BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) tergolong dalam famili Graminae yaitu rumput-rumputan. Tebu merupakan spesies paling penting dalam genus Saccharum sebab kandungan sukrosanya paling tinggi dan kandungan seratnya paling rendah (Wijayanti, 2008). Tanaman tebu tidak lagi asing bagi kita, karena telah lama ada di negeri ini. Keberadaan tebu di Jawa telah ada sejak 400 tahun sebelum masehi. Saat itu tebu hanya digunakan sebagai tebu kunyah akan tetapi seiring dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan pangan, tebu dikembangkan menjadi bahan utama pembuatan gula (Yovita Hety Indriani, dkk : 1992). Gula merupakan salah satu dari sembilan bahan pokok yang diperlukan. Gula adalah suatu karbohidrat sederhana yang menjadi sumber energi dan komoditi perdagangan utama. Gula paling banyak diperdagangkan dalam bentuk kristal sukrosa padat. Gula sebagai sukrosa diperoleh dari nira tebu, bit gula, atau aren. Meskipun demikian, terdapat sumber-sumber gula minor lainnya, seperti kelapa. Sumber-sumber pemanis lain, seperti umbi dahlia, anggir, atau jagung, juga menghasilkan semacam gula/pemanis namun bukan tersusun dari sukrosa. Proses untuk menghasilkan gula mencakup tahap ekstrasi (pemerasan) diikuti dengan pemurnian melalui distilasi (penyulingan). Gula digunakan untuk mengubah rasa menjadi manis dan keadaan makanan atau minuman. Besarnya peranan gula dalam kehidupan sehari-hari dan bidang industri, menyebabkan kebutuhan akan gula terus meningkat. Total kebutuhan gula nasional tahun 2006 mencapai 2,3 juta ton. Gula kristal kristal putih maupun gula lain yang dihasilkan dari perlakuan yang diberikan memiliki kualitas yang dapat dikelompokkan melalui perbandingan dengan standart yang ditetapkan. Oleh karena itu, perlu dilakukan praktikum pengolahan tebu guna mengetahui kondisi gula melalui derajat brix, defekasi, tingkat kecerahan,besar butir kristal, serta residu belerang oksida.

2 1.2 Tujuan Tujuan dilakukannya praktikum yaitu: a. Mengetahui kondisi tebu terhadap derajat Brix nira b. Mempengaruhi pengaruh perlakuan defekasi terhadap derajat Brix nira c. Mengamati warna (kecerahan) gula kristal putih d. Menentukan besar jenis butir gula kristal putih e. Menentukan residu belerang oksida (SO2) pada gula kristal putih dan gula merah tebu

3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tebu Tebu (Saccarum officinarum L) termasuk famili rumput- rumputan. Tanaman ini memerlukan udara panas yaitu ºC dengan perbedaan suhu musiman tidak lebih dari 6 ºC, perbedaan suhu siang dan malam tidak lebih dari 10 ºC. Tanah yang ideal bagi tanaman tebu adalah tanah berhumus dengan ph antara 5,7-7. Batang tebu mengandung serat dan kulit batang (12,5%) dan nira yang terdiri dari air, gula, mineral dan bahan non gula lainnya (87,5%) (Notojoewono, 1981). Beberapa peneliti berkesimpulan bahwa tanaman tebu berasal dari India, berdasarkan catatan-catatan kuno dari negeri tersebut. Bala tentara Alexander the Great mencatat adanya tanaman di negeri itu ketika mencapai India pada tahun 325 SM (Tjokroadikoesoemo dan Baktir, 2005). Klasifikasi ilmiah dari tanaman tebu adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Spermathophyta Sub Divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledone Ordo : Glumiflorae Famili : Graminae Genus : Saccharum Spesies : Saccharum officinarum L. (Tarigan dan Sinulingga, 2006).

4 Tanaman tebu mempunyai batang yang tinggi, tidak bercabang dan tumbuh tegak. Tanaman yang tumbuh baik, tinggi batangnya dapat mencapai 3 5 meter atau lebih. Pada batang terdapat lapisan lilin yang berwarna putih dan keabu-abuan. Lapisan ini banyak terdapat sewaktu batang masih muda. Ruas-ruas batang dibatasi oleh buku-buku yang merupakan tempat duduk daun. Pada ketiak daun terdapat sebuah kuncup yang biasa disebut mata tunas. Bentuk ruas batang dan warna batang tebu yang bervariasi merupakan salah satu ciri dalam pengenalan varietas tebu (Wijayanti, 2008). Tebu memilki daun tidak lengkap, karena hanya terdiri dari helai daun dan pelepah daun saja. Daun berkedudukan pada pangkal buku. Panjang helaian daun antara 1 2 meter, sedangakan lebar 4 7 cm, dan ujung daunnya meruncing (Supriyadi, 1992). Pelepah tumbuh memanjang menutupi ruas. Pelepah juga melekat pada batang dengan posisi duduk berselang seling pada buku dan melindungi mata tunas. Tanaman tebu memiliki akar setek yang disebut juga akar bibit, tidak berumur panjang, dan hanya berfungsi pada saat tanaman masih muda. Akar ini berasal dari cincin akar dari setek batang, disebut akar primer (Miller dan Gilbert, 2006). Pada tanah yang cocok akar tebu dapat tumbuh panjang mencapai 0,5 1,0 meter. Tanaman tebu berakar serabut maka hanya pada ujung akar-akar muda terdapat akar rambut yang berperan mengabsorpsi unsur-unsur hara (Wijayanti, 2008). Kemudian pada tanaman tebu muda akan tumbuh akar tunas. Akar ini merupakan pengganti akar bibit, berasal dari tunas, berumur panjang, dan tetap ada selama tanaman tebu tumbuh (James, 2004). 2.2 Nira Tebu Tanaman tebu, jika digiling akan menghasilkan air dan ampas dari tebu, kemudian air hasil gilingan itu disaring dan air itu yang di namakan nira dan proses penyaringan ini sering dinamakan ekstraksi. Jadi nira adalah air hasil gilingan atau ekstraksi dari tanaman tebu, di dalam nira terdapat banyak sekali zat

5 zat yang terkandung didalamnya, misalnya daun kering, blendok, pectin serta polisakarida starch, karena biasanya tebu yang digiling didalam pabrik dalam keadaan kotor, kering, tidak dicuci, dan tidak dikuliti terlebih dahulu(wijayanti, 2008). Nira adalah cairan yang keluar dari pohon/batang penghasil nira yang lain seperti aren, siwalan, lontar yang disadap, dan yang terbaru adalah sorgum. Cairan ini merupakan bahan baku pembuatan gula merah. Dalam keadaan segar, nira mempunyai aroma yang harum, rasa yang manis, dan relatif tidak berwarna. Pada nira segar akan berwarna jernih, tapi jika terlambat dimasak akan menyebabkan nira mengalami fermentasi, sehingga nira akan berwarna putih keruh atau kekuningan. Nira diambil dari tumbuhan dengan kandungan gula pada konsentrasi 7,5% sampai 20%. Nira pada umumnya memiliki kandungan gula yang sangat tinggi. Gula utama penyusun nira adalah sukrosa yaitu sekitar 13-17%. Nira juga mengandung glukosa dan fruktosa tetapi dalam jumlah yang sangat kecil. Nira yang baik bercirikan masih segar, rasa manis, harum, tidak berwarna dan derajat keasamannya (ph) sekitar 6,0-7, Derajat Brix Brix adalah jumlah zat padat semu yang larut (dalam gr) setiap 100 gr larutan. Jadi misalnya brix nira = 16, artinya bahwa dari 100 gram nira, 16 gram merupakan zat padat terlarut dan 84 gram adalah air. Untuk mengetahui banyaknya zat padat yang terlarut dalam larutan (brix) diperlukan suatu alat ukur baik buruknya kualitas nira tergantung dari banyaknya jumlah gula yang terdapat dalam nira. Untuk mengetahui banyaknya gula yang terkandung dalam gula lazim dilakukan analisa brix dan pol. Kadar pol menunjukkan resultante dari gula (sukrosa dan gula reduksi) yang terdapat dalam nira (Risvank, 2011). Nama alat ukur brix adalah refraktometer, refractometer adalah sebuah alat yang biasa digunakan untuk mengukur brix atau padatan yang terlarut dalam suatu larutan. Pengukuran dilakukan dengan meneteskan nira pada kaca sensor dan

6 angka brix dapat segera dibaca. Pada nira, padatan terlarut terdiri atas gula dan bukan gula (Edy, 2011). Dalam industri gula dikenal istilah-istilah pol, brix dan HK (hasil bagi kemurnian). Istilah-istilah ini terdapat analisa gula, baik dari nira sampai menjadi gula Kristal. Zat padat terlatut atau biasa disebut dengan brix 15 mengandung gula, pati, garam-garam dan zat organik. Baik buruknya kualitas nira tergantung dari banyaknya jumlah gula yang terdapat dalam nira. Untuk mengetahui banyaknya gula yang terkandung dalam gula lazim dilakukan analisa brix dan pol. Kadar pol menunjukkan resultante dari gula (sukrosa dan gula reduksi) yang terdapat dalam nira (Risvank, 2011). Alat ini bekerja berdasarkan indeks bias, dimana indeks bias berubah untuk setiap perubahan brix. Akan tetapi alat ini tidak dapat membedakan jenis zat terlarutnya, sehingga lensa refraktometer untuk gula berbeda dengan lensa untuk garam, sehingga untuk pengecekan gula dan garam dengan refraktometer yang berbeda yaitu khusus untuk garam dan khusus untuk gula. Disamping itu kelemahan refraktometer, zat yang terlarut dianggap seluruhnya gula (untuk refraktometer sucrose) sedangkan untuk refraktometer garam (salt) zat terlarutnya dianggap sebagai garam NaCl seluruhnya. Ada 2 jenis refraktometer, yaitu (Edy, 2011) : Digital : cukup taruh cairan pada hole sample (2-5 ml) kemudian tekan start, dan hasilnya keluar di display. Manual : cukup taruh 2-3 tetes dipermukaan lensa kemudian ditutup, dari ujung lubang diintip maka akan kelihatan batas terang gelap pada skala berapa.

7 2.4 Metode Pemurnian Hal yang paling utama didalam pemurnian adalah menjaga agar jangan sampai gula yang ada hilang atau rusak, sebab gula yang sudah rusak tidak mungkin lagi dapat diperbaiki, sebab yang membuat gula hanyalah tanaman. Apabila ada gula yang rusak maka akan diderita dua kerugian yaitu : a. Rusaknya gula berarti kehilangan langsung dari gula yang seharusnya dapat dijadikan kristal. b.rusaknya gula akan berarti menambah kotoran dalam nira yang akan menyebabkan bertambahnya kesulitan proses dan jumlah molase bertambah, selanjutnya juga kehilangan gula akan menjadi semakin besar (Tjokroadikoesoemo,1984). Cara pemurnian nira yang banyak dilakukan di Indonesia ada 3 macam, yaitu : 1. Cara Defekasi ; cara ini adalah yang paling sederhana tetapi hasil pemurniannya juga belum sempurna, terlihat dari hasil gulanya yang masih berupa kristal yang berwarna merah atau coklat. Pada pemurnian ini hanya dipakai kapur sebagai pembantu pemurnian. Menurut Hartanto (2014) menyatakan defekasi merupakan proses penambahan kapur yang telah dilarutkan pada senyawa non-polar sehingga nira mencapai suhu netral PH , dan dilakukan pada defekator yang dilengkapi dengan pengaduk bertujuan agar larutan bereaksi. 2. Cara Sulfitasi: sulfitasi merupakan penambahan kapur berlebih kemudian kapur dinetralkan dengan gas belerang oksida (SO 2 ) dan diperoleh garam kapur yang mengendap. Reaksi pemurnian nira sebagai berikut : SO 2 + H 2 O H 2 SO 3 Ca(OH) 2 + H 2 SO 3 CaSO 3 +2H 2 O Ca(OH) 2 + SO 2 CaSO 3 + H 2 O Endapan yang terbentuk dapat mengabsorbsi partikel-partikel pada koloid sekitarnya sehingga kotoran-kotoran yang terbawa oleh endapan lebih banyak selain itu, gas belerang oksida juga dapat memucatkan warna yang bertujuan untuk meningkatkan kecerahan khususnya pada jus (nira yang telah dievaporasi). Cara ini adalah lebih baik dari defekasi, karena sudah dapat dihasilkan gula yang berwarna putih. Pada pemurnian cara ini dipakai kapur dan gas hasil pembakaran belerang sebagai pembantu pemurnian. 3. Cara Karbonatasi: Pada proses karbonatasi prinsip yang dilakukan sama dengan sulfitasi. Yang membedakan yaitu jumlah larutan kapur yang digunakan lebih

8 banyak dan tidak menggunakan gas belerang oksida tetapi karbodioksida (CO 2 ) sebagai bahan pembantu. Kelebihan larutan kapur dinetralkan dengan CO 2 sehinnga terjadi reaksi seperti berikut : Ca(OH) 2 + CO 2 CaCO 3 + H 2 O Pada pemurnian karbonatasi endapan yang terbentuk bisa berfungsi sebagai filter media sehingga nira yang didapat semakin jernih.cara ini adalah yang terbaik hasilnya dibanding dengan dua cara diatas. Tetapi biayanya yang paling mahal. Pada pemurnian ini dipakai sebagai bahan pembantu adalah kapur, gas asam arang ( CO2 ) dan gas hasil pembakaran belerang (Soemarno,1991). 2.5 Gula dan SNI Gula merupakan senyawa kimia yang termasuk golongan karbohidrat yang memiliki rasa manis dan larut dalam air. Gula juga merupakan senyawa organik yang penting sebagai bahan makanan, sebab gula mudah dicerna oleh tubuh untuk dijadikan sebagai sumber kalori. Selain itu gula juga bersifat higroskopis sehingga banyak digunakan sebagai bahan pengawet produk pangan yang umumnya disimpan dalam bentuk kering (Goutara dan Wijadi, 1975). Gula berasal dari tebu (Saccharum officinarum L.) atau bit yang diolah hingga menjadi gula. Sukrosa adalah istlah yang sering digunakan dalam industri pangan untuk menyatakan gula. Rumus molekul dari sukrosa adalah C12H22O11 dengan berat molekul sebesar 342. Jika dalam keadaan kering dipanaskan sampai suhu 160 C, maka sukrosa akan lebur dan apabila dilanjutkan akan mengalami karamelisasi. Ada 3 jenis gula yang beredar di pasaran, yakni : gula kristal putih (GKP), gula merah tebu (GMT), dan gula kristal rafinasi (GKR) hanya digunakan oleh industri (Buckle, 1987). Menurut SNI (2010), gula kristal putih merupakan gula kristal yang dibuat dari tebu maupun bit dengan proses pemurnian baik secara sulfitasi, karbonatasi, atau fosfatasi yang menghasilkan produk dan bisa langsung dikonsumsi. Pada SNI terdapat standart mutu gula yaitu sebagai berikut :

9 Tabel 1. Standart Mutu Gula No Parameter Uji Satuan Persyaratan GKP 1 GKP 2 1 Warna - Warnakristal - Warnalarutan (ICUMSA) CT IU 4,0-7, ,6-10, Besarjenisbutir Mm 0,8-1,2 0,8-1,2 3 Susutpengeringan (b/b) % Maks. 0,1 Maks. 0,1 4 Polarisasi ( 0 Z, 20 0 C) Z Min. 99,6 Min. 99,5 5 Abu konduktiviti (b/b) % Maks. 0,10 Maks. 0,15 6 Bahantambahanpangan - Belerangdioksida (SO 2 ) mg/kg Maks. 30 Maks Cemaranlogam - Timbal (Pb) - Tembaga (Cu) - Arsen (As) Sumber : SNI (2010) mg/kg mg/kg mg/kg Maks. 2 Maks. 2 Maks. 1 Maks. 2 Maks. 2 Maks Sulfur Dioksida Sulfur dioksida adalah suatu gas yang diperoleh dari hasil pembakaran belerang dengan oksigen, merupakan gas yang tidak berwarna dan berbau rangsang. Di dalam pabrik sulfitasi, gas sulfur dioksida digunakan sebagai pembentuk endapan, ialah dengan cara memberikan kapur berlebihan dibandingkan dengan kebutuhan untuk penetralan, kelebihan susu kapur akan dinetralkan kembali dengan asam yang terbentuk bila gas sulfur dioksida bertemu dengan air. Sebagai hasil dari proses reaksi penetralan akan terbentuklah suatu endapan yang berwarna putih dan dapat dihilangkan kotoran-kotoran lembut yang terdapat di dalam nira (Soemarno,1991).

10 3.1 Alat dan Bahan Alat BAB 3 METODOLOGI PRAKTIKUM 1. Hand Refractometer 2. Beaker Glass 3. Alat Pemanas 4. Pengaduk Magnetik 5. Kertas Lakmus 6. Hand Refractometer 7. Colour Reader 8. Neraca 9. Mesin Pengayak (16, 18, 20,25,40) 10. Timbangan Analitik 11. Erlenmeyer 300 ml 12. Buret mikro 10 ml 13. Magnetic Stirer 14. Cawan Timbang Bahan 1. Nira dari tebu bersama kulitnya 2. Nira dari tebu yang dikupas kulitnya 3. Nira dari tebu bersama kulitnya 4. Nira dari tebu yang dikupas kulitnya 5. Larutan kapur 6. Gulaku 7. Gula curah 8. Gulaku 9. Gula curah macam gula kristal putih 11. Larutan iodium setara 0,162 mg SO2/mL 12. Larutan standart Tio sulfat 13. Larutan kanji 0,2%

11 14. Aquadest 3.2 Skema Kerja dan Fungsi Perlakuan Derajad Brix Nira dengan kulit Nira tanpa kulit Refraktometer Diamati (3 kali ulangan)

12 pertama untuk pengukuran derajad brix pada nira tebu yaitu dengan menyiapkan nira tebu yang diekstraksi dengan kulitnya dan nira tebu yang diekstraksi tanpa kulit. Pada pengukuran derajad brix nira tebu menggunakan 2 bahan yang berbeda agar dapat membedakan antara derajad brix nira tebu yang diekstraksi dengan kulitnya dan nira tebu yang diekstraksi tanpa kulit. Derajat brix adalah zat padat semu yang larut (dalam gram) setiap 100 gram larutan. Selanjutnya kedua nira tersebut di refraktometer untuk kemudian diamati sebanyak 3 kali pengulangan. Penggunaan refractometer untuk mengukur kadar konsentrasi derajat brix. Prinsip kerja yang digunakan yaitu memanfaatkan refraksi cahaya yaitu dengan meneteskan nira dan didapat indeks bias pada skala metrix Defekasi 150 nira dengan kulit 150 nira dengan kulit Dipanaskan sampai suhu 750c Penambahan larutan kapur (ph netral)

13 Didinginkan Diamati dengan refraktometer Perbandingan sebelum defekasi Pada proses defekasi nira tebu menggunakan 2 jenis nira yang beda perlakuannya sebagai parameter perbandingan. Masing-masing menggunakan nira Dipanaskan kembali (30 ) Diaduk sebanyak 150 ml. Kemudian dipanaskan pada suhu 75 C tujuan pemanasan yaitu agar reaksi lebih cepat akan tetapi, PH nira menjadi nira sehingga dilakukan penambahan larutan kapur hingga PH netral. Penambahan larutan kapur selain untuk menetralkan PH bertujuan menggumpalkan kotoran yang masih terdapat dalam nira tebu. Kemudian larutan nira dengan ph netral dipanaskan kembali selama 30 menit sambil diaduk. Setelah selama 30 menit larutan nira dengan ph netral didinginkan sambil memberi kesempatan kotoran untuk mengendap. Selanjutnya ambil beberapa tetes sampel nira jernih untuk diteteskan pada hand refraktometer kemudian amati derajad brixnya sebanyak 3 kali pengulangan. Kemudian bandingkan nira yang ditambah larutan kapur dan dipanaskan (defekasi) dengan nira sebelum defekasi.

14 3.2.3 Warna Gula Kristal Putih Gula kristal putih 1 Gula kristal putih 2 Diukur dengan colour reader ( 3 kali) Dilakukan pengamatan Untuk mengukur derajad keputihan gula kristal putih menggunakan produk gulaku sebagai GKP 1 dan gula curah sebagai GKP 2 untuk diukur tingkat kecerahan dan derajat keputihan. Perlakuan tersebut bertujuan agar dapat membandingkan tingkat kecerahan dan derajat keputihan dari kedua GKP. Kedua GKP diambil untuk diukur derajad keputihannya sebanyak 10g pada setiap pengulangan, pada praktikum kali ini dilkukan 3 kali pengulangan pada masing-masing GKP. Kedua GKP diukur derajad keputihannya dengan mengunakan color reader sebanyak 3 kali pengulangan. Colour reader adalah alat pengukur warna yang didesain dengan tiga reseptor sehingga mampu mendeteksi dengan akurat antara warna gelap dan terang. Prinsip kerja colour reader yaitu dengan menggunakan sistem CIE dengan tiga reseptor warna yaitu L, a, b Hunter. L menunjukkan kecerahan bedasarkan warna putih, a menunjukan kemerahan atau kehijauan, dan b menunjukan kekuningan atau kebiruan. Selanjutnya diamati perbedaan warna kedua GKP.

15 3.2.4 Besar Butir GKP 60gr GKP 1 60 gr GKP 2 Dilakukan pengayakan selama 10 menit Dilakukan penimbangan Pengukuran besar jenis GKP dilakukan menggunakan ayakan mesh ukuran 12, 18, 20, 25, dan 40 mesh. Pengukuran besar jenis GKP menggunakan 2 GKP yg berbeda mutunya. Sebanyak 10 g pada masing-masing GKP dilakukan pengayakan mnggunakan ayakan mesh bertingkat selama 10 menit untuk mengetahui ukuran GKP yang diamati. Kemudian dilakukan penimbangan pada setiap fraksi.

16 3.2.5 Residu SO2 A. Blanko 150 ml aquades Ditambah 10 ml indikator amilum dan 10 ml HCL Dititrasi dengan I2 ( warna ungu muda) Pengukuran residu belerang oksida (SO2) menggunakan blanko. Larutan blanko merupan larutan yang tidak berisi analit tujuannya yaitu untuk larutan pembanding. Pembuatan larutan blanko dengan menera 150 ml aquadest ditambah 10 ml indikator amilum (kanji) dan dan 10 ml HCl, kemudian dilakukan titrasi dengan larutan iodium, hingga mencapai titik akhir, yaitu pada saat timbul warna ungu muda misal memerlukan v ml. Penggunaan kanji digunaan untuk kepekaan yang menghasilkan warna ungu hingga biru tua. Indikator kanji tingkat kepekaannya lebih besar jika berada pada suasana asam dan adanya iod. Pada praktikum ini, suasana asam dibuat dengan menambahkan HCl 10 ml.

17 B.Contoh 50 gr GKP 1 50 gr GKP 2 Ditambah aquades sebanyak 150 ml Ditambah 10 ml HCL dan 10 ml indikator amilum Dititrasi dengan I2 (warna ungu muda) Pengukuran residu belerang oksida (SO 2 ) dengan menggunakan contoh 2 macam GKP yaitu gulaku sebagai GKP 1 dan gula curah sebagai GKP 2. Sebanyak 50 g pada kedua macam GKP tersebut ditambahkan 150 aquadest. Larutan tersebut ditambahkan 10 ml indikator amilum (kanji) dan dan 10 ml HCl, kemuduan dilakukan titrasi dengan larutan iodium, hingga mencapai titik akhir, yaitu pada saat timbul warna ungu muda. Penggunaan kanji digunaan untuk kepekaan yang menghasilkan warna ungu hingga biru tua. Indikator kanji tingkat kepekaannya lebih besar jika berada pada suasana asam dan adanya iod.

18 BAB 4. HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN 4.1 Hasil Pengamatan Derajat Brix Nira Tabel 2. Derajat brix nira Kondisinira I Niratebubersamakulit 17,60 17,60 17,80 Niratebutanpakulit 17,40 17,40 17,60 Derajat brix II 16,50 17,00 17,20 16,00 16,10 17, Defekasi Tabel 3. Derajat Brix Nira Sebelum dan Setelah Defekasi Kondisinira Niratebubersamakulit 17,60 17,60 17,80 Niratebutanpakulit 17,40 17,40 17,60 Derajat brix SebelumDefekasi Derajat brix SetelahDefekasi I II I II 16,50 15,50 16,80 17,00 15,40 17,20 17,20 15,40 17,20 16,00 16,10 17,02 16,00 16,00 16,10 18,00 18,60 18, Warna (Kecerahan) Gula Kristal Putih Tabel 4. Warna (Kecerahan) Gula Kristal Putih Gula Kristal Putih PenstandartanColour Nilai L Reader I II A ,9 58,4 58,3 57,1 56,1 57,9 B ,8 52,0 51,2 54,33 53,37 52,57

19 4.1.4 Besar Jenis Butir Gula Kristal Putih Tabel 5. Berat Jenis Butir Gula Kristal Putih Gula kristal putih ulangan I A Fraksi I : 4,96 Fraksi II : 13,65 Fraksi III : 0,75 Fraksi IV : 8,78 Fraksi V : 25,33 Fraksi VI : 8,82 B Fraksi I : 11,38 Fraksi II : 15,31 Fraksi III : 0,76 Fraksi IV : 8,35 Fraksi V :21,01 Fraksi VI :6, Residu Belerang Oksida (SO 2 ) 1ml Iod setara dengan = 0,162 mg SO 2 Berat contoh (I) = 50,67 g Berat contoh (II) = 50,70 g Berat (gram) ulangan II Fraksi I : 3,42 Fraksi II : 12,5 Fraksi III : 0 Fraksi IV : 9,66 Fraksi V :25,54 Fraksi VI : 9,35 Fraksi I : 8,89 Fraksi II : 14,37 Fraksi III : 0 Fraksi IV : 7,94 Fraksi V :21,81 Fraksi VI :6,31 Tabel 6. Residu belerang oksida (SO 2 ) Gula Titran (ml) contoh Titran (ml) blanko Gulakristalputih A 4,1 2,4 Gulakristalputih B 7,7 2,4

20 4.2 Hasil Perhitungan Derajat Brix Nira Tabel 7. Derajat brix nira Kondisinira Derajat brix I Rata-rata II Rata-rata Niratebubersamakulit 17,60 16,50 17,60 17,80 17,67 17,00 17,20 16,90 Rata-rata 17,29 Niratebutanpakulit 17,40 17,40 17,60 17,47 Rata-rata 16,92 16,00 16,10 17,02 16, Defekasi Tabel 8. Derajat brix nira sebelum dan setelah defekasi Kondisinira Derajat brix SebelumDefekasi Derajat brix SetelahDefekasi I II I II Niratebubersamakulit 17,60 17,60 17,80 16,50 17,00 17,20 15,50 15,40 15,40 16,80 17,20 17,20 Rata rata 17,67 16,90 15,43 17,07 16,00 16,00 18,00 16,10 16,00 18,60 17,02 16,10 18,80 Niratebutanpakulit 17,40 17,40 17,60 Rata rata 17,47 16,37 16,03 18, Warna (Kecerahan) Gula Kristal Putih Tabel 9. Warna (Kecerahan) Gula Kristal Putih Gula Kristal Putih PenstandartanColour Nilai L Reader I II A ,9 58,4 58,3 57,1 56,1 57,9

21 Rata rata 59,2 57,03 B ,8 52,0 51,2 57,1 56,1 57,9 Rata rata 51,67 57, Besar Jenis Butir Gula Kristal Putih Gula kristal putih A Fraksi I : 4,96 Fraksi II : 13,65 Fraksi III : 0,75 Fraksi IV : 8,78 Fraksi V : 25,33 Fraksi VI : 8,82 B Fraksi I : 11,38 Fraksi II : 15,31 Fraksi III : 0,76 Fraksi IV : 8,35 Fraksi V :21,01 Fraksi VI :6,44 Tabel 10. Besar jenis butir gula kristal putih Berat (gram) Besar Jenis Butir (BJB) (mm) I II I II Fraksi I : 3,42 Fraksi II : 12,5 Fraksi III : 0 Fraksi IV : 9,66 Fraksi V :25,54 Fraksi VI : 9,35 0,53 0,51 Rata-rata 0,52 Fraksi I : 8,89 Fraksi II : 14,37 Fraksi III : 0 Fraksi IV : 7,94 Fraksi V :21,81 Fraksi VI :6,31 0,61 0,59 Rata-rata 0, Residu Belerang Oksida (SO 2 ) Gula Gulakristalputih A Gulakristalputih B Tabel 11. Residu Belerang Oksida (SO 2 ) Titrancontoh (ml) Titranblanko (ml) Residu SO 2 (ppm) 4,1 2,4 5,4351 7,7 2,4 16,9349

22 BAB 5 PEMBAHASAN 5.1 Derajat Brix Pada praktikum kali ini ada 2 bahan yaitu nira tebu dengan kulitnya dan nira tebu tanpa kulitnya yang masing-masing dilakukan 2 kali percobaan dengan 3 kali pengulangan. Pada percobaan pertama dengan bahan nira tebu bersama kulitnya didapatkan nilai derajat brix 17,60 (ulangan 1); 17,60 (ulangan 2); 17,80 (ulangan 3) dengan rata-rata 17,67 sedangkan pada percobaan kedua didapatkan nilai 16,50 (ulangan 1); 17,00 (ulangan 2); 17,20 (ulangan 3) dengan rata-rata 16,90. Perbedaan nilai ini bisa saja disebabkan kurang akuratnya saat perhitungan maupun perbedaan kandungan bahan padat terlarut pada percobaan pertama lebih banyak, seperti menurut risvank (2011) Brix adalah jumlah zat padat semu yang larut (dalam gr) setiap 100 gr larutan. Jadi misalnya brix nira = 16, artinya bahwa dari 100 gram nira, 16 gram merupakan zat padat terlarut dan 84 gram adalah air. Tidak jauh berbeda pada bahan nira tebu tanpa kulit juga didapatkan perbedaan yang mungkin disebabkan hal yang sama. Pada percobaan pertama diperoleh nilai 17,40 (ulangan 1); 17,40 (ulangan 2); 17,60 (ulangan 3) dengan rata-rata 17,47 pada percobaan kedua diperoleh nilai derajat brix 16,00 (ulangan 1); 16,10 (ulangan 2); 17,02 (ulangan 3) dengan rata-rata 16,37. Pada praktikum kali ini nilai rata-rata derajat brix dari bahan nira tebu dengan kulitnya adalah 17,29 sedangkan nira tebu tanpa kulitnya 16,92 hal ini sesuai dengan literatur bahwa semakin banyak padatan terlarut maka semakin besar pula nilai derajat brix. Padatan terlarut pada nira tebu dengan kulitnya jelas jauh lebih besar dikarenakan kulit tebu juga ikut terlarut didalamnya

23 5.2 Defekasi Proses defekasi adalah proses pengolahan gula yang di dalam proses pemurniannya hanya menggunakan kapur sebagai bahan pemurni. Pada proses ini nira dengan kulitnya dan nira tanpa kulitnya dipanaskan terlebih dahulu dengan suhu 75 C penambahan kapur sampai ph netral menjadikan warna pada nira tebu menjadi lebih putih. Pada acara kali ini ada 2 bahan juga yaitu nira tebu yang sudah dikupas dan belum dikupas. Pada bahan nira tebu yang belum dikupas percobaan pertama rata-rata nilai sebelum defekasi ialah 17,67 sedangan setelah didefekasi adalah 15,43 begitu juga pada percobaan pertama bahan nira tebu yang telah dikupas nilai rata-rata sebelum defekasi ialah 17,47 dan setelah mengalami proses defekasi nilainya menurun menjadi 16,03 pada percobaan pertama. Berarti dalam data ini didapati adanya penyimpangan karena seharusnya derajat brix setelah didefekasi naik karena dalam proses defekasi ada penambahan padatan terlarut berupa sulfit maupun karbon yang berfungsi untuk mengikat kotoran yang ada. Pada percobaan kedua data yang diperoleh cukup akurat, karena setelah proses defekasi nilai rata-rata derajat brix pada bahan meningkat dari 16,90 menjadi 17,07 pada bahan nira tebu yang belum dikupas dan 16,37 menjadi 18,47 pada bahan nira tebu yang telah dikupas terlebih dahulu. 5.3 Warna Gula Kristal Putih Kecerahan warna merupakan kenampakan yang dilihat pada gula yaitu kenampakanyang bersih dan cerah. Penggunaan colour reader sebagai alat pengukur kecerahan memiliki skala pengukuran Pada percobaan kali ini ada 2 bahan gula kristal putih yang berbeda yang akan diuji warnanya. Gula kristal putih A pada percobaan pertama dengan 3 kali pengulangan didapatkan nilai rata-rata 59,2 sedangkan percobaan kedua denganpengulangan 3 kali didapatkan nilai rata-rata 57,03. Sedangkan pada bahan gula kristal putih B didapatkan nilai dari color reader percobaan pertama dengan 3 kali pengulangan

24 sebesar 51,67 dan percobaan kedua dengan 3 kali pengulangan sebesar57,03 dari semua hasil yang didapatkan tidak ada yang sesuai dengan kriteria yang diinginkan, gula kristal yang baik nilainya akan tinggi atau bahkan mendekati 100. Karena semakin tinggi nilai dari colour reader maka gula tersebut semakin putih, dan semakin rendah nilainya maka warnanya mendekati kearah gelap. Dari semua nilai yang didapatkan gula kristal putih sampel memiliki warna cukup coklat dan tidak sesuai dengan kriteria mutu gula kristal putih yang baik. Menurut Hartanto (2014) bahwa gula dengan kecerahan tinggi lebih disukai dibanding gula dengan kenampakan lebih coklat. Hal tersebut dikarenakan perlakuan yang diberikan lebih maksimal dan warnanya lebih menarik konsumen 5.4 Besar Jenis Butir Gula Kristal Putih Berat jenis butir adalah ukuran rata-rata butir kristal gula dinyatakan dalam mm. Persyaratan yang ditetapkan oleh SNI untuk besar jenis butir gula adalah 0,8 1,2. Gula yang diamati memiliki besar ukuran butir dibawah standart SNI yang di tetapkan. Pada sampel gkp a dan b untuk percobaan 1 didapatkan 0,53 dan 0,61 dan percobaan 2 didapatkan 0,51 dan 0,59. Hal ini tidak sesuai dengan yang ditetapkan oleh SNI. Perbedaan ukuran butir tersebut, disebabkan karena kekurang telitian praktian dalam melakukan praktikum. Hal tersebut meliputi pengayakan manual yang dilakukan tidak konstan, ataupun penimbangan gula awal yang kurang akurat serta ketelitian alat yang digunakan kurang tinggi. 5.5 Residu Belerang Oksida (SO 2 ) Sulfitasi adalah proses penambahan sulfit pada proses pengolahan dengan tujuan memperbaiki warna. Pada pemurnian ini dilakukan penambahan kapur dengan jumlah yang cukup banyak. Kelebihan kapur ini kemudian dinetralkan kembali dengan gas sulfite. Penambahan gas SO 2 menyebabkan SO 2 bergabung dengan CaO membentuk CaSO 3 yang mengendap. Belerang oksida sendiri penggunaanya juga tidak diperbolehkan terlalu berlebihan. Jumlah yang diijinkan

25 yaitu maksimal 30 mg/kg. Pada gula sampel A kadar SO 2 lebih rendah yaitu 5,4351 dibandingkan sampel B yang residu SO 2 lebih tinggi yakni 16,9349, hal tersebut sangat bagus karena SO 2 pada tubuh manusia dapat menyebabkan pelukaan lambung, mempercepat serangan asma, mutase genetik, kanker dan aler (Hartanto, 2014) akan tetapi nilai yang didapatkan pada sampel A juga terlalu rendah yang dimungkinkan karena terjadinya kesalahan perhitungan maupun pelakuan.

26 BAB 6. PENUTUP 6.1 Kesimpulan Dari praktikum yang telah dilakukan dapat disimpukan bahwa : 1. Kecerahan warna gula berperan sangat penting yang menunjukkan kualitas (proses yang dilakukan) dalam menghasilkan produk. 2. Semakin tinggi derajat brix yang didapat menunjukkan kehilangan kadar air pada nira yang menyebabkan kandungan kering semakin tinggi, perlakuan defekasi membantu mengurangi kadar air sehingga nilai derajat brix tinggi 3. Butiran gula merupakan parameter yang sangat penting yaitu 0,8-1,2 bedasar SNI, sehingga produksi gula harus mengikuti petunjuk SNI agar didapat gula dengan kualitas baik. 4. SO 2 merupakan bahan tambahan pangan, akan tetapi penggunaannya perlu kadar yang sesuai karena jika berlebih akan berdampak pada kesehatan, kadar sesuai SNI yaitu 30 mg/kg pada gula. 6.2 Saran Saran saya untuk praktikum selanjutnya yaitu diharapkan praktikan lebih berhati- hati dalam menggunakan alat praktikum supaya hasil yang di praktikumkan tidak terjadi kesalahan, dan seharusnya praktikum dilakukan tepat sesuai dengan jadwal waktu yang diberikan

27 DAFTAR PUSTAKA Buckle, K.A Ilmu Pangan. Jakarta : UI Press. Edy Sofyadi Aspek Budidaya, Prospek, Kendala, dan Solusi Pengembangan Sorgum di Indonesia. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Goutara dan Wijadi Dasar Pengolahan Gula I. Fakultas Teknologi Pertanian. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Hartanto, E, Peningkatan Mutu Produk Gula Kristal Putih melalui Teknologi Defekasi Remelt Karbonatasi. Jurnal Standarisasi Vol. 16 No. 3 Hal : Jawa Barat : Balai Besar Industri Agro. James, G Sugarcane. Blackwell Publishing Company. Oxford OX4 2Dq, UK. Miller, J.D. and R.A. Gilbert Sugarcane Botany: A Brief View. Agronomy Department, Florida Cooperative Extension Service, Institute of Food and Agricultural Sciences, University of Florida. 6 hlm. Notojoewono, A.W Tebu. Jakarta Risvank Pemurnian Nira di Pabrik Gula. Yogyakarta: Gajah Mada Univercity

28 Tarigan, B. Y. dan J. N. Sinulingga Laporan Praktek Kerja Lapangan di Pabrik Gula Sei Semayang PTPN II Sumatera Utara. Medan : Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. SNI Gula Kristal-Bagian 3: Putih : BSN Soemarno Dasar-dasar Teknologi Gula. Yogyakarta: LPP Yogyakarta. Supriyadi, A., Rendemen Tebu. Yogyakarta: Kanisius. Tjokroadikoesoemo, P. S. dan A. S. Baktir Ekstraksi Nira Tebu. Surabaya: Yayasan Pembangunan Indonesia Sekolah Tinggi Teknologi Industri. Wijayanti, W. A Pengelolaan Tanaman Tebu (Saccharum Officinarum L.) di Pabrik Gula Tjoekir Ptpn X Jombang Jawa Timur. Bogor : Institut Pertanian Bogor. Youvita Hety Indiani Pemilihan Tanaman dan Lahan Sesuai dengan Kondisi Lingkungan dan Pasar. Jakarta: Penabur Swadaya

29 LAMPIRAN PERHITUNGAN a. Derajat Brix Nira Rata-rata derajat Brix nira tebu bersama kulitnya I = 17,60+17,60+ 17,80 3 = 17,67 II = 16,50+17,00+ 17,20 3 = 16,90 Rata rata = 17,67+ 16,90 2 = 17,29 Rata-rata derajat Brix nira tanpa kulit I = 17,40+17,40+ 17,60 3 = 17,47 II = 16,00+16,10+ 17,02 3 = 16,37 Rata rata = 17,47+ 16,37 2 = 16,92 b. Derajat Brix Nira Setelah Proses Defekasi Rata-rata derajat Brix nira bersama kulit setelah defekasi I = 15,50+15,40+ 15,40 3 = 15,43 II = 16,80+17,20+ 17,20 3 = 17,07 Rata-rata derajat Brix nira tanpa kulit setelah defekasi I = 16,00+16,00+ 16,10 3 = 16,03

30 II = 18,00+18,60+ 18,80 3 = 18,47 c. Warna (Kecerahan) Gula Kristal Putih GKP A 60,9+ 58,4+58,3 I = 3 = 59,2 II = 5,9+ 6,9+ 6,13 3 = 6,31 GKP B 51,80+52,0+ 51,2 I = 3 = 51,67 II = 11,3 +10,63+10,43 3 = 10,78 d. Berat Jenis Butir Gula Gula Kristal Putih A Ulangan 1 Fraksi I = 4,96 x100 62,29 x 7,1 = 56,53 Fraksi II = 13, 65 x100 62,29 x 8,55 = 187,36 Fraksi III = 0,75 x ,29 x10,0 = 12,04

31 Fraksi IV = 8,78 x ,29 x 12,05 = 169,84 Fraksi V = 25,33 x100 62,29 x 19,05 = 774,66 Fraksi VI = 8,82 x100 62,29 x 48,0 = 679,66 Z = 56,53+187,36+12,04+169,84+774,66+679,66 = 1880,09 Besar Jenis Butir (BJB) = 100 Z x 10 mm = ,09 x 10 mm = 0,53 mm Ulangan 2 Fraksi I = 3,42 x100 60,47 x7,1 = 40,155 Fraksi II = 12,5 x100 60,47 x8,55 = 176,74 Fraksi III = 0x ,47 x10,0 = 0 Fraksi IV = 9,66 x ,47 x 12,05 = 192,49 Fraksi V = 25,54 x ,47 x 19,05 = 804,529 Fraksi VI = 9,35 x ,47 x 48,0 = 742,186 Z = 40, , , , ,186 = 1956,1

32 Besar Jenis Butir (BJB) = 100 Z x 10 mm = ,1 x 10 mm = 0,51 mm 0,53+ 0,51 Rata-rata BJB GKP A = 2 = 0,52 mm Gula Kristal Putih B Ulangan 1 Fraksi I = Fraksi II = 11,38 x ,25 x 7,1= 127,74 15,31 x100 63,25 x 8,55 = 206,96 Fraksi III = 0,76 x ,25 x 10,0 = 12,01 Fraksi IV = 8,35 x ,25 x 12,05 = 159,08 Fraksi V = 21,01 x100 63,25 x 19,05 = 632,79 Fraksi VI = 6,44 x100 63,25 x 48,0 = 488,73 Z = 127,74+206,96+12,01+159,08+632,79+488,73 = 1627,31 Besar Jenis Butir (BJB) = 100 Z x 10 mm = ,31 x 10 mm = 0,61 mm

33 Ulangan 2 Fraksi I (16 mesh) = Fraksi II (18 mesh) = Fraksi III (20 mesh) = Fraksi IV (25 mesh) = Fraksi V (45 mesh) = Fraksi VI (baki) = 8,89 x ,32 x 7,1= 106,40 14,37 x ,32 x 8,55 = 207,11 0x ,32 x 10,0 = 0 7,94 x ,32 x 12,05 = 161,28 21,81 x100 59,32 x 19,05 = 700,40 6,31 x100 59,32 x 48,0 = 510,58 Z = 106, , , , ,58 = 1685,77 Besar Jenis Butir (BJB) = 100 Z x 10 mm = ,77 x 10 mm = 0,59 mm 0,61+ 0,59 Rata-rata BJB GKP B = 2 = 0,60 mm e. Residu Belerang Oksida GKP A Kadar SO 2 (t v ) x 0,162 x 1000 μg/g SO 2 berat contoh(g) = ( 4,1 2,4 ) x 0,162 x 1000 μg/g SO 2 =5, ,67 GKP B Kadar SO 2 (t v ) x 0,162 x 1000 μg /g SO 2 berat contoh(g) = (7,7 2,4 ) x 0,162 x1000 μg/ g SO 2 =16, ,70

34

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tebu (Saccarum officinarum L) termasuk famili rumput-rumputan. Tanaman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tebu (Saccarum officinarum L) termasuk famili rumput-rumputan. Tanaman BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tebu Tebu (Saccarum officinarum L) termasuk famili rumput-rumputan. Tanaman ini memerlukan udara panas yaitu 24-30 ºC dengan perbedaan suhu musiman tidak lebih dari 6 ºC, perbedaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tebu, jika digiling akan menghasilkan air dan ampas dari tebu,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tebu, jika digiling akan menghasilkan air dan ampas dari tebu, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nira Tebu Tanaman tebu, jika digiling akan menghasilkan air dan ampas dari tebu, kemudian air hasil gilingan itu disaring dan air itu yang di namakan nira dan proses penyaringan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) tergolong dalam famili Graminae yaitu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) tergolong dalam famili Graminae yaitu 11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Tanaman Tebu Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) tergolong dalam famili Graminae yaitu rumput-rumputan. Saccharum officinarum merupakan spesies paling penting

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis, dan (7)

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : 19630504 198903 2 001 DIBIAYAI OLEH DANA DIPA Universitas Riau Nomor: 0680/023-04.2.16/04/2004, tanggal

Lebih terperinci

PEMBUATAN GULA MERAH DENGAN BAHAN DASAR TEBU (SACCHARUM OFFICIANARUM)

PEMBUATAN GULA MERAH DENGAN BAHAN DASAR TEBU (SACCHARUM OFFICIANARUM) SIDANG TUGAS AKHIR PEMBUATAN GULA MERAH DENGAN BAHAN DASAR TEBU (SACCHARUM OFFICIANARUM) Oleh : M. Renardo Prathama Abidin 2307 030 049 Ferry Oktafriyanto 2307 030 076 DIPRESENTASIKAN PADA JUMAT, 9 JULI

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM MATA KULIAH TEKNOLOGI PENGOLAHAN KOMODITI PERKEBUNAN HULU TEBU. Disusun Oleh: Awi Metalisa/ THP-C/5

LAPORAN PRAKTIKUM MATA KULIAH TEKNOLOGI PENGOLAHAN KOMODITI PERKEBUNAN HULU TEBU. Disusun Oleh: Awi Metalisa/ THP-C/5 LAPORAN PRAKTIKUM MATA KULIAH TEKNOLOGI PENGOLAHAN KOMODITI PERKEBUNAN HULU TEBU Disusun Oleh: Awi Metalisa/141710101090 THP-C/5 JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PRODUKSI GULA CAIR DARI PATI SAGU SULAWESI TENGGARA

PRODUKSI GULA CAIR DARI PATI SAGU SULAWESI TENGGARA PRODUKSI GULA CAIR DARI PATI SAGU SULAWESI TENGGARA Agus Budiyanto, Abdullah bin Arif dan Nur Richana Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian n Disampaikan Pada Seminar Ilmiah dan Lokakarya Nasional 2016

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Pustaka 2..1.1. Tinjauan Agronomis Tanaman tebu tidak asing lagi bagi kita, karena telah lama ada di negeri ini. Di lingkungan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Lampung Timur, Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri

III. BAHAN DAN METODE. Lampung Timur, Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Lehan Kecamatan Bumi Agung Kabupaten Lampung Timur, Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri Lampung

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Aplikasi pengawet nira dan pembuatan gula semut dilakukan di Desa Lehan Kecamatan

III. BAHAN DAN METODE. Aplikasi pengawet nira dan pembuatan gula semut dilakukan di Desa Lehan Kecamatan 20 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Aplikasi pengawet nira dan pembuatan gula semut dilakukan di Desa Lehan Kecamatan Bumi Agung Kabupaten Lampung Timur, analisa dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gula adalah suatu karbohidrat sederhana yang menjadi sumber energi dan komoditi perdagangan utama. Gula paling banyak diperdagangkan dalam bentuk kristal sukrosa padat.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mampu memenuhi kebutuhan masyarakat yang semakin banyak. Upaya pemenuhan

I. PENDAHULUAN. mampu memenuhi kebutuhan masyarakat yang semakin banyak. Upaya pemenuhan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Gula merupakan kebutuhan pokok masyarakat Indonesia. Setiap tahun konsumsi gula penduduk Indonesia semakin meningkat. Produksi gula tebu dalam negeri tidak

Lebih terperinci

BAB V METODOLOGI. Pada tahap ini, dilakukan pengupasan kulit biji dibersihkan, penghancuran biji karet kemudian

BAB V METODOLOGI. Pada tahap ini, dilakukan pengupasan kulit biji dibersihkan, penghancuran biji karet kemudian BAB V METODOLOGI Penelitian ini akan dilakukan 2 tahap, yaitu : Tahap I : Tahap perlakuan awal (pretreatment step) Pada tahap ini, dilakukan pengupasan kulit biji dibersihkan, penghancuran biji karet kemudian

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI NaOH PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU

PENGARUH KONSENTRASI NaOH PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU PENGARUH KONSENTRASI NaOH PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU Drs. Syamsu herman,mt Nip : 19601003 198803 1 003 DIBIAYAI OLEH DANA DIPA Universitas Riau Nomor: 0680/023-04.2.16/04/2004,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan yang digunakan Kerupuk Udang. Pengujian ini adalah bertujuan untuk mengetahui kadar air dan

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Umbi talas (Xanthosoma sagittifolium (L.) Schott) Lampiran 2. Pati umbi talas (Xanthosoma sagittifolium (L.

LAMPIRAN. Lampiran 1. Umbi talas (Xanthosoma sagittifolium (L.) Schott) Lampiran 2. Pati umbi talas (Xanthosoma sagittifolium (L. LAMPIRAN Lampiran 1. Umbi talas (Xanthosoma sagittifolium (L.) Schott) Lampiran 2. Pati umbi talas (Xanthosoma sagittifolium (L.) Schott) 47 Lampiran. Oven Lampiran 4. Autoklaf 48 Lampiran 5. Tanur Lampiran

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu 1. Bentuk Granula Suspensi pati, untuk pengamatan dibawah mikroskop polarisasi cahaya, disiapkan dengan mencampur butir pati dengan air destilasi, kemudian

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA HIDROLISIS AMILUM (PATI)

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA HIDROLISIS AMILUM (PATI) LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA HIDROLISIS AMILUM (PATI) Di Susun Oleh : Nama praktikan : Ainutajriani Nim : 14 3145 453 048 Kelas Kelompok : 1B : IV Dosen Pembimbing : Sulfiani, S.Si PROGRAM STUDI DIII ANALIS

Lebih terperinci

Cara Penentuan Nilai BRIX kadar gula Dalam Tanaman Tebu. Oleh: Khairul Nurcahyono

Cara Penentuan Nilai BRIX kadar gula Dalam Tanaman Tebu. Oleh: Khairul Nurcahyono Cara Penentuan Nilai BRIX kadar gula Dalam Tanaman Tebu Oleh: Khairul Nurcahyono Dalam industri gula dikenal istilah-istilah pol, brix dan HK (hasil bagi kemurnian). Istilah-istilah ini terdapat analisa

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. A.2. Bahan yang digunakan : A.2.1 Bahan untuk pembuatan Nata de Citrullus sebagai berikut: 1.

BAB III METODOLOGI. A.2. Bahan yang digunakan : A.2.1 Bahan untuk pembuatan Nata de Citrullus sebagai berikut: 1. BAB III METODOLOGI A. ALAT DAN BAHAN A.1. Alat yang digunakan : A.1.1 Alat yang diperlukan untuk pembuatan Nata de Citrullus, sebagai berikut: 1. Timbangan 7. Kertas koran 2. Saringan 8. Pengaduk 3. Panci

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11 sampai 28 November 2013

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11 sampai 28 November 2013 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT 1. Waktu Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11 sampai 28 November 2013 2. Tempat Laboratorium Patologi, Entomologi, & Mikrobiologi (PEM) Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut USDA (2008), kedudukan sorgum manis (Sorghum bicolor [L.]

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut USDA (2008), kedudukan sorgum manis (Sorghum bicolor [L.] 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengenalan Tanaman Sorgum 2.1.1 Asal dan penyebaran sorgum Menurut USDA (2008), kedudukan sorgum manis (Sorghum bicolor [L.] Moench) dalam ilmu taksonomi tumbuhan adalah : Kingdom

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 DATA PENGAMATAN. Tabel 7. Data Pengamtan Hidrolisis, Fermentasi Dan Destilasi. No Perlakuan Pengamatan

LAMPIRAN 1 DATA PENGAMATAN. Tabel 7. Data Pengamtan Hidrolisis, Fermentasi Dan Destilasi. No Perlakuan Pengamatan LAMPIRAN 1 DATA PENGAMATAN Tabel 7. Data Pengamtan Hidrolisis, Fermentasi Dan Destilasi. No Perlakuan Pengamatan 1 Persiapan bahan baku 2 Proses Hidrolisis Melarutkan 100 gr kulit pisang yang telah halus

Lebih terperinci

Blanching. Pembuangan sisa kulit ari

Blanching. Pembuangan sisa kulit ari BAB V METODOLOGI 5.1 Pengujian Kinerja Alat Press Hidrolik 5.1.1 Prosedur Pembuatan Minyak Kedelai Proses pendahuluan Blanching Pengeringan Pembuangan sisa kulit ari pengepresan 5.1.2 Alat yang Digunakan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu 1. Analisis Kadar Air (Apriyantono et al., 1989) Cawan Alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya diisi sebanyak 2 g contoh lalu ditimbang

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

BAB V METODOLOGI. Gambar 6. Pembuatan Minyak wijen

BAB V METODOLOGI. Gambar 6. Pembuatan Minyak wijen 18 BAB V METODOLOGI 5.1 Pengujian Kinerja Alat Press Hidrolik 5.1.1 Prosedur Pembuatan Minyak Wijen Biji Wijen Pembersihan Biji Wijen Pengovenan Pengepresan Pemisahan Minyak biji wijen Bungkil biji wijen

Lebih terperinci

BAB V METODOLOGI. 5.1 Alat yang digunakan: Tabel 3. Alat yang digunakan pada penelitian

BAB V METODOLOGI. 5.1 Alat yang digunakan: Tabel 3. Alat yang digunakan pada penelitian 14 BAB V METODOLOGI 5.1 Alat yang digunakan: Tabel 3. Alat yang digunakan pada penelitian No. Nama Alat Jumlah 1. Oven 1 2. Hydraulic Press 1 3. Kain saring 4 4. Wadah kacang kenari ketika di oven 1 5.

Lebih terperinci

Modul 1 Analisis Kualitatif 1

Modul 1 Analisis Kualitatif 1 Modul 1 Analisis Kualitatif 1 Indikator Alami I. Tujuan Percobaan 1. Mengidentifikasikan perubahan warna yang ditunjukkan indikator alam. 2. Mengetahui bagian tumbuhan yang dapat dijadikan indikator alam.

Lebih terperinci

PENENTUAN KADAR CuSO 4. Dengan Titrasi Iodometri

PENENTUAN KADAR CuSO 4. Dengan Titrasi Iodometri PENENTUAN KADAR CuSO 4 Dengan Titrasi Iodometri 22 April 2014 NURUL MU NISAH AWALIYAH 1112016200008 Kelompok 2 : 1. Widya Kusumaningrum (111201620000) 2. Ipa Ida Rosita (1112016200007) 3. Ummu Kalsum A.L

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini: BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini: Gambar 3.1 Diagram alir penelitian 22 23 3.2 Metode Penelitian Penelitian ini

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sumping merupakan makanan tradisional yang berasal dari Bali, pada di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sumping merupakan makanan tradisional yang berasal dari Bali, pada di 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumping Sumping merupakan makanan tradisional yang berasal dari Bali, pada di Indonesia sumping dikenal dengan kue nagasari. Sumping umumnya dibuat dari tepung beras, santan,

Lebih terperinci

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi)

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi) Proses Pembuatan Biodiesel (Proses TransEsterifikasi) Biodiesel dapat digunakan untuk bahan bakar mesin diesel, yang biasanya menggunakan minyak solar. seperti untuk pembangkit listrik, mesinmesin pabrik

Lebih terperinci

Untuk Daerah Tertinggal

Untuk Daerah Tertinggal Daya Saing Agroindustri Gula Semut Untuk Daerah Tertinggal Oleh :Edi Mulyadi Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat UPN Veteran Jawa Timur Gula a. Komoditas strategis dalam perekonomian Indonesia.

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL PRAKTIKUM ANALISA GULA

LAPORAN HASIL PRAKTIKUM ANALISA GULA LAPORAN HASIL PRAKTIKUM ANALISA GULA Penetapan Brix / Pol Nira Oleh : Fransiska Rossa Bastia (15.001.014) POLITEKNIK LPP YOGYAKARTA JL. LPP NO 1A, Balapan, Yogyakarta 55222 Telp: (0274)555746 fax: (0274)585274

Lebih terperinci

PENINGKATAN MUTU PRODUK GULA KRISTAL PUTIH MELALUI TEKNOLOGI DEFEKASI REMELT KARBONATASI

PENINGKATAN MUTU PRODUK GULA KRISTAL PUTIH MELALUI TEKNOLOGI DEFEKASI REMELT KARBONATASI Peningkatan Mutu Produk Gula Kristal Putih Melalui Teknologi Defekasi Remelt Karbonatasi (Eddy Sapto Hartanto) PENINGKATAN MUTU PRODUK GULA KRISTAL PUTIH MELALUI TEKNOLOGI DEFEKASI REMELT KARBONATASI Product

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Tanaman tebu dalam dunia tumbuh-tumbuhan memiliki sistematika sebagai berikut : Kelas : Angiospermae Subkelas : Monocotyledoneae Ordo : Glumaceae Famili : Graminae

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Selatan. Buah naga sudah banyak di budidayakan di Negara Asia, salah satunya di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Selatan. Buah naga sudah banyak di budidayakan di Negara Asia, salah satunya di 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Buah Naga Buah naga atau dragon fruit merupakan buah yang termasuk kedalam kelompok tanaman kaktus. Buah naga berasal dari Negara Mexico, Amerika Tengah dan Amerika Selatan.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Kimia Analisis.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Kimia Analisis. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Kimia Analisis. 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada tanggal 18 hingga

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN SUMBER KARBOHIDRAT

TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN SUMBER KARBOHIDRAT TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN SUMBER KARBOHIDRAT PERTEMUAN KE-7 Dr.Krishna Purnawan Candra Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Mulawarman 2013 PANGAN SUMBER KARBOHIDRAT Pangan dengan komposisi

Lebih terperinci

Pereaksi-pereaksi yang digunakan adalah kalium hidroksida 0,1 N, hidrogen

Pereaksi-pereaksi yang digunakan adalah kalium hidroksida 0,1 N, hidrogen Pereaksi-pereaksi yang digunakan adalah kalium hidroksida 0,1 N, hidrogen klorida encer, natrium tiosulfat 0,01 N, dan indikator amilum. Kalium hidroksida 0,1 N dibuat dengan melarutkan 6,8 g kalium hidroksida

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai bulan Oktober 2011 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai bulan Oktober 2011 di 20 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai bulan Oktober 2011 di Laboratorium Instrumentasi Jurusan Kimia FMIPA Unila. B. Alat dan Bahan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Keadaan Lokasi Pengambilan Sampel Sampel yang digunakan adalah sampel bermerek dan tidak bermerek yang diambil dibeberapa tempat pasar

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK 2 PENENTUAN KADAR KLORIDA. Senin, 21 April Disusun Oleh: MA WAH SHOFWAH KELOMPOK 1

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK 2 PENENTUAN KADAR KLORIDA. Senin, 21 April Disusun Oleh: MA WAH SHOFWAH KELOMPOK 1 LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK 2 PENENTUAN KADAR KLORIDA Senin, 21 April 2014 Disusun Oleh: MA WAH SHOFWAH 1112016200040 KELOMPOK 1 MILLAH HANIFAH (1112016200073) YASA ESA YASINTA (1112016200062) WIDYA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Apokat (KBBI: Avokad), alpukat, atau Persea americana Mill merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Apokat (KBBI: Avokad), alpukat, atau Persea americana Mill merupakan 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Alpukat Apokat (KBBI: Avokad), alpukat, atau Persea americana Mill merupakan buah yang berasal dari Amerika Tengah, termasuk famili Lauraceae, yaitu suatu famili tanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bumi ini yang tidak membutuhkan air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. bumi ini yang tidak membutuhkan air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Air merupakan zat kehidupan, dimana tidak satupun makhluk hidup di planet bumi ini yang tidak membutuhkan air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 65 75% dari berat

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama bulan Mei hingga Agustus 2015 dan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama bulan Mei hingga Agustus 2015 dan III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan selama bulan Mei hingga Agustus 2015 dan dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian dan Laboratorium Kimia,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 39 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Produksi Kerupuk Terfortifikasi Tepung Belut Bagan alir produksi kerupuk terfortifikasi tepung belut adalah sebagai berikut : Belut 3 Kg dibersihkan dari pengotornya

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI )

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI ) 41 Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI 06-6989.22-2004) 1. Pipet 100 ml contoh uji masukkan ke dalam Erlenmeyer 300 ml dan tambahkan 3 butir batu didih. 2. Tambahkan KMnO

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Masehi, dan selanjutnya oleh orang-orang Arab dibawa ke Mesir, Maroko,

TINJAUAN PUSTAKA. Masehi, dan selanjutnya oleh orang-orang Arab dibawa ke Mesir, Maroko, TINJAUAN PUSTAKA Tebu Banyak ahli berpendapat bahwa tanaman tebu berasal dari Irian, dan dari sana menyebar ke kepulauan Indonesia yang lain, Malaysia, Filipina, Thailand, Burma, dan India. Dari India

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 14 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini pemerintah menghimbau masyarakat dan pengusaha untuk meningkatkan ekspor non migas sebagai sumber devisa negara. Sangat diharapkan dari sektor pertanian,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph meter,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Penelitian Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g Kacang hijau (tanpa kulit) ± 1

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. biji cempedak ini menggunakan jenis penelitian deskriptif, dimana. kriteria tertentu yang diharapkan dalam penelitian.

BAB III METODE PENELITIAN. biji cempedak ini menggunakan jenis penelitian deskriptif, dimana. kriteria tertentu yang diharapkan dalam penelitian. BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian tentang perbandingan gizi tahu dari kedelai dan tahu biji cempedak ini menggunakan jenis penelitian deskriptif, dimana jenis

Lebih terperinci

Lampiran 1. Gambar tanaman dan wortel. Tanaman wortel. Wortel

Lampiran 1. Gambar tanaman dan wortel. Tanaman wortel. Wortel Lampiran 1. Gambar tanaman dan wortel Tanaman wortel Wortel Lampiran 2. Gambar potongan wortel Potongan wortel basah Potongan wortel kering Lampiran 3. Gambar mesin giling tepung 1 2 4 3 5 Mesin Giling

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN :

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN : Pengaruh Suhu Aktivasi Terhadap Kualitas Karbon Aktif Berbahan Dasar Tempurung Kelapa Rosita Idrus, Boni Pahlanop Lapanporo, Yoga Satria Putra Program Studi Fisika, FMIPA, Universitas Tanjungpura, Pontianak

Lebih terperinci

Atas kesediaan Bapak/Ibu saya ucapkan terima kasih.

Atas kesediaan Bapak/Ibu saya ucapkan terima kasih. Lampiran 1. Lembar Uji Hedonik Nama : Usia : Pekerjaan : Pengujian organoleptik dilakukan terhadap warna, aroma, rasa dan kekentalan yoghurt dengan metoda uji kesukaan/hedonik. Skala hedonik yang digunakan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan

BAB III MATERI DAN METODE. Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2016 di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian. Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi : Spermatophyta ( tumbuhan berbiji )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian. Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi : Spermatophyta ( tumbuhan berbiji ) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Durian 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian Menurut Rahmat Rukmana ( 1996 ) klasifikasi tanaman durian adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7. Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7. Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1 Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif Hasil analisis karakterisasi arang dan arang aktif berdasarkan SNI 06-3730-1995 dapat dilihat pada Tabel 7. Contoh Tabel 7. Hasil

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN digilib.uns.ac.id BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian eksperimental. Sepuluh sampel mie basah diuji secara kualitatif untuk

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah termasuk penelitian deskriptif.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah termasuk penelitian deskriptif. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah termasuk penelitian deskriptif. B. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian di laboratorium kimia Analis Kesehatan Muhammadiyah

Lebih terperinci

LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS

LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS A.1 Pengujian Viskositas (menggunakan viskosimeter) (Jacobs, 1958) Viskositas Saos Tomat Kental diukur dengan menggunakan viskosimeter (Brookfield Digital Viscometer Model

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis

Lampiran 1. Prosedur Analisis L A M P I R A N 69 Lampiran 1. Prosedur Analisis A. Pengukuran Nilai COD (APHA,2005). 1. Bahan yang digunakan : a. Pembuatan pereaksi Kalium dikromat (K 2 Cr 2 O 7 ) adalah dengan melarutkan 4.193 g K

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODA 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di laboratorium Kimia Analitik Fakultas matematika dan Ilmu

III. BAHAN DAN METODA 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di laboratorium Kimia Analitik Fakultas matematika dan Ilmu III. BAHAN DAN METODA 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di laboratorium Kimia Analitik Fakultas matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau selama kurang lebih 5

Lebih terperinci

PEMBUATAN KOMPOS DARI AMPAS TAHU DENGAN ACTIVATOR STARDEC

PEMBUATAN KOMPOS DARI AMPAS TAHU DENGAN ACTIVATOR STARDEC 1 PEMBUATAN KOMPOS DARI AMPAS TAHU DENGAN ACTIVATOR STARDEC Farida Ali, Muhammad Edwar, Aga Karisma Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya Indonesia ABSTRAK Ampas tahu selama ini tidak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Tanaman Kacang Hijau Kacang-kacangan (leguminosa), sudah dikenal dan dimanfaatkan secara luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan mulai akhir bulan Desember 2011-Mei 2012. Penanaman hijauan bertempat di kebun MT. Farm, Desa Tegal Waru. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. tebu, bit, maple, siwalan, bunga dahlia dan memiliki rasa manis. Pohon aren adalah

I PENDAHULUAN. tebu, bit, maple, siwalan, bunga dahlia dan memiliki rasa manis. Pohon aren adalah I PENDAHULUAN Pada bab ini akan diuraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan secara eksperimental laboratorium. B. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fakultas

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di laboratorium kimia D-3 Analis Kesehatan Fakultas Ilmu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di laboratorium kimia D-3 Analis Kesehatan Fakultas Ilmu 15 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah deskriptif yang didukung dengan studi pustaka. B. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. furnace, desikator, timbangan analitik, oven, spektronik UV, cawan, alat

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. furnace, desikator, timbangan analitik, oven, spektronik UV, cawan, alat BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat-alat yang digunakan Ayakan ukuran 120 mesh, automatic sieve shaker D406, muffle furnace, desikator, timbangan analitik, oven, spektronik UV, cawan, alat titrasi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Buah Kurma Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah kurma dalam bentuk yang telah dikeringkan dengan kadar air sebesar 9.52%. Buah kurma yang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan tahapan isolasi selulosa dan sintesis CMC di Laboratorium Kimia Organik

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu ( Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu ( Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Tebu Tebu ( Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil gula dan lebih dari setengah produksi gula berasal dari tanaman tebu (Sartono, 1995).

Lebih terperinci

A = berat cawan dan sampel awal (g) B = berat cawan dan sampel yang telah dikeringkan (g) C = berat sampel (g)

A = berat cawan dan sampel awal (g) B = berat cawan dan sampel yang telah dikeringkan (g) C = berat sampel (g) LAMPIRAN 42 Lampiran 1. Prosedur Analisis mutu kompos A. Kadar Air Bahan (AOAC, 1984) Cawan porselen kosong dan tutupnya dimasukkan ke dalam oven selama 15 menit pada suhu 100 o C.Cawan porselen kemudian

Lebih terperinci

LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS

LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS A.1 Pengujian Viskositas (menggunakan viskosimeter) (Jacobs, 1958) Viskositas Saos Tomat Kental diukur dengan menggunakan viskosimeter (Rion Viscotester Model VT-04F). Sebelum

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. 1. Neraca Analitik Metter Toledo. 2. Oven pengering Celcius. 3. Botol Timbang Iwaki. 5. Erlenmayer Iwaki. 6.

BAB 3 METODE PENELITIAN. 1. Neraca Analitik Metter Toledo. 2. Oven pengering Celcius. 3. Botol Timbang Iwaki. 5. Erlenmayer Iwaki. 6. BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat alat 1. Neraca Analitik Metter Toledo 2. Oven pengering Celcius 3. Botol Timbang Iwaki 4. Desikator 5. Erlenmayer Iwaki 6. Buret Iwaki 7. Pipet Tetes 8. Erlenmayer Tutup

Lebih terperinci

Yoghurt Sinbiotik - Minuman Fungsional Kaya Serat Berbasis Tepung Pisang

Yoghurt Sinbiotik - Minuman Fungsional Kaya Serat Berbasis Tepung Pisang AgroinovasI Yoghurt Sinbiotik - Minuman Fungsional Kaya Serat Berbasis Tepung Pisang Pisang kaya akan karbohidrat dan mempunyai kandungan gizi yang baik yaitu vitamin (provitamin A, B dan C) dan mineral

Lebih terperinci

Penentuan Bilangan Asam dan Bilangan Penyabunan Sampel Minyak atau Lemak

Penentuan Bilangan Asam dan Bilangan Penyabunan Sampel Minyak atau Lemak BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara kimiawi, lemak dan minyak adalah campuran ester dari asam lemak dan gliserol. Lemak dan minyak dapat diperoleh dari berbagai macam sumber, baik dari tumbuh-tumbuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jagung (Zea mays) Menurut Effendi S (1991), jagung (Zea mays) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting selain padi dan gandum. Kedudukan tanaman ini menurut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Kacang Hijau Kacang hijau (Vigna radiata L.) merupakan salah satu komoditas tanaman kacang-kacangan yang banyak dikonsumsi rakyat Indonesia. Kacang hijau termasuk

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia. Saus tomat ICS Badan Standardisasi Nasional

SNI Standar Nasional Indonesia. Saus tomat ICS Badan Standardisasi Nasional Standar Nasional Indonesia Saus tomat ICS 67.080.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup...1 2 Acuan normatif...1 3 Istilah dan definisi...1 4 Persyaratan...1

Lebih terperinci

JURNAL PRAKTIKUM. KIMIA ANALITIK II Titrasi Permanganometri. Selasa, 10 Mei Disusun Oleh : YASA ESA YASINTA

JURNAL PRAKTIKUM. KIMIA ANALITIK II Titrasi Permanganometri. Selasa, 10 Mei Disusun Oleh : YASA ESA YASINTA JURNAL PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK II Titrasi Permanganometri Selasa, 10 Mei 2014 Disusun Oleh : YASA ESA YASINTA 1112016200062 Kelompok : Ma wah shofwah Millah hanifah Savira aulia Widya fitriani PROGRAM

Lebih terperinci

cincin ungu pada batas larutan fruktosa cincin ungu tua pada batas larutan glukosa cincin ungu tua pada batas larutan

cincin ungu pada batas larutan fruktosa cincin ungu tua pada batas larutan glukosa cincin ungu tua pada batas larutan HASIL DAN DATA PENGAMATAN 1. Uji molish warna cincin ungu pada batas larutan pati cincin ungu pada batas larutan arabinosa cincin ungu pada batas larutan fruktosa cincin ungu tua pada batas larutan glukosa

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan pada bulan Sebtember - Desember

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan pada bulan Sebtember - Desember III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan pada bulan Sebtember - Desember 2016, tempat pelaksanaan penelitian dilakukan di lahan pertanian Universitas Muhamadiyah

Lebih terperinci

Pupuk dolomit SNI

Pupuk dolomit SNI Standar Nasional Indonesia Pupuk dolomit ICS 65.080 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Syarat mutu... 1 4 Pengambilan contoh...

Lebih terperinci

PEMURNIAN GARAM DAPUR MELALUI METODE KRISTALISASI AIR TUA DENGAN BAHAN PENGIKAT PENGOTOR NA 2 C 2 O 4 NAHCO 3 DAN NA 2 C 2 O 4 NA 2 CO 3

PEMURNIAN GARAM DAPUR MELALUI METODE KRISTALISASI AIR TUA DENGAN BAHAN PENGIKAT PENGOTOR NA 2 C 2 O 4 NAHCO 3 DAN NA 2 C 2 O 4 NA 2 CO 3 PEMURNIAN GARAM DAPUR MELALUI METODE KRISTALISASI AIR TUA DENGAN BAHAN PENGIKAT PENGOTOR NA 2 C 2 O 4 NAHCO 3 DAN NA 2 C 2 O 4 NA 2 CO 3 Triastuti Sulistyaningsih, Warlan Sugiyo, Sri Mantini Rahayu Sedyawati

Lebih terperinci

3.1. Tempat dan Waktu Bahan dan Aiat Metode Penelitian

3.1. Tempat dan Waktu Bahan dan Aiat Metode Penelitian in. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Riau, Laboratorium Kimia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) termasuk famili Graminae

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) termasuk famili Graminae 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Sorgum Tanaman sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) termasuk famili Graminae (Poaceae). Tanaman ini telah lama dibudidayakan namun masih dalam areal yang terbatas. Menurut

Lebih terperinci

BAB 3 ALAT DAN BAHAN. 1. Gelas ukur 25mL Pyrex. 2. Gelas ukur 100mL Pyrex. 3. Pipet volume 10mL Pyrex. 4. Pipet volume 5mL Pyrex. 5.

BAB 3 ALAT DAN BAHAN. 1. Gelas ukur 25mL Pyrex. 2. Gelas ukur 100mL Pyrex. 3. Pipet volume 10mL Pyrex. 4. Pipet volume 5mL Pyrex. 5. BAB 3 ALAT DAN BAHAN 3.1. Alat dan Bahan 3.1.1. Alat- alat 1. Gelas ukur 25mL Pyrex 2. Gelas ukur 100mL Pyrex 3. Pipet volume 10mL Pyrex 4. Pipet volume 5mL Pyrex 5. Buret 25mL Pyrex 6. Erlenmeyer 250mL

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis

Lebih terperinci

LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN. A. Pemanfaatan Rumput Ilalang Sebagai Bahan Pembuatan Bioetanol Secara Fermentasi.

LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN. A. Pemanfaatan Rumput Ilalang Sebagai Bahan Pembuatan Bioetanol Secara Fermentasi. LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN A. Pemanfaatan Rumput Ilalang Sebagai Bahan Pembuatan Bioetanol Secara Fermentasi. A.1 Data Pengamatan Pembuatan Bioetanol Tabel A.1.1 Tanpa Proses Perendaman Asam 1. Persiapan

Lebih terperinci

Pemanfaatan Kulit Singkong Sebagai Bahan Baku Karbon Aktif

Pemanfaatan Kulit Singkong Sebagai Bahan Baku Karbon Aktif Pemanfaatan Kulit Singkong Sebagai Bahan Baku Karbon Aktif Landiana Etni Laos, Arkilaus Selan Prodi Pendidikan Fisika STKIP Soe, Nusa Tenggara Timur E-mail: etni.laos@yahoo.com Abstrak. Karbon aktif merupakan

Lebih terperinci

BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN

BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktek Produksi Kopi Biji Salak dengan Penambahan Jahe Merah dilaksanakan pada bulan Maret-April 2016 di Laboratorium Rekayasa Proses dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Nira adalah cairan yang rasanya manis dan diperoleh dari bagian tandan

PENDAHULUAN. Nira adalah cairan yang rasanya manis dan diperoleh dari bagian tandan PENDAHULUAN Latar Belakang Nira adalah cairan yang rasanya manis dan diperoleh dari bagian tandan bunga jantan tanaman penghasil nira seperti aren, kelapa, tebu, bit, sagu, kurma, nipah, siwalan, mapel,

Lebih terperinci

Pabrik Gula dari Nira Siwalan dengan Proses Fosfatasi-Flotasi

Pabrik Gula dari Nira Siwalan dengan Proses Fosfatasi-Flotasi Pabrik Gula dari Nira Siwalan dengan Proses Fosfatasi-Flotasi Nurul Istiqomah (2309 030 075) Rini Rahayu (2309 030 088) Dosen Pembimbing : Prof.Dr.Ir.Danawati Hari Prajitno, M.Pd NIP : 19510729 198603

Lebih terperinci

DESKRIPSI TEBU VARIETAS KIDANG KENCANA (NAMA ASAL PA 198)

DESKRIPSI TEBU VARIETAS KIDANG KENCANA (NAMA ASAL PA 198) Lampiran 1. Deskripsi Varietas Kidang Kencana Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 334/Kpts/SR.120/3/2008 Tanggal : 28 Maret 2008 Tentang Pelepasan Tebu Varietas PA 198 DESKRIPSI TEBU VARIETAS KIDANG KENCANA

Lebih terperinci