SURAT KEPUTUSAN KEPALA RUMAH SAKIT TK.IV SINGKAWANG NOMOR :SK.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SURAT KEPUTUSAN KEPALA RUMAH SAKIT TK.IV SINGKAWANG NOMOR :SK."

Transkripsi

1 SURAT KEPUTUSAN KEPALA RUMAH SAKIT TK.IV SINGKAWANG NOMOR :SK. TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENENTUAN MATI DAN PENGHENTIAN RESUSITASI DARURAT SERTA PENGHENTIAN/ PENUNDAAN BANTUAN HIDUP KEPALA RUMAH SAKIT TK.IV SINGKAWANG Menimbang : a. bahwa untuk menentukan sikap Tim Medis dalam menghadapi pasien yang sudah tidak ada harapan pulih kembali perlu ditetapkan petunjuk pelaksanaan penentuan mati dan penghentian resusitasi. b. bahwa petunjuk pelaksanaan penentuan mati serta penghentian/penundaan bantuan hidup masih menjadi masalah yang dihadapi oleh para dokter baik di dalam maupun di luar rumah sakit sehingga tidak terjadi kesalahan-kesalahan c. bahwa untuk kelancaran penentuan mati dan penghentian/penundaan bantuan dalam pelayanan terhadap pasien.hidup di RS TK.IV Singkawang,perlu ditetapkan dan diberlakukan dengan Surat Keputusan Kepala Rumah Sakit. Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. 2. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. 3. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. 4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Hak Asasi Manusia. 5. Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 269/Menkes/Per/III/2008 Tentang Rekam Medis. 6. Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 290/Menkes/Per/III/2008 Tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran. 7. Fatwa IDI tentang Mati dan Pengakhiran Resusitasi Jangka Panjang Peraturan KASAD Nomor 74 Tahun 2014 Tanggal 2 Desember Tentang Organisasi dan Tugas Detasemen Kesehatan Wilayah (Orgas Denkesyah) MEMUTUSKAN : Menetapka : PETUNJUK PELAKSANAAN PENENTUAN MATI DAN PENGHENTIAN RESUSITASI n DARURAT SERTA PENGHENTIAN/PENUNDAAN BANTUAN HIDUP RS TK.IV SINGKAWANG. Pertama : Memberlakukan Petunjuk Pelaksanaan Penentuan Mati dan Penghentian Resusitasi Darurat Serta Penghentian/Penundaan Bantuan Hidup sebagaimana terlampir dalam surat keputusan ini. 1

2 Kedua : Petunjuk Pelaksanaan Penentuan Mati dan Penghentian Resusitasi Darurat Serta Penghentian/Penundaan Bantuan Hidup mengacu pada standar pelayanan medik, etika profesi serta standar pelayanan rumah sakit. Kepala Rumah Sakit Tk.IV Singkawang dr.anton Tri Prasetiyo,Sp.OG Mayor Ckm NRP

3 LAMPIRAN SURAT KEPUTUSAN KEPALA RUMAH SAKIT TK.IV SINGKAWANG NOMOR : TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENENTUAN MATI DAN PENGHENTIAN RESUSITASI DARURAT SERTA PENGHENTIAN/ PENUNDAAN BANTUAN HIDUP BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Pengertian 1. Mati adalah bila fungsi spontan pernafasan dan jantung terlah berhenti secara pasti/ireversibel (mati klasis) atau telah terbukti mati batang otak. 2. With-drawing life supports adalah penghentian bantuan hidup 3. With-holding life supports adalah penundaan bantuan hidup 4. Mati klasis adalah fungsi spontan pernafasan dan sirkulasi telah berhenti secara pasti dan dapat diketahui setelah dicoba melakukan resusitasi darurat. 5. Mati klinis adalah henti nafas (tidak ada usaha nafas spontan) ditambah henti jantung dan sirkulasi darah total dengan semua aktivitas otak terhenti, tetapi tidak pasti (reversible) 6. Mati jantung yaitu asistol ventricular yang membandel (garis datar pada EKG) selama paling sedikit 30 menit setelah dilakukan resusitasi dan pengobatan optimal. 7. Intensice Care Unit (ICU) dan High Care Unit (HCU) adalah unit/bagian rumah sakit yang mempunyai sarana, prasarana serta peralatan khusus yang ditujukan untuk observasi, perawatan dan terapi pasien-pasien yang menderita penyakit, cedera atau penyulit-penyulit yang mengancam nyawa, atau potensial mengancam nyawa dengan prognosis dubia. 8. Resusuitasi Jantung Paru (RJP) adalah upaya mengambalikan fungsi nafas dan atau sirkulasi yang berhenti oleh sebab yang datangnya tiba-tiba dan pada orang yang bilamana kedua fungsi tadi pulih kembali akan hidup normal selanjutnya. 9. Kriteria do not resuscitate (DNR) adalah untuk pasien-pasien dengan fungsi otak yang masih ada atau pasien yang masih mempunyai harapan dalam pemulihan otak, yang mengalami kegagalan jantung paru atau organ yang lainatau dalam tingkat akhir penyakit yang tidak dapat disembuhkan, misalnya karsinomatosislanjut. Semua yang memungkinkan masih tetap dilakukan demi kenyamanan pasien. Namun jika terjadi henti jantung, RJP tidak dilakukan. 3

4 10. Resusitasi darurat adalah resusitasi yang dilakukan dalam keadaan darurat untuk mengatasi berhentinya nafas dan atau sirkulasi. 11. Resusitasi jangka panjang adalah resusitasi fase ketiga yang dilakukan di ICU. 12. Penghentian bantuan hidup (euthanasia pasif) adalah menghentikan sebagian atau semua terapi life support yang sudah terlanjur diberikan. 13. Status vegetative menetap merupakan kerusakan otak berat bihemisfer (fungsi batang otak relative baik) ireversibel yang menyebabkan pasien dalam keadaan tidak sadar menetap dan tidak responsive, tetapi masih mempunyai aktivitas elektroensefalogram (EEG) sampai tingkat tertentu. Ini harus dibedakan dari mati serebral yang EEG-nya isoelektrik. Status vegetative ini dibedakan dengan lock-in syndrome yang masih mempunyai daur sadar-tidur (pasien sesungguhnya masih sadar tapi tidak responsif). 4

5 BAB II TUJUAN Pasal 2 Tujuan Umum a. Memberikan petunjuk pelaksanaan dalam menentukan kematian seseorang,penghentian resusitasi darurat serta penghentian/penundaan bantuan hidup. b. Memberikan perlindangan hukum bagi keluarga pasien dan tenaga kesehatan yang terkait dalam penentuan mati dan penghentian/penundaan bantuan hidup. Pasal 3 Tujuan Khusus Petunjuk Pelaksanaan Penentuan Mati a. Menjelaskan tentang langkah-langkah untuk penetapan mati klasik. b. Menguraikan kapan waktu untuk melakukan atau tidak melakukan serta mengakhiri resusitasi. c. Menjelaskan tentang langkah-langkah untuk menghentikan dan atau menunda bantuan hidup. 5

6 BAB III PRINSIP DASAR DAN LANGKAH-LANGKAH PENENTUAN MATI Seseorang dinyatakan mati jika: Pasal 4 Persyaratan Mati a. Fungsi spontan nafas dan sirkulasi berhenti secara pasti/ireversibel, atau b. Telah terbukti terjadi Mati Batang Otak (MBO) Pasal 5 Mati Klinis/Henti Jantung 1) Tanda-tanda orang dengan mati klinis atau henti jantung/nafas, yaitu: a. Tidak sadar. b. Sirkulasi darah berhenti, dimana nadi karotis tidak ada pulsasi. c. Pernafasan spontan berhenti (di mana tidak ada nafas setelah dilakukan pemeriksaan misalnya dengan kaca/serat/kapas) atau gasping. d. Death like appearance e. Warna kulit pucat sampai kelabu f. Pupil dilatasi maksimum dan refleks negatif. 2) Upaya resusitasi darurat dilakukan pada keadaa mati klinis, jika diragukan apakah fungsi spontan jantung dan pernafasan telah berhenti secara pasti/ireversibel. Pasal 6 Tanda-tanda Mati Pada resusitasi darurat, seseorang dinyatakan mati bila : a. Terdapat tanda-tanda klinis mati otak, bila sesudah resusitasi selama menit atau lebih, pasien tetap tidak sadar, nafas spontan dan gag reflex tetap negatif, pupil tetap dilatasi, kecuali pasien dalam keadaan hipotermik, di bawah pengaruh batbiturat atau obat-obat sedasi b. Terdapat tanda-tanda mati jantung (asistol ventrikuler yang membandel / garis datar pada EKG) selama sekurang-kurangnya 30 menit setelah dilakukan resusitasi dengan pengobatan optimal. 6

7 BAB IV RESUSITASI Pasal 7 Indikasi Tindakan Resusitasi Upaya resusitasi dilakukan pada keadaan mati klinis yaitu bila denyut nadi besar (sirkulasi) dan nafas berhenti tetapi diragukan apakah kedua fungsi spontan jantung dan pernafasan telah berhenti secara pasti/ireversible, misalnya: a. Infrak jantung kecil, yang mengakibatkan kematian listrik. b. Serangan Adams-Stokes c. Hipoksia akut d. Keracunan dan kelebihan dosis obat-obatan e. Refleks vagal f. Tenggelam dan kecelakaan-kecelakaan lain yang masih memberi peluang hidup. Pasal 8 Keadaan Yang Tidak Dilakukan Resusitasi Resusitasi tidak dilakukan pada situasi ; 1. Kematian normal, seperti yang biasa terjadi pada penyakit akut atau kronik yang berat. Pada keadaan ini denyut jantung dan nadi berhenti pertama kali pada suatu saat, ketika jantung dan organisme secara keseluruhan dipengaruhi oleh penyakit tersebut sehingga tidak mungkin untuk tetap hidup lebih lama lagi. 2. Stadium terminal penyakit yang tidak dapat disembuhkan lagi. 3. Fungsi otak tidak akan pulih, sesudah 0,5-1 jam terbukti dan dipastikan tidak ada nadi pada normotermia tanpa RJP. 4. Pasien dengan kriteria do not resuscitate (DNR) atau semua tindakan medis kecuali RJP yang ditujukan pada pasien dengan funsi otak yang tetap ada atau dengan harapan pemulihan otak, yang mengalami kegagalan jantung paru-paru atau organ multipel yang lain atau dalam stadiu akhir penyakit yang tidak dapat disembuhkan. Pasal 9 Pengakhiran Tindakan Resusitasi 1. Dalam keadaan darurat resusitasi dapat diakhiri bila ada salah satu dari berikut ini: a. Telah timbul kembali sirkulasi dan ventilasi spontan yang efektif b. Upaya resusitasi telah diambil alih oleh orang lain yang lebih kompeten dan bertanggung jawab meneruskan resusitasi 7

8 c. Seorang dokter mengambil alih tanggung jawab dimana sebelumnya dilakukan oleh tenaga bukan dokter d. Penolong terlalu lelah, sehingga tidak sanggup melanjutka resusitasi e. Pasien dinyatakan mati f. Diketahui kemudian, bahwa saat melakukan resusitasi, ternyata pasien berada dalam stadium terminal suatu penyakit yang tidak dapat disembuhkan lagi, atau hampir dapat dipastikan bahwa pasien tidak akan memperoleh kembali fungsi serebralnya, yaitu sesudah 0,5 1 jam, terbukti tidak ada nadi pada normotermia tanpa resusitasi jantung paru. 2. Resusitasi jangka panjang diakhir pada salah satu berikut ini: a. Mati batang otak b. Stadium terminal suatu penyakit yang sudah tidak dapat disembuhkan lagi misalnya status vegetatis menetap. 8

9 BAB V PENENTUAN MATI BATANG OTAK (MB0) Pasal Keputusan mati batang otak adalah keputusan medis, sehingga yang berwenang untuk memutuskan adalah tim tenaga medis. 2. Tenaga medis yang dimaksud terdiri dari sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang dokter yang kompeten (2 orang dokter diantaranya adalah 1 dokter spesialis anestesiologi / intensivis, dan 1 dokter spesialis syaraf), yang ditunjuk oleh Komite Medik RS. Dr. Cipto Mangunkusumo. 3. Keputusan ini dibuat dengan berita acara pengujian dan pengambil keputusan. Diagnosis Mati Batang Otak (MBO) harus dibuat di ruang ICU dan HCU kecuali pada keadaan tertentu dapat dilakukan diluar tempat tersebut. Pasal 11 TANDA-TANDA Tanda-tanda fungsi batang otak yang menghilang adalah: a. Tidak terdapat sikap tubuh yang abnormal (dekortikasi atau deserebrasi) b. Tidak terdapat sentakan epileptik c. Tidak terdapat refleks-refleks batang otak d. Tidak terdapat nafas spontan Pasal 12 Syarat Dan Prosedur Pengujian Mati Batang Otak (MBO) 1. Syarat pengujian Mati Batang Otaka (MBO) adalah sebagai berikut: a. Diyakini bahwa telah terdapat prakondisi tertentu yaitu koma dan apnea karena kerusakan otak struktural yang tak dapat diperbaiki lagi, dengan kemungkinan Mati Batang Otaka (MBO). b. Menyingkirkan penyebab koma dan henti nafas yang reversibel (obat-obatan, intoksikasi, gangguan metabolik dan hipotermia). 2. Prosedur Pengajuan Mati Batang Otak (MBO). a. Memastikan hilangnya refleks batang otak dan henti nafas yang menetap. Yang dimaksud hilangnya refleks batang otak yaitu ; 1. Tidak ada respons terhadap cahaya, 2. Tidak ada refleks kornea, 3. Tidak ada refleks vestibulo-okular, 4. Tidak ada respons motor terhadap rangsang adekuat pada area somatik, 9

10 5. Tidak ada refleks muntah (gag reflex) atau refleks batuk karena rangsang oleh kateter isap yang dimasukkan kedalam trakea, 6. Tes henti nafas positif, dilakukan dengan cara : a) pre oksigenisasi dengan O2 100% selama 10 menit; b) pastikan Pco2 awal testing dalam batas torr dengan memakai kapnograf dan atau analisis gas darah (AGD); c) lepaskan pasien dari ventilator, insuflasikan trakea dengan O2 100%, 6 liter/menit melalui kateter intra trakeal melewati karina; d) lepaskan ventilator selama 10 menit; d) bila pasien tetap tidak bernafas, tes dinyatakan positif (henti nafas menetap) b. Bila tes hilangnya refleks batang otak dinyatakan positif, tes diulang lagi 25 menit kemudian. c. Bila tes tetap positif,pasien dapat dinyatakan mati, kendatipun jantung masih berdenyut, maka ventilator harus segera dihentikan. d. Pasien dinyatakan mati ketika batang otak dinytakan mati, bukan sewaktu mayat dilepas dari ventilator dan jantung berhenti berdenyut. e. Untuk diagnosis mati batang otak, tidak diperlukan EEGatau TCD (Trans Cranial Dopper ). f. Bila pasien merupakan donor organ, ventilator dan terapi diteruskan sampai organ yang dibutuhkan diambil. Khusus pada penentuan Mati Batang Otak (MBO) untuk kepentingan transplantasi, tiga dokter yang menyatakan MBO harus tidak ada sangkut paut dengan tindakan transplantasi. Hal ini hendaknya segera diberitahukan kepada tim transplantasi. Pembedahan dapat dilaksanakan sesuai kesepakatan tim operasi. g. Bila dokter yang bertugas ragu-ragu mengenai diagnosis primer, kausa disfungsi batak otak reversibel ( obat atau gangguan metabolik ) dan kelengkapan tes klinis, maka hendaknya jangan dibuat diagnosis MBO.. 10

11 BAB VI PENGHENTIAN/PENUNDAAN BANTUAN HIDUP Pasal 13 Penghentian/Penundaan bantuan hidup dilakukan apabila situasi dan keadaan pasien belum mati, tetapi tindakan terapeutik/paliatif tidak ada gunanya lagi, sehingga bertentangan dengan tujuan ilmu kedokteran (memperpanjang kehidupan dan bukan memperpanjang kematian ), maka tindakan terapeutik/paliatif dapat dihentikan. Pasal 14 STATUS PEGETATIF Status vegetatif menetap (sindroma apalika, mati sosial ) a. adanya kerusakan otak berat bihemisfer ireversibel pada pasien yang tetap tidak sadar dan tidak responsif b. Harus dibedakan dari mati serebal dan dari MBO/mati otak (MO) c. EEG masih aktif, beberapa reflex masih utuh. d. Mungkin dapat dilakukan withdrawing/with-holding life supports Pasal 15 Tindakan luar biasa untuk bantuan hidup/life support mencakup (yang dihentikan atau ditunda) : a. Rawat di ICU b. Rjp c. Pengendalian distrima d. Intubasi trakeal e. Ventilasi mekanis f. Obat Vasoaktif kuat g. Nutrisi parenteral total h. Organ artificial i. Transplantasi j. Transfusi darah k. Monitoring invasive l. Antibiotika m. Makanan lewat pipa enteraql n. Cairan dasar IV (DSW,NS,RL, dsb) Pasal 16 Keputusan untuk menghentikan tindakan terapeutik/paliatif, setidaknya dikonsultasikan dengan 3 (tiga) orang dokter yang berkompeten, salah satunya dokter spesialis anestesiologi/intensivis, sedangkan 2 lainnya sesuai kasus, Ketiga dokter ini ditunjuk oleh Komite Medik RSCM. 11

12 Pasal 17 PROSEDUR PENGHENTIAN 1. Prosedur penghentian bantuan hidup ditetapkan berdasarkan klasifikasi setiap pasien di ICU/HCU, yakni : a. Bantuan total dilakukan untuk pasien sakit atau cedera kritis yang diharapkan tetap dapat hidup tanpa kegagalan otak berat yang menetap, Walaupun system organ vital terpengaruh, tetapi tidak menyebabkan kerusakan ireversibel. Semua yang memungkinkan dilakukan untuk mengurangi mortalitas dan meningkatkan morbitaditas. b. Semua dilakukan kecuali RJP: untuk pasien pasien dengan fungsi otak yang tetap ada atau dengan harapan pemulihan otak, yang mengalami kegagalan jantung paru atau organ yang lain atau dalam tingkat akhir penyakit yang tidak dapat disembuhkan c. Tidak dilakukan tindakan-tindakan luar biasa ; untuk pasien-pasien yang diterafi hanya memperpanjang kematian, bukannya kehidupan. Pada pasien ini dapat dilakukan with-drawing atau with-holding, Pasien yang sadar tapi tanpa harapan tindakan dilakukan agar pasien merasa nyaman dan bebas nyeri. d. Pada penentuan dan sertifikasi mati batang otak, semua bantuan hidup untuk pasien dengan hilangnya fungsi batang otak yang ireversibel, diakhiri, Setelah criteria MBO yang telah ada dipenuhi, pasien dinyatakan meninggal dan semua terapi dihentikan. Jika sedang dipertimbangkan donasi organ, bantuan jantung paru pasien diteruskan sampai organ yang diperlukan telah diambil. 2. Bila didapatkan seorang calon pasien dengan klasifikasi 3 maka hal ini perlu dikonsultasikan dengan 2 orang dokter lain yang ditunjuk oleh Komite Medik RS Dr. Cipto Mangunkusumo Pasal 18 Penghentian/Penundaan Bantuan Hidup 1. Keputusan penghentian/penundaan bantuan hidup atau with-drawing/with-holding adalah keputusan medis dan etis ; a. Dilakukan oleh sebuah tim yang terdiri dari 3 (tiga) orang dokter yang kompeten, dimana salah satunya adalah dokter spesialis anestesiologi/intensives, dan 2 (dua) orang dokter lainnya dengan pertimbangan yang mencakup kondisi pasien, kondisi Rumah Sakit, dan memberikan bantuan hidup yang tidak efisien/kesia-siaan medis 12

13 b. Sebelum keputusan penghentian/penundaan bantuan hidup dilaksanakan, dan pertimbangan keputusannya. c. Dalam hal tidak dijumpai adanya keluarga pasien,maka harus diperoleh persetujuan dari pimpinan Rumah Sakit atau Komite Medik Rumah Sakit. 2. Pihak pasien dan keluarga pasien (atas nama pasien) dapat meminta dokter untuk melakukan penghentian penggunaan life supports atau menilai keadaan pasien untuk tujuan tersebut. Dalam hal demikian terdapat tiga kemungkinan yaitu : a. Pasien masih mampu membuat keputusan (kompeten) dan menyatakan keinginannya sendiri b. Pasien tidak kompeten tetapi telah mewasiatkan pesannya tentang hal ini yang dapat berupa : Pesan spesifik yang menyatakan agar dilakukan with-drawing withholding apabila mencapai keadaan futility Pesan yang menyatakan agar keputusan didelegasikan kepada seseorang tertentu (surrogate decision maker) c. Pasien yang tidak kompeten dan belum berwasiat, namun keluarga pasien yakin bahwa seandainya pasien kompeten akan memutuskan seperti itu, berdasarkan kepercayaan dan nilai-nilai yang selama ini dianutnya. 3. Untuk pernyataan pada ayat 2 permintaan pasien tersebut harus dipenuhi 4. Khusus untuk pasien yang belum memenuhi syarat untuk penghentian life support, keluarga pasien dapat meminta untuk melakukan penghentian life support karena sebab apapun dengan syarat sebagai berikut ; a. harus diatas formulir bermaterai, b. dicantumkan dalam catatan medis dan harus dipenuhi setelah dijelaskan risiko akibat penghentian life supports. 5. Keputusan with-drawing/with-holding dilakukan pada pasien yang dirawat ICU atau HCU 13

14 BAB VII KOMUNIKASI Pasal Untuk keadaan MBO, sebelum melakukan prosedur pengujian tidak adanya reflex batang otak, dokter wajib menjelaskan keadaan pasien, yang mencakup pengertian batang otak, dan tindak lanjutnya kepada keluarga pasien. 2. Segala informasi yang disampaikan kepada keluarga pasien dicatat dalam Rekam medik. Pasal Untuk tindakan with-drawing/with-holding, dokter menjelaskan bersama-sama dengan petugas yang ditunjuk oleh Komite Medik kepada keluarga pasien tentang akan dilaksanakannya with-drawing/with-holding. 2. Informasi yang disampaikan oleh tim,dicatat dan ditanda tangani oleh keluarga pasien sebagai bukti bahwa dokter telah memberikan informasi. Pasal 21 Komunikasi dengan tim transplanasi dilakukan sedini mungkin, bila ada donor organ dari pasien yang akan dinyatakan MBO BAB VIII PENUTUP Pasal Hal-hal yang belum diatur dalam keputusan ini, akan diatur lebih lanjut dengan keputusan Direktur Utama 2. Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan, dengan ketentuan apabila terdapat kekeliruan akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya Kepala Rumah Sakit Tk.IV Singkawang dr.anton Tri Prasetiyo,Sp.OG MayorCkmNRP

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2014 TENTANG PENENTUAN KEMATIAN DAN PEMANFAATAN ORGAN DONOR

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2014 TENTANG PENENTUAN KEMATIAN DAN PEMANFAATAN ORGAN DONOR PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2014 TENTANG PENENTUAN KEMATIAN DAN PEMANFAATAN ORGAN DONOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MEDIS TENTANG AKHIR KEHIDUPAN. dr. Soetedjo, SpS(K) Bagian Neurologi/Histologi FK UNDIP

KEPUTUSAN MEDIS TENTANG AKHIR KEHIDUPAN. dr. Soetedjo, SpS(K) Bagian Neurologi/Histologi FK UNDIP KEPUTUSAN MEDIS TENTANG AKHIR KEHIDUPAN dr. Soetedjo, SpS(K) Bagian Neurologi/Histologi FK UNDIP PENDAHULUAN Bagi manusia ternyata tidak enak : Diingatkan akan kematian Berpikir akan kematian Membicarakan

Lebih terperinci

PANDUAN PENOLAKAN RESUSITASI (DNR)

PANDUAN PENOLAKAN RESUSITASI (DNR) PANDUAN PENOLAKAN RESUSITASI (DNR) A. PENGERTIAN Resusitasi merupakansegala bentuk usaha medis, yang dilakukan terhadap mereka yang berada dalam keadaan darurat atau kritis, untuk mencegah kematian. Do

Lebih terperinci

DO NOT RESUSCITATE BAB I DEFINISI

DO NOT RESUSCITATE BAB I DEFINISI BAB I DEFINISI I. DEFINISI II. 1. Tindakan Do Not Resucitate ( DNR ) adalah suatu tindakan dimana apabila pasien mengalami henti jantung dan atau henti napas para medis tidak akan dipanggil dan tidak akan

Lebih terperinci

CODE BLUE SYSTEM No. Dokumen No. Revisi Halaman 1/4 Disusun oleh Tim Code Blue Rumah Sakit Wakil Direktur Pelayanan dan Pendidikan

CODE BLUE SYSTEM No. Dokumen No. Revisi Halaman 1/4 Disusun oleh Tim Code Blue Rumah Sakit Wakil Direktur Pelayanan dan Pendidikan Standar Prosedur Operasional (SPO) PENGERTIAN TUJUAN KEBIJAKAN PROSEDUR CODE BLUE SYSTEM No. Dokumen No. Revisi Halaman 1/4 Disusun oleh Diperiksa Oleh Tim Code Blue Rumah Sakit Wakil Direktur Pelayanan

Lebih terperinci

RESUSITASI JANTUNG PARU ( RJP ) CARDIO PULMONARY RESUSCITATION ( CPR )

RESUSITASI JANTUNG PARU ( RJP ) CARDIO PULMONARY RESUSCITATION ( CPR ) RESUSITASI JANTUNG PARU ( RJP ) CARDIO PULMONARY RESUSCITATION ( CPR ) 1 MINI SIMPOSIUM EMERGENCY IN FIELD ACTIVITIES HIPPOCRATES EMERGENCY TEAM PADANG, SUMATRA BARAT MINGGU, 7 APRIL 2013 Curiculum vitae

Lebih terperinci

RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK CITRA INSANI SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR NO /SK-DIR/RSIA-CI/VIII/2014 TENTANG PERSETUJUAN TINDAKAN KEDOKTERAN (INFORMED CONSENT)

RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK CITRA INSANI SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR NO /SK-DIR/RSIA-CI/VIII/2014 TENTANG PERSETUJUAN TINDAKAN KEDOKTERAN (INFORMED CONSENT) RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK CITRA INSANI SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR NO /SK-DIR/RSIA-CI/VIII/2014 TENTANG PERSETUJUAN TINDAKAN KEDOKTERAN (INFORMED CONSENT) DIREKTUR RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK CITRA INSANI Menimbang

Lebih terperinci

PANDUAN PELAYANAN RESUSITASI RUMAH SAKIT PUSAT PERTAMINA BAB I

PANDUAN PELAYANAN RESUSITASI RUMAH SAKIT PUSAT PERTAMINA BAB I Lampiran Surat Keputusan Direktur RSPP No. Kpts /B00000/2013-S0 Tanggal 01 Juli 2013 PANDUAN PELAYANAN RESUSITASI RUMAH SAKIT PUSAT PERTAMINA 2 0 1 3 BAB I 0 DEFINISI Beberapa definisi Resusitasi Jantung

Lebih terperinci

Pedoman Pelaksanaan Persetujuan Tindakan Kedokteran (Informed Consent)

Pedoman Pelaksanaan Persetujuan Tindakan Kedokteran (Informed Consent) Pedoman Pelaksanaan Persetujuan Tindakan Kedokteran (Informed Consent) Rumah Sakit xy Pedoman Pelaksanaan Persetujuan Tindakan Kedokteran 1. Umum a. Bahwa masalah kesehatan seseorang (pasien) adalah tanggung

Lebih terperinci

Bantuan Hidup Dasar. (Basic Life Support)

Bantuan Hidup Dasar. (Basic Life Support) Bantuan Hidup Dasar (Basic Life Support) Sistem utama tubuh manusia Sistem Pernapasan Sistem Peredaran Darah Mati Mati klinis Pada saat pemeriksaan penderita tidak menemukan adanya fungsi sistem perdarahan

Lebih terperinci

Sabtu, 07 Januari 2012

Sabtu, 07 Januari 2012 Sabtu, 07 Januari 2012 Dilema etik keperawatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini menghadapi pasien yang dalam kondisi antara hidup dan mati kadang menimbulkan dilema. Meminta petimbangan

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR RS ROYAL PROGRESS NOMOR /2012 TENTANG KEBIJAKAN PELAYANAN RUMAH SAKIT ROYAL PROGRESS

PERATURAN DIREKTUR RS ROYAL PROGRESS NOMOR /2012 TENTANG KEBIJAKAN PELAYANAN RUMAH SAKIT ROYAL PROGRESS PERATURAN DIREKTUR RS ROYAL PROGRESS NOMOR /2012 TENTANG KEBIJAKAN PELAYANAN RUMAH SAKIT ROYAL PROGRESS Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit Royal Progress, maka diperlukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Keadaan Gawat Darurat bisa terjadi kapan saja, siapa saja dan dimana saja.

BAB 1 PENDAHULUAN. Keadaan Gawat Darurat bisa terjadi kapan saja, siapa saja dan dimana saja. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keadaan Gawat Darurat bisa terjadi kapan saja, siapa saja dan dimana saja. Kondisi ini menuntut kesiapan petugas kesehatan untuk mengantisipasi kejadian itu. Bila

Lebih terperinci

PELAYANAN BEDAH DAN ANESTESI

PELAYANAN BEDAH DAN ANESTESI PELAYANAN BEDAH DAN ANESTESI STANDAR, MAKSUD DAN TUJUAN, ELEMEN PENILAIAN ORGANISASI DAN MANAJEMEN Standar PAB.1. Tersedia pelayanan anestesi (termasuk sedasi moderat dan dalam) untuk memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

PELAYANAN BEDAH DAN ANESTESI (PAB)

PELAYANAN BEDAH DAN ANESTESI (PAB) PELAYANAN BEDAH DAN ANESTESI (PAB) STANDAR, MAKSUD DAN TUJUAN, ELEMEN PENILAIAN ORGANISASI DAN MANAJEMEN >/= 8% Terpenuhi 2-79% Terpenuhi sebagian < 2% Tidak terpenuhi Standar PAB.1. Tersedia pelayanan

Lebih terperinci

FORMULIR PERMINTAAN PELAYANAN SPIRITUAL BERDASARKAN AGAMA DAN KEPERCAYAAN PASIEN

FORMULIR PERMINTAAN PELAYANAN SPIRITUAL BERDASARKAN AGAMA DAN KEPERCAYAAN PASIEN FORMULIR PENGKAJIAN SPIRITUAL PASIEN Nama: L No. Register: Umur: Ruang: No. Rekam Medik: P 1. Keyakinan pasien terhadap Tuhan yang memotivasi kesembuhan:......... 2. Nilai-nilai hidup pasien:............

Lebih terperinci

PANDUAN PERSETUJUAN TINDAKAN KEDOKTERAN RUMAH SAKIT RAWAMANGUN

PANDUAN PERSETUJUAN TINDAKAN KEDOKTERAN RUMAH SAKIT RAWAMANGUN PANDUAN PERSETUJUAN TINDAKAN KEDOKTERAN RUMAH SAKIT RAWAMANGUN RUMAH SAKIT RAWAMANGUN JAKARTA, INDONESIA 2013 Panduan Persetujuan Tindakan Kedokteran (Informed Consent) Rumah Sakit Rawamangun Paduan Pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan mengalami penurunan toleransi terhadap aktivitas fisik, penurunan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. akan mengalami penurunan toleransi terhadap aktivitas fisik, penurunan kualitas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kematian mendadak hingga saat ini masih menjadi penyebab utama kematian. WHO menjelaskan bahwa sebagian besar kematian mendadak dilatarbelakangi oleh penyakit kardiovaskuler

Lebih terperinci

SURAT PERNYATAAN JANGAN DILAKUKAN RESUSITASI ( DO NOT RESUCITATE )

SURAT PERNYATAAN JANGAN DILAKUKAN RESUSITASI ( DO NOT RESUCITATE ) Jl.K.H. ZainalMustofa No. 310 Tasikmalaya Telp. ( 0265 ) 322333, Fax. ( 0265 ) 326767, E-Mail : rumahsakit.tmc@gmail.com www.rstmc.co.id SURAT PERNYATAAN JANGAN DILAKUKAN RESUSITASI ( DO NOT RESUCITATE

Lebih terperinci

SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR Nomor:000/SK/RSMH/I/2016

SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR Nomor:000/SK/RSMH/I/2016 SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR Nomor:000/SK/RSMH/I/2016 TENTANG PELAYANAN PENANGANAN HENTI JANTUNG (RESUSITASI) DI RS.MITRA HUSADA DIREKTUR RS.MITRA HUSADA Menimbang : a. bahwa dalam upaya memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI DKI JAKARTA RUMAH SAKIT UMUM KELAS D KOJA Jl. Walang Permai No. 39 Jakarta Utara PANDUAN ASESMEN PASIEN TERMINAL

PEMERINTAH PROVINSI DKI JAKARTA RUMAH SAKIT UMUM KELAS D KOJA Jl. Walang Permai No. 39 Jakarta Utara PANDUAN ASESMEN PASIEN TERMINAL PEMERINTAH PROVINSI DKI JAKARTA RUMAH SAKIT UMUM KELAS D KOJA Jl. Walang Permai No. 39 Jakarta Utara PANDUAN ASESMEN PASIEN TERMINAL I. DEFINISI Pelayanan pada tahap terminal adalah pelayanan yang diberikan

Lebih terperinci

Digunakan untuk mengukur suhu tubuh. Digunakan untuk memeriksa suara dari dalam tubuh seperti detak jantung, usus, denyut nadi dan lain-lain

Digunakan untuk mengukur suhu tubuh. Digunakan untuk memeriksa suara dari dalam tubuh seperti detak jantung, usus, denyut nadi dan lain-lain BEBERAPA PERALATAN DI RUANG ICU 1. Termometer 2. Stethoscope Digunakan untuk mengukur suhu tubuh 3. Tensimeter Digunakan untuk memeriksa suara dari dalam tubuh seperti detak jantung, usus, denyut nadi

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT PRIMA HUSADA NOMOR : 224/RSPH/I-PER/DIR/VI/2017 TENTANG PEDOMAN REKAM MEDIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT PRIMA HUSADA NOMOR : 224/RSPH/I-PER/DIR/VI/2017 TENTANG PEDOMAN REKAM MEDIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT PRIMA HUSADA NOMOR : 224/RSPH/I-PER/DIR/VI/2017 TENTANG PEDOMAN REKAM MEDIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR RUMAH SAKIT PRIMA HUSADA, Menimbang Mengingat : a.

Lebih terperinci

RJPO. Definisi. Indikasi

RJPO. Definisi. Indikasi Algoritma ACLS RJPO Definisi Resusitasi atau reanimasi mengandung arti harfiah menghidupkankembali, dimaksudkan usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah suatue pisode henti jantung berlanjut menjadi

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.673, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Perawat Anestesi. Penyelenggaraan. Pekerjaan. Pengawasan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 115 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN DAN PENETAPAN BESARAN TARIF PADA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN

Lebih terperinci

Penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan tidak ada obatnya, kematian tidak dapat dihindari dalam waktu yang bervariasi. (Stuard & Sundeen, 1995).

Penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan tidak ada obatnya, kematian tidak dapat dihindari dalam waktu yang bervariasi. (Stuard & Sundeen, 1995). PENYAKIT TERMINAL Pengertian Penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan tidak ada obatnya, kematian tidak dapat dihindari dalam waktu yang bervariasi. (Stuard & Sundeen, 1995). Penyakit pada stadium lanjut,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 290/MENKES/PER/III/2008 TENTANG PERSETUJUAN TINDAKAN KEDOKTERAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 290/MENKES/PER/III/2008 TENTANG PERSETUJUAN TINDAKAN KEDOKTERAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 290/MENKES/PER/III/2008 TENTANG PERSETUJUAN TINDAKAN KEDOKTERAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan Pasal 45

Lebih terperinci

PANDUAN ASUHAN PASIEN KOMA

PANDUAN ASUHAN PASIEN KOMA PANDUAN ASUHAN PASIEN KOMA RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA UNIT II RS PKU Muhammadiy Jl. Watesyah KMYogyakarta 5,5 Gamping, unit IISleman, Yogyakarta 5529 Telp. 027 699706, Fax. 027 699727 i RS PKU MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR PT. RUMAH SAKIT...No. T E N T A N G KEBIJAKAN HAK PASIEN DAN KELUARGA

SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR PT. RUMAH SAKIT...No. T E N T A N G KEBIJAKAN HAK PASIEN DAN KELUARGA SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR PT. RUMAH SAKIT...No. T E N T A N G KEBIJAKAN HAK PASIEN DAN KELUARGA RUMAH SAKIT... MEDAN ---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Lebih terperinci

BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) DAN RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP)

BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) DAN RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP) BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) DAN RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP) Artikel ini merupakan sebuah pengetahuan praktis yang dilengkapi dengan gambar-gambar sehingga memudahkan anda dalam memberikan pertolongan untuk

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK PENATA ANESTESI

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK PENATA ANESTESI PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK PENATA ANESTESI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemantauan intensif menggunakan metode seperti pulmonary arterial

BAB I PENDAHULUAN. pemantauan intensif menggunakan metode seperti pulmonary arterial BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ICU atau Intensive Care Unit merupakan pelayanan keperawatan khusus yang dikelola untuk merawat pasien sakit berat dan kritis, cidera dengan penyulit yang mengancam

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang Lingkup Keilmuan: Anastesiologi dan Ilmu Penyakit Dalam. Penelitian dimulai pada bulan juni 2013 sampai juli 2013.

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang Lingkup Keilmuan: Anastesiologi dan Ilmu Penyakit Dalam. Penelitian dimulai pada bulan juni 2013 sampai juli 2013. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang Lingkup Keilmuan: Anastesiologi dan Ilmu Penyakit Dalam. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian 1) Tempat penelitian: Ruang ICU (Intensive Care Unit)

Lebih terperinci

CONTOH PANDUAN PELAYANAN PASIEN TAHAP TERMINAL ( END of LIFE )

CONTOH PANDUAN PELAYANAN PASIEN TAHAP TERMINAL ( END of LIFE ) CONTOH PANDUAN PELAYANAN PASIEN TAHAP TERMINAL ( END of LIFE ) PENDAHULUAN Pasien yang menuju akhir hidupnya, dan keluarganya, memerlukan asuhan yang terfokus akan kebutuhan mereka yang unik. Pasien dalam

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR RS. PANTI WALUYO YAKKUM SURAKARTA Nomor : 2347a/PW/Sekr/VIII/2014 TENTANG

KEPUTUSAN DIREKTUR RS. PANTI WALUYO YAKKUM SURAKARTA Nomor : 2347a/PW/Sekr/VIII/2014 TENTANG KEPUTUSAN DIREKTUR RS. PANTI WALUYO YAKKUM SURAKARTA Nomor : 2347a/PW/Sekr/VIII/2014 TENTANG KEBIJAKAN PELAYANAN KEDOKTERAN DI RS. PANTI WALUYO YAKKUM SURAKARTA DIREKTUR RS. PANTI WALUYO YAKKUM SURAKARTA

Lebih terperinci

Ditetapkan Tanggal Terbit

Ditetapkan Tanggal Terbit ASSESMEN ULANG PASIEN TERMINAL STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Pengertian Tujuan Kebijakan Prosedur O1 dari 04 Ditetapkan Tanggal Terbit dr. Radhi Bakarman, Sp.B, FICS Direktur medis Asesmen ulang pasien

Lebih terperinci

RUMAH SAKIT. Oleh: Diana Holidah, M.Farm., Apt.

RUMAH SAKIT. Oleh: Diana Holidah, M.Farm., Apt. RUMAH SAKIT Oleh: Diana Holidah, M.Farm., Apt. DASAR HUKUM RUMAH SAKIT UU No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit. PerMenKes RI Nomor 1045/menkes/per/XI/2006 Tentang Pedoman organisasi rumah sakit di lingkungan

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR RSKB DIPONEGORO DUA SATU KLATEN NOMOR : 38/ SK- DIR/ DDS/ VII/ 2014

PERATURAN DIREKTUR RSKB DIPONEGORO DUA SATU KLATEN NOMOR : 38/ SK- DIR/ DDS/ VII/ 2014 PERATURAN DIREKTUR RSKB DIPONEGORO DUA SATU KLATEN NOMOR : 38/ SK- DIR/ DDS/ VII/ 2014 TENTANG KEBIJAKAN TENTANG KRETERIA PASIEN MASUK DAN PINDAH DARI PELAYANAN HIGH CARE UNIT (HCU) DI RSKB DIPONEGORO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pneumonia merupakan infeksi akut di parenkim paru-paru dan sering

BAB I PENDAHULUAN. Pneumonia merupakan infeksi akut di parenkim paru-paru dan sering BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia merupakan infeksi akut di parenkim paru-paru dan sering mengganggu pertukaran gas. Bronkopneumonia melibatkan jalan nafas distal dan alveoli, pneumonia lobular

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jantung yang prevalensinya paling tinggi dalam masyarakat umum dan. berperan besar terhadap mortalitas dan morbiditas.

BAB I PENDAHULUAN. jantung yang prevalensinya paling tinggi dalam masyarakat umum dan. berperan besar terhadap mortalitas dan morbiditas. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan pola hidup menyebabkan berubahnya pola penyakit infeksi dan penyakit rawan gizi ke penyakit degeneratif kronik seperti penyakit jantung yang prevalensinya

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 188/ /KEP/408.49/2015 TENTANG

KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 188/ /KEP/408.49/2015 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN PACITAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Jl. Jend. A. Yani No. 51 (0357) 881410 Fax. 883818 Pacitan 63511 Website : http://rsud.pacitankab.go.id, Email : rsud@pacitankab.go.id KEPUTUSAN DIREKTUR

Lebih terperinci

SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM TEUNGKU PEUKAN KABUPATEN ACEH BARAT DAYA

SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM TEUNGKU PEUKAN KABUPATEN ACEH BARAT DAYA SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM TEUNGKU PEUKAN KABUPATEN ACEH BARAT DAYA Nomor : / /RSUTP/SK/../2015 TENTANG SURAT PENUGASAN KLINIS DAN RINCIAN KEWENANGAN KLINIS dr. DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM

Lebih terperinci

HAK DAN KEWAJIBAN PASIEN, PERAWAT, RUMAH SAKIT DASAR HUKUM

HAK DAN KEWAJIBAN PASIEN, PERAWAT, RUMAH SAKIT DASAR HUKUM HAK DAN KEWAJIBAN PASIEN, PERAWAT, RUMAH SAKIT DASAR HUKUM 1. UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan 2. PP No. 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan 3. Keputusan Menteri Kesehatan No. 647/Menkes/SK/IV/2000

Lebih terperinci

CEKLIST KELENGKAPAN DOKUMEN AKREDITASI POKJA ASESMEN PASIEN (AP)

CEKLIST KELENGKAPAN DOKUMEN AKREDITASI POKJA ASESMEN PASIEN (AP) CEKLIST KELENGKAPAN DOKUMEN AKREDITASI POKJA ASESMEN PASIEN (AP) NO MATERI DOKUMEN NILAI KETERANGAN Elemen Penilaian AP.1 1 Pelaksanaan asesmen informasi dan informasi yang harus tersedia untuk pasien

Lebih terperinci

BAB I DEFINISI A. PENGERTIAN

BAB I DEFINISI A. PENGERTIAN BAB I DEFINISI A. PENGERTIAN Pelayanan yang beresiko tinggi merupakan pelayanan yang memerlukan peralatan yang kompleks untuk pengobatan penyakit yang mengancam jiwa, resiko bahaya pengobatan, potensi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. rumah sakit. Rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. rumah sakit. Rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Salah satu sarana untuk penyelenggaraan pembangunan kesehatan adalah rumah sakit. Rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. RJP. Orang awam dan orang terlatih dalam bidang kesehatanpun dapat. melakukan tindakan RJP (Kaliammah, 2013 ).

PENDAHULUAN. RJP. Orang awam dan orang terlatih dalam bidang kesehatanpun dapat. melakukan tindakan RJP (Kaliammah, 2013 ). PENDAHULUAN A. Latar Belakang Resusitasi jantung paru (RJP) merupakan tindakan darurat untuk mencegah kematian biologis dengan tujuan mengembalikan keadaan henti jantung dan napas (kematian klinis) ke

Lebih terperinci

TABULASI POKJA PAP ( PELAYANAN ASUHAN PASIEN)

TABULASI POKJA PAP ( PELAYANAN ASUHAN PASIEN) TABULASI POKJA PAP ( PELAYANAN ASUHAN PASIEN) Standar / No Elemen Penilaian PAP 1 1 Rumah Sakit menetapkan regulasi bagi pimpinan unit pelayanan untuk bekerja sama memeberikan proses asuhan yang seragam

Lebih terperinci

TINJAUAN MEDIKOLEGAL PERKIRAAN SAAT KEMATIAN

TINJAUAN MEDIKOLEGAL PERKIRAAN SAAT KEMATIAN TINJAUAN MEDIKOLEGAL PERKIRAAN SAAT KEMATIAN 1 Eklesia A. Senduk 2 Johannis F. Mallo 2 Djemi Ch. Tomuka 1 Kandidat Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado 2 Bagian Ilmu Kedokteran

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA RUMAH SAKIT TK. II dr. SOEPRAOEN NOMOR : / / /2014 TENTANG KEBIJAKAN PELAYANAN INSTALASI GAWAT DARURAT

PERATURAN KEPALA RUMAH SAKIT TK. II dr. SOEPRAOEN NOMOR : / / /2014 TENTANG KEBIJAKAN PELAYANAN INSTALASI GAWAT DARURAT PERATURAN KEPALA RUMAH SAKIT TK. II dr. SOEPRAOEN NOMOR : / / /2014 TENTANG KEBIJAKAN PELAYANAN INSTALASI GAWAT DARURAT KEPALA RUMAH SAKIT TK. II dr. SOEPRAOEN Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan

Lebih terperinci

PERAWAT KLINIK I KEPERAWATAN GAWAT DARURAT DI SETUJUI KEMAMPUAN KLINIS N O ASUHAN KEPERAWATAN

PERAWAT KLINIK I KEPERAWATAN GAWAT DARURAT DI SETUJUI KEMAMPUAN KLINIS N O ASUHAN KEPERAWATAN PERAWAT KLIIK I KEPERAWATA GAWAT DARURAT Pemenuhan kebutuhan dasar: a. Kebutuhan oksigenasi dengan berbagai metode b. Kebutuhan makan dan minum seimbang enteral maupun parenteral c. Kebutuhan eliminasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah Institusi pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

RINGKASAN INFORMASI PRODUK COMM CLASSY CARE

RINGKASAN INFORMASI PRODUK COMM CLASSY CARE RINGKASAN INFORMASI PRODUK COMM CLASSY CARE Nama Produk Jenis Produk Penerbit Deskripsi Produk DEFINISI COMM CLASSY CARE Asuransi Tambahan PT Commonwealth Life Adalah produk asuransi tambahan yang memberikan

Lebih terperinci

ASPEK BIOETIKA-MEDIKOLEGAL PENUNDAAN DAN PENGHENTIAN TERAPI BANTUAN HIDUP PADA PERAWATAN KRITIS

ASPEK BIOETIKA-MEDIKOLEGAL PENUNDAAN DAN PENGHENTIAN TERAPI BANTUAN HIDUP PADA PERAWATAN KRITIS ASPEK BIOETIKA-MEDIKOLEGAL PENUNDAAN DAN PENGHENTIAN TERAPI BANTUAN HIDUP PADA PERAWATAN KRITIS Taufik Suryadi 1 1 Bagian Kedokteran Forensik dan Medikolegal FK Unsyiah Banda Aceh Email: abiforensa@yahoo.com

Lebih terperinci

Informed Consent INFORMED CONSENT

Informed Consent INFORMED CONSENT Informed Consent INFORMED CONSENT Asal mula istilah consent ini adalah dari bahasa latin: consensio, consentio, consentio, dalam bahasa Inggris consent berarti persetujuan, izin, menyetujui, memberi izin

Lebih terperinci

KEMATIAN DALAM PERSPEKTIF ILMU KEDOKTERAN

KEMATIAN DALAM PERSPEKTIF ILMU KEDOKTERAN KEMATIAN DALAM PERSPEKTIF ILMU KEDOKTERAN Kematian menjadi suatu fenomena yang selalu menarik untuk dibicarakan karena setiap manusia pasti akan mengalaminya. Kematian merupakan bagian mutlak dalam sejarah

Lebih terperinci

TATALAKSANA PELAYANAN KESEHATAN BAGI PESERTA PT ASKES (PERSERO) BAB I PERSYARATAN UMUM

TATALAKSANA PELAYANAN KESEHATAN BAGI PESERTA PT ASKES (PERSERO) BAB I PERSYARATAN UMUM Lampiran III Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 416/MENKES/PER/II/2011 TATALAKSANA PELAYANAN KESEHATAN BAGI PESERTA PT ASKES (PERSERO) BAB I PERSYARATAN UMUM 1. Peserta wajib memiliki Kartu Askes yang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR UTAMA RSIA KEMANG NOMOR : 056/SK/DIR/5/2017 TENTANG PEMBERLAKUAN PANDUAN ASESMEN PASIEN RSIA KEMANG

KEPUTUSAN DIREKTUR UTAMA RSIA KEMANG NOMOR : 056/SK/DIR/5/2017 TENTANG PEMBERLAKUAN PANDUAN ASESMEN PASIEN RSIA KEMANG KEPUTUSAN DIREKTUR UTAMA RSIA KEMANG NOMOR : 056/SK/DIR/5/2017 TENTANG PEMBERLAKUAN PANDUAN ASESMEN PASIEN RSIA KEMANG Menimbang : a. Bahwa semua pasien yang dilayani di RSIA Kemang harus diidentifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi yang sedang terjadi sekarang ini permasalahan yang

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi yang sedang terjadi sekarang ini permasalahan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era globalisasi yang sedang terjadi sekarang ini permasalahan yang dihadapi dalam pelayanan kesehatan di Indonesia adalah pemberian pelayanan kesehatan yang bermutu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Stroke adalah salah satu penyakit yang sampai saat ini masih menjadi masalah serius di dunia kesehatan. Stroke merupakan penyakit pembunuh nomor dua di dunia,

Lebih terperinci

SURAT PENOLAKAN TINDAKAN KEDOKTERAN

SURAT PENOLAKAN TINDAKAN KEDOKTERAN RM 02.05.04.0114 Dokter Pelaksana Tindakan Penerima Informasi Penerima Informasi / Pemberi Penolakan * SURAT PENOLAKAN TINDAKAN KEDOKTERAN PEMBERIAN INFORMASI JENIS INFORMASI ISI INFORMASI TANDA ( ) 1

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menentukan waktu tanggap di sebuah Rumah Sakit. Faktor-faktor tersebut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menentukan waktu tanggap di sebuah Rumah Sakit. Faktor-faktor tersebut BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.Landasan Teori 1.Ketersediaan perawat dan dokter jaga IGD Hendrik et al. (2006) menyatkan bahwa ada beberapa faktor yang menentukan waktu tanggap di sebuah Rumah Sakit. Faktor-faktor

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, BEDAH MAYAT KLINIS DAN BEDAH MAYAT ANATOMIS SERTA TRANSPLANTASI ALAT ATAU JARINGAN TUBUH MANUSIA (Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1981 Tanggal 16 Juni 1981) Menimbang : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada seluruh makhluk hidup di jagad raya ini, termasuk pula manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. kepada seluruh makhluk hidup di jagad raya ini, termasuk pula manusia yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kematian merupakan suatu ketentuan yang telah digariskan oleh Tuhan kepada seluruh makhluk hidup di jagad raya ini, termasuk pula manusia yang telah ditentukan secara

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PEKERJAAN PERAWAT ANESTESI

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PEKERJAAN PERAWAT ANESTESI PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PEKERJAAN PERAWAT ANESTESI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pasien tersebut. Pasien dengan kondisi semacam ini sering kita jumpai di Intensive

BAB I PENDAHULUAN. pasien tersebut. Pasien dengan kondisi semacam ini sering kita jumpai di Intensive BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pasien kritis adalah pasien dengan penyakit atau kondisi yang mengancam jiwa pasien tersebut. Pasien dengan kondisi semacam ini sering kita jumpai di Intensive Care

Lebih terperinci

ANALISIS KELENGKAPAN PENGISIAN DOKUMEN INFORMED CONSENT PERSFEKTIF HUKUM DI RS PROVINSI LAMPUNG Samino 1 ABSTRAK

ANALISIS KELENGKAPAN PENGISIAN DOKUMEN INFORMED CONSENT PERSFEKTIF HUKUM DI RS PROVINSI LAMPUNG Samino 1 ABSTRAK ANALISIS KELENGKAPAN PENGISIAN DOKUMEN INFORMED CONSENT PERSFEKTIF HUKUM DI RS PROVINSI LAMPUNG 2013 Samino 1 ABSTRAK Rumah Sakit (RS) sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan dituntut untuk memberikan

Lebih terperinci

PMR WIRA UNIT SMA NEGERI 1 BONDOWOSO Materi 3 Penilaian Penderita

PMR WIRA UNIT SMA NEGERI 1 BONDOWOSO Materi 3 Penilaian Penderita Saat menemukan penderita ada beberapa hal yang harus dilakukan untuk menentukan tindakan selanjutnya, baik itu untuk mengatasi situasi maupun untuk mengatasi korbannya. Langkah langkah penilaian pada penderita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengelola, pendidik, dan peneliti (Asmadi, 2008). Perawat sebagai pelaksana layanan keperawatan (care provider) harus

BAB I PENDAHULUAN. pengelola, pendidik, dan peneliti (Asmadi, 2008). Perawat sebagai pelaksana layanan keperawatan (care provider) harus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perawat merupakan tenaga kesehatan yang berinteraksi secara langsung dengan pasien, mempunyai tugas dan fungsi yang sangat penting bagi kesembuhan serta keselamatan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 18 TAHUN 1981 TENTANG BEDAH MAYAT KLINIS DAN BEDAH MAYAT ANATOMIS SERTA TRANSPLANTASI ALAT ATAU JARINGAN TUBUH MANUSIA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dalam pengembangan usaha

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Selama penelitian didapatkan subjek penelitian sebesar 37 penderita kritis yang mengalami hiperbilirubinemia terkonjugasi pada hari ketiga atau lebih (kasus) dan 37 penderita

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang telah nyata terjadi maupun berpotensi untuk terjadi yang mengancam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang telah nyata terjadi maupun berpotensi untuk terjadi yang mengancam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Intensive Care Unit Intensive care unit (ICU) merupakan suatu area yang sangat spesifik dan canggih di rumah sakit dimana desain, staf, lokasi, perlengkapan dan peralatan, didedikasikan

Lebih terperinci

Pelatihan Internal RSCM Bantuan Hidup Dasar 2015 BANTUAN HIDUP DASAR. Bagian Diklat RSCM

Pelatihan Internal RSCM Bantuan Hidup Dasar 2015 BANTUAN HIDUP DASAR. Bagian Diklat RSCM Pelatihan Internal RSCM Bantuan Hidup Dasar 2015 BANTUAN HIDUP DASAR APA YANG HARUS DILAKUKAN? 2 Kategori penolong (TMRC) (dokter/perawat) (penolong awam) BANTUAN HIDUP DASAR Bantuan hidup dasar (BHD)

Lebih terperinci

PANDUAN HAK PASIEN DAN KELUARGA RS X TAHUN 2015 JL.

PANDUAN HAK PASIEN DAN KELUARGA RS X TAHUN 2015 JL. PANDUAN HAK PASIEN DAN KELUARGA RS X TAHUN 2015 JL. SURAT KEPUTUSAN No. : Tentang PANDUAN HAK DAN KEWAJIBAN PASIEN DIREKTUR RS Menimbang : a. Bahwa untuk mengimplementasikan hak pasien dan keluarga di

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR RS ROYAL PROGRESS NOMOR /2007 TENTANG KEBIJAKAN PELAYANAN INSTALASI GAWAT DARURAT DIREKTUR RUMAH SAKIT ROYAL PROGRESS

KEPUTUSAN DIREKTUR RS ROYAL PROGRESS NOMOR /2007 TENTANG KEBIJAKAN PELAYANAN INSTALASI GAWAT DARURAT DIREKTUR RUMAH SAKIT ROYAL PROGRESS KEPUTUSAN DIREKTUR RS ROYAL PROGRESS NOMOR /2007 TENTANG KEBIJAKAN PELAYANAN INSTALASI GAWAT DARURAT DIREKTUR RUMAH SAKIT ROYAL PROGRESS Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan Rumah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. khusus yang ditujukan untuk observasi, perawatan dan terapi pasien-pasien yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. khusus yang ditujukan untuk observasi, perawatan dan terapi pasien-pasien yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intensive Care Unit (ICU) menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1778/MENKES/SK/XII/2010 adalah suatu bagian dari rumah sakit yang mandiri (instalasi di bawah direktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kardiovaskuler secara cepat di negara maju dan negara berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. kardiovaskuler secara cepat di negara maju dan negara berkembang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini perubahan pola hidup yang terjadi meningkatkan prevalensi penyakit jantung dan berperan besar pada mortalitas serta morbiditas. Penyakit jantung diperkirakan

Lebih terperinci

PANDUANTRIASE RUMAH SAKIT

PANDUANTRIASE RUMAH SAKIT PANDUANTRIASE RUMAH SAKIT BAB I PENDAHULUAN... Definisi Triase adalah cara pemilahan penderita untuk menentukan prioritas penanganan pasien berdasarkan tingkat kegawatanya dan masalah yang terjadi pada

Lebih terperinci

Pada UU No 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran khususnya pada pasal 52 juga diatur hak-hak pasien, yang meliputi:

Pada UU No 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran khususnya pada pasal 52 juga diatur hak-hak pasien, yang meliputi: Hak dan Kewajiban Pasien Menurut Undang-Undang Menurut Declaration of Lisbon (1981) : The Rights of the Patient disebutkan beberapa hak pasien, diantaranya hak memilih dokter, hak dirawat dokter yang bebas,

Lebih terperinci

PANDUAN MENOLAK RESUSITASI Do-Not-Resuscitate (DNR)

PANDUAN MENOLAK RESUSITASI Do-Not-Resuscitate (DNR) PANDUAN MENOLAK RESUSITASI Do-Not-Resuscitate (DNR) A. DEFINISI 1. DNR atau Do-Not-Resuscitate atau jangan lakukan resusitasi adalah suatu perintah yang memberitahukan tenaga medis untuk tidak melakukan

Lebih terperinci

KONSEP KEGAWATDARURATAN I

KONSEP KEGAWATDARURATAN I KONSEP KEGAWATDARURATAN I BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Asuhan keperawatan gawat darurat adalah rangkaian kegiatan praktek keperawatan gawat darurat yang diberikan kepada klien oleh perawat yang

Lebih terperinci

serangan yang cepat dan penyembuhannya dapat diprediksi (Lazarus,et al., 1994).

serangan yang cepat dan penyembuhannya dapat diprediksi (Lazarus,et al., 1994). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap kulit sehat memiliki risiko mengalami kerusakan yang disebabkan oleh faktor mekanis, bahan kimia, vaskular, infeksi, alergi, inflamasi, penyakit sistemik, dan

Lebih terperinci

PANDUAN PELAYANAN PASIEN DENGAN ALAT PENGIKAT (RESTRAINT) RUMAH SAKIT UMUM BUNDA THAMRIN MEDAN

PANDUAN PELAYANAN PASIEN DENGAN ALAT PENGIKAT (RESTRAINT) RUMAH SAKIT UMUM BUNDA THAMRIN MEDAN PANDUAN PELAYANAN PASIEN DENGAN ALAT PENGIKAT (RESTRAINT) RUMAH SAKIT UMUM BUNDA THAMRIN MEDAN I. DEFINISI Pelayanan pasien adalah penyediaan jasa oleh Rumah Sakit kepada orang sakit yang dirawat di Rumah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1981 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1981 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1981 TENTANG BEDAH MAYAT KLINIS DAN BEDAH MAYAT ANATOMIS SERTA TRANSPLANTASI ALAT DAN ATAU JARINGAN TUBUH MANUSIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PREEKLAMPSIA - EKLAMPSIA

PREEKLAMPSIA - EKLAMPSIA PREEKLAMPSIA - EKLAMPSIA Dr. Budi Iman Santoso, SpOG(K) Dept. Obstetri dan ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta PREEKLAMPSIA - EKLAMPSIA GEJALA DAN TANDA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2014 TENTANG KEWAJIBAN RUMAH SAKIT DAN KEWAJIBAN PASIEN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2014 TENTANG KEWAJIBAN RUMAH SAKIT DAN KEWAJIBAN PASIEN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2014 TENTANG KEWAJIBAN RUMAH SAKIT DAN KEWAJIBAN PASIEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

TRANSFER PASIEN KE RUMAH SAKIT LAIN UNTUK PINDAH PERAWATAN

TRANSFER PASIEN KE RUMAH SAKIT LAIN UNTUK PINDAH PERAWATAN Pengertian Tujuan Kebijakan Transfer pasien pindah perawatan ke rumah sakit lain adalah memindahkan pasien dari RSIA NUN ke RS lain untuk pindah perawatan karena tidak tersedianya fasilitas pelayanan yang

Lebih terperinci

BAB 5 PELAYANAN ANESTESI DAN BEDAH (PAB)

BAB 5 PELAYANAN ANESTESI DAN BEDAH (PAB) BAB 5 PELAYANAN ANESTESI DAN BEDAH (PAB) Gambaran Umum Tindakan anestesi, sedasi, dan intervensi bedah merupakan proses yang kompleks dan sering dilaksanakan di rumah sakit. Hal tersebut memerlukan 1)

Lebih terperinci

PALLIATIVE CARE HENDRA

PALLIATIVE CARE HENDRA PALLIATIVE CARE HENDRA LUKA KANKER LUKA KANKER LUKA KANKER Back ground Perawatan paliatif dari bahasa Latin palliare, untuk jubah adalah setiap bentuk perawatan medis atau perawatan yang berkonsentrasi

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR UTAMA RS. xxx NOMOR : 17/PER/2013 TENTANG KEBIJAKAN PELAYANAN MEDIS. DIREKTUR UTAMA RS. xxx

PERATURAN DIREKTUR UTAMA RS. xxx NOMOR : 17/PER/2013 TENTANG KEBIJAKAN PELAYANAN MEDIS. DIREKTUR UTAMA RS. xxx PERATURAN DIREKTUR UTAMA RS. xxx NOMOR : 17/PER/2013 TENTANG KEBIJAKAN PELAYANAN MEDIS DIREKTUR UTAMA RS. xxx Menimbang : a. bahwa salah satu pilar pelayanan rumah sakit adalah pelayanan medis yang dilakukan

Lebih terperinci

ASPEK LEGAL DAN ETIK KEPERAWATAN CRITICAL CARE V. Nurhayati HIPERCCI JATENG/ RS Panti Wilasa Dr Cipto

ASPEK LEGAL DAN ETIK KEPERAWATAN CRITICAL CARE V. Nurhayati HIPERCCI JATENG/ RS Panti Wilasa Dr Cipto ASPEK LEGAL DAN ETIK KEPERAWATAN CRITICAL CARE V. Nurhayati HIPERCCI JATENG/ RS Panti Wilasa Dr Cipto DESKRIPSI SINGKAT Kode etik merupakan persyaratan profesi yang memberikan penentuan dalam mempertahankan

Lebih terperinci

Prosedur Penilaian Pasca Sedasi

Prosedur Penilaian Pasca Sedasi Prosedur Penilaian Pasca Sedasi Revisi STANDART Kepala Rumah Sakit Bhayangkara Lumajang PENGERTIAN : Penilaian kondisi pasien yang sudah tidak terpengaruh obat anastesi. TUJUAN : Memberikan pelayanan dan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2009 NOMOR 19 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 30 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH SAKIT WALIKOTA BOGOR,

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2009 NOMOR 19 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 30 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH SAKIT WALIKOTA BOGOR, BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2009 NOMOR 19 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 30 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH SAKIT WALIKOTA BOGOR, Menimbang : Mengingat a. bahwa rumah sakit merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rumah sakit merupakan salah satu bentuk sarana kesehatan, yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rumah sakit merupakan salah satu bentuk sarana kesehatan, yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit merupakan salah satu bentuk sarana kesehatan, yang diselenggarakan oleh pemerintah dan atau masyarakat yang berfungsi untuk melakukan upaya pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT BERSALIN ASIH NOMOR : 096/SK-Dir/RSB-A/II/2016

KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT BERSALIN ASIH NOMOR : 096/SK-Dir/RSB-A/II/2016 Jl. Jend. A. Yani No.52 Telp. (0725) 49200, Fax. (0725) 41928 Kota Metro, Kode Pos 34111 KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT BERSALIN ASIH NOMOR : 096/SK-Dir/RSB-A/II/2016 TENTANG KEBIJAKAN HAK PASIEN DAN KELUARGA

Lebih terperinci

: Ikhsanuddin Ahmad Hrp, S.Kp., MNS. NIP : Departemen : Kep. Medikal Bedah & Kep. Dasar

: Ikhsanuddin Ahmad Hrp, S.Kp., MNS. NIP : Departemen : Kep. Medikal Bedah & Kep. Dasar Nama : Ikhsanuddin Ahmad Hrp, S.Kp., MNS. NIP : 19720826 200212 1 002 Departemen : Kep. Medikal Bedah & Kep. Dasar Mata Kuliah : Kep. Gawat Darurat Topik : Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Kegawatan

Lebih terperinci

BASIC LIFE SUPPORT A. INDIKASI 1. Henti napas

BASIC LIFE SUPPORT A. INDIKASI 1. Henti napas BASIC LIFE SUPPORT Resusitasi jantung paru adalah suatu tindakan pertolongan yang dilakukan kepada korban yang mengalami henti napas dan henti jantung. Keadaan ini bisa disebabkan karena korban mengalami

Lebih terperinci

RINGKASAN INFORMASI PRODUK COMM CLASSY CARE

RINGKASAN INFORMASI PRODUK COMM CLASSY CARE RINGKASAN INFORMASI PRODUK COMM CLASSY CARE Nama Produk Jenis Produk Penerbit Deskripsi Produk DEFINISI COMM CLASSY CARE Asuransi Tambahan PT Commonwealth Life Adalah produk asuransi tambahan yang memberikan

Lebih terperinci

g.pemantauan dan pengendalian pelaksanaan kegiatan pelayanan medik, keperawatan dan keteknisan medik

g.pemantauan dan pengendalian pelaksanaan kegiatan pelayanan medik, keperawatan dan keteknisan medik Contoh Organisasi Rumah Sakit Umum Pusat Cipto Mangunkusumo Struktur Organisasi ( lampiran 1) Rumah sakit umum pusat nasional Dr. Cipto Mangunkusumo (RSUP Nasional Cipto Mangunkusumo/RSCM) merupakan Unit

Lebih terperinci