HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Penelitian

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Penelitian"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Penelitian Penelitian ini menggunakan ransum perlakuan yang terdiri dari Indigofera sp., limbah tauge, onggok, jagung, bungkil kelapa, CaCO 3, molases, bungkil kedelai, premix, dan NaCl. Bahan-bahan tersebut dicampur dan dibentuk mashdengan perbandingan hijauan dan konsentrat yaitu 30:70. Sumber hijauan yang digunakan adalah Indigofera sp. dan limbah tauge. Legum Indigofera sp. didapat dari UP3 Jonggol sedangkan limbah tauge didapat dari Pasar Bogor. Limbah tauge dapat digolongkan sebagai hijauan karena mengandung serat kasar yang tinggi mencapai 49,44% (Rahayu et al., 2010). Terdapat perbedaan kandungan nutrient pada ransum yang mengandung Indigofera sp., dan limbah tauge. Ransum yang mengandung Indigofera sp., memiliki kandungan protein kasar lebih besar dari pada limbah tauge yaitu 20,76%. Hal ini dikarenakan sumber hijauan limbah tauge memiliki protein yang lebih rendah dibanding dengan leguminosa Indigofera sp. Leguminosa mempunyai kandungan protein yang cukup tinggi, karena simbiosis yang terjadi antara mikroorganisme tanah yaitu Rhizobium sp. pada bintil akar membuat leguminosa mampu memfiksasi nitrogen dari udara (Fondevila et al., 2002). Kandungan serat kasar Indigofera sp. 17,62% lebih kecil dari limbah tauge, namun NDF Indigofera sp. lebih tinggi dari limbah tauge dan ADF limbah tauge lebih besar dari Indigofera sp.hal tersebut menandakan bahwa serat kasar Indigofera sp. lebih mudah dicerna dari limbah tauge. Serat kasar dapat mempengaruhi kecernaan pakan. Semakin tinggi kandungan serat kasar, kecernaan pakan akan semakin menurun. Kandungan lemak pada ransum penelitian tidak berbeda antara Indigofera sp. dan limbah tauge. Imbangan Ca dan P ransum yang mengandung Indigofera sp. yaitu 3:1 sedangkan imbangan pada ransum yang mengandung limbah tauge yaitu 2:1. Imbangan Ca dan P pada ransum non ruminansia adalah antara 1:1 hingga 2:1, sedangkan ternak ruminansia dapat lebih toleran dengan imbangan yang lebih tinggi. Keberadaan Ca yang tinggi dapat menimbulkan gangguan, yaitu dapat mengakibatkan defisiensi pada beberapa mineral seperti Mg, Fe, Mn, dan Cu (Tillman et al., 1989). 23

2 Kandungan TDN ransum penelitian relatif sama umumnya berkisar antara 72,22-73,82 %. Kandungan TDN ransum ini sudah memenuhi kebutuhan ransum ternak kambing dan domba yaitu 54-56% (NRC, 2007). KonsentrasipH Cairan Rumen Fermentasi pakan di dalam rumen akan mempengaruhi nilai ph, yaitu semakin tinggi aktivitas fermentasi makan nilai ph akan semakin turun. Faktor lain yang mempengaruhi nilai ph cairan rumen adalah produksi saliva. Saliva yang diproduksi domba bersifat alkalis dan berperan sebagai buffer untuk menjaga keseimbangan ph rumen. Sekresi saliva dipengaruhi oleh bentuk fisik pakan, kandungan bahan kering, volume cairan isi perut dan stimulasi psikologis.nilai ph cairan rumen merupakan faktor yang besar pengaruhnya terhadap kondisi rumen, baik dalam mendukung pertumbuhan mikroba rumen maupun dalam menghasilkan produk produknya yang berupa VFA dan N-NH 3 (McDonald et al., 2002). Pengukuran ph rumen penting dilakukan, terutama pada ternak yang mengkonsumsi ransum dengan tingkat konsentrat yang tinggi. Hal pengukuran ph cairan rumen pada penelitian ini menujukkan bahwa ransum yang diberikan tidak berpengaruh nyata terhadap ph cairan rumen. Begitu juga dengan bangsa dan interaksi ransum-bangsa tidak nyata pengaruhnya terhadap ph cairan rumen. Tabel 5. Konsentrasi ph Cairan Rumen dengan Teknik Rusitec Bangsa R1 Ransum R2 Rataan D1 6,77 ± 0,02 6,76 ± 0,04 6,77 ± 0,03 D2 6,71 ± 0,04 6,18 ± 0,03 6,44 ± 0,04 Rataan 6,71 ± 0,03 6,47 ± 0,03 Keterangan : Hasil analisis Laboratorium Biokimia, Pusat Studi Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada (2012), R1 = ransum yang mengandung Indigofera sp., R2= ransum yang mengandung limbah tauge, D1= domba garut, D2 = domba yang berdomisili di jonggol. Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa kisaran ph cairan rumen antara 6,18 sampai 6,77. Secara umum, ph cairan rumen yang dicapai pada penelitian ini berada pada kondisi yang cukup optimal untuk berlangsungnya proses metabolisme di dalam rumen. Menurut Orksov (1982) mengatakan bahwa agar terjadi perombakan bahan 24

3 makanan diperlukan ph rumen 6-7. Bila kondisi ph tersebut kurang dari enam, proteolisis dan deaminasi akan terhambat, karena tertekannya pertumbuhan bakteri rumen, begitu juga pembentukan amonia akan terhambat. Nilai ph merupakan faktor penting yang menunjukkan keadaan dan fungsi yang normal dari rumen. Nilai ph dapat menggambarkan populasi mikroba dan produk fermentasi serta fungsi fisiologi pada rumen terutama pergerakan dan fungsi penyerapan (Istiqomah et al., 2011). Konsentrasi NH 3 Cairan Rumen Kadar amoniak dalam cairan rumenmerupakan petunjuk adanya proses degradasi(perombakan) protein yang masuk dalam rumen danproses sintesis protein oleh mikroba rumen. Proteinyang masuk ke dalam rumen, sebagian akan mengalamiperombakan oleh enzim proteolitik yang dikandung oleh mikroba rumen. (McDonald, 2002). Untuk mengetahui efisiensi penggunaan nitrogen pada ruminansia, pengukuran konsentrasi amonia perlu dilakukan (Wohlt, 1976). Produksi NH 3 pada penelitian ini disajikan dalam Tabel 6. Tabel 6. Produksi NH 3 Cairan Rumen dengan Tehnik RUSITEC Bangsa R1 (mm) Ransum R2 (mm) Rataan D1 10,67± 0,56 7,10 ± 0,02 8,88 ± 2,08 D2 8,11± 2,42 7,06 ± 0,21 7,59 ± 1,43 Rataan 9,38 a ± 1,93 7,09 b ± 0,12 Keterangan : a, b) Superskrip yang tidak sama dalam satu baris berarti berbeda nyata (P<0,05).Hasil analisis Laboratorium Biokimia, Pusat Studi Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada (2012), R1 = ransum yang mengandung Indigofera sp., R2= ransum yang mengandung limbah tauge, D1= domba garut, D2 = domba yang berdomisili di jonggol. Ransum yang berbasisindigofera sp. lebih banyak memproduksi NH 3 dari pada limbah tauge (P<0,05). Hal ini dikarenakan kandungan protein ransum yang mengandung Indigofera sp. lebih besar dari kandungan protein limbah tauge. Konsentrasi amonia pakan yang mengadung limbah tauge lebih rendah dari Indigofera sp.hal ini dikarenakan kandungan protein ransum yang mengandung limbah tauge lebih rendah dari Indigofera sp. Selain itu, protein limbah tauge diduga tidak mudah didegradasi oleh mikroba rumen dibandingkan dengan Indigofera sp.hal tersebut didukung adanya kandungan serat kasar ransum yang mengandung limbah tauge lebih tinggi dari Indigofera sp.makkar et al. (1998) melaporkan bahwa 25

4 protein yang sulit terdegradasi dapat disebabkan oleh banyaknya kandungan serat kasar yang tidak dapat dicerna. Perbedaan cairan rumen domba garut dan domba jonggol tidak memberikan pengaruh nyata terhadap rataan konsentrasi amonia, walaupun cairan rumen domba garut lebih tinggi menghasilkan amonia dibandingkan cairan rumen domba jonggol. Hal ini menunjukkan tidak adanya perbedaan aktivitas fermentasi mikrobadomba garut dan domba jonggol dalam mendegradasi protein sehingga bakteri rumen kedua ternak tersebut memiliki kemampuan yang sama dalam mendegradasi protein. Konsentrasi amonia sangat berhubungan dengan jumlah populasi mikroba rumen, khususnya bakteri proteolitik (Bach et al., 2005). Konsentrasi amonia normal untuk pertumbuhan mikroba rumen adalah 4-12 mm. Konsentrasi amonia dalam penelitian ini umumnya tinggi berkisar antara 7,06-10,07 mm yang sangat membantu dalam pembentukan protein mikroba rumen. (Sutardi, 1980). Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi amonia yang dihasilkan dalam penelitian ini sudah dapat dimanfaatkan optimal oleh mikroba rumen untuk mensintesis protein mikroba yang akan diserap di organ pasca rumen. Tingginya konsentrasi disebabkan oleh tidak adanya penyerapan amonia oleh dinding rumen, N- recycling, pembuangan melalui urin dan terjadi lisis mikroba yang dapat menambah jumlah amonia dalam fermentor sehingga amonia terakumulasi (Afriyanti, 2008) Produksi VFA Cairan Rumen Karbohidrat seperti selulosa, hemiselulosa, pektin, pati dan gula tercerna lainnya merupakan substrat utama dalam proses fermentasi. Karbohidrat ini difermentasi menjadi bentuk heksosa dan pentosa yang kemudian dikonversi menjadi piruvat, selanjutnya piruvat dirubah menjadi VFA (Dijkstra, 2005). VFA merupakan sumber energi utama bagi ternak ruminansia melalui proses glukoneogenesis yaitu diserapnya VFA (khususnya propionat) ke dalam sistem peredaran darah yang kemudian diubah oleh hati menjadi gula darah. Gula darah inilah yang akan mensuplai sebagian besar kebutuhan energi bagi ternak ruminansia (Lehninger, 1982). VFA umumnya terdiri dari asetat, propionat dan butirat, akan tetapi juga terdiri dari valerat, caproat, isobutirat, isovalerat, 2-metilbutirat dalam jumlah sedikit serta beberapa jenis asam lainnya yang diproduksi di rumen sebagai hasil akhir fermentasi mikroba (France dan Dijkstra, 2005). 26

5 Produksi VFA total yang dihasilkan dalam penelitian ini menujukkan bahwa ransum yang digunakan tidak berpengaruh nyata terhadap produksi VFA total, begitu juga dengan pengaruh bangsa dan interaksi keduanya. Produksi VFA cairan rumen selama penelitian diperlihatkan pada Tabel 8. Pengaruh yang tidak nyata terhadap produksi VFA total menunjukkan bahwa reaksi yang ditimbulkan rumen terhadap pakan Indigofera sp. dan limbah tauge tersebut hampir sama, karena menurut McDonald et al. (2002) volume VFA yang terdapat dalam rumino-retikulum menunjukkan aktivitas mikroba rumen. Bahan makanan yang mudah difermentasi akan meningkatkan aktivitas mikroba, sehingga volume VFA yang dihasilkan meningkat. Produksi VFA total yang dihasilkan berkisar antara mm, nilai tersebut masih berada di atas kisaran konsentrasi VFA yang dihasilkan oleh mikroba rumen dalam kondisi normal yaitu mm (Sutardi, 1980). Jika dilihat VFA total ransum penelitian hampir mendekati optimum. Kondisi ini disebabkan oleh sumber karbohidrat mudah tercerna yang terdapat dalam ransum penelitian juga menyumbang kadar energi pakan Indigofera sp. dan limbah tauge. Bahan organik yang mudah terfermentasi dalam ransum penelitian seperti molases dan onggok akan memenuhi kebutuhan mikroba secara cepat setelah pemberian pakan (Dixon, 1986). Produksi VFA total dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain, sifat karbohidrat, laju makanan meninggalkan rumen, frekuensi pemberian makan, dan aktivitas mikroba dalam mencerna pakan (Sutardi, 1980). VFA Total terbesar pada penelitian ini dicapai oleh cairan rumen domba garut yang diberi pakan Indigofera sp.yaitu 143,764 mm. Peningkatan konsentrasi VFA total mencerminkan peningkatan sumber protein dan karbohidrat yang mudah tercerna (bahan organik) di dalam ransum yang mengandung Indigofera sp. yang dapat difermentasi oleh mikroba rumen. Hal ini sejalan dengan dengan hasil penelitian yang diperoleh Blummelet al. (1993), yaitu peningkatan karbohidrat mudah terdegradasi meningkatkan bahan kering tercerna. Bahan kering tercerna akan diubah oleh mikroba rumen menjadi VFA dan protein mikroba dengan meningkatnya pertumbuhan. Penambahan sumber protein tidak dapat menstimulasi pertumbuhan mikroba rumen tanpa diimbangi penambahan sumber karbohidrat mudah terdegradasi. 27

6 Tabel 7. Produksi VFA Cairan Rumen dengan Menggunakan Tehnik RUSITEC Parameter Bangsa R1(mM) Ransum R2 (mm) Rataan VFA Total D1 143,76 ± 52,40 112,62 ± 3,67 128,19 ± 35,25 D2 139,46 ± 12,41 108,90 ± 8,31 124,18 ± 19,63 Rataan 141,61 ± 31,19 110,76 ± 5,66 Asetat D1 50,83 ± 21,38 41,82 ± 11,99 46,32 ± 15,08 D2 47,28 ± 3,76 37,92 ± 2,96 42,60 ± 6,06 Rataan 42,25 ± 8,96 31,90 ± 0,55 Propionat D1 36,66 ± 6,91 33,88 ± 1,32 35,27 ± 4,36 D2 41,50 ± 5,35 36,07 ± 14,36 38,79 ± 9,38 Rataan 39,08 ± 5,77 34,98 ± 8,42 C2/C3 D1 1,38 ± 0,91 1,23 ± 0,08 1,31 ± 0,45 D2 1,14 ± 0,70 1,05 ± 0,21 1,08 ± 0,64 Rataan 1,08 ± 0,55 0,91 ± 0,06 Butirat D1 9,60 ± 4,65 9,10 ± 3,22 9,35 ± 3,28 D2 9,65 ± 2,80 5,55 ± 1,79 7,60 ± 3,04 Rataan 9,62 ± 3,13 7,32 ± 2,95 Isobutirat D1 29,48 ± 12,04 14,22 ± 4,96 21,85 ± 11,58 D2 23,80 ± 8,79 18,33 ± 6,15 21,06 ± 6,95 Rataan 26,64 ± 9,21 16,28 ± 5,14 Valerat D1 7,94 ± 3,53 6,78 ± 1,42 7,36 ± 2,29 D2 7,53 ± 0,50 5,14 ± 0,54 6,33 ± 1,44 Rataan 7,74 ± 2,07 5,96 ± 1,29 Isovalerat D1 9,22 ± 3,86 6,79 ± 2,61 9,22 ± 3,86 D2 9,68 ± 3,21 5,87 ± 1,61 6,79 ± 2,61 Rataan 9,68 ± 3,21 5,87 ± 1,61 Keterangan : Hasil analisis Laboratorium Biokimia, Pusat Studi Pangan Dan Gizi Universitas Gadjah Mada (2012), R1 = ransum yang mengandung Indigofera sp., R2= ransum yang mengandung limbah tauge, D1= domba garut, D2 = domba yang berdomisili di jonggol. 28

7 Jika dihubungkan dengan komposisi zat makanan (Tabel 4), ransum Indigofera sp. mengandung kalsium yang lebih tinggi dibandingkan dengan limbah tauge. Kalsium dan fosfor ini sangat dibutuhkan mikroba rumen untuk menjamin pertumbuhannya. Durand dan Kawashima (1980) mengatakan bahwa untuk pertumbuhan mikroba rumen dan berlangsungnya proses fermentasi secara baik dibutuhkan suplai mineral yang cukup, termasuk dalam hal ini kalsium dan fosfor. Dengan lebih tingginya kandungan kalsium dan fosfor pada ransum Indigofera sp., menyebabkan aktivitas mikroba lebih baik, sehingga memungkinkan menghasilkan VFA yang lebih tinggi. Kandungan NDF yang menggambarkan serat kasar yang dapat dicerna pada ransum yang mengandung Indigofera sp. lebih tinggi dari pada limbah tauge diduga dapat meningkatkan kandungan substrat serat sehingga mampu menstimulasi peningkatan bakteri selulolitik. Kandungan Beta-N pada ransum yang mengandung Indigofera sp. dapat digunakan untuk menstimulasi peningkatan populasi bakteri amilolitik sehingga mampu meningkatkan degradasi amilosa. Kandungan tanin yang terdapat pada Indigofera sp. dapat menurunkan populasi protozoa yang berkontribusi terhadap peningkatan bakteri rumen terutama amilolitik. Bakteri amilolitik biasanya menempel pada granula pati dan ketika protozoa menelan partikel partikel pati maka bakteri amilolitik ikut tertelan bersama granula pati (Subrata et al., 2005). Efek penurunan protozoa ini mampu mengoptimalkan proses fermentasi yang dapat meningkatkan produksi VFA total sehingga penyediaan energi untuk ternak meningkat. Produksi VFA total ransum yang mengandung limbah tauge lebih rendah dariindigofera sp. Hal ini dikarenakan tingginya kandungan serat kasar pada limbah tauge. Serat kasar yang cukup tinggi tersebut kemungkinan banyak mengandung dinding sel dan liginin sehingga bagian isi sel sedikit sekali yang difermentasi oleh mikroba rumen dan konsentrasi VFA total menjadi lebih rendah (Selly, 1994). Konsentrasi VFA cairan rumen domba garut tidak berbeda nyata dengan cairan rumen domba jonggol. Hal tersebut menunjukkan bahwa mikroba rumen domba garut dan domba jonggol memiliki kemampuan yang sama dalam memproduksi VFA, walaupun VFA cairan rumen domba garut lebih tinggi dari domba jonggol. 29

8 Hal ini sejalan dengan pernyataan Mendozaet al. (1993) bahwa populasi protozoa yang tinggi akan mendegradasi pati dalam jumlah yang sedikit sehingga akan menghasilkan VFA yang rendah. Produksi VFA total juga sangat berhubungan dengan mikroba rumen, khususnya bakteri selulolitik dan amilolitik (Church, 1979). Asam Asetat Produksi asam asetat yang dihasilkan dalam penelitian ini secara statistik tidak dipengaruhi oleh perlakuan ransum dan perlakuan bangsa begitu juga dengan interaksi keduanya. Produksi asam asetat terbesar yaitu domba garut yang mendapat pakan Indigofera sp. Hal ini dikarenakan domba garut lebih efisien dalam mencerna serat kasar pakan, dan Indigofera sp. merupakan pakan yang mudah dicerna serat kasarnya. McDonaldet al.(2002) mengatakan bahwa besarnya asam asetat yang dihasilkan dipengaruhi oleh kadar serat kasar ransum yang dikonsumsi ternak. Kandungan serat kasar ransum Indigofera sp. lebih rendah jika dibandingkan dengan kandungan serat kasar limbah tauge, namun asam asetat yang dihasilkan pada penelitian ini menunjukkan ransum Indigofera sp. memproduksi asam asetat lebih banyak dari pada limbah tauge. Hal ini disebabkan serat kasar limbah tauge tidak mudah dicerna oleh ruminansia. Hal tersebut dapat dilihat dari kandungan NDF (Tabel 4) pakan Indigofera sp. lebih besar dari limbah tauge, sehingga Indigofera sp. dapat dimanfaatkan dengan baik oleh domba garut. Asam Propionat Asam propionat tergolong asam glukogenik, sebab di dalam hati asam tersebut diubah menjadi glukosa. Secara umum glukosa berguna sebagai sumber energi utama bagi organ-organ tubuh, antara lain: otak, syaraf, kelenjar susu dan janin. Menurut Brockman (1993) kurang lebih 50% glukosa pada ternak ruminansia berasal dari asam propionat. Asam propionat yang dihasilkan dalam penelitian ini tidak dipegaruhi oleh perlakuan ransum dan jenis bangsa domba. Asam propionat tertinggi terdapat pada domba jonggol yang diberi ransum berbasis Indigofera sp. yaitu sebesar 38,087 mm. Semakin tinggi kandungan karbohidrat mudah dicerna maka kandungan propionat juga akan semakin tinggi. Hal ini didukung oleh ph rumen pada domba jonggol yang diberi pakan Indigofera sp. lebih rendah dari perlakuan yang diberikan. ph yang semakin rendah menunjukkan bahan makanan 30

9 didalam rumen mudah difermentasi oleh mikroba. Hal ini menunjukkan pakan Indigofera sp. mudah difermentasi oleh domba jonggol sehingga lebih efisien untuk program penggemukan. Peningkatan propionat sangat penting untuk domba pedaging karena merupakan sumber energi. Propionat yang terserap dapat menyuplai 30% (atau lebih) glukosa untuk ruminansia (Parakkasi, 1999). Imbangan Asetat dan Propionat Nisbah C2/C3 di dalam rumen dapat memberikan indikasi tentang pemanfaatan hasil fermentasi tersebut lebih ke arah penggemukan dibandingkan ke arah pembentukan susu (Arora,1989). Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa nisbah terkecil terdapat pada domba jonggol. Hal ini mengindikasikan bahwa domba jonggol lebih cocok digunakan untuk domba penggemukan dibandingkan dengan domba garut. Asam Butirat Produksi asam butirat pada penelitian ini tidak nyata dipengaruhi perlakuan. Produksi asam butirat tertinggi dihasilkan oleh domba jonggol yang mendapat ransum Indigofera sp.produksi asam butirat tertinggi dihasilkan oleh ransum Indigofera sp. yaitu sebesar 9,629 mm. Menurut McDonald et al.(2002) asam butirat dapat dibentuk didalam rumen dari asam asetat atau dari gabungan yang membangkitkan aktivitas acetil coenzim A seperti asam piruvat dan glutamat. Selanjutnya dikatakan bahwa asam lemak rantai panjang dan asam lemak bercabang oleh sel-sel mikroba rumen akan merangsang pembentukan butirat. McDonald et al. (2002) pada umumnya perbandingan proporsi molar VFA domba yang mendapat ransum hijauan dibanding konsentrat 70:30 sekitar 65% asetat (C2),20% propionat (C3), 10% butirat (C4) dan 5% valerat (C5). Proporsi VFA dalam cairan rumenbervariasi tergantung dari macam ransum dan waktu setelah makan. Hasil analisis proporsi molar VFA pada penelitian ini adalah 38,2% asetat, 35,7% propionat, 19,1% butirat dan 7% valerat. Ransum yang mengandung proporsi konsentrat lebih banyak dari hijauan akan rnenghasilkan perbandingan 45% asetat, 40% propionat, 5-10% butirat dan 2-8% valerat. Apabila konsentrat dalamransum meningkat, maka proporsi asetat menurun dan asam propionat meningkat(ranjhan, 1980). 31

10 Pengaruh perlakuan dapat meningkatkan proporsi propionat dan butirat, namun menurunkan proporsi asetat. Secara biokimia propionat dibentuk dari glukosa, xilosa dan laktat melalui dua cara yaitu jalur reduksi langsung dan jalur asam dikarboksilat melalui interaksi mikroorganisme rumen. Peningkatan proporsi propionat dapat disebabkan oleh pergeseran penggunaanh 2 hasil fermentasi untuk produksi propionat akibat rendahnya aktifitas bakteri pembentuk metan (CH 4 ). Sedangkan penurunan proporsi asetat disebabkan karena piruvat lebih banyak dikonversi menjadi Acetyl Coenzym A yang merupakan prekusor pembentukan butirat, sehingga proporsi butirat meningkat. VFA Parsial Lainnya Menurut McDonald et al. (2002) dari proses fermentasi akan dihasilkan pula isobutirat, valerat, dan isovalerat walaupun dalam jumlah kecil. Seperti asam-asam VFA lain yang telah disebutkan sebelumnya, produksi asam isobutirat, valerat, dan isovalerat tertinggi pada penelitian ini adalah domba garut yang diberikan ransum Indigofera sp.asam isobutirat, isovalerat, valerat tidak berbeda nyata terhadap pengaruh perlakuan. Produksi isobutirat, dan isovalerat meningkat seiring dengan meningkatnya produksi NH 3. Konsentrasi isobutirat yang tinggi dalam cairan rumen dapat dimanfaatkan sebagai sumber kerangka karbon untuk pembentukan sintesis protein mikroba. Hungate (1966) mengatakan bahwa asam amino valin di dalam rumen akan difermentasikan menjadi isovalerat. Hal ini tergantung dari aktivitas rumen, sedangkan aktivitas mikroba rumen tersebut dipengaruhi oleh ransum yang dikonsumsi. Dengan semakin tingginya asam amino valin dan leusin dalam ransum, maka produksi asam isobutirat dan isovalerat cenderung meningkat. Jumlah VFA yang terbentuksangat dipengaruhi oleh kecernaan serta ransum yang difermentasi(baldwin,1995). Proporsi asam asetat, asam propionat dan asam butirat dipengaruhi oleh macam pakan (Orksov dan Rycle, 1990). Penjelasan lebih lanjut oleh Ranjhan (1980), konsentrasi VFA dalam rumen akan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain adalah macam karbohidrat, gerak laju pakan meninggalkan rumen dan kandungan karbohidrat struktural (selulosa dan hemiselulosa). Owen dan Zim (1988) menyatakan bahwa konsentrasi VFA di dalam rumen, juga sangat ditentukan oleh ph rumen dan macam pakan yang dikonsumsi. 32

11 Kecernaan Bahan Kering (KCBK) Kecernaan bahan kering merupakan suatu tolak ukur untuk menentukan kualitas pakan. Semakin tinggi kecernaan bahan kering, maka semakin tinggi pula zat-zat makanan yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi ternak. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa kecernaan bahan kering ransum berbasis Indigofera sp.lebih tinggi jika dibandingkan dengan ransum berbasis limbah tauge (P<0,05). Lebih tingginya Indigofera sp. dapat disebabkan oleh tingginya konsentrasi VFA pada ransum yang mengandung Indigofera sp. begitu juga halnya dengan konsentrasi amonia yang lebih tinggi. Kandungan serat kasar limbah tauge yang lebih tinggi dari pada Indigofera sp. juga dapat menyebabkan kecernaan bahan keringnya lebih rendah. Tingginya serat kasar pada ransum dapat menyebabkan mikroba rumen tidak dapat mendegradasi pakan secara maksimal (McDonald et al., 2002). Serat kasar biasanya kaya akan lignin dan selulosa (Sutardi, 1980). Kandungan lignin pada pakan tersebut dapat mengakibatkan pakan menjadi sukar larut sehingga jumlah pakan yang didegradasi pun menjadi sedikit (Selly, 2004). Tabel 8. Rataan Kecernaan Bahan Kering dengan Tehnik RUSITEC Bangsa Ransum R1 (%) R2 (%) Rataan D1 68,53 ± 0,21 63,09 ± 5,72 65,81 ± 4,56 D2 68,73 ± 0,77 62,42 ± 4,08 65,57 ± 4,36 Rataan 68,63 a ± 0,47 62,71 b ± 4,07 Keterangan : a, b) Superskrip yang tidak sama dalam satu baris berarti berbeda nyata (P<0,05).Hasil analisis Laboratorium Biokimia, Pusat Studi Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada (2012), R1 = ransum yang mengandung Indigofera sp., R2= ransum yang mengandung limbah tauge, D1= domba garut, D2 = domba yang berdomisili di jonggol. Kecernaan bahan kering juga dapat dipengaruhi oleh kandungan protein pakan karena setiap sumber protein memiliki kelarutan dan ketahanan degradasi yang berbeda (Sutardi, 1980). Indigofera sp. merupakan jenis leguminosa yang memiliki kandungan protein lebih tinggi dari limbah tauge. Perlakuan terhadap dua bangsa tidak mempengaruhi kecernaan bahan kering begitu juga interaksi keduanya. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas mikroba rumen domba garut dan domba jonggol memiliki karakteristik yang sama dalam mendegradasi pakan. Nilai kecernaan bahan kering ransum yang mengandung 30% Indigofera sp. dan limbah 33

12 tauge dapat dikatakan tinggi yaitu sekitar 62-68%. Hal ini dikarenakan adanya karbohidrat yang mudah didegradasi yang terkandung dalam ransum penelitian seperti molases. Sari (1989) menyatakan bahwa penambahan molases pada ransum mengakibatkan mikroorganisme rumen mampu merombak serat kasar menjadi lebih cepat dicerna. Selain itu, penambahan molases akan meningkatkan daya cerna karena molases merupakan sumber karbohidrat mudah larut dan banyak energi yang tersedia yang mampu mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme dengan cepat. Kecernaan Bahan Organik (KCBO) Nilai kecernaan bahan organik suatu pakan dapat menentukan kualitas pakan (Sutardi, 1980). Semakin tinggi nilai kecernaan suatu bahan maka semakin banyak zat gizi yang diserap tubuh. Nilai suatu pakan dipengauhi oleh zat gizi yang diserap tubuh (Silalahi, 2003). Bahan organik menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan perkembangan ternak. Hal ini menjelaskan bahwa semakin tingginya bahan organik yang dikonsumsi akan menghasilkan nilai degradasi bahan organik yang semakin tinggi. Degradasi bahan organik diukur karena komponen dari bahan organik sangat dibutuhkan untuk hidup pokok dan produksi (Rahmawati, 2001). Hasil analisis ragam menujukkan kecernaan bahan organik ransum yang mengandung Indigofera sp. sebanyak 30% lebih tinggi dari ransum yang mengandung limbah tauge. Hal ini dikarenakan kecernaan bahan kering dari Indigofera sp. juga lebih tinggi dari bahan organik. Bahan organik merupakan bagian daribahan kering, sehingga apabila bahan kering meningkatakan meningkatkan bahan organik, begitu jugasebaliknya. Oleh karena itu, hal tersebut juga akanberlaku pada nilai kecernaannya, apabila KCBKmeningkat tentu KCBO juga akan meningkat. Sutardi (2001) menyatakan bahwa peningkatan KCBK ransumsejalan dengan meningkatnya KCBO ransum, karenasebagian besar komponen BK terdiri atas BO. Faktor-faktor yang mempengaruhi tinggirendahnya KCBK akan mempengaruhi juga tinggirendahnya KCBO ransum. 34

13 Tabel 9. Kecernaan Bahan Organik dengan Tehnik RUSITEC Bangsa Ransum R1 (%) R2 (%) Rataan D1 69,20 ± 2,50 63,78 ± 3,90 66,49 ± 4,12 D2 70,23 ± 0,51 62,95 ± 2,28 66,59 ± 4,41 Rataan 69,72 a ± 1,59 63,37 b ± 2,65 Keterangan : a, b) Superskrip yang tidak sama dalam satu baris berarti berbeda nyata (P<0,05).Hasil analisis Laboratorium Biokimia, Pusat Studi Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada (2012), R1 = ransum yang mengandung Indigofera sp., R2= ransum yang mengandung limbah tauge, D1= domba garut, D2 = domba yang berdomisili di jonggol. Tingginya kandungan energi (TDN =73,82%) dan protein (PK= 16,23% BK) di dalam ransum yang mengandung Indigofera sp. menyebabkan tingginya aktivitas mikroba rumen dalam mendegradasi ransum sehingga dihasilkan degradabilitas bahan organik yang tinggi pula. Lebih rendahnya kecernaan bahan organik pada limbah tauge dibandingkan dengan Indigofera sp. disebabkan karena kandungan serat kasar dan ADF limbah tauge lebih tinggi dari Indigofera sp.serat kasar yang tinggi dapat mempengaruhi proses pencernaan dimana serat yang mempunyai kecernaan yang rendah akan sulit untuk dicerna sehingga mempengaruhi ketersediaan nutrien untuk ternak (Fharhandani, 2006). Adapun faktor yang mempengaruhi kecernaan itu sendiri, yaitu komposisi bahan pakan, perbandingan komposisi antara bahan pakan satu dengan bahan pakan lainnya, perlakuan pakan, suplementasi enzim dalam pakan, ternak dan taraf pemberian pakan (McDonald et al., 2002). Hal ini menunjukkan bahwa kualitas nutrisi pakan Indigofera sp. lebih bagus dari pakan yang berbasis limbah tauge. Ketersediaan bahan kering dan bahan organik tercerna ini dapat dijadikan sebagai indikator pemenuhan kebutuhan nutrisi pada ternak ruminansia. Pembahasan Umum Kandungan nutrisi ransum yang mengandung Indigofera sp. lebih tinggi dari pada limbah tauge karena nutrisi daun Indigofera sp. lebih tinggi dari limbah tauge. Protein ransum yang mengandung Indigofera sp. lebih mudah difermentasi dari pada ransum yang mengandung limbah tauge. Hal ini diperlihatkan pada produksi NH 3 ransum yang mengandung Indigofera sp.(9,38 mm) lebih tinggi dari limbah tauge (7,09 mm). Namun, karbohidrat kedua ransum memiliki kemampuan yang sama 35

14 yaitu mudah difermentasi di dalam rumen. Hal tersebut ditunjukkan pada konsentrasi VFA parsial yang tidak berbeda nyata. Propionat domba jonggol memiliki konsentrasi tertinggi (41,50 mm). Hal ini dapat diartikan bahwa domba jonggol lebih dapat menggunakan propionat sebagai sumber glukosa untuk program penggemukan. Nisbah C2/C3 domba jonggol merupakan nisbah terkecil (1,08) diantara perlakuan. Semakin kecil nisbah maka semakin tinggi efisiensi pakan yang digunakan untuk pembentukan daging atau untuk penggemukan. Kandungan isobutirat yang tinggi dalam cairan rumen dapat dimanfaatkan sebagai sumber kerangka karbon untuk pembentukan sintesis protein mikroba. Konsentrasi NH3 dan VFA parsial yang tinggi pada ransum yang mengandung Indigofera sp. menyebabkan kecernaan bahan kering dan bahan organiknya lebih tinggi dari ransum yang mengandung limbah tauge. Kecernaan baik ransum yang mengandung Indigofera sp dan limbah tauge menunjukkan angka yang optimum. Dapat disimpulkan bahwa ransum dengan imbangan hijauan : konsentrat 30 :70 dapat efisien digunakan untuk domba penggemukan dengan sumber hijauan Indigofera sp. dan limbah tauge. 36

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien Biskuit Rumput Lapang dan Daun Jagung Komposisi nutrien diperlukan untuk mengetahui kandungan zat makanan yang terkandung di dalam biskuit daun jagung dan rumput

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian Masalah yang sering dihadapi oleh peternak ruminansia adalah keterbatasan penyediaan pakan baik secara kuantitatif, kualitatif, maupun kesinambungannya sepanjang

Lebih terperinci

menjaga kestabilan kondisi rumen dari pengaruh aktivitas fermentasi. Menurut Ensminger et al. (1990) bahwa waktu pengambilan cairan rumen berpengaruh

menjaga kestabilan kondisi rumen dari pengaruh aktivitas fermentasi. Menurut Ensminger et al. (1990) bahwa waktu pengambilan cairan rumen berpengaruh HASIL DAN PEMBAHASAN Derajat Keasaman (ph) Rumen Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi (P>0,05) antara jenis ransum dengan taraf suplementasi asam fulvat. Faktor jenis ransum

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi Kandungan nutrien biomineral tanpa proteksi dan yang diproteksi serta mineral mix dapat dilihat pada Tabel 7. Kandungan nutrien biomineral

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi keseluruhan kecernaan ransum. Nilai kecernaan yang paling

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Performa Produksi Bobot Badan Akhir dan Pertambahan Bobot Badan Harian Bobot badan merupakan salah satu indikator untuk mengetahui performa produksi suatu ternak. Performa produksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2003). Pemberian total mixed ration lebih menjamin meratanya distribusi asupan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2003). Pemberian total mixed ration lebih menjamin meratanya distribusi asupan 17 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Total Mixed Ration (TMR) Pakan komplit atau TMR adalah suatu jenis pakan ternak yang terdiri dari bahan hijauan dan konsentrat dalam imbangan yang memadai (Budiono et al.,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Minyak daun cengkeh merupakan hasil penyulingan daun cengkeh dengan menggunakan metode penyulingan (uap /steam). Minyak daun cengkeh berbentuk cair (oil) dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Berdasarkan hasil analisa proksimat, kandungan zat makanan ransum perlakuan disajikan pada Tabel 10. Terdapat adanya keragaman kandungan nutrien protein, abu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Jerami Padi

TINJAUAN PUSTAKA. Jerami Padi TINJAUAN PUSTAKA Jerami Padi Jerami padi merupakan bagian dari batang tumbuhan tanpa akar yang tertinggal setelah dipanen butir buahnya (Shiddieqy, 2005). Tahun 2009 produksi padi sebanyak 64.398.890 ton,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Daun Kersen sebagai Pakan Peningkatan produksi daging lokal dengan mengandalkan peternakan rakyat menghadapi permasalahan dalam hal pakan. Pakan yang digunakan oleh peternak rakyat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Perubahan Konsetrasi N-NH 3 Fermentasi pakan di dalam rumen ternak ruminansia melibatkan aktifitas mikroba rumen. Aktifitas fermentasi tersebut meliputi hidrolisis komponen bahan

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan NDF. dengan konsumsi (Parakkasi,1999). Rataan nilai kecernaan NDF pada domba

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan NDF. dengan konsumsi (Parakkasi,1999). Rataan nilai kecernaan NDF pada domba 33 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan NDF NDF adalah bagian dari serat kasar yang biasanya berhubungan erat dengan konsumsi (Parakkasi,1999). Rataan nilai kecernaan NDF pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Pakan Fermentasi Parameter kualitas fisik pakan fermentasi dievaluasi dari tekstur, aroma, tingkat kontaminasi jamur dan tingkat keasaman (ph). Dari kedua bahan pakan yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Bahan pakan yang digunakan di dalam ransum perlakuan penelitian ini, merupakan limbah pertanian yaitu jerami padi dan dedak padi, limbah tempat pelelangan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Nutrien Berbagai Jenis Rumput Kadar nutrien masing-masing jenis rumput yang digunakan berbeda-beda. Kadar serat dan protein kasar paling tinggi pada Setaria splendida, kadar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan. Pakan dengan kualitas yang baik, memberikan efek terhadap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan. Pakan dengan kualitas yang baik, memberikan efek terhadap 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pakan Ruminansia Pakan merupakan semua bahan pakan yang dapat dikonsumsi ternak, tidak menimbulkan suatu penyakit, dapat dicerna, dan mengandung zat nutrien yang dibutuhkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan menjadi salah satu faktor penentu dalam usaha peternakan, baik terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan tercapai bila mendapat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Zat Makanan Berdasarkan analisis statistik, konsumsi bahan kering nyata dipengaruhi oleh jenis ransum, tetapi tidak dipengaruhi oleh jenis domba dan interaksi antara kedua

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Suplementasi Biomineral

HASIL DAN PEMBAHASAN Suplementasi Biomineral HASIL DAN PEMBAHASAN Suplementasi Biomineral Biomineral cairan rumen adalah suplemen mineral organik yang berasal dari limbah RPH. Biomineral dapat dihasilkan melalui proses pemanenan produk inkorporasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Nilai rataan konsumsi protein kasar (PK), kecernaan PK dan retensi nitrogen yang dihasilkan dari penelitian tercantum pada Tabel 5. Tabel 5. Rataan Konsumsi, Kecernaan PK, Retensi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Ransum Komplit Ransum yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari rumput gajah, konsentrat, tepung daun kembang sepatu, dan ampas teh. Rumput gajah diperoleh dari Laboratorium

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pakan Ternak Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan beragam dan tidak bisa tumbuh dengan baik bila terus diberi pakan yang sama dalam jangka waktu yang

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. merupakan domba-domba lokal. Domba lokal merupakan domba hasil persilangan

KAJIAN KEPUSTAKAAN. merupakan domba-domba lokal. Domba lokal merupakan domba hasil persilangan II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Domba Lokal Domba merupakan jenis ternak yang termasuk dalam kategori ruminansia kecil. Ternak domba yang dipelihara oleh masyarakat Indonesia umumnya merupakan domba-domba lokal.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Sapi perah yang dipelihara di Indonesia pada umumnya adalah Friesian Holstein (FH) dan Peranakan Friesian Holstein (PFH) (Siregar, 1993). Sapi FH memiliki ciri-ciri

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Diagram Alir Proses Pengolahan Ubi Kayu menjadi Tepung Tapioka Industri Rakyat Sumber : Halid (1991)

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Diagram Alir Proses Pengolahan Ubi Kayu menjadi Tepung Tapioka Industri Rakyat Sumber : Halid (1991) TINJAUAN PUSTAKA Onggok sebagai Limbah Agroindustri Ubi Kayu Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) sudah dikenal dan merupakan salah satu sumber karbohidrat yang penting dalam makanan. Berdasarkan Biro Pusat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsentrasi NH3. protein dan non protein nitrogen (NPN). Amonia merupakan bentuk senyawa

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsentrasi NH3. protein dan non protein nitrogen (NPN). Amonia merupakan bentuk senyawa 33 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsentrasi NH3 NH3 atau amonia merupakan senyawa yang diperoleh dari hasil degradasi protein dan non protein nitrogen (NPN). Amonia merupakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan Konsumsi Bahan Kering (BK) HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Konsumsi pakan merupakan jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan proses produksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat meningkat pula. Namun, perlu dipikirkan efek samping yang

I. PENDAHULUAN. masyarakat meningkat pula. Namun, perlu dipikirkan efek samping yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah limbah tidak dapat lepas dari adanya aktifitas industri, termasuk industri ternak ayam pedaging. Semakin meningkat sektor industri maka taraf hidup masyarakat meningkat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi

PENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi 1 I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak dikembangbiakan oleh masyarakat. Pemeliharaan domba yang lebih cepat dibandingkan ternak sapi, baik sapi

Lebih terperinci

Semua perlakuan tidak menyebabkan keadaan ekstrim menghasilkan NH 3 diluar

Semua perlakuan tidak menyebabkan keadaan ekstrim menghasilkan NH 3 diluar 38 tersebut maka produksi NH 3 semua perlakuan masih dalam kisaran normal. Semua perlakuan tidak menyebabkan keadaan ekstrim menghasilkan NH 3 diluar kisaran normal, oleh karena itu konsentrasi NH 3 tertinggi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dilakukan sejak tahun 1995, meliputi pengolahan dan tingkat penggunaan dalam

I. PENDAHULUAN. dilakukan sejak tahun 1995, meliputi pengolahan dan tingkat penggunaan dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian pemanfaatan limbah agroindustri yang ada di Lampung sudah banyak dilakukan sejak tahun 1995, meliputi pengolahan dan tingkat penggunaan dalam ransum ruminansia

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi

PENDAHULUAN. bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya kebutuhan susu merupakan salah satu faktor pendorong bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi peningkatan konsumsi susu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum 32 HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak atau sekelompok ternak selama periode tertentu dan ternak tersebut punya akses bebas pada pakan dan tempat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tanduknya mengarah ke depan (Rahman, 2007). Sapi FH memiliki produksi susu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tanduknya mengarah ke depan (Rahman, 2007). Sapi FH memiliki produksi susu 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Sapi perah FH merupakan sapi yang memiliki ciri warna putih belang hitam atau hitam belang putih dengan ekor berwarna putih, sapi betina FH memiliki ambing yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan ternak ruminansia yang banyak dipelihara masyarakat dan dimanfaatkan produksinya sebagai ternak penghasil daging dan sebagai tabungan. Domba memiliki

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Data rata-rata parameter uji hasil penelitian, yaitu laju pertumbuhan spesifik (LPS), efisiensi pemberian pakan (EP), jumlah konsumsi pakan (JKP), retensi protein

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Nutrien Konsumsi pakan merupakan faktor penting untuk menentukan kebutuhan hidup pokok dan produksi karena dengan mengetahui tingkat konsumsi pakan maka dapat ditentukan kadar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ransum merupakan campuran bahan pakan yang disusun untuk memenuhi kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting dalam pemeliharaan ternak,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Secara umum penelitian ini sudah berjalan dengan cukup baik. Terdapat sedikit hambatan saat akan memulai penelitian untuk mencari ternak percobaan dengan umur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing

I. PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Salah satu jenis ternak pengahasil daging dan susu yang dapat dikembangkan dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing adalah

Lebih terperinci

senyawa humat (39,4% asam humat dan 27,8% asam fulvat) sebesar 10% pada babi dapat meningkatkan pertambahan bobot badan dan konversi pakan secara sign

senyawa humat (39,4% asam humat dan 27,8% asam fulvat) sebesar 10% pada babi dapat meningkatkan pertambahan bobot badan dan konversi pakan secara sign TINJAUAN PUSTAKA Asam Fulvat Humat dibentuk dari pelapukan bahan tanaman dengan bantuan bakteri yang hidup di tanah. Komposisi humat terdiri dari humus, asam humat, asam fulvat, asam ulmik dan trace mineral

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 10. Hasil Pengamatan Karakteristik Fisik Silase Ransum komplit

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 10. Hasil Pengamatan Karakteristik Fisik Silase Ransum komplit HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Silase Ransum Komplit Karakteristik fisik silase diamati setelah silase dibuka. Parameter yang dilihat pada pengamatan ini, antara lain: warna, aroma silase, tekstur

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK) HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Hasil analisis kandungan nutrien silase dan hay daun rami yang dilakukan di Laboratorium PAU IPB dapat dilihat pada Tabel 4 dan kandungan nutrien ransum disajikan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. karena Indonesia memiliki dua musim yakni musim hujan dan musim kemarau.

PENDAHULUAN. karena Indonesia memiliki dua musim yakni musim hujan dan musim kemarau. I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan di Indonesia sampai saat ini masih sering dihadapkan dengan berbagai masalah, salah satunya yaitu kurangnya ketersediaan pakan. Ketersediaan pakan khususnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pakan. Biaya untuk memenuhi pakan mencapai 60-70% dari total biaya produksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pakan. Biaya untuk memenuhi pakan mencapai 60-70% dari total biaya produksi 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Pakan Sapi Perah Faktor utama dalam keberhasilan usaha peternakan yaitu ketersediaan pakan. Biaya untuk memenuhi pakan mencapai 60-70% dari total biaya produksi (Firman,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar 37 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar Kecernaan diartikan sebagai nutrien yang tidak diekskresikan dalam feses dimana nutrien lainnya diasumsikan diserap oleh

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh

II. TINJAUAN PUSTAKA. Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mineral Mikro Organik Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh makluk hidup. Sebagian besar mineral akan tertinggal dalam bentuk abu sebagai senyawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi makanan. Sehingga faktor pakan yang diberikan pada ternak perlu

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi makanan. Sehingga faktor pakan yang diberikan pada ternak perlu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produktivitas ternak dipengaruhi oleh berbagai faktor salah satunya adalah pakan. Davendra, (1993) mengungkapkan bahwa pertumbuhan dan perkembangan berat badan maupun

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak 34 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak diekskresikan dalam feses (Tillman, dkk., 1998). Zat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sumber nitrogen pada ternak ruminansia berasal dari non protein nitrogen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sumber nitrogen pada ternak ruminansia berasal dari non protein nitrogen 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencernaan Nitrogen pada Ruminansia Sumber nitrogen pada ternak ruminansia berasal dari non protein nitrogen dan protein pakan. Non protein nitrogen dalam rumen akan digunakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Potensi Indigofera sp.sebagaipakan Ternak Ruminansia

TINJAUAN PUSTAKA. Potensi Indigofera sp.sebagaipakan Ternak Ruminansia TINJAUAN PUSTAKA Potensi Indigofera sp.sebagaipakan Ternak Ruminansia Indigofera sp.adalah genus besar dari sekitar 700 jenis tanaman berbunga milik keluarga Fabaceae (Schrire, 2005). Terdapat di seluruh

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 482,91 55, ,01 67,22

HASIL DAN PEMBAHASAN 482,91 55, ,01 67,22 HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi dan Kecernaan Bahan Kering Konsumsi dan kecernaan bahan kering dapat dilihat di Tabel 8. Penambahan minyak jagung, minyak ikan lemuru dan minyak ikan lemuru terproteksi tidak

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ternak Domba Garut merupakan ternak ruminansia kecil yang banyak dipelihara oleh masyarakat, karena pemeliharaannya yang tidak begitu sulit, dan sudah turun temurun dipelihara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Peranakan Etawa (PE) Kambing merupakan jenis ruminansia kecil yang memiliki tingkat pemeliharaan lebih efesien dibandingkan domba dan sapi. Kambing dapat mengkomsumsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang tinggi terhadap kondisi alam setempat (Sumardianto et al., 2013). Selain itu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang tinggi terhadap kondisi alam setempat (Sumardianto et al., 2013). Selain itu 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Kacang Kambing Kacang merupakan kambing lokal Indonesia yang memiliki keunggulan antara lain pemeliharaan yang mudah serta memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong.

I. PENDAHULUAN. Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong. Pemanfaatan limbah industri gula tebu sebagai pakan alternatif merupakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering 33 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering Hasil penelitian mengenai pengaruh biokonversi biomassa jagung oleh mikroba Lactobacillus plantarum, Saccharomyces cereviseae,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Kandungan Nutrien Ransum Berdasarkan 100% Bahan Kering (%)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Kandungan Nutrien Ransum Berdasarkan 100% Bahan Kering (%) HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Pakan Ransum yang digunakan pada penelitian merupakan campuran atara hijauan dan konsentrat dengan perbandingan antara hijauan (rumput gajah) : konsentrat (60:40

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Penambahan daun Som Jawa pada ransum menurunkan kandungan serat kasar dan bahan kering ransum, namun meningkatkan protein kasar ransum. Peningkatan protein disebabkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh wilayah Indonesia. Kambing Kacang memiliki daya adaptasi yang tinggi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh wilayah Indonesia. Kambing Kacang memiliki daya adaptasi yang tinggi 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Kacang Kambing Kacang merupakan ternak lokal yang sebarannya hampir di seluruh wilayah Indonesia. Kambing Kacang memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap kondisi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. baik dalam bentuk segar maupun kering, pemanfaatan jerami jagung adalah sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. baik dalam bentuk segar maupun kering, pemanfaatan jerami jagung adalah sebagai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jerami Jagung Jerami jagung merupakan sisa dari tanaman jagung setelah buahnya dipanen dikurangi akar dan sebagian batang yang tersisa dan dapat diberikan kepada ternak, baik

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Kandang dan Peralatan Ransum

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Kandang dan Peralatan Ransum MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pemeliharaan ini dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B dan analisis plasma di Laboratorium Nutrisi Ternak Kerja dan Olahraga Unit

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Limbah Sayuran Menurut Peraturan Pemerintah No. 18/1999 Jo PP 85/1999, limbah didefinisikan sebagai buangan dari suatu usaha atau kegiatan manusia. Salah satu limbah yang banyak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Bahan Kering Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan produksi. Rataan konsumsi rumput, konsentrat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. cara peningkatan pemberian kualitas pakan ternak. Kebutuhan pokok bertujuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. cara peningkatan pemberian kualitas pakan ternak. Kebutuhan pokok bertujuan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pakan Kebutuhan pokok dan produksi pada sapi perah dapat dilakukan dengan cara peningkatan pemberian kualitas pakan ternak. Kebutuhan pokok bertujuan untuk mempertahankan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. tahun 2005 telah difokuskan antara lain pada upaya swasembada daging 2014

BAB I. PENDAHULUAN. tahun 2005 telah difokuskan antara lain pada upaya swasembada daging 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Revitalisasi pertanian dan program yang dicanangkan pemerintah pada tahun 2005 telah difokuskan antara lain pada upaya swasembada daging 2014 (Dirjen Peternakan, 2010).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah penduduk yang disertai dengan meningkatnya kesadaran

I. PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah penduduk yang disertai dengan meningkatnya kesadaran I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya jumlah penduduk yang disertai dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pemenuhan gizi khususnya protein hewani menyebabkan semakin meningkatnya konsumsi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ternak disamping manajemen pemeliharaan dan pemberian pakan adalah faktor manajemen lingkungan. Suhu dan kelembaban yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani, terutama daging kambing, menyebabkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan hewan ternak perah lainnya. Keunggulan yang dimiliki sapi perah tersebut membuat banyak pengusaha-pengusaha

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nutrien pakan dan juga produk mikroba rumen. Untuk memaksimalkan

I. PENDAHULUAN. nutrien pakan dan juga produk mikroba rumen. Untuk memaksimalkan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Produktivitas ternak ruminansia sangat tergantung oleh ketersediaan nutrien pakan dan juga produk mikroba rumen. Untuk memaksimalkan produktivitas ternak tersebut selama

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien dan Asam Fitat Pakan Pakan yang diberikan kepada ternak tidak hanya mengandung komponen nutrien yang dibutuhkan ternak, tetapi juga mengandung senyawa antinutrisi.

Lebih terperinci

dengan bakteri P. ruminicola (98-100%), B. fibrisolvens (99%), C. eutactus (99%) dan T. bryantii (94%). Bakteri-bakteri tersebut diduga sering

dengan bakteri P. ruminicola (98-100%), B. fibrisolvens (99%), C. eutactus (99%) dan T. bryantii (94%). Bakteri-bakteri tersebut diduga sering PEMBAHASAN UMUM Buah dan biji lerak yang diekstraksi dengan metanol mengandung senyawa aktif saponin yang sangat tinggi yaitu sebesar 81.5% BK. Senyawa saponin diketahui dapat memodifikasi mikroba rumen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu peternakan. Pakan

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu peternakan. Pakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu peternakan. Pakan merupakan salah satu komponen dalam budidaya ternak yang berperan penting untuk mencapai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sangat besar untuk memenuhi kebutuhan daging di tingkat nasional. Kenyataan

I. PENDAHULUAN. sangat besar untuk memenuhi kebutuhan daging di tingkat nasional. Kenyataan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan subsektor peternakan provinsi Lampung memiliki peranan yang sangat besar untuk memenuhi kebutuhan daging di tingkat nasional. Kenyataan ini sejalan

Lebih terperinci

Tyas Widhiastuti. Pembimbing: Dr. Ir. Anis Muktiani, M.Si Dr. Ir. Mukh. Arifin, M.Sc

Tyas Widhiastuti. Pembimbing: Dr. Ir. Anis Muktiani, M.Si Dr. Ir. Mukh. Arifin, M.Sc Kinerja Pencernaan dan Efisiensi Penggunaan Energi Pada Sapi Peranakan Ongole (PO) yang Diberi Pakan Limbah Kobis dengan Suplemen Mineral Zn dan Alginat Tyas Widhiastuti Pembimbing: Dr. Ir. Anis Muktiani,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemenuhan kebutuhan pakan hijauan untuk ternak ruminansia, selama ini telah

I. PENDAHULUAN. Pemenuhan kebutuhan pakan hijauan untuk ternak ruminansia, selama ini telah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pemenuhan kebutuhan pakan hijauan untuk ternak ruminansia, selama ini telah mengalami keterbatasan. Lahan yang tidak subur yang semestinya sebagai lahan tanaman

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum

HASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum HASIL DA PEMBAHASA Konsumsi Bahan Kering Ransum 200 mg/kg bobot badan tidak mempengaruhi konsumsi bahan kering. Hasil yang tidak berbeda antar perlakuan (Tabel 2) mengindikasikan bahwa penambahan ekstrak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hijauan serta dapat mengurangi ketergantungan pada rumput. seperti jerami padi di pandang dapat memenuhi kriteria tersebut.

I. PENDAHULUAN. hijauan serta dapat mengurangi ketergantungan pada rumput. seperti jerami padi di pandang dapat memenuhi kriteria tersebut. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu faktor penentu dalam keberhasilan usaha peternakan adalah ketersediaan pakan ternak secara kontinyu. Saat ini sangat dirasakan produksi hijauan makanan ternak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan

I. PENDAHULUAN. sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pakan merupakan faktor utama penentu keberhasilan usaha peternakan, karena sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan biaya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Tanaman Singkong Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang cukup potensial di Indonesia selain padi dan jagung. Tanaman singkong termasuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah TINJAUAN PUSTAKA Ampas Sagu Pemanfaatan limbah sebagai bahan pakan ternak merupakan alternatif dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah mempunyai proporsi pemanfaatan yang besar

Lebih terperinci

Daftar Pustaka. Leng, R.A Drought Feeding Strategies : Theory and Pactice. The University of New England Printery, Armidale - New South Wales.

Daftar Pustaka. Leng, R.A Drought Feeding Strategies : Theory and Pactice. The University of New England Printery, Armidale - New South Wales. 1 Strategi Pemberian Pakan Berkualitas Rendah (Jerami Padi) Untuk Produksi Ternak Ruminansia Oleh Djoni Prawira Rahardja Dosen Fakultas Peternakan Unhas I. Pendahuluan Ternak menggunakan komponen zat-zat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama fermentasi berlangsung terjadi perubahan terhadap komposisi kimia substrat yaitu asam amino, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral, selain itu juga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipelihara dengan tujuan menghasilkan susu. Ciri-ciri sapi FH yang baik antara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipelihara dengan tujuan menghasilkan susu. Ciri-ciri sapi FH yang baik antara 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Menurut Blakely dan Bade (1998) sapi perah adalah jenis sapi yang dipelihara dengan tujuan menghasilkan susu. Ciri-ciri sapi FH yang baik antara lain sistem dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang sangat besar. Hal ini dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk yang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang sangat besar. Hal ini dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk yang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang sangat besar. Hal ini dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk yang tinggi, serta memiliki wilayah kepulauan yang

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan nama

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan nama 10 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Tanaman Jagung Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan nama spesies Zea mays L. Secara umum, klasifikasi dan sistematika tanaman jagung yang dikutip dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Madura Sapi Madura termasuk dalam sapi lokal Indonesia, yang berasal dari hasil persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura memiliki

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Keunggulan Rumen Kerbau Potensi Sapi Fries Holland , Performa dan Penyapihan Pedet

TINJAUAN PUSTAKA Keunggulan Rumen Kerbau  Potensi Sapi Fries Holland , Performa dan Penyapihan Pedet TINJAUAN PUSTAKA Keunggulan Rumen Kerbau Kerbau merupakan ternak ruminansia yang mempunyai kemampuan tinggi dalam memanfaatkan jenis limbah berkualitas rendah. Hal itu disebabkan oleh tingginya populasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Fries Holland (Holstein Friesian) Pemberian Pakan Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Fries Holland (Holstein Friesian) Pemberian Pakan Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Fries Holland (Holstein Friesian) Sapi Fries Holland (FH) berasal dari Propinsi Belanda Utara dan Propinsi Friesland Barat. Bulu sapi FH murni umumnya berwarna hitam dan putih, namun

Lebih terperinci

Okt ,30 75,00 257,00 Nop ,30 80,00 458,00 Des ,10 84,00 345,00 Jumlah 77,70 264, ,00 Rata-rata 25,85 88,30 353,34

Okt ,30 75,00 257,00 Nop ,30 80,00 458,00 Des ,10 84,00 345,00 Jumlah 77,70 264, ,00 Rata-rata 25,85 88,30 353,34 HASIL DAN PEMBAHASAN Informasi Tanaman dan Kondisi Lingkungan Tanaman Jagung yang digunakan adalah tanaman jagung varietas Pertiwi-3 diproduksi oleh PT. Agri Makmur Pertiwi. Tanaman Jagung yang digunakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 49 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pengaruh Penggunaan Ampas Kecap Sebagai Substitusi Bungkil Kedelai dalam Ransum Terhadap Nilai Kecernaan Bahan Kering (KcBK) Pengolahan ataupun peracikan bahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHSAN. 4.1 Pengaruh Tingkat Peggunaan Probiotik terhadap ph

HASIL DAN PEMBAHSAN. 4.1 Pengaruh Tingkat Peggunaan Probiotik terhadap ph IV HASIL DAN PEMBAHSAN 4.1 Pengaruh Tingkat Peggunaan Probiotik terhadap ph Derajat keasaman (ph) merupakan salah satu faktor penting yang perlu diperhatikan pada saat proses fermentasi. ph produk fermentasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan pertambahan penduduk dari tahun ke tahun yang terus meningkat

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan pertambahan penduduk dari tahun ke tahun yang terus meningkat 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Seiring dengan pertambahan penduduk dari tahun ke tahun yang terus meningkat yakni pada tahun 2011 berjumlah 241.991 juta jiwa, 2012 berjumlah 245.425 juta

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Biskuit Pakan Biskuit pakan merupakan inovasi bentuk baru produk pengolahan pakan khusus untuk ternak ruminansia. Pembuatan biskuit pakan menggunakan prinsip dasar pembuatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing PE merupakan hasil persilangan antara kambing Ettawa dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing PE merupakan hasil persilangan antara kambing Ettawa dari 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Peranakan Ettawa (PE) Kambing PE merupakan hasil persilangan antara kambing Ettawa dari India dengan kambing Kacang lokal dari Indonesia dan termasuk kedalam jenis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Unsur-unsur Nutrien dalam Singkong (dalam As Fed)

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Unsur-unsur Nutrien dalam Singkong (dalam As Fed) TINJAUAN PUSTAKA Singkong Singkong atau ubi kayu, tergolong dalam famili Euphorbiaceae, genus Manihot dengan spesies esculenta Crantz dengan berbagai varietas (Henry, 2007). Bagian tanaman yang biasanya

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba Jonggol R1 (a) dan Domba Jonggol R2 (b) Gambar 4. Domba Garut R1 (a) dan Domba Garut R2 (b)

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba Jonggol R1 (a) dan Domba Jonggol R2 (b) Gambar 4. Domba Garut R1 (a) dan Domba Garut R2 (b) MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan dari bulan Juli sampai Oktober 2011 di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pendapatan peternak (Anggraeni, 2012). Produksi susu sapi perah di Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pendapatan peternak (Anggraeni, 2012). Produksi susu sapi perah di Indonesia 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Produksi dan Kualitas Susu Sapi 2.1.1. Produksi susu Produksi susu merupakan faktor esensial dalam menentukan keberhasilan usaha sapi perah, karena jumlah susu yang dihasilkan

Lebih terperinci