Sawit dari Taman Nasional. Menelusuri TBS Sawit Illegal di Riau, Sumatra

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Sawit dari Taman Nasional. Menelusuri TBS Sawit Illegal di Riau, Sumatra"

Transkripsi

1 Sawit dari Taman Nasional Menelusuri TBS Sawit Illegal di Riau, Sumatra Riau, Sumatera, Indonesia 2013

2 Gambar muka dari kiri atas ke kanan bawah: Kawanan gajah terekam di perbatasan TN Tesso Nilo tahun 2009 WWF Indonesia/Samsuardi. Harimau tertangkap kamera pada di TN Tesso Nilo tahun 2008 WWF/PHKA Perambah mengkonversi kawasan IUPHHK PT. Siak Raya untuk kebun sawit,koordinat N 0 4'29.24" dan E '43.87" gambar diambil26 April 2011 WWF Indonesia Kebun sawit illegal yang dikelola oleh Soko Jati Pangean yang diindikasikan memiliki keterkaitan dengan PT. Citra Riau Sarana milik Wilmar dalam kawasan IUPHHK PT. Hutani Sola Lestari koordinat S 0 8'45.23"dan E '51.83" terekam pada 14 Juli 2011 WWF Indonesia. Truk yang mengangkut Tandan Buah Segar (TBS) TBS illegal dari Taman Nasional Tesso Nilo ke pabrik PT. Inti Indosawit Subur Ukui 2 mill milik Asian Agri di koordinat S 0 20'3.48" E 102 2'49.81" WWF Indonesia. Truk yang mengangkut TBS dari Taman Nasional Tesso Nilo memasuki gerbang mill PT. Citra Riau Sarana 2 jam 04:04 PM pada 27 July 2011 WWF Indonesia Kutip laporan ini sebagai: WWF-Indonesia (2013) Menelusuri TBS Sawit Ilegal dari Kompleks Hutan Tesso Nilo.

3 Daftar Isi Daftar Isi... 3 KATA PENGANTAR... 1 RINGKASAN LATAR BELAKANG Produksi Minyak Sawit dan Unit Pengolahannya di Riau Perkebunan Sawit di Riau TEMUAN INVESTIGASI Perkebunan Kelapa Sawit Ilegal di Dalam Kompleks Hutan Tesso Nilo Kepemilikan, Luas, dan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit Ilegal Keterkaitan Perusahaan Besar Swasta dalam Pengembangan Kebun Sawit di dalam Kompleks hutan Tesso Nilo Mills di sekitar Kompleks hutan Tesso Nilo Penelusuran aliran TBS dari Kompleks hutan Tesso Nilo ke Pabrik Pengolahan Aliran TBS dari Kompleks hutan Tesso Nilo ke mills milik Wilmar Aliran TBS dari Kompleks hutan Tesso Nilo ke Pabrik Asian Agri Pasokan minyak sawit ke pasar global terkontaminasi TBS yang berasal dari Kompleks hutan Tesso Nilo Legalitas Pengembangan Kebun Sawit di dalam Kompleks Hutan Tesso Nilo Lampiran 1: Sejarah Kompleks hutan Tesso Nilo Lampiran 2: Legalitas Perkebunan Kelapa Sawit... 33

4 BATASAN ISTILAH Kompleks hutan Tesso Nilo meliputi kawasan Taman Nasional Tesso Nillo, IUPHHK PT. Hutani Sola Lestari dan IUPHHK PT. Siak Raya Timber Kawasan Hutan dalam laporan ini didefinisikan sebagai kawasan yang dikelola oleh Kementerian Kehutanan berdasarkan konsensus Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK Keputusan Menteri Kehutanan No. 173,/Kpts-II/1986) dan Rencana Tata Ruang Propinsi Riau (RTRWP) tahun Penunjukan kawasan hutan tidak berarti bahwa kawasan tersebut merupakan tutupan hutan alam. Seluruh lahan di dalam Kompleks hutan Tesso Nilo dikategorikan sebagai kawasan hutan dan tidak diijinkan adanya pengembangan komoditas perkebunan, seperti kebun sawit. Perambahan dalam laporan ini termasuk kegiatan menduduki, menguasai dan mengusahakan kawasan hutan di kompleks hutan Tesso Nilo sesuai dengan TGHK tahun 1986 dan RTRWP Riau tahun Sawit illegal dalam laporan ini menunjuk pada sawit yang berasal dari perkebunan yang berada di dalam kawasan hutan di kompleks hutan Tesso Nilo sesuai dengan (Tata Guna Hutan Kesepakatan) TGHK tahun 1986 dan RTRWP Riau tahun Penyebutan Asian Agri dalam laporan ini mewakili PT Inti Indo Sawit Subur dan PT. Mitra Unggul Pusaka. Penyebutan Wilmar dalam laporan ini mewakili PT. Citra Riau Sarana.

5 KATA PENGANTAR Laporan ini didasarkan pada investigasi yang dilakukan oleh WWF Indonesia pada Februari 2011 hingga April 2012 terhadap rantai pasok tandan buah segar (TBS) yang ditanam secara ilegal di kawasan Taman Nasional Tesso Nilo, IUPHHK PT. Siak Raya Timber dan PT. Hutani Sola Lestari (selanjutnya dalam laporan ini disebut sebagai Kompleks hutan Tesso Nilo). Investigasi rantai pasok ini mengemukakan adanya pembelian TBS illegal oleh dua perusahaan sawit global: Asian Agri dan Wilmar. Laporan ini belum dipublikasikan hingga saat ini untuk memberikan kesempatan kepada para pihak yang terkait dengan perdagangan TBS tersebut untuk merespon dengan aksi tindak lanjut. Para pihak yang dimaksud termasuk Balai Pengelola Taman Nasional Teso Nilo dan Kementerian Kehutanan (Kemenhut). WWF Indonesia telah mengirimkan draft laporan ini kepada Kemenhut pada tanggal 5 November 2012 untuk menyampaikan situasi yang terjadi. Kemenhut selanjutnya mengirim surat kepada Asian Agri pada bulan Januari 2013 untuk meminta klarifikasi. Pada Februari 2013, Menteri Kehutanan menyampaikan pernyataan pada saat peresmian pusat konservasi gajah di perbatasan Taman Nasional Tesso Nilo bahwa Kemenhut berkomitmen untuk merelokasi perambah dan menyediakan dana untuk mengatasi isu perambahan. Pada saat yang sama Bupati Pelalawan menambahkan bahwa pihak pemerintah kabupaten akan menyediakan dana tambahan yang bersumber dari APBD kabupaten untuk mendukung relokasi warga yang berada di dalam Taman Nasional Tesso Nilo 1. WWF menyambut baik komitmen ini dan mendorong Kemenhut dan pihak Kabupaten Pelalawan untuk segera mengimplementasikan program ini. Asian Agri telah mengumumkan secara terbuka kepada para suppliernya untuk menolak TBS yang tidak memenuhi ketentuan peraturan perundangan. Salah satu anggota DPRD Kabupaten Pelalawan -dimana pabrik Asian Agri berada- menyatakan kekecewaannya atas keputusan yang diambil oleh pihak Asian Agri untuk menghentikan pembelian TBS yang berasal dari kawasan hutan. Pernyataan pihak DPRD tersebut disampaikan dalam forum dengar pendapat yang telah dilaksanakan dua kali yang melibatkan Asian Agri, para supplier, kepala desa, koperasi, BKSDA, dinas kabupaten yang terkait dan WWF. Pernyataan serupa juga disampaikan pada saat kunjungan anggota DPRD Pelalawan ke kantor WWF Indonesia. Dalam rapat dengar pendapat pertama, Asian Agri meminta jaminan tertulis dari supplier pemasok TBS ke PKS milik Asian Agri bahwa TBS yang mereka pasok ke Asian Agri bukan berasal dari kawasan hutan atau kawasan yang tidak diizinkan untuk ditanam tanaman perkebunan yang tidak terbatas pada : Kawasan Hutan Lindung, Kawasan Hutan Tanaman Industri, Kawasan Hutan Produksi dan Kawasan Konservasi. Tiga hari setelah rapat dengar Gambar 1. Papan pengumuman di depan mill milik PT. Inti Indosawit Subur dari group Asian Agri yang berada di kompleks hutan Tesso Nilo yang menyatakan larangan untuk tidak mengirim pasokan TBS illegal 0 13'23.08"S 102 5'42.07"E 1 Rujukan pada tautan dan 1

6 pendapat pertama WWF menerima salinan pernyataan supplier yang dikuatkan juga oleh tanda tangan kepala desa serta dinas atau instansi pemerintah terkait. Hingga saat ini proses klarifikasi terhadap pernyataan status lahan dari TBS belum dilakukan oleh pihak pemerintah yang berwenang termasuk pihak Balai TNTN. WWF diminta unutk mendukung proses ini. Berdasarkan verifikasi lapangan yang diusulkan, WWF akan mendukung masyarakat yang memiliki hak yang sah dan hak adat terhadap lahan di dalam kompleks hutan Tesso Nilo agar kebun-kebun tersebut dapat dikelola dengan cara-cara yang lestari. Penting untuk dicatat bahwa sebagian besar kebun sawit di dalam kompleks hutan Tesso Nilo saat ini dikembangkan dan dikelola oleh para pendatang: masyarakat yang datang dari luar kawasan, dan seringkali berasal dari luar provinsi Riau. Wilmar, di tingkat grup perusahaan, sejak bulan November 2012 telah mengumumkan bahwa mereka tidak akan membeli TBS yang bersumber dari kebun hasil rambahan Kawasan Hutan (didefinisikan sebagai kawasan yang dikelola oleh Kementerian Kehutanan baik ditutupi oleh hutan alam maupun tidak)). Pada tanggal 18 Januari 2013, Wilmar telah bertemu dengan WWF dan menyatakan telah melakukan proses verifikasi terhadap TBS yang diindikasikan berasal dari dalam kawasan hutan. Selanjutnya, Wilmar menginformasikan bahwa mereka telah sepenuhnya menghentikan penerimaan TBS yang berasal dari kawasan hutan dan melakukan perbaikan prosedur serta kontrak pembelian dengan memasukan klausul syarat jaminan legalitas asal-usul TBS. WWF menerima salinan surat manajemen PT. Citra Riau Sarana Gambar 2. Papan pengumuman di depan mill milik PT. Citra Riau Sarana dari group Wilmar yang berada di kompleks hutan Tesso Nilo yang menyatakan Kami tidak menerima TBS yang bersumber dari Kebun hasil rambahan Kawasan Hutan diambil pada titik koordinat 0 14'19.98"S '46.36"E. tertanggal 12 November 2012 yang berisi instruksi (1) penghentian pembelian TBS dari penjual yang kebunnya berasal dari Taman Nasional Tesso Nilo (2) Tidak melakukan pembelian TBS Illegal dari pihak manapun juga dan (3) pembuatan perjanjian yang jelas dan tegas dengan pihak penjual TBS bahwa TBS yang diperjualbelikan adalah buah legal. Namun, WWF belum melakukan verifikasi terhadap pelaksanaan komitmen ini di tingkatan mills. Studi ini hanya menginvestigasi sebagian kecil rantai pasok TBS yang ditanam secara ilegal di kompleks hutan Tesso Nilo. Di sekitar kompleks hutan Tesso Nilo terdapat 50 pabrik pengolahan kelapa sawit. Secara umum, studi ini mengindikasikan bahwa pasokan minyak sawit dari Indonesia ke pasar global telah terkontaminasi oleh TBS yang berasal dari kebun-kebun Illegal. Kebun-kebun seperti ini telah menyebabkan kerusakan kawasan hutan termasuk taman nasional yang menjadi habitat penting bagi harimau dan gajah Sumatera. Konsumen global tanpa disadari telah berkontribusi terhadap kerusakan Kompleks hutan Tesso Nilo dan kawasan lainnya yang dilindungi secara legal. 2

7 RINGKASAN 1. Analisa Citra Satelit Landsat 2002-April 2011 menunjukan pertambahan luas kawasan yang dirambah di dalam kompleks hutan Tesso Nilo kompleks tersebut memiliki luasan cenderung meningkat setiap tahunnya. Peningkatan tertinggi terjadi pada tahun berikut: 2006 areal yang dirambah seluas Ha, tahun 2008 mencapai Ha dan paling luas pada tahun 2009 yang mencapai Ha. Dalam lingkup kompleks hutan Tesso Nilo, perambahan paling besar terjadi pada lokasi IUPHHK PT. Siak Raya Timber yaitu mencapai 84% atau sekitar Ha, selanjutnya Taman Nasional Tesso Nilo yang mencapai 43% atau sebesar Ha. Sedangkan di dalam konsesi IUPHHK PT. Hutani Sola Lestari mencapai 40,% atau sebesar Ha. 2. Berdasarkan hasil survey ,5 Ha dari kompleks Tesso telah dirambah, 70 % ( Ha) diantaranya telah dikonversi menjadi kebun sawit ilegal. Dari areal yang telah dikonversi menjadi kebun sawit tersebut, Ha merupakan kebun yang sudah menghasilkan tandan buah segar. Dengan asumsi produktivitas 1,3-2 ton/ha/bulan, produksi TBS saat ini di kawasan hutan tesso nilo cukup untuk mensuplai satu CPO mill untuk memproduksi 67,000 ton per tahunnya. Sementara luas kebun yang belum menghasilkan sebesar Ha. Dalam Taman Nasional Tesso Nilo sendiri, kawasan yang sudah dikonversi menjadi kebun sawit totalnya mencapai Ha dimana Ha merupakan kebun yang sudah menghasilkan TBS. 3. Kebun sawit di dalam kompleks hutan Tesso Nilo dikuasai dan dikelola oleh individu dan kelompok. Teridentifikasi 524 orang mendominasi 72% ( Ha) dari total area perambahan yang telah dikonversi menjadi kebun sawit ( Ha), sementara sisanya dikelola oleh 20 kelompok. Rata-rata kebun yang dimiliki oleh individual adalah 50 hektar, jauh lebih besar dari rata-rata kebun yang dimiliki oleh petani, yang mengindikasikan adanya modal yang besar 4. Hasil observasi di lapangan ditemukan 50 mills beroperasi di sekitar kompleks hutan Tesso Nilo dengan perkiraan kebutuhan TBS sebesar 14,5 juta ton per tahun. Sementara untuk ke-11 mills yang tidak memiliki kebun sendiri diperlukan pasokan TBS dari kebun swadaya sebesar 3 juta ton per tahunnya 2. 4 mills dimiliki oleh Wilmar, Musim Mas, Golden Agri Resources dan BUMN perkebunan sementara 7 mills lainnya belum teridentifikasi kepemilikannya. 5. Dalam kurun waktu investigasi, dua grup perusahaan Asian Agri dan Wilmar diindikasikan terlibat dalam perdagangan TBS yang ditanam secara ilegal di dalam kompleks hutan Tesso Nilo. Dari pemantauan lapangan juga ditemukan bahwa Asian agri dan Wilmar terlibat dalam pengembangan kebun sawit illegal di dalam Kompleks hutan Tesso Nilo. Berdasarkan hasil investigasi sampai dengan bulan April 2012, mills di bawah ini ditemukan melakukan pembelian TBS yang ditanam secara ilegal di kompleks hutan Tesso Nilo dengan penjelasan sebagai berikut: No. Nama Mills Lokasi asal TBS Nama Kelompok Perambah Grup Asian Agri 1 PT. Mitra Unggul Pusaka IUPHHK PT. Siak Mamahan Jaya Raya Timber 2 PT. Inti Indosawit Subur Ukui 1 Taman Nasional Pondok Kempas Tesso Nilo 3 PT. Inti Indosawit Subur Ukui 2 Taman Nasional Bagan Limau 2 Dengan asumsi rata-rata waktu produksi 20 jam per hari dan 25 hari dalam sebulan. 3

8 Tesso Nilo 4 PT. Inti Indosawit Subur Ukui 2 Taman Nasional Tesso Nilo Grup Wilmar 5 PT. Citra Riau Sarana 1 IUPHHK PT. Hutani Sola Lestari 6 PT. Citra Riau Sarana 2 Taman Nasional Tesso Nilo 7 PT. Citra Riau Sarana 3 Taman Nasional Tesso Nilo Grup Lainnya 8 PT. Karya Indorata Persada IUPHHK PT. Siak Raya Timber Tani Bahagia (Lubuk Batu Tinggal) Koperasi Soko Jati Pangean Toro Jaya Toro Jaya Segati Jaya 4

9 1. LATAR BELAKANG Kawasan hutan seluas 167,618 Ha Kompleks hutan Tesso Nilo di jantung Sumatera merupakan salah satu kawasan yang memiliki keragaman jenis tumbuhan vaskuler tertinggi di dunia 3 dan merupakan kawasan penyangga populasi kunci dari gajah (Gambar. 1) dan harimau Sumatera yang kini terancam kepunahan. Gambar ekor kawanan gajah terekam di perbatasan Taman Nasional Tesso Nilo tahun WWF Indonesia/Samsuardi. Nilai konservasi yang tinggi ini mendorong Kementerian Kehutanan pada tahun 2004 menetapkannya sebagai Taman Nasional Tesso Nilo yang kemudian diperluas pada tahun Dari keseluruhan kawasan hutan tropis dataran rendah seluas 1,6 juta Ha yang pada tahun 1980-an merupakan lanskap hutan tropis yang kondisinya mengagumkan hanya tersisa sekitar Ha saja dan kondisinya pun berada dalam ancaman kepunahan 45. Kawasan hutan di sekitar kompleks hutan Tesso Nilo telah berganti menjadi hutan tanaman yang dimiliki oleh dua perusahaan berskala global, APRIL dari Royal Golden Eagle/Raja Garuda Emas dan Asia Pulp & Paper dari Sinar Mas Group. Selain dikonversi menjadi hutan tanaman, kawasan ini pun secara masif dikonversi menjadi perkebunan sawit. Seiring dengan meningkatnya nilai ekonomi dari komoditas ini, perluasan kebun sawit juga telah merambah kawasan hutan termasuk Taman Nasional Tesso Nilo. Pengembangan perkebunan kelapa sawit di dalam kompleks hutan Tesso Nilo adalah kegiatan ilegal. Menurut undang-undang kehutanan di Indonesia, semua tanah yang berada di dalam kawasan kompleks dikategorikan sebagai Kawasan Hutan yang tidak membolehkan pengembangan perkebunan komoditas pertanian seperti kelapa sawit. Transaksi Tandan Buah Segar (TBS) kelapa swait yang berasal dari kompleks hutan Tesso Nilo dapat dikategorikan sebagai ilegal dan setiap orang yang terlibat dalam proses transaksi dapat dituntut secara pidana (penjelasan lebih lanjut bisa dilihat di bagian 3 dan lampiran) 3 Gillison, A.N. (2001) Vegetation Survey and Habitat Assessment of the TessoNilo Forest Complex. Report prepared for WWF-US. 4 WWF Indonesia (2010) Sumatra s Forests, their Wildlife and the Climate. Windows in Time: 1985, 1990, 2000 and sumatran_forests_wildlife_climate_report_for_dkn bappenas.p df 5 Laumonier, Y., Uryu, Y., Stüwe, M., Budiman, A., Setiabudi, B. & O. Hadian (2010) Eco-floristic sectors and deforestation threats in Sumatra: identifying new conservation area network priorities for ecosystem-based land use planning. Biodiversity Conservation 19 (4):

10 Namun perkebunan milik masyarakat setempat dan penduduk asli dengan hak kepemilikan adat dan hukum untuk tanah yang berada di dalam kawasan hutan Tesso Nilo harus dihargai. WWF akan mendukung kelompok masyarakat ini dalam mengelola perkebunan yang telah ada secara lestari serta memperjuangkan kepemilikan mereka secara hukum kepada Pemerintah. Satuan tugas multipihak yang dikoordinasikan oleh Balai Taman Nasional Tesso Nilo telah berjuang selama bertahun-tahun untuk menghentikan gelombang perambahan kebun sawit ini namun belum menunjukkan hasil dan perubahan yang diharapkan. Tantangan berat ini memang harus dihadapi secara bersama-sama, melibatkan Pemda, perusahaan, LSM dan masyarakat. Dalam kerangka mempertahankan yang tersisa dari ekosistem kompleks hutan Tesso Nilo, WWF melakukan investigasi lapangan untuk memetakan lebih jauh tingkat deforestasi yang terjadi di dalam kawasan Taman Nasional Tesso Nilo dan menelusuri rute rantai pasok TBS yang berasal dari kawasan ini kemungkinan telah mengkontaminasi rantai pasokan minyak sawit sampai ke tingkat global Produksi Minyak Sawit dan Unit Pengolahannya di Riau Jutaan hektar hutan tropis di Indonesia telah dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit. TBS dipanen dari perkebunan ini sepanjang tahun. Minyak Sawit Mentah/Crude Palm Oil (CPO) diolah dari TBS oleh pabrik-pabrik pengolahan (mills) yang berada di sekitar perkebunan dan kemudian diproses lebih lanjut di dalam atau di luar negeri menjadi beragam produk, dari makanan sampai produk-produk kesehatan dan perawatan tubuh. Indonesia merupakan produsen terbesar CPO di dunia dimana Pulau Sumatera merupakan produsen terbesar. Di Sumatera, Provinsi Riau merupakan produsen minyak sawit terbesar (Tabel 1). Tabel 1. Prosentase Produksi Sawit dari Provinsi Riau Tahun Indonesia (dalam Juta ton) Riau (dalam Juta ton) Riau (% Nasional) Produksi TBS 98, ,4 % 8 Olahan Produksi CPO 23, ,7 % 11 Ekspor CPO 16,5 12 4, % 14 Pada tahun 2009 Provinsi Riau memiliki 173 pabrik pengolahan sawit dengan total kapasitas terpasang ton TBS per jam (Table 2). Umumnya pabrik pengolahan sawit ini dimiliki oleh grup perusahaan nasional bahkan global namun 46 pabrik diantaranya yang mengolah 22% dari TBS yang ada di Riau merupakan pabrik yang tidak memiliki kebun. Mills yang tidak memiliki kebun, sangat bergantung dari pasokan TBS yang ada di pasaran. Mills semacam ini seringkali dimiliki oleh perusahaan skala kecil tanpa kebijakan dan prosedur pembelian sehingga mereka secara bebas membeli TBS dari supplier manapun tanpa pengecekan legalitas sumbernya. 6 Tonnase TBS yang diolah di Indonesia diperkirakan sebagai jumlah ton CPO yang diproduksi dibagi dengan tingkat ekstraksi minyak rata-rata ( (Oil Extraction Rate Formula) 7 Dinas Perkebunan Propinsi Riau melalui Kepala Divisi Pengolahan dan Pemasaran GAPKI Marketing Head GAPKI Marketing Head 13 Riau Pos daily (25 December 2011)

11 Tabel 2. Pabrik pengolahan TBS (Mills) di Kabupaten dan Kota di Provinsi Riau tahun No Kabupaten/Kota Agregat kapasitas Terpasang Mills Jumlah Mills (unit) (ton/jam) Memiliki Tidak memiliki Memiliki Tidak memiliki Total Total Kebun kebun Kebun kebun 1 Kampar RokanHulu Pelalawan Indragiri Hulu KuantanSingingi Indragiri Hilir Bengkalis Siak RokanHilir Dumai Pekanbaru TOTAL Sumber data: Statistik Dinas Kehutanan Provinsi Riau 2009 & Juni 2011, Dinas Perkebunan dan Lingkungan Hidup Kabupaten Kampar Rokan Hulu, Pelalawan, Indragiri Hulu, Kuantan Singingi, Bengkalis, Rokan Hilir, Kota Dumai, Siak, Indragiri Hilir dan Kota Pekanbaru Perkebunan Sawit di Riau Tahun 2009, dinas perkebunan provinsi dan kabupaten di Riau mencatat ada 2,6 juta Ha kawasan perkebunan kelapa sawit (Tabel. 3). Perusahaan Perkebunan Besar Swasta (PBS) dan Negara (PBN) memiliki ijin usaha perkebunan (IUP) 15 untuk area seluas 1,56 juta ha (59%), namun demikian tidak ditemukan data berapa luasan yang telah ditanami. Dengan demikian Perkebunan Rakyat (PR) diperkirakan mengelola kebun seluas 1,08 juta ha (41%), dimana keseluruhan kebun ini telah ditanami. Pada tahun 2009 Dinas Perkebunan Provinsi Riau 16 menyatakan bahwa 1,9 juta dari 2,6 juta ha atau 73% perkebunan sawit di Riau telah menghasilkan TBS. Lahan-lahan yang dapat dijadikan kebun sawit secara legal secara jelas dapat diketahui dari rencana tata ruang Indonesia (lihat Lampiran 1). Tabel 3. Luas lahan Perkebunan Sawit berdasarkan kepemilikan/pengelola di Provinsi Riau tahun No Kabupaten/Kota Perkebunan Rakyat (ha) Kepemilikan/Pengelolaan Perkebunan Besar Negara (ha) Perkebunan Besar Swasta (ha) 1 Kampar Rokan Hulu , ,77 3 Pelalawan , ,54 4 Indragiri Hulu , , ,02 5 Kuantan Singingi , ,97 6 Bengkalis Rokan Hilir , , ,09 8 Dumai Siak Indragiri Hilir , Pekanbaru , Total , , ,80 Total (ha) 15 Sebagai contoh, dari 1.56 juta hektar konsesi yang teridentifikasi oleh Dinas Kehutanan Riau (2006), Kementerian Kehutanan (2010) hanya 1,18 juta ha yang terpetakan sebagai Hak Guna Usaha dan Izin Usaha Perkebunan (HGU dan IUP) dalam artian memiliki semua izin usaha. 16 Riau Pos (06 Juli 2011) 7

12 Sumber data: Statistik Dinas Kehutanan Provinsi Riau 2009 & Juni 2011, Dinas Perkebunan dan Lingkungan Hidup Kabupaten Kampar Rokan Hulu, Pelalawan, Indragiri Hulu, Kuantan Singingi, Bengkalis, Rokan Hilir, Kota Dumai, Siak, Indragiri Hilir dan Kota Pekanbaru TEMUAN INVESTIGASI WWF Indonesia melakukan investigasi terhadap keberadaan kebun sawit di dalam kompleks hutan Tesso Nilo antara Februari 2011 sampai dengan April Investigasi ini merujuk pada hasil interpretasi visual citra satelit, kompilasi dan analisa data resmi yang disajikan pemerintah. Selain itu, dilakukan pula survey langsung ke lokasi perkebunan dan mills serta wawancara dengan para pemangku kepentingan dan sumber informasi tangan pertama. Penelusuran langsung di lapangan dilakukan terhadap rantai pasok TBS dari dalam Kompleks hutan Tesso Nilo sampai ke mills serta dilanjutkan dengan pemantauan transportasi CPO sampai ke kilang pemrosesan (refinery). 2.1 Perkebunan Kelapa Sawit Ilegal di Dalam Kompleks Hutan Tesso Nilo Berdasarkan citra satelit April 2011 dan SPOT tahun 2009, estimasi luas yang dirambah di dalam kompleks hutan Tesso Nilo telah mencapai Ha, atau sekitar 51% dari total luas keseluruhan (lihat Tabel. 4). Analisis citra landsat dan SPOT antara 2002 dan April 2011 menunjukkan bahwa perambahan dengan intensitas tertinggi terjadi pada tahun 2006 ( Ha), 2008 ( Ha) dan 2009 ( Ha) (Peta 1). Tabel 4. Perambahan Kompleks hutan Tesso Nilo Total Luas (Ha) (ha) Perambahan (% terhadap masing-masing area) (% perambahan di dalam kompleks hutan Tesso Nilo) Taman Nasional Tesso Nilo % 41.1% PT. Siak Raya Timber % 37.5% PT. Hutani Sola Lestari % 21.4% Total Kompleks Hutan Tesso Nilo % 100% 8

13 Peta 1. Lokasi dan Luas Perambahan Kompleks Berdasarkan Citra Satelit Tahun 2002, 2004, 2005, 2006, 2007, 2008, 2009, 2010, April 2011, dan SPOT image Sejumlah survey lapangan antara 2005 dan 2009 mencatat peningkatan jumlah rumah tangga yang menetap di dalam Taman Nasional Tesso Nilo dimana sekitar 96% dari perambah yang bermukim di dalam taman nasional pada 2009 berasal dari luar kawasan. Mayoritas dari pendatang ini bahkan berasal dari luar Provinsi Riau. Perambah menjalankan sejumlah modus operandi untuk memperoleh akses terhadap lahan kompleks hutan Tesso nilo guna mengembangkan kebun kelapa sawit ilegal (Box. 1) 9

14 BOX 1: MODUS PENGUASAAN LAHAN DI KOMPLEKS HUTAN TESSO NILO 1. Melalui Program Sertifikasi Tanah dari Badan Pertanahan Nasional Penguasaan lahan melalui program sertifikasi tanah diperoleh pada sekitar tahun dan ditemukan di Kabupaten Indragiri Hulu dilakukan oleh Koperasi Mekar Sakti, Koperasi Tani Berkah dan Koperasi Tani Lubuk Indah. Pada kurun waktu tersebut, Kantor Pertanahan Kabupaten Indragiri Hulu menerbitkan Sertifikat Hak Milik atas Tanah (SHM) sebanyak 515 buah melalui program nasional untuk perkebunan swadaya (Pronas Swadaya) untuk Koperasi Mekar Sakti yang ternyata sebagian besar berada di wilayah Kabupaten Pelalawan. H. Djafar Tambak, ketua Koperasi Mekar Sakti kemudian mengajukan gugatan kepada Menteri Kehutanan cq Kepala Balai Taman Nasional Tesso Nilo atas sengketa lahan koperasi yang termasuk dalam kawasan Taman Nasional Tesso Nilo. Putusan Pengadilan Tinggi memenangkan Balai Taman Nasional, dan Putusan Mahkamah Agung menolak Banding yang diajukan pihak Djafar Tambak. Sedangkan Koperasi Tani Berkah dan Koperasi Tani Lubuk Indah masing- masing memiliki lahan seluas Ha dan lahan seluas Ha yang telah memiliki sertifikat hak milik yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Indragiri Hulu. 2. Melalui mekanisme jual beli Ditemukan beberapa modus jual beli seperti melalui mekanisme hibah atau pemberian adat dan jual beli lahan milik desa. Dalam mekanisme hibah atau pemberian adat, oknum tokoh adat melakukan jual beli dengan pihak pendatang (pembeli) dengan memberikan pihak pembeli Surat pernyataan kuasa tanah ulayat atau surat hibah. Dari hasil investigasi ditemukan 1 Ha lahan dihargai antara 1 juta rupiah hingga 5 juta rupiah. Praktek mekanisme hibah ini ditemukan di Desa Lubuk Kembang Bungo. Sedangkan praktek jual beli yang dilakukan oleh oknum Kepala Dusun atas lahan yang diklaim milik desa, ditemukan di Dusun Sei Medang. Setelah terjadinya transaksi jual beli, maka pihak Pemerintahan Desa mengeluarkan surat untuk melegitimasi kepemilikan tanah seperti Surat Keterangan Ganti Rugi Tanah atau surat Kepemilikan Tanah yang diterbitkan oleh Kepala Desa dan atau Camat. 3. Melalui mekanisme menggarap sendiri Pada awalnya masyarakat tempatan memperoleh lahan garap karena mendapat pengakuan atas hak adat atau wilayah desa. Namun kemudian secara swadaya menambah areal perambahannya sendiri. Ini ditemui di kelompok perambah Bagan Limau, Pondok Kempas, Simpang Silau dan Bina Warga Sejahtera. 4. Melalui mekanisme kerjasama dengan perusahaan perkebunan Dari survey ditemukan beberapa kelompok masyarakat yang tergabung dalam koperasi melakukan kerjasama dengan perusahaan perkebunan melalui skema Kredit Koperasi Primer untuk Anggota (KKPA). Dengan skema ini maka kebun anggota koperasi akan menjadi plasma dari perusahaan inti. Pada Koperasi Soko Jati Pangean yang terafiliasi dengan PT. Citra Riau Sarana areal kebun yang diklaim milik koperasi karena termasuk wilayah adat Kepenghuluan Pangean merupakan kawasan konsensi IUPHHK PT. Hutani Sola lestari. Sedangkan areal perkebunan yang diklaim milik Koperasi Tani Bahagia yang bekerjasama dengan PT Inti Indosawit Subur merupakan kawasan yang termasuk dalam kawasan Taman Nasional Tesso Nilo. Dalam mekanisme ini skema KKPA digunakan untuk melegitimasi kepemilikan atas lahan. 10

15 Tim investigasi WWF melakukan survey terhadap area perambahan seluas ha di dalam kawasan hutan Kompleks hutan Tesso Nilo. 70% dari areal tersebut (36.353) ha atau telah dikonversi menjadi kebun sawit, sedangkan sisanya merupakan lahan terlantar atau ditanami tanaman pertanian lainnya (lihat Tabel 5). Tabel 5. Survey Lapangan terhadap Tutupan Lahan Area Perambahan di Kompleks hutan Tesso Nilo (Sumber data: Survey lapangan periode Februari- Juni 2011) Area Luas Perambahan Kelapa Sawit Karet Tanaman Lain Siap Tanam Alang-alang Total IUPHHK PT. Hutani Sola Lestari 5.644, ,5 IUPHHK PT. Siak Raya Timber Taman Nasional Tesso Nilo Total (Kompleks Hutan Tesso Nilo) , ,5 Peta 2. Tutupan Lahan Alang-alang, lahan kosong, Kebun sawit dan Karet yang terekam dalam rute survey lapangan. Titik-titik kuning mengindikasikan lokasi pengambilan koordinat GPS dimana kebun-kebun sawit ditemukan. Area berwarna hijau tua mengindikasikan hutan alam yang tersisa. (Sumber data: Survey lapangan WWF periode Februari- Juni 2011). 11

16 2.2 Kepemilikan, Luas, dan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit Ilegal Dari sebaran kebun sawit di Kompleks hutan Tesso Nilo, WWF melakukan identifikasi pola kepemilikan, pengelolaan serta umur tanaman. Dari pola kepemilikan diperoleh informasi bahwa pengembangan kelapa sawit di Kompleks hutan Tesso Nilo dilakukan baik secara individu maupun berkelompok. Modal pengembangan dan pengelolaan kebun yang dimiliki oleh individu umumnya diperoleh secara swadaya oleh masing-masing pemilik. Sementara kebun yang dikelola oleh kelompok, modalnya ditanggung bersama oleh para anggota kelompok. Namun, ditemukan ada juga kelompok memperoleh modal yang berasal dari perusahaan. Umur tanaman diklasifikasikan berdasarkan Tanaman Belum Menghasilkan (TBM), yaitu tanaman yang dipelihara sejak bulan pertama penanaman sampai dipanen pada umur bulan) dan Tanaman Menghasilkan (TM), yaitu tanaman di atas umur bulan). Tabel 6. Kepemilikan dan Produktivitas Kebun Sawit di dalam Kompleks hutan Tesso Nilo. No Pemilik Total area TBM TM Jumlah* Luas (Ha) Jumlah Luas (Ha) Jumlah Luas (Ha) IUPHHK PT. Hutani Sola Lestari. 1 Individu , , Kelompok yang mendanai sendiri Kelompok yang didanai oleh Wilmar Sub-total , , IUPHHK PT. Siak Raya Timber 1 Individu ,560 2 Kelompok yang mendanai sendiri Sub-total Taman Nasional Tesso Nilo 1 Individu ,291 2 Kelompok yang mendanai sendiri ,830 Kelompok yang 3 didanai oleh Asian Agri ,720 Sub-total TOTAL , , (Sumber data: Survey lapangan periode Februari- Juni 2011). *Beberapa TM dan TBM dikelola oleh pemilik yang sama Ha atau 43% dari kebun sawit illegal di Kompleks hutan Tesso Nilo termasuk tanaman menghasilkan. Kebun-kebun ini diperkirakan menghasilkan TBS antara sampai ton per tahun 17, atau sekitar 1% dari total TBS yang dihasilkan Provinsi Riau 18. Produksi TBS saat ini cukup untuk memenuhi pasokan satu unit pabrik pengolahan CPO dengan kapasitas ton per tahun 19. Trend ke depannya produksi TBS akan terus meningkat mengingat bahwa tanaman yang ada saat ini berumur di bawah 8 tahun, sementara yang paling tua berumur 10 tahun. 57% kebun TBM diperkirakan akan menghasilkan buah dalam beberapa tahun mendatang dan melipatgandakan pasokan TBS yang dihasilkan saat ini. 17 Dengan asumsi rata-rata produksi TBS ton per Ha per bulan 18 Dengan asumsi data resmi pemerintah tahun 2010 produksi TBS sebesar 35 juta ton 19 Dengan asumsi kemampuan pemrosesan 60 ton/jam selama 20 jam/hari dengan 25 hari kerja per bulan dan tingkat ekstraksi minyak 18%. 12

17 Kebun ini sebagian besar dimiliki oleh individu dimana 524 orang menguasai Ha atau sekitar 72% dari total kawasan perkebunan di kompleks hutan Tesso Nilo. Luas rata-rata perkebunan yang dimiliki oleh individu adalah 50 hektar, jauh melebihi luas perkebunan yang umumnya dimiliki oleh petani. Hal ini menunjukkan adanya kepemilikan modal yang besar. WWF mengidentifikasi 20 kelompok perambah di Kawasan Hutan Tesso Nilo. Tiga kelompok beroperasi di konsesi IUPHHK PT. Hutani Sola Lestari (Peduli Kasih, Soko Jati dan Koridor RAPP Baserah), 3 kelompok di konsesi IUPHHK PT. Siak Raya Timber (Bukit Kesuma, Mamahan Jaya dan Segati Jaya). Sedang 14 kelompok yang melakukan perambahan di Taman Nasional Tesso Nilo; Air Sawan 1, Air Sawan 2, Bagan Limau, Bina Wana Sejahtera, Pelabi Jaya, Koridor RAPP Ukui Gondai, Kuala Onangan Toro Jaya, Lancang Kuning, Mamahan, Mandiri Indah, Perbekalan, Pondok Kempas, Simpang Silau, dan Toro Makmur. 2.3 Keterkaitan Perusahaan Besar Swasta dalam Pengembangan Kebun Sawit di dalam Kompleks hutan Tesso Nilo Hasil survey lapangan menunjukkan bahwa beberapa kelompok masyarakat diindikasikan memiliki keterkaitan dengan 2 (dua) perusahaan kelapa sawit besar. Perusahaan tersebut adalah PT. Citra Riau Sarana dengan Koperasi Soko Jati Pangean dan Kelompok masyarakat Desa Lubuk Batu Tinggal dengan PT. Inti Indosawit Subur. PT. Citra Riau Sarana diindikasikan memiliki kaitan dengan Koperasi Soko Jati Pangean untuk pengembangan kebun sawit di dalam kawasan IUPHHK Hutani Sola Lestari (Gambar 4.). Koperasi Soko Jati Pangean, adalah unit usaha yang didirikan oleh warga desa Kecamatan Pangean pada tahun Anggota koperasi ini berasal dari Desa Pasar Baru, Pulau Kampai, Pulau Rengas, Rawang Binjai dan Koto Pangean. Berdasarkan informasi yang diperoleh, koperasi ini dibentuk untuk merealisasikan keinginan masyarakat Kecamatan Pangean dalam pengembangan kelapa sawit dengan PT. Citra Riau Sarana. Lebih lanjut dari pemaparan sumber di lapangan diketahui bahwa alasan PT. Citra Riau Sarana membangun kebun sawit untuk masyarakat Pangean adalah untuk mewujudkan janji PT. Citra Riau Sarana. Pada saat PT. Citra Riau Sarana mengembangkan kebun kelapa sawit di Kecamatan Pangean pada 1998, mereka menjanjikan kebun untuk warga sekitarnya. Gambar 4. Perkebunan kelapa sawit KKPA Soko Jati Pangean di dalam Kompleks Hutan Tesso Nilo. Koordinat GPS: 0 8'44.81"S '49.83"E. Foto diambil 14 Juli WWF Indonesia Program Riau. Dari pantauan lapangan, di dalam koperasi Soko Jati terdapat beberapa Kelompok Tani, diantaranya adalah Kelompok Jati Indah yang mengelola kebun dengan anggota 150 orang, Kelompok Tani Jati 13

18 Sebelas dengan anggota 150 orang dan Kelompok Sawit Sejahtera dengan anggota 140 orang. Dengan menerapkan batas alokasi legal untuk petani sebesar 2 hektar per-anggota, dapat diperkirakan total area yang digarap sebesar 880 ha. Pada kenyataannya pantauan lapangan menunjukkan luas areal yang telah ditanami seluas Ha. Dari luasan tersebut, Ha sudah menghasilkan TBS. Dari informasi yang diperoleh dari pihak Koperasi Soko Jati Pangean, areal tersebut termasuk wilayah adat Kepenghuluan Pangean. Sehingga menurut adat, areal tersebut dapat dikuasai dan dimanfaatkan oleh masyarakat Pangean. Kementerian Kehutanan masih mempertahankan status areal tersebut sebagai kawasan hutan produksi yang dikelola oleh IUPHHK PT. Hutani Sola Lestari. Perusahaan yang ditemukan juga bekerjasama dengan masyarakat dalam penguasaan areal di dalam Kompleks hutan Tesso Nilo adalah PT. Inti Indosawit Subur (PT. IIS) dengan Koperasi Tani Bahagia. Anggota koperasi ini merupakan warga Desa Air Hitam, Lubuk Kembang Bunga, Kampung Baru dan Lubuk Batu Tinggal. Pengembangan kebun sawit oleh PT IIS dilaksanakan pada tahun Gambar 5. Patok KKPA PT. Inti Indosawit Subur dari Asian Agri dalam Kompleks Hutan Tesso Nilo diambil pada koordinat 0 21'18.30"S 102 2'49.48"E. Informasi dari PT. IIS, pengembangan KKPA yang diduga tumpang tindih dengan Taman Nasional Tesso Nilo hanya sekitar 400 Ha, namun hasil survey WWF luasnya diperkirakan mencapai sekitar Ha. KKPA merupakan suatu bentuk skema kredit dengan syarat lunak yang diberikan oleh pemerintah melalui PT. (Persero) Permodalan Nasional Madani (PT. PNM) kepada koperasi primer yang selanjutnya disalurkan kepada anggotanya. Surat dari Bupati Kampar kepada Gubernur Riau tanggal 20 Agustus 1999 mendukung pengembangan perkebunan kelapa sawit ini dibawah skema KKPA. Namun, karena perkebunan tersebut berlokasi di Gambar 6. Pengembangan perkebunan kelapa sawit di desa Lubuk Batu Tinggal di bawah skema KKPA di dalam Taman Nasional Tesso Nilo. Koordinat GPS: 0 20'45.72"S 102 3'32.28"E. Foto diambil pada 6 Oktober WWF Indonesia.. 14

19 dalam Kawasan Hutan, koperasi perlu memperoleh izin pelepasan dari Kementerian Kehutanan. Pengurus Koperasi menyatakan bahwa koperasi tidak memiliki izin pelepasan kawasan hutan. 2.4 Mills di sekitar Kompleks hutan Tesso Nilo. WWF mengidentifikasi terdapat 50 mills di sekitar kompleks hutan Tesso Nilo dengan total kapasitas terpasang sebesar ton per jam (tabel 7 dan peta 3, 4) 20. Sebelas dari 50 mill ini merupakan pabrik independen tidak memiliki kebun dengan kapasitas terpasang 500 ton per jam. Tabel berikut menyajikan data pabrik pengolahan dan kemampuan kapasitas terpasang dalam memproduksi CPO. Tabel 7. Mills di sekitar Kompleks hutan Tesso Nilo No Kabupaten Mills yang memiliki kebun Jumlah Mills(unit) Mills yang tidak memiliki kebun Total Agregat Kapasitas Terpasang (ton/jam) Mills yang memiliki kebun Mills yang tidak memiliki kebun 1 Kampar Pelalawan Indragiri Hulu Kuantan Singingi TOTAL Sumber data: Dinas Perkebunan Riau (2009 dan Juni 2011), Dinas Pekebunan dan Lingkungan Hidup Kabupaten Kampar, Pelalawan Indragiri Hulu dan Kuantan Singingi ( ); Survey WWF Indonesia Februari-Juni Berdasarkan data pemerintah, ke-50 pabrik pengolahan ini dimiliki oleh 10 kelompok perusahaan: Wilmar (4 mills, titik kuning pada Peta 4), Ganda (3 mills, titik merah) Asian Agri (6 mills, titik ungu), Sinar Mas (1 mill, titik merah muda), Musim Mas (3 mills, titik biru muda), Duta Palma (5 mills, titik biru tua), Astra Agro (3 mills, hijau), Indofood Sukses Makmur (2 mills, oranye), PTPN V (3 mills, coklat muda) dan yang tidak teridentifikasi (20 mills, hitam). Perkiraan kebutuhan pasokan TBS untuk seluruh mills yang berada di sekitar kompleks hutan Tesso Nilo adalah sebesar 14,5 juta ton per tahun. Sementara untuk ke-11 mills yang tidak memiliki kebun sendiri diperlukan pasokan TBS dari kebun swadaya sebesar 3 juta ton per tahunnya 21. Total 20 Dinas Perkebunan Riau (2009 dan Juni 2011), Dinas Perkebunan dan Lingkungan Hidup Kabupaten Kampar, Pelalawan Indragiri Hulu dan Kuantan Singingi ( ) 21 Dengan asumsi rata-rata waktu produksi 20 jam per hari dan 25 hari dalam sebulan. 15

20 Peta 3. Pabrik pengolahan CPO di sekitar Kompleks hutan Tesso Nilo yang memiliki kebun sendiri (merah muda) dan yang independen (kuning). 16

21 Peta 4. Kepemilikan Pabrik pengolahan CPO di sekitar kompleks hutan Tesso Nilo Berdasarkan Kelompok Perusahaan 17

22 2.5 Penelusuran aliran TBS dari Kompleks hutan Tesso Nilo ke Pabrik Pengolahan WWF memfokuskan investigasi penelusuran aliran TBS dan CPO pada 3 mills milik Wilmar, 4 mills milik Asian Agri, 2 mills milik Musim Mas dan 1 mills milik Gandaerah Hendana. Pertimbangan pemilihan ini berdasarkan pada kedekatan lokasi pabrik-pabrik tersebut dengan Kompleks hutan Tesso Nilo. Berdasarkan hasil investigasi, WWF tidak menemukan indikasi bahwa pabrik Musim Mas 22 dan Grup Gandaerah Hendana memperoleh TBS dari Kompleks hutan Tesso Nilo. Namun demikian indikasi tersebut ditemukan pada perusahaan dari kelompok Wilmar dan Asian Agri Aliran TBS dari Kompleks hutan Tesso Nilo ke mills milik Wilmar. Dalam kurun waktu investigasi, WWF menemukan tiga mills milik PT. Citra Riau Sarana (Grup Wilmar) di dekat Kompleks hutan Tesso Nilo telah menerima TBS yang ditanam secara ilegal di Kompleks hutan Tesso Nilo. Data resmi pemerintah mengindikasikan bahwa setiap mills milik Wilmar tersebut memiliki kapasitas pengolahan TBS sebesar 60 ton per jam. WWF menemukan: Satu rute aliran perdagangan TBS yang ditanam secara ilegal dari dalam konsesi IUPHHK PT. Hutan Sola Lestari ke pabrik PT. Citra Riau Sarana I milik Wilmar. Tiga rute aliran perdagangan TBS yang ditanam secara ilegal dari dalam Taman Nasional Tesso Nilo ke pabrik PT. Citra Riau Sarana II dan III milik Wilmar. Dua rute aliran perdagangan CPO dari pabrik PT. Citra Riau Sarana I dan II ke pabrik pengolahan Nabati Indonesia milik Wilmar. Peta berikut menunjukkan lokasi dimana foto diambil di lapangan dan rute aliran pengangkutan TBS dan CPO ke fasilitas Wilmar. Bukti tambahan dari investigasi termasuk foto dengan koordinat GPS tersedia sesuai permintaan

23 Peta 5. Peta tiga pabrik PT.Citra Riau Sarana 1, 2, 3 milik Grup Wilmar di sebelah barat Kompleks hutan Tesso Nilo (titik kuning 4-6 dan foto terkait dengan nomor yang sama) dan perkebunan illegal milik koperasi Soko Jati Pangean, didanai dan dioperasikan oleh PT. Citra Riau Sarana di dalam konsesi IUPHHK PT. Hutani Sola Lestari (foto 1-6 merepresentasikan titik dengan nomor yang sama di peta). 19

24 Rute 1 Aliran TBS Wilmar Peta 6. TBS yang ditanam di dalam konsesi PT. Hutani Sola Lestari diterima oleh pabrik PT. Citra Riau Sarana 1 pada 15 Juli Rute 2 Aliran TBS Wilmar Peta 7. TBS yang ditanam secara illegal di dalam Taman Nasional Tesso Nilo yang diterima pabrik PT. Citra Riau Sarana 2 pada 27 Juli

25 Rute 3 Aliran TBS Wilmar Peta 8. TBS yang berasal dari dalam Taman Nasional Tesso Nilo diterima oleh pabrik PT. Citra Riau Sarana 3 pada 16 Februari Rute 4 Aliran TBS Wilmar Peta 9. TBS yang ditanam di dalam kawasan Taman Nasional diterima oleh pabrik PT. Citra Riau Sarana 3 pada 5 Maret

26 Rute 5 Aliran CPO Wilmar Peta 10. CPO dari pabrik PT. Citra Riau Sarana 1 milik Wilmar diindikasikan terkontaminasi minyak dari TBS yang ditanam di konsesi PT. Hutani Sola Lestari konsesi diterima oleh pabrik pengolahan Wilmar Nabati Indonesia pada 11 Agustus Rute 6 Aliran TBS dan CPO Wilmar Peta 11. CPO dari PT. Citra Riau Sarana 2 milik Wilmar diindikasikan terkontaminasi oleh TBS yang ditanam secara illegal di dalam Taman Nasional Tesso Nilo yang diterima oleh pabrik pengolahan Nabati Indonesia milik Wilmar pada 11 Agustus

27 Peta 12. Lokasi dari tiga pabrik PT. Inti Indosawit Subur 2 milik Asian Agri di bagian timur Taman Nasional Tesso Nilo (titik kuning no. 4) dan perkebunan kelapa sawit plasma milik koperasi Tani Bahagia, didanai dan di operasikan oleh PT. Inti Indosawit Subur di dalam Taman Nasional Tesso Nilo (Foto1-4 merepresentasikan titik bernomor sama di peta) Aliran TBS dari Kompleks hutan Tesso Nilo ke Pabrik Asian Agri. WWF menemukan dua pabrik CPO PT. Inti Indosawit Subur dan satu pabrik CPO PT. Mitra Unggul Pusaka milik Asian Agri telah menerima TBS yang berasal dari Kompleks hutan Tesso Nilo. Setiap pabrik memiliki kemampuan pengolahan TBS sebesar 60 ton per jam. 23 WWF menemukan: Satu rute aliran TBS yang ditanam di dalam konsesi HPH PT. Siak Raya Timber ke pabrik PT. Mitra Unggul Pusaka milik Asian Agri. Empat rute aliran TBS yang ditanam di dalam Taman Nasional Tesso Nilo ke pabrik PT. Inti Indosawit Subur Ukui milik Asian Agri ( Satu rute aliran CPO yang berasal dari pabrik PT. Inti Indosawit Subur Ukui II milik Asian Agri ke Pelabuhan Dumai (Indonesia). Peta berikut menunjukkan lokasi dari foto yang diambil di lapangan dan peta jalur transportasi TBS dan CPO ke pelabuhan Dumai. Bukti lebih lanjut dari investigasi termasuk foto menggunakan satelit GPS tersedia sesuai permintaan. 23 Dinas Perkebunan Riau (2009), Dinas Perkebunan Riau (Juni 2011), Dinas Perkebunana dan Badan Lingkungan Kabupaten Kampar, Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Indragiri Hulu dan Kabupaten Kuantan Singingi ( ). 23

28 Rute 1. Aliran TBS Asian Agri Peta 13. TBS secara illegal ditanam di Taman Nasional Tesso Nilo diterima oleh pabrik PT. Inti Indosawit Subur 1 milik Asian Agri pada 20 Juli Rute 2. Aliran TBS Asian Agri Peta 14. TBS yang berasal dari dalam kawasan Taman Nasional diterima oleh pabrik PT. Inti Indosawit Subur 2 pada tanggal 19 Juli

29 Rute 3. Aliran TBS Asian Agri Peta 15. TBS yang berasal dari dalam konsesi IUPHHK PT. Siak Raya Timber diterima oleh pabrik PT. Mitra Unggul Pusaka milik Asian Agri pada 11 Februari Rute 4. Aliran TBS Asian Agri Peta 16. TBS yang berasal dari dalam Taman Nasional Tesso Nilo diterima oleh pabrik PT. Inti Indosawit Subur 2 milik Asian Agri pada 17 Februari

30 Rute 5. Aliran TBS Asian Agri Peta 17. TBS yang berasal dari dalam Taman Nasional Tesso Nilo diterima oleh PT. Inti Indosawit Subur Ukui 2 milik Asian Agri pada 21 Maret Rute 6. Aliran Kernell Asian Agri Peta 18. Pasokan inti kelapa sawit (Kernell) yang diindikasikan berasal dari dalam Taman Nasional Tesso Nilo dari pabrik PT. Inti Indosawit Subur 2 milik Asian Agri memasuki fasilitas pelabuhan Dumai pada 9 Agustus

31 2.6 Pasokan minyak sawit ke pasar global terkontaminasi TBS yang berasal dari Kompleks hutan Tesso Nilo. Pelabuhan Dumai di Riau merupakan pelabuhan ekspor CPO terbesar di Indonesia. Melalui pelabuhan ini CPO dikirim ke 83 negara termasuk ke Belanda, Cina dan India. India adalah importir terbesar CPO dari pelabuhan Dumai. 24 Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Dumai menyatakan bahwa ekspor CPO mencapai ton pada 2009 dan ton pada Sementara pada 2010 ekspor CPO mencapai rekor terbaru dengan harga jual milyar US Dollar. 25 Wilmar dan Asian Agri adalah dua pemain utama dalam pasar minyak sawit dunia. Wilmar, yang dimiliki badan usaha di Singapura, tidak hanya merupakan salah satu pemilik perkebunan terbesar dan pabrik pengolahan kelapa sawit terbesar di Indonesia dan Malaysia, namun juga trader minyak kelapa sawit terbesar di dunia dari segi volume. 26 Pada 2010, Wilmar adalah perusahaan agribisnis terbesar di Asia dengan modal pasar sebesar 28 miliar US Dollar dan pemasukan sebesar 24 miliar US Dollar. 27 Wilmar tercatat di Singapore Stock Exchange. Hasil investigasi ini menunjukkan bahwa CPO, hasil olahannya dan/atau produk yang dihasilkan dari inti kelapa sawit yang diproduksi oleh Wilmar dan Asian Agri diindikasikan mengandung TBS yang ditanam secara ilegal dalam Kompleks hutan Tesso Nilo dan telah sampai pada jaringan pasar global. 3. Legalitas Pengembangan Kebun Sawit di dalam Kompleks Hutan Tesso Nilo Berdasarkan sejarah kompleks hutan Tesso Nilo (Lampiran 1), kawasan tersebut baik berdasarkan (Tata Guna Hutan Kesepakatan/TGHK (Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 173/Kpts-II/1986 ) maupun RTRW Provinsi Riau tahun 1994 merupakan kawasan hutan. TGHK diakui oleh Pasal 81 UU no 41 tahun 1999 tentang Kehutanan yang diperkuat oleh Putusan Mahkamah Konsitusi no 45/PUU-IX/ Berdasarkan regulasi yang dikeluarkan oleh Kementerian Kehutanan, pengembangan kebun kelapa sawit atau komoditas pertanian lainnya di dalam kompleks hutan Tesso Nilo (Lampiran 2) tidak sesuai dengan azas hukum yang berlaku (lihat Lampiran 1). Keutuhan kawasan taman nasional harus dilindungi oleh Kementerian Kehutanan sementara kedua perusahaan pemegang IUPHHK secara hukum berkewajiban menjaga dan melindungi areal kerja IUPHHK yang telah diberikan oleh pemerintah dari gangguan-gangguan seperti konversi menjadi kebun sawit oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab. 24 DumaiPos daily (9 August 2011) 25 DumaiPos daily (9 August 2011) Menimbang bahwa adapun mengenai ketentuan peralihan dari UU Kehutanan, khususnya Pasal 81 yang menyatakan, Kawasan hutan yang telah ditunjuk dan atau ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sebelum berlakunya undang-undang ini dinyatakan tetap berlaku berdasarkan undang-undang ini, menurut Mahkamah, meskipun Pasal 1 angka 3 dan Pasal 81 Undang-Undang a quo mempergunakan frasa ditunjuk dan atau ditetapkan, namun berlakunya untuk yang ditunjuk dan atau ditetapkan dalam Pasal 81 Undang-Undang a quo tetap sah dan mengikat 27

32 PT Siak Raya Timber Taman Nasional Tesso Nilo Peta 19. Status Peruntukan Lahan Kompleks hutan Tesso Nilo berdasarkan TGHK, Batas Taman Nasional Tesso Nilo, IUPHHK dan areal kebun sawit (garis putus-putus berwarna kuning, lihat bagian 2.2 untuk lebih detailnya). Peta 20. Zonasi Kompleks hutan Tesso Nilo berdasarkan RTRWP

33 LAMPIRAN 1: SEJARAH KOMPLEKS HUTAN TESSO NILO No Tahun Peraturan Perundang-undangan/ Dokumen lain Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 410/Kpts/Um/7/1974 Tanggal 30 Juli 1974 Tentang Pemberian Hak Pengusahaan Hutan Kepada PT. DWI-MARTA, seluas Ha Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 231/Kpts/Um/3/1979 Tanggal 27 Maret 1979 Tentang Pemberian Hak Pengusahaan Hutan Kepada PT. Nanjak Makmur seluas ha Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 173/Kpts-II/1986 Tanggal 6 Juni 1986 Tentang Penunjukan Areal Hutan di Wilayah Provinsi DATI I Riau Sebagai Kawasan Hutan Keterangan Menteri Pertanian memberikan Hak Pengusahaan Hutan ke PT. DWI MARTA untuk jangka waktu selama 20 tahun seluas ha. Kawasan ini termasuk dalam Kompleks hutan Tesso Nilo Menteri Pertanian memberikan Hak Pengusahaan Hutan Kepada PT. Nanjak Makmur untuk jangka waktu selama 20 tahun seluas Surat Keputusan ini yang kemudian dikenal sebagai Tata Guna Hutan Kesepakatan, dimana Kompleks hutan Tesso Nilo dinyatakan sebagai Kawasan Hutan /1987 dilakukan tata batas definitif terhadap Kompleks hutan Tesso Nilo berdasar TGHK di lapangan oleh Sub Balai Inventarisasi dan Perpetaan Hutan Pekanbaru s/d 1997 Berita Acara Tata Batas (BATB) 1. Berita Acara Tata Batas tanggal 18 Maret 1988 dan telah diumumkan di Desa-desa Sengawek, Sotol, Buluh Nipis, Sungai Pagar, dan Pantai Raja (Kabupaten Kampar), yang disaksikan dan dilakukan antara lain oleh Kepala Desa masing-masing 2. Berita Acara Tata Batas tanggal 24 Maret 1990 dan telah diumumkan di Desa-desa Segati, Pangkalan Gondai, Kesuma, dan Lubuk Kembang Bunga (Kabupaten Kampar) yang disaksikan dan dilakukan antara lain oleh Kepala Desa masing-masing 3. Berita Acara Tata Batas tanggal 21 Februari 1992 dan telah diumumkan di Desa-desa Situgal, Teratak Baru, dan Gunung Melintang (Kabupaten Indragiri Hulu), yang disaksikan dan Pengumuman pemancangan batas dilakukan untuk memberikan kesempatan kepada pihak-pihak yang berkepentingan atas Kawasan Hutan Produksi Terbatas Kelompok Hutan Tesso Nilo untuk mengajukan keberatan, namun sampai Bulan Juni 2011 tidak ada pihak-pihak yang mengajukan keberatan 29

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Konflik di Provinsi Riau meningkat seiring dengan keluarnya beberapa izin perkebunan, dan diduga disebabkan oleh lima faktor yang saling terkait, yakni pertumbuhan

Lebih terperinci

ARAHAN PENGENDALIAN KONVERSI HUTAN LINDUNG MENJADI KEGIATAN BUDIDAYA DI KAWASAN TAMAN NASIONAL TESSO NILO KABUPATEN PELALAWAN-RIAU

ARAHAN PENGENDALIAN KONVERSI HUTAN LINDUNG MENJADI KEGIATAN BUDIDAYA DI KAWASAN TAMAN NASIONAL TESSO NILO KABUPATEN PELALAWAN-RIAU TUGAS AKHIR PW09-1333 ARAHAN PENGENDALIAN KONVERSI HUTAN LINDUNG MENJADI KEGIATAN BUDIDAYA DI KAWASAN TAMAN NASIONAL TESSO NILO KABUPATEN PELALAWAN-RIAU NASRUDDIN NRP 3606 100 024 PERENCANAAN WILAYAH DAN

Lebih terperinci

POTENSI PENGEMBANGAN INDUSTRI KELAPA SAWIT 1 Oleh: Almasdi Syahza Peneliti dan Pengamat Ekonomi Pedesaan Lembaga Penelitian Universitas Riau

POTENSI PENGEMBANGAN INDUSTRI KELAPA SAWIT 1 Oleh: Almasdi Syahza Peneliti dan Pengamat Ekonomi Pedesaan Lembaga Penelitian Universitas Riau POTENSI PENGEMBANGAN INDUSTRI KELAPA SAWIT 1 Oleh: Almasdi Syahza Peneliti dan Pengamat Ekonomi Pedesaan Lembaga Penelitian Universitas Riau A. Kemampuan Daya Dukung Wilayah (DDW) Terhadap Pengembangan

Lebih terperinci

9/1/2014. Pelanggaran yang dirancang sebelum FCP APP diluncurkan?

9/1/2014. Pelanggaran yang dirancang sebelum FCP APP diluncurkan? 9/1/2014 Pelanggaran yang dirancang sebelum FCP APP diluncurkan? Satu Pelanggaran yang dirancang sebelum Forest Conservation Policy APP/SMG diluncurkan ke Publik SENARAI Pada 5 Februari 2013, Sinar Mas

Lebih terperinci

ber Laporan investigatif dan analisa pengindraan jarak jauh di 29 konsesi HTI Riau Laporan Investigatif Eyes on the Forest Diterbitkan April 2018

ber Laporan investigatif dan analisa pengindraan jarak jauh di 29 konsesi HTI Riau Laporan Investigatif Eyes on the Forest Diterbitkan April 2018 ber Perusahaan HTI beroperasi dalam kawasan hutan melalui legalisasi perubahan fungsi kawasan hutan Mengkaji dampak Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 673/Menhut-II/2014 tentang Perubahan Peruntukan Kawasan

Lebih terperinci

Dampak moratorium LoI pada hutan alam dan gambut Sumatra

Dampak moratorium LoI pada hutan alam dan gambut Sumatra Dampak moratorium LoI pada hutan alam dan gambut Sumatra - Analisa titik deforestasi Riau, Sumatra- 16 Maret 2011 oleh Eyes on the Forest Diserahkan kepada : Dr. Ir. Kuntoro Mangkusubroto, Kepala Unit

Lebih terperinci

BAB V PROFIL KAWASAN PENELITIAN

BAB V PROFIL KAWASAN PENELITIAN BAB V PROFIL KAWASAN PENELITIAN 5.1. LATAR BELAKANG DESA KESUMA Kawasan penelitian yang ditetapkan ialah Desa Kesuma, Kecamatan Pangkalan Kuras, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau. Desa ini berada pada

Lebih terperinci

Legalisasi perusahaan sawit melalui Holding Zone dalam Rancangan Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Riau (RTRWP)

Legalisasi perusahaan sawit melalui Holding Zone dalam Rancangan Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Riau (RTRWP) Legalisasi perusahaan sawit melalui Holding Zone dalam Rancangan Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Riau (RTRWP) 2017-2037 Area tak dibebankan izin di 17 kebun sawit bukanlah lahan peruntukan

Lebih terperinci

Disampaikan pada Annual Forum EEP Indonesia 2012 di Provinsi Riau Pekanbaru, 30-31 Oktober 2012

Disampaikan pada Annual Forum EEP Indonesia 2012 di Provinsi Riau Pekanbaru, 30-31 Oktober 2012 Disampaikan pada Annual Forum EEP Indonesia 2012 di Provinsi Riau Pekanbaru, 30-31 Oktober 2012 Oleh : Drs. Z U L H E R, MS Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Riau TERWUJUDNYA KEBUN UNTUK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

Lebih terperinci

Kebun sawit beroperasi dalam kawasan hutan di Provinsi Riau tanpa izin maupun pelanggaran lainnya

Kebun sawit beroperasi dalam kawasan hutan di Provinsi Riau tanpa izin maupun pelanggaran lainnya Kebun sawit beroperasi dalam kawasan hutan di Provinsi Riau tanpa izin maupun pelanggaran lainnya Analisis penggunaan Kawasan hutan berdasarkan SK Nomor 903/MENLHK/SETJEN/PLA.2/12/2016, 07 Desember 2016,

Lebih terperinci

Persyaratan ISPO Untuk Bahan Baku Energi Terbarukan (Bioenergi)

Persyaratan ISPO Untuk Bahan Baku Energi Terbarukan (Bioenergi) 1 Persyaratan ISPO Untuk Bahan Baku Energi Terbarukan (Bioenergi) DR. ROSEDIANA SUHARTO SEKRETARIAT KOMISI ISPO Workshop Skema ISPO (P&C) untuk Minyak Sawit (CPO) sebagai Bahan Baku Energi Terbarukan (Bioenergy)

Lebih terperinci

LAPORAN VERIFIKASI DUGAAN PELANGGARAN MORATORIUM APP DI PT. MUTIARA SABUK KHATULISTIWA TIM VERIFIKASI

LAPORAN VERIFIKASI DUGAAN PELANGGARAN MORATORIUM APP DI PT. MUTIARA SABUK KHATULISTIWA TIM VERIFIKASI LAPORAN VERIFIKASI DUGAAN PELANGGARAN MORATORIUM APP DI PT. MUTIARA SABUK KHATULISTIWA TIM VERIFIKASI OKTOBER 2014 1. Latar Belakang Pada tanggal 1 Februari 2013, APP, melalui Kebijakan Konservasi Hutannya

Lebih terperinci

Catatan Konflik Sumberdaya Alam di Riau Sepanjang Tahun 2011 Oleh : Romes Ip

Catatan Konflik Sumberdaya Alam di Riau Sepanjang Tahun 2011 Oleh : Romes Ip Catatan Konflik Sumberdaya Alam di Riau Sepanjang Tahun 2 Oleh : Romes Ip I. Pendahuluan Setelah kebijakan berupa izin yang dikeluarkan pemerintah melalui Menteri Kehutanan terhadap perusahaan, Aspirasi

Lebih terperinci

Laporan Investigatif Eyes on the Forest. Diterbitkan Maret 2018

Laporan Investigatif Eyes on the Forest. Diterbitkan Maret 2018 Legalisasi perusahaan sawit melalui perubahan peruntukan Kawasan Hutan menjadi Bukan Kawasan Hutan di Provinsi Riau (2) Menelisik ilegalitas bertahun-tahun kebun sawit di 29 lokasi Laporan Investigatif

Lebih terperinci

Sustainability Policy

Sustainability Policy Sustainability Policy Progress Report 4 Dec 2014-31 Mar 2015 Komitmen Kelestarian Kebijakan Kelestarian Musim Mas Membawa manfaat bagi masyarakat sekitar. Laporan Triwulan terhadap Perkembangan Kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Persebaran Lahan Produksi Kelapa Sawit di Indonesia Sumber : Badan Koordinasi dan Penanaman Modal

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Persebaran Lahan Produksi Kelapa Sawit di Indonesia Sumber : Badan Koordinasi dan Penanaman Modal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan dengan jumlah penduduk pada tahun 2014 sebanyak 237.641.326 juta jiwa, hal ini juga menempatkan Negara Indonesia

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1. Taman Nasional Tesso Nilo Sejarah Kawasan

IV. KONDISI UMUM 4.1. Taman Nasional Tesso Nilo Sejarah Kawasan 18 IV. KONDISI UMUM 4.1. Taman Nasional Tesso Nilo 4.1.1. Sejarah Kawasan Kawasan Taman Nasional Tesso Nilo mulanya dikenal sebagai kawasan hutan langgam yang difungsikan sebagai Hutan Produksi terbatas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Riau dengan luas 94.560 km persegi merupakan Provinsi terluas di pulau Sumatra. Dari proporsi potensi lahan kering di provinsi ini dengan luas sebesar 9.260.421

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Manajemen rantai pasok, sebagai subyek penelitian, masih dalam masa

BAB 1 PENDAHULUAN. Manajemen rantai pasok, sebagai subyek penelitian, masih dalam masa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manajemen rantai pasok, sebagai subyek penelitian, masih dalam masa pertumbuhan. Hal ini dicerminkan dari penggunaan aplikasi logistik dalam perusahaan, tidak

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Indonesia sebagai salah satu negara yang tergabung dalam rezim internasional

BAB V PENUTUP. Indonesia sebagai salah satu negara yang tergabung dalam rezim internasional BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Indonesia sebagai salah satu negara yang tergabung dalam rezim internasional UNFCCC dan juga telah menyepakati mekanisme REDD+ yang dihasilkan oleh rezim tersebut dituntut

Lebih terperinci

05/12/2016 KUALA PEMBUANG

05/12/2016 KUALA PEMBUANG KUALA PEMBUANG 1 KUALA PEMBUANG TERLETAK DI PROVINSI KALIMANTAN TENGAH MERUPAKAN PEMEKARAN DARI KABUPATEN KOTAWARINGIN TIMUR BERDASARKAN UNDANG UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2002 DENGAN IBU KOTA KUALA PEMBUANG.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya sektor pertanian dalam perekonomian Indonesia dilihat dari aspek kontribusinya terhadap PDB, penyediaan lapangan kerja, penyediaan penganekaragaman menu makanan,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Dinas Perkebunan Provinsi Riau Laporan Kinerja A. Tugas Pokok dan Fungsi

PENDAHULUAN. Dinas Perkebunan Provinsi Riau Laporan Kinerja A. Tugas Pokok dan Fungsi PENDAHULUAN A. Tugas Pokok dan Fungsi Berdasarkan Peraturan Gubernur No. 28 Tahun 2015 tentang rincian tugas, fungsi dan tata kerja Dinas Perkebunan Provinsi Riau, pada pasal 2 ayat 2 dinyatakan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Oleh karena itu, pembangunan ekonomi nasional abad ke- 21, masih akan tetap berbasis pertanian

Lebih terperinci

KONDISI KAWASAN HUTAN PROVINSI SUMATERA UTARA

KONDISI KAWASAN HUTAN PROVINSI SUMATERA UTARA KONDISI KAWASAN HUTAN PROVINSI SUMATERA UTARA (Bahan Kata Sambutan Gubernur Sumatera Utara pada Rapat Monitoring dan Evaluasi Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam Indonesia Sektor Kehutanan dan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK,

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 339/Kpts/PD.300/5/2007 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 339/Kpts/PD.300/5/2007 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 339/Kpts/PD.300/5/2007 TENTANG PASOKAN CRUDE PALM OIL (CPO) UNTUK KEBUTUHAN DALAM NEGERI GUNA STABILISASI HARGA MINYAK GORENG CURAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 4.1 Gambaran Umum Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perijinan

BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 4.1 Gambaran Umum Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perijinan BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 4.1 Gambaran Umum Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perijinan Terpadu Kabupaten Pelalawan Kabupaten Pelalawan terletak disepanjang Sungai Kampar bagian hilir dan terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

PENDEKATAN SERTIFIKASI YURISDIKSI UNTUK MENDORONG PRODUKSI MINYAK SAWIT BERKELANJUTAN

PENDEKATAN SERTIFIKASI YURISDIKSI UNTUK MENDORONG PRODUKSI MINYAK SAWIT BERKELANJUTAN PENDEKATAN SERTIFIKASI YURISDIKSI UNTUK MENDORONG PRODUKSI MINYAK SAWIT BERKELANJUTAN Di sela-sela pertemuan tahunan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) yang ke-13 di Kuala Lumpur baru-baru ini,

Lebih terperinci

MEMBENDUNG meluasnya preseden buruk pengelolaan HPH di Indonesia

MEMBENDUNG meluasnya preseden buruk pengelolaan HPH di Indonesia www.greenomics.org MEMBENDUNG meluasnya preseden buruk pengelolaan HPH di Indonesia 5 Desember 2011 HPH PT Mutiara Sabuk Khatulistiwa -- yang beroperasi di Provinsi Riau -- melakukan land-clearing hutan

Lebih terperinci

BUPATI KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI KUANTAN SINGINGI NOMOR 5 TAHUN 2014

BUPATI KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI KUANTAN SINGINGI NOMOR 5 TAHUN 2014 BUPATI KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI KUANTAN SINGINGI NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG ALOKASI KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN KUANTAN

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 183 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Berdasarkan analisis yang telah dilakukan di bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa karakteristik konversi hutan lindung menjadi kegiatan budidaya

Lebih terperinci

APRIL menebangi hutan bernilai konservasi tinggi di Semenanjung Kampar, melanggar komitmennya sendiri

APRIL menebangi hutan bernilai konservasi tinggi di Semenanjung Kampar, melanggar komitmennya sendiri www.eyesontheforest.or.id APRIL menebangi hutan bernilai konservasi tinggi di Semenanjung Kampar, melanggar komitmennya sendiri Laporan Investigatif Eyes on the Forest April 2014 Eyes on the Forest (EoF)

Lebih terperinci

VI. REKOMENDASI KEBIJAKAN

VI. REKOMENDASI KEBIJAKAN 158 VI. REKOMENDASI KEBIJAKAN Pengelolaan lahan gambut berbasis sumberdaya lokal pada agroekologi perkebunan kelapa sawit rakyat di Kabupaten Bengkalis dilakukan berdasarkan atas strategi rekomendasi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun terakhir, produk kelapa sawit merupakan produk perkebunan yang. hampir mencakup seluruh daerah tropis (RSPO, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. tahun terakhir, produk kelapa sawit merupakan produk perkebunan yang. hampir mencakup seluruh daerah tropis (RSPO, 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelapa sawit bukan tanaman asli Indonesia, namun keberadaan tanaman ini telah masuk hampir ke semua sektor kehidupan. Kondisi ini telah mendorong semakin meluasnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Tahun BAB I PENDAHULUAN Penelitian menjelaskan bagaimana sistem informasi manajemen rantai pasok minyak sawit mentah berbasis GIS dirancang. Pada bab ini menjelaskan tentang latar belakang penelitian, perumusan

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA BARAT, Menimbang : a. bahwa keanekaragaman

Lebih terperinci

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 365/Kpts-II/2003 TENTANG PEMBERIAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU (IUPHHK) PADA HUTAN TANAMAN KEPADA PT. BUKIT BATU HUTANI

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

KAJIAN TENTANG HUBUNGAN STRATEGIS PRODUSEN KELAPA SAWIT DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU. Henny Indrawati

KAJIAN TENTANG HUBUNGAN STRATEGIS PRODUSEN KELAPA SAWIT DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU. Henny Indrawati Pekbis Jurnal, Vol.3, No.2, Juli 2011: 498-503 KAJIAN TENTANG HUBUNGAN STRATEGIS PRODUSEN KELAPA SAWIT DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU Henny Indrawati Pendidikan Ekonomi FKIP Universitas Riau Email:

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU MARZUKI HUSEIN Dinas Peternakan Provinsi RIAU Jl. Pattimura No 2 Pekanbaru ABSTRAK Sebagai usaha sampingan

Lebih terperinci

Boks 1. DAMPAK PENGEMBANGAN KELAPA SAWIT DI JAMBI: PENDEKATAN INPUT-OUTPUT

Boks 1. DAMPAK PENGEMBANGAN KELAPA SAWIT DI JAMBI: PENDEKATAN INPUT-OUTPUT Boks 1. DAMPAK PENGEMBANGAN KELAPA SAWIT DI JAMBI: PENDEKATAN INPUT-OUTPUT Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting di Indonesia yang berperan sebagai sumber utama pangan dan pertumbuhan ekonomi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian sebagai salah satu sub sistem pembangunan nasional harus selalu memperhatikan dan senantiasa diupayakan untuk menunjang pembangunan wilayah setempat.

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAMPINGAN RZWP3K PROVINSI RIAU 2018

LAPORAN PENDAMPINGAN RZWP3K PROVINSI RIAU 2018 LAPORAN PENDAMPINGAN RZWP3K PROVINSI RIAU 2018 Rapat Penyelerasan, Penyerasian dan Penyeimbangan antara RZWP3K Provinsi Riau dengan RTRW Provinsi Riau dan Penyepakatan Peta Rencana Alokasi Ruang RZWP3K

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 395/Kpts/OT.140/11/2005 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 395/Kpts/OT.140/11/2005 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 395/Kpts/OT.140/11/2005 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN HARGA PEMBELIAN TANDAN BUAH SEGAR (TBS) KELAPA SAWIT PRODUKSI PEKEBUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PELALAWAN BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mempercepat proses pelaksanaan pembangunan dan hasil-hasilnya upaya

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PELALAWAN BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mempercepat proses pelaksanaan pembangunan dan hasil-hasilnya upaya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemekaran wilayah pada dasarnya salah satu upaya untuk mempercepat proses pelaksanaan pembangunan dan hasil-hasilnya upaya peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini menguraikan beberapa hal mengenai penelitian yaitu latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, batasan masalah dan asumsi, serta sistematika

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran strategis dalam menunjang perekonomian Indonesia. Sektor pertanian berperan sebagai penyedia bahan pangan, pakan ternak, sumber bahan baku

Lebih terperinci

VISI HIJAU UNTUK SUMATRA

VISI HIJAU UNTUK SUMATRA REPORT FEBRUARY 2O12 Ringkasan Laporan VISI HIJAU UNTUK SUMATRA Menggunakan informasi Jasa Ekosistem untuk membuat rekomensi rencana peruntukan lahan di tingkat provinsi dan kabupaten. Sebuah Laporan oleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia salah satunya di Provinsi Sumatera Selatan. Pertanian

I. PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia salah satunya di Provinsi Sumatera Selatan. Pertanian 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Usaha di bidang pertanian merupakan sumber mata pencaharian pokok bagi masyarakat Indonesia salah satunya di Provinsi Sumatera Selatan. Pertanian berperan sangat

Lebih terperinci

KEKAYAAN ALAM PEKAN BARU DAN DUMAI UTUK INDONESIA

KEKAYAAN ALAM PEKAN BARU DAN DUMAI UTUK INDONESIA KEKAYAAN ALAM PEKAN BARU DAN DUMAI UTUK INDONESIA Wilayah Pekanbaru dan Dumai berada di Provinsi Riau yang merupakan provinsi yang terbentuk dari beberapa kali proses pemekaran wilayah. Dimulai dari awal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan menitikberatkan pada sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa sawit, berasal dari daerah tropis di Amerika Barat yang penting

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa sawit, berasal dari daerah tropis di Amerika Barat yang penting BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelapa sawit, berasal dari daerah tropis di Amerika Barat yang penting sebagai suatu sumber minyak nabati. Kelapa sawit tumbuh sepanjang pantai barat Afrika dari Gambia

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 09 TAHUN 2010 TENTANG IZIN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang : a. bahwa dengan adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Ekosistem hutan memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Berbagai jenis tumbuhan dan satwa liar terdapat di hutan. Menurut Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1999

Lebih terperinci

BUPATI BULUNGAN PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 08 TAHUN 2006 TENTANG

BUPATI BULUNGAN PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 08 TAHUN 2006 TENTANG BUPATI BULUNGAN PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 08 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN IJIN PEMANFAATAN KAYU PADA AREAL PENGGUNAAN LAIN ATAU KAWASAN BUDIDAYA NON KEHUTANAN BUPATI BULUNGAN, Menimbang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Hutan Produksi. Pelepasan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Hutan Produksi. Pelepasan. No.377, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Hutan Produksi. Pelepasan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.33/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PELEPASAN KAWASAN

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 013 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 013 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 013 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGATURAN PENGGUNAAN JALAN UMUM UNTUK ANGKUTAN HASIL TAMBANG DAN HASIL PERUSAHAAN PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

HIGH CARBON STOCK (HCS) Sejarah, Kebijakan dan Identifikasi

HIGH CARBON STOCK (HCS) Sejarah, Kebijakan dan Identifikasi HIGH CARBON STOCK (HCS) Sejarah, Kebijakan dan Identifikasi Oleh : The Forest Trust Indonesia Latar Belakang : seruan dari konsumen di seluruh dunia yang memiliki kepedulian terkait dengan Nihil Deforestasi

Lebih terperinci

Pengecekan lapangan lokasi kebakaran foto dirilis di database online EoF

Pengecekan lapangan lokasi kebakaran foto dirilis di database online EoF 10 Juli 2013 Pengecekan lapangan lokasi kebakaran foto dirilis di database online EoF Warta EoF (PEKANBARU) Eyes on the hari ini menerbitkan foto-foto perjalanan verifikasi lapangan yang dilakukan pada

Lebih terperinci

BUPATI KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU

BUPATI KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU BUPATI KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI KUANTAN SINGINGI NOMOR 28 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERUMAHAN, KAWASAN PERMUKIMAN

Lebih terperinci

DEFORESTASI DAN SAWIT. Fakta danmelangkah ke depan

DEFORESTASI DAN SAWIT. Fakta danmelangkah ke depan DEFORESTASI DAN SAWIT Fakta danmelangkah ke depan HERRY PURNOMO dan AHMAD DERMAWAN Jakarta, Thamrin School, 6 April 2017 PESAN KUNCI 1. Sawit penggerak langsung (direct driver) deforestasi. Akar masalah

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Keadaan Umum Kota Dumai Pada tahun 1999, Kota Administratif Dumai berubah status menjadi Kotamadya Daerah Tingkat II Dumai sesuai dengan undang-undang nomor 16 Tahun

Lebih terperinci

PRINSIP DAN KRITERIA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT BERKELANJUTAN INDONESIA (INDONESIAN SUSTAINABLE PALM OIL/ISPO) UNTUK USAHA KEBUN SWADAYA

PRINSIP DAN KRITERIA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT BERKELANJUTAN INDONESIA (INDONESIAN SUSTAINABLE PALM OIL/ISPO) UNTUK USAHA KEBUN SWADAYA LAMPIRAN VI PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TANGGAL : PRINSIP DAN KRITERIA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT BERKELANJUTAN INDONESIA (INDONESIAN SUSTAINABLE PALM OIL/ISPO) UNTUK USAHA KEBUN

Lebih terperinci

KAWASAN PESISIR KAWASAN DARATAN. KAB. ROKAN HILIR 30 Pulau, 16 KEC, 183 KEL, Pddk, ,93 Ha

KAWASAN PESISIR KAWASAN DARATAN. KAB. ROKAN HILIR 30 Pulau, 16 KEC, 183 KEL, Pddk, ,93 Ha LUAS WILAYAH : 107.932,71 Km2 LUAS DARATAN 86.411,90 Km2 LAUTAN 21.478,81 Km2 GARIS PANTAI 2.078,15 Km2 KAWASAN DARATAN KAB. ROKAN HULU 16 KEC,153 KEL, 543.857 Pddk, 722.977,68 Ha KAB. KAMPAR 21 KEC,245

Lebih terperinci

Ekspansi Industri Pulp: Cara Optimis Penghancuran Hutan Alam

Ekspansi Industri Pulp: Cara Optimis Penghancuran Hutan Alam Ekspansi Industri Pulp: Cara Optimis Penghancuran *Contoh Kasus RAPP dan IKPP Ringkasan Sampai akhir Desember 27 realisasi pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) hanya 33,34 persen dari total 1.37 juta

Lebih terperinci

PEMBELIAN TBS (TANDAN BUAH SEGAR)/PENERIMAAN SUPPLIER BARU

PEMBELIAN TBS (TANDAN BUAH SEGAR)/PENERIMAAN SUPPLIER BARU PENERIMAAN SUPPLIER BARU Dibuat Oleh, Direview oleh, Disahkan oleh Riwayat Perubahan Dokumen Revisi Tanggal Revisi Uraian Oleh Daftar Isi 1. Tujuan...4 2. Ruang Lingkup...4 3. Referensi...4 4. Definisi...4

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Produksi CPO di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Produksi CPO di Indonesia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Produksi CPO di Indonesia Menurut Martha Prasetyani dan Ermina Miranti, sejak dikembangkannya tanaman kelapa sawit di Indonesia pada tahun 60-an, luas areal perkebunan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN & SARAN. pemanasan global ini. Cuaca bumi sekarang ini tidak lagi se-stabil dahulu. Cuaca

BAB V KESIMPULAN & SARAN. pemanasan global ini. Cuaca bumi sekarang ini tidak lagi se-stabil dahulu. Cuaca BAB V KESIMPULAN & SARAN A. Kesimpulan Perlindungan terhadap hutan tentunya menjadi sebuah perioritas di era pemanasan global ini. Cuaca bumi sekarang ini tidak lagi se-stabil dahulu. Cuaca di beberapa

Lebih terperinci

PRODUKSI CABAI BESAR DAN CABAI RAWIT TAHUN 2013

PRODUKSI CABAI BESAR DAN CABAI RAWIT TAHUN 2013 No. 42/08/14/Th. XV, 4 Agustus 2014 PRODUKSI CABAI BESAR DAN CABAI RAWIT TAHUN 2013 PRODUKSI CABAI BESAR SEBESAR 9,09 RIBU TON DAN CABAI RAWIT SEBESAR 6,42 RIBU TON A. CABAI BESAR Produksi cabai besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan konsumsi yang cukup pesat. Konsumsi minyak nabati dunia antara

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan konsumsi yang cukup pesat. Konsumsi minyak nabati dunia antara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selama lebih dari 3 dasawarsa dalam pasar minyak nabati dunia, terjadi pertumbuhan konsumsi yang cukup pesat. Konsumsi minyak nabati dunia antara tahun 1980 sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemudahan ini melahirkan sisi negatif pada perkembangan komoditas pangan

BAB I PENDAHULUAN. Kemudahan ini melahirkan sisi negatif pada perkembangan komoditas pangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pasar bebas dipandang sebagai peluang sekaligus ancaman bagi sektor pertanian Indonesia, ditambah dengan lahirnya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015 yang diwanti-wanti

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PENGATURAN DAN TATA CARA PENETAPAN

Lebih terperinci

Moratorium gambut diabaikan, dua kebun sawit grup Panca Eka menebangi hutan alam di Semenanjung Kampar, Riau

Moratorium gambut diabaikan, dua kebun sawit grup Panca Eka menebangi hutan alam di Semenanjung Kampar, Riau Moratorium gambut diabaikan, dua kebun sawit grup Panca Eka menebangi hutan alam di Semenanjung Kampar, Riau Laporan Investigatif Eyes on the Forest Januari 2016 Eyes on the Forest (EoF) adalah koalisi

Lebih terperinci

KONDISI FISIK BAB I 1.1. LUAS WILAYAH DAN BATAS WILAYAH

KONDISI FISIK BAB I 1.1. LUAS WILAYAH DAN BATAS WILAYAH BAB I KONDISI FISIK 1.1. LUAS WILAYAH DAN BATAS WILAYAH Sebelum dilakukan pemekaran wilayah, Kabupaten Kampar merupakan salah satu Kabupaten yang memiliki wilayah terluas di Provinsi Riau dengan luas mencapai

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 09 TAHUN 2010 TENTANG IZIN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang : a. bahwa dengan adanya

Lebih terperinci

HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013

HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013 No. 35/07/14/Th.XV, 1 Juli 2014 HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013 RATA-RATA PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERTANIAN DI RIAU TAHUN 2013 DARI

Lebih terperinci

OMBUDSMAN CONCLUSION REPORT WILMAR 2

OMBUDSMAN CONCLUSION REPORT WILMAR 2 OMBUDSMAN CONCLUSION REPORT WILMAR 2 Laporan ini merangkum proses CAO Ombudsman dalam hubungannya dengan keluhan kedua yang diterima CAO mengenai investasi IFC dalam Grup Wilmar. INVESTASI IFC Grup Wilmar

Lebih terperinci

Rangkuman dari isu isu yang dijabarkan dalam laporan studi tersebut dalam kaitannya dengan komitmen kebijakan FCP APP adalah:

Rangkuman dari isu isu yang dijabarkan dalam laporan studi tersebut dalam kaitannya dengan komitmen kebijakan FCP APP adalah: Laporan Verifikasi Keluhan melalui Laporan yang dibuat oleh FPP, Scale UP & Walhi Jambi berjudul Pelajaran dari Konflik, Negosiasi dan Kesepakatan antara Masyarakat Senyerang dengan PT Wirakarya Sakti

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 26/Permentan/OT.140/2/2007 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 26/Permentan/OT.140/2/2007 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 26/Permentan/OT.140/2/2007 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa dengan Keputusan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN REALITA PERKEBUNAN DAN INDUSTRI KELAPA SAWIT DI PROVINSI RIAU

KEBIJAKAN DAN REALITA PERKEBUNAN DAN INDUSTRI KELAPA SAWIT DI PROVINSI RIAU KEBIJAKAN DAN REALITA PERKEBUNAN DAN INDUSTRI KELAPA SAWIT DI PROVINSI RIAU Oleh : Ir. SRI AMBAR KUSUMAWATI, MSi Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Provinsi Riau Disampaikan pada Acara Focus

Lebih terperinci

KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR A20112 TENTANG PENGAMBILALIHAN SAHAM PERUSAHAAN PT INDO SUKSES LESTARI MAKMUR OLEH PT MINAMAS GEMILANG

KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR A20112 TENTANG PENGAMBILALIHAN SAHAM PERUSAHAAN PT INDO SUKSES LESTARI MAKMUR OLEH PT MINAMAS GEMILANG PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR A20112 TENTANG PENGAMBILALIHAN SAHAM PERUSAHAAN PT INDO SUKSES LESTARI MAKMUR OLEH PT MINAMAS GEMILANG LATAR BELAKANG 1. Berdasarkan Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK. 101/Menhut-II/2006 TENTANG PEMBAHARUAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU PADA HUTAN TANAMAN PT. MITRA HUTANI JAYA ATAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut. diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut. diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia. Negara Indonesia yang merupakan negara

Lebih terperinci

Harimau di dalam tangki mobil Anda?

Harimau di dalam tangki mobil Anda? Harimau di dalam tangki mobil Anda? Penghancuran kawasan hutan koridor harimau Bukit Batabuh di Riau untuk kebun sawit Laporan Investigatif Eyes on the Forest September 2014 Eyes on the Forest (EoF) adalah

Lebih terperinci

IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 37 IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Pengelolaan Kawasan Hutan Produksi Terusan Sialang Kawasan Hutan Produksi Terusan Sialang merupakan kawasan hutan produksi yang telah ditetapkan sejak tahun

Lebih terperinci

TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI PROVINSI RIAU PADA AGUSTUS 2012 SEBESAR 4,30 PERSEN

TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI PROVINSI RIAU PADA AGUSTUS 2012 SEBESAR 4,30 PERSEN No 56/11/14/Tahun XIII, 5 November 2012 TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI PROVINSI RIAU PADA AGUSTUS 2012 SEBESAR 4,30 PERSEN Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Provinsi Riau sebesar 4,30 persen, yang berarti

Lebih terperinci

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN BUPATI SIAK NOMOR : 06/IUPHHK/I/2003 TENTANG PEMBERIAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU (IUPHHK) HUTAN TANAMAN SELUAS 8.200 (DELAPAN RIBU DUA RATUS)

Lebih terperinci

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN BUPATI PELALAWAN NOMOR : 522.21/IUPHHKHT/XII/2003/015 TENTANG PEMBERIAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU HUTAN TANAMAN KEPADA CV. ALAM LESTARI SELUAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang PT. Perkebunan Nusantara atau biasa disebut sebagai PTPN merupakan perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang memiliki kewenangan untuk mengelola perkebunan yang ada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kebutuhan akan minyak nabati dalam negeri. Kontribusi ekspor di sektor ini pada

I. PENDAHULUAN. kebutuhan akan minyak nabati dalam negeri. Kontribusi ekspor di sektor ini pada I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komoditas kelapa sawit merupakan salah satu komoditas yang penting di Indonesia, baik dilihat dari devisa yang dihasilkan maupun bagi pemenuhan kebutuhan akan minyak

Lebih terperinci

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN BUPATI PELALAWAN NOMOR : 522.21/IUPHHKHT/XII/2002/004 TENTANG PEMBERIAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU HUTAN TANAMAN KEPADA PT. MERBAU PELALAWAN

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM. Gambar 3. Peta Lokasi PT. RAPP (Sumber: metroterkini.com dan google map)

IV. KONDISI UMUM. Gambar 3. Peta Lokasi PT. RAPP (Sumber: metroterkini.com dan google map) 19 IV. KONDISI UMUM 4.1 Profil Umum PT. Riau Andalan Pulp and Paper PT. Riau Andalan Pulp & Paper (RAPP) adalah bagian dari Asia Pasific Resources International Holdings Limitied (APRIL) Group, perusahaan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 98/Permentan/OT.140/9/2013 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 98/Permentan/OT.140/9/2013 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 98/Permentan/OT.140/9/2013 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG

PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG 67 VI. PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG Harga komoditas pertanian pada umumnya sangat mudah berubah karena perubahan penawaran dan permintaan dari waktu ke waktu. Demikian pula yang terjadi pada

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. raksasa mulai dari pengadaan sarana produksi (bibit, pupuk, pestisida) proses

PENDAHULUAN. raksasa mulai dari pengadaan sarana produksi (bibit, pupuk, pestisida) proses PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai produsen terbesar di dunia, kelapa Indonesia menjadi ajang bisnis raksasa mulai dari pengadaan sarana produksi (bibit, pupuk, pestisida) proses produksi, pengolahan

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN Selain sektor pajak, salah satu tulang punggung penerimaan negara

I.PENDAHULUAN Selain sektor pajak, salah satu tulang punggung penerimaan negara I.PENDAHULUAN 1.1 LATARBELAKANG Selain sektor pajak, salah satu tulang punggung penerimaan negara untuk membiayai pembangunan adalah ekspor nonmigas, yang mulai diarahkan untuk menggantikan pemasukan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang didukung oleh sektor pertanian. Salah satu sektor pertanian tersebut adalah perkebunan. Perkebunan memiliki peranan yang besar

Lebih terperinci