BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanjut Usia (Lansia) Lansia adalah umur untuk populasi orang tua diatas enam puluh tahun yang disepakati oleh United Nation (UN) (World Health Organization, 2015). Lansia merupakan bagian dari proses tumbuh kembang manusia. Penuaan bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan dan fungsi tubuh baik secara fisik maupun psikologis. Penuan alamiah atau fisiologis harus dibedakan dengan penuan patologis, karena penurunan fungsional manusia tidak hanya disebabkan oleh proses penuaan saja (penuaan fisiologis) tetapi bisa disebabkan oleh penyakit atau penuaan patologis (Pudjiastuti dan Utomo, 2003). Perubahan fisiologis normalnya akan terjadi pada setiap lansia. Perubahaan fisiologis akan terjadi pada beberapa sistem dalam tubuh manusia, yaitu sistem kardiovaskular dan respirasi, sistem saraf, sistem indra, sistem integument dan sistem muskuloskeletal (Pudjiastuti dan Utomo, 2003; Ismayadi, 2004; Martono, 2009). Pada sistem kardiovaskular, kemampuan peregangan jantung akan berkurang, karena perubahan jaringan ikat pada penumpukan lipofusin, ventrikel kiri mengalami hipertrofi, dan masa jantung bertambah. Arteri pada lansia akan mengalami penurunan hingga 50% dalam menjalankan fungsinya. Demikian pula 5

2 6 dengan sistem respirasi, sistem respirasi pada lansia mengalami perubahan pada jaringan ikat paru, kapasitas total paru tetap sedangkan volume cadangan paru bertambah. Pada lansia untuk mengkompensasi kenaikan ruang rugi paru, volume tidal menjadi bertambah. Udara ke paru-paru lansia berkurang dan terjadi perubahan pada sendi, kartilago, dan otot thorak mengakibatkan gangguan pada gerakan pernafasan dan peregangan thorak (Pudjiastuti dan Utomo, 2003; Ismayadi, 2004). Pada sistem saraf lansia akan mengalami penurunan koordinasi dan kemampuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Penuaan menyebabkan persepsi sensoris, respon motorik pada sisitem saraf pusat dan reseptor proprioseptif mengalami penurunan. Akson, dendrit dan badan sel saraf banyak mengalami kematian, sedangkan yang hidup mengalami perubahan. Akson pada medulla spinalis mengalami penurunan 37%. Dendrit mengalami perubahan menjadi lebih tipis dan kehilangan kontak antar saraf. Daya hantar saraf menurun 10% sehingga gerakan menjadi lamban. Hal ini mengakibatkan penurunan fungsi kognitif, koordinasi, kekuatan otot, refleks, proprioseptif keseimbangan, perubahan postur dan peningkatan reaksi (Pudjiastuti dan Utomo, 2003; Martono, 2009). Sistem penglihatan pada lansia erat kaitannya dengan presbiopi, lensa mengalami kehilangan elastisitas dan kaku, otot penyangga lensa lemah dan mengalami kehilangan tonus sehingga daya akomodasi dan ketajaman penglihatan berkurang (Ismayadi, 2004; Martono, 2009). Pada sistem pendengaran lansia, mengalami hilangnya sel-sel pada rambut koklear dan reseptor sensoris primer

3 7 pendengaran. Terjadinya gangguan pendengaran pada lansia disebabkan karena koagulasi cairan yang terjadi selama otitis media atau tumor seperti kolesteatoma (Pudjiastuti dan Utomo, 2003; Ismayadi, 2004). Pada sistem integument lansia yaitu atrofi glandula sebasea dan glandula sudorifera menyebabkan kulit lansia akan menjadi kering. Selain itu kulit lansia akan mengalami atrofi, kendur, berkerut, dan berbercak, serta mempunyai pigmen berwana coklat pada kulit yang dikenal dengan liver spot. Faktor lingkungan menjadi faktor utama yang menyebabkan perubahan kulit pada lansia, seperti sinar matahari terutama sinar ultra violet (Pudjiastuti dan Utomo, 2003). Pada sistem muskuloskeletal, jaringan penghubung (kolagen dan elastin) yang merupakan protein pendukung jaringan kartilago, tulang, tendon, jaringan ikat dan kulit mengalami perubahan menjadi cross linking yang tidak teratur. Selain itu, pada sistem muskuloskeletal juga terjadi penurunan hubungan tarikan linier pada jaringan kolagen dan penurunan tensile strength serta kekakuan dari kolagen. Kolagen dan elastin yang merupakan jaringan penghubung mengalami perubahan kualitatif dan kuantitatif sesuai penuaan. Perubahan jaringan penghubung tersebut menyebabkan terjadinya penurunan fleksibilitas pada usia lanjut yang nantinya menimbulkan dampak berupa timbulnya nyeri, penurunan kemampuan untuk meningkatkan kekuatan otot, kesulitan untuk berdiri dari posisi duduk, kesulitan jongkok dan kesulitan berjalan. Pada lansia, otot-otot juga akan mengalami atrofi karena selain berkurangnya aktivitas juga akibat gangguan metabolik atau denervasi saraf, hal ini dapat diatasi dengan memperbaiki pola hidup (olahraga atau aktivitas yang terprogram). Dampak yang ditimbulkan akibat

4 8 dari perubahan morfologis otot tersebut adalah penurunan kekuatan otot, penurunan fleksibilitas, peningkatan waktu reaksi dan penurunan fungsional otot. Pada jaringan kartilago akan mengalami granulasi dan mulai melunak yang nantinya akan menjadi rata. Kemampuan kartilago untuk regenerasi akan berkurang dan kemampuan degenerasinya akan lebih meningkat. Pada lansia juga akan mengalami penurunan kepadatan tulang dan bertambahnya jaringan penghubung, penurunan jumlah dan ukuran serat, dan bertambahnya jaringan lemak pada otot serta berkurangnnya elastisitas pada fasia, ligamen, dan tendon yang akan memberikan efek negatif pada lansia (Pudjiastuti dan Utomo, 2003; Ismayadi, 2004; Martono, 2009). 2.2 Pergelangan Kaki (Ankle) Anatomi Fungsional Ankle Komponen tulang pada sendi pergelangan kaki Sendi pergelangan kaki dibentuk oleh 3 artikulasi tulang yaitu bagian distal tulang tibia, bagian distal tulang fibula, dan tulang talus. A. Tulang tibia Tulang tibia memiliki bagian proksimal yang lebih besar dan berat dengan bentuk korpus triangular dan bagian anterior serta batas medialnya terletak lebih superfisial. Bagian medial dari tulang tibia membentuk malleolus medial (Lippert, 2011). Permukaan lateral dari malleolus medial merupakan artikular facet untuk tulang talus. Pada sisi lateral dari distal tibia terdapat fibular notch yang

5 9 berbentuk konkaf triangular, sebagai tempat artikulasi dengan ujung distal fibula untuk membentuk sendi distal tibiofibular (Neumann, 2010). B. Tulang fibula Tulang fibula merupakan tulang panjang dan pipih yang terletak pada lateral cruris, sejajar dengan tibia. Sebagian besar dari korpusnya merupakan origo dari otot-otot. Bagian tepi merupakan batas interoseus dengan tepi tajam menghadap ke medial. Bagian distal dari tulang fibula membentuk malleolus lateral. Malleolus lateral berfungsi sebagai katrol untuk tendon peroneus longus dan brevis. Letak malleolus lateral lebih distal daripada malleolus medial. Pada bagian medial dari malleolus lateral terdapat artikular facet untuk tulang talus (Neumann, 2010; Lippert 2011). C. Tulang talus Tulang talus merupakan dasar mekanika dari aspeks kaki. Tulang talus terdiri dari korpus, kolumn, dan kaput. Bentuk tulang talus seperti kubah, konveks secara antero-posterior dan sedikit konkaf secara medial-lateral. Bagian superior dan kedua sisi korpus berartikulasi dengan tibia dan fibula (Neumann, 2010; Lippert 2011) Persendian regio pergelangan kaki (ankle) A. Tibiofibular joint Secara anatomis, tibiofibular joint bagian superior dan inferior terpisah dari ankle tetapi memiliki peran memberikan gerakan asesori untuk menghasilkan gerakan yang lebih luas pada ankle sehingga secara fungsional termasuk ke dalam regio ankle. Tibiofibular superior joint adalah sendi sinovial plane joint yang

6 10 dibentuk oleh caput fibula dan facet pada bagian postero-lateral dari tepi condylus tibia. Sedangkan tibiofibular inferior joint adalah sindesmosis dengan jaringan fibrous (jaringan ikat) antara tibia dan fibula yaitu ligamen interosseous tibiofibular dan ligamen tibiofibular anterior serta posterior (Anshar dan Sudaryanto, 2011). B. Ankle joint Ankle joint atau talocrural joint termasuk ke dalam sendi sinovial hinge joint dibentuk oleh malleolus tibia dan malleolus fibula serta talus. Permukaan superior dan kedua sisi dari talus tertutupi oleh kartilago artikular dan terjepit diantara malleolus, bagian ini disebut ankle mortise. Ankle mortise merupakan permukaan yang konkaf, sementara talus merupakan permukaan yang konveks. Malleolus medial memanjang sampai menutupi sepertiga dari sisi medial, sedangkan malleolus lateral menutupi seluruh sisi lateral. Jika dilihat dari superior, posisi malleolus medial lebih ke anterior daripada malleolus lateral. Korpus dari talus berbentuk seperti baji dengan bagian anterior yang lebih lebar. Pada gerakan dorsofleksi ankle, bagian anteriornya akan terjepit diantara malleolus sehingga membatasi gerakannya. Sedangkan pada gerakan plantarfleksi ankle, bagian posterior yang lebih sempit terjepit diantara malleolus, memungkinkan pergerakan talus ke lateral karena luas gerak sendi yang lebih besar daripada dorsofleksi ankle. Karena mobilitas talus pada gerakan plantarfleksi ankle disertai posisi malleolus medial yang lebih superior, sehingga memberikan beban tambahan pada ligamen collateral lateral ankle untuk mempertahankan stabilitas ankle (Anshar dan Sudaryanto, 2011; Lippert, 2011).

7 11 Ankle joint diperkuat oleh ligamen deltoideum dan ligamen collateral lateral. Ligamen deltoideum terdiri atas empat ligamen yang mengikat malleolus medial tibia dengan calcaneus, talus dan navicular yaitu ligamen calcaneotibia, talotibial anterior, tibionavicular, dan talotibial posterior. Ligamen deltoideum juga dibantu oleh ligamen spring (ligamen plantar calcaneonavicular) yang memberikan hubungan horizontal antara os navicular dan proyeksi sustentaculum tali pada bagian medial calcaneous (Anshar dan Sudaryanto, 2011). Ligamen collateral lateral terdiri atas tiga ligamen yang menghubungkan malleolus lateral dangan bagian upper lateral dari colcaneus serta bagian anterior dan posterior talus, yang terdiri atas ligamen colcaneofibular, talofibular anterior dan talofibular posterior. Ligamen collateral lateral lebih lemah daripada ligamen deltoideum (sisi medial), diantara semua ligamen collateral lateral terdapat ligamen talofibular anterior yang paling lemah (Anshar dan Sudaryanto, 2011). C. Subtalar joint Subtalar joint atau talocalcanea joint termasuk kedalam sendi sinovial plane joint yang dibentuk oleh permukaan inferior talus dan superior calcaneus. Subtalar joint diperkuat oleh ligamen talocalcanea interosseus, ligamen talocalcanea posterior, ligamen talocalcanea lateral. Dibantu oleh ligamen deltoideum (ligamen calcaneotibial dan talotibial posterior) dan ligamen collateral lateral (ligamen calcaneofibular dan talofibular posterior) (Anshar dan Sudaryanto, 2011).

8 12 D. Talonavicular joint Secara anatomis dan fungsional, talonavicular joint merupakan bagian dari talocalcaneonavicular joint. Talonavicular jonit diperkuat oleh ligamen talonavicular dorsal dan ligamen bifurcatum, serta dibantu oleh ligamen deltoideum (ligamen tibionavicular) (Anshar dan Sudaryanto, 2011). E. Transversal tarsal joint Secara fungsional, transversal tarsal joint merupakan gabungan dari 2 sendi yaitu talonavicular joint (sisi medial) dan calcaneocuboid joint (sisi lateral), walaupun secara anatomis terpisah. Transversal tarsal joint distabilisasi oleh ligamen calcaneocuboid (ligamen plantaris yang panjang dan pendek) serta dibantu oleh ligamen talonavicular dorsal, ligamen bifurcatum dan ligamen deltoideum (ligamen tibionavicular) (Anshar dan Sudaryanto, 2011). F. Intertarsal joint dan tarsometatarsal joint Intertarsal joint dibentuk oleh tulang-tulang tarsal yaitu tulang navicular, cuneiforme medial, cuneiforme intermediate, dan cuneiforme lateral serta cuboideum. Intertarsal joint termasuk ke dalam sendi plane joint non-axial. Tarsometatarsal joint terdiri atas lima sendi yaitu tarsometatarsal I V, yang dibentuk oleh ossa tarsalia bagian distal (cuneiforme medial, cuneiforme intermediate, cuneiforme lateral, cuboideum) dengan basis metatarsal I sampai V. Tarsometatarsal joint juga termasuk ke dalam sendi plane joint non-axial (Anshar dan Sudaryanto, 2011).

9 13 G. Metatarsophalangeal joint Metatarsalsophalanngeal joint terdiri atas lima sendi yaitu metatarsalsophalanngeal joint I V. Metatarsalsophalanngeal joint merupakan modifikasi condyloid joint. Metatarsalsophalanngeal joint 1 (ibu jari kaki) berbeda dengan lainnya karena lebih besar dan memiliki 2 tulang sesamoid diantaranya (Anshar dan Sudaryanto, 2011). H. Interphalangeal joint Interphalangeal joint pada kaki termasuk kedalam sendi hinge joint. Pada ibu jari kaki hanya terdapat interphalangeal joint, sedangkan pada jari II V terdapat proximal interphalangeal joint dan distal interphalangeal joint (Anshar dan Sudaryanto, 2011). I. Arkus plantaris Arkus plantaris terdiri atas arkus longitudinal medial, arkus longitudinal lateral, dan arkus transversal serta diperkuat oleh : 1. Bentuk tulang dan saling keterketaitan antara tulang satu dengan tulang lainnya. 2. Ligamen dan aponeurosis plantaris yang merupakan struktur paling penting dalam mempertahankan arkus. 3. Otot-otot plantaris yaitu otot tibialis posterior, fleksor hallucis longus, fleksor digittorum longus dan peroneus longus (Anshar dan Sudaryanto, 2011).

10 14 Gambar 2.1 Struktur Tulang Pembentuk Foot and Ankle (Wolgin, 2012) Kemampuan Fungsional Ankle Kemampuan fungsional ankle merupakan kemampuan fisiologis yang terdapat pada ankle. Regio ankle dan kaki memiliki beberapa sendi dan regio ini sangat berperan penting dalam melakukan aktivitas seperti : berjalan, berlari, dan menumpu berat badan saat berdiri. Ankle merupakan pusat titik tumpu berat badan pada saat tubuh berdiri, berjalan, berlari, dan melakukan aktivitas fisik lainnya. Biomekanik dari ankle memiliki fungsi sebagai stabilitator dan juga berperan menjadi lever struktural yang kaku untuk gerakan tubuh saat berjalan atau berlari (Miller and Alexander, 2003; Anshar dan Sudaryanto, 2011; Sari, 2014). Kemampuan fungsional ankle pada lansia tidak jauh berbeda dengan kelompok umur lainnya. Beberapa bentuk aplikasi dari kemampuan fungsional

11 15 ankle pada lansia meliputi pola jalan, menumpu berat badan saat berdiri dan aktivitas fisik lainnya. Keseimbangan, kekuatan dan fleksibilitas sangat diperlukan untuk mempertahankan postur tubuh yang baik pada lansia. Gangguan kemampuan fungsional ankle pada lansia dapat disebabkan oleh gangguan musculoskeletal dan ini berhubungan dengan proses menua yang fisiologis. Semakin meningkatnya usia seseorang maka akan diikuti dengan penurunan fungsi sistem tersebut. Penurunan kinerja tersebut secara tidak langsung mempengaruhi kualitas aktivitas sehari hari yang dilakukan oleh lansia (Ismayadi, 2004; Urruela and Egol, 2011; Soliman and Brogan, 2014) Penurunan Kemampuan Fungsional Ankle pada Lansia Dalam sistem muskuloskeletal pada lansia terjadi perubahan pada jaringan penghubung (kolagen dan elastin) menjadi cross linking yang tidak teratur. Cross linking yang tidak teratur tersebut menyebabkan penurunan fleksibilitas otot sehingga menimbulkan dampak berupa nyeri, penurunan kemampuan untuk meningkatkan kekuatan otot, kesulitan untuk berdiri dari posisi duduk, kesulitan jongkok dan kesulitan berjalan. Hal tersebut menyebabkan penurunan mobilitas pada lansia yang berpengaruh terhadap kerja otot dan dapat menimbulkan terjadinya muscle imbalance (Pudjiastuti dan Utomo, 2003; Sari, 2014). Muscle imbalance menyebabkan otot bekerja menjadi tidak seimbang dalam mempertahankan kestabilan dan fungsional ankle saat berjalan, berlari, melompat dan aktivitas lainnya yang melibatkan fungsi pergelangan kaki. Sehingga otot deep posterior tibia akan bekerja lebih berat saat ankle memasuki

12 16 fase mid stance ke toe off ketika bejalan dan berlari. Sehingga otot akan cepat lelah dan beban kontraksi berlebih secara terus menerus (Sari, 2014). Akibat keadaan lansia yang mengalami penurunan mobilitas menyebabkan terjadinya keterbatasan gerakan kaki. Gerakan ankle yang terbatas dapat mengganggu aktivitas yang membutuhkan gerakan ankle yang cukup luas, sehingga mengalami kesulitan disaat akan memasuki fase mid-stance saat berjalan, akibatnya gerakan menjadi tidak efisien dan tidak efektif yang berdampak terhadap penurunan kemampuan fungsional ankle (Saydah, 2013; Sari, 2014). 2.3 Latihan Calf Raises Latihan calf raises adalah latihan penguatan otot-otot kaki bagian bawah sekitar regio ankle khususnya calf muscle yang menggunakan beban tubuh sendiri. Dengan menggunakan beban tubuh sendiri, latihan ini dapat memaksimalkan kekuatan dari otot sehingga pada otot terjadi peningkatan tonus otot yang mempengaruhi peningkatan kekuatan otot. Selain itu latihan calf raises juga mengaktivasi propioceptif, maka dengan latihan ini akan menghasilkan suatu performance yang lebih baik. Latihan calf raises ditujukan untuk memulihkan berbagai gerak sendi dan fleksibilitas otot, meningkatkan kekuatan otot dan daya tahan serta meningkatkan stabilisasi pada ankle, sehingga ankle lebih stabil dan mencegah terjadinya cedera berulang (He bert-losier et al., 2009; Saydah, 2013; Sari, 2014).

13 17 Gambar 2.2 Calf Muscle (Malone, 2011) Latihan calf raises bertujuan untuk menciptakan lengthening dari tendon achilles dan calf muscle sehingga dapat melepas abnormal crosslink yang berdampak pada berkurangnya nyeri dan meningkatnya stabilisasi ankle serta fleksibilitas ankle sehingga terjadinya peningkatan berjalan (Saydah, 2013; Sari, 2014). Latihan calf raises dilakukan dengan cara, menyiapkan blok atau tangga terlebih dahulu untuk melakukan standing calf raises. Berdiri dipinggir blok atau tangga tersebut dengan tangan berpegangan pada tembok. Gerakan pada latihan calf raises terdiri dari gerakan plantarfleksi dan dorsofleksi ankle. Pada saat melakukan gerakan plantarfleksi ankle, saat itu ankle sedang mengangkat beban berat badan sehingga akan terjadi kontraksi konsentrik pada tendon achilles dan pada otot-otot penggerak plantarfleksi ankle yaitu otot gastrocnemius dan soleus, yang dibantu oleh otot tibialis posterior, fleksor hallucis longus, fleksor digitorum longus, serta otot peroneus longus dan brevis (Radford, 2006; He bert-losier et al., 2009; Anshar dan Sudaryanto, 2011; Sari, 2014). Sedangkan pada otot-otot penggerak dorsofleksi ankle yaitu otot tibialis anterior, ekstensor hallucis longus, ekstensor digitorum longus, (juga ekstensor

14 18 jari-jari kaki), dan peroneus tertius akan terjadi kontraksi eksentrik. Saat ankle kembali kearah gerakan dorsofleksi ankle, maka terjadi kontraksi eksentrik pada tendon achilles serta pada otot-otot pengerak plantarfleksi ankle. Dan terjadi kontraksi konsentrik pada otot-otot penggerak dorsofleksi ankle. Latihan ini bertujuan untuk menciptakan kontraksi eksentrik dari calf muscle sehingga dapat melepas abnormal crosslink dan dapat menyebabkan fleksibilitas dari jaringan tersebut membaik. Selain itu, latihan ini juga dapat meningkatkan kekuatan otot lower leg baik otot-otot penggerak plantarfleksi ankle maupun otot-otot penggerak dorsofleksi ankle yang berperan dalam gerakan-gerakan ankle saat berjalan, melompat dan lari, sehingga dapat memaksimalkan fungsional ankle (Radford, 2006; He bert-losier et al., 2009; Anshar & Sudaryanto, 2011). Gambar 2.3 Latihan Calf Raises (Artamon, 2015)

15 19 Manfaat pemberian latihan calf raises pada ankle (Saydah, 2013; Sari, 2014) : 1. Meningkatkan fungsional, stabilitas serta keseimbangan ankle 2. Meningkatkan fungsi sensorimotor dan propioceptif 3. Mempertahankan kekuatan otot ankle 4. Meningkatkan fleksibilitas ankle 5. Membentuk dan mengencangkan otot-otot tungkai bawah 6. Memelihara sistem sirkulasi Prosedur pemberian latihan calf raises (Saydah, 2013; Sari, 2014) : 1. Sebelum melakukan latihan calf raises, pasien terlebih dahulu diberikan penjelasan tentang bagaimana cara melakukan latihan calf raises dengan benar dan manfaat atau tujuan dari latihan ini. 2. Kemudian siapkan blok kayu atau gunakan anak tangga sebagai tempat untuk melakukan latihan calf raises. 3. Terapis memberikan contoh gerakan latihan calf raises yang akan dilakukan. 4. Kemudian terapis yang bertugas berdiri disamping pasien memberikan instruksi untuk memulai latihan sesuai dengan yang telah dijelaskan sebelumnya dan mengawasi pasien selama melakukan gerakan latihan calf raises.

16 20 Dosis pemberian latihan calf raises : Tabel 2.1 Program Pemberian Latihan Calf Raises Minggu Ke- Frekuensi Intensitas Repitisi 1 3 x Seminggu Kontraksi selama 3 detik dan relaksasi selama 6 detik 2 3 x Seminggu Kontraksi selama 3 detik dan relaksasi selama 6 detik 3 3 x Seminggu Kontraksi selama 3 detik dan relaksasi selama 6 detik (Sari, 2015) 10 x 3 set 15 x 3 set 15 x 3 set 2.4 Pengaruh Pemberian Latihan Calf Raises terhadap Kemampuan Fungsional Ankle pada Lansia Kemampuan fungsional ankle merupakan kemampuan fisiologis yang terdapat pada ankle. Pada lansia mengalami penurunan mobilitas yang menyebabkan terjadinya keterbatasan gerakan kaki karena dalam sistem musculoskeletal pada lansia terjadi perubahan pada jaringan penghubung (kolagen dan elastin) menjadi cross linking yang tidak teratur dan terjadi muscle imbalance. Cross linking yang tidak teratur tersebut menyebabkan penurunan fleksibilitas otot. Muscle imbalance menyebabkan otot bekerja menjadi tidak seimbang dalam mempertahankan kestabilan dan fungsional ankle saat berjalan, berlari, melompat dan aktivitas lainnya yang melibatkan fungsi pergelangan kaki (Miller and Alexander, 2003; Pudjiastuti dan Utomo, 2003; Saydah, 2013; Sari, 2014). Pemberian latihan calf raises akan menciptakan lengthening dari tendon achilles dan calf muscle sehingga dapat melepas abnormal crosslink, meningkatkan kekuatan otot lower leg baik otot-otot penggerak plantarfleksi

17 21 ankle maupun otot-otot penggerak dorsofleksi ankle, meningkatkan stabilisasi ankle serta fleksibilitas ankle (Saydah, 2013; Sari, 2014). Pada saat melakukan gerakan latihan calf raises terjadi kontraksi konsentrik dan eksentrik pada tendon achilles serta pada otot-otot penggerak plantarfleksi ankle maupun otot-otot penggerak dorsofleksi ankle. Pada kontraksi eksentrik yaitu gerakan dorsofleksi ankle saat melawan beban terjadi aktivitas kontraktil. Serat-serat otot-otot plantarfleksor ankle yaitu otot gastrocnemius dan soleus, yang dibantu oleh otot tibialis posterior, fleksor hallucis longus, fleksor digitorum longus, serta otot peroneus longus dan brevis serta termasuk tendon achilles tetap berkontraksi melawan peregangan, dan ketegangan ini menahan berat badan yang menyebabkan terjadinya lengthening dari tendon achilles atau calf muscle (Radford, 2006; Anshar dan Sudaryanto, 2011). Selama kontraksi eksentrik, kekuatan otot yang dihasilkan dari otot lebih tinggi bila dibandingkan dengan kontraksi isometrik dan kontraksi konsentrik. Hal ini terjadi karena selama kontraksi eksentrik ketegangan yang dihasilkan dari sliding myofilament meningkat sehingga terjadi peningkatan pada elastisitas serabut otot yang berdampak pada terlepasnya abnormal crosslink. Selain itu, pada kontraksi eksentrik pembuluh darah dalam keadaan yang bebas sehingga memungkinkan nutrisi dan suplai oksigen menjadi tercukupi. Hal ini dapat mempengaruhi kemampuan fungsional ankle dimana kemampuan fungsional ankle tersebut akan dapat meningkat dengan pemberian latihan calf raises (Radford, 2006; Anshar dan Sudaryanto, 2011).

18 Foot and Ankle Ability Measure (FAAM) FAAM terdiri dari 2 sub skala yaitu sub-skala fungsi dalam kehidupan sehari-hari atau activities daily living (ADL) dan sub-skala sports. Pada sub-skala fungsi dalam kehidupan sehari-hari atau activities daily living (ADL) terdapat 21 item yaitu : A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 A9 A10 A11 A12 A13 A14 A15 A16 A17 A18 A19 Berdiri Berjalan diatas tanah rata Berjalan diatas tanah rata tanpa sepatu Berjalan menanjak Berjalan menurun Naik tangga Turun tangga Berjalan diatas tanah tidak rata Jalan ditempat Jongkok Melangkah dengan jari-jari kaki Berjalan perlahan Berjalan 5 menit atau kurang Berjalan kurang lebih selama 10 menit Berjalan selama 15 menit atau lebih Pekerjaan rumah Aktivitas kehidupan sehari-hari Perawatan diri Saat sedang bekerja (berdiri, berjalan)

19 23 A20 A21 Pekerjaan berat (mendorong/ menarik,mendaki, mengangkat) Aktivitas rekreasional Sedangkan pada sub-skala sports terdapat 8 item yaitu : S1 S2 S3 S4 S5 S6 S7 S8 Berlari Melompat Menapak Memulai dan berhenti dengan cepat Pergerakan menyilang Aktivitas dengan efek rendah Kemampuan untuk menunjukkan aktivitas dengan teknik normal Kemampuan untuk mengikuti olahraga yang disukai Pengisian form FAAM, baik pada sub-skala fungsi dalam kehidupan sehari-hari atau activities daily living (ADL) dan pada sub-skala sports dapat dilakukan dengan memberi rentang skor 0-4 (Martin et al., 2005) : 0 : Unable to do (tidak dapat melakukan aktivitas dimaksud). 1 : Extreme difficulty (dapat melakukan aktivitas dimaksud dengan bantuan di 2 sisi tubuh). 2 : Moderate difficulty (dapat melakukan aktivitas dimaksud dengan bantuan di 1 sisi tubuh). 3 : Slight difficulty (dapat melakukan aktivitas dimaksud dengan mandiri tapi terkadang perlu bantuan). 4 : No difficulty at all (dapat melakukan aktivitas dimaksud dengan mandiri).

20 24 Penghitungan nilai skor pada FAAM dilakukan dengan cara : 1. Pada sub-skala fungsi dalam kehidupan sehari-hari atau activities daily living (ADL) 2. Pada sub-skala sports Keterangan : - : sampai dengan Nilai skor akhir untuk masing-masing sub-skala adalah dengan pembagian sebagai berikut : 0-25 : Severely abnormal (fungsional ankle sangat tidak berfungsi normal) : Abnormal (fungsional ankle tidak berfungsi normal) : Nearly normal (fungsional ankle mendekati fungsi normal) : Normal (fungsional ankle normal) (Martin et al., 2005).

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Keseimbangan 2.1.1 Pengertian Keseimbangan Keseimbangan adalah kemampuan tubuh untuk melakukan reaksi atas setiap perubahan posisi tubuh agar tetap stabil dan dinamis. Keseimbangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melakukan segala aktifitas dalam kehidupan sehari-hari nya. Sehat adalah

BAB I PENDAHULUAN. melakukan segala aktifitas dalam kehidupan sehari-hari nya. Sehat adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan sangat penting bagi manusia untuk hidup dan untuk melakukan segala aktifitas dalam kehidupan sehari-hari nya. Sehat adalah suatu keadaan dimana seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LatarBelakang

BAB I PENDAHULUAN LatarBelakang BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang Dalam kehidupan sehari-hari setiap orang melakukan aktifitas fisik untuk menunjang hidup sehat, karena Kesehatan sangat penting bagi kehidupan manusia untuk hidup dan

Lebih terperinci

OSTEOLOGI EXTREMITAS INFERIOR

OSTEOLOGI EXTREMITAS INFERIOR BLOK BASIC BIOMEDICAL SCIENCES OSTEOLOGI EXTREMITAS INFERIOR DEPARTEMEN ANATOMI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2010 Dimulai dari regio Glutea (posterior) dan dari regio Inguinal (anterior)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mana jika kesehatan terganggu maka akan dapat mempengaruhi. kemampuan seseorang dalam melakukan aktifitas sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. mana jika kesehatan terganggu maka akan dapat mempengaruhi. kemampuan seseorang dalam melakukan aktifitas sehari-hari. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan adalah hal yang sangat penting dalam kehidupan di mana jika kesehatan terganggu maka akan dapat mempengaruhi kemampuan seseorang dalam melakukan aktifitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lanjut usia (lansia) adalah bagian dari proses tumbuh kembang yang

BAB I PENDAHULUAN. Lanjut usia (lansia) adalah bagian dari proses tumbuh kembang yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lanjut usia (lansia) adalah bagian dari proses tumbuh kembang yang berkembang dari anak-anak, dewasa yang akhirnya menjadi tua. Di masa datang, jumlah lansia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hingga kehidupan yang berkaitan dengan lingkungan sekitar. Sehat

BAB I PENDAHULUAN. hingga kehidupan yang berkaitan dengan lingkungan sekitar. Sehat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan sangat penting bagi manusia untuk hidup, dan melakukan aktivitas dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam memenuhi kebutuhan sehariharinya hingga kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya aktifitas masyarakat diluar maupun didalam ruangan. melakukan atifitas atau pekerjaan sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya aktifitas masyarakat diluar maupun didalam ruangan. melakukan atifitas atau pekerjaan sehari-hari. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Negara Indonesia merupakan negara dengan jumah penduduk yang memasuki peringkat 5 besar penduduk terbanyak didunia. Dengan banyaknya jumlah penduduk di Indonesia membuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya, dimana harus mempunyai kemampuan fungsi yang optimal

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya, dimana harus mempunyai kemampuan fungsi yang optimal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan mahkluk sosial yang saling berinteraksi dengan lingkungannya, dimana harus mempunyai kemampuan fungsi yang optimal dalam bergerak atau beraktivitas.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Olahraga merupakan hal yang penting dalam kehidupan kita, karena

PENDAHULUAN. Olahraga merupakan hal yang penting dalam kehidupan kita, karena BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Olahraga merupakan hal yang penting dalam kehidupan kita, karena olahraga dapat mempertahankan dan meningkatkan kesehatan tubuh, serta akan dapat berdampak kepada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman, perkembangan IPTEK serta aktivitas semakin meningkat. Kesadaran untuk menjaga dan memahami kesehatan pun sering terabaikan. Perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh tugas, kepribadian, dan lingkungan, seperti bekerja, olahraga,

BAB I PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh tugas, kepribadian, dan lingkungan, seperti bekerja, olahraga, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepanjang hidupnya, manusia tidak terlepas dari proses gerak. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia melakukan berbagai macam aktifitas yang dipengaruhi oleh tugas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar ke-4

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar ke-4 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar ke-4 didunia. Dengan banyaknya jumlah penduduk, Indonesia memiliki sejumlah permasalahan baik dalam perekonomian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan gerak tubuh yang benar maka akan terus menerus dipertahankan di

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan gerak tubuh yang benar maka akan terus menerus dipertahankan di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat pertumbuhan pada manusia ada empat fase, yaitu fase anak-anak, remaja, dewasa dan lansia. Remaja adalah fase yang sangat penting yang menjadi kunci pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit maupun ditemukannya penyakit-penyakit baru yang semakin. mengancam penurunan kualitas hidup manusia.

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit maupun ditemukannya penyakit-penyakit baru yang semakin. mengancam penurunan kualitas hidup manusia. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya ilmu pengetahuan dan teknologi dinegara ini serta meningkatnya aktivitas, maka kesadaran untuk memahami dan menjaga kesehatan kadang di abaikan dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Futsal adalah permainan bola yang dimainkan oleh dua tim, yang. masing-masing beranggotakan lima orang. Tujuannya adalah memasukkan

BAB I PENDAHULUAN. Futsal adalah permainan bola yang dimainkan oleh dua tim, yang. masing-masing beranggotakan lima orang. Tujuannya adalah memasukkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Futsal adalah permainan bola yang dimainkan oleh dua tim, yang masing-masing beranggotakan lima orang. Tujuannya adalah memasukkan bola kegawang lawan, dengan memanipulasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Olahraga merupakan hal yang penting dalam kehidupan kita, karena olahraga dapat mempertahankan dan meningkatkan kesehatan tubuh, serta akan dapat berdampak kepada kinerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial serta tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan. Olahraga merupakan kebutuhan yang tidak asing lagi.

BAB I PENDAHULUAN. sosial serta tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan. Olahraga merupakan kebutuhan yang tidak asing lagi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah mahluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain sehingga manusia harus memiliki kemampuan untuk bergerak atau melakukan aktivitas demi memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ANATOMI SENDI PERGELANGAN KAKI A.1. Persendian pada Pergelangan Kaki Pergelangan kaki terbentuk dari 3 persendian yaitu articulatio talocruralis, articulatio subtalaris dan articulatio

Lebih terperinci

Pada sistem kardiovaskuler dan respirasi terjadi perubahan yaitu penurunan kekuatan otot otot pernafasan, menurunnya aktivitas silia, menurunnya

Pada sistem kardiovaskuler dan respirasi terjadi perubahan yaitu penurunan kekuatan otot otot pernafasan, menurunnya aktivitas silia, menurunnya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses penuaan dianggap sebagai peristiwa fisiologis yang memang harus dialami oleh semua makhluk hidup. Lansia bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tingginya kemajuan dibidang teknologi dan komunikasi menyebabkan perubahan gaya hidup manusia, dampak besar yang terjadi terlihat jelas pada status kesehatan masyarakat.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Epidemiologi Overweight dan Obesitas Di seluruh dunia, setidaknya 2,8 juta orang meninggal setiap tahun sebagai akibat dari kegemukan atau obesitas. Pada tahun 2003-2004, 32,9%

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini tertuang dalam Al Qur an di Surah At-Tin ayat 4 Sesungguhnya

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini tertuang dalam Al Qur an di Surah At-Tin ayat 4 Sesungguhnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna. Hal ini tertuang dalam Al Qur an di Surah At-Tin ayat 4 Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam

Lebih terperinci

PERBANDINGAN AGILITY ANTARA NORMAL FOOT DAN FLAT FOOT PADA ATLET UNIT KEGIATAN MAHASISWA BASKET DI KOTA MAKASSAR SKRIPSI

PERBANDINGAN AGILITY ANTARA NORMAL FOOT DAN FLAT FOOT PADA ATLET UNIT KEGIATAN MAHASISWA BASKET DI KOTA MAKASSAR SKRIPSI PERBANDINGAN AGILITY ANTARA NORMAL FOOT DAN FLAT FOOT PADA ATLET UNIT KEGIATAN MAHASISWA BASKET DI KOTA MAKASSAR SKRIPSI NURFADILLAH DARWIS C131 12 255 PROGRAM STUDI FISIOTERAPI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan menjadi sekitar 11,34%. Hasil Sensus Penduduk tahun 2010 menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan menjadi sekitar 11,34%. Hasil Sensus Penduduk tahun 2010 menyatakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah lansia di Indonesia pada tahun 2000 sebesar 7,28% dan pada tahun 2020 diperkirakan menjadi sekitar 11,34%. Hasil Sensus Penduduk tahun 2010 menyatakan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun luar tubuh. Proses menua terjadi secara terus menerus secara

BAB I PENDAHULUAN. maupun luar tubuh. Proses menua terjadi secara terus menerus secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lanjut usia bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan proses berkurangnya daya tahan tubuh dalam mengahadapi rangsangan dari dalam maupun luar tubuh. Proses menua terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Paradigma sehat merupakan modal pembangunan kesehatan, yang dalam jangka panjang mampu mendorong masyarakat untuk bersikap mandiri dalam menjaga kesehatan melalui upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada era jaman globalisasi seperti ini, meningkatnya era industri di

BAB I PENDAHULUAN. Pada era jaman globalisasi seperti ini, meningkatnya era industri di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era jaman globalisasi seperti ini, meningkatnya era industri di Indonesia menyebabkan banyaknya pabrik-pabrik dan mall-mall yang bermunculan yang mendukung pergerakan

Lebih terperinci

TULANG DAN PERSENDIAN EXTREMITAS INFERIOR

TULANG DAN PERSENDIAN EXTREMITAS INFERIOR TULANG DAN PERSENDIAN EXTREMITAS INFERIOR Prof. DR. dr. Hj. Yanwirasti, PA BAGIAN ANATOMI Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Dibentuk oleh : - sacrum - coccygis - kedua os.coxae Fungsi : Panggul (pelvis)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan anggota gerak bawah. Yang masing-masing anggota gerak terdiri atas

BAB I PENDAHULUAN. dan anggota gerak bawah. Yang masing-masing anggota gerak terdiri atas 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu bergerak dalam menjalankan aktivitasnya. Sering kita jumpai seseorang mengalami keterbatasan gerak dimana hal tersebut

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN ULTRASOUND DAN TERAPI LATIHAN PADA PASIEN SPRAIN ANKLE DEXTRA

PENATALAKSANAAN ULTRASOUND DAN TERAPI LATIHAN PADA PASIEN SPRAIN ANKLE DEXTRA PENATALAKSANAAN ULTRASOUND DAN TERAPI LATIHAN PADA PASIEN SPRAIN ANKLE DEXTRA DISUSUN OLEH : SARTI RAHAYU P27226015085 PROGAM STUDI DIPLOMA III FISIOTERAPI POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA KARANGANYAR 2015

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS. Kinesiologi adalah ilmu yang mempelajari tubuh manusia pada waktu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS. Kinesiologi adalah ilmu yang mempelajari tubuh manusia pada waktu BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS 2.1 Kinesiologi dan Biomekanika Kinesiologi adalah ilmu yang mempelajari tubuh manusia pada waktu melakukan gerakan. 6 Beberapa disiplin

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN MANUAL MASCLE TESTING (MMT) EKTREMITAS INFERIOR

PEMERIKSAAN MANUAL MASCLE TESTING (MMT) EKTREMITAS INFERIOR PEMERIKSAAN MANUAL MASCLE TESTING (MMT) EKTREMITAS INFERIOR DASAR TEORI Penilaian kekuatan berbagai otot memerlukan pengetahuan fungsi berbagai kelompok otot. Suatu corak gerakan volunter terdiri dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan keberhasilan pemerintah dalam pembangunan nasional

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan keberhasilan pemerintah dalam pembangunan nasional BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Seiring dengan keberhasilan pemerintah dalam pembangunan nasional telah mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu ada kemajuan ekonomi, perbaikan lingkungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Lanjut Usia 1. Definisi Lanjut Usia Lanjut usia merupakan tahap terakhir dari perkembangan hidup manusia, suatu proses alami dimana tidak semua orang dapat mencapai tahap ini.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tarsus atau pangkal kaki tersusun oleh: ini mempunyai caput, collum dan corpus.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tarsus atau pangkal kaki tersusun oleh: ini mempunyai caput, collum dan corpus. 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Pedis 2.1.1 Ossa Tarsalia Tarsus atau pangkal kaki tersusun oleh: A. Talus Os talus bersendi diatas dengan tibia dan fibula, dibawah dengan os calcaneus, dan didepan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maka kesehatan fisik ialah salah satu hal yang penting. Kesehatan fisik

BAB I PENDAHULUAN. maka kesehatan fisik ialah salah satu hal yang penting. Kesehatan fisik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semakin majunya perkembangan jaman, persaingan dalam segala bidang semakin ketat. Untuk mampu mengikuti persaingan yang semakin ketat dibutuhkan kualitas sumber daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipergunakan dalam olahraga. Kelincahan pada umumnya didefinisikan

BAB I PENDAHULUAN. dipergunakan dalam olahraga. Kelincahan pada umumnya didefinisikan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelincahan merupakan salah satu komponen fisik yang banyak dipergunakan dalam olahraga. Kelincahan pada umumnya didefinisikan sebagai kemampuan mengubah arah secara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi Pergelangan Kaki 1. Persendian pada Pergelangan Kaki Pergelangan kaki/ sendi loncat adalah bagian kaki yang terbentuk dari tiga persendian yaitu articulatio talocruralis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lansia di Indonesia dalam kurun waktu tahun , tergolong tercepat di

BAB I PENDAHULUAN. lansia di Indonesia dalam kurun waktu tahun , tergolong tercepat di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini di seluruh dunia saat ini terjadi transisi demografi dimana proporsi penduduk berusia lanjut bertambah, sedangkan proporsi penduduk berusia muda menetap

Lebih terperinci

PENGARUH FREE ACTIVE EXERCISE TERHADAP PENINGKATAN RANGE OF MOTION SENDI LUTUT WANITA LANJUT USIA

PENGARUH FREE ACTIVE EXERCISE TERHADAP PENINGKATAN RANGE OF MOTION SENDI LUTUT WANITA LANJUT USIA PENGARUH FREE ACTIVE EXERCISE TERHADAP PENINGKATAN RANGE OF MOTION SENDI LUTUT WANITA LANJUT USIA DI POSYANDU LANSIA SRIKANDI DESA SAMPANG GEDANG SARI GUNUNG KIDUL SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan bagian integral kesehatan (Ibid dkk, 2009). kita, hal itu ditunjukkan dalam aktivitas kita sehari-hari.

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan bagian integral kesehatan (Ibid dkk, 2009). kita, hal itu ditunjukkan dalam aktivitas kita sehari-hari. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang Undang No.23 tahun 1992 tentang kesehatan menyatakan bahwa: kesehatan adalah keadaan kesejahteraan fisik, jiwa dan sosial yang memungkinkan hidup produktif secara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. serta bidang kesehatan. Setiap orang yang hidup baik usia produktif maupun

BAB 1 PENDAHULUAN. serta bidang kesehatan. Setiap orang yang hidup baik usia produktif maupun 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Di era yang serba modern seperti sekarang ini maka mudah sekali untuk mendapatkan semua informasi baik dalam bidang teknologi, bisnis, serta bidang kesehatan. Setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kaki merupakan salah satu bagian tubuh terpenting. Kaki merupakan penopang berat badan dan beban yang paling besar baik saat berdiri, berjalan, ataupun saat berlari,

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGGI LOMPATAN DAN BENTUK ARCUS PEDIS DENGAN KEJADIAN SPRAIN PERGELANGAN KAKI PADA ATLET BULUTANGKIS YANG MELAKUKAN JUMPING SMASH

HUBUNGAN TINGGI LOMPATAN DAN BENTUK ARCUS PEDIS DENGAN KEJADIAN SPRAIN PERGELANGAN KAKI PADA ATLET BULUTANGKIS YANG MELAKUKAN JUMPING SMASH HUBUNGAN TINGGI LOMPATAN DAN BENTUK ARCUS PEDIS DENGAN KEJADIAN SPRAIN PERGELANGAN KAKI PADA ATLET BULUTANGKIS YANG MELAKUKAN JUMPING SMASH SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. munculnya masalah tersebut, seseorang akan mengkompensasinya dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. munculnya masalah tersebut, seseorang akan mengkompensasinya dengan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aktivitas manusia tidak bisa terlepas dengan fungsi kaki. Dari bangun tidur sampai tidur lagi, fungsi kaki sangat berperan. Perjalanan seribu mil pun selalu dimulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. usaha yang dapat mendorong, mengembangkan, dan membina potensi-potensi

BAB I PENDAHULUAN. usaha yang dapat mendorong, mengembangkan, dan membina potensi-potensi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Olahraga adalah proses sistematik yang berupa segala kegiatan atau usaha yang dapat mendorong, mengembangkan, dan membina potensi-potensi jasmaniah dan rohaniah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Perubahan ini terjadi sejak awal kehidupan sampai lanjut usia pada

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Perubahan ini terjadi sejak awal kehidupan sampai lanjut usia pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Perubahan akan terjadi pada tubuh sejalan dengan semakin meningkatnya usia manusia. Perubahan ini terjadi sejak awal kehidupan sampai lanjut usia pada semua organ dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diprediksikan jumlah lansia sebesar 28,8 juta jiwa (11,34%) dengan usia

BAB I PENDAHULUAN. diprediksikan jumlah lansia sebesar 28,8 juta jiwa (11,34%) dengan usia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada tahun 2010, jumlah lanjut usia (lansia) sebesar 23,9 juta jiwa (9,77%) dengan usia harapan hidup 67,4 tahun. Sedangkan pada tahun 2020 diprediksikan jumlah lansia

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental bertujuan untuk

BAB VI PEMBAHASAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental bertujuan untuk BAB VI PEMBAHASAN Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental bertujuan untuk mengetahui perbedaan kombinasi Mc.Kenzie dan William flexion exercise dengan pilates exercise dalam meningkatkan keseimbangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menjadi tua merupakan suatu proses natural dan tidak disadari secara

BAB I PENDAHULUAN. Menjadi tua merupakan suatu proses natural dan tidak disadari secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menjadi tua merupakan suatu proses natural dan tidak disadari secara langsung. Penuaan akan terjadi pada setiap sistem tubuh pada manusia namun tidak semua sistem akan

Lebih terperinci

Kaitan Pemakaian Sepatu Hak Tinggi dengan Lordosis Lumbal. Wearing High-Heeled Shoes with Lumbal Lordosis

Kaitan Pemakaian Sepatu Hak Tinggi dengan Lordosis Lumbal. Wearing High-Heeled Shoes with Lumbal Lordosis TINJAUAN PUSTAKA Kaitan Pemakaian Sepatu Hak Tinggi dengan Lordosis Lumbal Handy Winata* *Dosen bagian Anatomi FK UKRIDA Alamat Korespodensi : Jl. Terusan Arjuna Utara No.6 Jakarta 11510 E-mail: hand_y19@yahoo.com

Lebih terperinci

TEORI PROSES MENUA DAN PERMASALAHANNYA N E N E N G K U RW I YAH

TEORI PROSES MENUA DAN PERMASALAHANNYA N E N E N G K U RW I YAH TEORI PROSES MENUA DAN PERMASALAHANNYA N E N E N G K U RW I YAH Proses Menua Proses menua adalah suatu proses alami menghilangnya secara perlahanlahan kemampuan fisik, psikologis dan sosial Continue Menua

Lebih terperinci

Clara Shinta Febrianti ( ) Fakultas Fisioterapi, Universitas Esa Unggul, Jakarta

Clara Shinta Febrianti ( ) Fakultas Fisioterapi, Universitas Esa Unggul, Jakarta PERBEDAAN LATIHAN CALF RAISE DENGAN LATIHAN TOWEL TOE CURL SETELAH PEMBERIAN INTERVENSI ULTRASOUND TERHADAP FUNGSIONAL ANKLE PADA KASUS PLANTAR FASCIITIS Clara Shinta Febrianti (2012 66 012) Fakultas Fisioterapi,

Lebih terperinci

BAB 2 ANATOMI SENDI TEMPOROMANDIBULA. 2. Ligamen Sendi Temporomandibula. 3. Suplai Darah pada Sendi Temporomandibula

BAB 2 ANATOMI SENDI TEMPOROMANDIBULA. 2. Ligamen Sendi Temporomandibula. 3. Suplai Darah pada Sendi Temporomandibula BAB 2 ANATOMI SENDI TEMPOROMANDIBULA Sendi adalah hubungan antara dua tulang. Sendi temporomandibula merupakan artikulasi antara tulang temporal dan mandibula, dimana sendi TMJ didukung oleh 3 : 1. Prosesus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas sehari-hari. Gangguan pada kaki bisa menghambat aktivitasnya.

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas sehari-hari. Gangguan pada kaki bisa menghambat aktivitasnya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kaki menjadi bagian penting bagi manusia dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Gangguan pada kaki bisa menghambat aktivitasnya. Dibandingkan dengan bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menaiki tangga, berlari dan berolahraga secara umum dan lain-lain. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. menaiki tangga, berlari dan berolahraga secara umum dan lain-lain. Untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aktivitas fisik adalah bagian sangat esensial dari kehidupan manusia sehari-hari. Misalnya berjalan kaki, mengangkat sesuatu dengan tangan, menaiki tangga, berlari dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fungsional untuk menjadikan manusia menjadi berkualitas dan berguna

BAB I PENDAHULUAN. fungsional untuk menjadikan manusia menjadi berkualitas dan berguna BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sepanjang hidupnya, manusia tidak terlepas dari proses gerak. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia melakukan berbagai macam aktifitas yang dipengaruhi oleh tugas, kepribadian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang membuat otot tertarik lebih dari pada kapasitas yang dimilikinya. Berbeda

BAB I PENDAHULUAN. yang membuat otot tertarik lebih dari pada kapasitas yang dimilikinya. Berbeda 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, penyakit muskuloskletal telah menjadi masalah yang banyak dijumpai di pusat-pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia dan menjadi penyebab tingginya angka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis

Lebih terperinci

FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA

FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA Fraktur tibia umumnya dikaitkan dengan fraktur tulang fibula, karena gaya ditransmisikan sepanjang membran interoseus fibula. Kulit dan jaringan subkutan sangat tipis pada bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gastrocnemius merupakan otot tipe slow twitch (tipe 1). Otot gastrocnemius

BAB I PENDAHULUAN. gastrocnemius merupakan otot tipe slow twitch (tipe 1). Otot gastrocnemius BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tubuh manusia terdiri dari banyak komponen seperti otot, tulang, dan sendi dimana semua komponen tersebut bekerja sinergis sehingga terbentuk suatu gerakan. Gerakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Osteoarthritis merupakan penyakit sendi degeneratif yang paling banyak

BAB 1 PENDAHULUAN. Osteoarthritis merupakan penyakit sendi degeneratif yang paling banyak BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Osteoarthritis merupakan penyakit sendi degeneratif yang paling banyak dijumpai dibanding dengan penyakit sendi lainnya. Semua sendi dapat terserang, tetapi yang paling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tubuh baik pada kondisi diam maupun bergerak (Depkes,1996). Klasifikasi

BAB I PENDAHULUAN. tubuh baik pada kondisi diam maupun bergerak (Depkes,1996). Klasifikasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan sikap tubuh baik pada kondisi diam maupun bergerak (Depkes,1996). Klasifikasi keseimbangan menurut Muchammad

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepatu dengan hak tinggi diperkenalkan pertama kali sejak tahun 1500M menjadi trend baru bagi perkembangan fashion wanita. Perubahan mode ini memberikan dampak besar

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut International Association for the Study of Pain (IASP) Nyeri

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut International Association for the Study of Pain (IASP) Nyeri BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Nyeri plantaris 2.1.1 Pengertian Menurut International Association for the Study of Pain (IASP) Nyeri merupakan pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan terkait

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia setiap hari melakukan gerakan untuk melakukan suatu tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia setiap hari melakukan gerakan untuk melakukan suatu tujuan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia setiap hari melakukan gerakan untuk melakukan suatu tujuan atau aktivitas sehari-hari dalam kehidupannya. Salah satu contoh aktivitas seharihari adalah bersekolah,kuliah,bekerja

Lebih terperinci

SKRIPSI. Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Gelar Sarjana Sains Terapan Fisioterapi. Disusun Oleh:

SKRIPSI. Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Gelar Sarjana Sains Terapan Fisioterapi. Disusun Oleh: PENGARUH SENAM UNTUK MENCEGAH NYERI PINGGANG TERHADAP FLEKSIBILITAS LUMBAL PADA LANSIA DI ORGANISASI WANITA ISLAM KELURAHAN SRIWEDARI KECAMATAN LAWEYAN KOTA SURAKARTA SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas. Aktivitas-aktivitas tersebut berlangsung di tempat kerja, sekolah, kampus

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas. Aktivitas-aktivitas tersebut berlangsung di tempat kerja, sekolah, kampus 15 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sepanjang daur kehidupannya, manusia tidak akan terlepas dari gerak dan aktivitas. Aktivitas-aktivitas tersebut berlangsung di tempat kerja, sekolah, kampus maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan, begitu juga dalam bidang kesehatan. Salah satu Negara kita, yaitu dari

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan, begitu juga dalam bidang kesehatan. Salah satu Negara kita, yaitu dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan pembangunan dan teknologi memberikan dampak bagi segala bidang pembangunan, begitu juga dalam bidang kesehatan. Salah satu Negara kita, yaitu dari penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fisik dengan menggunakan anggota tubuhnya. Biasanya anggota yang. badan, pergerakan tersebut bisa terjadi pada saat beraktivitas.

BAB I PENDAHULUAN. fisik dengan menggunakan anggota tubuhnya. Biasanya anggota yang. badan, pergerakan tersebut bisa terjadi pada saat beraktivitas. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk hidup yang banyak melakukan kerja fisik dengan menggunakan anggota tubuhnya. Biasanya anggota yang sering digunakan terutama bagian kaki. Gerak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan merupakan hasil pengindraan atau hasil tahu, setelah orang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan merupakan hasil pengindraan atau hasil tahu, setelah orang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil pengindraan atau hasil tahu, setelah orang melakukan kegiatan dengan indra penglihatan (mata), pendengaran (telinga), dan penciuman (hidung)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kebutuhan tersebut manusia melakukan macam aktivitas. Aktivitas yang sangat

BAB 1 PENDAHULUAN. kebutuhan tersebut manusia melakukan macam aktivitas. Aktivitas yang sangat BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan membuat manusia dituntut untuk hidup lebih maju mengikuti perkembangan tersebut. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan perkembangan. Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah. keseimbangan metabolik (retensi kalsium dan nitrogen dalam tubuh).

BAB I PENDAHULUAN. dan perkembangan. Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah. keseimbangan metabolik (retensi kalsium dan nitrogen dalam tubuh). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah tumbuh kembang terdiri atas dua peristiwa yang sifatnya berbeda tetapi saling berkaitan dan sulit untuk dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu gerak yang merupakan kebutuhan dasar manusia untuk beraktivitas

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu gerak yang merupakan kebutuhan dasar manusia untuk beraktivitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu gerak yang merupakan kebutuhan dasar manusia untuk beraktivitas adalah berjalan. Untuk dapat menghasilkan mekanisme pola berjalan yang harmonis, maka kita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan sosial masyarakat dan bangsa bertujuan untuk. memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan sosial masyarakat dan bangsa bertujuan untuk. memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sosial masyarakat dan bangsa bertujuan untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Pembangunan yang telah kita laksanakan selama

Lebih terperinci

PATOFISIOLOGI CEDERA

PATOFISIOLOGI CEDERA PATOFISIOLOGI CEDERA Dr.dr.BM.Wara Kushartanti, MS FIK-UNY Ada dua jenis cedera yang sering dialami oleh atlet, yaitu trauma akut dan Overuse Syndrome (Sindrom Pemakaian Berlebih). Trauma akut adalah suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun jumlahnya cenderung mengalami peningkatan. Menurut Kantor

BAB I PENDAHULUAN. tahun jumlahnya cenderung mengalami peningkatan. Menurut Kantor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan penduduk lanjut usia (Lansia) di Indonesia dari tahun ke tahun jumlahnya cenderung mengalami peningkatan. Menurut Kantor Kementrian Koordinator Kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan, sehingga membuat manusia menjadi kurang bergerak (hypokinetic),

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan, sehingga membuat manusia menjadi kurang bergerak (hypokinetic), 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini tehnologi sudah sangat berkembang sehingga memudahkan semua kegiatan, sehingga membuat manusia menjadi kurang bergerak (hypokinetic), seperti contohnya tehnologi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada masa sekarang banyak penduduk baik yang berusia produktif maupun

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada masa sekarang banyak penduduk baik yang berusia produktif maupun BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada masa sekarang banyak penduduk baik yang berusia produktif maupun yang sudah usia non produktif yang mengalami gangguan kesehatan. Seiring dengan bertambahnya jumlah

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS CALCANEUS SPURS DEXTRA DENGAN MODALITAS ULTRA SOUND DI RSUD SALATIGA NASKAH PUBLIKASI

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS CALCANEUS SPURS DEXTRA DENGAN MODALITAS ULTRA SOUND DI RSUD SALATIGA NASKAH PUBLIKASI PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS CALCANEUS SPURS DEXTRA DENGAN MODALITAS ULTRA SOUND DI RSUD SALATIGA NASKAH PUBLIKASI KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Guna Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam bermobilisasi adalah kaki. Untuk melindungi bagian tubuh yang penting ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam bermobilisasi adalah kaki. Untuk melindungi bagian tubuh yang penting ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuntutan zaman yang semakin meningkat menyebabkan kebutuhan manusia untuk bermobilisasi semakin cepat. Kemampuan bermobilisasi ditopang dengan fisik yang sehat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Produktivitas Kerja 1. Pengertian Produktivitas kerja adalah jumlah barang atau jasa yang dihasilkan oleh tenaga kerja yang bersangkutan dalam suatu periode tertentu. (15) Umumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekedar jalan-jalan atau refreshing, hobi dan sebagainya. Dalam melakukan

BAB I PENDAHULUAN. sekedar jalan-jalan atau refreshing, hobi dan sebagainya. Dalam melakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupannya manusia memiliki banyak aktivitas untuk dilakukan baik itu rutin maupun tidak rutin. Ada berbagai macam aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat besar terhadap kehidupan masyarakat disuatu negara,

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat besar terhadap kehidupan masyarakat disuatu negara, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa dampak yang sangat besar terhadap kehidupan masyarakat disuatu negara, termasuk masyarakat Indonesia. Salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang. merokok dan minum-minuman keras. Mereka lebih memilih sesuatu yang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang. merokok dan minum-minuman keras. Mereka lebih memilih sesuatu yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah hal yang sangat penting bagi manusia. kesehatan merupakan keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. robek pada ligamen,atau patah tulang karena terjatuh. Cedera tersebut

BAB I PENDAHULUAN. robek pada ligamen,atau patah tulang karena terjatuh. Cedera tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cedera sering dialami oleh seorang atlit, seperti cedera goresan, robek pada ligamen,atau patah tulang karena terjatuh. Cedera tersebut biasanya memerlukan pertolongan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia pasti akan mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan dari bayi sampai lanjut usia (lansia). Lanjut usia (lansia) merupakan kejadian yang pasti akan

Lebih terperinci

Tubuh kita juga memiliki komponen yang membuatnya dapat bergerak atau beraktivitas. Apa saja yang terlibat bila kita melakukan gerak?

Tubuh kita juga memiliki komponen yang membuatnya dapat bergerak atau beraktivitas. Apa saja yang terlibat bila kita melakukan gerak? Belajar IPA itu asyik, misalnya saat mempelajari tentang astronomi dan benda-benda langit, kita bisa mengenal lebih dekat tentang planet, bintang, dan benda-benda langit lainnya. Pelajaran seperti ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan, jumlah lansia di Indonesia mengalami peningkatan. Pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan, jumlah lansia di Indonesia mengalami peningkatan. Pada tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dengan semakin meningkatnya tingkat kesejahteraan dan pelayanan kesehatan, jumlah lansia di Indonesia mengalami peningkatan. Pada tahun 1980 penduduk lanjut

Lebih terperinci

yang sangat penting dalam aktifitas berjalan, sebagai penompang berat tubuh dan memiliki mobilitas yang tinggi, menyebabkan OA lutut menjadi masalah

yang sangat penting dalam aktifitas berjalan, sebagai penompang berat tubuh dan memiliki mobilitas yang tinggi, menyebabkan OA lutut menjadi masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Disabilitas (ketidakmampuan) baik secara langsung ataupun tidak dapat mempengaruhi kehidupan setiap orang. Adanya nyeri pada lutut yang disebabkan oleh osteoarthtritis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mahasiswa memiliki beranekaragam aktivitas sehingga dituntut memiliki gerak fungsi yang baik dalam hal seperti mengikuti perkuliahan, melaksanakan tugas-tugas kuliah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ANATOMI PERGELANGAN KAKI 1. Persendian pada Pergelangan Kaki Pergelangan kaki terdiri dari tiga persendian yaitu articulatio subtalaris, articulatio talocruralis, dan articulatio

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri dan

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan lahan, kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri dan mempertahankan struktur dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa data yang tersedia menurut World Health Organization (2010),

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa data yang tersedia menurut World Health Organization (2010), BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Beberapa data yang tersedia menurut World Health Organization (2010), menunjukkan bahwa kejadian osteoartritis lebih tinggi pada wanita dibandingkan pria di antara semua

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat cepat. Setiap detik terdapat dua orang yang berulang tahun ke-60 di dunia,

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat cepat. Setiap detik terdapat dua orang yang berulang tahun ke-60 di dunia, BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara global angka pertumbuhan lansia semakin hari semakin meningkat dan sangat cepat. Setiap detik terdapat dua orang yang berulang tahun ke-60 di dunia, atau 58 juta

Lebih terperinci

PENDAHULUAN dan OSTEOLOGI UMUM. by : Hasty Widyastari

PENDAHULUAN dan OSTEOLOGI UMUM. by : Hasty Widyastari ANATOMI PENDAHULUAN dan OSTEOLOGI UMUM by : Hasty Widyastari Posisi Posisi Anatomi : Berdiri tegak, kedua lengan disamping lateral tubuh, kedua telapak tangan membuka kedepan Posisi Fundamental : Berdiri

Lebih terperinci

RUPTUR TENDO ACHILLES

RUPTUR TENDO ACHILLES RUPTUR TENDO ACHILLES LI 1 Memahami dan Menjelaskan Anatomi Makro Tendon Achilles berasal dari gabungan tiga otot yaitu gastrocnemius, soleus, dan otot plantaris. Pada manusia, letaknya tepat di bagian

Lebih terperinci

PENGELOLAAN CEDERA SPRAIN TINGKAT II PADA PERGELANGAN KAKI Oleh: Bambang Priyonoadi

PENGELOLAAN CEDERA SPRAIN TINGKAT II PADA PERGELANGAN KAKI Oleh: Bambang Priyonoadi PENGELOLAAN CEDERA SPRAIN TINGKAT II PADA PERGELANGAN KAKI Oleh: Bambang Priyonoadi Abstrak Pada waktu berolahraga, sering terjadi cedera pada daerah sendi pergelangan kaki. Sendi pergelangan kaki mudah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan diarahkan guna mencapai kesadaran, kemauan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan diarahkan guna mencapai kesadaran, kemauan BAB I PENDAHULUAN Pembangunan kesehatan diarahkan guna mencapai kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Kesehatan optimal

Lebih terperinci