BAB I PENDAHULUAN. 16 Januari 2012, diakses tanggal 20 Mei 2016 pukul WIB 1

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. 16 Januari 2012, diakses tanggal 20 Mei 2016 pukul WIB 1"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan pengembangan sektor pertanian perlu dilakukan mengingat besarnya potensi sumberdaya yang dimiliki oleh daerah-daerah di Indonesia. Selain itu, sektor ini juga merupakan sektor yang mampu menyerap tenaga kerja masyarakat yang cukup besar sebagai penggerak perekonomian daerah yang berbasis sumberdaya lokal. Dalam program pengembangan agribisnis ini, maka program investasi senantiasa diarahkan pada komoditas-komoditas unggulan sebagai leading sectornya yang kemudian diharapkan dapat memberikan multifier effect pada sektor ikutannya. Komoditas unggulan yang dimaksud adalah komoditas yang diusahakan berdasarkan keunggulan kompetitif dan komparatif ditopang oleh pemanfaatan teknologi yang sesuai denga agroekosistem untuk meningkatkan nilai tambah dan mempunyai multiflier effect terhadap berkembangnya sektor lain. 1 Mengingat Indonesia merupakan negara yang kaya akan Sumber Daya Alam (SDA) baik yang bersifat hayati (perikanan, pertanian, dan perkebunan) maupun nonhayati (hasil tambang). Sebagai salah satu negara agraris, Indonesia berada pada letak yang strategis dengan iklim tropis dan curah hujan tinggi sehingga banyak tumbuhan 1 Soemarno, Model Pengembangan Kawasan Agribisnis Tebu, dalam 16 Januari 2012, diakses tanggal 20 Mei 2016 pukul WIB 1

2 2 yang dapat tumbuh dan hidup. Masyarakat memanfaatkan keuntungan tersebut untuk meningkatkan perekonomian dan peningkatan taraf hidup, salah satunya di bidang perkebunan dengan tanaman tebu. Pengembangan dan pemilihan komoditas unggulan yang didasarkan pada pendekatan wilayah (kawasan) dan pendekatan pasar sehingga diharapkan dapat menjamin kesinambungan produksi melalui pemanfaatan keunggulan komparatif daerah sebagai basis pengembangan (spesifik atau keunggulan lokal), dan dapat menumbuhkan pusat-pusat (sentra) komoditas spesifik wilayah yang mendorong keterkaitan antara wilayah secara dinamis dan membangkitkan interaksi sektor produksi dan pasar yang dinamis. 2 Secara umum, jenis gula tebu yang diproduksi dan diperdagangkan di Indonesia terbagi menjadi dua jenis, yakni jenis gula pasir (putih) dan jenis gula merah. Secara teknis, gula merah memiliki beberapa keunggulan manfaat jika dibandingkan dengan manfaat gula putih. Kandungan rasa manis dan glukosa sama-sama dimiliki oleh kedua jenis gula, tetapi pada kandungan galaktomanan, energi spontan, antioksidan, manfaat untuk penyakit diabetes, dan senyawa yang ada seperti pada kelapa muda tidak terjadi pada gula putih. 3 Sifat yang membedakan lainnya adalah gula merah dapat menimbulkan tekstur makanan yang lebih empuk dan permintaan gula merah tebu oleh pihak industri di Jawa Timur sangat tinggi. Dari kebutuhan sebesar ribu ton per tahun hanya 2 Mubyarto, Masalah Industri Gula Di Indonesia (Yogyakarta, 1984), hlm Anonim, Jenis Gula Tebu di Indonesia, dalam 15 Agustus 2007, diakses tanggal 10 Juni 2016 pukul WIB

3 3 mampu dipenuhi produsen gula merah sekitar 5 ribu ton per tahun. Gula merah tebu adalah gula merah yang terbuat dari nira tebu yang diproduksi secara tradisional oleh para pengrajin atau petani tebu. Gula merah tebu ini merupakan bahan dasar terbesar dari makanan penyedap yaitu kecap. 4 Perbandingan pada kualitas rendemen gula juga memiliki perbedaan mendasar yang dapat mempengaruhi persepsi petani dan pedagang tebu. Mekanisme transaksi dalam penyediaan tebu sebagai bahan baku produksi gula merah, banyak menjadi faktor yang mempengaruhi minat produsen untuk memproduksi gula merah tebu, terutama para pengrajin atau petani tebu. Beberapa motif yang perlu diperhatikan agar produsen dapat memproduksi gula merah antara lain: (1) ketersediaan tebu yang sesuai dengan kebutuhan produksi (kuantitas dan kualitas); (2) tingkat rendemen tebu; (3) kesesuaian harga tebu; dan (4) sistem penjualan bahan baku tebu. 5 Motif yang pertama mengenai ketersediaan tebu yang sesuai kebutuhan, telah menjadi bahan pertimbangan bagi produsen disebabkan berpengaruh pada estimasi keuntungan yang akan diperoleh, dan besaran resiko produksi yang diprediksi dapat terjadi. Beberapa produsen mengatakan memilih memproduksi gula merah pada periode tertentu (umumnya disesuaikan pada musim giling pabrik gula putih pada bulan April- 4 Rosdiansyah, Permintaan Gula Merah Meningkat, Rafinasi Jadi Alternatif, dalam 6 Pebruari 2012, diakses pada 2 Mei 2016 Pukul WIB 5 Ibid, hlm.11

4 4 Oktober) karena kualitas tebu yang dihasilkan berada pada posisi tingkat rendemen tertinggi. Tingkat rendemen menjadi bagian terpenting dalam kelayakan industri gula. 6 Dengan kualitas rendemen yang cukup tinggi, akan semakin banyak gula yang dapat diproduksi dan memberikan laba produksi yang cukup tinggi sebagai hasil penjualan. Dengan adanya jaminan suplai bahan baku tebu, maka produsen tidak akan mengalami hambatan produksi dan kurang efisiensinya biaya transaksi. Biaya transaksi dalam perspektif kelembagaan bahan baku diasumsikan sebagai biaya yang dikeluarkan oleh pelaku industri dalam mengakses informasi, negosiasi, dan mengeksekusi penyediaan bahan baku. Semakin kecil biaya transaksi, makan desain kelembagaan bahan baku tebu dianggap semakin efisien. Tingkat rendemen sebagai motif kedua merupakan salah satu skala yang digunakan antara petani sebagai penyedia tebu dan produsen gula merah untuk menentukan kualitas tebu yang dihasilkan, menjadi parameter untuk menentukan harga tebu, dan perkiraan produksi yang dapat dihasilkan (produktivitas), serta estimasi besaran keuntungan yang akan diperoleh produsen gula. Perbandingan tingkat rendemen tebu antara yang digunakan industri gula merah dan gula putih memiliki perbedaan yang cukup signifikan. Jika menggunakan parameter rendemen yang digunakan pada tahun 2013, rendemen gula putih rata-rata berkisar 7 persen, sedangkan gula merah pada musim hujan (bulan Oktober-April) mencapai kisaran 7-10 persen dan pada musim kemarau (April-Oktober) dapat mencapai persen. Secara teknis perbedaan ini cukup logis disebabkan kandungan nira yang 6 Lhestari A.P., Pengaruh Waktu Tunda Giling Tebu dan Penambahan Natrium Metabisulfit terhadap Mutu Gula Merah Tebu (Bandung, 2006), hlm. 24

5 5 dijadikan sebagai bahan baku utama produksi gula juga berbeda. Pada produksi gula putih, nira sebagai hasil pemerasan tebu tidak dapat dijadikan gula sepenuhnya, karena masih tercampur dengan kandungan tetes tebu. Sedangkan gula merah, menggunakan penyaringan nira yang lebih sederhana, tidak memisahkan antara tetes dan nira sehingga tingkat rendemennya lebih tinggi. Kemudian motif ketiga mengenai kesesuaian harga tebu. Dalam beberapa kejadian yang terjadi dalam transaksi antara industri gula putih dan petani, muncul konflik horizontal akibat ketidakpuasan para petani deangan pembeli (industri gula putih) yang disebabkan perselisihan mengenai tingkat rendemen. Akibatnya, besaran harga tebu tidak menemukan titik kesepakatan dan pada akhirnya petani lebih memilih tidak memanen tebu dengan cara membakar atau cara lainnya. Konflik ini bermuara pada berkurangnya ketersediaan (suplai) tebu dan menurunkan produksi gula. Sedangkan dari sisi produsen, ketidaksesuaian harga dengan rendemen tebu akan menurunkan profitabilitas. Sehingga kesimpulan singkatnya, perlu ada upaya untuk memperbaiki sistem transaksi penjualan tebu. Dalam penentuan harga bahan baku tebu, mekanisme yang umum digunakan adalah menggunakan parameter harga yang ditentukan industri gula putih. Jika harga pasar yang diperoleh petani kepada industri gula putih tinggi, maka harga jual tebu ke produsen gula merah juga akan tinggi. Berdasarkan hal tersebut perlu menjadi perhatian dalam penentuan harga adalah kurang terlibatnya petani sebagai produsen tebu dalam penentuan harga jual tebu. Masalah-masalah umum yang berpotensi terjadi dengan mekanisme ini adalah perselisihan mengenai besaran rendeman. Petani yang tidak banyak dilibatkan dalam penentuan besaran rendemen akibat kemampuan yang dirasa

6 6 kurang mumpuni, akan dapat menjadi pihak yang dirugikan jika tidak disertai perlindungan harga. Maka langkah sederhananya adalah memperbaiki bargaining power petani tebu, termasuk di dalamnya memberdayakan petani untuk terlibat dalam penentuan harga. Tujuannya, dengan sistem penentuan harga yang semakin transparan akan menurunkan potensi keuntungan sepihak dari para pelaku transaksi. Kelembagaan yang terakhir memuat sistem transaksi yang meliputi momentum transaksi penjualan dan sistem pembayaran. 7 Berdasarkan uraian tersebut, maka perlu dikaji yaitu sistem transaksi perdagangan yang terjadi di lapangan tingkat petani sampai ke tingkat pabrik atau perusahaan kecap baik di tingkat lokal maupun tingkat nasional. Keperluan modal untuk awal produksi pada tingkat petani/pengrajin sangat besar, yang mana petani harus membayar tenaga kerja untuk melakukan pengolahan pembuatan gula mulai dari bahan dasar yaitu tebu sampai menjadi gula. Di sinilah peran distributor (penyalur) yang menerima dan menyalurkan gula tersebut untuk membantu kelancaran produksi dengan mengadakan sistem pembayaran yang mudah dan aman bagi petani maupun bagi pihak distributor. 8 Sebagaimana dipahami, masyarakat petani atau desa masih sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran dan kepercayaan antar manusia, dan tradisi ini sangat berperan juga dalam sistem transaksi yang terjadi dalam perdagangan gula merah pada 7 WR.Susila, W.R., Dinamika Impor Gula Indonesia: Sebuah Analisis Kebijakan, dalam 06 Nopember 2007, diakses tanggal 20 Mei 2016 pukul WIB 8 Ibid

7 7 tingkat petani atau pengrajin. Berdasarkan nilai kejujuran itu mereka memberanikan diri untuk meminjam modal awal ke pihak distributor dengan sistem pembayaran penyetoran hasil produksi dengan harga sesuai dengan harga pasar saat itu. Realita di lapangan adalah sistem peminjaman uang (hutang) untuk modal awal adalah berdasarkan kepercayaan dan tanpa ada jaminan, bahkan beberapa diantaranya tanpa tanda terima, dan hal ini telah berlangsung cukup lama dan efektif, namun pada kenyataannya kadang terjadi hal yang di luar perhitungan yaitu kendala produksi dan kualitas gula yang kurang bagus, sehingga menimbulkan kerugian pada pengrajin dan akhirnya terjadi kendala pembayaran hutang terhadap pihak distributor. Berdasarkan uraian permasalahan di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut dalam suatu karya ilmiah dengan judul Studi tentang Perjanjian Pengadaan Gula Merah Tebu Antara Petani Pengolah Tebu dengan Distributor di Desa Pringu, Kecamatan Bululawang, Kabupaten Malang. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat ditemukan dan dirumuskan beberapa masalah, sebagai berikut: 1. Bagaimanakah pelaksanaan perjanjian antara petani pengolah tebu dengan Distributor CV. Jaya Lestari di Desa Pringu, Kecamatan Bululawang, Kabupaten Malang? 2. Faktor-faktor apakah yang mendukung dan menghambat pelaksanaan perjanjian itu? 3. Upaya-upaya apakah yang dapat dilakukan untuk mengatasi hambatan-hambatan dalam pelaksanaan perjanjian?

8 8 C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian Sesuai dengan pokok permasalahan yang telah dirumuskan di atas, maka dapat disampaikan tujuan dari pembuatan tujuan dilakukannya penelitian ini, yaitu: a. Untuk mengetahui dan memaparkan pelaksanaan perjanjian antara petani pengolah tebu dengan Distributor CV. Jaya Lestari di Desa Pringu, Kecamatan Bululawang, Kabupaten Malang. b. Untuk memahami dan menjelaskan faktor-faktor yang mendukung dan menghambat pelaksanaan perjanjian itu. c. Untuk menguraikan dan menganalisis upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi hambatan-hambatan dalam pelaksanaan perjanjian. 2. Kegunaan Penelitian Hasil Penelitian ini setelah selesai diharapkan memiliki kegunaan baik kegunaan teoritis maupun kegunaan praktis, sebagai berikut: a. Kegunaan Teoritis Untuk mengembangkan ilmu hukum khususnya mengenai hukum perjanjian pengadaan gula merah tebu, antara petani penghasil gula merah tebu, distributor dan pabrik kecap. b. Kegunaan Praktis 1) Bagi Pemerintah Dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam membuat kebijakan dalam hukum perdata, khusunya berkaitan dengan perjanjian pengadaan

9 9 gula merah tebu, antara petani penghasil gula merah tebu, distributor dan pabrik kecap. 2) Bagi Masyarakat Memberikan informasi di bidang hukum perdata/ perjanjian khususnya berkaitan dengan perjanjian pengadaan gula merah tebu, antara petani penghasil gula merah tebu, distributor dan pabrik kecap. 3) Bagi Universitas Widyagama Malang Dapat dijadikan tambahan referensi dalam kepustakaan ilmu hukum perdata, khususnya bagi pihak-pihak yang berminat dalam penelitian yang sama di lingkungan Universitas Widyagama Malang. D. Tinjauan Pustaka 1. Sumber Daya Pertanian (Tebu) sebagai Sarana Pengembangan Ekonomi Lokal/Daerah (Local Economic Development/LED) Pengembangan Ekonomi Lokal/Daerah (Local Economic Development/LED) telah menjadi tumpuan bagi pemulihan ekonomi nasional. Makna tradisional, pembangunan ekonomi memiliki arti peningkatan yang terus menerus pada Gross Domestic Product atau Produk Domestik Bruto suatu negara. Untuk daerah, makna pembangunan yang tradisional difokuskan pada peningkatan Produk Domestik Regional Bruto pada suatu propinsi, kabupaten dan kota. 9 Namun dalam dinamikanya, pengertian pembangunan ekonomi mengalami perubahan 9 Mudrajat Kuncoro, Otonomi dan Pembangunan Daerah (Jakarta, 2004), hlm. 46

10 10 karena pengalaman pada tahun 1950-an dan 1960-an itu menunjukkan bahwa pembangunan ekonomi yang hanya berorientasi pada kenaikan PDB saja tidak mampu memecahkan permasalahan pembangunan secara mendasar. Hal ini terbukti pada taraf dan kualitas hidup yang meningkat walaupun target PDB setiap tahunnya telah tercapai. 10 Pertumbuhan regional dapat terjadi akibat faktor endogen (dari dalam), dan faktor eksogen (dari luar) serta kombinasi dari keduannya. Faktor endogen adalah distrubusi faktor-faktor produksi seperti tanah, tenaga kerja, modal. Faktor eksogen adalah tingkat permintaan dari daerah-daerah lain terhadap komoditas yang dihasilkan daerah tersebut. Pengembangan daerah merupakan usaha merubah secara kuantitatif dan kualitatif untuk meningkatkan daya guna atau kemampuan yang dimiliki, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia dalam menunjang pembangunan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 11 Pembangunan daerah, dimana dalam hal ini terkait dengan masalah lokalitas akan selalu terkait dengan teori basis ekonomi, teori pertumbuhan ekonomi dan teori pusat pertumbuhan. Hal ini dikarenakan komponen terpenting yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah akumulasi modal, pertumbuhan penduduk, dan kemajuan teknologi, yaitu dengan memberdayakan sektor atau subsektor unggulan, diantaranya melalui basis ekonomi, yang pada akhirnya 10 L.Arsyad, Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi. Daerah, Edisi Kedua (Yogyakarta, 2005), hlm Ibid

11 11 menciptakan pendapatan dan kesempatan kerja yang dapat menjadi tumpuan perekonomian. 12 Beberapa ahli menganjurkan bahwa pembangunan suatu daerah haruslah mencakup tiga inti nilai, yaitu Ketahanan (Sustenance): Harga diri (Self Esteem): Freedom from servitude: Pembangunan daerah pasti memiliki sasaran yang harus dicapai. Sementara Program Kemitraan Bagi Pengembangan Ekonomi Lokal (KPEL) Pengembangan ekonomi lokal merupakan suatu konsep pembangunan ekonomi daerah yang didasarkan pada pendayagunaan sumber daya lokal yang ada pada suatu masyarakat, baik sumber daya manusia (SDM), sumber daya alam (SDA) maupun sumber daya kelembagaan (SDL). Pendayagunaan sumber daya tersebut dilakukan oleh masyarakat itu sendiri bersama pemerintah lokal maupun kelompok-kelompok kelembagaan berbasis masyarakat yang ada. Keutamaan pada pengembangan ekonomi yang berorientasi atau berbasis lokal ini penekanannya pada proses peningkatan peran dan inisiatif masyarakat lokal dalam pengembangan aktifitas ekonomi serta peningkatan produktivitas. Konsep kemitraan yang selama ini dikenal merupakan suatu hubungan kerjasama antar usaha yang sejajar dilandasi dengan prinsip saling menunjang dan saling menghidupi berdasarkan asas kekeluargaan dan kebersamaan. Kemitraan usaha ini merupakan strategi bisnis, pelaku-pelaku yang terlibat langsung harus memiliki dasar-dasar etika bisnis yang dipahami dan dianut bersama sebagai titik 12 Ibid

12 12 tolak dalam menjalankan kemitraannya. Beberapa jenis usaha yang dijalankan dalam program KPEL ini antara lain: a. Pola Inti Plasma: adalah hubungan kemitraan antara kelompok mitra usaha sebagai plasma dengan perusahaan inti yang bermitra. Penerapannya banyak dilaksanakan pada kegiatan agribisnis usaha perkebunan. b. Pola Sub Kontrak: adalah hubungan kemitraan antara perusahaan dengan kelompok mitrausaha yang memproduksi kebutuhan yang dibutuhkan oleh perusahaan sebagai bagian dan komponen produksinya. c. Pola Dagang Umum: adalah hubungan kemitraan usaha yang memasarkan hasil dengan kelompok usaha yang mensuplai kebutuhan yang diperlukan perusahaan. d. Waralaba: adalah hubungan kemitraan antara kelompok mitra usaha dengan perusahaan mitra usaha yang memberikan hak lisensi, merek dagang saluran distribusi perusahaannya kepada kelompok mitra usaha sebagai penerima waralaba yang disertai dengan bantuan bimbingan manajemen. Kemitraan yang dimaksud dalam program ini berbeda dengan konsepkonsep kemitraan diatas, karena kemitraan yang dimaksud bukanlah sekedar kemitraan usaha belaka. Kemitraan yang dimaksud dalam program ini adalah lembaga kemitraan antara publik (pemerintah), swasta (dunia usaha), dan masyarakat. Lembaga kemitraan yang dimaksud beranggotakan wakil-wakil dari pemerintah-swasta-masyarakat. Lembaga kemitraan ini diharapkan mampu menjadi katalis bagi penyelenggaraan tata pemerintahan yang baik (good governance) melalui kegiatan yang terkait dengan pengembangan ekonomi lokal.

13 13 2. Pengertian Perjanjian secara Umum dan Asas-Asas Perjanjian Berdasarkan banyak uraian diatas pengertian secara umum perjanjian dapat diuraikan sebagai berikut yaitu perjanjian merupakan perikatan yang timbul pada saat terjadi kata sepakat atau persetujuan diantara para pihak yang melakukan perjanjian tersebut. Pada saat perjanjian terjadi maka akan memunculkan kewajiban bagi kedua belah pihak. Pada pasal 1338 KUHPerdata ayat (1) yang berbunyi semua perikatan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. 13 Selain itu perjanjian dapat diartikan perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain atau dimana 2 (dua) orang saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. 14 Dapat pula diartikan Perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih yang didasarkan pada kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. 15 Perjanjian bisa juga diartikan sebagai suatu peristiwa kesepakatan dimana ada seorang berjanji kepada orang lain untuk melaksanakan suatu tindakan yang mengakibatkan terjadi hubungan keterikatan. Ketentuan mengenai perjanjian diatur dalam Buku III KUHPerdata. Pasal 1313 KUHPerdata memberikan pengertian perjanjian yakni: suatu perjanjian adalah 13 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek Voor Indonesie atau BW, Staatblad 1847 No. 23) 14 Subekti, Hukum Perjanjian (Jakarta, 1987), hlm.1 15 Sudikno Mertokusumo, Pengenalan Hukum Suatu Pengantar (Yogyakarta,1985), hlm. 17

14 14 suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Dalam mengenal hukum (suatu pengantar) ada berbagai asas yang paling menonjol serta diakui oleh para pakar hukum perdata yang menjadi kerangka acuan dalam setiap membuat perjanjian pada umumnya yaitu: a. Asas kebebasan berkontrak. Pada dasarnya setiap orang bebas untuk mengadakan dan menentukan isi perjanjian. Perjanjian berisi kaedah tentang apa yang harus dilakukan oleh kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian: berisi hak dan kewajiban kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian. (vide pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata). b. Asas Konsensualisme adalah suatu persesuaian kehendak yang berhubungan dengan lahirnya suatu perjanjian. Tanpa kata sepakat tidak mungkin ada perjanjian. Tidak menjadi soal apakah kedua kehendak itu disampaikan secara lisan maupun tertulis. (vide Pasal 1320 KUHPerdata). c. Asas Kekuatan mengikat perjanjian hanyalah mengikat dan berlaku bagi pihakpihak tertentu saja, tetapi mempunyai kecenderungan untuk menjadi hukum yang mengikat setiap orang secara umum. d. Asas kekuatan mengikat berhubungan dengan akibat perjanjian dan dikenal sebagai pacta sunt servada (vide pasal 1338 KUHPerdata) Syarat-syarat Sahnya Perjanjian Menurut Pasal 1320 KUHPerdata untuk sahnya perjanjian diperlukan 4 (empat) syarat yaitu: 16 Ibid, hlm.112

15 15 a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya. Menurut M.D. Badrulzaman menyatakan bahwa pengertian sepakat dapat dimaknai sebagai berikut: Pernyataan kehendak yang disetujui diantara para pihak dimana pernyataan pihak yang menawarkan dinamakan tawaran sedangkan pernyataan pihak yang menerima tawaran dinamakan akseptasi. 17 Dalam memberikan pernyataan kehendak baik pihak yang menawarkan maupun yang menerima tawaran dengan kehendak yang bebas artinya pernyataan kehendak itu harus diberikan secara bebas sempurna. Pasal 1321 KUHPerdata menegaskan bahwa tidak ada sepakat yang sah jika sepakat itu diberikan karena kekhilafan atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan. Terjadinya kekhilafan bila satu pihak keliru tentang hal-hal pokok yang diperjanjikan atau keliru terhadap sifat penting obyek perjanjian atau keliru tentang orang dengan siapa dibuatnya perjanjian. Penipuan terjadi jika salah satu pihak dengan sengaja memberikan keterangan yang palsu kemudian disertai tipu muslihat sehingga pihak yang diajak melakukan perjanjian menjadi terpengaruh untuk memberikan persetujuannya. Demikian pula paksaan telah terjadi jika salah satu pihak menyetujui suatu perjanjian karena diancam atau ditakuti secara psikis. b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan Setiap subyek hukum yang akan mengikatkan dirinya dalam suatu hubungan hukum mempunyai akibat hukum harus sudah mempunyai kecakapan bertindak 17 Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan (Bandung, 2001), hlm. 74

16 16 dalam hukum. Menurut Pasal 1329 KUHPerdata setiap orang dinyatakan cakap untuk membuat perikatan-perikatan jika oleh undang-undang tidak dinyatakan tidak cakap. Selanjutnya yang dinyatakan tidak cakap oleh Pasal 1330 KUHPerdata ditetapkan bagi orang-orang yang belum dewasa sebagaimana ditentukan Pasal 1330 KUHPerdata, mereka yang ditaruh dibawah pengampuan yaitu mereka yang sudah dewasa namun tidak mempunyai kemampuan untuk mengurus dirinya sendiri dan harta kekayaannya karena jiwanya dan orangorang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang. c. Suatu Hal Tertentu Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menentukan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi terhadap obyek tertentu dari kontrak terutama sekali bilamana obyek perjanjian tersebut berupa barang sebagai berikut: 1) Barang yang merupakan obyek tersebut haruslah barang yang dapat diperdagangkan (vide Pasal 1332 KUHPerdata). 2) Barang tersebut dapat juga terdiri dari barang yang baru akan ada dikemudian hari (vide Pasal 1334 ayat (1) KUHPerdata). 3) Barang tersebut ditentukan jenisnya (vide Pasal 1333 ayat (1) KUHPerdata). 4) Jumlah barang boleh tidak ditentukan pada saat kontrak dibuat akan tetapi jumlah tersebut dikemudian hari dapat ditentukan atau dihitung (vide Pasal 1333 ayat (2) KUHPerdata). d. Suatu Sebab yang Halal Makna sebab yang dimaksud dalam Pasal 1320 KUHPerdata bukanlah sebab dalam arti yang menyebabkan orang membuat perjanjian, melainkan

17 17 sebab dalam arti isi perjanjian sendiri yang menggambarkan tujuan yang hendak dicapai para pihak dalam perjanjian. Suatu sebab dikatakan halal apabila tidak dilarang oleh Undang-Undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan yang dimaksud dalam Pasal 1337 KUHPerdata. Akibat hukum dengan tidak dipenuhinya syarat ini maka perjanjian batal demi hukum. Dengan demikian tidak ada dasar hukum menuntut pemenuhan perjanjian dimuka hakim karena sejak semula dianggap tidak ada perjanjian. 4. Unsur-unsur Perjanjian Unsur-unsur yang terdapat dalam perjanjian dapat dikelompokkan menjadi: 18 a. Unsur Essensialia Adalah unsur perjanjian yang selalu harus ada di dalam suatu perjanjian, unsur mutlak, dimana tanpa adanya unsur tersebut perjanjian tidak mungkin ada. b. Unsur Naturalia Adalah unsur perjanjian yang oleh undang-undang diatur, tetapi yang oleh para pihak dapat disingkirkan atau diganti. Disini unsur tersebut oleh undang-undang diatur dengan hukum yang mengatur (regelend/aanvulledrecht). c. Unsur Accidentalia Merupakan bagian yang merupakan unsur perjanjian yang ditambahkan oleh para pihak, undang-undang sendiri tidak mengatur tentang hal tersebut. hlm J. Satrio (I), Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian (Bandung, 1995),

18 18 5. Jenis-jenis Perjanjian Pada dasarnya perjanjian yang dibuat para pihak didasarkan pada asas kebebasan berkontrak, dalam arti bahwa setiap orang mempunyai kebebasan untuk membuat perjanjian apa saja yang sudah diatur dalam undang-undang maupun yang belum diatur dalam undang-undang. Hal tersebut tentu saja mengakibatkan munculnya banyak jenis perjanjian. Jenis Perjanjian dapat dibedakan, yaitu: a. Perjanjian Menurut Sumbernya: 1) Perjanjian yang bersumber dari hukum keluarga, misalnya Perkawinan. 2) Perjanjian yang bersumber dari hukum kebendaan, adalah perjanjian yang berhubungan dengan peralihan hukum benda. 3) Perjanjian obligatoir, adalah perjanjian yang menimbulkan hak dan kewajiban. 4) Perjanjian yang bersumber dari Hukum Acara. 5) Perjanjian yang bersumber dari Hukum Publik. 19 b. Perjanjian menurut hak dan kewajiban para pihak, dibedakan menjadi: 1) Perjanjian Timbal Balik, yaitu perjanjian yang menimbulkan kewajiban pokok bagi keduanya. 2) Perjanjian Sepihak, yaitu perjanjian yang menimbulkan kewajiban pada pihak saja, sedangkan pihak lain hanya hak saja Handri Raharjo, Hukum Perjanjian di Indonesia (Yogyakarta, 2009), hlm Ibid, hlm. 60

19 19 c. Perjanjian menurut keuntungan salah satu pihak dan adanya prestasi pada pihak yang lain, dibedakan menjadi : 1) Perjanjian cuma-cuma, adalah perjanjian yang hanya memberikan keuntungan pada satu pihak, misalnya perjanjian hibah. 2) Perjanjian atas beban, adalah perjanjian dimana terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu terdapat kontraprestasi dari pihak lain dan antara kedua prestasi itu terdapat hubungan hukum, misalnya perjanjian jual beli, sewa menyewa. d. Perjanjian Menurut Namanya, dibedakan menjadi : 1) Perjanjian Bernama, adalah perjanjian yang diatur didalam Kitab Undang- Undang Hukum Perdata, misalnya, perjanjian yang terdapat dalam buku II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang Perjanjian Jual beli, Perjanjian tukar-menukar. 2) Perjanjian Tidak Bernama, yaitu perjanjian yang tumbuh, timbul dan hidup dalam masyarakat karena berdasarkan asas kebebasan berkontrak dan perjanjian ini belum dikenal pada saat Kitab Undang-Undang Hukum Perdata diundangkan misalnya Perjanjian waralaba. 21 e. Perjanjian Menurut Bentuknya, dibedakan menjadi: 1) Perjanjian Lisan. 2) Perjanjian Tertulis. f. Perjanjian yang bersifat istimewa, dibedakan menjadi : 21 Ibid, hlm. 63

20 20 1) Perjanjian Liberatoir, adalah perjanjian dimana para pihak membebaskan diri dari kewajiban yang ada, misalnya pembebasan hutang. 2) Perjanjian Pembuktian, yaitu perjanjian dimana para pihak menentukan pembuktian apakah yang berlaku diantara mereka. 3) Perjanjian Untung-untungan, misalnya Perjanjian Asuransi. 4) Perjanjian Publik, adalah perjanjian yang sebagaian atau seluruhnya dikuasai oleh hukum publik, karena salah satu bertindak sebagai penguasa. 22 g. Perjanjian Penanggungan (borgtocht) Berdasarkan ketentuan Pasal 1820 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Perjanjian Penanggungan adalah suatu persetujuan dimana pihak ketiga demi kepentingan kreditur mengikatkan dirinya untuk memenuhi perikatan debitur, bila debitur tidak memenuhi perikatannya. h. Perjanjian Menurut Sifatnya, dibedakan menjadi: 1) Perjanjian Pokok, yaitu perjanjian yang utama, misalnya Perjanjian Kredit Bank. 2) Perjanjian Accesoir, yaitu perjanjian tambahan yang mengikuti perjanjian utama, misalnya pembebanan hak tanggungan atau fidusia, gadai Ibid, hlm Handri Raharjo, Op. Cit, hlm.68

21 21 E. Metode Penelitian Untuk mendapatkan kemudahan dalam penelitian ini maka penulis menggunakan beberapa metode penelitian, sebagai berikut : 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dipakai dalam penulisan ini adalah Dalam penelitian ini, penulis menggunakan jenis penelitian yuridis-sosiologis. artinya suatu penelitian yang dilakukan terhadap keadaan nyata masyarakat atau lingkungan masyarakat dengan maksud dan tujuan untuk menemukan fakta (fact-finding), yang kemudian menuju pada identifikasi (problem-identification) dan pada akhirnya menuju kepada penyelesaian masalah (problem-solution) Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Pringu Kecamatan Bululawang Kabupaten Malang. Alasan mengapa penulis memilih lokasi tersebut sebagai lokasi penelitian adalah karena di lokasi tersebut merupakan domisili usaha CV. Jaya Lestari yang notabene dalam penelitian ini adalah sebagai pihak distributor, dan dalam hal ini penulis ada hubungan kerja sama dengan CV. Jaya Lestari, sehingga sudah mengetahui seluk beluk perusahaan tersebut dan itu akan mempermudah penulis dalam mengumpulkan data-data yang diperlukan untuk penelitian ini. 3. Jenis dan Sumber Data a. Jenis Data 24 Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum ( Jakarta, 1982), hlm. 10

22 22 Adapun jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dua jenis data yaitu data primer sebagai data utama dan data sekunder sebagai data penunjang. 1) Data Primer yaitu data yang diperoleh langsung dari lapangan terutama yang terkait dengan subyek penelitian. 2) Data Sekunder yaitu data yang diperoleh dari studi kepustakaan dan dokumentasi yang terkait dengan rumusan masalah penelitian. b. Sumber Data Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1) Sumber data primer adalah responden yang ditunjuk untuk menjadi narasumber dalam penelitian ini. Responden yang memenuhi syarat dan akan menjadi responden dalam penelitian ini adalah: a) Direktur CV. Jaya Lestari, yaitu Ibu Naviatus Zahro. Hal itu dilakukan karena diyakini beliau memiliki pemahaman yang rinci dan mendalam tentang CV. Jaya Lestari; b) Beberapa Petani Tebu sekaligus merangkap sebagai pengrajin gula merah yang berada di Desa Pringu Kecamatan Bululawang Kabupaten Malang yaitu Bapak Agus dan Bapak Fajar. 2) Sumber sekunder adalah literatur, laporan penelitian, makalah referensi dan bahan pustaka lainnya. Data sekunder didapat dari beberapa bahan hukum yaitu:

23 23 a) Bahan hukum primer (primary sources or authorities), bahan hukum yang terdiri atas peraturan perundang-undangan, risalah resmi, putusan pengadilan dan dokumen resmi Negara. Adapun peraturan perundang-udangan yang terkait dengan penelitian ini di antaranya: (1) UUD NRI Tahun 1945; (2) Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah; (3) Undang-Undang No. 28 tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional; (4) Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor PER- 05/MBU/2007 Tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan; b) Bahan hukum sekunder (secondary sources or authorities), misalnya makalah dan buku-buku yang ditulis oleh para ahli, karangan berbagai panitia pembentukan hukum (law reform organization), dan lain-lain. 25 Dalam penelitian ini terdiri atas buku atau jurnal hukum yang berisi mengenai prinsip-prinsip dasar (asas hukum), pandangan para ahli hukum (doktrin), hasil penelitian hukum, kamus hukum dan ensiklopedia hukum. Wawancara dengan narasumber seorang ahli 2006), hlm Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum di Indonesia Pada Akhir Abad Ke-20 (Bandung,

24 24 hukum untuk memberikan pendapat hukum tentang suatu fenomena bisa diartikan sebagai bahan hukum sekunder. 3) Bahan hukum tersier, bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan sekunder Teknik Pengumpulan Data a. Data Primer Pengumpulan data primer dalam penelitian diperoleh dengan cara wawancara yang bebas terpimpin, yaitu dilakukan dengan mempersiapkan terlebih dahulu pertanyaan-pertanyaan sebagai pedoman, tetapi masih memungkinkan melakukan variasi-variasi pertanyaan yang disesuaikan dengan situasi ketika wawancara. b. Data Sekunder Untuk mendapatkan data yang memiliki relevansi dengan judul program penelitian, peneliti melakukan pengumpulan data dengan teknik antara lain: Penelitian Kepustakaan (Library Research) dan Studi Dokumentasi Hukum. 5. Metode Analisis Analisis data yang digunakan dalam penilitian ini adalah deskriptif kualitatif. Deskriptif adalah data yang terkumpul disusun untuk kemudian dianalisis dan hasilnya dideskripsikan/dipaparkan secara sistematis. Sedangkan data kualitatif 2010), hlm Mukti Fajar.ND, et. al., Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris (Yogyakarta,

25 25 adalah dengan menganalisis data yang bertitik tolak pada usaha-usaha penemuan asas-asas dan informasi-informasi yang bersifat ungkapan monografis dari responden atau dengan kata lain lebih menitikberatkan pada mutu (kualitas) data pada akhirnya akan diperoleh pemahaman yang lebih mendalam. 27 Data yang didapat dari studi pustaka, dokumen dan penelitian lapangan dianalisis secara deskriptif kualitatif yaitu dengan menganalisis masalah yang ada berdasarkan pada teori-teori yang berkaitan dengan masalah yang diteliti, kemudian apa yang dikemukakan oleh responden. Analisis ini merupakan pemaparan tentang teori yang dikemukakan, dan kemudian ditarik kesimpulan. F. Sistematika Penulisan Penulisan hukum ini disusun dalam 4 (empat) bab dengan beberapa sub bab yang sistematikanya sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN Berisi mengenai latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan. BAB II : HASIL PENELITIAN Merupakan bab hasil penelitian yang telah dicantumkan dalam perumusan masalah, yaitu: hlm Rony Soemitro Hanitijo, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurumetri (Jakarta, 1990),

26 26 BAB III BAB IV A. Data tentang pelaksanaan perjanjian antara petani pengolah tebu dengan Distributor CV. Jaya Lestari di Desa Pringu Kecamatan Bululawang Kabupaten Malang. B. Data tentang faktor-faktor yang mendukung dan menghambat pelaksanaan perjanjian itu. C. Data tentang upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi hambatan-hambatan dalam pelaksanaan perjanjian. : ANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini memaparkan analisis hasil penelitian sebagai berikut: A. Analisis terhadap pelaksanaan perjanjian antara petani pengolah tebu dengan Distributor CV. Jaya Lestari di Desa Pringu Kecamatan Bululawang Kabupaten Malang. B. Analisis terhadap faktor-faktor yang mendukung dan menghambat pelaksanaan perjanjian itu. C. Analisis terhadap upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi hambatan-hambatan dalam pelaksanaan perjanjian. : PENUTUP Bab ini merupakan bab penutup dari penulisan ini setelah pemecahan masalah sebagai inti dari jawaban permasalahan yang ada dan kesimpulan, selanjutnya dikemukakan saran yang menunjang isi penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA. Arsyad, L Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi. Daerah, Edisi Kedua. Yogyakarta: BPFE

DAFTAR PUSTAKA. Arsyad, L Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi. Daerah, Edisi Kedua. Yogyakarta: BPFE DAFTAR PUSTAKA Arsyad, L. 2005. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi. Daerah, Edisi Kedua. Yogyakarta: BPFE Badrulzaman, Mariam Darus. 2001. Kompilasi Hukum Perikatan, Bandung: Citra Aditya Bakti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sains dan teknologi membawa dampak yang signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah membawa kontribusi yang begitu domain

Lebih terperinci

URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN. Rosdalina Bukido 1. Abstrak

URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN. Rosdalina Bukido 1. Abstrak URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN Rosdalina Bukido 1 Abstrak Perjanjian memiliki peran yang sangat penting dalam hubungan keperdataan. Sebab dengan adanya perjanjian tersebut akan menjadi jaminan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melayani masyarakat yang ingin menabungkan uangnya di bank, sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. melayani masyarakat yang ingin menabungkan uangnya di bank, sedangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang mempunyai peranan penting dalam masyarakat. Oleh karena itu hampir setiap orang pasti mengetahui mengenai peranan bank

Lebih terperinci

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris.

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A.Pengertian perjanjian pada umumnya a.1 Pengertian pada umumnya istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari istilah Overeenkomst

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, dinyatakan bahwa Indonesia merupakan negara hukum (rechtsstaat) yang bersumber pada Pancasila dan bukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN A.Pengertian Perjanjian Suatu perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh terhadap semakin banyaknya kebutuhan masyarakat akan barang/ jasa tertentu yang diikuti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum BAB I PENDAHULUAN Hukum perjanjian adalah bagian dari Hukum Perdata yang berlaku di Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum Perdata, karena Hukum Perdata banyak mengandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyelenggaraan ibadah haji dan umroh merupakan tugas nasional karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyelenggaraan ibadah haji dan umroh merupakan tugas nasional karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyelenggaraan ibadah haji dan umroh merupakan tugas nasional karena jumlah jemaah haji dan umroh Indonesia yang sangat besar, melibatkan berbagai instansi

Lebih terperinci

BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau

BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau kepentingan-kepentingan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Manusia di dalam memenuhi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum, 19 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN 2.1 Perjanjian Pembiayaan Konsumen 2.1.1 Pengertian Perjanjian Pembiayaan konsumen Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat kompleks karena mencakup berbagai bidang baik hukum, ekonomi, dan politik. Salah satu kegiatan usaha yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu alat transportasi yang banyak dibutuhkan oleh manusia adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini menjadi salah satu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, perjanjian adalah persetujuan tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015 PEMBERLAKUAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK MENURUT HUKUM PERDATA TERHADAP PELAKSANAANNYA DALAM PRAKTEK 1 Oleh : Suryono Suwikromo 2 A. Latar Belakang Didalam kehidupan sehari-hari, setiap manusia akan selalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sedang pihak lain menuntut pelaksanaan janji itu. 1. perjanjian dalam Pasal 1313 KUHPerdata adalah Suatu perjanjian adalah

BAB I PENDAHULUAN. sedang pihak lain menuntut pelaksanaan janji itu. 1. perjanjian dalam Pasal 1313 KUHPerdata adalah Suatu perjanjian adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjanjian pada hakikatnya sering terjadi di dalam masyarakat bahkan sudah menjadi suatu kebiasaan. Perjanjiaan itu menimbulkan suatu hubungan hukum yang biasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang satu ke orang lain.tanah sebagai benda yang bersifat permanen tetap, banyak

BAB I PENDAHULUAN. yang satu ke orang lain.tanah sebagai benda yang bersifat permanen tetap, banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah erat sekali hubungannya dengan kehidupan manusia, karena manusia pasti membutuhkan tanah.tanah yang dapat memberikan kehidupan bagi manusia, baik untuk tempat

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. bantuan dari orang lain. Untuk itu diperlukan suatu perangkat hukum demi

BAB III TINJAUAN TEORITIS. bantuan dari orang lain. Untuk itu diperlukan suatu perangkat hukum demi BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Perjanjian Dalam menjalankan bisnis pada dasarnya manusia tidak bisa melakukannya dengan sendiri, tetapi harus dilakukan secara bersama atau dengan mendapat bantuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Di dalam Buku III KUH Perdata mengenai hukum perjanjian terdapat dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis

Lebih terperinci

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW)

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW) Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW) Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUHPerdata: Suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Oleh: Nama

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA A. Pengertian Perjanjian Jual Beli Menurut Black s Law Dictionary, perjanjian adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti: investasi dalam pembelian ternak, pembelian tanah pertanian, atau

BAB I PENDAHULUAN. seperti: investasi dalam pembelian ternak, pembelian tanah pertanian, atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Investasi secara harfiah diartikan sebagai aktifitas atau kegiatan penanaman modal, sedangkan investor adalah orang atau badan hukum yang mempunyai uang untuk

Lebih terperinci

TEKNIK PENYUSUNAN KONTRAK

TEKNIK PENYUSUNAN KONTRAK TEKNIK PENYUSUNAN KONTRAK Sularto MHBK UGM PERISTILAHAN Kontrak sama dengan perjanjian obligatoir Kontrak sama dengan perjanjian tertulis Perjanjian tertulis sama dengan akta Jadi antara istilah kontrak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan manusia untuk mencukupi kebutuhan, baik langsung untuk kehidupan seperti bercocok tanam atau tempat tinggal,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 tentang perekonomian nasional

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 tentang perekonomian nasional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelaksanaan pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 tentang perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial tidak terlepas dari adanya pembangunan ekonomi bangsa indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia modern seperti sekarang ini, banyak orang atau badan hukum yang memerlukan dana untuk mengembangkan usaha, bisnis, atau memenuhi kebutuhan keluarga (sandang,pangan,dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri serta turut aktif dalam membina kemitraan dengan Usaha Kecil dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri serta turut aktif dalam membina kemitraan dengan Usaha Kecil dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang PT. Indonesia Asahan Alumunium (INALUM) merupakan perusahaan asing (PMA) yang bergerak dalam bidang produksi alumunium batangan, dengan mutu sesuai standar internasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berwujud perjanjian secara tertulis (kontrak). berjanji untuk melakukan suatu hal. 1

BAB I PENDAHULUAN. berwujud perjanjian secara tertulis (kontrak). berjanji untuk melakukan suatu hal. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum perjanjian merupakan bagian daripada Hukum Perdata pada umumnya, dan memegang peranan yang sangat besar dalam kehidupan sehari-hari. Khususnya dalam bidang

Lebih terperinci

BAB II PENGERTIAN UMUM PERJANJIAN BAKU. A. Pengertian Perjanjian dan Syarat-Syarat Sah Suatu Perjanjian

BAB II PENGERTIAN UMUM PERJANJIAN BAKU. A. Pengertian Perjanjian dan Syarat-Syarat Sah Suatu Perjanjian BAB II PENGERTIAN UMUM PERJANJIAN BAKU A. Pengertian Perjanjian dan Syarat-Syarat Sah Suatu Perjanjian Menurut pasal 1313 KUHPerdata: Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam suatu transaksi jual beli, apapun jenis benda yang diperjual-belikan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam suatu transaksi jual beli, apapun jenis benda yang diperjual-belikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap orang mempunyai kepentingan terhadap orang lain sehingga timbullah hubungan hak dan kewajiban. Setiap orang mempunyai hak yang wajib selalu di perhatikan orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membayar royalti dalam jumlah tertentu dan untuk jangka waktu tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. membayar royalti dalam jumlah tertentu dan untuk jangka waktu tertentu. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjanjian merupakan permasalahan penting yang perlu mendapat perhatian, mengingat perjanjian sering digunakan oleh individu dalam aspek kehidupan. Salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga dengan banyaknya industri rokok tersebut, membuat para produsen

BAB I PENDAHULUAN. sehingga dengan banyaknya industri rokok tersebut, membuat para produsen BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia saat ini banyak sekali industri rokok, baik industri yang berskala besar maupun industri rokok yang berskala menengah ke bawah, sehingga dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berproduksi. Tapi dalam kenyataannya daya beli masyarakat belum bisa sesuai

BAB I PENDAHULUAN. berproduksi. Tapi dalam kenyataannya daya beli masyarakat belum bisa sesuai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Indonesia dalam bidang industri mengakibatkan meningkatnya hasil industri, salah satunya adalah kendaraan bermotor. Maka hasil industri tersebut

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Dari ketentuan pasal di atas, pembentuk Undang-undang tidak menggunakan

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Dari ketentuan pasal di atas, pembentuk Undang-undang tidak menggunakan BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain

Lebih terperinci

KLAUSULA BAKU PERJANJIAN KREDIT BANK RAKYAT INDONESIA DALAM HUBUNGANNYA DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

KLAUSULA BAKU PERJANJIAN KREDIT BANK RAKYAT INDONESIA DALAM HUBUNGANNYA DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN 1 KLAUSULA BAKU PERJANJIAN KREDIT BANK RAKYAT INDONESIA DALAM HUBUNGANNYA DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Oleh: Ida Bagus Oka Mahendra Putra Ni Made Ari Yuliartini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Balakang. Salah satu sarana yang mempunyai peran strategis didalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Balakang. Salah satu sarana yang mempunyai peran strategis didalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Balakang Salah satu sarana yang mempunyai peran strategis didalam kehidupan masyarakat ialah Bank. Bank mempunyai peran yang sangat penting. Mengapa demikian, karena perbankan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hal. 2. diakses 06 September Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN.  hal. 2. diakses 06 September Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia dalam era globalisasi ini semakin menuntut tiap negara untuk meningkatkan kualitas keadaan politik, ekonomi, sosial dan budaya mereka agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun selalu hidup bersama serta berkelompok. Sejak dahulu kala pada diri manusia terdapat hasrat untuk berkumpul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakannya dalam sebuah perjanjian yang di dalamnya dilandasi rasa

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakannya dalam sebuah perjanjian yang di dalamnya dilandasi rasa BAB I PENDAHULUAN Salah satu perwujudan dari adanya hubungan antar manusia adalah dilaksanakannya dalam sebuah perjanjian yang di dalamnya dilandasi rasa saling percaya satu dengan lainnya. Perjanjian

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. tentang Pembuktian dan Kadaluwarsa/Bewijs en Verjaring.

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. tentang Pembuktian dan Kadaluwarsa/Bewijs en Verjaring. 28 BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Pengertian Perjanjian Hukum perjanjian diatur dalam Buku III KUH Perdata sebagai bagian dari KUH Perdata yang terdiri dari IV buku. Buku

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tahun Produksi Impor

I. PENDAHULUAN. Tahun Produksi Impor I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula merupakan komoditas strategis dalam perekonomian Indonesia karena tergolong dalam kelompok bahan pokok untuk konsumsi seharihari. Pada tahun 2010, total konsumsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan yang harus dipenuhi, seperti kebutuhan akan sandang, pangan, dan papan.dalam usaha untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian hutang piutang ini dalam Kitab Undang-Undang Hukun Perdata

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian hutang piutang ini dalam Kitab Undang-Undang Hukun Perdata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan di masyarakat sering dijumpai perbuatan hukum peminjaman uang antara dua orang atau lebih. Perjanjian yang terjalin antara dua orang atau disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjanjian merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan masyarakat dewasa ini karena masyarakat sekarang sering membuat perikatan yang berasal

Lebih terperinci

BAB I. mobil baru dengan banyak fasilitas dan kemudahan banyak diminati oleh. merek, pembeli harus memesan lebih dahulu ( indent ).

BAB I. mobil baru dengan banyak fasilitas dan kemudahan banyak diminati oleh. merek, pembeli harus memesan lebih dahulu ( indent ). BAB I A. LATAR BELAKANG Kemajuan teknologi di bidang transportasi yang demikian pesat,memberi dampak terhadap perdagangan otomotif, dibuktikan dengan munculnya berbagai jenis mobil baru dari berbagai merek.

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. 11

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. 11 BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari digerakan dengan tenaga manusia ataupun alam. mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan No. 15 Tahun 1985 tentang

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari digerakan dengan tenaga manusia ataupun alam. mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan No. 15 Tahun 1985 tentang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Listrik merupakan kebutuhan manusia yang sangat penting. Sejak adanya listrik manusia mengalami kemajuan yang sangat pesat dalam berbagai bidang, yang menonjol adalah

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM A. Segi-segi Hukum Perjanjian Mengenai ketentuan-ketentuan yang mengatur perjanjian pada umumnya terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pada Buku

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak, yang isinya adalah hak dan kewajiban, suatu hak untuk menuntut sesuatu

Lebih terperinci

KONTRAK KERJA. Makalah. Igit Nurhidayat Oleh :

KONTRAK KERJA. Makalah. Igit Nurhidayat Oleh : KONTRAK KERJA Makalah Oleh : Igit Nurhidayat 0114104001 FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS WIDYATAMA BANDUNG 2014 Kata Pengantar Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah, karenanya Makalah Kontrak Kerja

Lebih terperinci

KONTRAK KERJA KONSTRUKSI

KONTRAK KERJA KONSTRUKSI KONTRAK KERJA KONSTRUKSI Suatu Tinjauan Sistematik Hukum dalam Perjanjian Pekerjaan Rehabilitasi Jembatan TUGU antara Balai Pelaksana Teknis Bina Marga Wilayah Sragen dengan CV. Cakra Kembang S K R I P

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing dikenal di tengah-tengah masyarakat adalah bank. Bank tersebut

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing dikenal di tengah-tengah masyarakat adalah bank. Bank tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya lembaga keuangan di Indonesia dibedakan atas dua bagian, yakni lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non bank, namun dalam praktek sehari-hari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah adalah unsur penting yang menunjang kehidupan manusia. Tanah berfungsi sebagai tempat tinggal dan beraktivitas manusia. Begitu pentingnya tanah, maka setiap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA. 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA. 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya 36 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya Perjanjan memiliki definisi yang berbeda-beda menurut pendapat para ahli yang satu dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan bidang ekonomi adalah mempercepat pemulihan ekonomi dan. mewujudkan landasan yang lebih kokoh bagi pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan bidang ekonomi adalah mempercepat pemulihan ekonomi dan. mewujudkan landasan yang lebih kokoh bagi pembangunan ekonomi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada zaman modern ini, perkembangan arus globalisasi dunia dan kerjasama di segala bidang berkembang sangat pesat.dampak yang dirasakan akibat dari perkembangan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perjanjian kerjasama berawal dari perbedaan kepentingan yang dicoba

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perjanjian kerjasama berawal dari perbedaan kepentingan yang dicoba 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perjanjian kerjasama berawal dari perbedaan kepentingan yang dicoba dipertemukan melalui kesepakatan. Melalui perjanjian perbedaan tersebut diakomodir dan selanjutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan, beralihnya, berubahnya atau berakhirnya sesuatu yang

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan, beralihnya, berubahnya atau berakhirnya sesuatu yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam memenuhi kebutuhan hidup, setiap individu memiliki hubungan satu sama lain. Dengan adanya hubungan tersebut, ditimbulkan timbal balik agar kebutuhan antar individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kalangan individu maupun badan usaha. Dalam dunia usaha dikenal adanya

BAB I PENDAHULUAN. kalangan individu maupun badan usaha. Dalam dunia usaha dikenal adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara hukum, dimana Negara hukum memiliki prinsip menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum yang berintikan kepada kebenaran dan

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM DARI PERJANJIAN BAKU (STANDART CONTRACT) BAGI PARA PIHAK PEMBUATNYA (Tinjauan Aspek Ketentuan Kebebasan Berkontrak) Oleh:

AKIBAT HUKUM DARI PERJANJIAN BAKU (STANDART CONTRACT) BAGI PARA PIHAK PEMBUATNYA (Tinjauan Aspek Ketentuan Kebebasan Berkontrak) Oleh: AKIBAT HUKUM DARI PERJANJIAN BAKU (STANDART CONTRACT) BAGI PARA PIHAK PEMBUATNYA (Tinjauan Aspek Ketentuan Kebebasan Berkontrak) Oleh: Abuyazid Bustomi, SH, MH. 1 ABSTRAK Secara umum perjanjian adalah

Lebih terperinci

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan KEDUDUKAN TIDAK SEIMBANG PADA PERJANJIAN WARALABA BERKAITAN DENGAN PEMENUHAN KONDISI WANPRESTASI Etty Septiana R 1, Etty Susilowati 2. ABSTRAK Perjanjian waralaba merupakan perjanjian tertulis antara para

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan ekonomi global dan perkembangan teknologi yang demikian cepat

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan ekonomi global dan perkembangan teknologi yang demikian cepat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan ekonomi global dan perkembangan teknologi yang demikian cepat membawa dampak timbulnya persaingan usaha yang begitu ramai. Tingginya tingkat persaingan usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup untuk masyarakat dan dirinya dalam menampakkan jati diri.

BAB I PENDAHULUAN. hidup untuk masyarakat dan dirinya dalam menampakkan jati diri. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perumahan merupakan kebutuhan utama atau primer yang harus dipenuhi oleh manusia. Perumahan tidak hanya dapat dilihat sebagai sarana kebutuhan hidup, tetapi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

BAB 2 TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN BAB 2 TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN 2.1 Perjanjian secara Umum Pada umumnya, suatu hubungan hukum terjadi karena suatu

Lebih terperinci

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 25 BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Hukum perjanjian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. 1. Pendekatan Yuridis Normatif (library Research)

III. METODE PENELITIAN. 1. Pendekatan Yuridis Normatif (library Research) 44 III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah Berdasarkan klasifikasi penelitian hukum baik yang bersifat normatif maupun yang bersifat empiris serta ciri-cirinya, maka pendekatan masalah yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan berkaitan dengan istri atau suami maupun anak-anak yang masih memiliki

BAB I PENDAHULUAN. akan berkaitan dengan istri atau suami maupun anak-anak yang masih memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan manusia penuh dengan ketidakpastian. Ketidakpastian tersebut biasanya berhubungan dengan takdir dan nasib manusia itu sendiri yang telah ditentukan oleh Tuhan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai usaha yang terus berkembang di segala bidang. Usaha yang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai usaha yang terus berkembang di segala bidang. Usaha yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ekonomi yang semakin maju harus menjamin perlindungan dalam dunia usaha. Perkembangan tersebut memunculkan berbagai usaha yang terus berkembang di segala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebut dengan istilah perjanjian bernama (benoemd/nominaat) dan perjanjian

BAB I PENDAHULUAN. disebut dengan istilah perjanjian bernama (benoemd/nominaat) dan perjanjian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjanjian di Indonesia secara umum ada yang mempunyai suatu nama khusus, maupun yang tidak terkenal dengan suatu nama tertentu, atau sering disebut dengan istilah

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan A. Pengertian Perjanjian Jual Beli BAB II PERJANJIAN JUAL BELI Jual beli termasuk dalam kelompok perjanjian bernama, artinya undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan pengaturan secara

Lebih terperinci

HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM.

HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM. HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM. PERIKATAN & PERJANJIAN Perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang berdasarkan mana yang satu berhak menuntut hal dari

Lebih terperinci

GADAI DAN HAK KEBENDAAN TINJAUAN YURIDIS GADAI SEBAGAI HAK KEBENDAAN UNTUK JAMINAN KREDIT

GADAI DAN HAK KEBENDAAN TINJAUAN YURIDIS GADAI SEBAGAI HAK KEBENDAAN UNTUK JAMINAN KREDIT GADAI DAN HAK KEBENDAAN TINJAUAN YURIDIS GADAI SEBAGAI HAK KEBENDAAN UNTUK JAMINAN KREDIT SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana Hukum Dalam Ilmu Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, pembangunan di bidang ekonomi, merupakan bagian dari pembangunan nasional. Salah satu upaya untuk mewujudkan pembangunan

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA PERJANJIAN SEWA MENYEWA RUMAH

PENYELESAIAN SENGKETA PERJANJIAN SEWA MENYEWA RUMAH PENYELESAIAN SENGKETA PERJANJIAN SEWA MENYEWA RUMAH (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) Sripsi Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Program Strata-1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakekatnya setiap orang berhak mendapatkan perlindungan dari hukum. Hampir seluruh hubungan hukum harus mendapat perlindungan dari hukum. Oleh karena itu terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyentuh segala aspek kehidupan manusia. Komunikasi adalah sebuah proses

BAB I PENDAHULUAN. menyentuh segala aspek kehidupan manusia. Komunikasi adalah sebuah proses 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia semakin berubah, dalam beberapa tahun terakhir perkembangan sistem telekomunikasi di Indonesia sudah demikian pesatnya memberikan dampak yang menyentuh

Lebih terperinci

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan di bidang ekonomi yang semakin meningkat mengakibatkan keterkaitan yang erat antara sektor riil dan sektor moneter, di mana kebijakan-kebijakan khususnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia selalu berusaha untuk mencapai kesejahteraan dalam hidupnya. Hal ini menyebabkan setiap manusia di dalam kehidupannya senantiasa melakukan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Tanah ditempatkan sebagai suatu bagian penting bagi kehidupan manusia. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus meningkat.

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERJANJIAN KREDIT DI KOPERASI JASA KEUANGAN SYARIAH KHASANAH, SIDOHARJO WONOGIRI

PELAKSANAAN PERJANJIAN KREDIT DI KOPERASI JASA KEUANGAN SYARIAH KHASANAH, SIDOHARJO WONOGIRI PELAKSANAAN PERJANJIAN KREDIT DI KOPERASI JASA KEUANGAN SYARIAH KHASANAH, SIDOHARJO WONOGIRI (Studi di Koperasi Jasa Keuangan Syariah Khasanah Wonogiri) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. KUHPerdata Buku II mengenal adanya hak kebendaan yang bersifat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. KUHPerdata Buku II mengenal adanya hak kebendaan yang bersifat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang KUHPerdata Buku II mengenal adanya hak kebendaan yang bersifat memberikan jaminan. Untuk benda jaminan yang berupa benda bergerak, maka hak kebendaan tersebut adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk sosial, oleh karenanya manusia itu cenderung untuk hidup bermasyarakat. Dalam hidup bermasyarakat ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan prinsip syari ah tidak mungkin dihindari akan terjadinya konflik. Ada yang berujung sengketa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Rakyat 2.1.1 Definisi hutan rakyat Definisi Hutan rakyat dapat berbeda-beda tergantung batasan yang diberikan. Hutan rakyat menurut Undang-undang No. 41 tahun 1999

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI A. Pengertian Perjanjian Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. Kata perjanjian berasal dari terjemahan overeenkomst dan

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. Kata perjanjian berasal dari terjemahan overeenkomst dan BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Kata perjanjian berasal dari terjemahan overeenkomst dan verbintenis, yang diterjemahkan dengan menggunakan istilah perjanjian maupun persetujuan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era reformasi merupakan era perubahan dalam kehidupan berbangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era reformasi merupakan era perubahan dalam kehidupan berbangsa dan 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era reformasi merupakan era perubahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Era reformasi telah dimulai sejak tahun 1998 yang lalu. Latar belakang lahirnya era

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan/leasing) selaku penyedia dana. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan disebutkan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan/leasing) selaku penyedia dana. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan disebutkan bahwa : BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan pesatnya pembangunan berkelanjutan dewasa ini, meningkat pula kebutuhan akan pendanaan oleh masyarakat. Salah satu cara untuk mendapatkan dana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan nasional adalah mewujudkan masyarakat adil dan

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan nasional adalah mewujudkan masyarakat adil dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pembangunan nasional adalah mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat pesat. Banyak sektor usaha berlomba-lomba untuk menarik

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat pesat. Banyak sektor usaha berlomba-lomba untuk menarik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ekonomi saat sekarang mengalamin peningkatan yang sangat pesat. Banyak sektor usaha berlomba-lomba untuk menarik simpati masyarakat dalam menyediakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk memenuhi berbagai kebutuhan. Dalam perkembangannya tidak hanya orang yang

BAB I PENDAHULUAN. untuk memenuhi berbagai kebutuhan. Dalam perkembangannya tidak hanya orang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak semula setiap orang memerlukan orang lain. Seseorang memerlukan orang lain untuk memenuhi berbagai kebutuhan. Dalam perkembangannya tidak hanya orang yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI. politicon). Manusia dikatakan zoon politicon oleh Aristoteles, sebab

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI. politicon). Manusia dikatakan zoon politicon oleh Aristoteles, sebab BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Masalah perjanjian itu sebenarnya merupakan adanya ikatan antara dua belah pihak atau antara 2 (dua)

Lebih terperinci

Sistematika Siaran Radio

Sistematika Siaran Radio Sistematika Siaran Radio Rabu, 24 Mei 2017 Tema: Penggunaan Perjanjian Tertulis (Kontrak) dalam Transaksi-Transaksi Bisnis Sehari-Hari Oleh: Dr. Bayu Seto Hardjowahono, S.H., LL.M. dan LBH Pengayoman UNPAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu menunjukkan arah untuk menyatukan ekonomi global, regional ataupun lokal, 1 serta dampak terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. batasan usia dewasa. Berbagai ketentuan dalam peraturan perundang-undangan

BAB I PENDAHULUAN. batasan usia dewasa. Berbagai ketentuan dalam peraturan perundang-undangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Untuk mewujudkan kepastian hukum mengenai kedewasaan dan kecakapan seseorang dalam melakukan perbuatan hukum dalam rangka pelayanan pertanahan, perlu adanya kejelasan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teori 2.1.1. Pengertian Perjanjian dan Wanprestasi Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH

Lebih terperinci

Pemanfaatan pembangkit tenaga listrik, baru dikembangkan setelah Perang Dunia I, yakni dengan mengisi baterai untuk menghidupkan lampu, radio, dan ala

Pemanfaatan pembangkit tenaga listrik, baru dikembangkan setelah Perang Dunia I, yakni dengan mengisi baterai untuk menghidupkan lampu, radio, dan ala BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pembangunan jangka panjang yang dilakukan bangsa Indonesia mempunyai sasaran utama yang dititik beratkan pada pembangunan bidang ekonomi dengan pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan eksistensinya di dunia. Naluri self preservasi selalu. mengatasi bahaya-bahaya yang dapat mengancam eksistensinya.

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan eksistensinya di dunia. Naluri self preservasi selalu. mengatasi bahaya-bahaya yang dapat mengancam eksistensinya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia memiliki naluri self preservasi yaitu naluri untuk mempertahankan eksistensinya di dunia. Naluri self preservasi selalu berhadapan dengan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertama disebutkan dalam ketentuan Pasal 1601a KUHPerdata, mengenai

BAB I PENDAHULUAN. pertama disebutkan dalam ketentuan Pasal 1601a KUHPerdata, mengenai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjanjian kerja dalam Bahasa Belanda biasa disebut Arbeidsovereenkomst, dapat diartikan dalam beberapa pengertian. Pengertian yang pertama disebutkan dalam

Lebih terperinci