BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Sektor industri manufaktur merupakan sektor penting yang dapat mempengaruhi perkembangan perekonomian di Indonesia, dan merupakan sektor yang mendominasi populasi pada Bursa Efek Indonesia (BEI). Berdasarkan Surat Edaran Bapepam No SE- 02/PM/2002 bahwa karakteristik utama kegiatan industri manufaktur adalah mengolah sumberdaya menjadi barang jadi melalui suatu proses pabrikasi. Oleh karena itu, aktivitas perusahaan yang tergolong dalam kelompok industri manufaktur sekurangkurangnya mempunyai tiga kegiatan utama yaitu: 1) Kegiatan untuk memperoleh atau menyimpan input atau bahan baku. 2) Kegiatan pengolahan/pabrikasi/perakitan atas bahan baku menjadi barang jadi. 3) Kegiatan menyimpan atau memasarkan barang jadi. Daftar perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) mencakup tiga kategori yaitu: a) Industri dasar dan kimia yang terdiri atas: (a) Industri semen (b) Industri keramik, misalnya ubin keramik, alat-alat saniter dari keramik,dll. (c) Industri porselen, misalnya ubin porselen (d) Industri kaca (e) Industri logam, misalnya aluminium, pembuatan uliran pipa baja, besi beton, baja kawat baja, perlengkapan dari logam, batangan tembaga, kemasan kaleng,dll (f) Industri kimia, misalnya sorbitol, polypropylene, alkil benzene, dll (g) Industri plastik dan kemasan misalnya : kemasan plastik, kemasan fleksibel, dll (h) Industri pakan ternak misalnya pellet, chips,dll (i) Industri pulp dan kertas. b) Aneka Industri yang terdiri atas: (a) Industri mesin dan alat berat (b) Industri otomotif dan komponennya (c) Industri perakitan (assembling) (d) 1

2 Industri tekstil dan garmen (e) Industri sepatu dan alas kaki lain (f) Industri kabel misalnya kabel listrik dan kabel telepon (elektrik) (g) Industri barang elektronika. c) Industri makanan dan minuman terdiri atas: (a) Industri rokok (b) Industri farmasi (c) Industri kosmetika. Pada tahun 1998 sektor manufaktur sempat mengalami krisis yang cukup parah, namun saat ini kondisi perekonomian sektor manufaktur terus membaik, hampir semua perusahaan manufaktur dapat menjalankan kegiatan operasionalnya dengan normal, hal tersebut terjadi karena adanya dukungan dari berbagai pihak, yaitu pemerintah, masyarakat, serta pelaku industri dan pihak swasta. Banyaknya Perusahaan manufaktur yang tumbuh dan go public meningkatkan kebutuhan akan peran auditor untuk mengaudit laporan keuangan perusahaan tersebut sesuai dengan undang-undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) yaitu mewajibkan laporan keuangan untuk diaudit oleh akuntan publik, untuk menjaga kredibilitas laporan keuangan dan menjaga kepercayaan publik, namun semakin lama hubungan masa kerja auditor dengan klien, diragukan akan mempengaruhi independensi auditor sehingga diperlukan pergantian auditor, alasan peneliti memilih sektor manufaktur karena sektor manufaktur merupakan sektor mayoritas yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, yang diharapkan mampu mewakili sektor perusahaan di Indonesia. 2

3 1.2 Latar Belakang Laporan keuangan merupakan bentuk pertanggungjawaban dan penyampaian informasi keuangan suatu perusahaan atau organisasi kepada pihak-pihak yang membutuhkan, eksternal maupun internal (Jensen dan Meckling, 1976 dalam Wijayani dan Januarti, 2011). Untuk meyakinkan kredibilitas laporan keuangan dan kepercayaan investor dari kepentingan pribadi pihak manajemen, maka laporan keuangan tersebut harus di audit oleh auditor independen sesuai dengan PSA No. 2 SA Seksi 110, dinyatakan bahwa auditor bertanggung jawab dalam merencanakan dan melaksanakan audit untuk memperoleh keyakinan memadai tentang apakah laporan keuangan tersebut bebas dari salah saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan (SPAP, 2001:110.2), pemerintah juga menerbitkan undang-undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) yang mewajibkan laporan keuangan untuk diaudit oleh akuntan publik. Sehingga profesi auditor yang independen dan objektif dibutuhkan untuk menjaga kredibilitas laporan keuangan, dan memegang peran penting dalam kepercayaan investor. Independensi auditor adalah dasar dari profesi audit, setiap auditor harus selalu mempertahankan sikap independen dalam memberikan jasa profesional sebagaimana diatur dalam SPAP PSA no 04 SA seksi 220 tentang independensi, secara umum independensi dibagi 2, yaitu independensi pada kenyataan, adalah auditor mempertahankan sikap yang tidak memihak dalam melaksanakan pekerjaannya, sedangkan independensi pada penampilan adalah kepercayaan para pemakai terhadap auditor dalam bertindak, oleh karena itu independensi sangat mutlak diperlukan oleh auditor dalam menjalankan profesi (SPAP, 2001:220.2 & 220.3). Sikap Independensi bermakna bahwa auditor tidak mudah dipengaruhi, sehingga auditor akan melaporkan apa yang ditemukannya selama pelaksanaan audit. Pentingnya independensi menimbulkan ketergantungan pada setiap pengguna laporan keuangan, dan perusahaan klien akan sikap independensi, sehingga terkadang timbul keraguan dalam independensi auditor tersebut. Keraguan ini 3

4 bertambah karena kantor akuntan publik diberi kebebasan untuk dapat memberikan jasa non audit kepada klien yang mereka audit, hal tersebut dapat mengurangi independensi auditor kepada klien nya. Flint (1988) dalam Nasser et al. (2006) berpendapat bahwa independensi akan hilang jika auditor terlibat dalam hubungan pribadi dengan klien, karena hal ini dapat mempengaruhi sikap mental dan opini mereka. Salah satu ancaman tersebut adalah audit tenure yang panjang. Flint (1988) dalam Nasser et al. (2006) berpendapat bahwa audit tenure yang panjang dapat menyebabkan auditor untuk mengembangkan "over-cosy relationship" serta kesetiaan yang kuat atau hubungan emosional dengan klien mereka, yang dapat mencapai tahap dimana independensi auditor terancam. Audit tenure yang panjang juga memberikan hasil familiaritas yang tinggi dan akibatnya, kualitas dan kompetensi kerja auditor dapat menurun ketika mereka mulai untuk membuat asumsi yang tidak tepat dan bukan evaluasi yang objektif dari bukti saat ini. Pembatasan tenure pada auditor merupakan upaya untuk mencegah hubungan auditor terlalu dekat dengan klien, sehingga dapat mengganggu independensi auditor. Salah satu anjuran untuk mencegah hal tersebut adalah melakukan wajib pergantian audit (AICPA, 1978a, 1978b dalam Nasser et al., 2006), karena dapat meningkatkan kemampuan auditor dalam melindungi publik melalui peningkatan kewaspadaan untuk setiap kemungkinan ketidaklayakan, peningkatan kualitas pelayanan dan mencegah hubungan yang lebih dekat dengan klien (Mautz 1974; Winters, 1976; Hoyle, 1978; Brody dan Moscove, 1998 dalam Nasser et al., 2006). Fenomena pergantian audit bermula dari kasus Enron yang mempunyai masalah independensi dengan KAP Andersen di Amerika Serikat pada tahun 2001, sebagai salah satu KAP yang masuk dalam jajaran KAP terbesar di dunia yaitu Big 5, KAP Andersen terlibat kecurangan dengan kliennya Enron sehingga gagal mempertahankan independensinya. Skandal tersebut melahirkan The Sarbanes-Oxley Act (SOX) pada tahun 2002 yang menjadi solusi dari kasus tersebut. Kemudian kasus tersebut menjadi acuan bagi 4

5 pemerintah di berbagai negara untuk mengeluarkan peraturan terkait pergantian auditor untuk mencegah masalah yang sama terulang kembali. Di Indonesia, pemerintah telah mengatur kewajiban pergantian auditor dengan dikeluarkannya KMKRI Nomor 359/KMK.06/2003 tentang jasa akuntan publik, yang merupakan pembaharuan dari KMKRI Nomor 432/KMK.06/2002. Peraturan ini menyatakan bahwa KAP dapat melakukan jasa audit umum paling lama 5 (lima) tahun buku berturut-turut, dan akuntan publik paling lama 3 (tiga) tahun buku berturut-turut, peraturan ini berlaku sejak tanggal 21 agustus Kemudian peraturan tersebut diperbaharui dengan dikeluarkannya PMKRI Nomor 17/PMK.01/2008 tentang jasa akuntan publik yang berlaku sejak tanggal 5 februari 2008, pada peraturan ini terdapat perubahan masa kerja yaitu bahwa KAP dapat melakukan jasa audit umum paling lama 6 (enam) tahun buku berturut-turut, dan akuntan publik paling lama 3 (tiga) tahun buku berturut-turut, dan dapat menerima kembali penugasan pada klien yang sama setelah 1 tahun buku. Disamping manfaat-manfaat yang diberikan dari pergantian auditor yaitu untuk meningkatkan independensi dan objektivitas, ada yang menenentang gagasan pergantian auditor, karena mereka percaya bahwa biaya yang dikeluarkan lebih besar dibanding manfaat yang diperoleh, bertambahnya frekuensi rotasi dan switching akan meningkatkan fee audit, hal ini terjadi karena informasi yang didapatkan KAP tersebut selama meningkatkan kualitas audit terhadap klien akan sia-sia dengan adanya rotasi dan swtiching atau pengangkatan KAP baru (AICPA, 1992 Nasser et al., 2006). Pergantian Auditor dibagi 2 yaitu mandatory dan voluntary, mandatory adalah pergantian wajib yang dilakukan karena peraturan yang berlaku, sedangkan voluntary adalah pergantian sukarela yang dilakukan auditor klien kepada auditor sebelum tanggal pergantian peraturan yang berlaku atau pergantian yang di lakukan sebelum batas tenure yang diwajibkan dilakukan pergantian, dalam fenomena pergantian audit yang menjadi masalah yang menarik adalah pergantian yang terjadi secara sukarela (voluntary), yang 5

6 dilakukan perusahaan untuk mengganti auditor diluar peraturan yang berlaku, ada 2 kemungkinan perusahaan mengganti KAP secara sukarela yaitu, KAP mengundurkan diri dari penugasan yang diberikan oleh klien atau klien mengganti KAP untuk jasa yang diberikan atau ketidakpuasan akan jasa KAP tersebut, pergantian auditor juga dapat dilihat dari faktor auditor dan perusahaan seperti reputasi KAP, ukuran perusahaan, pertumbuhan perusahaan, dan financial distress, maka hal tersebut menjadi hal yang menarik dan muncul pertanyaan apa saja penyebab terjadinya pergantian auditor tersebut terjadi yang dilihat dari faktor auditor dan perusahaan. Pada saat pergantian auditor terjadi, terdapat 4 peluang arah pergantian auditor (Nasser et at., 2006), yaitu: (a) non Big Four to non Big Four (b) non Big Four to Big Four (c) Big Four to non Big Four (d) Big Four to Big Four. Tiap-tiap KAP memiliki perbedaan kualitas dalam memberikan jasa audit yang berkaitan dengan tingkat kompetensi dan kredibilitas, dalam hal ini yang disebut diferensiasi kualitas audit yang bisa diamati melalui KAP dalam reputasi brand-name (the Big dan non Big). KAP dengan ukuran yang berbeda apabila digolongkan dalam Big Four, dan non Big Four memiliki kemampuan dan sumber daya yang sangat berbeda. Nasser et al, (2006) menyatakan bahwa KAP yang lebih besar (Big Four) biasanya dianggap lebih mampu mempertahankan tingkatan independensi yang cukup daripada KAP yang lebih kecil, karena mereka biasanya menyediakan cakupan jasa-jasa ke sejumlah besar klien, sehingga mengurangi ketergantungan mereka pada klien tertentu. Fenomena arah pergantian auditor ditemukan pada penelitian Yanwar Titi Pratitis (2012) di Indonesia pada sektor manufaktur pada periode penelitian menemukan bahwa perusahaan lebih memilih KAP non Big Four sebesar 31 perusahaan (77,5%), dibandingkan KAP Big Four sebesar 9 perusahaan (22,5%) yang dipandang lebih independen dan berkualitas, hal tersebut menarik dan menimbulkan pertanyaan tentang faktor-faktor apa saja mempengaruhi arah pergantian auditor, pada penelitian ini ukuran KAP dikeluarkan pada faktor yang mempengaruhi arah pergantian auditor, karena 6

7 arah pergantian auditor dilihat dari pihak perusahaan yang melakukan pergantian auditor. Penelitian pergantian auditor dan arah pegantian auditor ini mengacu pada penelitian Nasser et al (2006) yang melakukan penelitian pada hubungan auditor dan klien dengan kasus audit tenure dan pergantian auditor di malaysia, penelitian tersebut menganalis faktor-faktor yaitu ukuran KAP, ukuran klien, pertumbuhan klien, masalah keuangan klien, terhadap pergantian auditor dan arah pergantian auditor, pada penelitian ini ukuran KAP berpengaruh terhadap pergantian auditor (Wijayani dan Januarti, 2011; Prastiwi dan Wilsya, 2009; Nasser et,al., 2006; Sulistiarini dan Sudarno, 2012; Susan dan Trisnawati, 2011; Damayanti dan Sudarma, 2007). Ukuran KAP digolongkan dengan KAP Big Four dan non Big Four, (Nasser et al,. 2006) menyatakan KAP Big Four lebih mampu memelihara independensi dibandingkan KAP non Big Four karena mereka biasanya memberikan pelayanan pada klien dalam jumlah besar, sehingga dapat mengurangi dependensi dari beberapa klien, akan tetapi penelitian yang dilakukan di Indonesia menunjukan hasil yang berbeda, ukuran KAP tidak berpengaruh pada pergantian auditor (Pratini dan Astika 2013; Sinason et, al., 2001). Ukuran perusahaan berpengaruh pada pergantian audit (Nasser et al., 2006; Sinason et al., 2001). Auditee yang lebih besar, karena kompleksitas operasi mereka dan peningkatan pemisahan antara manajemen dan kepemilikan, sangat memerlukan KAP yang independen yang dapat mengurangi agency cost (Watts dan Zimmerman, 1986 dalam Nasser et al., (2006)) yaitu KAP Big Four, penelitian di Indonesia menunjukan hasil yang berbeda, yaitu ukuran perusahaan tidak berpengaruh pada pergantian audit (Prastiwi dan Wilsya, (2009); Wijayani dan Januarti, 2011). Seiring bertumbuhnya perusahaan, akan meningkatkan konflik agensi dan akan meningkatkan permintaan auditor dengan kualitas yang berbeda, sehingga perusahaan yang pertumbuhannya tinggi membutuhkan KAP yang berkualitas (Big Four) (Palmrose, 1984 dalam Nasser et al., (2006), hal ini sesuai dengan penelitian Sinason et al (2001), bahwa pertumbuhan 7

8 perusahaan berpengaruh pada pergantian auditor, tetapi hasil penelitian Nasser et al. (2006) dan Prastiwi dan Wilsya, (2009) menunjukan pertumbuhan perusahaan tidak berpengaruh pada pergantian auditor. Meningkatnya masalah keuangan pada perusahaan, membuat perusahaan cenderung memilih auditor yang memiliki reputasi yang lebih baik untuk menjaga kualitas laporan keuangan dan kepercayaan publik, penelitian Nasser et, al (2006), Pratini dan Astika (2013), dan Sinason et al. (2001) menunjukan masalah keuangan berpengaruh pada pergantian auditor, hasil tersebut tidak sesuai dengan penelitian Prastiwi dan Wilsya (2009), Wijayani dan Januarti (2011) Sulistiarini dan Sudarno (2012), Susan dan Trisnawati (2011), Damayanti dan Sudarma (2007) bahwa masalah keuangan tidak berpengaruh pada pergantian Auditor. Arah pergantian auditor dipengaruhi oleh variabel pertumbuhan perusahaan, Nasser et al, (2006) menemukan bahwa arah pergantian auditor pada KAP Big Four lebih besar pada perusahaan yang mengalami pertumbuhan perusahaan. Berdasarkan penelitian terdahulu yang masih menunjukan hasil yang berbeda maka peneliti ingin meneliti bagaimana dan pengaruh faktor - faktor yaitu ukuran KAP, ukuran perusahaan, pertumbuhan perusahaan, masalah keuangan perusahaan, terhadap pergantian audit dan arah pergantian auditor. Penelitian ini mengacu pada penelitian Nasser et al., (2006), penelitian ini memiliki perbedaan dengan penelitian Nasser et al., (2006) dengan mengambil objek penelitian pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa efek Indonesia (BEI), dengan sampel perusahaan periode , dan pada penelitian Nasser et al. (2006) Peraturan wajib pergantian auditor di Malaysia belum diterapkan, sehingga masih bersifat voluntary, sedangkan di Indonesia telah diterapkan peraturan tentang wajib pergantian auditor. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka penulis tertarik untuk menulis skripsi dengan judul "Hubungan Auditor-Klien: Kasus Pergantian Auditor dan Arah Pergantian Auditor di Indonesia"(studi empiris pada perusahaan sektor manufaktur yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia pada tahun ). 8

9 1.3 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka perumusan masalah yang diuraikan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Bagaimana ukuran KAP, ukuran Perusahaan, pertumbuhan perusahaan, financial distress, pergantian auditor dan arah pergantian auditor pada perusahaan sektor manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode ? 2) Bagaimana ukuran KAP, ukuran perusahaan, pertumbuhan perusahaan, financial distress berpengaruh secara simultan terhadap pergantian auditor? 3) Bagaimana ukuran KAP, ukuran perusahaan, pertumbuhan perusahaan, financial distress berpengaruh secara parsial terhadap pergantian auditor?, yaitu: a) Apakah ukuran KAP berpengaruh terhadap pergantian auditor? b) Apakah ukuran perusahaan berpengaruh terhadap pergantian auditor? c) Apakah pertumbuhan perusahaan berpengaruh terhadap pergantian auditor? d) Apakah financial distress berpengaruh terhadap pergantian auditor? 4) Bagaimana ukuran perusahaan, pertumbuhan perusahaan, financial distress berpengaruh secara simultan terhadap arah pergantian auditor (non Big Four to non Big Four, non Big Four to Big Four, Big Four to non Big Four, Big Four to Big Four )? 5) Bagaimana ukuran perusahaan, pertumbuhan perusahaan, financial distress berpengaruh secara parsial terhadap arah pergantian auditor (non Big Four to non Big Four, non Big Four to Big Four, Big Four to non Big Four, Big Four to Big Four )?, yaitu : a) Apakah ukuran perusahaan berpengaruh terhadap arah pergantian auditor (non Big Four to non Big Four, non Big Four to Big Four, Big Four to non Big Four, Big Four to Big Four )? 9

10 b) Apakah pertumbuhan perusahaan berpengaruh terhadap arah pergantian auditor (non Big Four to non Big Four, non Big Four to Big Four, Big Four to non Big Four, Big Four to Big Four )? c) Apakah financial distress berpengaruh terhadap arah pergantian auditor (non Big Four to non Big Four, non Big Four to Big Four, Big Four to non Big Four, Big Four to Big Four )? 1.4 Tujuan Penelitian Sesuai dengan latar belakang dan perumusan masalah yang ada, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Untuk mengetahui ukuran KAP, ukuran Perusahaan, pertumbuhan perusahaan, financial distress, pergantian auditor dan arah pergantian auditor pada perusahaan sektor manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode ? 2) Untuk menguji apakah ukuran KAP, ukuran perusahaan, pertumbuhan perusahaan, financial distress berpengaruh secara simultan terhadap pergantian auditor. 3) Untuk menguji apakah ukuran KAP, ukuran perusahaan, pertumbuhan perusahaan, financial distress berpengaruh secara parsial terhadap pergantian auditor, yaitu: a) Untuk menguji apakah ukuran KAP berpengaruh terhadap pergantian auditor. b) Untuk menguji apakah ukuran perusahaan berpengaruh terhadap pergantian auditor. c) Untuk menguji apakah pertumbuhan perusahaan berpengaruh terhadap pergantian auditor. d) Untuk menguji apakah financial distress berpengaruh terhadap pergantian auditor. 4) Untuk menguji apakah ukuran perusahaan, pertumbuhan perusahaan, financial distress berpengaruh secara simultan terhadap arah pergantian 10

11 auditor (non Big Four to non Big Four, non Big Four to Big Four, Big Four to non Big Four, Big Four to Big Four ). 5) Untuk menguji apakah ukuran KAP, ukuran perusahaan, pertumbuhan perusahaan, financial distress berpengaruh secara parsial terhadap arah pergantian auditor (non Big Four to non Big Four, non Big Four to Big Four, Big Four to non Big Four, Big Four to Big Four ), yaitu: a) Untuk menguji apakah ukuran perusahaan berpengaruh terhadap arah pergantian auditor (non Big Four to non Big Four, non Big Four to Big Four, Big Four to non Big Four, Big Four to Big Four ). b) Untuk menguji apakah pertumbuhan perusahaan berpengaruh terhadap arah pergantian auditor (non Big Four to non Big Four, non Big Four to Big Four, Big Four to non Big Four, Big Four to Big Four ). c) Untuk menguji apakah financial distress berpengaruh terhadap arah pergantian auditor (non Big Four to non Big Four, non Big Four to Big Four, Big Four to non Big Four, Big Four to Big Four ). 1.5 Kegunaan Penelitian 1) Aspek Teoritis Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan kajian dan referensi untuk penelitian berikutnya yang berkenaan dengan pergantian Auditor dan arah pergantian auditor, agar dapat pula menjadi sumber informasi untuk memperluas khasanah ilmu. 2) Aspek Praktis Sebagai sarana informasi bagi investor dan perusahaan agar mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pergantian auditor dan arah pergantian auditor secara empiris sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan tersendiri dalam berinvestasi. 11

12 1.6 Sistematika Penulisan Tugas Akhir Pembahasan dalam skripsi ini akan dibagi dalam lima bab yang terdiri dari beberapa sub bab-sub bab. Sistematika penulisan skripsi ini secara garis besar adalah sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Bab ini memberikan penjelasan mengenai gambaran umum objek penelitian, latar belakang penelitian yang mengangkat fenomena yang menjadi isu penting sehingga layak untuk diteliti disertai dengan argumen teoritis yang ada, perumusan masalah yang didasarkan pada latar belakang penelitian, tujuan penelitian, dan kegunaan penelitian ini secara teoritis dan praktis serta sistematika penulisan secara umum. BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LINGKUP PENELITIAN Bab ini mengungkapkan dengan ringkas, jelas dan padat mengenai ukuran KAP, ukuran perusahaan, pertumbuhan perusahaan, financial distress pada perusahaan. Bab ini juga menguraikan penelitian terdahulu sebagai acuan penelitian ini, kerangka pemikiran yang membahas rangkaian pola pikir untuk menggambarkan masalah penelitian, hipotesis penelitian sebagai jawaban sementara atas masalah penelitian dan pedoman untuk pengujian data, serta ruang lingkup penelitian yang menjelaskan dengan rinci batasan dan cakupan penelitian. BAB III METODE PENELITIAN Bab ini menjelaskan tentang jenis penelitian, pendekatan penelitian yang digunakan, identifikasi variabel dependen dan variabel independen, definisi operasional variabel, tahapan penelitian, jenis dan sumber data (populasi dan sampel) serta teknik analisis data. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini menguraikan deskripsi hasil penelitian yang telah diidentifikasi dan pembahasan hasil penelitian. 12

13 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini menyajikan beberapa kesimpulan hasil analisis penelitian dan saran dari hasil penelitian ini. 13

14 14