EKSISTENSI WARANGGANA DALAM RITUAL TAYUB. Oleh : M. Chairul Basrun Umanailo PENDAHULUAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EKSISTENSI WARANGGANA DALAM RITUAL TAYUB. Oleh : M. Chairul Basrun Umanailo PENDAHULUAN"

Transkripsi

1 EKSISTENSI WARANGGANA DALAM RITUAL TAYUB Oleh : M. Chairul Basrun Umanailo PENDAHULUAN Pergeseran nilai-nilai budaya dalam masyarakat terjadi seiring pengaruh dari globalisasi dan pengaruh budaya lain. Perkembangan cyber space, internet, informasi elektronik dan digital, ditemui dalam kenyataan sering terlepas dari sistim nilai dan budaya. Perkembangan ini sangat cepat terkesan oleh generasi muda yang cenderung cepat dipengaruhi oleh elemen-elemen baru yang merangsang. Suka atau tidak bila tidak disikapi dengan kearifan dan kesadaran pembentengan umat, pasti akan menampilkan benturanbenturan psikologis dan Sosiologis. Pada Era globalisasi telah terjadi perubahan perubahan cepat. Dunia menjadi transparan, terasa sempit, hubungan menjadi sangat mudah dan dekat, jarak waktu seakan tidak terasa dan seakan pula tanpa batas. Perubahan yang mendunia ini akan menyebabkan pergeseran nilai-nilai budaya tersebut. Perubahan tersebut meliputi perubahan yang arus globalisasi Tayub adalah tarian pergaulan yang menjadi hiburan masyarakat jelata dan tersebar hampir di seluruh pelosok Jawa. Kata tayub (sayub), dari beberapa sumber, tidak dapat dilepaskan dari pengertian minuman keras dan bersenang-senang. Pengertian lain tari tayub atau tayuban adalah salah satu kesenian Jawa yang mengandung unsur keindahan dan keserasian gerak. Tarian ini mirip dengan tari Jaipong dari Jawa Barat dan tari Gambyong yang lebih populer dari Jawa Tengah. Tarian ini biasa digelar pada acara pernikahan, khitanan serta acara kebesaran, misalnya hari kemerdekaan Republik Indonesia, perayaan kemenangan pemilihan kepala desa, serta acara bersih desa. Kesan tayub sebagai tarian mesum muncul pada abad 19. Pada 1817, GG Rafles dari Inggris, dalam bukunya berjudul History of Java menulis tayub sebagai tarian ronggeng mirip pelacuran terselubung. Kesan sama juga dituliskan oleh peneliti asal Belanda, Cliffort Geertz dalam bukunya The Religion of Java. Tapi, menurut koreografer Tayub Wonogiren, S 1

2 Poedjosiswoyo BA, orang Jawa akan protes bila kesan Raffles dan Geertz itu diterima secara utuh. Sebab, katanya, kesan mesum yang diberikan pada tayub hakikatnya terbatas pada pandangan sepintas yang baru melihat kulitnya saja, tanpa mau mengenali isi maupun kandungan nilai filosofisnya. Sampai saat ini masyarakat hanya memandang tayub dari sisi Waranggan (penarinya). Menurut pendapat umum, Waranggan sebagai penari tayub adalah wanita penggoda dan peluluh hati pria yang menari dengannya. Biasanya, para pria itu rela menghamburkan uang dengan cara jaban atau suwelan yang tidak lazim (Retno HY: Pikiran Rakyat). Kondisi ini semakin menenggelamkan beberapa kesenian rakyat yang sangat dominan menampilkan Waranggan. Akibat miringnya pandangan masyarakat terhadap Waranggan (yang juga disebut waranggana, waranggono, tandak, kledek, taledek, ledek, dan sebagainya), kesenian tayub kini seakan raib ditelan bumi. Padahal tayub sendiri merupakan kesenian rakyat seperti halnya kesenian pada umumnya yang tumbuh dan berkembang di masyarakat, tayub memiliki bentuk kesenian yang sesungguhnya dan kaya dengan simbol. Anggapan tayub sebagai tarian mesum merupakan penilaian yang keliru. Sebab, tidak seluruh tayub identik dengan hal-hal yang negatif. Dalam tayub, ada kandungan nilai-nilai positif yang adiluhung. Selain itu, tayub juga menjadi simbol yang kaya makna tentang pemahaman kehidupan dan punya bobot filosofis tentang jati diri manusia. Tayub juga diyakini memiliki kandungan nilai agamis. Hal itu terjadi pada abad XV, ketika tayub digunakan sebagai media syiar agama Islam di pesisir utara Jawa oleh tokoh agama Abdul Guyer Bilahi, yang selalu mengawali pagelaran tayub dengan dzikir untuk mengagungkan asma Allah. Kesenian tayub saat ini memiliki konotasi negatif di masyarakat yaitu berkualitas rendah dan bertendensi prostitusi. Padahal, dengan menelusuri tayub dari kajian etimologi, akan ditemukan kondisi yang bertolak belakang. Tayub, sesungguhnya, berasal dari susunan kata "ditata méh guyub" (diatur agar tercipta kerukunan). Inilah filosofi yang sebenarnya yang hendak ditanamkan pada tayub sebagai kesenian untuk pergaulan. Nilai dasarnya adalah kesamaan kepentingan untuk mengapresiasi kemampuan, jiwa, dan 2

3 bakat seni sebagai "anasir" yang terlibat di dalamnya, terutama penabuh gamelan (pengrawit) dan para penari. Kemudian, pembenaran pada sisi Waranggan, seorang Waranggan tidak dapat dipandang sebagai simbol seks belaka. Di sejumlah daerah pantai utara (pantura) Jawa Barat, seorang wanita yang berprofesi sebagai Waranggan dipandang sebagai wanita perkasa, tulang punggung keluarga yang mampu menghidupi orang tua, bahkan sanak saudara, meski harus menghabiskan malam di luar rumah. 3

4 Fungsi Seni Tayub Apa yang terjadi pada kehidupan waranggana sebagai pelaku sekaligus profesinya di bidang kesenian, menjadi sebuah kajian yang menarik. Terlebih untuk melihat kehidupan waranggana tayub yang dianalogikan sebagai panggung sandiwara. Melalui konsep dramaturgi yang dikemukakan oleh Erving Goffman cocok sekali jika dikatikan dengan kehidupan seorang waranggana tayub yang memiliki 2 (dua) kehidupan yang berbeda, yakni kehidupan ketika diatas panggung, dan kehidupan dalam keseharian. Erving Goffman mengemukakan konsep dramaturgi yang menggambarkan bahwa kehidupan ini tidak ubahnya panggung sandiwara, dimana terdapat individu-individu yang memainkan sebuah peran atau bertindak sebagai aktor, serta ada individu yang bertindak sebagai penonton yang menyaksikan sandiwara atau pertunjukan tersebut. Pernyataan paling terkenal Goffman tentang teori dramaturgis berupa buku Presentation of Self in Everyday Life. Konsepsi Goffman tentang diri banyak meminjam gagasan Mead, khususnya diskusinya tentang ketegangan antara I, diri yang spontan, dengan me, hambatan sosial di dalam diri. Ketegangan ini tercermin dalam karya Goffman tentang apa yang dia sebut kesenjangan antara diri kita yang manusiawi dengan diri kita yang terisolasi. Ketegangan ini berasal dari perbedaan antara harapan orang terhadap apa yang mesti kita lakukan dengan harapan kita sendiri. Kita dituntut untuk melakukan apa yang diharapkan dari kita selain itu, kita tidak boleh plin-plan. Untuk menjaga citra diri yang stabil, orang tampil untuk audien sosial mereka. Akibat dari minatnya pada pertunjukan (perfomance) ini, Goffman memusatkan pada perhatiannya, atau pandangan tentang kehidupan sosial sebagai serangkaian pertunjukan dramatis yang serupa dengan yang ditampilkan di atas panggung. Istilah Dramaturgi kental dengan pengaruh drama atau teater atau pertunjukan fiksi diatas panggung dimana seorang aktor memainkan karakter manusia-manusia yang lain sehingga penonton dapat memperoleh gambaran kehidupan dari tokoh tersebut dan mampu mengikuti alur cerita dari drama yang disajikan. Dalam kajian etimologi, Tayub bermakna ditata ben guyub, diatur agar tercipta kerukunan. Makna ini merupakan esensi kesenian tayub yang 4

5 harus ditampilkan. Namun, stereotipe negatif yang telah dilekatkan pada tayub seakan mendarah daging dalam sendi kehidupan masyarakat Indonesia. Adanya pemberian saweran yang biasanya diselipkan pada belahan dada waranggana dan disediakannya minuman keras sebagai suguhan para tamu, adalah alasan mengapa kesenian ini masih mendapat anggapan negatif dari sebagian masyarakat. Padahal, pemberian saweran kepada waranggana adalah bentuk ucapan terimakasih atas kesempatan untuk menari dengannya. Dengan adanya arus perkembangan jaman, tradisi pemberian saweran yang diselipkan tersebut berangsur-angsur mengalami perubahan. Saweran kini telah diatur cara pemberiannya dengan meletakkan uang saweran di dalam sebuah piringan atau kotak kardus. Sedangkan minuman keras yang disuguhkan dalam setiap pertunjukan tayub adalah merupakan bentuk penghormatan kepada tuan rumah, pemuka desa, dan para tamu undangan. Fungsi lainnya, dengan minuman ini diharapkan bisa membantu memunculkan sugesti dan kepercayaan diri seseorang untuk ngibing. 1. Fungsi Ritual Fungsi paling mendasar, bisa dikatakan sebagai fungsi tertua dari tayub adalah untuk upacara kesuburan, dan hampir semua bentuk seni pertunjukan pada mulanya memang digunakan sebagai sarana untuk upacara, kemudian seiring dengan perkembangan waktu dan perubahan jaman, fungsi tayub semakin berkembang yaitu sebagai sarana hiburan dengan tujuan komersil. Adapun ciri-ciri dari tayub yang berfungsi sebagai sarana ritual, yakni: 1) Diselenggarakan pada saat yang terpilih; 2) Dilakukan di tempat yang terpilih; 3) Penari pria atau pengibing yang menari pertama bersama waranggana harus pria terpilih; 4) Waranggana yang tampil harus terpilih 5) Diperlukan berbagai sesaji. Apabila dikaji lebih dalam, tari tayub yang berfungsi sebagai tari untuk kesuburan dimana waranggana menari berpasangan dengan laki-laki hanyalah sebagai simbol semata, yang mana perempuan mewakili bumi atau tanah pertanian, dan laki-laki mewakili benih (padi) yang dalam istilah Jwa dikenal dengan istilah bapa angkasa (bapak langit) dan ibu pertiwi (ibu bumi), persatuan diantara keduanya berupa hujan yang akan turun mendatangkan kesuburan. 2. Fungsi Sosial 5

6 Pergeseran fungsi tayub dimulai pada awal abad ke-19, dimana pada waktu itu dibuka jalur rel kereta api untuk pertama kalinya di Jawa. Dengan adaya pembabatan rel maka pembabatan hutan menjadi perkebunan merupakan hal yang dianggap legal. Dengan adanya pergeseran geografis maka seni tradisi juga ikut berubah. Disini seni tayub tidak lagi hanya sebagai perangkat seni kesuburan melainkan lebih condong ke arah perangkat komersil. Para pelaku kesenian ini tidak lagi memposisikan diri sebagai pekerja seni yang terikat pada konsepsi filosofi tentang penyatuan alam bapak angkasa dan ibu pertiwi tetapi berubah dengan memposisikan diri atas perhitungan untung dan rugi, sebagai penjual jasa, untuk menghibur. Tayub identik dengan budaya masyarakat umum atau seni massa, karena digunakan sebagai hiburan rakyat, seperti untuk meramaikan hajatan. Pergeseran fungsi seni tayub sebagai sarana hiburan ini tentunya mampu mendongkrak popularitas tayub yang pada masa itu merupakan kesenian yang sangat dekat dengan masyarakat bawah, sehingga tayub tidak hanya menjadi bagian di dalam prosesi ritual saja tetapi juga sebagai seni pertunjukan untuk hiburan. Selain itu adanya pertunjukan tayub bisa dijadikan sebagai sarana untuk mengikat solidaritas masyarakat setmpat. Adakalanya diantara penonton tidak mengenal antara satu dengan yang lain, tetapi dikarenakan yang ikut menyaksikan pertunjukan tayub tersebut dari kalangan masyarakat luas dan dari desa yang berbeda-beda, maka bisa memungkinkan akan terjalinnya suatu komunikasi. Di mana dari komunikasi tersebut secara lambat laun dan tanpa mereka sadari bisa membentuk suatu komunitas baru, yakni komunitas penikmat seni pertunjukan tayub. Rasa solidaritas tersebut dapat terbentuk karena penyelanggara pertunjukan tayub tidak memungut biaya untuk para penikmatnya. 3. Fungsi Politik Kesenian memang seringkali menjadi alat politik yang ampuh dan efektif untuk menjaring massa bagi suatu partai politik tertentu. Hal tersebut bisa terjadi dikarenakan ideologi suatu partai dapat disebarkan, dipelihara, atau bahkan dikobarkan melalui produk-produk kesenian 6

7 berupa sandiwara, lagu, bacaan, lelucon, tulisan nyeni pada T-shirt, laporan jurnalistik maupun iklan. Semasa pemerintahan presiden Soekarno, kehidupan kesenian bida dikatakan sangat ramai dan mengalami masa-masa kejayaan, hal tersebut dikarenakan hampir semua kekuatan politik yang dalam hal ini adalah partai-partai politik yang ada mempunyai suatu lembaga atau pun suatu departemen khusus yang menangani tentang bidang kesenian. Misalnya adalah Partai Komunis Indonesia (PKI) yang mendirikan Lembaga Kebudayaan Rakyat (LEKRA), Partai Nasional Indonesia (PNI) yang mendirikan lembaga kebudayaan nasional (LKN), Nahdlatul Ulama (NU) yang mendirikan lembaga seniman budayawan muslimin Indonesia (LESBUMI), dan partai Indonesia (Partindo) yang didukung oleh lembaga seni budaya Indonesia (Lesbi). Memang pada waktu itu kesenian tradisional mengalami kemajuan yang pesat, hal tersebut dikarenakan adanaya pelarangan terhadap masuknya budayabudaya asing ke Indonesia oleh pemerintah. Selain itu, pengaruh politik di dalam jiwa para seniman juga sangat kuat, hal tersebut menyebabkan di dalam hasil-hasil kreatifitas para seniman di dalam menjalani kehidupan berkesenian selalu berbau dan mengandung ideologi dari partai-partai yang membawahi para seniman tersebut. Eksistensi Waranggan Untuk menjadi warangganan bukanlah hal yang mudah yang dibayangkan oleh penikmat awam tayub. Kebanyakan penikmat ini hanya melihat saat waranggana itu tampil di kalangan tayub, yaitu tempat pertunjukan tayub digelar. Hal ini wajar, karena tempat atau lembaga yang menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan. Dikatakan demikian karena pendidikan ini tidak memastikan besaran biaya bagi calon waranggana yang hendak belajar. Secara umum para calon waranggana ini setelah selesai menguasai dasar-dasar tari dan vokal tembang-tembang, selanjutnya calon waranggana menngiringi waranggana senior untuk tampil dalam pagelaran. Kesempatan para calon waranggana ini masih dibatasi pada saat menari dan melantunkan tembang bersama pengibing. Dan semuanya itu hanya ada di satu tempat, Sebelum waranggana diperbolehkan untuk manggung di acara pertunjukan tayub Calon waranggana harus melalui serangkaian ritual sebelum ia benar-benar resmi menjadi waranggana. Calon waranggana tersebut ikut tinggal 7

8 bersama waranggana yang sudah senior (magang). Setelah sekiranya cukup mandiri, barulah calon waranggana (waranggana junior) siap untuk mengikuti prosesi selanjutanya yaitu gembyangan waranggana yang diadakan tiap Jumat Pahing. Yang artinya semua waranggana pada Jumat Pahing, selain untuk memperoleh berkah, disini selalu diadakan prosesi gembyangan para calon waranggana yang ingin menjadi waranggana. Kerangka Pikir FUNGSI RITUAL Eksistensi Waranggan Pelestarian Tayub FUNGSI POLITIK FUNGSI POLITIK 8

9 9

10 Waranggana Dalam Pertunjukan Tayub Dukuh Ngringo, Desa Ngringo Kecamatan Jaten, masih menampilkan tarian tradisional tersebut saat upacara bersih desa. Ada kepercayaan tertentu sehingga masyarakat setempat mempertahankan tayuban. Menurut Kadus Ngringo Subagyo. Kami bersyukur panen melimpah. Masyarakat kemudian memohon kepada Yang Mahakuasa agar panen berikutnya lebih baik. Selain itu, warga di sini sekaligus menjaga silaturahmi dan kebersihan lingkungan, Upacara diawali dengan kerja bakti membersihkan makam leluhur Dusun Ngringo, Kemudian dilanjutkan sedekah bumi. Persembahan ini dibawa ke Makam Eyang Jegong Wonolapan. Di tempat ini, dilakukan doa bersama oleh warga. Menariknya dari tradisi bersih dusun ini adalah adanya mat-matan dan janggrungan. Kesenian yang telah dikenal sebagai kesenian rakyat di masyarakat pedesaan ini, pada malam itu hadir ditengah masyarakat perkotaan. Jika dibayangkan ini menjadi suatu hal yang mustahil, namun kemustahilan itu bisa ditepis lantaran mitos dari tradisi janggrungan yang menyelimuti masyarakat Ngringo. Tradisi yang telah mengakar inilah yang mengahantarkan kesenian Tayub bisa hidup diperkotaan. Konon menurut cerita tradisi ini telah dijalankan secara turun temurun dari masa nenek moyang terdahulu hingga di sekarang. Ini sudah menjadi kebiasaan yang menaluri masyarakat. Apa yang telah dilakukan oleh nenek moyang dahulu sudah suatu keharuskan dilakoni(dijalankan-red). Kalau tidak dilakukan masyarakat sini akan terkena bebendu atau musibah, (Budi Winoto, 20 September 2013) Sutarto menuturkan ditahun 1970-an silam masyarakat Ngringo mencoba mengganti ritual janggrungan dengan pagelaran wayang kulit yang digelar disalah satu rumah warga. Namun yang terjadi justru berbuah malapetaka. Pada saat itu banyak warga yang terjangkit penyakit dan tidak tau asalnya dari mana. Akhirnya dari kepercayaan itulah mitos mulai terbentuk di kalangan warga Ngringo. Sejarahnya waktu nenek moyang dahulu diberi wangsit dari eyang Kyai Jegang Wonolapan. Kalau setelah masa panen harus melakukan bersih desa dengan menggelar janggrungan atau tayub. Berhubung ada suatu hal itu akhirnya tradisi ini tidak bisa ditinggalkan warga kampong sini, (Sutarto, 20 September 2013) 10

11 Disisi lain kesenian Tayub tak akan meriah jika tanpa kehadiran Waranggan atau penari tayub. Agar tradisi tahunan itu tetap terselenggara warga mendatangkan langsung dari kampong kedung jeruk kecamatan Mojo Gedang kabupaten Karangannyar. Kesenian yang telah mulai pudar inipun masih memikat hati para penikmat kesenian kampung ini, seperti mbah Tami. Untungnya di kampung ini sudah menjadi tradisi yang harus dijalankan, jadi saya masih bisa melihat Tayuban, yang sekarang sudah jarang saya temui. Kalau mau melihat Tayub, ya harus menunggu ruwahan baru bisa melihat, (Tami, 20 September 2012) Sementara itu kedua Waranggan yang bernama Tukini dan Nah itu harus tetap menjalankan profesinya sebagai seorang penari tayub. Meskipun sudah jarang yang mengundangnya lantaran usia yang sudah lanjut. Mereka harus rela dibayar murah, agar kesenian ini tetap menjadi bagian dari kesenian rakyat. Jika dibayangkan di era jaman yang penuh dengan kecanggihan ala modernitas ini, tak ada lagi generasi muda yang mau menggeluti sebagai penari tayub. Lantas bagaimana kesenian ini bisa bertahan, mau tidak mau mereka hanya bisa bertahan di tengaj arus modernitas hiburan yang menjamur di berbagai daerah. Seperti yang tercermin dari kedua perempuan itu tak peduli akan dinginnya malam, mereka harus mengenakan kemben, meski nampak kelelahan karena demi sebuah profesi yang telah lama ia geluti, mereka harus tetap menebar senyum yang tersirat dari gincu merahnya. Seketika tembang jawa mulai di nyanyikan, sampur atau selendang mulai di kalungkan dileher salah satu penonton untuk menemani penari berjoget. Bertahan dengan kesenian yang lambat laun akan tergerus oleh perubahan jaman ini adalah beban dan tugas yang sangat berat, khusunya bagi seorang yang melakoni sebagai ledhek. Pasalnya profesi Waranggan sering dianggap rendahan, dan kebanyakan orang menganggap penari tayub, hanyalah sebagai simbol seks belaka. Seperti halnya laku nyelup atau berhubungan seks, yang dari dulu hingga sekarang telah melekat di telinga masyarakat luas. Bahwa untuk menyempurnakan profesinya ia harus melakukan hal tersebut terutama dengan orang-orang yang mempunyai jabatan tinggi. Hal ini dipercaya seorang penari tayub akan menjadi laris. Keberadaan waranggana dalam pertunjukan tayub dengan menggunakan analisis dramaturgi milik Erving Goffman. Sudah dijelaskan 11

12 pada bab sebelumnya, tentang pertunjukan tayub dan sejarah waranggana yang ada di Desa Ngringo, Kecamatan Jaten, Kabupaten Karanganyar. Realitas tentang kehidupan waranggana tayub yang mengalami dualisme kehidupan, yakni pada dunia panggung dan dunia keseharian. Dianalisis dengan menggunakan dramaturgi yang menyebutkan bahwa kehidupan ini layaknya sebuah panggung teater, sangat tercermin dalam kehidupan Waranggana Tayub yang ada di Desa Ngringo. Apa yang disampaikan oleh Weber dari analisis Teori Aksi bahwasanya tiap individu bebas untuk berekpresi dan mampu mengartikan lingkungan sosialnya, Teori Goffman, seperti halnya teori Homans, menganggap individu (bukan struktur yang lebih besar) sebagai satuan analisa. Akan tetapi, berbeda dengan Homans untuk mengembangkan model sosiologisnya Goffman tidak menggunakan suatu teori ilmiah lain (Homans menggunakan teori ekonomi dan psikologi perilaku). Untuk menjelaskan tindakan manusia tersebut Goffman memakai analogi drama dan teater. Karena alasan inilah Goffman disebut sebagai seorang dramaturgist, yang menggunakan bahasa dan tamsil panggung teater. Di dalam konsep teori dramaturgi milik Goffman, terdapak salah satu aspek mengenai front stage, atau yang lebih dikenal sebagai panggung depan. Panggung depan adalah bagian penampilan individu yang secara teratur berfungsi di dalam mode yang umum dan tetap untuk mendefinisikan situasi bagi mereka yang menyaksikan penampulan itu. Di atas panggung depan ini aktor akan memainkan sebuah peran tertentu yang nantinya akan disaksikan oleh para penonton pertunjukan tersebut, dalam front stage, aktor harus benar-benar memainkan peran yang diinginkan penonton. Informan yang berpofesi sebagai Waranggana, dalam aspek front stagenya ia memerankan tokoh penari tayub dalam pertunjukan tayub. Untuk memerankan tokoh waranggana ini, terlebih dulu ia harus memenuhi syarat untuk dapat menjadi waranggana. Dalam aspek front stage, terdapat bagian yang disebut front personal, yaitu berbagai macam barang perlengkapan yang dapat memperkenalkan aktor kepada penonton. Aspek front personal ini kemudian dikategorikan menjadi dua, yakni penampilan dan gaya. Penampilan ini meliputi macam-macam barang dan keperluan lainnya yang dapat membuat penonton mengenali status sosial aktor. Sedangkan gaya digunakan agar penonton dapat mengetahui peran seperti 12

13 apa yang akan ditampilkan oleh actor, dapat ditunjukkan melalui gaya fisik dan sikap. Berikutnya adalah aspek back stage atau panggung belakang, yaitu bagian dari sebuah panggung pertunjukan dimana aktor menyembunyikan fakta dari dirinya untuk tidak ditunjukkan kepada para penonton. Aktor tidak mengharapkan penonton mengetahui panggung belakangnya, begitu pula sebaliknya. Back stage atau panggung belakang informan yang berprofesi sebagai Waranggana tayub adalah seorang ibu dan istri. Goffman melanjutkan minatnya dalam menjelaskan interaksi tatap muka khusus mengenai bagaimana orang mengendalikan kesan yang diberikannya ketika berinteraksi dengan orang lain. Encounters merupakan studi pengendalian kesan (impression management). Dalam kaitannya dengan permasalahan ini, dalam drama pertunjukan tayub yang dimainkan informan sebagai waranggana tayub, informan melakukan metode pengelolaan kesan dengan cara kedua dan ketiga. Cara kedua adalah aktor akan menjaga kesadaran untuk menghindari kesalahan, mempertahankan pengendalian diri, serta mengelola ekspresi wajah dan nada suara ketika aktor memainkan perannya. Layaknya sebuah pertunjukan drama, selain aktor dan penonton yang ada di dalamnya, tentunya terdapat setting dimana para penonton dapat mengetahui apa saja adegan yang akan dimainkan oleh aktor dan peran yang akan dimainkan oleh aktor tersebut. Dalam drama kali ini, settingnya adalah pertunjukan tayub. Sudah dijelaskan pada bab sebelumnya, yakni dalam suatu pertunjukan tayub terdapat beberapa unsur yang membentuk suatu kesatuan. Waranggana tidak bisa memainkan perannya sebagai seorang penari tayub, apabila dalam pertunjukan tayub tersebut tidak ada pengrawit yang memainkan gamelan, pramugari sebagai pengatur acara, dan tamu undangan serta masyarakat sebagai penonton. Begitu pula sebaliknya. Goffman menggunakan istilah team sebagai sejumlah individu yang bekerja sama mementaskan suatu penampilan yang rutin. Dalam hal ini, tim yang demikian itu berupa seorang waranggana dengan pramugari dan para pengrawit. Tim ini selalu ada dalam setiap pertunjukan tayub. Para anggota tim ini harus bekerja sama untuk mempertahankan suatu situasi tertentu. Sebagai satu kesatuan tim, mereka juga harus tahu bagaimana bertindak serta jumlah masalah yang berada dalam perlindungan yang 13

14 dipahaminya, cenderung diarahkan oleh ketentuan-ketentuan yang disebut sebagai kebiasaan. Namun apabila terdapat pihak luar dan interaksi yang berlebihan dari penonton, maka sudah menjadi tugas pramugari untuk mengendalikan kembali suasana pertunjukan tayub. Berbagai macam cara dilakukan untuk meningkatkan rekan kerja yang dalam hal ini juga akan menambah pendapatan bagi waranggana. Eksistensi Waranggana Pada umumnya penari Tayub berasal dari keluarga petani yang tidak mampu dan tingkat pendidikan yang rendah. Kalau dilihat dari latar belakang budaya, penari tayub ada yang berasal dari keluarga seniman dan ada yang bukan dari keluarga seniman. Hal tersebut seperti yang disampaikan informan bahwa orang tuanya seorang petani yang tidak mempunyai sawah dan pendidikannya hanya sampai SD. Di Jawa, wanita yang menari dan menyanyi dalam pertunjukan tayuban biasa disebut dengan waranggana. Kata waranggana dalam bahasa Kawi Jawa yang berarti wara (wanita) dan anggama (pilihan)._ Dalam dunia pendalangan dan atau karawitan saat ini, kata waranggana bisa juga disebut swarawati atau pesindhen. Baik saraswati maupun pesindhen dimaksudkan sebagai seorang penyanyi dalam karawitan yang umumnya dilakukan oleh seorang perempuan. Mengapa pelantun tembang disebut waranggana, karena sebagai anggana yang mempunyai suara merdu, yang berada di tengah-tengah niyaga yang umumnya dilakukan oleh para pria. Waranggana dalam pengertian umumnya adalah penyanyi / pesinden / swarawati pada kelompok atau paguyuban karawitan. Waranggana berasal dari kata wara yang artinya perempuan (orang pilihan) dan anggana yang berarti sendiri. Jadi waranggana dapat diartikan sebagai perempuan pilihan yang menghibur masyarakat seorang diri, yang pada perkembangannya dipakai untuk sebutan bagi penari tayub. Dahulu penari tayub dikenal dengan sebutan ledhek dapat diartikan ngleledhek yang kurang lebih berarti menggoda, yang dimaksudkan agar semua penonton dan lebih-lebih para tamu yang diharapkan ngibing supaya tertarik. Adanya istilah tersebut tidak mengubah fungsi sebagai penari tayub. Sekarang ini, istilah ledhek diganti dengan waranggana yang diharapkan mampu mengangkat derajat penari tayub yang selama ini mendapat stigma dari masyarakat. Tampil dengan kostum yang kontras sebatas dada dihiasi make up yang medhok-merok dan bau parfum yang 14

15 menyengat hidung, kemudian berlenggak-lenggok di atas gelaran tikar merupakan ciri khas waranggana dalam pertunjukan tayub. Didalam prosesinya, para waranggana harus menari berpasangan dengan laki-laki. Para waranggana mempunyai daya tarik seksual yang dipancarkan melalui gerak-gerak tari atau suara, selain itu kostum yang dikenakan juga menonjolkan bagian tubuh mulai dada, pinggul, leher, lirikan mata yang semuanya memiliki potensi membangkitkan rangsangan bagi kaum lakilaki. Keberadaan tayub sendiri memegang peranan yang sangat penting sebagai salah satu bagian utama dari prosesi upacara ritual yang berkaitan dengan kesuburan tanah garapan yang dalam hal ini sawah yang dimiliki oleh masyarakat setempat. Oleh karena itulah, di sana, tak mudah bagi perempuan untuk menjadi seorang Waranggan. Kalaupun kemudian berhasil masuk ke dunia itu, mereka harus menempuh jalan terjal nan berliku untuk menggapai popularitas. Proses alam tersebut dimulai dari sering melihat atau menonton pertunjukan. Kemudian ikut dalam salah satu rombongan kesenian dan berbaur dengan para Waranggan maupun nayaga (penabuh gamelan), diikuti dengan mengingat dan turut melakukan gerakan-gerakan tarian serta ikut berlatih. Bila sudah mendapat kesempatan untuk tampil, hal itu bukan berarti sudah menjadi Waranggan. Fase lain yang harus dijalani adalah mengikuti salah satu kelompok dan turut serta mengamen. Fase inilah yang sangat menentukan untuk membentuk seseorang menjadi Waranggan. Dalam perjalanan ini, seorang Waranggan akan menemukan berbagai karakter pria yang mengajaknya menari. Pada fase inilah, biasanya, tak sedikit Waranggan yang terbuai dengan ajakan atau pun janji pria. Di sejumlah kawasan pantura, tidak sedikit wanita yang menjadikan profesi Waranggan hanya sebagai batu loncatan untuk mendapatkan materi atau status (istri). Hal inilah yang menjadikan Waranggan dipandang buruk di masyarakat. Saat menjalani fase mengamen ini, sang Waranggan seharusnya tidak boleh berleha-leha. Mereka harus tetap mencari ilmu dengan berupaya untuk mencari ilmu gerakan tari dari pelatih penari perempuan atau pun langsung ke Waranggan yang sudah terkenal dan memiliki gerakan khas. Di dalam 15

16 perjalanannya, di dalam fase ini, tak sedikit pula gadis yang menjalani proses menjadi seorang Waranggan dibumbui perjalanan spiritual, mendatangi tempat-tempat keramat dan meminta pengasih (susuk) dengan maksud agar laris dan disenangi serta mendapatkan kelanggengan panggung. Dari fase-fase di atas dapat diketahui, bahwa menjadi Waranggan tidak hanya dibutuhkan kemampuan dan kepandaian menari, namun juga harus mempersiapkan mental, spiritual. Seorang Waranggan harus terus mengasah ilmunya agar tidak kalah oleh Waranggan yang lain. Bahkan mereka harus mencari cara-cara di luar akal sehat agar tariannya tetap laris dan disukai oleh penonton, utamanya kaum pria. Hal ini dapat ditarik kesimpulan bahwa para Waranggan pun menganut paham feminisme. Feminisme adalah gerakan perempuan yang menuntut persamaan hak sepenuhnya antara kaum perempuan dan laki-laki. Di dalam tayub, para Waranggan tak ingin kalah, dalam arti ditindas atau dieksploitasi oleh kaum lelaki. Sedapat mungkin mereka harus menaklukkan kaum lelaki, meski dengan cara apa pun dan melalui perjalanan terjal dalam waktu yang lama. Perkawinan dan keluarga bagi Waranggan adalah urusan nomor sekian, yang tak pernah diutamakan. Hal ini memiliki konsep yang sama dengan feminisme liberal, yang berasumsi bahwa pada dasarnya tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan, oleh karena itu perempuan harus mempunyai hak yang sama dengan lakilaki. Feminisme liberal lebih memfokuskan pada perubahan undang-undang dan hukum yang dianggap dapat melestarikan sistem patriarkhi. Misalnya, perubahan undang-undang yang menempatkan suami sebagai kepala keluarga Berbicara mengenai kesenian kepada orang yang berkecimpung dengan dunia kesenian merupakan hal yang menarik untuk dianalisis lebih dalam. Hal ini yang mendasari peneliti untuk lebih jauh untuk mengetahui alasan waranggana masih melestarikan kesenian tayub. Seperti yang kita tahu, sampai sekarang kesenian ini masih mendapat stigma dari masyarakat karena dianggap menyimpang dari ajaran agama. Tetapi anggapan masyarakat ini tentu tidak dipikir terlalu dalam oleh informan yang sudah berprofesi sebagai waranggana sejak lama. Untuk selanjutnya adalah alasan waranggana masih melestarikan kesenian tayub dilihat dari segi sosial dan segi ekonominya. 16

17 Tayub memang identik sebagai hiburan untuk kaum laki-laki, karena hampir semua pecinta dan penikmt tayub rata-rata adalah kaum laki-laki. Hal tersebut dianggap sebagai suatu kewajaran karena yang menjadi pusat perhatian di setiap pertunjukan tayub adalah waranggana. Maka dari itu, tidak sedikit masyarakat yang ada di Dusun Ngringo yang menganggap negatif seorang perempuan yang berprofesi menjadi waranggana. Hal ini tentu saja akibat image tayub yang terdahulu, di mana setiap perhelatan tayub selelu menimbulkan kerusuhan. Tetapi hal ini tidak berlaku pada para waranggana yang memang menekuni profesi ini karena ingin melestarikan budaya. 17

18 KESIMPULAN Secara operasional penelitian ini bertujuan mengetahui tentang eksistensi Waranggan dalam ritual tayub di Dusun Ngringo Desa Ngringo Kecamatan Jaten Karanganyar. Berdasarkan penelitian lapanagan yang penulis lakukan di Dusun Ngringo dapat penulis simpulkan sebagai berikut : 1. Kesimpulan Empiris Kesimpulan empiris ini diambil dari keadaan nyata dari setiap variabel penelitian. Secara umum bahwa kondisi di lapangan sebagai berikut : a. Dengan tumbuhnya berbagai image buruk terhadap keberadaan seni tayub maka keberadaan tradisi inisemakin berkurang b. Munculnya berbagai pilihan hiburan-hiburan untuk masyarakat menjadikan tradisi ini semakin bergeser pada sisi informal, yang artinya pada masyarakat subtansi dari nilai ritual ini sudah tidak dipertahankan lagi 2. Kesimpulan Teoritis Kesimpulan teoritis ini diperoleh dari hasil penelitian lapangan berkaitan dengan teori yang dipergunakan sebagai kerangka berpikir. Kesimpulan teoritis juga dimaksudkan untuk melihat apakah teori yang dipergunakan terdukung oleh penelitian atau tidak. Dalam penelitian ini di pergunakan teori yang diajukan Fenomenologi berpendirian bahwa tindakan manusia menjadi suatu hubungan sosial bila manusia memberikan arti atau makna tertentu terhadap tindakannya itu, dan manusia lain memahami pula tindakannya itu sebagai sesuatu yang penuh arti. Pemahaman secara subjektif terhadap sesuatu tindakan sangat menentukan terhadap kelangsungan proses interaksi sosial. Endapan teori dan subtansi masalah yang bisa diambil adalah hubungan serta tindakan social yang terjadi dalam ritual tayub memunculkan makna akan erotisme bahkan mendekati transkasi seksual sehingga tradisi ini berangsurangsur akan berkurang dan hilang akibat pemahaman subjektif masyarakat terhadap realitas tradisi tayub itu sendiri. Teori Aksi, dengan penilaian bahwa kelangsungan tindakan manusia hanya dibatasi oleh kondisi yang dapat diubahnya sendiri, Tindakan manusia muncul dari kesadarannya sendiri sebagai subyek dan dari situasi eksternal dalam posisinya sebagai obyek yang berarti melihat eksistensi Waranggan sebagai suatu kondisi yang dapat berubah dengan 18

19 kelangsungan tindakan manusia. Masyarakat akan melakukan suatu tindakan terhadap eksistensi Waranggan ketika nilai yang didapat berlawanan dengan nilai yang terbentuk oleh kesadaran sendiri. IMPLIKASI Dari hasil penelitian ini maka diharapkan adanya pendefenisian tentang keberadaan tradisi tayub, karena secara Sosiologis tradisi ini lebih menunjukan karakteristik sebagai suatu perekat social ditengah-tengah kemorosatan tradisi local. teritorial Selain itu dusun Ngringo juga dapat dipetakan menjadi desa budaya yang harus dikembangkan tradisi lokalnya agar memperkaya khasanah kebudayaan kita. SARAN Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan ada beberapa saran sebagai bahan pertimbangan sebagai berikut: 1. Perlu adanya pengembangan budaya-budaya local salah satu nya tradisi tayub dengan sosialisasi pada sekolah maupun lembaga social lainnya. 2. Untuk peneliti yang ingin mengembangkan penelitian ini diharapkan dapat mengambil variabel yang berbeda agar nanti nya kajian tentang eksistensi Waranggan bisa dikaji dari berbagai aspek 19

20 DAFTAR PUSTAKA Abraham, M. Francis, 1997, Modernisasi di Dunia Ketiga Suatu Teori Umum Pembangunan, PT. Tiara Wacana Yogya. Aiken, Hendy D. 2002, Abad Ideologi, Yayasan Bentang Budaya, Yogyakarta. Jones, Pip. 2009, Pengantar Teori-teori Sosial, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta. Jefta Leibo. Drs, 1995, Sosiologi Pedesaan, Andi Offset, Yogyakarta. Lambang Triyono dan Nasikun, 1992, Proses Perubahan Sosial Di Jawa, Seri Monograf FISIP UGM No. 3, Rajawali Press. Poloma, Margaret M, 2003, Sosiologi Kontemporer, PT. Rajagrafindo, Jakarta Rahardjo. Drs. Msc. 1981, Perkembangan Kota dan Beberapa Permasalahannya, FISIP UGM, Yogyakarta. Ritzer, George, 1985, Sosiologi Ilmu Berparadigma Ganda, CV. Rajawali, Jakarta. Soejono Soekanto, 1990, Sosiologi Suatu Pengantar, Rajawali Press, Jakarta. Scott, John. 2012, Teori Sosial, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Sztomka, Piotr, 2004, Sosiologi Perubahan Sosial, Prenada Media Grop, Jakarta. Totok Mardikanto, 1990, Pembangunan Pertanian, Tri Tunggal, Surakarta. Prisma, 7 Juli, 1994, LP3ES. Veeger, Karel J, 1997, Pengantar Sosiologi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 20

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Prastyca Ries Navy Triesnawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Prastyca Ries Navy Triesnawati, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Seni tidak bisa lepas dari produknya yaitu karya seni, karena kita baru bisa menikmati seni setelah seni tersebut diwujudkan dalam suatu karya konkrit,

Lebih terperinci

anggota masyarakat di pedesaan.

anggota masyarakat di pedesaan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Blora memiliki banyak memiliki kesenian rakyat, salah satunya kesenian pertunjukan ritual kerakyatan tari tayub. Tari tayub itu sendiri adalah salah satu bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Jawa Barat yang lebih sering disebut sebagai Tatar Sunda dikenal

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Jawa Barat yang lebih sering disebut sebagai Tatar Sunda dikenal BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Provinsi Jawa Barat yang lebih sering disebut sebagai Tatar Sunda dikenal memiliki warisan budaya yang beranekaragam. Keanekaragaman budayanya itu tercermin

Lebih terperinci

2015 KESENIAN RONGGENG GUNUNG DI KABUPATEN CIAMIS TAHUN

2015 KESENIAN RONGGENG GUNUNG DI KABUPATEN CIAMIS TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Masyarakat Sunda Ciamis mempunyai kesenian yang khas dalam segi tarian yaitu tarian Ronggeng Gunung. Ronggeng Gunung merupakan sebuah bentuk kesenian tradisional

Lebih terperinci

BAB II DRAMATURGI: ERVING GOFFMAN. yang namanya teori dramaturgi, Dramaturgi adalah teori yang

BAB II DRAMATURGI: ERVING GOFFMAN. yang namanya teori dramaturgi, Dramaturgi adalah teori yang BAB II DRAMATURGI: ERVING GOFFMAN A. Kerangka Teoritik Dalam ilmu sosiologi mungkin kita sudah tidak asing lagi dengan yang namanya teori dramaturgi, Dramaturgi adalah teori yang mengemukakan bahwa teater

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebudayaan tradisional adalah kebudayaan yang terbentuk dari keanekaragaman suku-suku di Indonesia yang merupakan bagian terpenting dari kebudayaan Indonesia

Lebih terperinci

TAYUB NINTHING: TARI KREASI BARU YANG BERSUMBER PADA KESENIAN TAYUB

TAYUB NINTHING: TARI KREASI BARU YANG BERSUMBER PADA KESENIAN TAYUB TAYUB NINTHING: TARI KREASI BARU YANG BERSUMBER PADA KESENIAN TAYUB ARTIKEL OLEH: AJENG RATRI PRATIWI 105252479205 UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS SASTRA JURUSAN SENI DAN DESAIN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konsep diri merupakan suatu bagian yang penting dalam setiap

BAB I PENDAHULUAN. Konsep diri merupakan suatu bagian yang penting dalam setiap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Konsep diri merupakan suatu bagian yang penting dalam setiap pembicaraan tentang kepribadian manusia. Konsep diri merupakan sifat yang unik pada manusia, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi budaya pop Korea yang biasa dikenal dengan Korean Wave,

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi budaya pop Korea yang biasa dikenal dengan Korean Wave, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Globalisasi budaya pop Korea yang biasa dikenal dengan Korean Wave, berhasil mempengaruhi sebagian besar masyarakat dunia dengan cara memperkenalkan atau menjual produk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian ronggeng gunung merupakan kesenian tradisional masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian ronggeng gunung merupakan kesenian tradisional masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kesenian ronggeng gunung merupakan kesenian tradisional masyarakat Ciamis. Ronggeng gunung sebenarnya masih dalam koridor terminologi ronggeng secara umum, yakni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia penuh dengan keberagaman atau kemajemukan. Majemuk memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia penuh dengan keberagaman atau kemajemukan. Majemuk memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia penuh dengan keberagaman atau kemajemukan. Majemuk memiliki makna sesuatu yang beragam, sesuatu yang memilik banyak perbedaan begitupun dengan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Konteks Penelitian. Dalam kehidupan sehari- hari kita tidak dapat terlepas untuk berinteraksi

BAB I PENDAHULUAN Konteks Penelitian. Dalam kehidupan sehari- hari kita tidak dapat terlepas untuk berinteraksi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Konteks Penelitian Dalam kehidupan sehari- hari kita tidak dapat terlepas untuk berinteraksi dengan individu lainnya. Hal ini dikarenakan mausia sebagai mahluk sosial yang berusaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bergaul, bersosialisasi seperti masyarakat pada umumnya. Tidak ada salahnya

BAB I PENDAHULUAN. bergaul, bersosialisasi seperti masyarakat pada umumnya. Tidak ada salahnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fenomena gay dan lesbi nampaknya sudah tidak asing lagi di masyarakat luas. Hal yang pada awalnya tabu untuk dibicarakan, kini menjadi seolah-olah bagian dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Danandjaja (dalam Maryaeni 2005) mengatakan bahwa kebudayaan daerah

BAB I PENDAHULUAN. Danandjaja (dalam Maryaeni 2005) mengatakan bahwa kebudayaan daerah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Danandjaja (dalam Maryaeni 2005) mengatakan bahwa kebudayaan daerah sebagai simbol kedaerahan yang juga merupakan kekayaan nasional memiliki arti penting

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Presentasi Diri Ayam Kampus Di Yogyakarta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Presentasi Diri Ayam Kampus Di Yogyakarta BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Presentasi Diri Ayam Kampus Di Yogyakarta 1. Pengertian Presentasi Diri Pada dasarnya, setiap orang memiliki langkah-langkah khusus dalam mempresentasikan dirinya kepada orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Sumedang memang dikenal memiliki beraneka ragam kesenian tradisional berupa seni pertunjukan yang biasa dilaksanakan dalam upacara adat daerah, upacara selamatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada dasarnya merupakan makhluk. berkomunikasi, baik itu verbal ataupun nonverbal. Hal yang sama ini juga

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada dasarnya merupakan makhluk. berkomunikasi, baik itu verbal ataupun nonverbal. Hal yang sama ini juga 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia pada dasarnya merupakan makhluk sosial yang selalu berkomunikasi, baik itu verbal ataupun nonverbal. Hal yang sama ini juga diungkapkan oleh Deddy

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota Kisaran adalah Ibu Kota dari Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota Kisaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsumen, yaitu pada bagian sales product. Bagian ini terdiri dari beberapa divisi,

BAB I PENDAHULUAN. konsumen, yaitu pada bagian sales product. Bagian ini terdiri dari beberapa divisi, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Pemasaran suatu produk memerlukan beberapa aktivitas yang melibatkan berbagai sumber daya. Sebagai fenomena yang berkembang saat ini, dalam pemasaran terdapat suatu

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR Latar Belakang Masalah. kekayaan budaya yang amat sangat melimpah. Budaya warisan leluhur merupakan

BAB I PENGANTAR Latar Belakang Masalah. kekayaan budaya yang amat sangat melimpah. Budaya warisan leluhur merupakan BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia pada hakikatnya merupakan bangsa dengan warisan kekayaan budaya yang amat sangat melimpah. Budaya warisan leluhur merupakan aset tidak ternilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara kita adalah Negara yang memiliki beragam kebudayaan daerah dengan ciri khas masing-masing. Bangsa Indonesia telah memiliki semboyan Bhineka Tunggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai merauke, menyebabkan Indonesia memiliki banyak pulau. dijadikan modal bagi pengembang budaya secara keseluruhan.

BAB I PENDAHULUAN. sampai merauke, menyebabkan Indonesia memiliki banyak pulau. dijadikan modal bagi pengembang budaya secara keseluruhan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara geografis, letak Indonesia yang terbentang dari sabang sampai merauke, menyebabkan Indonesia memiliki banyak pulau. Indonesia yang terkenal dengan banyak pulau

Lebih terperinci

2015 GARAPAN PENYAJIAN UPACARA SIRAMAN CALON PENGANTIN ADAT SUNDA GRUP SWARI LAKSMI KABUPATEN BANDUNG

2015 GARAPAN PENYAJIAN UPACARA SIRAMAN CALON PENGANTIN ADAT SUNDA GRUP SWARI LAKSMI KABUPATEN BANDUNG 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Adat istiadat merupakan salah satu unsur kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia. Adat istiadat adalah kebiasaan tradisional masyarakat yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemunculannya Instagram sudah mencuri perhatian para penggunanya, menurut

BAB I PENDAHULUAN. kemunculannya Instagram sudah mencuri perhatian para penggunanya, menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Instagram merupakan media sosial yang sangat berkembang pesat di dunia Internet, banyak sekali yang menggunakan media sosial dari berbagai kalangan untuk keperluanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kesatuan yang dibangun di atas keheterogenan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kesatuan yang dibangun di atas keheterogenan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan negara kesatuan yang dibangun di atas keheterogenan bangsanya. Sebagai bangsa yang heterogen, Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cerdas, sehat, disiplin, dan betanggung jawab, berketrampilan serta. menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi misi dan visi

BAB I PENDAHULUAN. cerdas, sehat, disiplin, dan betanggung jawab, berketrampilan serta. menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi misi dan visi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perwujudan iklim pendidikan nasional yang demokratis dan bermutu dalam rangka membentuk generasi bangsa yang memiliki karakter dengan kualitas akhlak mulia, kreatif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu dari sekian banyaknya kesenian di Pulau Jawa adalah kesenian wayang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu dari sekian banyaknya kesenian di Pulau Jawa adalah kesenian wayang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu dari sekian banyaknya kesenian di Pulau Jawa adalah kesenian wayang kulit purwa. Kesenian wayang kulit purwa hampir terdapat di seluruh Pulau Jawa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat-istiadat tertentu yang bersifat kontinyu, dan terikat oleh suatu rasa identitas

Lebih terperinci

2015 PERKEMBANGAN KESENIAN BRAI DI KOTA CIREBON TAHUN

2015 PERKEMBANGAN KESENIAN BRAI DI KOTA CIREBON TAHUN 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kesenian tradisional yang tumbuh dan berkembang di Jawa Barat memiliki jenis yang beragam. Keanekaragaman jenis kesenian tradisional itu dalam perkembangannya

Lebih terperinci

MODUL PEMBELAJARAN SENI BUDAYA

MODUL PEMBELAJARAN SENI BUDAYA MODUL PEMBELAJARAN SENI BUDAYA DISUSUN OLEH Komang Kembar Dana Disusun oleh : Komang Kembar Dana 1 MODUL PEMBELAJARAN SENI BUDAYA STANDAR KOMPETENSI Mengapresiasi karya seni teater KOMPETENSI DASAR Menunjukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan kenyataan, bangsa Indonesia terdiri dari suku-suku bangsa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan kenyataan, bangsa Indonesia terdiri dari suku-suku bangsa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan kenyataan, bangsa Indonesia terdiri dari suku-suku bangsa yang mempunyai latar belakang sosio budaya yang berbeda-beda. Keragaman ini terdiri dari kebudayaan-kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan dengan berbagai suku bangsa dan budaya yang beraneka ragam. Budaya maupun kesenian di setiap daerah tentunya berbeda beda.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian merupakan segala hasil kreasi manusia yang mempunyai sifat

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian merupakan segala hasil kreasi manusia yang mempunyai sifat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesenian merupakan segala hasil kreasi manusia yang mempunyai sifat keindahan dan dapat diekspresikan melalui suara, gerak ataupun ekspresi lainnya. Dilihat

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Manusia dan kebudayaan adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Keberadaan

I PENDAHULUAN. Manusia dan kebudayaan adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Keberadaan 1 I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dan kebudayaan adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Keberadaan kebudayaan adalah hasil dari karya manusia. Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. desa Gandu, Kecamatan Bagor, Kabupaten Nganjuk, yakni: gamelan, umumnya sebagai penyanyi satu-satunya.pesinden yang baik harus

BAB V PENUTUP. desa Gandu, Kecamatan Bagor, Kabupaten Nganjuk, yakni: gamelan, umumnya sebagai penyanyi satu-satunya.pesinden yang baik harus 77 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan data yang di peroleh dari lapangan dan setelah di konfirmasikan dengan teori yang ada, peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa seorang Waranggana dalam membangun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jepang adalah negara maju dan modern, tetapi negara Jepang tidak pernah meninggalkan tradisi dan budaya mereka serta mempertahankan nilai-nilai tradisi yang ada sejak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rina Arifa, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rina Arifa, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesenian adalah ekspresi dan sifat eksistensi kreatif manusia yang timbul dari perasaannya dan bersifat indah, sehingga dapat menggerakkan jiwa perasaan manusia

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan ASPEK PENDIDIKAN NILAI RELIGIUS DALAM PROSESI LAMARAN PADA PERKAWINAN ADAT JAWA (Studi Kasus Di Dukuh Sentulan, Kelurahan Kalimacan, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen) NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi

Lebih terperinci

kasihan kepada dia. Susuk yang sering dipakai oleh joged adalah susuk bersinar. Selain susuk tadi, ada juga joged yang mempunyai pengasihan

kasihan kepada dia. Susuk yang sering dipakai oleh joged adalah susuk bersinar. Selain susuk tadi, ada juga joged yang mempunyai pengasihan 141 Mereka menggunakan susuk pengasihan tersebut mempunyai tujuan agar mereka lebih kelihatan menarik dan bersinar ketika di atas panggung, sehingga orang yang melihatnya menjadi suka dan tertarik untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seni Dzikir Saman Di Desa Ciandur Kecamatan Saketi Kabupaten Pandeglang Banten

BAB I PENDAHULUAN. Seni Dzikir Saman Di Desa Ciandur Kecamatan Saketi Kabupaten Pandeglang Banten 1 A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Kesenian pada dasarnya muncul dari suatu ide (gagasan) dihasilkan oleh manusia yang mengarah kepada nilai-nilai estetis, sehingga dengan inilah manusia didorong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilakukan dengan mudah dan cepat, yakni dengan penggunaan handphone

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilakukan dengan mudah dan cepat, yakni dengan penggunaan handphone 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkembangan zaman yang ditandai dengan munculnya kemajuan teknologi dan informasi yang semakin pesat membuat kehidupan manusia menjadi serba mudah. Salah satunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gunung Tangkuban Perahu saja. Banyak yang bisa wisatawan temui di sini.

BAB I PENDAHULUAN. Gunung Tangkuban Perahu saja. Banyak yang bisa wisatawan temui di sini. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bandung, surga para pencari kesenangan. Ibukota Jawa Barat ini tak hanya menawarkan FO, Ciwalk, Cihampelas, Cimol, Café Strawberry atau tempat wisata Gunung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Asti Purnamasari, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Asti Purnamasari, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesenian diciptakan oleh masyarakat sebagai wujud dari jati dirinya. Pencapaiannya dilakukan dengan cara yang beragam, sehingga melahirkan identitas yang berbeda-beda.

Lebih terperinci

2015 PERKEMBANGAN SENI PERTUNJUKAN LONGSER DI KABUPATEN BANDUNG TAHUN

2015 PERKEMBANGAN SENI PERTUNJUKAN LONGSER DI KABUPATEN BANDUNG TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan budaya dan juga memiliki berbagai macam kesenian. Keberagaman budaya yang dimiliki oleh Indonesia terlahir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kesenian yang ada di Jawa Barat terbagi dalam dua kalangan yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kesenian yang ada di Jawa Barat terbagi dalam dua kalangan yaitu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan kesenian yang ada di Jawa Barat terbagi dalam dua kalangan yaitu kesenian bangsawan dan kesenian rakyat. Dalam kesenian rakyat terdapat seorang

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Kelurahan Sindangkasih adalah kearifan lokal budaya yang masih tersisa di

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Kelurahan Sindangkasih adalah kearifan lokal budaya yang masih tersisa di BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Seni tradisi Gaok di Majalengka, khususnya di Dusun Dukuh Asem Kelurahan Sindangkasih adalah kearifan lokal budaya yang masih tersisa di wilayah tersebut. Berbeda dengan

Lebih terperinci

GEDUNG WAYANG ORANG DI SOLO

GEDUNG WAYANG ORANG DI SOLO LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR GEDUNG WAYANG ORANG DI SOLO Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik diajukan oleh : ANANG MARWANTO NIM

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORITIK. kajian yang terkait dengan judul Komunikasi Waranggono dalam

BAB II KERANGKA TEORITIK. kajian yang terkait dengan judul Komunikasi Waranggono dalam BAB II KERANGKA TEORITIK A. Kajian Pustaka Pada proses penelitian dan penyusunan skripsi ini, peneliti membutuhkan beberapa referensi yang di gunakan untuk menelaah obyek kajian yang terkait dengan judul

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN

BAB III HASIL PENELITIAN Nilai-nilai Pendidikan Islam Dalam Tradisi Saparan di Kaliwungu Kendal BAB III HASIL PENELITIAN A. Gambaran Lokasi Penelitian 1. Letak Geografis dan Demografi Wilayah Kaliwungu Kabupaten Kendal terletak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelompok yang lain, bahkan memecahkan suatu permasalahan. 1 Kelompok adalah

BAB I PENDAHULUAN. kelompok yang lain, bahkan memecahkan suatu permasalahan. 1 Kelompok adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Komunikasi dalam kelompok adalah bagian dari kegiatan keseharian kita. Kelompok merupakan bagian yang tidak terpisahkan bagi kehidupan, karena melalui kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. budaya, baik berupa seni tradisional ataupun seni budaya yang timbul karena

BAB I PENDAHULUAN. budaya, baik berupa seni tradisional ataupun seni budaya yang timbul karena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman seni dan budaya, baik berupa seni tradisional ataupun seni budaya yang timbul karena proses akulturasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berkembangnya zaman ke arah modern membuat kepopuleran ludruk

BAB I PENDAHULUAN. Berkembangnya zaman ke arah modern membuat kepopuleran ludruk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berkembangnya zaman ke arah modern membuat kepopuleran ludruk sebagai kesenian tradisional Jawa Timur semakin terkikis. Kepopuleran di masa lampau seakan hilang seiring

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki bermacam-macam suku bangsa,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki bermacam-macam suku bangsa, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki bermacam-macam suku bangsa, tidak hanya suku yang berasal dari nusantara saja, tetapi juga suku yang berasal dari luar nusantara.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Manusia terlahir dibumi telah memiliki penyesuaian terhadap lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Manusia terlahir dibumi telah memiliki penyesuaian terhadap lingkungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Manusia terlahir dibumi telah memiliki penyesuaian terhadap lingkungan baik secara jasmani maupun rohani dimana kita lahir secara turun-temurun, membawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman suku, agama, ras, budaya dan bahasa daerah. Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman suku, agama, ras, budaya dan bahasa daerah. Indonesia memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Budaya merupakan simbol peradaban. Apabila sebuah budaya luntur dan tidak lagi dipedulikan oleh sebuah bangsa, peradaban bangsa tersebut tinggal menunggu waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa dan sastra Indonesia. Materi pembelajaran drama yang diajarkan di tingkat

BAB I PENDAHULUAN. bahasa dan sastra Indonesia. Materi pembelajaran drama yang diajarkan di tingkat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Drama adalah salah satu bentuk sastra yang diajarkan dalam mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Materi pembelajaran drama yang diajarkan di tingkat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebuah kalimat yang berasal dari lafadz hallala-yuhallilu-tahlilan yang berarti

I. PENDAHULUAN. sebuah kalimat yang berasal dari lafadz hallala-yuhallilu-tahlilan yang berarti 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kata Tahlil secara etimologi dalam tata bahasa Arab membahasnya sebagai sebuah kalimat yang berasal dari lafadz hallala-yuhallilu-tahlilan yang berarti mengucapkan

Lebih terperinci

2015 POLA PEWARISAN NILAI DAN NORMA MASYARAKAT KAMPUNG KUTA DALAM MEMPERTAHANKAN TRADISI

2015 POLA PEWARISAN NILAI DAN NORMA MASYARAKAT KAMPUNG KUTA DALAM MEMPERTAHANKAN TRADISI BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Ciamis adalah sebuah kabupaten yang terletak di Provinsi Jawa Barat. Kabupaten ini berada di Tenggara Jawa Barat yang berbatasan dengan Kabupaten Majalengka,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil temuan di lapangan mengenai perkembangan seni

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil temuan di lapangan mengenai perkembangan seni 147 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil temuan di lapangan mengenai perkembangan seni tradisional wayang kulit purwa di Kabupaten Tegal, maka terdapat empat hal yang ingin penulis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gaya hidup baru. Terlebih lagi dengan pencintraan terhadap kebaya semikin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gaya hidup baru. Terlebih lagi dengan pencintraan terhadap kebaya semikin BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka Seiring dengan perkembangaan teknologi dan media masa membuat kebaya memiliki sebuah arti baru dalam masyarakat yang mengakibatkan sebuah gaya hidup baru. Terlebih

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI. A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI. A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi Bersyukur kepada sang pencipta tentang apa yang telah di anugerahkan kepada seluruh umat manusia,

Lebih terperinci

Hasil Wawancara Dengan Ki Kasim Kesdo Lamono dan Paguyuban Cinde

Hasil Wawancara Dengan Ki Kasim Kesdo Lamono dan Paguyuban Cinde Hasil Wawancara Dengan Ki Kasim Kesdo Lamono dan Paguyuban Cinde Laras - Bagaimana perkembangan kesenian wayang kulit saat ini ditengahtengah perkembangan teknologi yang sangat maju, sebenarnya semakin

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Seni yang berkembang di masyarakat merupakan sebuah aspek penting dalam pengembangan berbangsa dan bernegara. Seni berkembang sesuai perkembangan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelompok atau lapisan sosial di dalam masyarakat. Kebudayaan ini merupakan suatu cara

BAB I PENDAHULUAN. kelompok atau lapisan sosial di dalam masyarakat. Kebudayaan ini merupakan suatu cara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia pada dasarnya dilatarbelakangi oleh adanya suatu sejarah kebudayaan yang beragam. Keberagaman yang tercipta merupakan hasil dari adanya berbagai

Lebih terperinci

2015 PERTUNJUKAN KESENIAN EBEG GRUP MUNCUL JAYA PADA ACARA KHITANAN DI KABUPATEN PANGANDARAN

2015 PERTUNJUKAN KESENIAN EBEG GRUP MUNCUL JAYA PADA ACARA KHITANAN DI KABUPATEN PANGANDARAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kesenian merupakan salah satu bagian dari kebudayaan yang mempunyai ciri khas dan bersifat kompleks, sebuah kebudayaan yang lahir di dalam suatu lingkungan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Konstruksi identitas jender, Putu Wisudantari Parthami, 1 FPsi UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Konstruksi identitas jender, Putu Wisudantari Parthami, 1 FPsi UI, Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pulau Bali selama ini dikenal dengan kebudayaannya yang khas. Beragam tradisi yang mencerminkan adat Bali menarik banyak orang luar untuk melihat lebih dekat keunikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam program acara. Hal tersebut menjadikan banyaknya bermunculan televisi

BAB I PENDAHULUAN. dalam program acara. Hal tersebut menjadikan banyaknya bermunculan televisi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Televisi merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari masyarakat. Hal ini terlihat dari banyaknya masyarakat yang memilih menghabiskan waktu istirahatnya di depan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, adat istiadat dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, adat istiadat dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, adat istiadat dan budaya. Hal ini menyebabkan daerah yang satu dengan daerah yang lain memiliki kebudayaan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tradisi slametan, yang merupakan sebuah upacara adat syukuran terhadap rahmat. dan anugerah yang diberikan oleh Allah SWT.

BAB II LANDASAN TEORI. tradisi slametan, yang merupakan sebuah upacara adat syukuran terhadap rahmat. dan anugerah yang diberikan oleh Allah SWT. 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Seni Pertunjukan dalam Tradisi Masyarakat Seni pertunjukan yang terdapat dalam tradisi masyarakat, umumnya masih banyak ditemui ritual-ritual yang berkenaan dengan sebuah prosesi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia yang mempunyai ribuan pulau dengan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia yang mempunyai ribuan pulau dengan berbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia yang mempunyai ribuan pulau dengan berbagai suku bangsa tentunya kaya akan budaya dan tradisi yang berbeda satu dengan yang lainnya. Situasi

Lebih terperinci

BAB V PENGETAHUAN DAN SIKAP MASYARAKAT TERHADAP MITOS DAN NORMA

BAB V PENGETAHUAN DAN SIKAP MASYARAKAT TERHADAP MITOS DAN NORMA 36 BAB V PENGETAHUAN DAN SIKAP MASYARAKAT TERHADAP MITOS DAN NORMA 5.1 Gambaran Sosial-Budaya Masyarakat Lokal Masyarakat Kampung Batusuhunan merupakan masyarakat yang identik dengan agama Islam dikarenakan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Pengkajian uraian dari berbagai aspek historis tentang tarian Deo Tua dalam upacara minta

BAB V PENUTUP. Pengkajian uraian dari berbagai aspek historis tentang tarian Deo Tua dalam upacara minta BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Seni tradisi merupakan warisan nenek moyang yang masih berkembang di masyarakat dan mengandung nilai-nilai budaya masyarakat sebagai bagian dari kebudayaan nasional. Pengkajian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal karena seni dan budayanya yang beranekaragamsehinga bangsa ini memiliki daya tarik tersendiri juga memiliki nilai yang tinggi terhadap seni dan budaya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan dan tradisinya masing-masing. Syari at Islam tidak

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan dan tradisinya masing-masing. Syari at Islam tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang kaya akan budaya, adat istiadat serta tradisi. Jika dilihat, setiap daerah memiliki kebudayaan dan tradisinya masing-masing.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia terdapat berbagai macam suku bangsa. Hal itu menjadikan Indonesia negara yang kaya akan kebudayaan. Kesenian adalah salah satu bagian dari kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemasan Sisingaan Pada Grup Setia Wargi Muda Kabupaten Subang Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.

BAB I PENDAHULUAN. Kemasan Sisingaan Pada Grup Setia Wargi Muda Kabupaten Subang Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jawa Barat atau yang lebih dikenal dengan etnis Sunda sangat kaya dengan berbagai jenis kesenian. Kesenian itu sendiri lahir dari jiwa manusia dan gambaran masyarakatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena daerah Bekasi berbatasan langsung dengan Ibu Kota Jakarta (Betawi) dan

BAB I PENDAHULUAN. karena daerah Bekasi berbatasan langsung dengan Ibu Kota Jakarta (Betawi) dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kabupaten Bekasi adalah salah satu kabupaten yang termasuk dalam Propinsi Jawa Barat, sebuah kabupaten dengan masyarakat yang khas dan heterogen karena daerah

Lebih terperinci

DESKRIPSI TARI TABUH TUAK OLEH : I Gede Oka Surya Negara,SST.,M.Sn

DESKRIPSI TARI TABUH TUAK OLEH : I Gede Oka Surya Negara,SST.,M.Sn DESKRIPSI TARI TABUH TUAK OLEH : I Gede Oka Surya Negara,SST.,M.Sn INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR 2007 KATA PENGANTAR Puji syukur penata panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sang Hyang Widhi Wasa,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. berjudul Presentation of Self in Everyday Life, yang diterbitkan tahun Istilah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. berjudul Presentation of Self in Everyday Life, yang diterbitkan tahun Istilah BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Teori Dramaturgi Erving Goffman Pernyataan paling terkenal Goffman tentang teori dramaturgis dalam bukunya berjudul Presentation of Self in Everyday Life, yang diterbitkan tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah karya seni tidak terlepas dari pembuatnya, yaitu lebih dikenal dengan

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah karya seni tidak terlepas dari pembuatnya, yaitu lebih dikenal dengan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sebuah karya seni tidak terlepas dari pembuatnya, yaitu lebih dikenal dengan istilah seniman. Pada umumnya, seorang seniman dalam menuangkan idenya menjadi sebuah karya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu tonggak utama pembangun bangsa. Bangsa yang maju adalah bangsa yang mengedepankan pendidikan bagi warga negaranya, karena dengan

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA RINGKASAN

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA RINGKASAN RINGKASAN Masyarakat adalah produk manusia dan manusia adalah produk masyarakat. Dua hal yang saling berkaitan. Langen Tayub adalah produk masyarakat agraris, dan masyarakat agraris membentuk Langen Tayub

Lebih terperinci

2016 PROSES PEMBELAJARAN RAMPAK KENDANG DI SANGGAR SENI KUTALARAS CIRANJANG-CIANJUR

2016 PROSES PEMBELAJARAN RAMPAK KENDANG DI SANGGAR SENI KUTALARAS CIRANJANG-CIANJUR BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Potensi kesenian yang tersebar di seluruh Indonesia merupakan kekayaan budaya yang tidak ternilai harganya, karena kesenian merupakan salah satu unsur kebudayaan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. [Type text]

BAB I PENDAHULUAN. [Type text] BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Tari adalah suatu pertunjukan yang melibatkan seluruh elemen masyarakat pendukungnya. Tari merupakan warisan budaya leluhur dari beberapa abad yang lampau. Tari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah kehidupan manusia, kebudayaan selalu ada sebagai upaya dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah kehidupan manusia, kebudayaan selalu ada sebagai upaya dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sejarah kehidupan manusia, kebudayaan selalu ada sebagai upaya dan kegiatan manusia untuk menguasai alam dan mengolahnya bagi pemenuhan kebutuhan manusia. Kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Menjamurnya pengemis di kota-kota besar nampaknya sudah menjadi pemandangan sehari-hari yang tidak dapat terelakkan. Pengemis adalah orangorang yang mendapatkan penghasilan

Lebih terperinci

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan keanekaragaman budaya, hal ini dikarenakan Indonesia terdiri dari berbagai suku dan adat budaya. Setiap suku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Menurut Simon Kemoni yang dikutip oleh Esten (2001: 22) globalisasi dalam bentuk yang alami akan meninggikan berbagai budaya dan nilai-nilai budaya. Globalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kampus adalah satu ikon penting sebagai tempat berlangsungnya pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. Kampus adalah satu ikon penting sebagai tempat berlangsungnya pendidikan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kampus adalah satu ikon penting sebagai tempat berlangsungnya pendidikan. Tak salah jika kampus dianggap sebagai tempat belajar yang cukup kompeten karena

Lebih terperinci

2015 KREASI TARI RONGGENG LENCO DI DESA CURUG RENDENG KECAMATAN JALAN CAGAK KABUPATEN SUBANG JAWA BARAT

2015 KREASI TARI RONGGENG LENCO DI DESA CURUG RENDENG KECAMATAN JALAN CAGAK KABUPATEN SUBANG JAWA BARAT BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Subang merupakan salah satu daerah yang kaya akan ragam kesenian tradisional. Subang dikenal dengan kesenian Sisingaan yang menjadi ikon kota Subang. Kesenian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sakral, sebuah pernikahan dapat menghalalkan hubungan antara pria dan wanita.

BAB 1 PENDAHULUAN. sakral, sebuah pernikahan dapat menghalalkan hubungan antara pria dan wanita. 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan salah satu tahap penting dalam kehidupan manusia. Selain merubah status seseorang dalam masyarakat, pernikahan juga merupakan hal yang

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. Secara astronomi letak Kota Sawahlunto adalah Lintang Selatan dan

BAB IV KESIMPULAN. Secara astronomi letak Kota Sawahlunto adalah Lintang Selatan dan BAB IV KESIMPULAN Kota Sawahlunto terletak sekitar 100 km sebelah timur Kota Padang dan dalam lingkup Propinsi Sumatera Barat berlokasi pada bagian tengah propinsi ini. Secara astronomi letak Kota Sawahlunto

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang representatif dalam suatu alur atau suatu keadaan yang agak kacau atau kusut.

BAB II LANDASAN TEORI. yang representatif dalam suatu alur atau suatu keadaan yang agak kacau atau kusut. BAB II LANDASAN TEORI A. Konsep. 1. Pengertian Novel. Novel atau sering disebut sebagai roman adalah suatu cerita prosa yang fiktif dalam panjang yang tertentu, yang melukiskan para tokoh, gerak serta

Lebih terperinci

Falsafah hidup masyarakat jawa dalam pertunjukan musik gamelan. Falsafah hidup masyarakat jawa dalam pertunjukan musik gamelan.zip

Falsafah hidup masyarakat jawa dalam pertunjukan musik gamelan. Falsafah hidup masyarakat jawa dalam pertunjukan musik gamelan.zip Falsafah hidup masyarakat jawa dalam pertunjukan musik gamelan Falsafah hidup masyarakat jawa dalam pertunjukan musik gamelan.zip letak georafisnya Gamelan salendro biasa digunakan untuk mengiringi pertunjukan

Lebih terperinci

ARTIKEL TENTANG SENI TARI

ARTIKEL TENTANG SENI TARI NAMA : MAHDALENA KELAS : VII - 4 MAPEL : SBK ARTIKEL TENTANG SENI TARI A. PENGERTIAN SENI TARI Secara harfiah, istilah seni tari diartikan sebagai proses penciptaan gerak tubuh yang berirama dan diiringi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai Ronggeng Kaleran Dalam Upacara Adat Nyuguh di Kampung Adat Kuta Ciamis dapat disimpulkan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengenalnya, walaupun dengan kadar pemahaman yang berbeda-beda. Secara

BAB I PENDAHULUAN. mengenalnya, walaupun dengan kadar pemahaman yang berbeda-beda. Secara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kata seni adalah sebuah kata yang semua orang dipastikan mengenalnya, walaupun dengan kadar pemahaman yang berbeda-beda. Secara Etimologi istilah seni berasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Seni Wayang Jawa sudah ada jauh sebelum masuknya kebudayaan Hindu ke indonesia. Wayang merupakan kreasi budaya masyarakat /kesenian Jawa yang memuat berbagai aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagi pengguna media sosial, memeriksa dan meng-update aktifitas terbaru ke dalam media sosial adalah sebuah aktifitas yang lazim dilakukan. Seseorang yang mempunyai

Lebih terperinci

ABSTRAKSI JUDUL SKRIPSI

ABSTRAKSI JUDUL SKRIPSI ABSTRAKSI JUDUL SKRIPSI : FENOMENA PENGGUNAAN SITUS JEJARING SOSIAL FACEBOOK SEBAGAI AJANG PENAMPILAN DIRI NAMA : ASTRI RIYANTI NIM : D2C 308 001 JURUSAN : ILMU KOMUNIKASI Di era globalisasi saat ini,

Lebih terperinci