1 Jurnal Lingkungan dan Pembangunan, UI, Jakarta 22 (1) (Terakreditasi)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "1 Jurnal Lingkungan dan Pembangunan, UI, Jakarta 22 (1) (Terakreditasi)"

Transkripsi

1 Struktur Komunitas Makroinvertebrata, Plankton, dan Bakteri Sebagai Penduga Kualitas Lingkungan Air Tawar di Rawa Pening (Structure of Macroinvertebrate, Plankton and Bacteria Communities for Assessing Quality of Fresh Water Environment in Rawa Pening) Norma Afiati-Brotohadikusumo Fakultas Perikanan & Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro, Semarang Abstract Study of macro-invertebrate, plankton and bacteria communities in Lake Rawa Pening, Central Java, was carried out to assess degradation of water quality. Some routine chemical parameters were also incorporated. It was recorded that such assemblages like crustaceans, plankton, gastropods, bivalves, insects larvae, as well as fish, did show preferences to live in a certain regime of water quality, hence confirming their use as bioindicators. It appeared that macro-invertebrates community along with plankton and routine bacteriologic parameters are more responsive than that of merely physics and chemistry analyses in estimating the condition of fresh water environment. More specifically a turret gastropod Melanoides sp. seemed to be a good indicator of clean water. Comparison was made possible to similar study carried out in the other part of the country. Keywords: bioindicator, community structures, freshwater quality. Running title: Struktur komunitas biota sebagai penduga kualitas air Abstrak Struktur komunitas makroinvertebrata, plankton dan bakteri di Rawa Pening dikaji untuk digunakan sebagai penduga menurunnya kualitas perairan tersebut. Beberapa peubah kimiawi rutin juga dianalisis untuk maksud yang sama. Tampak bahwa Crustacea, plankton, Gastropoda, Bivalvia, larva serangga dan ikan cenderung untuk hidup di area dengan kualitas tertentu di suatu badan air, dengan demikian memperkuat kemungkinan penggunaannya sebagai bioindikator. Komunitas makroinvertebrata, bersama dengan plankton dan peubah bakteri ternyata lebih responsif untuk menaksir kualitas perairan, daripada bila hanya menggunakan peubah fisika-kimia. Lebih khusus, Gastropoda Melanoides sp agaknya dapat digunakan sebagai indikator perairan bersih. Kajian ini merupakan hasil perbandingan terhadap struktur komunitas serupa di daerah lain di Indonesia. Kata kunci: bioindikator, struktur komunitas, kualitas perairan tawar 1

2 PENDAHULUAN Penduga kualitas lingkungan perairan melalui analisis toksikologi terhadap organisme tertentu dalam uji hayati telah lama digunakan (Nielsen, 1991). Stres kimia mempengaruhi organisme pada tingkat individu meskipun variabilitas di antara individu sering menghasilkan respons yang berbeda nyata, misalnya dalam hal ketahanan terhadap kadar dan waktu pemaparan, reaksi detoksifikasi, serologi, biokimiawi, dan tingkah laku (Overbeck, 1988; Ostapczuk, 1995). Di alam organisme tidak pernah terpisah dari komunitasnya dan reaksi anggota komunitas terhadap berbagai komponen kimia lingkungan juga bervariasi. Dengan demikian, tidak mungkin dibuat satu panduan hayati ataupun kimiawi yang mampu mencakup seluruh spesies. Atas dasar itu dikembangkan pendugaan kualitas lingkungan melalui kajian struktur komunitas makroinvertebrata. Perubahan kimia pada suatu badan air akibat masuknya bahan pencemar menimbulkan respons pada tingkat subsel, sel, individu, populasi, maupun komunitas. Oleh karena kelompok individu biota merupakan kesatuan unit populasi yang terintegrasi membentuk komunitas maka gangguan pada kelompok individu ini akan menyebabkan perubahan pada struktur komunitas. Sampai saat ini dampak toksikologi pada komunitas biota air sukar dibuktikan secara langsung. Upaya mengkuantitatifkan dosis kimia pada suatu organisme sangat mahal dan prediksi dampaknya sukar dipisahkan dari respons komunitas (Jorgensen, 1991; Haffner & Metcalfe, 1997). Kehidupan organisme biasanya masih dapat bertahan dalam kondisi yang kurang menguntungkan dengan membentuk komunitas yang khas (Odum, 1971; Poole, 1974). Struktur komunitas yang khas inilah yang dijadikan indikator untuk menilai kemantapan ekosistem perairan tersebut. Persyaratan organisme bioindikator yang baik ialah mudah diperoleh, terdapat sepanjang tahun, berumur cukup panjang, berukuran cukup besar untuk keperluan analisis, jarang berpindah tempat, kasat mata, dan peka terhadap perubahan (Phillips, 1980). Untuk menduga kondisi perairan secara spesifik, cepat, dan praktis diperlukan bioindikator yang mudah dikenali masyarakat, misalnya komposisi makrobentos, bentuk larva dan bentuk dewasa serangga air, maupun tumbuhan air. Beberapa peneliti menggunakan struktur komunitas larvae serangga, cacing, hewan lunak dan invertebrata lain sebagai bioindikator di perairan tawar (Nielsen, 1991; Trihadiningrum & Tjondronegoro, 1998; Susanti, 1999). Kajian ini bermaksud menguatkan kedudukan struktur komunitas makroinvertebrata sebagai penaksir kualitas perairan dengan melakukan pembandingan terhadap struktur serupa yang digunakan di tempat lain di Indonesia. Lebih khusus, ingin diketahui apakah indeks struktur komunitas makroinvertebrata oleh Wetlands International Indonesia Programme (disingkat WIIP, Susanti, 1999; Lampiran 2) dapat diaplikasikan secara ilmiah seperti indeks Trihadiningrum & Tjondronegoro (1998, disingkat T&T; Lampiran 1). Panduan itu oleh Lembaga Swadaya Masyarakat WIIP disebarluaskan ke masyarakat sebagai panduan pengenalan lingkungan bagi anak-anak Indonesia. 2

3 BAHAN DAN METODE Danau Rawa Pening di Kabupaten Salatiga, Jawa Tengah berfungsi sebagai penyedia air baku untuk air minum, tetapi karena tekanan perkembangan penduduk maka danau itu juga menjadi pusat pembuangan limbah kegiatan pertanian, perikanan, industri, dan jasa pariwisata termasuk restoran. Stasiun pengambilan sampel dipilih pada empat lokasi yang dianggap mewakili area penerimaan limbah dari masing-masing kegiatan, dan satu stasiun lainnya berupa mata air di dekat rawa yang digunakan sebagai pemasok air baku (Gambar 1). Pengambilan sampel di stasiun 1, 2, 3, dan 5 dilakukan menggunakan perahu, sedangkan di mata air Muncul (stasiun 4) dilakukan melalui darat. (ruang untuk Gambar 1) Penelitian dilakukan pada awal musim hujan di lima stasiun pengamatan selama bulan Nopember Pengambilan sampel untuk setiap stasiun diulang masing-masing tiga kali. Karakteristik bakteri air, kelimpahan plankton, dan kualitas fisika-kimiawi air digunakan sebagai peubah pembanding sekaligus pendukung. Sampel untuk uji bakteri air disimpan di botol steril berkapasitas 300 ml di dalam kotak es selama di lapangan dan diuji menurut APHA (1976). Sampel plankton diambil dengan cara menyaring 100 liter air rawa dari kedalaman m menggunakan jaring plankton bermata saring 50 mesh (254µm). Sampel makrozoobentos diperoleh dengan cara mengayak sedimen basah dengan ayakan bermata saring 25 mesh (0.508 mm). Kedua jenis sampel ini diwarnai dengan rose bengal dan diawetkan dalam alkohol 70%. Identifikasi makroinvertebrata dan plankton dilakukan menurut Needham & Needham (1962), Wickstead (1965), APHA (1976), dan Pennak (1978). Sampel plankton dalam bilik hitung Sedgwick-Rafter dihitung sebanyak tiga ulangan untuk mengetahui kelimpahan jenisnya (Wetzel & Likens, 1979). Selanjutnya penyebaran beberapa jenis plankton yang merupakan indikator khas suatu perairan ditabulasikan (APHA 1976). Indeks dominasi, kemerataan jenis dan keanekaragaman jenis Shannon untuk plankton dan makroinvertebrata dihitung menurut Magurran (1988), Seed & Afiati- Brotohadikusumo (1994). Terhadap sampel ikan yang diperoleh dilakukan identifikasi (Saanin, 1984a, b). Sampel untuk analisis fisika dan kimia diperoleh dari stasiun pengamatan yang sama dengan sampel untuk analisis biota. Struktur komunitas makrozoobentos (Lampiran 4) dibandingkan terhadap indeks T&T (Trihadiningrum & Tjondronegoro, 1998; Lampiran 1), indeks WIIP (Susanti 1999, Lampiran 2) dan indeks Trent (Nielsen, 1991; Lampiran 3). Bobot skor ke enam kelas kualitas air pada indeks WIIP dan T&T dapat dikatakan sama. Hanya bila pada indeks T&T angka kecil berarti perairan bersih, pada indeks WIIP angka kecil berarti sebaliknya. Lebih lanjut, dalam pembandingan terhadap indeks T&T (1998), bila terdapat taksa yang berbeda kelas, maka untuk penggolongannya digunakan kelas yang skornya lebih kecil. Baku mutu kualitas air golongan B (PP no. 20/1990), khususnya seksi fisika, kimia anorganik, dan seksi bakteri digunakan sebagai rujukan hasil analisis (Tabel 1, 6, 7) karena Rawa Pening digunakan sebagai sumber air baku untuk air minum. 3

4 HASIL Hasil identifikasi organisme dari contoh air tawar di Rawa Pening disajikan pada Tabel 1, Tabel 2, dan Lampiran 4. Kualitas fisika dan kimia air disajikan pada Tabel 6. Total bakteri dan Escherichia coli tidak dipersyaratkan dalam baku mutu air golongan B (PP 20/1990). Jumlah bakteri koliform dan bakteri koli feses di stasiun 1 tidak memenuhi kriteria kualitas bakteri, demikian pula di stasiun 2 bila ditinjau dari peubah bakteri koli feses (Tabel 1). Kuantitas bakteri air di stasiun 3, 4, dan 5 - yang merupakan bagian tengah rawa, tempat masuk, serta tempat keluarnya air - masih memenuhi syarat baku mutu air golongan B. Peubah Bakteri Air Unit Analisis Tabel 1 Kualitas bakteri air di lima stasiun pengamatan di Rawa Pening MPN/stasiun, 10 3 BM Air gol B Total bakteri Sel/ml t.c Total koliform Sel/100ml Bakteri koli feses Sel/100ml < Escherichia coli Kualitatif t.c BM Air gol. B: Baku Mutu Kualitas Air Golongan B (PP no. 20/1990) MPN: Most Probable Number; t.c: tidak tercantum; (+): terdeteksi; (-): tidak terdeteksi Mikroalgae Oscillatoria sp dan zooplankton Keratella sp tersebar paling merata di antara spesies yang lain. Dominasi jumlah individu oleh diatom Melosira sp menyebabkan indeks dominasi (berkisar antara 0 sampai 1) di stasiun 3 mencapai 0.884, hanya stasiun 4 yang tidak memperlihatkan kecenderungan adanya dominasi (Tabel 2). Tabel 2 Jenis plankton di lima stasiun pengamatan di Rawa Pening Plankton Jumlah individu/liter/stasiun

5 Chlorophyta Hydrodictyon sp Mougeotia sp Pediastrum simple Chrysophyta Amphora sp Asterionella sp Cymbella sp Diatoma sp Fragilaria sp Melosira sp Navicula sp Nitzschia sp Surirella robusta Cyanophyta Marssoniela sp Merismopedia sp Myosarcina sp Oscillatoria sp Spirulina sp Euglenophyta Euglena sp Pyrrophyta Peridinium sp Zooplankton Cothurnia sp Dipleuchlanis sp Keratella sp Nauplius Cyclops sp Rotifera Indeks dominasi, c Kelimpahan Total

6 Jumlah Taksa, S Indeks Keanekaan Jenis, H Keanekaragaman Maksimum, H maks Indeks Kemerataan Jenis, e Keterangan: Indeks Dominasi, c : c = Σ(n i /N) 2 Kelimpahan Total : Jumlah seluruh individu per liter contoh pada satu stasiun Jumlah Taksa, S : S (: species richness) Indeks Keanekaan Jenis Shannon : H = Σ(n i /N) ln (n i /N) Keanekaragaman Maksimum, H maks : H maks = ln S Indeks Kemerataan Jenis, e : e = H /H maks Tabel 3 memperlihatkan stasiun 2 dan 3 mempunyai potensi tercemar dan dapat menyebabkan air berbau dan berasa, meskipun secara kualitatif perubahan bau dan rasa ini belum terasa. Stasiun 4 memiliki 6 jenis mikroalga Diatomeae yang dapat menyebabkan sumbatan. Keadaan serupa juga dijumpai di stasiun 3 dan 4 meskipun jumlah jenisnya lebih sedikit. Di stasiun 3 diatom Melosira sp yang berpotensi sebagai penyumbat dijumpai dalam kerapatan sangat tinggi (4,862 individu/l). Tidak terdeteksinya unsur hara NO 3 dan ph yang paling tinggi (8.6) di stasiun 3 mungkin ada kaitannya dengan kerapatan diatom tersebut. ph relatif tinggi dipandang wajar terdapat pada area di mana air terkonsentrasi dengan waktu tinggal terlama (Baker, 1973). Tabel 3 Distribusi mikroalga-indikator (APHA, 1976) di lima stasiun pengamatan Rawa Pening Mikroalga-indikator (APHA, 1976) Alga Indikator Penyebab Rasa & Bau Asterionella sp Peridinium sp Hydrodictyon sp Alga Indikator Penyumbat Saluran Stasiun Pengamatan

7 Navicula sp Oscillatoria sp Asterionella sp Diatoma sp Fragillaria sp Cymbella sp Melosira sp Alga Indikator Perairan Tercemar Nitzschia sp Euglena sp Oscillatoria sp Alga Indikator Perairan Bersih Navicula sp Surirella sp Mikroalgae yang khas hidup di air tercemar yaitu Nitzchia (stasiun 2), Euglena (stasiun 3) dan terutama Oscillatoria (stasiun 1, 3, 4, 5) menyebar di semua stasiun. Meskipun demikian di stasiun 4 dan 5 ditemukan pula spesies yang mencirikan kondisi perairan bersih (Navicula dan Surirella). Mereka terdapat dalam kerapatan yang relatif sama rendah dengan kerapatan Nitzchia, Euglena dan Oscillatoria (Tabel 2). Pada struktur komunitas makrobentos, siput Melanoides sp dan udang air tawar Palaemon sp tersebar merata dalam jumlah dominan di 3 dari 5 stasiun pengamatan (Lampiran 4). Meskipun demikian indeks T&T (1998) tidak menganjurkan penggunaan Palaemonidae (Crustacea) karena penyebarannya dipandang sporadis. Indeks dominasi tertinggi terdapat di stasiun 4 karena dominasi jumlah siput Melanoides sp (Tabel 4, Lampiran 4). 7

8 Tabel 4 Kelimpahan dan keanekaragaman makrozoobentos di lima stasiun pengamatan di Rawa Pening Makrozoobentos Stasiun Pengamatan Indeks dominasi, c Kelimpahan Total Jumlah Taksa Indeks keanekaan, H Keanekaragaman Maksimum Indeks Kemerataan Jenis, e Indeks T&T dan indeks WIIP mengidentifikasi jenis indikator makroinvertebrata hanya sampai tahap kelas dan ordo (Lampiran 1 dan 2). Sedangkan Tabel 5A dan 5B mengadopsi indeks T&T dan WIIP pada bagian yang sesuai dengan sampel biota yang ditemukan di Rawa Pening. Tabel 5 Kesesuaian taksa makroinvertebrata terhadap Indeks WIIP (A), Indeks T&T (B) dan Jenis-jenis Ikan Utama (C) yang diperoleh di Rawa Pening A Sts Taksa Makrobentos yang Sesuai dengan Indeks WIIP (1999) 1 Kepiting sungai: Gecarcinus sp., Gastropoda tanpa operkulum: Lymnaea sp. 2 Crustacea: Gecarcinus sp, Palaemon sp, Hemiptera dewasa, Gastropoda: Lymnaea sp, Pila sp 3 Crustacea: Palaemon sp, Gastropoda dengan operkulum >15mm: Melanoides sp, Skor WIIP Jumlah Perhitungan Skor Kualitas Air WIIP tiap takson taksa Skor WIIP WIIP 3, 3 2 6/2 3 Kotor 3, 8, 5, 3, /5 5 Sedang/Menengah 8, 6, /3 6.6 Agak Bersih Bersih 8

9 Bivalvia: Unionidae 4 Odonata: Gomphidae, Gastropoda: Melanoides sp 5 Crustacea: Palaemon sp, Gastropoda dengan operculum >15mm: Melanoides sp 6, /2 8 Agak Bersih Bersih 8, /2 7 Agak Bersih Bersih B Sts Taksa Makrobentos yang Sesuai dengan Indeks T&T (1998) Skor T&T tiap takson DO (T&T) DO terukur BOD (T&T) BOD terukur Kualitas Air T&T 1 Crustacea, Gastropoda 3, Tercemar Sedang 2 Crustacea, dua spesies Gastropoda 3, 3, 3, Sedang - Tercemar dan Hemiptera 3 Gastropoda, Bivalvia 3, Sedang Ringan 4 Gastropoda, Odonata 3, 2 > Tercemar Ringan 5 Gastropoda Sedang Ringan C. Taksa Ikan (Pisces) St1 St 2 St 3 St 4 St 5 Poecilia cf. reticulatus Ophiocephalus cf. striatus Monopterus cf.albus Data lengkap mengenai kelimpahan, keanekaragaman dan kesesuaian makrobentos terhadap kedua indeks WIIP dan T&T disajikan sebagai Lampiran 4. Sampel makrobentos Rawa Pening (Lampiran 4) tidak memperlihatkan kesesuaian struktur komunitas dengan spesies indikator dalam Indeks Trent (Nielsen, 1991; Lampiran 3). Oleh karena itu pembandingan tidak dilanjutkan. Di stasiun 2 ditemukan dua spesies ikan non-labirintisi (Poecilia cf. reticulatus, Monopterus cf. albus) dan satu jenis ikan golongan labirintisi yaitu Channa (Ophiocephalus) cf. striatus, sedangkan di stasiun lain pada saat pengamatan tidak diperoleh ikan (Tabel 5C). Hasil analisis fisika-kimia disajikan dalam Tabel 6 berikut ini. 9

10 Tabel 6 Hasil analisis beberapa peubah fisika dan kimia contoh air di lima stasiun pengamatan Rawa Pening No Peubah Kimia Unit Hasil Analisis St.1 St. 2 St.3 St. 4 St. 5 BM Air Gol. B 1. Suhu air C C normal 2. Total padatan terlarut mg /l ph air Turbiditas NTU t.c 5. Konduktivitas µs/cm t.c 6. DO mg O 2 /l t.c 7. BOD 5 mg O 2 /l t.c 8. COD mg O 2 /l t.c 9. Nitrat mg /l N-NO t.t Nitrit mg /l N-NO Amoniak mg /l N-NH 3 t.t t.t t.t t.t t.t Minyak & lemak mg /l t.t t.t t.t t.t t.t Fenol total mg /l Sulfat mg/l SO Klorida mg /l Cl Tembaga mg /l Cu <0.01 <0.01 <0.01 <0.01 < Krom mg /l Cr <0.02 <0.02 <0.02 <0.02 < Kadmium mg /l Cd <0.002 <0.002 <0.002 <0.002 < Seng mg /l Zn <0.005 <0.005 <0.005 <0.005 < Timbal mg /l Pb <0.05 <0.05 <0.05 <0.05 < Besi mg /l Fe t.t: tidak terdeteksi; t.c: tidak tercantum; BM Air Gol. B: Baku mutu kualitas air golongan B (Lampiran PP no. 20/1990) Sejumlah 15 peubah kimia dan fisika memenuhi baku mutu air golongan B, hanya fenol yang di semua stasiun tidak memenuhi standar tersebut (Tabel 6). Fenol secara komersial digunakan dalam industri polimer, selain sebagai antiseptik dan desinfektan (Manahan, 1992). Mengingat jenis-jenis kegiatan di sekitar rawa, sulit diduga dari kegiatan mana limbah fenol kadar tinggi ini bersumber. 10

11 Tampak bahwa rata-rata hasil analisis fiska-kimia jauh lebih kecil daripada angka yang tercantum dalam baku mutu PP no. 20/1999; demikian pula kadar logam berat Cu, Cr, Cd, Zn dan Pb. Terdapat lima peubah yang tidak tercantum di dalam baku mutu, antara lain BOD 5 dan COD. Dua peubah terakhir ini merupakan parameter kunci penduga kebutuhan oksigen proses-proses hayati maupun non-hayati (Manahan, 1992). PEMBAHASAN Jumlah jenis makrozoobentos yang ditemukan dalam penelitian ini jauh lebih sedikit dibandingkan dengan penelitian Retnaningdyah (1997) di ruas Kali Mas, Surabaya, yang memperoleh 24 spesies dari filum Arthropoda, Molluska dan Annelida. Hal ini diduga karena perbedaan jenis badan air yang diteliti, kondisi perairan, musim, jumlah sampel yang dianalisis dan lama waktu penelitian. Indeks T&T (1998) dan Indeks WIIP (1999) menempatkan serangga Trichoptera sebagai wakil makroinvertebrata yang hanya hidup di air sangat bersih, sedangkan Plecoptera dan Ephemeroptera mewakili kelompok makroinvertebrata serangga yang terdapat di perairan bersihtercemar ringan. Kedua indeks tersebut dan juga Pennak (1978) menempatkan cacing Tubificidae dan Syrphidae sebagai kelompok makroinvertebrata yang terdapat di air tercemar. Membandingkan indikator hayati berupa makroinvertebrata dengan indikator peubah kimia DO dan BOD 5 menurut indeks T&T (Tabel 5B), tampak bahwa kualitas air di stasiun 3, 4, dan 5 dalam kategori tercemar ringan-sedang. Bila dilihat dari Indeks WIIP (Tabel 5A) kualitas perairan Rawa Pening di ketiga stasiun tersebut berada pada kriteria bersih-agak bersih. Dengan demikian meskipun terminologi verbal yang digunakan tidak serupa, kedua indeks tersebut memberikan hasil yang relatif sama. Kualitas bakteri air menunjang kedua indeks yang digunakan di atas (Tabel 1). Hanya di stasiun 3, 4, 5 angka total bakteri, total koliform dan bakteri koli feses memenuhi baku mutu (PP no. 20/1990). Stasiun 4 merupakan tempat mandi, cuci dan kakus (MCK) bagi masyarakat setempat, meskipun demikan bakteri koli feses terdapat dalam konsentrasi sangat rendah (<3 sel/100ml) dan uji kualitatif Escherichia coli memperlihatkan hasil negatif (Tabel 1). Hal ini dapat dipahami mengingat stasiun 4 adalah mata air yang mengalir cukup deras. Angka total bakteri yang tinggi di stasiun 4 ( sel/ml) agaknya mengindikasikan tingginya derajat perombakan bahan-bahan organik (Sterritt & Lester, 1988), sebagaimana diisyaratkan oleh angka BOD yang paling rendah (5.6 mg/l; Tabel 6) dibandingkan dengan keempat stasiun lainnya. Sebenarnya angka total bakteri di Rawa Pening jauh lebih rendah daripada di danau Windermere Inggris (Jones, 1977) pada musim panas ( sel/ml). Total koliform (<1 119sel/ml) dan bakteri koli fesesnya (<1 6 sel/ml) setara dengan yang terdapat di Rawa Pening kecuali stasiun 1 untuk kedua peubah tersebut, dan stasiun 2 untuk peubah koli fesesnya. Dibandingkan terhadap daerah tropis, jumlah total bakteri di Rawa Pening juga sangat jauh lebih rendah daripada di segmen Kali Donan Cilacap, sebelum mencapai muara, yaitu antara sel/ml. Demikian pula kisaran jumlah total koliform (9.5 2, ) dan fekal kolinya (3.6 1, ; Tim PPLH, 2002). Selain analisis bakteri, rujukan lebih khusus yaitu nilai indeks keanekaragaman dan indeks kemerataan jenis plankton juga memperlihatkan bahwa kualitas air terbaik ialah di stasiun 4 (Tabel 2). Meskipun, bila ditinjau dari jenis mikroalga yang terdapat di stasiun itu, 11

12 yaitu Navicula sp, Oscillatoria sp, Diatoma sp, Fragillaria sp, Cymbella sp dan Melosira sp bersifat merugikan, karena dapat berpotensi menimbulkan penyumbatan (APHA, 1976; Tabel 3). Jumlah jenis plankton di stasiun 4 bukan yang terbanyak (7) dan jumlah individu planktonnya paling rendah (147 individu/l), tetapi indeks keanekaragaman dan indeks kemerataan jenisnya tertinggi (1.7 dan 0.9; Tabel 2) sedangkan indeks dominasinya terendah (0.2), hal ini mengindikasikan kestabilan komunitas. Terbentuknya stabilitas tersebut tampaknya didukung oleh kualitas kimia air yang baik seperti ditunjukkan oleh Tabel 6. Indeks kemerataan dan keanekaragaman makrozoobentos dan serangga air di stasiun 4 adalah paling rendah (0.1 dan 0.07) dengan kepadatan siput Melanoides sp yang tinggi. Melimpahnya Melanoides sp sebagai salah satu bioindikator perairan mengalir (lotik) yang tidak tercemar di stasiun 3, 4 dan 5 didukung oleh turbiditas yang rendah, kandungan oksigen tinggi (8.4, 8.4, dan 7.3 mg/l) dan nitrit rendah (ketiganya 0.08 mg/l; Tabel 6) yang kesemuanya mengindikasikan lingkungan yang masih bersih. Namun demikian, di stasiun 4 tidak ditemukan Trichoptera (serangga berkantung) seperti Hydropsyche yang mencirikan adaptasi untuk kehidupan di air bersih, deras, dengan dasaran berbatu (Sambasiviah et al., 1977, Trihadiningrum & Tjondronegoro, 1998, Susanti, 1999) seperti kondisi di stasiun 4. Menurut Indeks T&T kualitas air di stasiun 1 dan 2 ialah sedang-tercemar sedangkan menurut Indeks WIIP kriteria kedua stasiun tersebut sedang-kotor. Dari data bakteri air dapat dikatakan bahwa kualitas stasiun 1 dan 2 adalah yang terburuk (Tabel 1). Parameter kimia rutin secara nyata juga mendukung kedua indeks di atas (Tabel 6). Di kedua stasiun tersebut kadar nitrit yang beracun bagi biota air cukup tinggi (0.09mg/l dan 0.12mg/l) sebagai konsekuensi dari kandungan O 2 yang rendah (6.5 dan 4.5mg/l). Angka COD-nya tertinggi (40 dan 41.5mg/l), demikian pula kekeruhan (115 dan 243 NTU), total padatan terlarut (201 dan 210mg/l) dan angka konduktivitasnya yang relatif tinggi (0.214 dan 0.215µS/cm). Sementara itu kadar zat besi dan fenol di stasiun 2 (0.30 mg/l dan 0.34 mg/l) tertinggi; sedangkan kadar sulfat dan klorida di stasiun 1 relatif terendah. Bioindikator lain yang banyak terdapat di stasiun 3 pada waktu pengamatan yaitu bentuk dewasa serangga Odonata, famili Libellulidae. Indeks WIIP memberi skor yang relatif tinggi (skor 6) berarti agak bersih-bersih atau menurut indeks T&T tercemar sedang (skor 3) untuk famili ini. Bila skor tersebut dimasukkan dalam Tabel 5A, maka skor WIIP yang dihasilkan akan menjadi 26/4 = 6.5. Angka ini masih memberikan kriteria yang sama yaitu agak bersih-bersih. Demikian pula bila skor 3 dari Indeks T&T untuk serangga tersebut diperhitungkan dalam Tabel 5B, maka kriteria yang dihasilkan juga tetap sedang-ringan. Ketidaksesuaian spesies dalam komunitas makrobentos sampel Rawa Pening dengan indeks Trent untuk daerah beriklim dingin (Nielsen, 1991) memperkuat indikasi bahwa struktur komunitas bersifat site specific, sebagaimana terjadinya penyebaran organisme menurut gradien iklim setempat (Sambasiviah et al., 1977). Sangat mungkin ketidaksesuaian ini terjadi karena Indeks Trent yang dikembangkan di negara beriklim dingin mutlak menggunakan serangga yang struktur komunitasnya berubah secara signifikan antar musim. Selain itu, tidak pula terdapat penjelasan bilamana sebaiknya Indeks Trent tersebut digunakan. Nekton, misalnya ikan golongan labirintisi dan non-labirintisi, dikenal pula sebagai bioindikator perairan (Tanjung & Tanjung, 1995). Pendekatan populasi yang dapat dilakukan dalam kajian ini masih terbatas pada menduga nisbah ikan labirintisi vs non-labirintisi. Semakin besar jumlah spesies ikan labirintisi, berarti kondisi perairan semakin kurang baik. Di stasiun 2 ditemukan dua spesies ikan non-labirintisi 12

13 (Poecilia cf. reticulatus dan Monopterus cf. albus) dan satu jenis ikan golongan labirintisi Channa cf. striatus. Secara kualitatif terdapat kesesuaian antara keberadaan spesies ikan labirintisi Channa cf. striatus dan kualitas perairan yang menurun. Hasil analisis kimia memperlihatkan bahwa di stasiun 2 tersebut kandungan gas beracun NO 2 tertinggi, keruh, sadah, asam, dengan kadar oksigen terlarut paling rendah (4.5 mg/l), dan diverifikasi oleh angka BOD dan angka COD yang tinggi. Nisbah dua peubah kimia COD dan BOD5 yang tidak tercantum di dalam baku mutu air golongan B mengindikasikan sifat kemudahan terurainya suatu pencemar (Johnsen, 1993). Bila nisbah COD:BOD 5 3, maka limbah bahan organik tergolong mudah urai, tetapi bila 5, maka limbah bahan organik tersebut termasuk jenis refraktori. Nisbah COD:BOD 5 >5 terdapat di stasiun 1, 2, dan 5 (Tabel 7). Dari data ini tampak bahwa air yang masuk dan yang keluar dari Rawa Pening khususnya ke arah sungai Tuntang mengandung cemaran refraktori. Mengingat stasiun 4 adalah mata air, maka terdapat kemungkinan bahwa eceng gondok (Eichornia crassipes) yang menutupi permukaan rawa berperan menetralisasikan limbah bahan organik. Peubah Kimia & Nisbahnya Unit Tabel 7 Nisbah COD : BOD 5 di lima stasiun pengamatan di Rawa Pening Hasil Analisis St.1 St. 2 St.3 St. 4 St. 5 BM Air Gol. B BOD 5 mg O 2 /l t.c COD mg O 2 /l t.c Nisbah COD : BOD Semua peubah fisika kimia yang ditetapkan dalam PP no. 20/1999 seharusnya dianalisis sebelum diagnosis kualitas suatu perairan dapat disimpulkan. Meskipun demikian ketentuan tersebut sering tidak diindahkan karena berbagai kendala - misalnya volume pekerjaan di laboratorium rujukan, kemampuan peralatan, keahlian, waktu dan dana. Di sisi lain, anggota spesies biota dalam struktur komunitas di kedua indeks yang digunakan justru tidak saling mempersyaratkan, sehingga bila di suatu stasiun ditemukan 1 atau beberapa spesies indikator maka diagnosis kualitas perairan di stasiun tersebut dapat segera ditegakkan. Menurut kualifikasi fisika-kimia (PP no. 20/1990, Tabel 6) Rawa Pening masih bersih dan layak digunakan sebagai air baku untuk air minum. Simpulan ini didasarkan pada 15 dari 21 peubah fisika, kimia anorganik, dan organik di semua stasiun yang memperlihatkan bahwa hanya fenol yang telah melebihi persyaratan baku mutu, berikut dua peubah bakteriologi yang menyatakan stasiun 1 dan 2 tidak memenuhi baku mutu tersebut. Tetapi bila ditinjau dari struktur komunitas makrozoobentos, bakteri, plankton, pola penyebaran plankton indikator, larvae dan bentuk dewasa serangga serta jenis ikan utama, tampak bahwa kualitas air Rawa Pening tidak sebaik sebagaimana yang dinyatakan oleh 13

14 data fisika-kimia air; khususnya di stasiun 1 dan 2 yang merupakan pemasok air rawa dengan karakteristik mengandung limbah domestik, pertanian, dan industri kecil. Jelas bahwa peubah hayati sangat didukung oleh peubah fisika-kimia dalam membedakan kualitas perairan di setiap stasiun pengamatan, yang tidak tampak berbeda bila hanya ditinjau dari kualitas peubah fisika dan kimiawinya. Dengan memperhatikan jumlah sampel yang terbatas dan pendeknya waktu penelitian, dapat disimpulkan bahwa dengan dukungan peubah fisika-kimia, struktur komunitas makroinvertebrata, plankton dan bakteri relatif dapat lebih peka mencandra kualitas perairan, khususnya di Rawa Pening. Indeks WIIP cukup sahih untuk digunakan sebagai panduan lapangan, sebagaimana diperlihatkan oleh hasil kajian ini. Meskipun demikian, penelitian komprehensif mengenai kesahihan struktur komunitas biota sebagai indikator kualitas perairan, berikut batasan, kisaran dan penyimpangan yang lebih khusus atas jenis spesies dalam komunitas, perlu dikembangkan sebagai penduga kualitas perairan bersama peubah fisika dan kimiawi yang selama ini dilakukan. UCAPAN TERIMAKASIH Ucapan terimakasih disampaikan kepada Pusat Penelitian Lingkungan Hidup, Lembaga Penelitian Undip Semarang dan Bapedal Jakarta atas fasilitas dan dukungannya dalam penelitian ini. Penghargaan disampaikan pula kepada para sejawat Sutrisno Anggoro, Agus Hadiyarto, Sri Suryoko, dan Susilo Budiyanto atas kerjasama dan diskusi selama pelaksanaan penelitian. DAFTAR PUSTAKA APHA Standard Methods for the Eamination of Water and Wastewater. Ed. ke- 14. APHA Publication Office, Washington: Baker, J Effects of Cleaning. Dalam: Cowell, E.D. (ed.). The Ecological Effects of Oil Pollution on Littoral Communities. Applied Science Publishers Ltd., Esse: Haffner, G.D & C.D. Metcalfe Bioindicator dan Biomarker Techniques for Assessing Contamination of the Aquatic Environment. Technical Report for Proyek Pengembangan Pusat Studi Lingkungan, Dirjen Dikti, DEPDIKBUD, Jakarta: Johnsen, I Shallow Lakes and the Influence of Acid Rain on Their Wetlands and Shore Vegetation. Dalam: Jorgensen, S.E. (ed.). Guidelines of Lake Management vol. 5 Management of Lake Acidification, UNEP. International Lake Environment Committee, Shiga: Jones J.G The Effect of Environmental Factors on Estimated Viable and Total Populations of Planktonic Bacteria in Lakes and Eperimental Enclosures, Freshwater Biology

15 Jorgensen, S.E Environmental Impact Assessment. Dalam: Hansen PE, & S.E. Jorgensen (eds.). Introduction to Environmental Management, Development in Environmental Modelling 18, Elsevier, Amsterdam: Magurran, A.E Ecological Diversity and its Measurement. Croom Helm, London. Manahan, S.E Toicological Chemistry. Lewis Publishers, Boca Raton. Needham, J.G. & P.R. Needham A Guide to the Study of Fresh-water Biology. Ed. ke-5. Holden-Day, Inc,. San Fransisco. Nielsen, L.K Water Pollution Dalam: Hansen, P.E. & S.E. Jorgensen (eds.). Introduction to Environmental Management, Development in Environmental Modelling 18. Elsevier, Amsterdam: Odum, E.P Fundamentals of Ecology. Ed. ke-3. W.B. Saunders Co., London. Ostapczuk, P Biological Indicators in Aquatic Ecosystems, Dalam: Rosbach, M &. A. Taftazani (eds.). Proceeding of Indonesia-German Symposium on Environmental Monitoring and Specimen Bank, Scientific Series of International Bureau, 41: Overbeck, J Qualitative and Quantitative Assessment of the Problem. Dalam: Jorgensen S.E, & J. Vollenweider (eds.). Guidelines of Lake Management, Principles of Lake Management. Vol 1. hlm Pennak, R.W Fresh-water Invertebrates of the United States. Ed. ke-2. John Wiley and Sons, New York Peraturan Pemerintah no. 20/1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air. Dalam: S. Parwoto (Ketua Tim Penerbit). Himpunan Peraturan di Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan. BAPEDAL, Jakarta: Phillips, D.J.H Quantitative Aquatic Biological Indicators. Applied Science Publishers Ltd., London. Poole RW An Introduction to Quantitative Ecology, International Student Edition, McGraw-Hill, Inc., Tokyo. Retnaningdyah, C Kepekaan Makroinvertebrata Bentos terhadap Tingkat Pencemaran Deterjen di Kali Mas Surabaya, Jurnal Lingkungan dan Pembangunan. 17(2): Saanin, H. 1984a. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan 1, Binacipta, Bogor. Saanin, H. 1984b. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan 2, Binacipta, Bogor. Sambasiviah, I. A.P.K. Rao & S.A. Chellappa Animal Ecology, section II. S. Chand & Company Ltd., New Delhi: Seed, R. & N. Afiati-Brotohadikusumo Spatial variation in the molluscan fauna associated with Septifer virgatus (Bivalvia: Mytilidae) at Cape d Aguilar, Hong Kong. Dalam: Morton, B. (ed.). The Malacofauna of Hong Kong and Southern China III. Proceedings of the Third International Workshop on the Malacofauna of Hong Kong and Southern China, Hong Kong, 13 April 1 May 1992: Sterritt, R.M & J.N. Lester Microbiology for Environmental and Public Health Engineers. E & F.N Spoon, London. Susanti, S Panduan Pengenalan Invertebrata Kolam dan Sungai di Asia Tenggara. Wetlands International-Indonesia Programme, Bogor: Tanjung, H.S. & S.D. Tanjung Bioindicator Development in Indonesia. Dalam: Rosbach M. & A. Taftazani (eds.). Proceeding of Indonesia-German Symposium on Environmental Monitoring and Specimen Bank, Scientific Series of International Bureau, 41:

16 Tim PPLH Lembaga Penelitian UNDIP, Kajian dan Pemetaan Kondisi Lingkungan kegiatan pengilangan Minyak PERTAMINA UP IV Cilacap, Laporan Akhir Kerjasama PERTAMINA UP IV-Lembaga Penelitian UNDIP, Semarang, Maret 2002 Trihadiningrum, Y. & I. Tjondronegoro Makroinvertebrata sebagai bioindikator pencemaran badan air tawar di Indonesia: siapkah kita?. Lingkungan dan Pembangunan, 18 (1): Wetzel, R.G. & G.E. Likens Limnological Analysis. WB Saunders Co., Philladelphia Wickstead, J.H An Introduction to the Study of Tropical Plankton, Ed. ke-1. Hutchinson & Co. (Publ.) Ltd., London. 16

17 Lampiran Skor 1 (tidak tercemar) 2 (tercemar ringan) 3 (tercemar sedang) Kualitas air (mg/l) DO >6.0; BOD <2.0 DO 6.0; BOD DO 3.0 BOD (tercemar) DO 1.0 BOD (tercemar DO agak berat) BOD (sangat tercemar) DO 0.0 BOD >> 25.0 Lampiran 1 Makroinvertebrata indikator untuk menilai kualitas air (T&T, 1998) Taksonomi Makroinvertebrata Indikator Trichoptera berkantung: Sericosmatidae, Lepidosmatidae, Glossosomatidae Planaria Plecoptera: Perlidae, Pelodidae Ephemeroptera: Leptophlebiidae, Pseudocloeon, Ecdyonuridae, Caebidae Trichoptera yang tanpa kantung: Psychomidae, Hydropschydae Odonata: Gomphidae, Plarycnemadidae, Agriidae, Aeshnidae Coleoptera: Elminthidae Mollusca: Bivalvia, Gastropoda Crustacea: Gammaridae Odonata: Libellulidae, Cordulidae Hirudinae: Glossiphonidae, Hirudidae Hemiptera: semua jenis Oligochaeta: Tubificidae Diptera: Chironomus thummiplumosus Syrphidae Tidak terdapat makrozoobentos Besar kemungkinan terdapat lapisan bakteri Sphaerotillus spp di permukaan air DO: Dissolved Oygen; BOD: Biochemical Oygen Demand 17

18 Lampiran 2A Makroinvertebrata indikator penilai kualitas air (WIIP, 1999) Skor Taksonomi Makroinvertebrata Indikator 1 Oligochaeta: Platyhelminthes - Tubificidae (Tubife thummiplumosus) 2 Diptera: Chironomidae (Chironomus sp.) 3 Syrphidae: Eristalis sp., Annelida: Hirudidae; Bivalvia; Gastropoda tanpa operculum: Physidae (Physa sp.); Lymnaeidae: (Lymnaea sp.) Kepiting sungai (Gecarcinus sp.); Odonata: Coenagrionidae (Lestes sp.), Agriidae: Argia sp. (capung ekor tebal) 4 Megaloptera: lalat dobson Corydalidae (Corydalus sp.), Sialidae; Ephemeroptera: Baetidae (Baetis sp); Heptageniidae: Stenonema sp. 5 Oligochaeta: Platyhelminthes (Planaria sp) Coleoptera larva dan dewasa: Psephenidae (Psephenus sp.), Hydrophilidae (Enochrus sp.), Dryopidae: Helicus sp. Hemiptera dewasa: Hydrometridae (Hydrometra sp), Gerridae (Gerris sp), Vellidae (Rhagovelia sp.), Notonectidae (Notonectus sp.), 6 Gastropoda dengan operculum >15mm: Viviparidae (Viviparus sp.); limpet air tawar (Ancylidae, Acroloidae, Lancidae) Bivalvia: Unionidae Odonata: Libellulidae (Macromia sp.) 7 Ephemeroptera: Heptageniidae (Stenonema sp.) Trichoptera: Leptoceridae (Leptocera sp.), Hydropsychidae (Hydropsyche sp.) 8 Crustacea: udang air tawar (Palaemon sp) 10 Trichoptera: Hydroptiliidae (Ochrotricha sp.), Helicopsychidae (Helicopsyche sp.) Ephemeroptera: Ephemeridae (Heagenia sp.), Ephemerellidae (Ephemerella sp.) Plecoptera: Isoperlidae (Isoperla sp.) 18

19 Lampiran 2B Indeks Kualitas Air berdasarkan karakteristik spesies di Lampiran 2A (WIIP, 1999) Skor Kualitas air 0 Luar biasa kotor (tidak ada kehidupan) Sangat kotor 3.0 4,9 Kotor Sedang/rata-rata Agak bersih sampai bersih Sangat bersih Lampiran 3 Makroinvertebrata indikator untuk menilai kualitas air (Indeks Trent, Nielsen, 1991) Jumlah Total Taksa yang Diperoleh Taksa Keberadaan Takson Skor Indeks > 16 Plecoptera beberapa taksa dengan nimpha hanya satu takson Ephemeroptera beberapa taksa * dengan nimpha hanya satu takson * Trichoptera beberapa taksa ** dengan larvae hanya satu takson ** Gammarus sp. satu/ beberapa taksa Asselus sp. satu/ beberapa taksa Tubificidae & atau satu/ beberapa taksa larva red midges Tak terdapat jenis ² contoh: Eristalis sp

20 seperti di atas * kecuali untuk Baetis rhodani ** termasuk Baetis rhodani Unit-unit taksa berikut ini dipandang sebagai kelompok: Tiap genus Tricladida (cacing tanah, pipih) Oligochaeta (cacing), kecuali familia Naididae Tiap genus dalam familia Hirudinea (lintah) Tiap genus dalam classis Mollusca Tiap genus Malacostraca (udang air tawar besar; crayfish) Tiap genus dalam ordo Ephemeroptera, kecuali Baetis rhodani Spesies Baetis rhodani Tiap genus dalam ordo Plecoptera Tiap familia dalam ordo Trichoptera Tiap genus dalam ordo Neuroptera dan Megaloptera Familia Chironomidae, kecuali Chironomus sp. Familia Simuliidae Tiap familia dalam ordo Diptera dan ordo Helodidae Tiap genus dalam ordo Elminthidae Tiap familia dalam ordo Coleoptera Genus Hydracarina Lampiran 4 Kelimpahan dan keanekaragaman makrobentos di Rawa Pening, kesesuaiannya dengan Indeks WIIP (1999) dan Indeks T&T (1998) Klasifikasi Jumlah individu/m3/stasiun, dan Skor Taksa Menurut Indeks WIIP dan Indeks T&T Makrozoobentos St.1 WIIP T&T St. 2 WIIP T&T St.3 WIIP T&T St. 4 WIIP T&T St. 5 WIIP T&T Crustacea Gecarcinus sp

21 Palaemon sp * * * Insecta Odonata: Gomphidae Hemiptera: Coriidae (Hesperocoria sp.) Mollusca Lymnaea sp Melanoides sp Dosinia sp Pila sp Catatan: * Indeks T&T (1998) tidak menganjurkan penggunaan Palaemonidae (Crustacea) karena penyebarannya dipandang sporadis ; (-) tidak ada Kesimpulan: Menurut kualifikasi fisika-kimia (PP no. 20/1990, Tabel 6) Rawa Pening masih bersih dan layak digunakan sebagai air baku untuk air minum. Tetapi bila ditinjau dari struktur komunitas makrozoobentos, bakteri, plankton, pola penyebaran plankton indikator, larvae dan bentuk dewasa serangga serta jenis ikan utama, tampak bahwa kualitas air Rawa Pening tidak sebaik sebagaimana yang dinyatakan oleh data fisikakimia air; khususnya di stasiun 1 dan 2 yang merupakan pemasok air rawa. Dengan tetap memperhatikan jumlah sampel yang terbatas dan pendeknya waktu penelitian, dapat disimpulkan bahwa dengan dukungan peubah fisika-kimia, struktur komunitas makroinvertebrata, plankton dan bakteri relatif lebih peka mencandra kualitas perairan yang tidak tampak berbeda bila hanya ditinjau dari kualitas peubah fisika dan kimiawinya, khususnya di Rawa Pening. Selain itu, indeks WIIP cukup sahih untuk digunakan sebagai panduan lapangan, sebagaimana diperlihatkan oleh hasil kajian ini. 21

PERUBAHAN LINGKUNGAN PERAIRAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP BIOTA AKUATIK* PENDAHULUAN

PERUBAHAN LINGKUNGAN PERAIRAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP BIOTA AKUATIK* PENDAHULUAN PERUBAHAN LINGKUNGAN PERAIRAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP BIOTA AKUATIK* oleh: Wisnu Wardhana Jurusan Biologi FMIPA-UI, Depok 16424 PENDAHULUAN Baik buruknya suatu perairan dipengaruhi oleh kegiatan di sekitarnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia dan makhluk hidup lainnya. Data dari BPS tahun 2007 menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. manusia dan makhluk hidup lainnya. Data dari BPS tahun 2007 menunjukkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Air sungai mempunyai peranan yang sangat strategis dalam kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Data dari BPS tahun 2007 menunjukkan bahwa sekitar 3 persen

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Sungai Bone mempunyai panjang 119,13 Km 2 yang melintasi wilayah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Sungai Bone mempunyai panjang 119,13 Km 2 yang melintasi wilayah BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Lokasi penelitian Sungai Bone mempunyai panjang 119,13 Km 2 yang melintasi wilayah Kabupaten Bone Bolango dan Kota Gorontalo. Sungai ini bermuara ke

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Sungai Ekosistem air yang terdapat di daratan (inland water) secara umum di bagi atas dua yaitu perairan lentik (perairan tenang atau diam, misalnya: danau, waduk,

Lebih terperinci

PENGGUNAAN KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS UNTUK MENENTUKAN TINGKAT PENCEMARAN SUNGAI METRO, MALANG, JAWA TIMUR ABDUL MANAN

PENGGUNAAN KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS UNTUK MENENTUKAN TINGKAT PENCEMARAN SUNGAI METRO, MALANG, JAWA TIMUR ABDUL MANAN PENGGUNAAN KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS UNTUK MENENTUKAN TINGKAT PENCEMARAN SUNGAI METRO, MALANG, JAWA TIMUR ABDUL MANAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil Objek dan Lokasi Penelitian 1. Profil Objek Penelitian Objek dalam penelitian ini adalah jenis zooplankton yang ada di estuari Cipatireman pantai Sindangkerta Kecamatan

Lebih terperinci

Agus Sutanto Purwasih

Agus Sutanto Purwasih ANALISIS KUALITAS PERAIRAN SUNGAI RAMAN DESA PUJODADI TRIMURJO SEBAGAI SUMBER BELAJAR BIOLOGI SMA PADA MATERI EKOSISTEM Agus Sutanto Purwasih Pendidikan Biologi FKIP Universitas Muhammadiyah Metro E-mail:sutanto11@gmail.com

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.1.1 Lokasi Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Lokasi penelitian dilaksanakan di Sungai Bone. Alasan peneliti melakukan penelitian di Sungai Bone, karena dilatar belakangi

Lebih terperinci

STUDI KUALITAS AIR SUNGAI BONE DENGAN METODE BIOMONITORING (Suatu Penelitian Deskriptif yang Dilakukan di Sungai Bone)

STUDI KUALITAS AIR SUNGAI BONE DENGAN METODE BIOMONITORING (Suatu Penelitian Deskriptif yang Dilakukan di Sungai Bone) STUDI KUALITAS AIR SUNGAI BONE DENGAN METODE BIOMONITORING (Suatu Penelitian Deskriptif yang Dilakukan di Sungai Bone) Stevi Mardiani M. Maruru NIM 811408109 Dian Saraswati, S.Pd, M.Kes Ekawati Prasetya,

Lebih terperinci

ANALISIS KUALITAS AIR SUNGAI KONAWEHA PROVINSI SULAWESI TENGGARA

ANALISIS KUALITAS AIR SUNGAI KONAWEHA PROVINSI SULAWESI TENGGARA ANALISIS KUALITAS AIR SUNGAI KONAWEHA PROVINSI SULAWESI TENGGARA Umar Ode Hasani Jurusan Kehutanan, Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan UHO Email : umarodehasani@gmail.com Ecogreen Vol. 2 No. 2, Oktober

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber irigasi, sumber air minum, sarana rekreasi, dsb. Telaga Jongge ini

BAB I PENDAHULUAN. sumber irigasi, sumber air minum, sarana rekreasi, dsb. Telaga Jongge ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Telaga merupakan wilayah tampungan air yang sangat vital bagi kelestarian lingkungan. Telaga merupakan salah satu penyedia sumber air bagi kehidupan organisme atau makhluk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat vital bagi

BAB I PENDAHULUAN. Air sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat vital bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat vital bagi pemenuhan kebutuhan hidup manusia sehingga kualitas airnya harus tetap terjaga. Menurut Widianto

Lebih terperinci

stasiun 2 dengan stasiun 3 dengan stasiun 3 Stasiun 1 dengan Stasiun 1 Morishita Horn

stasiun 2 dengan stasiun 3 dengan stasiun 3 Stasiun 1 dengan Stasiun 1 Morishita Horn Didapatkan hasil sungai Wonorejo Surabaya mempunyai indeks kesamaan komunitas makrozoobenthos antara stasiun 1 dengan stasiun 2 yaitu 0.88. Perbandingan dari kedua stasiun ini memiliki indeks kesamaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Air Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat di daratan, perairan lepas pantai (off shore water) dan perairan laut. Ekosistem air yang terdapat

Lebih terperinci

BIOASSESSMENT KUALITAS AIR SUNGAI REJOSO DI KECAMATAN REJOSO PASURUAN DENGAN MAKROINVERTEBRATA

BIOASSESSMENT KUALITAS AIR SUNGAI REJOSO DI KECAMATAN REJOSO PASURUAN DENGAN MAKROINVERTEBRATA BIOASSESSMENT KUALITAS AIR SUNGAI REJOSO DI KECAMATAN REJOSO PASURUAN DENGAN MAKROINVERTEBRATA Iin Winda Lestari* dan Yulinah Trihadiningrum Jurusan Teknik Lingkungan FTSP-ITS Kampus ITS Sukolilo, Jl.

Lebih terperinci

BIOLOGI AIR METODA PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA: (2 K) Drs. Wisnu Wardhana, M.Si.

BIOLOGI AIR METODA PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA: (2 K) Drs. Wisnu Wardhana, M.Si. METODA PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA: BIOLOGI AIR (2 K) Drs. Wisnu Wardhana, M.Si. E-mail: wisnu-97@ui.edu PUSAT PENELITIAN SUMBERDAYA MANUSIA DAN LINGKUNGAN UNIVERSITAS INDONESIA (PPSML UI) Jl. Raya Salemba

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sidoarjo dan 6 kota yaitu Batu, Malang, Blitar, Kediri, Mojokerto, dan Surabaya

BAB I PENDAHULUAN. Sidoarjo dan 6 kota yaitu Batu, Malang, Blitar, Kediri, Mojokerto, dan Surabaya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sungai Brantas adalah sungai terpanjang yang ada di provinsi Jawa Timur. Panjangnya yaitu mencapai sekitar 320 km, dengan daerah aliran seluas sekitar 12.000 km 2

Lebih terperinci

Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian. Pengambilan Sampel Rhizophora apiculata. Dekstruksi Basah

Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian. Pengambilan Sampel Rhizophora apiculata. Dekstruksi Basah Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian Pengambilan Sampel Rhizophora apiculata Dekstruksi Basah Lampiran 1. Lanjutan Penyaringan Sampel Air Sampel Setelah Diarangkan (Dekstruksi Kering) Lampiran 1. Lanjutan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR: 429/ MENKES/ PER/ IV/ 2010 TANGGAL: 19 APRIL 2010 PERSYARATAN KUALITAS AIR MINUM

PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR: 429/ MENKES/ PER/ IV/ 2010 TANGGAL: 19 APRIL 2010 PERSYARATAN KUALITAS AIR MINUM PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR: 429/ MENKES/ PER/ IV/ 2010 TANGGAL: 19 APRIL 2010 PERSYARATAN KUALITAS AIR MINUM I. PARAMETER WAJIB No. Jenis Parameter Satuan Kadar Maksimum Yang Diperbolehkan 1. Parameter

Lebih terperinci

Lampiran A. Bagan Kerja Metode Winkler untuk Mengukur Kelarutan Oksigen (DO)

Lampiran A. Bagan Kerja Metode Winkler untuk Mengukur Kelarutan Oksigen (DO) Lampiran A. Bagan Kerja Metode Winkler untuk Mengukur Kelarutan Oksigen (DO) Sampel Air 1 ml MnSO 4 1 ml KOH KI dikocok didiamkan Sampel Dengan Endapan Putih/Coklat 1 ml H 2 SO 4 dikocok Larutan Sampel

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makrozoobenthos Sebagai Bioindikator Kualitas Perairan Organisme makrozoobenthos

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makrozoobenthos Sebagai Bioindikator Kualitas Perairan Organisme makrozoobenthos 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makrozoobenthos Sebagai Bioindikator Kualitas Perairan 2.1.1. Organisme makrozoobenthos Organisme benthos merupakan organisme yang melekat atau beristirahat pada dasar perairan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di perairan Waduk Cirata dengan tahap. Penelitian Tahap I merupakan penelitian pendahuluan dengan tujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

Lampiran 1. Perhitungan Jumlah Zooplankton yang ditemukan. Jumlah Individu/l St 1 St 2 St 3 St 4 St 5

Lampiran 1. Perhitungan Jumlah Zooplankton yang ditemukan. Jumlah Individu/l St 1 St 2 St 3 St 4 St 5 75 LAMPIRAN-LAMPIRAN Lampiran 1. Perhitungan Jumlah Zooplankton yang ditemukan Genus Jumlah Individu/l St 1 St 2 St 3 St 4 St 5 Total Ind/l Rata-rata Nauplius 3 2 2 3 1 11 2,2 Cylopoid 3 3 2 2 1 11 2,2

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Sampel Air

LAMPIRAN. Sampel Air LAMPIRAN 1. Bagan DO (Dissolved Oxygen) Sampel Air 1 ml MnSO 1 ml KOHKI Dihomogenkan Didiamkan Sampel Endapan Puith/Cokelat 1 ml HSO Dihomogenkan Didiamkan Larutan Sampel Berwarna Cokelat Diambil 100 ml

Lebih terperinci

Nilai fisikokimia perairan

Nilai fisikokimia perairan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Parameter Fisikokimia Perairan Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Tiga Lokasi Aliran Sungai Sumber Kuluhan Jabung diperoleh nilai rata-rata

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Telaga Bromo terletak di perbatasan antara desa Kepek kecamatan

BAB III METODE PENELITIAN. Telaga Bromo terletak di perbatasan antara desa Kepek kecamatan BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Telaga Bromo terletak di perbatasan antara desa Kepek kecamatan Saptosari dan desa Karangasem kecamatan Paliyan, kabupaten Gunungkidul. B. Waktu Penelitian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2005 - Agustus 2006 dengan lokasi penelitian di Pelabuhan Sunda Kelapa, DKI Jakarta. Pengambilan contoh air dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air

TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air TINJAUAN PUSTAKA Sungai Sungai merupakan suatu bentuk ekositem aquatik yang mempunyai peran penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) bagi daerah di sekitarnya,

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos Odum (1993) menyatakan bahwa benthos adalah organisme yang hidup pada permukaan atau di dalam substrat dasar perairan yang meliputi organisme

Lebih terperinci

STUDI PENDUGAAN STATUS PECEMARAN AIR DENGAN PLANKTON DI PANTAI KABUPATEN BANYUWANGI JAWA TIMUR

STUDI PENDUGAAN STATUS PECEMARAN AIR DENGAN PLANKTON DI PANTAI KABUPATEN BANYUWANGI JAWA TIMUR STUDI PENDUGAAN STATUS PECEMARAN AIR DENGAN PLANKTON DI PANTAI KABUPATEN BANYUWANGI JAWA TIMUR Andi Kurniawan 1 1 Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya Malang Abstrak: Perairan pantai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kelangsungan hidup yang panjang. Oleh karena itu peran bentos dalam

TINJAUAN PUSTAKA. kelangsungan hidup yang panjang. Oleh karena itu peran bentos dalam TINJAUAN PUSTAKA Benthos Bentos merupakan kelompok organisme yang hidup di dalam atau di permukaan sedimen dasar perairan. Bentos memiliki sifat kepekaan terhadap beberapa bahan pencemar, mobilitas yang

Lebih terperinci

PENENTUAN STATUS MUTU AIR

PENENTUAN STATUS MUTU AIR PENENTUAN STATUS MUTU AIR I. METODE STORET I.. URAIAN METODE STORET Metode STORET ialah salah satu metode untuk menentukan status mutu air yang umum digunakan. Dengan metode STORET ini dapat diketahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Habitat air tawar dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu perairan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Habitat air tawar dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu perairan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Habitat air tawar dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu perairan mengalir (lotik) dan perairan menggenang (lentik). Perairan mengalir bergerak terus menerus kearah

Lebih terperinci

ANALISIS KUALITAS AIR 3

ANALISIS KUALITAS AIR 3 ANALISIS KUALITAS AIR 3 Program Studi Nama Mata Kuliah Teknik Lingkungan Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Minum Jumlah SKS 3 Pengajar Sasaran Belajar Mata Kuliah Prasyarat Deskripsi Mata Kuliah 1. Prof.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. lingkungan hidup yang didalamnya terdapat hubungan fungsional yang sistematik

II. TINJAUAN PUSTAKA. lingkungan hidup yang didalamnya terdapat hubungan fungsional yang sistematik II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Perairan Ekosistem merupakan tingkat organisasi yang lebih tinggi dari komunitas atau merupakan kesatuan dari suatu komunitas dengan lingkungannya dimana terjadi antar

Lebih terperinci

LAMPIARAN : LAMPIRAN 1 ANALISA AIR DRAIN BIOFILTER

LAMPIARAN : LAMPIRAN 1 ANALISA AIR DRAIN BIOFILTER LAMPIARAN : LAMPIRAN 1 ANALISA AIR DRAIN BIOFILTER Akhir-akhir ini hujan deras semakin sering terjadi, sehingga air sungai menjadi keruh karena banyaknya tanah (lumpur) yang ikut mengalir masuk sungai

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN SUMBER AIR BAKU AIR MINUM

BAB IV TINJAUAN SUMBER AIR BAKU AIR MINUM BAB IV TINJAUAN SUMBER AIR BAKU AIR MINUM IV.1. Umum Air baku adalah air yang memenuhi baku mutu air baku untuk dapat diolah menjadi air minum. Air baku yang diolah menjadi air minum dapat berasal dari

Lebih terperinci

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Chironomida Organisme akuatik yang seringkali mendominasi dan banyak ditemukan di lingkungan perairan adalah larva serangga air. Salah satu larva serangga air yang dapat ditemukan

Lebih terperinci

sedangkan sisanya berupa massa air daratan ( air payau dan air tawar ). sehingga sinar matahari dapat menembus kedalam air.

sedangkan sisanya berupa massa air daratan ( air payau dan air tawar ). sehingga sinar matahari dapat menembus kedalam air. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perairan merupakan ekosistem yang memiliki peran sangat penting bagi kehidupan. Perairan memiliki fungsi baik secara ekologis, ekonomis, estetika, politis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada era industrialisasi, semakin banyak orang yang menikmati waktu

BAB I PENDAHULUAN. Pada era industrialisasi, semakin banyak orang yang menikmati waktu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era industrialisasi, semakin banyak orang yang menikmati waktu senggangnya (leisure time), dengan melakukan aktifitas wisata (Mulyaningrum, 2005). Lebih

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 sampai dengan April 2014.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 sampai dengan April 2014. 25 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 sampai dengan April 2014. Tempat penelitian berlokasi di Sungai Way Sekampung, Metro Kibang,

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI JENIS PLANKTON DI PERAIRAN MUARA BADAK, KALIMANTAN TIMUR

IDENTIFIKASI JENIS PLANKTON DI PERAIRAN MUARA BADAK, KALIMANTAN TIMUR 3 Dhani Dianthani Posted 3 May, 3 Makalah Falsafah Sains (PPs ) Program Pasca Sarjana /S3 Institut Pertanian Bogor Mei 3 Dosen: Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng (Penanggung Jawab) Dr Bambang Purwantara IDENTIFIKASI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Perairan Pulau Panggang Kepulauan Seribu DKI Jakarta pada bulan Maret 2013. Identifikasi makrozoobentos dan pengukuran

Lebih terperinci

Lampiran 1 Hasil analisa laboratorium terhadap konsentrasi zat pada WTH 1-4 jam dengan suplai udara 30 liter/menit

Lampiran 1 Hasil analisa laboratorium terhadap konsentrasi zat pada WTH 1-4 jam dengan suplai udara 30 liter/menit Lampiran 1 Hasil analisa laboratorium terhadap konsentrasi zat pada WTH 1-4 jam dengan suplai udara 30 liter/menit Konsentrasi zat di titik sampling masuk dan keluar Hari/ mingg u WT H (jam) Masu k Seeding

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN Lampiran 1. Alat dan Bahan Penelitian DO Meter ph Meter Termometer Refraktometer Kertas Label Botol Sampel Lampiran 1. Lanjutan Pisau Cutter Plastik Sampel Pipa Paralon Lampiran 2. Pengukuran

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kebutuhan air di kampus IPB Dramaga saat libur

Lampiran 1. Kebutuhan air di kampus IPB Dramaga saat libur LAMPIRAN 55 Lampiran 1. Kebutuhan air di kampus IPB Dramaga saat libur Hari/ Tgl Menara Fahutan No Jam Meteran terbaca Volume Ketinggian Air Di Air Menara Terpakai Keterangan (m 3 ) (m 3 ) (m 3 ) 1 6:00

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian Pengambilan sampel di lapangan Pengeringan Udara Sampel Lampiran 1. Lanjutan Sampel sebelum di oven Sampel setelah menjadi arang Lampiran 1. Lanjutan. Tanur (Alat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komponen penting bagi semua bentuk kehidupan di bumi. Pengaturan air yang

BAB I PENDAHULUAN. komponen penting bagi semua bentuk kehidupan di bumi. Pengaturan air yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air sebagai kebutuhan primer setiap manusia dan merupakan suatu komponen penting bagi semua bentuk kehidupan di bumi. Pengaturan air yang kurang baik dapat menyebabkan

Lebih terperinci

METODE SAMPLING & PENGAWETAN SAMPEL

METODE SAMPLING & PENGAWETAN SAMPEL METODE SAMPLING & PENGAWETAN SAMPEL PENDAHULUAN Memegang peranan sangat penting akan mempengaruhi data hasil analisis. Apabila terdapat kesalahan dalam pengambilan contoh, maka contoh yang diambil tidak

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. masih merupakan tulang pungung pembangunan nasional. Salah satu fungsi lingkungan

1. PENDAHULUAN. masih merupakan tulang pungung pembangunan nasional. Salah satu fungsi lingkungan 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air sungai merupakan salah satu komponen lingkungan yang memiliki fungsi penting bagi kehidupan manusia, termasuk untuk menunjang pembangunan ekonomi yang hingga saat ini

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Parameter fisik-kimia dalam penelitian ini digunakan sebagai data penunjang, yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Parameter fisik-kimia dalam penelitian ini digunakan sebagai data penunjang, yang BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter fisik-kimia dalam penelitian ini digunakan sebagai data penunjang, yang terdiri atas ph, DO (Dissolved Oxygen atau Oksigen Terlarut), kejernihan dan temperatur air.

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Nanggroe Aceh Darussalam, yaitu pada posisi antara 2 o 02-2 o LU dan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Nanggroe Aceh Darussalam, yaitu pada posisi antara 2 o 02-2 o LU dan BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keadaan Umum Kabupaten Aceh Singkil Wilayah Kabupaten Aceh Singkil terletak di sebelah selatan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, yaitu pada posisi antara 2 o 02-2 o 27 30

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi dan Kelimpahan Plankton Hasil identifikasi plankton sampai tingkat genus pada tambak udang Cibalong disajikankan pada Tabel 1. Hasil identifikasi komunitas plankton

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Metode Pengambilan Contoh Penentuan lokasi

3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Metode Pengambilan Contoh Penentuan lokasi 17 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan contoh air dilakukan pada bulan April sampai dengan Mei 2012. Lokasi penelitian di Way Perigi, Kecamatan Labuhan Maringgai, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini, data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Penyajian grafik dilakukan berdasarkan variabel konsentrasi terhadap kedalaman dan disajikan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air adalah sebutan untuk senyawa yang memiliki rumus kimia H 2 O. Air. Conference on Water and the Environment)

BAB I PENDAHULUAN. Air adalah sebutan untuk senyawa yang memiliki rumus kimia H 2 O. Air. Conference on Water and the Environment) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air adalah sebutan untuk senyawa yang memiliki rumus kimia H 2 O. Air merupakan komponen utama makhluk hidup dan mutlak diperlukan untuk kelangsungan hidupnya. Dublin,

Lebih terperinci

bentos (Anwar, dkk., 1980).

bentos (Anwar, dkk., 1980). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keanekaragaman jenis adalah keanekaragaman yang ditemukan di antara makhluk hidup yang berbeda jenis. Di dalam suatu daerah terdapat bermacam jenis makhluk hidup baik tumbuhan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSATAKA. Prinsipnya jumlah air di alam ini tetap dan mengikuti sebuah alur yang

BAB II TINJAUAN PUSATAKA. Prinsipnya jumlah air di alam ini tetap dan mengikuti sebuah alur yang BAB II TINJAUAN PUSATAKA 2.1 Air 2.1.1 Air Bersih Prinsipnya jumlah air di alam ini tetap dan mengikuti sebuah alur yang dinamakan siklus hidrologi. Air yang berada di permukaan menguap ke langit, kemudian

Lebih terperinci

KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS DI SITU LENGKONG DAN SITU KUBANG PANJALU, CIAMIS JAWA BARAT

KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS DI SITU LENGKONG DAN SITU KUBANG PANJALU, CIAMIS JAWA BARAT KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS DI SITU LENGKONG DAN SITU KUBANG PANJALU, CIAMIS JAWA BARAT T 592. 092 IZM ABSTRAK Penelitian tentang komunitas makrozoobentos di Situ Lengkong, suatu danau alami, dan di Situ

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komunitas Fitoplankton Di Pantai Balongan Hasil penelitian di perairan Pantai Balongan, diperoleh data fitoplankton selama empat kali sampling yang terdiri dari kelas Bacillariophyceae,

Lebih terperinci

Hasil uji laboratorium: Pencemaran Limbah di Karangjompo, Tirto, Kabupaten Pekalongan Oleh: Amat Zuhri

Hasil uji laboratorium: Pencemaran Limbah di Karangjompo, Tirto, Kabupaten Pekalongan Oleh: Amat Zuhri Hasil uji laboratorium: Pencemaran Limbah di Karangjompo, Tirto, Kabupaten Pekalongan Oleh: Amat Zuhri Semua limbah yang dihasilkan home industry dibuang langsung ke sungai, selokan atau, bahkan, ke pekarangan

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan

Bab V Hasil dan Pembahasan biodegradable) menjadi CO 2 dan H 2 O. Pada prosedur penentuan COD, oksigen yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang digunakan untuk mengoksidasi air sampel (Boyd, 1988 dalam Effendi, 2003).

Lebih terperinci

Estimasi Populasi Gastropoda di Sungai Tambak Bayan Yogyakarta

Estimasi Populasi Gastropoda di Sungai Tambak Bayan Yogyakarta Estimasi Populasi Gastropoda di Sungai Tambak Bayan Yogyakarta Andhika Rakhmanda 1) 10/300646/PN/12074 Manajamen Sumberdaya Perikanan INTISARI Makrozoobentos merupakan salah satu kelompok terpenting dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Waduk adalah genangan air besar yang sengaja dibuat dengan membendung aliran sungai, sehingga dasar sungai tersebut yang menjadi bagian terdalam dari sebuah waduk. Waduk

Lebih terperinci

Jurnal KELAUTAN, Volume 4, No.1 April 2011 ISSN :

Jurnal KELAUTAN, Volume 4, No.1 April 2011 ISSN : PENDUGAAN STATUS PECEMARAN AIR DENGAN PLANKTON SEBAGAI BIOINDIKATOR DI PANTAI KABUPATAN BANYUWANGI JAWA TIMUR. Andi Kurniawan Laboratorium Ilmu-Ilmu Perairan dan Bioteknologi Perikanan Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

Gambar 4. Peta Rata-Rata Suhu Setiap Stasiun

Gambar 4. Peta Rata-Rata Suhu Setiap Stasiun BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Fisika Perairan 4.1.1 Suhu Setiap organisme perairan mempunyai batas toleransi yang berbeda terhadap perubahan suhu perairan bagi kehidupan dan pertumbuhan organisme

Lebih terperinci

STUDI KUALITAS AIR DI SUNGAI DONAN SEKITAR AREA PEMBUANGAN LIMBAH INDUSTRI PERTAMINA RU IV CILACAP

STUDI KUALITAS AIR DI SUNGAI DONAN SEKITAR AREA PEMBUANGAN LIMBAH INDUSTRI PERTAMINA RU IV CILACAP STUDI KUALITAS AIR DI SUNGAI DONAN SEKITAR AREA PEMBUANGAN LIMBAH INDUSTRI PERTAMINA RU IV CILACAP Lutfi Noorghany Permadi luthfinoorghany@gmail.com M. Widyastuti m.widyastuti@geo.ugm.ac.id Abstract The

Lebih terperinci

ph TSS mg/l 100 Sulfida mg/l 1 Amonia mg/l 5 Klor bebas mg/l 1 BOD mg/l 100 COD mg/l 200 Minyak lemak mg/l 15

ph TSS mg/l 100 Sulfida mg/l 1 Amonia mg/l 5 Klor bebas mg/l 1 BOD mg/l 100 COD mg/l 200 Minyak lemak mg/l 15 69 Lampiran 1 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor :06 tahun 2007 Tanggal : 8 Mei 2007 BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN YANG MELAKUKAN LEBIH DARI

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LAUT

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LAUT SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 3 TAHUN 200 TENTANG BAKU MUTU AIR LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA,

Lebih terperinci

KOMUNITAS ZOOPLANKTON DI PERAIRAN WADUK KRENCENG, CILEGON, BANTEN

KOMUNITAS ZOOPLANKTON DI PERAIRAN WADUK KRENCENG, CILEGON, BANTEN KOMUNITAS ZOOPLANKTON DI PERAIRAN WADUK KRENCENG, CILEGON, BANTEN Sri Handayani dan Mufti P. Patria 2. Fakultas Biologi, Universitas Nasional, Jakarta 220, Indonesia 2. Departemen Biologi, FMIPA, Universitas

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. salju. Air tawar terutama terdapat di sungai, danau, air tanah, dan gunung es.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. salju. Air tawar terutama terdapat di sungai, danau, air tanah, dan gunung es. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Air Waduk Air menutupi sekitar 70% permukaan bumi, dengan jumlah sekitar 1.368 juta km 3. Air terdapat dalam berbagai bentuk, misalnya uap air, es, cairan dan salju.

Lebih terperinci

PANDUAN BIOTILIK. UNTUK PEMANTAUAN KESEHATAN DAERAH ALIRAN SUNGAI Selamatkan Sungai Kita Sekarang. Arah aliran air 1.

PANDUAN BIOTILIK. UNTUK PEMANTAUAN KESEHATAN DAERAH ALIRAN SUNGAI Selamatkan Sungai Kita Sekarang. Arah aliran air 1. PANDUAN BIOTILIK UNTUK PEMANTAUAN KESEHATAN DAERAH ALIRAN SUNGAI Selamatkan Sungai Kita Sekarang BIOTILIK berasal dari kata Bio yang berarti biota, dan Tilik berarti mengamati dengan teliti, sehingga BIOTILIK

Lebih terperinci

JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) Makroinvertebrata

JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) Makroinvertebrata JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No. 1, (01) 1-6 1 Studi Kualitas Air Sungai Brantas Berdasarkan Ayu Ratri Wijayaning Hakim dan Yulinah Trihadiningrum Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di perairan lokasi budidaya kerang hijau (Perna viridis) Perairan Pantai Cilincing, Jakarta Utara. Sampel plankton diambil

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN Maksud dari penelitian ini adalah untuk meneliti pengaruh berkembangnya aktivitas kolam jaring apung di Waduk Cirata terhadap kualitas air Waduk Cirata. IV.1 KERANGKA PENELITIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mandi, mencuci, dan sebagainya. Di sisi lain, air mudah sekali terkontaminasi oleh

I. PENDAHULUAN. mandi, mencuci, dan sebagainya. Di sisi lain, air mudah sekali terkontaminasi oleh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan kebutuhan yang sangat pokok bagi kehidupan, karena selain dikonsumsi, juga digunakan dalam berbagai aktivitas kehidupan seperti memasak, mandi, mencuci, dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makanan Alami Ikan Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam perkembangbiakan ikan baik ikan air tawar, ikan air payau maupun ikan air laut. Fungsi utama

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS PERAIRAN SUNGAI SAIL KOTA PEKANBARU

STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS PERAIRAN SUNGAI SAIL KOTA PEKANBARU ISSN 1978-583 Struktur Komunitas Makrozoobenthos T. Efrizal 008: () STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS PERAIRAN SUNGAI SAIL KOTA PEKANBARU Tengku Efrizal Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam kegiatan seperti mandi, mencuci, dan minum. Tingkat. dimana saja karena bersih, praktis, dan aman.

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam kegiatan seperti mandi, mencuci, dan minum. Tingkat. dimana saja karena bersih, praktis, dan aman. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan suatu unsur penting dalam kehidupan manusia untuk berbagai macam kegiatan seperti mandi, mencuci, dan minum. Tingkat konsumsi air minum dalam kemasan semakin

Lebih terperinci

Keanekaragaman dan Kelimpahan Makrozoobentos di Sungai Naborsahan Kabupaten Toba Samosir Sumatera Utara

Keanekaragaman dan Kelimpahan Makrozoobentos di Sungai Naborsahan Kabupaten Toba Samosir Sumatera Utara Keanekaragaman dan Kelimpahan Makrozoobentos di Sungai Naborsahan Kabupaten Toba Samosir Sumatera Utara Diversity and Abundance of Macrozoobenthos in Naborsahan River of Toba Samosir Regency, North Sumatera

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai

TINJAUAN PUSTAKA. Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai TINJAUAN PUSTAKA Sungai Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai peranan penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) bagi daerah disekitarnya,

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN AIR BAKU

BAB IV TINJAUAN AIR BAKU BAB IV TINJAUAN AIR BAKU IV.1 Umum Air baku adalah air yang berasal dari suatu sumber air dan memenuhi baku mutu air baku untuk dapat diolah menjadi air minum. Sumber air baku dapat berasal dari air permukaan

Lebih terperinci

LAMPIRAN A : Bagan Uji Pendugaan, Penegasan dan Sempurna. Di Pipet

LAMPIRAN A : Bagan Uji Pendugaan, Penegasan dan Sempurna. Di Pipet LAMPIRAN A : Bagan Uji Pendugaan, Penegasan dan Sempurna Benda uji Tabung reaksi berisi laktosa broth Di Pipet Diinkubasi pada suhu 35 ± 0,5ºC selama 24 jam Tahap Pendugaan Gas + dalam 24 jam Gas dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif,

TINJAUAN PUSTAKA. Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif, TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Estuari Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif, karena area ini merupakan area ekoton daerah pertemuan dua ekosistem berbeda (tawar dan laut)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 15 Juni sampai dengan 31 Juli 2013. Penelitian meliputi kegiatan lapangan dan kegiatan laboratorium. Kegiatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta Lokasi Tambak Cibalong (Sumber : Google Earth)

BAB III METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta Lokasi Tambak Cibalong (Sumber : Google Earth) BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada tanggal 15 Juni sampai dengan 6 Juli 2013 di perairan tambak udang Cibalong, Kabupaten Garut (Gambar 2). Analisis

Lebih terperinci

L A M P I R A N DAFTAR BAKU MUTU AIR LIMBAH

L A M P I R A N DAFTAR BAKU MUTU AIR LIMBAH L A M P I R A N DAFTAR BAKU MUTU AIR LIMBAH 323 BAKU MUTU AIR LIMBAH INDUSTRI KECAP PARAMETER BEBAN PENCEMARAN Dengan Cuci Botol (kg/ton) Tanpa Cuci Botol 1. BOD 5 100 1,0 0,8 2. COD 175 1,75 1,4 3. TSS

Lebih terperinci

PELAKSANAAN KEGIATAN BIDANG PENGENDALIAN KERUSAKAN PERAIRAN DARAT TAHUN 2015

PELAKSANAAN KEGIATAN BIDANG PENGENDALIAN KERUSAKAN PERAIRAN DARAT TAHUN 2015 PELAKSANAAN KEGIATAN BIDANG PENGENDALIAN KERUSAKAN PERAIRAN DARAT TAHUN 2015 A. PEMANTAUAN KUALITAS AIR DANAU LIMBOTO Pemantauan kualitas air ditujukan untuk mengetahui pengaruh kegiatan yang dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tidak kurang dari 70% dari permukaan bumi adalah laut. Atau dengan kata lain ekosistem laut merupakan lingkungan hidup manusia yang terluas. Dikatakan bahwa laut merupakan

Lebih terperinci

UJI BAKTERIOLOGI AIR BAKU DAN AIR SIAP KONSUMSI DARI PDAM SURAKARTA DITINJAU DARI JUMLAH BAKTERI Coliform

UJI BAKTERIOLOGI AIR BAKU DAN AIR SIAP KONSUMSI DARI PDAM SURAKARTA DITINJAU DARI JUMLAH BAKTERI Coliform UJI BAKTERIOLOGI AIR BAKU DAN AIR SIAP KONSUMSI DARI PDAM SURAKARTA DITINJAU DARI JUMLAH BAKTERI Coliform SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai derajat Sarjana SI Program Studi Biologi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Maret 2016 di Telaga Bromo dapat dilihat di Tabel 1.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Maret 2016 di Telaga Bromo dapat dilihat di Tabel 1. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Parameter Fisik dan Kimia Perairan Telaga Bromo Rata-rata hasil pengukuran terhadap parameter fisik dan kimia perairan yang telah dilakukan setiap pengambilan sampel pada

Lebih terperinci

Konsentrasi Logam Cd dan Pb Di Sungai Plumbon dan Kaitannya dengan Struktur Komunitas Fitoplankton

Konsentrasi Logam Cd dan Pb Di Sungai Plumbon dan Kaitannya dengan Struktur Komunitas Fitoplankton G 02 Konsentrasi Logam Cd dan Pb Di Sungai Plumbon dan Kaitannya dengan Struktur Komunitas Fitoplankton Ersan Noviansyah, Siti Rudiyanti* dan Haeruddin Abstrak *Program studi MSP, FPIK, UNDIP Sungai Plumbon

Lebih terperinci

Pengawasan dan penyimpanan serta pemanfaatan data kualitas air

Pengawasan dan penyimpanan serta pemanfaatan data kualitas air Konstruksi dan Bangunan Pengawasan dan penyimpanan serta pemanfaatan data kualitas air Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor : 360/KPTS/M/2004 Tanggal : 1 Oktober 2004 DEPARTEMEN PERMUKIMAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR: 51 TAHUN 2004 TENTANG BAKU MUTU AIR LAUT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR: 51 TAHUN 2004 TENTANG BAKU MUTU AIR LAUT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, SALINAN KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR: 51 TAHUN 2004 TENTANG BAKU MUTU AIR LAUT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa untuk menjaga kelestarian fungsi lingkungan laut

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan menggunakan metode penelitian deskriptif (Nazir, 1998). Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan struktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya alam yang menjadi kebutuhan dasar bagi

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya alam yang menjadi kebutuhan dasar bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Air merupakan sumber daya alam yang menjadi kebutuhan dasar bagi kehidupan. Sekitar tiga per empat bagian dari tubuh kita terdiri dari air dan tidak seorangpun

Lebih terperinci

TARIF LINGKUP AKREDITASI

TARIF LINGKUP AKREDITASI TARIF LINGKUP AKREDITASI LABORATORIUM BARISTAND INDUSTRI PALEMBANG BIDANG PENGUJIAN KIMIA/FISIKA TERAKREDITASI TANGGAL 26 MEI 2011 MASA BERLAKU 22 AGUSTUS 2013 S/D 25 MEI 2015 Bahan Atau Produk Pangan

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN MAKROZOOBENTOS DI SUNGAI TALAWAAN MINAHASA UTARA, SULAWESI UTARA

KEANEKARAGAMAN MAKROZOOBENTOS DI SUNGAI TALAWAAN MINAHASA UTARA, SULAWESI UTARA KEANEKARAGAMAN MAKROZOOBENTOS DI SUNGAI TALAWAAN MINAHASA UTARA, SULAWESI UTARA Mentari Maith 1), Sendy Rondonuwu 1), Adelfia Papu 1), Marina F.O Singkoh 1) 1) Program Studi Biologi FMIPA Universitas Sam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laut Indonesia sudah sejak lama didayagunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia terutama pemanfaatan sumberdaya hayati seperti ikan maupun sumberdaya non hayati

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Perairan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Perairan 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Perairan Menurut Odum (1971), pencemaran adalah perubahan sifat fisik, kimia dan biologi yang tidak dikehendaki pada udara, tanah dan air. Sedangkan menurut Saeni

Lebih terperinci