BAB II LANDASAN TEORI. Universitas Muhammadiyah Purwokerto, yang ingin meraih gelar sarjananya.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI. Universitas Muhammadiyah Purwokerto, yang ingin meraih gelar sarjananya."

Transkripsi

1 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan Penelitian dengan menggunakan pendekatan psikologi sastra telah banyak dilakukan oleh para peneliti sastra sebelumnya, khususnya para mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Purwokerto, yang ingin meraih gelar sarjananya. Namun belum ada peneliti yang mengkaji novel Para Pelukis Langit karya Bung Pram menggunakan pendekatan psikologi sastra. Hal tersebut yang menjadi salah satu alasan yang melatarbelakangi mengapa peneliti tertarik untuk mengkaji novel tersebut. Penelitian-penelitian yang sejenis diharapkan dapat dijadikan sumber referensi tambahan dalam penelitian ini. Penelitian yang dipilih sebagai sumber referensi tambahan dalam penelitian ini ada dua macam. Pertama,skripsi yang disusun oleh Pawestri Murtiningsih dengan judul Tinjauan Psikologis Tokoh Utama Novel Saman karya Ayu Utami. Pawestri adalah mahasiswi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UMP angkatan Tujuan penelitian ini adalah: (1)Mengetahui penokohan tokoh utana novel Saman karya Ayu Utami. (2) Mengetahui perilaku tokoh utama novel Saman karya Ayu Utami ditinjau dari teori kepribadian. (3) Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku tokoh utama novel Saman karya Ayu Utami ditinjau secara psikologis. Data penelitian ini berupa tokoh-tokoh dan perilaku tokoh yang terdapat dalam novel

2 9 Saman karya Ayu Utami. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan objektif, yaitu pendekatan yang difokuskan pada tokoh dan penokohan dan pendekatan psikologi sastra yang digunakan untuk mengungkap perilaku tokoh utama. Hasil penelitian menunjukkan tokoh utama novel Saman karya Ayu Utami adalah Saman yang semula bernama Wisanggeni. Penokohan tokoh utama secara fisik dan psikis diungkapkan secara analisis dan dramatis. Tipe psikologis yang paling dominan pada tokoh Saman adalah psikologis tipe manusia sosial.perbedaan penelitian yang akan saya lakukan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Pawestri Murtiningsih adalah apabila penelitian yang dilakukan oleh Pawestri adalah untuk mengetahui kepribadian tokoh utama dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, sedangkan dalam penelitian yang akan saya lakukan untuk mengetahui bagaimana dinamika kepribadian tokoh utama. Untuk menganalisis dinamika kepribadian tersebut peneliti menggunakan teori Erik H. Erikson. Kedua, skripsi yang disusun oleh Nurul Apriliyani dengan judul Dinamika Kepribadian Tokoh Enong dalam Novel Dwilogi Padang Bulan karya Andrea Hirata: Kajian Psikologi Sastra. Nurul Apriliyani adalahmahasiswi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UMP angkatan Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kepribadian tokoh Enong dalam novel Dwilogi Padang Bulan karya Andrea Hirata. Kepribadian yang dimiliki oleh tokoh Enong dianalisis dengan menggunakan teori kebutuhan Abraham Maslow. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kajian analisis teksdengan pendekatan psikologi sastra, yaitu

3 10 mendeskripsikan kepribadian tokoh Enong dengan menggunakan sudut pandang psikologi berdasarkan pada objek penelitian yaitu novel Dwilogi Padang Bulan karya Andrea Hirata. Hasil penelitian terhadap dinamika kepribadian tokoh Enong dalam penelitian ini meliputi; kebutuhan fisiologis melahirkan kepribadian mandiri dan bertanggung jawab; kebutuhan rasa aman melahirkan kepribadian pemberani; kebutuhan pengakuan dan kasih sayang melahirkan kepribadian mandiri; kebutuhan penghargaan melahirkan kepribadian percaya diri; kebutuhan kognitif melahirkan kepribadian Enong yang cerdas; kebutuhan estetika melahirkan kepribadian pekerja keras dan percaya diri; kebutuhan aktualisasi diri melahirkan kepribadian percaya diri dan tidak mudah putus asa. Struktur dinamika kepribadian tokoh Enong dibagi menjadi empat tahap perkembangan, yaitu masa anak-anak, masa muda, masa paruh baya, dan masa tua. Meskipun penelitian inimengkaji dinamika kepribadian tokoh utama dengan menggunakan pendekatan psikologi sastra, namun ada beberapa perbedaan dengan penelitian yang akan saya lakukan, diantaranya: (1) Penelitian ini menggunakan teori Abraham Maslow untuk menganalisis kepribadian tokoh Enong, sedangkan untuk menganalisis kepribadian tokoh utama yang akan saya lakukan menggunakan teori kepribadian Erik H. Erikson dengan didukung oleh beberapa sumberpendukung lainnya. (2) Penelitian ini membagi struktur dinamika kepribadian tokoh Enong menjadi empat tahap perkembangan, sedangkan dalam penelitian yang akan saya lakukan membagi kepribadian tokoh utama menjadi dua tahap perkembangan, yaitu masa remaja dan dewasa. Kedua tahap perkembangan kepribadian tersebut juga akan dibagi lagi berdasarkan kepribadian yang dimiliki.

4 11 B. Landasan Teori Landasan teori berisi berbagai macam teori yang digunakan oleh peneliti sebagai pedoman dalam penelitian ini.landasan teori dijadikan sebagai alat bantu bagi peneliti untuk menganalisis data-data yang telah didapat.untuk dapat menganalisis dinamika kepribadian tokoh utama dalam novel Para Pelukis Langit karya Bung Pram dengan baik, diperlukan teori-teoripendukung antara lain; sastra dan psikologi, psikologi kepribadian, serta tokoh dalam karya sastra. Ketiga teori tersebut akan dijabarkan lebih jelas dalam bab ini. 1. Sastra dan Psikologi Sastra dapat diartikan sebagai hasil karya manusia berupa pengolahan bahasa yang indah, berbentuk lisan atau tulis. Jadi karya seseorang dapat dianggap sebagai karya sastra jika memiliki bahasa yang indah dan menimbulkan kesan yang mendalam (Chulsum, 2006: 754).Dengan menggunakan bahasa yang indah dan menimbulkan kesan yang mendalam seorang pembaca yang baik pasti akan merasa ikut terlibat dalam cerita tersebut. Rasa emosi, sedih, marah, bahagia, dan sebagainya akan muncul dalam dirinya seiring dengan jalan cerita yang ditampilkan. Orang yang sering membaca karya sastra akan berpengaruh terhadap kondisi kejiwaannya, kepribadiannya, dan pola pikirnya ke arah yang lebih baik. Hal itu dapat terjadi karena pembaca banyak belajar tentang kehidupan melalui amanat yang disampaikan oleh penulis lewat tokoh-tokoh fiksional yang ditampilkan.hal tersebut membuktikan bahwa karya sastra sangat berkaitan erat dengan psikologi (ilmu jiwa). Di dalam sebuah novel mengandung aspek kejiwaan yang dimiliki oleh tokoh-tokoh fiksional. Setiap tokoh yang ditampilkan memiliki watak dan

5 12 kepribadian tertentu. Watak dari setiap tokoh dalam karya sastra dibentuk dan dipengaruhi oleh kondisi kejiwaan penulis karya sastra itu sendiri. Oleh sebab itu penting bagi insan yang bergaul dengan dunia sastra untuk memahami lebih jauh latar belakang kondisi kejiwaan tokoh serta sebab-akibat atas kondisi tersebut. Hal tersebut yang menyebabkan para pakar sastra untuk menggali keterkaitan antara karya sastra dengan psikologi. Oleh karena itu, bagi para peneliti sastra yang mengkaji watak dan kepribadian yang dimiliki tokoh dalam suatu karya sastra, psikologi harus ikut andil di dalamnya. Karena pada kenyataannya sastra dan psikologi saling berkaitan erat. Psikologi dapat digunakan untuk mengkaji aspek kejiwaan dari segi penulis, tokoh dalam karya sastra, dan pembaca karya sastra tersebut. Psikologi sastra dipengaruhi oleh beberapa hal. Pertama, karya sastra merupakan kreasi dari proses kejiwaan dan pemikiran pengarang yang berada pada situasi setengah sadar yang selanjutnya dituangkan ke dalam suatu tulisan. Kedua, telaah psikologi sastra adalah kajian yang menelaah cerminan psikologi dalam diri para tokoh yang disajikan sedemikian rupa oleh pengarang sehingga pembaca merasa terbuai oleh problema psikologis kisahan yang kadang kala merasakan dirinya terlibat dalam cerita. Ketiga, karya sastra dapat mempengaruhi dan kondisi kejiwaan pembaca karena kisah yang disajikan dalam karya tersebut. Karya-karya sastra memungkinkan ditelaah melalui pendekatan psikologi karena karya sastra menampilkan watak para tokoh, walaupun imajinatif, dapat menampilkan berbagai problem psikologis (Minderop, 2011: 54-55). Pemahaman tentang teori psikologi sastra dapat melalui tiga cara. Pertama, melalui pemahaman teori-teori psikologi kemudian dilakukan analisis terhadap

6 13 suatu karya sastra. Kedua, dengan terlebih dahulu menentukan karya sastra sebagai objek penelitian kemudian menentukan teori-teori psikologi yang dianggap relevan untuk digunakan. Ketiga, secara bersama menemukan teori dan objek penelitian. Tanpa kehadiran psikologi sastra dengan berbagai acuan kejiwaan, kemungkinan pemahaman sastra akan timpang. Kecerdasan sastrawan yang sering melampaui batas kewajaran mungkin bisa dideteksi lewat psikologi sastra. Sisi lain dari sastra akanterpahami secara proposional dengan penelitian psikologi sastra (Minderop, 2011: 59-60). Untuk menganalisis karya sastra dengan mengunakan pendekatan psikologi sastra, sama halnya dengan seorang psikolog yang sedang menghadapi seorang pasien untuk mengobati penyakitnya. Seorang psikolog tidak melakukan analisis dengan menguraikan asal-usul penyakitnya, melainkan dengan cara bercakapcakap, berdialog, sehingga terungkap seluruh depresi mentalnya, yaitu melalui ketaksadaran bahasanya. Bahasa inilah yang kemudian dianalisis sehingga menghasilkan kesimpulan dalam pengobatannya. Hal yang sama juga dilakukan dalam analisis karya sastra. Oleh karena itu, keberhasilan penelitian tergantung dari kemampuan dalam mengungkapkan kekhasan bahasa yang digunakan oleh pengarang melalui tokoh dan penokohan yang ditampilkan (Ratna, 2008: 345). Dengan adanya kaitan yang erat antara aspek psikologis dengan unsur tokoh dan penokohan, maka karya sastra yang relevan untuk dianalisis secara psikologis adalah karya-karya yang memberikan intensitas pada aspek kejiwaan tersebut. Kepribadian juga merupakan persoalan jiwa pengarang yang asasi. Pribadi pengarang akan mempengaruhi ruh karyanya. Kepribadian seseorang ada yang normal dan abnormal. Pribadi normal biasanya mengikuti irama yang lazim dalam

7 14 kehidupannya. Adapun pribadi yang abnormal, disebut demikian bila terjadi deviasi kepribadian. Ciri-ciri kepribadian kreatif adalah imajinatif, berprakarsa, mempunyai minat yang luas, keterbukaan terhadap rangsangan baru, rasa ingin tahu yang kuat, jiwa kepetualangan, penuh semangat, enerjik, percaya diri, bersedia mengambil resiko, dan berani dalamkeyakinan (Minderop, 2011: 9-10). 2. Psikologi Kepribadian Psikologi berasal dari bahasa Yunani psyche yang berarti jiwa, dan logos yang berarti ilmu. Jadi psikologi berarti ilmu jiwa atau ilmu yang mempelajari dan menyelidiki tingkah laku manusia. Sedangkan kepribadian berasal dari bahasa Inggris, personality yang artinya kepribadian. Kata personality itu sendiri berasal dari bahasa Yunani Kuno, yaitu dari kata prosoponatau persona yang artinya topeng. Ketika itu, topeng sering dipakai oleh artis atau pemain teater untuk menggambarkan sosok dengan sifat dan kepribadian tertentu (Prawira, 2013: 23). Banyak orang yang percaya bahwa masing-masing individu memiliki karakteristik kepribadian atau pembawaan yang menandainya. Kepribadian dapat dikatakan sebagai pembawaan seseorang yang mencakup dalam pikiran, perasaan, dan tingkah laku merupakan karakteristik seseorang yang menampilkan cara ia beradaptasi dan berkompromi dalam kehidupan. Kepribadian dibentuk oleh potensi sejak lahir yang dimodifikasi oleh pengalaman budaya dan pengalaman unik yang mempengaruhi seseorang sebagai individu (Minderop, 2011: 3-4). Psikologi kepribadian adalah suatu cabang ilmu psikologi yang mempelajari kepribadian manusia dengan objek penelitian faktor-faktor yang mempengaruhi tingkah laku manusia. Sasaran pertama psikologi kepribadian adalah memperoleh

8 15 informasi tentang tingkah laku manusia. Sasaran kedua, psikologi kepribadian mendorong individu agar dapat hidup secara utuh dan memuaskan. Ketiga, sasarannya adalah agar individu mampu mengembangkan segenap potensi yang dimilikinya secara optimal melalui perubahan tingkah laku psikologis. Sedangkan fungsi psikologi kepribadian ialah pertama, fungsi deskriptif (menguraikan) dan mengorganisasi tingkah laku manusia atau kejadian-kejadian yang dialami individu secara sistematis. Fungsi kedua, ialah ilmu prediktif. Ilmu ini harus mampu meramalkan tingkah laku, kejadian, atau akibat yang belum muncul pada diri individu (Minderop, 2011: 8). Bagi para psikoanalisis, istilah kepribadian adalah penguatan alam bawah sadar yang berada di luar sadar, yang membuat struktur berfikir diwarnai oleh emosi. Mereka beranggapan perilaku seseorang sekedar wajah permukaan karakterisitiknya, sehingga untuk memahami secara secara mendalam kepribadian seseorang harus diamati gelagat simbolis dan pikiran yang paling mendalam dari orang tersebut. Mereka juga mempercayai pengalaman masa kecil bersama orang tua telah membentuk kepribadian kita. Selain itu, ada beberapa faktor pembentuk kepribadian manusia lainnya.faktor-faktor pembentuk tersebut diantaranya adalah faktor yang mempengaruhi kepribadian manusia, peran batin terhadappembentuk kepribadian manusia, karakter dan bakat yang melekat pada individu, serta pendidikan keluarga sebagai pelekat dasar pembentuk kepribadian anak. a. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepribadian Manusia Kepribadian seseorang tumbuh atas dua kekuatan, yaitu kekuatan dari dalam dan dari luar. Kekuatan dari dalam dibawa oleh seseorang sejak lahir ke dunia

9 16 yang berupa kemampuan-kemampuan dasar manusia. Sedangkan faktor dari luar berupa lingkungan. Berdasarkan hal tersebut, sejak dahulu muncul dua aliran tentang kepribadian yang saling bertentangan. Aliran pertama disebut aliran nativisme dipopulerkan oleh Schoupenhouer. Aliran itu menyatakan bahwa faktor pembawaan lebih kuat mempengaruhi kepribadian seseorang dibanding dengan faktor yang datang dari luar. Bisa kita lihat banyak orang yang hidup lebih sukses dengan bakat yang melekat pada dirinya. Bakat tersebut dibawanya sejak orang itu dilahirkan ke dunia dan sulit dihilangkan oleh adanya pengaruh apapun juga termasuk dari campur tangan orang lain. Tetapi sebenarnya faktor dari dalam tidak akan berkembang dengan baik tanpa ada pengaruh dari luar atau lingkungan sekitarnya. Aliran tersebut didukung oleh aliran naturalisme dengan pelopornya J. J. Rousseau. Tokoh itu berpendapat bahwa segala yang suci asalnya dari Tuhan dan rusak oleh ulah manusia. Aliran kedua yang bertentangan dengan aliran nativisme adalah aliran empirisme dipopulerkan oleh John Locke. Tokoh ini menjadi terkenal oleh teori tabula rasanya. Menurutnya, anak yang baru saja dilahirkan masih bersih seperti tabula rasa dan baru akan berisi bila ia menerima sesuatu dari luar lewat panca indra yang dimiliki. Itulah sebabnya pengaruh dari luar lebih kuat daripada faktor dari dalam atau faktor pembawaan. Kepribadian manusia sejatinya dapat dibentuk. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh para ahli psikologi, kepribadian manusia dapat dipengaruhi oleh faktor dari luar yaitu lingkungan sosoial dan pergaulannya. Oleh karena itu, dalam kalangan pendidikan dilakukan upaya mendidik sisiwa untuk membentuk kepribadian mereka menjadi lebih baik dan positif (Prawira, 2013: 68-69).

10 17 b. Peran Batin terhadap Pembentuk Kepribadian Manusia Batin atau hati nurani manusia dalam kehidupan sehari-hari sebenarnya memiliki fungsi yang mulia, yaitu sebagai hakim yang adil bagi dirinya sendiri. Jika dalam kehidupan manusia terjadi suatu konflik, pertentangan, atau suatu keragu-raguan, batin akan bertindak sebagai pengontrol yang kritis sifatnya. Dengan begitu, setiap tindakan manusia selalu dikontrol (diperingatkan) agar senantiasa bertindak sesuai dengan batas-batas tertentu yang tidak boleh dilangar, berdasarkan norma-norma yang konvensional di dalam kehidupan masyarakat. Rasa tanggungjawab pada seseorang ditentukan oleh keadaan batin seseorang, seperti orang yang akan merasa enggan meminta maaf setelah berbuat salah terhadap orang lain, mengucapkan rasa terimakasih setelah orang lain membantunya, dan lain-lain.selain berfungsi sebagai pengontrol perbuatan, batin yang dimiliki seseorang juga berfungsi sebagai alat pembimbing untuk membentuk pribadi yang bisa dikenal orang atau masyarakat di sekitarnya, seperti pribadi yang baik, misalnya disiplin, konsistem, ramah, bertanggung jawab, dan lain-lain. Orang dengan pribadi semacam itu akan menumbuhkan sifat berwibawa di mata orang lain sehingga pada akhirnya akan dihargai. Kebalikannya dengan pribadi yang menumbuhkan sifat kewibawaan, yaitu orang yang suka berbuat seenaknya atau selengekan, dan tidak bertanggungjawab.orang tersebut dikenal sebagai orang yang berkepribadian tidak baik dan orang tersebut tidak akan dihargai. Senada dengan hal itu, jika seseorang lebih sering membiarkan dirinya berbuat yang bertentangan dengan suara hatinya, pada diri orang tersebut akan timbul konflik-konflik jiwa secara terus-menerus yang dapat mempengaruhi kondisi kejiwaannya. Jika konflik-

11 18 konflik jiwa tersebut secara terus-menerus terjadi pada diri seseorang, orang tersebut dapat menderita suatupenyakit yang disebut psikoneurosa. Ia akan merasa tidak tenang dalam menjalani kehidupan karena rasa tidak yakin dalam dirinya (Prawira, 2013: 72). c. Karakter dan Bakat yang Melekat pada Individu Para ahli psikologi kepribadian berpendapat bahwa bakat yang melekat pada seseorang sangat dipengaruhi oleh konstitusi karakter orang tersebut. Bahkan ada yang berpendapat bahwa bakat yang dimiliki oleh seseorang dibangun dari karakter yang dimiliki oleh orang yang bersangkutan.bakat yang ada dalam diri manusia sebenarnya merupakan faktor keturunan yang melekat pada diri sejak ia berada dalam kandungan. Artinya, begitu anak dilahirkan di dunia pada diri anak tersebut telah melekat bakat yang merupakan kecakapan khusus yang sedikit sekali dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman yang diperoleh orang tersebut ketika menjalani kehidupan di dunia. Bakat tersebut tidak akan berkembang dengan baik jika tidak digali dan dikembangakan dengan baik. Bakat tersebut akan berkembang dan tersalurkan dengan baik apabila ada dorongan dan dukungan dari lingkungan sekitarnya, baik dari orang tua maupun guru di sekolahnya. Menurut para ahli psikologi kepribadian, dengan adanya bakat yang dimiliki oleh seseorang akan menimbulkan kekuatan dan sifat-sifat naif. Hal itu dapat terjadi karena dengan memiliki bakat pada diri seseorang sering timbul rasa sombong dan egois yang tinggi. Hal tersebut dapat menghambat munculnya potensi-potensi lain yang dimiliki olehnya. Oleh karena itu, para ahli psikologi kepribadian berpendapat bahwa orang dengan kondisi seperti itu bisa

12 19 mendapatkan suatu kebenaran sehingga orang yang bersangkutan harus dapat mengadakan distansi pada diri sendiri dan harus dapat keluar dari egosentrisnya.seseorang yang tidak dapat berfikir introspektif, tidak akan mampu mematangkan instingnya untuk memperbaiki karakter dirinya. Selain itu, orang dengan kondisi demikian juga kurang memiliki keberanian untuk mengoreksi karakternya sendiri. Berkaitan dengan hal semacam itu, dapat dikemukakan bahwa orang-orang yang yang memiliki bakat yang hebat terutama bakat dalam bidang intlektual ada kemungkinan akan dapat mempengaruhi karakter yang ada pada diri orang tersebut. Hal tersebut bisa saja terjadi melalui instight-instight yang ada dalam dirinya (Prawira, 2013: 74). d. Pendidikan Keluarga sebagai Peletak Dasar Pembentukan Kepribadian Anak Dalam kehidupan keluarga yang normal atau sebagaimana yang terjadi pada umumnya sejak baru dilahirkan ke dunia, anak hidup dalam lingkungan keluarga dan mendapatakan asuhandari kedua orang tuanya. Hal pertama yang mengisi kepribadian anak adalah semua yang ada dalam keluarga dimana ia dilahirkan, khususnya ayah dan ibu. Kedua orang tua mengajarkan anak sopan santun, bagaimana menghargai orang lain, dan bersikap saat menghadapi setap masalah. Mengingat pendidikan keluarga tersebut diberikan atau diterima oleh anak sejak dini maka dampaknya akan melekat kuat dan akan dibawa oleh anak kemanapun dia pergi. Hal tersebut seperti dikatakan oleh bangsa Inggris dengan sebuah ungkapan yang sangat terkenal berbunyi: You can take the boy out of the country, but you can t take the country out the boy (Anak dapat meninggalkan tanah kelahirannya, tetapi tanah kelahirannya itu tidak akan dapat lepas dari si anak).

13 20 Ungkapan lain dari orang Jawa, mengatakan Kacang, mangsa ninggala lanjaran yang artinya tidak mungkin seorang anak tidak melakukan apa yang sejak kecil dicontohkan oleh orangtuanya. Hal tersebut yang menyebabkan sebagian orang jawa mempercayai bahwa sikap anak tidak akan jauh berbeda dengan sikap orang tuannya. Perlu disadari bahwa dari kedua orang tua yang paling berperan dalam pembentukan kepribadian anak adalah ibu. Ibu yang pertama kali mengajarkan anak berbicara, mengajarkan kepada anak bagaimana cara makan dan minum dengan sopan, dan juga mengajarkan mana perbuatan yang baik ataupun kurang baik. Hal-hal tersebut merupakan upaya untuk mencapai tingkat kepribadian yang baik. Anak akan membawa pengaruh atau ajaran yang telah diberikan oleh orangtua yang diterimanya ketika kecil, kemana pun ia pergi. Meskipun si anak telah dapat berfikir lebih jauh atau berpandangan luas yang mendunia. Bahkan, dari hasil penelitian terbukti bahwa pengaruh ajaran yang disampaikan atau ditanamkan oleh orangtuanya begitu kuat dan besar pengaruhnya pada anak, meskipun ia telah mendaptatkan pengaruh-pengaruh lain yang sangat beragam. Dalam hal perlakuan, sebuah keluarga yang memiliki anak tunggal berbeda dengan keluarga yang memiliki anak lebih dari satu. Apalagi jika kondisi ekonomi keluarga tersebut cukup mapan, bisa dipastikan perlakuan orang tua terhadap anak akan lebih istimewa. Orang tua akan sangat berhati-hati dalam mendidik anaknya. Orang tua akan melarang anaknya melakukan kegiatan yang dapat membahayakan jiwanya. Tetapi sesuatu hal yang menurut orang tua baik belum tentu baik bagi anak. Orang tua yang bersifat posesif kepada anaknya dengan tujuan agar anak selamat dan tidak melakukan penyimpangan justru akan membuat anak tidak

14 21 dapat berkembang dengan baik. Anak tidak dapat bebas bergaul dengan temanteman sebaya sehingga ia akan tumbuh menjadi anak yang pemalu, menarik diri dari lingkungan, dan ketidakmampuan untuk melakukan hal-hal seperti temanteman sebayanya sehingga jiwanya akan semakin tersiksa. 3. Dinamika Kepribadian Manusia dalam sepanjang hidupnya mengalami perubahan-perubahan yang meliputi perubahan fisik dan mental (psikologis). Perubahan-perubahan tersebut terus terjadi karena adanya pertumbuhan dan perkembangan. Pada manusia, pertumbuhan dan perkembangan menunjukkan sisi yang berbeda satu dengan yang lainnya. Pertumbuhan merupakan proses perubahan dan kematangan fisik yang menyangkut perubahan ukuran secara normal dalam perjalanan waktu tertentu. Sedangkan perkembangan adalah perubahan-perubahan yang dialami oleh individu menuju ke tingkat kedewasaannya atau kematangan yang terjadi secara sistematis progresif yang berkesinambungan, baik menyangkut fisik maupun psikis (Prawira, 2013: 202).Dinamika kepribadian adalah berbagai macam gerak, perubahan dan perkembangan kepribadian yang terjadi mulai dari usia bayi hingga usia tua yang dipengaruhi oleh lingkungan dan pergaulan. Ada dua hal yang mempengaruhi dinamika kepribadian seseorang yang dikemukakan oleh dua ahli pesikologi kepribadian yaitu; 1) Dinamika kepribadian menurut teori kepribadian Erik H. Erikson (dalam Alwisol, 2012: ). Erikson mengelompokkan tahap perkembangan kepribadian manusia menjadi delapan tahap usia. 2) Dinamika kepribadian atas tipologi manusia berdasarkan

15 22 kebudayaan. Teori ini dikemukakan oleh Edward Spranger yang mengelompokan tipe kepribadian manusia berdasarkan kebudayaan menjadi tiga. 1) Dinamika Kepribadian Manusia Menurut Erik H. Erikson Erikson adalah seorang ahli psikologi yang memberi jiwa baru ke dalam teori psikoanalisis yang memberi perhatian lebih kepada ego daripada id dan superego. Menurutnta ego sebagian bersifat taksadar, mengorganisir dan mensintersa pengalaman sekarang dengan pengalaman masa lalu. Ego juga bersifat adaptif dan kreatif, berjuang aktif membantu dirinya menangani dunia. Erikson merupakan penerus dan penyempurna dari teori Sigmund Freud. Freud membagi empat tahap perkembangan manusia, kemudian Erikson menyempurnakannya menjadi delapan tahap perkembangan, yaitu: a. Usia Bayi (0-1 tahun) Menurut Erikson kegiatan bayi tidak dengan mulut semata, tetapi usia bayi adalah saat untuk memasukan apa saja baik melalui mulut dan melalui semua indera. Tahun pertama kehidupan, bayi memakai sebagian besar hidupnya untuk makan, buang kotoran dan tidur. Ketika ia menyadari ibu akan memberi makan /minum secara teratur, mereka belajar dan memperoleh kualitas ego atau identitas ego yang pertama. Perlakuan yang lembut dan pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan bayi akan membuat bayi menghadapi tugas dan kebutuhan hidup dengan santai dan tenang, kepercayaan dasar semakin berkembang. Bayi yang mengalami rasa tidak nyaman dalam dirinya akan menarik diri dari dunia luar dan mulai mengalami gangguan psikologis yang serius. Perhatian dan belaian kasih sayang dari ibunya akan menjadi dasar bagaimana ia berkomunikasi dengan orang

16 23 lain, dengan penuh penerimaan, penghargaan, tanpa ada ancaman dan perasaan takut di masa dewasa nanti. Bayi harus mengembangkan dua sikap, sintonik dan distonik. Bayi yang terlalu mudah percaya, akan mudah tertipu dan rentan dengan keruwetan dunia, sebaliknya kalau sukar percaya akan mudah menjadi frustrasi, marah, sinis, atau depresi. Pengalaman yang menimbulkan kepercayaan dan ketidakpercayaan pasti dialami bayi. Perawatan yang secermat apapun (sintonik) tidak dapat menghindarkan bayi mengalami kelaparan, sakit, tidak nyaman (distonik). Perbandingan antara sintonik dan distonik ini menjadi dasar kemampuan orang menyesuaikan diri. Orang harus bisa membedakan kapan harus percaya dan kapan harus tidak percaya, dan memakai ketidak percayaan sebagai kesiapan menghadapi bahaya dan ketidaknyamanan. b. Usia Anak-Anak (1-3 tahun) Pada tahap ini anak dihadapkan pada budaya yang menghambat ekpresi diri. Anak belajar mengenal hak dan kewajiban serta pembatasan-pembatasan tingkah laku. Di dalam usia anak-anak, seorang anak akan cenderung belajar untuk keras kepala dan lembut, menjadi senang bekerja dan benci. Anak belajar hak dan kewajiban serta pembatasan-pembatasan tingkah laku, belajar mengontrol diri sendiri dan menerima kontrol orang lain. Keberhasilan mengontrol diri sendiri menghasilkan rasa bangga, dan kegagalan mengontrol diri menghasilkan rasa malu. Perasaan bangga dan malu dipakai orang tua untuk mendidik anaknya. Orang tua mempermalukan anaknya karena kencing di celana. Orang tua juga meragukan anaknya apakah anak bisa mengerjakan sesuatu dengan benar. Nilai

17 24 sintonik dari keberhasilan menguasai otot tubuh sesuai dengan tuntutan lingkungan memberi identitas ego. Sebaliknya, kegagalan atau distonik memperkuat malu dan ragu, yang akan tertinggal pada diri anak seumur hidup. Kalau anak hanya mengembangkan otonomi dalam jumplah terbatas, dia akan mengalami kesulitan pada tahap perkembangan berikutnya. Dia jadi tidak memiliki inisiatif yang dibutuhkan pada tahap usia bermain, dan selanjutnya terus mengalami hambatan pada perkembangan berikutnya. Jika orang tua terlalu melarang anak untuk memperoleh rasa bangga dengan caranya sendiri, anak akan timbul rasa tidak percaya diri di masa sekolahnya nanti. Sebaliknya jika orang tua selalu memberikan apresiasi dan penghargaan atas apa yang dilakukannya, anak akan memiliki rasa percaya diri di masa sekolahnya. c. Usia Bermain (3-6 tahun) Menurut Erikson, ada banyak perkembangan penting pada fase bermain ini, yakni identifikasi dengan orang tua, pengembangan gerak tubuh, keterampilan bahasa, rasa ingin tahu, imajinasi, dan kemampuan membentuk tujuan. Anak sudah mulai belajar apa yang dilarang, tetapi ambisinya tidak terbatas sehingga agresif dalam usaha mencapai tujuan. Tetapi keberanian yang berlebihan menimbulkan rasa berdosa, sehingga konflik antara ambisi dan rasa berdosa mempengaruhi psikologi anak pada usia bermain. Anak mulai bermain dengan tujuan, terutama permainan kompetisi dan mengejar kemenangan. Anak mulai memahami antara benar dan salah atas tingkah lakunya. Hal tersebut akan menjadi awal perkembangan moralitas.tahap ini dipenuhi dengan fantasi anak, menjadi ayah, ibu, menjadi karakter baik untuk mengalahkan penjaha. Mereka

18 25 berinteraksi menggunakan fantasinya, disebut dramatik. Keterlibatan ego-sadar dalam interaksi cenderung kurang, diganti oleh fantasi taksadar tentang dirinya. d. Usia Sekolah (6-12 tahun) Pada usia ini anak sudah mulai membagi hari-harinya antara lingkungan keluarga dan lingkungan di luar keluarga. Anak mulai belajar bergaul dengan teman sebaya, guru, dan orang dewasa lainnya. Rasa ingin tahu anak menjadi sangat kuat. Anak yang berkembang normal akan tekun belajar, belajar berburu dan menangkap ikan, belajar bersosialisasi dengan teman-temnnya, dan belajar keterampilan lain yang dibutuhkan oleh masyarakat. Apabila anak belajar berusaha menjalankan sebaik-baiknya, berarti mereka mengembangkan rasa ketakutan, tetapi kalau pekerjaannya tidak cukup untuk mencapai tujuan mereka mendapat perasaan infoeriorita-kualitas distonik dari usia sekolah.lingkungan sosial yang luas memaksa anak untuk mengembangkan teknik atau metode bagaimana berinteraksi secara efektif. Di sekolah anak banyak belajar tentang sistem, aturan, metode, yang membuat suatu pekerjaan dapat dilakukan dengan efektif dan efisien. Kegiatan tersebut menjadi pembelajaran awal dari interaksi anak dengan dunia luar. e. Usia Remaja (12-20 tahun) Menurut Erikson (dalam Alwisol, 2012 :98-100), tahap ini merupakan tahap yang paling penting diantara tahap perkembangan lainnya, karena pada akhir tahap ini orang harus mencapai tingkat identitas ego yang cukup baik. Pada fase ini individu mulai mencoba-coba peranan dan hal-hal baru sambil terus berusaha menemukan identitas ego yang mantap. Remaja mulai berjuang untuk

19 26 menemukan identitas dirinya.remaja sering menolak norma-norma dan peraturan dari orang tua dan lebih memilih nilai-nilai kelompok (geng).kelompok memiliki pengaruh yang besar terhadap pola kehidupan remaja. Remaja merasa bangga apabila menjadi anggota suatu geng. Dalam sebuah geng remaja dapat secara bebas mengungkapkan gagasan, perasaan dan lain sebagainya. Masyarakat dimana remaja itu tinggal memainkan peran penting dalam membentuk identitas remaja. Hal ini diperlukan agar kelompok-kelompok remaja tersebut tidak melakukan penyimpangan-penyimpangan yang tidak sesuai dengan norma yang berlaku di dalam masyarakat. Tetapi apabila usia remaja sudah mulai bertambah menuju dewasa, pengaruh kelompok atau geng akan mulai berkurang. Salah satu faktor penyebabnya adalah sebagian remaja ingin menjadi individu yang mampu berdiri di atas kakinya sendiri dan ingin dikenal sebagai individu yang mandiri. Sering remaja harus menolak nilai-nilai orang tua tetapi juga tidak mengakui nilai-nilai kelompok sebaya, suatu dilema yang akan memperkuat kekacauan identitas. Remaja harus mengalami kekacauan dan keraguan mengenai siapa dirinya sebelum mereka memperoleh identitas yang stabil.ketika seorang remaja menghadapi kebingungan, Erikson mengatakan bahwa orang tersebut menderita krisis identitas. Faktanya, para remaja bertanya pada masyarakat kita yang mengarah pada pertanyaan tentang identitas siapakah saya? (Yusuf, 2011: 108). Mereka mungkin meninggalkan rumah, mengembara sendiri untuk mencari identitas diri, eksperimen dengan obat psikotropika dan seks, mengidentifikasi diri kepada kelompok jalanan, atau memberontak melawan kemapanan masyarakat.atau remaja itu mungkin hanya diam-diam memutuskan di dunia mana mereka cocok, dan nilai-nilai mana yang mereka senagi. Di setiap tahap

20 27 perkembangan khususnya pada usia remaja dan sesudahnya, perkembangan kepribadian ditandai oleh krisis identitas yang dinamakan Erikson titik balik, periode meningkatkan bahaya dan memunculkan potensi. Selama masa krisis, banyak terjadi perubahan penting identitas ego, bisa positif atau negatif. Krisis identitas itu bukan merupakan bencana yang mengerikan, tetapi lebih sebagai peluang untuk menjadi lebih bisa menyesuaikan diri atau menjadi salah suai (Alwisol, 2012: 90). Terlalu banyak kekacauan identitas bisa berakibat penyesuaian yang patologis dalam bentuk regresi ke perkembangan yang lalu. Tanggungjawab sebagai orang dewasa tertunda beberapa tahun karena remaja itu pindah tanpa tujuan dari satu pekerjaan ke pekrjaan lain, dari teman seks satu ke yang lain, atau dari keyakinan satu ke keyakinan yang lain. Sebaliknya, keseimbangan antara identitas dan kekacauan identitas yang cenderung positif ke identitas akan menghasilkan: 1. Kesetiaan terhadap prinsip idiologi tertentu. 2. Kemampuan untuk memutuskan secara bebas apa yang akan dilakukan. 3. Kepercayaan terhadap teman sebaya dan orang dewasa yang memberi nasihat mengenai tujuan dan cita-cita. 4. Pilihan pekerjaan. Remaja tidak lagi membutuhkan bimbingan orang tua, mereka memiliki keyakinan bahwa agama, politik, dan ideologi sosial akan memberi standar tingkah laku yang konsisten. Remaja harus mulai belajar mempercayai orang lain sebelum mereka mempercayai pandangan masadepannya sendiri (Alwisol, 2012: 98-99). Ia mulai memiliki kemampuan untuk bergaul akrab dengan orang lain

21 28 bercirikan persamaan yang nyata dan saling memperhatikan. Mereka membutuhkan teman akrab dari jenis kelamin yang sama, teman yang dapat menjadi tempat mencurahkan isi hati, dan bersama-sama mencoba memahami dan memecahkan masalah hidup. Kebahagiaan dan perasaan berharga dari teman akrab menjadi lebih penting dari pada perasaan kesenangan diri sendiri. Apabila remaja sudah menginjak usia 17 tahun sampai 18 tahun, sikap dan tingkah laku mereka rata-rata sudah mendekati pola sikap dan tindakan seperti orang dewasa, walaupun dari sudut perkembangan mental belum sepenuhnya demikian. Oleh karena itu ada beberapa ciri tertentu yang dimiliki oleh remaja pada umumnya ketika usianya sudah mulai mendekati usia dewasa awal, diantaranya adalah: 1) Keinginan yang kuat untuk mengadakan interaksi sosial dengan kalangan yang lebih dewasa atau yang dianggap lebih matang pribadinya. 2) Keinginan yang kuat untuk mendapatkan kepercayaan dari kalangan dewsa, walaupun mengenai masalah tanggungjawab secara relatif belum matang. 3) Mulai memikirkan kehidupannya secara mandiri. 4) Adanya perkembangan taraf intelektualitas untuk mendapatkan identitas diri. 5) Menginginkan sistem dan nilai yang serasi dengan kebutuhan atau keinginannya, yang tidak selalu sama dengan sistem dan nilai yang dianut oleh orang dewasa (Soekarto, 2004: 51-52). f. DewasaAwal (20-30 tahun) Pengalaman remaja dalam mencari identitas dibutuhkan pada tahap dewasa awal, orang yang berusia tahun. Tahap dewasa awal waktunya tidak

22 29 dibatasi. Tahap ini ditandai dengan perolehan keintiman pada awal periode, dan ditandai perkembangan berketurunan pada akhir periode. Pada sebagian orang periode dewasa awal ini sangat singkat, mungkin hanya beberapa tahun, tetapi bagi dewsa awal yang lain bisa membutuhkan waktu puluhan tahun. Hal tersebut disebabkan apakah orang tersebut sudah menemukan identitas dirinya atau belum pada masa remajanya. Pencarian identitas diri tidak berakhir pada usia remaja saja, tetapi dapat berlanjut hingga usia dewasa awal.pada masa dewasa awal orang sudah memiliki keyakinan atas jalan hidupnya.keyakinan tersebut dapat dimulai dan diperoleh dari hasil pencarian jati diri pada fase remaja.ia mulai memperjuangkan yang menjadi harapan dan cita-citanya. Perjuangan tersebut akan menimbulkan kesetiaan dan rasa cinta. Tahap dewasa adalah waktu menempatkan diri di lingkungan masyarakat dan ikut bertanggung jawab terhadap apapun yang dihasilkan dari masyarakat (Alwisol,2012: 100). Masa dewasa awal menurut Erikson merupakan masa krisis keterpencilan. Pria muda yang belum menikah merasa kesepian dan tidak tahu apa yang harus mereka lakukan dan pilih. Mereka merasa kesepian karena teman-teman sudah berpencar dan sibuk dengan diri masing-masing. Tidak ada lagi masa-masa kebersamaan bermain bersama-sama seperti pada usia remaja. Hari-hari kebebasan mereka telah berakhir dan saatnya telah tiba untuk menerima tanggung jawab sebagai orang dewasa, ini berarti pria dewasa mulai membentuk bidang pekerjaan yang akan ditanggung sebagai kariernya. Mereka mulai memperjuangkan apa saja untuk bekal masadepan bersama pasangan dan keturunannya (Hurlock, 1980: 261).

23 30 g. Dewasa (30-65 tahun) Tahap dewasa adalah waktu menempatkan diri di lingkungan masyarakat dan ikut bertanggung jawab terhadap apapun yang dihasilkan dari masyarakat.umumnya diantara tahap-tahap perkembangan, tahap ini menjadi tahap yang paling panjang, sekitar 30 tahun. Ia siap dan ingin menyatukan identitasnya dengan orang lain. Individu juga memiliki tanggung jawab untuk merawat keluarga dan anak-anaknya. Orang ingin belajar tetapi juga ingin mengajar, kepada anaknya sendiri ataupun anak lain. Orang harus memiliki harapan, kemauan, tujuan, kompetensi, kesetiaan dan cinta untuk merawat sesuatu yang membutuhkan untuk dirawat. Orang dewasa dengan kekuatan dan kekuasaannya memaksakan aturan, moral, dan kemauan pribadi dalam interaksi, tanpa menimbang siapa yang diatur dan apa tujuan dari pemaksaan tersebut. h. Usia Tua (>65 tahun) Usia tua merupakan tahap perkembangan terakhir yang dikemukakan oleh Erik H. Erikson. Menurutnya, usia tua bukan berarti tidak produktif dan kreatif lagi, tetapi masih banyak hal yang bisa dilakukan, yaitu memberi perhatian dan merawat generasi penerus (cucu dan remaja pada umumnya). Orang dengan kebijaksanaan yang matang tetap mempertahankan integritasnya ketika kemampuan fisik dan mentalnya menurun. Tetapi pada usia tua bisa menjadi waktu yang orang senang bermain, menyenangkan, dan keajaiban, tetapi orang tua juga bisa mengalami pikun, depresi, dan putus asa. Hanya orang yang memiliki identitas ego yang kuat yang dapat peduli dengan lingkungannya. Sebagian besar orang tua juga tidak mau selalu berdian diri.

24 31 2) Dinamika Kepribadian Manusia Berdasarkan Kebudayaan Kepribadian manusia juga dapat dipengaruhi oleh kebudayaan. Menurut Ki Hajar Dewantara, manusia tidak dapat dilepaskan dari kebudayaan karena kebudayaan selalu digunakan oleh manusia untuk mempermudah dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Dalam ilmu psikologi kepribadian, kebudayaan dipandang memiliki andil yang sangat besar dalam menemtukan tipologi kepribadian manusia. Salah satu ahli psikologi yang menyusun tipologi manusia berdasarkan kebudayaan adalah Edward Spranger. Edward adalah seorang berkebangsaan Jerman yang dikenal sebagai ahli psikologi moderen. Menurutnya (dalam Prawira, 2013: ), ada tiga tipe manusia yang memiliki kepribadian berdasarkan budaya, yaitu: a. Manusia Tipe Ilmu Pengetahuan (Teoritis) Sifat atau watak orang-orang yang dapat dijumpai dalam masyarakat tidak sama persisi satu dengan yang lain,,eskipun orang tersebut tergabung dalam satu komunitas atau organisasi dengan misi dan visi yang sama. Ada orang dengan tipe kepribadian yang termasuk ke dalam golongan ilmu pengetahuan (teoritis). Orang dengan tipe ini menurut Spranger menunjukkan ciri yang dominan dalam mencari dan keinginannya untuk menemukan kebenaran yang yang ditunjukkan dalam watak dan sikap. Orang semacam ini suka mengamati dengan mendalam tentang segala sesuatunya. Orang dengan tipe ini juga serius dalam melihat identitas dan kekhususan tiap-tiap sesuatu.

25 32 Pada sisi lain orang ini suka meneliti dan mencari rahasia nilai-nilai kegunaan dari suatu objek bahkan mencakup juga nilai-nilai keindahan objek tersebut. Orang semacam ini tidak pernah berhenti untuk berpikir dan mengamati sesuatu hal di sekitarnya. Minat individu bertipe teoritis lebih suka pada hal-hal yang bersifat empiris, kritis, dan rasional. Orang bertipe teorotis umumnya memiliki tujuan hidup ingin menyusun dan membuat sistematika ilmu pengetahuan. Keinginan untuk menjadi kaya dikesampingkan oleh orang bertipe ilmu pengetahuan. b. Manusia Tipe Ekonomis Manusia dengan tipe ekonomis memiliki sifat hati-hati dan tidak mudah mengeluarkan hartanya untuk sedekah dan membantu fakir miskin sekalipun. Orang semacam ini lebih cenderung mengarah kepada bentuk-bentuk yang bersifat praktis dan memandang ilmu pengetahuan teoritis sama sekali tidak berguna baginya. Tiap objek seperti alam dinilai oleh manusia tipe ini sebagai sesuatu yang bernilai produksi dan industri. Dalam hubungannya dengan masyarakat di sekitar, orang berwatak ekonomis sering ingin melebihi kawannya dengan kekayaan yang dimilikinya. Dalam beberapa hal orang dengan watak ekonomi membuat agamanya sebagai pemujaan terhadap dewa kekayaan dunia. Orang dengan tipe ini sangat hemat dan penuh perhitungan tentang laba rugi terhadap setiap tindakan atau modal yang telah dikeluarkan. c. Manusia Tipe Estetis

26 33 Orang yang berwatak estetis berpandangan bahwa nilai tertinggi ialah dalam bentuk dan harmoni dari segala sesuatu. Setiap tindakan atau pengalaman selalu ditinjau dari titik tolak dan nilai grace berupa keindahan, kesempurnaan, keharmonisan, dan kecocokan. Orang dengan watak estetis memandang hidup ini sebagai suatu rentetan peristiwa. Setiap peristiwa selalu menimbulkan kesan yang harus mendatangkan suatu kenikmatan atau keindahan yang dicintainya. Menurutnya keanekarahaman adalah pusat perhatiannya. Membuat suatu lebih indah dan menarik jauh lebih penting daripada membuatsesuatu yang benar. Orang berwatak tipe estetis memandang segala sesuatu proses industri, perdagangan, atau hal-hal yang merupakan kegiatan ekonomi sebagai ancaman yang akan menghancurkan nilai-nilai yang penting dalam hidupnya. Jika orang estetis memandang dunia sosial, dirinya berminat pada pribadi bukan kepada kesejahteraan pribadi tersebut sehingga lebih bersifat individualistis. Manusia tipe estetis memandang keindahan sebagai suatu lambang kebenaran dan kekuasaan dan ia akan menentang aktivitas polikik yang akan menentang individualaitas manusia. Jika manusia tipe estetis menamdang agama sering kebingungan memisahkan antar nilai-nilai keindahan dengan pengalaman religius yang murni. Orang berwatak tipe estetis sering memandang seakan-akan seperti orang sedang memuja dewa-dewa ketika orang yang bersangkutan sedang menuju suatu keindahan. 4. Tokoh dalam Karya Sastra Dalam pembicaraan sebuah fiksi, sering dipergunakan istilah tokoh dan penokohan dengan menunjuk pengertian yang hampir sama. Sebagian orang

27 34 masih belum bisa membedakannya dan menganggap keduanya adalah sama. Istilah tokoh menunjuk pada orang dan pelaku cerita. Watak, perwatakan, dan karakter menunjuk pada sifat dan sikap para tokoh seperti yang ditafsirkan oleh para pembaca, lebih menunjuk pada kualitas pribadi seorang tokoh. Sedangkan istilah penokohan lebih luas pengertianya daripada tokoh dan perwatakan sebab ia sekaligus mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakannya, dan bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca. Tokoh cerita (character) adalah orang(-orang) yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Dari pengertian tersebut juga dapat diketahui bahwa antara seorang tokoh dengan kualitas pribadinya erat berkaitan dalam penerimaan pembaca. Seorang pembaca yang baik akan dapat dengan mudah menentukan karakter setiap tokoh lewat ucapan dan tindakan yang dilakukan tokoh dalam karya sastra. Hal tersebut disebabkan karena pada hakekatnya antara tokoh yang satu dengan tokoh yang lain lebih ditentukan oleh kualitas pribadi daripada dilihat secara fisik(nurgiyantoro, 2010: 165). Fiksi adalah suatu bentuk karya kreatif, maka bagaimana pengarang mewujudkan dan mengembangkan tokoh-tokoh ceritanya pun tidak lepas dari kebebasan kreativitasnya. Fiksi menawarkan model kehidupan seperti yang disikapi dan dialami tokoh-tokoh cerita sesuai dengan pandangan pengarang terhadap kehidupan itu sendiri. Oleh karena pengarang yang sengaja menciptakan dunia dalam fiksi, ia mempunyai kebebasan untuk menampilkan tokoh-tokoh

28 35 cerita sesuai dengan seleranya, meski cerita tersebut seakan tidak sesuai dengan kehidupan nyata yang ada. Singkatnya, pengarang bebas untuk menampilkan dan memperlakukan tokoh siapapun dia orangnya walau hal itu berbeda dengan dunianya sendiri di dunia nyata. Walaupun tokoh hanya merupaka tokoh ciptaan pengarang, ia haruslah merupakan seorang tokoh yang hidup secara wajar, sewajar kehidupan manusia yang terjadi di dunia nyata. Tetapi ada beberapa tokoh yang hidup tidak sewajarnya apabila novel tersebut bersifat fantasi. Tokoh cerita menempati posisi strategis sebagai pembawa dan penyampai pesan, amanat, moral, atau sesuatu yang sengaja ingin disampaikan kepada pembaca. Keadaan ini justru sering berakibat kurang menguntungkan para tokoh cerita itu sendiri dilihat dari segi kewajarannya dalam bersikap dan bertindak. Tokoh-tokoh dalam sebuah fiksi dapat dibedakan ke dalam beberapa jenis, yaitu: a. Dari Segi Peran Tokoh 1) Tokoh Utama Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Tokoh utama senantiasa hadir dalam setiap kejadian dan dapat ditemui dalam tiap halaman buku cerita yang bersangkutan.setiap kejadian, konflik, dan berbagai permasalahan selalu memiliki hubungan dengan tokoh utama meski ada yang bersifat tidak langsung. Namun ada beberapa novel yang menampilkan tokoh tidak selalu muncul dalam setiap kejadian, atau tidak langsung ditunjuk dalam setiap bab, namun ternyata pada setiap kejadian atau bab tersebut tetap erat berkaitan, atau dapat dikaitkan dengan tokoh utama. Karena tokoh utama selalu berhubungan dengan tokoh-tokoh lain, maka ia sangat

29 36 menentukan perkembangan jalan cerita secara menyeluruh (Nurgiyantoro, 2010: 177). 2) Tokoh Tambahan Tokoh tambaha berbeda dengan tokoh utama. Apabila tokoh utama selalu mendominasi jalannya cerita, tokoh tambahan hanya dimunculkan sesekali atau beberapa kali dalam cerita. Tokoh ini akan dimunculkan jika ada keterkaitan dengan tokoh utama, baik secara langsung ataupun tidak langsung. Tetapi ada juga tokoh tambahan yang seringkali muncul dalam setiap tahap cerita, namun ia hanya berkedudukan sebasgai pembantu, pelengkap, dan pendaping tokoh utama. Sehingga dapat dikataka tokoh tambahan hanya berfungsi sebagai pelengkap peran dalam sebuah cerita. Meskipun berfungsi sebagai pelengkap, tetapi tokoh tambahkan memiliki peran yang cukup penting untuk lebih menghidupkan dan memeriahkansebuah cerita yang ditambilkan dalam sebuah karya sastra khususnya novel. b. Dari Fungsi Penampilan Tokoh 1) Tokoh Protagonis Tokoh protagonis adalah tokoh yang kita kagumi, yang selalu mengajarkan norma-norma, nilai-niai yang ideal bagi pembaca. Tokoh protagonis menampilkan sesuatu yang sesuai dengan pandangan pembaca, harapan pembaca.tokoh ini akan lelalu bersebrangan dan bertentangan dengan tokoh antagonis. Maka kita sering mengenalnya sebagai tokoh yang memiliki kesamaan dengan kita. Pendek kata, segala apa yang dirasa, dipikir, dan dilakukan tokoh sekaligus mewakili pembaca.

30 37 2) Tokoh Antagonis Sebuah fiksi harus mengandung konflik, ketegangan, khususnya konflik dan ketegangan yang dialami oleh tokoh protagonis. Tokoh penyebab terjadinya konflik disebut tokoh antagonis. Konflik yang ditimbulkan oleh tokoh antagonis dapat berupa konflik secara fisik maupun secara batin, baik secara langsung maupun tidak langsung. Namun konflik yang dialami tokoh protagonis tidak hanya disebabkan oleh tokoh antagonis saja. Konflik tersebut dapat disebabkan oleh bencana alam, kecelakaan, aturan-aturan sosial dan masih banyak yang lainnya. Penyebab konflik yang tidak disebabkan oleh tokoh antagonis disebut sebagai kekuatan antagonistis (Nurgiyantoro, 1010: ). c. Berdasarkan Perwatakannya 1) Tokoh Sederhana Tokoh sederhana adalah tokoh yang hanya memiliki satu kualitas pribadi tertentu.ia hanya memiliki satu sifat dan kepribadian saja, dan tidak akan mungkin berubah hingga akhir cerita. Sebagai seorang tokoh manusia, ia tidak diungkap berbagai kemungkinan sisi kehidupannya. Ia tidak memiliki sifat dan tingkah laku yang dapat memberikan efek kejutan bagi pembaca. Sifat dan tingkah laku tokoh sederhana bersifat datar, monoton, hanya mencerminkan satu watak tertentu. Watak yang telah pasti itulah yang akan mendapat penekanan terus-menerus yang terlihat dalam fisik yang bersangkutan. Oleh karena itu pembaca akan dengan mudah menentukan sikap dan kepribadian yang dimiliki oleh tokoh ini. 2) Tokoh Bulat

31 38 Tokoh bulat berbeda dengan tokoh sederhana. Apabila tokoh sederhana hanya memiliki satu sifat dan watak tertentu saja, tokoh bulat dapat menampilkan watak dan tingkah laku bermacam-macam,bahkan mungkin seperti bertentangan dan sulit diduga. Oleh karena itu, perwatakannya pun pada umumnya sulit dideskripsikan secara tepat. Dibandingkan dengan tokoh sederhana, tokoh bulat lebih menyerupai kehidupan manusia yang sesunggunhnya, karena disamping memiliki beberapa kemungkinan sikap dan tindakan, ia juga sering memberikan kejutan. Tokoh inilah yang akan menjadikan sebuah jalan cerita lebih menarik dan terasa hidup. (Nurgiyantoro, 2010: ). d. Berkembang atau Tidaknya Perwatakan 1) Tokoh Statis Tokoh statis adalah tokoh yang tidak mengalami perkembangan atau perubahan perwatakan sebagai akibat adanya peristiwa-peristiwa yang terjadi. Jika diibaratkan, tokoh statis adalah bagaikan batu karang yang tak tergoyahkan walau setiap saat dihantam ombak. Dalam penokohan yang bersifat statis dikenal adanya tokoh hitam (dikonotasikan sebagai tokoh jahat) dan putih (dikonotasikan sebagai tokoh baik). Tokoh hitam adalah tokoh yang watak dan sikapnya selalu jelek dan tidak ada sedikitpun sikap yang mengarah kebaikan. Sedangakan tokoh putih sifatnya akan selalu menujukan kebaikan. Artinya, sejak awal kemunculanya hingga akhir cerita terus-menerus bersifat hitam atau putih, tidak pernah bisa berubah. 2) Tokoh Berkembang

BAB II LANDASAN TEORI. yang representatif dalam suatu alur atau suatu keadaan yang agak kacau atau kusut.

BAB II LANDASAN TEORI. yang representatif dalam suatu alur atau suatu keadaan yang agak kacau atau kusut. BAB II LANDASAN TEORI A. Konsep. 1. Pengertian Novel. Novel atau sering disebut sebagai roman adalah suatu cerita prosa yang fiktif dalam panjang yang tertentu, yang melukiskan para tokoh, gerak serta

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Secara etimologis psikologi berasal dari bahasa Yunani Psyche dan logos.

BAB II LANDASAN TEORI. Secara etimologis psikologi berasal dari bahasa Yunani Psyche dan logos. 7 BAB II LANDASAN TEORI E. Pengertian Psikologi Secara etimologis psikologi berasal dari bahasa Yunani Psyche dan logos. Psyche artinya jiwa dan logos berarti ilmu. Dalam Bahasa Indonesia dikenal dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti baik dan sastra (dari bahasa Sansekerta) berarti tulisan atau karangan. Dari pengertian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu contohnya adalah kepribadian manusia dapat berkembang dan berubah

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu contohnya adalah kepribadian manusia dapat berkembang dan berubah 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam suatu karya sastra khususnya novel tidak bisa lepas dari tokoh-tokoh fiksional yang ditampilkan. Para tokoh rekaan ini menampilkan berbagai watak dan

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. Tokoh-tokoh tersebut tidak saja berfungsi untuk memainkan cerita, tetapi juga berperan

Bab 2. Landasan Teori. Tokoh-tokoh tersebut tidak saja berfungsi untuk memainkan cerita, tetapi juga berperan Bab 2 Landasan Teori 2.1 Teori Penokohan Penokohan merupakan satu bagian penting dalam membangun sebuah cerita. Tokoh-tokoh tersebut tidak saja berfungsi untuk memainkan cerita, tetapi juga berperan untuk

Lebih terperinci

ANALISIS PSIKOLOGI TOKOH UTAMA NOVEL HUJAN DI BAWAH BANTAL KARYA E. L. HADIANSYAH DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI SMA

ANALISIS PSIKOLOGI TOKOH UTAMA NOVEL HUJAN DI BAWAH BANTAL KARYA E. L. HADIANSYAH DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI SMA ANALISIS PSIKOLOGI TOKOH UTAMA NOVEL HUJAN DI BAWAH BANTAL KARYA E. L. HADIANSYAH DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI SMA Oleh: Aji Budi Santosa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipahami anak. Sastra anak secara emosional psikologis dapat ditanggapi dan

BAB I PENDAHULUAN. dipahami anak. Sastra anak secara emosional psikologis dapat ditanggapi dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra anak adalah karya sastra yang dari segi isi dan bahasa sesuai dengan tingkat perkembangan intelektual dan emosional anak. Bahasa yang digunakan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan suatu karya yang lahir dari hasil perenungan pengarang terhadap realitas yang ada di masyarakat. Karya sastra dibentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari kebudayaan. Usianya sudah cukup tua. Kehadiran hampir bersamaan dengan adanya manusia. Karena ia diciptakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah seni yang tercipta dari tangan-tangan kreatif, yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah seni yang tercipta dari tangan-tangan kreatif, yang merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah seni yang tercipta dari tangan-tangan kreatif, yang merupakan jabaran dari kehidupan yang terjadi di muka bumi ini. Sastra merupakan salah satu seni yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai objeknya dan bahasa sebagai mediumnya. Menurut Esten (2000: 9), sastra merupakan pengungkapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Fenomena

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sosiologi dan Sastra Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, sedangkan objek ilmu-ilmu kealaman adalah gejala alam. Masyarakat adalah

Lebih terperinci

ANALISIS PSIKOLOGI KEPRIBADIAN TOKOH UTAMA NOVEL TEATRIKAL HATI KARYA RANTAU ANGGUN DAN BINTA ALMAMBA DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI SMA

ANALISIS PSIKOLOGI KEPRIBADIAN TOKOH UTAMA NOVEL TEATRIKAL HATI KARYA RANTAU ANGGUN DAN BINTA ALMAMBA DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI SMA ANALISIS PSIKOLOGI KEPRIBADIAN TOKOH UTAMA NOVEL TEATRIKAL HATI KARYA RANTAU ANGGUN DAN BINTA ALMAMBA DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI SMA Oleh: Enik Kuswanti Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. imajinatif yang kemudian ditunjukkan dalam sebuah karya. Hasil imajinasi ini

BAB I PENDAHULUAN. imajinatif yang kemudian ditunjukkan dalam sebuah karya. Hasil imajinasi ini BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan proses kreatif seorang pengarang melalui daya imajinatif yang kemudian ditunjukkan dalam sebuah karya. Hasil imajinasi ini dapat berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku seseorang timbul disebabkan adanya motivasi. Motivasi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku seseorang timbul disebabkan adanya motivasi. Motivasi merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perilaku seseorang timbul disebabkan adanya motivasi. Motivasi merupakan suatu keadaan yang mendorong atau merangsang seseorang untuk melakukan sesuatu atau kegiatan

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

commit to user BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan salah satu perwujudan dari seni dengan menggunakan lisan maupun tulisan sebagai medianya. Keberadaan sastra, baik sastra tulis maupun bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. indah dan berusaha menyalurkan kebutuhan keindahan manusia, di samping itu

BAB I PENDAHULUAN. indah dan berusaha menyalurkan kebutuhan keindahan manusia, di samping itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif manusia dalam kehidupannya, dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Sastra seni kreatif menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa.luxemburg dkk. (1989:23) mengatakan, Sastra dapat dipandang sebagai

BAB I PENDAHULUAN. bahasa.luxemburg dkk. (1989:23) mengatakan, Sastra dapat dipandang sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah ungkapan jiwa.sastra merupakan wakil jiwa melalui bahasa.luxemburg dkk. (1989:23) mengatakan, Sastra dapat dipandang sebagai suatu gejala sosial.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah hal-hal yang terkandung dalam tulisan tersebut. Keindahan dalam karya

BAB I PENDAHULUAN. adalah hal-hal yang terkandung dalam tulisan tersebut. Keindahan dalam karya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah karya tulis, namun yang lebih penting dari tulisan tersebut adalah hal-hal yang terkandung dalam tulisan tersebut. Keindahan dalam karya sastra bukan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konflik terjadi acap kali dimulai dari persoalan kejiwaan. Persoalan

BAB I PENDAHULUAN. Konflik terjadi acap kali dimulai dari persoalan kejiwaan. Persoalan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Konflik terjadi acap kali dimulai dari persoalan kejiwaan. Persoalan kejiwaan itu terjadi karena tidak terkendalinya emosi dan perasaan dalam diri. Tidak

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Remaja dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Memahami Masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci

Perkembangan Kepribadian Pada Tokoh Utama Dalam Novelet Babalik Pikir Karya Samsoedi

Perkembangan Kepribadian Pada Tokoh Utama Dalam Novelet Babalik Pikir Karya Samsoedi Perkembangan Kepribadian Pada Tokoh Utama Dalam Novelet Babalik Pikir Karya Samsoedi Oleh Mutia Ratnasari* Abstrak Karya tulis ini berjudul Perkembangan Kepribadian pada Tokoh Utama dalam Novel Babalik

Lebih terperinci

Peran Guru dalam Melatih Kemandirian Anak Usia Dini Vanya Maulitha Carissa

Peran Guru dalam Melatih Kemandirian Anak Usia Dini Vanya Maulitha Carissa Peran Guru dalam Melatih Kemandirian Anak Usia Dini Vanya Maulitha Carissa 125120307111012 Pendahuluan Kemandirian merupakan salah satu aspek terpenting yang harus dimiliki setiap individu dan anak. Karena

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB ANAK TURUN MENJADI ANAK JALANAN Terdapat tiga faktor internal yang disebutkan dalam penelitian ini, yaitu impian bebas, ingin

Lebih terperinci

ANALISIS PSIKOLOGI SASTRA NOVEL NEGERI PARA BEDEBAH KARYA TERE LIYE DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI SMA

ANALISIS PSIKOLOGI SASTRA NOVEL NEGERI PARA BEDEBAH KARYA TERE LIYE DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI SMA ANALISIS PSIKOLOGI SASTRA NOVEL NEGERI PARA BEDEBAH KARYA TERE LIYE DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI SMA Oleh: Siti Fatimah Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. pemikiran si peneliti karena menentukan penetapan variabel. Berdasarkan Kamus Besar

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. pemikiran si peneliti karena menentukan penetapan variabel. Berdasarkan Kamus Besar BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah unsur penelitian yang amat mendasar dan menentukan arah pemikiran si peneliti karena menentukan penetapan variabel. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Pola Asuh Orangtua a. Pengertian Dalam Kamus Bahasa Indonesia pola memiliki arti cara kerja, sistem dan model, dan asuh memiliki arti menjaga atau merawat dan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN OPTIMISME MASA DEPAN PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN. Skripsi

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN OPTIMISME MASA DEPAN PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN. Skripsi HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN OPTIMISME MASA DEPAN PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Psikologi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat di mana penulisnya hadir, tetapi ia juga ikut terlibat dalam pergolakanpergolakan

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat di mana penulisnya hadir, tetapi ia juga ikut terlibat dalam pergolakanpergolakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra dengan masyarakat mempunyai hubungan yang cukup erat. Apalagi pada zaman modern seperti saat ini. Sastra bukan saja mempunyai hubungan yang erat dengan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah titipan Yang Mahakuasa. Seorang anak bisa menjadi anugerah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah titipan Yang Mahakuasa. Seorang anak bisa menjadi anugerah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah titipan Yang Mahakuasa. Seorang anak bisa menjadi anugerah sekaligus ujian untuk orangtuanya. Dalam perkembangannya pendidikan terhadap anak merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut tersebar di daerah-daerah sehingga setiap daerah memiliki kebudayaan yang berbeda-beda.

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penelitian ini melibatkan beberapa konsep, antara lain sebagai berikut: 2.1.1 Gambaran Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:435), gambaran

Lebih terperinci

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan BAB I 1.1 Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan permasalahan yang ada pada manusia dan lingkungannya, Sastra merupakan. lukisan ataupun karya lingkungan binaan/arsitektur.

BAB I PENDAHULUAN. dan permasalahan yang ada pada manusia dan lingkungannya, Sastra merupakan. lukisan ataupun karya lingkungan binaan/arsitektur. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra sebagai hasil karya seni kreasi manusia tidak akan pernah lepas dari bahasa yang merupakan media utama dalam karya sastra. Sastra dan manusia sangat erat kaitannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bangsa. Melalui karya sastra manusia bisa mengetahui sejarah berbagai hal,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bangsa. Melalui karya sastra manusia bisa mengetahui sejarah berbagai hal, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra sangat berperan penting sebagai suatu kekayaan budaya bangsa. Melalui karya sastra manusia bisa mengetahui sejarah berbagai hal, mempelajari adat

Lebih terperinci

KLASIFIKASI EMOSI PEREMPUAN YAN TERPISAH DARI RAGANYA DALAM NOVEL KOMA KARYA RACHMANIA ARUNITA (SEBUAH KAJIAN PSIKOLOGI)

KLASIFIKASI EMOSI PEREMPUAN YAN TERPISAH DARI RAGANYA DALAM NOVEL KOMA KARYA RACHMANIA ARUNITA (SEBUAH KAJIAN PSIKOLOGI) KLASIFIKASI EMOSI PEREMPUAN YAN TERPISAH DARI RAGANYA DALAM NOVEL KOMA KARYA RACHMANIA ARUNITA (SEBUAH KAJIAN PSIKOLOGI) Disusun Oleh: JOANITA CITRA ISKANDAR - 13010113130115 FAKULTAS ILMU BUDAYA, UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni (Wellek dan Warren, 1990: 3). Karya sastra adalah suatu kegiatan kreatif, hasil kreasi pengarang. Ide

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama bagi anak yang memberi dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah satunya adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian

BAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian setiap orang. Ketika menikah, tentunya orang berkeinginan untuk mempunyai sebuah keluarga yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Nellasari Mokodenseho dan Dian Rahmasari. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Nellasari Mokodenseho dan Dian Rahmasari. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Relevan Sebelumnya Dari beberapa penelusuran, tidak diperoleh kajian yang relevan sebelumnya dengan penelitian ini. Adapun penelitian yang hampir sama adalah penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan bagian dari kehidupan manusia, yang berkaitan dengan memperjuangkan kepentingan hidup manusia. Sastra merupakan media bagi manusia untuk berkekspresi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin (adolescence)

BAB I PENDAHULUAN. Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin (adolescence) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin (adolescence) yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Dalam perkembangan kepribadian seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jepang adalah salah satu negara yang memiliki kekuatan dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN. Jepang adalah salah satu negara yang memiliki kekuatan dalam bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Jepang adalah salah satu negara yang memiliki kekuatan dalam bidang sastra dan budaya. Selain itu, Jepang juga melahirkan banyak penulis berbakat. Salah satunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan hasil cipta, rasa dan karsa manusia, selain memberikan hiburan juga sarat dengan nilai, baik nilai keindahan maupun nilai- nilai ajaran

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Novel Cinta Brontosaurus karya Raditya Dika belum pernah dijadikan objek penelitian sebelumnya. Oleh karena itu, penulis memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa merupakan komponen yang sangat penting dalam sistem pendidikan, sebab seseorang tidak bisa dikatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Karya sastra adalah salah satu jenis hasil budidaya masyarakat yang dinyatakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Karya sastra adalah salah satu jenis hasil budidaya masyarakat yang dinyatakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah salah satu jenis hasil budidaya masyarakat yang dinyatakan dengan bahasa, baik lisan maupun tulis, yang mengandung keindahan. Karya sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, karena pada masa ini remaja mengalami perkembangan fisik yang cepat dan perkembangan psikis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peristiwa atau kejadian yang ada dalam kehidupan sehari-hari dapat menimbulkan tekanan

BAB I PENDAHULUAN. Peristiwa atau kejadian yang ada dalam kehidupan sehari-hari dapat menimbulkan tekanan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan manusia memiliki banyak realita yang mempengaruhi kehidupan itu sendiri. Peristiwa atau kejadian yang ada dalam kehidupan sehari-hari dapat menimbulkan tekanan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, suatu metode analisis dengan penguraian secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. luput dari pengamatan dan dibiarkan terus berkembang.

I. PENDAHULUAN. luput dari pengamatan dan dibiarkan terus berkembang. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Fenomena remaja yang terjadi di Indonesia khususnya belakangan ini terjadi penurunan atau degredasi moral. Dalam segala aspek moral, mulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali,

BAB I PENDAHULUAN. tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah hasil imajinasi manusia yang dapat menimbulkan kesan pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan ungkapan pikiran dan perasaan, baik tentang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Suatu penelitian dapat mengacu pada penelitian-penelitian yang telah dilakukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Suatu penelitian dapat mengacu pada penelitian-penelitian yang telah dilakukan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Relevan Sebelumnya Suatu penelitian dapat mengacu pada penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Hal tersebut dapat dijadikan sebagai titik tolak, dalam melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode dalam rentang kehidupan adalah penting namun kadar kepentingannya berbedabeda. Kadar kepentingan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. oleh pihak yang mengelola pelaksanaan pendidikan dalam hal ini adalah sekolah.

I. PENDAHULUAN. oleh pihak yang mengelola pelaksanaan pendidikan dalam hal ini adalah sekolah. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan sumber daya manusia berhubungan dengan upaya peningkatan disemua lembaga pendidikan. Untuk itu diperlukan upaya pengkajian semua unsur pada dunia pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. objeknya adalah manusia dan kehidupannya, dengan menggunakan bahasa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. objeknya adalah manusia dan kehidupannya, dengan menggunakan bahasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya, dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra sebagai sebuah ungkapan pribadi pengarang berdasarkan kreativitas/ imajinasi pengarang. Sastra juga dapat dijadikan sebagai wadah seorang pengarang untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sosial anak telah dimulai sejak bayi, kemudian pada masa kanak-kanak dan selanjutnya pada masa remaja. Hubungan sosial anak pertamatama masih sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. puisi. Latar belakang kehidupan yang dialami pengarang, sangat berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. puisi. Latar belakang kehidupan yang dialami pengarang, sangat berpengaruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahirnya sebuah karya sastra tentu tidak akan terlepas dari kehidupan pengarang baik karya sastra yang berbentuk novel, cerpen, drama, maupun puisi. Latar belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Fenomena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan atau menyampaikan suatu hal yang di ungkapkan dengan cara

BAB I PENDAHULUAN. memberikan atau menyampaikan suatu hal yang di ungkapkan dengan cara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan wujud dari daya imajinasi pengarang yang dituangkan dalam sebuah wadah. Sastra sendiri adalah bentuk rekaman dari bahasa yang akan disampaikan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional (2008:725) Konsep merupakan (1)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan yang bermutu adalah yang mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergi, yaitu bidang administratif dan kepemimpinan, bidang instruksional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk hidup ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dan dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu berupa akal, cipta, rasa,

Lebih terperinci

BAB I. Imajinasi yang diciptakan berasal dari diri sendiri dan lingkungan sekitar

BAB I. Imajinasi yang diciptakan berasal dari diri sendiri dan lingkungan sekitar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan dunia imajinasi yang diciptakan oleh pengarang. Imajinasi yang diciptakan berasal dari diri sendiri dan lingkungan sekitar pengarang.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI 2.1 Kajian Pustaka Berdasarkan data-data yang telah dikumpulkan, terdapat beberapa hasil penelitian yang dapat dijadikan acuan dalam penelitian ini. Adapun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu sejak dilahirkan akan berhadapan dengan lingkungan yang menuntutnya untuk menyesuaikan diri. Penyesuaian diri yang dilakukan oleh individu diawali dengan penyesuaian

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA

HUBUNGAN ANTARA KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA HUBUNGAN ANTARA KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA Skripsi Untuk memenuhi persyaratan Dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Psikologi Disusun oleh : NITALIA CIPUK SULISTIARI F 100 040

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada umumnya kehidupan dewasa ini disemaraki oleh banyaknya kegagalan dalam membina rumah tangga yang utuh. Seringkali banyak keluarga memilih untuk berpisah dari hubungan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. bagaimana unsur cerita atau peristiwa dihadirkan oleh pengarang sehingga di dalam

BAB II KAJIAN TEORI. bagaimana unsur cerita atau peristiwa dihadirkan oleh pengarang sehingga di dalam BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Drama Sebagai Karya Fiksi Sastra sebagai salah satu cabang seni bacaan, tidak hanya cukup dianalisis dari segi kebahasaan, tetapi juga harus melalui studi khusus yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan seni yang bermediumkan bahasa dan dalam proses terciptanya melalui intensif, selektif, dan subjektif. Penciptaan suatu karya sastra bermula

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. ditemukan tujuh novel yang menghadirkan citra guru dan memiliki tokoh guru, baik

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. ditemukan tujuh novel yang menghadirkan citra guru dan memiliki tokoh guru, baik 347 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dalam karya sastra Indonesia modern pascaproklamasi kemerdekaan ditemukan tujuh novel yang menghadirkan citra guru dan memiliki tokoh guru, baik sebagai tokoh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra dalam keutuhan bentuknya menyentuh seluruh kehidupan. manusia. Karya sastra dalam bentuknya memuat berbagai aspek dimensi

BAB I PENDAHULUAN. Sastra dalam keutuhan bentuknya menyentuh seluruh kehidupan. manusia. Karya sastra dalam bentuknya memuat berbagai aspek dimensi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra dalam keutuhan bentuknya menyentuh seluruh kehidupan manusia. Karya sastra dalam bentuknya memuat berbagai aspek dimensi kehidupan manusia. Ia tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Anak merupakan generasi penerus dan aset pembangunan. Anak menjadi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Anak merupakan generasi penerus dan aset pembangunan. Anak menjadi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Anak merupakan generasi penerus dan aset pembangunan. Anak menjadi harapan orang tua, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Sebagai orang tua harus mempersiapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial setiap manusia mempunyai dorongan untuk berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai dorongan untuk bersosialisasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini seiring terjadinya krisis perilaku yang tidak baik melanda

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini seiring terjadinya krisis perilaku yang tidak baik melanda BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini seiring terjadinya krisis perilaku yang tidak baik melanda kalangan remaja di indonesia yang menyebabkan pola kehidupan remaja sedikit banyak juga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya. Untuk memenuhi kebutuhan

I. PENDAHULUAN. Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya. Untuk memenuhi kebutuhan I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG DAN MASALAH 1. Latar Belakang Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, sangat tergantung pada bantuan orang-orang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki arti atau keindahan tertentu (Mihardja, 2012: 2). Dalam Kamus Istilah Sastra (dalam Purba, 2012: 2) Panuti Sudjiman

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki arti atau keindahan tertentu (Mihardja, 2012: 2). Dalam Kamus Istilah Sastra (dalam Purba, 2012: 2) Panuti Sudjiman 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra (sansekerta/shastra) merupakan kata serapan dari bahasa Sansekerta sastra, yang berarti teks yang mengandung instruksi atau pedoman, dari kata dasar

Lebih terperinci

KAJIAN PSIKOLOGIS TENTANG PERJUANGAN DAN KEPRIBADIAN TOKOH UTAMA PEREMPUAN NOVEL PADANG BULAN KARYA ANDREA HIRATA DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI SMA

KAJIAN PSIKOLOGIS TENTANG PERJUANGAN DAN KEPRIBADIAN TOKOH UTAMA PEREMPUAN NOVEL PADANG BULAN KARYA ANDREA HIRATA DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI SMA KAJIAN PSIKOLOGIS TENTANG PERJUANGAN DAN KEPRIBADIAN TOKOH UTAMA PEREMPUAN NOVEL PADANG BULAN KARYA ANDREA HIRATA DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI SMA Oleh: Wiwid Widiyanto Program Studi Pendidikan Bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan sebuah karya fiksi yang berisi imajinasi seorang

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan sebuah karya fiksi yang berisi imajinasi seorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan sebuah karya fiksi yang berisi imajinasi seorang pengarang dalam memaparkan berbagai permasalahan-permasalahan dan kejadian-kejadian dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tawuran terjadi dikalangan pelajar sudah menjadi suatu hal yang biasa, sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi di tangerang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperan bagi kehidupan seseorang dikarenakan intensitas dan frekuensinya yang

BAB I PENDAHULUAN. berperan bagi kehidupan seseorang dikarenakan intensitas dan frekuensinya yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada dasarnya manusia sudah melakukan komunikasi sejak ia dilahirkan. Manusia melakukan proses komunikasi dengan lawan bicaranya baik dilingkungan masyarakat,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Psikologi Tokoh Eko Prasetyo dalam Novel Jangan Ucapkan Cinta Karya

BAB II LANDASAN TEORI. Psikologi Tokoh Eko Prasetyo dalam Novel Jangan Ucapkan Cinta Karya BAB II LANDASAN TEORI A. Hasil Penelitian Sebelumnya Seperti beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa mahasiswa Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra Universitas Diponegoro Semarang dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengarang ingin menyampaikan nilai-nilai hidup kepada pembaca, karena pada

BAB I PENDAHULUAN. pengarang ingin menyampaikan nilai-nilai hidup kepada pembaca, karena pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Nurgiyantoro (2012:70) dalam penciptaan sebuah karya sastra, pengarang ingin menyampaikan nilai-nilai hidup kepada pembaca, karena pada hakekatnya pengarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor penting untuk menghidupkan seorang tokoh. dalam bahasa Inggris character berarti watak atau peran, sedangkan karakterisasi

BAB I PENDAHULUAN. faktor penting untuk menghidupkan seorang tokoh. dalam bahasa Inggris character berarti watak atau peran, sedangkan karakterisasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Nurgiyantoro (2013:259) tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan dalam penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, mengolah, dan

BAB I PENDAHULUAN. maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, mengolah, dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan ungkapan pikiran dan perasaan, baik tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, mengolah, dan mengekspresikan gagasan

Lebih terperinci

Sosiodrama pada Pembelajaran IPS sebagai Upaya Peningkatan Kepercayaan Diri Siswa

Sosiodrama pada Pembelajaran IPS sebagai Upaya Peningkatan Kepercayaan Diri Siswa Sosiodrama pada Pembelajaran IPS sebagai Upaya Peningkatan Kepercayaan Diri Siswa Pendahuluan Oleh Dinar dan Ahmad Juanda: Latifa Mahasiswa Prodi Pendidikan IPS 2010 FIS UNY Sejatinya pendidikan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan hasil ekspresi atau ungkapan kejiwaan seorang yang

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan hasil ekspresi atau ungkapan kejiwaan seorang yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra merupakan hasil ekspresi atau ungkapan kejiwaan seorang yang diekspresikan dalam wujud media tulis. Untuk itu, karya sastra dihasilkan melalui imajinasi dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. nilai-nilai moral terhadap cerita rakyat Deleng Pertektekkendengan menggunakan kajian

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. nilai-nilai moral terhadap cerita rakyat Deleng Pertektekkendengan menggunakan kajian BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Sepanjang pengamatan peneliti, tidak ditemukan penelitian yang membahas nilai-nilai moral terhadap cerita rakyat Deleng Pertektekkendengan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar pelitian. Berikut adalah beberapa teori yang terkait sesuai dengan penelitian ini. 2.1 Anxiety (Kecemasan)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Darma Persada

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Darma Persada 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra atau kesusastraan adalah pengungkapan dari fakta artistik dan imajinatif sebagai perwujudan kehidupan manusia dan masyarakat melalui bahasa, sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kelak akan menjadi penerus pembangunan bangsa. Peranan pendidikan. membangun ditentukan oleh maju tidaknya pendidikan.

I. PENDAHULUAN. kelak akan menjadi penerus pembangunan bangsa. Peranan pendidikan. membangun ditentukan oleh maju tidaknya pendidikan. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usaha pembinaan dan pengembangan generasi muda terus ditingkatkan sejalan dengan proses pembangunan nasional yang terus berlangsung baik didalam pendidikan formal sekolah

Lebih terperinci

3. Emosi subyek ketika menjawab pertanyaan interview. 4. Bagaimana kebudayaan etnis Cina dalam keluarga subyek?

3. Emosi subyek ketika menjawab pertanyaan interview. 4. Bagaimana kebudayaan etnis Cina dalam keluarga subyek? Pedoman Observasi 1. Kesan umum subyek secara fisik dan penampilan 2. Relasi sosial subyek dengan teman-temannya 3. Emosi subyek ketika menjawab pertanyaan interview Pedoman Wawancara 1. Bagaimana hubungan

Lebih terperinci

Konflik Batin Tokoh Utama Novel Ayah, Mengapa Aku Berbeda Karya Agnes Davonar Tinjauan Psikologi Sastra

Konflik Batin Tokoh Utama Novel Ayah, Mengapa Aku Berbeda Karya Agnes Davonar Tinjauan Psikologi Sastra Konflik Batin Tokoh Utama Novel Ayah, Mengapa Aku Berbeda Karya Agnes Davonar Tinjauan Psikologi Sastra Sarry Kaswinda Sastra Indonesia FIB Universitas Andalas ABSTRAK Penelitian ini dilatarbelakangi oleh

Lebih terperinci