HUBUNGAN ANTARA KEPRIBADIAN BIG FIVE DENGAN PEMAAFAN PADA ISTRI YANG MENGALAMI PROBLEMATIKA PERKAWINAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HUBUNGAN ANTARA KEPRIBADIAN BIG FIVE DENGAN PEMAAFAN PADA ISTRI YANG MENGALAMI PROBLEMATIKA PERKAWINAN"

Transkripsi

1 HUBUNGAN ANTARA KEPRIBADIAN BIG FIVE DENGAN PEMAAFAN PADA ISTRI YANG MENGALAMI PROBLEMATIKA PERKAWINAN SKRIPSI Oleh: IKA NURANI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG 2017 i

2 HUBUNGAN ANTARA KEPRIBADIAN BIG FIVE DENGAN PEMAAFAN PADA ISTRI YANG MENGALAMI PROBLEMATIKA PERKAWINAN SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata Semarang untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana Psikologi IKA NURANI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG 2017 ii

3 iii

4 HALAMAN PERSEMBAHAN Kupersembahkan Karya ini buat yang tercinta Papa, Mama, Saudaraku serta Tunanganku iv

5 HALAMAN MOTTO Kemudian datanglah Petrus dan berkata kepada Yesus: Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali? Yesus berkata kepadanya: Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali. (Matius 18:21-22) Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga. (Matius 6:14) v

6 UCAPAN TERIMA KASIH Mengucap syukur atas berkat dan anugerah Tuhan Yesus Kristus sehingga skripsi yang berjudul HUBUNGAN ANTARA KEPRIBADIAN BIG FIVE DENGAN PEMAAFAN PADA ISTRI YANG MENGALAMI PROBLEMATIKA PERKAWINAN dapat terselesaikan. Penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bantuan banyak pihak, baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung, sehingga pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. M. Sih Setija Utami, MKes, selaku Dekan dan Dosen Wali Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata Semarang. 2. Drs. M. Suharsono, MSi, selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktu dan kesabaran dalam memberikan pengarahan dan bimbingan penulisan skripsi ini menjadi baik dan benar. 3. Seluruh Dosen dan Staff Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata Semarang. 4. Seluruh subjek penelitian atas bantuan dan kerjasamanya. Kiranya Tuhan Yesus Kristus memberi kekuatan, kesabaran, dan kemampuan untuk mengatasi seluruh badai dalam keluarga, dan akhirnya menjadi keluarga pemenang. 5. Papa, Mama, dan adikku yang senantiasa memberikan dukungan materi dan imateri. Bersama kalian aku belajar tentang sebuah keluarga. Kiranya anugerah, berkat dan kemurahan Tuhan Yesus Kristus senantiasa bersama keluarga kita. vi

7 vii

8 HUBUNGAN ANTARA KEPRIBADIAN BIG FIVE DENGAN PEMAAFAN PADA ISTRI YANG MENGALAMI PROBLEMATIKA PERKAWINAN Ika Nurani NIM Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata Semarang ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kepribadian big five dengan pemaafan istri yang mengalami problematika perkawinan. Hipotesis penelitian terdiri dari hipotesis mayor dan minor, yaitu ada hubungan antara neuroticism, extraversion, openness to experience, agreeableness, dan conscientiouness dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan. Subjek penelitian adalah istri yang memiliki masalah psikologis berkaitan dengan problematika perkawinan, yang diperoleh secara quota sampling. Metode pengumpulan data adalah TRIM-18 dan NEO-PI-R versi Indonesia, yang kemudian dianalisis menggunakan regresi linier berganda. Hasil penelitian adalah ada hubungan antara kepribadian Big Five dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan. Extraversion, openness to experience, agreeableness, dan conscientiouness berhubungan positif sangat signifikan dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan; sedangkan neuroticism berhubungan negatif sangat signifikan dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan. Neuroticism, extraversion, openness to experience, agreeableness, dan conscientiouness memberikan pengaruh terhadap pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan sebesar 71,5%. Kata kunci: kepribadian big five, pemaafan, dan istri viii

9 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSEMBAHAN... iii HALAMAN MOTTO... iv UCAPAN TERIMA KASIH... v ABSTRAKSI... viii DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL... xi DAFTAR LAMPIRAN... xii BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1 B. Tujuan Penelitian... 7 C. Manfaat Penelitian... 8 BAB II : TINJAUANPUSTAKA A. Pemaafan Pengertian Pemaafan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemaafan Dimensi Pemaafan B. Kepribadian Big Five Pengertian Kepribadian Big Five Dimensi Kepribadian Big Five C. Hubungan antara Kepribadian Big Five dengan Pemaafan pada Istri yang Mengalami Problematika Perkawinan D. Hipotesis BAB III : METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian B. Variabel Penelitian C. Definisi Operasional Variabel Penelitian D. Populasi dan Sampel E. Metode Pengumpulan Data F. Validitas dan Reliabilitas G. Metode Analisis Data BAB IV : PELAKSANAAN PENELITIAN A. Orientasi Kancah B. Persiapan Penelitian Perijinan Penyusunan Alat Ukur Uji Coba Alat Ukur ix

10 C. Pelaksanaan Penelitian BAB V : HASIL PENELITIAN A. Hasil Uji Asumsi Uji Normalitas Uji Linieritas B. Hasil Uji Hipotesis Uji Hipotesis Mayor Uji Hipotesis Minor Koefisien Determinasi C. Pembahasan BAB VI: PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA x

11 DAFTAR TABEL Tabel 1 Perceraian di Indonesia Tahun Tabel 2 Blue Print TRIM Tabel 3 Blue Print NEO-PI-R Tabel 4 Sebaran Nomor ItemTRIM Tabel 5 Sebaran Nomor Item NEO-PI-R xi

12 DAFTAR LAMPIRAN A. TRIM B. Data Penelitian A-1 TRIM A-2 NEO-PI-R C. Validitas dan Reliabilitas D. Gambaran Responden E. Uji Asumsi E-1 Uji Normalitas E-2 Uji Linieritas F. Uji Hipotesis F-1 Analisis Regresi Linier Berganda F-2 Analisis Product Moment G. Informed Consent xii

13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan bagi manusia merupakan sesuatu yang penting, karena melalui sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara biologis, psikologis maupun sosial. Menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 1 menjelaskan bahwa Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Memiliki perkawinan yang bahagia merupakan impian setiap pasangan suami istri dan hal ini dapat terwujud apabila antar pasangan terjalin keintiman, afeksi, saling mendukung, saling menghargai, dan saling menyayangi (Bee & Mitchael dikutip Sari, 2012, h.51). Banyak pasangan suami istri yang kecewa karena gagal mewujudkan perkawinan yang bahagia dan harmonis. Bukannya kebahagiaan dan keharmonisan dalam perkawinan, namun yang terjadi konflik perkawinan yang tidak berkesudahan dan munculnya benih-benih kepahitan dari masing-masing individu akibat buruknya relasi yang terjadi antar suami istri. Pernyataan ini seperti yang dikemukakan oleh Pramudya (2008, h.1) bahwa orang-orang terdekat (misal pasangan) berpotensi untuk mencintai atau melukai. Tindakan melukai ini bisa dilakukan secara sadar maupun tidak sadar, berlangsung secara singkat 1

14 2 atau lama, bersifat temporer atau berulang-ulang yang pada akhirnya akan menimbulkan rasa sakit hati. Rasa sakit hati ini adalah cerminan terjadinya sakit hati pribadi, tidak adil, dan mendalam (biasa disebut juga luka-luka batin atau kepahitan) (Smedes, 1995, h.7). Tingginya kegagalan pasangan suami istri dalam mewujudkan perkawinan yang bahagia dan harmonis tampak dari tingginya angka perceraian. Data Kementerian Agama RI yang disampaikan oleh Kepala Subdit Kepenghuluan Anwar Saadi di Republika Online tanggal 14 September 2014 sebagai berikut: Tabel 1 Perceraian di Indonesia Tahun No. Tahun Jumlah Perkawinan Jumlah Perceraian % Perceraian ,00 % ,92 % ,13 % ,26 % ,63 % Sumber: perceraian-setiap-jam_54f357c a2b6c7115 Tabel 1 menunjukkan bahwa angka perceraian di Indonesia selama tahun mengalami fluktuasi yang cenderung tinggi. Secara khusus, data Kasus di Pengadilan Agama Kota Semarang bulan Mei-Agustus 2014 juga menunjukkan bahwa jumlah kasus yang paling banyak adalah kasus perceraian, dengan rincian sebagai berikut: bulan Mei kasus gugat cerat 173 kasus dan kasus gugat talak 73 kasus; bulan Juni kasus gugat cerai 192 kasus dan kasus gugat talak 95 kasus; bulan Juli kasus gugat cerai 84 kasus dan gugat talak 27 kasus; dan bulan Agustus kasus gugat cerai 173 kasus dan gugat talak 73 kasus. Hal ini

15 3 menunjukkan bahwa kasus perceraian setiap bulannya fluktuatif dan cenderung meningkat dan paling banyak dilakukan oleh wanita (istri). (Pengadilan Agama Semarang, 2015). Perceraian pada dasarnya merupakan peristiwa yang sebenarnya tidak direncanakan dan dikehendaki oleh pasangan suami istri yang sama-sama terikat dalam perkawinan. Perceraian merupakan kulminasi dari penyesuaian perkawinan yang buruk dan terjadi ketika antara suami istri sudah tidak terjadi lagi kesepakatan untuk bersama dan mengalami rasa tersakiti yang sudah tidak dapat diatasi lagi. Adapun faktor penyebab perceraian dari yang paling dominan adalah tidak ada keharmonisan, tidak ada tanggung jawab, ekonomi, dan gangguan pihak ketiga (Pengadilan Agama Semarang, 2015) Ketidakharmonisan dalam rumah tangga, salah satu pihak atau keduanya tidak memiliki rasa tanggung jawab, kondisi ekonomi yang buruk, dan gangguan pihak ketiga, merupakan situasi yang saat ini banyak dihadapi oleh pasangan suami istri. Namun demikian tidak setiap pasangan suami istri memutuskan bercerai atau tetap mempertahankan perkawinan. Bagi pasangan suami istri yang memutuskan untuk tetap mempertahankan perkawinan pada umumnya berupaya untuk melakukan upaya agar situasi perkawinannya menjadi lebih baik. Namun, seringkali upaya ini gagal dan akhirnya berada dalam situasi yang sama atau bahkan semakin memburuk dan pada akhirnya relasi yang terjalin semakin menimbulkan rasa saling tersakiti sampai akhirnya menimbulkan kepahitan. Salah satu kemungkinan yang mendorong gagalnya pasangan suami istri yang berada dalam situasi kritis adalah

16 4 gagalnya pasangan suami istri ini melakukan pemaafan (forgiveness), karena pihak yang terluka atau tersakiti selalu teringat dengan kesalahan pasangan serta memiliki kemarahan dan kebencian yang besar. Kondisi inilah yang membuat relasi yang sudah buruk semakin buruk. Pemaafan merupakan sesuatu yang penting, karena pada dasarnya tidak ada keluarga (perkawinan) yang sempurna. Munculnya luka hati di dalam anggota keluarga merupakan sesuatu yang sangat mungkin terjadi karena interaksi antar individu tidak bebas dari gesekan (Pramudya, 2008, h.1). Meski demikian, Pramudya menjelaskan bahwa bukan menghindari agar luka tidak terjadi di dalam keluarga, namun bagaimana mengembangkan tindakan yang adaptif supaya ketika terjadi gesekan yang memungkinkan terjadinya luka, maka luka tersebut tidak menjadi (akar) kepahitan. Oleh karena itu, Pramudya mengemukakan mengenai pentingnya mengembangkan keluarga dimana meminta maaf dan memberikan pemaafan adalah dasar untuk mencabut akar kepahitan. Hal ini senada dengan pernyataan Nouwen (dikutip Pramudya, 2008, h.1) bahwa pemaafan tidak hanya membebaskan orang lain, namun juga diri sendiri. Pemaafan adalah jalan menunju kebebasan. Pemaafan merupakan sikap seseorang yang telah disakiti untuk tidak melakukan perbuatan balas dendam terhadap pelaku dan tidak adanya keinginan untuk menjauhi pelaku; dan sebaliknya, adanya keinginan untuk berdamai dan berbuat baik terhadap pelaku, walaupun pelaku telah melakukan perilaku yang menyakitkan (McCullogh dikutip Sari, 2010, h.53). Oleh karena itu, pemaafan memiliki fungsi-fungsi yang

17 5 jauh lebih adaptif dalam relasi interpersonal dan sosial daripada menghindar dan balas dendam (Soesilo, 2013, h.3). Tindakan pemaafan dapat memperbaiki kesehatan korban karena memberikan efek untuk mereduksi hostilitas, mempengaruhi sistem imun pada level selular, mempengaruhi sistem imum pada level endokrin, mempengaruhi sistem imum melalui pelepasan antibodi, dan mempengaruhi proses sistem saraf pusat (Worthington dan Scherer dikutip Soesilo, 2013, h.11-13). Hasil penelitian Witvliet, Ludwig & Laan (2001) mengungkapkan bahwa tanggapan korban atas pengalaman menyakitkan yang dialaminya memiliki konsekuensi terhadap kondisi emosi, fisiologis dan kesehatan mereka. Korban yang berorientasi terhadap dendam memiliki lebih banyak emosi negatif dan respon stres fisiologis yang lebih tinggi dibandingkan korban yang berorientasi terhadap pengampunan. Oleh karena itu, tindakan pemaafan direkomendasikan oleh para peneliti tersebut supaya korban tetap memiliki kondisi kesehatan fisik dan psikologis yang baik. Hasil penelitian Staub, Pearlman, Gubin & Hagengimana (2005) mengungkapkan bahwa penyembuhan, rekonsialisasi, dan pemaafan mampu mengurangi gejala trauma dan menimbulkan orientasi yang lebih positif kepada kelompok eksperimen dari waktu ke waktu (dari sebelum pengobatan hingga dua bulan setelah itu) dibandingkan kelompok kontrol. Hasil penelitian ini juga menjelaskan pentingnya dan arti khusus bagi orang-orang untuk memahami asal-usul kekerasan untuk bisa melakukan proses penyembuhan, rekonsialisasi, dan pemaafan.

18 6 McCollough, dkk (dikutip Sari, 2012, h.55-56) menjelaskan bahwa pemaafan dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti kepribadian. Secara teoritis ada berbagai pendekatan yang digunakan untuk mendefinisikan suatu kepribadian, salah satunya pendekatan trait. Menurut pendekatan ini, trait mempunyai unit yang fundamental dari kepribadian. Adapun gambaran yang paling baik mengenai struktur trait dimiliki oleh big five. Menurut McCrae & John (1991, h.175) big five merupakan trait kepribadian yang digambarkan dalam lima dimensi dasar. Kelima dimensi itu adalah extraversion, agreeableness, conscientiouness, neuroticism, dan openness to experience. Hasil penelitian McCullough, Bellah, Kilpatrick & Johnson (2001, h.601) menjelaskan bahwa dendam berhubungan negatif agreeableness dan berhubungan positif dengan conscientiouness. Arthasari (2010) mengungkapkan bahwa extraversion, agreeableness, openess berhubungan positif dengan pemaafan; sementara neuroticsm dan conscientiousness tidak berhubungan dengan pemaafan. Hafnidar (2013, h.167) menjelaskan bahwa emotional stability, agreeableness, extraversion dan conscientiouness berhubungan positif dengan pemaafan. Abid, Shafiq, Naz & Riaz (2015, h.149) menjelaskan bahwa extraversion, agreeableness, conscientiouness, dan openness to experience berhubungan positif dengan pemaafan; sedangkan neuroticism berhubungan negatif dengan pemaafan. Hasil wawancara peneliti dengan tiga orang istri yang melakukan konseling di salah satu Lembaga Pelayanan Psikologis (LPP) X di Kota Semarang mengemukakan bahwa sulit untuk melakukan pemaafan

19 7 kepada suami yang dianggap telah menyakitinya secara berulangulang. Walaupun mereka sudah memaafkan namun seringkali rasa marah dan benci kepada suami seringkali muncul ketika ada faktor pemicu, bahkan dua dari tiga istri tersebut berpikir untuk bercerai. Namun seringkali pula keputusan untuk bercerai tidak diambil, karena berpikiran bahwa situasi bisa berubah. Kondisi yang fluktuasi ini akhirnya membuat para istri ini mengalami depresi dari tingkat ringan sampai tinggi (Hasil wawancara dengan konselor LPP X, tanggal 20 September 2015). Penelitian ini juga difokuskan kepada istri mengingat tingginya kasus gugat cerai, dan setiap tahunnya terus meningkat. Salah satu alasan istri melakukan gugat cerai karena rasa sakit hati yang mendalam, sehingga dengan memutuskan untuk bercerai diharapkan bisa mengakhiri penderitaan yang dialaminya (Hasil wawancara dengan A, selaku pelaku gugat cerai tanggal 12 Februari 2016). Masih terbatasnya kajian mengenai pemaafan dan tingginya kualitas perkawinan yang buruk sehingga memicu perceraian menjadi motivasi peneliti untuk meneliti Apakah ada hubungan antara kepribadian big five dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan? B. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kepribadian big five dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan.

20 8 C. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memberikan beberapa kontribusi sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini secara teoritis diharapkan memberikan bukti empiris mengenai hubungan kepribadian big five dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan sehingga Psikologi Keluarga dan Psikoterapi semakin berkembang. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini secara praktis diharapkan memberikan informasi dan referensi kepada individu (terutama yang mengalami kepahitan hidup), konseli dan terapis mengenai tindakan individu (istri yang mengalami problematika perkawinan) untuk melakukan pemaafan ditinjau dari kepribadian.

21 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pemaafan 1. Pengertian Pemaafan Pemaafan menurut McCullough, Worthington & Rachal (1997, h ) adalah fenomena yang kompleks yang berhubungan dengan emosi, pikiran dan tingkah laku sehingga dampak dan penghakiman yang negatif terhadap orang yang menyakiti dapat dikurangi. Enright & Coyle (dikutip Soesilo, 2013, h.5) mendefinisikan pemaafan sebagai kesediaan untuk melepaskan hak sendiri untuk menunjukkan kebencian, penghakiman negatif dan perilaku tidak peduli terhadap seseorang yang tidak seharusnya merugikan individu, dan bersamaan dengan ini mengembangkan kualitas bela rasa, kedermawanan, dan bahkan kasih terhadap pelaku kendati si pelaku sebenarnya tidak berhak menerima kualitas tersebut. Wade, dkk (dikutip Soesilo, 2013, h.5) menjelaskan bahwa pemaafan yang sejati dan tepat mencakup kesanggupan untuk memandang transgresor secara realistik dan inklusif dengan mengakui sisi-sisi baik dan buruk orang tersebut. Perasaan-perasaan positif seperti bela rasa dan empati dipercaya sebagai kritikal dalam pengampunan. Selain itu, kemampuan untuk memaafkan mensyaratkan kekuatan ego (ego strength) dan kepekaan diri sendiri (sense of self) yang kuat. 9

22 10 Berdasarkan penjabaran di atas maka yang dimaksud dengan pemaafan adalah rangkaian dari proses yang kompleks yang berhubungan dengan emosi, pikiran dan tingkah laku sehingga dampak dan penghakiman yang negatif terhadap orang yang menyakiti dapat dikurangi. 2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Pemaafan Soesilo (2006, h ) mengutip beberapa hasil penelitian mengenai faktor-faktor yang memengaruhi pemaafan, yaitu: a. Agama Agama yang lebih menekankan pemaafan menghasilkan para pengikut yang lebih mudah memaafkan. Kalau dalam agama itu kurang ditekankan pemaafan, pengikutnya lebih sulit untuk memaafkan. b. Jenis kelamin Wanita lebih mudah memaafkan dibandingkan laki-laki tanpa pandang pola persoalan mereka, meskipun wanita dan laki-laki sama-sama memiliki rasa ingin membalas dendam. Hal ini dikarenakan wanita lebih menghargai proses pemaafan dan lebih percaya bahwa dalam proses penyembuhan mereka harus memaafkan, tetapi laki-laki pada umumnya tidak berpikir demikian. Bagi laki-laki, umur, rasa malu dan harga diri sangat mempengaruhi keputusan untuk memaafkan. Laki-laki yang makin berumur, semakin menjaga harga diri sehingga semakin sulit memaafkan. Sebaliknya, apabila laki-laki tersebut lebih terbuka dan

23 11 suka bersosialisasi maka laki-laki tersebut akan lebih mudah memaafkan. c. Pola asuh orangtua Orangtua yang menanamkan pola marah dan malu yang tidak sehat pada anak-anaknya menghasilkan anak-anak yang bertingkah laku sama dan sulit memaafkan. Anak-anak yang memiliki temperamen yang sulit dan perasaan negatif terhadap cara disiplin orangtua mereka juga sulit memaafkan. d. Teman sebaya Pada remaja, tekanan dari teman sebaya lebih mempengaruhi mereka untuk memaafkan daripada agama. Wardhati & Faturochman (2014, h. 5-7) menjelaskan bahwa pemaafan dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut: a. Empati Empati adalah kemampuan seseorang untuk ikut merasakan perasaan atau pengalaman orang lain. Kemampuan empati ini berkaitan erat dengan pengambilalihan peran. Adanya empati terhadap pihak yang menyakiti, maka individu dapat memahami perasaan orang yang telah menyakitinya memiliki rasa bersalah dan tertekan akibat perilaku yang menyakitkan. Selain itu, empati juga menjelaskan mengenai variabel sosial psikologis yang mempengaruhi kemampuan mengampuni yaitu permintaan maaf (apologies) dari pihak yang menyakiti. Ketika pelaku meminta maaf kepada pihak yang disakiti maka hal itu bisa membuat korban lebih berempati dan kemudian termotivasi untuk memaafkan.

24 12 b. Atribusi terhadap pelaku dan kesalahannya Penilaian akan mempengaruhi setiap perilaku individu. Artinya, bahwa setiap perilaku itu ada penyebabnya dan penilaian dapat mengubah perilaku individu (termasuk pemaafan) di masa mendatang. Dibandingkan dengan orang yang tidak memaafkan pelaku, maka orang yang memaafkan cenderung menilai pihak yang bersalah lebih baik dan penjelasan akan kesalahan yang diperbuatnya cukup kuat dan jujur. Pemaaf pada umumnya akan menyimpulkan bahwa pelaku telah merasa bersalah dan tidak bermaksud menyakiti sehingga ia mencari penyebab lain dari persitiwa yang menyakitkan itu. Perubahan penilaian terhadap peristiwa yang menyakitkan ini memberikan reaksi emosi positif yang kemudian akan meminculkan pemberian pemaafan terhadap pelaku. c. Tingkat kelukaan Beberapa orang mengingkari sakit hati yang mereka rasakan untuk mengakuinya sebagai sesuatu yang sangat menyakitkan. Kadangkadang rasa sakit membuat mereka takut seperti orang yang dikhianati dan diperlakukan secara kejam. Mereka merasa takut mengakui sakit hatinya karena dapat mengakibatkan mereka membenci orang yang sangat dicintainya, meskipun telah melukainya. Mereka pun menggunakan berbagai cara untuk menyangkal rasa sakit hati mereka. Pada sisi lain, banyak orang yang merasa sakit hati ketika mendapatkan bukti bahwa hubungan interpersonal yang mereka kira akan bertahan lama ternyata hanya

25 13 bersifat sementara. Hal ini seringkali menimbulkan kesedihan yang mendalam. Ketika hal ini terjadi maka pemaafan menjadi sulit diwujudkan. d. Karakteristik kepribadian Karakteristik kepribadian berpengaruh terhadap pemaafan. Karakteristik kepribadian yang mendukung dalam pemberian pemaafan adalah ekstravert yang memiliki karakter seperti bersifat sosial, keterbukaan ekspresi dan asertif. Karakter yang lain antara lain hangat, kooperatif, tidak mementingkan diri, menyenangkan, jujur, dermawan, sopan dan fleksibel juga cenderung menjadi empatik dan bersahabat. McCollough, dkk (dikutip Sari, 2012, h.55-56) mengungkapkan bahwa kepribadian sebagai salah satu faktor yang memengaruhi pemaafan. Hasil penelitian McCullough, dkk (2001, h.601) menjelaskan bahwa dendam berhubungan negatif dengan agreeableness dan berhubungan positif dengan conscientiouness. Hafnidar (2013, h.167) menjelaskan bahwa emotional stability, agreeableness, extraversion dan conscientiouness berhubungan positif dengan pemaafan. Abid, dkk (2015, h.149) menjelaskan bahwa extraversion, agreeableness, conscientiouness, dan openness to experience berhubungan positif dengan pemaafan; sedangkan neuroticism berhubungan negatif dengan pemaafan.

26 14 e. Kualitas hubungan Seseorang yang mengampuni kesalahan pihak lain dapat dilandasi oleh komitmen yang tinggi pada relasi mereka. Ada empat alasan mengapa kualitas hubungan berpengaruh terhadap pemaafan dalam hubungan interpersonal, yaitu (1) pasangan yang mau mengampuni pada dasarnya mempunyai motivasi yang tinggi untuk menjaga hubungan; (2) dalam hubungan yang erat ada orientasi jangka panjang dalam menjalin hubungan di antara mereka; (3) dalam kualitas hubungan yang tinggi kepentingan satu orang dan kepentingan pasangan menyatu; dan (4) kualitas hubungan mempunyai orientasi kolektifitas yang menginginkan pihak-pihak yang terlibat untuk berperilaku yang memberikan keuntungan di antara mereka. McCollough, dkk (dikutip Sari, 2012, h.55) juga mengungkapkan bahwa kualitas hubungan interpersonal sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi pemaafan. Kedekatan atau hubungan antara orang yang disakiti dengan pelaku memengaruhi perilaku pemaafan. Adanya kepuasan perkawinan, kedekatan antara satu sama lain, dan komitmen yang kuat merupakan indikasi adanya kualitas hubungan interpersonal yang baik. Ketiga hal tersebut mendorong orang yang tersakiti untuk memberi pemaafan terhadap orang yang menyakiti. Hasil penelitian Fincham, Paleari & Regalia (2002, h.27) mengungkapkan bahwa kualitas hubungan suami istri dalam perkawinan berhubungan positif dengan pemaafan. Paleari, Regalia & Fincham (2005, h.368)

27 15 mengungkapkan bahwa kualitas hubungan berpengaruh timbal balik dengan pemaafan dalam perkawinan. Berdasarkan penjabaran di atas, maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi pemaafan terdiri dari Faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal terdiri dari jenis kelamin, agama, empati, atribusi terhadap pelaku dan kesalahan, tingkat kelukaan, karakteristik kepribadian, dan kualitas hubungan. Faktor eksternal terdiri dari pola asuh orangtua dan teman sebaya. 3. Dimensi Pemaafan Menurut McCullough & Witvliet (no year, h ) pemaafan merupakan proses perubahan tiga dorongan dalam diri individu terhadap transgressor. Tiga dorongan tersebut adalah avoidance motivations, revenge motivations dan benevolence motivations. Avoidance motivations ditandai dengan individu yang menarik diri (withdraw) dari transgressor. Revenge motivations ditandai dengan dorongan individu untuk membalas perbuatan dan berkeinginan untuk membalas dendam terhadap transgressor. Ketika individu dilukai oleh transgressor maka yang terjadi dalam dirinya adalah peningkatan dorongan untuk menghindar dan membalas dendam. Dengan demikian, individu tersebut tidak melakukan pengampunan terhadap sang transgressor. Benevolence motivations ditandai dengan dorongan untuk berbuat baik terhadap transgressor. Kehadiran benevolence motivations menghilangkan kehadiran dua dimensi sebelumnya. Oleh

28 16 karena itu, individu yang melakukan pemaafan akan memiliki benevolence motivations yang tinggi, namun di sisi lain memiliki avoidance motivations dan revenge motivations rendah. Menurut Baumeister, dkk (dikutip Sari, 2012, h.53-54) menjelaskan bahwa dimensi pemaafan dapat saling berinteraksi dan menghasilkan beberapa kombinasi pemaafan, yaitu: a. Hollow forgiveness Kombinasi ini terjadi saat orang yang disakiti dapat mengekspresikan pemaafan secara konkret melalui perilaku, namun orang yang disakiti belum dapat merasakan dan menghayati adanya pemaafan didalam dirinya. Orang yang disakiti masih menyimpan rasa dendam dan kebencian meskipun ia telah mengatakan kepada pelaku saya memafkan kamu. Proses intrapsikis dari pemaafan ditandai dengan adanya komitmen dalam diri orang yang disakiti untuk memafkan. Saat komitmen telah dimiliki, orang yang disakiti dapat mengekpresikannya dengan baik kepada pelaku. b. Silent forgiveness Kombinasi ini kebalikan dari kombinasi pertama. Dalam kombinasi ini intrapsychic forgiveness dirasakan, namun tidak diekspresikannya melalui perbuatan dalam hubungan interpersonal, nointerpersonal forgiveness. Orang yang disakiti tidak lagi menyimpan perasaan marah, dendam, benci kepada pelaku namun tidak mengespresikannya. Orang yang disakiti membiarkan pelaku terus merasa bersalah dan terus bertindak seakan-akan pelaku tetap bersalah.

29 17 c. Total forgiveness Dalam kombinasi ini orang yang disakiti menghilangkan perasaan kecewa, benci atau marah terhadap pelaku tentang pelanggaran yang terjadi. Kemudian, hubungan antara orang yang disakiti dengan pelaku kembali secara total seperti keadaan sebelumnya pelanggaran atau peristiwa yang menyakitkan orang yang disakiti terjadi. d. No forgiveness Dalam kombinasi ini, Intrapsychic dan Interpersonal Forgiveness tidak terjadi pada orang yang disakiti, yang disebabkan: 1) Claims on Reward and Benefit Pemaafan yang tidak diberikan kepada pelaku memberikan keuntungan praktis dan material bagi orang yang disakiti. Pelaku memiliki hutang kepada orang yang disakiti akibat dari perbuatan menyakitkan yang dilakukannya. Pemaafan sering diberikan pada saat pelaku menampilkan tindakan yang memberikan keuntungan bagi orang yang disakiti. Reward yang diperoleh tidak hanya material tetapi juga non material. Contoh reward non material adalah perasaan yang dialami orang yang disakiti bahwa dirinya lebih superior dalam hal moral. Perasaan superior ini dipengaruhi oleh kondisi pengampunan yang dialami oleh orang yang disakiti. Intrapsychic forgiveness melepaskan orang yang disakiti dari perasaan superior tersebut, sedangkan interpersonal forgiveness dapat dilakukan oleh orang yang

30 18 disakiti untuk menyatakan bahwa dirinya lebih superior dalam hal moral 2) To Prevent Reccurence Pemaafan dianggap dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya pelanggaran atau peristiwa menyakitkan yang dialami orang yang disakiti di masa mendatang. Dengan tidak diberikannya pemaafan kepada pelaku, orang yang disakiti dapat terus mengingatkan pelaku untuk tidak mengulangi perbuatannya 3) Continued Suffering Penghalang dalam pemaafan adalah terus berlanjutnya perasaan menderita dari peristiwa menyakitkan yang dialami oleh orang yang disakiti. Saat konsekuensi dari pengalaman menyakitkan yang dialami oleh orang yang disakiti di masa lalu mempengaruhi hubungannya dengan pelaku di masa depan, maka pemaafan merupakan sesuatu yang sulit dilakukan. 4) Pride and Revenge Apabila pemaafan intrapsychic dan interpersonal diberikan kepada pelaku, orang yang disakiti merasa bahwa perbuatan tersebut akan mempermalukan dirinya bahkan menunjukkan rendahnya harga diri orang yang disakiti. Selain itu, apabila orang yang disakiti cepat mampu memberikan pemaafan, ia akan dipersepsikan sebagai orang yang bodoh 5) Principal Refusal Pemaafan tidak dilakukan oleh orang yang disakiti, karena hal ini dianggap mengabaikan prinsip yang telah baku atau standar

31 19 hukum yang telah ada. Pemaafan diindentikkan dengan memberi pemaafan hukum terhadap pelaku yang dinyatakan bersalah melalui sistem peradilan yang ada. Oleh karena itu, pemaafan dilihat sebagai perbuatan yang keliru Berdasarkan penjabaran di atas, maka yang dimaksud dimensi pemaafan dalam penelitian ini adalah avoidance motivations; revenge motivations; dan benevolence motivations. Sehingga penelitian ini menggunakan TRIM-18 yang dikembangkan oleh McCullough karena alat ukur tersebut disusun berdasarkan ketiga dimensi tersebut. B. Kepribadian Big Five 1. Pengertian Kepribadian Big Five Kepribadian menurut Allport (dikutip Feist & Feist, 2008, h ) adalah pengorganisasian dinamis dalam diri individu dimana sistem psikofisiknya menentukan penyesuaian unik terhadap lingkungannya. Definisi ini menjelaskan bahwa manusia adalah produk sekaligus proses, memiliki sejumlah struktur yang terorganisasikan, sementara di waktu yang sama memiliki kemampuan untuk berubah. Pola hadir berdampingan dengan pertumbuhan, dan tatanan dengan pengembangan. Dengan kata lain, kepribadian bersifat fisik sekaligus psikologis, mencakup perilaku yang tampak dan pikiran yang terungkap. Kepribadian adalah substansi sekaligus perubahan, produk sekaligus proses, struktur sekaligus pertumbuhan. Untuk memahami kepribadian terdapat beberapa pendekatan dan salah satunya adalah teori trait. Teori trait merupakan sebuah

32 20 model untuk mengidentifikasi trait-trait dasar yang diperlukan untuk menggambarkan suatu kepribadian. Trait didefinisikan sebagai suatu dimensi yang menetap dari karakteristik kepribadian, sehingga membedakan individu dengan individu yang lain (Fieldman dikutip Mastuti, 2005, h.267). Salah satu teori kepribadian yang didasarkan pada pendekatan trait adalah Big Five. Awalnya Big Five adalah taksonomi kepribadian yang disusun berdasarkan pendekatan leksikal, yaitu pengelompokkan kata-kata atau bahasa yang digunakan di dalam kehidupan sehari-hari, untuk menggambarkan ciri-ciri individu yang membedakannya dengan individu lain. Allport & Odbert (dikutip Ramdhani, 2012, h ) berhasil mengumpulkan istilah yang digunakan untuk membedakan perilaku seseorang dengan lainnya. Daftar ini menginspirasi Cattell menyusun model multidemensional dari kepribadian. Dari ciri sifat ini, Cattel mengelompokkannya ke dalam ciri sifat, kemudian melakukan analisis faktor sehingga diperoleh 12 faktor. Karya besar Cattel ini merupakan pemicu bagi peneliti-peneliti kepribadian lainnya, baik untuk meneliti maupun menganalisis ulang data dari kalangan yang bervariasi. Data ini mulai dari anak-anak hingga dewasa. Khusus subjek dewasa, latar belakang pekerjaan mereka antara lain supervisor, guru dan klinis yang berpengalaman. Dari sinilah diperoleh lima faktor yang sangat menonjol, yang kemudian diberi nama oleh Goldberg dengan Big Five (Golberg, 1981). Pemilihan nama Big Five ini bukan berarti kepribadian itu

33 21 hanya ada lima melainkan pengelompokkan dari ribuan ciri ke dalam lima himpunan besar yang berikutnya disebut dimensi kepribadian. Tahun 1990-an, McCrae & Costa (dikutip Feist & Feist, 2008, h.365) menjelaskan bahwa Big Five bukan lagi sebuah taksonomi namun telah menjadi teori Big Five. Teori ini dibentuk dari lima dimensi yaitu neuroticism, extraversion, openness to experience, agreeableness, dan conscientiousness (Costa & McCrea, 1987, h.81-90) Menurut teori Big Five, perilaku diprediksi dengan memahami tiga komponen sentral atau inti dan tiga komponen periferal. Ketiga komponen sentral meliputi kecenderungan-kecenderungan dasar, adaptasi-adaptasi karakter, dan konsep diri; sedangkan ketiga komponen periferal meliputi dasar-dasar biologis, biografi objektif, dan pengaruh-pengaruh eksternal. Penjelasan dari komponenkomponen ini adalah (Feist & Feist, 2008, h ): a. Komponen sentral 1) Kecenderungan-kecenderungan dasar adalah materi kasar universal dari kapasitas dan disposisi kepribadian yang umumnya ditemukan lewat penyimpulan daripada lewat pengobservasian. Kecenderungan dasar bisa diwariskan, dicetak oleh pengalaman awal atau dimodifikasi oleh penyakit dan gangguan psikologis namun, diperiode manapun dalam hidup individu, kecenderungan dasar menentukan potensi dan arah individu. Esensi dari kecenderungan-kecenderungan dasar ini

34 22 2) adalah pendasarannya dalam biologi dan stabilitas mereka di sepanjang waktu dan situasi. 3) Adaptasi-adaptasi karakter adalah struktur kepribadian yang dibutuhkan ketika manusia beradaptasi dengan lingkungannya. Perbedaan utama kecenderungan dasar dan adaptasi karakter adalah fleksibilitasnya. Jika kecenderungan dasar cukup stabil, maka tidak demikian dengan adaptasi karakter, mereka lebih dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal seperti kemampuan, kebiasaan, sikap dan hubungan yang dibutuhkan sebagai hasil dari interaksi individual mereka dengan lingkungan. 4) Konsep diri adalah sebuah adaptasi karakter namun, dia memiliki kontaknya sendiri karena dia adaptasi yang penting. Konsep diri terdiri atas pengetahuan, pendapat dan evaluasi tentang diri dari fakta-fakta sejarah pribadi yang beragam sampai identitas yang menjadikan tujuan dan koherensi hidup masuk akal. b. Komponen periferal 1) Dasar-dasar biologis yang terdiri dari gen, hormon dan struktur otak. 2) Biografi objektif adalah apapun yang dilakukan, dipikirkan atau dirasakan seseorang sepanjang hidupnya. Biografi objektif menekankan apa yang sudah terjadi dalam hidup manusia (objektif), bukannya pandangan atau persepsi terhadap pengalaman-pengalaman tersebut (subjektif).

35 23 3) Pengaruh-pengaruh eksternal. Manusia akan selalu menemukan dirinya berada dalam situasi fisik atau sosial tertentu yang memiliki sejumlah pengaruh terhadap sistem kepribadian. Cara merespon peluang dan tuntutan konteks termasuk dalam bagian pengaruh-pengaruh eksternal ini. Respons-respons ini adalah fungsi dari adaptasi karakter dan interaksi mereka dengan pengaruh-pengaruh eksternal. Dengan kata lain, McCrae & Costa (dikutip Feist & Feist, 2008, h.367) berasumsi bahwa perilaku adalah fungsi dari interaksi antara adaptasi karakter dan pengaruh-pengaruh eksternal. Berdasarkan penjabaran di atas, maka yang dimaksud dengan kepribadian Big Five adalah pengorganisasian dinamis dalam diri individu dimana sistem psikofisiknya menentukan penyesuaian unik terhadap lingkungannya yang didasarkan oleh lima faktor. 2. Dimensi Kepribadian Big Five Kelima dimensi kepribadian Big Five menurut Golberg (1992) adalah: a. Extraversion Extraversion, ditandai oleh adanya semangat dan keantusiasan. Individu ekstraver bersemangat di dalam membangun hubungan dengan orang lain. Mereka tidak pernah sungkan berkenalan dan secara aktif mencari teman baru. Keantusiasan mereka ini tercermin di dalam pancaran emosi positif. Mereka tegas dan asertif dalam

36 24 bersikap. Bila tak setuju, mereka akan menyatakan tidak sehingga mereka mampu menjadi pimpinan sebuah organisasi. b. Agreeableness Agreeableness mempunyai ciri-ciri ketulusan dalam berbagi, kehalusan perasaan, fokus pada hal-hal positif pada orang lain. Di dalam kehidupan sehari-hari mereka tampil sebagai individu yang baik hati, dapat bekerjasama, dan dapat dipercaya. c. Conscientiouness Conscientiousness dengan kata lain sungguh-sungguh dalam melakukan tugas, bertanggung jawab, dapat diandal-kan, dan menyukai keteraturan dan kedisiplinan. Di dalam kehidupan seharihari mereka tampil sebagai seorang yang hadir tepat waktu, berprestasi, teliti, dan suka melakukan pekerjaan hingga tuntas. d. Neuroticism Neuroticism sebagai lawan dari Emotional stability. Neuroticism sering disebut juga dengan sifat pencemas sedangkan emotional stability disebut dengan kestabilan emosi. Sifat neuroticism ini identik dengan kehadiran emosi negatif seperti rasa khawatir, tegang, dan takut. Seseorang yang dominan sifat pencemasnya mudah gugup dalam menghadapi masalah-masalah yang menurut orang kebanyakan hanya sepele. Mereka mudah menjadi marah bila berhadapan dengan situasi yang tidak sesuai dengan yang diinginkannya. Secara umum, mereka kurang mempunyai toleransi terhadap kekecewaan dan konflik.

37 25 e. Openness to experience Dimensi ini erat kaitannya dengan keterbukaan wawasan dan orisinalitas ide. Mereka yang terbuka siap menerima berbagai stimulus yang ada dengan sudut pandang yang terbuka karena wawasan mereka tidak hanya luas namun juga mendalam. Mereka senang dengan berbagai informasi baru, suka belajar sesuatu yang baru, dan pandai menciptakan aktivitas yang di luar kebiasaan. Kelima dimensi Big Five menurut Costa & McCrae (1987, h.81-90) adalah: a. Neuroticism Trait ini menilai kestabilan dan ketidakstabilan emosi. Mengidentifikasi kecenderungan individu apakah mudah mengalami stres, mempunyai ide-ide yang tidak realistis, mempunyai coping response yang maladaptif. Dimensi ini menampung kemampuanseseorang untuk menahan stres. Orang dengan kemantapan emosional positif cenderung berciri tenang, bergairah dan aman. Sementara mereka yang skor negatifnya tinggi cenderung tertekan, gelisah dan tidak aman. Facet dari dimensi neuroticism adalah kecemasan (anxiety), kemarahan (anger), depresi (depression), kesadaran diri (self-consciousness), kurangnya kontrol diri (immoderation), kerapuhan (vulnerability). b. Extraversion Menilai kuantitas dan intensitas interaksi interpersonal, level aktivitasnya, kebutuhan untuk didukung, kemampuan untuk berbahagia. Dimensi ini menunjukkan tingkat kesenangan

38 26 seseorang akan hubungan. Kaum ekstravert (ekstraversinya tinggi) cenderung ramah dan terbuka serta menghabiskan banyak waktu untuk mempertahankan dan menikmati sejumlah besar hubungan. Sementara kaum introvert cenderung tidak sepenuhnya terbuka dan memiliki hubungan yang lebih sedikit dan tidak seperti kebanyakan orang lain, mereka lebih senang dengan kesendirian. Facet dari dimensi extraversion adalah minat berteman (friendliness), minat berkelompok (gregariousness), kemampuan asertif (assertiveness), tingkat aktifitas (activity level), mencari kesenangan (excitement seeking), dan kebahagiaan (cheerfulness). c. Openness to experience Menilai usahanya secara proaktif dan penghargaannya terhadap pengalaman demi kepentingannya sendiri. Menilai bagaimana ia menggali sesuatu yang baru dan tidak biasa. Dimensi ini mengamanatkan tentang minat seseorang. Orang terpesona oleh hal baru dan inovasi, ia akan cenderung menjadi imajinatif, benarbenar sensitif dan intelek. Sementara orang yang disisi lain kategori keterbukaannya ia nampak lebih konvensional dan menemukan kesenangan dalam keakraban. Facet dari dimensi openness to experience adalah kemampuan imajinasi (imagination), minat terhadap seni (artistic interest), emosionalitas (emotionality), minat berpetualangan (adventurousness), intelektualitas (intellect), dan kebebasan (liberalism).

39 27 d. Agreeableness Menilai kualitas orientasi individu dengan kontinum nulai dari lemah lembut sampai antagonis didalam berpikir, perasaan dan perilaku. Dimensi ini merujuk kepada kecenderungan seseorang untuk tunduk kepada orang lain. Orang yang sangat mampu bersepakat jauh lebih menghargai harmoni daripada ucapan atau cara mereka. Mereka tergolong orang yang kooperatif dan percaya pada orang lain. Orang yang menilai rendah kemampuan untuk bersepakat memusatkan perhatian lebih pada kebutuhan mereka sendiri ketimbang kebutuhan orang lain. Facet dari dimensi agreeableness adalah kepercayaan (trust), moralitas (morality), berperilaku menolong (altruism), kemampuan bekerjasama (cooperation), kerendahan hati (modesty), dan simpatik (sympathy). e. Conscientiousness Menilai kemampuan individu didalam organisasi, baik mengenai ketekunan dan motivasi dalam mencapai tujuan sebagai perilaku langsungnya. Sebagai lawannya menilai apakah individu tersebut tergantung, malas dan tidak rapi. Dimensi ini merujuk pada jumlah tujuan yang menjadi pusat perhatian seseorang. Orang yang mempunyai skor tinggi cenderung mendengarkan kata hati dan mengejar sedikit tujuan dalam satu cara yang terarah dan cenderung bertanggungjawab, kuat bertahan, tergantung, dan berorientasi pada prestasi. Sementara yang skornya rendah ia akan cenderung menjadi lebih kacau pikirannya, mengejar banyak tujuan, dan lebih hedonistik. Facet dari dimensi conscientiousness adalah

40 28 kecukupuan diri (self efficacy), keteraturan (orderliness), rasa tanggung jawab (dutifulness), keinginan untuk berprestasi (achievement striving), disiplin diri (self dicipline) dan kehatihatian (caustiosness). Berdasarkan penjabaran di atas, maka dimensi kepribadian Big Five adalah neuroticism, extraversion, openness to experience, agreeableness, dan conscientiousness. Hal ini karena penelitian ini menggunakan NEO-PI-R inventory untuk mengukur kepribadian Big Five dimana inventory ini disusun dikembangkan oleh McCrae dan Costa berdasarkan kelima dimensi tersebut. C. Hubungan antara Kepribadian Big Five dengan Pemaafan pada Istri yang Mengalami Problematika Perkawinan Perkawinan tidak lepas dari konflik antara suami dan istri. Hal ini biasanya disebabkan salah satu pihak dan/atau keduanya tidak memiliki rasa tanggung jawab, kondisi ekonomi yang buruk, dan gangguan pihak ketiga. Konflik ini bisa saja terselesaikan dengan baik, namun juga bisa tidak terselesaikan bahkan berlarut-larut menjadi kompleks dan pada akhirnya relasi yang terjalin semakin menimbulkan rasa saling tersakiti sampai akhirnya menimbulkan kepahitan. Salah satu kemungkinan yang mendorong gagalnya pasangan suami istri yang berada dalam situasi kritis adalah gagalnya pasangan suami istri ini melakukan pemaafan, karena pihak yang terluka atau tersakiti selalu teringat dengan kesalahan pasangan serta memiliki kemarahan dan kebencian yang besar. Kondisi inilah yang membuat relasi yang sudah buruk semakin buruk.

41 29 Pemaafan merupakan sesuatu yang penting, karena pada dasarnya tidak ada keluarga (perkawinan) yang sempurna. Munculnya luka hati di dalam anggota keluarga merupakan sesuatu yang sangat mungkin terjadi karena interaksi antar individu tidak bebas dari gesekan (Pramudya, 2008, h.1). Oleh karena itu, Pramudya mengemukakan mengenai pentingnya mengembangkan keluarga dimana meminta maaf dan memberikan pemaafan adalah dasar untuk mencabut akar kepahitan. Hal ini senada dengan pernyataan Nouwen (dikutip Pramudya, 2008, h.1) bahwa pemaafan tidak hanya membebaskan orang lain, namun juga diri sendiri. Pemaafan adalah jalan menunju kebebasan. Pemaafan merupakan sikap seseorang yang telah disakiti untuk tidak melakukan perbuatan balas dendam terhadap pelaku dan tidak adanya keinginan untuk menjauhi pelaku; dan sebaliknya, adanya keinginan untuk berdamai dan berbuat baik terhadap pelaku, walaupun pelaku telah melakukan perilaku yang menyakitkan (McCullogh dikutip Sari, 2010, h.53). Pemaafan dibentuk dari dimensi avoidance motivations; revenge motivations; dan benevolence motivations. Salah satu faktor yang memengaruhi pengampunan adalah kepribadian (McCollough, dkk dikutip Sari, 2012, h.55-56). Secara teoritis ada berbagai pendekatan yang digunakan untuk mendefinisikan suatu kepribadian, salah satunya pendekatan trait. Menurut pendekatan ini, trait mempunyai unit yang fundamental dari kepribadian. Adapun gambaran yang paling baik mengenai struktur trait dimiliki oleh big five. Menurut McCrae & John (1991, h.175) big five merupakan trait kepribadian yang digambarkan dalam lima dimensi dasar. Kelima

42 30 dimensi itu adalah neuroticism, extraversion, openness to experience, agreeableness, dan conscientiouness. Neuroticism menggambarkan seseorang yang memiliki masalah emosi yang negatif seperti rasa khawatir dan rasa tidak aman. Secara emosional mereka labil, mereka juga merubah perhatian menjadi sesuatu yang berlawanan. Seseorang yang memiliki tingkat neuroticism yang rendah cenderung akan lebih gembira dan puas terhadap hidup, dibandingkan dengan seseorang yang memiliki neuroticism yang tinggi. Selain itu juga memiliki kesulitan dalam menjalin hubungan dan berkomitmen, mereka juga memiliki tingkat self esteem yang rendah, kepribadian yang mudah mengalami kecemasan, rasa marah, depresi dan memiliki kecenderungan emotionally reactive. Hasil penelitian Abid, dkk (2015, h.149) mengungkapkan bahwa neuroticism berhubungan negatif dengan pemaafan. Extraversion dicirikan dengan afek positif seperti memiliki antusiasme yang tinggi, senang bergaul, memiliki emosi yang positif, energik, tertarik dengan banyak hal, ambisius, juga ramah terhadap orang lain. Extraversion yang tinggi digambarkan memiliki tingkat motivasi yang tinggi dalam bergaul, menjalin hubungan dengan sesama dan juga dominan dalam lingkungannya. Extraversion dapat memprediksi perkembangan dari hubungan sosial. Dengan kata lain, karakteristik extraversion ini mendorong individu untuk lebih mudah memaafkan karena pada dasarnya individu sangat menekankan kepada kebutuhan untuk berelasi dan berintimasi dengan orang lain. Hasil penelitian Arthasari (2010), Hafnidar (2013, h.167) dan Abid, dkk (2015, h.149)

43 31 mengungkapkan bahwa extraversion berhubungan positif dengan pemaafan. Openness to experience mempunyai ciri mudah bertoleransi, kapasitas menyerap informasi, menjadi sangat fokus, dan mampu untuk waspada pada berbagai perasaan, pemikiran dan impulsivitas. Seseorang dengan openness to experience yang tinggi digambarkan sebagai seseorang yang memiliki imajinasi dan kehidupan yang indah. Sedangkan seseorang yang memiliki tingkat openness to experience yang rendah memiliki nilai kebersihan, kepatuhan dan keamanan bersama, juga menggambarkan pribadi yang mempunyai pemikiran yang sempit, konservatif dan tidak menyukai adanya perubahan. Openness to experience dapat membangun pertumbuhan pribadi. Pencapaian kreativitas lebih banyak pada orang yang memiliki tingkat openness to experience yang tinggi. Juga memiliki rasa ingin tahu, kreatif, terbuka terhadap pengalaman, lebih mudah untuk mendapatkan solusi untuk suatu masalah. Dengan demikian, individu dengan karakter openness to experience akan lebih mudah memaafkan karena memiliki toleransi yang tinggi. Hasil penelitian Arthasari (2010), Abid, dkk (2015, h.149) mengungkapkan bahwa extraversion berhubungan positif dengan pemaafan. Rahmawati (2015) mengungkapkan bahwa keterbukaan diri berpengaruh positif terhadap perilaku memaafkan. Dimensi Agreeableness dapat disebut juga social adaptability yang mengidentifikasikan seseorang yang ramah, memiliki kepribadian yang selalu mengalah, menghindari konflik dan memiliki kecenderungan untuk mengikuti orang lain. Individu yang berada pada skor

44 32 agreeableness yang tinggi digambarkan sebagai seseorang yang suka membantu, mudah memaafkan, dan penyayang. Dengan kata lain, individu yang memiliki karakter agreeableness akan lebih mudah memaafkan karena kemampuannya yang baik dalam beradaptasi secara sosial membuat individu lebih mudah melihat segala sesuatu (termasuk sesuatu yang memicu konflik) dengan lebih luas dan menerima perbedaan yang ada. Dimensi Conscientiousness disebut juga impulsive control yang menggambarkan perbedaan keteraturan dan self discipline seseorang. Individu yang conscientiousness memiliki nilai kebersihan dan ambisi, yang biasanya digambarkan sebagai orang yang tepat waktu dan ambisius. Hasil penelitian McCullough, dkk (2001, h.601), Hafnidar (2013, h.167) dan Abid, dkk (2015, h.149) mengungkapkan bahwa individu yang memiliki karakter conscientiousness lebih mudah memaafkan. Berdasarkan penjabaran di atas maka penulis merumuskan bahwa kepribadian big five berhubungan dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan. Dimensi extraversion, agreeableness, conscientiouness, dan openness to experience berhubungan positif dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan; sedangkan neuroticism berhubungan negatif dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan.

45 33 D. Hipotesis 1. Hipotesis mayor Ada hubungan antara kepribadian Big Five dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan. 2. Hipotesis minor a. Ada hubungan negatif antara neuroticism dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan. b. Ada hubungan positif antara extraversion dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan. c. Ada hubungan positif antara openness to experience dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan. d. Ada hubungan positif antara agreeableness dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan. e. Ada hubungan positif antara conscientiouness dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan.

46 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian yang akan dilakukan menggunakan pendekatan kuantitatif, yaitu suatu penelitian yang menekankan analisisnya pada data-data angka yang diolah dengan metode statistika tertentu (Azwar, 1998, h.5). Selanjutnya analisis data dalam penelitian ini adalah analisis regresi, yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya efek variabel bebas terhadap variabel tergantung (Azwar, 1998, h.9). Penelitian yang akan dilakukan juga termasuk jenis penelitian inferensial, yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk menganalisis hubungan antar variabel dengan pengujian hipotesis (Azwar, 1998, h.6) B. Variabel Penelitian Azwar (1998, h.59) menjelaskan bahwa variabel merupakan konsep mengenai atribut atau sifat yang terdapat pada subyek penelitian dan merupakan fokus dari kegiatan penelitian. Penelitian ini menggunakan dua jenis variabel yaitu satu variabel tergantung (dependent dan diberi simbol Y) dan satu variabel bebas (independent dan diberi simbol X). Identifikasi variabel dalam penelitian ini adalah: Variabel tergantung : Pemaafan Variabel bebas : Kepribadian big five (extraversion, agreeableness, conscientiouness, neuroticism, dan openness to experience) 34

47 35 C. Definisi Operasional Variabel Penelitian Definisi operasional adalah penentuan konstruk sehingga dapat diukur. Definisi operasional menjelaskan cara tertentu yang digunakan oleh peneliti dalam mengoperasionalkan konstruk, sehingga memungkinkan bagi peneliti yang lain untuk melakukan replikasi pengukuran dengan cara yang sama atau mengembangkan cara pengukuran konstruk yang lebih baik (Indriantoro & Supomo, 2012, h.69). Definisi operasional dari masing-masing variabel yang digunakan dalam penelitian adalah: 1. Pemaafan Pemaafan adalah fenomena yang kompleks yang berhubungan dengan emosi, pikiran dan tingkah laku sehingga dampak dan penghakiman yang negatif terhadap orang yang menyakiti dapat dikurangi. Variabel ini diukur menggunakan TRIM- 18 yang dikembangkan oleh McCullough berdasarkan dimensi avoidance motivations; revenge motivations; dan benevolence motivations. Semakin tinggi skor yang diperoleh berarti semakin tinggi pemaafan. Sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh berarti semakin rendah pemaafan. 2. Kepribadian Big Five Kepribadian Big Five adalah pengorganisasian dinamis dalam diri individu dimana sistem psikofisiknya menentukan penyesuaian unik terhadap lingkungannya yang didasarkan oleh lima faktor. Variabel ini diukur menggunakan NEO-PI-R Inventory yang

48 36 dikembangkan oleh McCrae dan Costa versi Indonesia berdasarkan dimensi neuroticism, extraversion, openness to experience, agreeableness, dan conscientiousness. Skor individu akan digolongkan ke dalam trait dominan berdasarkan skor trait yang paling menonjol pada dirinya dibandingkan skor pada trait lainnya. D. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi adalah kelompok subyek yang hendak dikenai generalisasi hasil penelitian (Azwar, 1998, h.77). Oleh karena itu, kelompok subyek ini harus memiliki karakteristik bersama yang membedakannya dari kelompok subyek yang lain. Populasi penelitian ini adalah istri yang memiliki permasalahan psikologis yang berkaitan dengan problematika perkawinan. 2. Sampel Menurut Azwar (1998, h.77), sampel adalah bagian dari populasi. Supaya sampel yang digunakan representatif, maka sampel diperoleh dengan menggunakan teknik sampling tertentu. Adapun teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah quota sampling, yaitu pengambilan sampel sebanyak jumlah tertentu yang dianggap dapat merefleksikan ciri populasi (Azwar, 1998, h.88).

49 37 E. Metode Pengumpulan Data 1. Transgression-Related Interpersonal Motivations 18 (TRIM-18) Inventory Pada penelitian ini variabel pengampunan diukur menggunakan Transgression-Related Interpersonal Motivations (TRIM) Inventory. Alat ukur ini pertama kali dikembangkan oleh McCullough sekitar tahun 1997 dengan nama TRIM-12. Skala ini pada awalnya merupakan hasil penyederhanaan dari alat ukur Wade Forgiveness Scale (WFS) yang berjumlah 83 item (Wade, 1989 dikutip McCullough, dkk., 1998). Skala ini memiliki 12 item yang menggambarkan dimensi motivation to avoid a transgressor (dorongan untuk menghindari hubungan dengan transgressor) dan dimensi motivation to seek revenge (dorongan untuk melakukan balas dendam terhadap transgressor). Sekitar tahun 2006, dilakukan revisi pada TRIM-12 berupa penambahan 6 item baru untuk dimensi benevolence motivations, sehingga jumlah item menjadi 18 dan alat ukur ini dikenal dengan nama TRIM-18 yang digunakan sampai saat ini. Dengan demikian, TRIM-18 menggambarkan dimensi (a) avoidance motivations; (b) revenge motivations; dan (c) benevolence motivations. Skala ini menggunakan 5 skala pengukuran tipe Likert (McCullough, dkk., 2006). Untuk item favourable memiliki skor Sangat Setuju (SS) = 5, Setuju (S) = 4, Netral (N) = 3, Tidak Setuju (TS) = 2 dan Sangat Tidak Setuju (STS) = 1, sedangkan unfavourable memiliki skor Sangat

50 38 Setuju (SS) = 1, Setuju (S) = 2, Netral (N) = 3, Tidak Setuju (TS) = 4 dan Sangat Tidak Setuju (STS) = 5. Blue Print TRIM-18 sebagai berikut: Tabel 2 Blue Print TRIM-18 No. Komponen Nomor Sebaran Item Jumlah Favourable Unfavourable 1 Avoidance motivations 2 Revenge motivations 3 Benevolence 6-6 motivations Jumlah NEO-PI-R Pada penelitian ini kepribadian Big Five diukur menggunakan NEO-PI-R yang dikembangkan oleh McCrae dan Costa, berdasarkan dimensi extraversion, agreeableness, conscientiousness, neuroticism, dan openness to experience. Jumlah item sebanyak 240 (5 faktor x 6 facet x 8 item). Skala ini menggunakan 5 skala pengukuran tipe Likert. Untuk item favourable memiliki skor Sangat Setuju (SS) = 5, Setuju (S) = 4, Netral (N) = 3, Tidak Setuju (TS) = 2 dan Sangat Tidak Setuju (STS) = 1, sedangkan unfavourable memiliki skor Sangat Setuju (SS) = 1, Setuju (S) = 2, Netral (N) = 3, Tidak Setuju (TS) = 4 dan Sangat Tidak Setuju (STS) = 5. Durasi pengerjaan sekitar 35 menit. Blue Print NEO-PI-R sebagai berikut:

51 39 Tabel 3 Blue Print NEO-PI-R No. Faktor Facet Item Jumlah 1 Neuroticism Anxiety 8 48 Self-consciousness 8 Depression 8 Vulnerability 8 Impulsiveness 8 Hostility 8 2 Extraversion Gregariousness 8 48 Activity 8 Assertiveness 8 Excitement Seeking 8 Positive Emotions 8 Warmth 8 3 Openness to experience Fantasy 8 48 Aesthetics 8 Feelings 8 Ideas. 8 Actions 8 Values 8 4 Agreeableness Straightforwardness 8 48 Trust 8 Altruism 8 Modesty 8 Tendermindedness 8 Compliance 8 5 Conscientiousness Self-discipline 8 48 Dutifulness 8 Competenc 8 Order 8 Deliberation 8 Achievement striving 8 Jumlah 240

52 40 F. Validitas dan Reliabilitas 1. Validitas Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu alat ukur. Suatu alat ukur dikatakan valid jika pertanyaan pada alat ukur mampu mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh alat ukur tersebut. Dengan demikian, validitas ingin mengukur apakah pertanyaan dalam alat ukur betul-betul dapat mengukur apa yang hendak diukur (Ghozali, 2012, h.52). Uji validitas dapat dilakukan dengan mengkorelasikan skor item pertanyaan dengan total skor konstruk atau variabel. Hasil dari uji validitas ini dapat dilihat dari output correlated item-total correlation. Kriteria untuk menetapkan item valid atau item gugur adalah dengan membandingkan antara r hitung dengan r tabel. Apabila r hitung < r tabel maka item dinyatakan gugur. Sebaliknya apabila r hitung > r tabel maka item dinyatakan valid (Ghozali, 2012, h.53). Sementara itu, Azwar (1998, h.116) mengungkapkan bahwa koefisien validitas < 0,300 termasuk rendah sehingga lebih baik digugurkan. Berdasarkan pendapat yang ada, maka peneliti menetapkan apabila nila r tabel > 0,300 maka pedoman untuk menetapkan item valid adalah apabila r hitung > r tabel. Sedangkan apabila nilai r tabel < 0,300 maka pedoman untuk menetapkan item valid adalah apabila nilai r hitung > 0,300.

53 41 2. Reliabilitas Reliabilitas adalah alat untuk mengukur apakah suatu alat ukur merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Suatu alat ukur dinyatakan reliabel atau handal jika jawaban responden terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu (Ghozali, 2012, h.47).uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan Alpha Cronbach. Kriteria untuk menetapkan suatu alat ukur reliabel adalah nilai Alpha Cronbach> 0,700 (Nunnally dikutip Ghozali, 2012, h.48). G. Metode Analisis Data Metode analisis data dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda, karena bertujuan untuk mengetahui hubungan beberapa variabel bebas terhadap satu variabel tergantung baik secara simultan maupun secara parsial (Ghozali, 2012, h.82). Pada penelitian ini, uji hipotesis mayor dilihat dari outputr Square, sedangkan uji hipotesis minor dilihat dari output korelasi.

54 BAB IV PELAKSANAAN PENELITIAN A. Orientasi Kancah Penelitian ini dilaksanakan di kota Semarang, yang terletak antara garis 6º50-7º10 Lintang Selatan dan garis 109º35-110º50 Bujur Timur. Dibatasi sebelah Barat dengan Kabupaten Kendal, sebelah Timur dengan Kabupaten Demak, sebelah Selatan dengan Kabupaten Semarang, dan sebelah Utara dibatasi oleh Laut Jawa dengan panjang garis pantai meliputi 13,6 Km. Ketinggian kota Semarang terletak antara 0,75 sampai dengan 348,00 di atas garis pantai. Dengan luas wilayah sebesar 373,67 km 2, dan merupakan 1,15% dari total luas daratan Provinsi Jawa Tengah. Kota Semarang terbagi dalam 16 kecamatan dan 177 kelurahan. Dari 16 kecamatan yang ada, kecamatan Mijen (57,55 km 2 ) dan Kecamatan Gunungpati (54,11 km 2 ), dimana sebagian besar wilayahnya berupa persawahan dan perkebunan. Sedangkan kecamatan dengan luas terkecil adalah Semarang Selatan (5,93 km 2 ) dan kecamatan Semarang Tengah (6,14 km 2 ), sebagian besar wilayahnya berupa pusat perekonomian dan bisnis kota Semarang, seperti bangunan toko/mall, pasar, perkantoran dan sebagainya. Jumlah penduduk kota Semarang menurut Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Semarang sampai dengan akhir Desember tahun 2014 sebesar jiwa, terdiri dari 42

55 jiwa penduduk laki-laki dan jiwa penduduk perempuan. Penduduk tersebut menyebar tidak merata. Secara geografis wilayah kota Semarang terbagi menjadi dua yaitu daerah dataran rendah (kota bawah) dan daerah perbukitan (kota atas). Kota Bawah merupakan pusat kegiatan pemerintahan, perdagangan dan industri, sedangkan kota atas lebih banyak dimanfaatkan untuk perkebunan, persawahan, dan hutan. Sedangkan ciri masyarakat kota Semarang terbagi dua yaitu masyarakat dengan karakteristik perkotaan dan masyarakat dengan karakteristik pedesaan. Sebagai salah satu kota metropolitan, Semarang boleh dikatakan belum terlalu padat. Pada tahun 2013 kepadatan penduduknya sebesar jiwa/km 2 sedikit mengalami kenaikan bila dibandingkan dengan tahun Bila dilihat menurut kecamatan terdapat tiga kecamatan yang mempunyai kepadatan di bawah angka rata-rata Semarang, yaitu kecamatan Tugu (984 jiwa/km 2, kecamatan Mijen (1.006 jiwa/km 2 ), kecamatan Gunungpati (1.402 jiwa/km 2 ). Dari ketiga kecamatan tersebut, dua diantaranya merupakan daerah pertanian dan perkebunan, sedangkan satu kecamatan lainnya merupakan daerah pengembangan industri. Namun sebaliknya untuk kecamatan-kecamatan yang terletak di pusat kota, dimana luas wilayahnya tidak terlalu besar tetapi jumlah penduduknya sangat banyak, kepadatan penduduknya sangat tinggi. Yang paling tinggi kepadatan penduduknya adalah kecamatan Semarang Selatan jiwa/km 2, kemudian kecamatan Candisari jiwa/km 2, dan kecamatan Gayamsari jiwa/km 2. Bila

56 44 dikaitkan dengan banyaknya keluarga atau rumah tangga, maka dapat dilihat bahwa rata-rata setiap keluarga di kota Semarang memiliki empat anggota keluarga, dan kondisi ini terjadi pada hampir seluruh kecamatan yang ada. Penelitian ini dilaksanakan di kota Semarang dengan pertimbangan adanya fenomena istri yang sulit melakukan pemaafan kepada pasangannya. Hal tersebut ditunjukkan dengan tingginya kasus perceraian. Muzakki (2016, h.1) mengungkapkan angka perceraian di kota Semarang terus meningkat. Tahun 2015 terjadi kasus perceraian dimana kasus (70,44%) adalah cerai gugat atau perceraian yang diajukan oleh istri kepada suami, dengan alasan faktor ekonomi, adanya pihak ketiga (selingkuh, poligami, menikah di bawah tangan dengan perempuan lain), tidak bisa menjadi imam yang baik (suami terkena narkoba dan mabuk-mabukan), dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Tingginya kasus cerai gugat ini menjadi indikasi adanya kepahitan dari istri terhadap pasangannya. Selain itu, hasil wawancara peneliti dengan tiga orang istri yang melakukan konseling di salah satu Lembaga Pelayanan Psikologis (LPP) X di kota Semarang mengemukakan bahwa sulit untuk melakukan pemaafan kepada suami yang dianggap telah menyakitinya secara berulang-ulang. Walaupun mereka sudah memaafkan, seringkali rasa marah dan benci kepada suami seringkali muncul ketika ada faktor pemicu, bahkan dua dari tiga istri tersebut berpikir untuk bercerai. Seringkali pula keputusan untuk bercerai tidak diambil, karena berpikiran bahwa situasi bisa berubah. Kondisi yang fluktuasi ini akhirnya membuat para istri ini mengalami

57 45 depresi dari tingkat ringan sampai tinggi (Hasil wawancara dengan konselor LPP X, tanggal 20 September 2015). B. Persiapan Penelitian Beberapa persiapan dalam penelitian ini meliputi perijinan, penyusunan alat ukur, dan uji alat ukur. Penjelasan mengenai hal ini adalah: 1. Perijinan Proses perijinan dimulai dengan melakukan permohonan kepada Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata Semarang mengajukan surat permohonan ijin secara tertulis. Permohonan ini ditanggapi dengan dikeluarkannya surat permohonan ijin penelitian dengan No. Surat 3472/B.7.3/FP/VIII/2015 tanggal 24 Agustus 2015 yang ditujukan kepada calon responden. Selanjutnya ketika bertemu dengan responden, selain surat ini juga dilampirkan informed consent dimana kemudian menjadi bukti penelitian (Lampiran 5) 2. Penyusunan Alat Ukur Penelitian ini menggunakan Transgression-Related Interpersonal Motivations 18 (TRIM-18) Inventory dan NEO-PI-R versi Indonesia. TRIM-18 digunakan untuk mengukur pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan yang dibentuk dari tiga komponen yaitu avoidance motivations (7 item), revenge motivations (5 item) dan benevolence motivations (6 item). Dengan

58 46 demikian jumlah item total TRIM-18 sebanyak 18 item. Sebaran nomor item untuk TRIM-18 sebagai berikut: Tabel 4 Sebaran Nomor ItemTRIM-18 No. Komponen Nomor Sebaran Item Jumlah Favourable Unfavourable 1 Avoidance - 2,5,7,10,11,15,18 7 motivations 2 Revenge - 1,4,9,13,17 5 motivations 3 Benevolence 3,6,8,12,14,16-6 motivations Jumlah NEO-PI-R digunakan untuk mengukur kepribadian big five (neuroticism, extraversion, openness to experience, agreeableness, dan conscientiousness). Alat ukur ini dibentuk dari lima faktor dan masing-masing faktor terdiri dari enam facet. Masing-masing facet terdiri dari delapan item, sehingga tiap faktor memiliki item total sebanyak 48 item. Dengan demikian total item dari NEO-PI-R sebanyak 240 item. Sebaran nomor item dari masing-masing alat ukur sebagai berikut:

59 47 Tabel 5 Sebaran Nomor Item NEO-PI-R No. Faktor/Facet Nomor Item Jumlah Item 1 Neuroticism Anxiety 1,31,61,91,121,151,181, Self-consciousness 6,36,66,96,126,156,186,216 Depression 11,41,71,101,131,161,191,221 Vulnerability 16,46,76,106,136,166,196,226 Impulsiveness 21,51,81,111,141,171,201,231 Hostility 26,56,86,116,146,176,206,236 2 Extraversion Gregariousness 2,32,62,92,122,152,182, Activity 7,37,67,97,127,157,187,217 Assertiveness 12,42,72,102,132,162,192,222 Excitement Seeking 17,47,77,107,137,167,197,227 Positive Emotions 22,52,82,112,142,172,202,232 Warmth 27,57,87,117,147,177,207,237 3 Openness to experience Fantasy. 3,33,63,93,123,153,183, Aesthetics 8,38,68,98,128,158,188,218 Feelings 13,43,73,103,133,163,193,223 Ideas. 18,48,78,108,138,168,198,228 Actions 23,53,83,113,143,173,203,233 Values 28,58,88,118,148,178,208,238 4 Agreeableness Straightforwardness 4,34,64,94,124,154,184, Trust 9,39,69,99,129,159,189,219 Altruism 14,44,74,104,134,164,194,224 Modesty 19,49,79,109,139,169,199,229 Tendermindedness 24,54,84,114,144,174,204,234 Compliance 29,59,89,119,149,179,209,239 5 Conscientiousness Self-discipline 5,35,65,95,125,155,185, Dutifulness 10,40,70,100,130,160,190,220 Competenc 15,45,75,105,135,165,195,225 Order 20,50,80,110,140,170,200,230 Deliberation 25,55,85,115,145,175,205,235 Achievement striving 30,60,90,120,150,180,210,240 Jumlah 240

60 48 3. Uji Alat Ukur Kualitas alat ukur diketahui dari validitas dan reliabilitas alat ukur. Hasil uji validitas dan reliabilitas dari masing-masing alat ukur sebagai berikut: a. TRIM-18 Untuk mengukur pemaafan pada responden digunakan TRIM-18 yang dikembangkan oleh McCullough, Root & Cohen (2006), dimana alat ukur tersebut masih dalam bentuk asli (versi Bahasa Inggris), sehingga dilakukan terjemahan ke dalam Bahasa Indonesia. Oleh karena itu dilakukan uji validitas dan reliabilitas dengan menggunakan 30 orang responden. Uji validitas dilakukan dengan menggunakan uji korelasi yang dikoreksi atau dilihat dari corrected item-total correlation. Suatu item dinyatakan valid apabila nilai r hitung > r tabel. Pada penelitian nilai r tabel (df = 30; α = 0,05; 1-tailed) sebesar 0,306. Dengan demikian, suatu item dinyatakan valid apabila memiliki nilai r hitung > 0,306.Hasil uji validitas untuk TRIM-18 diperoleh nilai r hitung antara 0,377 sampai 0,822, dimana nilai tersebut > 0,306. Hal ini berarti masing-masing item yang menyusun TRIM- 18 adalah valid atau benar-benar mengukur pemaafan. Uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan alpha cronbach. Suatu alat ukur dinyatakan reliabel apabila memiliki nilai alpha cronbach> 0,700 (Ghozali, 2012). Hasil uji reliabilitas untuk TRIM-18 diperoleh alpha cronbach = 0,940, dimana nilai tersebut > 0,700. Hal ini berarti alat ukur reliabel, yaitu alat ukur

61 49 benar-benar konsisten dalam menjalankan fungsi ukurnya. Responden yang sama apabila mengerjakan alat ukur ini pada waktu yang berbeda akan memberikan hasil yang relatif sama (konsisten). b. NEO-PI-R NEO-PI-R yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat ukur yang telah diadaptasikan ke bahasa Indonesia. Pada uji validitas dan reliabilitas NEO-PI-R yang dilakukan oleh Halim, et al dalam Husnaini (2013, h.43) dengan menggunakan 341 orang mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Atma Jaya dan 106 orang penderita kanker payudara dan uji validitas yang dilakukan menggunakan uji congruence diperoleh koefisien congruence antara 0,91-0,96 untuk masing-masing domain. Sedangkan untuk uji reliabilitas dengan menggunakan uji alpha cronbach diperoleh koefisien alpha cronbach antara 0,75-0,90 untuk masing-masing domain. Winarti (2015) melakukan uji validitas konstruk NEO-PI-R versi bahasa Indonesia dengan menggunakan 215 orang Kpopers yang berusia tahun dan telah membeli tiket konsep Kpop sebanyak 3-6 kali. Uji Validitas menggunakan analisis Confirmatory Factor Analysis (CFA) dengan software Lisrel Hasil dari uji validitas ini adalah seluruh item bersifat unidimensional atau dengan kata lain hanya mengukur satu faktor saja, yakni tipe kepribadian big five (neuroticism, extraversion,

62 50 openness to experience, agreeableness, dan conscientiouness). Selain itu, dari lima subskala dalam NEO-PI-R yang diuji validitas konstruknya mencapai model fit hanya memerlukan modifikasi singkat, walaupun ada satu subskala yang memiliki empat item yang tidak signifikan ketika diuji. Hutapea (2011) melakukan uji validitas dan reliabilitas pada NEO-PI-R dengan menggunakan 50 orang mahasiswa PTS di Jakarta Pusat. Uji validitas menggunakan korelasi product moment Pearson dan uji reliabilitas menggunakan konsistensi internal alpha cronbach. Hasil uji validitas adalah NEO-PI-R memiliki koefisien korelasi antara 0,306-0,738 (p<0,05), sedangkan alpha cronbach sebesar 0,7503. Dengan demikian hasil ini mengungkapkan bahwa NEO-PI-R memiliki validitas dan reliabilitas yang baik. Berdasarkan beberapa hasil uji validitas dan reliabilitas NEO-PI-R versi bahasa Indonesia di atas, tampak bahwa alat ukur tersebut memiliki validitas dan reliabilitas yang baik. Dengan demikian alat ukur ini memiliki kualitas alat ukur yang memadai. C. Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kota Semarang, bulan April-Juli Subjek penelitian adalah wanita yang berstatus menikah, memiliki masalah psikologis yang dialami berkaitan dengan konflik perkawinan, dan memiliki kepahitan hidup yang berkaitan dengan tindakan suami terhadap dirinya. Subjek penelitian ini diperoleh secara quota sampling, sebanyak 30 orang responden.

63 51 Pelaksanaan penelitian diawali dengan peneliti mengunjungi beberapa tempat lembaga pelayanan psikologis di kota Semarang, konselor, atau tokoh-tokoh agama (pendeta, ibu pendeta, dan pekerja gereja) untuk mendapatkan rekomendasi calon subjek. Dari pertemuan itu, peneliti mendapatkan rekomendasi calon subjek dan mendapatkan sedikit deskripsi dari mereka untuk memastikan calon subjek yang direkomendasikan sudah sesuai dengan karakteristik penelitian. Selanjutnya peneliti mengunjungi calon responden dan memberikan penjelasan mengenai tujuan peneliti. Peneliti juga memberikan deskripsi singkat tentang penelitian, serta melakukan report. Ketika calon subjek bersedia untuk menjadi subjek penelitian maka diminta untuk mengisi informed consent. Selanjutnya diberikan TRIM- 18 dan setelah selesai diminta untuk mengerjakan NEO-PI-R. Waktu pengerjaan subjek penelitian sekitar menit. Selesai mengerjakan alat ukur, subjek penelitian diminta untuk memeriksa kembali supaya tidak ada yang terlewati. Subjek penelitian diperoleh dari beberapa tempat, yaitu daerah sekitar Ngaliyan, daerah Kesatrian, daerah Tembalang dan daerah Pudak Payung. Subjek penelitian selain diperoleh dari rekomendasi lembaga pelayanan psikologis, konselor, dan tokoh agama, juga diperoleh dari rekomendasi subjek penelitian. Total dari subjek penelitian yang diperoleh sebanyak 30 orang. Data yang diperoleh selanjutnya diolah oleh peneliti yang meliputi pemeriksaan alat ukur terisi lengkap atau tidak. Jika ada yang tidak lengkap maka peneliti menghubungi subjek penelitian untuk menjawab

64 52 yang pernyataan yang belum dikerjakan. Selanjutnya dilakukan koding atau pemberian kode yaitu memberi nomor urut alat ukur serta menginput identitas subjek penelitian. Langkah selanjutnya adalah skoring dan tabulasi data di excell. Setelah itu dilakukan analisis data dengan menggunakan SPSS versi for Windows.

65 BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Uji Asumsi 1. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui sebaran data normal atau tidak. Alat yang digunakan adalah One Sample Kolmogorov- Smirnov Test. Dasar pengambilan keputusan, nilai p>0,05 dinyatakan sebaran data normal sehingga asumsi normalitas terpenuhi. Hasil uji normalitas sebagai berikut: a. Variabel pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan memiliki nilai Z KS = 0,080 atau nilai p = 0,200 (nilai p>0,05) yang berarti sebaran data dari variabel pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan berdistribusi normal. b. Variabel neuroticism memiliki nilai Z KS = 0,106 atau nilai p = 0,200 (nilai p>0,05) yang berarti sebaran data dari variabel neuroticism berdistribusi normal. c. Variabel extraversion memiliki nilai Z KS = 0,121 atau nilai p = 0,200 (nilai p>0,05) yang berarti sebaran data dari variabel extraversion berdistribusi normal. d. Variabel openness to experience memiliki nilai Z KS = 0,089 atau nilai p = 0,200 (nilai p>0,05) yang berarti sebaran data dari variabel openness to experience berdistribusi normal 53

66 54 e. Variabel agreeableness memiliki nilai Z KS = 0,124 atau nilai p = 0,200 (nilai p>0,05) yang berarti sebaran data dari variabel agreeableness berdistribusi normal. f. Variabel conscientiouness memiliki nilai Z KS = 0,106 atau nilai p = 0,200 (nilai p>0,05) yang berarti sebaran data dari variabel conscientiouness berdistribusi normal. Berdasarkan hasil di atas, tampak bahwa masing-masing variabel penelitian memiliki distribusi normal, sehingga asumsi normalitas terpenuhi. (Lampiran 4). 2. Uji Linieritas Uji linieritas bertujuan untuk mengetahui apakah antara variabel independen dengan variabel dependen memiliki hubungan yang linier. Alat yang digunakan adalah uji F, dimana antara variabel independen dengan variabel dependen dinyatakan memiliki hubungan linier apabila memiliki nilai p<0,05. Hasil uji linieritas pada penelitian ini adalah: a. Untuk varibel neuroticism dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan diperoleh nilai F = 51,918 atau nilai p = 0,000 (nilai p<0,05) yang berarti antara variabel neuroticism dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan memiliki hubungan yang linier. b. Untuk varibel extraversion dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan diperoleh nilai F = 25,417 atau nilai p = 0,000 (nilai p<0,05) yang berarti antara variabel

67 55 c. extraversion dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan memiliki hubungan yang linier. d. Untuk varibel openness to experience dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan diperoleh nilai F = 9,334 atau nilai p = 0,005 (nilai p<0,05) yang berarti antara variabel openness to experience dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan memiliki hubungan yang linier. e. Untuk varibel agreeableness dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan diperoleh nilai F = 8,180 atau nilai p = 0,008 (nilai p<0,05) yang berarti antara variabel agreeableness dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan memiliki hubungan yang linier. f. Untuk varibel conscientiouness dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan diperoleh nilai F = 15,596 atau nilai p = 0,000 (nilai p<0,05) yang berarti antara variabel conscientiouness dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan memiliki hubungan yang linier. Berdasarkan hasil di atas, tampak bahwa masing-masing variabel independen memiliki hubungan linier dengan variabel dependen, sehingga asumsi linieritas terpenuhi. (Lampiran 4).

68 56 B. Hasil Uji Hipotesis 1. Uji Hipotesis Mayor Uji hipotesis mayor diperoleh nilai R 12y = 0,874; nilai F hitung = 15,548 (nilai p<0,01) yang berarti ada hubungan yang sangat signifikan antara kepribadian big five dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan. Dengan demikian Hipotesis mayor diterima (Lampiran G-1) 2. Uji Hipotesis Minor a. Hubungan antara Neuroticism dengan Pemaafan pada Istri yang Mengalami Problematika Perkawinan Hasil uji korelasi antara variabel neuroticism dengan variabel pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan diperoleh nilai r = -0,806 dan p = 0,000 (nilai p<0,01), yang berarti ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara neuroticism dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan. Semakin tinggi neuroticism maka semakin rendah pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan, dan sebaliknya. Dengan demikian hipotesis minor pertama yang menyatakan ada hubungan negatif antara neuroticism dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan diterima. b. Hubungan antara Extraversion dengan Pemaafan pada Istri yang Mengalami Problematika Perkawinan Hasil uji korelasi antara variabel extraversion dengan variabel pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan

69 57 diperoleh nilai r = 0,690 dan p = 0,000 (nilai p<0,01), yang berarti ada hubungan positif yang sangat signifikan antara extraversion dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan. Semakin tinggi extraversion maka semakin tinggi pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan, dan sebaliknya. Dengan demikian hipotesis minor kedua yang menyatakan ada hubungan positif antara extraversiondengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan diterima. c. Hubungan antara Openness to Experience dengan Pemaafan pada Istri yang Mengalami Problematika Perkawinan Hasil uji korelasi antara variabel openness to experience dengan variabel pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan diperoleh nilai r = 0,500 dan p = 0,002 (nilai p<0,01), yang berarti ada hubungan positif yang sangat signifikan antara openness to experience dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan. Semakin tinggi openness to experience maka semakin tinggi pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan, dan sebaliknya. Dengan demikian hipotesis minor ketiga yang menyatakan ada hubungan positif antara openness to experience dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan diterima.

70 58 d. Hubungan antara Agreeableness dengan Pemaafan pada Istri yang Mengalami Problematika Perkawinan Hasil uji korelasi antara variabel agreeableness dengan variabel pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan diperoleh nilai r = 0,475 dan p = 0,004 (nilai p<0,01), yang berarti ada hubungan positif yang sangat signifikan antara agreeableness dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan. Semakin tinggi agreeableness maka semakin tinggi pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan, dan sebaliknya. Dengan demikian hipotesis minor keempat yang menyatakan ada hubungan positif antara agreeableness dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan diterima. e. Hubungan antara Conscientiouness dengan Pemaafan pada Istri yang Mengalami Problematika Perkawinan Hasil uji korelasi antara variabel conscientiouness dengan variabel pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan diperoleh nilai r = 0,598 dan p = 0,000 (nilai p<0,01), yang berarti ada hubungan positif yang signifikan antara conscientiouness dengan variabel pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan. Semakin tinggi conscientiouness maka semakin tinggi pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan, dan sebaliknya. Dengan demikian hipotesis minor kelima yang menyatakan ada hubungan positif antara conscientiouness dengan

71 59 pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan diterima. (Lampiran 5). 3. Koefisien Determinasi Koefisien determinasi bertujuan untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen yang diketahui dengan rumus adjusted R 2 x 100%. Pada penelitian ini nilai adjusted R 2 = 0,715, sehingga besarnya koefisien determinasi adalah 71,5%. Hal ini berarti bahwa neuroticism, extraversion, openness to experience, agreeableness, dan conscientiouness memberikan pengaruh terhadap pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan sebesar 71,5% dan 28,5% dipengaruhi oleh variabel lain diluar model yang diteliti. C. Pembahasan Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa hipotesis mayor diterima karena memiliki nilai R 12y = 0,874; nilai F hitung = 15,548 (nilai p<0,01) yang berarti ada hubungan positif yang sangat signifikan antara kepribadian big five dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan. Hal ini sesuai dengan pendapat McCollough, dkk (dikutip Sari, 2012, h.55-56) bahwa faktor kepribadian merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pemaafan. Adapun kepribadian big five merupakan kepribadian yang dikembangkan dengan menggunakan pendekatan traits.

72 60 Big five merupakan trait kepribadian yang digambarkan dalam lima dimensi dasar. Kelima dimensi itu adalah neuroticism, extraversion, openness to experience, agreeableness, dan conscientiouness (McCrae & John, 1991, h.175). Penelitian ini mengungkapkan hipotesis minor pertama diterima karena memiliki nilai r = -0,806 dan p = 0,000 (nilai p<0,01), yang berarti ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara neuroticism dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan. Semakin tinggi neuroticism maka semakin rendah pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan, dan sebaliknya. Neuroticism menggambarkan seseorang yang memiliki masalah emosi yang negatif seperti rasa khawatir dan rasa tidak aman. Secara emosional mereka labil, mereka juga merubah perhatian menjadi sesuatu yang berlawanan. Seseorang yang memiliki tingkat neuroticism yang rendah cenderung akan lebih gembira dan puas terhadap hidup, dibandingkan dengan seseorang yang memiliki neuroticism yang tinggi. Seseorang yang memiliki tingkat neuroticism tinggi memiliki kesulitan dalam menjalin hubungan dan berkomitmen, mereka juga memiliki tingkat self esteem yang rendah, kepribadian yang mudah mengalami kecemasan, rasa marah, depresi dan memiliki kecenderungan emotionally reactive. Hal ini sesuai dengan pendapat Costa & McCrae (1978, h.81-90) bahwa seseorang yang mempunyai neuroticism tinggi mudah mengalami stres, mempunyai ide-ide yang tidak realistik, dan mempunyai respon koping yang maladaptif sehingga membuatnya sulit melakukan pemaafan. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian Abid, dkk (2015, h.149) yang

73 61 mengungkapkan bahwa neuroticism berhubungan negatif dengan pemaafan. Penelitian ini mengungkapkan hipotesis minor kedua diterima karena memiliki r = 0,690 dan p = 0,000 (nilai p<0,01), yang berarti ada hubungan positif yang sangat signifikan antara extraversion dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan. Semakin tinggi extraversion maka semakin tinggi pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan, dan sebaliknya. Extraversion dicirikan dengan afek positif seperti memiliki antusiasme yang tinggi, senang bergaul, memiliki emosi yang positif, energik, tertarik dengan banyak hal, ambisius, juga ramah terhadap orang lain. Extraversion yang tinggi digambarkan memiliki tingkat motivasi yang tinggi dalam bergaul, menjalin hubungan dengan sesama dan juga dominan dalam lingkungannya. Extraversion dapat memprediksi perkembangan dari hubungan sosial. Hal ini sesuai dengan pendapat Costa & McCrae (1987, h.81-90) bahwa seseorang yang ekstravert cenderung ramah dan terbuka serta bersedia menghabiskan banyak waktu untuk mempertahankan dan menikmati sejumlah pertemanan sehingga membuatnya mudah memaafkan karena kebutuhan untuk mempertahankan pertemanan dengan orang lain. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian Arthasari (2010), Hafnidar (2013, h.167) dan Abid, dkk (2015, h.149) mengungkapkan bahwa extraversion berhubungan positif dengan pemaafan. Penelitian ini mengungkapkan hipotesis minor ketiga diterima karena memiliki r = 0,500 dan p = 0,002 (nilai p<0,01), yang berarti ada

74 62 hubungan positif yang sangat signifikan antara openness to experience dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan. Semakin tinggi openness to experience maka semakin tinggi pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan, dan sebaliknya. Openness to experience mempunyai ciri mudah bertoleransi, kapasitas menyerap informasi, menjadi sangat fokus, dan mampu untuk waspada pada berbagai perasaan, pemikiran dan impulsivitas. Seseorang dengan openness to experience yang tinggi digambarkan sebagai seseorang yang memiliki imajinasi dan kehidupan yang indah. Sedangkan seseorang yang memiliki tingkat openness to experience yang rendah memiliki nilai kebersihan, kepatuhan dan keamanan bersama, juga menggambarkan pribadi yang mempunyai pemikiran yang sempit, konservatif dan tidak menyukai adanya perubahan. Openness to experience dapat membangun pertumbuhan pribadi. Pencapaian kreativitas lebih banyak pada orang yang memiliki tingkat openness to experience yang tinggi. Juga memiliki rasa ingin tahu, kreatif, terbuka terhadap pengalaman, lebih mudah untuk mendapatkan solusi untuk suatu masalah. Dengan demikian, individu dengan karakter openness to experience akan lebih mudah memaafkan karena memiliki toleransi yang tinggi. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian Arthasari (2010), Abid, dkk (2015, h.149) mengungkapkan bahwa extraversion berhubungan positif dengan pemaafan. Rahmawati (2015) mengungkapkan bahwa keterbukaan diri berpengaruh positif terhadap perilaku memaafkan.

75 63 Penelitian ini mengungkapkan hipotesis minor keempat diterima karena memiliki nilai r = 0,475 dan p = 0,004 (nilai p<0,01), yang berarti ada hubungan positif yang sangat signifikan antara agreeableness dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan. Semakin tinggi agreeableness maka semakin tinggi pemaafan istri yang mengalami problematika perkawinan, dan sebaliknya. Dimensi Agreeableness dapat disebut juga social adaptability yang mengidentifikasikan seseorang yang ramah, memiliki kepribadian yang selalu mengalah, menghindari konflik dan memiliki kecenderungan untuk mengikuti orang lain. Individu yang berada pada skor agreeableness yang tinggi digambarkan sebagai seseorang yang suka membantu, mudah memaafkan, dan penyayang. Dengan kata lain, individu yang memiliki karakter agreeableness akan lebih mudah memaafkan karena kemampuannya yang baik dalam beradaptasi secara sosial membuat individu lebih mudah melihat segala sesuatu (termasuk sesuatu yang memicu konflik) dengan lebih luas dan menerima perbedaan yang ada. Penelitian ini mengungkapkan hipotesis minor kelima diterima karena memiliki r = 0,598 dan p = 0,000 (nilai p<0,01), yang berarti ada hubungan positif yang signifikan antara conscientiouness dengan variabel pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan. Semakin tinggi conscientiouness maka semakin tinggi pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan, dan sebaliknya.dimensi Conscientiousness disebut juga impulsive control yang menggambarkan perbedaan keteraturan dan self discipline seseorang. Individu yang

76 64 conscientiousness memiliki nilai kebersihan dan ambisi, yang biasanya digambarkan sebagai orang yang tepat waktu dan ambisius. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian McCullough, dkk (2001, h.601), Hafnidar (2013, h.167) dan Abid, dkk (2015, h.149) mengungkapkan bahwa individu yang memiliki karakter conscientiousness lebih mudah memaafkan. Neuroticism, extraversion, openness to experience, agreeableness, dan conscientiouness memberikan pengaruh terhadap pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan sebesar 71,5% dan 28,5% dipengaruhi oleh variabel lain diluar model yang diteliti. Faktorfaktor lain yang mempengaruhi pemaafan di luar model yang diteliti antara lain agama, jenis kelamin, pola asuh orangtua dan teman sebaya (Soesilo, 2006, h ); empati, atribusi terhadap pelaku dan kesalahannya, tingkat kelukaan, dan kualitas hubungan (Wardhati & Faturochman, 2014, h.507). Hasil penelitian ini juga mengungkapkan bahwa dari 30 orang responden, 20 orang (66,7%) beragama Kristen, 3 orang (10%) beragama Katolik dan 7 orang (23,3%) beragama Islam (lihat Lampiran D). Hasil ini menunjukkan bahwa mayoritas responden beragama Kristen. Menurut Soesilo (2006, h ) agama berhubungan dengan pemaafan. Agama yang menekankan pemaafan menghasilkan para pengikut yang mudah memaafkan. Sebaliknya agama yang kurang menekankan pemaafan, pengikutnya lebih sulit untuk memaafkan. Selain itu, pada penelitian ini digunakan responden berjenis kelamin perempuan. Menurut Soesilo (2006, h ), perempuan

77 65 lebih mudah memaafkan dibandikan pria tanpa pandang pola persoalan mereka, meskipun wanita dan pria sama-sama memiliki rasa ingin membalas dendam. Hal ini dikarenakan wanita lebih menghargai proses pemaafan dan lebih percaya bahwa dalam proses penyembuhan mereka harus memaafkan, tetapi pria pada umumnya tidak berpikir demikian. Bagi pria, umur, rasa malu dan harga diri sangat mempengaruhi keputusan untuk memaafkan. Pria yang semakin berumur semakin menjaga harga diri sehingga semakin sulit memaafkan. Sebaliknya apabila pria tersebut lebih terbuka dan suka bersosialisasi maka pria tersebut akan lebih mudah memaafkan. Penelitian ini memiliki keterbatasan sehingga perlu berhati-hati dalam menafsirkan hasil penelitian. Keterbatasan penelitian antara lain disebabkan TRIM-18 yang digunakan untuk mengukur pemaafan merupakan versi terjemahan ke dalam Bahasa Indonesia, dimana dalam proses terjemahan ini ada kemungkinan terjadinya perbedaan persepsi karena latar budaya yang berbeda sehingga terjemahan yang dihasilkan kurang sesuai dengan versi asli. Selain itu, penelitian ini tidak mengontrol jenis kelamin, agama, dan intensitas dari problematika perkawinan, dimana hal tersebut diduga memiliki kaitan erat dengan pemaafan.

78 BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Kesimpulan penelitian adalah ada hubungan antara kepribadian Big Five dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan. Extraversion, openness to experience, agreeableness, dan conscientiouness berhubungan positif sangat signifikan dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan; sedangkan neuroticism berhubungan negatif sangat signifikan dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan. Neuroticism, extraversion, openness to experience, agreeableness, dan conscientiouness memberikan pengaruh terhadap pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan sebesar 71,5% B. Saran 1. Bagi istri yang mengalami problematika perkawinan Istri yang mengalami problematika perkawinan perlu meningkatkan extraversion, openness to experience, agreeableness, dan conscientiouness, serta menurunkan neuroticism supaya dapat memberikan pemaafan kepada pasangannya. 2. Bagi terapis atau konselor Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa kepribadian big five berpengaruh terhadap pemaafan, sehingga terapis atau konselor disarankan untuk mempertimbangkan faktor neuroticism, 66

79 67 extraversion, openness to experience, agreeableness, dan conscientiouness dalam meningkatkan pemaafan dari konseli. 3. Bagi Peneliti Lain Penelitian ini menggunakan jumlah sampel yang relatif sedikit sehingga untuk penelitian sejenis di masa yang akan datang disarankan untuk memperbanyak jumlah sampel. Selain itu, untuk penelitian sejenis di masa yang akan datang disarankan untuk melibatkan faktor lain diluar model, seperti agama, jenis kelamin, pola asuh orangtua dan teman sebaya (Soesilo, 2006, h ); empati, atribusi terhadap pelaku dan kesalahannya, tingkat kelukaan, dan kualitas hubungan (Wardhati & Faturochman, 2014, h.507)

80 DAFTAR PUSTAKA Abid, M., Shafiq, S., Naz, I., & Riaz, M. (2015). Relationship between Personality Factors and Level of Forgiveness among College Students. International Journal of Humanities and Social Science, 5 (7), Agung, I.M. (2015). Pengembangan dan Validasi Pengukuran Skala Pemaafan TRIM-18. Jurnal Psikologi, 11 (2), Arthasari, D.P. (2010). Hubungan antara Trait Kepribadian Big Five Factors dengan Forgiveness pada Orang yang Menikah (Skripsi Tidak Diterbitkan). UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Azwar, S. (1998). Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Feist, J & Feist, G.J. (2008). Theories of Personality (Edisi Keenam). Alih Bahasa: Yudi Santoso. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Fincham, F.D., Paleari, F.G., & Regalia, C. (2002). Forgiveness in Marriage: The Role of Relationship Quality, Attributions, and Emphaty. Personal Relationships, 9, Ghozali, I. (2012). Analisis Multivariate dengan SPSS. Semarang: BP Undip. Golberg, L.R. (1981). Language and Individual Differences: The Search for Universals in Personality Lexicons. In L. Wheeler (Ed). Review of Personality and Social Psychology, 2, Goldberg, L.R. (1992). The Development of Markers for the Big-Five Factor Structure. Psychological Assessment, 4 (1), Hafnidar. (2013). The Relationship among Five Factor Model of Personality, Spirituality, and Forgiveness. International Journal of Social Science and Humanity, 3 (2), Husnaini. (2013). Hubungan antara Traits Kepribadian Ibu dan Kemajuan Treatment Anak-anak Autisme (Skripsi Tidak Dipublikasikan). Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Jakarta. 68

81 69 Hutapea, B. (2011). Yang Muda, Yang Berdendang: Traits Kepribadian dan Preferensi Musik pada Anak Muda Perkotaan: Suatu Studi Replikasi pada Mahasiswa di Jakarta. Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitektur & Sipil), 4, Indriantoro, N. & Supomo. (2012). Metodologi Penelitian untuk Akuntansi dan Manajemen. Yogyakarta: BPFE. Mastuti, E. (2005). Analisis Faktor Alat Ukur Kepribadian Big Five (Adaptasi dari IPIP) pada Mahasiswa Suku Jawa. INSAN, 7 (3), McCrae, R.R & Costa, P.T., Jr. (1987). Validation of the Five-Factor Model of Personality Across Instruments and Observers. Journal of Personality and Social Psychology, 52(1), McCrae, R.R & John, O.P. (1991). An Introduction to the Five Factor Model and Its Applications. diunduh pada 23 September 2015 McCullough, M.E., Bellah, C.G., Kilpatrick, S.D., & Johnson, J.L. (2001). Vengefulness: Relationships with Forgiveness, Rumination, Well- Being, and the Big Five. Personality and Social Psychology Bulletin, 27 (5), McCullough, M.E., Rachal, K.C., Sandage, S.J., Worthington, E.L., Jr., Brown, S.W., & Hight, T.L. (1998). Interpersonal Forgiving in Close Relationships: II Theoretical Elaboration and Measurement. Journal of Personality and Social Psychology, 75(6), McCullough, M.E., Root, L.M., & Cohen, A.D. (2006). Writing About The Personal Benefits of a Transgression Facilitates Forgiveness. Journal of Consulting and Clinical Psychology, 74(5), McCullough, M.E. & Witvliet, C.V.O. (tt). The Psychology of Forgiveness. Forgiveness.pdf diunduh pada 23 September 2015 McCullough, M.E., Worthington, E.L., & Rachal, K.C. (1997). Interpersonal Forgiving in Close Relationships. Journal of Personality and Social Psychology, 73 (2),

82 70 Muzakki, K. (2006). Waduh, Dalam Setahun Terjadi Kasus Perceraian di Kota Semarang. diunduh pada 23 September 2015 Paleari, F.G., Regalia, C., & Fincham, F. (2005). Marital Quality, Forgiveness, Emphaty, and Rumination: A Longitudinal Analysis. Personality and Social Psychology Bulletin, 31 (3), DOI: / Pengadilan Agama Semarang, diunduh pada 23 September Pramudya, W. (2008). Kepahitan, Berakar dan Berbuah dalam Keluarga. Berbuah-dalam-Keluarga.html diunduh pada 23 September Rahmawati, P.A. (2015). Hubungan antara Kepercayaan dan Keterbukaan Diri terhadap Orangtua dengan Perilaku Memaafkan pada Remaja yang Mengalami Keluarga Broken Home di SMKN 3 dan SMKN 5 Samarinda. e-journal Psikologi, 3 (1), Ramdhani, N. (2012). Adaptasi Bahasa dan Budaya Inventori Big Five. Jurnal Psikologi, 39 (2), Sari, K. (2012). Forgiveness pada Istri sebagai Upaya untuk Mengembalikan Keutuhan Rumah Tangga Akibat Perselingkuhan Suami. Jurnal Psikologi Undip, 11 (1), Smedes, L.B. (1995). Mengampuni dan Melupakan. Alih Bahasa: Anton Adiwiyoto. Jakarta: Mitra Utama. Soesilo, V.A. (2006). Mencoba Mengerti Kesulitan untuk Mengampuni: Perjalanan Menuju Penyembuhan Luka Batin yang Sangat Dalam. Varitas, 7 (1), Soesilo, A. (2013). Forgiveness dan Kesehatan: Forgiveness sebagai Strategi Koping untuk Promosi Kesehatan dan Reduksi Risikorisiko Kesehatan. Seminar/Diskusi Ilmiah Psikologi Kesehatan

83 71 Spiritual dan Psikologi Kesehatan. Fakultas Psikologi Unika Soegijapranata, Semarang. Staub, E., Pearlman, L.A., Gubin, A., & Hagengimana, A. (2005). Healing, Reconcialitation, Forgiving and the Prevention of Violence After Genocide or Mass Killing: an Intervention and Its Experimental Evaluation in Rwanda. Journal of Social and Clinical Psychology, 24 (3), Suryabrata, S. (2012). Pengembangan Alat Ukur Psikologi. Yogyakarta: Andi Offset Takariawan, C. (2015). Di Indonesia, 40 Perceraian Setiap Jam! diunduh pada 23 September 2015 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Wardhati, L.T & Faturochman. (2014). Psikologi Pemaafan. Pemaafan.pdf diunduh pada 23 september Winarti, A. (2015). Struktur dan Pengukuran terhadap Pembelian Impulsif: Uji Validitas Konstruk Neo Personality Inventory Revised (NEO- PI-R) Versi Bahasa Indonesia. JP3I, 4 (1), Witvliet, C.V.O., Ludwig, T.E., & Laan, K.L.V. (2001). Granting Forgiveness or Harboring Grudes: Implications for Emotion, Psysiology, and Health. Psychological Science, 12 (2),

84 LAMPIRAN 72

85 73 LAMPIRAN A TRIM-18

86 74

87 75

88 76 LAMPIRAN B DATA PENELITIAN A-1 TRIM-18 A-2 NEO-PI-R

89 77 TRIM-18 No

90 78 No Total

91 79 NEO-PI-R No

92 80 No

93 81 No

94 82 No

95 83 No

96 84 No

97 85 No

98 86 No

99 87 No

100 88 No

101 89 No

102 90 No

103 91 No

104 92 No

105 93 No

106 94 No

107 95 No

108 96 No

109 97 No

110 98 LAMPIRAN C HASIL UJI VALIDITAS & RELIABILITAS

111 99 SKALA FORGIVENESS (TRIM-18) Case Processing Summary N % Cases Valid ,0 Excluded a 0,0 Total ,0 a. Listwise deletion based on all variables in the procedure. Reliability Statistics Cronbach's Alpha N of Items, Item-Total Statistics Cronbach's Scale Mean if Scale Variance Corrected Item- Alpha if Item Item Deleted if Item Deleted Total Correlation Deleted VAR , ,197,588,938 VAR , ,323,658,937 VAR , ,720,703,936 VAR , ,438,684,937 VAR , ,838,581,938 VAR , ,306,654,937 VAR , ,444,816,933 VAR , ,092,478,940 VAR , ,114,514,940 VAR , ,869,822,934 VAR , ,045,817,933 VAR , ,482,377,942 VAR , ,685,763,936 VAR , ,826,768,935 VAR , ,116,740,935 VAR , ,085,771,934 VAR , ,206,734,936 VAR , ,717,604,938

112 100 LAMPIRAN D GAMBARAN RESPONDEN

113 101 Usia Statistics N Valid Missing Mean Std. Deviation Minimum Maximum ,60 8, Agama Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid ISLAM 20 66,7 66,7 66,7 KATOLIK 3 10,0 10,0 76,7 KRISTEN 7 23,3 23,3 100,0 Total ,0 100,0 Pendidikan Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid D3 1 3,3 3,3 3,3 S1 9 30,0 30,0 33,3 S2 2 6,7 6,7 40,0 SD 2 6,7 6,7 46,7 SMA 10 33,3 33,3 80,0 SMP 6 20,0 20,0 100,0 Total ,0 100,0 Lama Menikah Statistics N Valid Missing Mean Std. Deviation Minimum Maximum ,12 9, Jumlah Anak Statistics

114 102 N Valid Missing Mean Std. Deviation Minimum Maximum ,53 1, Pekerjaan Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid IRT 21 70,0 70,0 70,0 PNS 1 3,3 3,3 73,3 SWASTA 4 13,3 13,3 86,7 WIRASWAS 4 13,3 13,3 100,0 Total ,0 100,0

115 103 C-1 UJI NORMALITAS C-2 UJI LINIERITAS LAMPIRAN E UJI ASUMSI

116 104 UJI NORMALITAS One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test FORGIVENESS NEUROTICISM EXTRAVERSION N Normal Parameters a,b Mean 64,13 139,00 155,03 Std. Deviation 14,666 18,407 11,336 Most Extreme Differences Absolute,080,106,121 Positive,079,106,099 Negative -,080 -,073 -,121 Test Statistic,080,106,121 Asymp. Sig. (2-tailed),200 c,d,200 c,d,200 c,d OPENNESS AGREEABLENESS CONSCIENTIOUNESS N Normal Parameters a,b Mean 148,57 167,40 173,20 Std. Deviation 9,239 10,470 15,257 Most Extreme Differences Absolute,089,124,106 Positive,089,124,082 Negative -,071 -,070 -,106 Test Statistic,089,124,106 Asymp. Sig. (2-tailed),200 c,d,200 c,d,200 c,d a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. c. Lilliefors Significance Correction. d. This is a lower bound of the true significance.

117 105

118 106

119 107 UJI LINIERITAS NEUROTICISM FORGIVENESS Case Processing Summary N Total Cases 30 Excluded Cases a 0 Forecasted Cases 0 Newly Created Cases 0 a. Cases with a missing value in any variable are excluded from the analysis. Dependent Variable: FORGIVENESS Model Summary and Parameter Estimates Model Summary Parameter Estimates Equation R Square F df1 df2 Sig. Constant b1 Linear,650 51, , ,395 -,642 The independent variable is NEUROTICISM.

120 108 EXTRAVERSION FORGIVENESS Case Processing Summary N Total Cases 30 Excluded Cases a 0 Forecasted Cases 0 Newly Created Cases 0 a. Cases with a missing value in any variable are excluded from the analysis. Dependent Variable: FORGIVENESS Model Summary and Parameter Estimates Model Summary Parameter Estimates Equation R Square F df1 df2 Sig. Constant b1 Linear,476 25, ,000-74,215,892 The independent variable is EXTRAVERSION.

121 109 OPENNESS FORGIVENESS Case Processing Summary N Total Cases 30 Excluded Cases a 0 Forecasted Cases 0 Newly Created Cases 0 a. Cases with a missing value in any variable are excluded from the analysis. Dependent Variable: FORGIVENESS Model Summary and Parameter Estimates Model Summary Parameter Estimates Equation R Square F df1 df2 Sig. Constant b1 Linear,250 9, ,005-53,786,794 The independent variable is OPENNESS.

122 110 AGREEABLENESS FORGIVENESS Case Processing Summary N Total Cases 30 Excluded Cases a 0 Forecasted Cases 0 Newly Created Cases 0 a. Cases with a missing value in any variable are excluded from the analysis. Dependent Variable: FORGIVENESS Model Summary and Parameter Estimates Model Summary Parameter Estimates Equation R Square F df1 df2 Sig. Constant b1 Linear,226 8, ,008-47,358,666 The independent variable is AGREEABLENESS.

123 111 CONSCIENTIOUNESS FORGIVENESS Case Processing Summary N Total Cases 30 Excluded Cases a 0 Forecasted Cases 0 Newly Created Cases 0 a. Cases with a missing value in any variable are excluded from the analysis. Dependent Variable: FORGIVENESS Model Summary and Parameter Estimates Model Summary Parameter Estimates Equation R Square F df1 df2 Sig. Constant b1 Linear,358 15, ,000-35,444,575 The independent variable is CONSCIENTIOUNESS.

124 112 LAMPIRAN F UJI HIPOTESIS E-1 ANALISIS REGRESI LINIER BERGANDA E-2 ANALISIS PRODUCT MOMENT

125 113 ANALISIS REGRESI LINIER BERGANDA Variables Entered/Removed a Variables Model Variables Entered Removed Method 1 CONSCIENTIOUN ESS, OPENNESS, AGREEABLENESS, EXTRAVERSION, NEUROTICISM b. Enter a. Dependent Variable: FORGIVENESS b. All requested variables entered. Model Summary Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate 1,874 a,764,715 7,830 a. Predictors: (Constant), CONSCIENTIOUNESS, OPENNESS, AGREEABLENESS, EXTRAVERSION, NEUROTICISM ANOVA a Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 4766, ,209 15,548,000 b Residual 1471, ,309 Total 6237, a. Dependent Variable: FORGIVENESS b. Predictors: (Constant), CONSCIENTIOUNESS, OPENNESS, AGREEABLENESS, EXTRAVERSION, NEUROTICISM

126 114 Coefficients a Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients Model B Std. Error Beta t Sig. 1 (Constant) -22,711 66,830 -,340,737 NEUROTICISM -,358,129 -,450-2,785,010 EXTRAVERSION,263,176,203 1,489,149 OPENNESS,212,201,133 1,054,302 AGREEABLENESS,140,175,100,801,431 CONSCIENTIOUNESS,237,119,246 1,990,058 a. Dependent Variable: FORGIVENESS

127 115 KORELASI PRODUCT MOMENT FORGIVENESS NEUROTICISM Pearson Correlation -,806 ** Sig. (1-tailed),000 N 30 EXTRAVERSION Pearson Correlation,690 ** Sig. (1-tailed),000 N 30 OPENNESS Pearson Correlation,500 ** Sig. (1-tailed),002 N 30 AGREEABLENESS Pearson Correlation,475 ** Sig. (1-tailed),004 N 30 CONSCIENTIOUNESS Pearson Correlation,598 ** Sig. (1-tailed),000 N 30 **. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (1-tailed).

128 116 LAMPIRAN G INFORMED CONSENT

129 117

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 menjelaskan bahwa Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara. berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 menjelaskan bahwa Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara. berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan bagi manusia merupakan sesuatu yang penting, karena melalui sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara biologis, psikologis

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Uji Asumsi 1. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui sebaran data normal atau tidak. Alat yang digunakan adalah One Sample Kolmogorov- Smirnov

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KEPRIBADIAN BIG FIVE DENGAN PEMAAFAN PADA ISTRI YANG MENGALAMI PROBLEMATIKA PERKAWINAN

HUBUNGAN ANTARA KEPRIBADIAN BIG FIVE DENGAN PEMAAFAN PADA ISTRI YANG MENGALAMI PROBLEMATIKA PERKAWINAN HUBUNGAN ANTARA KEPRIBADIAN BIG FIVE DENGAN PEMAAFAN PADA ISTRI YANG MENGALAMI PROBLEMATIKA PERKAWINAN SKRIPSI Oleh: IKA NURANI 11.40.0103 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tersebut perlu memikirkan gaya kepemimpinannya. Gaya kepemimpinan adalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tersebut perlu memikirkan gaya kepemimpinannya. Gaya kepemimpinan adalah BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Gaya Kepemimpinan 2.1.1 Pengertian Gaya Kepemimpinan Kepemimpinan merupakan tulang punggung pengembangan organisasi karena tanpa kepemimpinan yang baik akan sulit mencapai tujuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Feist (2010:134) kajian mengenai sifat manusia pertama kali

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Feist (2010:134) kajian mengenai sifat manusia pertama kali BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Teoritis A. Teori Lima Besar (Big Five Model) 1. Sejarah Big Five Model Menurut Feist (2010:134) kajian mengenai sifat manusia pertama kali dilakukan oleh Allport dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Utuh berarti bahwa individu tidak dapat dipisahkan dengan segala cirinya,

BAB I PENDAHULUAN. Utuh berarti bahwa individu tidak dapat dipisahkan dengan segala cirinya, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap individu berfungsi sebagai satu kesatuan yang utuh dan unik. Utuh berarti bahwa individu tidak dapat dipisahkan dengan segala cirinya, karena individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan yang ada di gereja, yang bermula dari panggilan Allah melalui Kristus

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan yang ada di gereja, yang bermula dari panggilan Allah melalui Kristus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Agama Kristen Protestan merupakan salah satu agama yang diakui di Indonesia. Pada Agama Kristen biasanya memiliki suatu organisasi di gereja yang melibatkan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. tahun 1996 yang merupakan ahli teori pembelajaran sosial. Locus of control dapat

BAB 2 LANDASAN TEORI. tahun 1996 yang merupakan ahli teori pembelajaran sosial. Locus of control dapat BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Locus of Control 2.1.1 Definisi Locus of Control Konsep tentang locus of control pertama kali dikemukakan oleh Rotter pada tahun 1996 yang merupakan ahli teori pembelajaran sosial.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa beralihnya pandangan egosentrisme menjadi sikap yang empati. Menurut Havighurst

BAB I PENDAHULUAN. masa beralihnya pandangan egosentrisme menjadi sikap yang empati. Menurut Havighurst BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Perkembangan sosial masa dewasa awal (young adulthood) adalah puncak dari perkembangan sosial masa dewasa. Masa dewasa awal adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lazimnya dilakukan melalui sebuah pernikahan. Hurlock (2009) menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lazimnya dilakukan melalui sebuah pernikahan. Hurlock (2009) menyatakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial ditakdirkan untuk berpasangan yang lazimnya dilakukan melalui sebuah pernikahan. Hurlock (2009) menyatakan bahwa pernikahan adalah salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang tiap elemen bangsanya sulit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang tiap elemen bangsanya sulit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang tiap elemen bangsanya sulit lepas dari belenggu anarkisme, kekerasan, dan perilaku-perilaku yang dapat mengancam ketenangan masyarakat.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

BAB III METODE PENELITIAN. A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Identifikasi Variabel Dalam penelitian ini yang menjadi variabel independen (bebas) adalah big five personality yang terdiri

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. Sumbayak (2009) dengan judul skripsi Pengaruh Tipe Kepribadian Big Five

BAB II URAIAN TEORITIS. Sumbayak (2009) dengan judul skripsi Pengaruh Tipe Kepribadian Big Five 35 BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Sumbayak (2009) dengan judul skripsi Pengaruh Tipe Kepribadian Big Five Personality Terhadap Coping Stress Pada Polisi Reserse Kriminal Poltabes Medan.

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN PEMAAFAN TERHADAP PASANGAN YANG SELINGKUH SKRIPSI ARDELIA ISWARA

HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN PEMAAFAN TERHADAP PASANGAN YANG SELINGKUH SKRIPSI ARDELIA ISWARA HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN PEMAAFAN TERHADAP PASANGAN YANG SELINGKUH SKRIPSI ARDELIA ISWARA 11.40.0067 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG 2015 i HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. meneliti sejauh mana variasi pada satu variabel berkaitan dengan variasi pada satu

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. meneliti sejauh mana variasi pada satu variabel berkaitan dengan variasi pada satu BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan korelasional yang bertujuan meneliti sejauh mana variasi pada satu variabel berkaitan dengan variasi pada satu atau

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS TEMAN SEBAYA DAN KONSEP DIRI DENGAN CYBERBULLYING REMAJA

HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS TEMAN SEBAYA DAN KONSEP DIRI DENGAN CYBERBULLYING REMAJA HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS TEMAN SEBAYA DAN KONSEP DIRI DENGAN CYBERBULLYING REMAJA SKRIPSI Disusun Oleh: SEKAR PRABAYANI MAHESWARI 08.40.0206 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pembelian Impulsif adalah salah satu jenis dari perilaku membeli, dimana

BAB II LANDASAN TEORI. Pembelian Impulsif adalah salah satu jenis dari perilaku membeli, dimana BAB II LANDASAN TEORI A. PEMBELIAN IMPULSIF Pembelian Impulsif adalah salah satu jenis dari perilaku membeli, dimana perilaku pembelian ini berhubungan dengan adanya dorongan yang menyebabkan konsumen

Lebih terperinci

KECEMASAN TERHADAP PENYAKIT DM DITINJAU DARI DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DAN LOCUS OF CONTROL INTERNAL SKRIPSI AGUSTINA DESY KUMALA SARI

KECEMASAN TERHADAP PENYAKIT DM DITINJAU DARI DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DAN LOCUS OF CONTROL INTERNAL SKRIPSI AGUSTINA DESY KUMALA SARI KECEMASAN TERHADAP PENYAKIT DM DITINJAU DARI DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DAN LOCUS OF CONTROL INTERNAL SKRIPSI AGUSTINA DESY KUMALA SARI 11.40.0011 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pemaafan. maaf adalah kata saduran dari bahasa Arab, al afw. Kata ini dalam al-

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pemaafan. maaf adalah kata saduran dari bahasa Arab, al afw. Kata ini dalam al- 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pemaafan 1. Definisi Pemaafan Secara terminologis, kata dasar pemaafan adalah maaf dan kata maaf adalah kata saduran dari bahasa Arab, al afw. Kata ini dalam al- Qur an terulang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perawat atau Nurse berasal dari bahasa Latin yaitu dari kata Nutrix yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. Perawat atau Nurse berasal dari bahasa Latin yaitu dari kata Nutrix yang berarti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perawat atau Nurse berasal dari bahasa Latin yaitu dari kata Nutrix yang berarti merawat atau memelihara. Profesi perawat diharapkan dapat membantu mempertahankan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengelolaan. Menurut Mangkunegara (2005) manajemen adalah suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengelolaan. Menurut Mangkunegara (2005) manajemen adalah suatu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Fungsi Manajemen 2.1.1 Pengertian Manajemen Manajemen adalah sebuah disiplin ilmu yang berkaitan dengan pengelolaan. Menurut Mangkunegara (2005) manajemen adalah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Dalam Bab III ini akan dijelaskan tentang uraian dan jumlah peubah yang akan digunakan dalam penelitian, definisi operasional yang akan menjelaskan mengenai bagaimana cara mengukur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Memaafkan. adalah kata yang berasal dari bahasa Arab, al afw. Kata ini dalam al-qur an

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Memaafkan. adalah kata yang berasal dari bahasa Arab, al afw. Kata ini dalam al-qur an BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Memaafkan 1. Defenisi Memaafkan Secara terminologis, kata dasar memaafkan adalah maaf dan kata maaf adalah kata yang berasal dari bahasa Arab, al afw. Kata ini dalam al-qur an

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di kota Bandung dengan populasi penduduk kota

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di kota Bandung dengan populasi penduduk kota BAB III METODE PENELITIAN 3.1 LOKASI, POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di kota Bandung dengan populasi penduduk kota Bandung. Sampel ditentukan dengan menggunakan teknik accidental

Lebih terperinci

TRAIT FACTOR THEORY EYSENCK, CATTELL, GOLDBERG. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi

TRAIT FACTOR THEORY EYSENCK, CATTELL, GOLDBERG. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi Modul ke: 13 Yoanita Fakultas PSIKOLOGI TRAIT FACTOR THEORY EYSENCK, CATTELL, GOLDBERG Eliseba, M.Psi Program Studi Psikologi HANS EYSENCK Dasar umum sifat-sifat kepribadian berasal dari keturunan, dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah dengan memaafkan. Memaafkan adalah salah satu cara untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah dengan memaafkan. Memaafkan adalah salah satu cara untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagian besar dari individu pernah terluka dan memerlukan cara untuk mengatasi luka tersebut. Cara untuk mengatasi luka salah satunya adalah dengan memaafkan.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode merupakan unsur penting dalam penelitian ilmiah, karena metode yang digunakan dalam penelitian dapat menemukan apakah penelitian tersebut dapat dipertanggungjawabkan hasilnya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pemaafan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pemaafan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pemaafan 1. Pengertian Pemaafan Pemaafan sebagai kesediaan seseorang untuk meninggalkan kemarahan, penilaian negatif, dan perilaku acuh tidak acuh terhadap orang lain yang telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peran sebagai suami dan istri dengan tugasnya masing-masing. Pada keluarga

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peran sebagai suami dan istri dengan tugasnya masing-masing. Pada keluarga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di dalam keluarga, pria dan wanita sebagai individu dewasa yang telah menikah memiliki peran sebagai suami dan istri dengan tugasnya masing-masing. Pada keluarga

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I LATAR BELAKANG MASALAH BAB I LATAR BELAKANG MASALAH 1.1 Latar Belakang Masalah Pada dasarnya setiap manusia memiliki tugas perkembangannya masing-masing sesuai dengan tahap perkembangannya. Mahasiswa memiliki berbagai tugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. organisasi yang efektif (Yukl, 2010). Tidak ada organisasi yang mampu berdiri tanpa adanya

BAB I PENDAHULUAN. organisasi yang efektif (Yukl, 2010). Tidak ada organisasi yang mampu berdiri tanpa adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kepemimpinan diyakini menjadi unsur kunci dalam melakukan pengelolaan suatu organisasi yang efektif (Yukl, 2010). Tidak ada organisasi yang mampu berdiri tanpa

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS DENGAN KEMANDIRIAN BELAJAR PADA SISWA

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS DENGAN KEMANDIRIAN BELAJAR PADA SISWA HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS DENGAN KEMANDIRIAN BELAJAR PADA SISWA SKRIPSI TIRZA MEYRISTA CAHYANINGTYAS 10.40.0043 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG 2014 HUBUNGAN ANTARA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama bagi anak yang memberi dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah satunya adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perih, mengiris dan melukai hati disebut unforgiveness. Seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. perih, mengiris dan melukai hati disebut unforgiveness. Seseorang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Membuat perubahan hidup positif adalah sebuah proses multi tahapan yang dapat menjadi kompleks dan menantang. Pengalaman emosi marah, benci, dan kesedihan yang terjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Secondary Traumatic Stress Terdapat beberapa istilah yang berkaitan dengan trauma sekunder yang sering diartikan dengan salah. Walau terlihat mirip akan tetapi memiliki definisinya

Lebih terperinci

PERUBAHAN EMOSI IBU SEJAK KEHAMILAN TRIMESTER KETIGA SAMPAI PASCA MELAHIRKAN SKRIPSI. Oleh : MIKHAEL GAMA DITA

PERUBAHAN EMOSI IBU SEJAK KEHAMILAN TRIMESTER KETIGA SAMPAI PASCA MELAHIRKAN SKRIPSI. Oleh : MIKHAEL GAMA DITA PERUBAHAN EMOSI IBU SEJAK KEHAMILAN TRIMESTER KETIGA SAMPAI PASCA MELAHIRKAN SKRIPSI Oleh : MIKHAEL GAMA DITA 07.40.0178 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG 2013 PERUBAHAN EMOSI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Wade dan Tavris (2007: 194) menyebutkan bahwa kepribadian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Wade dan Tavris (2007: 194) menyebutkan bahwa kepribadian BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Kepribadian 1. Pengertian Kepribadian Wade dan Tavris (2007: 194) menyebutkan bahwa kepribadian (personality) adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perguruan Tinggi sebagai lembaga pendidikan memegang peranan penting

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perguruan Tinggi sebagai lembaga pendidikan memegang peranan penting BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perguruan Tinggi sebagai lembaga pendidikan memegang peranan penting untuk menghasilkan tenaga ahli yang tangguh dan kreatif dalam menghadapi tantangan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, terdapat berbagai macam agama dan kepercayaan- kepercayaan

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, terdapat berbagai macam agama dan kepercayaan- kepercayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di Indonesia, terdapat berbagai macam agama dan kepercayaan- kepercayaan yang dianut oleh penduduknya. Masing-masing agama memiliki pemuka agama. Peranan pemuka

Lebih terperinci

KEPUASAN PERKAWINAN PADA SUAMI ISTRI DITINJAU DARI KUALITAS KOMUNIKASI

KEPUASAN PERKAWINAN PADA SUAMI ISTRI DITINJAU DARI KUALITAS KOMUNIKASI KEPUASAN PERKAWINAN PADA SUAMI ISTRI DITINJAU DARI KUALITAS KOMUNIKASI INTISARI PRISKILA FEDORA 09.40.0003 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG 2013 KEPUASAN PERKAWINAN PADA SUAMI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk sosial, remaja akan selalu mengadakan kontak denganorang lain.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk sosial, remaja akan selalu mengadakan kontak denganorang lain. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial, remaja akan selalu mengadakan kontak denganorang lain. Penyesuaian pribadi dan sosial remaja ditekankan dalam lingkup teman sebaya. Sullivan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk berinteraksi timbal-balik dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Memulai suatu hubungan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perceraian merupakan kata yang umum dan tidak asing lagi di telinga masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi trend, karena untuk menemukan informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa adalah golongan intelektual yang sedang menjalani pendidikan di perguruan tinggi dan diharapkan nantinya mampu bertindak sebagai pemimpin yang terampil,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sikap (attitude) adalah pernyataan evaluatif, baik yang menyenangkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sikap (attitude) adalah pernyataan evaluatif, baik yang menyenangkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Teoritis 2.1.1. Sikap 1. Pengertian Sikap Sikap (attitude) adalah pernyataan evaluatif, baik yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan terhadap objek, individu, atau

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sebenarnya ada dibalik semua itu, yang jelas hal hal seperti itu. remaja yang sedang berkembang.

BAB 1 PENDAHULUAN. sebenarnya ada dibalik semua itu, yang jelas hal hal seperti itu. remaja yang sedang berkembang. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Belakangan ini marak terjadi kasus perkelahian antar siswa sekolah yang beredar di media sosial. Permasalahannya pun beragam, mulai dari permasalahan yang

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KECEMASAN MENGHADAPI UJIAN NASIONAL DENGAN MOTIVASI MEMBELI KUNCI JAWABAN SOAL-SOAL UJIAN NASIONAL PADA SISWA SMA SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA KECEMASAN MENGHADAPI UJIAN NASIONAL DENGAN MOTIVASI MEMBELI KUNCI JAWABAN SOAL-SOAL UJIAN NASIONAL PADA SISWA SMA SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA KECEMASAN MENGHADAPI UJIAN NASIONAL DENGAN MOTIVASI MEMBELI KUNCI JAWABAN SOAL-SOAL UJIAN NASIONAL PADA SISWA SMA SKRIPSI Oleh: CLAUDIA AYU FEBRIANI 12.40.0044 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. muncul dari perubahan konteks sosio-ekonomi, politik dan budaya. Konteks ini

BAB 1 PENDAHULUAN. muncul dari perubahan konteks sosio-ekonomi, politik dan budaya. Konteks ini BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor LSM di Indonesia kini tengah menghadapi berbagai tantangan yang muncul dari perubahan konteks sosio-ekonomi, politik dan budaya. Konteks ini termasuk perubahan

Lebih terperinci

3. Emosi subyek ketika menjawab pertanyaan interview. 4. Bagaimana kebudayaan etnis Cina dalam keluarga subyek?

3. Emosi subyek ketika menjawab pertanyaan interview. 4. Bagaimana kebudayaan etnis Cina dalam keluarga subyek? Pedoman Observasi 1. Kesan umum subyek secara fisik dan penampilan 2. Relasi sosial subyek dengan teman-temannya 3. Emosi subyek ketika menjawab pertanyaan interview Pedoman Wawancara 1. Bagaimana hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. luar keluarga seperti teman-teman atau sahabat. Santrock (2007) yang tinggi atas perbuatan yang mereka lakukan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. luar keluarga seperti teman-teman atau sahabat. Santrock (2007) yang tinggi atas perbuatan yang mereka lakukan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa pencarian identitas diri, sehingga hubungan yang dijalin tidak lagi hanya dengan orangtua, tapi sudah merambah ke hubungan luar keluarga seperti

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Universitas Indonesia

2. TINJAUAN PUSTAKA. Universitas Indonesia 10 2. TINJAUAN PUSTAKA Bab ini mengulas tentang pelbagai teori dan literatur yang dipergunakan dalam penelitian ini. Adapun teori-teori tersebut adalah tentang perubahan organisasi (organizational change)

Lebih terperinci

PERILAKU MEMBELI ROKOK A MILD PADA REMAJA DITINJAU DARI PERSEPSI TERHADAP EVENT MUSIK SKRIPSI LILY PUSPITASARI

PERILAKU MEMBELI ROKOK A MILD PADA REMAJA DITINJAU DARI PERSEPSI TERHADAP EVENT MUSIK SKRIPSI LILY PUSPITASARI PERILAKU MEMBELI ROKOK A MILD PADA REMAJA DITINJAU DARI PERSEPSI TERHADAP EVENT MUSIK SKRIPSI LILY PUSPITASARI 00.40.0291 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG 2007 PERILAKU MEMBELI

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KEPRIBADIAN THE BIG FIVE DENGAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PADA PARANORMAL DEWASA MADYA DI KOTA SEMARANG TESIS

HUBUNGAN ANTARA KEPRIBADIAN THE BIG FIVE DENGAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PADA PARANORMAL DEWASA MADYA DI KOTA SEMARANG TESIS HUBUNGAN ANTARA KEPRIBADIAN THE BIG FIVE DENGAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PADA PARANORMAL DEWASA MADYA DI KOTA SEMARANG TESIS Oleh : PUPUT MULYONO 11.92.0003 PROGRAM MAGISTER PSIKOLOGI UNIVERSITAS KATOLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lembaga kesejahteraan sosial yang mempunyai kewajiban untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN. lembaga kesejahteraan sosial yang mempunyai kewajiban untuk memberikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara umum anak-anak tinggal dengan orang tua mereka di rumah, tetapi ada juga sebagian anak yang tinggal di panti asuhan. Panti asuhan adalah suatu lembaga

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP KENAKALAN REMAJA MADYA DENGAN KECEMASAN IBU

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP KENAKALAN REMAJA MADYA DENGAN KECEMASAN IBU HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP KENAKALAN REMAJA MADYA DENGAN KECEMASAN IBU SKRIPSI HASTANIA HERAYUNINGSIH NIM : 01.40.0079 Alamat : Jl. Udan Riris No. 31 Telogosari Semarang No. Telp : (024) 6730190

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP KENAKALAN REMAJA MADYA DENGAN KECEMASAN IBU

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP KENAKALAN REMAJA MADYA DENGAN KECEMASAN IBU HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP KENAKALAN REMAJA MADYA DENGAN KECEMASAN IBU SKRIPSI HASTANIA HERAYUNINGSIH NIM : 01.40.0079 Alamat : Jl. Udan Riris No. 31 Telogosari Semarang No. Telp : (024) 6730190

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan suami, ibu dan ayah, anak perempuan dan anak laki-laki, saudara perempuan

BAB I PENDAHULUAN. dan suami, ibu dan ayah, anak perempuan dan anak laki-laki, saudara perempuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Keluarga ialah sekelompok orang yang terhubungkan oleh ikatan pernikahan, darah atau adopsi; membentuk suatu rumah tangga tunggal; saling berinteraksi dan

Lebih terperinci

PERILAKU PROKRASTINASI AKADEMIK PADA SISWA SMA DITINJAU DARI PERSEPSI ANAK TERHADAP PERAN AYAH DALAM PENGASUHAN SKRIPSI

PERILAKU PROKRASTINASI AKADEMIK PADA SISWA SMA DITINJAU DARI PERSEPSI ANAK TERHADAP PERAN AYAH DALAM PENGASUHAN SKRIPSI PERILAKU PROKRASTINASI AKADEMIK PADA SISWA SMA DITINJAU DARI PERSEPSI ANAK TERHADAP PERAN AYAH DALAM PENGASUHAN SKRIPSI TYTA WAHYU SWARGARINI 00.40.0280 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. merupakan penelitian yang menekankan analisisnya pada data-data numerical

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. merupakan penelitian yang menekankan analisisnya pada data-data numerical BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Data kuantitatif merupakan penelitian yang menekankan analisisnya pada data-data numerical (angka)

Lebih terperinci

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh : Dewi Sumpani F 100 010

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN KECEMASAN MENJELANG PENSIUN PADA TENAGA KEPENDIDIKAN UNIKA SOEGIJAPRANATA SKRIPSI MONICA TITIS WIDI WISADAYANTI

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN KECEMASAN MENJELANG PENSIUN PADA TENAGA KEPENDIDIKAN UNIKA SOEGIJAPRANATA SKRIPSI MONICA TITIS WIDI WISADAYANTI HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN KECEMASAN MENJELANG PENSIUN PADA TENAGA KEPENDIDIKAN UNIKA SOEGIJAPRANATA SKRIPSI MONICA TITIS WIDI WISADAYANTI 10.40.0160 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KATOLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dengan transisi adalah perubahan yang terjadi pada rentang kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dengan transisi adalah perubahan yang terjadi pada rentang kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap individu mengalami masa peralihan atau masa transisi. Yang dimaksud dengan transisi adalah perubahan yang terjadi pada rentang kehidupan (Papalia & Olds, 2001).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. jejaring sosial. Direktur Pelayanan Informasi Internasional Ditjen Informasi dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. jejaring sosial. Direktur Pelayanan Informasi Internasional Ditjen Informasi dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mengungkapkan pengguna internet di Indonesia saat ini mencapai 63 juta orang. Dari angka tersebut, 95

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial yang artinya manusia membutuhkan orang lain dalam

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial yang artinya manusia membutuhkan orang lain dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang artinya manusia membutuhkan orang lain dalam hidupnya. Adanya interaksi sosial antara manusia yang satu dengan yang lainnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Hakikat manusia adalah sebagai makhluk sosial, oleh karena itu setiap manusia tidak lepas dari kontak sosialnya dengan masyarakat, dalam pergaulannya

Lebih terperinci

PERILAKU KECANDUAN MENGGUNAKAN SITUS JEJARING SOSIAL PADA MAHASISWA DITINJAU DARI KESEPIAN DAN THE BIG FIVE TRAITS OF PERSONALITY SKRIPSI

PERILAKU KECANDUAN MENGGUNAKAN SITUS JEJARING SOSIAL PADA MAHASISWA DITINJAU DARI KESEPIAN DAN THE BIG FIVE TRAITS OF PERSONALITY SKRIPSI PERILAKU KECANDUAN MENGGUNAKAN SITUS JEJARING SOSIAL PADA MAHASISWA DITINJAU DARI KESEPIAN DAN THE BIG FIVE TRAITS OF PERSONALITY SKRIPSI ROSE MARIE MERANTI 09.40.0099 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KATOLIK

Lebih terperinci

KEMATANGAN EMOSI REMAJA AKHIR DITINJAU DARI POLA ASUH OTORITER ORANGTUA

KEMATANGAN EMOSI REMAJA AKHIR DITINJAU DARI POLA ASUH OTORITER ORANGTUA KEMATANGAN EMOSI REMAJA AKHIR DITINJAU DARI POLA ASUH OTORITER ORANGTUA SKRIPSI BELLINDA SHAKTI AMELIA 08.40.0078 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG 2013 KEMATANGAN EMOSI REMAJA

Lebih terperinci

HUBUNGAN LOCUS OF CONTROL INTERNAL DENGAN MOTIVASI BERPRESTASI AKADEMIK MAHASISWA SKRIPSI

HUBUNGAN LOCUS OF CONTROL INTERNAL DENGAN MOTIVASI BERPRESTASI AKADEMIK MAHASISWA SKRIPSI HUBUNGAN LOCUS OF CONTROL INTERNAL DENGAN MOTIVASI BERPRESTASI AKADEMIK MAHASISWA SKRIPSI Oleh: FULGENSIA E. LAY CORBAFO 09.40.0064 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG 2015 HUBUNGAN

Lebih terperinci

PERSEPSI ISTRI TERHADAP KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DITINJAU DARI KECERDASAN EMOSIONAL DAN TINGKAT PENDIDIKAN SKRIPSI

PERSEPSI ISTRI TERHADAP KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DITINJAU DARI KECERDASAN EMOSIONAL DAN TINGKAT PENDIDIKAN SKRIPSI PERSEPSI ISTRI TERHADAP KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DITINJAU DARI KECERDASAN EMOSIONAL DAN TINGKAT PENDIDIKAN SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata Untuk Memenuhi

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP LINGKUNGAN KERJA PSIKOLOGIS DENGAN MOTIVASI KERJA KARYAWAN CV. BERKAH DALEM SKRIPSI FEBRIAN AYU MUSTIKA

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP LINGKUNGAN KERJA PSIKOLOGIS DENGAN MOTIVASI KERJA KARYAWAN CV. BERKAH DALEM SKRIPSI FEBRIAN AYU MUSTIKA HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP LINGKUNGAN KERJA PSIKOLOGIS DENGAN MOTIVASI KERJA KARYAWAN CV. BERKAH DALEM SKRIPSI FEBRIAN AYU MUSTIKA 11.40.0147 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengalaman Memaafkan. kebanyakan berfokus pada memaafkan sebagai proses dengan individu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengalaman Memaafkan. kebanyakan berfokus pada memaafkan sebagai proses dengan individu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengalaman Memaafkan 1. Definisi Pengalaman Memaafkan Memaafkan merupakan sebuah konsep dimana terdapat pelaku dan korban yang berada dalam sebuah konflik dan sedang berusaha

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya.

BAB III METODE PENELITIAN. diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya. 31 BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel Dan Definisi Operasional 1. Variabel Variabel penelitian pada dasarnya merupakan sesuatu hal yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari

Lebih terperinci

DEPARTEMEN PEMUDA DAN ANAK GBI JEMAAT INDUK DANAU BOGOR RAYA BAHAN SHARING COOL PEMUDA Minggu I; Bulan: Februari 2011

DEPARTEMEN PEMUDA DAN ANAK GBI JEMAAT INDUK DANAU BOGOR RAYA BAHAN SHARING COOL PEMUDA Minggu I; Bulan: Februari 2011 DEPARTEMEN PEMUDA DAN ANAK Minggu I; Bulan: Februari 2011 BUAH ROH PENDAHULUAN Matius 12:33,35 :... a) Tuhan Yesus memberikan perumpamaan keberadaan manusia seperti sebuah pohon. Ada 2 jenis pohon yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini sering terjadi di belahan bumi manapun dan terjadi kapanpun. Pernikahan itu sendiri

Lebih terperinci

PERILAKU MEMBELI PRODUK PERAWATAN WAJAH DITINJAU DARI KEPERCAYAAN DIRI PADA MAHASISWI SKRIPSI. Oleh : Triani Trisnawati

PERILAKU MEMBELI PRODUK PERAWATAN WAJAH DITINJAU DARI KEPERCAYAAN DIRI PADA MAHASISWI SKRIPSI. Oleh : Triani Trisnawati PERILAKU MEMBELI PRODUK PERAWATAN WAJAH DITINJAU DARI KEPERCAYAAN DIRI PADA MAHASISWI SKRIPSI Oleh : Triani Trisnawati 00.40.0309 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG 2010 i PERILAKU

Lebih terperinci

KECEMASAN TERHADAP ROB DITINJAU DARI SELF EFFICACY SKRIPSI ELIZABETH PRADIPTA SANTI SANTOSO

KECEMASAN TERHADAP ROB DITINJAU DARI SELF EFFICACY SKRIPSI ELIZABETH PRADIPTA SANTI SANTOSO KECEMASAN TERHADAP ROB DITINJAU DARI SELF EFFICACY SKRIPSI ELIZABETH PRADIPTA SANTI SANTOSO 08.40.0024 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG 2013 KECEMASAN TERHADAP ROB DITINJAU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa merupakan generasi penerus bangsa yang diharapkan menjadi calon-calon pemimpin bangsa maupun menjadi calon penggerak kehidupan bangsa dari sumbangsih

Lebih terperinci

Analisis Faktor Alat Ukur Kepribadian Big Five (Adaptasi dari IPIP) pada Mahasiswa Suku Jawa

Analisis Faktor Alat Ukur Kepribadian Big Five (Adaptasi dari IPIP) pada Mahasiswa Suku Jawa INSAN Vol. 7 No. 3, Desember 2005 Analisis Faktor Alat Ukur Kepribadian Big Five (Adaptasi dari IPIP) pada Mahasiswa Suku Jawa Endah Mastuti Fakultas Psikologi Universitas Airlangga ABSTRAK Perkembangan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. PENYESUAN SOSIAL 1. Pengertian Penyesuaian sosial merupakan suatu istilah yang banyak merujuk pada proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan

Lebih terperinci

: Rifdaturahmi NPM : Pembimbing : Dr. Muhammad Fakhrurrozi, Psikolog

: Rifdaturahmi NPM : Pembimbing : Dr. Muhammad Fakhrurrozi, Psikolog Nama : Rifdaturahmi NPM : 16512334 Jurusan : Psikologi Pembimbing : Dr. Muhammad Fakhrurrozi, Psikolog Latar Belakang Masalah Latar Belakang Masalah Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menguji

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena perilaku seks pranikah di kalangan remaja di Indonesia semakin

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena perilaku seks pranikah di kalangan remaja di Indonesia semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Fenomena perilaku seks pranikah di kalangan remaja di Indonesia semakin meningkat prevalensinya dari tahun ke tahun. Hasil survei yang dilakukan oleh Biro

Lebih terperinci

KECEMASAN MENGHADAPI DUNIA KERJA DITINJAU DARI HARDINESS SKRIPSI

KECEMASAN MENGHADAPI DUNIA KERJA DITINJAU DARI HARDINESS SKRIPSI KECEMASAN MENGHADAPI DUNIA KERJA DITINJAU DARI HARDINESS SKRIPSI Oleh: SABRINA DIFA SEPTIANTY 10.40.0235 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG 2015 i KECEMASAN MENGHADAPI DUNIA

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN OPTIMISME MASA DEPAN PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN. Skripsi

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN OPTIMISME MASA DEPAN PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN. Skripsi HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN OPTIMISME MASA DEPAN PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Psikologi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian yang Digunakan Metode penelitian yang pada penelitian ini adalah metode kuantitatif. Menurut Creswell (dalam Alsa, 2011, hal. 13), penelitian kuantitatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHALUAN. A. Latar Belakang Masalah. status sebagai orang dewasa tetapi tidak lagi sebagai masa anak-anak. Fase remaja

BAB I PENDAHALUAN. A. Latar Belakang Masalah. status sebagai orang dewasa tetapi tidak lagi sebagai masa anak-anak. Fase remaja BAB I PENDAHALUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah fase kedua dalam kehidupan setelah fase anak-anak. Fase remaja disebut fase peralihan atau transisi karena pada fase ini belum memperoleh status

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN STRES KERJA PADA ANGGOTA RAIDER SKRIPSI KIKY HERDIA

HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN STRES KERJA PADA ANGGOTA RAIDER SKRIPSI KIKY HERDIA HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN STRES KERJA PADA ANGGOTA RAIDER SKRIPSI KIKY HERDIA 09.40.0176 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG 2014 i HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN

Lebih terperinci

2016 FENOMENA CERAI GUGAT PADA PASANGAN KELUARGA SUNDA

2016 FENOMENA CERAI GUGAT PADA PASANGAN KELUARGA SUNDA BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pernikahan merupakan hal yang dicita-citakan dan didambakan oleh setiap orang, karena dengan pernikahan adalah awal dibangunnya sebuah rumah tangga dan

Lebih terperinci

PERILAKU KONSUMTIF PADA MAHASISWI DITINJAU DARI KONFORMITAS TEMAN SEBAYA SKRIPSI. Oleh: KEN PRIMA PRADYUMNATI

PERILAKU KONSUMTIF PADA MAHASISWI DITINJAU DARI KONFORMITAS TEMAN SEBAYA SKRIPSI. Oleh: KEN PRIMA PRADYUMNATI PERILAKU KONSUMTIF PADA MAHASISWI DITINJAU DARI KONFORMITAS TEMAN SEBAYA SKRIPSI Oleh: KEN PRIMA PRADYUMNATI 10.40.0215 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG 2015 PERILAKU KONSUMTIF

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan 6 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pernikahan 2.1.1. Pengertian Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan adalah nikah,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 10 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Self Compassion 1. Pengertian Self Compassion Menurut pendapat Neff (2011) self compassion adalah mememberikan pemahaman dan kebaikan kepada diri sendiri ketika mengalami kegagalan

Lebih terperinci

DAMPAK PSIKOLOGIS KEKERASAN SEKSUAL INCEST PADA REMAJA SKRIPSI ELLYA RAKHMAWATI

DAMPAK PSIKOLOGIS KEKERASAN SEKSUAL INCEST PADA REMAJA SKRIPSI ELLYA RAKHMAWATI DAMPAK PSIKOLOGIS KEKERASAN SEKSUAL INCEST PADA REMAJA SKRIPSI ELLYA RAKHMAWATI 05.40.0096 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG 2016 DAMPAK PSIKOLOGIS KEKERASAN SEKSUAL INCEST

Lebih terperinci

PERILAKU MEROKOK PADA REMAJA DITINJAU DARI KONSEP DIRI DI SMP X SEMARANG

PERILAKU MEROKOK PADA REMAJA DITINJAU DARI KONSEP DIRI DI SMP X SEMARANG PERILAKU MEROKOK PADA REMAJA DITINJAU DARI KONSEP DIRI DI SMP X SEMARANG SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata Semarang untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Guna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk berstruktur lanjut usia (aging structured population) karena dari tahun ke tahun, jumlah penduduk Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakang. inidikarenakanadanyakonsepbahwamanusiamerupakanmakhluksosial.sehi

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakang. inidikarenakanadanyakonsepbahwamanusiamerupakanmakhluksosial.sehi BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang Interaksi dengan sesama individu merupakan sesuatu hal sangat penting dalam kehidupan manusia, inidikarenakanadanyakonsepbahwamanusiamerupakanmakhluksosial.sehi nggadalamsetiaptahapperkembangankehidupanmanusiadarimasaanakanak,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Forgiveness 1. Pengertian forgiveness Menurut McCullough, forgiveness merupakan sikap seseorang yang telah disakiti untuk tidak melakukan perbuatan balas dendam terhadap pelaku,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu sejak dilahirkan akan berhadapan dengan lingkungan yang menuntutnya untuk menyesuaikan diri. Penyesuaian diri yang dilakukan oleh individu diawali dengan penyesuaian

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DENGAN ORANGTUA DAN PERILAKU SEKSUAL REMAJA

HUBUNGAN ANTARA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DENGAN ORANGTUA DAN PERILAKU SEKSUAL REMAJA HUBUNGAN ANTARA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DENGAN ORANGTUA DAN PERILAKU SEKSUAL REMAJA SKRIPSI ZITA PUTRI ANINDA CHRISTI 09.40.0197 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG 2014 DAFTAR

Lebih terperinci