Pikada Sebagai Instrumen Sirkulasi Elit Politik Lokal. Oleh: Prayudi. Laporan Penelitian Individu
|
|
- Yenny Sasmita
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Pikada Sebagai Instrumen Sirkulasi Elit Politik Lokal Oleh: Prayudi Laporan Penelitian Individu Pusat Penelitian, Badan Keahlian DPR RI
2 RINGKASAN EKSEKUTIF 1. Pendahuluan Pilkada serentak 2015 telah diselenggarakan belum lama berselang di 264 daerah, yang terdiri atas 8 provinsi dan 256 kabupaten/kota. Hal yang crusial dari substansi penyelenggaraan pilkada serentak 2015 adalah posisinya sebagai instrumen demokrasi guna melahirkan kepemimpinan di daerah. Konstruksinya bukan hanya berdimensi prosedural agar dapat lebih hemat anggaran, tetapi juga secara substansi kapasitasnya bagi sirkulasi elit politik lokal. Besarnya tanggungjawab proses seleksi dan mengusung pasangan calon (paslon), menempatkan pilkada menjadi strategis untuk kontestasi antar elit. Siti Zuhro mengingatkan, partai politik bertanggungjawab untuk mengajukan calon terbaik dalam pilkada. Mengusung calon yang tidak layak berarti membohongi rakyat. Akses sirkulasi elit tidak lagi berjalan alamiah, diawal sejarahnya selalu dibarengi oleh tuntutan atau paksaan untuk terbuka bagi akses dimaksud. Ketika diawal politik etis Belanda sebelum kemerdekaan misalnya, mereka yang masuk kelas priyayi rendahan tidak menerima begitu saja atas terbukanya askes pendidikan lebih tinggi yang sebelumnya sudah dinikmati oleh kelas priyayi lebih tinggi. Sedangkan setelah kemerdekaan, baik sebelum dan sesudah Orde Baru 1998, aksi massa yang brutal mewarnai sporadis penggantian kepala daerah tertentu, bahkan hingga aparatnya di kecamatan dan beberapa kepala desa. Belajar dari sejarah akses mobilitas kelas ke tingkat elit itu, pilkada menjadi penting sebagai instrumen sirkulasi elit politik, agar dapat berjalan damai dan demokratis. Partai politik harus didorong agar proses seleksi paslonnya dapat berjalan fair dan terbuka bagi akses publik. Bahkan, pengaturan ini tidak saja penting bagi pembentukan penyelenggaraan pilkada yang demokratis, tetapi juga mampu menghasilkan kepemimpinan yang berintegritas dan kapabel. Catatan di atas menjadi bermakna pada saat terdapat gejala sejumlah kepala daerah yang terpilih tahun 2015, justru ditetapkan oleh Kejagung dan KPK sebagai tersangka. Dikhawatirkan hal tersebut akan menghambat jalannya roda pemerintahan daerah. Gejala demikian menuntut proses seleksi internal yang lebih ketat. Pentingnya seleksi semacam ini, mengingat pemda semakin dituntut untuk mampu bergerak lincah dan sekaligus akuntabel di era otonomi daerah. Hal ini memiliki makna politik substansi yang tinggi, mengingat di satu sisi, mayoritas kepala daerah yang terpilih pada pilkada serentak Desember 2015 merupakan pemimpin tergolong baru. Padahal, di sisi lain, dana dari pemerintah pusat ke daerah cenderung naik signifikan. Data dari postur APBN 2016, jumlah transfer ke daerah dan dana desa mencapai Rp 770 triliun lebih. Dibandingkan dengan 2015, di tahun 2016 terjadi peningkatan dana transfer Rp 105,5 triliun. Suatu peningkatan jumlah yang signifikan apabila dibandingkan dengan belanja pusat untuk kementerian negara/lembaga yang justru menurun Rp 11,3 triliun. Untuk pertama kali sejak era otonomi daerah digulirkan pada kurun waktu berlakunya UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 23 Tahun 2014, dana transfer yang diberikan kepada daerah berjumlah besar. Sirkulasi elit politik lokal menjadi titik penting tidak saja mengenai hubungan elit-massa, tetapi juga terhadap dinamika pemerintahan daerah. Bergeraknya demokrasi di tingkat lokal melalui pilkada menjadi tantangan bagi beberapa dinasti politik berdasarkan kekerabatan secara kasuistik di daerah ketika berhadapan dengan dinamika pasca pilkada. Bahkan, bukan hanya dampak dari pilkada terhadap dinamika daerah, tetapi juga dari pemilu nasional, yaitu pemilu anggota legislatif dan pemilu presiden. Interelasi ini tentu mempengaruhi hubungan pusat-daerah dan antar daerah itu sendiri. Pilkada serentak 2015 dalam konteks sirkulasi elit politik, memunculkan potensi ganda, di satu pihak bagi lahirnya kepemimpinan yang memiliki kapasitas di panggung politik tidak saja 2
3 secara lokal dan bahkan untuk tampil di tingkat nasional. Tetapi, di sisi lain juga potensi negatifnya, ketika status tersangka atau mantan narapidana dapat mencalonkan diri dalam pilkada. Kasus di Provinsi Jambi, dengan pola sirkulasi yang diwarnai kombinasi rekam jejak kapasitas figur dan unsur dinasti politik. Sedangkan, di Provinsi Sulut dengan kontroversi status hukum salah satu calonnya. Rentang posisi demikian masih berada dalam peralihan, mengingat aspek popularitas tokoh, dominasi kepartaian, dan jaringan dinasti politik juga menjadi kekuatan penting lainya dalam sirkulasi elit politik lokal. Kepentingan partai mengacu pada dinamika pemda yang dipandang penting untuk mengukuhkan basis dukungan. Keinginan partai politik terlibat terhadap dinamika birokrasi pemda di samping berlandaskan pada kepentingan politik, juga disebabkan oleh keinginannya untuk meraih kepentingan ekonomi. Partai politik memahami bahwa birokrasi pemda merupakan sumber keuangan bagi dirinya. 2. Perumusan Masalah: Pengalaman pelaksanaan Pilkada serentak 2015 tidak saja bermuatan pada kelangsungan elit yang berkuasa untuk tetap tampil dominan, tetapi juga kekhawatiran adanya kelemahan mendasar bagi pembentukan pemda yang kredibel. Ironisnya, pilkada serentak justru memiliki harapan substansi terhadap sirkulasi elit politik lokal yang demokratis. Harapan demikian menjadi tandingan pada saat kesan masih kuatnya oligarki partai dan dinasti keluarga secara kasuistik masih mencengkeram sirkulasi elit politik. Pertimbangan atas penguatan kelembagaan partai agar mampu tumbuh secara sehat dan kapasitas calon dibandingkan sekedar popularitas, meletakkan pilkada pada dua hal penting bagi sirkulasi elit lokal. Pertama, pada lembaga penyelenggara pilkada itu sendiri, yaitu KPU, Bawaslu, dan Panwas. Kedua, adalah perlakuan partai atau gabungan partai di tengah persaingannya dengan jalur perseorangan terhadap paslon yang didukungnya. Sehubungan fenomena dua sisi pilkada dilihat dari demokratisasi dan tantangan kelembagaan di atas, maka rumusan masalahnya adalah: Bagaimana posisi pilkada sebagai instrumen sirkulasi elit politik lokal? Rumusan tersebut mengandung dua pertanyaan penelitian yang utama: Pertama, bagaimana pihak penyelenggara memperlakukan terhadap paslon di tahapan pencalonan oleh KPU? Kedua, bagaimana partai atau gabungan partai politik menempuh langkah-langkah untuk meloloskan bakal paslon yang didukungnya sebagai paslon yang definitif dalam pilkada? 3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ini bertujuan bagi: (1) Mengetahui fenomena politik lokal pada saat proses penyelenggaraan pilkada serentak 2015, yaitu dalam konteks sirkulasi elit di tahapan pencalonan pilkada; (2) Menjadi masukan bagi Panja Pilkada dari Komisi II DPR RI yang secara rutin selalu melakukan proses evaluasi terhadap proses penyelenggaraan pilkada di berbagai daerah. Penelitian ini diharapkan memiliki kegunaan bagi pemahaman proses pencalonan pilkada, guna langkah penelitian lebih lanjut atas peluang sirkulasi elit politik melalui pilkada. Pemahaman ini dengan beranjak pada substansi perlakuan penyelenggara, baik KPU dan Bawaslu/Panwaslu terhadap paslon, maupun fihak partai atau gabungan partai pengusung. Ini sekaligus menjadi masukan bagi fungsi pengawasan DPR terkait pengalaman pelaksanaan UU No. 8 Tahun Waktu/ Lokasi Penelitian: Waktu Penelitian: Mei- Agustus Lokasi Penelitian: 1. Jambi tgl. 6 sd. 15 Juni
4 2. Sulawesi Utara tgl. 25 Juli sd. 3 Agusus Metode Penelitian Metode penelitian kualitatif digunakan sebagai upaya menjawab arah sirkulasi elit politik lokal dalam Pilkada. Hal ini berguna untuk menelaah lebih lanjut hal-hal yang menjadi muatan objek penelitian tersebut, yaitu baik yang terkait dukungan rekam jejak kapasitas figur dan jaringan patronase di satu pihak dan lolosnya status hukum calon yang masih bermasalah di sisi lainnya, ditahapan pencalonan. Pilihan metode penelitian yang digunakan bukan saja terkait subjek permasalahan dari objek yang akan diteliti, tetapi juga sebenarnya merupakan cermin dari titik pandang si peneliti itu sendiri secara subjektif. Melalui metode penelitian kualitatif diharapkan akan mampu memahami makna yang sesungguhnya dari informasi yang tampak di permukaan. Sehubungan keinginan untuk memperdalam substansi yang tergolong unik dari fokus persoalan yang ingin diteliti, maka strategi penelitian yang digunakan adalah melalui studi kasus. Adapun desain studi kasus yang digunakan, adalah multi kasus, meskipun dalam fokus penelitian ini hanya mencakup dua hal, yaitu tentang dinasti politik dan status hukum calon ditahapan pencalonan. Sehingga, digunakan logika replika yang berbeda dengan logika sampel, yaitu mengingat adanya unsur kesamaan, kejadian berulang, tetapi juga kemungkinan terhadap adanya keterbatasan tertentu yang tidak dijumpai pada kasus lainnya. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan melakukan wawancara terhadap beberapa informan penelitian secara sengaja (purposive), yang berperan sebagai narasumber terkait hal-hal yang menjadi objek penelitian untuk ditanyakan di lapangan. Di samping wawancara secara tidak terstruktur dengan mengingat permasalahan yang akan diteliti di lapangan, juga dilakukan observasi secara terbatas dari peneliti dengan memelihara jarak dari kasus-kasus objek penelitiannya. Observasi ini adalah dilakukan tidak berstruktur, yaitu menggunakan guide, mengandalkan pengamatannya atas obyek yang diteliti. Ini berbeda dengan observasi partisipan, di mana dalam metode tidak terstuktur memang penguasaan teoritisnya tidak diharuskan secara mendalam, karena penguasaan secara umum dianggap membantu pengamatannya. Pengumpulan data juga dilakukan dengan mengandalkan catatan lapangan, mengingat lokasi dan subjek penelitian yang dituju adalah baru pertama kali dilakukan. Catatan lapangan sangat penting bagi mengisi keterbatasan waktu pengumpulan data.. Catatan lapangan dapat memperluas substansinya, karena memasukkan unsur gagasan, strategi, refleksi, dugaan, serta pola-pola yang muncul. Hal ini agar data-data terkumpul dapat lebih memperoleh pijakan substansi yang rinci, dan menempatkannya sebagai refleksi studi kualitatif. 4
5 7. Penutup 7.1. Kesimpulan Pilkada sebagai instrumen sirkulasi elit lokal mengacu pada tahapan nominasi paslon. Hal ini sejak mulai bakal calon, dilakukan secara berpasangan, baik melalui jalur partai atau gabungan partai maupun jalur perseorangan, hingga proses verifikasi dan penetapannya sebagai peserta yang definitif oleh KPU daerah. Pada konteks tahapan pencalonan paslon pilkada, ada beberapa substansi yang perlu dicatat: Pertama, secara normatif, KPU/Bawaslu/Panwas dalam penyelenggaraan pilkada berpedoman pada ketentuan perundang-undangan. Secara empiris, pedoman legal formal ini masih dapat menemui hambatan tertentu terhadap keputusan verifikasi paslon pilkada. Bahkan, hambatan ini bisa saja berasal dari kuatnya jaringan elit yang mencalonkan diri atau justru dari akibat kebijakan pusat yang tidak seragam terhadap kasus pencalonan di pilkada. Hambatan bukan saja dapat berbentuk kepastian hukum bagi KPU/Bawaslu, Panwas, tetapi juga menjadi godaan bagi kemungkinan adanya petugas lapangan atau bahkan komisioner KPU daerah sendiri untuk ikut bermain atas ketidakseragaman kebijakan pusat dimaksud. Politik lokal yang paternalistik dan dekatnya relasi keseharian, juga memperbesar peluang permainan oknum penyelenggara pilkada dan paslon serta partai atau gabungan partai dibelakangnya. Ini belum termasuk relasi yang perlu ditata ulang antara Panwaslu dan KPU kabupaten/kota, yang masing-masing dapat terjebak ego sektoral. Relasi yang kurang kondusif antara dua lembaga ini memiliki efek bagi kualitas penyelenggaraan pilkada secara demokratis, fair dan tertib tahapan penyelenggaraannya. Hal ini masih rawan terjadi terutama di tingkat KPU kota/kabupaten denganpanwas dalam penyelenggaraan pilkada bupati/walikota. Kedua, posisi politik kandidat secara kultural dan struktural kemasyarakatan menjadi tekanan tersendiri bagi KPU daerah setempat untuk meloloskan atau tidak meloloskan calon dan pasangannya. Tekanan ini mencerminkan kuatnya jaringan oligarki elit lokal yang mempersempit proses penyegaran bagi sirkulasi elit politik melalui instrumen Pilkada. Kebiasaan partai yang menggunakan tokoh populer dan masih lemahnya kaderisasi internal menjadi dukungan bagi jaringan oligarki elit lokal menentukan kepemimpinan pemda. Pada kasus tertentu generasi penerus elit lokal memiliki kapasitas kepemimpinan yang baik dari jaringan oligarki demikian. Tetapi dinasti politik yang menjadi muatannya tetap berpotensi melakukan penyimpangan terhadap aset birokrasi pemda pada saat dirinya berkuasa. Ketiga, pilkada serentak yang telah meletakkan aparat pusat untuk menjadi carataker kepemimpinan di daerah, masih dianggap perlu disetarakan perlakuannya bagi paslon pemenang untuk menjaga netralitas birokrasi. Meskipun partai belum beranjak pada karakter rent seeking atas penguasaan politik lokal, kesetaraan demikian dicerminkan oleh perlu dihilangkannya bagi paslon saat kurun awal kekuasaannya dapat melakukan pergeseran aparat birokrasi pemda. Point pengawasan masyarakat yang lemah atas perilaku politik elit kepala daerah dan karakter rent seeking partai tidak menjadi halangan atas keinginan demikian. Keinginan bagi pergeseran aparat saat berkuasa bagi kepala daerah menjadi sisi lain dari mandeknya sirkulasi elit lokal melalui instrumen pilkada. Elit menguasai sumber daya kekuasaannya, baik menyangkut posisi formal, reputasi informal, dan jangkauan terhadap pengambilan keputusan, justru dimanfaatkan untuk mengekalkan sirkulasi elit yang stagnan. Keempat, seleksi partai bersifat tertutup dan komunikasi antara KPU dengan paslon dan partai pendukung, adalah melalui LO dari pihak partai bersangkutan. Dominasi partai melalui koalisi yang dibangunnya menjadi faktor penentu lain dari arah sirkulasi elit lokal melalui 5
6 mekanisme Pilkada. Jalur perseorangan masih sulit untuk ditembus, meskipun variasi lokal bisa saja terjadi dalam soal ini. Kasus di Jambi sebagaimana di Kota Jambi dan Batanghari, baik Pilgub dan Pilwako dan Pilbup nya, atau demikian halnya di Sulut, sebagaimana di Kota Manado dan Bitung, menunjukkan variasi kasus lokal dimaksud. Jalur perseorangan justru muncul ditengah perpecahan di tingkat elit partai, meskipun tokoh yang mencoba peruntungan melalui jalur perseorangan, sangat sadar sukarnya persyaratan dukungan yang harus dipenuhi. Di tingkat formal pertemuan guna negosiasi pencalonan bisa saja diakui tidak ada mahar politik, tetapi pada pertemuan informal kalangan terbatas bisa saja terjadi mahar politik. Dalam kasus tertentu, partai bisa saja menolak dugaan demikian, karena faktor loyalitas ideologi partai dan kompetensi kepemimpinan kandidat, dianggap menjadi pertimbangan partai untuk mengajukan paslonnya. Partai di tingkat provinsi lebih leluasa menggerakkan mesin politiknya saat pilgub, dibandingkan struktur di tingkat kabupaten/kota saat pilbup/pilwali. Di samping itu, kedudukan wakil kepala daerah menjadi penting bagi partai saat mencalonkan kadernya, karena nilai jual figur tidak saja secara berpasangan, tetapi juga secara individu kandidat, menentukan tingkat keuntungan politik yang diraih partai saat pilkada. Itu sebabnya, di tengah gejala masih lemahnya kaderisasi di partai, sejauh mungkin pasangan calon diisi dari figur yang merupakan kader partai yang sama. Ini tidak saja diletakkan pada perkiraan skenario lokal manakala harus terjadi pergantian kepala/wakil kepala daerah, tetapi juga berharap pada kemungkinan skenario nasional yang berdampak pada politik lokal, sebagaimana di kasus perjalanan pemerintahan Provinsi Sulut. Kelima, sirkulasi elit lokal melalui pilkada masih sangat terbatas, meskipun partisipasi politik masyarakat dalam tahapannya tergolong cukup tinggi, terutama saat kampanye dan pemungutan suara. Bahkan, sirkulasi elit lokal merupakan kombinasi antara kekuasaan oligarki partai dan jaringan dinasti politik yang memiliki akar panjang di daerah. Sehingga, kesan pewarisan kekuasaan atau diistilahkannya oleh Suzanne Keller, terputusnya generasi tidak terjadi dan krisis kepercayaan tidak signifikan dinamikanya. Konservatisme lebih mengemuka dibandingkan perluasan basis para kader di tingkat bawah secara berjenjang untuk matang bersaing di tingkat pemerintahan. Kuatnya interaksi kombinasi antar pihak-pihak itu menghasilkan kekhawatiran bagi penciptaan birokrasi pemda yang transparan dan profesional. Pada kasus tertentu bisa saja pengecualian terjadi secara lokal, ketika figur yang dihasilkan pilkada dari dinasti politik memang memiliki kompentensi yang positif. Kata kunci dari pengawasan publik, baik Bawaslu dan masyarakat sipil melalui pemantau, menjadi upaya untuk menciptakan pilkada fair dan demokratis. Bahkan, pengawasan masyarakat sipil menjadi penting ketika paslon terpilih memegang kekuasaan pemerintahan hasil pilkada Rekomendasi Sehubungan dengan konteks limitasi sumber pencalonan yang menghambat sirkulasi elit melalui instrumen pilkada, maka dapat direkomendasikan sebagai berikut: Pertama, dilakukan revisi terbatas UU No. 10 Tahun 2016 terkait jumlah dukungan yang diwajibkan dikumpulkan paslon jalur perseorangan, yaitu tidak lagi pada basis persentase data pemilih di seluruh daerah, tetapi cukup di 2/3 kabupaten/kota, bagi pilgub, dan 2/3 di kecamatan, untuk pilwali/pilbup. Alternatif lain adalah desentralisasi kepartaian ditahapan pencalonan, yang meletakkan rekomendasi DPP menjadi sekedar pertimbangan dibandingkan diwajibkan bagi DPD dan DPC untuk mematuhinya. Kedua, kalau masalah dinasti politik dari soal konflik kepentingan dengan petahana sudah diputus oleh MK, maka pilihan untuk melakukan revisi persyaratan terhadap pengalaman keorgansiasian kandidat dapat menjadi pemikiran lebih lanjut untuk masuk persyaratan calon. Paslon atau kandidat dengan pengalaman organisasi dipastikan memiliki nilai lebih kepemimpinan dibandingkan kader yang menggantungkan nasibnya pada personal elit partai atau sekedar mengandalkan popularitas. 6
7 Ketiga, pemahaman konstitusi KPU sebagaimana disebutkan dalam Pasal 22 E ayat (5) UUD 1945 dikembalikan pada konteksnya yang benar-benar secara substantif. Pemahamannya bersifat nasional, tetap dan mandiri, di daerah semacam menjadi kewajiban bagi KPU setempat untuk menjaga tidak mudah diintervensi oleh elit setempat yang berkepentingan. Pilkada dengan segala atribut lokalnya yang lekat dengan identifikasikan pada figur elit secara subjektif, menjadi rentan bagi peluang pengaruh politik tertentu bagi KPU daerah dalam menjalankan tugas dan kewenangannya dalam tahapan-tahapan pilkada. KPU provinsi sejauh mungkin dapat berkomunkasi secara konstruktif dengan Bawaslu, bagi penyelenggaraan tugas dan kewenangan KPU kabupaten/kota dan Panwaslu setempat. Komunikasi semacam ini berguna untuk tidak terjadi ego sektoral yang dapat memahami secara tepat batas-batas tugas dan kewenangan masingmasing. 7
Prayudi POSISI BIROKRASI DALAM PERSAINGAN POLITIK PEMILUKADA
Prayudi POSISI BIROKRASI DALAM PERSAINGAN POLITIK PEMILUKADA Diterbitkan oleh: P3DI Setjen DPR Republik Indonesia dan Azza Grafika 2013 Judul: Posisi Birokrasi dalam Persaingan Politik Pemilukada Perpustakaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Presiden dan kepala daerah Pilihan Rakyat. Pilihan ini diambil sebagai. menunjukkan eksistensi sebagai individu yang merdeka.
1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Reformasi 1998 menghadirkan perubahan proses demokrasi di Indonesia. Pemilihan Presiden/ Wakil Presiden hingga Kepala Daerah dilaksanakan secara langsung,
Lebih terperinciLAPORAN HASIL PENELITIAN
LAPORAN HASIL PENELITIAN PEMETAAN PERSEPSI ATAS PENYELENGGARAAN SOSIALISASI KEPEMILUAN, PARTISIPASI DAN PERILAKU PEMILIH DI KABUPATEN BANGLI Kerjasama Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bangli dan Fakultas
Lebih terperinciPEMILU NASIONAL DAN PEMILU DAERAH
Policy Brief [04] Kodifikasi Undang-undang Pemilu Oleh Sekretariat Bersama Kodifikasi Undang-undang Pemilu MASALAH Sukses-tidaknya pemilu bisa dilihat dari sisi proses dan hasil. Proses pemilu dapat dikatakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Reformasi memberikan perubahan mendasar dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) di Indonesia. Perubahan tersebut dapat dilihat pada hasil amandemen ketiga Undang-
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Era reformasi telah menghasilkan sejumlah perubahan yang signifikan dalam
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era reformasi telah menghasilkan sejumlah perubahan yang signifikan dalam masyarakat politik. Masyarakat yang semakin waktu mengalami peningkatan kualitas tentu
Lebih terperinciURGENSI UNDANG-UNDANG PEMILU DAN PEMANTAPAN STABILITAS POLITIK 2014
KETUA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA URGENSI UNDANG-UNDANG PEMILU DAN PEMANTAPAN STABILITAS POLITIK 2014 Disampaikan pada acara Round Table Discussion (RTD) Lemhannas, Jakarta, Rabu 12 Oktober
Lebih terperinciPASANGAN CALON TUNGGAL DALAM PILKADA, PERLUKAH DIATUR DALAM PERPPU? Oleh: Zaqiu Rahman *
PASANGAN CALON TUNGGAL DALAM PILKADA, PERLUKAH DIATUR DALAM PERPPU? Oleh: Zaqiu Rahman * Naskah diterima: 10 September 2015; disetujui: 16 September 2015 Pasangan Calon Tunggal Dalam Pilkada Pelaksanaan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Hubungan antara pemerintah dengan warga negara atau rakyat selalu berada. terbaik dalam perkembangan organisasi negara modern.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hubungan antara pemerintah dengan warga negara atau rakyat selalu berada dalam bingkai interaksi politik dalam wujud organisasi negara. Hubungan negara dan rakyat
Lebih terperinciBAB 3 ANALISIS SISTEM BERJALAN
28 BAB 3 ANALISIS SISTEM BERJALAN Dalam bab tiga ini akan menjelaskan analisis sistem yang sedang berjalan dan pemecahan masalah. Analisis dan pemecahan masalah di dapat dari sumber data yang diperoleh
Lebih terperinciMenuju Pemilu Demokratis yang Partisipatif, Adil, dan Setara. Pusat Kajian Politik (Puskapol) FISIP Universitas Indonesia Jakarta, 16 Desember 2015
Menuju Pemilu Demokratis yang Partisipatif, Adil, dan Setara Pusat Kajian Politik (Puskapol) FISIP Universitas Indonesia Jakarta, 16 Desember 2015 1 Konteks Regulasi terkait politik elektoral 2014 UU Pilkada
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Universitas Indonesia. Pengawasan dalam..., Ade Nugroho Wicaksono, FHUI, 2009
72 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Pengawas pemilu adalah Panitia Pengawas dengan tingkatan yang berbeda yang melakukan pengawasan terhadap seluruh proses penyelenggaraan pemilu. Pengawas pemilu adalah lembaga
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. daerah tidak lagi terbatas pada kewenangan yang bersifat administratif tapi telah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan sistem pemilihan juga telah membawa perubahan hubungan tata Pemerintahan antar pusat dan daerah. Pendelegasian kekuasaan dari pusat ke daerah tidak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Negara yang dianggap demokratis selalu mencantumkan kata kedaulatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Negara yang dianggap demokratis selalu mencantumkan kata kedaulatan rakyat didalam konstitusinya. Hal ini menunjukkan bahwa kedaulatan rakyat merupakan suatu
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pemilihan umum adalah suatu sarana demokrasi yang digunakan untuk memilih
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilihan umum adalah suatu sarana demokrasi yang digunakan untuk memilih wakil wakil rakyat untuk duduk sebagai anggota legislatif di MPR, DPR, DPD dan DPRD. Wakil rakyat
Lebih terperinciPANDUAN AKUNTABILITAS POLITIK
PANDUAN AKUNTABILITAS POLITIK I. PENGANTAR Pemilihan Umum adalah mekanisme demokratis untuk memilih anggota legislatif (DPR, DPD, DPRD), dan Eksekutif (Presiden-Wakil Presiden, serta kepala daerah). Pemilu
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.23, 2015 PEMERINTAHAN DAERAH. Pemilihan. Gubernur. Bupati. Walikota. Penetapan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5656) UNDANG-UNDANG
Lebih terperinciPERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG PENGAWASAN TAHAPAN PENCALONAN PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH
PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG PENGAWASAN TAHAPAN PENCALONAN PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BADAN PENGAWAS PEMILIHAN
Lebih terperinciPERANAN KPU DAERAH DALAM MENCIPTAKAN PEMILU YANG DEMOKRATIS
PERANAN KPU DAERAH DALAM MENCIPTAKAN PEMILU YANG DEMOKRATIS R. Siti Zuhro, PhD (Peneliti Utama LIPI) Materi ini disampaikan dalam acara diskusi Penguatan Organisasi Penyelenggara Pemilu, yang dilaksanakan
Lebih terperinciLEMBAR FAKTA SEJUMLAH FAKTA TENTANG PEMILIHAN KEPALA DAERAH LANGSUNG. MITOS 1 Biaya Penyelenggaraan Pemilukada Langsung Mahal dan Boros Anggaran.
LEMBAR FAKTA SEJUMLAH FAKTA TENTANG PEMILIHAN KEPALA DAERAH LANGSUNG MITOS 1 Biaya Penyelenggaraan Pemilukada Langsung Mahal dan Boros Anggaran. Faktanya:Pemilukada Langsung yang Demokratis Bisa Murah
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.245, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH DAERAH. Pemilihan. Gubernur. Bupati. Walikota. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5588) PERATURAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses panjang sistem ketatanegaraan dan politik di Indonesia telah mengalami suatu pergeseran atau transformasi yang lebih demokratis ditandai dengan perkembangan
Lebih terperinciBAB IV. Mekanisme Rekrutmen Politik Kepala Daerah PDI Perjuangan. 4.1 Rekrutmen Kepala Daerah Dalam Undang-Undang
BAB IV Mekanisme Rekrutmen Politik Kepala Daerah PDI Perjuangan 4.1 Rekrutmen Kepala Daerah Dalam Undang-Undang Tahapan Pilkada menurut Peraturan KPU No.13 Th 2010 Tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pencalonan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA
SALINAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciPemilu 2009, Menjanjikan tetapi Mencemaskan
Pemilu 2009, Menjanjikan tetapi Mencemaskan RZF / Kompas Images Selasa, 6 Januari 2009 03:00 WIB J KRISTIADI Pemilu 2009 sejak semula dirancang untuk mencapai beberapa tujuan sekaligus. Pertama, menciptakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah. Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk
Lebih terperinciEVALUASI SATU TAHUN PENYELENGGARA PEMILU
EVALUASI SATU TAHUN PENYELENGGARA PEMILU Pengantar Hubungan kausalitas sebab-akibat antara kualitas penyelenggara pemilu dengan penyelenggaraan pemilu. Disain lembaga penyelenggara pemilu yang sedikit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. demokrasi, desentralisasi dan globalisasi. Jawaban yang tepat untuk menjawab
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Memasuki abad 21, hampir seluruh negara diberbagai belahan dunia (termasuk Indonesia) menghadapi tantangan besar dalam upaya meningkatkan sistem demokrasi,
Lebih terperinci2015 MODEL REKRUTMEN DALAM PENETUAN CALON ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH (DPRD) PROVINSI JAWA BARAT
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Negara Indonesia adalah negara demokrasi. Salah satu ciri dari negara demokrasi adalah adanya pemilihan umum. Sebagaimana diungkapkan oleh Rudy (2007 : 87)
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. kepala eksekutif dipilih langsung oleh rakyat. Sehingga kepala eksekutif tidak
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara kesatuan yang menganut Sistem Pemerintahan Presidensiil. Dalam sistem ini dijelaskan bahwa kepala eksekutif
Lebih terperinciPilkada Tenang, Tapi Masih Curang
Laporan Akhir Tahun Pilkada Tenang, Tapi Masih Curang Calon kepala daerah rupanya masih kurang percaya diri untuk memimpin sehingga masih mengandalkan uang untuk membeli suara rakyat. 31 Desember 2015
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA
PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA
PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemerintahan Indonesia dari sentralistik menjadi desentralistik sesuai dengan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Peralihan kekuasaan dari rezim Orde Baru ke Orde Reformasi merubah tata pemerintahan Indonesia dari sentralistik menjadi desentralistik sesuai dengan tuntutan
Lebih terperinciLAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI II DPR RI
TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri) LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI II DPR RI (Bidang Pemerintahan Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kepemiluan, Pertanahan dan
Lebih terperinciSINERGI PEMERINTAH DALAM RANGKA MENDUKUNG IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PILKADA SERENTAK TAHUN 2015
Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia SINERGI PEMERINTAH DALAM RANGKA MENDUKUNG IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PILKADA SERENTAK TAHUN 2015 Oleh: DR. SUMARSONO, MDM Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam
Lebih terperinciMEKANISME DAN MASALAH-MASALAH KRUSIAL YANG DIHADAPI DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG. Oleh : Nurul Huda, SH Mhum
MEKANISME DAN MASALAH-MASALAH KRUSIAL YANG DIHADAPI DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG Oleh : Nurul Huda, SH Mhum Abstrak Pemilihan Kepala Daerah secara langsung, yang tidak lagi menjadi kewenangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. rakyat indonesia yang berdasarkan pancasila dan undang undang dasar negara
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilihan umum kepala daerah merupakan sarana pelaksana kedaulatan rakyat indonesia yang berdasarkan pancasila dan undang undang dasar negara republik Indonesia tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kebijakan otonomi daerah yang digulirkan dalam era reformasi dengan. dikeluarkannya ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 adalah tentang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebijakan otonomi daerah yang digulirkan dalam era reformasi dengan dikeluarkannya ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 adalah tentang penyelenggaraan Otonomi Daerah.
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA
PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciPILKADA lewat DPRD?
http://www.sinarharapan.co/news/read/30485/mengorbankan-rakyat-untuk-menutupi-kelemahan-parpol PILKADA lewat DPRD? Mengorbankan Rakyat untuk Menutupi Kelemahan Parpol 04 January 2014 Vidi Batlolone Politik
Lebih terperinciBAB II KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN LABUHAN BATU UTARA. A. Sejarah Singkat Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Labuhan Batu
7 BAB II KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN LABUHAN BATU UTARA A. Sejarah Singkat Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Labuhan Batu Utara Untuk melaksanakan tuntutan agenda reformasi Tahun 1998 di bidang politik,
Lebih terperinciNaskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di
KETERANGAN PENGUSUL ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1999 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. keterlibatan masyarakat dalam berpartisipasi aktif untuk menentukan jalannya
1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Situasi perkembangan politik yang berkembang di Indonesia dewasa ini telah membawa perubahan sistem yang mengakomodasi semakin luasnya keterlibatan masyarakat dalam
Lebih terperinciBADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2014
BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG PENGAWASAN TAHAPAN PENCALONAN PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA MENJADI UNDANG-UNDANG
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA MENJADI UNDANG-UNDANG
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR..TAHUN.. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR..TAHUN.. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH I. UMUM Sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Dasar
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Sebagai intisari dari uraian yang telah disampaikan sebelumnya dan
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Sebagai intisari dari uraian yang telah disampaikan sebelumnya dan berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, telah teridentifikasi bahwa PDI Perjuangan di Kabupaten
Lebih terperinciLAPORAN SINGKAT KOMISI II DPR RI
TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri) LAPORAN SINGKAT KOMISI II DPR RI (Bidang Pemerintahan Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kepemiluan, Pertanahan dan Reforma Agraria)
Lebih terperinciOleh Dra. Hj. Siti Masrifah, MA (Ketua Umum DPP Perempuan Bangsa) Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKB 1
Disampaikan pada Seminar Menghadirkan Kepentingan Perempuan: Peta Jalan Representasi Politik Perempuan Pasca 2014 Hotel Haris, 10 Maret 2016 Oleh Dra. Hj. Siti Masrifah, MA (Ketua Umum DPP Perempuan Bangsa)
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pemilihan umum (Pemilu) adalah proses pemilihan orang-orang untuk mengisi
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan umum (Pemilu) adalah proses pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik baik di pemerintah maupun di legislatif. Pelaksanaan pemilihan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara demokrasi. Salah satu ciri dari negara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara demokrasi. Salah satu ciri dari negara demokrasi adalah adanya pemilihan umum. Sebagaimana diungkapkan oleh Teuku May Rudy (2007
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. teknologi baru untuk memuaskan kebutuhan. Untuk dapat beradaptasi dengan perubahan yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan global yang begitu cepat terjadi di masa sekarang disebabkan oleh bertambah tingginya tingkat pendidikan masyarakat, tingkat pendapatan, arus informasi serta
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemilihan umum
Lebih terperinciPENINGKATAN NILAI PARTISIPASI PEMILIH
Policy Brief [05] Kodifikasi Undang-undang Pemilu Oleh Sekretariat Bersama Kodifikasi Undang-undang Pemilu MASALAH Demokrasi bukanlah bentuk pemerintahan yang terbaik, namun demokrasi adalah bentuk pemerintahan
Lebih terperinciPenguatan Partisipasi dan Perbaikan Keterwakilan Politik Melalui Pembentukan Blok Politik Demokratik
Penguatan Partisipasi dan Perbaikan Keterwakilan Politik Melalui Pembentukan Blok Politik Demokratik Pendahuluan Pokok Pokok Temuan Survei Nasional Demos (2007 2008) : Demokrasi masih goyah: kemerosotan
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.386, 2012 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM. Pengawasan. Tahapan. Pencalonan. Pemilu, Kepala Daerah. Wakil Kepala Daerah. PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 3
Lebih terperinciPOLITIK LOKAL dan PEMILUKADA ANDHYKA MUTTAQIN
POLITIK LOKAL dan PEMILUKADA ANDHYKA MUTTAQIN Studi Kasus Pada bulan 5 Agustus 2010: Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengatakan pemilihan gubernur dimungkinkan untuk dikembalikan ke DPRD. Pemilihan
Lebih terperinciADVOKASI HUKUM SENGKETA PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN IDA BUDHIATI ANGGOTA KPU RI
ADVOKASI HUKUM SENGKETA PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN IDA BUDHIATI ANGGOTA KPU RI 2012-2017 KEPASTIAN HUKUM PILKADA UU NOMOR 8 TAHUN 2015 PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI Pasal 7 huruf r Putusan Mahkamah Konstitusi
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemilihan umum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan DPRD sebagai penyalur aspirasi politik rakyat serta anggota DPD. sebagai penyalur aspirasi keanekaragaman daerah sebagaimana
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakekatnya Pemilu legislatif adalah untuk memilih anggota DPR dan DPRD sebagai penyalur aspirasi politik rakyat serta anggota DPD sebagai penyalur aspirasi keanekaragaman
Lebih terperinciTANTANGAN DAN STRATEGI PARPOL DALAM PILKADA SERENTAK
Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI Gd. Nusantara I Lt. 2 Jl. Jend. Gatot Subroto Jakarta Pusat - 10270 c 5715409 d 5715245 m infosingkat@gmail.com BIDANG PEMERINTAHAN DALAM NEGERI KAJIAN SINGKAT TERHADAP
Lebih terperinciMEMAKNAI ULANG PARTISIPASI POLITIK WARGA: TAHU, MAMPU, AWASI PUSAT KAJIAN POLITIK FISIP UNIVERSITAS INDONESIA 28 JANUARI 2015
MEMAKNAI ULANG PARTISIPASI POLITIK WARGA: TAHU, MAMPU, AWASI PUSAT KAJIAN POLITIK FISIP UNIVERSITAS INDONESIA 28 JANUARI 2015 DEFINISI UMUM Partisipasi politik dipahami sebagai berbagai aktivitas warga
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 101, 2011 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5246) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN
Lebih terperinciBADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG
BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 23 TAHUN 2009 TENTANG PENGAWASAN
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dilakukan dengan keikutsertaan partai politik dalam pemilihan umum yang
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Partai politik merupakan pilar demokrasi dalam suatu negara seperti di Indonesia. Kehadiran partai politik telah mengubah sirkulasi elit yang sebelumnya tertutup bagi
Lebih terperinciproses perjalanan sejarah arah pembangunan demokrasi apakah penyelenggaranya berjalan sesuai dengan kehendak rakyat, atau tidak
Disampaikan pada Seminar Nasional dengan Tema: Mencari Format Pemilihan Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah Yang Demokratis Dalam Rangka Terwujudnya Persatuan Dan Kesatuan Berdasarkan UUD 1945 di Fakultas
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Reformasi politik yang sudah berlangsung sejak berakhirnya pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto pada bulan Mei 1998, telah melahirkan perubahan besar
Lebih terperinciLAPORAN SINGKAT PANJA RUU PILKADA KOMISI II DPR RI
TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri) LAPORAN SINGKAT PANJA RUU PILKADA KOMISI II DPR RI (Bidang Pemerintahan Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kepemiluan, Pertanahan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. demokrasi, Sekaligus merupakan ciri khas adanya modernisasi politik. Dalam
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Partisipasi politik merupakan aspek penting dalam sebuah tatanan negara demokrasi, Sekaligus merupakan ciri khas adanya modernisasi politik. Dalam hubungannya
Lebih terperinciBANTUAN DAN FASILITAS PEMERINTAH DAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PELAKSANAAN PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN TAHUN 2014
BANTUAN DAN FASILITAS PEMERINTAH DAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PELAKSANAAN PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN TAHUN 2014 SUMATERA JAVA KALIMANTAN Disampaikan pada: IRIAN JAYA Rapat Koordinasi Nasional dalam
Lebih terperinciPERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGAWASAN DANA KAMPANYE PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH
1 PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGAWASAN DANA KAMPANYE PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BADAN PENGAWAS PEMILIHAN
Lebih terperinciPEMUTAKHIRAN DATA PEMILIH UNTUK MEWUJUDKAN PEMILU 2019 YANG ADIL DAN BERINTEGRITAS
PEMUTAKHIRAN DATA PEMILIH UNTUK MEWUJUDKAN PEMILU 2019 YANG ADIL DAN BERINTEGRITAS Anang Dony Irawan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surabaya Jl. Sutorejo No. 59 Surabaya 60113 Telp. 031-3811966,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. mencetak pemimpin yang berkualitas. Menurut Agustino (2009: 104) salah
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fungsi partai dalam rekrutmen politik merupakan salah satu fungsi dalam mencetak pemimpin yang berkualitas. Menurut Agustino (2009: 104) salah satu fungsi partai
Lebih terperinciSistem Rekrutmen Anggota Legislatif dan Pemilihan di Indonesia 1
S T U D I K A S U S Sistem Rekrutmen Anggota Legislatif dan Pemilihan di Indonesia 1 F R A N C I S I A S S E S E D A TIDAK ADA RINTANGAN HUKUM FORMAL YANG MENGHALANGI PEREMPUAN untuk ambil bagian dalam
Lebih terperinciDAFTAR PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG PENGUJIAN UU PEMILU DAN PILKADA
DAFTAR PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG PENGUJIAN UU PEMILU DAN PILKADA NO NO. PUTUSAN TANGGAL ISI PUTUSAN 1 011-017/PUU-I/2003 LARANGAN MENJADI ANGGOTA DPR, DPD, DPRD PROVINSI, DAN DPRD KABUPATEN/KOTA
Lebih terperinciBAB III PEMBANGUNAN BIDANG POLITIK
BAB III PEMBANGUNAN BIDANG POLITIK A. KONDISI UMUM Setelah melalui lima tahun masa kerja parlemen dan pemerintahan demokratis hasil Pemilu 1999, secara umum dapat dikatakan bahwa proses demokratisasi telah
Lebih terperinciTAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI
No.5586 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PEMERINTAH DAERAH. Pemilihan. Gubernur. Bupati. Walikota. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 243) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG
Lebih terperinciPokok-pokok Pikiran RUU Kebudayaan, Negara dan Rakyat 1 [sebuah catatan awam] 2. Oleh Dadang Juliantara
Pokok-pokok Pikiran RUU Kebudayaan, Negara dan Rakyat 1 [sebuah catatan awam] 2 Oleh Dadang Juliantara Kalau (R)UU Kebudayaan adalah jawaban, apakah pertanyaannya? I. Tentang Situasi dan Kemendesakkan.
Lebih terperinciTULISAN HUKUM. Transparansi-dan-Akuntabilitas-Pengelolaan. m.tempo.co
TINJAUAN HUKUM BATAS PENYAMPAIAN LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN DANA BANTUAN KEUANGAN PARTAI POLITIK DAN PERAN BPK DALAM PENGELOLAAN DANA BANTUAN KEUANGAN PARTAI POLITIK m.tempo.co I. PENDAHULUAN Berdasarkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. wilayah dan tataran kehidupan publik, terutama dalam posisi-posisi pengambilan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Demokrasi mengamanatkan adanya persamaan akses dan peran serta penuh bagi laki-laki, maupun perempuan atas dasar perinsip persamaan derajat, dalam semua wilayah
Lebih terperinciTAHAPAN PILPRES 2014 DALAM MEWUJUDKAN BUDAYA DEMOKRASI
TAHAPAN PILPRES 2014 DALAM MEWUJUDKAN BUDAYA DEMOKRASI ENI MISDAYANI, S.Ag, MM KPU KABUPATEN KUDUS 26 MEI 2014 DASAR HUKUM Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum (Lembaran
Lebih terperinciH. Marzuki Alie, SE.MM. KETUA DPR-RI
H. Marzuki Alie, SE.MM. KETUA DPR-RI Ceramah Disampaikan pada Forum Konsolidasi Pimpinan Pemerintah Daerah Bupati, Walikota, dan Ketua DPRD kabupaten/kota Angkatan III 2010 di Lembaga Ketahanan Nasional(Lemhannas-RI).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan Wakil Bupati dan Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota. Bagi daerah yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pilkada di Indonesia sudah mulai diselenggarakan sejak tahun 2005. Pilkada meliputi : Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur; Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati dan Pemilihan
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Bab V, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN VI.1 Kesimpulan Berdasarkan berbagai upaya analisis yang telah peneliti paparkan pada Bab V, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis pencalonan M.Shadiq
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pemilihan umum secara langsung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada tahun 2014, bangsa Indonesia telah melaksanakan Pemilihan Umum
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada tahun 2014, bangsa Indonesia telah melaksanakan Pemilihan Umum Legislatif atau Pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD dan Pemilu Eksekutif atau Pemilu Presiden dan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pemilihan umum
Lebih terperinciBADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA INDEKS KERAWANAN PILKADA 2015
BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA INDEKS KERAWANAN PILKADA 2015 Jakarta, 1 September 2015 PENGANTAR Pemilu merupakan sarana pelaksanaan demokrasi prosedural yang diatur oleh UU. Pasca pengesahan
Lebih terperinciBAB 14 PERWUJUDAN LEMBAGA DEMOKRASI YANG MAKIN KUKUH
BAB 14 PERWUJUDAN LEMBAGA DEMOKRASI YANG MAKIN KUKUH A. KONDISI UMUM Keberhasilan menempatkan proses pembangunan kelembagaan politik demokrasi pada jalur dan arah yang benar selama tahun 2004 dan 2005
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pemilihan umum secara langsung
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. karena keberhasilan suatu perusahaan atau organisasi terletak pada kemampuan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman segala sesuatu aktifitas kerja dilakukan secara efektif dan efisien serta dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas,
Lebih terperinciBAB IV KESIMPULAN. diharapkan untuk meningkatkan kualitas politik dan kehidupan demokrasi bangsa Indonesia.
BAB IV KESIMPULAN Pelaksanaan pemilu 2009 yang berpedoman pada UU No. 10 Tahun 2008 membuat perubahan aturan main dalam kehidupan politik bangsa Indonesia. Melalui UU tersebut diharapkan untuk meningkatkan
Lebih terperinciUSULAN ASOSIASI ILMU POLITIK INDONESIA (AIPI) TERHADAP RUU PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN 1
USULAN ASOSIASI ILMU POLITIK INDONESIA (AIPI) TERHADAP RUU PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN 1 USULAN UMUM: MEMPERKUAT SISTEM PRESIDENSIAL 1. Pilihan politik untuk kembali pada sistem pemerintahan
Lebih terperinciADVOKASI UNTUK PEMBAHASAN RUU PEMILU
ADVOKASI UNTUK PEMBAHASAN RUU PEMILU 1. Sistem Pemilu Rumusan naskah RUU: Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota dilaksanakan dengan sistem proporsional dengan daftar calon
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mencerminkan dengan agak akurat partisipasi serta aspirasi masyarakat.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gerakan Reformasi tidak hanya memasang target rezim orde baru berakhir, tetapi juga bertujuan membangun Indonesia yang demokratis dan berkeadilan. Pemilu tidak saja
Lebih terperinciBAB 7 PENUTUP. dalam studi ini berikut argumentasinya. Saya juga akan membingkai temuantemuan
BAB 7 PENUTUP 7.1. Kesimpulan Dalam bab ini, saya akan akan mengambarkan ikhtisar temuan-temuan dalam studi ini berikut argumentasinya. Saya juga akan membingkai temuantemuan ini dari sudut metodologi
Lebih terperinciRANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DRAFT KETUA KOMISI PEMILIHAN UMUM,
BAHAN UJI PUBLIK 12 MARET 2015 RANCANGAN PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR TAHUN 2015 TENTANG TATA KERJA KOMISI PEMILIHAN UMUM, KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI/KOMISI INDEPENDEN PEMILIHAN ACEH, KOMISI
Lebih terperinci