BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pola Makan Pola makan dapat diartikan sebagai cara seseorang atau sekelompok orang untuk memilih makanan dan mengonsumsinya sebagai reaksi terhadap pengaruhpengaruh fisiologi, psikologi, budaya dan sosial (Sulistyoningsih, 2011). Menurut Goan Hong Lie (1985) pola makan adalah berbagai informasi yang diberikan mengenai gambaran jumlah dan jenis bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang dan merupakan ciri khas untuk suatu kelompok masyarakat tertentu. Pola makan di suatu daerah dapat berubah-ubah sesuai dengan perubahan beberapa faktor ataupun kondisi setempat, yang dapat dibagi dalam tiga kelompok yaitu pertama adalah faktor yang berhubungan dengan persediaan atau pengadaan bahan pangan. Termasuk di sini faktor geografi, iklim, kesuburan tanah berkaitan dengan produksi bahan makanan, sumber daya perairan, kemajuan teknologi, transportasi, distribusi, dan persediaan suatu daerah. Kedua, adalah faktor-faktor dan adat kebiasaan yang berhubungan dengan konsumen. Taraf sosio-ekonomi dan adat kebiasaan setempat memegang peranan penting dalam pola konsumsi penduduk. Ketiga, hal yang dapat berpengaruh di sini adalah bantuan atau subsidi terhadap bahan-bahan tertentu (Santoso dan Ranti, 2004). Pola makan dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain adalah: kebiasaan kesenangan, budaya, agama, taraf ekonomi, lingkungan alam, dan sebagainya. Sejak zaman dahulu kala, makanan selain untuk kekuatan/pertumbuhan, memenuhi rasa 8

2 lapar, dan selera, juga mendapat tempat sebagai lambang yaitu lambang kemakmuran, kekuasaan, ketentraman dan persahabatan. Semua faktor di atas bercampur membentuk suatu ramuan yang kompak yang dapat disebut pola konsumsi (Santoso dan Ranti, 2004). Menurut Khumaidi (1994) pola makan yang terbentuk sangat erat kaitannya dengan kebiasaan makan seseorang. Secara umum faktor yang mempengaruhi terbentuknya pola makan adalah sebagai berikut : 1. Faktor ekonomi Variabel ekonomi yang cukup dominan dalam mempengaruhi konsumsi pangan adalah pendapatan keluarga dan harga. Meningkatnya pendapatan akan meningkatkan peluang untuk membeli pangan dengan kuantitas dan kualitas yang lebih baik, sebaliknya penurunan pendapatan akan menyebabkan menurunnya daya beli pangan baik secara kualitas maupun kuantitas. 2. Faktor sosio budaya Kebudayaan suatu masyarakat mempunyai kekuatan yang cukup besar untuk mempengaruhi seseorang dalam memilih dan mengolah pangan yang akan dikonsumsi. Kebudayaan menuntun orang dalam cara bertingkah laku dan memenuhi kebutuhan dasar biologinya, termasuk kebutuhan terhadap pangan. 3. Agama Pantangan yang didasari agama, seperti agama Islam disebut haram dan individu yang melanggar hukumnya dosa. Konsep halal dan haram sangat mempengaruhi pemilihan bahan makanan yang akan dikosumsi. 9

3 4. Pendidikan Pendidikan dalam hal ini biasanya dikaitkan dengan pengetahuan, akan berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan dan pemenuhan kebutuhan gizi. 5. Lingkungan Faktor lingkungan cukup besar pengaruhnya terhadap pembentukan perilaku makan. Lingkungan yang dimaksud dapat berupa lingkungan keluarga, sekolah, serta adanya promosi melalui media elektronik maupun cetak. 2.2 Pola Makan Keluarga Makanan keluarga adalah makanan yang dihidangkan dalam setiap keluarga setiap harinya. Lengkap tidaknya susunan makanan keluarga ini, tergantung pada kemampuan keluarga itu sendiri untuk menyusun makanan yang diperlukan, adatistiadat dan pengetahuan keluarga itu dalam hal menyusun makanannya (Maryati, 1997). Menurut Moehji (1985) susunan makanan yang dihidangkan untuk keluarga setiap hari lazimnya disebut sebagai menu makanan. Kebiasaan makan keluarga dan susunan hidangannya merupakan salah satu manifestasi kebudayaan keluarga yang disebut gaya hidup (life style). Keluarga merupakan susunan terkecil dari masyarakat maka gaya hidup keluarga juga merupakan pencerminan dari gaya hidup masyarakat. Konsumsi makanan masyarakat atau keluarga bergantung pada jumlah dan jenis makanan yang dibeli, pemasukan, distribusi dalam keluarga, dan kebiasaan makan secara perorangan. Hal ini bergantung pula pada pendapatan, agama, adat istiadat, dan pendidikan masyarakat (Sediaoetama, 1993). 10

4 2.2.1 Distribusi Makanan Pada bagian bahan makanan diolah, dimasak dan dibagikan sebagai hidangan kepada anggota keluarga bila tidak diatur dengan baik akan terjadi persaingan dalam memperoleh bagian masing-masing dari makanan tersebut. Anak yang paling kecil pada umumnya makan lebih lambat dan dalam jumlah yang lebih kecil daripada kakak-kakaknya sehingga mudah tersisihkan dan memperoleh bagian yang terkecil, yang akan mempengaruhi kecukupan gizi bagi keperluan pertumbuhan anak (Sajogyo, 1994). Pembagian makanan yang tepat kepada setiap anggota keluarga adalah penting untuk mencapai gizi baik. Makanan harus dibagikan untuk memenuhi kebutuhan gizi setiap orang dalam keluarga. Anak, wanita yang mengandung dan ibu yang menyusui harus memperoleh sebagian besar makanan yang kaya protein (Sulistyoningsih, 2011). Dalam masyarakat ada aturan dimana ayah mempunyai prioritas utama atas jumlah dan jenis makanan tertentu dalam keluarga. Apabila hal itu masih dianut dengan kuat oleh suatu budaya, maka dapat saja timbul distribusi konsumsi makanan yang tidak baik (malnutrition) diantara anggota keluarga (Suhardjo, 1986). Menu makanan yang disajikan harus memenuhi syarat makanan yang sehat. Ibu mempunyai peranan yang penting dalam menentukan menu makanan dan mendistribusikannya. Sehingga sangat diharapkan seorang ibu rumah tangga yang mempunyai pengetahuan tentang gizi (Maryati, 1997) Nilai Sosial Makanan Dalam masyarakat, berbagai jenis makanan dan bahan makanan itu mempunyai nilai sosial tertentu. Oleh sebab itu masyarakat akan mengonsumsi bahan 11

5 makanan dan makanan tertentu yang mempunyai nilai sosial yang dianggap sesuai dengan tingkat naluri pangan yang terdapat pada masyarakat tersebut. Seringkali nilai sosial tidak sesuai dengan nilai gizi makanan. Makanan yang mempunyai nilai gizi tinggi, diberi nilai sosial yang rendah dan sebaliknya (Sediaoetama, 1989). Menurut Hertog dan Van Stavensen dalam Khumaidi (1994), fungsi sosial makanan mengandung 8 unsur yaitu: 1. Memenuhi kesenangannya. 2. Ciri-ciri organoleptik yang dimiliki makanan, yaitu ciri yang dapat dirasakan seseorang melalui indranya mempengaruhi seseorang untuk menerima atau menolak makanan tertentu seperti rasa, bau, penampilan, tekstur atau keempukan dan struktur. 3. Makanan sebagai arti budaya, misalnya masyarakat beragama Hindu tidak makan daging sapi. 4. Makanan sebagai fungsi religi dan magis. 5. Selamatan menggunakan nasi kuning, nasi tumpeng. 6. Makanan sebagai fungsi komunikasi. Dalam upacara perkawinan saling suap nasi lambang penyerahan diri sepenuhnya satu sama lain. 7. Makanan sebagai pernyataan status ekonomi, makanan tertentu lebih tinggi nilai sosialnya dalam masyarakat misalnya makan daging daripada makan tempe. 8. Makanan sebagai fungsi kekuasaan, misalnya makanan suami lebih baik daripada anggota keluarga yang lainnya atau makanan majikan berbeda dengan makanan pembantunya. 12

6 2.2.3 Tabu Makanan Menurut Djaeni (1999) pantangan atau tabu makanan adalah suatu larangan untuk mengonsumsi jenis makanan tertentu karena terdapat ancaman bahaya terhadap barang siapa yang melanggarnya. Kategori tabu makanan: 1 Tabu yang jelas merugikan kondisi gizi dan kesehatan, sebaiknya diusahakan untuk mengurangi, bahkan kalau dapat menghapuskannya. 2 Tabu yang memang menguntungkan keadaan gizi dan kesehatan, diusahakan untuk memperkuatnya dan melestarikannya. 3 Tabu yang tidak jelas pengaruhnya bagi kondisi gizi dan kesehatan dapat dibiarkan sambil dipelajari terus pengaruhnya untuk jangka panjang. Suatu tabu yang berdasarkan agama disebut haram hukumnya, dan individu yang melanggar tabu disebut dosa karena makanan tertentu dianggap mengganggu kesehatan jasmani atau rohani bagi pemakannya. Sedangkan tabu berdasarkan kepercayaan umumnya mengandung nasehat-nasehat yang baik dan tidak baik yang lambat laun menjadi kebiasaan (adat) terlebih dalam suatu masyarakat yang masih sederhana (Khumaidi, 1994). Harus diakui tidak semua tabu berakibat negatif terhadap kondisi gizi dan kesehatan. Untuk mengambil tindakan yang tepat terhadap suatu tabu, sebaiknya kita telusuri terjadinya tabu tersebut untuk mengambil kesimpulan, apakah mudah ditanggulangi atau tidak (Sediaoetama, 1986). 13

7 Menurut Simons yang dikutip Suhardjo (1986) telah melakukan penelitian mengenai asal dan menyebarkan tabu makanan seperti di bawah ini: 1. Tabu terhadap makanan karena makanan tersebut asing bagi masyarakat tersebut. Misalnya masyarakat primitif menganggap bahwa binatang yang tidak dikenal adalah media, melalui media ini roh jahat dapat dipindahkan ke tubuh manusia yang memakan makanan tersebut 2. Tabu terhadap makanan karena alasan tidak higienis. Misalnya orang Yahudi menolak makan daging babi dengan alasan higienis. Sebaliknya masyarakat Timur Tengah termasuk bangsa Smith menganggap babi suci dan diasosiasikan sebagai tuhan di bidang pertanian. Kepercayaan mengenai higienis makanan dapat dihubungkan dengan faktor lain, misalnya faktor ketakutan terhadap kontaminasi magis 3. Adanya kepercayaan bahwa makan makanan tertentu akan menimbulkan ketidak suburan. Misalnya adanya makan telur ayam bagi anak dan wanita untuk menghindari kemandulan 4. Kepercayaan atau religi, merupakan dari alasan tabu terhadap makanan tertentu. Masyarakat juga mengenal bermacam-macam tabu makanan yang diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Menurut waktu meliputi tabu yang bersifat permanen dan tabu yang bersifat sementara 2. Menurut besarnya kelompok, tabu dapat dibagi dalam: - Tabu berasal dari kelas social - Tabu menurut jenis kelamin 14

8 3. Menurut periode-periode di dalam lingkaran hidup, meliputi: - Tabu pada saat puber - Tabu pada saat hamil 2.3 Kebutuhan Gizi Keluarga Kecukupan Energi Keluarga Angka kecukupan energi keluarga atau AKEK merupakan penjumlahan Angka Kecukupan Energi Individu dari setiap anggota keluarga yang mengonsumsi makanan dalam suatu keluarga atau rumah tangga. Dalam menaksir AKEK dapat dilakukan dengan cara Unit Konsumen dengan menggunakan konsumen tertentu sebagai patokan kecukupan energi, biasanya digunakan pria dewasa dengan nilai 1,000 yang setara dengan 2700 kal/org/hr. AKE kelompok umur yang lain dibandingkan terhadap AKE patokan ini, sehingga diperoleh nilai-nilai perbandingan kecukupan energi, yang disebut Faktor Unit Konsumen Energi (UE) (Hardinsyah, 1992). Dengan menggunakan faktor UE dapat dihitung AKEK dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Keterangan: n AKEK = ( UEi) (2700) AKEK = Angka Kecukupan Energi keluarga UEi = Faktor Unit Konsumen Energi dari anggota keluarga ke-i i = individu (anggota keluarga) ke-i yang makan dalam suatu keluarga 2700 = nilai UE sama dengan 1,000 i=1 15

9 Tabel di bawah ini merupakan faktor UE yang dihitung berdasarkan hasil Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi 1988, dengan patokan kecukupan energi pria dewasa (20 59 tahun), berat badan 56 kg, dan aktivitas sedang. Faktor UE = 1,000 yang setara dengan 2700 kal/org/hr. Tabel 2.1 Faktor Unit Konsumen Energi (UE) Menurut Jenis Kelamin dan Kelompok Umur. Kelompok Umur (tahun) Kecukupan Energi (Kal/org/hr) Faktor Unit Konsumen Energi* (1,000 = 2700) 0, , , , ,689 Pria , , , /2700/3250** 0,889/1,000/1,204** >= ,726 Wanita , , , /2100/2400** 0,704/0,778/0,889** >= ,630 Tambahan: Hamil 200/245/285** 0,074/0,091/0,106** Menyusui 500 0,185 Sumber: Hardinsyah & Martianto, 1992 Keterangan: * = Dihitung berdasarkan Kecukupan Energi hasil Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi Tahun 1988 ** = Disajikan secara berurutan dari kiri ke kanan menurut tingkat kegiatan ringan, sedang, dan berat. 16

10 2.3.2 Kecukupan Protein Keluarga Menurut Hardinsyah (1992) untuk menghitung Angka Kecukupan Protein Keluarga (AKPK) juga menggunakan faktor unit konsumen dengan patokan angka kecukupan protein pria atau wanita dewasa. Berikut rumus untuk menghitung AKPK: Keterangan: n AKPK = ( UPi) (50) i=1 AKPK = Angka Kecukupan Protein Keluarga AKPRK = Angka Kecukupan Protein Rata-Rata Keluarga UPi = Faktor Unit Konsumen Protein bagi anggota keluarga ke-i n = Jumlah anggota keluarga 50 = Nilai UP sama dengan 1,00 Tabel 2.4 di bawah ini merupakan faktor unit konsumen protein (UP) yang dihitung berdasarkan Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi tahun 1988 dengan patokan kecukupan protein pria dewasa, berat badan 56 kg. Tabel 2.2 Faktor Unit Konsumen Protein (UP) Menurut Kelompok Umur Kelompok Umur (tahun) Kecukupan Protein Faktor Unit Konsumen Protein* (1,00 = (gr/org/hr) 50) 0, , , , ,72 Pria , , , ,00 >= ,00 Wanita , , , ,88 >= ,88 Tambahan: Hamil 0,24 Menyusui 0,32 Sumber: Hardinsyah & Martianto,

11 2.4 Penilaian Status Gizi Keluarga Pola makan yang seimbang, yaitu sesuai dengan kebutuhan disertai pemilihan bahan makanan yang tepat akan melahirkan status gizi yang baik. Asupan makanan yang melebihi kebutuhan tubuh akan menyebabkan kelebihan berat badan dan penyakit lain yang disebabkan oleh kelebihan zat gizi. Sebaliknya, asupan makanan kurang dari yang dibutuhkan akan menyebabkan tubuh menjadi kurus dan rentan terhadap penyakit. Kedua keadaan tersebut sama tidak baiknya, sehingga disebut gizi salah (Sulistyoningsih, 2010). Menurut Supariasa (2002), status gizi adalah suatu keadaan seseorang sebagai akibat dari keseimbangan antara zat-zat gizi yang masuk ke dalam tubuh dan penggunaan zat-zat tersebut oleh tubuh untuk pertambahan produksi energi dan proses tubuh. Status gizi optimal akan tercapai apabila kebutuhan gizi optimal terpenuhi. Masalah kekurangan dan kelebihan gizi merupakan masalah penting karena selain mempunyai resiko terjadinya penyakit tertentu, juga dapat mempengaruhi produktivitas kerja. Oleh karena itu, pemantauan keadaan tersebut perlu dilakukan secara berkesinambungan. Penilaian status gizi dilakukan dengan 2 cara yaitu secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dilakukan dengan antropometri, klinis, biokimia dan biofisik. Secara tidak langsung dilakukan dengan survei konsumsi makanan, statistik vital, dan faktor ekologi. Status gizi keluarga yang baik adalah manifestasi dari pola makan yang baik. Status gizi keluarga dapat dikatakan baik bila anggota keluarga yang termasuk dalam kelompok rentan gizi (bayi, balita, anak sekolah, remaja, ibu hamil/menyusui dan 18

12 lansia) tidak bermasalah dengan status gizinya. Kelompok rentan gizi dipergunakan sebagai acuan status gizi keluarga karena kelompok rentan gizi adalah kelompok rawan yang perlu mendapatkan perhatian lebih dibandingkan kelompok-kelompok lainnya (Husaini, 1996). Menurut Notoatmodjo (2003) pada kelompok-kelompok umur rentan gizi tersebut berada pada suatu siklus pertumbuhan dan perkembangan yang memerlukan zat-zat gizi dalam jumlah yang lebih besar dari kelompok umur yang lain. Kelompok rentan gizi ini terdiri dari: a. Kelompok bayi : 0-1 tahun b. Kelompok dibawah 5 tahun (balita) : 1-5 tahun c. Kelompok anak sekolah : 6-12 tahun d. Kelompok remaja : tahun e. Kelompok ibu hamil dan menyusui f. Kelompok usia lanjut Parameter status gizi adalah ukuran yang menjadi patokan dalam menentukan status gizi seseorang. Ada beberapa parameter yang dapat digunakan dalam menilai status gizi seseorang, salah satunya adalah dengan pengukuran tubuh manusia yang dikenal dengan antropometri. Antropometri telah lama dikenal sebagai indikator untuk penilaian status gizi perorangan maupun masyarakat (Santrock, 2003). 1. Dalam pengukuran antropometri bayi < 60 bulan yang sering digunakan adalah BB/U karena mempunyai kelebihan yaitu: lebih mudah dan lebih cepat dimengerti oleh masyarakat umum, baik yang mengatur status gizi akut dan kronis, berat badan 19

13 dapat berfluktuasi, sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan kecil, dapat mendeteksi kegemukan (Supriasa, 2003) 2. Dalam penghitungan antropometri untuk katagori umur > 5 tahun menggunakan Indeks Massa Tubuh menurut umur (IMT/U) 3. Status gizi ibu hamil diukur dengan cara pengukuran antropometri melalui Lingkar Lengan Atas (LLA), dengan kriteria (Supariasa, 2001): - Berisiko KEK : LLA < 23,5 cm - Tidak Berisiko KEK : LLA 23,5 cm 4. Menurut Moore (1997) untuk mendapatkan angka tinggi badan lansia yang tepat merupakan hal yang pelik karena hilangnya mineralisasi vertebra dan volume diskus intervertebalis yang berakibat hilangnya tinggi badan. Untuk memperkirakan tinggi badan berdasarkan tinggi lutut yaitu panjang dari telapak kaki ke paha anterior dengan kedua pergelangan kaki dan lutut tertekuk pada sudut 90 derajat. Dengan rumus seperti dibawah ini : - Untuk wanita Perkiraan tinggi badan dalam cm = 84,88 + (1,83 x tinggi lutut dalam cm) + (-0,24 x usia dalam tahun) - Untuk pria Perkiraan tinggi badan dalam cm = 60,65 + (2,4 x tinggi lutut dalam cm) 20

14 2.5 Makanan dan Kebudayaan Tionghoa Makanan mempunyai fungsi majemuk dalam masyarakat.fungsi tersebut bukan hanya sebagai fungsi biologis, tetapi juga fungsi sosial, budaya, dan agama. Makanan erat kaitannya dengan tradisi suatu masyarakat setempat, karena itu makanan memiliki fenomena lokal. Seluruh aspek makanan tersebut merupakan bagian-bagian dari warisan tradisi suatu golongan masyarakat. Tradisi memang selalu menjadi perkara yang tak lekang dimakan waktu. Sejak ribuan tahun yang lalu upacara budaya selalu dilaksanakan setiap tahunnya. Makanan sebagai lambang peradaban, jadi salah satu bagian terpenting dalam sebuah perkembangan tradisi. Setiap perayaan upacara budaya Cina, ada banyak hidangan yang disajikan. Serba manis, serba gurih, bentuk dan penuh dengan warna. Untuk menandakan harapan-harapan yang serba indah dan serba manis dihasil usaha pada tahun yang akan datang. Serta maempunyai makna dari makanan tradisional dengan harapan juga seperti, umur panjang, kemakmuran, kesehatan, keberuntungan, dan kebahagiaan, jadi deretan harapan yang juga disemaikan dalam hati semua orang yang merayakannya. 1 Peringatan kelahiran di etnis Tionghoa Budaya keluarga etnis Tionghoa menganut garis Patrilinear. Karena keluarga Tionghoa, terutama yang masih berpikir konservatif, lebih menghargai kelahiran anak laki-laki dibandingkan perempuan. Sebab anak laki-laki akan membawa nama marga sebuah keluarga. 21

15 Keluarga Tionghoa akan merayakan satu bulan kelahiran bayinya dengan membagikan ketan kuning dan putih, juga kelapa yang sudah di adon bersama gula merah. Sementara kerabat akan memberi hadiah atau angpau untuk bayi. Peristiwa ini dikenal dengan istilah chut ngiat. Pada saat bayi berumur satu Tahun, maka etnis Tionghoa akan merebus telur merah. Jumlah telur harus genap apabila bayi perempuan dan ganjil bila laki-laki. Setiap perayaan ulang tahun etnis Tionghoa, mi menjadi salah satu menu sajian yang tidak pernah ketinggalan. Etnis Tionghoa mengartikan pemberian mi pada orang yang berulang tahun sebagai harapan atau doa agar yang berulang tahun berumur panjang. Selain mi, telur rebus merah juga tidak kala penting. Pada zaman dulu sebagian besar orang Tionghoa hidup dalam keterbatasan. Telur dianggap sebagai makanan istimewa. Levelnya setingkat dengan daging. Agar terlihat berbeda maka telur diberi warna merah yang bagi etnis Tionghoa melambangkan kebahagiaan 2 Pernikahan etnis Tionghoa Bagi masyarakat Tionghoa, upacara pernikahan merupakan adat perkawinan yang berdasarkan kekerabatan, penghormatan kepada leluhur, kemanusiaan dan kekeluargaan. Inilah nilai dasar ritual perkawinan Tionghoa. Upacara pernikahan Tionghoa tidaklah seragam di semua tempat. Terdapat berbagai variasi tergantung pada tempat dan pengaruh adat lainnya di tempat itu pada masa lampau. Makan 12 mangkuk adalah bersantap dengan 12 jenis lauk yang masing-masing diletakkan dalam mangkuk porselin. Makanan dalam 12 mangkuk itu melambangkan kesinambungan rezeki dalam tiap-tiap bulan selama setahun. Rasa masakan juga 22

16 berbeda-beda: asin, manis, pahit, tawar, pedas, gurih, berlemak. Untuk menyiapkan pengantin bahwa tidak selamanya mereka menghadapi kondisi menyenangkan sepanjang usia pernikahan mereka. 3 Peringatan Kematian - Peringatan 3 hari setelah meninggal Setelah 3 hari dari pemakaman, seluruh keluarga melakukan upacara penghormatan dan peringatan di tempat jenazah berada. Mereka membawa makanan, buah-buahan, dupa, dan lilin ke kuburan. - Peringatan 7 hari setelah meninggal Seperti halnya upacara peringatan 3 hari, keluarga sembahyang lagi ke kuburan almarhum. Mereka membawa rumah-rumahan, makanan dan buah-buahan, serta uang akhirat. - Peringatan 100 hari setelah meninggal Pada hari ke 100 keluarga melakukan upacara penghormatan di kuburan almarhum. Semua baju duka dari blacu dibuka dan diganti baju biasa sebagai tanda mereka telah rela melepas arwah almarhum kea lam baka. - Peringatan 1 tahun setelah meninggal Peringatan setahun ini merupakan upacara persembahan. Pada meja persembahan diletakan berbagai macam makanan, buah-buahan, minuman antara lain teh dan kopi, serta minimal tiga macam manisan, rokok, dan sirih sekapur. 4 Perayaan Imlek Bagi masyarakat Tionghoa, Imlek adalah salah satu perayaan akbar yang paling ditunggu setiap tahunnya. Imlek, sesungguhnya adalah perayaan menyambut 23

17 musim semi yang berkaitan erat dengan prinsip kemakmuran. Masyarakat Tionghoa dahulunya sangat mengandalkan alam dalam setiap sendi kehidupan mereka. Tentu saja, datangnya musim semi yang berarti datangnya kembali kesempatan untuk bercocok tanam, adalah suatu peristiwa yang wajib dirayakan dengan meriah. Pada perayaan Tahun Baru Imlek, biasanya masyarakat Tionghoa yang berkecukupan selalu menyediakan 12 jenis masakan dan 12 jenis kue, terkait dengan shio yang berjumlah 12. Selain masakan yang selalu mengandung makna tertentu, kue-kue yang disajikan juga biasanya memiliki rasa yang lebih manis dari biasanya, dengan harapan agar hidup mereka juga menjadi lebih manis dan penuh rezeki di tahun-tahun berikutnya. Makanan yang biasanya dihidangkan dalam perayaan imlek: - Daging hewan yang kerap muncul di perayaan Tahun Baru Imlek adalah ayam, ikan, dan babi. Pemilihan tiga hewan ini tentunya bukan tanpa alasan. Masyarakat Tionghoa meyakini bahwa makanan tersebut melambankan kemakmuran. Hidangan ayam dan ikan harus disajikan secara utuh sebagai harapan mengawali dan mengakhiri sesuatu dengan baik - Sajian mi terutama Siu Mie/Shou Mian yang berarti "mi panjang umur" harus dihidangkan tanpa putus dari ujung awal hingga ke ujung akhir. Dengan demikian, diharapkan orang yang memakannya akan panjang umur. - Sesuai tradisi, perayaan Imlek tidak akan lengkap tanpa kue keranjang atau Nian Gao. Kata Nian berarti "tahun", sementara Gao berarti "kue" dan juga terdengar seperti "tinggi". Inilah mengapa kue keranjang biasanya disajikan dengan cara disusun tinggi atau bertingkat, dan semakin mengecil di bagian atasnya. Ini 24

18 merupakan perlambang makna peningkatan rezeki atau kemakmuran. Kue keranjang juga kerap disusun dengan kue mangkok berwarna merah di atasnya. Ini melambangkan kehidupan yang manis dan semakin menanjak semakin merekah seperti kue mangkok. - Kuaci atau biji bunga matahari juga biasa disajikan saat Imlek. Makanan ringan ini punya filosofi bahwa jumlahnya yang banyak sebagi doa, haapan agar nantinya keturunan Tionghoa juga banyak. - Masyakarat Tionghoa sangat senang makan jeruk terutama jeruk mandarin karena buah yang satu ini ternyata merupakan perlambang kemakmuran dan kekayaan yang selalu bertumbuh. Jeruk yang disajikan di kala perayaan Imlek sebisa mungkin masih memiliki daun di tangkainya. Daun ini menandakan adanya kehidupan dan kesejahteraan. 5. Sembahyang Bulan Setiap tanggal 15 bulan ke 8 penanggalan Cina, masyarakat Tionghoa menjalankan sembahyang bulan. Peringatan ini dikenal dengan istilah Pat Ngiat Pan. Untuk merayakannya, mereka akan menikmati kue bulan, yaitu salah satu kue khas Tionghoa yang berbentuk bulat dengan hiasan ukiran serta manis rasanya. Selain kue bulan, kelapa dan tebu merupakan persembahan yang wajib saat Sembahyang Bulan. Selain itu tiga macam buah serta tiga macam sayur tidak ketinggalan dalam Sembahyang Bulan. Karena masyarakat Tionghoa meyakini Dewi Bulan vegetarian. 25

19 2.5 Kerangka Konsep Penelitian Adapun penulis akan meneliti tentang pola makan keluarga suku Etnis Tionghoa yang terlihat jelas dalam kerangka konsep di bawah ini : Pola Makan Etnis Tionghoa - Jenis Makanan Keluarga - Frekuensi Makan Keluarga - Jumlah Makanan Keluarga Status Gizi Kelurga - Distribusi Makan - Jenis Makanan Nilai Tinggi dan Nilai Rendah - Tabu Makanan Dari kerangka konsep di atas dapat dijelaskan bahwa jenis makanan keluarga, frekuensi makan keluarga, jumlah makanan keluarga, distribusi makanan, jenis makanan nilai tinggi dan nilai rendah dan tabu makanan mempengaruhi status gizi keluarga. 26

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anak Balita Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang pesat sehingga memerlukan zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat badannya. Anak balita ini justru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kebutuhan terhadap pangan. Budaya mempengaruhi seseorang dalam

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kebutuhan terhadap pangan. Budaya mempengaruhi seseorang dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keadaan gizi seseorang berkaitan erat dengan pola makan. Pola makan yang baik biasanya diiringi dengan tingkat keadaan gizi yang baik, atau apabila baik konsumsi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sosial Ekonomi Keluarga

TINJAUAN PUSTAKA. Sosial Ekonomi Keluarga TINJAUAN PUSTAKA Sosial Ekonomi Keluarga Besar Keluarga Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, anak, dan anggota keluarga lain yang hidup dari pengelolaan sumberdaya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kekurangan Energi Kronis (KEK) 1. Pengertian Kekurangan Energi Kronis (KEK) adalah keadaan ibu hamil dan WUS (Wanita Usia Subur) yang kurang gizi diakibatkan oleh kekurangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gizinya (BKP, 2013). Menurut Suhardjo dalam Yudaningrum (2011), konsumsi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gizinya (BKP, 2013). Menurut Suhardjo dalam Yudaningrum (2011), konsumsi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsumsi Pangan Konsumsi Pangan adalah sejumlah makanan dan minuman yang dikonsumsi seseorang, kelompok, atau penduduk untuk memenuhi kebutuhan gizinya (BKP, 2013). Menurut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pola Makan Pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai jumlah dan jenis bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang dan merupakan ciri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsumsi Pangan Konsumsi pangan adalah jenis dan jumlah pangan yang di makan oleh seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan dimaksudkan untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan metabolisme tubuh, atau hanya sekadar untuk menyenangkan perut.

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan metabolisme tubuh, atau hanya sekadar untuk menyenangkan perut. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Makan merupakan kebutuhan paling dasar dan utama bagi setiap makhluk hidup yang sifatnya naluriah, tetapi jenis makanan apa yang layak dan tidak layak dimakan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sarapan Pagi Sarapan pagi adalah makanan atau minuman yang memberikan energi dan zat gizi lain yang dikonsumsi pada waktu pagi hari. Makan pagi ini penting karena makanan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan yang berbeda-beda. Koentjaranigrat (2009:144) mendefenisikan

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan yang berbeda-beda. Koentjaranigrat (2009:144) mendefenisikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang memiliki keanekaragaman budaya dan suku bangsa. Masing-masing dari suku bangsa tersebut memiliki tradisi atau kebudayaan yang berbeda-beda.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Karakteristik Anak Sekolah Dasar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Karakteristik Anak Sekolah Dasar BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anak Sekolah Dasar 2.1.1. Pengertian dan Karakteristik Anak Sekolah Dasar Anak sekolah dasar adalah anak yang berusia 7-12 tahun, memiliki fisik lebih kuat mempunyai sifat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anak Sehat Anak sehat adalah anak yang dapat tumbuh kembang dengan baik dan teratur, jiwanya berkembang sesuai dengan tingkat umurnya, aktif, gembira, makannya teratur, bersih,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan untuk melaksanakan pembangunan nasional. Untuk mencapai SDM

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan untuk melaksanakan pembangunan nasional. Untuk mencapai SDM BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan faktor utama yang diperlukan untuk melaksanakan pembangunan nasional. Untuk mencapai SDM berkualitas faktor gizi memegang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Status Gizi Gizi lebih adalah suatu keadaan berat badan yang lebih atau diatas normal. Anak tergolong overweight (berat badan lebih) dan risk of overweight (risiko untuk berat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi Status gizi adalah keseimbangan antara pemasukan zat gizi dari bahan makanan yang dimakan dengan bertambahnya pertumbuhan aktifitas dan metabolisme dalam tubuh. Status

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konsumsi yang berkualitas dapat diwujudkan apabila makanan yang. kesadaran terhadap pangan beragam, bergizi, seimbang dan aman.

BAB I PENDAHULUAN. Konsumsi yang berkualitas dapat diwujudkan apabila makanan yang. kesadaran terhadap pangan beragam, bergizi, seimbang dan aman. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu upaya untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas adalah dengan memperbaiki kualitas konsumsi pangan masyarakat. Konsumsi yang berkualitas dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi 1. Pengertian status gizi Status gizi adalah suatu keadaan tubuh yang diakibatkan oleh keseimbangan antara asupan zat gizi dengan kebutuhan. Jika keseimbangan tadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi Status gizi adalah tingkat kesehatan seseorang atau masyarakat yang di pengaruhi oleh makanan yang dikonsumsi di nilaidengan ukuran atau parameer gizi.balita yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu)

TINJAUAN PUSTAKA Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) 5 TINJAUAN PUSTAKA Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) Posyandu merupakan salah satu bentuk kegiatan dari Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD), dimana masyarakat antara lain melalui kader-kader yang terlatih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anak Balita (1 5 Tahun) Anak balita adalah anak yang berusia 1-5 tahun. Pada kelompok usia ini, pertumbuhan anak tidak sepesat masa bayi, tapi aktifitasnya lebih banyak (Azwar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Perhatian utama adalah untuk mempersiapkan dan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Perhatian utama adalah untuk mempersiapkan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan salah satu prioritas pembangunan nasional. Perhatian utama adalah untuk mempersiapkan dan meningkatkan kualitas penduduk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. B. PENILAIAN STATUS GIZI Ukuran ukuran tubuh antropometri merupakan refleksi darik pengaruh 4

TINJAUAN PUSTAKA. B. PENILAIAN STATUS GIZI Ukuran ukuran tubuh antropometri merupakan refleksi darik pengaruh 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. STATUS GIZI Status gizi anak pada dasarnya ditentukan oleh dua hal yaitu makanan yang dikonsumsi dan kesehatan anak itu sendiri. Kualitas dan kuantitas bahan makanan yang dikonsumsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak sekolah merupakan anak yang berada pada usia sekolah yaitu. antara 6-12 tahun (Adriani dan Wirjatmadi, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. Anak sekolah merupakan anak yang berada pada usia sekolah yaitu. antara 6-12 tahun (Adriani dan Wirjatmadi, 2012). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak sekolah merupakan anak yang berada pada usia sekolah yaitu antara 6-12 tahun (Adriani dan Wirjatmadi, 2012). Pada masa ini keseimbangan gizi perlu dijaga agar anak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsumsi Energi dan Protein 1. Energi Tubuh memerlukan energi sebagai sumber tenaga untuk segala aktivitas. Energi diperoleh dari makanan sehari-hari yang terdiri dari berbagai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Berat Badan Lahir Cukup (BBLC) a. Definisi Berat badan lahir adalah berat badan yang didapat dalam rentang waktu 1 jam setelah lahir (Kosim et al., 2014). BBLC

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Beastudi Etos Karakteristik Individu Umur dan Jenis Kelamin

TINJAUAN PUSTAKA Beastudi Etos Karakteristik Individu Umur dan Jenis Kelamin 4 TINJAUAN PUSTAKA Beastudi Etos Beastudi Etos merupakan sebuah beasiswa yang dikelola oleh Lembaga Pengembangan Insani Dompet Dhuafa. Beasiswa ini berdiri sejak tahun 2005 hingga sekarang dengan jumlah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi 1. Pengertian Status Gizi Menurut Supariasa dkk (2002) status gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu sedangkan menurut Almatsier

Lebih terperinci

B A B II TINJAUAN PUSTAKA

B A B II TINJAUAN PUSTAKA B A B II TINJAUAN PUSTAKA A. STATUS GIZI Status gizi atau tingkat konsumsi pangan adalah suatu bagian penting dari status kesehatan seseorang. Tidak hanya status gizi yang mempengaruhi status kesehatan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ketahanan Pangan Rumahtangga

TINJAUAN PUSTAKA Ketahanan Pangan Rumahtangga 20 TINJAUAN PUSTAKA Ketahanan Pangan Rumahtangga Konsep ketahanan pangan menurut World Food Conference on Human Rights 1993 dan World Food Summit 1996 memiliki arti setiap orang pada setiap saat memiliki

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. tahun 2004, konsumsi protein sudah lebih besar dari yang dianjurkan yaitu

PENDAHULUAN. tahun 2004, konsumsi protein sudah lebih besar dari yang dianjurkan yaitu 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pola konsumsi pangan pokok di Indonesia masih berada pada pola konsumsi tunggal, yaitu beras. Tingginya ketergantungan pada beras tidak saja menyebabkan ketergantungan

Lebih terperinci

2

2 1 2 3 4 5 Cewek mana yang nggak suka dikasih cokelat dan bunga? Apalagi kalau dikasihnya sama pacar pas hari valentine. Pasti ceweknya langsung klepek-klepek kayak ikan yang ditaroh padang pasir. Yang

Lebih terperinci

Nutrisi dalam Perspektif Budaya OLEH : M. ASKAR, S.KEP,NS.,M.KES

Nutrisi dalam Perspektif Budaya OLEH : M. ASKAR, S.KEP,NS.,M.KES Nutrisi dalam Perspektif Budaya OLEH : M. ASKAR, S.KEP,NS.,M.KES Pengantar Kekurangan gizi penyakit Kepercayaan, keyakinan, pantangan, upacara, adat, kebiasaan, kesukaan, ketidaksukaan, kekurangan gizi

Lebih terperinci

kekurangan energi kronik (pada remaja puteri)

kekurangan energi kronik (pada remaja puteri) kekurangan energi kronik (pada remaja puteri) BAB I PENDAHALUAN A. LATAR BELAKANG Masalah gizi masih merupakan beban berat bagi bangsa, hakekatnya berpangkal dari keadaan ekonomi dan pengetahuan masyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian serius dari pemerintah. Gizi yang baik merupakan pondasi bagi

BAB I PENDAHULUAN. perhatian serius dari pemerintah. Gizi yang baik merupakan pondasi bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi merupakan bagian dari sektor kesehatan yang penting dan mendapat perhatian serius dari pemerintah. Gizi yang baik merupakan pondasi bagi kesehatan masyarakat. Pengaruh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi,

BAB II TINJAUAN TEORI. dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Status Gizi Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I 1.1 Latar Belakang PENDAHULUAN Obesitas menjadi masalah di seluruh dunia karena prevalensinya yang meningkat pada orang dewasa maupun remaja baik di negara maju maupun berkembang. Prevalensi overweight

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pola Konsumsi Makanan Dalam kehidupan sehari-hari, orang tidak terlepas dari makanan karena makanan adalah salah satu kebutuhan pokok manusia. Fungsi pokok makanan adalah untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anak Balita Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang pesat sehingga memerlukan zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat badannya. Anak balita ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberi makna kepada orang lain sesuai dengan konteks yang terjadi.

BAB I PENDAHULUAN. memberi makna kepada orang lain sesuai dengan konteks yang terjadi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Komunikasi merupakan proses dinamis di mana orang berusaha untuk berbagi masalah internal mereka dengan orang lain melalu penggunaan simbol (Samovar, 2014,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 18 tahun. Di Indonesia BPS (2008) mencatat bahwa sekitar 34,5% anak perempuan

BAB I PENDAHULUAN. 18 tahun. Di Indonesia BPS (2008) mencatat bahwa sekitar 34,5% anak perempuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pernikahan anak merupakan praktik yang tersebar luas didunia. UNICEF (2010) mencatat bahwa sekitar 60% anak perempuan di dunia menikah di bawah usia 18 tahun. Di Indonesia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyelenggaraan Makanan Penyelenggaraan makanan merupakan suatu kegiatan atau proses menyediakan makanan dalam jumlah yang banyak atau dalam jumlah yang besar. Pada institusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dan masuk ke Indonesia melalui jalur perdagangan pada abad ke-16. Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dan masuk ke Indonesia melalui jalur perdagangan pada abad ke-16. Masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat Tionghoa adalah salah satu kelompok masyarakat yang mendiami wilayah Indonesia dan masuk ke Indonesia melalui jalur perdagangan pada abad ke-16.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beranekaragam, sehingga kebutuhan zat gizinya dapat terpenuhi.

BAB I PENDAHULUAN. beranekaragam, sehingga kebutuhan zat gizinya dapat terpenuhi. BAB I PENDAHULUAN A. Latarbelakang Masalah Makanan merupakan kebutuhan pokok manusia untuk dapat melangsungkan hidupnya, manusia memerlukan makanan karena makanan merupakan sumber gizi dalam bentuk kalori,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi Balita 1. Pengertian Status Gizi Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Keadaan tersebut dapat dibedakan dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ibu Menyusui Menyusui merupakan pekerjaan biologik yang mulia bagi semua jenis mamalia dan sebagai satu kesatuan dari fungsi reproduksi, menyusui adalah suatu insting. Namun

Lebih terperinci

II. TINAJUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap makhluk hidup

II. TINAJUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap makhluk hidup 7 II. TINAJUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. Tinjauan Pustaka 1. Pola makan anak balita Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap makhluk hidup khususnya manusia. Pangan merupakan bahan yang

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sayuran merupakan salah satu sumber mineral mikro yang berperan sangat penting dalam proses metabolisme tubuh (Indira, 2015). Mineral mikro sendiri merupakan mineral

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyusun makanan yang memenuhi persyaratan gizi dibandingkan orang lain yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyusun makanan yang memenuhi persyaratan gizi dibandingkan orang lain yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Keluarga 2.1.1 Pendidikan Orang Tua Seseorang yang hanya tamat sekolah dasar belum tentu kurang mampu menyusun makanan yang memenuhi persyaratan gizi dibandingkan

Lebih terperinci

Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan.

Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan. Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan. Peningkatan energi dan zat gizi tersebut dibutuhkan untuk

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Status Gizi 2.1.1 Pengertian Status Gizi Status gizi adalah keadaan kesehatan individu-individu atau kelompok-kelompok yang ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik akan energi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang banyak terjadi dan tersebar di seluruh dunia terutama di negara

BAB 1 PENDAHULUAN. yang banyak terjadi dan tersebar di seluruh dunia terutama di negara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anemia defisiensi besi masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang banyak terjadi dan tersebar di seluruh dunia terutama di negara berkembang dan negara miskin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Makanan yang diberikan sehari-hari harus mengandung zat gizi sesuai kebutuhan, sehingga menunjang pertumbuhan

Lebih terperinci

PEMBERIAN MP ASI SETELAH ANAK USIA 6 BULAN Jumiyati, SKM., M.Gizi

PEMBERIAN MP ASI SETELAH ANAK USIA 6 BULAN Jumiyati, SKM., M.Gizi Tanggal 16 Oktober 2014 PEMBERIAN MP ASI SETELAH ANAK USIA 6 BULAN Jumiyati, SKM., M.Gizi PENDAHULUAN Usia 6 bulan hingga 24 bulan merupakan masa yang sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Status nutrisi adalah kondisi kesehatan yang dipengaruhi oleh asupan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Status nutrisi adalah kondisi kesehatan yang dipengaruhi oleh asupan dan 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Status nutrisi Status nutrisi adalah kondisi kesehatan yang dipengaruhi oleh asupan dan manfaat zat zat gizi. Perubahan pada dimensi tubuh mencerminkan keadaan kesehatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Di zaman seperti sekarang ini masih banyak dijumpai orang-orang yang mengalami

I. PENDAHULUAN. Di zaman seperti sekarang ini masih banyak dijumpai orang-orang yang mengalami I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di zaman seperti sekarang ini masih banyak dijumpai orang-orang yang mengalami kekurangan gizi. Masalah gizi pada masyarakat umumnya terjadi karena faktor ekonomi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan sebelum mengisi aktivitas yang lain setiap hari. Sarapan dibutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan sebelum mengisi aktivitas yang lain setiap hari. Sarapan dibutuhkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sarapan pagi merupakan makanan yang dimakan setiap pagi hari atau suatu kegiatan yang penting dilakukan sebelum mengisi aktivitas yang lain setiap hari. Sarapan dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Status Gizi Status gizi merupakan suatu keadaan tubuh akibat interaksi antara asupan energi dan protein serta zat-zat gizi esensial lainnya dengan keadaan kesehatan tubuh (Sri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkotaan dan pedesaan berdasarkan kriteria klasifikasi wilayah. desa/kelurahan (Badan Pusat Statistik {BPS}, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. perkotaan dan pedesaan berdasarkan kriteria klasifikasi wilayah. desa/kelurahan (Badan Pusat Statistik {BPS}, 2010). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sistem pemerintahan di Indonesia beragam dan bertingkat mulai dari daerah pedesaan hingga perkotaan. Suatu daerah digolongkan dalam daerah perkotaan dan pedesaan

Lebih terperinci

BAB PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen Bangsa Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketahanan pangan pada tingkat nasional, regional, maupun rumah tangga. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. ketahanan pangan pada tingkat nasional, regional, maupun rumah tangga. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sasaran pembangunan pangan dalam GBHN 1999 adalah terwujudnya ketahanan pangan pada tingkat nasional, regional, maupun rumah tangga. Menurut Undang-Undang No. 18 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kamu makan sering dikutip tetapi tidak direnungkan lebih dalam apa maksud

BAB I PENDAHULUAN. kamu makan sering dikutip tetapi tidak direnungkan lebih dalam apa maksud A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Dari sejarah perkembangan ilmu gizi makin banyak bukti yang menunjukkan adanya hubungan antara apa yang di makan dengan kesehatan dan penyakit. Suatu pribahasa kuno

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan dan dilestarikan agar tidak hilang ditelan waktu. Banyak

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan dan dilestarikan agar tidak hilang ditelan waktu. Banyak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki ragam seni dan budaya yang keberadaannya perlu dikembangkan dan dilestarikan agar tidak hilang ditelan waktu. Banyak makanan dari daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing,

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan bangsa di dunia yang mendiami suatu daerah tertentu memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing, setiap bangsa memiliki

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun 2010 menunjukkan bahwa jumlah penduduk lansia di Indonesia berjumlah

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun 2010 menunjukkan bahwa jumlah penduduk lansia di Indonesia berjumlah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertambahan jumlah lansia di beberapa negara, salah satunya Indonesia, telah mengubah profil kependudukan baik nasional maupun dunia. Hasil Sensus Penduduk tahun 2010

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tetapi pada masa ini anak balita merupakan kelompok yang rawan gizi. Hal ini

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tetapi pada masa ini anak balita merupakan kelompok yang rawan gizi. Hal ini BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masalah Gizi Pada Anak Balita Masa balita merupakan periode penting dalam tumbuh kembang anak. Akan tetapi pada masa ini anak balita merupakan kelompok yang rawan gizi. Hal

Lebih terperinci

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian Kode Responden:

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian Kode Responden: LAMPIRAN Lampiran 1 Kuesioner Penelitian Kode Responden: KUESIONER PENELITIAN POLA KONSUMSI PANGAN MASYARAKAT PAPUA (Studi kasus di Kampung Tablanusu, Distrik Depapre, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebabkan anak balita ini rawan gizi dan rawan kesehatan antara lain : sehingga perhatian ibu sudah berkurang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebabkan anak balita ini rawan gizi dan rawan kesehatan antara lain : sehingga perhatian ibu sudah berkurang. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anak Balita Anak Balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan penyakit. Kelompok ini yang merupakan kelompok umur yang paling menderita akibat gizi (KKP), dan jumlahnya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu kebutuhan pokok manusia adalah pangan. Dalam proses pemenuhan kebutuhan pangan, salah satu aktivitas yang bersifat individual adalah konsumsi pangan. Bagi individu,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan suatu bangsa sangat tergantung kepada keberhasilan bangsa itu sendiri dalam menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas,

Lebih terperinci

GAMBARAN ASUPAN ZAT GIZI, STATUS GIZI DAN PRODUKTIVITAS KARYAWAN CV. SINAR MATAHARI SEJAHTERA DI KOTA MAKASSAR

GAMBARAN ASUPAN ZAT GIZI, STATUS GIZI DAN PRODUKTIVITAS KARYAWAN CV. SINAR MATAHARI SEJAHTERA DI KOTA MAKASSAR GAMBARAN ASUPAN ZAT GIZI, STATUS GIZI DAN PRODUKTIVITAS KARYAWAN CV. SINAR MATAHARI SEJAHTERA DI KOTA MAKASSAR Hendrayati 1, Sitti Sahariah Rowa 1, Hj. Sumarny Mappeboki 2 1 Jurusan Gizi, Politeknik Kesehatan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan. terjangkau dan aman dikonsumsi bagi setiap warga untuk menopang

I. PENDAHULUAN. suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan. terjangkau dan aman dikonsumsi bagi setiap warga untuk menopang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumberdaya manusia suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan pangan dalam jumlah dan kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Prevalensi anemia di Indonesia cukup tinggi pada periode tahun 2012 mencapai 50-63% yang terjadi pada ibu hamil, survei yang dilakukan di Fakultas Kedokteran Indonesia,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berbagai permasalahan gizi yang dialami Indonesia saat ini, baik gizi kurang

BAB 1 PENDAHULUAN. Berbagai permasalahan gizi yang dialami Indonesia saat ini, baik gizi kurang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berbagai permasalahan gizi yang dialami Indonesia saat ini, baik gizi kurang maupun gizi lebih pada dasarnya disebabkan oleh pola makan yang tidak seimbang. Sementara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tingkat Konsumsi Tingkat konsumsi ditentukan oleh kualitas serta kuantitas hidangan. Kualitas hidangan menunjukkan adanya semua zat gizi yang diperlukan tubuh di dalam susunan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN SILABUS. Nama Mata Kuliah: Kesehatan dan Gizi II. : Cucu Eliyawati, M.Pd

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN SILABUS. Nama Mata Kuliah: Kesehatan dan Gizi II. : Cucu Eliyawati, M.Pd UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN SILABUS Nama Mata Kuliah: Kesehatan dan Gizi II Kode Mata Kuliah: UD 402 Bobot SKS Dosen : 2 SKS : Cucu Eliyawati, M.Pd Dr. Nur Faizah Romadona,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan zaman mengakibatkan adanya pergeseran jenis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan zaman mengakibatkan adanya pergeseran jenis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan zaman mengakibatkan adanya pergeseran jenis penyakit. Penyakit menular sudah digantikan oleh penyakit yang tidak menular seperti penyakit degeneratif, metabolik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi 1. Pengertian Status Gizi Status gizi atau tingkat konsumsi pangan adalah suatu bagian penting dari status kesehatan seseorang (Suhardjo, 1989). Menurut Roedjito

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Makanan Pendamping Air Susu Ibu Makanan pendamping air susu ibu adalah makanan yang diberikan pada bayi disamping air susu ibu, untuk memenuhi kebutuhan gizi anak mulai umur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gizi Kurang Zat gizi adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan, serta mengatur

Lebih terperinci

AGAMA, TRADISI KEPERCAYAAN, DALAM PERSPEKTIF BUDAYA KESEHATAN OLEH : M. ASKAR, S.KEP,NS.,M.KES

AGAMA, TRADISI KEPERCAYAAN, DALAM PERSPEKTIF BUDAYA KESEHATAN OLEH : M. ASKAR, S.KEP,NS.,M.KES AGAMA, TRADISI KEPERCAYAAN, DALAM PERSPEKTIF BUDAYA KESEHATAN OLEH : M. ASKAR, S.KEP,NS.,M.KES Pasien dan keluarga berada Rumah sakit, komunitas menggunakan Kombinasi terapi biomedis dengan agama dan kepercayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Anak prasekolah adalah anak berusia dua sampai lima tahun. Rentang usia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Anak prasekolah adalah anak berusia dua sampai lima tahun. Rentang usia BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Anak prasekolah adalah anak berusia dua sampai lima tahun. Rentang usia tersebut merupakan periode emas seorang anak dalam pertumbuhan dan perkembangan terutama fungsi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang masih belum bergizi-seimbang. Hasil Riskesdas (2007) anak balita yang

BAB 1 PENDAHULUAN. yang masih belum bergizi-seimbang. Hasil Riskesdas (2007) anak balita yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah gizi kurang pada balita masih cukup tinggi, salah satunya karena kualitas makanan sebagian besar masyarakat Indonesia terutama pada anak balita yang masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan Indonesia kearah modernisasi maka semakin banyak peluang bagi perempuan untuk berperan dalam pembangunan. Tetapi berhubung masyarakat

Lebih terperinci

Perilaku Makan Dan Pengasuhan Gizi Anak Balita di Kawasan Pemukiman Kumuh Kota Denpasar

Perilaku Makan Dan Pengasuhan Gizi Anak Balita di Kawasan Pemukiman Kumuh Kota Denpasar Perilaku Makan Dan Pengasuhan Gizi Anak Balita di Kawasan Pemukiman Kumuh Kota Denpasar Ni Ketut Sutiari*, Tangking Widarsa Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Udayana Gd PS IKM, Kampus

Lebih terperinci

LAMPIRAN KUESIONER ANALISIS PENGELUARAN DAN POLA KONSUMSI PANGAN SERTA HUBUNGANNYA DENGAN STATUS GIZI MAHASISWA PENERIMA BEASISWA ETOS JAWA BARAT

LAMPIRAN KUESIONER ANALISIS PENGELUARAN DAN POLA KONSUMSI PANGAN SERTA HUBUNGANNYA DENGAN STATUS GIZI MAHASISWA PENERIMA BEASISWA ETOS JAWA BARAT 65 LAMPIRAN Lampiran 1 Kuesioner KUESIONER ANALISIS PENGELUARAN DAN POLA KONSUMSI PANGAN SERTA HUBUNGANNYA DENGAN STATUS GIZI MAHASISWA PENERIMA BEASISWA ETOS JAWA BARAT FILE : AllData Sheet 1 CoverInd

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian konsep dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003:588) adalah

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian konsep dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003:588) adalah BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pengertian konsep dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003:588) adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada diluar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Terciptanya SDM yang berkualitas ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Terciptanya SDM yang berkualitas ditentukan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan salah satu komponen penting dalam mencapai tujuan pembangunan kesehatan.sumber daya manusia yang berkualitas sangat dibutuhkan untuk

Lebih terperinci

PENGENALAN MAKANAN BAYI DAN BALITA. Oleh: CICA YULIA S.Pd, M.Si

PENGENALAN MAKANAN BAYI DAN BALITA. Oleh: CICA YULIA S.Pd, M.Si PENGENALAN MAKANAN BAYI DAN BALITA Oleh: CICA YULIA S.Pd, M.Si Siapa Bayi dan Balita Usia 0 12 bulan Belum dapat mengurus dirinya sendiri Masa pertumbuhan cepat Rentan terhadap penyakit dan cuaca Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pengaturan-nya. Namun berbeda dengan mahluk Tuhan lainnya, demi menjaga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pengaturan-nya. Namun berbeda dengan mahluk Tuhan lainnya, demi menjaga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkawinan merupakan salah satu sunatullah yang berlaku pada semua mahluk Tuhan, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuhan. Dengan naluri mahluk, dan masing-masing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia sangat dipengaruhi oleh rendahnya

BAB I PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia sangat dipengaruhi oleh rendahnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gizi memegang peranan penting dalam siklus hidup manusia. Rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia sangat dipengaruhi oleh rendahnya status gizi

Lebih terperinci

Mitos Sixpack Orang menghabiskan uang jutaan setiap tahun untuk mendapatkan tubuh ideal. Sekarang ini terdapat sekitar 200 lebih alat-alat latihan untuk perut. Sebagian alat-alat ini tidak berguna sama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Konsumsi Makan Makanan merupakan fisiologis maupun psikologis untuk anak dan orang tua. Oleh karena itu perlu diciptakan situasi pemberian makan kepada anak yang memenuhi

Lebih terperinci

PENYUSUNAN DAN PERENCANAAN MENU BERDASARKAN GIZI SEIMBANG

PENYUSUNAN DAN PERENCANAAN MENU BERDASARKAN GIZI SEIMBANG PENYUSUNAN DAN PERENCANAAN MENU BERDASARKAN GIZI SEIMBANG Penyusunan dan Perencanaan Menu Berdasarkan Gizi Seimbang By. Jaya Mahar Maligan Laboratorium Nutrisi Pangan dan Hasil Pertanian PS Ilmu dan Teknologi

Lebih terperinci

Penyusunan dan Perencanaan Menu Berdasarkan Gizi Seimbang

Penyusunan dan Perencanaan Menu Berdasarkan Gizi Seimbang Penyusunan dan Perencanaan Menu Berdasarkan Gizi Seimbang By. Jaya Mahar Maligan Laboratorium Nutrisi Pangan dan Hasil Pertanian PS Ilmu dan Teknologi Pangan Jurusan THP FTP UB Menu France : daftar yang

Lebih terperinci

PENGETAHUAN DAN KETERAMPILAN PEMILIHAN MAKANAN SEHARI-HARI MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TATA BUSANA

PENGETAHUAN DAN KETERAMPILAN PEMILIHAN MAKANAN SEHARI-HARI MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TATA BUSANA 65 PENGETAHUAN DAN KETERAMPILAN PEMILIHAN MAKANAN SEHARI-HARI MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TATA BUSANA Ika Sartika 1, Ellis Endang Nikmawati 2, Ai Mahmudatussa adah 2 Abstrak : Penelitian ini dilatarbelakangi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bermutu secara adil dan merata, serta mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya di

BAB 1 PENDAHULUAN. bermutu secara adil dan merata, serta mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya di BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sehat adalah suatu gambaran kondisi Indonesia di masa depan, yakni masyarakat, bangsa, dan negara yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan, makanan yang dikonsumsi merupakan makanan yang sehat, dengan vegetarian. Makanan vegetarian saat ini mulai digemari oleh

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan, makanan yang dikonsumsi merupakan makanan yang sehat, dengan vegetarian. Makanan vegetarian saat ini mulai digemari oleh BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masyarakat saat ini memiliki perhatian yang lebih terhadap makanan yang mereka konsumsi. Pemilihan makanan tidak hanya mengutamakan kepuasan selera, tetapi juga mengutamakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun.

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan salah satu kelompok usia yang memiliki tingkat kerentanan cukup tinggi disaat masa pertumbuhan dan pada masa ini terjadi proses kehidupan menuju kematangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terdapat pada tujuh unsur kebudayaan universal. Salah satu hal yang dialami

BAB I PENDAHULUAN. yang terdapat pada tujuh unsur kebudayaan universal. Salah satu hal yang dialami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberagaman suku bangsa di Indonesia telah melahirkan ragamnya adat - istiadat dan kepercayaan pada setiap suku bangsa. Tentunya dengan adanya adatistiadat tersebut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan kecerdasan anak. Pembentukan kecerdasan pada masa usia

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan kecerdasan anak. Pembentukan kecerdasan pada masa usia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Status gizi memiliki pengaruh yang sangat besar dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas di masa yang akan datang. Status gizi berhubungan dengan kecerdasan

Lebih terperinci