I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang"

Transkripsi

1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kebutuhan karbon aktif Indonesia untuk industri dalam negeri maupun untuk ekspor saat ini cukup tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan bertambahnya jumlah perusahaan produsen karbon aktif di Indonesia, dari 13 perusahaan pada tahun 2000 menjadi 19 perusahaan pada tahun Produksi karbon aktif yang dihasilkan oleh 19 perusahaan tersebut total mencapai ± ton. Sebesar ± ton diekspor ke berbagai negara, sedangkan ± ton ditambah produksi dari industri yang tidak tercantum di Biro Pusat Statistik dan industri kecil, yang mencapai total ton digunakan untuk memenuhi kebutuhan domestik. Di Indonesia terdapat ± 42 perusahaan industri pengguna karbon aktif, belum termasuk perusahaan-perusahaan yang tidak tercantum maupun perusahaan industri kecil pengguna karbon aktif di masyarakat (Biro Pusat Stasistik, 2007). Berdasarkan survey langsung ke lapangan, beberapa industri besar di Indonesia memperoleh karbon aktif melalui impor. Pada tahun 2007 impor karbon aktif Indonesia mencapai ± ton, sebesar ± 47% diperoleh dari China. China adalah salah satu negara pengekspor karbon aktif terbesar di dunia, dan hampir 90% produksi karbon aktif di negara tersebut terbuat dari batubara. Impor dilakukan selain tidak terpenuhinya kebutuhan oleh jumlah produksi di dalam negeri, juga diperlukannya karbon aktif dengan spesifikasi tertentu yang tidak dapat dipenuhi oleh karbon aktif lokal (Tanso, 2008). Di Indonesia produksi karbon aktif batubara masih dilakukan dalam skala industri kecil dengan pemanfaatan umumnya untuk penjernih air dan penghilang bau. Sebagai contoh, karbon aktif batubara dapat digunakan untuk penjernih dan penghilang bau air rumah tangga dan perikanan. Sedangkan karbon aktif komersial yang diproduksi oleh produsen lokal dan telah dijual di pasar swalayan dengan merek tertentu, mempunyai kualitas dengan bilangan yodium mg/g dan berfungsi untuk penghilang bau di dalam ruangan. Pemanfaatan karbon aktif batubara di industri besar seperti di perusahaan bahan makanan dan minuman, kualitas karbon aktif mematok persyaratan selain bilangan yodium. Persyaratan tersebut diantaranya adalah terbebas dari logam As, Fe, Pb dan Zn, kemudian persyaratan kandungan abu <3 % atau memiliki kekerasan dan apparent density tertentu. Kondisi ini menyebabkan harga karbon aktif menjadi tinggi. Indonesia dengan sumber daya batubara mencapai 104,8 milyar ton dengan tingkat produksi sebesar 233 juta ton, sangat potensial sebagai negara yang dapat memproduksi karbon aktif dari batubara. Selama ini, penggunaan batubara di dalam negeri terutama sebagai bahan bakar langsung seperti pada pembangkit listrik, pabrik semen, kertas, tekstil dan industri lainnya (Daulay, 2009). Pemanfaatan batubara sebagai bahan baku karbon aktif selain sebagai upaya dalam penganekaragaman pemanfaatan batubara, juga dapat meningkatkan laju perekonomian di bidang industri Indonesia. 1

2 Sebagai upaya ke arah pemanfaatan batubara di masyarakat, saat ini Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara telah mengembangkan hasil penelitian pembuatan karbon aktif berbasis batubara dari skala laboratorium ke skala pilot, dengan dibuatnya alat rotary kiln dengan kapasitas 1 ton/hari. Hasil uji coba skala pilot pada tahun 2008 adalah karbon aktif dengan kualitas bilangan yodium berkisar antara 500 dan 750 mg/g, bilangan metilen biru < 80 mg/g, kerapatan jenis 0,88 g/l dan air lembab 5,8%. Hasil ini perlu ditingkatkan, baik dari kualitas karbon aktifnya maupun dari proses secara keseluruhan, sehingga diperoleh suatu proses yang optimal, efisien dan efektif. Selanjutnya pengujian terhadap proses yang dicapai dilakukan dengan uji coba pemanfaatan karbon aktif di industri serta mengevaluasi keekonomian produk. 1.2 Ruang lingkup kegiatan Tahap-tahap kegiatan yang dilakukan meliputi : 1. Peningkatan pembuatan karbon aktif melalui peningkatan sistem peralatan dan parameter kondisi proses 2. Uji coba pemanfaatan karbon aktif hasil percobaan pada industri pengguna karbon aktif 3. Evaluasi dan pengolahan data 4. Kajian ekonomi 5. Pembuatan laporan 1.3 Tujuan - Memperoleh sistem peralatan pembuatan karbon aktif dengan kapasitas 1 ton/hari dengan kondisi proses yang optimal, sehingga menghasilkan karbon aktif dengan kualitas dan harga jual yang dapat diterima pasar. - Memperoleh data pemanfaatan karbon aktif di industri atau masyarakat, sebagai acuan untuk peningkatan kualitas dan pemanfaatan karbon aktif batubara secara spesifik. 1.4 Sasaran - Membuat karbon aktif dari batubara pada kapasitas 1 ton/hari yang dapat digunakan di masyarakat, sesuai persyaratan Standar Industri Indonesia tahun 1999, seperti tercantum pada Tabel Menghasilkan rendemen karbon aktif minimal 40% sehingga dapat memenuhi kelayakan keekonomian produk, dengan nilai jual minimal Rp 6.000,-/kg. 2

3 - Mencapai penghematan minimal 50% dari biaya produksi melalui substitusi penggunaan solar dengan konsumsi 30 L/jam oleh batubara sebagai bahan bakar. 1.5 Lokasi kegiatan Lokasi uji coba optimasi pembuatan karbon aktif dilakukan di Sentra Teknologi Pemanfaatan Batubara di Palimanan Cirebon, sedangkan uji coba pemanfaatan dilakukan di berbagai jenis industri berbeda di daerah Lampung, Ciamis, Tasikmalaya (Jawa Barat), Solo (Jawa Tengah), Pasuruan dan Gresik (Jawa Timur). Denah Sentra Teknologi Pemanfaatan Batubara dapat dilihat pada Gambar 1.1. Penggunaan karbon aktif pada jenis industri yang berbeda diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai kualitas atau spesifikasi karbon aktif yang dibutuhkan, sehingga diperoleh acuan untuk peningkatan hasil percobaan dan pemanfaatannya secara tepat. Gambar 1.1. Denah Sentra Teknologi Pemanfaatan Batubara di Palimanan Cirebon 3

4 II. TINJAUAN PUSTAKA Karbon aktif diperoleh melalui proses karbonisasi dan aktivasi. Proses karbonisasi adalah proses pemecahan bahan-bahan organik menjadi karbon (arang), terjadi pada temperatur antara C. Arang yang dihasilkan mempunyai komposisi 70-80% karbon. Ketika karbonisasi berlangsung, diusahakan agar tidak terjadi kebocoran udara di dalam ruangan pemanasan sehingga bahan yang mengandung karbon tersebut hanya terkarbonisasi tidak teroksidasi (Cheremisinoff, 1978). Arang dapat digunakan sebagai adsorben (penyerap), namun tingkat penyerapannya masih rendah. Oleh karena itu, untuk meningkatkan daya serap dilakukan proses aktivasi terhadap arang. Di dalam proses aktivasi terjadi pemecahan ikatan hidrokarbon sehingga luas permukaannya bertambah luas dan pori-pori bertambah besar. Proses aktivasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu aktivasi secara kimia dan fisika. Pada umumnya aktivasi yang paling sering digunakan adalah aktivasi fisika dengan uap air, karena selain mudah juga relatif murah (Monika, 2008). Proses aktivasi dengan uap air menggunakan alat rotary kiln berlangsung dengan sistem pemanasan langsung (direct fire), yaitu semikokas dipanaskan langsung dengan api yang disemprotkan ke dalam kiln bersama-sama dengan aliran uap air. Di dalam sistem pemanasan langsung, kecepatan perpindahan panas selama proses berlangsung bergantung pada kesesuaian proses antara bahan dengan komposisi gas yang dihasilkan dari proses tersebut. Pada proses aktivasi karbon aktif, reaksi uap air dengan tar yang ada dalam karbon aktif akan menghasilkan gas CO dan H 2 (Bar, 1987). Di dalam sistem pemanasan langsung, dibutuhkan kondisi diantaranya penambahan uap air yang membutuhkan ruang oksidasi, kontak antara bahan dengan panas secara langsung dan untuk bahan yang membutuhkan temperatur tinggi untuk memperoleh sifat fisik tertentu dibatasi oleh satu sumber panas (HomeTPS, 2009). Keuntungan sistem pemanasan langsung adalah penggunaan bahan bakar lebih efisien. Sedangkan kekurangannya adalah kemungkinan terjadinya kontaminasi abu sisa pembakaran terhadap semikokas dan unsur-unsur yang terkandung dalam bahan bakar (Monika, 2009). Pada pemanasan tidak langsung, semikokas tidak langsung kontak dengan api. Keuntungan dengan pemanasan tidak langsung adalah emisi gas dapat dikontrol dan kontaminasi relatif lebih kecil dibandingkan dengan pemanasan langsung. Namun pemanasan tidak langsung membutuhkan bahan bakar dalam jumlah besar (Activated Carbon, 2008). Secara umum permukaan karbon aktif bersifat non polar hal tersebut disebabkan unsur utama karbon aktif terdiri atas ikatan hidrokarbon yang membentuk struktur kristalit tertentu. Selain polaritas, luas permukaan dan struktur pori juga merupakan faktor yang harus diperhatikan. Luas permukaan semakin besar, maka ukuran pori-pori karbon aktif semakin kecil. Dengan demikian, untuk meningkatkan kecepatan adsorpsi 4

5 dianjurkan menggunakan karbon aktif yang telah dihaluskan. Pada umumnya, satu gram karbon aktif memiliki luas permukaan seluas m 2, sehingga mampu untuk menyerap partikel yang sangat halus, yang berukuran 0,01-0, mm. Dalam hal penggunaan karbon aktif, bentuk atau ukuran karbon aktif sangat menentukan jenis pemanfaatannya. Karbon aktif jenis bubuk (powder) berukuran tidak kurang dari 0,18 mm atau lolos saringan 80 mesh, digunakan untuk fasa cair dan gas seperti penggunaan kembali pelarut, katalis dan penyerapan gas atau partikel pada polusi udara. Karbon aktif jenis ini memiliki persentasi mikro pori yang lebih besar sehingga mampu menyerap molekul-molekul yang berukuran sangat kecil. Karbon aktif bentuk butir (granule) berukuran antara 0,2 dan 5 mm atau lolos saringan 65 dan 4 mesh, digunakan untuk pengolahan limbah cair dan gas seperti penyerap bau, rasa atau warna yang tidak diinginkan. Karbon aktif jenis ini memiliki persentasi makro pori atau medium pori yang lebih besar sehingga mampu menyerap molekul-molekul yang berukuran lebih besar. Karbon aktif bentuk pelet berdiameter 0,8-5mm, digunakan pada fasa gas yang bertekanan dan berkekuatan tinggi secara mekanik (Info, 2008). Di Indonesia, penggunaan karbon aktif tidak mengacu pada besarnya luas permukaan atau ukuran butir, tetapi pada standar kualitas menurur Standar Industri Indonesia tahun 1999 seperti yang tercantum pada Tabel 2.1. Tabel 2.1. Syarat kualitas karbon aktif (SII, 1999) No Uraian Satuan Persyaratan Butiran Serbuk 1 Bagian yang hilang pada % pemanasan 950 C 2 Air % 4, Abu % 2, Bilangan yodium mg/g min.750 min Karbon aktif murni % Daya serap benzene % 25-7 Bilangan metilen biru mg/g Kerapatan jenis curah g/ml 0,45-0,55 0,30-0,35 9 Lolos ukuran mesh 325 % - min Kekerasan Dari sepuluh persyaratan pada Tabel 2.1, syarat utama untuk menilai kualitas karbon aktif adalah bilangan yodium yang didefinisikan sebagai kemampuan per gram karbon aktif dalam menyerap per miligram zat anorganik. Kisaran nilai bilangan yodium karbon aktif komersial antara 750 mg/g mg/g (SII, 1999). Namun berdasarkan survei langsung di lapangan, karbon aktif berbilangan yodium 500 mg/g 600 mg/g telah dapat digunakan dan dijual untuk penjernihan air pada isi ulang air minum dan tambak udang. Semakin 5

6 tinggi nilai bilangan yodium semakin baik kualitas karbon aktif. Persyaratan selain bilangan yodium sangat tergantung pada jenis pemanfaatannya. Sebagai contoh, untuk proses penyerapan warna pada industri bahan kimia membutuhkan karbon aktif dengan kadar abu < 2% dan kekerasan 90. Hal ini disebabkan proses penyerapan berlangsung dengan sistim peralatan menggunakan tabung filtering yang berukuran milimikron dengan sistim pengadukan yang bertekanan tinggi. Selain itu, Sifat serapan karbon aktif berbeda untuk masing-masing senyawa. Adsorpsi akan bertambah besar sesuai dengan bertambahnya ukuran molekul serapan dari struktur yang sama. Kecepatan adsorpsi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti sifat serapan, temperatur, derajat keasamanan (ph), dan waktu kontak. Jika pemanasan tidak mempengaruhi sifat senyawa serapan, seperti terjadi dekomposisi, maka pemanasan dapat dilakukan pada titik didihnya. Sebagai contoh, untuk senyawa yang mudah menguap, adsorpsi dilakukan pada temperatur kamar atau pada temperatur yang lebih rendah. Dalam proses adsorpsi untuk asam organik, bila ph diturunkan maka kemampuan adsorpsi akan meningkat. Sedangkan waktu kontak akan mempengaruhi tingkat adsorpsi. Bila karbon aktif ditambahkan ke dalam suatu cairan, dibutuhkan waktu untuk mencapai kesetimbangan proses. Waktu yang dibutuhkan tergantung pada jumlah karbon aktif yang digunakan. Selain itu, pengadukan juga akan mempengaruhi waktu kontak untuk memberi kesempatan pada partikel karbon aktif kontak dengan senyawa serapan. Sebagai contoh, senyawa serapan dengan viskositas tinggi akan membutuhkan waktu kontak yang lebih lama (Aryafata, 2008). III. PROGRAM KEGIATAN 3.1 Hasil kegiatan s/d 2008 Penelitian pembuatan karbon aktif dari batubara merupakan kegiatan berkesinambungan (multi years) seperti ditunjukkan pada Lampiran 2. Pada tahun 2008, percobaan pembuatan karbon aktif dilakukan pada skala pilot dengan menggunakan alat rotary kiln yang mempunyai kapasitas 1 ton/hari. Percobaan lebih menitikberatkan pada kinerja sistem peralatan, sehingga mampu melakukan proses secara optimal. Oleh karena itu, dilakukan optimasi peralatan yang terdiri atas unit feeder, pembakar, boiler, kiln, scrubber dan cooler, dengan modifikasimodifikasi pada bagian-bagian tersebut. Hasilnya adalah satu unit rotary kiln untuk proses aktivasi yang menghasilkan karbon aktif dengan kualitas sesuai spesifikasi karbon aktif komersial, dan hasilnya seperti yang tercantum pada Tabel

7 Tabel 3.1. Spesifikasi kualitas karbon aktif hasil percobaan tahun 2008 (Monika, 2008) Jenis karbon aktif Bilangan yodium (mg/g) Metilen biru (mg/g) Kerapatan Jenis (g/l) Air lembab (% adb) Karbon aktif komersial >100 0,55 <8% Karbon aktif batubara Air Laya ,88 5,8 Tabel 3.2. Karakteristik batubara Air Laya Nama contoh Kadar air (%adb) Kadar abu (%adb) Kadar zat terbang (%adb) Batubara Air Laya 17,7 24,7 4,2-10,2 30,4-44,8 Hasil pada Tabel 3.1 diperoleh dengan menggunakan batubara Air Laya yang telah dikarbonisasi menjadi semikokas. Batubara Air Laya yang digunakan pada percobaan tahun 2008 berkadar abu antara 4,2 dan 10,2% dengan rata-rata 7,2%. Oleh karena itu, meskipun tercapai nilai tertinggi 772 mg/g (kisaran nilai antara mg/g), namun homogenitas kualitas karbon aktif lebih besar pada nilai mg/g. Adapun hasil tersebut diperoleh dengan kondisi proses sebagai berikut ; temperatur aktivasi 900 C, waktu tinggal 4 jam, ukuran butir umpan semikokas 3 mm dengan kecepatan pengumpanan 35 kg/jam, dan laju alir uap air 90 kg/jam. 3.2 Kegiatan tahun 2009 Pada tahun 2009, percobaan dilanjutkan dengan dua kegiatan utama. Pertama, adalah optimasi proses pembuatan karbon aktif, dan yang kedua adalah uji coba pemanfaatan karbon aktif dari batubara. Adapun tahap-tahap pelaksanaannya, dapat diuraikan sebagai berikut Optimasi proses pembuatan karbon aktif Berdasarkan hasil percobaan tahun 2008, sasaran untuk mencapai kualitas karbon aktif dengan bilangan yodium ±1.000 mg/g belum tercapai. Oleh karena itu, optimasi dilanjutkan dengan menerapkan parameterparameter yang menjadi faktor-faktor penentuan kualitas. Faktor tersebut di antaranya adalah waktu tinggal, ukuran butir dan laju alir uap air. Untuk variasi waktu tinggal, sulit dilakukan karena kemiringan dan kecepatan 7

8 putaran sudah minimal (terendah). Oleh karena itu, kondisi proses aktivasi dilakukan dengan mengubah ukuran butir dan laju alir uap air. Ukuran butir terkecil yang pernah dilakukan pada uji coba sebelumnya berukuran 1 mm, namun rendemen dan daya serap karbon aktif rendah. Ukuran butir 3 mm menghasilkan rendemen dan daya serap terbaik. Secara teoritis, semakin kecil ukuran butir semakin besar luas permukaan. Oleh karena itu, percobaan dengan variasi ukuran butir diterapkan, dengan variasi lolos ukuran 6, 8, 12, 20 dan -20 mesh. Sedangkan laju alir uap air dinaikkan dari 90 kg/jam menjadi 180 kg/jam, dengan mengganti kapasitas boiler dari 100 kg/jam menjadi 200 kg/jam. Penambahan laju alir uap air diharapkan dapat mengurangi terbakarnya bahan serta meningkatkan rendemen dan daya serap karbon aktif. Gambar 3.1 dan 3.2 adalah boiler yang digunakan pada percobaan di Palimanan. Gambar 3.1. Boiler kapasitas 90 kg/jam Gambar 3.2. Boiler kapasitas 200 kg/jam Selain pada proses aktivasi, optimasi juga dilakukan terhadap spesifikasi bahan baku terutama karakteristik batubara. Berdasarkan literatur, kadar abu tinggi akan mengurangi daya serap karbon aktif. Oleh karena itu, pemilihan homogenitas batubara berkadar abu <5% menjadi salah satu faktor untuk meningkatkan daya serap. Faktor lainnya adalah spesifikasi semikokas yang sesuai, diperoleh melalui pengaturan temperatur pada saat karbonisasi. Pada dasarnya, optimasi secara keseluruhan tidak hanya pada kondisi alat dan proses, tetapi juga mencakup optimasi proses yang efisien dan efektif. Seperti telah disebutkan, bahan bakar yang digunakan pada proses pembuatan karbon aktif adalah solar. Hal tersebut mengakibatkan biaya operasional sangat tinggi dan tidak ekonomis. Penerapan hasil litbang di masyarakat tidak bisa dinilai hanya dari kualitas produk, tetapi keekonomian atau kelayakan nilai jual produk juga merupakan faktor yang harus diperhatikan. Sebagai langkah awal untuk efisiensi proses, dibuat pembakar dengan bahan bakar batubara. Substitusi solar dengan batubara diharapkan dapat mengurangi biaya produksi, sehingga produk layak untuk dijual. 8

9 3.2.2 Uji coba pemanfaatan karbon aktif dari batubara Uji coba pemanfaatan bertujuan untuk mengetahui kelayakan karbon aktif batubara untuk dapat digunakan di masyarakat atau industri. Sebagai informasi, berdasarkan literatur dan survey langsung di lapangan, kualitas dan jenis karbon aktif yang digunakan sangat tergantung pada jenis pemanfaatannya. Sebagai contoh, untuk menghilangkan bau dan menjernihkan air, baik air yang dihasilkan dari industri maupun yang digunakan untuk keperluan rumah tangga, pertanian dan perikanan, digunakan karbon aktif granule dengan kualitas bilangan yodium mg/g. Sedangkan penggunaan karbon aktif untuk penyerap warna, bau, katalisator maupun recovery pelarut pada industri besar seperti pabrik gula, kimia, pupuk, minyak, dan sebagainya, kualitas bilangan yodium antara 800 1,200 mg/g. Selain bilangan yodium, spesifikasi lainnya dibutuhkan sebagai bahan acuan untuk mengembangkan dan memanfaatkan karbon aktif dari batubara secara lebih spesifik. IV. METODOLOGI 4.1 Optimasi proses pembuatan karbon aktif Pada prinsipnya, pembuatan karbon aktif melalui dua proses utama yaitu karbonisasi dan aktivasi. Pada percobaan tahun 2008, proses karbonisasi menggunakan tunnel kiln. Sedangkan pada tahun 2009 proses karbonisasi menggunakan rotary kiln yang biasa digunakan untuk proses aktivasi. Proses karbonisasi dan aktivasi cukup sedehana, yaitu dengan cara sistem pemanasan langsung (direct fire), contoh langsung dipanaskan di dalam kiln pada temperatur yang telah ditentukan, kemudian untuk proses aktivasi secara bersama-sama uap air dialirkan ke dalam kiln. Pengaturan ukuran butir dan laju alir uap air yang optimal akan menghasilkan karbon aktif dengan daya serap tinggi. Setiap perubahan kondisi proses dilakukan pengujian kualitas karbon aktif, sehingga setiap peningkatan proses mengacu pada hasil proses sebelumnya. 4.2 Efisiensi proses Efisiensi proses merupakan bagian dari optimasi proses secara keseluruhan dan bertujuan untuk menghemat biaya produksi. Tahap efisensi dilakukan dengan membuat pembakar siklon untuk mengganti bahan bakar solar dengan batubara. Proses berbahan bakar batubara dikondisikan untuk menghasilkan karbon aktif dengan kualitas seperti halnya proses dengan menggunakan solar. Sedangkan secara teoritis kebutuhan energi dengan 9

10 pembakar siklon digambarkan dengan perhitungan neraca panas (heat balance) seperti yang tercantum pada Lampiran I. 4.3 Uji coba pemanfaatan karbon aktif Jenis dan kualitas karbon aktif sangat tergantung pada jenis pemanfaatannya. Untuk mengetahuinya, dilakukan survey ke industri pengguna karbon aktif. Cara yang dilakukan adalah dengan pengambilan contoh karbon aktif atau jenis contoh pemanfaatannya. Selanjutnya, dilakukan analisis kualitas karbon aktif dan percobaan di laboratorium dengan menggunakan karbon aktif batubara. V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil optimasi proses pembuatan karbon aktif Hasil proses karbonisasi Seperti telah disebutkan di dalam program kegiatan, kadar abu tinggi akan mempengaruhi pembentukan daya serap karbon aktif. Oleh karena itu, digunakan batubara dari Kalimantan Timur yang berkadar abu seperti yang ditunjukkan pada Tabel 5.1. Tabel 5.1. Kadar abu batubara dan semikokasnya pada berbagai temperatur karbonisasi Sebelum proses karbonisasi Temperatur karbonisai 400 C Setelah proses karbonisasi (semikokas) Temperatur karbonisasi 500 C Temperatur karbonisasi 600 C Temperaturk arbonisasi 700 C Temperatur karbonisasi 800 C (%) (%) (%) (%) (%) (%) 4,0 8,8 10,5 9,2 11,2 11,9 2,0 4,0 4,9 6,9 16,0 16,1 3,0 4,7 6,1 7,9 10,4 12,3 1,7 4,9 5,6 8,5 10,9 11,2 1,7 4,6 5,0 5,1 10,9 11,0 10

11 Gambar 5.1 Hubungan kadar abu dengan temperatur karbonisasi Pengambilan contoh dilakukan secara acak, dan diperoleh kadar abu batubara berkisar antara 1.7 dan 4.0%. Setelah mengalami proses karbonisasi pada temperatur 400, 500, 600, 700 dan 800 C, kadar abu naik hampir 3 kalinya terutama pada temperatur 700 dan 800 C. Pada temperatur 500 C kadar abu lebih besar dari kadar abu pada temperatur 600 C. Hal ini kemungkinan disebabkan selain pengambilan contoh tidak homogen juga pada saat proses berlangsung terjadi ketidakstabilan temperatur. Namun secara keseluruhan, seperti pada Gambar 5.1, menunjukkan semakin tinggi temperatur karbonisasi, semakin besar abu yang terbentuk. Namun pada temperatur 700 dan 800 C pembentukan abu relatif tetap. Selain kadar abu, dalam pembentukan semikokas yang harus diperhatikan adalah berkurangnya kadar zat terbang. Kadar zat terbang sebelum dan setelah proses karbonisasi ditunjukkan pada Tabel 5.2. Tabel 5.2. Kadar zat terbang batubara dan semikokasnya pada berbagai temperatur karbonisasi Batubara sebelum proses karbonisasi Temperatur karbonisasi 400 C Setelah proses karbonisasi (semikokas) Temperatur karbonisasi 500 C Temperatur karbonisasi 600 C Temperatur karbonisasi 700 C Temperatur karbonisasi 800 C (%) (%) (%) (%) (%) (%) 37,2 41,5 12,6 8,0 3,7 2,9 41,9 40,8 12,4 10,4 4,9 2,1 44,7 40,4 9,9 5,5 4,4 2,2 44,1 34,7 14,3 5,4 3,7 2,9 11

12 Gambar 5.2 Hubungan penurunan kadar zat terbang dengan temperatur karbonisasi Idealnya, kadar zat terbang semikokas untuk karbon aktif berkisar antara 10 dan 15%. Pengaturan temperatur bertujuan untuk memperoleh spesifikasi tersebut. Data pada Tabel 5.2 dan Gambar 5.2, menunjukkan proses karbonisasi terbaik adalah pada temperatur 500 C dengan diperolehnya kadar zat terbang antara 9 dan 14%. Kenaikan dan penurunan kadar abu dan zat terbang akan meningkatkan kadar karbon padat. Pada kondisi demikian, struktur karbon mulai terbentuk dan memiliki luas permukaan dan porositas yang relatif masih rendah Hasil proses aktivasi Percobaan pada tahun 2008, dengan karakteristik batubara berkadar abu 4,0-10,0%, diperoleh karbon aktif dengan bilangan yodium tertinggi 772 mg/g dengan homogenitas kualitas sebagian besar berkisar antara mg/g. Hasil percobaan dengan batubara yang berkadar abu <5% ditunjukkan pada Tabel 5.3, sedangkan kondisi proses optimal ditunjukkan dengan nilai bilangan yodium tertinggi. Tabel 5.3. Hasil proses aktivasi karbon aktif Lolos Bilangan Re-aktivasi Luas Volume Ukuran saringan (mesh) yodium (mg/g) Bilangan yodium (mg/g) permukaan (m 2 /g) pori (ml/g) pori (Å) ,4-0, Data pada Tabel 5.3 bila digambarkan dalam bentuk grafik dapat dilihat pada Gambar

13 Gambar 5.3 Hubungan bilangan yodium dengan lolos saringan (mesh) Hasil pada Tabel dan Gambar 5.3 diperoleh dengan kondisi proses seperti percobaan tahun 2008 yaitu temperatur proses 900 C, dengan kecepatan pengumpanan 35 kg/jam selama 4 jam. Perbedaan selain pada ukuran yang lebih bervariasi, juga laju alir uap air diubah menjadi 180 kg/jam. Hasil percobaan menunjukkan, semakin kecil ukuran umpan, bilangan yodium semakin besar. Bilangan yodium terendah adalah 593 mg/g diperoleh dengan ukuran umpan lolos saringan 6 mesh, sedangkan bilangan yodium tertinggi 769 mg/g, diperoleh dengan umpan yang berukuran lolos saringan 20 mesh. Hal ini membuktikan bahwa semakin kecil ukuran, semakin besar kemungkinan kontak antara uap air dengan bahan, sehingga luas permukaan bahan semakin besar pula. Meskipun ukuran halus lebih memungkinkan terbakar, namun laju alir uap air yang tinggi akan mengurangi resiko tersebut. Rendemen yang dihasilkan dari proses aktivasi adalah 40%. Bila dibandingkan terhadap hasil percobaan pada tahun 2008, kualitas karbon aktif tidak mengalami peningkatan. Namun secara keseluruhan, kestabilan dan homogenitas karbon aktif dengan bilangan yodium antara 600 dan 750 mg/g lebih besar dibandingkan hasil pada tahun 2008 yang menghasilkan homogenitas kualitas dengan bilangan yodium mg/g. Hal ini menunjukkan bahwa batubara berkadar abu <5% akan menghasilkan karbon aktif dengan daya serap lebih tinggi dibandingkan dengan batubara yang berkadar abu >5%. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menentukan kualitas, maka dilakukan re-aktivasi. Hasil reaktivasi menunjukkan kenaikan bilangan yodium. Artinya, semakin lama waktu proses aktivasi, daya serap meningkat. Secara ekonomis hal tersebut tidak menguntungkan karena selain biaya produksi semakin tinggi juga rendemen semakin rendah, karena proses aktivasi semakin lama. Namun dari hasil tersebut di peroleh kesimpulan, bahwa selain waktu tinggal di dalam kiln harus lebih lama, juga untuk memperoleh rendemen yang 13

14 sesuai dengan kelayakan keekonomian, perlu pengaturan kembali jumlah umpan dan sistem proses aktivasi sehingga hasil yang dicapai sesuai dengan yang diinginkan. Selain melalui bilangan yodium, pengukuran daya serap karbon aktif juga dapat dilihat dari luas permukaan, volume dan ukuran pori-pori. Hasil pengukuran, luas permukaan karbon aktif batubara sebelum dan setelah re-aktivasi berkisar antara 400 dan 600 m 2 /g, volume pori antara 0,4dan 0,6 cm 3 /gr dengan ukuran pori mencapai 40 dan 85 Å. Struktur pori suatu adsorben yang berukuran sekitar 500 Å disebut transport (makro) pori, antara 20 dan 500 Å disebut meso/medium pori, sedangkan di bawah antara 8 dan 20 Å disebut mikro pori. Sedangkan kurang dari 8 Å disebut sub-mikropori (Harald, 1972). Berdasarkan data tersebut, pori-pori karbon aktif dari batubara adalah jenis medium pori. Sebagai pembanding, dilakukan analisis terhadap karbon aktif berbahan baku tempurung kelapa yang mempunyai bilangan yodium antara mg/g. Hasilnya, karbon aktif tempurung kelapa tersebut mempunyai luas permukaan antara 1000 dan1500 m 2 /gr, volume pori ± 0,6 cm 3 /g dengan ukuran pori ± 11Å. Untuk mengetahui struktur permukaan karbon aktif juga dapat dilihat secara visual melalui analisis mikro Scanning Electron Magnetic (SEM), dengan hasil seperti pada Gambar 5.4 dan 5.5. Gambar 5.4 Struktur permukaan karbon aktif tempurung kelapa 14

15 Gambar 5.5 Struktur permukaan karbon aktif batubara Gambar 5.4 dan 5.5 menunjukkan struktur permukaan karbon aktif tempurung kelapa berbilangan yodium mg/g dan karbon aktif berbilangan yodium mg/gr. Hasilnya menunjukkan struktur permukaan karbon aktif tempurung kelapa memiliki lebih banyak rongga dan terlihat sangat sarang (porous) dibandingkan dengan karbon aktif batubara. Unsur yang terdeteksi pada karbon aktif tempurung kelapa adalah karbon dan magnesium, sedangkan pada karbon aktif batubara selain karbon dan magnesium juga terdeteksi logam kalsium dan besi. Secara keseluruhan, jika karbon aktif batubara hasil percobaan dibandingkan terhadap persyaratan kualitas menurut SII, maka dapat dilihat seperti yang ditunjukkan pada Tabel 5.4. Tabel 5.4 Kualitas karbon aktif hasil uji coba No Uraian Satua Karbon aktif komersial Karbon aktif uji coba n (SII,1999) 1 Bagian yang hilang pada % ,0 pemanasan 950 C 2 Air % 4,0-15,0 4,8-5,4 3 Abu % 2,0-10,0 3,0-18,0 4 Bilangan yodium mg/g min Karbon aktif murni % Daya serap benzena % 25-7 Bilangan metilen biru mg/g Kerapatan jenis curah g/ml 0,30-0,55 0,53 9 Lolos ukuran mesh 325 % min Kekerasan

16 Data pada Tabel 5.4 memperlihatkan beberapa persyaratan kualitas karbon aktif hasil percobaan secara komersial telah terpenuhi. Kecuali untuk kadar abu dan kekerasan. Sedangkan analisis daya serap benzena tidak dapat dilakukan karena tidak memiliki peralatannya Hasil efisiensi proses Pada percobaan tahun 2008 bahan bakar yang digunakan adalah solar dengan konsumsi ±30 L/jam. Dengan asumsi harga solar Rp 5.000,-/L, maka biaya untuk membeli bahan bakar tersebut selama operasional berlangsung sebesar Rp ,-/hari. Setelah melalui percobaan dengan menggunakan batubara sebagai bahan bakar maka konsumsi bahan bakar tersebut menjadi 50 kg/jam. Dengan asumsi harga batubara Rp 1.000,-/kg, maka biaya yang dibutuhkan untuk membeli bahan bakar batubara adalah Rp ,-/hari. Artinya, efisiensi dapat menghemat sebesar ± 62% dari total biaya jika menggunakan bahan bakar solar. Gambar 5.6 memperlihatkan pembakar siklon yang dipasang secara terintegrasi dengan rotary kiln. Gambar 5.6 Pembakar siklon pada rotary kiln Percobaan menggunakan pembakar siklon, bertujuan untuk mengetahui kestabilan temperatur di dalam kiln. Hasil uji coba, dengan temperatur mencapai antara 1000 dan 1300 C di dalam pembakar siklon, menghasilkan panas di dalam kiln berkisar antara C. Pengaturan temperatur dilakukan dengan mengatur kecepatan pengumpanan bahan bakar. Semakin cepat pengumpanan, temperatur semakin naik. Temperatur aktivasi 900 C tercapai dengan kecepatan pengumpanan ± 200 rpm, namun kondisi ini tidak stabil. Meskipun demikian, pembakar siklon sudah dapat digunakan pada proses pembuatan karbon aktif dari batubara dan menghasilkan kualitas bilangan yodium antara mg/g. Untuk mengetahui kebutuhan energi selama proses berlangsung, dapat dilihat pada Lampiran I. 5.2 Hasil uji coba pemanfaatan karbon aktif 16

17 Kegiatan pemanfaatan masih terbatas pada penjajakan terhadap jenis dan kualitas karbon aktif, serta metode pemanfaatannya. Selain pengambilan contoh karbon aktif, juga pengambilan contoh larutan atau limbah dari lokasi yang dikunjungi. Langkah ini sebagai tahap awal untuk mengetahui sejauh mana karbon aktif batubara dapat digunakan di industri Uji coba pemanfaatan karbon aktif di Ciamis Lokasi yang dikunjungi adalah tambak udang yang berada di wilayah Pangandaran Ciamis. Terdapat kurang lebih 10 pengusaha tambak udang di daerah tersebut dengan pemakaian karbon aktif sebesar ± 100 kg/bulan yang berfungsi untuk menjernihkan dan memurnikan air laut. Sistem pemanfaatan karbon aktif tersebut seperti pada Gambar 5.7. Gambar 5.7Pemanfaatan karbon aktif di tambak udang Pada Gambar 5.7, penggunaan karbon aktif dilakukan pada proses perkembangan benih udang menjadi udang, dengan cara menebar karbon aktif di bagian dasar kolam penampungan, kemudian diberi bahan pemberat di atasnya. Cara ini umumnya diterapkan pada proses penjernihan air. Berdasarkan informasi, karbon aktif yang digunakan diperoleh dari pemasok dengan spesifikasi kualitas yang tidak diketahui. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, karbon aktif yang digunakan mempunyai bilangan yodium ± 400 mg/g dan berukuran lolos saringan 8 mesh (granule), Sedangkan berdasarkan percobaan penjernihan di laboratorium, diperoleh hasil yang cukup baik seperti yang terlihat pada Gambar

18 (a) (b) (c) Gambar 5.8 Uji coba penjernihan air tambak udang Pada Gambar 5.5, (a) adalah air sebelum ditambah karbon aktif, sedangkan (b) adalah proses penjernihan dengan karbon aktif. Setelah proses (c), air menjadi jernih. Berdasarkan percobaan penjernihan dan pemurnian air dengan karbon aktif batubara pada air buangan industri maupun air rumah tangga, pertanian dan perikanan, karbon aktif berbilangan yodium mg/g mampu mengadsorpsi komposisi logam-logam dengan baik Uji coba pemanfaatan karbon aktif di Tasikmalaya Lokasi pemanfaatan karbon aktif adalah pabrik maltosa, yaitu bahan dasar pembuatan gula cair yang berfungsi sebagai penyerap warna dan bakteri. Karbon aktif yang digunakan terbuat dari tempurung kelapa dengan spesifikasi seperti yang ditunjukkan pada Tabel 5.5. Tabel 5.5 Spesifikasi karbon aktif di pabrik maltosa Lolos saringan Bilangan yodium Metilen biru Air lembab ph (mesh) (mg/g) (mg/g) (%) 200 > < Uji coba pemanfaatan di lokasi tidak bisa dilakukan, karena jumlah karbon aktif yang dibutuhkan cukup besar yaitu 200 kg/tabung, dengan jumlah tabung keseluruhan ± 10 buah. Sedangkan uji coba di laboratorium terkendala oleh sistem peralatan. Sebagai informasi, kebutuhan karbon aktif di pabrik tersebut adalah ± 10 ton/bulan atau dengan penggantian karbon aktif sekitar 2 ton/6 hari. Gambar 5.9 menunjukkan tabung dengan sistem filter press untuk proses dengan karbon aktif. 18

19 Gambar 5.9 Tabung filter press karbon aktif Uji coba pemanfaatan di daerah Tangerang Uji coba pemanfaatan dilakukan dengan cara pengiriman contoh karbon aktif batubara ke pabrik gula yang berada di wilayah tersebut. Kebutuhan karbon aktif di pabrik tersebut untuk menurunkan kadar COD (Chemical Oxygen Demand), yaitu jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat organik dan anorganik. COD merupakan salah satu parameter industri pencemar di dalam air yang disebabkan oleh limbah industri. Dampak COD tinggi adalah berkurangnya oksigen di dalam air sehingga mahluk hidup menjadi mati (Santoso, 2008). Berdasarkan hasil uji coba yang dilakukan oleh pabrik tersebut dan hasil percobaan yang dilakukan di laboratorium kadar COD dapat diturunkan dari ± mg/l menjadi 600 mg/l atau persentasi penurunan mencapai ± 70%. Meskipun kadar COD dapat turun, namun konsentrasi COD belum memenuhi persyaratan kualitas limbah cair yang memiliki ambang batas maksimal 300 mg/l. Karbon aktif yang digunakan pada percobaan tersebut mempunyai bilangan yodium mg/g, sedangkan karbon aktif yang biasa digunakan di pabrik tersebut mempunyai bilangan yodium antara mg/g dan terbuat dari tempurung kelapa. Penggunaan karbon aktif batubara berbilangan yodium < 800 mg/g dapat dilakukan, namun perlu uji coba lanjutan dengan sistem dicampur (blending) dengan karbon aktif tempurung kelapa Uji coba pemanfaatan di Solo, Jawa Tengah Karbon aktif di pabrik tersebut digunakan sebagai penyerap bau dan warna pada proses pembuatan karbon dioksida. Cara penggunaannya, karbon aktif dicampur dengan bahan baku industri di dalam sebuah tabung industri bertekanan tinggi, yang dilengkapi filter berukuran 0,1 mm. Oleh karena itu kadar abu karbon aktif menjadi persyaratan utama selain bilangan yodium, karena abu tinggi akan menyumbat lubang filter. Proses 19

20 berlangsung secara kontinyu dan karbon dioksida yang dihasilkan mempunyai kemurnian 99,95%. Kegunaan karbon dioksida adalah untuk pengelasan, bahan pemadam kebakaran, minuman ringan dan proses pengawetan gula dan kopi. Spesifikasi karbon aktif yang digunakan seperti tercantum pada Tabel 5.6. Tabel 5.6. Spesifikasi karbon aktif di pabrik karbon dioksida Ukuran (mesh) Bilangan yodium (mg/g) Metilen biru Air lembab Abu (%) ph (mg/g) (%) 16 > Sebagai informasi, kebutuhan karbon aktif di pabrik tersebut cukup tinggi sekitar 6 ton/minggu atau 24 ton/bulan untuk karbon aktif lokal, dan 3 ton/minggu atau 12 ton/bulan untuk karbon aktif impor. Lebih rendahnya kebutuhan karbon aktif impor disebabkan kualitas karbon aktif impor lebih baik, terutama kestabilan penyerapannya Uji coba pemanfaatan di daerah Gresik Lokasi yang dikunjungi di Gresik adalah pabrik dioktil pethalat dengan kapasitas produksi ton. Senyawa ini terbuat dari proses esterifikasi yang berfungsi sebagai bahan pelentur dalam proses pembuatan bahan karet atau plastik. Karbon aktif yang digunakan terbuat dari tempurung kelapa, yang berfungsi untuk pengolahan limbah cair yaitu untuk menurunkan kandungan COD. Cara pemakaiannya, karbon aktif dimasukkan ke dalam suatu tabung, kemudian ke dalam tabung tersebut dialirkan limbah cair. Tabung yang digunakan seluruhnya berjumlah 4 buah, dan setiap tabung berisi 800 kg karbon aktif. Setiap 2 bulan, karbon aktif tersebut diganti. Sebagai tahap awal untuk uji coba pemanfaatan, dilakukan pengambilan contoh limbah untuk proses pengolahan di laboratorium. Sedangkan spesifikasi karbon aktif yang digunakan oleh pabrik tersebut ditunjukkan pada Tabel 5.6. Tabel 5.7 Spesifikasi karbon aktif di pabrik dioktil pethalat Ukuran (mesh) Bilangan yodium Air lembab Abu (%) Karbon padat (mg/g) (%) (%) >85 Sehubungan dengan harga karbon aktif yang cukup tinggi (sekitar Rp ,-/kg), saat ini sedang dilakukan percobaan dengan menggunakan karbon aktif berbilangan yodium 800 mg/g. Efisiensi terhadap biaya produksi secara keseluruhan akan menjadi bahan pertimbangan pemanfaatan karbon aktif berbilangan yodium 800 mg/g. 20

21 5.2.6 Uji coba pemanfaatan di Pasuruan Lokasi uji coba di Pasuruan adalah pabrik natrium siklamat. Senyawa ini merupakan bahan pemanis buatan yang berbentuk bubuk berwarna putih bersih. Pemanfaatan karbon aktif berfungsi sebagai penyerap warna pada larutan natrium siklamat yang berwarna kekuningan, caranya dengan mencampurkan karbon aktif ke dalam larutan tersebut. Karbon aktif yang digunakan terbuat dari batubara dan diperoleh melalui impor dari Jerman. Kualitas karbon aktif mempunyai bilangan yodium 900 mg/g yang berukuran lolos saringan 300 mesh (powder), dengan harga berkisar antara Rp ,- - Rp ,-/kg. Cara penggunaannya, karbon aktif dicampurkan ke dalam tangki yang berisi larutan natrium siklamat berkapasitas L. Pada temperatur C, proses permurnian berlangsung secara kontinyu. Selanjutnya setelah penyaringan, kemudian larutan diuapkan dan dikristalisasi menjadi bubuk natrium siklamat. Kebutuhan karbon aktif di pabrik tersebut ± 20 ton/tahun Uji coba pemanfaatan di Lampung Lokasi uji coba di Lampung adalah pabrik yang memproduksi bahan penyedap makanan. Karbon aktif yang digunakan terbuat dari batubara yang berukuran antara 20 dan 45 mesh. Tahap awal, perusahaan tersebut mengirimkan karbon aktif, dan kualitasnya seperti ditunjukkan pada Tabel 5.8. Tabel 5.8 Spesifikasi karbon aktif pada perusahaan bahan penyedap makanan Bilangan yodium ph Kerapatan Logam (mg/g) (mg/g) jenis (g/l) Pb Fe Zn As ,4 0,43 <10 <1.000 <500 <2 Karbon aktif diperoleh melalui impor dari Jepang dengan harga yang sangat tinggi, dengan kebutuhan mencapai ± 5 ton/tahun. Selain bilangan yodium, kandungan logam Pb, Fe, Zn dan As, menjadi salah satu persyaratan utama. 5.3 Keekonomian karbon aktif batubara Berdasarkan survey langsung di lapangan dan perhitungan keekonomian, karbon aktif batubara hasil percobaan mempunyai kelayakan sebagai berikut. 21

22 Asumsi biaya 1. Biaya investasi (lahan, alat dan bangunan) = Rp ,000,- 2. Biaya produksi pertahun - Variable cost = Rp ,- - Fixed cost = Rp ,- - Total biaya produksi = Rp ,- Asumsi produksi : - bahan baku : semikokas dengan asumsi harga Rp 1.000,-/kg - produksi karbon aktif : 10 ton/hari - wakktu operasional pabrik 20 s/d 24 jam/hari atau 300 hari/tahun - bahan bakar : batubara - harga jual karbon aktif di pabrik : Rp 6.000,-/kg - sistem pendanaan : 65% pinjaman, modal sendiri 35%, biaya produksi naik 5 %/tahun Cukup layak untuk direalisasi secara komersial dengan menghasilkan : - laba bersih ; Rp ,-/tahun - Pay back period : 4,49 tahun - Internal rate of return : 26,78% VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil percobaan diperoleh kesimpulan sebagai berikut : - Proses pembuatan karbon aktif tercapai pada kondisi optimal sebagai berikut ; Suhu karbonisasi dengan rotary kiln 500 C selama 2 jam. Suhu aktivasi 900 C, kecepatan jumlah pengumpanan 35 kg/jam dengan waktu tinggal 4 jam, laju alir uap air 180 kg/jam, menghasilkan karbon aktif dengan kualitas mendekati spesifikasi persyaratan kualitas menurut SII 1999 dengan rendemen sebesar 40%. - Pembakar siklon dapat digunakan secara terintegrasi dengan rotary kiln untuk proses pembuatan karbon aktif batubara, dan penggunaan batubara sebagai bahan bakar telah menghemat sekitar ± 62% dari biaya jika menggunakan bahan bakar minyak. 22

23 - Karbon aktif batubara hasil uji coba sudah dapat digunakan pada proses penjernihan air, baik air untuk kebutuhan rumah tangga, pertanian, perikanan, maupun air buangan (waste water) dari industri tertentu, namun perlu peningkatan kualitas agar dapat digunakan pada berbagai industri lainnya. Pemanfaatan karbon aktif batubara pada industri besar harus mempunyai bilangan yodium 800 mg/g dengan spesifikasi kualitas lainnya yang terukur. Karbon aktif berbilangan yodium < 800 mg/g dapat digunakan, namun harus memperhatikan nilai keekonomian pemanfaatannya. - Perlu menambah waktu tinggal lebih dari 4 jam dan mengatur sistem proses aktivasi seperti kecepatan pengumpanan dan distribusi uap air, agar kualitas dan rendemen karbon aktif lebih baik. 6.2 Saran - Perlu meningkatkan kinerja alat untuk memperoleh waktu tinggal di dalam kiln lebih lama, sehingga dapat menghasilkan karbon aktif dengan kualitas yang diinginkan. - Perlu peningkatkan kualitas karbon aktif selain bilangan yodium sehingga kebutuhan karbon aktif pada industri besar dapat terpenuhi. - Perlu melakukan efisiensi terhadap bahan bakar minyak tanah (boiler) dengan cara memanfaatkan gas buang hasil proses aktivasi, sebagai bahan bakar boiler. - Perlu uji coba lanjutan, untuk mengetahui kelayakan pemanfaatan karbon aktif dari sisi keekonomian. VII. KENDALA DAN TINDAK LANJUT 7.1 Kendala - Terbatasnya peralatan untuk peningkatan kualitas seperti ; kondisi kiln untuk berlangsungnya proses terlalu cepat dan tidak dapat digunakan secara kontinyu untuk proses pengeringan, karbonisasi dan aktivasi - Untuk uji coba pemanfaatan, peralatan untuk mempersiapkan produk karbon aktif tidak tersedia, seperti alat untuk penggerusan dan pengayakan, sehingga semikokas dan karbon aktif yang dibutuhkan sulit terpenuhi 23

24 - Terbatasnya peralatan untuk analisis kualitas karbon aktif. 7.2 Tindak lanjut - Memperbaiki kinerja kiln dan melanjutkan efisiensi proses sehingga pembuatan karbon aktif dapat berlangsung lebih optimal dan menghasilkan karbon aktif dengan kualitas yang lebih baik. - Penelitian lanjutan terhadap proses pembuatan karbon aktif untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat meningkatkan kualitas, sehingga arah pemanfaatan karbon aktif batubara dapat lebih spesifik. VIII. DAFTAR PUSTAKA Activated Carbon, Industrial of Activated Carbon, 18 Maret jam Aryafatta, Wordpress.com/2008/06/04/meningkatkan-nilai-arang-tempurung-jadi-karbon-aktif, 18 September 2009 Bar, P.V., Brimacombe, J.K., and Watkinson, A.P., Departemen of Chemical Engineering, The University of British Columbia, V6T 1 W5 Vancouver, BC, Canada. Biro Pusat Statistik, Karbon Aktif, Jakarta Daulay, B., Evaluasi Kualitas Batubara Indonesia Dalam Upaya Penentuan Teknologi Pemanfaatan Yang Tepat, Orasi Pengukuhan Profesor Riset Bidang Teknik Bahan Bakar dan Pembakaran, Pusat Penelitian Dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara, Bandung. Harald Juntgen, Conversion of Coal and Gases Produced from Coal Into Fuels, Chemicals, and Other Products, Chapter , Institute of Technical Chemistry, Berlin Home TPS, Info, info@activatedcarbon.com.au Tanso Putra Asia, Activated Carbon Production, Lampung. 24

25 Cheremisinoff, Activated Carbon. Monika, I., dan Sudini Ningrum, N., Pemanfaatan Karbon Aktif Dari Batubara Pada Pengolahan Limbah Cair Industri Gula, Laporan Kegiatan Tahun 2008, Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara, Bandung. Monika, I., dan Sudini Ningrum, N., Pemanfaatan Karbon Aktif Dari Batubara Pada Pengolahan Limbah Cair Industri Gula, Kolokium Pertambangan 2009, Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara, Bandung. Monika, I, dan Suprapto, S., Pengaruh Jumlah Umpan Terhadap Waktu Tinggal dan Mutu Karbon Aktif Dari Semikokas Air Laya, Jurnal tekmira, Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara, Bandung. Santosa, dan Eddy., B., Limbah Pabrik Gula, Penanganan, Pencegahan dan Pemanfaatannya, Penelitian Perkebunan Gula Indonesia, Pasuruan, Indonesia LAMPIRAN I HEAT BALANCE A. Proses Karbonisasi Data-data yang diketahui : Kalor pembakaran batubara = K.cal/kg Temperatur karbonisasi = 300 o C = 573 K Temperatur gas buang =650 o C = 923 K (asumsi) Batubara yang dikarbonisasi = kg/hari Yang termasuk energi yang keluar adalah : 1. Panas laten pembentukan karbon aktif 25

26 Kandungan kalor produk karbon aktif Bila 1kg semikokas, maka akan menghasilkan : = K.cal/kg x K.cal/kg = K.cal/kg Sensible Heat dalam karbon aktif Sensible heat adalah banyaknya karbon aktif yang terbentuk dari 1 kg semikokas x temperatur pembentukan x mean spesifik Jika diketahui : - Temperatur pembentukan = 900 o C = 1173 K Mean spesifik heat = 0,36Btu/lb. o F = 98,28 Kcal/kg.K Maka banyaknya karbon aktif yang terbentuk adalah = x 1 kg semikokas = 0,5 kg/kg semikokas Sensible Heat = 0,5 x 1173 x 98,28 = ,22 K.cal/kg semikokas 2. Panas yang diperlukan untuk memanaskan uap air di dalam gas Sensible Heat = Banyaknya gas yang terbentuk dari 1kg semikokas x outlet gas temperatur x spesific heat Banyaknya gas yang terbentuk = 0,2803 kg/kg semikokas Outlet gas temperatur = 450 o C = 723 K Spesifik Heat = 0,37 Btu/lb. o F = 1,36 Kcal/kg. o F Sensible Heat dalam gas = 0,2803 x 723 x 1.36 = 275,61 Kcal/kg semikokas Panas yang diperlukan untuk memanaskan uap air di dalam gas Heat Content dari uap air = Berat uap air yang dihasilkan dari karbonisasi/kg semikokas x (1.090,7 + (0,46 x outlet gas T ) Berat uap yang dihasilkan = (20% - 4%) x 1 kg semikokas = 0,16 kg/kg semikokas Outlet gas Temperatur = 842 o F = 723 K Heat content uap air = 0,16 x (1090,7 +(0,46 x 723 K)) 26

27 3. Latent Heat dari tar yang dihasilkan = 227,72 Kcal/kg Kalor dalam tar = Berat tar yang dihasilkan dari karbonisasi 1kg semikokas x gross Berat tar Gross heating value heating value = 4% x 1 kg semikokas = 0,04 kg semikokas = Btu/lb semikokas = x x = 9,245 K.cal/kg semikokas Kalor laten dari tar = 0,04 kg semikokas x 9,245 K.cal/kg semikokas = 370 K.cal/kg semikokas 4. Sensible heat dari tar yang dihasilkan Sensible Heat = Berat tar yang dihasilkan dari 1 kg semikokas x Temperatur pembakaran x spesifik heat Berat tar yang dihasilkan = 4% x 1 kg semikokas = 0,04 kg/kg semikokas Temperatur pembentukan= 900 o C = K Spesifik heat tar = 0,3 Btu/lb F = 1,83 K.cal/kg K Sensible Heat = 0,04 x x 1,83 = 85,86 K.cal/kg semikokas 5. Latent Heat dari light oil Kalor laten dari light oil = Banyaknya light oil yang dihasilkan dari 1kg semikokas x heating value Banyaknya light oil yang dihasilkan = 0,9% = 0,0014 gal/lb semikokas Gross heating Value = Btu/gal Kalor laten = 0,0014 x = 210 Btu/lb semikokas = x x 210 = 117,67 Kcal/kg semikokas 6. Heat content di dalam stack gas Dari data diperoleh = 440 Btu/lb semikokas 27

28 = x x 440 Btu/lb semikokas 7. Heat loss dari radiasi Dari data diperoleh = 246,54 Kcal/kg semikokas = 170 Btu/lb semikokas = x x 170 Btu/lb semikokas = 95,25 Kcal/kg semikokas Total energi yang keluar sistem = , , , , , , ,25 = ,87 K.cal/kg semikokas Yang termasuk enegi dalam adalah : 1. Kalor laten dari 1 kg semikokas sebagai bahan baku Dari data = K.cal/kg semikokas 2. Sensible Heat dari batubara Dari data = 12 Btu/lb batubara = x x 12 Btu/lb batubara = 6,72 Kcal/kg semikokas 3. Kalor pembakaran dari X kg batubara yang dimasukan sebagai bahan bakar Kalor pembakaran = berat bahan bakar x gross heating value Berat bahan bakar = X kg/kg semikokas Nilai kalor Batubara = Kcal/kg Kalor pembentukan = X x = 6.004X Kcal/kg semikokas 4. Sensible Heat dalam batubara Sensible Heat = berat batubara x mean spesifik 28

29 Berat batubara Temperatur Mean spesifik heat = X kg/kg semikokas = 30 o C = 303 K = 0,4 J/g. K = x 0,4 = 0,0956Btu/lb. F Sensible Heat = X x 303 o K x 0,0956 = X x 8,2 Btu/lb batubara = x x X x 8,22 = 4,61X X = = 0,2322 kg/kg semikokas Dari total semikokas sebagai bahan baku maka membutuhkan batubara sebesar = 0,2322 kg/kg semikokas x semikokas= 232,2 kg 1. Kebutuhan fuel oil gas sebagai starter Dari data spesifikasi dan requitment process : Material fine brick = calcium oxide (CaO) Spesifikasi grafity mat l fire brick = 3,32 g/cm 3 Spesifikasi Heat mat l fire brick = 753,6 j/kg.k = 180 Kcal/kg Thermal Conductivity mat l firebrick = 8,0 w/m.k at 500 o C 7,8 w/m.k at 100 o C Menentukan dimensi Rotary kiln Agar terjadi pembakaran sempurna dari api yang disemburkan oleh burner, maka diperoleh data dari industri seperti tercantum pada Tabel di bawah ini. Firing rate (Gph) X (inch) (cm) 1,0 10 =25 cm 1,5 14 = 36 cm 2,0 17 = 43 cm 2,5 19 = 48 cm 29

30 3,0 22 = 56 cm Berdasarkan perhitungan dan data pada 30ndus di atas, dapat dihitung sebagai berikut : Diketahui : Panjang kiln = 8 m ; lebar kiln = 1 m ; tinggi kiln = 0.8 m Volume udara kiln = 0,8 m x 1m x 8 m = 6,4 m 3 Luas permukaan dalam kiln = 2 m x 0.8m x 1 m = 1,6 m 2 2 m x 0.8 m x 8 m = 12,8 m 2 2 m x 1m x 8 m = 16 m 2 Total = 20,8 m 2 Yang termasuk energi keluar : 2. Sensible heat dalam gas pembakaran Sensible heat = Banyaknya udara dalam gas pembakaran x outlet pembakaran x spesifik heat udara Bila burner dengan kapasitas 3 gal/jam mensuply udara sebesar : Fan Rpm = 200 rpm Blower whell = 5 ¼ x 2 width = 13,34 cm x 5,08 Volume udara yang ditiupkan dalam 1x putaran x 13.4 x ( 2 x 5.08 = 709,12 cm 3 Suply udara dalam 1 jam 60 x 200 x 709,12 = 8.51 m 3 /jam = ( x 8,51 = 300,69 ft 3 /jam Temperatur outlet pembakaran = 450 o C = 723 o K Spesifik heat udara = 0,37 Btu/ft 3.F Sensible Heat = 300,69 ft 3 /jam x 723 o K x 0,37 Btu/ft 3.F = Btu/jam = x ,58 Btu/jam = ,42 Kcal;/jam 30

SUMARY EXECUTIVE OPTIMASI TEKNOLOGI AKTIVASI PEMBUATAN KARBON AKTIF DARI BATUBARA

SUMARY EXECUTIVE OPTIMASI TEKNOLOGI AKTIVASI PEMBUATAN KARBON AKTIF DARI BATUBARA SUMARY EXECUTIVE OPTIMASI TEKNOLOGI AKTIVASI PEMBUATAN KARBON AKTIF DARI BATUBARA Oleh : Ika Monika Nining Sudini Ningrum Bambang Margono Fahmi Sulistiyo Dedi Yaskuri Astuti Rahayu Tati Hernawati PUSLITBANG

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH UMPAN TERHADAP WAKTU TINGGAL DAN MUTU KARBON AKTIF DARI SEMIKOKAS AIR LAYA

PENGARUH JUMLAH UMPAN TERHADAP WAKTU TINGGAL DAN MUTU KARBON AKTIF DARI SEMIKOKAS AIR LAYA PENGARUH JUMLAH UMPAN TERHADAP WAKTU TINGGAL DAN MUTU KARBON AKTIF DARI SEMIKOKAS AIR LAYA IKA MONIKA dan SLAMET SOEPRAPTO Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara Jalan Jenderal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. minyak ikan paus, dan lain-lain (Wikipedia 2013).

BAB I PENDAHULUAN. minyak ikan paus, dan lain-lain (Wikipedia 2013). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Minyak merupakan trigliserida yang tersusun atas tiga unit asam lemak, berwujud cair pada suhu kamar (25 C) dan lebih banyak mengandung asam lemak tidak jenuh sehingga

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.2 DATA HASIL ARANG TEMPURUNG KELAPA SETELAH DILAKUKAN AKTIVASI

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.2 DATA HASIL ARANG TEMPURUNG KELAPA SETELAH DILAKUKAN AKTIVASI 39 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 PENDAHULUAN Hasil eksperimen akan ditampilkan pada bab ini. Hasil eksperimen akan didiskusikan untuk mengetahui keoptimalan arang aktif tempurung kelapa lokal pada

Lebih terperinci

STUDI PEMBUATAN ARANG AKTIF DARI TIGA JENIS ARANG PRODUK AGROFORESTRY DESA NGLANGGERAN, PATUK, GUNUNG KIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PENDAHULUAN

STUDI PEMBUATAN ARANG AKTIF DARI TIGA JENIS ARANG PRODUK AGROFORESTRY DESA NGLANGGERAN, PATUK, GUNUNG KIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PENDAHULUAN C8 STUDI PEMBUATAN ARANG AKTIF DARI TIGA JENIS ARANG PRODUK AGROFORESTRY DESA NGLANGGERAN, PATUK, GUNUNG KIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Oleh : Veronika Yuli K. Alumni Fakultas Kehutanan Universitas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. = AA diimpregnasi ZnCl 2 5% selama 24 jam. AZT2.5 = AA diimpregnasi ZnCl 2 5% selama 24 jam +

HASIL DAN PEMBAHASAN. = AA diimpregnasi ZnCl 2 5% selama 24 jam. AZT2.5 = AA diimpregnasi ZnCl 2 5% selama 24 jam + 6 adsorpsi sulfur dalam solar juga dilakukan pada AZT2 dan AZT2.5 dengan kondisi bobot dan waktu adsorpsi arang aktif berdasarkan kadar sulfur yang terjerap paling tinggi dari AZT1. Setelah proses adsorpsi

Lebih terperinci

Mengapa Air Sangat Penting?

Mengapa Air Sangat Penting? Mengapa Air Sangat Penting? Kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya sangat bergantung pada air. Kita banyak menggunakan air untuk keperluan sehari-hari seperti untuk minum, memasak, mencuci, 1 mandi

Lebih terperinci

Pengaruh Temperatur terhadap Adsorbsi Karbon Aktif Berbentuk Pelet Untuk Aplikasi Filter Air

Pengaruh Temperatur terhadap Adsorbsi Karbon Aktif Berbentuk Pelet Untuk Aplikasi Filter Air Pengaruh Temperatur terhadap Adsorbsi Karbon Aktif Berbentuk Pelet Untuk Aplikasi Filter Air Erlinda Sulistyani, Esmar Budi, Fauzi Bakri Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. meningkat. Peningkatan tersebut disebabkan karena banyak industri yang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. meningkat. Peningkatan tersebut disebabkan karena banyak industri yang PENDAHULUAN Latar Belakang Pada era industrialisasi di Indonesia, kebutuhan arang aktif semakin meningkat. Peningkatan tersebut disebabkan karena banyak industri yang dibangun, baik industri pangan maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banyaknya jumlah kendaraan bermotor merupakan konsumsi terbesar pemakaian

BAB I PENDAHULUAN. Banyaknya jumlah kendaraan bermotor merupakan konsumsi terbesar pemakaian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyaknya jumlah kendaraan bermotor merupakan konsumsi terbesar pemakaian bahan bakar dan penghasil polusi udara terbesar saat ini. Pada 2005, jumlah kendaraan bermotor

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN TUNGKU PIROLISA UNTUK MEMBUAT KARBON AKTIF DENGAN BAHAN BAKU CANGKANG KELAPA SAWIT KAPASITAS 10 KG

RANCANG BANGUN TUNGKU PIROLISA UNTUK MEMBUAT KARBON AKTIF DENGAN BAHAN BAKU CANGKANG KELAPA SAWIT KAPASITAS 10 KG RANCANG BANGUN TUNGKU PIROLISA UNTUK MEMBUAT KARBON AKTIF DENGAN BAHAN BAKU CANGKANG KELAPA SAWIT KAPASITAS 10 KG Idrus Abdullah Masyhur 1, Setiyono 2 1 Program Studi Teknik Mesin, Universitas Pancasila,

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH DAUN DAN RANTING PENYULINGAN MINYAK KAYU PUTIH (Melaleuca cajuputi Powell) UNTUK PEMBUATAN ARANG AKTIF

PEMANFAATAN LIMBAH DAUN DAN RANTING PENYULINGAN MINYAK KAYU PUTIH (Melaleuca cajuputi Powell) UNTUK PEMBUATAN ARANG AKTIF PEMANFAATAN LIMBAH DAUN DAN RANTING PENYULINGAN MINYAK KAYU PUTIH (Melaleuca cajuputi Powell) UNTUK PEMBUATAN ARANG AKTIF J. P. Gentur Sutapa 1 dan Aris Noor Hidayat 2 1 Dosen Jurusan Teknologi Hasil Hutan

Lebih terperinci

KARAKTERISASI SEMI KOKAS DAN ANALISA BILANGAN IODIN PADA PEMBUATAN KARBON AKTIF TANAH GAMBUT MENGGUNAKAN AKTIVASI H 2 0

KARAKTERISASI SEMI KOKAS DAN ANALISA BILANGAN IODIN PADA PEMBUATAN KARBON AKTIF TANAH GAMBUT MENGGUNAKAN AKTIVASI H 2 0 KARAKTERISASI SEMI KOKAS DAN ANALISA BILANGAN IODIN PADA PEMBUATAN KARBON AKTIF TANAH GAMBUT MENGGUNAKAN AKTIVASI H 2 0 Handri Anjoko, Rahmi Dewi, Usman Malik Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 13 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris, negara yang sangat subur tanahnya. Pohon sawit dan kelapa tumbuh subur di tanah Indonesia. Indonesia merupakan negara penghasil

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN :

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN : Pengaruh Suhu Aktivasi Terhadap Kualitas Karbon Aktif Berbahan Dasar Tempurung Kelapa Rosita Idrus, Boni Pahlanop Lapanporo, Yoga Satria Putra Program Studi Fisika, FMIPA, Universitas Tanjungpura, Pontianak

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. Prarancangan Pabrik Karbon Aktif dari BFA dengan Aktifasi Kimia Menggunakan KOH Kapasitas Ton/Tahun. A.

BAB I PENGANTAR. Prarancangan Pabrik Karbon Aktif dari BFA dengan Aktifasi Kimia Menggunakan KOH Kapasitas Ton/Tahun. A. BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki kekayaan sumber daya alam melimpah yang salah satu hasil utamanya berasal dari sektor pertanian berupa tebu. Indonesia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 13 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Molekul-molekul pada permukaan zat padat atau zat cair mempunyai gaya tarik kearah dalam, karena tidak ada gaya-gaya lain yang mengimbangi. Adanya gayagaya ini

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI KARYA ILMIAH

NASKAH PUBLIKASI KARYA ILMIAH NASKAH PUBLIKASI KARYA ILMIAH Pengembangan Teknologi Alat Produksi Gas Metana Dari Pembakaran Sampah Organik Menggunakan Media Pemurnian Batu Kapur, Arang Batok Kelapa, Batu Zeolite Dengan Satu Tabung

Lebih terperinci

BATUBARA INDONESIA SEBAGAI BAHAN BAKU KARBON AKTIF. Ika Monika dan Nining Sudini Ningrum

BATUBARA INDONESIA SEBAGAI BAHAN BAKU KARBON AKTIF. Ika Monika dan Nining Sudini Ningrum BATUBARA INDONESIA SEBAGAI BAHAN BAKU KARBON AKTIF Ika Monika dan Nining Sudini Ningrum Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara ika@tekmira.esdm.go.id S A R I Pemanfaatan batubara

Lebih terperinci

Efisiensi PLTU batubara

Efisiensi PLTU batubara Efisiensi PLTU batubara Ariesma Julianto 105100200111051 Vagga Satria Rizky 105100207111003 Sumber energi di Indonesia ditandai dengan keterbatasan cadangan minyak bumi, cadangan gas alam yang mencukupi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengimpor minyak dari Timur Tengah (Antara News, 2011). Hal ini. mengakibatkan krisis energi yang sangat hebat.

I. PENDAHULUAN. mengimpor minyak dari Timur Tengah (Antara News, 2011). Hal ini. mengakibatkan krisis energi yang sangat hebat. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Krisis energi merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi oleh dunia maupun Indonesia. Kementerian Riset dan Teknologi mencatat bahwa produksi minyak Nasional 0,9

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelapa sawit merupakan salah satu tanaman penghasil minyak nabati yang memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Produksi minyak kelapa sawit Indonesia saat ini mencapai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penggunaan minyak bumi terus-menerus sebagai bahan bakar dalam dunia

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penggunaan minyak bumi terus-menerus sebagai bahan bakar dalam dunia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan minyak bumi terus-menerus sebagai bahan bakar dalam dunia industri dapat menyebabkan persediaan minyak bumi akan semakin habis karena minyak bumi merupakan sumber

Lebih terperinci

KIMIA TERAPAN (APPLIED CHEMISTRY) (PENDAHULUAN DAN PENGENALAN) Purwanti Widhy H, M.Pd Putri Anjarsari, S.Si.,M.Pd

KIMIA TERAPAN (APPLIED CHEMISTRY) (PENDAHULUAN DAN PENGENALAN) Purwanti Widhy H, M.Pd Putri Anjarsari, S.Si.,M.Pd KIMIA TERAPAN (APPLIED CHEMISTRY) (PENDAHULUAN DAN PENGENALAN) Purwanti Widhy H, M.Pd Putri Anjarsari, S.Si.,M.Pd KIMIA TERAPAN Penggunaan ilmu kimia dalam kehidupan sehari-hari sangat luas CAKUPAN PEMBELAJARAN

Lebih terperinci

ANALISA KOMPOSIT ARANG KAYU DAN ARANG SEKAM PADI PADA REKAYASA FILTER AIR

ANALISA KOMPOSIT ARANG KAYU DAN ARANG SEKAM PADI PADA REKAYASA FILTER AIR NASKAH PUBLIKASI ANALISA KOMPOSIT ARANG KAYU DAN ARANG SEKAM PADI PADA REKAYASA FILTER AIR Tugas Akhir ini disusun Guna Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana S1 pada Jurusan Teknik Mesin

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. coba untuk penentuan daya serap dari arang aktif. Sampel buatan adalah larutan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. coba untuk penentuan daya serap dari arang aktif. Sampel buatan adalah larutan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Sampel Buatan Pada prosedur awal membuat sampel buatan yang digunakan sebagai uji coba untuk penentuan daya serap dari arang aktif. Sampel buatan adalah larutan

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Karbon Aktif Grade Industri Dari Tempurung Kelapa dengan Kapasitas 4000 ton/tahun BAB I PENGANTAR

Prarancangan Pabrik Karbon Aktif Grade Industri Dari Tempurung Kelapa dengan Kapasitas 4000 ton/tahun BAB I PENGANTAR BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Perkembangan industri di Indonesia mengalami peningkatan secara kualitatif maupun kuantitatif, khususnya industri kimia. Hal ini menyebabkan kebutuhan bahan baku dan bahan

Lebih terperinci

PEMBUATAN DAN KUALITAS ARANG AKTIF DARI SERBUK GERGAJIAN KAYU JATI

PEMBUATAN DAN KUALITAS ARANG AKTIF DARI SERBUK GERGAJIAN KAYU JATI C7 PEMBUATAN DAN KUALITAS ARANG AKTIF DARI SERBUK GERGAJIAN KAYU JATI (Tectona grandis L.f) DAN TONGKOL JAGUNG (Zea mays LINN) SEBAGAI ADSORBEN MINYAK GORENG BEKAS (MINYAK JELANTAH) Oleh : J.P. Gentur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 AREN (Arenga pinnata) Pohon aren (Arenga pinnata) merupakan pohon yang belum banyak dikenal. Banyak bagian yang bisa dimanfaatkan dari pohon ini, misalnya akar untuk obat tradisional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. suatu alat yang berfungsi untuk merubah energi panas menjadi energi. Namun, tanpa disadari penggunaan mesin yang semakin meningkat

I. PENDAHULUAN. suatu alat yang berfungsi untuk merubah energi panas menjadi energi. Namun, tanpa disadari penggunaan mesin yang semakin meningkat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kendaraan bermotor merupakan salah satu alat yang memerlukan mesin sebagai penggerak mulanya, mesin ini sendiri pada umumnya merupakan suatu alat yang berfungsi untuk

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. (Balai Penelitian dan Pengembangan Industri, 1984). 3. Arang gula (sugar charcoal) didapatkan dari hasil penyulingan gula.

BAB II LANDASAN TEORI. (Balai Penelitian dan Pengembangan Industri, 1984). 3. Arang gula (sugar charcoal) didapatkan dari hasil penyulingan gula. BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Arang Aktif Arang adalah bahan padat yang berpori dan merupakan hasil pembakaran dari bahan yang mengandung unsur karbon. Sebagian besar dari pori-porinya masih tertutup dengan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman. repository.unisba.ac.id

DAFTAR ISI. Halaman. repository.unisba.ac.id 9 DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN SARI... I ABSTRACT... II KATA PENGANTAR... III DAFTAR ISI... VI DAFTAR TABEL... IX DAFTAR GAMBAR... X DAFTAR FOTO... XI DAFTAR LAMPIRAN... XII BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara penghasil batubara yang cukup banyak. Sumber daya alam yang melimpah dapat dijadikan alternatif sebagai pemanfaatan

Lebih terperinci

PROPOSAL PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PEMBUATAAN ARANG AKTIF DARI KULIT PISANG DENGAN AKTIVATOR KOH DAN APLIKASINYA TERHADAP ADSORPSI LOGAM Fe

PROPOSAL PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PEMBUATAAN ARANG AKTIF DARI KULIT PISANG DENGAN AKTIVATOR KOH DAN APLIKASINYA TERHADAP ADSORPSI LOGAM Fe PROPOSAL PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PEMBUATAAN ARANG AKTIF DARI KULIT PISANG DENGAN AKTIVATOR KOH DAN APLIKASINYA TERHADAP ADSORPSI LOGAM Fe BIDANG KEGIATAN: PKM PENELITIAN DIUSULKAN OLEH : Sigit Purwito

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. areal Hutan Tanaman Indusrti (HTI) telah banyak digunakan sebagai bahan baku kayu

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. areal Hutan Tanaman Indusrti (HTI) telah banyak digunakan sebagai bahan baku kayu BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini jenis akasia (Acacia mangium Willd) yang sebagian besar berasal dari areal Hutan Tanaman Indusrti (HTI) telah banyak digunakan sebagai bahan baku kayu gergajian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan

BAB I PENDAHULUAN. Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dihadapi oleh sebagian masyarakat di sepanjang daerah aliran sungai (DAS) Tamiang adalah ketidaktersediaannya air bersih. Kendala itu terjadi karena

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN 1. Analisis Sifat Fisiko Kimia Tempurung Kelapa Sawit Tempurung kelapa sawit merupakan salah satu limbah biomassa yang berbentuk curah yang dihasilkan

Lebih terperinci

PENURUNAN KADAR PHENOL DENGAN MEMANFAATKAN BAGASSE FLY ASH DAN CHITIN SEBAGAI ADSORBEN

PENURUNAN KADAR PHENOL DENGAN MEMANFAATKAN BAGASSE FLY ASH DAN CHITIN SEBAGAI ADSORBEN PENURUNAN KADAR PHENOL DENGAN MEMANFAATKAN BAGASSE FLY ASH DAN CHITIN SEBAGAI ADSORBEN Anggit Restu Prabowo 2307 100 603 Hendik Wijayanto 2307 100 604 Pembimbing : Ir. Farid Effendi, M.Eng Pembimbing :

Lebih terperinci

PENGARUH PERSENTASE PEREKAT TERHADAP KARAKTERISTIK PELLET KAYU DARI KAYU SISA GERGAJIAN

PENGARUH PERSENTASE PEREKAT TERHADAP KARAKTERISTIK PELLET KAYU DARI KAYU SISA GERGAJIAN PENGARUH PERSENTASE PEREKAT TERHADAP KARAKTERISTIK PELLET KAYU DARI KAYU SISA GERGAJIAN Junaidi, Ariefin 2, Indra Mawardi 2 Mahasiswa Prodi D-IV Teknik Mesin Produksi Dan Perawatan 2 Dosen Jurusan Teknik

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL PENELITIAN PEMBUATAN BRIKET ARANG DARI LIMBAH BLOTONG PABRIK GULA DENGAN PROSES KARBONISASI SKRIPSI

LAPORAN HASIL PENELITIAN PEMBUATAN BRIKET ARANG DARI LIMBAH BLOTONG PABRIK GULA DENGAN PROSES KARBONISASI SKRIPSI LAPORAN HASIL PENELITIAN PEMBUATAN BRIKET ARANG DARI LIMBAH BLOTONG PABRIK GULA DENGAN PROSES KARBONISASI SKRIPSI OLEH : ANDY CHRISTIAN 0731010003 PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melimpah. Salah satu sumberdaya alam Indonesia dengan jumlah yang

BAB I PENDAHULUAN. melimpah. Salah satu sumberdaya alam Indonesia dengan jumlah yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan sumberdaya alam yang melimpah. Salah satu sumberdaya alam Indonesia dengan jumlah yang melimpah adalah batubara. Cadangan batubara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor utama penyebab meningkatnya kebutuhan energi dunia. Berbagai jenis

BAB I PENDAHULUAN. faktor utama penyebab meningkatnya kebutuhan energi dunia. Berbagai jenis BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Perningkatan jumlah penduduk dan kemajuan teknologi merupakan faktor utama penyebab meningkatnya kebutuhan energi dunia. Berbagai jenis industri didirikan guna memenuhi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan dan kemudian ditimbang. Penimbangan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan. Rumus untuk perhitungan TSS adalah sebagai berikut: TSS = bobot residu pada kertas saring volume contoh Pengukuran absorbans

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tanpa disadari pengembangan mesin tersebut berdampak buruk terhadap

I. PENDAHULUAN. tanpa disadari pengembangan mesin tersebut berdampak buruk terhadap I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mesin pada mulanya diciptakan untuk memberikan kemudahan bagi manusia dalam melakukan kegiatan yang melebihi kemampuannya. Umumnya mesin merupakan suatu alat yang berfungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Diagram konsumsi energi final per jenis (Sumber: Outlook energi Indonesia, 2013)

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Diagram konsumsi energi final per jenis (Sumber: Outlook energi Indonesia, 2013) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Hingga kini kita tidak bisa terlepas akan pentingnya energi. Energi merupakan hal yang vital bagi kelangsungan hidup manusia. Energi pertama kali dicetuskan oleh

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Analisis dilakukan sejak batubara (raw coal) baru diterima dari supplier saat

BAB V PEMBAHASAN. Analisis dilakukan sejak batubara (raw coal) baru diterima dari supplier saat 81 BAB V PEMBAHASAN Pada pengujian kualitas batubara di PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk, menggunakan conto batubara yang diambil setiap ada pengiriman dari pabrik. Conto diambil sebanyak satu sampel

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Setelah dilakukan pengujian, maka didapatkan data yang merupakan parameterparameter

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Setelah dilakukan pengujian, maka didapatkan data yang merupakan parameterparameter 48 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Setelah dilakukan pengujian, maka didapatkan data yang merupakan parameterparameter dari daya engkol dan laju pemakaian bahan bakar spesifik yang kemudian digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Tebu merupakan tanaman yang hanya dapat ditanam di daerah beriklim tropis seperti Indonesia. Indonesia memiliki hasil perkebunan yang melimpah, menurut

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Sodium Silikat Dari Natrium Hidroksida Dan Pasir Silika Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

Prarancangan Pabrik Sodium Silikat Dari Natrium Hidroksida Dan Pasir Silika Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang Pendirian Pabrik Sampai saat ini situasi perekonomian di Indonesia belum mengalami kemajuan yang berarti akibat krisis yang berkepanjangan, hal ini berdampak pada

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7. Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7. Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1 Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif Hasil analisis karakterisasi arang dan arang aktif berdasarkan SNI 06-3730-1995 dapat dilihat pada Tabel 7. Contoh Tabel 7. Hasil

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Setelah melakukan pengujian maka diperoleh beberapa data, diantaranya adalah data pengujian penghembusan udara bertekanan, pengujian kekerasan Micro Vickers dan pengujian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan ini merupakan salah satu cara untuk mengetahui dapat atau tidaknya limbah blotong dibuat menjadi briket. Penelitian pendahuluan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri sawit merupakan salah satu agroindustri sangat potensial di Indonesia

I. PENDAHULUAN. Industri sawit merupakan salah satu agroindustri sangat potensial di Indonesia 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri sawit merupakan salah satu agroindustri sangat potensial di Indonesia dengan jumlah produksi pada tahun 2013 yaitu sebesar 27.746.125 ton dengan luas lahan

Lebih terperinci

PROSES UBC. Gambar 1. Bagan Air Proses UBC

PROSES UBC. Gambar 1. Bagan Air Proses UBC Penulis: Datin Fatia Umar dan Bukin Daulay Batubara merupakan energi yang cukup andal untuk menambah pasokan bahan bakar minyak mengingat cadangannya yang cukup besar. Dalam perkembangannya, batubara diharapkan

Lebih terperinci

1.2 Kapasitas Pabrik Untuk merancang kapasitas produksi pabrik sodium silikat yang direncanakan harus mempertimbangkan beberapa faktor, yaitu:

1.2 Kapasitas Pabrik Untuk merancang kapasitas produksi pabrik sodium silikat yang direncanakan harus mempertimbangkan beberapa faktor, yaitu: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendirian Pabrik Sampai saat ini situasi perekonomian di Indonesia belum mengalami kemajuan yang berarti akibat krisis yang berkepanjangan, hal ini berdampak pada bidang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Organik Cair Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab pencemaran berupa zat atau bahan yang dianggap tidak memiliki manfaat bagi masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup lebih dari 4 5 hari tanpa minum air dan sekitar tiga perempat bagian tubuh

BAB I PENDAHULUAN. hidup lebih dari 4 5 hari tanpa minum air dan sekitar tiga perempat bagian tubuh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia di bumi, air sangat penting bagi pemeliharaan bentuk kehidupan. Tidak seorang pun dapat bertahan hidup lebih dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. aktifitas yang diluar kemampuan manusia. Umumnya mesin merupakan suatu alat

I. PENDAHULUAN. aktifitas yang diluar kemampuan manusia. Umumnya mesin merupakan suatu alat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembuatan mesin pada awalnya bertujuan untuk memberikan kemudahan dalam aktifitas yang diluar kemampuan manusia. Umumnya mesin merupakan suatu alat yang berfungsi untuk

Lebih terperinci

SEMINAR TUGAS AKHIR. Oleh : Wahyu Kusuma A Pembimbing : Ir. Sarwono, MM Ir. Ronny Dwi Noriyati, M.Kes

SEMINAR TUGAS AKHIR. Oleh : Wahyu Kusuma A Pembimbing : Ir. Sarwono, MM Ir. Ronny Dwi Noriyati, M.Kes SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN EKSPERIMENTAL TERHADAP KARAKTERISTIK PEMBAKARAN BRIKET LIMBAH AMPAS KOPI INSTAN DAN KULIT KOPI ( STUDI KASUS DI PUSAT PENELITIAN KOPI DAN KAKAO INDONESIA ) Oleh : Wahyu Kusuma

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Asam Asetat dengan Proses Monsanto Kapasitas Ton Per Tahun BAB I PENDAHULUAN

Prarancangan Pabrik Asam Asetat dengan Proses Monsanto Kapasitas Ton Per Tahun BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendirian Pabrik Industri asam asetat di Indonesia merupakan salah satu industri kimia yang memiliki prospek cukup baik. Produk asam asetat ini memiliki pasar yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. untuk pembuatan kampas rem. Dalam perkembangan teknologi, komposit

I. PENDAHULUAN. untuk pembuatan kampas rem. Dalam perkembangan teknologi, komposit I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahan komposit merupakan salah satu bahan alternatif yang dapat digunakan untuk pembuatan kampas rem. Dalam perkembangan teknologi, komposit mengalami kemajuan yang sangat

Lebih terperinci

BAB II TEKNOLOGI PENINGKATAN KUALITAS BATUBARA

BAB II TEKNOLOGI PENINGKATAN KUALITAS BATUBARA BAB II TEKNOLOGI PENINGKATAN KUALITAS BATUBARA 2.1. Peningkatan Kualitas Batubara Berdasarkan peringkatnya, batubara dapat diklasifikasikan menjadi batubara peringkat rendah (low rank coal) dan batubara

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode penelitian ini dilakukan dengan metode experimental di beberapa laboratorium dimana data-data yang di peroleh merupakan proses serangkaian percobaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Selama dua dasawarsa terakhir, pembangunan ekonomi Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Selama dua dasawarsa terakhir, pembangunan ekonomi Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selama dua dasawarsa terakhir, pembangunan ekonomi Indonesia mengarah kepada era industrialisasi. Terdapat puluhan ribu industri beroperasi di Indonesia, dan dari tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penurunan kualitas lingkungan hidup dewasa ini salah satunya disebabkan oleh aktifitas kendaran bermotor yang menjadi sumber pencemaran udara. Gas-gas beracun penyebab

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Uji Proksimat Bahan Baku Briket Bahan/material penyusun briket dilakukan uji proksimat terlebih dahulu. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui sifat dasar dari bahan

Lebih terperinci

Bab II Teknologi CUT

Bab II Teknologi CUT Bab II Teknologi CUT 2.1 Peningkatan Kualitas Batubara 2.1.1 Pengantar Batubara Batubara merupakan batuan mineral hidrokarbon yang terbentuk dari tumbuh-tumbuhan yang telah mati dan terkubur di dalam bumi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Produk keramik adalah suatu produk industri yang sangat penting dan berkembang pesat pada masa sekarang ini. Hal ini disebabkan oleh pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

Oleh : Zainiyah Salam ( ) Anggi Candra Mufidah ( ) Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Lily Pudjiastuti, MT

Oleh : Zainiyah Salam ( ) Anggi Candra Mufidah ( ) Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Lily Pudjiastuti, MT PABRIK ASAM ASETAT DARI METANOL DAN KARBON MONOKSIDA DENGAN PROSES KARBONILASI MONSANTO Oleh : Zainiyah Salam (2309 030 021) Anggi Candra Mufidah (2309 030 049) Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Lily Pudjiastuti,

Lebih terperinci

LOGO. Studi Penggunaan Ferrolite sebagai Campuran Media Filter untuk Penurunan Fe dan Mn Pada Air Sumur. I Made Indra Maha Putra

LOGO. Studi Penggunaan Ferrolite sebagai Campuran Media Filter untuk Penurunan Fe dan Mn Pada Air Sumur. I Made Indra Maha Putra LOGO I Made Indra Maha Putra 3308100041 Pembimbing : Alfan Purnomo, S.T.,M.T. Studi Penggunaan Ferrolite sebagai Campuran Media Filter untuk Penurunan Fe dan Mn Pada Air Sumur Sidang Lisan Tugas Akhir

Lebih terperinci

Pemanfaatan Kulit Singkong sebagai Bahan Baku Karbon Aktif

Pemanfaatan Kulit Singkong sebagai Bahan Baku Karbon Aktif Jurnal Teknologi Kimia Unimal 4 : 2 (November 2015) 11-19 Jurnal Teknologi Kimia Unimal http://ft.unimal.ic.id/teknik_kimia/jurnal Jurnal Teknologi Kimia Unimal Pemanfaatan Kulit Singkong sebagai Bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya untuk bisa terus bertahan hidup tentu saja sangat tergantung pada ada atau

BAB I PENDAHULUAN. lainnya untuk bisa terus bertahan hidup tentu saja sangat tergantung pada ada atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu materi penting yang ada di bumi dan terdapat dalam fasa cair, uap air maupun es. Kebutuhan manusia dan makhluk hidup lainnya untuk bisa terus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa sekarang kecenderungan pemakaian bahan bakar sangat tinggi sedangkan sumber bahan bakar minyak bumi yang di pakai saat ini semakin menipis. Oleh karena itu,

Lebih terperinci

Pemanfaatan Limbah Sekam Padi Menjadi Briket Sebagai Sumber Energi Alternatif dengan Proses Karbonisasi dan Non-Karbonisasi

Pemanfaatan Limbah Sekam Padi Menjadi Briket Sebagai Sumber Energi Alternatif dengan Proses Karbonisasi dan Non-Karbonisasi JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 Pemanfaatan Limbah Sekam Padi Menjadi Briket Sebagai Sumber Energi Alternatif dengan Proses Karbonisasi dan Non-Karbonisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 20 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air bersih tentunya sangat berkaitan erat dengan kehidupan manusia. Permasalahan air bersih memang permasalahan yang sangat kompleks untuk saat ini, dengan padatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sampai saat ini sampah merupakan masalah serius di negeri ini. Terutama

BAB I PENDAHULUAN. Sampai saat ini sampah merupakan masalah serius di negeri ini. Terutama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampai saat ini sampah merupakan masalah serius di negeri ini. Terutama di kota-kota besar dengan jumlah penduduk yang melebihi batas. Dengan teknologi yang tepat,

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIOBRIKET DARI LIMBAH FLY ASH PABRIK GULA DENGAN PEREKAT LUMPUR LAPINDO

PEMBUATAN BIOBRIKET DARI LIMBAH FLY ASH PABRIK GULA DENGAN PEREKAT LUMPUR LAPINDO PEMBUATAN BIOBRIKET DARI LIMBAH FLY ASH PABRIK GULA DENGAN PEREKAT LUMPUR LAPINDO Ahmad Fauzul A (2311 030 053) Rochmad Onig W (2311 030 060) Pembimbing : Ir. Imam Syafril, MT. LATAR BELAKANG MASALAH Sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. energi untuk melakukan berbagai macam kegiatan seperti kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. energi untuk melakukan berbagai macam kegiatan seperti kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bahan bakar adalah suatu materi yang dapat dikonversi menjadi energi untuk melakukan berbagai macam kegiatan seperti kegiatan transportasi, industri pabrik, industri

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Preparasi Awal Bahan Dasar Karbon Aktif dari Tempurung Kelapa dan Batu Bara

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Preparasi Awal Bahan Dasar Karbon Aktif dari Tempurung Kelapa dan Batu Bara 23 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab hasil dan pembahasan ini akan diuraikan mengenai hasil preparasi bahan dasar karbon aktif dari tempurung kelapa dan batu bara, serta hasil karakterisasi luas permukaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bumi ini yang tidak membutuhkan air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. bumi ini yang tidak membutuhkan air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Air merupakan zat kehidupan, dimana tidak satupun makhluk hidup di planet bumi ini yang tidak membutuhkan air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 65 75% dari berat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini, Indonesia sedang berkembang menjadi sebuah negara industri. Sebagai suatu negara industri, tentunya Indonesia membutuhkan sumber energi yang besar. Dan saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga mengakibatkan konsumsi minyak goreng meningkat. Selain itu konsumen

BAB I PENDAHULUAN. sehingga mengakibatkan konsumsi minyak goreng meningkat. Selain itu konsumen BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Minyak goreng adalah salah satu unsur penting dalam industri pengolahan makanan. Dari tahun ke tahun industri pengolahan makanan semakin meningkat sehingga mengakibatkan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 28 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Limbah Padat Agar-agar Limbah hasil ekstraksi agar terdiri dari dua bentuk, yaitu padat dan cair. Limbah ini mencapai 65-7% dari total bahan baku, namun belum

Lebih terperinci

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER 2012

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER 2012 Oleh : Rr. Adistya Chrisafitri 3308100038 Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Nieke Karnaningroem, M.Sc. JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER 2012

Lebih terperinci

ANALISIS GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR DENGAN MEDIA ABSORBSI KARBON AKTIF JENIS GAC DAN PAC

ANALISIS GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR DENGAN MEDIA ABSORBSI KARBON AKTIF JENIS GAC DAN PAC ANALISIS GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR DENGAN MEDIA ABSORBSI KARBON AKTIF JENIS GAC DAN PAC Disusun Oleh: Roman Hidayat NPM. 20404672 Pembimbing : Ridwan ST., MT http://www.gunadarma.ac.id/ Jurusan Teknik

Lebih terperinci

Penurunan Bod dan Cod Limbah Cair Industri Batik Menggunakan Karbon Aktif Melalui Proses Adsorpsi Secara Batch

Penurunan Bod dan Cod Limbah Cair Industri Batik Menggunakan Karbon Aktif Melalui Proses Adsorpsi Secara Batch F324 Penurunan Bod dan Cod Limbah Cair Industri Batik Menggunakan Karbon Aktif Melalui Proses Adsorpsi Secara Batch Nikmatul Rochma dan Harmin Sulistyaning Titah Departemen Teknik Lingkungan, Fakultas

Lebih terperinci

CO-FIRING BATUBARA - BIOMASSA MENGGUNAKAN PEMBAKAR SIKLON SEDERHANA UNTUK INDUSTRI KECIL-MENENGAH. Ikin Sodikin

CO-FIRING BATUBARA - BIOMASSA MENGGUNAKAN PEMBAKAR SIKLON SEDERHANA UNTUK INDUSTRI KECIL-MENENGAH. Ikin Sodikin CO-FIRING BATUBARA - BIOMASSA MENGGUNAKAN PEMBAKAR SIKLON SEDERHANA UNTUK INDUSTRI KECIL-MENENGAH Ikin Sodikin Pusat Penelitan dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara ikin@tekmira.esdm.go.id S

Lebih terperinci

Buku Panduan Operasional IPAL Gedung Sophie Paris Indonesia I. PENDAHULUAN

Buku Panduan Operasional IPAL Gedung Sophie Paris Indonesia I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN Seiring dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk dan pesatnya proses industrialisasi jasa di DKI Jakarta, kualitas lingkungan hidup juga menurun akibat pencemaran. Pemukiman yang padat,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Material Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. Sedangakan untuk Pengujian nilai

Lebih terperinci

I.1.1 Latar Belakang Pencemaran lingkungan merupakan salah satu faktor rusaknya lingkungan yang akan berdampak pada makhluk hidup di sekitarnya.

I.1.1 Latar Belakang Pencemaran lingkungan merupakan salah satu faktor rusaknya lingkungan yang akan berdampak pada makhluk hidup di sekitarnya. BAB I PENDAHULUAN I.1.1 Latar Belakang Pencemaran lingkungan merupakan salah satu faktor rusaknya lingkungan yang akan berdampak pada makhluk hidup di sekitarnya. Sumber pencemaran lingkungan diantaranya

Lebih terperinci

PEMBUATAN KARBON AKTIF DARI KULIT KACANG TANAH (Arachis hypogaea) DENGAN AKTIVATOR ASAM SULFAT

PEMBUATAN KARBON AKTIF DARI KULIT KACANG TANAH (Arachis hypogaea) DENGAN AKTIVATOR ASAM SULFAT LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN KARBON AKTIF DARI KULIT KACANG TANAH (Arachis hypogaea) DENGAN AKTIVATOR ASAM SULFAT (Activated Carbon Production from Peanut Skin with Activator Sulphate Acid) Diajukan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Timbulnya kelangkaan bahan bakar minyak yang disebabkan oleh ketidakstabilan harga minyak dunia, maka pemerintah mengajak masyarakat untuk mengatasi masalah energi

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Asap cair merupakan suatu hasil kondensasi atau pengembunan dari uap hasil pembakaran secara langsung maupun tidak langsung dari bahan-bahan yang banyak mengandung lignin, selulosa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Absorpsi dan stripper adalah alat yang digunakan untuk memisahkan satu komponen atau lebih dari campurannya menggunakan prinsip perbedaan kelarutan. Solut adalah komponen

Lebih terperinci

Hafnida Hasni Harahap, Usman Malik, Rahmi Dewi

Hafnida Hasni Harahap, Usman Malik, Rahmi Dewi PEMBUATAN KARBON AKTIF DARI CANGKANG KELAPA SAWIT DENGAN MENGGUNAKAN H 2 O SEBAGAI AKTIVATOR UNTUK MENGANALISIS PROKSIMAT, BILANGAN IODINE DAN RENDEMEN Hafnida Hasni Harahap, Usman Malik, Rahmi Dewi Jurusan

Lebih terperinci

Proses Pembakaran Dalam Pembakar Siklon Dan Prospek Pengembangannya

Proses Pembakaran Dalam Pembakar Siklon Dan Prospek Pengembangannya 5 Proses Pembakaran Dalam Pembakar Siklon Dan Prospek Pengembangannya 43 Penelitian Pembakaran Batubara Sumarjono Tahap-tahap Proses Pembakaran Tahap-tahap proses pembakaran batu bara adalah : pemanasan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. makhluk hidup, baik manusia, hewan, maupun tumbuhan. Akses terhadap air

I. PENDAHULUAN. makhluk hidup, baik manusia, hewan, maupun tumbuhan. Akses terhadap air I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam yang menjadi kebutuhan pokok makhluk hidup, baik manusia, hewan, maupun tumbuhan. Akses terhadap air bersih masih menjadi salah satu persoalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan energi Indonesia yang terus meningkat dan keterbatasan persediaan energi yang tak terbarukan menyebabkan pemanfaatan energi yang tak terbarukan harus diimbangi

Lebih terperinci

PABRIK KARBON AKTIF DARI TEMPURUNG KELAPA DENGAN PROSES AKTIVASI STEAM PRA RENCANA PABRIK. Oleh : DIO PRANANTA ROIS NPM :

PABRIK KARBON AKTIF DARI TEMPURUNG KELAPA DENGAN PROSES AKTIVASI STEAM PRA RENCANA PABRIK. Oleh : DIO PRANANTA ROIS NPM : PABRIK KARBON AKTIF DARI TEMPURUNG KELAPA DENGAN PROSES AKTIVASI STEAM PRA RENCANA PABRIK Oleh : DIO PRANANTA ROIS NPM : 0931010050 PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN

Lebih terperinci