REVITALISASI LANSKAP KAWASAN PECINAN SURYAKENCANA BOGOR NAFTALIE CLAUDIA KRISTIANI LUCHSINGER

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "REVITALISASI LANSKAP KAWASAN PECINAN SURYAKENCANA BOGOR NAFTALIE CLAUDIA KRISTIANI LUCHSINGER"

Transkripsi

1 REVITALISASI LANSKAP KAWASAN PECINAN SURYAKENCANA BOGOR NAFTALIE CLAUDIA KRISTIANI LUCHSINGER DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Revitalisasi Lanskap Kawasan Pecinan Suryakencana Bogor adalah benar karya saya dengan arahan pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip baik dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Desember 2015 Naftalie C. K. Luchsinger NIM A

4

5 ABSTRAK NAFTALIE CLAUDIA KRISTIANI LUCHSINGER. Revitalisasi Lanskap Kawasan Pecinan Suryakencana Bogor. Dibimbing oleh NURHAYATI. Kawasan Pecinan Suryakencana terletak di Kecamatan Bogor Tengah dan berdasarkan RTRW Kota Bogor Tahun termasuk ke dalam zoning regulation kawasan strategis Kota Bogor yang berfungsi sebagai kawasan pusat kegiatan ekonomi dan kebudayaan. Seiring dengan berjalannya waktu, identitas kawasan pecinan semakin melemah akibat dari perkembangan kota dan komersialisasi bangunan yang tidak terkendali. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keberlangsungan kawasan serta mengusulkan upaya revitalisasi berdasarkan assessment lanskap kawasan ini. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah terhadap upaya revitalisasi kawasan pecinan. Metode yang digunakan yaitu inventarisasi survei lapang dan assessment lanskap sejarah dan budaya. Berdasarkan hasil analisis, kawasan ini dibagi menjadi empat zona, yaitu zona vihara dan sekitarnya, zona komersial dan pemukiman non elit I dan II, dan zona pemukiman elit dan peralihannya. Rekomendasi berupa konsep revitalisasi yang berkelanjutan sehingga tercipta keseimbangan antara karakter fisik, pemanfaatan potensi ekonomi, dan kelestarian sosial budaya pada lanskap Kawasan Pecinan Suryakencana. Kata Kunci: Pecinan, Lanskap Sejarah, Lanskap Budaya, Assessment Lanskap, Revitalisasi ABSTRACT NAFTALIE CLAUDIA KRISTIANI LUCHSINGER. Revitalization of Bogor Suryakencana Chinatown Landscape. Supervised by NURHAYATI. Suryakencana Chinatown is located in Central Bogor district and based on Spatial and Regional Planning of Bogor City period is included in the strategic area of Bogor City zoning regulation which has functions as the economic and cultural area. As time goes by, the identity of the region weakened as a result of urban development and uncontrolled building commercialization. The purpose of this study is to analyze factors that effect the sustainability of the region, additionally proposed revitalization concept based on landscape assessment of this region. The result of this study are expected to be input for the government as well as provide recommendations of Suryakencana Chinatown revitalization. The method used are inventory and assessment of historical and cultural landscape. Based on the site analysis, this region is divided into four zones, they are the temple and its surrounding zone, commercial and non-elite residential zone I, commercial and non-elite residential zone II, and elite residential and its transition zone. Therefore this study purposes a developed revitalization concept so it will create a balance between the physical, the utilization of the economic potential, and social and cultural sustainability, in the landscape of Suryakencana Chinatown. Keywords: Chinatown, Historical Landscape, Cultural Landscape, Landscape Assessment, Revitalization

6

7 REVITALISASI LANSKAP KAWASAN PECINAN SURYAKENCANA BOGOR NAFTALIE CLAUDIA KRISTIANI LUCHSINGER DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

8 Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

9

10

11 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia dan berkat-nya sehingga penelitian ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini berjudul Revitalisasi Lanskap Kawasan Pecinan Suryakencana, Bogor dan berlangsung selama enam bulan dari bulan Maret 2015 hingga Agustus Terima kasih penulis ucapkan kepada : 1. Ibu Nurhayati selaku dosen pembimbing yang telah banyak membimbing saya dalam menyelesaikan skripsi ini 2. Bapak Qodarian dan Bapak Aris selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran dalam penyelesaian skripsi ini 3. Kedua orangtua saya dan kedua adik saya yang sudah mendukung saya selama menjalani pendidikan di Institut Pertanian Bogor 4. Ghea, Pea, dan Uum sebagai teman satu bimbingan skripsi 5. Inces yang sudah sangat mendukung saya dalam menjalani penelitian ini. 6. Teman teman Arsitektur Lanskap 48 yang selalu ada dalam suka maupun duka selama perkuliahan. 7. Pak Mardi Lim selaku narasumber ahli dan tokoh masyarakat di Pecinan Suryakencana 8. Mas Reza, Mba Uti, dan Pak Nazar selaku narasumber dari Komunitas Kampoeng Bogor dan P4W 9. Pak Noval, Pak Haris, dan Ibu Feby selaku narasumber dari BAPPEDA Kota Bogor 10. Pak Rusli dan Pak Kismiyadi selaku narasumber dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bogor Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat. Bogor, Desember 2015 Naftalie Claudia Kristiani Luchsinger

12

13 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Kerangka Pikir TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Sejarah dan Budaya Pelestarian Lanskap Sejarah Benda Cagar Budaya Revitalisasi Kawasan Kota Bogor Sebagai Kota Pusaka Istilah Pecinan Pecinan Suryakencana Bogor METODE Lokasi dan Waktu Alat dan Bahan Metode Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Sejarah Perkembangan Kawasan Pecinan Suryakencana Kondisi Umum Lanskap Kawasan Pecinan Suryakencana Identifikasi Aspek Fisik Lanskap Kawasan Pecinan Suryakencana Identifikasi Aspek Non Fisik Lanskap Kawasan Pecinan Suryakencana Hasil Kuesioner Penilaian Lanskap Kawasan Pecinan Suryakencana Analisis Nilai Signifikansi Lanskap Kawasan Pecinan Suryakencana Persepsi Masyarakat Terhadap Kawasan Pecinan Suryakencana Kebijakan dan Program yang Dilakukan Pemerintah Aspek Legal dan Pengelolaan Rekomendasi Revitalisasi Lanskap Kawasan Pecinan Suryekencana SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP vi vi vi

14 DAFTAR TABEL Alat dan bahan Jenis dan bentuk data Kriteria penilaian keaslian lanskap Kawasan Pecinan Suryakencana Kriteria penilaian keunikan lanskap Kawasan Pecinan Suryakencana Penggunaan lahan di Kawasan Pecinan Suryakencana Trayek angkutan kota yang melalui Kawasan Pecinan Suryakencana Landmark Kawasan Pecinan Suryakencana Elemen sejarah di Kawasan Pecinan Suryakencana Hasil kuesioner penilaian lanskap lanskap Kawasan Pecinan Suryakencana Hasil pengamatan zona 1 Hasil pengamatan zona 2 Hasil pengamatan zona 3 Hasil pengamatan zona 4 Tanggapan masyarakat terhadap citra Kawasan Pecinan Suryakencana Rekomendasi zona 1 Rekomendasi zona 2 Rekomendasi zona 3 Rekomendasi zona DAFTAR GAMBAR Kerangka pikir penelitian Kawasan pusaka di Kota Bogor Lokasi penelitian Peta zonasi lanskap Kawasan Pecinan Suryakencana Kawasan Pecinan Suryakencana tahun Kawasan Pecinan Suryakencana tahun 1920 Kawasan Pecinan Suryakencana tahun 1946 Pedagang kaki lima (PKL) di depan ruko Beberapa bangunan tua yang dijual pemiliknya Ilustrasi Jalan Suryakencana Ilustrasi Jalan Siliwangi Dragon Spine pada Pecinan Suryakencana tahun Tipe atap hsuan shan pada vihara Bentukan ornamen khas Tionghoa Warna pada Vihara Dhanagun Bangunan berarsitektur Indis Deretan ruko di Kawasan Pecinan Suryakencana Rumah arsitektur Tionghoa dan arsitektur Indis

15 DAFTAR GAMBAR (lanjutan) Lanskap Jalan Suryakencana Lanskap Jalan Roda Lanskap Jalan Siliwangi Peta persebaran elemen sejarah di Kawasan Pecinan Suryakencana Bogor 2015 Kegiatan perekonomian di kawasan pecinan Penyalaan lilin saat Imlek di Vihara Dhanagun Beberapa atraksi dalam Bogor Street Festival 2015 Peta rute Pesta Rakyat Kota Bogor 2015 Peta nilai signifikansi lanskap Kawasan Pecinan Suryakencana hasil kuesioner Peta nilai signifikansi lanskap Kawasan Pecinan Suryakencana Landmark Kawasan Pecinan Suryakencana berdasarkan tanggapan masyarakat Proses pembuatan gerbang di Kawasan Pecinan Suryakencana Ilustrasi penggunaan lampion di Jalan Suryakencana Peta rekomendasi revitalisasi lanskap Kawasan Pecinan Suryakencana (1) Peta rekomendasi revitalisasi lanskap Kawasan Pecinan Suryakencana (2) DAFTAR LAMPIRAN Contoh perhitungan nilai signifikansi lanskap Kawasan Pecinan Suryakencana hasil kuesioner Kuesioner persepsi masyarakat Kuesioner penilaian lanskap Kawasan Pecinan Suryakencana

16

17 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Seiring dengan proses perkembangan suatu kota, dapat terlihat perubahan terhadap wajah dan karakteristik kota tersebut. Saat ini, pembangunan kota-kota di Indonesia cenderung tidak terkendali, tidak terarah, serta memiliki karakteristik yang hampir serupa sehingga membuat identitas kota melemah. Jenis vegetasi, model rumah, dan pola ruang saat ini mengikuti tren yang populer di kalangan masyarakat. Sesungguhnya, dengan beragamnya sejarah dan budaya di Indonesia, kawasan-kawasan yang terdapat di suatu kota dapat berkembang dan memiliki identitas serta kekhasan yang berbeda, sehingga menjadikan kota tersebut berbeda dengan kota lainnya. Kota yang memiliki bermacam-macam bagian akan lebih menyenangkan daripada yang homogen atau menyerupai kota lain (Attoe, 1988). Kota Bogor yang menjadi penyangga ibukota negara membuat perkembangan kota ini berjalan cukup pesat. Namun, hal ini tidak berdampak positif bagi nilai sejarah dan budaya yang terdapat di kota ini. Kota Bogor memiliki sejarah dan keragaman budaya yang tinggi, hal ini dapat dilihat dari berbagai etnis masyarakat, adat budaya, dan peninggalan-peninggalan fisik berupa artefak maupun bangunan yang terdapat di Kota Bogor. Salah satu keragaman tersebut dapat terlihat di Kawasan Pecinan Suryakencana. Kawasan Pecinan Suryakencana merupakan salah satu dari enam kawasan pusaka yang terdapat di Kota Bogor. Pada mulanya, kawasan pecinan terbentuk akibat adanya peraturan wijkenstelsel yang dikeluarkan oleh pemerintah Belanda sehingga terbentuk pemukiman-pemukiman berdasarkan etnis, salah satunya adalah Pecinan Suryakencana. Kemudian, kawasan ini berkembang sebagai kawasan perdagangan dikarenakan mayoritas masyarakat Tionghoa pada saat itu berprofesi sebagai pedagang. Hingga saat ini Kawasan Pecinan Suryakencana dikenal sebagai pusat perdagangan Kota Bogor. Selain itu di kawasan ini terdapat berbagai bangunan kuno yang memiliki nilai sejarah, sebagian besar berupa ruko yang merupakan tempat berdagang dan tempat tinggal masyarakat pada saat itu. Selain dalam bentuk fisik, terdapat juga berbagai aktivitas kebudayaan dan tradisi Tionghoa yang rutin dilakukan, seperti Imlek dan Cap Go Meh. Kota Bogor merupakan salah satu kota yang mengikuti program Kota Pusaka dan saat ini pemkot mulai memberikan perhatian lebih terhadap peninggalan-peninggalan bersejarah yang terdapat di Kota Bogor. Sebagai salah satu kawasan pusaka Kota Bogor, Pecinan Suryakencana merupakan salah satu kawasan yang menjadi perhatian. Pemerintah Kota Bogor mulai melihat potensi yang terdapat di kawasan ini dan membuat rencana untuk memperkuat identitas lanskap Kawasan Pecinan Suryakencana, karena seiring dengan berjalannya waktu, identitas kawasan ini semakin melemah akibat komersialisasi kawasan yang tidak terkendali. Oleh karena itu, diperlukan suatu upaya untuk menyelamatkan lanskap Kawasan Pecinan Suryakencana bernilai sejarah dan budaya yang tinggi ini agar tetap lestari. Revitalisasi diperlukan untuk meningkatkan idententitas serta mengembalikan vitalitas kawasan yang mengalami penurunan, sehingga produktivitas ekonomi, sosial, dan budaya di kawasan ini dapat terjaga serta bermakna bagi keberlanjutan Kota Bogor.

18 2 Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. mengidentifikasi karakter dan kondisi lanskap Kawasan Pecinan Suryakencana 2. menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keberlanjutan lanskap Kawasan Pecinan Suryakencana 3. mengusulkan rekomendasi tindakan revitalisasi lanskap Kawasan Pecinan Suryakencana Manfaat Manfaat dari penelitian ini adalah menjadi bahan informasi dan rekomendasi bagi pemerintah Kota Bogor terhadap program revitalisasi lanskap Kawasan Pecinan Suryakencana yang merupakan salah satu kawasan pusaka Kota Bogor. Kerangka Pikir Penelitian Suryakencana merupakan salah satu kawasan di kota Bogor yang memiliki nilai sejarah dan budaya yang tinggi. Berdasarkan RTRW Kota Bogor tahun Kawasan Pecinan Suryakencana termasuk ke dalam kawasan strategis budaya karena nilai sejarah dan budaya yang tinggi di kawasan ini. Namun berbagai permasalahan yang ada menjadikan identitas dan vitalitas kawasan ini semakin menurun. Berdasarkan masalah tersebut, kerangka pikir penelitian Revitalisasi Lanskap Kawasan Pecinan Suryakencana Bogor dijelaskan pada Gambar 1.. Kota Bogor Program Kota Pusaka Kawasan Pecinan Suryakencana Kawasan Lainnya Karakter Lanskap Kawasan Pecinan Suryakencana menurun Aspek Fisik Aspek Non Fisik Pengumpulan Data Identifikasi dan Deskripsi Analisis Data Konsep Revitalisasi Lanskap Kawasan Pecinan Suryakencana berdasarkan pada potensi dan assessment lanskap Gambar 1 Kerangka pikir penelitian

19 3 TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Sejarah Lanskap adalah suatu bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indera manusia. Pada suatu lanskap karakter harus menyatu secara harmonis dan alami untuk memperkuat karakter lanskap tersebut. Lanskap menurut Simonds (1983) merupakan suatu bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indera manusia, dimana suatu lanskap dikatakan alami jika area atau kawasan tersebut memiliki keharmonisan dan kesatuan antar elemen-elemen pembentuk lanskap sehingga indera manusia memegang peranan yang penting dalam merasakan suatu lanskap. Lanskap sejarah berperan penting dalam membentuk berbagai tradisi budaya dan etnikal dalam suatu masyarakat. Harris dan Dines (1988) menjelaskan bahwa lanskap sejarah merupakan lanskap yang berasal dari masa lampau dan terdapat bukti fisik tentang keberadaan manusia di dalamnya. Pada lanskap sejarah, manusia dapat menggali sejarah perkembangannya dan sekaligus melihat diri mereka sendiri dalam konteks sejarah yang lebih luas. Attoe (1988) menyatakan bahwa nilai sejarah dari suatu kota selain pada penampakan bangunannya juga terdapat pada lingkungan sekitarnya yang mencakup kawasan alamiah yang berhubungan dengan kota tersebut seperti wajah jalan, lokasi-lokasi bersejarah, taman-taman, serta muka bangunan yang merupakan unsur penting dari bentuk dan sifat kota tersebut. Menurut Siti Nurisjah dan Pramukanto (2001), lanskap sejarah (historical landscape) merupakan bagian dari suatu lanskap budaya yang memiliki dimensi waktu di dalamnya. Menurut Goodchild (1990) sebuah lanskap dikatakan memiliki nilai sejarah apabila di dalamya memuat satu atau beberapa kondisi lanskap berikut : 1. merupakan contoh yang menarik dari sebuah tipe lanskap sejarah 2. memuat bukti yang menarik untuk dipelajari terkait dengan sejarah tata guna lahan, lanskap dan taman, atau sikap budaya terhadap lanskap dan taman 3. memiliki keterkaitan dengan seseorang, masyarakat, atau peristiwa yang penting dalam sejarah 4. memiliki nilai-nilai sejarah dengan bangunan atau monumen sejarah. Salah satu tipe lanskap sejarah menurut Goodchild (1990) adalah lanskap perkotaan yang mencirikan karakter kota pada periode waktu tertentu pada masa lalu. Pelestarian Lanskap Sejarah Menurut Goodchild (1990) pelestarian adalah perlindungan dan pengelolaan terhadap sumberdaya yang bernilai penting. Tujuan utama dari konservasi terhadap benda cagar budaya adalah untuk melindungi, memelihara, dan meningkatkannya agar terus berkelanjutan. Alasan untuk melestarikan lanskap sejarah antara lain: 1. lanskap bersejarah merupakan sesuatu yang penting dan bagian integral dari warisan budaya. Keberadaannya dapat membantu dalam mendefinisikan karakteristik dari warisan budaya, sebagai suatu referensi atau landmark yang bisa dimengerti dan juga memberi nilai penting.

20 4 2. lanskap bersejarah memberikan fakta-fakta dan arkeologi tentang sejarah dari suatu warisan budaya 3. lanskap bersejarah memberikan kontribusi untuk pengembangan selanjutnya, keberadaannya dapat dimanfaatkan sebagai obyek yang dapat dikunjungi, dipelajari, dan didiskusikan 4. dapat memberikan kesenangan bagi banyak orang. Lanskap sejarah dapat dijadikan sebagai tempat bersantai, rileks, rekreasi, serta membangkitkan semangat dan menemukan inspirasi 5. dapat memberikan keuntungan karena dapat membangkitkan serta mendorong kepariwisataan Menurut Siti Nurisjah dan Pramukanto (2001), pelestarian lanskap sejarah dapat didefinisikan sebagai usaha manusia untuk memproteksi atau melindungi peninggalan atau sisa-sisa budaya dan sejarah terdahulu yang bernilai dari berbagai perubahan negatif atau merusak keberadaannya atau nilai yang dimilikinya. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat sesuai dengan budaya di sekitarnya. Menurut Attoe (1988) kawasan bersejarah merupakan elemen positif yang dapat menunjukkan kualitas suatu kota. Namun seringkali kawasan sejarah tidak dimanfaatkan dengan baik pada pembangunan dan perencanaan suatu kota. Harris dan Dines (1988) mengajukan empat hal utama tindakan preservasi untuk pelestarian lanskap sejarah, yaitu : 1. menyelamatkan karakter estetik dari suatu areal, wilayah, atau properti 2. mengkonservasi sumber daya 3. memfasilitasi pendidikan lingkungan 4. mengakomodasi perubahan-perubahan kebutuhan akan hunian, baik yang terdapat di dalam kawasan perkotaan, tepi kota, maupun di kawasan pedesaan Dalam mengelola suatu lanskap budaya terdapat beberapa tindakan yang dapat dilakukan, sesuai dengan bagaimana kondisi nyata dari lanskap tersebut. Beberapa tindakan yang perlu dilakukan terhadap lanskap sejarah antara lain : 1. preservasi, yaitu mempertahankan tapak sebagaimana adanya tanpa diperkenankan adanya tindakan perbakan dan perusakan pada obyek 2. konservasi, yaitu tindakan pelestarian untuk mencegah kerusakan lebih lanjut dengan mengarahkan perkembangan di masa depan untuk menjaga agar lanskap sejarah tidak dihancurkan atau diubah dengan cara yang tidak sesuai 3. rehabilitasi, yaitu tindakan untuk memperbaiki lanskap kearah standarstandar modern dengan tetap menghargai dan mempertahankan karakterkarakter sejarah 4. restorasi, yaitu meletakkan kembali sekuat mungkin apa yang semula ada pada tapak Dalam upaya pelestarian suatu kawasan sejarah, terkadang hanya berfokus pada kondisi fisik, seperti konservasi arsitektur. Hal ini baik untu dilakukan, namun bukan dalam arti sempit. Menurut Budiharjo (1997) menyatakan bahwa konservasi arsitektur bukan berarti mengawetkan bangunan seperti keadaan aslinya tetapi juga bisa mewadahi kegiatan dan bahkan membangun baru asalkan tidak bertentangan frontal dengan bangunan lama. Konsep konservasi yang hanya fokus pada nilai

21 5 budaya maupun pertimbangan arsitektural seringkali kurang berhasil. Lebih baik mencari cara bagaiman konsep konservasi dapat digabungkan dengan aktivitas ekonomi, sehingga mampu menarik perhatian dari masyarakat sekitar dan dapat secara aktif melakukan kegiatan konservasi secara berdampingan. Benda Cagar Budaya Benda cagar budaya (BCB) meruapakan suatu benda/bangunan/situs atau lanskap yang mempunyai nilai penting sejarah dan/atau budaya dan layak dilestarikan. Undang-Undang yang mengatur perlindungan benda cagar budaya di Indonesia adalah Undang-Undang Republik Indonesia Pasal 5 tahun 2010, Benda, bangunan, atau struktur dapat diusulkan sebagai Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, atau Struktur Cagar Budaya apabila memenuhi kriteria: 1. berusia 50 (lima puluh) tahun atau lebih 2. mewakili masa gaya paling singkat berusia (lima puluh) tahun 3. memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan 4. memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa. Situs adalah lokasi yang mengandung atau diduga mengandung benda cagar budaya termasuk lingkungannya yang diperlukan bagi pengamannya. Kepemilikan Benda Cagar Budaya dijelaskan pada Bab IV Pasal 12 : 1. setiap orang dapat memiliki dan/atau menguasai Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, dan/atau Situs Cagar Budaya dengan tetap memperhatikan fungsi sosialnya sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang ini 2. setiap orang dapat memiliki dan/atau menguasai Cagar Budaya apabila jumlah dan jenis Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, dan/atau Situs Cagar Budaya tersebut telah memenuhi kebutuhan negara 3. kepemilikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat diperoleh melalui pewarisan, hibah, tukar-menukar, hadiah, pembelian, dan/atau putusan atau penetapan pengadilan, kecuali yang dikuasai oleh Negara 4. pemilik Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, dan/atau Situs Cagar Budaya yang tidak ada ahli warisnya atau tidak menyerahkannya kepada orang lain berdasarkan wasiat, hibah, atau hadiah setelah pemiliknya meninggal, kepemilikannya diambil alih oleh negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Revitalisasi Kawasan Berikut beberapa pengertian untuk istilah revitalisasi : 1. upaya untuk menghidupkan kembali distrik atau kawasan kota yang telah mengalami degradasi lingkungan, baik dalam lingkup ekonomi, sosial budaya, makna dan citra kawasan hingga tampilan visual, sehingga untuk menghidupkan kembali kawasan tersebut perlu dilakukan kegiatan melalui intervensi yang bersifat fisik dan non fisik (Martokusumo, 2001) 2. upaya menghidupkan dan menggiatkan kembali faktor-faktor bangunan (tanah, tenaga kerja, modal, ketrampilan, kewirausahaan, kelembagaan keuangan, birokrasi serta dukungan prasarana dan sarana fisik) dan para

22 6 pelaku pembangunan (masyarakat dan seluruh stakeholder) untuk mengakomodasikan secara struktural dan fungsional disesuaikan tantangan yang ada, potensi, permasalahan dan kebutuhan baru pada daerah setempat 3. upaya untuk menghidupkan kembali makna kultural dan legenda yang pernah hidup pada jamannya, yang saat ini berangsur-angsur telah hilang/tidak dikenal kembali keberadaan kulturalnya guna meningkatkan kembali peran dan potensi kawasan untuk dikembangkan sesuai faktor kesejarahan yang pernah ada dan dipercaya oleh masyarakat setempat dan penataan kembali kawasan untuk mengembangkan sektor ekonomi guna peningkatan taraf hidup masyarakat Lingkup dalam melakukan suatu revitalisasi adalah sebagai berikut: 1. Satuan Areal Satuan Areal lingkup revitalisasi, dimaksudkan areal obyek revitalisai masih menjadi bagian dari wilayah Kota/Sub Kota yang dipandang mempunyai ciri-ciri atau nilai khas kota bersangkutan atau daerah dimana kota itu berada, dan diharapkan makna kultural, legenda atau sejarah yang pernah hidup di sekitar lokasi setempat tidak hanya dikenal di lokasi setempat saja, tetapi juga dikenal di beberapa wilayah disekitarnya. 2. Satuan Visual Lanskap Lingkup satuan visual atau lanskap yang ditentukan dalam lingkup revitalisasi ini dapat berupa aspek visual yang dapat memberi bayangan citra atau image yang khas tentang suatu lingkungan. Termasuk dalam hal ini adalah jaringan fungsional rute sejarah atau jalur angkutan tradisional. Diharapkan dengan konsep revitalisasi yang diterapkan, keberadaan eksisting kawasan/lingkungan tidak hanya akan terjaga kondisinya, tetapi keberadaannya juga akan bertambah indah dengan sentuhan arsitektur lansekap yang menyatu dengan kondisi alam setempat. 3. Satuan Fisik Satuan Fisik yang disyaratkan dalam lingkup revitalisasi ini adalah sesuatu yang berujud bangunan, kelompok atau daerah bangunanbangunan, rangkaian bangunan yang membentuk suatu ruang umum. Apabila dikehendaki lebih jauh, hal ini bisa diperinci sampai kepada unsurunsur bangunan, baik fungsional, struktur/estetis ornamen. Sedangkan secara umum, bentuk revitalisasi meliputi kota dan desa, distrik lingkungan perumahan dan permukiman. Diharapkan dengan adanya kegiatan revitalisasi ini, akan dapat ditempatkan sejumlah bangunan berupa fasilitas umum yang mendukung keberadaan kawasan sebagai fungsi tertentu. Beberapa konsep kultural dan tradisional yang pernah hidup atau dikenal masyarakat setempat akan coba diaplikasikan ke dalam bentuk-bentuk fisik bangunan dan detail ornamen yang ada. Kriteria kawasan yang akan direvitalisasi antara lain: 1. Estetika Kondisi eksisting yang sudah ada di sekitar kawasan dimanfaatkan potensinya sebagai komponen estetis alamiah. 2. Kejamakan Bentuk bangunan yang ada di sekitar kawasan menjadi tolak ukur yang mewakili ragam atau citra kawasan setempat

23 7 3. Kelangkaan Kelangkaan ini dicapai dari potensi sumber daya alam yang mungkin tidak terdapat di daearah atau kawasan yang lain 4. Peranan sejarah Secara tidak langsung kondisi ini menjadi ikatan simbolis antara masa lalu dan kondisi sekarang 5. Memperkuat citra kawasan di dekatnya Pengembangan kawasan untuk fungsi-fungsi tertentu yang memiliki motivasi ekonomi untuk dapat dijual ke luar wilayah atau kawasan, secara tidak langsung berdampak terhadap perkembangan wilayah di sekitarnya, terutama terhadap peningkatan kualitas lingkungan dan peningkatan nilai ekonomi setempat. 6. Keistimewaan Wilayah kawasan yang direvitalisasi selain memiliki keunikan dan keistimewaan tertentu, juga menjadi tumpuan hidup masyarakat di sekitarnya. Kota Bogor Sebagai Kota Pusaka Istilah Kota Pusaka saat ini dipakai untuk mendefinisikan sebuah bentuk kota yang menempatkan penerapan kegiatan pelestarian pusaka (heritage) sebagai strategi utama pengembangan kotanya, ahartercipta Kota Pusaka yang berkelanjutan dan dapat meningkatkan kesejahteraan bagi penduduk kotanya yang menghasilkan Quality of Space sampai kepada Quality of Life. Walau kota-kota di Indonesia banyak yang memiliki kelimpahan keragaman pusaka, tetapi klasifikasi sebagai kota baru mulai dipakai setelah Konferensi Organisasi Kota- Kota Pusaka Dunia di Surakarta pada bulan Oktober 2008 yang berhasil membentuk Jaringan Kota Pusaka Indonesia (JKPI) dan pada tahun 2012 Direktorat Jenderal Penataan Ruang, Kementerian Pekerjaan Umum dan Badan Pelestarian Pusaka Indonesia (BPPI) menyelenggarakan Program Penataan dan Pelestarian Kota Pusaka (P3KP). Menurut Piagam Pelestarian dan Pengelolaan Pusaka Indonesia Tahun 2003, pusaka meliputi: 1. pusaka alam adalah bentukan alam yang istimewa 2. pusaka budaya adalah hasil cipta, rasa, karsa, dan karya yang istimewa dari lebih 500 (lima ratus) suku bangsa di tanah air Indonesia, secara sendirisendiri, sebagai kesatuan bangsa Indonesia dan dalam interaksinya dengan budaya lain sepanjang sejarah keberadaannya. Pusaka budaya mencakup pusaka berwujud (tangible) dan pusaka tidak berwujud (intangible) 3. pusaka saujana adalah gabungan pusaka alam dan pusaka budaya dalam kesatuan ruang dan waktu Kota Bogor merupakan salah satu dari 54 kota dan kabupaten yang menjadi anggota JKPI dan salah satu dari sebelas kota prioritas di Indonesia yang bergabung dalam P3KP tahap satu. Hasil penelusuran sejarah Kota Bogor menunjukan bahwa terdapat lapisan-lapisan sejarah yang jejaknya masih dapat terlacak dan terlihat, terutama dalam bentukan fisik di Kota Bogor saat ini. Berdasarkan hasil identifikasi aset pusaka yang dilakukan pada tahun 2013 oleh Direktorat Jenderal Penataan Ruang dalam rangka pelaksanaan Program Penataan dan Pelestarian Kota Pusaka

24 8 di Kota Bogor, terdapat enam kawasan yang disepakati menjadi kawasan pusaka di Kota Bogor, yaitu: 1. Sub Kawasan Kebun Raya dan Istana Bogor 2. Sub Kawasan Empang 3. Sub Kawasan Pecinan 4. Sub Kawasan Pemukiman Eropa 5. Sub Kawasan Pemekaran Barat 6. Sub Kawasan Karsten Plan Penetapan delineasi kawasan dan situs bersejarah Kota Pusaka Bogor dilakukan berdasarkan kajian sejarah yang sudah dilakukan. Pada Gambar 2 merupakan delineasi kawasan pusaka di Kota Bogor. Sebagai Kota Pusaka, pada dasarnya Kota Bogor telah menjadi bagian dari kebijakan pengembangan kota oleh Pemerintah Daerah Kota Bogor. Beberapa program dan kegiatan yang dilakukan oleh Pemda Kota Bogor telah diarahkan pada upaya pelestarian kawasan-kawasan bersejarah di Kota Bogor. Gambar 2 Kawasan Pusaka di Kota Bogor Sumber: Album Inventarisasi Aset Pusaka 2015 Kota Bogor Istilah Pecinan Ensiklopedia Nasional Indonesia mengatakan bahwa istilah Cina berasal dari nama dinasti Chin (abad ketiga sebelum Masehi) yang berkuasa di Cina selama lebih dari dua ribu tahun sampai pada tahun Bencana banjir, kelaparan, dan peperangan memaksa orang-orang bangsa Chin ini merantau ke seluruh dunia. Pada abad ketujuh bangsa Chin mulai masuk ke Indonesia dan kemudian berdiam di beberapa kawasan, terutama di pesisir timur Sumatera dan di Kalimantan Barat.

25 9 Dalam perantauannya, mereka membawa serta keluarganya kemudian dan bersama-sama menetap di suatu kawasan yang kemudian dikenal sebagai "Kampung Cina atau Pecinan di berbagai kota di Indonesia. Selama dalam perantauannya, mayoritas dari mereka berprofesi sebagai pedagang. Berdasarkan Wikipedia Indonesia, Pecinan atau Kampung Cina (Chinatown dalam Bahasa Inggris) merujuk kepada sebuah wilayah kota yang mayoritas penghuninya adalah orang Tionghoa. Pecinan banyak terdapat di kota-kota besar di berbagai negara di mana orang Tionghoa merantau dan kemudian menetap seperti di Amerika Serikat, Kanada dan negara-negara Asia Tenggara. Pecinan pada dasarnya terbentuk karena 2 faktor yaitu faktor politik dan faktor sosial: 1. Faktor politik berupa peraturan pemerintah lokal yang mengharuskan masyarakat Tionghoa dikonsentrasikan di wilayah-wilayah tertentu supaya lebih mudah diatur (Wijkenstelsel). Ini lumrah dijumpai di Indonesia pada zaman Hindia Belanda karena pemerintah kolonial melakukan segregasi berdasarkan latar belakang rasial. Di waktu-waktu tertentu, malah diperlukan izin masuk atau keluar dari pecinan (Passenstelsel) semisal di pecinan Batavia. 2. Faktor sosial berupa keinginan sendiri masyarakat Tionghoa untuk hidup berkelompok karena adanya perasaan aman dan dapat saling bantumembantu. Ini sering dikaitkan dengan sifat ekslusif orang Tionghoa, namun sebenarnya sifat ekslusif ada pada etnis dan bangsa apapun, semisal adanya kampung Madras/India di Medan, Indonesia; kampung Arab di Fujian, Cina atau pemukiman Yahudi di Shanghai, Cina. Pecinan Suryakencana, Bogor Sejak zaman kolonial, kawasan pecinan identik dengan perdagangan, tak terkecuali di Jl. Suryakencana, Bogor. Suryakencana terletak tegak lurus dengan Kebun Raya Bogor. Jalan ini menjadi pusat keramaian kota terutama di akhir pekan. Jalan ini dibuat oleh Gubernur Jendral Daendels pada tahun 1808 yang dikenal dengan Post Weg atau Jalan Pos. Jalan Pos dimulai dari Anyer, sepanjang kilometer dan berakhir di Panarukan. Pada tahun 1905 Pemerintah Kota Bogor mengubah nama jalan ini menjadi Jalan Handlestraat yang artinya Jalan Perniagaan. Jalan Suryakencana diresmikan Pemerintah Kota Bogor pada tahun 1970-an. Pada tahun 1853, Gubernur Jendral JC Baud mengatur zona atau wilayah pemukiman yang dinamakan wijkenstelsel yang diatur berdasarkan kelompok etnis tertentu. Tujuannya untuk memudahkan pemerintah kolonial mengontrol masyarakat agar tidak bercampur dengan masyarakat lain. Kebijakan ini juga untuk mencegah etnis Tionghoa untuk tinggal di pusat kota dan berbaur dengan pribumi. Selain sebagai pusat aktivitas perekonomian, di Jl. Suryakencana juga terdapat bangunan-bangunan bersejarah. Salah satunya adalah Klenteng Hok Tek Bio yang berfungsi sebagai tempat ibadah dan merupakan salah satu klenteng tertua di Kota Bogor. Letaknya berada tepat di samping Pasar Bogor. Bangunan bersejarah lainnya adalah Hotel Pasar Baru yang dibangun sekitar tahun 1800-an. Arsitektur bangunan ini perpaduan Eropa dan Tionghoa. Pada masanya, bangunan ini merupakan salah satu primadona bagi pelancong dari Cina, Arab, dan Eropa.

26 10 Road of Never Sleeping Road merupakan julukan yang cocok untuk Jl. Suryakencana. Roda kehidupan seakan tidak pernah berhenti. Namun sayangnya seiring dengan berjalannya waktu kondisi di sepanjang jalan ini semakin terkikis kemajuan zaman. METODE Lokasi dan waktu Penelitian ini dilaksanakan selama lima bulan, terhitung dari bulan Maret 2015 sampai bulan Agustus Penelitian dilakukan di kawasan Pecinan Suryakencana Bogor yang terletak di Kecamatan Bogor Tengah, khususnya di sepanjang Jalan Suryakencana hingga Jalan Siliwangi. Gambar 3 Lokasi Penelitian Sumber: Alat dan Bahan Penelitian ini memerlukan baik perangkat keras (hardware) maupun perangkat lunak (software) dalam proses pengerjaannya, seperti yang terdapat pada Tabel 1. Alat dan bahan yang digunakan pun diperlukan untuk melakukan inventarisasi sampai proses pengolahan data, serta penyusunan laporan akhir. Tabel 1 Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian Alat dan Bahan Fungsi Alat Note Book Kamera Digital Komputer Bahan Peta dasar Data CAD Kuesioner Mencatat hasil survey Mengambil gambar eksisting pada lokasi Mengoperasikan berbagai software dan pengolahan data Antara lain: Adobe Photoshop CS6, AutoCad 2013, dan Microsoft Word 2013 Menunjang data spasial Menunjang data spasial Mendapatkan data responden

27 11 Metode penelitian Penelitian ini merupakan evaluasi terhadap komponen artefak fisik, non fisik, dan nilai (values) pada kawasan pecinan Suryakencana. Kemudian dilakukan assessment terhadap artefak fisik, non fisik, dan nilai untuk mengetahui nilai keaslian dan keunikan kawasan pecinan Suryakencana. Inventarisasi dan Pengumpulan Data Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari pengamatan langsung di lapangan. Data sekunder diperoleh dari studi pustaka serta data yang telah dipublikasikan, keperluannya disesuaikan dengan tujuan. Pada Tabel 2 merupakan jenis dan bentuk data yang diperlukan dalam penelitian ini. Tabel 2 Jenis dan bentuk data Komponen Fisik Jenis Data Pola ruang dan sirkulasi Bangunan kuno atau bersejarah Kondisi fisik lingkungan Non Fisik Budaya Etnik dominan Perayaan/aktivitas budaya/seni Ekonomi Kondisi dan aktivitas ekonomi Sosial Komunitas masyarakat Persepsi Persepsi dan kepedulian masyarakat Bentuk Data Primer Sekunder Sumber Data Survei Lapang, Studi Pustaka Survei Lapang, Studi Pustaka Survei Lapang, Studi Pustaka Survei Lapang, Studi Pustaka Survei Lapang, Studi Pustaka Wawancara Kuesioner, Wawancara Pada tahap inventarisasi dilakukan proses identifikasi lokasi penelitian, seperti kondisi fisik kawasan, peninggalan sejarah, aktivitas sosial, budaya, dan ekonomi, dan lainnya. Pada saat melakukan survey lapang, juga dilakukan penyebaran kuesioner. Kuesioner yang disebarkan merupakan kuesioner persepsi masyarakat.kuesioner persepsi masyarakat digunakan untuk mengetahui wawasan mereka terhadap sejarah dan perkembangan Kawasan Pecinan Suryakencana. Responden kuesioner terdiri dari 30 orang yang dipilih secara acak dan merupakan masyarakat yang tinggal di kawasan Pecinan Suryakencana. Penyebaran kuesioner dilakukan dalam kurun waktu satu minggu dengan rentang waktu pagi, siang, dan sore. Analisis Metode yang digunakan dalam tahap analisis meliputi metode deskriptif, kualitatif, kuantitatif, dan spasial. Analisis deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan karakter lanskap pada tapak penelitian secara sistematis, faktual dan akurat yang meliputi fakta dan sifat fisik maupun sosial pada tapak (Suryabrata, 1992). Analisis deskriptif digunakan dalam mengidentifikasi komponen artefak

28 12 fisik yang terdiri dari pola permukiman, komponen non fisik meliputi kegiatan tradisi dan kebudayaan dan kegiatan ekonomi di Kawasan Pecinan Suryakencana. Analisis yang dilakukan berupa analisis fisik dan fungsi untuk menentukan pembagian zona di Kawasan Pecinan Suryakencana dan assessment lanskap untuk mengetahui nilai signifikansi setiap zona tersebut. Hasil analisis fisik membagi Kawasan Pecinan Suryakencana menjadi empat zona sesuai fungsinya. Pembagian zona secara spasial dapat dilihat pada Gambar 4. Untuk mengetahui nilai penting setiap zona dilakukan penilaian dengan komponen penilaian terbagi atas penilaian keaslian dan keunikan lanskap kawasan dan akan menunjukkan zona dengan kategori tinggi, sedang, dan rendah. Penilaian ini dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Responden kuesioner terdiri dari 15 orang narasumber/tenaga ahli, baik dari dinas maupun komunitas, dan warga yang sudah lama bermukim di kawasan ini. Pada Tabel 3 dan 4 merupakan kriteria yang digunakan dalam penilaian keaslian dan keunikan lanskap kawasan Pecinan Suryakencana dengan menggunakan beberapa aspek penting yang telah dipaparkan oleh Harris dan Dines (1988). Hasil dari analisis merupakan dasar pada tahap penyusunan rekomendasi revitalisasi lanskap Kawasan Pecinan Suryakencana. Tabel 3 Kriteria penilaian keaslian Lanskap Kawasan Pecinan Suryakencana Skor Kriteria 1 (Rendah) 2 (Sedang) 3 (Tinggi) Pola Penggunaan Lahan Mengalami perubahan penggunaan lahan >50% dibanding masa lalu Mengalami perubahan penggunaan lahan 25%-50% Mengalami perubahan penggunaan lahan <50% Aksesibilitas dan Sirkulasi Elemen/Objek Lanskap Sulit untuk diakses dan mengalami perubahan karakteristik/gaya khas pecinan Mengalami perubahan karakter, struktur, dan elemen. Tidak mewakili karakter dan gaya masa lalu pecinan. Sumber : Modifikasi Harris dan Dines (1988) Cukup mudah diakses dan mengalami perubahan namun masih mempertahankan karakteristik/gaya khas pecinan Mengalami perubahan struktur, karakter, dan elemen namun masih mewakili karakter dan gaya masa lalu khas pecinan Mudah untuk diakses dan relatif tidak mengalami perubahan serta karakteristik/gaya khas pecinan Elemen lanskap tidak mengalami perubahan karakter, truktur, dan elemen. Sangat mewakili karakter dan gaya masa lalu khas pecinan

29 13 Tabel 4 Kriteria Penilaian Keunikan Lanskap Kawasan Pecinan Suryakencana Skor Kriteria 1 (Rendah) 2 (Sedang) 3 (Tinggi) Asosiasi Kesejarahan Integritas lanskap Kualitas Estetik Lanskap/elemen tidak memiliki hubungan kesejarahan dengan kawasan pecinan Elemen lanskap sejarah tersebar dalam jumlah yang sedikit sehingga tidak membentuk kesatuan lanskap pecinan yang bersejarah dan harmonis Elemen-elemen lanskap tidak memiliki estetika/gaya arsitektur yang dapat menunjukan kekhasan budaya Tionghoa pada masa lalu Sumber : Modifikasi Harris dan Dines (1988) Lanskap/elemen memiliki hubungan kesejarahan yang lemah dengan kawasan pecinan Elemen lanskap sejarah tersebar dalam jumlah yang cukup banyak sehingga tidak membentuk kesatuan lanskap pecinan yang bersejarah dan harmonis Elemen-elemen lanskap masih memiliki estetika/gaya arsitektur yang dapat menunjukan kekhasan budaya Tionghoa pada masa lalu Lanskap/elemen memiliki hubungan kesejarahan yang kuat dengan kawasan pecinan Elemen lanskap sejarah tersebar dalam jumlah yang banyak sehingga tidak membentuk kesatuan lanskap pecinan yang bersejarah dan harmonis Elemen-elemen lanskap memiliki estetika/gaya arsitektur masa lalu yang khas pada hampir semua bagian termasuk detail ornamennya Hasil penilaian kedua aspek tersebut menghasilkan peta komposit keaslian dan keunikan yang menampilkan skor-skor dengan skala: Skor 1= Tingkat keaslian/keunikan rendah, lanskap mengalami banyak perubahan. Skor 2= Tingkat keaslian/keunikan sedang, lanskap mengalami sedikit perubahan Skor 3= Tingkat keaslian/keunikan tinggi, lanskap tidak mengalami perubahan. Penilaian terhadap aspek tersebut dihitung menggunakan metode skoring yang dikemukakan oleh Selamet (Selamet 1983 dalam Allindani 2007) dengan rumus interval kelas: Interval Kelas (IK) = Skor Maksimum (SMa) Skor Minimum (SMi) Jumlah Kategori: Tinggi = SMi + 2IK + 1 sampai SMa Sedang = SMi + IK + 1 sampai (SMi + 2IK) Rendah = SMi sampai SMi + IK

30 14 4

31 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Sejarah Perkembangan Kawasan Pecinan Suryakencana Kawasan Pecinan Suryakencana merupakan salah satu kawasan strategis budaya di Kota Bogor. Sebagian besar dari kawasan ini mempunyai nilai historis yang penting bagi perkembangan Kota Bogor. Data sejarah tidak banyak memberikan gambaran tentang sejarah awal orang-orang Tionghoa di Bogor. Orang-orang Tionghoa di Bogor diperkirakan telah ada dan menetap sejak masa Kerajaan Pakuan Pajajaran. Berdasarkan dokumen Belanda tahun 1776 keberadaan orang-orang Tionghoa di daerah tersebut dikarenakan telah adanya suatu pemerintahan di daerah sekitar Sungai Ciliwung dan Sungai Cisadane, sehingga memungkinkan orang untuk bermukim. Kemajuan pasar mengundang para pedagang untuk bermukim, termasuk kemudian orang-orang Tionghoa. Mulanya para pedagang menempati lereng Ciliwung di daerah Lebak Pasar dan Pulo Geulis. Baru kemudian berangsur-angsur naik ke sepanjang Jalan Suryakancana (Soelaeman, 2003). Pada tanggal 8 Juli 1845 pemerintah Belanda mengeluarkan keputusan mengenai penetapan kawasan pemukiman berdasarkan etnis (wijk). Peraturan tersebut dikenal dengan istiah Wijkenstelsel dan Passenstelsel. Wijkenstelsel merupakan peraturan yang menginstruksikan bahwa orang-orang timur asing harus bertempat tinggal pada wilayah tertentu sesuai dengan ras dan komunitasnya. Peraturan tersebut dibuat untuk menghindari masyarakat Tionghoa dan Arab berbaur dan tinggal dekat dengan warga Pribumi. Passenstelsel merupakan peraturan surat jalan yang diperuntukkan bagi orang-orang timur asing yang digunakan jika mereka ingin keluar dari kampung tempat tinggalnya. Peraturan yang dibuat menjadikan adanya perkampungan etnis atau ethnic quarter, tidak hanya di Kota Bogor melainkan juga di kota-kota di nusantara Pecinan di Kota Bogor banyak mengalami perkembangan sejak tahun 1898 hingga tahun Perkembangan tersebut dapat diketahui melalui beberapa peta sehingga terlihat bagaimana keadaan Pecinan dari masa ke masa. Berikut perkembangan Kawasan Pecinan Suryakencana: Tahun Pada peta tahun , Pecinan terletak di sebelah Selatan Kebun Raya Bogor yang memanjang ke tenggara ±1 km. Jalan masuk pecinan di bagian utara, tepatnya melalui Jalan Juanda, ada dua yaitu Handelstraats (Jalan Suryakancana) dan Jalan Lawangseketeng. Sedangkan dari arah Selatan hanya ada satu jalan yaitu Handelstraats. Selain jalan masuk tersebut, juga terdapat jalan lain di Pecinan Bogor. Permukiman pada masa tersebut terletak di dua Kampung Gudang dan Babakan Pasar. Pada mulanya perkembangan permukiman pecinan mulai dari daerah Kepala Naga yang tepat berada di depan Klenteng Hok Tek Bio atau pintu masuk Handelstraats lalu menyebar ke arah selatan jalan. Kebanyakan rumahrumah didirikan di sepanjang Handelstraats, Lawangseketeng dan Pedati. Di Jalan Roda sebagaian besar lahan yang ada merupakan lahan kosong. Bangunan klenteng terletak di bagian utara pecinan yaitu merupakan bangunan pertama di Pecinan. Di depan klenteng terdapat tangsi militer pasukan kavaleri Hindia Belanda yang berbagi jalan dengan kelenteng (Jalan Kelenteng) menuju bazaar (pasar). Pada Gambar 5 Kawasan Pecinan Suryakencana Tahun

32 16 Gambar 5 Kawasan Pecinan Suryakencana Sumber: BAPPEDA Kota Bogor Tahun 1920 Pada peta tahun 1920 Kawasan Pecinan mulai meluas dan berkembang. Lahan permukiman mulai berkembang menempati lahan-lahan kosong di sebelah timur. Jalan-jalan yang terdapat di dalam Pecinan Suryakencana antara lain Jalan Pedati dan jalan setapak, sedangkan pada sisi barat Pecinan terdapat Goedang, Lawangseketeng dan Bintaoe. Di sebelah utara pecinan terdapat dua gedung pemerintahan (dibangun tahun 1905 dan 1912) dan rumah pegadaian. Pada sisi timur halaman klenteng dibuat jalan setapak yang menuju daerah utara. Lahan kosong di sebelah selatan klenteng dalam peta ini telah berubah menjadi pasar yang terbentuk sejak ditetapkannya sistem perdagangan pasar (1872) yang dipusatkan di sekitar kawasan asrama kavaleri (saat ini menjadi Pasar Bogor). Bangunan pasar terdiri dari dua bangunan yang terpisah. Bangunan terkonsentrasi di bagian utara pecinan, yaitu di sekitar klenteng. Selain itu, pada sisi kiri dan kanan Jalan Roda telah berdiri bangunan-bangunan yang jarak antara satu dengan yang lain berjauhan. Di Pulo Geulis bangunan yang dapat diketahui yaitu berupa klenteng dan beberapa rumah yang sangat berjauhan. Selain itu, yang dapat dilihat hanya berupa lahan kosong dan kebun. Pada Gambar 6 Kawasan Pecinan Suryakencana Tahun Gambar 6 Kawasan Pecinan Suryakencana Tahun 1920 Sumber: BAPPEDA Kota Bogor

33 17 Tahun 1946 Pada peta tahun 1946 Pecinan telah berkembang ke bagian barat dan timur serta menempati lahan-lahan kosong di bagian selatan. Selain itu, perubahan yang cukup terlihat ialah pada bagian utara Pecinan Suryakencana terdapat akses jalan baru yaitu terusan Jalan Juanda menuju Baranangsiang, yaitu Treubweg (sekarang Jalan Otto Iskandardinata). Sedangkan untuk jalan-jalan lainnya yang ada di Pecinan, masih tetap sama. Perubahan juga terlihat di Pulo Geulis yaitu lahan-lahan yang sebelumnya kosong telah padat oleh pemukiman warga. Pada awal abad ke-20, akibat pengaruh peraturan Wijkenstelsel yang dikeluarkan oleh pemerintah Kolonial Belanda, menimbulkan adanya pembagian sub kawasan sehingga masyarakat Tionghoa hidup terkotak-kotak sesuai kelas sosial mereka. Golongan pedagang berkumpul di sekitar Pasar Bogor sedangkan golongan bawah (mayoritas Tionghoa peranakan) menghuni ruko-ruko sewa dan rumah-rumah petak di balik ruko. Golongan elit/atas cenderung menghuni bagian selatan pecinan dan rumah mereka biasanya mencirikan gaya hidup yang kebaratbaratan dan rumah tipe villa dengan pengaruh arsitektur kolonial Belanda. Pada Gambar 7 merupakan gambaran Kawasan Pecinan Suryakencana Tahun Gambar 7 Kawasan Pecinan Suryakencana Tahun 1946 Sumber: BAPPEDA Kota Bogor Kondisi Umum Lanskap Kawasan Pecinan Suryakencana Kawasan Pecinan Suryakencana merupakan salah satu pusat perniagaan di Kota Bogor. Salah satu ciri khas lanskap kawasan ini yaitu dipadati dengan bangunan pertokoan di sepanjang jalan utama, yaitu Jalan Suryakencana. Banyaknya pedagang khususnya pedagang kaki lima di tempat ini menjadikan lanskap kawasan pecinan menjadi semakin kumuh terutama pada bagian depan Jalan Suryakencana di mana terdapat Pasar Bogor. Karakter fisik kawasan pecinan Kota Bogor dari tahun ke tahun mulai memudar dan mengalami degradasi. Klenteng Hok Tek Bio (Vihara Dhanagun) yang merupakan salah satu landmark kawasan ini semakin tenggelam dengan keramaian dan perkembangan pasar yang semakin ramai dan tidak teratur. Banyak pedagang kaki lima yang menggelar dagangannya di depan ruko sehingga banyak pemilik toko yang kemudian mengeluhkan keberadaan PKL ini karena seringkali menghambat transaksi jual beli. Tak hanya itu, PKL menggunakan hampir seluruh bagian trotoar sehingga mempersempit ruang bagi pejalan kaki, seperti yang terdapat pada Gambar 8.

34 18 Gambar 8 Pedagang Kaki Lima (PKL) di depan ruko Sebagai salah satu kawasan strategis budaya dapat ditemukan banyak bangunan-bangunan tua dengan arsitektur klasik. Namun sayangnya, banyak bangunan kuno yang berada dalam kondisi rusak, tidak ditinggali, tidak terawat maupun diabaikan pemiliknya. Rumah-rumah lama tersebut sangat rawan untuk berubah, terutama dari segi fisik, mengingat bahwa Jalan Suryakencana merupakan kawasan strategis ekonomi juga. Pemilik bangunan banyak yang memilih untuk menjual bangunannya dikarenakan pajak yang tinggi dan besarnya biaya perawatan rumah tua ini. Bangunan tua seperti ini memang memerlukan perawatan khusus dengan biaya yang tidak sedikit. Umumnya hanya mereka yang mampu secara ekonomi yang masih mempertahankan bangunan tersebut, bagi mereka yang merasa sudah tidak sanggup lebih memilih untuk menjualnya. Pada Gambar 9 merupakan contoh bangunan yang dijual pemiliknya. Gambar 9 Beberapa bangunan tua yang dijual pemiliknya Letak geografis dan administrasi Secara geografis, Kawasan Pecinan Suryakancana termasuk dalam Kecamatan Bogor Tengah yang terletak pada 106 o - 48 o BT dan 6 o 38 o LS. Batas administrasi untuk Kawasan Pecinan Suryakencana adalah sebagai berikut : - Utara : Jalan Otto Iskandar Dinata dan Kebun Raya Bogor - Timur : Sungai Cisadane dan Pulo Geulis - Selatan : Jalan Siliwangi - Barat : Jalan Empang dan Sungai Cipakancilan Kawasan Pecinan Suryakencana termasuk ke dalam Zoning Regulation Kawasan Strategis Kota Bogor yang telah dilakukan oleh Badan Perencanaan Daerah Kota Bogor (BAPPEDA).

35 19 Zoning regulation adalah suatu peraturan pembagian blok peruntukan (zona) yang mengacu kepada rencana klasifikasi penggunaan lahan di Kota Bogor serta kecenderungan penggunaan lahan di kawasan strategis. Kawasan Pecinan Suryakencana merupakan salah satu kawasan strategis yang memiliki nilai sejarah atau budaya yang berpotensi dalam pengembangan Kota Bogor. Penggunaan Lahan (Land use) Pola penggunaan lahan di Kawasan Pecinan Suryakencana didominasi dengan penggunaan lahan untuk fungsi ruang kegiatan perdagangan dan jasa, yaitu sebesar 44,01% atau dengan luas 25,48 ha. Hal ini sesuai dengan kawasan pecinan yang identik sebagai kawasan perniagaan. Pada Tabel 5 merupakan penjelasan mengenai penggunaan lahan di kawasan pecinan. Tabel 5 Penggunaan lahan di Kawasan Pecinan Suryakencana No Kelurahan Land Use Luas (ha) % Badan jalan 1,60 2,59 Kawasan hijau 1,82 2,95 Perdagangan dan jasa 14,14 22,96 1 Kelurahan Babakan Pasar Peribadatan 0,47 0,77 Perkantoran 0,20 0,32 Pemukiman 12,27 19,92 Sungai 0,93 1,52 Badan jalan 2,18 3,55 Fasilitas pendidikan 0,48 0,77 Jalan kereta api 0,09 0,14 Kawasan hijau 1,61 2,61 2 Kelurahan Gudang Perdagangan dan Jasa 12,96 21,05 Perkantoran 1,36 2,21 Pemukiman 11,34 18,42 Sempadan sungai 0,00 0,00 Sungai 0,13 0,21 Tegalan 0,00 0,00 Jumlah 61, Sumber: BAPPEDA Kota Bogor 2011 Aksesibilitas dan Sirkulasi Kawasan Pecinan Suryakencana terletak cukup strategis, yakni tegak lurus dengan Kebun Raya Bogor. Hal ini menjadikan aksesibilitas menuju kawasan Pecinan Suryakencana tidaklah sulit. Pada kawasan ini diterapkan lalu lintas satu jalur (one way) dengan Jalan Suryakencana sebagai jalan utama dan diteruskan hingga Jalan Siliwangi. Terdapat beberapa jalan sekunder pada kawasan ini, diantaranya Jalan Roda, Jalan Pasar Bogor, Jalan Lawangseketeng, Jalan Pedati, Jalan Ranggagading, dan lainnya. Untuk melalui kawasan ini dapat menggunakan kendaraan pribadi maupun transportasi umum. Terdapat beberapa angkutan kota yang trayeknya melalui kawasan ini, seperti terdapat pada Tabel 6. Pada Gambar 10 dan 11 merupakan ilustrasi Jalan Suryakencana dan Jalan Siliwangi untuk menunjukan perbedaan kedua kondisi jalan utama.

36 20 Tabel 6 Trayek angkutan kota yang melalui Kawasan Pecinan Suryakencana No. Angkot Trayek 02 Sukasari Terminal Bubulak 04 Warung Nangka Ramayana 05 Ramayana Pangrango Cimahpar 06 Ramayana Jl. Bangka Ciheuleut 08 Warung Jambu H. Juanda Ramayana 10 Bantar Kemang Sukasari Merdeka 11 Pajajaran Indah Pasar Bogor 18 Ramayana Mulyaharja Sumber: Bogor dalam Angka 2013 Gambar 10 Ilustrasi Jalan Suryakencana Gambar 11 Ilustrasi Jalan Siliwangi Pola Ruang Pecinan atau Perkampungan Cina merupakan suatu wilayah di dalam kota yang warganya didominasi oleh etnis Tionghoa. Jadi, tidak mengherankan jika terdapat perbedaan pada penataan kawasan ini bila dibandingkan dengan kawasan lain. Umumnya, kawasan pecinan memiliki kepadatan penduduk yang didominasi oleh etnis Tionghoa serta merupakan salah satu pusat perniagaan di kota tersebut. Tata letak bangunan di Kawasan Pecinan Suryakencana dikembangkan berdasarkan konsep Punggung Naga, dengan Vihara Dhanagun yang terletak di utara dilambangkan sebagai kepala naga dan Jalan Suryakencana hingga Jalan Siliwangi sebagai punggung naga atau jalur naga. Orientasi untuk bangunan kelenteng umumnya berada pada arah utara atau selatan. Vihara Dhanagun terletak di sebelah utara kawasan Pecinan yang dianggap sebagai dudukan, karena naga bersemayam di utara, sementara selatan dianggap sebagai samudera, sumber air dan sumber kehidupan. Ada anggapan juga bahwa bangunan yang menghadap ke barat laut dan tenggara adalah arah yang menghadap ke pintu kejahatan. Oleh karena itu, kelenteng/vihara dibangun dengan menghadap arah pecinan (selatan). Selain itu, menurut masyarakat setempat dengan menghadap pecinan, dewa-dewi yang berada di kelenteng akan senantiasa melindungi kawasan pecinan dari segala mara bahaya.

37 21 Dulu, orang-orang kaya bertempat tinggal di Jalan Suryakencana, kalangan menengah tinggal di jalan-jalan sekunder, yaitu Jalan Pedati, Kampung Cincau, dan Jalan Roda. Bagi mereka yang tidak memiliki cukup biaya memilih tinggal di dekat sungai, karena dulu semakin dekat ke sungai maka kegiatan perekonomian semakin menurun dan yang tinggal di sini termasuk strata rendah. Pada Gambar 12 merupakan ilustrasi jalur naga Kawasan Pecinan Suryakencana. Gambar 12 Dragon Spine pada Pecinan Bogor (Sumber : Sopandi, 2008) Identifikasi Aspek Fisik Lanskap Kawasan Pecinan Suryakencana Perkembangan kawasan Pecinan Suryakencana hingga saat ini meninggalkan bukti sejarah baik dalam bentuk fisik maupun non fisik. Secara umum elemen lanskap yang terdapat di kawasan ini adalah berupa bangunan, baik ruko, rumah tinggal, dan klenteng atau vihara. Elemen lanskap yang dijelaskan berikut merupakan elemen lanskap yang terdapat di Kawasan Pecinan Suryakencana Bogor yang identik dan bernilai penting bagi etnis Tionghoa di kawasan ini. Arsitektur Dari segi arsitektur, terdapat dua jenis arsitektur bangunan di Kawasan Pecinan Suryakencana, yaitu arsitektur Tionghoa dan arsitektur Indis. 1. Arsitektur Tionghoa Pada kawasan Pecinan Suryakecna, bangunan dengan arsitektur Tionghoa banyak terdapat di bagian utara, yaitu di sekitar Vihara Dhanagun, Jalan Suryakencana, dan juga Jalan Roda. Menurut David G. Khol (1984) mengenai arsitektur khas Tionghoa, terdapat beberapa ciri khas bangunan berarsitektur Tionghoa, khususnya yang berada di kawasan Asia Tenggara, diantaranya:

38 22 a. Penekanan pada bentuk atap bangunannya yang khas Bentuk atap arsitektur Tionghoa cenderung unik. Namun diantara semua bentuk atap, hanya beberapa yang digunakan digunakan di Indonesia. Diantaranya jenis atap pelana dengan ujung yang melengkung ke atas yang disebut sebagai model ngang shan, selain itu ada tipe hsuan shan. Pada Gambar 13 merupakan beberapa tipe atap berarsitektur Tinghoa. Gambar 13 Tipe atap hsuan shan pada vihara b. Elemen-elemen struktural Orang Tionghoa terkenal dengan kemampuannya dalam kerajinan ragam hias dan konstruksi kayu. Detail-detail konstruktif pada bangunan menjadi ciri khas tersendiri yang maknanya lebih dari sekedar estetika. Pada Gambar 14 merupakan contoh elemen struktural khas Tionghoa. Gambar 14 Bentukan ornamen struktural c. Penggunaan warna yang khas Pada arsitektur Tionghoa, warna memiliki makna simbolik yang berkaitan dengan kepercayaan orientasi baik dan buruk. Warna yang umum yang digunakan dalam arsitketur maupun hal lainnya adalah warna primer

39 23 seperti kuning, biru, putih, merah, dan hitam yang selalu dikaitkan dengan unsur-unsur alam yaitu kayu, api, logam, dan tanah. Pada Gambar 15 merupakan contoh warna yang digunakan pada Vihara Dhanagun di Kawasan Pecinan Suryakencana. Gambar 15 Warna pada Vihara Dhanagun 2. Arsitektur Indis Arsitektur Indis di Kawasan Pecinan Suryakencana umumnya dapat dilihat pada bangunan yang terdapat di Jalan Siliwangi. Sebutan Indis sebenarnya berasal dari istilah Nederlandsch Indie atau Hindia Belanda dalam bahasa Indonesia. Secara umum bangunan berarsitektur Indis terletak di lahan yang cukup besar dengan sisa lahan digunakan sebagai halaman yang ditanami berbagai tanaman. Bangunan memiliki ukuran yang cukup besar menyerupai villa dengan jendela kaca berukuran besar. Pada Gambar 16 merupakan contoh bangunan berarsitektur Indis di Kawasan Pecinan Suryakencana. Gambar 16 Bangunan berarsitektur Indis Bangunan Bangunan di Kawasan Pecinan Suryakencana didominasi oleh ruko yang terdapat di sepanjang Jalan Suryakencana, bangunan dengan fungsi sebagai tempat tinggal, tempat beribadah, dan lainnya. 1. Klenteng atau Vihara Klenteng dan vihara sesungguhnya merupakan dua hal yang berbeda. Perbedaan antara Klenteng dan vihara menjadi rancu karena peristiwa G30S pada Imbas peristiwa ini adalah pelarangan kebudayaan Tionghoa termasuk kepercayaan tradisional Tionghoa oleh pemerintah Orde Baru, sehingga klenteng yang ada pada masa itu terancam ditutup secara paksa. Lalu muncul ajaran Tridharma yang bertujuan agar aset-aset budaya Tionghoa tidak

40 24 ditutup oleh pemerintah. Karena itu, banyak klenteng yang mencatatkan surat izin dalam naungan agama Buddha, walaupun sebenarnya merupakan tempat ibadah bagi penganut kepercayaan Tionghoa (Konghucu) dan mendaftarkan nama klenteng yang ada sebagai vihara agar tetap diperbolehkan keadaannya. Baru pada era pemerintahan Gus Dur, etnis Tionghoa diperbolehkan untuk melakukan tradisi kebudayaan maupun kepercayaan secara bebas. Terdapat tiga vihara di Kawasan Pecinan Suryakencana, yaitu Vihara Dharmakaya (Klenteng Hok Tek Bio) yang terletak di Jalan Suryakencana, Vihara Mahabrahma (Klenteng Pan Kho) yang terletak di Pulo Geulis, dan Vihara Dharmakaya yang terletak di Jalan Siliwangi. Tidak hanya berfungsi sebagai tempat peribadatan, ketiga vihara ini pun dianggap masyarakat sebagai landmark (penanda) di kawasan Pecinan Suryakencana. Landmark merupakan salah satu unsur pembentuk karakter kawasan. Secara umum, landmark dapat diartikan sebagai penanda. Menurut Wikipedia, landmark adalah sesuatu objek geografis yang digunakan oleh para pengelana sebagai penanda untuk bisa kembali ke suatu area. Landmark dapat berupa bentuk alam seperti bukit, gunung, danau, lembah, maupun berupa karya manuasia diantaranya gedung, monument, sculpture, dan sebagainya. Pada Tabel 7 merupakan bangunan yang merupakan landmark Kawasan Pecinan Suryakencana. Tabel 7 Landmark Kawasan Pecinan Suryakencana Landmark Keterangan Klenteng Hok Tek Bio Klenteng ini dibangun sekitar abad ke-18 dan (Vihara Dhanagun) pada awalnya merupakan tempat peribadatan umat Kong Hu Chu. Pada era Orde Baru terdapat pembatasan kebebasan etnis Tionghoa untuk melakukan aktivitas kebudayaan dan juga pada saat itu Kong Hu Chu masih belum dianggap sebagai salah satu agama di Indonesia, sehingga klenteng ini berubah nama menjadi Vihara Dhanagun agar keberadaannya tetap diperbolehkan. Lokasi nya di Jalan Suryakencana. Hingga saat ini masih dalam kondisi terawat baik hanya saja lingkungan sekitar klenteng yang merupakan daerah pasar cukup mengganggu karena banyak pedagang yang sering menggelar dagangan di dekat klenteng. Klenteng Pan Kho (Vihara Mahabrahma) Klenteng ini sudah ada sebelum Klenteng Hok Tek Bio dibangun. Berbeda dengan Klenteng Hok Tek Bio yang terletak di pinggir jalan, Klenteng Pan Kho terletak di tengah-tengah pemukiman di Pulo Geulis, dan telah mengalami akulturasi budaya. Letak yang kurang strategis mengakibatkan kurangnya masyarakat yang mengetahui keberadaan Klenteng Pan Kho. yaitu makam Eyang Jayaningrat, Embah Sakee, Embah Imam dan Raden Mangun Jaya yang

41 25 Tabel 7 Landmark Kawasan Pecinan Suryakencana (lanjutan) Landmark Keterangan dihormati oleh warga setempat. Kondisi fisik cukup terawat, perawatan dilakukan oleh pihak pengurus Vihara Dhanagun. Vihara Dharmakaya Vihara Dharmakaya awalnya merupakan tempat pertapaan milik keluarga Tan Eng Nio untuk seorang Ma Suhu. Kemudian pertapaan ini berkembang menjadi vihara dan dibuka untuk umum. Tidak diketahui dengan pasti usia dari vihara ini, tapi dipastikan usia vihara ini jauh jauh lebih muda dibandingkan Hok Tek Bio dan Pan Kho. Bangunan Vihara ini merupakan perpaduan antara bangunan bertipe villa dengan arsitektur khas Tionghoa. Secara keseluruhan bangunan vihara masih terlihat dalam kondisi baik karena selalu dipelihara secara rutin oleh pengurus vihara. 2. Rumah Toko (Ruko) Di Pecinan Suryakencana, rumah toko berderet di sepanjang Jalan Suryakencana. Setiap ruko memiliki muka rumah yang relatif sempit namun bangunan memanjang ke bagian belakang dan berhimpitan satu dengan yang lainnya. Di depan bangunan terdapat transisi 1 2 meter untuk memisahkan ruko dengan jalan, transisi ini berupa trotoar. Namun, banyak orang yang menggunakan trotoar untuk berjualan sehingga mengganggu aktifitas pejalan kaki serta menghalangi muka ruko. Hampir di setiap ruko memiliki baliho, banner, atau papan nama toko tersebut dengan ukuran dan warna yang bervariasi. Ukuran baliho setiap ruko berbeda-beda dan peletakannya menutupi fasad bangunan itu sendiri. Ruko yang terdapat di kawasan ini secara fisik cukup banyak diantaranya yang tidak mengalami perubahan, khususnya yang berada di sekitar Jalan Suryakencana, namun ada juga yang sudah dimodifikasi agar terlihat lebih modern dan mudah perawatannya. Pada Gambar 17 merupakan beberapa penampakan ruko yang ada di Kawasan Pecinan Suryakencana. Gambar 17 Ruko Jalan Suryakencana

42 26 3. Rumah Tinggal Pada zaman dahulu, masyarakat di kawasan ini hidup terkotak-kotak berdasarkan kelas sosial dan hal ini berpengaruh terhadap bentuk rumah tinggal. Di bagian utara, yaitu bangunan berarsitektur Tionghoa umumnya ditinggali oleh masyarakat bermata pencaharian sebagai pedagang, sedangkan pada bagian selatan merupakan kelas elit/atas yang mayoritas berpendidikan serta merupakan tuan-tuan tanah perkebunan. Perbedaan ini mengakibatkan adanya perbedaan dari segi arsitektur bangunan, baik rumah tinggal maupun vihara/klenteng. Pada Gambar 18 merupakan contoh rumah dengan arsitektur Tionghoa dan Indis. Gambar 18 Rumah Arsitektur Tionghoa dan Indis Jalan Terdapat beberapa Jalan di Kawasan Pecinan Suryakencana yang memiliki peranan terhadap berkembangnya kawasan ini pada zamannya. 1. Jalan Suryakencana Jalan Suryakencana adalah jalan utama pada Kawasan Pecinan Suryakencana. Pada jalan ini masih terdapat ruko-ruko dengan arsitektur khas khas Tionghoa yang berdempetan di sepanjang jalan. Sampai saat ini Jalan Suryakencana ini merupakan jalan yang dilewati saat perayaan Cap Go Meh setiap tahunnya. Awalnya, Jalan Suryakencana bernama Handelstraat atau Jalan Perniagaan (handel= niaga, straat= jalan), nama ini sesuai dengan fungsinya sebagai pusat perdagangan, terutama pada jaman kolonial. Saat ini kondisi Jalan Suryakencana masih cukup baik. Di bagian depan jalan masuk ke Jalan Suryakencana terdapat pasar, seringkali angkot yang sembarangan menurunkan dan menaikkan penumpang di daerah ini menyebabkan kemacetan. Di kanan-kiri jalan terdapat trotoar dengan ukuran ± meter, namun sering digunakan untuk berjualan oleh pedagang kaki lima sehingga walaupun sudah pernah diperbaiki oleh pemerintah kondisi trotoar tidak terlalu optimal untuk digunakan oleh pejalan kaki. Berbeda dengan Jalan Siliwangi, pada Jalan Suryakencana hampir tidak ditemukan ruang untuk tanaman karena hampir seluruh lahan yang ada merupakan lahan terbangun. Gambar 19 merupakan contoh lanskap Jalan Suryakencana.

43 27 Gambar 19 Lanskap Jalan Suryakencana 2. Jalan Roda Dinamakan Jalan Roda karena dulu jalan ini merupakan jalur bagi kereta kuda dan hingga saat ini tetap bernama Jalan Roda walaupun sudah tidak dilalui lagi oleh kereta kuda. Jalan Roda merupakan jalan sekunder di kawasan pecinan. Karena merupakan jalan sekunder, aktivitas di Jalan Roda tidak seramai Jalan Suryakencana. Bangunan-bangunan yang ada di Jalan Roda berarsitektur Tionghoa dan merupakan kawasan pemukiman warga Tinghoa walaupun saat ini tidak hanya dihuni oleh warga Tionghoa saja. Pada Gambar 20 merupakan contoh lanskap Jalan Roda. Gambar 20 Lanskap Jalan Roda 3. Jalan Siliwangi Jalan Siliwangi merupakan salah satu jalan utama di Kawasan Pecinan Suryakencana. Jalan Siliwangi juga merupakan wilayah untuk pemukiman Tionghoa namun karena mereka lebih menggunakan gaya arsitektur Indis, banyak orang yang tidak menyadari Jalan Siliwangi masih termasuk ke dalam kawasan pecinan. Pengaruh arsitektur tersebut tidak terlepas dari hubungan warga Tionghoa pada masa itu dengan pemerintahan Belanda. Mereka yang berpendidikan dan dekat dengan pemerintah kolonial cenderung mengikuti gaya hidup mereka. Terdapat salah satu peninggalan sejarah yang menjadi bukti keberadaan warga Tionghoa di Jalan Siliwangi yang juga menjadi salah satu landark dari kawasan pecinan, yaitu Vihara Dharmakaya. Pada Gambar 21 merupakan lanskap Jalan Siliwangi.

44 28 Gambar 21 Lanskap Jalan Siliwangi Elemen Sejarah Berdasarkan pendataan yang dilakukan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bogor pada tahun 2015, terdapat 69 elemen sejarah yang tersebar di Kawasan Pecinan Suryakencana. Dari 69 elemen yang teridentifikasi, 30 diantaranya sudah ditetapkan sebagai BCB. Data dan persebaran elemen sejarah di kawasan ini dapat dilihat pada Tabel 8 dan Gambar 22. Dari hasil identifikasi tersebut diketahui bahwa sebagian besar berfungsi sebagai rumah tinggal dan ruko, serta terdapat juga vihara atau klenteng sebagai sarana peribadatan warga Tionghoa. Dilihat dari segi pengelolaan masih dikelola secara pribadi oleh pemilik dan ada beberapa yang dikelola oleh yayasan pemilik bangunan. Karena pengelolaan masih dipegang oleh pemilik dapat dilihat bahwa kondisi setiap elemen berbeda satu sama lain, ada yang sangat terawat dan bahkan ada yang terlihat tidak terawat sama sekali. Tabel 8 Elemen sejarah di Kawasan Pecinan Suryakencana No Bangunan Lokasi Fungsi Status Pengelola 1 Toko Sumber Jaya Jl. Pasar Toko Belum Pemilik Bogor No. BCB 14 2 Toko Sinar Asia Jl. Pasar Bogor No. 16 Toko Belum BCB Pemilik

45 29 Tabel 8 Elemen sejarah di Kawasan Pecinan Suryakencana (lanjutan) No Bangunan Lokasi Fungsi Status Pengelola 3 Warung Dede Jl. Pasar Bogor Warung Belum BCB Pemilik No Toko Haji Abas Toys Jl. Pasar Bogor No. 38 Toko Belum BCB Pemilik 5 Toko Sinar Surya Jl. Pasar Bogor No. 46 Toko Belum BCB Pemilik 6 Hotel Pasar Baru Jl. Pasar Bogor No. 86/88 Tidak digunakan BCB - 7 Rumah Kapiten Jl. Pasar Bogor No. 90 Rumah tinggal BCB Pemilik 8 Toko Dirgahayu Jl. Klenteng No. 9 Toko Belum BCB Pemilik

46 30 Tabel 8 Elemen sejarah di Kawasan Pecinan Suryakencana (lanjutan) No Bangunan Lokasi Fungsi Status Pengelola 9 Ruko Jl. Klenteng No. 35/31 Toko Belum BCB Pemilik 10 Vihara Dhanagun Jl. Suryakencana No. 1 Sarana Peribadatan BCB Yayasan Vihara Dhanagun 11 Rumah Tinggal Jl. Suryakencana No. 132 Rumah tinggal BCB Pemilik 12 Rumah Tinggal Jl. Suryakencana No. 134/160 Rumah tinggal BCB Pemilik 13 Royal Taylor Jl. Suryakencana No. 146 Toko Belum BCB Pemilik 14 Ayam Goreng Yeng Jl. Suryakencana No. 156 Rumah makan (restoran) Belum BCB Pemilik

47 31 Tabel 8 Elemen sejarah di Kawasan Pecinan Suryakencana (lanjutan) No Bangunan Lokasi Fungsi Status Pengelola 15 First Optical Jl. Suryakencana No. 158 Toko Belum BCB Pemilik 16 Rumah Tinggal Jl. Suryakencana No. 162 Rumah tinggal Belum BCB Pemilik 17 Rumah Tinggal Jl. Suryakencana No. 168 Rumah tinggal BCB Pemilik 18 Veneta Ink Refill Jl. Suryakencana No. 172 Toko Belum BCB Pemilk 19 Rumah Abu Keluarga Thung Jl. Suryakencana No. 184 Rumah abu BCB Pemilik (Iswan Wahyudi) 20 Rumah Tinggal Jl. Suryakencana No. 186 Rumah tinggal Belum BCB Pemilik

48 32 Tabel 8 Elemen sejarah di Kawasan Pecinan Suryakencana (lanjutan) No Bangunan Lokasi Fungsi Status Pengelola 21 Jl. Rumah Belum BCB Pemilik Rumah Tinggal Suryakencana tinggal No Rumah Keluarga Thung Jl. Suryakencana No. 192 Rumah tinggal BCB Pemilik 23 Rumah Kapiten Tan Jl. Suryakencana No. 210 Rumah tinggal BCB Pemilik 24 Rumah Tinggal Jl. Suryakencana No. 221 Kosong Belum BCB - 25 Rumah Tinggal Jl. Suryakencana No. 231 Rumah Belum BCB Pemilik 26 Rumah Tinggal Jl. Suryakencana No. 233 Rumah tinggal Belum BCB Pemilik

49 33 Tabel 8 Elemen sejarah di Kawasan Pecinan Suryakencana (lanjutan) No Bangunan Lokasi Fungsi Status Pengelola 27 Jl. Suryakencana Studio foto Belum Pemilik Louis & Louisa Digital No. 235 BCB Photography 28 Apotik Budiman Jl. Suryakencana No. Apotik Belum BCB Pemilik 29 Rumah Jl. Suryakencana No. 308 Rumah Belum BCB Pemilik 30 Bank Mandiri Jl. Suryakencana No. 310 Kantor cabang Bank Mandiri BCB Pengelola Kantor Cabang Bank 31 Vihara Mahabrahma Pulo Geulis Sarana Peribadatan BCB Pengurus Vihara 32 Rumah Tinggal Jl. Roda No. 28 Rumah tinggal BCB Pemilik (Ny. Tjia Kin Sin)

50 34 Tabel 8 Elemen sejarah di Kawasan Pecinan Suryakencana (lanjutan) No Bangunan Lokasi Fungsi Status Pengelola 33 Rumah Tinggal Jl. Roda No. 47 Rumah Belum Pemilik tinggal BCB 34 Rumah Tinggal Jl. Roda No. 59 Rumah tinggal BCB Pemilik (Ny. Sintawati) 35 Pulasara Jl. Roda No. 65 Yayasan kematian BCB Pemilik 36 Rumah Tinggal Jl. Roda No. 69 Rumah Belum BCB Pemilik 37 Rumah Tinggal Jl. Roda No. 71 Rumah BCB Pemilik 38 Rumah Tinggal Jl. Roda No. 73 Rumah Belum BCB Pemilik

51 35 Tabel 8 Elemen sejarah di Kawasan Pecinan Suryakencana (lanjutan) No Bangunan Lokasi Fungsi Status Pengelola 39 Jl. Roda No. 100 Rumah Belum Pemilik Rumah Tinggal BCB 40 Rumah Tinggal Jl. Roda No. 102 Rumah Belum BCB Pemilik 41 Warung Jl. Roda No. 122 Warung Belum BCB Pemilik 42 Rumah Tinggal Jl. Roda No. 123 Rumah Belum BCB Pemilik 43 Rumah Tinggal Jl. Roda No. 126 Rumah BCB Pemilik 44 Rumah Tinggal Jl. Roda No. 130 Rumah BCB Pemilik 45 Rumah Tinggal Jl. Roda No.131 Rumah Belum BCB Pemilik

52 36 Tabel 8 Elemen sejarah di Kawasan Pecinan Suryakencana (lanjutan) No Bangunan Lokasi Fungsi Status Pengelola 46 Rumah Tinggal Jl. Roda No. 147 Rumah BCB Pemilik 47 Warung Jl. Roda No. 176 Rumah Belum BCB Pemilik 48 Warung/ Rumah Jl. Roda No Belum BCB Pemilik 49 Warung Jl. Roda No. 182 Warung Belum BCB Pemilik 50 Warung Jl. Roda No. 194 Rumah Belum BCB Pemilik 51 Rumah Jl. Roda No. 198 Rumah Belum BCB Pemilik

53 37 Tabel 8 Elemen sejarah di Kawasan Pecinan Suryakencana (lanjutan) No Bangunan Lokasi Fungsi Status Pengelola 52 Jl. Roda No. Gardu Belum - Gardu PLN BCB 53 Rumah Jl. Siliwangi No. 12 Rumah Tinggal Belum BCB Pemilik 54 Rumah Jl. Siliwangi No. 17 Rumah Tinggal Belum BCB Pemilik 55 Rumah Jl. Siliwangi No. 19 Rumah Belum BCB Pemilik 56 Vihara Dharmakaya Jl. Siliwangi No. 21 Tempat peribadatan BCB Pengelola Vihara 57 Rumah Jl. Siliwangi No. 27 BCB Pemilik

54 38 Tabel 8 Elemen sejarah di Kawasan Pecinan Suryakencana (lanjutan) No Bangunan Lokasi Fungsi Status Pengelola 58 Rumah Jl. Siliwangi No. Rumah Belum Pemilik 29 BCB 59 Jl. Siliwangi No. Rumah Rumah Jl. Siliwangi No. 39 Rumah BCB Pemilik Rumah BCB Pemilik 61 Rumah Jl. Siliwangi No. 41 Rumah BCB Pemilik 62 Rumah Jl. Siliwangi No. 43 Rumah tinggal BCB Pemilik 63 Jl. Siliwangi No BCB Pemilik 64 Rumah Jl. Siliwangi No. 48 Rumah tinggal BCB Pemilik (Ibu Erni Mulyadi)

55 39 Tabel 8 Elemen sejarah di Kawasan Pecinan Suryakencana (lanjutan) No Bangunan Lokasi Fungsi Status Pengelola 65 Asrama IPB Jl. Siliwangi - BCB IPB 66 Perum Perhutani Jl. Siliwangi No. 49 Perum Perhutani BCB Pemerintah 67 Sekolah Mardi Yuana Jl. Siliwangi No. 50 Sekolah BCB Yayasan Mardi Yuana 68 Gereja Kristus Jl. Siliwangi No. 57 Gereja BCB Yayasan Gereja Kristus 69 Rumah Jl. Siliwangi No. 60 Kosong Belum BCB - Sumber: Data Rekapitulasi (Disbudpar) dan hasil survey

56 40

57 41 Identifikasi Aspek Non Fisik Lanskap Kawasan Pecinan Suryakencana Kegiatan Perekonomian Sebagai kawasan perniagaan, di kawasan ini terdapat berbagai jenis aktivitas perekonomian, baik barang maupun jasa. Ruko-ruko yang terdapat di sepanjang Jalan Suryakencana dan juga terdapat Pasar Bogor dan Plaza Bogor di bagian depan kawasan yang menjadikan kawasan ini daya tarik bagi warga pendatang untuk berdagang. Di Pasar Bogor dan Plaza Bogor dapat ditemukan kebutuhan sehari-hari seperti sembako, sayur-sayuran, daging, dan lain-lain. Rukoruko yang berderet di sepanjang Jalan Suryakencana menjual berbagai barang maupun jasa, mulai dari swalayan, toko mas, toko baju, stationary, apotik, dan salah satu yang terkenal dari Pecinan Suryakencana adalah kulinernya. Berbagai rumah makan dan gerobak menawarkan jajanan pasar, makanan ringan, makanan khas Bogor, hingga makanan khas Tionghoa. Karena hal ini lah Kawasan Pecinan Suryakencana merupakan salah satu lokasi kuliner favorit pecinta kuliner khususnya pada hari libur dan weekend. Pada akhir pekan atau hari libur banyak warga dari sekitar Jabodetabek yang datang untuk menikmati kuliner di sini, baik makanan khas Tionghoa, seperti ngohiang, maupun makanan khas Bogor, seperti soto, asinan, dan lumpia, selain itu ada juga jajanan seperti combro dan pisang goreng yang terkenal dari daerah ini. Pada Gambar 23 merupakan contoh kegiatan perekonomian di Kawasan Pecinan Suryakecana. Gambar 23 Kegiatan perekonomian di kawasan pecinan Kegiatan Kebudayaan dan Tradisi Kegiatan kebudayaan dan tradisi yang terdapat di kawasan pecinan umumnya terkait dengan budaya masyarakat Tionghoa, yang merupakan masyarakat mayoritas di kawasan ini. Walaupun merupakan budaya etnis Tionghoa, seringkali warga sekitar turut ikut serta dalam euphoria acara-acara yang diadakan. 1. Tahun Baru Imlek Tahun baru Imlek (Sincia) merupakan perayaan penting masyarakat Tionghoa. Tahun baru Imlek jatuh pada tanggal satu bulan pertama menurut perhitungan kalender lunar, sehingga pada kalender masehi tanggal akan selalu berubah. Perayaan ini merupakan perayaan yang dilakukan di dalam keluarga, sehingga semua anggota keluarga berkumpul di salah satu rumah umumnya adalah rumah anggota tertua, untuk merayakannya bersama-sama. Di vihara/klenteng sendiri juga melakukan serangkaian acara dalam menyambut

58 42 tahun baru Imlek, salah satunya adalah penyalaan lilin. Lilin merupakan simbol penerangan menuju awal baru atau dengan kata lain memiliki makna supaya tahun baru lebih terang atau lebih bagus dibandingkan tahun yang lama. Lilin yang dipasang harus sepasang karena melambangkan Yin dan Yang atau lambang keseimbangan dalam kehidupan. Penyalaan lilin yang dilakukan di kelenteng atau vihara biasanya menggunakan lilin dengan ukuran yang besar, bahkan ada yang mencapai 2 meter. Besar kecilnya lilin tidak dipersoalkan, yang penting dilandasi dengan keikhlasan. Penyalaan lilin ini biasanya dilakukan selama dua minggu dan terus dijaga agar terus menyala. Pada Gambar 24 merupakan penyalaan lilin yang dilakukan di Vihara Dhanagun. Gambar 24 Penyalaan lilin saat Imlek di Vihara Dhanagun 2. Cap Go Meh Cap Go Meh adalah hari ke-15 setelah Imlek di Tahun Baru Cina. Cap Go Meh merupakan puncak dari segala kemeriahan dan penutupan dari seluruh rangkaian perayaan tahun baru Imlek. Nama resmi dari perayaan ini adalah Goan Siau atau Malam (Purnama) Pertama. Perayaan Cap Go Meh di Kota Bogor sudah berlangsung sejak etnis Tionghoa membangun klenteng. Pada awalnya, pemerintah Belanda merangkul tokoh-tokoh Tionghoa pesisir untuk membangun dan mendukung perekonomian. Karena kawasan ini secara kontur tanah paling stabil dan rata, Belanda merencanakan kawasan ini untuk pembangunan jalan dan sebagai poros ekonomi, lalu para tokoh Tionghoa tersebut ditempatkan Belanda di sini. Orang Tionghoa adalah seorang yang religius, sehingga saat menetap di tempat yang baru hal pertama yang mereka lakukan adalah worship, yaitu bersyukur dan berdoa, dan membangun altar pada dewa bumi. Setelah itu dibentuklah suatu kongsi atau ikatan kekerabatan yang diorganisasikan, untuk mengumpulkan dana sehingga dibangun Klenteng Hok Tek Bio. Jika altar tersebut kemudian bisa terbangun menjadi sebuah klenteng, hal ini menandakan jika tatanan masyarakat di sekitarnya sudah mapan. Karena, untuk membangun sebuah klenteng pada masanya harus menggunakan tenaga ahli dan bahanbahan dengan kualitas terbaik. Saat klenteng yang megah sudah jadi, akhirnya mereka membawa pemuka-pemuka Buddhist dari Tiongkok untuk memberi wejangan spiritual dan lainnya. Seiring berjalannya waktu kemudian mulai masuklah tradisi-tradisi Tionghoa, salah satunya Cap Go Meh. Menurut Bapak Mardi Lim, ada catatan yang mengatakan bahwa Cap Go Meh sudah diadakan sejak tahun 1800an dan merupakan pesta Tionghoa terbesar di Kota Bogor.

59 43 Seiring dengan berjalannya waktu, akhirnya perayaan ini berkembang menjadi sarana pemersatu Kota Bogor. Awalnya, Cap Go Meh juga sebagai penolak bala, dewa-dewi melakukan inspeksi ke pemukiman umatnya untuk memberi aura positif. Pada tahun 2003, perayaan Cap Go Meh mulai turun ke jalan dan kiblat bergeser dari yang awalnya Tionghoa sentris (hanya orangorang Tionghoa yang ikut pawai) berubah dengan turut sertanya tradisi dan budaya etnis lain, seperti Sunda, dalam perayaan ini. Karena sudah berkembang dan melibatkan berbagai kebudayaan dan tradisi yang ada di Kota Bogor serta dianggap sebagai salah satu kegiatan sebagai pemersatu masyarakat, pemerintah menjadikannya sebagai Bogor Street Festival atau Pesta Rakyat Kota Bogor. Warga Kota Bogor cukup antusias dalam menyambut perayaan ini dan setiap tahun panitia mengangkat tema yang berbeda. Memasuki tahun ke-15, perayaan di tahun ini bertemakan Budaya Pemersatu Bangsa. Acara ini turut dihadiri oleh Presiden Joko Widodo, Mentri Pendidikan dan Kebudayaan Anis Baswedan, dan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan. Pada perayaan tahun ini, terdapat berbagai kesenian dan kebudayaan yang disajikan. Kebudayaan Tionghoa yang ditampilkan adalah arak-arakan joli, liong, dan barongsai. Barongsai dan liong merupakan penampilan yang dinantikan oleh masyarakat. Setiap vihara maupun klenteng yang ada di Bogor turut berpartisipasi. Selain kesenian Tionghoa, ada juga kesenian daerah seperti ogoh-ogoh dari Bali dan sisingaan dari Subang, serta pawai sepeda ontel, mobil pawai, pertunjukan musik dan kegiatan lainnya. Pada Gambar 25 merupakan contoh atraksi yang ditampilkan pada perayaan Cap Go Meh Gambar 25 Beberapa atraksi pada Cap Go Meh 2015

60 44 Pada awalnya rute Cap Gomeh adalah keluar dari Klenteng Hok Tek Bio kemudian masuk ke kawasan utama perniagaan suryakencana, masuk ke Jalan Roda, Lawang Seketeng, dan terakhir kembali ke klenteng melalui Jalan Pedati. Pada tahun 2003 jalur diperpanjang sampai ke Jalan Batutulis, yaitu ke Vihara Buddhasena, yang merupakan salah satu kantong komunitas Tionghoa setelah klenteng dan kebudayaan Tionghoa dilarang pada masa orde baru, jadi vihara ini memegang peran penting sebagai savior atau penyelamat etnis Tinghoa. Perpanjangan jalur ini juga untuk menghormati salah satu vihara tertua yaitu Vihara Mahabrahma. Seiring dengan dijadikannya sebagai festival kota, jalur Cap Go Meh sering mengalami modifikasi, namun untuk jalur ritual itu sendiri tetap mempertahankan seperti sebelum-sebelumnya dan tidak mengikuti jalur festival kota, yang seperti pada tahun 2015 sampai ke Jalan Pajajaran. Karena untuk jalur ritual harus didoakan terlebih dahulu dan sesuai dengan keinginan dewa. Pada Gambar 23 merupakan peta rute perayaan Cap Go Meh sekaligus Pesta Rakyat Kota Bogor Jalur berwarna biru merupakan jalur untuk festival dan jalur berwarna merah merupakan kalur tradisi Cap Go Meh. Gambar 26 Peta rute Pesta Rakyat Kota Bogor 2015 Sumber: Official Pesta Rakyat Bogor 3. Cheng Beng Cheng Beng yang juga dikenal dengan Hari Penghormatan leluhur biasanya jatuh pada tanggal 4 atau 5 April menurut kalender Masehi. Kegiatan yang dilakukan biasanya dengan membersihkan kuburan leluhur, sembahyang untuk memberikan penghormatan. Sampai saat ini Cheng Beng masih dilakukan oleh warga Tionghoa di Kawasan Pecinan Suryakencana dengan upacara penghormatan dilakukan di krematorium atau di rumah anggota keluarganya.

61 45 4. Peh Cun Peh Cun merupakan dialek Hokkian untuk kata pachuan yang artinya mendayung perahu dan dilakukan setiap tanggal 5 bulan 5 berdasarkan penanggalan Imlek. Dulu, warga Tionghoa di Bogor untuk merayakan festival ini adalah dengan melakukan adu perahu naga di Katulampa namun kegiatan ini sudah tidak lagi dilakukan. Saat ini festival Peh Cun diperingati cukup dengan sembahyang ke vihara atau klenteng dan makan bakcang bersama keluarga. 5. Bulan Purnama Perayaan ini dilakukan setiap tanggal 15 bulan kedelapan berdasarkan penaggalan Tionghoa. Perayaan ini dilakukan dengan upacara bulan purnama yang disebut Zhong Qiu Jie dan menggunakan kue bulan sebagai persembahan upacara. Walaupun sudah jarang dilakukan, tradisi ini masih dilakukan oleh sebagian masyarakat dengan sembahyang ke klenteng atau vihara. 6. Ciamsi Ciamsi merupakan tradisi peramalan yang berakar pada Taoisme. Ciamsi dilakukan setelah selesai berdoa pada seluruh dewa-dewi di klenteng. Cara melakukannya adalah dengan mengocok tabung bambu yang di dalamnya terdapat nomor ramalan yang tertera pada bilah kecil bambu. Nomor tersebut akan ditukarkan dengan kertas yang berisi jawaban berupa kata-kata atau syair dan dianggap sebagai jawaban dari dewa atau dewi atas doa dari dewa atau dewi atas doa yang dipanjatkan. Kegiatan ini masih dilakukan di Klenteng Hok Tek Bio. Komunitas Masyarakat Kawasan Pecinan Suryakencana memiliki berbagai komunitas di dalamnya. Komunitas-komunitas tersebut terbentuk karena ketertarikan dan kesamaan antar anggotanya dalam hal-hal tertentu. Misalnya saja komunitas alumni sekolah. Pada waktu itu, terdapat dua sekolah Tionghoa yang terkenal, yaitu sekolah Tionghoa Huakung dan sekolah Tionghoa Chen Chung. Walaupun keduanya merupakan sekolah Tionghoa, namun kiblatnya berbeda. Sekolah Tionghoa Huakung berkiblat ke Tiongkok sedangkan sekolah Tionghoa Chen Chung berkiblat ke Taiwan. Selain komunitas alumni sekolah, terdapat juga komunitas marga. Komunitas ini dibentuk sekitar tiga tahun terakhir. Melihat komunitas alumni sekolah Huakung dan Chen Chung berdiri, komunitas marga seakan tidak mau kalah untuk membentuk komunitas juga. Komunitas marga terbagi sesuai dengan marganya masing-masing. Pada umumnya, baik komunitas alumni sekolah maupun komunitas marga beranggotakan orang-orang sepuh atau orang tua. Bagi anak-anak muda yang umumnya lebih kreatif dan kritis belum terwadahi secara optimal, namun mereka umumnya bergabung dengan komunitaskomunitas keagamaan, baik komunitas klenteng, komunitas vihara, atau komunitas gereja. Komunitas keagamaan sering mengadakan berbagai kegiatan, namun kegiatan tersebut masih sebatas religius sentris dan belum terlihat dampak secara langsung pada lingkungan.

62 46 Ada sebuah komunitas yang cukup terlibat aktif dan peduli terhadap budaya, seni, preservasi, dan revitalisasi kawasan yang menamakan dirinya SEPAKAT (Sekretariat Pagoejoeban Kampoeng Tengah). SEPAKAT merupakan kumpulan dari beberapa orang yang peduli terhadapat keberlanjutan Kawasan Pecinan Suryakencana atau mereka sebut dengan kampoeng Tionghoa. Salah satu penggagas berdirinya komunitas ini adalah Bapak Mardi Lim, yang merupakan salah satu tokoh masyarakat di kawasan ini. Hingga saat ini mungkin belum banyak kegiatan yang secara langsung dilakukan komunitas ini, namun SEPAKAT sudah menjadi salah satu partner pemerintah Kota Bogor dan menjadi jembatan atau media komunikasi antara pemerintah dan masyarakat di kawasan ini. SEPAKAT juga bersedia untuk mengawal tindakan yang dilakukan pemerintah agar hasilnya tidak melenceng dari yang seharusnya. Hasil Kuesioner Penilaian Lanskap Kawasan Pecinan Suryakencana Berdasarkan hasil pengamatan, dilakukan pembagian zona pada Kawasan Pecinan Suryakencana berdasarkan fungsinya dan terbagi menjadi empat zona, yaitu zona vihara dan sekitarnya (zona 1), zona komersisal dan pemukiman non elit I (zona 2), zona komersial dan pemukiman non elit non elit II (zona 3), dan zona pemukiman elit dan peralihannya (zona 4). Pada setiap zona dilakukan penilaian yang dilakukan oleh 15 orang responden, yang terdiri dari pegawai BAPPEDA, Disbudpar, dan P$W Kota Bogor, serta orang-orang yang tergabung di dalam komunitas, seperti Kampoeng Bogor, dan beberapa masyarakat yang sudah lama tinggal di kawasan ini. dengan menggunakan kriteria penilaian menurut Harris dan Dines (1988). Penilaian ini dilakukan untuk mengetahui nilai signifikansi pada lanskap Kawasan Pecinan Suryakencana, seperti yang terdapat pada Tabel 9, yang terdiri atas aspek keaslian dan keunikan. Kriteria yang digunakan pada aspek keaslian antara lain penggunaan lahan, elemen/objek sejarah, aksesibilitas dan pola sirkulasi. Kriteria yang digunakan pada aspek keunikan antara lain asosiasi kesejarahan, integritas lanskap, dan kualitas estetik. Tabel 9 Hasil kuesioner penilaian lanskap Kawasan Pecinan Suryakencana Kriteria Zona Keaslian Keunikan Total Kategori A b c d e f Zona Tinggi Zona Tinggi Zona Rendah Zona Sedang Keterangan: Skor = Signifiksnsi rendah; Skor = Signifikansi sedang; Skor = Signifikansi tinggi a = Penggunaan Lahan, b = Elemen/Objek Sejarah, c = Aksesibilitas dan Pola Sirkulasi, d = Asosiasi Kesejarahan, e = Integritas Lanskap, f = Kualitas Estetik

63 47

64 48 Analisis Nilai Signifikansi Lanskap Kawasan Pecinan Suryakencana Bogor Berdasarkan pengamatan, berikut adalah hasil analisis nilai signifikansi setiap zona pada lanskap Kawasan Pecinan Suryakencana. 1. Zona 1 Berdasarkan hasil kuesioner nilai signifikansi lanskap Kawasan Pecinan Suryakencana Bogor, zona 1 termasuk dalam kategori nilai signifikansi tinggi. Hasil pengamatan lapang terhadap zona 1 dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Hasil pengamatan zona 1 Kriteria Skor Alasan Keaslian Penggunaan Lahan Elemen/Objek Sejarah Aksesibilitas dan Pola Sirkulasi Keunikan Asosiasi Kesejarahan Integritas Lanskap Kualitas Estetik Penggunaan lahan tetap sebagai tempat beribadah, namun untuk sekitar vihara/klenteng mengalami beberapa perubahan. Di sekitar Vihara Dhanagun menjadi kawasan perdagangan dan tepat di sebelahnya terdapat Plaza Bogor yang dulunya merupakan lahan milik vihara. Di sekitar Vihara Mahabrahma menjadi pemukiman padat penduduk Vihara/klenteng tersebut merupakan peninggalan sejarah khas Tionghoa yang sampai saat ini masih terjaga, dan di sekitar klenteng terdapat beberapa elemen/objek sejarah Aksesibilitas menuju zona ini relatif mudah, kecuali untuk Vihara Mahabrahma. Vihara Dhanagun dan Vihara Mahabrahma terletak di pinggir jalan utama, sedangkan Vihara Mahabrahma terletak di tengahtengah pemukiman padat penduduk dan akses menuju ke sana cukup sulit karena harus melewati jalan-jalan kecil. Pola sirkulasi cenderung tidak berubah Zona 1 memiliki asosiasi kesejarahan tinggi karena adanya vihara/klenteng yang merupakan bukti kuat akan keberadaan etnis Tionghoa di kawasan ini, Vihara/klenteng merupakan pusat kebuadayaan Tionghoa di masanya Zona 1 membentuk integritas lanskap dengan karakter lemah Zona 1 sangat mewakili ciri khas Tionghoa karena keindahan arsitektur Tionghoa yang ditonjolkan pada bangunan vihara. Setiap vihara dan klenteng memiliki nilai arsitektur yang unik. Vihara Dhanagun dengan arsitektur khas Tiongkok Selatan, Vihara Dharmakaya dengan arsitektur Indis, Vihara Mahabrahma dengan arsitektur yang sudah berakulturasi dengan lingkungannya. Lingkungan sekitar vihara mengurangi nilai estetika karena pedagang yang tidak teratur. Total 15 Kategori Tinggi Keterangan: Skor = Signifikansi rendah; Skor 13 = Signifikansi sedang; Skor = Signifikansi tinggi

65 49 Hasil pengamatan lapang menunjukkan bahwa zona 1 termasuk ke dalam kategori nilai signifikansi tinggi, hasil ini sama dengan penilaian kuesioner. Keduanya memiliki nilai tinggi dalam hal asosiasi kesejarahan. 2. Zona 2 Berdasarkan hasil kuesioner nilai signifikansi lanskap Kawasan Pecinan Suryakencana Bogor, zona 2 termasuk dalam kategori nilai signifikansi tinggi. Hasil pengamatan lapang terhadap zona 2 dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Hasil pengamatan zona 2 Kriteria Skor Alasan Keaslian Penggunaan Lahan 2 Penggunaan mayoritas untuk perdagangan dan Elemen/Objek Sejarah Aksesibilitas dan Pola Sirkulasi 2 Keunikan Asosiasi Kesejarahan Integritas Lanskap Kualitas Estetik pemukiman warga. Elemen lanskap yang memiliki arsitektur khas Tionghoa masih masih cukup banyak, walaupun tidak sedikit yang sudah beralih fungsi dan dalam kondisi tidak terawat. Sebagian besar berupa ruko. Pola sirkulasi di zona ini tidak banyak berubah, Jalan Suryakencana sebagai jalan utama dengan beberapa jalan sekunder di sekitarnya. Merupakan bagian dari Jalan Pos (Post Weg) dan merupakan wilayah utama aktivitas warga Tionghoa di masa lalu khususnya dalam hal perdagangan dan juga sebagai tempat tinggal masyarakat Tionghoa. Integritas pada zona 2 termasuk baik dan saling terhubung sehingga membentuk kesatuan lanskap pecinan. Zona 2 memiliki kualitas estetik yang cukup baik, bangunan dengan gaya arsitektur Tionghoa masa lalu dan ruko yang berada di sepanjang jalan di zona ini dianggap mencirikan karakter pecinan, namun keberadaan pedagang yang tidak teratur mengurangi nilai estetika. Total 13 Kategori Sedang Keterangan: Skor = Signifikansi rendah; Skor 13 = Signifikansi sedang; Skor = Signifikansi tinggi Berbeda dengan penilaian kuesioner, hasil pengamatan lapang menunjukkan bahwa zona 2 termasuk ke dalam kategori nilai signifikansi sedang. Keduanya memiliki nilai tinggi dalam hal asosiasi kesejarahan. Namun, jika dilakukan beberapa pembenahan dan perbaikan nilai signifikansi zona 2 dapat masuk nilai signifikansi tinggi. 3. Zona 3 Berdasarkan hasil kuesioner nilai signifikansi lanskap Kawasan Pecinan Suryakencana Bogor, zona 3 termasuk dalam kategori nilai signifikansi rendah. Hasil pengamatan lapang terhadap zona 3 dapat dilihat pada Tabel 12.

66 50 Tabel 12 Hasil pengamatan zona 3 Kriteria Skor Alasan Keaslian Penggunaan Lahan Elemen/Objek Sejarah Aksesibilitas dan 2 Pola Sirkulasi Keunikan Asosiasi Kesejarahan 2 Integritas Lanskap Kualitas Estetik Penggunaan lahan tetap sebagai pemukiman walaupun telah mengalami perluasan dan awalnya sebagian besar adalah lahan kosong Elemen/objek sejarah sebenarnya cukup banyak, namun banyak diantaranya yang dalam keadaan tidak terawat, khususnya yang lokasinya dekat dengan pasar. Sebagian besar elemen/objek sejarah merupakan rumah tinggal, ada juga rumah kematian Pulasara yang masih berfungsi hingga saat ini dan Hotel Pasar Baru yang kini terbengkalai Pola sirkulasi mengalami sedikit perubahan dibanding 50 tahun lalu karena adanya perluasan pemukiman Asosiasi kesejarahan pada zona ini cukup baik, yaitu sebagai lokasi pemukiman, perdagangan di bagian depan, dan sebagai jalur khusus kereta kuda Integrasi di zona 3 cukup baik, khususnya yang berada di sekitar Hotel Pasar Baru, karena merupakan zona perdagangan lama Zona 2 memiliki kualitas estetik yang cukup baik dengan kekhasan arsitektur Tionghoa pada bangunannya Total 12 Kategori Rendah Keterangan: Skor = Signifikansi rendah; Skor 13 = Signifikansi sedang; Skor = Signifikansi tinggi Hasil pengamatan lapang menunjukkan bahwa zona 3 termasuk ke dalam kategori nilai signifikansi rendah, hasil ini sama dengan penilaian kuesioner. Namun, jika dilakukan beberapa pembenahan dan perbaikan nilai signifikansi zona 3 dapat masuk nilai signifikansi sedang. 4. Zona 4 Berdasarkan hasil kuesioner nilai signifikansi lanskap Kawasan Pecinan Suryakencana Bogor, zona 4 termasuk dalam kategori nilai signifikansi rendah. Hasil pengamatan lapang terhadap zona 3 dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13 Hasil pengamatan zona 4 Kriteria Skor Alasan Keaslian Penggunaan Lahan Elemen/Objek Sejarah 2 Aksesibilitas dan Pola Sirkulasi 1 2 Pola penggunaan lahan mengalami perubahan lebih dari 50%, dengan fungsi semula sebagai pemukiman yang kini bergeser menjadi area komersial Masih terdapat elemen/objek sejarah di kawasan ini, dengan beragam fungsi seperti tempat tinggal, tempat ibadah, dan komersial Jalur sirkulasi mengalami sedikit perubahan dan Jalan Siliwangi masih merupakan jalan utama di zona ini

67 51 Tabel 13 Hasil pengamatan zona 4 (lanjutan) Kriteria Skor Alasan Keunikan Asosiasi Kesejarahan 2 Asosiasi kesejarahan di zona ini cukup baik, yaitu sebagai lokasi pemukiman elit Tionghoa Integritas Lanskap 2 Integritas lanskap pada zona 4 cukup baik Kualitas Estetik 2 Zona 4 memiliki kualitas estetik yang baik. Bangunan berarsitektur Indis yang tersisa hampir seluruhnya dalam keadaan baik dan terawat, namun banyak masyarakat yang tidak mengetahui zona 4 merupakan kawasan pecinan karena perbedaan arsitektur ini dan kurangnya elemen yang mewakili kekhasan Tionghoa. Total 11 Kategori Rendah Keterangan: Skor = Signifikansi rendah; Skor 13 = Signifikansi sedang; Skor = Signifikansi tinggi Hasil analisis berdasarkan pengamatan lapang menunjukkan bahwa zona 4 termasuk ke dalam kategori nilai signifikansi rendah, hasil ini berbeda dengan penilaian kuesioner di mana zona 3 termasuk ke dalam kategori nilai signifikansi sedang. Pada hasil kuesioner kualitas estetik di zona 4 memperoleh nilai yang cukup tinggi, hal ini dapat disebabkan karena pada zona ini terdapat jalur hijau sehingga terkesan lebih teduh, selain itu zona ini tampak lebih teratur disbanding zona lainnya. Berdasarkan hasil analisis, zona 1 memiliki nilai signifikansi tinggi, sama seperti hasil penilaian kuesioner. Zona 2 memiliki nilai signifikansi sedang, hasil ini berubah dari hasil kuesioner di mana yang semula memiliki nilai signifikansi tinggi. Zona 3 memiliki nilai signifikansi rendah, sama seperti hasil penilaian kuesioner. Zona 4 memiliki nilai signifikansi rendah, hasil ini berubah dari hasil kuesioner yang semula memiliki nilai signifikansi sedang. Perubahan kategori nilai dapat terjadi karena beberapa faktor, salah satunya adalah responden tidak mengetahui secara pasti kondisi lanskap Kawasan Pecinan Suryakencana. Jadi, berdasarkan hasil analisis terdapat 1 zona dengan nilai signifikansi tinggi, 1 zona dengan nilai signifikansi sedang, dan 2 zona dengan nilai signifikansi rendah, seperti yang terdapat pada Gambar 28.

68 52

69 53 Persepsi Masyarakat terhadap Kawasan Pecinan Suryakencana Telah dilakukan wawancara mengenai persepsi masyarakat terhadap Kawasan Pecinan Suryakencana yang dilakukan terhadap 30 responden masyarakat yang tinggal di kawasan. Dilihat dari jenis kelamin responden, sebanyak 60% merupakan perempuan dan 40% merupakan laki-laki, dengan rentang usia responden 36.7% berusia antara tahun, 30% berusia antara tahun, 16,7% berusia antara tahun, 6,67% berusia antara tahun, 3,33 % berusia antara tahun, dan 3.33% berusia di atas 60 tahun. Dari hasil kuesioner diperoleh bahwa responden terbagi atas 60% etnis Tionghoa, 26.7% etnis Sunda, dan 13.33% etnis Jawa. Mengenai Kota Pusaka, melalui kuesioner diketahui bahwa 50% responden mengetahui tentang program ini, 80% dintaranya mengetahui bahwa Kota Bogor merupakan salah satu kota yang tergabung dalam program Kota Pusaka. Kemudian, 75 % diantaranya mengetahui bahwa Kawasan Pecinan Suryakencana Bogor merupakan salah satu dari 6 kawasan pusaka di Kota Bogor, informasi ini diperoleh baik dari media maupun dari teman atau kerabat. Mengenai sejarah Kawasan Pecinan Suryakencana, sebanyak 83,3% mengetahui sejarah kawasan. Informasi tersebut didapatkan responden dari orang tua/keluarga (56%), teman/kerabat (8%), dan media (36%). Dari hasil kuesioner diperoleh bahwa 90% responden mengetahui fungsi kawasan ini di masa lalu, yaitu 81,4% sebagai pemukiman Tionghoa dan 18,5% sebagai kawasan perdagangan. Pada Tabel 14 merupakan penilaian masyarakat terhadap citra kawasan ini. Tabel 14 Tanggapan masyarakat terhadap citra Kawasan Pecinan Suryakencana Frekuensi Presentase (%) No Citra Kawasan a b a b 1 Indah/ Tidak indah Unik/Tidak unik Teduh/Tidak teduh Teratur/Semrawut Memiliki konsep tata kota yang baik/tidak Direncanakan dengan baik/tidak Memperhatikan kepentingan warga/tidak Aman/Tidak aman Membanggakan/Tidak membanggakan Bernilai sejarah/tidak bernilai sejarah Bernilai penting/tidak penting Selama tinggal di kawasan ini, sebanyak 83% responden beranggapan jika kawasan ini mengalami perubahan dan sebanyak 88% responden mengatakan jika perubahan yang terjadi menjadikan kawasan ini semakin tidak nyaman. Dari perubahan yang terjadi, perubahan yang paling dirasakan adalah semakin

70 54 bertambahnya jumlah bangunan (52%), bangunan kuno yang semakin berkurang (40%), bertambahnya sarana transportasi (12%), dan perubahan fasilitas (8%). Pada Kawasan Pecinan Suryakencana terdapat beragam bangunan kuno yang memiliki nilai sejarah. Salah satunya merupakan vihara/klenteng yang berfungsi sebagai sarana peribadatan, diantaranya Vihara Dhanagun, Vihara Mahabrahma, dan Vihara Dharmakaya Pada Gambar 29 merupakan pendapat masyarakat mengenai bangunan bersejarah yang dianggap sebagai landmark kawasan Pecinan Suryakencana Vihara Bekas Hotel Pasar Baru Rumah Kematian Pulasara 93.3 Lainnya Gambar 29 Landmark kawasan berdasarkan tanggapan masyarakat Kebijakan dan program yang sudah dan/atau akan dilakukan Sejak menjadi salah satu kota yang mengikuti program Kota Pusaka, Kota Bogor sudah melakukan dan menerapkan beberapa kebijakan dan program yang diperlukan untuk mendukung setiap kawaan heritage di Kota Bogor. Kebijakan dan program ini dilakukan baik oleh pemerintah maupun inisiatif dari komunitas yang ada di Kota Bogor, khususnya kawasan Pecinan Suryakencana. Di awal tahun 2011, Pemerintah Kota Bogor bersama dinas PU sudah melakukan inventarisasi aset pusaka yang ada di Kota Bogor yang kemudian dituangkan ke dalam buku berjudul Buku Inventarisasi Aset Pusaka Kota Bogor. Di buku ini terdapat sejarah dari setiap kawasan pusaka yang ada di Kota Bogor dan benda dan bangunan yang dianggap bersejarah, yang beberapa di antaranya sudah ditetapkan sebagai BCB. Di awal tahun 2015 kembali dilakukan inventarisasi oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bogor karena masih banyak bangunan maupun benda berejarah yang belum teridentifikasi, dan kemudian akan diregistrasikan sebagai BCB Kota Bogor. Pemkot Bogor juga menyusun RTBL, namun RTBL ini hanya mencakup sebagian kawasan dari pecinan. RTBL ini cukup menjadi kontroversi, diantaranya bagi para sejarahwan, budayawan, dan orang-orang komunitas. Karena seharusnya RBL dibuat mencakup seluruh kawasan Pecinan Suryakencana, selain itu peruntukan ruang yang ada pada RTBL dianggap kurang sesuai dan tidak mendukung aspek kesejarahan dan budaya yag ada. Pemkot Bogor juga terlah menyusun master plan Kawasan Pecinan Suryakencana, di dalamnya juga terdapat rencana mengenai pembuatan gerbang.

71 55 yang saat ini sedang dalam tahap awal pembuatannya, seperti yang terdapat pada Gambar 30. Gerbang ini diberi nama Gerbang Rejeki dan Kebajikan Kampung Tengah Buitenzorg Dayeuh Bogor. Dalam proses perancangan dan perencanaan gerbang, melibatkan konsultan yang ditunjuk langsung oleh Kementrian Pekerjaan Umum dan bekerja sama dengan komunitas atau tokoh masyarakat agar seusai dengan karakter Kawasan Pecinan Suryakencana. Gerbang ini terletak di jalan masuk menuju kawasan ini, akan lebih baik jika nantinya dibuat juga gerbang diujung kawasan ini sebagai penanda batas kawasan. Selain itu ada rencana mengenai perubahan jalur bagi kendaraan yang berada di sekitar kebun raya, hal ini juga akan berpengaruh terhadap kawasan ini. Pemerintah juga masih mencari solusi untuk mengatasi masalah kemacetan di Jalan Suryakencana, ada beberapa hal yang pernah dicetuskan, seperti pelarangan kendaraan untuk masuk, seperti pada beberapa pecinan, namun hal ini kurang cocok diterapkan pada Pecinan Suryakencana, karena terdapat fasilitas pendidikan, gereja, perkantoran, dan pasar yang membutuhkan mobilisasi kendaraan, mungkin alternatif lain adapat dilakukan dengan memanfaatkan jalan-jalan sekunder di kawasan, namun terlebih dulu diperbaiki infrastrukturnya. Gambar 30 Proses pembuatan gerbang di Kawasan Pecinan Suryakencana Aspek Legal dan Pengelolaan Keputusan Presiden (Keppres) 6/2000 tentang penyelenggaraan kegiatan keagamaan, kepercayaan, dan adat istiadat Tionghoa tanpa memerlukan izin khusus yang diterbitkan oleh Presiden Abdurahman Wahid dan Keppres 19/2002 yang menetapkan Tahun Baru Imlek sebagai hari libur nasional yang diterbitkan oleh Presiden Megawati membuat aktivitas sosial budaya masyarakat Tionghoa di Kawasan Pecinan Suryakencana mulai hidup kembali. Masyarakat mulai melakukan perayaan Cap Go Meh dan atraksi lainnya seperti liong, barongsai, dan lainnya. Saat ini pengelolaan bangunan kuno di Kawasan Pecinan Suryakecana sepenuhnya masih dilakukan oleh pemilik bangunan, kecuali beberapa bangunan pemerintahan dan bangunan peribadatan yang bernaung di bawah yayasan. Padahal, untuk mengelola sebuah bangunan kuno membutuhkan biaya yang tidak sedikit sehingga saat ini banyak bangunan yang dijual oleh pemiliknya dan beralih fungsi karena pemiliknya sudah tidak sanggup untuk merawat atau sedang dalam keadaan membutuhkan uang. Belum ada peraturan daerah Kota Bogor yang secara spesifik mengatur tentang insentif bagi pemilik bangunan kuno atau BCB, namun di dalam

72 56 Pasal 22 ayat 1-3 pada UU No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, diatur mengenai insentif bagi pemilik Cagar Budaya, yaitu berupa pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan dan/atau pajak penghasilan. Jika hal ini diterapkan tentunya akan sangat membantu para pemilik Cagar Budaya di kawasan Pecinan Suryakencana, karena sebagai salah satu kawasan perekonomian, PBB di kawasan ini cukup tinggi. Beberapa waktu lalu hal ini pernah diterapkan, namun kemudian dicabut sehingga masyarakat kembali tidak mendapatkan bantuan yang berarti. Komitmen pemerintah untuk menjaga dan melestarikan pusaka di Kota Bogor diwujudkan melalui Peraturan Walikota yang disusun bersama dengan komunitas yang ada di Kota Bogor. Diterbitkannya Perwali ini agar adanya payung hokum untuk kegiatan mengenai pelestarian pusaka. Kota Bogor menjadi satusatunya kota yang sudah memiliki Perda khusus mengenai pelestarian pusaka di antara kota-kota lain yang tergabung di dalam program Kota Pusaka. Rekomendasi Revitalisasi Lanskap Kawasan Pecinan Suryakencana Berdasarkan analisis dengan melihat hasil assessment dan potensi yang ada pada lanskap Kawasan Pecinan Suryakencana, serta beberapa program yang telah dibuat pemerintah dan saran dari masyarakat, tindakan pelestarian yang dapat dilakukan adalah revitalisasi. Berdasarkan Undang-Undang No.11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, revitalisasi adalah kegiatan pengembangan yang ditujukan untuk menumbuhkan kembali nilai-nilai penting Cagar Budaya dengan menyesuaikan fungsi ruang baru yang tidak bertentangan dengan prinsip pelestarian dan nilai budaya masyarakat. Kegiatan revitalisasi atau pelestarian untuk peningkatan kualitas kota pusaka tidak hanya tertuju pada bentuk fisik lingkungan tetapi juga kehidupan yang hidup di dalam kota, kehidupan yang ada perlu dijaga (Pedoman OWHC, 2003). Di dalam dasar-dasar penataan dan pelestarian kota pusaka di Indonesia, menyebutkan bahwa pemanfaatan pusaka harus dapat membawa kesejahteraan masyarakat dan peningkatan kehidupan yang berkualitas. Penguatan fisik, ekonomi, dan sosial budaya harus berjalan selaras. Intervensi fisik mengawali kegiatan fisik revitalisasi dan dilakukan secara bertahap, dan berfungsi untuk memperkuat karakteristik kawasan. Revitalisasi yang diawali dengan proses perbaikan artefak fisik harus mendukung proses kegiatan ekonomi. Perbaikan fisik kawasan diharapkan dapat mengakomodasi kegatan ekonomi di Kawasan Pecinan Suryakencana sehingga mampu memberikan nilai tambah bagi kawasan, serta tetap berpedoman kepada aspek sosial budaya yang ada pada kawasan agar terjadi keseimbangan dan dapat berlangsung berkelanjutan dan dapat memberikan dampak positif terhadap kehindupan masyarakat. Zona 1 Zona 1, yaitu zona vihara dan sekitarnya, memiliki nilai signifikansi tinggi. Hal yang perlu diperhatikan adalah lingkungan sekitar vihara. Pada Vihara Dhanagun, di sekitarnya terdapat banyak pedagang yang berjualan, florist di bagian depan, di sisi kanan dan kiri terdapat Plaza Bogor, Pasar Bogor, dan penjual kerajinan. Hampir seluruhnya merupakan lapak permanen. Pada Vihara Mahabrahma lingkungan sekitar merupakan pemukiman padat penduduk dan akses jalan cukup rumit karena harus melalui jalan-jalan kecil, serta tidak ada penanda

73 57 (signage) yang jelas untuk menuju ke vihara ini. Pada Vihara Dharmakaya lingkungan tidak terlalu mengganggu, hanya saja mungkin akan lebih baik bila menambahkan ornamen-ornamen khas Tionghoa di sekitar vihara ini. Pada Tabel 15 merupakan rekomendasi revitalisasi untuk zona 1. Tabel 15 Rekomendasi revitalisasi zona 1 Intervensi Fisik Intervensi Ekonomi Intervensi Sosial Budaya - Memberi signage menuju - Menata pedagang di - Melibatkan komunitas Vihara Mahabrahma, sekitar Vihara Dhanagun yang ada di vihara untuk agar keberadaannya agar terlihat lebih baik, terlibat secara aktif dalam diketahui masyarakat sehingga tidak kegiatan pelestarian maupun pengunjung menghalangi keberadaan kawasan, baik dalam hal vihara dan dapat sosialisasi, pengambilan meningkatkan nilai keputusan, diskusi, dan estetika - Memberdayakan lainnya. - Program partisipatif yang pedagang di sekitar melibatkan pemerintah, vihara, misalnya dengan masyarakat dan pihakpihak membuka kios yang yang terkait. menjual aksesoris khas Pecinan Suryakencana Zona 2 Zona 2, yaitu zona komersial dan pemukiman non elit I, memiliki nilai signifikansi sedang. Hal yang perlu diperhatikan adalah mengenai komersialisasi kawasan, hal ini termasuk penataan pedagang dan melindungi peralihan fungsi dan bentuk bangunan kuno di zona ini. Sebagai kawasan perniagaan, Kawasan Pecinan Suryakencana merupakan tempat yang menarik perhatian para pedagang. Mayoritas pedagang di kawasan ini adalah para warga pendatang yang berasal dari kota-kota di sekitar Kota Bogor. Mereka umumnya berdagang di ruas-ruas jalan dan di depan ruko sehingga mengganggu aktivitas di ruko dan juga di jalan maupun trotoar. Ruko sendiri merupakan ciri khas di Kawasan Pecinan Suryakencana dan banyak terdapat di zona 2, yaitu pada Jalan Suryakencana, Jalan Lawang Seketeng, dan Jalan Pedati. Tabel 16 merupakan rekomendasi revitalisasi untuk zona 2 dan Gambar 31 merupakan contoh penggunaan lampion di zona 1. Tabel 16 Rekomendasi revitalisasi zona 2 Intervensi Fisik Intervensi Ekonomi Intervensi Sosial Budaya - Perbaikan infrastruktur di - Penataan pedagang - Melibatkaan, jalan utama dan sekunder, dengan melakukan zonasi memberdayakan, dan seperti trotoar di Jalan jenis perdagangan, baik mengedukasi masyarakat Suryakencana, perbaikan barang maupun jasa. untuk terlibat dalam jalan yang berlubang di - Menghidupkan kembali program-program yang Jalan Pedati dan Lawang Seketeng Jalan Lawang Seketeng yang dulunya merupakan dijalankan - Membuat Chinese sentra ikan asin terbesar Heritage Center, sebagai pusat informasi dan edukasi mengenai Pecinan Suryakencana

74 58 Tabel 16 Rekomendasi revitalisasi zona 2 (lanjutan) Intervensi Fisik - Melindungi elemen-elemen sejarah yang terancam (rusak maupun akan dijual) - Menerapkan adaptive use pada bangunan-bangunan kuno yang ada dan membatasi pembangunan - Penataan ruko, seperti baliho/nama toko agar tidak menutupi fasad bangunan - Penambahan ornamen khas pecinan, seperti lampion, signage dengan aksara Tionghoa, dan lainnya - Penyediaan parking area, karena lahan parkir yang memadai sangat dibutuhkan khususnya untuk zona komersial seperti ini. Intervensi Ekonomi - Memanfaatkan potensi wisata kuliner yang dapat dipadukan dengan aspek kesejarahan (seperti arsitektur), salah satunya dengan mengadakan festival kuliner di sepanjang Jalan Suryakencana, sehingga berbagai pihak dapat ikut terlibat dalam kegiatan ini dan juga dapat dijadikan sebagai media sosialisasi ke masyarakat. Intervensi Sosial Budaya - Program partisipatif yang melibatkan pemerintah, masyarakat dan pihakpihak yang terkait. Gambar 31 Ilustrasi penggunaan lampion pada Jalan Suryakencana Zona 3 Zona 3, yaitu zona komersial dan pemukiman non elit II, memiliki nilai signifikansi rendah. Pada zona ini, zona komersial berada di bagian depan yaitu di sekitar belakang Pasar Bogor hingga Hotel Pasar Baru. Pada area ini dikenal dengan area perdagangan lama, yaitu berada di Jalan Klenteng, Jalan Pasar Bogor, dan

75 59 sebagian kecil Jalan Roda. Pada area ini terdapat ruko-ruko dengan arsitektur khas Tionghoa, namun sebagian besar dalam kondisi rusak. Pada area pemukiman masih terdapat rumah-rumah dengan arsitektur khas Tionghoa. Tabel 17 merupakan rekomendasi revitalisasi untuk zona 3. Tabel 17 Rekomendasi revitalisasi zona 3 Intervensi Fisik Intervensi Ekonomi Intervensi Sosial Budaya - Menyelamatkan elemenelemen sejarah yang perdagangan lama di memberdayakan - Memanfaatkan zona - Melibatkan dan masih ada dekat Hotel Pasar Baru masyarakat dalam - Rekonstruksi Hotel Pasar program-program yang Baru yang mempunyai dijalankan, walaupun nilai sejarah tinggi bagi pada zona ini masyarakat yang tinggal kawasan ini sudah beragam dan etnis - Mempertahankan fungsi Tionghoa tidak kawasan sebagai zona mendominasi pemukiman Zona 4 Zona 4, yaitu zona pemukiman elit dan peralihannya, memiliki nilai signifikansi rendah. Hal yang perlu diperhatikan adalah mengenai komersialisasi kawasan dan memperkuat identitas pecinan. Di zona ini masih terdapat elemen-elemen bersejarah, namun sudah banyak yang beralih fungsi untuk komersial. Tabel 18 merupakan rekomendasi revitalisasi untuk zona 4. Tabel 18 Rekomendasi revitalisasi zona 4 Intervensi Fisik Intervensi Ekonomi Intervensi Sosial Budaya - Melindungi elemenelemen - Melakukan zonasi jenis - Melibatkan dan sejarah yang perdagangan, baik memberdayakan terancam (rusak maupun barang maupun jasa. masyarakat dalam akan dijual), karena program-program yang merupakan asset dijalankan berharga. - Penambahan ornamen khas pecinan, seperti lampion, signage dengan aksara Tionghoa, dan lainnya untuk memperkuat identitas pecinan di kawasan ini - Jika ada pembangunan di zona ini tetap harus mempertahankan karakteristik kawasan

76 60 jh

77 61

78 62 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Kawasan Pecinan Suryakencana merupakan salah satu kawasan pusaka di Kota Bogor. Elemen pembentuk kawasan pecinan, seperti elemen fisik dan non fisik berpengaruh pada keberlanjutan kawasan ini. Kawasan ini dikenal sebagai kawasan pemukiman masyarakat Tionghoa dan kawasan perdagangan yang memiliki nilai sejarah dan budaya yang tinggi, maka terdapat banyak peninggalan bersejarah, salah satunya berupa bangunan. Hasil identifikasi menunjukkan, saat ini terdapat 69 elemen bersejarah dengan 30 diantaranya sudah ditetapkan sebagai Benda Cagar Budaya Kota Bogor, dan sebagian besar berfungsi sebagai tempat tinggal dan ruko. Namun, banyak elemen bersejarah yang berada dalam keadaan rusak, tidak terawat, atau bahkan beralih fungsi. Tidak hanya aspek fisik, terdapat juga aspek non fisik yang berpengaruh terhadap keberlanjutan lanskap Kawasan Pecinan Suryakencana. Aktivitas tradisi dan budaya Tionghoa di kawasan ini masih sering dilakukan, seperti Imlek dan Cap Go Meh, yang sudah dilakukan sejak masyarakat Tionghoa menetap di kawasan ini. Karena karakteristik lanskap Kawasan Pecinan Suryakencana semakin mengalami degradasi, perlu dilakukan upaya untuk melestarikannya kembali. Melalui analisis nilai signifikansi kawasan, potensi, dan kondisi lanskap kawasan pecinan dibentuk rekomendasi revitalisasi Kawasan Pecinan Suryakencana. Konsep revitalisasi yang direkomendasikan yaitu intervensi secara fisik, ekonomi, dan sosial budaya dan diharapkan dapat berlangsung secara berkelanjutan. Saran Penyusunan program revitalisasi lanskap Kawasan Pecinan Suryakencana untuk penguatan Bogor sebagai kota pusaka tidak terlepas dari keterlibatan pemerintah, komunitas, masyarakat lokal, dan stake holder terkait. Upaya revitalisasi juga menjadi tanggung jawab bersama agar dapat terwujud sesuai dengan yang diharapkan. Sebaiknya dalam penyusunan program melibatkan komunitas dan masyarakat untuk mengetahui dan menampung aspirasi akan apa yang sebenarnya menjadi prioritas kebutuhan kawasan ini. Sosialisasi kegiatan dan rencana pemerintah terhadap kawasan khususnya yang terkait dengan pelestarian dan kota pusaka ada baiknya dilakukan dengan lebih gencar, karena banyak diantara masyarakat sendiri yang tidak mengetahuinya. Dukungan Pemkot Bogor terhadap kawasan dan aktivitas budaya yang ada saat ini diharapkan tetap konsisten agar Kawasan Pecinan Suryakencana dapat semakin lebih baik.

79 63 DAFTAR PUSTAKA Allindani Studi Potensi Lanskap Bersejarah Untuk Pengembangan Wisata Sejarah di Kota Mataram. [skripsi]. Bogor : Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Attoe, W. O Perlindungan Benda Bersejarah. Di dalam : A. J. Catanese dan J. C. Snyder, editor. Pengantar Perencanaan Kota. Jakarta : Erlangga [BAPPEDA] Evaluasi RDTR Kecamatan Bogor Tengah, Bogor Barat dan Bogor Timur. Bogor: Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kota Bogor. [BAPPEDA] Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bogor Tahun : Peta Penetapan Kawasan Strategis Kota Bogor. Bogor: Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kota Bogor. [DPR-RI] Undang-Undang Republik Indonesia No. 11 Tentang Cagar Budaya Budiharjo, E Arsitektur Pembangunan dan Konservasi. Jakarta: Djambatan [Disbudpar] Rekapitulasi Benda Cagar Budaya di Kota Bogor. Bogor: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bogor Eckbo, G Urban Landscape Design. New York: McGraw-Hill Book Co. N Goodchild, P. H Some Principles For the Conservation of Historic Landscapes. Canada: ICOMOS (UK) Historic Gardens and Landscapes Committee. Harris C W dan Dines N T Time Saver Standarss for Landscape Architecture : Design and Construction Data. United States of America : McGraw-Hill Co, Inc. [JKPI] Kota Jakarta Pusat [Internet] Diakses pada 10 Desember Tersedia dalam Jaringan Kota Pusaka Indonesia. Khol, David G Chinese Architecture in the Straits Settlements and Western Malaya: Temples, Kongsis and Houses. Kuala Lupur: Heineman Asia Landis, J.R. & Koch, G.G. (1977). The Measurement of Observer Agreement for Categorical Data. Biometrical, 33 (1), Martokusumo, Widjaja Heritage and urban conservation: some notions on post-colonial urbanism in search for cultural identity, in: Proceeding of International Seminar on Urbanization in the Information Age: New Perspectives on the Transformation of Fast Growing Cities in the Pacific Rim, Faculty of Engineering, University of Indonesia (August 22-23). Depok. Nurisjah, S dan Pramukanto Q Perencanaan Kawasan untuk Pelestarian Lanskap dan Taman Sejarah. Bogor : Fakultas Pertanian, IPB (tidak dipublikasikan). [P3KP] Buku Inventarisasi Aset Pusaka Kota Bogor. Bogor: Program Penataan dan Pelestarian Kota Pusaka. [PU] Mewujudkan Kota Pusaka Sebagai Warisan Bangsa [Internet] Diakses pada 10 Desember 2014: Kementrian Pekerjaan Umum. Simonds, J. O Landscape Architecture. New York : McGraw-Hill Book Co., Inc.

80 64 Soelaeman, Eman Asal Mula Nama Tempat TOPONIMI Kota Bogor, Kabupaten Bogor, dan Kota Depok. Bogor: Yayasan Budaya Hanjuang Bodas Sopandi, S. (2007, Januari 27). The Dragon Spine Story: A Brief Architectural History of Bogor ChineseQuarter. Cap Go Meh 2559 Festival Budaya Pemersatu Warga Bogor Dialog Kebudayaan 27 Januari 2007 Suryabrata, S Metodologi Penelitian. Jakarta (ID): CV. Rajawali. Tunggal, HS Peraturan Perundang-undangan Tentang Benda Cagar Budaya. Jakarta: Harvarindo Wikipedia Indonesia Pecinan. [13 November 2014]

81 65 LAMPIRAN Lampiran 1 Contoh perhitungan nilai signifikansi lanskap Kawasan Pecinan Suryakencana hasil kuesioner Interval Kelas (IK) = Skor Maksimum (SMa) Skor Minimum (SMi) Jumlah Kategori = ( )/6 = = 11 (pembulatan) Kategori Tinggi = (SMi + 2IK + 1) sampai SMa = ( (11) + 1) sampai 225 = 184 sampai 225 Kategori Sedang = (SMi + IK + 1) sampai (SMi + 2IK) = ( ) sampai ( (11)) =173 sampai 183 Kategori Rendah = SMi sampai (SMi + IK) = 161 sampai ( ) = 161 sampai 172

82 66 Lampiran 2 Kuesioner persepsi masyarakat DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Saya Naftalie Claudia Kristiani Luchsinger, mahasiswa Departemen Arsitektur Lanskap, Institut Pertanian Bogor. Saya mengharapkan bantuan darii Bapak/Ibu untuk mengisi kuesioner penelitian saya yang berjudul Revitalisasi Lanskap Kawasan Pecinan Suryakencana, Bogor. Terimakasih atas kesediannya. Data Responden 1. Jenis Kelamin : P/L 2. Umur a tahun b tahun c tahun d tahun e tahun f. > 60 tahun 3. Pekerjaan a. Pelajar b. Mahasiswa c. Karyawan Swasta d. PNS e. Wiraswasta f. Lainnya. 4. Etnik a. Sunda b. Jawa c. Tionghoa d. Arab e. Eropa 5. Pendidikan terakhir a. Tidak sekolah b. SD c. SMP d. SMA e. Akademi f. Sarjana (S1/S2/S3) Pertanyaan 1. Apa Anda mengetahui mengenai program Kota pusaka? a. Ya b. Tidak 2. Apa Anda mengetahui bahwa Kota Bogor merupakan salah satu kota yang tergabung dalam program Kota Pusaka?

III. METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

III. METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 16 III. METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di kawasan Empang yang secara administratif masuk dalam wilayah Kelurahan Empang, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, Propinsi Jawa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap Sejarah 2.2 Kriteria Lanskap Sejarah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap Sejarah 2.2 Kriteria Lanskap Sejarah 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap Sejarah Lanskap adalah suatu bentang alam yang memiliki karakteristik tertentu yang dapat dinikmati keberadaannya melalui seluruh indera yang dimiliki manusia (Simonds

Lebih terperinci

POTENSI DAN KENDALA PENGEMBANGAN KAWASAN SURYAKENCANA SEBAGAI KAWASAN CAGAR BUDAYA KOTA BOGOR

POTENSI DAN KENDALA PENGEMBANGAN KAWASAN SURYAKENCANA SEBAGAI KAWASAN CAGAR BUDAYA KOTA BOGOR POTENSI DAN KENDALA PENGEMBANGAN KAWASAN SURYAKENCANA SEBAGAI KAWASAN CAGAR BUDAYA KOTA BOGOR Putri Ariyani, Ichwan Arif *), Janthy Trilusianthy Hidayat **) e-mail: putrypaanda@gmail.com ABSTRAK Perkembangan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 14 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian BAB III METODOLOGI Kegiatan penelitian ini dilakukan di Pusat Kota Banda Aceh yang berada di Kecamatan Baiturrahman, tepatnya mencakup tiga kampung, yaitu Kampung Baru,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pada abad ke 14, bangsa Tionghoa mulai bermigrasi ke Pulau Jawa, terutama di sepanjang pantai utara Jawa. Perpindahan ini merupakan akibat dari aktivitas perdagangan

Lebih terperinci

KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SABRINA SABILA L2D

KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SABRINA SABILA L2D KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR Oleh : SABRINA SABILA L2D 005 400 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian Sumber : BAPEDDA Surakarta

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian Sumber : BAPEDDA Surakarta 11 BAB III METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian mengenai pengaruh konsep lanskap Keraton terhadap lanskap Kota ini dilakukan pada kawasan Keraton Kesunanan dan kawasan Kota. Peta lokasi penelitian

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kuesioner Persepsi Masyarakat di Dalam Kawasan Empang LEMBAR KUESIONER

Lampiran 1. Kuesioner Persepsi Masyarakat di Dalam Kawasan Empang LEMBAR KUESIONER LAMPIRAN 111 112 Lampiran 1. Kuesioner Persepsi Masyarakat di Dalam Kawasan Empang LEMBAR KUESIONER Dengan Hormat, saya memohon kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/Saudari dalam membantu pengumpulan data penelitian

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 15 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Studi ini dilakukan di Kecamatan Kebayoran Baru, Kotamadya Jakarta Selatan, DKI Jakarta. Survei pendahuluan tapak dilakukan pada bulan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Sejarah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Sejarah 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Sejarah Lanskap merupakan bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indera manusia, dimana karakter lanskap tersebut menyatu secara

Lebih terperinci

PERUBAHAN FASADE DAN FUNGSI BANGUNAN BERSEJARAH (DI RUAS JALAN UTAMA KAWASAN MALIOBORO) TUGAS AKHIR. Oleh: NDARU RISDANTI L2D

PERUBAHAN FASADE DAN FUNGSI BANGUNAN BERSEJARAH (DI RUAS JALAN UTAMA KAWASAN MALIOBORO) TUGAS AKHIR. Oleh: NDARU RISDANTI L2D PERUBAHAN FASADE DAN FUNGSI BANGUNAN BERSEJARAH (DI RUAS JALAN UTAMA KAWASAN MALIOBORO) TUGAS AKHIR Oleh: NDARU RISDANTI L2D 005 384 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian Desa Mulo, Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta (Sumber: Triple A: Special Province of Yogyakarta)

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian Desa Mulo, Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta (Sumber: Triple A: Special Province of Yogyakarta) BAB III METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai lanskap kawasan ekowisata karst ini dilakukan di Lembah Mulo, Desa Mulo, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Gunungkidul, Propinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

KAWASAN CAGAR BUDAYA KOTABARU YOGYAKARTA. Theresiana Ani Larasati

KAWASAN CAGAR BUDAYA KOTABARU YOGYAKARTA. Theresiana Ani Larasati KAWASAN CAGAR BUDAYA KOTABARU YOGYAKARTA Theresiana Ani Larasati Yogyakarta memiliki peninggalan-peninggalan karya arsitektur yang bernilai tinggi dari segi kesejarahan maupun arsitekturalnya, terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks,

BAB I PENDAHULUAN. Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks, terdiri dari berbagai sarana dan prasarana yang tersedia, kota mewadahi berbagai macam aktivitas

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TIMUR

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang Mengingat : a.

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1. Posisi Makro terhadap DKI Jakarta. Jakarta, Ibukota Indonesia, berada di daerah dataran rendah, bahkan di bawah permukaan laut yang terletak antara 6 12 LS and 106 48 BT.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bandung merupakan Ibukota Provinsi Jawa Barat dengan jumlah penduduk berdasarkan proyeksi sensus penduduk tahun 2012 yaitu 2,455,517 juta jiwa, dengan kepadatan

Lebih terperinci

KONDISI UMUM Batas Geografis dan Administratif Situs Candi Muara Takus

KONDISI UMUM Batas Geografis dan Administratif Situs Candi Muara Takus 30 KONDISI UMUM Batas Geografis dan Administratif Wilayah perencanaan situs Candi Muara Takus terletak di Desa Muara Takus, Kecamatan XIII Koto Kampar, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Jarak kompleks candi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 3. Lokasi Penelitian

III. METODOLOGI. Gambar 3. Lokasi Penelitian III. METODOLOGI 3.1. Tempat dan Waktu Studi mengenai perencanaan lanskap jalur interpretasi wisata sejarah budaya ini dilakukan di Kota Surakarta, tepatnya di kawasan Jalan Slamet Riyadi. Studi ini dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN LITERATUR

BAB II KAJIAN LITERATUR BAB II KAJIAN LITERATUR 2.1 Pengertian Pelestarian Filosofi pelestarian didasarkan pada kecenderungan manusia untuk melestarikan nilai-nilai budaya pada masa yang telah lewat namun memiliki arti penting

Lebih terperinci

PENATAAN KORIDOR JALAN PASAR BARU JAKARTA

PENATAAN KORIDOR JALAN PASAR BARU JAKARTA LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Teknik PENATAAN KORIDOR JALAN PASAR BARU JAKARTA Diajukan oleh : ARDHANA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dibahas dalam tesis ini. 1 Subkawasan Arjuna pada RTRW kota Bandung tahun merupakan kawasan Arjuna

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dibahas dalam tesis ini. 1 Subkawasan Arjuna pada RTRW kota Bandung tahun merupakan kawasan Arjuna BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan Arjuna terletak pada bagian Barat Kota Bandung ditetapkan sebagai salah satu Kawasan Cagar Budaya oleh Pemerintah Kota Bandung (RTRW Kota Bandung 2003-2013).

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA-KOTA AWAL DI KABUPATEN REMBANG TUGAS AKHIR. Oleh: OCTA FITAYANI L2D

PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA-KOTA AWAL DI KABUPATEN REMBANG TUGAS AKHIR. Oleh: OCTA FITAYANI L2D PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA-KOTA AWAL DI KABUPATEN REMBANG TUGAS AKHIR Oleh: OCTA FITAYANI L2D 001 448 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2005 ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota pada perkembangannya memiliki dinamika yang tinggi sebagai akibat dari proses terjadinya pertemuan antara pelaku dan kepentingan dalam proses pembangunan. Untuk

Lebih terperinci

Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian 33 METODOLOGI Lokasi Penelitian Penelitian mengenai Rencana Penataan Lanskap Kompleks Candi Muara Takus sebagai Kawasan Wisata Sejarah dilakukan di Desa Muara Takus, Kecamatan XIII Koto, Kabupaten Kampar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kawasan Kota Tua merupakan salah satu kawasan potensial di Kota Padang. Kawasan ini memiliki posisi yang strategis, nilai sejarah yang vital, budaya yang beragam, corak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan kawasan bersejarah kerap diiringi dengan perubahan fungsi dan

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan kawasan bersejarah kerap diiringi dengan perubahan fungsi dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan kawasan bersejarah kerap diiringi dengan perubahan fungsi dan terkadang diikuti perubahan fisik bangunan sebagai upaya pemenuhan kebutuhan pemilik bangunan.

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2017

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2017 SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG ARSITEKTUR BANGUNAN BERCIRI KHAS DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Tabel 1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian

Tabel 1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian Tabel 1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian Perkampungan Portugis Kampung Tugu Jakarta Utara Lanskap Sejarah Aspek Wisata Kondisi Lanskap: - Kondisi fisik alami - Pola Pemukiman - Elemen bersejarah - Pola RTH

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Sejarah dan Budaya Lanskap merupakan suatu bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indra manusia. Semakin jelas harmonisasi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pendahuluan Pariwisata dikenal sebagai suatu bentuk rangkaian kegiatan kompleks yang berhubungan dengan wisatawan dan orang banyak, serta terbentuk pula suatu sistem di dalamnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri pada akhir dekade pertama abad ke-19, diresmikan tanggal 25 September 1810. Bangunan

Lebih terperinci

ASSESSMENT LANSKAP SEJARAH KAWASAN EMPANG UNTUK MENDUKUNG PERENCANAAN TATA RUANG KOTA BOGOR RANI ANGGRAENI

ASSESSMENT LANSKAP SEJARAH KAWASAN EMPANG UNTUK MENDUKUNG PERENCANAAN TATA RUANG KOTA BOGOR RANI ANGGRAENI i ASSESSMENT LANSKAP SEJARAH KAWASAN EMPANG UNTUK MENDUKUNG PERENCANAAN TATA RUANG KOTA BOGOR RANI ANGGRAENI DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 ii PERNYATAAN

Lebih terperinci

Gambar 11 Lokasi Penelitian

Gambar 11 Lokasi Penelitian 22 III. METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Kegiatan penelitian ini dilakukan di kawasan sekitar Kebun Raya Bogor, Kota Bogor. Kebun Raya Bogor itu sendiri terletak di Kelurahan Paledang, Kecamatan Bogor Tengah.

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta lokasi studi

Gambar 2 Peta lokasi studi 15 III. METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Studi Studi dilakukan di Kebun Anggrek yang terletak dalam areal Taman Kyai Langgeng (TKL) di Jalan Cempaka No 6, Kelurahan Kemirirejo, Kecamatan Magelang Tengah,

Lebih terperinci

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi BAB III METODOLOGI. Lokasi dan Waktu Kegiatan studi dilakukan di Dukuh Karangkulon yang terletak di Desa Wukirsari, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan luas

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN BANGUNAN, STRUKTUR, DAN KAWASAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PEDOMAN REVITALISASI KAWASAN PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR 18/PRT/M/2011

PEDOMAN REVITALISASI KAWASAN PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR 18/PRT/M/2011 SOSIALISASI MAKASSAR, 10-12 MEI 2011 PEDOMAN REVITALISASI KAWASAN PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR 18/PRT/M/2011 1. Landasan Hukum dan Teori 2. Peraturan Menteri PU 3. Kegiatan Revitalisasi Kawasan

Lebih terperinci

Gambar 1 Kerangka pemikiran 2 TINJAUAN PUSTAKA. Lanskap Sejarah

Gambar 1 Kerangka pemikiran 2 TINJAUAN PUSTAKA. Lanskap Sejarah 4 Gambar 1 Kerangka pemikiran 2 TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Sejarah Lanskap merupakan bentang alam yang memiliki karakteristik tertentu dan keberadaannya dinikmati oleh panca indera manusia (Simonds dan Starke

Lebih terperinci

STUDI PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA TEGAL MELALUI PENDEKATAN MORFOLOGI KOTA TUGAS AKHIR. Oleh : PRIMA AMALIA L2D

STUDI PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA TEGAL MELALUI PENDEKATAN MORFOLOGI KOTA TUGAS AKHIR. Oleh : PRIMA AMALIA L2D STUDI PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA TEGAL MELALUI PENDEKATAN MORFOLOGI KOTA TUGAS AKHIR Oleh : PRIMA AMALIA L2D 001 450 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Sejarah Lanskap sejarah (historical landscape) menurut Harris dan Dines (1988), secara sederhana dapat dinyatakan sebagai bentukan lanskap tempo dulu (landscape of

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 14. Peta Lokasi Penelitian (Sumber: Data Kelurahan Kuin Utara) Peta Kecamatan Banjarmasin Utara. Peta Kelurahan Kuin Utara

METODOLOGI. Gambar 14. Peta Lokasi Penelitian (Sumber: Data Kelurahan Kuin Utara) Peta Kecamatan Banjarmasin Utara. Peta Kelurahan Kuin Utara METODOLOGI Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Kuin Utara, Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Kuin adalah wilayah sepanjang daerah aliran Sungai Kuin yang terletak di kota Banjarmasin.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Kota Kota merupakan suatu komponen yang rumit dan heterogen. Menurut Branch (1996: 2) kota diartikan sebagai tempat tinggal dari beberapa ribu atau lebih penduduk, sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Suatu kota selalu berkembang seiring dengan pertumbuhan penduduk, aktivitas dan yang kebutuhan kelengkapan kota lainnya. Sejalan dengan waktu suatu kota dibangun dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perencanaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perencanaan 1.1 Latar Belakang Perencanaan BAB I PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia, hal ini dilihat dari banyaknya pulau yang tersebar di seluruh wilayahnya yaitu 17.504

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemukiman kumuh merupakan masalah yang dihadapi oleh hampir semua kota kota besar di Indonesia bahkan kota-kota besar di negara berkembang lainnya. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN HOTEL INNA DIBYA PURI SEBAGAI CITY HOTEL DI SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN HOTEL INNA DIBYA PURI SEBAGAI CITY HOTEL DI SEMARANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Kota Semarang direncanakan menjadi pusat perdagangan dan industri yang berskala regional, nasional dan internasional. Kawasan Johar merupakan salah satu pusat perniagaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang terus membenahi dirinya melalui pembangunan di segala bidang agar dapat menjadi negara yang makmur setara dengan negara-negara maju

Lebih terperinci

Gambar 2. Lokasi Studi

Gambar 2. Lokasi Studi 17 III. METODOLOGI 3.1. Lokasi Studi Studi ini berlokasi di Kawasan Sungai Kelayan di Kota Banjarmasin, Provinsi Kalimantan Selatan. Sungai Kelayan terletak di Kecamatan Banjarmasin Selatan (Gambar 2).

Lebih terperinci

STUDI PENENTUAN KLASIFIKASI POTENSI KAWASAN KONSERVASI DI KOTA AMBARAWA TUGAS AKHIR

STUDI PENENTUAN KLASIFIKASI POTENSI KAWASAN KONSERVASI DI KOTA AMBARAWA TUGAS AKHIR STUDI PENENTUAN KLASIFIKASI POTENSI KAWASAN KONSERVASI DI KOTA AMBARAWA TUGAS AKHIR Oleh: KHAIRINRAHMAT L2D 605 197 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE 33 BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Studi ini dilakukan di Kota Padang Panjang, Sumatera Barat. Secara administrasi pemerintahan Kota Padang Panjang terletak di Provinsi Sumatera

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN: : PERATURAN BUPATI TENTANG PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA.

MEMUTUSKAN: : PERATURAN BUPATI TENTANG PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA. Menimbang Mengingat BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 61 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI : a. bahwa cagar budaya

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di era globalisasi ini, bangunan bersejarah mulai dilupakan oleh

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di era globalisasi ini, bangunan bersejarah mulai dilupakan oleh BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi ini, bangunan bersejarah mulai dilupakan oleh masyarakat khusunya generasi muda. Perkembangan zaman dan kemajuan teknologi membuat bangunan-bangunan

Lebih terperinci

RENCANA PENATAAN LANSKAP PEMUKIMAN TRADISIONAL

RENCANA PENATAAN LANSKAP PEMUKIMAN TRADISIONAL RENCANA PENATAAN LANSKAP PEMUKIMAN TRADISIONAL Rencana Lanskap Berdasarkan hasil analisis data spasial mengenai karakteristik lanskap pemukiman Kampung Kuin, yang meliputi pola permukiman, arsitektur bangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kisaran terbagi menjadi dua kecamatan yaitu Kecamatan Kisaran Timur dan

BAB I PENDAHULUAN. Kisaran terbagi menjadi dua kecamatan yaitu Kecamatan Kisaran Timur dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Kisaran adalah ibu kota dari Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara yang bejarak 160 km dari Kota Medan ( ibu kota Provinsi Sumatera Utara). Kota Kisaran

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dan pengembangan wilayah merupakan dinamika daerah menuju kemajuan yang diinginkan masyarakat. Hal tersebut merupakan konsekuensi logis dalam memajukan kondisi sosial,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Proses terbentuknya kawasan Pecinan Pasar Gede hingga menjadi pusat

BAB V KESIMPULAN. Proses terbentuknya kawasan Pecinan Pasar Gede hingga menjadi pusat 112 BAB V KESIMPULAN Proses terbentuknya kawasan Pecinan Pasar Gede hingga menjadi pusat perdagangan di Kota Surakarta berawal dari migrasi orang-orang Cina ke pesisir utara pulau Jawa pada abad XIV. Setelah

Lebih terperinci

BAB III METODE PERANCANGAN. untuk mencapai tujuan penelitian dilaksanakan untuk menemukan,

BAB III METODE PERANCANGAN. untuk mencapai tujuan penelitian dilaksanakan untuk menemukan, BAB III METODE PERANCANGAN Metode pada dasarnya diartikan suatu cara yang digunakan untuk mencapai tujuan. Penelitian adalah suatu penyelidikan dengan prosedur ilmiah untuk mengetahui dan mendalami suatu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perkembangan dan eksistensi kota, bangunan dan kawasan cagar budaya merupakan elemen lingkungan fisik kota yang terdiri dari elemen lama kota dengan nilai historis

Lebih terperinci

STUDI POLA MORFOLOGI KOTA DALAM PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA DI KABUPATEN KENDAL TUGAS AKHIR

STUDI POLA MORFOLOGI KOTA DALAM PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA DI KABUPATEN KENDAL TUGAS AKHIR STUDI POLA MORFOLOGI KOTA DALAM PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA DI KABUPATEN KENDAL TUGAS AKHIR Oleh: LAELABILKIS L2D 001 439 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

PERANCANGAN KOTA. Lokasi Alun - Alun BAB III

PERANCANGAN KOTA. Lokasi Alun - Alun BAB III BAB III DATA ALUN-ALUN KABUPATEN WONOGIRI Kabupaten Wonogiri, dengan luas wilayah 182.236,02 Ha secara geografis terletak pada garis lintang 7 0 32' sampai 8 0 15' dan garis bujur 110 0 41' sampai 111

Lebih terperinci

PERSEPSI DAN PREFERENSI MASYARAKAT YANG BERAKTIVITAS DI KOTA LAMA SEMARANG DAN SEKITARNYA TERHADAP CITY WALK DI JALAN MERAK SEMARANG TUGAS AKHIR

PERSEPSI DAN PREFERENSI MASYARAKAT YANG BERAKTIVITAS DI KOTA LAMA SEMARANG DAN SEKITARNYA TERHADAP CITY WALK DI JALAN MERAK SEMARANG TUGAS AKHIR PERSEPSI DAN PREFERENSI MASYARAKAT YANG BERAKTIVITAS DI KOTA LAMA SEMARANG DAN SEKITARNYA TERHADAP CITY WALK DI JALAN MERAK SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh : YUNIKE ELVIRA SARI L2D 002 444 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

AR 40Z0 Laporan Tugas Akhir Rusunami Kelurahan Lebak Siliwangi Bandung BAB 1 PENDAHULUAN

AR 40Z0 Laporan Tugas Akhir Rusunami Kelurahan Lebak Siliwangi Bandung BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah susun ini dirancang di Kelurahan Lebak Siliwangi atau Jalan Tamansari (lihat Gambar 1 dan 2) karena menurut tahapan pengembangan prasarana perumahan dan permukiman

Lebih terperinci

1BAB I PENDAHULUAN. KotaPontianak.Jurnal Lanskap Indonesia Vol 2 No

1BAB I PENDAHULUAN. KotaPontianak.Jurnal Lanskap Indonesia Vol 2 No 1BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kota Pontianak sebagai ibukota Provinsi Kalimantan Barat memiliki karakter kota yang sangat unik dan jarang sekali dijumpai pada kota-kota lain. Kota yang mendapat

Lebih terperinci

BAB 1 Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB 1 Pendahuluan Perancangan kota merupakan suatu proses yang memberikan arahan bagi terwujudnya suatu lingkungan binaan fisik yang layak dan sesuai dengan aspirasi masyarakat, kemampuan

Lebih terperinci

Dasar Kebijakan Pelestarian Kota Pusaka 1. Tantangan Kota Pusaka 2. Dasar Kebijakan terkait (di Indonesia) 3. Konvensi Internasional

Dasar Kebijakan Pelestarian Kota Pusaka 1. Tantangan Kota Pusaka 2. Dasar Kebijakan terkait (di Indonesia) 3. Konvensi Internasional 1. Tantangan 2. Dasar terkait (di Indonesia) 3. Konvensi Internasional Source: PU-PPI. (2011). - Langkah Indonesia Membuka Mata Dunia. Jakarta: Direktorat Jenderal Penataan Ruang bersama-sama adan Indonesia

Lebih terperinci

PERENCANAAN JALAN SURYA KENCANA SILIWANGI SEBAGAI RUANG INTERPRETASI BUDAYA DI KAWASAN PECINAN KOTA BOGOR

PERENCANAAN JALAN SURYA KENCANA SILIWANGI SEBAGAI RUANG INTERPRETASI BUDAYA DI KAWASAN PECINAN KOTA BOGOR 71 Buana Sains Vol 16 No 1: 71-82, 2016 PERENCANAAN JALAN SURYA KENCANA SILIWANGI SEBAGAI RUANG INTERPRETASI BUDAYA DI KAWASAN PECINAN KOTA BOGOR Moh. Sanjiva Refi Hasibuan 1), Ray March Syahadat 2), Nuraini

Lebih terperinci

lib.archiplan.ugm.ac.id

lib.archiplan.ugm.ac.id BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan kota dewasa ini telah menunjukkan tingkat pertumbuhan yang sangat cepat. Tingkat pertumbuhan itu dapat dilihat dari makin bertambahnya bangunan-bangunan

Lebih terperinci

Upaya Memahami Sejarah Perkembangan Kota dalam Peradaban Masa Lampau untuk Penerapan Masa Kini di Kota Pusaka Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)

Upaya Memahami Sejarah Perkembangan Kota dalam Peradaban Masa Lampau untuk Penerapan Masa Kini di Kota Pusaka Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Upaya Memahami Sejarah Perkembangan Kota dalam Peradaban Masa Lampau untuk Penerapan Masa Kini di Kota Pusaka Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Oleh: Catrini Pratihari Kubontubuh Direktur Eksekutif BPPI

Lebih terperinci

3 METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian

3 METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian 8 suatu lanskap budaya adalah metode Cultural Heritage Landscape Assessment yang mengacu pada metode penilaian Heritage Victoria Landscape Assessment. Metode ini digunakan untuk menilai signifikansi lanskap

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 54 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 54 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 54 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN KORIDOR JALAN RAYA SERPONG KOTA TANGERANG SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1. Kesimpulan Kesimpulan dalam penelitian ini berupa hasil jawaban dari pertanyaan penelitian dan tujuan awal dari penelitian yaitu bagaimana karakter Place kawasan,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

KAJIAN PENCAHAYAAN LANSKAP JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR ARSYAD KHRISNA

KAJIAN PENCAHAYAAN LANSKAP JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR ARSYAD KHRISNA KAJIAN PENCAHAYAAN LANSKAP JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR ARSYAD KHRISNA DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 RINGKASAN ARSYAD KHRISNA A44052252. Kajian Pencahayaan

Lebih terperinci

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENGEMBANGAN STASIUN KERETA API SOLO- BALAPAN DENGAN FASILITAS PENDUKUNG SHOPPING MALL DAN HOTEL BINTANG TIGA DI SURAKARTA PENEKANAN DESAIN ARSITEKTUR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Winda Inayah W L2B

BAB I PENDAHULUAN. Winda Inayah W L2B BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia disamping sebagai pusat kegiatan Pemerintahan, perdagangan dan jasa, pariwisata dan kebudayaan juga sekaligus merupakan

Lebih terperinci

PENDEKATAN VISUAL ABSORPTION CAPABILITY UNTUK PELESTARIAN KAWASAN BANGUNAN KUNO DI KOTA PASURUAN

PENDEKATAN VISUAL ABSORPTION CAPABILITY UNTUK PELESTARIAN KAWASAN BANGUNAN KUNO DI KOTA PASURUAN PENDEKATAN VISUAL ABSORPTION CAPABILITY UNTUK PELESTARIAN KAWASAN BANGUNAN KUNO DI KOTA PASURUAN Oktavia Altika Dewi, Antariksa, Kartika Eka Sari Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI...

BAB II KAJIAN TEORI... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii MOTTO DAN PERSEMBAHAN... iii KATA PENGANTAR... iv ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xiv BAB I

Lebih terperinci

Matrix SWOT pada Kawasan Kemunduran Rendah

Matrix SWOT pada Kawasan Kemunduran Rendah Matrix SWOT pada Kawasan Kemunduran Rendah Faktor Internal Faktor Eksternal Opportunnity (O) 1. Adanya rencana Bappeko dalam pengembangan Kalimas sebagai kawasan berbasis waterfront city. (O1) 2. Kebijakan

Lebih terperinci

Gambar 7. Peta Lokasi Penelitian

Gambar 7. Peta Lokasi Penelitian 19 METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di sepanjang sempadan Sungai Ciliwung, Kota Bogor (Gambar 7). Panjang Sungai Ciliwung yang melewati Kota Bogor sekitar 14,5 km dengan garis

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013 1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENGATURAN INTENSITAS PEMANFAATAN RUANG KORIDOR JALAN LETJEND S. PARMAN - JALAN BRAWIJAYA DAN KAWASAN SEKITAR TAMAN BLAMBANGAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. kembali adalah upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan cara

BAB 2 LANDASAN TEORI. kembali adalah upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan cara BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Redevelopment Redevelopment atau yang biasa kita kenal dengan pembangunan kembali adalah upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan cara mengganti sebagian dari,

Lebih terperinci

V. KONSEP PENGEMBANGAN

V. KONSEP PENGEMBANGAN 84 V. KONSEP PENGEMBANGAN 5.1. Pengembangan Wisata Sebagaimana telah tercantum dalam Perda Provinsi DI Yogyakarta No 11 tahun 2005 tentang pengelolaan Kawasan Cagar Budaya (KCB) dan Benda Cagar Budaya

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1490, 2014 KEMENPERA. Perumahan. Kawasan Pemukiman. Daerah. Pembangunan. Pengembangan. Rencana. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap pembangunan menimbulkan suatu dampak baik itu dampak terhadap ekonomi, kehidupan sosial, maupun lingkungan sekitar. DKI Jakarta sebagai kota dengan letak yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Perumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Perumusan Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Perumusan Masalah 1. Latar belakang dan pertanyaan penelitian Berkembangnya arsitektur jaman kolonial Belanda seiring dengan dibangunnya pemukiman bagi orang-orang eropa yang tinggal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap Sejarah Lanskap sejarah (historical landscape) menurut Harris dan Dines (1988), dapat dinyatakan sebagai suatu bentukan lanskap pada masa lalu yang terdiri dari bukti-bukti

Lebih terperinci

lebih dahulu pengertian atau definisi dari masing-masing komponen kata yang digunakan dalam menyusun judul tersebut :

lebih dahulu pengertian atau definisi dari masing-masing komponen kata yang digunakan dalam menyusun judul tersebut : BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pengertian judul Judul yang kami ajukan untuk Tugas Akhir ini adalah: Solo Sky City Untuk dapat mengetahui pengertian judul di atas, maka diuraikan lebih dahulu pengertian atau definisi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang pendahuluan yang merupakan bagian

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang pendahuluan yang merupakan bagian 1 BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas tentang pendahuluan yang merupakan bagian awal dari penelitian. Pendahuluan adalah awal suatu cara untuk mengetahui suatu masalah dengan cara mengumpulkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kawasan yang memiliki m nilai arti kesejarahan ataupun aupun nilai seni

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kawasan yang memiliki m nilai arti kesejarahan ataupun aupun nilai seni BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangunan dan kawasan yang memiliki m nilai arti kesejarahan ataupun aupun nilai seni arsitektur, pada dasarnya harus dilihat sebagai obyek cagar budaya. Obyek cagar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Budaya Lanskap adalah suatu bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indera manusia, dimana karakter tersebut menyatu secara harmoni

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 10. Lokasi Penelitian. Zona Inti

III. METODOLOGI. Gambar 10. Lokasi Penelitian. Zona Inti III. METODOLOGI 3.. Lokasi dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian dilakukan di kawasan Kota Tua Jakarta yang termasuk dalam wilayah Kotamadya Jakarta Utara dan Jakarta Barat. Berdasarkan SK Gubernur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jalan ini terkenal karena merupakan salah satu penggal sejarah kemerdekaan RI

BAB I PENDAHULUAN. Jalan ini terkenal karena merupakan salah satu penggal sejarah kemerdekaan RI BAB I PENDAHULUAN Masyarakat kota Yogyakarta pasti mengenal Kawasan JL. KHA. Dahlan. Jalan ini terkenal karena merupakan salah satu penggal sejarah kemerdekaan RI yang terkenal dengan tokohnya KHA. Dahlan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 2 TAHUN 2015 PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 2 TAHUN 2015

LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 2 TAHUN 2015 PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 2 TAHUN 2015 SALINAN LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 2 TAHUN 2015 PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN DAN PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi

Lebih terperinci

PENATAAN KAWASAN GEDONG BATU SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA DI SEMARANG

PENATAAN KAWASAN GEDONG BATU SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA DI SEMARANG LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENATAAN KAWASAN GEDONG BATU SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA DI SEMARANG Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Identitas kota merupakan salah satu unsur penting yang dapat menggambarkan jati diri dari suatu kota. Namun globalisasi turut memberikan dampak pada perkembangan kota

Lebih terperinci