Gambar 1 Kerangka pemikiran 2 TINJAUAN PUSTAKA. Lanskap Sejarah
|
|
- Devi Sanjaya
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 4 Gambar 1 Kerangka pemikiran 2 TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Sejarah Lanskap merupakan bentang alam yang memiliki karakteristik tertentu dan keberadaannya dinikmati oleh panca indera manusia (Simonds dan Starke 2006). Lanskap sejarah secara sederhana dapat dinyatakan sebagai bentukan lanskap tempo dulu dan merupakan bentuk fisik dari keberadaan manusia di atas bumi ini (Harris dan Dines 1988). Lanskap sejarah merupakan bagian dari peninggalan kebudayaan dalam periode waktu tertentu. Manusia menciptakan pola fisik yang merupakan hasil kebudayaan yang diekspresikan melalui nilai dan sikap dalam bentuk peninggalan
2 artefak. Bentuk peninggalan ini menjadi suatu bukti yang membantu memahami suatu motif kesejarahan (Lennon dan Mathews 1996). Lanskap sejarah adalah sebuah makna. Makna tersebut dapat digolongkan menjadi dua yaitu makna individual dan makna komunitas. Makna individual yaitu makna berupa memori, hasrat, kebahagian, ataupun melankolis seseorang pada suatu tempat pada periode waktu tertentu. Sedangkan makna komunitas sama seperti dengan makna individual tetapi diyakini sama oleh suatu kelompok atau komunitas. Keunikan lanskap sejarah yaitu pemaknaannya dapat secara individu, kelompok, ataupun individu dan kelompok (Melnick 2008). Pusaka dan Warisan Terdapat dua istilah yang sering didengar bahkan menimbulkan kebingungan dalam memproteksi peninggalan bersejarah di Indonesia, yaitu pusaka dan warisan. Pusaka dan warisan jika diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris, keduanya mengacu pada kata heritage. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2013), pusaka adalah harta benda peninggalan orang yang telah meninggal, warisan, barang yang diturunkan dari nenek moyang. Selanjutnya, warisan berasal dari kata waris yang artinya sesuatu diwariskan, seperti harta, nama baik, dan harta pusaka. Pusaka menurut Piagam Pelestarian dan Pengelolaan Pusaka Indonesia Tahun 2003 meliputi pusaka alam, pusaka budaya, dan pusaka saujana. Pusaka alam adalah bentukan alam yang istimewa. Pusaka budaya adalah hasil cipta, rasa, karsa, dan karya yang istimewa dari lebih 500 suku bangsa di tanah air Indonesia, secara sendiri-sendiri, sebagai kesatuan bangsa Indonesia dan dalam interaksinya dengan budaya lain sepanjang sejarah keberadaannya. Pusaka budaya mencakup pusaka berwujud (tangible) dan pusaka tidak berwujud (intangible). Pusaka saujana adalah gabungan pusaka alam dan pusaka budaya dalam kesatuan ruang dan waktu (Kota Pusaka 2013). Penggunaan kata pusaka dalam kegiatan konservasi dimaksudkan untuk benar-benar memproteksi peninggalan-peninggalan bersejarah. Istilah warisan juga sesungguhnya memiliki kesamaan tetapi terdapat pemikiran bahwa warisan itu dapat dibagi dan dapat dijual sehingga menjadi kecil dan dapat habis sedangkan pusaka, akan dijaga sebaik-baiknya bahkan terus diturunkan ke generasi selanjutnya. Baik pusaka maupun warisan sesungguhnya hanyalah sebuah istilah. Meskipun berbeda dalam penyebutan dan makna filosofis yang tergantung di dalamnya, namun penyebutan pusaka maupun warisan mempunya tujuan yang sama yakni melindungi kebudayaan baik benda maupun tak benda, agar dapat memantapkan jatidiri bangsa. Pelestarian Lanskap Menurut UU Cagar Budaya Nomor 11 Tahun 2010, pelestarian ialah upaya untuk mempertahankan keberadaan cagar budaya dan nilainya dengan cara melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkannya. Pelestarian berasal dari kata lestari yang artinya tetap seperti keadaan semula, tidak berubah, kekal. Menurut Mimura, pelestarian adalah perlindungan dari kemusnaan atau kerusakan, 5
3 6 pengawetan, konservasi. Pelestarian adalah memperhatikan bangunan yang dimiliki nilai sejarah dan juga mempersoalkan berbagai nilai kemasyarakatan seperti benteng kota yang akrab dikatakan tata perumahan tradisional, maupun kerakyatan, kegiatan masyarakat, dan memelihara kebersihan lingkungan, pesta adat, keagamaan, dan budaya (Antonius 2013). Tindakan pelestarian dibedakan menjadi enam yaitu preservasi, konservasi, rehabilitasi, restorasi, rekonstruksi, dan rekonstitusi. Preservasi ialah kegiatan mempertahankan suatu lanskap tanpa menambah maupun mengurangi bagiannya. Konservasi ialah kegiatan pencegahan bertambahnya kerusakan yang biasanya terdapat penggantian maupun penambahan. Rehabilitasi merupakan tindakan meningkatkan suatu standar yang bersifat lebih modern dengan tujuan memperkenalkan dan mempertahankan karakter sejarah. Restorasi merupakan pengembalian sebagaimana kondisi awal apabila terjadi sedikit kerusakan. Rekonstruksi yaitu kegiatan menciptakan kembali seperti kondisi awal karena kondisi eksisting sudah tidak ada lagi. Terakhir, rekonstitusi yaitu kegiatan menempatkan atau mengembalikan suatu kawasan sejarah yang sesuai dengan kondisi saat ini (Harris dan Dines 1988). World Heritage World heritage dapat dibedakan menjadi menjadi cultural heritage, natural heritage, dan mixed cultural and natural heritage (World Heritage Centre 2005). Cultural heritage dapat berupa: 1. Monumen: karya arsitektur, karya patung monumental, dan lukisan, elemen atau struktur yang bersifat arkeologis, prasasti, gua tempat tinggal dan kombinasi fitur, yang memiliki nilai universal yang luar biasa dari sudut pandang sejarah, seni, atau ilmu pengetahuan. 2. Kelompok bangunan: kelompok bangunan yang terpisah atau terhubung, karena arsitekturnya, homogenitas atau tempat dalam lanskap, yang memilki nilai universal yang luar biasa dari sudut pandang sejarah, seni, atau ilmu pengetahuan. 3. Situs: karya manusia atau karya gabungan alam dan manusia, dan daerah termasuk situs arkeologi yang memiliki nilai universal yang luar biasa dari sejarah, estetika, poin etnologis, atau pandangan antropologi. Selanjutnya, natural heritage dapat berupa: 1. Fitur alam yang terdiri dari formasi fisik dan biologis atau kelompok formasi tersebut, yang memiliki nilai universal luar biasa dari titik pandang estetika atau sains. 2. Formasi geologi dan fisiografi yang merupakan habitat spesies terancam hewan dan tumbuhan nilai universal yang luar biasa dari sudut pandang ilmu pengetahuan, atau konservasi. 3. Situs alam atau daerah alam yang digambarkan nilai universal luar biasa dari sudut pandang ilmu pengetahuan, konservasi, atau keindahan alam. Untuk properti dianggap sebagai mixed cultural and natural heritage jika memenuhi sebagian atau seluruh definisi dari kedua warisan budaya dan alam. Dalam penetapannya sebagai world heritage, minimal terdapat satu dari sepuluh kriteria yang dirangkum dalam World Heritage Convention.
4 Pada kasus perkotaan, World Heritage Centre (2005) menyatakan bahwa kelompok perkotaan yang memenuhi syarat menjadi prasasti di World Heritage List dikelompokkan ke dalam tiga utama kategori. Kategori pertama yaitu kotakota yang tidak lagi dihuni, tetapi menyediakan perubahan arkeologi sebagai bukti dari masa lalu. Umumnya pada kategori ini kota tersebut memenuhi kriteria keaslian dan konservasi oleh negara dapat relatif mudah dikontrol. Kategori kedua yaitu kota-kota bersejarah yang masih dihuni dan sifatnya dapat dikembangkan dan akan terus berkembang di bawah pengaruh sosial-ekonomi dan perubahan budaya. Situasi yang membuat penilaian keaslian kota pada kategori ini lebih sulit dan setiap kebijakan konservasi lebih problematis. Kategori terakhir yaitu kotakota baru dari abad kedua puluh yang memiliki kesamaan dengan kedua kategori sebelumnya. Organisasi perkotaan jelas dikenali dan keaslian mereka bisa dipungkiri, namun masa depan kota ini cenderung tidak jelas karena perkembangan mereka sebagian besar tak terkendali. Kota Pusaka Kota merupakan salah satu lingkungan kehidupan manusia. Kota sebagai ruang hidup yang dapat dikatakan paling kompleks karena perkembangannya dipengaruhi oleh aktivitas pengguna perkotaan yang dinamis karena dipengaruhi oleh tuntutan zaman dan tuntutan hidup. Perkembangan kota cenderung menekankan pada segi ekonomi (Mulyandari 2011). Sebagaimana dilansir dari Kota Pusaka (2013), kota pusaka bermakna kota yang memiliki kekentalan sejarah yang bernilai dan memiliki pusaka alam, pusaka budaya berwujud dan pusaka budaya tidak berwujud, serta rajutan berbagai pusaka tersebut secara utuh sebagai aset pusaka dalam wilayah/kota atau bagian dari wilayah/kota yang hidup, berkembang, dan dikelola secara efektif. Maksud dari dicanangkannya kota pusaka yakni untuk mewujudkan reformasi di bidang perencanaan dari tataran perencanaan RTRW ke arah aksi implementasi konkrit yang berbasis kekuatan ruang kota dengan nilai-nilai pusaka di dalamnya sebagai tema utama. Program ini juga dimaksudkan untuk mendorong diakuinya Kota Pusaka Indonesia sebagai Kota Pusaka Dunia oleh UNESCO. Kota Pusaka memilki tujuan untuk mewujudkan ruang kota yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berbasis rencana tata ruang, bercirikan nilainilai pusaka, melalui transformasi upaya-upaya pelestarian menuju sustainable urban (heritage) development dengan dukungan dan pengelolaan yang handal serta penyediaan infrastruktur yang tepat menuju Kota Pusaka Dunia. Program Penataan dan Pelestarian Kota Pusaka (P3KP) diprioritaskan kepada kota/kabupaten anggota Jaringan Kota Pusaka Indonesia (JKPI) mengingat kota/kabupaten tersebut sekurang-kurangnya telah memiliki komitmen dan kepedulian dalam melindungi kekayaan pusaka alam, budaya, dan saujana yang dimilikinya yang ditunjukkan disusunnya RTRW dan heritage map. Di dalam jaringan inilah, para anggota JKPI secara bersama-sama berupaya mencari jalan dan langkah-langkah nyata dalam mendaya-upayakan kekayaan pusaka bangsa menjadi aset yang bernilai jual tinggi, baik dimata bangsa Indonesia maupun di mata bangsa-bangsa lain di dunia. Tujuan didirikannya jaringan ini adalah untuk menjaga kelestarian benda cagar budaya peninggalan 7
5 8 sejarah di Indonesia dan memiliki peran penting didalam melindungi, menata dan melestarikan aset-aset pusaka Indonesia. Dari puluhan kabupaten/kota yang tergabung dalam JKPI, terpilih 26 kabupaten/kota yang menyatakan komitmennya dalam mendukung P3KP. Sebanyak 26 kabupaten/kota tersebut kemudian dibagi menjadi tiga kelompok yakni kelompok A, B, dan C yang pada intinya disesuaikan dengan tingkat pemahaman pusaka, kelengkapan dan kedalaman substansi proposal, kesiapan dan keseriusan daerah di dalam melaksanakan program P3KP (yang telah dan akan dilaksanakan), dan kompetensi SDM daerah terkait. Penjabaran ketiga kelompok tersebut sebagai berikut: 1. Kota dan kabupaten kelompok A yang telah memiliki kesiapan dan pengalaman dalam pengelolaan kawasan pusaka dan kepadanya akan diberikan fasilitasi penyusunan Rencana Manajemen Kota Pusaka (Heritage City Management Plan), fasilitasi awal dukungan pemangku kepentingan, dan fasilitasi kampanye publik. 2. Kota dan kabupaten kelompok B yang sudah memiliki identifikasi kawasan pusaka namun pengelolaannya masih terbatas dan kepadanya akan diberikan pendampingan capacity building tingkat lanjut agar pada tahun berikutnya siap menerima fasilitasi penyusunan Rencana Manajemen Kota Pusaka (Heritage City Management Plan). 3. Kota dan kabupaten kelompok C yang masih pada tahap persiapan dan kepadanya akan diberikan pendampingan capacity building tingkat dasar dan kemudian dipersiapkan untuk memperoleh fasilitasi capacity building tingkat lanjutan. Kota Baubau Kota Baubau merupakan salah satu kota yang berada di Provinsi Sulawesi Tenggara. Sebagai salah satu kota pusaka, Baubau masuk dalam kelompok A. Secara legal, Kota Baubau terbentuk menjadi daerah otonom dan mandiri lepas dari kabupaten induk (Kabupaten Buton) berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun Meskipun terbilang masih muda, Kota Baubau sesungguhnya memiliki catatan sejarah yang panjang, yang tidak bisa dipisahkan dengan kota lama yang mendahuluinya. Sejarah Kota Baubau dimulai pada periode tahun dengan dibangunnya pemukiman awal berupa dua buah kampung di daerah yang kini dikenal dengan kawasan Benteng Keraton Buton. Pada periode selanjutnya, permukiman berkembang dan akhirnya menjadi empat buah kampung. Pada periode tahun ditandai dengan terbentuknya Kerajaan Buton dan empat perkampungan tersebut menjadi ibukota kerajaan (Azizu et al.2010). Hal tersebut didukung melalui salah satu kalimat dalam Negarakertagama pada tahun 1365 yang menyebut Butun (atau Buton) sebagai salah satu bagian wilayah Majapahit. Pada periode waktu tersebut hingga tahun 1900an, yang dikenal bukanlah Kota Baubau melainkan Negeri Butuni (Butun, Butung, atau Buton) (Adji 2013). Pada periode tahun ditandai dengan berubahnya sistem pemerintahan dari kerajaan menjadi kesultanan. Perkembangan empat kampung tersebut selanjutnya menjadi sembilan kampung. Periode tahun dibangun benteng yang mengelilingi Keraton Buton (Azizu et al. 2010). Kawasan
6 Benteng Keraton sebagai pusat pemerintahan kesultanan tidak berubah pada masa pemerintahan Hindia Belanda, namun terjadi pergeseran center of network yang terletak di sekitar pantai yang merupakan pusat pemerintahan dan administrasi pemerintah Hindia Belanda dijalankan. Pergerseran pusat kota dari wilayah Benteng Keraton Buton dari atas bukit menuju pantai berjarak sekitar 2 km. Inilah asal muasal penyebutan Kota Baubau yang dalam bahasa daerah setempat berarti kota baru (Rabani 2012). Pada perkembangan selanjutnya, wilayah administrasi Buton yang berpusat di Baubau ditetapkan sebagai ibukota Afdeling Sulawesi Timur pada tanggal 11 September Penetapan ini dimuat dalam Lembaran Negara (Staatblad) tahun 1911 Nomor 606. Penetapan ini kian memperlancar dinamika ekonomi dan perubahan fisik ekologis kota Baubau. Secara fisik, kondisi ini ditandai dengan dibangunnya infrastruktur dan fasilitas kota oleh Belanda (Fahimuddin 2011). Pada tahun 1952, terbentuk Kabupaten Sulawesi Tenggara di Provinsi Sulawesi Selatan Tenggara. Ibukota Kabupaten ini berada di Kota Baubau (Fahimuddin 2011). Pada periode tahun 1950an ini, terjadi gejolak dari daerahdaerah di Sulawesi untuk memekarkan diri atas dasar tuntutan sejarah kerajaan masa lalu. melalui UU No. 29 tahun 1959 Kabupaten Sulawesi Tenggara mekar menjadi empat kabupaten salah satunya Kabupaten Buton yang beribukota di Kota Baubau (Said 2011). Pembentukan Kota Baubau sebagai daerah otonom yang memisahkan diri dari Kabupaten Buton terjadi pada tahun Pada awalnya Kota Baubau terdiri atas empat kecamatan yakni Kecamatan Wolio, Kecamatan Betoambari, Kecamatan Sorawolio, dan Kecamatan Bungi (Baja 2012). Dalam perkembangannya, terbentuk lagi empat kecamatan yakni Kecamatan Murhum, Kecamatan Kokalukuna, Kecamatan Lea-Lea, dan Kecamatan Batupoaro. Luas wilayah Kota Baubau adalah km 2. Luas wilayah tersebut terbagi ke dalam 8 kecamatan, yaitu Kecamatan Betoambari 27,89 km 2, Kecamatan Murhum 4.90 km 2, Kecamatan Batupoaro 1.55 km², Kecamatan Wolio km 2, Kecamatan Kokalukuna 9.44 km 2, Kecamatan Sorawolio km 2, Kecamatan Bungi km 2, dan Kecamatan Lea-Lea km 2. Luas wilayah Kota Baubau yakni km 2 dengan panjang garis pantai sebesar 42 km (BPS Kota Baubau 2013). Batas wilayah Kota Baubau adalah: (1) sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Kapontori, Kabupaten Buton; (2) sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Batauga, Kabupaten Buton; (3) sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Pasarwajo, Kabupaten Buton; dan (4) sebelah barat berbatasan dengan Selat Buton. Kondisi topografi Daerah Kota Baubau pada umumnya memiliki permukaan yang bergunung, bergelombang dan berbukit-bukit. Kota Baubau memiliki pula sungai yang besar yaitu sungai Baubau yang membatasi Kecamatan Wolio dengan Kecamatan Murhum dan Kecamatan Batupoaro (BPS Kota Baubau 2013). Berdasarkan hasil proyeksi sensus penduduk tahun 2010 yang dilaksanakan BPS, penduduk Kota Baubau tahun 2012 berjumlah orang. Seiring dengan laju pertumbuhan penduduk, maka kepadatan terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2012 kepadatan penduduk meningkat menjadi 645 orang per km 2. Kepadatan tertinggi terdapat di Kecamatan Batupoaro sebesar orang per km 2, sedangkan Kecamatan Sorawolio dengan luas wilayah terbesar justru 9
PELESTARIAN LANSKAP SEJARAH KOTA BAUBAU SEBAGAI KOTA PUSAKA INDONESIA DI PROVINSI SULAWESI TENGGARA RAY MARCH SYAHADAT
PELESTARIAN LANSKAP SEJARAH KOTA BAUBAU SEBAGAI KOTA PUSAKA INDONESIA DI PROVINSI SULAWESI TENGGARA RAY MARCH SYAHADAT SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS
Lebih terperinciUpaya Memahami Sejarah Perkembangan Kota dalam Peradaban Masa Lampau untuk Penerapan Masa Kini di Kota Pusaka Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)
Upaya Memahami Sejarah Perkembangan Kota dalam Peradaban Masa Lampau untuk Penerapan Masa Kini di Kota Pusaka Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Oleh: Catrini Pratihari Kubontubuh Direktur Eksekutif BPPI
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap Sejarah 2.2 Kriteria Lanskap Sejarah
5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap Sejarah Lanskap adalah suatu bentang alam yang memiliki karakteristik tertentu yang dapat dinikmati keberadaannya melalui seluruh indera yang dimiliki manusia (Simonds
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Kota Kota merupakan suatu komponen yang rumit dan heterogen. Menurut Branch (1996: 2) kota diartikan sebagai tempat tinggal dari beberapa ribu atau lebih penduduk, sedangkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman tradisional Kelurahan Melai, merupakan permukiman yang eksistensinya telah ada sejak zaman Kesultanan
Lebih terperinciWarisan Alam (Natural Heritage) menurut Konvensi UNESCO adalah:
Dari Istilah menuju Praktek: Konsep-konsep dalam Konvensi Internasional UNESCO untuk Perlindungan Warisan Budaya dan Alam Dunia dan Warisan Budaya Takbenda 1 Diane Butler 2 Seperti diketahui bahwa Indonesia
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Budaya Lanskap adalah suatu bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indera manusia, dimana karakter tersebut menyatu secara harmoni
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Kawasan Pusaka Kawasan pusaka dalam suatu kota adalah bukti perkembangan kota tersebut. Bagaimana dimulainya kota, potensi awal kota, kawasan strategis pada
Lebih terperinciPRESERVASI DAN KONSERVASI (Pelestarian Bangunan dan Lingkungan) Oleh: Jonny Wongso, ST, MT
Mata Kuliah MKKK-5111225213 PRESERVASI DAN KONSERVASI (Pelestarian Bangunan dan Lingkungan) Oleh: Jonny Wongso, ST, MT M-2: PUSAKA (Heritage): Terminologi, kriteria, signifikansi dan keragamannya Cagar
Lebih terperinciKota Pusaka Dunia. 1. Kota Pusaka Dunia 2. Konvensi dunia tentang pusaka budaya dan pusaka alam 3. Penetapan Kota Pusaka Dunia oleh UNESCO
1. Kota 2. Konvensi dunia tentang pusaka budaya dan pusaka alam 3. Penetapan Kota oleh UNESO Kota merupakan kota yang ditetapkan UNESO yang memiliki Outstanding Universal Value/OUV (Keunggulan Nilai Sejagad/KNS)
Lebih terperinciDasar Kebijakan Pelestarian Kota Pusaka 1. Tantangan Kota Pusaka 2. Dasar Kebijakan terkait (di Indonesia) 3. Konvensi Internasional
1. Tantangan 2. Dasar terkait (di Indonesia) 3. Konvensi Internasional Source: PU-PPI. (2011). - Langkah Indonesia Membuka Mata Dunia. Jakarta: Direktorat Jenderal Penataan Ruang bersama-sama adan Indonesia
Lebih terperinciABSTRAK. Kata Kunci : Ruang publik, Yaroana Masigi, Pelestarian
ABSTRAK Ruang publik Yaroana Masigi merupakan bagian paling inti dari kawasan Benteng Keraton Buton. Kegiatan Budaya dan adat yang berlangsung di Yaroana Masigi masih terpelihara sampai saat ini. Kajian
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN DAN SARAN. 1. Karakteristik Fisik Eksisting Ruang Publik Yaroana Masigi
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan hasil dari analisis dan pembahasan yang dilakukan untuk menjawab rumusan masalah pada studi ini, maka didapatkan kesimpulan, sebagai berikut: 1. Karakteristik
Lebih terperinciPusaka Kota dan Kota Pusaka
Pusaka Kota dan Kota Pusaka 1. Pemahaman terhadap Pusaka 2. Pusaka Indonesia - Piagam Pelestarian Pusaka Indonesia 3. Tingkat Pusaka dan Pengelolaannya 4. Pemahaman terhadap kegiatan Pelestarian (Conservation)
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. dengan paradigma rasionalistik. Metodologi kualitatif merupakan prosedur
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan menggunakan pendekatan kualitatif dengan paradigma rasionalistik. Metodologi kualitatif merupakan prosedur penelitian yang
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA I. UMUM Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa negara memajukan
Lebih terperinciARAHAN KONSEP PERANCANGAN KAWASAN KONSERVASI BENTENG MARLBOROUGH KOTA BENGKULU TUGAS AKHIR
ARAHAN KONSEP PERANCANGAN KAWASAN KONSERVASI BENTENG MARLBOROUGH KOTA BENGKULU TUGAS AKHIR Oleh : FAISAL ERIZA L2D 307 012 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Museum Permainan Tradisional di Yogyakarta AM. Titis Rum Kuntari /
BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG PENGADAAN PROYEK Proyek yang diusulkan dalam penulisan Tugas Akhir ini berjudul Museum Permainan Tradisional di Yogyakarta. Era globalisasi yang begitu cepat berkembang
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Estetika
4 TINJAUAN PUSTAKA Estetika Istilah estetika dikemukakan pertama kali oleh Alexander Blaumgarten pada tahun 1750 untuk menunjukkan studi tentang taste dalam bidang seni rupa. Ilmu estetika berkaitan dengan
Lebih terperinciPEDOMAN REVITALISASI KAWASAN PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR 18/PRT/M/2011
SOSIALISASI MAKASSAR, 10-12 MEI 2011 PEDOMAN REVITALISASI KAWASAN PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR 18/PRT/M/2011 1. Landasan Hukum dan Teori 2. Peraturan Menteri PU 3. Kegiatan Revitalisasi Kawasan
Lebih terperinciSTUDI PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA TEGAL MELALUI PENDEKATAN MORFOLOGI KOTA TUGAS AKHIR. Oleh : PRIMA AMALIA L2D
STUDI PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA TEGAL MELALUI PENDEKATAN MORFOLOGI KOTA TUGAS AKHIR Oleh : PRIMA AMALIA L2D 001 450 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
Lebih terperinciBAB IV KESIMPULAN. Secara astronomi letak Kota Sawahlunto adalah Lintang Selatan dan
BAB IV KESIMPULAN Kota Sawahlunto terletak sekitar 100 km sebelah timur Kota Padang dan dalam lingkup Propinsi Sumatera Barat berlokasi pada bagian tengah propinsi ini. Secara astronomi letak Kota Sawahlunto
Lebih terperinciBAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Yogyakarta merupakan kota dengan lintasan sejarah yang cukup panjang, dimulai pada tanggal 13 Februari 1755 dengan dilatari oleh Perjanjian Giyanti yang membagi
Lebih terperinciJumlah Penduduk. sebesar 2,37 per tahun. Jumlah Penduduk. dengan laju laju pertumbuhan sebesar 2,30 per tahun
Jumlah Penduduk Jumlah Penduduk Provinsi Kota Bau-bau Sulawesi Tenggara sebanyak sebanyak 137 2 Juta ribu Orang dengan laju laju pertumbuhan sebesar 2,30 per tahun sebesar 2,37 per tahun Ucapan Terima
Lebih terperinciAGENDA AKSI DEKADE KETIGA GERAKAN PUSAKA INDONESIA DASA WARSA Tema "Pusaka untuk Kesejahteraan Rakyat"
AGENDA AKSI DEKADE KETIGA GERAKAN PUSAKA INDONESIA DASA WARSA 2014-2023 Tema "Pusaka untuk Kesejahteraan Rakyat" 1 AGENDA AKSI DEKADE KETIGA GERAKAN PUSAKA INDONESIA DASA WARSA 2014-2023 Tema "Pusaka untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri pada akhir dekade pertama abad ke-19, diresmikan tanggal 25 September 1810. Bangunan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Sejarah Lanskap sejarah (historical landscape) menurut Harris dan Dines (1988), secara sederhana dapat dinyatakan sebagai bentukan lanskap tempo dulu (landscape of
Lebih terperinciSTUDI POLA MORFOLOGI KOTA DALAM PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA DI KABUPATEN KENDAL TUGAS AKHIR
STUDI POLA MORFOLOGI KOTA DALAM PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA DI KABUPATEN KENDAL TUGAS AKHIR Oleh: LAELABILKIS L2D 001 439 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Sejarah dan Budaya Lanskap merupakan suatu bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indra manusia. Semakin jelas harmonisasi dan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. tinggi dari tahun sebelumnya. Angka itu diatas pertumbuhan ekonomi nasional
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pariwisata merupakan industri terbesar dan terkuat dalam pembiayaan ekonomi global. Industri pariwisata terbukti kebal dari krisis global. Saat perekonomian
Lebih terperinciGambar 4. Lokasi Penelitian
19 III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan selama sembilan minggu, mulai akhir bulan Februari 2011 sampai dengan April 2011. Kegiatan penelitian ini dilakukan
Lebih terperinciBAB I: PENDAHULUAN Latar Belakang Latar Belakang Proyek
BAB I: PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Latar Belakang Proyek Sesuai dengan PP No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) bahwa Pemerintah telah menetapkan Kawasan Candi
Lebih terperinci5.2 Pengendalian Penggunaan Lahan dan Pengelolaan Lingkungan Langkah-langkah Pengendalian Penggunaan Lahan untuk Perlindungan Lingkungan
Bab 5 5.2 Pengendalian Penggunaan Lahan dan Pengelolaan Lingkungan 5.2.1 Langkah-langkah Pengendalian Penggunaan Lahan untuk Perlindungan Lingkungan Perhatian harus diberikan kepada kendala pengembangan,
Lebih terperinciBUDAYA LOKAL SEBAGAI WARISAN BUDAYA DAN UPAYA PELESTARIANNYA )
BUDAYA LOKAL SEBAGAI WARISAN BUDAYA DAN UPAYA PELESTARIANNYA ) Oleh : Agus Dono Karmadi (Kepala Subdin Kebudayaan Dinas P dan K Jawa Tengah) I. Pendahuluan Sebenarnya judul yang diberikan oleh panitia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan Kota Lama merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam perjalanan berkembangnya suatu kota karena di dalamnya terdapat hal-hal yang selalu menarik untuk diamati
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Sejarah
5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Sejarah Lanskap merupakan bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indera manusia, dimana karakter lanskap tersebut menyatu secara
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Propinsi Daerah istimewa Yogyakarta merupakan salah satu daerah destinasi pariwisata di Indonesia yang memiliki beragam produk wisata andalan seperti wisata sejarah,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan Kota Yogyakarta tidak dapat dilepaskan dari keberadaan Keraton Yogyakarta yang didirikan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I pada tahun 1756. Berdirinya Keraton
Lebih terperinciTUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS
TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS PERMASALAHAN DALAM PENGELOLAAN LANSKAP MUKA BUMI Materi ke-13 DASAR EKOLOGI PADA PENGELOLAAN LANSKAP DAN IMPLEMENTASINYA Setelah mengikuti kuliah ini Mahsiswa diharapkan dapat
Lebih terperinciKAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SABRINA SABILA L2D
KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR Oleh : SABRINA SABILA L2D 005 400 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
Lebih terperinciPERUBAHAN FASADE DAN FUNGSI BANGUNAN BERSEJARAH (DI RUAS JALAN UTAMA KAWASAN MALIOBORO) TUGAS AKHIR. Oleh: NDARU RISDANTI L2D
PERUBAHAN FASADE DAN FUNGSI BANGUNAN BERSEJARAH (DI RUAS JALAN UTAMA KAWASAN MALIOBORO) TUGAS AKHIR Oleh: NDARU RISDANTI L2D 005 384 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO
Lebih terperinciBAB VII KESIMPULAN, SARAN DAN KONTRIBUSI TEORI
BAB VII KESIMPULAN, SARAN DAN KONTRIBUSI TEORI VII. 1. Kesimpulan Penelitian proses terjadinya transformasi arsitektural dari kampung kota menjadi kampung wisata ini bertujuan untuk membangun teori atau
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Lahan basah merupakan sumber daya alam hayati penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem global. Salah satu tipe lahan basah adalah lahan gambut. Lahan gambut merupakan ekosistem
Lebih terperinciBAB I CERITA TENTANG GUNUNG DAN AIR. (profesi). Pada perancangan kali ini, diberikan tema umum Symbiosis and
BAB I CERITA TENTANG GUNUNG DAN AIR 1. 1. Latar Belakang Perancangan Arsitektur 6 (PA6) merupakan Studio perancangan terakhir dalam masa pendidikan sarjana strata satu (S1) bagi mahasiswa arsitektur USU
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang
4 TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang Ruang (space) dalam ilmu geografi didefinisikan sebagai seluruh permukaan bumi yang merupakan lapisan biosfer, tempat hidup tumbuhan, hewan dan manusia (Jayadinata
Lebih terperinciTernate Kota Pusaka Maulana Ibrahim
Ternate Kota Pusaka Maulana Ibrahim Pusaka merupakan terjemahan resmi untuk kata heritage Inggris, berarti warisan, yang ditetapkan pada Piagam Pelestarian Pusaka Indonesia 2003. Dipakai kata pusaka bukan
Lebih terperinciPERKAMPUNGAN TUA DI TENGAH KOTA, Upaya Mewujudkan Kawasan Bantaran Sungai sebagai Kawasan Budaya Berjatidiri
PERKAMPUNGAN TUA DI TENGAH KOTA, Upaya Mewujudkan Kawasan Bantaran Sungai sebagai Kawasan Budaya Berjatidiri yohannes_firzal@yahoo.com Abstrak Penataan ruang perkotaan yang marak belakangan ini telah mengakibatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kota selalu menjadi pusat peradaban dan cermin kemajuan suatu negara.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota selalu menjadi pusat peradaban dan cermin kemajuan suatu negara. Perkembangan suatu kota dari waktu ke waktu selalu memiliki daya tarik untuk dikunjungi.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebagian hutan tropis terbesar di dunia terdapat di Indonesia. Berdasarkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagian hutan tropis terbesar di dunia terdapat di Indonesia. Berdasarkan luas, hutan tropis Indonesia menempati urutan ke tiga setelah Brasil dan Republik Demokrasi
Lebih terperinciMateri ke-13 9/7/2014 DASAR EKOLOGI PADA PENGELOLAAN LANSKAP DAN IMPLEMENTASINYA TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS
TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS Materi ke-13 DASAR EKOLOGI PADA PENGELOLAAN LANSKAP DAN IMPLEMENTASINYA Setelah mengikuti kuliah ini Mahsiswa diharapkan dapat memahami dan mampu menjelaskan: Ekologi sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. suku, agama, dan adat istiadat yang tak pernah luput dari Anugerah sang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang mempunyai keanekaragaman budaya, suku, agama, dan adat istiadat yang tak pernah luput dari Anugerah sang pencipta. Tak heran negara
Lebih terperinciP E M E R I N T A H KABUPATEN KUTAI TIMUR
P E M E R I N T A H KABUPATEN KUTAI TIMUR Disampaikan oleh: Ir. Suprihanto, CES (Kepala Bappeda Kutai Timur) Dalam rangka Seminar Internasional dengan tema Kawasan Cagar Alam dan Budaya Sangkulirang: Sebuah
Lebih terperinciKAJIAN POLA STRUKTUR RUANG KOTA LASEM DITINJAU DARI SEJARAHNYA SEBAGAI KOTA PANTAI TUGAS AKHIR. Oleh: M Anwar Hidayat L2D
KAJIAN POLA STRUKTUR RUANG KOTA LASEM DITINJAU DARI SEJARAHNYA SEBAGAI KOTA PANTAI TUGAS AKHIR Oleh: M Anwar Hidayat L2D 306 015 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sepatutnyalah potensi Sumberdaya Budaya (Culture Resources) tersebut. perlu kita lestarikan, kembangkan dan manfaatkan.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki paling banyak warisan budaya dibandingkan dengan negara-negara tetangga atau setidaknya di kawasan Asia Tenggara. Jawa Barat sendiri memiliki
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Persepsi Menurut Sadli (1976) persepsi adalah suatu proses yang aktif dan memegang peranan bukan hanya stimulus/perangsang yang mengenainya, tetapi sebagai keseluruhan dengan
Lebih terperinciAbito Bamban Yuuwono. Abstrak
PERAN PENDAMPINGAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN PADA KAWASAN KRATON YOGYAKARTA SEBAGAI BAGIAN DARI UPAYA MEMINIMALISIR DEGRADASI KUALITAS KAWASAN CAGAR BUDAYA Abito Bamban
Lebih terperinciBERITA NEGARA. No.1486, 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN. Indonesia. Warisan Budaya Takbenda. Pelaksanaan.
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1486, 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN. Indonesia. Warisan Budaya Takbenda. Pelaksanaan. PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks, terdiri dari berbagai sarana dan prasarana yang tersedia, kota mewadahi berbagai macam aktivitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan kawasan bersejarah kerap diiringi dengan perubahan fungsi dan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan kawasan bersejarah kerap diiringi dengan perubahan fungsi dan terkadang diikuti perubahan fisik bangunan sebagai upaya pemenuhan kebutuhan pemilik bangunan.
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan merupakan sumberdaya alam anugerah Tuhan Yang Maha Kuasa yang tidak terhingga nilainya bagi seluruh umat manusia. Sebagai anugerah, hutan mempunyai nilai filosofi yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Museum merupakan tempat yang sangat bernilai dalam perjalanan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Museum merupakan tempat yang sangat bernilai dalam perjalanan hidup sebuah bangsa dan menyimpan berbagai karya luhur nenek moyang kita yang mencerminkan kekayaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ternilai harganya, baik yang berupa budaya materi (tangible) maupun budaya non materi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seperti telah lama diketahui bahwa bangsa Indonesia memiliki kekayaan budaya yang tak ternilai harganya, baik yang berupa budaya materi (tangible) maupun budaya non
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan di daerah tropis dengan luas laut dua pertiga dari luas negara secara keseluruhan. Keberadaan Indonesia di antara dua benua dan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN LITERATUR
BAB II KAJIAN LITERATUR 2.1 Pengertian Pelestarian Filosofi pelestarian didasarkan pada kecenderungan manusia untuk melestarikan nilai-nilai budaya pada masa yang telah lewat namun memiliki arti penting
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kasus Proyek
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.1.1 Kasus Proyek Perkembangan globalisasi telah memberikan dampak kesegala bidang, tidak terkecuali pengembangan potensi pariwisata suatu kawasan maupun kota. Pengembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada abad ini gerak perubahan zaman terasa semakin cepat sekaligus semakin padat. Perubahan demi perubahan terus-menerus terjadi seiring gejolak globalisasi yang kian
Lebih terperinciPembangunan Daerah Berbasis Pengelolaan SDA. Nindyantoro
Pembangunan Daerah Berbasis Pengelolaan SDA Nindyantoro Permasalahan sumberdaya di daerah Jawa Barat Rawan Longsor BANDUNG, 24-01-2008 2008 : (PR).- Dalam tahun 2005 terjadi 47 kali musibah tanah longsor
Lebih terperinciResearch Development Roadmap Pusat Studi Perencanaan Pembangunan Regional Universitas Gadjah Mada
Research Development Roadmap 2016-2020 Pusat Studi Regional Universitas Gadjah Mada Isu-Isu Isu Internasional Isu Nasional Sustainable cities and communities Wilayah dan Kota Wilayah Infrastruktur Daya
Lebih terperinciBAB V A. KESIMPULAN. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan untuk penyusunan karya
BAB V A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan untuk penyusunan karya ilmiah ini, diperoleh beberapa kesimpulan yang dapat memberikan jawaban terhadap pertanyaan penelitian, akan diuraikan
Lebih terperinciKonservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI
Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI Indikator Perkuliahan Menjelaskan kawasan yang dilindungi Menjelaskan klasifikasi kawasan yang dilindungi Menjelaskan pendekatan spesies Menjelaskan
Lebih terperinciBAB 7. PENCAPAIAN PELAKSANAAN AKSI HINGGA TAHUN
BAB 7. PENCAPAIAN PELAKSANAAN AKSI HINGGA TAHUN 7.1. Manajemen Kota Pusaka Dalam melaksanakan pengelolaan kota pusaka, saat ini dilakukan secara sinergis dan bekerjasama antara berbagai stakeholder, baik
Lebih terperinciPROGRAM JANGKA PENDEK: - Peningkatan kapasitas P3KP - Pengelolaan secara internal
@SITA Pendirian Jaringan Kota Pusaka Indonesia/JKPI), declared by Minister Culture and Tourism, in Solo, October 25, 2008 Assisted by Indonesian Heritage Trust PROGRAM JANGKA PENDEK: - Peningkatan kapasitas
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Lanskap Budaya
21 TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Budaya Simonds (1983) mendefinisikan lanskap sebagai suatu bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indera manusia, dimana karakter tersebut
Lebih terperinci2016, No pengetahuan dan teknologi tentang keanekaragaman hayati yang harus disosialisasikan kepada masyarakat, perlu membangun Museum Nasiona
No.1421, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA LIPI. Museum Nasional Sejarah Alam Indonesia. PERATURAN KEPALA LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG MUSEUM NASIONAL
Lebih terperinciBAB V ARAHAN PELESTARIAN PERMUKIMAN TRADISIONAL BALI AGA DAN REKOMENDASI
BAB V ARAHAN PELESTARIAN PERMUKIMAN TRADISIONAL BALI AGA DAN REKOMENDASI Bab ini akan menjelaskan mengenai Dasar Pertimbangan, Konsep Pelestarian, Arahan pelestarian permukiman tradisional di Desa Adat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Deskripsi Judul
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Deskripsi Judul LASEM HERITAGE CENTER Pendekatan pada Arsitektur Etnik Kontemporer, dari judul tersebut dapat diartikan perkata adalah sebagai berikut : Lasem : Merupakan kota Kecamatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menelusuri kota Yogyakarta tidak lengkap rasanya jika tidak mengunjungi Kampung Kauman. Kampung Kauman terletak di sebelah barat alun-alun utara kota Yogyakarta, Berada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam lingkup sosio-kultural yang lebih sempit, salah satu manfaat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Friedman (2000) mengatakan, dalam perspektif global saat ini tidak banyak dipertentangkan tentang fakta bahwa homogenisasi dunia barat, tetapi kebanyakan masyarakat
Lebih terperinciKONFERENSI PERPUSTAKAAN DIGITAL INDONESIA 2008 BERBAGI PENGALAMAN DALAM PEMBANGUNAN MUATAN LOKAL TENTANG PUSAKA BALI
KONFERENSI PERPUSTAKAAN DIGITAL INDONESIA 2008 BERBAGI PENGALAMAN DALAM PEMBANGUNAN MUATAN LOKAL TENTANG PUSAKA BALI PENGEMBANGAN INVENTORI PUSAKA BALI BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT DI DESA NYUH KUNING
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bandung adalah salah satu kota besar di Indonesia dan merupakan Ibukota Provinsi Jawa Barat yang banyak menyimpan berbagai sejarah serta memiliki kekayaan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Sejarah dapat diartikan sebagai kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejarah dapat diartikan sebagai kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau atau asal-usul (keturunan silsilah), terutama bagi raja-raja yang
Lebih terperinciSURAT PERNYATAAN KATA PENGANTAR... DAFTAR GAMBAR v DAFTAR TABEL vii ABSTRAK viii ABSTRACT. ix
DAFTAR ISI halaman SURAT PERNYATAAN KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI i DAFTAR GAMBAR v DAFTAR TABEL vii ABSTRAK viii ABSTRACT. ix BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Rumusan Permasalahan.. 5 1.3 Keaslian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masalah warisan budaya (cultural heritage) belakangan ini semakin mendapat perhatian baik oleh pemerintah, akademisi, maupun kalangan organisasi nonpemerintah.
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis mapun pembahasan, penelitian ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Kawasan Dataran Tinggi Dieng adalah sebuah saujana yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN Pada bab I pendahuluan dibahas mengenai latar belakang dari perancangan sebuah Museum seni karikatur dan patung di Tabanan dilanjutkan dengan rumusan masalah, tujuan, serta metode penelitian.
Lebih terperinciII.TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioregion
II.TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioregion Bioregion merupakan area geografis yang mempunyai karakteristik tanah, daerah aliran sungai (DAS), iklim, tanaman lokal serta hewan, yang unik dan memiliki nilai intrinsik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ashriany Widhiastuty, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang terbentang dari sabang hingga merauke. Oleh karena itu Indonesia adalah negara yang memiliki keanekaragaman suku dan budaya serta
Lebih terperinciUndang-undang untuk mengatur pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan tinggalan purbakala. Oleh Junus Satrio Atmodjo
Undang-Undang No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya Undang-undang untuk mengatur pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan tinggalan purbakala Oleh Junus Satrio Atmodjo Mengapa Kita Harus Mempertahankan
Lebih terperinciKRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010
KRITERIA KAWASAN KONSERVASI Fredinan Yulianda, 2010 PENETAPAN FUNGSI KAWASAN Tiga kriteria konservasi bagi perlindungan jenis dan komunitas: Kekhasan Perlindungan, Pengawetan & Pemanfaatan Keterancaman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. MPS Kabupaten Pesawaran Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP) merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan akses terhadap sanitasi layak perkotaan dimana didalamnya setiap
Lebih terperinciBAB I: PENDAHULUAN Latar Belakang Latar Belakang Proyek.
BAB I: PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Latar Belakang Proyek Kawasan Candi Prambanan dan sekitarnya adalah salah satu cagar budaya di Indonesia yang merupakan situs warisan budaya dunia yang telah
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR : 14 TAHUN 2002 TENTANG KEHUTANAN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM
PENJELASAN ATAS QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR : 14 TAHUN 2002 TENTANG KEHUTANAN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM I. UMUM Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dikaruniai oleh Allah Yang Maha
Lebih terperinciDirektorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Direktorat Jenderal Kebudayaan 2014
Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Direktorat Jenderal Kebudayaan 2014 Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN PENELITIAN ARTEFAK ASTANA GEDE. dan terapit oleh dua benua. Ribuan pulau yang berada di dalam garis tersebut
BAB I PENDAHULUAN PENELITIAN ARTEFAK ASTANA GEDE A. Latar Belakang Indonesia adalah Negara kepulauan yang berada di garis khatulistiwa dan terapit oleh dua benua. Ribuan pulau yang berada di dalam garis
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TIMUR
GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang Mengingat : a.
Lebih terperinciBAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI
BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI Jawa Barat Bagian Utara memiliki banyak potensi baik dari aspek spasial maupun non-spasialnya. Beberapa potensi wilayah Jawa Barat bagian utara yang berhasil diidentifikasi
Lebih terperinciKEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Peraturan Perumahan dan Kawasan Permukiman Peraturan terkait dengan perumahan dan kawasan permukiman dalam studi ini yaitu Undang-Undang No. 1 Tahun 11 tentang Perumahan dan Kawasan
Lebih terperinciPENGELOLAAN KOTA PUSAKA INDONESIA
Pendawa Lima PENGELOLAAN KOTA PUSAKA INDONESIA Laretna T. Adishakti -- Center for Heritage Conservation, Jurusan Arsitektur dan Perencanaan UGM -- Jogja Heritage Society PERUBAHAN PARADIGMA APA ITU PEMBANGUNAN?
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap Sejarah Lanskap sejarah (historical landscape) menurut Harris dan Dines (1988), dapat dinyatakan sebagai suatu bentukan lanskap pada masa lalu yang terdiri dari bukti-bukti
Lebih terperinci