BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Kajian Pustaka
|
|
- Budi Lie
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka Kajian pustaka berisi uraian singkat dari penelitian terdahulu yang dapat dijadikan bahan perbandingan dan pertimbangan oleh peneliti. Sebelumnya penelitian mengenai analisis wacana telah banyak dilakukan dengan objek yang berbeda-beda. Berikut beberapa uraian singkat mengenai penelitian serupa yang ditemukan peneliti beserta perbedaan penelitian yang akan dilakukan: Penelitian pertama adalah hasil skripsi karya Andaria Rhoma Rosita Sari (2015) yang berjudul Telaah Teks pada Wacana Politik Kasus KPK vs Polri dalam Rubrik Opini Majalah Tempo (Analisis Wacana Kritis Norman Fairclough). Pada penelitian tersebut peneliti mendeskripsikan representasi kasus KPK vs Polri dalam wacana politik kasus KPK vs Polri melalui diksi, metafora, dan ketransitifan pada rubrik opini dalam majalah Tempo. Selanjutnya peneliti juga mendeskripsikan ideologi majalah Tempo yang terkandung dalam rubrik opini kasus KPK vs Polri. Penelitian kedua oleh Joko Priyanto (2014) dalam skripsi yang berjudul Telaah Teks Berita Pelengseran Presiden Muchammad Mursi dalam Al-Ihram dan Al-Jazirah: Analisis Wacana Kritis Norman Fairclough. Pada penelitian tersebut, analisis wacana kritis Norman Fairclough digunakan dengan objek berita media berbahasa Arab. Adapun penelitian tersebut mengkaji representasi dan membandingan wacana peristiwa pelengseran Presiden Mesir Muchammad Mursi dalam teks media berita berbahasa Arab yaitu Al-Ahram dan Al-Jazirah. 11
2 12 Penelitan selanjutnya dilakukan oleh Indro Febiyanto (2009) dalam skripsi yang berjudul Aspek Gramatikal dan Leksikal pada Wacana Tajuk Rencana Surat Kabar Kompas. Hasil penelitian tersebut mendeskripsikan aspek gramatikal dan aspek leksikal pada wacana Tajuk Rencana surat kabar Kompas, dan menunjukkan frekuensi tipe aspek gramatikal dan aspek leksikal yang terdapat pada wacana Tajuk Rencana surat kabar Kompas. Dari beberapa penelitian yang ditemukan di atas ada beberapa kesamaan dan perbedaan, baik teori maupun sumber data dalam penelitian ini. Meskipun sama-sama menggunakan teori Norman Fairclough namun dalam analisis digunakan cara yang berbeda. Pada skripsi Telaah Teks pada Wacana Politik Kasus KPK vs Polri dalam Rubrik Opini Majalah Tempo (Analisis Wacana Kritis Norman Fairclough) analisis dilakukan melalui diksi, metafora, dan ketransitifan pada rubrik opini dalam majalah Tempo untuk mengungkap ideologi majalah tersebut. Sementara itu dalam penelitian ini fokus utama adalah membandingkan dua surat kabar dalam menanggapi wacana rencana revisi UU KPK pada tajuk rencana melalui representasi dalam anak kalimat, kombinasi anak kalimat, dan rangkaian antarkalimat. Selanjutnya, dibandingkan dengan penelitian yang berjudul Telaah Teks Berita Pelengseran Presiden Muchammad Mursi dalam Al-Ihram dan Al-Jazirah: Analisis Wacana Kritis Norman Fairclough yang menggunakan surat kabar online Al-Ihram dan Al-Jazirah yang berbahasa Arab sebagai sumber data, pada penelitian ini sumber data yang digunakan adalah surat kabar cetak berbahasa Indonesia yaitu pada tajuk rencana surat kabar Kompas dan Suara Merdeka.
3 13 Perbandingan selanjutnya dilakukan dengan penelitan yang berjudul Aspek Gramatikal dan Leksikal pada Wacana Tajuk Rencana Surat Kabar Kompas. Pada penelitian tersebut meskipun sama-sama menggunakan sumber data dari tajuk rencana, namun perbedaan dengan penelitian ini terletak pada teori yang digunakan. Pada penelitian ini digunakan teori analisis wacana kritis sedangkan pada penelitian yang berjudul Aspek Gramatikal dan Leksikal pada Wacana Tajuk Rencana Surat Kabar Kompas hanya menganalisis wacana pada tataran aspek gramatikal dan aspek leksikal. Berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya, penelitian ini difokuskan pada wacana tajuk rencana pada surat kabar Kompas dan Suara Merdeka dengan melakukan pendekatan analisis wacana kritis Norman Fairclough. Dari hasil analisis kemudian dilakukan perbandingan dari kedua surat kabar tersebut. Penelitian yang berjudul Telaah Teks pada Wacana Rencana Revisi UU KPK dalam Rubrik Tajuk Rencana Surat Kabar Kompas dan Suara Merdeka: Analisis Wacana Kritis Norman Fairclough ini diharapkan dapat melengkapi penelitian-penelitian terdahulu. B. Landasan Teori 1. Hakikat Wacana Wacana merupakan disiplin ilmu baru yang muncul sekitar tahun 70-an. Wacana (discourse) berasal dari bahasa Latin, discursus. Istilah tersebut menunjuk pada aturan dan kebiasaan yang mendasari penggunaan bahasa baik dalam komunikasi lisan maupun tulis. Dalam pengertian linguistik, Darma menjelaskan wacana adalah kesatuan makna (semantis) antarbagian di dalam
4 14 suatu bangun bahasa (2014:2). Setiap bagian di dalam wacana saling berhubungan secara padu. J.S. Badudu (dalam Darma, 2014:2) juga berpendapat bahwa wacana sebagai rentetan kalimat yang berkaitan dengan, yang menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi yang lainnya, membentuk satu kesatuan, sehingga terbentuklah makna yang serasi di antara kalimat-kalimat itu. Dijelaskan pula bahwa wacana merupakan kesatuan bahasa terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi yang tinggi yang berkesinambungan, yang mampu mempunyai awal dan akhir yang nyata. Seperti yang diungkapkan Kridalaksana (2008:259), bahwa wacana adalah satuan bahasa terlengkap. Dalam hirarki gramatikal wacana merupakan satuan gramatikal tertinggi dan terbesar yang dapat direalisasikan dalam bentuk karangan yang utuh (novel, buku, seri ensiklopedia, dsb). Dalam bentuk karangan yang utuh tentunya terdapat satu kesatuan antar unsurnya. Alwi dkk (2000:419) menyatakan bahwa wacana adalah rentetan kalimat yang berkaitan yang menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi yang lain dan membentuk satu kesatuan. Untuk membicarakan sebuah wacana dibutuhkan pengetahuan tentang kalimat dan segala sesuatu yang berhubungan dengan kalimat. Selanjutnya, wacana menurut Samsuri (dalam Darma, 2014:2) adalah rekaman kebahasaan yang utuh tentang peristiwa komunikasi, biasanya terdiri atas seperangkat kalimat yang mempunyai hubungan pengertian yang satu dengan yang lain.
5 15 2. Analisis Wacana Analisis wacana merupakan salah satu bidang kajian baru dalam ilmu linguistik. Analisis wacana (discourse analysis) sebagai disiplin ilmu dengan metodologi yang jelas dan eksplisit, baru-baru berkembang secara mantap pada awal tahun 1980-an. Pokok perhatian analisis wacana juga terus mengalami perkembangan dan merebak pada persoalan yang banyak diperbincangkan di masa sekarang (Mulyana, 2005:68). Selanjutnya Darma menyebut istilah analisis wacana muncul sebagai upaya untuk menghasilkan deskripsi bahasa yang lebih lengkap sebab terdapat fitur bahasa yang tidak cukup jika hanya dianalisis dengan menggunakan aspek struktur dan maknanya saja (2014:21). Melalui analisis wacana dapat diperoleh penjelasan mengenai korelasi antara apa yang diujarkan, apa yang dimaksud, dan apa yang dipahami dalam konteks tertentu. Analsis wacana merupakan pendekatan yang mengkaji relasi antara bahasa dengan konteks yang melatarbelakanginya. Dalam hirarki satuan kebahasaan, wacana merupakan bentuk bahasa yang paling besar dan paling luas. Hal tersebut berarti juga memposisikan analisis terhadap wacana memiliki kedudukan tertinggi dalam linguistik (pendekatan bahasa). Pendekatan bahasa dimulai dari tingkat dan lingkup yang paling kecil menuju pada tingkat paling besar. Namun untuk memahami suatu wacana tertentu, tidak seluruh unit analisis harus dikaji. Mulyana menjelaskan bahwa analisis wacana dapat dilakukan terhadap satu atau dua unsur yang memang dibutuhkan kejelasannya (2005:70). Sedikit atau banyak unit yang dikaji tidak menjamin kualitas pada analisis wacana.
6 16 Analisis wacana berkaitan dengan konteks luar bahasa. Konteks berpengaruh pada proses pemaknaan suatu wacana. Di mana dalam linguitik konteks tersebut tidak diperhatikan. Tarigan dalam Pengajaran Wacana juga telah menyebutkan bahwa tanpa konteks, tanpa hubungan-hubungan wacana yang bersifat antarkalimat dan suprakalimat maka sukar untuk berkomunikasi satu sama lain (1993:24). Littlejohn menyatakan analisis wacana lahir dari kesadaran bahwa persoalan yang terdapat dalam komunikasi bukan terbatas pada penggunaan kalimat atau bagian kalimat, fungsi ucapan, tetapi juga mencakup struktur pesan yang lebih kompleks dan inheren yang disebut wacana (dalam Sobur, 2012:48). 3. Analisis Wacana Kritis Analisis wacana kritis (critical discourse analysis) dipandang sebagai oposisi analisis wacana deskriptif yang memandang wacana sebagai fenomena teks bahasa semata. Dalam analisis wacana kritis, yang selanjutnya disebut AWK, wacana tidak hanya dipahami dari segi kajian bahasa saja. Meski dalam analisis tetap menggunakan bahasa yang terdapat dalam teks. Bahasa dianalisis bukan dengan menggambarkan semata dari aspek kebahasaan, tetapi juga menghubungkan konteks. Konteks di sini berarti bahasa itu dipakai untuk tujuan dan praktik tertentu, termasuk di dalamnya praktik kekuasaan. (Eriyanto, 2012:7) Hal di atas senada dengan apa yang telah diungkapkan Fairclough dan Wodak bahwa analisis wacana kritis melihat wacana pemakaian bahasa dalam tuturan dan tulisan sebagai bentuk dari praktik sosial (Eriyanto, 2012:7).
7 17 Pernyataan Fairclough tersebut berarti memandang masalah sosial dan AWK saling berhubungan. Hal tersebut dapat terjadi karena dalam kehidupan sosial bahasa digunakan sebagai penyampai pesan. Penggunaan bahasa sebagai penyampai pesan dapat bersifat ideologi, karena berkaitan dengan siapa penyampai pesan itu sendiri. Untuk mengetahui kepastiannya maka sebuah teks perlu diteliti untuk mengungkapkan interpretasi, penerimaan, dan efek sosialnya. Selanjutnya jelas bahwa dalam AWK, bahasa digunakan untuk tujuan dan praktik tertentu, termasuk dalam praktik kekuasaan. Pemahaman dasar terhadap AWK adalah wacana tidak dipahami semata-mata sebagai objek studi bahasa. Bahasa digunakan untuk menganalisis teks yang bertujuan untuk mengungkap praktik tertentu termasuk praktik ideologi. Terkait ideologi, Fairclough berpendapat bahwa analisis wacana kritis menunjukkan bagaimana bahasa menyebabkan kelompok sosial yang ada bertarung dan mengajukan ideologinya masing-masing (Darma, 2014:104). Pemakaian bahasa membawa nilai ideologi tertentu. Hal tersebut diasumsikan dengan melihat praktik wacana bisa jadi menampilkan efek sebuah kepercayaan (ideologis) artinya wacana dapat memproduksi hubungan kekuasaan yang tidak imbang antara kelas sosial, laki-laki dan wanita, kelompok mayoritas dan minoritas di mana perbedaan itu direpresentasikan dalam praktik sosial. 4. Analisis Wacana Kritis Norman Fairclough Model analisis wacana kritis yang dibuat Fairclough mengintegrasikan secara bersama-sama analisis wacana yang didasarkan pada linguistik, pemahaman sosial dan politik, dan secara umum diintegrasikan pada perubahan sosial. Fairclough memusatkan perhatian pada bahasa. Membagi analisis wacana
8 18 dalam tiga dimensi yaitu Text, Discourse Practice, dan Sociocultural Practice (Eriyanto, 2012: ). Ketiga dimensi tersebut dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar 1 Dimension of Discourse (Fairclough, 1997:98) Pada dimensi text model Fairclough, teks dianalisis secara linguistik dengan melihat kosakata, semantik dan tata kalimat, serta memasukkan koherensi dan kohesivitas, bagaimana antarkata atau kalimat digabungkan sehingga membentuk pengertian. Elemen yang dianalisis tersebut dipakai untuk melihat tiga masalah yaitu (1) ideasional (representasi teks) yang merujuk pada referensi tertentu yang ditampilkan dalam teks yang umumnya membawa muatan ideologi, (2) relasi (hubungan antara partisipan) yang merujuk pada bagaimana konstruksi hubungan diantara wartawan dengan pembicara yang disampaikan secara informal, terbuka atau tertutup, (3) identitas (posisi wartawan) yang merujuk pada konstruksi tertentu dari identitas penulis dan pembaca serta bagaimana personal dan identitas ini hendak ditampilkan. Discourse Practice merupakan dimensi yang berhubungan dengan proses produksi dan konsumsi teks. Sementara itu, Sociocultural Practice adalah dimensi
9 19 yang berhubungan dengan konteks yang memasukkan banyak hal seperti konteks situasi, dan lebih luas lagi memasukkan konteks dan praktik institusi dan media sendiri dalam hubungannya dengan masyarakat atau budaya dan politik tertentu. Bagi Fairclough untuk memahami wacana tidak dapat dilepaskan dari konteksnya karena sebuah teks tidak lepas dari kepentingan yang bersifat subjektif. Untuk menemukan realitas di balik teks tersebut diperlukan penelusuran atas konteks produksi teks, konsumsi teks, dan aspek sosial budaya yang mempengaruhi pembuatan teks. Penelitian ini terfokus pada masalah ideasional atau representasi teks yang merujuk pada referensi tertentu yang ditampilkan dalam teks yang umumnya membawa muatan ideologi. Adapun teks yang diteliti adalah teks pada tajuk rencana bertema revisi UU KPK pada surat kabar Kompas dan Suara Merdeka. Melalui bahasa yang digunakan dalam anak kalimat, kombinasi anak kalimat, dan rangkaian antarkalimat dapat diketahui representasi suatu realitas (partisipan, peristiwa, dan tindakan) ditampilkan dalam teks tajuk rencana tersebut. 5. Teks Teks bagi Fairclough dilihat dari berbagai tingkatan. Sebuah teks tidak hanya menampilkan bagaimana suatu objek digambarkan tetapi juga bagaimana hubungan antarobjek didefinisikan. Menurut Fairclough, setiap teks pada dasarnya dapat diuraikan dari tiga unsur, yaitu representasi (ideasional), relasi, dan identitas. Ketiganya merupakan elemen dasar dalam dimensi teks model Fairclough.
10 20 a. Representasi Representasi pada dasarnya ingin melihat bagaimana seseorang, kelompok, tindakan, kegiatan ditampilkan dalam teks. Representasi dalam pengertian Fairclough dilihat dari dua hal, yakni bagaimana seseorang, kelompok, dan gagasan ditampilkan dalam anak kalimat dan gabungan atau rangkaian antaranak kalimat. 1) Representasi dalam anak kalimat Aspek representasi dalam anak kalimat berhubungan dengan bagaimana seseorang, kelompok, peristiwa, dan kegiatan ditampilkan dalam teks. Aspek tersebut dapat dilihat dari dua hal, yaitu kosakata dan tata bahasa. (a) Kosakata Pada tingkatan kosakata (vocabulary), banyak aspek yang dikaji dalam analisis wacana kritis, yaitu mengenai kosakata apa yang dipakai untuk menampilkan dan menggambarkan sesuatu, yang menunjukkan bagaimana sesuatu tersebut dimasukkan dalam satu set kategori. Pemilihan kosakata dapat menggambarkan asosiasi dan realitas yang ditandakan dalam bahasa. Pada penelitian ini hanya memfokuskan pada pemilihan kosakata/ diksi dan metafora. Diksi dibagi menjadi dua, yaitu kata eksperiensial dan ekspresi. Rani (dalam Fauzan, 2014) menyebutkan bahwa kata eksperiensial adalah kata-kata yang memiliki nilai pengalaman dan pengetahuan. Kata
11 21 eksperiensial dapat juga dilihat dari penggunaan kata isi (kata yang acuannya dapat dilihat, diragakan, dan ditunjukkan). Terkait kata ekspresi, Rani menjelaskan bahwa kata ekspresi digunakan untuk menyatakan nilai. Kata ekspresi dapat digunakan untuk memberikan penilaian pada suatu peristiwa, barang atau hal. Umumnya kata ekspresi adalah kata sifat. Tabel 1 Contoh kata eksperiensial dan ekspresi Kata Kalimat Jenis menangkap Sejumlah penyidik Polri mendatangi eksperiensial KPK untuk menangkap Novel. (Rep/Dik/E/K/020216/K3/P5) berlebihan Niat anggota DPR memberikan ruang ekspresi kepada KPK menghentikan penyidikan dengan alasan ada tersangka yang meninggal atau sakit, sebenarnya berlebihan. (Rep/Dik/ Eks/K/130216/K3/P6) Cara lain untuk merepresentasikan realitas adalah menggunakan metafora. Menurut Fairclough, metafora digunakan sebagai pilihan kosakata yang dapat menggambarkan suatu realitas yang berbeda dengan yang lain (dalam Eriyanto, 2012:292). Ullman menyatakan bahwa dalam metafora ada dua hal yang dibicarakan, yaitu sesuatu yang sedang dibicarakan (yang dibandingkan) yang disebut tenor dan sesuatu yang
12 22 digunakan sebagai bandingan yang disebut wahana (2012:265). Ullman membagi jenis metafora dalam empat kelompok, pertama, metafora antropomorfis, yaitu metafora yang mengacu pada anggota badan manusia, dari indera dan perasaan manusia. Contohnya, mulut sungai, jantung kota, dan lainnya. Kedua, metafora binatang, yaitu metafora yang mengacu pada binatang. Contohnya, telur mata sapi, pondasi cakar ayam, dan sebagainya. Ketiga, dari konkret ke abstrak, yaitu metafora yang berdasarkan pengalaman abstrak yang dijabarkan ke dalam hal yang konkret. Misalnya, sinar wajah, otak cemerlang, dan sebagainya. Keempat, metafora sinaestetik, yaitu metafora yang didasarkan kepada transfer dari satu indera ke indera yang lain. Misalnya, bau yang amis, pandangan yang tajam, dan sebagainya (2012: ). Tabel 2 Contoh penggunaan metafora Kata Kalimat Tenor Wahana Makna Jenis anak kandung UU KPK sebagai anak kandung reformasi ditandatangani Presiden Megawati Soekarnoputri tahun (Rep/M/K/ /K2/P2) UU KPK sebagai undangundang yang dilahirkan sendiri oleh pemerintah ketika reformasi. Anak yang lahir dari kandungan sendiri; anak sendiri (bukan anak tiri atau anak angkat) UU KPK sebagai undangundang yang dilahirkan sendiri oleh pemerintah ketika reformasi. Konkret ke abstrak
13 23 (b) Tata Bahasa Pada tingkatan tata bahasa analisis Fairclough dalam penelitian ini hanya memfokuskan pada ketransitifan. Linguistik Fungsionl Sistemik Halliday dimanfaatkan Fairclough dalam aspek ketransitifan (Fairclough, 1995: ). Selanjutnya ketransitifan dijelaskan oleh Santosa adalah gramatika yang membahas struktur klausa yang merepresentasikan makna ideasional. Ketransitifan merealisasikan makna pengalaman, yang di dalam realitas mempunyai tiga konstituen, yaitu: proses, partisipan, dam sirkumstan. Proses di dalam realitas merupakan inti kejadian dalam pengalaman, baik pengalaman fisik, mental, verbal, perilaku, relasional, maupun eksistensial. Setiap jenis proses akan menentukan jenis partisipan. Sementara itu, sirkumstan adalah lingkungan baik fisik maupun non-fisik di dalam kejadian (Santosa, 2003:78). Dalam tataran simbol, Santosa menjelaskan bahwa proses direalisasikan ke dalam kelompok verba, partisipan direpresentasikan dengan kelompok nomina, sedangkan sirkumstan diekspresikan melalui kelompok adverbia. Terdapat enam macam proses menurut transitifitas model tatabahasa sistemik fungsional, yaitu proses material, proses mental, proses verbal, proses relasional, dan proses eksistensial (2003:78-86).
14 24 1. Proses Material Proses material adalah suatu proses fisik murni tanpa unsur mental maupun behavioral. Proses material terdiri dari dua macam yaitu doing (melakukan sesuatu) dan happening (kejadian). Proses doing mempunyai konstituen yang terdiri dari aktor-proses-goal. Proses happening mempunyai konstituen yang terdiri dari aktor-proses. Sementara itu, partisipan di dalam proses materi ini adalah aktor, gol, range, benefiseri: resipien dan klien. Aktor adalah partisipan yang melakukan proses, gol adalah partisipan yang dikenai atau dipengaruhi proses, range lebih merupakan skop atau perluasan proses itu sendiri, dan benefiseri adalah partisipan yang menerima gol sebagai barang atau servis. Contoh proses material sebagai berikut. Tabel 3 Proses Materi: happening My father Tono Bapak lan Ibu Aktor went to work berlari lagi dhahar Proses: material
15 25 They Ayah Ibu Tabel 4 Proses Materi: doing dengan gol dan benefiseri (resipien dan klien) gave membuat masak a book mainan sego to me untuk adik aktor proses goal resipien klien - Tabel 5 Proses Materi dengan Range They Tono Dewekne play menyanyikan lagi munggah tennis sebuah lagu gunung aktor proses range Tabel 6 Proses Materi di dalam klausa pasif The house was built for her by him Surat itu dikirim - oleh dia Sayure dimasak Kanggo Tono - gol proses klien aktor 2. Proses Mental Proses mental adalah proses berpikir, mengindera, dan merasa. Oleh karena itu proses ini dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu proses mental: kognitif, perseptif, dan afektif. Proses mental kognitif berkaitan erat dengan
16 26 penggunaan otak untuk perproses, misalnya: berfikir, malamun, mengerti dan sebagainya. Proses mental perseptif berkaitan dengan penggunaan indera untuk berproses, misalnya: melihat, mendengar, merasa dengan (lidah, dan kulit) sedangkan proses mental afektif berkaitan erat dengan penggunaan perasaan atau hati untuk berproses, misalnya: mencintai, membenci, suka, tidak suka, dan sebagainya. Partisipan proses ini hanya ada dua yaitu, yang berfikir atau yang mengindera, atau yang merasa disebut senser, sedangkan yang dipikir, atau yang dirasa atau yang diindera disebut fenomenon. Tabel 7 Proses Mental Para murid melihat sepeda yang dicuri Tono sudah memahami bahwa hal itu tidak benar senser proses fenomenon 3. Proses Verbal Proses verbal adalah proses berkata murni, tidak ada unsur perilakunya. Proses ini di dalam bahasa Indonesia sering direalisasikan dengan: berkata, bertanya. Partisipan proses ini ialah sesuatu yang mengatakan yang disebut sayer, sesuatu yang dikatakan yang disebut verbiage, dan yang menerima verbiage disebut receiver.
17 27 Tabel 8 Proses Verbal Ayah menanyakan itu kepada Ibu sayer proses verbal verbiage receiver 4. Proses Perilaku Proses perilaku mempunyai dua jenis, yaitu proses perilaku verbal dan proses perilaku mental. Proses perilaku verbal adalah proses perilaku yang menggunakan verbal di dalam melakukan tindakan, misalnya: menyarankan, mengklaim, mendiskusikan, menjelaskan, mengolok-olok, mendamprat dan sebagainya. Proses ini mempunyai partisipan sebagai berikut: behaver adalah partisipan yang melakukan proses perilaku verbal, verbiage adalah sesuatu yang dikatakan, serta receiver adalah yang menerima. Tabel 9 Proses perilaku verbal Bapak menyarankan seperti itu kepada ku behaver proses verbiage receiver Sementara itu, proses perilaku mental lebih merupakan gabungan antara proses mental dan materi. Secara fisik proses ini dapat diketahui, tetapi tidak hanya sekedar fisik, termasuk adanya unsur mental di balik proses fisiknya, misalnya
18 28 menyelidiki, mempelajari, mengecek, meneliti, mengabdi, dan lain sebagainya. Partisipan proses ini adalah behaver, si pelaku dan sekaligus pemikir/ pengindera/ yang merasa proses ini, dan fenomenon adalah sesuatu yang dikenai proses ini. Tabel 10 Proses perilaku mental Mereka sudah meneliti daerahnya Behaver proses fenomenon 5. Proses Relasional Proses relasional adalah proses menghubungkan antara partisipan yang satu dengan partisipan yang lain. Hubungan itu bisa bersifat memberikan atribut atau memberikan nilai terhadap partisipan yang pertama. Oleh karena itu proses ini mempunyai dua jenis, yaitu Proses relasional atributif dan proses relasional identifikasi. Proses relasional atributif adalah proses yang menghubungkan antara partisipan yang satu dengan yang lain dengan cara memberikan atribut. Partisipan proses ini adalah carrier (pembawa), yaitu partisipan yang diberi atribut, dan atribut dapat berupa partisipan (yang direalisasikan dalam kata atau frasa benda), keadaan satau sifat atau keberadaan (yang direalisasikan di dalam kata sifat atau kata keterangan atau adverbia).
19 29 Tabel 11 Proses Relasional Atributif Rumah itu Pak Partono Carrier sangat mewah seorang perwira Proses/atribut atau Ayah Pak Partono menjadi adalah marah seorang perwira Carrier proses atribut Sementara itu proses relasional identifikasi adalah proses yang menghubungkan antara partisipan yang satu dengan partisipan yang lain dengan cara memberikan nilai pada partisipan tersebut. Partisipan proses ini adalah token, adalah sesuatu yang diberi nilai, dan value adalah nilai sesuatu tersebut. Dalam bahasa Indonesia, proses ini dapat direalisasikan melalui adalah/merupakan. Tabel 12 Proses Relasional Identifikasi Kasus itu Kasus itu merupakan menunjukkan halangan bagi dia kerapuhannya Token Proses value 6. Proses Eksistensial Proses eksistensial adalah proses yang menunjukkan adanya sesuatu. Di dalam bahasa Indonesia ditunjukkan
20 30 dengan struktur klausa yang dimulai dengan Ada... atau Terdapat..., atau kata kerja muncul. Partisipan proses ini hanya mempunyai satu partisipan, yaitu eksisten, sesuatu yang dimunculkan. Sirkumstan adalah lingkungan fisik atau nonfisik yang melingkupi proses. Tabel 13 Proses Eksistensial Ada masalah penting di instansi kita Terdapat ratusan mobil di lapangan itu proses Eksisten sirkumstan Tabel 14 Proses Eksistensial dengan kata kerja Penyerangan itu muncul di daerah selatan eksisten proses sirkumstan 2) Representasi dalam kombinasi anak kalimat Kombinasi anak kalimat adalah menggabungkan antara satu anak kalimat dengan anak kalimat lain untuk membentuk suatu pengertian lain. Melalui analisis kombinasi anak kalimat, realitas terbentuk lewat bahasa dengan gabungan antara satu anak kalimat dengan anak kalimat yang lainnya. Gabungan antara anak kalimat akan membentuk koherensi lokal, yang berarti gabungan dari anak kalimat tersebut membentuk
21 31 kalimat yang mempunyai pengertian lain yang dapat menunjukkan ideologi dari pemakai bahasa. Fairclough menyebutnya sebagai local coherence relations (hubungan koherensi lokal). Local coherence relations mempunyai tiga bentuk hubungan, yaitu elaboration (elaborasi/penjelasan), extention (ekstensi/perpanjangan), dan enhacement (enhansi/mempertinggi) (1995:121). Elaborasi atau penjelasan menempatkan posisi anak kalimat yang satu menjadi penjelas dari anak kalimat yang lain. Elaborasi ditandai dengan penggunaan kata hubung seperti yang, lalu, atau selanjutnya. Ekstensi atau perpanjangan, di mana anak kalimat yang satu merupakan perpanjangan atau penambahan dari anak kalimat yang lain. Ekstensi ditandai dengam penggunaan kata dan (menunjukkan penambahan), tetapi dan meskipun (menunjukkan kekontrasan), dan atau (menunjukkan pilihan). Enhansi atau mempertinggi, di mana anak kalimat yang satu posisinya lebih besar dari anak kalimat yang lain. Umumnya ditandai dengan pemakaian kata hubung karena atau diakibatkan. Local coherence relations yang telah dijelaskan di atas dapat membentuk realitas sesuai dengan apa yang diinginkan oleh penulis. Representasi dengan menggabungkan dua
22 32 kalimat juga dapat menunjukkan ideologi penulis yang dapat mempengaruhi pembaca. Tabel 15 Contoh Local Coherence Relations Tidak ada Elaborasi (penjelas) Ekstensi (perpanjangan) Enhansi (mempertinggi) (Eriyanto, 2012:295) Seorang wanita diperkosa oleh oknum polisi. Seorang wanita, yang dikenal sebagai janda, diperkosa oleh oknum polisi. Meskipun janda, seorang wanita diperkosa oleh oknum polisi. Karena janda, seorang wanita diperkosa oleh oknum polisi. Contoh kalimat-kalimat di atas dapat menunjukka bagaimana suatu realitas dapat dimunculkan melalui penggunaan koherensi lokal yang berbeda-beda. klausa atau kalimat seorang wanita janda diperkosa oleh oknum polisi dapat digabungkan menjadi bentuk realita-realita yang berbeda-beda tergantung jenis koherensi lokal yang digunakan. Hal ini tentunya juga mempengaruhi pembaca dan pemaknaan yang berbeda-beda. 3) Representasi dalam rangkaian antarkalimat Pada representasi ini berkaitan dengan bagaimana dua kalimat atau lebih dirangkai atau disusun dalam suatu teks. Hal tersebut juga bertujuan untuk melihat representasi partisipan dalam rangkaian antarkalimatnya. Representasi partisipan di sini adalah bagaimana partisipan digambarkan, apakah
23 33 partisipan ditampilkan seorang diri dalam mengomentari suatu topik atau ditampilkan memberikan reaksi terhadap pendapat partisipan lain. Melalui analisis representasi dalam rangkaian antarkalimat, dapat dilihat apa yang sebenarnya diinginkan oleh penulis teks melalui ungkapan-ungkapan yang ditampilkan dalam bentuk pernyataan dalam teks. Ungkapan tersebut dapat berupa speech yaitu ungkapan utama atau mandiri, reaction (reaksi) yang memberikan tanggapan kepada partisipan lain, atau evaluation (evaluasi) yaitu tanggapan atau penilaian yang lebih luas. Fairclough juga melihat cara pernyataan-pernyataan tersebut ditampilkan atau dikutip dalam tiga, yaitu quotations (langsung), summaries (meringkas), dan formulations (formulasi/evaluasi) (1995: ). Quotations (langsung) yaitu dengan mengutip secara langsung apa yang dikatakan oleh aktor. Summaries (meringkas) yaitu dengan meringkas inti yang disampaikan aktor. Formulations (formulasi/evaluasi) yaitu dengan mengevalusi pernyataan aktor kemudian ditulis dalam berita. (Eriyanto, 2012:296) Tabel 16 Contoh analisis representasi antarkalimat Speech=formulations (mandiri=formulasi) Ketua MPR, Amien Rais, menyatakan ketidaksetujuannya dengan usulan Gus Dur untuk mencabut Tap MPRS/XXV/1966.
24 34 Reactions=formulations (reaksi=formulasi) Reaction=summaries (reaksi=meringkas) (Eriyanto, 2012:299) Akan tetapi, beberapa pengamat mendukung usulan Gus Dur tersebut. Pengamat politik UI, Arbi Sanit, yakni masyarakat sudah dewasa. Hal yang sama dikemukakan oleh Hendardi, yang menyatakan komunisme sudah mati di belahan dunia lain. Hendardi juga menyataka, masyarakat harus dididik untuk menghormati persamaan hukum dan demokrasi. Cara ungkapan partisipan ditampilkan dan pernyataan dikutip dalam kalimat dapat menunjukkan adanya indikasi kecenderungan dari wartawan dalam menampilkan pernyataan mana yang ingin dilegitimasi dan pernyataan yang lain yang ingin didelegitimasi. Dalam contoh tersebut, ungkapan Amien Rais ditampilkan sebagai partisipan mandiri/speech/ dan diungkapkan dengan bentuk formulasi/formulations yang lebih bertitik tekan pada bahasa wartawan. Setelah ungkapan Amien Rais, ungkapan lain ditampilkan dalam bentuk reaksi yang merupakan anggapan dari ungkapan Amien Rais dalam bentuk formulasi. Kemudian kalimat selanjutnya juga merupakan reaksi dari ungkapan Aamien Rais hendak didelegitimasi dengan memunculkan reaksi-reaksi atas ungkapan Amien Rais dalam bentuk yang lebih jelas yaitu ringkasan. Di sisi lain ungkapan Amien Rais hanya berupa formulasi. Selain itu, strategi wacana juga dapat ditampilkan sedemikian rupa dalam teks dengan maksud melegitimasi suatu pernyataan dan mendelegitimasi pernyataan yang lain.
25 35 Hal tersebut bisa dilakukan dengan memberikan background atau memunculkan berbagai pendapat yang sesuai dengan pernyataan yang ingin dilegitimasi (Eriyanto, 2012:298). Contoh di atas memperlihatkan bahwa background yang ditampilkan adalah situasi yang mendukung pernyataan dari pihak Gus Dur, sehingga contoh diatas mengindikasikan bahwa pernyataan yang ingin dilegitimasi adalah pernyataan Gus Dur. C. Kerangka Pikir Wacana Rencana Revisi UU KPK dalam Rubrik Tajuk Rencana Surat Kabar Kompas dan Suara Merdeka Analisis Wacana Kritis Model Norman Fairclough Analisis Tahap Deskripsi Teks Representasi Rencana Revisi UU KPK (anak kalimat, kombinasi anak kalimat, dan rangkaian antarkalimat) Perbandingan Representasi Rencana Revisi UU KPK dalam Rubrik Tajuk Rencana Surat Kabar Kompas dan Suara Merdeka melalui rangkaian antarkalimat
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rencana Revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi bukan lagi menjadi isu baru di Indonesia. Rencana tersebut sudah ada sejak tahun 2010. Dikutip dari
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. A. Simpulan
BAB V PENUTUP A. Simpulan Dalam penelitian ini dapat disimpulkan dua hal yang merupakan jawaban dari rumusan masalah yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, yaitu terkait representasi teks dan perbandingan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdemokrasi seperti saat ini. William L. Rivers menempatkan media massa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Media massa merupakan bagian yang sangat penting dalam kehidupan berdemokrasi seperti saat ini. William L. Rivers menempatkan media massa sebagai four estate
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bahasa, seperti dikemukakan oleh para ahli, memiliki bermacam fungsi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bahasa, seperti dikemukakan oleh para ahli, memiliki bermacam fungsi dalam kehidupan masyarakat. Fungsi-fungsi itu misalnya dari yang paling sederhana
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Muchammad Nazir dalam bukunya Metode Penelitian menyatakan
32 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Metode penelitian adalah seperangkat alat pengetahuan tentang langkah-langkah sistematis dan logis tentang pencarian data yang berkenaan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
10 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Penelitian ini berlandaskan pada teori analisis wacana kritis. Dalam teori analisis wacana kritis, analisis wacana tidak hanya dipandang sebagai sebuah studi
Lebih terperinciTELAAH TEKS PADA WACANA RENCANA REVISI UU KPK DALAM RUBRIK TAJUK RENCANA SURAT KABAR KOMPAS
TELAAH TEKS PADA WACANA RENCANA REVISI UU KPK DALAM RUBRIK TAJUK RENCANA SURAT KABAR KOMPAS DAN SUARA MERDEKA (Analisis Wacana Kritis Norman Fairclough) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN Dalam menyelesaikan persoalan penelitian dibutuhkan metode sebagai proses yang harus ditempuh oleh peneliti. Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. dalam bukunya metode penelitian menyatakan bahwa penelitian. menerus untuk memecahkan suatu masalah. 1 Penelitian merupakan
BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Metode penelitian adalah seperangkat alat pengetahuan tentang langkah-langkah sistematis dan logis tentang pencarian data yang berkenaan dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. maupun sebagai komunikan (mitra baca, penyimak, pendengar, atau pembaca).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa memiliki peran penting dalam kehidupan manusia. Manusia sebagai makhluk sosial tidak akan pernah lepas dari peristiwa komunikasi. Dalam berkomunikasi,
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR KHAZANAH ANALISIS WACANA. Deskripsi Singkat Perkuliahan ini membelajarkan mahasiwa tentang menerapkan kajian analisis wacana.
BAB I PENGANTAR KHAZANAH ANALISIS WACANA Deskripsi Singkat Perkuliahan ini membelajarkan mahasiwa tentang menerapkan kajian analisis wacana. Relevansi Dalam perkuliahan ini mahasiswa diharapkan sudah punya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mempunyai hubungan pengertian antara yang satu dengan yang lain (Rani dkk,
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wacana ialah satuan bahasa yang terdiri atas seperangkat kalimat yang mempunyai hubungan pengertian antara yang satu dengan yang lain (Rani dkk, 2006: 49). Menurut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tarigan (1987 : 27), Wacana adalah satuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari manusia perlu berinteraksi antarsesama. Untuk menjalankan komunikasi itu diperlukan bahasa karena bahasa adalah alat komunikasi.
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
33 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini, dijelaskan desain penelitian yang digunakan dalam tesis ini. Desain yang dimaksud berkenaan dengan metode penelitian yang meliputi jenis penelitian, data
Lebih terperinci16, Vol. 06 No. 1 Januari Juni 2015 Pada dasarnya, secara semantik, proses dalam klausa mencakup hal-hal berikut: proses itu sendiri; partisipan yang
TRANSITIVITAS DALAM ANTOLOGI CERPEN KAKI YANG TERHORMAT KARYA GUS TF SAKAI Ogi Raditya Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui transitivitas dalam antologi cerpen Kaki yang Terhormat. Penelitian
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sifat Penelitian Berdasarkan paparan latar belakang yang peneliti sampaikan, maka jenis penelitian ini lebih cocok dengan penelitian kualitatif. Menurut Raco
Lebih terperinciB AB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA
B AB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep 2.1.1 Analisis Wacana Analisis wacana merupakan disiplin ilmu yang mengkaji satuan bahasa di atas tataran kalimat dengan memperhatikan konteks
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. diucapkan dan tersampaikan oleh orang yang mendengarnya. Bahasa juga
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah kebutuhan utama bagi setiap individu karena dengan berbahasa kita dapat menyampaikan maksud yang ada di dalam pikiran untuk diucapkan dan tersampaikan
Lebih terperinciANALISIS WACANA KRITIS : ALTERNATIF MENGANALISIS WACANA
ANALISIS WACANA KRITIS : ALTERNATIF MENGANALISIS WACANA Subur Ismail Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Jakarta ABSTRAK Analisis Wacana Kritis merupakan salah satu metode yang dapat digunakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. karena dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu berhubungan dengan bahasa.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa memiliki hubungan yang erat dengan kehidupan. Oleh karena itu, kajian bahasa merupakan suatu kajian yang tidak pernah habis untuk dibicarakan karena dalam kehidupan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
95 BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat Penelitian Data penelitian ini dikumpulkan dari program tayangan berita di MetroTV dan tvone berkaitan dengan luapan lumpur di Sidoarjo. Peneliti juga melakukan pengambilan
Lebih terperinciKARAKTERISTIK STRUKTUR PERCAKAPAN DAN KONTEKS PADA RUBRIK KARTUN OPINI DALAM HARIAN KOMPAS
KARAKTERISTIK STRUKTUR PERCAKAPAN DAN KONTEKS PADA RUBRIK KARTUN OPINI DALAM HARIAN KOMPAS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan hal penting yang perlu dipelajari karena bahasa
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan hal penting yang perlu dipelajari karena bahasa mempunyai fungsi dan peranan yang besar dalam kehidupan manusia. Bahasa juga dapat diartikan sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa memegang peranan penting dalam komunikasi manusia. Melalui bahasa, manusia dapat mengungkapkan perasaan (emosi), imajinasi, ide dan keinginan yang diwujudkan
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian dan Jenis Penelitian Burhan Bungin (2003:63) mengemukakan bahwa penelitian kualitatif mengacu pada prosedur penelitian yang menghasilkan data secara
Lebih terperinciTELAAH TEKS PADA WACANA POLITIK KASUS KPK VS POLRI DALAM RUBRIK OPINI MAJALAH TEMPO (Analisis Wacana Kritis Norman Fairclough)
TELAAH TEKS PADA WACANA POLITIK KASUS KPK VS POLRI DALAM RUBRIK OPINI MAJALAH TEMPO (Analisis Wacana Kritis Norman Fairclough) SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Melengkapi GelarSarjana
Lebih terperinciBAB 3 METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif,
BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif, dengan pendekatan analisis wacana kritis. Pendekatan analisis wacana kritis
Lebih terperinci11Ilmu ANALISIS WACANA KRITIS. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom
Modul ke: ANALISIS WACANA KRITIS Mengungkap realitas yang dibingkai media, pendekatan analisis kritis, dan model analisis kritis Fakultas 11Ilmu Komunikasi Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom Program Studi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial, yang tidak bisa hidup sendiri tanpa kehadiran
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial, yang tidak bisa hidup sendiri tanpa kehadiran orang lain. Untuk menjalin hubungan dan kerja sama antar oarang lain, manusia
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. mempunyai langkah-langkah sistematis. Sedangkan penelitian adalah terjemahan
BAB III METODE PENELITIAN Metode adalah suatu prosedur atau cara untuk mencapai sesuatu, dan mempunyai langkah-langkah sistematis. Sedangkan penelitian adalah terjemahan dari bahasa Inggris research. Research
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. jenis proses yang terkait dengan partisipan dan sirkumstan, dan peran partisipan, yang direalisasikan ke dalam realita pengalaman
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transitivitas adalah sistem yang menguraikan pengalaman sebagai jenis proses yang terkait dengan partisipan dan sirkumstan, (Halliday,1985:101). Transitivitas berhubungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Media massa merupakan salah satu wadah atau ruang yang berisi berbagai
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Media massa merupakan salah satu wadah atau ruang yang berisi berbagai macam informasi. Media massa sangat berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat, karena
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. di Yogyakarta dan mengapa demikian?. Permasalahan kedua adalah: Bagaimana strategi pemberitaan dimanfaatkan untuk membangun perspektif
174 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Secara umum masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana surat kabar lokal dan nasional memberitakan peristiwa kekerasan di Yogyakarta dan mengapa demikian? Masalah umum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bahasa jurnalistik merupakan ragam bahasa tersendiri yang dipakai dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa menjadi bagian penting bagi manusia secara mayoritas dan menjadi milik masyarakat pemakainya. Salah satu aplikasi bahasa sebagai alat komunikasi adalah penggunaan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu penggunaan bahasa yang menarik perhatian pembaca maupun peneliti adalah penggunaan bahasa dalam surat kabar. Kolom dan rubrik-rubrik dalam surat
Lebih terperinciAhyad. Fakultas Komunikasi Universitas Gunadarma Kata Kunci: wacana kritis, iklan, makna
ANALISIS WACANA KRITIS TERHADAP PERSAINGANIKLAN SELULER Studi Kasus Iklan XL versus AS ABSTRAK Tujuan penelitian ini cidalah mencari makna teks dan konteks dalam media televisi terhadap kondisi sosial.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk saling memahami maksud atau keinginan seseorang.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bahasa maupun pembelajaran bahasa merupakan hal yang sangat penting untuk dipelajari. Hal ini dikarenakan bahasa memiliki peranan yang sangat penting dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi manusia memerlukan sarana
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam sepanjang hidupnya hampir tidak pernah dapat terlepas dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi manusia memerlukan sarana untuk mengungkapkan ide,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam bahasa tulis seoarang penulis tidak hanya mewujudkan apa yang dipikirkan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbahasa dalam ragam tulis tidak semudah yang dibayangkan karena dalam bahasa tulis seoarang penulis tidak hanya mewujudkan apa yang dipikirkan dan dirasakan dituangkan
Lebih terperinciPRATIWI AMALLIYAH A
KOHESI GRAMATIKAL PENGACUAN DEMONSTRATIF PADA WACANA DIALOG JAWA DALAM KOLOM GAYENG KIYI HARIAN SOLOPOS EDISI BULAN JANUARI-APRIL 2010 SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. upaya untuk memperoleh fakta-fakta dan prinsip dengan sabar, hati-hati dan
BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Metode penelitian adalah suatu cara atau teknis yang dilakukan dengan upaya untuk memperoleh fakta-fakta dan prinsip dengan sabar, hati-hati
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dibandingkan komunikasi dalam bentuk tulisan. bahasa Indonesia ragam lisan atau omong.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia lebih banyak melakukan komunikasi lisan daripada komunikasi tulisan oleh sebab itu, komunikasi lisan dianggap lebih penting dibandingkan komunikasi dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Media (pers) disebut sebagai the fourth estate (kekuatan keempat) dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Media (pers) disebut sebagai the fourth estate (kekuatan keempat) dalam kehidupan sosial-ekonomi dan politik (Sobur, 2009: 30). Dalam hal ini, media digunakan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. maupun tulisan. Bahasa juga memegang peranan penting dalam kehidupan sosial
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa memiliki kedudukan sebagai penunjang aktualisasi pesan, ide, gagasan, nilai, dan tingkah laku manusia, baik dituangkan dalam bentuk lisan maupun tulisan. Bahasa
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian 3.1.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif dilakukan untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang saling berhubungan untuk menghasilkan rasa kepaduan atau rasa kohesi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbicara masalah wacana, peneliti menjadi tertarik untuk melakukan penelitian yang bertemakan analisis wacana. Menurut Deese dalam Sumarlam (2003: 6) mengatakan
Lebih terperinciPENANDA KOHESI SUBSITUSI PADA WACANA KOLOM TAJUK RENCANA SUARA MERDEKA BULAN AGUSTUS 2009 SKRIPSI
PENANDA KOHESI SUBSITUSI PADA WACANA KOLOM TAJUK RENCANA SUARA MERDEKA BULAN AGUSTUS 2009 SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa
Lebih terperinciMETODOLOGI PENELITIAN. kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitin deskriptif adalah
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitin deskriptif adalah penelitian yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam memahami konsep mengenai teori kebahasaan, linguistik
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam memahami konsep mengenai teori kebahasaan, linguistik sistemik fungsional berperan penting memberikan kontribusi dalam fungsi kebahasaan yang mencakup
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi berasal dari kata Yunani 'methodologia' yang berarti teknik atau prosedur, yang lebih merujuk kepada alur pemikiran umum atau menyeluruh dan juga gagasan teoritis
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. mungkin tanpa ada perlakukan terhadap objek yang diteliti 28.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Sifat penelitian ini adalah deskriptif. Penelitian deskriptif adalah jenis penelitian yang memberikan gambaran atau uraian atas suatu keadaan sejelas mungkin
Lebih terperinciOleh: Putri Budi Winarti 1 ABSTRAK
1 REPRESENTASI INTERTEKSTUAL (KUTIPAN LANGSUNG DAN KUTIPAN TIDAK LANGSUNG) DAN TEKSTUAL (KETRANSITIFAN) DALAM WACANA BERITA BOM BUNUH DIRI DI GEREJA BETHEL INJIL SEPENUH KEPUNTON, SOLO Oleh: Putri Budi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut Rosihan Arsyad dalam Sinar Harapan online pun menyatakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tahun ini merupakan tahun demokrasi bagi masyarakat Indonesia. Menurut Rosihan Arsyad dalam Sinar Harapan online pun menyatakan bahwa tahun 2014 adalah tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hitam dan putih adalah konsep dualisme yang ada di masyarakat, dimana
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hitam dan putih adalah konsep dualisme yang ada di masyarakat, dimana hitam sering identik dengan salah dan putih identik dengan benar. Pertentangan konsep
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya metafora adalah suatu bentuk kekreatifan makna dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya metafora adalah suatu bentuk kekreatifan makna dalam menggunakan bahasa saat berkomunikasi baik bahasa lisan maupun bahasa tulisan. Di dalam berbahasa,
Lebih terperinciPENANDA KOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA TAJUK RENCANA SURAT KABAR SEPUTAR INDONESIA EDISI MARET 2009
PENANDA KOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA TAJUK RENCANA SURAT KABAR SEPUTAR INDONESIA EDISI MARET 2009 SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-I PEndidikan
Lebih terperinciPENANDA HUBUNGAN REFERENSI DALAM WACANA BERITA PADA SITUS SKRIPSI
PENANDA HUBUNGAN REFERENSI DALAM WACANA BERITA PADA SITUS HTTP://WWW.LIPUTAN6.COM SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan hal-hal paling penting sehingga penelitian ini layak dilaksanakan, yakni latar belakang permasalahan, identifikasi masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. komunikasi. Di dalam komunikasi manusia memerlukan sarana untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam sepanjang hidupnya hampir tidak dapat terlepas dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi manusia memerlukan sarana untuk mengungkapkan ide,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jurnalisme online pada saat sekarang ini lebih banyak diminati oleh
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jurnalisme online pada saat sekarang ini lebih banyak diminati oleh masyarakat dikarenakan pada era kemajuan teknologi, masyarakat lebih cenderung memanfaatkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. adalah alat yang dekat dan mampu berinteraksi secara eksplisit dan implisit
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wacana tidak hanya dipandang sebagai pemakaian bahasa dalam tuturan dan tulisan, tetapi juga sebagai bentuk dari praktik sosial. Dalam hal ini, wacana adalah
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN DAN SARAN. Kajian ini mengungkapkan pemarkah kohesi gramatikal dan pemarkah kohesi
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Kajian ini mengungkapkan pemarkah kohesi gramatikal dan pemarkah kohesi leksikal yang terdapat dalam wacana naratif bahasa Indonesia. Berdasarkan teori Halliday dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk hidup bersama. Untuk menjalani kehidupan sehari-hari antara orang yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Dalam kelangsungan hidupnya manusia selalu membutuhkan orang lain untuk hidup bersama. Untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kalimat satu dengan kalimat lain, membentuk satu kesatuan. dibentuk dari kalimat atau kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wacana adalah unit bahasa yang lebih besar dari kalimat. Satuan dibawahnya secara berturut-turut adalah kalimat, frase, kata, dan bunyi. Secara berurutan, rangkaian
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan & Jenis Penelitian Eriyanto (2001) menyatakan bahwa analisis wacana adalah salah satu alternatif dari analisis isi selain analisis isi kuantitatif yang dominan
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI. Universitas Indonesia
8 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Penelitian Terdahulu Dalam AWK, wacana tidak dipahami semata sebagai studi bahasa. Wacana dipandang berhubungan dengan konteks secara dialektis serta mengandung fungsi lokal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. segala bentuk gagasan, ide, tujuan, maupun hasil pemikiran seseorang kepada orang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa adalah alat vital yang dimiliki oleh manusia dalam mengekspresikan segala bentuk gagasan, ide, tujuan, maupun hasil pemikiran seseorang kepada orang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan sehari-hari manusia dan bahasa tidak dapat
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia dan bahasa tidak dapat dipisahkan. Manusia sebagai makhluk sosial selalu membutuhkan bahasa sebagai salah satu alat primer dalam
Lebih terperinciANALISIS WACANA CELATHU BUTET PADA SURAT KABAR SUARA MERDEKA: TINJAUAN DARI SEGI KULTURAL, SITUASI, SERTA ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL SKRIPSI
ANALISIS WACANA CELATHU BUTET PADA SURAT KABAR SUARA MERDEKA: TINJAUAN DARI SEGI KULTURAL, SITUASI, SERTA ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Guna Memperoleh
Lebih terperinciKOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA INTERAKTIF DALAM KOLOM DETEKSI HARIAN JAWA POS EDISI JUNI 2007 SKRIPSI
KOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA INTERAKTIF DALAM KOLOM DETEKSI HARIAN JAWA POS EDISI JUNI 2007 SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan kekacauan pada tindak berbahasa. Salah satu contoh penggunaan bentuk bersinonim yang dewasa ini sulit
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
35 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitian deskriptif adalah penelitian
Lebih terperinci2015 IDEOLOGI PEMBERITAAN KONTROVERSI PELANTIKAN AHOK SEBAGAI GUBERNUR DKI JAKARTA
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wacana adalah bahasa yang digunakan untuk merepresentasikan suatu praktik sosial, ditinjau dari sudut pandang tertentu (Fairclough dalam Darma, 2009, hlm
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Berbeda dengan sintaksis yang mempelajari bagaimana satuan bahasa terbentuk,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam mempelajari bahasa Inggris terutama yang berkenaan dengan makna yang terkandung dalam setiap unsur suatu bahasa, semantik merupakan ilmu yang menjadi pengukur
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Muhammad Nazir dalam bukunya "Metode Penelitian", menyatakan bahwa. terus-menerus untuk memecahkan masalah.
34 BAB III METODE PENELITIAN Berbagai literature dalam metodologi penelitian menyatakan bahwa penelitian dilaksanakan dalam rangka memperoleh pemecahan terhadap masalah. Muhammad Nazir dalam bukunya "Metode
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat, bahasa bukanlah satu-satunya alat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan bermasyarakat, bahasa bukanlah satu-satunya alat komunikasi. Manusia dapat menggunakan media yang lain untuk berkomunikasi. Namun, tampaknya bahasa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Adanya komunikasi dalam kehidupan manusia sangatlah penting. Setiap hari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Adanya komunikasi dalam kehidupan manusia sangatlah penting. Setiap hari manusia pasti melakukan komunikasi, baik dengan antar individu, maupun kelompok. Karena
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka Penelitian mengenai kohesi pada wacana mungkin sudah sering dilakukan dalam penelitian bahasa. Akan tetapi, penelitian mengenai kohesi gramatikal
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. 1. Teks critical Linguistik, Pesan Liberalisme situs karya Ulil
BAB V PENUTUP A. Simpulan 1. Teks critical Linguistik, Pesan Liberalisme situs www.islamlib.com karya Ulil Abshar Abdala Sebuah kesempatan yang berharga bagi peneliti dalam mempelajari pesan- pesan liberalisme
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pengertian metode berasal dari kata methodos (Yunani) yang dimaksud adalah
31 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pengertian metode berasal dari kata methodos (Yunani) yang dimaksud adalah cara atau menuju suatu jalan. Metode merupakan kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan suatu cara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam (internal) dan unsur luar (eksternal). Unsur internal berkaitan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Sebuah wacana memiliki dua unsur pendukung utama, yaitu unsur dalam (internal) dan unsur luar (eksternal). Unsur internal berkaitan dengan aspek formal kebahasaan,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dalam mencari informasi dan berkomunikasi. Klausa ataupun kalimat dalam
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesatuan bahasa terlengkap dan tertinggi dalam hierarki gramatikal yaitu wacana, pemahaman mengenai wacana tidak bisa ditinggalkan oleh siapa saja terutama dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan ide, gagasan, pikiran dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sepanjang hidupnya, manusia tidak pernah terlepas dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi tersebut, manusia memerlukan sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. deskriptif dan dengan pendekatan analisis wacana. Dalam melakukan
25 III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Tipe penelitian yang digunakan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif dan dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu dengan yang lainnya, yang kemudian disebut dengan komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. umum, cara memecah kompleksitas dunia nyata. Dengan demikian, paradigma yang tertanam
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Paradigma Penelitian Menurut Patton dalam Tahir 1 Paradigma adalah sebuah pandangan dunia, perspektif umum, cara memecah kompleksitas dunia nyata. Dengan demikian, paradigma
Lebih terperincidiunduh pada tanggal 16 Juni Lampiran 1: Klarifikasi Istilah No. Istilah Uraian 1. Analisis Multimodal
www.unair.ac.id diunduh pada tanggal 16 Juni Lampiran 1: Klarifikasi Istilah No. Istilah Uraian 1. Analisis Multimodal : Analisis yang bisa menjelaskan bagaimana teks verbal dan visual membangun makna
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. diuraikan, diperlukan sejumlah teori yang menjadi kerangka landasan di dalam
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka Untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam membahas masalah yang diuraikan, diperlukan sejumlah teori yang menjadi kerangka landasan di dalam
Lebih terperinciTEORI DAN MODEL FAIRCLOUGH (EKSPERENSIAL DAN KORELASIONAL)
TEORI DAN MODEL FAIRCLOUGH (EKSPERENSIAL DAN KORELASIONAL) 1. Pendahuluan Norman Fairclough merupakan salah seorang analis wacana kritis yang memandang bahwa pemahaman terhadap wacana selama ini lebih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diperlukan adanya sarana agar komunikasi tersebut dapat berjalan dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap individu di dalam kehidupan pasti tidak akan terlepas untuk melakukan komunikasi dengan individu lainnya. Dalam berkomunikasi diperlukan adanya sarana
Lebih terperinciANALISIS WACANA MONOLOG TAJUK RENCANA SURAT KABAR SUARA MERDEKA: TINJAUAN ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL SKRIPSI
ANALISIS WACANA MONOLOG TAJUK RENCANA SURAT KABAR SUARA MERDEKA: TINJAUAN ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Sebagai Peryaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan
Lebih terperinciPROGRAM PPISMP GWP 1092 WACANA PENULISAN Topik 1: Pengenalan kepada Wacana
PROGRAM PPISMP GWP 1092 WACANA PENULISAN Topik 1: Pengenalan kepada Wacana Pensyarah: Dr. Sajap Maswan Email: sajap@sajadstudio.info Website: http://sajadstudio.info Jabatan Penyelidikan Inovasi Profesinalisme
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menggunakan istilah analisis bingkai merupakan salah satu bentuk alternatif dari
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Analisis framing (bingkai), yang dalam penelitian ini selanjutnya menggunakan istilah analisis bingkai merupakan salah satu bentuk alternatif dari model analisis
Lebih terperinciANALISIS PENANDA KOHESI DAN KOHERENSI PADA KARANGAN. NARASI SISWA KELAS VIII MTs AL-HIDAYAH GENEGADAL TOROH GROBOGAN TAHUN AJARAN 2012/2013
ANALISIS PENANDA KOHESI DAN KOHERENSI PADA KARANGAN NARASI SISWA KELAS VIII MTs AL-HIDAYAH GENEGADAL TOROH GROBOGAN TAHUN AJARAN 2012/2013 NASKAH PUBLIKASI LIFATATI ASRINA A 310 090 168 PENDIDIKAN BAHASA
Lebih terperinciBAB II URAIAN TEORITIS
BAB II URAIAN TEORITIS Setiap penelitian sosial membutuhkan teori, karena salah satu unsur yang paling besar peranannya dalam penelitian adalah teori (Singarimbun, 1995:40). Maka teori berguna untuk menjelaskan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. baru tersebut, maka badan bahasa bertindak menjadi agen perubahan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak dapat terlepas dari peran pentingnya bahasa Indonesia. Sesuai dengan kebijakan Kurikulum 2013 yang tidak hanya mempertahankan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Secara umum pers mempunyai beberapa fungsi yang saling berhubungan satu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum pers mempunyai beberapa fungsi yang saling berhubungan satu sama lain, yakni sebagai media informasi, media pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial. Fungsi
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN Dalam melakukan analisis dan bahasan terhadap suatu persoalan penelitian, ada berbagai alternatif metode penelitian yang digunakan untuk menjawab persoalan penelitian. Oleh sebab
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kridalaksana (1983: 107) menjelaskan modalitas memiliki beberapa arti.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kridalaksana (1983: 107) menjelaskan modalitas memiliki beberapa arti. Pertama, klasifikasi proposisi menurut hal yang menyungguhkan atau mengingkari kemungkinan atau
Lebih terperinciBAB 3 METODOLOGI. Universitas Indonesia Representasi jilbab..., Sulistami Prihandini, FISIP UI, 2008
31 BAB 3 METODOLOGI 3.1. Paradigma Penelitian Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. Sebagaimana dikatakan Patton (1990), paradigma tertanam kuat dalam sosialisasi
Lebih terperinci