BAB II KAJIAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Keseimbangan Pengertian Keseimbangan Keseimbangan adalah kemampuan tubuh untuk melakukan reaksi atas setiap perubahan posisi tubuh agar tetap stabil dan dinamis. Keseimbangan mengandung arti kemampuan untuk mempertahankan atau mengontrol sistem neuromuskular agar bekerja dengan efisien baik pada waktu tubuh dalam keadaan diam maupun bergerak (Nurhasan, 1994). Nala ( 2011 ) mengatakan bahwa keseimbangan adalah kemampuan tubuh melakukan reaksi atas perubahan sikap dan posisi tubuh, sehingga tubuh tetap stabil terkendali. Keseimbangan juga bisa diartikan sebagai kemampuan relatif untuk mengontrol pusat massa tubuh (center of mass) atau pusat gravitasi (center of gravity) terhadap bidang tumpu (base of support). Keseimbangan melibatkan berbagai gerakan di setiap segmen tubuh dengan di dukung oleh sistem muskuloskeletal dan bidang tumpu. Kemampuan untuk menyeimbangkan massa tubuh dengan bidang tumpu akan membuat manusia mampu untuk beraktifitas secara efektif dan efesien (Indriaf, 2010). Kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan dan kestabilan postur oleh aktivitas motorik tidak dapat dipisahkan dari 9

2 10 faktor lingkungan dan sistem regulasi yang berperan dalam pembentukan keseimbangan. Tujuan tubuh mempertahankan keseimbangan adalah menyangga tubuh melawan gravitasi dan faktor eksternal lain, untuk mempertahankan pusat massa tubuh agar sejajar dan seimbang dengan bidang tumpu, serta menstabilisasi bagian tubuh ketika bagian tubuh lain bergerak (Irfan, 2010) Keseimbangan merupakan interaksi yang kompleks dan integrasi/interaksi sistem sensorik ( vestibular, visual, dan somatosensorik termasuk proprioseptif) dan muskuloskeletal (otot, sendi dan jaringan lunak lain) yang dimodifikasi atau di atur dalam otak (kontrol motorik, sensorik, basal ganglia, serebelum, dan area asosiasi) sebagai respon terhadap perubahan kondisi ekternal dan internal. Serta dipengaruhi oleh faktor lain seperti, usia, motivasi, kognisi, lingkungan, kelelahan, pengaruh obat dan pengalaman terdahulu (Ma mun, 2000) Fisiologi Keseimbangan Kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan dan kestabilan postur oleh aktivitas motorik tidak dapat dipisahkan dari faktor lingkungan dan sistem regulasi yang berperan dalam pembentukan keseimbangan. Tujuan dari tubuh mempertahankan keseimbangan adalah : menyanggah tubuh melawan gravitasi dan faktor eksternal lain, untuk mempertahankan pusat massa tubuh agar seimbang dengan bidang tumpu, serta menstabilisasi bagian tubuh ketika bagian tubuh lain bergerak (Yuliana, 2014).

3 11 Mekanisme fisiologi terjadinya keseimbangan dimulai ketika reseptor di mata menerima masukan penglihatan, reseptor di kulit menerima masukan kulit, reseptor di sendi dan otot menerima masukan proprioseptif dan reseptor di kanalis semikularis menerima masukan vestibular. Seluruh masukan atau input sensoris yang diterima di salurkan ke nukleus vertibularis yang ada di batang otak, kemudian terjadi pemrosesan untuk koordinasi di serebelum, dari serebelum informasi disalurkan kembali ke nukleus vertibularis. Terjadilah output atau keluaran ke neuron motorik otot ekstremitas dan badan berupa pemeliharaan keseimbangan dan postur yang diinginkan, keluaran ke neuron motorik otot mata ekternal berupa kontrol gerakan mata, dan keluaran ke SSP berupa persepsi gerakan dan orientasi. Mekanisme tersebut jika berlangsung dengan optimal akan menghasilkan keseimbangan statis yang optimal (Yuliana, 2014) Kontrol keseimbangan dipengaruhi oleh sistem informasi sensoris meliputi visual, vestibular, dan somatosensoris. 1. Visual memegang peran penting dalam sistem sensoris. Penglihatan merupakan sumber utama informasi tentang lingkungan dan tempat kita berada, penglihatan memegang peran penting untuk mengidentifikasi dan mengatur jarak gerak sesuai lingkungan tempat kita berada. Penglihatan muncul ketika mata menerima sinar yang berasal dari obyek sesuai jarak pandang. Dengan informasi visual, maka tubuh dapat menyesuaikan atau bereaksi terhadap

4 12 perubahan bidang pada lingkungan aktivitas sehingga memberikan kerja otot yang sinergis untuk mempertahankan keseimbangan tubuh (Irfan, 2010). Perubahan pada mata seperti presbiopi, kelainan lensa mata (refleksi lensa mata kurang), kekeruhan pada lensa mata (katarak), tekanan dalam mata yang meninggi (glaukoma) dan radang saraf mata akan menimbulkan gangguan penglihatan, semua perubahan tersebut akan mempengaruhi keseimbangan (Nugroho, 2000). Bila mata ditutup akan lebih sulit mengatur keseimbangan badan dibandingkan dengan mata terbuka (faktor visual). Jika mata ditujukan pada satu titik di depan ketika berjalan maka akan lebih stabil dibandingkan dengan mata melihat ke tempat lain. Pusat keseimbangan juga menerima pancaran rangsangan dari saraf aferen mata, sehingga apa yang dilihat oleh mata juga akan merangsang pusat keseimbangan yang ada di otak. Terdapat kerjasama yang amat erat antara mata dan pusat keseimbangan dalam mengatur keseimbangan tubuh (Nala, 2002). 2. Komponen vestibular merupakan sistem sensoris yang berfungsi penting dalam keseimbangan, kontrol kepala, dan gerak bola mata. Reseptor sensoris vestibular berada di dalam telinga. Reseptor pada sistem vestibular meliputi kanalis semisirkularis, utrikulus, serta sakulus. Reseptor dari sistem sensoris ini disebut dengan sistem labyrinthine. Sistem labyrinthine mendeteksi perubahan posisi kepala dan percepatan perubahan sudut. Melalui refleks

5 13 vestibulo-occular, mereka mengontrol gerak mata, terutama ketika melihat obyek yang bergerak. Mereka meneruskan pesan melalui saraf kranialis VIII ke nukleus vestibular yang berlokasi di batang otak. Beberapa stimulus tidak menuju nukleus vestibular tetapi ke serebelum, formatio retikularis, talamus dan korteks serebri (Canan, t.t). Nukleus vestibular menerima masukan ( input) dari reseptor labyrinth, retikular formasi, dan serebelum. Keluaran (output) dari nukleus vestibular menuju ke motor neuron melalui medula spinalis, terutama ke motor neuron yang menginervasi otototot proksimal, kumparan otot pada leher dan otot-otot punggung (otot-otot postural). Sistem vestibular bereaksi sangat cepat sehingga membantu mempertahankan keseimbangan tubuh dengan mengontrol otot-otot postural (Canan, t.t). 3. Sistem somatosensoris terdiri dari taktil atau proprioseptif serta persepsi-kognitif. Informasi propriosepsi disalurkan ke otak melalui kolumna dorsalis medula spinalis. Sebagian besar masukan (input) proprioseptif menuju serebelum, tetapi ada pula yang menuju ke korteks serebri melalui lemniskus medialis dan talamus (Irfan, 2010). Kesadaran akan posisi berbagai bagian tubuh dalam ruang sebagian bergantung pada impuls yang datang dari alat indra dalam dan sekitar sendi. Alat indra tersebut adalah ujung-ujung saraf yang beradaptasi lambat di sinovia dan ligamentum. Impuls dari alat indra ini dari reseptor raba di kulit dan jaringan lain, serta otot di

6 14 proses di korteks menjadi kesadaran akan posisi tubuh dalam ruang (Irfan, 2010). Selain sistem sensoris, pengaturan keseimbangan juga dipengaruhi oleh komponen lainya yaitu respon otot-otot postural yang sinergis, kekuatan otot, adaptive system dan lingkup gerak sendi. Respon otot-otot postural yang sinergis mengarah pada waktu dan jarak dari aktivitas kelompok otot yang diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan dan kontrol postur. Beberapa kelompok otot baik pada ekstremitas atas maupun bawah berfungsi mempertahankan postur saat berdiri tegak serta mengatur keseimbangan tubuh dalam berbagai gerakan. Keseimbangan pada tubuh dalam berbagai posisi hanya akan dimungkinkan jika respon dari otot-otot postural bekerja secara sinergi sebagai reaksi dari perubahan posisi, titik tumpu, gaya gravitasi, dan aligment tubuh (Nugroho, 2011). Komponen berikutnya yang mempengaruhi pengaturan keseimbangan adalah kekuatan otot yang umumnya diperlukan dalam melakukan aktivitas. Semua gerakan yang dihasilkan merupakan hasil dari adanya peningkatan tegangan otot sebagai respon motorik. Kekuatan otot dapat digambarkan sebagai kemampuan otot menahan beban baik berupa beban eksternal ( eksternal force) maupun beban internal (internal force). Kekuatan otot dari kaki, lutut serta pinggul harus adekuat untuk mempertahankan keseimbangan tubuh saat adanya gaya dari luar. (Nugroho, 2011).

7 15 Adaptive systems dan lingkup gerak sendi juga mempengaruhi keseimbangan. Kemampuan adaptasi akan memodifikasi input sensoris dan keluaran motorik (output) ketika terjadi perubahan tempat sesuai dengan karakteristik lingkungan (Canan, t.t). Sementara lingkup gerak sendi (joint range of motion), membantu gerak tubuh dan mengarahkan gerakan terutama saat gerakan yang memerlukan keseimbangan yang tinggi (Nugroho, 2011) Jenis - Jenis Keseimbangan Tubuh Komponen biomotorik keseimbangan termasuk komponen yang paling berperan dalam memantapkan posisi dan gerakan tubuh. Mulai dari, kuda-kuda, duduk, berdiri, jalan, melompat dan berbagai gerakan tubuh lainnya, komponen ini berperan. Apalagi dalam gerakan olahraga, jelas komponen ini amat dibutuhkan. Berdasarkan atas posisi dan gerakan tubuh komponen biomotorik keseimbangan ini dibagi atas keseimbangan statis dan dinamis ( Nala, 2011 ). Menurut Permana (2012) keseimbangan statis (static balance ) ruang geraknya biasanya sangat kecil, misalnya berdiri di atas dasar yang sempit (balok keseimbangan, rel kereta api) melakukan handstand, mempertahankan keseimbangan setelah berputar-putar di tempat. Sedangkan keseimbangan dinamik (dynamic balance) yaitu kemampuan orang untuk bergarak dari satu titik atau ruang ( space) ke lain titik atau ruang dengan mempertahankan keseimbangan misalnya menari, berjalan,

8 16 duduk ke berdiri, mengambil benda di bawah dengan posisi berdiri dan sebagainya Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Keseimbangan Tubuh 1. Pusat gravitasi (Center of Gravity-COG) Pusat gravitasi terdapat pada semua obyek, pada benda, pusat gravitasi terletak tepat di tengah benda tersebut. Pusat gravitasi adalah titik utama pada tubuh yang akan mendistribusikan massa tubuh secara merata. Bila tubuh selalu ditopang oleh titik ini, maka tubuh dalam keadaan seimbang. Pada manusia, pusat gravitasi berpindah sesuai dengan arah atau perubahan berat. Pusat gravitasi manusia ketika berdiri tegak adalah tepat di atas pinggang diantara depan dan belakang vertebra sakrum ke dua (Nugroho, 2011). Semakin rendah atau dekat letak pusat gravitasi ini terhadap bidang tumpuan akan semakin stabil posisi tubuh. Pada posisi berbaring pusat gravitasi tubuh akan rendah, yakni letaknya dekat bidang tumpuan, dibandingkan dalam posisi duduk, berdiri atau melompat ke atas, sehingga posisi tubuh berbaring akan lebih stabil dibandingkan dengan posisi duduk atau berdiri (Nala, 2011). Letak pusat gravitasi berbeda beda, dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti IMT, umur dan jenis kelamin (Soedarminto, 1992). a. Indeks Massa Tubuh Tinggi badan dan berat badan seseorang mencerminkan proporsi tubuh orang yang bersangkutan. Keadaan ini berkaitan dengan dengan keseimbangan dimana menurut Pate (1993) benda dengan masa yang lebih

9 17 besar mempunyai keseimbangan yang lebih besar dari pada benda berukuran sama yang lebih ringan. Benda-benda yang berat lebih kuat menolak pengaruh gaya dari luar dari pada lawan yang lebih ringan. Terkait dengan tinggi pendek dan berat ringan seseorang akan berbeda letak titik gravitasi yang mempengaruhi keseimbangan. Proporsi tubuh dapat diketahui dengan menghitung indeks massa tubuh (IMT)yaitu melalui ramus berat badan dalam kilogram dibagi tinggi badan dalam meter kuadrat. b. Umur Letak titik gravitasi tubuh berkaitan dengan pertambahan usia pada kanak-kanak letaknya lebih tinggi karena relatif kepalanya lebih besar dari kakinya lebih kecil (Soedarminto, 1992). Keadaan ini akan berpengaruh pada keseimbangan tubuh, semakin rendah letak titik berat terhadap bidang tumpuan akan semakin mantap atau stabil posisi tubuh (Nala, 2011). c. Jenis Kelamin Perbedaan keseimbangan tubuh antara pria dan wanita disebabkan oleh adanya perbedaan letak titik berat. Pada pria letaknya kira-kira 56% dari tinggi badannya sedangkan pada wanita letaknya kira-kira 55% dari tinggi badannya, pada wanita letaknya rendah karena panggul dan paha relative lebih berat dan tungkainya pendek ( Soedarminto, 1992). 1. Garis gravitasi (Line of Gravity-LOG) Garis gravitasi merupakan garis imajiner yang berada vertikal

10 18 melalui pusat gravitasi dengan pusat bumi. Hubungan antara garis gravitasi, pusat gravitasi dengan bidang tumpu adalah menentukan derajat stabilitas tubuh (Yuliana, 2014). Garis gravitasi didefinisikan sebagai garis imajiner yang melewati pusat objek gravitasi. Semakin dekat letak garis gravitasi ini dengan titik pusat bidang tumpuan, apalagi melaluinya, akan semakin stabil posisi tubuh. Dalam posisi berdiri garis gravitasi tubuh ini akan melalui pusat gravitasi dan juga titik pusat bidang tumpuan, oleh sebab itu posisi berdiri tegak lebih stabil dibandingkan dengan posisi badan condong ke depan belakang atau samping. Letak berat garis ini berubah-ubah sesuai dengan bergesernya titik gravitasi ke arah depan, belakang atau samping. Bila tubuh bagian atas (kepala dan dada ) menjulur ke deparn, maka titik gravitasi tubuh juga akan berpindah ke depan. Dengan sendirinya garis gravitasi ini juga akan bergeser ke depan sehingga tidak melalui titik pusat bidang tumpuan. Oleh sebab itu ada usaha dari tubuh untuk menggeser letak titik gravitasi dan dengan sendirinya garis gravitasi tubuh akan bergeser ke belakang atau mendekati titik pusat bidang tumpuan. Caranya dengan menarik bagian badan lainya (tungkai atau lengan) ke belakang sehingga terjadi keseimbangan (Laak, 2013).

11 19 Gambar 2.1 Garis Gravitasi (Sumber : Army, 2012) 2. Bidang tumpu (Base of Support - BOS) Bidang tumpu merupakan bagian dari tubuh yang berhubungan dengan permukaan tumpuan. Ketika garis gravitasi tepat berada di bidang tumpu, tubuh dalam keadaan seimbang. Stabilitas yang baik terbentuk dari luasnya area bidang tumpu. Semakin besar bidang tumpu, semakin tinggi stabilitas. Misalnya berdiri dengan kedua kaki akan lebih stabil dibanding berdiri dengan satu kaki. Semakin dekat bidang tumpu dengan pusat gravitasi, maka stabilitas tubuh makin tinggi. Posisi keseimbangan statis memiliki base of support yang luas, ketika tumpuan dipersempit cenderung sulit untuk menjaga garis gravitasi. Berdiri menggunakan satu kaki akan sulit jika dibandingkan dengan berdri dua kaki. Hal tersebut terjadi karena garis gravitasi yang yang terkonsentrasi langsung di bawah satu kaki tersebut (Piscopo and Baley, 1981).

12 20 Gambar 2.2 Bidang Tumpuan (William et al, t.t.) 2.2 Ankle dan Foot Complex Regio ankle dan kaki memiliki beberapa sendi. Ada pun sendi yang menyusun regio ankle dan kaki yaitu tibiofibular joint, ankle joint, subtalar joint, talonavicular joint, transversal tarsal joint, intertarsal joint dan tarsometatarsal joint, metatarsophalangeal joint, interphalangeal joint dan arkus plantaris (Neumann., 2010) Ankle Joint 1. Komponen Tulang Penyusun Ankle Joint Sendi pergelangan kaki terbentuk dari artikulasi 3 tulang yaitu bagian distal tulang tibia dan fibula, serta tulang talus (Neumann., 2010).

13 21 Gambar 2.3 Tulang Penyusun Ankle Joint (Sumber: Neumann., 2010) a. Fibula Fibula merupakan jenis tulang panjang dan pipih yang terletak di bagian lateral kruris dan sejajar dengan tibia. Kaput fibula dapat dipalpasi pada sisi lateral dari kondilus lateral tibia (Neumann, 2010). Sebagian besar dari korpusnya mempunyai liku-liku dan merupakan origo dari otot-otot. Bagian tepi yang tajam menghadap ke medial dan merupakan batas interoseus. Bagian distal dari fibula membentuk maleolus lateral. Letak maleolus lateral lebih distal daripada maleolus medial (Lippert, 2011). Maleolus lateral berfungsi sebagai katrol untuk tendon peroneus longus dan brevis. Pada bagian medial terdapat artikular facet untuk tulang talus (Neumann, 2010). b. Tibia Tibia memiliki bagian proksimal yang lebih besar dan berat. Bentuk korpusnya triangular, sedangkan bagian anterior dan batas medial terletak lebih superfisial. Pada bagian distal fibula membentuk maleolus medial (Lippert 2011). Permukaan lateral dari maleolus medial merupakan artikular facet untuk tulang

14 22 talus. Pada sisi lateral dari distal tibia terdapat fibular notch yang berbentuk konkaf triangular, sebagai tempat artikulasi dengan ujung distal fibula membentuk sendi distal tibiofibular. Pada orang dewasa ujung distal dari tibia berputar ke eksternal terhadap ujung proksimal. Putaran ini disebut torsi lateral tibia, didasarkan pada orientasi ujung distal tulang ini terhadap ujung proksimal. (Neumann, 2010). c. Talus Talus merupakan salah satu dari tulang tarsal. Tulang ini terdiri dari korpus, kolumn, dan kaput (Lippert, 2011). Bentuknya seperti kubah, konveks secara anteroposterior dan sedikit konkaf secara medial-lateral (Neumann, 2010), Bagian superior dan kedua sisi korpus berartikulasi dengan tibia dan fibula (Lippert, 2011). Kaput talus letaknya lebih di anterior dan sedikit lebih medial dari tulang navikular. Tulang talus memiliki 3 facet pada sisi inferior (plantar), yaitu facet anterior, middle dan posterior. Ketiga facet ini berartikulasi dengan 3 facet dorsal (superior) dari kalkaneus membentuk sendi subtalar. Lateral dan medial tubercle terletak pada permukaan posterior dan medial dari talus. Cekungan yang terbentuk di antara kedua tubercle ini berperan sebagai katrol dari tendon fleksor hallucis longus (Neumann, 2010). 2. Persendian pada Ankle Joint Berdasarkan perspektif anatomi, yang merupakan sendi ankle sebenarnya adalah sendi talokrural. Talokrural joint termasuk ke dalam sendi synovial hinge joint, dibentuk oleh malleolus tibia dan malleolus fibula serta talus. Ketiga tulang tersebut membentuk tenon dan mortis joint. Permukaan yang konkaf adalah mortise yang dibentuk oleh malleolus tibia dan fibula, sedagkan tenon adalah talus.

15 23 Ankle joint diperkuat oleh ligament deltoideum dan ligament collateral lateral. Ligamen deltoideum terdiri atas empat ligamen yang mengikat malleolus medial tibia dengan calcaneus, talus, dan navicular yaitu ligament calcaneotibial, talotibial anterior, tibionavicular, dan talotibial posterior. Ligamen deltoideum juga dibantu oleh ligament spring (ligament plantar calcaneonavicular) yang memberikan hubungan horizontal antara os navicular dan proyeksi sustentaculum tali pada bagian medial calcaneus (Neuman, 2010) Ligamen collateral lateral terdiri atas tiga ligamen yang menghubungkan malleolus lateral dengan bagian upper lateral dari calcaneus serta bagian anterior dan posterior talus, yang terdiri atas ligament calcaneofibular, talofibular anterior dan posterior. Ligamen collateral lateral lebih lemah daripada ligament deltoideum sisi medial, dan diantara semua ligamen collateral lateral terdapat ligament talofibular anterior yang paling lemah (Neuman D, 2002). 3. Ligamen pada Ankle Joint a. Ligamen Collateral Lateral Gambar 2.4 Ligamen Collateral Lateral (Sumber : Neumann., 2010)

16 24 Ligamen talofibular anterior Ligamen ini berorigo pada kolum talus dan berinsersio pada anterior dari maleolus lateral (Lippert, 2011). Ligamen ini membentuk sudut 45 pada bidang frontal. Lebar ligamen ini rata-rata 7,2 mm, sementara panjangnya 24,8 mm. Anterior talo fibular ligament berfungsi mencegah perpindahan talus ke anterior dan juga inversi-internal rotasi yang berlebihan dari talus terhadap tibia. Peningkatan ketegangan ATFL terjadi saat pergelangan kaki bergerak ke arah plantarfleksi. Jika dibandingkan dengan CFL, PTFL, ligamen distal anterior tibiofibular, dan ligamen deltoid, ATFL menunjukkan beban dan energi maksimal yang lebih rendah saat tensile stress. Hal ini menjelaskan mengapa ATFL merupakan ligamen lateral yang paling sering mengalami cedera (Hertel, 2002). Anterior tibio fibular ligament paling sering mengalami cedera karena inversi dan adduksi yang berlebihan dari pergelangan kaki dikombinasikan dengan plantarfleksi (Neumann, 2010; Lippert, 2011). Ligamen talofibular posterior Ligamen ini berorigo pada posteromedial maleolus lateral dan berinsersio pada tuberkel lateral talus. Fungsi primer dari ligamen ini adalah menstabilisasi talus dalam ankle mortise. Selain itu juga berfungsi membatasi abduksi yang berlebihan dari talus saat posisi pergelangan kaki dorsifleksi (Neumann, 2010). Ligamen ini paling jarang mengalami cedera (Hertel, 2002).

17 25 Ligament Calcaneofibular Ligamen ini terbentang dari apeks maleolus lateral menuju permukaan lateral kalkaneus. Calcaneofibular Ligament membentuk sudut 133 dari axis fibula. Ligamen ini menahan inversi berlebih pada sendi talokrural (terutama pada posisi dorsifleksi) dan sendi subtalar. Calcaneofibular ligament paling tegang saat posisi pergelangan kaki dorsifleksi dan merupakan ligamen lateral kedua tersering yang mengalami cedera (Hertel, 2002, Neumann, 2010). b. Ligamen Deltoideum Ligamen kolateral medial/deltoid terdiri dari 4 ligamen, yaitu (Lippert, 2011). 1. Ligamen tibionavikular 2. Ligamen talotibial anterior 3. Ligamen talotibial posterior 4. Ligamen kalkaneotibial Ligamen deltoid sangat kuat, bahkan cedera eversi pergelangan kaki yang berat lebih sering diikuti dengan avulsi maleolus medial daripada robeknya ligamen ini (Lippert, 2011). 4. Osteokinematika Ankle Joint Ankle joint merupakan bentuk sendi hinge uniaxial dengan satu pasang gerakan (1 DKG) yaitu plantar fleksi dan dorso fleksi ankle. ROM plantar fleksi ankle adalah Otot yang bekerja pada gerakan tersebut adalah otot gastrocnemius dan soleus, yang dibantu oleh otot tibialis posterior, fleksor hallucis longus, fleksor digitorum longus, serta

18 26 otot peroneus longus dan brevis. Pada saat plantar fleksi ankle, talus juga akan terjadi adduksi dan sedikit inversi disekitar axis oblique sehingga gerakan plantar fleksi selalu disertai dengan adduksi dan inversi (Neuman D, 2010). ROM dorso fleksi ankle adalah Otot yang bekerja pada gerakan tersebut adalah otot tibialis anterior (juga invertor ankle), ekstensor hallucis longus, ekstensor digitorum longus (juga ekstensor jarijari kaki), dan peroneus tertius. Ketika dorso fleksi ankle, talus juga akan terjadi abduksi dan sedikit eversi sehingga gerakan dorso fleksi selalu disertai dengan abduksi dan eversi (Neuman D, 2010). 5. Arthrokinematika Ankle Joint Permukaan sendi yang konkaf dibentuk oleh ujung distal tibia (malleolus medialis) dan ujung distal fibula (malleolus lateralis), dimana malleolus lateralis sedikit lebih panjang dibandingkan malleolus medialis. Permukaan sendi yang konveks adalah corpus talus yang berbentuk sudut melebar pada sisi anterior dan juga berbentuk konus yang ujungnya menghadap ke medial. Untuk menghasilkan gerakan fisiologis ankle, maka corpus talus akan slide dalam arah yang berlawanan dengan gerakan fisiologisnya (gerak angular) (Neuman, 2010) Tibiofibular Joint Secara anatomis, bagian superior dan inferior sendi terpisah dari ankle, namun turut berperan dalam memberikan gerakan asesori untuk menghasilkan gerakan yang lebih luas pada ankle sehingga secara fungsional termasuk ke dalam

19 27 regio ankle. Tibiofibular joint terdiri dari tibiofibular superior dan tibiofibular inferior. Tibiofibular superior joint merupakan sendi sinovial plane joint yang dibentuk oleh caput fibula dan facet pada bagian postero-lateral dari tepi condylus tibia. Tibiofibular inferior joint merupakan sindesmosis dengan jaringan fibrous (jaringan ikat) antara tibia dan fibula yaitu ligamen interosseus tibiofibular serta ligamen tibiofibular anterior dan posterior (Neuman, 2010) Subtalar Joint Subtalar joint termasuk kedalam sendi sinovial plane joint yang dibentuk oleh permukaan inferior talus dan superior calcaneus. Sendi ini diperkuat oleh ligamen talocalcanea interosseus, ligamen talocalcanea posterior dan lateral serta dibantu ligamen deltoiddeum (ligamen calcaneotibial dan talotibial posterior) dan ligamen collateral lateral (ligamen calcaneofibular dan talifubular posterior) (Neuman, 2010) Talonavicular Joint Secara anatomis dan fungsional talonavicular joint merupakan bagian dari talocalneonavicular joint. Sendi ini distabilitasi oleh ligamen talonavicular dorsal dan ligament bifurcatum, serta dibantu oleh ligamen deltoideum (ligamen tibionavicular)(neuman, 2010) Transversal Tarsal Joint Transversal tarsal joint biasanya dikenal dengan chopart s joint. Secara fungsional, merupakan gabungan dari dua sendi yaitu sisi medial oleh talonavicular joint dan sisi lateral oleh calcaneocuboid joint walaupun secara anatomis terpisah. Sendi ini di stabilisasi oleh ligamen calcaneocuboid (ligamen

20 28 plantaris yang panjang dan pendek) dibantu oleh ligamen talonavicular dorsal, ligamen bifurcatum dan ligamen tibionavicular (bagian dari ligamen deltoideum) (Neuman, 2010) Intertarsal Joint dan Tarsometatarsal Joint Intertarsal joint dibentuk oleh tulang tulang tarsal yaitu antara navicular, cuneiforme medial, cuneiforme intermediate, dan cuneiforme lateral serta antara cuneiforme lateral dengan cuboideum. Sendi ini tergolong plane joint non-axial (Neuman, 2010). Tarsometatarsal joint terdiri atas lima sendi yaitu tarsometatarsal I-V, yang dibentuk oleh ossa tarsalia bagian distal (cu neiforme medial, cuneiforme intermediate, cuneiforme lateral, cuboideum) dengan basis metatarsal I sampai V. sendi ini juga tergolong plane joint non axial (Neuman, 2010) Metatarsophalangeal Joint Metatarsalsophalanngeal joint terdiri atas lima sendi yaitu metatarsalsophalanngeal joint I V. Sendi sendi ini adalah modifikasi condyloid joint. MTP joint ibu jari kaki (MTP I) berbeda dengan lainnya karena lebih besar dan memiliki dua tulang sesamoid (Neuman, 2010) Interphalangeal Joint Interphalangeal joint pada kaki sama dengan pada tangan, yaitu tergolong hinge joint. Pada ibu jari kaki II V terdapat proximal interphalangeal joint dan distal interphalangeal joint (Neuman, 2010).

21 Arkus Plantaris Terdiri atas arkus longitudinal medial, arkus longitudinal lateral, dan arkus transversal dan dipertahankan oleh (Neuman, 2010).: Bentuk tulang dan saling keterketaitan antara tulang satu dengan lainnya. Ligamen dan aponeurosis plantaris yang merupakan struktur paling penting dalam mempertahankan arkus. Otot-otot plantaris yaitu otot tibialis posterior, fleksor hallucis longus, fleksor digittorum longus dan peroneus longus. 2.3 Functional Ankle Instability Functional ankle instability (FAI) pertama kali didefinisikan oleh Freeman et al sebagai sensasi subjektif terhadap "giving way" atau rasa tidak stabil pada sendi setelah mengalami sprain ankle berulang kali (Freeman MA, 1965). Tropp et al menggambarkan Functional Ankle Instability sebagai gerakan sendi secara volunter tetapi tidak melebihi ROM yang fisiologis (Tropp H et al, 1985). Functional ankle instability juga dapat diartikan sebagai terjadinya ketidakstabilan pada ankle secara berulang kali serta sensasi ketidakstabilan sendi yang dikaitkan dengan defisit proprioseptif dan neuromuscular (Hertel J, 2002; Hertel J, 2000). Functional ankle instability dikaitkan dengan berbagai defisit, yang paling sering adalah defisit proprioseptif (Demeritt KM et al, 2002; Docherty CL et al 2008; Hertel J, 2002). Riemann dan Lepharts mendifinisikan proprioseptif sebagai informasi aferen yang timbul dari area peripheral internal tubuh yang berkontribusi untuk mengontrol

22 30 postur, stabilitas sendi dan beberapa sensasi sadar (Riemann BL et al, 2008). Secara sederhana proprioseptif dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mendeteksi stimulasi sensoris seperti nyeri, tekanan, sentuhan dan gerakan (Hubbard TJ et al 2002; Lephart SM et al, 1997). Proprioseptif berkontribusi terhadap kontrol neuromuskular dan muscle reflex yang memungkinkan untuk terjadinya gerakan - gerakan yang tepat serta menjaga stabilitas dinamis sendi (Lephart SM et al, 1997). Proprioseptif mekanoreseptor terdapat pada kulit, otot, sendi, tendon dan ligamen (Grigg P, 1994). Reseptor sensoris bekerja sama untuk memberikan input ke centrol nervous system mengenai jaringan deformasi (Lephart SM et al, 1997). Mekanoreseptor sensitif terhadap tekanan pada sendi dan tension yang disebabkan oleh gerakan dinamis (Bernier JN et al, 1998). Salah satu penyebab terjadinya defisit proprioseptif yaitu kerusakan mekanoreseptor sehingga terjadi instabilitas (Carcia CR et al 2008; Delahunt E et al, 2006; Refshauge KM et al, 2000). Freeman et al menyatakan defisit proprioseptif diakibatkan oleh cidera ankle yang mengakibatkan lesi mekanoreseptor dalam kapsul sendi dan ligamen di sekitar ankle, ini sering disebut sebagai teori deafferentation artikular (Freeman MA, 1965). Teori ini menyatakan bahwa ketika ligamen di ankle mengalami cidera, gangguan tidak hanya terjadi pada jaringan ikat kolagen, tetapi mekanoreseptor sensorik dalam ligamen juga mengalami keruskan dan hal ini mengakibatkan terjadinya defisit proprioseptif yang pada akhirnya menyebabkan terjadinya cidera

23 31 ankle yang berulang ( Hertel J, 2008). Myers et al dan Riemann et al meneliti efek dari anestesi lokal terhadap ligament lateral ankle dan gagal menemukan terjadinya defisit kontrol sensimotor yang besar (Myers JB et al, 2003; Riemann BL et al 2004), hal ini menunjukkan meskipun hilangnya informasi sensorik dari ligamen ini namun masih ada informasi sensorik yang memadai dari reseptor lain untuk memungkinkan kontrol sensimotor yang utuh (Hertel J et al, 2007). Hal ini terjadi kareana adanya duplikasi informasi dari artikular, musculotendinosus dan reseptor cutaneous (Hertel J, 2008). Refshauge et al. dan Hall dan McCloskey menyatakan muscle afferent sekitar sendi utama dalam tubuh memberikan informasi proprioseptif yang paling penting untuk sistem saraf pusat, mekanoreseptor sendi dapat menduplikasi informasi dari sumber-sumber lain seperti aferen otot (Refshauge KM et al, 1995; Refshauge KM et al, 2000; Hall LA et al, 1983). Refshauge et al. menunjukkan terdapat tiga kelas respon aferen yang bertanggung jawab terhadap sinyal proprioseptif (Refshauge KM et al, 1995). Aferen ini terletak di ligamen dan kapsul sendi, serta jaringan kulit dan otot (Refshauge KM et al, 1995). Dari tiga kelas aferen tersebut, aferen otot memberikan informasi yang paling penting di sebagian besar sendi dalam tubuh, namun input dari kulit memberikan informasi sama pentingnya dengan input dari otot pada distal sendi (Hertel J, 2002; Hertel J, 2008; Refshauge KM et al, 1995). Jika ini benar, maka penurunan sinyal mekanoreseptor sendi tidak akan menghasilkan defisit proprioseptif (Refshauge KM et al, 2000).

24 32 Hipotesis artikular deafferentation gagal untuk memperhitungkan mekanisme feed-foward karena hanya mengasumsikan mekanisme feedback dari artikular proprioseptif dan kontrol sensorimotor (Hertel J, 2008). Tubuh mempertahankan stabilitas sendi dengan menggunakan dua sistem kontrol yang berbeda, yaitu feed-forward dan feedback. Mekanisme kontrol feedback dimulai setelah deteksi sensorik sedangkan mekanisme kontrol feed-forward digambarkan sebagai tindakan antisipatif yang terjadi sebelum deteksi sensorik. Pemeliharaan kontrol postur menggunakan kombinasi mekanisme feed-forward dan feedback (Johansson R et al, 1991; Riemann BL et al, 2002). 2.4 Pelatihan proprioseptif Proprioseptif adalah informasi aferen yang dihasilkan secara internal timbul dari area peripheral tubuh yang memberikan kontribusi untuk kontrol postural dan stabilitas sendi. Terdiri dari rasa posisi sendi, kinaesthesia dan rasa ketahanan / kekuatan (Riemann dan Lephart 2002). Proprioseptif adalah istilah yang sering digunakan selama rehabilitasi dan dapat didefinisikan sebagai variasi khusus dari sistem sensoris yang mencakup sensasi gerakan sendi (kinesthesia) da n posisi sendi ( joint position sense) (Lephart et al, 1997). Kedua fungsi tersebut berhubungan dengan mekanoreseptor sendi dan saling terkait. Jika mekanoreseptor rusak ketika terjadi cidera, proprioseptif akan terpengaruh, yang menghasilkan pengurangan kemampuan tubuh untuk mempertahankan

25 33 keseimbangan. Reedukasi mekanoreseptor menjadi hal penting untuk meningkatkan stabilitas ankle dan keseimbangan dinamis (Ross, 2006). Seseorang dengan instabil ankle menunjukkan adanya defisit proprioseptif yang mengakibatkan terjadinya kesalahan dalam mendeteksi posisi ankle sebelum kontak dengan tanah (Konradsen 2002), kegagalan untuk meniru posisi pasif sudut sendi dengan tepat (Willems et al, 2002), atau ketidakmampuan mengatur tingkat kekuatan otot secara tepat untuk memberikan stabilitas sendi ketika mendarat dari lompatan (Docherty dan Miller 2002; Docherty dan Arnold 2008). Tampaknya defisit proprioseptif mengganggu kemampuan atlet mempersiapkan ankle untuk menerima dan mentransfer beban ketika melakukan gerakan menantang seperti mengubah arah dan mendarat dari lompatan (Abrahamson, 2010). Implus dari mekanoreseptor ditransmisikan ke spinal cord melalui jalur afferent (sensoris)( (Prentice 2004). Respon efferent (motoris) terhadap informasi sensorik disebut neuromuskular kontrol. Dua mekanisme kontrol motoris yang terlibat dalam menafsikan informasi affernt dan mengkoordinasiakan respon efferent adalah feed forwards dan feedback. (Prentice 2004). Pada cidera ankle mekanisme feedforward dan feedback neuromuskuler tubuh terganggu, yang diakibatkan oleh defisit proprioseptif (Riemann dan Lephart, 2002). Feed forward neuromuskular kontrol melibatkan perencanaan gerakan berdasarkan informasi sensorik dari pengalaman masa lalu. Proses Feedback secara terus menerus mengatur aktivitas otot melalui jalur

26 34 refleks. Mekanisme feed forward untuk persiapan aktivitas otot, proses feedback berhubungan dengan aktivitas reaktif otot, baik itu persiapan atau reaktif, sangat mempengaruhi sifat kekakuan otot (Prentice, 2004). Berdasarkan perspektif mekanis, kekakuan otot adalah rasio perubahan kekuatan terhadap perubahan panjang. Otot yang kaku lebih efektif menahan peregangan dan lebih efektif memberika pengendalian dinamis terhadap pergeseran sendi misalnya ACL lutut, terjadi peningkatan aktivitas otot hamstring sehingga meningkatkan kekakuan hamstring dan oleh itu kemampuan fungsional knee akan mengurangi translansi anterior (Abrahamson, 2010). (Sistem pengendalian dinamis dimediasi oleh ujung saraf khusus yang disebut mekanoreseptor (Grigg, 1994), yang berfungsi mentranduksikan jaringa deformasi mekanik menjadi sinyal saraf termodulasi (Grigg, 1994). Peningkatan deformasi jaringan ditandai oleh peningkatan afferent discharge rate atau peningkatan aktivasi mekanoreseptor (Grigg 1994; Prentice 2004). Sinyal memberikan informasi sensorik mengenai kekuatan internal dan eksternal pada sendi. mekanoreseptor (sel - sel pacinian, selsel meissner dan ujung saraf bebas) dapat diklasifikasikan menjadi quick adapting (QA) dan slow adapting (SA). Reseptor quick adapting (QA) menghentikan pelepasan segera setelah ada stimulus, sedangkan SA terus melepaskan selama ada stimulus (Grigg, 1994). Dalam sendi yang sehat mekanoreseptor QA diyakini memberikan sensasi kinestetik sadar dan bawah sadar dalam menanggapi gerakan atau

27 35 percepatan sendi sementara mekanoreseptor SA memberikan feedback terus menerus dan oleh karena itu informasi proprioseptif berkaitan dengan posisi sendi( Grigg, 1994). Teori pra-aktivasi menunjukkan bahwa sensory feedback sebelumnya (pengalaman) tentang tugas digunakan untuk pra -program pola aktivitas otot. Program rehabilitasi harus dirancang untuk memasukkan komponen proprioseptif yang memperhatikan tiga tingkat motor kontrol: refleks spinal, pemrograman kognitif, dan aktivitas batang otak. Program tersebut sangat dianjurkan untuk meningkatkan stabilitas sendi dan fungsional dinamis (Lephart et al, 1997). Pengembangan proprioseptif statis melibatkan latihan dengan pemeliharaan dasar yang stabil, sekaligus memungkinkan adanya gerakan minimal. Selama tahap perkembangan neuromuskular atlet harus fokus pada pengendalian postur dan mampu melakukan sejumlah modifikasi pelatihan proprioseptif statis sebelum melanjutkan ke latihan dinamis, program pelatihan proprioseptif yang lebih fungsional (Liebenson, 2006). Pelatihan proprioseptif dinamis baru diberikan ketika atlet telah menunjukkan tingkat keseimbangan dan koordinasi yang cukup selama fase latihan proprioseptif statis program kontrol neuromuskular (Beam 2002). Hal ini karena latihan proprioseptif dinamis memerluka kestabilan yang lebih tinggi dan memerlukan kebutuhan yang lebih tinggi untuk akurasi, kekuatan dan kecepatan gerak (Myer et al, 2006), keseimbangan

28 36 dan koordinasi yang penting untuk memastikan atlet dapat berkembang dengan aman tanpa menghambat perkembangan mereka. Latihan proprioseptif dinamis dilakukan untuk meningkatkan kemampuan otot-otot di sekitar sendi yang terkena untuk mengendalikan gerak sendi dan menstabilkan tubuh selama pergerakan dengan arah multiplanar (Myer et al, 2006). Ketika seorang atlet melakukan latihan kontrol neuromuskular dinamis dengan tingkat tinggi, maka latihan harus progresif, baik dalam hal intensitas atau kesulitan yang diperlukan. Latihan harus dikembangkan dari yang sederhana sampai yang kompleks dengan penekanan pada presisi, akurasi dan kontrol. Para klinisi dapat mengubah berbagai variabel untuk kemajuan latihan proprioseptif. Beberapa variabel yang dapat dimodifikasi yaitu tingkat kecepatan, jumlah kegiatan simultan yang dilakukan pada satu waktu, membatasi penggunaan mata selama pelatihan dan menyesusaikan latihan dengan latihan yang lebih fungsional sesuai dengan olahraga tertenru (Risberg et al, 2001). Latihan proprioseptif sebaiknya diberikan pada awal program rehabilitasi dan latihan dilakukan secara progresif. Pada dasarnya, setiap kegiatan yang menstimulasi sistem proprioseptif tubuh berguna dan sistem input dapat menerima lebih baik. Ada beberapa variabel yang dapat disesuaikan untuk membuat latihan bersifat progresif. Program proprioseptif harus progresif, menyenangkan, fungsional dan tujuan berorientasi pada kebutuhan spesifik olahraga. Mengenai progresivitas

29 37 latihan tidak ada aturan khusus tetapi masing-masing variabel harus dipertimbangkan (Abrahamson, 2010). Tabel 2.1 Latihan Proprioseptif (Sumber: Eils, 2001) No Jenis Latihan Deskripsi Modifikasi 1 Exercise mats Berdiri satu kaki pada permukaan yang berbeda Berdiri di atas karpet, latihan di matras dengan berbeda ketebalan 2 Posturomed Mempertahankan Menurunkan resistensi keseimbangan berdiri satu untuk meningkatkan kaki di atas mobile pergerakan platform platform 3 Ankle disk Mempertahankan Menurunkan jumlah keseimbangan berdiri satu kaki di atas ankle disk bantalan di bawah ankle disk untuk meningkatkan gerakan ankle disk 4 Pedalo Pergerakan ke berbagai arah Maju, mundur dan kombinasi siklus pada perangkat pedalo 5 Exercise band Mempertahankan keseimbangan berdiri satu kaki dengan abduksi kaki Berdiri di atas karpet, latihan di matras dengan berbeda ketebalan kontralateral melawanan tahanan exercise band

30 38 6 Air squab Mempertahankan keseimbangan berdiri dua kaki dan satu kaki di atas air squab Sikap berdiri satu kaki atau dua kaki dengan dan tanpa abduksi lutut terhadap exercise band 7 Wooden Mempertahankan Sikap berdiri satu kaki inversion- keseimbangan berdiri dua dan dua kaki dengan eversion boards kaki dan satu kaki di atas papan inversi eversi tambahn lutut fleksiekstensi dan gerakan lengan 8 Mini trampoline Mempertahankan keseimbangan berdiri satu Berdiri satu kaki dengan dan tanpa gerakan lengan kaki di atas mini trampolin 9 Aerobic step Mempertahankan keseimbangan dengan kaki bagian depan di atas Berdiri satu kaki hanya kaki depan yang kontak dengan aerobic step. aerobic step 10 Uneven walkway Berjalan di permukaan Berjalan di atas gabus, yang berbeda bola pasir tenis, dan karung 11 Haramed Mempertahankan keseimbangan pada Berdiri dua kaki atau satu kaki dengan mengurangi horizontal dan vertical mobile platform tambahan area yang mendukung

31 39 12 Biodex Mempertahankan Meningkatkan kemiringan keseimbangan di atas pergerakan pada platform yang bergerak permukaan pendukung dikendalikan oleh komputer Gambar 2.5 Latihan Exercise mats, Posturomed, Ankle Disk dan Pedalo (Sumber: Eils, 2001) Gambar 2.6 Latihan Exercise band, Air squab, Inversion Board dan Mini trampolin (Sumber: Eils, 2001)

32 40 Gambar 2.7 Latihan Aerobic step, Uneven walkway, Haramed dan Biodex (Sumber: Eils, 2001) Dalam penelitian ini peneliti melakukan latihan proprioseptif yang bersifat progresif dengan mengubah permukaan tumpuan dan faktor visual,ada pun bentuk latihan yang diberikan yaitu : Tabel 2.2 Latihan proprioseptif dan progresivitasnya Sumber : (Panwar et al, 2014) Fase Permukaan Mata Latihan Fase 1 Lantai Terbuka Single leg stance Minggu 1 Terbuka Single leg heel raises Terbuka Single leg squat (30º - 45º) Terbuka Single leg stance sambil melakukan aktivitas fungsional Fase 2 Lantai Tertutup Single leg stance Minggu 2 Tertutup Single leg heel raises

33 41 Tertutup Single leg squat (30º - 45º) Fase 3 Papan Terbuka Single leg stance Minggu 3 Keseimbangan Terbuka Single leg heel raises Terbuka Single leg squat (30º - 45º) Terbuka Double leg stance sambil berputar di papan keseimbangan Fase 4 Papan Tertutup Single leg stance Minggu 4 Keseimbangan Terbuka Single leg heel raises Terbuka Single leg squat (30º - 45º) Terbuka Single leg stance sambil berputar di papan keseimbangan Fase 5 Papan Tertutup Single leg stance Minggu 5 Keseimbangan Terbuka Single leg squat (30º - 45º) - 6 Terbuka Terbuka Single leg stance sambil berputar di papan keseimbangan Single leg stance sambil melakukan aktivitas fungsional Ada pun kelebihan latihan tersebut yaitu latihan sudah diprogramkan secara progresif sehingga sangat bagus untuk pelatihan proprioseptif. Program latihan juga sangat sederhana sehingga sangat mudah di aplikasika dalam penelitian. Program latihan ini juga telah ditunjang oleh stady pustaka sebelumnya dan terbukti mampu meningkatkan

34 42 keseimbangan statis dan keseimbangan dinamis atlet secara signifikan (Panwar et al, 2014). 2.5 Instrumen Pengukuran Tes Keseimbangan Dinamis Tujuan : Untuk mengukur keseimbangan dinarnis Validitas dan reliabilitas : 0,90 Fasilitas dan sarana : Lantai padat dan rata, sepuluh kotak yang ukuran masing-masing kotak ukurannya 30 cm x 30 cm dan stop watch. Prosedur Pelaksanaan : Pengukuran keseimbangan dinamis menggunakan modified bass test of dynamic balance. Peserta berdiri di kotak awal dengan bertumpu pada salah satu kaki, tumit diangkat setinggi 5 cm ( jingkat ). Kedua lengan ditekuk di depan dada sedangkan posisi kepala tegak. Selanjutnya peserta tes melompat tepat di atas kotak no 1 yang tersedia dan mendarat dengan kaki sisi lainnya sebagai tumpuan dengan posisi tumit diangkat setinggi 5 cm (jingka) dan posisi kepala tegak, kaki satunya diangkat menempel di samping lutut, sedang posisi kedua lengan ditekuk di depan dada. Posisi ini dipertahankan selama 5 detik pada kotak no 1, dilanjutkan ke kotak no 2 dengan posisi sama seperti posisi awal, demikian gerakan ini dilakukan seterusnya sampai kotak ke 10, kaki yang bertempu pada kotak bergantian antara kaki kanan dan kiri. Ketentuan :

35 43 1. Tiap komponen pada kotak atlet berhenti 5 detik. 2. Apabila kaki yang menempel di samping limit bergerak menjauh dari lutut dan kaki tumpu tumit menyentuh lantai dianggap gagal, begitu pula apabila kaki jingkat berpindah atau bergeser keluar dari daerah ( kotak) yang telah ditentukan. Hasil pengukuran adalah : skor yang terbaik dari tiga kali percobaan, dimana skor diambil berdasarkan banyaknya kotak yang dapat dilalui dalam setiap tes, dengan ketentuan 1 kotak keberhasilan nilai 10. Jadi tiap kotak yang ada yaitu kotak 1 sampa sampai kotak terakhir masing-masing diberi nilai (Laak, 2013). Gambar 2.8 Skema tes keseimbangan dinamis Cumberland Ankle Instability Tool Cumberland Ankle Instability Tool (CAIT) terdiri dari sembilan pertanyaan. dengan skor maksimal 30 poin. Setiap item pertanyaan terdiri

36 44 dari tiga sampai 5 tanggapan. Pertanyaan terdiri dari beberapa topik seperti stablitas postural, nyeri, giving away, dan perasaan tidak stabil pada berbagai permukaan. Skor yang lebih rendah menunjukkan functional ankle instability yang lebih parah. Skor 27 menunjukkan adanya functional ankle instability, sedangkan skor 28 menunjukkan tidak ada functional ankle instability. CAIT memiliki keandalan yang sangat baik yaitu 0,96 (Pederson, 2011). Tabel 2.3 Kuesioner Cumberland Ankle Instability Tool (Pederson,2011). 1. Saya mengalami nyeri di pergelangan kaki saya Tidak Pernah Selama olahraga Berlari di permukaan yang tidak rata Berlari di permukaan yang berlevel Berjalan di permukaan yang tidak rata Berjalan di permukaan yang berlevel 2. Pergelangan kaki saya terasa TIDAK STABIL Tidak Pernah Kadang-kadang selama olahraga (tidak setiap waktu) Sering selama olahraga (setiap kali) Kadang-kadang selama aktivitas sehari-hari Sering selama aktivitas sehari-hari 3. Ketika saya melakukan tikungan tajam, pergelangan kaki saya terasa TIDAK STABIL Tidak pernah Kadang-kadang ketika berlari Seringkali ketika berlari Ketika berjalan Kiri Kanan Score

37 45 4. Ketika menuruni tangga, pergelangan kaki saya terasa TIDAK STABIL Tidak pernah Jika saya melaju cepat Kadang-kadang Selalu 5. Pergelangan kaki saya terasa TIDAK STABIL saat berdiri satu kaki Tidak Pernah Dengan bola pada kaki saya Dengan kaki saya datar 6. Pergelangan kaki saya terasa TIDAK STABIL saat Tidak Pernah Saya melompat dari sisi ke sisi Saya melompat di tempat Ketika saya melompat 7. Pergelangan kaki saya terasa TIDAK STABIL saat Tidak Pernah Saya berlari di permukaan yang tidak rata Saya berlari pelan di permukaan yang tidak rata Saya berjalan di permukaan yang tidak rata Saya berjalan di permukaan datar 8. Biasanya, ketika saya mulai berguling (atau berputar) pada pergelangan kaki saya, saya bisa berhenti Segera Sering Kadang-kadang Tidak Pernah

38 46 Saya tidak pernah berguling pada pergelangan kaki 0 9. Setelah insiden pada pergelangan kaki saya, pergelangan kaki saya kembali ke "Normal" Hampir segera 4 Kurang dari satu hari hari 2 Lebih dari 2 hari 1 Saya tidak pernah berguling di pergelangan kaki saya 0

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanjut Usia (Lansia) Lansia adalah umur untuk populasi orang tua diatas enam puluh tahun yang disepakati oleh United Nation (UN) (World Health Organization, 2015). Lansia merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan anggota gerak bawah. Yang masing-masing anggota gerak terdiri atas

BAB I PENDAHULUAN. dan anggota gerak bawah. Yang masing-masing anggota gerak terdiri atas 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu bergerak dalam menjalankan aktivitasnya. Sering kita jumpai seseorang mengalami keterbatasan gerak dimana hal tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia dan juga tuntutan lingkungan agar dapat melakukan aktifitas dengan

BAB I PENDAHULUAN. manusia dan juga tuntutan lingkungan agar dapat melakukan aktifitas dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia sebagai makhluk biopsikososial memerlukan kondisi yang sehat agar mampu menjalankan berbagai peranannya dalam masyarakat dan mampu beradaptasi dengan lingkungan.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Aktivitas Fisik Aktivitas fisik didefinisikan segala kegiatan atau aktivitas yang menyebabkan peningkatan energi oleh tubuh melampaui energi istirahat. Aktivitas fisik disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Olahraga merupakan hal yang penting dalam kehidupan kita, karena

PENDAHULUAN. Olahraga merupakan hal yang penting dalam kehidupan kita, karena BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Olahraga merupakan hal yang penting dalam kehidupan kita, karena olahraga dapat mempertahankan dan meningkatkan kesehatan tubuh, serta akan dapat berdampak kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melakukan segala aktifitas dalam kehidupan sehari-hari nya. Sehat adalah

BAB I PENDAHULUAN. melakukan segala aktifitas dalam kehidupan sehari-hari nya. Sehat adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan sangat penting bagi manusia untuk hidup dan untuk melakukan segala aktifitas dalam kehidupan sehari-hari nya. Sehat adalah suatu keadaan dimana seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mana jika kesehatan terganggu maka akan dapat mempengaruhi. kemampuan seseorang dalam melakukan aktifitas sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. mana jika kesehatan terganggu maka akan dapat mempengaruhi. kemampuan seseorang dalam melakukan aktifitas sehari-hari. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan adalah hal yang sangat penting dalam kehidupan di mana jika kesehatan terganggu maka akan dapat mempengaruhi kemampuan seseorang dalam melakukan aktifitas

Lebih terperinci

PELATIHAN PROPRIOSEPTIF EFEKTIF DALAM MENINGKATKAN KESEIMBANGAN DINAMIS PADA PEMAIN SEPAK BOLA DENGAN FUNCTIONAL ANKLE INSTABILITY

PELATIHAN PROPRIOSEPTIF EFEKTIF DALAM MENINGKATKAN KESEIMBANGAN DINAMIS PADA PEMAIN SEPAK BOLA DENGAN FUNCTIONAL ANKLE INSTABILITY SKRIPSI PELATIHAN PROPRIOSEPTIF EFEKTIF DALAM MENINGKATKAN KESEIMBANGAN DINAMIS PADA PEMAIN SEPAK BOLA DENGAN FUNCTIONAL ANKLE INSTABILITY DI SSB PEGOL NI MADE LIDIA SWANDARI KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tingginya kemajuan dibidang teknologi dan komunikasi menyebabkan perubahan gaya hidup manusia, dampak besar yang terjadi terlihat jelas pada status kesehatan masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun luar tubuh. Proses menua terjadi secara terus menerus secara

BAB I PENDAHULUAN. maupun luar tubuh. Proses menua terjadi secara terus menerus secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lanjut usia bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan proses berkurangnya daya tahan tubuh dalam mengahadapi rangsangan dari dalam maupun luar tubuh. Proses menua terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fungsional untuk menjadikan manusia menjadi berkualitas dan berguna

BAB I PENDAHULUAN. fungsional untuk menjadikan manusia menjadi berkualitas dan berguna BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sepanjang hidupnya, manusia tidak terlepas dari proses gerak. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia melakukan berbagai macam aktifitas yang dipengaruhi oleh tugas, kepribadian,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Keseimbangan Dinamis 2.1.1 Pengertian Keseimbangan Dinamis Keseimbangan adalah menyanggah tubuh melawan gravitasi dan faktor eksternal lain, untuk mempertahankan pusat massa tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk pula kebanyakan orang indonesia. Remaja pun juga begitu. mereka tidak segan- segan melakukan banyak kegiatan ekstra selain

BAB I PENDAHULUAN. termasuk pula kebanyakan orang indonesia. Remaja pun juga begitu. mereka tidak segan- segan melakukan banyak kegiatan ekstra selain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tubuh ideal merupakan impian semua orang di dunia ini, tidak termasuk pula kebanyakan orang indonesia. Remaja pun juga begitu mereka tidak segan- segan melakukan banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperhatikan kondisi kebugaran jasmani dan rohani. Dengan. sakit atau cidera pada saat beraktifitas. Maka dari itu untuk mencapai

BAB I PENDAHULUAN. memperhatikan kondisi kebugaran jasmani dan rohani. Dengan. sakit atau cidera pada saat beraktifitas. Maka dari itu untuk mencapai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia di masa yang modern dan berkembang seperti saat ini banyak memiliki aktivitas yang beragam dan berbeda-beda, tentunya harus memiliki energi yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN dan sejak itu menjadi olahraga dalam ruangan yang popular diseluruh dunia.

BAB 1 PENDAHULUAN dan sejak itu menjadi olahraga dalam ruangan yang popular diseluruh dunia. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Futsal adalah variasi sepakbola yang dimainkan di dalam ruangan di lapangan yang lebih kecil. Futsal mulai dimainkan di Amerika Selatan pada tahun 1930 dan sejak itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencapain pembangunan di Indonesia. Peningkatan UHH ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. pencapain pembangunan di Indonesia. Peningkatan UHH ditentukan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan Usia Harapan Hidup (UHH) merupakan indikator keberhasilan pencapain pembangunan di Indonesia. Peningkatan UHH ditentukan oleh penurunan angka kematian serta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS. Kinesiologi adalah ilmu yang mempelajari tubuh manusia pada waktu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS. Kinesiologi adalah ilmu yang mempelajari tubuh manusia pada waktu BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS 2.1 Kinesiologi dan Biomekanika Kinesiologi adalah ilmu yang mempelajari tubuh manusia pada waktu melakukan gerakan. 6 Beberapa disiplin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LatarBelakang

BAB I PENDAHULUAN LatarBelakang BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang Dalam kehidupan sehari-hari setiap orang melakukan aktifitas fisik untuk menunjang hidup sehat, karena Kesehatan sangat penting bagi kehidupan manusia untuk hidup dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh tugas, kepribadian, dan lingkungan, seperti bekerja, olahraga,

BAB I PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh tugas, kepribadian, dan lingkungan, seperti bekerja, olahraga, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepanjang hidupnya, manusia tidak terlepas dari proses gerak. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia melakukan berbagai macam aktifitas yang dipengaruhi oleh tugas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selama masa awal anak-anak, seorang anak mengalami peningkatan yang

BAB I PENDAHULUAN. Selama masa awal anak-anak, seorang anak mengalami peningkatan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selama masa awal anak-anak, seorang anak mengalami peningkatan yang drastis pada pertumbuhannya, baik pertumbuhan fisik, mental dan psikis. Pertumbuhan fisik yang cepat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lanjut yang dilalui dalam proses kehidupan pada setiap manusia yang. kebanyakan orang awam yang umum bahwa secara fisik dan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. lanjut yang dilalui dalam proses kehidupan pada setiap manusia yang. kebanyakan orang awam yang umum bahwa secara fisik dan fungsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makhluk hidup tumbuh dan berkembang sesuai dengan fase tumbuh dan kembang setiap makhluk tersebut. Demikian pula dengan manusia sebagai makhluk hidup. Manusia tumbuh

Lebih terperinci

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Keseimbangan 2.1.1 Pengertian Keseimbangan Keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan keseimbangan tubuh ketika ditempatkan dalam berbagai posisi (Dellito, 2003). Keseimbangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia pasti akan mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan dari bayi sampai lanjut usia (lansia). Lanjut usia (lansia) merupakan kejadian yang pasti akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang sakit (curative), tetapi kebijakan yang lebih ditekankan kearah

BAB I PENDAHULUAN. orang sakit (curative), tetapi kebijakan yang lebih ditekankan kearah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sehat yaitu slogan baru untuk Negara Indonesia dalam upaya mensejaterahkan dan menyehatkan warga negaranya. Sehat menurut WHO adalah suatu keadaan

Lebih terperinci

OSTEOLOGI EXTREMITAS INFERIOR

OSTEOLOGI EXTREMITAS INFERIOR BLOK BASIC BIOMEDICAL SCIENCES OSTEOLOGI EXTREMITAS INFERIOR DEPARTEMEN ANATOMI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2010 Dimulai dari regio Glutea (posterior) dan dari regio Inguinal (anterior)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Semakin banyak kemajuan dan terobosan-terobosan baru di segala

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Semakin banyak kemajuan dan terobosan-terobosan baru di segala BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Semakin banyak kemajuan dan terobosan-terobosan baru di segala bidang salah satunya dalam bidang kesehatan. Dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi

Lebih terperinci

BAB I. sama dengan mahluk hidup lainnya, pasti bergerak, karena tidak ada. kehidupan di dunia ini tanpa adanya gerakan. Gerak tergantung dari

BAB I. sama dengan mahluk hidup lainnya, pasti bergerak, karena tidak ada. kehidupan di dunia ini tanpa adanya gerakan. Gerak tergantung dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu ciri dari makhluk hidup adalah bergerak. Secara umum gerak dapat diartikan berpindah tempat atau perubahan posisi sebagian atau seluruh bagian dari tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keseimbangan merupakan salah satu hal penting dalam proses pertumbuhan anak usia 10-12 tahun karena pada usia tersebut anak mulai mengalami perubahan baru, baik secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mahasiswa memiliki beranekaragam aktivitas sehingga dituntut memiliki gerak fungsi yang baik dalam hal seperti mengikuti perkuliahan, melaksanakan tugas-tugas kuliah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digemari di segala lapisan masyarakat Indonesia, dari anak-anak sampai

BAB I PENDAHULUAN. digemari di segala lapisan masyarakat Indonesia, dari anak-anak sampai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepak bola merupakan salah satu cabang olahraga yang sangat digemari di segala lapisan masyarakat Indonesia, dari anak-anak sampai dewasa terutama laki-laki. Banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hingga orang tua menyukai olahraga ini, cabang olahraga yang berbentuk

BAB I PENDAHULUAN. hingga orang tua menyukai olahraga ini, cabang olahraga yang berbentuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aktifitas olahraga sudah dikenal sejak jaman dulu kala. Olahraga memiliki sekumpulan peraturan, kebiasaan, sampai aktifitas tubuh yang sudah diatur sedemikian rupa.

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Karekteristik Subjek Penelitian

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Karekteristik Subjek Penelitian BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Deskripsi Karakteristik Subjek Penelitian Karakteristik subjek penelitian yang meliputi: usia, berat badan, dan tinggi badan responden. Hasil deskripsi karakteristik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. untuk melakukan olahraga. Waktu istirahat tidak lagi digunakan untuk aktifitas olahraga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. untuk melakukan olahraga. Waktu istirahat tidak lagi digunakan untuk aktifitas olahraga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aktifitas perkuliahan yang begitu padat membuat mahasiswa kekurangan waktu untuk melakukan olahraga. Waktu istirahat tidak lagi digunakan untuk aktifitas olahraga tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas dan produktif dibutuhkan status kesehatan yang tinggi dan. peningkatan sistem pelayanan kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas dan produktif dibutuhkan status kesehatan yang tinggi dan. peningkatan sistem pelayanan kesehatan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi, pola kehidupan masyarakat Indonesia semakin hari semakin berkembang dan maju, dimana pola hidup tersebut dapat berpengaruh terhadap pembangunan

Lebih terperinci

BAB 3 FONDASI DALAM MEMANAH

BAB 3 FONDASI DALAM MEMANAH 18 BAB 3 FONDASI DALAM MEMANAH Pengantar Menembak (shooting) dalam olahraga panahan sangat memerlukan konsistensi (keajegan) dan stabilitas yang tinggi, sehingga dengan adanya konsistensi dan stabilitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipergunakan dalam olahraga. Kelincahan pada umumnya didefinisikan

BAB I PENDAHULUAN. dipergunakan dalam olahraga. Kelincahan pada umumnya didefinisikan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelincahan merupakan salah satu komponen fisik yang banyak dipergunakan dalam olahraga. Kelincahan pada umumnya didefinisikan sebagai kemampuan mengubah arah secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya, dimana harus mempunyai kemampuan fungsi yang optimal

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya, dimana harus mempunyai kemampuan fungsi yang optimal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan mahkluk sosial yang saling berinteraksi dengan lingkungannya, dimana harus mempunyai kemampuan fungsi yang optimal dalam bergerak atau beraktivitas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial serta tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan. Olahraga merupakan kebutuhan yang tidak asing lagi.

BAB I PENDAHULUAN. sosial serta tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan. Olahraga merupakan kebutuhan yang tidak asing lagi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah mahluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain sehingga manusia harus memiliki kemampuan untuk bergerak atau melakukan aktivitas demi memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat cepat. Setiap detik terdapat dua orang yang berulang tahun ke-60 di dunia,

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat cepat. Setiap detik terdapat dua orang yang berulang tahun ke-60 di dunia, BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara global angka pertumbuhan lansia semakin hari semakin meningkat dan sangat cepat. Setiap detik terdapat dua orang yang berulang tahun ke-60 di dunia, atau 58 juta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Futsal adalah permainan bola yang dimainkan oleh dua tim, yang. masing-masing beranggotakan lima orang. Tujuannya adalah memasukkan

BAB I PENDAHULUAN. Futsal adalah permainan bola yang dimainkan oleh dua tim, yang. masing-masing beranggotakan lima orang. Tujuannya adalah memasukkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Futsal adalah permainan bola yang dimainkan oleh dua tim, yang masing-masing beranggotakan lima orang. Tujuannya adalah memasukkan bola kegawang lawan, dengan memanipulasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hingga kehidupan yang berkaitan dengan lingkungan sekitar. Sehat

BAB I PENDAHULUAN. hingga kehidupan yang berkaitan dengan lingkungan sekitar. Sehat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan sangat penting bagi manusia untuk hidup, dan melakukan aktivitas dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam memenuhi kebutuhan sehariharinya hingga kehidupan

Lebih terperinci

TULANG DAN PERSENDIAN EXTREMITAS INFERIOR

TULANG DAN PERSENDIAN EXTREMITAS INFERIOR TULANG DAN PERSENDIAN EXTREMITAS INFERIOR Prof. DR. dr. Hj. Yanwirasti, PA BAGIAN ANATOMI Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Dibentuk oleh : - sacrum - coccygis - kedua os.coxae Fungsi : Panggul (pelvis)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan gerak tubuh yang benar maka akan terus menerus dipertahankan di

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan gerak tubuh yang benar maka akan terus menerus dipertahankan di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat pertumbuhan pada manusia ada empat fase, yaitu fase anak-anak, remaja, dewasa dan lansia. Remaja adalah fase yang sangat penting yang menjadi kunci pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lansia 2.1.1 Pengertian Lansia Lanjut usia adalah periode dimana organisme telah mencapai masa keemasan atau kejayaannya dalam ukuran, fungsi, dan juga beberapa telah menunjukkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS. 4 kg, sedangkan untuk kelas junior putra 5 kg dan putri 3 kg.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS. 4 kg, sedangkan untuk kelas junior putra 5 kg dan putri 3 kg. BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS 2.1 Tolak Peluru Tolak peluru termasuk nomor lempar dalam olahraga atletik yang memiliki kriteria tersendiri dari alat hingga lapangan

Lebih terperinci

TITIK BERAT DAN STABILITAS (CENTER OF GRAVITY DAN STABILITY)

TITIK BERAT DAN STABILITAS (CENTER OF GRAVITY DAN STABILITY) TITIK BERAT TITIK BERAT DAN STABILITAS (CENTER OF GRAVITY DAN STABILITY) Definisi titik berat Lokasi titik berat pada manusia STABILITAS DAN EQUILIBRIUM Faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas Prinsip-prinsip

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan generasi muda yang memiliki potensi untuk. meneruskan cita-cita perjuangan bangsa yang sedang tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan generasi muda yang memiliki potensi untuk. meneruskan cita-cita perjuangan bangsa yang sedang tumbuh dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak merupakan generasi muda yang memiliki potensi untuk meneruskan cita-cita perjuangan bangsa yang sedang tumbuh dan berkembang di masa yang akan datang. Anak-anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Olahraga merupakan hal yang penting dalam kehidupan kita, karena olahraga dapat mempertahankan dan meningkatkan kesehatan tubuh, serta akan dapat berdampak kepada kinerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang kehidupan. Ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini menjadi

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang kehidupan. Ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan peradaban manusia sudah semakin berkembang pesat di segala bidang kehidupan. Ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini menjadi bagian yang tidak terpisahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDHULUAN. tubuh ketika ditempatkan dalam berbagai posisi (Delito, 2003). Menurut Depkes

BAB I PENDHULUAN. tubuh ketika ditempatkan dalam berbagai posisi (Delito, 2003). Menurut Depkes 1 BAB I PENDHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keseimbangan merupakan kemampuan untuk mempertahankan posisi tubuh ketika ditempatkan dalam berbagai posisi (Delito, 2003). Menurut Depkes (2009) keseimbangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan aktivitas kegiatan sehari-hari. Pergerakan tersebut dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan aktivitas kegiatan sehari-hari. Pergerakan tersebut dilakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk yang memerlukan gerak dan berpindah tempat dalam melakukan aktivitas kegiatan sehari-hari. Pergerakan tersebut dilakukan baik secara volunter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk dapat berinteraksi atau beradaptasi dengan lingkungan. Hal ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. untuk dapat berinteraksi atau beradaptasi dengan lingkungan. Hal ini merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai mahluk biopsikososial membutuhkan kondisi yang optimal untuk dapat berinteraksi atau beradaptasi dengan lingkungan. Hal ini merupakan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Paradigma sehat merupakan modal pembangunan kesehatan, yang dalam jangka panjang mampu mendorong masyarakat untuk bersikap mandiri dalam menjaga kesehatan melalui upaya

Lebih terperinci

PELATIHAN PROPRIOSEPTIF EFEKTIF DALAM MENINGKATKAN KESEIMBANGAN DINAMIS PADA PEMAIN SEPAK BOLA DENGAN FUNCTIONAL ANKLE INSTABILITY DI SSB PEGOK

PELATIHAN PROPRIOSEPTIF EFEKTIF DALAM MENINGKATKAN KESEIMBANGAN DINAMIS PADA PEMAIN SEPAK BOLA DENGAN FUNCTIONAL ANKLE INSTABILITY DI SSB PEGOK PELATIHAN PROPRIOSEPTIF EFEKTIF DALAM MENINGKATKAN KESEIMBANGAN DINAMIS PADA PEMAIN SEPAK BOLA DENGAN FUNCTIONAL ANKLE INSTABILITY DI SSB PEGOK 1 Ni Made Lidia Swandari 2 I Putu Sutha Nurmawan 3 Luh Putu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telapak kaki. Bentuk kaki datar pada masa bayi dan anak-anak dengan usia

BAB I PENDAHULUAN. telapak kaki. Bentuk kaki datar pada masa bayi dan anak-anak dengan usia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kaki merupakan bagian tubuh yang berfungsi untuk menopang berat badan, namun banyak diantara kita yang memiliki masalah dengan kaki, salah satunya ialah Flat Foot atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kedinamisan postur tubuh untuk mencegah seseorang terjatuh. 9 Secara garis besar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kedinamisan postur tubuh untuk mencegah seseorang terjatuh. 9 Secara garis besar 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keseimbangan 2.1.1 Definisi Keseimbangan Keseimbangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia agar dapat hidup mandiri. Keseimbangan adalah istilah umum yang menjelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menaiki tangga, berlari dan berolahraga secara umum dan lain-lain. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. menaiki tangga, berlari dan berolahraga secara umum dan lain-lain. Untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aktivitas fisik adalah bagian sangat esensial dari kehidupan manusia sehari-hari. Misalnya berjalan kaki, mengangkat sesuatu dengan tangan, menaiki tangga, berlari dan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. menyelesaikan penulisan skripsi ini yang berjudul Perbedaan Antara Intervensi

KATA PENGANTAR. menyelesaikan penulisan skripsi ini yang berjudul Perbedaan Antara Intervensi KATA PENGANTAR Assalamu Alaikum Wr.Wb Bismillaahirohmaanirrohiim, Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-nya kepada penulis sampai detik ini sehingga penulis dapat menyelesaikan

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN MANUAL MASCLE TESTING (MMT) EKTREMITAS INFERIOR

PEMERIKSAAN MANUAL MASCLE TESTING (MMT) EKTREMITAS INFERIOR PEMERIKSAAN MANUAL MASCLE TESTING (MMT) EKTREMITAS INFERIOR DASAR TEORI Penilaian kekuatan berbagai otot memerlukan pengetahuan fungsi berbagai kelompok otot. Suatu corak gerakan volunter terdiri dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ANATOMI SENDI PERGELANGAN KAKI A.1. Persendian pada Pergelangan Kaki Pergelangan kaki terbentuk dari 3 persendian yaitu articulatio talocruralis, articulatio subtalaris dan articulatio

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Definisi Traktus Spinotalamikus Anterior Traktus Spinotalamikus Lateral Daftar Pustaka

DAFTAR ISI. Definisi Traktus Spinotalamikus Anterior Traktus Spinotalamikus Lateral Daftar Pustaka DAFTAR ISI Definisi 2 Traktus Spinotalamikus Anterior 2 Traktus Spinotalamikus Lateral 4 Daftar Pustaka 8 1 A. Definisi Traktus Spinotalamikus adalah traktus yang menghubungkan antara reseptor tekanan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN tahun yang lalu. Pertama kali diduga adanya stroke oleh Hipocrates. pengobatannya (Waluyo, 2013). Di Indonesia stroke

BAB I PENDAHULUAN tahun yang lalu. Pertama kali diduga adanya stroke oleh Hipocrates. pengobatannya (Waluyo, 2013). Di Indonesia stroke 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke merupakan penyakit sudah sejak zaman dahulu yaitu sekitar 2400 tahun yang lalu. Pertama kali diduga adanya stroke oleh Hipocrates yaitu ditemukannya gejala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya aktifitas masyarakat diluar maupun didalam ruangan. melakukan atifitas atau pekerjaan sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya aktifitas masyarakat diluar maupun didalam ruangan. melakukan atifitas atau pekerjaan sehari-hari. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Negara Indonesia merupakan negara dengan jumah penduduk yang memasuki peringkat 5 besar penduduk terbanyak didunia. Dengan banyaknya jumlah penduduk di Indonesia membuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepatu dengan hak tinggi diperkenalkan pertama kali sejak tahun 1500M menjadi trend baru bagi perkembangan fashion wanita. Perubahan mode ini memberikan dampak besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gangguan pada keseimbangan gaya berdiri (center of gravitiy) dikarenakan

BAB I PENDAHULUAN. gangguan pada keseimbangan gaya berdiri (center of gravitiy) dikarenakan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam era tahun sekarang banyak perkembangan anak menuju dewasa tidak diperhatikan oleh orang tuanya sehingga perkembangan pemikiran anak atau sistem pemikiran seorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maka kesehatan fisik ialah salah satu hal yang penting. Kesehatan fisik

BAB I PENDAHULUAN. maka kesehatan fisik ialah salah satu hal yang penting. Kesehatan fisik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semakin majunya perkembangan jaman, persaingan dalam segala bidang semakin ketat. Untuk mampu mengikuti persaingan yang semakin ketat dibutuhkan kualitas sumber daya

Lebih terperinci

Latihan Kekuatan Otot Tubuh Bagian Atas

Latihan Kekuatan Otot Tubuh Bagian Atas Latihan Kekuatan Otot Tubuh Bagian Atas Kekuatan otot adalah tenaga, gaya, atau tegangan yang dapat dihasilkan oleh otot atau sekelompok otot pada suatu kontraksi dengan beban maksimal. Otot-otot tubuh

Lebih terperinci

I. KONSEP DASAR GERAK 1. PENGERTIAN GERAK MANUSIA

I. KONSEP DASAR GERAK 1. PENGERTIAN GERAK MANUSIA OLEH: SRI WIDATI I. KONSEP DASAR GERAK 1. PENGERTIAN GERAK MANUSIA GERAK MANUSIA ADALAH SUATU PROSES YANG MELIBATKAN SEBAGIAN ATAU SELURUH BAGIAN TUBUH DALAM SATU KESATUAN YANG MENGHASILKAN SUATU GERAK

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN ULTRASOUND DAN TERAPI LATIHAN PADA PASIEN SPRAIN ANKLE DEXTRA

PENATALAKSANAAN ULTRASOUND DAN TERAPI LATIHAN PADA PASIEN SPRAIN ANKLE DEXTRA PENATALAKSANAAN ULTRASOUND DAN TERAPI LATIHAN PADA PASIEN SPRAIN ANKLE DEXTRA DISUSUN OLEH : SARTI RAHAYU P27226015085 PROGAM STUDI DIPLOMA III FISIOTERAPI POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA KARANGANYAR 2015

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat besar terhadap kehidupan masyarakat disuatu negara,

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat besar terhadap kehidupan masyarakat disuatu negara, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa dampak yang sangat besar terhadap kehidupan masyarakat disuatu negara, termasuk masyarakat Indonesia. Salah satu

Lebih terperinci

Bio Psikologi. Firman Alamsyah, MA. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

Bio Psikologi. Firman Alamsyah, MA. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi Bio Psikologi Modul ke: Fakultas Psikologi SISTEM SENSORI MOTOR 1. Tiga Prinsip Fungsi Sensorimotor 2. Korteks Asosiasi Sensorimotor 3. Korteks Motorik Sekunder 4. Korteks Motorik Primer 5. Serebelum dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan manusia setiap saat akan menerima banyak sekali

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan manusia setiap saat akan menerima banyak sekali 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan manusia setiap saat akan menerima banyak sekali rangsang dari lingkungannya. Perilaku yang kita ketahui, baik pengalaman kita sendiri ataupun

Lebih terperinci

LOMPAT JANGKIT. B. Pengertian Lompat Jangkit (Triple Jump)

LOMPAT JANGKIT. B. Pengertian Lompat Jangkit (Triple Jump) LOMPAT JANGKIT A. Sejarah Lompat Jangkit Triple melompat, atau paling tidak melibatkan tiga varian melompat satu demi satu, berakar pada Olimpiade Yunani Kuno, dengan catatan yang menunjukkan para atlet

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan, jumlah lansia di Indonesia mengalami peningkatan. Pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan, jumlah lansia di Indonesia mengalami peningkatan. Pada tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dengan semakin meningkatnya tingkat kesejahteraan dan pelayanan kesehatan, jumlah lansia di Indonesia mengalami peningkatan. Pada tahun 1980 penduduk lanjut

Lebih terperinci

FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA

FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA Fraktur tibia umumnya dikaitkan dengan fraktur tulang fibula, karena gaya ditransmisikan sepanjang membran interoseus fibula. Kulit dan jaringan subkutan sangat tipis pada bagian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. maupun untuk putri. Unsur fisik yang diperlukan dalam nomor tolak ini adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. maupun untuk putri. Unsur fisik yang diperlukan dalam nomor tolak ini adalah 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Prestasi Lempar Lembing Lempar lembing merupakan salah satu nomor pada cabang olahraga atletik yang diperlombakan dalam perlombaan nasional maupun internasional, baik untuk putra

Lebih terperinci

I. DEFINISI. Keseimbangan terbagi atas dua kelompok, yaitu : 1) Keseimbangan statis:

I. DEFINISI. Keseimbangan terbagi atas dua kelompok, yaitu : 1) Keseimbangan statis: I. DEFINISI Keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan kesetimbangan tubuh ketika di tempatkan di berbagai posisi. Definisi menurut O Sullivan, keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan dampak dengan terjadinya peningkatan jumlah anak yang. mempengaruhi proses pertumbuhan dan perkembangan pada anak.

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan dampak dengan terjadinya peningkatan jumlah anak yang. mempengaruhi proses pertumbuhan dan perkembangan pada anak. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan telah berhasil menurunkan angka kematian pada ibu dan bayi akan tetapi disisi lain menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk hidup sama dengan mahluk hidup lainnya, pasti

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk hidup sama dengan mahluk hidup lainnya, pasti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai mahluk hidup sama dengan mahluk hidup lainnya, pasti bergerak, karena tidak ada kehidupan di dunia ini tanpa adanya gerakan.setiap manusia memiliki potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu indikator keberhasilan pembangunan kesehatan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu indikator keberhasilan pembangunan kesehatan di Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu indikator keberhasilan pembangunan kesehatan di Indonesia adalah meningkatnya usia harapan hidup (UHH) manusia Indonesia. Hampir setiap tahunnya negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Muskulus kuadrisep adalah salah satu jaringan lunak yang paling penting

BAB I PENDAHULUAN. Muskulus kuadrisep adalah salah satu jaringan lunak yang paling penting 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penelitian Muskulus kuadrisep adalah salah satu jaringan lunak yang paling penting dalam mempertahankan fungsi sendi patellofemoral dengan menarik patela ke arah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah anugerah terindah dalam keluarga. Setiap orang tua mengharapkan memiliki anak yang normal, namun sering hidup tidak berjalan seperti yang kita inginkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas sehari-hari. Gangguan pada kaki bisa menghambat aktivitasnya.

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas sehari-hari. Gangguan pada kaki bisa menghambat aktivitasnya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kaki menjadi bagian penting bagi manusia dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Gangguan pada kaki bisa menghambat aktivitasnya. Dibandingkan dengan bagian

Lebih terperinci

Abdul Mahfudin Alim, M.Pd Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Yogyakarta

Abdul Mahfudin Alim, M.Pd Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Yogyakarta KETERAMPILAN DASAR ATLETIK Lempar (Throw) Abdul Mahfudin Alim, M.Pd Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Yogyakarta LEMPAR (THROW) Lempar Lembing (Javelin Throw) Tolak Peluru (Shot Put) Lempar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kontraksi otot, elastisitas dan fleksibilitas otot, serta kecepatan dan waktu

BAB I PENDAHULUAN. kontraksi otot, elastisitas dan fleksibilitas otot, serta kecepatan dan waktu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seringkali pada orang yang telah mengalami usia lanjut (lansia) mengalami kemunduran atau perubahan morfologis pada otot yang menyebabkan perubahan fungsional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini tertuang dalam Al Qur an di Surah At-Tin ayat 4 Sesungguhnya

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini tertuang dalam Al Qur an di Surah At-Tin ayat 4 Sesungguhnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna. Hal ini tertuang dalam Al Qur an di Surah At-Tin ayat 4 Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk yang dinamis, dimana pada hakekatnya selalu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk yang dinamis, dimana pada hakekatnya selalu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk yang dinamis, dimana pada hakekatnya selalu bergerak dan beraktivitas dalam kehidupannya. Semua bentuk kegiatan manusia selalu memerlukan dukungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa dewasa merupakan periode di mana tidak terjadi lagi perubahan karena faktor pertumbuhan setelah masa adolesensi yang mengalami pertumbuhan cepat. Peningkatan

Lebih terperinci

BAHASAN ADANYA GERAK FUNGSI DARI GERAK SISTEM GERAKAN TUBUH FUNGSIONAL LOKAL / KESELURUHAN 1. SISTEM OTOT, TULANG, SENDI : DASAR

BAHASAN ADANYA GERAK FUNGSI DARI GERAK SISTEM GERAKAN TUBUH FUNGSIONAL LOKAL / KESELURUHAN 1. SISTEM OTOT, TULANG, SENDI : DASAR MOTORIK DASAR BAHASAN 1. SISTEM OTOT, TULANG, SENDI : DASAR ADANYA GERAK 2. SISTEM OTOT SARAF : MENGENDALIKAN FUNGSI DARI GERAK SISTEM MUSCULOSKELETAL / OTOT - TULANG 3. SISTEM OTOT, TULANG, DAN SARAF

Lebih terperinci

BERBAGAI MACAM TES UNTUK MENENTUKAN TINGKAT KESTABILAN SENDI LUTUT. Oleh: Bambang Priyonoadi Jur. PKR-FIK-UNY

BERBAGAI MACAM TES UNTUK MENENTUKAN TINGKAT KESTABILAN SENDI LUTUT. Oleh: Bambang Priyonoadi Jur. PKR-FIK-UNY BERBAGAI MACAM TES UNTUK MENENTUKAN TINGKAT KESTABILAN SENDI LUTUT Oleh: Bambang Priyonoadi Jur. PKR-FIK-UNY Abstrak lutut mudah sekali terserang cedera traumatik. Persendian ini kurang mampu melawan kekuatan

Lebih terperinci

dengan processus spinosus berfungsi sebagai tuas untuk otot-otot dan ligamenligamen

dengan processus spinosus berfungsi sebagai tuas untuk otot-otot dan ligamenligamen 6 ke lateral dan sedikit ke arah posterior dari hubungan lamina dan pedikel dan bersama dengan processus spinosus berfungsi sebagai tuas untuk otot-otot dan ligamenligamen yang menempel kepadanya. Processus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempertahankan keseimbangan tubuh ketika ditempatkan diberbagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempertahankan keseimbangan tubuh ketika ditempatkan diberbagai 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keseimbangan Dinamis 2.1.1 Definisi Keseimbangan Pada pasien hemiparese post stroke umumnya mengalami gangguan keseimbangan. Keseimbangan adalah kemampuan tubuh untuk mempertahankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa stroke adalah

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa stroke adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke adalah penyebab cacat nomor satu dan penyebab kematian nomor dua di dunia. Penyakit ini telah menjadi masalah kesehatan yang mendunia dan semakin penting, dengan

Lebih terperinci

BAB I. Aktivitas fisik setiap orang dalam menjalani kehidupan sehari-hari. dalam menunjang paradigma hidup sehat hendaknya dilakukan dengan

BAB I. Aktivitas fisik setiap orang dalam menjalani kehidupan sehari-hari. dalam menunjang paradigma hidup sehat hendaknya dilakukan dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Aktivitas fisik setiap orang dalam menjalani kehidupan sehari-hari dalam menunjang paradigma hidup sehat hendaknya dilakukan dengan kesadaran bahwa hal tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas

BAB I PENDAHULUAN. Lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas (Notoatmojo, 2007). Batasan lanjut usia menurut dokumen perkembangan lanjut usia dalam kehidupan

Lebih terperinci

BIOMEKANika olahraga. dr. Hamidie Ronald, M.Pd, AIFO. Biomekanika/ikun/2003 1

BIOMEKANika olahraga. dr. Hamidie Ronald, M.Pd, AIFO. Biomekanika/ikun/2003 1 BIOMEKANika olahraga dr. Hamidie Ronald, M.Pd, AIFO Biomekanika/ikun/2003 1 Definisi Ilmu yang menerapkan prinsip-prinsip mekanika terhadap struktur tubuh manusia pada saat melakukan olahraga. Penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu gerak yang merupakan kebutuhan dasar manusia untuk beraktivitas

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu gerak yang merupakan kebutuhan dasar manusia untuk beraktivitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu gerak yang merupakan kebutuhan dasar manusia untuk beraktivitas adalah berjalan. Untuk dapat menghasilkan mekanisme pola berjalan yang harmonis, maka kita

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kebutuhan tersebut manusia melakukan macam aktivitas. Aktivitas yang sangat

BAB 1 PENDAHULUAN. kebutuhan tersebut manusia melakukan macam aktivitas. Aktivitas yang sangat BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan membuat manusia dituntut untuk hidup lebih maju mengikuti perkembangan tersebut. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tubuh baik pada kondisi diam maupun bergerak (Depkes,1996). Klasifikasi

BAB I PENDAHULUAN. tubuh baik pada kondisi diam maupun bergerak (Depkes,1996). Klasifikasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan sikap tubuh baik pada kondisi diam maupun bergerak (Depkes,1996). Klasifikasi keseimbangan menurut Muchammad

Lebih terperinci