RELOKASI PENDUDUK TERDAMPAK BANJIR SUNGAI DI KOTA SEMARANG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RELOKASI PENDUDUK TERDAMPAK BANJIR SUNGAI DI KOTA SEMARANG"

Transkripsi

1 Relokasi Terdampak Banjir Sungai di Kota Semarang... (Yunarto dan Sari) RELOKASI PENDUDUK TERDAMPAK BANJIR SUNGAI DI KOTA SEMARANG (Relocation of People Affected by Floods in Semarang City) Yunarto dan Anggun Mayang Sari Pusat Penelitian Geoteknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Komplek LIPI, Jalan Sangkuriang Bandung, 40135, Indonesia Diterima (received): 25 Februari 2017; Direvisi (revised): 23 Mei 2017; Disetujui untuk dipublikasikan (accepted): 9 Agustus 2017 ABSTRAK Kota Semarang sering dilanda banjir, baik banjir harian akibat rob ataupun banjir sungai yang datang tiap musim hujan. Banjir sungai ataupun rob dapat menimbulkan genangan di kawasan pantai, terutama kawasan permukiman penduduk dan perkantoran yang berpengaruh pada kerusakan pondasi, lantai, dan dinding rumah/bangunan. Kerugian akibat banjir/rob, di antaranya penduduk harus mengeluarkan biaya untuk meninggikan lantai setiap 2-3 tahun, serta biaya untuk menyambung dinding dan atap rumah setiap tahun. Kondisi ini masih berlangsung hingga sekarang. Penelitian ini merekomendasikan agar penduduk di kawasan permukiman tersebut perlu direlokasi ke tempat lebih aman, dengan dibangunnya rumah susun (Rusun) yang bebas banjir dan aman dari longsor. Penelitian ini menggunakan analisis tumpangsusun (overlay) Sistem Informasi Geografis (SIG) pada peta tata guna lahan, peta sebaran penduduk, peta kawasan banjir, dan peta penurunan tanah untuk menghasilkan jumlah penduduk terpapar di dalam zona banjir/rob per kecamatan di kawasan pantai. Kemudian direncanakan jumlah Rusun yang dibutuhkan untuk menampung penduduk pada zona banjir/rob tersebut per kecamatan. Berdasarkan hasil analisis spasial, dapat disimpulkan bahwa penduduk yang terpapar di zona banjir/rob sebanyak jiwa dimana pada Kecamatan Semarang Utara memiliki jumlah penduduk terpapar paling tinggi sebesar jiwa. Sementara jumlah penduduk terpapar paling rendah adalah Kecamatan Tugu sebesar jiwa. Dibutuhkan Rusun sebanyak unit yang membutuhkan lahan berupa tanah kosong, tegalan, dan sawah seluas km 2. Kata kunci: banjir, banjir rob, analisis SIG, relokasi, rumah susun ABSTRACT Semarang is a city in Indonesia that seriously prone to flood, both daily flood due to high tidal flood and river flood due to high rainfall intensity. Both tidal flood and river flood may cause inundation in the seashore area, mostly in a residential area and office building, which affected the building foundation, floor, and wall of the structure. The damage loss due to tidal flood is quite high, for instead, people need to reconstruct the settlements by raising the floor every 2 3 years and the wall including the roof every years. This condition is continuing to this day. This research recommends the resident to relocate to the safer areas by constructing flats which are safe from flood and landslide threatens. This research used overlay analysis of Geographical Information System (GIS) on the land use map, population distribution map, flood zone map, and subsidence zone maps to provide the number of the population exposed for each district in flood area. Then the general overview planning of the flats needed to accommodate the population in the flood area per district. The spatial analysis showed that the exposed population in the tidal flood zone are 395,877 people where Semarang Utara district has the highest population exposed by the flood about people. Meanwhile, the lowest number of the exposed people is in Tugu Sub-district as many as 15,755 people. The flats needed about units and take an area of 15,853 km 2 which is in the form of the vacant area, moor, or rice fields. Keywords: river flood, tidal flood, GIS analysis, relocation, flats PENDAHULUAN Kota Semarang merupakan Ibukota Provinsi Jawa Tengah, terletak di Pantai Utara Jawa. Kota Semarang berfungsi sebagai pusat pemerintahan, perdagangan, industri, pendidikan dan pariwisata. Kota Semarang terletak antara ' BT dan 6 50'-7 10' LS. Dibatasi sebelah barat dengan Kabupaten Kendal, sebelah timur dengan Kabupaten Demak, sebelah selatan dengan Kabupaten Semarang, dan sebelah utara dibatasi oleh Laut Jawa dengan panjang garis pantai meliputi 13,6 km (BPS Kota Semarang, 2015). Penelitian yang dilakukan oleh Suripin (2004) mengemukakan bahwa banjir di Kota Semarang, khususnya bagian bawah (daerah rendah), ada tiga jenis yaitu banjir rob, banjir lokal dan banjir kiriman. Banjir rob terjadi akibat aliran langsung air 123

2 Majlah Ilmiah GlobeVolume 19 No. 2 Oktober 2017: pasang atau aliran balik dari saluran drainase akibat terhambat oleh air pasang. Banjir ini rutin terjadi pada wilayah Kecamatan Semarang Utara dan sebagian Kecamatan Semarang Barat, dengan ketinggian genangan air antara 0,20 0,70 m dan lama genangan 3 6 jam. Banjir lokal adalah banjir yang diakibatkan curah hujan setempat. Banjir ini terjadi bila hujan yang terjadi melebihi kapasitas sistem drainase yang ada. Ketinggian genangan antara 0,5 0,7 m dan lama genangan1 8 jam. Banjir ini terdapat di daerah tergenang yaitu Kecamatan Semarang Timur, Semarang Barat, Semarang Tengah, Genuk, Semarang Utara, dan Gayamsari. Banjir kiriman adalah banjir yang datang dari daerah hulu. Banjir ini akibat hujan yang terjadi di daerah hulu yang menimbulkan aliran banjir yang melebihi kapasitas sungainya. Banjir kiriman merupakan salah satu penyebab sumber genangan (banjir) di Kota Semarang, khususnya Semarang bawah (pantai) (Suripin, 2004). Banjir kiriman di Kota Semarang tercatat pada tahun 1973, 1988, 1990, dan (Reseda, 2012). Pada tahun 1990, banjir akibat luapan sungai Kali Garang yang menimbulkan 47 korban jiwa (Reseda, 2012). Daerah yang mengalami kerugian terbesar meliputi Kecamatan Semarang Barat dan Semarang Selatan dengan ketinggian genangan mencapai 3 meter selama 3 5 jam (Suripin, 2004). Menurut Waskitaningsih (2012), pada tahun , banjir kiriman telah terjadi tiga kali, yaitu tahun 1993, 2000, dan Dari ketiga banjir tersebut, banjir kiriman tahun 2010 yang terbesar menimbulkan kerugian dan korban jiwa. Wilayah Banjir Kanal Barat Kota Semarang termasuk dalam DAS Garang dengan luas 212,89 km 2. DAS Garang mempunyai beberapa sub DAS, yaitu Sungai Kreo 68,56 km 2, Sungai Kripik 36,47 km 2, Sungai Garang Hulu 83,71 km 2, dan Sungai Garang Hilir 24,14 km 2 (Prakasa, RJ et al., 2013). Kapasitas debit air wilayah banjir kanal barat sebesar m 3 /detik (Widyanti, et. al., 2014). Debit pada kejadian banjir besar diwilayah banjir kanal baratyang tercatat pada 25 Januari 1990 sebesar 890 m 3 /detik, dengan curah hujan sebsar 149,7 mm selama kurang lebih 11 jam, sedangkan pada 19 Januari 1993 sebesar 786,7 m 3 /detik, dengan curah hujan 232 mm selama kurang lebih 19 jam (Prakasa, RJ et al.,2013). Banjir rob merupakan banjir rutin akibat air laut pasang yang terjadi pada wilayah Kecamatan Semarang Utara dan sebagian Kecamatan Semarang Barat, dengan ketinggian genangan air antara 0,20 0,70 m dengan lama genangan 3 6 jam (Suripin, 2004). Banjir ini banyak menggenangi wilayah ini, terutama kawasan permukiman penduduk dan perkantoran menggenangi wilayah Kecamatan Semarang Utara 27,2 km2 dan Kecamatan Semarang Barat 12,4 km2, sehingga kedua wilayah tersebut diperkirakan luas genangan banjir rob 32,6 km2 (Sarbidi, 2002). Akibat genangan tersebut beberapa rumah dan kantor dikosongkan pemiliknya, seperti rumah di Kelurahan Kaligawe, Kecamatan Gayamsari disajikan pada Gambar 1a, Kelurahan Dadapsari disajikan pada Gambar 1b, Kecamatan Semarang Utara, dan kantor di Kelurahan Tanjung Mas disajikan pada Gambar 1c. Sebagian besar penduduk Kota Semarang tinggal di pusat kota, dengan ketinggian 5 dan 10 mdpl. Ada 20 kelurahan di daerah pantai (pesisir) yang rentan terhadap genangan banjir rob. Daerah yang paling rentan adalah Kelurahan Tanjung Mas, Bandarharjo, Panggung Lor, Kuningan, dan Kemijen dengan jumlah penduduk jiwa; jiwa; jiwa; jiwa; dan jiwa (Marfai, 2008). Banjir rob, lokal dan kiriman berpengaruh pada kerusakan pondasi, lantai, dan dinding rumah/bangunan. Penelitian yang dilakukan Sarbidi (2002) mengatakan di kawasan pantai, banjir rob menyebabkan lantai rumah/bangunan harus ditinggikan minimal cm setiap 5 tahun. Ketika umur bangunan mencapai lebih 15 tahun, dinding menjadi pendek. Masyarakat yang kurang mampu biasanya tetap bertahan dengan kondisi yang ada atau membongkar atap dan menyambung kolom dan dinding rumah ke atas, sedangkan masyarakat yang mampu, biasanya rumahnya dirombak total dan membangun rumah baru. Kedua cara penanganan tersebut mengindikasikan bahwa di daerah tergenang rob, dalam 15 tahun dapat menimbulkan kehilangan % komponen rumah/bangunan. Selain itu, banjir rob dapat disebabkan adanya penurunan tanah di kawasan pantai (land subsidence) pada wilayah pantai Kota Semarang. Penurunan tanah berkisar antara 2-25 cm/tahun. Khusus di wilayah Kelurahan Bandarharjo, Tanjung Mas, dan sebagian kelurahan Terboyo Kulon mencapai 20 cm/tahun (Dit. Geologi dan Tata Lingkungan, 1999). Selain itu penurunan tanah disebabkan oleh pengambilan air tanah berlebihan, konsolidasi tanah karena merupakan daerah aluvial ditambah pembebanan tinggi oleh bangunan di atasnya (Kodoatie, 2013; Murdohardono, 2002; Ramadhan et al., 2014). Dampak penurunan tanah dapat dilihat adanya luasan genangan rob yang semakin besar (Ramadhan et. al., 2014). Menurut Suhaeni (2002), beberapa kerugian akibat banjir rob, di antaranya penduduk harus mengeluarkan biaya tambahan untuk meninggikan lantai setiap 2-3 tahun, kemudian mengeluarkan biaya tambahan untuk menyambung dinding dan atap rumah setiap tahun. Kondisi ini masih berlangsung hingga sekarang. Melihat kondisi ini perlu adanya upaya mengurangi risiko bencana pada penduduk di kawasan permukiman yang terdampak banjir/rob. Tujuan penelitian ini adalah merekomendasikan sebagian penduduk di kawasan permukiman tersebut dipindahkan ke tempat lebih aman, salah satunya melalui pembangunan rumah susun yang bebas banjir dan longsor. 124

3 Relokasi Terdampak Banjir Sungai di Kota Semarang... (Yunarto dan Sari) a b c Gambar 1. Rumah (a, b) dan Kantor (c) yang Tergenang Akibat Banjir/Rob. METODE Dalam penelitian ini, data yang digunakan data adalah data penduduk per Kecamatan tahun 2014 dari BPS Kota Semarang tahun 2015; Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) Kota Semarang skala 1 : dari Badan Informasi Geospasial (BIG) tahun 2011; Peta Penurunan Tanah hasil kajian Yuwono et al. (2013); peta kawasan banjir skala 1 : dari RTRW Kota Semarang ; peta tata guna lahan skala 1 : dari RTRW Kota Semarang ; dan peta geologi gerakan tanah dari RTRW Kota Semarang yang diklasifikasikan dalam empat kelas, yaitu sangat rendah, rendah, sedang, dan tinggi, diperlukan untuk menentukan lokasi relokasi masyarakat terdampak banjir. Sebaran Kota Semarang pada tahun 2014 tercatat sebesar jiwa dengan pertumbuhan penduduk selama tahun 2014 sebesar 0,81% dari tahun 2013 (BPS Kota Semarang, 2015). Berdasarkan tingkat kepadatan penduduk Kota Semarang, Kecamatan Mijen, dan kecamatan Tugu mempunyai jumlah penduduk terkecil, yaitu dibawah orang tiap km 2. Hal ini disebabkan karena kedua kecamatan tersebut dikembangkan sebagai daerah pertanian dan kawasan industri. Sedangkan wilayah utara hingga timur (daerah pusat kota), kecamatan yang terpadat penduduknya adalah kecamatan Pedurungan dan Semarang Selatan dengan kepadatan penduduk orang tiap km 2 (BPS Kota Semarang 2015). Berdasarkan peta kawasan banjir Kota Semarang, kecamatan yang sering mengalami banjir/rob, di antaranya Kecamatan Genuk, Gayamsari, Semarang Barat, Semarang Tengah, Semarang Timur, Semarang Utara, Pedurungan, dan Semarang Selatan. yang tinggal di kecamatan ini dalam kurun waktu lima tahun ( ) memiliki rata-rata pertumbuhan yang cukup beragam (Gambar 2). Ada lima Kecamatan dengan rata-rata pertumbuhan meningkat yaitu Kecamatan Pedurungan naik 1%, Semarang Utara 0,19%, Semarang Tengah 2,26%, Tugu 3,2%, dan Genuk 2,62%. Kecamatan dengan rata-rata pertumbuhan menurun adalah Kecamatan Semarang Selatan turun 1,22%, Semarang Timur 0,76%, Gayamsari 0,3% dan Semarang Barat 0,22%. Gambar 2. Grafik Jumlah yang Terdampak Banjir/Rob di Kota Semarang Mulai Tahun Tingkat Kepadatan Per Permukiman Berkaitan dengan kebencanaan, kepadatan penduduk menggunakan pedoman analisis risiko bahaya alam, Badan Geologi DESDM bekerjasama dengan Bundesanstalt für Geowissenschaften und Rohstoffe (BGR) Jerman, yang diistilahkan dengan Kepadatan Disesuaikan. Kepadatan Disesuaikan, yaitu jumlah penduduk di suatu wilayah dibagi luas wilayah permukiman di wilayah tersebut. Untuk memperkirakan jumlah orang yang terpapar di dalam zona bahaya tertentu di setiap wilayah, dibutuhkan dua jenis informasi: (1) Kepadatan Disesuaikan (KPD) dari wilayah, yaitu kepadatan penduduk berdasarkan luas daerah permukiman saja; (2) luas wilayah permukiman yang terletak di dalam zona bahaya tertentu (Badan Geologi, 2009). Jumlah penduduk terdampak banjir/rob per satuan wilayah dirumuskan pada persamaan 1 berikut. dimana: Y... (1) : Jumlah penduduk terdampak banjir per wilayah (jiwa) Lpb : Luas permukiman yang terdampak banjir per wilayah (km 2 ) Lp : Luas permukiman per wilayah (km 2 ) N : Jumlah penduduk per wilayah (jiwa) 125

4 Majlah Ilmiah GlobeVolume 19 No. 2 Oktober 2017: Penentuan Peta Kepadatan Disesuaikan (KPD) untuk kawasan pantai Kota Semarang diperoleh dengan menganalisis data penduduk per kecamatan tahun 2015 dengan peta permukiman per Kecamatan, dimana jumlah penduduk dibagi dengan luas permukiman. Kemudian hasilnya di klasifikasi dalam tiga kelas, yaitu rendah, sedang, dan tinggi (Gambar 3). Berdasarkan peta KPD di atas, KPD menengah hingga tinggi terkonsentrasi di bagian tengah kawasan pantai, dengan KPD> jiwa/km 2, yaitu Kecamatan Semarang Utara, Semarang Tengah, Semarang Timur, Gayamsari, Semarang Selatan, dan Pedurungan. Kawasan ini merupakan kawasan terbangun (perkotaan) yang difokuskan pada permukiman, perdagangan, dan jasa serta pelabuhan. Sementara Kecamatan Semarang Barat dan Tugu (di bagian barat) serta Kecamatan Genuk (di bagian Timur) termasuk KPD rendah yaitu jiwa/km 2. Kawasan ini merupakan kawasan pertanian dan industri. Gambar 3. Peta Kepadatan Disesuaikan (KPD) Kota Semarang. Peta Kawasan Banjir Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Semarang tahun , Peta Kawasan Banjir di Kota Semarang tersebar di beberapa wilayah. Di daerah rendah (utara), wilayah yang sering banjir meliputi: Kecamatan Tugu, Semarang Barat, Semarang Utara, Semarang Tengah, Semarang Timur, Genuk, dan Gayamsari. Sedangkan bagian selatan (hulu), banjir terjadi di wilayah Kecamatan Banyumanik, Candisari, Mijen, Ngaliyan, Pedurungan, dan Tembalang disajikan pada Gambar 4. Perubahan lahan tidak hanya terjadi di kawasan perkotaan, namun sudah merambah ke kawasan budidaya dan kawasan lindung, yang berfungsi sebagai daerah resapan air yang ada di selatan Kota Semarang (kawasan perbukitan). Perubahan tata guna lahan akibat perkembangan pemukiman di daerah hulu dapat mengakibatkan peningkatan aliran permukaan di bagian hilir (kawasan pantai). Banjir kiriman yang datangnya dari arah hulu di luar kawasan yang tergenang. Hal ini terjadi jika hujan yang terjadi di daerah hulu menimbulkan aliran banjir yang melebihi kapasitas sungainya atau banjir kanal yang ada, sehingga terjadi limpasan (Wismarini et al., 2010). Sumber: Bappeda Kota Semarang, 2015 Gambar 4. Peta Kawasan Banjir Kota Semarang. Lebih lanjut Suripin (2004) mengatakan sistem drainase terdiri dari utama dan sekunder/tersier. Sistem drainase utama Kota Semarang, baik yang alami maupun yang buatan, pada bagian hilir mempunyai elevasi dasar saluran lebih rendah daripada elevasi dasar muara/pantai. Hal ini menyebabkan sedimentasi serius yang menimbulkan pendangkalan. Sedangkan kapasitas sistem drainase yang lebih kecil (sekunder, tersier) semakin menurun setiap harinya akibat sedimentasi, sampah, dan pemeliharaan yang kurang. Hingga saat ini masalah banjir kiriman dan banjir pasang merupakan masalah yang belum terpecahkan. Genangan bajir masih selalu terjadi, terutama pada saat musim hujan. Menurut Pramono (2002), potensi banjir di daerah hulu, diantaranya perubahan pemanfaatan lahan, yang semula hutan karet menjadi perumahan di wilayah Kecamatan Mijen. Hal ini akan memperbesar kerusakan di daerah tersebut, yang akibatnya jumlah air hujan yang mengalir ke wilayah Ngaliyan menjadi bertambah dan membuat daerah tersebut terkena musibah banjir, padahal sebelumnya di daerah tersebut belum pernah terkena banjir. Selain penggundulan hutan, perubahan areal pertanian menjadi areal perumahan baru di wilayah Kabupaten Semarang. Penyebab lain, banyak sungai yang berhulu di daerah Kabupaten Semarang melewati Kota Semarang. Salah satu penyebab banjir rob di wilayah pantai Semarang adalah perubahan penggunaan lahan di wilayah pantai seperti lahan tambak, rawa, dan sawah. Wilayah yang secara alami dapat menampung pasang air laut tersebut telah berubah menjadi lahan permukiman dan kawasan industri, dengan cara menguruk tambak, rawa, dan sawah. Hal tersebut menyebabkan air laut tidak terserap/tertampung lagi dan menggenangi kawasan lain yang lebih rendah posisinya (Bappeda Semarang, 2000). 126

5 Relokasi Terdampak Banjir Sungai di Kota Semarang... (Yunarto dan Sari) Saat ini sekitar 790,5 ha lahan di Kecamatan Semarang Utara sudah tidak ada lahan tambak, dan dari sekitar 585 ha lahan total di Wilayah Semarang Barat hanya terdapat sekitar 126,5 ha lahan tambak (Bappeda Semarang, 2000). Menurut Sarah dan Mulyono (2014), Kota Semarang telah mengalami penurunan tanah yang intensif sejak tahun 1980-an. Amblesan tanah di Kota Semarang disebabkan oleh tiga penyebab utama, yaitu konsolidasi alamiah endapan lempung yang disebabkan oleh konsolidasi endapan berumur kuarter yang belum terkonsolidasi, penurunan muka air tanah akibat pemanfaatan air tanah berlebihan dan pembebanan (bangunan atau timbunan) akibat pembangunan di Kota Semarang sebagai dampak pertambahan penduduk, dan aktivitas ekonomi dan industri yang mempercepat proses penurunan tanah. Peta Penurunan Tanah Studi Yuwono et al. (2013) melakukan penggabungan hasil pengukuran penurunan muka tanah dari berbagai metode yaitu sipat datar, Global Positioning System (GPS), pengukuran langsung dan InSAR. Penurunan muka tanah yang terjadi di Kota Semarang memiliki laju yang bervariasi antara 0-13 cm/tahun dengan kecenderungan meningkat ke arah utara timur (timur laut). Daerah yang memiliki laju penurunan muka tanah tinggi (9-13 cm/tahun), antara lain berada di sebagian wilayah Kelurahan Tawangsari, Tambakharjo dan Tawangmas (Kecamatan Semarang Barat), Panggung Lor, Plombokan, Panggung Kidul, Purwosari, Kuningan, Bandarharjo, dan Tanjungmas (Kecamatan Semarang Utara), Kemijen, Kebon Agung, Bugangan, Mlatibaru, Rejomulyo, Mlatiharjo, dan Rejosari (Kecamatan Semarang Timur), Kaligawe, Sawah Besar, dan Sambirejo (Kecamatan Gayamsari), Terboyo Kulon, Muktiharjo Lor, Terboyo Wetan, dan Trimulyo (Kecamatan Genuk) disajikan pada Gambar 5. Peta Tata Guna Lahan Pembangunan fisik (bangunan, infrastruktur) Kota Semarang, khususnya di daerah Semarang bagian utara, berupa ruang terbangun pada tahun 1972 masih relatif sedikit. Pada tahun 1992, lahan ruang terbangun berkembang pesat ke arah barat, timur dan utara. Perkembangan lahan terbangun di tahun 2005, semakin intensif ke segala arah, dengan konsentrasi tata guna lahan terfokus di pusat kota Semarang dan Semarang utara (Murdohardono, 2007 dalam Sarah dan Mulyono, 2014). Dampak meningkatnya perubahan ruang terbangun tersebut mengakibatkan menurunya lahan hijau yang semula 65,00% di tahun 1994, menjadi 61.74% di tahun 2002 dan 53,74% pada tahun 2006 (Murdohardono, 2007 dalam Sarah dan Mulyono, 2014). Kota Semarang mengalami perkembangan yang cepat. Peningkatan jumlah penduduk akibat urbanisasi dari daerah sekitarnya, berdampak pada kebutuhan akan wilayah permukiman. Berdasarkan peta tata guna lahan Kota Semarang Rencana Tata Ruang Wilayah , yang diklasifikasikan dalam beberapa kelas, yaitu permukiman, perkebunan, sawah, tambak, hutan produksi tetap, bandar udara, pendidikan, kesehatan, pelayanan umum dan taman. Luas permukiman 159,4 km 2 atau 42,65% dari luas wilayah kota Semarang, luas perkebunan km 2 (19,73%), luas sawah 37,26 km 2 (9,97%), luas tambak 26,9 km2 (7,19%) dan luas hutan produksi tetap 19,22 km 2 (5,14%), sedangkan luas guna lainnya seperti pelabuhan laut, bandar udara, pendidikan dan kesehatan 5,65 (1,5%) disajikan pada Gambar 6. Sumber: Yuwono et al., 2013 Gambar 5. Peta Penurunan Muka Tanah Kota Semarang. Sumber: Bappeda Kota Semarang, 2014 Gambar 6. Peta Tata Guna Lahan Kota Semarang. 127

6 Majlah Ilmiah GlobeVolume 19 No. 2 Oktober 2017: Penentuan peta penduduk terpapar dampak banjir/rob pada daerah penurunan tanah dengan menggunakan SIG, dimulai dengan analisis intersects peta sebaran penduduk per kecamatan dengan peta permukiman turunan dari peta tata guna lahan. Kemudian dihasilkan peta penduduk di zona permukiman, selanjutnya dihitung Kepadatan Disesuaikan (KPD = N/LP) di zona permukiman tersebut. Sementara itu, peta pemukiman dianalisis intersects dengan peta kawasan banjir menghasilkan pemukiman yang terdampak banjir (LPB). Kedua peta, yaitu KPD dan peta permukiman terdampak banjir dianalisis intersects menghasilkan penduduk di zona permukiman yang terdampak banjir kemudian dihitung penduduk yang terdampak banjir dengan persamaan 2 untuk menghasilkan penduduk terdampak banjir.... (2) Selanjutnya peta ini di intersects dengan peta penurunan muka tanah (PMT) dengan klasifikasi 0-3 cm/tahun= rendah, 3-6 cm/tahun= sedang, 6-9 cm/tahun= tinggi dan 6-13 cm/tahun= sangat tinggi, untuk menghasilkan peta penduduk terpapar di daerah penurunan muka tanah yang diklasifikasikan dalam empat kelas, yaitu rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi disajikan pada Gambar 7. Peta Geologi Gerakan Tanah Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Semarang tahun , Petageologi gerakan tanah di Kota Semarang (Gambar 8.) tersebar di beberapa wilayah, yang diklasifikasikan dalam empat kelas yaitu sangat rendah, rendah, sedang dan tinggi. Kawasan rawan bencana gerakan tanah diantaranya Kecamatan Mijen, Gunung Pati dan Banyumanik. Kecamatan Gunung Pati memiliki gerakan tanah yang tinggi dengan luas ha, diikuti Kecamatan Banyumanik seluas ha dan Kecamatan Mijen seluas ha (Ramadhan et al., 2014). Menurut Jihan, MA dan Yusrizhal (2016), sebaiknya di Kecamatan Gunung Pati, tidak direncanakan sebagai kawasan terbangun agar terhindar dari bencana tanah longsor. Peta Penurunan Muka Tanah (PMT) Peta Jumlah Peduduk Kecamatan Peta Tata Guna Lahan Peta Kawasan Banjir/rob 0-3 cm/thn : rendah 3-6 cm/thn : sedang 6-9 :cm/tahun : Tinggi 9 13 cm/tahun : Sangat Tinggi Select Permukiman Intersects Intersects di zona Permukiman Hitung Kepadatan penduduk disesuaikan (KPD) N/LP Permukiman terdampak Banjir/rob (LPB) KPD Intersects Intersects terdampak Banjir Hitung penduduk terdampak banjir KPD pada pemukiman terdampak Banjir/rob Penududuk pada PMT (rendah, sedang, tinggi, sangat tinggi) 128 Gambar 7. Penentuan Terdampak Banjir/Rob pada Daerah Penurunan Muka Tanah.

7 Relokasi Terdampak Banjir Sungai di Kota Semarang... (Yunarto dan Sari) Sumber: Bappeda Kota Semarang, 2014 Gambar 8. Peta Geologi Gerakan Tanah Kota Semarang. Relokasi Rumah susun adalah salah satu alternatif hunian yang baik untuk merelokasi penduduk di kawasan yang rawan bencana seperi banjir dan longsor. Menurut Undang-Undang No.16 tahun 1985 tentang rumah susun. Rumah Susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagianbagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama. Dalam buku Rusunawa Komitmen bersama penanganan permukiman kumuh yang diterbitkan Dirjen Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (2012), terdapat beberapa hal yang menjadi ketentuan spesifikasi teknis bangunan rusunawa diantaranya: (1) bangunan vertikal berlantai lima; (2) satuan bangunan yang disebut twin blok yang memuat 48 unit sarusun setiap bloknya atau 96 unit sarusun; (3) prasarana dan sarana dalam bangunan, lingkungan dan atau kawasan disediakan sesuai dengan persyaratan yang mempertimbangkan jumlah pemakai dan intensitas pemakainya; (4) luasan unit satuan rusun adalah 24 m 2 dilengkapi dengan pantry dan kamar mandi dan WC; (6) persyaratan bangunan termasuk penyediaan instalasi dalam bangunan dipenuhi sesuai peraturan yang ada. Ukuran satu unit rumah susun minimal m 2 (50m x 100m) (Dirjen Cipta Karta, 2012). Selain itu, dalam penelitian ini rumah susun untuk merelokasi penduduk di kawasan yang rawan banjir, sebaiknya disarankan dibangun pada tata guna lahan berupa tanah kosong, tegalan atau sawah yang bebas dari banjir/rob; berjarak paling sedikit 50 m dari tepi kiri dan kanan sungai yang tidak bertanggul dan luas Daerah Aliran Sungai (DAS) kurang dari atau sama dengan 500 km 2 (PP No. 38, 2011); serta berada di luar kawasan banjir; dan terletak pada wilayah geologi gerakan tanah (longsor) yang rendah (Gambar 9). Dalam penelitian ini pemanfaatan lahan untuk membangun rusun belum mempertimbangkan tingkat sesuaian lahan untuk permukiman. Peta Geologi Gerakan tanah Tanah Peta Kawasan Banjir/Bob Peta Sungai Peta Tata Guna Lahan Sanggat rendah = 1 Rendah = 2 Sedang = 3 Tinggi = 4 Buffering (100m) Peta Buffer Sungai Select Lokasi Rusun (Sawah, tegalan, tanah kosong) Select Erase Zona Gerakantanah - sangat rendah - rendah Erase Lokasi Rusun jauh dari sungai Intersects Lokasi rusun bebas banjir/ Rob Lokasi Rusun bebas banjir Rob dan longsor rendah Gambar 9. Penentuan Peta Lokasi Lahan Rusun di Kota Semarang. 129

8 Majlah Ilmiah GlobeVolume 19 No. 2 Oktober 2017: HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian yang dilakukan oleh Ismanto et al. (2012) menyatakan dari delapan kelas penggunaan lahan yang berada di daerah pantai yaitu air, industri, kebun, lahan terbuka, mangrove, pemukiman, sawah, dan tegalan, persentase laju penurunan tanah tertinggi adalah pada kelas penggunaan lahan untuk pemukiman dengan persentase 50,53%, dibandingkan dengan penggunaan lahan lainnya hanya di bawah 15%. Suhelmi (2012) melakukan prediksi luas genangan di Kecamatan Gayamsari, Genuk, Semarang Barat, Semarang Tengah, Semarang Timur, Pedurungan, Semarang Utara, dan Tugu, yang terkena rob untuk 5 dan 10 tahun mendatang dengan awal tahun perhitungan 2010 yang diakibatkan penurunan tanah. Penurunan tanah berpengaruh nyata terhadap bertambahnya luas genangan rob yang terjadi. Dengan tingkat penurunan tanah yang relatif tinggi luas genangan rob meningkat dari 2.162,5 ha (5,6%) menjadi 2.834,7 ha (7,4%) pada tahun 2016 dan semakin meningkat menjadi 3.896,3 ha (10,1%) pada tahun 2021 yang akan datang, disajikan pada Tabel 1. Peningkatan luas genangan ini akan berakibat pada banyaknya jumlah penduduk yang terkena dampak rob akibat penurunan tanah tersebut. Berdasarkan data BPS Kota Semarang tahun 2015 dan analisis spasial jumlah penduduk terdampak banjir/rob per kecamatan dengan luas permukiman per kecamatan tersaji pada Gambar 10 dan Tabel 2. Dari Tabel 2 kecamatan yang memiliki jumlah Kepadatan Disesuaikan di atas jiwa/km 2 umumnya berada di Semarang bagian timur, yaitu Kecamatan Pendurungan, Semarang Utara, Semarang Timur, Semarang Tengah, Semarang Selatan, dan Gayamsari. Sedangkan Kecamatan yang memiliki kepadatan penduduk di bawah jiwa/km 2 adalah Kecamatan Genuk, Semarang Barat, Pendurungan, dan Tugu. Kepadatan penduduk disesuaikan tertinggi sebesar jiwa/km 2, yaitu Kecamatan Pendurungan, Semarang Utara, Semarang Tengah, disusul dengan Kecamatan Semarang timur sebesar jiwa/km 2. Sedangkan Kepadatan penduduk disesuaikan terendah adalah Kecamatan Genuk sebesar jiwa/km 2. Disamping itu, jumlah penduduk terdampak banjir/rob sebesar jiwa, dimana Kecamatan Semarang Utara memiliki penduduk tertinggi sebesar jiwa, disusul oleh Kecamatan Semarang Barat jiwa. Sedangkan penduduk terendah adalah Kecamatan Tugu sebesar jiwa. Hasil analisis spasial antara jumlah penduduk terdampak banjir/rob dan wilayah penurunan tanah disajikan dalam Gambar 11 dan Tabel 3. Berdasarkan Tabel 3, jumlah penduduk terdampak banjir/rob pada daerah kajian sebesar jiwa, dimana penduduk yang tinggal pada lokasi dengan penurunan muka tanah 6-9 cm/tahun adalah tertinggi sebesar jiwa, disusul oleh penduduk yang tinggal pada lokasi dengan penurunan 3-6 cm/tahun, 0-3 cm/tahun, 9-13 cm/tahun sebesar jiwa, jiwa, dan jiwa. Kebutuhan Rumah Susun (Rusun) Rusun sebagai tempat relokasi penduduk yang terdampak banjir/rob setidaknya dibangun tidak jauh dari tempat tinggal atau tempat kerja mereka. Oleh karena itu perlu direncanakan kebutuhan rumah susun untuk menampung penduduk yang terdampak banjir per kecamatan. Untuk menampung jumlah penduduk terpapar akibat banjir dan rob sebanyak jiwa dengan jumlah kepala keluarga dibutuhkan rusun sebanyak unit disajikan pada Tabel 4 dan Tabel 5. Kebutuhan Rusun terbanyak adalah pada daerah dengan penurunan tanah 6-9 cm/tahun sebanyak 468 unit, disusul oleh kebutuhan Rusun pada daerah penurunan tanah 3-6 cm/tahun sebanyak 305 unit, Rusun pada daerah penurunan tanah 0-3 cm/tahun sebanyak 221 unit, dan Rusun pada daerah penurunan 9-13 cm/tahun sebanyak 190 unit. Tabel 1. Luas Genangan Rob Akibat Pengaruh Penurunan Tanah. No. Kecamatan Luas Rob tanpa Penurunan Tanah (ha) Luas Rob dengan Penurunan Tanah (ha) Luas Rob dengan Penurunan Tanah (ha) 5 tahun 10 tahun 1 Gayamsari 24,0 143,5 155,5 2 Genuk 163,5 474,0 655,3 3 Pedurungan 0,4 5,6 29,2 4 Semarang Barat 131,3 330,3 690,4 5 Semarang Tengah 2,8 8,6 15,6 6 Semarang Timur 89,7 192,1 246,6 7 Semarang Utara 435,5 836,4 972,4 8 Tugu 644,9 844, ,4 Jumlah 1.492, , ,3 Sumber: Suhelmi (2012) 130

9 Relokasi Terdampak Banjir Sungai di Kota Semarang... (Yunarto dan Sari) Tabel 2. Jumlah Terdampak Banjir/Rob. No. Kecamatan Luas Wilayah( km 2 ) Jumlah (jiwa) Luas Permukima n (km 2 ) Kepadatan Disesuaikan (jiwa/km 2 ) Luas Permukiman Terpapar (km 2 ) Jumlah Terpapar (jiwa) 1 Semarang Selatan 5, , , Pedurungan 20, , , Genuk 27, , , Gayamsari 6, , , Semarang Timur 7, , , Semarang Utara 10, , , Semarang Tengah 6, , , Semarang Barat 21, , , Tugu 31, , , Jumlah 145, ,109 29, Sumber: Data BPS Kota Semarang 2015 dan Hasil Analisis SIG, 2016 Tabel 3. Terpapar Per Kecamatan Terdampak Banjir/Rob. No. Kecamatan Jumlah (Jiwa) Terpapar (Jiwa) pada daerah penurunan tanah (cm/tahun) Semarang Selatan Pedurungan Genuk Gayamsari Semarang Timur Semarang Utara Semarang Tengah Semarang Barat Tugu Jumlah Sumber: Hasil analisis SIG, 2016 dan Data BPS Kota Semarang 2015 Gambar 10. Peta terdampak Banjir/Rob Kebutuhan Rusun pada masing-masing daerah penurunan tanah diprioritaskan sebagai berikut: - prioritas utama adalah Rusun pada daerah penurunan tanah sangat tinggi (9-13 cm/tahun) sebanyak 174 unit, terdiri dari Kecamatan Semarang Utara sebanyak 62 unit, Kecamatan, Semarang Timur sebanyak 38 unit, Gayamsari 32 unit, Semarang Barat sebanyak 27 unit, Pedurungan 9 unit, dan Genuk 7 unit; - prioritas kedua adalah Rusun pada daerah penurunan tanah tinggi (6-9 cm/tahun) sebanyak 452 unit, terdiri dari Semarang Utara 196 unit, Semarang Timur 84 unit, Semarang Barat 48 unit, Semarang Tengah 49 unit, Gambar 11. Peta Akibat Banjir/Rob pada Daerah Penurunan Tanah. Genuk 35 unit, Gayamsari 31 unit, dan Pedurungan 8 unit; - prioritas ketiga adalah Rusun pada daerah penurunan tanah sedang (3-6 cm/tahun) sebanyak 273 unit, yang terdiri dari Genuk 87 unit, Semarang Tengah 64 unit, Semarang Barat 58 unit, Pedurungan 21 unit, Semarang Selatan 20 unit, Semarang Utara 18 unit, Gayamsari 4 unit, dan Tugu 1 unit; dan - prioritas terakhir adalah Rusun pada daerah penurunan tanah rendah (0-3 cm/tahun) sebanyak 200 unit, yang terdiri dari Semarang Barat 81 unit, Tugu 51 unit, Semarang Selatan 48 unit, Semarang Tengah 7 unit, Semarang 131

10 Majlah Ilmiah GlobeVolume 19 No. 2 Oktober 2017: Timur 7 unit, Pedurungan 3 unit, dan Semarang Utara 2 unit. Lahan berupa tanah kosong, tegalan dan sawah untuk membangun Rusun, dipekirakan seluas 15,853 km 2 yang tersebar di tujuh Kecamatan, dimana lahan terluas 4,546 km 2 di Kecamatan Ngaliyan dan luas terendah km 2 di Kecamatan Gajah Mungkur disajikan pada Gambar 12. Mengacu pada bangunan Rusunawa Kaligawe sebanyak tujuh unit dengan luas 0,088 km 2 (hasil pengukuran luas pada citra kota Semarang) dengan luas bangunan minimal 0,005 km 2 atau m 2 (50m 2 x 100m 2 ) atau luas sebuah Rusunawa diperkirakan 0,0126 km 2 termasuk luas bangunan dan pekarangan. Maka banyaknya Rusun yang dimungkinkan dapat dibangun sebanyak unit disajikan pada Tabel 6. Rusun-rusun tersebut dimungkinan untuk memenuhi unit yang dibutuhkan. Secara teknis, Rusun yang dapat dibangun dapat dibagi dalam tiga wilayah, yaitu Barat, Timur dan Selatan. Wilayah Barat yaitu Kecamatan Ngaliyan dengan jumlah Rusun sebanyak 362 unit yang dimungkinkan untuk memenuhi Rusun 312 unit yang tersebar di Kecamatan Tugu 52 Unit dan Semarang Barat 214 unit. Wilayah Timur yaitu Kecamatan Pendurungan, Tembalang dan Gunung pati dengan jumlah Rusun sebanyak 693 unit yang dimungkinkan untuk memenuhi Rusun 683 unit yang tersebar di Kecamatan Genuk 129 unit, Gayamsari 68 unit, Semarang Timur 129 unit dan Semarang Utara 278 unit. Wilayah Selatan yaitu Gajah Mungkur dan Banyumanik dengan jumlah Rusun 204 yang dimungkinkan untuk memenuhi kebutuhan Rusun sebanyak 197 unit yang tersebar di Kecamatan Semarang Selatan 68 unit dan Kecamatan Semarang Tengah 129 unit. Sumber: Hasil analisis SIG, Gambar 12. Peta Rekomendasi Lokasi Lahan Pembangunan Rusun. Tabel 4. Kebutuhan Rumah Susun. No Kecamatan Jumlah (jiwa) 132 Terpapar (jiwa) Jumlah Kepala Keluarga (jiwa) Jumlah Kepala Keluarga Terpapar (jiwa) Kapasitas Rusun (unit) Jumlah Rusun (unit) 1 Semarang Selatan Pedurungan Genuk Gayamsari Semarang Timur Semarang Utara Semarang Tengah Semarang Barat Tugu Jumlah Sumber: BPS Kota Semarang tahun 2015; Analisis SIG 2016.

11 Relokasi Terdampak Banjir Sungai di Kota Semarang... (Yunarto dan Sari) Tabel 5. Kebutuhan Rumah Susun pada daerah Penurunan Tanah. No. Kecamatan Jumlah Rusun (unit) Daerah Penurunan Tanah (cm/tahun) Semarang Selatan Pedurungan Genuk Gayamsari Semarang Timur Semarang Utara Semarang Tengah Semarang Barat Tugu Jumlah Sumber: Hasil analisis SIG, 2016 Tabel 6. Luas Lahan untuk Pembangunan Rusun. Luas lahan Luas Bangunan Banyak Jumlah No. Kecamatan Rusunawa (km 2 ) Rusunawa (km 2 ) Rusun (unit) Wilayah Rusun per Wilayah (unit) 1 Ngaliyan 4,546 0, Barat Gajah Mungkur 0, Selatan Banyumanik 2, Tembalang 6, Timur Pedurungan 0, Gunungpati 2, Jumlah 15, Sumber: Hasil analisis SIG, 2016 KESIMPULAN Banjir di Kota Semarang dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu banjir kiriman yang datang dari daerah hulu, banjir lokal yang timbul akibat hujan yang jatuh di daerah sendiri, dan banjir rob yang terjadi akibat aliran langsung air pasang atau aliran balik dari saluran drainase akibat terhambat oleh air pasang. Selain itu banjir disebabkan oleh perubahan tata guna lahan, baik di hilir ataupun di hulu akibat perkembangan pemukiman dan juga adanya penurunan tanah di kawasan pantai (land subsidence) pada wilayah pantai Kota Semarangyang berkisar antara 2-25 cm/tahun. terdampak banjir/rob sebesar jiwa direkomendasikan untuk direlokasi ke tempat lebih aman agar risiko bencana akibat banjir dapat dikurangi. Untuk itu dibutuhkan lahan seluas 15,853 km 2 untuk membangun Rusun yang dimungkinkan sebanyak unit untuk memenuhi unit yang dibutuhkan. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapkan terima kasih pertama kepada Kepala Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI dan juga Dr. Herryal Zulkanaen Anwar, M.Eng. sebagai Ketua tim kegiatan penelitian unggulan LIPI tahun , yang telah memberikan bimbingan dan kesempatan kepada penulis untuk terlibat dalam kegiatan penelitian unggulan LIPI tahun Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Pemerintah Kota Semarang dan masyarakatnya yang telah banyak memberikan informasi, khususnya Bapak Purnomo dan Bapak Syafrinal (Bappeda Kota Semarang), Kepala BPBD Kota Semarang, Bapak Sukadi warga Kelurahan Kaligawe Kota Semarang, Bapak Hadori warga Kelurahan Terboyo Kulon selama penelitian ini dilakukan. Selanjutnya ucapan terima kasih ditujukan kepada rekan-rekan peneliti Puslit Geoteknologi LIPI yang telah membantu hingga terselenggaranya penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Badan Geologi. (2009). Buku Pedoman Analisis Resiko Bahaya Alam (Studi Kasus: Provinsi Jawa Tengah). Badan Geologi Indonesia - Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral dengan Bundesanstalt fürgeowissenschaften und Rohstoffe (BGR). Dikutip dari Analisis_Risiko_JT_edisi1-009_reprint2012_ISBN_ reduced.pdf[4 Oktober 2016] BAPPEDA Semarang. (2000). Profil Wilayah Pantai dan Laut Kota Semarang. BAPPEDA, Semarang. BPS (Badan Pusat Statistik). (2015). Kota Semarang dalam Angka tahun BPS Kota Semarang. Dikutip dari Oktober 2016] Dirjen Cipta Karya. (2012). Rusunawa, Komitmen Bersama Penanganan Permukiman Kumuh. Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaaan Umum, Jakarta. Dikutip dari oad/ebook/buku_rusunawa_ 2012.pdf[5 Oktober 2016] Dit. Geologi dan Tata Lingkungan. (1999). Konservasi Air Tanah Daerah Semarang dan Sekitarnya. Dit. Geologi dan Tata Lingkungan Kota Semarang. Jihan, M.A. dan Yusrizhal M. (2016). Penelitian Potensi Gerakan Tanah di Kecamatan Gunung Pati, Kota 133

12 Majlah Ilmiah GlobeVolume 19 No. 2 Oktober 2017: Semarang beserta Penanggulangannya. Seminar Nasional ke-iii Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran. Kodoatie, R.J., (2013). Rekayasa dan Manajemen Banjir Kota. Penerbit Andi. Yogyakarta. Ismanto, A., Wirasatriya, Helmi, Hartoko, Prayogi. (2009). Model Sebaran Penurunan Tanah di Wilayah Pesisir Semarang. Ilmu Kelautan, 14(4), Marfai, M. A., King, L., (2008). Potential vulnerability implications of coastal inundation due to sea level rise for the coastal zone of Semarang city, Indonesia. Environ Geo, 54, doi: /s Murdohardono, Dodid., Tigor, Tobing. (2002). Evaluasi Geologi Teknik Zona Bahaya Erosi/Lahan Kritis Kota Semarang dan Sekitarnya Propinsi Jawa Tengah. DGTL, Bandung Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PP) No. 38 Tajun 2011 tentang Sungai Pramono, S.S., (2002). Analisis Penyelesaian Masalah Banjir di Kota Semarang dengan Pendekatan Sistem Peringkat Komunitas (SPK). Jurnal Desain dan Konstruksi 1(2), Prakasa, RJ, Anggoro R., Kadir A., Falah A. (2013). Analisis Kapasitas Penampang Banjir Kanal Barat Kota Semarang Untuk Perencanaan Pengendalian Banjir. Jurnal Karya Teknik Sipil, 2(1) Ramadhan, Felik M., Prabowo, H., Adelia, T. (2014). Kajian arahan rencana pola ruang berbasis mitigasi bencana Kawasan Pesisir Semarang Barat Kota Semarang. Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota. Fakultas Teknik UNDIP Semarang. Reseda, A. (2012). Kajian efektifitas pengendalian banjir di DAS Garang. Tesis, Universitas Diponegoro. Dikutip dari eda.pdf[18 Januari 2017]. Sarah, D., dan Mulyono, A. (2014). Permasalahan Amblesan Tanah Di Kota Semarang, Strategi Pengurangan Risiko Bencana Amblesan Tanah di Kota Semarang. Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI, ISBN : Sarbidi. (2002). Pengaruh Rob pada Pemukiman Pantai (kasus Semarang). Prosiding Kerugian pada Bangunan dan Kawasan Akibat Kenaikan Muka Air Laut pada Kota-kota Pantai Di Indonesia, Jakarta. Dikutip dari SBI.doc [5 Oktober 2016] Suhaeni, H. (2002). Kerugian Sosial an kawasan Pemukiman Pantai. Prosiding Kerugian pada Bangunan dan Kawasan Akibat Kenaikan Muka Air Laut pada Kota-kota Pantai Di Indonesia, Jakarta. dikutip dari dari HEN.doc[5 Oktober 2016] Suhelmi, IR. (2012). Kajian Dampak Land Subsidence terhadap peningkatan luas genangan Rob di Kota Semarang. Jurnal Ilmiah Geomatika 18(1) Agustus Dikutip dari [17 Maret 2017] Suripin. (2004). Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. Andi. Yogyakarta UU No.16 tahun 1985, Tentang Rumah Susun Waskitaningsih, N. (2012). Kearifan lokal masyarakat sub-sistem drainase bringin dalam menghadapi banjir. Jurnal Pembangunan Wilayah dan Kota. Dikutip dari article.php?article=150773&val=1260&title=kearifa n%20lokal%20masyarakat%20subistem%20drainase%20bringin%20dalam%20men ghadapi%20banjir [18 Januari 2017] Widyanti, Putri, Kismartini, Maesaroh. (2014). Implementasi Kebijakan Penanggulangan Banjir (Studi Kasus Proyek Normalisasi Banjir Kanal Barat dan Kali Garang Kota Semarang). Journal of Public Policy and Management Review. 3(3) Wismarini D, Ningsih DHU. (2010). Analisis Sistem Drainase Kota Semarang Berbasis Sistem Informasi dalam Membantu Pengambilan Keputusan bagi Penanganan Banjir. Jurnal Teknologi Informasi DINAMIK 15(1), Yuwono, B. D., Abidin, H. Z., & Hilmi, M. (2013). Analisa Geospasial Penyebab Penurunan Muka Tanah di Kota Semarang. Prosiding SNST Fakultas Teknik, 1(1) 134

Kata kunci: Alluvial, Amblesan, Genangan, PLAXIS, GIS ISBN

Kata kunci: Alluvial, Amblesan, Genangan, PLAXIS, GIS ISBN PENGARUH AMBLESAN TANAH (LAND SUBSIDENCE) TERHADAP PERUBAHAN LUAS GENANGAN AIR PADA DATARAN ALLUVIAL KOTA SEMARANG (STUDI KASUS : KECAMATAN SEMARANG BARAT) Muhammad Bustomi Shila Huddin 1, Pratikso 2,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM 1.2 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM 1.2 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM Kota Semarang adalah ibukota Provinsi Jawa Tengah, yang terletak di dataran pantai Utara Jawa. Secara topografi mempunyai keunikan yaitu bagian Selatan berupa pegunungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kota Semarang adalah ibukota Provinsi Jawa Tengah, yang terletak di dataran pantai Utara Jawa. Secara topografi mempunyai keunikan yaitu bagian Selatan berupa pegunungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN - 1 -

BAB I PENDAHULUAN - 1 - BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG DAN PERMASALAHAN Kota Semarang sebagai ibukota propinsi Jawa Tengah merupakan sebuah kota yang setiap tahun mengalami perkembangan dan pembangunan yang begitu pesat.

Lebih terperinci

BAB II KONDISI UMUM LOKASI

BAB II KONDISI UMUM LOKASI 6 BAB II KONDISI UMUM LOKASI 2.1 GAMBARAN UMUM Lokasi wilayah studi terletak di wilayah Semarang Barat antara 06 57 18-07 00 54 Lintang Selatan dan 110 20 42-110 23 06 Bujur Timur. Wilayah kajian merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan teknologi penginderaan jauh yang semakin pesat menyebabkan penginderaan jauh menjadi bagian penting dalam mengkaji suatu fenomena di permukaan bumi sebagai

Lebih terperinci

Jakarta, 22 Desember Pemerintah Kota Semarang

Jakarta, 22 Desember Pemerintah Kota Semarang Jakarta, 22 Desember 2014 Pemerintah Kota Semarang JAWA TENGAH Posisi Strategis Kota Semarang Ibukota Provinsi Jawa Tengah Terletak pada 6 o 50 7 o 10 S dan 109 o 50 110 o 35 E KOTA SEMARANG PDAM West

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA SURVEI

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA SURVEI BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA SURVEI 4.1 GAMBARAN UMUM KOTA SEMARANG Kota Semarang secara geografis terletak pada koordinat 6 0 50-7 0 10 Lintang Selatan dan garis 109 0 35-110 0 50 Bujur Timur

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penataan Gambaran Umum

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penataan Gambaran Umum BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penataan 1.1.1. Gambaran Umum Kota Semarang selaku ibukota dari Provinsi Jawa Tengah memiliki keterletakan astronomis di antara garis 6º 50-7º 10 LS dan garis 109º

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Hampir seluruh negara di dunia mengalami masalah banjir, tidak terkecuali di negara negara yang telah maju sekalipun. Masalah tersebut mulai muncul

Lebih terperinci

0 BAB 1 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

0 BAB 1 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 0 BAB 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara geografis Kota Semarang terletak di pantai utara Jawa Tengah, terbentang antara garis 06 o 50 07 o 10 Lintang Selatan dan garis 110 o 35 Bujur Timur. Sedang

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI DAERAH STUDI

BAB II DESKRIPSI DAERAH STUDI BAB II 2.1. Tinjauan Umum Sungai Beringin merupakan salah satu sungai yang mengalir di wilayah Semarang Barat, mulai dari Kecamatan Mijen dan Kecamatan Ngaliyan dan bermuara di Kecamatan Tugu (mengalir

Lebih terperinci

ANALISA GEOSPASIAL PENYEBAB PENURUNAN MUKA TANAH DI KOTA SEMARANG

ANALISA GEOSPASIAL PENYEBAB PENURUNAN MUKA TANAH DI KOTA SEMARANG G.1 ANALISA GEOSPASIAL PENYEBAB PENURUNAN MUKA TANAH DI KOTA SEMARANG Bambang Darmo Yuwono 1, Hasanuddin Z.Abidin 2, Muhammad Hilmi 3 1 Program Studi Teknik Geodesi, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro

Lebih terperinci

Jl. Raya Kaligawe Km. 4, Semarang Jawa Tengah 2

Jl. Raya Kaligawe Km. 4, Semarang Jawa Tengah   2 H.1 PENGARUH AMBLESAN TANAH (LAND SUBSIDENCE) TERHADAP PERUBAHAN LUAS GENANGAN AIR PADA DATARAN ALLUVIAL KOTA SEMARANG BAGIAN TIMUR (STUDI KASUS : KECAMATAN GENUK DAN KECAMATAN PEDURUNGAN) Rahmad Fuji

Lebih terperinci

MOTIVASI MASYARAKAT BERTEMPAT TINGGAL DI KAWASAN RAWAN BANJIR DAN ROB PERUMAHAN TANAH MAS KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

MOTIVASI MASYARAKAT BERTEMPAT TINGGAL DI KAWASAN RAWAN BANJIR DAN ROB PERUMAHAN TANAH MAS KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR MOTIVASI MASYARAKAT BERTEMPAT TINGGAL DI KAWASAN RAWAN BANJIR DAN ROB PERUMAHAN TANAH MAS KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh: DINA WAHYU OCTAVIANI L2D 002 396 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1 Hasil dan Analisis Peta Ancaman Bencana Tanah Longsor Pembuatan peta ancaman bencana tanah longsor Kota Semarang dilakukan pada tahun 2014. Dengan menggunakan data-data

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ,

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah , I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bencana banjir dikatagorikan sebagai proses alamiah atau fenomena alam, yang dapat dipicu oleh beberapa faktor penyebab: (a) Fenomena alam, seperti curah hujan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Terdapat beberapa penelitian dan kajian mengenai banjir pasang. Beberapa

TINJAUAN PUSTAKA. Terdapat beberapa penelitian dan kajian mengenai banjir pasang. Beberapa II. TINJAUAN PUSTAKA Terdapat beberapa penelitian dan kajian mengenai banjir pasang. Beberapa penelitian dan kajian berkaitan dengan banjir pasang antara lain dilakukan oleh Arbriyakto dan Kardyanto (2002),

Lebih terperinci

Pengendalian Banjir Rob Semarang

Pengendalian Banjir Rob Semarang Pengendalian Banjir Rob Semarang Kondisi ROB semarang Kemacetan Lalulintas & terganggunya perekonomian warga Dampak Banjir menggenangi kawasan perumahan, perkantoran, pusat kegiatan bisnis, industri Menggenangi

Lebih terperinci

KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO

KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO Sabua Vol.6, No.2: 215-222, Agustus 2014 ISSN 2085-7020 HASIL PENELITIAN KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO Arifin Kamil 1, Hanny Poli, 2 & Hendriek H. Karongkong

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI 3.1 TINJAUAN UMUM

BAB 3 METODOLOGI 3.1 TINJAUAN UMUM BAB 3 METODOLOGI 3.1 TINJAUAN UMUM Untuk dapat memenuhi tujuan penyusunan Tugas Akhir tentang Perencanaan Polder Sawah Besar dalam Sistem Drainase Kali Tenggang, maka terlebih dahulu disusun metodologi

Lebih terperinci

Abstract. misbehavior. Floods of Kaligarang were happened because of clogged up-drainage, lack of people s

Abstract. misbehavior. Floods of Kaligarang were happened because of clogged up-drainage, lack of people s ANTISIPASI PENDUDUK DALAM MENGHADAPI BANJIR KALI GARANG KOTA SEMARANG Dewi Liesnoor Setyowati Abstract misbehavior. Floods of Kaligarang were happened because of clogged up-drainage, lack of people s samples

Lebih terperinci

PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN DAN PELESTARIAN AIR DI LINGKUNGANNYA (Studi kasus di Daerah Aliran Sungai Garang, Semarang) Purwadi Suhandini

PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN DAN PELESTARIAN AIR DI LINGKUNGANNYA (Studi kasus di Daerah Aliran Sungai Garang, Semarang) Purwadi Suhandini PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN DAN PELESTARIAN AIR DI LINGKUNGANNYA (Studi kasus di Daerah Aliran Sungai Garang, Semarang) Purwadi Suhandini Abstract Key words PENDAHULUAN Air merupakan sumberdaya

Lebih terperinci

PEMETAAN DAERAH YANG TERGENANG BANJIR PASANG AKIBAT KENAIKAN MUKA AIR LAUT DI PESISIR KOTA TEGAL

PEMETAAN DAERAH YANG TERGENANG BANJIR PASANG AKIBAT KENAIKAN MUKA AIR LAUT DI PESISIR KOTA TEGAL JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 4, Nomor 1, Tahun 2015, Halaman 179-184 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose PEMETAAN DAERAH YANG TERGENANG BANJIR PASANG AKIBAT KENAIKAN MUKA AIR LAUT DI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) merupakan kesatuan hidrologi yang kompleks dan terdiri dari berbagai komponen. Komponen-komponen tersebut terdiri atas manusia, iklim, tanah,

Lebih terperinci

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Sub DAS pada DAS Bekasi Hulu Berdasarkan pola aliran sungai, DAS Bekasi Hulu terdiri dari dua Sub-DAS yaitu DAS Cikeas dan DAS Cileungsi. Penentuan batas hilir dari DAS Bekasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banjir adalah peristiwa meluapnya air hingga ke daratan. Banjir juga

BAB I PENDAHULUAN. Banjir adalah peristiwa meluapnya air hingga ke daratan. Banjir juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banjir adalah peristiwa meluapnya air hingga ke daratan. Banjir juga dapat terjadi di sungai, ketika alirannya melebihi kapasitas saluran air, terutama di kelokan sungai.

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MODEL SIG UNTUK MENENTUKAN RUTE EVAKUASI BENCANA BANJIR (Studi Kasus: Kec. Semarang Barat, Kota Semarang) TUGAS AKHIR

PENGEMBANGAN MODEL SIG UNTUK MENENTUKAN RUTE EVAKUASI BENCANA BANJIR (Studi Kasus: Kec. Semarang Barat, Kota Semarang) TUGAS AKHIR PENGEMBANGAN MODEL SIG UNTUK MENENTUKAN RUTE EVAKUASI BENCANA BANJIR (Studi Kasus: Kec. Semarang Barat, Kota Semarang) TUGAS AKHIR Oleh: ARGO MULYANTO L2D 004 299 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

Pengaruh Land Subsidence terhadap Genangan Banjir dan Rob di Semarang Timur

Pengaruh Land Subsidence terhadap Genangan Banjir dan Rob di Semarang Timur VOLUME 21, NO. 1, JULI 2015 Pengaruh Land Subsidence terhadap Genangan Banjir dan Rob di Semarang Timur Ratih Pujiastuti Pusat Studi Bencana, LPPM Universitas Diponegoro Gedung Widya Puraya Jl.Prof. Soedarto,

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR BALAI BESAR WILAYAH SUNGAI PEMALI JUANA

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR BALAI BESAR WILAYAH SUNGAI PEMALI JUANA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR BALAI BESAR WILAYAH SUNGAI PEMALI JUANA Alamat : Jl. Brigjen S. Sudiarto No. 379 Semarang Telp. (024) 6720516, Fax. (024)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan kawasan kawasan permukiman kumuh. Pada kota kota yang

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan kawasan kawasan permukiman kumuh. Pada kota kota yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pembangunan perkotaan yang begitu cepat, memberikan dampak terhadap pemanfaatan ruang kota oleh masyarakat yang tidak mengacu pada tata ruang kota yang

Lebih terperinci

Geo Image (Spatial-Ecological-Regional)

Geo Image (Spatial-Ecological-Regional) Geo Image 7 (2) (2018) Geo Image (Spatial-Ecological-Regional) http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/geoimage Pemetaan Risiko Bencana Longsor Sebagai Upaya Penanggulangan Bencana di Kecamatan Tembalang

Lebih terperinci

OPINI MASYARAKAT TERHADAP PROGRAM PENGELOLAAN SUNGAI DI DAERAH HILIR SUNGAI BERINGIN KOTA SEMARANG

OPINI MASYARAKAT TERHADAP PROGRAM PENGELOLAAN SUNGAI DI DAERAH HILIR SUNGAI BERINGIN KOTA SEMARANG OPINI MASYARAKAT TERHADAP PROGRAM PENGELOLAAN SUNGAI DI DAERAH HILIR SUNGAI BERINGIN KOTA SEMARANG (Studi Kasus: Kelurahan Mangunharjo dan Kelurahan Mangkang Wetan) T U G A S A K H I R Oleh : LYSA DEWI

Lebih terperinci

PENILAIAN LINGKUNGAN FISIK PERMUKIMAN KUMUH DI KAWASAN PESISIR KOTA SEMARANG

PENILAIAN LINGKUNGAN FISIK PERMUKIMAN KUMUH DI KAWASAN PESISIR KOTA SEMARANG PENILAIAN LINGKUNGAN FISIK PERMUKIMAN KUMUH DI KAWASAN PESISIR KOTA SEMARANG Winda Hanifah hanifah.winda@gmail.com Dyah Widyastuti dyah.wied@yahoo.com ABSTRACT The most of coastal settlements in Indonesia

Lebih terperinci

AIR Banjir dan Permasalahannya Di kota medan

AIR Banjir dan Permasalahannya Di kota medan AIR Banjir dan Permasalahannya Di kota medan DIPRESENTASIKAN OLEH : 1. MAGDALENA ERMIYANTI SINAGA (10600125) 2. MARSAHALA R SITUMORANG (10600248) 3. SANTI LESTARI HASIBUAN (10600145) 4. SUSI MARIA TAMPUBOLON

Lebih terperinci

Rumah Susun Sewa Di Kawasan Tanah Mas Semarang Penekanan Desain Green Architecture

Rumah Susun Sewa Di Kawasan Tanah Mas Semarang Penekanan Desain Green Architecture LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR Rumah Susun Sewa Di Kawasan Tanah Mas Semarang Penekanan Desain Green Architecture Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar

Lebih terperinci

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana alam tampak semakin meningkat dari tahun ke tahun yang disebabkan oleh proses alam maupun manusia itu sendiri. Kerugian langsung berupa korban jiwa, harta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banjir sudah menjadi masalah umum yang dihadapi oleh negaranegara di dunia, seperti di negara tetangga Myanmar, Thailand, Filipina, Malaysia, Singapore, Pakistan serta

Lebih terperinci

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 6, Nomor 1, Tahun 2017, Halaman Online di :

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 6, Nomor 1, Tahun 2017, Halaman Online di : JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 6, Nomor 1, Tahun 2017, Halaman 176 182 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose ANALISIS DATA PASANG SURUT SEBAGAI DASAR PENENTUAN DAERAH GENANGAN BANJIR PASANG

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan 3 (tiga) lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Pada daerah pertemuan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAERAH RAWAN ROB UNTUK EVALUASI TATA RUANG PEMUKIMAN DI KABUPATEN DEMAK

IDENTIFIKASI DAERAH RAWAN ROB UNTUK EVALUASI TATA RUANG PEMUKIMAN DI KABUPATEN DEMAK IDENTIFIKASI DAERAH RAWAN ROB UNTUK EVALUASI TATA RUANG PEMUKIMAN DI KABUPATEN DEMAK Adi Chandra Kusuma *), Irwani, Sugeng Widada Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan - 1 -

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan - 1 - BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum Dengan pembangunan dan industrialisasi, pemerintah berusaha mengatasi permasalahan yang timbul akibat pertumbuhan penduduk yang pesat. Dan dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota menurut Alan S. Burger The City yang diterjemahkan oleh (Dyayadi, 2008) dalam bukunya Tata Kota menurut Islam adalah suatu permukiman yang menetap (permanen) dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Tinjauan Umum

BAB I PENDAHULUAN Tinjauan Umum 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum Banjir merupakan salah satu fenomena alam yang menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi manusia. Di samping disebabkan oleh faktor alam, seringkali disebabkan

Lebih terperinci

Aria Alantoni D2B Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro

Aria Alantoni D2B Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro EVALUASI IMPLEMENTASI PERDA KOTA SEMARANG NO.5 TAHUN 2004 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SEMARANG (Kajian Terhadap Fungsi Pengendali Konversi Lahan Pertanian di Kota Semarang) Aria Alantoni D2B006009

Lebih terperinci

Dana Rezky Arisandhy (1), Westi Susi Aysa (2), Ihsan (3) Abstrak

Dana Rezky Arisandhy (1), Westi Susi Aysa (2), Ihsan (3) Abstrak TEMU ILMIAH IPLBI 2013 Prediksi Genangan Banjir Menggunakan Metode Rasional USSCS 1973 Studi Kasus: Perumahan BTN Hamzy, BTN Antara, BTN Asal Mula, Kelurahan Tamalanrea Indah, Kota Makassar Dana Rezky

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN Uraian Umum

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN Uraian Umum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Uraian Umum Banjir besar yang terjadi hampir bersamaan di beberapa wilayah di Indonesia telah menelan korban jiwa dan harta benda. Kerugian mencapai trilyunan rupiah berupa rumah,

Lebih terperinci

5.2 Pengendalian Penggunaan Lahan dan Pengelolaan Lingkungan Langkah-langkah Pengendalian Penggunaan Lahan untuk Perlindungan Lingkungan

5.2 Pengendalian Penggunaan Lahan dan Pengelolaan Lingkungan Langkah-langkah Pengendalian Penggunaan Lahan untuk Perlindungan Lingkungan Bab 5 5.2 Pengendalian Penggunaan Lahan dan Pengelolaan Lingkungan 5.2.1 Langkah-langkah Pengendalian Penggunaan Lahan untuk Perlindungan Lingkungan Perhatian harus diberikan kepada kendala pengembangan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Definisi banjir ialah aliran air sungai yang tingginya melebih muka air normal, sehinga melimpas dari palung sungai menyebabkan adanya genangan pada lahan rendah di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banjir adalah peristiwa yang terjadi ketika aliran air yang berlebihan merendam daratan. Peristiwa ini terjadi akibat volume air di suatu badan air seperti sungai atau

Lebih terperinci

ANALISIS SPASIAL PEMETAAN PEMUKIMAN WARGA PADA AREA RAWAN BENCANATANAH LONGSOR DI KOTA SEMARANG

ANALISIS SPASIAL PEMETAAN PEMUKIMAN WARGA PADA AREA RAWAN BENCANATANAH LONGSOR DI KOTA SEMARANG ANALISIS SPASIAL PEMETAAN PEMUKIMAN WARGA PADA AREA RAWAN ANALISIS SPASIAL PEMETAAN PEMUKIMAN WARGA PADA AREA RAWAN Rohmad Abidin 1, Sri Yulianto J.P 2 1,2 Teknologi Informasi Universitas Kristen Satya

Lebih terperinci

PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PENANGANAN KAWASAN BENCANA ALAM DI PANTAI SELATAN JAWA TENGAH

PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PENANGANAN KAWASAN BENCANA ALAM DI PANTAI SELATAN JAWA TENGAH PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PENANGANAN KAWASAN BENCANA ALAM DI PANTAI SELATAN JAWA TENGAH Totok Gunawan dkk Balitbang Prov. Jateng bekerjasama dengan Fakultas Gegrafi UGM Jl. Imam Bonjol 190 Semarang RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanahdengan permeabilitas rendah, muka air tanah dangkal berkisar antara 1

BAB I PENDAHULUAN. tanahdengan permeabilitas rendah, muka air tanah dangkal berkisar antara 1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Gorontalo merupakan salah satu kota di Indonesia yang rawan terjadi banjir. Hal ini disebabkan oleh curah hujan yang tinggi berkisar antara 106 138mm/tahun,

Lebih terperinci

Genangan Banjir Rob Di Kecamatan Semarang Utara

Genangan Banjir Rob Di Kecamatan Semarang Utara ISSN 0853-79 Genangan Banjir Rob Di Kecamatan Semarang Utara Gentur Handoyo, Agus A.D. Suryoputro, Petrus Subardjo Departement Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemanfaatan sumber daya alam yang semakin meningkat tanpa memperhitungkan kemampuan lingkungan telah menimbulkan berbagai masalah. Salah satu masalah lingkungan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulistiwa dengan morfologi yang beragam, dari daratan sampai pegunungan serta lautan. Keragaman ini dipengaruhi

Lebih terperinci

VI. REKOMENDASI 6.1. Analisis dan Rekomendasi Penggunaan Lahan berdasar RTRW Rekomendasi Kebijakan untuk RTRW

VI. REKOMENDASI 6.1. Analisis dan Rekomendasi Penggunaan Lahan berdasar RTRW Rekomendasi Kebijakan untuk RTRW 232 VI. REKOMENDASI 6.1. Analisis dan Rekomendasi Penggunaan Lahan berdasar RTRW 6.1.1 Rekomendasi Kebijakan untuk RTRW Dengan menggabungkan hasil simulasi model, Multi Dimensional Scaling dan Analytical

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 I-1 BAB I 1.1 Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) Pemali merupakan bagian dari Satuan Wilayah Sungai (SWS) Pemali-Comal yang secara administratif berada di wilayah Kabupaten Brebes Provinsi Jawa

Lebih terperinci

KONSEP PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN DI KAMPUNG HIJAU KELURAHAN TLOGOMAS KOTA MALANG

KONSEP PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN DI KAMPUNG HIJAU KELURAHAN TLOGOMAS KOTA MALANG KONSEP PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN DI KAMPUNG HIJAU KELURAHAN TLOGOMAS KOTA MALANG Titik Poerwati Leonardus F. Dhari Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Institut Teknologi Nasional Malang ABSTRAKSI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Hasil penelitian yang pernah dilakukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Hasil penelitian yang pernah dilakukan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil penelitian yang pernah dilakukan Penelitian tentang analisis tingkat bahaya dan kerentanan wilayah terhadap bencana banjir banyak dilakukan sebelumnya, tetapi dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banjir merupakan aliran air di permukaan tanah ( surface run-off) yang

BAB I PENDAHULUAN. Banjir merupakan aliran air di permukaan tanah ( surface run-off) yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banjir merupakan aliran air di permukaan tanah ( surface run-off) yang relatif tinggi dan tidak dapat ditampung oleh saluran drainase atau sungai, sehingga melimpah

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5. 1. Penggunaan Lahan 5.1.1. Penggunaan Lahan di DAS Seluruh DAS yang diamati menuju kota Jakarta menjadikan kota Jakarta sebagai hilir dari DAS. Tabel 9 berisi luas DAS yang menuju

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ruang adalah hasil rekayasa manusia untuk mewadahi berbagai aktivitas dan bentuk kehidupan manusia lainnya, sebaiknya ruang dapat memberikan stimulus bagi perilaku

Lebih terperinci

Konsep Hunian Vertikal sebagai Alternatif untuk Mengatasi Masalah Permukiman Kumuh, Kasus Studi Kampung Pulo

Konsep Hunian Vertikal sebagai Alternatif untuk Mengatasi Masalah Permukiman Kumuh, Kasus Studi Kampung Pulo Konsep Hunian Vertikal sebagai Alternatif untuk Mengatasi Masalah Permukiman Kumuh, Kasus Studi Kampung Pulo Felicia Putri Surya Atmadja 1, Sri Utami 2, dan Triandriani Mustikawati 2 1 Mahasiswa Jurusan

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

PEMBUATAN PETA TINGKAT KERAWANAN BANJIR SEBAGAI SALAH SATU UPAYA MENGURANGI TINGKAT KERUGIAN AKIBAT BENCANA BANJIR 1 Oleh : Rahardyan Nugroho Adi 2

PEMBUATAN PETA TINGKAT KERAWANAN BANJIR SEBAGAI SALAH SATU UPAYA MENGURANGI TINGKAT KERUGIAN AKIBAT BENCANA BANJIR 1 Oleh : Rahardyan Nugroho Adi 2 PEMBUATAN PETA TINGKAT KERAWANAN BANJIR SEBAGAI SALAH SATU UPAYA MENGURANGI TINGKAT KERUGIAN AKIBAT BENCANA BANJIR 1 Oleh : Rahardyan Nugroho Adi 2 Balai Penelitian Kehutanan Solo. Jl. A. Yani PO Box 295

Lebih terperinci

BAB VII RENCANA. 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa Tahapan Pembangunan Rusunawa

BAB VII RENCANA. 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa Tahapan Pembangunan Rusunawa BAB VII RENCANA 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa 7.1.1 Tahapan Pembangunan Rusunawa Agar perencanaan rumah susun berjalan dengan baik, maka harus disusun tahapan pembangunan yang baik pula, dimulai dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemampuan manusia dalam menyesuaikan dirinya terhadap lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemampuan manusia dalam menyesuaikan dirinya terhadap lingkungan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemampuan manusia dalam menyesuaikan dirinya terhadap lingkungan menunjukkan bahwa manusia dengan lingkungan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan wilayah yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Pada wilayah ini terdapat begitu banyak sumberdaya alam yang sudah seharusnya dilindungi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laporan hasil kajian Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) tahun 2001 mengenai perubahan iklim, yaitu perubahan nilai dari unsur-unsur iklim dunia sejak tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pengelolaan lingkungan dalam pembangunan membutuhkan pendekatan perencanaan yang integratif. Dimana komponen pendukung pengelolaan lingkungan memiliki sifat dan ciri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pekalongan dibagi menjadi dua wilayah administratif yaitu wilayah Kabupaten Pekalongan dan wilayah Kotamadya Pekalongan. Di Kabupaten Pekalongan mengalir beberapa sungai

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Setelah dilakukan penelitian dengan mengumpulkan data skunder dari instansi terkait, dan data primer hasil observasi dan wawancara maka dapat diperoleh

Lebih terperinci

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4.1. Latar Belakang Sebagaimana diuraikan terdahulu (Bab 1), DAS merupakan suatu ekosistem yang salah satu komponen penyusunannya adalah vegetasi terutama berupa hutan dan perkebunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perencanaan Drainase Sistem Sungai Tenggang 1

BAB I PENDAHULUAN. Perencanaan Drainase Sistem Sungai Tenggang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Semarang adalah ibu kota Propinsi Jawa Tengah, yang terletak didataran pantai Utara Jawa, dan secara topografi mempunyai keunikan yaitu dibagian Selatan berupa

Lebih terperinci

Tabel 3 Kecamatan dan luas wilayah di Kota Semarang (km 2 )

Tabel 3 Kecamatan dan luas wilayah di Kota Semarang (km 2 ) 8 Tabel 3 Kecamatan dan luas wilayah di Kota Semarang (km 2 ) (Sumber: Bapeda Kota Semarang 2010) 4.1.2 Iklim Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) Kota Semarang tahun 2010-2015, Kota

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini akan dibahas mengenai hasil dan pembahasan Penelitian yang terdiri dari hasil analisapeta parameter, peta kerawanan longsor, validasi lapangan, riwayat kejadian

Lebih terperinci

ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG

ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG Jurnal Reka Buana Volume 1 No 2, Maret-Agustus 2015 9 ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG Galih Damar Pandulu PS. Teknik Sipil, Fak. Teknik, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak dipengaruhi oleh faktor geologi terutama dengan adanya aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. banyak dipengaruhi oleh faktor geologi terutama dengan adanya aktivitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis Indonesia terletak di daerah katulistiwa dengan morfologi yang beragam dari daratan sampai pegunungan tinggi. Keragaman morfologi ini banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bencana banjir seakan telah dan akan tetap menjadi persoalan yang tidak memiliki akhir bagi umat manusia di seluruh dunia sejak dulu, saat ini dan bahkan sampai di masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Banjir merupakan salah satu permasalahan yang sering terjadi pada saat musim hujan. Peristiwa ini hampir setiap tahun berulang, namun permasalahan ini sampai saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki banyak sungai,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki banyak sungai, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki banyak sungai, sehingga memiliki potensi sumber daya air yang besar. Sebagai salah satu sumber daya air, sungai memiliki

Lebih terperinci

Identifikasi Permukiman Kumuh Berdasarkan Tingkat RT di Kelurahan Keputih Kota Surabaya

Identifikasi Permukiman Kumuh Berdasarkan Tingkat RT di Kelurahan Keputih Kota Surabaya C389 Identifikasi Permukiman Kumuh Berdasarkan Tingkat RT di Kelurahan Keputih Kota Surabaya Elpidia Agatha Crysta dan Yanto Budisusanto Departemen Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dan pembangunan yang pesat di Kota Surabaya menyebabkan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dan pembangunan yang pesat di Kota Surabaya menyebabkan perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Surabaya merupakan kota yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang pesat dan menyumbang pendapatan Negara yang sangat besar. Surabaya juga merupakan kota terbesar kedua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kekayaan sumberdaya alam wilayah kepesisiran dan pulau-pulau kecil di Indonesia sangat beragam. Kekayaan sumberdaya alam tersebut meliputi ekosistem hutan mangrove,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang sering terjadi bencana, seperti bencana banjir, tanah longsor, kekeringan, gempa bumi, dan lain-lainnya. Bencana yang terjadi di kota-kota

Lebih terperinci

Geo Image (Spatial-Ecological-Regional)

Geo Image (Spatial-Ecological-Regional) Geo Image 3 (2) (2014) Geo Image (Spatial-Ecological-Regional) http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/geoimage ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN PENDUDUK TERHADAP PERKEMBANGAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN GAJAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan pesatnya pertumbuhan penduduk dan pembangunan di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan pesatnya pertumbuhan penduduk dan pembangunan di berbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kajian bencana mewarnai penelitian geografi sejak tsunami Aceh 2004. Sejak itu, terjadi booming penelitian geografi, baik terkait bencana gempabumi, banjir,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jakarta merupakan tujuan utama bagi penduduk untuk berurbanisasi karena mereka pada umumnya melihat kehidupan kota yang lebih modern dan memiliki lebih banyak lapangan

Lebih terperinci

ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG

ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG Jurnal Reka Buana Volume 1 No 2, Maret 2016 - Agustus 2016 73 ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG Galih Damar Pandulu PS. Teknik Sipil, Fak. Teknik,

Lebih terperinci

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI II-1 BAB II 2.1 Kondisi Alam 2.1.1 Topografi Morfologi Daerah Aliran Sungai (DAS) Pemali secara umum di bagian hulu adalah daerah pegunungan dengan topografi bergelombang dan membentuk cekungan dibeberapa

Lebih terperinci

PENANGGULANGAN BANJIR SUNGAI MELAWI DENGAN TANGGUL

PENANGGULANGAN BANJIR SUNGAI MELAWI DENGAN TANGGUL PENANGGULANGAN BANJIR SUNGAI MELAWI DENGAN TANGGUL Joni Ardianto 1)., Stefanus Barlian S 2)., Eko Yulianto, 2) Abstrak Banjir merupakan salah satu fenomena alam yang sering membawa kerugian baik harta

Lebih terperinci

PEMODELAN SPASIAL UNTUK PREDIKSI LUAS GENANGAN BANJIR PASANG LAUT DI WILAYAH KEPESISIRAN KOTA JAKARTA (Studi Kasus : Kecamatan Tanjungpriok, Jakarta Utara) Syukron Maulana syukron_elgordo@yahoo.co.id Muh.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Banjir pasang (rob) merupakan peristiwa yang umumnya terjadi di

I. PENDAHULUAN. Banjir pasang (rob) merupakan peristiwa yang umumnya terjadi di I. PENDAHULUAN Banjir pasang (rob) merupakan peristiwa yang umumnya terjadi di wilayah pesisir pantai dan berkaitan dengan kenaikan muka air laut. Dampak banjir pasang dirasakan oleh masyarakat, ekosistem

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI 16 KONDISI UMUM WILAYAH STUDI Kondisi Geografis dan Administratif Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49

Lebih terperinci

BAB V LAHAN DAN HUTAN

BAB V LAHAN DAN HUTAN BAB LAHAN DAN HUTAN 5.1. Penggunaan Lahan Penggunaan lahan Kota Denpasar didominasi oleh permukiman. Dari 12.778 ha luas total Kota Denpasar, penggunaan lahan untuk permukiman adalah 7.831 ha atau 61,29%.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persentasi uap air di udara semakin banyak uap air dapat diserap udara.

BAB I PENDAHULUAN. persentasi uap air di udara semakin banyak uap air dapat diserap udara. BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Air merupakan salah satu komponen penting untuk kehidupan semua makhluk hidup di bumi, air juga merupakan kebutuhan dasar manusian yang digunakan untuk kebutuhan minum,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Bencana alam adalah salah satu fenomena yang dapat terjadi setiap saat, dimanapun dan kapanpun sehingga menimbulkan risiko atau bahaya terhadap kehidupan manusia, baik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jakarta merupakan ibukota Negara Indonesia dan pusat pemerintahan,

I. PENDAHULUAN. Jakarta merupakan ibukota Negara Indonesia dan pusat pemerintahan, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jakarta merupakan ibukota Negara Indonesia dan pusat pemerintahan, dimana hampir semua aktifitas ekonomi dipusatkan di Jakarta. Hal ini secara tidak langsung menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di bumi terdapat kira-kira 1,3 1,4 milyar km³ air : 97,5% adalah air laut, 1,75% berbentuk es dan 0,73% berada di daratan sebagai air sungai, air danau, air tanah,

Lebih terperinci