PEMBUATAN NANOPROPOLIS ASAL INDONESIA SEBAGAI BAHAN ANTIKANKER PAYUDARA AKHMAD ENDANG ZAINAL HASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMBUATAN NANOPROPOLIS ASAL INDONESIA SEBAGAI BAHAN ANTIKANKER PAYUDARA AKHMAD ENDANG ZAINAL HASAN"

Transkripsi

1 PEMBUATAN NANOPROPOLIS ASAL INDONESIA SEBAGAI BAHAN ANTIKANKER PAYUDARA AKHMAD ENDANG ZAINAL HASAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

2

3 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul : Pembuatan Nanopropolis Asal Indonesia sebagai Bahan Antikanker Payudara adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Dengan pernyataan ini, saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis ini kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2013 Akhmad Endang Zainal Hasan NIM F

4

5 RINGKASAN AKHMAD ENDANG ZAINAL HASAN. Pembuatan Nanopropolis Asal Indonesia sebagai Bahan Antikanker Payudara. Dibimbing oleh DJUMALI MANGUN-WIDJAJA, TITI CANDRA SUNARTI, ONO SUPARNO dan AGUS SETIYONO. Propolis adalah salah satu produk lebah madu yang berguna untuk perlindungan diri terutama dari serangan mikroorganisme dan perubahan suhu di luar sarang lebah yang tidak menentu. Sekarang ini, istilah propolis merupakan sediaan obat hasil ekstraksi dari sarang lebah madu atau disebut juga raw atau crude propolis. Raw propolis tidak dapat dimanfaatkan secara langsung karena masih bercampur dengan komponen pengotor lain, sehingga perlu proses ekstraksi propolis yang merupakan kumpulan bahan aktif dalam raw propolis dengan menggunakan pelarut organik. Kandungan bahan aktif dalam propolis antara lain seperti flavonoid, alkaloid, tanin, steroid dan triterpenoid. Penggunaan pelarut etanol 70% dalam ekstraksi akan diperoleh propolis yang mengandung komponen flavonoid (terekstrak seluruhnya) dan terpisah dari bagian yang tidak terekstrak (balm). Propolis yang dihasilkan dalam teknik ekstraksi ini mempunyai sifat yang tidak larut dalam air tapi larut dalam etanol maupun propilen glikol, sehingga diperlukan bahan maupun penerapan teknologi yang tepat agar propolis dapat larut dalam air dan dapat digunakan sebagai obat dengan mudah. Penelitian menunjukkan bahwa β-siklodekstrin dapat digunakan sebagai bahan penyalut bahan aktif pada proses pembuatan obat. Bentuk melingkar yang terdiri dari tujuh monomer glukosa, β-siklodekstrin dapat memasukkan dan mengikat bahan aktif pada berbagai sisi aktif. Dengan masuknya bahan aktif dalam gugus β-siklodekstrin maka diperkirakan pelepasan bahan aktif tersebut akan lebih lambat dibandingkan dengan bahan aktif bebas. Untuk meningkatkan proses penyalutan propolis maka pada penelitian ini dilakukan inklusi propolis pada β-siklodekstrin menggunakan proses inklusi, re-solubilisasi dan stabilisasi dengan rentang waktu antara 3.18 hingga menit. Pada ketiga proses dilakukan pengadukan menggunakan homogenizer kecepatan tinggi. Dengan proses inklusi, resolubilisasi dan stabilisasi diharapkan terjadi peningkatan jumlah bahan aktif propolis yang terjerap dalam molekul β-siklodekstrin dan terjadi pengecilan ukuran partikel sehingga terbentuk partikel nano. Jumlah bahan aktif yang terjerap serta kemampuan menahan kerusakan bahan aktif karena proses pembuatan nanopropolis ini dapat ditunjukkan dengan aktifitas penghambatan proliferasi sel kanker Michigan Cancer Foundation-7 (MCF-7). Proses penyiapan nanopropolis dilakukan dengan inklusi pada β- siklodekstrin dengan pengadukan menggunakan homogenizer kecepatan tinggi ( rpm) pada tiga tahap yaitu inklusi, resolubilisasi dan stabilisasi. Lama pengadukan pada tahap inklusi adalah 20, 30 dan 40 menit, lama resolubilisasi adalah 20, 30 dan 40 menit, dan lama stabilisasi adalah 10, 20 dan 30 menit. Hasil dari pembuatan nanopropolis dilakukan pengukuran distribusi ukuran partikel dan pengujian efektivitasnya sebagai bahan antikanker dengan cara uji penghambatan proliferasi pada sel lestari kanker payudara MCF-7 dan mengukur distribusi partikel. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan Response

6 Surface Methodology (RSM) untuk menentukan kondisi terbaik dalam pembuatan nanopropolis. Pada kondisi terbaik kemudian dilakukan pembuatan nanopropolis tahap kedua dengan peubah jumlah propolis dan β-siklodekstrin. Hasilnya dilakukan uji terhadap penghambatan proliferasi sel lestari kanker payudara MCF- 7 dan dilakukan proses analisis statistik dengan RSM untuk menentukan kondisi terbaik pembuatan nanopropolis tahap kedua. Selanjutnya dilakukan pengujian efikasi nanopropolis menggunakan hewan uji tikus putih betina strain Sprague Dawley yang diinduksi oleh 7,12-dimethyl-benz(a)anthracene (DMBA). Perkembangan tumor pada tikus dipelajari dengan cara melihat preparat mikroskop jaringan mamae. Hasil terbaik ekstraksi propolis yang meliputi rendemen, kadar total flavonoid, kemampuan menghambat radikal bebas 1,1-diphenil -2-picrilhydrazil (DPPH), induksi apoptosis Saccharomyces cerevisiae dan antisitotoksik sel lestari kanker payudara MCF-7 secara berturut-turut diperoleh pada propolis asal Pekanbaru (19.97%), Kendal (46.60%), Pandeglang (68.94 µg ml -1 ), Kendal (81.44%), dan Makassar (47.71% sel hidup). Propolis hasil ekstraksi sarang lebah Trigona spp dari lima lokasi di Indonesia mengandung komponen senyawa flavonoid. Kemampuan induksi apoptosis sel S. cerevisiae terbaik ditunjukkan oleh propolis yang diekstrak dengan pelarut etanol 70% pada nisbah volume 20 serta pemanasan gelombang mikro 30 menit. Hasil verifikasi menunjukkan kemampuan induksi apoptosis dengan jumlah persentase sel petite 70.32% dengan rendemen sebanyak 12.67% (b/b). Propolis Trigona spp asal Pandeglang, Indonesia mempunyai aktivitas antioksidan (IC 50 ) sebesar µg ml -1 dan mematikan 50% sel kanker MCF-7 pada konsentrasi 233 µg ml -1. Hasil penelitian pembuatan nanopropolis dengan cara inklusi pada β- siklodekstrin diperoleh kondisi terbaik menghasilkan ukuran partikel (165.4±44.1 nm) dan kemampuan antisitotoksik terhadap sel lestari kanker payudara MCF-7 sebesar (% sel mati) pada waktu inklusi, resolubility dan stabilisasi masingmasing 20, 20 dan 30 menit. Hasil penelitian pembuatan nanopropolis tahap kedua diperoleh kondisi terbaik sebagai bahan antiproliferasi sel lestari kanker payudara MCF-7 dengan menggunakan propolis sebanyak 30 mg dan 350 mg β- siklodekstrin. Hasil pengujian nanopropolis diperoleh nilai IC 50 pada 10.2 µg ml -1 terhadap sel lestari kanker payudara MCF-7. Ukuran rata-rata partikel nanopropolis pada kondisi terbaik sebanyak 171 nm. Nanopropolis yang dihasilkan ini mempunyai tingkat kristalinitas 88.7% dan mengalami perubahan gugus fungsional terutama pada gugus OH yang menjadi lebih lebar dibandingkan dengan propolis maupun β-siklodekstrin. Hal ini berarti bahwa komponen bahan aktif propolis masih ada dalam nanopropolis hasil pembuatan pada kondisi terbaik. Pada uji aktivitas antikanker payudara nanopropolis pada tikus betina strain Sprague-Dawley yang diinduksi DMBA diperoleh bahwa dosis nanopropolis sebesar 32 µg ml -1 dan konsentrasi propolis 233 µg ml -1 sudah menunjukkan kemampuan mengeliminir tumor mamae tikus, yang ditunjukkan dengan mengecilnya volume tumor, terjadi penyembuhan terhadap luka akibat tumor dan berkurangnya jumlah sel tumor dalam jaringan mamae hewan uji. Kata kunci: propolis, nanopropolis, Trigona, flavonoid, antikanker MCF-7

7 SUMMARY AKHMAD ENDANG ZAINAL HASAN. Manufacture of Indonesia Nanopropolis as a Antibreastcancer Agents. Supervised by DJUMALI MANGUNWIDJAJA, TITI CANDRA SUNARTI, ONO SUPARNO dan AGUS SETIYONO Propolis is a honeybee product that is useful for self-protection, especially from invading microorganisms and temperature changes outside the beehive. Today, the term drug dosage propolis is extracted from beehives called raw honey or propolis. Raw propolis can not be used directly, so it is necessary that the process of extracting propolis is a mixture of active ingredients using organic solvents. The active ingredients of propolis were flavonoids, alkaloids, tannins, steroids and triterpenoids. Raw propolis is extracted by 70% ethanol to obtain propolis flavonoid-containing components of raw propolis as a whole and separate from the balm. There have been many studies using maceration extraction, but the combination of maceration and heating by microwaves has not been done. Therefore, the process of separation of propolis from the beehive (raw propolis) by using maceration and microwave heating was undertaken in this study. Many studies have shown that β-cyclodextrin can be used as a coating agent active ingredient in the drug manufacturing process. Circular shape consisted of seven glucose monomers, β-cyclodextrin can be inserted and bind the active ingredient in various side active. With the inclusion of the active ingredient in β- cyclodextrin group then expected release of the active ingredient will be much slower than the free active ingredient. Therefore, the inclusion of propolis research on β-cyclodextrin, so that the active ingredient in propolis out of filler slowly. To make the coating process of propolis more effectiveing the process was carried out by a high speed homogenizer. Therefore, this research was undertaken propolis inclusion in β-cyclodextrin using inclusion, resolubility and stabilisation with high speed homogenization as processing aid. With the inclusion, resolubility and stabilisation process was expected that there were active ingredient of propolis is adsorbed molecule β-cyclodextrin and particle size reduction occurs. In addition, the amount of propolis and β-cyclodextrin is used in the process of shaking on the inclusion process may be a factor in the rate of inclusion process, so there are differences in the amount of active ingredient present in propolis adsorbed in β-cyclodextrin. Adsorbed amount of active ingredient and the ability to withstand damage due to the active ingredient high speed could be demonstrated by the inhibition of cancer cell proliferation activity of Michigan Cancer Foundation-7 (MCF-7). Nanopropolis preparation process was performed by inclusion, resolubility and stabilitation with high speed homogenization (22000 rpm) at the process of making nanoparticles. The first stage times were 20, 30 and 40 mins, the second times were 20, 30 and 40 mins, and the third times were 10, 20 and 30 mins. Nanopropolis were researched their particle distribution and effectiveness as an anticancer ingredient. The data obtained were analyzed by Response Surface Methodology (RSM) to determine the best conditions for making nanopropolis. At the best conditions (of the inclusion process) then undertaken nanopropolis preparation with propolis and variable number of β-cyclodextrin. The results were

8 tested on the inhibition of proliferation of MCF-7 cancer cells and performed the statistical analysis with the RSM to determine the best conditions for making nanopropolis. Further efficacy testing was carried out using test animals nanopropolis female white rats of Sprague Dawley strain induced by 7,12- dimethylbenz(a)anthracene (DMBA). After in-vivo study ended, the development of tumors in rats was studied by looking preparated mammary tissue under microscope. Propolis from five locations in Indonesia showed the difference in extraction yield (% w/w), total flavonoid content (%), the ability to inhibit the oxidation of DPPH (IC50, μg ml -1 ), apoptosis induction for Saccharomyces cerevisiae cells at concentrations of 50 mg ml -1, and inhibits cell proliferation sustainable MCF-7 breast cancer at a concentration of 100 μg ml -1. The best results from yield of propolis extract was obtain from Pekanbaru, total flavonoid content was from Kendal, free radical scavenging of 1,1-diphenil -2-picrilhydrazil (DPPH) was from Pandeglang, Saccharomyces cerevisiae induces cell apoptosis was from Kendal, and inhibits proliferation of breast cancer cells MCF-7 was from Makassar with the value of (%), (%), (μg ml -1 ), (%), and (% living cells), respectively. All propolis extracted from five locations in Indonesia based on phytochemical analysis showed that the propolis contains flavonoid compounds. Results of statistical analysis showed that induction of apoptosis against S. cerevisiae cells as much as 85% was achieved at the best conditions of microwave heating time of 30 mins and the ratio of 70% ethanol-beehive of 20. Results of the verification process of extraction conditions selected showed that the percentage of cells petite was 70.32% smaller than the model, but the yield was higher than the models. Propolis Trigona spp originated Pandeglang had antioxidant activity (IC 50 ) of μg ml -1, 50% lethal cancer MCF-7 cells at a concentration of 233 μg ml -1, with a value of cell apoptosis induction S. cerevisiae of 6.02 μg ml -1. The RSM analysis results nanopropolis predicted that the best conditions was propolis of 30 mg to 350 mg of β-cyclodextrin with IC 50 at 10.2 μg ml -1. At the best conditions, the propolis could cause the death of MCF-7 cells by as much as 48.61% and a yield of g. Nanopropolis generated by inclusion in β- cyclodextrin showed that the change in crystallinity from 31% to 88.7% still approved flavonoids and organic acids on High Performance Liquid Chromatography (HPLC) analysis especially techtochrysin and caffeic acid; on Fourier Transform Infra Red (FTIR) analysis there has been a change in wave number, mainly on the functional group-oh. Nanopropolis average particle size distribution produced was 171 nm.. In the in-vivo test, propolis demonstrated that it could heal damaged tissue tumors at a concentration of 233 μg ml -1. At concentrations of 32 and 56 μg ml -1 nanopropolis already showed the results of healing damaged tissue tumors. Keywords: propolis, nanopropolis, Trigona, flavonoids, anticancer MCF-7

9 Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

10

11 PEMBUATAN NANOPROPOLIS ASAL INDONESIA SEBAGAI BAHAN ANTIKANKER PAYUDARA AKHMAD ENDANG ZAINAL HASAN Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

12 Penguji pada Ujian Tertutup : Prof Dr Ir Erliza Noor Dr drh Wiwin Winarsih, MSi Penguji pada Ujian Terbuka : Dr Nurul Taufiqu Rochman Prof Dr drh Maria Bintang, MSc

13 Judul Disertasi : Pembuatan Nanopropolis Asal Indonesia sebagai Bahan Antikanker Payudara Nama : Akhmad Endang Zainal Hasan NIM : F Disetujui oleh Komisi Pembimbing Prof Dr Ir Djumali Mangunwidjaja, DEA Ketua Dr Ir Titi Candra Sunarti, MSi Anggota Prof Dr Ir Ono Suparno, MT Anggota Dr drh Agus Setiyono, MS Anggota Diketahui oleh Ketua Program Studi Teknik Industri Pertanian Dekan Sekolah Pascasarjana Dr Ir Machfud, MS Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr Tanggal Ujian: 19 Juli 2013 Tanggal Lulus:

14 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta ala atas segala karunia-nya, ni mat hidup, ni mat iman dan ni mat sehat, dengan menghadapi tantangan dan hambatan telah dilalui sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2010 ini ialah propolis dan nanopropolis, dengan judul Pembuatan Nanopropolis Asal Indonesia sebagai Bahan Antikanker Payudara. Shalawat dan salam kami haturkan untuk junjungan kita Nabi Muhammad SAW oleh karenanya kita semangat, menghantar hidup dan kehidupan serta semoga kita selalu dalam barisannya hingga di kehidupan kelak. Ungkapan terima kasih disampaikan kepada Apa (Nandang Rusnardi) dan Ema (Hj. Endang Poernomosasi), Bapak (H. Faisal) dan Ibu (Hj. Nurhusni) atas dukungan mereka, dorongan, keselamatan, dedikasi dan contoh hidup, etika, keadilan dan tekad. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada isteri (Efrini Faisal) dan anak-anakku (Riza, Rara, Ica dan Dafaa) serta seluruh keluarga handai taulan atas segala do a, pengertian dan kasih sayangnya. Terima kasih ini disampaikan atas mereka karena kesabarannya, kebaikan, antusiasme dan kegembiraan hidup, tanpa mereka belum tentu penulis menyelesaikan disertasi ini. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Djumali Mangunwidjaja, DEA, Ibu Dr Ir Titi Candra Sunarti, MSi, Bapak Prof Dr Ono Suparno, MT dan Bapak Dr drh Agus Setiyono, MS yang telah banyak memberi bimbingan dan sarannya. Tanpa beliau saya tidak dapat berbuat banyak dan sulit menyelesaikan semua pekerjaan, tantangan dan hambatan yang dihadapi selama dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan disertasi ini. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Ibu Prof Dr Nastiti Siswi Indrasti Ketua Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fateta IPB. Bapak Machfud sebagai ketua program studi TIP, juga Bapak Prof Dr Ir Irawadi Jamaran selaku ketua program Studi TIP saat penulis diterima di program studi ini. Terima kasih pula disampaikan kepada seluruh staf pengajar di Departemen Teknologi Industri Pertanian Fateta IPB atas semua ilmu dan bimbingannya. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr Ir I Made Artika, MappSc dan seluruh staff yang ada di Biokimia atas izin dan kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk melanjutkan sekolah ini. Demikian juga penulis sampaikan kepada Bapak Dr Hasim, DEA dan Dr Ki Agus Dahlan yang telah memberi izin kepada penulis pada saat itu menjabat sebagai Dekan dan Wakil Dekan FMIPA, dan juga diucapkan terima kasih kepada Ibu Dr Ir Sri Nurdiati, MSc dan Dr Ki Agus Dahlan sebagai Dekan dan Wakil Dekan FMIPA yang telah memberi izin kepada penulis untuk meneruskan sekolah ini. Juga disampaikan terima kasih kepada Direktur Sekolah Pascasarjana IPB yang telah menerima penulis sebagai mahasiswa di Program Doktor di Program Studi Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Begitu juga ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Prof Dr Ir Erliza Noor, Dr drh Wiwin Winarsih, MSi yang telah bersedia menjadi penguji luar komisi pada ujian tertutup tanggal 22 Mei 2013 yang lalu dan telah memberikan banyak masukan dalam perbaikan pembahasan penelitian ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr Nurul Taufiqu Rochman dan Prof Dr drh Maria

15 Bintang, MSc yang bersedia dan meluangkan waktunya sebagai penguji luar komisi pada ujian terbuka pada tanggal 19 Juli Penulis juga ucapkan terimakasih kepada Direktur Direktorat Pendidikan Tinggi, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan atas dana beasiswa BPPS yang diberikan. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan untuk Direktur BIOTROP-SEAMEO dan Direktur PT Deltana Prima yang telah memberikan dana penelitian. Untuk Direktur LapTIAB BPPT Serpong, Ibu Candra dan Bapak Candra Risdian, penulis ucapkan terima kasih atas kerjasamanya dalam menyiapkan sel lestari kanker payudara MCF-7. Terima kasih penulis juga sampaikan kepada Ibu Aisyah Girindra, Bapak Irawadi Jamaran dan Ibu Tun Tedja Irawadi. Untuk saudaraku Ir Trijoko MB, Dr Joko Hermanianto, Dr Sugeng Budiharsono, Ir Uli Hasuri, Adi Fatwa Kusuma MSc, Muhammad Bahi PhD, Dimas Andrianto MSi dan semua teman-teman seperjuangan TIP angkatan 2008 serta teman-teman lainnya diucapkan terima kasih atas bantuan materil dan dorongan moril yang diberikan. Untuk semua pihak baik perseorangan maupun kelompok (yang berhak menerima ucapan terima kasih penulis) dan yang telah banyak membantu dalam penelitian dan penulisan disertasi ini penulis ucapkan terima kasih. Dengan semua ucapan terima kasih ini, penulis juga berdo a semoga Allah subhanahu wa ta ala membalas-nya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pengembangan keilmuan di Indonesia khususnya bagi peningkatan kesehatan masyarakat terutama tersedianya sediaan obat berbasis bahan alam Indonesia. Bogor, Agustus 2013 Akhmad Endang Zainal Hasan

16

17 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL xix DAFTAR GAMBAR xx DAFTAR LAMPIRAN xxii 1 PENDAHULUAN UMUM Latar Belakang Tujuan Ruang Lingkup Penelitian Kebaruan 5 2 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode 6 3 EKSTRAKSI DAN KARAKTERISASI PROPOLIS DARI 12 SARANG LEBAH Trigona ASAL LIMA LOKASI DI INDONESIA 3.1 Pendahuluan Bahan dan Metode Hasil dan Pembahasan Kesimpulan dan Saran 19 4 EKSTRAKSI PROPOLIS Trigona spp ASAL 21 PANDEGLANG MENGGUNAKAN MASERASI DENGAN MODIFIKASI PEMANASAN GELOMBANG MIKRO DAN KARAKTERISASINYA 4.1 Pendahuluan Bahan dan Metode Hasil dan Pembahasan Kesimpulan dan Saran 31 5 PEMBUATAN NANOPROPOLIS DENGAN CARA 32 INKLUSI PADA β-siklodekstrin 5.1 Pendahuluan Bahan dan Metode Hasil dan Pembahasan Kesimpulan dan Saran 44 6 AKTIVITAS NANOPROPOLIS SEBAGAI BAHAN ANTI- 46 KANKER PAYUDARA PADA TIKUS BETINA STRAIN SPRAGUE DAWLEY YANG DIINDUKSI DMBA 6.1 Pendahuluan Bahan dan Metode Hasil dan Pembahasan Kesimpulan dan Saran 53 7 PEMBAHASAN UMUM 54 8 KESIMPULAN DAN SARAN 63 DAFTAR PUSTAKA 65 LAMPIRAN 77 RIWAYAT HIDUP 88

18 DAFTAR TABEL 3.1 Hasil ekstrak propolis dan karakterisasinya Hasil analisa fitokimia propolis dari lima lokasi di Indonesia Parameter dan nilai skor pada penentuan lokasi sumber 19 propolis 4.1 Batasan dan taraf dari dua peubah Hasil ekstrak propolis (%, b/b) dan hasil pengujian induksi 26 apoptosis (jumlah sel petite, %) 4.3 Komponen kimia propolis asal Pandeglang Hasil rata-rata ukuran partikel nanopropolis dan pengaruhnya 37 terhadap kematian sel lestari kanker MCF Kondisi pembuatan nanopropolis tahap 2 dan pengaruh nanopropolis terhadap kematian sel MCF-7 41

19 DAFTAR GAMBAR 2.1 Diagram alir penelitian pembuatan nanopropolis asal Indonesia 7 sebagai bahan antikanker payudara 3.1 Persentase sel S.cerevisiae petite karena perlakuan 50 µg ml propolis dari lima lokasi di Indonesia 4.1 Diagram alir proses ekstraksi propolis dengan maserasi yang 24 dimodifikasi pemanasan gelombang mikro 4.2 Tampilan kromatogram FTIR propolis pada rentang cm Diagram alir pembuatan nanopropolis tahap pertama Pemetaan respon rata-rata ukuran partikel nanopropolis akibat 37 pengaruh waktu pengadukan pada tahap inklusi dan waktu resolubilisasi 5.3 Pemetaan normalitas data rata-rata ukuran partikel nanopropolis 38 (warna kotak menunjukkan satuan percobaan) 5.4 Distribusi ukuran partikel nanopropolis hasil pembuatan nano- 39 propolis pada kondisi terbaik tahap pertama 5.5 Pemetaan normalitas data jumlah kematian sel lestari MCF-7 40 akibat pemberian nanopropolis 5.6 Hubungan antara waktu pengadukan pada tahap inklusi dan 41 waktu pengadukan pada tahap re-solubilisasi terhadap nilai desirability pada kondisi terbaik 5.7 Diagram alir pembuatan nanopropolis tahap kedua Pemetaan kemungkinan normalitas data jumlah kematian sel 43 MCF-7 (warna kotak menunjukkan satuan percobaan) 5.9 Pemetaan desirability jumlah kematian sel MCF-7 akibat 44 pemberian nanopropolis yang dibuat dari propolis dan β- siklodekstrin 6.1 Bobot badan tikus setelah induksi DMBA dan sebelum 48 dilakukan nekropsi (1=kelompok nanopropolis 8 µg ml -1, 2=kelompok nanopropolis 32 µg ml -1, 3=kelompok nanopropolis 56 µg ml -1, 4=kelompok propolis 233 µg ml -1, 5=kelompok doksorubisin, 6=kelompok DMBA dan 7=kelompok normal) 6.2 Volume tumor tikus setelah induksi DMBA hingga sebelum dilakukan nekropsi (1=kelompok nanopropolis 8 µg ml -1, 49 2=kelompok nano-propolis 32 µg ml -1, 3=kelompok nanopropolis 56 µg ml -1, 4=kelom-pok propolis 233 µg ml -1, 5=kelompok doksorubisin, dan 6=kelompok DMBA) 6.3 Jaringan kulit mamae tikus betina setelah diinduksi oleh 50 DMBA dan mendapat perlakuan penyuntikkan a. nanopropolis (32 µg ml -1 ) dan b. nanopropolis (56 µg ml -1 ) (panah biru=epitel kulit, panah kuning=folikel rambut normal, panah putih=kapiler epidermis) (Pewarnaan HE, 200x) 6.4 a) Jaringan mamae tikus SD yang diinduksi DMBA dan diberi perlakuan nanopropolis 56 mg ml -1 setiap 7 hari sekali dalam waktu 2 bulan, b) Jaringan mamae tikus SD yang diinduksi 50

20 DMBA tanpa diberi perlakuan nanopropolis maupun propolis dalam waktu 2 bulan setelah induksi (panah hitam= alveole, panah biru=alveole terisi plasma darah, panah putih=sel kanker, panah merah=jaringan ikat) (Pewarnaan HE, 200x) 6.5 a) Kondisi jaringan mamae yang telah mengalami penyembuhan akibat penyuntikan nanopropolis 32 µg ml -1, b ) kondisi tumor pada tikus betina akibat induksi DMBA tapi tidak dilakukan pengobatan baik dengan propolis maupun nanopropolis, dan c) kondisi tumor setelah 90 hari diinduksi DMBA sebagai awal perlakuan (panah kuning=bekas luka yang mengering panah putih=mamae yang membengkak karena tumor) 6.6 Jaringan kulit mamae tikus betina setelah diinduksi oleh DMBA dan mendapat perlakuan penyuntikkan (a) propolis (233 µg.ml -1 ) dan (b) Tanpa pengobatan (kontrol positif) (panah biru=epitel kulit, panah kuning=folikel rambut normal, panah putih=peradangan) (Pewarnaan HE, 200x) 6.7 Jaringan mamae (a) dan jaringan kulit (b) tikus SD yang diinduksi DMBA dan diberi perlakuan propolis 233 µg ml -1 setiap 7 hari sekali dalam waktu 2 bulan (panah merah= pembuluh darah, panah putih=sel kanker yang mati, panah hitam=folikel rambut) (Pewarnaan HE, 200x) 7.1 Serbuk nanopropolis hasil pembuatan pada kondisi terbaik tahap kedua 7.2 Hubungan antara respon sifat fisik rata-rata ukuran partikel terhadap jumlah sel lestari MCF-7 yang mengalami kematian akibat pemberian nanopropolis pada berbagai ukuran hasil perlakuan (20 satuan perlakuan) 7.3 Tampilan kromatogram XRD propolis (panah merah), nanopropolis (panah biru) dan komplek hasil campuran propolis dengan β-siklodekstrin dengan proses inklusi (panah kuning) pada rentang sudut 40 derajat 7.4 Tampilan kromatogram FTIR nanopropolis dan propolis pada rentang cm -1 (panah biru=nanopropolis dan panah kuning=ekstrak etanol propolis) 7.5 Grafik distribusi partikel nanopropolis pada kondisi terbaik proses pembuatan nanopropolis tahap kedua 7.6 Tampilan penampakan mikroskopis menggunakan SEM nanopropolis hasil proses pembuatan nanopropolis pada kondisi terbaik (pembesaran 4000 x)

21 DAFTAR LAMPIRAN 1 Tatacara preparasi histopatologi 77 2 Perhitungan pengambilan keputusan pemilihan asal sarang lebah 78 3 Analisis sidik ragam model persamaan ragam matematika pengaruh 78 pemanasan gelombang mikro dan nisbah pelarut etanol 70%- sarang lebah terhadap rendemen hasil ekstraksi (%, b/b) 4 Analisis sidik ragam model persamaan matematika pengaruh pemanasan 79 gelombang mikro dan nisbah pelarut etanol 70%-sarang lebah terhadap kemampuan propolis hasil ekstraksi menginduksi apoptosis sel S.cerevisiae 5 Grafik konsentrasi uji propolis untuk menentukan IC Data ukuran partikel menurut nomor urut satuan perlakuan 80 7 Analisis sidik ragam model persamaan matematika pengaruh perbedaan 83 tahap homogenisasi terhadap rata-rata ukuran partikel na- nopropolis 8 Data hasil perlakuan nanopropolis 8 μg ml -1 dari berbagai satuan 84 percobaan terhadap sel lestari kanker MCF-7 hidup 9 Analisis sidik ragam model persamaan ragam matematika pengaruh 85 propolis hasil perbedaan tahap homogenisasi terhadap jumlah sel lestari kanker payudara MCF-7 yang mati 10 Data pengaruh nanopropolis 8 µg ml-1 terhadap jumlah kematian 85 sel lestari kanker payudara MCF-7 (%) 11 Analisis sidik ragam model persamaan ragam matematika pengaruh 86 jumlah propolis dan β-siklodekstrin terhadap jumlah sel lestari kanker payudara MCF-7 yang mati 12 Bobot badan tikus (g) setelah 60 hari perlakuan atau setelah hari induksi DMBA 13 Data hasil perhitungan volume tumor (mm 3 ) pada jaringan mamae tikus 87

22 DAFTAR SINGKATAN NIPAAM = N-isopropylacrylamide VP = N-vinyl-2-pyrrolidone PEG-A = poly (ethyleneglycol) monoacryl-ate PLGA = poly(lactide-co-glycolide) PCL = poly-ε-caprolactone FDA = Food and Drug Administration MCF-7 = Michigan Cancer Foundation-7 RPMI = Roswell Park Memorial Institute YEPD = Yeast Extract Potato Dextrose VCO = Virgin Coconut Oil IC 50 = Inhibitory Concentration 50% SIRS = Sistem Informasi Rumah Sakit DMBA = 7,12-dimethylbenz(a)anthracene DPPH = 1,1-diphenyl-2-picrilhydrazil FBS = Fetal Bovine Serum HPLC = High Performance Liquid Chromatography FTIR = Fourier Transform Infra Red PSA = Particle Size Analyzer XRD = X-ray Diffraction BNF = Buffer Neutral Formalin DMSO = Dimehyl Sulfoxide MTT = 3-(4,5-dimethylthiazol-2yl)-2,5-diphenyltetrazolium bromide ELISA = Enzyme-linked immunosorbent assay SEM = Scanning Electron Microscopy HE = Haematoxyllin-Eosin MHz = Mega Herzt MAE = Microwave Assesment Extraction RSM = Respone Surface Methodology nm = Nanometer ml = Milimeter kg = Kilogram µ = mikro β = betha TfR =Transferrin-Receptor TRAIL =Tumor necrosis factor Related Apoptosis Inducing Ligand NF-kB =Nuclear Factor-kappaB MAPK/p38 =Mitogen-Associated Protein Kinase and p38 pathways Ask-1 =Apoptosis signal-regulating kinase 1 Bcl-2/Bcl-X =B-cell lymphoma 2 protein/x-protein IAP =Inhibitor of Apoptosis Proteins Bax =Bcl-2 associated X protein Bak =Bcl-2 homologous antagonist/killer protein

23 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Propolis merupakan nama generik dari resin lebah. Kata propolis berasal dari bahasa Yunani, yaitu pro artinya sebelum atau pertahanan dan polis artinya kota. Jadi, propolis adalah pertahanan kota atau memiliki arti sebagai sistem pertahanan pada sarang lebah. Karena sifatnya yang lengket seperti lem, propolis disebut sebagai beeglue (Anonim 2006). Menurut Gojmerac (1983), propolis adalah bahan perekat atau dempul yang bersifat resin yang dikumpulkan oleh lebah pekerja dari kuncup, kulit tumbuhan atau bagian-bagian lain dari tumbuhan. Resin-resin yang diperoleh dari bermacam-macam tumbuhan ini dicampur dengan saliva dan enzim lebah sehingga berbeda dari resin asalnya. Bentuk propolis dipengaruhi oleh suhu, pada suhu di bawah 15 ºC sifatnya keras dan rapuh, tapi pada suhu yang lebih tinggi (25-45ºC) sifatnya lembek. Propolis umumnya meleleh pada suhu 60-69ºC dan ada pula yang mempunyai titik leleh di atas 100ºC (Woo 2004). Gojmerac (1983) menyatakan bahwa propolis mengandung bahan campuran kompleks malam, resin, balsam, minyak, dan sedikit polen. Komposisinya bervariasi tergantung dari tumbuhan asal. Propolis juga mengandung zat aromatik, zat wangi, dan berbagai mineral. Propolis dengan komponen senyawa-senyawa kimianya menunjukkan bermacam-macam efek biologis dan aktivitas farmakologis. Menurut Kasahara et al. (2004) dan Khismatullina (2005), lebih dari 180 senyawa yang terkandung di dalam propolis sudah diketahui. Unsur aktif yang penting dalam farmakologi dan aktivitas biologis adalah flavonoid (flavon, flavonol, flavonon) dan senyawa fenolat serta senyawa aromatik. Flavonoid berperan dalam pewarnaan tumbuhan. Sekurang-kurangnya ada 38 jenis flavonoid termasuk flavonol (galangin, kaemferol, quersetin), flavonon (pinocembrin dan pinosrobin), dan flavononol (pinobanksin), serta flavon (chrysin, acacetin, apigenin, ermanin). Beberapa senyawa fenolat yang terkandung di dalam propolis antara lain adalah hidroksisinamat, asam sinamat, vanilin, benzil alkohol, asam benzoat, kafeat, kumarat, serta asam ferulat. Kandungan flavonoid propolis setara dengan 500 jeruk (Khismatullina 2005). Menurut Matienzo dan Lamoreno (2004), propolis mengandung senyawa hidrokarbon aromatik, hidrokarbon alifatik, ester, aldehida, asam alifatik, sesquiterpena, amid, oksim, gula, gula alkohol dan asam uronat. Pino et al. (2006) melaporkan bahwa senyawa volatil pada stingles bee lebih tinggi daripada lebah Apis mellifera. Senyawa volatil yang dikandungnya antara lain α-pinene, β-pinene, trans-verbenol, α-copaene, β- bourbonene, β-caryophyllene, spathulenol dan caryophyllene oxide. Bahan untuk mendapatkan propolis pada umumnya berasal dari sarang lebah Apis sp. Selain Apis sp, ada salah satu jenis yaitu lebah madu Trigona sp. Lebah jenis ini diperkirakan menghasilkan jumlah propolis lebih banyak dibandingkan dengan Apis sp dengan kandungan bahan aktif yang lebih baik. Propolis memiliki warna yang sangat beragam. Propolis dengan warna yang lebih gelap menghasilkan rendemen ekstrak yang lebih tinggi dibandingkan dengan warna yang lebih muda dan berhubungan dengan kandungan flavonoid (Woo 2004). Propolis hasil ekstraksi dari sarang lebah ini mempunyai sifat tidak larut

24 2 dalam air, tapi larut sempurna dalam propilen glikol dan etanol (Jang et al. 2009). Penambahan propilen glikol pada ekstrak propolis berfungsi sebagai zat yang dapat meningkatkan keefektifan propolis. Propolis sangat mudah teroksidasi. Untuk menjaga kestabilan komponen aktifnya, propolis dan hasil ekstraksinya disimpan pada suhu tidak lebih dari 35 ºC, ditempatkan di dalam tempat yang gelap dan tidak langsung terkena sinar matahari, serta dalam wadah yang tertutup. Maserasi merupakan teknik yang umum dilakukan untuk mengekstrak bahan aktif. Pelarut yang umum digunakan dalam mengekstrak propolis adalah etanol yang dicampur dengan air (etanol 70%). Etanol merupakan senyawa yang memiliki sifat semipolar sehingga komponen aktif dengan kepolaran yang berbeda yang terkandung di dalam propolis dapat terekstrak. Menurut Woo (2004), propolis larut di dalam etanol dan sedikit larut air. Harborne (1987) menyatakan bahwa etanol 70% dapat mengekstrak flavonoid yang merupakan senyawa aktif terbanyak dan terpenting di dalam propolis. Menurut Cunha et al. (2004), ekstraksi propolis dengan cara maserasi menggunakan pelarut etanol 70% menghasilkan rendemen yang lebih tinggi dibandingkan pelarut etanol absolut dan tidak terekstraksi komponen lilinnya. Teknik ekstraksi dengan maserasi dapat dimodifikasi dengan penambahan komponen panas untuk meningkatkan jumlah terekstrak. Menurut Trusheva et al. (2007) teknik ekstraksi menggunakan pemanasan gelombang mikro merupakan cara yang sangat cepat dalam menghasilkan asam fenolat dan flavonoid. Teknik ekstraksi dengan pemanasan gelombang mikro merupakan cara terbaik dibandingkan dengan teknik Soxhlet maupun pemanasan gelombang suara (Dean 1998). Demikian pula dengan pendapat Zhang et al. (2011) bahwa ekstraksi menggunakan pemanasan gelombang mikro merupakan cara yang dapat mengekstrak metabolit sekunder seperti flavonoid. Pemanasan dengan menggunakan gelombang mikro dapat membuat terbuka sel atau bagian penutup tempat metabolit sekunder berada, sehingga akan mengeluarkan bahan atau metabolit sekunder karena terdapat bagian pembungkus rusak dan mengakibatkan bahan terpisah dari asalnya. Secara prinsip, mekanisme kerja dan peralatan ekstraksi menggunakan pemanasan gelombang mikro lebih menguntungkan karena waktu relatif singkat, hasil ekstraksi yang tinggi dan penggunaan pelarut yang sedikit dibandingkan dengan cara konvensional. Propolis umumnya dikonsumsi dalam bentuk ekstrak etanol propolis (EEP). Penerapan teknologi nano merupakan upaya dalam membuat bahan menjadi berukuran nano, sehingga memiliki kelebihan dalam segi manfaat, kelarutan dan efisiensi kerja bahan. Menurut Ekambram et al. (2012) dan Meghana et al. (2012), secara umum nanopartikel dibuat dengan berbagai teknik yaitu metode homogenisasi (homogenisasi panas dan dingin), metode evaporasi pelarut, metode difusi-emulsifikasi pelarut, metode berdasarkan mikroemulsi, metode cairan super kritis, metode pengering semprot, metode emulsi ganda, teknik presipitasi, dispersi film-ultrasound, homogenisasi kecepatan tinggi diikuti dengan metode ultrasonikasi, serta Choil et al. (2006) dan Patravale et al. (2004) menambah dengan metode penggilingan. Dalam proses pembuatan nanopartikel menggunakan bahan alami yang dapat terurai (biodegredable) diklasifikasikan menjadi empat kelompok yang berbeda, yaitu nanostruktur berbahan dasar lipid (liposome dan solid lipid nanoparticles), dendrimers, polymeric nanoparticles, nanopartikel berbahan dasar albumin.

25 3 Pembuatan partikel berukuran nano ini telah diperbolehkan oleh FDA dalam tujuan pengaliran obat dan pencapaian target jaringan yang terkena kanker, misalnya nanopartikel doksorubisin dan daunorubisin (Haley dan Frenkel 2008). Bahan lain yang telah dibuat berukuran nanometer adalah kurkumin (Das et al. 2010), propolis (Kim et al. 2008; Hasan et al. 2012), kamptokatekin (Cirpanli et al. 2009), paclitaxel (Bilensoy et al. 2007). Penelitian yang dilakukan Hasan et al. (2012) menunjukkan bahwa nanopropolis mempunyai konsentrasi hambat tumbuh bakteri minimum jauh lebih kecil dibandingkan dengan ekstrak etanol propolis bukan ukuran partikel nano. Kim et al. (2008) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa propolis berbentuk partikel nano dapat mengatasi kanker. Penelitian yang dilakukan oleh Hasan et al. (2006) menunjukkan bahwa ekstrak etanol propolis Trigona sp yang berasal dari Pandeglang memiliki aktivitas antibakteri, baik untuk bakteri Gram positif (Staphilococcus aureus dan Bacillus subtilis), maupun bakteri Gram negatif (Escherichia coli). Data lain mengenai kandungan kimia stingless bees diungkap oleh Matienzo dan Lamorena (2004) serta Pino et al. (2006). Hasil pengujian pendahuluan propolis Trigona sp sebagai antikanker telah dilakukan terhadap sel Murine leukemia P-388 dengan nilai IC µg ml -1. Hasil ini menunjukkan bahwa propolis Trigona spp mempunyai potensi untuk digunakan sebagai bahan antikanker, dan pembuatan nanopartikel merupakan salah satu alternatif untuk peningkatan daya efikasinya. Untuk pengikatan bahan aktif dibutuhkan matriks yang berfungsi sebagai penginklusi, agen pengenkapsulasi dan dapat melepaskan bahan aktif secara perlahan. Bahan yang digunakan oleh Kim et al. (2008) adalah propolis berbentuk kopolimer antara N-isopropylacrylamide (NIPAAM) dengan N-vinyl- 2-pyrrolidone (VP) poly (ethyleneglycol) monoacrylate (PEG-A). Pemakaian β- siklodekstrin sebagai penginklusi galangin telah dilakukan oleh Jullian (2009). Metode pembuatan nanopartikel berdasarkan Abbasalipourkabir et al. (2010) menggunakan komponen lipid berupa virgin coconut oil (VCO) dan asam stearat dari buah kelapa sawit sebagai agen pencegah bersatunya komponen penginkulsi dan mengurangi kerusakan akibat gesekan pada proses pembuatan nanopartikel. Menurut Aimi et al. (2009) dalam patennya mengungkapkan bahwa proses pembuatan nanopartikel herbal dapat menggunakan kasein susu tanpa penambahan surfaktan. Oligosakarida yang berbentuk siklik seperti β- siklodekstrin mempunyai sisi hidrofilik di bagian luar dan hidrofobik di bagian dalam sikliknya yang terbentuk dari tujuh monomer glukosa. Dengan bentuk dan komposisi seperti itu β-siklodekstrin dapat menginklusi suatu senyawa kimia (Cirpanli et al. 2009; Jullian 2009). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Cirpanli et al. (2009) membuktikan bahwa nanopartikel camptothecin dalam bentuk nanopartikel dengan β-siklodektrin lebih aktif dibandingkan dengan bentuk nanopartikel poly(lactide-co-glycolide) (PLGA) atau poly-ε-caprolactone (PCL) terhadap sel kanker payudara MCF-7. Oleh karena itu, dalam penelitian ini digunakan β-siklodektrin sebagai bahan penginklusi dengan proses pembuatan nanopartikel memodifikasi metode Aimi et al. (2009). Bagian yang dimodifikasi adalah tiga tahap proses pembuatan nanopartikel dengan proses inklusi, resolubilisasi dan stabilisasi, selain itu bahan penginklusi kasein diganti dengan β- siklodekstrin. Pengujian propolis sebagai antikanker dapat dilakukan menggunakan sel model seperti Saccharomyces cerevisiae, langsung pada sel lestari kanker seperti

26 4 untuk kanker payudara menggunakan sel kanker MCF-7 dan dapat juga dilakukan pada hewan coba seperti tikus atau mencit yang telah diinduksi oleh senyawa karsinogen seperti DMBA maupun induksi dengan sel kanker yang berasal dari jaringan yang terkena kanker. Menurut Pray (2008) dan Ruckenstuhl et al. (2009), yeast ini dapat dijadikan model dalam proses terjadinya apoptosis dan stres akibat oksidasi (Laun et al. 2001). Demikian pula menurut Halazenotis et al. (2008) dan Lotti et al. (2011) bahwa yeast merupakan model yang cocok digunakan untuk melihat perkembangan kanker. Yeast ini telah dijadikan model untuk kanker yang berhubungan dengan regulasi reseptor hormon estrogen oleh Lyttle et al. (1992). Menurut Ayer et al. (1995), yeast ini terdapat pemodelan dengan mamalia dari repsesor sisi gen homolog Sin3. Sedangkan menurut Lotti et al. (2011) pada gen Pdr5p. Penelitian yang menyangkut perbedaan ukuran partikel propolis terhadap aktivitas antikapang telah dilakukan oleh Dota et al. (2011). Sel lestari kanker MCF-7 merupakan sel hasil isolasi dari seorang wanita Kaukasian (69 tahun, golongan darah O dan RH + ), sel MCF-7 pertama kali diisolasi pada tahun Sel ini merupakan cell line adherent, yang tumbuh melekat dengan karakter resisten terhadap agen kemoterapi, mengekspresikan reseptor estrogen (ER + ), ekspresi berlebih Bcl-2, tidak mengekspresikan caspase- 3, serta resisten terhadap doksorubisin. Sel MCF-7 dapat ditumbuhkan pada media mengandung Roswell Park Memorial Institute Medium (RPMI), Fetal Bovine Serum (FBS), dan perlu ditambahkan antibiotik dan antimikotik. Tikus merupakan spesies hewan kedua yang paling sering digunakan dalam penelitian dan pengujian biomedis. Tikus telah digunakan sebagai hewan coba pengujian antitumor tamoxifen oleh Abbasalipourkabir et al. (2010). Demikian pula penelitian Padmavathi et al. (2006) menggunakan tikus Sprague Dawley yang diinduksi oleh DMBA dalam pengujian propolis dan paklitaksel sebagai bahan antikanker. 1.2 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini secara umum adalah pengembangan proses untuk meningkatkan nilai tambah propolis dan meningkatkan kemampuan aktivitas propolis dalam bentuk partikel yang berukuran nano (nanopropolis) sebagai bahan antikanker payudara. Secara khusus, tujuan penelitian ini diuraikan untuk setiap bab sebagai berikut : 1. Mendapatkan ekstrak propolis dari sarang lebah Trigona spp yang berasal dari lima lokasi di Indonesia dan karakteristik bahan aktifnya. 2. Mendapatkan kondisi terbaik untuk ekstraksi propolis menggunakan pelarut etanol 70% dan pemanasan gelombang mikro serta karakteristik hasil ekstraknya. 3. Mengkaji proses pembuatan nanopropolis Trigona spp dengan cara inklusi pada β-siklodekstrin dan karakteristiknya. 4. Mengkaji efektivitas nanopropolis sebagai bahan antikanker payudara secara in-vivo.

27 5 1.3 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup pada penelitian ini adalah : 1. Bahan baku propolis berasal dari sarang lebah Trigona spp yang berasal dari lima lokasi di Indonesia (Pekanbaru, Pandeglang, Kendal, Banjarmasin dan Makassar). 2. Ekstraksi awal adalah pelarutan sarang lebah dalam pelarut etanol 70% (b/b, etanol absolut dengan air). 3. Proses pembuatan nanopropolis dilakukan dengan cara inkulusi pada β- siklodekstrin. 4. Pengujian secara in-vitro dilakukan terhadap sel lestari kanker MCF-7, sedangkan pengujian secara in-vivo menggunakan hewan coba tikus betina strain Sprague-Dawley yang diinduksi dengan DMBA. 1.4 Kebaruan Pada penelitian ini dilakukan penerapan teknologi proses pembuatan nanopropolis menggunakan bahan penginklusi β-siklodekstrin yang dilakukan tanpa surfaktan dengan tiga tahap proses yaitu inklusi, re-solubilisasi dan stabilisasi. Aplikasi dari hasil pembuatan nanopropolis ini adalah sebagai bahan antikanker payudara.

28 6 2 METODOLOGI PENELITIAN 2.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biokimia, FMIPA IPB, Laboratorium Pusat Penelitian Kimia, LIPI Bandung, Laboratorium Pengembangan Teknologi Industri Agro dan Biomedika, BPPT Serpong, dan Laboratorium Patologi dan Kandang Hewan di Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Juni 2010 sampai dengan Agustus Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan adalah raw propolis yang diambil dari sarang lebah Trigona spp dari lima lokasi di Indonesia (Banjarmasin, Kendal, Pandeglang, Pekanbaru dan Makassar). Bahan-bahan kimia yang digunakan adalah AlCl 3, etanol, Saccharomyces cerevisiae, sel lestari kanker Michigan Cancer Foundation-7 (MCF-7), tikus betina strain Sprague-Dawley, media padat agar (yeast extract potato dextrose, YEPD), 1,1-diphenyl-2-picrilhydrazil (DPPH), 7,12-dimethylbenz(a)anthracene (DMBA), β-siklodekstrin, kuersetin, Na-asetat, minyak zaitun, NaCl, medium Roswell Park Memorial Institute (RPMI) 1640, Fetal Bovine Serum (FBS), metanol, KBr, pereaksi-pereaksi uji fitokimia, pereaksi 3-(4,5-dimethylthiazol-2yl)-2,5-diphenyltetrazolium bromide (MTT)- assay, KH 2 PO 4, K 2 HPO 4, Xylol, buffer neutral formalin (BNF) 10%, Haematoxyllin-Eosin, Dimehyl Sulfoxide (DMSO), Coomassie blue, fungizon, penisilin-streptomisin dan akuades. Alat-alat yang digunakan ialah Homogenizer, Pemanas gelombang mikro (Microwave Processor, Kriss Microwave Oven frekuensi MHz dan daya 800 Watt), laminar air flow cabinet, Kromatografi cair berperforma tinggi (high performance liquid chromatography, HPLC model JSA-65 10LA), inkubator anaerob 5% CO 2, XRD Xray Difractometer (SHIMADZU), spektrofotometer, Fourier Transform Infra Red (FTIR), mikroskop, scanning electron microscopy (SEM), particle size analyzer (PSA, Delsa Nano C, Particle Analyzer, Beckman Coulter), rotavapor, tissue tec, pengering vakum, pembaca Enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA reader), penghitung koloni dan beberapa alat gelas lainnya. 2.3 Metode Penelitian ini terdiri atas 5 bagian (Gambar 2.1), yaitu ekstraksi propolis dari sarang lebah dari lima lokasi di Indonesia, ekstraksi propolis dari sarang lebah asal Pandeglang dengan dua peubah (pemanasan gelombang mikro dan nisbah pelarut etanol 70%-sarang lebah), pembuatan nanopropolis (tahap pertama) dengan tiga peubah (waktu inklusi, re-solubilisasi dan stabilisasi) dari ekstrak propolis dari lokasi terpilih, pembuatan nanopropolis dengan dua peubah (jumlah

29 7 propolis dan jumlah β-siklodekstrin) pada kondisi terbaik tahap pertama, pengujian aktivitas antikanker payudara nanopropolis pada tikus betina strain Sprague-Dawley yang diinduksi DMBA. Ekstraksi propolis dari lima lokasi di Indonesia Data Karakter Propolis dari Lima Lokasi di Indonesia Perbaikan Proses Ekstraksi Desain Proses Ekstraksi Propolis dan Karakter Propolis Pembuatan Nanopropolis Tahap 1 Pembuatan Nanopropolis Tahap 2 Desain Proses Pembuatan Nanopropolis Uji Efikasi Nanopropolis secara In-Vivo Kesimpulan Gambar 2.1 Diagram alir penelitian pembuatan nanopropolis asal Indonesia sebagai bahan antikanker Ekstraksi dan Karakterisasi Propolis dari Sarang Lebah Trigona Asal Lima Lokasi di Indonesia Ekstraksi Propolis. Proses ekstraksi propolis yang dilakukan merupakan hasil modifikasi metode dari Armstrong (1999), Trusheva et al. (2007), Li et al. (2010), Jang et al. (2009). Sebanyak 2 g sarang lebah Trigona spp direndam dengan 18 ml etanol 70%, ditutup lalu dikocok dengan orbital shaker selama 18 jam. Kemudian dipanaskan dengan pemanas gelombang mikro (frekuensi MHz dan daya 800 Watt) selama 10 menit, lalu disaring. Filtrat yang diperoleh dipekatkan dengan menggunakan rotavapor pada suhu 50±2 C selama tiga jam atau hingga air dan etanol menguap sempurna. Ekstrak yang diperoleh kemudian ditimbang dan dihitung rendemennya. Rendemen ditentukan dengan rumus

30 8 sebagai berikut : Rendemen (%) = (bobot hasil ekstraksi/bobot raw propolis) x 100. Hasil ekstraksi disimpan dalam botol gelap dan ditempatkan di ruang yang tidak terkena sinar matahari langsung. Untuk pengujian selanjutnya, ekstrak ini dilarutkan dalam etanol 70% sebanyak satu kali volumenya Karakterisasi ekstrak propolis dari lima lokasi di Indonesia. Karakterisasi ekstrak propolis dari lima lokasi di Indonesia dilakukan meliputi komponen propolis (kandungan kualitatif komponen kimia dan kadar total flavonoid) dan kinerja propolis (aktivitas antioksidan, induksi apoptosis terhadap sel Saccharomyces cerevisiae, aktivitas antisitotoksik terhadap sel lestari kanker payudara MCF-7) sebagai bahan antikanker payudara Pengujian kualitatif komponen kimia. Uji kualitatif propolis Trigona spp meliputi uji keberadaan alkaloid, flavonoid, terpenoid, steroid, saponin dan tannin (Harborne 1987). Uji alkaloid. Sebanyak 100 mg propolis dimasukkan dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan dua tetes ammonia dan 5 ml kloroform lalu disaring. Filtrat hasil penyaringan ditambahkan 1 ml H 2 SO 4 2 M, kemudian fraksi asam ditambahkan pereaksi Dragendorf, Meyer dan Wagner. Keberadaan alkaloid dalam propolis ditunjukkan dengan terbentuknya endapan merah pada pereaksi Dragendorf, endapan putih pada pereaksi Meyer dan endapan coklat pada pereaksi Wagner. Uji triterpenoid dan steroid. Sebanyak 100 mg propolis dimasukan dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan etanol panas sebanyak 5 ml lalu disaring. Filtrat hasil penyaringan dievaporasi, kemudian ditambahkan 1 ml dietileter. Setelah dikocok dengan vortex, lalu ditambahkan 1 ml H 2 SO 4 pekat dan 1 ml CH 3 COOH. Terbentuknya warna merah atau kelabu menunjukkan adanya triterpenoid dan warna hijau menunjukkan adanya steroid dalam propolis. Uji flavonoid. Sebanyak 100 mg propolis dimasukkan dalam tabung reaksi lalu ditambahkan 5 ml air, lalu dilakukan penyaringan. Filtrat yang diperoleh ditambahkan bubuk Mg, 1 ml HCl pekat, dan 1 ml amilalkohol. Kemudian diaduk sempurna sehingga timbul lapiran yang berbeda. Warna yang terbentuk antara dua larutan amilalkohol menunjukkan adanya flavonoid. Uji tanin. Sebanyak 100 mg propolis dimasukkan dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan 5 ml air dan disaring. Fltrat hasil penyaringan ditambahkan 3 tetes FeCl 3 1%. Terbentuknya warna biru atau hijau kehitam-hitaman menunjukkan adanya tannin dalam propolis. Uji saponin. Sebanyak 100 mg propolis dimasukkan dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan 5 ml air dan disaring. Fltrat hasil penyaringan dikocok dengan sempurna lalu dibiarkan selama 10 menit. Terbentuknya buih yang stabil menunjukkan adanya saponin dalam propolis Penentuan total flavonoid. Kandungan total flavonoid ditentukan dengan metoda Chang et al. (2002) dengan modifikasi. Pengujian dilakukan menggunakan AlCl 3 yang diukur dengan metode pewarnaan. Sebanyak 2 ml contoh (1 mg ml -1 ) ditambah 100 µl AlCl 3 10%, 100 µl Na- Asetat 1 M dan 2.8 ml akuades. Kemudian larutan dikocok hingga homogen lalu

31 9 dibiarkan selama 30 menit. Setelah itu larutan diukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimal kuersetin. Absorban yang dihasilkan dimasukkan ke dalam persamaan regresi dari kurva standar kuersetin. Kemudian kadar flavonoid total dihitung dengan menggunakan rumus: Kadar Flavonoid Total (%, b/b) kadar kuersetin (mg mlꜗ) x faktor pengenceran x volume (ml)x 100 = 1000 x bobot contoh (mg) Pengujian kemampuan antioksidan metode DPPH Aktivitas antioksidan propolis diuji dengan metoda Cottica et al. (2011) yang dimodifikasi untuk melihat penghambatan oksidasi radikal bebas DPPH. Contoh propolis dilarutkan dalam etanol 70% dan dibuat dalam berbagai konsentrasi (500, 250, 125, 62.5, 31.25, 15.5 dan 7.75 mg ml -1 ). Setelah itu dikocok dengan vorteks. Kemudian diambil 100 µl ekstrak dan direaksikan dengan 100 µl DPPH 125 µmol. Kemudian diinkubasi selama 30 menit. Setelah itu diukur absorbansinya dengan menggunakan ELISA reader pada panjang gelombang 515 nm. Persentase penangkapan radikal bebas DPPH diukur menggunakan persamaan : Penangkapan radikal bebas (%) = absorbansi blanko absorbansi contoh x 100 absorbansi blanko Setelah diketahui persentase penangkapan radikal bebas DPPH, dibuat kurva dan persamaan antara konsentrasi EEP (sumbu X) dan nilai persentase penangkapan radikal bebas DPPH (sumbu Y) diperoleh persamaan Y = ax + b. Untuk menghitung konsentrasi yang menghasilkan penangkapan radikal bebas sebanyak 50% adalah dengan cara memasukkan angka 50 pada sumbu Y kemudian diperoleh nilai konsentrasi EEP pada sumbu X dari kurva antara konsentrasi EEP dan nilai persentase penangkapan radikal bebas DPPH. Nilai konsentrasi EEP yang diperoleh merupakan nilai IC 50 aktivitas antioksidan Pengujian kemampuan apoptosis terhadap sel Saccharomyces cerevisiae Pengujian induksi apoptosis terhadap S. cerevisiae dilakukan sesuai dengan metoda Laun et al. (2001) yang dimodifikasi. Ke dalam media yeast agar ditambahkan propolis (50 µg ml -1 ) yang telah dituang 50 µl sel S. cerevisiae kemudian diinkubasikan pada suhu 30±2 o C selama 2 x 24 jam dan dilihat pertumbuhan S. cerevisiae secara langsung dengan penghitung koloni. Jumlah sel yang mengalami petit dan sel normal dihitung, kemudian dihitung persentasenya Pengujian kemampuan antisitotoksik sel lestari kanker payudara MCF-7. Aktivitas antisitotoksik diukur menggunakan sel lestari kanker MCF-7 dengan metoda pewarnaan metilen biru menurut Lin dan Hwang (1991). Contoh EEP dilarutkan dengan pelarut DMSO untuk membuat larutan substok 10 %, dan dilarutkan dengan media RPMI-1640 untuk membentuk larutan stok 1%. Persiapan contoh pada konsentrasi uji 100 µg ml -1. Kemudian diambil 20 µl larutan contoh dan ditambahkan pada sumur nampan yang telah berisi 100 µl sel lestari kanker (7.5 x 10 4 sel ml -1 ) dan diinkubasikan selama 24 jam pada suhu 37

32 10 0 C dalam inkubator dengan 5% CO 2. Jumlah sel yang bertahan hidup diukur menggunakan pembaca ELISA pada panjang gelombang 515 nm. Jumlah persentase sel hidup dihitung menggunakan persamaan : Persentase Sel Hidup (%) absorbansi contoh terkoreksi 100 = absorbansi kontrol negatif terkoreksi Ekstraksi Propolis Trigona SPP Asal Pandeglang Menggunakan Pelarut Etanol 70% dan Pemanasan Gelombang Mikro dan Karakterisasinya Ekstraksi dilakukan terhadap sarang lebah yang terpilih pada tahap ekstraksi dan karakterisasi propolis asal lima lokasi di Indonesia (Subbab 2.3.1) dengan perubahan pada nisbah pelarut etanol 70%-sarang lebah dan lama waktu pemanasan gelombang mikro. Nisbah pelarut etanol 70%-sarang lebah dan lama waktu pemaansan gelombang mikro disesuaikan dengan perlakuan untuk menentukan kondisi terbaik dalam eksraksi propolis. Parameter yang dilihat adalah kemampuan menginduksi apoptosis yang diukur persentase jumlah sel Saccharomyces cerevisiae yang mengalami petite. Persentase jumlah sel petite dianalisis menggunakan bantuan Design Expert (free trial). Kondisi terbaik ditentukan dari persamaan model yang diperoleh, kemudian dilakukan validasi ekstraksi menggunakan peubah hasil terbaik. Hasil ekstraksi propolis pada kondisi terbaik, kemudian dilakukan karakterisasi yang meliputi kadar flavonoid, aktivitas antioksidan, identifikasi gugus fungsional, identifikasi kandungan senyawa propolis, uji induksi apoptosis terhadap S. cerevisiae dan uji efikasi in-vitro terhadap sel lestari kanker payudara (MCF-7) Pembuatan Nanopropolis dengan Cara Inklusi pada β-siklodekstrin Pembuatan nanopropolis dimodifikasi dari Aimi et al. (2009), Bhaskar et al. (2009), Hasan et al. (2011), Chen et al. (2006), dan Kim et al (2008). Pada tahap ini proses pembuatan nanopropolis dilakukan dengan pengadukan menggunakan homogenizer kecepatan tinggi ( rpm) dengan tiga peubah yaitu pengadukan pada proses inklusi, re-solubilisasi dan stabilisasi. Jumlah propolis dan β- siklodekstrin yang digunakan adalah sebanyak 50 mg dan 250 mg. Parameter yang dilihat adalah rata-rata ukuran partikel dan persentase sel lestari kanker MCF-7 yang mengalami kematian. Proses pembuatan nanopropolis tahap kedua menggunakan peubah jumlah EEP dan β-siklodekstrin dengan waktu pengadukan pada proses inklusi, resolubilisasi dan stabilisasi terbaik dari hasil penelitian sebelumnya. Tujuan penelitian pembuatan nanopropolis kedua ini untuk menentukan jumlah EEP dan β-siklodekstrin yang digunakan yang mempunyai kemampuan aktivitas proliferasi yang terbaik. Parameter yang dilihat adalah persentase jumlah sel lestari kanker MCF-7 yang mengalami kematian. Analisis statistika dilakukan dengan menggunakan bantuan Design Expert (free trial) terhadap parameter yang diamati. Kondisi terbaik proses pembuatan nanopropolis ditentukan dari persamaan model yang diperoleh,

33 11 kemudian dilakukan validasi proses pembuatan nanopropolis pada kondisi terbaik. Pada analisis statistika proses pembuatan propolis tahap kedua ini pun dilakukan dengan menggunakan bantuan Design Expert (free trial) terhadap parameter persentase jumlah sel lestari kanker MCF-7 yang mengalami kematian. Pada kondisi jumlah propolis dan β-siklodekstrin terbaik kemudian dilakukan proses pembuatan nanopropolis sebagai validasi terhadap kondisi proses tersebut dan dilakukan karakterisasi. Karakteristik yang dilihat meliputi uji tingkat kristalinitas, identifikasi gugus fungsional, analisis kandungan bahan kimia, uji penampakan secara SEM, pengukuran distribusi ukuran partikel dan aktivitas sitotoksik terhadap sel lestari kanker MCF-7 secara in-vitro Aktivitas Nanopropolis sebagai Antikanker Payudara pada Tikus Betina Strain Sprague-Dawley yang Diinduksi DMBA Pengujian efektivitas nanopropolis sebagai antikanker payudara pada tikus betina strain Sprague-Dawley yang diinduksi DMBA ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Abbasalipourkabir et al. (2010) dan Padmavathi et al. (2006). Bahan yang digunakan dalam uji ini selain nanopropolis adalah propolis (EEP) dan doksorubisin sebagai pembanding. Parameter yang diamati adalah volume kanker dan kondisi histopatologi jaringan mamae. Tatacara preparasi histopatologi jaringan mamae disajikan pada Lampiran1.

34 12 3 EKSTRAKSI DAN KARAKTERISASI PROPOLIS DARI SARANG LEBAH Trigona ASAL LIMA LOKASI DI INDONESIA 3.1 Pendahuluan Propolis adalah resin produk sarang lebah yang dikumpulkan oleh lebah madu (stingless bee atau honey bee) dan digunakan untuk membuat sarang serta untuk pertahanannya. Dengan demikian propolis ini berarti produk yang terlibat dalam komponen pertahanan masyarakat lebah (Salatino et al. 2005). Lebah madu Trigona sp tidak mempunyai sengat sebagai pertahanannya, tapi bukan berarti tidak mempunyai kekuatan dalam sistem pertahanan. Oleh karena itu menurut Caron (1988), Trigona mempunyai kemampuan memproduksi bahan kimia sebagai pertahanannya. Pino et al. (2006) melaporkan bahwa komponen mudah menguap dari stingless bees lebih banyak dibandingkan dengan Apis mellifera. Sebagai bagian dari sarang lebah, propolis mempunyai fungsi melindungi sarang dari bakteri dan serangan serangga lain. Propolis telah digunakan dalam pengobatan sejak zaman dahulu kala dan studi terbaru telah dilakukan untuk mengungkap keuntungan dari propolis sebagai antibakteri, antikapang, antivirus, antiinflamasi, pembiusan lokal, hepatoprotektif, immunostimulan, antiparasit dan antitumor (Fearnley 2005, Yousef dan Salama 2009, Woo 2004). Telah diketahui lebih dari 180 bahan aktif dari propolis (Kasahara et al. 2004, Khismatullina 2005). Kandungan utama bahan aktif propolis seperti flavonoid, asam aromatik, terpenoid dan fenilpropanoid serta asam lemak telah diketahui pula (Lustosa et al. 2008). Lebih dari 40 tahun, banyak studi dan publikasi yang terfokus pada komposisi kimia, aktivitas biologis, farmakologi dan pengobatan menggunakan propolis (Khismatullina 2005). Nunes et al. (2009) menyatakan bahwa komposisi propolis tergantung pada musim, vegetasi dan lokasi pengambilan sarang lebah. Salatino et al. (2005), Fernandes-Silva et al. (2013), Sawaya et al. (2009) juga menyatakan bahwa komposisi kimia propolis tergantung pada tumbuhan atau tanaman sumber resin yang dikumpulkan dan berakibat pada lokasi geografis sarang lebah. Menurut Franchi et al. (2010) bahwa perbedaan dalam kualitas propolis dapat dilihat dari warna sarang lebah dan lokasinya. Namun komposisi kimia propolis adalah sangat kompleks dan tidak dapat diprediksi dari dugaan awal (Teixiera et al. 2005). Saat ini, sebagian besar propolis yang digunakan untuk produksi komersial dalam upaya meningkatkan kesehatan dan mencegah penyakit berasal dari Eropa dan Amerika (terutama Kanada dan Brasil), serta sangat sedikit dari Asia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan ekstrak propolis dari lima lokasi di Indonesia yang potensial sebagai bahan antikanker payudara. Mempelajari karakter ekstrak propolis meliputi rendemen hasil ekstrak, kadar total flavonoid, aktivitas antioksidan, aktivitas induksi apoptosis dan aktivitas antisitotoksik sel lestari kanker payudara (MCF-7) dari sarang lebah Trigona spp yang berasal dari lima lokasi di Indonesia. Berdasarkan karakter propolis hasil ekstraksi tersebut dilakukan analisis penentuan lokasi pengambilan sarang lebah yang digunakan pada tahap penelitian berikutnya.

35 Bahan dan Metode Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah sarang lebah Trigona spp dari Pandeglang, Kendal, Banjarmasin, Makassar dan Pekanbaru, etanol 70% sebagai pelarut, larutan standar kuersetin, AlCl 3, Na-Asetat, air suling, DPPH, media agar yeast, S. cerevisiae, sel lestari kanker MCF-7, DMSO, media RPMI-1640, ammonia, kloroform, H 2 SO 4, pereaksi Dragendorf, Meyer dan Wagner, dietileter, CH 3 COOH, bubuk Mg, HCl pekat, amilalkohol dan FeCl 3. Alat yang digunakan adalah autoclave, inkubator dengan 5% CO 2, laminar air flow, UV-Vis Spectrophotometer, dan orbital shaker. pemanas gelombang mikro (KRIS MICROWAVE OVEN, 2450 MHz dan 800 Watt), rotary evaporator vakum, penghitung koloni, pembaca ELISA. Secara lengkap bahan dan alat yang digunakan dalam seluruh penelitian ini disajikan pada Subbab Metode Ekstraksi Propolis. Proses ekstraksi propolis dilakukan seperti terdapat pada Subbab Penentuan Kadar Total Flavonoid. Penentuan kadar total flavonoid dilakukan sesuai dengan tatacara pada Subbab Pengujian Antioksidan dengan metode DPPH. Pengujian antioksidan dengan metode DPPH dapat dilihat pada Subbab Uji kemampuan apoptosis terhadap sel S. cerevisiae. Uji kemampuan apoptosis terhadap sel S cerevisiae dapat dilihat pada Subbab Uji kemampuan antisitotoksik terhadap sel lestari kanker MCF-7. Uji kemampuan antisitotoksik terhadap sel lestari kanker MCF-7 dapat dilihat pada Subbab Uji kualitatif komponen kimia. Uji kualitatif propolis Trigona spp meliputi uji keberadaan alkaloid, flavonoid, terpenoid, steroid, saponin dan tannin dapat dilihat pada Subbab Pemilihan sumber propolis untuk penelitian selanjutnya. Pemilihan dilakukan dengan menentukan bobot pada masing-masing karakter hasil pengujian sesuai dengan kriteria pada Composite Performance Index (CPI) (Marinim 2008). Kemudian bobot setiap karakter dari masing-masing lokasi dijumlahkan. Pilihan lokasi yang diambil adalah lokasi yang memperoleh hasil bobot yang terbanyak.

36 Hasil dan Pembahasan Ekstraksi Propolis Propolis yang diekstrak dengan menggunakan perlakuan pemanasan gelombang mikro (Microwave-assisted extraction, MAE), yang dapat meningkatkan kontak antara pelarut dan contoh (Jang et al. 2009). Komponen aktif yang ada dalam raw propolis dapat terekstrak sempurna. Sebelum menggunakan pemanasan gelombang mikro, sarang lebah terlebih dahulu dimaserasi dengan etanol 70% selama 18 jam. Etanol dapat mengekstrak flavonoid yang merupakan komponen penting dalam propolis. Etanol 70% adalah pelarut semipolar yang dapat mengekstrak komponen aktif dengan perbedaan kepolaran dalam propolis (Cunha et al. 2004, Hasan et al. 2006, Sawaya et al. 2011) dan etanol dengan konsentrasi 70% merupakan konsentrasi optimum untuk mengekstrak flavonoid dalam kulit manggis (Hasan et al. 2013). Pada penelitian yang dilakukan oleh Cunha et al. (2004) diketahui bahwa proses maserasi menggunakan pelarut etanol 70% juga merupakan pelarut yang paling besar kemampuannya dalam menghasilkan komponen kimia terlarut. Makin kecil jumlah etanol yang digunakan makin kecil pula hasil yang diperoleh. Demikian pula dengan hasil penelitian Hasan et al. (2013), makin kecil konsentrasi etanol dari 70% atau makin besar konsentrasi etanol dari 70% menunjukkan nilai hasil ekstrak dan konsentrasi flavonoid yang lebih kecil dibandingkan dengan hasil menggunakan etanol 70%. Pada penelitian ini bahan propolis diambil dari sarang lebah yang berasal dari Pekanbaru ( Lintang Utara, Bujur Timur) dengan tumbuh-tumuhan yang dominan adalah kelapa sawit dan rumbia, Pandeglang (6 0 21' ' Lintang Selatan, Bujur Timur) dengan tumbuhtumbuhan hutan konservasi dan hutan sekunder tua, Kendal (6 32' ' Lintang Selatan, ' ' Bujur Timur) dengan tumbuh-tumbuhan dominan randu, Banjarmasin (3 15'-3 22' Lintang Selatan, ' Bujur Timur) dengan tumbuh-tumbuhan dominan hutan sekunder muda dan ladang, dan Makassar (0 12'-8 Lintang Selatan, ' ' Bujur Timur) dengan tumbuhtumbuhan dominan kelapa nyiur dan hutan sekunder. Pada penelitian ini diperoleh EEP yang diekstrak dari sarang lebah asal lima lokasi di Indonesia menunjukkan perbedaan dalam nilai (Tabel 3.1). Tabel 3.1 menunjukkan bahwa rendemen hasil propolis dari Pekanbaru sangat berbeda nyata dibandingkan dengan Makassar, tapi tiga lokasi lainnya (Kendal, Pandeglang dan Banjarmasin) tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Menurut Paviani et al. (2011) perbedaan dari asal propolis dan kepolaran pelarut akan menghasilkan perbedaan hasil dan mengarah pada perbedaan jenis dan jumlah flavonoid. Dengan menggunakan nisbah pelarut yang sama dan konsentrasi yang sama ternyata menunjukkan hasil yang berbeda. Hal ini disebabkan oleh kandungan bahan yang dapat diekstrak dari sarang lebah tersebut berbeda antara satu lokasi dengan lokasi lainnya. Kenyataan ini membuktikan bahwa pengaruh lokasi atau tanaman sekitar sarang lebah sangat berpengaruh terhadap jumlah dan mutu propolis hasil ekstraksi (Nunes et al. 2009, Salatino et al dan Sawaya et al. 2009).

37 15 Tabel 3.1 Hasil ekstrak propolis dan karakterisasinya Karakter Komposisi kimia propolis diperlihatkan dalam warna dan bau yang menyengat dipengaruhi oleh asal bahan serta umur sarang lebah yang dikumpulkan. Warna filtrat dari propolis yang dihasilkan asal dari lima lokasi adalah berwarna kuning cerah, kuning kehitaman, kuning kehitaman sampai ke warna coklat dan hitam. Komposisi propolis dari satu lokasi ke lokasi lain dipengaruhi oleh sarang ke sarang, lokasi, dari musim ke musim, dan karena tanaman dimana lebah mengambil resin sekitar sarang, dan komposisi propolis tergantung pada perbedaan lokasi atau geografi. Propolis yang berwarna pekat menunjukkan hasil yang banyak dibandingkan dengan yang berwarna lebih terang. Kadar flavonoid ditunjukkan oleh tingkat kepekatan warna (Woo 2004). Hasil penelitian yang dilakukan terhadap sarang lebah asal lima lokasi di Indonesia membuktikan bahwa pengaruh warna sarang lebah mempengaruhi rendemen hasil ekstraksi Kadar Total Flavonoid Lokasi Makasar Pekanbaru Kendal Pandeglang Banjarmasin Rendemen, % 1.85±0.51 c 19.97±2.19 a 7.28±1.59 b 11.05±3.20 b 8.38±0.70 b Total 38.78±1.62 b 16.90±0.537 e 46.60±0.78 a 30.62±1.50 c 24.60±0.73 d Flavonoid, µg. ml -1 Aktivitas ±133 b ±12 c ±52.53 d ±5.63 e ±845.9 a Antioksidan (IC 50), µg.ml -1 Aktivitas Antisitotoksik pada 100 µg ml -1, % sel hidup 47.71±9.31 c 76.35±1.48 a 50.26±2.70 c 70.64±1.21 b 75.79±1.33 a Keterangan : Huruf yang sama pada baris yang sama menandakan tidak berbeda nyata pada uji Tukey (0.05). Kadar total flavonoid dari lima lokasi tersebut menunjukkan perbedaan. Perbedaan lokasi menunjukkan jumlah dan jenis flavonoid telah dibuktikan dalam penelitian Syamsuddin et al. (2010), Chen et al. (2008), Daugsch et al. (2008), Paviani et al. (2011) dan Silva et al. (2008). Kandungan flavonoid ini berhubungan erat dengan kemampuan propolis sebagai antioksidan (Table 3.1). Flavonoid sebagai antioksidan dapat bereaksi dengan radikal bebas dengan membentuk ikatan hidrogen pada komponen radikal bebas tersebut (Ratnam et al. 2006). Hubungan antara total flavonoid dengan aktivitas antioksidan dapat dilihat dari hasil uji antioksidan. Flavonoid dari propolis mempunyai kapasitas antioksidan yang lebih besar dibandingkan dengan Vitamin C dan E (Prior dan Cao, 2000).

38 Aktivitas Antioksidan Penghambatan radikal dengan metoda DPPH merupakan salah satu metode untuk menentukkan aktivitas antioksidan. Parameter yang digunakan dalam uji DPPH adalah IC 50, yaitu konsentrasi yang diperlukan untuk menghambat 50% dari radikal bebas DPPH. Nilai IC 50 diperoleh dari persamaan hubungan antara konsentrasi ekstrak dengan persen penghambatan. Nilai IC 50 yang kecil berarti kemampuan dalam menghambat radikal dari DPPH sangat besar. Hal ini menunjukkan kuatnya suatu bahan sebagai antioksidan. Klasifikasi aktivitas antioksidan ini dinyatakan oleh Chow et al. (2003) bahwa nilai IC50 menunjukkan kekuatan antivitas antioksidan, apabila nilai IC50 suatu ekstrak dibawah 50 µg ml-1 berarti kemampuannya sangat aktif sebagai antioksidan, nilai µg ml-1 aktif sebagai antioksidan, nilai µg ml -1 kurang aktif dan diatas 150 µg ml-1 tidak aktif sebagai antioksidan. Propolis hasil ekstraksi yang sangat aktif sebagai antioksidan berasal dari Pandeglang pada konsentrasi µg ml -1 (Tabel 3.1). Ekstrak propolis dari Pekanbaru, Makassar dan Banjarmasin tidak menunjukkan adanya antioksidan karena mempunyai nilai IC 50 yang lebih besar dari 150 µg ml -1, sedangkan ekstrak propolis dari Kendal menujukkan kemampuan yang lemah karena nilai IC 50 sedikit lebih kecil dari 150 µg ml -1. Perbedaan kemapuan aktivitas propolis dari lima lokasi di Indonesia ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Mihai dan Marghitas (2010) bahwa lokasi asal pengambilan sarang lebah berpengaruh terhadap nilai antioksidan propolis. Perbedaan dalam aktivitas sebagai antioksidan terutama dari kandungan flavonoid ekstrak propolis atau komponen lain yang potensial sebagai antioksidan dan kandungan komponen yang dipengaruhi oleh tipe dan lamanya umur sarang lebah serta jenis tanaman sekitar sarang Trigona sp (Table 3.2). Bila dilihat dari hasil uji total flavonoid, nilai tertinggi dari Makassar tapi tidak mempunyai kemampuan sebagai antioksidan karena nilai IC 50 lebih besar dari 150 µg ml -1. Variasi yang ada ini akan berpengaruh pada jenis flavonoid (Bankova et al. 2000, Miorin et al. 2003, Yang et al. 2007, Jasprica et al. 2007, Teixeira et al. 2005). Aktivitas antioksidan mempunyai hubungan dengan kandungan flavonoid (terutama kuersetin, apigenin dan kaempferol) dan konsentrasi asam kafeat (Coneac et al. 2008). Keberadaan tektokrisin (Lee et al. 2003) atau propolin (Chen et al. 2004) akan meningkatkan enzim yang berperan dalam aktivitas antioksidan. Hasil uji kwalitatif komponen kimia propolis dari lima lokasi di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 3.2. Dari Tabel 3.2 terlihat bahwa semua propolis tidak mengandung alkaloid, steroid dan triterpenoid. Propolis asal Pekanbaru dan Kendal mengandung komponen saponin sedangkan tiga lokasi lainnya tidak mengandung steroid. Kandungan tanin terdapat pada propolis asal Pekanbaru, Kendal dan Pandeglang, sedangkan dua lokasi lainnya tidak mengandung bahan tanin. Kedua lokasi tersebut (Pekanbaru dan Kendal) menghasilkan komponen bahan aktif propolis yang beragam walaupun kedua lokasi tersebut mempunyai vegetasi yang dominan hutan budidaya (Kelapa Sawit di Pekanbaru dan Randu di Kendal). Dari Tabel 3.2 terlihat bahwa semua propolis asal lima lokasi di Indonesia mengandung komponen flavonoid. Hal ini menunjukkan bahwa flavonoid merupakan bahan yang diperlukan oleh lebah madu dalam menjaga pertahannnya. Perbedaan komponen kimia ini menunjukkan bahwa setiap lokasi

39 17 dengan vegetasi di sekitar sarang lebah yang berbeda akan menimbulkan perbedaan komponen kimia secara umum, dan secara khusus perbedaan komponen kimia telah ditunjukkan dengan perbedaan kadar flavonoid dan kemampuan lainnya dari lima lokasi di Indonesia. No. Tabel 3.2 Hasil analisa fitokimia propolis dari lima lokasi di Indonesia Golongan Senyawa Makassar Pekan baru Lokasi Asal Sarang Lebah Kendal Pandeglang Hasil pengukuran induksi apoptosis terhadap sel S. cerevisiae akibat perlakuan propolis dari Pekanbaru, Banjarmasin, Pandeglang, Makassar dan Kendal menunjukkan potensi induksi apoptosis dengan nilai 50.94, 65.08, 67.75, dan % (Gambar 3.2). Perbedaan ini dipengaruhi oleh jenis flavonoid yang dikandung oleh propolis (Miorin et al. 2003, Yang et al. 2011, Jasprica et al. 2007). Namun penelitian yang dilaporkan oleh Umthong et al. (2011), bahwa propolis Trigona dari Thailand menemukan komponen yang aktif sebagai bahan antiproliferasi terhadap kanker secara in-vitro tapi tidak terhadap sel normal. Artinya adalah bahwa propolis asal Thailand kemungkinan tidak menginduksi apoptosis terhadap sel S.cerevisiae, karena yeast ini merupakan sel normal. Perbedaan jenis dan jumlah flavonoid akan mengarah pada mekanisme propolis dalam mengapoptosis sel kanker. Apoptosis, atau kematian terprogram, merupakan perkembangan dan kesehatan yang normal dari organisme sel banyak. Kematian sel merupakan akibat dari berbagai sebab dan selama terjadinya apoptosis kondisi organisme tersebut dalam kondisi mengatur diri atau terkendali. Hal ini yang membedakan dengan kematian sel yang disebut nekrosis, yaitu lisis sel yang tidak terkontrol akibat inflamasi dan masalah kesehatan yang serius (Granot 2003). Bhatia- Kissova dan Camougrand (2010) menyatakan bahwa mekanisme apoptosis dalam yeast karena penambahan rifampicin atau laktat yang terjadi dalam mitokondria dimulai dengan pembentukkan enzim caspase 1 (Yca1). Bahan kimia yang menimbulkan apoptosis dalam S. cerevisiae seperti glukosa, asam asetat dan propolis (Sukhanova et al. 2011). Proses terjadinya apoptosis dalam S. cerevisiae diuraikan oleh Lotti et al. (2011). Kandungan bahan yang terlibat dalam kematian Banjarmasin 1. Alkanoid Flavonoid Saponin Tannin Steroid Triterpenoid ( + = hasil positif, - = hasil negatif ) Induksi Apoptosis S. cerevisiae

40 18 sel karena pengaruh propolis pada S. cerevisiae menurut de Castro et al. (2011) adalah sitokrom c bukan endonuclease G (Nuc1p). Gambar 3.1 Persentase sel S.cerevisiae petite karena perlakuan 50 µg ml -1 propolis dari lima lokasi di Indonesia Aktivitas antisitotoksik sel lestari kanker MCF-7 Jumlah sel MCF-7 yang hidup terbanyak akibat perlakuan propolis berasal dari Pekanbaru, berbeda dengan propolis yang berasal dari Makassar yang mempunyai kapasitas yang besar sebagai bahan antikanker (Tabel 3.1). Hasil ini menunjukkan bahwa lokasi sarang lebah akan berpengaruh pada kualitas propolis yang dihasilkan. Penelitian yang dilakukan oleh Syamsuddin et al. (2010) menyimpulkan bahwa perbedaan hasil antikanker MCF-7 yang berbeda IC 50 dari propolis asal Batang, Jawa Tengah, Lawang, Jawa Timur dan Sukabumi, Jawa Barat. Perbedaan hasil yang ditunjukkan karena perbedaan lokasi sarang lebah telah ditemukan oleh Daugsch et al. (2008) dan Monzote et al. (2012) dalam aktivitas antibakteri. Perbedaan dalam aktivitas propolis akibat perbedaan lokasi kemungkinan akibat adanya perbedaan kandungan bahan kimia (Zhu et al. 2011). Penghambatan pertumbuhan sel kanker ini diakibatkan oleh adanya aktivasi jalur enzim caspase dan jalur transkripsi protein (Madeo et al., 2004). Penelitian yang dilakukan oleh Huang et al. (2012), menemukan bahwa terdapat komponen propolis yang berfungsi sebagai pengatur proliferasi sel kanker dan pertahanan atau perbaikan dari kejadian tumor dalam gen pada sel normal. Penelitian in-vitro yang dilaporkan oleh Umthong et al. (2011), bahwa propolis Trigona asal Thailand mengandung komponen dengan aktivitas antiproliferasi sel kanker tapi tidak terhadap sel normal. Perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan jenis dan jumlah flavonoid dalam asal bahan (Oddo et al. 2008, Miorin et al. 2003, Yang et al. 2011, Jasprica et al. 2007), seperti halnya krisin dan asam kafeat berpengaruh langsung terhadap perhambatan sel kanker (Sawicka et al. 2012). Sebagai tambahan, perbedaan jenis dan jumlah flavonoid akan mempengaruhi dalam mekanisme penghambatan (Sawicka et al dan Watanabe et al. 2011). Perbedaan jumlah propolins (khususnya D, C, E, A dan B) akan menyebabkan perbedaan kekuatan sebagai antitumor (Chen et al. 2004).

41 19 Dengan data parameter ekstraksi propolis yang diperoleh yaitu rendemen, kadar total flavonoid, aktivitas antioksidan, aktivitas sitotoksik, dan induksi apoptosis dilakukan pembobotan dengan bobot yang sama (Tabel 3.3). Hasil pembobotan dari propolis hasil ekstraksi sarang lebah yang berasal dari lima lokasi di Indonesia dan dengan menggunakan sistem pengambilan keputusan diperoleh nilai 17, 16, 11, 10 dan 8 untuk Pandeglang, Kendal, Makassar, Pekanbaru dan Banjarmasin (Lampiran 2). Dengan demikian penelitian selanjutnya dipilih sarang lebah asal Pandeglang. Tabel 3.3 Parameter dan nilai skor pada penentuan lokasi sumber propolis Rendemen, % Nilai Skor Total Flavonoid, μg ml -1 Nilai Skor Antioksidan, IC 50 Nilai Skor Antisitoksik, % sel mati Nilai Skor Induksi Apoptosis, % sel petite Nilai Skor Kesimpulan 3.4 Kesimpulan dan Saran Perolehan terbaik dari hasil ekstrak propolis meliputi rendemen dari Pekanbaru (19.97, % b/b), kadar total flavonoid dari Kendal (46.6% b/b), kemampuan menghambat radikal bebas DPPH dari Pandeglang (68.94 µg.ml -1 ), induksi apoptosis sel Saccharomyces cerevisiae yang petite dari Kendal (81.44 (%), dan antisitotoksik sel kanker MCF-7 dari Makassar sebesar (% sel hidup). Semua propolis yang diekstraksi dari sarang lebah Trigona spp yang berasal dari lima lokasi di Indonesia mengandung komponen flavonoid. Berdasarkan sifat dan kandungan bahan kimianya propolis asal Pandeglang dipilih dalam penelitian selanjutnya.

42 Saran Perlu dilanjutkan penelitian terhadap sifat propolis lainnya terutama secara rinci kandungan flavonoid atau asam organik dalam propolis yang berasal dari lima lokasi di Indonesia sehingga dapat ditentukan penilaian dan standar yang dapat digunakan dalam menentukan mutu propolis di Indonesia. Dengan demikian, dapat ditentukan manfaat farmakologis propolis dari satu lokasi dengan lokasi lainnya secara jelas.

43 21 4 EKSTRAKSI PROPOLIS Trigona spp ASAL PANDEGLANG MENGGUNAKAN PELARUT ETANOL 70% DAN PEMANASAN GELOMBANG MIKRO SERTA KARAKTERISASINYA 4.1 Pendahuluan Propolis adalah resin yang dikumpulkan oleh lebah dari berbagai tumbuhan, yang bercampur dengan saliva dan berbagai enzim sehingga menghasilkan resin baru yang berbeda. Propolis mempunyai aktivitas antibakteri, antikapang, antivirus dan aktivitas biologis lain seperti antiinflamasi, anestesi lokal, hepatoprotektor, antitumor, dan imunostimulan (Bankova dan Popova, 2007; Fearnley, 2005; Lotfy, 2006). Daya antimikroba propolis telah dipergunakan oleh bangsa Yunani dan Romawi sejak berabad-abad yang lalu. Sifat unik propolis menarik perhatian para peneliti sejak akhir tahun 1960-an. Selama 40 tahun terakhir, telah dipublikasikan mengenai komposisi kimia, aktivitas biologis, farmakologis propolis dan terapi penggunaannya (Khismatullina, 2005). Propolis pada umumnya diperoleh dengan cara mengekstrak sarang lebah yang berasal dari Apis sp. Selain Apis sp., ada salah satu jenis lebah yang dekat dengan manusia yaitu lebah madu Trigona sp. Lebah jenis ini diperkirakan menghasilkan jumlah propolis lebih banyak dibandingkan dengan Apis sp. dengan kandungan bahan aktif yang lebih baik. Penelitian yang dilakukan oleh Hasan et al. (2006) menunjukkan bahwa ekstrak etanol propolis Trigona sp yang berasal dari Pandeglang memiliki aktivitas antibakteri, baik untuk bakteri Gram positif (Staphilococcus aureus dan Bacillus subtilis), maupun bakteri Gram negatif (Escherichia coli). Data lain kandungan kimia stingless bees diungkap oleh Matienzo dan Lamorena (2004) serta Sawaya et al. (2009). Ekstraksi propolis secara umum dilakukan dengan menggunakan pelarut organik atau fluida superkritik. Penelitian yang dilakukan oleh Park dan Ikegaki (1998) memperoleh bahwa etanol 70% mampu mengekstrak flavonoid jenis pinokembrin dan sakuranetin. Penggunaan etanol 70% lebih baik dibandingkan dengan etanol absolut (95%) karena perolehan ekstrak flavonoid lebih banyak. Ekstraksi propolis menggunakan etanol 70% berturut-turut telah dilakukan oleh para peneliti untuk beragam asal propolis seperti Eropa (Sawaya et al., 2004, Bankova et al., 2002, Cunha et al., 2006), Brazil (Cunha et al. 2004; da Silva et al. 2011; da Silva et al. 2011a; Sawaya et al. 2009, Silva et al. 2008), Transilvania (Mihai et al. 2009) dan Libia (El-Rahman, 2010). Sedangkan ekstraksi propolis dari Taiwan yang dilakukan oleh Chen et al. (2008) tidak menyebutkan konsentrasi etanol yang digunakannya. Ekstraksi propolis, selain dengan teknik pelarutan tanpa modifikasi suhu maupun proses mekanik lain, juga dapat dilakukan dengan menambahkan modifikasi perlakuan ultrasonik atau pemanasan gelombang mikro (Trusheva et al. 2007), modifikasi tekanan maupun menggunakan teknik ekstraksi superkritis (Paviani et al. 2012). Untuk berbagai cara ekstraksi propolis telah dirangkum Sawaya et al. (2011). Maserasi merupakan proses sederhana dalam memisahkan komponen aktif dari bahan asalnya. Cara ini memerlukan waktu yang relatif lama dibandingkan dengan teknik ekstraksi lainnya, namun demikian teknik meserasi ini dapat dimodifikasi dengan menambahkan panas baik yang berasal dari

44 22 gelombang suara maupun gelombang mikro. Dikatakan bahwa teknik ektraksi dengan Soxhlet (Soxhlet Extractor) dapat dilakukan sehingga lamanya ekstraksi lebih sedikit dengan rendemen yang meningkat. Alternatif pelarut lain untuk maserasi adalah dengan air murni atau minyak nabati, namun rendemen yang dihasilkan relatif sedikit dan rendah dalam kadar flavonoidnya. Ekstraksi superkritis merupakan suatu teknik yang menggunakan karbon dioksida (CO 2 ) sebagai pelarut, namun tetap saja menggunakan etanol pada salah satu tahapnya agar komponen bioaktif terekstrak dengan sempurna. Menurut Trusheva et al. (2007) maserasi dengan modifikasi pemanasan gelombang mikro merupakan cara yang terbaik untuk mengekstrak propolis. Model pengujian yang dapat dilakukan terhadap suatu bahan untuk mengetahui kemampuan sebagai antikanker adalah dengan menggunakan Saccharomyces cerevisiae. Menurut de Castro et al. (2011), Saccharomyces cerevisiae merupakan sel eukariot yang mempunyai sifat dan mekanisme kerja yang sama dengan hewan tingkat tinggi sehingga dapat dijadikan model pengujian aktivitas antikanker suatu bahan. Dengan menggunakan yeast ini dapat dilihat proses apoptosis akibat pemberian propolis terhadap cytochrome c yang terdapat pada sistem metabolisme sel eukariot tingkat tinggi. Pola kerja menjadikan S.cerevisiae sebagai model juga ditunjukkan pada adanya aktivitas ATP-ase yang berhubungan dengan gen Pdr5p yang merupakan pola yang setara dengan daya kerja bahan sebagai antikanker (Lotti et al. 2011). Gen lainnya yang dapat dijadikan contoh dalam kerja bahan sebagai antikanker adalah gen Sin3 atau Sin3A (Ayer et al. 1995). Gen Sin3 atau Sin3A ini berhubungan dengan aktivitas penekanan transkripsi yang juga dapat diukur pada aktivitas histone deacetylase. Penghambatan aktivitas histone deacetylase ini dapat dijadikan pula sebagai parameter uji antikanker baik in-vitro maupun in-vivo (Huang et al. 2012). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji proses ekstraksi propolis dalam rangka perbaikan proses ekstraksi melalui kajian pengaruh nisbah pelarut etanol 70%-sarang lebah dalam maserasi dengan modifikasi pemanasan gelombang mikro terhadap kemampuan propolis dalam menginduksi apoptosis sel S.cerevisiae dan mengkaji karakteristik serta kemampuannya sebagai bahan antikanker payudara Bahan dan Alat 4.2 Bahan dan Metode Bahan-bahan biologis digunakan adalah sarang lebah Trigona spp terpilih yang berasal dari Pandeglang, Banten, model sel uji kanker (S.cerevisiae), AlCl 3, sel kanker Michigan Cancer Foundation-7 (MCF-7). Medium dan bahan kimia yang digunakan adalah medium Roswell Park Memorial Institute (RPMI) 1640, 7,12-dimethyl-benz(a)anthracene (DMBA), etanol 70%, Fetal Bovine Serum (FBS), pereaksi 3-(4,5-dimethylthiazol-2yl)-2,5-diphenyltetrazolium bromide (MTT), dan 1,1-diphenyl-2-picril hydrazil (DPPH). Alat-alat yang digunakan ialah pemanas gelombang mikro (Kriss Microwave Oven dengan frekuensi 2450 MHz, daya 800 Watt), laminar air flow cabinet, inkubator, Fourier transform

45 23 infrared spectroscopy (FTIR) (Shimadzu IR-Prestige 21), dan evaporator vakum. Secara lengkap bahan-bahan yang digunakan disajikan pada Subbab Metode Ekstraksi Propolis Ekstraksi dilakukan dengan maserasi dengan pelarut etanol 70% terhadap sarang lebah dengan nisbah tertentu pada modifikasi pemanasan gelombang mikro seperti yang terdapat pada Subbab Batasan dan taraf dua peubah yang digunakan pada penelitian ini disajikan pada Tabel 4.1. Jumlah sarang lebah yang digunakan sebanyak 1 g. Diagram alir proses ekstraksi dapat dilihat pada Gambar 4.1. Tabel 4.1 Batasan dan taraf dari dua peubah Peubah (X) Waktu pemanasan gelombang mikro, menit Nisbah pelarut etanol 70%- sarang lebah Batasan dan Taraf -α α ,12 7, ,07 Rancangan percobaan menggunakan metode Response Surface (RSM) untuk menentukan batasan dan taraf dari dua peubah bebas (waktu pemanasan dengan gelombang mikro dan nisbah pelarut etanol 70%-sarang lebah). Analisis statistika dilakukan dengan menggunakan bantuan Design Expert (free k trial). Model matematika yang digunakan sebagai berikut : Y= 0 + i X i + k i 1 ii X 2 i + ijx i X j + ij, dengan Y : respon (jumlah persentase sel petite i j dan rendemen), 0 : tetapan, i, ii, ij : koefisien dari peubah bebas (X), X adalah peubah bebas dengan tanpa sandi (waktu = X 1 taraf 10, 20 dan 30 menit; nisbah pelarut etanol 70%-sarang lebah = X 2 taraf 10, 15 dan 20), dan adalah galat. Penentuan kondisi terbaik dari penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode Response Surface dengan dua peubah. Parameter yang digunakan untuk menentukan kondisi terbaik adalah jumlah persentase sel petite yang merupakan respon kemampuan propolis dalam menginduksi apoptosis terhadap sel S. cerevisiae dari setiap satuan percobaan dan rendemen hasil ekstraksi Karakterisasi propolis Karakterisasi propolis dilakukan terhadap hasil ekstraksi propolis terbaik meliputi pengukuran kadar total flavonoid, pengujian aktivitas antioksidan, identifikasi gugus fungsional, identifikasi kandungan senyawa propolis, uji induksi apoptosis S. cerevisiae, dan uji efikasi in-vitro terhadap sel kanker payudara. i 1

46 24 Pelarut, etanol 70% Sarang Lebah Ekstraksi Suhu 27 o C, 18 jam + Pemanasan Gelombang Mikro Ekstrak Penyaringan Padatan Filtrat Pelarut Pengeringan Ekstrak Propolis Kering Gambar 4.1 Diagram alir ekstraksi propolis dengan pelarutan dan pemanasan gelombang mikro Pengukuran kadar total flavonoid. Kandungan total flavonoid ditentukan dengan metode Chang et al. (2002) dengan modifikasi. Pengujian dilakukan menggunakan AlCl 3 yang diukur dengan metoda pewarnaan. Tatacara pengukuran kadar total flavonoid disajikan pada Subbab Pengujian Aktivitas Antioksidan. Aktivitas antioksidan propolis diuji dengan metoda Cottica et al. (2011) yang dimodifikasi untuk melihat penghambatan oksidasi radikal bebas DPPH. Pengujian aktivitas antioksidan secara lengkap disajikan pada Subbab Identifikasi Gugus Fungsional. Identifikasi gugus fungsional dari nanopropolis dilakukan menggunakan spektrofotometer FTIR dengan jarak

47 25 serapan inframerah dari 4000 cm -1 hingga 400 cm -1. Tatacara uji identifikasi gugus fungsional disajikan pada Subbab Identifikasi Kandungan Senyawa Propolis. Identifikasi senyawa yang terkandung dalam propolis dilakukan menggunakan HPLC Shimadzu dengan jarak waktu serapan hingga 90 menit. Tatacara uji identifikasi kandungan bahan kimia propolis disajikan pada Subbab Uji Induksi Apoptosis S. cerevisiae. Pengujian induksi apoptosis terhadap S. cerevisiae dilakukan sesuai dengan metoda Laun et al. (2001) yang dimodifikasi. Tatacara pengujian induksi apoptosis disajikan pada Subbab Uji Efikasi in-vitro terhadap Sel Kanker Payudara. Uji ini dilakukan dengan metoda MTT-assay. Pengujian antisitotoksik disajikan pada Subbab Ekstraksi Propolis 4.3 Hasil dan Pembahasan Hasil ekstraksi dari berbagai perlakuan disajikan pada Tabel 4.2 yang meliputi hasil ekstrak propolis (rendemen) dan kemampuan induksi apoptosis (% sel petite). Hasil yang diperoleh beragam sesuai perlakuan, mulai dari 0.17 hingga % (b/b). Pada Tabel 4.2 menunjukkan bahwa perolehan ekstrak berhubungan dengan jumlah etanol 70 % yang digunakan, makin banyak etanol yang digunakan makin besar rendemen yang dihasilkan. Hal ini disebabkan oleh banyak rongga dalam pelarut yang tersedia dan diisi oleh komponen bahan kimia asal sarang lebah yang dapat dikeluarkan selama ekstraksi. Penggunaan etanol 70% sebagai pelarut memungkinkan terjadinya pelarutan bahan aktif larut etanol maupun yang larut dalam air secara bersamaan. Sehingga flavonoid akan terlarut lebih banyak etanol 70% dibandingkan dengan konsentrasi etanol lainnya (Kim et al. 2007: Muli dan Maingi 2007), propolis yang dihasilkan mempunyai aktivitas antioksidan tertinggi (Park dan Ikegaki 1998; Bankova et al. 2002; Cunha et al. 2006). Berdasarkan analisis RSM, model persamaan yang diperoleh dari hasil ekstraksi propolis adalah Y= X X X X X 1 X X 1 2 X X 1 X 2 2, dengan R 2 = Dari persamaan tersebut diperkirakan hasil terbaik sebesar 10.19% dicapai pada kondisi pemanasan gelombang mikro selama 27 menit dan nisbah pelarut etanol 70%-sarang lebah sebesar 20. Analisis sidik ragam model persamaan matematika pengaruh pemanasan gelombang mikro dan nisbah pelarut etanol 70%-sarang lebah terhadap rendemen hasil ekstraksi propolis disajikan pada Lampiran 3. Hasil verifikasi ekstraksi diperoleh ekstrak propolis sebanyak 12.67%. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Cunha et al. (2004) dengan pelarut yang sama sekitar 6.41 sampai dengan % (b/b). Penggunaan teknik maserasi selama 18 jam yang diikuti perlakuan pemanasan gelombang mikro belum

48 26 memberikan hasil yang memuaskan karena teknik maserasi selama 7 hari diperoleh hasil sebesar 24.66% (Hasan et al. 2011), sedangkan Naama et al. (2011) menghasilkan ekstrak sebanyak 25.67% pada waktu maserasi yang sama. Kecilnya nilai rendemen yang diperoleh dibandingkan dengan hasil pada setiap satuan percobaan kemungkinan adanya komponen yang menguap. Seperti halnya pada satuan percobaan dengan waktu pemanasan yang lama mengakibatkan rendemen yang lebih kecil dibandingkan dengan waktu pamanasan yang relatif singkat. Tabel 4.2 Hasil ekstrak propolis (%, b/b) dan hasil pengujian induksi apoptosis (jumlah sel petite, %) Satuan percobaan Waktu pemanasan, menit Nisbah pelarut etanol 70%- sarang lebah Rata-rata hasil ekstraksi, % (b/b) Rata-rata Jumlah sel petite (%) , Hasil Verifikasi Demikian pula dengan waktu pemanasan gelombang mikro, makin lama waktu pemanasan makin banyak partikel yang bertumbukan antara pelarut dan sarang lebah sehingga menghasilkan rendemen yang relatif lebih banyak dibandingkan dengan waktu pemanasan yang sebentar. Pemanasan gelombang mikro dapat menyebabkan dinding sel hancur sehingga bahan aktif yang ada dapat terekstrak keluar dari sarang lebah dapat berdifusi kedalam pelarut (Dean 1998). Makin lama waktu pemanasan tidak menjadikan rendemen makin tinggi. Hal ini disebabkan oleh jumlah bahan yang dapat diekstrak dari sarang lebah oleh pelarut saat waktu pemanasan yang makin bertambah menyebabkan jumlah bahan terekstrak bertambah banyak sampai batas maksimal. Kemungkinan lain adalah adanya komponen bahan yang mudah menguap yang hilang dengan bertambahnya waktu pemanasan. Dalam penelitian Trusheva et al. (2007) menemukan bahwa jumlah total fenolik (24.4%) yang dihasilkan dari pemanasan yang lebih lama mempunyai jumlah yang lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah total fenolik (40.4%) dari hasil lama waktu pemanasan yang lebih singkat. Menurut Junior et al. (2008) terdapat 23 senyawa yang mudah menguap pada propolis Brasil, sedangkan propolis asal Yunani mengandung 24 komponen yang mudah menguap

49 27 (Melliou et al. (2007). Demikian pula pada penelitian Segueni et al. (2010) dan Haile et al. (2012) menyatakan bahwa terdapat banyak komponen yang mudah menguap yang terkandung dalam propolis, terutama yang menimbulkan aroma yang menonjol. Dengan demikian pengaruh waktu pemanasan berakibat pada hilangnya sejumlah bahan aktif yang mudah menguap dalam propolis sehingga menimbulkan perbedaan dalam rendemen hasil ekstraksinya. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Trusheva et al. (2007) menemukan bahwa maserasi dengan modifikasi pemanasan gelombang mikro pada raw propolis dengan waktu 20 detik menghasilkan rendemen 75% sedangkan pada pemanasan selama 30 detik menghasilkan rendemen 66% pada dengan nisbah pelarut-sarang lebah yang sama yaitu 10. Kemampuan induksi apoptosis sel S.cerevisiae ditunjukkan dengan persentase jumlah sel yang mengalami pengecilan ukuran (jumlah sel petite, %). Pada Tabel 4.2 nampak bahwa makin lama waktu pemanasan gelombang mikro dan makin besarnya nisbah pelarut etanol 70%-sarang lebah maka besar pula perolehan propolis hasil ekstraksi dalam menginduksi apoptosis sel S.cerevisiae. Hal ini disebabkan jumlah bahan aktif yang terekstrak lebih banyak sehingga berpengaruh terhadap jumlah sel yang mengalami petite. Persentase jumlah sel yang mengalami apoptosis terbanyak (84.90%) nampak pada satuan percobaan waktu pemanasan gelombang mikro 30 menit dengan nisbah pelarut etanol 70%- sarang lebah sebesar 20. Pada kondisi ini diperkirakan banyak bahan aktif yang terekstrak dan belum mengalami penguapan, sehingga kemampuannya dalam mengapoptosis sel S.cerevisiae terbanyak. Berdasarkan analisis RSM model persamaan yang menunjukkan kemampuan induksi apoptosis sel S.cerevisiae adalah Y= X X X X X 1 X X 2 1 X X 1 X 2 2, dengan R 2 = Artinya bahwa 36% yang lainnya merupakan bukan peubah yang mempengaruhi terjadinya apoptosis. Hasil analisis sidik ragam pengaruh pemanasan gelombang mikro dan nisbah pelarut etanol 70%-sarang lebah terhadap kemampuan propolis hasil ekstraksi dalam menginduksi apoptosis sel S. cerevisiae (%) disajikan pada Lampiran 4. Dari persamaan tersebut diperkirakan induksi apoptosis menghasilkan sel petite sebanyak 78.13% dicapai pada kondisi waktu pemanasan 27 menit dan nisbah pelarut etanol 70%-sarang lebah sebesar 20. Hasil verifikasi kondisi terbaik menunjukkan bahwa kemampuan induksi apoptosis propolis adalah sebanyak 70.32% sel mengalami petite. Menurut Anonim (2007), penentuan kondisi terbaik dapat dilihat dari nilai desirability yang mencapai maksimum. Nilai kondisi terbaik ditunjukkan dengan nilai desirability yang mendekati satu dari selang 0 hingga 1. Berdasarkan analisis data, menunjukkan pengaruh pemanasan gelombang mikro dan nisbah pelarut etanol 70%-sarang lebah terhadap nilai desirability pada kondisi terbaik. Pada penelitian ini diperoleh nilai desirability sebesar 0.65% dengan waktu pemanasan gelombang mikro selama 27 menit dan nisbah pelarut etanol 70%- sarang lebah sebesar Karakteristik Ekstrak Propolis Flavonoid merupakan senyawa fenol yang terdapat dalam propolis dan kadarnya berhubungan dengan warna sarang lebah. Propolis yang berwarna lebih gelap mengandung flavonoid lebih banyak, sehingga hasilnya yang lebih banyak

50 28 dibandingkan dengan propolis berwarna lebih muda (Woo 2004). Flavonoid ini merupakan bahan aktif pada propolis. Propolis ini larut sempurna dalam propilen glikol dan etanol 70% tapi tidak larut dalam air. Pengukuran kadar total flavonoid propolis diperoleh sebesar µg ml -1 atau sebanyak 15.31% (b/b). Hasil penelitian ini masih relatif lebih rendah dibandingkan dengan penelitian Trusheva et al. (2007) yang menghasilkan total flavonoid sebanyak 69%. Hal ini ini menunjukkan bahwa perbedaan asal propolis berakibat pada perbedaan kandungan flavonoidnya (Bankova 2007). Menurut Chen et al. (2008), kadar flavonoid ini akan berbeda dipengaruhi oleh lokasi dan musim saat pengambilan raw propolis. Lebah madu akan mengambil getah tanaman di sekitar lokasi sarang lebah kemudian dicampur dengan air liurnya dan disimpan dalam sarang lebah. Hal ini membuktikan bahwa getah tanaman yang berasal dari satu tanaman dengan tanaman lainnya dan dari lokasi ke lokasi lainnya menghasilkan warna sarang lebah yang berbeda dengan kadar flavonoid yang berbeda pula. Namun, dalam penelitian ini, hasil yang diperoleh masih lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Chang et al. (2002) yang membandingkan propolis asal Brazil (10.38%) dan Taiwan ( %) serta penelitian yang dilakukan oleh Wang et al. (2000) dan Yaghoubi et al. (2007) terhadap propolis Brazil dengan kadar total flavonoid 7.3%. Hasil penelusuran gugus fungsional propolis diperoleh adanya gugus fungsional -OH pada panjang gelombang cm -1 yang sangat jelas (Gambar 4.1). Dengan adanya gugus OH yang sangat jelas tersebut menunjukkan bahwa propolis mengandung senyawa fenol terutama flavonoid. Pada penelitian yang dilakukan oleh Wu et al. (2008) menggunakan propolis asal Cina dan Brazil menemukan bentuk kromatogram yang mirip antara keduanya terutama pada gugus OH. Pada gugus lainnya pun menunjukkan persamaan antara propolis asal Cina dan Brazil karena tanaman di sekitar sarang lebah yang sama, sedangkan perbedaan puncak lain dalam kromarogram FTIR disebabkan perbedaan lokasi asal propolis. Pada penelitian yang dilakukan ini terdapat puncak lain sebagai penunjuk gugus fungsional lain seperti -CH ( cm -1 ), H ( , dan cm -1 ), dan C=C, C=O atau C=N ( , dan cm -1 ) juga nampak pada hasil FTIR propolis tersebut. Adanya senyawa mudah menguap dalam propolis Trigona spp ini terlihat pada Gambar 4.1 dengan puncak yang muncul pada serapan yang lebih panjang (1600 hingga 400 cm -1 ). Hasil analisis HPLC untuk penelusuran kandungan kimia propolis secara kualitatif menunjukkan bahwa propolis asal Pandeglang, Indonesia mengandung komponen asam organik (terdiri atas asam firulat, asam kumarat, asam salisilat, asam protokatekuat dan asam kafeat) sebanyak 32.85% dan flavonoid (terdiri atas tektokrisin, pinokembrin, galangin, pinobanskin, kuersetin, fisetin, krisin dan epigenin) sebanyak 25.29% (Tabel 4.3). Pada Tabel 4.3 terlihat bahwa kandungan terbesar adalah asam firulat (29.80%), techtochrysin (14.15%) dan pinokembrin (7.73%). Komponen asam firulat ini merupakan asam yang larut dalam etanol, tapi sedikit larut dalam air, demikian juga dengan komponen asam kumarat dan asam kafeat. Sedangkan jenis flavonoid mempunyai kelarutan dalam air yang baik bila mengandung komponen glikosida seperti tektokrisin dan pinokembrin (Markham 1982). Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Szliszka et al. (2011) dan Chang et al. (2008) bahwa propolis hasil ekstraksi dengan etanol banyak mengandung asam fenolat dan flavonoid. Kandungan

51 29 asam organik dalam propolis menurut hasil penelitian Szliszka et al. (2011) terdiri dari asam sinamat, asam kumarat, asam kafeat, dan asam fenetil kafeat, selanjutnya komponen flavonoid dalam propolis adalah krisin, apigenin, akasetin, galangin, kaemferol, kaemferil dan kuersetin. Komponen asam organik dan flavonoid yang terekstrak dengan etanol 70% lebih banyak jumlahnya dengan menambahkan perlakuan pemanasan gelombang mikro sehingga kesempatan asam organik maupun flavonoid keluar dari sarang lebah dan terlarut dalam pelarut menjadi lebih besar. Gambar 4.2 Tampilan kromatogram FTIR propolis pada rentang cm -1 Komponen flavonoid seperti tektokrisin dan asam organik seperti asam firulat merupakan senyawa aktif yang dapat bersifat antioksidan, yang ditunjukkan oleh adanya kemampuan mereduksi radikal bebas DPPH. Keberadaan suatu antioksidan merupakan hal yang penting dalam formulasi obat. Makin kecil nilai IC50 makin besar kemampuannya sebagai bahan antioksidan. Hasil pengukuran antioksidan propolis dengan metoda DPPH diperoleh IC50 sebesar µg ml-1. Penelitian yang dilakukan oleh Cottica et al. (2011) mendapatkan nilai reduksi radikal bebas dari propolis Brazil berkisar antara 47 hingga 160 µg ml-1. Perbedaan hasil IC50 yang diperoleh Cottica et al. (2011) disebabkan oleh perbedaan tatacara ekstraksi dan pelarut yang digunakan bukan karena perbedaan lokasi maupun waktu pemanenen. Sedangkan nilai IC50 yang sangat kecil diperoleh dari kandungan mudah menguap dari India sekitar 0.32 µg ml-1 (Naik dan Vaidya 2011). Pengujian kemampuan propolis dalam menghambat pertumbuhan sel eukariot atau induksi apoptosis dilakukan menggunakan sel model S. cerevisiae. Pada konsentrasi 50 µg ml -1 kemampuan menginduksi apoptosis sel S. cerevisiae sebesar % atau IC 50 sebesar 6.02 µg ml -1. Hasil menunjukkan lebih besar dibandingkan dengan Lotti et al. (2011) dari contoh yang diujikan terdapat propolis asal Brazil yang mempunyai IC 50 sekitar µg ml -1. Penelitian yang dilakukan oleh de Castro dan Higashi (1999) sampai konsentrasi propolis 100 µg ml -1 belum menemukan penghambatan. Hal ini menunjukkan bahwa propolis asal

52 30 Pandeglang cukup tinggi kemapuannya dalam mengapoptosis sel S.cerevisiae. Pola induksi apoptosis terhadap S. cerevisiae adalah dengan menghambat pembentukan enzim pembawa gen Pdr5p (Lotti et al. 2011). Pada penelitian Lotti et al. (2011) menemukan bahwa pembentukan enzim pembawa gen Pdr5p tersebut berhubungan dengan kemampuan memproduksi ATP-ase yang kemudian mengakibatkan pola perubahan apoptosis dalam sel S.cerevisiae. Tabel 4.3 Komponen kimia propolis asal Pandeglang Komponen Struktur Kimia Jumlah (%) Asam Organik : Asam Firulat Asam Kumarat Asam Salisilat Asam Protokatekuat 5 Asam Kafeat Flavonoid : Tektokrisin Pinokembrin 3 Galangin Pinobanskin 5 Kuersetin Fisetin 7 Krisin Epigenin Pengujian aktivitas propolis dalam mematikan sel kanker payudara secara in-vitro dilakukan terhadap sel kanker MCF-7 memperoleh nilai IC 50 sebesar 233 µg ml -1 (Lampiran 5). Hasil penelitian Syamsuddin et al. (2011) menemukan

53 31 bahwa nilai IC 50 ekstrak etilasetat propolis asal Grinsing, Jawa Tengah lebih aktif dibandingkan dengan ekstrak butanol yaitu 200 µg ml -1 dibanding dengan µg ml -1. Makin kecil nilai IC 50 makin aktif propolis sebagai agen antiproliferasi sel kanker. Walaupun demikian, dengan sifat-sifat yang lainnya kemampuan antiproliferasi propolis asal Pandeglang akan berubah apabila diubah menjadi bentuk partikel nano. 4.4 Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Kondisi pemanasan gelombang mikro dan nisbah pelarut etanol 70%-sarang lebah yang terbaik terhadap nilai rendemen dan jumlah persentase apoptosis sel S. cerevisiae adalah selama 30 menit dengan nisbah sebesar 20. Nilai rendemen pada kondisi terbaik adalah sebanyak 12.67% dengan kemampuan induksi apoptosis terhadap sel S. cerevisiae petite sebesar 70.32%. Propolis Trigona spp. asal Pandeglang, Banten Indonesia mempunyai aktivitas antioksidan (IC 50 ) sebesar µg ml -1, mematikan 50% sel kanker MCF-7 pada konsentrasi 233 µg ml -1, dengan nilai IC 50 induksi apoptosis sel S. cerevisiae sebesar µg ml Saran Perlu dilakukan karakteristik propolis setiap satuan percobaan yang dilakukan untuk melihat karakter lebih lengkap.

54 32 5 PEMBUATAN NANOPROPOLIS DENGAN CARA INKLUSI PADA β-siklodekstrin 5.1 Pendahuluan Menurut Geissman (1962), senyawa flavonoid dapat memperlihatkan aktivitas sebagai antifungi, diuretik, antihistamin, antihipertensi, insektisida, bakterisida dan antivirus. Hasil penelitian Hasan et al. (2011) dan Hegazi (2002) menunjukkan bahwa propolis mengandung senyawa flavonoid. Dalam penelitian terhadap propolis asal Pandeglang dan Mesir tersebut mengandung semua komponen senyawa fitokimia seperti alkaloid, minyak atsiri, triterpenoid, saponin dan tanin serta flavonoid. Dengan adanya komponen senyawa flavonoid tersebut, maka propolis dapat dikembangkan sebagai kandidat obat. Sesuai dengan pendapat Ratnam et al. (2006) bahwa flavonoid dapat dijadikan komponen utama obat. Komponen senyawa lain dalam propolis juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan antikanker misalnya asam kafeat, asam firulat, tektokrisin serta senyawa flavonoid lainnya. Karena sifat senyawa flavonoid seperti tektokrisin dalam propolis ini tidak dapat larut dalam air maka diperlukan upaya yang dapat meningkatkan daya larut terhadap air. Penggunaan senyawa organik tertentu dapat melarutkan propolis, seperti propilen glikol dan etanol. Namun keberadaan pelarut organik harus memperhatikan peraturan yang berlaku. Salah satu upaya untuk meningkatkan kelarutan propolis dalam air adalah dengan menambahkan bahan penyalut dan dapat dibarengi dengan proses mengecilkan ukuran partikel. Penginklusi yang berperan sebagai bahan yang dapat meningkatkan daya larut tersebut adalah siklodekstrin. Siklodekstrin ini dibedakan antara α, β dan γ-siklodekstrin yang dibedakan atas jumlah monomer glukosanya. Berdasarkan bentuknya, siklodekstrin memungkinkan menjerap bahan aktif dari luar dan berikatan dengan gugus molekul yang terdapat dapam siklodekstrin, terutama pada sisi bagian dalam senyawa sikliknya. Berdasarkan kelarutan dalam air dan kemudahan memperoleh siklodekstrin ini maka β-siklodekstrin merupakan bentuk siklodekstrin yang banyak digunakan untuk berbagai tujuan terutama bidang kesehatan (Kalogeropoulos et al. 2009). Hal ini karena sifat invert-nya dan tidak berpengaruh terhadap komponen bahan aktif yang terinklusi. Pemanfaatan β-siklodekstrin sebagai penginklusi senyawa aktif sudah banyak digunakan, misalnya sebagai penginklusi bahan mudah menguap (Fourmentin et al. 2013), benzena (Kohler dan Grczlschak-Mick 2013), ferrocene (Harada dan Takahashi 1984), fosinopril (Bratu et al. 2009), galangin (Jullian 2009), kuersetin (Zheng et al. 2004), para-chlorobenzonitrile (Patil et al. 2012), pewarna azo (Maatz et al. 2012), piroxicom (Naseri et al. 2007), propiconazole (Fifere et al. 2012), propolis (Coneac et al. 2008, Kalogeropoulos et al dan Nafady et al. 2003), minyak zaitun (Mourtzinos et al. 2007), oxatomide (Hashem et al. 2012), triton (Kemnitz dan Ritter 2012), vanili (Karathanos et al. 2007), 4- tetra-butylphenol dan 4-ferrocenylphenol serta turunannya (Mondrzyk et al. 2012). Dengan upaya menginkulis propolis pada β-siklodekstrin diharapkan bersifat larut dalam air, efektif dan dapat meningkatkan bioaviabilitasnya untuk dapat digunakan sebagai antikanker.

55 33 Menurut Meghana et al. (2012), homogenisasi dengan kecepatan tinggi dapat digabungkan atau dapat menggantikan sonikasi untuk membuat partikel nano. Dalam pemanfataannya diperlukan pengaturan suhu secara akurat untuk menghindari rusaknya komponen bahan aktif. Penelitian Hasan et al. (2011), telah menggunakan proses pengecilan ukuran propolis dengan mencampur maltodekstrin dan menambahkan senyawa surfaktan sehingga menghasilkan nanopropolis berukuran nm. Dalam proses pembuatan nanopropolis tersebut digunakan ekstrak propolis dan maltodekstrin masing-masing sebanyak 20 dan 80 mg, dengan dua tahap homogenisasi kecepatan rpm masingmasing lama waktu proses 30 menit dan dilanjutkan dengan pengeringan. Kabri et al. (2011) membuat partikel nano minyak salmon dengan menggabungkan sonikasi (120 detik dengan cara satu detik on dan 1 detik off) dan homogenisasi lima kali dengan tekanan tinggi ( psi) menghasilkan ukuran 143 nm. Teo et al. (2010) membuat partikel nano tokoferol asetat dengan homogenisasi rpm selama 4 jam kemudian dilanjutkan dengan homogenisasi kecepatan rpm selama 5 menit, hasilnya adalah partikel dengan ukuran 80 hingga 200 nm. Nafady et al. (2003) telah membuat propolis Brasil diinklusi pada β-siklodekstrin dengan menggunakan sonikasi selama empat jam. Aimi (2009) membuat nanokasein dengan penambahan bahan aktif kecuali propolis menghasilkan nanopartikel sekitar 60 nm hingga 400 nm dengan cara pengadukan menggunakan stirer ditambah dengan sonikasi. Dengan demikian pembuatan partikel nano terdiri dari tiga tahap yaitu tahap pencampuran, tahap pengecilan ukuran dan tahap pembentukan partikel. Tujuan penelitian ini adalah 1) menentukan waktu yang dapat menghasilkan kondisi terbaik dari tiga tahap pembuatan nanopropolis dalam ukuran partikel dan aktivitas sitotoksik nanopropolis terhadap sel kanker lestari MCF-7, dan 2) menentukan jumlah propolis dan β-siklodekstrin yang terbaik dalam pembuatan nanopropolis yang mempunyai kemampuan terbaik sebagai antisitotoksik sel kanker lestari MCF Bahan dan Alat 5.2 Bahan dan Metode Bahan-bahan yang digunakan adalah propolis Trigona spp. asal Pandeglang, Banten hasil ekstraksi kondisi terbaik, etanol 70%, β-siklodekstrin, larutan penyangga fosfat ph 5 dan ph 10. Alat-alat yang digunakan adalah homogenizer kecepatan tinggi dan pengering vakum. Secara lengkap bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian disertasi ini dapat disajikan pada Subbab Metode Pembuatan Nanopropolis. Pembuatan nanopropolis dimodifikasi dari Aimi et al. (2009), Bhaskar et al. (2009), Hasan et al. (2011), Chen et al. (2006), dan Kim et al. (2008). Pada pembuatan nanopropolis ini menggunakan cara inklusi pada β-siklodekstrin dengan tiga tahap proses yaitu inklusi, setelah penguapan etanol dan air dilakukan pelarutan kembali (re-solubilisasi) dan

56 34 stabilisasi produk nanopropolis dalam suasana alkali. Pada setiap tahap dilakukan pengadukan menggunakan homogenizer kecepatan tinggi (22000 rpm) dengan peubah waktu (waktu 1, 2 dan 3). Jumlah percobaan yang diperoleh sebanyak 20 contoh nanopropolis yang berasal dari 6 titik pusat dan 6 titik bintang pada taraf puncak. Peubah tahap inklusi dilakukan selama 20, 30 dan 40 menit, taraf resolubilisasi adalah 20, 30 dan 40 menit serta taraf stabilisasi adalah 10, 20 dan 30 menit. Jumlah propolis dan β-siklodekstrin yang digunakan adalah sebanyak 50 mg dan 250 mg. Perbandingan komponen bahan yang digunakan dalam pembuatan nanopropolis ini hasil modifikasi penelitian Hasan et al. (2012) yang merubah maltodekstrin dengan β-siklodekstrin. Respon yang dilihat pada pembuatan nanopropolis tahap pertama ini terdiri dari distribusi ukuran partikel nanopropolis dan persentase jumlah sel lestari kanker MCF-7 yang mengalami kematian akibat pemberian nanopropolis. Diagram alir proses pembuatan nanopropolis tahap pertama disajikan pada Gambar 5.1. Setelah diperoleh kondisi terbaik waktu pengadukan pada inklusi dalam pembuatan nanopropolis tahap pertama, dilanjutkan dengan kajian pembuatan nanopropolis tahap kedua menggunakan peubah nisbah jumlah ekstrak etanol propolis dengan β-siklodekstrin. Peubah pertama yang digunakan adalah jumlah propolis sebanyak 30, 50 dan 70 mg, sedangkan peubah kedua adalah β- siklodekstrin sebanyak 150, 250 dan 350 mg. Respon yang dilihat pada proses pembuatan nanopropolis tahap kedua ini adalah persentase jumlah sel lestari kanker MCF-7 yang mengalami kematian akibat pemberian nanopropolis Analisis Distribusi Ukuran Partikel. Distribusi ukuran nanopropolis diukur menggunakan alat pengukur partikel (Delsa Nano C, Particle Analyzer, Beckman Coulter). Nanopropolis hasil perlakuan inklusi EEP pada β- siklodekstrin diukur distribusi sebaran partikel yang terbentuk (dalam satuan nm). Sebanyak 3.5 ml larutan hasil pembuatan nanopropolis dimasukkan kedalam kuvet, kemudian dimasukkan kedalam alat dan diukur distribusi partikelnya. Sebaran distribusi ukuran partikel dipetakan dalam bentuk grafik Uji antisitotoksik sel lestari kanker MCF-7. Uji antisitotoksik sel lestari kanker payudara MCF-7 dilakukan dengan metoda MTT-assay dapat dilihat pada subbab Konsentrasi pengujian antisitotoksik nanopropolis yang digunakan adalah sebesar 8 µg ml Rancangan percobaan Rancangan percobaan pembuatan nanopropolis tahap pertama tentang pengaruh waktu inklusi, re-solubilisasi dan stabilisasi terhadap distribusi ukuran partikel dan efektivitas antisitotoksik terhadap sel lestari kanker MCF-7 menggunakan metode dalam Montgomery (1997). Data distribusi ukuran partikel dan jumlah persentase sel MCF-7 yang mengalami kematian dianalisis dengan menggunakan rancangan percobaan dengan model persamaan : Y = β o +β 1 X 1 +β 2 X 2 +β 3 X 3 +β 4 X1 2 +β 5 X 2 2 +β 6 X 2 3 +β 7 X 1 X 2 + ij (Montgomery1997), dengan Y: respon (ukuran partikel atau persentase sel lestari kanker MCF-7 yang mati), 0 : tetapan, i, ii, ij : koefesien dari peubah bebas (X), X adalah peubah bebas dengan tanpa sandi (waktu = X 1 dan X 2 taraf 20, 30 dan 40 menit; X 3 taraf 10, 15 dan 20 menit), dan adalah galat. Sedangkan rancangan percobaan pembuatan

57 35 nanopropolis tahap kedua tentang jumlah propolis dan jumlah β-siklodekstrin yang digunakan dalam proses pembuatan nanopropolis menggunakan metode Response Surface. Model persamaan yang dibuat adalah Y = β o +β 1 X 1 +β 2 X 2 +β 3 X 2 1 +β 4 X 2 2 +β 5 X 1 X 2 + ij. Analisis statistika dilakukan dengan menggunakan bantuan Design Expert (free trial) terhadap parameter ukuran partikel dan persentase jumlah sel lestari kanker MCF-7 yang mengalami kematian. Kondisi terbaik proses pembuatan nanopropolis ditentukan dari persamaan model yang diperoleh, kemudian dilakukan validasi proses pembuatan nanopropolis pada kondisi terbaik. Etanol 70% β-siklodekstrin Ekstrak Propolis Kering Inklusi (T=45 O C, t=20, 30, 40 ) Larutan Pengeringan Etanol+Air EEP-β-siklodekstrin Larutan Penyangga Fosfat, ph 5 Re-solubilisasi (T=45 o, t=20, 30, 40 ) Larutan ph 5 Larutan Penyangga Fosfat, ph 10 Stabilisasi (T=45 o C, t=10, 20, 30 ) Larutan ph 10 Pengeringan Air Nanopartikel Gambar 5.1 Diagram alir pembuatan nanopropolis tahap pertama

58 Hasil dan Pembahasan Hasil pembuatan nanopropolis dengan tiga tahap pembuatan nanopropolis disajikan pada Tabel 5.1 dan Lampiran 6. Pada Tabel 5.1 terlihat bahwa rata-rata ukuran partikel yang diperoleh dari penelitian ini berkisar antara 78.9 hingga nm. Data tersebut menunjukkan bahwa pengaruh waktu tahap pembauatn 1, 2 dan 3 terhadap ukuran partikel tidak menghasilkan nilai besaran yang tidak teratur dengan korelasi yang kecil yaitu sebesar Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh waktu tahap pembuatan baik yang positif maupun yang negatif tidak mempengaruhi kecilnya ukuran partikel atau menghasilkan partikel nano yang sangat beragam (Kabri et al. 2011; Teo et al. 2010). Hasil analisis data distribusi ukuran partikel pengaruh waktu inklusi, resolubilisasi dan stabilisasi menggunakan RSM, diperoleh persamaan sebagai berikut : Y = X X X X X X X 1 X X 1 X X 2 X 3. Persamaan tersebut menunjukkan bahwa waktu tahap pembuatan nanopropolis 2 (X 2 ) dan waktu tahap pembuatan nanopropolis 3 (X 3 ) berpengaruh secara nyata terhadap perubahan menjadi kecil ukuran partikel, sedangkan waktu inklusi (X 1 ) berpengaruh terhadap menaikkan besarnya ukuran partikel. Hal ini terlihat dari nilai koefisien X 2 dan X 3 bernilai negatif yang relatif besar dan nilai koefisien X 1 yang bernilai positif walaupun nilainya kecil dibandingkan dengan nilai koefisien X 2 maupun X 3. Hasil analisa sidik ragam model persamaan matematika pengaruh perlakuan terhadap ukuran partikel nanopropolis disajikan pada Lampiran 7. Pengaruh perlakuan waktu inklusi dan re-solubilisasi diperlihatkan oleh Gambar 5.1. Pada Gambar 5.1 nampak bahwa ukuran partikel dapat mencapai optimum di titik sekitar 22.5 menit waktu inklusi dan re-solubilisasi pada 25 menit dengan waktu stabilisasi sekitar 20 menit. Posisi titik optimum ukuran partikel dengan memperkirakan waktu stabilisasi masih terus meningkat, kemudian mencapai kondisi terbaik pada waktu stabilisasi 30 menit. Dan mempengaruhi titik waktu inklusi dan re-solubilisasi yang mencapai optimum pada waktu stabilisasi 20 menit. Hal ini berhubungan dengan proses yang dilakukan untuk memperoleh ukuran partikel pada tahap ke tiga proses pembuatan nanopartikel, biasanya dengan waktu yang relatif lama dan dengan proses penetesan bahan pada larutan tertentu dibarengi dengan pengadukan stirer. Pada tahap ketiga ini merupakan proses pembentukan droplet partikel nano yang diperlukan dengan waktu yang sangat lama. Proses pembentukan droplet ini memerlukan waktu hingga 30 hari (Teo et al. 2010). Hasil sidik ragam yang diperoleh dari P-value pada X 1 dan X 3 masingmasing menghasilkan 0.62>P-value (0.05) dan 3.61 P-value (0.05), dengan demikian bahwa waktu inklusi dan stabilisasi tidak berpengaruh pada hasil distribusi ukuran partikel, tapi nilai P-value pada X 2 (waktu re-solubilisasi) menghasilkan 0.8< P-value (0.05) sangat berpengaruh terhadap pengecilan ukuran partikel. Sedangkan hasil pengujian untuk kecocokan model dapat dilihat pada nilai P value lack-of-fit lebih besar dari 0.05 yaitu , hal ini berarti bahwa ada kecocokkan model respon dengan data yang diperoleh. Kesesuaian model respon dengan data yang diperoleh dapat terlihat dalam Gambar 5.3.

59 37 Gambar 5.2 Pemetaan respon rata-rata ukuran partikel nanopropolis akibat pengaruh waktu pengadukan pada tahap inklusi dan waktu resolubilisasi Tabel 5.1. Hasil rata-rata ukuran partikel nanopropolis dan pengaruhnya terhadap kematian sel lestari kanker MCF-7 Satuan percobaan Waktu pengadukan pada tahap Inklusi, menit Re-solubilisasi, menit Stabilisasi, menit Rata-rata ukuran partikel, nm Jumlah sel MCF-7 mati, % ,6 82,

60 38 Hasil perhitungan statistik menunjukkan bahwa R 2 =0.74, nilai ini menunjukkan bahwa besarnya pengaruh faktor lamanya waktu tahap pertama, kedua dan ketiga hanya sebanyak 74% sedangkan sisanya yaitu 26% merupakan pengaruh dari faktor-faktor di luar perlakuan yang diamati dalam penelitian ini. Analisis RSM ini sesuai dengan yang dijelaskan oleh Box dan Wilson (1951), RSM merupakan cara yang efektif untuk mencari kondisi optimum dengan melihat sistem respon ketika taraf dari peubah yang terlibat berubah. Gambar 5.3 Pemetaan normalitas data rata-rata ukuran partikel nanopropolis (warna kotak menunjukkan satuan percobaan) Berdasarkan persamaan matematika yang diperoleh tersebut diprediksi kondisi terbaik untuk mencapai distribusi rata-rata ukuran partikel yang terkecil dicapai pada waktu inklusi, re-solubilisasi dan stabilisasiasi masing-masing selama 20, 20 dan 30 menit dengan nilai prediksi rata-rata ukuran sebesar nm. Pada proses pembuatan nanopropolis dalam rangka validasi nilai prediksi diperoleh hasil rata-rata ukuran partikel nanopropolis sebesar 165.4±44.1 nm (Gambar 5.3). Hasil ini masuk kedalam kisaran ukuran partikel nano untuk pengobatan yang berasal dari herbal tradisional yaitu sekitar 10 hingga 1000 nm sebagaimana dinyatakan oleh Nagavarma et al. (2012) dan Swami et al. (2012). Hasil analisis data kematian sel lestari kanker payudara MCF-7 akibat pemberian nanopropolis yang dibuat dengan tiga tahap proses pembuatan nanopropolis dapat dilihat pada Tabel 5.1 dan Lampiran 8. Pada Tabel 5.1 terlihat bahwa nilai persentase jumlah kematian sel lestari MCF-7 berkisar antara 0 hingga 84.52%. Secara umum menunjukkan bahwa perlakuan waktu proses pembuatan nanopropolis tidak berpengaruh terhadap keefektifan nanopropolis yang terbentuk. Tapi secara keseluruhan data pada Tabel 4 menunjukkan bahwa nanopropolis yang dihasilkan banyak menyebabkan kematian sel lestari MCF-7, dengan konsentrasi 8 µg ml -1 ternyata dapat mematikan sel sebanyak lebih dari 50% dari sel kanker yang ada.

61 Gambar 5.4 Distribusi ukuran partikel nanopropolis hasil pembuatan nanopropolis pada kondisi terbaik tahap pertama Berdasarkan analisis RSM dari data Tabel 5.1 tentang pengaruh waktu inklusi, re-solubilisasi dan stablisiasi terhadap kematian sel lestari kanker payudara MCF-7 diperoleh persamaan matematika sebagai berikut : Y = X X X X X X X 1 X X 1 X X 2 X 3 dengan nilai R 2 sebesar Dari nilai koefisien pada persamaan tersebut menunjukkan bahwa waktu re-solubilisasi dan stabilisasi (X 2 dan X 3 ) berpengaruh secara nyata terhadap keaktifan nanopropolis dalam perubahan jumlah kematian sel, sedangkan waktu inklusi (X 1 ) berpengaruh terhadap keaktifan nanopropolis dalam menaikkan besarnya jumlah kematian sel. Hal ini terlihat dari nilai koefisien X 2 dan X 3 bernilai negatif yang relatif besar dan nilai koefisien X 1 yang bernilai positif walaupun nilainya kecil dibandingkan dengan nilai koefisien X 2 maupun X 3. Hasil analisis sidik ragam model persamaan matematika pengaruh inklusi, re-solubilisasi dan stabilisasi terhadap jumlah sel lestari kanker payudara MCF-7 yang mati disajikan pada Lampiran 9. Nilai R 2 tersebut persamaan matematika persentase jumlah kematian sel lestari kanker MCF-7 adalah sebesar 0.56 atau 56%. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat 56% dari peubah dapat mempengaruhi respon kematian sel lestari kanker MCF-7, sedangkan sisanya adalah faktor lain yang mempengaruhi respon. Makin besar nilai R 2 (mendekati satu), makin besar pengaruh peubah terhadap respon yang dilihat dalam penelitian tersebut. Hasil analisis sidik ragam diperoleh dari P value pada X 1, X 2 dan X 3 masing-masing menghasilkan 2.49 Pvalue (0.05), 1.19 Pvalue (0.05) dan 0.39 Pvalue (0.05), dengan hasil tersebut ternyata bahwa waktu inklusi, re-solubilisasi dan stabilisasi tidak berpengaruh pada hasil jumlah kematian sel lestari kanker payudara MCF-7. Namun demikian, hasil pengujian untuk kecocokan model dapat dilihat pada nilai P lack-of-fit lebih besar dari 0.05 yaitu , ternyata bahwa ada kecocokkan model respon dengan data yang diperoleh. Kesesuaian model respon dengan data yang diperoleh dapat terlihat dalam Gambar 5.5.

62 40 Berdasarkan Gambar 5.5 tersebut terlihat bahwa data yang diperoleh dalam penelitian menunjukkan kenormalan yang tinggi karena semua data terpusat pada satu garis dengan perbedaan yang relatif kecil. Berdasarkan persamaan matematika dapat diprediksi bahwa kondisi terbaik proses pembuatan nanopropolis yang dapat menyebabkan kematian sel lestari MCF-7 tertinggi adalah pada waktu pengadukan pada tahap inklusi, tahap resolubilisasi dan tahap stabilisasi masing-masing selama 20, 20 dan 30 menit dengan prediksi persentase jumlah sel mati sebanyak 80.00%. Hasil validasi kondisi terbaik tersebut diperoleh jumlah sel mati sebanyak 83.45%. Hasil ini menunjukkan bahwa ada pengaruh nanopropolis yang dihasilkan terhadap kemampuan mematikan sel lestari kanker payudara MCF-7 yang sangat tinggi karena dengan konsentrasi nanopropolis sebesar 8 µg ml -1 dapat menyebabkan kematian lebih dari 50% sel kanker yang ada. Gambar 5.5 Pemetaan normalitas data jumlah kematian sel lestari MCF-7 akibat pemberian nanopropolis (warna kotak menunjukkan satuan percobaan) Pada kondisi terbaik dari proses pembuatan nanopropolis menggunakan waktu inklusi, re-solubilisasi dan stabilisasi tersebut mempunyai nilai desirabilty mendekati angka 1 yaitu 0.91 artinya adalah kondisi terbaik ini mendekati kondisi optimum yang seharusnya dicapai oleh penelitian (Gambar 5.6). Sesuai dengan pernyataan Anonim (2007) bahwa penentuan kondisi terbaik dapat dilihat dari nilai desirability yang mencapai maksimumn dan nilai kondisi terbaik ditunjukkan dengan nilai desirability yang mendekati satu dari selang 0 hingga 1. Pada kondisi terbaik pembuatan nanopropolis tahap pertama dilakukan pembuatan nanopropolis tahap kedua dengan menggunakan propolis dan β- siklodekstrin sebagai peubah. Diagram alir proses pembuatan nanopropolis tahap kedua disajikan pada Gambar 5.7. Hasil pembuatan nanopropolis dan pengujian nanopropolis pada konsentrasi 8 μg ml -1 terhadap sel MCF-7 disajikan pada Tabel 5.2 dan Lampiran 10. Dari Tabel 5.2 tersebut nampak bahwa nilai tertinggi kematian sel lestari kanker MCF-7 sebesar 59.8% akibat perlakuan nanopropolis hasil satuan percobaan nomor 11 yang menggunakan propolis sebanyak 30 mg dengan β-siklodekstrin sebanyak 350 mg, sedangkan nilai terendah (11.1%)

63 41 kematian sel akibat pemberian nanopropolis hasil satuan percobaan nomor 9 yang menggunakan propolis sebanyak 70 mg dengan β-siklodekstrin sebanyak 150 mg. Dari hasil tersebut ternyata bahwa pengaruh jumlah β-siklodekstrin dalam pembuatan nanopropolis dapat menambah keaktifan nanopropolis yang dihasilkan. Hal ini menunjukkan bahwa kemungkinan β-siklodekstrin dapat mengurangi kerusakan komponen propolis akibat pengadukan dengan kecepatan tinggi, selain itu β-siklodekstrin yang tinggi dapat memberi kesempatan pada semua komponen bahan aktif dalam propolis terinklusi kedalam gugus fungsional β-siklodekstrin. Gambar 5.6 Hubungan antara waktu pengadukan pada tahap inklusi dan waktu pengadukan pada tahap re-solubilisasi terhadap nilai desirability pada kondisi terbaik Tabel 5.2 Kondisi pembuatan nanopropolis tahap kedua dan pengaruh nanopropolis terhadap kematian sel MCF-7 Satuan Percobaan Propolis (mg) β-siklodekstrin (mg) Jumlah sel MCF-7 mati (%)

64 42 Etanol 70% β-siklodekstrin Ekstrak Propolis Kering Inklusi ( T=45 O C, t=20 ) Larutan Pengeringan Etanol+Air EEP-β-siklodekstrin Larutan Penyangga Fosfat, ph 5 Re-solubilisasi (T=45 o, t=20 ) Larutan ph 5 Larutan Penyangga Fosfat, ph 10 Stabilisasi (T=45 o C, t=30 ) Larutan ph 10 Pengeringan Air Nanopartikel Gambar 5.7 Diagram alir pembuatan nanopropolis tahap kedua Berdasarkan analisis statistik RSM dari jumlah sel MCF-7 yang mati akibat pemberian nanopropolis diperoleh persamaan sebagai berikut : Y = X X X X X 1 X X 1 2 X X 1 X 2 2, dengan Y= Jumlah sel MCF-7 mati, X 1 = Jumlah propolis, dan X 2 = Jumlah β-siklodekstrin. Analisis sidik ragam model persamaan matematika pengaruh jumlah nanopropolis terhadap jumlah sel lestari kanker payudara MCF-7 yang mati disajikan pada Lampiran 11. Adapun nilai R 2 persamaan model matematika adalah Data kematian sel MCF-7 akibat pemberian nanopropolis sangat beragam, antara 11,1% hingga

65 43 59,8%. Walaupun demikian, data yang dihasilkan relatif baik karena berada disekitar rata-rata (Gambar 5.8). Dari persamaan jumlah sel mati diduga bahwa kondisi terbaik yang dapat menyebabkan kematian sel MCF-7 terbanyak akibat pemberian nanopropolis adalah hasil nanopropolis yang dibuat dengan 30 mg propolis dengan 350 mg β-siklodekstrin. Hal ini terlihat bahwa makin besar jumlah β-siklodekstrin yang digunakan makin besar jumlah kematian sel kanker MCF-7, dengan jumlah propolis yang makin kecil. Pada kondisi terbaik tersebut mempunyai nilai desirability sebesar 0.96, artinya adalah kelayakkannya bernilai baik karena mempunyai nilai mendekati 1. Menurut Anonim (2007), nilai desirability menentukkan suatu penilaian kondisi yang diperoleh dari hasil penelitian. Nilai desirability mendekati 1 merupakan hasil yang relatif baik dan yang terbaik ada pada angka 1 (Gambar 5.9). Hasil validasi proses pembuatan nanopropolis pada kondisi terbaik menunjukkan bahwa pada konsentrasi nanopropolis 8 µg ml -1 dapat mematikan sel MCF-7 sebanyak 48.61%. Nilai jumlah kematian sel MCF-7 pada konsentrasi ini masih terdapat nilai bias antara prediksi persamaan RSM dengan hasil pembuatan nanopropolis pada kondisi terbaik yaitu sebesar 15.91%. Dengan nilai ini berarti proses pembuatan nanopropolis pada kondisi optimum dianggap masih baik, karena nilai bias cukup realistis serta sesuai dengan yang diharapkan. Gambar 5.8 Pemetaan kemungkinan normalitas data jumlah kematian sel MCF-7 (warna kotak menunjukkan satuan percobaan) Peran β-siklodekstrin dalam menginklusi bahan aktif telah dilakukan oleh Bilensoy et al. (2007), Isadiartuti dan Suwaldi (2005), Jullian (2009), Nafady et al. (2003) dan Zheng et al. (2004). Pada penelitian Bilensoy et al. (2007) bahan paclitaxel diinklusi pada β-siklodekstrin menghasilkan nanopartikel yang berukuran 157 hingga 639 nm dan dapat dijadikan bahan sediaan injeksi. Kompleks antara flavonoid dan β-siklodekstrin akan membentuk senyawa baru dengan adanya ikatan yang terjadi antara gugus OH pada β-siklodekstrin dengan gugus aktif flavonoid yang terbukti dari hasil penelitian Jullian (2009) dan Zheng et al. (2004). Jullian (2009) meneliti dengan flavonoid galangin dan Zheng et al. (2004) menggunakan flavonoid kuersetin. Komponen OH pada β-siklodekstrin memegang peran dalam mengikat bahan aktif yang berasal dari propolis dan dengan perubahan ph membuat gugus fungsional dari propolis maupun β-

66 44 siklodekstrin siap untuk saling berikatan. Dengan demikian kompleks inklusi propolis terjadi antara bahan aktif propolis dengan β-siklodekstrin berjalan dengan cepat dan banyak komponen aktif yang berikatan dengan gugus fungsional β- siklodekstrin. Gambar 5.9 Pemetaan desirability jumlah kematian sel MCF-7 akibat pemberian nanopropolis yang dibuat dari propolis dan β- siklodekstrin Kesimpulan 5.4 Kesimpulan dan Saran Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa waktu inklusi dan re-solubilisasi sangat berpengaruh terdapat pengecilan ukuran partikel nanopropolis sedangkan waktu stabilisasi masih relatif kecil untuk mencapai kondisi optimum sebenarnya. Prediksi ukuran partikel dan jumlah kematian sel lestari kanker MCF-7 tertinggi diperoleh dari proses pembuatan nanopropolis dengan waktu inklusi, waktu re-solubilisasi dan waktu stabilisasi masing-masing selama 20, 20 dan 30 menit dengan prediksi ukuran partikel sebesar nm dan rata-rata jumlah sel mati sebanyak 80.00%. Hasil validasi kondisi terbaik diperoleh ukuran rata-rata nanopropolis sebesar ± 44,1 nm dengan kemampuan antisitotoksik sel lestari kanker MCF-7 sebanyak 83.45% sel mati. Pada pembuatan nanopropolis tahap kedua jumlah propolis dan β- siklodekstrin yang digunakan untuk mencapai kondisi terbaik dalam mencapai jumlah kematian sel lestari kanker MCF-7 sebesar 57.81% adalah pada komposisi 30 mg propolis dan 350 mg β-siklodekstrin. Hasil validasi proses pembuatan nanopropolis pada kondisi terbaik menunjukkan bahwa jumlah sel lestari kanker MCF-7 yang mengalami kematian adalah sebanyak 48.61% akibat pemberian nanopropolis dengan konsentrasi 8 µg ml -1.

67 Saran Perlu dilakukan penelitian tentang karakterisasi nanopropolis hasil proses pembuatan pada kondisi terbaik.

68 46 6 AKTIVITAS NANOPROPOLIS SEBAGAI ANTIKANKER PAYUDARA PADA TIKUS BETINA STRAIN SPRAGUE-DAWLEY YANG DIINDUKSI DMBA 6.1 Pendahuluan Kanker merupakan salah satu penyakit penyebab kematian terbesar di dunia terutama di negara-negara maju dan pembunuh kedua di negara berkembang (WHO 2008). Kanker dikenal sebagai penyakit yang sangat ditakuti karena sulit penyembuhannya dan banyak menimbulkan kematian. Berdasarkan data Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) tahun 2010 (KEMENKES 2013), kanker payudara menempati urutan pertama pada pasien rawat inap di seluruh Rumah Sakit di Indonesia (28.7%), disusul kanker leher rahim (12.8%). Bila dilihat dari penyebab kematian, angka kematian yang disebabkan oleh kanker tertinggi yang diderita wanita Indonesia adalah kanker payudara dengan angka kejadian 26 per perempuan, disusul kanker leher rahim dengan 16 per perempuan. Penyebab dari penyakit ini menurut Muir et al. (2003) adalah meliputi jalur yang tergantung estrogen, sirkulasi androgen, paparan estrogen dan bahan karsinogen seperti merokok, radiasi sinar ultra violet dan diet yang tidak tepat serta stress. Pada stadium awal, kanker ini hanya berbentuk benjolan di dalam jaringan mamae, tapi pada stadium lanjut kanker ini berakibat luka pada jaringan mamae. Oleh karena itu, kanker payudara ini dapat dideteksi keberadaannya dan relatif lebih mudah dibandingkan dengan jenis kanker lainnya. Untuk menangani penyakit ini dilakukan pengambilan jaringan yang terkena kanker, terapi radiasi dan kemoterapi. Terapi radiasi dan kemoterapi bertujuan untuk menghancurkan sel kanker dan mengendalikan penyakit sehingga tumor utama akan mengecil, pertumbuhan tumor akan diperlambat dan penyebaran sel kanker ke jaringan lain tidak terjadi. Sekarang ini telah banyak penelitian untuk memperoleh obat kanker, baik untuk pengobatan kanker langsung maupun untuk mengurangi pengaruh buruk dari kemoterapi yang dilakukan untuk pengobatan yang dilakukan oleh penderita.. Penggunaan obat seperti doksorubisin adalah salah satu cara menghambat pertumbuhan kanker dan mengurangi terjadinya kanker baru. Namun dampak negatif pengobatan dengan doksorubisin yang sukar dihindarkan adalah terjadinya kerontokan rambut, gangguan irama jantung, dan penurunan jumlah sel darah putih. Kondisi ini merupakan tantangan dalam pengobatan kanker yang efektif dan minimalnya pengaruh jelek dari pengobatan utama. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah mencari dan mengembangkan sediaan obat asal herbal. Sediaan obat asal herbal yang akan digunakan sebagai obat harus diuji terlebih dahulu melalui serangkaian penelitian, meliputi pengujian terhadap hewan model sebelum dilakukan uji klinis terhadap penderita kanker. Pada penelitian yang dilakukan oleh Hilakivi-Clarke et al. (1996) dan Ip et al. (1980) menunjukkan bahwa terdapat pengaruh jelek dari konsumsi lemak pada pakan tikus yang menimbulkan kenaikan terjadinya tumor akibat induksi DMBA. Abbasalipourkabir et al. (2010) dan Purushothaman et al. (2012) meneliti kejadian kanker payudara menggunakan tikus betina strain Sprague-Dawley sebagai hewan uji.

69 47 Penelitian secara in-vitro telah membuktikan bahwa propolis asal lima lokasi di Indonesia mampu menghambat pertumbuhan sel lestari kanker MCF-7 dan nanopropolis asal Pandeglang mampu menghambat pertumbuhan sel lestari kanker MCF-7 dengan konsentrasi yang sangat kecil dibandingkan dengan propolis bukan nanopartikel. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji aktivitas nanopropolis sebagai bahan antikanker payudara secara in-vivo terhadap tikus yang diinduksi dengan DMBA Bahan dan Alat 6.2 Bahan dan Metode Bahan-bahan yang digunakan adalah propolis Trigona spp yang berasal dari Pandeglang, Banten, tikus putih betina, etanol 70%, DMBA, NaCl fisiologis, minyak zaitun, β-siklodekstrin dan akuades. Alat-alat yang digunakan ialah alat persiapan preparasi dan mikroskop. Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian disertasi ini disajikan Subbab Metode Pembuatan Nanopropolis Pembuatan nanopropolis dilakukan sesuai modifikasi dari Aimi et al. (2009), Bhaskar et al. (2009), Hasan et al. (2011), Chen et al. (2006), dan Kim et al (2008). Proses pembuatan nanopropolis dilakukan dengan tiga tahap yaitu inklusi, re-solubilisasi dan stabilisasi dengan pengadukan menggunakan homogenizer kecepatan tinggi sesuai dengan hasil penelitian pada Bab 5 (waktu inklusi 20 menit, waktu re-solubilisasi 20 menit dan waktu stabilisasi 30 menit dengan bahan yang digunakan EEP sebanyak 30 mg dan β-siklodekstrin sebanyak 350 mg). Proses pembuatan nanopropolis dapat dilihat pada Subbab Uji In-Vivo dengan Hewan Coba Hewan uji yang digunakan adalah tikus betina putih Sprague-Dawley, sehat dan mempunyai aktivitas normal, umur sekitar 1-1,5 bulan dengan bobot badan g (Abbasalipourkabir et al. 2010; Padmavathi et al. 2006). Sebelum perlakuan induksi dengan DMBA, tikus diadaptasikan selama tiga minggu untuk menyeragamkan cara hidup dan makanannya. Sebelum dan selama perlakuan, tikus diberikan pakan standar dan minum akuades (ad libitum). Hewan uji dibagi menjadi tujuh kelompok dengan tiga ekor tikus dalam setiap kelompok. Induksi kanker payudara dilakukan pada lima kelompok dengan penyuntikan secara intraperitoneal dengan DMBA dosis 20 mg kg -1. Setelah 90 hari induksi DMBA, tikus disuntik secara intraperitoneal dengan bahan uji sesuai konsentrasi perlakuan nanopropolis 8, 32 dan 56 µg ml -1 /200 g bb serta propolis 233 µg ml - 1 /200 g bb yang dilakukan setiap 7 hari sekali selama 60 hari. Setelah 60 hari, semua tikus dilakukan nekropsi. Jaringan yang terkena kanker dipreparasi untuk pemeriksaan secara histopatologi. Tatacara penyiapan preparasi histopatologi disajikan pada Lampiran 1.

70 Hasil dan Pembahasan Hasil pengukuran bobot badan tikus setelah pengelompokkan dan penyuntikan perlakuan disajikan pada Gambar 6.1 dan Lampiran 12. Terlihat pada Gambar 6.1 bahwa bobot badan tikus normal terus meningkat sesuai dengan penambahan waktu, demikian pula dengan perlakuan lainnya selain perlakuan DMBA yang menunjukkan penurunan bobot badan. Menurut Cordeiro dan Kaliwal (2011), pengaruh DMBA dapat menurunkan bobot badan tikus disebabkan oleh sifat toksisitasnya walaupun terjadi peningkatan volume tumor. Perkembangan tumor hewan uji dapat diketahui dengan mengukur volumenya (Abbasalipourkabir et al. 2010; Purushothaman et al. 2012; dan Martic et al. 2011). Pada penelitian Abbasalipourkabir et al. (2010) volume tumor dihitung dengan mengukur panjang dan lebar bagian yang mengalami pembengkakan, sedangkan Purushotaman et al. (2012) dan Martic et al. (2011) menghitung volume tumor dengan mengukur panjang, lebar dan tinggi bagian tumor. Hasil penghitungan volume tumor pada jaringan mamae dari data penelitian menggunakan cara Abbasalipourkabir et al. (2010) dapat dilihat pada Gambar 6.2 dan Lampiran 13. Terlihat pada Gambar 6.2 bahwa volume tumor terus meningkat pada perlakuan DMBA tanpa pengobatan, tapi pada tikus yang dilakukan pengobatan terjadi penurunan volume tumor. Bahkan pada perlakuan nanopropolis dosis 32 dan 56 µg ml -1 dan propolis dosis 233 µg ml -1 terjadi penurunan setelah terjadi kenaikan volume tumor pada minggu kelima setelah diberi perlakuan. Bila dilihat dari sudut penurunan, perlakuan penyuntikan nanopropolis konsentrasi 56 µg ml -1 mempunyai sudut yang tajam. Hal ini karena terjadi proses pengecilan ukuran tumor yang sangat cepat. Kejadian ini mungkin disebabkan oleh dosis yang relatif tinggi dengan kandungan bahan dalam nanopropolis yang cukup untuk mengeliminir sel kanker. Pengaruh jumlah komponen bahan aktif dalam nanopropolis sangat berperan dibandingkan dengan pengaruh ukuran terhadap perbaikan jaringan akibat kanker. Gambar 6.1 Bobot badan tikus setelah induksi DMBA dan sebelum dilakukan nekropsi ( =kelompok nanopropolis 8 µg ml -1, =kelompok nanopropolis 32 µg ml -1, =kelompok nanopropolis 56 µg ml -1, =kelompok propolis 233 µg ml -1, =kelompok doksorubisin, =kelompok DMBA dan =kelompok normal)

71 49 Perlakuan nanopropolis dengan konsentrasi 8 µg ml -1 sudah terjadi penyembuhan yaitu dengan terjadinya perbaikan sel dan jaringan, walaupun masih terdapat sel tumor. Pada perlakuan nanopropolis dengan konsentrasi 32 µg ml -1 sudah terjadi penyembuhan dengan terbentuknya jaringan utuh dan banyak lemak subkutis terbentuk serta adanya kelanjar epidermis yang utuh dan banyak kelanjar epitel yang kembali utuh serta terjadi pengeringan luka bekas tumor. Demikian pula dengan perlakuan nanopropolis pada konsentrasi 56 µg ml -1 terjadi penyembuhan yang jauh lebih baik dibandingkan konsentrasi nanopropolis yang lebih rendah. Gambar 6.3 menunjukkan jaringan kulit mamae tikus hasil perlakuan pemberian nanopropolis (32 dan 56 µg ml -1 ) yang telah mengalami perbaikan jaringan kulit setelah diinduksi oleh DMBA. Gambar 6.2 Volume tumor tikus setelah induksi DMBA hingga sebelum dilakukan nekropsi ( =kelompok nanopropolis 8 µg ml -1, =kelompok nanopropolis 32 µg ml -1, =kelompok nanopropolis 56 µg ml -1, =kelompok propolis 233 µg ml -1, =kelompok doksorubisin, =kelompok DMBA dan =kontrol normal) Kondisi jaringan yang lebih baik lagi terdapat pada perlakuan nanopropolis konsentrasi 56 µg ml -1 (Gambar 6.4), yaitu terbentuknya jaringan baru yang lebih banyak dibandingkan dengan pemberian nanopropolis pada konsentrasi 8 maupun 32 µg ml -1. Hal ini membuktikan bahwa pemberian nanopropolis makin berperan dalam menyembuhkan jaringan mamae yang luka akibat tumor hasil induksi DMBA. Makin besar konsentrasi nanopropolis yang digunakan makin besar pula pengaruh yang diakibatkan oleh pemberian nanopropolis dalam penyembuhan jaringan luka akibat tumor. Adanya pengaruh yang berbeda dari konsentrasi dan waktu pemberian yang berlainan dari propolis terhadap sel kanker telah pula diteliti oleh Bufalo et al. (2007). Adanya penyembuhan luka akibat tumor karena pemberian propolis yaitu dengan terbentuknya epitel jaringan telah diteliti oleh de Moura et al. (2011).

72 50 Gambar 6.3 Jaringan kulit mamae tikus betina setelah diinduksi oleh DMBA dan mendapat perlakuan penyuntikkan a. nanopropolis (32 µg ml -1 ) dan b. nanopropolis (56 µg ml -1 ) (panah biru=epitel kulit, panah kuning=folikel rambut normal, panah putih=kapiler epidermis) (Pewarnaan HE, 200x) Pada konsentrasi 56 µg ml -1 terdapat alveole mamae yang sehat dan telihat bersih serta terlihat proses penyembuhan pada jaringan ikat, walaupun masih terdapat sel kanker. Pada Gambar 6.4a terlihat adanya alveole yang berisi plasma darah (penunjuk panah biru) merupakan hasil perbaikan jaringan mamae akibat pemberian nanopropolis. Pada tikus lain (kelompok 6) yang tidak dilakukan penyuntikan nanopropolis maupun propolis, kondisi jaringan mamae-nya masih terjadi angiogenesis dan sel kanker masuk ke dalam pembuluh darah. Pada kondisi ini, jaringan ikat sangat banyak dan menyebar hampir merata (Gambar 6.4b) seperti yang ditunjukkan dengan sel kanker (panah warna putih) dan jaringan ikat (panah merah). Gambar 6.4 a) Jaringan mamae tikus SD yang diinduksi DMBA dan diberi perlakuan nanopropolis 56 mg ml -1 setiap 7 hari sekali dalam waktu 2 bulan, b) Jaringan mamae tikus SD yang diinduksi DMBA tanpa diberi perlakuan nanopropolis maupun propolis dalam waktu 2 bulan setelah induksi. (panah hitam= alveole, panah biru=alveole terisi plasma darah, panah putih=sel kanker, panah merah=jaringan ikat) (Pewarnaan HE, 200x) Kondisi fisik jaringan mamae yang mengalami penyembuhan dapat dilihat dengan terjadi pengeringan di daerah yang telah mengalami luka akibat tumor

73 51 (Gambar 6.5a). Sedangkan jaringan mamae yang mengalami pembengkakan terjadinya tumor akibat tidak dilakukan pemberian bahan obat dapat dilihat pada Gambar 6.5b, yaitu pengaruh induksi DMBA pada tikus betina yang tidak menyalami pengobatan terdapat bengkak yang besar bahkan satu tikus dalam kelompok ini mengalami peradangan pada jaringan mamae. Pada kondisi ini dapat disebut sebagai kanker payudara stadium IV. Gambar 6.5 a) Kondisi jaringan mamae yang telah mengalami penyembuhan akibat penyuntikan nanopropolis 32 µg ml -1, b) kondisi tumor pada tikus betina akibat induksi DMBA tapi tidak dilakukan pengobatan baik dengan propolis maupun nanopropolis, dan c) kondisi tumor setelah 90 hari diinduksi DMBA sebagai awal perlakuan. (panah kuning=bekas luka yang mengering, panah putih=mamae yang membengkak karena tumor) Pengujian aktivitas propolis dalam menyembuhkan kanker terlihat bahwa pada konsentrasi propolis 233 ug ml -1 dapat menyembuhkan jaringan rusak akibat tumor dibandingkan dengan kontrol positif yaitu perlakuan induksi dengan DMBA tanpa perlakuan penyembuhan kanker yang berkembang dan terjadi penumpukkan sel kanker dan kerusakan jaringan (Gambar 6.6). Sedangkan penelitian Inoue et al. (2008) menunjukkan bahwa penghambatan pertumbuhan kanker terjadi setelah konsentrasi propolis 320 µg ml -1. Demikian pula dengan Bermúdez et al. (2006), penyembuhan luka dengan propolis 10 % hanya terjadi sebanyak 60 % saja yaitu dengan terjadinya reepitilasi. Pada jaringan kulit mamae terlihat adanya perbaikan di sekitar jaringan yang rusak yaitu dengan terjadinya reepitilasi (panah biru) dan folikel rambut (panah kuning) pada Gambar 7.6a. Sedangkan pada jaringan mamae yang hanya diinduksi DMBA dan tidak dilakukan perlakuan propolis, terbentuk luka dan dalam jaringannya banyak terdapat sel kanker (Gambar 6.6b). Pada Gambar 6.6 terlihat kondisi sel kanker sudah mengalami kematian yang ditunjukkan dengan bintik-bintik hitam pada pembuluh darah yang baru, namun masih ada sel kanker yang diperkirakan masih aktif. Hal ini dikarenakan waktu perlakuan yang masih kurang lama, sehingga proses penyembuhan masih berjalan dan masih belum tuntas. Pada perlakuan dengan propolis dengan konsentrasi 233 µg ml -1 terjadi proses penyembuhan dengan adanya pengeringan pada jaringan terkena kanker.

74 52 Gambar 6.6 Jaringan kulit mamae tikus betina setelah diinduksi oleh DMBA dan mendapat perlakuan penyuntikkan (a) propolis (233 µg.ml -1 ) dan (b) Tanpa pengobatan (kontrol positif) (panah biru=epitel kulit, panah kuning=folikel rambut normal, panah putih=peradangan) (Pewarnaan HE, 200x) Gambar 6.7 Jaringan mamae (a) dan jaringan kulit (b) tikus SD yang diinduksi DMBA dan diberi perlakuan propolis 233 μg ml -1 setiap 7 hari sekali dalam waktu 2 bulan (panah merah=pembuluh darah, panah putih=sel kanker yang mati, panah hitam=folikel rambut) (Pewarnaan HE, 200x) Pada nanopropolis dengan konsentrasi 32 µg ml -1 mempunyai kemampuan menyembuhkan kanker yang setara dengan pemberian propolis sebanyak 233 µg ml -1. Hal ini disebabkan oleh karena ukuran partikel nanopropolis yang sangat kecil sehingga bahan aktif yang masih ada dalam nanopropolis dapat masuk kedalam jaringan dengan mudah, sedangkan propolis dengan konsentrasi 233 μg ml -1 sudah aktif menghambat pertumbuhan tumor disebabkan oleh adanya komponen aktif dalam propolis yang mencegah terjadinya perkembangan tumor. Kenyataan ini disebabkan oleh adanya senyawa asam organik seperti asam kafeat dan asam firulat, polifenol dan flavonoid dalam propolis berperan menghambat proliferasi sel kanker, baik dalam nanopropolis maupun propolis. Peran flavonoid maupun asam kafeat adalah mampu menghambat terbentuknya protein kinase yang digunakan untuk proliferasi sel, akibatnya adalah terjadi penghambatan proses pembentukan sel dan berakibat terjadinya apoptosis (Madeo et al. 2004).

75 53 Sesuai dengan hasil penelitian de Moura et al. (2011), penyembuhan luka akibat tumor dapat terjadi karena pemberian propolis. Sedangkan menurut Sun et al. (2012) bahwa komponen krisin yang ada dalam propolis dapat mengecilkan volume tumor yang terjadi pada jaringan mamae mencit yang diinduksi dengan DMBA. 6.4 Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Konsentrasi nanopropolis sebesar 32 µg ml -1 sudah menunjukkan hasil yang baik terhadap penyembuhan luka dan mampu memperbaiki jaringan akibat terkena tumor serta dapat mengeliminir tumor. Demikian pula pada konsentrasi propolis bukan nanopartikel pada konsentrasi 233 µg ml Saran Perlu dilakukan uji klinis dengan pemberian propolis atau nanopropolis bila akan digunakan dalam pengobatan kanker.

76 54 6 PEMBAHASAN UMUM Lebah madu telah dikenal sejak zaman dahulu kala. Menurut catatan Kuropatnicki et al. (2013), publikasi ilmiah tentang propolis telah diterbitkan pada tahun 1928, namun sejarah telah mencatat bahwa peran lebah madu dan produk lainnya dikenal sejak sebelum Masehi. Sarang lebah merupakan bahan baku yang potensial untuk memperoleh propolis, karena mengandung bahan aktif yang sangat banyak dibandingkan dengan sarang lebah sisa pemerasan madu lebah. Kadar bahan aktif dari propolis sangat beragam bergantung pada asal sarang lebah yang dipengaruhi oleh tanaman di sekitar sarang, musim panen dan lokasi sarang lebah. Dengan menggunakan alat yang sama, pelarut yang sama dan metode ekstraksi yang sama diharapkan dapat dibedakan satu propolis dengan propolis lainnya karena hasil yang diperoleh terdapat perbedaan baik berupa kandungan bahan kimia maupun aktivitasnya. Hal ini sesuai dengan tujuan penelitian penapisan sarang lebah sebagai bahan untuk menghasilkan propolis sebagai bahan antikanker yang digunakan pada penelitian lanjutan. Namun, bila akan dijadikan standar propolis secara keseluruhan maka harus dilakukan pemilihan metode ekstraksi dan pengujian terhadap propolis yang sesuai dengan karakter dan sifat sarang lebah masing masing lokasi yang berbeda. Dengan menggunakan alat, pelarut (konsentrasi dan jumlah) dan metode yang sama dilakukan ekstraksi terhadap sarang lebah dan pengujian propolis sebagai bahan antikanker yang berasal dari lima lokasi di Indonesia (Bab 3) ditentukan sarang lebah dari Pandeglang untuk dilanjutkan pada penelitian selanjutnya (Bab 4 dan 5). Dengan menggunakan alat, pelarut (konsentrasi dan jenis pelarut) dan metode pengujian yang sama dilakukan ekstraksi terhadap sarang lebah dan pengujian propolis sebagai bahan antikanker yang berasal dari lima lokasi di Indonesia (Bab 3). Hal ini diharapkan agar penilaian terhadap propolis dari lima lokasi tersebut seimbang. Kemampuan antioksidan propolis mempunyai nilai yang sangat beragam bila dilakukan dengan menggunakan metode pengukuran yang berbeda (Cottica et al. 2011). Demikian pula dengan korelasi antara flavonoid dengan aktivitas antioksidan, metode penghambatan radikal bebas DPPH sangat cocok untuk propolis yang mengandung kadar flavonoid tapi metode penghambatan ion besi (Fe 3+ ) sangat kecil korelasinya dengan kadar flavonoid (Sawaya et al. 2011). Pengukuran total flavonoid menggunakan reaksi pewarnaan AlCl 3 menggunakan metode spektroskopi dengan standar kuersetin biasa digunakan terhadap propolis asal Eropa, tapi bukan pada propolis asal Brasil yang terpusat pada pengaruh komponennya maupun terhadap sarang lebah yang mengandung asetofenon dan benzofenon (Sawaya et al. 2011). Analisis kandungan fenolat dapat menggunakan metode Folin-Ciocalteau dengan standar fenol atau asam galat. Hasil uji fitokimia propolis hasil ekstraksi sarang lebah dari lima lokasi di Indonesia menunjukkan bahwa semua propolis mengandung tanin dan flavonoid. Oleh karena itu penilaian terhadap suatu propolis harus disesuaikan dengan asal propolis, jenis dan konsentrasi pelarut yang digunakan maupun alat dan teknik ekstraksi yang digunakan. Demikian pula tujuan penggunaan propolis menjadi dasar pemilihan metode ekstraksi, jenis dan konsentrasi pelarut yang digunakan serta pengujian aktivitas lain yang dilakukan baik secara in-vitro maupun in-vivo. Mengingat penggunaannya yang luas dan

77 55 racunnya yang kurang dibandingkan dengan obat sintetik, maka diperlukan standar mutu propolis namun karena komponen propolis sangat beragam dan sulit untuk dilakukan standardisasi dan menerapkannya pada propolis (Toreti et al. (2013). Hasil penelitian kedua yang diungkap pada bab 4 menunjukkan bahwa terjadi perbedaan rendemen hasil ekstraksi akibat perbedaan perlakuan pemanasan gelombang mikro dan nisbah pelarut etanol 70%-sarang lebah. Perbedaan terjadi pula pada kemampuan induksi apoptosis setiap hasil perlakuan satuan percobaan yang dilakukan. Rendemen tertinggi sebesar pada proses ekstraksi sarang lebah menggunakan nisbah pelarut etanol 70%-sarang lebah 22.7 dengan pemanasan gelombang mikro selama 20 menit, berikutnya adalah induksi apoptosis terkuat yang menghasilkan jumlah sel petite sebanyak 84.9% berasal dari ekstraksi sarang lebah menggunakan nisbah pelarut etanol 70%-sarang lebah 30 dengan pemanasan gelombang mikro selama 20 menit. Rendemen yang dihasilkan makin tinggi sejalan dengan tingginya waktu pemanasan, namun tidak mencapai maksimum pada waktu yang tertinggi disuga adanya bahan yang mudah menguap yang hilang sesuai dengan bertambahnya waktu pemanasan gelombang mikro setelah 30 menit berlalu. Sedangka pengaruh perbandingan pelarut etanol 70%-sarang lebah memberikan kesempatan terdifusinya komponen bahan aktif dalam propolis kedalam pelarut dan keluar dari sarang lebah, namun sampai batas tertentu karena jumlah komponen dan rongga yang ada dalam pelarut yang terbatas membatasi jumlah rendemen yang dihasilkan. Selanjutnya hasil pengolahan data hasil ekstrak dan pengujian induksi apoptosis diperoleh persamaan matematika yang dapat memprediksi kondisi terbaik rendemen dan kemampuan propolis dalam menginduksi apoptosis terhadap sel S.cereviseae. Hasil rendemen dan kemampuan induksi apoptosis maksimum diprediksi pada proses ekstraksi dengan nisbah pelarut etanol 70%-sarang lebah 20 selama 27 menit pemanasan dengan gelombang mikro. Kemampuan induksi apoptosis dari propolis yang dihasilkan menunjukkan pengaruh adanya komponen aktif yang terekstrak dan adanya bahan komponen aktif yang mudah menguap menghilang dari filtrat dan mempegaruhi kemampuan menginduksi apoptosis. Hasil validasi kondisi terbaik diperoleh rendemen sebanyak 12.67% dengan kemampuan induksi apoptosis terhadap sel S.cereviseae 70.32%. Sesuai dengan uji fitokimia yang diperoleh, ternyata bahwa propolis asal Pandeglang mempunyai kadar flavonoid sebesar µg ml -1 dan termasuk dalam kategori sedang, karena masih ada propolis dari daerah lain yang nilainya dibawah serta ada propolis dengan nilai kadar total flavonoid yang lebih besar. Kandungan kadar total flavonloid ini tercermin pula dalam hasil uji komponen kimia dengan metode HPLC dan pada uji gugus fungsional FTIR terdapat panjang gelombang yang kemungkinan adalah gugus fungsional yang berasal dari komponen flavonoid. Dengan adanya komponen bahan aktif pada propolis seperti yang ditunjukkan hasil HPLC, terlihat juga kemampuannya dalam menginduksi apoptosis sel S. cereviseae dan aktivitas dalam menghambat proliferasi sel lestari kanker payudara MCF-7. Hubungan antara kemampuan induksi apoptosis dengan antisitotoksik sel lestari kanker payudara menunjukkan kemampuannya sebagai bahan antikanker. Hasil pengujian dalam menghambat sebanyak 50% sel lestari kanker payudara MCF-7 diperoleh konsentrasi 233 µg ml -1. Nilai ini dapat dikategorikan kurang kuat, namun karena mengandung flavonoid yang beragam

78 56 serta aktivitas yang lainnya maka propolis ini dapat ditingkatkan kemampuannya untuk digunakan sebagai bahan antikanker. Hal ini mengingat bahwa bahan antikanker yang akan digunakan sebagai obat harus mempunyai kemampuan lain misalnya antiimflamasi, bahan penenang dan pencahar selain kemampuannya dalam menghambat serta mengeliminir sel kanker. Selain bahan aktif yang terinklusi dalam β-siklodekstrin, kelarutan propolis menjadi lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya (Kalogeropoulos et al. 2009). Bentuk nanopropolis ini lebih efektif dibandingkan dengan propolis bahkan terhadap sel kanker lestari yang resisten terhadap propolis (Kim et al. 2008) dan dapat meningkatkan sel T dan sinergis dengan phytohemagglutinin dan dapat meningkatkan jumlah mrna interleukin-2 dan interferon-γ (Yuan et al. 2013). Menurut Watanabe et al. (2011), adanya kemampuan antisitotoksik menjadikan propolis dapat digunakan sebagai antikanker. Telah banyak penelitian yang bertujuan menemukan bahan alam dan sintetik yang dapat digunakan sebagai bahan pencegah dan atau dapat mengatasi kanker. Orsolic (2010) menyimpulkan bahwa dengan komponen polifenol atau flavonoidnya menjadikan propolis berpotensi digunakan dalam kemoterapi dan radioterapi saat mengatasi kanker. Dalam rangka meningkatkan bioaviabilitas propolis sebagai bahan antikanker dilakukan proses pembuatan nanopropolis. Menurut Zhang et al. (2006), dalam mengatasi kanker diperlukan pengangkut obat menggunakan pembawa yang berukuran partikel nano. Partikel berukuran nano ini dapat meningkatkan efikasi bahan tapi pengaruh jeleknya sedikit karena menggunakan bahan yang permeabilitas tinggi dan pengaruh retensi serta pencapaian target pada bagian sakit secara tepat. Hal ini menjadi dasar dilakukan pembuatan nanopropolis dengan penginklusi β-siklodekstrin. Hasil penelitian ketiga yang diungkap pada bab 5 menunjukkan bahwa proses inklusi, re-solubilisasi dan stablisasi dapat menghasilkan partikel berukuran nano dan mempunyai kemampuan mematikan sel lestari kanker payudara MCF-7. Ukuran partikel yang dihasilkan dari 20 satuan percobaan berkisar antara 78.9 hingga nm dan kemampuan mematikan sel lestari kanker MCF-7 hingga 84.52%. Dengan menggunakan metode statistika diperoleh bahwa waktu inklusi dan re-solubilisasi dapat mencapai kondisi optimum dengan waktu stabilisasi sebesar 20 menit. Pembuatan nanopropolis menggunakan tiga tahap tersebut sangat erat dan perlu. Pada tahap pertama bertujuan mencampur semua bahan yang akan dibuat partikel nano sehingga terjadi inklusi. Tahap kedua bertujuan untuk melanjutkan proses inklusi bahan aktif pada β-siklodekstrin dan dapat mengecilkan bahan. Sedangkan tahap ketiga bertujuan menyempurnakan proses pembentuk partikel nano sehingga membuat nanopropolis stabil. Kemudian pada proses pembuatan propolis tahap pertama diakhiri dengan pengeringan campuran bahan bertujuan untuk menghilangkan pelarut etanol 70% dalam pelarut propolis. Pada re-solubilisasi dan stabilisasi dilakukan juga perubahan ph menggunakan larutan penyangga fosfat bertujuan untuk mengubah gugus fungsional dalam β-siklodekstrin dan komponen bahan aktif propolis sehingga dapat berikatan (Wenz et al. 2008). Pada gabungan peubah yang digunakan terjadi kondisi terbaik dalam menghasilkan ukuran partikel maksimum dan kemampuan antiproliferasi terbesar dicapai pada kondisi waktu pengadukan pada tahap inklusi, re-solubilisasi dan stabilisasi masingmasing selama 20, 20 dan 30 menit. Perlakuan waktu inklusi dan re-solubilisasi

79 57 yang mencapai kondisi optimum merupakan proses pengecilan ukuran tahap pertama dan kedua dalam proses pembuatan nanopartikel yang dilakukan oleh Aimi et al. (2009). Sedangkan tahap ketiga merupakan proses pembentukan granul yang berukuran nano dan upaya stabilisasi. Hal ini sejalan dengan hasil yang diperoleh bahwa waktu pengadukan pada tahap stabilisasi masih lebih lama lagi untuk menghasilkan kondisi optimum. Pada proses pembuatan nanopropolis tahap pertama diharapkan terjadi inklusi antara bahan aktif dalam propolis, demikian pula pada proses re-solubilisasi dan stabilisasi. Dengan perubahan ph lingkungan (tahap re-solubilisasi dan stabilisasi) diharapkan gugus aktif baik dari β-siklodekstrin maupun komponen aktif propolis saling berikatan membentuk senyawa baru dengan dasar β-siklodekstrin. Ikatan yang terjadi ini diharapkan akan terlepas saat nanopropolis dalam tubuh. Nagavarma et al. (2012) dan Swami et al. (2012) menyatakan bahwa partikel nano untuk herbal tradisional berukuran 10 hingga 1000 nm. Oleh karena itu pengaruh nanopropolis menunjukkan hasil yang hampir sama antara satu satuan percobaan dengan satu satuan percobaan lainnya. Demikian juga dengan hasil penelitian selanjutnya dari bab 5, menunjukkan bahwa peubah jumlah propolis dan jumlah β-siklodekstrin yang digunakan menghasilkan kondisi terbaik pada 30 mg propolis dengan 350 mg β- siklodekstrin. Nanopropolis yang dihasilkan pada kondisi terbaik berbentuk serbuk (Gambar 7.1) dengan kadar air sebesar 6.68%. Dengan bentuk serbuk ini diperkirakan nanopropolis lebih tahan lama dan lebih aktif dibandingkan dengan bentuk bukan partikel nano. Selain bioaviablitasnya yang meningkat, nanopropolis yang dihasilkan juga akan tetap aktif dan tahan lama disimpan (Avanco dan Bruschi 2008; Kalogeropoulos et al. 2009; dan Pool et al. 2012) Untuk mengetahui hubungan antara jumlah sel lestari MCF-7 yang mati akibat perlakuan nanopropolis dengan ukuran partikel tertentu dapat disajikan data bentuk diagram pancar dari hasil penelitian nanopropolis dengan inklusi, resolubilisasi dan stabilisasi (Gambar 7.2). Gambar 7.1 Serbuk nanopropolis hasil pembuatan pada kondisi terbaik tahap kedua Setelah data tersebut diolah dengan uji korelasi (Design Expert 7.0.0, free trial) diperoleh nilai r sebesar -0.1, artinya bahwa terdapat korelasi negatif antara

80 58 ukuran partikel nanopropolis dengan jumlah kematian (%) sel lestari kanker MCF-7 artinya adalah bahwa dengan meningkatnya ukuran partikel akan terjadi penurunan jumlah sel lestari kanker MCF-7 yang mengalami kematian. Penelitian yang dilakukan oleh Bhattarcharjee et al. (2012) menyatakan ada hubungan antara ukuran partikel dengan daya serap bahan namun tergantung pada jenis dan komposisi bahan yang diujikan. Hal yang sama juga dinyatakan oleh Lim et al (2011). Namun menurut Yu et al. (2012) perbedaan ukuran nanopartikel tidaklah spesifik masuk ke dalam jaringan tubuh karena partikel nano dapat masuk kedalam jaringan yang terkena kanker walaupun secara pasif. Oleh karenanya Soppimath et al. (2001) membuat kategori ukuran partikel nano untuk herbal tradisional bukan 1 hingga 100 nm, namun antara 10 hingga 1000 nm. Gambar 7.2 Hubungan antara respon sifat fisik rata-rata ukuran partikel terhadap jumlah sel lestari MCF-7 yang mengalami kematian akibat pemberian nanopropolis pada berbagai ukuran hasil perlakuan (warna kotak menunjukkan satuan percobaan) Pengukuran kristalinitas dilakukan dengan difraksi sinar X menghasilkan nanopropolis mempunyai tingkat kristalinitas sebesar 88,7%, sedangkan bentuk propolis 31% dan β-siklodekstrin sebesar 83% (Gambar 7.3). Hasil tersebut menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kristalinitas propolis karena proses pembuatan nanopropolis. Penambahan yang terjadi adalah karena penambahan β- siklodekstrin dan penambahan komponen larutan penyangga fosfat. Hal ini disebabkan karena β-siklodekstrin maupun bufer fosfat dalam kondisi kering berbentuk powder dan mempunyai kristalinitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan propolis. Perubahan gugus fungsional dalam β-siklodekstrin akan terlihat pada hasil pengukuran FTIR, gugus fungsional OH sangat banyak mengalami perubahan pada kompleks nanopropolis-β-siklodekstrin dibandingkan dengan pada propolis bukan nanopartikel (Gambar 7.4). Perubahan gugus fungsional OH ini menunjukkan ada inklusi bahan aktif propolis pada gugus fungsional β- siklodekstrin (Fifere et al. 2012; Kim et al. 2008). Perubahan juga terjadi pada gugus fungsional C=O dan CH 2. Pola FTIR nanopropolis tersebut hampir sama dengan pola FTIR nanokuersetin yang diteliti oleh Pool et al. (2012), pola FTIR

81 59 dari β-cyclodextrin-para-chlorobenzonitrile yang diteliti oleh Patil et al. (2012), maupun pola FTIR dari triacetyl-β-siklodekstrin yang diteliti oleh Bratu et al. (2004). Hal ini menunjukkan bahwa komponen bahan aktif propolis telah mengalami inklusi pada β-siklodekstrin (Chen et al. 2005). Inklusi bahan aktif propolis pada β-siklodekstrin terjadi pada gugus fungsional hidrofobik yang berada dalam bagian dalam formasi kimia β-siklodekstrin. Dugaan ini sesuai pula dengan penelitian Isadiartuti dan Martodihardjo (2007) bahwa β-siklodekstrin terinklusi secara eksotermik pada gugus hidrofobik dan terjadi dengan spontan dengan terjadinya peningkatan ketidakteraturan sistem. Gambar 7.3 Tampilan kromatogram XRD propolis (panah merah), nanopropolis (panah biru) dan komplek hasil campuran propolis dengan β-siklodekstrin dengan proses inklusi (panah kuning) pada rentang sudut 40 derajat Hasil analisis HPLC ternyata bahwa setelah nanopropolis diekstrak dengan metanol kandungan flavonoid dan asam organik masih ada. Diantaranya asam firulat (0,17%), asam kafeat (30,91%), epigenin (0,53%), krisin (2,16%), dan tektokrisin (14,67%). Sesuai dengan penelitian Coneac et al. (2009), de Souza et al. (2004), Nafady et al. (2003), dan Rocha et al. (2012) bahwa β-siklodekstrin dapat menjadi penginklusi dalam pembuatan nanopartikel. Keberadaan flavonoid atau tidak rusaknya senyawa ini dilaporkan pada penelitian Pool et al. (2012) dan Zheng et al. (2004) pada proses pembuatan nanopartikel kuersetin. Secara rinci Kalogeropoulos et al. (2009) telah memisahkan komponen aktif propolis asal Yunani yang terenkapsulasi pada kompleks dengan β-siklodekstrin. Kesimpulan Kalogeropoulos et al. (2009) tersebut disebabkan karena adanya ikatan yang kuat, van der Waals dan ikatan hidrogen pada β-siklodekstrin yang terjadi dengan komponen dalam propolis. Namun demikian, bila dibandingkan dengan jumlah dan jenis komponen propolis maka komponen dalam nanopropolis ini mengalami perubahan. Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya bahan yang mudah menguap dan amorf dalam propolis yang hilang. Distribusi ukuran partikel nanopropolis kurang dari 215 nm sebanyak 90%, atau rata-rata sebesar 171 nm (Gambar 7.5). Tampilan SEM dari nanopropolis dapat dilihat pada Gambar 8.6. Hal ini menunjukkan bahwa proses pembuatan

82 60 nanopropolis sudah berhasil dengan baik walaupun ukurannya lebih dari 100 nm. Hasil penelitian ini, ukuran nanopropolis lebih kecil dibandingkan dengan nanokatekin 410,59 nm atau nanokuersetin 399,67 nm (Pool et al. 2012) namun masih lebih besar dibandingkan dengan nanopropolis hasil penelitian Kim et al. (2008) yaitu sekitar 50 nm. Tapi ukuran nanopropolis hasil penelitian ini masih dalam kategori nanopartikel, sesuai pernyataan Nagavarma et al. (2012) dan Swami et al. (2012). Penampakan adanya partikel berukuran nano terlihat pada hasil SEM, walaupun masih ada partikel yang masih besar (Gambar 7.6). Dari hasil pengukuran distribusi ukuran partikel ditemukan bahwa hanya 10% partikel yang berukuran lebih dari 215 nm (sebanyak 90%) dari rata-rata ukuran partikel nanoprolis 171 nm. Panjang Serapan, cm -1 Gambar 7.4 Tampilan kromatogram FTIR nanopropolis dan propolis pada rentang cm -1 (panah biru=nanopropolis dan panah kuning=ekstrak etanol propolis) Gambar 7.5 Grafik distribusi partikel nanopropolis pada kondisi terbaik proses pembuatan nanopropolis tahap kedua

83 61 Hasil penelitian tahap keempat yaitu kajian aktivitas nanopropolis sebagai bahan antikanker secara in-vivo menggunakan hewan model yaitu tikus betina strain Sprague-Dawley disajikan dalam bab 6. Pada bab 6 menghasilkan bahwa nanopropolis dengan konsentrasi 32 µg ml -1 sudah dapat menyembuhkan luka akibat tumor dan dapat mengeliminir sel kanker akibat pemberian DMBA. Pengaruh konsentrasi dalam penyembuhan kanker menunjukkan bahwa makin tinggi konsentrasi uji makin baik pengaruhnya dalam menyembuhkan luka akibat kanker dan dapat mengeliminir sel kanker. Pada perlakuan 32 dan 56 µg ml -1 setara dengan perlakuan propolis dengan dosis 233 µg ml -1. Gambar 7.6 Tampilan penampakan mikroskopis menggunakan SEM nanopropolis hasil proses pembuatan pada kondisi terbaik (pembesaran 4000 x) Menurut Goldberg et al. (2013) bahwa selain melalui pembuluh darah, nanopartikel yang masuk dalam sel tubuh melalui celah tranportasi yang berukuran kecil. Dengan demikian komponen propolis berperan sebagai penyembuh sakit, penghambat angiogenesis dan melakukan induksi apoptosis dengan berbagai cara kerja, baik setelah masuk kedalam sel maupun di luar sel (extrinsic). Menurut Daniels et al. (2012) β-siklodekstrin akan masuk kedalam sel tumor melalui jalur transferrin-receptor (TfR). Selanjutnya Sawicka et al. (2012) dan Szliszka et al. (2011) menyatakan bahwa jalannya penyembuhan kanker dari luar sel oleh propolis dimulai dari pengaktifan tumor necrosis factor related apoptosis inducing ligand (TRAIL) sampai dengan pengaktifan caspase (3, 6 dan 7), inaktivasi nuclear factor-kappab (NF-kB) dan aktivasi mitogen-associated protein kinase and p38 pathways (MAPK/p38) serta aktivasi apoptosis signalregulating kinase 1 (Ask-1). Sedangkan jalannya penyembuhan kanker dari dalam sel oleh propolis dimulai dari inaktivasi B cell lymphoma 2 protein/x protein (Bcl-2/Bcl-X), inaktivasi inhibitor of apoptosis proteins (IAP), aktivasi Bcl-2 associated X protein (Bax), aktivasi Bcl-2 homologous antagonist/killer protein (Bak), aktivasi caspase-8 dan langsung telibat dalam penghambatan pada siklus sel. Pada proses ektraksi propolis maupun pembuatan nanopropolis belum mencapai kondisi optimum namun sudah mencapai kondisi terbaik dari peubah-

84 62 peubah yang ada. Oleh karena itu diperlukan pengujian parameter yang berhubungan dengan proses yang dilakukan. Pada proses ekstraksi dengan pelarut etanol dan pemanasan gelombang mikro perlu perubahan urutan perlakuan, asalnya mulai dari pengadukan dengan orbital shaker lalu pemanasan gelombang mikro diubah menjadi pemanasan gelombang mikro kemudian pengadukan orbital shaker. Demikian juga dengan konsentrasi etanol yang digunakan perlu dilakukan uji berbagai konsentrasi etanol untuk melarutkan komponen bahan aktif dalam propolis. Pada tahap pembuatan nanopropolis, diperlukan pengujian yang lebih banyak yang dapat mencerminkan gambaran hasil proses pembuatan nanopropolis maupun kemampuan dari propolis yang dihasilkan. Namun demikian, teknologi proses yang akan dikembangkan untuk pembuatan nanopartikel ini dapat menggunakan sumber bahan aktif yang berbeda jenis, asal maupun cara ekstraksinya atau dengan karakteristik bahan aktif yang berbeda. Sedangkan dalam aplikasinya dapat juga digunakan untuk tujuan selain antikanker payudara misalnya kanker pankreas, kanker usus, kanker serviks atau kanker hati maupun jenis kanker yang lainnya. Namun dengan teknologi yang relatif sederhana ini dapat meningkatkan nilai tambah produk propolis. Hal ini mengingat bahwa propolis dengan konsentrasi 233 μg ml -1 setara dengan nanopropolis dengan konsentrasi 32 μg ml -1 sehingga terdapat nilai tambah sebesar 700%. Apabila akan diberikan pada manusia dalam uji klinis, maka dosis nanopropolis harus lebih dari 1792 μg ml -1 atau propolis harus lebih dari μg ml -1. Hasil ini merupakan konversi yang dilakukan dengan asumsi bahwa bobot tikus adalah 200 g dan bobot manusia pada uji klinis adalah 70 kg sesuai dengan dosis anjuran Laurence dan Bacharach (1964).

85 63 8 KESIMPULAN DAN SARAN 8.1 Kesimpulan Hasil terbaik ekstraksi propolis yang meliputi rendemen, kadar total flavonoid, kemampuan menghambat radikal bebas DPPH, induksi apoptoses Saccharomyces cerevisiae dan antisitotoksik sel lestari kanker payudara MCF-7 berturut-turut diperoleh pada propolis berasal dari Pekanbaru (19.97%), Kendal (46.60%), Pandeglang (68.94 µg ml -1 ), Kendal (81.44%), dan Makassar (47.71% sel hidup). Propolis hasil ekstraksi sarang lebah Trigona spp dari lima lokasi di Indonesia mengandung komponen senyawa flavonoid. Kemampuan maksimum induksi apoptosis sel S. cerevisiae ditunjukkan oleh propolis yang diekstrak dengan pelarut etanol 70% pada nisbah 20 serta pemanasan gelombang mikro 30 menit. Hasil verifikasi menunjukkan kemampuan induksi apoptosis dengan jumlah persentase sel petite 70.32% dengan hasil yang diperoleh sebanyak 12.67% (b/b). Propolis Trigona spp asal Pandeglang, Indonesia mempunyai aktivitas antioksidan (IC 50 ) sebesar µg ml -1, mematikan 50% sel kanker MCF-7 pada konsentrasi 233 µg ml -1, dengan nilai IC 50 induksi apoptosis sel S. cerevisiae sebesar 6.02 µg ml -1. Hasil penelitian proses nanoteknologi menggunakan cara inklusi, resolubilisasi dan stabilisasi untuk pembuatan nanopropolis diperoleh kondisi terbaik menghasilkan ukuran partikel sebesar nm dan kemampuan antisitotoksik terhadap sel lestari kanker payudara MCF-7 sebesar 83.45% pada waktu inklusi, re-solubilisasi dan stablisasi masing-masing 20, 20 dan 30 menit. Hasil penelitian pembuatan nanopropolis dengan cara inklusi, resolubilisasi dan stabilisasi pada β-siklodekstrin diperoleh kondisi terbaik sebagai bahan antiproliferasi sel lestari kanker payudara MCF-7 dengan menggunakan propolis sebanyak 30 mg dan 350 mg β-siklodekstrin. Hasil pengujian nanopropolis diperoleh nilai IC 50 pada 10.2 µg ml -1 terhadap sel lestari kanker payudara MCF-7. Ukuran rata-rata partikel nanopropolis pada kondisi terbaik sebanyak 171 nm. Nanopropolis yang dihasilkan ini mempunyai tingkat kristalinitas 88.7% dan mengalami perubahan gugus fungsional terutama pada gugus OH yang menjadi lebih lebar dibandingkan dengan propolis maupun β- siklodekstrin. Komponen bahan aktif propolis masih ada dalam nanopropolis hasil pembuatan pada kondisi terbaik. Pada uji aktivitas antikanker payudara nanopropolis pada tikus betina strain Sprague-Dawley yang diinduksi DMBA diperoleh bahwa dosis nanopropolis sebesar 32 µg ml -1 dan konsentrasi propolis 233 µg ml -1 sudah menunjukkan kemampuan mengeliminir tumor payudara, yang ditunjukkan dengan mengecilnya volume tumor, terjadi penyembuhan terhadap luka akibat tumor dan berkurangnya jumlah sel tumor dalam jaringan mamae hewan uji. 8.2 Saran Perlu dilakukan penelitian terhadap propolis selain dari lima lokasi yang telah diteliti untuk meningkatkan potensi daerah sebagai penghasil propolis. Perlu

86 64 dilakukan pengujian terhadap propolis dari berbagai daerah dengan berbagai metode pengujian sehingga diperoleh metode pengujian yang sesuai dengan ragam asal propolis. Perlu dilakukan standardisasi propolis bila akan dikomersialkan. Perlu dilakukan uji klinis dengan pemberian propolis atau nanopropolis bila akan digunakan dalam pengobatan kanker.

87 65 DAFTAR PUSTAKA Abbasalipourkabir R, Salehzadeh A, Abdullah R Antitumor activity of tamoxifen loaded solid lipid nanoparticles on induced mammary tumor gland in Sprague-Dawley rats. Afr J Biotech. 9(43): Aimi M, Nemori R, Ogiwara K; penemu. 12 Nov Casien Nanoparticle. US A1. Anonim Bee Propolis. [18 Jan 2006]. Anonim Design Expert 7. [ [11 Juni 2013]. Avanco, Bruschi ML Preparation and characterisation of ethylcellulose microparticles containing propolis. J Basic Appl Pharm Sci. 29(2): Ayer DE, Lawrence QA, Eisenman RN Mad-Max transcriptional repression is mediated by ternary complex formation with mammalian homologs of yeast repressor Sin3. Cell. 80: Bankova V, Popova M, Bogdanov S, Sabatini AG Chemical Composition of European Propolis: Expected and Unexpected Results. Z Naturforsch. 57(c): Bankova V Propolis of stingless bee: a promising source of biologically active compounds. Pharmacog Rev 1: Bankova VS, Popova M Propolis of stingless bee: a promising source of biologically active compounds. Pharmacog Rev 1: Bankova VS, Castro SL, Marcucci MC Propolis : recent advances in Chemistry and Plant Origin. Apidol. 31:3-15. Bermúdez IC, García GS, Piloto AA, Pérez YF, Valdivieso AG Effect of the Cuban propolis collected in Manzanillo area on the wounds healing in rats. Pharmacol. 3: Bisht S, Fieldmann, Soni Sh, Ravi R, Karikar C, Maitra A, Maitra A Polymeric nanoparticle-encapsulated curcumin ( nanocurcumin ):a novel strategy for human cancer therapy. J Nanotechnobiol. 5(3)1-18. Bhaskar K, Anbu J, Ravichandiran V, Venkateswarlu V, Rao YM Lipid nanoparticles for transdermal delivery of flurbiprofen: formulation, in-vitro, ex-vivo and in vivo studies. Lipids Health Disease. 8(6): Bhatia-Kissova I, Camougrand N Mitophagy in yeast: actors and physiological roles. FEMS Yeast Res. 10(8): Bhattarcharjee S, Ershov D, Fytianos K, van der Gucht J, Alink GM, Rietjens IMCM, Marcelis ATM, Zuilhof H Cytotoxicity and cellular uptake of triblock copolymer nanoparticles with different size and surface characteristics. Particle Fibre Toxicol. 9(11):1-19. Bilensoy E, Gurkaynak O, Ertan M, Sen M, Hincal AA Development of nonsurfactant cyclodextrin nanoparticles loaded with anticancer drug paclitaxel. J Pharm Sci. 97(4): Box GEP, Wilson KB On the Experimental Attainment of Optimum Conditions. J Royal Statist Soc B Method. 13(1):1-45. Bratu I, Kacso I, Borodi Gh, Constantinescu DE, Dragan F Inclusion compound of Fosinopril with β-cyclodextrin. Spectroscopy. 23: Caron DM Stingless bees: a vanishing art. Apiacta. 3:1-2.

88 66 Bufalo MC, Candeias MGJ, Sforcin JM In vitro Cytotoxic Effect of Brazillian Green Propolis on Human Laryngeal Epidemoid Carcinoma (HEP-2) Cells. Advance Access Pub. 6(4): Chang CC, Yang MH, Wen HM, Chern JC Estimation of total flavonoid content in propolis by two complementary colorimetric methods. J Food Drug Analysis 10: Chang HY, Ho YL, Sheu MJ, Lin YH, Tseng MC, Wu SH, Huang GJ, Chang YS Antioxidant and free radical scavenging activities of Phellinus merrillii extracts. Bot Stud J. 48: Chang R, D Piló-Veloso, Sal M, Nascimento EA Analysis of a Brazilian green propolis from Baccharis dracunculifolia by HPLC-APCI-MS and GC-MS. Rev Bras Farmacog. 18: Chen ChN, Weng MSh, Wu ChL, Lin JK Comparison of Radical Scavenging Activity, Cytotoxic Effects and Apoptosis Induction in Human Melanoma Cells by Taiwanese Propolis from Different Sources. Advance Access Pub, ecam. 1(2): Chen M, Diao G, Zhang E Study of inclusion complex of beta-cyclodextrin and nitrobenzene. Chemosphere. 63: Chen YW, Wu SW, Ho KK, Lin SB, Huang CY, Chen CN Characterisation of Taiwanese propolis collected from different locations and seasons. J Sci Food Agric. 88(3): Choil WS, Kwak SS, Kim HI Improvement of bioaviability of water insoluble drugs: potential of nano-sized grinding technique. Asian J Pharm Sci. 1:27-30 Chow ST, Chaw WW, Chung YC Antioxidant Activity and Safety of 50% Ethanolic Red Bean Extract (Phacedus raditus L. Var Aurea). J Food Sci. 68(1): Cirpanli Y, Bilensoy E, Calis S, Hincal AA Stabilization of camptothecin in PLGA nanoparticles. Eur J Pharm Sci. 32(1): Coneac G, Gafiţanu E, Hădărugă DI, Hădărugă NG, Pînzaru IA, Bandur G, Ursica L, Păunescu V, Gruia A Flavonoid Contents of Propolis from the West Side of Romania and Correlation with the Antioxidant Activity. Chem Bull "POLITEHNICA" Univ. Timisoara. 53(67, 1-2): Coneac G, E Gafitanu, NG Hadaruga, DI Hadaruga, A Rivis, D Parvu Quercetin and rutin/2-hydroxypropyl-β-cyclodextrin nanoparticles: obtaining, characterization and antioxidant activity. J Agroalimentary Processes Technol. 15(3), Cordeiro MC, Kaliwal BB Antioxidant Activity of Bark Extract if Bridelia retusa SPRENG on DMBA Induced Mammary Carcinogenesis in Female Sprague Dawley Rats. J Phramacog. 2(1): Cottica SM, Sawaya ACHF, Eberlin MN, Franco SL, Zeoula LM, Visentainer JV Antioxidant activity and composition of propolis obtained by different methods of extraction. J Braz Chem Soc. 22 (5): Cunha IBS, Rodrigues MLT, Meurer EC, Bankova VS, Marcucci MC, Eberlin MN, Sawaya ACHF Effect of the maceration time on chemical composition of extracts of Brazilian propolis. J Apicultural Res. 45(3):

89 67 Cunha IBS, Sawaya ACHF, Caetano FM, Shimizu MT, Marcucci MC, Drezza FT, Povia GS, Carvalho PO Factors that influence the yield and composition of Brazilian propolis extracts. J Braz Chem Soc.15: da Silva FC, Trindade CSF, de Alencar SM, Thomazini M, Balieiro JCC Physico-chemical properties, antioxidat activity and stability of spary-dried propolis. J Apiproduct Apimedical Sci. 3(2): da Silva KR, Mathias FT, Dutra KA, Kleinubing AD, Santa HSD, Buriol L, Torres YR, Monteiro MC. 2011a. Antimicrobial Activity from a Brazilian Propolis Oily Extract Compared with Other Propolis Extracts. Rev Ciên Exatas Nat. 12(2): Daniels TR, Bernabeu E, Rodriguez JA, Patel S, Kozman M, Chiappetta DA, Holler E, Ljubimova JY, Helguera G, Penichet ML Transferrin receptors and the targeted delivery of therapeutic agents against cancer. Biochim Biophys Acta. 1820(3): Das RK, Kasoju N, Bora U Encapsulation of curcumin in alginatechitosan-pluronic composite nanoparticles for delivery to cancer cells. Nanomed : Nanotechnol Biol Med. 6: Dash N, Chipem FA, Krishnamoorthy G Encapsulation of 2-(4'-N,Ndimethyl-amino)phenylimidazo[4,5-b]pyridine in beta-cyclodextrin: effect on H-bond-induced intramolecular charge transfer emission. Photochem Photobiol Sci. 8(12): Daugsch A, Moraes CS, Fort P, Park YK Brazilian Red Propolis Chemical Composition and Botanical Origin. Evid Based Complement Alternat Med. 5(4): de Castro PA, Savoldi M, Bonattio D, Barros MH, Goldman MHS, Berretta AA, Goldman GH Molecular Characterization of Propolis Induced Cell Death in Saccharomyces cerevisiae. Eucariotic Cell. 10(3): de Castro SL, Higashi Effect of different formulations of propolis on mice infected with Trypanosoma cruzii. J Ethnopharmacol. 46(1): de Moura SAL, G Negri, A Salatino, LDC Lima, LPA Dourado, JB Mendes, SP Andrade, MAND Ferreira, DC Cara Aqueous Extract of Brazilian Green Propolis: Primary Components, Evaluation of Inflammation andwound Healing by Using Subcutaneous Implanted Sponges. Evid Based Complement Alternat Med. 2011:1-8. de Souza AO, Santos-Jr RR, Sato DN, de Azevedo MMM, Ferreira DA, Melo PS, Haun M, Silva CL, Durán N Free 2-Propen-1-amine Derivative and Inclusion Complexes with β-cyclodextrin: Scanning Electron Microscopy, Dissolution, Cytotoxicity and Antimycobac-terial Activity. J Braz Chem Soc. 15(5): Dean JM Extraction Methods for Environmental Analysis. John Wiley and Sons. London. Diab AAA, EAA El-Azizi, AA Hendawy, MH Zahra, RZ Hamza Antioxidant Role of both Propolis and Ginseng against Neurotoxicity of Chlorpyrifos and Profenofos in Male Rats. Life Sci J. 9(3): Dota KFD, Consolaro MEL, Svidzinski TIE, Bruschi ML Antifungal Activity of Brazilian Propolis Microparticles against Yeasts Isolated from Vulvovaginal Candidiasis. Evid Based Complement Alternat Med. 1-8.

90 68 Ekambaram P, Sathali AAH, Priyanka K Solid Lipid Nanoparticles: a Review. Sci Rev Chem Commun. 2(1): El-Rahman SSA West-Libyan propolis and rosemary have synergistic anti-tumor effect against 12-O-tetradecnoylphorbol 13-acetate-induced skin tumor in BULB/C mice previously initiated with 7,12-dimethylbenz(a)anthracene. Basic Appl Pathol. 3: Fearnley J Bee Propolis: Natural Healing from the Hive. Souvenir Press Ltd., London. Fernandes-Silva CC, Salatino ASMLF, Breyer EDH, Negri G Chemical profilling of six samples of Brazillian propolis. Quim Nova. 36(2): Fifere A, Marangoci N, Maier S, Coroaba A, Maftei D, Pinteala M Theoretical study on β-cyclodextrin inclusion complexes with Propiconazole and Protonated Propiconazole. Beilstein Org Chem. 8: Fourmentin S, Ciobanu A, Landy D, Wenz G Spce filling of β- cyclodextrin and β cyclodextrin derivatives by volatile hydrophobic guests. Beilstein J Org Chem. 9: Franchi GC, Moraes CS, Toreti VC, Daugsch A, Nowill AE, Park YK Comparison of effects of the ethanolic extracts of Brazilian propolis on human Leukemic as assessed with the MTT-assay. Evid Based Complement Alternat Med. 12:1-6. Geissman TA The Chemistry of Flavonoid Compounds. Pergamon Press, Inc : New York. Gojmerac WL Bees, Beekeeping, Honey, and Pollination. America: The Saybrook Press, Inc., Old Saybrook, Connecticut. Goldberg M, R Langer, X Jia Nanostructured materials for applications in drug delivery and tissue engineering. J Biomater Sci Polym. 18(3): Granot D, Levine A, Dor-Hefetz E Sugar Induced apoptosis in yeast cells. FEMS Yeast Research, 4(1):7-13. Haile K, Kebede T, Dekebo A A Comparative Study of Volatile Components of Propolis (Bee Glue) Collected from Haramaya University and Assela Beekeeping Centers, Ethiopia. Bull Chem Soc Ethiop. 26(3): Halazenotis ThD, Gorgoulis VG, Bartek J An Oncogene-Induced DNA Damage Model for Cancer Development. Sci. 319(5868): Haley B, Frenkel E Nanoparticles for drug delivery in cancer treatment. Urologic Oncology: Seminars and Original Investigations. 26(1): Harada A, Takahashi S Preparation and Properties of Cyclodextrin Inclusion Compounds of Organometallic Complexes, Ferrocene Inclusion Compounds. J Inclusion Phenomena. 2: Harborne JB Phytochemical Methods. Chapman and Hall, London, UK. Pages: 97. Harvey D Modern Analytical Chemistry. New York:McGraw Hill. Hasan AEZ, Nashrianto H, Juhaeni RN Optimization of Extraction of Flavonoids from the Mangosteen (Garcinia mangostana L.). EJFA. In Press.

91 69 Hasan AEZ, Artika IM, Fatoni A, Kuswandi, Haryanto B Antibacterial activity of propolis Trigona spp from Bukittinggi West Sumatera Against Salmonella sp. Chem Progress. 4(2): Hasan AEZ, Artika IM, Kasno, Anggraini AD Uji Aktivitas Antibakteri Propolis Lebah Madu Trigona spp. In : Arifin B, T Wukirsari, S Gunawan, WT Wahyuni. Seminar Nasional HKI; Bogor, 12 September Departemen Kimia, FMIPA IPB dan Himpunan Kimia Indonesia Hasan AEZ, Artika IM, Fahri VR, Sari N Potensi Nanopropolis Lebah Madu Trigona spp sebagai Bahan Antibakteri. Chem Progress. 5(1):1-7. Hegazi AG, El-Hady AKA. Egyptian Propolis: 3. Antioxidant, Antimicrobial Activities and Chemical Composition of Propolis from Reclaimed Lands. V Z Naturforsch. 57: Huang WJ, Liang YC, Chuang SE, Chi LL, Lee CY, Lin CW, Chen AL, Huang JS, Chiu CJ, Lee CF, Lin CW, Chen AL, Huang JS, Chiu CJ, Lee CF, Huang CY, Chen CN NBM-HD-1: A Novel Histone Deacetylase Inhibitor with Anticancer Activity. Evid Based Complement Alternat Med. ID :1-11. Inoue K, M Saito, T Kanai, T Kawata, N Shigematsu, T Uno, K Isobe, CH Liu, H Ito Antitumor effects of water soluble propolis on a mouse sarcoma cell line in vivo and in vitro. Am J Chin Med. 36(3): Ip C, Yip P, Bernardis LL Role of Prolactin in the Promotion of Dimethylbenz(a)anthracene-induced Mammary Tumors by Diettary Fat. Cancer Res. 40: Isadiartuti D, Martodihardjo S Termodinamika pembentukan kompleks inklusi fenobarbital-hidroksipropoil-β-siklodekstrin. M Farm Id. 18(2): Jabir NR, Tabrez Sh, Ashraf GM, Shakil Sh, Damanhouri GA, Kamal MA Nanotechnology based approaches in anticancer research. Int J Nanomed. 7: Jang MJ, Sheu SR, Wang CC, Yeh YL, Sung KH Optimization Analysis of the Experimental Parameters on the Extraction Process of Propolis. Proceedings of the International Multi Conference of Engineers and Computer Scientists. II, IMECS. Hongkong Jasprica I, Bojic M, Mornar A, Besic E, Bucan K, Medic-Saric M Evaluation of antioxidative activity of droatian propolis samples using DPPH and ABTS + stable Free Radical Assays. Mol. 12: Junior MRM, Daugsch A, Moreas CS, Queiroga CL, Pastore GM, Park YK Comparison of volatile and polyphenolic compounds in Brazillian green propolis and its botanical origin Baccharis dracunculifolia. Cenc Technol Aliment. 28(1): Jullian C Improvement of galangin solubility using native and derivate cyclodextrins, an UV-V and NMR study. J Chil Chem Soc. 54(2): Kabri Th, Tehrany EA, Belhaj N, Linder M Physicochemical characterization of nanoemulsions in cosmetic matrix enriched on omega-3. J Nanobiotechnol. 9(41):1-8.

92 70 Kalogeropoulos N, Konteles S, Mourtzinos I, Troullidou E, Chiou A, Karathanos VT Encapsulation of complex extracts in beta-cyclodextrin: an application to propolis ethanolic extract. J Microencapsul. 26(7): Karathanos VT, Mourtzinos I, Yannakopoulou K, Andrikopoulos NK Study of the solubility, antioxidant activity and structure of inclusion complex of vanillin with β-cyclodextrin. Food Chem. 11: Kasahara R, Matsuka M, Nakamura J Physiochemical Diversity and Plant Origins of Japanese Propolis. Proceeding of the 7 th Asian Apicultural Association Conference and 10 th BEENET Symposium and Technofora; Los Banos, Februari Los Banos: Univ. of the Philippines [KEMENKES] Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Seminar sehari dalam rangka memperingati hari kanker sedunia dalam-rangka-memperingati-hari-kanker-sedunia-2013.html [14 Juni 2013] Kemnitz M, Ritter H. Influence of cyclodextrin on the solubility and the polymerization of (meth)acrylated Triton X-100. Beilstein J Org Chem. 8: Khismatullina N Apitherapy : Guidelines for more effective use. Mobile Ltd. Rusia. Kim DM, Lee GD, Aum SH, Kim HJ Preparation of Propolis Nanofood and Application to Human Cancer. Biol Pharm Bull. 31(9) Kim SH, Kim IH, Kang BH, Lee KH, Lee SH, Lee DS, Cho SK, Hur SS, Kwon TK, Lee JM Optimization of Ethanol Extraction Conditions from Propolis (a Bee Product) Using Response Surface Methodology. Kor J Food Preserv. 16(6): Kohler JEH, Grczelschak-Mick N. The β-cyclodextrin/benzene complex and its hydrogen bonds-a theoretical study using molecular dynamics, quantum mechanics and COSMO-RS. Beilstein J Org Chem. 9: Kuropatnicki AK, Szliszka E, Krol W Historical Aspects of Propolis Research in Modern Times. Evid Based Complement Alternat Med. Article ID :1-11. Laun P, Pichova A, Madeo F, Fuchs J, Ellinger A, Kohlwein S, Dawes I, FroÈhlich KU, Breitenbach M Aged mother cells of Saccharomyces cerevisiae show markers of oxidative stress and apoptosis. Mol Microbiol. 39(5): Laurence DR dan Bacharach AR Evaluation of drug activities: pharmacometrics. Academic Press. Pages 900. Lee HJ, F Safert, H Strathmann, SH Moon Designing of an Electrolysis desalination plant. Desalination. 142: Lee S, Kim KS, Park Y, Shin KH, Kim BK In-vivo antioxidant activities of tectochrysin. Arch Pharm Res, 26: Lim HN, Nurzulaikha R, Harrison I, Lim SS, Tan WT, Yeo MC Spherical Tin Oxide, SnO2 Particles Fabricated via Facile Hydrothermal Method for Detection of Mercury (II) Ions. Int J Electrochem Sci. 6: Lin L, Hwang PL Antiproliferative Effects of Oxygenated Sterols: Positive Corellation with Binding Affinities for The Estrogen-Binding Sites. Biochem Biophys Acta. 1082:177.

93 71 Lotfy M Biological Activity of Bee Propolis in Health and Disease. Asian Pac J Cancer Prev. 7: Lotti C, de Castro GMM, de Sá LFR, da Silva BAFS, Tessis AC, Piccinelli AL, Rastrelli L, FerreiraPereira A Inhibition of Saccharomyces cerevisiae Pdr5p by a natural compound extracted from Brazillian Red Propolis. J Braz Pharm. 21(5): Lustosa SR, Galindo AB, Nunes LCC, Randau KP, Neto PJR Própolis: atualizações sobre a química e a farmacologia. Rev Bras Farmacog. 18: Lyttle CR, Damian-Matsumura P, Juul H, Butt TR Human estrogen receptor regulation in a yeast model system and studies on receptor agonists and antagonists. J Ste-roid Biochem Mol Biol. 42(7): Maatz G, Maciollek A, Ritter H. Cyclodextrin-induced host-guest effects of classically prepared poly(nipam) bearing azo-dye end groups. Beilstein Org Chem. 8: Madeo F, Herker E, Wissing S, Jungwirth H, Eisenber T, Frohlich KU Apoptosis in yeast. DOI /j.mib Current Opinion Microbiol. 7: Marimin Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Jakarta (ID): Grasindo. Pages 197. Markham KR Techniques of flavonoid identification. Academic Press. Pages: 113. Martic K, Vlacic Z, Rudman F, Lambasa S, Tomasovic-Loncaric C, Stanec Z. Tumor and Breast Volume Ratio as a Predictive Factor for Axillary Lymph Node Metastases in T1c Ductal Invasive Breast Cancer: Prospective Observational Clinico-pathological Study. Jpn J Clin Oncol. 41(12): Matienzo AC, Lamorena M Extration and initial characterization of propolis from stingless bees (Trigona biroi Friese). Di dalam: Proceeding of the 7 th Asian Apicultural Association Conference and 10 th BEENET Symposium and Technofora; Los Banos, Februari Los Banos:Univ of the Philippines Meghana SK, Vaidya KK, Bhosale AV, Chaudhari PD Solid Lipid Nanoparticles and Nanostructured Lipid Carriers - an Overview. IJPCBS. 2(4): Melliou E, Stratis E, Chinou I Volatile constituents of propolis from various regions of Greece-Antimicrobial activity. Food Chem. 103: Mihai CM, Marghitas LAI, Dezmirean D, Maghear O, Margaon R, Laslo LS Transylvanian Propolis from 7 Counties Qualitative and Quantitative Analysis of Phenolics. Bull UASVM Animal Sci Biotech. 66(1-2): Miorin PL, Junior NCL, Custodo AR, Bretz FA, Marcucci MC Antibacterial activity of honey and propolis from Apis mellifera and Tetragonisca angustula against Staphylococcus aureus. J Applied Microbiol. 95: Mohanraj VJ, Chen Y Nanoparticles-A review. Trop J Pharm Res. 5(1):

94 72 Mondrzyk A, Mondrzik B, Gingter S, Ritter H New enzymatically polymerized copolymers from 4-tert-butylphenol and 4-ferrocenylphenol and their modification and inclusion complexes with β-cyclodextrin. Beilstein J Org Chem. 8: Montgomery DC Response Surface Methods and Other Approaches to Process Optimization. In: Design and analysis of experiments. 4 th ed. John Wiley & Sons, New York, USA: Monzote L, Cuesta-Rubio O, Fernandez MC, Hernandez IM, Fraga J, Perez K, Kerstens M, Maes L, Cos P In vitro antimicrobial assessment of Cuban propolis extracts. Mem Inst Oswaldo Cruz. 107(8): Mourtzinos I, Kalogeropoulos N, Papadakis SE, Konstantinou K, Karathanos VT Encapsulation of Nutraceutical Monoterpenes in β-cyclodextrin and Modified Starch. J Food Sci. 73(1):S Muir D, Kanthan R, Kanthan SC Male Versus Female Breast Cancers. Arch Pathol Lab Med. 127(1): Muli EM, Maingi JM Antibacterial activity of Apis mellifera L. propolis collected in three regions of Kenya. J Venom Anim Toxins Trop. 13(3): Naama JH, Nima ZA, Suleiman GM Effects of Active Materials in Alcoholic Extract of Iraqi Propolis on Growth of Some Cancer Lines in The Laboratory and Cancer of Mammary Gland in Mice. Report and Opinion 2(5): Nafady AM, El-Shanawany MA, Mohamed MH, Hassanean HAH, Nohara T, Yoshimitsu H, Ono M, Sugimoto H, Doi S, Sasaki K, Kuroda H Cyclodextrin-Enclosed Substances of Brazilian Propolis. Chem Pharm Bull. 51(8) Nagavarma BVN, Yadav HKS, Ayaz A, Vasudha LS, Shikumar HG Different Techniques for Preparation of Polymeric Nanoparticles-a Riview. Asian J Pharm Clin Res. 5(3): Naik DG, Vaidya HS Antioxidant properties of volatile oil of Indian propolis. J ApiProduct ApiMedical Sci. 3(2): Naseri NG, Ashnagar A, Husseini F Study of the Inclusion Complexation of Piroxicom-β-cyclodextrin and Determination of the Stability Constant (K) by UV-Visible Spectroscopy. Sci Iranica. 14(4): Nunes LCC, Galindo AB, Lustosa SR, Brasileiro MT, do Egito AA, Freitas RM, Randau KP, Neto PJR Influence of Seasonal Variation on Antioxidant and Total Phenol Activity of Red Propolis Extracts. Adv Studies Biol. 5(3): Oddo LP, Heard TA, Rodriguez-Malaver A, Perez RA, Fernandez-Muino M, Sancho MT, Sesta G, Lusco L, Vit P Composition and Antioxidant Activity of Trigona carbonaria Honey from Australia. J Med Food. 11(4): Orsolic N A review of propolis antitumoour action in vivo and in vitro. J Apiproduct Apimed Sci. 2(1):1-20. Padmavathi R, Senthilnathan P, Chodon D, Sakthisekaran D Therapeutic effect of paclitaxel and propolis on lipid peroxidation and antioxidant system in 7,12 dimethyl benz(a)anthracene-induced breast cancer in female Sprague Dawley rats. Life Sci. 78:

95 73 Panda S, Dash SK Synthesis and biological significance of inclusion complexes of 2-[5 -benzylidene-2 -phenyl-4 -oxo-1, 3 -thiazolidine]-1, 3- benzothiazole and 2-[5 -(o-nitrobenzylidene)-2 -phenyl-4 -oxo-1, 3 - thiazolidine]-1, 3-benzothiazole with β-cyclodextrin. J Chem Pharm Res. 2(5): Park YK, Ikegaki M Preparation of Water and Ethanolic of Propolis and Evaluation of the Preparations. Biosci Biotech Biochem. 62(11): Patil DR, Pravin IG, Singh K, Dalal DS FTIR, 1H NMR Spectral, Powder X-ray diffraction and DSC studies of β-cyclodextrin-parachlorobenzonitrile Inclusion Complex. Res J Chem Sci. 2(10): Patravale VB, Date AA, Kulkani RM Nanosuspensions: a promising drug delivery strategy. J Pham Pharmacol. 56: Paviani L, Sacoda P, Saito E, Cabral F Extraction techniques of red and green propolis: extraction yield of phenolic compounds. content/ papers/fpe/fpe411.pdf. [March 03, 2013]. Paviani LC, Saito E, Dariva C, Marcucci MC, Sanchez-Camargo AP, Cabral FA Supercritical CO2 extraction of raw propolis and its dry ethanolic extract. Braz J Chem Eng. 29(02): Pino JA, Marbot R, Delgado A, Zumárraga C, Sauri E Volatile Constituents of Propolis from Honey Bees and Stingless Bees from Yucatán. JEOR. findarticles.com/p/articles/mi qa4091/is_ /ai_n [27 Oktober 2012] Pool H, Quintanar D, Figueroa JD, Bechara JEH, McClements DJ, Mendoza S Polymeric Nanoparticles as Oral Delivery Systems for Encapsulation and Release of Polyphenolic Compounds: Impact on Quercetin Antioxidant Activity & Bioacces-sibility. Food Biophys. 7: Pray L L.H. Hartwell s Yeast: A Model Organism for Studying Somatic Mutations and Cancer. Nat Educ. 1(1):1-3. Prior RL, Cao G Analysis of botanicals and dietary supplements for antioxidant capacity: a review. J AOAC Int. 83: Purushothaman A, Nandhakumar E, Sachdananram P Anticancer effect of shemamrithaa (a phytochemical formulation) on 7,12-dimethyl benz(a)anthracene induced mammary carcinoma in rats. Asian J Pharm Clinical Res. 5(1): Ratnam DV, Ankola DD, Bhardwaj V, Sahana DK, Kumar MN Role of Anti-oxidants in Prophylaxis and Therapy: a pharmaceutical perspective. J Controlled Release. 113: Rocha BA, Rodrigues MR, Bueno PCP, Costa-Machado ARM, Vaz MMOL, Nascimento AP, Barud HS, Silva AAB Preparation and thermal characterization of inclusion complex of Brazilian green propolis and hydroxypropyl-b-cyclodextrin Increased water solubility of the chemical constituents and antioxidant activity. J Therm Anal Calorim. 108: Ruckenstuhl C, Buttner S, Carmona-Gutierrez D, Eisenberg T, Kroemer G, et al. (2009) The Warburg Effect Suppresses Oxidative Stress Induced Apoptosis in a Yeast Model for Cancer. PLoS ONE. 4(2):1-6.

96 74 Salatino A, Teixeira EW, Negri G, Message D Origin and Chemical Variation of Brazilian Propolis. Evid Based Complement Alternat Med. 2(1): Sawaya ACHF, Calado JCP, dos Santos LC, Marcucci MC, Akatsu IP, Soares AER, Abdel-Nur PV Composition and antioxidant activity of propolis from three species of Scaptotrigona stingless bees. J ApiProduct ApiMedical Sci. 1(2): Sawaya ACHF, Calado JCP, Souza KS, Marcucci MC, Cunha IBS, Shimizu MT Analysis of the composition of Brazilian propolis extracts by chromatography and evaluation of their in-vitro activity against Grampositive bacteria. Braz J Microbiol. 35(1-2). Sawaya ACHF, Cunha IBS, Marcucci MC Analytical methods applied to diverse types of Brazilian propolis. Chem Central J. 5(27):1-10. Sawicka D, Car H, Borawska MH, Niklenski J The anticancer activity of propolis. Folia Histochem Cytobiol. 50(1): Segueni N, Khadraoui F, Moussaoui F, Zellagui A, Gherraf N, Laouel, Rhouati S Annal Biol Res. 1(2): Silva BB, Rosalen PL, Cury JA, Ikegaki M, Souza VC, Esteves A, Alencar SM Chemical Composition and Botanical Origin of Red Propolis, a New Type of Brazilian Propolis. Evid Based Complement Alternat Med. 5(3): Simon-Vazquez R, Peleteiro M, Lozano T, Gonzalez-Fernandez A Nanotoxicology. In : Frointers of Nanoscience. Vol. 4. pp. 448 Soppimath KS, Aminabhavi TM, Kulkarni AR, Rudzinski WE Biodegradable polymeric nanoparticles as drug delivery devices. J Controlled Release. 70:1-20. Sukhanova EI, Rogov AG, Severin FF, Zvyagilskaya RA Phenoptosis in Yeasts. Biochem (Moscow). 77(7): Sun LP, Chen AL, Hung AC, Chien YH, Huang JS, Huang CY, Chen YW, Chen CN Chrysin : A Histone Deacetylase 8 Inhibitor with Anticancer Activity and a Suitable Candidate for the Standardization of Chinese Propolis. J Agric Food Chem. 60: Surendra NS, Bhushanam M, Ravikumar H Antimicrobial Activity of Propolis of Trigona sp. And Apis mellifera of Karnataka, India. Prime J Microbiol Res. 2(2): Swami A, Shi J, Gadde S, Votruba AR, Kolishetti N, Farokhzad OC Nanoparticles for Targeted and Temporally Controlled Drug Delivery. S. Svenson and R.K. Prud homme (eds.), Multifunctional Nanoparticles for Drug Delivery 9 Applications: Imaging, Targeting, and Delivery, Nanostructure Science and Technology. DOI / _2. [27 Oktober 2012] Syamsuddin, Simanjuntak P, Djamil R, Heffen WL Apoptosis of human Breast Cancer Cells induced by Ethylacetate Extracts of Propolis. Am J Biochem Biotech. 6(2): Szliszka E, Czuba ZP, Domino M, Joanna B, Mertas A, Paradsz, Krol W Ethanolic Extract of Propolis Augments TRAIL-Induced Apoptosis Death in Prostate Cancer Cells. Evid Based Complement Alternat Med. Article ID535172:1-11.

97 75 Szliszka E, Czuba ZP, Domino M, Mazur B, Zydowicz G, Krol W Ethanolic Extract of Propolis (EEP) Enhances the Apoptosis-Inducing Potential of TRAIL in Cancer Cells. Mol. 14: Teixeira EW, Message D, Negri G, Salatino A, Stringheta PC Seasonal Variation, Chemical Composition and Antioxidant activity of Brazilian Propolis Samples. Evid Based Complement Alternat Med. 7(3): Teixeira EW, Negri G, Meira RMSA, Message D, Salatino A Plant origin of green propolis: bee behavior, plant anatomy and chemistry. Evid Based Complement Alternat Med. 2(1): Teo BSX, Basri M, Zakaria MRS, Salleh AB, Abdul-Rahman RNZR, Abdul- Rahman MB. A potential tocopherol acetate loaded palm oil esters-in-water nanoemulsions for Nanocosmeceuticals. J Nanobiotechnol. 8(4):1-11. Trusheva B, Trunkova D, Bankova V Preliminary communication, Different extrac-tion methods of biologically active components from propolis: a preliminary study. Chem Center.1(13):1-4. Toreti VC, Sato HH, Pastore GM, Park YK Recent Progress of Propolis for Its Biological and Chemical Compositions and Its Botanical Origin. Evid Based Complement Alternat Med. Article ID :13. Umthong S, Phuwapraisirisan P, Puthong S, Chanchao C In vitro antiproliferative activity of partially purified Trigona laeviceps propolis from Thailand on human cancer cell lines. Evid Based Complement Alternat Med. 11(37):1-8. Vyas A, Saraf S, Saraf SW Cyclodextrin based novel drug delivery systems. J Incl Phenom Macrocycl Chem. 62: Wang W, Weng X, Cheng D Antioxidant activities of natural phenolic components from Dalbergia odorifera. T Chen Food Chem. 71: Watanabe MAE, Amarante MK, Conti BJ, Sforcin JM Cytotoxic constituents of propolis inducing anticancer effects: a review. J Pharmacy Pharmacol. 63: Welliver M, McDonough JP Anesthetic Related Advances with Cyclodextrins. Sci World. 7: Wenz G, C Strassnig, C Thiele, B Morgenstern, K Hegetschweiler Recognition of Ionic Guests by Ionic β-cyclodextrin Derivatives. Chem- European J. 14(24): [WHO] World Health Organization The Global Burden of Disease: 2004 Update. Geneva: World Health Organization. htt:// /global_burden_ disease/gbd_report_2004update_part1.pdf [29 Oktober 2010]. Woo KS Use of bee venom and propolis for apitherapy in Korea. In : Proceeding of the 7 th Asian Apicultural Association Conference and 10 th BEENET Symposium and Technofora; Los Banos, Februari Los Banos : Univ. of the Philippines Yaghoubi SMJ, Ghorbani GR, Soleimanian ZS, Satari R Antimicrobial activity of Iranian propolis and its chemical composition. DARU. 15(1): Yang H, Dong Y, Du H, Shi H, Peng Y, Li X Antioxidant Compounds from Propolis Collected in Anhui, China. Mol. 16:

98 76 Yang HY, Ho WL, Chang CM, Choui CC Antibacterial Activity of Propolis Ethanol Extract Against Streptococcus mutans as Influenced by Concentration, Suhue, ph and Cell Age. J Food Drug Anal. 15(1): Yousef MI, Salama AF Propolis protection from reproductive toxicity caused by aluminium chloride in male rats. Food Chem Toxicol. 47(6): Yu J, Wu C, McNeill J Tracking of single charge carriers in a conjugated polymer nanoparticle. Nano Lett. 12(3): Yuan J, Abula S, Hu Y, Liu J, Fan Y, Zhao X, Wang D, Liu X, Liu C Optimization on Preparation Condition of Propolis Flavonoids Liposome by Response Surface Methodology and Research of Its Immunoenhancement Activity. Evid Based Complement Alternat Med. 2013:1-8. Zhang HF, Yang XH, Wang Y Microwave assisted extraction of secondary metabolites from plants: Current status and future directions. Trends Food Sci Technol. 22: Zhang J, Lan CQ, Post M, Simard B, Deslandes Y, Hsieh TH Design of Nanoparticles as Drug Carriers for Cancer Therapy. Cancer Genom Proteom. 3: Zhang ST, Wang ZY, Wang TS, Zheng N, Li MX, Lin JM Optimization of central composite design-response surface methodology in ultra high pressure extraction of Scutellaria baicalensis. J Med Plants Res. 6(3): Zheng Y, Haworth IS, Zuo Z, Chow MSS, Chow AHL Physicochemical and Structural Characterization of Quercetin-β-Cyclodextrin Complexes. J Pharm Sci. 94(5): Zhu W, Chen M, Shou Q, Li Y, Hu F Biological Activities of Chinese Propolis and Brazilian Propolis on Streptozotocin-Induced Type1 Diabetes Mellitus in Rats. Evid Based Complement Alternat Med. 11:1-8.

99 77 Lampiran 1 Tatacara preparasi histopatologi Metode pembuatan preparat histopatologi organ mamae yang digunakan ialah metode Andrew Kent yang dimodifikasi dan terdiri atas 4 tahap. yaitu fiksasi, dehidrasi, pencetakan (embedding), dan pewarnaan (staining). Setelah perlakuan selesai hewan dikorbankan dengan cara dekapitasi organ mamae dan dipotong dengan ukuran 2x1x1 cm. Tahapan fiksasi dilakukan dengan memasukkan potongan-potongan dari organ tersebut ke dalam buffer neutral formalin 10% (BNF 10%) selama 3x24 jam. dan dipotong lagi dengan ukuran lebih tipis. Potongan-potongan organ mamae diteruskan ke tahap dehidrasi dengan perendaman dalam etanol bertingkat (etanol 70%, 80%, 90%, 96%, absolut I dan absolut II). Sisa etanol dihilangkan dengan xilol I. II. dan III menunjukkan konsentrasi pelarut yang sama tetapi digunakan untuk waktu perendaman yang berbeda. Infiltrasi dalam parafin cair dilakukan dalam suhu 60 C selama 30 menit sebanyak 4 kali. Sebelum dilakukan pencetakan, cetakan dicuci dengan campuran etanol 96% xilol dan air. Pencetakan dilakukan dengan menuang parafin panas ke dalam blok cetakan sebanyak setengah cetakan dengan alat Tissue Tec. Potongan-potongan organ mamae. masing-masing dimasukkan ke dalamnya secara perlahan agar tidak menyentuh dasar cetakan lalu ditutup lagi dengan parafin cair. Blok jaringan dalam parafin lalu dipotong dengan mikrotom pada ketebalan 4-5 µm. Hasil potongan dimasukkan dalam air hangat dengan (40 C) agar parafin meleleh kemudian diletakkan dalam kaca objek. Potongan tadi dikeringkan dalam inkubator bersuhu 56 C selama satu malam. Pewarnaan HE. Penarikan parafin dan pemberian air kembali (deparafinisasi-rehidrasi) pada potongan jaringan dilakukan menggunakan xilol sebanyak 2 kali masing-masing selama 2 menit. dilanjutkan dengan alkohol absolut selama 2 menit. dilanjutkan dengan etanol 95% dan 80% masing-masing selama 1 menit. Setelah itu dicuci dalam air keran yang mengalir selama 10 menit. dilanjutkan dengan akuades selama 10 menit. Jaringan diwarnai dengan hematoksilin (pewarna Mayer s) selama 8 menit. dicuci dengan air mengalir. dimasukkan dalam LiCl selama 30 detik. dan dicuci lagi dengan air mengalir. Jaringan diwarnai dengan eosin selama 2-3 menit dan dicuci dengan air mengalir. Setelah diwarnai. dilakukan dehidrasi jaringan menggunakan alkohol 95% dan absolut I masing-masing sebanyak 10 kali dan diteruskan dengan etanol absolut II selama 2 menit. xilol I selama 1 menit. dan xilol II selama 2 menit. Hasilnya kemudian diberi permount mounting medium dan ditutup dengan kaca penutup.

100 78 Lampiran 2 Penghitungan pengambilan keputusan pemilihan asal sarang lebah Lokasi/ Parameter Rendemen Total Flavonoid Antioksidan Antisitotoksik Induksi Apoptosis Total Nilai Pekanbaru Banjarmasin Kendal Pandeglang Makasar Lampiran 3 Analisis sidik ragam model persamaan ragam matematika pengaruh pemanasan gelombang mikro dan nisbah pelarut etanol 70%-sarang lebah terhadap rendemen hasil ekstraksi (%, b/b) Sumber Jumlah Derajat Kuadrat F-hitung Kuadrat bebas Tengah Model X 1 -X X 2 -X X 1 X X X X 2 1 X X 2 -X Sisa Lack of Fit Kesalahan Asli Jumlah

101 79 Lampiran 4 Analisis sidik ragam model persamaan ragam matematika pengaruh pemanasan gelombang mikro dan nisbah pelarut etanol 70%-sarang lebah terhadap kemampuan propolis hasil ekstraksi dalam menginduksi apoptosis sel S.cerevisiae (%) Sumber Jumlah Kuadrat Derajat bebas Kuadrat Tengah F-hitung Model X 1 -X X 2 -X X 1 X X X X 2 1 X X 2 -X Sisa Lack of Fit Kesalahan Asli Jumlah Lampiran 5 Grafik konsentrasi uji propolis untuk menentukan IC 50

102 80 Lampiran 6 Data ukuran partikel menurut nomor urut satuan perlakuan

103 81 Lampiran 6 Data ukuran partikel...(lanjutan)

104 82 Lampiran 6 Data ukuran partikel...(lanjutan)

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Propolis merupakan nama generik dari resin lebah. Kata propolis berasal dari bahasa Yunani, yaitu pro artinya sebelum atau pertahanan dan polis artinya kota. Jadi, propolis

Lebih terperinci

DAFTAR SINGKATAN. NIPAAM = N-isopropylacrylamide VP

DAFTAR SINGKATAN. NIPAAM = N-isopropylacrylamide VP DAFTAR SINGKATAN NIPAAM = N-isopropylacrylamide VP = N-vinyl--pyrrolidone PEG-A = poly (ethyleneglycol) monoacryl-ate PLGA = poly(lactide-co-glycolide) PCL = poly-ε-caprolactone FDA = Food and Drug Administration

Lebih terperinci

6 AKTIVITAS NANOPROPOLIS SEBAGAI ANTIKANKER PAYUDARA PADA TIKUS BETINA STRAIN SPRAGUE-DAWLEY YANG DIINDUKSI DMBA. 6.1 Pendahuluan

6 AKTIVITAS NANOPROPOLIS SEBAGAI ANTIKANKER PAYUDARA PADA TIKUS BETINA STRAIN SPRAGUE-DAWLEY YANG DIINDUKSI DMBA. 6.1 Pendahuluan 46 6 AKTIVITAS NANOPROPOLIS SEBAGAI ANTIKANKER PAYUDARA PADA TIKUS BETINA STRAIN SPRAGUE-DAWLEY YANG DIINDUKSI DMBA 6.1 Pendahuluan Kanker merupakan salah satu penyakit penyebab kematian terbesar di dunia

Lebih terperinci

4 EKSTRAKSI PROPOLIS Trigona spp ASAL PANDEGLANG MENGGUNAKAN PELARUT ETANOL 70% DAN PEMANASAN GELOMBANG MIKRO SERTA KARAKTERISASINYA. 4.

4 EKSTRAKSI PROPOLIS Trigona spp ASAL PANDEGLANG MENGGUNAKAN PELARUT ETANOL 70% DAN PEMANASAN GELOMBANG MIKRO SERTA KARAKTERISASINYA. 4. 21 4 EKSTRAKSI PROPOLIS Trigona spp ASAL PANDEGLANG MENGGUNAKAN PELARUT ETANOL 70% DAN PEMANASAN GELOMBANG MIKRO SERTA KARAKTERISASINYA 4.1 Pendahuluan Propolis adalah resin yang dikumpulkan oleh lebah

Lebih terperinci

5 PEMBUATAN NANOPROPOLIS DENGAN CARA INKLUSI PADA β-siklodekstrin. 5.1 Pendahuluan

5 PEMBUATAN NANOPROPOLIS DENGAN CARA INKLUSI PADA β-siklodekstrin. 5.1 Pendahuluan 32 5 PEMBUATAN NANOPROPOLIS DENGAN CARA INKLUSI PADA β-siklodekstrin 5.1 Pendahuluan Menurut Geissman (1962), senyawa flavonoid dapat memperlihatkan aktivitas sebagai antifungi, diuretik, antihistamin,

Lebih terperinci

3 EKSTRAKSI DAN KARAKTERISASI PROPOLIS DARI SARANG LEBAH Trigona ASAL LIMA LOKASI DI INDONESIA. 3.1 Pendahuluan

3 EKSTRAKSI DAN KARAKTERISASI PROPOLIS DARI SARANG LEBAH Trigona ASAL LIMA LOKASI DI INDONESIA. 3.1 Pendahuluan 12 3 EKSTRAKSI DAN KARAKTERISASI PROPOLIS DARI SARANG LEBAH Trigona ASAL LIMA LOKASI DI INDONESIA 3.1 Pendahuluan Propolis adalah resin produk sarang lebah yang dikumpulkan oleh lebah madu (stingless bee

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah daun salam, daun jati belanda, daun jambu biji yang diperoleh dari Pusat Studi Biofarmaka (PSB) LPPM-IPB Bogor. Bahan yang digunakan untuk uji

Lebih terperinci

METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

METODE. Waktu dan Tempat Penelitian 2 dalam menurunkan kadar glukosa dalam darah, selain itu daun anggrek merpati juga memiliki kandungan flavonoid yang tinggi, kandungan flavonoid yang tinggi ini selain bermanfaat sebagai antidiabetes juga

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat 19 Metode ekstraksi tergantung pada polaritas senyawa yang diekstrak. Suatu senyawa menunjukkan kelarutan yang berbeda-beda dalam pelarut yang berbeda. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan pelarut

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sampel dan Lokasi Penelitian Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil determinasi tumbuhan dilampirkan pada Lampiran 1) yang diperoleh dari perkebunan

Lebih terperinci

NANOPROPOLIS SEBAGAI PENGHAMBAT PROLIFERASI SEL KANKER PAYUDARA MCF-7 MILANNISA DWITAHARYANI

NANOPROPOLIS SEBAGAI PENGHAMBAT PROLIFERASI SEL KANKER PAYUDARA MCF-7 MILANNISA DWITAHARYANI NANOPROPOLIS SEBAGAI PENGHAMBAT PROLIFERASI SEL KANKER PAYUDARA MCF-7 MILANNISA DWITAHARYANI DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 ABSTRAK

Lebih terperinci

UJI SITOTOKSI EKSTRAK ETANOL KULIT BUAH NAGA MERAH

UJI SITOTOKSI EKSTRAK ETANOL KULIT BUAH NAGA MERAH UJI SITOTOKSI EKSTRAK ETANOL KULIT BUAH NAGA MERAH (Hylocereus polyrhizus) DAN KULIT BUAH NAGA PUTIH (Hylocereus undatus) TERHADAP SEL KANKER PAYUDARA MCF-7 SKRIPSI Oleh : NISWATUN NURUL FAUZI K100130178

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daging buah paria (Momordica

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daging buah paria (Momordica BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan penelitian ini adalah daging buah paria (Momordica charantia L.) yang diperoleh dari Kampung Pamahan-Jati Asih, Bekasi. Dan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Metode Penelitian

METODE PENELITIAN. Metode Penelitian 23 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian berlangsung selama 7 bulan, yaitu penelitian in vitro bulan Januari sampai Maret 2009 di Laboratorium Biokimia Institut Pertanian Bogor (IPB)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengkarakterisasi simplisia herba sambiloto. Tahap-tahap yang dilakukan yaitu karakterisasi simplisia dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. polyanthum) asal NTB. Untuk memastikan identitas dari tanaman salam

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. polyanthum) asal NTB. Untuk memastikan identitas dari tanaman salam BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan penelitian ini adalah daun salam (Syzygium polyanthum) asal NTB. Untuk memastikan identitas dari tanaman salam yang didapatkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab Bandung Barat. Sampel yang diambil berupa tanaman KPD. Penelitian berlangsung sekitar

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel dari penelitian ini adalah daun murbei (Morus australis Poir) yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel dari penelitian ini adalah daun murbei (Morus australis Poir) yang BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Sampel dan Lokasi Penelitian Sampel dari penelitian ini adalah daun murbei (Morus australis Poir) yang diperoleh dari perkebunan murbei di Kampung Cibeureum, Cisurupan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sampel dan Lokasi Penelitian Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus communis (sukun) yang diperoleh dari Garut, Jawa Barat serta

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Agustus hingga bulan Desember 2013 di Laboratorium Bioteknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2014 di Laboratorium Kimia Instrumen dan Laboratorium Kimia Riset Makanan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimental murni laboratoris in vitro. B. Sampel Penelitian Subjek penelitian ini adalah Human Dermal Fibroblast,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan April 2013 sampai Agustus 2013 di Laboratoium Kimia Riset Makanan dan Material serta di Laboratorium Instrumen

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan Januari 2010. Daun gamal diperoleh dari Kebun Percobaan Natar, Lampung Selatan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April sampai dengan bulan Juli 2013 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material, dan Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2013 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material serta di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai dengan Juli 2014 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Laboratorium Kimia Instrumen Jurusan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan dari Bulan Maret sampai Bulan Juni 2013. Pengujian aktivitas antioksidan, kadar vitamin C, dan kadar betakaroten buah pepaya

Lebih terperinci

POTENSI HEPATOPROTEKTOR EKSTRAK ROSELLA (Hibiscus sabdariffa L) TERHADAP HATI TIKUS YANG DIINDUKSI PARASETAMOL QAMARUDDIN ARYADI

POTENSI HEPATOPROTEKTOR EKSTRAK ROSELLA (Hibiscus sabdariffa L) TERHADAP HATI TIKUS YANG DIINDUKSI PARASETAMOL QAMARUDDIN ARYADI POTENSI HEPATOPROTEKTOR EKSTRAK ROSELLA (Hibiscus sabdariffa L) TERHADAP HATI TIKUS YANG DIINDUKSI PARASETAMOL QAMARUDDIN ARYADI PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian. Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang-

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian. Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang- 18 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang- Cihideung. Sampel yang diambil adalah CAF. Penelitian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi 24 Rancangan ini digunakan pada penentuan nilai KHTM. Data yang diperoleh dianalisis dengan Analysis of Variance (ANOVA) pada tingkat kepercayaan 95% dan taraf α 0.05, dan menggunakan uji Tukey sebagai

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Prosedur Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Prosedur Penelitian 9 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan mulai bulan November 2010 sampai dengan bulan Juni 2011 di Laboratorium Kimia Analitik Departemen Kimia FMIPA dan Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Sampel dan Lokasi Penelitian Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah akar landep (Barleria prionitis) yang berasal dari Kebun Percobaan Manoko, Lembang. Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3. 1 Waktu dan Lokasi Penelitian Waktu penelitian dimulai dari bulan Februari sampai Juni 2014. Lokasi penelitian dilakukan di berbagai tempat, antara lain: a. Determinasi sampel

Lebih terperinci

PENGHAMBATAN PEROKSIDASI LIPID SEL KHAMIR Candida sp. Y390 OLEH EKSTRAK DAGING BUAH SALAK BONGKOK (Salacca edulis Reinw.

PENGHAMBATAN PEROKSIDASI LIPID SEL KHAMIR Candida sp. Y390 OLEH EKSTRAK DAGING BUAH SALAK BONGKOK (Salacca edulis Reinw. PENGHAMBATAN PEROKSIDASI LIPID SEL KHAMIR Candida sp. Y390 OLEH EKSTRAK DAGING BUAH SALAK BONGKOK (Salacca edulis Reinw.) DEDE FALAHUDIN PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Sebanyak 5 kg buah segar tanaman andaliman asal Medan diperoleh dari Pasar Senen, Jakarta. Hasil identifikasi yang dilakukan oleh Pusat Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah biji paria (Momordica charantia)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah biji paria (Momordica charantia) BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan penelitian ini adalah biji paria (Momordica charantia) yang diperoleh dari Kampung Pamahan, Jati Asih, Bekasi Determinasi

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2012 hingga Juli 2012. Penelitian ini diawali dengan pengambilan sampel yang dilakukan di persawahan daerah Cilegon,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012. 26 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Penelitian

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan sampel ascidian telah dilakukan di Perairan Kepulauan Seribu. Setelah itu proses isolasi dan pengujian sampel telah dilakukan

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian. Pengambilan sampel karang lunak dilakukan pada bulan Juli dan Agustus

3. BAHAN DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian. Pengambilan sampel karang lunak dilakukan pada bulan Juli dan Agustus 3. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan sampel karang lunak dilakukan pada bulan Juli dan Agustus 2010 di Area Perlindungan Laut Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta pada

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan III. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan preparasi sampel, bahan, alat dan prosedur kerja yang dilakukan, yaitu : A. Sampel Uji Penelitian Tanaman Ara

Lebih terperinci

SKRIPSI PENGARUH KONSENTRASI ETANOL DAN WAKTU MASERASI TERHADAP PEROLEHAN FENOLIK, FLAVONOID, DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK RAMBUT JAGUNG

SKRIPSI PENGARUH KONSENTRASI ETANOL DAN WAKTU MASERASI TERHADAP PEROLEHAN FENOLIK, FLAVONOID, DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK RAMBUT JAGUNG SKRIPSI PENGARUH KONSENTRASI ETANOL DAN WAKTU MASERASI TERHADAP PEROLEHAN FENOLIK, FLAVONOID, DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK RAMBUT JAGUNG Diajukan Oleh : Vincentia Kristiani NRP : 5203011018 Filia

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus communis (sukun) yang diperoleh dari Jawa Barat. Identifikasi dari sampel

Lebih terperinci

PERBEDAAN JENIS PELARUT TERHADAP AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK DAUN BELUNTAS (Pluchea indica Less) DENGAN METODE DPPH (2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl)

PERBEDAAN JENIS PELARUT TERHADAP AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK DAUN BELUNTAS (Pluchea indica Less) DENGAN METODE DPPH (2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl) PERBEDAAN JENIS PELARUT TERHADAP AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK DAUN BELUNTAS (Pluchea indica Less) DENGAN METODE DPPH (2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl) PROPOSAL SKRIPSI OLEH: FENNY ANGGRAENI KUSUMA 6103010034

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia, BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia, Universitas Pendidikan Indonesia yang bertempat di jalan Dr. Setiabudhi No.

Lebih terperinci

BAB III. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia,

BAB III. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia, BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) yang bertempat di jalan Dr. Setiabudhi No.229

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai dengan Juli 2010 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan tempat Penelitian Penelitian telah dilaksanakan dari bulan Agustus 2006 sampai Juli 2007, bertempat di Laboratorium Bioteknologi Hasil Perairan Departemen Teknologi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Penentuan kadar air berguna untuk mengidentifikasi kandungan air pada sampel sebagai persen bahan keringnya. Selain itu penentuan kadar air berfungsi untuk mengetahui

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang terkenal dengan kekayaan alamnya. Berbagai macam flora dan fauna dapat ditemui serta dapat dimanfaatkan, salah satunya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan 21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan Maret sampai Juni 2012 di Laboratorium Riset Kimia dan Material Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan selama lima bulan dari bulan Mei hingga September 2011, bertempat di Laboratorium Kimia Hasil Hutan, Bengkel Teknologi Peningkatan

Lebih terperinci

PERBEDAAN JENIS PELARUT TERHADAP KEMAMPUAN EKSTRAK DAUN BELUNTAS

PERBEDAAN JENIS PELARUT TERHADAP KEMAMPUAN EKSTRAK DAUN BELUNTAS PERBEDAAN JENIS PELARUT TERHADAP KEMAMPUAN EKSTRAK DAUN BELUNTAS (Pluchea indica Less.) DALAM MENGHAMBAT OKSIDASI GULA DENGAN METODE DNS (asam 3,5-dinitrosalisilat) SKRIPSI OLEH: RIBKA STEFANIE WONGSO

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Subjek penelitian ini adalah ekstrak etanol daun pandan wangi.

BAB III METODE PENELITIAN. Subjek penelitian ini adalah ekstrak etanol daun pandan wangi. BAB III METODE PENELITIAN A. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah ekstrak etanol daun pandan wangi. 2. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah aktivitas antioksidan

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai bulan Juli 2014 yang sebagian besar dilakukan di Laboratorium Riset Jurusan Pendidikan Kimia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. ini berlangsung selama 4 bulan, mulai bulan Maret-Juni 2013.

BAB III METODE PENELITIAN. ini berlangsung selama 4 bulan, mulai bulan Maret-Juni 2013. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia, Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas Matematika dan IPA, Universitas Negeri Gorontalo (UNG). Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. tanaman binahong (A. cordifolia) yang diperoleh dari Desa Toima Kecamatan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. tanaman binahong (A. cordifolia) yang diperoleh dari Desa Toima Kecamatan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Latar dan Waktu Penelitian Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah bagian daun dari tanaman binahong (A. cordifolia) yang diperoleh dari Desa Toima Kecamatan

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. 1.Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. 1.Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 9 II. MATERI DAN METODE PENELITIAN 1.Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1.1 Materi Penelitian 1.1.1 Alat Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah autoklaf (Hirayama), autoklaf konvensional,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia dan Laboratorium Kimia Instrumen

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia dan Laboratorium Kimia Instrumen 19 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2012 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK BUAH RAMBUSA (Passiflora foetida)

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK BUAH RAMBUSA (Passiflora foetida) IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK BUAH RAMBUSA (Passiflora foetida) SKRIPSI OLEH: GRACE SUMARGO NRP 6103013005 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu, dan Tempat Penelitian Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cibarunai, Kelurahan Sarijadi, Bandung. Sampel yang diambil berupa tanaman

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April 2014 sampai dengan bulan Januari 2015 bertempat di Laboratorium Riset Kimia Makanan dan Material serta

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Laboratorium Kimia Analitik

BAB III METODE PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Laboratorium Kimia Analitik 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan November 2011 sampai Mei 2012 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Laboratorium Kimia Analitik Instrumen

Lebih terperinci

SINTESIS SENYAWA ANALOG UK-3A DAN UJI AKTIVITAS SECARA IN VITRO TERHADAP SEL KANKER MURINE LEUKEMIA P-388 UJIATMI DWI MARLUPI

SINTESIS SENYAWA ANALOG UK-3A DAN UJI AKTIVITAS SECARA IN VITRO TERHADAP SEL KANKER MURINE LEUKEMIA P-388 UJIATMI DWI MARLUPI SINTESIS SENYAWA ANALOG UK-3A DAN UJI AKTIVITAS SECARA IN VITRO TERHADAP SEL KANKER MURINE LEUKEMIA P-388 UJIATMI DWI MARLUPI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 14. Hasil Uji Alkaloid dengan Pereaksi Meyer; a) Akar, b) Batang, c) Kulit batang, d) Daun

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 14. Hasil Uji Alkaloid dengan Pereaksi Meyer; a) Akar, b) Batang, c) Kulit batang, d) Daun BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Uji Fitokimia Sampel Kering Avicennia marina Uji fitokimia ini dilakukan sebagai screening awal untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder pada sampel. Dilakukan 6 uji

Lebih terperinci

STUDI FITOKIMIA DAN POTENSI ANTIOKSIDAN EKSTRAK DAN FRAKSI KAYU MANIS (CINNAMOMUM SP.) DENGAN METODE PERKOLASI YOANITA EUSTAKIA NAWU

STUDI FITOKIMIA DAN POTENSI ANTIOKSIDAN EKSTRAK DAN FRAKSI KAYU MANIS (CINNAMOMUM SP.) DENGAN METODE PERKOLASI YOANITA EUSTAKIA NAWU STUDI FITOKIMIA DAN POTENSI ANTIOKSIDAN EKSTRAK DAN FRAKSI KAYU MANIS (CINNAMOMUM SP.) DENGAN METODE PERKOLASI YOANITA EUSTAKIA NAWU 2443012090 PROGRAM STUDI S1 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA

Lebih terperinci

KAJIAN AWAL AKTIFITAS ANTIOKSIDAN FRAKSI POLAR KELADI TIKUS (typhonium flagelliforme. lodd) DENGAN METODE DPPH

KAJIAN AWAL AKTIFITAS ANTIOKSIDAN FRAKSI POLAR KELADI TIKUS (typhonium flagelliforme. lodd) DENGAN METODE DPPH KAJIAN AWAL AKTIFITAS ANTIOKSIDAN FRAKSI POLAR KELADI TIKUS (typhonium flagelliforme. lodd) DENGAN METODE DPPH Dian Pratiwi, Lasmaryna Sirumapea Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Bhakti Pertiwi Palembang ABSTRAK

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB III. (HCl), 40 gram NaOH, asam fosfat, 1M NH 4 OH, 5% asam asetat (CH 3 COOH),

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB III. (HCl), 40 gram NaOH, asam fosfat, 1M NH 4 OH, 5% asam asetat (CH 3 COOH), BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Waktu penelitian akan dilakukan selama 6 (enam) bulan. Penelitian ini dilakukan di Instalasi Pusat Bioamterial dan Bank Jaringan Rumah Sakit Umum

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air Pemilihan Eluen Terbaik Pelat Kromatografi Lapis Tipis (KLT) yang digunakan adalah pelat aluminium jenis silika gel G 60 F 4. Ekstrak pekat ditotolkan pada pelat KLT. Setelah kering, langsung dielusi dalam

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 18 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2012. Pengambilan sampel dilakukan di Pantai Ekowisata Mangrove, Pantai Kapuk, Muara Karang, Jakarta Utara.

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2012 sampai Juli 2012. Pengambilan sampel dilakukan di Perairan Lampung Selatan, analisis aktivitas antioksidan dilakukan di

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi Proksimat Komposisi rumput laut Padina australis yang diuji meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar abu tidak larut asam dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Sampel dan Lokasi Penelitian Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji jintan hitam (Nigella sativa) yang berasal dari Yogyakarta, Indonesia. Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dengan tempat penelitian sebagai berikut :

BAB III METODE PENELITIAN. dengan tempat penelitian sebagai berikut : 28 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai dengan Juli 2012 dengan tempat penelitian sebagai berikut : 1. Laboratorium Mutu Giling Balai Besar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan 3.3.1 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pemanas listrik, panci alumunium, saringan, peralatan gelas (labu Erlenmayer, botol vial, gelas ukur,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan April 2013 di Laboratorium Kimia Instrumen dan Laboratorium Kimia Riset Makanan

Lebih terperinci

2 METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Tahapan Penelitian Determinasi Tanaman Preparasi Sampel dan Ekstraksi

2 METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Tahapan Penelitian Determinasi Tanaman Preparasi Sampel dan Ekstraksi 3 2 METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Bahan Alam, Pusat Penelitian Bioteknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Cibinong dan Badan Tenaga Atom

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian Lokasi pengambilan sampel PBAG di lingkungan sekitar kampus Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) dan daerah Cipaku.

Lebih terperinci

EKSTRAKSI OLEORESIN DARI KAYU MANIS BERBANTU ULTRASONIK DENGAN MENGGUNAKAN PELARUT ALKOHOL

EKSTRAKSI OLEORESIN DARI KAYU MANIS BERBANTU ULTRASONIK DENGAN MENGGUNAKAN PELARUT ALKOHOL EKSTRAKSI OLEORESIN DARI KAYU MANIS BERBANTU ULTRASONIK DENGAN MENGGUNAKAN PELARUT ALKOHOL Tesis untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-2 Magister Teknik Kimia Aprianto L4C 009

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Preparasi Sampel Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2012 sampai bulan Desember 2012 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2012 sampai bulan Desember 2012 di 23 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2012 sampai bulan Desember 2012 di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

3 Metodologi penelitian

3 Metodologi penelitian 3 Metodologi penelitian 3.1 Peralatan dan Bahan Peralatan yang digunakan pada penelitian ini mencakup peralatan gelas standar laboratorium kimia, peralatan isolasi pati, peralatan polimerisasi, dan peralatan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik/Fisik Fakultas

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik/Fisik Fakultas 32 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik/Fisik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung pada

Lebih terperinci

Analisis Fitokimia (Harborne 1987) Uji alkaloid. Penentuan Bakteriostatik Uji flavonoid dan senyawa fenolik. Penentuan Bakterisidal

Analisis Fitokimia (Harborne 1987) Uji alkaloid. Penentuan Bakteriostatik Uji flavonoid dan senyawa fenolik. Penentuan Bakterisidal 6 dari 1 maka volume bakteri yang diinokulasikan sebanyak 50 µl. Analisis Fitokimia (Harborne 1987) Uji alkaloid. Sebanyak 0.1 gram serbuk hasil ekstraksi flaonoid dilarutkan dengan 3 ml kloroform dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah kentang merah dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah kentang merah dan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Tepung Kentang Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah kentang merah dan kentang. Pembuatan tepung kentang dilakukan dengan tiga cara yaitu tanpa pengukusan,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2012 sampai Januari 2013 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2012 sampai Januari 2013 di 27 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2012 sampai Januari 2013 di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Lampung.

Lebih terperinci

PENGENDALIAN KADAR GLUKOSA DARAH OLEH TEH HIJAU DAN ATAU TEH DAUN MURBEI PADA TIKUS DIABETES RUSMAN EFENDI

PENGENDALIAN KADAR GLUKOSA DARAH OLEH TEH HIJAU DAN ATAU TEH DAUN MURBEI PADA TIKUS DIABETES RUSMAN EFENDI PENGENDALIAN KADAR GLUKOSA DARAH OLEH TEH HIJAU DAN ATAU TEH DAUN MURBEI PADA TIKUS DIABETES RUSMAN EFENDI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

PEMBUATAN HIDROGEL BERBASIS SELULOSA DARI TONGKOL JAGUNG (Zea Mays L) DENGAN METODE IKAT SILANG SKRIPSI MARLINA PURBA

PEMBUATAN HIDROGEL BERBASIS SELULOSA DARI TONGKOL JAGUNG (Zea Mays L) DENGAN METODE IKAT SILANG SKRIPSI MARLINA PURBA PEMBUATAN HIDROGEL BERBASIS SELULOSA DARI TONGKOL JAGUNG (Zea Mays L) DENGAN METODE IKAT SILANG SKRIPSI MARLINA PURBA 130822002 DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Makanan dan Material dan Laboratorium Kimia Analitik Instrumen, Jurusan Pendidikan Kimia,

Lebih terperinci

ABSTRAK. UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN SUPEROKSIDA DISMUTASE (SOD) DAN UJI FITOKIMIA PADA EKSTRAK ETANOL DAN FRAKSI- FRAKSI DAUN SIRIH (Piper betle L.

ABSTRAK. UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN SUPEROKSIDA DISMUTASE (SOD) DAN UJI FITOKIMIA PADA EKSTRAK ETANOL DAN FRAKSI- FRAKSI DAUN SIRIH (Piper betle L. ABSTRAK UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN SUPEROKSIDA DISMUTASE (SOD) DAN UJI FITOKIMIA PADA EKSTRAK ETANOL DAN FRAKSI- FRAKSI DAUN SIRIH (Piper betle L.) Meyrlin Batlolona, 2012. Pembimbing I : Freddy T. Andries,

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG IV. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat Penelitian Percobaan utama dilaksanakan pada bulan Maret 2012- April 2012. Penelitian dilakukan di Laboratorium Keteknikan Pengolahan Pangan, Laboratorium

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei-Juli 2013 di Laboratorium Kimia

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei-Juli 2013 di Laboratorium Kimia 27 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei-Juli 2013 di Laboratorium Kimia Anorganik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1.

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1. BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada awal penelitian dilakukan determinasi tanaman yang bertujuan untuk mengetahui kebenaran identitas botani dari tanaman yang digunakan. Hasil determinasi menyatakan

Lebih terperinci

RIZKI SITI NURFITRIA

RIZKI SITI NURFITRIA RIZKI SITI NURFITRIA 10703058 EFEK ANTIOKSIDAN IN VITRO EKSTRAK BAWANG PUTIH, KUNYIT, JAHE MERAH, MENGKUDU, SERTA BEBERAPA KOMBINASINYA DAN EX VIVO EKSTRAK BAWANG PUTIH, KUNYIT, DAN KOMBINASINYA PROGRAM

Lebih terperinci

Bab III Bahan dan Metode

Bab III Bahan dan Metode Bab III Bahan dan Metode A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2012 di daerah budidaya rumput laut pada dua lokasi perairan Teluk Kupang yaitu di perairan Tablolong

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan dari bulan April sampai bulan Oktober 2013, bertempat di Laboratorium Kimia Makanan Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas Matematika

Lebih terperinci

III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Februari sampai Juni 2014 bertempat di

III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Februari sampai Juni 2014 bertempat di 31 III METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Februari sampai Juni 2014 bertempat di Laboratorium Kimia Fisik, Laboratorium Biomassa, Universitas

Lebih terperinci

SATUUJI AKTIVITAS SITOTOKSIK EKSTRAK ETANOL AKAR, KULIT BATANG, DAN BIJI JARAK PAGAR (Jatropha curcas Linn.) TERHADAP SEL KANKER PAYUDARA T47D SKRIPSI

SATUUJI AKTIVITAS SITOTOKSIK EKSTRAK ETANOL AKAR, KULIT BATANG, DAN BIJI JARAK PAGAR (Jatropha curcas Linn.) TERHADAP SEL KANKER PAYUDARA T47D SKRIPSI SATUUJI AKTIVITAS SITOTOKSIK EKSTRAK ETANOL AKAR, KULIT BATANG, DAN BIJI JARAK PAGAR (Jatropha curcas Linn.) TERHADAP SEL KANKER PAYUDARA T47D SKRIPSI Oleh: NUR ERVIA RAHMAWATI K100140054 FAKULTAS FARMASI

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei Agustus 2014 di Laboratorium

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei Agustus 2014 di Laboratorium 30 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei Agustus 2014 di Laboratorium Kimia Anorganik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci