Charter dan mereka menyetujui akan melawan musuh secara bersama-sama. Moscow Declaration ditandatangani oleh Molotov (USSR), Anthony Eden (Inggris),

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Charter dan mereka menyetujui akan melawan musuh secara bersama-sama. Moscow Declaration ditandatangani oleh Molotov (USSR), Anthony Eden (Inggris),"

Transkripsi

1 BAHAN KULIAH HUKUM ORGANISASI INTERNASIONAL Match Day 11 PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA/UNITED NATIONS A. Sejarah Setelah LBB berumur 20 tahun sebagai suatu OI yang bertujuan untuk mengakhiri perang dan agar masyarakat internasional hidup berdampingan dengan damai dianggap gagal dengan pecahnya World War II. Perang Dunia II menelan korban 7 kali lipat dari Perang Dunia I, yaitu 61 juta jiwa. Berdasarkan angka korban tersebut, masyarakat internasional sadar bahwa penting untuk adanya sebuah OI yang memiliki fungsi dan tanggung jawab dalam hal menjaga perdamaian dunia secara kolektif. Dasar pendirian dan pembentukan PBB adalah upaya kedua untuk membentuk suatu OI yang universal dengan tujuan utamanya adalah memelihara perdamaian di bawah suatu sistem keamanan kolektif. Gagasan untuk mendirikan PBB timbul di kalangan Private Group Amerika, misalnya tahun 1939 terbentuklah apa yang disebut Commission to Study the Organization of Peace. Tahun 1942 didirikan suatu komite Post War of International Problems. Pernyataan-pernyataan dari komite inilah yang menjadi dasar untuk mendirikan suatu OI. Pembicaraan dari para negarawan juga berpengaruh, misalnya pada tahun 1941 pembicaraan antara Rosevelt dan Churchill telah menghasilkan apa yang terkenal dengan Atlantic Charter. Hal terpenting dari Atlantic Charter adalah jaminan bahwa seluruh umat manusia harus bebas dari ketakutan dan kekurangan dalam penyelesaian sengketa penggunaan kekerasan harus dihindari dan perlu adanya sistem keamanan bersama (General Security). Pada tanggal 1 Januari 1942 dikeluarkan suatu deklarasi yang terkenal dengan Declaration of United Nations yang ditandatangani oleh Rosevelt, Churchill, Litinov dari USSR dan Soong dari Cina. Keempat negara telah menyetujui adanya program umum dengan prinsip-prinsip dan maksud untuk melengkapi Atlantic Charter dan mereka menyetujui akan melawan musuh secara bersama-sama. Tercatat 26 negara ikut menandatangani deklarasi tersebut. Roosevelt mengusulkan jika nanti terbentuk OI baru akan diberi nama United Nations. Pada tanggal 30 Oktober 1943 ada Deklarasi yang dikenal dengan sebagai Moscow Declaration ditandatangani oleh Molotov (USSR), Anthony Eden (Inggris), Cordell Hull (AS), Foo Pingsheung (Dubes Cina untuk USSR), keempat pemerintah

2 negara tersebut mengakui pentingnya membentuk OI yang didasarkan pada persamaan kedaulatan bagi negara-negara yang mencintai perdamaian, dan keanggotaannya terbuka bagi semua negara, besar ataupun kecil, untuk mencapai perdamaian dan keamanan internasional. 1 Desember 1943, Presiden Rosevelt, Stalin dan Churchil bertemu di Teheran dan mereka mendeklarasikan bahwa mereka bertanggungjawab penuh dan PBB akan mengusahakan perdamaian yang akan dipimpin oleh kemauan baik dari rakyat seluruh dunia dan menentang perang demi generasi yang akan datang. Sebagai langkah lanjutan, AS mengundang Inggris, Rusia dan Cina di Dumbarton Oaks, Washington DC untuk mendiskusikan pendapat konkret mengenai masa depan OI. Pertemuan tersebut terdiri dari dua sesi, yang pertama tanggal 21 Agustus 28 September 1944 berlangsung pembicaraan antara AS, Inggris dan Rusia. Cina baru berpartisipasi pada sesi kedua. Pembicaraan anatara AS dan Inggris berlanjut pada tanggal 29 September 7 Oktober Dalam pertemuan di Dumbarton Oaks disetujui pokok-pokok dasar dan tujuan, bentuk organisasi, peraturan tentang pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional dan pentingnya kerjasama di bidang ekonomi dan sosial. Demikian pula disetujui adanya badan utama yang diserahi tugas khusus dalam bidang perdamaian dan keamanan internasional dimana lima negara yang memegang peranan dalam peperangan melawan fasisme, yaitu AS, Inggris, Prancis, Uni Soviet dan Cina sebagai anggota tetap dari badan utama tersebut. Badan utama yang dimaksud adalah Dewan Keamanan. Rumusan berikutnya adalah disetujuinya keputusan bersama yang dikenal dengan Dumbarton Oaks Proposals. Proposal tidak memuat semua tentang draft lengkap OI yang akan datang, tetapi memuat prinsip-prinsip dasar yang akan dipergunakan untuk membentuk Piagam PBB dan mewakili pandangan-pandangan prinsip dari peserta pertemuan di Dumbarton Oaks.Organisasi akan mempunyai tugas utama untuk mencapai perdamaian dan keamanan internasional, meskipun juga harus dipertimbangkan tentang kerjasama untuk mencari penyelesaian di bidang ekonomi, sosial dan masalah-masalah kemanusiaan lainnya. Organisasi yang akan dibentuk juga harus didasarkan pada persamaan derajat negara cinta damai (Peace Loving State) dan Majelis Umum sebagai organ utama harus terdiri dari perwakilan negara anggota yang mempunyai tugas untuk membicarakan persoalanpersoalan internasional dan membuat rekomendasi.

3 Dalam proposal juga dikemukakan perlunya sekretariat, mahkamah (court), dewan ekonomi dan sosial, dan badan tambahan (subsidiary organs) yang mungkin dibutuhkan untuk membantu kerja organ utama. Namun demikian ada beberapa permasalahan yang belum terselesaikan pada pertemuan di Dumbarton Oaks, antara lain masalah voting procedure di DK dan negara-negara mana yang merupakan original members. Proposal Dumbarton Oaks ini disebar ke semua negara yang menandatangani Deklarasi PBB untuk dimintai komentar dan usulan. Pada saat yang sama, ada usaha dari The Big Three negara yang hadir di Dumbarton Oaks untuk mengadakan pertemuan tambahan. Pertemuan antara Rosevelt, Churchil dan Stalin kemudian diadakan di Yalta antara tanggal 4-11 Februari Pembicaraan ini menghasilkan tiga keputusan untuk masa depan OI yang akan dibentuk dan pembicaraan final tentang struktur organisasi akan diputuskan secara formal. Keputusan penting yang telah diputuskan adalah mengenai prosedur pemungutan suara di DK. Veto disetujui, kesepakatan bulat (unanimous agreement) dari 5 anggota tetap DK diperlukan untuk keputusan-keputusan DK dalam dalam masalah-masalah substansial (nonprosedural) dan bukan masalah prosedural. Keputusan penting yang kedua adalah sehubungan dengan siapa yang menjadi original members PBB, pertemuan ini AS dan Inggris menyetujui Uni Soviet memasukkan Ukraina dan Byelorussia (2 negara bagian Uni Soviet) untuk menjadi anggota tetap PBB dengan alasan kedua negara bagian tersebut merupakan wilayah terdepan dalam menghadapi serangan Jerman. Keputusan lain yang penting adalah diterimanya sistem perwalian (trusteeship) untuk mengganti sistem mandat dari LBB. Pada tanggal 21 Februari 8 Maret 1945, suatu pertemuan yang diusulkan oleh AS dalam bentuk konferensi di Meksiko antar negara-negara di Amerika untuk membicarakan kemungkinan didirikannya OI yang meliputi semua bangsa dan kedudukan dari organisasi regional. Semua negara Amerika hadir kecuali Argentina. Pertemuan di Meksiko menghasilkan suatu resolusi yang merupakan pembahasan dari Dumbarton Oaks oleh negara-negara Amerika yang tidak hadir dalam pertemuan Dumbarton Oaks. Pada intinya resolusi tersebut menunjukkan keinginan negaranegara Amerika Latin akan pentingnya hubungan antara organisasi internasional yang bersifat universal dan organisasi internasional regional. Pada tanggal 5 Maret AS sebagai sponsor mengundang 46 negara untuk menghadiri konferensi yang dibuka tanggal 25 April 1945 di San Fransisco.

4 Konferensi ini disebut sebagai The United Conference of International Organization. Negara-negara menghadiri konferensi tersebut, sehingga terdapat 51 negara anggota asli PBB, yaitu: Argentina, Australia, Belgia, Bolivia, Brazil, Byelorussia, Canada, Cile, Cina, Colombia, Costa Rika, Cuba, Chechoslovakia, Denmark, Dominika Republik, Ecuador, Mesir, El Savador, Etiopia, Prancis, Greece, Guatemala, Haiti, Honduras, India, Iran, Irak, Lebanon, Liberia, Luxemburg, Meksiko, Netherlands, New Zealand, Nikaragua, Norwegia, Panama, Paraguay, Filipina, Polandia, Saudi Arabia, Afrika Selatan, Syria, Arab Republik, Turki, Ukraina, Uni Republik Soviet Sosialis (Union of Soviet Socialist Republic), United Kingdom of Britain, Northend Ireland, USA, Uruguay, Venezuela, Yugoslavia. Pada konferensi San Fransisco penuh dengan ketegangan, karena pada waktu mereka berunding perang di Eropa dan Pasifik terus berlangsung. Beberapa delegasi seperti dari Belanda, Belgia dan Prancis diharuskan keluar dari konferensi dan kembali ke negaranya sendiri untuk memikirkan dan menyelesaikan tugas dalam negeri. Ada yang mengusulkan agar konferensi ditunda, namun Rosevelt dan banyak negara lainnya berpendapat harus dibedakan antara konferensi perdamaian dan konferensi yang tujuannya membentuk OI setelah perang selesai. AS berusaha jangan sampai konferensi gagal, kebijakan untuk membentuk OI setelah perang harus terwujud. Inggris mendukung usaha AS tersebut. Pada konferensi San Fransisco dibentuk juga Steering Committee yang bertugas untuk membentuk piagam PBB dan Statuta Mahkamah Internasional yang integral dengan Piagam PBB. Beberapa hal mengenai organisasi regional di luar PBB juga merupakan permasalahan khusus. Juga diusulkan tentang kemungkinan partisipasi dari suatu negara untuk menyumbangkan angkatan bersenjatanya ke DK sewaktu DK memutuskan untuk menggunakan angkatan bersenjata jika diperlukan. Masalah ekonomi dan sosial diperluas pada pembicaraan di San Fransisco, intinya diusulkan adanya alat perlengkapan/organ utama yang bertanggung jawab untuk bidang ekonomi dan sosial. Untuk daerah bekas jajahan, konferensi menghasilkan dalam piagam adanya bab khusus yang berisi ketentuan tentang masalah wilayah yang tidak berpemerintahan sendiri, diciptakan sistem perwalian (trusteeship system) dan dibentuk alat perlengkapan/organ utama Dewan Perwalian yang berwenang mengurusi masalah tersebut. Tanggal 25 Juni 1945 konferensi di San Fransisco selesai dan menerima bulat seluruh Piagam PBB. 26 Juni 1945 diadakan upacara penandatanganan yang

5 dilakukan di Gedung Opera di San Fransisco. Menurut ketentuan Pasal 110, Piagam PBB berlaku setelah diratifikasi oleh negara penandatangan dan termasuk 5 negara tetap DK. Syarat berdirinya PBB dipenuhi pada tanggal 24 Oktober 1945 dengan Resolusi Majelis Umum pada tanggal 31 October tanggal 24 Oktober dinamakan Hari PBB. Pada waktu penandatanganan di San Fransisco tanggal 26 Juni 1945, ditandatangani Interim Arrangement yang membentuk Komisi Persiapan (Preparatory Commision) untuk menyiapkan pertemuan pertama alat perlengkapan/organ utama PBB. Komisi persiapan juga mempunyai tugas untuk merekomendasikan tempat Markas besar PBB (Headquarter), pemindahan fungsi tertentu dan aktivitas tertentu LBB ke PBB dan menyiapkan agenda-agenda untuk Majelis Umum dan alat perlengkapan/organ utma PBB. Sidang Majelis Umum pertama tanggal 10 Januari 1946 di London. B.Piagam PBB Piagam PBB terdiri atas 111 Pasal, yang mana tujuan dan prinsip-prinsip PBB dimuat dalam Pasal 1 dan 2 Piagam PBB, seperti PBB bertujuan untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional, mengembangkan persahabatan antar bangsa dll. Hal yang penting juga dalam kaitan dengan negara bukan anggota, maka Pasal 2 (6) Piagam PBB negara bukan anggota PBB bertindak sesuai dengan prinsipprinsip PBB apabila dianggap perlu untuk perdamaian dan keamanan internasional. Hal ini berarti bahwa negara bukan anggota harus juga bersikap sesuai dengan prinsip-prinsip yang ada dalam Piagam PBB terutama dalam perdamaian dan keamanan internasional, walaupun secara hukum mereka tidak terikat dengan PBB. Namun demikian PBB tidak akan ikut campur dalam masalah-masalah dalam negeri, dijamin dengan adanya ketentuan Pasal 2 (7) Piagam PBB. C.Status Hukum PBB PBB sebagai OI memiliki status hukum dalam hukum internasional, PBB sebagai subjek Hukum Internasional. Pasal 104 Piagam PBB menunjukkan bahwa PBB mempunyai kemampuan untuk bertindak sebagai subjek hukum internasional, oleh karenanya mempunyai hak untuk memiliki kekayaan, mempunyai hak untuk membuat perjanjian internasional dan tindakan-tindakan lain sebagai subjek hukum internasional.

6 Tahun 1946, Majelis Umum PBB menetapkan New York sebagai markas besar PBB dengan hibah berupa tanah dari John D. Rockkefeller. Gedung tersebut dibangun dan baru selesai pada tahun Sebagai akibat PBB memakai New York sebagai markas besarnya yang notabene New York adalah wilayah USA, Sekjend PBB diberi kewenangan untuk mengadakan negosiasi dengan negara tuan rumah (USA). Hasil negosiasi akan disahkan oleh Majelis Umum. Tanggal 26 Juni 1946 Perjanjian tentang Markas Besar (Headquarters Agreement) antara PBB dan USA ditandatangani dan disahkan Majelis Umum PBB tanggal 31 Oktober Dalam perjanjian tersebut ditetapkan bahwa distrik Borough of Manhattan di New York State berada dalam wilayah dibawah wewenang PBB. Negara federal dan dan hukum nasional USA diterapkan di wilayah tersebut bila tidak bertentangan dengan peraturan dari PBB. Jika terjadi suatu sengketa antara PBB dengan negara tuan rumah akan diselesaikan melalui mahkamah arbitrasi (arbitrasi tribunal) yang anggotanya terdiri dari: Sekjen PBB, Secretary of State USA dan satu anggota pihak ketiga yang dipilih oleh keduanya. D.Keanggotaan PBB Keanggotaan dibedakan antara anggota asli (original members) dan anggota yang diterima kemudian (admitted members). Keduanya mempunyai hak dan kewajiban yang sama. Kalau negara anggota asli dapat diterima karena kesempatan yang diberikan untuk menjadi anggota asli (51 negara yang turut serta dalam Konferensi San Fransisco atau yang telah menandatangani Deklarasi PBB dan menandatangani Piagam dan meratifikasinya sesuai Pasal 110 Piagam PBB). Sedangkan negara yang menjadi anggota kemudian harus memenuhi kualifikasi tertentu. Anggota lain/anggota tambahan adalah anggota yang diterima setelah memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan Pasal 4 Piagam PBB. Syarat-syarat tersebut antara lain: 1) negara; 2) cinta damai; 3)menerima kewajiban yang ada dalam piagam; 4) mampu dan bersedia melaksanakan kewajibannya; 5) permohonan untuk menjadi anggota ditetapkan oleh Majelis Umum PBB atas rekomendasi Dewan Keamanan (Pasal 4(2)). E. Organ Utama PBB Berdasarkan Pasal 7 (1) Piagam, maka alat perlengkapan/organ utama PBB adalah Majelis Umum PBB, Dewan Keamanan, Dewan Ekonomi dan Sosial, Dewan Perwalian, Mahkamah Internasional dan Sekretariat.

7 1.Majelis Umum (General Assembly) - MU Majelis Umum merupakan alat perlengkapan/organ utama dimana semua negara anggotanya mempunyai wakilnya (Pasal 9 (1) Piagam PBB) yang jumlahnya tidak lebih dari 5 orang (Pasal 9 (2) Piagam PBB), yang mana perwakilan negara berapapun jumlahnya hanya dihitung mempunyai 1 suara (Pasal 18 (1) Piagam PBB). Majelis Umum bersidang 1 tahun sekali pada hari Selasa ketiga Bulan September (Pasal 1 Rules Procedure Majelis Umum PBB RP.MU). sidang Majelis Umum diadakan di Markas besar PBB atau ditempat lain atas kehendak mayoritas anggota (Rule 3 RP.MU). Sidang khusus MU dapat diadakan atas permintaan DK atau atas permintaan mayoritas negara anggota (Rule 7, 8, 9 RP.MU) Pemungutan suara di MU dibedakan antara masalah-masalah penting dan masalah yang tidak penting. Masalah-masalah penting akan diputus dengan dua pertiga anggota yang hadir dan memberikan suaranya (Pasal 18 (2) Piagam PBB), masalah yang penting terperinci: a. Anjuran mengenai perdamaian dan keamanan internasional; b. Pemilihan anggota-anggota DK yang tidak tetap, pemilihan anggota Dewan Perwalian, pemilihan anggota Dewan Ekonomi dan Sosial; c. Penerimaan anggota baru PBB; d. Penundaan hak-hak dan hak-hak istimewa anggota; e. Pemecatan anggota; f. Masalah-masalah yang berhubungan dengan penyelenggaraan sistem perwakilan; g. Urusan anggaran belanja; h. Pengangkatan Sekretaris Jenderal Sedangkan untuk persoalan yang lain cukup diambil dengan kelebihan suara biasa (Pasal 18 (3) Piagam PBB). Di dalam Pasal 18 tidak ditetapkan kuorum yaitu jumlah anggota yang paling sedikit harus hadir, namun hanya ditetapkan bahwa jumlah anggota yang hadir dan memberikan suaranya. Tugas dan wewenang MU adalah sebagai berikut: a. Pelaksanaan perdamaian dan keamanan internasional (Pasal 11, 12 Piagam PBB); b. Kerjasama di lapangan politik, mendorong berkembangnya kemajuan hukum internasional dan kodifikasinya, kerjasama internasional di lapangan ekonomi,

8 sosial, kebudayaan, pendidikan, kesehatan dan membantu hak- ak manusia (Pasal 13 Piagam PBB); c. Tugas yang berhubungan dengan sistem Perwalian (Pasal 85 Piagam PBB); d. Tugas yang berhubungan dengan masalah sehubungan dengan daerah yang belum mempunyai pemerintahan sendiri (Pasal 73 Piagam PBB); e. Tugas sehubungan dengan urtusan keuangan (Pasal 19 Piagam PBB); f. Untuk menetapkan keanggotaan dan penerimaan anggota (Pasal 3-6 Piagam PBB); g. Mengadakan perubahan Piagam (Pasal 108 dan 109 Piagam PBB) Keputusan Majelis Umum PBB bersifat rekomendasi (Pasal 10 Piagam PBB) tidak bersifat mengikat (Binding decision), ini berbeda dengan keputusan Dewan Keamanan yang bersifat mengikat (Pasal 25 Piagam PBB). Walaupun keputusan Majelis Umum PBB merupakan keputusan yang bersifat rekomendasi, tetapi dalam kenyataannya ada keputusan yang mempunyai kekuatan mengikat yang melebihi arti formal yang ditetapkan dalam Piagam PBB. Berdasarkan Pasal 22 Piagam PBB Majelis Umum dapat mendirikan organ-organ subsider yang dianggap perlu, seperti: UNCTAD (United Nations Conference on Trade and Development) UNDP (United Nations Development Programme) dll. 2. Dewan Keamanan (Security Council) Dewan Keamanan mempunyai 5 anggota permanen (memiliki hak veto) dan 10 anggota non permanen. Kelima anggota tersebut adalah: AS, Inggris, Prancis, Uni Soviet/Rusia, dan Cina (Pasal 23 (1) Piagam PBB). Wewenang DK jika diperinci adalah sebagai berikut: a. Memelihara perdamaian dan keamanan internasional (Pasal 24 Pigam PBB); b. Mengadakan penyelidikan setiap perselisihan yang dapat mengancam perdamaian dan keamanan internasional (Pasal 34 Piagam PBB); c. Memberikan saran tentang cara-cara yang dapat dipakai untuk menyelesaikan suatu perselisihan (Pasal 36,38); d. Menentukan apakah terjadi suatu keadaan yang menganggu perdamaian internasional atau adanya tindakan agresi dan menyarankan tindakantindakan apa yang dapat diambil untuk mencegah atau menghentikan adanya suatu agresi (Pasal 39 dan 40 Piagam PBB);

9 e. Menganjurkan pada para anggota untuk mengambil tindakan lain yang bersifat kekerasan untuk mencegah atau menghentikan adanya suatu agresi (Pasal 41 Piagam PBB); f. Mengambil tindakan-tindakan militer terhadap adanya agresi (Pasal 42 Piagam); g. Penerimaan, penundaan, pencabutan keanggotaan (Pasal 4(2), Pasal 5; Pasal 6 Piagam PBB) h. Pemilihan Hakim Mahkamah Internasional (Pasal 10 Piagam); i. Menyarankan pemilihan Sekretaris Jenderal PBB (Pasal 97 Piagam); j. Menyampaikan laporan tahunan pada Majelis Umum PBB (Pasal 26 dan 29 Piagam); k. Perubahan Piagam (Pasal 108 Piagam); l. Pembinaan dan pengawasan daerah strategis (Pasal 83 Piagam) Dalam melaksanakan tugasnya DK dapat bertindak: a. Atas inisiatif sendiri (Pasal 34 Piagam); b. Atas permintaan negara anggota (Pasal 35 (1) Piagam); c. Atas permintaan bukan negara anggota (Pasal 35(2) Piagam); d. Atas permintaan Majelis Umum (Pasal 11 Piagam); e. Atas permintaan Sekretaris jenderal (Pasal 99 Piagam). Ada satu hal menarik untuk dibahas terkait dengan DK PBB, yaitu hak veto yang hanya dimiliki oleh 5 negara anggota tetap DK PBB. Hak veto yang akan dipunyai oleh negara-negara besar dibicarakan secara teratur pada waktu merumuskan Paigam PBB baik di Dumbarton Oaks maupun di Yalta, dan di San Fransisco. Bahwasannya kepada 5 negara yang dianggap sangat bertanggung jawab pada penyelesaian Perang Dunia II akan merupakan negara anggota tetap DK dan kepada mereka diberikan hak veto, hal ini adalah merupakan imbalan dari tanggung jawab mereka terhadap perdamaian dan keamanan internasional (primary responsibilities). 3.Sekretariat Jenderal / Sekretariat PBB (Secretary) Sekretariat merupakan alat perlengkapan/organ utama PBB, dikepalai oleh seorang Sekretaris Jenderal. Sekjend PBB bukan hanya sebagai pegawai pelaksana, tetapi mempunyai tanggung jawab atas perdamaian dan keamanan internasional. Sekretariatan PBB memperkerjakan sekitar pekerja yang semuanya berlokasi

10 di New York sebagai mabes PBB serta kantor lainnya yang berada di Jenewa. Kecuali itu masih ada orang yang ditugaskan dalam berbagai organ subsidery PBB. Tugas dan wewenang Sekjend selain tugas kesekretariatan juga sebagai kepala eksekutif, sebagai koordinator dalam tugas-tugas PBB, serta seorang Sekjend PBB mempunyai peranan politik. Adapun orang-orang yang pernah menjabat sebagai Sekjend PBB antara lain: NO NAMA PERIODE ASAL NEGARA 1 Trygve Lie Norwegia 2 Dag Hammarsksold Swedia 3 U Thant Burma 4 Kurt Waldheim Austria 5 Javier Perez de Cuellar Peru 6 Boutros Boutros Ghali Mesir 7 Koffie Anan Afrika Selatan 8 Ban Ki-moon Republic of Korea 4.Dewan Perwalian (Trusteeship Council) Dewan ini bertugas untuk membawahi negara-negara yang diberi nama non self governing territory. Wilayah-wilayah tersebut ada dalam naungan PBB dalam proses dekolonisasi. 5. Dewan Ekonomi dan Sosial (Ecosoc) Dewan ini keberadaannya tidak lepas dari kontek sejarah dari berbagai kerja sama ekonomi internasional. Tugas dan wewenang dewan ini ditentukan dalam Pasal Piagam PBB. Di samping itu ECOSOC mempunyai badan-badan yang membantu badan-badan tambahan (subsidiary organ) yang dibentuk oleh Majelis Umum seperti United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD), United Nations International Children s Emergency Fund (UNICEF); United Nations Environment Programme (UNEP); United Nations High Commissioner for Refugee (UNHCR). 6.Mahkamah Internasional (Internasional Court of Justice) Mahkamah Internasional yang berkedudukan di Den Haag Belanda merupakan institusi internasional yang tugasnya menyelesaikan sengketa melalui judicial settlement.

11 Starke berpendapat bahwa International Court Of Justice dibentuk berdasarkan Bab IV (Pasal 92-96) Charter PBB yang dirumuskan di San Fransisco pada tahun Pasal 92 menyatakan bahwa Mahkamah adalah organ utama Perserikatan Bangsa-Bangsa dan menentukan bahwa Mahkamah akan bekerja menurut suatu statuta yang merupakan bagian integral dari Charter. Adapun siapa-siapa saja yang bisa mengajukan perkara ke Mahkamah. Boer Mauna menyebutkan dalam Pasal 34 ayat 1 statuta secara kategoris dinyatakan bahwa hanya negara-negara yang boleh menjadi pihak dalam perkara-perkara di muka mahkamah. Jadi individu-individu maupun organisasi-organisasi internasional tidak dapat menjadi pihak dari suatu sengketa di muka Mahkamah. Wewenang Mahkamah pada prinsipnya bersifat fakultatif. Ini berarti bila terjadi suatu sengketa antar dua negara, intervensi Mahkamah baru dapat terjadi bila negara-negara tersebut dengan persetujuan bersama membawa perkara mereka ke Mahkamah. Tanpa adanya persetujuan antara pihak-pihak yang bersengketa, wewenang Mahkamah tidak akan berlaku terhadap sengketa tersebut. Wewenang inilah yang dinamakan wewenang fakultatif. Dalam statuta Article 3 juga disebutkan: The court shall Consist of fifteen members, no two of whom may be nationals of the same state. (Hakim-hakim di mahkamah adalah hakim-hakim ad hoc atau hakim sementara yang hanya ikut bersidang untuk suatu perkara tertentu dan ditunjuk khusus untuk perkara tersebut. Tugasnya berakhir setelah berakhir pula perkara yang bersangkutan. Mengenai putusan Mahkamah Internasional, Starke menyebutkan bahwa, semua persoalan diputuskan melalui suara terbanyak dari hakim yang hadir dan jika diperoleh suara seimbang, maka Ketua memberikan suara yang menentukan. Akibat hukum dari putusan Mahkamah ditentukan dalam Pasal Putusan Mahkamah tidak memiliki kekuatan mengikat kecuali di antara para pihak dan berkenaan dengan kasus tertentu (Pasal 59). Putusan tersebut adalah final and binding (Pasal 60) tetapi suatu revisi boleh dilakukan atas dasar penemuan suatu faktor yang menguntungkan yang baru, dengan ketentuan bahwa pelaksanaan hal itu dibuat dalam jangka waktu enam bulan dari penemuan itu serta tidak lebih dari sepuluh tahun dari tanggal keluarnya putusan (Pasal 61).

12 CATATAN: Materi di atas disarikan dari: 1. Ade Maman Suherman, 2003, Organisasi Internasional dan Integrasi Ekonomi Regional Dalam Perspektif Hukum dan Globalisasi, PT Ghalia Indonesia, Jakarta, hlm Sri Setianingsih Suwardi, 2004, Pengantar Hukum Organisasi Internasional, UI Press, Jakarta, hlm Boer Mauna, 2000, Hukum Internasional; Pengertian, Peranan Dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global, Alumni, Bandung, hlm J.G Starke, 2008, Pengantar Hukum Internasional 2, Edisi Kesepuluh, Sinar Grafika, Jakarta, hlm Mahasiswa dianjurkan untuk mengakses website resmi UN di MP7

PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA (PBB) By Dewi Triwahyuni

PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA (PBB) By Dewi Triwahyuni PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA (PBB) By Dewi Triwahyuni Basic Fact: Diawali oleh Liga Bangsa-bangsa (LBB) 1919-1946. Didirikan di San Fransisco, 24-10-45, setelah Konfrensi Dumbatan Oaks. Anggota terdiri dari

Lebih terperinci

H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI

H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI Pasal 2 (3) dari Piagam PBB Semua anggota wajib menyelesaikan perselisihan internasional mereka melalui cara-cara damai sedemikian rupa

Lebih terperinci

Pada pokoknya Hukum Internasional menghendaki agar sengketa-sengketa antar negara dapat diselesaikan secara damai he Hague Peace

Pada pokoknya Hukum Internasional menghendaki agar sengketa-sengketa antar negara dapat diselesaikan secara damai he Hague Peace Pasal 2 (3) dari Piagam PBB - Semua anggota wajib menyelesaikan perselisihan internasional mereka melalui cara-cara damai sedemikian rupa sehingga perdamaian, keamanan dan keadilan internasional tidak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK VETO DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA BANGSA DAN PRINSIP PERSAMAAN KEDAULATAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK VETO DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA BANGSA DAN PRINSIP PERSAMAAN KEDAULATAN 15 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK VETO DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA BANGSA DAN PRINSIP PERSAMAAN KEDAULATAN 2.1. Sejarah Lahirnya Perserikatan Bangsa-Bangsa Kegagalan Liga Bangsa-Bangsa (LBB) mencegah

Lebih terperinci

Macam-macam Organisasi Internasional

Macam-macam Organisasi Internasional (ORGANISASI INTERNASIONAL) Organisasi Internasional adalah suatu organisasi yang dibuat oleh anggota masyarakat internasional secara sukarela atau atas dasar kesamaan yang bertujuan untuk menciptakan perdamaian

Lebih terperinci

TUGAS PKN PERSERIKATAN BANGSA BANGSA (PBB)

TUGAS PKN PERSERIKATAN BANGSA BANGSA (PBB) TUGAS PKN PERSERIKATAN BANGSA BANGSA (PBB) Disusun Oleh : 1. Bagus Puji Ferdianto 2. Cica Tia Pancarani 3. Cintya Ayu Trisnawati 4. Deni Aditya 5. Dwi Aprilia 6. Endi Irawan Kelas : XI IPS 1 SMA NEGERI

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA- BANGSA DALM HUKUM INTERNASIONAL

BAB II KEDUDUKAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA- BANGSA DALM HUKUM INTERNASIONAL BAB II KEDUDUKAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA- BANGSA DALM HUKUM INTERNASIONAL A. Sejarah terbentuknya Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa Munculnya keinginan bersama untuk membentuk suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewan keamanan PBB bertugas untuk menjaga perdamaian dan keamanan antar negara dan dalam melaksanakan tugasnya bertindak atas nama negaranegara anggota PBB.

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH HUKUM ORGANISASI INTERNASIONAL Match Day 8 HAK-HAK ISTIMEWA DAN KEKEBALAN ORGANISASI INTERNASIONAL

BAHAN KULIAH HUKUM ORGANISASI INTERNASIONAL Match Day 8 HAK-HAK ISTIMEWA DAN KEKEBALAN ORGANISASI INTERNASIONAL BAHAN KULIAH HUKUM ORGANISASI INTERNASIONAL Match Day 8 HAK-HAK ISTIMEWA DAN KEKEBALAN ORGANISASI INTERNASIONAL Sebagai subjek hukum yang mempunyai personalitas yuridik internasional yang ditugaskan negara-negara

Lebih terperinci

STATUTA INSTITUT INTERNASIONAL UNTUK DEMOKRASI DAN PERBANTUAN PEMILIHAN UMUM*

STATUTA INSTITUT INTERNASIONAL UNTUK DEMOKRASI DAN PERBANTUAN PEMILIHAN UMUM* STATUTA INSTITUT INTERNASIONAL UNTUK DEMOKRASI DAN PERBANTUAN PEMILIHAN UMUM* Institut Internasional untuk Demokrasi dan Perbantuan Pemilihan Umum didirikan sebagai organisasi internasional antar pemerintah

Lebih terperinci

International Dispute. 4

International Dispute. 4 MATERI PERKULIAHAN HUKUM INTERNASIONAL MATCH DAY 15 METODE PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL A. Penyelesaian Sengketa Dengan Cara Damai Pertikaian atau sengketa adalah dua kata yang dipergunakan secara

Lebih terperinci

BAB III. PENUTUP. internasional dan merupakan pelanggaran terhadap resolusi-resolusi terkait

BAB III. PENUTUP. internasional dan merupakan pelanggaran terhadap resolusi-resolusi terkait BAB III. PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan apa yang telah disampaikan dalam bagian pembahasan, maka dapat ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut. Dewan Keamanan berdasarkan kewenangannya yang diatur

Lebih terperinci

Indikator 2 : Mendeskripsikan macam-macam organisasi internasional dan tujuan dari organisasi internasional

Indikator 2 : Mendeskripsikan macam-macam organisasi internasional dan tujuan dari organisasi internasional Pengertian organisasi internasional Organisasi internasional adalah suatu organisasi yang dibuat oleh anggota masyarakat internasional secara sukarela atau atas dasar kesamaan yang bertujuan untuk menciptakan

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL SECARA DAMAI. Dewi Triwahyuni

PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL SECARA DAMAI. Dewi Triwahyuni PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL SECARA DAMAI Dewi Triwahyuni DASAR HUKUM Pencegahan penggunaan kekerasan atau terjadinya peperangan antar negara mutlak dilakukan untuk terhindar dari pelanggaran hukum

Lebih terperinci

4/8/2013. Mahkamah Pidana Internasional

4/8/2013. Mahkamah Pidana Internasional Mahkamah Pidana Internasional Sekilas tentang Mahkamah Pidana Internasional (ICC) Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court - ICC) didirikan berdasarkan Statuta Roma tanggal 17 Juli 1998,

Lebih terperinci

HUKUM INTERNASIONAL PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL PERTEMUAN XXVII, XXVIII & XXIX. By Malahayati, SH, LLM

HUKUM INTERNASIONAL PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL PERTEMUAN XXVII, XXVIII & XXIX. By Malahayati, SH, LLM HUKUM INTERNASIONAL PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL PERTEMUAN XXVII, XXVIII & XXIX By Malahayati, SH, LLM 1 TOPIK PRINSIP UMUM JENIS SENGKETA BENTUK PENYELESAIAN SENGKETA PENYELESAIAN POLITIK PENYELESAIAN

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPPRES 20/1996, PENGESAHAN CONVENTION ON INTERNATIONAL LIABILITY FOR DAMAGE BY SPACE OBJECTS, 1972 (KONVENSI TENTANG TANGGUNGJAWAB INTERNASIONAL TERHADAP KERUGIAN YANG DISEBABKAN OLEH BENDA BENDA ANTARIKSA,

Lebih terperinci

- Dibentuk oleh suatu Perjanjian Internasional - Memiliki organ yang terpisah dari negara-negara anggotanya - Diatur oleh hukum internasional publik

- Dibentuk oleh suatu Perjanjian Internasional - Memiliki organ yang terpisah dari negara-negara anggotanya - Diatur oleh hukum internasional publik BAHAN KULIAH HUKUM ORGANISASI INTERNASIONAL Match Day 6 KEPRIBADIAN HUKUM / PERSONALITAS YURIDIK / LEGAL PERSONALITY, TANGGUNG JAWAB, DAN WEWENANG ORGANISASI INTERNASIONAL A. Kepribadian Hukum Suatu OI

Lebih terperinci

PROTOKOL OPSIONAL PERTAMA PADA KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK SIPIL DAN POLITIK 1

PROTOKOL OPSIONAL PERTAMA PADA KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK SIPIL DAN POLITIK 1 PROTOKOL OPSIONAL PERTAMA PADA KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK SIPIL DAN POLITIK 1 Negara-negara Pihak pada Protokol ini, Menimbang bahwa untuk lebih jauh mencapai tujuan Kovenan Internasional tentang

Lebih terperinci

HAK VETO DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA DALAM KAITAN DENGAN PRINSIP PERSAMAAN KEDAULATAN

HAK VETO DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA DALAM KAITAN DENGAN PRINSIP PERSAMAAN KEDAULATAN HAK VETO DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA DALAM KAITAN DENGAN PRINSIP PERSAMAAN KEDAULATAN Oleh: Sulbianti Pembimbing I : I Made Pasek Diantha Pembimbing II: Made Mahartayasa Program Kekhususan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hubungan internasional diidentifikasikan sebagai studi tentang interaksi antara beberapa faktor yang berpartisipasi dalam politik internasional, yang meliputi negara-negara,

Lebih terperinci

Konvensi Internasional mengenai Penindasan dan Penghukuman Kejahatan Apartheid

Konvensi Internasional mengenai Penindasan dan Penghukuman Kejahatan Apartheid Konvensi Internasional mengenai Penindasan dan Penghukuman Kejahatan Apartheid disetujui dan terbuka untuk penandatanganan dan ratifikasi oleh Resolusi Majelis Umum 3068 (XXVIII) 30 November 1973 Negara-negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu,

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara merupakan salah satu subjek hukum internasional. Sebagai subjek hukum internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu, salah satunya

Lebih terperinci

BAB VII PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU)

BAB VII PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU) BAB VII PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU) Pada akhir kuliah mahasiswa diharapkan dapat memberikan argumentasi terhadap penyelesaian sengketa internasional secara damai

Lebih terperinci

A. Sejarah Indonesia Menjadi Anggota PBB

A. Sejarah Indonesia Menjadi Anggota PBB BAB II KEANGGOTAN INDONESIA DALAM PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA Pada bab ini penulis akan menguraikan tentang keanggotaan Indonesia dalam PBB, yang mana penulis akan membagi bab ini ke dalam tiga sub bab.

Lebih terperinci

buku. Kalian dapat memfotokopi gambar tersebut sebelum menempelkannya. Setelah selesai, kumpulkan hasil kerja kalian kepada guru.

buku. Kalian dapat memfotokopi gambar tersebut sebelum menempelkannya. Setelah selesai, kumpulkan hasil kerja kalian kepada guru. Pendidikan Kewarganegaraan Kelas VI Bagaimana kiprah Indonesia dalam mewujudkan Politik Bebas-Aktif yang dianutnya tersebut? Simak penjelasan berikut. Namun sebelumnya, kerjakanlah kegiatan berikut untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada tanggal 17 Februari 2008 yang lalu, parlemen Kosovo telah

BAB I PENDAHULUAN. Pada tanggal 17 Februari 2008 yang lalu, parlemen Kosovo telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pada tanggal 17 Februari 2008 yang lalu, parlemen Kosovo telah memproklamasikan Kosovo sebagai Negara merdeka, lepas dari Serbia. Sebelumnya Kosovo adalah

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 10 TAHUN 1969 (10/1969) Tanggal: 1 AGUSTUS 1969 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 10 TAHUN 1969 (10/1969) Tanggal: 1 AGUSTUS 1969 (JAKARTA) Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 10 TAHUN 1969 (10/1969) Tanggal: 1 AGUSTUS 1969 (JAKARTA) Sumber: LN 1969/41; TLN NO. 2905 Tentang: KONVENSI INTERNATIONAL TELECOMUNICATION

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1969 TENTANG KONVENSI INTERNATIONAL TELECOMUNICATION UNION DI MONTREUX 1965

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1969 TENTANG KONVENSI INTERNATIONAL TELECOMUNICATION UNION DI MONTREUX 1965 UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1969 TENTANG KONVENSI INTERNATIONAL TELECOMUNICATION UNION DI MONTREUX 1965 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 49 TAHUN 1997 (49/1997) TENTANG PENGESAHAN SPECIAL AGREEMENT FOR SUBMISSION TO THE INTERNATIONAL COURT OF JUSTICE OF THE DISPUTE BETWEEN INDONESIA

Lebih terperinci

SEKILAS UNI EROPA SWEDIA FINLANDIA ESTONIA LATVIA LITHUANIA DENMARK INGGRIS BELANDA IRLANDIA POLANDIA JERMAN BELGIA REPUBLIK CEKO SLOWAKIA HONGARIA

SEKILAS UNI EROPA SWEDIA FINLANDIA ESTONIA LATVIA LITHUANIA DENMARK INGGRIS BELANDA IRLANDIA POLANDIA JERMAN BELGIA REPUBLIK CEKO SLOWAKIA HONGARIA SEKILAS UNI EROPA SWEDIA FINLANDIA PORTUGAL IRLANDIA LUKSEMBURG INGGRIS BELGIA SPANYOL BELANDA PERANCIS DENMARK JERMAN SLOVENIA AUSTRIA ITALIA POLANDIA KROASIA RUMANIA BULGARIA YUNANI ESTONIA LATVIA LITHUANIA

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada awal kemerdekannya, Indonesia memiliki kondisi yang belum stabil, baik dari segi politik, keamanan, maupun ekonomi. Dalam memenuhi kebutuhan dan kepentingan

Lebih terperinci

PEMANTAPAN MATERI PERAN INDONESIA DALAM ORGANISASI INTERNASIONAL

PEMANTAPAN MATERI PERAN INDONESIA DALAM ORGANISASI INTERNASIONAL PEMANTAPAN MATERI PERAN INDONESIA DALAM ORGANISASI INTERNASIONAL Konferensi Asia Afrika (KAA) ASEP GINANJAR PPG DALAM JABATAN Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi 2018 1. Konferensi Asia

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH NEGARA QATAR MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN

Lebih terperinci

BAB IV DAMPAK PENGGUNAAN DIPLOMASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK INDONESIA BELANDA. A. Peran Dunia Internasional dalam Diplomasi

BAB IV DAMPAK PENGGUNAAN DIPLOMASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK INDONESIA BELANDA. A. Peran Dunia Internasional dalam Diplomasi BAB IV DAMPAK PENGGUNAAN DIPLOMASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK INDONESIA BELANDA A. Peran Dunia Internasional dalam Diplomasi Perundingan yang dilakukan pemimpin Republik Indonesia bertujuan untuk menciptakan

Lebih terperinci

PERAN INDONESIA DALAM ORGANISASI INTERNASIONAL

PERAN INDONESIA DALAM ORGANISASI INTERNASIONAL PERAN INDONESIA DALAM ORGANISASI INTERNASIONAL Organisasi Kerjasama Islam (OKI) ASEP GINANJAR PPG DALAM JABATAN Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi 2018 1. Organisasi Kerjasama Islam (OKI)

Lebih terperinci

BAB II PERAN PBB DALAM KONFLIK INTERNASIONAL. dengan PBB untuk bekerja bagi perdamaian dunia. Secara resmi terbentuk pada

BAB II PERAN PBB DALAM KONFLIK INTERNASIONAL. dengan PBB untuk bekerja bagi perdamaian dunia. Secara resmi terbentuk pada BAB II PERAN PBB DALAM KONFLIK INTERNASIONAL PBB adalah organisasi Negara berdaulat, yang secara sukarela bergabung dengan PBB untuk bekerja bagi perdamaian dunia. Secara resmi terbentuk pada 24 Oktober

Lebih terperinci

Resolusi yang diadopsi tanpa mengacu pada komite Pertanyaan dipertimbangkan oleh Dewan Keamanan pada pertemuan 749 dan750, yang diselenggarakan pada 30 Oktober 1956 Resolusi 997 (ES-I) Majelis Umum, Memperhatikan

Lebih terperinci

ASIA PACIFIC PARLIAMENTARY FORUM (APPF)

ASIA PACIFIC PARLIAMENTARY FORUM (APPF) ASIA PACIFIC PARLIAMENTARY FORUM (APPF) www.appf.org.pe LATAR BELAKANG APPF dibentuk atas gagasan Yasuhiro Nakasone (Mantan Perdana Menteri Jepang dan Anggota Parlemen Jepang) dan beberapa orang diplomat

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 1995 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN KERAJAAN SPANYOL MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN SECARA RESIPROKAL ATAS PENANAMAN

Lebih terperinci

STATUTA ASOSISI MAHKAMAH KONSTITUSI DAN INSTITUSI SEJENIS SE-ASIA

STATUTA ASOSISI MAHKAMAH KONSTITUSI DAN INSTITUSI SEJENIS SE-ASIA STATUTA ASOSISI MAHKAMAH KONSTITUSI DAN INSTITUSI SEJENIS SE-ASIA Pembukaan Presiden atau Kepala mahkamah konstitusi dan institusi sejenis yang melaksanakan kewenangan konstitusional di Asia: MENGINGAT

Lebih terperinci

DUA BELAS FAKTA DAN KEKELIRUAN TENTANG KONVENSI MUNISI TANDAN (Convention on Cluster Munitions)

DUA BELAS FAKTA DAN KEKELIRUAN TENTANG KONVENSI MUNISI TANDAN (Convention on Cluster Munitions) Fakta dan Kekeliruan April 2009 DUA BELAS FAKTA DAN KEKELIRUAN TENTANG KONVENSI MUNISI TANDAN (Convention on Cluster Munitions) Kekeliruan 1: Bergabung dengan Konvensi Munisi Tandan (CCM) menimbulkan ancaman

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DENGAN PEMERINTAH REPUBLIK ITALIA MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN MODAL (Keputusan Presiden Nomor 60 Tahun 1994 Tanggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Subyek hukum internasional dapat diartikan sebagai pemegang hak dan kewajiban berdasarkan Hukum Internasional. 1 Diantara subyek hukum internasional salah satunya

Lebih terperinci

LAMPIRAN II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1961 TENTANG PERSETUJUAN ATAS TIGA KONVENSI JENEWA TAHUN 1958 MENGENAI HUKUM LAUT

LAMPIRAN II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1961 TENTANG PERSETUJUAN ATAS TIGA KONVENSI JENEWA TAHUN 1958 MENGENAI HUKUM LAUT LAMPIRAN II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1961 TENTANG PERSETUJUAN ATAS TIGA KONVENSI JENEWA TAHUN 1958 MENGENAI HUKUM LAUT KONVENSI MENGENAI PENGAMBILAN IKAN SERTA HASIL LAUT DAN PEMBINAAN

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPPRES 60/1994, PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DENGAN PEMERINTAH REPUBLIK ITALIA MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN MODAL Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

EUROPEAN UNION PERHIMPUNAN MASYARAKAT EROPA

EUROPEAN UNION PERHIMPUNAN MASYARAKAT EROPA EUROPEAN UNION PERHIMPUNAN MASYARAKAT EROPA SEJARAH DAN TRAKTAT PENDIRIAN Disepakati & ditandatangani di Maastricht, 7 Februari 1992. Perjanjian mulai berlaku 1 November 1993 Terbentuk atas 3 Traktat:

Lebih terperinci

Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, dan Merendahkan Martabat Manusia

Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, dan Merendahkan Martabat Manusia Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, dan Merendahkan Martabat Manusia (Resolusi No. 39/46 disetujui oleh Majelis Umum pada 10 Desember 1984) Majelis

Lebih terperinci

BAB 1 SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL

BAB 1 SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL BAB 1 SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL 1.0 Pendahuluan Hukum internasional, pada dasarnya terbentuk akibat adanya hubungan internasional. Secara spesifik, hukum internasional terdiri dari peraturan-peraturan

Lebih terperinci

KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA

KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA Diterima dan terbuka untuk penandatanganan, ratifikasi dan aksesi olah Resolusi

Lebih terperinci

JUMLAH KUNJUNGAN KE TAMAN NASIONAL KOMODO MENURUT NEGARA ASAL TAHUN 2012

JUMLAH KUNJUNGAN KE TAMAN NASIONAL KOMODO MENURUT NEGARA ASAL TAHUN 2012 JUMLAH KUNJUNGAN KE TAMAN NASIONAL KOMODO MENURUT NEGARA ASAL TAHUN 2012 Bulan : Januari 2012 Lokasi pengambilan tiket masuk No Negara Asal 1 Afrika Selatan 3 1 4 4 3 7 - - - 11 2 Amerika Serikat 258 315

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST CORRUPTION, 2003 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

BENTUK KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL.

BENTUK KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL. BENTUK KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL BADAN-BADAN KERJASAMA EKONOMI KERJA SAMA EKONOMI BILATERAL: antara 2 negara KERJA SAMA EKONOMI REGIONAL: antara negara-negara dalam 1 wilayah/kawasan KERJA SAMA EKONOMI

Lebih terperinci

BAB II PERANAN DEWAN KEAMANAN PBB DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA INTERNASIONAL. A. Sejarah Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa

BAB II PERANAN DEWAN KEAMANAN PBB DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA INTERNASIONAL. A. Sejarah Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa BAB II PERANAN DEWAN KEAMANAN PBB DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA INTERNASIONAL A. Sejarah Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa Pada tahun 1945, para pendiri PBB mempertimbangkan Dewan Keamanan sebagai

Lebih terperinci

KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA

KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA Diterima dan terbuka untuk penandatanganan, ratifikasi dan aksesi olah Resolusi

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN KEPPRES 90/2004, PENGESAHAN AMENDMENTS TO ARTICLES 24 AND 25 OF THE CONSTITUTION OF THE WORLD HEALTH ORGANIZATION (AMANDEMEN TERHADAP PASAL 24 DAN 25 KONSTITUSI ORGANISASI KESEHATAN

Lebih terperinci

SENGKETA INTERNASIONAL

SENGKETA INTERNASIONAL SENGKETA INTERNASIONAL HUKUM INTERNASIONAL H. Budi Mulyana, S.IP., M.Si Indonesia-Malaysia SENGKETA INTERNASIONAL Pada hakikatnya sengketa internasional adalah sengketa atau perselisihan yang terjadi antar

Lebih terperinci

S I L A B I A. IDENTITAS MATA KULIAH INTERNASIONAL STATUS MATA KULIAH KODE MATA KULIAH : JUMLAH SKS : 2 PRASYARAT : SEMESTER SAJIAN : SEMESTER 7

S I L A B I A. IDENTITAS MATA KULIAH INTERNASIONAL STATUS MATA KULIAH KODE MATA KULIAH : JUMLAH SKS : 2 PRASYARAT : SEMESTER SAJIAN : SEMESTER 7 1 S I L A B I A. IDENTITAS MATA KULIAH NAMA MATA KULIAH : PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL : WAJIB STATUS MATA KULIAH KODE MATA KULIAH : JUMLAH SKS : 2 PRASYARAT : SEMESTER SAJIAN : SEMESTER 7 B. DESKRIPSI

Lebih terperinci

PERANAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA DALAM PROSES PENYELESAIAN KONFLIK INTERNASIONAL

PERANAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA DALAM PROSES PENYELESAIAN KONFLIK INTERNASIONAL PERANAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA DALAM PROSES PENYELESAIAN KONFLIK INTERNASIONAL Danial Abstract In particular, to solve the international conflicts, the Security Council of the United

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST CORRUPTION, 2003 (KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA ANTI KORUPSI, 2003) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perserikatan Bangsa Bangsa selanjutnya disebut PBB merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. Perserikatan Bangsa Bangsa selanjutnya disebut PBB merupakan suatu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perserikatan Bangsa Bangsa selanjutnya disebut PBB merupakan suatu organisasi internasional yang dibentuk sebagai pengganti Liga Bangsa Bangsa selanjutnya

Lebih terperinci

K69 SERTIFIKASI BAGI JURU MASAK DI KAPAL

K69 SERTIFIKASI BAGI JURU MASAK DI KAPAL K69 SERTIFIKASI BAGI JURU MASAK DI KAPAL 1 K-69 Sertifikasi Bagi Juru Masak Di Kapal 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan kesempatan

Lebih terperinci

INTERNATIONAL MILITARY TRIBUNAL NUREMBERG

INTERNATIONAL MILITARY TRIBUNAL NUREMBERG PENGADILAN HAM A. INTERNATIONAL MILITARY TRIBUNAL (IMT) NUREMBERG B. INTERNATIONAL MILITARY TRIBUNAL FOR THE FAR EAST (IMTFE TOKYO C. INTERNATIONAL TRIBUNAL FOR THE PROSECUTION OF PERSONS RESPONSIBLE FOR

Lebih terperinci

KONVENSI MENGENAI PENERAPAN PRINSIP PRINSIP HAK UNTUK BERORGANISASI DAN BERUNDING BERSAMA

KONVENSI MENGENAI PENERAPAN PRINSIP PRINSIP HAK UNTUK BERORGANISASI DAN BERUNDING BERSAMA 1 KONVENSI MENGENAI PENERAPAN PRINSIP PRINSIP HAK UNTUK BERORGANISASI DAN BERUNDING BERSAMA Ditetapkan oleh Konferensi Umum Organisasi Buruh Internasional, di Jenewa, pada tanggal 1 Juli 1949 [1] Konferensi

Lebih terperinci

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA Negara-Negara Pihak pada Protokol ini, Didorong oleh dukungan penuh terhadap Konvensi tentang Hak-Hak Anak, yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1985 TENTANG PENGESAHAN KONVENSI TELEKOMUNIKASI INTERNASIONAL (INTERNATIONAL TELECOMMUNICATION CONVENTION NAIROBI, 1982) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH NEGARA QATAR MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN MODAL

PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH NEGARA QATAR MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN MODAL LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH NEGARA QATAR MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK (AGREEMENT BETWEEN THE GOVERNMENT OF THE REPUBLIC OF INDONESIA AND THE GOVERNMENT OF THE

Lebih terperinci

MULAI BERLAKU : 3 September 1981, sesuai dengan Pasal 27 (1)

MULAI BERLAKU : 3 September 1981, sesuai dengan Pasal 27 (1) Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan Ditetapkan dan dibuka untuk ditandatangani, diratifikasi dan disetujui oleh Resolusi Majelis Umum 34/180 pada 18 Desember 1979

Lebih terperinci

PERANGKAT HAK ASASI MANUSIA LEMBAR FAKTA NO. 1. Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia

PERANGKAT HAK ASASI MANUSIA LEMBAR FAKTA NO. 1. Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia PERANGKAT HAK ASASI MANUSIA LEMBAR FAKTA NO. 1 Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia 1 KEPEDULIAN INTERNASIONAL TERHADAP HAK ASASI MANUSIA Kepedulian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terhadap kemajuan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN KERJA SAMA PERTAHANAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH KERAJAAN ARAB SAUDI (DEFENSE COOPERATION

Lebih terperinci

KONVENSI INTERNASIONAL PENGHAPUSAN SEGALA BENTUK DISKRIMINASI RAS

KONVENSI INTERNASIONAL PENGHAPUSAN SEGALA BENTUK DISKRIMINASI RAS KONVENSI INTERNASIONAL PENGHAPUSAN SEGALA BENTUK DISKRIMINASI RAS Disetujui dan dibuka bagi penandatanganan dan ratifikasi oleh Resolusi Majelis Umum 2106 A (XX) 21 Desember 1965 Berlaku 4 Januari 1969

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.10, 2016 AGREEMENT. Pengesahan. Republik Indonesia. Republik Polandia. Bidang Pertahanan. Kerja Sama. Persetujuan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENCARIAN DAN PERTOLONGAN MARITIM, 1979 (Hamburg, 27 April 1979)

KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENCARIAN DAN PERTOLONGAN MARITIM, 1979 (Hamburg, 27 April 1979) KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENCARIAN DAN PERTOLONGAN MARITIM, 1979 (Hamburg, 27 April 1979) PARA PIHAK DALAM KONVENSI MEMPERHATIKAN arti penting yang tercantum dalam beberapa konvensi mengenai pemberian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sejarah/Pengertian Tentang Organisasi Internasional 1. Pengertian organisasi internasional Organisasi internasional adalah suatu proses; organisasi internasional juga menyangkut

Lebih terperinci

Satuta Badan Energi Terbarukan Internasional (International Renewable Energy Agency, IRENA)

Satuta Badan Energi Terbarukan Internasional (International Renewable Energy Agency, IRENA) -1- Lampiran 2: Naskah terjemahan Statuta IRENA dalam Bahasa Indonesia KONFERENSI MENGENAI PEMBENTUKAN BADAN ENERGI TERBARUKAN INTERNASIONAL (THE INTERNATIONAL RENEWABLE ENERGY AGENCY) Statuta IRENA ditandatangani

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan 99 BAB 5 PENUTUP 5.1.Kesimpulan Berbagai macam pernyataan dari komunitas internasional mengenai situasi di Kosovo memberikan dasar faktual bahwa bangsa Kosovo-Albania merupakan sebuah kelompok yang memiliki

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN KEPPRES 78/2004, PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK BULGARIA MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN MODAL *51771 KEPUTUSAN

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 1996 TENTANG PENGESAHAN AGREEMENT BETWEEN THE GOVERNMENT OF THE REPUBLIC OF INDONESIA AND THE GOVERNMENT OF THE REPUBLIC OF FINLAND FOR THE PROMOTION

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Humaniter Internasional bertujuan untuk memanusiawikan perang agar korban

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Humaniter Internasional bertujuan untuk memanusiawikan perang agar korban BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Hukum Humaniter Internasional bertujuan untuk memanusiawikan perang agar korban akibat perang seminimal mungkin dapat dikurangi. Namun implementasinya,

Lebih terperinci

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.93, 2015 PENGESAHAN. Agreement. Asosiasi Bangsa- Bangsa Asia Tenggara. Republik India. Penyelesaian Sengketa. Kerja Sama Ekonomi. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB VI. 6.1 Kesimpulan Strategi Suriah dalam menghadapi konflik dengan Israel pada masa Hafiz al-

BAB VI. 6.1 Kesimpulan Strategi Suriah dalam menghadapi konflik dengan Israel pada masa Hafiz al- 166 BAB VI 6.1 Kesimpulan Strategi Suriah dalam menghadapi konflik dengan Israel pada masa Hafiz al- Assad berkaitan dengan dasar ideologi Partai Ba ath yang menjunjung persatuan, kebebasan, dan sosialisme

Lebih terperinci

Serikat (telah menandatangani, namun belum bersedia meratifikasi), menguatkan keraguan akan perjanjian ini.

Serikat (telah menandatangani, namun belum bersedia meratifikasi), menguatkan keraguan akan perjanjian ini. BAB V KESIMPULAN Melalui perjalanan panjang bertahun-tahun, Majelis Umum PBB berhasil mengadopsi Perjanjian Perdagangan Senjata (Arms Trade Treaty/ATT), perjanjian internasional pertama yang menetapkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM ORGANISASI INTERNASIONAL PERSERIKATAN BANGSA- BANGSA DAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

BAB II TINJAUAN UMUM ORGANISASI INTERNASIONAL PERSERIKATAN BANGSA- BANGSA DAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL 22 BAB II TINJAUAN UMUM ORGANISASI INTERNASIONAL PERSERIKATAN BANGSA- BANGSA DAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL 2.1 Sejarah Lahirnya Perserikatan Bangsa- Bangsa Pada umumnya manusia hidup memerlukan bantuan

Lebih terperinci

PROTOKOL OPSIONAL PADA KONVENSI TENTANG HAK ANAK TENTANG KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

PROTOKOL OPSIONAL PADA KONVENSI TENTANG HAK ANAK TENTANG KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA 1 PROTOKOL OPSIONAL PADA KONVENSI TENTANG HAK ANAK TENTANG KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA Ditetapkan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa Pada tanggal 25 Mei 2000 Negara-negara Pihak

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN AGREEMENT ON THE RESCUE OF ASTRONAUTS, THE RETURN OF ASTRONAUTS AND THE RETURN OF OBJECTS LAUNCHED INTO OUTER SPACE (PERSETUJUAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU HUKUM RENCANA KEGIATAN PROGRAM PEMBELAJARAN (RKPP) Mata Kuliah Kode SKS Semester Nama Dosen Hukum SH HI 1209 2 VI (enam) Ayu Efritadewi, S.H., M.H. Deskripsi Mata Kuliah Matakuliah Hukum merupakan matakuliah

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 99, 2004 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2004 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayahnya. Konflik etnis merupakan salah satu permasalahan yang masih terjadi

BAB I PENDAHULUAN. wilayahnya. Konflik etnis merupakan salah satu permasalahan yang masih terjadi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pecahnya Uni Soviet telah meninggalkan berbagai permasalahan dibekas wilayahnya. Konflik etnis merupakan salah satu permasalahan yang masih terjadi pasca jatuhnya

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1975 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1975 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1975 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : bahwa dalam rangka persidangan Majelis Perserikatan Bangsa-Bangsa ke XXX di New York, dipandang perlu untuk

Lebih terperinci

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1998 TENTANG

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1998 TENTANG PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION ON THE PROHIBITION OF THE DEVELOPMENT, PRODUCTION, STOCKPILING AND USE OF CHEMICAL WEAPONS AND ON THEIR DESTRUCTION

Lebih terperinci

POKOK-POKOK HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL

POKOK-POKOK HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Seri Kursus HAM untuk Pengacara XI Tahun 2007 POKOK-POKOK HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Rudi. M Rizki, SH, LLM Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat Jl Siaga II No 31 Pejaten Barat, Jakarta 12510

Lebih terperinci

Konvensi tentang Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida

Konvensi tentang Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida Konvensi tentang Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida Disetujut dan diusulkan untuk penandatanganan dan ratiftkasi atau aksesi dengan resolusi Majelis Umum 260 A (HI), 9 December 1948 Negara-negara

Lebih terperinci

Negara Federasi dan Negara Kesatuan

Negara Federasi dan Negara Kesatuan Negara Federasi dan Negara Kesatuan Federasi berasal dari kata Latin foedus yang berarti perjanjian atau persetujuan. Dalam federasi atau negara serikat (bondstaat, Bundesstaat), dua atau lebih kesatuan

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG 14 METODE PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL A.

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG 14 METODE PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL A. BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 14 METODE PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL A. Introduction Transaksi-transaksi atau hubungan dagang banyak bentuknya, mulai

Lebih terperinci

PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH KERAJAAN THAILAND MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN MODAL

PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH KERAJAAN THAILAND MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN MODAL PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH KERAJAAN THAILAND MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN MODAL Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Kerajaan Thailand,

Lebih terperinci

Sekilas tentang Bom Curah (cluster bombs) dan Dunia

Sekilas tentang Bom Curah (cluster bombs) dan Dunia Sekilas tentang Bom Curah (cluster bombs) dan Dunia Berikut ini adalah daftar negara-negara yang telah terkena atau telah, atau sedang maupun bom curah. Catatan disertakan di bagian bawah tabel untuk menunjukkan

Lebih terperinci

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini:

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini: LAMPIRAN II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

PERANAN SEKRETARIS JENDERAL PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA DALAM PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL

PERANAN SEKRETARIS JENDERAL PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA DALAM PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL PERANAN SEKRETARIS JENDERAL PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA DALAM PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL Melly Aida, S.H.,M.H. 1 & Ria Wierma Putri 2 A. Pendahuluan Dalam interaksi sosial manusia tidak jarang

Lebih terperinci