BAB II KAJIAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian yang Relevan Penelitian mengenai wujud kebudayaan sebelumnya sudah pernah dilakukan. Namun fokus penelitiannya berbeda dengan yang ada dalam penelitian ini. Hasil dari penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya oleh orang lain mengenai wujud kebudayaan akan dijadikan sebuah penelitian relevan oleh peneliti. Hal itu dilakukan untuk memperkuat dan membedakan hasil penelitian yang ada. Penelitian relevan yang dipakai dalam penelitian ini ada tiga buah penelitian. 1. Penelitian dengan Judul Wujud dan Unsur Kebudayaan dalam Kumpulan Cerita Legenda Jawa Kabupaten Cilacap yang Diterbitkan Oleh Yayasan Pembinaan Pendidikan Generasi Muda oleh Fiqih Nursanti Nugraheni Tahun 2013 Penelitian yang dilakukan oleh Fiqih bertujuan untuk mendeskripsikan wujud dan unsur kebudayaan yang ada dalam cerita legenda Jawa Kabupaten Cilacap. Hasil penelitian dari Fiqih yaitu: mendeskripsikan (1) wujud kebudayaan sebagai gagasan yang terdiri dari unsur kebudayaan yang berupa sistem pengetahuan, sistem peralatan hidup, teknologi, dan sistem religi, (2) wujud kebudayaan sebagai aktivitas yang terdiri dari unsur kebudayaan berupa bahasa, sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi serta sistem religi, (3) wujud kebudayaan sebagai hasil karya manusia yang terdiri dari unsur kebudayaan berupa kesenian. Penelitian yang dilakukan Fiqih berbeda dengan penelitian yang dilakukan peneliti. Pada penelitian yang dilakukan Fiqih, fokus penelitiannya adalah wujud dan unsur kebudayaan pada cerita legenda di Jawa yang ada dalam cerita legenda sedangkan 7

2 8 penelitian yang dilakukan peneliti hanya berfokus pada wujud kebudayaan dalam upacara pemakaman adat Tana Toraja yang ada dalam cerpen Tedong Helena dan Syair Duka karya Denny Prabowo. Berdasarkan hal tersebut maka penelitian yang dilakukan Fiqih dan peneliti berbeda dari segi objek dan sumber data penelitian. 2. Penelitian dengan Judul Wujud dan Unsur Kebudayaan Bali dalam Kumpulan Cerpen Perempuan yang Mengawini Keris karya Wayan Sunarta (Studi Antropologi Sastra) oleh Novi Septiana Tahun 2014 Selain Fiqih, penelitian tentang wujud kebudayaan juga dilakukan oleh Novi Septiana mahasiswa jurusan Pendididkan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Purwokerto pada tahun Tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk mendeskripsikan wujud dan unsur kebudayaan yang ada dalam kumpulan cerpen Perempuan yang Mengawini Keris karya Wayan Sunarta. Hasil penelitian dari skripsi ini mendeskripsikan tentang: (1) Wujud kebudayaan yang terdapat pada kumpulan cerpen Perempuan yang Mengawini Keris meliputi: (a) Wujud kebudayaan sebagai suatu ide yang meliputi gagasan tentang nyentana, ngaben, balian, leak, hyang widy, karmapala, klian, kelompok janger, patung, dan bli. (b) Wujud aktivitas meliputi aktivitas tentang rapat adat, nyentana, sesaji, seni patung, seni lukis, seni tari, dan ngaben. (c) Wujud ketiga hasil karya manusia meliputi mangsi, pengerumpak, tombak, keris, panah, patung, leak, bade, lukisan, daun lontar, dan gamelan semarpegulingan. (2) Unsur kebudayaan yang terdapat dalam kumpulan cerpen Perempuan yang Mengawini Keris karya Wayan Sunarta terdiri dari tujuh unsur yaitu (a) bahasa yang membahas tentang penggunaan kata bli, (b) sistem pengetahuan yaitu sistem pengetahuan alam flora (kayu, daun lontar, dan pengerumpak), (c) organisasi sosial yaitu nyentana, klian, rapat adat,

3 9 kelompok janger, (d) sistem peralatan hidup dan teknologi yaitu sistem teknologi persenjataan yang meliputi tombak, keris, dan panah, (e) sistem mata pencaharian meliputi membuat patung dan menjual manik-manik, (f) sistem religi meliputi hyang widhy, leak, balian, karmapala, ngaben, dan (g) kesenian meliputi seni patung, seni tari, seni lukis, dan seni musik. Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian yang dilakukan Novi berbeda dengan penelitian yang dilakukan peneliti. Pada penelitian yang dilakukan oleh Novi fokus penelitiannya adalah wujud dan unsur kebudayaan pada kumpulan cerpen Perempuan yang Mengawini Keris karya Wayan Sunarta sedangkan penelitian yang dilakukan peneliti fokus penelitiannya hanya pada wujud kebudayaan pada upacara pemakaman yang pada upacara pemakaman adat Tana Toraja dalam cerpen Tedong Helena dan Syair Duka karya Denny Prabowo. Berdasarkan hal tersebut maka penelitian yang dilakukan Novi dan peneliti berbeda dari segi objek dan sumber data penelitian. 3. Penelitian dengan Judul Budaya Korupsi dalam Novel Sang Koruptor Karya Hario Kecik Oleh Syntia Desi Prapika Tahun 2013 Ada lagi penelitian lain yang membahas tentang wujud kebudayaan, dilakukan oleh Syntia Desi Prapika mahasiswa jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Purwokerto Tahun Tujuan penelitian tersebut adalah untuk mendeskripsikan budaya korupsi yang ada dalam novel Sang Koruptor karya Hario Kecik. Hasil penelitian dari skripsi ini yaitu: (1) wujud budaya korupsi yang berupa gagasan, meliputi: (a) sifat kontrarevolusioner, yaitu suatu sifat antipasti atau tidak suka dengan segala perjuangan demi membela rakyat, ia hanya mementingkan kebahagian diri sendiri dan

4 10 anggota keluarganya, (b) lemahnya sistem manajemen, yaitu berkaitan dengan struktur organisasi, prosedur, pembinaan pegawai, dan supervis, (c) adanya budaya turun-temurun, yaitu suatu kebiasaan yang dilakukan oleh sekelompok orang, dan kebiasaan tersebut terus dilestarikan dari satu generasi ke generasi berikutnya, (d) pengaruh lingkungan, yaitu seseorang bisa berpikiran untuk korupsi karena dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, (e) anggapan korupsi yang dijalankan bersama patner lebih aman, yaitu suatu pemikiran yang menganggap bawa korupsi akan berlangsung lama dan aman bila dijalankan bersama seorang teman: (2) wujud budaya korupsi berupa tindakan meliputi: (a) melakukan pengaturan agar anggota keluarga bebas tugas, (b) mengatur agar anggota keluarga bisa diterima kerja tanpa tes, (c) melakukan korupsi secara berkelompok, (d) melakukan suap: (3) wujud budaya korupsi berupa benda meliputi: (a) kekayaan, dan (b) kedudukan/ kehormatan. Penelitian yang dilakukan Syntia berbeda dengan penelitian yang dilakukan peneliti. Pada penelitian yang dilakukan oleh Syntia fokus penelitiannya terhadap wujud budaya korupsi yang ada dalam Novel Sang Koruptor karya Hario Kecik, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti berfokus pada wujud kebudayaan pada upacara pemakaman yang pada upacara pemakaman adat Tana Toraja dalam cerpen Tedong Helena dan Syair Duka karya Denny Prabowo. Berdasarkan hal tersebut maka penelitian yang dilakukan Syntia dan peneliti memiliki perbedaan pada sumber data penelitian. Berdasarkan uraian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa penelitian yang dilakukan oleh peneliti berbeda dari ketiga penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Fiqih, Novi, dan Syntia. Penelitian yang dilakukan peneliti berbeda dengan penelitian ketiganya dilihat dari segi objek dan sumber data penelitiannya.

5 11 B. Kebudayaan 1. Pengertian Kebudayaan Berbicara mengenai kebudayaan memang tak ada habisnya. Kebudayaan selalu melingkari masyarakat setiap hari dalam seluruh kegiatan masyarakat. Kebudayaan menjadi pusat perhatian masyarakat setiap harinya. Secara sadar atau tidak masyarakat sebenarnya selalu berdampingan dengan kebudayaan dan memanfaatkan kebudayaan di dalam hidupnya. Kebudayaan melekat di dalam masyarakat sedekat-dekatnya tanpa batasan. Namun apa itu kebudayaan seringkali tidak dipahami definisinya oleh masyarakat. Definisi kebudayaan ada begitu banyak di dunia ini. Para ahli banyak yang mencari dan membuat definisi kebudayaan. Menurut Widagdho, dkk (2008: 11) kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia untuk memenuhi kehidupannya dengan cara belajar, yang semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat. Marvin Harris dalam Ratna (2007: 5) mengatakan bahwa kebudayaan ialah seluruh aspek kehidupan manusia dalam masyarakat, yang diperoleh dengan cara belajar, termasuk pikiran dan tingkah laku. Menurut Sulaeman (2007: 21) kebudayaan adalah penciptaan, penertiban, dan pengolahan nilai-nilai insani. Menurut Koentjaraningrat (2004: 9) kebudayaan adalah keseluruhan gagasan dan karya manusia, yang harus dibiasakan oleh manusia dengan belajar, beserta keseluruhan dari hasil budi dan karya manusia. Setelah melihat dan menyimak beberapa definisi kebudayaan dari para ahli maka dapat diambil sebuah kesimpulan tentang definisi kebudayaan. Peneliti mengambil kesimpulan definisi dari kebudayaan adalah seluruh gagasan, aktivitas, dan hasil karya dalam kehidupan manusia yang diciptakan oleh manusia dengan cara

6 12 belajar. Aktivitas-aktivitas manusia tersebut di antaranya meliputi kepercayaan, seni, moral, hukum, adat istiadat, dan kebiasaan-kebiasaan lainnya. Artinya kebudayaan selalu ada dalam kehidupan masyarakat sebagai pedoman hidup masyarakat yang berbudaya. Jadi dapat dikatakan jika tidak ada kebudayaan maka tidak akan ada sebuah kreasi di dalam masyarakat, sebab kebudayaanlah kunci yang membuat masyarakat menjadi lebih berkembang. 2. Wujud Kebudayaan Kebudayaan yang ada di dunia selalu memiliki wujud. Wujud kebudayaan adalah bentuk dari sebuah kebudayaan. Wujud kebudayaan juga ada dalam kebudayaan di Indonesia. Wujud kebudayaan memudahkan seseorang untuk melihat secara lebih jelas bentuk dari kebudayaan. Pertanyaannya kemudian, bagaimana wujud kebudayaan itu? Ada banyak pakar yang mengemukakan mengenai wujud kebudayaan. salah satu yang menyebutkan persoalan wujud kebudayaan adalah Koentjaraningrat. Menurut Koentjaraningrat (2004: 5) kebudayaan paling sedikit mempunyai tiga wujud, yaitu: a. Wujud kebudayaan sebagai kompleks dari nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya. b. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat. c. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia. Wujud kebudayaan dalam kenyataan kehidupan manusia sebenarnya tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Hal itu disebabkan ketiganya saling berkaitan. Wujud kebudayaan yang pertama (nilai, norma, peraturan) akan memberikan arah kepada tidakan manusia. Tindakan manusia adalah bentuk dari wujud kebudayaan kedua yang

7 13 berupa aktivitas. Selanjutnya tindakan manusia tersebut akan mempengaruhi dan menghasilkan benda-benda yang ada dalam kehidupan manusia. Benda tersebut sebagai wujud ketiga dari kebudayaan yang berupa hasil karya manusia. Oleh karena itulah ketiga wujud kebudayaan yang ada tidak dapat terpisahkan satu sama lain. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dibuat skema wujud kebudayaan yang ada dalam kehidupan masyarakat, seperti di bawah ini: Wujud Kebudayaan Wujud Kebudayaan Berupa Nilai, Norma, Peraturan, dsb Wujud Kebudayaan Berupa Aktivitas Wujud Kebudayaan Berupa Benda Hasil Karya Manusia Kemudian untuk mengetahui secara lebih dalam mengenai ketiga wujud kebudayaan yang telah disebutkan sebelumnya, maka di bawah ini peneliti akan menguraikan secara lebih detail tentang ketiga wujud kebudayaan tersebut. a. Wujud Kebudayaan yang Berupa Nilai-Nilai, Norma-Norma, Peraturan, dan Sebagainya Menurut Koentjaraningrat (2004: 5) wujud pertama dari kebudayaan biasa juga disebut sebagai wujud ideal kebudayaan. Dikatakan ideal sebab wujud kebudayaan ini umumnya adalah suatu bentuk kebudayaan yang dicita-citakan atau diharapkan. Wujud kebudayaan ideal ini menjadi sebuah acuan bagi dua wujud kebudayaan yang lainnya yang berupa aktivitas dan benda hasil karya manusia. Maksudnya menjadi acuan ialah bahwa wujud ini mempengaruhi apa yang terjadi pada dua wujud kebudayaan lainnya.

8 14 Sifat dari wujud kebudayaan yang pertama cenderung abstrak (Koentjaraningrat, 2014: 5). Maksudnya abstrak adalah bahwa wujud kebudayaan ini tidak dapat dilihat dengan indera manusia. Wujud kebudayaan tersebut juga tidak diraba, difoto, atau didokumentasikan. Lokasi dari wujud kebudayaan ini ada di dalam kepala manusia atau dapat juga dikatakan lokasi wujud kebudayaan yang pertama ada di dalam pikiran manusia di mana kebudayaan itu hidup. Jika masyarakat mengatakan atau menyatakan tentang wujud kebudayaan yang pertama dalam bentuk tulisan, maka sering kali wujud kebudayaan tersebut dapat ditemukan dalam buku-buku atau karangan-karangan seputar kebudayaan yang bersangkutan. Selain dalam bentuk buku atau karangan, kini kebudayaan ideal tersebut juga banyak ditemukan dan tersimpan dalam bentuk disk, tape, arsip, koleksi microfilm dan microfish, kartu komputer, dan tape komputer. Koentjaraningrat (2004: 6) mengatakan jika ada istilah lain untuk menyebut wujud kebudayaan pertama dengan istilah adat istiadat. Jadi adat istiadat yang ada dalam suatu masyarakat adalah bentuk dari wujud kebudayaan yang pertama. b. Wujud Kebudayaan yang Berupa Kompleks Aktivitas Kelakuan Berpola dari Manusia dalam Masyarakat Menurut Koentjaraningrat (2004: 6) wujud kedua dari kebudayaan biasa disebut dengan istilah sistem sosial. Sistem sosial berhubungan dengan aktivitasaktivitas manusia yang berinteraksi, berhubungan, serta bergaul satu sama lain, yang dari detik ke detik, dari hari ke hari, dan dari tahun ke tahun, selalu menurut pola-pola tertentu yang mendasarkan adat tata kelakuan. Oleh karena itu wujud kebudayaan yang kedua disebut sebagai aktivitas. Wujud kebudayaan kedua yang berupa

9 15 rangkaian aktivitas manusia selalu terjadi di sekeliling kehidupan masyarakat setiap harinya. Sifat wujud kebudayaan kedua cenderung konkret atau nyata. Artinya wujud kebudayaan tersebut dapat dilihat dan ditemukan dengan indera manusia. Wujud kebudayaan ini umumnya dapat diobservasi, difoto, dan didokumentasikan. Wujud kebudayaan kedua termasuk juga wujud yang mudah untuk ditemukan dan dilihat dalam kehidupan sehari-hari. Wujud kebudayaan yang berupa aktivitas muncul sebab adanya wujud kebudayaan pertama. Jadi dapat dikatakan jika wujud kebudayaan yang berupa aktivitas ini sebagai pelaksanaan dari wujud kebudayaan yang pertama. c. Wujud Kebudayaan yang Berupa Benda-Benda Hasil Karya Manusia. Wujud kebudayaan yang terakhir adalah wujud kebudayaan yang ada sebagai benda hasil karya manusia. Koentjaraningrat (2014: 6) menyebut wujud kebudayaan ketiga sebagai wujud kebudayaan fisik. Maksudnya adalah bahwa wujud kebudayaan ini merupakan seluruh hasil fisik dari aktivitas, perbuatan, dan karya manusia dalam masyarakat. Wujud kebudayaan ini muncul sebagai hasil dari kebudayaan. Wujud kebudayaan ketiga ini memiliki sifat yang sangat konkret karena berupa benda-benda hasil ciptaan manusia atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan difoto. Benda-benda tersebut dapat juga dikatakan sebagai produk yang diciptakan oleh manusia. Produk tersebut digunakan oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari dalam melakukan hal-hal yang juga berkaitan dengan wujud kebudayaan lainnya. Produk atau benda-benda ciptaan manusia tersebut dimulai dari benda yang sangat besar sampai yang sangat kecil. Benda hasil karya yang paling besar misalnya seperti pabrik, dan yang paling kecil misalnya seperti kancing baju.

10 16 3. Unsur-Unsur Kebudayaan Dalam kebudayaan selain terdapat wujud kebudayaan di dalamnya juga terdapat berbagai macam unsur kebudayaan. Unsur-unsur kebudayaan adalah bagian dari kebudayaan yang ada di seluruh dunia. Unsur kebudayaan menurut Koentjaraningrat (2004: 2) adalah sebuah pecahan dari konsep kebudayan guna keperluan analisa. Dari definisi tersebut kita dapat mengambil kesimpulan jika unsur kebudayaan adalah konsep kebudayaan yang dipecah. Unsur-unsur kebudayaan meliputi semua hal yang ada baik yang kecil, bersahaja dan terisolasi, maupun yang besar, kompleks, dan dengan hubungan yang luas.unsur kebudayaan tersebut dapat ditemukan di mana saja di dalam kehidupan masyarakat. Menurut Koentjaraningrat unsur-unsur kebudayaan ada tujuh, dan memilki urutan sebagai berikut (2004: 2): a. Sistem religi dan Upacara Keagamaan b. Sistem dan organisasi kemasyarakatan c. Sistem pengetahuan d. Bahasa e. Kesenian f. Sistem mata pencaharian hidup g. Sistem teknologi dan peralatan Susunan urutan unsur kebudayaan yang Koentjaraningrat kemukakan seperti di atas bukanlah tanpa alasan. Koentjaraningrat memilki alasan tersendiri mengapa pada akhirnya susunan unsur kebudayaan menjadi seperti itu. Alasan mengapa susuan unsur kebudayaan menjadi seperti itu karena urutan tersebut menggambarkan unsurunsur mana yang paling sukar berubah atau terpengaruh oleh kebudayaan lain, dan mana yang paling mudah berubah atau diganti dengan unsur-unsur serupa dari kebudayaan-kebudayaan lain. Urutan pertama dalam susunan unsur kebudayaan di atas menjadi unsur yang paling sukar berubah. Hal itu berarti bahwa sistem religi dan

11 17 upacara keagamaan menjadi unsur kebudayaan yang paling sukar atau paling lambat mengalami perubahan dibandingkan dengan unsur lainnya. Menurut Koentjaraningrat (1981: ) setiap unsur kebudayaan universal sebenarnya dapat diperinci ke dalam unsur-unsurnya yang lebih kecil sampai beberapa kali. Koentjaraningrat mengikuti metode pemerincian dari R. Linton yang mengatakan jika ada empat tahap dalam memperinci unsur kebudayaan, yaitu 1) cultural activities, 2) complexes, 3) traits, 4) items. Karena keempat hal tersebut serupa dengan kebudayaan secara keseluruhan, maka di dalam setiap unsur universal akan selalu ada tiga wujud kebudayaan. Unsur kebudayaan selalu dapat dilihat dari tiga segi wujud kebudayaan. Di dalam masing-masing unsur kebudayaan seseorang dapat melihat nilai, norma, peraturan, dsbnya, aktivitas yang terdapat di dalamnya, dan benda hasil karya yang berkaitan dengan unsur tersebut. Salah satu unsur kebudayaan yang berkaitan dengan penelitian ini adalah sistem religi dan upacara keagamaan. Sistem religi dan upacara keagamaan berkaitan dengan keyakinan dan pelaksanaan. Pada unsur kebudayaan tersebut seseorang juga dapat menemukan tiga wujud kebudayaan didalamnya yang berupa nilai, norma, peraturan, dsb, aktivitas, dan benda hasil karya manusia. C. Sistem Religi dan Upacara Keagamaan Jika membicarakan tentang sistem religi dan upacara keagamaan rasanya memang bukan lagi sesuatu yang asing. Ketidakasingan akan sistem religi dan upacara keagamaan dikarenakan keduanya telah ada dan berkembang sejak lama dalam kehidupan manusia. Sistem religi dan upacara keagamaan umumnya berdampingan erat dengan kepercayaan masyarakat. Keduanya juga selalu berkaitan dengan

12 18 kehidupan masyarakat. Definisi dari sistem religi dan upacara keagamaan sendiri berbeda, meskipun keduanya merupakan satu kesatuan dari unsur kebudayaan. Menurut Warsito (2012: 75) penggunaan istilah sistem religi (bukan religi atau agama saja), disebabkan karena di dalam tiap masyarakat, religi merupakan suatu unsur yang kompleks dari banyak unsur yang semuanya menjadi suatu sistem/tata tertentu. Semua aktivitas manusia yang bersangkut paut dengan religi berdasarkan atas suatu getaran jiwa (religious emotion). Pendapat yang serupa dengan Warsito juga dikemukakan oleh Ratna (2011: 429) yang mengatakan jika pengertian religi dianggap lebih luas dibandingkan agama, karena religi meliputi seluruh sistem kepercayaan. Pada umumnya berlaku pada kelompok-kelompok terbatas, sedangkan agama mengacu hanya pada agama formal, Keberadaannya memperoleh pengakuan secara hukum. Koentjaraningrat (1985: 376) mengatakan jika semua aktivitas manusia yang bersangkutan dengan religi berdasarkan atas suatu getaran jiwa biasanya disebut emosi keagamaan. Berdasarkan pendapat para ahli maka dapat disimpulkan jika sistem religi adalah suatu keyakinan yang bersifat spiritual yang terdiri dari berbagai macam unsur. Sama halnya dengan sistem religi, upacara keagamaan juga merupakan unsur kebudayaan yang sudah tidak asing bagi masyarakat Indonesia. Namun pertanyaannya kemudian, apa definisi dari upacara keagamaan? Masih banyak masyarakat yang belum mengerti betul apa itu upacara keagamaan. Ada banyak pakar yang mengemukakan definisi dari upacara keagamaan. Menurut Koentjaraningrat (2004: 147) upacara atau ritus itu melambangkan konsep-konsep yang terkandung dalam sistem keyakinan. Seluruh sistem upacara itu terdiri dari aneka macam upacara yang bersifat harian, musiman, atau kadangkala. Menurut Wijayanto (2002: 17) upacara

13 19 keagamaan merupakan suatu unsur adat istiadat yang sangat menarik perhatian karena upacara tersebut merupakan hal yang paling konkret yang mempunyai bentuk serta sifat yang beragam antara satu upacara keagamaan dengan upacara keagamaan yang lain. Pendapat Wijayanto memiliki arti bahwa masing-masing agama memiliki upacara keagamaan yang berbeda antara agama satu dengan agama lainnya. Menurut Syukur (2003: 207) bahwa upacara keagamaan adalah suatu kegiatan resmi melembaga yang biasanya dilakukan secara berkelompok. Berdasarkan ketiga pendapat tersebut maka dapat disimpulkan jika upacara keagamaan adalah suatu upacara yang melambangkan suatu konsep dari keyakinan dan merupakan unsur adat istiadat yang berbeda pelaksanaannya antara satu agama dengan agama lainnya dengan sistem pelaksanaan yang umumnya dilakukan secara berkelompok. Menurut Turner dalam Rosidah (2011: 9) bahwa ritual atau upacara keagamaan memiliki empat fungsi yaitu (1) sebagai media untuk mengurangi permusuhan antarwarga, (2) sebagai penutup jurang perbedaan, karena saat ritual semua membaur menjadi satu, (3) sebagai sarana untuk memantapkan kembali hubungan, dan (4) sebagai media untuk menegaskan kembali nilai-nilai masyarakat. Upacara keagamaan umumnya berkaitan dengan seluruh aspek kehidupan manusia. Umumnya upacara-upacara yang dilaksanakan berkaitan dengan siklus hidup manusia seperti upacara kelahiran hingga pemakaman. Menurut pandangan Gennep dalam Cakim (2009: 3), bahwa ritus dan upacara itu dibagi menjadi tiga, yakni pertama perpisahan (sparation), kedua peralihan (marge), ketiga integrasi, kegiatan ini seperti dalam acara selamatan kelahiran, pernikahan, dsb. Ketiga jenis upacara tersebut tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari masyarakat sebab kehidupan memang kebanyakan menyangkut hal-hal tersebut.

14 20 1. Ritus Perpisahan atau Upacara Pemakaman Ritus perpisahan atau upacara perpisahan biasanya juga dikenal dengan istilah upacara pemakaman. Hal itu disebabkan karena upacara pemakaman dimaknai sebagai sebuah simbol perpisahan. Upacara pemakaman menjadi salah satu bagian dari unsur kebuadayaan sebab upacara ini merupakan salah satu dari jenis upacara keagamaan yang hampir selalu ada dalam agama manapun. Upacara pemakaman menjadi sebuah upacara yang dianggap penting oleh masyarakat. Upacara pemakaman sering ditemukan dalam masyarakat karena masyarakat menganggap bahwa manusia paling dekat dengan kematian. Seperti yang dikemukakan oleh Sulaeman (2007: 109) bahwa semua makhluk yang ada di muka bumi tidak kekal, pada suatu saat nanti pasti akan mengalami kematian. Berdasarkan penjelasan di atas, maka tidak heran jika dalam agama apa pun akan selalu ada upacara pemakaman. Selain itu, upacara ini juga dianggap sebagai media untuk mendoakan orang yang telah meninggal. Upacara pemakaman menurut Hertz dalam Wijayanto (2002: 64) memiliki pengertian sebagai sebuah upacara yang selalu dilakukan manusia dalam rangka adat istiadat dan struktur sosial dari masyarakatnya yang berwujud sebagai gagasan kolektif. Pendapat Hertz tersebut berarti bahwa sebenarnya memang sebuah upacara pemakaman ada karena ide yang disetujui oleh masyarakat yang bersangkutan. Tidak aneh jika dalam upacara pemakaman terdapat rangkaian-rangkaian tersendiri yang rumit dan sakral. Rangkaian dalam upacara pemakaman disesuaikan dengan agama yang dianut, namun masih terkait dengan kebudayaan yang dipercaya masyarakat. Selain rangkaian-rangkaian upacara pemakaman, di dalam upacara pemakaman juga biasanya tersedia hidangan-hidangan yang diperuntukkan bagi warga yang menghadiri upacara tersebut.

15 21 Hidangan-hidangan yang tersedia untuk tamu dalam upacara pemakaman tidak sama. Hidangan itu berbeda antara upacara pemakaman pada agama yang satu dengan agama yang lain. Namun tidak menutup kemungkinan jika hidangan dalam upacara pemakaman juga dapat berbeda walaupun masih dalam satu agama. Perbedaan hidangan dalam upacara pemakaman itu umumnya terjadi karena letak geografis dan kebudayaan yang mempengaruhinya. Upacara pemakaman menjadi upacara keagamaan tersendiri yang telah mengakar dan terjadi sejak lama, meskipun pelaksanaan upacara pemakaman pada masyarakat terdahulu mungkin memiliki sedikit perbedaan dengan pelaksanaan upacara pemakaman kini. Upacara pemakaman di Indonesia ada berbagai macam jenis. Hal itu dapat terjadi karena hampir di setiap daerah di Indonesia berbeda suku dan agama, sehingga upacara pemakaman yang ada di Indonesia pun umumnya berbeda-beda antara satu suku dengan lainnya. Sehubungan dengan penelitian ini, maka pada sub bab selanjutnya peneliti akan membahas mengenai salah satu jenis upacara pemakaman yang sangat terkenal di Indonesia yaitu upacara pemakaman adat Tana Toraja. Namun sebelum peneliti membahas lebih jauh mengenai upacara pemakaman adat Tana Toraja, peneliti akan memaparkan sedikit mengenai upacara pemakaman lain yang ada di Indonesia. Upacara tersebut diantaranya: a. Upacara Pemakaman di Jawa Di Jawa kebanyakan masyarakatnya memeluk agama Islam. Agama Islam berkembang cukup baik di Jawa. Menurut Koentjaraningrat (1985: 339) di Jawa ada yang disebut Islam santri dan Islam kejawen. Islam santri adalah golongan yang menjalankan ajaran-ajaran agama Islam, sedangkan Islam kejawen adalah golongan orang Islam yang tidak melaksanakan atau tidak patuh terhadap ajaran-ajaran Islam

16 22 namun percaya pada ajaran keimanan agama Islam. Geertz dalam Sambulah (2012: 2) menegaskan bahwa agama Islam di Jawa merupakan kumpulan ekspresi iman, doktrin, ritual dan lain-lain yang dipraktikkan masyarakat sesuai dengan tradisi lokal atau tempat dan waktu seiring dengan perkembangan dan penyebarannya. Agama Islam yang dianut masyarakat Jawa berpengaruh terhadap upacaraupacara yang dilaksanakan oleh masyarakat Jawa. Menurut Ridwan (2008: 9) berbagai aktivitas ritual yang selalu dijalani Islam kejawen biasanya mendasarkan pada siklus kehidupan, yang salah satunya adalah upacara pemakaman. Upacara pemakaman di Jawa terdiri dari beberapa rangkaian. Rangkaian-rangkaian yang ada dalam upacara pemakaman biasanya ada rangkaian ketika sebelum jenazah dikuburkan. Masyarakat Jawa memiliki tata urutan tersendiri dalam melaksanakan upacara pemakaman, yaitu memandikan jenazah (proses membersihkan tubuh jenazah dari ujung rambut hingga ujung kaki), mengkafani jenazah (proses membungkus jenazah dengan kain kafan), menyolati jenazah (proses penyolatan jenazah sebelum jenazah dikuburkan), berdoa untuk jenazah sebelum dibawa ke makam, mengubur jenazah (proses menguburkan jenazah di dalam tanah), dan berdoa. b. Upacara Pemakaman Adat Bali Upacara pemakaman yang dilaksanakan di Bali juga berkaitan dengan agama yang dianut masyarakatnya. Mayoritas masyarakat Bali menganut agama Hindu. Agama ini mempengaruhi proses dari upacara pemakaman yang dilaksanakan di Bali. Upacara pemakaman di Bali disebut dengan istilah Ngaben. Ernowo (2011: 1) mengatakan jika ngaben adalah upacara pemakaman yang berupa pembakaran mayat di Bali yang dilakukan oleh orang Hindu. Upacara ini dilaksanakan sebagai suatu

17 23 bentuk penghomatan bagi orang yang meninggal. Umumnya beberapa hari sebelum pelaksanaan ngaben keluarga serta warga bahu membahu membuat bade dan lembu yang digunakan sebagai tempat menyimpan jenazah (Hutagalung, 2009: 49). Upacara ngaben menurut Ernowo (2011: 1) terdiri dari beberapa rangkaian yaitu nyirami (membersihkan mayat), pemberian doa, penempatan mayat di bade, pengusungan mayat menuju tempat upacara dilaksanakan, pembakaran mayat beserta bade dan lembu yang telah dibuat sebelumnya hingga menjadi abu, dan membuang abu ke sungai atau laut. Umumnya setelah semua prosesi dilaksanakan maka keluarga dapat mendoakan orang yang meninggal tersebut di pura masing-masing. c. Upacara Pemakaman Adat Tana Toraja Tana Toraja adalah sebuah kabupaten yang terletak di wilayah Sulawesi Selatan. Wilayah Tana Toraja sering dikenal dengan istilah negeri orang mati. Hal itu disebabkan upacara pemakaman yang ada di Tana Toraja merupakan suatu upacara pemakaman yang cukup unik yang hanya ada di Indonesia. Upacara tersebut memiliki banyak rangkaian yang cukup panjang dan rumit yang berbeda dengan upacara pemakaman di daerah lain di Indonesia. Pada sub bab kali ini, peneliti akan membahas secara lebih detail mengenai upacara pemakaman adat Tana Toraja sehubungan dengan penelitian ini yang akan membahas mengenai wujud kebudayaan yang ada pada upacara pemakaman adat Tana Toraja dalam cerpen Tedong Helena dan Syair Duka karya Denny Prabowo. Sebelum membahas lebih lanjut seputar upacara pemakaman adat Tana Toraja, peneliti mencoba untuk membahas sedikit tentang kepercayaan yang dianut oleh masyarakat Tana Toraja. Mengapa harus kepercayaan? Hal itu dikarenakan upacara

18 24 pemakaman adat Tana Toraja salah satunya terlaksana karena kepercayaan yang dianut oleh masyarakat Tana Toraja. Kepercayaan tersebut bahkan telah dianut jauhjauh waktu sebelum masuknya agama lain. Jadi kepercayaan masyarakat Tana Toraja sangat penting kaitannya dengan upacara pemakaman adat Tana Toraja. Di zaman yang semakin modern ini, kehidupan masyarakat di Tana Toraja terus berkembang termasuk kepercayaan yang dianut oleh penduduk yang berdomisili di Tana Toraja. Namun, masyarakat Tana Toraja memiliki kepercayaan asli yang diturunkan oleh leluhur Tana Toraja. Kepercayaan asli masyarakat Tana Toraja disebut aluk todolo. Aluk ini dilaksanakan di dalam seluruh aspek kehidupan orang Toraja. Meskipun penganut kepercayaan aluk todolo sekarang tidak banyak sebab masyarakat Tana Toraja kini umumnya telah beragama Kristen. Rayo ( 2012: 30-31) mengatakan bahwa aluk di Tana Toraja setidaknya ada sembilan, yaitu : (1) aluk padang, yaitu aluk yang berhubungan dengan tanah, (2) aluk pare, yaitu aluk yang berkaitan dengan padi, (3) aluk tananan pasa, yaitu aluk yang berkaian dengan pasar, (4) alukna rampanan kapa, yaitu aluk yang berkaitan dengan perkawinan, (5) alukna mellolo tau, yaitu aluk yang berhubungan dengan kelahiran manusia sampai dewasa, (6) alukna bangunan banua, yaitu aluk yang berkaitan dengan pembangunan rumah, (7) aluk rambu tuka, yaitu aluk yang berhubungan dengan persembahan kepada Puang Matua, (8) aluk rambu solo, yaitu aluk yang berhubungan dengan jiwa orang mati, dan (9) aluk bua, yaitu aluk yang berkaitan dengan pesta sukacita. Semua aluk yang ada dalam kepercayaan aluk todolo memiliki kedudukan yang sama penting. Meskipun keseluruhan aluk penting bagi masyarakat di Tana Toraja, namun ada salah satu aluk yang cukup terkenal bagi masyarakat Tana Toraja bahkan bagi masyarakat di luar Tana Toraja. Aluk yang cukup terkenal ialah aluk rambu solo. Istilah rambu solo inilah yang biasa dikenal dengan upacara pemakaman khas Tana Toraja.

19 25 Upacara rambu solo telah diwariskan secara turun-temurun, sehingga telah menjadi kewajiban bagi masyarakat Tana Toraja untuk melaksanakannya. Rambu solo merupakan sebuah upacara pemakaman secara adat yang mewajibkan keluarga orang yang meninggal membuat sebuah pesta sebagai tanda penghormatan terakhir pada mendiang. Rayo (2012: 36) mengatakan upacara rambu solo selain bentuk penghormatan terhadap orang meninggal juga bertujuan untuk mengantarkan roh orang yang sudah meninggal menuju tempat peristirahatan yang disebut puya (surga). Artinya masyarakat Tana Toraja percaya bahwa upacara rambu solo yang diadakan selama ini adalah suatu bentuk jalan bagi orang yang meninggal agar dapat menuju surga. Ningsih (2000: 72) berpendapat bahwa masyarakat Tana Toraja yang masih hidup wajib memberikan upacara sebaik mungkin bagi orang yang sudah meninggal. Pendapat itu diperkuat oleh Rayo (2012: 36) yang mengatakan: manusia yang meninggal baru dianggap benar-benar meninggal setelah seluruh prosesi upacara rambu solo digenapi karena jika belum, maka manusia yang meninggal tersebut hanya dianggap sebagai manusia sakit atau lemah, sehingga ia tetap diperlakukan seperti halnya manusia hidup, yaitu dibaringkan di tempat tidur dan diberi hidangan makanan dan minuman, bahkan selalu diajak berbicara. Upacara rambu solo berlangsung selama berhari-hari sesuai dengan kesepakatan keluarga. Jadi umumnya upacara rambu solo berlangsung dengan penuh kemeriahan berdasarkan status sosial. Hal itu seperti yang dikemukakan oleh Yamashita dalam Dian (1996: 59) bahwa menurut adat Toraja, pelaksanaan upacara pemakaman didasarkan pada status sosial orang yang meninggal dan kekuatan ekonomi keluarga yang ditinggalkan. Menurut Panggara (2014: 294) dalam masyarakat Toraja dikenal empat strata sosial, yaitu (1) Tana Bulaan atau golongan bangsawan; (2) Tanna Basi atau golongan bangsawan menengah; (3) Tana

20 26 Karurung atau rakyat biasa; (4) Tana Kua-kua atau golongan hamba. Kelompok sosial ini secara tidak langsung memberikan ciri-ciri yang khas dalam pelaksanaan upacara rambu solo. Hal itu terjadi karena umumnya jika strata sosial itu berbeda maka ada perbedaan dalam pelaksanaan upacara rambu solo. Jadi ukuran kemeriahan upacara pemakaman dipertunjukkan secara khusus dengan sejumlah kerbau yang dikorbankan selama upacara. Kerbau-kerbau yang dikorbankan selama upacara rambu solo di Tana Toraja memiliki arti tersendiri bagi masyarakat Tana Toraja. Kerbau-kerbau maupun babi yang dikorbankan pada upacara pemakaman adat Tana Toraja diyakini oleh masyarakat Tana Toraja sebagai kendaraan bagi orang yang meninggal untuk menuju surga. Sebab perjalanan menuju surga sangat jauh sehingga roh membutuhkan kendaraan berupa kerbau dan babi yang dikorbankan dalam upacara rambu solo. Jadi dapat dikatakan bahwa kerbau menjadi syarat wajib untuk pelaksanaan rambu solo. Salah satu jenis upacara yang cukup terkenal dalam rambu solo yang sering ditemukan dan menjadi bahan perbincangan adalah jenis upacara rapasan. Upacara rapasan dapat dikatakan sebagai upacara yang tingkatannya paling tinggi. Upacara rapasan memiliki rangkaian yang paling banyak.. Menurut Panggara (2014: 295) upacara rapasan umumnya diperuntukkan bagi kaum bangsawan tinggi atau tana bulaan yang biasanya dalam pelaksanaannya dilakukan sebanyak dua kali. Upacara rapasan termasuk upacara rambu solo yang paling meriah. Menurut Panggara (2014: ) upacara rapasan dapat dibagi ke dalam tiga jenis yaitu: (1) upacara Rapasan Diongan atau Didandan Tana (artinya di bawah atau menurut syarat minimal), (2) upacara yang kedua disebut Rapasan Sundan atau Doan (upacara sempurna atau atas), dan (3) upacara Rapasan Sapu Randanan.

21 27 1) Upacara Rapasan Diongan atau Didandan Tana Upacara rapasan diongan atau didandan tana adalah upacara yang memiliki tingkat paling rendah dari ketiga jenis upacara rapasan. Menurut Panggara (2014: 295), upacara rapasan diongan atau didandan tana memiliki ketentuan, minimal mengorbankan sembilan kerbau dan babi sebanyak yang dibutuhkan. Upacara ini dilaksanakan sebanyak dua kali, yaitu upacara pertama, dilaksanakan selama tiga hari di dalam tongkonan (rumah adat khas Tana Toraja) dan upacara yang kedua dilaksanakan di rante (lapangan khusus untuk mengadakan upacara rambu solo ). Korban kerbau pada upacara yang diadakan di tongkonan maupun di rante setidaknya memiliki jumlah yang sama. Akan tetapi jika sulit untuk menyamakan jumlah korban kerbau, maka boleh ada selisih asal jangan terlalu banyak. 2) Upacara Rapasan Sundun atau Doan Upacara rapasan sundun atau doan memiliki beberapa syarat yang sedikit berbeda dengan upacara rapasan diongan. Menurut Panggara (2014: 296) pelaksanaan upacara rapasan sundun memiliki perbedaan yang kontras dalam hal jumlah kerbau yang harus dikorbankan. Dalam upacara ini kerbau yang dikorbankan sekurangkurangnya sebanyak dua puluh empat ekor dengan babi yang tidak terbatas jumlahnya. Hal itu terjadi karena upacara ini termasuk upacara yang memiliki tingkatan lebih tinggi dibandingkan dengan upacara rapasan diongan. Upacara ini umumnya dilaksanakan oleh kelompok yang memiliki strata tinggi dalam masyarakat yaitu kelompok bangsawan menengah. 3) Upacara Rapasan Sapu Randanan Upacara rapasan sapu randanan adalah jenis upacara rambu solo yang memiliki tingkatan paling tinggi. Menurut Panggara (2014: 296) ketentuan jumlah

22 28 kerbau yang harus dikorbankan dalam upacara ini ada beberapa pendapat yaitu, ada yang mengatakan di atas dua puluh empat kerbau, di atas tiga puluh kerbau, bahkan ada yang mengatakan di atas 100 kerbau. Dapat dibayangkan bahwa upacara rapasan sapu randanan sangatlah meriah karena begitu banyak kerbau yang dikorbankan dan korban babinya pun tidak terbatas. Panggara (2014: 296) juga mengatakan, dalam upacara ini dibuat duba-duba dan juga tau-tau yang diarak bersama dengan mayat ketika akan diadakan upacara di rante. Duba-duba adalah tempat pengusungan mayat yang mirip dengan rumah tongkonan, sedangkan tau-tau adalah patung dari orang yang meninggal. Menurut Yamashita dalam Dian (1996: 63) persiapaan awal yang utama untuk pemakaman adalah membangun rante (lapangan upacara), kemudian di sekitar rante dibangun tempat-tempat upacara yang disebut lantang sebagai tempat tinggal sementara bagi para keluarga, sanak saudara, dan tamu. Ketiga jenis upacara rapasan yang telah disebutkan tersebut umumnya memiliki rangkaian yang sama yaitu diadakannya upacara dalam dua tempat yang berbeda. Menurut Panggara (2014: 295) upacara rapasan (rapasan diongan, rapasan sundun, maupun rapasan sapu randanan) pelaksanaannya ada di dua tempat, yang pertama pelaksanaan upacara rapasan di sekitar tongkonan, yang kedua pelaksanaan di sekitar rante. Menurut Sulo (2014: 95) tahapan dalam upacara rambu solo meliputi: a) Ma papengkalao Menurut Sulo (2014: 95) tahapan ma papengkalao merupakan kegiatan memindahkan jenazah dari tongkonan (rumah adat khas Tana Toraja, yang dalam pelaksanaan rambu solo digunakan sebagai tempat disimpannya jenazah selama semalam) ke salah satu alang (lumbung padi) yang ada dalam lokasi tongkonan

23 29 tersebut. Umumnya orang yang meninggal di Tana Toraja itu tidak langsung dikubur namun disimpan di dalam rumah dan selanjutnya disimpan di dalam rumah adat (tongkonan). Jadi prosesi pertama ini adalah pemindahan jenazah. Sulo (2014: 95) mengatakan pada tahap yang pertama ini orang-orang sekitar yang berkumpul mulai melakukan ma badong (nyanyian dan tarian khusus yang dilakukan oleh sekelompok orang sebagai lambang rasa duka yang dirasakan oleh keluarga orang yang meninggal) di malam hari. b) Mangisi Lantang Menurut Sulo (2014: 95) mangisi lantang yaitu mengisi pondok-pondok yang telah disediakan sebelumnya dengan membawa keperluan logistik. Pondok-pondok yang ada dalam rambu solo dibangun secara mendadak beberapa hari sebelum upacara rambu solo diadakan. Pondok-pondok itu diisi oleh sanak keluarga dan kerabat orang yang meninggal. Jadi pondok-pondok disediakan sebagai tempat tinggal sementara bagi para anggota keluarga karena selama prosesi upacara berlangsung keluarga tidaklah tinggal di rumahnya. c) Ma pasonglo Tahapan upacara selanjutnya disebut dengan istilah ma pasonglo. Menurut Sulo (2014: 96) upacara tahap ketiga ini adalah memindahkan jenazah dari lumbung ke lakkian (tempat penyimpanan jenazah yang berada di lapanagan upacara). Kegiatan ini biasanya didahului dengan ibadah dan makan bersama. Dalam tahap ini, biasanya diselingi dengan tradisi ma pasilaga tedong. Tradisi ma pasilaga tedong adalah aktivitas adu kerbau. Tujuan dari diadakannya tradisi ma pasilaga tedong sebenarnya

24 30 adalah untuk menghilangkan rasa duka yang menyelimuti keluarga serta sanak keluarga. Saat acara ini berlangsung, semua orang yang hadir dalam pesta akan larut dalam keramaian ma pasilaga tedong. d) Allo Katongkonan Menurut Sulo (2014: 96) tahapan yang keempat dalam upacara rambu solo adalah allo katongkonan (menerima tamu). Artinya pada tahap ini pihak keluarga dari orang yang meninggal menerima tamu-tamu yang datang untuk menghadiri upacara rambu solo. Tamu-tamu tersebut disambut dengan sangat baik oleh pihak keluarga. Tamu-tamu yang datang mendapat perlakuan yang istimewa dan terhormat. Menurut Sulo (2014: 96) pada tahapan ini kemeriahan mulai nampak karena kerabat mulai berdatangan dengan rombongan mereka masing-masing dan dipersilakan memasuki pondok khusus untuk tamu. Di dalam pondok ini, para tamu disuguhi sirih, rokok, berbagai jenis kue, dan minuman seperti kopi dan teh. Setelah beberapa saat berada di pondok penerimaan tamu, rombongan yang datang kemudian diarahkan menuju ke pondok-pondok milik anggota keluarga yang berduka. Di pondok itu, tiap-tiap anggota keluarga yang dituju oleh rombongan menyuguhi tamu mereka masing-masing dengan makanan dan minuman berupa tuak. Pada tahap ini, para penari ma badong (tarian dan nyanyian khas dalam upacara rambu solo ) mulai menari sambil membawakan kadong badong. Dalam hal ini, pa badong (penari laki-laki dalam upacara rambu solo ) berusaha menampilkan sosok sebagai seorang yang berduka dengan memasang mimik yang sedih. Hal ini terlepas dari kenyataan bahwa pa badong merupakan bagian dari keluarga yang berduka ataukah hanya orang-orang yang diundang khusus untuk ma badong di pesta tersebut, semuanya harus menampakkan kesedihan selaku orang yang berduka.

25 31 e) Allo Katorroan Pada hari kelima umumnya adalah waktu istirahat. Menurut Sulo (2014: 96) allo katorroan yaitu waktu di mana aktivitas upacara dihentikan sejenak. Jadi pada hari kelima anggota keluarga orang yang meninggal beristirahat sejenak. Meskipun dikatakan bahwa upacara dihentikan sejenak, namun yang sesungguhnya terjadi bukan berarti tidak ada acara sama sekali karena masih ada acara yang dilaksanakan. Menurut Sulo (2014: 97) di hari kelima masih ada tarian ma badong pada malam harinya. f) Mantaa Menurut Sulo (2014: 97) adat mantaa yaitu pemotongan hewan korban yang dagingnya akan dibagikan secara adat kepada keluarga dan kerabat yang telah ditentukan. Hewan korban itu berupa sejumlah kerbau dan babi. Tujuan dari adat ini adalah agar orang lain bisa ikut merasakan kemeriahan dari upacara rambu solo dan juga untuk tetap membangun silaturahmi yang baik dengan cara berbagi kepada sesama. g) Hari Pemakaman Setelah keenam tahapan itu dilakukan, masih ada satu lagi tahapan terakhir. Pada hari terakhir ini dikenal juga dengan istilah hari pemakaman. Menurut Sulo (2014: 97) prosesi pada tahapan terakhir ini diawali dengan penurunan peti jenazah dari lakkian (tempat penyimpanan jenazah selama rambu solo berlangsung), kemudian peti itu dimasukkan ke dalam duba-duba (keranda khas Toraja yang bentuknya mirip tongkonan), dan dilanjutkan dengan ibadah penguburan, ungkapan

26 32 terima kasih dari keluarga, dan mengarak peti jenazah menuju patane atau liang (tempat jenazah dimakamkan). Menurut Sulo (2014: 97) sebelum proses pemakaman umumnya anggota keluarga diizinkan untuk menangis meratapi kepergian salah satu anggota keluarga yang meninggal, karena sebelumnya anggota keluarga belum melakukan itu. Jadi pada tahap ini suasana duka terlihat sangat jelas. Tangisan bergema di mana-mana. Setelah itu diadakan arak-arakan peti jenazah menuju ke patane atau liang (tempat jenazah dimakamkan). Sepanjang jalan menuju ke patane (tempat jenazah dimakamkan), orang-orang yang mengarak peti jenazah berjalan saling mendorong sambil berteriak-teriak, bahkan saling menyiram air sehingga keramaian pun kembali ditampakkan. Pada pelaksanaan upacara rambu solo biasanya ada beberapa benda yang digunakan untuk menunjang kelancaran upacara tersebut. Benda yang digunakan dalam upacara rambu solo seperti tongkonan (rumah adat khas Tana Toraja), lantang (pondok sementara yang dibuat untuk keluarga selama upacara rambu solo berlangsung di rante), liang (lumbung padi), la bok duatalan (pisau khusus untuk menyembelih kerbau), erong (peti mati khas Tana Toraja), tau-tau (boneka kayu yang dibuat mirip dengan orang yang telah meninggal), lamba-lamba (kain merah panjang yang dibentang saat prosesi pemindahan jenazah). Semua benda itu digunakan dalam pelaksanaan upacara rambu solo. Benda-benda tersebut menjadi hal yang sangat penting, sebab tanpa adanya benda-benda tersebut pelaksanaan upacara rambu solo akan terhambat. Benda-benda yang digunakan dalam upacara rambu solo adalah benda hasil karya masyarakat Tana Toraja.

27 33 Benda-benda yang telah disebutkan sebelumnya selalu ada dalam upacara rambu solo di Tana Toraja, namun selain benda-benda tersebut rupanya masih ada benda lain yang juga digunakan dalam upacara rambu solo, khususnya upacara jenis rapasan. Benda yang dimaksud adalah tempat untuk mengikat kerbau yang akan dikorbankan atau dalam bahasa Toraja dikenal dengan istilah simbuang. Menurut Panggara (2014: 304): Pada jenis upacara rapasan dibutuhkan simbuang yang terdiri dari simbuang induk (tempat untuk mengikat kerbau pudu), simbuang lambiri/ampiri (tempat untuk mengikat kerbau yang dikebiri), simbuang batu (tempat untuk mengikat kerbau belang), simbuang buangin (tempat untuk mengikat kerbau todik), simbuang nato (tempat untuk mengikat kerbau todik yang paling rendah tingkatannya). Berdasarkan hal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa adanya simbuang sangat penting dalam pelaksanaan upacara rambu solo. Segala kerumitan yang ada dalam upacara rambu solo sebenarnya memiliki tujuan yang baik. Tujuan utama dari upacara rambu solo adalah untuk menghormati orang yang telah meninggal. Selain itu, terdapat juga harapan dari pelaksanaan upacara rambu solo. Harapan tersebut datang dari keluarga yang mengadakan rambu solo. Keluarga tersebut berharap agar arwah dari orang yang meninggal dapat beristirahat dengan tenang di surga. 2. Ritus/ Upacara Marge (Peralihan) Upacara jenis ini biasanya berkaitan dengan kehidupan manusia, yaitu masa di mana manusia atau masyarakat mengalami perubahan dalam siklus hidupnya. Upacara jenis ini biasanya selalu berbeda antara agama satu dengan agama lainnya. Seperti misalnya dalam kepercayaan masyarakat Jawa yang beragama Islam akan ada sebuah upacara seperti mitoni. Upacara ini biasa juga disebut sebagai peralihan tahap.

28 34 3. Ritus/ Upacara Integrasi Upacara jenis ini merupakan salah satu upacara yang juga selalu ada dalam kehidupan masyarakat. Upacara integrasi adalah sebuah upacara yang umumnya berkaitan dengan manusia yang diresmikan ke dalam tahap kehidupan dan lingkungan sosial yang baru. Upacara ini biasa juga ditemui dalam bentuk upacara pernikahan. Pada saat upacara pernikahan berlangsung maka akan terjadi suatu proses kehidupan yang baru yang dialami oleh si pengantin. Kehidupan baru yang dialami pengantin itulah yang menjadikan upacara ini termasuk dalam jenis upacara integrasi. D. Antropologi Sastra Apa itu antropologi sastra? Antropologi sastra adalah berasal dari dua kata yaitu dua kata yaitu antropologi dan sastra. Antropologi sastra merupakan gabungan dari dua cabang ilmu yang berbeda. Menurut Ratna (2011: 31) antropologi sastra adalah analisis dan pemahaman terhadap karya sastra dalam kaitannya dengan kebudayaan, dalam perspektif kebudayaan yang lebih luas. Artinya adalah suatu usaha yang dilakukan oleh manusia untuk memahami karya sastra kaitannya dengan kebudayaan yang ada. Pada antropologi sastra, karya sastra menjadi sumber pokok kajian dengan mempertimbangkan aspek-aspek antropologisnya. Antropologi sastra beranggapan bahwa data karya sastra selalu berada dalam konteks, bukan sesuatu yang vakum. Menurut Poyatos dalam Ratna (2011: 33) antropologi sastra juga berarti analisis sastra antarbudaya, kebudayaan yang berbedabeda, semacam sastra bandingan, yang di dalamnya akan berkembang dua cara yaitu: a) analisis terhadap satu karya, karya tunggal seorang pengarang, b) analisis terhadap sejumlah karya, baik dari pengarang yang sama maupun berbeda. Berdasarkan pendapat tersebut maka antropologi sastra dapat menganalisis karya sastra yang

29 35 berkaitan dengan kebudayaan dengan berbagai macam model atau cara. Disadari ataupun tidak antropologi sastra sesungguhnya memberikan kemudahan kepada peneliti dalam menganalisis karya sastra yang berkaitan dengan kebudayaan serta memberikan banyak ilmu baru. Antropologi sastra sebagai suatu cabang ilmu dari berbagai ilmu sebelumnya juga memiliki nilai tersendiri. Menurut Ratna (2011: 68) antropologi sastra memiliki lima nilai yang mutlak perlu didefinisikan, dikembangkan, dan dilembagakan. Lima fungsi tersebut terdiri dari: 1. fungsi untuk melengkapi analisis ekstrinsik; 2. berfungsi mengantisipasi, mewadahi kecenderungan-kecenderungan baru hasil-hasil karya satra, yang di dalamnya banyak ditemukan masalah seputar kearifan lokal; 3. antropologi sastra diperlukan dalam kaitannya dengan keberadaan Indonesia, yang di dalamnya terdapat beraneka ragam adat kebiasaan; 4. merupakan wadah bagi tradisi dan sastra lisan; 5. mengantisipasi kecenderungan kontemporer, yaitu perkembangan multidisiplin. Berdasarkan pendapat Ratna mengenai nilai dalam antropologi sastra, peneliti dapat melihat ada banyak hal yang berkaitan dengan kebudayaan, baik yang terkait dengan karya sastra maupun yang terlepas dari karya sastra. Secara tidak langsung antropologi sastra membuat seseorang menjadi mengetahui dan mendalami kebudayaan secara lebih baik. Antropologi sastra dengan sendirinya berkaitan dengan tradisi, adat istiadat, mitos, dan peristiwa-peristiwa kebudayaan pada umumnya, sebagai peristiwa yang khas (Ratna, 2011: 73). Jadi dengan kata lain dapat dikatakan jika bidang kajian antropologi sastra tidak dapat terlepas dari kebudayaan. Maka ketika ada seseorang yang melihat salah satu saja dari ciri kebudayaan yang ada, secara otomatis akan dapat mengidentifikasi antropologisnya.

BAB I PENDAHULUAN. ditinggalkan, karena merupakan kepercayaan atau citra suatu kelompok dan

BAB I PENDAHULUAN. ditinggalkan, karena merupakan kepercayaan atau citra suatu kelompok dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki aneka ragam budaya. Budaya pada dasarnya tidak bisa ditinggalkan, karena merupakan kepercayaan atau citra suatu kelompok dan individu yang ada dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kebudayaan merupakan hal yang tidak dapat terlepas dari kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kebudayaan merupakan hal yang tidak dapat terlepas dari kehidupan manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebudayaan merupakan hal yang tidak dapat terlepas dari kehidupan manusia. Adanya kebudayaan pada kehidupan manusia ibarat darah yang mengalir di dalam tubuh manusia.

Lebih terperinci

KONTEN BUDAYA NUSANTARA Upacara Adat Rambu Solo - Toraja

KONTEN BUDAYA NUSANTARA Upacara Adat Rambu Solo - Toraja KONTEN BUDAYA NUSANTARA Upacara Adat Rambu Solo - Toraja Upacara pemakaman yang dilangsungkan saat matahari tergelincir ke barat. Jenazah dimakamkan di gua atau rongga di puncak tebing batu. Sebagai tanda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang akan menjadi lokasi penelitian ini adalah Tana Toraja. Daerah ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. yang akan menjadi lokasi penelitian ini adalah Tana Toraja. Daerah ini adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan suatu negara yang memiliki potensi budaya yang beraneka ragam, dan dimiliki oleh masing-masing daerah di dalamnya. Salah satu daerah yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Budaya merupakan identitas dari komunitas suatu daerah yang dibangun dari kesepakatan-kesepakatan sosial dalam kelompok masyarakat tertentu. Budaya menggambarkan

Lebih terperinci

KEDUDUKAN ANAK KAUNAN YANG DIANGKAT OLEH TOPARENGNGE (KAUM BANGSAWAN) DALAM PEMBAGIAN WARISAN MASYARAKAT TONDON DI KABUPATEN TORAJA UTARA

KEDUDUKAN ANAK KAUNAN YANG DIANGKAT OLEH TOPARENGNGE (KAUM BANGSAWAN) DALAM PEMBAGIAN WARISAN MASYARAKAT TONDON DI KABUPATEN TORAJA UTARA KEDUDUKAN ANAK KAUNAN YANG DIANGKAT OLEH TOPARENGNGE (KAUM BANGSAWAN) DALAM PEMBAGIAN WARISAN MASYARAKAT TONDON DI KABUPATEN TORAJA UTARA Oktavianus Patiung Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesatuan dari gagasan simbol-simbol dan nilai-nilai yang mendasari hasil karya dan

BAB I PENDAHULUAN. kesatuan dari gagasan simbol-simbol dan nilai-nilai yang mendasari hasil karya dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberagaman suku dan budaya yang ada di Indonesia menjadi salah satu ciri khas masyarakat Indonesia. Masing-masing etnis yang ada di Indonesia tentu memiliki keunikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing,

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan bangsa di dunia yang mendiami suatu daerah tertentu memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing, setiap bangsa memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Minangkabau merupakan salah satu dari antara kelompok etnis utama bangsa

BAB I PENDAHULUAN. Minangkabau merupakan salah satu dari antara kelompok etnis utama bangsa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budaya menempati posisi sentral dalam tatanan hidup manusia. Manusia tidak ada yang dapat hidup di luar ruang lingkup budaya. Budaya dapat memberikan makna pada hidup

Lebih terperinci

46 47 48 49 50 Daftar Pertanyaan Wawancara dengan Bapak Albert Taguh (Domang Kabupaten Lamandau) 1. Apakah yang dimaksud dengan upacara Tewah? 2. Apa tujuan utama upacara Tewah dilaksanakan? 3. Siapa yang

Lebih terperinci

MEMANFAATKAN UNSUR-UNSUR DALAM UPACARA RAMBU SOLO 1 SEBAGAI SATU WUJUD BUDAYA UNTUK DIJADIKAN TITIK TEMU BAGI REEVANGELISASI SUKU TORAJA

MEMANFAATKAN UNSUR-UNSUR DALAM UPACARA RAMBU SOLO 1 SEBAGAI SATU WUJUD BUDAYA UNTUK DIJADIKAN TITIK TEMU BAGI REEVANGELISASI SUKU TORAJA MEMANFAATKAN UNSUR-UNSUR DALAM UPACARA RAMBU SOLO 1 SEBAGAI SATU WUJUD BUDAYA UNTUK DIJADIKAN TITIK TEMU BAGI REEVANGELISASI SUKU TORAJA Andrianus Pasa Abstrak Tulisan ini merupakan suatu analisis terhadap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN A. Tinjauan Pustaka 1. Definisi Kebudayaan Kata kebudayaan berasal dari kata Sansekerta buddhayah, ialah bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau

Lebih terperinci

BENTUK DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM TRADISI GUYUBAN BAGI KEHIDUPAN MASYARAKAT DESA PASIR AYAH KEBUMEN

BENTUK DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM TRADISI GUYUBAN BAGI KEHIDUPAN MASYARAKAT DESA PASIR AYAH KEBUMEN BENTUK DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM TRADISI GUYUBAN BAGI KEHIDUPAN MASYARAKAT DESA PASIR AYAH KEBUMEN Oleh : Ade Reza Palevi program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa aderezahidayat@yahoo.co.id ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN A. Kebudayaan dan Kesenian. 1. Kebudayaan sebagai proses pembangunan Koentjaraningrat dalam Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan mendeskripsikan bahwa

Lebih terperinci

RAPASAN: UPACARA PEMAKAMAN BAGI KASTA TANA BULAAN DI TANA TORAJA

RAPASAN: UPACARA PEMAKAMAN BAGI KASTA TANA BULAAN DI TANA TORAJA RAPASAN: UPACARA PEMAKAMAN BAGI KASTA TANA BULAAN DI TANA TORAJA IN TANA TORAJA Ansaar Telepon (0411) 883748, 885119 Faksimile (0411) 865166 Diterima: 20 Juni 2014; Direvisi: 27 Agustus 2014; Disetujui:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengarang untuk memperkenalkan kebudayaan suatu daerah tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. pengarang untuk memperkenalkan kebudayaan suatu daerah tertentu. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya sastra merupakan suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni (Werren dan Wellek, 2014:3). Sastra bisa dikatakan sebagai karya seni yang bersifat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mempunyai tata cara dan aspek-aspek kehidupan yang berbeda-beda. Oleh

I. PENDAHULUAN. mempunyai tata cara dan aspek-aspek kehidupan yang berbeda-beda. Oleh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki ribuan pulau yang tentunya pulau-pulau tersebut memiliki penduduk asli daerah yang mempunyai tata cara dan aspek-aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Kalimantan Selatan merupakan salah satu dari lima provinsi yang ada di Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari beragamnya kebudayaan yang ada di Indonesia. Menurut ilmu. antropologi, (dalam Koentjaraningrat, 2000: 180) kebudayaan adalah

BAB I PENDAHULUAN. dari beragamnya kebudayaan yang ada di Indonesia. Menurut ilmu. antropologi, (dalam Koentjaraningrat, 2000: 180) kebudayaan adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki keanekaragaman di segala aspek kehidupan. Keanekaragaman tersebut terlihat dari beragamnya kebudayaan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN. a. Kebudayaan sebagai proses pembangunan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN. a. Kebudayaan sebagai proses pembangunan BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN A. Tinjauan Pustaka 1. Kebudayaan a. Kebudayaan sebagai proses pembangunan Koentjaraningrat dalam Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan mendeskripsikan

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DATA. A. Upacara Kematian Agama Hindu Di Pura Krematorium Jala Pralaya

BAB V ANALISA DATA. A. Upacara Kematian Agama Hindu Di Pura Krematorium Jala Pralaya BAB V ANALISA DATA A. Upacara Kematian Agama Hindu Di Pura Krematorium Jala Pralaya Upacara kematian ini bersifat wajib bagi keluarga yang telah ditinggal mati. Dalam proses upacara kematian, ada yang

Lebih terperinci

LAMPIRAN I DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA

LAMPIRAN I DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA LAMPIRAN I DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA Nama : Umur : Agama : Pekerjaan : Pertanyaan Asal anda darimana? Sejak usia berapa anda mulai memahami mengenai adat Toraja? Apakah keluarga anda masih menjalankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kekompleksitasan Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah membuat Indonesia menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia disatupadukan dari kebudayaan nasional dan kebudayaan. daerah. Kebudayaan nasional Indonesia merupakan puncak puncak

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia disatupadukan dari kebudayaan nasional dan kebudayaan. daerah. Kebudayaan nasional Indonesia merupakan puncak puncak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Nusantara terdiri atas aneka warna kebudayaan dan bahasa. Keaneka ragaman kebudayaan dari berbagai suku bangsa yang ada di Indonesia disatupadukan dari kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kehidupan dan kematian merupakan dua hal yang harus dihadapi oleh setiap manusia termasuk orang Toraja, karena ini merupakan hukum kehidupan menurut adat Toraja. Sebagai

Lebih terperinci

SUKU TORAJA. Rangga Wijaya ( ) Putri Raudya Sofyana ( )

SUKU TORAJA. Rangga Wijaya ( ) Putri Raudya Sofyana ( ) SUKU TORAJA Rangga Wijaya (14148117) Putri Raudya Sofyana (14148140) Geografis dan Wilayah Letak suku Toraja : 119 0-120 0 BT dan 2 0-3 0 LS Terletak di sekitar pegunungan Latimojong dan Quarles. Berada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah kehidupan manusia, kebudayaan selalu ada sebagai upaya dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah kehidupan manusia, kebudayaan selalu ada sebagai upaya dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sejarah kehidupan manusia, kebudayaan selalu ada sebagai upaya dan kegiatan manusia untuk menguasai alam dan mengolahnya bagi pemenuhan kebutuhan manusia. Kebudayaan

Lebih terperinci

JURNAL SKRIPSI. MAKNA RITUAL DALAM PEMENTASAN SENI TRADISI REOG PONOROGO (Studi Kasus di Desa Wagir Lor, Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo)

JURNAL SKRIPSI. MAKNA RITUAL DALAM PEMENTASAN SENI TRADISI REOG PONOROGO (Studi Kasus di Desa Wagir Lor, Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo) JURNAL SKRIPSI MAKNA RITUAL DALAM PEMENTASAN SENI TRADISI REOG PONOROGO (Studi Kasus di Desa Wagir Lor, Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo) SKRIPSI Oleh: DESI WIDYASTUTI K8409015 FAKULTAS KEGURUAN DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kebanggaan nasional (national pride) bangsa Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kebanggaan nasional (national pride) bangsa Indonesia adalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu kebanggaan nasional (national pride) bangsa Indonesia adalah memiliki keanekaragaman budaya yang tak terhitung banyaknya. Kebudayaan lokal dari seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Struktur karya sastra dibedakan menjadi dua jenis yaitu struktur dalam

BAB I PENDAHULUAN. Struktur karya sastra dibedakan menjadi dua jenis yaitu struktur dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Struktur karya sastra dibedakan menjadi dua jenis yaitu struktur dalam (intrinsik) dan luar (ekstrinsik). Pada gilirannya analisis pun tidak terlepas dari kedua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan seloka. Sedangkan novel, cerpen, puisi, dan drama adalah termasuk jenis sastra

BAB I PENDAHULUAN. dan seloka. Sedangkan novel, cerpen, puisi, dan drama adalah termasuk jenis sastra 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra pada umumnya terdiri atas dua bentuk yaitu bentuk lisan dan bentuk tulisan. Sastra yang berbentuk lisan seperti mantra, bidal, pantun, gurindam, syair,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebudayaan merupakan corak kehidupan di dalam masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebudayaan merupakan corak kehidupan di dalam masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan corak kehidupan di dalam masyarakat yang diungkapkan dalam bentuk cara bertindak, berbicara, berfikir, dan hidup. Daerah kebudayaan Kalimantan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia selalu diperhadapkan dengan berbagai keragaman, baik itu agama, sosial, ekonomi dan budaya. Jika diruntut maka banyak sekali keragaman yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang ada di Indonesia dan masih terjaga kelestariannya. Kampung ini merupakan kampung adat yang secara

Lebih terperinci

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Struktur masyarakat Indonesia yang majemuk menjadikan bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman adat istiadat, budaya, suku, ras, bahasa dan agama. Kemajemukan tersebut

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian yang Relevan Sebuah penelitian agar mempunyai orisinilitas perlu adanya penelitan yang relevan dengan penelitian yang dibuatnya. Penelitian yang membahas wujud dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa, tarian dan adat istiadat yang dimiliki oleh setiap suku bangsa juga sangat beragam. Keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kebudayaan merupakan kompleks yang mencakup pengetahuan,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kebudayaan merupakan kompleks yang mencakup pengetahuan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan merupakan kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan lain kemampuankemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, adat istiadat dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, adat istiadat dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, adat istiadat dan budaya. Hal ini menyebabkan daerah yang satu dengan daerah yang lain memiliki kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari berbagai suku

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari berbagai suku 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari berbagai suku bangsa, bahasa serta budaya. Keanekaragaman kebudayaan ini berasal dari kebudayaan-kebudayaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan

I. PENDAHULUAN. Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan dan kebiasaan tersebut dapat dijadikan sebagai identitas atau jatidiri mereka. Kebudayaan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang sangat kompleks. Didalamnya berisi struktur-struktur yang

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang sangat kompleks. Didalamnya berisi struktur-struktur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang kaya akan budaya yang berada di daerah-daerah di dalamnya. Kebudayaan itu sendiri mencakup pengertian yang sangat luas. Kebudayaan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai fakta sosial, manusia sebagai makhluk kultural (Ratna, 2005:14). Dalam

BAB I PENDAHULUAN. sebagai fakta sosial, manusia sebagai makhluk kultural (Ratna, 2005:14). Dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan salah satu hasil karya seni yang sekaligus menjadi bagian dari kebudayaan. Sebagai salah satu hasil kesenian, karya sastra mengandung

Lebih terperinci

Upacara Kematian dalam Tradisi suku Toraja dalam Novel Puya ke Puya Karya Faisal Oddang: Kajian Sosiologi Sastra

Upacara Kematian dalam Tradisi suku Toraja dalam Novel Puya ke Puya Karya Faisal Oddang: Kajian Sosiologi Sastra Upacara Kematian dalam Tradisi suku Toraja dalam Novel Puya ke Puya Karya Faisal Oddang: Kajian Sosiologi Sastra Nur Laili Ihsan 1*, I Ketut Sudewa 2, I G.A.A Mas Triadnyani 3 [123] Program Studi Sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya keanekaragaman seni dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya keanekaragaman seni dan budaya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya keanekaragaman seni dan budaya. Kebudayaan lokal sering disebut kebudayaan etnis atau folklor (budaya tradisi). Kebudayaan lokal

Lebih terperinci

KEBUDAYAAN. 1. Pengertian

KEBUDAYAAN. 1. Pengertian SISTEM BUDAYA Setiap manusia memiliki unsur dalam dirinya yang disebut Perilaku, yaitu : suatu totalitas dari gerak motoris, persepsi, dan fungsi kognitif. Salah satu unsur perilaku adalah gerak sosial

Lebih terperinci

PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO

PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO Oleh: Wahyu Duhito Sari program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa Wahyu_duhito@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan yang berbeda-beda. Koentjaranigrat (2009:144) mendefenisikan

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan yang berbeda-beda. Koentjaranigrat (2009:144) mendefenisikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang memiliki keanekaragaman budaya dan suku bangsa. Masing-masing dari suku bangsa tersebut memiliki tradisi atau kebudayaan yang berbeda-beda.

Lebih terperinci

BAB IV MAKNA PELAKSANAAN UPACARA ADAT ALAWAU AMANO BAGI KEHIDUPAN ORANG NOLLOTH. A. Mendiskripsikan Upacara Adat Kematian Alawau Amano

BAB IV MAKNA PELAKSANAAN UPACARA ADAT ALAWAU AMANO BAGI KEHIDUPAN ORANG NOLLOTH. A. Mendiskripsikan Upacara Adat Kematian Alawau Amano BAB IV MAKNA PELAKSANAAN UPACARA ADAT ALAWAU AMANO BAGI KEHIDUPAN ORANG NOLLOTH A. Mendiskripsikan Upacara Adat Kematian Alawau Amano Menurut Hertz, kematian selalu dipandang sebagai suatu proses peralihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menentukan dan menetapkan masa depan masyarakat melalui pelaksana religinya.

BAB I PENDAHULUAN. menentukan dan menetapkan masa depan masyarakat melalui pelaksana religinya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Merayakan upacara-upacara yang terkait pada lingkaran kehidupan merupakan hal yang sangat penting bagi masyarakat Karo. Upacara atau perayaan berhubungan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Simalungun terbagi atas beberapa bagian seperti upacara adat Marhajabuan

BAB I PENDAHULUAN. Simalungun terbagi atas beberapa bagian seperti upacara adat Marhajabuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Etnis Simalungun memiliki kebudayaan yang banyak menghasilkan kesenian daerah dan upacara adat, dan hal tersebut masih dilakukan oleh masyarakat Simalungun sebagai

Lebih terperinci

PERANAN TERNAK KERBAU DALAM MASYARAKAT ADAT TORAJA DI SULAWESI SELATAN

PERANAN TERNAK KERBAU DALAM MASYARAKAT ADAT TORAJA DI SULAWESI SELATAN Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010 PERANAN TERNAK KERBAU DALAM MASYARAKAT ADAT TORAJA DI SULAWESI SELATAN (The Role of Buffalo in Culture Toraja Ethnic in South Sulawesi) MATHEUS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini sudah memiliki kebudayaan dan karya sastra tersendiri.

BAB I PENDAHULUAN. ini sudah memiliki kebudayaan dan karya sastra tersendiri. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar yang terdiri atas berbagai suku yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Salah satunya adalah etnis Batak. Etnis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dulu mereka telah memiliki budaya. Budaya dalam hal ini memiliki arti bahwa

BAB I PENDAHULUAN. dulu mereka telah memiliki budaya. Budaya dalam hal ini memiliki arti bahwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suku Karo merupakan suku bangsa tersendiri dalam tubuh bangsa Indonesia. Suku Karo mempunyai bahasa tersendiri yaitu bahasa Karo. Suku Karo yang merupakan bagian

Lebih terperinci

BAB 2 DATA DAN ANALISA

BAB 2 DATA DAN ANALISA BAB 2 DATA DAN ANALISA 2.1 SUMBER DATA Data data dan informasi yang digunakan untuk mendukung proyek tugas akhir ini akan diambil dari berbagai sumber, diantaranya: 1. Literatur : media cetak (buku), media

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI. A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI. A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi Bersyukur kepada sang pencipta tentang apa yang telah di anugerahkan kepada seluruh umat manusia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi. 1 Dalam kaitannya

BAB I PENDAHULUAN. sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi. 1 Dalam kaitannya BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi. 1 Dalam kaitannya dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nuarisa Agossa, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nuarisa Agossa, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seni pertunjukan yang ada di Indonesia sangat beragam bentuk dan jenisnya. Seni pertunjukan yang berada dalam suatu lingkungan masyarakat Indonesia tidak terlepas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk hidup ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dan dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu berupa akal, cipta, rasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan aturan yang harus di patuhi untuk setiap suami, istri, anak, menantu, cucu,

BAB I PENDAHULUAN. dan aturan yang harus di patuhi untuk setiap suami, istri, anak, menantu, cucu, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam upacara kematian etnis Tionghoa ini, terdapat beragam pantangan dan aturan yang harus di patuhi untuk setiap suami, istri, anak, menantu, cucu, buyut

Lebih terperinci

GEOGRAFI BUDAYA Materi : 7

GEOGRAFI BUDAYA Materi : 7 GEOGRAFI BUDAYA Materi : 7 Agus sudarsono 1 VII. KEBUDAYAAN 2 A. BUDAYA DAN KEBUDAYAAN Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan suatu bagian dari kebudayaan. Bila kita mengkaji kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan suatu bagian dari kebudayaan. Bila kita mengkaji kebudayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra merupakan suatu bagian dari kebudayaan. Bila kita mengkaji kebudayaan kita tidak dapat melihatnya sebagai sesuatu yang statis, tetapi merupakan sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat tersebut yang berusaha menjaga dan melestarikannya sehingga

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat tersebut yang berusaha menjaga dan melestarikannya sehingga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bhineka Tunggal Ika adalah semboyan bangsa Indonesia terhadap perbedaan suku bangsa dan budaya yang menjadi kekayaan bangsa Indonesia. Setiap daerah masing-masing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan ungkapan kehidupan manusia yang memiliki nilai dan disajikan melalui bahasa yang menarik. Karya sastra bersifat imajinatif dan kreatif

Lebih terperinci

sendiri diatur dalam pasak 303 ayat (3) KUHP yang berbunyi:

sendiri diatur dalam pasak 303 ayat (3) KUHP yang berbunyi: Saat ini, berbagai macam dan bentuk perjudian sudah meluas dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, baik secara terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi. Sebagian masyarakat memandang bahwa perjudian sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman suku, agama, ras, budaya dan bahasa daerah. Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman suku, agama, ras, budaya dan bahasa daerah. Indonesia memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Budaya merupakan simbol peradaban. Apabila sebuah budaya luntur dan tidak lagi dipedulikan oleh sebuah bangsa, peradaban bangsa tersebut tinggal menunggu waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenis pekerjaan, pendidikan maupun tingkat ekonominya. Adapun budaya yang di. memenuhi tuntutan kebutuhan yang makin mendesak.

BAB I PENDAHULUAN. jenis pekerjaan, pendidikan maupun tingkat ekonominya. Adapun budaya yang di. memenuhi tuntutan kebutuhan yang makin mendesak. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia merupakan suatu masyarakat majemuk yang terdiri dari banyak suku, bangsa, adat istiadat, agama, bahasa, budaya, dan golongan atas dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seorang manusia sebagai bagian dari sebuah komunitas yang. bernama masyarakat, senantiasa terlibat dengan berbagai aktifitas sosial

BAB I PENDAHULUAN. Seorang manusia sebagai bagian dari sebuah komunitas yang. bernama masyarakat, senantiasa terlibat dengan berbagai aktifitas sosial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seorang manusia sebagai bagian dari sebuah komunitas yang bernama masyarakat, senantiasa terlibat dengan berbagai aktifitas sosial yang berlaku dan berlangsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam kehidupan manusia, setiap pasangan tentu ingin melanjutkan hubungannya ke jenjang pernikahan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai ungkapan pribadi manusia berupa pengalaman,

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai ungkapan pribadi manusia berupa pengalaman, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra sebagai ungkapan pribadi manusia berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran kehidupan, yang dapat membangkitkan

Lebih terperinci

PENGERTIAN DASAR SEJARAH KEBUDAYAAN

PENGERTIAN DASAR SEJARAH KEBUDAYAAN PENGERTIAN DASAR SEJARAH KEBUDAYAAN Pengertian dasar sejarah kebudayaan yang dimaksudkan di sini adalah pembahasan umum mencakup pembahasan mengenai istilah dan definisi kebudayan, perbedaan kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. budaya sebagai warisan dari nenek moyang. Sebagaimana disebutkan dalam pasal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. budaya sebagai warisan dari nenek moyang. Sebagaimana disebutkan dalam pasal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman budaya sebagai warisan dari nenek moyang. Sebagaimana disebutkan dalam pasal 32 ayat (1) dan

Lebih terperinci

Kebudayaan (2) Pengantar Antropologi. Dian Kurnia Anggreta, S.Sos, M.Si 1

Kebudayaan (2) Pengantar Antropologi. Dian Kurnia Anggreta, S.Sos, M.Si 1 Kebudayaan (2) Pengantar Antropologi Dian Kurnia Anggreta, S.Sos, M.Si 1 Unsur-unsur Kebudayaan Integrasi Kebudayaan Kerangka Teori Tindakan Dian Kurnia Anggreta, S.Sos, M.Si 2 Sebagaimana yang telah dipelajari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial yang memiliki akal dan pikiran yang mampu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial yang memiliki akal dan pikiran yang mampu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang memiliki akal dan pikiran yang mampu menciptakan pola bagi kehidupannya berupa kebudayaan. Kebudayaan merupakan hasil cipta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai merauke, menyebabkan Indonesia memiliki banyak pulau. dijadikan modal bagi pengembang budaya secara keseluruhan.

BAB I PENDAHULUAN. sampai merauke, menyebabkan Indonesia memiliki banyak pulau. dijadikan modal bagi pengembang budaya secara keseluruhan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara geografis, letak Indonesia yang terbentang dari sabang sampai merauke, menyebabkan Indonesia memiliki banyak pulau. Indonesia yang terkenal dengan banyak pulau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebuah kalimat yang berasal dari lafadz hallala-yuhallilu-tahlilan yang berarti

I. PENDAHULUAN. sebuah kalimat yang berasal dari lafadz hallala-yuhallilu-tahlilan yang berarti 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kata Tahlil secara etimologi dalam tata bahasa Arab membahasnya sebagai sebuah kalimat yang berasal dari lafadz hallala-yuhallilu-tahlilan yang berarti mengucapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kesatuan dari berbagai pulau dan daerah yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kesatuan dari berbagai pulau dan daerah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kesatuan dari berbagai pulau dan daerah yang memiliki kekayaan budaya, bahasa, cara hidup, dan tradisi. Tradisi di Indonesia terdiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tari sebagai ekspresi jiwa manusia dapat diwujudkan dalam bentuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tari sebagai ekspresi jiwa manusia dapat diwujudkan dalam bentuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tari sebagai ekspresi jiwa manusia dapat diwujudkan dalam bentuk simbol yang mengandung arti yang beraneka ragam salah satunya digunakan sebagai sarana untuk mengekspresikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sastra adalah salah satu saluran kreativitas yang penting dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sastra adalah salah satu saluran kreativitas yang penting dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra adalah salah satu saluran kreativitas yang penting dalam kehidupan manusia. Hal inilah kemudian yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Menurut Simon Kemoni yang dikutip oleh Esten (2001: 22) globalisasi dalam bentuk yang alami akan meninggikan berbagai budaya dan nilai-nilai budaya. Globalisasi

Lebih terperinci

Filled Notes. 1. Wawancara dengan Bapak YB. Hari/tanggal : Selasa, 27 Maret : Rumah Bapak YB : WITA.

Filled Notes. 1. Wawancara dengan Bapak YB. Hari/tanggal : Selasa, 27 Maret : Rumah Bapak YB : WITA. LAMPIRAN 90 Filled Notes 1. Wawancara dengan Bapak YB Hari/tanggal : Selasa, 27 Maret 2012 : Rumah Bapak YB : 16.30-18.35 WITA a) Arti kematian bagi orang Sabu. Made atau meninggal menurut kepercayaan

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Kegiatan pembelajaran di sekolah dilaksanakan dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan siswa, baik pada aspek pengetahuan, sikap

A. Latar Belakang Kegiatan pembelajaran di sekolah dilaksanakan dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan siswa, baik pada aspek pengetahuan, sikap A. Latar Belakang Kegiatan pembelajaran di sekolah dilaksanakan dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan siswa, baik pada aspek pengetahuan, sikap maupun keterampilan. Untuk mencapai ketiga aspek tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tradisi merupakan aktivitas yang diturunkan secara terus-menerus dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tradisi merupakan aktivitas yang diturunkan secara terus-menerus dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tradisi merupakan aktivitas yang diturunkan secara terus-menerus dan mengandung nilai-nilai luhur. Aktivitas yang terdapat dalam tradisi secara turuntemurun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Dalam proses penyebarluasan firman Tuhan, pekabaran Injil selalu berlangsung dalam konteks adat-istiadat dan budaya tertentu, seperti halnya Gereja gereja di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masyarakat dan kebudayaan merupakan hubungan yang sangat sulit dipisahkan. Sebab masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. batas formal namun semua itu tidak begitu subtansial. Mitos tidak jauh dengan

BAB I PENDAHULUAN. batas formal namun semua itu tidak begitu subtansial. Mitos tidak jauh dengan 1 BAB I PENDAHULUAN E. Latar Belakang Mitos adalah tipe wicara, segala sesuatu bisa menjadi mitos asalkan disajikan oleh sebuah wacana. Mitos tidak ditentukan oleh objek pesannya, namun oleh bagaimana

Lebih terperinci

BAB l PENDAHULUAN. pencapaian inovasi tersebut manusia kerap menggunakan kreativitas untuk menciptakan

BAB l PENDAHULUAN. pencapaian inovasi tersebut manusia kerap menggunakan kreativitas untuk menciptakan BAB l PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan mahkluk yang memiliki akal pikiran untuk melakukan inovasiinovasi dalam mencapai tujuan tertentu sesuai yang diinginkannya. Di dalam proses pencapaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku X di Kabupaten Papua yang menganut tradisi potong jari ketika salah seorang anggota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian dalam kehidupan manusia telah menjadi bagian dari warisan

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian dalam kehidupan manusia telah menjadi bagian dari warisan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesenian dalam kehidupan manusia telah menjadi bagian dari warisan nenek moyang. Sejak dulu berkesenian sudah menjadi kebiasaan yang membudaya, secara turun temurun

Lebih terperinci

PERTEMUAN MINGGU KE 5

PERTEMUAN MINGGU KE 5 PERTEMUAN MINGGU KE 5 WUJUD KEBUDAYAAN Talcott Parsons bersama A.L. Kroeber pernah menganjurkan untuk membedakan wujud kebudayaan sebagai suatu sistem dari ide-ide dan konsep-konsep dari wujud kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut tersebar di daerah-daerah sehingga setiap daerah memiliki kebudayaan yang berbeda-beda.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan kenyataan, bangsa Indonesia terdiri dari suku-suku bangsa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan kenyataan, bangsa Indonesia terdiri dari suku-suku bangsa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan kenyataan, bangsa Indonesia terdiri dari suku-suku bangsa yang mempunyai latar belakang sosio budaya yang berbeda-beda. Keragaman ini terdiri dari kebudayaan-kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Sastra merupakan suatu bagian dari kebudayaan. Bila kita mengkaji sastra maka kita akan dapat menggali berbagai kebudayaan yang ada. Di Indonesia

Lebih terperinci

TANA TORAJA P E N G A N T A R P E N G A N T A R K E P E R C A Y A A N. Aluk Todolo. Puang Matua. Desain Interior - Akademi Teknik PIKA 1

TANA TORAJA P E N G A N T A R P E N G A N T A R K E P E R C A Y A A N. Aluk Todolo. Puang Matua. Desain Interior - Akademi Teknik PIKA 1 TANA TORAJA Perkembangan Arsitektur Tradisional Oleh : Eka Kurniawan A.P, ST 1 P E N G A N T A R Nama Toraja diberikan suku Bugis Sidenreng dan suku Luwu. Orang Bugis Sidengreng menyebut orang Toraja dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atas tanah sebagai upacara peniadaan jenazah secara terhormat.

BAB I PENDAHULUAN. atas tanah sebagai upacara peniadaan jenazah secara terhormat. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kematian adalah akhir dari kehidupan. Dalam kematian manusia ada ritual kematian yang disebut dengan pemakaman. Pemakaman dianggap sebagai akhir dari ritual kematian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia, mitos dan ritual saling berkaitan. Penghadiran kembali pengalaman

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia, mitos dan ritual saling berkaitan. Penghadiran kembali pengalaman BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ritual merupakan suatu proses pelaksanaan tradisi. Meskipun sudah ada ritual tanpa mitos-mitos dalam beberapa periode jaman kuno. Dalam tingkah laku manusia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bima itu. Namun saat adat istiadat tersebut perlahan-lahan mulai memudar, dan

BAB I PENDAHULUAN. Bima itu. Namun saat adat istiadat tersebut perlahan-lahan mulai memudar, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat Bima merupakan perpaduan dari berbagai suku, etnis dan budaya yang hampir menyebar di seluruh pelosok tanah air.akan tetapi pembentukan masyarakat Bima yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Kebudayaan berasal dari kata sansekerta budhayah, yaitu bentuk jamak

BAB II KAJIAN TEORI. Kebudayaan berasal dari kata sansekerta budhayah, yaitu bentuk jamak BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Pustaka 1. Kebudayaan Kebudayaan berasal dari kata sansekerta budhayah, yaitu bentuk jamak dari budhi yang berarti budhi atau akal. Kebudayaan dapat diartikan hal-hal yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan kemampuan - kemampuan serta

BAB I PENDAHULUAN. kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan kemampuan - kemampuan serta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan kemampuan - kemampuan serta kebiasaan yang didapatkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, yang terdiri dari berbagai suku-sukubangsa yang tinggal di berbagai daerah tertentu di Indonesia. Masing- masing

Lebih terperinci