan keperawatan ini dilakukan dari yang sederhana sampai dengan kompleks. b) Peran sebagai advokat. Peran ini dilakukan perawat dalam membantu klien dan keluarga dalam menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberian pelayanan atau informasi lain khususnya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien, juga dapat berperan mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien yang meliputi hak atas pelayanan sebaik-baiknya, hak atas informasi tentang penyakitnya. Hak atas privasi, hak untuk menentukan nasibnya sendiri dan hak untuk menerima ganti rugi akibat kelalaian.

3 c) Peran edukator Peran ini dilakukan dengan membantu klien dalam meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan, sehingga terjadi perubahan perilaku dari klien sesudah dilakukan pendidikan kesehatan. d) Peran koordinator Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan serta mengorganisasi pelayanan kesehatan sehingga pemberian pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan kebutuhan klien. e) Peran kolaborator Peran perawat disini dilakukan kerana perawat bekerja melalui tim kesehatan yang terdiri dari dokter, fisioterapis, ahli gizi dan lain-lain dengan berupaya mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan termasuk diskusi atau tukar pendapat dalam penentuan bentuk pelayanan selanjutnya. f) Peran konsultan Peran disini adalah sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran ini dilakukan atas permintaan klien terhadap informais tentang tujuan pelayanan keperawatan yang diberikan. g) Peran pembaharu Peran sebagai pembaharu dapat dilakukan dengan mengadakan perencanaan, kerja sama, perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan keperawatan.

4 2.2 Infeksi Nosokomial Definisi Nosokomial berasal dari bahas Yunani, dari kata nosos yang artinya penyakit dan komeo yang artinya merawat. Nosokomion berarti tempat untuk merawat/ rumah sakit. Jadi infeksi nosokomial dapat diartikan sebagai suatu infeksi yang diperoleh pasien atau sesorang di rumah sakit (Darmadi, 2008). Infeksi nosokomial adalah infeksi yang terjadi di rumah sakit karena mikroorganisme patogen yang menginfeksi pasien melalui pemberian pelayanan kesehatan (Potter & Perry, 2005). Infeksi nosokomial menurut Brooker (2008) adalah infeksi yang didapat dari rumah sakit yang terjadi pada pasien yang dirawat selama 72 jam dan pasien tersebut tidak menunjukkan tanda dan gejala infeksi pada saat masuk rumah sakit. Berdasarkan uraian di atas peneliti menyimpulkan bahwa infeksi nosokomial adalah infeksi yang diperoleh dari rumah sakit yang dapat terjadi karena intervensi yang dilakukan seperti pemasangan infus, kateter, dan tindakan-tindakan operatif lainnya yang dapat mempengaruhi kondisi kesehatan pasien tersebut selama dirawat maupun sesudah dirawat.

5 2.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Infeksi Nosokomial Darmadi (2008) mengemukakan beberapa faktor yang berperan dalam terjadinya infeksi nosokomial adalah: a) Faktor-faktor luar (extrinsic factor) yang berpengaruh dalam proses terjadinya infeksi nosokomial seperti petugas pelayanan medis (dokter, perawat, bidan, tenaga laboratorium, dan sebagainya), peralatan, dan dan material medis (jarum, kateter, instrumen, respirator, kain/doek, kassa, dan lain-lain), lingkungan seperti lingkungan internal seperti ruangan /bangsal perawatan, kamar bersalin, dan kamar bedah, sedangkan lingkungan eksternal adalah halaman rumah sakit dan tempat pembuangan sampah/pengelolahan limbah, makanan/minuman (hidangan yang disajikan setiap saat kepada penderita, penderita lain (keberadaan penderita lain dalam satu kamar/ruangan/bangsal perawatan dapat merupakan sumber penularan), pengunjung/keluarga (keberadaan tamu/keluarga dapat merupakan sumber penularan). b) Faktor-faktor yang ada dalam diri penderita (instrinsic factors) seperti umur, jenis kelamin, kondisi umum penderita, risiko terapi, atau adanya penyakit lain yang menyertai (multipatologi) beserta komplikasinya. c) Faktor keperawatan seperti lamanya hari perawatan (length of stay), menurunnya standar pelayanan perawatan, serta padatnya penderita dalam satu ruangan.

6 d) Faktor mikroba seperti tingkat kemampuan invasi serta tingkat kemampuan merusak jaringan, lamanya paparan (length of exposure) antara sumber penularan (reservoir) dengan penderita Gejala Klinis Infeksi Nosokomial Gejala klinis infeksi nosokomial dapat terjadi secara lokal dan sistemik (Potter & Perry, 2005). Gejala klinis local akan memberikan gambaran klinik sesuai dengan organ yang diserang misalnya bila organ paru yang diserang akan menimbulkan gejala seperti batuk, sesak nafas, nyeri dada, gelisah dan sebagainya. Bila organ pencernaan yang terkena maka akan menimbulkan gejala klinis seperti mual, muntah, kembung, kejang perut, dan sebagainya (Darmadi, 2010). Gejala klinis sistemik menimbulkan gejala (symptom) yang lebih banyak dari pada gejala infeksi local. Biasanya menyebabkan demam, merasa lemas, malaise, nafsu makan menurun, mual, pusing, pembesaran kelenjar limfe dan sebagainya (Potter & Perry, 2005) Indikator Infeksi Nosokomial Indikator infeksi nosokomial menurut Depkes tahun 2001 meliputi Angka Pasien Dekubitus, Angka Kejadian dengan jarum infus, dan Angka Kejadian Infeksi Luka Operasi. Ketiga indikator ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

7 a) Angka Pasien dengan Dekubitus (Dekubitus Ulcer Rate) Luka dekubitus adalah luka pada kulit dan/atau jaringan yang dibawahnya yang terjadi di rumah sakit karena tekanan yang terus menerus akibat tirah baring. Luka dekubitus akan terjadi bila penderita tidak dibolak-balik atau dimiringkan dalam waktu 2 x 24 jam. Angka pasien dengan dekubitus adalah banyaknya penderita yang menderita Dekubitus dan bukan banyaknya kejadian Dekubitus. Rumus yang digunakan untuk mengukur Angka pasien dengan dekubitus (APD) adalah: Banyaknya pasien dengan dekubitus/bulan X 100% Total pasien tirah baring total bulan itu b) Angka Infeksi karena Jarum Infus (Intravenous Cabule Infection Rate) Infeksi karena jarum infus adalah keadaan yang terjadi disekitar tusukan atau bekas tusukan jarum infus di rumah sakit, dan timbul setelah 3 x 24 jam dirawat di rumah sakit kecuali infeksi kulit karena sebab-sebab lain yang tidak didahului oleh pemberian infus atau suntikan lain. Infeksi ini ditandai dengan rasa panas, pengerasan dan kemerahan (kalor, tumor, dan rubor) dengan atau tanpa nanah (pus) pada daerah bekas tusukan jarum infus dalam waktu 3 x 24 jam atau kurang dari waktu tersebut bila infus terpasang. Rumus yang digunakan untuk mengukur Angka kejadian infeksi karena jarum infus (AIKJ) adalah:

8 Banyaknya kejadian infeksi kulit karena jarum infus/bulan x 100% Total kejadian pemasangan infus pada bulan tersebut c) Angka Kejadian Luka Operasi (Wound Infection Rate) Adanya infeksi nosokomial pada semua kategori luka sayatan operasi bersih yang dilaksanakan di rumah sakit ditandai oleh rasa panas (kalor), kemerahan (color), pengerasan (tumor), dan keluarnya nanah (pus) dalam waktu lebih dari 3 x 24 jam kecuali infeksi nosokomial yang terjadi bukan pada tempat luka. Rumus yang digunakan untuk mengukur Angka infeksi luka operasi (AILO) adalah Banyaknya infeksi luka operasi bersih/bulan x 100% Total operasi bersih bulan tersebut 2.3 Peran Perawat Dalam Infeksi Nosokomial Peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan sangat berkaitan dengan terjadinya infeksi nosokomial di rumah sakit dan perawat bertanggung jawab menyediakan lingkungan yang aman bagi klien terutama dalam pengendalian infeksi dalam proses keperawatan. Perawat juga bertindak sebagai pelaksana terdepan dalam upaya pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial (Potter & Perry, 2005). Jumlah tenaga pelayanan kesehatan yang kontak langsung dengan pasien, jenis dan jumlah prosedur invasif, terapi yang diterima, lama perawatan, dan standar asuhan

9 keperawatan mempengaruhi risiko terinfeksi. Faktor standar asuhan keperawatan yang mempengaruhi terjadinya infeksi nosokomial adalah klasifikasi dan jumlah ketenagaan yang memiliki kemampuan dalam menjalankan dan mempraktikkan teknik aseptik; peralatan dan obat yang sesuai, siap pakai dan cukup; ruang perawatan yang secara fisik dan hygiene yang memadai; aspek beban kerja dalam pembagian jumlah penderita dengan tenaga keperawatan, dan jumlah pasien yang dirawat (Darmadi, 2008). Peran perawat dalam pengendalian infeksi adalah menyediakan layanan konsultasi mengenai semua aspek pencegahan dan pengendalian infeksi dengan menggunakan metode yang berdasarkan bukti penelitian, praktisi, dan keefektifan biaya (Brooker, 2008). Pelaksanaan praktik asuhan keperawatan untuk pengendalian infeksi nosokomial adalah bagian dari peran perawat (WHO, 2002). WHO (2002) dalam jurnal Prevention of Hospital-Acquired Infection menyatakan bahwa peran perawat pelaksana dalam pengendalian infeksi nosokomial yaitu: (1) menjaga kebersihan rumah sakit yang berpedoman terhadap kebijakan rumah sakit dan praktik keperawatan; (2) pemantauan teknik aseptik termasuk cuci tangan dan penggunaan isolasi, (3) melapor kepada dokter jika ada masalah-masalah atau tanda dan gejala infeksi pada saat pemberian layanan kesehatan; (4) melakukan isolasi jika pasien menunjukkan tanda-tanda dari penyakit menular; (5) membatasi paparan pasien terhadap infeksi yang berasal dari pengujung, staf rumah sakit, pasien lain, atau peralatan yang digunakan untuk diagnosis atau asuhan keperawatan;

10 (6) mempertahankan keamanan peralatan, obat-obatan dan perlengkapan perawatan di ruangan dari penularan infeksi nosokomial Peran Perawat Dalam Menjaga Kebersihan Rumah Sakit Semua institusi kesehatan harus memiliki pedoman untuk pembuangan materi sampah infeksi menurut kebijakan lokal dan negara. Perawat membungkus dan membuang alat-alat yang kotor dengan cara yang tepat. Spesimen laboratorium dari semua pasien ditangani seolah-olah spesimen tersebut dapat menyebabkan infeksi. Semua materi sampah yang berasal dari pasien di buang ditempat sampah khusus (Potter & Perry, 2005). Setelah memberikan suntikan, perawat harus membuang jarum pada tempat yang tahan tusukan. Jangan pernah melepaskan, membengkokkan atau mematahkan jarum suntik yang telah digunakan dengan tangan. Jarum yang secara tidak sengaja tertinggal di linen atau dengan ceroboh dibuang ke tempat sampah dapat menyebabkan infeksi (Potter & Perry, 2005). Perawat dalam membuang sampah cair yang terkontaminasi (misalnya darah, urin, tinja, jaringan dan duh tubuh lainnya) memerlukan penanganan khusus karena resiko infeksi terhadap petugas kesehatan yang menangani. Perawat memakai sarung tangan, kacamata pelindung dan celemek, buang sampah cair pada wastefel atau ke dalam toilet kemudian disiram. Wadah tempat sampah cair didesinfeksi dengan larutan klorin 0,5% selama 10 menit (Depkes, 2007).

11 Menurut WHO (2002), tindakan kebersihan lingkungan rumah sakit meliputi: a) Pembersihan rutin diperlukan untuk menjamin lingkungan rumah sakit untuk tampak bersih, dan bebas dari debu dan tanah. b) Kebanyakan dari mikroorganisme terdapat dalam lingkungan/benda yang kotor, dan tujuan pembersihan rutin adalah untuk membuang kotoran tersebut. Baik sabun ataupun deterjen memiliki aktivitas antimikroba, dan proses pembersihan pada dasarnya tergantung pada tindakan mekaniknya. c) Seharusnya ada kebijakan yang menetapkan frekuensi pembersihan dan alat pembersih yang digunakan untuk dinding, lantai, jendela, tempat tidur, tirai, tabir, perlengkapan, mebel, kamar mandi dan toilet, dan semua peralatan medis yang dapat digunakan kembali. d) Metode harus sesuai dengan kemungkinan tingkat kontaminasi, dan tingkat pembersihan yang diperlukan. Hal ini dapat dicapai dengan mengelompokkan area ke salah satu dari empat zona rumah sakit: - Zona A: tidak ada kontak dengan pasien. Pembersihan normal domestik (misalnya administrasi dan perpustakaan). - Zona B: perawatan pasien yang tidak terinfeksi, dan tidak rentan, dibersihkan dengan prosedur yang tidak menerbangkan debu. Sapu atau pembersih debu tidak dianjurkan. Penggunaan larutan deterjen dapat meningkatkan kualitas pembersihan. Hama di area lain yang

12 tampak kontaminasi dengan darah dan cairan tubuh terlebih dahulu dibersihkan. - Zona C: pasien yang terinfeksi (bangsal yang terpisah). Bersihkan dengan larutan deterjen/disinfektan, dengan peralatan pembersih yang terpisah untuk setiap ruangan. - Zona D: pasien yang sangat rentan (pemisahan yang terlindung) atau kawasan yang terlindung seperti ruangan operasi, ruang pengiriman, unit perawatan intensif, unit bayi prematur, dan unit hemodialisis. Bersihkan menggunakan larutan deterjen/disinfektan dan peralatan kebersihan yang terpisah. Semua permukaan di zona B, C, D, dan semua kawasan toilet harus dibersihkan setiap hari. e) Pengujian bakteriologi pada lingkungan tidak dianjurkan kecuali dalam keadaan tertentu seperti penyelidikan epidemi dimana ada dugaan sumber infeksi dari lingkungan. - Pemantauan dialisis air sesuai standar untuk jumlah bakteri. - Kualitas pengendalian saat praktek pembersihan.

13 2.3.2 Peran Perawat Dalam Pemantauan Teknik Aseptik Termasuk Cuci Tangan dan Penggunaan Alat Pelindung Tangan dapat menularkan infeksi di rumah sakit dan dapat diminimalkan dengan kebersihan tangan yang sesuai. Dalam mencuci tangan sering dilakukan tidak optimal. Hal ini dikarenakan berbagai alasan, misalnya kurangnya peralatan yang sesuai, tingginya perbandingan jumlah perawat dengan pasien, alergi terhadap produk pencuci tangan, kurangnya pengetahuan perawat tentang risiko dan cara mencuci tangan yang baik dan benar, terlalu lama waktu yang direkomendasikan untuk mencuci tangan (WHO, 2002). Syarat-syarat mencuci tangan dengan ptimal menurut WHO (2002) meliputi: a) Untuk pencuci tangan : - Penggerak air: wastafel besar yang membutuhkan sedikit perawatan, dengan perangkat antisplash dan pengendali tanpa menggunakan tangan. - Produk: sabun atau antiseptik tergantung pada prosedur. - Fasilitas pengering tanpa kontaminasi (handuk sekali pakai jika memungkinkan). b) Untuk disinfeksi tangan: Disinfektan tangan dengan cairan pencuci beralkohol dengan teknik antiseptik untuk membersihkan tangan secara fisik.

14 1) Prosedur Seharusnya ada kebijakan tertulis dan prosedur untuk mencuci tangan. Perhiasan harus dilepaskan sebelum mencuci tangan. Prosedur kebersihan tangan minimal dapat dibatasi untuk tangan dan pergelangan tangan sedangkan untuk prosedur pembedahan mencakup tangan dan lengan bawah. Prosedur akan berbeda dengan perkiraan risiko terjadinya infeksi kepada pasien: - Perawatan rutin (minimal): - Pencuci tangan dengan sabun tanpa anti septik - Atau pembersih tangan cepat dan higenis (digosok) dengan larutan beralkohol. Pencuci tangan antiseptik (sedang) pensucian hama pada pasien yang terinfeksi: - Pencuci tangan higenis dengan sabun antiseptik mengikuti standar prosedur (misalnya satu menit) - Pembersih tangan cepat dan higenis: seperti yang sebelumnya. Tindakan pembedahan: - Pada tindakan pembedahan cuci tangan meliputi tangan dan lengan bawah, cuci dengan sabun antiseptik dan waktu berkisar 3-5 menit.

15 - Pembersihan tangan dan lengan bawah: mencuci tangan biasa, kemudian cuci tangan dengan menggunakan desinfektan, lalu menggosok tangan, bilas dan ulangi sekali lagi dengan menggunakan desinfektan lalu keringkan. 2) Ketersediaan sumber daya Peralatan dan produk yang ada di seluruh rumah sakit atau fasilitas perawatan kesehatan tidaklah sama. Produk yang digunakan dan tata cara mencuci tangan juga akan berbeda tergantung pada ketersediaan alat dan fasilitas mencuci tangan (WHO, 2002). Menurut WHO (2002), tindakan mencuci tangan minimal (rutin) dapat dilakukan berdasarkan ketersediaan sumber daya dapat dilakukan sebagai berikut: - Sumber daya yang baik: Pencucian tangan minimal; peralatan mencuci tangan dengan menggunakan wastafel besar, air dan alat pengalir air otomatis, sabun cair, handuk sekali pakai; membersihkan tangan hingga bersih dengan menggosok dan tentukan waktu kontak antara tangan dan disinfektan, bersihkan hingga kering dengan handuk. - Sumber daya terbatas: Pencucian tangan minimal; Peralatan mencuci tangan dengan sumber daya terbatas meliputi wastafel, air dan sabun,dan handuk pribadi; membersihkan tangan hingga

16 higenis dengan cara menggosok dan tentukan waktu kontak tangan dengan disinfektan atau alkohol, bersihkan hingga kering dengan handuk. - Sumber daya sangat terbatas: Pencucian tangan minimal; Peralatan mencuci tangan meliputi: air bersih, sabun, handuk yang dicuci setiap hari; membersihkan tangan hingga bersih dengan cara menggosok dan tentukan waktu kontak dengan alkohol dan bersihkan hingga kering dengan handuk. Menurut WHO (2002), tindakan mencuci tangan dengan teknik aseptik dapat dilakukan berdasarkan ketersediaan sumber daya dapat dilakukan sebagai berikut: - Sumber daya yang baik: Pencuci tangan antiseptik; peralatan yang digunakan wastafel besar, air dan alat pengalir air otomatis, sikat antiseptik (dilakukan selama satu menit), handuk sekali pakai; membersihkan tangan hingga bersih dengan menggosok dan tentukan waktu kontak tangan dengan disinfektan, bersihkan hingga kering dengan handuk. - Sumber daya terbatas: Pencuci tangan dengan antiseptik; peralatan mencuci tangan dengan wastafel besar, air dan sabun, sikat antiseptik (dilakukan selama satu menit), handuk pribadi; membersihkan tangan hingga bersih dengan menggosok dan

17 tentukan waktu kontak dengan disinfektan atau alkohol, bersihkan hingga kering dengan handuk. - Sumber daya sangat terbatas: Pencucian tangan sederhana; peralatan mencuci tangan air bersih, sabun, handuk yang dicuci setiap hari; membersihkan tangan hingga bersih dengan menggosok; pembersihan dapat dengan menggunakan alkohol, gosok hingga kering. Menurut WHO (2002), tindakan mencuci tangan steril (maksimal) dapat dilakukan berdasarkan ketersediaan sumber daya dapat dilakukan sebagai berikut: - Sumber daya yang baik: Pencucian dari tangan ke lengan bawah; peralatan mencuci tangan dengan menggunakan wastafel besar, air dan alat pengalir air otomatis, penyikat antiseptik berkualitas baik (kontak selama 3 sampai 5 menit), handuk sekali pakai yang steril; membersihan tangan untuk prosedur bedah dengan menggosok; sabun yang digunakan lembut dan berkualitas baik, disinfektan tangan dilakukan dua kali. - Sumber daya terbatas: Pencucian dari tangan ke lengan bawah secara sederhana; peralatan mencuci tangan dengan wastafel besar, air dan sabun kering, handuk pribadi; membersihkan tangan

18 hingga bersih dengan menggosok; desinfektan tangan dilakukan dua kali. - Sumber daya sangat terbatas: pencucian dari tangan ke lengan bawah secara sederhana;peralatan mencuci tangan dengan menggunakan air bersih, sabun kering, handuk yang dicuci setiap hari; membersihkan tangan hingga bersih dengan menggosok; pembersihan menggunakan alkohol dilakukan dua kali. Perlindungan barier harus sudah tersedia bagi perawat seperti gaun, masker, sarung tangan, dan kacamata pelindung (WHO, 2002). a) Gaun pelindung Gaun pelindung melindungi perawat dan pengunjung dari kontak dengan bahan dan darah atau cairan tubuh yang terinfeksi. Gaun diwajibkan bila masuk ke ruang isolasi. Melepaskan gaun sebelum keluar dari ruangan isolasi pasien, setelah gaun dilepaskan, pastikan bahwa pakaian tidak kontak dengan lingkungan lain. b) Masker Masker yang terbuat dari kapas, kasa, atau kertas tidaklah efektif. Masker kertas dengan bahan sintetis untuk penyaring adalah penghalang yang efektif melawan mikroorganisme. 1) Masker digunakan dalam berbagai situasi. Persyaratan mengenakan masker berbeda untuk tujuan yang berbeda.

19 2) Pelindung dari pasien: perawat mengenakan masker untuk bekerja di ruangan operasi, merawat pasien yang terganggu kekebalannya, untuk tusukan rongga tubuh. Cukup dengan sebuah masker bedah. 3) Pelindung bagi perawat: perawat harus mengenakan masker ketika merawat pasien dengan infeksi pernafasan, atau saat melakukan bronchoscopies atau pemeriksaan serupa. 4) Pasien dengan infeksi yang dapat ditularkan melalui sirkulasi udara harus mengenakan masker bedah saat berada diluar ruang isolasi/ ruang perawatan mereka. c) Sarung tangan Sarung tangan digunakan untuk: 1) Pelindung dari pasien: perawat mengenakan sarung tangan untuk prosedur pembedahan, perawatan pasien dengan sistem kekebalan tubuhnya terganggu, prosedur invasif. 2) Sarung tangan yang tidak steril dapat dipakai untuk kontak dengan selaput lendir pasien dimana tangan akan mudah terkontaminasi. 3) Pelindung bagi perawat: perawat menggunakan sarung tangan yang tidak steril untuk merawat pasien dengan penyakit menular yang ditularkan melalui sentuhan, atau melakukan bronchoscopies atau pemeriksaan yang serupa. 4) Tangan harus dicuci saat sarung tangan dibuka atau diganti. 5) Sarung tangan sekali pakai tidak dapat dipakai kembali.

20 6) Lateks atau polivinil klorida adalah bahan yang paling sering digunakan untuk sarung tangan. Kualitas sarung tangan yang baik yakni tidak adanya pori-pori atau lubang dan durasi penggunaan sangat bervariasi dari satu jenis sarung tangan ke sarung tangan yang lain. Alergi terhadap lateks dapat terjadi, dan pekerjaan program kesehatan harus memiliki kebijakan untuk mengevaluasi dan mengelola masalah ini. d) Kacamata pelindung Bila melakukan prosedur invasive yang dapat menimbulkan dorplet atau percikan atau semprotan dari darah atau cairan tubuh lainnya, perawat harus menggunakan kacamata pelindung. Contoh dari prosedur invasif termasuk irigasi luka besar di abdomen atau insersi keteter arterial ketika perawat menjadi asisten dokter. Kacamata pelindung dapat tersedia dalam bentuk kacamata plastik. Kacamata harus terpasang pas sekeliling wajah shinnga cairan tidak dapat masuk antara wajah dan kacamata (Garner, dalam Potter & Perry, 2005).

21 Tindakan pencegahan infeksi nosokomial dengan menggunakan teknik aseptik dapat terlihat pada infeksi nosokomial yang sering terjadi berikut ini: a) Infeksi Saluran Kemih Infeksi saluran kemih adalah infeksi nosocomial yang lebih sering ditemukan; 80% dari infeksi ini berkaitan dengan pemasangan kateter. Intervensi efektif dalam pencegahan infeksi karena pemasangan keteter menurut WHO (2002) meliputi: 1) Menghindari kateterisasi bila tidak diperlukan. 2) Bila kateterisasi diperlukan, batasi waktu pemasangan. 3) Mempertahankan praktek aseptik yang sesuai selama memasukkan kateter urine dan juga prosedur urologi invasif lainnya (seperti cystoscopi, urodinamik testing, cystografi). 4) Mencuci tangan secara higenis sebelum memasukkan kateter Menggunakan sarung tangan steril untuk memasukkannya dan menyambungkan dengan urin bag. 5) Pembersihan perineal dengan larutan antiseptik sebelum memasukkan kateter. 6) Memasang kateter dengan menggunakan pelumas/pelicin sebelum memasukkan. Praktek lain yang dianjurkan dan terbukti mengurangi infeksi meliputi: 1) Mempertahankan aliran kateter dengan baik. 2) Membersihkan daerah perineal untuk pasien yang terpasang kateter.

22 3) Pelatihan perawat dalam memasang kateter dan perawatan. 4) Mempertahankan kelancaran aliran urin dari kandung kemih dalam urin bag dengan meletakkan urin bag lebih rendah dari kandung kemih. Kateter yang digunakan adalah kateter yang berdiameter terkecil. Bahan kateter (lateks, silicone) tidak mempengaruhi tingkat kejadian infeksi. Bagi pasien dengan gangguan perkemihan : 1) Menghindari pemasangan kateter yang menetap sedapat mungkin. 2) Bila bantuan pengosongan kandung kemih diperlukan, maka ganti kateter sesering mungkin. Sedangkan menurut Tietjen (2004), prosedur dalam pemasangan kateter meliputi : persiapan alat yang yang terdiri dari kateter steril, urin bag, spuite untuk membuat balon pada kateter, sarung tangan steril, larutan antiseptic, kain kassa, pelumas, kantong plastic tempat sampah. Sebelum memulai prosedur, bersihkan tangan dengan sabun dan air bersih kemudian keringkan dengan handuk bersih. Kenakan sarung tangan steril atau yang telah didesinfeksi pada kedua tangan. Gunakan kateter kecil sesuaikan dengan system drainase yang baik. Untuk pasien perempuan, pegang bagian labia dengan tangan yang tidak dominan. Tangan yang lainnya membersihkan uretra dengan kapas steril yang telah diberi larutan desinfektan. Sedangkan untuk pasien laki-laki, tarik kulit pada ujung penis kebawah dengan tangan yang tidak dominan. Tangan yang lain membersihkan kepala penis dan saluran uretra dengan kapas steril yang telah diberi larutan desinfektan.

23 Letakkan benda-benda kotor pada kantung plastik yang tidak bocor, lepaskan sarung tangan dengan cara membalikkannya tidak memegang daerah yang kotor dan letakkan pada kantung plastik. Buang pada tempat sampah medis kemudian cuci tangan dengan sabun dan air atau gunakan larutan desinfektan (Tietjen, 2004). Titik temu antara selang kateter dan urin bag harus tetap tertutup dan tersambung. Selama tertutup, isinya masih dianggap steril. Aliran keluar klep pada urin bag harus tetap tertutup dan dibersihkan untuk mencegah masuknya bakteri. Pergerakan kateter di uretra harus diminimalkan untuk mengurangi kemungkinan mikroorganisme mencapai uretra kemudian masuk ke dalam kandung kemih. Kateter dan urin bag harus diganti bila waktu pemasangan sudah beberapa hari atau minggu (Tietjen, 2004). Selain pemasangan keteter, pencabutan kateter juga dapat menyebabkan terjadinya infeksi. Prosedur pencabutan kateter sama dengan pemasangan keteter. Perawat harus menggunakan sarung tangan dan mencuci tangan sebelum dan sesudah prosedur (Tietjen, 2004). Perawat dalam merawat pasien dengan sistem drainase (drainase luka, cairan empedu dan cairan tubuh lainnya) harus tetap menjaga selang drainase bagian luar tetap bersih. Semua selang harus tetap tersambung selama penggunaan. Wadah drainase hanya boleh dibuka pada saat membuang atau mengeluarkan cairan drainase (Poter & Perry, 2005).

24 Kadang-kadang perawat mengambil specimen dari selang drainase dengan menusukkan jarum ke ujung selang. Dalam hal ini perawat harus mendesinfeksi dengan menggunakan alkohol dan larutan yodium sebelum menusuk selang drainase kemudian meletakkan kasa steril di sekeliling ujung selang drainase yang terbuka seperti kateter, sehingga urin terhindar dari kontaminasi bakteri dari luar kateter. Kemudian setelah mengambil specimen urin, tutup dan kunci kembali selang kateter (Poter & Perry, 2005). b) Infeksi Intravaskuler Infeksi lokal dan infeksi sistemik dapat terjadi sehingga memerlukan perawatan yang lebih intensif. Praktek memasang kateter intravaskuler menurut WHO (2002) meliputi : 1) Menghidari pemasangan kateter intravaskuler bila tidak ada indikasi medis. 2) Mempertahankan teknik asepsis dalam memsang kateter intravaskuler dan perawatannya. 3) Penggunaan kateter intravaskuler dengan waktu sesingkat mungkin. 4) Mempersiapkan cairan infus secara aseptik sebelum digunakan. 5) Melatih perawat dalam memasang dan merawat kateter intravaskuler Infus 1) Tangan harus dicuci sebelum memasang infus dengan teknik aseptik. 2) Cuci dan desifeksi kulit di tempat memasukkan infus dengan larutan antiseptik.

25 3) Penggantian infuset tidak terlalu sering dibandingkan dengan penggantian jarum infus, kecuali setelah transfusi darah yang meninggalkan bekuan darah yang dapat membuat aliran tidak lancar. 4) Bila infeksi lokal plebitis terjadi, maka infus harus segera dilepas. Sedangkan menurut Tietjen (2004), prosedur pemasangan infus dilakukan dengan mencuci tangan dengan sabun kemudian keringkan dengan handuk. Menyambungkan infus set dan botol cairan infus dengan teknik aseptik (jangan menyentuh daerah tusukan pada botol infus). Memakai sarung tangan sebelum prosedur pemasangan infus, mendesinfeksi daerah vena yang akan dipasang infus dengan gerakan memutar kearah luar dari tempat pemasangan. Perhatikan daerah pemasangan infus terhadap tanda flebitis. Fiksasi daerah luka pada pemasangan infus dengan kasa steril kemudian plester. Sebelum melepas sarung tangan, buang kapas/kasa yang terkontaminasi darah ke dalam kantong plastik, lepaskan sarung tangan dan buang ke tempat sampah medis. Kemudian cuci tangan dengan menggunakan larutan klorin 0,5% (Tietjen, 2004). Pada saat perawat mengambil spesimen dari selang drainase atau menusukkan jarum ke ujung selang intravena untuk memberi obat (injeksi bolus), perawat harus mendesinfeksi dengan menyeka bagian luar selang infus dengan menggunakan alkohol dan larutan yodium sebelum memasuki sistem (Tietjen, 2004).

26 Pemeliharaan infus juga harus dilakukan pada pasien yang meliputi : jumlah tetesan, apakah infus terbuka atau lepas, mengecek setiap 8 jam apakah terjadi tanda-tanda flebitis. Pindahkan pemasangan infus setiap jam untuk mengurangi flebitis. Infus set juga harus diganti jika rusak atau secara rutin setiap 72 jam. Pada saat mengganti cairan infus jangan menyentuh daerah tusukan jarum atau mendesinfeksi terlebih dahulu daerah tusukan jarum tersebut dengan alkohol 60-90% (Tietjen, 2004). c) Infeksi Luka Cara lain untuk mengurangi masuknya mikroorganisme adalah perawatan luka dengan prinsip steril. Untuk mencegah masuknya mikroorganisme ke dalam luka, perawat harus membersihkan bagian sekitar luka. Perawat menyeka bagian dalam luka kemudian bagian luarnya dengan menggunakan kasa steril. Perawatan luka dilakukan kurang dari 72 jam. Untuk luka tertentu dilakukan setiap hari misalnya luka karena penyakit Diabetes Melitis (Tietjen, 2004). Satu peralatan luka digunakan untuk satu pasien, namun jika penggunaan peralatan luka secara bergantian tidak dapat dihindari, alat-alat tersebut harus secara adekuat dibersihkan dan didesinfeksi sebelum digunakan oleh pasien yang lainnya (Potter & Perry, 2005).

27 2.3.3 Peran Perawat Dalam Melapor Kepada Dokter Jika Ada Tanda dan Gejala Infeksi Infeksi nosokomial dapat terjadi secara sisitemik dan lokal. Tanda dan gejala infeksi dapat berupa adanya merah dan bengkak pada daerah yang terinfeksi, nyeri dan ada drainase atau lesi. Pada saat mengkaji perawat menggunakan sarung tangan. Infeksi sistemik terjadi setelah pengobatan infeksi lokal gagal. Infeksi sisitemik menimbulkan gejala yang lebih besar lagi misalnya pembengkakan kelenjar limfe, hilangnya nafsu makan. mual dan muntah (Potter & Perry, 2005). Perawat melakukan pengkajian terhadap tanda dan gejala infeksi nosokomial yang terjadi pada pasien. Bila ditemukan tanda dan gejala infeksi atau masalahmasalah lain yang berkaitan dengan status kesehatan pasien, perawat melaporkan hal hal tersebut kepada dokter (Potter & Perry, 2005). Bila proses penyakit atau organisme penyebab penyakit sudah teridentifikasi, dokter dapat lebih efektif meresepkan pengobatan terhadap situasi tersebut, misalnya dengan pemberian antibiotik yang spesifik untuk mikroorganisme penyebab infeksi. Sehingga masalah-masalah atau tanda dan gejala infeksi pasien dapat teratasi atau diminimalkan (Potter & Perry, 2005).

28 2.3.4 Peran Perawat Dalam Melakukan Isolasi Terhadap Pasien Dengan Penyakit Menular. Pasien tertentu mungkin memerlukan tindakan pencegahan khusus untuk membatasi penularan organisme yang berpotensi menginfeksi kepada pasien lain. Kewaspadaan isolasi direkomendasikan tergantung pada cara penularannya. Penularan infeksi menurut WHO (2002), dapat melalui: a) Airborne infeksi: infeksi biasanya terjadi melalui saluran pernapasan, dengan agen ini dalam aerosol (ukuran partikel <5 µm). b) Infeksi droplet: droplet yang menular (ukuran partikel > 5 µm). c) Infeksi melalui kontak langsung atau tidak langsung: infeksi terjadi melalui kontak langsung antara sumber infeksi dan kontak tidak langsung melalui terkontaminasi benda. Menurut WHO (2002), isolasi dan pencegahan penularan infeksi berdasarkan pada standar yang ada, meliputi: a) Standar rutin tindakan pencegahan yang harus diikuti perawat untuk merawat semua pasien. Standar (rutin) tindakan pencegahan diterapkan untuk perawatan semua pasien. ini termasuk membatasi perawat kontak dengan sekret atau cairan biologis, lesi kulit, mukosa membran, dan darah atau cairan tubuh. Perawat harus memakai sarung tangan, masker, dan gaun setiap kontak yang dapat menyebabkan kontaminasi.

29 Standar tindakan pencegahan terhadap semua pasien menurut WHO (2002) : 1) Cuci tangan segera setelah kontak dengan materi infeksi. 2) Teknik meminimalkan sentuhan dengan materi infeksi. 3) Pakailah sarung tangan ketika kontak dengan darah, cairan tubuh, sekresi, ekskresi, membran mukosa dan barang-barang yang terkontaminasi. 4) Cuci tangan segera setelah melepas sarung tangan. 5) Semua benda tajam harus ditangani dengan sangat hati-hati. 6) Bersihkan segera tumpahan bahan infeksi. 7) Pastikan bahwa peralatan perawatan pasien, perlengkapan dan linen yang terkontaminasi dengan bahan infektif dibuang, atau didesinfeksi atau disterilisasi pada setiap penggunaan kepada pasien. 8) Pastikan penanganan limbah yang baik. 9) Jika tidak ada mesin cuci yang tersedia untuk linen kotor dengan materi infektif, linen dapat direbus. Pertimbangan untuk pakaian pelindung meliputi: 1) Gaun: harus dari bahan yang bisa dicuci, dapat di kancing atau diikat di belakang, jika perlu dengan celemek plastic. 2) Sarung tangan: sarung tangan plastik yang tersedia dan biasanya cukup. 3) Masker: masker bedah yang terbuat dari kain atau kertas dapat digunakan untuk melindungi dari percikan.

30 b) Standar tindakan pencegahan untuk pasien tertentu. 1) Tindakan pencegahan berikut digunakan untuk pasien selain yang dijelaskan di atas: Tindakan pencegahan melalui udara (ukuran partikel<5 µm) (misalnya TBC, cacar air, campak). Berikut ini diperlukan: - ruangan perawatan dengan ventilasi yang cukup, pintu ditutup, setidaknya pertukaran udara per jam. - perawat mengenakan masker di ruangan pasien. - pasien tetap berada di dalam ruangan perawatan. 2) Tindakan pencegahan terhadap droplet (ukuran droplet > 5 pm) (misalnya bakteri meningitis, difteri, virus saluran pernapasan). Prosedur berikut diperlukan: - Ruangan perawatan sendiri untuk pasien, jika tersedia. - Masker bagi pekerja perawatan kesehatan. - Sirkulasi terbatas bagi pasien, pasien memakai masker bedah jika meninggalkan ruangan. 3) Tindakan pencegahan untuk pasien dengan infeksi enterik dan diare yang tidak dapat dikendalikan, atau lesi kulit yang tidak dapat diatasi. Prosedur berikut diperlukan : - Pasien ditempatkan pada ruang perawatan sendiri jika tersedia; penggabungan pasien jika memungkinkan.

31 - Perawat memakai sarung tangan saat memasuki ruangan; gaun pelindung khusus untuk merawat pasien yang beresiko terkontaminasi. - Mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien, dan meninggalkan ruangan. - Membatasi gerakan pasien di luar ruangan. - Pembersihan lingkungan san peralatan, disinfeksi, dan sterilisasi. 4) Isolasi dibutuhkan untuk merawat pasien dengan risiko infeksi yang sangat berbahaya dimana dapat menularkan melalui berbagai cara. Prosedur meliputi : - Pasien ditempatkan ruang isolasi jika memungkinkan. - Masker, sarung tangan, gaun pelindung, topi, mata perlindungan bagi semua memasuki ruangan. - Cuci tangan saat masuk dan keluar dari ruangan pembakaran jarum, jarum suntik. - Desinfeksi instrumen medis. - Pembersigan kotoran, cairan tubuh, sekresi cairan tubuh. - Desinfeksi linen. - Membatasi pengunjung dan staf. - Desinfeksi harian dan desinfeksi terminal. - Menggunakan peralatan sekali pakai.

32 - Pengambilan spesimen pasien dan carlabor pengiriman ke laboratorium Menurut Potter dan Perry (2005), bila ruangan isolasi tidak tersedia tempatkan pasien dalam satu kamar dengan pasien yang menderita infeksi dengan mikroorganisme yang sama. Bila ruangan tidak tersedia dan pengelompokkan tidak mungkin, pertahankan pemisahan minimal dengan jarak 1 meter antara pasien yang terinfeksi dan pasien-pasien lain dan juga dengan pengunjung. Jika pasien yang diketahui dan diduga terkena infeksi saluran pernafasan harus menggunakan masker pada saat keluar dari kamar Peran Perawat Dalam Membatasi Paparan Pasien Terhadap Infeksi yang Berasal Dari Pengujung Dan Peralatan Diagnosis Sumber infeksi nosokomial mungkin pasien, petugas rumah sakit, atau bisa juga tamu. Mereka mungkin sudah terkena penyakit, berada dalam masa inkubasi (tidak ada gejala), atau dapat juga berupa karier kronis (Tietjen, 2004). Sasaran penjamu yang sensitif adalah pasien, petugas rumah sakit, dan bisa juga tamu yang dating membawa infeksi. Daya tahan tubuh masing-masing berbeda, ada yang kebal, ada yang menjadi karier tanpa gejala, ada yang langsung terkena infeksi dan sakit (Tietjen, 2004).

33 Pengunjung harus menggunakan alat pelindung ketika memasuki ruang perawatan khusus seperti masker, gaun pelindung, sarung tangan untuk mencegah penularan infeksi. Salah satu cara lain adalah dengan membatasi jumlah pengunjung. Dengan membatasi jumlah pengunjung berarti mengurangi resiko terjadinya penularan infeksi (Tietjen, 2004) Peran Perawat Dalam Mempertahankan Keamanan Peralatan dan Perlengkapan Perawatan Dari Penularan Infeksi Nosokomial. Pembersihan, desinfeksi dan sterilisasi yang tepat terhadap alat-alat yang terkontaminasi dapat mengurangi bahkan memusnahkan mikroorganisme. Di sentral perawatan kesehatan dilakukan desinfeksi dan mensucikan barang-barang yang dapat digunakan kembali. a) Pembersihan Pembersihan dilakukan untuk membuang semua material asing seperti kotoran dan materi organik dari suatu objek (Rutala, dalam Potter & Perry, 2005). Biasanya pembersihan dilakukan dengan menggunakan air dan cara mekanis dengan atau tanpa detergen. Objek menjadi terkontaminasi bila kontak dengan sumber infeksi, maka bila objek tersebut merupakan objek sekali pakai, objek tersebut langsung dibuang. Sedangkan untuk objek yang dapat digunakan kembali harus dibersihkan, didesinfeksi atau disterilisasi sebelum digunakan kembali (Potter & Perry, 2005).

34 Penggunaan peralatan dan perlengkapan perawatan pasien seperti stetoskop, sfigmomanometer, termometer yang dipakai bersama oleh pasien harus dibersihkan dan didesinfeksi sebelum digunakan oleh pasien yang lainnya (Potter & Perry, 2005). Bila membersihkan darah, materi fekal, mucus atau pus, perawat menggunakan masker, kacamata pelindung dan sarung tangan sebagai pelindung terhadap organisme infeksi. Sikat berbulu padat dan deterjen atau sabun dibutuhkan untuk pembersihan (Potter & Perry, 2005). Langkah berikut ini menjamin bahwa suatu objek disebut bersih: 1) Cuci objek atau benda yang terkontaminasi dengan air dingin yang mengalir untuk membuang materi organik. Jangan menggunakan air panas karena dapat menyebabkan materi organik berkoagulasi dan menempel pada objek, sehingga sulit untuk dibuang. 2) Setelah dibilas, cuci objek dengan sabun dan air hangat. Sabun dan detergen memiliki kandungan desinfektan yang dapat membunuh kuman patogen pada objek. Gunakan sikat untuk membuang kotoran atau materi pada objek yang susah dibersihkan sehingga kotoran mudah dibuang. 3) Bilas objek dengan air hangat. 4) Keringkan objek kemudian lakukan desinfeksi dan sterilisasi. 5) Bersihkan sarung tangan dan bak tempat objek diletakkan untuk desinfeksi dan sterilisasi.

35 b) Disenfeksi Disenfeksi merupakan proses yang digunakan untuk memusnahkan semua mikroorganisme pada suatu objek/benda, tanpa membunuh spora bakteri (Rutala, dalam Potter & Perry, 2005). Biasanya dilakukan dengan mengguanakan desinfeksi kimia atau pasteurisasi basah (digunakan untuk peralatan terapi pernafasan). Contoh desinfektan adalah alcohol, klorin, glutaraldehid, dan fenol. Desinfeksi biasanya dilakukan pada pakaian, linen, tempat tidur, pispot, benda yang tidak dapat disterilkan dengan menggunakan campuran zat kimia cair atau pasteurisasi basah (Potter & Perry, 2005). c) Sterilisasi Sterilisasi merupakan proses yang dipakai untuk memusnahkan seluruh mikroorganisme beserta sporanya (Potter & Perry, 2005). Sterilisasi dapat dilakukan dengan cara fisika ataupun kimia dengan cara pemanasan, pemberian zat kimia, radiasi atau filtrasi (penyaringan). Di rumah sakit alat dan bahan yang sering digunakan adalah autoklaf (uap dibawah tekanan), gas etilon oksida (EO), dan cairan kimia. Sterilisasi panas dapat dipakai untuk mensterilakan alat-alat bedah, dan perlengkapan dari kain. Sebelum disterilkan terlebih dahulu dicuci hingga bersih. Sterilisasi panas dapat dilakukan dengan memakai udara kering, uap air, atau air panas. Otoklaf adalah salah satu alat yang dipakai dalam sterilisasi panas. Sterilisasi dengan menggunakan air panas dengan cara merebus alat-alat operasi dapat dilakukan bila otoklaf tidak ada (Potter & Perry, 2005).

36 Acuan dasar metode sterilisasi menurut WHO (2002) meliputi : 1) Sterilisasi dengan pemanasan - Sterilisasi basah: rebus dengan air pada suhu 121 o C selama 30 menit, atau suhu 134 o C selama 13 menit dalam autoklaf; (suhu 132 o C selama 18 menit untuk prion). - Sterilisasi kering: panaskan di suhu 160 o C selama 120 menit, atau di suhu C selama 60 menit; proses sterilisasi ini sering dianggap kurang dapat diandalkan dibandingkan dengan sterilisasi basah, khususnya untuk perangkat medis yang berongga. 2) Sterilisasi dengan bahan kimia - Sterilisasi dengan Etilen oksida dan formaldehid sudah tidak dipakai di banyak negara kerena karena menyimpan dan mengandung emisi gas rumah kaca. - Asam perasetik banyak digunakan di Amerika Serikat dan negaranegara lain dalam sistem pengendalian otomatis.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang ditunjukkan setelah pasien

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang ditunjukkan setelah pasien BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Infeksi Nosokomial Infeksi nosokomial adalah infeksi yang ditunjukkan setelah pasien menjalani proses perawatan lebih dari 48 jam, namun pasien tidak menunjukkan gejala sebelum

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (WHO, 2002). Infeksi nosokomial (IN) atau hospital acquired adalah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (WHO, 2002). Infeksi nosokomial (IN) atau hospital acquired adalah BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1.Infeksi nosokomial 1.1 Pengertian infeksi nosokomial Nosocomial infection atau yang biasa disebut hospital acquired infection adalah infeksi yang didapat saat klien dirawat di

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kewaspadaan universal (Universal Precaution) adalah suatu tindakan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kewaspadaan universal (Universal Precaution) adalah suatu tindakan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kewaspadaan Umum/Universal Precaution 2.1.1. Defenisi Kewaspadaan universal (Universal Precaution) adalah suatu tindakan pengendalian infeksi yang dilakukan oleh seluruh tenaga

Lebih terperinci

RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PURI BETIK HATI. Jl. Pajajaran No. 109 Jagabaya II Bandar Lampung Telp. (0721) , Fax (0721)

RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PURI BETIK HATI. Jl. Pajajaran No. 109 Jagabaya II Bandar Lampung Telp. (0721) , Fax (0721) PANDUAN CUCI TANGAN RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PURI BETIK HATI Jl. Pajajaran No. 109 Jagabaya II Bandar Lampung Telp. (0721) 787799, Fax (0721) 787799 Email : rsia_pbh2@yahoo.co.id BAB I DEFINISI Kebersihan

Lebih terperinci

Pengendalian infeksi

Pengendalian infeksi Pengendalian infeksi Medis asepsis atau teknik bersih Bedah asepsis atau teknik steril tindakan pencegahan standar Transmisi Berbasis tindakan pencegahan - tindakan pencegahan airborne - tindakan pencegahan

Lebih terperinci

Buku Panduan Pendidikan Keterampilan Klinik 1 Keterampilan Sanitasi Tangan dan Penggunaan Sarung tangan

Buku Panduan Pendidikan Keterampilan Klinik 1 Keterampilan Sanitasi Tangan dan Penggunaan Sarung tangan Buku Panduan Pendidikan Keterampilan Klinik 1 Keterampilan Sanitasi Tangan dan Penggunaan Sarung tangan Rahmawati Minhajat Dimas Bayu Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin 2014 KETERAMPILAN SANITASI

Lebih terperinci

STERILISASI & DESINFEKSI

STERILISASI & DESINFEKSI STERILISASI & DESINFEKSI Baskoro Setioputro 6-1 Cara penularan infeksi : 1. Kontak Langsung, tidak langsung, droplet 2. Udara Debu, kulit lepas 3. Alat Darah, makanan, cairan intra vena 4. Vektor / serangga

Lebih terperinci

INFEKSI NOSOKOMIAL OLEH : RETNO ARDANARI AGUSTIN

INFEKSI NOSOKOMIAL OLEH : RETNO ARDANARI AGUSTIN 1 INFEKSI NOSOKOMIAL OLEH : RETNO ARDANARI AGUSTIN PENGERTIAN Infeksi adalah proses ketika seseorang rentan (susceptible) terkena invasi agen patogen/infeksius dan menyebabkan sakit. Nosokomial berasal

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. 1.1 Latar belakang Definisi Pengelolaan Linen...5

DAFTAR ISI. 1.1 Latar belakang Definisi Pengelolaan Linen...5 DAFTAR ISI 1.1 Latar belakang...1 1.2 Definisi...4 1.3 Pengelolaan Linen...5 i PEMROSESAN PERALATAN PASIEN DAN PENATALAKSANAAN LINEN Deskripsi : Konsep penting yang akan dipelajari dalam bab ini meliputi

Lebih terperinci

RSCM KEWASPADAAN. Oleh : KOMITE PPIRS RSCM

RSCM KEWASPADAAN. Oleh : KOMITE PPIRS RSCM KEWASPADAAN ISOLASI Oleh : KOMITE PPIRS RSCM POKOK BAHASAN Pendahuluan Definisi Kewaspadaan Transmisi Etika batuk Menyuntik yang aman Prosedur lumbal pungsi Kelalaian - kelalaian Tujuan Setelah pelatihan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat pasien

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat pasien 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mutu pelayanan kesehatan khususnya pelayanan keperawatan di rumah sakit dapat dinilai melalui berbagai indikator, salah satunya adalah melalui penilaian terhadap

Lebih terperinci

Bagian XIII Infeksi Nosokomial

Bagian XIII Infeksi Nosokomial Bagian XIII Infeksi Nosokomial A. Tujuan Pembelajaran 1. Menjelaskan pengertian infeksi nosokomial 2. Menjelaskan Batasan infeksi nosocomial 3. Menjelaskan bagaimana proses terjadinya infeksi nosocomial

Lebih terperinci

Instrumen yaitu sesuatu yang dapat digunakan untuk mempermudah seseorang melakukan tugas atau mencapai tujuan secara efektif atau efisien (Suharsimi

Instrumen yaitu sesuatu yang dapat digunakan untuk mempermudah seseorang melakukan tugas atau mencapai tujuan secara efektif atau efisien (Suharsimi INSTRUMEN Pengertian Instrumen (1) Alat yg dipakai untuk me-ngerjakan sesuatu (spt alat yg dipakai oleh pekerja teknik, alat-alat kedokteran, optik, dan kimia); perkakas; (2) Sarana penelitian (berupa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. persepsi sehingga ada respon untuk mewujudkan suatu tindakan.

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. persepsi sehingga ada respon untuk mewujudkan suatu tindakan. BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN A. Tindakan Defenisi tindakan adalah mekanisme dari suatu pengamatan yang muncul dari persepsi sehingga ada respon untuk mewujudkan suatu tindakan. Tindakan mempunyai beberapa

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PERAWATAN JENAZAH

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PERAWATAN JENAZAH STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PERAWATAN JENAZAH 1. Pengertian Perawatan jenazah adalah perawatan pasien setelah meninggal, perawatan termasuk menyiapkan jenazah untuk diperlihatkan pada keluarga, transportasi

Lebih terperinci

UNIVERSAL PRECAUTIONS Oleh: dr. A. Fauzi

UNIVERSAL PRECAUTIONS Oleh: dr. A. Fauzi UNIVERSAL PRECAUTIONS Oleh: dr. A. Fauzi Pendahuluan Sejak AIDS dikenal; kebijakan baru yang bernama kewaspadaan universal atau universal precaution dikembangkan. Kebijakan ini menganggap bahwa setiap

Lebih terperinci

1. Pentingnya patient safety adalah a. Untuk membuat pasien merasa lebih aman b. Untuk mengurangi risiko kejadian yang tidak diharapkan Suatu

1. Pentingnya patient safety adalah a. Untuk membuat pasien merasa lebih aman b. Untuk mengurangi risiko kejadian yang tidak diharapkan Suatu 1. Pentingnya patient safety adalah a. Untuk membuat pasien merasa lebih aman b. Untuk mengurangi risiko kejadian yang tidak diharapkan Suatu kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada

Lebih terperinci

Karakteristik Responden. 2. Lama Bertugas / pengalaman bekerja. 3.Mengikuti pelatihan APN ( Asuhan persalinan Normal)

Karakteristik Responden. 2. Lama Bertugas / pengalaman bekerja. 3.Mengikuti pelatihan APN ( Asuhan persalinan Normal) Lampiran 1. No.Responden : Tanggal : Karakteristik Responden 1. Pendidikan Bidan a. DI b. DIII c. DIV d. S2 2. Lama Bertugas / pengalaman bekerja. a. < 5 Tahun b. 5-10 Tahun c. >10 Tahun 3.Mengikuti pelatihan

Lebih terperinci

BAB I DEFINISI. APD adalah Alat Pelindung Diri.

BAB I DEFINISI. APD adalah Alat Pelindung Diri. BAB I DEFINISI APD adalah Alat Pelindung Diri. Pelindung yang baik adalah yang terbuat dari bahan yang telah diolah atau bahan sintetik yang tidak tembus air atau cairan lain (darah atau cairan tubuh).

Lebih terperinci

Disampaikan pada Pertemuan Ilmiah Tahunan Nasional Ikatan Perawat Dialisis Indonesia (IPDI) Palembang, 17 Oktober 2014

Disampaikan pada Pertemuan Ilmiah Tahunan Nasional Ikatan Perawat Dialisis Indonesia (IPDI) Palembang, 17 Oktober 2014 Disampaikan pada Pertemuan Ilmiah Tahunan Nasional Ikatan Perawat Dialisis Indonesia (IPDI) Palembang, 17 Oktober 2014 PENDAHULUAN KEWASPADAAN ISOLASI PELAKSANAAN PPI DI RS & FASILITAS PETUNJUK PPI UNTUK

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN PERILAKU HYGIENE PERAWAT DAN FASILITAS SANITASI DALAM PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PERDAGANGAN KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2012 1. DATA UMUM A.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infeksi Nosokomial 1. Pengertian Menurut Paren (2006) pasien dikatakan mengalami infeksi nosokomial jika pada saat masuk belum mengalami infeksi kemudian setelah dirawat selama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Infeksi Nosokomial Infeksi adalah proses masuknya mikroorganisme ke dalam jaringan tubuh, kemudian terjadi kolonisasi dan menimbulkan penyakit (Entjang, 2003). Infeksi Nosokomial

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infeksi Nosokomial 1. Pengertian Infeksi nosokomial atau hospital acquired infection adalah infeksi yang didapat klien ketika klien tersebut masuk rumah sakit atau pernah dirawat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang terdapat di RS PKU Muhammadiyah Gamping memiliki berbagai

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang terdapat di RS PKU Muhammadiyah Gamping memiliki berbagai BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping yang menyediakan berbagai macam jenis pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mikroorganisme dapat terjadi melalui darah, udara baik droplet maupun airbone,

BAB I PENDAHULUAN. mikroorganisme dapat terjadi melalui darah, udara baik droplet maupun airbone, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Rumah sakit sebagai tempat pengobatan, juga merupakan sarana pelayanan kesehatan yang dapat menjadi sumber infeksi dimana orang sakit dirawat dan ditempatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. selama kunjungan antenatal atau pasca persalinan/bayi baru lahir atau saat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. selama kunjungan antenatal atau pasca persalinan/bayi baru lahir atau saat BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pencegahan Infeksi Pencegahan infeksi adalah bagian esensial dari asuhan lengkap yang diberikan kepada ibu dan bayi baru lahir dan harus dilaksakan secara rutin pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Pencegahan Infeksi Pencegahan infeksi tidak terpisah dari komponen- komponen lain dalam asuhan selama persalinan dan kelahiran bayi. Tindakan ini harus diterapkan dalam setiap

Lebih terperinci

PENCEGAHAN INFEKSI ALIRAN DARAH PRIMER (IADP) (Rana Suryana SKep. Medical Dept. PT Widatra Bhakti)

PENCEGAHAN INFEKSI ALIRAN DARAH PRIMER (IADP) (Rana Suryana SKep. Medical Dept. PT Widatra Bhakti) PENCEGAHAN INFEKSI ALIRAN DARAH PRIMER (IADP) (Rana Suryana SKep. Medical Dept. PT Widatra Bhakti) I. Pendahuluan Penggunaan peralatan intravaskular (IV) tidak dapat dihindari pada pelayanan rumah sakit

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Bidan Bidan adalah seseorang yang telah menjalani program pendidikan bidan, yang diakui oleh negara tempat ia tinggal, dan telah berhasil menyelesaikan studi terkait

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran Perawat 1. Pengertian Peran Peran pada dasarnya adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang, sesuai kedudukannya dalam suatu sistem.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infeksi Nosokomial 1. Pengertian Infeksi nosokomial adalah suatu infeksi yang diperoleh pasien selama dirawat di rumah sakit. Infeksi nosokomial terjadi karena adanya transmisi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Alat kesehatan meliputi barang, instrumen atau alat lain yang termasuk tiap komponen, bagian atau perlengkapannya yang diproduksi, dijual atau dimaksudkan untuk digunakan

Lebih terperinci

Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) merupakan salah satu bagian dari kewaspadaan standar.

Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) merupakan salah satu bagian dari kewaspadaan standar. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) merupakan salah satu bagian dari kewaspadaan standar. Penggunaan APD perlu pengawasan karena dengan penggunaan APD yang tidak tepat akan menambah cost TUJUAN PENGGUNAAN

Lebih terperinci

SOP PERAWATAN LUKA A. KLASIFIKASI LUKA BEDAH

SOP PERAWATAN LUKA A. KLASIFIKASI LUKA BEDAH SOP PERAWATAN LUKA A. KLASIFIKASI LUKA BEDAH 1. Luka bersih Luka operasi yang tidak terinfeksi, dimana tidak ditemukan adanya inflamasi dan tidak ada infeksi saluran pernafasan, pencernaan, dan urogenital.

Lebih terperinci

A. Informasi Fasilitas Kesehatan

A. Informasi Fasilitas Kesehatan LAMPIRAN 73 74 A. Informasi Fasilitas Kesehatan MODUL 1. INFORMASI FASILITAS KESEHATAN Modul ini harus dijawab oleh Kepala fasilitas kesehatan atau perawat. Untuk setiap item, tandai jawaban paling tepat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pengetahuan 2.1.1. Definisi Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek/benda tertentu

Lebih terperinci

PANDUAN KEWASPADAAN UNIVERSAL PUSKESMAS KECAMATAN PASAR MINGGU

PANDUAN KEWASPADAAN UNIVERSAL PUSKESMAS KECAMATAN PASAR MINGGU PANDUAN KEWASPADAAN UNIVERSAL PUSKESMAS KECAMATAN PASAR MINGGU BAB I DEFINISI Kewaspadaan Universal yaitu tindakan pengendalian infeksi yang dilakukan oleh seluruh tenaga kesehatan untuk mengurangi risiko

Lebih terperinci

PENUNTUN SKILLS LAB BLOK 4.3 ELEKTIF Topik 2.A KESEHATAN INTERNASIONAL DAN KARANTINA

PENUNTUN SKILLS LAB BLOK 4.3 ELEKTIF Topik 2.A KESEHATAN INTERNASIONAL DAN KARANTINA PENUNTUN SKILLS LAB BLOK 4.3 ELEKTIF Topik 2.A KESEHATAN INTERNASIONAL DAN KARANTINA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2016 1. PANDUAN KESELAMATAN UNTUK PETUGAS KESEHATAN I. Pengantar Panduan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tanggung jawab dan wewenang dalam mengelola kegiatan pelayanan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tanggung jawab dan wewenang dalam mengelola kegiatan pelayanan 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1.2 Kepala Ruangan 1.2.1 Pengertian Kepala Ruangan Kepala ruangan adalah seorang tenaga perawatan profesional yang diberi tanggung jawab dan wewenang dalam mengelola kegiatan pelayanan

Lebih terperinci

Lampiran 1 INSTRUMEN INFECTION CONTROL SELF ASSESSMENT TOOL (ICAT)

Lampiran 1 INSTRUMEN INFECTION CONTROL SELF ASSESSMENT TOOL (ICAT) LAMPIRAN Lampiran 1 INSTRUMEN INFECTION CONTROL SELF ASSESSMENT TOOL (ICAT) MODUL PENGELOLAAN LIMBAH Pertanyaan-pertanyaan ini harus dilengkapi oleh staf yang akrab dengan praktek-praktek pengelolaan limbah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi dan penyakit menular merupakan masalah yang masih dihadapi oleh negara-negara berkembang.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi dan penyakit menular merupakan masalah yang masih dihadapi oleh negara-negara berkembang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi dan penyakit menular merupakan masalah yang masih dihadapi oleh negara-negara berkembang. Seperti halnya di Indonesia, penyakit infeksi masih merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Infeksi nosokomial merupakan problem klinis yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Infeksi nosokomial merupakan problem klinis yang sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi nosokomial merupakan problem klinis yang sangat penting pada saat sekarang ini, karena akan menambah masa perawatan pasien di rumah sakit sekaligus akan memperberat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. sehat, baik itu pasien, pengunjung, maupun tenaga medis. Hal tersebut

BAB II TINJAUAN TEORI. sehat, baik itu pasien, pengunjung, maupun tenaga medis. Hal tersebut BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Infeksi Nosokomial Rumah sakit adalah tempat berkumpulnya orang sakit dan orang sehat, baik itu pasien, pengunjung, maupun tenaga medis. Hal tersebut menyebabkan rumah sakit berpeluang

Lebih terperinci

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON RESPONDEN. Nama saya lailani Zahra, sedang menjalani pendidikan di Program D-IV Bidan

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON RESPONDEN. Nama saya lailani Zahra, sedang menjalani pendidikan di Program D-IV Bidan LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON RESPONDEN Assalamu alaikum Wr.Wb/ Salam Sejahtera Dengan hormat, Nama saya lailani Zahra, sedang menjalani pendidikan di Program D-IV Bidan Pendidik Fakultas USU. Saya sedang

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAMPUAN PERAWAT DALAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI NOSOKOMIAL DI RUMAH SAKIT UMUM MITRA MEDIKA MEDAN TAHUN 2016 TESIS.

ANALISIS KEMAMPUAN PERAWAT DALAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI NOSOKOMIAL DI RUMAH SAKIT UMUM MITRA MEDIKA MEDAN TAHUN 2016 TESIS. ANALISIS KEMAMPUAN PERAWAT DALAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI NOSOKOMIAL DI RUMAH SAKIT UMUM MITRA MEDIKA MEDAN TAHUN 2016 TESIS Oleh CHINTAMI OCTAVIA 147032123/IKM PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Keselamatan pasien (Patient Safety) adalah isu global dan nasional bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. Keselamatan pasien (Patient Safety) adalah isu global dan nasional bagi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keselamatan pasien (Patient Safety) adalah isu global dan nasional bagi rumah sakit, komponen penting dari mutu layanan kesehatan, prinsip dasar dari pelayanan pasien

Lebih terperinci

TINDAKAN PERAWAT DALAM PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL LUKA PASCA BEDAH

TINDAKAN PERAWAT DALAM PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL LUKA PASCA BEDAH TINDAKAN PERAWAT DALAM PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL LUKA PASCA BEDAH Rahmat Ali Putra Hrp*Asrizal** *Mahasiswa **Dosen Departemen Keperawatan Medikal bedah Fakultas Keperawatan, Universitas Sumatera Utara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Alat Pelindung Diri (APD) sangat penting bagi perawat. Setiap hari

BAB I PENDAHULUAN. Alat Pelindung Diri (APD) sangat penting bagi perawat. Setiap hari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Alat Pelindung Diri (APD) sangat penting bagi perawat. Setiap hari perawat selalu berinteraksi dengan pasien dan bahaya-bahaya di rumah sakit, hal tersebut membuat

Lebih terperinci

PERAWATAN KOLOSTOMI Pengertian Jenis jenis kolostomi Pendidikan pada pasien

PERAWATAN KOLOSTOMI Pengertian Jenis jenis kolostomi Pendidikan pada pasien PERAWATAN KOLOSTOMI Pengertian * Sebuah lubang buatan yang dibuat oleh dokter ahli bedah pada dinding abdomen untuk mengeluarkan feses (M. Bouwhuizen, 1991) * Pembuatan lubang sementara atau permanen dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 15 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia Rumah Sakit sebagai salah satu bagian sistem pelayanan kesehatan secara garis besar memberikan pelayanan untuk masyarakat berupa pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berarti melihat dari atas (Suarli& Bahtiar, 2010). Secara umum pengertian

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berarti melihat dari atas (Suarli& Bahtiar, 2010). Secara umum pengertian BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Supervisi 2.1.1 Pengertian Supervisi Supervisi berasal dari kata super (bahasa Latin yang berarti di atas) dan videre (bahasa Latin yang berarti melihat), bila dilihat dari kata

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. kecil dan hanya dapat dilihat di bawah mikroskop atau mikroskop elektron.

BAB II TINJAUAN TEORI. kecil dan hanya dapat dilihat di bawah mikroskop atau mikroskop elektron. BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Mikroorganisme Patogen Oportunis Mikroorganisme atau mikroba adalah makhluk hidup yang sangat kecil dan hanya dapat dilihat di bawah mikroskop atau mikroskop elektron. Mikroorganisme

Lebih terperinci

Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) yang cenderung menjadi epidemi dan pandemi

Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) yang cenderung menjadi epidemi dan pandemi Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) yang cenderung menjadi epidemi dan pandemi Pencegahan dan pengendalian infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan Pedoman Ringkas Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA)

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kepatuhan 2.1.1. Definisi Kepatuhan Kamus Umum Bahasa Indonesia mendeksripsikan bahwa patuh adalah suka menurut perintah, taat pada perintah, sedangkan kepatuhan adalah perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompetitif, toksin, replikasi intra seluler atau reaksi antigen-antibodi.

BAB I PENDAHULUAN. kompetitif, toksin, replikasi intra seluler atau reaksi antigen-antibodi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi adalah proses invasif oleh mikroorganisme dan berproliferasi didalam tubuh yang menyebabkan sakit (Potter & Perry, 2005). Infeksi adalah invasi tubuh oleh mikroorganisme

Lebih terperinci

PENANGANAN TEPAT MENGATASI DEMAM PADA ANAK

PENANGANAN TEPAT MENGATASI DEMAM PADA ANAK PENANGANAN TEPAT MENGATASI DEMAM PADA ANAK Demam pada anak merupakan salah satu pertanda bahwa tubuhnya sedang melakukan perlawanan terhadap kuman yang menginfeksi. Gangguan kesehatan ringan ini sering

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN 38 BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Tempat Penelitian Rumah sakit Islam Kendal adalah rumah sakit swasta yang dikelola oleh amal usaha muhammadiyah. Rumah sakit tipe C yang sudah terakreditasi

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN. Perbedaan Sanitasi Lingkungan dan Perilaku Petugas Kesehatan terhadap Angka

KUESIONER PENELITIAN. Perbedaan Sanitasi Lingkungan dan Perilaku Petugas Kesehatan terhadap Angka KUESIONER PENELITIAN Perbedaan Sanitasi Lingkungan dan Perilaku Petugas Kesehatan terhadap Angka Kuman dan Pada Ruangan ICU di RSUD Dr. Pirngadi dan Rumkit TK II Putri Hijau Kesdam I/BB Medan Tahun 200

Lebih terperinci

PANDUAN RUANG ISOLASI DI RUMAH SAKIT SAIFUL ANWAR MALANG

PANDUAN RUANG ISOLASI DI RUMAH SAKIT SAIFUL ANWAR MALANG PANDUAN RUANG ISOLASI DI RUMAH SAKIT SAIFUL ANWAR MALANG TIM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI RSUD DR. SAIFUL ANWAR MALANG BAB I DEFINISI RUANG ISOLASI A. Definisi Ruang Isolasi Ruang isolasi adalah

Lebih terperinci

ASUHAN BAYI BARU LAHIR DAN NEONATUS

ASUHAN BAYI BARU LAHIR DAN NEONATUS ASUHAN BAYI BARU LAHIR DAN NEONATUS Asuhan segera pada bayi baru lahir Adalah asuhan yang diberikan pada bayi tersebut selama jam pertama setelah persalinan. Aspek-aspek penting yang harus dilakukan pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN 54 BAB IV HASIL PENELITIAN Bab ini membahas hasil penelitian pada setiap variabel yang sudah direncanakan. Proses pengambilan data dilakukan di RSUD Tidar kota Magelang dari 30 Desember 2015 sampai 7 Januari

Lebih terperinci

PANDUAN WAWANCARA. Analisis Kemampuan Perawat dalam Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit Umum Mitra Medika Medan

PANDUAN WAWANCARA. Analisis Kemampuan Perawat dalam Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit Umum Mitra Medika Medan 103 Lampiran 1 PANDUAN WAWANCARA Analisis Kemampuan Perawat dalam Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit Umum Mitra Medika Medan A. Data Karakteristik Informan Petunjuk Pengisian:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bakteri terdapat dimana-mana di dalam tanah, debu, udara, dalam air susu,

BAB I PENDAHULUAN. Bakteri terdapat dimana-mana di dalam tanah, debu, udara, dalam air susu, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bakteri terdapat dimana-mana di dalam tanah, debu, udara, dalam air susu, maupun pada permukaan jaringan tubuh kita sendiri, di segala macam tempat serta lingkungan

Lebih terperinci

SELENIUM ASPARTAT SELENIUM ASPRATATE

SELENIUM ASPARTAT SELENIUM ASPRATATE SELENIUM ASPARTAT SELENIUM ASPRATATE 1. N a m a Golongan Mineral Sinonim/Nama Dagang (1,2) Tidak tersedia. Selenium aspartat merupakan komposisi dari sodium selenite, l-aspartic acid, dan protein sayur

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Kepatuhan 2.1.1 Defenisi Kepatuhan Kepatuhan perawat profesional adalah sejauh mana perilaku seorang perawat sesuai dengan ketentuan yang telah diberikan pimpinan perawat

Lebih terperinci

SAP (SATUAN ACARA PENGAJARAN) DIARE

SAP (SATUAN ACARA PENGAJARAN) DIARE SAP (SATUAN ACARA PENGAJARAN) DIARE Disusun Oleh : 1. Agustia Hastami P17420108041 2. Arsyad Sauqi P17420108044 3. Asih Murdiyanti P17420108045 4. Diah Ariful Khikmah P17420108048 5. Dyah Faria Utami P17420108050

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Udara tidak mengandung komponen nutrisi yang penting untuk bakteri, adanya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Udara tidak mengandung komponen nutrisi yang penting untuk bakteri, adanya BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Jenis Bakteri Udara Pada Rumah Sakit Udara tidak mengandung komponen nutrisi yang penting untuk bakteri, adanya bakteri udara kemungkinan terbawa oleh debu, tetesan uap air kering

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sistemik (Potter & Perry, 2005). Kriteria pasien dikatakan mengalami infeksi

BAB 1 PENDAHULUAN. sistemik (Potter & Perry, 2005). Kriteria pasien dikatakan mengalami infeksi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi adalah masuk dan berkembangnya mikroorganisme dalam tubuh yang menyebabkan sakit yang disertai dengan gejala klinis baik lokal maupun sistemik (Potter & Perry,

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Dalam hal ini sarana pelayanan kesehatan harus pula memperhatikan keterkaitan

BAB 1 : PENDAHULUAN. Dalam hal ini sarana pelayanan kesehatan harus pula memperhatikan keterkaitan BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah lingkungan erat sekali hubungannya dengan dunia kesehatan. Untuk mencapai kondisi masyarakat yang sehat diperlukan lingkungan yang baik pula. Dalam hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Permenkes RI No. 340/MENKES/PER/III/2010). Dalam memberikan

BAB I PENDAHULUAN. (Permenkes RI No. 340/MENKES/PER/III/2010). Dalam memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perseorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit (RS) sebagai institusi pelayanan kesehatan, di dalamnya

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit (RS) sebagai institusi pelayanan kesehatan, di dalamnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit (RS) sebagai institusi pelayanan kesehatan, di dalamnya terdapat bangunan, peralatan, manusia (petugas, pasien dan pengunjung) serta kegiatan pelayanan kesehatan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Depkes (2007) mencuci tangan adalah proses yang secara mekanis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Depkes (2007) mencuci tangan adalah proses yang secara mekanis BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Cuci Tangan 2.1.1. Defenisi Cuci Tangan Menurut Depkes (2007) mencuci tangan adalah proses yang secara mekanis melepaskan kotoran dan debris dari kulit tangan dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berarti keselamatan pasien adalah hukum yang tertinggi (Hanafiah & Amir,

BAB I PENDAHULUAN. yang berarti keselamatan pasien adalah hukum yang tertinggi (Hanafiah & Amir, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam menjalankan tugasnya bagi dokter Aegroti Salus Lex Suprema, yang berarti keselamatan pasien adalah hukum yang tertinggi (Hanafiah & Amir, 2009).Keselamatan pasien

Lebih terperinci

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru 1.1 Pengertian Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Keselamatan klien merupakan sasaran dalam program Patient Safety yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Keselamatan klien merupakan sasaran dalam program Patient Safety yang BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar belakang Rumah Sakit memiliki tanggung jawab dalam memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu untuk menjamin keselamatan klien (Depkes, 2011). Keselamatan klien merupakan sasaran

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. peneliti menyimpulkan bahwa infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. peneliti menyimpulkan bahwa infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Infeksi Nosokomial 1.1 Pengertian Infeksi dan Infeksi Nosokomial Infeksi adalah invasi tubuh oleh patogen atau mikroorganisme yang mampu menyebabkan sakit (Potter & Perry, 2005).

Lebih terperinci

Mengapa disebut sebagai flu babi?

Mengapa disebut sebagai flu babi? Flu H1N1 Apa itu flu H1N1 (Flu babi)? Flu H1N1 (seringkali disebut dengan flu babi) merupakan virus influenza baru yang menyebabkan sakit pada manusia. Virus ini menyebar dari orang ke orang, diperkirakan

Lebih terperinci

Untuk menjamin makanan aman

Untuk menjamin makanan aman Untuk menjamin makanan aman HIGIENE & SANITASI MAKANAN Mencegah kontaminasi makanan oleh mikroba Mencegah perkembangbiakan mikroba Mencegah terjadinya kontaminasi cemaran lain Higiene : upaya untuk memelihara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersifat dinamis dan merupakan masalah kesehatan yang sedang dihadapi terutama

BAB I PENDAHULUAN. bersifat dinamis dan merupakan masalah kesehatan yang sedang dihadapi terutama BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh mikroba patogen yang bersifat dinamis dan merupakan masalah kesehatan yang sedang dihadapi terutama oleh negara-negara

Lebih terperinci

6. Botol kecil steril untuk bahan pemeriksaan steril

6. Botol kecil steril untuk bahan pemeriksaan steril Prosedur Pemasangan Kateter Urin Ditulis pada Senin, 15 Februari 2016 00:50 WIB oleh fatima dalam katergori Kebutuhan Dasar tag KDM, Kateter, Eliminasi Uri http://fales.co/blog/prosedur-pemasangan-kateter-urin.html

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dinilai melalui berbagai indikator. Salah satunya adalah terhadap upaya

BAB 1 PENDAHULUAN. dinilai melalui berbagai indikator. Salah satunya adalah terhadap upaya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mutu pelayanan kesehatan khususnya keperawatan di rumah sakit dapat dinilai melalui berbagai indikator. Salah satunya adalah terhadap upaya pengendalian infeksi nosokomial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang Pedoman Manajerial Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas

BAB I PENDAHULUAN. tentang Pedoman Manajerial Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan kebijakan pencegahan infeksi nosokomial di rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya. Kebijakan itu tertuang dalam Keputusan

Lebih terperinci

PENUNTUN PEMBELAJARAN

PENUNTUN PEMBELAJARAN PENUNTUN PEMBELAJARAN TEKNIK PENGAMBILAN, PEMBUATAN PRAPARAT LANGSUNG DAN PENGIRIMAN SEKRET URETHRA Diberikan pada Mahasiswa Semester IV Fakulytas Kedokteran Unhas SISTEM UROGENITAL FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

MENCUCI INSTRUMEN BEDAH No.Dokumen No.Revisi Halaman. Tanggal Terbit Ditetapkan Oleh : Direktur RS

MENCUCI INSTRUMEN BEDAH No.Dokumen No.Revisi Halaman. Tanggal Terbit Ditetapkan Oleh : Direktur RS MENCUCI INSTRUMEN BEDAH L KEPERAWATA N Agar instrumen bedah yang dipakai dapat dibersihkan dari bahan berbahaya pasien 1. Siapkan larutan chlorine 0.5% secukupnya. 2. Selesai melakukan operasi, prosedur

Lebih terperinci

Panduan Identifikasi Pasien

Panduan Identifikasi Pasien Panduan Identifikasi Pasien IDENTIFIKASI PASIEN 1. Tujuan Mendeskripsikan prosedur untuk memastikan tidak terjadinya kesalahan dalam identifikasi pasien selama perawatan di rumah sakit. Mengurangi kejadian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sanitasi Dan Higiene Pada Tahap Penerimaan Bahan Baku.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sanitasi Dan Higiene Pada Tahap Penerimaan Bahan Baku. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sanitasi Dan Higiene Pada Tahap Penerimaan Bahan Baku. Penerapan sanitasi dan higiene diruang penerimaan lebih dititik beratkan pada penggunaan alat dan bahan sanitasi.

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO DINAS KESEHATAN PUSKESMAS PONOROGO UTARA. KEPUTUSAN KEPALA PUKESMAS PONOROGO UTARA Nomor :188.4/... / /...

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO DINAS KESEHATAN PUSKESMAS PONOROGO UTARA. KEPUTUSAN KEPALA PUKESMAS PONOROGO UTARA Nomor :188.4/... / /... PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO DINAS KESEHATAN PUSKESMAS PONOROGO UTARA KECAMATAN PONOROGO Jl. Pahlawan No. 30 Telp (0352) 485446 Ponorogo Kode 63419 Kode Pos 63455 KEPUTUSAN KEPALA PUKESMAS PONOROGO UTARA

Lebih terperinci

PANDUAN MANAJEMEN RESIKO PUSKESMAS CADASARI PEMERINTAH KABUPATEN PANDEGLANG DINAS KESEHATAN UPT PUSKESMAS CADASARI

PANDUAN MANAJEMEN RESIKO PUSKESMAS CADASARI PEMERINTAH KABUPATEN PANDEGLANG DINAS KESEHATAN UPT PUSKESMAS CADASARI PANDUAN MANAJEMEN RESIKO PUSKESMAS CADASARI PEMERINTAH KABUPATEN PANDEGLANG DINAS KESEHATAN UPT PUSKESMAS CADASARI Jl. Raya Serang Km. 5, Kec. Cadasari Kab. Pandeglang Banten DAFTAR ISI BAB I MANAJEMEN

Lebih terperinci

MODUL PRAKTIK KLINIK KETRAMPILAN DASAR KEBIDANAN

MODUL PRAKTIK KLINIK KETRAMPILAN DASAR KEBIDANAN MODUL PRAKTIK KLINIK KETRAMPILAN DASAR KEBIDANAN 2015 A K A D E M I K E B I D A N A N G R I Y A H U S A D A S U R A B A Y A KETERAMPILAN KLINIK INJEKSI I. DISKRIPSI MODUL Pendahuluan Tujuan Metode Penuntun

Lebih terperinci

MINYAK BIJI GANJA CANNABIS SATIVA SEED OIL

MINYAK BIJI GANJA CANNABIS SATIVA SEED OIL MINYAK BIJI GANJA CANNABIS SATIVA SEED OIL 1. N a m a Golongan Essential Oil Sinonim / Nama Dagang (3) Cannabis chinense; Cannabis indica; Hempseed oil Nomor Identifikasi Nomor CAS : 68956-68-3 (1,7) Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasien yang masuk ke rumah sakit untuk menjalani perawataan dan. pengobatan sangat berharap memperoleh kesembuhan atau perbaikan

BAB I PENDAHULUAN. Pasien yang masuk ke rumah sakit untuk menjalani perawataan dan. pengobatan sangat berharap memperoleh kesembuhan atau perbaikan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pasien yang masuk ke rumah sakit untuk menjalani perawataan dan pengobatan sangat berharap memperoleh kesembuhan atau perbaikan penyakitnya. Namun beberapa pasien yang

Lebih terperinci

Rumus untuk membuat larutan klorin 0,5% dari larutan konsentrat berbentuk cair :

Rumus untuk membuat larutan klorin 0,5% dari larutan konsentrat berbentuk cair : Rumus untuk membuat larutan klorin 0,5% dari larutan konsentrat berbentuk cair : Jumlah bagian air = (% larutan konsentrat : % larutan yang diinginkan)- 1 Contoh : Untuk membuat larutan klorin 0,5% dari

Lebih terperinci

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN. Hubungan Pengetahuan Perawat Tentang Infeksi Nosokomial Dan Kepatuhan Perawat

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN. Hubungan Pengetahuan Perawat Tentang Infeksi Nosokomial Dan Kepatuhan Perawat Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN Hubungan Pengetahuan Perawat Tentang Infeksi Nosokomial Dan Kepatuhan Perawat Dalam Mencuci Tangan Cara Biasa Sesuai SOP

Lebih terperinci

Strategi Pencegahan dan Pengendalian Infeksi untuk Prosedur Khusus di Fasilitas Pelayanan Kesehatan

Strategi Pencegahan dan Pengendalian Infeksi untuk Prosedur Khusus di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Strategi Pencegahan dan Pengendalian Infeksi untuk Prosedur Khusus di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Infeksi Saluran Pernapasan Akut yang cenderung menjadi epidemi dan pandemi Pedoman Acuan Ringkas Ucapan

Lebih terperinci

Nomer Station 1 Judul Station Perawatan Jenazah di RS Waktu yang

Nomer Station 1 Judul Station Perawatan Jenazah di RS Waktu yang Nomer Station 1 Judul Station Perawatan Jenazah di RS Waktu yang 7 menit dibutuhkan Tujuan station Menilai kemampuan prosedur perawatan jenazah HIV/AIDS di RS Area kompetensi 1. Komunikasi efektif pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan manusia tidak dapat lepas dari keberadaan mikroorganisme. Lingkungan di mana manusia hidup terdiri dari banyak jenis dan spesies mikroorganisme. Mikroorganisme

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TIFOID

ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TIFOID ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TIFOID Definisi: Typhoid fever ( Demam Tifoid ) adalah suatu penyakit umum yang menimbulkan gejala gejala sistemik berupa kenaikan suhu dan kemungkinan penurunan kesadaran. Etiologi

Lebih terperinci

PENGENDALIAN INFEKSI DI YANKESGILUT. Harum Sasanti Pelatihan Dokter Gigi Keluarga

PENGENDALIAN INFEKSI DI YANKESGILUT. Harum Sasanti Pelatihan Dokter Gigi Keluarga PENGENDALIAN INFEKSI DI YANKESGILUT Harum Sasanti Pelatihan Dokter Gigi Keluarga PENDAHULUAN Pengendalian infeksi (PI) merupakan upaya yang wajib dilakukan oleh setiap dr/drg/nakes yang memberikan pelayanan

Lebih terperinci

DAFTAR TILIK CUCI TANGAN MEDIS

DAFTAR TILIK CUCI TANGAN MEDIS CUCI TANGAN MEDIS N0 PROSEDUR TINDAKAN NILAI 1 Menyiapkan peralatan yang dibutuhkan 2 Melepas semua perhiasan yang menempel di tangan dan lengan 3 Membasahi kedua belah tangan dengan air mengalir 4 Memberi

Lebih terperinci