BAB II LANDASAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TERI 1 A. Tinjauan Pustaka 1. Tumbuhan Mundu (G. dulcis) a. Deskripsi Tumbuhan G. dulcis Garcinia termasuk ke dalam suku/famili manggis-manggisan, Guttiferae atau Clusiaceae. Jenis ini banyak tumbuh di daerah tropis, banyak terdapat dikawasan Asia Tenggara misalnya di Indonesia, Malaysia, Thailand, Kamboja, Philipina, Burma dan Vietnam serta beberapa terdapat di negara Srilangka, India bagian selatan, Brasil dan Amerika Tengah. Tumbuhan genus Garcinia yang terdiri kurang lebih 500 spesies ini tersebar luas di kawasan tropis serta memiliki fisiognomi yang beragam, dari jumlah tersebut terdapat 91 spesies Garcinia yang terdapat di Indonesia dan 35 spesies dikoleksi di Kebun Raya Bogor (Heyne, 1987). Salah satu spesies dari genus Garcinia adalah mundu (G. dulcis) berupa pohon berbatang pendek dengan tinggi maksimal meter dengan tajuk yang mengerucut ke atas. Tumbuhan G. dulcis mempunyai tangkai bunga pendek ± 1 cm, ujung bunganya hampir tertutup. Batangnya mempunyai kulit berwarna coklat dan mempunyai semacam getah berwarna putih yang akan berubah menjadi coklat pucat saat kering. Batang mundu ditumbuhi banyak ranting berbentuk hampir persegi empat yang mudah patah dan berbulu halus. Daun mundu berbentuk bundar telur sampai lonjong jorong, panjang cm dan lebar 3,5 14 cm, mentah pucat bila muda, permukaan atas mentah gelap dan mengkilat, pada bagian bawah dengan tulang tengah yang menonjol dan keras, urat-urat daun banyak dan paralel, panjang tangkai daun sampai 2 cm. Bunga mundu muncul di dekat pangkal daun berwarna kuning keputihan dan berbau harum. Buah mundu berbentuk bulat dengan ujung atas dan bawah agak meruncing dengan diameter antara 5-8 cm. Buah berwarna hijau muda saat masih mentah dan berubah menjadi kuning cerah (mengkilat) ketika masak. Buah mundu (G. dulcis) memiliki 1-5 biji berukuran 2,5 cm berwarna coklat. Daging buah mundu berwarna kuning dan mengandung banyak air. Rasa buahnya manis agak masam. Pohon mundu tumbuh di Indonesia (Jawa dan sebagian Kalimantan) dan telah ditanam di negara-negara di Asia Tenggara seperti Thailand dan Filipina. Habitatnya adalah daerah dataran rendah hingga ketinggian 500 meter (Maheswari, 1964).

2 2 Gambar 1. Buah Mundu (G. dulcis) berikut: Secara taksonomi tumbuhan G. dulcis ini diklasifikasikan (Heyne, 1987) sebagai Divisio : Spermatophyta Sub divisio : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Sub kelas : Archichlamydae rdo : Parietales Famili : Clusiaceae (Guttiferae) Genus : Garcinia Spesies : Garcinia dulcis (Roxb.) Kurz b. Manfaat G. dulcis Sebagian besar bagian dari tumbuhan Garcinia dapat dimanfaatkan. Buah dari spesies tumbuhan ini dapat dimakan seperti buah manggis (G. mangostana), mundu (G. dulcis) dan asam kandis (G. parvifolia). Mundu selain dapat dimakan buahnya, dalam bentuk jus buah bermanfaat sebagai ekspektoran (Deachathai dkk., 2005). G. dulcis mempunyai aktivitas biologis dan farmakologis yang beragam dan sangat menarik seperti: antioksidan, antimalaria, antiinflamasi (Merza dkk., 2004; Lannang dkk., 2005), antibakteri (Deachathai dkk., 2005), agen hipokolesterolemik (Tuansulong dkk., 2009), antijamur, anti HIV (Kosela dkk., 2000), penanganan penyakit limfatitis, parotitis dan struma (Kasahara dan Henmi, 1986). c. Kandungan Senyawa Kimia G. dulcis Studi literatur mengenai kandungan kimia dalam G. dulcis yang telah dilaporkan, diantaranya senyawa-senyawa xanton yang telah diisolasi dari kulit batang mundu G. dulcis adalah 1,3,4,5,8-pentahidroksixanton, 1,5,8-trihidroksi-6,6-dimetilpirano (2,3:6,7)-6,6 -

3 3 dimetilpirano (2,3 :2,3) xanton, 1,8-dihidroksi-6,6-dimetilpirano (2,3:6,7)-6,6 - dimetilpirano (2,3 :3,4) xanton (Ainiyah dan Ersam, 2006). Senyawa yang berhasil diisolasi dari bunga mundu G. dulcis yang berasal dari Songkhla, Thailand adalah dulcisxanton C, dulcisxanton D, dulcisxanton E, dulcinon, dulcisxanton F (Deachathai dkk., 2006). Isolasi senyawa yang diperoleh dari akar G. dulcis antara lain: garciduols A, garciduols B, garciduols C, 1,3,6-trihidoksi-7-metoksixanton, 2,5-dihidroksi-1-metoksixanton, 1,4,5-trihidroksixanton, 1,3,5-trihidroksixanton, 1,3,6-trihidoksi-5-metoksixanton (Iinuma dkk., 1996). Senyawa yang telah diisolasi dari daun G. dulcis adalah dulxanton E, dulxanton F, dulxanton G, dulxanton H (Kosela dkk., 2000). Komponen senyawa yang pernah dilaporkan dalam mundu, sebagian besar didominasi dari senyawa fenolik dari golongan xanton dan beberapa komponen non fenolik yakni triterpenoid serta steroid (Hesturini dkk., 2011). d. Senyawa yang Pernah Dilaporkan dalam Buah G. dulcis Senyawa yang telah dilaporkan dari buah mentah dan matang dalam G. dulcis didominasi dari golongan xanton. Selain golongan xanton, juga terdapat beberapa senyawa lain seperti flavonoid, benzofonen dan asam lemak dalam jumlah yang minor (Deachathai dkk., 2005). Senyawa yang berhasil diisolasi dari buah mentah G. dulcis antara lain: dulcinoside (1), dulcisisoflavone (2), dulcisxanthone A (3), sphaerobioside acetate (4), cowanin (5), morelloflavone (6), mangostin (7a), mangostenol (7b), cratoxylone (7c), garcinone D (7d), cowaxanthone (8), l,6-dihydroxy-3,7-dimethoxy-2-(3-methyl-2-butenyl)xanthone (9), chandalone (10), camboginol (11), cambogin (12), octadenoic acid-2,3-dihydroxypropyl ester (13), lupalbigenin (14a), isolupalbigenin (14b), BR-xanthone A (15), l,7-dihydroxy-3- methoxy-2-(3-methyl-2-butenyl)xanthone (16), 2-hydroxy-l,2,3-propanetricarboxylic acid- 1,3-dimethylester (17), 1,5,8-trihydroxy-3-methoxy-2-(3-methyl-2-butenyl)xanthone (18) dan clusiaphenone B (19) (Deachathai dkk., 2005). Sedangkan senyawa yang diperoleh dalam buah matang G. dulcis diperoleh 8 komponen yang sama dengan senyawa dalam buah mentah G. dulcis antara lain: camboginol, cambogin, octadenoic acid-2,3-dihydroxypropyl ester, 1,5,8-trihydroxy-3-methoxy-2-(3- methyl-2-butenyl)xanthone, BR-xanthone A, mangostin, morelloflavone, mangostenol serta 17 komponen lain yaitu dulcisflavan (20), dulcisxanthone B (21), isonormangostin (22), gartanin (23), 1,6-dihydroxy-7-methoxy-8-(3,7-dimethyl-2,6-octadienyl)-2,2 dimethylpyrano[3,2,b]

4 4 xanthen-9-one, tovophyllin A (24), betulinic acid (25), kaemferol 3--β-glucopyranosyl-7-α-rhamnopyranoside (26a), kaemferol 3,7-di--α-rhamnopyranoside (26b), garcinone B (27), 1,3,6-trihydroxy-7-methoxy-2,5-bis(3-methyl-2-butenyl)xanthone (28), 8-desoxygartanin (29), 1,6-dihydroxy-7-methoxy-8-(3-methyl-2-butenyl)- 2,2 dimethylchromeno[5,6 :2,3]xanthone (30), apigenin (31), morusignin J (32) dan (-) epicatechin (33) (Deachathai dkk., 2005). H H H 3 C H H H H H H (1) H H H H (2) (3) Ac Ac H 3 C Ac Ac Ac R 1 H Ac H 3 C R 1 H Ac H H (4) (5) H H H H H H R 1 H H 3 C R 2 H H (6) (7) H

5 5 Keterangan: (5) R1 =, R2 = (7a) R1 = R2 = H (7b) R1 =, R2 = H (7c) R1 =, R2 = (7d) R1 =, R2 = H H H 3 C H (8) H H H H (9) (10) H H H H H H H H H H (11) (12)

6 6 H R 2 (13) H H H H R 1 H H H (14) (15) Keterangan: (14a) R1 =, R2 = H (14b) R1 = H, R2 = H H H H H H (16) (17) H H H H H (18) (19)

7 H 7 H H H H H H H H H CH 3 (20) (21) H H H H H CH 3 (22) (23) H H H H H H H H H (24) (25) H R 2 H R 1 H H H (26) (27) Keterangan: (26a) R1 = β-d-glucose, R2 = α-r-rhamnose (26b) R1 = R2 = α-l-rhamnose

8 H H 8 H 3 C H H H H (28) (29) H H H H 3 C H H (30) (31) H H H H H H H (32) (33) H Gambar 2. Senyawa yang Telah Diisolasi dari Buah G. dulcis 2. Faktor yang Mempengaruhi Kadar Xanton dan Flavonoid Biosintesis senyawa xanton belum diketahui secara jelas namun diduga masih berhubungan dekat dengan biosintesis senyawa flavonoid dan stilbenoid. Xanton berasal dari lintasan fenilalanin melalui jalur hidroksinamat (metabolisme fenil propanoid secara umum). Hidroksinamat merupakan pusat pembentukan berbagai fenil propanoid dan unit awal dalam pembentukan benzofenon (produk antara) yang selanjutnya mengalami siklisasi menjadi xanton. Salah satu enzim yang berperan dalam metabolisme fenilalanin dan fenil propanoid adalah Phenyl Alanine Lyase (PAL). PAL disintesis sebagai respon dari ultraviolet, serangan mikroba dan pelukaan (Kurniawati, 2011). Faktor yang dapat mempengaruhi kadar xanton dan flavonoid dalam tumbuhan maupun bagian tumbuhan antara lain (Kurniawati, 2011):

9 9 a. Kandungan xanton yang sama sejak buah muda hingga siap panen karena xanton terdapat pada berbagai umur buah, begitu pula pemanfaatan kulit tidak hanya terbatas pada kulit buah yang telah matang tapi dapat pula berasal dari kulit buah yang masih hijau. b. Total flavonoid, konsentrasi fenol dan total aktivitas antioksidan lebih tinggi pada buah yang dipanen. Karakter kimiawi dan kapasitas antioksidan buah cranberry juga dipengaruhi oleh stadia kemasakan, total fenol dan antosianin berpengaruh terhadap kapasitas antioksidan, stadia hijau mengandung kapasitas antioksidan tertinggi. c. Kadar fenol dan potensi antioksidan dipengaruhi oleh lingkungan, kontribusi utama dari faktor lingkungan adalah suhu udara, sinar ultraviolet, suhu tanah pada kedalaman 25 cm dan kadar C2. Penelitian melaporkan bahwa akumulasi flavonoid diinduksi oleh cekaman lingkungan, karena peranan flavonoid sebagai senyawa pertahanan. Radiasi sinar UV dilaporkan dapat menginduksi akumulasi flavonoid pada gandum (Rathore dkk., 2003). Kadar C2 udara juga dilaporkan mempengaruhi sintesis flavonoid. Pengayaan udara dengan C2 akan meningkatkan konsentrasi senyawa sekunder yang berdasar karbon (Carbon Based Secondary Compound/ CBSC) (Kurniawati, 2011). 3. Perbandingan Kondisi Geografi dan Ekologi Indonesia dengan Thailand a. Letak Lintang dan Iklim Letak garis lintang berpengaruh pada lamanya penyinaran matahari (UV) pada suatu tempat. Semakin rendah letak garis lintangnya maka semakin lama daerah tersebut mendapatkan sinar matahari dan suhu udaranya semakin tinggi. Sebaliknya, semakin tinggi letak garis lintang maka intensitas penyinaran matahari semakin kecil sehingga suhu udaranya semakin rendah. Semakin mendekati garis khatulistiwa, semakin tinggi pula paparan matahari di sepanjang tahun. Hal ini menyebabkan indeks matahari rata-rata di Indonesia berada pada level 9 sampai 11+ atau kekuatan matahari yang terbilang sangat kuat. leh karena itu, hal ini menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara dengan indeks UV tertinggi di dunia (Setiawan, 2015). Indonesia terletak di daerah lintang rendah (6 LU 11 LS) mendapatkan penyinaran matahari jam. Suhu udara rata-rata tinggi, karena matahari selalu vertikal, bahkan di beberapa tempat rata-rata suhu tahunannya mencapai 30 C. Kondisi ekologi Indonesia memiliki dua musim yakni musim hujan dan musim kemarau. Musim hujan pada bulan ktober-april, sedangkan musim kemarau pada bulan Mei-September (Khoir, 2012).

10 10 Letak lintang Thailand 15 LU, maka Thailand beriklim tropis dengan lama penyinaran matahari jam dengan perbedaan suhu antara siang dan malam rendah. Ratarata suhu tahunan adalah 28 C. Thailand memiliki iklim tropis, dengan musim semi dari Maret- Mei, musim hujan di Juni-September dan musim dingin dari ktober-februari. Sedangkan khusus untuk Thailand selatan (Songkhla) hanya memiliki dua musim yakni musim kemarau yang relatif singkat pada bulan Februari-Mei dan musim hujan pada Mei-Januari. Fenomena ini berbeda dengan di Indonesia, padahal masih dalam satu lintang rendah. Indonesia pada bulan Mei-September mengalami musim kemarau, sedangkan Thailand mengalami musim hujan yang cukup tinggi. Ini disebabkan karena negara Thailand di lewati angin pasat timur laut yang membawa uap air menuju ekuator, sehingga terjadi pertemuan angin pasat di ekuator. Akibatnya di Thailand terjadi hujan dengan intensitas tinggi, sedangkan di Indonesia mengalami kemarau (Khoir, 2012). b. Kadar C2 World Resources Institute (WRI) membuat laporan tentang emisi karbon dioksida (C2) negara-negara di dunia sejak 1850 hingga 2011 melalui sebuah peta interaktif. Berdasarkan peta interaktif tersebut, terlihat emisi gas rumah kaca di dunia mengalami perubahan drastis selama 160 tahun terakhir. Jika pada tahun 1990-an sekitar dua pertiga dari emisi C2 berasal dari negara-negara maju, pada tahun 2011, emisi karbon yang dihasilkan oleh negara-negara berkembang meningkat drastis, termasuk Indonesia. Daftar 10 negara penghasil emisi karbon terbesar di dunia berdasarkan studi WRI sebagai berikut: Cina (10,26 miliar ton), Amerika Serikat (6,135 miliar ton), Uni Eropa (4,263 miliar ton), India (2,358 miliar ton), Rusia (2,217 miliar ton), Indonesia (2,053 miliar ton), Brazil (1,419 miliar ton), Jepang (1,170 miliar ton), Kanada (847 million ton) dan Jerman (806 million ton) (Alamendah, 2014). 4. Metode Isolasi dan Pemurnian Senyawa a. Ekstraksi Metode ekstraksi berguna untuk melarutkan senyawa-senyawa yang terdapat dalam jaringan tumbuhan ke dalam pelarut yang dipakai untuk ekstraksi tersebut. Untuk mengisolasi suatu senyawa dari bahan tumbuhan segar, keberhasilan ekstraksi dengan alkohol berkaitan langsung dengan seberapa jauh klorofil tertarik oleh pelarut tersebut sedangkan prosedur klasik untuk mengekstraksi berkesinambungan menggunakan alat soxhlet (Kristanti dkk., 2008).

11 11 Pelarut n-heksana, eter, petroleum eter, dan kloroform digunakan untuk mengambil senyawa dengan kepolaran rendah sedangkan pelarut yang lebih polar misalnya alkohol dan etil asetat digunakan untuk mengambil senyawa yang lebih polar (Rusdi, 1990). Metode ekstraksi yang digunakan dalam penelitian Deachathai (2005) adalah metode ekstraksi maserasi buah mentah dan matang G. dulcis dengan lama perendaman 5 hari menggunakan pelarut aseton. b. Kromatografi Jika campuran yang akan dipisahkan (A dan B) dimasukkan ke dalam sistem, kedua senyawa akan terdistribusi di antara kedua fase menurut sifat masing-masing. Karena salah satu fase bergerak, senyawa dalam campuran tentunya juga bergerak. Senyawa yang mempunyai afinitas lebih besar terhadap fase gerak akan bergerak lebih cepat daripada senyawa yang sifatnya sebaliknya. Hal yang lebih umum ialah A dan B mempunyai sifat yang serupa dan keduanya bergerak tetapi lajunya berbeda. Perbedaan laju perpindahan ini merupakan dasar dari semua pemisahan secara kromatografi (Gritter dkk., 1991). Pemilihan pelarut tergantung pada sifat kelarutan komponen terhadap pelarut yang digunakan. Kekuatan elusi suatu pelarut terhadap senyawa dalam kromatografi dengan menggunakan silika gel akan turun dengan urutan sebagai berikut: air murni > metanol > etanol > propanol > aseton > etil asetat > kloroform > metil klorida > benzena > toluen > triklo roetilena > tetraklorida > sikloheksana > heksana. Fasa gerak yang bersifat lebih polar digunakan untuk mengelusi senyawa-senyawa yang adsorbsinya kuat, sedangkan fasa gerak yang kurang polar digunakan untuk mengelusi senyawa yang adsorbsinya lemah (Sastrohamidjojo, 2005). 1) Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Pada hakikatnya KLT melibatkan dua peubah yakni sifat fase diam dan fase gerak. Fase diam dapat berupa serbuk halus yang berfungsi sebagai permukaan penjerap. Penjerap pada KLT yang paling umum dipakai adalah silika gel, alumina, kiselgur dan selulosa. Fase gerak dapat berupa segala macam pelarut atau campuran pelarut. Lapisan tipis sering mengandung indikator fluorosensi yang ditambahkan untuk membantu penampakan bercak warna pada lapisan yang telah dikembangkan. Indikator fluoresensi ialah senyawa yang memancarkan sinar tampak jika disinari dengan sinar berpanjang gelombang lain, biasanya sinar ultraviolet sehingga lapisan yang mengandung indikator fluoresensi akan bersinar jika disinari pada panjang gelombang yang tepat (Gritter dkk., 1991).

12 12 2) Kromatografi Vakum Cair (KVC) Kromatografi vakum cair merupakan salah satu kromatografi kolom khusus yang biasanya juga menggunakan silika gel sebagai adsorben (Kristanti dkk., 2008). Kolom kromatografi dikemas kering (biasanya dengan penjerap mutu KLT µm) dalam keadaan vakum agar diperoleh kerapatan kemasan maksimum, vakum dihentikan, pelarut yang kepolarannya rendah dituangkan kepermukaan penjerap lalu divakum lagi. Kolom dihisap sampai kering dan siap dipakai. Cuplikan dilarutkan dalam pelarut yang cocok, dimasukkan langsung pada bagian atas kolom dan dihisap perlahan-lahan ke dalam kemasan dengan memvakumkannya. Kolom dielusi dengan campuran pelarut yang cocok, mulai dengan pelarut yang kepolarannya rendah lalu kepolarannya ditingkatkan perlahan-lahan, kolom dihisap sampai kering pada setiap pengumpulan fraksi (Hostettmann dkk., 1986). Metode KVC dipilih karena memiliki keunggulan yaitu dapat memisahkan bahan sampel dalam jumlah yang cukup besar dalam waktu yang singkat. Penelitian yang menggunakan metode ini antara lain: isolasi biflavonoid dari kulit batang G. xanthochymus dengan elusi gradien menggunakan n-heksana:etil asetat serta etil asetat 100% (Muharni dkk., 2011), isolasi tiga turunan xanton dari kulit batang G. dulcis dengan eluen n-heksana dan diklometana yang ditingkatkan kepolarannya (Ainiyah dan Ersam, 2006). 3) Kromatografi Kolom dengan Fase Diam Sphadex Sephadex LH-20 merupakan media kromatografi cair yang didesain berdasarkan ukuran molekul dari produk bahan alam seperti flavonoid, glikosida, steroid, dan peptida berberat molekul rendah. Prinsip pemisahan kromatografi sephadex LH-20 adalah molekul yang berat molekul kecil akan melewati dan terjebak dalam gel sephadex terlebih dahulu sebelum turun keluar kolom, sedangkan molekul yang berat molekul besar akan langsung terelusi keluar kolom karena tidak dapat menembus gel. leh karena itu, molekul yang akan keluar dari kolom terlebih dahulu adalah molekul yang ukurannya lebih besar setelah itu disusul oleh molekul yang ukurannya lebih kecil (Day dan Underwood, 2002). Gel sephadex (LH-20) dirancang untuk digunakan memakai eluen organik. Biasanya yang digunakan adalah metanol. Sebelum digunakan sebaiknya gel sephadex digembungkan terlebih dahulu dalam eluen selama 12 jam. (Kristanti dkk., 2008) Penelitian yang pernah menggunakan metode kolom dengan fase diam sephadex antara lain: kromatografi sephadex memberikan hasil pemisahan tanin yang bagus pada ekstrak daun bearberry (Pegg dkk., 2008) dan isolasi biflavonoid dari G. preussii dengan eluen metanol (Messi dkk., 2012).

13 13 4) Kromatografi Flash Kromatografi flash merupakan kromatografi dengan tekanan rendah (pada umumnya <20 psi) yang digunakan sebagai kekuatan bagi elusi bahan pelarut melalui suatu ruangan atau kolom yang lebih cepat. Kualitas pemisahan sedang, tetapi dapat berlangsung cepat (10 15 menit). Fasa diam yang sering digunakan adalah silika gel G60 ukuran µm dan silika gel G60 ukuran 40 43µm dengan ukuran partikel mess. Sistem pelarut biner dengan salah satu pelarut mempunyai kepolaran yang lebih tinggi, sering digunakan dalam kromatografi ini. Sistem pelarut biner yang sering digunakan diantaranya n-heksana/etac, eter/n-heksana, CH2Cl2/EtAc dan CH2Cl2/MeH (Still dkk., 1978). Penelitian yang menggunakan metode kromatografi flash adalah isolasi biflavonoid dari kulit batang G. xanthochymus dengan elusi gradien menggunakan n-heksana:etil asetat dan etil asetat 100% (Muharni dkk., 2011). 5. Identifikasi Struktur Senyawa Spektroskopi Magnetik Inti Spektrosopi yang telah membawa dampak terbesar dalam penetapan struktur organik ialah spektroskopi resonansi magnetik inti (NMR, Nuclear Magnetic Resonance). Inti tertentu menunjukkan perilaku seolah-olah mereka berputar (spin). Berhubung inti bermuatan dan muatan putaran menciptakan medan magnetik, maka inti yang berputar ini berperilaku sebagai magnet kecil. Inti yang paling penting untuk penetapan struktur organik ialah 1 H (hidrogen biasa) dan 13 C, yaitu isotop nonradioaktif yang stabil dari karbon biasa (Hart dkk., 2003). 1) Spektroskopi 1 H NMR Spektrum 1 H NMR biasanya diperoleh dengan cara berikut: sampel senyawa yang sedang dikaji (biasanya hanya beberapa miligram) dilarutkan dalam sejenis pelarut lembam yang tidak memiliki inti 1 H. Contoh pelarut seperti itu ialah CCl4 atau pelarut dengan hidrogen yang digantikan oleh deuterium seperti CDCl3 (deuteriokloroform) dan CD3CCD3 (heksadeuterioaseton). Kebanyakan senyawa organik memiliki puncak bawah medan (di medan rendah) dari TMS dan diberi nilai δ positif. Nilai δ 1,00 berarti bahwa puncak muncul 1 ppm di bawah medan puncak dari puncak TMS. Pergeseran kimia (chemical shift) dari jenis sinyal 1 H tertentu ialah nilai δ-nya terhadap TMS disebut pergeseran kimia karena nilainya bergantung pada lingkungan kimia dari hidrogen, tidak bergantung pada instrumen yang digunakan untuk mengukur. Tabel 1 memuat pergeseran kimia untuk beberapa jenis inti 1 H yang lazim (Hart dkk., 2003).

14 Tabel 1. Pergeseran Kimia Proton 1 H yang Khas (Relatif terhadap Tetrametilsilana/TMS) Jenis 1 H δ (ppm) Jenis 1 H δ (ppm) C CH3 0,85 0,95 CH2=C 4,6 5,0 C CH2 C 1,20 1,35 CH=C 5,2 5,7 C Ar H 6,0 8,0 C CH C 1,40 1,65 CH3 C=C 1,6 1,9 9,5 9,7 C H CH3 Ar 2,2 2, C H CH3 C= 2,1 2,6 R H 0,5 5,5 C CH3 3,5 3,8 Ar H ) Spektroskopi 13 C NMR Spektroskopi 13 C NMR memberikan informasi tentang kerangka karbon. Spektrum karbon-13 berbeda dari spektrum 1 H dalam beberapa hal. Pergeseran kimia karbon-13 terjadi pada kisaran yang lebih lebar dibandingkan kisaran pergeseran kimia inti 1 H. Keduanya diukur terhadap senyawa rujukan yang sama yaitu TMS, yang semua karbon metilnya ekuivalen dan memberikan sinyal yang tajam (Hart dkk., 2003). Absorpsi karbon-13 dijumpai dengan angka ppm di bawah medan TMS. Posisi relatif absorpsi 13 C NMR seperti ditunjukkan pada Gambar 3 (Fessenden dan Fessenden, 1982). C ester, amida dan karboksil C dan C N C alkena dan aromatik C aldehida C alkunil dan keton C alkil ppm Gambar 3. Posisi Relatif Absorpsi 13 C NMR 3) HSQC (Heteronuclear Single Quantum Correlation)

15 15 HSQC merupakan salah satu jenis NMR dua dimensi. Teknik HSQC pada dasarnya sama dengan teknik HMBC yaitu inti yang dideteksi adalah proton (Rumampuk, 2005). Eksperimen HSQC mengukur konstanta coupling 13 C- 1 H dan mengidentifikasi proton mana yang membentuk coupling dengan karbon tertentu pada konstanta coupling tertentu, dengan kata lain data hasil HSQC adalah hubungan CH dua dimensi yang ditunjukkan sebagai sinyal silang dalam diagram δc vs δh (Williams dan Fleming, 2008). 4) HMBC (Heteronuclear Multiple Bond Correlation) HMBC merupakan salah satu jenis NMR dua dimensi yang dapat digunakan untuk mengetahui hubungan antara proton dengan karbon yang berjarak 2-3 ikatan. Kemiripan nilai coupling dua- dan tiga- ikatan merupakan keterbatasan yang tidak menguntungkan sehingga identifikasi apakah sebuah interaksi yang dimunculkan pada spektrum HMBC merupakan interaksi dua- dan tiga-ikatan atau bukan tidak mungkin dilakukan. Teknik ini tetap potensial karena sering kali memungkinkan untuk mengidentifikasi hubungan antara satu sistem spin dengan sistem spin lainnya (Williams dan Fleming, 2008). B. Kerangka Pemikiran Komponen senyawa yang pernah dilaporkan dalam G. dulcis, sebagian besar didominasi dari senyawa fenolik dari golongan xanton serta komponen non fenolik yakni triterpenoid dan steroid (Hesturini dkk., 2011). Sedangkan senyawa yang pernah dilaporkan dalam buah matang dan mentah G. dulcis, didominasi oleh senyawa golongan xanton serta komponen lain dalam jumlah minor seperti benzofenon, flavonoid dan asam lemak (Deachathai dkk, 2005). Adanya perbedaan geografi, ekologi dan tantangan ekosistem tumbuhan menyebabkan perbedaan kandungan senyawa dan/atau kuantitas senyawa yang terkandung di dalamnya (Ainiyah dan Ersam, 2006). Kadar fenol dan potensi antioksidan dipengaruhi oleh lingkungan, kontribusi utama adalah suhu udara, sinar UV, suhu tanah pada kedalaman 25 cm dan kadar C2. Radiasi sinar UV dilaporkan dapat menginduksi akumulasi flavonoid pada gandum (Rathore dkk., 2003). Kadar C2 udara juga dilaporkan mempengaruhi sintesis flavonoid, pengayaan udara dengan C2 akan meningkatkan konsentrasi senyawa sekunder yang berdasar karbon (Kurniawati, 2011). Intensitas radiasi sinar UV terhadap tumbuhan G. dulcis lebih intens dan tinggi di Indonesia karena Indonesia memiliki periode musim kemarau lebih lama dan rata-rata suhu tahunan lebih tinggi dibandingkan dengan Thailand (Khoir, 2012). Selain itu, Indonesia juga

16 16 termasuk 10 negara penghasil emisi karbondioksida terbesar di dunia, sedangkan Thailand tidak termasuk di dalamnya (Setiawan, 2015). Berdasarkan perbedaan tersebut, dimungkinkan kuantitas xanton dan/atau flavonoid yang terkandung dalam spesies yang sama akan berbeda signifikan. Penelitian ini menggunakan buah mentah G. dulcis yang berasal dari Sukoharjo, Jawa Tengah. Senyawa xanton dan/atau flavonoid dalam buah mentah G. dulcis dapat diisolasi dengan metode ekstraksi menggunakan alat soxhlet dengan pelarut aseton. Isolasi senyawa fenolik pada buah mentah G. dulcis dengan menggunakan pelarut aseton pada proses ekstraksi sampel (Deachathai dkk., 2005). Fraksinasi menggunakan kromatografi vakum cair untuk memisahkan komponen polar dan non polar. Sistem elusi yang digunakan adalah elusi gradien yakni eluen pertama yang ditambahkan lebih bersifat non polar kemudian ditambahkan eluen dengan bertambahnya kepolaran secara bertingkat agar dihasilkan resolusi pemisahan yang baik (Hostettmann dkk., 1986). Fraksi yang cenderung polar dimungkinkan mengandung senyawa target. Pemurnian senyawa dengan menggunakan kromatografi kolom dengan fase diam sephadex LH-20 dengan pelarut metanol (Messi dkk.,2012) dan kromatografi flash dengan fase diam silika gel dan sistem elusi yang digunakan adalah elusi gradien (Muharni dkk., 2011). Kromatografi kolom dengan fase diam sephadex memberikan hasil pemisahan tanin yang bagus pada ekstrak daun bearberry (Pegg dkk., 2008). Senyawa tunggal yang diperoleh selanjutnya diidentifikasi struktur dengan menggunakan spektroskopi ( 1 H NMR, 13 C NMR, HSQC dan HMBC) dan dibandingkan dengan data literatur. C. Hipotesis 1. Senyawa metabolit sekunder yang berhasil diisolasi dari ekstrak buah mentah G. dulcis adalah senyawa xanton. 2. Untuk senyawa xanton dan/atau flavonoid yang pernah dilaporkan sebelumnya, senyawa yang berhasil diisolasi dari penelitian ini memiliki kadar berbeda signifikan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengembangan potensi tumbuhan obat tradisional untuk mendapatkan zatzat kimia atau bahan baku obat dapat dilakukan melalui eksplorasi keanekaragaman hayati Indonesia.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi dan Fraksinasi Sampel buah mahkota dewa yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari kebun percobaan Pusat Studi Biofarmaka, Institut Pertanian Bogor dalam bentuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Determinasi Tumbuhan Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA UPI Bandung untuk mengetahui dan memastikan famili dan spesies tumbuhan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penyiapan Sampel Sampel daging buah sirsak (Anonna Muricata Linn) yang diambil didesa Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo, terlebih

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Penentuan kadar air berguna untuk mengidentifikasi kandungan air pada sampel sebagai persen bahan keringnya. Selain itu penentuan kadar air berfungsi untuk mengetahui

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari penelitian ini telah berhasil diisolasi senyawa flavonoid murni dari kayu akar

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari penelitian ini telah berhasil diisolasi senyawa flavonoid murni dari kayu akar IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolasi Senyawa Fenolik Dari penelitian ini telah berhasil diisolasi senyawa flavonoid murni dari kayu akar tumbuhan kenangkan yang diperoleh dari Desa Keputran Sukoharjo Kabupaten

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April Januari 2013, bertempat di

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April Januari 2013, bertempat di 30 III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 - Januari 2013, bertempat di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemeriksaan kandungan kimia kulit batang asam kandis ( Garcinia cowa. steroid, saponin, dan fenolik.(lampiran 1, Hal.

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemeriksaan kandungan kimia kulit batang asam kandis ( Garcinia cowa. steroid, saponin, dan fenolik.(lampiran 1, Hal. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 1. Pemeriksaan kandungan kimia kulit batang asam kandis ( Garcinia cowa Roxb.) menunjukkan adanya golongan senyawa flavonoid, terpenoid, steroid, saponin, dan fenolik.(lampiran

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Sebanyak 5 kg buah segar tanaman andaliman asal Medan diperoleh dari Pasar Senen, Jakarta. Hasil identifikasi yang dilakukan oleh Pusat Penelitian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 25 HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Zat Ekstraktif Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan ekstrak aseton yang diperoleh dari 2000 gram kulit A. auriculiformis A. Cunn. ex Benth. (kadar air 13,94%)

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan karakteristik dilakukan untuk mengetahui kebenaran identitas zat yang digunakan. Dari hasil pengujian, diperoleh karakteristik zat seperti yang tercantum

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1.

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1. BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada awal penelitian dilakukan determinasi tanaman yang bertujuan untuk mengetahui kebenaran identitas botani dari tanaman yang digunakan. Hasil determinasi menyatakan

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III.1 Pengumpulan dan Persiapan Sampel Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus champeden Spreng yang diperoleh dari Kp.Sawah, Depok, Jawa Barat,

Lebih terperinci

ISOLASI DAN KARAKTERISASI SENYAWA KIMIA DARI EKSTRAK n-heksan KULIT BATANG Garcinia rigida

ISOLASI DAN KARAKTERISASI SENYAWA KIMIA DARI EKSTRAK n-heksan KULIT BATANG Garcinia rigida ISOLASI DAN KARAKTERISASI SENYAWA KIMIA DARI EKSTRAK n-heksan KULIT BATANG Garcinia rigida Berna Elya Departemen Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia, Depok 16424,

Lebih terperinci

KARAKTERISASI SENYAWA FENOLIK PADA KULIT BATANG JABON (Anthocephalus cadamba (ROXB.) MIQ

KARAKTERISASI SENYAWA FENOLIK PADA KULIT BATANG JABON (Anthocephalus cadamba (ROXB.) MIQ KARAKTERISASI SENYAWA FENOLIK PADA KULIT BATANG JABON (Anthocephalus cadamba (ROXB.) MIQ Nadiah 1*, Rudiyansyah 1, Harlia 1 1 Program Studi Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Tanjungpura, Jl. Prof. Dr.

Lebih terperinci

3 Percobaan dan Hasil

3 Percobaan dan Hasil 3 Percobaan dan Hasil 3.1 Pengumpulan dan Persiapan sampel Sampel daun Desmodium triquetrum diperoleh dari Solo, Jawa Tengah pada bulan Oktober 2008 (sampel D. triquetrum (I)) dan Januari 2009 (sampel

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan III. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan preparasi sampel, bahan, alat dan prosedur kerja yang dilakukan, yaitu : A. Sampel Uji Penelitian Tanaman Ara

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat-alat 1. Alat Destilasi 2. Batang Pengaduk 3. Beaker Glass Pyrex 4. Botol Vial 5. Chamber 6. Corong Kaca 7. Corong Pisah 500 ml Pyrex 8. Ekstraktor 5000 ml Schoot/ Duran

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung.

III. METODE PENELITIAN di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung. 16 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2012 sampai dengan bulan Maret 2013 di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung. 3.2 Alat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Manggis dan Syarat Tumbuh Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah berupa pohon yang banyak tumbuh secara alami pada hutan tropis di kawasan

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air Pemilihan Eluen Terbaik Pelat Kromatografi Lapis Tipis (KLT) yang digunakan adalah pelat aluminium jenis silika gel G 60 F 4. Ekstrak pekat ditotolkan pada pelat KLT. Setelah kering, langsung dielusi dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan keragaman hayati.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan keragaman hayati. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan keragaman hayati. Letak Indonesia yang dilewati oleh garis katulistiwa berpengaruh langsung terhadap kekayaan

Lebih terperinci

ISOLASI DAN KARAKTERISASI STRUKTUR SANTON SERTA UJI ANTIOKSIDAN FRAKSI ETIL ASETAT KULIT BUAH MANGGIS (Garcinia mangostana L)

ISOLASI DAN KARAKTERISASI STRUKTUR SANTON SERTA UJI ANTIOKSIDAN FRAKSI ETIL ASETAT KULIT BUAH MANGGIS (Garcinia mangostana L) ISOLASI DAN KARAKTERISASI STRUKTUR SANTON SERTA UJI ANTIOKSIDAN FRAKSI ETIL ASETAT KULIT BUAH MANGGIS (Garcinia mangostana L) Skripsi Sarjana Kimia OLEH : FAUZI ALFON SURI 07 132 025 JURUSAN KIMIA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1. Uji fitokimia daun tumbulian Tabernaenwntana sphaerocarpa Bl Berdasarkan hasil uji fitokimia, tumbuhan Tabemaemontana sphaerocarpa Bl mengandung senyawa dari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi 2 dikeringkan pada suhu 105 C. Setelah 6 jam, sampel diambil dan didinginkan dalam eksikator, lalu ditimbang. Hal ini dilakukan beberapa kali sampai diperoleh bobot yang konstan (b). Kadar air sampel ditentukan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Dari 100 kg sampel kulit kacang tanah yang dimaserasi dengan 420 L

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Dari 100 kg sampel kulit kacang tanah yang dimaserasi dengan 420 L IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Dari penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil sebagai berikut: 1. Dari 100 kg sampel kulit kacang tanah yang dimaserasi dengan 420 L etanol, diperoleh ekstrak

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) Abstrak Kulit buah langsat diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut yang berbeda

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan kekayaan alamnya. Tanahnya yang subur dan iklimnya yang tropis memungkinkan berbagai jenis tumbuhan dapat dibudidayakan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Juli 2014,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Juli 2014, III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Juli 2014, bertempat di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas Matematika

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daging buah paria (Momordica charantia

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daging buah paria (Momordica charantia BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan penelitian ini adalah daging buah paria (Momordica charantia L.) yang diperoleh dari Kampung Pipisan, Indramayu. Dan untuk

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 19 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Bagian Kimia Hasil Hutan Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan, Laboratorium Kimia Organik Departemen Kimia Fakultas MIPA

Lebih terperinci

BABm METODOLOGI PENELITIAN

BABm METODOLOGI PENELITIAN BABm METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan 3.1.1. Alat-alat yang digunakan Alat-alat yang digunakan adalah seperangkat destilasi sederhana (Elektromantel MX), neraca analitik, ultrasonik Kery Puisatron,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Uji fitokimia kulit batang Polyalthia sp (DA-TN 052) Pada uji fitokimia terhadap kulit batang Polyalthia sp (DA-TN 052) memberikan hasil positif terhadap alkaloid,

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN. 5.1 Penyiapan Bahan Hasil determinasi tumbuhan yang telah dilakukan di UPT Balai

BAB V HASIL PENELITIAN. 5.1 Penyiapan Bahan Hasil determinasi tumbuhan yang telah dilakukan di UPT Balai 40 BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Penyiapan Bahan Hasil determinasi tumbuhan yang telah dilakukan di UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Eka Karya Bali menunjukkan bahwa sampel tumbuhan yang diambil di

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel Temulawak Terpilih Pada penelitian ini sampel yang digunakan terdiri atas empat jenis sampel, yang dibedakan berdasarkan lokasi tanam dan nomor harapan. Lokasi tanam terdiri

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daun pohon suren (Toona sinensis

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daun pohon suren (Toona sinensis 22 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan penelitian ini adalah daun pohon suren (Toona sinensis Roem) yang diperoleh dari daerah Tegalpanjang, Garut dan digunakan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODA

III. BAHAN DAN METODA III. BAHAN DAN METODA 3.1. Alat dan Bahan 3.1.1. Alat-alat yang digunakan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :peralatan distilasi, neraca analitik, rotary evaporator (Rotavapor

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCBAAN DAN PEMBAHASAN Penelitian ini bertujuan untuk membuat, mengisolasi dan mengkarakterisasi derivat akrilamida. Penelitian diawali dengan mereaksikan akrilamida dengan anilin sulfat.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Agustus April 2013, bertempat di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Agustus April 2013, bertempat di III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Agustus 2012 -April 2013, bertempat di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di Laboratorium Kimia Organik, Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan September 2015 di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan September 2015 di 21 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan September 2015 di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung.

Lebih terperinci

Lampiran 1. Gambar tumbuhan gambas (Luffa cutangula L. Roxb.)

Lampiran 1. Gambar tumbuhan gambas (Luffa cutangula L. Roxb.) Lampiran 1. Gambar tumbuhan gambas (Luffa cutangula L. Roxb.) Gambar 1. Tumbuhan gambas (Luffa acutangula L. Roxb.) Gambar 2. Biji Tumbuhan Gambas (Luffa acutangula L. Roxb.) Lampiran 2. Gambar Mikroskopik

Lebih terperinci

Kromatografi tambahan. Imam S

Kromatografi tambahan. Imam S Kromatografi tambahan Imam S Kromatografi serapan Bentuk alat : mirip buret, didalamnya berisi, glass wool/kapas untuk penyangga, penyaring dari gelas yang dilapisi kertas saring, bahan isian kolom yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Persentase inhibisi = K ( S1 K

HASIL DAN PEMBAHASAN. Persentase inhibisi = K ( S1 K 7 Persentase inhibisi = K ( S1 S ) 1 K K : absorban kontrol negatif S 1 : absorban sampel dengan penambahan enzim S : absorban sampel tanpa penambahan enzim Isolasi Golongan Flavonoid (Sutradhar et al

Lebih terperinci

Beberapa keuntungan dari kromatografi planar ini :

Beberapa keuntungan dari kromatografi planar ini : Kompetensi Dasar: Mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan metode pemisahan dengan KLT dan dapat mengaplikasikannya untuk analisis suatu sampel Gambaran Umum KLT Kromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei-Desember 2013, bertempat di

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei-Desember 2013, bertempat di 22 III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei-Desember 2013, bertempat di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA WAKTU PENDINGINAN TERHADAP RENDEMEN DAN KEMURNIAN ALFA MANGOSTIN DARI KULIT BUAH MANGGIS (Garcinia mangostana Linn.

PENGARUH LAMA WAKTU PENDINGINAN TERHADAP RENDEMEN DAN KEMURNIAN ALFA MANGOSTIN DARI KULIT BUAH MANGGIS (Garcinia mangostana Linn. PENGARUH LAMA WAKTU PENDINGINAN TERHADAP RENDEMEN DAN KEMURNIAN ALFA MANGOSTIN DARI KULIT BUAH MANGGIS (Garcinia mangostana Linn.) SKRIPSI Oleh : NOERMALINDA PERMATA SARI K 100 060 086 FAKULTAS FARMASI

Lebih terperinci

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA BAB 1 TIJAUA PUSTAKA 1.1 Glibenklamid Glibenklamid adalah 1-[4-[2-(5-kloro-2-metoksobenzamido)etil]benzensulfonil]-3- sikloheksilurea. Glibenklamid juga dikenal sebagai 5-kloro--[2-[4{{{(sikloheksilamino)

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli-Desember 2014, bertempat di

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli-Desember 2014, bertempat di III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli-Desember 2014, bertempat di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Lampung.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i ABSTRACT... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i ABSTRACT... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI ABSTRAK... i ABSTRACT... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR LAMPIRAN... x BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan Masalah...

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan selama lima bulan dari bulan Mei hingga September 2011, bertempat di Laboratorium Kimia Hasil Hutan, Bengkel Teknologi Peningkatan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel Akar tumbuhan akar wangi sebanyak 3 kg yang dibeli dari pasar

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel Akar tumbuhan akar wangi sebanyak 3 kg yang dibeli dari pasar IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Persiapan Sampel Sampel Akar tumbuhan akar wangi sebanyak 3 kg yang dibeli dari pasar Bringharjo Yogyakarta, dibersihkan dan dikeringkan untuk menghilangkan kandungan air yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sampel dan Lokasi Penelitian Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil determinasi tumbuhan dilampirkan pada Lampiran 1) yang diperoleh dari perkebunan

Lebih terperinci

Daerah radiasi e.m: MHz (75-0,5 m)

Daerah radiasi e.m: MHz (75-0,5 m) NMR = NUCLEAR MAGNETIC RESONANCE = RESONANSI MAGNET INTI PENEMU: PURCELL, DKK (1945-1950), Harvard Univ. BLOCH, DKK, STANFORD. UNIV. Guna: - Gambaran perbedaan sifat magnet berbagai inti. - Dugaan letak

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. yang diperoleh dari daerah Soreang dan Sumedang. Tempat penelitian menggunakan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. yang diperoleh dari daerah Soreang dan Sumedang. Tempat penelitian menggunakan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Tempat Penelitian Objek atau bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah tanaman AGF yang diperoleh dari daerah Soreang dan Sumedang. Tempat penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA PENDAHULUAN Glibenklamid merupakan sulfonylurea generasi kedua yang digunakan sebagai obat antidiabetik oral yang berperan menurunkan konsentrasi glukosa darah. Glibenklamid merupakan salah satu senyawa

Lebih terperinci

KROMATOGRAFI. Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc.

KROMATOGRAFI. Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc. KROMATOGRAFI Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc. Tujuan Pembelajaran 1. Mahasiswa memahami pengertian dari kromatografi dan prinsip kerjanya 2. Mahasiswa mengetahui jenis-jenis kromatografi dan pemanfaatannya

Lebih terperinci

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Skrining Alkaloid dari Tumbuhan Alstonia scholaris

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Skrining Alkaloid dari Tumbuhan Alstonia scholaris BAB IV ASIL DAN PEMBAASAN 4.1. Skrining Alkaloid dari Tumbuhan Alstonia scholaris Serbuk daun (10 g) diekstraksi dengan amonia pekat selama 2 jam pada suhu kamar kemudian dipartisi dengan diklorometan.

Lebih terperinci

Lampiran 1. Surat Identifikasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi-Bogor.

Lampiran 1. Surat Identifikasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi-Bogor. Lampiran 1. Surat Identifikasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi-Bogor. 60 Lampiran 2. Gambar tumbuhan buni dan daun buni Gambar A. Pohon buni Gambar B.

Lebih terperinci

4028 Sintesis 1-bromododekana dari 1-dodekanol

4028 Sintesis 1-bromododekana dari 1-dodekanol 4028 Sintesis 1-bromododekana dari 1-dodekanol C 12 H 26 O (186.3) OH H 2 SO 4 konz. (98.1) + HBr (80.9) C 12 H 25 Br (249.2) Br + H 2 O (18.0) Klasifikasi Tipe reaksi dan penggolongan bahan Substitusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kromatografi digunakan untuk memisahkan substansi campuran menjadi komponen-komponen molekular (1). Seluruh bentuk kromatografi berkerja berdasarkan prinsip ini. Semua

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... JUDUL.. LEMBAR PENGESAHAN... PERNYATAAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR PUBLIKASI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI... JUDUL.. LEMBAR PENGESAHAN... PERNYATAAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR PUBLIKASI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI Hal JUDUL.. LEMBAR PENGESAHAN... PERNYATAAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR PUBLIKASI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR SINGKATAN... ABSTRAK... ABSTRACT...

Lebih terperinci

Noda tidak naik Minyak 35 - Noda tidak naik Minyak 39 - Noda tidak naik Minyak 43

Noda tidak naik Minyak 35 - Noda tidak naik Minyak 39 - Noda tidak naik Minyak 43 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Hasil uji pendahuluan Setelah dilakukan uji kandungan kimia, diperoleh hasil bahwa tumbuhan Tabemaemontana sphaerocarpa positif mengandung senyawa alkaloid,

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI GOLONGAN SENYAWA ANTRAQUINON PADA FRAKSI KLOROFORM AKAR KAYU MENGKUDU ( Morinda Citrifolia, L) ABSTRAK

IDENTIFIKASI GOLONGAN SENYAWA ANTRAQUINON PADA FRAKSI KLOROFORM AKAR KAYU MENGKUDU ( Morinda Citrifolia, L) ABSTRAK IDENTIFIKASI GOLONGAN SENYAWA ANTRAQUINON PADA FRAKSI KLOROFORM AKAR KAYU MENGKUDU ( Morinda Citrifolia, L) Gloria Sindora 1*, Andi Hairil Allimudin 1, Harlia 1 1 Progam Studi Kimia, Fakultas MIPA, Universitas

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Uji pendahuluan Uji pendahuluan terhadap daun Artocarpus champeden secara kualitatif dilakukan dengan teknik kromatografi lapis tipis dengan menggunakan beberapa variasi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium Kimia Organik, Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Lampung.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lalapan karena memiliki cita rasa yang khas. Daun muda pohpohan memiliki

I. PENDAHULUAN. lalapan karena memiliki cita rasa yang khas. Daun muda pohpohan memiliki I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daun pohpohan merupakan bagian tanaman yang digunakan sebagai lalapan karena memiliki cita rasa yang khas. Daun muda pohpohan memiliki aktivitas antioksidan yang besar,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3. 1 Waktu dan Lokasi Penelitian Waktu penelitian dimulai dari bulan Februari sampai Juni 2014. Lokasi penelitian dilakukan di berbagai tempat, antara lain: a. Determinasi sampel

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Persiapan sampel Sampel kulit kayu Intsia bijuga Kuntze diperoleh dari desa Maribu, Irian Jaya. Sampel kulit kayu tersedia dalam bentuk potongan-potongan kasar. Selanjutnya,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilakukan pada bulan Maret Juli 2014, bertempat di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilakukan pada bulan Maret Juli 2014, bertempat di 19 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilakukan pada bulan Maret 2014 - Juli 2014, bertempat di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Lampung.

Lebih terperinci

4006 Sintesis etil 2-(3-oksobutil)siklopentanon-2-karboksilat

4006 Sintesis etil 2-(3-oksobutil)siklopentanon-2-karboksilat NP 4006 Sintesis etil 2-(3-oksobutil)siklopentanon-2-karboksilat CEt + FeCl 3 x 6 H 2 CEt C 8 H 12 3 C 4 H 6 C 12 H 18 4 (156.2) (70.2) (270.3) (226.3) Klasifikasi Tipe reaksi dan penggolongan bahan Adisi

Lebih terperinci

Percobaan 4 KROMATOGRAFI KOLOM & KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS. Isolasi Kurkumin dari Kunyit (Curcuma longa L)

Percobaan 4 KROMATOGRAFI KOLOM & KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS. Isolasi Kurkumin dari Kunyit (Curcuma longa L) Percobaan 4 KROMATOGRAFI KOLOM & KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS Isolasi Kurkumin dari Kunyit (Curcuma longa L) I. Tujuan 1. Melakukan dan menjelaskan teknik-teknik dasar kromatografi kolom dan kromatografi lapis

Lebih terperinci

BAB III PERCOBAAN DAN HASIL

BAB III PERCOBAAN DAN HASIL BAB III PERCOBAAN DAN HASIL III.1 Alat dan Bahan Isolasi senyawa metabolit sekunder dari serbuk kulit akar dilakukan dengan cara ekstraksi menggunakan pelarut MeOH pada suhu kamar (maserasi). Pemisahan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 14. Hasil Uji Alkaloid dengan Pereaksi Meyer; a) Akar, b) Batang, c) Kulit batang, d) Daun

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 14. Hasil Uji Alkaloid dengan Pereaksi Meyer; a) Akar, b) Batang, c) Kulit batang, d) Daun BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Uji Fitokimia Sampel Kering Avicennia marina Uji fitokimia ini dilakukan sebagai screening awal untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder pada sampel. Dilakukan 6 uji

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel dari penelitian ini adalah daun murbei (Morus australis Poir) yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel dari penelitian ini adalah daun murbei (Morus australis Poir) yang BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Sampel dan Lokasi Penelitian Sampel dari penelitian ini adalah daun murbei (Morus australis Poir) yang diperoleh dari perkebunan murbei di Kampung Cibeureum, Cisurupan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berkhasiat obat (biofarmaka) dan kurang lebih 9606 spesies tanaman obat

I. PENDAHULUAN. berkhasiat obat (biofarmaka) dan kurang lebih 9606 spesies tanaman obat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia memiliki begitu banyak plasma nuftah tanaman berkhasiat obat (biofarmaka) dan kurang lebih 9606 spesies tanaman obat terdapat di negara ini. Menurut Taslim

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kuat dilaboratorium kimia. Metode kromatografi, karena pemanfaatannya

BAB I PENDAHULUAN. kuat dilaboratorium kimia. Metode kromatografi, karena pemanfaatannya BAB I PENDAHULUAN Berbagai metode kromatografi memberikan cara pemisahan paling kuat dilaboratorium kimia. Metode kromatografi, karena pemanfaatannya yang leluasa, dipakai secara luas untuk pemisahan analitik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. November Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. November Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk. BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Oktober sampai dengan November 2015. Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk. dilakukan di daerah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sampel dan Lokasi Penelitian Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus communis (sukun) yang diperoleh dari Garut, Jawa Barat serta

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan tempat Penelitian Penelitian telah dilaksanakan dari bulan Agustus 2006 sampai Juli 2007, bertempat di Laboratorium Bioteknologi Hasil Perairan Departemen Teknologi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Prosedur Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Prosedur Penelitian 9 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan mulai bulan November 2010 sampai dengan bulan Juni 2011 di Laboratorium Kimia Analitik Departemen Kimia FMIPA dan Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka

Lebih terperinci

HASIL. (%) Kulit Petai 6.36 n-heksana 0,33 ± 0,06 Etil Asetat 0,32 ± 0,03 Etanol 70% 12,13 ± 0,06

HASIL. (%) Kulit Petai 6.36 n-heksana 0,33 ± 0,06 Etil Asetat 0,32 ± 0,03 Etanol 70% 12,13 ± 0,06 6 HASIL Kadar Air dan Rendemen Hasil pengukuran kadar air dari simplisia kulit petai dan nilai rendemen ekstrak dengan metode maserasi dan ultrasonikasi dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2. Hasil perhitungan

Lebih terperinci

J. Gaji dan upah Peneliti ,- 4. Pembuatan laporan ,- Jumlah ,-

J. Gaji dan upah Peneliti ,- 4. Pembuatan laporan ,- Jumlah ,- Anggaran Tabel 2. Rencana Anggaran No. Komponen Biaya Rp 1. Bahan habis pakai ( pemesanan 2.500.000,- daun gambir, dan bahan-bahan kimia) 2. Sewa alat instrument (analisa) 1.000.000,- J. Gaji dan upah

Lebih terperinci

4 Pembahasan Degumming

4 Pembahasan Degumming 4 Pembahasan Proses pengolahan biodiesel dari biji nyamplung hampir sama dengan pengolahan biodiesel dari minyak sawit, jarak pagar, dan jarak kepyar. Tetapi karena biji nyamplung mengandung zat ekstraktif

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Tahap Sintesis Biodiesel Pada tahap sintesis biodiesel, telah dibuat biodiesel dari minyak sawit, melalui reaksi transesterifikasi. Jenis alkohol yang digunakan adalah metanol,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah biji paria (Momordica charantia)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah biji paria (Momordica charantia) BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan penelitian ini adalah biji paria (Momordica charantia) yang diperoleh dari Kampung Pamahan, Jati Asih, Bekasi Determinasi

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Pembuatan Asap Cair Asap cair dari kecubung dibuat dengan teknik pirolisis, yaitu dekomposisi secara kimia bahan organik melalui proses pemanasan tanpa atau sedikit oksigen

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Muhammadiyah Semarang di Jalan Wonodri Sendang Raya 2A Semarang.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Muhammadiyah Semarang di Jalan Wonodri Sendang Raya 2A Semarang. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian deskriptif. B. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium kimia program studi

Lebih terperinci

4002 Sintesis benzil dari benzoin

4002 Sintesis benzil dari benzoin 4002 Sintesis benzil dari benzoin H VCl 3 + 1 / 2 2 + 1 / 2 H 2 C 14 H 12 2 C 14 H 10 2 (212.3) 173.3 (210.2) Klasifikasi Tipe reaksi dan penggolongan bahan ksidasi alkohol, keton, katalis logam transisi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. polyanthum) asal NTB. Untuk memastikan identitas dari tanaman salam

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. polyanthum) asal NTB. Untuk memastikan identitas dari tanaman salam BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan penelitian ini adalah daun salam (Syzygium polyanthum) asal NTB. Untuk memastikan identitas dari tanaman salam yang didapatkan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1.

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1. PEMBAHASAN Pengaruh Pencucian, Delignifikasi, dan Aktivasi Ampas tebu mengandung tiga senyawa kimia utama, yaitu selulosa, lignin, dan hemiselulosa. Menurut Samsuri et al. (2007), ampas tebu mengandung

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Tumbuhan labu dideterminasi untuk mengetahui kebenaran identitas botani dari tumbuhan yang digunakan. Hasil determinasi menyatakan bahwa tanaman yang diteliti adalah Cucubita

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Zat Ekstraktif Mindi Kadar ekstrak pohon mindi beragam berdasarkan bagian pohon dan jenis pelarut. Berdasarkan bagian, daun menghasilkan kadar ekstrak tertinggi yaitu

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN. Jurnal yang berjudul Isolasi dan Identifikasi Senyawa Flavonoid dalam Daun Tembelekan. Oleh Darmawati M. Nurung NIM:

LEMBAR PENGESAHAN. Jurnal yang berjudul Isolasi dan Identifikasi Senyawa Flavonoid dalam Daun Tembelekan. Oleh Darmawati M. Nurung NIM: LEMBAR PENGESAHAN Jurnal yang berjudul Isolasi dan Identifikasi Senyawa Flavonoid dalam Daun Tembelekan Oleh Darmawati M. Nurung NIM: 441 410 004 1 ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOID DALAM DAUN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus communis (sukun) yang diperoleh dari Jawa Barat. Identifikasi dari sampel

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan 19 Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Biodiesel Minyak jelantah semula bewarna coklat pekat, berbau amis dan bercampur dengan partikel sisa penggorengan. Sebanyak empat liter minyak jelantah mula-mula

Lebih terperinci

Santon Dari Kulit Batang Tumbuhan Asam Kandis (Garcinia cowa)

Santon Dari Kulit Batang Tumbuhan Asam Kandis (Garcinia cowa) ISSN: Santon Dari Kulit Batang Tumbuhan Asam Kandis (Garcinia cowa) Darwati 1, Anni Anggraeni 1, dan Sri Adisumiwi 2 1Jurusan Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Padjadjaran, Bandung, Indonesia 2Fakultas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung Lawu. Sedangkan pengujian sampel dilakukan di Laboratorium Biologi dan Kimia

Lebih terperinci

4019 Sintesis metil asetamidostearat dari metil oleat

4019 Sintesis metil asetamidostearat dari metil oleat NP 4019 Sintesis metil asetamidostearat dari metil oleat C 19 H 36 2 (296.5) 10 9 SnCl 4 H 2 Me (260.5) + H 3 C C N C 2 H 3 N (41.1) NH + 10 10 9 9 Me Me C 21 H 41 N 3 (355.6) NH Klasifikasi Tipe reaksi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel Zat warna sebagai bahan tambahan dalam kosmetika dekoratif berada dalam jumlah yang tidak terlalu besar. Paye dkk (2006) menyebutkan,

Lebih terperinci