FERMENTABILITAS, POPULASI PROTOZOA, ALANTOIN URIN, DAN NERACA NITROGEN DOMBA LOKAL CALON INDUK YANG DIBERI SUMBER ASAM LEMAK TAK JENUH BERBEDA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "FERMENTABILITAS, POPULASI PROTOZOA, ALANTOIN URIN, DAN NERACA NITROGEN DOMBA LOKAL CALON INDUK YANG DIBERI SUMBER ASAM LEMAK TAK JENUH BERBEDA"

Transkripsi

1 FERMENTABILITAS, POPULASI PROTOZOA, ALANTOIN URIN, DAN NERACA NITROGEN DOMBA LOKAL CALON INDUK YANG DIBERI SUMBER ASAM LEMAK TAK JENUH BERBEDA SKRIPSI DARA OKTI SARI DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2 RINGKASAN DARA OKTI SARI. D Fermentabilitas, Populasi Protozoa, Alantoin Urin, dan Neraca Nitrogen Domba Lokal Calon Induk yang Diberi Sumber Asam Lemak Tak Jenuh Berbeda. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Prof. Dr. Ir. Komang G. Wiryawan Pembimbing Anggota : Ir. Lilis Khotijah, M.Si Domba lokal merupakan ternak yang memiliki sifat prolifik, yang mempunyai kemampuan melahirkan anak lebih dari satu ekor dalam sekali kelahiran. Akan tetapi, persentase kematian pada anak domba prasapih semakin meningkat seiring dengan semakin banyaknya jumlah anak yang dilahirkan. Minyak jagung dan minyak ikan lemuru merupakan sumber asam lemak tak jenuh (Poly Unsaturated Fatty Acid/PUFA), yang mempunyai pengaruh yang positif terhadap percepatan birahi dan kualitas reproduksi. Penggunaan minyak dapat meningkatkan lemak ransum yang dikhawatirkan dapat menggangu aktivitas mikroba rumen yang pada akhirnya mempengaruhi sistem fermentasi dalam rumen. Biohidrogenasi asam lemak tak jenuh diduga dapat merubah pola fermentasi, yang akan mempengaruhi produk fermentasi yang dihasilkan. Lemak juga dapat memberikan efek negatif dengan membatasi sintesis yang dilakukan oleh mikroba rumen. Pemberian minyak ke dalam pakan juga harus ditinjau, apakah telah memenuhi energi yang dibutuhkan oleh ternak ataukah ternak harus merombak protein tubuhnya menjadi sumber energi. Kecukupan asam lemak esensial yang termasuk dalam asam lemak tak jenuh juga harus diperhatikan karena defiensi asam lemak esensial dalam pakan dapat menurunkan nilai retensi nitrogen (N) dalam tubuh. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan pengaruh pemberian berbagai sumber asam lemak tak jenuh terhadap populasi protozoa, konsentrasi volatile fatty acid (VFA) dan amonia (NH 3 ), kadar alantoin urin, serta neraca N domba lokal calon induk yang diberi sumber asam lemak tak jenuh berbeda. Penelitian ini menggunakan 12 ekor domba lokal lepas sapih berumur 2-3 bulan dengan bobot badan rata-rata 9,32±2,28 kg. Rancangan percobaan menggunakan rancangan acak kelompok dengan 4 perlakuan, yakni M0 = pakan kontrol (tanpa minyak); MJ = pakan yang mengandung 1,5% minyak jagung; MIL = pakan yang mengandung 1,5% minyak ikan lemuru; dan MILT = pakan yang mengandung 1,5% minyak ikan lemuru terproteksi. Tiap perlakuan terdiri dari 3 ekor domba sebagai ulangan. Pengelompokan dilakukan berdasarkan bobot badan domba. Parameter yang diukur adalah populasi protozoa, konsentrasi VFA, konsentrasi amonia, kadar alantoin dalam urin, serta neraca nitrogen N dalam tubuh. Data dianalisis menggunakan sidik ragam ANOVA lalu jika terdapat perbedaan yang nyata diuji menggunakan uji lanjut kontras orthogonal. Berdasarkan penelitian ini, pakan dengan penambahan sumber asam lemak tak jenuh (minyak jagung, minyak ikan lemuru, dan minyak ikan lemuru terproteksi) menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05) pada parameter populasi protozoa, konsentrasi amonia, alantoin urin, dan neraca N dalam tubuh domba. Penambahan tersebut sangat nyata (P<0,01) mempengaruhi konsentrasi VFA dalam rumen. Konsentrasi VFA minyak jagung (171,49 mm) dan minyak ikan lemuru i

3 (141,42 mm) lebih tinggi dibandingkan ransum kontrol (118,59 mm). Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penambahan minyak jagung dan minyak ikan lemuru pada level 1,5% mampu memperbaiki nilai VFA, tanpa mengganggu populasi protozoa dan produksi NH 3 dalam rumen, alantoin urin, serta neraca N dalam tubuh. Kata-kata kunci : Alantoin, Fermentabilitas, Neraca N, Protozoa, PUFA ii

4 ABSTRACT Fermentability, Protozoa Population, Alantoin Urine, and Nitrogen Balance of Local Lamb Prospective Parent Given by Different Sources of Unsaturated Fatty Acid D. O. Sari, K. G. Wiryawan and L. Khotijah The addition of poly unsaturated fatty acid (PUFA) in feed is needed for energy source and reproductive function. However, fat supplementation to the diet can disrupt the fermentation system, microbial population in the rumen, and limit the synthesis by rumen microbes. The objective of this research was to study the influences of feed containing different sources of unsaturated fatty acid on protozoa population, rumen fermentability, the urinary allantoin excretion rate, and the nitrogen (N) balance in the body. Twelve three-months old post weaning local female sheep were used in this study. The sheep were allocated in a Randomized Block Design and divided into three groups based on body weight and subjected to four treatments. Four treatments were M0 = control diet, MJ = diet containing 1.5% corn oil, MIL = diet containing 1.5% lemuru fish oil, MILT = diet containing 1.5% protected lemuru fish oil. Data were analyzed using analysis of variance and any significant differences were further tested using contrast orthogonal. The results showed that the protozoa population, ruminal NH 3 level, excretion of allantoin, and N retention were not affected (P>0.05) by dietary supplementation, but the volatile fatty acid (VFA) level was very significantly (P<0.01) increased with the addition of corn oil ( mm) and lemuru fish oil ( mm). It is concluded that different sources of unsaturated fatty acid supplementation had no influence in protozoa population, rumen activity, and urinary allantoin, but could improve the rate of VFA. Keywords: allantoin, fermentability, N balance, protozoa, PUFA iii

5 FERMENTABILITAS, POPULASI PROTOZOA, ALANTOIN URIN, DAN NERACA NITROGEN DOMBA LOKAL CALON INDUK YANG DIBERI SUMBER ASAM LEMAK TAK JENUH BERBEDA DARA OKTI SARI D Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 iv

6 Judul Nama NIM : Fermentabilitas, Populasi Protozoa, Alantoin Urin, dan Neraca Nitrogen Domba Lokal Calon Induk yang Diberi Sumber Asam Lemak Tak Jenuh Berbeda : Dara Okti Sari : D Menyetujui, Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota, (Prof. Dr. Ir. Komang G. Wiryawan) (Ir. Lilis Khotijah, M.Si) NIP NIP Mengetahui: Ketua Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan (Dr. Ir. Idat Galih Permana, MSc.Agr) NIP Tanggal Ujian: 9 Agustus 2012 Tanggal Lulus : v

7 RIWAYAT HIDUP Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara yang dilahirkan di Wonogiri, 4 Oktober 1990 dari pasangan Bapak Sugiharto dan Ibu Sunarni. Riwayat pendidikan formal penulis dimulai sejak menempuh pendidikan di TK Kusuma Djaya pada tahun Penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Dasar Negeri Larangan 09 Tangerang tahun Pendidikan lanjut tingkat pertama dilanjutkan tahun di SLTP Negeri 110 Jakarta. Pada tahun 2005 Penulis melanjutkan pendidikan ke SMA Negeri 90 Jakarta dan selesai pada tahun Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2008 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa pada Program Studi Mayor Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan dan tercatat sebagai mahasiswa pada Program Studi Minor Kewirausahaan Agribisnis, Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Penulis selama tiga tahun aktif menjadi anggota Paduan Suara Mahasiswa (PSM) Agria Swara IPB dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), antara lain BEM TPB (Tingkat Persiapan Bersama) sebagai anggota Departemen Kewirausahaan periode dan BEM Fakultas Peternakan sebagai anggota Departemen Budaya, Olahraga, dan Seni periode dan Penulis merupakan salah satu penerima beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) tahun Penulis pernah mengikuti kegiatan magang di Laboratorium Biokimia dan Mikrobiologi Nutrisi tahun 2009 serta Balai Embrio Ternak, Cipelang, Bogor tahun Penulis juga berkesempatan menjadi asisten praktikum Mata Kuliah Kimia Dasar tahun 2011 dan Integrasi Proses Nutrisi tahun Penulis pernah mendapatkan kesempatan menjadi salah satu Finalis dalam kegiatan Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) ke-xxiv di Universitas Hasanuddin, Makasar pada tahun Bogor, Juni 2012 Dara Okti Sari D vi

8 KATA PENGANTAR Alhamdulillahirabbil alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas segala rahmat, karunia, hidayah, dan inayah-nya penulis dapat menyelesaikan studi, penelitian, dan penyusunan skripsi yang berjudul Fermentabilitas, Populasi Protozoa, Alantoin Urin, dan Neraca Nitrogen Domba Lokal Calon Induk yang Diberi Sumber Asam Lemak Tak Jenuh Berbeda ini dengan baik. Skripsi ini merupakan salah satu syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan dari Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini disusun berdasarkan penelitian yang dilakukan dari bulan Juli 2011 hingga April Pemeliharaan penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang B Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja; sementara analisis berbagai parameter dilakukan di Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Ternak Perah, dan Laboratorium Biokimia dan Mikrobiologi Nutrisi, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, serta Laboratorium Pusat Antar Universitas (PAU) Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini diharapan dapat memberikan informasi mengenai populasi protozoa dan karakteristik fermentasi dalam rumen, kadar alantoin dalam urin, serta neraca nitrogen dalam tubuh domba lokal calon induk yang mendapat ransum dengan perlakuan sumber asam lemak tak jenuh berbeda. Penulis berharap semoga karya ini menjadi salah satu sumber ilmu pengetahuan dan bermanfaat secara umum dalam dunia peternakan Indonesia, khususnya dalam upaya perbaikan aspek reproduksi yang akan berdamapak pada peningkatan produktivitas dan populasi ternak domba lokal. Bogor, Juni 2012 Dara Okti Sari D vii

9 DAFTAR ISI RINGKASAN... ABSTRACT.... RIWAYAT HIDUP... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Domba Lokal... 3 Domba Ekor Tipis... 4 Domba Ekor Gemuk... 4 Domba Garut... 4 Kebutuhan Pakan Domba... 5 Bahan Pakan... 6 Rumput Lapang... 6 Bungkil Kelapa... 6 Onggok... 7 Urea... 7 Minyak Jagung... 8 Minyak Ikan Lemuru... 9 Asam Lemak... 9 Sistem Pencernaan Ruminansia Metabolisme Lemak Proteksi terhadap Lemak Protozoa Volatile Fatty Acid (VFA) Amonia (NH 3 ) Alantoin Urin Neraca Nitrogen (N) pada Ruminansia MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Materi Ternak Percobaan Kandang i iii vi vii viii x xi xii viii

10 Alat dan Bahan Pakan Metode Rancangan Percobaan Prosedur Pemeliharaan Pengambilan Cairan Rumen Pengumpulan Sampel Urine Pengukuran Populasi Protozoa Pengukuran Konsentrasi VFA Pengukuran Konsentrasi NH Pengukuran Alantoin Urin Analisis Konsentrasi Nitrogen Pengukuran Konsumsi Nitrogen Pengukuran Nitrogen Feses Pengukuran Nitrogen Urin Pengukuran Nitrogen Tercerna Pengukuran Kecernaan Nitrogen Pengukuran Retensi Nitrogen Perhitungan Ekskresi Derivat Purin Perhitungan Efisiensi Pemanfaatan N Perlakuan Peubah yang diamati Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Populasi Protozoa Fermentabilitas Volatile Fatty Acid (VFA) Amonia (NH 3 ) Rasio VFA dan Amonia (NH 3 ) Alantoin Neraca Nitrogen (N) Konsumsi Nitrogen (N) Nitrogen (N) Feses Nitrogen (N) Urin Kecernaan Nitrogen (N) Retensi Nitrogen (N) Efisiensi Penggunaan Nitrogen KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN ix

11 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Sifat-sifat Domba Prolifik Kandungan Nutrien Rumput Lapang Komposisi Bahan Pakan Kandungan Nutrien Pakan Populasi Protozoa Dalam Rumen Produksi VFA dan NH 3 Dalam Rumen Rataan Alantoin Domba Perlakuan Nilai Neraca Nitrogen Domba Perlakuan x

12 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Struktur Asam Lemak Proses Metabolisme Lemak Proses Metabolisme Karbohidrat Proses Metabolisme Nitrogen Proses Pembentukan Derivat Purin Contoh Domba Penelitian Kandang Penelitian Perlengkapan Penelitian Regresi dari Retensi N dan N Konsumsi xi

13 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Sidik Ragam Konsentrasi VFA Uji Lanjut Kontras Orthogonal Konsentrasi VFA Sidik Ragam Konsentrasi NH Sidik Ragam Rasio VFA/NH Sidik Ragam Total Populasi Protozoa Sidik Ragam Konsentrasi Alantoin Sidik Ragam Konsumsi N (g/e/h) Sidik Ragam Konsumsi N (g/kg BB 0,75 /h) Sidik Ragam Ekskresi N Feses (g/e/h) Sidik Ragam Ekskresi N Feses (g/kg BB 0,75 /h) Sidik Ragam Ekskresi N Urin (g/e/h) Sidik Ragam Ekskresi N Urin (g/kg BB 0,75 /h) Sidik Ragam N Tercerna (g/e/h) Sidik Ragam N Tercerna (g/kg BB 0,75 /h) Sidik Ragam Kecernaan N (%) Sidik Ragam Retensi N (g/e/h) Sidik Ragam Retensi N (g/kg BB 0,75 /h) Sidik Ragam Efisiensi Penggunaan N (%) xii

14 PENDAHULUAN Latar Belakang Peningkatan populasi masyarakat berdampak pada tuntutan akan ketersediaan sumber pangan yang juga semakin meningkat. Hal tersebut merupakan peluang untuk mengembangkan potensi domba lokal di Indonesia. Domba lokal merupakan ternak yang memiliki sifat prolifik, yang mempunyai kemampuan melahirkan anak lebih dari satu ekor dalam sekali kelahiran. Akan tetapi menurut Tiesnamurti (1992), persentase kematian pada anak domba prasapih semakin meningkat seiring dengan semakin banyaknya jumlah anak yang dilahirkan. Hal tersebut merupakan suatu permasalahan dalam meningkatkan jumlah ternak domba lokal di Indonesia. Pemberian asam lemak, terutama asam lemak tak jenuh dalam pakan sangat dibutuhkan oleh domba betina calon induk. Asam lemak tak jenuh rantai panjang EPA (asam eikosapentaenoat) dan AA (asam arakhidonat) merupakan prekursor dari prostaglandin, prostacycline, thromboxane, dan leukotriene. Prostaglandin memiliki peran yang penting dalam beberapa aspek reproduksi, antara lain ovulasi, estrus, kelangsungan hidup embrio dan proses kelahiran (Abayasekara dan Wathles, 1999). Wathes et al. (2007) menyatakan bahwa pemberian pakan yang mengandung asam lemak tak jenuh yaitu asam linoleat akan meningkatkan produksi prostaglandin endometrial dan plasenta pada domba, serta pemberian asam linolenat menurunkan level progesteron pada sapi. Prostaglandin yang diproduksi akan melisiskan corpus luteum (CL), sehingga level progesteron menurun. Pada saat tersebut, hipotalamus akan mensekresikan folicle stimulating hormone (FSH) yang akan mengakibatkan berkembangnya folikel di ovarium. Perkembangan folikel mengakibatkan diproduksinya hormon estrogen, yang akan mempercepat birahi pada domba. Penambahan minyak dalam pakan akan turut meningkatkan kandungan lemak pakan, yang berfungsi untuk mencukupi kebutuhan ternak akan pemberian sumber energi (Parakkasi, 1999). Pada domba betina, pemberian energi yang cukup sangat penting dalam meningkatkan bobot badan yang akan berdampak pada percepatan pencapaian bobot dewasa kelamin. Kekurangan energi pada ternak muda akan menghambat pertumbuhan dan pencapaian dewasa kelamin (Sudarman et al., 2008). Minyak jagung dan minyak ikan lemuru merupakan sumber asam lemak tak jenuh dari minyak nabati dan hewani. Minyak jagung mengandung 57,47% asam 1

15 linoleat (Ducket et al., 2002), sementara minyak ikan lemuru mengandung 20,72% asam linolenat dan 22,83% asam eikosapentanoat (EPA) (Yogaswara, 2008). Pada hewan ruminansia yang memiliki sistem pencernaan fermentatif, terjadi proses biohidrogenasi oleh mikroorganisme rumen, yang mengubah asam lemak tak jenuh (sempurna maupun sebagian) dari pakan menjadi asam lemak jenuh (Parakkasi, 1999). Untuk mencegah terjadinya biohidrogenasi oleh mikroba rumen maka perlu dilakukan proteksi terhadap pakan yang diberikan (Tiven et al., 2011). Pemberian lemak pada pakan ruminansia perlu diperhatikan, karena menurut Adawiah et al. (2007), lemak yang tinggi akan mengganggu sistem fermentasi dan populasi mikroba dalam rumen. Proses biohidrogenasi asam lemak tak jenuh menjadi asam lemak jenuh di dalam rumen juga diduga akan merubah pola fermentasi dalam rumen. Terganggunya sistem dan berubahnya pola fermentasi di rumen juga dikhawatirkan dapat menyebabkan produk fermentasi VFA dan NH 3 dalam rumen ikut terhambat. Jalč et al. (2006) menyebutkan bahwa penggunaan lemak dalam pakan ruminansia perlu diwaspadai karena lemak dapat memberikan efek negatif yaitu membatasi sintesis yang dilakukan oleh mikroba rumen. Pemberian minyak ke dalam pakan dapat digunakan untuk menilai efisiensi penggunaan nitrogen (N), apakah energi yang dibutuhkan oleh ternak telah tercukupi ataukah ternak harus merombak protein tubuhnya menjadi sumber energi. Kecukupan asam lemak esensial yang termasuk dalam asam lemak tak jenuh juga harus diperhatikan karena McDonald et al. (2002) menyatakan bahwa defisiensi asam lemak tak jenuh dalam pakan dapat menurunkan nilai retensi N dalam tubuh. Adanya N yang tersimpan dalam tubuh diharapkan dapat menghasilkan pertambahan bobot badan yang akan mempercepat bobot dewasa kelamin. Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu pengamatan mengenai pengaruh pemberian sumber asam lemak tak jenuh yang berbeda terhadap populasi protozoa dan produk fermentasi dalam rumen, besarnya ekskresi turunan purin (alantoin) dalam urin, dan neraca N dalam tubuh. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan pengaruh pemberian berbagai sumber asam lemak tak jenuh terhadap populasi protozoa, fermentabilitas (konsentrasi VFA, NH 3, dan rasio VFA/NH 3 ), kadar alantoin urin, dan neraca N domba lokal calon induk. 2

16 TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal Domba lokal merupakan domba asli Indonesia yang mempunyai daya adaptasi yang baik terhadap iklim tropis dan makanan yang kualitasnya rendah, serta dapat beranak sepanjang tahun (FAO, 2002). Menurut Blakely dan Bade (1998), domba dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Animalia (hewan) Phylum : Chordata (hewan bertulang belakang) Kelas : Mammalia (hewan menyusui) Ordo : Artiodactyla (hewan berkuku genap) Family : Bovidae Genus : Ovis Spesies : Ovis aries Domba memiliki sifat prolifik, yaitu mempunyai kemampuan melahirkan anak hingga empar ekor dalam satu kali kelahiran (Inounu, 1991). Sifat-sifat prolifik pada domba menurut Tiesnamurti (1992) tercantum pada Tabel 1. Tabel 1. Sifat-sifat Domba Prolifik Sifat Tunggal Kembar Dua Kembar > 3 Rata-rata bobot lahir (kg) 2,6 1,8 1,2 Rata-rata bobot sapih per ekor (kg) 15,2 10,3 8,1 Kematian prasapih (%) Laju pertumbuhan prasapih (g/e/h) Laju pertumbuhan lepas sapih (g/e/h) Umur pubertas betina (hari) 359,1 359,2 312 Rata-rata bobot badan setahun (kg) Sumber: Tiesnamurti (1992) Erlita (2006) melakukan perbandingan antara penampilan umum dan kecernaan pakan domba dan kambing lokal. Hasil yang didapatkan adalah domba lokal betina memiliki konsumsi bahan kering dan bahan organik sebesar 527,65±89,36 g/e/h dan 427,24±72,35 g/e/h, kecernaan bahan kering dan bahan organik sebesar 59,67%±2,79% dan 62,35%±2,66%, serta pertambahan bobot badan 3

17 harian sebesar 59,03±12,57 g/e/h. Terdapat tiga jenis domba lokal di Indonesia, yaitu domba Javanese thin-tailed (domba ekor tipis), Javanese fat-tailed (domba ekor gemuk), dan domba priangan atau dikenal juga sebagai domba garut. Domba Ekor Tipis Domba ekor tips banyak ditemukan di Jawa Barat. Bobot rata-rata domba ekor tipis betina dewasa sekitar 20 kg, tetapi dengan banyak variasi. Domba yang diternakkan di dataran tinggi lebih tinggi bobotnya (rata-rata 27 kg) dibandingkan dengan domba yang diternakkan di daerah dataran rendah (rata-rata 16 kg) pada jenis ini. Tinggi pundak dari seekor domba betina dewasa sekitar 55 cm. Kebanyakan dari jenis domba ini berwarna putih dengan bercak gelap (Gatenby, 1991). Domba ekor tipis memiliki sifat prolifik, sehingga induk dapat menghasilkan keturunan yang banyak dalam waktu yang singkat. Jumlah anak per kelahiran secara alami pernah dicatat sampai enam ekor, dan di peternakan kembar dua dan kembar tiga merupakan hal yang umum (Gatenby, 1991). Domba Ekor Gemuk Domba ekor gemuk (DEG) ditemukan di Jawa Tengah dan Jawa Timur dan di beberapa pulau lain di bagian tengah dan barat Indonesia. Domba ini sedikit lebih besar daripada jenis ekor tipis, memiliki wol yang sangat sedikit, dan mempunyai ekor yang gemuk dan panjang. Diduga domba ini dibawa oleh pedagang dari Pakistan atau Timur Tengah. Warna bulu normal adalah putih. Baik domba betina maupun domba jantan keduanya tidak bertanduk (Gatenby, 1991). Yusran dan Komarudin-Ma sum (1990) menyatakan bahwa berat badan induk DEG di saat kawin berkisar antara kg, dengan umur induk yang kawin 1 4 tahun. Proporsi induk yang beranak kembar dua atau lebih meningkat dari 34,2% pada waktu beranak pertama naik menjadi 55,9% pada waktu beranak ketiga. Pada penelitian tersebut juga diperoleh rata-rata jumlah anak per kelahiran per induk untuk induk-induk DEG berkisar antara 1,0 ekor sampai 2,4 ekor dengan rata-rata 1,7 ekor; sehingga cenderung terjadi tipe kelahiran kembar dua. Domba Garut Salah satu keturunan dari domba ekor tipis dikenal sebagai domba priangan atau domba garut. Domba ini digunakan untuk pertarungan domba. Jenis domba ini 4

18 besar, memiliki telinga sangat kecil, dan sering berwarna hitam (Gatenby, 1991). Nurasa (2006) memperoleh hasil rataan lama birahi pada domba garut adalah 33,96±15,32 jam dengan angka service per conception (SPC) sebesar 1,53±0,73. Laju ovulasi pada penelitian tersebut sebesar 2,05±1,06 buah/ekor. Jumlah ovum yang terbuahi adalah 94,23%±6,56% dengan daya hidup embrio 89,23%±5,67%. Jumlah anak rata-rata dalam sekali kelahiran pada domba garut yaitu 1.63±0,85 ekor/induk dengan total bobot lahir 3,88±1,64 kg/induk. Kebutuhan Pakan Domba Nutrien atau zat-zat pakan adalah substansi kimia dalam bahan pakan ternak yang dapat dimanfaatkan untuk hidup pokok dan bila ketersediaannya cukup, maka digunakan untuk pertumbuhan, gerak dan kerja oleh otot ternak, reproduksi, serta laktasi (Purbowati, 2001). Pakan pada hewan ruminansia terbagi atas konsentrat dan hijauan. Menurut Ensminger et al. (1990), konsentrat adalah pakan yang tinggi kandungan Beta-N dan rendah kandungan SK-nya, yaitu lebih rendah dari 18%. Menurut Haryanto dan Djajanegara (1993), energi dan protein merupakan kebutuhan nutrisi utama yang harus terpenuhi secukupnya, setelah kebutuhan bahan kering terpenuhi. Kebutuhan energi tergantung pada ukuran ternak, status fisiologis ternak, dan kondisi lingkungan, sementara protein penting untuk efisiensi penggunaan energi dan untuk pertumbuhan otot (Purbowati, 2001). Menurut Prakoso et al. (2009), untuk dapat memberikan produk yang efisien dan optimal pada ternak domba, diperlukan imbangan protein kasar (PK) dan total digestible nutrients (TDN) yang tepat dalam pakan. Menurut Haryanto dan Djajanegara (1993), kebutuhan PK dan TDN untuk domba yang digemukkan adalah 14% 15% dan 45% 65%. Sementara Umberger (1997) menyebutkan bahwa untuk domba berbobot badan 13,5 31,5 kg yang sedang digemukkan memiliki kebutuhan PK sebesar 15% serta domba berbobot badan 22,5 33,75 kg memiliki kebutuhan TDN sebesar 70% 75%. NRC (2007) menyatakan bahwa kebutuhan asam linoleat sebagai asam lemak esensial untuk ternak ruminansia kecil dalam fase pertumbuhan berkisar antara 0,055 g/kg BB 0,75 hingga 0,043 g/kg BB 0,75, dengan kebutuhan asam linoleat maksimum untuk ternak ruminansia kecil lepas sapih diperkirakan sebesar 0,055 g/kg BB 0,75. 5

19 Bahan Pakan Rumput Lapang Hijauan merupakan pakan utama sumber serat bagi ternak ruminansia. Hijauan yang umum digunakan sebagai pakan ternak terdiri atas leguminosa dan rumput. Menurut Maulidina (2011), rumput lapang merupakan campuran dari beberapa jenis rumput lokal yang tumbuh alami dan mudah didapat, tetapi memiliki daya produksi dan kualitas nutrien yang rendah. Komposisi zat makanan rumput lapang berdasarkan bahan kering dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 2. Kandungan Nutrien Rumput Lapang Berdasarkan Bahan Kering Nutrien Komposisi* %BK Abu (%) 6,46 Protein Kasar (%) 8,78 Lemak Kasar (%) 1,83 Serat Kasar (%) 27,78 Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (%) 55,15 Keterangan: *Hasil analisis Laboratorium PAU IPB Bungkil Kelapa Salah satu manfaat dari upaya pembudidayaan tanaman kelapa adalah untuk memproduksi minyak kelapa yang berasal dari daging buah, yang menghasilkan hasil samping berupa bungkil kelapa. Bungkil kelapa diperoleh dari sisa kopra setelah proses pengepresan. Berdasarkan prosesnya, bungkil kelapa dibedakan menjadi bungkil kelapa yang diekstraksi dengan uap air dan tekanan (bungkil kelapa expeller) dan bungkil kelapa yang diekstraksi dengan pelarut organik (bungkil kelapa solvent) (Hamid et al., 1999). Bungkil kelapa merupakan bahan baku pakan yang tergolong sebagai sumber protein. Bungkil kelapa mengandung bahan kering 90,6%; protein kasar 23,38%; lemak kasar 6,5%; kalsium 0,01%; dan 0,66% fosfor (Sinurat et al., 1998). Komposisi asam lemak pada bungkil kelapa sama dengan yang ada di minyak kelapa, hanya saja berbeda dalam persentase jumlah lemak dalam kedua bahan tersebut. Menurut Barus (2006), komposisi dari asam lemak minyak kelapa terdiri 6

20 antara lain asam lemak jenuh (0,54% C 6 ; 7,88% C 8 ; 6,43% C 10 ; 48,96% C 12 ; 18,51% C 14 ; 8,46% C 16 ; dan 2,75% C 18 ) serta asam lemak tak jenuh (5,18% C 18:1 dan 1,15% C 18:2 ). Jordan et al. (2006) melaporkan bahwa terjadi penurunan gas metan harian (P<0,001) ketika dihitung per liter per hari maupun per kg konsumsi bahan kering dan nilai GE (gross energy) rata-rata yang lebih besar dengan penambahan bungkil kelapa dan minyak kelapa suling. Konsentrat dari bungkil kelapa menghasilkan fraksi NDF dan ADF lebih besar karena tingginya konsentrasi NDF (649 g/kg BK) dan ADF (331 g/kg BK) pada bungkil kelapa. Onggok Onggok merupakan hasil samping berupa padatan dari industri pengolahan ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) menjadi tepung tapioka. Onggok memiliki kandungan kadar air 12,73%; abu 9,1%; serat kasar 8,1%; protein kasar 2,5%; lemak kasar 1%; dan karbohidrat 65,9% (Kurniadi, 2010) serta 0,31% kalsium dan 0,05% fosfor (Wizna et al., 2008). Menurut Dixon (1986), onggok merupakan suatu bahan pakan yang mengandung gula dan pati yang mudah terfermentasi, yang akan memenuhi kebutuhan mikroorganisme rumen secara cepat setelah pemberian pakan, sehingga onggok termasuk sumber energi yang tergolong karbohidrat mudah terpakai (readily available carbohydrate/rac). Menurut FSANZ (2004), asam sianida (HCN) yang terdapat pada onggok dapat menyebabkan rendahnya kebuntingan, menurunkan bobot fetus, bobot lahir yang dihasilkan rendah, kematian anak yang tinggi, dan rusaknya fungsi tiroid. Tetapi penggunaan onggok dalam ransum mampu menurunkan biaya ransum (Rasyid, 1996) karena harganya murah, tersedia cukup dalam jumlah banyak, mudah didapat, dan tidak bersaing dengan kebutuhan manusia. Urea Urea merupakan salah satu sumber nitrogen (N) bukan protein (Non Protein Nitrogen/NPN) yang paling banyak digunakan pada ternak ruminansia. Ternak ruminansia dapat memanfaatkan urea sebagai sumber NPN karena mikroorganisme dalam rumen ruminansia memiliki kemampuan untuk mengubah NPN yang terkandung dalam pakan menjadi protein (McDonald et al., 2002). Penggunaan urea 7

21 dalam ransum memiliki keuntungan karena harganya yang relatif murah untuk setiap unit protein ekuivalen (N 6,25), sehingga memungkinkan biaya pembuatan ransum yang relatif murah pula. Faktor konversi dari N ke protein kasar adalah konsentrasi N dikalikan dengan 6,25; karena protein rata-rata mengandung 16% N (Freer dan Dove, 2002). Urea megandung 46,7% N yang setara dengan 291,875% protein kasar (46% nitrogen 6,25). Penggunaan urea sebagai bahan pakan ternak maksimal 1% dari ransum atau 5% dari konsentrat, atau jangan menggunakan urea melebihi ¼ bagian dari seluruh kebutuhan N untuk ransum pertumbuhan. Selain itu, hendaknya pemberian urea disertai dengan penambahan mineral (Parakkasi, 1999). Penggunaan urea dapat pula merugikan dan menyebabkan keracunan jika penggunaannya tidak semestinya. Tanda-tanda klinis keracunan urea antara lain kesukaran respirasi, salivasi, tetani urat daging, dan kadar urea atau amonia yang tinggi dalam darah (Parakkasi, 1999). Minyak Jagung Minyak jagung adalah minyak yang berasal dari lembaga biji jagung (Zea mays L) yang telah mengalami proses pemurnian dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan yang diizinkan (SNI, 1998). Menurut Ducket et al. (2002), minyak jagung merupakan sumber asam lemak tak jenuh (Poly Unsaturated Fatty Acid/PUFA) yang tinggi, dengan konsentrasi sebesar 86,05%. Komposisi asam lemak pada minyak jagung terdiri dari asam lemak jenuh yakni 10,59% asam palmitat; 1,96% asam stearat; 0,43% asam arakhidat; 0,14% asam beheneat; dan 0,18% asam tetrakosanoat; serta asam lemak tak jenuh antara lain 0,1 asam palmitoleat; 27,27% asam oleat; 57,47% asam linoleat; 0,97% asam linolenat; 0,24% asam eikosenoat; dan sebanyak 0,22% merupakan asam lemak yang tidak teridentifikasi. Penggunaan minyak jagung dalam ransum menghasilkan gas CH 4 sebesar 20,8% dan efisiensi penggunaan energi (VFA) sebesar 81% (Sutardi, 1997). Min et al. (2007) menyatakan bahwa penambahan minyak jagung pada sapi jantan yang digembalakan berbasis pakan gandum, tidak berpengaruh terhadap pertambahan bobot badan harian dan aliran protein mikroba rumen, namun dapat menurunkan total hari bloat. Level maksimum pemberian minyak jagung dalam sekali pemberian adalah 15 gram minyak jagung per kg asupan bahan kering per hari. 8

22 Minyak Ikan Lemuru Minyak ikan lemuru merupakan hasil samping yang cukup banyak dari industri pengalengan ikan dan kaya akan asam lemak tidak jenuh dan omega-3 yang baik untuk kesehatan (Sudarman et al., 2008). Minyak ikan lemuru (Sardinella lemuru) merupakan sumber asam lemak tak jenuh ganda (Poly Unsaturated Fatty Acid/PUFA) yang mengandung 21,95% asam arakhidonat (Hartati, 2008). Sementara hasil penelitian dari Yogaswara (2008), menunjukkan bahwa ikan lemuru mengandung 90,88% asam lemak tak jenuh, antara lain 19,77% asam oleat; 22,89% asam linoleat; 20,72% asam linolenat; 22,83% asam eikosapentanoat (eicosapentaenoic acid/epa); dan 4,67% asam dekosahexanoat (decosahexaenoic acid/dha) dengan kandungan lemak sebesar 36,48%. Doreau dan Chilliard (1997) mengemukakan bahwa pemberian 200 gram minyak ikan dalam sekali pemberian per hari tidak berpengaruh terhadap pola fermentasi rumen, sedangkan pemberian 400 gram minyak ikan merubah produk akhir fermentasi rumen (rasio asetat dan propionat). Asam Lemak Asam lemak adalah asam monokarboksilat yang berantai lurus dengan rantai asam mulai dari C 1 sampai C 3 (yang biasanya tidak terdapat dalam lemak tapi ditemukan sebagai hasil hidrolisis dari lemak) dan atom C 4 (yang terdapat dalam lemak) (Barus, 2006). Klasifikasi asam lemak dapat didasarkan pada beberapa hal. Menurut ada atau tidaknya ikatan rangkap pada rantai atom C, asam lemak dibedakan atas asam lemak jenuh (Saturated Fatty Acid/SFA), asam lemak tidak jenuh tunggal (Mono Unsaturated Fatty Acid/MUFA), dan asam lemak tidak jenuh ganda (Poly Unsaturated Fatty Acid/PUFA). Jika didasarkan atas panjang pendeknya rantai, asam lemak terdiri atas asam lemak rantai pendek (Short Chain Fatty Acid/SCFA), asam lemak rantai sedang (Medium Chain Fatty Acid/MCFA), serta asam lemak rantai panjang (Long Chain Fatty Acid/LCFA). Berdasarkan isomer geometriknya terdapat isomer cis dan trans dari UFA (Barus, 2006). Asam lemak jenuh dituding sebagai pemacu berbagai masalah kesehatan, seperti kolesterol, atherosclerosis (penyempitan pembuluh darah), atau jantung koroner. Asam lemak yang diklasifikasikan sebagai asam lemak jenuh antara lain 9

23 asam kaprilat (C 8:0 ), asam kaprat (C 10:0 ), asam laurat (C 12:0 ), asam miristat (C 14:0 ), asam palmitat (C 16:0 ), dan asam stearat (C 18:0 ) (McDonald et al., 2002). Asam lemak tak jenuh dikenal memiliki peran yang penting dan positif yang berkaitan dengan aspek reproduksi (Abayasekara dan Wathles, 1999). Asam lemak yang diklasifikasikan sebagai asam lemak tak jenuh antara lain asam palmitoleat (C 16:1 ), asam oleat (C 18:1 ), asam linoleat (C 18:2 ), asam α-linolenat (C 18:3 ), asam arakhidonat (C 20:4 ), asam timnodonat (eicosapentaenoat) (C 20:5 ), serta asam docosahexaenoat (C 22:5 ) (McDonald et al., 2002). Asam lemak esensial adalah asam lemak yang tidak dapat disintesis oleh tubuh ternak, sehingga harus terdapat dalam pakan ternak. Contoh dari asam lemak esensial adalah asam linolet, asam linolenat, dan asam arakhidonat. Struktur dari asam lemak dapat dilihat pada Gambar 1. O R - C - OH Gambar 1. Struktur Asam Lemak (McDonald et al., 2002) Penelitian dari Encinias et al. (2004) mendapatkan hasil peningkatan daya tahan hidup anak domba yang induknya disuplementasi oleh 5,7% biji safflower yang mengandung asam linoleat tinggi. Lebih banyak anak domba yang dilahirkan oleh induk yang disuplementasi oleh level biji safflower yang lebih rendah (2,8%) yang mengalami kematian akibat kelaparan dan pneumonia. Sistem Pencernaan Ruminansia Proses pencernaan adalah suatu proses perubahan yang dialami bahan makanan baik secara fisik maupun kimiawi di saluran pencernaan menjadi zat-zat yang lebih sederhana yang dipersiapkan untuk diabsorbsi dan digunakan oleh ternak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (Puastuti, 2005). Saluran pencernaan merupakan sebuah sistem kompleks yang dimulai dari organ mulut dan berakhir di rektum dan anus, dimana semua pakan yang tertelan mengalami mastikasi, fermentasi oleh mikroba, dan pencernaan enzimatis (NRC, 2007). Proses pencernaan pada ruminansia terjadi secara mekanis (proses pencernaan yang terjadi di mulut), fermentatif (proses pencernaan oleh enzim-enzim yang dihasilkan oleh mikroba 10

24 rumen), dan hirolisis (proses pencernaan oleh enzim-enzim hewan induk semang (Puastuti, 2005). Ternak ruminansia memiliki sistem pencernaan yang lebih kompleks dibandingkan ternak non-ruminansia, karena memiliki empat buah perut, yaitu perut handuk (rumen), perut jala (retikulum), perut buku atau perut kitab (omasum), dan perut sejati (abomasum). Retikulum merupakan bagian dimana bolus pakan masuk dari kerongkongan dan memiliki kemampuan berkontraksi yang memungkinkan pencampuran dan pergerakan pakan menuju rumen, regurgitasi digesta dari rumen kembali ke mulut, dan pengeluaran isi omasum. Rumen adalah bagian yang terbesar dari keempat kompartemen. Rumen berfungsi sebagai tempat penyimpanan, tempat proses fermentasi, dan tempat hunian bagi populasi mikroba yang jumlahnya besar dan beragam. Omasum merupakan perut yang mengeluarkan air dan mineral dari ingesta sebelum mencapai abomasum, walaupun aktivitas pencernaan yang terjadi di sini cukup sedikit. Abomasum dikatakan sebagai perut sejati, karena abomasum memiliki fungsi yang serupa dengan perut pada hewan non-ruminansia (NRC, 2007). Metabolisme Lemak Pada ternak ruminansia, lemak pakan di dalam rumen akan mengalami proses lipolisis dan biohidrogenasi. Menurut NRC (2007), langkah awal perubahan lipida pakan dalam rumen adalah proses hidrolisis ikatan ester oleh enzim lipolitik mikroba yang melepaskan gliserol dan asam lemak bebas (free fatty acid/ffa). Gliserol kemudian dimetabolis oleh mikroorganisme dalam rumen menjadi untuk menghasilkan VFA. Proses biohidrogenasi di dalam rumen selanjutnya akan mengubah FFA asam lemak tak jenuh yang terbentuk dari proses lipolisi menjadi asam lemak jenuh oleh rumen bakteri (NRC, 2007). Modifikasi lipid bahan pakan tersebut menyebabkan semua lipid yang memasuki duodenum terdiri dari asam lemak jenuh, yang sebagian besar adalah asam stearat (Parakkasi, 1999). Hidrogenasi merupakan proses dimana hidrogen ditambahkan pada ikatan rangkap dari asam lemak tak jenuh, dengan demikian mengubahnya menjadi bentuk jenuh (McDonald et al., 2002). Biohidrogenasi tidak hanya menghasilkan produksi asam lemak jenuh, tetapi juga menghasilkan dalam bentuk isomer terkonjugasi dari asam linoleat dan linolenat 11

25 sebagai hasil dari proses biohidrogenasi tidak lengkap (NRC, 2007). Skema proses metabolisme lemak dalam rumen ternak ruminansia dapat dilihat pada Gambar 2. Lemak Pakan Galaktosil Asil Gliserol Triasil Gliserol Lipolisis VFA Asam Lemak + Galaktosa & Gliserol 18:2 (Cis. 9 Cis. 12) 18:3 (Cis. 9 Cis. 12 Cis. 15) 18:1 (Cis. 9) 18:3 (Cis. 9 Trans. 11 Cis. 15) 18:2 (Cis. 9 Trans. 11) 18:1 (Trans. 11) 18:0 (Stearat) Gambar 2. Proses Metabolisme Lemak dalam Rumen Ternak Ruminansia (Scott dan Ashes, 1993) Menurut NRC (2007), bakteri merupakan mikroorganisme yang paling bertanggung jawab untuk proses biohidrogenasi di dalam rumen. Beberapa faktor dari pakan yang mempengaruhi proses biohidrogenasi antara lain rasio konsentrat:hijauan dalam pakan, kandungan nitrogen pakan, umur hijauan, spesies hijauan, metode panen dan pengolahan, dan penambahan ionophore. 12

26 Kebanyakan lipida di dalam pakan memasuki lacteal dalam bentuk chylomicron, yang memasuki pembuluh darah vena melalui saluran thorac. Bagian dari triasilgliserol pakan sangat sedikit yang dihidrolisis menjadi gliserol dan asam berbobot molekul rendah dan kemudian langsung diserap ke aliran darah. Chylomicron yang beredar lalu diserap oleh hati dan triasilgliserol dihidrolisis. Asam lemak yang dihasilkan oleh mikroba rumen, bersama dengan asam lemak bebas diserap dari darah oleh hati, lalu dimasukkan kembali ke aliran darah dalam bentuk lipoprotein dan dibawa menuju ke berbagai organ dan jaringan (McDonald et al., 2002). Proteksi terhadap Lemak Proses biohidrogenasi yang terjadi di dalam saluran pencernaan ruminansia mengakibatkan semua lipida pakan yang memasuki duodenum didominasi oleh asam lemak jenuh, yang menyebabkan lemak ruminansia menjadi lebih keras dan meningkatkan resiko penyakit kardiovaskular pada konsumennya. Untuk mencegah terjadinya biohidrogenasi oleh mikroba rumen terhadap asam lemak tidak jenuh maka perlu dilakukan proteksi terhadap pakan yang diberikan (Tiven et al., 2011). Lemak yang diproteksi dapat menghindari efek negatif lemak pada mikroba rumen dan memasok asam lemak esensial pada pascarumen (Adawiah et al., 2007). Ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam melakukan proteksi terhadap lemak, antara lain proteksi dengan formaldehida (Tiven et al., 2011), proteksi dengan sabun mineral (Adawiah et al., 2007), dan proteksi dengan campuran garam karboksilat kering (CGKK) (Tasse, 2010). Hasil yang diperoleh pada proses proteksi menggunakan CGKK (Tasse, 2010) adalah peningkatan konsentrasi VFA total dan penurunan konsentrasi amonia. Protozoa Protozoa merupakan mikroorganisme yang jumlahnya terbanyak kedua di dalam rumen, yang perkiraan konsentrasinya sekitar sel/ml cairan rumen untuk sebagian besar sapi dan domba (Dehority, 2004). Populasi protozoa lebih sedikit dari bakteri rumen, namun karena ukuran tubuhnya yang lebih besar, konsentrasinya sebesar 60% dari biomassa rumen (McDonald et al., 2002). Biomassa protozoa 13

27 dalam rumen bervariasi, tergantung jenis ransum yang dimakan ternak induk semang (Erwanto, 1995). Menurut Freer dan Dove (2002), protozoa adalah mikrobiota rumen yang terbesar, anaerob obligatif, motil, dan mikroba eukariotik. Protozoa ciliata merupakan protozoa yang terbanyak, dan family Ophryoscolecidae adalah ciliata utama di rumen, dengan lebih dari 100 spesies (Freer dan Dove, 2002). Menurut Brock dan Madigan (1991), protozoa lebih menggemari substrat yang mudah difermentasi seperti pati dan gula, walaupun protozoa juga menghidrolisis selulosa dan menghasilkan produk fermentasi seperti asam asetat, asam butirat, asam laktat, CO 2, dan H 2. Protozoa mengandung 55% protein kasar, dan susunan asam aminonya tidak dipengaruhi oleh ransum (Parakkasi, 1999). Sementara menurut Dehority (2004), nilai biologis, kecernaan sejati, dan utilisasi protein netto protozoa rumen masingmasing sebesar 82%, 87% 91%, dan 71%. Hasil penelitian dari Adawiah et al. (2007) menunjukkan bahwa suplementasi 1,5% minyak jagung dan 1,5% minyak ikan menghasilkan populasi protozoa sebanyak 6, sel/ml dan 10, sel/ml. Populasi protozoa dari domba yang diberi perlakuan minyak ikan yang diproteksi oleh sabun kalsium adalah sel/ml. Menurut Tiven et al. (2001), minyak dapat berperan sebagai agen defaunasi bagi protozoa dalam rumen. Menurut Adawiah et al. (2007), penurunan jumlah populasi protozoa dalam rumen disebabkan karena protozoa tidak dapat memproduksi enzim lipolisis. Lemak yang diberikan akan menyelimuti protozoa dan tidak dapat dirombak, sehingga tegangan permukaan dalam sel protozoa lebih rendah dibandingkan dengan luar sel, yang berakibat protozoa mengalami lisis (Adawiah et al., 2007). Menurut Suharti et al. (2010), tingginya populasi protozoa dalam rumen diduga dapat meningkatkan produksi gas metan. Di dalam rumen, protozoa merupakan inang bagi archaea methanogen pada proses transfer hidrogen, sehingga archaea methanogen menggunakan H 2 yang dihasilkan oleh protozoa dan kemudian mengubahnya menjadi CH 4 (metan) (Suharti et al., 2010). 14

28 Volatile Fatty Acid (VFA) Volatile Fatty Acid (VFA) atau asam lemak terbang yang dihasilkan dari fermentasi dalam rumen digunakan sebagai sumber energi utama pada ternak ruminansia. Skema proses metabolisme karbohidrat dalam rumen ternak ruminansia dapat dilihat pada Gambar 3. Selulosa Pati Selobiosa Maltosa Isomaltosa Pektin Hemiselulosa Format Glukosa-1-phosphate Pentosan Asam Uronat Pentosa Glukosa-6-phosphate Fruktosa-6-phosphate Fruktosa-1,6-phosphate Asetil CoA Piruvat Laktat Glukosa Fruktosa Oksalasetat Sukrosa Fruktan Metilmalonil CoA CO 2 H 2 Metan Malonil CoA Asetil phospate Asetoasetil CoA -hidroksibutiril CoA Laktil CoA Akrilil CoA Malat Fumarat Krotonil CoA Butiril CoA Propionil CoA Suksinat Suksinil CoA Asetat Butirat Propionat Gambar 3. Proses Metabolisme Karbohidrat dalam Rumen Ternak Ruminansia (McDonald et al., 2002). Dari total VFA rumen, proporsi molar asetat, propionat dan butirat sekitar 95% (Sun dan Zhao, 2009). Lebih lanjut Schlegel (1994) menyatakan proses fermentasi dalam rumen menghasilkan asam asetat (C 2 ) paling banyak sekitar 50-15

29 70%, diikuti oleh asam propionat (C 3 ) berkisar antara 17-21%, asam butirat (C 4 ) diproduksi sekitar 14-20% dari VFA total, serta asam valerat (C 5 ) dan asam format hanya terbentuk dalam jumlah kecil. Menurut McDonald et al. (2002), di dalam rumen karbohidrat pakan dipecah melalui dua tahap. Tahap pertama adalah proses pencernaan karbohidrat kompleks menjadi gula-gula sederhana, seperti glukosa, fruktosa, dan pentosa yang dihasilkan oleh enzim ekstraselular mikroba. Tahap kedua, gula-gula sederhana tersebut kemudian didegradasi, sehingga menghasilkan hasil akhir utama dari proses pencernaan karbohidrat dalam rumen, antara lain VFA (asam asetat, asam propionat, dan asam butirat), CO 2 (karbon dioksida), serta CH 4 (metana). Selain dihasilkan dari pencernaan karbohidrat, VFA juga dapat dihasilkan dari deaminasi asam amino, yakni asam isobutirat yang dihasilkan dari valine, asam valerat dari proline, asam 2- metilbutirat dari isoleucine, serta asam 3-metil butirat dari leucine (McDonald et al., 2002). Parakkasi (1999) menyatakan bahwa sebagian besar VFA langsung diserap melalui dinding rumen; hanya sedikit asetat, beberapa propionat, dan sebagian besar butirat yang termetabolisme dalam dinding rumen. Lebih lanjut McDonald et al. (2002) merinci sekitar 75% dari total VFA yang diproduksi akan diserap langsung oleh retikulo-rumen yang lalu masuk ke dalam darah, sekitar 20% diserap di abomasum dan omasum, dan sekitar 5% sisa dari total VFA diserap di usus halus. Konsentrasi VFA yang dihasilkan di dalam rumen sangat bervariasi, dipengaruhi oleh pakan ternak dan waktu setelah pemberian pakan (McDonald et al., 2002). Konsentrasi VFA total yang mencukupi untuk pertumbuhan mikroba rumen sebesar mm (Fathul dan Wajizah, 2010). Pemberian konsentrat yang tinggi akan meningkatkan proporsi propionat, sementara pemberian hijauan akan meningkatkan proporsi asetat (McDonald et al., 2002). Hasil penelitian dari Adawiah et al. (2007) menunjukkan bahwa konsentrasi VFA yang didapatkan dari ransum perlakuan yang diberikan minyak jagung dan minyak ikan pada domba adalah 105±28 mm dan 95±23 mm. Perlakuan minyak ikan yang diproteksi dalam bentuk sabun mineral yang ditambahkan dengan kalsium menghasilkan VFA sebesar 118±2 mm. 16

30 Proses biohidrogenasi asam lemak tak jenuh dapat merubah pola fermentasi yang terjadi di dalam rumen. Proses biohidrogenasi yang terjadi berdampak pada penambahan hidrogen pada ikatan rangkap dari asam lemak tak jenuh untuk mengubahnya menjadi ikatan tunggal dalam bentuk asam lemak jenuh (McDonald et al., 2002). Inkorporasi (penggabungan) dua buah atom hidrogen ke asam lemak tak jenuh dapat menurunkan suplai hidrogen yang dibutuhkan oleh archaea methanogen untuk membentuk metan, sehingga asam lemak tak jenuh dapat dijadikan sebagai suplementasi dalam pakan yang dapat menurunkan emisi gas metan dari proses enteric fermentation ternak ruminansia. Penurunan gas metan diharapkan dapat meningkatkan kadar VFA dalam rumen karena kehilangan energi dalam proses fermentasi dapat dikurangi serta meningkatkan efisiensi penggunaan energi. Amonia (NH 3 ) Protein yang berasal dari pakan dipecah menjadi peptida dan asam amino oleh mikroorganisme dalam rumen. Beberapa asam amino kemudian dipecah menjadi asam organik, amonia, dan CO 2. Kadar amonia dalam rumen merupakan petunjuk antara proses degradasi dan proses sintesis protein oleh mikroba rumen. Jika pakan defisien akan protein atau jika proteinnya tahan terhadap proses degradasi, maka konsentrasi amonia dalam rumen akan rendah dan pertumbuhan mikroba rumen akan rendah, yang menyebabkan terganggunya pemecahan karbohidrat (McDonald et al., 2002). Menurut Ørskov (1992), efisiensi pemanfaatan NH 3 untuk sintesis protein di dalam rumen tergantung pada ketersediaan energi. Apabila terjadi kekurangan energi maka protein akan berlebihan dan tidak dapat dimanfaatkan oleh mikroba rumen. Soepranianondo (2005) menyatakan bahwa 60% protein pakan akan diubah menjadi amonia N, sedangkan 40% akan diteruskan ke abomasum dan usus halus untuk dicerna dan diabsorbsi dan sebagian dibuang ke feses. Amonia dibutuhkan sebagai sumber nitrogen untuk pertumbuhan dan pembentukan sel-sel mikroba yang hidup di dalam rumen, terutama bakteri untuk mengoptimalkan fermentasi hijauan (Leng, 1991). Menurut McDonald et al. (2002), kisaran konsentrasi optimum amonia dalam cairan rumen antara mg/l, atau 5 17,65 mm. Menurut Bata dan Suwandyastuti (2005), produksi amonia dalam rumen dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain level protein dalam ransum, waktu 17

31 setelah pemberian pakan, laju penyerapan oleh dinding rumen, level dan laju degradasi protein, dan penyerapan oleh mikroorganisme. Skema proses metabolisme komponen nitrogen dalam tubuh ternak ruminansia dapat dilihat pada Gambar 4. Pakan Protein Nitrogen Bukan Protein Protein Tidak Terdegradasi Protein Terdegradasi Nitrogen Bukan Protein Kelenjar Ludah Peptida Hati Asam Amino Amonia NH 3 Urea Protein Mikroba Dicerna di Usus Halus Ginjal Dikeluarkan di Urin Gambar 4. Proses Pencernaan dan Metabolisme Komponen Nitrogen dalam Rumen (McDonald et al., 2002) Hasil penelitian dari Adawiah et al. (2007) menunjukkan bahwa konsentrasi amonia yang didapatkan dari ransum perlakuan yang diberikan minyak jagung dan minyak ikan pada domba adalah 8,3±0,6 mm dan 8,0±2,6 mm. Perlakuan minyak ikan yang diproteksi dalam bentuk sabun mineral yang ditambahkan dengan kalsium menghasilkan NH 3 sebesar 9,3±3,8 mm. Alantoin Urin Menurut Chen et al. (1992), purin merupakan asam amino bersifat basa yang terdapat di dalam inti sel mikroba yang terdapat dalam digesta yang masuk ke dalam usus halus. McDonald et al. (2002), menyatakan asam nukleat adalah senyawa 18

32 berbobot molekul tinggi yang memiliki peran pokok di makhluk hidup sebagai penyimpan informasi genetik. Protein dari organisme sel tunggal seperti bakteri rumen mengandung banyak asam nukleat ( g/kg BK bakteri) (McDonald et al., 2002). Salah satu senyawa yang dihasilkan dalam proses hidrolisis asam nukleat adalah purin. Skema proses degradasi purin nukleotida dan pembentukan derivat purin pada ternak ruminansia dapat dilihat pada Gambar 5. Adenosine 5 -phospate (AMP) AMP Aminohydrolase 5-Nucleotidase Inosine 5 -Phospate (IMP) Adenosine 5-nucleotidase Deaminasi Adenosine Inosine Adenine Deaminasi Adenine Hypoxanthine Nucleosida Phosphorylase Xanthine Oksidasi Xanthine Oksidasi Xanthine Guanine Deaminasi Guanine Guaninosine Asam Urat Alantoin Uricase Gambar 5. Degradasi Purin Nukleotida dan Pembentukan Derivat Purin (Chen dan Gomes, 1995) Asam nukleat yang meninggalkan rumen pada dasarnya berasal dari mikroba (Chen dan Gomes, 1995). Hal ini dikarenakan pakan ruminan biasanya memiliki kadar purin yang rendah, yang kebanyakan mengalami degradasi ekstensif di dalam rumen sebagai hasil dari fermentasi mikroba. Asam nukleat mikroba yang meninggalkan rumen mengalami pencernaan ekstensif di usus halus. Di usus halus, 19

33 purin nukleotida dihidrolisis menjadi purin nukleosida dan basa bebas. Kedua bentuk dapat diabsorbsi dari usus. Purin nukleosida dan basa bebas yang diserap dari lumen usus mengalami degradasi serta pemanfaatan di mukosa usus. Purin asam nukleat yang diabsorbsi didegradasi dan diekskresikan di urin sebagai derivatnya, antara lain hypoxanthine, xanthine, asam urat, dan alantoin. Ekskresi derivat purin berhubungan langsung dengan absorbsi purin (Chen dan Gomes, 1995). Menurut Arora (1989), sintesis protein mikroba tergantung pada kecepatan absorpsi amonia, kecepatan pemecahan nitrogen pakan, kebutuhan mikroba akan asam amino, kecepatan bahan keluar dari rumen, dan jenis fermentasi mikroba berdasarkan jenis pakan. Ekskresi derivat purin di urin ruminansia dapat digunakan untuk mengestimasi suplai protein mikroba rumen ke tubuh ternak (Chen et al., 1990). Hal tersebut dapat dilakukan dengan melakukan perhitungan (Chen dan Gomes, 1995) terhadap absorpsi purin mikroba (X) melalui derivat purin yang diekskresikan (Y) dengan hubungan berupa: Y = 0,84 X + (0,150 W 0,75 e -0,25X ). Selanjutnya N mikroba yang mengalir dalam usus dihitung dari nilai purin yang diabsorpsi (X) berdasarkan persamaan: N Mikroba = X 70 = 0,727 X. 0,116 0, Neraca Nitrogen (N) pada Ruminansia Neraca N digunakan untuk mengevaluasi apakah N dalam pakan yang diberikan ke ternak telah cukup untuk memenuhi kebutuhan ternak ataukah ternak harus merombak jaringan tubuhnya untuk memenuhi kebutuhan sebagai konsekuensi atas kehilangan pada proses pencernaan pakan. Keseimbangan (neraca) N dapat pula digunakan untuk menentukan kebutuhan protein ternak untuk mencukupi hidup pokok, pertumbuhan dan produksi, serta dapat digunakan untuk mengetahui kualitas protein atau nilai biologis protein pakan (Purbowati, 2001). Imbangan N dapat dipakai untuk menentukan kebutuhan protein guna keperluan pertumbuhan (Tahuk et al., 2008). Takaran minimal protein yang memberi retensi maksimal untuk pertumbuhan ternak dalam prinsip imbangan N adalah kebutuhan protein bagi ternak (Tillman et al., 1991). Retensi N merupakan selisih antara N yang dikonsumsi, yang berada dalam makanan, dengan N yang keluar dari dalam tubuh. Nitrogen yang dikeluarkan dari tubuh terdiri dari N dalam feses dan N dalam urin. Nitrogen feses terdiri dari N 20

34 makanan yang tidak di absorbsi serta N yang berasal dari tubuh seperti sel-sel epitel usus yang rusak (Parakkasi, 1999). Peningkatan laju deposisi protein (N) dalam jaringan pada ternak sangat dipengaruhi oleh suplai protein (N) ransum (Rimbawanto dan Iriyanti, 2000). Meningkatnya konsumsi N tidak selalu disertai dengan peningkatan bobot badan terutama jika energi dalam ransum rendah (Parakkasi, 1999). Penambahan minyak ke dalam pakan dapat digunakan untuk menilai efisiensi penggunaan N (Sun dan Zhao, 2009), apakah energi yang dibutuhkan oleh ternak telah tercukupi ataukah ternak harus merombak protein tubuhnya menjadi sumber energi (Purbowati, 2001). Penambahan minyak juga dapat digunakan sebagai sumber asam lemak esensial. Kecukupan asam lemak esensial yang termasuk dalam asam lemak tak jenuh juga harus diperhatikan karena menurut McDonald et al. (2002), defisiensi asam lemak tak jenuh dalam pakan dapat menurunkan nilai retensi N dalam tubuh. 21

35 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang (Kandang) B Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Analisis kimia dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja; Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi; Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Ternak Perah, Fakultas Peternakan; serta Laboratorium Pusat Antar Universitas (PAU), Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan dari bulan Juli 2011 sampai Maret Materi Ternak Percobaan Ternak yang digunakan adalah 12 ekor domba lokal betina lepas sapih berumur sekitar 2-3 bulan dengan bobot badan rata-rata 9,32±2,28 kg. Domba yang digunakan adalah domba milik Laboratorium Lapang B Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, yang merupakan persilangan antara domba lokal asal Unit Pendidikan dan Penelitian Peternakan Jonggol (UP3J), Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor yang berada di daerah Jonggol, Jawa Barat dengan domba garut. Domba UP3J sendiri merupakan persilangan dari domba garut dengan domba ekor tipis. Contoh domba penelitian ditunjukkan pada Gambar 6. Gambar 6. Contoh Domba Penelitian 22

36 Kandang Kandang yang digunakan dalam penelitian adalah kandang individu sebanyak dua belas buah, berukuran cm 3 yang dilengkapi dengan tempat pakan dan tempat air minum dari bahan plastik. Alas kandang dibuat dari kayu papan, antar satu kayu papan dengan yang lainnya diberikan jarak ±2 cm. Hal tersebut dimaksudkan agar kotoran yang dikeluarkan oleh ternak dapat jatuh ke tempat penampungan yang berada di bawah bangunan kandang. Suhu dan kelembaban ratarata di dalam kandang pada pagi hari sebesar 21,5 ºC dan 91% serta pada siang hari 33,5 ºC dan 46%. Pada minggu-minggu awal penelitian di beberapa kandang individu, alas kayu papan tersebut ditutupi oleh rerumputan kering untuk mencegah kaki domba yang berukuran kecil tidak terperosok ke dalam alas kayu papan. Pada minggu akhir penelitian, yaitu saat pengambilan sampel feses dan urin, digunakan kandang panggung. Tempat pakan dan minum juga dinaikkan menyesuaikan kondisi ketinggian kandang panggungnya. Kandang yang digunakan pada penelitian ditunjukkan pada Gambar 7. Gambar 7. Kandang Penelitian Alat dan Bahan Peralatan yang digunakan dalam penelitian antara lain timbangan gantung kapasitas 50 kg untuk menimbang bobot badan domba, serta timbangan digital untuk menimbang pakan dan sisa pakan. Untuk pengambilan sampel urin dan rumen peralatan yang digunakan adalah kandang metabolis yang dimodifikasi, gelas ukur, termos, tabung film dan wadah penampung. Peralatan yang digunakan dalam melakukan analisis di laboratorium antara lain sentrifugasi, tabung reaksi, alat 23

37 destilasi uap, labu erlenmeyer, cawan Conway, alat-alat titrasi, counting chamber, Vortex, alkohol bath, spektrofotometer, serta labu Kjeldahl. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain HgCl 2 ; H 2 SO 4 7%; H 2 SO 4 15%, NaOH 0,5 N; Phenol Pthalin; HCl 0,5 N; larutan Na2CO3 jenuh; larutan asam borat berindikator; vaselin; H2SO4 0,005 N; Tryphan Blue Formaline Salin (TBFS); NaOH 0,5 M; HCl 0,5 M; Penylhydrazine; HCl pekat; potassium; Selenium mixture; H2SO4 pekat; NaOH 40%; H3BO3 2%; Brom Cresol Green- Methyl Red; HCl 0,1 N; es batu; aquades; serta air. Contoh peralatan yang digunakan di lapang dan di laboratorium ditunjukkan pada Gambar 8. (a) (b) (c) (d) (e) Gambar 8. Perlengkapan Penelitian berupa: (a) timbangan digital, (b) timbangan gantung kapasitas 50 kg, (c) cawan Conway, (d) peralatan destilasi uap, (e) peralatan titrasi. Pakan Pakan yang diberikan sebesar 3% 4% bobot badan dengan rasio hijauan:konsentrat adalah 30%:70%, dengan penyusunan pakan berdasarkan kadar protein kasar (PK) sebesar ±15% dan kadar total digestible nutrient (TDN) ±72%. Air minum diberikan ad libitum. Komposisi bahan pakan yang digunakan dalam 24

38 ransum tercantum pada Tabel 3 dan kandungan nutrien zat makanan tercantum pada Tabel 4. Tabel 3. Komposisi Bahan Pakan Bahan Pakan Perlakuan M0 MJ MIL MILT %BK Rumput 30,00 30,00 30,00 30,00 Onggok 17,00 17,00 17,00 17,00 Bungkil Kelapa 50,50 49,00 49,00 49,00 CaCO3 1,50 1,50 1,50 1,50 Garam 0,25 0,25 0,25 0,25 Premix 0,15 0,15 0,15 0,15 Urea 0,60 0,60 0,60 0,60 Minyak Jagung - 1, Minyak Ikan Lemuru - - 1,50 - Minyak Ikan Terproteksi ,50 Keterangan: M0 = pakan kontrol (tanpa minyak); MJ = pakan yang mengandung 1,5% minyak jagung; MIL = pakan yang mengandung 1,5% minyak ikan lemuru; MILT = pakan yang mengandung 1,5% minyak ikan lemuru terproteksi. Tabel 4. Kandungan Nutrien Pakan Perlakuan (Konsentrat + Hijauan) Kandungan Nutrien Ransum Penelitian M0 MJ MIL MILT %BK Abu 8,68 7,70 8,08 7,53 Protein Kasar 18,27 16,79 16,33 16,32 Lemak Kasar 3,84 5,21 6,37 9,33 Serat Kasar 14,91 15,50 15,24 15,03 Beta-N 54,30 54,81 53,98 51,80 Total Digestible Nutrien * 72,47 74,82 74,07 74,07 Keterangan: Hasil analisis Laboratorium PAU, IPB (2012). *) Perhitungan TDN menurut Wardeh (1981). M0 = pakan kontrol (tanpa minyak); MJ = pakan yang mengandung 1,5% minyak jagung; MIL = pakan yang mengandung 1,5% minyak ikan lemuru; MILT = pakan yang mengandung 1,5% minyak ikan lemuru terproteksi. 25

39 Metode Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 4 perlakuan dan 3 ulangan. Pengelompokan pada penelitian ini didasarkan pada bobot badan domba, yakni bobot badan besar (11,80 ± 1,82 kg), bobot badan sedang (9,15 ± 0,53 kg), dan bobot badan kecil (7,00 ± 0,33 kg). Model matematik yang digunakan adalah sebagai berikut (Steel dan Torrie, 1993): Y ij = µ + i + β j + ij Keterangan: Y ij i β j ij = Nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j = Nilai rataan umum = Pengaruh perlakuan ke-i = Pengaruh kelompok ke-j = Pengaruh galat perlakuan ke-i dan ulangan ke-j Prosedur Pemeliharaan Pemeliharaan domba dilakukan selama ±3 bulan. Sebelum digunakan domba ditimbang terlebih dahulu, untuk mendapatkan bobot badan awal sebelum perlakuan. Domba ditimbang setiap dua minggu sekali agar diketahui perubahan bobot badannya. Konsentrat diberikan setiap pagi, sementara hijauan berupa rumput lapang diberikan dua jam setelah pemberian konsentrat dan sore hari. Pakan yang diberikan 3% dari bobot badan, tetapi seiring bertambahnya bobot badan maka konsumsi ransum dinaikkan sampai 4%. Konsumsi dan sisa pakan ditimbang setiap hari. Pengambilan Cairan Rumen Pengambilan sampel cairan rumen dilakukan dengan menggunakan alat bantu selang yang dimodifikasi, dalam waktu empat jam setelah pemberian pakan. Sampel rumen yang disimpan dalam termos lalu diberikan HgCl 2 untuk menghentikan aktivitas mikroba, kemudian ditutup rapat. Sementara sampel yang akan digunakan untuk perhitungan populasi protozoa disimpan dalam tabung film tetapi tidak diberikan merkuri klorida (HgCl 2 ), kemudian ditutup rapat. 26

40 Pengumpulan Sampel Urine Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan penampungan urin yang dipasang pada bagian bawah tiap kandang panggung ternak. Sampel urin ditampung dengan menggunakan wadah yang telah ditetesi H 2 SO 4 7% sekitar 10 ml untuk mencegah terjadinya penguapan nitrogen (N). Koleksi urin dilakukan selama tiga hari. Urin yang telah terkumpul lalu dikompositkan dan diambil sampel untuk kemudian disimpan dalam freezer dan dapat digunakan sebagai contoh dan dianalisis kandungan N dan alantoinnya. Pengukuran Populasi Protozoa Rumen (Ogimoto dan Imai, 1981) Populasi protozoa dihitung berdasarkan pewarnaan dengan larutan Tryphan Blue Formaline Salin (TBFS). Tahapan perhitungan adalah cairan rumen dicampur dengan larutan TBFS dengan perbandingan 1:1. Dua tetes campuran tersebut ditempatkan pada counting chamber setebal 0,2 mm, luas kotak terkecil 0,0625 mm 2. Perhitungan jumlah protozoa dilakukan dengan mikroskop pada pembesaran 100 kali. Protozoa per ml cairan rumen dihitung dengan rumus: Protozoa/ml cairan rumen = Keterangan: C FP 0,2 0, C = jumlah protozoa terhitung dalam counting chamber FP = faktor pengenceran Pengukuran Konsentrasi VFA (Steam Destilation Methode) Pengukuran konsentrasi volatile fatty acid (VFA) dalam rumen dilakukan menurut metode destilasi uap (Department of Dairy Science, 1966). Sampel supernatan yang akan dianalisis diambil sebanyak 5 ml, kemudian dimasukan ke dalam tabung destilasi. Labu erlenmeyer yang berisi 5 ml NaOH 0,5 N ditempatkan di bawah selang tampungan. Sebanyak 1 ml H 2 SO 4 15% ditambahkan ke tabung destilasi yang di dalamnya telah berisi larutan sampel, kemudian penutup kacanya segera ditutup, dan dibilas dengan aquadest secukupnya. VFA akan didesak oleh uap air dan akan terkondensasi dalam pendingin. Air yang terbentuk kemudian ditampung oleh labu erlenmeyer yang telah berisi 5 ml NaOH 0,5 N sampai volumenya mencapai 300 ml. Indikator PP (Phenol Pthalin) ditambahkan sebanyak 2-3 tetes pada air yang ditampung tersebut. Air tampungan tersebut lalu dititrasi 27

41 dengan HCl 0,5 N sampai warna titrat berubah dari merah menjadi merah muda seulas. Konsentrasi VFA total yang dihasilkan dihitung dengan menggunakan rumus: mm VFA total = (a b) N HCl Keterangan: a = volume titran blangko b = volume titran contoh Pengukuran Konsentrasi NH 3 (Conway Micro Diffusion Methode) Pengukuran konsentrasi amonia (NH 3 ) dilakukan menurut metode mikro difusi Conway (Department of Dairy Science, 1966). Sebelum sampel diletakkan dalam cawan Conway, terlebih dahulu bibir cawan diolesi dengan vaselin. Sampel supernatan diambil sebanyak 1 ml, kemudian ditempatkan pada salah satu ujung cawan Conway. Sebanyak 1 ml larutan Na 2 CO 3 jenuh ditempatkan pada ujung lain dari cawan Conway yang berseberangan dengan supernatan. Sebanyak 1 ml larutan asam borat berindikator ditempatkan dalam bagian yang terletak di tengah cawan Conway. Cawan Conway yang telah diolesi vaselin ditutup rapat hingga tidak ada udara yang masuk. Larutan Na 2 CO 3 dicampurkan dengan supernatan hingga merata, yakni dengan cara cawan tersebut digoyang goyangkan dan dimiringkan. Setelah itu dibiarkan selama 24 jam dalam suhu kamar. Setelah 24 jam cawan tersebut dibuka. Asam borat berindikator dititrasi dengan H 2 SO 4 0,005 N hingga terjadi perubahan warna dari biru menjadi merah. Hasil titrasi dicatat dan konsentrasi amonia (NH 3 ) dihitung dengan mengggunakan rumus:. N NH 3 (mm) = ml H2SO 4 N H 2 SO Pengukuran Alantoin Urin (Chen dan Gomes, 1995) Pengukuran konsentrasi amonia (NH 3 ) dilakukan menurut metode kolorimeter (Colorimetric Methode). Sebanyak 1 ml sampel, standar, dan blanko dimasukkan ke dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan 5 ml aquades dan 1 ml NaOH 0,5 M. Larutan diaduk dengan menggunakan Vortex, lalu disimpan di tabung reaksi dalam air mendidih selama tujuh menit. Tabung diangkat kemudian dinginkan dalam air es. Setiap tabung ditambahkan dengan 1 ml HCl 0,5 M sampai ph mendekati 2 3. Ditambahkan pula 1 ml Penylhydrazine, diaduk kembali menggunakan Vortex, kemudian dimasukkan kembali ke dalam air mendidih selama 7 menit. Tabung diangkat dari air mendidih kemudian dimasukkan ke dalam alkohol bath beberapa 28

42 menit. Sebanyak 3 ml HCl pekat dan 1 ml potassium ditambahkan. Absorbansi dibaca pada 522 nm setelah 20 menit. Analisis Konsentrasi Nitrogen (AOAC, 1980) Sampel kering sebanyak 0,25 g ditempatkan dalam labu Kjeldahl dan ditambahkan 0,25 g Selenium mixture dan 20 ml H 2 SO 4 pekat. Selanjutnya dilakukan destruksi (pemanasan dalam keadaan mendidih) selama 1 jam hingga larutan jernih. Setelah dingin, larutan tersebut ditambahkan aquadest hingga 120 ml. Sebanyak 5 ml sampel diambil dan 10 ml NaOH 40%, lalu didestilasi. Hasil destilasi tersebut ditampung dalam labu erlenmeyer yang berisi campuran antara 10 ml H 3 BO 3 2% dan 2 tetes indicator Brom Cresol Green-Methyl Red yang berwarna merah muda. Setelah volume hasil destilat mencapai 40 ml dan berwarna hijau kebiruan, destilasi dihentikan. Hasil destilasi dititrasi dengan HCl 0,1 N hingga berwarna merah muda. Perlakuan yang sama juga dilakukan terhadap blanko. Kadar nitrogen total dihitung dengan rumus: % Kadar N = 100% Keterangan: S = volume titran sampel (ml); B = volume titran blanko (ml); w = bobot sampel kering (mg). Pengukuran Konsumsi Nitrogen Konsumsi Bahan Kering % Protein Kasar Pakan Konsumsi Nitrogen (g/e/h) = 6,25 Konsumsi Nitrogen Konsumsi Nitrogen (g/kg BB 0,75 /h) = Bobot Badan 0,75 Pengukuran Nitrogen Feses Feses yang Keluar % Protein Kasar Feses Nitrogen Feses (g/e/h) = 6,25 Nitrogen Feses Nitrogen Feses (g/kg BB 0,75 /h) = Bobot Badan 0,75 29

43 Pengukuran Nitrogen Urin Nitrogen Urin (g/e/h) = % N Urin Volume Urin Berat Jenis Urin Nitrogen Urin (g/kg BB 0,75 /h) = Nitrogen Urin Bobot Badan 0,75 Pengukuran Nitrogen Tercerna Nitrogen Tercerna (g/e/h) = Konsumsi Nitrogen Nitrogen Feses Nitrogen Tercerna (g/kg BB 0,75 /h) = Nitrogen Tercerna Bobot Badan 0,75 Pengukuran Kecernaan Nitrogen Nitrogen Tercerna Kecernaan Nitrogen (%) = Konsumsi Nitrogen Pengukuran Retensi Nitrogen Retensi Nitrogen (g/e/h) = Konsumsi Nitrogen Nitrogen Feses Nitrogen Urin Retensi Nitrogen (g/kg BB 0,75 /h) = Retensi Nitrogen Bobot Badan 0,75 Perhitungan Ekskresi Derivat Purin (Chen dan Gomest, 1995) Ekskresi Derivat Purin (mmol/l) = Ekskresi Alantoin 0,85 Perhitungan Efisiensi Pemanfaatan Nitrogen (Sun dan Zhao, 2009) Retensi Nitrogen Efisiensi Pemanfaatan Nitrogen (%) = 100% Konsumsi Nitrogen Perlakuan Perlakuan yang diberikan pada domba yaitu pemberian berbagai macam minyak sebagai sumber asam lemak tak jenuh. Perlakuan yang diberikan antara lain: M0 MJ MIL = Pakan kontrol (tanpa minyak) = Pakan yang mengandung 1,5% minyak jagung = Pakan yang mengandung 1,5% minyak ikan lemuru 30

44 MILT = Pakan yang mengandung 1,5% minyak ikan lemuru terproteksi Peubah yang diamati 1. Populasi Protozoa Rumen 2. Pengukuran Konsentrasi VFA 3. Pengukuran Konsentrasi NH 3 4. Pengukuran Alantoin Urin 5. Analisis Konsentrasi Nitrogen 6. Pengukuran Konsumsi Nitrogen 7. Pengukuran Nitrogen Feses 8. Pengukuran Nitrogen Tercerna 9. Pengukuran Kecernaan Nitrogen 10. Pengukuran Nitrogen Urin 11. Pengukuran Retensi Nitrogen: 12. Perhitungan Ekskresi Derivat Purin 13. Efisiensi Pemanfaatan Nitrogen Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis dengan Analysis of Variance. Jika perlakuan berpengaruh nyata terhadap peubah yang diukur maka dilanjutkan dengan uji lanjut kontras orthogonal (Steel dan Torrie, 1993). 31

45 HASIL DAN PEMBAHASAN Populasi Protozoa Protozoa merupakan jenis mikroorganisme yang menempati populasi kedua terbesar di dalam rumen. Berdasarkan hasil sidik ragam, tidak ada pengaruh yang nyata (P>0,05) antar perlakuan terhadap populasi protozoa dalam rumen. Populasi protozoa yang dihasilkan dari perlakuan dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Populasi Protozoa Dalam Rumen Perlakuan Total Protozoa ( 10 4 sel/ml ) M0 9,10 MJ 6,92 MIL 7,31 MILT 12,95 SEM 1.37 Keterangan: M0 = pakan kontrol (tanpa minyak), MJ = pakan yang mengandung 1,5% minyak jagung, MIL = pakan yang mengandung 1,5% minyak ikan lemuru, MILT = pakan yang mengandung 1,5% minyak ikan lemuru terproteksi. SEM = standard error of mean Populasi protozoa dalam rumen yang tidak berbeda secara nyata menandakan bahwa pemberian minyak yang berbeda sebagai sumber asam lemak tak jenuh pada level 1,5% memiliki pengaruh yang sama terhadap populasi protozoa dalam rumen. Populasi protozoa yang diperoleh pada penelitian ini antara 6,92 12,95 ( 10 4 sel/ml), masih rendah dibandingkan standar populasi protozoa menurut Ogimoto dan Imai (1981) yang menyatakan populasi protozoa optimal adalah sel/ml. Populasi protozoa pada penelitian ini sejalan dengan populasi protozoa yang diperoleh oleh Adawiah et al. (2007), yakni 6,5 10,4 ( 10 4 sel/ml). Hasil yang diperoleh Zain et al. (2008) menunjukkan bahwa penggunaan minyak jagung mampu mengeliminasi protozoa rumen secara signifikan sampai 11,72% dari 1, sel/ml menjadi 1, sel/ml dan mengakibatkan peningkatan populasi bakteri rumen dari 8, koloni/ml menjadi 11, koloni/ml, atau naik sebesar 29,5%. 32

46 Volatile Fatty Acid (VFA) Fermentabilitas Pengaruh perlakuan terhadap konsentrasi VFA dalam rumen yang tertera di Tabel 6 menunjukkan bahwa perlakuan berbagai jenis minyak yang digunakan pada penelitian ini sangat nyata mempengaruhi produksi VFA dalam rumen (P<0,01). Rataan produksi VFA pada perlakuan MJ dan MIL sangat berbeda nyata (P<0,01) meningkat dibandingkan dengan M0 dan MILT. Hal ini menggambarkan bahwa pemberian MJ dan MIL dapat meningkatkan efisiensi metabolisme energi di dalam rumen. Menurut Sutardi (1997), penggunaan minyak jagung dalam ransum menghasilkan efisiensi penggunaan energi (VFA) sebesar 81% dan gas CH 4 sebesar 20,8%. Hartati (1998) juga menyatakan konsentrasi VFA total meningkat secara linear apabila ransum mendapat penambahan minyak ikan lemuru. Rataan produksi VFA pada penelitian ini berkisar dari 110,24 171,49 mm. Rataan yang dihasilkan masih berada dalam kisaran normal, sesuai dengan pernyataan Fathul dan Wajizah (2010) yang mengatakan bahwa konsentrasi VFA total yang mencukupi untuk pertumbuhan mikroba rumen adalah mm. Tabel 6. Produksi VFA dan NH 3 Dalam Rumen Parameter Perlakuan M0 MJ MIL MILT SEM VFA (mm) 118,59 c 171,49 a 141,42 b 110,24 c 8,40 NH 3 (mm) 6,49 7,48 6,90 5,47 0,48 Rasio VFA/NH 3 18,40 25,66 21,28 21,19 1,53 Keterangan: M0 = pakan kontrol (tanpa minyak), MJ = pakan yang mengandung 1,5% minyak jagung, MIL = pakan yang mengandung 1,5% minyak ikan lemuru, MILT = pakan yang mengandung 1,5% minyak ikan lemuru terproteksi. SEM = standard error of mean Rataan dengan superskrip huruf kecil dalam baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) Kedua pemberian lemak pada perlakuan MJ dan MIL sangat nyata (P<0,01) meningkatkan VFA dalam rumen domba. Hal tersebut dikarenakan populasi protozoa yang diperoleh pada domba yang diberi perlakuan MJ dan MIL cenderung menurun (Tabel 5). Penurunan jumlah protozoa akibat penambahan minyak sebagai sumber asam lemak tak jenuh diduga akan meningkatkan populasi bakteri dalam 33

47 rumen. Zain et al. (2008) menyatakan bahwa penggunaan minyak jagung sebagai agen defaunasi mampu mengeliminasi protozoa rumen dari 1, sel/ml menjadi 1, sel/ml dan mengakibatkan peningkatan populasi bakteri rumen dari 8, koloni/ml menjadi 11, koloni/ml, atau naik sebesar 29,5%. Menurut Fathul dan Wajizah (2010), bertambahnya jumlah bakteri rumen sebanyak satu milyar sel/ml akan meningkatkan produk VFA sebanyak 0,1592 mm. Jumlah bakteri mempengaruhi produk VFA sebanyak 85%, sedangkan sebanyak 15% oleh faktor lain. Produksi VFA pada MJ nyata lebih tinggi (P<0,05) daripada VFA yang diproduksi oleh MIL. Tingginya VFA yang diperoleh oleh MJ dibandingkan MIL sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Adawiah et al. (2007), yang mendapatkan nilai VFA pada ransum yang diberi minyak jagung lebih tinggi 10 mm dibandingkan yang diberi minyak ikan ((MJ = 105±28 mm; MIL = 95±23 mm). Lebih tingginya konsentrasi VFA yang dihasilkan oleh MJ dibandingkan MIL diduga disebabkan selain karena populasi protozoa yang dihasilkan perlakuan MIL lebih rendah dari yang dihasilkan perlakuan MJ (Tabel 5), namun dapat juga disebabkan oleh konsumsi pakan domba. Konsumsi bahan kering konsentrat MJ (348,05 g/e/h) cenderung lebih tinggi dibandingkan konsumsi bahan kering konsentrat MIL (336,59 g/e/h) (Ici, 2012). Konsumsi yang cenderung lebih rendah dengan pemberian MIL dibandingkan dengan MJ mungkin disebabkan oleh bau amis dari MIL yang kurang disukai oleh ternak. Lemak juga diketahui mengandung energi yang lebih tinggi daripada karbohidrat atau protein dan menghasilkan panas metabolis yang lebih rendah (Sudarman et al., 2008). Akan tetapi, hal tersebut tidak terjadi pada pemberian pakan yang mengandung minyak ikan lemuru terproteksi (MILT). Produksi VFA pada minyak yang terproteksi (MILT) nyata lebih rendah jika dibandingkan dengan yang tidak terproteksi (MIL) (P<0,01). Produksi VFA MILT tidak berbeda secara nyata dengan perlakuan pakan kontrol (M0) yang tanpa penambahan minyak (P>0,05), bahkan nilainya cenderung mengalami penurunan. Hal tersebut diduga disebabkan oleh proses perlindungan dengan saponifikasi minyak ikan lemuru menjadi garam karboksilat. Proses saponifikasi tersebut ikut berperan dalam melindungi lemak, terutama asam lemak tak jenuh dari proses hidrogenasi di dalam rumen. Dalam 34

48 rumen sabun garam karboksilat itu belum mencair karena sabun yang terbentuk berupa kristal padat dan kompak tersebut mudah mencair pada ph 3. Pada kondisi lingkungan yang netral seperti rumen, sabun dapat melewati rumen tanpa mengganggu aktifitas rumen. Saat melewati omasum sampai usus halus (yang memiliki ph 4-3) sabun akan terurai menjadi asam lemak bebas. Selanjutnya asam lemak diserap melalui usus halus untuk digunakan sebagai energi (Joseph, 2007). Penurunan kadar VFA pada lemak yang diproteksi juga dilaporkan oleh Tiven et al. (2011), yang melaporkan terjadinya penurunan terhadap kadar asetat, propionat, butirat, serta total VFA pada perlindungan sumber lemak dari crude palm oil (CPO) dengan formaldehida. Amonia (NH 3 ) Amonia (NH 3 ) merupakan sumber nitrogen utama yang penting untuk sintesis protein mikroba. Pemberian berbagai minyak sebagai sumber asam lemak di pakan yang tertera pada Tabel 6 tidak mempengaruhi konsentrasi NH 3 dalam rumen secara nyata (P>0,05). Hal tersebut menandakan bahwa pemberian minyak yang berbeda sebagai sumber asam lemak tak jenuh pada level 1,5% memiliki pengaruh yang sama dalam proses degradasi protein dalam rumen, sehingga tidak mempengaruhi pasokan nitrogen untuk mikroba rumen. Kadar NH 3 yang dihasilkan oleh domba yang diberi minyak lemuru yang diproteksi cenderung menghasilkan nilai NH 3 yang terendah. Konsentrasi NH 3 pada minyak lemuru terproteksi sejalan dengan yang hasil penelitian Tiven et al. (2011), yang mendapatkan kenaikan level formaldehida sebagai agen perlindungan terhadap CPO menyebabkan kadar amonia mengalami penurunan. Hal tersebut karena partikel minyak dikelilingi oleh ikatan antara protein dengan formaldehida. Ikatan tersebut tidak terpecah pada kondisi ph yang netral (6 7) di dalam rumen, sehingga minyak tidak mengganggu aktivitas fermentasi di dalamnya. Kisaran konsentrasi yang didapat (5,47 7,48 mm) masih berada dalam kisaran normal konsentrasi NH 3, menurut McDonald et al. (2002) yaitu 5 17,65 mm. Walaupun kisaran NH 3 yang dihasilkan masih berada dalam kisaran normal, tetapi konsentrasi NH 3 dari keempat perlakuan ini dapat dikatakan rendah. Adawiah et al. (2007) mendapatkan nilai NH 3 pada perlakuan 1,5% minyak jagung sebesar 8,3 mm dan perlakuan 1,5% minyak ikan sebesar 8,0 mm. Cenderung rendahnya konsentrasi 35

49 NH 3 tersebut diduga disebabkan sumber protein utama yang dipakai pada penelitian ini adalah bungkil kelapa sebesar 49% 50,50% dari total ransum. Hal tersebut dikarenakan menurut Sampath (1990), bungkil kelapa tergolong sebagai bahan pakan dengan kandungan undegradable dietary protein (UDP) tinggi, yakni 70% 81%, dengan nilai rata-rata yakni 76% dari protein kasar. Protein sulit terdegradasi (UDP) merupakan protein pakan yang tidak terdegradasi dalam rumen sehingga menjadi protein bypass lalu sampai ke usus halus untuk diserap. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan McDonald et al. (2002) yang menyatakan jika protein pakannya sulit didegradasi dalam rumen, maka konsentrasi NH 3 dalam rumen akan rendah. Penelitian ini menggunakan onggok sebagai sumber karbohidrat yang mudah terfermentasi. Ranjhan (1977) menyatakan bahwa peningkatan jumlah karbohidrat yang mudah difermentasi akan mengurangi produksi NH 3, karena terjadi kenaikan penggunaan NH 3 untuk pertumbuhan protein mikroba. Kondisi yang ideal adalah sumber energi tersebut difermentasi sama cepatnya dengan pembentukan NH 3, dengan cara menyediakan karbohidrat nonstruktural atau readily available carbohydrate (RAC) dan nitrogen secara seimbang (Syahrir et al., 2009). Diharapkan pada saat NH 3 terbentuk, terdapat produk fermentasi asal karbohidrat (VFA) yang akan digunakan sebagai sumber kerangka karbon dari asam amino protein mikroba yang prekursor utamanya berasal dari NH 3. Mikroba rumen memiliki kemampuan untuk mengubah urea sebagai sumber non protein nitrogen (NPN) menjadi protein, karena ketika memasuki rumen urea segera dihidrolisis menjadi NH 3 oleh enzim urease dari bakteri (McDonald et al., 2002). Rasio VFA dan Amonia (NH 3 ) Rasio VFA dan NH 3 merupakan perbandingan antara konsentrasi VFA dan konsentrasi NH 3 yang dihasilkan di dalam rumen. Tidak terdapat perbedaan yang nyata (P>0,05) antar sumber asam lemak tak jenuh, baik yang diproteksi maupun yang tidak diproteksi dengan kontrol terhadap rasio VFA dan NH 3. Hal tersebut menandakan bahwa pemberian minyak yang berbeda sebagai sumber asam lemak tak jenuh pada level 1,5% memiliki pengaruh yang sama terhadap produk fermentasi yang terjadi di dalam rumen. Rasio VFA dan NH 3 yang dihasilkan dari perlakuan dapat dilihat pada Tabel 6. 36

50 Menurut Prayuwidayati dan Widodo (2007), rasio antara VFA terhadap NH 3 mempengaruhi kecukupan kebutuhan mikroba rumen untuk metabolisme optimal di dalam rumen. Pada penelitian Prayuwidayati dan Widodo (2007), didapatkan rasio VFA dan NH 3 sebesar 9,75 14,55. Rasio antara VFA dan NH 3 yang dihasillkan dari penelitian ini berkisar antara 18,40 25,66. Rasio pada penelitian ini lebih tinggi jika dibandingkan hasil Prayuwidayati dan Widodo (2007). Hal tersebut dikarenakan konsentrasi VFA yang dihasilkan pada penelitian ini (110,24 171,49 mm) lebih tinggi dibandingkan hasil Prayuwidayati dan Widodo (2007) (70,00 90,00 mm), sementara konsentrasi NH 3 yang dihasilkan (5,47 7,48 mm) lebih rendah dibandingkan konsentrasi NH 3 yang dihasilkan Prayuwidayati dan Widodo (2007) yang berkisar antara 5,84 9,36 mm. Konsentrasi VFA yang tinggi sementara konsentrasi NH 3 yang rendah diduga mengurangi efisiensi pembentukan protein mikroba, karena banyak tersedianya kerangka karbon bagi pembentukan protein mikroba tidak diimbangi dengan sumber nitrogen utama bagi sintesis protein mikroba. Alantoin Alantoin dapat digunakan untuk memperkirakan produksi protein mikroba rumen, karena alantoin dikeluarkan oleh ternak dalam jumlah yang lebih konstan dari derivat purin lainnya (Orellana-Boero et al., 2001). Lebih lanjut Chen dan Gomes (1995) menyatakan bahwa dalam 100% derivat purin yang diekskresikan di urin, 85%-nya merupakan senyawa alantoin. Kadar alantoin dalam urin yang dihasilkan dari perlakuan dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Alantoin Domba Perlakuan Parameter Perlakuan M0 MJ MIL MILT SEM Ekskresi Alantoin (mmol/l) 0,19 0,15 0,17 0,25 0,02 Ekskresi Derivat Purin (mmol/l) 0,22 0,18 0,20 0,30 0,02 Keterangan: M0 = pakan kontrol (tanpa minyak), MJ = pakan yang mengandung 1,5% minyak jagung, MIL = pakan yang mengandung 1,5% minyak ikan lemuru, MILT = pakan yang mengandung 1,5% minyak ikan lemuru terproteksi. SEM = standard error of mean 37

51 Pada Tabel 7, alantoin yang diekskresikan oleh domba tidak dipengaruhi secara nyata (P>0,05) perlakuan sumber asam lemak tak jenuh yang diberikan. Ekskresi alantoin yang tidak berbeda secara nyata menandakan bahwa pemberian minyak yang berbeda sebagai sumber asam lemak tak jenuh pada level 1,5% masih termasuk dalam level yang aman dan memiliki pengaruh yang sama terhadap proses pembentukan derivat purin pada ternak. Walaupun tidak berbeda secara statistika, namun pemberian sumber asam lemak tak jenuh cenderung menurunkan ekskresi alantoin dibandingkan kontrol. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Jalč et al. (2006) yang menyatakan pemberian lemak yang tinggi dapat membatasi sintesis yang dilakukan oleh mikroba rumen. Asam lemak tidak jenuh memiliki efek toksik bagi bakteri. Nilai kisaran yang didapatkan dari penelitian ini (0,15 0,25 mmol/l) lebih rendah dibandingkan penelitian Nurlaela (2006) yang membandingkan derivat purin antara domba dan kambing lokal, dengan nilai yang diperoleh pada alantoin domba lokal adalah 0,22 0,24 mm. Perbedaan nilai ekskresi alantoin ini diduga karena kecepatan bahan keluar dari rumen, kecepatan absorpsi amonia, kecepatan pemecahan nitrogen pakan, dan jenis fermentasi mikroba berdasarkan jenis pakannya. Besarnya mikroba yang tersedia untuk ternak kemungkinan sangat dipengaruhi oleh tingkat pemberian pakan (Chen et al., 1992). Neraca Nitrogen (N) Konsumsi Nitrogen (N) Hasil pengukuran konsumsi nitrogen (N) dapat dilihat pada Tabel 8. Ransum perlakuan yang diberikan tidak memberikan pengaruh yang nyata (P>0,05), saat nilainya dihitung per gram per ekor per hari maupun per bobot badan metabolis terhadap konsumsi N ternak percobaan. Konsumsi N yang tidak berbeda pada penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian minyak yang berbeda sebagai sumber asam lemak tak jenuh pada level 1,5% memiliki pengaruh yang sama terhadap palatabilitas ternak terhadap bahan pakan. Nilai konsumsi N yang didapatkan pada penelitian ini berkisar antara 11,59 13,56 g/e/h. Pada penelitian yang dilaporkan oleh Khoerunnisa (2006) yang membandingkan metabolisme N pada domba dan kambing lokal, didapatkan hasil 38

52 konsumsi protein domba lokal betina sebesar 72,87±15,92 g/e/h. Jika konsumsi protein tersebut dikonversikan menjadi konsumsi N, akan dihasilkan nilai konsumsi N sebesar 11,66±2,55 g/e/h. Nilai tersebut serupa dengan yang dihasilkan dari penelitian tersebut. Tabel 8. Nilai Neraca Nitrogen Domba Perlakuan Parameter Konsumsi N Perlakuan M0 MJ MIL MILT SEM g/e/h 13,56 13,16 12,42 11,59 0,86 g/kg BB 0,75 /h 1,62 1,52 1,44 1,45 0,03 Ekskresi N Feses g/e/h 3,77 3,81 3,87 3,19 0,32 g/kg BB 0,75 /h 0,46 0,44 0,44 0,40 0,02 Urin g/e/h 0,79 0,98 1,13 0,88 0,10 g/kg BB 0,75 /h 0,09 0,11 0,13 0,11 0,01 N Tercerna g/e/h 9,78 9,35 8,55 8,40 0,64 g/kg BB 0,75 /h 1,17 1,08 1,00 1,05 0,03 Kecernaan N (%) 71,76 70,99 69,25 72,65 1,45 Retensi N g/e/h 9,00 8,37 7,42 7,52 0,59 g/kg BB 0,75 /h 1,07 0,97 0,86 0,95 0,04 EPN (%) 65,93 63,64 59,87 65,36 1,72 Keterangan: M0 = pakan kontrol (tanpa minyak), MJ = pakan yang mengandung 1,5% minyak jagung, MIL = pakan yang mengandung 1,5% minyak ikan lemuru, MILT = pakan yang mengandung 1,5% minyak ikan lemuru terproteksi. SEM = standard error of mean, EPN = efisiensi pemanfaatan N. Menurut Purbowati et al. (2007), faktor yang mempengaruhi konsumsi protein kasar adalah kandungan protein kasar dalam pakan dan konsumsi bahan kering. Nilai konsumsi N berbanding lurus dengan nilai konsumsi protein, karena 39

53 nilai konsumsi N didapatkan dari hasil perkalian antara konsumsi N dengan 0,16; yang merupakan kandungan N rata-rata dalam protein. Jika dilihat dari kandungan protein kasar hasil analisis laboratorium, pola konsumsi N dalam gram per ekor per hari mengikuti pola kandungan protein kasar ransum, walaupun hasilnya tidak berbeda secara statistika. Konsumsi N tertinggi penelitian ini diperoleh oleh domba kontrol, dengan kandungan protein kasar yang tertinggi. Sementara konsumsi N terendah diperoleh domba MILT, dengan kandungan protein kasar yang terendah. Tidak berbeda nyatanya konsumsi N dapat disebabkan karena tidak berbedanya konsumsi bahan kering yang diperoleh. Rataan konsumsi bahan kering yang didapatkan antara lain M0 458,09 g/e/h; MJ 482,91 g/e/h; MIL 470,48 g/e/h; dan MILT 437,78 g/e/h (Ici, 2012). Nitrogen (N) Feses Perlakuan yang diberikan tidak menimbulkan perbedaan yang nyata (P>0,05) terhadap jumlah N dalam feses dihitung per gram per ekor per hari maupun per bobot badan metabolis ternak (Tabel 8). Ekskresi N dalam feses yang tidak berbeda pada penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian minyak yang berbeda sebagai sumber asam lemak tak jenuh pada level 1,5% memiliki pengaruh yang sama terhadap proses pencernaan nitrogen ternak. Kandungan N dalam feses yang dihasilkan dalam penelitian ini yaitu 3,19 3,87 g/e/h. Kandungan N tersebut masih berada dalam kisaran kadar N yang dikeluarkan dari feses domba lokal betina pada penelitian Khoerunnisa (2006) yang membandingkan metabolisme N antara domba dan kambing lokal, yakni 3,05±1,25 g/e/h. Pengeluaran N melalui feses dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain tipe makanan yang dikonsumsi, tipe saluran pencernaan (Pond et al., 1995), hasil pencernaan oleh mikroba, dan efisiensi pemeliharaan bakteri (Van Soest, 1982). Sehingga tidak berbedanya ekskresi N dalam feses pada penelitian ini mungkin dipengaruhi oleh tidak berbedanya kecernaan N. Van Soest (1982) juga menyatakan bahwa N yang hilang dalam feses ruminansia ±0,6% dari konsumsi bahan kering atau ±4% dari protein ransum. Sementara pada penelitian ini didapatkan hasil N yang hilang dan terkandung dalam feses lebih tinggi dibandingkan pernyataan Van Soest (1982), yakni 0,84% pada perlakuan kontrol, 0,79% pada perlakuan MJ, 0,81% pada 40

54 perlakuan MIL, dan 0,72% pada perlakuan MILT dari konsumsi bahan kering domba. Hal tersebut diduga karena pemakaian bungkil kelapa sebagai bahan yang sulit didegradasi dalam pakan penelitian ini. Swanson et al. (2000) yang melaporkan adanya kecenderungan untuk kehilangan N melalui feses lebih banyak pada tambahan yang lambat didegradasi dibandingkan dengan tambahan yang cepat didegradasi. Nitrogen (N) Urin Berdasarkan hasil sidik ragam, tidak ada pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap nilai nitrogen (N) urin per gram per ekor per hari atau per bobot badan metabolis dari perlakuan yang diberikan. Ekskresi N dalam urin yang tidak berbeda pada penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian minyak yang berbeda sebagai sumber asam lemak tak jenuh pada level 1,5% memiliki pengaruh yang sama terhadap proses metabolisme nitrogen ternak. Nitrogen yang diekskeresikan dalam urin tertera di Tabel 8. Pengeluaran N melalui urin memiliki korelasi linier dengan tingkat konsumsi ransum dan pengeluaran N feses (Smith et al., 1992). Hasil samping dari proses metabolisme protein di dalam tubuh dikeluarkan di urin dalam bentuk kreatinin, amonia, asam amino, urea, (Banerjee, 1982), dan derivat purin (asam urat, alantoin, xanthine, dan hipoxanthine) (Chen dan Gomes, 1995). Menurut Roy (1970), faktorfaktor yang mempengaruhi kadar N dalam urin antara lain tingkat konsumsi N, penyerapan nitrogen dalam tubuh, sumber N, tingkat protein ransum, koefisen cerna protein, bentuk fisik dan macam bahan pakan, tingkat energi ransum, serta fase pertumbuhan ternak. Nitrogen yang terkandung dalam urin di penelitian ini berkisar antara 0,79 1,13 g/e/h. Jumlah N urin tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan studi komparatif yang dilakukan Khoerunnisa (2006) yang menghasilkan jumlah N dalam urin domba lokal betina sebesar 0,029±0,013 g/e/h. Hal tersebut diduga disebabkan karena penambahan urea pada pakan. Karena Mehrez dan Ørskov (1978) melaporkan suplementasi urea pada pakan jerami-gandum menghasilkan efek yang sedikit terhadap ekskresi N dalam feses, namun meningkatkan ekskresi N dalam urin, yang dihubungkan dengan degradasi urea yang tinggi dalam rumen. 41

55 Kecernaan Nitrogen (N) Nilai nitrogen (N) tercerna per gram per ekor atau per bobot badan metabolis serta nilai kecernaan N yang diperoleh pada penelitian ini tidak berbeda nyata (P>0,05). Hal tersebut menandakan bahwa pemberian minyak yang berbeda sebagai sumber asam lemak tak jenuh pada level 1,5% memiliki pengaruh yang sama terhadap proses pencernaan nitrogen ternak. Kecernaan N dipengaruhi oleh ransum perlakuan yang diberikan, karena McDonald et al. (2002) menyebutkan bahwa kecernaan protein tergantung pada banyaknya kandungan protein di dalam pakan. Secara lengkap nilai N yang tercerna dan persentase kercernaan N disajikan pada Tabel 8. Dari tabel tersebut diketahui bahwa nilai kecernaan N berkisar antara 69,25% 72,65%. Hasil tersebut serupa dengan yang dilaporkan oleh Khoerunnisa (2006), yang menyatakan bahwa kecernaan protein pada domba lokal betina memiliki nilai 69,45%±6,53%. Retensi Nitrogen (N) Retensi nitrogen N merupakan selisih perhitungan antara N yang dikonsumsi dengan N yang diekskresikan melalui feses dan urin. Perhitungan retensi N dapat digunakan untuk menilai kualitas pakan yang diberikan, apakah pakan tersebut telah memenuhi kebutuhan hidup pokok bagi ternak ataukah ternak harus merombak N yang berada di jaringan tubuhnya untuk menutupi kekurangan dari pakan. Pengaruh ransum perlakuan terhadap retensi N disajikan pada Tabel 8, yang menunjukkan ransum perlakuan berpengaruh tidak nyata (P>0,05) mempengaruhi N yang teretensi dalam tubuh ternak. Retensi N yang tidak berbeda pada penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian minyak yang berbeda sebagai sumber asam lemak tak jenuh pada level 1,5% memiliki pengaruh yang sama terhadap proses pemanfaatan nitrogen dalam tubuh ternak. Retensi N yang tidak berbeda dapat disebabkan karena tidak terjadi perbedaan tingkat konsumsi N dan tingkat ekskresi N dalam feses dan urin pada keempat ransum. Peningkatan laju deposisi protein (N) dalam jaringan pada ternak sangat dipengaruhi oleh suplai protein (N) ransum (Rimbawanto dan Iriyanti, 2000), dengan hubungan yang positif (Melaku et al., 2004). Walaupun tidak terdapat perbedaan secara statistika, tetapi nilai retensi N domba yang diberi perlakuan asam lemak tak jenuh cenderung turun dibandingkan nilai retensi N kontrol. Hal tersebut 42

56 mungkin dapat menjadi suatu indikator bahwa level 1,5% penambahan sumber asam lemak tak jenuh masih kurang untuk kebutuhan ternak. Tidak berbedanya nilai retensi N menandakan defisiensi tersebut tidak terlalu besar. Menurut McDonald et al. (2002), defisiensi asam lemak tak jenuh dalam pakan dapat menurunkan nilai retensi nitrogen dalam tubuh. Hal tersebut dikarenakan MJ yang banyak mengandung asam linoleat dan asam linolenat serta MIL yang banyak mengandung asam arakhidonat, merupakan prekursor dari prostaglandin yang berfungsi dalam penyerapan nutrien (Adawiah et al., 2006). Khoerunnisa (2006) mendapatkan nilai retensi N bagi ternak domba lokal berjenis kelamin betina yakni 8,00±1,23 g/e/h. Pada penelitian ini didapatkan nilai retensi N domba yang diberi perlakuan tidak berbeda dari retensi N yang diperoleh Khoerunnisa (2006), yakni antara 7,42 9,00 g/e/h. Pemberian minyak sebagai sumber asam lemak tak jenuh dalam pakan dapat digunakan untuk menilai efisiensi penggunaan N. Pemberian lemak yang tinggi kalorinya akan meningkatkan kandungan energi di dalam pakan. Jika energi yang terdapat dalam pakan telah cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok dan produksi ternak, maka ternak dapat mendepositkan nitrogen dan nutrien lainnya ke dalam jaringan tubuh. Namun jika energi dalam pakan masih kurang untuk memenuhi kebutuhan ternak, kemungkinan ternak akan merombak protein tubuhnya menjadi sumber energi. Pemberian sumber asam lemak tak jenuh berbeda ke dalam pakan domba perlakuan menghasilkan nilai retensi N yang positif. Jumlah retensi N yang positif menunjukkan banyaknya N yang tertahan di dalam tubuh ternak karena dimanfaatkan oleh ternak (Prayuwidayati dan Widodo, 2007). Hermon (2009) menyatakan jika energi dari karbohidarat dan lemak cukup tersedia dalam tubuh, asam amino akan ditimbun dalam tubuh yang dikenal dengan retensi N. Tetapi jika suplai energi dari karbohidat dan lemak kurang, maka asam amino akan dioksidasi dan kadar asam amino plasma darah akan meningkat (Hermon, 2009). Nilai retensi N yang dihasilkan pada keempat perlakuan bernilai positif, maka dalam penelitian ini mengindikasikan adanya pengaruh yang positif dari perlakuan sumber asam lemak tak jenuh yang berbeda. Hal tersebut juga menandakan bahwa N dalam pakan yang diberikan sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan ternak, sehingga ternak tidak 43

57 perlu merombak jaringan tubuh untuk memenuhi kebutuhannya sebagai konsekuensi atas kehilangan pada proses pencernaan (Purbowati, 2001). Ternak mengalami penyimpanan protein di dalam jaringan, yang ditandai dengan adanya peningkatan bobot badan harian pada domba perlakuan sebagai akibat dari penambahan urat daging atau deposit lemak tubuh, serta mengalami pertumbuhan jaringan baru. Melaku et al. (2004) melaporkan adanya hubungan antara N yang dikonsumsi gram per hari dengan N yang teretensi gram per hari dalam tubuh. Pada penelitiannya tersebut, didapatkan hasil hubungan tersebut memiliki korelasi yang positif, dengan nilai koefisien korelasi (R) sebesar 0,89 dengan nilai persamaan garis regresi adalah NR (Nitrogen Retention) = -1,38 + 0,49 NI (Nitrogen Intake). Pada penelitian ini didapatkan pula korelasi yang positif antara konsumsi N, yang dianggap sebagai faktor yang independen, dengan retensi N tubuh (faktor dependen). Korelasi positif bermakna jika terjadi peningkatan pada nilai konsumsi N, maka nilai N yang teretensi dalam tubuh pun akan ikut meningkat, begitu pula sebaliknya. Korelasi tersebut memiliki nilai koefisien korelasi (R) sebesar 0,922, atau dengan kata lain 92,2% jumlah N yang tersimpan dalam jaringan tubuh berhubungan dengan jumlah N yang dikonsumsi. Menurut Hasan (2003), nilai korelasi antara 0,90 <1,00 memiliki kekuatan nilai korelasi yang sangat tinggi atau kuat sekali. Korelasi tersebut sangat signifikan pada level 0,01 (P<0,01). Persamaan garis regresi yang dihasilkan adalah Y = 0,632 X + 0,070, atau NR = 0,632 NI + 0,070. Regresi antara retensi N dengan konsumsi N ditampilkan pada Gambar 9. 44

58 Y Y = 0,632 X + 0,070 Retensi N (g/e/h) X Gambar 9. Regresi dari Retensi N dan N Konsumsi Kemapuan ternak untuk meretensi N ke dalam jarimgan tubuh dipengaruhi oleh pasokan protein dan energi dalam pakan. Adanya proses deposisi nutrien ke dalam jaringan tubuh merupakan suatu indikator terjadinya pertumbuhan ternak yang ditandai dengan adanya pertambahan bobot badan harian (PBBH). Adawiah et al. (2006) melaporkan adanya peningkatan bobot badan yang disebabkan oleh peningkatan retensi N ternak dan efisiensi penggunaan lemak. Nilai PBBH yang dihasilkan dari penelitian ini antara lain 84,98 g/e/h (M0); 88,64 g/e/h (MJ); 82,05 g/e/h (MIL); dan 81,32 g/e/h (MILT) (Nopita, data belum dipublikasikan). Walaupun hasil pengujian statistika menunjukkan pengaruh yang tidak nyata (P>0,05) baik terhadap nilai N yang teretensi ataupun PBBH ternak, namun terdapat kecenderungan tidak terdapat pola hasil yang sama antara retensi N dengan PBBH. Perlakuan yang cenderung memiliki nilai retensi N tertinggi (MJ) tidak menghasilkan PBBH yang tertinggi, dan perlakuan yang cenderung memiliki nilai retensi N terendah (MIL) tidak lantas menghasilkan PBBH yang terendah pula. Hal tersebut diduga disebabkan oleh perbedaan kebutuhan energi dan protein untuk keperluan hidup pokok. Nutrien yang dibutuhkan untuk keperluan produksi dapat dimanfaatkan jika keperluan nutrien untuk hidup pokoknya sudah terpenuhi. Purbowati (2001) menyatakan bahwa hasil pengurangan N dalam pakan dengan N 45

HASIL DAN PEMBAHASAN M0 9,10 MJ 6,92 MIL 7,31 MILT 12,95 SEM 1.37

HASIL DAN PEMBAHASAN M0 9,10 MJ 6,92 MIL 7,31 MILT 12,95 SEM 1.37 HASIL DAN PEMBAHASAN Populasi Protozoa Protozoa merupakan jenis mikroorganisme yang menempati populasi kedua terbesar di dalam rumen. Berdasarkan hasil sidik ragam, tidak ada pengaruh yang nyata (P>0,05)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pakan Ternak Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan beragam dan tidak bisa tumbuh dengan baik bila terus diberi pakan yang sama dalam jangka waktu yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan ternak ruminansia yang banyak dipelihara masyarakat dan dimanfaatkan produksinya sebagai ternak penghasil daging dan sebagai tabungan. Domba memiliki

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 482,91 55, ,01 67,22

HASIL DAN PEMBAHASAN 482,91 55, ,01 67,22 HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi dan Kecernaan Bahan Kering Konsumsi dan kecernaan bahan kering dapat dilihat di Tabel 8. Penambahan minyak jagung, minyak ikan lemuru dan minyak ikan lemuru terproteksi tidak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Nilai rataan konsumsi protein kasar (PK), kecernaan PK dan retensi nitrogen yang dihasilkan dari penelitian tercantum pada Tabel 5. Tabel 5. Rataan Konsumsi, Kecernaan PK, Retensi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Madura Sapi Madura termasuk dalam sapi lokal Indonesia, yang berasal dari hasil persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura memiliki

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Berdasarkan hasil analisa proksimat, kandungan zat makanan ransum perlakuan disajikan pada Tabel 10. Terdapat adanya keragaman kandungan nutrien protein, abu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien Biskuit Rumput Lapang dan Daun Jagung Komposisi nutrien diperlukan untuk mengetahui kandungan zat makanan yang terkandung di dalam biskuit daun jagung dan rumput

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan. Pakan dengan kualitas yang baik, memberikan efek terhadap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan. Pakan dengan kualitas yang baik, memberikan efek terhadap 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pakan Ruminansia Pakan merupakan semua bahan pakan yang dapat dikonsumsi ternak, tidak menimbulkan suatu penyakit, dapat dicerna, dan mengandung zat nutrien yang dibutuhkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi keseluruhan kecernaan ransum. Nilai kecernaan yang paling

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi Kandungan nutrien biomineral tanpa proteksi dan yang diproteksi serta mineral mix dapat dilihat pada Tabel 7. Kandungan nutrien biomineral

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Nutrien Konsumsi pakan merupakan faktor penting untuk menentukan kebutuhan hidup pokok dan produksi karena dengan mengetahui tingkat konsumsi pakan maka dapat ditentukan kadar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2003). Pemberian total mixed ration lebih menjamin meratanya distribusi asupan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2003). Pemberian total mixed ration lebih menjamin meratanya distribusi asupan 17 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Total Mixed Ration (TMR) Pakan komplit atau TMR adalah suatu jenis pakan ternak yang terdiri dari bahan hijauan dan konsentrat dalam imbangan yang memadai (Budiono et al.,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tanduknya mengarah ke depan (Rahman, 2007). Sapi FH memiliki produksi susu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tanduknya mengarah ke depan (Rahman, 2007). Sapi FH memiliki produksi susu 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Sapi perah FH merupakan sapi yang memiliki ciri warna putih belang hitam atau hitam belang putih dengan ekor berwarna putih, sapi betina FH memiliki ambing yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan menjadi salah satu faktor penentu dalam usaha peternakan, baik terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan tercapai bila mendapat

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. merupakan domba-domba lokal. Domba lokal merupakan domba hasil persilangan

KAJIAN KEPUSTAKAAN. merupakan domba-domba lokal. Domba lokal merupakan domba hasil persilangan II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Domba Lokal Domba merupakan jenis ternak yang termasuk dalam kategori ruminansia kecil. Ternak domba yang dipelihara oleh masyarakat Indonesia umumnya merupakan domba-domba lokal.

Lebih terperinci

senyawa humat (39,4% asam humat dan 27,8% asam fulvat) sebesar 10% pada babi dapat meningkatkan pertambahan bobot badan dan konversi pakan secara sign

senyawa humat (39,4% asam humat dan 27,8% asam fulvat) sebesar 10% pada babi dapat meningkatkan pertambahan bobot badan dan konversi pakan secara sign TINJAUAN PUSTAKA Asam Fulvat Humat dibentuk dari pelapukan bahan tanaman dengan bantuan bakteri yang hidup di tanah. Komposisi humat terdiri dari humus, asam humat, asam fulvat, asam ulmik dan trace mineral

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian Masalah yang sering dihadapi oleh peternak ruminansia adalah keterbatasan penyediaan pakan baik secara kuantitatif, kualitatif, maupun kesinambungannya sepanjang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat meningkat pula. Namun, perlu dipikirkan efek samping yang

I. PENDAHULUAN. masyarakat meningkat pula. Namun, perlu dipikirkan efek samping yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah limbah tidak dapat lepas dari adanya aktifitas industri, termasuk industri ternak ayam pedaging. Semakin meningkat sektor industri maka taraf hidup masyarakat meningkat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Secara umum penelitian ini sudah berjalan dengan cukup baik. Terdapat sedikit hambatan saat akan memulai penelitian untuk mencari ternak percobaan dengan umur

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan Konsumsi Bahan Kering (BK) HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Konsumsi pakan merupakan jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan proses produksi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Penambahan daun Som Jawa pada ransum menurunkan kandungan serat kasar dan bahan kering ransum, namun meningkatkan protein kasar ransum. Peningkatan protein disebabkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Peranakan Etawa (PE) Kambing merupakan jenis ruminansia kecil yang memiliki tingkat pemeliharaan lebih efesien dibandingkan domba dan sapi. Kambing dapat mengkomsumsi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ternak disamping manajemen pemeliharaan dan pemberian pakan adalah faktor manajemen lingkungan. Suhu dan kelembaban yang

Lebih terperinci

STUDI KOMPARATIF METABOLISME NITROGEN ANTARA DOMBA DAN KAMBING LOKAL

STUDI KOMPARATIF METABOLISME NITROGEN ANTARA DOMBA DAN KAMBING LOKAL STUDI KOMPARATIF METABOLISME NITROGEN ANTARA DOMBA DAN KAMBING LOKAL SKRIPSI KHOERUNNISSA PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN KHOERUNNISSA.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ternak Domba Garut merupakan ternak ruminansia kecil yang banyak dipelihara oleh masyarakat, karena pemeliharaannya yang tidak begitu sulit, dan sudah turun temurun dipelihara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Sapi perah yang dipelihara di Indonesia pada umumnya adalah Friesian Holstein (FH) dan Peranakan Friesian Holstein (PFH) (Siregar, 1993). Sapi FH memiliki ciri-ciri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang merupakan kambing lokal Indonesia yang memiliki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang merupakan kambing lokal Indonesia yang memiliki 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Kacang Kambing Kacang merupakan kambing lokal Indonesia yang memiliki keunggulan antara lain pemeliharaan yang mudah serta memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4.

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4. PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Rata-rata suhu lingkungan dan kelembaban kandang Laboratotium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja sekitar 26,99 0 C dan 80,46%. Suhu yang nyaman untuk domba di daerah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Daun Kersen sebagai Pakan Peningkatan produksi daging lokal dengan mengandalkan peternakan rakyat menghadapi permasalahan dalam hal pakan. Pakan yang digunakan oleh peternak rakyat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Zat Makanan Berdasarkan analisis statistik, konsumsi bahan kering nyata dipengaruhi oleh jenis ransum, tetapi tidak dipengaruhi oleh jenis domba dan interaksi antara kedua

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pakan. Biaya untuk memenuhi pakan mencapai 60-70% dari total biaya produksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pakan. Biaya untuk memenuhi pakan mencapai 60-70% dari total biaya produksi 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Pakan Sapi Perah Faktor utama dalam keberhasilan usaha peternakan yaitu ketersediaan pakan. Biaya untuk memenuhi pakan mencapai 60-70% dari total biaya produksi (Firman,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Performa Produksi Bobot Badan Akhir dan Pertambahan Bobot Badan Harian Bobot badan merupakan salah satu indikator untuk mengetahui performa produksi suatu ternak. Performa produksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. cara peningkatan pemberian kualitas pakan ternak. Kebutuhan pokok bertujuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. cara peningkatan pemberian kualitas pakan ternak. Kebutuhan pokok bertujuan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pakan Kebutuhan pokok dan produksi pada sapi perah dapat dilakukan dengan cara peningkatan pemberian kualitas pakan ternak. Kebutuhan pokok bertujuan untuk mempertahankan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing PE merupakan hasil persilangan antara kambing Ettawa dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing PE merupakan hasil persilangan antara kambing Ettawa dari 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Peranakan Ettawa (PE) Kambing PE merupakan hasil persilangan antara kambing Ettawa dari India dengan kambing Kacang lokal dari Indonesia dan termasuk kedalam jenis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu sebanyak-banyaknya, disamping hasil lainnya. Macam - macam sapi perah yang ada di dunia adalah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Bahan Kering Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan produksi. Rataan konsumsi rumput, konsentrat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh

II. TINJAUAN PUSTAKA. Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mineral Mikro Organik Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh makluk hidup. Sebagian besar mineral akan tertinggal dalam bentuk abu sebagai senyawa

Lebih terperinci

menjaga kestabilan kondisi rumen dari pengaruh aktivitas fermentasi. Menurut Ensminger et al. (1990) bahwa waktu pengambilan cairan rumen berpengaruh

menjaga kestabilan kondisi rumen dari pengaruh aktivitas fermentasi. Menurut Ensminger et al. (1990) bahwa waktu pengambilan cairan rumen berpengaruh HASIL DAN PEMBAHASAN Derajat Keasaman (ph) Rumen Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi (P>0,05) antara jenis ransum dengan taraf suplementasi asam fulvat. Faktor jenis ransum

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Jerami Padi

TINJAUAN PUSTAKA. Jerami Padi TINJAUAN PUSTAKA Jerami Padi Jerami padi merupakan bagian dari batang tumbuhan tanpa akar yang tertinggal setelah dipanen butir buahnya (Shiddieqy, 2005). Tahun 2009 produksi padi sebanyak 64.398.890 ton,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak 34 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak diekskresikan dalam feses (Tillman, dkk., 1998). Zat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bahan Pakan Bahan pakan sapi perah terdiri atas hijauan dan konsentrat. Hijauan adalah bahan pakan yang sangat disukai oleh sapi. Hijauan merupakan pakan yang memiliki serat

Lebih terperinci

POPULASI PROTOZOA, BAKTERI DAN KARAKTERISTIK FERMENTASI RUMEN SAPI PERANAKAN ONGOLE SECARA IN VITRO

POPULASI PROTOZOA, BAKTERI DAN KARAKTERISTIK FERMENTASI RUMEN SAPI PERANAKAN ONGOLE SECARA IN VITRO EVALUASI SUPLEMENTASI EKSTRAK LERAK (Sapindus rarak) TERHADAP POPULASI PROTOZOA, BAKTERI DAN KARAKTERISTIK FERMENTASI RUMEN SAPI PERANAKAN ONGOLE SECARA IN VITRO SKRIPSI ARISMA KURNIAWATI DEPARTEMEN ILMU

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Penelitian Penelitian ini menggunakan ransum perlakuan yang terdiri dari Indigofera sp., limbah tauge, onggok, jagung, bungkil kelapa, CaCO 3, molases, bungkil

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar 37 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar Kecernaan diartikan sebagai nutrien yang tidak diekskresikan dalam feses dimana nutrien lainnya diasumsikan diserap oleh

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsentrasi NH3. protein dan non protein nitrogen (NPN). Amonia merupakan bentuk senyawa

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsentrasi NH3. protein dan non protein nitrogen (NPN). Amonia merupakan bentuk senyawa 33 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsentrasi NH3 NH3 atau amonia merupakan senyawa yang diperoleh dari hasil degradasi protein dan non protein nitrogen (NPN). Amonia merupakan

Lebih terperinci

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja (kandang B) pada bulan Mei sampai dengan bulan November 2010. Analisis sampel dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Minyak daun cengkeh merupakan hasil penyulingan daun cengkeh dengan menggunakan metode penyulingan (uap /steam). Minyak daun cengkeh berbentuk cair (oil) dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi

PENDAHULUAN. bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya kebutuhan susu merupakan salah satu faktor pendorong bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi peningkatan konsumsi susu

Lebih terperinci

PENGANTAR. sangat digemari oleh masyarakat. Sate daging domba walaupun banyak. dipopulerkan dengan nama sate kambing merupakan makanan favorit di

PENGANTAR. sangat digemari oleh masyarakat. Sate daging domba walaupun banyak. dipopulerkan dengan nama sate kambing merupakan makanan favorit di PENGANTAR Latar Belakang Domba termasuk ternak ruminansia kecil dengan potensi daging yang sangat digemari oleh masyarakat. Sate daging domba walaupun banyak dipopulerkan dengan nama sate kambing merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Domba Domba Lokal

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Domba Domba Lokal TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Domba Bangsa domba secara umum diklasifikasikan berdasarkan atas hal-hal tertentu diantaranya berdasarkan perbandingan banyaknya daging atau wol, ada tidaknya tanduk atau berdasarkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal Jantan

TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal Jantan TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal Jantan Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang masih tergolong kerabat kambing, sapi dan kerbau (Mulyono, 2005). Domba dapat diklasifikasikan pada sub famili caprinae

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi

PENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi 1 I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak dikembangbiakan oleh masyarakat. Pemeliharaan domba yang lebih cepat dibandingkan ternak sapi, baik sapi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Pemeliharaan sapi perah bertujuan utama untuk memperoleh produksi susu yang tinggi dan efisien pakan yang baik serta mendapatkan hasil samping berupa anak. Peningkatan produksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. antara lain terdapat benjolan sebesar kacang di leher atas, bertubuh kecil, leher

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. antara lain terdapat benjolan sebesar kacang di leher atas, bertubuh kecil, leher 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Kacang Kambing Kacang adalah kambing tipe pedaging yang memiliki ciri-ciri antara lain terdapat benjolan sebesar kacang di leher atas, bertubuh kecil, leher pendek,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Lokal Domba pada umumnya dipelihara sebagai penghasil daging (Edey, 1983). Domba Lokal yang terdapat di Indonesia adalah Domba Ekor Tipis, Priangan dan Domba Ekor Gemuk.

Lebih terperinci

Daftar Pustaka. Leng, R.A Drought Feeding Strategies : Theory and Pactice. The University of New England Printery, Armidale - New South Wales.

Daftar Pustaka. Leng, R.A Drought Feeding Strategies : Theory and Pactice. The University of New England Printery, Armidale - New South Wales. 1 Strategi Pemberian Pakan Berkualitas Rendah (Jerami Padi) Untuk Produksi Ternak Ruminansia Oleh Djoni Prawira Rahardja Dosen Fakultas Peternakan Unhas I. Pendahuluan Ternak menggunakan komponen zat-zat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Perubahan Konsetrasi N-NH 3 Fermentasi pakan di dalam rumen ternak ruminansia melibatkan aktifitas mikroba rumen. Aktifitas fermentasi tersebut meliputi hidrolisis komponen bahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Pakan Fermentasi Parameter kualitas fisik pakan fermentasi dievaluasi dari tekstur, aroma, tingkat kontaminasi jamur dan tingkat keasaman (ph). Dari kedua bahan pakan yang

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Perkembangan ilmu pengetahuan telah mendorong manusia untuk

PENGANTAR. Latar Belakang. Perkembangan ilmu pengetahuan telah mendorong manusia untuk PENGANTAR Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan telah mendorong manusia untuk melakukan perbaikan terhadap kehidupannya. Sekarang ini, masyarakat semakin peduli dengan makanan yang sehat. Masyarakat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Data rata-rata parameter uji hasil penelitian, yaitu laju pertumbuhan spesifik (LPS), efisiensi pemberian pakan (EP), jumlah konsumsi pakan (JKP), retensi protein

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. : Artiodactyla, famili : Bovidae, genus : Ovis, spesies : Ovis aries (Blackely dan

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. : Artiodactyla, famili : Bovidae, genus : Ovis, spesies : Ovis aries (Blackely dan 9 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Deskripsi Domba Garut Domba merupakan ternak yang sudah umum dipelihara oleh peternak secara turun temurun. Semua jenis domba memiliki karakteristik yang sama dan termasuk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. menyusutnya luas lahan pertanian karena sudah beralih hngsi menjadi kawasan

PENDAHULUAN. menyusutnya luas lahan pertanian karena sudah beralih hngsi menjadi kawasan PENDAHULUAN Latar Belakang Untuk meningkatkan produksi daging sapi dalam upaya mencukupi kebutuhan protein hewani secara nasional, di samping kualitas yang baik juga diperlukan kontinuitas ketersediaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipelihara dengan tujuan menghasilkan susu. Ciri-ciri sapi FH yang baik antara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipelihara dengan tujuan menghasilkan susu. Ciri-ciri sapi FH yang baik antara 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Menurut Blakely dan Bade (1998) sapi perah adalah jenis sapi yang dipelihara dengan tujuan menghasilkan susu. Ciri-ciri sapi FH yang baik antara lain sistem dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum 32 HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak atau sekelompok ternak selama periode tertentu dan ternak tersebut punya akses bebas pada pakan dan tempat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nutrien pakan dan juga produk mikroba rumen. Untuk memaksimalkan

I. PENDAHULUAN. nutrien pakan dan juga produk mikroba rumen. Untuk memaksimalkan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Produktivitas ternak ruminansia sangat tergantung oleh ketersediaan nutrien pakan dan juga produk mikroba rumen. Untuk memaksimalkan produktivitas ternak tersebut selama

Lebih terperinci

Gambar 6. Pemberian Obat Pada Domba Sumber : Dokumentasi Penelitian

Gambar 6. Pemberian Obat Pada Domba Sumber : Dokumentasi Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Secara umum penelitian ini dapat berjalan dengan baik. Meskipun demikian terdapat hambatan-hambatan dalam pelaksanaannya, diantaranya adalah kesulitan mendapatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu peternakan. Pakan

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu peternakan. Pakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu peternakan. Pakan merupakan salah satu komponen dalam budidaya ternak yang berperan penting untuk mencapai

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum

HASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum HASIL DA PEMBAHASA Konsumsi Bahan Kering Ransum 200 mg/kg bobot badan tidak mempengaruhi konsumsi bahan kering. Hasil yang tidak berbeda antar perlakuan (Tabel 2) mengindikasikan bahwa penambahan ekstrak

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS SUBSTITUSI KONSENTRAT DENGAN DAUN MURBEI PADA PAKAN BERBASIS JERAMI PADI SECARA IN VITRO SKRIPSI OCTAVIANI NILA PERMATA SARI

EFEKTIVITAS SUBSTITUSI KONSENTRAT DENGAN DAUN MURBEI PADA PAKAN BERBASIS JERAMI PADI SECARA IN VITRO SKRIPSI OCTAVIANI NILA PERMATA SARI EFEKTIVITAS SUBSTITUSI KONSENTRAT DENGAN DAUN MURBEI PADA PAKAN BERBASIS JERAMI PADI SECARA IN VITRO SKRIPSI OCTAVIANI NILA PERMATA SARI PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Bahan Kering (BK) 300, ,94 Total (g/e/hr) ± 115,13 Konsumsi BK Ransum (% BB) 450,29 ± 100,76 3,20

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Bahan Kering (BK) 300, ,94 Total (g/e/hr) ± 115,13 Konsumsi BK Ransum (% BB) 450,29 ± 100,76 3,20 HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Bahan Kering (BK) Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok, produksi, dan reproduksi. Ratarata konsumsi

Lebih terperinci

PENGARUH BINDER MOLASES DALAM COMPLETE CALF STARTER BENTUK PELLET TERHADAP KONSENTRASI VOLATILE FATTY ACID DARAH DAN GLUKOSA DARAH PEDET PRASAPIH

PENGARUH BINDER MOLASES DALAM COMPLETE CALF STARTER BENTUK PELLET TERHADAP KONSENTRASI VOLATILE FATTY ACID DARAH DAN GLUKOSA DARAH PEDET PRASAPIH PENGARUH BINDER MOLASES DALAM COMPLETE CALF STARTER BENTUK PELLET TERHADAP KONSENTRASI VOLATILE FATTY ACID DARAH DAN GLUKOSA DARAH PEDET PRASAPIH SKRIPSI Oleh ZULFARY ARIF FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi perah Friesian Holstein (FH) merupakan salah satu jenis sapi perah

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi perah Friesian Holstein (FH) merupakan salah satu jenis sapi perah 4 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Friesian Holstein (FH) Sapi perah Friesian Holstein (FH) merupakan salah satu jenis sapi perah persilangan sapi peranakan ongole betina yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ransum merupakan campuran bahan pakan yang disusun untuk memenuhi kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting dalam pemeliharaan ternak,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh wilayah Indonesia. Kambing Kacang memiliki daya adaptasi yang tinggi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh wilayah Indonesia. Kambing Kacang memiliki daya adaptasi yang tinggi 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Kacang Kambing Kacang merupakan ternak lokal yang sebarannya hampir di seluruh wilayah Indonesia. Kambing Kacang memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap kondisi

Lebih terperinci

DHA dalam plasma sapi dengan pemberian ransum dengan CGKK (RK-45) lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian ransum dengan CMEK (RM-45).

DHA dalam plasma sapi dengan pemberian ransum dengan CGKK (RK-45) lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian ransum dengan CMEK (RM-45). 5 PEMBAHASAN UMUM Asam lemak nonesensial merupakan asam lemak hasil sintesa de novo dalam jaringan mamari dapat dihasilkan oleh sapi dengan pemberian ransum dengan konsentrat kadar protein kasar 14%, TDN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. karena Indonesia memiliki dua musim yakni musim hujan dan musim kemarau.

PENDAHULUAN. karena Indonesia memiliki dua musim yakni musim hujan dan musim kemarau. I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan di Indonesia sampai saat ini masih sering dihadapkan dengan berbagai masalah, salah satunya yaitu kurangnya ketersediaan pakan. Ketersediaan pakan khususnya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal Domba UP3 Jonggol Domba Garut

TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal Domba UP3 Jonggol Domba Garut TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal Domba merupakan jenis ternak yang termasuk dalam ruminansia kecil. Ternak domba termasuk dalam kerajaan Animalia (hewan), filum Chordata (hewan bertulang belakang), kelas Mammalia

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Ternak Domba yang Digunakan

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Ternak Domba yang Digunakan MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sumber nitrogen pada ternak ruminansia berasal dari non protein nitrogen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sumber nitrogen pada ternak ruminansia berasal dari non protein nitrogen 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencernaan Nitrogen pada Ruminansia Sumber nitrogen pada ternak ruminansia berasal dari non protein nitrogen dan protein pakan. Non protein nitrogen dalam rumen akan digunakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK) HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Hasil analisis kandungan nutrien silase dan hay daun rami yang dilakukan di Laboratorium PAU IPB dapat dilihat pada Tabel 4 dan kandungan nutrien ransum disajikan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Diagram Alir Proses Pengolahan Ubi Kayu menjadi Tepung Tapioka Industri Rakyat Sumber : Halid (1991)

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Diagram Alir Proses Pengolahan Ubi Kayu menjadi Tepung Tapioka Industri Rakyat Sumber : Halid (1991) TINJAUAN PUSTAKA Onggok sebagai Limbah Agroindustri Ubi Kayu Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) sudah dikenal dan merupakan salah satu sumber karbohidrat yang penting dalam makanan. Berdasarkan Biro Pusat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Fries Holland (Holstein Friesian) Pemberian Pakan Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Fries Holland (Holstein Friesian) Pemberian Pakan Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Fries Holland (Holstein Friesian) Sapi Fries Holland (FH) berasal dari Propinsi Belanda Utara dan Propinsi Friesland Barat. Bulu sapi FH murni umumnya berwarna hitam dan putih, namun

Lebih terperinci

STUDI PERBANDKNGAN MIKROBA RUMEN ANTARA DOMBA DAN KAMBING LOKAL

STUDI PERBANDKNGAN MIKROBA RUMEN ANTARA DOMBA DAN KAMBING LOKAL STUDI PERBANDKNGAN MIKROBA RUMEN ANTARA DOMBA DAN KAMBING LOKAL SKRIPSI NURLAELA PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN NWUAELA. D24101054.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani, terutama daging kambing, menyebabkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produk Fermentasi Fermentasi merupakan teknik yang dapat mengubah senyawa kompleks seperti protein, serat kasar, karbohidrat, lemak dan bahan organik lainnya

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan NDF. dengan konsumsi (Parakkasi,1999). Rataan nilai kecernaan NDF pada domba

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan NDF. dengan konsumsi (Parakkasi,1999). Rataan nilai kecernaan NDF pada domba 33 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan NDF NDF adalah bagian dari serat kasar yang biasanya berhubungan erat dengan konsumsi (Parakkasi,1999). Rataan nilai kecernaan NDF pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelinci New Zealand White Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk. (2015) kelinci dapat mengubah dan memanfaatkan bahan pakan kualitas rendah

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. terjadinya penurunan kemampuan induk dalam mencukupi kebutuhan nutrient

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. terjadinya penurunan kemampuan induk dalam mencukupi kebutuhan nutrient BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pedet Pedet merupakan ternak replacement stock. Pemberian suplemen pada pedet prasapih pada awal laktasi diharapkan akan dapat mengendalikan penyebab terjadinya penurunan kemampuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pendapatan peternak (Anggraeni, 2012). Produksi susu sapi perah di Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pendapatan peternak (Anggraeni, 2012). Produksi susu sapi perah di Indonesia 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Produksi dan Kualitas Susu Sapi 2.1.1. Produksi susu Produksi susu merupakan faktor esensial dalam menentukan keberhasilan usaha sapi perah, karena jumlah susu yang dihasilkan

Lebih terperinci

dengan bakteri P. ruminicola (98-100%), B. fibrisolvens (99%), C. eutactus (99%) dan T. bryantii (94%). Bakteri-bakteri tersebut diduga sering

dengan bakteri P. ruminicola (98-100%), B. fibrisolvens (99%), C. eutactus (99%) dan T. bryantii (94%). Bakteri-bakteri tersebut diduga sering PEMBAHASAN UMUM Buah dan biji lerak yang diekstraksi dengan metanol mengandung senyawa aktif saponin yang sangat tinggi yaitu sebesar 81.5% BK. Senyawa saponin diketahui dapat memodifikasi mikroba rumen

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di Kandang B, Laboratorium Biologi Hewan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 10. Hasil Pengamatan Karakteristik Fisik Silase Ransum komplit

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 10. Hasil Pengamatan Karakteristik Fisik Silase Ransum komplit HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Silase Ransum Komplit Karakteristik fisik silase diamati setelah silase dibuka. Parameter yang dilihat pada pengamatan ini, antara lain: warna, aroma silase, tekstur

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Bahan pakan yang digunakan di dalam ransum perlakuan penelitian ini, merupakan limbah pertanian yaitu jerami padi dan dedak padi, limbah tempat pelelangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing

I. PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Salah satu jenis ternak pengahasil daging dan susu yang dapat dikembangkan dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing adalah

Lebih terperinci

TEKNIK PENGOLAHAN UMB (Urea Molases Blok) UNTUK TERNAK RUMINANSIA Catur Prasetiyono LOKA PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN KEPRI

TEKNIK PENGOLAHAN UMB (Urea Molases Blok) UNTUK TERNAK RUMINANSIA Catur Prasetiyono LOKA PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN KEPRI TEKNIK PENGOLAHAN UMB (Urea Molases Blok) UNTUK TERNAK RUMINANSIA Catur Prasetiyono LOKA PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN KEPRI I. Pendahuluan Ternak ruminansia diklasifikasikan sebagai hewan herbivora karena

Lebih terperinci

Semua perlakuan tidak menyebabkan keadaan ekstrim menghasilkan NH 3 diluar

Semua perlakuan tidak menyebabkan keadaan ekstrim menghasilkan NH 3 diluar 38 tersebut maka produksi NH 3 semua perlakuan masih dalam kisaran normal. Semua perlakuan tidak menyebabkan keadaan ekstrim menghasilkan NH 3 diluar kisaran normal, oleh karena itu konsentrasi NH 3 tertinggi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kualitas Sabut Kelapa Sawit Fermentasi oleh Pleurotus ostreatus dan Kandungan Ransum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kualitas Sabut Kelapa Sawit Fermentasi oleh Pleurotus ostreatus dan Kandungan Ransum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Sabut Kelapa Sawit Fermentasi oleh Pleurotus ostreatus dan Kandungan Ransum Penelitian Peranan Pleurotus ostreatus pada Kualitas Sabut Kelapa Sawit Fermentasi dengan Pleurotus

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Ransum Komplit Ransum yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari rumput gajah, konsentrat, tepung daun kembang sepatu, dan ampas teh. Rumput gajah diperoleh dari Laboratorium

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan hewan ternak perah lainnya. Keunggulan yang dimiliki sapi perah tersebut membuat banyak pengusaha-pengusaha

Lebih terperinci