BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan sebuah hal yang sangat penting dalam

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan sebuah hal yang sangat penting dalam"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan sebuah hal yang sangat penting dalam pembentukan dan perkembangan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas untuk mempermudah dan mewujudkan cita-cita pembangunan nasional. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang berfungsi untuk mengembangkan kemampuan, meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia melalui pendidikan Indonesia, dalam rangka mewujudkan tujuan Nasional. Dengan demikian, manusia akan dengan mudah mencapai kehidupan yang diinginkan dan bisa bersaing dengan perubahan dunia yang semakin cepat. Islam sebagai agama telah menyebar ke seluruh penjuru dunia. Salah satunya di Indonesia. Selama ini di Indonesia, organisasi-organisasi keagamaan Islam seperti, tampak tertatih-tatih menghadapi perkembangan demi perkembangan yang pesat dalam masyarakat. Tetapi kalangan yang tidak terorganisasi tampak sangat tanggap terhadap keadaan-keadaan baru. Memang, sekarang ini banyak yang merasa tidak puas terhadap organisasi Islam yang sudah mapan, karena organisasi-organisasi semacam ini tidak mampu menampung gagasan-gagasan baru yang lebih relevan. Tetapi tidak sepenuhnya kita bisa mengatakan bahwa organisasi-organisasi yang

2 sudah mapan itu tidak tanggap terhadap keadaan. (Kuntowijoyo, 1995: 14). Sehingga muncul organisasi Islam yang dapat diharapkan bisa menampung gagasan-gagasan baru dan dapat mengikuti perkembangan zaman seperti organisasi Pondok pesantren. Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan Islam tertua yang lahir dan tumbuh dari kultur Indonesia. Lewat dukungan masyarakat pondok pesantren tumbuh berkembang dan didorong oleh pemerintah, dan kebutuhan masyarakat. Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan yang mempunyai sejarah panjang dan unik. Secara historis, pondok pesantren termasuk pendidikan Islam yang paling awal dan masih bertahan sampai sekarang (Nata, 2001: 100). Dasar pemikiran bahwa pendidikan merupakan sarana bagi pengembangan kepercayaan Islam, dan khususnya, pengembangan kemampuan untuk menafsirkan inti ajaran Islam, telah menjadi tradisi pesantren di Jawa sejak Islam mulai menarik banyak penganut (Dhofier, 1994: 23). Pondok pesantren pada awalnya, mempunyai tujuan utama, yaitu untuk menyiapkan tenaga mubaligh dan orang-orang pilihan yang akan menyiarkan agama Islam dengan menggunakan sumber-sumber asli dari Al- Qur'an dan Hadis dari kitab-kitab kuning yang berbahasa Arab gundulan karangan ulama-ulama terdahulu (tabi'in) dengan sistem sorogan dan bandongan. Selain itu, pondok pesantren juga memberikan bekal ilmu yang mampu mempersiapkan generasi muda yang berkualitas, dan tetap

3 dalam iman dan taqwa kepada Allah SWT yang berlandaskan Al Qur'an dan Hadist. Seorang Kiyai, akan memberikan ilmu kepada para santrinya agar selalu berpegang teguh kepada kebenaran, dan akhlak yang mulia untuk membangun agama, bangsa, dan negaranya (Abdul, 1998: 67). Tidak sedikit orang tua yang memasukkan anaknya ke pondok pesantren, karena menurut mereka, pondok pesantren merupakan tempat untuk perbaikan moral bagi putra dan putrinya. Eksistensi pondok pesantren semakin diperhitungkan dalam dunia pendidikan Nasional. Secara historis pesantren merupakan pendidikan non formal swasta murni yang tidak mengajarkan ilmu umum. Seluruh program pendidikan disusun sendiri dan pada umumnya bebas pada ketentuan formal. Program pendidikannya mengandung proses pendidikan formal dan informal yang berjalan sepanjang hari dibawah pengawasan Kiai. Pada umumnya, pesantren tidak pernah mengeluarkan ijazah bagi para santrinya. Ijazah menurut tradisi pesantren adalah keterampilan dan kecakapan itu sendiri. Dengan kata lain, ijazah itu bukanlah berupa kertas atau kumpulan nilai, melainkan pengakuan sekaligus penghargaan langsung dari masyarakat (Dhofier, 1985: 23). Dalam perkembangan selanjutnya, terutama dengan adanya perkembangan zaman dan era globalisasi yang begitu cepat, pondok pesantren dituntut untuk mengantisipasi adanya perubahan sosial dan budaya, bahkan agama yang terjadi di dalam masyarakat. Pengaruhpengaruh dari luar, yaitu nilai-nilai modern dan perkembangan ilmu

4 pengetahuan dan teknologi (iptek), khususnya teknologi yang bisa mempengaruhi pola pikir masyarakat, misalnya, radio, televisi, surat kabar, internet, dan lain-lain, tidak di pungkiri semua itu berpengaruh kepada nilai-nilai, gaya hidup, dan perilaku para santri di pondok pesantren (Sulaiman, 2010: 3). Keberadaan pondok pesantren dan masyarakat merupakan dua sisi yang tidak dapat dipisahkan, karena keduanya saling mempengaruhi. Sebagian besar pesantren berkembang berkat adanya dukungan masyarakat, dan secara sederhana muncul atau berdirinya pesantren merupakan inisiatif masyarakat baik secara sederhana muncul atau berdirinya pesantren merupakan inisiatif masyarakat baik secara individual maupun kolektif. Begitu pula sebaliknya perubahan sosial dalam masyarakat merupakan dinamika kegiatan pondok pesantren dalam pendidikan dan kemasyarakatan. Berdasarkan kondisi pesantren yang sedemikian rupa, maka konsep pesantren menjadi cerminan pemikiran masyarakat dalam mendidik dan melakukan perubahan sosial bagi masyarakat. Dampak yang jelas adalah terjadi perubahan orientasi kegiatan pesantren sesuai dengan perkembangan masyarakat. Dengan demikian pondok pesantren berubah tampil sebagai lembaga pendidikan yang bergerak dibidang pendidikan dan sosial. Bahkan lebih jauh dari pada itu pesantren menjadi konsep pendidikan sosial dalam masyarakat muslim baik di desa dan di kota (Ghazali, (2003:13).

5 Pada saat ini masyarakat menuntut agar pesantren mampu mencetak santri-santri yang berwawasan luas agar para santri dapat mengikuti perkembangan zaman yang begitu cepat agar tidak terpengaruh budaya yang bisa merusak moral. Dengan demikian, lulusan pondok pesantren harus dapat mengatasi perkembangan zaman dengan cara melakukan sedikit perubahan, salah satunya adalah sistem pengajaran yang tadinya tradisional diubah dan di perbaiki tanpa menghilangkan ciri khas pondok pesantren sehingga lulusannya tidak hanya mahir dalam bidang agama saja tetapi juga dapat menguasai ilmu pengetahuan umum dan teknologinya, semua itu tidak bisa lepas dari peran seorang Kiai di pondok pesantren (Hasbullah, 2001: 110). Pada awal berdirinya tahun 1901, pondok pesantren Al- Fatah merupakan salah satu pondok pesantren yang ada sebelum indonesia merdeka atau masih dalam masa perjuangan Indonesia. Pondok pesantren ini berdiri tidak dapat terpisah dari tuntutan umat. Pondok pesantren sebagai lembaga masyarakat di sekitar lingkungan sehingga keberadaannya di tengah-tengah masyarakat tidak menjadi terasing dan mendapat dukungan penuh oleh masyarakat sekitar. Pondok pesantren Al-Fatah memiliki keunikan karena telah hadir dalam berbagai situasi dan kondisi. Lembaga ini, meskipun dalam keadaan yang sangat sederhana dan karakteristik yang beragam, tidak pernah mati. Demikian, dengan seluruh komponen yang ada di dalamnya seperti, kiai, ustadz, serta para santri Al-Fatah senantiasa mengabdikan diri mereka

6 demi kelangsungan pondok pesantren, berkat ketekunan, ketabahan, dan kesabaran, kiai dapat membuktikan kepada masyarakat bahwa sistem pendidikan pondok pesantren dapat menjawab tantangan zaman dan memenuhi kebutuhan masyarakat. Selain itu pondok pesantren ini juga memiliki ciri khas yaitu lebih takhassus pada kajian bahasa (ilmu alat) dan juga kajian fiqih. Sejak berdirinya Al-Fatah pada tahun 1901 sudah mengalami pasang surut dan banyak perubahan serta perkembangan dari segi bangunan ataupun sistem pendidikannya. Oleh karena itu, dari permasalahan yang sudah dipaparkan di atas, perkembangan dan sistem pendidikan ini merupakan proses yang menarik, maka penulis bertujuan akan meneliti perkembangan pondok pesantren Al-Fatah dari tahun 1990 sampai Perkembangan Pondok Pesantren juga di pengaruhi oleh SDM atau santri maupun Kyai di Pondok Pesantren tersebut. Perkembangan itu biasanya berupa perkembangan fisik seperti sarana dan prasarana di pondok itu sendiri. Selain itu juga perkembangan para santri dan prestasi yang di raih oleh santri. Dari perkembangan itu tidak terlepas dari peran para Kyai ataupun pengasuh pondok terhadap para santrinya. Pondok pesantren Al-Fatah itu sendiri juga mempunyai peran yang penting dalam lingkungan masyarakat sekitar pondok pesantren tersebut, seperti berperan aktif dalam acara keagamaan dan santrinya juga ikut

7 berperan dan berpartisipasi dalam acara kemasyarakatan sekitar pondok pesantren Al-Fatah. Pada awal berdirinya hingga sekarang Pondok Pesantren Al-Fatah sudah mengalami empat pergantian kepemimpinan. Yang pertama yaitu KH. Abdul Fatah sendiri kemudian setelah KH. Abdul Fatah wafat digantikan KH. Hasan Fatah kemudian setelah KH. Hasan Fatah meninggal pemimpin selanjutnya yaitu KH. Hasyim Hasan yang dimulai dari tahun disertai dengan perkembangan dari segi fisik yaitu pembangunan asrama putra serta pembangunan aula. Kemudian pemimpin selanjutnya yaitu KH. Muhammad Najib yaitu dari tahun 2013 sampai sekarang. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan diteliti sebagai berikut : 1. Bagaimana proses berdirinya Pondok Pesantren Al-Fatah? 2. Bagaimana perkembangan Pondok Pesantren Al-Fatah pada masa kepemimpinan KH. Hasyim Hasan tahun ? 3. Bagaimana perkembangan Pondok Pesantren Al-Fatah pada masa kepemimpinan KH. Muhammad Najib Hasyim tahun ?

8 C. Tujuan Penelitian Tujuan diadakannya penelitian pada Pondok Pesantren Al-Fatah adalah sebagai berikut. 1. Untuk mengetahui berdirinya Pondok Pesantren Al-Fatah 2. Mengetahui perkembangan Pondok Pesantren Al-Fatah pada masa kepemimpinan KH. Hasim Hasan tahun Mengetahui perkembangan Pondok Pesantren Al-Fatah pada masa kepemimpinan KH. Muhammad Najib Hasyim tahun D. Manfaat Penelitian Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Manfaat Teoretis a. Menambah referensi mengenai keanekaragaman pola dan kehidupan Pondok Pesantren di Indonesia. b. Untuk kalangan akademis, harapannya penelitian ini bisa digunakan sebagai bahan referensi dalam melakukan penelitian berikutnya atau yang sejenis. c. Menambah wawasan di bidang ilmu pengetahuan terutama di bidang sejarah. 2. Manfaat Praktis a. Memberi pemikiran yang membangun terhadap pengurus Pondok Pesantren Al-Fatah di Banjarnegara.

9 b. Hasil penelitian ini mampu memberi dorongan pengelola Pondok Pesantren Al-Fatah untuk lebih meningkatkan peran pada masyarakat sekitar. c. Dapat memberikan semangat untuk santri dalam proses pembelajaran di dalam Pondok Pesantren E. Tinjauan Pustaka Zamakhsyari Dhofier, dalam karyanya berjudul Tradisi Pesantren menyebutkan bahwa Istilah pondok barangkali berasal dari pengertian asrama-asrama para santri yang disebut pondok atau tempat tinggal yang dibuat dari bambu, atau barangkali berasal dari kata arab fundung, yang berarti hotel atau asrama. Perkataan pesantren berasal dar kata santri, yang dengan awalan pe di depan an berarti tempat tinggal para santri. Profesor Johns berpendapat bahwa istilah santri berasal dari bahasa Tamil, yang berarti guru mengaji, sedang C.C. Berg berpendapat bahwa istilah tersebut berasal dari istilah shastri yang dalam bahasa India berarti orang yang tau buku-buku suci agama Hindu, atau seorang sarjana ahli kitab suci Agama Hindu. Kata shatri berasal dari kata shastra yang berarti buku- buku suci, buku-buku agama atau buku-buku tentang ilmu pengetahuan (Dhofier, 1994 :28). Tulisan Hasbullah, (2001: 25) berjudul Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, mengartikan pesantren merupakan pranata pendidikan tradisional yang dipimpin oleh seorang kiai atau ulama. Di pesantren

10 inilah para santri dihadapkan dengan berbagai cabang ilmu agama yang bersumber dari kitab-kitab kuning, Pemahaman dan penghafalan terhadap Al-Qur'an dan hadist merupakan syarat mutlak bagi para santri. Pondok pesantren dengan segala aspeknya telah memberikan begitu banyak kontribusi bagi perkembangan dunia pendidikan di Indonesia. Hal ini tentunya karena pesantren sendiri merupakan bagian dari sebuah lembaga pendidikan. Karya Azyumardi Azra dan Abuddin Nata, (2001:12) berjudul Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga-lembaga Pendidikan Islam di Indonesia menyatakan bahwa ada tiga fungsi pesantren. Pertama, sebagai tramisi dan transfer ilmu-ilmu islam. Kedua, pemeliharaan tradisi islam. Ketiga, sebagai reproduksi ulama. Sehubungan dengan tiga fungsi tersebut, pesantren memiliki tingkat integritas yang tinggi dengan masyarakat sekitarnya dan menjadi rujukan moral bagi kehidupan masyarakat umum memandang pesantren sebagai komunitas khusus yang ideal terutama dalam bidang kehidupan moral keagamaan. Karakteristik pesantren dilihat dari segi fungsinya dan memang sangat berperan ditengah-tengah masyarakat, menjadikan semakin aksis dan dapat diterima oleh semua kalangan. Dilihat dari segi historis, pesantren tidak hanya identik dengan makna keislaman, tetapi juga mengandung makna keaslian Indonesia (indigeneous). Sebab lembaga yang serupa pesantren sebenarnya sudah ada semenjak masa Hindu-Buddha. Pesantren sendiri menuntut dasarnya

11 adalah tempat belajar para santri, sedangkan pondok berarti rumah atau tempat tinggal sederhana yang terbuat dari bambu. Di samping itu, kata pondok mungkin berasal dari bahasa Arab yaitu Funduq yang berarti hotel atau asrama. Pondok memang merupakan tempat penampungan sederhana bagi para pelajar sekaligus tempat tinggal kyai bersama santrinya dan bekerja sama untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. (Muntohar, 2007: 23). Sistem pendidikan di pesantren yang dibangun dalam rangkaian sejarah telah melahirkan sejumlah siswa pesantren yang meniscayakan standardisasi nilai. Jiwa yang dibangun itu secara keseluruhan akan menjadi karakteristik-karakteristik yang belum pernah dibangun oleh sistem pendidikan manapun. Jiwa pesantren yang dimaksud terimplikasi dalam panca jiwa pesantren berikut ini (Suwendi, 2004: ). Pertama, jiwa keikhlasan yaitu jiwa yang tidak didorong oleh ambisi apapun untuk memperoleh keuntungan-keuntungan tertentu, tetapi semata-mata demi ibadah kepada Allah, jiwa keikhlasan ini termanifestasi dalam segala rangkaian sikap dan tindakan yang selalu dilakukan secara ritual oleh komunitas pesantren. Semboyan sepi ing pamrih, rame ing gawe menjadi identitas tersendiri bagi para santri. Jiwa ini terbentuk oleh adanya suatu keyakinan bahwa perbuatan baik pasti dibalas oleh Allah dengan balasan yang baik pula, bahkan mungkin sangat lebih baik. Balasan atas segala tindakan diyakini sepenuhnya menjadi wewenang Allah SWT.

12 Kedua, jiwa kesederhanaan tetapi agung. Sederhana bukan berarti pasif, melarat, nrimo dan miskin, tetapi mengandung unsur kekuatan dan ketabahan hati, penguasa diri dalam menghadapi segala kesulitan. Di balik kesederhanaan itu, terkandung jiwa yang besar, berani, maju terus dalam menghadapi perkembangan dinamika sosial. Kesederhanaan ini menjadi identitas santri yang paling khas dimana-mana. Ketiga, jiwa ukhuwah Islamiyyah yang demokratis. Situasi dialogis dan akrab antar komunitas pesantren yang di praktikan sehari-hari, disadari atau tidak, akan mewujudkan suasana damai, senasib sepenanggungan, yang sangat membantu dalam pembentukan dan pembangunan idealisme santri. Perbedaan kultur, primordialisme, suku, ras, dan kekayaan, sebagaimana asal santri sebelum masuk pesantren, tidak menjadi penghalang dalam jalinan yang dilandasi oleh spiritual Islam yang tinggi. Keempat, jiwa kemandirian. Kemandirian disini bukanlah kemampuan dalam mengurus persoalan-persoalan pribadi dan intern, tetapi juga kesanggupan membentuk kondisi pesantren institusi pendidikan Islam yang mandiri dan tidak menggantungkan diri pada bantuan dan belas kasihan pihak lain. Pesantren harus mampu berdiri diatas kekuatannya sendiri. Kelima, jiwa bebas dalam memilih alternatif jalan hidup dan menentukan masa depan dengan jiwa besar dan sikap optimis menghadapi segala problematika hidup berdasarkan nilai-nilai Islam. Kebebasan disini

13 juga berarti tidak terpengaruh atau tidak mau dikte oleh dunia luar. Pesantren selalu meniscayakan sebuah kemerdekaan. Di tengah pergulatan masyarakat informasi, pesantren dipaksa memasuki ruang konsentrasi dengan isntitusi pendidikan berlabel luar negeri yang menambah semakin ketatnya persaingan mutu out-put (keluaran) pendidikan. Kompetisi yang kian ketat itu, memosisikan institusi pesantren untuk mempertaruhkan kualitas out-put pendidikannya agar tetap unggul dan menjadi pilihan masyarakat, terutama umat Islam. Ini mengindikasikan, bahwa pesantren perlu banyak melakukan pembenahan internal dan inovasi baru agar tetap mampu meningkatkan mutu pendidikannya. 1. Penelitian yang Relevan Sebelum melakukan penelitian ini, peneliti telah menelusuri hasil penelitian terdahulu yang memiliki keterkaitan dengan pondok pesantren Al-Fatah Banjarnegara sudah ada penelitian yang releven dengan peneliti ini adalah : Nurul Hasanah (2012) dalam penelitiannya yang berjudul Pernikahan Dini dan Pengaruhnya terhadap Keharmonisan Keluarga (Studi Hukum Islam terhadap Pandangan Kiai-Kiai Pondok Pesantren Al- Fatah Banjarnegara), penelitian ini mengkaji pendapat para Kiai-Kiai Pondok Pesantren Al-Fatah mengenai pengaruh pernikahan dini terhadap keharmonisan keluarga telah diperoleh fakta bahwa terdapat dua pandangan Kiai pondok pesantren Al-Fatah tentang pernikahan dini.

14 Pertama, keharmonisan bisa tercapai apabila lakilakinya lebih dewasa. Ini seperti contoh dari pernikahan Nabi Muhammad dan Aisyah. Kedua, apabila kedua belah pihak sama-sama masih belia, sangat sulit untuk tercapai keharmonisan. Dari pendapat tersebut ditinjau dari hukum Islam sendiri, ada kaidah fiqih yang menyatakan bahwa segala perbuatan tergantung niat. Apabila seseorang menikah dengan niat yang baik dan ikhlas, insya Allah sebuah keluarga yang harmonis akan mudah tercapai karena niat sangat penting dalam menentukan kualitas ataupun makna perbuatan seseorang. Iyan Harbu Wianda (2013) dengan judul Pesantren dan pembangunan Pendidikan Studi Pembentukan karakter Santri di Pondok Pesantren Al-Fatah Banjarnegara bersimpulan bahwa Dakwah dalam Pondok Pesantren dilakukan dengan cara mengajarkan para santri tentang Kitab kuning, belajar mengaji serta bermain, sehingga para santri akan bertambah wawasan agama serta mampu membaca Al-Qur'an. Penelitian tentang perkembangan Pondok Pesantren Al-Fatah Banjarnegara tahun akan memfokuskan pada bagaimana proses berdirinya dan perkembangan Pondok Pesantren Al-Fatah itu sendiri. Penelitian ini merupakan penelitian pertama yang membahas perkembangan Pondok Pesantren Al-Fatah dari awal berdirinya sampai sekarang. Penelitian Pondok Pesantren Al-Fatah sangat berbeda dengan beberapa penelitian sejenis yang membahas perkembangan sebuah Pondok Pesantren seperti di atas.

15 F. Landasan Teori dan Pendekatan a. Kerangka Teoritis Perkataan pesantren berasal dari kata santri, yang dengan awalan pe-di depan dan akhiran-an berarti tempat tinggal para santri. Profesor Johns berpendapat bahwa istilah santri berasal dari bahasa tamil, yang berarti guru mengaji, sedangkan C.C Berg berpendapat bahwa istilah tersebut berasal dari istilah shastri yang dalam bahasa india berarti orang yang tahu buku-buku suci Agama Hindu, atau orang sarjana ahli kitab suci Agama Hindu. Kata shastri berasal dari kata shastra yang berarti bukubuku suci, atau buku-buku agama dan buku-buku tentang ilmu pengetahuan (Dhofier, 1994 :18). Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang sudah berdiri sejak ratusan tahun yang lalu. Di lembaga inilah diajarkan dan di didikkan ilmu dan nilai-nilai agama kepada santri. Pada tahap awal pendidikan di pesantren tertuju semata-mata mengajarkan ilmu-ilmu agama saja lewat kitab-kitab klasik maupun kitab kuning (Daulay, 2002 :25) Dalam sejarah perjalanannya sampai saat ini, pesantren telah mengalami perubahan-perubahan baik isi maupun bentuk. Dewasa ini ternyata ditemukan bermacam-macam pola perkembangan pesantren sebagai berikut yaitu : 1. Pola Pertama, hanya terdiri dari masjid, dan rumah kiai. Pondok pesantren seperti ini masih bersifat sederhana, kiai mempergunakan masjid atau rumahnya sendiri sebagai tempat mengajar. Dalam pola ini

16 santri hanya datang dari daerah sekitar pesantren itu. Namun, mereka telah mempelajari ilmu agama secara kontinu dan sistematis. metode pengajaranya adalah wetonan dan sorogan. 2. Pola Kedua, pesantren yang terdiri dari masjid, rumah kiai, pondok atau asrama, santri. Dalam pola ini pesantren telah memiliki pondok atau asrama yang disediakan bagi para santri yang datang dari daerah lain. Pengajaranya menggunakan metode wetongan dan sorogan. 3. Pola Ketiga, pesantren terdiri dari masjid, rumah kiai, pondok dan madrasah. Pesantren ini telah memakai sistem klasikal dimana santri mendapat pendidikan di madrasah itu datang dari daerah pesantren itu sendiri. Disamping madrasah ada pula pengajaran sistem wetongan yang dilakukan oleh kiai. Tenaga pengajar madrasah biasanya hanya di sebut guru agama atau ustad. 4. Pola Keempat, pesantren terdiri dari masjid, rumah kiai, pondok, madrasah dan tempat keterampilan. Pesantren pola ini disamping ada madrasah juga terdapat tempat-tempat untuk latihan keterampilan. Misalnya peternakan, kerajinan rakyat seperti jahit-menjahit, pertanian, dan sebagainya. 5. Pola Kelima, pesantren terdiri dari masjid, rumah kiai, pondok, madrasah, tempat keterampilan, universitas, gedung pertemuan, tempat olahraga dan sekolah umum. Pola pesantren yang disebut terahir telah melampaui batas-batas pengertian yang awal. Penyebutan berbagai pola pesantren diatas hanyalah sebagai ilustrasi betapa pesantren

17 berkembang demikian cepat dan melampaui batas-batas tradisionalnya dan ternyata pesantren begitu dinamis dalam merespon perkembangan, sekaligus sebagai jawaban tantangan zaman. Menunjuk berbagai pola tersebut, penulis lebih menggunakan pola yang ke empat, yang terdiri dari masjid, rumah Kyai, Pondok Pesantren, Madrasah, tempat keterampilan merupakan ciri khas dari pondok pesantren, yaitu : Selain unsur-unsur kelembagaan, karakteristik pesantren juga dapat dilihat dari segi struktur organisasi, gaya kepemimpinan, dan suksesi kepemimpinan. Namun tidak semua pondok pesantren mengalami perubahan yang sama. Masing-masing pondok pesantren memiliki polanya tersendiri dalam mengembangkan pondok pesantrennya, hal ini disesuaikan dengan tuntutan di daerah masing-masing tempat pesantren tersebut berada. Namun, Zamakhsyari Dhoffier (1985:41) mengelompokkan pondok pesantren ke dalam dua kelompok, yaitu : a. Pesantren Salafi, pesantren ini tetap mempertahankan pengajaran kitab klasik sebagai inti pendidikan di pesantren. Sistem madrasah diterapkan untuk mempermudah sistem sorogan yang dipakai dalam lembaga-lembaga pengajian bentuk lama, tanpa memperkenalkan pengajaran pengetahuan umum. b. Pesantren Khalafi, pesantren ini telah memasukkan pelajaranpelajaran umum dalam madrasah-madrasah yang

18 dikembangkannya atau membuka tipe sekolah umum dalam lingkungan pesantren. Dari uraian di atas, dapat ditarik benang merah bahwa Pondok Pesantren yang saya teliti tergolong pesantren salafi dengan pendidikan modern, akan tetapi juga membangun sarana dan prasarana seperti masjid, asrama, pos kesehatan Pondok Pesantren dan sebagainya. Untuk memberikan penjelasan yang mendalam tentang pembahasan ini, maka dibutuhkan teori yang dianggap mampu untuk membantu pembahasan tersebut. Ada sebuah teori yang membahas tentang masalah perkembangan Pondok Pesantren, yaitu dengan menggunakan teori organisasi. Dimana teori organisasi itu sendiri merupakan suatu sistem kerjasama yang terjalin antara dua orang atau lebih, dan dengan ciri-ciri adalah adanya sebuah komponen, kerjasama, tujuan, sasaran, keterikatan terhadap format dan juga tata tertib yang harus ditaati, adanya pendelegasian wewenang dan koordinasi tugas. Menurut Lubis dan Husein, bahwa Teori Organisasi merupakan sekumpulan ilmu pengetahuan yang membicarakan mekanisme kerjasama dari dua orang atau lebih secara sistematis untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan studi tentang bagaimana organisasi itu menjalankan fungsinya dan bagaimana mereka mempengaruhi orang-orang yang bekerja di dalamnya ataupun masyarakat di lingkungan kerja meraka. Selain menggunakan teori organisasi, penulis juga menggunakan teori yang berkaitan dengan judul penelitian ini, yaitu dengan menggunakan

19 teori perkembangan sosial..( social.edu./artikel/djaelani?phn=124, 28 Juni 2016). Menurut Vygotsky, menyatakan bahwa manusia adalah makhluk sosial dan tanpa interaksi dengan masyarakat dia tidak dapat mengembangkan kemampuan-kemampuannya. Ini dikembangkan sebagai hasil dari perkembangan historis umat manusia. ( social.edu./artikel/djaelani?phn=124, 28 Juni 20116). b. Pendekatan Berangkat dari beberapa asumsi yang diungkapkan diatas mengenai pondok pesantren, maka penelitian dalam kesempatan ini akan lebih menggunakan pendekatan antropologi. Pendekatan antropologi digunakan untuk menggambarkan kehidupan sehari-hari serta corak kebudayaan desa dengan pondok pesantren. Pendekatan antropologi ini, berdasarkan suatu ilmu mengenai kehidupan manusia, khususnya tentang asal-usul aneka warna bentuk fisik, adat istiadat dan kepercayaan pada masa lampau. Jadi antropologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang sifat-sifat kebiasaan, budaya dan perilaku manusia (Maran, 2001:14). Pendekatan tersebut akan memberikan gambaran yang kronologis dari dinamika perkembangan Pondok Pesantren Al-Fatah Banjarnega.

20 G. Metode Penelitian Penelitian mengenai perkembangan Pondok Pesantren Al-Fatah Banjarnegara ini menggunakan metode penelitian historis. Metode penelitian historis sendiri merupakan sebuah proses dalam mengkaji dan menganalisis secara kritis tentang apa yang terjadi di Pondok Pesantren Al-Fatah. Sugeng Priyadi, (2011: 4-5) tahapan-tahapan dalam penelitian yang menggunakan metode historis antara lain : 1. Pemilihan topik, dalam penelitian kualitatif tidak terlepas dari kedekatan emosional atau dengan kata lain berangkat dari kata senang. Kedekatan emosional ini merupakan rasa suka atau ketertarikan peneliti terhadap judul yang akan di teliti hal ini penting karena melandasi semangat kerja peneliti sehingga kelancaran proses penelitian akan dapat terwujud. Ada beberapa alasan mengapa penulis mengambil tema tentang perkembangan pondok pesantren Al-Fatah, yatiu : a) Pondok pesantren menjaga dan mempertahankan nilai-nilai tradisi yang luhur. b) Penelitian ini merupakan penelitian pertama yang membahas tentang Perkembangan Pondok Pesantren Al-Fatah Banjarnegara. 2. Pengumpulan sumber (Heuristik), yaitu kegiatan atau usaha untuk mencari dan menemukan sumber-sumber sejarah sebagai bahan yang akan dikaji dalam penelitian baik itu berupa sumber benda, sumber

21 tulisan, maupun sumber lisan. Data sejarah tidak selalu tersedia dengan mudah, sehingga untuk memperolehnya harus bekerja keras mencari data lapangan, khususnya artifact, baik pada situs-situs sejarah maupun lembaga museum, atau mencari data sejarah lisan yang menyangkut para pelaku dan penyaksi sejarah. Sejarawan harus mencari sebanyakbanyaknya pelaku sejarah yang terlibat. Pencarian tersebut melibatkan seseorang atau beberapa pelaku yang mengetahui ada pelaku yang lain yang perlu di wawancarai (Priyadi,2014:90). Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik yang dipaparkan sebagai berikut. Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data, peneliti mengadakan wawancara langsung atau tanya jawab dengan pihak Pondok Pesantren antara lain: KH. Syafi'i (pengasuh yayasan), KH. Yahya Hanafi (pengasuh yayasan), Atabik Hasan Makruf (staf pengajar), Wildan (pengurus), Tikfi (pengurus), Istianah (santri). untuk memperoleh data mengenai perkembangan Pondok Pesantren. Data tertulis dan lisan yang telah diperoleh dan dikumpulkan. Data tersebut kemudian dipisahkan sesuai dengan pembahasan antar bab berikutnya. Hal ini dilakukan peneliti untuk mempermudah melakukan langkah-langkah selanjutnya. Data yang telah dikumpulkan dan dikelompokan sesuai pembahasan bertujuan untuk memfokuskan peneliti agar masing-masing bab mempunyai pembahasan yang terarah.

22 3. Keabsahan sumber (Verifikasi), dalam penelitian sejarah identik dengan kritik sumber, yaitu kritik eksteren yang mencari otentikan (keaslian) sumber dan kritik intern yang menilai apakah sumber itu kreadibilitas (kebiasaan untuk dipercaya) atau tidak (Priyadi, 2011: 75). Tujuan dari kegiatan ini ialah bahwasetelah peneliti berhasil mengumpulkan sumber-sumber dalam penelitianya, ia tidak akan menerima begitu saja apa yang tercantum dan tertulis pada sumbersumber itu. Langkah selanjutnya ia harus menyaring secara krtitis, terutama terhadap sumber-sumber pertama, agar terjaring fakta yang menjadi pilihannya. Langkag-langkah inilah yang disebut kritik sumber, baik terhadap bahan materi (ekstern) sumber maupun terhadap substansi (isi) sumber(helius S, 2007: 131). Sumber tertulis dikritik dengan cara membandingkan sumber yang satu dengan sumber yang lainya yang sudah terkumpul, baik dari segi isi, bahasa, maupun segi fisiknya. Sementara sumber lisan dikritik dengan cara membandingkan informasi-informasi yang sudah dikumpulkan dari para informan, dan kondisi fisik informan tersebut, apakah masih keturunan atau bukan. Selain sumber tertulis, sumber lisan juga dapat diakui kredibilitasnya apabila memenuhi syarat apabila sumber disampaikan oleh saksi yang berantai dan dilaporkan oleh orang tersebut. Sumber lisan mengandung kejadian yang diketahui umum dan telah menjadi kepercayaan umum pada masa tertentu.

23 4. Penafsiran (Interpretasi), Penafsiran dalam metode sejarah menimbulkan subjektivitas sejarah, yang sangat sukar dihindari, karena ditafsirkan oleh sejarawan (si subjek), sedangkan yang objektif adalah faktanya. Penafsiran model sejatah tersebut dapat diterapkan dalam ilmu antrophologi, seni pertunjukan, studi agama, filologi, arkeologi, dan ilmu sastra(priyadi, 2011: 88-89). Penafsiran sejarah juga disebut juga dengan analisis sejarah. Dalam penelitian ini, peneliti meneliti fakta-fakta yang terdapat pada sumber sejarah yang telah terkumpul dan sudah mengalami tahap verifikasi kemudian peneliti menafsirkan data tersebut. Penafsiran dilakukan sesuai dengan teori dan pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini, seperti yang tercantum dalam landasan teori. 5. Penulisan (Historiografi), Penulisan sejarah atau Historiografi merupakan penyusunan sejarah yang didahului oleh penelitian terhadap peristiwa-peristiwa masa lalu (Badri Yatim, 1995: 5). Historiografi disini merupakan cara penulisan, pemaparan atau pelaporan hasil penelitian sejarah yang telah dilakukan (Abdurahman, 2011: 107). Dalam penulisan karya ilmiah ini, peneliti lebih memperhatikan aspekaspek kronologis peristiwa. Aspek ini sangat penting karena arah penelitian peneliti adalah penelitian sejarah sehingga proses peristiwa dijabarkan secara detail. Data atau fakta tersebut selanjutnya ditulis dan disajikan dalam beberapa bab berikutnya yang terkait satu sama lain agar mudah dipahami oleh pembaca.

24 H. Sistematika Laporan Dalam penyusunan laporannya, peneliti membaginya kedalam lima bab, setiap bab memiliki hubungan dengan bab-bab berikutnya. Bab I merupakan pendahuluan yang ruang lingkup pembahasannya adalah latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori dan pendekatan, sistematika penulisan. Bab II membahas tentang berdirinya Pondok Pesantren Al-Fatah di Banjarnegara. Bab III membahas tentang perkembangan Pondok Pesantren Al- Fatah di Banjarnegara pada masa kepemimpinan KH. Hasyim Hasan. Bab VI membahas perkembangan Pondok Pesantren Al-Fatah di Banjarnegara pada masa kepemimpinan KH. Muhammad Najib Hasyim. Bab V, sebagai bab terakhir, berisikan simpulan dan saran dari penelitian yang akan dilakukan.

BAB I PENDAHULUAN. melestarikan dan mengalihkan serta mentransformasikan nilai-nilai kebudayaan dalam

BAB I PENDAHULUAN. melestarikan dan mengalihkan serta mentransformasikan nilai-nilai kebudayaan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam masyarakat yang dinamis, pendidikan memegang peranan yang menentukan eksistensi dan perkembangan masyarakat. Pendidikan merupakan usaha melestarikan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbentuk pulalah masyarakat muslim. Dengan terbentuknya masyarakat muslim

BAB I PENDAHULUAN. terbentuk pulalah masyarakat muslim. Dengan terbentuknya masyarakat muslim BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan Islam di Indonesia telah berlangsung sejak masuknya Islam ke Indonesia. Pada tahap awal pendidikan Islam itu ditandai dengan adanya hubungan yang erat antara

Lebih terperinci

2014 PERKEMBANGAN PONDOK PESANTREN AL-ISLAMIYYAH DESA MANDALAMUKTI KECAMATAN CIKALONGWETAN KABUPATEN BANDUNG BARAT

2014 PERKEMBANGAN PONDOK PESANTREN AL-ISLAMIYYAH DESA MANDALAMUKTI KECAMATAN CIKALONGWETAN KABUPATEN BANDUNG BARAT BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Lingkup pendidikan agama pada lembaga pendidikan meliputi Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah, Madrasah Diniyah, Pendidikan Guru Agama,

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. (tradisional) adalah pesantren yang tetap mempertahankan pengajaran kitab-kitab

BAB IV PENUTUP. (tradisional) adalah pesantren yang tetap mempertahankan pengajaran kitab-kitab BAB IV PENUTUP 1. Kesimpulan Pesantren sebagai lembaga pendidikan agama Islam khas Indonesia merupakan pendidikan alternatif dari pendidikan formal yang dikelola oleh pemerintah. Pertama, karena pesantren

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Lia Nurul Azizah, 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Lia Nurul Azizah, 2013 BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Penelitian Pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam tradisional pertama yang bergerak dalam bidang keagamaan dan kemasyarakatan yang awalnya sangat berperan

Lebih terperinci

BAB III DESAIN/PENDEKATAN PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian sejarah yang berusaha menelaah kembali

BAB III DESAIN/PENDEKATAN PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian sejarah yang berusaha menelaah kembali BAB III DESAIN/PENDEKATAN PENELITIAN 3.1 Desain/Pendekatan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian sejarah yang berusaha menelaah kembali peristiwa yang terjadi di masa lalu, dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terlepas dari kondisi sosial kultural masyarakat. Pendidikan memiliki tugas

BAB I PENDAHULUAN. terlepas dari kondisi sosial kultural masyarakat. Pendidikan memiliki tugas BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan memiliki peran yang penting dalam suatu negara yakni sebagai saran untuk menciptakan manusia yang unggul. Pendidikan tidak bisa terlepas dari kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan, pendidikan, ilmu pengetahuan, keterampilan, dan kecakapan

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan, pendidikan, ilmu pengetahuan, keterampilan, dan kecakapan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kebudayaan, pendidikan, ilmu pengetahuan, keterampilan, dan kecakapan hidup, merupakan hal yang menjadi variabel pembeda antara manusia dengan makhluk lain yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lembaga sekolah, non formal yakni keluarga dan informal seperti halnya pondok

BAB I PENDAHULUAN. lembaga sekolah, non formal yakni keluarga dan informal seperti halnya pondok BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting yang harus diberikan terhadap seorang anak. Pendidikan terbagi menjadi tiga yaitu pendidikan formal seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 34, disebutkan pada ayat 1 bahwa Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara

BAB I PENDAHULUAN. 34, disebutkan pada ayat 1 bahwa Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara bertahap, organisasi Muhammadiyah di Purwokerto tumbuh dan berkembang, terutama skala amal usahanya. Amal usaha Muhammadiyah di daerah Banyumas meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aspek, termasuk dalam struktur sosial, kultur, sistem pendidikan, dan tidak

BAB I PENDAHULUAN. aspek, termasuk dalam struktur sosial, kultur, sistem pendidikan, dan tidak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan dunia telah melahirkan suatu perubahan dalam semua aspek, termasuk dalam struktur sosial, kultur, sistem pendidikan, dan tidak tertutup kemungkinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Quran menjelaskan bahwa manusia itu makhluk yang mempunyai dua fungsi yang

BAB I PENDAHULUAN. Quran menjelaskan bahwa manusia itu makhluk yang mempunyai dua fungsi yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Islam adalah pendidikan yang mempunyai suatu tujuan, membentuk pribadi muslim seutuhnya, yang mengembangkan seluruh potensi manusia baik yang berbentuk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kebijakan pembangunan pendidikan tahun 2010-2014 memuat enam strategi, yaitu: 1) perluasan dan pemerataan akses pendidikan usia dini bermutu dan berkesetaraan gender, 2) perluasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan agama khususnya Pendidikan agama Islam sangat dibutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan agama khususnya Pendidikan agama Islam sangat dibutuhkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Pendidikan agama khususnya Pendidikan agama Islam sangat dibutuhkan bagi kepentingan hidup manusia, bukan hanya untuk kepentingan hidup pada masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sempurna yang bertaqwa pada Allah SWT. Serta untuk mencapai kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. sempurna yang bertaqwa pada Allah SWT. Serta untuk mencapai kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar bertujuan. Pendidikan pada hakikatnya adalah usaha membudayakan manusia atau memanusiakan manusia. Manusia itu sendiri adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam dunia pesantren ada beberapa hal yang menjadi kendala

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam dunia pesantren ada beberapa hal yang menjadi kendala 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam dunia pesantren ada beberapa hal yang menjadi kendala menurunnya tingkat kesadaran akan pentingnya pendidikan di pesantren. Karenanya, penulis mencari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang lain. Mereka terikat oleh norma-norma yang berlaku di dalam

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang lain. Mereka terikat oleh norma-norma yang berlaku di dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial selalu hidup berdampingan dengan manusia yang lain. Mereka terikat oleh norma-norma yang berlaku di dalam masyarakat yang diantaranya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai negara yang merdeka dan berdaulat, Indonesia berhak menentukan nasib bangsanya sendiri, hal ini diwujudkan dalam bentuk pembangunan. Pembangunan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Menurut Simon Kemoni yang dikutip oleh Esten (2001: 22) globalisasi dalam bentuk yang alami akan meninggikan berbagai budaya dan nilai-nilai budaya. Globalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tempat untuk belajar dan mengajarkan ilmu agama Islam. Pesantren dalam

BAB I PENDAHULUAN. tempat untuk belajar dan mengajarkan ilmu agama Islam. Pesantren dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara sederhana pondok pesantren dapat kita artikan sebagai sebuah tempat untuk belajar dan mengajarkan ilmu agama Islam. Pesantren dalam berbagai masa memegang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat besar terhadap dunia pendidikan dan pembentukan sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. sangat besar terhadap dunia pendidikan dan pembentukan sumber daya manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pesantren merupakan khazanah pendidikan dan budaya Islam di Indonesia. Dalam perjalanan sejarah pendidikan Islam di Indonesia, peran pesantren tidak diragukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jasmaniah dan rohaniah berdasarkan nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran

BAB I PENDAHULUAN. jasmaniah dan rohaniah berdasarkan nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Islam merupakan usaha untuk membimbing keterampilan jasmaniah dan rohaniah berdasarkan nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran Islam menuju terbentuknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pesantren memiliki peranan yang penting dalam sejarah pembangunan pendidikan di indonesia. Di antara lembaga pendidikan yang pernah muncul di Indonesia, pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi dalam suatu dasar yang relatif terus menerus untuk mencapai satu atau. lebih, sehingga terjadi interaksi antar individu.

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi dalam suatu dasar yang relatif terus menerus untuk mencapai satu atau. lebih, sehingga terjadi interaksi antar individu. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Organisasi adalah sekumpulan orang yang saling bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan tertentu, dengan kata lain organisasi adalah suatu unit sosial yang terdiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lewat peperangan, seperti Mesir, Irak, Parsi dan beberapa daerah lainnya. proses Islamisasi itu adalah pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. lewat peperangan, seperti Mesir, Irak, Parsi dan beberapa daerah lainnya. proses Islamisasi itu adalah pendidikan. BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Pendidikan Islam di Indonesia telah berlangsung sejak masuknya Islam ke Indonesia. Menurut catatan sejarah masuknya Islam ke Indonesia dengan damai berbeda dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harus berhadapan langsung dengan zaman modern. dilepas dari kehidupan manusia. Islam juga mewajibkan kepada manusia

BAB I PENDAHULUAN. harus berhadapan langsung dengan zaman modern. dilepas dari kehidupan manusia. Islam juga mewajibkan kepada manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eksistensi pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam di Indonesia tidak diragukan lagi peranannya dan kiprahnya dalam membangun kemajuan bangsa Indonesia. Perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentunya memiliki komitmen untuk bersungguh sungguh menerapkan sistem

BAB I PENDAHULUAN. tentunya memiliki komitmen untuk bersungguh sungguh menerapkan sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Eksistensi pondok pesantren dalam menyikapi perkembangan zaman tentunya memiliki komitmen untuk bersungguh sungguh menerapkan sistem pendidikan yang dapat berguna bagi

Lebih terperinci

2015 PERKEMBANGAN PENDIDIKAN PESANTREN CIPARI DESA SUKARASA KECAMATAN PANGATIKAN KABUPATEN GARUT TAHUN

2015 PERKEMBANGAN PENDIDIKAN PESANTREN CIPARI DESA SUKARASA KECAMATAN PANGATIKAN KABUPATEN GARUT TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam tradisional pertama yang bergerak dalam bidang keagamaan dan kemasyarakatan sebelum adanya lembaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Islam sebagai agama tidak dapat dipisahkan dari politik. Dalam artian

BAB I PENDAHULUAN. Islam sebagai agama tidak dapat dipisahkan dari politik. Dalam artian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Islam sebagai agama tidak dapat dipisahkan dari politik. Dalam artian bahwa Islam tidak hanya tentang sistem nilai, tetapi juga memuat sistem politik. Islam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan masyarakat muslim di Indonesia. 1. pesantren; dalam hal ini kyai dibantu para ustadz yang mengajar kitab-kitab

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan masyarakat muslim di Indonesia. 1. pesantren; dalam hal ini kyai dibantu para ustadz yang mengajar kitab-kitab BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pesantren adalah lembaga pendidikan Islam tertua yang telah berfungsi sebagai salah satu benteng pertahanan umat Islam, pusat dakwah dan pusat pengembangan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pesantren merupakan lembaga pendidikan tradisional Islam untuk memahami,

BAB I PENDAHULUAN. Pesantren merupakan lembaga pendidikan tradisional Islam untuk memahami, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pesantren merupakan lembaga pendidikan tradisional Islam untuk memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran agama Islam dengan menekankan pentingnya moral agama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk melaksanakan proses belajar mengajar yang diarahkan untuk

BAB I PENDAHULUAN. untuk melaksanakan proses belajar mengajar yang diarahkan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dian Ahmad Wibowo, 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dian Ahmad Wibowo, 2014 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada bulan Pebruari merupakan titik permulaan perundingan yang menuju kearah berakhirnya apartheid dan administrasi minoritas kulit putih di Afrika Selatan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring bertambahnya manusia dan tuntutan hidup dalam bermasyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. Seiring bertambahnya manusia dan tuntutan hidup dalam bermasyarakat, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada awal perkembangan jaman, manusia adalah makhluk individu. Seiring bertambahnya manusia dan tuntutan hidup dalam bermasyarakat, manusia mulai merasakan perlunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian tradisional pada Masyarakat Banten memiliki berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian tradisional pada Masyarakat Banten memiliki berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Kesenian tradisional pada Masyarakat Banten memiliki berbagai keanekaragaman seperti yang terdapat di daerah lain di Indonesia. Kesenian tersebut di antaranya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Muhammadiyah sebagai ormas keagamaan menyatakan tidak berpolitik

BAB I PENDAHULUAN. Muhammadiyah sebagai ormas keagamaan menyatakan tidak berpolitik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Muhammadiyah sebagai ormas keagamaan menyatakan tidak berpolitik praktis artinya tidak terlibat dalam kegiatan politik yang berkaitan dengan proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan sebagai alat negara. Negara dapat dipandang sebagai

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan sebagai alat negara. Negara dapat dipandang sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Deklarasi terhadap pembentukan sebuah negara yang merdeka tidak terlepas dari pembicaraan mengenai pembentukan struktur atau perangkatperangkat pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Arus globalisasi akan menggeser pola hidup masyarakat dari agraris dan perniagaan tradisional menjadi masyarakat industri dan perdagangan modern. Globalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. santri yang dengan awalan pe didepan dan akhiran an berarti tempat tinggal para

BAB I PENDAHULUAN. santri yang dengan awalan pe didepan dan akhiran an berarti tempat tinggal para BAB I PENDAHULUAN Sebelum tahun 1960-an, pusat-pusat pendidikan pesantren di Indonesia lebih dikenal dengan nama pondok pesantren. Istilah pondok berasal dari bahasa Arab, funduq, yang artinya hotel atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beragama yaitu penghayatan kepada Tuhan, manusia menjadi memiliki

BAB I PENDAHULUAN. beragama yaitu penghayatan kepada Tuhan, manusia menjadi memiliki BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Agama adalah wahyu yang diturunkan Allah untuk manusia. Fungsi dasar agama adalah memberikan orientasi, motivasi dan membantu manusia untuk mengenal dan menghayati

Lebih terperinci

2. BAB II TINJAUAN UMUM

2. BAB II TINJAUAN UMUM 2. BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Pondok Pesantren 2.1.1 Pengertian Pondok Pesantren Asal katanya pesantren berasal dari kata santri yang mendapat imbuhan awalan pe dan akhiran an yang menunjukkan tempat, maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan koperasi di Negara-negara Eropa Barat dan Jepang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan koperasi di Negara-negara Eropa Barat dan Jepang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan koperasi diberbagai bagian dunia cenderung berbedabeda. Perkembangan koperasi di Negara-negara Eropa Barat dan Jepang misalnya, telah memasuki tahap perkembangan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 29 BAB III METODE PENELITIAN Skripsi ini berjudul Peranan Pesantren Syamsul Ulum Dalam Revolusi Kemerdekaan di Sukabumi (1945-1946). Untuk membahas berbagai aspek mengenai judul tersebut, maka diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki keanekaragaman seni, budaya dan suku bangsa. Keberagaman ini menjadi aset yang sangat penting

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tradisional tertua di Indonesia. Pesantren adalah lembaga yang bisa dikatakan

BAB 1 PENDAHULUAN. tradisional tertua di Indonesia. Pesantren adalah lembaga yang bisa dikatakan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pesantren atau pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam tradisional tertua di Indonesia. Pesantren adalah lembaga yang bisa dikatakan merupakan wujud

Lebih terperinci

BAB IV DAMPAK KEBERADAAN PONDOK PESANTREN DALAM BIDANG SOSIAL, AGAMA DAN PENDIDIKAN BAGI MASYARAKAT TLOGOANYAR DAN SEKITARNYA

BAB IV DAMPAK KEBERADAAN PONDOK PESANTREN DALAM BIDANG SOSIAL, AGAMA DAN PENDIDIKAN BAGI MASYARAKAT TLOGOANYAR DAN SEKITARNYA BAB IV DAMPAK KEBERADAAN PONDOK PESANTREN DALAM BIDANG SOSIAL, AGAMA DAN PENDIDIKAN BAGI MASYARAKAT TLOGOANYAR DAN SEKITARNYA Adanya sebuah lembaga pendidikan agama Islam, apalagi pondok pesantren dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Judul 1.1.1 REDESAIN : Kegiatan perencanaan dan perancangan kembali suatu perubahan sehingga terjadi perubahan fisik tanpa merubah fungsinya melalui perluasan maupun pemindahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kenyataan menujukan bahwa kebudayan Indonesia telah tumbuh dan. generasi sebelumnya bahkan generasi yang akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. Kenyataan menujukan bahwa kebudayan Indonesia telah tumbuh dan. generasi sebelumnya bahkan generasi yang akan datang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kenyataan menujukan bahwa kebudayan Indonesia telah tumbuh dan berkembang sejak ribuan tahun yang lampau, ini yang dapat di lihat dari kayakarya para leluhur bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berbagai macam permasalahan remaja dalam hal ini salah satunya adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berbagai macam permasalahan remaja dalam hal ini salah satunya adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Berbagai macam permasalahan remaja dalam hal ini salah satunya adalah santri yang sedang berada di pondok peseantren, hendaknya perlu diwaspadai mengenai dampak-dampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk sosial, manusia senantiasa ingin berhubungan antara satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk sosial, manusia senantiasa ingin berhubungan antara satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial, manusia senantiasa ingin berhubungan antara satu dengan yang lainnya. Hal ini disebabkan selain karena manusia tercipta sebagai makhluk

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. temuan penelitian tentang kepemimpinan Kiai dalam pembaruan pondok

BAB VI PENUTUP. temuan penelitian tentang kepemimpinan Kiai dalam pembaruan pondok BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Dari hasil fokus penelitian, paparan data, hasil pembahasan dan temuan penelitian tentang kepemimpinan Kiai dalam pembaruan pondok pesantren (Studi Multi Situs di Pondok Pesantren

Lebih terperinci

2015 PEMBINAAN KEAGAMAAN BAGI SANTRI WARIA D I PESANTREN AL-FATAH KOTAGED E YOGYAKARTA

2015 PEMBINAAN KEAGAMAAN BAGI SANTRI WARIA D I PESANTREN AL-FATAH KOTAGED E YOGYAKARTA 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebelum tahun 1960-an, pusat-pusat pendidikan pesantren di Indonesia lebih dikenal dengan nama pondok. Istilah pondok barangkali berasal dari pengertian asrama-asrama

Lebih terperinci

BAB I LANDASAN KURIKULUM AL-ISLAM, KEMUHAMMADIYAHAN DAN BAHASA ARAB DENGAN PARADIGMA INTEGRATIF-HOLISTIK

BAB I LANDASAN KURIKULUM AL-ISLAM, KEMUHAMMADIYAHAN DAN BAHASA ARAB DENGAN PARADIGMA INTEGRATIF-HOLISTIK BAB I LANDASAN KURIKULUM AL-ISLAM, KEMUHAMMADIYAHAN DAN BAHASA ARAB DENGAN PARADIGMA INTEGRATIF-HOLISTIK A. Latar Belakang Pemikiran Indonesia merupakan negara kepulauan dengan keragamannya yang terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Jakarta: Amzah, 2007), hlm Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Qur an,

BAB I PENDAHULUAN. (Jakarta: Amzah, 2007), hlm Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Qur an, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehadiran agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad saw diyakini dapat menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang sejahtera lahir dan batin, yang mana dalam agama Islam

Lebih terperinci

POLA KEPEMIMPINAN K. H. M. THOHIR ABDULLAH, A.H DALAM UPAYA PENGEMBANGAN PONDOK PESANTREN RAUDLOTUL QUR AN DI MANGKANG SEMARANG

POLA KEPEMIMPINAN K. H. M. THOHIR ABDULLAH, A.H DALAM UPAYA PENGEMBANGAN PONDOK PESANTREN RAUDLOTUL QUR AN DI MANGKANG SEMARANG POLA KEPEMIMPINAN K. H. M. THOHIR ABDULLAH, A.H DALAM UPAYA PENGEMBANGAN PONDOK PESANTREN RAUDLOTUL QUR AN DI MANGKANG SEMARANG A. Latar Belakang Masalah Pada setiap kajian tentang Islam tradisional di

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. di lapangan mengenai rekonstruksi kurikulum Ponpes Salafiyah di Ponpes

BAB V PENUTUP. di lapangan mengenai rekonstruksi kurikulum Ponpes Salafiyah di Ponpes 242 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Setelah melakukan kajian teoritis dan analisis data berdasarkan temuan di lapangan mengenai rekonstruksi kurikulum Ponpes Salafiyah di Ponpes Al-Ma dar yang meliputi desain

Lebih terperinci

lah sebagaimana ditinjau dengan berbagai konsep di atas dan juga agar mempe

lah sebagaimana ditinjau dengan berbagai konsep di atas dan juga agar mempe BAB III PROSEDUR PENELITIAN A. METODE PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis figur kepemimpinan kyai pondok pesantren dalam membentuk pribadi muslim yang seutuhnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan yang pasti akan dialami oleh setiap individu atau organisasi. Ketika

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan yang pasti akan dialami oleh setiap individu atau organisasi. Ketika 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada setiap individu maupun organisasi dalam konteks apapun pasti memerlukan perencanaan (planning). Perencaanan tersebut tidak hanya dimiliki oleh orang-orang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.232,2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENDIDIKAN KEAGAMAAN ISLAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dakwah Islamiyah merupakan suatu kegiatan yang bersifat menyeru,

BAB I PENDAHULUAN. Dakwah Islamiyah merupakan suatu kegiatan yang bersifat menyeru, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dakwah Islamiyah merupakan suatu kegiatan yang bersifat menyeru, mengajak maupun memanggil umat manusia untuk beriman serta taat kepada Allah Swt, serta sejalan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. merupakan jawaban dari rumusan masalah sebagai berikut: 1. Historisitas Pendidikan Kaum Santri dan kiprah KH. Abdurrahan Wahid (Gus

BAB V PENUTUP. merupakan jawaban dari rumusan masalah sebagai berikut: 1. Historisitas Pendidikan Kaum Santri dan kiprah KH. Abdurrahan Wahid (Gus 195 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Sebagai bagian akhir tesis ini, peneliti memberikan kesimpulan yang merupakan jawaban dari rumusan masalah sebagai berikut: 1. Historisitas Pendidikan Kaum Santri dan kiprah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA TERHADAP PENERAPAN FUNGSI-FUNGSI MANAJEMEN DAKWAH DI PANTI ASUHAN YATIM PIATU BAITUS SALAM KOTA

BAB IV ANALISA TERHADAP PENERAPAN FUNGSI-FUNGSI MANAJEMEN DAKWAH DI PANTI ASUHAN YATIM PIATU BAITUS SALAM KOTA 55 BAB IV ANALISA TERHADAP PENERAPAN FUNGSI-FUNGSI MANAJEMEN DAKWAH DI PANTI ASUHAN YATIM PIATU BAITUS SALAM KOTA SEMARANG SERTA FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBATNYA A. Analisis penerapan fungsi manajemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (al-qattan, 1973: 11). Di dalam al-qur an Allah menjelaskan beberapa ketentuan

BAB I PENDAHULUAN. (al-qattan, 1973: 11). Di dalam al-qur an Allah menjelaskan beberapa ketentuan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah menurunkan al-qur an sebagai pedoman dan kitab suci bagi manusia (al-qattan, 1973: 11). Di dalam al-qur an Allah menjelaskan beberapa ketentuan ibadah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Islam menempatkan pendidikan pada kedudukan yang sangat penting.

BAB I PENDAHULUAN. Islam menempatkan pendidikan pada kedudukan yang sangat penting. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Islam menempatkan pendidikan pada kedudukan yang sangat penting. Ayat Al-Quran yang pertama kali disampaikan kepada Nabi Muhammad berisi seruan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pesantren adalah lembaga pendidikan keagamaan yang. kekhasan tersendiri dan berbeda dengan lembaga pendidikan lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. Pesantren adalah lembaga pendidikan keagamaan yang. kekhasan tersendiri dan berbeda dengan lembaga pendidikan lainnya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pesantren adalah lembaga pendidikan keagamaan yang mempunyai kekhasan tersendiri dan berbeda dengan lembaga pendidikan lainnya. Pendidikan di pesantren meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan dalam kehidupan manusia, mempunyai peranan yang sangat penting. Ia dapat membentuk kepribadian seseorang. Ia diakui sebagai kekuatan yang dapat menentukan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisi hasil kesimpulan penelitian secara keseluruhan yang dilakukan oleh penulis Selain kesimpulan, diuraikan pula rekomendasi yang penulis berikan kepada beberapa pihak

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Bentuk dan Strategi Penelitian Mengacu pada permasalahan yang dirumuskan, maka skripsi yang berjudul Revitalisasi Pemikiran Ki Hadjar Dewantara Untuk Pendidikan Karakter

Lebih terperinci

KIAI WAHID HASYIM SANG PEMBAHARU PESANTREN. Oleh, Novita Siswayanti, MA. *

KIAI WAHID HASYIM SANG PEMBAHARU PESANTREN. Oleh, Novita Siswayanti, MA. * KIAI WAHID HASYIM SANG PEMBAHARU PESANTREN Oleh, Novita Siswayanti, MA. * Abstrak: Pemikiran pembaharuan Kiai Wahid Hasyim telah memberikan pencerahan bagi eksistensi pesantren dalam menentukan arah serta

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. dan pembangunan pada umumnya yaitu ingin menciptakan manusia seutuhnya. Konsep

I PENDAHULUAN. dan pembangunan pada umumnya yaitu ingin menciptakan manusia seutuhnya. Konsep I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia yang berfalsafah Pancasila, memiliki tujuan pendidikan nasional pada khususnya dan pembangunan pada umumnya yaitu ingin menciptakan manusia seutuhnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi

BAB I PENDAHULUAN. rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Era globalisasi ini, melihat realitas masyarakat baik kaum muda maupun tua banyak melakukan perilaku menyimpang dan keluar dari koridor yang ada, baik negara, adat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan zaman yang semakin modern terutama pada era

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan zaman yang semakin modern terutama pada era 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman yang semakin modern terutama pada era globalisasi seperti sekarang ini menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sepanjang sejarah pesantren sebagai sebuah institusi pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sepanjang sejarah pesantren sebagai sebuah institusi pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepanjang sejarah pesantren sebagai sebuah institusi pendidikan maupun lembaga keagamaan memang cukup menarik untuk dicermati berbagai sisi. Pondok pesantren

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaannya.

BAB I PENDAHULUAN. membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaannya. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam perkembangan manusia, pendidikan mempunyai peran penting dalam usaha membentuk manusia yang berkualitas. Pendidikan bagi kehidupan umat manusia merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran yang diharapkan. Metode pembelajaran merupakan cara yang

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran yang diharapkan. Metode pembelajaran merupakan cara yang BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Dalam dunia pendidikan, proses pembelajaran adalah hal yang paling utama dan tidak bisa diabaikan. Dalam proses pembelajaran itu sendiri juga harus mempertimbangkan

Lebih terperinci

PONDOK PESANTREN TERPADU. DAAR EL-ISHLAH PUTRA, ingin BAB I PENDAHULUAN

PONDOK PESANTREN TERPADU. DAAR EL-ISHLAH PUTRA, ingin BAB I PENDAHULUAN BAB I PNDAHULUAN I..1. Latar Belakang Perkembangan pendidikan di Indonesia saat ini sangat comlek, yang mana banyak bermunculan lembaga pendidikan yang dinaungi langsung oleh Negara/pendidikan negri ataupun

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. skripsi Irak Di Bawah Kepemimpinan Saddam Hussein (Kejayaan Sampai

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. skripsi Irak Di Bawah Kepemimpinan Saddam Hussein (Kejayaan Sampai 36 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bab ini akan menguraikan mengenai metode penelitian yang digunakan oleh penulis dalam mengkaji permasalahan yang berhubungan dengan judul skripsi Irak Di Bawah Kepemimpinan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS MANAJEMEN DAKWAH DALAM MENINGKATKAN KUALITAS KEBERAGAMAAN SANTRI PONDOK PESANTREN SALAFIYYAH AL MUNAWIR GEMAH PEDURUNGAN KOTA SEMARANG

BAB IV ANALISIS MANAJEMEN DAKWAH DALAM MENINGKATKAN KUALITAS KEBERAGAMAAN SANTRI PONDOK PESANTREN SALAFIYYAH AL MUNAWIR GEMAH PEDURUNGAN KOTA SEMARANG 121 BAB IV ANALISIS MANAJEMEN DAKWAH DALAM MENINGKATKAN KUALITAS KEBERAGAMAAN SANTRI PONDOK PESANTREN SALAFIYYAH AL MUNAWIR GEMAH PEDURUNGAN KOTA SEMARANG A. Analisis Planning Manajemen Dakwah dalam Meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam BAB I ini dipaparkan tentang : a. Konteks Penelitian, b. Fokus

BAB I PENDAHULUAN. Dalam BAB I ini dipaparkan tentang : a. Konteks Penelitian, b. Fokus 1 BAB I PENDAHULUAN Dalam BAB I ini dipaparkan tentang : a. Konteks Penelitian, b. Fokus Penelitian, c. Tujuan Penelitian, d. Kegunaan Penelitian, e. Hasil Penelitian, f. Penegasan Istilah, dan g. Sistematika

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV ANALISIS DATA 84 BAB IV ANALISIS DATA A. Implementasi UU Sisdiknas No.20 Tahun 2003 terhadap Pengembangan Kurikulum di Madrasah Miftahul Ulum Sidogiri Pasuruan Madrasah Miftahul Ulum Sidogiri Pasuruan adalah sebuah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Burhan Nurgiyantoro, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum Sekolah, (Yogyakarta : BPFE, 1988), hlm. 1

BAB 1 PENDAHULUAN. Burhan Nurgiyantoro, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum Sekolah, (Yogyakarta : BPFE, 1988), hlm. 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kurikulum dan pendidikan adalah dua hal yang saling terkait dan tak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Sistem pendidikan modern tak mungkin berjalan baik tanpa melibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membacanya ibadah dan tidak ditolak kebenarannya (Al-hafidz, 2005: 1).

BAB I PENDAHULUAN. membacanya ibadah dan tidak ditolak kebenarannya (Al-hafidz, 2005: 1). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Al-Qur an adalah kalam Allah yang bersifat mu jizat, diturunkan kepada nabi Muhammad melalui Malaikat Jibril, diriwayatkan secara mutawatir, membacanya ibadah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa, tarian dan adat istiadat yang dimiliki oleh setiap suku bangsa juga sangat beragam. Keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah dan Penegasan Judul. baik di dunia maupun di Akhirat. Islam mendorong umatnya untuk berilmu dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah dan Penegasan Judul. baik di dunia maupun di Akhirat. Islam mendorong umatnya untuk berilmu dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah dan Penegasan Judul Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan menusia, dengan iman dan pendidikan manusia akan mencapai kehidupan yang bahagia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ada tiga faktor penting dalam sejarah yaitu manusia, tempat, dan waktu 1.

BAB I PENDAHULUAN. Ada tiga faktor penting dalam sejarah yaitu manusia, tempat, dan waktu 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Ada tiga faktor penting dalam sejarah yaitu manusia, tempat, dan waktu 1. Manusia itu sendiri merupakan objek pelaku dalam peristiwa sejarah. Demikian juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pesantren adalah salah satu lembaga pendidikan Islam di Indonesia, pada

BAB I PENDAHULUAN. Pesantren adalah salah satu lembaga pendidikan Islam di Indonesia, pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan bagian penting dari proses pembangunan nasional. Pendidikan memiliki tujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa remaja hanya satu kali dalam kehidupan, jika seorang remaja merasa

BAB I PENDAHULUAN. masa remaja hanya satu kali dalam kehidupan, jika seorang remaja merasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah masa yang paling menentukan masa depan karena masa remaja hanya satu kali dalam kehidupan, jika seorang remaja merasa pentingnya masa-masa ini maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Pendidikan sangat berperan penting bagi kemajuan suatu bangsa, tidak hanya bagi individu yang menempuh pendidikan tersebut, tetapi juga berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini akan dipaparkan secara rinci mengenai metode dan teknik penelitian yang digunakan penulis dalam mengumpulkan sumber berupa data dan fakta yang berkaitan dengan judul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Kalimantan Selatan merupakan salah satu dari lima provinsi yang ada di Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI Dalam bagian ini, akan diuraikan simpulan dan saran berdasarkan hasil analisis temuan dan pembahasan dalam penelitian yang diuraikan berdasarkan fokus pertanyaan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 23 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bab ini merupakan pemaparan mengenai metode dan teknik penelitian yang digunakan oleh penulis dalam mengkaji permasalahan mengenai Afrika Selatan dibawah pemerintahan Presiden

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah keterbatasan dari teori awal adalah ambiguitas tentang proses pengaruh. Sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah keterbatasan dari teori awal adalah ambiguitas tentang proses pengaruh. Sedangkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemimpin karismatik adalah pemimpin yang mewujudkan atmosfir motivasi atas dasar komitmen dan identitas emosional pada visi, filosofi, dan gaya mereka dalam diri bawahannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Islam adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan kepada

BAB I PENDAHULUAN. Islam adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan kepada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Islam adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui Nabi Muhammad SAW. Menurut ajaran Islam, kepada tiap-tiap golongan umat pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Abd A la dalam bukunya pembaruan pesantren menyebutkan. bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Abd A la dalam bukunya pembaruan pesantren menyebutkan. bahwa: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah bahwa: Menurut Abd A la dalam bukunya pembaruan pesantren menyebutkan Pesantren sebagai lembaga pendidikan keagamaan merupakan realitas yang tidak dapat dipungkiri.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) sebagian besar bertumpu salah satunya pada sektor pendidikan dan pembangunan pribadi manusia khususnya untuk membentuk akhlakulkarimah

Lebih terperinci

PERANAN YAYASAN PONDOK PESANTREN MIFTAHUL MIDAD DESA SUMBEREJO KECAMATAN SUKODONO KABUPATEN LUMAJANG

PERANAN YAYASAN PONDOK PESANTREN MIFTAHUL MIDAD DESA SUMBEREJO KECAMATAN SUKODONO KABUPATEN LUMAJANG PERANAN YAYASAN PONDOK PESANTREN MIFTAHUL MIDAD DESA SUMBEREJO KECAMATAN SUKODONO KABUPATEN LUMAJANG 1988-2012 Taufik Ardiansyah Universitas Negeri Malang Email : ebez.wez@gmail.com Abstrak : Peranan Pondok

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada bab ini, penulis akan menguraikan metode penelitian yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada bab ini, penulis akan menguraikan metode penelitian yang 33 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini, penulis akan menguraikan metode penelitian yang digunakanuntuk memecahkan permasalahan yang berkaitan dengan skripsi yang berjudul Perkembangan Transportasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Modernisasi merupakan fenomena budaya yang tidak dapat terhindarkan

BAB I PENDAHULUAN. Modernisasi merupakan fenomena budaya yang tidak dapat terhindarkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Modernisasi merupakan fenomena budaya yang tidak dapat terhindarkan lagi, dimana arus modernisasi tidak mengenal batasan antar kebudayaan baik regional, nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkarakter dalam mengisi kemerdekaan. Namun, memunculkan jiwa yang

BAB I PENDAHULUAN. berkarakter dalam mengisi kemerdekaan. Namun, memunculkan jiwa yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjuangan untuk lepas dari tangan penjajah negara asing sudah selesai sekarang bagaimana membangun negara dengan melahirkan generasi-generasi berkarakter dalam

Lebih terperinci