BAB II LANDASAN TEORI. yang mengungkapkan konsep mengenai dispositional optimism, yaitu. Selligman (2006) mengungkapkan konsep learned helplessness

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI. yang mengungkapkan konsep mengenai dispositional optimism, yaitu. Selligman (2006) mengungkapkan konsep learned helplessness"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI A. OPTIMISME 1. Definisi Optimisme Carver dan Scheier (dalam Snyder, 2003) menyatakan bahwa optimisme merupakan pandangan seseorang mengenai masa depannya. Pandangan ini tentu saja pandangan positif tentang hasil yang akan diperoleh di masa depan. Hal serupa juga dinyatakan oleh Carr (2005) yang mengungkapkan konsep mengenai dispositional optimism, yaitu sebuah harapan yang menyeluruh dimana akan terjadi lebih banyak hal-hal baik di masa depan dibandingkan hal yang buruk. Lebih lanjut Carver, Scheier & Weintraub (dalam Snyder,2002) menyatakan bahwa optimisme terkait dengan kecenderungan untuk berfokus pada pemecahan masalah ketika terjadi situasi dibawah tekanan, dan untuk tidak menghindar serta menolak dari masalah yang dihadapi. Selligman (2006) mengungkapkan konsep learned helplessness yaitu respon yang pasif dan kecenderungan untuk bereaksi menghindar serta meyakini bahwa apa yang diperbuat tidak berarti apa-apa pada situasi yang berat. Dan adanya konsep explanatory style mengenai bagaimana kita menjelaskan kepada diri kita sendiri kenapa situasi tersebut dapat terjadi. Maka, individu dengan explanatory style yang optimis akan meyakini dirinya bahwa dia mampu dan dapat bertahan agar tidak terjadi learned helplessness. 11

2 12 Melalui penjabaran diatas dapat kita simpulkan bahwa optimisme merupakan keyakinan akan mendapatkan hasil yang baik di masa depan dan kemampuan untuk dapat bertahan menghadapi masalah yang ada. 2. Perkembangan Optimisme pada Individu Selligman (2006) mengungkapkan bahwa optimisme berkembang semenjak kecil melalui peran orang tua. Kesehatan mental orang tua, modelling dan reward yang diberikan orang tua saat anak mengembangkan sikap optimis akan membentuk optimisme pada anak. Saat anak mengalami kegagalan, peran orang tua untuk menanamkan nilai bahwa kegagalan tersebut dikarenakan faktor dari luar bukannya dari dalam diri anak sangat diperlukan. Saat anak mengalami kegagalan, orangtua harus mampu mendorong anak untuk tidak berputus asa dan tetap tekun dalam menggapai keinginannya. Individu optimis lebih mungkin muncul dari keluarga dimana orangtua tidak memiliki depresi. Pada keluarga yang memiliki trauma atau kesehatan mental yang buruk, anak cenderung tumbuh menjadi individu yang pesimis. Oangtua yang sering mengkritik kegagalan anak juga akan mengembangkan anak tersebut menjadi pesimis. Anak juga akan menjadi individu yang pesimis saat mengalami abuse atau penolakan dari orangtuanya. Anak yang sejak kecil sudah mengalami trauma akan

3 13 tumbuh menjadi individu yang depresi. Hal ini bisa diatasi jika mereka memiliki hubungan yang dapat mendukung mereka (Selligman, 2006). Optimisme pada masa dewasa biasanya ditandai dengan pencapaian prestasi yang memuaskan, baik di sekolah maupun di tempat bekerja. Selain itu, individu dewasa yang optimis juga memiliki kehidupan keluarga yang baik. Orang-orang optimis juga memiliki ikatan sosial yang baik dengan orang lain, dan lebih toleransi dengan orang lain (Selligman, 2006). Carver, Scheier, dan Segerstrom (2010), menyatakan bahwa optimisme dalam diri seseorang juga dipengaruhi oleh kegagalan masa lalu. Biasanya individu yang melihat kegagalannya dalam sudut pandang negatif akan cenderung menghambat optimisme dalam dirinya. Lebih lanjut, Carver., dkk (2010) menyatakan bahwa dukungan sosial mampu mengembangkan optimisme dalam diri seorang individu. Saat individu dapat merasakan dukungan dari orang orang, dia akan lebih yakin untuk dapat bertahan dalam situasi situasi sulit. Saat dukungan sosial ini tidak dapat dirasakan oleh individu, maka hal ini akan menghambat perkembangan optimisme dalam diri individu. Optimisme yang berkembang dalam diri seseorang akan memengaruhi kesehatan mental dan fisik mereka. Conversano, Rotondo, Lensi, Vista, Arpone, & Reda (2010) menemukan bahwa individu optimis lebih mampu untuk mengatasi distress dalam

4 14 kehidupannya sehingga cenderung terbebas dari gangguan- gangguan mental. Bukan hanya gangguan mental, individu yang optimis juga cenderung lebih sehat secara fisik karena optimisme mampu meningkatkan kekebalan sistem imun sehingga individu lebih mampu untuk bertahan dari penyakit - penyakit fisik. Selain berpengaruh terhadap kesehatan mental dan kesehatan fisik, optimisme juga berpengaruh pada kehidupan sosial individu tersebut. Individu optimis kemudian mampu menjalin hubungan sosial yang sehat bukan hanya hubungan sosial secara umum, juga hubungan sosial yang lebih intim, misalnya dalam hubungan romantis (Carver, dkk., 2010) Intinya adalah, optimisme terbentuk melalui penilaian individu mengenai apakah dirinya bernilai atau tidak. Perasaan bernilai berasal dari pengakuan individu terhadap dirinya dan dukungan dan penghargaan dari orang lain (Selligman, 2006). 3. Karakteristik Individu Optimis dan Individu Pesimis Individu yang optimis dan individu pesimis biasanya menampilkan perbedaan baik dari cara berfikir maupun bertingkah laku. Perbedaan ini lebih lanjut dikemukakan oleh Carver dan Scheier (dalam Snyder, 2002) sebagai berikut : a. Individu yang optimis selalu mengharapkan hasil yang baik akan terjadi pada mereka meskipun keadaan terlihat sulit. Pada situasi yang sulit, individu yang optimis cenderung percaya diri dan

5 15 bertekun walaupun kemajuan terasa lambat dan percaya bahwa kesulitan tersebut dapat diatasi, dan berfokus untuk perencanaan di masa depannya dan tidak mau terlarut pada masa lampau yang menyakitkan. Individu optimis juga biasanya memiliki perasaanperasaan yang positif. Individu pesimis memperkirakan akan terjadi hal buruk pada mereka, selalu merasa ragu-ragu dan cenderung berfokus pada kejadian-kejadian tidak menyenangkan di masa lalu. Individu yang pesimis biasanya memiliki perasaan negatif terkait keyakinan tersebut misalnya cemas, marah, sedih, putus asa dan merasa bersalah. b. Saat menghadapi masalah, individu optimis menggunakan strategi problem-focused coping dimana mereka aktif dan berfokus untuk memecahkan masalah dan dapat mengontrol masalah dengan menggunakan berbagai cara, mampu hal-hal buruk yang terjadi pada mereka, melihat sisi baik dari peristiwa tersebut, dan mendapatkan pelajaran dari situasi yang buruk. Berbeda dengan individu optimis, saat dihadapkan dengan masalah individu pesimis menggunakan emotional-focused coping dimana mereka berfokus pada emosi mereka dan lebih memilih untuk menghindari masalah yang ada baik dengan tidur, makan, dan mabuk-mabukan, dan menyangkal kenyataan bahwa mereka sedang terlibat dalam situasi yang buruk.

6 16 4. Optimisme dalam Hubungan Romantis Carver, Scheier, dan Segerstrom (2010) menyatakan bahwa optimisme merupakan sumber daya yang baik dalam hubungan, baik hubungan secara luas maupun hubungan yang lebih intim misalnya hubungan romantis. Hal ini dikarenakan bahwa orang akan lebih menyukai orang lain yang dapat mengungkapkan harapan-harapan yang positif tentang masa depan, dan cenderung menolak orang yang memiliki keyakinan negatif. Selain itu, orang optimis cenderung melihat segala sesuatu dalam pandangan positif, sehingga akan lebih puas dalam hubungannya meskipun hubungan tersebut tidak sempurna. Angelo & Srivasta (2009) menyatakan bahwa oprimisme bersifat global yang artinya optimisme dimanifestasikan dalam berbagai keyakinan, waktu, situasi dan domain kehidupan. Optimisme secara global juga dikaitkan dengan hasil interaksi sosial yang positif. Salah satunya adalah hubungan romantis atau berpacaran. Di dalam hubungan berpacaran, optimisme dibangun oleh adanya perceived support. Perceived support adalah keyakinan bahwa pasangan dapat memberikan bantuan dukungan dan kenyamanan saat diperlukan. Selain itu, perceived support juga merupakan keyakinan yang persisten dan stabil mengenai perilaku pasangan di masa depan. Di dalam hubungan romantis, optimisme mempengaruhi kualitas dukungan yang diberikan dan diterima seorang individu (Angelo & Srivastava, 2009). Orang yang optimis akan meyakini bahwa

7 17 pasangannya dapat memberikan dukungan yang positif, dan mereka akan mampu menyelesaikan konflik mereka dengan baik. Maka jika individu merupakan individu yang optimis, maka hal itu akan terlihat dalam hubungan romantis, dan pasangan cenderung menunjukkan perceived support saat berpasangan dengan individu optimis, dan perceived support ini nantinya akan mengembangkan optimisme individu dalam hubungan romantis tersebut. Optmisme dalam hubungan romantis akan menghasilkan efek yang positif berupa kepuasan yang lebih baik dalam hubungan bukan hanya kepuasan pada individu, melainkan juga kepuasan pada pasangan. Selain itu optimisme juga mengurangi kecenderungan terjadinya konflik yang tak terselesaikan dalam hubungan. Guerrero, Andersen, and Afifi (2001) mendefinisikan konflik dalam hubungan romantis sebagai ketidak sesuaian antara dua orang yang meyakini bahwa mereka memiliki tujuan yang berbeda. Berkurangnya konflik dalam hubungan romantis terjadi karena individu optimis cenderung menggunakan problem-focused coping saat menghadapi masalah, sehingga individu optimis dan pasangannya dapat menyelesaikan konflik mereka dengan berdiskusi secara terbuka ( Carver, Scheier, dan Segerstrom, 2010). Pada akhirnya, karena adanya kepuasan dan kemampuan menangani konflik yang baik, hubungan dapat bertahan lebih lama (Srivastava, dkk., 2006).

8 18 B. HUBUNGAN ROMANTIS 1. Definisi Hubungan Romantis DeGenova (2008) mengungkapkan bahwa hubungan romantis atau berpacaran adalah proses dimana ada dua orang bertemu dan beraktivitas bersama untuk saling mengenal satu sama lain. Lebih lanjut, Hurlock (1998) menyatakan bahwa dalam hubungan romantis terjadi proses memilih pasangan hidup merupakan salah satu tugas perkembangan individu saat dia memasuki masa dewasa awal. Hal ini juga disebutkan oleh Erickson (dalam Papalia, Olds & Feldman, 2001) bahwa individu yang memasuki masa dewasa akan berusaha untuk membangun keintiman dengan orang lain, sebab apabila individu gagal membangun keintiman, maka individu tersebut akan terisolasi dengan lingkungannya. Saxton (dalam Bowman & Spainer, 1978) menggambarkan hubungan romantis sebagai sebuah istilah yang digunakan masyarakat untuk menggambarkan sebuah perencanaan kegiatan, termasuk di dalamnya adalah melakukan aktifitas bersama antar dua orang yang biasanya belum menikah dan berjenis kelamin berbeda. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat kita simpulkan bahwa hubungan romantis adalah proses dimana dua orang individu beraktivitas dan berkomitmen untuk bersama dan membangun keintiman sebagai langkah dalam memilih pasangan hidup.

9 19 2. Kepuasan dalam Hubungan Romantis Kepuasan dalam hubungan romantis adalah evaluasi interpersonal mengenai sisi positif pasangan, dan apakah pasangan memberikan ketertarikan dalam hubungan (Bunk & Rusbult,1993). Myers & Diane (dalam Harvey & Pauwels,1999) menyatakan bahwa individu yang merasakan kepuasan dalam hubungan romantisnya akan lebih bahagia, lebih sehat dan dapat hidup lebih lama. Lebih lanjut, Miller dan Tedder (2011) mengemukakan beberapa indikator untuk melihat apakah kepuasan dalam hubungan romantis sudah tercapai, yaitu: a. Good quality of communication Di dalam hubungan yang pasangannya dapat saling berinteraksi secara santai dan menyenangkan serta saat pasangan tersebut dapat menjadi pendengar yang baik, maka hubungan tersebut akan memuaskan masing-masing pasangan komunikasi yang baik juga nantinya akan membuat mereka dapat menangani konflik dengan baik. b.conflict resolution Pada hubungan yang memuaskan atau berhasil, konflik biasanya dihadapi dengan komunikasi yang terbuka dan membangun. Konflik akan diselesaikan dengan persetujuan dari kedua belah pihak dan memberikan pelajaran kepada pasangan. Namun, pada hubungan yang tidak sehat, pasangan cenderung menghindari atau mengurangi konflik. Padahal, penyelesaian

10 20 konflik akan membuat masing-masing pasangan lebih dapat terbuka dan mengemukakan pendapat sehingga kebutuhan dan keinginan masing-masing dapat terpenuhi. c. Affection Dengan adanya afeksi dalam hubungan, masing-masing pasangan akan membuat berbagai cara agar pasangannya dapat tetap nyaman berada di dekatnya. Maka dengan membuat pasangan bahagia, afeksi tersebut dapat dirasakan oleh pasangan masingmasing. d. Relational certainty/security Di dalam hubungan yang memuaskan, pasangan akan saling berbagi pandangan mengenai masa depan mereka bersama, dan adanya keinginan masing-masing pasangan untuk tetap bersama di masa depan dan adanya ketidakinginan untuk berpisah sehingga hubungan biasanya bertahan lebih lama. C. TRANSGENDER 1. Definisi Transgender Transgender adalah istilah yang merujuk pada orang-orang yang menampilkan identitas gender yang berbeda dengan jenis kelamin bawaan lahirnya ataupun orang- orang yang mengekspresikan peran gendernya berbeda secara signifikan dengan seperti apa gender tersebut diasosiasikan. Transgender terbagi atas dua jenis yaitu female

11 21 to male transgender (FtM), dan male to female transgender (MtF) (IOM, 2011). Di Indonesia, male to female transgender ini lebih akrab disebut dengan waria (STBP,2007). Dalam DSM IV-TR (2004), gangguan identitas gender pada masa dewasa dimanifestasikan dengan adanya keinginan yang kuat untuk melakukan peran seks lain (dalam hal ini, pria memiliki keinginan untuk melakukan peran seks sebagai perempuan), atau mendapatkan penampilan seks yang berbeda dengan manipulasi hormon dan operasi. Perroto dan Culkin (1993) juga menungkapkan bahwa transgender adalah individu yang merasakan adanya ketidaksesuaian fisik dan gendernya. Biasanya orang-orang ini merasa adanya perbedaan persepsinya mengenai jenis kelaminnya pada masa kanak-kanak dan pada masa kini Berdasarkan penjelasan diatas dapat kita simpulkan bahwa male to female transgender adalah individu dengan seks sebagai seorang lakilaki, akan tetapi memiliki identitas gender sebagai seorang perempuan yang ditampilkan dengan melakukan peran gender sebagai seorang wanita. 2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Menjadi Transgender Banyak faktor yang berkaitan yang pada akhirnya membuat seorang laki-laki secara fisik merasakan dan meyakini bahwa dirinya adalah transgender. Money (dalam Nadia, 2005) menyatakan bahwa pada dasarnya abnormalitas seksual diperoleh semenjak orang tersebut

12 22 dilahirkan atau dikenal dengan teori congenital dimana abnormalitas seksual seseorang bukan merupakan pengaruh dari luar. Nacke (dalam Nadia, 2005) menyatakan bahwa seseorang mengalami gejala keabnormalan seksualitas saat sudah menginjak usia dewasa, karenanya gejala abnormalitas ini tidak hanya terjadi karena pengaruh lingkungan (acquired) melainkan juga adanya faktor genetik (congenital) yang sudah ada sejak lama dalam diri seseorang. Sementara itu Davidson, Kring, dan Neale (2004) mengemukakan beberapa faktor yang menyebabkan seseorang memiliki gangguan identitas gender, seperti : a. Faktor biologis Gangguan identitas gender seperti yang dialami oleh para transgender ini dipengaruhi oleh hormon-hormon dalam tubuh mereka. Tubuh manusia menghasilkan hormon testosteron yang mempengaruhi neuron otak dan berkontribusi terhadap masukulinisasi otak yang terjadi pada area, seperti hipotalamus. Penelitian yang dilakukan oleh McGinley (dalam Davidson, Kring, & Neale, 2004) menemukan bahwa anak laki-laki yang pada masa perkembangan fetalnya tidak dapat menghasilkan hormon yang membentuk penis dan skrotum secara sempurna kemudian tumbuh sebagai perempuan. Yalom, Green, & Fisk (dalam Davidson, dkk., 2004) juga menemukan bahwa anak lelaki yang ibunya pada masa kehamilan menyuntikkan hormon perempuan, anak lelaki tersebut

13 23 kemudian cenderung kurang atletis, tidak menyukai permainan yang keras atau berguling-guling dibandingkan teman-teman lakilakinya. b. Faktor sosial dan psikologis. Reinforcement selama masa pertumbuhan yang diberikan oleh pengasuh dan orangtua akan mempengaruhi perkembangan identitas gender anak. Misalnya ibu yang sering mendandani anak lelakinya dengan pakaian perempuan dan memuji anaknya bahwa anaknya terlihat lebih lucu dan menggemaskan. Reinforcement yang salah yang diberikan oleh lingkungan terhadap anak memberikan kontribusi yang besar terhadap konflik antara anatomi seks dan identitas gender mereka (Zuckerman & Green, dalam Davidson, dkk., 2004). 3. Ciri- Ciri Transgender Dalam DSM IV TR, gangguan identitas gender biasanya dapat dilihat melalui ciri-ciri sebagai berikut : a. Adanya identitas yang kuat dan menetap terhadap gender lawan jenis. Pada anak-anak, terdapat beberapa ciri, yaitu : 1. Berulangkali menyatakan keinginan untuk menjadi atau memaksakan dirinya sebagai lawan jenis 2. Lebih suka memakai pakaian lawan jenis;

14 24 3. Lebih suka berperan sebagai lawan jenis dalam bermain atau terus-menerus berfantasi menjadi lawan jenis; 4. Lebih suka melakukan permainan yang merupakan stereotip lawan jenis; 5. Lebih suka bermain dengan teman-teman dari lawan jenis Pada remaja dan orang dewasa, simtom-simtom seperti, keinginan untuk menjadi lawan jenis, berpindah ke kelompok lawan jenis, ingin diperlakukan sebagai lawan jenis, keyakinan bahwa emosinya adalah tipikal lawan jenis. b. Adanya ketidaknyamanan terhadap seks atau adanya rasa ketidaksesuaian terhadap peran gender seks tersebut 1. Pada anak-anak, terwujud dalam salah satu hal di antaranya : - Pada laki-laki, merasa jijik dengan penisnya dan yakin bahwa penisnya akan hilang seiring berjalannya waktu; tidak menyukai permainan yang biasanya dimainkan anak laki-laki. - Pada anak perempuan, menolak untuk membuang air kecil dengan cara duduk; memiliki keyakinan bahwa penis akan tumbuh; merasa tidak suka dengan payudara yang membesar dan menstruasi; merasa benci atau tidak suka terhadap pakaian perempuan yang konvensional. 2. Pada remaja dan orang dewasa, terwujud dalam salah satu hal diantaranya : keinginan kuat untuk menghilangkan karakteristik jenis kelamin sekunder melalui pemberian hormon dan/atau

15 25 operasi; yakin bahwa ia dilahirkan dengan jenis kelamin yang salah. c. Gangguan ini tidak bersamaan dengan kondisi fisik interseks d. Gangguan ini secara klinis menyebabkan distress yang signifikan atau kekurangan dalam hubungan sosial, pekerjaan, atau area keberfungsian yang penting lainnya. D. OPTIMISME DALAM HUBUNGAN ROMANTIS PADA MALE TO FEMALE TRANSGENDER Optimisme merupakan keyakinan seorang individu untuk mendapatkan hasil yang positif mengenai sesuatu tujuan di masa depan, dimana individu tersebut dapat bertahan menghadapi masalah yang terjadi dan meyakini bahwa akan ada hasil positif yang didapatkan melalui masalah tersebut (Carver &Scheier, 1985). Optimisme pada seseorang terbentuk dari dukungan dan penghargaan orang lain dan keyakinan individu itu sendiri bahwa dirinya bernilai (Selligman, 2006). Optimisme memberikan dampat positif dalam berbagai domain kehidupan seseorang, salah satunya dalam hubungan romantis (Angelo & Srivastava, 2009). Dalam hubungan romantis, optimisme merupakan salah satu sumber daya yang penting (Carver, Scheier, & Segerstorm, 2010), dan berkembang saat individu mendapatkan perceived support dari pasangannya. Individu merasakan perceived support saat dia meyakini bahwa pasangannya dapat memberikan

16 26 dukungan pada saat dibutuhkan, dan yakin bahwa perilaku pasangannya ini akan persisten di masa depan (Srivastava, dkk., 2006). Hubungan romantis merupakan salah satu tugas perkembangan individu yang telah memasuki masa dewasa awal (Hurlock, 1998), tak terkecuali pada male to female transgender. Male to female transgender yang memasuki masa dewasa awal akan membina hubungan romantis sebagai salah satu bentuk pemenuhan kebutuhan akan cinta seperti individu dewasa lainnya. Male to female transgender yang menjalin hubungan romantis dengan pria secara seksual merupakan pasangan homoseksual. Di Indonesia, hal tersebut dianggap melanggar norma agama, sehingga biasanya pasangan tersebut dimarjinalkan dan diberi stigma oleh masyarakat (Oetomo, 2001). Peraturan negara dan agama juga tidak memperbolehkan pasangan ini untuk menikah. Padahal hubungan romantis atau berpacaran adalah proses seseorang menyeleksi pasangan hidupnya sebelum akhirnya menikah (DeGenova, 2008) dan menikah adalah tugas perkembangan yang harus dilalui oleh tiap individu yang sudah mencapai tahap dewasa awal (Hurlock, 1980). Hal ini menjadi stress dan masalah tersendiri bagi transgender tersebut (Green, 2004). Tidak adanya dukungan sosial terhadap hubungan romantis mereka akan memengaruhi optimisme dalam hubungan romantis male to female transgender dan pria ini. Pada hubungan romantis, optimisme diasosiasikan dengan hasil yang positif dari hubungannya secara umum, dimana akan menghasilkan

17 27 hubungan yang dapat bertahan lama, berkurangnya konflik yang tak terselesaikan, dan kemudian menghasilkan hubungan yang memuaskan (Srivasta, dkk., 2006). Ada beberapa indikator yang menunjukkan kepuasan dalam hubungan romantis. Miller dan Tedder (2011) mengungkapkan bahwa komunikasi yang baik dengan pasangan, penanganan konflik yang baik, adanya afeksi yang dapat dirasakan masing-masing pasangan, serta keinginan untuk terus bersama dan mencapai tujuan di masa depan juga akan membuat hubungan terasa lebih memuaskan. Menurut Miller dan Tedder (2011) hubungan yang memuaskan juga akan terlihat jika adanya tujuan bersama mengenai masa depan pada pasangan. Dan biasanya tujuan akhir dari pasangan yang menjalin hubungan romantis adalah menikah. Sementara di Indonesia tidak ada legalisasi pernikahan terhadap pasangan male to female transgender dan pria ini. Fenomena ini memunculkan pertanyaan peneliti bagaimana gambaran optimisme seorang male to female transgender terhadap hubungan romantisnya sementara hubungan tersebut mendapatkan stigma dan marjinalisasi dari masyarakat dan adanya tentangan hukum negara dan norma agama mengenai hubungan sejenis antara male to female transgender dan pria tersebut.

18 28 E. KERANGKA BERPIKIR WARIA MEMPENGARUHI : OPTIMISME Kebutuhan akan kasih sayang Hubungan Romantis Masalah yang dihadapi : - Stigma masyarakat - Tidak bisa menikah - (Oetomo, 2001) Definisi : Keyakinan positif terhadap hasil di masa depan (Carver & Scheier, dalam Snyder 2002) Efek dalam hubungan romantis (Srivastava, dkk., 2006) Wanita Waria Pria Kepuasan dalam hubungan, ditandai dengan: a. Good quality of communication b. Conflict resolution c. Affection d. Relational certainty/ security (Miller & Teddar, 2011) Berkurangnya konflik Hubungan yang bertahan lama

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI. Skripsi

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI. Skripsi HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan oleh : Putri Nurul Falah F 100

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan isu gay di Indonesia meskipun tidak dikatakan pesat, kini

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan isu gay di Indonesia meskipun tidak dikatakan pesat, kini 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Pendahuluan Perkembangan isu gay di Indonesia meskipun tidak dikatakan pesat, kini masyarakat mulai menyadari akan adanya keberadaan kaum gay disekitar mereka. Data yang dilansir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cinta, seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan individu dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. cinta, seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan individu dewasa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tugas perkembangan individu dewasa adalah merasakan ketertarikan terhadap lawan jenis yang akan menimbulkan hubungan interpersonal sebagai bentuk interaksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seksual umumnya dibahas seolah-olah hanya merupakan karakteristik individu,

BAB I PENDAHULUAN. seksual umumnya dibahas seolah-olah hanya merupakan karakteristik individu, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Orientasi seksual mengacu pada pola abadi emosional, atraksi romantis, dan seksual dengan laki-laki, perempuan, atau kedua jenis kelamin. Orientasi seksual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pacaran merupakan sebuah konsep "membina" hubungan dengan orang lain dengan saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Dewasa Awal dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Masa Dewasa

Lebih terperinci

ROMANTISME PADA WANITA KORBAN KEKERASAN SEKSUAL PADA MASA KANAK- KANAK

ROMANTISME PADA WANITA KORBAN KEKERASAN SEKSUAL PADA MASA KANAK- KANAK 1 ROMANTISME PADA WANITA KORBAN KEKERASAN SEKSUAL PADA MASA KANAK- KANAK SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persayaratan Dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh: PRIMA NURUL ULUM F. 100 040 011 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya, mengenal lingkungannya, dan mengenal masyarakat di sekitarnya. Remaja mulai memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembagian tugas kerja di dalam rumah tangga. tua tunggal atau tinggal tanpa anak (Papalia, Olds, & Feldman, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. pembagian tugas kerja di dalam rumah tangga. tua tunggal atau tinggal tanpa anak (Papalia, Olds, & Feldman, 2008). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan peristiwa penting dalam siklus kehidupan manusia. Setiap orang berkeinginan untuk membangun sebuah rumah tangga yang bahagia bersama orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan

BAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penerimaan diri dibutuhkan oleh setiap individu untuk mencapai keharmonisan hidup, karena pada dasarnya tidak ada manusia yang diciptakan oleh Allah SWT tanpa kekurangan.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. penelitian. Bagian pertama akan dibahas mengenai pengertian harga diri, dan waria.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. penelitian. Bagian pertama akan dibahas mengenai pengertian harga diri, dan waria. BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bab ini akan diuraikan mengenai teori-teori yang menjadi landasan utama penelitian. Bagian pertama akan dibahas mengenai pengertian harga diri, dan waria. 2.1 Harga Diri 2.1.1.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak tinggal bersama (Long Distance Relationship) dalam satu rumah karena

BAB I PENDAHULUAN. tidak tinggal bersama (Long Distance Relationship) dalam satu rumah karena BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah sebuah komitmen legal dengan ikatan emosional antara dua orang untuk saling berbagi keintiman fisik dan emosional, berbagi tanggung jawab,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab ini akan membahas tentang landasan teori berupa definisi, dimensi, dan faktor yang berpengaruh dalam variabel yang akan diteliti, yaitu bahasa cinta, gambaran tentang subjek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Manusia mengalami berbagai proses perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa kanak-kanak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap manusia selama hidupnya pasti mengalami perubahan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap manusia selama hidupnya pasti mengalami perubahan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia selama hidupnya pasti mengalami perubahan. Perubahan tersebut dapat terjadi pada nilai, norma sosial, serta pola interaksi dengan orang lain. Pada perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan kemajuan teknologi yang terus berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan kemajuan teknologi yang terus berkembang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan zaman dan kemajuan teknologi yang terus berkembang selalu membawa pengaruh positif dan negatif. Dampak perkembangan yang bersifat positif selalu dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditolak eksistensinya di masyarakat. Sayangnya, belum banyak orang yang

BAB I PENDAHULUAN. ditolak eksistensinya di masyarakat. Sayangnya, belum banyak orang yang BAB I PENDAHULUAN I. A. Latar Belakang Masalah Fenomena kaum waria merupakan suatu paparan nyata yang tidak dapat ditolak eksistensinya di masyarakat. Sayangnya, belum banyak orang yang mengetahui seluk-beluk

Lebih terperinci

Bab 4. Simpulan dan Saran. disimpulkan bahwa tokoh Ruka Kishimoto dalam serial drama Jepang Last Friends

Bab 4. Simpulan dan Saran. disimpulkan bahwa tokoh Ruka Kishimoto dalam serial drama Jepang Last Friends Bab 4 Simpulan dan Saran 4.1 Simpulan Berdasarkan analisis data yang penulis lakukan pada bab analisis data, maka dapat disimpulkan bahwa tokoh Ruka Kishimoto dalam serial drama Jepang Last Friends merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Istilah ini menyangkut hal-hal pribadi dan dipengaruhi oleh banyak aspek kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Istilah ini menyangkut hal-hal pribadi dan dipengaruhi oleh banyak aspek kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seksualitas merupakan salah satu topik yang bersifat sensitif dan kompleks. Istilah ini menyangkut hal-hal pribadi dan dipengaruhi oleh banyak aspek kehidupan individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah perilaku seksual pada remaja saat ini menjadi masalah yang tidak dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih menganggap tabu untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan mengalami masa transisi peran sosial, individu dewasa awal akan menindaklanjuti hubungan dengan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Seksual Pranikah 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah Menurut Sarwono (2005) perilaku seksual pranikah adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia. BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia. Setiap individu memiliki harapan untuk bahagia dalam kehidupan perkawinannya. Karena tujuan perkawinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap pasangan. Saling setia dan tidak terpisahkan merupakan salah satu syarat agar tercipta keluarga

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Gambaran Optimisme..., Binta Fitria Armina, F.PSI UI, 2008

1. PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Gambaran Optimisme..., Binta Fitria Armina, F.PSI UI, 2008 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peredaran dan penggunaan narkotika dan obat-obatan terlarang (narkoba) di Indonesia menunjukkan peningkatan yang tajam. Tak hanya orang dewasa, bahkan anak-anak usia sekolah

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tahap perkembangan remaja, individu memiliki tugas perkembangan membangun hubungan intim dengan lawan jenis yang berguna untuk membentuk hubungan berpacaran pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan manusia. Pernikahan pada dasarnya menyatukan dua pribadi yang berbeda untuk mencapai tujuan bersama.

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Gangguan identitas gender adalah suatu gangguan yang membuat

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Gangguan identitas gender adalah suatu gangguan yang membuat BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Gangguan identitas gender adalah suatu gangguan yang membuat pederitanya merasa bahwa identitas gendernya (sebagai laki-laki atau perempuan) tidak sesuai dengan anatomi biologisnya.

Lebih terperinci

COPING REMAJA AKHIR TERHADAP PERILAKU SELINGKUH AYAH

COPING REMAJA AKHIR TERHADAP PERILAKU SELINGKUH AYAH COPING REMAJA AKHIR TERHADAP PERILAKU SELINGKUH AYAH SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S 1 Psikologi Diajukan oleh : Alfan Nahareko F 100 030 255 FAKULTAS PSIKOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jepang adalah salah satu negara yang memiliki kekuatan dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN. Jepang adalah salah satu negara yang memiliki kekuatan dalam bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Jepang adalah salah satu negara yang memiliki kekuatan dalam bidang sastra dan budaya. Selain itu, Jepang juga melahirkan banyak penulis berbakat. Salah satunya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang sebenar-benarnya, dan hal ini tidak dapat muncul dengan sendirinya, melainkan harus dikembangkan oleh individu.

BAB II LANDASAN TEORI. yang sebenar-benarnya, dan hal ini tidak dapat muncul dengan sendirinya, melainkan harus dikembangkan oleh individu. BAB II LANDASAN TEORI A. PENERIMAAN DIRI A.1. Definisi Penerimaan Diri Germer (2009) mendefinisikan penerimaan diri sebagai kemampuan individu untuk dapat memiliki suatu pandangan positif mengenai siapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membangun sebuah hubungan senantiasa menjadi kebutuhan bagi individu untuk mencapai kebahagiaan. Meskipun terkadang hubungan menjadi semakin kompleks saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri. Pasangan

BAB I PENDAHULUAN. berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri. Pasangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perceraian merupakan suatu perpisahan secara resmi antara pasangan suami-istri dan berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah individu yang menempuh perkuliahan di Perguruan Tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah individu yang menempuh perkuliahan di Perguruan Tinggi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mahasiswa adalah individu yang menempuh perkuliahan di Perguruan Tinggi (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1996). Mahasiswa yang dimaksud adalah individu yang berada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan kehadiran individu lain dalam kehidupannya. Tanpa kehadiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut Papalia et, al (2008) adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Harga diri pada remaja di panti asuhan dalam penelitian Eka Marwati (2013). Tentang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Harga diri pada remaja di panti asuhan dalam penelitian Eka Marwati (2013). Tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Harga diri pada remaja di panti asuhan dalam penelitian Eka Marwati (2013). Tentang pelatihan berpikir optimis untuk meningkatkan harga diri pada remaja di panti asuhan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak pertama kali kita dilahirkan, kita langsung digolongkan berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Sejak pertama kali kita dilahirkan, kita langsung digolongkan berdasarkan BAB I PENDAHULUAN I.A. LATAR BELAKANG Sejak pertama kali kita dilahirkan, kita langsung digolongkan berdasarkan jenis kelamin yaitu laki-laki atau perempuan. Secara biologis manusia dengan mudah dibedakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Remaja adalah mereka yang berusia diantara 10-24 tahun dan merupakan salah satu kelompok populasi terbesar yang apabila dihitung jumlahnya berkisar 30% dari jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pernikahan (Papalia, et. la., 2007). Setelah menikah laki-laki dan perempuan akan

BAB I PENDAHULUAN. pernikahan (Papalia, et. la., 2007). Setelah menikah laki-laki dan perempuan akan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Manusia dihadapkan dengan tugas-tugas perkembangan dalam kehidupan sehari-hari. Ketika memasuki masa dewasa salah satu tugas perkembangan yang akan dilalui seorang individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam tahap perkembangan tersebut, manusia mengalami perubahan fisik dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam tahap perkembangan tersebut, manusia mengalami perubahan fisik dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia tumbuh dan berkembang menurut tahap-tahap perkembangannya. Dalam tahap perkembangan tersebut, manusia mengalami perubahan fisik dan psikologisnya. Salah

Lebih terperinci

SEX EDUCATION. Editor : Nurul Misbah, SKM

SEX EDUCATION. Editor : Nurul Misbah, SKM SEX EDUCATION Editor : Nurul Misbah, SKM ISU-ISU SEKSUALITAS : Pembicaraan mengenai seksualitas seringkali dianggap sebagai hal yang tabu tidak pantas dibicarakan dalam komunitas umum bersifat pribadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khusus remaja seakan-akan merasa terjepit antara norma-norma yang baru

BAB I PENDAHULUAN. khusus remaja seakan-akan merasa terjepit antara norma-norma yang baru BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fenomena perubahan yang terjadi dalam masyarakat dewasa ini khususnya bagi remaja merupakan suatu gejala yang dianggap normal, sehingga dampak langsung terhadap perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah masa peralihan antara tahap anak dan dewasa yang jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya. Dengan terbukanya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Fenomena melajang pada era modern ini menjadi sebuah trend baru dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Fenomena melajang pada era modern ini menjadi sebuah trend baru dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fenomena melajang pada era modern ini menjadi sebuah trend baru dalam kehidupan manusia, terutama di kota besar di Indonesia, seperti Jakarta. Sampai saat ini memang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan 13 BAB II LANDASAN TEORI A. Kepuasan Pernikahan 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang hampir tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Namun kalau ditanyakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia dalam hidupnya akan selalu berkembang dan harus melalui tahap-tahap perkembangannya. Akibat dari perkembangan tersebut, manusia akan mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Individu adalah makhluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk menjalin hubungan dengan individu lain sepanjang kehidupannya. Individu tidak pernah dapat hidup

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR A. Kajian Teori 1. Tinjauan tentang Orientasi Seksual a. Pengertian Orientasi Seksual Setiap individu memiliki suatu ketertarikan, baik secara fisik maupun emosional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 40 tahun. Pada masa ini, orang-orang mencari keintiman emosional dan fisik

BAB I PENDAHULUAN. 40 tahun. Pada masa ini, orang-orang mencari keintiman emosional dan fisik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa dewasa awal merupakan waktu perubahan dramatis dalam hubungan personal. Hal tersebut dikarenakan banyaknya perubahan yang terjadi pada individu di masa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membahas mengenai kualitas komunikasi yang dijabarkan dalam bentuk pengertian kualitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membahas mengenai kualitas komunikasi yang dijabarkan dalam bentuk pengertian kualitas BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini terbagi atas empat sub bab. Sub bab pertama membahas mengenai komunikasi sebagai media pertukaran informasi antara dua orang atau lebih. Sub bab kedua membahas mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap orang menginginkan kesejahteraan didalam hidupnya, bahkan Aristoteles (dalam Ningsih, 2013) menyebutkan bahwa kesejahteraan merupakan tujuan utama dari eksistensi

Lebih terperinci

Buku Kesehatan dan Hak Seksual serta Reproduksi GWLmuda. Jadi singkatnya Seks bisa disebut juga sebagai Jenis kelamin biologis.

Buku Kesehatan dan Hak Seksual serta Reproduksi GWLmuda. Jadi singkatnya Seks bisa disebut juga sebagai Jenis kelamin biologis. BAB 2. SEKSUALITAS Apa itu Seks dan Gender? Sebelum kita melangkah ke apa itu seksualitas, pertanyaan mengenai apa itu Seks dan Gender serta istilah lain yang berkaitan dengan nya sering sekali muncul.

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Remaja dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Memahami Masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perih, mengiris dan melukai hati disebut unforgiveness. Seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. perih, mengiris dan melukai hati disebut unforgiveness. Seseorang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Membuat perubahan hidup positif adalah sebuah proses multi tahapan yang dapat menjadi kompleks dan menantang. Pengalaman emosi marah, benci, dan kesedihan yang terjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini keragaman fenomena sosial yang muncul di kota-kota besar di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini keragaman fenomena sosial yang muncul di kota-kota besar di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini keragaman fenomena sosial yang muncul di kota-kota besar di Indonesia semakin kompleks dan berkembang dengan cepat, bahkan lebih cepat dari tindakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar pelitian. Berikut adalah beberapa teori yang terkait sesuai dengan penelitian ini. 2.1 Anxiety (Kecemasan)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian

BAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian setiap orang. Ketika menikah, tentunya orang berkeinginan untuk mempunyai sebuah keluarga yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perilaku seks dapat diartikan sebagai suatu perbuatan untuk menyatakan cinta dan menyatukan kehidupan secara intim. Sebagai manusia yang beragama, berbudaya, beradab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengenal awal kehidupannya. Tidak hanya diawal saja atau sejak lahir, tetapi keluarga

BAB I PENDAHULUAN. mengenal awal kehidupannya. Tidak hanya diawal saja atau sejak lahir, tetapi keluarga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap individu yang terlahir pada umumnya dapat mengenal lingkungan atau orang lain dari adanya kehadiran keluarga khususnya orangtua yg menjadi media utama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sendiri dan membutuhkan interaksi dengan sesama. Ketergantungan dengan

BAB I PENDAHULUAN. sendiri dan membutuhkan interaksi dengan sesama. Ketergantungan dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial oleh karena itu manusia tidak dapat hidup sendiri dan membutuhkan interaksi dengan sesama. Ketergantungan dengan manusia lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hasil survei yang dilakukan Hotline Pendidikan dan Yayasan Embun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hasil survei yang dilakukan Hotline Pendidikan dan Yayasan Embun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hasil survei yang dilakukan Hotline Pendidikan dan Yayasan Embun Surabaya pada bulan Juli-Oktober 2012 pada pelajar SMA dan sederajat yang berusia 15-17 tahun

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN BAB V HASIL PENELITIAN A. Rangkuman Hasil Penelitian Ketiga subjek merupakan pasangan yang menikah remaja. Subjek 1 menikah pada usia 19 tahun dan 18 tahun. Subjek 2 dan 3 menikah di usia 21 tahun dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi setiap kalangan masyarakat di indonesia, tidak terkecuali remaja.

BAB I PENDAHULUAN. bagi setiap kalangan masyarakat di indonesia, tidak terkecuali remaja. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecepatan arus informasi dan semakin majunya teknologi sekarang ini yang dikenal dengan era globalisasi memberikan bermacam-macam dampak bagi setiap kalangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan kesempatan untuk pertumbuhan fisik, kognitif, dan psikososial tetapi juga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan kesempatan untuk pertumbuhan fisik, kognitif, dan psikososial tetapi juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja dalam masyarakat industri modern adalah peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Masa remaja berlangsung dari usia 10 atau 11 tahun sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari usia anak-anak ke usia dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari usia anak-anak ke usia dewasa. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari usia anak-anak ke usia dewasa. Di masa ini, remaja mulai mengenal dan tertarik dengan lawan jenis sehingga remaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. manusia, ditandai dengan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. manusia, ditandai dengan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa kehidupan yang penting dalam rentang hidup manusia, ditandai dengan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional (Santrock,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode dalam rentang kehidupan adalah penting namun kadar kepentingannya berbedabeda. Kadar kepentingan

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. diketahui bahwa ketiga subjek mengalami self blaming. Kemudian. secara mendalam peneliti membahas mengenai self blaming pada

BAB VI PENUTUP. diketahui bahwa ketiga subjek mengalami self blaming. Kemudian. secara mendalam peneliti membahas mengenai self blaming pada 144 BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa ketiga subjek mengalami self blaming. Kemudian secara mendalam peneliti membahas mengenai self

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I LATAR BELAKANG MASALAH BAB I LATAR BELAKANG MASALAH 1.1 Latar Belakang Masalah Pada dasarnya setiap manusia memiliki tugas perkembangannya masing-masing sesuai dengan tahap perkembangannya. Mahasiswa memiliki berbagai tugas

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. Mahasiswa masuk pada tahapan perkembangan remaja akhir karena berada pada usia 17-

Bab I Pendahuluan. Mahasiswa masuk pada tahapan perkembangan remaja akhir karena berada pada usia 17- Bab I Pendahuluan Latar Belakang Masalah Mahasiswa masuk pada tahapan perkembangan remaja akhir karena berada pada usia 17-21 yaitu dimana remaja tumbuh menjadi dewasa yang mencakup kematangan mental,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. OPTIMISME 1. Defenisi Optimis, Optimistis dan Optimisme Optimis dalam KBBI diartikan sebagai orang yang selalu berpengharapan (berpandangan) baik dalam menghadapi segala hal sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bergaul, bersosialisasi seperti masyarakat pada umumnya. Tidak ada salahnya

BAB I PENDAHULUAN. bergaul, bersosialisasi seperti masyarakat pada umumnya. Tidak ada salahnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fenomena gay dan lesbi nampaknya sudah tidak asing lagi di masyarakat luas. Hal yang pada awalnya tabu untuk dibicarakan, kini menjadi seolah-olah bagian dari

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. remaja dan yang terakhir adalah masa dewasa. Di dalam masa dewasa, setiap

Bab 1. Pendahuluan. remaja dan yang terakhir adalah masa dewasa. Di dalam masa dewasa, setiap Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Setiap individu tentunya akan mengalami pertambahan usia. Pertambahan usia setiap individu itu akan terbagi menjadi masa kanak kanak kemudian masa remaja dan yang terakhir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan wanita yang bertujuan untuk membangun kehidupan rumah tangga

BAB I PENDAHULUAN. dengan wanita yang bertujuan untuk membangun kehidupan rumah tangga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pernikahan merupakan ikatan dan janji bersama seumur hidup antara pria dengan wanita yang bertujuan untuk membangun kehidupan rumah tangga bersama. Duvall

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka waktunya berbeda bagi setiap orang, tergantung faktor sosial dan budaya. Dengan terbentuknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan rumah tangga merupakan salah satu tahap yang signifikan dalam

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan rumah tangga merupakan salah satu tahap yang signifikan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa dewasa awal merupakan permulaan dari suatu tahap kedewasaan dalam rentang kehidupan seseorang. Individu pada masa ini telah melewati masa remaja dan akan

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori

Bab 2. Landasan Teori Bab 2 Landasan Teori 2.1 Dewasa Muda Istilah adult atau dewasa awal berasal dari bentuk lampau kata adultus yang berarti telah tumbuh menjadi kekuatan atau ukuran yang sempurna atau telah menjadi dewasa.

Lebih terperinci

134 Perpustakaan Unika LAMPIRAN

134 Perpustakaan Unika LAMPIRAN LAMPIRAN 134 135 LAMPIRAN A OBSERVASI DAN WAWANCARA 136 PEDOMAN OBSERVASI i. Kesan Umum : Kondisi Fisik dan Penampilan Subyek ii. Perilaku yang cenderung ditampilkan iii. Kegiatan Sehari-hari iv. Lingkungan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sebenarnya ada dibalik semua itu, yang jelas hal hal seperti itu. remaja yang sedang berkembang.

BAB 1 PENDAHULUAN. sebenarnya ada dibalik semua itu, yang jelas hal hal seperti itu. remaja yang sedang berkembang. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Belakangan ini marak terjadi kasus perkelahian antar siswa sekolah yang beredar di media sosial. Permasalahannya pun beragam, mulai dari permasalahan yang

Lebih terperinci

KEBAHAGIAAN DAN KETIDAKBAHAGIAAN PADA WANITA MENIKAH MUDA

KEBAHAGIAAN DAN KETIDAKBAHAGIAAN PADA WANITA MENIKAH MUDA KEBAHAGIAAN DAN KETIDAKBAHAGIAAN PADA WANITA MENIKAH MUDA NASKAH PUBLIKASI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagaian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara suami istri saja melainkan juga melibatkan anak. retardasi mental termasuk salah satu dari kategori tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. antara suami istri saja melainkan juga melibatkan anak. retardasi mental termasuk salah satu dari kategori tersebut. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Dalam kehidupan berumah tangga, setiap pasangan tentu mendambakan kehadiran seorang anak sebagai pelengkap kebahagiaan serta puncak pemenuhan dari kebutuhan pernikahan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Nadia (2005), mendefinisikan waria sebagai individu yang sejak lahir

BAB II LANDASAN TEORI. Nadia (2005), mendefinisikan waria sebagai individu yang sejak lahir BAB II LANDASAN TEORI II.A. Waria II.A.1. Pengertian Waria Nadia (2005), mendefinisikan waria sebagai individu yang sejak lahir memiliki jenis kelamin laki-laki, akan tetapi dalam proses berikutnya menolak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari hubungannya dengan orang lain. Keberadaan orang lain dibutuhkan manusia untuk melakukan suatu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. sebagai subjek yang menuntut ilmu di perguruan tinggi dituntut untuk mampu

PENDAHULUAN. sebagai subjek yang menuntut ilmu di perguruan tinggi dituntut untuk mampu PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Peraturan Republik Indonesia No. 30 tahun 1990 mahasiswa adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar di perguruan tinggi tertentu. Mahasiswa sebagai subjek yang menuntut

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Self-Esteem 2.1.1 Pengertian Self-Esteem Menurut Rosenberg (dalam Mruk, 2006), Self-Esteem merupakan bentuk evaluasi dari sikap yang di dasarkan pada perasaan menghargai diri

Lebih terperinci

Proses Keperawatan pada Remaja dan Dewasa. mira asmirajanti

Proses Keperawatan pada Remaja dan Dewasa. mira asmirajanti Proses Keperawatan pada Remaja dan Dewasa Faktor-faktor yang mempengaruhi Tumbuh Kembang 1. Faktor Genetik. 2. Faktor Eksternal a. Keluarga b. Kelompok teman sebaya c. Pengalaman hidup d. Kesehatan e.

Lebih terperinci

5. KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN

5. KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN 5. KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN 5.1. Kesimpulan Bab ini berusaha menjawab permasalahan penelitian yang telah disebutkan di bab pendahuluan yaitu melihat gambaran faktor-faktor yang mendukung pemulihan pada

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan dari penelitian yang telah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan yaitu : 5.1.1. Indikator Identitas Diri Menurut subjek SN dan GD memiliki

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. sebutan psychosexual hermaphroditism yaitu eksistensi dua seks biologis dalam satu

BAB II LANDASAN TEORI. sebutan psychosexual hermaphroditism yaitu eksistensi dua seks biologis dalam satu 19 BAB II LANDASAN TEORI A. Biseksual 1. Definisi Biseksual Krafft-Ebing, salah seorang seksologis Jerman menyebut biseksual dengan sebutan psychosexual hermaphroditism yaitu eksistensi dua seks biologis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peristiwa yang menyenangkan maupun peristiwa yang tidak menyenangkan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peristiwa yang menyenangkan maupun peristiwa yang tidak menyenangkan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu pasti melewati segala peristiwa dalam kehidupan mereka. Peristiwa-peristiwa yang dialami oleh setiap individu dapat beragam, dapat berupa peristiwa yang menyenangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan yang bermutu adalah yang mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergi, yaitu bidang administratif dan kepemimpinan, bidang instruksional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui tahap intimacy vs isolation. Pada tahap ini, individu berusaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. melalui tahap intimacy vs isolation. Pada tahap ini, individu berusaha untuk 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Saat seseorang memasuki usia dewasa awal, ia mengalami perubahan dalam hidupnya. Pada usia ini merupakan transisi terpenting dalam hidup manusia, dimana remaja mulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa remaja.

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa remaja. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa remaja. Masa ini harus dilalui oleh setiap orang. Namun ternyata tidak mudah dan banyak terdapt

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap individu di dalam hidupnya selalu berusaha untuk mencari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap individu di dalam hidupnya selalu berusaha untuk mencari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap individu di dalam hidupnya selalu berusaha untuk mencari kesejahteraan. Mereka mencoba berbagai cara untuk mendapatkan kesejahteraan tersebut baik secara

Lebih terperinci