HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Peternakan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Peternakan"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Peternakan Penelitian ini dilaksanakan di Peternakan Babi Rachel Farm, berlokasi di Kampung Baru/Kampung Cina, Desa Tajur Halang, Kecamatan Tajur Halang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Kampung Baru merupakan desa yang relatif jarang penduduknya. Daerah ini dapat dikatakan sebagai daerah peternakan, karena sebagian besar penduduknya hidup dari beternak, baik skala kecil maupun skala besar. Selain peternakan babi, di daerah ini juga terdapat peternakan ayam pedaging dan ayam petelur baik ayam ras, ayam kampung maupun ayam Arab. Peternakan Babi Rachel Farm berdiri diatas lahan seluas 2260 m 2. Peternakan ini memiliki dua bangunan kandang yang letaknya berhadapan, masing-masing dengan ukuran 105 m 2. Bangunan kandang ini terdiri atas delapan kandang induk beranak, tiga kandang pejantan, 37 kandang kerangkeng untuk induk bunting, tiga kandang pembesaran untuk anak babi lepas sapih, dan empat kandang pembesaran untuk babi periode grower. Selain bangunan kandang juga terdapat gudang berukuran 6 x 4 m dan rumah untuk karyawan berukuran 6 x 8 m serta tempat penampungan limbah. Disekitar kandang ditanami berbagai tanaman seperti sayuran, umbi-umbian dan pohon pepaya dan sedikit tanaman bangun-bangun. Pada peternakan ini terdapat pengelompokan ternak dan penempatan ternak yang berbeda menurut kelasnya. Pejantan ditempatkan pada kandang individu berukuran 2 x 1,5 x 1 m, induk bunting ditempatkan pada kandang individu (kerangkeng) berukuran 1,2 x 0,8 x 0,6 m, induk beranak pada kandang khusus beranak berukuran 1,8 x 2 x 1 m, anak lepas sapih pada kandang ukuran 3 x 3 x 1 m dan babi grower pada kandang berukuran 3 x 8 x 1 m. Waktu pengawinan induk yang sedang birahi dilakukan pada pagi dan sore hari dengan menggunakan pejantan yang berbeda tiap kali pengawinan selama masa birahi. Hal ini dilakukan karena berdasarkan pengalaman peternak, dengan cara ini litter size lahir akan lebih banyak dibandingkan dengan hanya menggunakan satu pejantan saja. Pemeriksaan apakah induk telah bunting setelah pengawinan dilakukan 21 hari berikutnya, dan apabila tidak birahi kembali maka induk babi tersebut dinyatakan telah bunting. Beberapa hari sebelum beranak, induk dipindahkan dari kerangkeng ke kandang khusus induk beranak.

2 Penyapihan anak babi dilakukan pada umur 30 hari, dengan cara memindahkan anak ke kandang penyapihan. Namun sebelum disapih, anak babi terlebih dahulu diperkenalkan dengan pakan pabrikan Pur 551 yang berbentuk butiran pellet saat berumur tiga minggu agar anak babi sudah terbiasa makan saat dipindahkan ke kandang sapihan. Kandang sapihan dilengkapi dengan water nipple, namun untuk mencegah babi dehidrasi karena belum terbiasa, disediakan juga tempat minum bagi anak babi tersebut sampai anak babi dapat minum sendiri dari water nipple. Saat berumur 45 hari setelah lahir, anak babi disuntik dengan obat cacing intermectin 0,5 ml/ekor. Anak babi yang cacingan ditandai dengan bulu yang panjang dan tidak rapi serta terlihat kurus. Setelah satu bulan di kandang starter, anak babi kemudian dipindahkan ke kandang grower. Ternak babi beserta kandang dibersihkan sekali sehari. Kandang induk beranak dibersihkan pada siang hari, untuk mencegah anak babi kedinginan. Anak babi yang kedinginan akan mengalami mencret dan hal ini tidak diinginkan oleh peternak. Pembersihan dilakukan dengan menggunakan selang, dengan mesin sebagai penggerak air sehingga dapat dilakukan dengan mudah dan cepat. Pemberian makan dilakukan dua kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari. Ransum yang diberikan adalah ransum kering yang terdiri dari campuran dedak padi, dan jagung giling, dengan komposisi campuran yang berbeda-beda untuk setiap kelas ternak (Tabel 6). Tabel 6. Komposisi Ransum di Peternakan Babi Rachel Farm Kelas Ternak Bahan Pakan Jantan, Induk Kering, Induk Starter Grower Bunting dan Induk Beranak Jagung Giling (%) Dedak Halus (%) Pur 551 (%) Saat penelitian sedang berlangsung, merebak kasus virus H1N1 yang lebih dikenal dengan flu babi sehingga mengakibatkan efek buruk pada peternakan babi, dimana masyarakat kehilangan antusias atau malah takut untuk mengkonsumsi daging babi sehingga permintaan akan daging babi menurun drastis. Selain itu, terjadi pula kenaikan harga bahan pakan di pasaran. Hal ini menyebabkan krisis bagi para peternak babi dimana penjualan babi terhenti, sementara harga pakan naik, sehingga terpaksa dilakukan perubahan pemberian pakan untuk menghindari

3 kerugian yang lebih besar. Pakan pengganti yang digunakan selama krisis berlangsung adalah ampas tahu. Ampas tahu memang tidak dapat memenuhi kebutuhan ternak babi untuk bertumbuh, namun untuk sementara waktu, ini adalah pilihan terbaik yang diputuskan oleh peternak hingga isu flu babi selesai. Pekerja di peternakan ini terdiri dari dua orang, masing-masing memiliki tanggung jawab berbeda. Populasi ternak babi yang dipelihara saat penelitian berlangsung dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Populasi Ternak Babi di Peternakan Babi Rachel Farm Saat Penelitian Kelas Jumlah (ekor) Pejantan produktif 3 Induk produktif : Induk menunggu birahi 6 Induk bunting 22 Induk menyusui 6 Calon induk 4 Sapihan 123 Anak babi menyusu 53 Total 276 Suhu harian di kandang selama penelitian berkisar antara C dengan kelembaban sekitar 50-78%. Kisaran suhu dan kelembaban kandang pada pagi hari (08.00 WIB) masing-masing C dan 64-70%; siang hari (13.00 WIB) C dan 50-57%; sore hari (16.00 WIB) C, dan 65-71%; malam hari (22.00 WIB) C dan 77-78%. Kondisi lingkungan sangat mempengaruhi produktivitas ternak. Apabila kondisi lingkungan tidak sesuai maka produktivitas yang dicapai tidak akan optimal (Malole dan Pramono, 1989). Menurut Sihombing (2006), suhu ideal untuk pertumbuhan induk babi berkisar antara C dengan kelembaban dalam kandang 30-70%. Kisaran suhu kandang saat penelitian masih terlalu tinggi demikian juga dengan kelembaban untuk ternak babi umumnya, namun ternak babi di tempat penelitian tersebut telah beradaptasi dengan baik, sehingga produktivitasnya cukup baik. Kisaran suhu yang sesuai untuk anak babi yang baru lahir adalah C, dimana menurut Williamson dan Payne (1993) bahwa anak babi pada waktu lahir belum mempunyai sistem pengaturan suhu tubuh yang baik. Anak babi ini tidak mampu mengatasi dirinya terhadap panas atau dingin yang berlebihan. Dengan demikian suhu di lokasi penelitian ini sudah cukup

4 mendukung sehingga tidak diperlukan lampu pemanas bagi anak babi yang baru lahir. Ternak Penelitian Penelitian ini menggunakan induk babi sebanyak 16 ekor. Bangsa babi yang digunakan adalah hasil persilangan dari Duroc, Yorkshire, Landrace, Hampshire, dan Spotted Poland China, namun proporsi bangsa dari setiap induk tidak diketahui dengan jelas. Induk babi yang digunakan memiliki periode laktasi yang berbedabeda, mulai dari laktasi pertama sampai ke-13. Gambar 2 menunjukkan beberapa gambar dari induk babi yang digunakan selama penelitian. (a) (b) (c) Gambar 2. Induk Babi Penelitian (a) Sedang Menyusui, (b) Menolak Anak Menyusu, (c) Menyusui Anak dalam Posisi Berdiri, (d) Istirahat Penanganan induk babi saat beranak dilakukan dengan baik, yaitu anak yang baru lahir langsung dibersihkan oleh peternak dari lendir yang melekat menggunakan kain bersih dan dipisahkan dari induk sampai proses beranak selesai. Setelah bersih dari lendir, langsung dilakukan pemotongan tali pusar dan gigi. Pemotongan gigi (d)

5 bertujuan agar anak babi tidak menggigit puting induk saat menyusu. Biasanya induk babi beranak pada malam menjelang pagi hari, dan peternak selalu membantu proses beranak untuk menghindari kematian baik induk maupun anak. Ada kalanya induk babi lemah saat beranak sehingga perlu segera disuntikkan Hormonivra 5 ml (oksitosin) untuk membantu kontraksi uterus dan berperan dalam pengeluaran air susu (milk let down). Untuk mencegah induk babi terserang penyakit pasca melahirkan maka biasanya induk disuntik dengan antibiotik Neoxil 10 ml. Setelah proses beranak selesai, lantai kandang diberi serbuk gergaji (serutan) sebagai alas agar anak babi tidak kedinginan, sekaligus berfungsi sebagai bantalan (bedding) dan peternak segera mengembalikan anak pada induknya agar mendapat kolostrum sebagai sumber antibodi alami dari induk. Saat awal penelitian, peneliti dan rekan-rekan sepenelitian ikut terlibat dalam membantu proses beranak hingga sampai akhirnya peternak telah mempercayakan proses beranak kepada peneliti. Pada hari ketiga anak babi disuntik dengan zat besi Hemadex sebanyak satu ml, dan pada hari keempat disuntikkan kalsium Calsidex 0,5 ml untuk menghindari anak babi masing-masing dari kekurangan zat besi dan kalsium. Pemotongan ekor dilakukan pada umur lima hari, bertujuan untuk menghindari sesama anak babi saling menggigit ekor. Saat anak babi berumur 21 hari, disuntikkan vaksin Pestiffa untuk mencegah penyakit hog cholera demikian juga dengan induknya. Induk babi dengan perlakuan 1,25% TDB ulangan tiga (R1U3) yang memiliki litter size lahir paling kecil yaitu dua ekor, mengalami estrus kembali beberapa hari setelah beranak sehingga sekresi air susu terhenti, yang mengakibatkan anak babi tidak mendapatkan air susu. Dalam upaya mencegah kematian kedua ekor anak babi tersebut, peternak dan peneliti mencoba untuk menitipkan kedua anak babi tersebut pada induk R3U2 yang memiliki anak lima ekor. Namun demikian dua hari berikutnya kedua anak babi titipan tersebut mati karena juga tidak mendapatkan air susu dari induk R3U2. Hal yang sama terjadi pada ternak perlakuan kontrol ulangan keempat (R0U4) dengan litter size lahir 15 ekor, induk mengalami kaki pincang saat bunting sehingga sering menindih anak sampai akhirnya semua anak mati beberapa hari setelah lahir. Kematian anak tersebut bukan karena perlakuan sehingga pada pembahasan selanjutnya akan dianggap sebagai data hilang.

6 Peristiwa estrus kembali beberapa hari setelah beranak atau saat dalam periode menyusui yang terjadi pada induk R1U3 bisa terjadi diduga akibat rangsangan dari anak babi menyusu yang kurang terhadap ambing, sehingga pelepasan hormon prolaktin yang merangsang sekresi air susu terhenti dan sebagai akibatnya terjadi sekresi hormon estrogen yang bekerja berlawanan dengan prolaktin yaitu merangsang terjadinya estrus. Peningkatan kadar prolaktin didukung oleh stimulasi ambing melalui penghisapan dan penyingkiran kolostrum dan air susu dari alveoli kelenjar susu. Hal ini seperti telah dinyatakan oleh Whedacaine (2008), dimana prolaktin perlu untuk memulai sekresi air susu dan mempertahankan laktasi. Ransum Penelitian Ransum yang diberikan pada ternak penelitian adalah ransum kering yang terdiri dari dedak padi, jagung giling, dan tepung daun bangun-bangun. Perbandingan antara jagung giling dan dedak padi adalah 25 dan 75% dengan penambahan tepung daun bangun-bangun sesuai perlakuan. Namun pada pertengahan penelitian terjadi krisis pada peternakan ini yang diakibatkan oleh kenaikan harga pakan, dan merebaknya kasus flu babi. Pakan biasa yang diberikan diganti dengan ampas tahu dan tetap memberikan tepung daun bangun-bangun. Hasil analisa kandungan zat makanan dari ransum kering penelitian oleh Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor disajikan selengkapnya pada Tabel 8. Tabel 8. Hasil Analisa Zat Makanan Ransum Penelitian Ransum Zat Makanan Perlakuan GE (kkal/kg) BK PK LK SK Ca P % R ,94 12,79 9,68 10,75 0,08 0,89 R ,11 12,30 9,30 12,25 0,09 1,16 R ,91 12,01 7,64 12,89 0,14 1,42 R ,88 11,75 6,56 13,76 0,27 1,11 Keterangan : GE = Gross energi, BK = Bahan Kering, PK = Protein Kasar, LK = Lemak Kasar, SK = Serat Kasar, Ca = Kalsium, P = Fosfor Air susu hampir selalu terkuras dari tubuh induk sehingga dapat kehilangan bobot badan selama masa laktasi. Kehilangan bobot badan yang terus berlangsung harus diatasi dengan pemberian makanan yang memadai selama masa laktasi untuk

7 menghindari masalah pada pengawinan berikutnya. Protein yang dibutuhkan harus diberikan cukup agar terjamin birahi dan ovulasi yang tepat setelah anak disapih (Williamson dan Payne,1993). Kebutuhan energi untuk induk babi menyusui menurut NRC (1998) adalah 3265 kkal/kg dengan protein 18,4%, sementara menurut Siagian (1999) induk babi menyusui memerlukan ransum yang mengandung 15% protein kasar, 3300 kkal/kg energi dapat dicerna, 0,6% kalsium dan 0,4% fosfor yang tersedia. Makanan yang dibutuhkan oleh tiap ekor induk babi menyusui per hari dapat bervariasi dari satu peternakan dengan peternakan yang lain tergantung kepada kondisi lingkungan. Ransum kering yang diberikan pada penelitian ini sudah memenuhi kebutuhan energi untuk induk babi menyusui namun kebutuhan proteinnya masih belum mencukupi. Tetapi, kondisi induk babi saat menyusui maupun anak yang sedang menyusu sudah cukup baik dengan kadar protein dari ransum yang diberikan. Penambahan protein ransum akan mengakibatkan peningkatan harga ransum yang juga akan menambah biaya produksi sehingga hal ini tidak perlu dilakukan. Lemak kasar yang dianjurkan oleh SNI (1995) untuk induk babi bunting dan menyusui adalah 3% dengan serat kasar optimum 7%. Ransum penelitian memiliki kandungan lemak kasar dan serat kasar yang lebih tinggi daripada yang dianjurkan karena dedak padi yang digunakan agak kasar atau sudah dicampur dengan sekam padi, dimana sekam merupakan lapisan luar dari beras yang mengandung lemak dan serat kasar yang tinggi. Menurut Williamson dan Payne (1993), serat kasar dalam ransum berpengaruh besar terhadap kecernaan energi dimana semakin tinggi serat kasar dalam ransum maka semakin rendah energi yang dapat dicerna. Penyebabnya adalah karena kandungan serat kasar yang tinggi berarti semakin rendah kandungan pati, gula dan lemak. Secara fisik serat kasar merintangi pencernaan gula, pati dan lemak. Kandungan serat kasar yang tinggi juga akan mengakibatkan meningkatnya konsumsi makanan disertai efisiensi konversi makanan yang rendah. Krisis yang dialami peternak akibat merebaknya isu flu babi terpaksa mengubah komposisi ransum yang diberikan kepada ternak babi menjadi ampas tahu dengan tetap menambahkan TDB. Hasil analisa zat makanan dari ransum di

8 Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, selengkapnya disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Hasil Analisa Zat Makanan Pakan Ampas Tahu Zat Makanan Ransum Penelitian GE (kkal/kg) BK PK LK SK Ca P % R ,58 3,70 0,53 2,58 0,05 0,04 R ,66 3,62 0,91 3,05 0,07 0,09 R ,98 3,63 0,89 2,95 0,11 0,09 R ,26 3,92 1,83 2,84 0,18 0,09 Keterangan : GE = Gross energi, BK = Bahan Kering, PK = Protein Kasar, LK = Lemak Kasar, SK = Serat Kasar, Ca = Kalsium, P = Fosfor Dapat dilihat dengan jelas bahwa kandungan zat makanan pada Tabel 9 tidak mencukupi kebutuhan induk babi menyusui, sehingga dapat dipastikan baik performa induk maupun anak babi menyusu akan mengalami penurunan. Pasca pergantian ransum, berat badan induk babi menurun terlihat dari ukuran tubuh induk yang semakin kurus. Hal ini dikarenakan tubuh induk babi menggunakan cadangan lemak yang ada untuk memproduksi air susu. Keadaan induk yang terlalu kurus akan mempengaruhi kemampuan reproduksi induk pada periode berikutnya, sehingga sebelum dikawinkan kembali sebaiknya induk babi diberi pakan yang baik untuk merekondisi tubuhnya. Konsumsi Ransum Induk Faktor yang mempengaruhi konsumsi ransum adalah bobot individu ternak, tipe dan tingkat produksi, umur, jenis makanan, dan faktor lingkungan (Church, 1991). Malole dan Pramono (1989) menambahkan, bahwa yang termasuk faktor lingkungan adalah keadaan kandang, temperatur dan kelembaban kandang. Taraf pemberian tepung daun bangun-bangun yang berbeda dalam ransum induk babi tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah konsumsi ransum harian. Hal ini dikarenakan pemberian tepung daun bangun-bangun tidak mengubah palatabilitas dari ransum itu sendiri. Rataan konsumsi ransum induk babi selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 10.

9 Tabel 10. Rataan Konsumsi Ransum Induk Babi Selama Penelitian Perlakuan Ulangan R0 R1 R2 R3 Rataan kg/ekor/hari ,99 5,19 4,00 3,99 4,29 2 3,95 3,99 4,67 3,99 4,15 3 3,98 4,32 3,95 3,98 4,06 4 3,78 4,00 3,99 4,00 3,94 Rataan 3,93±0,10 4,38±0,57 4,15±0,35 3,99±0,01 4,11±0,35 KK (%) 2,50 12,90 8,32 0,20 8,49 Keterangan : R0 = Ransum Kontrol; R1 = Ransum kontrol dengan penambahan 1,25% TDB; R2 = Ransum kontrol dengan penambahan 2,5% TDB; R3 = Ransum kontrol dengan penambahan TDB 3,75%; KK = koefisien keragaman Induk babi menyusui membutuhkan ransum yang lebih banyak dibandingkan dengan induk babi bunting. Hal ini disebabkan selain untuk kebutuhan hidup pokok, induk babi menyusui menggunakan zat makanan yang diperoleh dari ransum untuk menghasilkan air susu yang sangat diperlukan oleh anak babi untuk bertumbuh. Tabel 10 memperlihatkan bahwa rataan konsumsi ransum harian induk babi penelitian adalah 4,11±0,35 kg/ekor/hari dengan KK 8,49%. Hasil analisa sidik ragam menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan pada konsumsi ransum induk babi pada setiap perlakuan. Menurut Sihombing (2006), konsumsi ransum induk babi yang sedang menyusui berkisar antara 3-4,5 kg/hari/ekor. Produksi Air Susu Induk Babi per Menyusui Susu jauh lebih superior daripada semua makanan lain dalam hal ketersediaan dan kecernaan zat-zat makanan yang dikandungnya. Semua kebutuhan zat-zat makanan bagi anak yang baru lahir dapat diperoleh dari air susu induk kecuali zat besi. Pengukuran produksi air susu induk (PASI) babi dilakukan berdasarkan pertambahan bobot badan anak babi setelah menyusu yaitu dengan cara menimbang anak babi yang telah dipuasakan selama empat jam sebelum dan segera setelah menyusu. Selisih dari kedua pengukuran ini adalah produksi air susu induk babi setiap kali menyusui. Pengukuran produksi air susu induk babi dilakukan sebanyak enam kali yaitu pada hari ke-5, ke-10, ke-15, ke-20, ke-25 dan ke-30 setelah beranak

10 atau selama menyusui. Rataan produksi air susu induk babi tiap kali menyusui selama penelitian ditampilkan pada Tabel 11. Ulangan Tabel 11. Produksi Air Susu Induk Babi Per Menyusui Selama Penelitian Perlakuan R0 R1 R2 R3 Rataan g/menyusui ,00 283,33 266,67 266,67 254, ,67 150,00 200,00 166,67 158, ,00-283,33 133,33 205, ,67 166,67 250,00 211,11 Rataan 172,22±48,81 216,70±54,50 229,17±55,10 204,17±64,40 207,10±56,10 KK (%) 27,94 30,77 24,03 31,53 27,10 Keterangan : R0 = Ransum Kontrol; R1 = Ransum kontrol dengan penambahan 1,25% TDB; R2 = Ransum kontrol dengan penambahan 2,5% TDB; R3 = Ransum kontrol dengan penambahan TDB 3,75%; KK = koefisien keragaman; (-) = seluruh anak babi mati pada akhir penelitian Rataan PASI babi selama penelitian adalah 207,10±56,10 g/menyusui dengan KK 27,10%. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian tepung daun bangun-bangun dalam ransum induk babi tidak berpengaruh nyata terhadap produksi air susu induk babi per menyusui, namun jika dicermati dari angka produksi air susu yang dihasilkan oleh induk babi, terdapat perbedaan antara setiap perlakuan. Pemberian tepung daun bangun-bangun dalam ransum induk babi dapat meningkatkan produksi air susu hingga taraf 2,5% (229,17 g/menyusui) atau mengalami peningkatan sebesar 33,07% dibandingkan dengan kontrol, tetapi terjadi penurunan pada taraf 3,75% (204,17 g/menyusui) meskipun masih lebih tinggi daripada perlakuan kontrol (R0 = 172,22 g/menyusui). Hal ini mungkin disebabkan taraf pemberian 3,75% tepung daun bangun-bangun dalam ransum induk terlalu banyak sehingga mengurangi energi yang diperoleh dari ransum. Berdasarkan hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pemberian tepung daun bangun-bangun yang optimal dalam ransum induk babi menyusui untuk meningkatkan PASI adalah pada taraf 2,5%.

11 Hasil pengukuran PASI yang tidak menunjukkan perbedaan signifikan untuk setiap perlakuan diduga karena keadaan induk babi yang tidak seragam, seperti perbedaan bangsa, bobot badan, litter size dan perbedaan kemampuan induk itu sendiri dalam menghasilkan air susu akibat periode laktasi yang berbeda pula. Menurut Mepham (1987), produksi susu dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu: jumlah dan komposisi makanan yang dikonsumsi, jumlah dan komposisi darah yang diserap oleh kelenjar ambing dan laju sintesis air susu. Selain itu produksi air susu juga dipengaruhi oleh genotip, parity, pakan, kondisi tubuh dan litter size. Semakin banyak anak menyusu cenderung menaikkan produksi air susu induk babi (Parakkasi, 1980). Induk babi yang digunakan pada penelitian ini merupakan hasil persilangan antara Duroc, Landrace, Hampshire, Yorkshire, dan Spotted Poland China. Persilangan antar bangsa yang proporsi genetiknya tidak diketahui ini mengakibatkan potensi genetik dari induk babi penelitian diduga berbeda, sehingga kemampuan memproduksi air susu pun juga berbeda. Menurut Parakkasi (1980) litter size juga mempengaruhi produksi air susu induk dimana semakin besar litter size maka rangsangan terhadap induk untuk memproduksi air susu akan semakin besar pula. Rataan litter size lahir dari induk babi penelitian diperlihatkan pada Tabel 12. Tabel 12. Litter Size Lahir dari Induk Babi Penelitian Ulangan Perlakuan R0 R1 R2 R3 Rataan ekor , , , ,00 Rataan 11 8,25 10,5 10,5 10,06 Keterangan : R0 = Ransum Kontrol; R1 = Ransum kontrol dengan penambahan 1,25% TDB; R2 = Ransum kontrol dengan penambahan 2,5% TDB; R3 = Ransum kontrol dengan penambahan TDB 3,75% Litter size lahir paling banyak selama penelitian adalah perlakuan kontrol ulangan dua (R0U2) yaitu 16 ekor sementara litter size paling sedikit adalah pada ternak R1U3 yaitu dua ekor, namun keduanya mati pada pertengahan penelitian. Sementara hasil pengukuran terhadap PASI menunjukkan bahwa PASI babi R0U2

12 tidak lebih banyak dibandingkan dengan PASI babi lainnya yang memiliki litter size yang lebih kecil. Hal ini mungkin dikarenakan kemampuan induk dalam memproduksi air susu kurang baik dimana setiap ternak penelitian hampir mengkonsumsi ransum dalam jumlah yang sama. Penyapihan dilakukan saat anak babi sudah berumur 30 hari. Jumlah anak babi yang disapih atau litter size sapih pada akhir penelitian dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Litter Size Sapih dari Induk Babi Penelitian Ulangan Perlakuan R0 R1 R2 R3 Rataan ekor , , , ,00 Rataan 5,67 9,67 8,00 8,50 7,96 Keterangan : R0 = Ransum Kontrol; R1 = Ransum kontrol dengan penambahan 1,25% TDB; R2 = Ransum kontrol dengan penambahan 2,5% TDB; R3 = Ransum kontrol dengan penambahan TDB 3,75%; (-) = seluruh anak babi mati pada akhir penelitian Penyebab kematian anak babi yang paling banyak adalah tertindih oleh induk saat anak babi berumur beberapa hari, dimana anak babi masih belum memiliki gerakan yang cukup cepat untuk dapat menghindar dari induk. Selain itu, kematian anak babi lebih sering terjadi ketika dilakukan pergantian ransum kering menjadi ampas tahu. Hal ini diduga karena kualitas dari air susu induk yang dihasilkan mengalami penurunan nilai nutrisi pasca pergantian ransum, sehingga kebutuhan anak untuk bertumbuh tidak dapat dipenuhi dari air susu yang dihasilkan, akibatnya anak menjadi kurus dan lemah. Anak babi yang tidak sanggup bertahan akan sangat rentan tertindih oleh induk karena gerakannya yang lemah sehingga tidak dapat menghindar dari pergerakan induk. Jumlah litter size sapih paling besar hingga terkecil berturut-turut adalah R1, R3, R2, dan R0 masing-masing 9,67; 8,50; 8,00 dan 5,67 ekor.

13 Pola Produksi Air Susu Induk Babi Menurut Xu dan Cranwell (2003), rataan PASI babi diperkirakan 0,5-1,0 kg/ekor anak babi/hari selama delapan minggu periode laktasi dengan puncak produksi terjadi pada minggu ketiga sampai kelima. Namun dapat berbeda pada setiap peternakan tergantung kemampuan induk memproduksi air susu berdasarkan bangsa babi, komposisi ransum, dan manajemen pemeliharaan di peternakan itu sendiri. Dalam hal ini, pemberian tepung daun bangun-bangun dengan taraf yang berbeda untuk setiap perlakuan juga menjadi salah satu penyebab perbedaan PASI, dimana selain menyebabkan perubahan komposisi ransum, pemberian TDB ini juga berperan dalam merangsang peningkatan sintesis air susu. Pengukuran PASI babi yang dilakukan enam kali memperlihatkan pola produksi air susu induk babi selama masa laktasi berlangsung. Data selengkapnya disajikan pada Tabel 14. Data rataan PASI babi pada perlakuan R0 dan R1 masing-masing diperoleh dari rataan tiga ekor induk karena R0U4 dan R1U3 tidak disertakan dalam perhitungan disebabkan mortalitas anak 100% seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Tabel 14. Pola Produksi Air Susu Induk Babi Pengukuran Hari ke- Perlakuan Rataan g/menyusui R0 233,33 233,33 233,33 133,33 100,00 100,00 172,22 R1 266,67 233,33 300,00 300,00 100,00 100,00 216,67 R2 225,00 275,00 250,00 225,00 225,00 175,00 229,17 R3 275,00 225,00 175,00 225,00 150,00 175,00 204,17 Rataan 250,00± 24,50 241,70± 22,60 239,50± 51,60 220,80± 68,20 143,80± 59, ,50± 43,30 205,5± 63,90 KK (%) 9,81 9,34 21,53 30,89 41,09 31,49 31,07 Keterangan : R0 = Ransum Kontrol; R1 = Ransum kontrol dengan penambahan 1,25% TDB; R2 = Ransum kontrol dengan penambahan 2,5% TDB; R3 = Ransum kontrol dengan penambahan TDB 3,75%; KK = koefisien keragaman Upaya untuk mengetahui puncak laktasi dari induk babi selama penelitian dapat dilakukan dengan menyatakan rataan PASI babi pada setiap pengukuran dalam bentuk grafik sehingga dapat dilihat pola produksi air susu induk babi selama masa laktasi. Gambar 5 menunjukkan bahwa PASI babi penelitian cukup berfluktuatif.

14 Gambar 5. Grafik Pola Produksi Air Susu Induk Babi Banyak faktor yang diduga menjadi penyebabnya antara lain induk yang tidak berproduksi maksimal saat dilakukan pengukuran dimana terkadang suhu lingkungan yang sangat ekstrem mencapai 36 0 C sementara suhu ideal untuk ternak babi seperti yang telah dijelaskan sebelumnya aadalah C. Selain itu, perubahan pakan yang tiba-tiba dengan kualitas yang tidak baik dimana ternak hanya diberi pakan berupa ampas tahu dengan penambahan tepung daun bangun-bangun sesuai dengan taraf perlakuan juga menjadi penyebab produksi air susu induk yang berfluktuasi. Induk babi memerlukan nutrisi yang cukup saat menyusui dimana kebutuhan energi untuk induk menyusui adalah 3265 kkal/kg dan 18,4% protein kasar sementara ampas tahu hanya menyumbangkan 600 kkal/kg dengan protein kasar 3,72%. Produksi air susu induk babi yang mendapat perlakuan R0 konstan dari hari pertama hingga hari ke-20 yaitu sebanyak 233,33 g/menyusui lalu kemudian menurun hingga akhir masa laktasi (hari ke-30) menjadi 100 g/menyusui. Sementara itu PASI babi R1 mencapai puncak laktasi pada awal minggu ketiga (hari ke-15) yaitu sebanyak 300 g/menyusui dan konstan sampai hari ke-20 lalu menurun hingga menjadi 100 gram pada hari ke-30. Produksi air susu induk babi R2 mencapai puncak pada minggu kedua (hari ke-10) yaitu sebanyak 275 g/menyusui kemudian menurun hingga menjadi 175 g/menyusui pada akhir masa laktasi. Kemudian jumlah PASI tertinggi pada babi R3 justru pada minggu pertama kelahiran yaitu sebanyak 275 g/menyusui dan terus menurun hingga akhir laktasi menjadi 175 g/menyusui.

15 Hasil ini memperlihatkan bahwa pemberian daun bangun-bangun pada induk babi penelitian dapat meningkatkan produksi air susu pada awal masa laktasi, dan semakin banyak jumlah tepung daun bangun-bangun yang diberikan akan cenderung memaksimalkan produksi air susu pada awal laktasi. Hal ini terlihat pada perlakuan R3 yaitu dengan pemberian tepung daun bangun-bangun sebanyak 3,75% dari ransum menyebabkan jumlah PASI tertinggi adalah pada minggu pertama, sedangkan pada perlakuan R2 (pemberian TDB 2,5%) jumlah PASI terbanyak adalah pada minggu kedua, lalu perlakuan R1 (pemberian TDB 1,25%) menghasilkan jumlah PASI terbanyak pada minggu ketiga setelah beranak. Selain itu hasil ini juga memperlihatkan bahwa pemberian tepung daun bangunbangun di dalam ransum induk babi dapat memperbaiki persistensi laktasi yakni penurunan produksi air susu setelah mencapai puncak laktasi adalah perlahan (Blakely dan Bade, 1991). Hal tersebut sangat jelas terlihat pada perlakuan R2 yaitu dengan pemberian tepung daun bangun-bangun sebanyak 2,5% di dalam ransum. Jika diaplikasikan untuk ternak perah, persistensi laktasi yang baik seperti ini sangat diinginkan karena dapat meningkatkan keuntungan dari produksi air susu yang dihasilkan. Produksi Air Susu Induk Babi Harian Produksi air susu induk (PASI) harian babi dapat diketahui dari jumlah PASI per menyusui dikalikan dengan frekuensi induk babi menyusui per hari. Frekuensi induk babi menyusui setiap hari menurut Siagian (1999) adalah kali, sementara menurut Hartmann dan Holmes (1989) dalam Xu dan Cranwell (2003) sebanyak 20 kali. Pengamatan frekuensi induk babi menyusui anaknya dilakukan dengan memilih secara acak satu induk babi untuk setiap perlakuan. Sebenarnya hasil yang diperoleh akan lebih baik (akurat) apabila pengamatan frekuensi induk babi menyusui dilakukan untuk setiap ekor induk babi penelitian sebagai satuan unit percobaan. Namun, karena hal ini tidak mudah untuk dilakukan, maka pengamatan hanya dilakukan pada empat ekor induk babi saja, yang mewakili masing-masing perlakuan. Adapun induk babi yang diamati untuk mengetahui frekuensi induk babi menyusui mewakili setiap perlakuan adalah berturut-turut R0 (30 kali), R1 (27 kali), R2 (27 kali) dan R3 (28 kali) dengan rataan 28 kali frekuensi menyusui. Pengamatan ini dilakukan pada hari kelima setelah kelahiran. Dengan demikian produksi air susu

16 induk harian untuk setiap perlakuan (Tabel 15) dapat diperoleh dari hasil perkalian frekuensi induk babi menyusui dengan produksi air susu induk babi per menyusui (Tabel 11). Hasil ini bukanlah produksi air susu harian yang sebenarnya, melainkan hanya merupakan perkiraan karena untuk mendapatkan hasil yang persis atau mendekati jumlah sebenarnya, maka perlu diamati frekuensi induk babi menyusui setiap harinya hingga disapih. Tentu saja diperlukan metode dan alat bantu khusus untuk memudahkan pengamatan frekuensi induk babi menyusui. Rataan perkiraan PASI babi harian selengkapnya disajikan pada Tabel 15. Ulangan Tabel 15. Rataan Perkiraan PASI Babi Harian Selama Penelitian Perlakuan R0 R1 R2 R3 Rataan kg/ekor/hari ,00 7,65 7,20 7,47 7,08 2 3,50 4,05 5,40 4,67 4,40 3 6,00-7,65 3,73 5,79 4-5,85 4,50 7,00 5,78 Rataan 5,17±1,35 5,85±1,80 6,19±1,49 5,72±1,80 5,77±1,49 KK (%) 27,94 30,77 24,03 31,55 25,86 Keterangan : R0 = Ransum Kontrol; R1 = Ransum kontrol dengan penambahan 1,25% TDB; R2 = Ransum kontrol dengan penambahan 2,5% TDB; R3 = Ransum kontrol dengan penambahan TDB 3,75%; KK = koefisien keragaman; (-) = seluruh anak babi mati pada akhir penelitian Rataan perkiraan produksi air susu induk babi harian selama penelitian adalah 5,77±1,49 kg/ekor/hari dengan KK 25,86%. Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian tepung daun bangun-bangun terhadap ransum induk babi menyusui tidak berpengaruh nyata terhadap rataan perkiraan PASI babi harian. Menurut Pond dan Houpt (1978), rataan produksi air susu induk babi selama delapan minggu laktasi berkisar 5-8 kg per ekor bahkan lebih, namun perolehan ini tentu berbeda pada setiap peternakan tergantung lingkungan ternak itu dipelihara termasuk pakan yang dikonsumsi, sistem pemeliharaan, dan temperatur lingkungan kandang. Meskipun tidak terdapat perbedaan yang nyata, berdasarkan Tabel 15 dapat dilihat bahwa PASI harian yang paling banyak hingga yang paling sedikit berurutan adalah pada

17 perlakuan R2, R1, R3 dan R0 yaitu masing masing 6,19; 5,85; 5,72 dan 5,17 kg/ekor/hari. Penelitian lain oleh Sidauruk (2008) memperoleh rataan produksi air susu induk babi harian sebesar 12,8±3,9 kg yaitu dengan penambahan ekstrak daun katuk pada taraf 0,05 dan 0,1%. Hasil ini jelas lebih besar dibandingkan dengan hasil penelitian peneliti yaitu dengan penambahan tepung daun bangun-bangun. Hal ini mungkin disebabkan oleh bahan ekstrak yang digunakan dapat menjamin kualitas bahan aktif yang terkandung dalam suatu bahan tetap baik sehingga lebih maksimal dalam meningkatkan produksi air susu dibandingkan dengan tepung daun bangunbangun. Sehingga untuk penelitian berikutnya ekstrak daun bangun-bangun dapat dicobakan agar hasil yang diperoleh lebih maksimal. Produksi Air Susu Induk Babi Selama Laktasi Perhitungan perkiraan PASI babi selama laktasi bertujuan untuk mengetahui total produksi air susu induk selama 30 hari masa laktasi. Produksi air susu induk babi selama laktasi diperoleh dari hasil kali perkiraan PASI babi harian (Tabel 15) dengan 30 hari masa laktasi. Sama halnya dengan perkiraan produksi air susu harian, produksi air susu selama laktasi juga merupakan perkiraan melalui perhitungan matematis. Dengan demikian perkiraan produksi air susu induk babi penelitian selama laktasi dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Rataan Produksi Air Susu Induk Babi Selama Laktasi Ulangan Perlakuan R0 R1 R2 R3 Rataan kg/ekor/laktasi ,00 229,50 216,00 224,00 212, ,00 121,50 162,00 140,00 132, ,00-229,50 112,00 173, ,50 135,00 210,00 173,50 Rataan 155,00±43,30 175,50±54,00 185,60±44,60 171,50±54,10 171,91±44,70 KK (%) 27,94 30,77 24,03 31,55 25,86 Keterangan : R0 = Ransum Kontrol; R1 = Ransum kontrol dengan penambahan 1,25% TDB; R2 = Ransum kontrol dengan penambahan 2,5% TDB; R3 = Ransum kontrol dengan penambahan TDB 3,75%; KK = koefisien keragaman; (-) = seluruh anak babi mati pada akhir penelitian

18 Rataan perkiraan PASI babi selama laktasi dari ternak babi penelitian adalah 171,91±44,70 kg/ekor/laktasi dengan koefisien keragaman 25,86%. Jumlah PASI babi yang lebih tinggi adalah pada perlakuan R2 (2,5%) yaitu sebesar 185,6±44,6 kg/ekor/laktasi dengan koefisien keragaman 24,03%. Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian tepung daun bangun-bangun dalam ransum induk babi menyusui tidak berpengaruh nyata terhadap PASI babi selama masa laktasi (30 hari). Efisiensi Penggunaan Ransum Induk Babi Pengukuran efisiensi penggunaan ransum induk babi diperoleh dari nilai konversi ransum terhadap produksi air susu yaitu hasil bagi produksi air susu induk harian dengan konsumsi ransum harian, seperti penelitian sebelumnya oleh Hidayat (2001) yang dilakukan pada mencit. Semakin besar nilai yang diperoleh maka penggunaan ransum oleh induk babi menjadi air susu adalah semakin efisien. Namun demikian, kemampuan ternak dalam mengubah makanan menjadi produksi air susu adalah berbeda tergantung pada nutrisi, bangsa ternak, lingkungan, kesehatan ternak dan keseimbangan pakan yang diberikan (Devendra dan Fuller, 1979). Rataan nilai efisiensi ransum harian terhadap PASI babi harian selengkapnya diperlihatkan pada Tabel 17. Tabel 17. Rataan Nilai Efisiensi Penggunaan Ransum Induk Babi Ulangan Perlakuan R0 R1 R2 R3 Rataan 1 1,50 1,47 1,80 1,87 1,65 2 0,89 1,02 1,16 1,17 1,06 3 1,51-1,94 0,94 1,43 4-1,46 1,13 1,75 1,47 Rataan 1,30±0,36 1,32±0,26 1,51±0,42 1,43±0,45 1,40±0,35 KK (%) 27,32 19,52 28,04 31,31 25,24 Keterangan : R0 = Ransum Kontrol; R1 = Ransum kontrol dengan penambahan 1,25% TDB; R2 = Ransum kontrol dengan penambahan 2,5% TDB; R3 = Ransum kontrol dengan penambahan TDB 3,75%; KK = koefisien keragaman; (-) = seluruh anak babi mati pada akhir penelitian

19 Tabel 17 memperlihatkan bahwa rataan efisiensi ransum terhadap produksi air susu induk harian pada taraf pemberian tepung daun bangun-bangun yang berbeda selama penelitian adalah 1,40±0,35. Angka ini dapat diartikan, setiap kali induk mengkonsumsi satu kg ransum maka akan dihasilkan 1,40 kg air susu. Induk babi laktasi umumnya mengkonsumsi ransum antara 3-4,5 kg/e/hari (Sihombing, 2006) dan memproduksi air susu 0,5-1 kg/ekor anak/hari (Xu dan Cranwel 2003) atau sekitar 5-8 kg/induk/hari (Pond dan Houpt, 1978). Efisiensi produksi air susu sebenarnya dapat diketahui berdasarkan energi yang terdapat pada susu per unit energi dalam ransum. Hasil ini akan lebih akurat dimana menurut Ranjhan dan Pathak (1979), persamaan keseimbangan energi untuk menentukan seberapa efisien energi ransum dapat diubah menjadi energi susu adalah sebagai berikut: NE = Em + Ep = EG EF - CH4 EU H Keterangan: NE = Energi netto Em = Energi untuk hidup pokok Ep = Energi untuk produksi air susu EG = Energi bruto EF = Energi feses CH4 = Energi methan EU = Energi urin H = produksi panas Namun persamaan ini tidak dapat diterapkan karena tidak adanya hasil analisa energi dari feses, urin, produksi gas maupun panas tubuh dari induk selama penelitian. Untuk mendapatkan variabel ini, induk babi harus ditempatkan pada kandang khusus sehingga akan diperoleh hasil yang tepat. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian tepung daun bangunbangun tidak berpengaruh nyata terhadap efisiensi penggunaan ransum induk. Namun jika dicermati lagi, nilai efisiensi penggunaan ransum ternak babi yang mendapat pemberian tepung daun bangun-bangun terhadap PASI babi lebih besar dibandingkan dengan kontrol. Dengan demikian, pemberian tepung daun bangunbangun dapat meningkatkan efisiensi penggunaan ransum sehingga akan mengurangi biaya ransum. Seperti telah diketahui, ransum merupakan bagian yang terbesar dari

20 pengeluaran dalam suatu usaha produksi babi, bisa mencapai 65 80% dari seluruh biaya produksi (Blakely dan Bade, 1991). Tabel 17 menunjukkan bahwa nilai efisiensi ransum paling besar adalah pada perlakuan R2 (2,5% TDB dalam ransum) yaitu 1,51 sedangkan nilai efisiensi ransum yang paling kecil adalah pada perlakuan kontrol yaitu 1,30. Hasil tersebut menyatakan bahwa induk babi yang mendapat perlakuan R2 lebih efisien dalam mengubah ransum menjadi air susu. Hal ini diduga karena daun bangun-bangun mengandung sejumlah nutrien yang dapat membantu memenuhi kebutuhan induk untuk memproduksi air susu diantaranya adalah kalsium yang dibutuhkan dalam sintesis air susu. Selain itu hasil analisis Laboratorium Department of Chemistry Gorakhpur University (2006) menyatakan bahwa kandungan berbagai senyawa yang bersifat lactagogue (thymol, forskholin, carvacrol) dalam bangun-bangun juga berperan aktif untuk metabolisme sel dan merangsang produksi air susu pada induk laktasi sehingga produksi air susu induk babi yang diberikan tepung daun bangunbangun cenderung lebih banyak, akibatnya nilai efisiensi penggunaan ransum yang dihasilkan menjadi lebih besar (lebih efisien).

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4.

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4. PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Rata-rata suhu lingkungan dan kelembaban kandang Laboratotium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja sekitar 26,99 0 C dan 80,46%. Suhu yang nyaman untuk domba di daerah

Lebih terperinci

Gambar 2. Induk Babi Bunting yang Segera Akan Beranak

Gambar 2. Induk Babi Bunting yang Segera Akan Beranak METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan bulan Mei sampai dengan bulan Juli 2009 di Peternakan Babi Rachel Farm yang berada di Kampung Cina, Desa Tajur Halang, Kecamatan Tajur Halang, Kabupaten

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Penambahan daun Som Jawa pada ransum menurunkan kandungan serat kasar dan bahan kering ransum, namun meningkatkan protein kasar ransum. Peningkatan protein disebabkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Kandang Penelitian Rataan suhu kandang pada pagi, siang, dan sore hari selama penelitian secara berturut-turut adalah 25,53; 30,41; dan 27,67 C. Suhu kandang

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Lemak (%)

TINJAUAN PUSTAKA. Lemak (%) TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein (FH) Bangsa sapi perah Fries Holland berasal dari North Holland dan West Friesland yaitu dua propinsi yang ada di Belanda. Kedua propinsi tersebut merupakan

Lebih terperinci

disusun oleh: Willyan Djaja

disusun oleh: Willyan Djaja disusun oleh: Willyan Djaja 0 PENDAHULUAN Produksi sapi perah dipengaruhi oleh factor genetic, lingkungan, dan interaksi genetic dan lingkungan. Factor genetic berpengaruh sebesar 30 % dan lingkungan 70

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelinci New Zealand White Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk. (2015) kelinci dapat mengubah dan memanfaatkan bahan pakan kualitas rendah

Lebih terperinci

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja (kandang B) pada bulan Mei sampai dengan bulan November 2010. Analisis sampel dilakukan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. hijau terhadap bobot relatif dan panjang organ pencernaan itik Magelang jantan

BAB III MATERI DAN METODE. hijau terhadap bobot relatif dan panjang organ pencernaan itik Magelang jantan 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang pengaruh penggunaan tepung limbah kecambah kacang hijau terhadap bobot relatif dan panjang organ pencernaan itik Magelang jantan dilaksanakan pada tanggal

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian kecernaan protein dan retensi nitrogen pakan komplit dengan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian kecernaan protein dan retensi nitrogen pakan komplit dengan 16 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian kecernaan protein dan retensi nitrogen pakan komplit dengan kadar protein dan energi berbeda pada kambing Peranakan Etawa bunting dilaksanakan pada bulan Mei sampai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Pemeliharaan sapi perah bertujuan utama untuk memperoleh produksi susu yang tinggi dan efisien pakan yang baik serta mendapatkan hasil samping berupa anak. Peningkatan produksi

Lebih terperinci

VIII. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA

VIII. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA Tatap muka ke : 10 POKOK BAHASAN VIII VIII. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA Tujuan Instruksional Umum : Mengetahui peranan ternak babi dalam usaha penyediaan daging. Mengetahui sifat-sifat karakteristik

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian Suhu dan Kelembaban HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Suhu dalam kandang saat penelitian berlangsung berkisar antara 26,9-30,2 o C. Pagi 26,9 o C, siang 30,2 o C, dan sore 29,5 o C. Kelembaban

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Secara umum penelitian ini sudah berjalan dengan cukup baik. Terdapat sedikit hambatan saat akan memulai penelitian untuk mencari ternak percobaan dengan umur

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Pellet Kandungan nutrien suatu pakan yang diberikan ke ternak merupakan hal penting untuk diketahui agar dapat ditentukan kebutuhan nutrien seekor ternak sesuai status

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rataan jumlah konsumsi pakan pada setiap perlakuan selama penelitian dapat. Perlakuan R1 R2 R3 R4 R5

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rataan jumlah konsumsi pakan pada setiap perlakuan selama penelitian dapat. Perlakuan R1 R2 R3 R4 R5 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Konsumsi Pakan Rataan jumlah konsumsi pakan pada setiap perlakuan selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Rataan konsumsi pakan ayam kampung super yang diberi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di Kandang B, Laboratorium Biologi Hewan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu sebanyak-banyaknya, disamping hasil lainnya. Macam - macam sapi perah yang ada di dunia adalah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Hasil analisa proksimat digunakan sebagai acuan dalam menentukan kualitas nutrien bahan pakan dan dalam menghitung komponen nutrien karena kualitas nutrien bahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum di dalam Kandang Rataan temperatur dan kelembaban di dalam kandang selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Suhu dan Kelembaban Relatif Kandang Selama

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Ternak Domba yang Digunakan

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Ternak Domba yang Digunakan MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Metode

MATERI DAN METODE. Metode MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Peternakan Kambing Perah Bangun Karso Farm yang terletak di Babakan Palasari, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Analisis pakan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Bagian Kelinci, Balai Penelitian Ternak Ciawi Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini dilakukan selama dua bulan, yaitu pada bulan Agustus 2012 sampai

Lebih terperinci

PENAMPILAN ANAK BABI MENYUSU DARI INDUK DENGAN RANSUM YANG MENGANDUNG TEPUNG DAUN BANGUN- BANGUN (Coleus amboinicus Lour) PADA TARAF YANG BERBEDA

PENAMPILAN ANAK BABI MENYUSU DARI INDUK DENGAN RANSUM YANG MENGANDUNG TEPUNG DAUN BANGUN- BANGUN (Coleus amboinicus Lour) PADA TARAF YANG BERBEDA PENAMPILAN ANAK BABI MENYUSU DARI INDUK DENGAN RANSUM YANG MENGANDUNG TEPUNG DAUN BANGUN- BANGUN (Coleus amboinicus Lour) PADA TARAF YANG BERBEDA SKRIPSI IMMERYEN HUTAPEA DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba yang Digunakan Dalam Penelitian

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba yang Digunakan Dalam Penelitian MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja untuk tahap pemeliharaaan serta analisis sampel di Laboratorium Ilmu dan Teknologi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. P2 * hari hari hari

HASIL DAN PEMBAHASAN. P2 * hari hari hari HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Pra Sapih Konsumsi pakan dihitung berdasarkan banyaknya pakan yang dikonsumsi setiap harinya. Pakan yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan ternak tersebut. Pakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Lokal Domba pada umumnya dipelihara sebagai penghasil daging (Edey, 1983). Domba Lokal yang terdapat di Indonesia adalah Domba Ekor Tipis, Priangan dan Domba Ekor Gemuk.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Sapi perah yang dipelihara di Indonesia pada umumnya adalah Friesian Holstein (FH) dan Peranakan Friesian Holstein (PFH) (Siregar, 1993). Sapi FH memiliki ciri-ciri

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei hingga September 2010. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapangan Blok B, Ilmu Produksi Ternak Unggas, Fakultas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Limbah Ikan Bandeng (Chanos

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Limbah Ikan Bandeng (Chanos BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Limbah Ikan Bandeng (Chanos chanos Forsk) dalam Ransum sebagai Subtitusi Tepung Ikan Terhadap Konsumsi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilakukan di Farm dan Laboratorium Fakultas Peternakan Universitas Jambi, pada tanggal 28 September sampai tanggal 28 November 2016.

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Kelinci Peranakan New Zealand White Jantan Sumber : Dokumentasi penelitian (2011)

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Kelinci Peranakan New Zealand White Jantan Sumber : Dokumentasi penelitian (2011) MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Ternak Ruminansia Kecil (Kandang B), Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. besar dipelihara setiap negara sebagai sapi perahan (Muljana, 2010). Sapi FH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. besar dipelihara setiap negara sebagai sapi perahan (Muljana, 2010). Sapi FH 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Friesian Holstien Sapi FH telah banyak tersebar luas di seluruh dunia. Sapi FH sebagian besar dipelihara setiap negara sebagai sapi perahan (Muljana, 2010). Sapi FH

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium dan Kandang Ilmu Nutrisi Ternak Unggas Laboratorium Lapang C, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor yang dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai pengaruh frekuensi dan periode pemberian pakan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai pengaruh frekuensi dan periode pemberian pakan 10 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian mengenai pengaruh frekuensi dan periode pemberian pakan terhadap potongan komersial karkas ayam buras super (persilangan ayam Bangkok dengan ayam ras petelur Lohman)

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Februari 2017 di kandang, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas

BAB III MATERI DAN METODE. Februari 2017 di kandang, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas 18 BAB III MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian dilaksanakan pada bulan 19 Desember 2016 hingga 26 Februari 2017 di kandang, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro,

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16

BAB III MATERI DAN METODE. Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16 16 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Pengaruh Penambahan Aditif Cair Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16-50 Hari dilaksanakan pada bulan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Bahan Kering (BK) 300, ,94 Total (g/e/hr) ± 115,13 Konsumsi BK Ransum (% BB) 450,29 ± 100,76 3,20

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Bahan Kering (BK) 300, ,94 Total (g/e/hr) ± 115,13 Konsumsi BK Ransum (% BB) 450,29 ± 100,76 3,20 HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Bahan Kering (BK) Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok, produksi, dan reproduksi. Ratarata konsumsi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2010, bertempat di kandang C Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Performa Produksi Bobot Badan Akhir dan Pertambahan Bobot Badan Harian Bobot badan merupakan salah satu indikator untuk mengetahui performa produksi suatu ternak. Performa produksi

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. dengan kuantitas berbeda dilaksanakan di kandang Laboratorium Produksi Ternak

BAB III MATERI DAN METODE. dengan kuantitas berbeda dilaksanakan di kandang Laboratorium Produksi Ternak 8 BAB III MATERI DAN METODE 3.1. Lokasi Penelitian Penelitian keluaran kreatinin pada urin sapi Madura yang mendapat pakan dengan kuantitas berbeda dilaksanakan di kandang Laboratorium Produksi Ternak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian Kandungan Nutrisi Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN Pakan Penelitian Kandungan nutrisi pakan tergantung pada bahan pakan yang digunakan dalam pakan tersebut. Kandungan nutrisi pakan penelitian dari analisis proksimat

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 6 minggu dari 12 September 2014 sampai

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 6 minggu dari 12 September 2014 sampai III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 6 minggu dari 12 September 2014 sampai dengan 20 Oktober 2014 di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, Jurusan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Konsumsi Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Kandang adalah salah satu kebutuhan penting dalam peternakan. Fungsi utama kandang adalah untuk menjaga supaya ternak tidak berkeliaran dan memudahkan pemantauan

Lebih terperinci

Budidaya dan Pakan Ayam Buras. Oleh : Supriadi Loka Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Riau.

Budidaya dan Pakan Ayam Buras. Oleh : Supriadi Loka Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Riau. Budidaya dan Pakan Ayam Buras Oleh : Supriadi Loka Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Riau. PENDAHULUAN Ayam kampung atau ayam bukan ras (BURAS) sudah banyak dipelihara masyarakat khususnya masyarakat

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum

HASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum HASIL DA PEMBAHASA Konsumsi Bahan Kering Ransum 200 mg/kg bobot badan tidak mempengaruhi konsumsi bahan kering. Hasil yang tidak berbeda antar perlakuan (Tabel 2) mengindikasikan bahwa penambahan ekstrak

Lebih terperinci

METODE. Materi. Gambar 2. Contoh Domba yang Digunakan dalam Penelitian Foto: Nur adhadinia (2011)

METODE. Materi. Gambar 2. Contoh Domba yang Digunakan dalam Penelitian Foto: Nur adhadinia (2011) METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di kandang domba Integrated Farming System, Cibinong Science Center - LIPI, Cibinong. Analisis zat-zat makanan ampas kurma dilakukan di Laboratorium Pengujian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Campuran Onggok dan Molase

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Campuran Onggok dan Molase 38 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Campuran Onggok dan Molase Terfermentasi Terhadap Konsumsi Pakan, Konversi Pakan dan Pertambahan Bobot

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang pengaruh penggunaan tepung daun katuk (Sauropus

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang pengaruh penggunaan tepung daun katuk (Sauropus 18 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang pengaruh penggunaan tepung daun katuk (Sauropus androgynus) dalam ransum terhadap persentase potongan komersial karkas, kulit dan meat bone ratio dilaksanakan

Lebih terperinci

MATERI DA METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DA METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DA METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

PENGARUH TARAF PEMBERIAN TEPUNG DAUN BANGUN- BANGUN

PENGARUH TARAF PEMBERIAN TEPUNG DAUN BANGUN- BANGUN PENGARUH TARAF PEMBERIAN TEPUNG DAUN BANGUN- BANGUN (Coleus amboinicus Lour) DALAM RANSUM INDUK BABI MENYUSUI TERHADAP NILAI EKONOMI PENAMPILAN ANAK BABI SAPIHAN SKRIPSI AGUS DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Tabel 3. Komposisi Nutrisi Ransum Komersial.

MATERI DAN METODE. Tabel 3. Komposisi Nutrisi Ransum Komersial. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di CV. Mitra Mandiri Sejahtera Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Jarak lokasi kandang penelitian dari tempat pemukiman

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Nutrien Daging pada Beberapa Ternak (per 100 gram daging) Protein (g) 21 19, ,5

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Nutrien Daging pada Beberapa Ternak (per 100 gram daging) Protein (g) 21 19, ,5 TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Kelinci domestik (Oryctolagus cuniculus) merupakan keturunan dari kelinci liar Eropa yang berasal dari negara sekitar Laut Mediterania dan dibawa ke Inggris pada awal abad 12 (NRC,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Suhu Kandang Selama Lima Minggu Penelitian Pengukuran Suhu ( o C) Pagi Siang Sore 28-32

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Suhu Kandang Selama Lima Minggu Penelitian Pengukuran Suhu ( o C) Pagi Siang Sore 28-32 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Lingkungan Mikro Kandang Kandang Penelitian Kandang penelitian yang digunakan yaitu tipe kandang panggung dengan dinding terbuka. Jarak lantai kandang dengan tanah sekitar

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Unit Pendidikan dan Penelitian Peternakan (UP3) Jonggol, Laboratorium Biologi Hewan Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Kecernaan dan Deposisi Protein Pakan pada Sapi

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Kecernaan dan Deposisi Protein Pakan pada Sapi 22 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Kecernaan dan Deposisi Protein Pakan pada Sapi Madura Jantan yang Mendapat Kuantitas Pakan Berbeda dilaksanakan pada bulan Juni September 2015. Lokasi

Lebih terperinci

METODE. Materi 10,76 12,09 3,19 20,90 53,16

METODE. Materi 10,76 12,09 3,19 20,90 53,16 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Pemeliharaan ternak percobaan dilakukan dari bulan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap dalam ransum

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap dalam ransum BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap dalam ransum sebagai substitusi bungkil kedelai terhadap konsumsi pakan, pertambahan bobot

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Bahan Kering Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan produksi. Rataan konsumsi rumput, konsentrat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Peranakan Ettawa (PE) merupakan hasil perkawinan antara kambing

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Peranakan Ettawa (PE) merupakan hasil perkawinan antara kambing BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Peranakan Ettawa Kambing Peranakan Ettawa (PE) merupakan hasil perkawinan antara kambing Kacang dengan kambing Ettawa sehingga mempunyai sifat diantara keduanya (Atabany,

Lebih terperinci

MATERI. Lokasi dan Waktu

MATERI. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembuatan pelet ransum komplit

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ternak disamping manajemen pemeliharaan dan pemberian pakan adalah faktor manajemen lingkungan. Suhu dan kelembaban yang

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2011 sampai dengan bulan Januari 2012 di Desa Situ Udik, Kecamatan Cibungbulang untuk proses pembuatan silase daun singkong,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat. Materi

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat. Materi METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga Mei 2011. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Kandang C, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. periode starter terhadap performans pada Ayam Kedu Hitam umur 0-10 Minggu.

BAB III MATERI DAN METODE. periode starter terhadap performans pada Ayam Kedu Hitam umur 0-10 Minggu. BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang pengaruh lama periode brooding dan level protein ransum periode starter terhadap performans pada Ayam Kedu Hitam umur 0-10 Minggu. Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada 12 September 2014 sampai dengan 20 Oktober 2014

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada 12 September 2014 sampai dengan 20 Oktober 2014 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada 12 September 2014 sampai dengan 20 Oktober 2014 di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Jurusan Peternakan Fakultas

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Pertanian, Universitas Diponegoro pada tanggal 22 Oktober 31 Desember 2013.

BAB III MATERI DAN METODE. Pertanian, Universitas Diponegoro pada tanggal 22 Oktober 31 Desember 2013. 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan selama 10 minggu di Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro pada tanggal 22 Oktober 31 Desember 2013. Analisis kandungan bahan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. energi metabolis dilakukan pada bulan Juli Agustus 2012 di Laboratorium Ilmu

BAB III METODE PENELITIAN. energi metabolis dilakukan pada bulan Juli Agustus 2012 di Laboratorium Ilmu 28 BAB III METODE PENELITIAN Penelitian tentang pengaruh penambahan level protein dan probiotik pada ransum itik magelang jantan periode grower terhadap kecernaan lemak kasar dan energi metabolis dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu Masa laktasi adalah masa sapi sedang menghasilkan susu, yakni selama 10 bulan antara saat beranak hingga masa kering kandang. Biasanya peternak akan mengoptimalkan reproduksi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien Biskuit Rumput Lapang dan Daun Jagung Komposisi nutrien diperlukan untuk mengetahui kandungan zat makanan yang terkandung di dalam biskuit daun jagung dan rumput

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba Jonggol R1 (a) dan Domba Jonggol R2 (b) Gambar 4. Domba Garut R1 (a) dan Domba Garut R2 (b)

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba Jonggol R1 (a) dan Domba Jonggol R2 (b) Gambar 4. Domba Garut R1 (a) dan Domba Garut R2 (b) MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan dari bulan Juli sampai Oktober 2011 di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ayam Pedaging dan Konversi Pakan ini merupakan penelitian penelitian. ransum yang digunakan yaitu 0%, 10%, 15% dan 20%.

BAB III METODE PENELITIAN. Ayam Pedaging dan Konversi Pakan ini merupakan penelitian penelitian. ransum yang digunakan yaitu 0%, 10%, 15% dan 20%. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Onggok Kering Terfermentasi Probiotik dalam Ransum Terhadap Konsumsi Pakan, Pertambahan Bobot Badan Ayam

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. hari (DOC) sebanyak 38 ekor. Ayam dipelihara secara semiorganik sampai umur

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. hari (DOC) sebanyak 38 ekor. Ayam dipelihara secara semiorganik sampai umur 14 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 BAHAN DAN PERALATAN 3.1.1 Objek Penelitian Penelitian menggunakan ayam Sentul jantan generasi ke dua umur satu hari (DOC) sebanyak 38 ekor. Ayam dipelihara secara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi Kandungan nutrien biomineral tanpa proteksi dan yang diproteksi serta mineral mix dapat dilihat pada Tabel 7. Kandungan nutrien biomineral

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Faktor manajemen lingkungan juga berpengaruh terhadap pertumbuhan ternak. Suhu dan kelembaban yang sesuai dengan kondisi fisiologis ternak akan membuat

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan dari bulan Juli sampai Agustus 2011 di Laboratorium Lapang (Kandang B) Bagian Unggas, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juni 2016 dengan tiga

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juni 2016 dengan tiga 9 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juni 2016 dengan tiga tahap, yaitu : tahap pendahuluan dan tahap perlakuan dilaksanakan di Desa Cepokokuning, Kecamatan Batang,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menunjukkan bahwa konsumsi telur burung

I. PENDAHULUAN. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menunjukkan bahwa konsumsi telur burung I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ternak puyuh mempunyai potensi yang tinggi untuk dikembangkan baik sebagai penghasil telur maupun penghasil daging. Menurut Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012)

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama 13 minggu, pada 12 Mei hingga 11 Agustus 2012

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama 13 minggu, pada 12 Mei hingga 11 Agustus 2012 20 III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan selama 13 minggu, pada 12 Mei hingga 11 Agustus 2012 yang bertempat di Desa Campang, Kecamatan Gisting, Kabupaten Tanggamus.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Ternak dan Kandang Percobaan

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Ternak dan Kandang Percobaan 14 METODE PENELITIAN Penelitian ini dibagi menjadi dua percobaan yaitu 1) Percobaan mengenai evaluasi kualitas nutrisi ransum komplit yang mengandung limbah taoge kacang hijau pada ternak domba dan 2)

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan dengan melakukan persiapan dan pembuatan ransum di Laboratorium Industri Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembuatan pellet dilakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Boer Jawa (Borja) Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan antara kambing Afrika lokal tipe kaki panjang dengan kambing yang berasal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan

I. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sejalan dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat akan pentingnya protein hewani untuk memenuhi kebutuhan gizi, permintaan masyarakat akan produkproduk peternakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Biskuit Pakan Biskuit pakan merupakan inovasi bentuk baru produk pengolahan pakan khusus untuk ternak ruminansia. Pembuatan biskuit pakan menggunakan prinsip dasar pembuatan

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. kelompok perlakuan dan setiap kelompok diulang sebanyak 5 kali sehingga setiap

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. kelompok perlakuan dan setiap kelompok diulang sebanyak 5 kali sehingga setiap 16 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Ternak Percobaan Ternak yang digunakan dalam percobaan adalah DOC ayam sentul sebanyak 100 ekor, yang dipelihara sampai umur 10 minggu. Ayam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan Konsumsi Bahan Kering (BK) HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Konsumsi pakan merupakan jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan proses produksi

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. berbeda dilaksanakan mulai bulan Maret sampai Agustus 2016 di kandang domba

BAB III MATERI DAN METODE. berbeda dilaksanakan mulai bulan Maret sampai Agustus 2016 di kandang domba 12 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian mengenai produksi karkas dan non karkas domba ekor tipis jantan lepas sapih yang digemukkan dengan imbangan protein dan energi pakan berbeda dilaksanakan mulai bulan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ternak Domba Garut merupakan ternak ruminansia kecil yang banyak dipelihara oleh masyarakat, karena pemeliharaannya yang tidak begitu sulit, dan sudah turun temurun dipelihara

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Bahan Bahan yang digunakan untuk produksi biomineral yaitu cairan rumen dari sapi potong, HCl 1M, dan aquadest.

MATERI DAN METODE. Bahan Bahan yang digunakan untuk produksi biomineral yaitu cairan rumen dari sapi potong, HCl 1M, dan aquadest. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-Mei 2008. Pembuatan biomineral dilakukan di Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi, sedangkan pemeliharaan

Lebih terperinci

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang Bobot ikan (g) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju Pertumbuhan Pertumbuhan merupakan penambahan jumlah bobot ataupun panjang ikan dalam satu periode waktu tertentu. Pertumbuhan dapat diartikan sebagai

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. berbeda terhadap tingkah laku burung puyuh petelur, dilaksanakan pada bulan

BAB III MATERI DAN METODE. berbeda terhadap tingkah laku burung puyuh petelur, dilaksanakan pada bulan 9 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian evaluasi pengaruh frekuensi dan periode pemberian pakan yang berbeda terhadap tingkah laku burung puyuh petelur, dilaksanakan pada bulan September sampai dengan Desember

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE PENELITIAN

III. MATERI DAN METODE PENELITIAN 14 III. MATERI DAN METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 8 September sampai 20 Oktober 2015 di Desa Gledeg, Kecamatan Karanganom, Kabupaten Klaten, Jawa

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Sumber : Label Pakan BR-611 PT. Charoen Pokphand Indonesia.

MATERI DAN METODE. Sumber : Label Pakan BR-611 PT. Charoen Pokphand Indonesia. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di CV Mitra Sejahtera Mandiri, Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor. Penelitian dilaksanakan selama lima minggu yang dimulai dari

Lebih terperinci

III. KEBUTUHAN ZAT-ZAT GIZI AYAM KUB. A. Zat-zat gizi dalam bahan pakan dan ransum

III. KEBUTUHAN ZAT-ZAT GIZI AYAM KUB. A. Zat-zat gizi dalam bahan pakan dan ransum III. KEBUTUHAN ZAT-ZAT GIZI AYAM KUB A. Zat-zat gizi dalam bahan pakan dan ransum Jenis dan fungsi zat-zat gizi yang dibutuhkan ayam telah disampaikan pada Bab II. Ayam memperolah zat-zat gizi dari ransum

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama 1 bulan, pada Agustus 2012 hingga September

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama 1 bulan, pada Agustus 2012 hingga September 16 III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan selama 1 bulan, pada Agustus 2012 hingga September 2012 yang bertempat di Kecamatan Gisting, Kabupaten Tanggamus. Analisis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking TINJAUAN PUSTAKA Itik Peking Itik peking adalah itik yang berasal dari daerah China. Setelah mengalami perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking dapat dipelihara

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. hingga diperoleh ayam yang paling cepat tumbuh disebut ayam ras pedaging,

I. TINJAUAN PUSTAKA. hingga diperoleh ayam yang paling cepat tumbuh disebut ayam ras pedaging, I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Ras Pedaging Menurut Indro (2004), ayam ras pedaging merupakan hasil rekayasa genetik dihasilkan dengan cara menyilangkan sanak saudara. Kebanyakan induknya diambil dari Amerika

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi perah Sapi perah (Bos sp.) merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan dibanding ternak perah lainnya dan sangat besar kontribusinya dalam memenuhi

Lebih terperinci