111. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "111. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS"

Transkripsi

1 111. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS A. Kerangka Pemikiran Sumber days alam berupa hutan, tanah, dan air merupakan salah satu modal dasar pembangunan yang perlu dijaga kelestariannya, agar dapat dimanfaatkan secara optimal untuk kesejahteraan masyarakat. Di Indonesia lahan kritis semakin meningkat yang memerlukan penanganan yang sungguh-sungguh dari pemerintah dan masyarakat. Penanganan tersebut ditujukan kepada upaya-upaya untuk menanggulangi kerusakan sumber daya alam, karena semakin meluas dan menyebarnya lahan kritis di beberapa DAS. DAS yang telah mengalami kerusakan antara lain dicirikan dengan: terganggunya tata air, baik secara kualitas, kuantitas, maupun kontinuitasnya; daya dukung lahan yang makin menurun sehingga produktivitasnya juga menurun; sering terjadinya banjir dan kekeringan; erosi tanah yang melebihi batas toleransi; pendangkalan serta sedimentasi waduk, danau, dan sungai. Penyebab utama kerusakan sumber daya alam, tanah, air, dan hutan terdiri atas: desakan pertambahan jumlah penduduk; pemanfaatan lahan tanpa memperhatikan kemampuan lahannya dan tanpa teknik konservasi tanah; perladangan berpindah. Untuk memenuhi kebutuhan hidup penduduk yang terus meningkat, dan penduduk dalam keadaan serba kekurangan, maka mereka mengolah lahannya tanpa memperhatikan teknologi RLKT. Teknologi tersebut adalah usaha-usaha manusia untuk memelihara, mempertahankan, meningkatkan, dan merehabilitasi lahan agar lahan dapat dimanfaatkan secara optimal sesuai

2 dengan peruntukannya, dan lahan dapat berfungsi sebagai media pengatur tata air dan unsur produksi. Setelah pemerintah melaksanakan program pembangunan dalam bentuk Rencana Pembangunan Lima Tahun, maka upaya penanggulangan kerusakan lahan kritis secara meluas dan sungguh-sungguh mulai dilaksanakan pada tahun 1976/1977 dalam bentuk proyek penghijauan. Bertolak dari Surat Keputusan Bersama Menteri Kehutanan, Menteri Pertanian dan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 127/KPTS-II/1984, Nomor HK 320/402/KPTS/6/1984, Nomor 212/KPTS/1984 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Bantuan Penghijauan, tujuan penghijauan dapat diklasifikasikan ke dalam tiga aspek, yaitu: a. aspek biogeofisik: merehabilitasi lahan-lahan kritis dan mempertahankan serta meningkatkan kesuburan dan produktivitas lahan; terkendalinya erosi, banjir, serta lestarinya sumber daya alam; b. aspek sosial ekonomi: meningkatkan pendapatan petani; c. aspek sosial budaya: terbinanya perilaku petani sebagai pelestari sumber daya alam. Memperhatikan tujuan penghijauan tersebut, maka upaya pelestarian sumber daya alam: hutan,tanah, dan air perlu dimasyarakatkan secara meluas, sehingga peran serta masyarakat dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Peran serta merupakan prasyarat untuk tercapainya tujuan penghijauan. Tanpa peran serta masyarakat yang aktif dan berkesinambungan tujuan penghijauan akan sulit dicapai. Pentingnya peran serta masyarakat dalam penghijauan adalah sebagai berikut:

3 a. Masyarakat petani dapat berfungsi sebagai pemelihara atau sekaligus perusak sumber daya alam. Bila peran serta positif mereka dapat tumbuh secara suka rela, maka akan berarti terjadi pemeliharaan atas sumber daya alam, minimal kerusakan dapat dikurangi. b. Petani adalah pemilik dan pengelola sumber daya lahan. Untuk itu, keputusan tentang cara pengelolaan terhadap sumber daya lahan yang dikelola bergantung pada petani. Dengan demikian penghijauan akan berhasil apabila petani berperan serta dalam kegiatan tersebut. c. Tujuan penghijauan menyangkut langsung kepentingan petani. Dengan demikian, petanilah yang paling berkepentingan dalam usaha pencapaian tujuan tersebut. Melalui penghijauan petani yang asalnya petani tradisional dapat secara bertahap menjadi petani yang maju dengan pendapatan yang meningkat. d. Peran serta masyarakat merupakan kunci keberhasilan pencapaian tujuan penghijauan. Lokasi penghijauan adalah lahan kritis yang terlantar di luar kawasan hutan milik negara dan lahan milik masyarakat. Pelaksana kegiatan proyek tersebut adalah masyarakat dan pemilik lahan. Bila mereka berperan serta dalam seluruh aspek kegiatan yaitu: perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi, maka tujuan penghijauan dapat dicapai. Lahirnya peran serta masyarakat dalam penghijauan didorong oleh motivasi. Motivasi mereka ada yang bersifat material dan atau nonmaterial.

4 e. Motivasi masyarakat untuk berperan serta dalam kegiatan penghijauan memerlukan dukungan dari tiga unsur, yaitu pemahaman masyarakat terhadap manfaat yang dapat diperoleh melalui peran serta dalam penghijauan, kesempatan dan kemampuan masyarakat untuk berperan serta. Ketiga unsur tersebut bekerja secara bersama-sama mendorong masyarakat untuk berperan serta dalam penghijauan. Melalui peran serta, masyarakat dapat mengambil keutungan-keuntungan: menumbuhkan saling pengertian antargolongan dalam lapisan masyarakat; mengembangkan keterampilan dan menumbuhkan rasa percaya diri sendiri untuk bertindak dan bekerja, serta tidak apatis; pengakuan eksistensi seseorang dalam masyarakat sebagai subjek yang ikut bertanggung jawab dalam pelaksanaan pembangunan. - Bila ditinjau dari segi status keterlibatan pelaksanapelaksana kegiatan penghijauan di lapangan, maka pelaku penghijauan dapat dibedakan atas: aparat birokrasi penghijauan dan petani pengelola lahan. Keterlibatan aparat birokrasi merupakan pelaksanaan tugas mereka sesuai dengan organisasi yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Organisasi penghijauan ini terdiri atas tiga tingkatan, yaitu tingkat nasional, tingkat propinsi dan tingkat kabupaten. Berdasarkan kenyataan pelaksana pemerintah yang langsung berhubungan dengan masyarakat adalah aparat pemerintah di daerah tingkat: kabupaten, kecamatan, dan desa, serta Sub Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah, yang dalam tulisan ini semuanya disebut Birokrasi Penghijauan.

5 Birokrasi Penghijauan adalah suatu organisasi yang dibentuk dengan struktur dan batas-batas wewenang dan tanggung jawab sebagaimana diatur dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 1984 tentang Petunjuk Administrasi dan Teknis Pelaksanaan Bantuan Penghijauan dan Reboisasi, dan Surat Keputusan Bersama Menteri Kehutanan, Menteri Pertanian dan Menteri Pekerjaan Umum, No.l27/KPTS-2/1984, No.320/KPTS/ 6/1984, No. 212/KPTS/1984, tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Bantuan Penghijauan. Birokrasi ini sebagai aparat pemerintah yang ditugaskan untuk mengelola penghijauan yang harus bekerja sama dengan instansi lain yang berwenang dan berkaitan dengan penghijauan, serta harus membina petani sebagai pengelola lahan penghijauan. Dalam Surat Keputusan Bersama Menteri tersebut disebutkan bahwa aparat birokrasi yang ada di Daerah Tingkat I1 yang menangani Proyek Penghijauan adalah: Bupati Kepala Daerah Tingkat I1 terutama bertanggung jawab atas pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, pengawasan, pemeliharaan hasil proyek penghijauan, dan pembinaan swadaya masyarakat untuk melaksanakan penghijauan. Camat bertanggung jawab atas pembinaan, pengawasan, pengamanan hasil penghijauan, dan pembinaan peran serta dan swadaya masyarakat dalam pelaksanaan penghijauan di wilayahnya. Apabila di wilayah kecamatan dibuat dam pengendali atau dam penahan yang pembuatannya diborongkan, Camat ditetapkan sebagai anggota Badan Pengawas Pekerjaan (BPP). Kepala Desa bertanggung jawab atas pelaksanaan, pemeliharaan pengamanan hasil penghijauan di desanya. Ketua

6 LKMD berkewajiban untuk menggerakkan dan mengendalikan masyarakat dalam melaksanakan penghijauan, serta bertanggung jawab.atas kelancaran pekerjaan penghijauan di lapangan. Ketua Kelompok Tani dan Kontak Tani bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan proyek penghijauan di lokasi yang bersangkutan. Birokrasi Penghijauan dalam melaksanakan tugasnya membuat tata laksana penghijauan dan pedoman pelaksanaannya. Tata laksana penghijauan meliputi pola kegiatan birokrasi dalam pengelolaan berbagai sumber daya yang dimilikinya demi pencapaian tujuan penghijauan. Pola kegiatan meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pemantauan dan evaluasi. Pedoman pelaksanaan berupa suatu paket rancangan penghijauan yang memuat risalah lokasi tata guna lahan, rencana intensifikasi pertanian, rencana perlakuan rehabilitasi lahan dan konservasi tanah (RLKT), gambar konstruksi, tata waktu pelaksanaan, dan bantuan yang disusun oleh Birokrasi Penghijauan setelah mempertimbangkan kondisi lingkungan setempat. Ke dalam paket tersebut termasuk pola pelaksanaan yang terdiri atas: penyuluhan, teknologi RLKT, dan agroforestrx. Tata laksana dan pedoman penghijauan secara bersama-sama dapat memberi motivasi kepada petani untuk berperan serta dalam penghijauan. Penghijauan mencakup daerah yang sangat luas, dan diker jakan dalam jangka waktu yang lama, bahkan merupakan kegiatan yang berlanjut terus-menerus. Apabila penghijauan hanya melibatkan aparat birokrasi, maka pelaksanaannya akan sangat terbatas, dan memakan waktu yang lama. Karena pelaku-

7 pelaku yang mengelola, menguasai, dan menikmati manfaat lahan yang dihijaukan adalah petani, maka petanilah yang sangat menentukan tercapainya tujuan penghijauan. Petani dapat merusak dan memelihara kelestarian sumber daya alam yang dikelolanya, sehingga peran serta mereka mutlak diperlukan, baik dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, maupun dalam evaluasi. Petani adalah rasional dalam arti bahwa keterlibatannya secara langsung dalam kegiatan tertentu didasarkan pada motif tertentu. Motivasi petani yang menjadi pendorong untuk berperan serta secara langsung dalam penghijauan dapat berupa material dan nonmaterial. Motif material bersifat ekonomi dan fisik, seperti peningkatan pendapatan, peningkatan produktivitas lahan, perbaikan kondisi air, dan pengamanan penguasaan lahan, sedangkan motif nonmaterial dapat bersifat kepuasan: psikologis, sosial, politis, moral dan agama. Manfaat penghijauan kembali ikut mendorong motivasi masyarakat untuk berperan serta secara sadar dan suka rela. Manfaat tersebut ada yang langsung dirasakan petani, yaitu peningkatan hasil dan produksi usaha tani serta peningkatan pendapatan, serta manfaat yang tidak langsung, antara lain: air cukup tersedia sepanjang tahun, banjir berkurang, rumput makanan ternak cukup, lahan yang tidak produktif menjadi produktif dan kesuburan tanah meningkat. Manfaat penghijauan selain mendorong motivasi, juga dapat memperbaiki lingkungan hidup secara bertahap, yaitu lingkungan: biogeofisik, sosial ekonomi, dan sosial budaya. Untuk mencapai tujuan penghijauan yang sangat penting

8 artinya bagi kesejahteraan masyarakat dan kelestarian sumber daya alam, birokrasi penghijauan dapat pula melaksanakan kegiatan penghijauan dengan menggunakan sumber daya yang dimilikinya. Namun kegiatan tersebut hanya bisa dilaksanakan di lahan negara yang ditelantarkan, dan hasilnya akan sangat terbatas. Hal ini disebabkan pelaksana kegiatan tersebut adalah petani. Selain itu aparat birokrasi tidak dapat melaksanakan penghijauan di lahan milik petani tanpa peran serta petani pemilik lahan. Jika dikaitkan dengan tujuan yang ingin dicapai melalui penghijauan, maka kemampuan birokrasi penghijauan akan sangat terbatas atau minimal akan sangat berat, apabila mereka melakukan seluruh kegiatan. Keterbatasan birokrasi penghijauan karena beberapa faktor, yaitu: a. lahan yang perlu dihijaukan menyebar dan sangat luas, sehingga memerlukan: masukan, dana, waktu, tenaga, sarana dan prasarana yang sangat besar; b. petani sebagai pengelola sumber daya lahan dapat berfungsi sebagai "perusakn atau "pemelihara" sumber daya alam, sehingga tanpa mengubah kebiasaan petani yang merusak sumber daya alam dalam pengelolaannya, maka proyek penghijauan akan sangat terhambat; c. lokasi penghijauan ada yang berada dalam penguasaan atau pemilikan petani, sehingga aparat birokrasi tidak berwenang melaksanakan penghijauan di lahan milik tanpa ijin pemiliknya; d. penghijauan merupakan kegiatan yang perlu berlanjut terus-menerus, demi kelestarian sumber daya alam.

9 Berdasarkan faktor-faktor pembatas tersebut, maka untuk pencapaian tujuan penghijauan, perlu diusahakan agar masyarakat memberikan peran sertanya'secara langsung dan suka rela dengan penuh kesadaran akan pentingnya penghijauan. Untuk mendukung tercapainya tujuan penghijauan, birokrasi melalui tata laksana yang disusunnya membuat perencanaan, melaksanakan rencana yang sudah ditetapkan, mengawasi jalannya pekerjaan, dan memantau serta mengevaluasi hasil pekerjaan. Tugas pengawasan, pemantauan dan evaluasi, pelaksanaan di lapangan bekerja sama dengan instansi lain yang terkait, dalam bentuk tim, yang anggotanya terdiri atas: SBRLKT, PKP, PU Pengairan, Bappeda TK 11, Camat, dan Kepala Desa. Faktor birokrasi penghijauan sebagai aparat pemerintah berperan sebagai motor yang menggerakkan terwujudnya peran serta masyarakat melalui motivasi. Karena adanya peran serta masyarakat, secara bertahap tujuan penghijauan akan dapat dicapai. Setiap tercapainya tahapan tujuan penghijauan memberikan umpan balik bagi terciptanya motivasi masyarakat yang lebih besar, demikian juga lingkungan hidup secara bertahap diperbaiki karenanya. Perbaikan lingkungan hidup akan meningkatkan motivasi, dan peran serta masyarakat. Semakin baik kondisi lingkungan hidup menimbulkan semakin besar pula motivasi masyarakat. Motivasi masyarakat makin lama makin besar, dan akhirnya masyarakat akan termotivasi sendiri untuk berperan serta (self motivated) dalam penghijauan. Hambatan untuk terwujudnya peran serta yang terutama adalah tingkat pendapatan dan tingkat pendidikan masya-

10 rakat yang masih rendah (faktor sosial ekonomi). Melalui peran serta masyarakat, tujuan penghijauan akan dapat dicapai secara bertahap, sehingga hambatan sosial ekonomi makin lama makin berkurang. Mekanisme kerja antara komponen-komponen: lingkungan hidup, birokrasi penghijauan, motivasi, peran serta masyarakat, dan tercapainya tujuan penghijauan adalah saling kait-mengait. Komponen-komponen tersebut terdiri atas faktor-faktor yang saling mempengaruhi dan tunjang-menunjang. Faktor-faktor tersebut adalah: biogeofisik, sosial budaya, sosial ekonomi (masuk dalam komponen lingkungan hidup); tata laksana penghijauan dan pedoman pelaksanaan (masuk dalam komponen birokrasi); motivasi masyarakat (komponen motivasi masyarakat); dan peran serta masyarakat (komponen peran serta masyarakat). Dalam faktor-faktor terdapat peubah-peubah yang diduga mempunyai pengaruh terhadap peran serta masyarakat. Kerangka pemikiran ini dapat digambarkan dalam suatu Skema Peran Serta Masyarakat dalam Penghijauan yang dapat dilihat pada Garnbar 2.

11 # t T E R C A P A I N Y A T U J U A N P E N 6 H I J A U A N BIOGEOFISIK SOSIAL EKONOHI SOSIAL BUDAYA - rehabilitasi lahan kritis - peningkatan pendapatan - pembinaan perilaku petani - peningkatan kesuburan dan petani sebaqai pelestari surber produktivitas lahan daya alar - pengendalian erosi dan banjir - pelestarian surber daya alar.... I 1 PERAN SERTA HASYARAKAT, - perencanaan - pengawasan - pelaksanaan - evaluasi A I HOT IVASI HASYARAKAT... - raterial (ekonori dan fisik) - nonraterial (psikologis, sosial, politis, roral, dan agara) I ' 1 - BIROKRASI PENGHI JAUAN TATA LAKSANA PENGHI JAUAN PEDOHAN PELAKSANAAN - perencanaan - penyuluhan - pelaksanaan - teknologi RLKT - pengawasan - aproforestr A - I L I N G K U N G A N H I O U P = * BIOGEOFISIK SOSIAL EKONOHI SOSIAL BUDAYA - topografi - penguasaan lahan - pelapisan sosial - sif at-sifat tanah - tingkat pendapatan - keperirpinan informal - hidroorologi - tinjkat pendidikan - kebiasaan perladangan berpindah - flora dan fauna - jurlah anggota - kebiasaan penggerbal aan 1 iar - iklir keluarga - persepsi rasyarakat - tingkat kekritisan lahan - sikap dan perilaku rasyarakat Gambar 2. Skema Peran Serta Masyarakat Dalam Penghijauan Lependa: jalur dorongan... jalur harbatan - jalur danpak

12 Skema Peran Serta Masyarakat dalam Penghijauan mengandung beberapa faktor yang bekerja secara tunjang-menunjang dan kait-mengait secara dinamis dalam pencapai tujuan penghijauan. Faktor-faktor tersebut dapat dijelaskan berikut ini. 1. Faktor Peran Serta Masyarakat Faktor peran serta nyata masyarakat dalam kegiatan penghijauan adalah bentuk aktivitas, dan jenis kontribusi yang diberikan. Peran serta nyata masyarakat dapat berlangsung di berbagai kegiatan penghijauan, yaitu: perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi. Petani di pedesaan sangat bergantung pada hasil lahan. Mereka takut kehilangan pendapatan dari hasil usaha taninya yang dikerjakan secara tradisional turun-menurun. Pelaksanaan penghijauan merupakan kegiatan dan ha1 baru. Masyarakat di pedesaan umumnya petani berperilaku rasional. Artinya, petani di desa akan melakukan suatu tambahan kegiatan bilamana mereka melihat adanya manfaat yang dapat meningkatkan kesejahteraan mereka, dan tidak membawa risiko bagi tingkat kesejahteraan yang telah dicapai. Dengan demikian mereka yang tidak mau menanggung risiko, akan melihat dahulu hasil yang telah dicapai oleh petani lain yang telah berani menanggung risiko, dan telah berhasil. Peran serta masyarakat dengan kondisi dan situasi masyarakat yang masih kekurangan, yaitu kurang: modal, pendidikan, pengetahuan, dan informasi, tapi rasional, akan melakukan suatu kegiatan sesuai dengan pemahaman, kesempatan, serta kemampuan masyarakat yang terpadu dalam motivasi.

13 Karena tanaman pokok penghijauan merupakan tanaman tahunan yang baru dapat dinikmati pertama kali hasilnya antara tiga sampai lima tahun, maka peran serta masyarakat dalam melaksanakan kegiatan penghijauan memerlukan motivasi. Untuk mendukung motivasi ini perlu penyuluhan dan percontohan yang berhasil, sehingga timbul pemahaman, kesempatan-dan kemampuan untuk melaksanakan penghijauan. Pelaksanaan penghijauan memakai cara agroforestry, dilaksanakan di lahan kering milik petani, dan dikerjakan oleh pemiliknya. Lahan petani ditanami terutama dengan tanaman tahunan, yaitu: kayu-kayuan antara lain: akasia, kaliandra, gamal, turi, albizia; buah-buahan antara lain: durian, jeruk, rambutan, jambu mete; tanaman perkebunan, antara lain: kopi, coklat, cengkih, kelapa. Tanaman tersebut untuk bisa dipetik hasilnya memakan waktu cukup lama, yaitu antara lima tahun sampai sepuluh tahun. Di samping tanaman tahunan petani pun menanam tanaman semusim, antara lain: padi gogo, kacang-kacangan, pisang, ubi-ubian. Pada permulaan kegiatan penghijauan dilaksanakan (1976/1977), peran serta masyarakat terhadap proyek ini belum tampak, karena mereka belum melihat hasil dan manfaatnya. Sesudah proyek ini berjalan lebih kurang sepuluh tahun (1985/1986) dan sudah banyak petani yang berhasil, peran serta masyarakat berkembang baik. Melihat kenyataan tersebut, dalam usaha pencapaian tujuan penghijauan, faktor peran serta masyarakat merupakan faktor yang dominan. Sebagai faktor yang dominan, dan bagian sentral dalam strategi pembangunan, maka peran serta

14 masyarakat adalah kunci keberhasilan dalam mencapai tujuan penghijauan. 2. Faktor Motivasi Masyarakat Timbulnya gerak peran serta nyata dari masyarakat didorong oleh adanya motivasi untuk berperan serta dalam kegiatan penghijauan. Motivasi yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat dapat berupa motivasi material (ekonomi dan fisik), dan atau motivasi nonmaterial, yaitu: psikologis, sosial, politis, moral dan agama. Motivasi material berupa penerimaan yang dapat dinilai dan dirasakan sebagai hasil peran serta dalam penghijauan. Motivasi nonmaterial yang bersifat psikologis misalnya kepuasan dari rasa diakui dan diterima dalam masyarakat. Motivasi yang bersifat sosial misalnya berupa kepuasan diri dari peran yang dilakukan dalam kehidupan masyarakat, rasa kegotongroyongan, atau rasa status sosial yang dapat meningkat. Motivasi politis dapat berupa kepuasan diri, karena masyarakat mendukung atau menokohkan, atau kepuasan diri disebabkan merasa didukung oleh golongan atas atau aparat birokrasi. Motivasi yang bersifat keagamaan dan moral, misalnya kepuasan sebab merasa telah melaksanakan suatu pekerjaan sesuai dengan tuntutan agama dan moral. Motivasi seseorang untuk berperan serta dalam penghijauan hanya dapat timbul karena hasrat memperoleh manfaat material, atau karena manfaat nonmaterial atau kedua-duanya dalam bobot tertentu yang dapat dirasakan dan diungkapkan oleh individu yang bersangkutan. Jadi faktor motivasi untuk berperan serta

15 seseorang, yang dapat tercermin dalam tindakan peran sertanya. Namun demikian rasa kebersamaan antarindividu dapat pula menjadi mot'ivasi untuk berperan serta dalam penghijauan, sehingga timbul solidaritas yang melahirkan kegotongroyongan. Motivasi masya.rakat didukung oleh adanya penahaman akan manfaat penghijauan, adanya kesempatan dan kemampuan untuk berperan serta dalam pelaksanaan penghijauan. Keadaan lingkungan hidup, yaitu faktor-faktor: biogeofisik, sosial ekonomi dan sosial budaya masyarakat mempengaruhi besarkecilnya motivasi dan peran serta masyarakat, antara lain: tingkat kekritisan lahan, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, penguasaan lahan, sikap dan perilaku serta persepsi rasyarakat tentang penghijauan. 3. Faktor Tata Laksana Penghijauan Kegiatan penghijauan bermula dari program pemerintah sebagai pelaksanaan tugas pembangunan masyarakat dan lingkungan hidup. Untuk melaksanakan tugas penghijauan tersebut, ditetapkan suatu organisasi penghijauan. Lembaga yang terlibat dalam program penghijauan merupakan satu kesatuan yang disebut birokrasi penghijauan. Salah satu peran birokrasi adalah aerumuskan tata laksana penghijauan. Tata laksana yang dirumuskan dapat mempengaruhi faktor motivasi masyarakat untuk berperan serta nyata. Untuk mencapai pelaksanaan penghijauan yang bertumpu pada swadaya masyarakat, maka tata laksana harus sebanyak mungkin mendukung motivasi masyarakat. Peran birokrasi yong dilakukan dalam tata laksana penghijauan ialah: perencanaan, pelaksanaan, pengawas-

16 an, pemantauan dan evaluasi. Tata laksana penghijauan akan mempengaruhi besar-kecilnya kesempatan yang mendukung motivasi rasyarakat untuk berperan serta dalam penghijauan. Dalam penelitian ini organisasi birokrasi penghijauan yang diamati, dibatasi hanya pada yang berperan di Kabupaten Daerah Tingkat 11, Kecamatan dan Desa. 4. Faktor Pedoman Pelaksanaan Untuk pelaksanaan program penghijauan, birokrasi juga menyusun pedoman pelaksanaan. Dalam pedoman ini tercakup unsur penyuluhan, teknologi rehabilitasi lahan dan konservasi tanah (RLKT), dan agroforestry. Pedoman pelaksanaan yang disusun oleh birokrasi ikut menentukan berkembangnya motivasi masyarakat untuk berperan serta. Birokrasi renyusun tata laksana dan pedoman pelaksanaan penghijauan memperhitungkan lingkungan hidup masyarakat setempat, yaitu faktor-faktor: biogeofisik, sosial ekonomi, dan sosial budaya. 5. Faktor Biogeofisik Faktor biogeofisik sebagai bagian dari lingkungan hidup turut mempengaruhi pencapaian tujuan penghijauan. Faktor ini meliputi peubah: topografi, sifat-sifat tanah, flora dan fauna, iklim, hidroorologi, dan tingkat kekritisan lahan. 6. Faktor Sosial Ekonomi Faktor sosial ekonomi juga mempengaruhi pencapaian tujuan penghijauan yaitu: penguasaan lahan, tingkat penda- patan, tingkat pendidikan, dan jumlah anggota keluarga.

17 7. Faktor Sosial Budaya Faktor sosial budaya ikut mempengaruhi pencapaian tujuan penghijauan. Yang termasuk dalam faktor ini adalah lapisan sosial, kepemimpinan informal, kebiasaan perladangan berpindah, kebiasaan memelihara ternak secara bebas (penggembalaan liar), persepsi serta sikap dan perilaku masyarakat. Faktor-faktor: biogeofisik, sosial ekonomi, dan sosial budaya secara bersama-sama mempengaruhi kemampuan masyarakat yang akan mendorong motivasi mereka untuk berperan serta dalam kegiatan penghijauan. B. Hipotesis Dalam penelitian ini digunakan hipotesis sebagai berikut: Hipotesis 1 a. Hipotesis mayor: Keberhasilan pencapaian tujuan penghijauan dipengaruhi oleh peran serta masyarakat, motivasi masyarakat, birokrasi penghijauan dan kondisi lingkungan hidup. b. Hipotesis minor: (1) Peran serta masyarakat dalam pencapaian tujuan penghijauan dipengaruhi oleh motivasi masyarakat, tata laksana penghijauan, pedoman pelaksanaan penghijauan, serta kondisi lingkungan: biogeofisik, sosial ekonomi, dan sosial budaya. (2) Terdapat hubungan yang nyata antara motivasi dengan peran serta masyarakat dalam penghijauan.

18 Hipotesis 2 a. Hipotesis mayor: Faktor utama yang mempengaruhi peran serta masyarakat dalam penghijauan adalah motivasi masyarakat untuk memperoleh manfaat material dan nonmaterial. b. Hipotesis minor: (1) Motivasi masyarakat untuk berperan serta dalam penghijauan terdiri atas motivasi material dan motivasi nonmaterial. (2) Motivasi material merupakan peubah utama yang mendorong masyarakat untuk berperan serta dalam penghijauan. Hipotesis 3 a. Hipotesis mayor: Peran serta masyarakat petani dalam penghijauan akan mening- katkan pendapatan per kapita mereka. b. Hipotesis minor: (1) Tingkat pendapatan per kapita keluarga petani penghijauan dipengaruhi oleh luas penguasaan: sawah, kebun, pekarangan; hasil ternak; hasil pekerjaan Sampingan; dan jumlah anggota keluarga. (2) Terdapat perbedaan yang nyata antara tingkat pendapatan per kapita keluarga petani penghijauan sebelum dan sesudah penghijauan.

I. PENDAHULUAN. kerusakan sumber daya alam, hutan, tanah, dan air. Sumber. daya alam tersebut merupakan salah satu modal dasar

I. PENDAHULUAN. kerusakan sumber daya alam, hutan, tanah, dan air. Sumber. daya alam tersebut merupakan salah satu modal dasar I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah lingkungan hidup di Indonesia adalah kerusakan sumber daya alam, hutan, tanah, dan air. Sumber daya alam tersebut merupakan salah satu modal dasar pembangunan

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI, MENTERI KEHUTANAN DAN MENTERI PEKERJAAN UMUM,

MENTERI DALAM NEGERI, MENTERI KEHUTANAN DAN MENTERI PEKERJAAN UMUM, SURAT KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI PEKERJAAN UMUM, MENTERI KEHUTANAN DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 19/1984, KH. 059/KPTS-II/1984 DAN PU.124/KPTS/1984 TAHUN 1984 TENTANG PENANGANAN KONSERVASI TANAH DALAM

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. hutan yang dialih-gunakan menjadi lahan usaha lain. Agroforestry adalah salah

PENDAHULUAN. hutan yang dialih-gunakan menjadi lahan usaha lain. Agroforestry adalah salah PENDAHULUAN Latar Belakang Alih-guna lahan hutan menjadi lahan pertanian disadari menimbulkan banyak masalah seperti penurunan kesuburan tanah, erosi, kepunahan flora dan fauna, banjir, kekeringan dan

Lebih terperinci

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan, dan akuntabel serta berorientasi pada hasil, kami yang bertandatangan di bawah ini : Nama : Ir. Bambang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman, pertanian, kehutanan, perkebunan, penggembalaan, dan

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman, pertanian, kehutanan, perkebunan, penggembalaan, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk di Indonesia tergolong besar. Saat ini berdasarkan survey terakhir, jumlah penduduk Indonesia adalah 230 juta lebih. Laju pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumberdaya alam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumberdaya alam 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumberdaya alam yang melimpah, terutama kondisi lahan pertanian yang dimiliki Indonesia sangat berpotensi

Lebih terperinci

Pelayanan Terbaik Menuju Hutan Lestari untuk Kemakmuran Rakyat.

Pelayanan Terbaik Menuju Hutan Lestari untuk Kemakmuran Rakyat. BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN STRATEGIS DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Visi Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah adalah Pelayanan Terbaik Menuju Hutan Lestari untuk Kemakmuran Rakyat. Pelayanan

Lebih terperinci

PROSPEK PENGEMBANGAN UBIKAYU DALAM KAITANNYA DENGAN USAHA PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI TRANSMIGRASI DI DAERAH JAMBI

PROSPEK PENGEMBANGAN UBIKAYU DALAM KAITANNYA DENGAN USAHA PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI TRANSMIGRASI DI DAERAH JAMBI PROSPEK PENGEMBANGAN UBIKAYU DALAM KAITANNYA DENGAN USAHA PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI TRANSMIGRASI DI DAERAH JAMBI Oleh: Aladin Nasution*) - Abstrak Pada dasarnya pembangunan pertanian di daerah transmigrasi

Lebih terperinci

POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS (Studi Kasus di Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan) Oleh : Nur Hayati

POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS (Studi Kasus di Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan) Oleh : Nur Hayati POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS (Studi Kasus di Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan) Oleh : Nur Hayati Ringkasan Penelitian ini dilakukan terhadap anggota Kelompok Tani

Lebih terperinci

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

VI. KESIMPULAN DAN SARAN VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Dari hasil penelitian yang telah diuraikan, dapat disimpulkan bahwa model sistem hidroorologi hutan lindung yang telah dibuat dapat digunakan untuk menentukan penggunaan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi dalam pengusahaan tanah-tanah miring. berlereng adalah erosi. Untuk itu dalam usaha pemanfaatan lahan-lahan

PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi dalam pengusahaan tanah-tanah miring. berlereng adalah erosi. Untuk itu dalam usaha pemanfaatan lahan-lahan PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan yang dihadapi dalam pengusahaan tanah-tanah miring berlereng adalah erosi. Untuk itu dalam usaha pemanfaatan lahan-lahan bertopografi miring diperlukan kajian yang

Lebih terperinci

BAB 2 Perencanaan Kinerja

BAB 2 Perencanaan Kinerja BAB 2 Perencanaan Kinerja 2.1 Rencana Strategis Tahun 2013-2018 Rencana Stategis Dinas Kean Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013-2018 mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi

Lebih terperinci

IV.C.3 Urusan Pilihan Kehutanan

IV.C.3 Urusan Pilihan Kehutanan 3. URUSAN KEHUTANAN Sumber daya hutan di Kabupaten Wonosobo terdiri dari kawasan hutan negara seluas + 20.300 Ha serta hutan rakyat seluas ± 19.481.581 Ha. Kawasan hutan negara di wilayah Wonosobo secara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Berdasarkan pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1967, arti hutan dirumuskan sebagai Suatu lapangan tetumbuhan pohon-pohonan yang secara keseluruhan merupakan

Lebih terperinci

Strategi 3: Mencegah erosi Daerah Aliran Sungai (DAS) dan banjir di wilayah pemukiman penduduk Mengurangi Dampak Erosi Daratan/Lahan Pertanian

Strategi 3: Mencegah erosi Daerah Aliran Sungai (DAS) dan banjir di wilayah pemukiman penduduk Mengurangi Dampak Erosi Daratan/Lahan Pertanian Hasil yang diharapkan Taraf hidup masyarakat meningkat Anak putus sekolah berkurang Pengangguran di dalam desa berkurang Indikator Pendapatan nelayan, petani dan masyarakat lainnya Data jumlah anak putus

Lebih terperinci

tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kehutanan Tahun , implementasi kebijakan prioritas pembangunan yang

tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kehutanan Tahun , implementasi kebijakan prioritas pembangunan yang PENDAHULUAN BAB A. Latar Belakang Pemerintah telah menetapkan bahwa pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) menjadi salah satu prioritas nasional, hal tersebut tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA)

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2006 NOMOR 2 SERI E

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2006 NOMOR 2 SERI E BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2006 NOMOR 2 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 39 TAHUN 2006 TENTANG RENCANA TEKNIK LAPANGAN REHABILITASI LAHAN DAN KONSERVASI TANAH (RTL-RLKT) SUB DAS

Lebih terperinci

atau erosi yang menyebabkan tanah menjadi kritis baik fisik

atau erosi yang menyebabkan tanah menjadi kritis baik fisik 1. Latar Belakang Masalah Kondisi sumberdaya alam, khususnya sumberdaya alam hutan, tanah dan dr dalam beberapa tahun terakhir ini menunjukan kecenderungan semakin menurun. Penurunan kondisi sumberdaya

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP 5.1 Temuan Studi

BAB 5 PENUTUP 5.1 Temuan Studi BAB 5 PENUTUP Bab penutup ini akan memaparkan temuan-temuan studi yang selanjutnya akan ditarik kesimpulan dan dijadikan masukan dalam pemberian rekomendasi penataan ruang kawasan lindung dan resapan air

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI NOMOR : 85 TAHUN : 2000 SERI : D NO. 75 GUBERNUR BALI KEPUTUSAN GUBERNUR BALI NOMOR 114 TAHUN 2000 T E N T A N G PEDOMAN PELAKSANAAN PENGUSAHAAN HUTAN KEMASYARAKATAN GUBERNUR

Lebih terperinci

PP 62/1998, PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH *35837 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP)

PP 62/1998, PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH *35837 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) Copyright (C) 2000 BPHN PP 62/1998, PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH *35837 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 62 TAHUN 1998 (62/1998) TENTANG PENYERAHAN

Lebih terperinci

DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN, PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN KUPANG. Bagian Pertama. Dinas. Pasal 1

DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN, PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN KUPANG. Bagian Pertama. Dinas. Pasal 1 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN, PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN KUPANG Bagian Pertama Dinas Pasal 1 Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Perkebunan Dan Kehutanan mempunyai tugas pokok membantu Bupati dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya lahan merupakan tumpuan kehidupan manusia dalam pemenuhan kebutuhan pokok pangan dan kenyamanan lingkungan. Jumlah penduduk yang terus berkembang sementara

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS KEHUTANAN PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS KEHUTANAN PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS KEHUTANAN PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang yang dibutuhkan manusia, dengan cara budidaya usaha tani. Namun pertumbuhan manusia dan

Lebih terperinci

Dalam kehidupan dan aktivitas rnanusia, Iahan merupakan salah satu. kepentingan dan kegiatan manusia, lahan dirnanfaatkan antara lain untuk pemukiman,

Dalam kehidupan dan aktivitas rnanusia, Iahan merupakan salah satu. kepentingan dan kegiatan manusia, lahan dirnanfaatkan antara lain untuk pemukiman, I. PENDAHULUAN Dalam kehidupan dan aktivitas rnanusia, Iahan merupakan salah satu sumberdaya alam fisik yang mempunyai peranan yang amat penting. Untuk berbagai kepentingan dan kegiatan manusia, lahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Wilayahnya meliputi bagian hulu, bagian hilir, bagian pesisir dan dapat berupa

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Wilayahnya meliputi bagian hulu, bagian hilir, bagian pesisir dan dapat berupa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) berfungsi sebagai penampung air hujan, daerah resapan, daerah penyimpanan air, penangkap air hujan dan pengaliran air. Wilayahnya meliputi

Lebih terperinci

sumber daya lahan dengan usaha konservasi tanah dan air. Namun, masih perlu ditingkatkan intensitasnya, terutama pada daerah aliran sungai hulu

sumber daya lahan dengan usaha konservasi tanah dan air. Namun, masih perlu ditingkatkan intensitasnya, terutama pada daerah aliran sungai hulu BAB I PENDAHULUAN Pembangunan pertanian merupakan bagian integral daripada pembangunan nasional yang bertujuan mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur (Ditjen Tanaman Pangan, 1989). Agar pelaksanaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi TINJAUAN PUSTAKA Defenisi Lahan Kritis Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : a. Lahan yang tidak mampu secara efektif sebagai unsur produksi pertanian, sebagai media pengatur tata air, maupun

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan ekosistem alami yang sangat kompleks dan juga merupakan salah satu gudang plasma nutfah tumbuhan karena memiliki berbagai spesies tumbuhan. Selain itu,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan Menurut Lillesand dan Kiefer (1997) penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu. Penggunaan lahan juga diartikan sebagai setiap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

Tabel Rumusan Rencana Program dan Kegiatan SKPD Tahun 2015 dan Prakiraan Maju Tahun 2016 Kota Ambon. Rencana Tahun Target Capaian Kinerja

Tabel Rumusan Rencana Program dan Kegiatan SKPD Tahun 2015 dan Prakiraan Maju Tahun 2016 Kota Ambon. Rencana Tahun Target Capaian Kinerja Tabel Rumusan Rencana Program dan Kegiatan SKPD Tahun 2015 dan Prakiraan Maju Tahun 2016 Kota Ambon Nama SKPD : DINAS PERTANIAN DAN KEHUTANAN KOTA AMBON Indikator Rencana Tahun 2015 2 URUSAN PILIHAN 2.01

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG PENGENDALIAN DAN PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DI KABUPATEN LAMONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis dan perhitungan karakteristik kemampuan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis dan perhitungan karakteristik kemampuan 165 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan perhitungan karakteristik kemampuan lahan pada bab sebelumnya, maka penelitian Arahan Tata Guna Lahan Berbasis Kelas Kemampuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1998 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1998 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1998 TENTANG PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAH DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk lebih meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.I Latar Belakang. Pertambahan penduduk merupakan faktor utama pendorong bagi upaya

BAB I PENDAHULUAN. I.I Latar Belakang. Pertambahan penduduk merupakan faktor utama pendorong bagi upaya BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Pertambahan penduduk merupakan faktor utama pendorong bagi upaya pemanfaatan sumber daya alam khususnya hutan, disamping intensitas teknologi yang digunakan. Kehutanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan daerah yang berfungsi sebagai daerah resapan, daerah penyimpanan air, penampung air hujan dan pengaliran air. Yaitu daerah dimana

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat dalam pembangunan dapat diartikan sebagai keikutsertaan masyarakat

TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat dalam pembangunan dapat diartikan sebagai keikutsertaan masyarakat TINJAUAN PUSTAKA Partisipasi Masyarakat Partisipasi adalah turut berperan sertanya seseorang atau masyarakat mulai dari perencanaan sampai dengan laporan di dalam suatu kegiatan. Partisipasi masyarakat

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Konservasi Lahan Sub DAS Lesti Erni Yulianti PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Erni Yulianti Dosen Teknik Pengairan FTSP ITN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat memberikan berbagai manfaat bagi kehidupan manusia, yaitu manfaat ekologis, sosial maupun ekonomi. Tetapi dari berbagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan adalah karunia alam yang memiliki potensi dan fungsi untuk menjaga keseimbangan lingkungan. Potensi dan fungsi tersebut mengandung manfaat bagi populasi manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dilakukan secara tradisional untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dilakukan secara tradisional untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat di sekitar hutan memiliki ketergantungan yang sangat besar dengan keberadaan hutan disekitarnya, pemanfaatan hutan dan hasil hutan oleh masyarakat dilakukan

Lebih terperinci

KELOMPOK TANI HUTAN (KTH) RIMBA MAS Tetap Hijau Dimusim Kemarau Oleh : Endang Dwi Hastuti

KELOMPOK TANI HUTAN (KTH) RIMBA MAS Tetap Hijau Dimusim Kemarau Oleh : Endang Dwi Hastuti KELOMPOK TANI HUTAN (KTH) RIMBA MAS Tetap Hijau Dimusim Kemarau Oleh : Endang Dwi Hastuti Kelompok Tani Hutan (KTH) Rimba Mas berada di Desa Gerbo Kecamatan Purwodadi Kabupaten Pasuruan. Untuk mencapai

Lebih terperinci

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki nilai ekonomi, ekologi dan sosial yang tinggi. Hutan alam tropika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan,

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan, karakteristik lahan dan kaidah konservasi akan mengakibatkan masalah yang serius seperti

Lebih terperinci

2012, No.62 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang K

2012, No.62 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang K LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.62, 2012 LINGKUNGAN HIDUP. Pengelolaan. Daerah Aliran Sungai. Pelaksanaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5292) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selain isu kerusakan hutan, yang santer terdengar akhir - akhir ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. Selain isu kerusakan hutan, yang santer terdengar akhir - akhir ini adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Selain isu kerusakan hutan, yang santer terdengar akhir - akhir ini adalah degradasi Daerah Aliran Sungai (DAS) berupa : lahan kritis, lahan gundul, erosi pada lereng-lereng

Lebih terperinci

PENGELOLAAN DAS TERPADU

PENGELOLAAN DAS TERPADU PENGELOLAAN DAS TERPADU PENGELOLAAN DAS 1. Perencanaan 2. Pelaksanaan 3. Monitoring dan Evaluasi 4. Pembinaan dan Pengawasan 5. Pelaporan PERENCANAAN a. Inventarisasi DAS 1) Proses penetapan batas DAS

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 47 / KPTS-II / 1998 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 47 / KPTS-II / 1998 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 47 / KPTS-II / 1998 TENTANG PENUNJUKAN KAWASAN HUTAN LINDUNG DAN HUTAN PRODUKSI TERBATAS SELUAS ± 29.000 (DUA PULUH SEMBILAN RIBU) HEKTAR DI KELOMPOK HUTAN PESISIR, DI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai dan Permasalahannya Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah daratan yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 3C Tahun 2008 Lampiran : 1 (satu) berkas TENTANG

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 3C Tahun 2008 Lampiran : 1 (satu) berkas TENTANG WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 3C Tahun 2008 Lampiran : 1 (satu) berkas TENTANG INTENSIFIKASI PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN PERKEBUNAN TAHUN 2008 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan,

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan merupakan sumber daya alam yang strategis bagi segala pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan, seperti sektor pertanian,

Lebih terperinci

KAJIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KAWASAN LINDUNG MENJADI KAWASAN BUDIDAYA

KAJIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KAWASAN LINDUNG MENJADI KAWASAN BUDIDAYA KAJIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KAWASAN LINDUNG MENJADI KAWASAN BUDIDAYA (Studi Kasus: Kawasan sekitar Danau Laut Tawar, Aceh Tengah) TUGAS AKHIR Oleh: AGUS SALIM L2D

Lebih terperinci

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN Lampiran Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.16/Menhut-II/2011 Tanggal : 14 Maret 2011 PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pedoman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan menjadi suatu sistem yang menguntungkan adalah sistem agroforestri.

I. PENDAHULUAN. dan menjadi suatu sistem yang menguntungkan adalah sistem agroforestri. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sistem pemanfaatan lahan yang optimal dalam menghasilkan produk dan menjadi suatu sistem yang menguntungkan adalah sistem agroforestri. Agroforestri menurut

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan kemasyarakatan atau yang juga dikenal dengan community forestry

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan kemasyarakatan atau yang juga dikenal dengan community forestry TINJAUAN PUSTAKA Pengertian hutan kemasyarakatan Hutan kemasyarakatan atau yang juga dikenal dengan community forestry memiliki beberapa pengertian, yaitu : 1. Hutan kemasyarakatan menurut keputusan menteri

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem,

PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem, PENDAHULUAN Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem, peluang pengembangannya sangat besar

Lebih terperinci

Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001 Tentang : Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan

Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001 Tentang : Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001 Tentang : Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan Menimbang : a. bahwa dengan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 677/Kpts-II/1998 jo Keputusan Menteri

Lebih terperinci

LATAR BELAKANG PENGEMBANGAN KOMUNITAS

LATAR BELAKANG PENGEMBANGAN KOMUNITAS LATAR BELAKANG PENGEMBANGAN KOMUNITAS Pada kegiatan Praktek Lapangan 2 yang telah dilakukan di Desa Tonjong, penulis telah mengevaluasi program atau proyek pengembangan masyarakat/ komunitas yang ada di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang TAHURA Bukit Soeharto merupakan salah satu kawasan konservasi yang terletak di wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara dan Penajam Paser Utara dengan luasan 61.850 ha. Undang-Undang

Lebih terperinci

PEMANFAATAN SUMBER MATA AIR DALAM KAWASAN HUTAN

PEMANFAATAN SUMBER MATA AIR DALAM KAWASAN HUTAN PEMANFAATAN SUMBER MATA AIR DALAM KAWASAN HUTAN Latar Belakang Air dan sumber daya air mempunyai nilai yang sangat strategis. Air mengalir ke segala arah tanpa mengenal batas wilayah administrasi, maka

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan Tahura Wan Abdul Rachman di Propinsi Lampung adalah salah satu kawasan yang amat vital sebagai penyangga kehidupan ekonomi, sosial dan ekologis bagi masyarakat

Lebih terperinci

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan

Lebih terperinci

PERENCANAAN PENGELOLAAN DAS TERPADU. Identifikasi Masalah. Menentukan Sasaran dan Tujuan. Alternatif kegiatan dan implementasi program

PERENCANAAN PENGELOLAAN DAS TERPADU. Identifikasi Masalah. Menentukan Sasaran dan Tujuan. Alternatif kegiatan dan implementasi program Konsep Perencanaan Pengelolaan DAS Terpadu, dengan ciri-ciri sebagai berikut (1) hutan masih dominant, (2) satwa masih baik, (3) lahan pertanian masih kecil, (4) belum ada pencatat hidrometri, dan (5)

Lebih terperinci

Perpustakaan Universitas Indonesia >> UI - Tesis (Membership)

Perpustakaan Universitas Indonesia >> UI - Tesis (Membership) Perpustakaan Universitas Indonesia >> UI - Tesis (Membership) Fungsi LKMD sebagai wadah partisipasi masyarakat dalam pengelolaan ruang terbuka hijau / pertamanan : Studi kasus pengelolaan RTH / pertamanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan dan membangun pertanian. Kedudukan Indonesia sebagai negara

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan dan membangun pertanian. Kedudukan Indonesia sebagai negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris yang kaya akan sumber daya alam. Hasil bumi yang berlimpah dan sumber daya lahan yang tersedia luas, merupakan modal mengembangkan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 18 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan sebagai modal pembanguan nasional memiliki manfaat yang nyata bagi kehidupan dan penghidupan bangsa Indonesia, baik manfaat ekologi, sosial budaya maupun ekonomi,

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN 2012, No.205 4 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN, PANGAN

Lebih terperinci

PERAN SERTA MASYARAKAT DESA DALAM MENJAGA DAN MEMELIHARA HUTAN

PERAN SERTA MASYARAKAT DESA DALAM MENJAGA DAN MEMELIHARA HUTAN PEMERINTAH KABUPATEN CIANJUR KECAMATAN CIDAUN DESA CIBULUH Jl. Lurah Bintang No. 129 Cibuluh, Cidaun, Cianjur 43275 PERATURAN DESA CIBULUH NOMOR : 01/Perdes-cb/IV/2003 Tentang PERAN SERTA MASYARAKAT DESA

Lebih terperinci

AGROFORESTRI PENDAHULUAN. Apa itu Agroforestri? Cakupan pembahasan agroforestri

AGROFORESTRI PENDAHULUAN. Apa itu Agroforestri? Cakupan pembahasan agroforestri AGROFORESTRI Ellyn K. Damayanti, Ph.D.Agr. M.K. Ekoteknologi Konservasi Tumbuhan Bogor, 19 Maret 2013 PENDAHULUAN Apa itu Agroforestri? Agro/agriculture; forestry Nama bagi sistem-sistem dan teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan binatang), yang berada di atas dan bawah wilayah tersebut. Lahan

BAB I PENDAHULUAN. dan binatang), yang berada di atas dan bawah wilayah tersebut. Lahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan suatu wilayah di permukaan bumi yang meliputi semua benda penyusun biosfer (atmosfer, tanah dan batuan induk, topografi, air, tumbuhtumbuhan dan binatang),

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 19 SERI D

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 19 SERI D BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 19 SERI D PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 166 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI SERTA URAIAN TUGAS JABATAN PADA DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR SK.159/MENHUT-II/2004 TAHUN 2004 TENTANG RESTORASI EKOSISTEM DI KAWASAN HUTAN PRODUKSI

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR SK.159/MENHUT-II/2004 TAHUN 2004 TENTANG RESTORASI EKOSISTEM DI KAWASAN HUTAN PRODUKSI PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR SK.159/MENHUT-II/2004 TAHUN 2004 TENTANG RESTORASI EKOSISTEM DI KAWASAN HUTAN PRODUKSI MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : a. bahwa degradasi sumber daya

Lebih terperinci

- 1 - BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 43 TAHUN 2011 TENTANG

- 1 - BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 43 TAHUN 2011 TENTANG - 1 - BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 43 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PERTANIAN, KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

1. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pemerintahan Daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Jawa Barat (Berita Negara Tahun 1950);

1. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pemerintahan Daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Jawa Barat (Berita Negara Tahun 1950); PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR : 38 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG GUNUNG CIREMAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN Menimbang : a. bahwa Gunung Ciremai sebagai kawasan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Luas tanam, produksi, dan produktivitas tanaman padi dan jagung per Kecamatan di Kabupaten Lampung Selatan, Tahun 2008.

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Luas tanam, produksi, dan produktivitas tanaman padi dan jagung per Kecamatan di Kabupaten Lampung Selatan, Tahun 2008. A. Latar Belakang dan Masalah I. PENDAHULUAN Sektor pertanian di Indonesia memegang peranan strategis karena merupakan sebagai tumpuan hidup sebagian besar penduduk Indonesia, dimana hampir setengah dari

Lebih terperinci

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN BUPATI MADIUN,

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN BUPATI MADIUN, BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN BUPATI MADIUN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan kita. Dalam hutan terdapat banyak kekayaan alam yang

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan kita. Dalam hutan terdapat banyak kekayaan alam yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan sumberdaya alam yang mempunyai peran yang sangat penting dalam kehidupan kita. Dalam hutan terdapat banyak kekayaan alam yang bermanfaat bagi kelangsungan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan adalah suatu lapangan pertumbuhan pohon-pohon yang secara. keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan adalah suatu lapangan pertumbuhan pohon-pohon yang secara. keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Hutan Hutan adalah suatu lapangan pertumbuhan pohon-pohon yang secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam lingkungannya, dan ditetapkan oleh pemerintah

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang : a. bahwa hutan dan lahan merupakan sumberdaya

Lebih terperinci

Keputusan Menteri Kehutanan Dan Perkebunan No. 146 Tahun 1999 Tentang : Pedoman Reklamasi Bekas Tambang Dalam Kawasan Hutan

Keputusan Menteri Kehutanan Dan Perkebunan No. 146 Tahun 1999 Tentang : Pedoman Reklamasi Bekas Tambang Dalam Kawasan Hutan Keputusan Menteri Kehutanan Dan Perkebunan No. 146 Tahun 1999 Tentang : Pedoman Reklamasi Bekas Tambang Dalam Kawasan Hutan MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN, Menimbang : a. bahwa pada persiapan penggunaan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.150, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. PNPM Mandiri. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.16/MENHUT-II/2011 TENTANG PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN STRATEGIS

BAB II PERENCANAAN STRATEGIS BAB II PERENCANAAN STRATEGIS 2.1 Rencana Strategis Tahun 2013-2018 Rencana Stategis Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013-2018 mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)

Lebih terperinci

Pada saat ini Indonesia telah memasuki tahap pembangunan

Pada saat ini Indonesia telah memasuki tahap pembangunan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini Indonesia telah memasuki tahap pembangunan jangka panjang ke dua (PJP II) dan tahun terakhir pelaksanaan Repelita VI. Selama kurun waktu Pembangunan Jangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perum Perhutani adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberi

BAB I PENDAHULUAN. Perum Perhutani adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perum Perhutani adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberi tugas dan wewenang untuk menyelenggarakan kegiatan pengelolaan hutan seluas 2,4 juta Ha di hutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya sebagai modal dasar pembangunan nasional dengan. Menurut Dangler (1930) dalam Hardiwinoto (2005), hutan adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya sebagai modal dasar pembangunan nasional dengan. Menurut Dangler (1930) dalam Hardiwinoto (2005), hutan adalah suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan sumber daya alam yang mampu dan dapat diperbaharui. Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang besar peranannya dalam berbagai aspek kehidupan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG NORMA, STANDAR, PROSEDUR DAN KRITERIA PENGELOLAAN HUTAN PADA KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG (KPHL) DAN KESATUAN PENGELOLAAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN NOMOR 677/KPTS-II/1998 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN,

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN NOMOR 677/KPTS-II/1998 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN, KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN NOMOR 677/KPTS-II/1998 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN, Menimbang : a. bahwa hutan merupakan ekosistem alam karunia Tuhan Yang Maha

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pembangunan di bidang kehutanan diarahkan untuk memberikan manfaat sebesarbesarnya

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pembangunan di bidang kehutanan diarahkan untuk memberikan manfaat sebesarbesarnya PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu kriteria keberhasilan pembangunan adalah meningkatnya kualitas hidup masyarakat melalui peningkatan partisipasinya dalam pembangunan itu sendiri. Pembangunan di bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah sebidang lahan yang menampung air hujan

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah sebidang lahan yang menampung air hujan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah sebidang lahan yang menampung air hujan dan mengalirkannya menuju parit, sungai dan akhirnya bermuara kedanau atau laut. Dengan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1998 TENTANG PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1998 TENTANG PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1998 TENTANG PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk lebih meningkatkan

Lebih terperinci

LANSKAP HUTAN BERBASIS DAS

LANSKAP HUTAN BERBASIS DAS Seminar Regional Pembangunan Kehutanan Berkelanjutan dalam Perspektif Tata Ruang LANSKAP HUTAN BERBASIS DAS Niken Sakuntaladewi (n.sakuntaladewi@yahoo.com) Pusat Litbang Perubahan Iklim dan Kebijakan Kupang,

Lebih terperinci

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 62 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 62 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 62 TAHUN 2014 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

MENYOAL PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT POTENSI DI ERA OTONOMI. Oleh : Eddy Suryanto, HP. Fakultas Hukum UNISRI Surakarta

MENYOAL PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT POTENSI DI ERA OTONOMI. Oleh : Eddy Suryanto, HP. Fakultas Hukum UNISRI Surakarta MENYOAL PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT POTENSI DI ERA OTONOMI Oleh : Eddy Suryanto, HP. Fakultas Hukum UNISRI Surakarta ABSTRAK : Arah kebijakan pembangunan hutan rakyat diarahkan pada wilayah-wilayah prioritas

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor : 677/Kpts-II/1998 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN,

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor : 677/Kpts-II/1998 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN, KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor : 677/Kpts-II/1998 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN, Menimbang : a. bahwa hutan merupakan ekosistem alam karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1979 TENTANG BANTUAN PENGHIJAUAN DAN REBOISASI TAHUN 1979/1980 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1979 TENTANG BANTUAN PENGHIJAUAN DAN REBOISASI TAHUN 1979/1980 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1979 TENTANG BANTUAN PENGHIJAUAN DAN REBOISASI TAHUN 1979/1980 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang a. bahwa perlu diusahakan peningkatan kegiatan

Lebih terperinci