BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pelayanan umum (public services) dan hubungan kerja
|
|
- Hartanti Halim
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya korupsi dibentuk oleh perilaku kejahatan yang menyangkut penyelenggaraan pelayanan umum (public services) dan hubungan kerja (public contract) yang mendatangkan sumber keuangan. Oleh karena itu korupsi terjadi melalui kelemahan sistem birokrasi penyelenggara pelayanan umum dan kelemahan sistem kontrol pada hubungan kerja yang mendatangkan sumber keuangan, dengan memanfaatkan situasi tertentu dan siklus pertumbuhan negara, perkembangan sistem sosial, dan keserasian struktur pemerintahan. 5 Perbuatan korupsi pada sistem birokrasi termasuk diantara sembilan tipe korupsi menurut Kriminolog, yaitu: 6 political bribery, political kickbacks, election fraud, corrupt campaigne pratice, discretionary corruption, illegal corruption, ideological corruption, political corruption dan mercenery corruption. Selain itu menurut Benveniste dalam Suyatno membagi definisi korupsi dalam 4 (empat) aspek bergantung pada disiplin ilmu yang dipergunakan, yakni discretionary corruption, illegal corruption, mercenary coruption dan ideological corruption Bambang Purnomo, 1983, Potensi Kejahatan Korupsi di Indonesia, PT Bina Aksara, Yogyakarta, hlm.12. Saldi Isra dan Eddy O.S Hiariej, 2009, Perspektif Hukum Pemberantasan Korupsi di Indonesia, dalam Wijayanto dan Ridwan Zachrie (Editor), Korupsi Mengorupsi Indonesia; Sebab, Akibat, dan Prospek Pemberantasan, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hlm Suyatno, 2005, Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, hlm
2 2 Korupsi merupakan permasalahan yang muncul mulai dari lingkup kecil kehidupan masyakarat, desa/kelurahan, lembaga negara hingga pada sistem pemerintahan. Salah satu penyebab korupsi menjadi sangat sulit diberantas adalah karena aktor-aktor utama korupsi kebanyakan adalah pemerintah itu sendiri. Sebagaimana ungkapan Lord Acton, Power tends to corrupt, absolute power corrupt absolutely. Sebuah kekuasaan itu cenderung kepada perbuatan korupsi, kekuasaan yang absolut pasti terjadi korupsi merupakan arti dasar ungkapan Lord Acton tersebut. 8 Sehingga sudah menjadi hal yang umum diketahui bahwa perbuatan korupsi identik dengan pemerintah, sebagimana istilah korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang melekat dalam sistem pemerintahan. Indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia pada tahun 2015 ada di skor 36, meskipun terjadi perubahan dari tahun 2014 yang mana IPK Indonesia saat itu ada di skor 34, namun skor ini masih di bawah rata-rata IPK negara-negara ASEAN yang ada di poin Ini berati permasalahan korupsi masih menjadi persoalan serius bangsa Indonesia dan tentunya upaya pemberantasan korupsi harus dimaksimalkan. Secara umum, korupsi dipahami sebagai suatu tindakan pejabat publik yang menyelewengkan kewenangan untuk kepentingan pribadi, keluarga, kroni, dan keolompok yang mengakibatkan kerugian negara. 10 selain itu, Ermansjah Djaja, 2008, Memberantas Korupsi bersama KPK, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 1. Corruption Perception Index 2015, diakses 15 Oktober 2016 Dwi Saputra dkk, 2004, Tiada Ruang Tanpa Korupsi, KP2KKN Jawa Tengah, Semarang, hlm.27, dalam Jawade Hafidz Arsyad, Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara), 2003, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 5.
3 3 korupsi dapat didefinisikan sebagai penyalahgunaan kekuasaan dan kepercayaan untuk keuntungan pribadi. Korupsi mencakup perilaku pejabatpejabat sektor publik, baik politisi maupun pegawai negeri, yang memperkaya diri mereka secara tidak pantas dan melanggar hukum, atau orang-orang yang dekat dengan mereka, dengan menyalahgunakan kekuasaan yang dipercayakan pada mereka. 11 Transparency International memberikan definisi tentang korupsi sebagai perbuatan yang menyalahgunkaan kekuasaan dan kepercayaan publik untuk keuntungan pribadi. 12 Jika melihat dari sudut hukum positif, tidak ada definisi atau pengertian korupsi atau tindak pidana korupsi dari sudut hukum pidana baik dalam peraturan Perundang-undangan yang sudah tidak berlaku maupuun hukum positif sekarang. 13 Tindak pidana korupsi merupakan masalah yang sangat serius, karena tindak pidana korupsi dapat membahayakan stabilitas dan keamanan negara dan masyarakatnya, membahayakan pembangunan sosial dan ekonomi masyarakat, politik, bahkan dapat pula merusak nilai-nilai demokrasi serta moralitas bangsa karena dapat berdampak membudayanya tindak pidana korupsi tersebut. 14 Melihat pada akibat yang ditimbulkan dari perbuatan korupsi tersebut, maka wajarlah jika korupsi digolongkan sebagai kejahatan luar biasa. Dan dibutuhkan instrumen hukum yang memadai sebagai alat untuk pemberantasan tindak pidana korupsi Jeremy Pope, 2003, Strategi Memberantas Korupsi, Transparency International Indonesia dan Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, hlm. 6 dan 7. Ibid., hlm. 6. Adam Chazawi, 2003, Hukum Pidana Materiil dan Formil Korupsi di Indonesia, Bayumedia Publishing, Malang, hlm.1. Ermansjah Djaja, Op.Cit.,hlm. 2.
4 4 Di indonesia, pengaturan korupsi menurut hukum positif terdapat dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya disebut UU PTPK). Istilah korupsi juga disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, namun Undang-undang tersebut hanya mencantumkan sanksi pidana untuk perbuatan nepotisme dan kolusi, tidak untuk perbuatan korupsi. Konsiderans Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme yang menyatakan dalam huruf (a) bahwa Penyelenggara Negara mempunyai peran yang sangat menentukan dalam penyelenggaraan negara untuk mencapai cita-cita perjuangan bangsa mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945, kemudian dalam huruf (b) dinyatakan pula bahwa praktek korupsi, kolusi dan nepotisme tidak hanya dilakukan antar Penyelenggara Negara melainkan juga antar peneyelenggara negara dengan pihak lain yang dapat merusak sendisendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta membahayakan eksistensi negara, sehingga diperlukan landasan hukum untuk pencegahannya. Ketentuan hukum yang mengikat Penyelenggara Negara merupakan bentuk pembatasan atas kekuasaan yang dimiliki oleh pemerintah, jika kekuasaan tersebut tidak dibatasi, maka penggunaan kekuasaan tentu akan berbahaya, sebagaimana yang dikemukakan oleh Mochtar Kusumaatmadja
5 5 kekuasaan tanpa hukum adalah kelaliman; hukum tanpa kekuasaan adalah angan-angan. 15 Pada mulanya, dalam teori yang bertujuan membatasi kekuasaan Penyelenggara Negara menganut konsep bahwa kekuasaan penyelenggara aktif pemerintahan negara-eksekutif; administratif negaradiatur agar tidak sedemikian dominan (supermatif), maka di dalam negaranegara kesejahteraan (welfare state) justru diberi peluang untuk menjadi dominan. Faktor penyebabnya adalah pemberian pouvoir discretionnare. 16 Perluasaan kekuasaan pemerintah (administrasi negara) karena pouvoir discretionnaire sudah barang tentu dapat menimbulkan kesewenangan yang merugikan masyarakat. Sikap-tindak dari administrasi negara yang merugikan tersebut dapat berupa perbuatan melanggar hukum (onrechmatige overheidsdaad), penyalahgunaan wewenang (detournement de pouvoir), maupun juga kesewenang-wenangan (abus de droit). 17 Sebagai alat untuk membatasi kekuasaan Penyelenggara Negara termasuk untuk menghindari terjadinya kesewenang-wenangan, negara Republik Indonesia melalui instrumen hukumnya membuat Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan dalam konsiderans menyatakan bahwa undang-undang tersebut sebagai payung hukum bagi Penyelenggara Negara dalam menyelesaikan permasalahan admnistrasi negara dan dapat menjadi landasan hukum guna mendasari keputusan dan/atau tindakan Pejabat Pemerintahan sehingga dapat mewujudkan pemerintahan SF.Marbun dkk, 2001, Hukum Administrasi Negara, UII Pres Yogyakarta, Yogyakarta, hlm. 75. Ibid. Ibid.
6 6 yang baik, 18 serta bertujuan diantaranya untuk menciptakan kepastian hukum dan mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang. 19 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan tentu berkaitan dengan Undang-Undang 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme serta UU PTPK yang mana pengaturan terkait penyalahgunaan wewenang atau jabatan terdapat pada Pasal 3 UU PTPK. Delik lain megenai korupsi yang dilakukan oleh pegawai negeri diatur pula pada pasal 8, 9, 10, 11, 12, 12B, dan 23 (mengadopsi pasal 421, 422, 429, 430 KUHP) UU PTPK. Jika merujuk pada praktek dalam surat dakwaan Penuntut Umum, pasal yang didakwakan dalam perkara tindak tindak pidana korupsi tidak terlepas dari Pasal 3 dan Pasal 2 dalam bentuk dakwaan subsidaritas, yaitu Pasal 2 subsider Pasal 3 UU PTPK 1. Pasal 2 UU PTPK 1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp ,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp ,00 (satu milyar rupiah). 2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan. 2. Pasal 3 UU PTPK Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp ,00 (lima puluh juta) rupiah dan paling banyak Rp ,00 (satu milyar rupiah) Lihat Konsiderans Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Negara Pasal 3 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Negara
7 7 Ditemukannya pengaturan bahwa penyalahgunaan wewenang atau jabatan merupakan tindak pidana korupsi, maka sudah seharusnya terhadap pejabat pemerintah yang memiliki kewenangan atau jabatan yang melekat padanya harus berhati-hati dalam membuat suatu keputusan. Terbitnya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan yang dalam ketentuannya juga mengandung ketentuan yang ada pada Pasal 3 UU PTPK, namun memberikan sanksi admninistrasi terhadap perbuatan Pejabat Pemerintahan, seperti membuat keputusan yang dilakukan dengan menyalahgunakan wewenang tetapi merugikan keuangan negara, dijadikan sebagai alasan oleh Pejabat Pemerintahan bahwa keputusan yang dibentuknya tidak dapat digolongkan sebagai tindak pidana korupsi melainkan perkara administratif sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun Begitu pula pendapat Mahkamah Konstitusi (MK) ketika menerima uji materi terhadap Pasal 2 dan Pasal 3 UU PTPK. Dengan salah satu dasar pertimbangan MK adalah dengan dibentuknya Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 bahwa dalam penyelenggaraan pemerintahan, penegakan hukum pidana adalah sarana terkahir atau the last resort sebagaimana menganut prinsip ultimum remidium karena yang diutamakan adalah pengembalian keuangan negara daripada penegakan hukum pidana sebagaimana berkaitan
8 8 dengan pengaturan pada Pasal 20 ayat (4), Pasal 21, Pasal 70 ayat (3) dan Pasal 80 ayat (4) Undang-Undang Nomor 30 Tahun Salah satu perkara yang mendakwa Kepala Daerah yaitu Bupati selaku Penyelenggara Negara yang melakukan tindak pidana korupsi karena membuat keputusan yang berdasarkan hasil audit BPKP atas keputusan Terdakwa tersebut merugikan keuangan negara ialah Terdakwa IMSS. Terdakwa saat itu merupakan Bupati Indramayu periode 2000 s/d Atas perbuatan Terdakwa, hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung dalam putusan nomor 19/Pid.Sus.TPK/2015/PN.Bdg memutus dengan putusan bebas, artinya dakwaan penuntut umum baik pada dakwaan primer yakni Pasal 2 UU PTPK maupun dakwaan subsider yakni Pasal 3 UU PTPK tidak terbukti secara sah dan meyakinkan. Putusan pada tingkat pertama ini menimbulkan kontroversi, dikarenakan bebasnya seorang Terdakwa tindak Pidana Korupsi, Penuntut umum memang tidak mampu membuktikan unsur-unsur yang kuat untuk tindak pidana. 21 Atas putusan Judex Factie tersebut, Penuntut Umum kemudian mengajukan upaya hukum kasasi pada Mahkamah Agung (MA). Melalui putusan nomor 2862 K/PID.SUS/2015 MA membatalkan putusan Judex Factie dengan terdapat dissenting opinion dalam putusan ini, dalam putusanya MA berpendapat bahwa Terdakwa terbukti melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan primer, yakni Pasal 2 UU PTPK dimana M. Fatahillah Akbar, Sulitnya untuk Korupsi, diakses pada 15 Februari 2017 Laksono Hari Wibowo, Vonis Bebas Perkara Korupsi Dinilai Kontroversial, Kontroversial, diakses 15 Oktober 2016.
9 9 terdapat perbedaan dengan tuntutan Penuntut Umum dalam surat tuntutannya yang menunut Terdakwa dengan Pasal 3 UU PTPK. Berdasarkan uraian tersebut di atas, penulis merasa dan memandang perlu untuk melakukan analisis lebih lanjut dalam penulisan hukum yang berjudul Analisis Mengenai Keputusan Penyelenggara Negara Yang Dapat Dipidana (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 2862 K/PID.SUS/2015 Atas Nama Terdakwa IMSS). B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar berlakang diatas, maka yang akan menjadi fokus permasalahan dalam penulisan hukum ini adalah : 1. Bagaimana pengaturan dalam peraturan perundang-undangan mengenai dasar hukum pembuatan keputusan sehingga dapat menjadi parameter untuk menentukan keputusan tersebut merupakan perbuatan pidana yang berindikasi korupsi? 2. Bagaimana pertimbangan hakim terkait Penyelenggara Negara yang didakwa melakukan tindak pidana korupsi karena Terdakwa membuat suatu keputusan dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 2862 K/Pid.Sus/2015 atas nama Terdakwa IMSS? C. Keaslian Penelitian Berdasarkan hasil pengamatan dan penelusuran kepustakaan yang dilakukan oleh penulis baik melalui media cetak maupun elektronik, dan
10 10 khususnya di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, menunjukkan bahwa belum ada penulisan hukum yang berjudul Analisis Mengenai Keputusan Pejabat Pemerintahan Selaku Penyelenggara Negara Yang Dapat Dipidana (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 2862 K/Pid.Sus/2015 Dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi Atas Nama Terdakwa IMSS). Tetapi terdapat beberapa penulisan hukum yang membahas mengenai pidana khususnya yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi dan putusan pengadilan serta Penyelenggara Negara, namun dari segi judul dan rumusan masalah terdapat perbedaan. Adapun judul penelitian yang membahas megenai pidana khuusnya dalam tindak pidana korupsi berkaitan dengan Penyelenggara Negara adalah sebagai berikut: 1. Konsepsi Putusan Hakim Dalam Penjatuhan Putusan Perkara Tindak Pidana Korupsi dengan Terdakwa S Mantan Bupati Lampung Timur. Penelitian yang disusun oleh Dian Permata Sari (10/296732/HK/18323) dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada tahun 2015, dengan rumusan masalah sebagai berikut: a. Bagaimana pertimbangan masing-masing majelis hakim dalam putusannya pada pengadilan tingkat pertama dan tingkat kasasi terhadap perkara tindak pidana korupsi dengan Terdakwa S tersebut?
11 11 b. Mengapa terjadi perbedaan putusan pada pengadilan tingkat pertama dan kasasi pada perkara tindak pidana korupsi dengan Terdakwa S tersebut? Penulisan hukum ini membahas mengenai perbedaan putusan hakim pada pengadilan tindak pidana korupsi tingkat pertama dengan tingkat kedua dimana Terdakwanya merupakan Penyelenggara Negara. Dimana pada tingkat pertama, hakim menjatuhi putusan bebas dengan alasan Terdakwa tidak terbukti melakukan perbuatan melawan hukum sehingga. Jaksa kemudian mengajukan upaya hukum kasasi, dan pada tingkat kasasi hakim memutus penjatuhan pidana kepada Terdakwa. Penulisan hukum ini meneliti sebab yang mengakibatkan hakim menjatuhi putusan bebas Terdakwa tindak pidana korupsi. 2. Kebijakan Hukum Pidana Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Korupsi Terhadap Pejabat Yang Melakukan Kesalahan Prosedur. Jurnal penelitian yang disusun oleh Sehat Berkat Lumban Gaol ( ) dari Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, dengan rumusan masalah sebagai berikut: a. Bagaimana kesalahan prosedur dikaitkan dengan tindak pidana korupsi? b. Bagaimana kebijakan hukum pidana dalam menanggulangi tindak pidana korupsi terhadap pejabat yang melakukan kesalahan prosedur?
12 12 Penulisan hukum ini membahas mengenai perbuatan pejabat yang salah prosedur karena prosedur tersebut di bentuk dengan menyalahgunakan wewenang, yang dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, serta meneliti bentuk kebijakan yang dapat ditegakkan oleh hukum pidana terhadap perbuatan pejabat yang melakukan kesalahan prosedur dalam pengadaan barang dan jasa. 3. Pemidanaan terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dilakukan secara Penyertaan/Deelneming (Studi Kasus Korupsi Pengadaan Buku Ajar di Kabupaten Sleman). Penulisan hukum yang disusun oleh Anita Meilyana S. Pane (10/300821/HK/18518) dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Tahun Dengan rumusan masalah sebagai berikut: a. Apa dasar pertimbangan hakim menjatuhkan hukuman pemidanaan terhadap Ibnu Subiyanto (mantan Bupati Sleman selaku pelaku/dader dalam korupsi pengadaan buku ajar di Kabupaten Sleman b. Bagaimana putusan hakim terhadap Muhdori Masuki Haryono (ketua tim pengadaan buku ajar di Kapubaten Sleman) sebagai orang turut serta melakukan/mededader tindak pidana korupsi dalam pengadaan buku ajar di Kabupaten Sleman? Penulisan hukum ini membahas mengenai pemidanaan terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang dilakukan secara Penyertaan/Deelneming
13 13 dalam konteks pengadaan barang/jasa, dalam penulisan hukum ini menganalisis putusan pemidanaan terhadap Terdakwa Ibnu Subiyanto selaku Bupati Sleman sebagai dader dan menganalisis putusan pemidaan terhadap Masuki sebagai orang yang turut serta melakukan (mededader). Penulisan hukum tersebut untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam pemidaan terhadap beberapa orang yang melanggar delik secara bersamasama, dalam hal dilakukannya tindak pidana secara kolektif, motivasi serta perbedaan kapasitas pelaku tindak pidana. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, telah jelas bahwa penelitian yang dilakukan oleh penulis berbeda dengan penelitian yang telah ada sebelumnya, dan dikarenakan penulisan hukum ini membahas peraturan perundangundangan terkait pembuatan keputusan dan suatu kasus berdasarkan putusan pengadilan, sehingga penulis dapat menjamin serta bertanggungjawab karena penulisan hukum ini belum pernah diteliti, dengan demikian penelitian yang penulis lakukan, adalah penelitian asli. D. Tujuan Penelitian yaitu : Tujuan penelitian ini secara garis besar dapat digolongkan menjadi 2 (dua) 1. Tujuan Subjektif Sebagai tujuan subjektif dari penelitian ini adalah untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada
14 14 2. Tujuan Objektif Berangkat dari permasalahan yang diteliti maka tujuan penelitian ini adalah : 1) Untuk menganalisis peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar Penyelenggara Negara dalam membuat suatu keputusan sehingga peraturan tersebut dapat menjadi parameter untuk menentukan keputusan Penyelenggara Negara tersebut merupakan perbuatan pidana atau bukan. 2) Untuk menganalisis pertimbangan hakim terkait penjatuhan pidana terhadap Penyelenggara Negara yang didakwa melakukan tindak pidana korupsi karena membuat suatu keputusan atas nama Terdakwa IMSS. E. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik dari segi teoritis maupun segi praktis 1. Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih pemikiran yang bermanfaat dalam sektor administrasi negara khususnya bagi Penyelenggara Negara dalam membuat suatu kebijakan terhindari dari kesewenanganwenangan sehingga bukanlah kebijakan yang berindikasi korupsi, dan sejalan dengan peraturan yang berlaku di Indonesia. 2. Manfaat praktis Dari segi praktis, penelitian ini diharapkan mampu menyelesaikan permasalahan yang timbul dalam penjatuhaan pidana terhadap Pejabat
15 15 Pemerintahan yang diduga melakukan korupsi karena membuat suatu keputusan dengan sewenang-wenenag maupun menyalahgunakan jabatan sehingga keputusan Pejabat Pemerintahan tersebut dapat merugikan keuangan negara.
BAB I PENDAHULUAN. adalah karena aktor-aktor utama pelaku korupsi tersebut kebanyakan aparat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana korupsi merupakan kejahatan yang mengakar dan sulit diberantas. Salah satu penyebab korupsi menjadi sangat sulit untuk di berantas adalah karena
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya yang adil, makmur,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya yang adil, makmur, sejahtera, dan tertib berdasarkan
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI
20 BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI A. Undang-Undang Dasar 1945 Adapun terkait hal keuangan, diatur di dalam Pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945, sebagaimana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu mengalami perkembangan diberbagai bidang. Perkembangan yang diawali niat demi pembangunan nasional tersebut
Lebih terperinciTINJAUAN TINDAK PIDANA KORUPSI MEMPERKAYA DIRI DAN ORANG LAIN. Oleh. Perbuatan korupsi sangat identik dengan tujuan memperkaya diri atau
TINJAUAN TINDAK PIDANA KORUPSI MEMPERKAYA DIRI DAN ORANG LAIN Oleh Ir. H. Hirwan Jack, MBA, MM Widyaiswara Madya BKPP Aceh A. Pendahuluan Perbuatan korupsi sangat identik dengan tujuan memperkaya diri
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana Korupsi 1. Pengertian Tindak Pidana Korupsi Tindak pidana korupsi meskipun telah diatur
Lebih terperinciJURNAL SKRIPSI PELAKSANAAN TERHADAP PENJATUHAN SANKSI PIDANA MATI UNTUK PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI
JURNAL SKRIPSI PELAKSANAAN TERHADAP PENJATUHAN SANKSI PIDANA MATI UNTUK PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI Disusun oleh : FX. Ady Tri Setyo Nugroho NPMP : 090510180 Program Studi : Ilmu Hukum Bidang Kekhususan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu negara yang masih mempertahankan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang masih mempertahankan dan mengakui legalitas pidana mati sebagai salah satu cara untuk menghukum pelaku tindak kejahatan.
Lebih terperinciMANTAN BOS ADHI KARYA KEMBALI DAPAT POTONGAN HUKUMAN.
MANTAN BOS ADHI KARYA KEMBALI DAPAT POTONGAN HUKUMAN www.kompasiana.com Mantan Kepala Divisi Konstruksi VII PT Adhi Karya Wilayah Bali, NTB, NTT, dan Maluku, Imam Wijaya Santosa, kembali mendapat pengurangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. buruk bagi perkembangan suatu bangsa, sebab tindak pidana korupsi bukan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Korupsi merupakan salah satu tindak pidana yang mempunyai akibat buruk bagi perkembangan suatu bangsa, sebab tindak pidana korupsi bukan saja merugikan keuangan
Lebih terperinciKomisi Pemberantasan Korupsi. Peranan KPK Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Komisi Pemberantasan Korupsi Peranan KPK Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Bahwa tindak pidana korupsi yang selama ini terjadi secara meluas, tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang sedang mengalami proses pembangunan. Proses pembangunan tersebut dapat menimbulkan dampak sosial positif yaitu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat pada saat ini
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat pada saat ini adalah masalah di bidang hukum, khususnya masalah kejahatan. Hal ini merupakan fenomena kehidupan masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Adanya korupsi di berbagai bidang menjadikan cita-cita demokrasi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Korupsi masih menjadi masalah mendasar di dalam berjalannya demokrasi di Indonesia. Adanya korupsi di berbagai bidang menjadikan cita-cita demokrasi menjadi terhambat.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. secara tegas bahwa negara Indonesia adalah negara hukum (Rechtstaat), tidak
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan secara tegas bahwa negara Indonesia adalah negara hukum (Rechtstaat), tidak berdasarkan kekuasaan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan peradaban dunia semakin berkembang dengan pesat menuju ke arah modernisasi. Perkembangan yang selalu membawa perubahan dalam setiap sendi kehidupan tampak
Lebih terperinciPerkembangan Kasus Perjadin Mantan Bupati Jembrana: Terdakwa Bantah Tudingan Jaksa
Perkembangan Kasus Perjadin Mantan Bupati Jembrana: Terdakwa Bantah Tudingan Jaksa balinewsnetwork.com Mantan Bupati Jembrana, I Gede Winasa membantah tudingan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menyebut dirinya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keuangan negara atau perekonomian negara yang akibatnya menghambat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana korupsi merupakan tindak pidana yang sangat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara yang akibatnya menghambat pertumbuhan dan kelangsungan
Lebih terperinciKasus PDAM Makassar, Eks Wali Kota Didakwa Rugikan Negara Rp 45,8 Miliar
Kasus PDAM Makassar, Eks Wali Kota Didakwa Rugikan Negara Rp 45,8 Miliar www.kompas.com Mantan Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin didakwa menyalahgunakan wewenangnya dalam proses kerja sama rehabilitasi,
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874]
UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874] BAB II TINDAK PIDANA KORUPSI Pasal 2 (1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan
Lebih terperinciRINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA
RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XIV/2016 Frasa dapat merugikan keuangan negara dan Frasa atau orang lain atau suatu korporasi Sebagai Ketentuan Menjatuhkan Hukuman Pidana Bagi Tindak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kasus korupai yang terungkap dan yang masuk di KPK (Komisi. korupsi telah merebak ke segala lapisan masyarakat tanpa pandang bulu,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana korupsi merupakan salah satu bentuk kejahatan yang belakangan ini cukup marak di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari banyaknya kasus korupai
Lebih terperinciMatriks Perbandingan KUHAP-RUU KUHAP-UU TPK-UU KPK
Matriks Perbandingan KUHAP-RUU KUHAP-UU TPK-UU KPK Materi yang Diatur KUHAP RUU KUHAP Undang TPK Undang KPK Catatan Penyelidikan Pasal 1 angka 5, - Pasal 43 ayat (2), Komisi Dalam RUU KUHAP, Penyelidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia berdasarkan hukum (Rechstaat), tidak berdasarkan atas
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahkluk sosial yang artinya manusia tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup sendiri. Setiap orang memiliki kebutuhan yang berbeda, dalam memenuhi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dipandang sebagai extra ordinary crime karena merupakan tindak pidana yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 menegaskan bahwa perekonomian nasional disusun berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan,
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Petikan Putusan Nomor 1361 K/Pid.Sus/2012 Berdasarkan pemeriksaan perkara pidana khusus dalam tingkat kasasi Mahkamah Agung telah memutuskan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ialah pada amandemen ketiga dalam pasal 1 ditambahkan ayat ketiga yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mengalami reformasi dalam hukum setelah orde lama dan orde baru tidak lagi berkuasa, dalam masa setelah orde lama dan orde baru lengser masyarakat indonesia
Lebih terperinciSubbagian Hukum BPK Perwakilan Provinsi Bali
1 2 Sumber Berita : Dugaan Korupsi Pavingisasi Jalan Gajah Mada Tahap II, Dua Tersangka Dijebloskan Ke LP Kerobokan Catatan : Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini jumlah perkara tindak pidana korupsi yang melibatkan Badan Usaha Milik
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini jumlah perkara tindak pidana korupsi yang melibatkan Badan Usaha Milik Negara berbentuk Persero (selanjutnya disebut BUMN Persero) sering terjadi. Perkara
Lebih terperinciLex Crimen Vol. IV/No. 5/Juli/2015
SUATU KAJIAN TENTANG KERUGIAN KEUANGAN NEGARA SEBAGAI UNSUR TINDAK PIDANA KORUPSI (PASAL 2 DAN 3 UU NO. 31 TAHUN 1999) 1 Oleh : Rixy Fredo Soselisa 2 ABSTRAK Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merugikan hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas. masalah yang serius dan penegakannya tidak mudah.
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pada saat ini penegakan hukum yang paling ditunggu masyarakat adalah penegakan hukum tindak pidana korupsi. Adanya tuntutan dari masyarakat untuk dilakukanya upaya pemberantasan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kepada Bishop Mabadell Creighton menulis sebuah ungkapan yang. menghubungkan antara korupsi dengan kekuasaan, yakni: power tends
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lord Acton (John Emerich Edward Dalberg-Acton) dalam suratnya kepada Bishop Mabadell Creighton menulis sebuah ungkapan yang menghubungkan antara korupsi dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. juga sudah diakui pula sebagai masalah internasional. Tindak pidana korupsi telah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana korupsi disamping sudah diakui sebagai masalah nasional juga sudah diakui pula sebagai masalah internasional. Tindak pidana korupsi telah terjadi
Lebih terperincipermasalahan bangsa Indonesia. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan
A. Latar Belakang Korupsi merupakan permasalahan yang dapat dikatakan sebagai sumber utama dari permasalahan bangsa Indonesia. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan telah masuk sampai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil, makmur, sejahtera, dan tertib berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Untuk mewujudkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional bertujuan mewujudkan manusia dan masyarakat Indonesia seutuhmya yang adil, makmur, sejahtera dan tertib berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. untuk menguntungkan diri sendiri atau korporasi, dengan cara menyalahgunakan. pada kerugian keuangan dan perekonomian negara.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana korupsi merupakan salah satu tindak pidana dan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh seseorang atau korporasi dengan tujuan untuk menguntungkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. selanjutnya disebut UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa. berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya disebut UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai Negara yang berdasarkan hukum rechtstaat, menganut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai Negara yang berdasarkan hukum rechtstaat, menganut sistem demokrasi pada pemerintahan dan sistem politiknya. Pemerintah memberi kesempatan
Lebih terperinciRESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 003/PUU-IV/2006 Perbaikan 3 April 2006
RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 003/PUU-IV/2006 Perbaikan 3 April 2006 I. PEMOHON/KUASA Ir Dawud Djatmiko II. PENGUJIAN UNDANG-UNDANG Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hidup masyarakat Indonesia sejak dahulu hingga sekarang. banyaknya persoalan-persoalan yang mempengaruhinya. Salah satu persoalan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah merupakan negara hukum yang berlandaskan pada falsafah Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi Tindak pidana korupsi diartikan sebagai penyelenggaraan atau penyalahgunaan uang negara untuk kepentingan pribadi atau orang lain atau suatu korporasi.
Lebih terperinciBAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat
BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 1. Sanksi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Korupsi pada awal mulanya merupakan bentuk tindakan yang. dilakukan oleh perorangan atau individu, kemudian berkembang menjadi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Korupsi pada awal mulanya merupakan bentuk tindakan yang dilakukan oleh perorangan atau individu, kemudian berkembang menjadi tindakan yang terorganisir dan terstruktur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keuangan negara. Di Indonesia, tindak pidana ko. masyarakat dan dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana korupsi merupakan masalah serius yang dapat membahayakan stabilitas keamanan negara, masyarakat, serta merugikan keuangan negara. Di Indonesia,
Lebih terperinciBAB IV PENUTUP. A. Simpulan
BAB IV PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan hasil peneletian dan pembahasan yang telah diuraikan oleh penulis terhadap Putusan Mahakamah Agung Nomor: 1818 K/Pid.Sus/2014, maka diperoleh simpulan sebagai berikut:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pakar hukum maupun pakar politik adalah permasalahan KPK melawan Polri.
BAB I PENDAHULUAN Permasalahan politik hukum Indonesia yang paling banyak dibicarakan para pakar hukum maupun pakar politik adalah permasalahan KPK melawan Polri. Permasalahan tersebut muncul kembali pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat terlihat dengan adanya pembangunan pada sektor ekonomi seperti
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang. 1 Pertumbuhan
Lebih terperinciSTUDI KASUS TINDAK PIDANA TERKAIT JABATAN NOTARIS ROMLI ATMASASMITA 1
STUDI KASUS TINDAK PIDANA TERKAIT JABATAN NOTARIS ROMLI ATMASASMITA 1 PENGANTAR Kasus tindak pidana yang dituduhkan dan kemudian didakwakan kepada seseorang dalam jabatan notaris telah banyak terjadi di
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang Masalah
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara berkembang terus berusaha untuk mengadakan pembangunan diberbagai bidang. Pemerintah melakukan usaha pembangunan tersebut dengan berbagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagai pengendali ekosistem, pengaturan tata air dan berfungsi sebagai paru-paru
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya hutan sebagai sistem penyangga kehidupan memiliki fungsi sebagai pengendali ekosistem, pengaturan tata air dan berfungsi sebagai paru-paru dunia.
Lebih terperinciKeywords: Financial loss of countries, corruption, acquittal, policy, prosecutor
ANALISIS TERHADAP KATA DAPAT MERUGIKAN KEUANGAN NEGARA DALAM PASAL 2 DAN PASAL 3 UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 jo UNDANG- UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI I Made
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini penulis akan menguraikan mengenai 5 sub pokok bahasan
BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini penulis akan menguraikan mengenai 5 sub pokok bahasan yaitu alasan pemilihan judul, latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian dan metodologi penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan kejahatan luar biasa (extra ordinary crimes),
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana korupsi merupakan kejahatan luar biasa (extra ordinary crimes), sehingga diperlukan penanggulangan yang bersifat luar biasa (extra ordinary enforcement)
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tindak pidana korupsi
Lebih terperinciLex Administratum, Vol. III/No. 8/Okt/2015
PERBUATAN SUAP TERHADAP PEJABAT PUBLIK DAN TANGGUNG JAWAB MENURUT UNDANG- UNDANG NO. 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 1 Oleh: Krisdianto Pranoto 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciTINJAUAN YURIDIS TENTANG PUTUSAN PENGADILAN MENGENAI BESARNYA UANG PENGGANTI DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI SUPRIYADI / D
TINJAUAN YURIDIS TENTANG PUTUSAN PENGADILAN MENGENAI BESARNYA UANG PENGGANTI DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI SUPRIYADI / D 101 07 638 ABSTRAK Proses pembangunan dapat menimbulkan kemajuan dalam kehidupan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. benar-benar telah menjadi budaya pada berbagai level masyarakat sehingga
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena korupsi yang terjadi di Indonesia selalu menjadi persoalan yang hangat untuk dibicarakan. Salah satu hal yang selalu menjadi topik utama sehubungan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I Pasal 1 Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1. Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian, Kedudukan, serta Tugas dan Wewenang Kejaksaan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum Tentang Kejaksaan a. Pengertian, Kedudukan, serta Tugas dan Wewenang Kejaksaan Undang-undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pada kerugian keuangan dan perekonomian negara. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UUPTPK) disebutkan:
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana korupsi merupakan salah satu tindak pidana dan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh seseorang atau korporasi dengan tujuan untuk menguntungkan diri
Lebih terperinciKerugian Negara: Resiko Bisnis atau Tindak Pidana Korupsi
Kerugian Negara: Resiko Bisnis atau Tindak Pidana Korupsi Hikmahanto Juwana Guru Besar Ilmu Hukum Fakultas Hukum UI Copyright by Hikmahanto Juwana 2015(c) 1 Apakah Uang BUMN merupakan Uang Negara? Uang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum, ketentuan ini tercantum
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum, ketentuan ini tercantum dalam penjelasan dari Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa Negara Indonesia berdasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum yang mendasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Hal tersebut bertujuan untuk mewujudkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan kejahatan yang merugikan keuangan negara
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana korupsi merupakan kejahatan yang merugikan keuangan negara dan menghambat pembangunan nasional, sehingga harus diberantas dalam rangka mewujudkan masyarakat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. untuk menguntungkan diri sendiri atau korporasi, dengan cara menyalahgunakan. pada kerugian keuangan dan perekonomian negara.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana korupsi merupakan salah satu tindak pidana dan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh seseorang atau korporasi dengan tujuan untuk menguntungkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu agenda reformasi yang dicanangkan oleh para reformis adalah memberantas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Pada waktu digulirkannya reformasi ada suatu
Lebih terperinciKasus Korupsi PD PAL
Kasus Korupsi PD PAL banjarmasinpost.co.id Mantan Direktur Utama Perusahaan Daerah Pengelolaan Air Limbah (PD PAL) Banjarmasin yang diduga terlibat dalam perkara korupsi i pengadaan dan pemasangan jaringan
Lebih terperinciBAB IV PENUTUP. A. Simpulan
BAB IV PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan apa yang telah diuraikan oleh penulis dalam hasil peneletian pembahasan terhadap Putusan Mahakamah Agung Nomor: 1022 K/Pid.Sus/2014, maka diperoleh simpulan sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat mengatasi atau mewaspadai segala bentuk perubahan sosial atau kebudayaan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai alat kontrol sosial dalam kehidupan masyarakat dituntut untuk dapat mengatasi atau mewaspadai segala bentuk perubahan sosial atau kebudayaan. Meskipun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. langsung merugikan keuangan Negara dan mengganggu terciptanya. awalnya muncul Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu mengalami perkembangan diberbagai bidang. Perkembangan yang diawali niat demi pembangunan nasional
Lebih terperinciKEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI PENGADAAN BARANG DAN JASA. Nisa Yulianingsih 1, R.B. Sularto 2. Abstrak
KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI PENGADAAN BARANG DAN JASA Nisa Yulianingsih 1, R.B. Sularto 2 Abstrak Penelitian ini mengkaji mengenai kebijakan hukum pidana terutama kebijakan formulasi
Lebih terperinciBAB IV PENUTUP. Tinjauan hukum..., Benny Swastika, FH UI, 2011.
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan semua uraian yang telah dijelaskan pada bab-bab terdahulu, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Pengaturan mengenai pembuktian terbalik/pembalikan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. tindakan mengambil uang Negara agar memperoleh keuntungan untuk diri sendiri.
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI A. Pengertian Korupsi Pengertian korupsi menurut masyarakat awam khususnya adalah suatu tindakan mengambil uang Negara agar memperoleh keuntungan untuk
Lebih terperinciBAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pembuktian Dakwaan Berbentuk Subsidaritas Dengan Sistem Alternatif Dalam Pemeriksaan Perkara Korupsi Bantuan Sosial Di Pengadilan Negeri Pasir Pangaraian Sebelum
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 SEBAGAIMANA YANG DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2001
BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 SEBAGAIMANA YANG DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2001 A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi Istilah korupsi berasal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagai extraordinary crime atau kejahatan luar biasa. penerapannya dilakukan secara kumulatif.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Korupsi merupakan perbuatan yang melanggar hukum. Korupsi sudah berkembang di lingkungan eksekutif, legislatif dan yudikatif. Hal ini jelas sangat merugikan
Lebih terperinciMEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU SAKU UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI
MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU SAKU UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU SAKU UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA MEMAHAMI UNTUK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi yang diikuti dengan Tindak pidana pencucian uang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana korupsi yang diikuti dengan Tindak pidana pencucian uang yang terjadi dewasa ini telah terjadi secara meluas di segala segi kehidupan birokrasi negara
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. PemberantasanTindak Pidana Korupsi disebutkan bahwa korupsi sebagai jenis
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang PemberantasanTindak Pidana Korupsi disebutkan bahwa korupsi sebagai jenis tindak pidana yang sangat merugikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pidana korupsi yang dikategorikan sebagai kejahatan extra ordinary crime.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan yang sangat marak terjadi dalam birokrasi pemerintahan mempunyai dampak negatif dalam kehidupan sosial masyarakat, salah satunya tindak pidana korupsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hal ini juga ditegaskan oleh Zaidun (dalam Soemodihardjo,2008: vii)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukuman mati bagi koruptor di Indonesia menjadi permasalahan yang dilematis di Indonesia. Setidaknya ada dua ruang tarik menarik mengenai prokontra hukuman mati bagi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Korupsi merupakan tindakan yang dapat menimbulkan kerugian bagi keuangan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Korupsi merupakan tindakan yang dapat menimbulkan kerugian bagi keuangan Negara, Tindak pidana ini tidak hanya dilakukan oleh pemerintahan pusat melainkan telah
Lebih terperinciURGENSI PENERAPAN BEBAN PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM UPAYA MENANGGULANGI TINDAK PIDANA KORUPSI
URGENSI PENERAPAN BEBAN PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM UPAYA MENANGGULANGI TINDAK PIDANA KORUPSI Anjar Lea Mukti Sabrina Jurusan Syariah, Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Ngawi Abstrak Penelitian ini bertujuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemberantasan atau penindakan terjadinya pelanggaran hukum. pada hakekatnya telah diletakkan dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara hukum dimana penyelenggaraan kekuasaan pemerintahannya didasarkan atas hukum. Negara hukum dalam kekuasaan pemerintahan berdasarkan kedaulatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terkait korupsi merupakan bukti pemerintah serius untuk melakukan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persoalan korupsi yang terjadi di Indonesia selalu menjadi hal yang hangat dan menarik untuk diperbincangkan. Salah satu hal yang selalu menjadi topik utama
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun (selanjutnya disebut UUD 1945) menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945) menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Hal ini didasarkan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan atau perbuatan jahat dapat diartikan secara yuridis atau kriminologis.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan makmur yang merata baik materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A Latar Belakang Masalah. Keberadaan manusia tidak dapat dipisahkan dari hukum yang
BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Keberadaan manusia tidak dapat dipisahkan dari hukum yang mengaturnya, karena hukum merupakan seperangkat aturan yang mengatur dan membatasi kehidupan manusia.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. tampak lebih nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan yang selalu membawa perubahan dalam setiap sendi kehidupan tampak lebih nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Penyelenggara pemerintahan mempunyai peran penting dalam tatanan (konstelasi)
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyelenggara pemerintahan mempunyai peran penting dalam tatanan (konstelasi) ketatanegaraan. Hal ini tersirat dalam Amanat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. korupsi telah membuat noda hitam di lembaran sejarah bangsa kita. Bagaimana
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tindak pidana yang telah menjadi bahaya laten bagi bangsa kita adalah korupsi. Korupsi yang terjadi dewasa ini memang sudah sangat membahayakan bagi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan bangsa dan negara. Dalam konstitusi Indonesia, anak memiliki peran strategis
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Masalah korupsi pada akhir-akhir ini semakin banyak mendapat perhatian dari
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah korupsi pada akhir-akhir ini semakin banyak mendapat perhatian dari berbagai kalangan, bukan saja dalam skala nasional, tetapi juga regional bahkan global, hal
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 86/PUU-XIV/2016 Pemidanaan Bagi Penyedia Jasa Konstruksi Jika Pekerjaan Konstruksinya Mengalami Kegagalan Bangunan
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 86/PUU-XIV/2016 Pemidanaan Bagi Penyedia Jasa Konstruksi Jika Pekerjaan Konstruksinya Mengalami Kegagalan Bangunan I. PEMOHON Rama Ade Prasetya. II. OBJEK PERMOHONAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok. Secara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Korupsi dari bahasa latin : corruption dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok. Secara harfiah, korupsi adalah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. perhatian dunia sejak perang dunia kedua berakhir. Di Indonesia sendiri fenomena
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tindak pidana yang menjadi permasalahan seluruh bangsa di dunia ini adalah korupsi. Korupsi sudah ada di masyarakat sejak lama, tetapi baru menarik perhatian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kehidupan masyarakat modern yang serba kompleks, semakin. dinamika itu dapat dilihat dan dirasakan antara lain dalam bidang ilmu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan masyarakat modern yang serba kompleks, semakin berkembang dan dinamis seiring bergeraknya waktu. Perkembangan dan dinamika itu dapat dilihat dan dirasakan
Lebih terperinci