BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Islam merinci dan menjelaskan, melalui al-qur an al-karim bagian

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Islam merinci dan menjelaskan, melalui al-qur an al-karim bagian"

Transkripsi

1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Islam merinci dan menjelaskan, melalui al-qur an al-karim bagian tiap-tiap ahli waris dengan tujuan mewujudkan keadilan di dalam masyarakat. Meskipun demikian, sampai kini persoalan pembagian harta waris masih menjadi penyebab timbulnya keretakan hubungan keluarga. Ternyata, di samping karena keserakahan dan ketamakan manusianya, kericuhan itu sering terjadi akibat kekurang tahuan ahli waris mengenai hakikat waris dan cara pembagiannya. Kekurang pedulian umat Islam terhadap disiplin ilmu ini memang tidak dapat dipungkiri, bahkan Imam Qurtubi memberikan komentar : Apabila kita telah mengetahui hakikat ilmu ini, maka betapa tinggi dan agung penguasaan para sahabat tentang faraidh. Sungguh mengagumkan pandangan mereka mengenai ilmu waris ini. Meski demikian disayangkan kebanyakan manusia ( terutama masa kini ) mengabaikan dan melecehkannya. Perdebatan mengenai penghapusan ayat wasiat dan ayat waris, waris muslim terhadap non muslim atau sebaliknya, kalalah dan waris 2 : 1, merupakan permasalahan yang tidak henti-hentinya menjadi perbincangan di kalangan fuqaha. Berkaitan dengan masalah terakhir, meskipun pembagian waris 2 ( dua ) berbanding 1 ( satu ) ditetapkan secara qath I oleh nash al-qur an, namun dalam praktek pembagian waris model ini 1

2 sering diabaikan dan mendapat tantangan, utamanya dalam masyarakat yang menganut system kekerabatan matrilineal dan bilateral. 1 Ada kecenderungan yang tidak bisa diingkari, bahwa masyarakat muslim sendiri banyak yang tidak menggunakan ketentuan-ketentuan pembagian warisan sebagaimana yang ada dalam hukum kewarisan Islam. Keengganan ini sebagian tercermin dalam bentuk pembagian harta oleh orang tua sebelum kematiannya, sebagian dalam bentuk hibah-wasiat, dan sebagian lagi dalam bentuk pembagian warisan oleh para ahli waris sendiri secara musyawarah. Barangkali karena adanya kecenderungan ini maka UU no. 3 tahun 2006 tentang Pengadilan Agama memberikan hak pilih kepada orang-orang Islam untuk mengajukan perkara kewarisannya ke Pengadilan Agama. 2 Ketentuan-ketentuan yang sering dianggap tidak sejalan dengan rasa keadilan mereka antara lain adalah pembedaan bagian antara ( khususnya anak ) laki-laki dan perempuan. Dalam hukum Islam, bagian warisan yang berhak diperoleh anak laki-laki adalah dua kali bagian yang berhak diperoleh anak perempuan, satu ketentuan yang menjadi kesepakatan semua madzhab, karena didasarkan pada ayat al-qur an yang menurut para fuqaha bersifat qat i. Ketentuan ini kini dianggap tidak lagi sejalan dengan rasa keadilan karena telah terjadi perubahan yang fundamental yang berkenaan dengan relasi dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan, yang disebabkan faktor ruang dan waktu yang berbeda antara 1 Hasbi Hasan, Mahkamah Agung RI Lingkungan Peradilan Agama, (Jakarta: Pokja Perdata Agama MA RI, 2005), h Penjelasan Umum UU No.3 Tahun 2006 Pasal 49 2

3 masyarakat arab pada waktu turunnya al-qur an dengan masyarakat muslim dibelahan lain pada era modern ini. Ketidak adilan juga dirasakan berkenaan dengan garis kekerabatan. Dalam sistem hukum mereka, hubungan seseorang dengan pewaris sangat ditentukan oleh garis kekerabatan yang menghubungkan keduanya, terutama jika hubungan kekerabatan mereka tidak bersifat langsung melainkan dihubungkan oleh kerabat lain. Ahli waris yang hubungan kekerabatannya dengan pewaris melalui garis murni laki-laki mempunyai posisi lebih kuat dari pada yang melewati perempuan. 3 Berbeda dengan kenyataan yang ada dalam masyarakat saat ini, yang menunjukan fenomena bahwa kewarisan Islam sudah cenderung untuk dihindari oleh masyarakat, bahkan ditinggalkan. Berbagai macam kalangan, dari masyarakat awam maupun para ahli, mempunyai penilaian keadilan yang berbeda satu dengan yang lainnya. 4 Perbedaan pendapat juga terdapat dikalangan para Tokoh NU di Kabupaten Brebes tentang penilaian keadilan dalam kewarisan Islam. Posisi para kiai dan peranan kaum ulama dalam kancah gelanggang panjang pergerakan NU adalah sangat dominan dan menentukan. Dengan kata lain, para kiai dan ulama berfungsi dan berperan sebagai inspirator, motovator, stabilisator, dan dinamisator seluruh aktivitas sepak terjang pergerakan NU. Itulah sebabnya, karena posisi dan peran mereka yang 3 Diambil Dari Laporan Hasil Penelitian Individual, Persebaran Ahli Waris Dalam Hukum Kewarisan Islam ( Problem Derajat Kekerabatan Dan Pengganti Tempat ), Akhmad Jalaludin, h.2 4 Diambil Dari Jurnal Hukum Islam, Penilaian Keadilan Terhadap Kewarisan Islam (Tinjauan Psikologis), Esti Zaduqisti, h. 2. 3

4 spesial dan strategis itu, para kiai dan ulama ditempatkan di pucuk pimpinan teratas NU. 5 Nahdlatul Ulama (NU), sebagai jami iyyah sekaligus gerakan diniyah Islamiyah dan ijtima iyah, sejak awal berdirinya telah menjadikan faham ahlussunah wal jama ah sebagai basis teologi. (dasar berakidah) dan menganut salah satu dari empat mazhab : Hanafi, maliki, syafi i dan hambali sebagai pegangan dalam berfiqih. Dengan mengikut empat mazhab fiqih ini, menunjukkan elastisitas dan fleksibilitas sekaligus memungkinkan bagi NU untuk beralih mazhab secara total atau dalam beberapa hal yang dipandang sebagai kebutuhan (hajah) meskipun kenyataan keseharian para ulama NU menggunakan fiqih masyarakat indonesia yang bersumber dari mazhab syafi i. Hampir dapat dipastikan bahwa fatwa, petunjuk dan keputusan hukum yang diberikan oleh ulama NU dan kalangan pesantren selalu bersumber dari mazhab syafi i. Hanya kadang-kadang dalam keadaan tertentu untuk tidak terlalu melawan budaya konvensional berpaling ke mazhab lain. 6 Di Kabupaten Brebes warga NU banyak, ukuran banyak tidak ada batasannya. Diantara 99,7 % umat Islam di Kabupaten Brebes, kurang lebih ada 60 % warga NU di Kabupaten Brebes. Jadi jumlah jama ah 5 Faisal Ismail, Dilema NU Di Tengah Badai Pragmatisme Politik, (Jakarta: Proyek Peningkatan Pengkajian Kerukunan Hidup Umat Beragama Puslitbang Kehidupan Beragama Badan Litbang Agama Dan Diklat Keagamaan DEPAG RI, 2004), h Sahal Mahfudh, Solusi Problematka Aktual Hukum Islam Kepetusan Muktamar Munas dan Kombes Nahdlatul Ulama ( ), (Surabaya: Khalista, 2007), h. v. 4

5 terhadap ormas keagamaan NU, mayoritas diikuti oleh sebagian besar masyarakat Kabupaten Brebes. 7 dengan latar belakang dan permasalahan yang telah dikemukakan di atas tadi, maka penulis memilih judul PERSPEKTIF TOKOH NU DI KABUPATEN BREBES TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN BERBASIS RELASI GENDER DALAM FIQIH MAWARIS MAZHAB SYAFI I B. Rumusan Masalah Dari latarbelakang diatas, dapatlah dirumuskan masalah yang penting untuk diteliti, rumusan masalah tersebut antara lain : 1. Bagaimana pendapat tokoh NU di Kab. Brebes tentang ketentuan pembagian waris 2 : 1 untuk laki-laki dan perempuan? 2. Bagaimana pendapat tokoh NU di Kab. Brebes tentang corak patrilinial dalam fiqih mawaris madzhab syafi i dan implementasinya? Selanjutnya agar tidak terjadi kesalahpahaman terhadap istilah-istilah yang digunakan dalam tulisan ini, maka perlu kiranya membatasi pengertian dan menguraikan secara singkat PERSPEKTIF TOKOH NU DI KABUPATEN BREBES TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN BERBASIS RELASI GENDER DALAM FIQIH MAWARIS MAZHAB SYAFI I. Perspektif, merupakan pandangan. 8 7 Atoillah, Ketua PC NU Kabupaten Brebes, Wawancara Pribadi, Brebes, 16 Agustus Anton M Moeliono, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), h

6 NU, merupakan organisasi masyarakat yang mempunyai pedoman ahlus sunnah wal jama ah. 9 Jadi Perspektif Tokoh NU di Kabupaten Brebes adalah Pandangan tokoh organisasi masyarakat yang mempunyai pedoman ahlus sunnah waljama ah di Kabupaten Brebes Relasi, merupakan hubungan. 10 Gender, merupakan suatu konsep yang digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan. 11 Jadi ketentuan-ketentuan berbasis relasi gender adalah ketentuanketentuan yang terjadi antara hubungan perbedaan laki-laki dan perempuan. Fiqih, merupakan mengetahui sesuatu, memahami sesuatu sebagai hasil usaha mempergunakan pikiran yang sungguh-sungguh. 12 Mawaris, merupakan harta peninggalan orang meninggal yang akan dibagikan kepada ahli warisnya. 13 Jadi fiqih mawaris adalah suatu disiplin ilmu yang membahas tentang harta peninggalan, tentang bagaimana proses pemindahan, siapa saja yang 9 Dahlan Abdul Aziz, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Holve, 1997). h Anton M Moeliono, Kamus Besar Indonesia, (Jakarta: Balai pustaka, 1988), h Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Jender Perspektif al-qur an, (Jakarta: Paramadina, 1999), h Moh Muhibbin dan Abdul Wahid, Hukum Kewarisan Islam Sebagi Pembaruan Hukum Positif Di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), h Dian Khairul Umam, Fiqih Mawaris, (Bandung: CV Pustaka Setia, 1999), h

7 berhak menerima harta peninggalan itu serta berapa bagian masingmasing. 14 Mazhab Syafi i, merupakan mazhab fiqih yang dicetuskan oleh Muhammad bin Idris asy-syafi i atau yang lebih dikenal dengan sebutan Imam Syafi i. 15 C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan : 1. Menjelaskan bagaimana pendapat tokoh NU di Kab. Brebes tentang ketentuan pembagian waris 2 : 1 untuk laki-laki dan perempuan. 2. Menjelaskan bagaimana pendapat tokoh NU di Kab. Brebes tentang corak patrilinial dalam fiqih mawaris madzhab syafi i dan implementasinya. Adapun kegunaan diadakannya penelitian ini adalah : 1. Secara praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan wacana keilmuan dan pengetahuan khususnya bidang kewarisan yaitu tentang pentingnya ilmu waris. 14 Moh Muhibbin dan Abdul wahid, Hukum kewarisan Islam Sebagai Pembaruan Hukum Positif Di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), h Diunduh pada tgl 16 Juli i/ 7

8 2. Secara teoritis Meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan pengalaman dalam ruang lingkup yang lebih luas dalam bidang kewarisan. D. Tinjauan Pustaka Dalam pembahasan skripsi tentang Perspektif Tokoh NU Di Kabupaten Brebes tentang ketentuan-ketentuan berbasis Relasi Gender Dalam Fiqih Mawaris Madzhab Syafi i. Penulis menggunakan beberapa buku diantaranya : Dalam bukunya, Ali Parman yang berjudul Kewarisan Dalam Al- Qur an memuat tentang pengertian dan faktor-faktor terjadinya kewarisan serta asas-asas dan sistem kewarisan. Telah diuraikan bahwa kewarisan adalah berpindahnya harta milik seseorang yang masih hidup tanpa terjadi aqad lebih dahulu. 16 Secara umum dapat dikatakan bahwa menurut al-qur an, setiap orang yang meninggal secara hukum dapat disebut sebagai pewaris. Baik bapak, ibu, anak, dan saudara. Demikian pula ahli waris menurut al-qur an adalah keluarga dekat dari pewaris, baik laki-laki maupun perempuan. Dalam buku Undang-undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2006 Tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun1989 Tentang Peradilan Agama dijelaskan bahwa pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutuskan, dan menyelesaikan perkara di 16 Ali Parman, Kewarisan Dalam Al-Qur an, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995) h

9 tingkat pertama antara orang-orang yang beragama islam di bidang. Perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah dan ekonomi syari ah. 17 Bidang kewarisan yang dimaksud ialah penentuan siapa-siapa yang menjadi ahli waris, penentuan mengenai harta peninggalan, penentuan bagian masing-masing ahli waris, dan melaksanakan pembagian harta peninggalan tersebut. 18 Dalam buku Mahkamah Agung RI Lingkungan Peradilan Agama dijelaskan apabila pewaris ( orang meninggal ) hanya mempunyai seorang anak laki-laki dan seorang anak perempuan, maka harta peninggalannya dibagi untuk keduanya. Anak laki-laki mendapat dua bagian, sedangkan anak perempuan satu bagian. Apabila ahli waris berjumlah banyak, terdiri dari anak laki-laki dan anak perempuan, maka bagian laki-laki dua kali lipat bagian anak perempuan. apabila bersama anak sebagian ahli waris ada juga ashab al-furudh, seperti suami atau istri, ayah atau ibu, maka yang harus diberi terlebih dahulu adalah ashab al-furudh. Setelah itu sisa harta peninggalan yang ada dibagikan kepada anak. Bagi anak laki-laki dua bagian, sedangkan anak perempuan satu bagian. 19 Dalam jurnal yang ditulis oleh Esti Zaduqisti yang berjudul Penilaian Keadilan terhadap Kewarisan Islam dijelaskan penilaian keadilan prosedural yang merupakan penilaian keadilan terhadap prosedur 17 Hadi Setia Tunggal, UU RI No 3 Tahun 2006Tentang Perubahan Atas UU No 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, (Jakarta: Harvarindo, 2006), h Hadi Setia Tunggal, UU RI No 3 Tahun 2006Tentang Perubahan Atas UU No 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama... h Hasbi Hasan, Mahkamah Agung RI Lingkingan Peradilan Agama, (Jakarta: Pokja Perdata Agama MA RI, 2005), h

10 yang ada dalam hukum kewarisan Islam, sangat dipengaruhi oleh penilaian keadilan distributif. Dalam hal ini distribusi ( pembagian ) harta waris yang telah diterima. Dinilai terlebih dahulu oleh subjek ( ahli waris ) dari pada menilai prosedur yang ada dalam hukum kewarisan Islam, sehingga subjek akan cenderung menilai bahwa prosedur yang ada dalam hukum kewarisan Islam adil apabila distribusi hasil ( pembagian ) yang diterima adalah memuaskan. Bahwa masyarakat lebih mementingkan kepuasan pribadi untuk menilai sebuah objek, bukan prosedurnya dulu yang dinilai. Dari hasil ini pun bisa disimpulkan bahwa pemahaman masyarakat terhadap hukum kewarisan Islam, masih jauh dari yang diharapkan oleh syari ah Islam, yang sudah jelas menerangkan bahwa hukum yang telah dibuat oleh Allah adalah adil. 20 Dalam bukunya, Hasbiyallah yang berjudul Belajar Mudah Ilmu Waris dijelaskan bahwa terdapat hikmah kenapa dalam syariat Islam bagian laki-laki dua bagian perempuan, yaitu perempuan dicukupi kebutuhannya. Maka ia wajib diberi nafkah oleh putranya / ayahnya / atau saudara lelakinya atau para kerabat lainnya. Wanita tidak dibebani untuk menafkahi seseorang. Sebaliknya laki-laki diwajibkan menafkahi keluarga dan para kerabat lainnya. Nafkah yang dikeluarkan laki-laki lebih banyak dan kewajiban-kewajiban keuangannya lebih besar, maka kebutuhannya kepada harta lebih banyak dari pada perempuan. laki-laki memberi mahar 20 Diambil Dari Jurnal Hukum Islam, Penilaian Keadilan Terhadap Kewarisan Islam ( Tinjauan Psikologis ), Esti Zaduqisti, h

11 kepada perempuan dan diwajibkan mengeluarkan biaya, tempat tinggal, makanan dan pakaian bagi istri dan anaknya. Biaya sekolah dan pengobatan bagi istri dan anak-anaknya dibayar oleh laki-laki, bukan perempuan. 21 Dalam bukunya, Sajuti Thalib yang berjudul Hukum Kewarisan Islam Di Indonesia di jelaskan bahwa Pokok-pokok pemikiran dalam kewarisan patrilinial adalah selalu memberikan kedudukan yang lebih baik dalam perolehan harta peninggalan kepada pihak laki-laki. Dalam hubungan ini termasuk juga perbandingan perolehan antara ibu dengan bapak atas harta peninggalan anaknya. Urutan keutamaan berdasarkan ushbah dan laki-laki. Ushbah atau usbah ialah anggota keluarga yang mempunyai hubungan darah sesamanya berdasarkan hubungan garis keturunan laki-laki atau patrilinial. Istilah-istilah khusus mengenai kewarisan dalam al-qur an mungkin disamakan dengan istilah biasa dalam bahasa sehari-hari atau istilah hukum adat dalam masyarakat arab. 22 Dalam bukunya, Muhammad Jawad Mughniyah yang berjudul Fiqih Lima Mazhab Ja fari Hanafi Maliki Syafi i Hambali dijelaskan bahwa terdapat perbedaan dikalangan para ulama mazhab pada hak waris beberapa kerabat, yang oleh syafi i dan maliki dianggap sebagai tidak berhak menerima waris sama sekali sehingga keadaan mereka persis orang luar. Mereka adalah anak laki-laki dari anak-anak wanita, anak laki-laki dari saudara-saudara perempuan, anak-anak perempuan dari saudara laki- 21 Hasbiyallah, Belajar mudah Ilmu Waris, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007), h Sajuti Thalib, Hukum Kewarisan Islam Di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), h

12 laki, anak laki-laki dari saudara seibu, saudara perempuan ayah dari semua jalur, paman seibu ( saudara laki-laki ayah yang seibu ), paman dan bibi dari jalur ibu, anak-anak perempuan paman, dan kakek dari jalur ibu ( ayahnya ibu ). Kalau ada seseorang meninggal dunia tanpa ada kerabat lain kecuali salah satu seorang diantara kerabat-kerabat yang disebutkan tadi, maka harta peninggalannya menjadi hak Bait al-mal, dan menurut imam syafi i dan imam maliki, tidak ada seorang pun diantara mereka itu yang memperoleh warisan, sebab mereka itu bukanlah orang-orang yang menerima bagian tetap ( dzaw al-furud ) dan tidak pula termasuk kelompok orang menerima ashabah. Hanafi dan hambali berpendapat bahwa mereka itu dapat menerima waris dalam keadaan-keadaan tertentu, yaitu manakala tidak ada lagi ahli waris yang menerima bagian tetap dan ashabah. Sementara itu, imamiyah mengatakan bahwa mereka dapat menerima waris tanpa adanya ketentuanketentuan diatas. 23 Dalam laporan hasil penelitian individual yang ditulis oleh Akhmad Jalaludin yang berjudul Persebaran Ahli Waris Dalam Hukum Kewarisan Islam ( Promlem Derajat Kekerabatan Dan Pengganti Tempat ) dijelaskan bahwa fuqaha menjadikan derajat kekerabatan sebagi salah satu faktor yang menentukan apakah seseorang berhak memperoleh warisan ataukah tidak, tetapi tidak dikemukakan dalil yang shar i baik dari al-qur an maupun hadits nabi saw yang mendasarinya. Dalil tekstual yang 23 Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab Ja fari Hanafi Maliki Syafi i Hambali, (Jakarta: Lentera, 2000), h

13 dijadikan pegangan hanyalah pendapat zayd bin Tsabit yang menyatakan bahwa anak dari anak laki-laki tidak berhak memperoleh waris sepanjang ada anak laki-laki. Selain dalil tekstual berupa pendapat Zayd ini, fuqaha juga mengemukakan argumen kebahasaan, tetapi kebahasaan ini lemah dan ditolak oleh sebagian fuqaha. Lebih dari itu, dengan memperhatikan hadits shahih dimana rasul saw memberikan hak waris kepada cucu perempuan dari anak laki-laki padahal bersamanya ada anak perempuan, maka dijadikannya derajat kekerabatan sebagai penghalang meneriama waris dinilai lemah 24 Penelitian diatas ada korelasinya dengan hasil penelitian yang telah dikemukakan diatas. Namun, dalam penelitian ini yang menjadi objek penelitiannya adalah pendapat tokoh NU di Kabupaten Brebes. E. Kerangka Teori Syari ah Islam menetapkan aturan waris dengan bentuk yang teratur dan adil. Di dalamnya ditetapkan hak kepemilikan harta bagi setiap manusia, tidak mempersoalkan apakah ia laki-laki ataukah perempuan. Syari at Islam juga menetapkan hak pemindahan pemilikan seseorang sudah meninggal dunia kepada ahli warisnya dari seluruh kerabat dan nasabnya. Al-Qur an menjelaskan dan merinci secara detail hukum-hukum yang berkaitan dengan hak kewarisan tanpa mengabaikan hak seorangpun. 24 Diambil Dari Laporan Hasil Penelitian Individual, Persebaran Ahli Waris Dalam Hukum Kewarisan Islam ( Problem Derajat Kekerabatan Dan Pengganti Tempat ), Akhmad Jalaludin, h. IV-V. 13

14 Bagian yang harus diterima semuanya dijelaskan sesuai dengan kedudukan nasab terhadap waris, apakah ia sebagai anak, ayah, istri, suami, kakek, ibu, paman, cucu, bahkan hanya sekedar saudara seayah atau seibu. Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, bahwa pembagian mengenai waris secara detail telah ditentukan oleh nash al-qur an, termasuk pembagian mengenai anak laki-laki mendapat 2 ( dua ) bagian, sedangkan anak perempuan mendapat 1 ( satu ) bagian. 25 Hukum kewarisan islam sebagai bagian dari hukum Islam merupakan produk pemikiran manusia ( fuqaha / mujtahid ) yang dihasilkan dari dalil-dali tafsili. Dalam epistemologi hukum Islam, hukum tidaklah diciptakan / ditetapkan, melainkan dicari dan ditemukan. Upaya pencarian dan penemuan itu dilakukan dengan menggunakan petunjukpetunjuk ( dalil-dalil / imarah / alamah ) yang telah diberikan oleh Tuhan, baik berupa nash ataupun metode-metode tertentu. 26 Menurut Ali As-Shabunni bahwa terdapat hikmah kenapa dalam syariat islam bagian laki-laki dua bagian perempuan, yaitu sebagai berikut : Perempuan itu dicukupi kebutuhannya, maka ia wajib diberi nafkah oleh putranya atau ayahnya atau saudaranya atau lelakinya atau para kerabat lainnya. 1. Wanita tidak dibebani menafkahi seseorang sebaliknya laki-laki diwajibkan menafkahi keluarga dan para kerabat lainnya. 25 Hasbi Hasan, Mahkamah Agung RI Lingkungan Perdilan Agama, (Jakarta: Pokja Perdata Agama MA RI, 2005), h Diambil Dari Laporan Hasil Penelitian Individual, Persebaran Ahli Waris Dalam Hukum Kewarisan Islam ( Problem Derajat Kekerabatan Dan Pengganti Tempat ), Akhmad Jalaludin, h

15 2. Nafkah yang dikeluarkan laki-laki lebih banyak dan kewajibankewajiban keuangannya lebih besar, maka kebutuhannya kepada harta lebih banyak dari pada perempuan. 3. Laki-laki memberi mahar kepada perempuan dan diwajibkan mengeluarkan biaya, tempat tinggal, makan dan pakaian bagi istri dan anak-anaknya. 4. Biaya-biaya sekolah dan pengobatan bagi istri dan anak-anaknya dibiayai oleh laki-laki bukan perempuan. Demikian, syariat Islam justru memberikan kesejahteraan dan kenikmatan kepada perempuan, karena ia ikut mendapat bagian dalam waris tanpa memikul tanggung jawab. Wanita mengambil bagiannya dan tidak memberi apa-apa. Ia mendapat hasil dan tidak wajib mengeluarkan biaya penghidupan. Syariat Islam tidak mewajibkan atas wanita untuk menafkahkan sebagian hartanya bagi dirinya atau anak-anaknya sekalipun ia orang berada karena suami dibebani untuk menafkahinya serta anakanaknya. 27 Tetapi realitasnya sekarang perempuan itu harus bisa berdiri sendiri. Apabila perempuan itu belum menikah tetapi dia sudah menjadi pewaris, tidak mungkin dicukupi kebutuhannya oleh suaminya. Apabila perempuan itu sudah menjadi janda lalu dia menjadi pewaris sedang dia tidak mempunyai anak laki-laki dan saudara laki-lakinya maka tidak mungkin perempuan itu dinafkahi oleh anak laki-lakinya dan saudara laki-lakinya. h Hasbiyallah, Belajar Mudah Ilmu Waris, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset, 2007), 15

16 Maka perempuan harus bisa berdiri sendiri, karena zaman sekarang adanya kesetaraan gender dimana laki-laki dan perempuan mempunyai kedudukan yang sama. Penamaan kewarisan patrilinial terhadap hukum kewarisan yang dianut oleh pengikut imam Syafi i dan beberapa ahli hukum islam lainnya adalah suatu penamaan berdasarkan kesimpulan atas ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam ajaran tersebut mengenai soal-soal yang menyangkut dengan kewarisan. Sebenarnya sejauh ketentuan kewarisan yang ada penentuannya secara tegas dalam al-qur an, selalulah ketentuan itu dianut oleh golongan ini dengan sepenuhnya. Artinya ialah pihak laki-laki mendapatkan warisan dan pihak perempuan mendapat warisan. Hal itu juga berarti bahwa seorang laki-laki mewariskan harta peninggalannya dan juga seorang perempuan mewariskan harta peninggalannya. Penamaan sistem kewarisan patrilinial tersebut tidak pula dapat diartikan sistem kewarisan patrilinial penuh sepenuh sistem kewarisan patrilinial yang bisa kita temui dalam masyarakat patrilinial di indonesia. Tetapi patrilinial ajaran tersebut adalah semacam sistem pengutamaan kepada pihak laki-laki dimana terdapat kesempatan untuk menetapkan demikian, tetapi tetap memberikan warisan kepada kaum wanita yang tertentu yang tegas-tegas ditunjuk menjadi ahli waris menurut ayat-ayat al-qur an. Pokok-pokok pikiran dalam kewarisan patrilinial adalah : 1. Selalu memberikan kedudukan yang lebih baik dalam perolehan harta peninggalan kepada pihak laki-laki. Dalam hubungan ini termasuk juga 16

17 perbandingan perolehan antara ibu dengan bapak atas harta peninggalan anaknya. 2. Urutan keutamaan berdasarkan ushbah dan laki-laki. Ushbah atau usbah ialah anggota keluarga yang mempunyai hubungan darah sesamanya berdasarkan hubungan garis keturunan laki-laki atau patrilinial. 3. Istilah-istilah khusus mengenai kewarisan dalam al-qur an mungkin disamakan dengan istilah biasa dalam bahasa sehari-hari atau istilah hukum adat dalam masyarakat arab. 28 Hal-hal yang menyebabkan seseorang dapat mewarisi terdiri atas hubungan kekerabatan. Kekerabatan artinya adanya hubungan nasab antara orang yang mewarisi dengan yang diwarisi disebabkan oleh kelahiran. Kekerabatan merupakan adanya hak mempusakai yang paling kuat karena kekerabatan merupakan unsur kausalitas adanya seseorang yang tidak dapat dihilangkan begitu saja. 29 Kekerabatan terjadi karena adanya hubungan keturunan yang sah antara dua orang, baik keduanya berada dalam satu titik hubungan ( satu jalur ) seperti ayah keatas atau anak kebawah, maupun pada jalur yang memunculkan orang ketiga, yaitu saudara-saudara para paman dari ayah dan ibu. Keturunan yang sah ( syar i ) mencakup pernikahan yang sah dan percampuran subhat, sedangkan perkawinan tidak bisa terjadi kecuali dengan adanya akad yang sah antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan. Dalam hal ini tidak ada perbedaan pendapat dikalangan para 28 Sajuti Thalib, Hukum Kewarisan Islam Di Indonesia,(Jakarta: Sinar Grafika, 2008) h Dian Khairul Umam, Fiqih Mawaris, (Bandung: CV Pustaka Setia, 1999), h

18 ulama madzhab, bahwa mereka berdua salinga mewarisi. Perbedaan justru terdapat pada hak waris beberapa kerabat, yang oleh syafi i dan maliki di anggap sebagai tidak berhak menerima waris sama sekali sehingga keadaan mereka persis orang luar. Mereka adalah anak laki-laki dari anak-anak wanita, anak laki-laki dari saudara-saudara perempuan, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki, anak laki-laki dari saudara seibu, saudara perempuan ayah dari semua jalur, paman seibu ( saudara laki-laki ayah yang seibu ), paman dan bibi dari jalur ibu, anak-anak perempuan paman, dan kakek dari jalur ibu ( ayahnya ibu ). Kalau ada seseorang meninggal dunia tanpa ada kerabat lain kecuali salah satu seorang diantara kerabat-kearabat yang disebutkan tadi, maka harta peninggalannya menjadi hak Bait al-mal, dan menurut imam syafi i dan imam maliki, tidak ada seorangpuan diantara mereka itu yang memperoleh warisan, sebab mereka itu bukanlah orangorang yang menerima bagian tetap ( dzaw al- furud ) dan tidak pula termasuk kelompok orang yang menerima ashabah. Hanafi dan Hambali berpendapat bahwa mereka itu dapat menerima waris dalam keadaan-keadaan tertentu, yaitu manakala tidak ada lagi ahli waris yang menerima bagian tetap dan ashabah. Sementara itu, imamiyah mengatakan bahwa mereka dapat menerima waris tanpa adanya ketentuanketentuan di atas Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab Ja fari Hanafi Maliki Syafi i Hambali, (Jakarta: Lentera, 2000), h

19 F. Metode Penelitian Sebagai penelitian ilmiah, maka penelitian ini menggunakan seperangkat metode penelitian kualitatif mempersiapkan, menunjang dan membimbing serta mengarahkan penelitian ini sehingga memperoleh target yang dituju secara ilmiah pula. 1. Lokasi penelitian Penelitian ini dilakukan di kabupaten brebes dengan mengumpulkan dan menganalisis data. 2. Metode Penelitian Penulis menggunakan pendekatan kualitatif, dilihat dari jenis studi, penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian lapangan, karena berusaha mengumpulkan dan menganalisis data-data mengenai pendapat tokoh NU di Kabupaten Brebes tentang pembagian waris 2 : 1 dan garis kekerabatan (patrilinial). 3. Jenis penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah lapangan dengan cara meneliti dan mempelajari pendapat tokoh NU di Kabupaten Brebes tentang pembagian waris 2 : 1 dan garis kekerabatan (patrilinial) kemudian mendiskripsikan secara rinci yang menjadi pokok permasalahan di dalam penelitian ini. 4. Sumber data a. Sumber data primer, data yang diperoleh secara langsung dari responden atau nara sumber. Sumber data yang diperoleh dalam 19

20 penelitian ini adalah dari pandangan para tokoh NU di Kabupaten Brebes mengenai pembagian waris 2 : 1 dan garis kekerabatan (patrilinial). b. Sumber data sekunder, yaitu sumber data yang dapat mengungkapkan landasan teori dalam pembahasan ini baik al- Qur an, kitab-kitab, buku-buku, hasil-hasil penelitian, jurnal dan pendapat-pendapat tokoh yang berhubungan dengan judul penelitian. 5. Teknik Pengumpulan Data a. Metode Wawancara Wawancara yaitu proses menggali informasi secara mendalam melalui percakapan langsung antara pewawancara dengan orang yang diwawancarai dengan menggunakan alat bantu berupa pedoman wawancara yang telah disusun sebelumnya oleh peneliti, dan masalah tersebut diarahkan pada masalah penelitian. Metode wawancara juga disebut interview, yaitu sebuah dialog/tanya jawab yang dilakukan oleh interviewer untuk memperoleh informasi dari wawancara tersebut. 31 Wawancara secara langsung dengan tokoh NU di Kabupaten Brebes tentang ketentuan 2 : 1 dan corak patrilinial. 31 Muhammad Ali, Strategi Penelitian Pendidikan, (Bandung: Aksara, 1992), h

21 b. Metode Observasi Yaitu pengumpulan data dengan pengamatan dan pencatatan secara langsung oleh peneliti terhadap objek penelitian dengan mengamati situasi dari berbagai hal. Observasi juga diartikan dengan metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan terhadap objek, baik secara langsung maupun tidak langsung. 32 c. Metode Dokumentasi Dokumentasi adalah pengumpulan data verbal yang berbentuk tulisan. 6. Analisis Data Perolehan data dianalisis secara kualitatif. Menghasilkan data deskriptif analisis setelah data terkumpul kemudian diuraikan dengan cara metode induktif, yaitu analisis terhadap data-data yang khusus untuk dibawa pada kesimpulan umum. G. Sistematika Penelitian Untuk mempermudah penelitian, maka dalam penelitian ini digunakan struktur penelitian sebagai berikut : 1) Bab I Pendahuluan, yang berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, telaah pustaka, kerangka teori, metode penelitian dan sistematika penelitian. 32 Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta: Andi Offset, 1986), jilid 2, h

22 2) Bab II, Tinjauan umum Tentang Kewarisan Mdzhab Syafi i, meliputi pengertian kewarisan, sumber-sumber hukum kewarisan, sebab-sebab mewarisi, syarat-syarat mewarisi halangan memperoleh warisan, macam-macam ahli waris dan hak masing-masing, biografi imam syafi i. 3) Bab III, Tinjauan umum tokoh NU di Kabupaten Brebes tentang ketentuan-ketentuan berbasis relasi gender, Sekilas tentang NU di Kabupaten Brebes, Pendapat-pendapat tokoh NU di Kabupaten Brebes tentang ketentuan pembagian waris 2 : 1 dan Pendapat-pendapat tokoh NU di kabupaten Brebes tentang garis kekerabatan (patrilinial) 4) Bab IV Analisis data, berisi analisis terhadap pendapat-pendapat tokoh NU di kabupaten brebes tentang ketentuan pembagian waris 2:1 dan garis kekerabatan ( patrilinial ) 5) Bab V Penutup, berisi simpulan dan saran-saran. 22

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan kewajiban orang lain untuk mengurus jenazahnya dan dengan

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan kewajiban orang lain untuk mengurus jenazahnya dan dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Proses perjalanan kehidupan manusia yang membawa pengaruh dan akibat hukum kepada lingkungannya, menimbulkan hak dan kewajiban serta hubungan antara keluarga,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM AL-SYAFI I TENTANG KEWARISAN KAKEK BERSAMA SAUDARA. A. Analisis Pendapat Imam al-syafi i Tentang Kewarisan Kakek Bersama

BAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM AL-SYAFI I TENTANG KEWARISAN KAKEK BERSAMA SAUDARA. A. Analisis Pendapat Imam al-syafi i Tentang Kewarisan Kakek Bersama 58 BAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM AL-SYAFI I TENTANG KEWARISAN KAKEK BERSAMA SAUDARA A. Analisis Pendapat Imam al-syafi i Tentang Kewarisan Kakek Bersama Saudara Dan Relevansinya Dengan Sistem Kewarisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kewarisan itu sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia, karena setiap manusia pasti akan mengalami suatu peristiwa meninggal dunia di dalam kehidupannya.

Lebih terperinci

Pengertian Mawaris. Al-miirats, dalam bahasa Arab adalah bentuk mashdar (infinitif) dari kata waritsa-yaritsuirtsan-miiraatsan.

Pengertian Mawaris. Al-miirats, dalam bahasa Arab adalah bentuk mashdar (infinitif) dari kata waritsa-yaritsuirtsan-miiraatsan. Pengertian Mawaris Al-miirats, dalam bahasa Arab adalah bentuk mashdar (infinitif) dari kata waritsa-yaritsuirtsan-miiraatsan. Maknanya menurut bahasa ialah 'berpindahnya sesuatu dari seseorang kepada

Lebih terperinci

PERSPEKTIF TOKOH NU DI KABUPATEN BREBES TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN BERBASIS RELASI GENDER DALAM FIQIH MAWARIS MADZHAB SYAFI I SKRIPSI

PERSPEKTIF TOKOH NU DI KABUPATEN BREBES TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN BERBASIS RELASI GENDER DALAM FIQIH MAWARIS MADZHAB SYAFI I SKRIPSI PERSPEKTIF TOKOH NU DI KABUPATEN BREBES TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN BERBASIS RELASI GENDER DALAM FIQIH MAWARIS MADZHAB SYAFI I SKRIPSI Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

HAK WARIS DZAWIL ARHAM

HAK WARIS DZAWIL ARHAM Nama Kelompok : M. FIQHI IBAD (19) M. ROZIQI FAIZIN (20) NADIA EKA PUTRI (21) NANDINI CHANDRIKA (22) NAUFAL AFIF AZFAR (23) NOER RIZKI HIDAYA (24) XII-IA1 HAK WARIS DZAWIL ARHAM A. Definisi Dzawil Arham

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amir Syarifudin, Hukum Kewarisan Islam, Fajar Interpratama Offset, Jakarta, 2004, hlm.1. 2

BAB I PENDAHULUAN. Amir Syarifudin, Hukum Kewarisan Islam, Fajar Interpratama Offset, Jakarta, 2004, hlm.1. 2 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hukum Islam merupakan hukum Allah. Dan sebagai hukum Allah, ia menuntut kepatuhan dari umat Islam untuk melaksanakannya sebagai kelanjutan dari keimanannya kepada Allah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT telah menjadikan manusia saling berinteraksi antara satu

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT telah menjadikan manusia saling berinteraksi antara satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah SWT telah menjadikan manusia saling berinteraksi antara satu dengan yang lain. Mereka saling tolong-menolong, tukar-menukar keperluan dalam segala urusan

Lebih terperinci

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM A. Dasar Pertimbangan Hakim Mahkamah Agung Terhadap Putusan Waris Beda Agama Kewarisan beda agama

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAGIAN WARIS AHLI WARIS PENGGANTI. A. Pembagian waris Ahli Waris Pengganti Menurut Kompilasi Hukum Islam

BAB IV PEMBAGIAN WARIS AHLI WARIS PENGGANTI. A. Pembagian waris Ahli Waris Pengganti Menurut Kompilasi Hukum Islam BAB IV PEMBAGIAN WARIS AHLI WARIS PENGGANTI A. Pembagian waris Ahli Waris Pengganti Menurut Kompilasi Hukum Islam Dalam Kompilasi Hukum Islam adanya asas-asas kewarisan islam yaitu asas ijbari (pemaksaan),

Lebih terperinci

BAB IV. PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN NOMOR 732/Pdt.G/2008/PA.Mks DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV. PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN NOMOR 732/Pdt.G/2008/PA.Mks DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM BAB IV PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN NOMOR 732/Pdt.G/2008/PA.Mks DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM Analisis implementasi Hukum Islam terhadap ahli waris non-muslim dalam putusan hakim di Pengadilan Agama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Segi kehidupan manusia yang telah diatur Allah dapat dikelompokkan

BAB I PENDAHULUAN. Segi kehidupan manusia yang telah diatur Allah dapat dikelompokkan BAB I PENDAHULUAN Segi kehidupan manusia yang telah diatur Allah dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok. Pertama, hal-hal yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan Allah sebagai penciptanya. Aturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara tentang warisan menyalurkan pikiran dan perhatian orang ke arah suatu

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara tentang warisan menyalurkan pikiran dan perhatian orang ke arah suatu BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Berbicara tentang warisan menyalurkan pikiran dan perhatian orang ke arah suatu kejadian penting dalam suatu masyarakat tertentu, yaitu ada seorang anggota dari

Lebih terperinci

Standar Kompetensi : 7. Memahami hukum Islam tentang Waris Kompetensi Dasar: 7.1 Menjelaskan ketentuan-ketentuan hukum waris 7.2 Menjelaskan contoh

Standar Kompetensi : 7. Memahami hukum Islam tentang Waris Kompetensi Dasar: 7.1 Menjelaskan ketentuan-ketentuan hukum waris 7.2 Menjelaskan contoh Standar Kompetensi : 7. Memahami hukum Islam tentang Waris Kompetensi Dasar: 7.1 Menjelaskan ketentuan-ketentuan hukum waris 7.2 Menjelaskan contoh pelaksanaan hukum waris 1 A. Pembagian Warisan Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup atau sudah meninggal, sedang hakim menetapkan kematiannya. Kajian

BAB I PENDAHULUAN. hidup atau sudah meninggal, sedang hakim menetapkan kematiannya. Kajian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mafqud (orang hilang) adalah seseorang yang pergi dan terputus kabar beritanya, tidak diketahui tempatnya dan tidak diketahui pula apakah dia masih hidup atau

Lebih terperinci

PEMBAHASAN KOMPILASI HUKUM ISLAM

PEMBAHASAN KOMPILASI HUKUM ISLAM PEMBAHASAN KOMPILASI HUKUM ISLAM Materi : HUKUM KEWARISAN Oleh : Drs. H.A. Mukti Arto, SH, M.Hum. PENDAHULUAN Hukum Kewarisan Hukum Kewarisan ialah Hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENDAPAT MAZHAB HANAFI DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM TENTANG WALI NIKAH. A. Analisa Terhadap Mazhab Hanafi Tentang Wali Nikah

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENDAPAT MAZHAB HANAFI DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM TENTANG WALI NIKAH. A. Analisa Terhadap Mazhab Hanafi Tentang Wali Nikah 56 BAB IV ANALISIS TERHADAP PENDAPAT MAZHAB HANAFI DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM TENTANG WALI NIKAH A. Analisa Terhadap Mazhab Hanafi Tentang Wali Nikah Menurut mazhab Hanafi wali dalam pernikahan bukanlah

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. Perkawinan beda agama adalah suatu perkawinan yang dilakukan oleh

BAB I. Pendahuluan. Perkawinan beda agama adalah suatu perkawinan yang dilakukan oleh BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah Perkawinan beda agama adalah suatu perkawinan yang dilakukan oleh seorang pria dengan seorang wanita, yang memeluk agama dan kepercayaan yang berbeda antara

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. A. Ahli Waris Pengganti menurut Imam Syafi i dan Hazairin. pengganti menurut Hazairin dan ahli waris menurut Imam Syafi i, yaitu:

BAB IV ANALISIS. A. Ahli Waris Pengganti menurut Imam Syafi i dan Hazairin. pengganti menurut Hazairin dan ahli waris menurut Imam Syafi i, yaitu: BAB IV ANALISIS A. Ahli Waris Pengganti menurut Imam Syafi i dan Hazairin Dari penjelasan terdahulu dapat dikelompokkan ahli waris yang menjadi ahli waris pengganti menurut Hazairin dan ahli waris menurut

Lebih terperinci

TINJAUAN MAQASHID AL-SYARI AH SEBAGAI HIKMAH AL-TASYRI TERHADAP HUKUM WALI DALAM PERNIKAHAN

TINJAUAN MAQASHID AL-SYARI AH SEBAGAI HIKMAH AL-TASYRI TERHADAP HUKUM WALI DALAM PERNIKAHAN 1 TINJAUAN MAQASHID AL-SYARI AH SEBAGAI HIKMAH AL-TASYRI TERHADAP HUKUM WALI DALAM PERNIKAHAN (Studi Komparatif Pandangan Imam Hanafi dan Imam Syafi i dalam Kajian Hermeneutika dan Lintas Perspektif) Pendahuluan

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG. Dari seluruh hukum yang ada dan berlaku dewasa ini di samping hukum

A. LATAR BELAKANG. Dari seluruh hukum yang ada dan berlaku dewasa ini di samping hukum BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dari seluruh hukum yang ada dan berlaku dewasa ini di samping hukum perkawinan, maka hukum kewarisan merupakan bagian dari hukum kekeluargaan yang memegang peranan yang

Lebih terperinci

HUKUM KEWARISAN ISLAM HUKUM WARIS PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN FHUI

HUKUM KEWARISAN ISLAM HUKUM WARIS PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN FHUI HUKUM KEWARISAN ISLAM HUKUM WARIS PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN FHUI DOSEN Dr. Yeni Salma Barlinti, SH, MH Neng Djubaedah, SH, MH, Ph.D Milly Karmila Sareal, SH, MKn. Winanto Wiryomartani, SH, MHum. POKOK

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Sejarah Penyusunan Buku II Tentang Kewarisan Dalam Kompilasi

BAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Sejarah Penyusunan Buku II Tentang Kewarisan Dalam Kompilasi BAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Sejarah Penyusunan Buku II Tentang Kewarisan Dalam Kompilasi Hukum Islam Dan Alasan Munculnya Bagian Sepertiga Bagi Ayah Dalam KHI Pasal 177 Hukum waris Islam merupakan

Lebih terperinci

BAB IV PARADIGMA SEKUFU DI DALAM KELUARGA MAS MENURUT ANALISIS HUKUM ISLAM

BAB IV PARADIGMA SEKUFU DI DALAM KELUARGA MAS MENURUT ANALISIS HUKUM ISLAM BAB IV PARADIGMA SEKUFU DI DALAM KELUARGA MAS MENURUT ANALISIS HUKUM ISLAM A. Hal-Hal Yang Melatarbelakangi Paradigma Sekufu di dalam Keluarga Mas Kata kufu atau kafa ah dalam perkawinan mengandung arti

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARISAN KEPADA AHLI WARIS PENGGANTI

BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARISAN KEPADA AHLI WARIS PENGGANTI BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARISAN KEPADA AHLI WARIS PENGGANTI A. Analisis Terhadap Deskripsi Pembagian Warisan Oleh Ibu Senen dan Bapak Kasiran Kepada Ahli Waris Pengganti Di Desa Kasiyan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. zakat dan Infaq merupakan ibadah yang tidak hanya bersifat vertikal (hablun min

BAB I PENDAHULUAN. zakat dan Infaq merupakan ibadah yang tidak hanya bersifat vertikal (hablun min BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Zakat dan Infaq mempunyai peranan sangat besar dalam meningkatan kualitas kehidupan sosial masyarakat kurang mampu. Hal ini disebabkan karena zakat dan Infaq

Lebih terperinci

KEDUDUKAN ANAK DAN HARTA DALAM PERKAWINAN SIRI DITINJAU DARI UU NOMOR 1 TAHUN 1974

KEDUDUKAN ANAK DAN HARTA DALAM PERKAWINAN SIRI DITINJAU DARI UU NOMOR 1 TAHUN 1974 KEDUDUKAN ANAK DAN HARTA DALAM PERKAWINAN SIRI DITINJAU DARI UU NOMOR 1 TAHUN 1974 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum dalam Ilmu Hukum Fakultas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN A. Pengertian Hukum Waris Pengertian secara umum tentang Hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai apa yang harus terjadi dengan harta kekayaan seseorang yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh alam, dimana didalamnya telah di tetapkan ajaran-ajaran yang sesuai

BAB I PENDAHULUAN. seluruh alam, dimana didalamnya telah di tetapkan ajaran-ajaran yang sesuai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Islam adalah agama yang sempurna, agama yang memberi rahmat bagi seluruh alam, dimana didalamnya telah di tetapkan ajaran-ajaran yang sesuai bagi ummat manusia didalam

Lebih terperinci

IMA>MIYAH TENTANG HUKUM MENERIMA HARTA WARISAN DARI

IMA>MIYAH TENTANG HUKUM MENERIMA HARTA WARISAN DARI BAB IV ANALISIS TERHADAP PANDANGAN IMAM SYAFI I DAN SYI> AH IMA>MIYAH TENTANG HUKUM MENERIMA HARTA WARISAN DARI PEWARIS NON MUSLIM A. Persamaan Pandangan Imam Syafi i dan Syi> ah Ima>miyah tentang Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. waris, dalam konteks hukum Islam, dibagi ke dalam tiga golongan yakni: 3

BAB I PENDAHULUAN. waris, dalam konteks hukum Islam, dibagi ke dalam tiga golongan yakni: 3 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Waris merupakan salah satu kajian dalam Islam yang dikaji secara khusus dalam lingkup fiqh mawaris. 1 Pengkhususan pengkajian dalam hukum Islam secara tidak langsung

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP ANAK TEMUAN (AL-LAQITH) MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

BAB IV ANALISIS TERHADAP ANAK TEMUAN (AL-LAQITH) MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF BAB IV ANALISIS TERHADAP ANAK TEMUAN (AL-LAQITH) MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF Salah satu dampak menurunnya moral masyarakat, membawa dampak meluasnya pergaulan bebas yang mengakibatkan banyaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan hukum Islam di Indonesia, khususnya di

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan hukum Islam di Indonesia, khususnya di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan hukum Islam di Indonesia, khususnya di bidang Hukum Kewarisan, bahwa seorang cucu dapat menjadi ahli waris menggantikan ayahnya

Lebih terperinci

MASALAH HAK WARIS ATAS HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN KEDUA MENURUT HUKUM ISLAM

MASALAH HAK WARIS ATAS HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN KEDUA MENURUT HUKUM ISLAM 1 MASALAH HAK WARIS ATAS HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN KEDUA MENURUT HUKUM ISLAM Mashari Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda,Samarinda.Indonesia ABSTRAK Masalah hak waris atas harta bersama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Islam telah mengatur setiap aspek kehidupan manusia baik yang. menyangkut segala sesuatu yang langsung berhubungan dengan Allah SWT

BAB I PENDAHULUAN. Islam telah mengatur setiap aspek kehidupan manusia baik yang. menyangkut segala sesuatu yang langsung berhubungan dengan Allah SWT BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Islam telah mengatur setiap aspek kehidupan manusia baik yang menyangkut segala sesuatu yang langsung berhubungan dengan Allah SWT maupun terhadap sesama umat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mempunyai anak adalah kebanggaan hidup dalam keluarga supaya kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Mempunyai anak adalah kebanggaan hidup dalam keluarga supaya kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah bagian dari segala tumpuan dan harapan kedua orang tua (ayah dan ibu) sebagai penerus hidup. Mempunyai anak merupakan tujuan dari ikatan perkawinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW merupakan agama

BAB I PENDAHULUAN. Agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW merupakan agama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW merupakan agama yang mempunyai aturan yang lengkap dan sempurna, yang dalam ajarannya mengatur segala aspek kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan memerlukan kematangan dan persiapan fisik dan mental karena

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan memerlukan kematangan dan persiapan fisik dan mental karena 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan adalah salah satu bentuk ibadah yang kesuciannya perlu dijaga oleh kedua belah pihak baik suami maupun istri. Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga

Lebih terperinci

BAB III PROSES IJMA MENURUT ABDUL WAHAB KHALLAF DAN PROSES PENETAPAN HUKUM DALAM KOMISI FATWA MUI

BAB III PROSES IJMA MENURUT ABDUL WAHAB KHALLAF DAN PROSES PENETAPAN HUKUM DALAM KOMISI FATWA MUI BAB III PROSES IJMA MENURUT ABDUL WAHAB KHALLAF DAN PROSES PENETAPAN HUKUM DALAM KOMISI FATWA MUI A. Abdul Wahab Khallaf 1. Biografi Abdul Wahab Khallaf Abdul Wahab Khallaf merupakan seorang merupakan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TOKOH NU DI KABUPATEN BREBES TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN BERBASIS RELASI GENDER. A. Sekilas Tentang NU di Kabupaten Brebes

BAB III TINJAUAN UMUM TOKOH NU DI KABUPATEN BREBES TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN BERBASIS RELASI GENDER. A. Sekilas Tentang NU di Kabupaten Brebes BAB III TINJAUAN UMUM TOKOH NU DI KABUPATEN BREBES TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN BERBASIS RELASI GENDER A. Sekilas Tentang NU di Kabupaten Brebes 1. Hubungan para Kyai NU dengan warga NU di Kabupaten Brebes

Lebih terperinci

Unisba.Repository.ac.id BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Indonesia sebagai suatu negara yang berdaulat dengan mayoritas penduduk

Unisba.Repository.ac.id BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Indonesia sebagai suatu negara yang berdaulat dengan mayoritas penduduk BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah. Indonesia sebagai suatu negara yang berdaulat dengan mayoritas penduduk beragama Islam telah menganut adanya sistem hukum nasional. Dalam upaya menjamin adanya

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. 1) Penafsiran QS. Al-Nisa :12 Imam Syafi i menafsirkan kata walad dalam

BAB IV PENUTUP. 1) Penafsiran QS. Al-Nisa :12 Imam Syafi i menafsirkan kata walad dalam 115 BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan dari rumusan masalah ini, maka penyusun dapat menarik beberapa kesimpulan: 1) Penafsiran QS. Al-Nisa :12 Imam Syafi i menafsirkan kata walad dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak mau seorang manusia haruslah berinteraksi dengan yang lain. Agar kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. tidak mau seorang manusia haruslah berinteraksi dengan yang lain. Agar kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang akan saling membutuhkan satu sama lain sampai kapanpun, hal tersebut dilakukan untuk pemenuhan kebutuhan. Maka dari itu mau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rasulullah SAW juga telah memerintahkan agar orang-orang segera

BAB I PENDAHULUAN. Rasulullah SAW juga telah memerintahkan agar orang-orang segera 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hubungan perkawinan antara seorang laki-laki dan perempuan pada kenyataannya merupakan sudut penting bagi kebutuhan manusia. Bahkan perkawinan adalah hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum kewarisan Islam pada dasarnya berlaku untuk umat Islam dimana

BAB I PENDAHULUAN. Hukum kewarisan Islam pada dasarnya berlaku untuk umat Islam dimana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum kewarisan Islam pada dasarnya berlaku untuk umat Islam dimana saja di dunia ini. Sesungguhnya yang demikian, corak suatu Negara Islam dan kehidupan masyarakat

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PUTUSAN SENGKETA WARIS SETELAH BERLAKUNYA PASAL 49 HURUF B UU NO. 3 TAHUN 2006 TENTANG PERADILAN AGAMA

BAB IV ANALISIS PUTUSAN SENGKETA WARIS SETELAH BERLAKUNYA PASAL 49 HURUF B UU NO. 3 TAHUN 2006 TENTANG PERADILAN AGAMA 70 BAB IV ANALISIS PUTUSAN SENGKETA WARIS SETELAH BERLAKUNYA PASAL 49 HURUF B UU NO. 3 TAHUN 2006 TENTANG PERADILAN AGAMA A. Analisis Yuridis Terhadap Dasar Hukum Yang Dipakai Oleh Pengadilan Negeri Jombang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERNIKAHAN DALAM MASA IDDAH. A. Analisis Pemikiran Pernikahan dalam Masa Iddah di Desa Sepulu Kecamatan

BAB IV ANALISIS PERNIKAHAN DALAM MASA IDDAH. A. Analisis Pemikiran Pernikahan dalam Masa Iddah di Desa Sepulu Kecamatan BAB IV ANALISIS PERNIKAHAN DALAM MASA IDDAH A. Analisis Pemikiran Pernikahan dalam Masa Iddah di Desa Sepulu Kecamatan Sepulu Kabupaten Bangkalan Syariat Islam telah menjadikan pernikahan menjadi salah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA HUKUM TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA. BANGIL NOMOR 538/Pdt.G/2004/PA.Bgl PERSPEKTIF FIQH INDONESIA

BAB IV ANALISA HUKUM TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA. BANGIL NOMOR 538/Pdt.G/2004/PA.Bgl PERSPEKTIF FIQH INDONESIA BAB IV ANALISA HUKUM TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA BANGIL NOMOR 538/Pdt.G/2004/PA.Bgl PERSPEKTIF FIQH INDONESIA A. Analisa Terhadap Pertimbangan Putusan Hakim Pengadilan Agama Bangil Kewenangan Pengadilan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN KETENTUAN PASAL 182 KHI DAN PERSPEKTIF HAZAIRIN TENTANG BAGIAN WARIS SAUDARA PEREMPUAN KANDUNG

BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN KETENTUAN PASAL 182 KHI DAN PERSPEKTIF HAZAIRIN TENTANG BAGIAN WARIS SAUDARA PEREMPUAN KANDUNG BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN KETENTUAN PASAL 182 KHI DAN PERSPEKTIF HAZAIRIN TENTANG BAGIAN WARIS SAUDARA PEREMPUAN KANDUNG A. Analisis Terhadap Ketentuan Pasal 182 Kompilasi Hukum Islam Tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria atau seorang wanita, rakyat kecil atau pejabat tinggi, bahkan penguasa suatu

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria atau seorang wanita, rakyat kecil atau pejabat tinggi, bahkan penguasa suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suatu hal yang tidak dapat dihindari adalah setiap orang tentu akan meninggal, baik ia seorang pria atau seorang wanita, rakyat kecil atau pejabat tinggi, bahkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEWARISAN MAZHAB SYAFI I. kewarisan perdata barat atau BW dan kewarisan adat. mengikat untuk semua yang beragama Islam.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEWARISAN MAZHAB SYAFI I. kewarisan perdata barat atau BW dan kewarisan adat. mengikat untuk semua yang beragama Islam. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEWARISAN MAZHAB SYAFI I 1. Pengertian Kewarisan Kewarisan secara umum dibagi menjadi 3 yaitu: kewarisan Islam, kewarisan perdata barat atau BW dan kewarisan adat. Kewarisan

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN 1 2 TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN (Studi Penelitian di Pengadilan Agama Kota Gorontalo) Nurul Afry Djakaria

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Penetapan hak waris anak dalam kandungan menurut mazhab Syafi i adalah. diperkirakan satu saja, lebih dari itu adalah langka.

BAB V PENUTUP. 1. Penetapan hak waris anak dalam kandungan menurut mazhab Syafi i adalah. diperkirakan satu saja, lebih dari itu adalah langka. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Penetapan hak waris anak dalam kandungan menurut mazhab Syafi i adalah harta waris dalam kasus ini sebaiknya ditunda sampai janin yang ada dalam kandungan itu lahir hingga

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM WARIS ISLAM TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARIS DI KEJAWAN LOR KEL. KENJERAN KEC. BULAK SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM WARIS ISLAM TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARIS DI KEJAWAN LOR KEL. KENJERAN KEC. BULAK SURABAYA BAB IV ANALISIS HUKUM WARIS ISLAM TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARIS DI KEJAWAN LOR KEL. KENJERAN KEC. BULAK SURABAYA A. Analisis Terhadap Kebiasaan Pembagian Waris Di Kejawan Lor Kelurahan Kenjeran Kecamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perebutan harta warisan. Islam sebagai agama rahmatan li al- a>lami>n sudah

BAB I PENDAHULUAN. perebutan harta warisan. Islam sebagai agama rahmatan li al- a>lami>n sudah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum kewarisan merupakan salah satu tatanan hukum yang sangat penting dalam kehidupan manusia agar pasca meninggalnya seseorang tidak terjadi perselisihan

Lebih terperinci

HAK ANAK ANGKAT TERHADAP HARTA PENINGGALAN ORANG TUA ANGKAT MENURUT HUKUM ISLAM

HAK ANAK ANGKAT TERHADAP HARTA PENINGGALAN ORANG TUA ANGKAT MENURUT HUKUM ISLAM Hak Anak Angkat terhadap Peninggalan Orang Tua Angkat Menurut Hukum Islam Kanun Jurnal Ilmu Hukum Susiana No. 55, Th. XIII (Desember, 2011), pp. 139-148. HAK ANAK ANGKAT TERHADAP HARTA PENINGGALAN ORANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua makhluk Allah SWT yang bernyawa. Adanya pernikahan bertujuan untuk memperoleh kebahagiaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ilmu faraidh atau fiqih mawaris adalah ilmu yang membicarakan hal ihwal pengalihan harta peninggalan dari seseorang yang meninggal dunia, siapa yang berhak menerima

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. Berdasarkan penelitian penyusun sebagaimana pembahasan pada bab. sebelumnya, selanjutnya penyusun memaparkan beberapa kesimpulan

BAB VI PENUTUP. Berdasarkan penelitian penyusun sebagaimana pembahasan pada bab. sebelumnya, selanjutnya penyusun memaparkan beberapa kesimpulan BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian penyusun sebagaimana pembahasan pada bab sebelumnya, selanjutnya penyusun memaparkan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Putusan Mahkamah Konstitusi

Lebih terperinci

Cara Pandang HAM dan Islam terhadap Bagian Perempuan Dalam Hukum Waris Islam

Cara Pandang HAM dan Islam terhadap Bagian Perempuan Dalam Hukum Waris Islam Cara Pandang HAM dan Islam terhadap Bagian Perempuan Dalam Hukum Waris Islam Muhammad Ilyas Program Studi Pendidikan Islam, Fakultas Pascasarjana, Universitas Ibnu Khaldun ABSTRAK Tulisan ini mengkaji

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Islam bukan keluarga besar (extended family, marga) bukan pula keluarga inti

BAB I PENDAHULUAN. Islam bukan keluarga besar (extended family, marga) bukan pula keluarga inti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum Islam merupakan satu kesatuan sistem hukum. Sistem perkawinan menentukan sistem keluarga, sistem keluarga menentukan sistem kewarisan. Bentuk perkawinan

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HIBAH SEBAGAI PENGGANTI KEWARISAN BAGI ANAK LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DI DESA PETAONAN

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HIBAH SEBAGAI PENGGANTI KEWARISAN BAGI ANAK LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DI DESA PETAONAN BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HIBAH SEBAGAI PENGGANTI KEWARISAN BAGI ANAK LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DI DESA PETAONAN A. Analisis Terhadap Hibah Sebagai Pengganti Kewarisan Bagi Anak Laki-laki dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peninggalan dari si mayat kepada ahli waris yang masih hidup sudah terlaksana. Allah SWT sebagaimana termaktub dalam al-qur an.

BAB I PENDAHULUAN. peninggalan dari si mayat kepada ahli waris yang masih hidup sudah terlaksana. Allah SWT sebagaimana termaktub dalam al-qur an. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak zaman sebelum Islam datang, kebiasaan saling mewarisi harta peninggalan dari si mayat kepada ahli waris yang masih hidup sudah terlaksana. Ketika Islam

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS MENGENAI PANDANGAN IMAM SYAFI I TENTANG STATUS WARIS ANAK KHUNTSA MUSYKIL

BAB IV ANALISIS MENGENAI PANDANGAN IMAM SYAFI I TENTANG STATUS WARIS ANAK KHUNTSA MUSYKIL BAB IV ANALISIS MENGENAI PANDANGAN IMAM SYAFI I TENTANG STATUS WARIS ANAK KHUNTSA MUSYKIL Penulis telah memaparkan pada bab sebelumnya tentang pusaka (waris), baik mengenai rukun, syarat, penghalang dalam

Lebih terperinci

BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF A. Wasiat Kepada Non Muslim Perspektif Hukum Islam. 1. Syarat-syarat Mushii a. Mukallaf (baligh dan berakal

Lebih terperinci

HIBAH, FUNGSI DAN KORELASINYA DENGAN KEWARISAN. O l e h : Drs. Dede Ibin, SH. (Wkl. Ketua PA Rangkasbitung)

HIBAH, FUNGSI DAN KORELASINYA DENGAN KEWARISAN. O l e h : Drs. Dede Ibin, SH. (Wkl. Ketua PA Rangkasbitung) HIBAH, FUNGSI DAN KORELASINYA DENGAN KEWARISAN O l e h : Drs. Dede Ibin, SH. (Wkl. Ketua PA Rangkasbitung) Hibah sebagai Fungsi Sosial Hibah yang berarti pemberian atau hadiah memiliki fungsi sosial dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum yang selanjutnya timbul dengan adanya peristiwa kematian

BAB I PENDAHULUAN. hukum yang selanjutnya timbul dengan adanya peristiwa kematian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia pasti akan mengalami peristiwa kematian. Akibat hukum yang selanjutnya timbul dengan adanya peristiwa kematian seseorang diantaranya ialah masalah bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Penegasan Judul

BAB I PENDAHULUAN. A. Penegasan Judul BAB I PENDAHULUAN A. Penegasan Judul Untuk menghindari agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam memahami judul skripsi ini, maka terlebih dahulu akan dijelaskan beberapa kata penting yang terkait dengan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERLINDUNGAN HAK NAFKAH PEREMPUAN DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DALAM PERSPEKTIF FEMINISME

BAB IV ANALISIS PERLINDUNGAN HAK NAFKAH PEREMPUAN DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DALAM PERSPEKTIF FEMINISME 51 BAB IV ANALISIS PERLINDUNGAN HAK NAFKAH PEREMPUAN DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DALAM PERSPEKTIF FEMINISME A. Analisis Terhadap Perlindungan Hak Nafkah Perempuan dalam Kompilasi Hukum Islam Hak perkawinan

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS PASAL 209 KHI TENTANG WASIAT WAJIBAH DALAM KAJIAN NORMATIF YURIDIS

BAB III ANALISIS PASAL 209 KHI TENTANG WASIAT WAJIBAH DALAM KAJIAN NORMATIF YURIDIS 64 BAB III ANALISIS PASAL 209 KHI TENTANG WASIAT WAJIBAH DALAM KAJIAN NORMATIF YURIDIS A. Implikasi Yuridis Pasal 209 KHI Kedudukan anak angkat dan orang tua angkat dalam hokum kewarisan menurut KHI secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia

Lebih terperinci

BAB III KEWARISAN DALAM HUKUM PERDATA. Hukum waris Eropa yang dimuat dalam Burgerlijk Wetboek

BAB III KEWARISAN DALAM HUKUM PERDATA. Hukum waris Eropa yang dimuat dalam Burgerlijk Wetboek BAB III KEWARISAN DALAM HUKUM PERDATA A. Hukum kewarisan perdata Hukum waris Eropa yang dimuat dalam Burgerlijk Wetboek yang sering disebut BW adalah kumpulan peraturan yang mengatur mengenai kekayaan

Lebih terperinci

PEMBAGIAN WARISAN. Pertanyaan:

PEMBAGIAN WARISAN. Pertanyaan: PEMBAGIAN WARISAN Pertanyaan dari: EJ, di Cirebon (nama dan alamat diketahui redaksi) (Disidangkan pada Jum at, 13 Zulqa'dah 1428 H / 23 November 2007 M) Pertanyaan: Sehubungan kami sangat awam masalah

Lebih terperinci

BAB IV PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN KEWARISAN TUNGGU TUBANG ADAT SEMENDE DI DESA MUTAR ALAM, SUKANANTI DAN SUKARAJA

BAB IV PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN KEWARISAN TUNGGU TUBANG ADAT SEMENDE DI DESA MUTAR ALAM, SUKANANTI DAN SUKARAJA BAB IV PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN KEWARISAN TUNGGU TUBANG ADAT SEMENDE DI DESA MUTAR ALAM, SUKANANTI DAN SUKARAJA A. Analisis Tradisi Pelaksanaan Kewarisan Tunggu Tubang Adat Semende di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia diciptakan oleh sang kholiq untuk memiliki hasrat dan keinginan untuk melangsungkan perkawinan. Sebagaimana

Lebih terperinci

WASIAT WAJIBAH DAN PENERAPANNYA (Analisis Pasal 209 Kompilasi Hukum Islam)

WASIAT WAJIBAH DAN PENERAPANNYA (Analisis Pasal 209 Kompilasi Hukum Islam) WASIAT WAJIBAH DAN PENERAPANNYA (Analisis Pasal 209 Kompilasi Hukum Islam) Oleh : Drs. Arpani, S.H. (Hakim Pengadilan Agama Bontang) A. PENDAHULUAN Salah satu hikmah perkawinan adalah untuk menciptakan

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol.I/No.5/November/2013

Lex Privatum, Vol.I/No.5/November/2013 HAK MEWARIS DARI ORANG YANG HILANG MENURUT HUKUM WARIS ISLAM 1 Oleh : Gerry Hard Bachtiar 2 A B S T R A K Hasil penelitian menunjukkan bagaimana asas-asas kewarisan menurut hukum waris Islam serta Hak

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK PENGALIHAN NAMA ATAS HARTA WARIS SEBAB AHLI WARIS TIDAK PUNYA ANAK

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK PENGALIHAN NAMA ATAS HARTA WARIS SEBAB AHLI WARIS TIDAK PUNYA ANAK 60 BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK PENGALIHAN NAMA ATAS HARTA WARIS SEBAB AHLI WARIS TIDAK PUNYA ANAK Salah satu asas kewarisan Islam adalah asas bilateral yang merupakan perpaduan dari dua

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Pembahasan perwalian nikah dalam pandangan Abu Hanifah dan Asy-

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Pembahasan perwalian nikah dalam pandangan Abu Hanifah dan Asy- BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Pembahasan perwalian nikah dalam pandangan Abu Hanifah dan Asy- Syafi i telah diuraikan dalam bab-bab yang lalu. Dari uraian tersebut telah jelas mengungkapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermakna perbuatan ibadah kepada Allah SWT, dan mengikuti Sunnah. mengikuti ketentuan-ketentuan hukum di dalam syariat Islam.

BAB I PENDAHULUAN. bermakna perbuatan ibadah kepada Allah SWT, dan mengikuti Sunnah. mengikuti ketentuan-ketentuan hukum di dalam syariat Islam. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan dalam pandangan Islam adalah sesuatu yang luhur dan sakral, bermakna perbuatan ibadah kepada Allah SWT, dan mengikuti Sunnah Rasulullah. Sebab di

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG HARTA DALAM PERKAWINAN ISLAM. harta kerabat yang dikuasai, maupun harta perorangan yang berasal dari harta

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG HARTA DALAM PERKAWINAN ISLAM. harta kerabat yang dikuasai, maupun harta perorangan yang berasal dari harta BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG HARTA DALAM PERKAWINAN ISLAM A. Pengertian Harta Dalam Perkawinan Islam Menurut bahasa pengertian harta yaitu barang-barang (uang dan sebagainya) yang menjadi kekayaan. 1

Lebih terperinci

PEMBAGIAN HARTA WARISAN DALAM PERKAWINAN POLIGAMI PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

PEMBAGIAN HARTA WARISAN DALAM PERKAWINAN POLIGAMI PERSPEKTIF HUKUM ISLAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DALAM PERKAWINAN POLIGAMI PERSPEKTIF HUKUM ISLAM Vera Arum Septianingsih 1 Nurul Maghfiroh 2 Abstrak Kewarisan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sebuah perkawinan. Islam

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA TEORITIS. serangkaian kebiasaan dan nilai-nilai dari satu generasi kepada generasi

BAB III KERANGKA TEORITIS. serangkaian kebiasaan dan nilai-nilai dari satu generasi kepada generasi BAB III KERANGKA TEORITIS Menurut Soekandar Wiriaatmaja, tradisi pernikahan merupakan suatu yang dibiasakan sehingga dapat dijadikan peraturan yang mengatur tata pergaulan hidup didalam masyarakat dan

Lebih terperinci

pusaka), namun keduanya tidak jumpa orang yang mampu menyelesaikan perselisihan mereka. Keutamaan Hak harta Simati

pusaka), namun keduanya tidak jumpa orang yang mampu menyelesaikan perselisihan mereka. Keutamaan Hak harta Simati ILMU FARAID 1 Firman Allah : "Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembahagian pusaka untuk) anakanakmu. Iaitu bahagian seorang anak lelaki sama dengan bahagian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu

Lebih terperinci

BAB IV. dalam perkara nomor : 1517/Pdt.G/2007/PA.Sda mengenai penolakan gugatan

BAB IV. dalam perkara nomor : 1517/Pdt.G/2007/PA.Sda mengenai penolakan gugatan BAB IV ANALISIS TENTANG PUTUSAN PENGADILAN AGAMA SIDOARJO MENGENAI PENOLAKAN GUGATAN NAFKAH MAD{IYAH DALAM PERMOHONAN CERAI TALAK NOMOR : 1517/Pdt.G/2007/PA.Sda A. Analisis Undang-Undang Perkawinan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya salah satu kebutuhan manusia adalah perkawinan. Berdasarkan Pasal 28B ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya salah satu kebutuhan manusia adalah perkawinan. Berdasarkan Pasal 28B ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk Allah S.W.T yang paling sempurna dibandingkan dengan makhluk hidup yang lain, namun manusia tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Paramita, 1992), h ), h. 2011

BAB I PENDAHULUAN. Paramita, 1992), h ), h. 2011 BAB I PENDAHULUAN A. Penegasan judul Sebelum penulis mengadakan pembahasan lebih lanjut tentang proposal judul ini, terlebih dahulu penulis akan menjelaskan pengertian yang terkandung dalam judul proposal

Lebih terperinci

PERBANDINGANN ANTARA HUKUM WARIS BARAT DENGAN HUKUM WARIS ISLAM

PERBANDINGANN ANTARA HUKUM WARIS BARAT DENGAN HUKUM WARIS ISLAM PERBANDINGANN ANTARA HUKUM WARIS PERDATA BARAT DENGAN HUKUM WARIS ISLAM Penulis : Agil Jaelani, Andri Milka, Muhammad Iqbal Kraus, ABSTRAK Hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai apa yang harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan merupakan sunnah Rasul yang dilakukan oleh kaum muslim

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan merupakan sunnah Rasul yang dilakukan oleh kaum muslim 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan sunnah Rasul yang dilakukan oleh kaum muslim baik laki-laki maupun perempuan yang telah memenuhi syarat. Tidak jarang pernikahan yang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 48 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Pengaturan masalah waris di Indonesia bersifat pluralisme. Sehingga praturan hukum waris yang masih berlaku saat ini di Indonesia adalah menurut Hukum Adat,

Lebih terperinci

بسم االله الرحمن الرحیم

بسم االله الرحمن الرحیم KATA PENGANTAR بسم االله الرحمن الرحیم Segala puji bagi Allah SWT tuhan pencipta alam, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, seluruh keluarganya serta pengikut-pengikutnya. Alhamdulillah

Lebih terperinci

pengadilan menganggap bahwa yang bersangkutan sudah meninggal.

pengadilan menganggap bahwa yang bersangkutan sudah meninggal. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu perkawinan dapat putus dan berakhir karena berbagai hal. 1 Putus ikatan bisa berarti salah seorang diantara keduanya meninggal dunia, antara pria dengan wanita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Tentang Peradilan Agama Jo Undang-Undang nomor 3 tahun 2006 tentang

BAB I PENDAHULUAN Tentang Peradilan Agama Jo Undang-Undang nomor 3 tahun 2006 tentang 1 BAB I PENDAHULUAN Sebagaimana yang tercantum didalam Pasal 49 ayat 1 huruf b UU No. 7 tahun 1989 Tentang Peradilan Agama Jo Undang-Undang nomor 3 tahun 2006 tentang perubahan Undang-Undang nomor 7 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. benua dan lautan yang sangat luas, maka penyebaran agama-agama yang dibawa. melaksanakan kemurnian dari peraturan-peraturannya.

BAB I PENDAHULUAN. benua dan lautan yang sangat luas, maka penyebaran agama-agama yang dibawa. melaksanakan kemurnian dari peraturan-peraturannya. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Di lihat dari letak geografis kepulauan Indonesia yang strategis antara dua benua dan lautan yang sangat luas, maka penyebaran agama-agama yang dibawa oleh pendatang

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. Universitas Indonesia Islam kultural..., Jamilludin Ali, FIB UI, 2010.

BAB VI PENUTUP. Universitas Indonesia Islam kultural..., Jamilludin Ali, FIB UI, 2010. BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan Islam kultural dalam konsep Nurcholish Madjid tercermin dalam tiga tema pokok, yaitu sekularisasi, Islam Yes, Partai Islam No, dan tidak ada konsep Negara Islam atau apologi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP TIDAK ADANYA HAK WARIS ANAK PEREMPUAN PADA MASYARAKAT KARO DI DESA RUMAH BERASTAGI KECAMATAN BERASTAGI KABUPATEN KARO

BAB IV ANALISIS TERHADAP TIDAK ADANYA HAK WARIS ANAK PEREMPUAN PADA MASYARAKAT KARO DI DESA RUMAH BERASTAGI KECAMATAN BERASTAGI KABUPATEN KARO BAB IV ANALISIS TERHADAP TIDAK ADANYA HAK WARIS ANAK PEREMPUAN PADA MASYARAKAT KARO DI DESA RUMAH BERASTAGI KECAMATAN BERASTAGI KABUPATEN KARO Berdasarkan uraian pada Bab III mengenai sistem pembagian

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PENGENAAN TARIF AKAD NIKAH NASKAH PUBLIKASI. derajat S-I Program Studi Pendidikan. Pancasila dan Kewarganegaraan

IMPLEMENTASI PENGENAAN TARIF AKAD NIKAH NASKAH PUBLIKASI. derajat S-I Program Studi Pendidikan. Pancasila dan Kewarganegaraan IMPLEMENTASI PENGENAAN TARIF AKAD NIKAH (Studi Kasus Penyelenggaraan Pernikahan di KUA Kec. Mantingan Kab. Ngawi dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 48 Tahun 2014) NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagaimana diketahui bahwa perkawinan adalah satu jalan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagaimana diketahui bahwa perkawinan adalah satu jalan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagaimana diketahui bahwa perkawinan adalah satu jalan yang diberikan Allah SWT kepada umatnya agar terciptanya keturunan dari masing-masing keluarga. Perkawinan menuju

Lebih terperinci

B A B I P E N D A H U L U A N. Puasa di dalam Islam disebut Al-Shiam, kata ini berasal dari bahasa Arab

B A B I P E N D A H U L U A N. Puasa di dalam Islam disebut Al-Shiam, kata ini berasal dari bahasa Arab 1 B A B I P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Masalah Puasa di dalam Islam disebut Al-Shiam, kata ini berasal dari bahasa Arab yang mempunyai arti : Menahan diri dari makan, minum dan hubungan seksuil

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kewenangan Pengadilan Agama Lingkungan Peradilan Agama adalah salah satu lingkungan peradilan khusus, jangkauan fungsi kewenangan peradilan agama diatur dalam Pasal 2, Pasal

Lebih terperinci